Pulau Seribu Setan 3
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan Bagian 3
menemukan gadis itu! Tetapi... tak semudah yang
dibayangkan biar bagaimanapun cerdiknya dia.
Kutunggu saja, barangkali ada yang masuk ke sana!"
Dari wadah berisi cairan kuning, dilihatnya cucu
Kakek Buruk Rupa tengah meringkuk dengan
menekuk kedua lutut di sebuah ruangan yang diberi
jeruji besi. Sementara di depan jeruji itu, puluhan
anak buahnya lalu lalang.
*** Suci mendesah berkali-kali. Keheranan masih
meliputi dirinya. Disesalinya pula perjalanannya
untuk melepas rindu pada kakeknya harus berakhir
di sini. Semenjak tadi ditahan tangisnya. Dia harus
tegar. Dia harus bisa mengatasi semua masalah ini.
Dipikirkannya tentang Pendekar Slebor. Di mana
pemuda urakan dari Lembah Kutukan itu berada"
"Kang Andika... selamatkanlah aku, Kang...,"
desisnya dengan batin galau. 'Tak terasa ada
ketakutan yang menyelinap. Dirasakan pula kalau
dirinya seperti kehilangan sesuatu, kehilangan diri
Pendekar Slebor yang sebenarnya sudah begitu
dekat sekali dengan dirinya.
Secara diam-diam, sebenarnya Suci pernah
mencoba untuk meloloskan diri, dengan jalan
membengkokkan beberapa buah jeruji besi yang
melingkupinya. Dengan tenaga dalam yang dimilikinya, dia sebenarnya mampu melakukan hal
itu. Tetapi begitu hendak dilakukannya, dan saat
kedua tangannya siap ditempelkan pada jeruji besi
itu, mendadak saja dirasakan tenaganya melemah.
Ada sebuah kekuatan gaib yang mengunci seluruh
aliran tenaga dalamnya.
Pada dasarnya, Suci memiliki sifat keras kepala.
Dicobanya lagi dan dikerahkan berkali-kali. Namun
seluruh tenaga dalamnya benar-benar bagai terkuras
hingga akhirnya dia yakni tak akan mampu
mengerahkan tenaga dalamnya.
Dari balik jeruji besi, dilihatnya para lelaki berbaju
hijau dan berdestar merah lalu lalang. Mereka
nampaknya sibuk sekali. Beberapa orang berkali-kali
menengok keadaannya. Memberinya makan dan
minum. Namun tak satu pun yang disentuh oleh
Suci. Yang diinginkannya, selain keluar dari sini, juga
menemukan kakeknya. Rasa rindu pada kakeknyalah yang membuat Suci masih bersemangat. Tiba tiba dia tersentak. Tiga orang lelaki muncul
dengan wajah beringas.
" Hmmm... bila saja gadis ini bukan tawanan
Ketua, aku ingin sekali tidur dengannya!" kata salah
seorang dengan seringaian lebar menakutkan.
"Tenanglah, Ketua tak akan melupakan kita," kata
yang bermata lebar. Dan dengan matanya seakan
telah menjarah sekujur tubuh Suci.
"Ini sangat menyenangkan. Tak sabar rasanya aku
untuk melakukan. Di tempat ini, kita tak pernah bisa
menyalurkan keinginan kita. Hhhh! Mengapa Ketua
tidak mangirim kita kembali ke dunia ramai?" sahut
yang berbibir tebal.
"Tak usah khawatir... semuanya akan kita
dapatkan," terdengar satu suara di belakang mereka.
Ketiganya menoleh dan tertawa.
"Kau benar, Singkil Gambir," kata yang bermata
lebar. "Kita akan mendapatkannya."
Kawan yang mereka panggil Singkil Gambir
menyeringai. "Ketua tak akan pernah melupakan
kita. Gadis itu begitu cantik sekali. Aku pun tak
sabar untuk mendapatkannya." Tak sengaja tangan
Singkil Gambir terjulur hendak memegang salah
satu jeruji besi itu. Tetapi dengan cepat di tepak oleh
yang berbibir tebal.
"Goblok! Apakah kau lupa bila kita menyentuh
jeruji besi itu maka tubuh kita akan hangus?"
Singkil Gambir menyeringai dengan keringat
sedikit mengalir.
"Ini karena aku tak sabar untuk mendapatkannya."
Yang lainnya tertawa-tawa.
"Seperti katamu tadi, bila Ketua telah selesai
dengan urusannya, kita akan mendapatkan gadis ini.
Bukankah biasanya seperti itu" Meskipun kejam,
Ketua tak akan pernah melupakan kita. Ayo! Kita
teruskan bekerja" Tempat ini harus selesai dibangun,
karena Ketua akan mengurung tawanan- tawanannya di sini."
"Gila! Aku sampai lupa soal itu" Siapa saja yang
Ketua bawa ke sini?"
"Pendekar Slebor, Kakek Buruk Rupa, Sepasang
Dewa Gurun Pasir, Iblis Tambang, dan Camar
Hitam." Singkil Gambir menggeram. "Yang kuinginkan
adalah mencabik cabik tubuh Pendekar Slebor.
Manusia itulah yang lelah membunuh kawan-kawan
kita." "Aku pun tak sabar unntuk melakukannya,
Singkil. Perlu kau ketahui, kita baru saja menangkap
salah seorang dari mereka." Kata si bibir tebal sambil
tersenyum. "Siapa?"
"Lelaki jelek berbaju Compang Camping. Dia
mengaku berjuluk Setan Hitam Compang -
Camping." "Manusia keparat mana itu" Dimana dia ditawan!
Ingin kucabik cabik tubuhnya sebelum mengerat
tubuh Pendekar Slebor!"seru Singkil Gambir
menggeram. "Dia kumasukkan ke penjara bawah tanah! Biar
bagaimana juga, akan tiba saatnya bagi kita untuk
berpesta membunuh mereka satu persatu. Bila Ketua
sudah selesai dalam permainannya, berarti kita akan
mendapatkan bagian."
"Sebenarnya, aku pun penasaran di manakah
Ketua berdiam?"
Si bibir tebal terbahak-bahak. Kau sudah ngaco
rupanya! Jangan main-main dengan Ketua!" Lalu
katanya berbisik, "Tetapi, aku pernah dipanggil
menghadap Ketua. Tempatnya memang sukar
ditemukan bila kita tidak tahu Tetapi, aku tahu."
"Di mana?"
"Ini rahasia di antara kita. Jangan sampai Ketua
tahu. Yang mengherankan, seluruh tempat ini
dipenuhi dinding hitam, bukan" Nah, kau carilah
sebuah dinding yang bermotifkan kuda hitam yang
sedang mengangkat kedua kakinya."
"Bagaimana cara masuknya?"
"Aku tidak tahu. Ketua hanya menyuruh
memejamkan mata dan tiba-tiba kita berada di
ruangannya."
"Bagaimana bisa kau menduga di balik dinding
bergambarkan kuda hitam yang sedang mengangkat
kedua kakinya merupakan tempat Ketua?"
"Karena, setelah aku selesai dipanggil, aku
kembali disuruh memejamkan mata dan tahu-tahu
sudah berada di hadapan dinding bergambar kuda
hitam itu. Jadi...," kata-kata yang berbibir tebal
terhenti ketika melihat seorang kawannya datang
tergopoh-gopoh. Cepat diarahkan pandangan pada
orang yang baru dalang itu. "Ada apa, Lanun"
Wajahmu seperti habis melihat setan gentayangan?"
Bukannya menjawab pertanyaan si bibir tebal,
orang yang dipanggil Lanun justru menoleh dan
berkata cepat pada Singkil Gambir,
"Singkil Gambir, anak buahmu tewas di lorong
pertama dari besi panjang!"
*** 8 Kelima orang itu segera menuju ke tempat yang
dikatakan Lanun. Mereka terbelalak melihat mayat-
mayat yang bergeletakan di sana.
"Setan alas!" maki Singkil Gambir dengan wajah
membesi "Siapa yang berani melakukan hal ini,
hah"!" Dia membungkuk dan diperiksanya mayat
kawan-kawannya itu. "Kepala mereka pecah!
Bersiaga! Mungkin salah seorang tawanan Ketua
telah tiba di sini dan membuat kekacauan."
Serentak yang lainnya pun bersiaga.
"Sirat Sedah!" seru Singkil Gambir pada yang
berbibir tebal. "Siagakan teman-teman! Ketua bisa
marah bila mengetahui hal ini!"
Si bibir tebal yang ternyata bernama Sirat Sedah
segera bergerak. Dalam sekali panggil saja, dua
puluh teman-temannya sudah berkumpul.
Singkil Gambir berseru, "Selidiki setiap lorong!
Manusia celaka itu harus mendapatkan ganjaran!"
Serentak mereka berlarian memasuki lorong yang
terdapat tiga buah di sana. Sementara teman-
temannya menyelidik, Singkil Gambir berlari ke
penjara di mana Suci tertawan.
Sejenak dia ragu-ragu untuk memegang jeruji besi
di depannya. Dilihatnya Suci tengah meringkuk dan
tatapannya berubah garang begitu mengetahui
kedatangannya. "Tenang, Nona... jangan tunjukkan sikap bermusuhan!" seru Singkil Gambir.
"Manusia keparat! Lepaskan aku! Kita bertarung
sampai mampus!"
"Justru sekarang aku sedang berusaha melepaskanmu!" kata Singkil Gambir tak disangka.
Pandangannya menyatakan ketulusan hatinya.
Sejenak Suci terdiam dengan kening berkerut.
Dalam keadaan seperti ini sudah tentu dia tidak bisa
menelan bulat-bulat perkataan Singkil Gambir.
Tetapi ketika dilihatnya lelaki berbaju hitam dan
berdestar merah itu, nampak mengangkat kedua
tangannya dan siap menghantam jeruji besi itu,
tanpa sadar Suci beringsut ke belakang.
Tak disangkanya lelaki itu memegang jeruji besi
dengan kedua langannya. Sesaat Suci seperti tak
tahu harus melakukan apa, seolah terkesima oleh
pemandangan di hadapannya. Padahal yang cukup
mengherankan, ketika dicobanya untuk membengkokkan besi besi itu, dari jarak satu
tombak, dirasakan tubuhnya melemah, seolah ada
tenaga yang menyedotnya.
Tetapi Singkil Gambir bukan hanya memegang.
Bahkan dibengkokkannya dua buah jeruji besi
hingga membentuk lubang yang besar.
"Cepat, Nona! Kita tak punya banyak waktu!"
serunya sambir memperhatikan kanan dan kiri.
Justru Suci yang masih berdiam.
"Siapa kau sebenarnya?" serunya.
"Pendekar Slebor yang menyuruhku untuk
membebaskanmu! Aku tahu jeruji itu mengandung
kekuatan yang bisa menghancurkan kedua tangan
yang memegangnya. Tetapi aku telah menutupi
kekuatan tak nampak itu hingga memudahkanku
untuk melakukan apa yang kuinginkan. Ayo, Nona
Suci! Kita tak punya banyak waktu!"
Mendengar kata-kata bernada mendesak itu, Suci
langsung berkelebat mendekat. Singkil Gambir
memegang tangannya. Sejenak Suci hendak melepaskan, tetapi masih memegang tangannya
Singkil Gambir sudah berkelebat.
Wussshhh! Tak mau tersungkur. Suci mengerahkan ilmu
larinya. "Di mana Setan Hitam Compang-camping dita-
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wan?" tanya Singkil Gambir.
"Aku tidak tahu."
"Brengsek! Kita telusuri lorong ini, meskipun nanti
untuk keluar dari sini kita pasti berhadapan dengan
manusia manusia celaka itu!"
Meskipun masih ada rasa tak percaya pada lelaki
itu, Suci menurut saja. Dua orang muncul dari
lorong di sebelah kiri. Singkil Gambir bergerak
cepat. Tanpa melepaskan pegangannya pada Suci,
dihajarnya kedua lawannya hingga kepala mereka
pecah. "Kejam!" desis Suci dalam hati.
Mereka tiba di sebuah tempat yang agak temaram.
Di sana Singkil Gambir melihat sebuah jeruji besi
semacam di mana Suci disekap sebelumnya. Seperti
yang dilakukannya pada Suci, dibengkokkannya
pula jeruji besi di mana Setan Hitam Compang-
camping disekap.
Melihat siapa penolongnya, Setan Hitam Compang-camping langsung melancarkan satu
serangan. Tetapi Singkil Gambir segera memiringkan tubuhnya.
"Tahan!" serunya keras.
Setan Hitam Compang-camping berbalik dan
menggeram. "Manusia keparat! Lepaskan gadis itu!!"
Bagai menurut Singkil Gambir melepaskan tangan
Suci. Lalu menatap serius pada Setan Hitam
Compang-camping yang hendak membentak lagi,
"Tak perlu gusar! Urusan ini sangat rumit sekali!
Pendekar Slebor menyuruhku untuk menyelamatkan kalian!"
"Di mana pemuda sakti itu berada?" tanya Setan
Hitam Compang-camping tanpa merubah sikapnya.
Hanya suaranya yang diperkecil.
"Tak banyak waktu untuk menerangkannya. Setan
Hitam, kau jaga keselamatan Suci. Kita bergerak
kembali ke depan. Biar aku di posisi pertama untuk
menghadapi segala kemungkinan. Nanti, di ujung
lorong ini, ada sebuah besi panjang menjulur dari
atas ke bawah. Pergunakan ilmu meiingankan tubuh
kalian, dan panjat besi itu. Mengerti?"
Kalaupun setan Hitam dan Suci mengerti, namun
mereka belum mengerti mengapa lelaki kejam yang
pernah menggelandang mereka ke penjara berubah
baik seperti itu
Setan Hitam Compang Camping geram bukan
main teringat bagaimana tiba-tiba muncul sepuluh
lelaki hitam dan berdestar merah dihadapannya.
Pertarungan terjadi. Namun yang mengejutkannya,
para penyerang yang sudah terhantam penuh luka,
bangkit kembali. Hingga akhirnya tenaganya
terkuras dan dirinya berhasil dikalahkan.
Setan Hitam berkata, "Untuk saat ini, kami
menuruti kata-katamu. Bila kau memang suruhan
Pendekar Slebor, tunjukkan kepada kami di mana
dia berada?"
"Itu urusan nanti! Ingat, bila kalian menemukan
lawan dari Serikat Kuda Hitam, hantam kepalanya
hingga pecah, niscaya mereka tak akan bangkit lagi.
Kita mulai!"
Mulailah rombongan kecil yang dipimpin oleh
Singkil Gambir bergerak ke depan. Beberapa
anggota Serikat Kuda Hitam yang melihat
kemunculan Singkil Gambir, harus ambruk dengan
kepala pecah sekali jotos dan tendang.
Setan Hitam dan Suci benar-benar tak mengerti
akan sikap yang diperlihatkan Singkil Gambir.
Tetapi mereka tak mau memperdulikannya saat ini.
Sirat Sedah yang sedang menerima laporan anak
buahnya yang tak menemukan orang asing di sana,
terkejut melihat kemunculan Singkil Gambir.
"Bagaimana, Sirat?" tanya
Singkil Gambir,
sementara sebelumnya disuruhnya Setan Hitam dan
Suci untuk bersembunyi.
"Tak ditemukan manusia keparat yang telah
membunuh teman-teman kita!"
"Setan alas! Bergerak lagi! Jangan sampai Ketua
mengetahui semua ini!"
Kembali orang-orang itu berkelebat memasuki
setiap lorong. Sirat Sedah menatap Singkil Gambir.
"Bagaimana menurutmu?"
"Kalau memang tak ditemukan orang itu, berarti
dia sudah keluar melalui besi bulat panjang itu!"
"Keparat!" geram Sirat Sedah. "Ingin kucabik-cabik
tubuhnya!"
"Kita segera menuju ke sana!"
"Tidak! Ketua akan marah besar dan menghukum
kita!" "Biar aku yang melihatnya! Kemarahanku tak bisa
dibendung lagi!"
"Kau mencari penyakit, Singkil!"
"Peduli setan dengan semua ini!" seru Singkil
Gambir dan mendekati besi bulat di atasnya.
"Singkil!"
"Diam kau, Sirat Sedah! Jangan campuri
urusanku!" bentak Singkil Gambir melotot
"Kau sudah berani melancangi perintah Ketua?"
seru Sirat Sedah gusar.
"Hatiku sakit melihat yang lain terkapar tak
berdaya!" "Tetapi...,"
kata-kata Sirat Sedah terhenti, bersamaan tubuhnya ambruk dan kepalanya
rengkah. Setan Hitam Compang Camping sudah
menghajarnya. Singkil Gambir berseru. "Cepat naik! Jangan
membuang waktu!!"
Suci pertama kali naik. Dengan mengandalkan
ilmu meringankan tubuhnya, dia sudah segera tiba
di atas. "Tak perlu banyak Tanya sekarang! Kau jaga
keselamatan Suci!" seru Singkil Gambir melotot.
"Bagaimana kau sendiri"'"
"Aku harus berada disini untuk sementara.
Mengingat .... Gila! Cepat, Setan Hitam! Terdengar
langkah menuju ke sini!"
Setan Hitam Compang-camping menajamkan
pendengarannya. Dia sama sekali tak menangkap
suara-suara yang dimaksud oleh Singkil Gambir.
Tetapi melihat kesungguhan Singkil Gambir yang
menyuruhnya bergegas, dia pun segera melesat
naik. Meninggalkan Singkil Gambir yang bergerak
menyongsong teman-temannya.
*** "Setan Hitam... bagaimana dengan manusia yang
bernama Singkil Gambir itu?"tanya Suci begitu Setan
Hitam Compang camping muncul.
"Dia tidak mau ikut."
"Mengapa?"
"Mungkin untuk mengelabui teman-temannya.
Hmmm... siapa pun dia dan apa hubungannya
dengan Pendekur Slebor...' sebaiknya kita tinggalkan. Kita harus mencari Pendekar Slebor,
Suci." Suci hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sebelumnya, dia sangat membenci lelaki itu, karena
beberapa kali pernah mendatanginya dan memandangnya dengan tatapan penuh birahi.
Tetapi rupanya, lelaki itu justru yang menolongnya.
"Kalau begitu... kita harus cepat!" kata Suci seperti
menangkap gelagat yang tak menguntungkan.
Namun belum lagi keduanya bergerak, satu sosok
tubuh keperakan telah tiba di hadapan mereka.
*** "Hi hi hi.... kulihat cucu Kakek Buruk Rupa berada
di sini pula," kata orang yang baru muncul dan tak
lain si Camar Hitam. Seringaian lebar membuat pipi
kempotnya bagai tertarik ke dalam. Mata celongnya
bagai melihat kelinci empuk di hadapannya. "Bagus,
bagus sekali... Kakek Buruk Rupa tak akan banyak
cincong sekarang!"
Mendengar kata-kata yang bernada mengancam,
Setan Hitam Compang-camping maju tiga langkah,
berdiri membelakangi Suci. Pandangannya lurus ke
depan, penuh kegeraman.
"Nenek tua yang bau tanah! Ucapanmu keren
betul mencoba membikin orang keder! Sayangnya,
lakon yang baru kau perlihatkan itu, seperti lakon
ketoprak yang sering kulihat!"
Tertarik ke dalam sepasang mata kelabu si wanita
tua. "Aku tak ada urusan denganmu, Orang Jelek!
Minggir, ingin kudapati cucu Kakek Buruk Rupa!
Entah di lorong mana orang tua keparat itu!"
Mendengar kata-kata itu. Suci berkala, memotong
Setan Hitam yang ingin berseru lagi. "Maksudmu...
kakekku berada di sini pula?"'
"Kau pintar. Anak Manis. Memang, kakek
sialanmu itu berada di sini pula. Tapi sayangnya,
aku tidak tahu. Dan aku memang tak memperdulikannya!
Hhh! Tempat sialan ini membuatku bagai mati langkah untuk menemukan
di dimana Pendekar Slebor yang telah membawa
Permata Sakti. Tetapi ada umpan bagus di
hadapanku'"
Sehabis berkata begitu.Camar Hitam bergerak
dengan kecepatan yang mengagumkan mencoba
menjambak kepala Suci. Tetapi Setan Hitam
Compang-camping cepat mengibaskan jotosannya
ke atas. Plak! Membuat Camar Hitam menghentikan serangannya dan mundur tiga langkah. Matanya
menatap penuh hawa kematian. Tajam dan tak
berkesip memandang.
"Kau hanya mencari penyakit!"
"Siapa pun tak akan kubiarkan menyentuh gadis
ini! Apalagi manusia busuk seperti kau!"
"Setan alas! Kutampar mulutmu!"
"Aku ingin merasakannya!" tantang Setan Hitam
Compang camping yang membuat darah Camar
Hitam mendidih.
Tanpa buang tempo lagi, Camar Hitam sudah
menderu dahsyat. Kecepatannya saat menyerang itu
memang sukar dicari tandingannya. Terbelalak
Setan Hitam Compang-camping menerima serangan
dahsyat ilu. Dicoba untuk memapakinya. Tetapi
justru tubuhnya yang terpental ke belakang, disusul
satu tendangan keras menghantam dadanya.
Remuk dadanya dirasakan. Aliran darahnya
seketika kacau. Wajahnya tertekuk pias. Belum satu
jurus, dirampungkan, dia sudah tak berdaya
menghadapi kehebatan wanita tua berbaju keperakan yang tengah berdiri tiga tombak di muka.
Mendapati Setan Hitam Compang-camping tak
berdaya, Suci memburu cepat.
"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya pelan.
Setan Hitam mengeluarkan suara keluhan.
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tak mampu menghadapinya, Suci. Jelas dia
bukan tandinganku. Lebih baik, kau tinggalkan
tempat ini dan kucoba untuk menahannya...."
"Tidak... aku akan membawamu serta."
"Tak banyak waktu yang kita punya, Suci. Dalam
satu gebrak berikutnya, pasti aku sudah mampus.
Berarti, aku tak menjaga pesan Singkil Gambir
sesuai dengan amanat Pendekar Slebor." Dicobanya
untuk bangkit. Tetapi keluhan tertahan justru
terdengar dan tubuhnya sukar dibawa berdiri.
Terharu Suci mendengar kesetiaan Setan Hitam
Compang-camping. Hatinya mulai memberangus
marah. Lamat dia berdiri dengan tatapan tajam ke
arah Camar Hitam.
"Kami memang bukan tandinganmu! Tetapi, kami
tak akan mundur barang selangkah juga!"
"Bagus! Kakek Buruk Rupa harus tahu kalau
cucunya berada di tanganku!"
"Kakekku tak akan memberi ampun manusia bu-
suk seperti kau ini!"
Camar Hitam menggeleng gelengkan kepalanya
sambil umbar senyum
"Keberanian dan kekeraskepalaanmu itu mewarisi
sifat Kakek Buruk Rupa yang terkadang angin
anginan! Aku menyukaimu, Anak Manis. Dan ingin
sekali aku menjadikanmu murid untuk meneruskan
segala cita-citaku!"
"Hanya orang bodoh yang mau melakukan hal
itu!" sentak Suci dengan tatapan memicing.
Membesi wajah Camar Hitam.
"Kau harus diberii pelajaran'"
Sesudah berkata begitu, tubuhnya berkelebat lagi.
Kali ini mencoba menotok Suci, karena dirasakan
kalau gadis ini sangat berharga sebagai penukar
Permata Sakti yang menurut wanita tua itu berada
di tangan Pendekar Slebor.
Namun dia cukup terkejut dibuat oleh Suci. Gadis
yang digembleng oleh kakeknya itu berkelit dengan
lincah. Lagi lagi disayangkan, Suci hanya diberi
pelajaran ilmu meringankan tubuh dan tenaga
dalam. Bila saja Kakek Buruk Rupa menurunkan
ilmu kanuragan, bisa dipastikan selelah berkelit
akan menyusul satu serangan berikutnya.
Seperti dituturkan pada episode sebelumnya,
Kakek Buruk Rupa saat mengajarkan Suci memang
diam-diam. Karena ayah Suci, putra dari Kakek
Buruk Rupa, selalu melarang Suci untuk menemui
kakeknya sendiri (Silakan baca : "Rahasia Permata
Sakti"). Tetapi kelitan yang dilakukan gadis itu tadi,
membuka mata Camar Hitam akan kepandaian yang
dimiliki Suci. Terkikik diteruskan serangannya.
Dan pada dasarnya Suci memang bukanlah
tandingan Camar Hitam. Dalam satu gebrak
berikutnya dia tak mampu lagi bergerak. Karena
kecepatan Camar Hitam bagai memantek ruang
geraknya. Namun sebelum Camar Hitam melaksanakan
maksudnya, satu suara terdengar dari belakang,
"Lho, lho! Edan-edanan sekali! Berani mencoba
meringkus cucuku!"
*** 9 "Kakek!!" seru Suci kencang dan selagi Camar
Hitam terkesima, dia sudah berlari mendapati
kakeknya. Dan merangkulnya penuh keharuan. "Ke
mana saja Kakek pergi" Kakek jahat! Katanya
berjanji untuk menemuiku, tetapi mana janjinya"
Mana?" Kakek Buruk Rupa hanya terkekeh-kekeh. Seolah
melupakan tatapan tajam dan geram dari Camar
Hitam dia berkata, "Anak nakal! Mengapa kau
berada di sini, hah?"
"Aku mencari Kakek! Aku rindu Kakek!"
"Nah, sekarang kita sudah bertemu. Bukankah...."
"Orang tua keparat! Lakonmu busuk berkasih-
kasihan di hadapanku?" bentak Camar Hitam
memotong. Kakek Buruk Rupa memandang ke depan.
"Sudah tentu yang kurangkul cucuku ini!
Merangkulmu, sama saja merangkul gedebong
pisang yang sudah rubuh!"
"Keparat!" membesi wajah Camar Hitam. Dikawal
gerengan keras dan angin mendesis hebat.
Tubuhnya sudah berkelebat cepat ke arah Kakek
Buruk Rupa. Tongkat kusam di tangannya telah
digerakkan dengan kekuatan penuh.
Masih merangkul cucunya. Kakek Buruk Rupa
melangkah dua tindak ke kiri, menghindari
sambaran penuh tenaga dari tongkat kusam si
nenek. Lalu menghantam dengan tangan kanannya.
Wuuut! Plak! Jotosan tangan kanan si kakek dipapaki dengan
cara mengibaskan tangan kiri. Si nenek tersentak
kaget dan surut dua langkah ke belakang. Mukanya
yang mendongak berubah memerah sedang kedua
matanya bergerak liar.
Justru sikap Kakek Buruk Rupa yang masih santai
saja. Dia memang tak mau membuat cucunya cemas
di saat bentrokan terjadi.
"Kau minggirlah. Suci. Nenek jelek itu memaksaku untuk memukul pinggulnya!"
Suci menatap wajah kakeknya yang tertutup
rambut. "Hati-hati. Kek...," katanya cemas.
"Tidak usah tegang. Si Peot itu memang harus
diberi pelajaran. Kalau tidak... wah! Tidak sabaran!"
Si kakek sudah menghindar dengan jalan berputar
di atas. Sedangkan si nenek yang sudah kelebatkan
hantamannya, menyusulkan serangan kedua, kali ini
melalui tusukan yang dilakukan pada tongkatnya.
Satu gelombang angin menderu ke arah Kakek
Buruk Rupa. Si kakek berteriak keras dan melompat
ke atas. Dari atas mendadak dikibaskan kaki
kurusnya, menyambar ke arah kepala lawan. Camar
Hitam tersentak, sebisanya dihalau dengan kibasan
tongkatnya. Tak! Kekuatan kaki rupanya lebih besar dari kekuatan
tangan. Tangan kanan
Camar Hitam yang
memegang tongkat, berhasil dihantam. Seketika si
nenek merasa tangannya ngilu. Tongkatnya terlepas.
Mendapati hal semacam itu, Kakek Buruk Rupa
meneruskan hantamannya kembali. Masih berada di
udara, dia putar tubuh dan melancarkan jotosannya
ke kepala si nenek. Camar Hitam melipat kedua
lututnya hingga merendah. Begitu hantaman tangan
kanan Kakek Buruk Rupa mendekat, dia langsung
menghantam dengan dua tangan sekaligus.
Dua gelombang angin laksana topan mengarah
pada Kakek Buruk Rupa, yang berteriak dan segera
mengurungkan serangannya. Menghindar dengan
jalan bergulingan.
Camar Hitam jelas tak mau memberi kesempatan
lagi. Belum lagi kedua kaki Kakek Buruk Rupa
berdiri, dia kembali melancarkan dua jotosan
sekaligus mengandung tenaga dalam tinggi. Dalam
keadaan yang mencemaskan, Kakek Buruk Rupa
cepat membuang tubuhnya kembali.
Blaaar! Dinding hitam yang berada di belakang si kakek
ambrol. Si kakek mengusap dadanya sambil
menggelengkan kepala.
"Hebat juga serangannya!" desisnya Dan ia tak
bisa banyak berpikir lagi, karena lawan sudah
kembali menyerang.
Kali ini si kakek mencoba lipat gandakan tenaga
dalamnya. Lalu dengan pencalan satu kaki, dipapaki
serangan dahsyat Camar Hitam.
Des! Des! Bentrokan dua tenaga dalam tinggi itu terjadi.
Menimbulkan gemuruh angin yang keras. Suci
sampai terpekik melihatnya dan dia bergerak cepat
untuk menyambar tubuh Setan Hitam Compang-
camping agar tidak terhantam derasnya tubuh
Camar Hitam yang terlontar ke belakang. Si kakek
pun mengalami hal yang sama. Namun dia cepat
bangkit. Nampak tubuh Kakek Buruk Rupa bergetar.
Dari wajah yang tertutup rambut, di bagian
bawahnya mengalirkan darah. Jelas keluar dari
mulutnya. Sementara Camar Hitam merasa tulang iganya
seperti patah. Agak sempoyongan dia bangkit dan
mata kelabunya bagai dibetot setan meradang ke
depan. "Aku akan mengadu jiwa denganmu!" dengusnya
geram dan cepat menyambar tongkat kusamnya.
Kali ini ajian 'Penutup Jalan Darah'-nya sudah
dikerahkan. Membuat si kakek kembali harus
menghindar. Untuk jenis pukulan yang satu ini, si
kakek tak berani bentrok. Karena bila saja dia
bentrok sementara akibat benturan tadi tenaganya
terkuras, maka tak ampun lagi jalan darahnya akan
kaku dan beberapa detik kemudian mati dengan
jalan darah pecah.
Tongkat yang dipegang lawannya mengarah pada
bagian-bagian urat darah si kakek yang mematikan.
Kecepatannya tinggi sekali. Bahkan dalam sekali
pandang, tongkat di tangan si nenek seakan berubah
menjadi puluhan. Menyambar dan menebarkan
hawa maut. Kalang kabut Kakek Buruk Rupa dibuatnya.
Namun di detik lain, mendadak saja dikibaskan
kepalanya. Rambut putihnya yang menutup wajah
mendadak berubah memanjang. Dan melilit tongkat
Camar Hitam. "Keparat! Ilmu apa yang kau perlihatkan itu,
hah?" maki si nenek.
"Hehehe... itulah ajian simpananku yang jarang
kupergunakan. 'Titian Rambut Merenggut Nyawa'."
Ajian yang disebutkan si kakek tadi bukan buatan
hebatnya. Masih melilit tongkat Camar Hitam yang
seakan tak mampu menggerakkannya, rambut putih
itu makin memanjang. Dan menampar wajah si
nenek. Plak! Camar Hitam tergugu menerimanya. Belum lagi
disadari apa yang terjadi, jotosan Kakek Buruk Rupa
telah menghantam dadanya.
Menjerit setinggi langit Camar Hitam dan
tersuruk ke belakang. Terpelanting lagi ke depan
begitu tubuhnya menabrak dinding. Jatuh telungkup
dengan dada dan wajah menghantam lantai.
Sakitnya bukan alang kepalang. Bahkan membuatnya tak bisa bangkit kembali. Kakek Buruk
Rupa menggelengkan kepalanya tiga kali. Rambutnya yang mendadak memanjang tadi, kini
kembali seperti biasa, menutupi wajahnya yang
buruk. "Maafkan aku .. kau yang terlalu memaksa...."
Camar Hitam tak bersuara, karena dia sudah
pingsan. Suci langsung merangkul kakeknya dengan
hati gembira. Justru si kakek hanya terdiam saja,
Sementara Setan Comapang Camping hanya
menghela nafas panjang. Seumur hidupnya baru kali
ini dilihatnya pertarungan dahsyat yang mengerikan. Selagi ketiganya terdiam dicekam perasaan
masing-masing dua sosok tubuh berbaju biru
berkelebat datang. Dan sesaat hanya saling pandang
dalam jarak tiga tombak di hadapan orang-orang itu.
*** Kakek Buruk Rupa yang pertama kali menyadari
kehadiran keduanya. Dilepaskan rangkulan cucunya
dan ditolehkan kepalanya pada dua orang yang baru
datang. "Sepasang Dewa Gurun Pasir... tak kusangka
kalian berada di sini pula. Apakah kalian sudah
menemukan lawan yang sepadan di tanah Jawa ini?"
serunya sambil terkekeh. Kakek Buruk Rupa
memang pernah mendengar sepak terjang sepasang
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anak manusia dari tanah Dewata yang selalu
menjajal kemampuan.
Dipikirnya Sepasang Dewa Gurun Pasir akan
menampakkan wajah meradang karena ejekannya
itu, tetapi justru keduanya mengatupkan tangan di
dada. "Nama besar Kakek Buruk Rupa telah tiba pula di
telinga kami. Kami yang datang dari jauh, ternyata
hanyalah mengumbar kesombongan belaka. Seorang
pendekar tanah Jawa telah membuka mata hati
kami." ' Kakek Buruk Rupa yang memiliki sifat angin-
anginan itu terkekeh lagi.
"Siapakah yang kau maksudkan?"
"Pendekar Slebor. Pendekar muda itulah yang
membuat kami harus menyimpan seluruh malu
dalam diri dan tak kuasa untuk berlama-lama
bertemu." Kakek Buruk Rupa terdiam. Di manakah
Pendekar Slebor berada" Diingatnya lagi akan
ancaman dari Tunggul Manik. Berarti, jalan satu-
satunya memang harus mencari Tunggul Manik.
Tetapi, di manakah manusia dajal itu berada"
Selagi mereka terdiam belum menemukan apa
yang harus mereka lakukan, Singkil Gambir muncul
dari dinding yang jebol. Sesaat dia terperangah
melihat apa yang terjadi. Tetapi detik kemudian dia
berseru, "Cepat kalian tinggalkan tempat ini. Kita
menuju ke taman di sebelah sana. Di tempat yang
terbuka, kita bisa lebih waspada menerima serangan
yang datang."
"Siapakah kau, Kawan?" tanya Kakek Buruk Rupa.
Singkil Gambir menangkupkan kedua tangan di
dada. "Kalau tidak salah.... Kakek Buruk Rupa yang
berada di hadapanku ini. Hmm... namaku Singkil
Gambir. Aku orang kepercayaan Pendekar Slebor."
"Di mana pemuda sakti itu berada?"
"Entahlah, aku sendiri tidak tahu. Sebaiknya, kita
segera menuju ke taman saja. Tak perlu saling
berobat kembali." Singkil Gambir mendekati Setan
Hitam Compang-camping
"Biar cepat, kau kubopong saja!"
Dengan sekali angkat, tubuh besat Setan Hitam
Compang-camping sudah dibopongnya Singkil
Gambir berkata pada Raka Gunarsa, "Kawan...tolong angkat si nenek yang pingsan Itu"
Setelah itu, mereka berkelabat mengikuti Singkil
Gambir menuju ke taman. Meskipun demikian, tak
mudah untuk menemukan jalan menuju ke taman
yang dimaksudkan Singkil Gambir. Mereka harus
nyasar dua kali. Dan barulah tiba di sana.
*** Di tumpal kediamannya, Tunggul Manik menggeram murka melihat sepak terjang Singkil
Gambir dari wadah berisi cairan kuning.
"Keparat! Kau harus mampus, Singkil Gambir!"
geram lelaki berkalung tengkorak itu dengan kedua
rahang mengatup rapat dan mata mengecil. "Hhhh!
Di mana Pendekat Slebor berada" Setan alas!
Mengapa sejak tadi aku tak bisa menemukannya"
Tak mungkin seluruh tempat ini bisa luput dari
penglihatanku, karena aku yang membangun dan
menciptakannya."
Dibiarkannya orang-orang itu menuju ke tempat
yang mereka inginkan. Dengan hati panas karena
beberapa ilmu sihirnya berhasil dipunahkan
Pendekar Slebor, Tunggul Manik berkomat-kamit
dan pemandangan dalam wadah berisi cairan
kuning itu bergerak kembali.
Dicarinya sosok Pendekar Slebor dengan rasa
penasaran yang tinggi. Namun sekian lama dicari,
orang yang dimaksud tak ditemukan.
"Setan alas! Rasa-rasanya... permainanku akan
usai. Keinginanku untuk melihat Kakek Buruk Rupa
dan Pendekar Slebor bertarung gagal. Pertama, Suci
telah berada di antara mereka. Begitu pula dengan
Setan Hitam Compang-camping. Kedua, sosok
Pendekar Slebor tak ada di tempat. Berarti aku harus
menjalankan permainan terakhir. Biar aku muncul di
hadapan mereka dan kupaksa Pendekar Slebor
untuk muncul!"
*** 10 Orang orang yang mengikuti langkah Singkil
Gambir, telah tiba di taman yang luas, di mana di
tempat itu sebelumnya Pendekar Slebor hampir saja
tertipu oleh ilmu sihir Tunggul Manik.
Suci bertanya, "Singkil Gambir... di manakah
Pendekar Slebor berada?"
Singkil Gambir menoleh dan menjawab, "Aku
tidak tahu di mana Pendekar Slebor berada saat ini.
Mungkin, dia hendak menjalankan rencananya"
"Apa maksudmu dengan rencananya?"
"Setelah aku diperintah untuk membebaskan kau
dan Setan Hitam, aku diharuskan membawa kalian
ke tempat ini. Dan sungguh tak kusangka kalau
akan bertemu dengan yang lain. Sementara setelah
kau dan Setan Hitam keluar dari sini, aku bertemu
dengan Pendekar Slebor. Dan mengatakan di mana
Tunggul Manik berada. Pendekar Slebor pun
bermaksud untuk mencari Tunggul Manik. Tetapi
entah mengapa, dia merasa tak akan menemukannya."
"Apa maksudmu?"
"Aku sama sekali tidak mengerti. Naluri Pendekar
Slebor mengatakan, kalau Tunggul Manik telah
kalah dalam permainan sesat yang dijalankannya
ini." "Kau benar, Singkil Gambir! Pendekar Slebor
memang telah berhasil meruntuhkan seluruh
rencanaku sebelum tiba waktunya! "suara keras
bersamaan angin dahsyat bergemuruh itu terdengar.
Membuat orang-orang yang berada di taman itu
melengak dan mengedarkan pandangan.
Asap hitam tebal tiba-tiba bagai menyembur dari
tanah berjarak Lima tombak dari hadapan mereka.
Masing-masing menajamkan pandangan. Begitu
asap tebal menghilang, mendadak satu sosok tubuh
tinggi besar berdiri di hadapan mereka. Bagian
dadanya tak tertutup, memperlihatkan sebuah tato
bergambar tengkorak. Celananya hitam panjang
hingga mata kaki. Di pinggangnya melilit sabuk
warna merah. Matanya agak menukik dengan
kelopak mata berlipat ke dalam. Alis mata laki-laki
itu setebal brewok yang tumbuh didagunya. Di
pergelangan tangannya terdapat dua buah gelang
perak yang besar.
Tunggul Manik yang segera mmgirimkan tawa
keras, menindih angin bergemuruh. Dan masing-
masing segera alirkan tenaga dalam mereka. Kakek
Buruk Rupa cepat bertindak menotok pingsan Setan
Hitam Compang-camping yang jelas tak berdaya
menghadapi gempuran tersembunyi melalui tawa
yang dialirkan tenaga dalam. Hingga dalam keadaan
pingsan, Setan Hitam Compang-camping tak akan
terganggu oleh tawa keras itu.
"Kalian telah kuundang ke Pulau Seribu Setan.
Dan menerima permainan yang menarik! Terutama
Pendekar Slebor! Sayangnya, pemuda itu seperti
ayam kehilangan induk yang cuma bisa bersembunyi tanpa berani muncul'"
Raka Gunarsa menggeram. " Tunggul Manik kau
tak akan lagi bisa meneruskan permainan busukmu
ini!" "Hahaha... jangan lupa, permainan ini langsung
kuubah menuju puncaknya Karena, kecerdikan
Pendekar Slebor telah mengalahkan aku sebelum
waktunya!"
"Kau tak akan berdaya menghadapinya!" seru
Kakek Buruk Rupa.
"Dan kenyataannya, pendekar muda itu justru-
bersembunyi, lari sipat kuping seperti seekor kelinci
yang khawatir diterkam serigala!"
"Keparat!" geraman itu keluar dari mulut
Sepasang Dewa Gurun Pasir secara bersamaan.
Meskipun sebelumnya mereka ingin sekali membunuh Pendekar Slebor dan ternyata di saat
bertarung justru Pendekat Slebor membiarkan
mereka hidup, tidak menerima cacian Tunggul
Manik terhadap pendekar besar urakan yang
bijaksana itu. Dengan tenaga penuh, keduanya sudah berkelebat
menggempur Tunggul Manik yang masih terbahak-
bahak. Dan ketika serangan keduanya berjarak
demikian dekat, Tunggul Manik menepuk tangannya dua kali.
Seolah melesat dari tubuhnya, sosok Tunggul
Manik berubah menjadi tiga. Yang dua langsung
memapak serangan Sepasang Dewa Gurun Pasir,
sementara yang satu lagi masih terbahak-bahak.
"Sihir!"
seru Raka Gunarsa terkejut dan menghindar. Sementara itu Kakek Buruk Rupa berbisik pada
Suci, "Kau tetap di sini. Jaga kedua manusia yang
pingsan itu. Meskipun Camar Hitam memiliki hati
busuk, tetapi sekarang dia tak berdaya."
"Hati-hati, Kakek...."
Kakek Buruk Rupa menganggukkan kepalanya
dan maju tiga tindak.
"Kau tak akan bisa berbuat lebih banyak, Tunggul
Manik! Pendekar Slebor telah mengalahkanmu!"
"Hhh! Tetapi kali ini, aku akan memenangkan
semua permainan!* seru Tunggul Manik dan
mendadak dia membentak Singkil Gambir, "Kau tak
akan luput pula dari kematian karena pengkhianatanmu itu!"
Singkil Gambir cuma tersenyum saja.
Mendadak pula Tunggul Manik
menepuk tangannya sekali. Sosoknya kembali muncul dan
menyerang Singkil Gambir. Lalu ditepuk tangannya
lagi. Apa yang tadi terjadi, kembali terjadi lagi.
Kali ini, empat sosok Tunggul Manik tengah
menggempur lawan masing-masing. Sementara
Tunggul Manik yang seorang lagi sedang terbahak-
bahak. "Sangat kusukai permainan ini! Sayang, Pendekar
Slebor tidak ada!" serunya terbahak-bahak.
Sementara Suci membelalakkan matanya melihat
apa yang terjadi di depannya. Sosok Tunggul Manik
berubah menjadi lima orang!
Masing-masing terus menggempur setiap lawan.
Raka Gunarsa, berhasil menjatuhkan lawannya,
tetapi lawan itu sudah bangkit kembali dan
menyerang dengan garang. Begitu pula halnya
dengan yang lain.
Setelah lima belas jurus terjadi, terdengar teriakan
Singkil Gambir, "Hantam Kepalanya!"
Mendengar seruan itu, masing-masing bergerak
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cepat. Serangan diarahkan pada kepala lawan. Dan
dalam tempo yang singkat, mereka berhasil
menghantam kepala masing-masing Tunggul Manik
pecah. Jatuh ambruk.
Anehnya, mendadak lawan-lawan itu berubah
menjadi asap, dan mengarah pada Tunggul Manik
yang meradang pada Singkil Gambir. "Setan
Keparat! Rupanya banyak yang kau ketahui tanpa
kusadari! Siapa yang mengatakan rahasia ilmu
sihirku itu, hah?"
Singkil Gambir terbahak-bahak.
"Pendekar Sleborlah yang mengatakan semua ini
kepudaku. Bahkan dia tahu, kalau Permata Sakti
biru itu ada pada tubuhmu!"
Tunggul Manik menggeram. Apa yang dikatakan
Singkil Gambir memang benar. Di balik pinggangnya terdapat Permata Sakti yang memancarkan sinar warna biru
"Setan alas!!" menggembor lelaki itu dengan suara
kalap. Singkil Gambir tertawa lagi.
"Pendekar Slebor mengatakan kepadaku, bila
Permata Sukti itu berhasil pindah tangan, maka kau
akan menunjukkan jalan keluar dari Pulau Seribu
Setan." "Singkil Gambir! Nyawamu sudah di tanganku!"
Sehabis berkata begitu, dengan kemarahan setinggi
langit, Tunggul Manik menderu pada anak buahnya
itu. Kedua tangannya mendadak memancarkan sinar
warna merah dan siap menekuk kepala Singkil
Gambir. Namun yang mengejutkan, dengan lincahnya
Singkil Gambir menghindari gempuran itii. Terkejut
dan meradang, Tunggul Manik menyusulkan
serangannya. Akan tetapi, dengan kelincahan yang sama Singkil
Gambir berhasil menghindar. Hal ini membuat
Tunggul Manik makin murka. Sambil menyerang
dia berseru, "Siapa kau sesungguhnya, hah?"
"Aku, adalah Singkil Gambiryang menghentikan
semua sepak terjang busukmu!"
Tunggul Manik menambah kecepatannya. Kedua
tangannya yang memancarkan sinar merah bergulung-gulung
dan mencoba menjambak lawannya. Untuk seterusnya, Singkil Gambir
nampak tunggang-langgang menghadapi serangan
Tunggul Manik. Baju bagian belakangnya terkena cengkeram. Bila
saja dia tidak segera meliukkan tubuhnya, tak urung
dagingnya terbawa pula. Tunggul Manik melompat
ke belakang sambil terbahak-bahak. "Sebentar lagi,
nyawamu akan sirna!"
Singkil Gambir cuma tertawa saja. Justru
terdengar teriakan Suci keras, "Kang Andika!"
Singkil Gambir menoleh. Lalu nyengir. Cengiran
itu sudah sangat akrab sekali dengan Suci.
Lalu dengan santainya dia berkata, "Brengsek kau,
Tunggul Manik! Bajuku yang kau robek itu pasti
memperlihatkan baju dalam yang kututupi hingga
Suci tahu siapa aku!"
Masih dengan sikap santai, Singkil Gambir
membuka seluruh pakaiannya Yang nampak
kemudian, pakaian hijau pupus dengan selembar
kain catur yang diikat di pinggang. Lalu dengan
enaknya dibuka kain bercorak catur itu dan
disampirkan ke lehernya. Lalu kedua tangannya
mengusap wajahnya menarik kumis lebat yang ada
di bawah hidungnya
Yang ada sekarang, adalah wujud Pendekar
Slebor! Bagaimana asal muasalnya Pendekar Slebor
menyamar sebagai Singkil Gambir" Setelah mengalahkan sepuluh anggota Serikat Kuda Hitam.
Pendekar Slebor mempunyai satu pikiran begitu
dilihatnya ada sebuah pohon besar di hadapannya.
Dibukanya pakaian yang dikenakan oleh salah
seorang dari yang tewas. Dipakainya untuk
menutupi pakaian khasnya. Lalu dihampirinya
pohon besar itu. Dipatahkannya beberapa dahan.
Ada getah di sana. Ditirunya wajah orang yang
tewas di tangannya itu setelah diingat-ingat
wajahnya. Dengan mempergunakan getah itu.
Andika membuat sedikit codetan. Mempergunakan
panas dari tenaga 'inti petir'-nya, diambilnya rambut
dari salah seorang yang tewas. Dipilinnya lalu
dengan bantuan getah dari pohon itu, diciptakannya
sebuah kumis. Jadilah sosok Pendekar Slebor berubah. Dan baru
dikelahui kalau sosok yang ditirunya itu bernama
Singkil Gambir setelah Sirat Sedah memanggilnya
demikian. Otak Andika yang cerdik yakin sekali, kalau
Tunggul Manik entah dari mana mengetahui gerak-
geriknya. Untung-untungan
dia melakukan penyamaran semula untuk menutupi dirinya dari
pandangan mata Tunggul Manik. Kebetulan sekali
saat itu, Tunggul Manik sedang mengalihkan wadah
berisi cairan kuning pada Kakek Buruk Rupa.
Lengkap sudah apa yang dikehendaki Andika.
Sebenarnya, dari omongannya dengan Sirat Sedah,
Andika bermaksud mencari Tunggul Manik yang
diketahui berada di balik dinding bergambar kuda
hitam yang sedang mengangkat kedua kakinya.
Akan tetapi, nalurinya mengatakan, kalau saat ini
Tunggul Manik sedang kehilangan dirinya dan
kemungkinan besar akan muncul.
Apa yang diduganya memang benar.
"Ih! Lengket benar getah ini!" dengus Andika
sambil mengerik getak di tangannya. Ketika
dialirkan panas dari tubuhnya, getah itu mencair
dan jatuh. Membesi wajah Tunggul Manik melihat keadaan
ini. Tak disangkanya kalau orang yang dicarinya
menyamar sebagai Singkil Gambir. Yang lain pun
menarik napas panjang melihat kecerdikan Pendekar
Slebor. Dalam hal menyamar, Andika memang tak
ada bandingannya. Secara tidak langsung, dia
pernah menjadi murid dari Raja Penyamar yang
mengajarkannya ilmu menyamar!
"Setan alas! Kucabut nyawamu, Pendekar Slebor!"
Andika cuma tersenyum. "Permainanmu telah
selesai. Sebaiknya, kau menyerah dan menunjukkan
jalan keluar!"
"Sudah kukatakan, bila kau mendapatkan Permata
Sakti ini kembali, secara tak langsung kau telah
menemukan jalan keluar dari sini! Tetapi sekarang,
kau dan manusia-manusia lainnya itu, akan
terkubur di Pulau Seribu Setan!"
Sehabis berkata begitu, Tunggul Manik menggeduk kakinya tiga kali. Bukan buatan yang
terjadi kemudian. Tanah yang mereka pijak bergetar
dahsyat. Dinding-dinding di kejauhan terdengar
berderak. Bunga bunga yang sebagian sudah
terpapas sebelumnya, kini berpentalan. Keadaan tak
ubahnya bagai gempa belaka.
Orang-orang yang berada di sana menjadi panik.
Seketika mereka kerahkan tenaga dalam masing
masing agar tubuh tidak terpelanting.
Namun lain halnya dengan Pendekar Slebor
Meskipun dia berusaha agar tubuhnya tidak terbawa
gerakan aneh yang dahsyat itu, otaknya berpikir
keras. Kain bercorak catur! desisnya dalam hati.
Mendadak saja sambil kendalikan tubuh, diambilnya kain bercorak catur, lalu dikibas-
kibasnya hingga menimbulkan gemuruh dahsyat
dan dengungan bagai ribuan tawon marah.
Suaranya menindih gelegar angin yang terjadi.
Dan semakin lama angin dahsyat dan suasana
mirip gempa itu mereda dan menghilang. Ketika
mata memandang, tak ada dinding yang hancur, tak
ada bunga-bunga yang beterbangan, semua utuh.
Yang terdengar justru teriakan Tunggul Manik
memecah kesunyian yang mendadak mengerjap.
"Setan alas! Lagi lagi kau bisa memusnahkan ilmu
sihirku!" Sadarlah yang lainnya, kalau yang barusan
mereka rasakan hanyalah akibat dari pengerahan
ilmu sihir yang dilakukan Tunggul Manik. Raka
Gunarsa dan Ida Ayu Mantri tak kuasa lagi
menahan amarahnya. Begitu tubuh Tunggul Manik
mencelat ke arah Andika, keduanya segera bergerak
menyongsong. Justru Andika yang bergerak cepat, memapas
serangan Sepasang Dewa Gurun Pasir, dan meliuk
menahan jotosan Tunggul Manik. Karena Andika
bagai menahan dua serangan sekaligus, tubuhnya
pun terpental dua tombak ke belakang terkena
hantaman Tunggul Manik.
Andika memang punya pikiran lain. Terutama
bila ingat Permata Sakti berada di tangan Tunggul
Manik. Dia telah memecahkan rahasia Permata Sakli
itu, jadi tahu kalau Tunggul Manik tak akan
merasakan apa-apa bila terkena pukulan.
Menyadari hal ini, lagi-lagi Andika berpikir akan
kain bercorak catur yang masih dipegangnya.
"Barangkali saja kesaktian kain bercorak catur ini
lebih tinggi dari Permata Sakti!" pikirnya sesaat, lalu
sudah bergulingan ketika Tunggui Manik telah
menggempur lagi.
Tidak tanggung-tanggung
yang dilakukan Andika. Berpikir dia harus menggunakan kain
bercorak catur, maka segera dialirkan tenaga 'inti
petir' pada kain itu, hingga kekuatan yang ada jadi
berlipat ganda.
Tunggul Manik terbelalak menerima serangan
dahsyat itu. Kini dia justru bernafsu untuk
memilikinya. Kecepatannya ditambah untuk menjambret kain bercorak catur milik Andika. Akan
tetapi, Andika yang tak mau bertindak tanggung
segera mengibaskan kain pusakanya itu.
Beet! Beeet! "Aaaaakhhhh!!"
Jeritan keras terdengar dari mulut Tunggul Manik,
menyusul tubuhnya terpental ke belakang. Menabrak dinding taman dan muntah darah.
Seluruh tulangnya bagai patah. Di saat tubuh
Tunggul Manik terpental tadi, Permata Sakti yang
berada di balik pinggangnya terpental.
Andika cepat menyambarnya. Bersamaan dipegangnya permata itu, mendadak terdengar
ledakan di kejauhan. Menyusul suara debur ombak
bagai menghantam bangunan besar itu.
"Gila! Ada apa ini?" maki Andika sementara di
yakininya kekuatan kain bercorak catur lebih tinggi
dari Permata Sakti yang kini dipegangnya .Mungkin
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tak ada senjata lain yang bisa menandingi kehebatan
permata itu kecuali kain bercorak catur milik
Pendekar Slebor.
Tetapi sekarang, tempat itu bagai digonjang-
ganjing tangan-tangan raksasa. Mereka kali ini
benar-benar menghadapi guncangan dahsyat.
Menyusul suara seperti air bah tumpah. Entah
dari mana datangnya air itu mendadak memenuhi
taman, hingga sebetis.
Dalam kepanikan semacam itu, Andika mencoba
bersikap leriang. Diingat ingatnya kata-kata Tunggul
Manik. Permala Sakti itu adalah kunci jalan keluar
dan Pulau Seribu Setan.
Mendadak saja Andika menatap permata itu
dalam dalam. Di dalam permata itu terlihat dua ekor
naga yang biasanya berdiam, kini bergerak-gerak.
Lalu menghilang dan muncul di dalamnya
gambaran sebuah lorong yang terdapat sebatang
besi di dalamnya. Andika teringat akan lorong itu.
Cepat dia berseru, "Kita berlari cepat! Jangan ada
yang tertinggal!"
Serentak orang-orang itu mengikuti Andika. Satu
persatu dengan cepat menuruni besi bulat di mana
Andika menyelamatkan Suci dan Setan Hitam
Compang-camping. Sambil berlari Andika terus
memperhatikan Permata Sakti itu.
Dan terpampang di dalamnya, tempat di mana
Suci pernah di penjara. Bergegas Andika mengajak
yang lainnya masuk. Dilihatnya lagi di dalam
permata itu dinding di sebelah kirinya. Dan retakan
yang perlahan membesar.
Andika sadar berarti dia harus memukulnya.
Dihantamnya dinding itu sekuat tenaga hingga
jebol. Bergegas diperintahnya yang lainnya untuk
masuk. Begitu semuanya berada di sana, air laut yang
entah dari mana datangnya menggenang. Anehnya,
dinding jebol itu tertutup rapat. Dan sesuatu yang
aneh terjadi. Karena orang-orang itu bagai
mengapung dalam ruang hampa udara, berputaran
cepat dan bagai terlontar ke sebuah tempat yang
sangat jauh sekali.
Andikalah yang pertama kali tersadar ketika
mendapati dirinya berada di sebuah bukit tandus
dibentengi perbukitan batu karang. Entah sudah
berapa lama dia tergeletak di sana bersama dengan
yang lainnya. "Gila! Pengalaman ini sangat aneh sekali! Dan aku
baru tahu kehebatan kedua dari Permata Sakti ini.
Dalam suasana terkurung, dia akan menunjukkan
jalan keluar."
Dilihatnya Kakek Buruk Rupa mulai siuman.
Andika cepat mendekati Kakek Buruk Rupa.
Berbisik diterangkanlah rahasia Permata Sakti itu. Si
kakek cuma mengangguk-anggukkan kepala dan
menerima Permata Sakti yang diberikan Andika.
"Tidakkah kau berkeinginan memilikinya?"
Andika nyengir. "Tidak usah. Yang pasti, permata
itu akan aman di tanganmu, Kek. Sebaiknya, aku
permisi!" Tanpa menunggu jawaban Kakek Buruk Rupa,
Andika sudah berkelebal cepat. Menghilang dari
pandangan si kakek.
"Tak kusangka, kecerdikan dan kehebatanmu itu
sangat luar biasa, Pendekar Slebor..."puji Kakek
Buruk Rupa. Tanpa menghiraukan Camar Hitam
dan Sepasang Dewa Gurun Pasir, Kakek Buruk
Rupa membopong cucunya dan Selan Hitam
Compang Camping. "Aku khawatir, putra dan
menantuku cemas memikirkan kepergian Suci.
Sebaiknya aku menuju ke sana."
Ketika Suci siuman dari pingsannya, yang
pertama kali ditanyakan pada kakeknya adalah
Pendekar Slebor.
Kakek Buruk Rupa segera menjawab pertanyaan
cucunya itu. "Dia sudah pergi, Suci."
"Oh! Mengapa Kakek tidak menahannya?"
"Sulit untuk menahan kepergiannya, karena
langkahnya sangat panjang."
Suci terdiam, tak terasa hatinya menjadi pilu.
Sementara Setan Hitam Compang-camping hanya
tertunduk saja sambil menahan nyeri pada
tubuhnya. Kakek Buruk Rupa menarik napas pendek. Bisa
dirasakan kalau sebenarnya cucunya mulai tertarik
pada Pendekai Slebor. Hanya itu yang diketahuinya,
karena sesungguhnya selain mulai mencintai
Pendekar Slebor, Suci pun menyesali keinginannya
untuk merebut Permata Sakti dari pemuda sakti itu.
"Kang Andika.... Maafkan aku, kalau aku ternyata
punya niat jelek kepadamu. Tetapi, semuanya
karena permata itu semula milik kakekku, bukan"
Dan rasanya sah saja aku memilikinya. Suatu saat,
Kang Andika. Suatu saat,
Akan kukatakan kepadamu niatku yang jelek ini
" *** Pulau Seribu Setan telah terkubur dalam air yang
semakin banyak tumpah. Tunggul Manik terperanjat
begitu dia tersadar dirinya berada dalam genangan
air. Mengerahkan sisa-sisa tenaganya, dan mengeluarkan ilmu sihirnya, tubuhnya mendadak
melayang di atas air tinggi itu.
Memasuki sebuah tempat yang mana di
hadapannya terdapat dinding bergambar kuda
hitam sedang mengangkat kedua kakinya, Tunggul
Manik berkomat-kamit. Dan mendadak tubuhnya
berada di balik dinding itu.
Aman dari air yang semakin tinggi.
Di dalam sana terdapat sosok Iblis Tambang yang
pingsan. Kegeraman Tunggul Manik makin membesar pada Pendekar Slebor.
Diangkatnya tubuh Iblis Tambang. Dan dia
berkomat-kamit. Entah dari mana datangnya asap
hitam, dibawanya tubuhnya yang membopong
tubuh Iblis Tambang ke dalamnya.
Bersamaan asap itu lenyap, lenyap pula tubuh
Tunggul Manik dan Iblis Tambang.
Pulau Seribu Setan telah terkubur dan kembali
menjadi misteri yang berkepanjangan.
SELESAI PENDEKAR SLEBOR
Segera menyusul!!
Serial Pendekat Slebor
dalam episode: DARAH-DARAH LAKNAT
Memanah Burung Rajawali 22 Pendekar Hina Kelana 25 Iblis Pulau Hantu Pedang Ular Mas 1
menemukan gadis itu! Tetapi... tak semudah yang
dibayangkan biar bagaimanapun cerdiknya dia.
Kutunggu saja, barangkali ada yang masuk ke sana!"
Dari wadah berisi cairan kuning, dilihatnya cucu
Kakek Buruk Rupa tengah meringkuk dengan
menekuk kedua lutut di sebuah ruangan yang diberi
jeruji besi. Sementara di depan jeruji itu, puluhan
anak buahnya lalu lalang.
*** Suci mendesah berkali-kali. Keheranan masih
meliputi dirinya. Disesalinya pula perjalanannya
untuk melepas rindu pada kakeknya harus berakhir
di sini. Semenjak tadi ditahan tangisnya. Dia harus
tegar. Dia harus bisa mengatasi semua masalah ini.
Dipikirkannya tentang Pendekar Slebor. Di mana
pemuda urakan dari Lembah Kutukan itu berada"
"Kang Andika... selamatkanlah aku, Kang...,"
desisnya dengan batin galau. 'Tak terasa ada
ketakutan yang menyelinap. Dirasakan pula kalau
dirinya seperti kehilangan sesuatu, kehilangan diri
Pendekar Slebor yang sebenarnya sudah begitu
dekat sekali dengan dirinya.
Secara diam-diam, sebenarnya Suci pernah
mencoba untuk meloloskan diri, dengan jalan
membengkokkan beberapa buah jeruji besi yang
melingkupinya. Dengan tenaga dalam yang dimilikinya, dia sebenarnya mampu melakukan hal
itu. Tetapi begitu hendak dilakukannya, dan saat
kedua tangannya siap ditempelkan pada jeruji besi
itu, mendadak saja dirasakan tenaganya melemah.
Ada sebuah kekuatan gaib yang mengunci seluruh
aliran tenaga dalamnya.
Pada dasarnya, Suci memiliki sifat keras kepala.
Dicobanya lagi dan dikerahkan berkali-kali. Namun
seluruh tenaga dalamnya benar-benar bagai terkuras
hingga akhirnya dia yakni tak akan mampu
mengerahkan tenaga dalamnya.
Dari balik jeruji besi, dilihatnya para lelaki berbaju
hijau dan berdestar merah lalu lalang. Mereka
nampaknya sibuk sekali. Beberapa orang berkali-kali
menengok keadaannya. Memberinya makan dan
minum. Namun tak satu pun yang disentuh oleh
Suci. Yang diinginkannya, selain keluar dari sini, juga
menemukan kakeknya. Rasa rindu pada kakeknyalah yang membuat Suci masih bersemangat. Tiba tiba dia tersentak. Tiga orang lelaki muncul
dengan wajah beringas.
" Hmmm... bila saja gadis ini bukan tawanan
Ketua, aku ingin sekali tidur dengannya!" kata salah
seorang dengan seringaian lebar menakutkan.
"Tenanglah, Ketua tak akan melupakan kita," kata
yang bermata lebar. Dan dengan matanya seakan
telah menjarah sekujur tubuh Suci.
"Ini sangat menyenangkan. Tak sabar rasanya aku
untuk melakukan. Di tempat ini, kita tak pernah bisa
menyalurkan keinginan kita. Hhhh! Mengapa Ketua
tidak mangirim kita kembali ke dunia ramai?" sahut
yang berbibir tebal.
"Tak usah khawatir... semuanya akan kita
dapatkan," terdengar satu suara di belakang mereka.
Ketiganya menoleh dan tertawa.
"Kau benar, Singkil Gambir," kata yang bermata
lebar. "Kita akan mendapatkannya."
Kawan yang mereka panggil Singkil Gambir
menyeringai. "Ketua tak akan pernah melupakan
kita. Gadis itu begitu cantik sekali. Aku pun tak
sabar untuk mendapatkannya." Tak sengaja tangan
Singkil Gambir terjulur hendak memegang salah
satu jeruji besi itu. Tetapi dengan cepat di tepak oleh
yang berbibir tebal.
"Goblok! Apakah kau lupa bila kita menyentuh
jeruji besi itu maka tubuh kita akan hangus?"
Singkil Gambir menyeringai dengan keringat
sedikit mengalir.
"Ini karena aku tak sabar untuk mendapatkannya."
Yang lainnya tertawa-tawa.
"Seperti katamu tadi, bila Ketua telah selesai
dengan urusannya, kita akan mendapatkan gadis ini.
Bukankah biasanya seperti itu" Meskipun kejam,
Ketua tak akan pernah melupakan kita. Ayo! Kita
teruskan bekerja" Tempat ini harus selesai dibangun,
karena Ketua akan mengurung tawanan- tawanannya di sini."
"Gila! Aku sampai lupa soal itu" Siapa saja yang
Ketua bawa ke sini?"
"Pendekar Slebor, Kakek Buruk Rupa, Sepasang
Dewa Gurun Pasir, Iblis Tambang, dan Camar
Hitam." Singkil Gambir menggeram. "Yang kuinginkan
adalah mencabik cabik tubuh Pendekar Slebor.
Manusia itulah yang lelah membunuh kawan-kawan
kita." "Aku pun tak sabar unntuk melakukannya,
Singkil. Perlu kau ketahui, kita baru saja menangkap
salah seorang dari mereka." Kata si bibir tebal sambil
tersenyum. "Siapa?"
"Lelaki jelek berbaju Compang Camping. Dia
mengaku berjuluk Setan Hitam Compang -
Camping." "Manusia keparat mana itu" Dimana dia ditawan!
Ingin kucabik cabik tubuhnya sebelum mengerat
tubuh Pendekar Slebor!"seru Singkil Gambir
menggeram. "Dia kumasukkan ke penjara bawah tanah! Biar
bagaimana juga, akan tiba saatnya bagi kita untuk
berpesta membunuh mereka satu persatu. Bila Ketua
sudah selesai dalam permainannya, berarti kita akan
mendapatkan bagian."
"Sebenarnya, aku pun penasaran di manakah
Ketua berdiam?"
Si bibir tebal terbahak-bahak. Kau sudah ngaco
rupanya! Jangan main-main dengan Ketua!" Lalu
katanya berbisik, "Tetapi, aku pernah dipanggil
menghadap Ketua. Tempatnya memang sukar
ditemukan bila kita tidak tahu Tetapi, aku tahu."
"Di mana?"
"Ini rahasia di antara kita. Jangan sampai Ketua
tahu. Yang mengherankan, seluruh tempat ini
dipenuhi dinding hitam, bukan" Nah, kau carilah
sebuah dinding yang bermotifkan kuda hitam yang
sedang mengangkat kedua kakinya."
"Bagaimana cara masuknya?"
"Aku tidak tahu. Ketua hanya menyuruh
memejamkan mata dan tiba-tiba kita berada di
ruangannya."
"Bagaimana bisa kau menduga di balik dinding
bergambarkan kuda hitam yang sedang mengangkat
kedua kakinya merupakan tempat Ketua?"
"Karena, setelah aku selesai dipanggil, aku
kembali disuruh memejamkan mata dan tahu-tahu
sudah berada di hadapan dinding bergambar kuda
hitam itu. Jadi...," kata-kata yang berbibir tebal
terhenti ketika melihat seorang kawannya datang
tergopoh-gopoh. Cepat diarahkan pandangan pada
orang yang baru dalang itu. "Ada apa, Lanun"
Wajahmu seperti habis melihat setan gentayangan?"
Bukannya menjawab pertanyaan si bibir tebal,
orang yang dipanggil Lanun justru menoleh dan
berkata cepat pada Singkil Gambir,
"Singkil Gambir, anak buahmu tewas di lorong
pertama dari besi panjang!"
*** 8 Kelima orang itu segera menuju ke tempat yang
dikatakan Lanun. Mereka terbelalak melihat mayat-
mayat yang bergeletakan di sana.
"Setan alas!" maki Singkil Gambir dengan wajah
membesi "Siapa yang berani melakukan hal ini,
hah"!" Dia membungkuk dan diperiksanya mayat
kawan-kawannya itu. "Kepala mereka pecah!
Bersiaga! Mungkin salah seorang tawanan Ketua
telah tiba di sini dan membuat kekacauan."
Serentak yang lainnya pun bersiaga.
"Sirat Sedah!" seru Singkil Gambir pada yang
berbibir tebal. "Siagakan teman-teman! Ketua bisa
marah bila mengetahui hal ini!"
Si bibir tebal yang ternyata bernama Sirat Sedah
segera bergerak. Dalam sekali panggil saja, dua
puluh teman-temannya sudah berkumpul.
Singkil Gambir berseru, "Selidiki setiap lorong!
Manusia celaka itu harus mendapatkan ganjaran!"
Serentak mereka berlarian memasuki lorong yang
terdapat tiga buah di sana. Sementara teman-
temannya menyelidik, Singkil Gambir berlari ke
penjara di mana Suci tertawan.
Sejenak dia ragu-ragu untuk memegang jeruji besi
di depannya. Dilihatnya Suci tengah meringkuk dan
tatapannya berubah garang begitu mengetahui
kedatangannya. "Tenang, Nona... jangan tunjukkan sikap bermusuhan!" seru Singkil Gambir.
"Manusia keparat! Lepaskan aku! Kita bertarung
sampai mampus!"
"Justru sekarang aku sedang berusaha melepaskanmu!" kata Singkil Gambir tak disangka.
Pandangannya menyatakan ketulusan hatinya.
Sejenak Suci terdiam dengan kening berkerut.
Dalam keadaan seperti ini sudah tentu dia tidak bisa
menelan bulat-bulat perkataan Singkil Gambir.
Tetapi ketika dilihatnya lelaki berbaju hitam dan
berdestar merah itu, nampak mengangkat kedua
tangannya dan siap menghantam jeruji besi itu,
tanpa sadar Suci beringsut ke belakang.
Tak disangkanya lelaki itu memegang jeruji besi
dengan kedua langannya. Sesaat Suci seperti tak
tahu harus melakukan apa, seolah terkesima oleh
pemandangan di hadapannya. Padahal yang cukup
mengherankan, ketika dicobanya untuk membengkokkan besi besi itu, dari jarak satu
tombak, dirasakan tubuhnya melemah, seolah ada
tenaga yang menyedotnya.
Tetapi Singkil Gambir bukan hanya memegang.
Bahkan dibengkokkannya dua buah jeruji besi
hingga membentuk lubang yang besar.
"Cepat, Nona! Kita tak punya banyak waktu!"
serunya sambir memperhatikan kanan dan kiri.
Justru Suci yang masih berdiam.
"Siapa kau sebenarnya?" serunya.
"Pendekar Slebor yang menyuruhku untuk
membebaskanmu! Aku tahu jeruji itu mengandung
kekuatan yang bisa menghancurkan kedua tangan
yang memegangnya. Tetapi aku telah menutupi
kekuatan tak nampak itu hingga memudahkanku
untuk melakukan apa yang kuinginkan. Ayo, Nona
Suci! Kita tak punya banyak waktu!"
Mendengar kata-kata bernada mendesak itu, Suci
langsung berkelebat mendekat. Singkil Gambir
memegang tangannya. Sejenak Suci hendak melepaskan, tetapi masih memegang tangannya
Singkil Gambir sudah berkelebat.
Wussshhh! Tak mau tersungkur. Suci mengerahkan ilmu
larinya. "Di mana Setan Hitam Compang-camping dita-
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wan?" tanya Singkil Gambir.
"Aku tidak tahu."
"Brengsek! Kita telusuri lorong ini, meskipun nanti
untuk keluar dari sini kita pasti berhadapan dengan
manusia manusia celaka itu!"
Meskipun masih ada rasa tak percaya pada lelaki
itu, Suci menurut saja. Dua orang muncul dari
lorong di sebelah kiri. Singkil Gambir bergerak
cepat. Tanpa melepaskan pegangannya pada Suci,
dihajarnya kedua lawannya hingga kepala mereka
pecah. "Kejam!" desis Suci dalam hati.
Mereka tiba di sebuah tempat yang agak temaram.
Di sana Singkil Gambir melihat sebuah jeruji besi
semacam di mana Suci disekap sebelumnya. Seperti
yang dilakukannya pada Suci, dibengkokkannya
pula jeruji besi di mana Setan Hitam Compang-
camping disekap.
Melihat siapa penolongnya, Setan Hitam Compang-camping langsung melancarkan satu
serangan. Tetapi Singkil Gambir segera memiringkan tubuhnya.
"Tahan!" serunya keras.
Setan Hitam Compang-camping berbalik dan
menggeram. "Manusia keparat! Lepaskan gadis itu!!"
Bagai menurut Singkil Gambir melepaskan tangan
Suci. Lalu menatap serius pada Setan Hitam
Compang-camping yang hendak membentak lagi,
"Tak perlu gusar! Urusan ini sangat rumit sekali!
Pendekar Slebor menyuruhku untuk menyelamatkan kalian!"
"Di mana pemuda sakti itu berada?" tanya Setan
Hitam Compang-camping tanpa merubah sikapnya.
Hanya suaranya yang diperkecil.
"Tak banyak waktu untuk menerangkannya. Setan
Hitam, kau jaga keselamatan Suci. Kita bergerak
kembali ke depan. Biar aku di posisi pertama untuk
menghadapi segala kemungkinan. Nanti, di ujung
lorong ini, ada sebuah besi panjang menjulur dari
atas ke bawah. Pergunakan ilmu meiingankan tubuh
kalian, dan panjat besi itu. Mengerti?"
Kalaupun setan Hitam dan Suci mengerti, namun
mereka belum mengerti mengapa lelaki kejam yang
pernah menggelandang mereka ke penjara berubah
baik seperti itu
Setan Hitam Compang Camping geram bukan
main teringat bagaimana tiba-tiba muncul sepuluh
lelaki hitam dan berdestar merah dihadapannya.
Pertarungan terjadi. Namun yang mengejutkannya,
para penyerang yang sudah terhantam penuh luka,
bangkit kembali. Hingga akhirnya tenaganya
terkuras dan dirinya berhasil dikalahkan.
Setan Hitam berkata, "Untuk saat ini, kami
menuruti kata-katamu. Bila kau memang suruhan
Pendekar Slebor, tunjukkan kepada kami di mana
dia berada?"
"Itu urusan nanti! Ingat, bila kalian menemukan
lawan dari Serikat Kuda Hitam, hantam kepalanya
hingga pecah, niscaya mereka tak akan bangkit lagi.
Kita mulai!"
Mulailah rombongan kecil yang dipimpin oleh
Singkil Gambir bergerak ke depan. Beberapa
anggota Serikat Kuda Hitam yang melihat
kemunculan Singkil Gambir, harus ambruk dengan
kepala pecah sekali jotos dan tendang.
Setan Hitam dan Suci benar-benar tak mengerti
akan sikap yang diperlihatkan Singkil Gambir.
Tetapi mereka tak mau memperdulikannya saat ini.
Sirat Sedah yang sedang menerima laporan anak
buahnya yang tak menemukan orang asing di sana,
terkejut melihat kemunculan Singkil Gambir.
"Bagaimana, Sirat?" tanya
Singkil Gambir,
sementara sebelumnya disuruhnya Setan Hitam dan
Suci untuk bersembunyi.
"Tak ditemukan manusia keparat yang telah
membunuh teman-teman kita!"
"Setan alas! Bergerak lagi! Jangan sampai Ketua
mengetahui semua ini!"
Kembali orang-orang itu berkelebat memasuki
setiap lorong. Sirat Sedah menatap Singkil Gambir.
"Bagaimana menurutmu?"
"Kalau memang tak ditemukan orang itu, berarti
dia sudah keluar melalui besi bulat panjang itu!"
"Keparat!" geram Sirat Sedah. "Ingin kucabik-cabik
tubuhnya!"
"Kita segera menuju ke sana!"
"Tidak! Ketua akan marah besar dan menghukum
kita!" "Biar aku yang melihatnya! Kemarahanku tak bisa
dibendung lagi!"
"Kau mencari penyakit, Singkil!"
"Peduli setan dengan semua ini!" seru Singkil
Gambir dan mendekati besi bulat di atasnya.
"Singkil!"
"Diam kau, Sirat Sedah! Jangan campuri
urusanku!" bentak Singkil Gambir melotot
"Kau sudah berani melancangi perintah Ketua?"
seru Sirat Sedah gusar.
"Hatiku sakit melihat yang lain terkapar tak
berdaya!" "Tetapi...,"
kata-kata Sirat Sedah terhenti, bersamaan tubuhnya ambruk dan kepalanya
rengkah. Setan Hitam Compang Camping sudah
menghajarnya. Singkil Gambir berseru. "Cepat naik! Jangan
membuang waktu!!"
Suci pertama kali naik. Dengan mengandalkan
ilmu meringankan tubuhnya, dia sudah segera tiba
di atas. "Tak perlu banyak Tanya sekarang! Kau jaga
keselamatan Suci!" seru Singkil Gambir melotot.
"Bagaimana kau sendiri"'"
"Aku harus berada disini untuk sementara.
Mengingat .... Gila! Cepat, Setan Hitam! Terdengar
langkah menuju ke sini!"
Setan Hitam Compang-camping menajamkan
pendengarannya. Dia sama sekali tak menangkap
suara-suara yang dimaksud oleh Singkil Gambir.
Tetapi melihat kesungguhan Singkil Gambir yang
menyuruhnya bergegas, dia pun segera melesat
naik. Meninggalkan Singkil Gambir yang bergerak
menyongsong teman-temannya.
*** "Setan Hitam... bagaimana dengan manusia yang
bernama Singkil Gambir itu?"tanya Suci begitu Setan
Hitam Compang camping muncul.
"Dia tidak mau ikut."
"Mengapa?"
"Mungkin untuk mengelabui teman-temannya.
Hmmm... siapa pun dia dan apa hubungannya
dengan Pendekur Slebor...' sebaiknya kita tinggalkan. Kita harus mencari Pendekar Slebor,
Suci." Suci hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sebelumnya, dia sangat membenci lelaki itu, karena
beberapa kali pernah mendatanginya dan memandangnya dengan tatapan penuh birahi.
Tetapi rupanya, lelaki itu justru yang menolongnya.
"Kalau begitu... kita harus cepat!" kata Suci seperti
menangkap gelagat yang tak menguntungkan.
Namun belum lagi keduanya bergerak, satu sosok
tubuh keperakan telah tiba di hadapan mereka.
*** "Hi hi hi.... kulihat cucu Kakek Buruk Rupa berada
di sini pula," kata orang yang baru muncul dan tak
lain si Camar Hitam. Seringaian lebar membuat pipi
kempotnya bagai tertarik ke dalam. Mata celongnya
bagai melihat kelinci empuk di hadapannya. "Bagus,
bagus sekali... Kakek Buruk Rupa tak akan banyak
cincong sekarang!"
Mendengar kata-kata yang bernada mengancam,
Setan Hitam Compang-camping maju tiga langkah,
berdiri membelakangi Suci. Pandangannya lurus ke
depan, penuh kegeraman.
"Nenek tua yang bau tanah! Ucapanmu keren
betul mencoba membikin orang keder! Sayangnya,
lakon yang baru kau perlihatkan itu, seperti lakon
ketoprak yang sering kulihat!"
Tertarik ke dalam sepasang mata kelabu si wanita
tua. "Aku tak ada urusan denganmu, Orang Jelek!
Minggir, ingin kudapati cucu Kakek Buruk Rupa!
Entah di lorong mana orang tua keparat itu!"
Mendengar kata-kata itu. Suci berkala, memotong
Setan Hitam yang ingin berseru lagi. "Maksudmu...
kakekku berada di sini pula?"'
"Kau pintar. Anak Manis. Memang, kakek
sialanmu itu berada di sini pula. Tapi sayangnya,
aku tidak tahu. Dan aku memang tak memperdulikannya!
Hhh! Tempat sialan ini membuatku bagai mati langkah untuk menemukan
di dimana Pendekar Slebor yang telah membawa
Permata Sakti. Tetapi ada umpan bagus di
hadapanku'"
Sehabis berkata begitu.Camar Hitam bergerak
dengan kecepatan yang mengagumkan mencoba
menjambak kepala Suci. Tetapi Setan Hitam
Compang-camping cepat mengibaskan jotosannya
ke atas. Plak! Membuat Camar Hitam menghentikan serangannya dan mundur tiga langkah. Matanya
menatap penuh hawa kematian. Tajam dan tak
berkesip memandang.
"Kau hanya mencari penyakit!"
"Siapa pun tak akan kubiarkan menyentuh gadis
ini! Apalagi manusia busuk seperti kau!"
"Setan alas! Kutampar mulutmu!"
"Aku ingin merasakannya!" tantang Setan Hitam
Compang camping yang membuat darah Camar
Hitam mendidih.
Tanpa buang tempo lagi, Camar Hitam sudah
menderu dahsyat. Kecepatannya saat menyerang itu
memang sukar dicari tandingannya. Terbelalak
Setan Hitam Compang-camping menerima serangan
dahsyat ilu. Dicoba untuk memapakinya. Tetapi
justru tubuhnya yang terpental ke belakang, disusul
satu tendangan keras menghantam dadanya.
Remuk dadanya dirasakan. Aliran darahnya
seketika kacau. Wajahnya tertekuk pias. Belum satu
jurus, dirampungkan, dia sudah tak berdaya
menghadapi kehebatan wanita tua berbaju keperakan yang tengah berdiri tiga tombak di muka.
Mendapati Setan Hitam Compang-camping tak
berdaya, Suci memburu cepat.
"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya pelan.
Setan Hitam mengeluarkan suara keluhan.
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tak mampu menghadapinya, Suci. Jelas dia
bukan tandinganku. Lebih baik, kau tinggalkan
tempat ini dan kucoba untuk menahannya...."
"Tidak... aku akan membawamu serta."
"Tak banyak waktu yang kita punya, Suci. Dalam
satu gebrak berikutnya, pasti aku sudah mampus.
Berarti, aku tak menjaga pesan Singkil Gambir
sesuai dengan amanat Pendekar Slebor." Dicobanya
untuk bangkit. Tetapi keluhan tertahan justru
terdengar dan tubuhnya sukar dibawa berdiri.
Terharu Suci mendengar kesetiaan Setan Hitam
Compang-camping. Hatinya mulai memberangus
marah. Lamat dia berdiri dengan tatapan tajam ke
arah Camar Hitam.
"Kami memang bukan tandinganmu! Tetapi, kami
tak akan mundur barang selangkah juga!"
"Bagus! Kakek Buruk Rupa harus tahu kalau
cucunya berada di tanganku!"
"Kakekku tak akan memberi ampun manusia bu-
suk seperti kau ini!"
Camar Hitam menggeleng gelengkan kepalanya
sambil umbar senyum
"Keberanian dan kekeraskepalaanmu itu mewarisi
sifat Kakek Buruk Rupa yang terkadang angin
anginan! Aku menyukaimu, Anak Manis. Dan ingin
sekali aku menjadikanmu murid untuk meneruskan
segala cita-citaku!"
"Hanya orang bodoh yang mau melakukan hal
itu!" sentak Suci dengan tatapan memicing.
Membesi wajah Camar Hitam.
"Kau harus diberii pelajaran'"
Sesudah berkata begitu, tubuhnya berkelebat lagi.
Kali ini mencoba menotok Suci, karena dirasakan
kalau gadis ini sangat berharga sebagai penukar
Permata Sakti yang menurut wanita tua itu berada
di tangan Pendekar Slebor.
Namun dia cukup terkejut dibuat oleh Suci. Gadis
yang digembleng oleh kakeknya itu berkelit dengan
lincah. Lagi lagi disayangkan, Suci hanya diberi
pelajaran ilmu meringankan tubuh dan tenaga
dalam. Bila saja Kakek Buruk Rupa menurunkan
ilmu kanuragan, bisa dipastikan selelah berkelit
akan menyusul satu serangan berikutnya.
Seperti dituturkan pada episode sebelumnya,
Kakek Buruk Rupa saat mengajarkan Suci memang
diam-diam. Karena ayah Suci, putra dari Kakek
Buruk Rupa, selalu melarang Suci untuk menemui
kakeknya sendiri (Silakan baca : "Rahasia Permata
Sakti"). Tetapi kelitan yang dilakukan gadis itu tadi,
membuka mata Camar Hitam akan kepandaian yang
dimiliki Suci. Terkikik diteruskan serangannya.
Dan pada dasarnya Suci memang bukanlah
tandingan Camar Hitam. Dalam satu gebrak
berikutnya dia tak mampu lagi bergerak. Karena
kecepatan Camar Hitam bagai memantek ruang
geraknya. Namun sebelum Camar Hitam melaksanakan
maksudnya, satu suara terdengar dari belakang,
"Lho, lho! Edan-edanan sekali! Berani mencoba
meringkus cucuku!"
*** 9 "Kakek!!" seru Suci kencang dan selagi Camar
Hitam terkesima, dia sudah berlari mendapati
kakeknya. Dan merangkulnya penuh keharuan. "Ke
mana saja Kakek pergi" Kakek jahat! Katanya
berjanji untuk menemuiku, tetapi mana janjinya"
Mana?" Kakek Buruk Rupa hanya terkekeh-kekeh. Seolah
melupakan tatapan tajam dan geram dari Camar
Hitam dia berkata, "Anak nakal! Mengapa kau
berada di sini, hah?"
"Aku mencari Kakek! Aku rindu Kakek!"
"Nah, sekarang kita sudah bertemu. Bukankah...."
"Orang tua keparat! Lakonmu busuk berkasih-
kasihan di hadapanku?" bentak Camar Hitam
memotong. Kakek Buruk Rupa memandang ke depan.
"Sudah tentu yang kurangkul cucuku ini!
Merangkulmu, sama saja merangkul gedebong
pisang yang sudah rubuh!"
"Keparat!" membesi wajah Camar Hitam. Dikawal
gerengan keras dan angin mendesis hebat.
Tubuhnya sudah berkelebat cepat ke arah Kakek
Buruk Rupa. Tongkat kusam di tangannya telah
digerakkan dengan kekuatan penuh.
Masih merangkul cucunya. Kakek Buruk Rupa
melangkah dua tindak ke kiri, menghindari
sambaran penuh tenaga dari tongkat kusam si
nenek. Lalu menghantam dengan tangan kanannya.
Wuuut! Plak! Jotosan tangan kanan si kakek dipapaki dengan
cara mengibaskan tangan kiri. Si nenek tersentak
kaget dan surut dua langkah ke belakang. Mukanya
yang mendongak berubah memerah sedang kedua
matanya bergerak liar.
Justru sikap Kakek Buruk Rupa yang masih santai
saja. Dia memang tak mau membuat cucunya cemas
di saat bentrokan terjadi.
"Kau minggirlah. Suci. Nenek jelek itu memaksaku untuk memukul pinggulnya!"
Suci menatap wajah kakeknya yang tertutup
rambut. "Hati-hati. Kek...," katanya cemas.
"Tidak usah tegang. Si Peot itu memang harus
diberi pelajaran. Kalau tidak... wah! Tidak sabaran!"
Si kakek sudah menghindar dengan jalan berputar
di atas. Sedangkan si nenek yang sudah kelebatkan
hantamannya, menyusulkan serangan kedua, kali ini
melalui tusukan yang dilakukan pada tongkatnya.
Satu gelombang angin menderu ke arah Kakek
Buruk Rupa. Si kakek berteriak keras dan melompat
ke atas. Dari atas mendadak dikibaskan kaki
kurusnya, menyambar ke arah kepala lawan. Camar
Hitam tersentak, sebisanya dihalau dengan kibasan
tongkatnya. Tak! Kekuatan kaki rupanya lebih besar dari kekuatan
tangan. Tangan kanan
Camar Hitam yang
memegang tongkat, berhasil dihantam. Seketika si
nenek merasa tangannya ngilu. Tongkatnya terlepas.
Mendapati hal semacam itu, Kakek Buruk Rupa
meneruskan hantamannya kembali. Masih berada di
udara, dia putar tubuh dan melancarkan jotosannya
ke kepala si nenek. Camar Hitam melipat kedua
lututnya hingga merendah. Begitu hantaman tangan
kanan Kakek Buruk Rupa mendekat, dia langsung
menghantam dengan dua tangan sekaligus.
Dua gelombang angin laksana topan mengarah
pada Kakek Buruk Rupa, yang berteriak dan segera
mengurungkan serangannya. Menghindar dengan
jalan bergulingan.
Camar Hitam jelas tak mau memberi kesempatan
lagi. Belum lagi kedua kaki Kakek Buruk Rupa
berdiri, dia kembali melancarkan dua jotosan
sekaligus mengandung tenaga dalam tinggi. Dalam
keadaan yang mencemaskan, Kakek Buruk Rupa
cepat membuang tubuhnya kembali.
Blaaar! Dinding hitam yang berada di belakang si kakek
ambrol. Si kakek mengusap dadanya sambil
menggelengkan kepala.
"Hebat juga serangannya!" desisnya Dan ia tak
bisa banyak berpikir lagi, karena lawan sudah
kembali menyerang.
Kali ini si kakek mencoba lipat gandakan tenaga
dalamnya. Lalu dengan pencalan satu kaki, dipapaki
serangan dahsyat Camar Hitam.
Des! Des! Bentrokan dua tenaga dalam tinggi itu terjadi.
Menimbulkan gemuruh angin yang keras. Suci
sampai terpekik melihatnya dan dia bergerak cepat
untuk menyambar tubuh Setan Hitam Compang-
camping agar tidak terhantam derasnya tubuh
Camar Hitam yang terlontar ke belakang. Si kakek
pun mengalami hal yang sama. Namun dia cepat
bangkit. Nampak tubuh Kakek Buruk Rupa bergetar.
Dari wajah yang tertutup rambut, di bagian
bawahnya mengalirkan darah. Jelas keluar dari
mulutnya. Sementara Camar Hitam merasa tulang iganya
seperti patah. Agak sempoyongan dia bangkit dan
mata kelabunya bagai dibetot setan meradang ke
depan. "Aku akan mengadu jiwa denganmu!" dengusnya
geram dan cepat menyambar tongkat kusamnya.
Kali ini ajian 'Penutup Jalan Darah'-nya sudah
dikerahkan. Membuat si kakek kembali harus
menghindar. Untuk jenis pukulan yang satu ini, si
kakek tak berani bentrok. Karena bila saja dia
bentrok sementara akibat benturan tadi tenaganya
terkuras, maka tak ampun lagi jalan darahnya akan
kaku dan beberapa detik kemudian mati dengan
jalan darah pecah.
Tongkat yang dipegang lawannya mengarah pada
bagian-bagian urat darah si kakek yang mematikan.
Kecepatannya tinggi sekali. Bahkan dalam sekali
pandang, tongkat di tangan si nenek seakan berubah
menjadi puluhan. Menyambar dan menebarkan
hawa maut. Kalang kabut Kakek Buruk Rupa dibuatnya.
Namun di detik lain, mendadak saja dikibaskan
kepalanya. Rambut putihnya yang menutup wajah
mendadak berubah memanjang. Dan melilit tongkat
Camar Hitam. "Keparat! Ilmu apa yang kau perlihatkan itu,
hah?" maki si nenek.
"Hehehe... itulah ajian simpananku yang jarang
kupergunakan. 'Titian Rambut Merenggut Nyawa'."
Ajian yang disebutkan si kakek tadi bukan buatan
hebatnya. Masih melilit tongkat Camar Hitam yang
seakan tak mampu menggerakkannya, rambut putih
itu makin memanjang. Dan menampar wajah si
nenek. Plak! Camar Hitam tergugu menerimanya. Belum lagi
disadari apa yang terjadi, jotosan Kakek Buruk Rupa
telah menghantam dadanya.
Menjerit setinggi langit Camar Hitam dan
tersuruk ke belakang. Terpelanting lagi ke depan
begitu tubuhnya menabrak dinding. Jatuh telungkup
dengan dada dan wajah menghantam lantai.
Sakitnya bukan alang kepalang. Bahkan membuatnya tak bisa bangkit kembali. Kakek Buruk
Rupa menggelengkan kepalanya tiga kali. Rambutnya yang mendadak memanjang tadi, kini
kembali seperti biasa, menutupi wajahnya yang
buruk. "Maafkan aku .. kau yang terlalu memaksa...."
Camar Hitam tak bersuara, karena dia sudah
pingsan. Suci langsung merangkul kakeknya dengan
hati gembira. Justru si kakek hanya terdiam saja,
Sementara Setan Comapang Camping hanya
menghela nafas panjang. Seumur hidupnya baru kali
ini dilihatnya pertarungan dahsyat yang mengerikan. Selagi ketiganya terdiam dicekam perasaan
masing-masing dua sosok tubuh berbaju biru
berkelebat datang. Dan sesaat hanya saling pandang
dalam jarak tiga tombak di hadapan orang-orang itu.
*** Kakek Buruk Rupa yang pertama kali menyadari
kehadiran keduanya. Dilepaskan rangkulan cucunya
dan ditolehkan kepalanya pada dua orang yang baru
datang. "Sepasang Dewa Gurun Pasir... tak kusangka
kalian berada di sini pula. Apakah kalian sudah
menemukan lawan yang sepadan di tanah Jawa ini?"
serunya sambil terkekeh. Kakek Buruk Rupa
memang pernah mendengar sepak terjang sepasang
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anak manusia dari tanah Dewata yang selalu
menjajal kemampuan.
Dipikirnya Sepasang Dewa Gurun Pasir akan
menampakkan wajah meradang karena ejekannya
itu, tetapi justru keduanya mengatupkan tangan di
dada. "Nama besar Kakek Buruk Rupa telah tiba pula di
telinga kami. Kami yang datang dari jauh, ternyata
hanyalah mengumbar kesombongan belaka. Seorang
pendekar tanah Jawa telah membuka mata hati
kami." ' Kakek Buruk Rupa yang memiliki sifat angin-
anginan itu terkekeh lagi.
"Siapakah yang kau maksudkan?"
"Pendekar Slebor. Pendekar muda itulah yang
membuat kami harus menyimpan seluruh malu
dalam diri dan tak kuasa untuk berlama-lama
bertemu." Kakek Buruk Rupa terdiam. Di manakah
Pendekar Slebor berada" Diingatnya lagi akan
ancaman dari Tunggul Manik. Berarti, jalan satu-
satunya memang harus mencari Tunggul Manik.
Tetapi, di manakah manusia dajal itu berada"
Selagi mereka terdiam belum menemukan apa
yang harus mereka lakukan, Singkil Gambir muncul
dari dinding yang jebol. Sesaat dia terperangah
melihat apa yang terjadi. Tetapi detik kemudian dia
berseru, "Cepat kalian tinggalkan tempat ini. Kita
menuju ke taman di sebelah sana. Di tempat yang
terbuka, kita bisa lebih waspada menerima serangan
yang datang."
"Siapakah kau, Kawan?" tanya Kakek Buruk Rupa.
Singkil Gambir menangkupkan kedua tangan di
dada. "Kalau tidak salah.... Kakek Buruk Rupa yang
berada di hadapanku ini. Hmm... namaku Singkil
Gambir. Aku orang kepercayaan Pendekar Slebor."
"Di mana pemuda sakti itu berada?"
"Entahlah, aku sendiri tidak tahu. Sebaiknya, kita
segera menuju ke taman saja. Tak perlu saling
berobat kembali." Singkil Gambir mendekati Setan
Hitam Compang-camping
"Biar cepat, kau kubopong saja!"
Dengan sekali angkat, tubuh besat Setan Hitam
Compang-camping sudah dibopongnya Singkil
Gambir berkata pada Raka Gunarsa, "Kawan...tolong angkat si nenek yang pingsan Itu"
Setelah itu, mereka berkelabat mengikuti Singkil
Gambir menuju ke taman. Meskipun demikian, tak
mudah untuk menemukan jalan menuju ke taman
yang dimaksudkan Singkil Gambir. Mereka harus
nyasar dua kali. Dan barulah tiba di sana.
*** Di tumpal kediamannya, Tunggul Manik menggeram murka melihat sepak terjang Singkil
Gambir dari wadah berisi cairan kuning.
"Keparat! Kau harus mampus, Singkil Gambir!"
geram lelaki berkalung tengkorak itu dengan kedua
rahang mengatup rapat dan mata mengecil. "Hhhh!
Di mana Pendekat Slebor berada" Setan alas!
Mengapa sejak tadi aku tak bisa menemukannya"
Tak mungkin seluruh tempat ini bisa luput dari
penglihatanku, karena aku yang membangun dan
menciptakannya."
Dibiarkannya orang-orang itu menuju ke tempat
yang mereka inginkan. Dengan hati panas karena
beberapa ilmu sihirnya berhasil dipunahkan
Pendekar Slebor, Tunggul Manik berkomat-kamit
dan pemandangan dalam wadah berisi cairan
kuning itu bergerak kembali.
Dicarinya sosok Pendekar Slebor dengan rasa
penasaran yang tinggi. Namun sekian lama dicari,
orang yang dimaksud tak ditemukan.
"Setan alas! Rasa-rasanya... permainanku akan
usai. Keinginanku untuk melihat Kakek Buruk Rupa
dan Pendekar Slebor bertarung gagal. Pertama, Suci
telah berada di antara mereka. Begitu pula dengan
Setan Hitam Compang-camping. Kedua, sosok
Pendekar Slebor tak ada di tempat. Berarti aku harus
menjalankan permainan terakhir. Biar aku muncul di
hadapan mereka dan kupaksa Pendekar Slebor
untuk muncul!"
*** 10 Orang orang yang mengikuti langkah Singkil
Gambir, telah tiba di taman yang luas, di mana di
tempat itu sebelumnya Pendekar Slebor hampir saja
tertipu oleh ilmu sihir Tunggul Manik.
Suci bertanya, "Singkil Gambir... di manakah
Pendekar Slebor berada?"
Singkil Gambir menoleh dan menjawab, "Aku
tidak tahu di mana Pendekar Slebor berada saat ini.
Mungkin, dia hendak menjalankan rencananya"
"Apa maksudmu dengan rencananya?"
"Setelah aku diperintah untuk membebaskan kau
dan Setan Hitam, aku diharuskan membawa kalian
ke tempat ini. Dan sungguh tak kusangka kalau
akan bertemu dengan yang lain. Sementara setelah
kau dan Setan Hitam keluar dari sini, aku bertemu
dengan Pendekar Slebor. Dan mengatakan di mana
Tunggul Manik berada. Pendekar Slebor pun
bermaksud untuk mencari Tunggul Manik. Tetapi
entah mengapa, dia merasa tak akan menemukannya."
"Apa maksudmu?"
"Aku sama sekali tidak mengerti. Naluri Pendekar
Slebor mengatakan, kalau Tunggul Manik telah
kalah dalam permainan sesat yang dijalankannya
ini." "Kau benar, Singkil Gambir! Pendekar Slebor
memang telah berhasil meruntuhkan seluruh
rencanaku sebelum tiba waktunya! "suara keras
bersamaan angin dahsyat bergemuruh itu terdengar.
Membuat orang-orang yang berada di taman itu
melengak dan mengedarkan pandangan.
Asap hitam tebal tiba-tiba bagai menyembur dari
tanah berjarak Lima tombak dari hadapan mereka.
Masing-masing menajamkan pandangan. Begitu
asap tebal menghilang, mendadak satu sosok tubuh
tinggi besar berdiri di hadapan mereka. Bagian
dadanya tak tertutup, memperlihatkan sebuah tato
bergambar tengkorak. Celananya hitam panjang
hingga mata kaki. Di pinggangnya melilit sabuk
warna merah. Matanya agak menukik dengan
kelopak mata berlipat ke dalam. Alis mata laki-laki
itu setebal brewok yang tumbuh didagunya. Di
pergelangan tangannya terdapat dua buah gelang
perak yang besar.
Tunggul Manik yang segera mmgirimkan tawa
keras, menindih angin bergemuruh. Dan masing-
masing segera alirkan tenaga dalam mereka. Kakek
Buruk Rupa cepat bertindak menotok pingsan Setan
Hitam Compang-camping yang jelas tak berdaya
menghadapi gempuran tersembunyi melalui tawa
yang dialirkan tenaga dalam. Hingga dalam keadaan
pingsan, Setan Hitam Compang-camping tak akan
terganggu oleh tawa keras itu.
"Kalian telah kuundang ke Pulau Seribu Setan.
Dan menerima permainan yang menarik! Terutama
Pendekar Slebor! Sayangnya, pemuda itu seperti
ayam kehilangan induk yang cuma bisa bersembunyi tanpa berani muncul'"
Raka Gunarsa menggeram. " Tunggul Manik kau
tak akan lagi bisa meneruskan permainan busukmu
ini!" "Hahaha... jangan lupa, permainan ini langsung
kuubah menuju puncaknya Karena, kecerdikan
Pendekar Slebor telah mengalahkan aku sebelum
waktunya!"
"Kau tak akan berdaya menghadapinya!" seru
Kakek Buruk Rupa.
"Dan kenyataannya, pendekar muda itu justru-
bersembunyi, lari sipat kuping seperti seekor kelinci
yang khawatir diterkam serigala!"
"Keparat!" geraman itu keluar dari mulut
Sepasang Dewa Gurun Pasir secara bersamaan.
Meskipun sebelumnya mereka ingin sekali membunuh Pendekar Slebor dan ternyata di saat
bertarung justru Pendekat Slebor membiarkan
mereka hidup, tidak menerima cacian Tunggul
Manik terhadap pendekar besar urakan yang
bijaksana itu. Dengan tenaga penuh, keduanya sudah berkelebat
menggempur Tunggul Manik yang masih terbahak-
bahak. Dan ketika serangan keduanya berjarak
demikian dekat, Tunggul Manik menepuk tangannya dua kali.
Seolah melesat dari tubuhnya, sosok Tunggul
Manik berubah menjadi tiga. Yang dua langsung
memapak serangan Sepasang Dewa Gurun Pasir,
sementara yang satu lagi masih terbahak-bahak.
"Sihir!"
seru Raka Gunarsa terkejut dan menghindar. Sementara itu Kakek Buruk Rupa berbisik pada
Suci, "Kau tetap di sini. Jaga kedua manusia yang
pingsan itu. Meskipun Camar Hitam memiliki hati
busuk, tetapi sekarang dia tak berdaya."
"Hati-hati, Kakek...."
Kakek Buruk Rupa menganggukkan kepalanya
dan maju tiga tindak.
"Kau tak akan bisa berbuat lebih banyak, Tunggul
Manik! Pendekar Slebor telah mengalahkanmu!"
"Hhh! Tetapi kali ini, aku akan memenangkan
semua permainan!* seru Tunggul Manik dan
mendadak dia membentak Singkil Gambir, "Kau tak
akan luput pula dari kematian karena pengkhianatanmu itu!"
Singkil Gambir cuma tersenyum saja.
Mendadak pula Tunggul Manik
menepuk tangannya sekali. Sosoknya kembali muncul dan
menyerang Singkil Gambir. Lalu ditepuk tangannya
lagi. Apa yang tadi terjadi, kembali terjadi lagi.
Kali ini, empat sosok Tunggul Manik tengah
menggempur lawan masing-masing. Sementara
Tunggul Manik yang seorang lagi sedang terbahak-
bahak. "Sangat kusukai permainan ini! Sayang, Pendekar
Slebor tidak ada!" serunya terbahak-bahak.
Sementara Suci membelalakkan matanya melihat
apa yang terjadi di depannya. Sosok Tunggul Manik
berubah menjadi lima orang!
Masing-masing terus menggempur setiap lawan.
Raka Gunarsa, berhasil menjatuhkan lawannya,
tetapi lawan itu sudah bangkit kembali dan
menyerang dengan garang. Begitu pula halnya
dengan yang lain.
Setelah lima belas jurus terjadi, terdengar teriakan
Singkil Gambir, "Hantam Kepalanya!"
Mendengar seruan itu, masing-masing bergerak
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cepat. Serangan diarahkan pada kepala lawan. Dan
dalam tempo yang singkat, mereka berhasil
menghantam kepala masing-masing Tunggul Manik
pecah. Jatuh ambruk.
Anehnya, mendadak lawan-lawan itu berubah
menjadi asap, dan mengarah pada Tunggul Manik
yang meradang pada Singkil Gambir. "Setan
Keparat! Rupanya banyak yang kau ketahui tanpa
kusadari! Siapa yang mengatakan rahasia ilmu
sihirku itu, hah?"
Singkil Gambir terbahak-bahak.
"Pendekar Sleborlah yang mengatakan semua ini
kepudaku. Bahkan dia tahu, kalau Permata Sakti
biru itu ada pada tubuhmu!"
Tunggul Manik menggeram. Apa yang dikatakan
Singkil Gambir memang benar. Di balik pinggangnya terdapat Permata Sakti yang memancarkan sinar warna biru
"Setan alas!!" menggembor lelaki itu dengan suara
kalap. Singkil Gambir tertawa lagi.
"Pendekar Slebor mengatakan kepadaku, bila
Permata Sukti itu berhasil pindah tangan, maka kau
akan menunjukkan jalan keluar dari Pulau Seribu
Setan." "Singkil Gambir! Nyawamu sudah di tanganku!"
Sehabis berkata begitu, dengan kemarahan setinggi
langit, Tunggul Manik menderu pada anak buahnya
itu. Kedua tangannya mendadak memancarkan sinar
warna merah dan siap menekuk kepala Singkil
Gambir. Namun yang mengejutkan, dengan lincahnya
Singkil Gambir menghindari gempuran itii. Terkejut
dan meradang, Tunggul Manik menyusulkan
serangannya. Akan tetapi, dengan kelincahan yang sama Singkil
Gambir berhasil menghindar. Hal ini membuat
Tunggul Manik makin murka. Sambil menyerang
dia berseru, "Siapa kau sesungguhnya, hah?"
"Aku, adalah Singkil Gambiryang menghentikan
semua sepak terjang busukmu!"
Tunggul Manik menambah kecepatannya. Kedua
tangannya yang memancarkan sinar merah bergulung-gulung
dan mencoba menjambak lawannya. Untuk seterusnya, Singkil Gambir
nampak tunggang-langgang menghadapi serangan
Tunggul Manik. Baju bagian belakangnya terkena cengkeram. Bila
saja dia tidak segera meliukkan tubuhnya, tak urung
dagingnya terbawa pula. Tunggul Manik melompat
ke belakang sambil terbahak-bahak. "Sebentar lagi,
nyawamu akan sirna!"
Singkil Gambir cuma tertawa saja. Justru
terdengar teriakan Suci keras, "Kang Andika!"
Singkil Gambir menoleh. Lalu nyengir. Cengiran
itu sudah sangat akrab sekali dengan Suci.
Lalu dengan santainya dia berkata, "Brengsek kau,
Tunggul Manik! Bajuku yang kau robek itu pasti
memperlihatkan baju dalam yang kututupi hingga
Suci tahu siapa aku!"
Masih dengan sikap santai, Singkil Gambir
membuka seluruh pakaiannya Yang nampak
kemudian, pakaian hijau pupus dengan selembar
kain catur yang diikat di pinggang. Lalu dengan
enaknya dibuka kain bercorak catur itu dan
disampirkan ke lehernya. Lalu kedua tangannya
mengusap wajahnya menarik kumis lebat yang ada
di bawah hidungnya
Yang ada sekarang, adalah wujud Pendekar
Slebor! Bagaimana asal muasalnya Pendekar Slebor
menyamar sebagai Singkil Gambir" Setelah mengalahkan sepuluh anggota Serikat Kuda Hitam.
Pendekar Slebor mempunyai satu pikiran begitu
dilihatnya ada sebuah pohon besar di hadapannya.
Dibukanya pakaian yang dikenakan oleh salah
seorang dari yang tewas. Dipakainya untuk
menutupi pakaian khasnya. Lalu dihampirinya
pohon besar itu. Dipatahkannya beberapa dahan.
Ada getah di sana. Ditirunya wajah orang yang
tewas di tangannya itu setelah diingat-ingat
wajahnya. Dengan mempergunakan getah itu.
Andika membuat sedikit codetan. Mempergunakan
panas dari tenaga 'inti petir'-nya, diambilnya rambut
dari salah seorang yang tewas. Dipilinnya lalu
dengan bantuan getah dari pohon itu, diciptakannya
sebuah kumis. Jadilah sosok Pendekar Slebor berubah. Dan baru
dikelahui kalau sosok yang ditirunya itu bernama
Singkil Gambir setelah Sirat Sedah memanggilnya
demikian. Otak Andika yang cerdik yakin sekali, kalau
Tunggul Manik entah dari mana mengetahui gerak-
geriknya. Untung-untungan
dia melakukan penyamaran semula untuk menutupi dirinya dari
pandangan mata Tunggul Manik. Kebetulan sekali
saat itu, Tunggul Manik sedang mengalihkan wadah
berisi cairan kuning pada Kakek Buruk Rupa.
Lengkap sudah apa yang dikehendaki Andika.
Sebenarnya, dari omongannya dengan Sirat Sedah,
Andika bermaksud mencari Tunggul Manik yang
diketahui berada di balik dinding bergambar kuda
hitam yang sedang mengangkat kedua kakinya.
Akan tetapi, nalurinya mengatakan, kalau saat ini
Tunggul Manik sedang kehilangan dirinya dan
kemungkinan besar akan muncul.
Apa yang diduganya memang benar.
"Ih! Lengket benar getah ini!" dengus Andika
sambil mengerik getak di tangannya. Ketika
dialirkan panas dari tubuhnya, getah itu mencair
dan jatuh. Membesi wajah Tunggul Manik melihat keadaan
ini. Tak disangkanya kalau orang yang dicarinya
menyamar sebagai Singkil Gambir. Yang lain pun
menarik napas panjang melihat kecerdikan Pendekar
Slebor. Dalam hal menyamar, Andika memang tak
ada bandingannya. Secara tidak langsung, dia
pernah menjadi murid dari Raja Penyamar yang
mengajarkannya ilmu menyamar!
"Setan alas! Kucabut nyawamu, Pendekar Slebor!"
Andika cuma tersenyum. "Permainanmu telah
selesai. Sebaiknya, kau menyerah dan menunjukkan
jalan keluar!"
"Sudah kukatakan, bila kau mendapatkan Permata
Sakti ini kembali, secara tak langsung kau telah
menemukan jalan keluar dari sini! Tetapi sekarang,
kau dan manusia-manusia lainnya itu, akan
terkubur di Pulau Seribu Setan!"
Sehabis berkata begitu, Tunggul Manik menggeduk kakinya tiga kali. Bukan buatan yang
terjadi kemudian. Tanah yang mereka pijak bergetar
dahsyat. Dinding-dinding di kejauhan terdengar
berderak. Bunga bunga yang sebagian sudah
terpapas sebelumnya, kini berpentalan. Keadaan tak
ubahnya bagai gempa belaka.
Orang-orang yang berada di sana menjadi panik.
Seketika mereka kerahkan tenaga dalam masing
masing agar tubuh tidak terpelanting.
Namun lain halnya dengan Pendekar Slebor
Meskipun dia berusaha agar tubuhnya tidak terbawa
gerakan aneh yang dahsyat itu, otaknya berpikir
keras. Kain bercorak catur! desisnya dalam hati.
Mendadak saja sambil kendalikan tubuh, diambilnya kain bercorak catur, lalu dikibas-
kibasnya hingga menimbulkan gemuruh dahsyat
dan dengungan bagai ribuan tawon marah.
Suaranya menindih gelegar angin yang terjadi.
Dan semakin lama angin dahsyat dan suasana
mirip gempa itu mereda dan menghilang. Ketika
mata memandang, tak ada dinding yang hancur, tak
ada bunga-bunga yang beterbangan, semua utuh.
Yang terdengar justru teriakan Tunggul Manik
memecah kesunyian yang mendadak mengerjap.
"Setan alas! Lagi lagi kau bisa memusnahkan ilmu
sihirku!" Sadarlah yang lainnya, kalau yang barusan
mereka rasakan hanyalah akibat dari pengerahan
ilmu sihir yang dilakukan Tunggul Manik. Raka
Gunarsa dan Ida Ayu Mantri tak kuasa lagi
menahan amarahnya. Begitu tubuh Tunggul Manik
mencelat ke arah Andika, keduanya segera bergerak
menyongsong. Justru Andika yang bergerak cepat, memapas
serangan Sepasang Dewa Gurun Pasir, dan meliuk
menahan jotosan Tunggul Manik. Karena Andika
bagai menahan dua serangan sekaligus, tubuhnya
pun terpental dua tombak ke belakang terkena
hantaman Tunggul Manik.
Andika memang punya pikiran lain. Terutama
bila ingat Permata Sakti berada di tangan Tunggul
Manik. Dia telah memecahkan rahasia Permata Sakli
itu, jadi tahu kalau Tunggul Manik tak akan
merasakan apa-apa bila terkena pukulan.
Menyadari hal ini, lagi-lagi Andika berpikir akan
kain bercorak catur yang masih dipegangnya.
"Barangkali saja kesaktian kain bercorak catur ini
lebih tinggi dari Permata Sakti!" pikirnya sesaat, lalu
sudah bergulingan ketika Tunggui Manik telah
menggempur lagi.
Tidak tanggung-tanggung
yang dilakukan Andika. Berpikir dia harus menggunakan kain
bercorak catur, maka segera dialirkan tenaga 'inti
petir' pada kain itu, hingga kekuatan yang ada jadi
berlipat ganda.
Tunggul Manik terbelalak menerima serangan
dahsyat itu. Kini dia justru bernafsu untuk
memilikinya. Kecepatannya ditambah untuk menjambret kain bercorak catur milik Andika. Akan
tetapi, Andika yang tak mau bertindak tanggung
segera mengibaskan kain pusakanya itu.
Beet! Beeet! "Aaaaakhhhh!!"
Jeritan keras terdengar dari mulut Tunggul Manik,
menyusul tubuhnya terpental ke belakang. Menabrak dinding taman dan muntah darah.
Seluruh tulangnya bagai patah. Di saat tubuh
Tunggul Manik terpental tadi, Permata Sakti yang
berada di balik pinggangnya terpental.
Andika cepat menyambarnya. Bersamaan dipegangnya permata itu, mendadak terdengar
ledakan di kejauhan. Menyusul suara debur ombak
bagai menghantam bangunan besar itu.
"Gila! Ada apa ini?" maki Andika sementara di
yakininya kekuatan kain bercorak catur lebih tinggi
dari Permata Sakti yang kini dipegangnya .Mungkin
Pendekar Slebor 52 Pulau Seribu Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tak ada senjata lain yang bisa menandingi kehebatan
permata itu kecuali kain bercorak catur milik
Pendekar Slebor.
Tetapi sekarang, tempat itu bagai digonjang-
ganjing tangan-tangan raksasa. Mereka kali ini
benar-benar menghadapi guncangan dahsyat.
Menyusul suara seperti air bah tumpah. Entah
dari mana datangnya air itu mendadak memenuhi
taman, hingga sebetis.
Dalam kepanikan semacam itu, Andika mencoba
bersikap leriang. Diingat ingatnya kata-kata Tunggul
Manik. Permala Sakti itu adalah kunci jalan keluar
dan Pulau Seribu Setan.
Mendadak saja Andika menatap permata itu
dalam dalam. Di dalam permata itu terlihat dua ekor
naga yang biasanya berdiam, kini bergerak-gerak.
Lalu menghilang dan muncul di dalamnya
gambaran sebuah lorong yang terdapat sebatang
besi di dalamnya. Andika teringat akan lorong itu.
Cepat dia berseru, "Kita berlari cepat! Jangan ada
yang tertinggal!"
Serentak orang-orang itu mengikuti Andika. Satu
persatu dengan cepat menuruni besi bulat di mana
Andika menyelamatkan Suci dan Setan Hitam
Compang-camping. Sambil berlari Andika terus
memperhatikan Permata Sakti itu.
Dan terpampang di dalamnya, tempat di mana
Suci pernah di penjara. Bergegas Andika mengajak
yang lainnya masuk. Dilihatnya lagi di dalam
permata itu dinding di sebelah kirinya. Dan retakan
yang perlahan membesar.
Andika sadar berarti dia harus memukulnya.
Dihantamnya dinding itu sekuat tenaga hingga
jebol. Bergegas diperintahnya yang lainnya untuk
masuk. Begitu semuanya berada di sana, air laut yang
entah dari mana datangnya menggenang. Anehnya,
dinding jebol itu tertutup rapat. Dan sesuatu yang
aneh terjadi. Karena orang-orang itu bagai
mengapung dalam ruang hampa udara, berputaran
cepat dan bagai terlontar ke sebuah tempat yang
sangat jauh sekali.
Andikalah yang pertama kali tersadar ketika
mendapati dirinya berada di sebuah bukit tandus
dibentengi perbukitan batu karang. Entah sudah
berapa lama dia tergeletak di sana bersama dengan
yang lainnya. "Gila! Pengalaman ini sangat aneh sekali! Dan aku
baru tahu kehebatan kedua dari Permata Sakti ini.
Dalam suasana terkurung, dia akan menunjukkan
jalan keluar."
Dilihatnya Kakek Buruk Rupa mulai siuman.
Andika cepat mendekati Kakek Buruk Rupa.
Berbisik diterangkanlah rahasia Permata Sakti itu. Si
kakek cuma mengangguk-anggukkan kepala dan
menerima Permata Sakti yang diberikan Andika.
"Tidakkah kau berkeinginan memilikinya?"
Andika nyengir. "Tidak usah. Yang pasti, permata
itu akan aman di tanganmu, Kek. Sebaiknya, aku
permisi!" Tanpa menunggu jawaban Kakek Buruk Rupa,
Andika sudah berkelebal cepat. Menghilang dari
pandangan si kakek.
"Tak kusangka, kecerdikan dan kehebatanmu itu
sangat luar biasa, Pendekar Slebor..."puji Kakek
Buruk Rupa. Tanpa menghiraukan Camar Hitam
dan Sepasang Dewa Gurun Pasir, Kakek Buruk
Rupa membopong cucunya dan Selan Hitam
Compang Camping. "Aku khawatir, putra dan
menantuku cemas memikirkan kepergian Suci.
Sebaiknya aku menuju ke sana."
Ketika Suci siuman dari pingsannya, yang
pertama kali ditanyakan pada kakeknya adalah
Pendekar Slebor.
Kakek Buruk Rupa segera menjawab pertanyaan
cucunya itu. "Dia sudah pergi, Suci."
"Oh! Mengapa Kakek tidak menahannya?"
"Sulit untuk menahan kepergiannya, karena
langkahnya sangat panjang."
Suci terdiam, tak terasa hatinya menjadi pilu.
Sementara Setan Hitam Compang-camping hanya
tertunduk saja sambil menahan nyeri pada
tubuhnya. Kakek Buruk Rupa menarik napas pendek. Bisa
dirasakan kalau sebenarnya cucunya mulai tertarik
pada Pendekai Slebor. Hanya itu yang diketahuinya,
karena sesungguhnya selain mulai mencintai
Pendekar Slebor, Suci pun menyesali keinginannya
untuk merebut Permata Sakti dari pemuda sakti itu.
"Kang Andika.... Maafkan aku, kalau aku ternyata
punya niat jelek kepadamu. Tetapi, semuanya
karena permata itu semula milik kakekku, bukan"
Dan rasanya sah saja aku memilikinya. Suatu saat,
Kang Andika. Suatu saat,
Akan kukatakan kepadamu niatku yang jelek ini
" *** Pulau Seribu Setan telah terkubur dalam air yang
semakin banyak tumpah. Tunggul Manik terperanjat
begitu dia tersadar dirinya berada dalam genangan
air. Mengerahkan sisa-sisa tenaganya, dan mengeluarkan ilmu sihirnya, tubuhnya mendadak
melayang di atas air tinggi itu.
Memasuki sebuah tempat yang mana di
hadapannya terdapat dinding bergambar kuda
hitam sedang mengangkat kedua kakinya, Tunggul
Manik berkomat-kamit. Dan mendadak tubuhnya
berada di balik dinding itu.
Aman dari air yang semakin tinggi.
Di dalam sana terdapat sosok Iblis Tambang yang
pingsan. Kegeraman Tunggul Manik makin membesar pada Pendekar Slebor.
Diangkatnya tubuh Iblis Tambang. Dan dia
berkomat-kamit. Entah dari mana datangnya asap
hitam, dibawanya tubuhnya yang membopong
tubuh Iblis Tambang ke dalamnya.
Bersamaan asap itu lenyap, lenyap pula tubuh
Tunggul Manik dan Iblis Tambang.
Pulau Seribu Setan telah terkubur dan kembali
menjadi misteri yang berkepanjangan.
SELESAI PENDEKAR SLEBOR
Segera menyusul!!
Serial Pendekat Slebor
dalam episode: DARAH-DARAH LAKNAT
Memanah Burung Rajawali 22 Pendekar Hina Kelana 25 Iblis Pulau Hantu Pedang Ular Mas 1