Pencarian

Sepasang Racun Api 2

Pengemis Binal 26 Sepasang Racun Api Bagian 2


tak tahu, Tuan Muda. Tapi menilik dari orangorang yang bersedia jadi kaki-tangan
Siluman Ragakaca, tugas yang diberikan itu pastilah mengandung unsur
kejahatan...."
"Sebentar...," seru Suropati. "Kenapa kau
selalu menyebutku dengan 'tuan muda', Kek?"
Peramal Buntung tersenyum. "Apakah
Tuan Muda lupa pada kejadian kemarin?"
"Kejadian apa?"
"Aku kalah bertaruh dengan Dewa Peramal.
Akibatnya, aku harus menepati janjiku untuk
menjadi budak pengiring Tuan Muda seumur hidup."
"Ah! Itu terlalu berat bagimu, Kek. Lagi pula aku tak butuh budak pengiring.
Jika Kakek mau bersahabat denganku saja, itu sudah merupakan kebahagiaan bagiku."
"Tapi... orang tua seperti aku pantang menjilat ludah yang sudah ditumpahkan.
Bila Tuan Muda menolak, aku malah akan merasa terhina."
Pengemis Binal geleng-geleng kepala mendengar ucapan Peramal Buntung. Remaja tampan
ini jadi serba salah.
"Ketika bertempur kemarin itu, Tuan Muda
menggunakan ilmu apa" Sambil tidur, kenapa bi-
sa mengirim serangan begitu hebat?" tanya Peramal Buntung kemudian.
"Arhat Tidur," jawab Pengemis Binal, singkat. Mendadak, remaja tampan ini
teringat pada Putri Ayu Jelita yang tampaknya menyimpan masalah berat. Kenapa gadis itu
bertempur dengan
Sepasang Racun Api"
"Kau pergilah sesuka hatimu, Kek...," kata
Pengemis Binal kemudian. "Kalau aku memang
membutuhkan bantuanmu, aku pasti mencarimu."
"Tapi...."
Peramal Buntung tak melanjutkan kalimatnya karena Pengemis Binal keburu
berkelebat meninggalkan tempat. Tinggallah kakek berompi
kuning ini terlongong bengong.
*** "Ada-ada saja kakek buntung itu!" gerutu
Suropati. "Kenapa dia mau menjadi budak pengiringku, padahal dia belum kenal
siapa aku. Hmmm.... Aku lupakan saja dia. Lebih baik aku
mencari Putri Ayu Jelita. Ada kesempatan bagus,
mana mau aku melepas begitu saja...."
Pengemis Binal menghentikan kelebatan
tubuhnya. Untuk beberapa lama remaja konyol
ini cengar-cengir sambil menggaruk kepalanya
yang tak gatal.
"Ke mana aku mencari gadis itu?" tanya
Suropati kepada dirinya sendiri. "Hmmm.... Dia
pernah berurusan dengan Sepasang Racun Api.
Akan kupaksa mereka untuk memberi keterangan. Kakek Peramal Buntung mengatakan
bahwa mereka telah menjadi kaki-tangan Siluman Ragakaca. Sambil menyelam minum air.
Akan kukorek keterangan dari mereka tentang Pesanggrahan Pelangi dan Siluman Ragakaca. Kalau
mereka menolak, hmmm..."
Terbawa pikiran di benaknya, Pengemis Binal berlari cepat untuk segera sampai di
tempat kediaman Sepasang Racun Api. Namun baru saja
sampai di kaki gunung yang dituju, di sebuah jalan yang cukup lebar, sebuah
teriakan membuat
langkahnya terhenti.
"Tunggu dulu!"
Pengemis Binal menoleh ke belakang. Kontan remaja konyol ini tersenyum senang
ketika tahu yang meneriakinya seorang gadis cantik berpakaian serba putih.
"Putri Ayu Jelita...," desis Pengemis Binal.
"Bukan," si gadis menggeleng. "Aku bukan
Putri Ayu Jelita. Aku salah seorang temannya."
Mendengar ucapan itu, Suropati nyengir
kuda menyimpan rasa malu. Dia telah salah lihat.
"Bukankah Tuan Muda yang bernama si
Pengemis Binal Suropati?" ujar gadis berpakaian
serba putih. "Ya..., ya!"
"Ratu Istana Dalam sudah lama mendengar
kebesaran nama Tuan Muda. Kini, beliau berkenan untuk mengundang."
"Aku diundang Ratu Istana Dalam" Diundang untuk apa" Dan, siapa pula Ratu Istana
Da- lam?" cerocos Pengemis Binal, konyol.
"Nanti Tuan Muda juga akan tahu sendiri."
Pengemis Binal garuk-garuk kepala sebentar, lalu berkata, "Hmmm.... Kau katakan
tadi bahwa kau adalah salah seorang teman Putri Ayu
Jelita. Bila aku memenuhi undangan orang yang
kau sebut Ratu Istana Dalam itu, apakah aku
akan berjumpa dengan Putri Ayu Jelita?"
"Tuan Muda tak perlu khawatir."
"Baiklah kalau begitu," ujar Pengemis Binal
tanpa curiga. Remaja konyol ini memang sering
jadi linglung bila berhadapan dengan gadis cantik. Sambil tersenyum-senyum, dia
melanjutkan kalimatnya, "Yang mengundang aku seorang ratu.
Aku tentu akan masuk ke istana. Ya..., ya aku setuju. Tapi, kita naik apa?"
"Lihatlah itu!"
Pengemis Binal mengarahkan pandangan
ke tempat yang ditunjukkan si gadis. Remaja konyol ini geleng-geleng kepala
sewaktu melihat sebuah kereta yang berbentuk burung merpati
emas. Empat kuda penariknya berbulu kuning
berkilat, tampak gagah dan kuat. Sementara, di
kanan kiri kereta terlihat enam kuda putih yang
ditunggangi gadis-gadis cantik. Semuanya berpakaian serba putih dan memakai ikat
pinggang selendang sutera kuning.
"Aku naik kereta itu?" tanya Suropati, setengah tak percaya.
"Ya. Kita berangkat sekarang."
Tak lama kemudian, Suropati telah berada
di dalam kereta kuda yang melaju ke utara. Se-
makin lama semakin cepat. Angin yang berhembus semilir sejuk membuat Suropati
terlena, lalu terlelap dalam buaian mimpi....
*** Suropati tak tahu sudah berapa lama dirinya tertidur. Manakala bangun,
keterkejutan menghantam. Dari balik jendela kereta, Suropati
mengedarkan pandangan. Tak ada lagi jajaran
pohon yang semula dia lihat banyak tumbuh di
pinggir jalan-jalan yang terlewati. Sebagai gantinya, ke mana pun Suropati
memandang, yang
terlihat hanya gumpalan-gumpalan kabut! Suropati merasakan udara jadi amat
dingin. Sunyi senyap! Tak terdengar lagi derap langkah kuda! Padahal, kereta
yang ditumpangi Suropati terus melaju!
"Hei! Kalian membawa aku ke mana"!" teriak Pengemis Binal dengan bulu kuduk
merinding. Enam gadis cantik yang berkuda di kanan
kiri kereta diam membisu, tak memberikan jawaban. Demikian pula gadis cantik
yang menjadi kusir kereta. "Hei! Kalau kalian diam saja, aku akan meloncat pergi!"
Pengemis Binal berteriak lebih keras. Karena tetap tak mendapat jawaban, remaja
tampan ini membuka pintu kereta dengan kasar. Dan,
mendeliklah mata Pengemis Binal. Sewaktu mengarahkan pandangan ke bawah, hanya
gumpalan- gumpalan kabut yang terlihat!
"Kita sudah sampai...," ujar gadis kusir
kemudian. Dengan membawa perasaan bingung dan
kalut, Suropati melongok ke depan. Sekitar lima
tombak dari hadapan kereta kuda yang telah berhenti, terlihat sebuah kapal tanpa
layar. Belasan gadis cantik berpakaian serba putih berdiri berjajar di atas geladak. Sikap
mereka seperti tengah
menunggu seorang tamu agung.
"Sekarang, kita melanjutkan perjalanan
dengan naik kapal itu," ujar gadis kusir seraya
meloncat dari kereta.
Pengemis Binal hanya garuk-garuk kepala
ketika lengannya digamit dan dibawa meloncat.
Begitu kaki remaja yang tengah kebingungan ini
menginjak geladak kapal, belasan gadis cantik
yang telah menunggu langsung membungkuk
hormat kepadanya.
"Apa arti semua ini?" tanya Suropati, tak
mengerti. "Bukankah Tuan Muda akan memenuhi
undangan Ratu Istana Dalam?" ujar gadis kusir.
"Ya. Tapi..., aku ini sekarang berada di
mana?" "Tuan Muda masih berada dalam perjalanan menuju Istana Langit."
"Istana Langit" Jadi, sekarang aku ini berada di angkasa?"
Gadis kusir tak menjawab. Sementara,
kapal telah melaju, menembus gumpalan kabut.
Suropati terus nyerocos mengajukan pertanyaan,
tapi tak satu pun pertanyaannya yang dijawab.
Semua gadis yang di kapal diam membisu. Akhirnya, Suropati turut membisu juga.
Beberapa saat kemudian, Suropati melihat
kapal lain di depan. Kapal itu lebih besar dan lebih indah pula. Badan kapal
membentuk burung
merpati dan dilaburi warna emas.
"Sekarang, Tuan Muda silakan pindah ke
kapal itu...," ujar gadis kusir.
Pengemis Binal menatap wajah gadis-gadis
di sekitarnya beberapa saat. Semuanya diam.
Sementara, di atas Kapal Merpati Emas telah menanti seorang gadis yang telah
dikenal oleh Suropati. Putri Ayu Jelita!
Merasa mendapat seorang teman, bergegas
Suropati mengayunkan langkah menuju anjungan. Tapi mendadak, pemimpin
Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti ini merasakan hembusan
angin kencang dari belakang. Rambut dan pakaiannya berkibar-kibar. Tak mau
tubuhnya terlontar, segera dia mengerahkan tenaga dalam untuk menambah berat
tubuhnya. "Hmmm.... Gadis-gadis di belakangku ini
sengaja menjajal kepandaianku. Kalian boleh lihat...," kata Suropati dalam hati.
Ketika angin ciptaan belasan gadis berpakaian serba putih berhembus lebih
kencang, Pengemis Binal menggerendeng. Terlihat kemudian,
sekujur tubuh Pengemis Binal terbungkus cahaya
kebiruan. Tiupan angin tak kuasa lagi mengibarkan rambut dan pakaian remaja
konyol ini. Apalagi melontarkan tubuhnya!
Kini, tenang-tenang saja Pengemis Binal
mengayunkan langkah. Sesampai di anjungan,
ternyata jarak kapal yang ditumpanginya dengan
Kapal Merpati Emas masih tiga puluh tombak.
"Tuan Muda begitu hebat. Pastilah Tuan
Muda dapat meloncat ke Kapal Merpati Emas
dengan mudah!" seru salah seorang gadis di belakang Suropati.
Merasa mendapat tantangan, Pengemis Binal menggerendeng lagi. Kalau hanya jarak
tiga puluh tombak, Pengemis Binal memang dapat
menempuhnya hanya dengan sekali loncatan. Tapi, dia tak mau mempertontonkan ilmu
meringankan tubuh yang sudah lazim dilihat orang. Lagi pula, remaja konyol ini
tengah menyimpan rasa
jengkel. Maka, dia ingin menunjukkan kemampuannya yang lebih besar.
Sambil menarik napas dalam-dalam, Suropati mengangkat kedua telapak tangannya
hingga menghadap Kapal Merpati Emas. Belasan gadis
berpakaian serba putih berdecak kagum ketika
melihat Kapal Merpati Emas tersedot oleh telapak
tangan Suropati!
Saat jarak di antara dua kapal tinggal satu
jengkal, Pengemis Binal meloncat ke geladak Kapal Merpati Emas seraya berseru,
"Putri Ayu Jelita!"
Putri Ayu Jelita menyambut dengan senyum manis. Sesaat jiwa Pengemis Binal
terasa terbang. Paras Putri Ayu Jelita memang cantik
luar biasa. Lebih cantik dari gadis-gadis yang
pernah dijumpai Pengemis Binal sebelumnya.
Suropati pun menyangka Putri Ayu Jelitalah yang disebut sebagai Ratu Istana
Dalam, yang telah mengundangnya. Namun, remaja konyol ini
kecele manakala....
"Ratu Istana Dalam telah lama mengagumi
kepandaian Tuan Muda...," ujar Putri Ayu Jelita.
"Suatu kehormatan besar bagi kami-kami penghuni Istana Langit. Tuan Muda telah
berkenan memenuhi undangan junjungan kami...."
"Kau bukan Ratu Istana Dalam?" tanya Suropati sambil garuk-garuk kepala.
"Bukan. Saya hanyalah Ratu Istana Luar
yang tak punya kepandaian apa-apa. Kedudukan
saya di bawah Ratu Istana Dalam."
Mendengar penjelasan Putri Ayu Jelita,
Pengemis Binal mengangguk-angguk walau belum
mengerti. Istana Langit" Ratu Istana Dalam" Ratu
Istana Luar" Semua itu membuat otak Suropati
jadi bebal. Belum lagi bila mengingat Pesanggrahan Pelangi dan Siluman Ragakaca.
Apakah Istana Langit ada hubungannya dengan Pesanggrahan Pelangi"
Sementara Pengemis Binal larut dalam pikiran di benaknya, Kapal Merpati Emas
melaju cepat. Setelah menembus gumpalan-gumpalan
kabut, sampailah Pengemis Binal di depan istana,
besar megah. Istana itu terselubungi cahaya keemasan yang membuat gumpalan kabut
di sekitarnya menjadi berwarna keemasan pula.
Suropati lalu dibawa masuk ke istana. Dia
mengikuti langkah Putri Ayu Jelita dengan hati
ragu. Namun, dalam diri remaja konyol ini segera
timbul keinginan untuk mengetahui rupa orang
yang disebut Ratu Istana Dalam. Kedudukan Ratu Istana Dalam lebih tinggi dari
Putri Ayu Jelita,
dia tentu lebih cantik pula. Suropati jadi tak sabaran lagi untuk segera
berjumpa dengan Ratu


Pengemis Binal 26 Sepasang Racun Api di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Istana Dalam. Mengikuti langkah Putri Ayu Jelita, Suropati melangkah menapaki jalan-jalan
berliku di dalam istana. Semakin lama Suropati merasa telah memasuki sarang tikus yang amat
membingungkan. Sulit menentukan arah mata angin. Kepala Suropati jadi pening.
Untunglah perjalanan ini tidak memakan
waktu banyak. Kini, Suropati telah berada di sebuah ruangan besar yang indah
luar biasa. Di sana sini dipenuhi hiasan gemerlap. Lebih indah dari hiasan
istana Prabu Arya Dewantara ataupun
istana Prabu Singgalang Manjunjung Langit yang
pernah Suropati masuki.
Namun..., Suropati jadi heran tak habis
mengerti. Di dalam ruangan indah itu bukan seorang gadis cantik yang dia temui,
melainkan seorang wanita setengah baya bertubuh gemuk bundar. Pipinya tembam,
hidungnya pesek, dan bibirnya tebal berwarna hitam. Lebih buruk lagi,
kepala wanita itu halus licin tak ditumbuhi sehelai rambut pun!
"Si Pengemis Binal Suropati telah saya hadapkan, Yang Mulia Ratu Istana
Dalam...," ujar
Putri Ayu Jelita. Gadis cantik ini membungkuk
hormat ke arah wanita gemuk yang duduk di belakang meja besar.
"Walah... walah...! Inikah yang disebut Ratu Istana Dalam?" kata hati Pengemis
Binal. "Tak
kusangka dia begitu buruk rupa. Bagai bumi dan
langit bila dibandingkan dengan Putri Ayu Jelita!"
"Terima kasih, Putri. Kau boleh pergi," ujar
wanita gemuk yang memang Ratu Istana Dalam.
Selagi Putri Ayu Jelita beranjak keluar
ruangan, Pengemis Binal garuk-garuk kepala.
"Kenapa berdiri saja" Duduklah, Tuan Muda...," ujar Ratu Istana Dalam.
Suropati mengambil tempat di kursi, berhadapan dengan Ratu Istana Dalam. Dia
jadi jengah melihat tatapan Ratu Istana Dalam yang seperti hendak
menelanjanginya. Kontan kepalanya
menunduk terus.
"Hmmm.... Rupanya pemimpin Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti adalah orang yang
sangat pemalu," ujar Ratu Istana Dalam, tak tahu
sifat dan watak Suropati sebenarnya. "Telah lama
kami, orang-orang Istana Langit, mendengar nama dan mengagumi ilmu kesaktian
Tuan Muda Suropati. Maka, aku yang rendah dan amat bodoh
ini memberanikan diri untuk meminta beberapa
petunjuk istimewa dari Tuan Muda...."
Sambil melempar senyum dan kerlingan,
Ratu Istana Dalam menekan pinggiran meja di
hadapannya. Suropati merasakan sebuah getaran
aneh yang memaksanya mengangkat wajah. Terkesiap remaja tampan tapi konyol ini
melihat poci arak besar yang semula berada di atas meja telah
melayang setinggi satu depa!
"Jangan tertawakan kepandaian yang tak
seberapa ini. Harap Tuan Muda memberi petunjuk istimewa nantinya."
Usai berkata, Ratu Istana Dalam mengangkat tangan kirinya, sementara tangan
kanannya tetap menekan pinggiran meja. Mau tak mau Suropati mesti berdecak kagum manakala
melihat anggur merah di dalam poci menyembur ke atas
seperti mata air yang baru dibuka. Anggur merah
yang keluar dari poci tidak menjadi buyar atau
tumpah ke permukaan meja dan lantai, tapi berkumpul menjadi gumpalan bulat
seperti bola! Mendadak, tangan kiri Ratu Istana Dalam
mengibas pelan. Bola anggur merah pecah menjadi titik-titik halus yang menebar
ke seluruh ruangan. Aroma harum anggur pun tercium ke
mana-mana. Suropati terkesiap ketika titik-titik
anggur itu sebagian hendak menghujani tubuhnya. Namun sebelum remaja konyol ini
bergerak menghindar, Ratu Istana Dalam menengadahkan
telapak tangan kirinya. Dan..., titik-titik anggur
yang mirip air hujan berwarna merah tidak mau
turun. Semuanya melayang seperti ditahan oleh
sebuah kekuatan yang tak tampak oleh mata!
"Kembali...!"
Diawali perintah demikian, titik-titik anggur yang melayang di dalam ruangan
menyerbu masuk lagi ke dalam poci. Tanpa ada setitik pun
yang tertinggal ataupun jatuh ke lantai!
Poci yang telah dipenuhi anggur merah lalu
turun kembali di atas meja. Melihat Ratu Istana
Dalam yang sengaja menunjukkan ilmu kepandaian itu Suropati cuma nyengir kuda
sambil ga- ruk-garuk kepala.
"Tuan Muda jangan mentertawakan kepandaianku yang tidak ada artinya ini...,"
ujar Ratu Istana Dalam. Walau merendah, tapi nadanya jelas menunjukkan sebuah tantangan.
Pengemis Binal menatap wajah Ratu Istana
Dalam sekilas. Lalu, diam-diam remaja konyol ini
menjepit pinggiran meja dengan sepuluh jari tangannya. Tanpa diketahui oleh Ratu
Istana Dalam, kekuatan tenaga dalam yang panas luar biasa
mengalir menuju poci anggur yang terletak di tengah meja. Di lain kejap,
terdengar suara mendesis. Namun Ratu Istana Dalam tidak menaruh curiga apa-apa.
"Pada saatnya nanti kami, orang-orang Istana Langit, meminta dengan penuh
pengharapan kepada Tuan Muda untuk memberikan petunjuk
yang benar-benar istimewa...," kata Ratu Istana
Dalam kemudian. "Namun, saat ini kami tidak patut mengharap terlalu banyak. Tuan
Muda kami undang sebagai tamu terhormat. Kami wajib menyambut kedatangan Tuan Muda
terlebih dulu. Marilah kita minum secawan dua cawan anggur
yang telah tersedia...."
Setelah berkata, Ratu Istana Dalam meraih
sebuah cawan yang terletak di samping poci. Namun, betapa terkejutnya wanita
gemuk berkepala
gundul ini. Sewaktu meraih poci, dia tidak melihat setetes pun anggur di
dalamnya! Sadarlah Ratu Istana Dalam bila Suropati
telah membuat anggur merah dalam poci menguap habis, yang tentunya dengan
mengalirkan kekuatan tenaga dalam yang mengandung hawa
panas luar biasa!
"Bagus! Bagus!" seru Ratu Istana Dalam.
"Diam-diam Tuan Muda telah memberi petunjuk
kepada diriku yang bodoh dan sangat kurang
pengalaman ini."
"Ratu mengundangku kemari apakah
hanya untuk diajak bermain-main seperti ini?"
ujar Pengemis Binal.
"Oh! Tentu saja tidak," sahut Ratu Istana
Dalam. "Tapi kalau aku berterus terang, aku takut Tuan Muda akan tersinggung dan
marah...."
"Hmmm.... Kenapa mesti tersinggung" Kenapa pula mesti marah bila Ratu tidak
bermaksud buruk terhadapku?"
'Ya..., ya! Memang lebih baik aku berterus
terang. Bertambah keyakinanku bila Tuan Muda
memang seorang tokoh yang sangat berbudi...."
"Jangan terlalu memuji, Ratu!" potong Pengemis Binal. "Bila salah aku menerima,
kepalaku akan membengkak, aku akan jadi sombong.'"
"Ya, ya, ya!" Ratu Istana Dalam mengangguk-anggukkan kepala. "Kukatakan saja
bila kami, orang-orang Istana Langit, sangat mengharap
uluran tangan Tuan Muda."
"Uluran tangan" Maksud Ratu, meminta
bantuanku?"
"Ya. Sebenarnya aku, Putri Ayu Jelita, dan
gadis-gadis lainnya penghuni Istana Langit ini telah kehilangan seorang ratu
junjungan...."
"Jadi, pemegang kekuasaan tertinggi di istana ini bukan kau, Ratu Istana Dalam?"
"Bukan. Seperti sebuah kerajaan, pemegang kekuasaan di Istana Langit juga
dibagi-bagi menjadi beberapa tingkatan. Gadis-gadis yang
Tuan Muda lihat sebelum masuk ke istana ini
adalah warga biasa. Mereka semua mengenakan
ikat pinggang selendang sutera berwarna kuning.
Mereka dipimpin oleh Ratu Istana Luar yang
mengenakan ikat pinggang selendang sutera merah. Ratu Istana Luar itu adalah
Putri Ayu Jelita.
Dan, kepemimpinan Ratu Istana Luar harus dipertanggungjawabkan kepada Ratu
Istana Dalam..."
"Kepadamu?"
"Ya. Sebutanku di sini memang Ratu Istana
Dalam. Namaku sebenarnya adalah Putri Impian."
"Nama yang begitu bagus...," kata Pengemis
Binal dalam hati. "Sayang, yang punya nama tidak begitu cocok untuk kujadikan
putri impian yang sebenarnya."
"Sebagai Ratu Istana Dalam, aku bertanggung jawab kepada Ratu Tertinggi," lanjut
Ratu Istana Dalam atau Putri Impian. "Dan, bantuan
yang kami harap dari Tuan Muda adalah berkenaan dengan beliau Ratu Tertinggi,
yang saat ini disekap oleh Siluman Ragakaca di Pesanggrahan
Pelangi...."
Terkejut Pengemis Binal mendengar penjelasan Putri Impian. Jadi, benar dugaannya
bila Istana Langit dan Pesanggrahan Pelangi mempunyai hubungan.
"Siapakah Ratu Tertinggi itu" Dan, bagaimana bisa sampai disekap oleh Siluman
Ragaka- ca?" tanya Suropati, penasaran.
"Tentang cerita bagaimana Ratu Tertinggi
bisa sampai disekap oleh Siluman Ragakaca, aku
tak bisa menjelaskan. Karena, menyangkut urusan pribadi sang ratu. Tapi, kalau
Tuan Muda menanyakan siapa Ratu Tertinggi itu, aku bisa
menjelaskan. Beliau telah Tuan Muda kenal. Dia
adalah...."
Belum selesai ucapan Putri Impian, mendadak segumpal asap mengepul di sudut
ruangan. Begitu asap itu lenyap, muncul sesosok tubuh berwujud mengerikan!
5 Sosok tubuh yang tiba-tiba muncul ini
berwajah rata. Hidungnya hanya berupa dua lubang sebesar kacang tanah. Matanya
satu, namun besar berwarna merah darah, terletak di
tengah-tengah jidat. Kepalanya yang berambut
gimbal ditumbuhi dua tanduk yang mempunyai
ujung bercabang seperti tanduk rusa. Sekujur tubuhnya ditumbuhi bulu lebat
berwarna kuning
kemerahan. Sikap berdirinya berjongkok, hingga
ujung ekor yang mencuat dari pantatnya menyentuh permukaan lantai.
"Iblis Mata Satu...!" desis Putri Impian seraya bangkit dari tempat duduknya.
Pengemis Binal meloncat dan merapat ke
dinding karena terhantam keterkejutan. Kemunculan si makhluk mengerikan yang
begitu men- dadak telah membuat Pengemis Binal berkeringat
dingin. Tanpa terasa bulu kuduknya pun telah
berdiri. Makhluk yang disebut Iblis Mata Satu menyeringai. Menampakkan dua taringnya yang
runcing berkilat. Giginya yang lain kecil-kecil namun kelihatan tajam seperti
mata gergaji. Sambil
mengangkat tangannya yang berbulu lebat, dia
berkata dengan suara keras membentak. "Hari ini
kau belum mengirimkan barang! Kenapa"!"
Putri Impian yang dituding menarik napas
panjang. "Bukan maksud kami tidak mau mengirimkan barang permintaan Siluman
Ragakaca. Ini karena warga kami yang telah menyusut. Lagi pula, ratu junjungan kami sampai
saat ini belum ada kabar bcritanya. Bagaimana kami harus
mengirimkan barang, sementara kami belum tahu
keselamatan Ratu Tertinggi?"
"Hmmm.... Hal itu tak perlu kau khawatir,
Putri Impian!" sentak Iblis Mata Satu, bernada
marah. "Ratu junjunganmu bukan anak kecil
yang masih memerlukan perawatan orang lain.
Siluman Ragakaca menjamin keselamatan Ratu
Tertinggi selama kau melaksanakan kewajiban
dengan baik!"
Mendengar kata-kata Iblis Mata Satu yang
sangat kasar dan amat meremehkan, merah padam muka Putri Impian. Walau dalam
diri wanita gemuk ini menyimpan rasa gentar, tapi dari mulutnya keluar kata-kata yang
menunjukkan kemarahan.
"Iblis Mata Satu keparat! Bawahan Siluman
Ragakaca yang busuk dan culas! Tak usah memutar lidah di sini! Aku tahu akal
bulusmu. Janganlah kau memandang sebelah mata kepada
kami orang-orang Istana Langit! Jika Siluman Ragakaca berani mengganggu selembar
rambut Ratu Tertinggi saja, kami akan...."
"Ha ha ha...!" Iblis Mata Satu memotong
ucapan Putri Impian dengan tawa bergelak. "Ratu
Tertinggi yang begitu sakti pun dapat dilumpuhkan, apalagi kau yang gembrot dan
masih sering ngompol itu, Putri Impian!"
Mendidih naik darah Putri Impian mendengar ejekan pedas Iblis Mata Satu. Namun,
wanita berkepala gundul ini tak dapat berbuat apa-apa.
Dia sadar bila keselamatan ratu junjungannya
ada di tangan Siluman Ragakaca yang merupakan
tuan dari Iblis Mata Satu.
"Kau tidak mengirim barang hari ini tidak
jadi apa. Tapi, besok kau harus mengirimkannya
berlipat dua!" ujar Iblis Mata Satu sambil menudingkan telunjuk jari tangannya
yang berkuku runcing hitam. Mendadak..., muncul tiupan angin kencang. Sebuah bayangan putih berkelebat.
Tahutahu Iblis Mata Satu telah berdiri kaku tanpa dapat bergerak sama sekali!
"Lewat bicaramu tadi, aku tahu kau orang
bawahan Siluman Ragakaca yang jahat! Penghuni
Pesanggrahan Pelangi tak lebih dari perampok hina-dina yang suka merampas barang
orang lain dengan licik!" bentak Pengemis Binal. Remaja konyol inilah yang telah menotok
jalan darah di tu-


Pengemis Binal 26 Sepasang Racun Api di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buh Iblis Mata Satu.
Tidak ada lagi rasa giris dan ngeri dalam
diri Pengemis Binal. Yang ada hanyalah keinginan
menyingkirkan keangkaramurkaan. Dari pembicaraan Iblis Mata Satu dan Putri
Impian tadi, Pengemis Binal tahu duduk persoalan yang menyangkut Istana Langit dan
Pesanggrahan Pelangi. Maka, dia mengambil keputusan untuk melumpuhkan Iblis Mata
Satu. "Harap Ratu memaafkan kelancanganku
ini...," ujar Suropati kepada Putri Impian. Remaja
konyol ini lalu mendelikkan mata ke arah Iblis
Mata Satu. "Jika kau masih sayang pada nyawamu, lekas beritahukan siapa itu
Siluman Ragakaca! Dan, di mana letak Pesanggrahan Pelangi!"
Walau dalam keadaan ditotok kaku, Iblis
Mata Satu tidak menjadi takut akan ancaman Suropati. Makhluk berbulu lebat
seperti monyet ini
malah tertawa bergelak. "Ha ha ha...! Apa kau kira aku ini bocah ingusan yang
gampang ditakuttakuti"! Jika kau mengharap keterangan dariku,
sama halnya dengan mengharap pohon kelapa
bercabang!"
Pengemis Binal mendengus gusar. Melihat
nyali Iblis Mata Satu yang begitu besar, remaja
konyol ini tak dapat menahan hawa amarah.
Hendak diujinya ketahanan Iblis Mata Satu. Maka
dengan mengerahkan seperempat bagian ilmu totokan 'Delapan Belas Tapak Dewa',
dia menotok beberapa jalan darah terpenting di tubuh Iblis
Mata Satu! "Wuah...!"
Mulut Iblis Mata Satu terbuka lebar, memperdengarkan pekik kesakitan keras.
Tubuhnya yang kaku kejang terlihat bergetar. Dari sudut
matanya yang besar, mengalir cairan bening. Dia
tengah merasakan siksaan hebat!
Putri Impian yang melihat perlakuan Suropati tampak terkejut. Wajah wanita gemuk
ini jadi pucat. Putri Impian khawatir bila perlakuan Suropati pada Iblis Mata Satu akan
mengundang amarah Siluman Ragakaca. Dan, itu berarti keselamatan Ratu Tertinggi terancam!
Pengemis Binal dapat membaca kekhawatiran Putri Impian. Dengan tenang ia
berkata, "Perbuatanku ini tak ada sangkut-pautnya dengan Istana Langit. Segala
akibatnya akan kutanggung
sendiri!" Sengaja Pengemis Binal mengeraskan suaranya agar Iblis Mata Satu dapat mendengar
pula. "Peredaran darah di tubuhmu telah kubuat
kacau. Seluruh kepandaianmu telah lenyap. Hendak kulihat sampai di mana
kekuatanmu untuk
menyimpan rahasia!" ujar Pengemis Binal kemudian.
Iblis Mata Satu tak berkata apa-apa. Dia
merasakan sekujur tubuhnya panas, pedih, dan
gatal, bagai ada ribuan semut yang tengah menggigit-gigit. Hawa murninya
terpecah-belah, tak
dapat dikumpulkan lagi. Dia mencoba menghimpun kekuatan untuk melawan totokan
Suropati, tapi tak mampu. Rasa sakit malah menyiksa hebat. Kepalanya pening luar biasa,
bagai dipukuli palu godam. Sementara, keringat dingin bertete-
san dari balik bulu lebat di tubuhnya.
"Di antara kita tidak ada dendam permusuhan. Kenapa kau sampai hati berbuat
kejam seperti ini...?" ujar Iblis Mata Satu, memelas.
Pengemis Binal menatap si makhluk berbulu lebat yang tampak menangis karena tak
kuasa menahan rasa sakit. Dalam hati Pengemis Binal
timbul belas kasihan juga. Tanpa pikir panjang
lagi, dilepaskannya totokan di tubuh Iblis Mata
Satu. Namun... begitu terbebas, Iblis Mata Satu
tertawa bergelak. "Ha ha ha...! Jahanam kau, Bocah Gemblung! Berani mengganggu
penghuni Pesanggrahan Pelangi, berarti menanam bibit permusuhan dengan Siluman
Ragakaca!"
Usai berkata, Iblis Mata Satu yang hanya
mengenakan cawat menyambar kepala Pengemis
Binal untuk dibuat tanggal! Gerakannya cepat sekali. Lima jari tangannya yang
berkuku runcing
hitam tahu-tahu telah berada di depan mata Pengemis Binal!
"Hiah...!"
Wuttt...! Untunglah Pengemis Binal selalu menjaga
kewaspadaan. Dia membuang tubuhnya ke belakang, hingga sambaran Iblis Mata Satu
hanya mengenai tempat kosong.
"Tunggu saja! Hari kematianmu akan segera tiba!" ujar Iblis Mata Satu seraya
mengeluarkan sekeping batu tipis hijau dari balik cawatnya.
Batu tipis sebesar uang logam itu lalu di-
tempelkan di lidahnya. Begitu makhluk itu mengatupkan mulut, Pengemis Binal dan
Putri Impian tersentak kaget Sosok Iblis Mata Satu tiba-tiba
lenyap meninggalkan segumpal asap, yang kemudian lenyap pula!
"Celaka!" seru Putri Impian, kalut dan penuh rasa khawatir.
"Kau kenapa, Ratu?" tanya Pengemis Binal
sambil garuk-garuk kepala.
"Jika peristiwa ini diketahui Siluman Ragakaca, Ratu Tertinggi akan dibunuh.
Istana Langit akan dihancurkan!"
"Jangan khawatir, Ratu!" sentak Pengemis
Binal. "Sudah kukatakan bila perbuatanku tadi
adalah tanggung jawabku sendiri. Iblis Mata Satu
pun telah mendengar apa yang kukatakan ini. Tidak bakalan dia melaporkan hal
yang bukanbukan kepada Siluman Ragakaca."
"Tapi..., bukan tidak mungkin Siluman Ragakaca akan berbuat di luar perhitungan
Tuan Muda...." "Ratu jangan terlalu menyimpan prasangka
buruk!" sentak Suropati lagi. "Aku akan datang ke
Pesanggrahan Pelangi. Kalau Ratu tahu, katakan
saja di mana tempat itu berada...."
"Jangan! Tuan Muda jangan datang ke sana!"
"Kenapa?"
"Ah! Sudahlah!"
Putri Impian mendesah panjang beberapa
kali. Keningnya berkerut rapat. Hati Pengemis Binal jadi tak enak. Dia telah
telanjur mencampuri
urusan orang lain. Tapi, bukankah Putri Impian
mengatakan bila dia ingin minta bantuannya"
"Apa yang Ratu pikirkan" Bila Ratu jadi
meminta bantuanku, kuulurkan kedua tanganku
sekarang juga," tegas Pengemis Binal.
"Benarkah itu?" Putri Impian menatap wajah Suropati dengan mata berbinar.
"Ya."
"Tapi...." Sinar mata Putri Impian meredup
lagi. "Sepertinya masih ada sesuatu yang mengganjal perasaan Ratu. Katakan saja apa
yang harus kulakukan," tawar Pengemis Binal.
"Untuk saat ini belum ada yang dapat Tuan
Muda lakukan untuk kepentingan Istana Langit
Namun, aku akan memberikan sesuatu kepada
Tuan Muda...."
Putri Impian mengambil sesuatu dari balik
bajunya yang berwarna putih. Pengemis Binal
menatap tak mengerti ketika disodori lempengan
batu sebesar uang logam berwarna hijau. Batu itu
persis yang dibawa Iblis Mata Satu.
"Ambillah!"
"Apa itu?"
"Ini sebuah batu mustika yang hanya ada
dua di dunia ini. Yang satu dibawa oleh Iblis Mata
Satu tadi."
"Kenapa diberikan kepadaku?"
"Karena Tuan Muda telah menyanggupi untuk membantu mengatasi kemelut di Istana
Langit ini. Terimalah!"
Dengan hati berdebar-debar, Pengemis Bi-
nal menerima batu yang disodorkan Putri Impian.
Sewaktu mengamati, Pengemis Binal melihat
gambar dua pasang merpati emas di dalam batu.
Sepasang merpati itu seperti sedang terbang di
angkasa yang dipenuhi kabut berwarna hijau.
"Batu itu bernama Mustika Batu Merpati,"
beri tahu Putri Impian. "Kegunaannya telah Tuan
Muda lihat sendiri. Bila Tuan Muda menempelkan
batu itu ke lidah, maka Tuan Muda akan dapat
menghilang."
"Menghilang" Menghilang ke mana?" tanya
Pengemis Binal yang seperti mendengar dongeng
anak-anak. "Menghilang ke tempat yang Tuan Muda
inginkan," jelas Putri Impian.
"Seperti yang dilakukan oleh Iblis Mata Satu tadi?"
"Ya."
"Berarti dengan batu ini aku akan dapat
mendatangi Pesanggrahan Pelangi?"
Putri Impian menggelengkan kepala. "Pesanggrahan Pelangi telah dilindungi
kekuatan gaib yang sulit ditembus. Aku telah mencoba beberapa kali dengan menggunakan
Mustika Batu Merpati yang Tuan Muda bawa itu, tapi tubuhku
terlontar balik dan kembali ke Istana Langit."
"Lalu, apa yang bisa kuperbuat untuk kepentingan Istana Langit?"
"Pada saatnya nanti, Tuan Muda akan tahu
sendiri. Sekarang, Tuan Muda boleh kembali.
Tuan Muda tak perlu lagi menempuh perjalanan
dengan Kapal Merpati Emas ataupun Kereta Mer-
pati Emas. Tuan Muda cukup menentukan tujuan
dalam hati, lalu menempelkan Mustika Batu Merpati ke lidah."
"Ya..., ya! Terima kasih, Ratu!"
Pengemis Binal mengamati lagi batu mustika di tangannya. Seperti teringat
sesuatu yang penting, remaja konyol ini menatap wajah Putri
Impian lekat-lekat.
"Tadi, Iblis Mata Satu datang kemari untuk
meminta barang. Kalau boleh aku tahu, barang
apakah itu?" tanya Suropati penuh kesungguhan.
"Sejak Ratu Tertinggi disekap oleh Siluman
Ragakaca, kami harus mengirimkan barang upeti
setiap hari, yaitu lima gadis warga Istana Langit!"
Terkejut Suropati mendengar penjelasan
Putri Impian. "Untuk apa?" desisnya, setengah tak
percaya. "Aku tak tahu. Mungkin untuk dijadikan
budak atau orang semacamnya."
"Biadab!" geram Pengemis Binal.
"Ya..., ya! Siluman Ragakaca memang biadab! Tapi, kami tidak mampu menghentikan
kebiadaban itu!"
"Hmmm.... Walau aku belum bisa mendatangi Pesanggrahan Pelangi, tapi aku tentu
bisa membasmi kaki-tangan Siluman Ragakaca," kata
hati Suropati. Murid Periang Bertangan Lembut
ini teringat pada Sepasang Racun Api yang dikatakan Peramal Buntung sebagai
kaki-tangan Siluman Ragakaca. Sepasang Racun Api pernah
meracuni Putri Ayu Jelita. Itu sudah cukup dijadikan alasan untuk membuat
perhitungan den-
gan mereka. "Kukira sudah sampai waktunya aku mohon diri, Ratu...," pinta Pengemis Binal
kemudian. "Aku mewakili seluruh warga Istana Langit
untuk melepas kepergian Tuan Muda dengan senang hati. Terima kasih atas
kesediaan Tuan Muda untuk membantu kami."
Selagi Putri Impian membungkuk hormat,
Pengemis Binal membayangkan tempat kediaman
Sepasang Racun Api yang terletak di sebuah lembah di lereng gunung. Sedikit ragu
Pengemis Binal menempelkan Mustika Batu Merpati ke lidah.
Namun, begitu mulutnya dikatupkan, dia merasakan tubuhnya diangkat tangan
raksasa lalu dilemparkan dengan tenaga amat dahsyat!
*** Krosakkk...! Kepala Pengemis Binal terasa pening. Semua yang dilihatnya dalam keadaan
terbalik. Remaja konyol ini merasa tubuhnya terayun-ayun.
Sementara, hembusan angin memainkan anakanak rambutnya yang terburai tak karuan.
Sewaktu memperhatikan keadaan di sekitarnya, tahulah dia bila dirinya tersangkut
di cabang pohon
yang cukup tinggi. Kain celananya tersangkut di
patahan ranting kering!
"Uh! Celaka tiga belas!" rutuk Pengemis Binal.
Remaja konyol ini terkejut melihat ada sesuatu yang jatuh dari mulutnya.
Lempengan batu hijau sebesar uang logam yang tak lain dari....
"Mustika Batu Merpati...!" desis Pengemis
Binal. Bergegas remaja konyol ini menekuk tubuh
untuk melepas kain celananya yang tersangkut di
patahan ranting kering. Pada saat inilah sesosok
bayangan berkelebat, dan menyambar Mustika
Batu Merpati yang tergeletak di atas tanah!
"Hei...!" hardik Suropati yang tahu ada
orang mencuri batu mustika pemberian Putri Impian.
Belum selesai Pengemis Binal melepaskan
kain celananya yang tersangkut, bayangan pencuri telah hilang di balik
pepohonan. "Pencuri busuk!" maki Suropati.
Serta-merta dia mengetrapkan ilmu 'Mata
Awas' untuk mengetahui ke mana menghilangnya
bayangan si pencuri. Begitu remaja berpakaian
putih penuh tambalan ini membuka mata lebarlebar, terlihat olehnya bila pencuri
Mustika Batu Merpati adalah seorang wanita berpakaian ketat
merah kuning. Rambutnya telah memutih semua.
Mengenakan penutup kepala dari emas yang mirip mahkota seorang raja.
"Haram jadah! Kuntilanak bunting!"
Sambil mengumpat-umpat, Suropati berusaha melepaskan kain celananya yang masih


Pengemis Binal 26 Sepasang Racun Api di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersangkut di patahan ranting kering. Belum juga
dapat dirinya terbebas, sebuah teriakan keras telah menggetarkan isi dadanya.
"Berani datang ke tempat kediaman Sepasang Racun Api, berarti telah bosan
hidup!" Pengemis Binal sadar bila teriakan itu berasal dari salah seorang Sepasang Racun
Api. Bahaya tengah mengintai! Tanpa pikir panjang lagi,
Pengemis Binal menghentakkan kaki kanannya.
Di lain kejap, kain celananya telah robek. Dan,
tubuh remaja konyol ini meluncur jatuh dengan
kepala berada di bawah!
"Haya!"
Tangan kanan Pengemis Binal mengibas.
Tiupan angin kencang membuat tubuhnya melenting. Setelah berjumpalitan, dia
mendarat dengan mulus tanpa kurang suatu apa. Hanya kain
celananya yang robek sepanjang satu jengkal.
Sekitar dua puluh tombak dari hadapan
remaja konyol ini terpampang sebuah pemandangan yang cukup menggidikkan. Tulang
belulang manusia menumpuk dan bertebaran menutupi
permukaan tanah. Sementara, dua sosok manusia berjubah hitam berdiri tegak
menantang dengan pandangan tajam penuh nafsu membunuh.
Yang satu seorang kakek tinggi jangkung, berwajah buruk, dan berambut riap-
riapan. Yang seorang lagi berupa nenek bongkok keriputan, berwajah buruk pula.
Hantu Jangkung dan Hantu
Bongkok! "Hmmm.... Sepasang Racun Api! Kakitangan Siluman Ragakaca!" dengus Suropati
seraya meloncat mendekati. "Melihat tulang belulang yang menumpuk begitu banyak,
kalian pasti suka membunuh orang. Hmmm.... Hari ini akan
kubalaskan dendam orang-orang yang telah kalian bunuh itu. Akan kutaboki pantat
kalian. Se- telah terkencing-kencing, mulut kalian akan kucekoki dengan kencing kalian
sendiri!" Mendengus gusar Sepasang Racun Api
mendengar ancaman konyol Pengemis Binal. Secara bersamaan, mereka menggedrukkan
kaki. Diiringi suara berderak-derak, tumpukan tulang
berhamburan ke arah Suropati!
"Aku tak sudi menerima pemberianmu ini!"
Sambil berteriak demikian, Suropati mengibaskan telapak tangan kanannya. Timbul
tiupan angin kencang menderu-deru. Tulang belulang menghambur balik ke arah
Sepasang Racun Api! Terdengar teriakan gusar Sepasang Racun
Api. Mereka sama-sama menegakkan tubuh seraya meniup bersamaan. Timbul ledakan
keras. Tulang belulang hancur-lebur menjadi serbuk halus berwarna putih yang segera
lenyap diterbangkan angin gunung!
"Hmmm.... Wujudmu tak lebih dari seorang
bocah yang masih bau kencur! Tapi, kata-katamu
begitu pedas dan amat menyakitkan hati. Kalaupun kau punya kepandaian, jangan
kira kau dapat melihat mentari sampai esok hari! Terimalah
kematianmu!"
Di ujung kalimatnya, Hantu Jangkung
menghentakkan kedua telapak tangannya ke depan. Dua gumpal api biru melesat ke
arah Suropati! Mengetahui Hantu Jangkung telah mengeluarkan ilmu 'Racun Pencair Raga' yang amat
ganas, Suropati mengalirkan seluruh kekuatan te-
naga dalamnya ke tangan kanan. Begitu pergelangan tangannya berubah merah
membara, udara di sekitar lembah terasa dingin menusuk tulang. Sambil memekik
nyaring, Suropati melepas
pukulan 'Salju Merah'!
"Hiah...!"
Blarrr...! Dua gumpal api biru yang melesat dari telapak Hantu Jangkung lenyap tertelan
sinar merah yang menebarkan hawa dingin luar biasa.
Hantu Jangkung menjerit parau ketika tubuhnya
yang terbungkus salju berwarna merah jatuh terjengkang di atas tumpukan tulang.
Dalam keadaan kaku kejang, nyawa kakek buruk rupa ini
melayang ke alam baka!
6 Hantu Bongkok terkejut bagai disambar petir. Bersama dirinya, Hantu Bongkok
melatih ilmu 'Racun Pencair Raga' selama puluhan tahun.
Bahkan, telah mendapat tambahan kekuatan dari
Siluman Ragakaca. Tapi, bagaimana mungkin suaminya itu bisa mati di tangan
seorang remaja yang berlagak ketolol-tololan"
Dasar pengecut, Hantu Bongkok yang ilmunya tak lebih tinggi dari Hantu Jangkung
menjadi ketakutan setengah mati. Sosok Pengemis
Binal yang tengah tertawa terkekeh-kekeh dilihatnya sebagai malaikat kematian
yang akan mencabut nyawanya. Tanpa pikir panjang dan tak
mengindahkan harga dirinya sebagai seorang tokoh tua, Hantu Bongkok mengambil
langkah seribu. Ngiprit pergi sambil terkencing-kencing!
Pengemis Binal yang tak ingin melihat Hantu Bongkok membunuh orang lagi, cepat
mengejar. Tak memberi kesempatan bagi Hantu Bongkok untuk meloloskan diri.
"Hei, Nek! Rupanya kau istri yang tak setia!
Suamimu sudah menunggu di pintu neraka. Kenapa kau malah lari"!"
Ucapan Suropati terdengar begitu dekat
dengan telinganya. Kontan nenek ini menggigil
kedinginan. Bau pesing semakin menebar dari
kain jubahnya yang telah basah. Terbawa rasa
takut, dia mengempos tenaga. Berlari cepat mengandalkan seluruh kemampuan ilmu
meringankan tubuhnya.
"Hei, Nek! Sebelum mati tadi, suamimu
berpesan bahwa dia ingin secepatnya kau menyusul ka neraka. Di sana dia akan
menyiapkan pesta perkawinan yang kedua!"
Ejekan Pengemis Binal semakin dekat saja
dengan telinga si nenek. Hati Hantu Bongkok semakin kalut tak terkendalikan. Dia
lari membabi buta tak menentukan arah lagi. Hingga suatu
saat, tubuhnya melayang dan terasa sangat ringan. Dia terperosok jatuh ke dalam
jurang! "He he he.... Dasar pengecut! Ditunggu suaminya malah lari terbirit-birit!" ujar
Pengemis Binal, berdiri di bibir jurang. "Hmmm.... Janganjangan jurang ini tidak dalam.
Dan, nenek jelek
itu bisa menyelamatkan diri...."
Pengemis Binal berjongkok untuk melihat
kedalaman jurang. Mendadak, dari dasar jurang
terdengar teriakan.
"Kau jangan turun! Nenek bau pesing ini
kukembalikan padamu...!"
Bersamaan dengan lenyapnya teriakan, itu,
tubuh Hantu Bongkok melesat naik. Tak mau kepalanya tertimpa, Pengemis Binal
mengibaskan telapak tangan kanannya. Serangkum angin pukulan tepat menimpa dada Hantu
Bongkok yang telah kaku kejang karena pengaruh totokan.
Terdengar jerit kematian Hantu Bongkok.
Tubuh nenek naas ini meluncur turun lagi ke dalam jurang.
"Bagaimana kau ini" Barang rongsokan begini kenapa dilempar balik lagi" Aku tak
tahan bau pesingnya!"
Dari dasar jurang terdengar lagi sebuah teriakan. Suaranya polos nyaring,
tampaknya keluar dari mulut seorang bocah perempuan. Begitu
teriakan itu lenyap, tubuh Hantu Bongkok kembali melesat naik. Kali ini jauh di
atas kepala Suropati, dan jatuh berdebam sekitar satu tombak
dari bibir jurang.
Sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal, Pengemis Binal menatap tubuh Hantu
Bongkok yang tak berkutik lagi. Kemudian, remaja konyol ini melongok ke dalam
jurang untuk melihat
siapa yang telah melemparkan tubuh Hantu
Bongkok. "Hei! Kau jangan turun! Segeralah pergi!"
usir suara bocah perempuan.
Suropati yang konyol dan ugal-ugalan mana mau menuruti perintah itu. Dia malah
tertarik untuk turun ke dalam jurang. Siapa tahu dia bisa
menemukan orang yang telah melarikan Mustika
Batu Merpati. Walau belum tahu sampai seberapa jauh
kedalaman jurang, Pengemis Binal mengatur jalan napas, lalu meloncat... terjun
dengan kedua tangan terpentang lebar!
Sambil terus mengatur jalan napasnya sedemikian rupa, Pengemis Binal berusaha
memperlambat luncuran tubuh. Dalam keadaan masih
melayang di udara, remaja konyol ini mengedarkan pandangan ke dasar jurang.
Matanya yang tajam segera mendapat sebuah tempat pijakan
yang tepat. Bagai segumpal kapas, remaja konyol
ini melentingkan tubuh, lalu mendarat di atas
lempengan batu besar berwarna putih.
"Kau ini betul-betul kepala batu! Apa kau
tak mendengar peringatan orang"!"
Sebuah teriakan membarengi kelebatan sesosok tubuh kecil ramping. Suropati
membelalakkan mata melihat seorang bocah perempuan dua
belas tahunan telah berdiri tegak sambil menuding ke batang hidungnya.
"Bocah inikah yang telah menotok dan melemparkan tubuh Hantu Bongkok sampai dua
kali ke bibir jurang?" tanya Pengemis Binal dalam hati. "Kedalaman jurang tak kurang
dari tiga puluh
tombak, kenapa tubuh Hantu Bongkok bisa dengan mudah dilemparkan seperti
melemparkan se-
butir kerikil saja?"
Selagi Suropati terjerat dalam rasa heran,
bocah perempuan yang rambutnya dihiasi dua pita kupu-kupu berkata, "Kulihat kau
ini orang baik juga, karena sudah membinasakan dua setan yang selalu bermain-main dengan
bangkai manusia. Tapi sayang sekali, sifat keras kepalamu
akan segera menjadi bencana."
Pengemis Binal terkesiap mendengar ucapan si bocah. Dengan kening berkerut, dia
menatap sosok bocah yang berdiri dua tombak dari hadapannya itu. Si bocah
mengenakan pakaian serba hijau yang dihiasi renda-renda sulaman berupa bunga
aneka warna. Di wajahnya yang bulat
telur terdapat sepasang mata bersinar terang.
Dua biji hitamnya bergerak-gerak lucu. Sikapnya
seperti anak-anak pada umumnya yang masih polos dan lugu.
"Kaukah yang telah menotok dan melemparkan tubuh Hantu Bongkok?" tanya Suropati
yang masih diliputi rasa heran.
"Memangnya kenapa"!" sentak si bocah.
"Nenek bau pesing itu sangat menjemukan. Dia
dan orang tua satunya lagi tiap hari kerjanya cuma bermain-main dengan tulang
manusia dan membuat api setan. Bahkan, masih sering membunuh orang. Jika aku boleh keluar
dari tempat ini, sudah dari dulu-dulu kutendang pantat mereka!"
Lewat ucapan yang nyerocos panjang itu,
Suropati tahu bila memang si bocahlah yang telah
menotok dan melemparkan tubuh Hantu Bong-
kok. Rasa heran dalam diri remaja konyol ini berganti rasa penasaran. Segera dia
mengajukan pertanyaan.
"Adik kecil yang manis, siapa namamu"
Dan, kenapa kau tidak boleh keluar dari tempat
ini?" "Kau tidak perlu bertanya segala macam!
Segeralah pergi dari tempat ini!"
Tahu sifat anak-anak yang selalu mau menang sendiri, Suropati tersenyum-senyum.
Dengan lembut, dia berkata, "Aku cuma bertanya, kenapa tidak boleh" Kenapa pula
kau mengusir aku" Apakah lembah ini milikmu?"
Si bocah mengerjapkan mata, lalu berteriak, "Mari kau lihat!"
Pengemis Binal hanya berdiri terpaku melihat si bocah berkelebat. Timbul rasa
kagum bercampur heran dan penasaran dalam diri remaja
konyol ini melihat kecepatan gerak si bocah.
"Bagaimana sih kau ini"! Kenapa tidak
mau datang melihat"!" hardik bocah perempuan
berpita kupu-kupu, menghentikan kelebatan tubuhnya.
Terdesak rasa ingin tahu apa yang hendak
ditunjukkan si bocah, bergegas Pengemis Binal
mengempos tenaga, berlari dengan mengerahkan
ilmu meringankan tubuh. Sementara, si bocah telah berkelebat lagi. Sesaat
Pengemis Binal melengak heran. Dia telah mengerahkan seluruh kemampuan ilmu
meringankan tubuh, tapi kelebatan si bocah tak dapat dikejarnya. Bahkan,
Pengemis Binal merasa tertinggal!
"Cepatlah...!" teriak si bocah perempuan
berpita kupu-kupu dari kejauhan.
Untunglah si bocah segera menghentikan
kelebatan tubuhnya, hingga Suropati tidak makin
tenggelam dalam rasa heran akibat ilmu meringankan tubuhnya yang kalah satu
tingkat. Setelah menunggu beberapa lama sampai
Pengemis Binal berada di sampingnya, si bocah
menunjuk sesuatu yang membuat Suropati terkejut.
Terlihat sebuah makam berbentuk aneh. Di
kanan kiri batu nisan yang terbuat dari batu pualam yang dipahat menyerupai
undak-undakan, berjajar puluhan batu kecil beraneka warna. Tertimpa sinar matahari, batu-batu
itu memancarkan bermacam-macam cahaya yang sangat terang
gemerlapan. Cahaya gemerlapan itu membuat sebuah bidang menyerupai atap rumah.
Di batu nisan terdapat tulisan yang terukir
indah. Dengan pandangan mata kagum, Suropati
membaca. "Makam Pelangi."
Suropati segera ingat akan tempat kediaman Siluman Ragakaca yang bernama
Pesanggrahan Pelangi. Adakah hubungan antara
Makam Pelangi dan Pesanggrahan Pelangi" Bila
ada, apakah bocah perempuan yang ditemui Suropati itu juga salah seorang
penghuni Pesanggrahan Pelangi"
"Hei! Kenapa melamun"!" tegur bocah perempuan berpita kupu-kupu. "Kau belum
selesai membaca!" Pengemis Binal terperanjat merasakan tepukan di pinggangnya. Jari-jari tangan si
bocah yang kecil lentik mengalirkan hawa aneh yang
membuat Pengemis Binal memekik parau.
"Hi hi hi...! Disenggol begitu saja sudah kaget setengah mati. Ayo cepat baca
terus tulisan

Pengemis Binal 26 Sepasang Racun Api di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu!" perintah si bocah.
Sambil nyengir kuda, Pengemis Binal menuruti perintah si bocah. Di bawah tulisan
Makam Pelangi terdapat tulisan lagi yang berhuruf
lebih kecil. Pengemis Binal membaca dengan jantung berdebar kencang.
"Kematian bagi yang berani masuk ke lembah ini."
Walau Suropati bukanlah orang yang takut
mati, tapi melihat tulisan itu, dia bergidik ngeri
juga. Badannya menggigil dengan bulu kuduk tegak berdiri. Seluruh kekuatannya
bagai tersedot oleh hawa aneh yang keluar dari Makam Pelangi.
Begitu menyadari keadaan, Pengemis Binal
menatap lekat wajah bocah perempuan yang tengah tertawa cekikikan. Sementara,
yang ditatap langsung menghentikan tawanya seraya menuding.
"Kenapa kau menatapku dengan mata melotot"! Tidak salah, kata Ayah. Di dunia ini
tidak ada lelaki yang baik. Semuanya kotor dan busuk!"
Mendengar bentakan itu, tiba-tiba sifat
gendeng Suropati muncul. Sejenak dia lupa pada
Makam Pelangi yang tampak angker. Sambil mengerjap-ngerjapkan mata, dia
menggoda. "Kalau semua lelaki kotor dan busuk,
ayahmu tentu juga kotor dan busuk!"
"Tidak!" tolak si bocah. "Ayahku baik. Tapi...."
Bocah perempuan ini tak melanjutkan
ucapannya. Air mukanya berubah keruh. Bibir
yang tipis mungil terlihat mewek seperti hendak
menangis. "Lekaslah kau meninggalkan tempat ini!
Aku tidak jadi membunuhmu!"
Suropati garuk-garuk kepala melihat sikap
aneh si bocah. "Di antara kita tidak ada silang
sengketa, kenapa kau hendak membunuhku?"
Si bocah tidak jadi menangis. Dia tertawa
manis sekali. Lagak lagunya amat polos, tidak dibuat-buat. Lalu dengan jari
telunjuknya, dia menuding Pengemis Binal sampai menyentuh dada.
"Kau memang tolol sekali! Bukankah kau
sudah membaca tulisan 'kematian bagi yang berani masuk ke lembah ini"' Kalau
ayahku tidak ada, akulah yang akan melaksanakan! Akulah
yang akan membunuh siapa pun yang masuk ke
lembah ini, termasuk kau!"
Si bocah mengucapkan kata 'membunuh'
dengan tegas dan tanpa beban sama sekali. Sepertinya, perbuatan itu merupakan
suatu hal yang biasa. Tentu saja hati Pengemis Binal jadi
panas. Lupa bila yang sedang dihadapinya adalah
seorang anak kecil, Pengemis Binal membentak.
"Meskipun lembah ini telah menjadi milik
keluargamu, tidak seharusnya kau berbuat sedemikian kejam! Aku tidak mau pergi
dari tempat ini! Aku ingin melihat rupa ayahmu yang tak ken-
al aturan! Bisa tidak dia mendidik anak"!"
Tiba-tiba, tangan kanan si bocah berkelebat amat cepat. Suropati pun tak dapat
menghindar lagi manakala telapak tangan si bocah mendarat di pipi kirinya!
Plakkk...! "Oughhh...!"
Suropati terpelanting dan hampir terpeleset
jatuh ke tanah. Kalau saja semua anggota badan
Suropati tidak dibentengi dengan tenaga dalam
tingkat tinggi, kepala remaja konyol ini tentu telah remuk!
"Berani benar kau memaki ayahku!" hardik
si bocah dengan mata melotot dan bibir cemberut.
Namun, suaranya seperti orang mau menangis.
Suropati yang baru kena tampar cuma
berdiri membisu sambil mengusap pipinya yang
merah bergambar lima jari. Remaja konyol ini tidak tahu bagaimana harus meladeni
sikap si bocah.
Sebenarnya, Suropati tidaklah mudah dipukul orang. Hanya karena tak menduga,
lagi pula gerakan si bocah amat cepat luar biasa, dia harus merelakan pipinya
kena tampar. Tapi, hal ini
tidak membuat Suropati marah ataupun sakit hati. Dia tahu ada rasa sesal yang
terpancar dari sorot mata si bocah.
"Sakitkah tamparanku tadi?" tanya si bocah.
Suropati menggeleng.
"Kau marah?"
Suropati menggeleng lagi.
Si bocah menundukkan kepala. Dengan
mata berkaca-kaca, dia menggumam. "Aku telah
terlepas tangan. Tidak seharusnya aku menampar
orang baik. Aku salah..."
Lalu, ditariknya tangan Suropati. Setelah
mengayun-ayunkannya beberapa lama, dia menatap dengan air mata berlinang.
"Kau menangis?" kesiap Pengemis Binal.
"Kau orang baik. Jika tidak khawatir akan
ayahku, ingin aku menahanmu di tempat ini, menemaniku bermain...," ujar si
bocah. "Pergilah!
Kalau Ayah datang, aku takut dia...."
"Jangan khawatir!" potong Pengemis Binal.
"Kalau ayahmu datang, aku akan membujuknya.
Bukankah dia tahu bila kau butuh teman?"
"Ya. Aku memang butuh teman. Sejak bayi,
aku telah tinggal di tempat ini. Ayah melarangku
pergi...."
Keluhan si bocah membuat iba hati Pengemis Binal. Dibelainya rambut si bocah
dengan lembut. "Jangan khawatir dan tak usah kau menangis. Aku akan bujuk ayahmu
agar...." "Tidak!" sela si bocah. "Ayahku tidak gampang dibujuk! Pergilah selagi masih ada
kesempatan!"
Pengemis Binal yang sudah menjadi suka
dan sayang pada si bocah mendesah panjang.
"Keterlaluan sekali ayah bocah perempuan ini!"
rutuknya dalam hati. "Tidak seharusnya dia
membelenggu kebebasan anaknya. Tinggal di
lembah sunyi tanpa seorang pun teman adalah
siksaan bagi seorang bocah yang butuh kegembi-
raan." Suropati tidak berani mengeluarkan pikiran di benaknya. Dia takut si bocah
kembali marah dan kelepasan tangan lagi. Suropati terus
membelai rambut si bocah penuh kasih sayang.
"Kau jangan khawatir, Adikku. Tidak bakalan ayahmu membunuhku. Aku datang tidak
dengan maksud buruk. Bukankah ayahmu seorang manusia, yang tentunya punya rasa
belas kasihan juga?" ujar Pengemis Binal. "Kau jangan
kesal dan bersedih pula. Mungkin ayahmu sedang
mendalami suatu ilmu. Setelah selesai, dia pasti
akan mengajakmu keluar dari lembah ini."
Mendengar kata-kata yang begitu tulus, si
bocah bukannya terhibur, tapi malah menangis
sesenggukan. Air matanya makin deras mengalir.
Seperti menemukan orang yang sangat dicintainya, bocah perempuan ini lantas
memeluk pinggang Suropati erat-erat. Dia pun menumpahkan segala kedukaannya.
"Ayah benar-benar orang yang keras kepala
dan sangat teguh memegang aturan yang telah dibuatnya...," kata si bocah di
antara sedu sedan
tangis. "Sampai langit runtuh, tidak akan Ayah
mengizinkan aku keluar lembah. Aku dan Ayah
harus menemani Ibu yang telah meninggal..."
Melihat si bocah yang menangis makin keras, Pengemis Binal jadi bingung,
bagaimana harus menghibur. Pengemis Binal yakin bila ayah si
bocah adalah orang yang kejam, maka dia memutuskan untuk menjumpainya. Tapi, dia
masih ingin menguji kesungguhan si bocah yang ingin
bersahabat dengannya.
"Kau tak baik menangis terus. Lekaslah
kembali ke rumah. Mungkin ayahmu sedang menunggu. Kau jangan buat dia jadi
marah. Lekaslah pulang. Aku juga akan pergi dari tempat
ini...." Begitu selesai Suropati berkata, si bocah
mengangkat wajah. Serta-merta dipeluknya erat
pinggang Suropati.
"Tidak! Kau tidak boleh pergi! Ayahku tidak
menjadi soal. Dia sangat sayang kepadaku. Aku
pun akan membujuk agar kau tidak dibunuhnya...."
Bibir Suropati menyunggingkan senyum.
Ditepuk-tepuknya bahu si bocah seraya berkata,
"Terus terang kukatakan kepadamu, aku tidak
takut kepada siapa pun. Juga, kepada ayahmu.
Jangankan ayahmu seorang, seribu iblis pun
akan kuterjang bila aku berada di pihak yang benar!"
Mendadak.... "Bocah masih bau kencur sudah berani
omong besar! Apa kau tidak tahu peraturan Makam Pelangi"!"
Terkejut Suropati ketika mengarahkan
pandangan ke arah suara berasal. Tanpa mengeluarkan suara berisik sedikit pun,
seorang kakek berjubah merah telah berdiri tiga tombak di
samping kanannya. Telinga Suropati yang tajam
tak mampu mendengar kedatangan kakek itu. Segera Suropati bersiap siaga untuk
menghadapi segala kemungkinan buruk.
"Kematian bagi yang berani masuk ke lembah ini...!" ujar kakek berjubah merah,
mengulang bunyi tulisan yang tertera di Makam Pelangi.
7 "Ayah! Dia datang dari atas tebing! Dia tidak tahu batu peringatan itu!"
Bocah perempuan berpita kupu-kupu
mengeluarkan teriakan lantang. Dia menghambur
ke arah kakek berjubah merah. Namun, si kakek
mendengus gusar seraya mengibaskan telapak
tangan kanannya. Hembusan angin kencang
membuat tubuh mungil si bocah terpelanting. Untung dia bisa mengendalikan gerak
tubuhnya, hingga tidak sampai jatuh tersungkur ke tanah.
"Tak perlu kau membela bocah lelaki bermulut besar itu, Narita!" bentak kakek
berjubah merah. "Karena berani lancang memasuki lembah
ini, akan ku adili dia dengan aturan yang berlaku
di Makam Pelangi!"
Mendengar kata-kata keras ayahnya, bocah
perempuan bernama Narita kontan menangis lagi.
Sementara, kakek berjubah merah tak mempedulikannya sama sekali. Matanya
berkilat menatap
wajah Suropati.
"Siapa namamu" Dari mana kau berasal"
Dan, untuk apa kau datang kemari?"
Ingin rasanya Pengemis Binal menonjok
muka si kakek yang telah berlaku kejam terhadap
anaknya itu. Mendengar pertanyaannya yang keras menyelidik itu pun gigi Pengemis
Binal sudah berkerot-kerot. Namun mengingat si kakek adalah
ayah Narita yang telah mengundang rasa suka
dan belas kasihannya, Pengemis Binal mencoba
bersabar. "Saya bernama Suropati, Pak Tua," kenal
Pengemis Binal. Walau membungkuk hormat, tapi
suara remaja konyol ini terdengar menggeram.
"Saya berasal dari Negeri Anggarapura. Saya datang ke tempat ini bukan dengan
maksud buruk...."
"Dia sudah mewakili kita membunuh Sepasang Racun Api yang teramat kejam itu,
Ayah!" sahut Narita. Mendengar penjelasan anaknya, kakek berjubah merah bukannya senang, tapi malah
melototkan mata. Mulutnya mengeluarkan suara
menggerendeng. Narita yang sudah tahu benar
adat kelakuan ayahnya, bergegas meloncat seraya
memegangi lengan lelaki tua ini. Narita hafal bila
suara menggerendeng ayahnya adalah sikap awal
untuk segera melakukan pembunuhan. Maka
dengan air mata berlinang, Narita terus memegangi lengan ayahnya.
"Ayah jangan membunuh.... Dia orang
baik...," iba Narita di antara sedu sedan tangisnya.
"Anakku Narita..., janganlah kau percaya
pada ucapan pemuda itu. Telah berkali-kali kukatakan padamu bahwa semua lelaki
di dunia ini jahat. Mereka kotor dan busuk. Tak satu pun
yang punya hati baik."
Mendengar kata-kata kakek berjubah merah, Suropati geleng-geleng kepala.
Benarkah semua lelaki di dunia ini kotor dan busuk" Sungguh sempit pandangan
lelaki tua itu! Dia telah
memberikan pengertian yang salah kepada anaknya. Ada salah, ada benar. Ada
kejahatan, ada kebaikan. Sangat tidak tepat bila dikatakan tak
satu pun lelaki punya hati baik!
"Hmmm.... Ayah Narita itu mengatakan bila
semua lelaki kotor dan busuk. Apakah dia bukan
lelaki" Kalau dia tak mau dikatakan kotor dan
busuk juga, dia pasti banci! Ya..., ya! Dia banci!"
pikir Suropati. Tanpa terasa remaja konyol ini tersenyum-senyum seorang diri.
Mendadak, kakek berjubah merah mendorong tubuh Narita. "Minggirlah...!" usirnya
dengan suara keras menggelegar.
Ingin rasanya Narita mengajak pergi Suropati. Ingin rasanya dia melepaskan
Suropati dari tangan maut yang akan segera dijatuhkan ayahnya. Tapi..., Narita pun tidak mampu
melawan kehendak ayahnya. Dia tak sanggup membuat
kecewa dan menyakiti hati orang yang telah mengukir jiwa raganya. Karena bingung
serta tak tahu apa yang harus diperbuatnya, Narita cuma bisa
menangis..., dan menangis....
"Pak Tua!" seru Suropati. "Bukan aku hendak mengajar adat atau memberi petuah
kepadamu. Apakah semua perbuatanmu sudah kau
pikirkan terlebih dulu" Kau bisa saja membunuh
aku. Tapi, tidakkah kau sadar perbuatanmu itu
akan membuat susah dan sedih anakmu. Tidakkah dia akan merasa kehilangan" Bila
dia memendam rasa kecewa berat, suatu saat kelak dia
bisa melawanmu, melarikan diri darimu, dan
yang lebih parah dia tak akan menganggapmu sebagai ayahnya lagi...."
"Bocah gemblung!" sentak kakek berjubah


Pengemis Binal 26 Sepasang Racun Api di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merah. "Pandai benar kau mengucap kata-kata.
Tapi aku. Raja Angin Barat, tak butuh nasihat dari seorang bocah gembel macam
kau! Aku bisa mendidik anakku sendiri! Aku tahu apa yang terbaik bagi Narita!"
Mendengar ucapan yang menunjukkan sifat keras seperti batu itu, Pengemis Binal
mengerutkan kening. Tanpa sadar tangan kanannya terangkat, lalu menggaruk-garuk
kepala yang tak
gatal. "Kematian bagi yang berani masuk ke lembah ini...," ujar Raja Angin Barat,
mengulang lagi bunyi peringatan di Makam Pelangi.
Usai berkata, Raja Angin Barat menggerendeng seraya memutar-mutar kedua telapak
tangannya di depan dada. Timbul tiupan angin kencang yang menerbangkan dedaunan
dan batubatu kecil yang berserakan di permukaan tanah.
Terkejut tiada terkira Pengemis Binal. Kedua tangan Raja Angin Barat terlihat
membesar..., membesar..., dan terus membesar! Hingga di lain
kejap, Pengemis Binal melihat kedua tangan Raja
Angin Barat sudah cukup besar untuk dapat
menggenggam seekor kerbau!
"Ya Tuhan...," sebut Pengemis Binal dalam
keterkejutannya.
"Ilmu 'Tangan Langit'!" seru Raja Angin Barat.
Sesaat kemudian, Pengemis Binal melihat
sepasang tangan yang sangat panjang dan besar
meluncur ke arahnya. Tak mau tubuhnya terjepit
jari-jari sebesar batang pohon kelapa, bergegas
Pengemis Binal meloncat. Namun..., sepasang
tangan raksasa milik Raja Angin Barat terus
mengejar ke mana pun dia pergi!
"Sihir...! Sihir...!" teriak Pengemis Binal
sambil terus berloncatan.
Susah payah pemimpin Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti ini menghimpun kekuatan
batin. Begitu dapat, keterkejutan menghantam lebih telak, hingga mata Pengemis
Binal melotot besar karena terjerat rasa heran.
Sejak kecil, Suropati mempunyai kekuatan
batin yang hebat. Setelah bertemu dengan Periang
Bertangan Lembut yang kemudian menjadi gurunya, kekuatan batin Suropati terus
digembleng dan dilatih. Hingga, kekuatan batin Suropati sudah sedemikian kuatnya. Tak
bakalan ada orang
yang mampu mempengaruhinya dengan ilmu sihir. Tapi..., kini Suropati telah
menghimpun seluruh kekuatan batinnya. Kedua tangan Raja Angin
Barat tetap saja kelihatan sangat panjang dan besar, berlipat dua puluh kali
ukuran normal! Berarti kedua tangan Raja Angin Barat memang bertambah ukuran
secara nyata, bukan karena pengaruh ilmu sihir!
"Ya, Tuhan..."
Pengemis Binal terus menyebut kebesaran
nama Sang Penguasa Tunggal berkali-kali. Karena
ruang geraknya telah terkepung oleh dua tangan
raksasa, Pengemis Binal tak punya kesempatan
lagi untuk meloloskan diri. Maka sebelum tubuhnya remuk kena remas, Pengemis
Binal mengalirkan kekuatan tenaga dalamnya ke telapak tangan
kanan. Sekejap mata kemudian, pergelangan tangan kanan Pengemis Binal telah
merah membara, namun menebarkan hawa dingin.
"'Pukulan Salju Merah'!" seru Pengemis Binal.
Remaja konyol ini memutar tubuh seraya
mengibaskan telapak tangannya beberapa kali. Titik-titik salju berwarna merah
menebar ke manamana. Hawa di sekitar Makam Pelangi jadi dingin
luar biasa! Raja Angin Barat terkejut setengah mati.
Kedua tangannya tiba-tiba kempes dan menjadi
kecil seperti semula. Untuk beberapa saat, tokoh
tua ini berdiri terpaku di tempatnya. Dia tak menyangka bila Suropati yang
lagaknya seperti
orang tolol mempunyai ilmu pukulan sedemikian
hebat. "Rupanya kau punya ilmu kepandaian
yang bisa diandalkan, hingga kau berani masuk
ke Makam Pelangi...," ujar Raja Angin Barat. "Tapi... dengan ilmu kepandaianmu
itu, yang bisa dikatakan lumayan, jangan kira kau akan dapat lolos dari
tanganku!"
Raja Angin Barat menggerendeng lagi. Kedua tangannya kembali berputar-putar di
depan dada. Setelah timbul tiupan angin kencang, kedua tangan tokoh tua ini membesar
untuk kedua kalinya. Tapi kini, sekujur pergelangan tangannya
dilapisi cahaya putih berkilat-kilat!
Kontan mata Pengemis Binal menyipit karena silau. Tahu ada bahaya lebih besar
yang mengancam jiwanya, cepat disiapkan lagi pukulan 'Salju Merah' yang didapatkannya
dari Nyai Catur Asta, ratu Kerajaan Siluman.
Saat kedua tangan raksasa Raja Angin Barat meluncur hendak meremukkan tubuhnya,
Pengemis Binal memekik parau seraya menghentakkan tangan kanannya ke depan!
"Hiah...!"
Blarrr...! Gumpalan salju merah yang amat dingin
dan mengandung kekuatan luar biasa tepat
menghantam kedua telapak tangan raksasa Raja
Angin Barat. Namun, alangkah terkejutnya Pengemis Binal. Gumpalan salju merah
lenyap tertelan cahaya putih berkilat yang menyelubungi kedua pergelangan tangan
Raja Angin Barat!
Selagi Pengemis Binal terpaku dalam keterkejutan, mendadak remaja konyol ini tak
dapat menggerakkan kedua tangan dan kakinya. Dadanya sesak karena jalan napasnya telah
buntu. Tubuhnya terasa dijepit balok-balok baja yang
amat kuat! "Ayah...!"
Narita yang sedari tadi larut dalam sedih
dan menangis mengguguk, meloncat sebat. Memeluk pinggang Raja Angin Barat dari
belakang! Dia meratap, mengiba, dan terus menangis....
"Jangan, Ayah! Jangan bunuh dia! Dia
orang baik! Ayah...! Jangan...!"
Raja Angin Barat cuma mendengusdengus. Sementara, Pengemis Binal megap-megap
karena kehabisan napas. Bergerak sedikit pun dia
tak lagi mampu. Tubuhnya telah tercengkeram
tangan raksasa Raja Angin Barat!
"Ayah...! Kalau Ayah membunuhnya, aku
juga tak mau hidup lagi...!"
Melihat Pengemis Binal yang sudah di ambang pintu maut, Narita menekan kepalanya
sendiri dengan sepuluh jari tangannya. Dengan air
mata terus berlelehan, bocah perempuan ini menekan kepalanya lebih keras dan
semakin keras. Hingga, sepuluh jari tangannya terlihat bergetar
dan mengepulkan asap!
Raja Angin Barat mendesah panjang. Dia
juga tahu benar akan sifat dan watak anaknya.
Persis seperti dirinya, keras dan amat teguh. Apa
yang dikatakan, betul-betul akan dilakukannya.
Narita benar-benar akan bunuh diri!
Sesaat Raja Angin Barat jadi bingung. Dia
harus melaksanakan aturan yang berlaku di Makam Pelangi, tapi dia juga tak ingin
kehilangan anak satu-satunya yang sangat dicintainya.
Dalam keadaan bingung untuk segera menentukan pilihan, tiba-tiba Raja Angin
Barat menggembor keras. Kepalanya menggelenggeleng. Pada saat inilah Pengemis Binal
mendengar suara gemeretak yang timbul dari dalam tubuhnya. Tulang belulangnya
segera akan remuk.
Kematian sudah lekat di pelupuk matanya!
"Enyah kau, Jahanam!" seru Raja Angin
Barat Diiringi suara menggembor amat keras. Raja Angin Barat melemparkan tubuh
Pengemis Binal sekuat tenaga. Tak ayal lagi, tubuh Pengemis
Binal melesat ke angkasa dengan kecepatan melebihi lesatan anak panah lepas dari
busur! Burung-burung yang melihat kejadian ini mencicit
ngeri. Mereka terbang pergi, seperti tak sampai
hati melihat kekejaman manusia....
"Kakakkk...!"
Narita menjerit panjang. Tak mempedulikan lagi ayahnya yang tengah menggeram-
geram bagai orang kesetanan, Narita menjejak tanah.
Tubuhnya melesat cepat. Setelah melompati tebing setinggi tiga puluh tombak,
tubuhnya lenyap
dari pandangan....
"Naritaaa...!"
Raja Angin Barat turut menjerit panjang.
Dia menjejak tanah pula. Tubuhnya melayang,
melewati tebing, lalu melesat dan hilang entah ke
mana.... *** Pengemis Binal tak tahu berapa ratus tombak tubuhnya terlontar. Hembusan angin
terasa memukul-mukul. Suara gemuruh keras menepuk-nepuk gendang telinganya. Mata jadi
pedih dan tak dapat dibuka. Dalam keadaan meluncur
cepat di angkasa luas, Pengemis Binal merasakan
siksaan hebat. Tak kuasa menahan rasa sakit,
kesadaran Pengemis Binal lenyap. Dan, tentu saja
keadaan ini menjadi lebih berbahaya....
Tubuh Pengemis Binal terus meluncur!
Sementara, di depan sana terlihat bongkahanbongkahan batu besar. Apakah Pengemis
Binal akan menemui malaikat kematian dengan tubuh
hancur berantakan"
Rupanya Tuhan berkehendak lain. Sebelum tubuh Pengemis Binal membentur bongkahan
batu, berkelebat sesosok bayangan. Tubuh
Pengemis Binal dijepit dua pergelangan kaki yang
kokoh. Namun karena luncuran tubuh Pengemis
Binal terlampau kuat, tubuh sang penolong terbawa meluncur!
Bresss...! Punggung sang penolong membentur
bongkahan batu. Sementara, tubuh Pengemis Binal lepas dari jepitan kakinya, lalu
terlontar dan bergulingan di tempat lain....
Dalam keadaan hampir pingsan, orang
yang berusaha menyelamatkan jiwa Pengemis Binal menarik napas panjang beberapa
kali. Untung orang ini melindungi tubuhnya dengan tenaga dalam, hingga tak sampai remuk
membentur batu.
"Segala puji bagi Tuhan penguasa semesta
alam...." Orang ini menyebut kebesaran Sang Penguasa Tunggal. Kepalanya menggeleng-geleng
untuk mengusir kekaburan yang menyelimuti pandangannya. Penolong Pengemis Binal
ini ternyata seorang kakek berkumis dan berjenggot panjang.
Mengenakan celana dan rompi kuning. Di kepa-
lanya melingkar ikat kepala yang terbuat dari besetan kulit pohon kasar berduri.
Kedua bahunya rata karena tak punya tangan. Siapa lagi dia kalau bukan Peramal Buntung!
"Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang....
Tuhan Maha Pemurah...."
Sambil terus menyebut kebesaran-Nya, Peramal Buntung bangkit. Tampak bongkahan
batu yang terbentur punggungnya telah retak-retak.
Dengan rasa khawatir, kakek berompi kuning ini
meloncat mendekati tubuh Pengemis Binal yang
tergeletak di atas tanah.
Jari-jari kaki Peramal Buntung segera menekan-nekan beberapa tempat di tubuh
Pengemis Binal. Setelah meletakkan telinga di dada kiri
Pengemis Binal, Peramal Buntung menarik napas
lega. "Tuhan benar-benar Maha Pengasih dan
Penyayang. ..."
Usai mengucap puji syukur, Peramal Buntung menotok beberapa jalan darah Pengemis
Binal dengan jari-jari kakinya. Sebentar kemudian,
Pengemis Binal menggeliat dan tersadar dari
pingsannya. "Uh...!" keluh Pengemis Binal, mencoba
bangkit "Jangan dulu! Tetaplah berbaring di situ!"
cegah Peramal Buntung.
Pengemis Binal mengerjap-ngerjapkan matanya. Melihat seraut wajah yang telah
dikenalnya, remaja konyol ini menarik napas panjang seraya mendesis, "Kakek
Peramal Buntung...."
"Ya. Aku memang Peramal Buntung, Tuan
Muda...," sambut Peramal Buntung. "Tuan Muda
jangan bergerak dulu. Tarik napas dalam-dalam.
Atur hawa murni Tuan Muda yang terpecahpecah...."
Pengemis Binal segera mengikuti petunjuk
Peramal Buntung. Tak seberapa lama kemudian,
rasa sakit yang merejam sekujur tubuhnya sudah
banyak berkurang.
"Raja Angin Barat...," desis Pengemis Binal
dengan mata terpejam.
"Heh"! Apa" Tuan Muda berkata apa?" kejut Peramal Buntung.
Perlahan Pengemis Binal membuka kelopak
matanya. "Raja Angin Barat. Tangannya yang
panjang dan besar mencengkeram kuat. Tubuhku
dilemparkan...."
Mendengar ucapan Pengemis Binal yang
seperti mengigau, Peramal Buntung mengerutkan
kening, lalu geleng-geleng kepala. Sementara, putaran waktu terus berlalu.
Mentari bergeser ke
barat. Sinarnya melemah. Angin berhembus
membawa kesejukan....
SELESAI Segera terbit!!!
BIDADARI PULAU PENYU
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel


Pengemis Binal 26 Sepasang Racun Api di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Persekutuan Pedang Sakti 6 Dewa Linglung 27 Raja Penyihir Sinting Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 2
^