Pencarian

Samurai Berdarah 1

Pendekar Slebor 61 Samurai Berdarah Bagian 1


Episode I : PEMBUNUH DARI JEPANG
Episode II : SAMURAI BERDARAH
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Arya Winata
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Serial Pendekar Slebor
dalam episode: Samurai Berdarah
128 hal. 1 Tempat yang tadi dipenuhi ranggasan semak belukar dan pepohonan itu
hening. Di sana-sini nampak
tumbangnya beberapa buah pohon dan ranggasan semak yang tercabut, hingga secara
tak langsung tempat itu telah membentuk sebuah tanah lapang yang cukup lebar.
Dedemit Tapak Akhirat yang sedianya hendak
lepaskan pukulannya pada Pendekar Slebor, masih terdiam dengan kening
dikernyitkan. Tangan kirinya masih terangkat tinggi-tinggi seolah lupa untuk
diturunkan kembali.
Berjarak tiga tombak dari sebelah kanannya,
Pendekar Slebor nampak memperhatikan dengan kening berkerut pula. Bukan hanya
karena Dedemit T apak Akhirat yang hentikan pukulannya, tetapi juga dikarenakan
dia telah diselamatkan oleh seseorang yang entah siapa.
"Jahanam terkutuk!!" maki lelaki berpakaian hitam-hitam terbuka di bagian dada
yang tampakkan tonjolan tulang-tulangnya. Sepasang matanya yang bercahaya kelabu
itu terbuka lebih lebar. Sorotnya tajam dan mengecilkan.
"Siapa orang yang barusan halangi seranganku pada pemuda celaka itu"!" desisnya lagi, menyusul dia keluarkan
dengusan. Serta-merta diputar tubuhnya, diarahkan kembai
pandangannya pada Pendekar Slebor. Napasnya mendengus-dengus dengan sorot mata kian menusuk.
Sesaat tak ada yang keluarkan suara. Siang terus merambat menuju senja. Karena
di tempat itu penuh dengan
jajaran pepohonan, sinar matahari yang seharusnya masih menyengat tak begitu terasa.
Tatkala Pendekar Slebor dalam keadaan terdesak, Dedemit Tapak Akhirat yang telah
mendapatkan kain pusaka bercorak catur, meluncur deras untuk habisi nyawa
Pendekar Slebor. Diputar-putarnya kain pusaka bercorak catur yang keluarkan
suara mendengung laksana ribuan tawon murka dan menyusul menggebraknya gelombang
angin raksasa. Sadar kalau bahaya mengancam dan bisa-bisa dirinya tewas oleh
kain pusakanya sendiri, kendati dia terluka dalam, pemuda urakan pewaris ilmu
Pendekar Lembah Kutukan itu masih coba untuk menghalangi serangan lawan.
Namun sebelum dua serangan itu berbenturan,
mendadak saja satu gelombang angin telah memapaki labrakan serangan Dedemit
Tapak Akhirat, yang seketika membuyar dan menghantam tempat kosong. Menyadari
ada orang yang hendak menolong Pendekar Slebor, lelaki bertampang tengkorak itu
segera menerjang ke samping kanan, ke arah datangnya gelombang angin tadi. Namun
mendadak saja dia justru urungkan niat untuk lepaskan pukulan. Karena tak
dijumpainya siapa pun juga di sana!
(Untuk mengetahui lebih jelas, silakan baca: "Pembunuh Dari Jepang").
Beberapa helai daun berguguran dihembus angin.
Bersamaan dengan itu, Dedemit Tapak Akhirat membentak, "Siapa pun yang coba menyelamatkanmu, akan kubunuh! Ketahuilah...
nyawamu tinggal beberapa kejap lagi!!"
Mendengar ancaman orang, bukannya menjadi jeri, justru makin memancing keurakan
Andika. Sambil mengangkat kedua alisnya hingga sepasang mata yang berkilat-kilat jenaka terbuka
lebih lebar, pemuda berpakaian hijau pupus ini berkata, "Apa tidak ada tenggang
rasa dulu, nih" Maksudku... jangan membunuhku dulu" Soalnya aku belum makan!
Bisa-bisa cacing tanah jadi enggan untuk menggerogoti tubuhku!!"
"Sinting!!" geram Dedemit Tapak Akhirat dengan sepasang rahang bergerak-gerak.
"Wah! Jadinya tidak boleh?" sahul Andika lagi sementara diam-diam dia membatin,
"Siapa gerangan yang tadi memapaki serangan lelaki bertampang tengkorak ini"
Menilik gelombang angin yang datang, jelas orang itu bukan orang yang dapat
dipandang sebelah mata.
Kalaupun memiliki ilmu cuma setengah, tak mustahil justru
orang itu akan terluka. Tetapi selain memupuskan serangan kain bercorak catur
yang digerakkan Dedemit Tapak Akhirat, orang itu juga sulit ditemukan."
Mendadak terdengar bentakan menggelegar, "Setan keparat!! Mampuslah kau...! "
Habis bentakannya, dengan kegeraman yang
menjadi-jadi, Dedemit Tapak Akhirat memutar kembai kain bercorak catur milik
Andika. Dia memang berniat untuk menghabisi nyawa Andika dengan senjata milik
pemuda ilu sendiri.Serta-merta bergulung angin dahsyat yang mematahkan dahan-
dahan pohon hingga berpentalan jauh.
Tanah yang terkena gelombang angin itu pun membumbung tinggi. Belum lagi suara dengungan
mengerikan yang ditimbulkan akibat putaran kain bercorak catur. Diiringi
teriakan mengguntur, lelaki bertampang tengkorak ini segera menggebrak.
Andika yang tadi mempergunakan kesempatan guna
memulihkan jalan napasnya, segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang.
Bersamaan dengan itu segera diangkat, lalu didorong kedua tangannya yang telah
dialiri ajian 'Guntur Selaksa'.
Namun lagi-lagi, sebelum ganasnya labrakan kain bercorak catur mengenai
sasarannya, mendadak saja satu gelombang angin telah memapaki kembaii.
Blaaammmm!! Dedemit Tapak Akhirat memaki-maki keras saat
tubuhnya agak terhuyung ke belakang. Bahkan tangan kanannya yang memegang kain
bercorak catur seperti terseret ke belakang akibat kuatnya dorongan angin yang
menderu dari samping kiri.
Kejap itu pula, lelaki berpakaian hitam-hitam ini langsung membuang tubuh ke
samping kanan dengancara bergulingan, tatkala terdengar suara laksana salakan
guntur menggebrak ke arahnya. Karna pada saajl itu.
serangan ajian ' Guntur Selaksa' yang dilepaskan Andika sudah menderu.
Blaar! Blaarrrr!
Dua buah pohon yang berada di belakangnya,
terhantam. Menyusul terdengar suara berderak dan bergemuruh di saat kedua pohon
itu tumbang. "Jahanam sial!!" makinya keras dengan sorot mata tak berkedip pada Andika.
Sementara itu pemuda berambut gondrong acak-
acakan ini cuma mengangkat kedua bahunya. Sesungguhnya Andika sendiri sangat penasaran, siapakah orang yang dua kali
halangi serangan Dedemit Tapak Akhirat.
Dan mendadak saja dia seperti diingatkan sesuatu, tatkala menyadari kalau
serangan yang dilancarkan Dedemit Tapak Akhirat mempergunakan kain bercorak
caturnya. Dari teringat akan ha! itu, pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah
Kutukan ini justru mendengus dan memaki-maki dalam hati, "Huh! Siapa lagi
orangnya yang bisa menahan serangan dari kain bercorak catur kalau bukan orang
tua itu"!"
Di tempatnya Dedemit Tapak Akhirat masih terdiam.
Mulutnya rapat mengatup dengan kedua pelipis bergerak-gerak. Sikapnya sekarang
agak tegang. "Setan alas! Dua kali orang yang tak kuketahui di mana dia berada menyelamatkan
pemuda celaka ini"
Siapa sebenarnya dia" Gebrakannya yang kedua tadi sungguh luar biasa! Jelas
kalau dia bukan orang sembarangan."
Habis membatin begitu, Dedemit T apak Akhirat'
membuka mulut, "Orang lancang yang ingin mampus!
Mengapa hanya bisa menyerang dari tempat tersembu-nyi, hah"! Bila memang ingin
mampus, cepat tampakkan wajahmu!!"
Tak ada sahutan apa-apa. Keadaan itu membuat
Dedemit Tapak Akhirat bertambah murka. Parasnya yang telah merah legam dengan
napas mendengus-dengus sudah membuktikan betapa lelaki tua ini tak mampu lagi
menahan kegusarannya.
Melihat keadaan yang melanda Dedemit Tapak
Akhirat, keisengan Pendekar Slebor kumat lagi, "Wah!
Kalau dalam buku-buku, pasti di kepalamu sudah
mengepul asap tebal, ya" Kasihan! Sungguh malang nasibmu, Dedemit Pohon Jambu!!"
"Setan keparat!! Kucabik-cabik tubuhmu!!"
mengguntur suara Dedemit Tapak Akhirat seraya melemparkan kain bercorak catur asal saja, yang mendarat di sebuah ranggasan
semak. Bersamaan dia melompat ke depan,
kedua tangannya ditepukkan kembai . Serta-merta meluncur gelombang angin yang
keluarkan sinar merah ke arah Andika.Namun lagi-lagi sebelum serangan itu
sampai, satu gelombang angin yang kali ini menderu dari samping kanan, telah
memutuskan serangannya.
Bahkan Dedemit Tapak Akhirat sampai suruf tiga
tindak ke belakang. Saat kembali tegak dia berteriak
keras dengan kedua tangan bergerak-gerak liar di depan dada, "Heaaaaa!!!"
"Busyet! Maujadi tarzan rupanya! Auwwoooooo!!".
teriak Andika dengan kedua tangan membentuk curung.
Menyusul dengan ganasnya Dedemit Tapak Akhirat
gerakkan tangannya ke segenap penjuru. Suasana di tempat itu seketika berubah
laksana dilanda angin topan.
Ranggasan semak belukar
langsung tercabut dan
beterbangan. Tanah membubung tinggi. Suara gemuruh pohon tumbang terulang kali
terdengar. Andika sendiri segera menghindar untuk selamatkan dirinya dari kekalapan Dedemit
Tapak Akhirat. "Busyet! Biar kau bongkar tempat ini, mana mau lelaki tua bangka itu keluar"!"
sungutnya dalam hati. Dan tatkala dia tiba pada ranggasan semak belukar di mana
kain bercorak caturnya bertengger, dengan segera disambarnya kain pusaka itu.
"Kalau dibiarkan begini terus bisa berabe! Bisa-bisa aku sendiri yang akan mati
konyol!" Memutuskan demikian, serta-merta pemuda dari
Lembah Kutukan ini menggebrak ke depan. Dengan
mcngalirkan ajian 'Guntur Selaksa' pada kain bercorak caturnya, segera
diputarnya ke arah Dedemit Tapak Akhirat Terkejut bukan alang kepalang Dedemit
Tapak Akhirat tatkala mefasakan gelombang angin menderu ke arahnya. Segera dia bersiap
untuk pergunakan ilmu Tapak Akhirat'. Namun karena gebrakan Andika lebih cepat,
akibatnya sebelum lelaki itu berbasil tepukkan tangannya satu sama lain,
gelombang angin yang keluar dari kain bercorak catur telah melabraknya.
"Aaaakhhhh!!" terdengar jeritan tertahan Dedemit Tapak Akhirat bersamaan
tubuhnya terpental deras ke belakang.
Bila saja Andika ingin menghabisi nyawa lelaki kejam itu, sudah tentu akan
dengan mudah dilakukannya, karena Dedemit
Tapak Akhirat belum berhasil kuasai keseimbangannya.
Namun selain tak ingin mencabut nyawa orang lain, keadaan Andika sendiri sudah
cukup payah. Napasnya mulai dirasakan sesak dengan debaran jantung semakin
kencang. Rasa ngilu, terutama pada tangan kanannya, semakin menjadi-jadi.
Dia hanya angkat kepalanya tatkala tubuh Dedemit Tapak Akhirat yang meluncur ke
belakang itu terhenti setelah menabrak sebuah pohon. Rupa-rupanya, akibat tenaga
yang terkuras penuh, begitu jatuh ke atas tanah, lelaki berparas tengkorak ini
jatuh pingsan. Bersamaan dengan tubuh Pendekar Slebor yang
jatuh terduduk. Napasnya terputus-putus. Namun belum lagi dia berhasil
menormalkan kembai napasnya, tahu-tahu kepalanya dijitak.
"Waddouuuu!!" serunya keras sambil usap-usap kepalanya dengan tangan kanan.
Kejap berikutnya dia sudah mengomel-ngomel, "Eyang! Senang sekali kau menjitak
kepalaku, ya" Bisa benjol nanli!!"
"Murid urakan! Bukannya berterima kasih karena kuselamatkan,
justru ngomel-ngomel tak karuanl!" terdengar bentakan itu sementara orangnya tak tahu berada di mana.
Andika yang yakin kalau orang yang beberapa kali tadi menolongnya adalah Ki
Saptacakra, Eyang buyutnya sekaligus Majikan Lembah Kutukan, berkata lagi,
"lya, iya! T erima kasih!" Lalu sambungnya, "Tetapi salah kau sendiri! Mengapa
pakai menolongku segala, hah"!"
"Brengsek! Aku mau tanya... bagaimana dengan Jala Kunti"!"
"Sudah, sudah! Urusan itu sudah kubereskan!"
"Wah! Sayangsekali..."
"Bukannya berterima kasih karena perempuanyang mencintaimu itu dan menjelmakan


Pendekar Slebor 61 Samurai Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirinya kembaii akibat kutukannya sendiri berhasil kukalahkan, malah sayang-
sayang begitu. Huh! Aneh juga ya kalau ada yang mau denganmu, Eyang!"
"Sembarangan! Kujitak kepalamu sampai benjol sepuluh!"
"Busyet! Kalau benjolnya sebesar kepalan, mau ditaruh di mana benjol-benjol yang
lain?" seloroh Andika.
"Banyak omong! Aku cuma menyayangkan... kenapa kau tidak mampus sewaktu terlibat
urusan Jala Kunti!!"
Mendengar ejekan itu, Andika justru berdiri. Sambil membusungkan dadanya dia
berkata lantang, "Siapa dulu dong... Andika...."
"Bah! Kau sedang terluka dalam! Kalau tak segera kau obati, kau bisa mampus
dalam waktu tiga kali penanakan nasi! Aku akan kembai ke Lembah Kutukan!"
"Hei, Eyang! Tunggu, Eyang! Eyang!!" seru Andika terburu-buru. Tetapi tak ada
lagi suara yang terdengar kecuali tadi sempat dilihatnya kalau ranggasan semak
berjarak dua tombak dari hadapannya bergerak.
Tinggal dia yang bersungut-sungut sendiri.
"Huh! Kenapa aku jadi lancang begitu" Padahal tadi aku bisa meminta bantuannya
untuk menyembuhkan luka dalamku. Tetapi... biar saja ah, dia juga suka
meledek...."
Dan tatkala di ngatnya kalau masih ada urusan yang harus diselesaikan, pemuda
dari Lembah Kutukan ini sesaat memperhatikan sekelilingnya. Dilihatnya dulu
sosok Dedemit Tapak Akhirat yang masih pingsan.
Kejap berikutnya, dia sudah meninggalkan tempat itu, untuk mencari tempat yang
lebih aman guna
memulihkan keadaan dirinya.
Dua tarikan napas berikutnya, tempat itu kembai ditenggelamkan sepi.
*** 2 Matahari sudah muncul kembaii di ufuk timur. Panah merah yang dilepaskannya
menerangi segenap persada.
Sedikit mengambang di permukaan air di Danau Bulan.
Pada gubuk yang berada di depan danau itu, satu sosok tubuh melompat keluar.
Sosok tubuh ramping mengenakan pakaian merah menyala ini arahkan pandangan ke
sekitarnya. Kejap kemudian terdengar dengusannya, "Keparat!
Ke mana lagi Nomuro san"!"
Perempuan yang di keningnya terdapat sebuah
permata yang pancarkan sinar biru dan tak lain Dewi Permata Biru adanya,
bergerak ke sekelilingnya, Dua tarikan napas berikutnya dia kembai lagi ke
tempat semula."Brengsek! Kapan dia keluar dari gubuk ini"
Memutuskan untuk membunuh tiga utusan Kaisar
Tokugawa Iesyasumoto, ataukah mencari gadis lagi untuk diperkosanya"! Jahanam
sial!!" Setelah bertemu kembai dengan Nomuro Shasuke
di Danau Bulan, Dewi Permata Biru menceritakan kalau dia sudah menghubungi
Dedemit Tapak Akhirat yang dimintai bantuannya guna membunuh Pendekar Slebor.
Bahkan sebelumnya Nomuro Shasuke yang diselamat-kannya dari serbuan para
penduduk di dusun Bojong Tunggal, juga menceritakan kalau dia telah mengenal
sosok. Pendekar Slebor. Dan mendapatkan keterangan yang tepat, kalau tiga orang
utusan Kaisar Tokugawa lesyasumoto memang memburunya ke tanah Jawa (Baca :
"Pembunuh Dari Jepang").
Namun tatkala Dewi Permata Biru terbangun dari
tidurnya, dia tak lagi melihat sosok lelaki bengis dari Jepang itu.
"Terkutuk!" maki perempuan ini jengkel.Sedikit banyaknya, dia cemburu tatkala
mendengar pengakuan Nomuro Shasuke yang telah memperkosa seorang gadis,
Akan tetapi, sudah jelas kecemburuannya itu tak diperlihatkannya.
Karena disadarinya pula, kalau hubungannya dengan Nomuro S hasuke hanyalah sebagai sahabat yang menghalalkan
segalanya. Perempuan yang pernah patah hati karena cintanya ditolak oleh Pendekar Bayangan
yang justtu tewas di tangannya sendiri, sebenarnya sangat membutuhkan perhatian
dan kasih sayang dari seorang lelaki. Namun sudah tentu dia salah alamat karena
mencurahkan segala perhatiannya pada Nomuro Shasuke, yang sesungguhnya hanyalah
memanfaatkannya belaka.
Kembali Dewi Permata Biru kertakkan rahangnya
"Huh! Peduli setan dia mau menggeluti berapa perempuan pun demi kepuasannya!
Yang pasti... dia selalu memperhatikanku!" katanya lagi dan meyakini betul
dugaannya. Dibayangkannya kembaii pertemuannya pertama
kali dengan Nomura Shasuke sepuluh tahun yang lalu.
Sungguh dia tidak menyangka kalau akan bertemu
kembaii dengan lelaki bertampang bengis itu. Namun bagi Dewi Permata Biru,
bengis atau tidak, tampan atau tidak, bila lelaki itu memperhatikannya maka dia
akan menerimanya dengan senang hati. Bahkan rela menyerahkan seluruh jiwa dan raganya.
Seperti sckarang ini, di saat Nomuro Shasuke
membutuhkan bantuannya untuk mengatasi tiga utusan Kaisar Tokugawa lesyas umoto
dan Pendekar Slebor.
Bahkan Dewi Permata Biru menyetujui dan siap membantu Nomuro Shasuke untuk
mengadakan pemberontakan
kembali di Jepang bila telah berhasil membunuh tiga utusan Kaisar Jepang dan
Pendekar Slebor.
Kejap kemudian, perempuan ini berkata cukup
keras, "Sebaiknya, aku mulai memburu Pendekar Slebor sekarang! Biar urusan
Nomuro san tidak terlalu rumit!!"
Memutuskan demikian, perempuan jelita yang
dibutakan oleh segala cinta palsu Nomuro Shasuke sudah bcrkelebat meninggalkan
tempat itu. Setengah peminuman tch berlalu dari kepergian
Dewi Permata Biru, tiba dua sosok tubuh ke tempat itu.
Sosok seorang pemuda dan gadis jelita berpakaian biru cerah.
Masing-masing orang mcmperhatikan gubuk
berjarak delapan langkah dari tempat mereka berdiri.
Cukup lama tak ada yang buka suara selain
bersiaga. Kejap berikutnya, pemuda berkulit agak hitam yang di tangan kanannya
tergenggam sebatang parang tajam berkata, "Widarti... apakah kita akan memeriksa
gubuk itu?"
Si gadis yang di rambutnya terdapat ronce bunga melati memandangi si pemuda
dulu, lalu arahkan kembali pandangannya pada gubuk di hadapannya.
Lamat-lamat terlihat kepalanya mengangguk.
Mendapati keputusan itu, dengan hati-hati si
pemuda yang tak lain Indrajit adanya melangkah
mendekati gubuk. Setelah memperhatikan dengan seksama dia berkata, "Kosong! Tetapi menilik keadaannya, nampaknya gubuk ini
baru ditinggalkan pemiliknya. Ada beberapa bungkusan bekas nasi."
Si gadis yang sudah melangkah mendekati
menyetujui dugaan itu.
"Siapa kira-kira orang yang menempati gubuk ini?"
tanyanya kemudian.
"Sulit kukatakan soal itu."
"Apakah tidak mungkin Pendekar Slebor?" tebak murid mendiang Pendekar Bayangan
yang sedang melacak jejak Dewi Permata Biru ini, jejak orang yang bertanggung
jawab atas kematian gurunya.
Indrajit menggelengkan kepalanya.
"Aku tak bisa memastikan."
Widarti mengeluh pendek. "Rasanya terlalu sulit untuk menemukan dan mcminta
bantuan Pendekar Slebor seperti yang diperintahkan Guru sebelum tewas. Hingga
hari ini aku belum tahu seperti apa rupa Pendekar Slebor.
Beruntung aku bertemu dengan Indrajit yang tahu Pendekar Slebor."
Namun sesungguhnya, Widarti pernah berjumpa
dengan Andika tatkala Andika sedang melacak jejak Nomuro Shasuke. Akan tetapi,
karena Andika saat itu apak jengkel akibat kata-kala Widarti, dia justru mengaku
bernama Paradita. Widarti yang mengurungkan untuk lakukan pertanyaan kedua, baru
teringat tatkala Andika sudah berlalu. Kendati dia berseru menanyakan di mana
Pendekar Slebor, tetapi Andika sudah tak mendengarnya.
Dan di saat dia sedang kebingungan seperti itu, dia bertemu dengan Indrajit yang
tak disangkanya mengenal Pendekar Siebor. Indrajit memang mengenalnya, bahkan
Pendekar Sleborlah yang membantunya dari kesalahpahaman yang terjadi dengan tiga utusan dari Jepang. Kendati demikian,
Indrajit mendendam pada Ayothomori yang dengan telengas telah mencabut nyawa dua
sahabatnya (Baca : "Pembunuh Dari Jepang).
Tianpa sepengelahuan keduanya, sepasang mata
sipit memperhatikan mercka dalam-dalam. "Huh! Bukankah pemuda itu termasuk salah
seorang dari para nelayan yang menyerangku di pesisir Laut Jawa" Keparat betul!
Bila tak mengingat itu adalah salah paham belaka, ingin kubunuh dia sekarang!
Masih kuingat pandangannya tatkala dia berlalu dengan membopong salah satu
rekannya yang telah kubunuh. Bila saat itu Pendekar Slebor tidak hadir, sudah
kubunuh manusia-manusia celaka yang membuat harga diriku sebagai seorang samurai
terasa di njak-injak. Hingga saat ini, yang tak kumengerti sikap Hiedha-san dan
Mishima-san. Mereka ber buat hina dengan cara merendahkan martabat sebagai
seorang samurai.
Berjarak liga tombak dari balik ranggasan semak di mana lelaki berrnatu sipit
ilu berada. gadis cantik yang di rambutnya terdapat ronce bunga melati itu
berkata, "Indrajit... apakah kau lelah?"
Sesungguhnya Indrajit memang sudah sangat lelah.
Tetapi dia tak rnau mengakuinya. Makanya dia menggeleng. "Kalau begitu... kita teruskan lagi langkah untuk mencari Pendekar Slebor.
Mudah-mudahan kita bisa bertemu dengan Dewi Permata Biru maupuri pembunuh dari
Jepang, Nomuro Shasuke, yang sedang kau cari."
Indrajit Y;uma menganggukkan kepalanya. Dia tak berani memandang wajah jeli a
Widarti lama-lama. Seumur hidupnya, Indrajit baru kali ini melihat seorang gadis
yang memiliki paras begitu jeli a. Pada perjumpaan pertama saja Indrajit merasa
sukmanya telah terbetot keluar dan dia sukar menepiskan pesona yang terpancai
dari wajah Widarti.
"Kita berangkat sekarang...," kata Widarti kembaii.
Setelah Indrajit menganggukkan kepalanya lagi,
keduanya pun segera bergerak kembai . Namun mendadak saja Widarti hentikan
langkahnya. Indrajit melihat wajah gadis itu nampak tegang.
Bahkan dilihatnya kedua tangan si gadis mengepal kuat.
"Ada apa ini" Menilik sikapnya
dia seperti mengetahui sesuatu yang tak mengenakkan," tanya Indrajit ijulain hati.
Didengarnya Widarti berkata dalam bisikan, "Indrajit... ada seseorang yang mengintip. Bersiaplah... aku akan menyerang
orang itu...."
Terkejut Indrajit mendengar kata-kata si gadis.
kembaii dikaguminya kalau gadis ini memang bukan Gadis kebanyakan.
Dan tahu-tahu dilihatnya Widarti sudah putar tubuh, bersamaan dengan itu tangan
kanannya dikibaskan.
Wuuutl ! Menghampar satu gelombang angin yang keras,
mengarah pada ranggasan semak belukar di sebelah kanan mereka.
Lelaki yang mengintip terkesiap kaget. Tak mau
mendapat celaka dia segera melompat keluar. Blaaarrr!!
Ranggasan semak belukar itu terpapas rata
ujungnya. Sementara Widarti kertakkan rahangnya dengan
mata terbuka lebih lebar, Indrajit berteriak keras, "Jahanam keparat! Rupanya
kau yang berlaku seperti orang-orang busuk!!"
Berjarak lima langkah dari hadapan masing-masing orang, lelaki bertubuh jangkung
berkulit kuning yang dibalut dengan pakaian merah panjang dan pakaian dalam
warna biru itu berdiri tegak. Tatapannya begitu bengis.
Mulutnya mcrapat dingin. Di pinggangnya terselip sebatang samurai.
Mendengar seruan Indrajit tadi, Widarti berbisik,
"Kau mengenalnya?"
"Dialah yang telah membunuh dua sahabatku di pesisir Laut Jawa! Lelaki kejam
bernama Ayothomori!!"
"Indrajit... kau katakan kau sedang memburu orang yang bernama Nomuro Shasuke?"
"Manusia itu telah membunuh para sahabatku malam sebelumnya! Tetapi lelaki
keparat ini telah membunuh dua orang sahabatku dan melukai tiga
sahabatku yang lainnya!" sahut Indrajit sengit. Tangan kanannya yang memegang
parang bergetar tanda dia dilanda amarah.
Lelaki yang tak lain Ayothomori adanya, mendengus geram. Pandangannya nyalang
dan menusuk dalam.
"Hhhh! Tak ada Pendekar Slebor di sini! Tak ada orang yang akan membantumu! Bila
kau masih penasaran, aku siap untuk melayanimu!!"
"Jahanam!!" maki Indrajit dan siap menerjang. Tetapi tangan kanan Widarti telah
menahannya. "Jangan gegabah!" bisik gadis itu.
Di seberang Ayothomori tertawa keras hingga kedua bahunya berguncang-guncang.
"Apakah sekarang nyalimu sudah putus, hah"!"
ejeknya di sela-sela tawanya. Mendadak dia memutus tawanya sendiri. Dengan mulut
yang tak terlalu lebar membuka dia berkata, "Siapa pun yang menghina dan
merendahkan martabat seorang samurai dia harus
mampus!!" "Terkutuk! Apakah kau...."
Seruan Indrajit terputus karena Widarti yang lebih berpikir jernih
sudah,berkata, "Aku tidak tahu apakah ini memang hanya salah paham belaka atau
tidak. Tetapi dari kata-kata
yang kau ucapkan... justru kau yang merendahkan martabat kami."
"Gadis manis... peduli setan

Pendekar Slebor 61 Samurai Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan segala dugaanmu! Aku memang ingin merasakan ketangguhan para pendekar dari tanah Jawa
ini!!" "Ayothomori..!."
"Hormati sedikit kata-katamu!" putus Ayothomori dengan dada dibuncah kemarahan.
Kendati hampir tak kuasa menahan diri mendengar bentakan itu, namun Widarti
tetap tak mau bertindak gegabah. Dengan pandangan mata takberkedip dia
berkata, "Ayothomori-san... kudengar kau dengan kedua sahabatmu sedang mencari
seorang pembunuh bernama Nomuro Shasuke! Mengapa kau justru bersikap kurang ajar
sekarang"!"
"Tadi kukatakan...
siapa pun orangnya yang
merendahkan martabat seorang samurai, dia harus mampus!!"
"Ucapanmu keren amat?" sengat Widarti keras.
Hatinya pun mulai diusik kemarahan.
"Peduli setan dengan ucapanmu! Bila memang tak berani bertindak, lebih baik
menyingkir! Jangan halangi langkahku! Dan ingat... katakan pada Pendekar
Slebor... jangan mencampuri urusanku!"
Mendengar julukan itu disebutkan, Indrajit langsung berkata dengan pandangan
meremehkan, "Apa yang akan kau perbuat bila Pendekar Slebor tetap mencampuri
urusanmu, hah" Tetapi perlu kau ingat, siap pun orangnya yang menjadikan tanah
Jawa ini scbag" tanah leluhur, tak akan sudi diinjak injak oleh orang orang
seperti kau!!"
"Akan kubunuh pemuda itu!!"
Pandangan mata Indrajit semakin melecehkan.
'Apakah kau tidak sadar, kalau sahabatmu sendir
yang bernama Hiedha Ogawa mengatakan kalau kau dapat dipecundangi dengan mudah
oleh Pendekar Slebor Bahkan aku tahu kalau kau sebenarnya tak punya nyali
menghadapi pemuda gagah itu!!"
"Demi Dewa Matahari!! Kubunuh kau!!"
Habis makiannya, Ayothomori sudah melesat ke
depan dengan pukulan lurus. Indrajit sendiri yang sudah tak sabar menahan diri,
segera mencelat ke depan.
Parang besarnya diayunkan.
Wuuuttt!! Jotosan yang dilepaskan Ayothomori melesat dari sasarannya, bahkan lelaki
jangkung itu sudah mundur tiga langkah ke belakang. Tubuh nya bergetar tatkala
Indrajit mengejek, "Apa yang kau miliki sebagai seorang samurai, hah"!"Sementara
Widarti mengeluh dalam hati, Ayothomori sudah loloskan samurainya. Begitu
ditarik, langsung diacungkan tepat mengarah pada wajah Indrajit.
"Kucabik-cabik seluruh tubuhmu!!"
Menyusul dia segera menerjang ke depan. Samurainya diayunkan dari atas ke bawah, lalu menyusul menusuk ke arah dada.
Terpekik Indrajit mendapati serangan yang hanya sekali gebrak menuju pada dua
titik kematian. Sebisanya pemuda gagah yang memiliki keberanian tinggi ini
melompat dan menangkls.
Trang! Trang! Saat berhasil menangkis dirasakan tangan kanannya bergetar dan ngilu sekali.
Jelas Ayothomori bukanlah tandingan Indrajit. Hanya dua gebrakan saja parang
yang dipegang Indrajit sudah terlepas. Bahkan dengan sikap telengas, lelaki
jangkung itu menggerakkan samurainya ke arah leher Indrajit! Namun...
Praaakk!! Terdengar suara yang cukup keras sebelum samurai tajam itu memutus leher
Indrajit. Rupanya Widarti sendiri tak dapat kuasai dirinya lagi. Dia langsung
menyambar sebatang ranting agak besar dan melemparkannya.
Tepat mengenai sisi kanan dari samurai Ayothomori.
Dan karena lemparan yang dilakukannya mengandung tenaga dalam, tubuh Ayothomori
agak terhuyung dua tindak, seperti terbawa oleh dorongan samurainya sendiri.
Sementara itu Indrajit sedang mengusap-usap
lehernya yang tidak jadi putus.
"Ayothomori-san... kau terlalu memaksaku untuk bertindak!!" desis Widarti dengan
pandangan tak berkedip.
Sesaat nampak wajah Ayothomori merah padam.
Namun sejurus kemudian dia terbahak-bahak keras.
"Bergabunglah kalian berdua! Akan kuperlihatkan pada kalian, siapa aku
sebenarnya"!!"
Indrajit langsung berseru, "Kau tak lain hanya sebangsa tikus buduk belaka!!"
Terputus tawa Ayothomori. Pandangannya melebar
sengit. Kedua rahang dan pelipisnya bergerak-gerak. Kejap kemudian dia sudah
mclompat ke depan dengan samurai mengayun dari atas ke bawah, siap membelah
tubuh Indrajit.
"Lebih baik kalian kukirim ke neraka daripada membuang-buang waktu ku!!"
*** Widarti mendengus gusar. Dengan tangan kanannya
dia mendorong tubuh Indrajit agak menjauh, sementara dia sendiri membuang tubuh
ke kiri. Langsung melompat tatkala samurai Ayothomori menyusur tanah dan siap
menyambar kakinya. Belum lagi dia berhasil hinggap di atas tanah, Ayothomori
sudah meluruk dengan gerakan menusuk.
Wuuuttl!! Widarti tersentak sejenak sebelum menjatuhkan
tubuh lalu dengan kaki kanannya menyepak sisi kanan samurai lawan. Lalu dengan
bertopang pada tangan kirinya, dia melompat kembai dan hinggap di atas tanah.
Di seberang, sepasang mata Ayothomori terbuka
lebih lebar. Kini disadarinya kalau gadis beronce bunga meati bukanlah gadis
sembarangan. Mendadak saja dia putar samurainya dengan hebat.
Suara samurai ini menderu-deru laksana titiran menggempur lawan.
Di seberang, sadar akan perbuatan serangan yang akan dilakukan oleh Ayothomori,
diam-diam Widarti membatin, "Mau tak mau aku memang harus terlibat dalam urusan
Indrajit. Padahal urusanku sendiri belum kuselesaikan...."
Belum lagi habis kata batinnya terucap, Ayothomori sudah menerjang ke depan
disertai teriakan mengguntur.
Samurai yang digenggam dengan kedua tangannya
mendadak saja seperti keluarkan hawa panas. Besetannya pada udara membuat bulu
roma bergidik. Di tempatnya Indrajit terkesiap melihat serangan ganas itu. Dia berpikir untuk
membantu Widarti. Namun tatkala dilihatnya gadis itu berkelebat ke sana kemari
dengan cepat, dia bisa menarik napas lega sekaligus tertegun.
Bagaimana tidak, karena kelebatan gadis berbaju biru menyala itu laksana
bayangan belaka!
Ayothomori yang telah keluarkan jurus samurai
'Menjerat Matahari' tingkat ketiga, mau tak mau tertegun pula melihat kelebatan
tubuh si gadis yang begitu cepat.
Bahkan lebih cepat dari samurainya,
"Terkutuk!
Gadis ini benar-benar memiliki kemampuan tinggi!" makinya sambil terus gerakkan samurainya. Mengayun, menyabet,
menebas, menusuk dan membabat. Semua dilakukan dalam satu rangkaian gerak yang
luar biasa cepat.
Widarti yang telah pergunakan ilmu menghindar
'Menutup Bayang-Bayang' warisan dari Pendekar Bayangan, sebenarnya memang berada di atas angin.
Namun lama kelamaan dia justru tak dapat menahan hawa panas yang keluar dari
samurai lawan setiap kali
digerakkan. Hawa panas itu bukan hanya mengejutkannya, tetapi juga membuat beberapa
ranggasan semak langsung
mengering. Bahkan Indrajit yang berdiri cukup jauh dari pertarungan sengit itu
juga merasakan hawa panas yang menderu.
"Aku telah merepotkan Widarti. Secara tidak langs ung aku telah rnembuatnya
terlibat dalam urusanku. Hhhh!
Ini tak boleh kubiarkan! Lelaki itu memang harus dihalas, agar dia tidak
menurunkan lagi tangan telengas!"
Berpikir demikian, pemuda berkulit agak hitam ini segera memungut kembai
parangnya. Lalu dengan
teriakan mengguntur dia menyerbu ke arah Ayothomori.
Namun justru serangan yang dilakukannya berakibat fatal dan secara tak langsung
mengacaukan gerakan Widarti. Karena begitu merasakan sabetan angin ke arahnya,
Ayothomori cuma membungkuk, dengan kaki kiri ditekuk sementara kaki kanan
bertelekan pada tanah.
Tanpa membalikkan tubuh dia menusukkan samurainya ke belakang.
Indrajit yang tak menyangka kalau lawan akan
lakukan serangan yang aneh dan mendadak seperti itu, terpekik tertahan. Dia
mencoba memapaki dengan
parangnya. Namun jelas sia-sia belaka, karena tubuhnya sendiri seperti
menyongsong tusukan samurai Ayothomori.
Dalam keadaan yang genting itu, Widarti cepat
bertindak. Dia langsung berkelebat ke depan dan menendang
samurai Ayothomori sementara
tangan kanannya menepak dadalndrajit hingga tubuh pemuda itu terpental ke belakang.
Namun jurus 'Menjerat Matahari" yang dilakukan oleh Ayothomori adalah satu
rangkai serangan yang dapat dilakukan beberapa gerakan sekaligus. Begitu
samurainya ditendang
oleh Widarti, mendadak masih dengan kedudukan kaki kanan bertelekan pada tanah, dia pular tubuh seraya mengayunkan
samurainya. Wuuuuttt!!
Ganti kali ini Widarti yang terkesiap. Dia coba untuk
menghindari serangan itu dengan cara melompat. Namun gerakan Ayothomori lebih
cepat satu kejap saja.
"Aaakhhhh!!"
Betis kaki kanan murid mendiang Pendekar
Bayangan ini tergores. Perihnya tak terkira, terutama hawa panas yang mendadak
menyengat tubuhnya. Akibat
goresan itu keseimbangannya menjadi goyah. Maka tak ayal lagi tubuhnya pun
ambruk. Salah seorang dari utusan Kaisar Tokugawa lesya sumoto yang selalu meninggikan
derajat sebagai seorang samurai, langsung berdiri dan mengayunkan samurainya
dari atas ke bawah.
"Terimalah kematian!!"
Indrajit yang merasakan dadanya agak nyeri setelah diselamatkan Widarti dengan
jalan ditepak, langsung menerjang ke depan. Dia tak peduli lagi kalau pun
nyawanya akan putus hari itu juga.
Widarti telah menyelamatkannya, maka dia harus
menyelamatkan gadis itu. Apalagi secara tidak langsung dialah yang telah
melibatkan Widarti dalam urusannya dengan lelaki itu.
Parangnya langsung diayunkan. Traaanggg!! Memapak keras samurai Ayothomori yang mengayun.
Widarti berseru, "Lari, Indrajit!! Lari!!"
Tetapi Indrajit tak peduli lagi. Begitu berhasil memapaki samurai Ayothomori,
dia meluruk menusuk.
Ayothomori cuma keluarkan dengusan. Dengan cara putar samurainya lalu diangkat,
parang yang dipegang Indrajit langsung terlepas.
Tetapi pemuda gagah ini sudah benar-benar nekat.
Kendati kini tak bersenjata dia tetap menerjang ke depan dengan teriakan keras.
Sudah tentu tubuhnya akan menjadi sasaran empuk samurai Ayothomori yang segera
mengayunkannya.
Sementara itu Widarti yang terbebas dari ancaman maut Ayothomori, segera
bergulingan. Dia menendang kaki kanan Ayothomori yang langsung terhuyung.
Sabetan samurainya membeset angin.
Indrajit yang sudah kalap ternyata masih bisa juga berpikir jernih. Karena
begitu tubuh Ayothomorj terhuyung, dia cepat menyambar tubuh Widarti. Lalu
dengan sekuat tenaga membawanya berlari.
Ayothomori yang telah berdiri tegak menggeram
keras, "Jahanam! Kalian tak akan bisa lolos dari samuraiku!!"
Dengan kemarahan membludak, lelaki jangkung ini segera berlari mengejar.
*** Di sebuah persimpangan, Hiedha Ogawa menghentikan pandangannya. Lelaki berkulit kuning dengan kumis lipis ini
perhatikan sekelilingnya yang dipenuhi dengan ilalang dan rerumputan. Angin
berhembus sejuk. Kejap kemudian, salah seorang utusan Kaisar Tokugawa
lesyasumoto ini palingkan kepalanya ke samping kanan tatkala didengarnya suara
orang melangkah. Dan dia menarik napas panjang begitu mengenali orang yang
datang. Lelaki berhidung bengkok yang tak lain Pucha Kumar itu rangkapkan kedua
tangannya di depan dada.
"Hiedha-san...," sapanya sopan.
Hiedha Ogawa menganggukkan kepalanya.
"Apakah kau sudah menemukan jejak Nomuro
Shasuke?" tanyanya yang juga tahu kalau lelaki dari India sedang memburu
pembunuh celaka itu.
Lelaki bersorban pui h yang di telinga kanan dan kirinya terdapat anting
berwarna biru menggelengkan kepalanya.
"Sulit bagiku menemukan jejak manusia keparat itu O ya, sekali lagi maafkan aku,
yang hampir saja bertindak kejam pada kalian. Terutama, pada Ayothomori san... "
Hiedha Ogawa mengulapkan tangan kanannya.
"Sudahlah. Kejadian itu bukan yang pertama kami alami. Tatkala kami tiba di
sini, para nelayan pun telah menyerang kami. Ah, justru aku yang hendak meminta
maaf padamu, Pucha san, karena tindakan Ayothomor yang memang selalu panasan."
"Bisa dimaklumi," sahut Pucha Kumar mengerti.
Lalu dia celingukan ke kanan dan kiri seolah mencari sesuatu. Kemudian sambil
pandangi lelaki di hadapannya dia ajukan tanya, "Ke manakah Ayothomori-san dan
Mishima-san berada?"
Hiedha Ogawa mengatakan keputusan dan rencana
yang telah mereka sepakati.
"Kupikir, dengan cara berpencar maka akan lebih mudah untuk melacak jejak Nomuro
Shasuke. Dan menurut dugaan Pendekar Slebor, lelaki keparatitu saat ini bersama-sama dengan


Pendekar Slebor 61 Samurai Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dewi Permata Biru. Sungguh tak kusangka kalau lelaki celaka itu pernah
mendatangi tanah Jawa scpuluh tahun yang lalu."
"Dan apakah kau s udah berjumpa kembai dengan Pendekar Slebor?"
Hiedha Ogawa menggelengkan kepala.
"Belum. Tetapi aku menaruh harapan, kalau pemuda ilu akan membantu untuk
menangkap Nomuro Shasuke."
"Kau benar. Aku sendiri sudah tidak sabar untuk mcmbunuhnya," sahut Pucha Kumar
dan melanjutkan dengan suara agak sengit, "Sungguh malang nasib kedua adikku
yang diperkosa sebelum akhirnya dibunuh."
"Kejahatan yang dilakukan Nomuro Shas uke sudah kelewat batas. Jelas tindakannya
tak bisa dimaafkan. Aku juga sudah tidak sabar untuk membunuh manusia itu."
Pucha Kumar mcngangguk-anggukkan
kepala. "Hiedha-san... kulihat Ayothomori tidak begitu menyukai Pendekar Slebor"
Mengapa" Bukankah setahu ku pemuda itu begitu baik?"
Hiedha Ogawa menganggukkan kepalanya. Sejenak
dia menghela napas.
"Apa yang kau katakan itu memang benar. Tetapi
sesungguhnya, tindakan yang dilakukan oleh Ayothomori-san tidak terlalu
berlebihan. Karena sebagai seorang samurai, kami dididik untuk menjunjung tinggi
derajal kesamuraian
yang kami miliki. Bahkan, untuk mempertahankan harkat dan martabat itu, kami rela mengorbankan
nyawa. Bila sudah tak sanggup menghadapi lawan, kami lebih baik melakukan seppuku*
"Maaf... tolong jelaskan apa yang kau maksud do ngan seppuku itu, Hiedha-san."
"Bunuh diri."
Pucha Kumar monggeleng-gelengkan kepalanya lalu berkata takjub, "Pantas bila
Ayolhomori-san tak menyukai bantuan Pendekar Slebor. Di samping itu, aku juga
merasa kalau dia tak menyukai kehadiranku. Apai lagi kehadiranku juga punya
urusan yang sama, sama-sama berkeinginan membunuh Nomuro Shasuke...."
"Ayothomori memang bersifat panasan. Tetapi seperti kataku tadi, di mana pun
seorang samurai berada memang harus selalu menjunjung tinggi kesamuraiannya.
Hanya saja, terkadang keprihadian seseorang berpijak lain.
Maksudku. di antara kita saat ini, maupun saat bertemu dengan Pendekar Slebor
aku masih bisa menimbang derajat kesamuraianku."
Pucha Kumar mengangguk. Lalu berkata, "Hiedha San... matahari sudah semakin
tinggi. Bagaimana bila kita bersama-sama melacak jejak Nomuro Shasuke?"
Hiedha Ogawa menganggukkan kepalanya.
"Mengapa tidak?"
Kejap kemudian keduanya segera berkelebat cepat meninggalkan tempat itu.
*** 4 Mishima Nobu tiba di sebuah lembah yang dipenuhi jajaran pepohonan. Salah
seorang utusan Kaisar Tokugawa lesyasumoto yang bertubuh paling pendek ini
memandangi ke sekelilingnya. Matahari saat ini berada tepat di tengah-tengah
kepala. Sekujur tubuh lelaki ini sudah dipenuhi peluh. Kelelahan begitu nampak.
Namun sebagai seorang yang terlatih, dia segera dapal pulihkan keadaannya
melalui pernapasan.
Sambil lipat kedua langannya di depan dada, lelaki ini bergumam, "Sulit
menemukan jejak Nomuro Shasuke yang tidak diketahui berada di mana. Hmmm...
apakah Hiedha-san ataupun Ayothomori-san sudah bertemu dengan Nomuro Shasuke?"
Sesaat lelaki ini hentikan ucapannya. Setelah
pandangi sekelilingnya lagi, dia melanjutkan, "Kupikir...
mereka belum berhasil menemukan jejak Nomuro
Shasuke. Sungguh sebuah urusan yang sangat sulit."
Kembai Mis hima Nobu terdiam. Angin menggerakkan pakaian panjangnya yang berwarna merah.
Raut wajahnya menampakkan rasa tak sabar untuk
menemukan Nomuro Shasuke.
"Terkutuk! Aku bersumpah, tak akan kembali keJepang sebelum kudapatkan manusia
celaka itu!"
Sesaat dia terbawa oleh amarah dalam hatinya.
Terutama mengingat kalau junjungannya hampir tewas di tangan Nomuro Shasuke.
"Hhh!! Ketimbang aku berdiam diri di sini, lebih baik kuteruskan mencari manusia
celaka itu...."
Namun belum lagi dia menjalankan maksud,
mendadak saja terdengar suara cukup keras, "Hihihi...
sungguh kebetulan sekali, berjumpa dengan utusan dari Jepang! Tetapi... mengapa
cuma sendiri saja" Padahal bila bertiga, sekali kepruk akan luruh semua tanpa
bersusah payah! Sayang Nomuro-san tidak berada di sini!"
Belum habis ucapan itu terdengar, mendadak saja
satu sosok tubuh berpakaian merah menyala telah berdiri berjarak tujuh langkah
dari hadapan Mishima Nobu.
Sejenak samurai gagah ini memperhatikan dengan
sorot mata tak berkedip. "Melihat cara kemunculannya, jelas
kalau perempuan ini bukan perempuan sembarangan. Tadi dia menyebutkan nama Nomuro
Shasuke. Jangan-jangan... dia adalah kambratnya atau...
oh! Bukankah Pendekar Slebor pernah mengatakan, kalau Nomuro Shasuke sekarang
ini bersama-sama dengan perempuan berjuluk Dewi Permata Biru" Di kening
perempuan ini terdapat sebuah permata yang pancarkan sinar biru. Bisa jadi kalau
dialah orang yang berjuluk Dewi Permata Biru."
Apa yang diduga oleh Mishima Nobu memang benar.
Dewi Permata Biru yang sedang mencari Nomuro Shasuke karena begitu dia terbangun
tak mendapatkan lelaki itu di sisinya, sama sekali tak menyangka kalau akan
bertemu dengan salah seorang utusan Kaisar Tokugawa lesyasumoto. Sesungguhnya Dewi Permata Biru memang belum
pernah berjumpa dengan ketiga utusan dari Jepang itu.
Tetapi setelah mendengar cerita Nomuro Shasuke yang tahu kalau dia dikejar-kejar
oleh utusan Kaisar, Dewi Permata Biru paham betul kalau lelaki yang berdiri di
hadapannya ini adalah salah seorang dari utusan Kaisar Jepang.
Dengan kerlingan genit namun berbahaya, perempuan ini berkata, "Mengapa kau hanya seorang diri, hah" Apakah kedua
temanmu sudah mampus berseppuku karena tak mampu mencari Nomuro Shasuke"!"
Mendengar ejekan orang, wajah Mishima seketika
memerah. Apalagi diyakininya kalau perempuan ini adalah orang yang menolong
Nomuro Shasuke.
Dengan kedua kaki sedikit dipentangkan, Mishima Nobu berkata dingin, "Katakan
padaku, di mana manusia celaka itu berada"!"
"Manusia celaka?" balas Dewi Permata Biru dengan
kerlingan mata yang semakin mcnjadi-jadi. "Apakah kau tidak berpikir kalau
kaulah yang akan celaka" Berhadapan dengan Dewi Permata Biru, berarti harus
mampus! Ini berita yang sangat menyenangkan tentunya untuk Nomuro-san!"
"Dugaanku tepat kalau dialah Dewi Permata Biru,"
batin Mis hima Nobu dalam hati. "Hhhh! Perempuan ini adalah kunci di mana Nomuro
Shasuke berada! Aku harus berhasil mengorek keterangan dari nya!"
Berpikir demikian, seraya maju satu langkah ke
depan, Mishima Nobu berkata, "Jangan membuat aku berubah pikiran! Perempuan
celaka! Urusan yang kau hadapi bukanlah urusanmu! Kau telah melindungi
pembunuh keparat, secara tidak langsung kau juga melibatkan diri!!"
"Mengapa harus mengulangi lagi kata-kata itu, hah"
Jelas aku memang melibatkan diri! Bahkan... nyawamu hendak kucabut saat ini
juga!!" Habis makiannya, serta-merta sosok Dewi Permata Biru meiesat ke depan. Lesatan
angin mendahului gerakan tubuhnya sementara kedua jotosannya dilepaskan.
Mendapati serangan ganas itu, Mishima Nobu tak
mau menghindar. Dia justru mencelat ke depan dengan teriakan mengguntur.
Dua pukulan bertemu keras.
Des! Des! Sosok Mishima Nobu terhuyung tiga langkah ke
belakang dengan tangan yang terasa cukup ngilu.
Sementara itu, Dewi Permata Biru yang tak kehilangan keseimbangannya sekejap pun
juga, sudah menerjang kembaii. Kali ini dengan kaki kanan berputar yang siap
menyambar kepala Mishima Nobu.
Terkejut Mishima tatkala merasakan udara seperti dibeset. Cepat dia merunduk dan
meluruk ke depan dengan lepaskan satu jotosan. Namun dengan tekuk sikunya, Dewi
Permata Biru memapaki pukulan itu. Bahkan mendadak saja dia membungkuk.
Gerakannya sungguh
cepat dan seperti tak terlihat. Karena tahu-tahu kaki kanan Mishima telah
dipegangnya kuat-kuat. Menyusul dibetotnya kaki itu hingga untuk sesaat Mishima
terkesiap. "Ternyata tak sehebat dugaanku apa yang kau miliki"!" ejek Dewi Permata Biru dan
siap lepaskan jotos annya.Namun di luar dugaannya, mendadak saja tubuh Mishima
Nobu mencelat ke atas. Kaki kanannya yang dipegang
Dewi Permata Biru, dijadikan tumpuan lompatannya. Kaki kirinya yang bebas menendang dads Dewi Permata Biru yang
terkejut, karena tak menyang kaki lelaki dari Jepang itu akan membuat gerakan
aneh. Dadanya telak terhantam bersamaan dengan
tangannya yang terlepas memegang kaki kanan Mishima Tobu. Sementara itu, tubuh
Mishima yang mencelat ke atas, langsung jatuh kembali ke atas tanah. Hebatnya
laki-laki bertubuh pendek ini bukan saja mampu jatuh dengan kedua kaki menginjak
tanah lebih dulu, tetapi seperti membal tubuhnya kemudian melesat ke arah Dewi
Permata Biru. Kedua tinjunya menderu.
Dewi Permata Biru yang dalam keadaan sempoyongan pun menunjukkan kelasnya. Dengan gerakan yang aneh pula dia berhasil menangkap kedua tangan Mishima Nobu. Sambil
kertakkan rahangnya dia siap untuk membantingnya ke atas tanah.
Namun lagi-lagi lelaki dari Jepang itu memperlihatkan kelincahannya. Kedua tangannya yang dipegang kuat oleh Dewi
Permata Biru, diputar ke atas.
Dan.... Tap! Ganti sekarang kedua tangan Dewi Permata Biru
yang kini ditangkap. Sebelum Dewi Permata Biru sem-pat lepaskan diri, tahu-tahu
tubuhnya sudah terangkat. Lalu....
Buuukk!! Tubuhnya sudah dibanting ke atas tanah. Belum lagi dia sempat bangun, Mishima
Nobu jatuhkan tubuhnya seperti berlutut. Jotosan tangan kanan kirinya kembai
mendarat telak di dada Dewi Permata Biru yang memekik tertahan.
Dirasakan ada cairan asin dan panas di mulutnya.
Dewi Permata Biru yang sejak semula memandang sebe-lahmata pada Mishima Nobu,
langsung mencelat ke atas setelah tangan kanannya ditepakkan di tanah di saat
Mishima Nobu meneruskan serangannya.
"Jahanam keparat!!" makinya dalam hati. "Akan kuperlihatkan siapa aku
sebenarnya!!"
Begitu Mishima Nobu melancarkan kembai pukulannya, tahu-tahu Dewi Permata Biru mengangkat kedua tangannya. Napas nya
nampak agak ditahan.
Menyusul kedua tangannya didorong ke muka.
WuuttttU Saat itu pula menghampar angin deras rnendahului kedua jotosannya. Ganti Mishima
Nobu yang terkesiap kaget. Cepat dia membuang tubuh ke samping kanan.
Namun kaki kiri Dewi Permata Biru telah melabraknya.
Des! Tubuh Mishima Nobu tcrbanting. Diam-diam lelaki dari Jepang ini sadar siapa
sesungguhnya Dewi Permata Biru.
Kalaupun tadi dia beberapa kali berhasil mendaratkan serangannya, ilu disebabkan karena Dewi Permata Biru hanya memandang
sebelah mata padanya.
Tatkala berhasil kembai berdiri tegak, samurainya telah tergenggam eral dengan
kedudukan mengacung.
Berjarak tiga langkah dari hadapannya, Dewi
Permata Biru memperhatikan tak berkedip. Lalu berkata dingin, "Cukup sudah kita
main-main! Sekarang, bersiaplah untuk mampus!!"
Tatapan yang menusuk itu dipandang tak kalah
menusuknya oleh Mishima Nobu. Dan mendadak hatinya agak bergetar tatkala
dilihatnya Dewi Permata Biru memutar-mular tangannya menyilang di depan dada.
Seketika terdengar suara angin keras membeset-beset udara, menyusul lama
kelamaan terlihat cahaya biru yang berkiblat-kiblat.
"Hebat! Baru kali ini kulihat jurus yang begitu mengerikan! Jelas kalau
perempuan ini tadi memang sengaja mengalah, mungkin untuk mengejekku. Atau lebih
jelasnya, disebabkan karena dia memandang rendah padaku hingga tak keluarkan
semua ilmu yang dimilikinya.


Pendekar Slebor 61 Samurai Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku harus menghadapinya."
Berpikir demikian mendadak saja dia putar
samurainya dengan hebat, yang semakin lama hanya terlihat seperti bayangan-
bayangan belaka. Suara samurai ini menderu-deru laksana titiran raksasa,
menerbangkan dedaunan dan menerbas ujung-ujung ranggasan semak hingga rata.
Di seberang, Dewi Permata Biru hanya mendengus.
Disertai teriakan keras, perempuan yang di keningnya terdapat permata yang
pancarkan sinar biru itu, sudah menerjang ke depan. Tangan kanan dan kirinya
didorong. Serta-merta melabrak satu gelombang angin berwarna biru yang keluarkan suara
menggemuruh. Cukup kaget Mishima Nobu melihat serangan lawan yang ganas. Tetapi dia yang
telah keluarkan jurus Menjerat Matahari' tak mau berdiam diri lagi. Diiringi
teriakan keras pula dia menerjang ke depan setelah memindahkan langkah tiga
tindak ke samping kiri.
Terjangan gelombang angin warna biru yang dile-
paskan oleh Dewi Permata Biru, luput dari sasarannya.
Bersamaan dengan itu samurai yang digenggam Mishima Nobu sudah diayunkan, terasa
ada hawa panas keluar.
Besetannya pada udara membuat bulu roma bergidik.
Dewi Permata Biru cepat membuang tubuh ke
kanan. Bukan kecepatan ujung samurai itu yang
membuatnya lerkejul. Namun hawa panas yang keluar dari setiap kali samurai itu
digerakkan yang membuatnya harus menjaga jarak.
"Setan terkutuk!!" geramnya seraya bergulingan ke belakang.
Samurai yang digenggam oleh Mishima Nobu terus
mengejarnya, kendati berkali-kali lelaki dari Jepang itu juga
harus menghindari gelombang angin warna biru yang dilepaskan oleh Dewi Permata
Biru. Hingga satu ketika, di saat Mishima Nobu sedang mengayunkan samurainya dari atas
ke bawah, mendadak saja Dewi Permata Biru mencelat ke samping kanan.
Gerakannya begitu cepat sekali. Tatkala samurai itu telah mengayun yang tentu
saja mengenai angin belaka, mendadak saja Dewi Permata Biru putar tubuhnya.
Tendangan kaki kanannya dilepaskan.
Bukkk!! "Aaakhhhh!!" Mishima Nobu keluarkan pekikan tertahan bersamaan tubuhnya
terhuyung. Dewi Permata Biru yang melihat lawan nampak
kehilangan keseimbangan untuk sesaat, tak mau hentikan gempurannya. Masih
memutar tubuh tangan kanannya didorong.
Wuuuttt!! Satu hamparan angin keras warna biru menderu ke kedua kaki Mishima Nobu. Kembai
pekikan tertahan dikeluarkan lelaki dari Jepang itu. Serta-merta dia berjingkat.
Bersamaan terdengar letupan yang keras di mana
hamparan angin tadi menghantam tanah yang dipijak Mishima Nobu, Dewi Permata
Biru langsung meluncur.
Tangan kanannya memukul pergelangan tangan lawan, hingga samurai lawan terlepas.
Sementara tangan kirinya menjotos dada lawan.
Mishima Nobu yang belum dapat kuasai keseimbangannya, kembai harus terhuyung ke belakang.
Dan bukan hanya sampai di sana saja penderitaan yang dialaminya. Karena kaki
kiri Dewi Permata Biru telah menghantam kembai dadanya.
Kali ini tubuh Mishima Nobu langsung terpental dan ambruk di atas tanah. Saat
berusaha bangkit nampak wajahnya meringis kesakitan sambil pegangi dadanya.
Matanya yang sipit makin menyipit. Mendadak sepasang rahangnya mengembung. Lalu
dia muntah darah berkali-
kali. Darah hitam itu keluar tanda dia telah terluka dalam.
Di tempatnya berdiri, Dewi Permata Biru terkikik dengan kerlingan genit.
"Apakah kini kau mengakui kalau dirimu yang celaka?" ejeknya dingin.
Lamat-lamat Mishima Nobu angkat kepalanya.
Sepasang matanya begitu dalam menusuk.
"Perempuan laknat! Kau belum mengalahkan aku bila belum membunuhku! Seorang
samurai sejati pantang mundur dari kalangan!!"
"Sungguh sangat menyenangkan mendengar keberanian ucapanmu itu! Tetapi tak lebih hanya untuk menutupi ketakutan belaka!
Sayang, sahabatku Nomuro-san tidak berada di sini! Padahal kalau ada, tentunya
dia sangat senang sekali!"
"Katakan padaku, di mana dia berada?" membentak Mishima Nobu dengan sorot mata
berapi-api. Dewi Permata Biru yang sebenarnya sedang mencari Nomuro Shasuke cuma tertawa.
"Kau tahu pun sekarang percuma" Bukankah
sebentar lagi kau akan pergi menghadap setan-setan neraka"!"
"Perempuan jahanam!" hardik Mishima Nobu keras.
Justru karena dia memaksakan diri untuk berteriak, dirasakan dadanya yang telah
nyeri berlambah nyeri.
Namun utusan Kaisar Tokugawa lesyasumoto ini
memang tidak takut mati. Dengan kumpulkan segenap sisa-sisa tenaganya dia
melesat maju. Akan tetapi sudah tentu serangannya itu dengan
mudah dipunahkan lawan. Hanya dengan angkat tangan kanannya, lalu kirimkan satu
jotosan melalui tanganj kirinya, sosok Mishima Nobu kembai terpental ke
belakang. Ambruk dan dia merasa sukar untuk bangkit
kembaii. Sekujur tubuhnya dirasakan nyeri bukan main.
Dewi Permata Biru yang tak mau membuang wakti
lagi, berkata dingin, "Sayang beribu sayang, Nomurc
Shasuke tidak berada di sini! Tetapi kepalamu akan kubawa kehadapannya!
Sekarang... mampuslah kau!!"
Habis seruannya, tubuhnya pun mencelat ke depan Tangan kanannya yang mendadak
keluarkan sinar biru diangkat tinggi-tinggi dan siap dihantamkan ke kepala
Mishima Nobu yang cuma memejamkan matanya.
Namun mendadak saja satu gelombang angin
melesat ke arahnya, membuat Dewi Permata Biru urung kukan maksud. Dia justru
membuang tubuh ke belakang.
Bersamaan suara letupan keras menghantam
sebuah pohon, Dewi Permata Biru yang telah kembali berdiri tegak sudah keluarkan
bentakan, "Jahanam terkutuk! Siapa orangnya yang lancang campuri urusan Dewi
Permata Biru!!"
Suaranya menggelegar keras. Sementara itu Mishima Nobu yang merasakan dirinya masih hidup, segera buka sepasang matanya.
Dilihatnya wajah Dewi Permata Biru merah padam dengan kedua tangan
mengepal. Dua tarikan napas berikutnya, satu sosok serba
hitam telah keluar dari balik ranggasan semak belukar di sebelah kanan. Berdiri
gagah dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Wajah orang itu juga berbalut
Hina Kelana 12 Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu Misteri Kapal Layar Pancawarna 19
^