Pencarian

Perawan Dalam Pasungan 2

Pendekar Rajawali Sakti 78 Perawan Dalam Pasungan Bagian 2


"Siapa itu Ki Rampak?" Tanya Rangga ingin tahu. "Kepala Desa Tampuk. Tapi, semua
orang tidak menyukainya. Dia kejam dan memeras pendu-
duk dengan kekuatannya. Tidak ada seorang pun
yang berani menentangnya. Bahkan ketika mema-
sung anak gadis kepala desa yang dulu pun, tidak
ada seorang pun yang berani menentang. Bahkan
semua penduduk diharuskan membenci gadis ma-
lang itu. Hanya istriku saja yang tidak sudi menu-
ruti perintahnya. Setiap hari istriku mengirimkan
makanan untuk Nini Angki," Ki Sampar memulai
ceritanya. "Hm...," Rangga menggumam perlahan.
"Teruskan, Ki," pinta Pandan Wangi.
"Bertahun-tahun, Desa Tampuk berada dalam
genggaman Ki Rampak. Dan belakangan ini, mun-
cul seseorang yang membunuh para pengikut Ki
Rampak. Dan itu adalah awal malapetaka. Aku sen-
diri tidak tahu, kenapa aku dan istriku sampai di libatkan. Padahal, aku tidak
tahu-menahu terhadap
semua itu," sambung Ki Sampar tetap pelan suaranya.
"Lalu, di mana istrimu, Ki?" Tanya Pandan Wangi.
"Dibawa orang aneh itu," sahut Ki Sampar.
"Maksudmu...?" Pandan Wangi meminta pen-
jelasan. Ki Sampar pun langsung menceritakan semua
kejadian yang menimpa istrinya, sampai dia memu-
tuskan untuk meninggalkan Desa Tampuk. Tapi, Ki
Gagak Bulang berhasil menemukannya. Bahkan
hampir saja mati kalau saja tidak segera tertolong Pendekar Rajawali Sakti. Ki
Sampar jelas sekali
menceritakannya, sementara Rangga dan Pandan
Wangi mendengarkan penuh perhatian. Beberapa
kali pendekar-pendekar muda itu saling melempar-
kan pandang. Dan mereka tidak berbicara lagi, wa-
laupun Ki Sampar sudah menyelesaikan ceritanya.
*** 5 Rangga menghentikan langkah kudanya tepat
di depan sebuah kedai kecil yang berada di ujung
jalan Desa Tampuk. Sunyi sekali keadaan kedai itu.
Dan tak ada seorang pun terlihat di dalam sana.
Perlahan Pendekar Rajawali Sakti turun dari pung-
gung kuda hitamnya yang bernama Dewa Bayu. Se-
telah menambatkan kuda hitam itu di bawah pohon
kenanga, Rangga melangkah memasuki kedai itu.
Kedatangan Pendekar Rajawali Sakti lang-
sung disambut pemilik kedai yang rupanya seorang
laki-laki tua berusia sekitar tujuh puluh tahun. Tubuhnya terbungkuk-bungkuk,
berusaha bersikap
ramah. Kemudian pengunjung tunggalnya ini diba-
wa ke tempat yang paling nyaman. Rangga hanya
tersenyum saja melihat sikap pemilik kedai, yang
seperti sudah berhari-hari tidak kedatangan pen-
gunjung. "Sepi sekali kedaimu ini, Ki," ujar Rangga setelah menempatkan tubuhnya di kursi
kayu, tidak jauh dari jendela yang terbuka lebar, langsung
menghadap ke jalan.
"Yaaah.... Beginilah keadaannya, Den. Sudah
beberapa hari ini selalu sepi. Paling-paling, hanya satu dua orang saja yang
mampir ke sini. Itu juga tidak lama," sahut pemilik kedai itu lesu.
"Tapi kelihatannya desa ini cukup ramai, Ki,"
kata Rangga lagi.
"Kelihatannya saja, Den," sahut pemilik kedai itu. Rangga mengangguk-anggukkan
kepala. Sebentar pandangannya dilayangkan keluar, melalui
jendela yang terbuka lebar, Kemudian dipesannya
beberapa macam makanan, serta seguci arak ma-
nis. Laki-laki tua pemilik kedai itu bergegas me-layani pesanan tamunya ini
dengan sikap ramah.
Saat Pendekar Rajawali Sakti menikmati ma-
kanannya, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan berkelebat cepat, menyelinap
ke bagian belakang
kedai ini. Matanya sempat melirik pada pemilik ke-
dai yang duduk di sudut. Laki-laki tua pemilik kedai itu bangkit berdiri, dan
melangkah ke belakang tanpa berkata-kata sedikit pun juga. Rangga terus
mengawasi dari sudut ekor matanya.
"Hm...."
Pendekar Rajawali Sakti segera mengerahkan
aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Sebuah aji kesak-
tian yang bisa mendengarkan suara dari jarak jauh
dan sekecil apa pun juga, Bahkan bisa memilih-
milih suara menurut keinginannya. Dengan ajian
itu, segala macam pembicaraan yang diinginkan bi-
sa didengarkannya. Rangga mengarahkan suara da-
ri belakang kedai ini, dari tempatnya melihat sebuah bayangan berkelebat cepat
ke belakang kedai.
Sedangkan pemilik kedai ini juga langsung ke bela-
kang, walaupun sikapnya seperti tidak mengetahui
adanya bayangan tadi.
"Hm..."
Rangga menggumam kecil begitu mendengar
percakapan dari belakang kedai. Dan satu suara
sudah dikenalnya. Tampaknya suara pemilik kedai
ini. Sedangkan satu suara lain, diyakini kalau itu suara seorang perempuan. Dan
tampaknya, seorang
wanita yang masih muda usianya. Dengan aji
'Pembeda Gerak dan Suara', Pendekar Rajawali Sak-
ti bisa mendengar jelas sekali. Sepertinya, kedua orang itu berbicara dekat di
depannya. "Siapa dia, Ki?" terdengar jelas di telinga Rangga, suara seorang wanita
bertanya pada pemilik kedai ini.
"Kelihatannya dia pendatang, Nini," sahut pemilik kedai.
"Sudah kau tanyakan, apa tujuannya datang
ke sini?" Tanya wanita itu lagi.
"Belum."
"Kenapa belum..,?"
"Aku belum sempat bertanya, Nini."
"Kau tahu, Ki. Saat-saat seperti ini, aku tidak suka ada orang asing datang ke
Desa Tampuk ini.
Aku tidak mau ada orang luar ikut campur dalam
persoalan ini. Semuanya masih bisa ku atasi dengan tanganku sendiri. Kau percaya
padaku, Ki...?"
tegas sekali nada suara wanita itu.
"Aku percaya, Nini," sahut si pemilik kedai.
"Desa ini harus kembali seperti semula, Ki.
Seperti waktu ayahku dulu masih menjadi kepala
desa. Aku bertekad mengembalikan desa ini seperti
semula. Tidak di bawah cengkeraman manusia-
manusia iblis seperti Ki Rampak!"
"Pelan-pelan, Nini. Nanti pemuda itu dengar,"
kata laki-laki tua pemilik kedai memperingatkan.
Beberapa saat tidak terdengar suara apa pun
juga. "Aku pergi dulu, Ki," pamit wanita itu setelah cukup lama terdiam.
"Baik. Tapi, bagaimana keadaan Nyai Suti?"
"Dia baik-baik saja. Hanya, masih meng-
khawatirkan suaminya. Sayang, aku belum bisa
menemukan...," kata wanita itu dengan suara terpu-tus. "Mudah-mudahan tidak
terjadi sesuatu pada Ki Sampar. Kasihan dia...."
"Aku harap begitu, Ki. Aku juga tidak ingin
ada korban seorang pun dari penduduk. Aku pergi
dulu, Ki. Tanyai orang asing itu, untuk apa datang ke desa ini."
"Iya, Nini. Aku pasti akan tanyakan padanya."
"Aku pergi, Ki."
Tidak lagi terdengar suara percakapan itu.
Sementara, Rangga langsung mencabut kembali aji
'Pembeda Gerak dan Suara'. Saat itu sempat terlihat bayangan hitam berkelebat
begitu cepat, dan langsung menghilang dalam sekejapan mata saja. Tak
berapa lama kemudian, laki-laki tua pemilik kedai ini sudah muncul kembali dalam
kedainya. Kepalanya terangguk ramah pada Rangga, sambil men-
gembangkan senyum. Rangga ramah membalasnya,
walaupun kini sudah tahu kalau keramahan pemi-
lik kedai itu dibuat-buat
"Ingin tambah lagi minumannya, Den?" pemilik kedai itu menawarkan ramah.
"Boleh," sahut Rangga.
Sebenarnya, minumannya saja belum habis.
Tapi, Rangga memang sengaja. Dia ingin memberi
kesempatan pada pemilik kedai yang sempat mem-
perkenalkan diri bernama Ki Taluk. Dan Rangga ju-
ga malah menawarkan untuk minum bersama.
Dengan sikap yang ramah sekali, Ki Taluk meneri-
ma tawaran itu.
"Sepertinya, kau bukan penduduk desa ini,
Anak Muda," kata Ki Taluk setelah meneguk habis arak dalam gelasnya yang terbuat
dari bambu. "Benar, Ki. Aku hanya seorang pengembara,"
sahut Rangga kalem.
"Boleh aku tahu ke mana tujuanmu, Anak
Muda...?" pancing Ki Taluk mulai menyelidik.
"Sebenarnya tidak ada, Ki. Tapi dalam perjalanan, aku bertemu orang tua yang
menceritakan keadaan di desa ini. Semula, aku tidak begitu tertarik. Tapi setelah dia
mengatakan kalau di desa ini muncul seorang pembunuh gelap yang sudah mengambil
banyak korban, aku jadi tertarik juga untuk mengetahuinya. Makanya, aku datang
ke sini," kata Rangga sengaja bicara demikian.
"Oh! Siapa orang tua itu, Anak Muda?" Tanya Ki Taluk tidak bisa menahan
keterkejutannya.
"Ki Sampar. Dia dalam keadaan terluka, tapi
sekarang berada dalam perawatan teman ku," sahut Rangga.
Ki Taluk mengangguk-anggukkan kepala. Se-
dangkan Rangga hanya diam saja memandangi. Dia
tahu, Ki Taluk ingin menyelidikinya. Dan Pendekar
Rajawali Sakti memang sengaja membuka, karena
ingin sekali bertemu orang aneh yang telah menca-
but banyak nyawa di Desa Tampuk ini. Meskipun
dari keterangan yang diberikan Ki Sampar, orang-
orang yang dibunuh hanyalah orang-orang Ki Ram-
pak, Kepala Desa Tampuk yang selalu bertindak
dingin dan tangan besi.
"Malang sekali nasib Ki Sampar. Entah kena-
pa, dia dan istrinya dituduh mata-mata dari si pembunuh gelap itu," kata Ki
Taluk dengan suara
menggumam perlahan, seakan bicara pada diri sen-
diri. "Ku dengar, katanya pembunuh gelap itu na-
manya Nini Angki, gadis yang selama ini di pasung.
Benar begitu, Ki?" Tanya Rangga juga menyelidik.
"Hanya orang-orang Ki Rampak saja yang
mengetahui begitu, Den. Padahal, gubuk tempat pa-
sungan Nini Angki sudah habis terbakar. Yaaah..., kasihan nasibnya. Sudah orang
tuanya dikurung
dalam tanah, dia malah dituduh gila dan dipasung.
Bahkan kami semua disuruh membencinya. Pada
hal, kami begitu kasihan melihat penderitaannya,"
terdengar pelan sekali suara Ki Taluk.
Rangga mengangguk-anggukkan kepalanya.
Entah, apa yang ada dalam kepalanya sekarang ini.
Sedangkan Ki Taluk terdiam, mempermain-mainkan
pinggiran gelas bambu dengan ujung jemari tan-
gannya yang sudah keriput. Beberapa saat Pende-
kar Rajawali Sakti memperhatikan raut wajah tua
yang duduk di depannya. Kemendungan di wajah
itu, sama sekali tidak dibuat-buat. Dan Rangga ta-
hu, penderitaan yang dialami Ki Taluk merupakan
penderitaan seluruh penduduk Desa Tampuk ini.
Penderitaan yang sudah terjadi selama bertahun-
tahun. "Seharusnya kami semua bisa senang, karena
Ki Rampak sudah tewas. Tapi itu tidak mungkin,
Anak Muda," kata Ki Taluk lagi.
"Kenapa, Ki?"
"Ki Gagak Bulang..., adik kandung Ki Rampak
ternyata lebih kejam lagi. Malah, sekarang dia yang menguasai seluruh desa ini.
Dia belum puas kalau
belum membalas kematian kakaknya pada si pem-
bunuh gelap itu," kata Ki Taluk lagi.
"Maksudmu, pada Nini Angki..?"
Ki Taluk tampak terperanjat mendengar per-
tanyaan yang begitu langsung dari Pendekar Raja-
wali Sakti. Maka cepat-cepat keterkejutannya dihi-
langkan. Hanya saja, Rangga sudah sempat melihat
jelas. Dan Pendekar Rajawali Sakti jadi yakin, kalau orang aneh itu adalah Nini
Angki. Hanya saja dia
masih berpikir, bagaimana mungkin seorang gadis
yang terpasung bertahun-tahun bisa melepaskan
diri. Bahkan sekarang muncul dengan satu kepan-
daian yang begitu tinggi tingkatannya. Bahkan,
penguasa desa ini juga kerepotan dibuatnya.
"Aku pergi dulu, Ki. Mungkin aku kembali lagi ke sini nanti," pamit Rangga.
Setelah membayar semua makanan dan mi-
numannya, Pendekar Rajawali Sakti melangkah ke-
luar. Ki Taluk mengantarkan sampai di depan pintu
kedainya itu. Dia masih tetap berdiri disana me-
mandangi kepergian pemuda tampan berbaju rompi
putih itu, dengan kuda hitamnya.
Saat itu, terlihat sebuah bayangan hitam ber-
kelebat cepat, tepat ketika Rangga berbelok ke ka-
nan di ujung jalan. Ki Taluk terperanjat dan cepat-cepat masuk ke dalam
kedainya. Di dalam kedai,
sudah ada seorang gadis berwajah cantik berbaju
hitam pekat yang cukup ketat. Sehingga, memben-
tuk tubuhnya yang ramping dan indah. Dia duduk
di kursi tempat Rangga duduk disana tadi. Ber-
gegas Ki Taluk menghampiri, dan duduk di depan-
nya. "Bagaimana, Ki?" Tanya gadis cantik itu langsung.
"Dia ingin bertemu denganmu, Nini. Dan tam-
paknya, dia sudah tahu kalau orang aneh itu ada-
lah kau," sahut Ki Taluk.
"Dia juga tahu namaku, Ki?" Ki Taluk mengangguk.
"Ahhh.... Siapa dia, ya...?" desah gadis itu bernada seperti bertanya pada diri


Pendekar Rajawali Sakti 78 Perawan Dalam Pasungan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendiri. Sedangkan Ki Taluk hanya diam saja meman-
dangi wajah yang cantik ini. Dan gadis itu memang
Nini Angki, yang selama ini selalu disebut sebagai Perawan Pasungan oleh seluruh
penduduk Desa Tampuk. Tapi, keadaannya sekarang tidak kotor
dan lusuh, seperti ketika masih berada dalam pa-
sungan. Kini kecantikannya begitu jelas memancar di wajahnya. Namun, di balik
kecantikan wajahnya
terpancar suatu tekad yang kukuh.
"Sejauh mana dia sudah tahu, Ki?" Tanya Nini Angki.
Ki Taluk langsung saja menceritakan semua
pembicaraannya dengan pemuda tampan berbaju
rompi putih itu. Dan begitu Ki Taluk mengatakan
tentang keadaan Ki Sampar, tiba-tiba saja gadis
cantik berbaju hitam yang selama ini dikenal seba-
gai Perawan Pasungan melesat begitu cepat bagai
kilat. Hingga membuat Ki Taluk jadi terlongong
bengong. Sekejap mata saja bayangannya sudah le-
nyap tak berbekas lagi.
"Ck ck ck...!" Ki Taluk berdecak kagum.
*** Saat itu, Rangga memacu kudanya dengan ke-
cepatan sedang. Pendekar Rajawali Sakti tidak kelihatan terburu-buru. Sesekali
kepalanya terlihat
menoleh ke belakang, seperti ada sesuatu yang ten-
gah ditunggu. Tapi, tak ada seorang pun yang terlihat mengikuti. Rangga segera
memperlambat lari
kudanya. "Hieeegkh...!"
Tiba-tiba saja kuda hitam bernama Dewa Bayu
itu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki
depannya tinggi-tinggi. Rangga jadi tersentak kaget.
Cepat-cepat tali kendali kudanya dikuasai. Dan be-
gitu kuda hitam itu bisa tenang, cepat Pendekar Ra-ja-wali Sakti melompat turun
dengan gerakan yang
begitu indah dan ringan.
"Hm...," Rangga menggumam perlahan.
Pendekar Rajawali Sakti memiringkan kepa-
lanya sedikit, dan memasang pendengarannya ta-
jam-tajam. Angin yang bertiup agak keras, mem-
buat rambutnya yang gondrong melambai-lambai.
Dua langkah Pendekar Rajawali Sakti bergerak ke
depan. Begitu ringan sekali ayunan kakinya, hingga sedikit pun tidak menimbulkan
suara. Kembali mulutnya menggumam perlahan. Kemudian, matanya
melirik sedikit pada Dewa Bayu yang mendengus-
dengus kecil sambil mengangguk-anggukkan kepa-
la. "Rupanya sudah ada yang menunggu, Dewa
Bayu. Kau menyingkirlah," kata Rangga perlahan.
Kuda Hitam Dewa Bayu meringkik kecil, ke-
mudian berjalan perlahan-lahan meninggalkan
Pendekar Rajawali Sakti. Dia baru berhenti setelah jaraknya cukup jauh.
Sementara, Rangga tetap berdiri tegak, seperti menanti sesuatu. Pendengaran-
nya masih tetap terpasang tajam.
Wus! Slap! "Hait..!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti memi-
ringkan tubuhnya ke kiri, begitu tiba-tiba terlihat sebatang tombak panjang
meluncur deras ke arahnya dari depan. Tombak itu lewat sedikit di samping tubuh
pemuda berbaju rompi putih ini dan menancap di samping kakinya.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Pada saat itu, terlihat berlompatan sekitar se-
puluh orang bersenjata golok dari balik semak be-
lukar dan dari atas pepohonan yang banyak tum-
buh di sekitar tempat ini.
"Hup!"
Rangga cepat-cepat melompat ke belakang, se-
jauh beberapa langkah. Tahu-tahu, di depannya
sudah berdiri sepuluh orang pemuda yang semua-
nya menggenggam senjata golok.
"Hm...," Rangga mengumam kecil.
Sorot mata Pendekar Rajawali Sakti begitu ta-
jam merayapi sepuluh pemuda yang berdiri meng-
hadang, bersikap siap menyerang. Golok-golok me-
reka tampak melintang di depan dada. Sementara,
Pendekar Rajawali Sakti tetap berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di
depan dada. Sorot matanya masih terlihat begitu tajam.
"Mau apa kalian menghadang jalanku?" Tanya Rangga agak dingin suaranya.
"He he he...!"
Tiba-tiba saja terdengar suara tawa terkekeh.
Rangga cepat berpaling ke arah datangnya suara
tawa itu. Tampak di atas sebongkah batu yang Cu-
kup besar berdiri Seorang laki-laki setengah baya.
Kelopak mata Pendekar Rajawali Sakti jadi berkerut menyipit. Dia pernah melihat
laki-laki setengah
baya yang telah menganiaya Ki Sampar. Dan me-
mang, dia adalah Ki Gagak Bulang yang sekarang
menggantikan kakaknya menguasai Desa Tampuk.
"Hup!"
Ringan sekali gerakan Ki Gagak Bulang saat
melompat turun dari atas batu. Dan tanpa menim-
bulkan suara sedikit pun juga, kakinya mendarat,
tepat sekitar satu batang tombak lagi di depan
Rangga. Suara tawanya yang terkekeh kembali ter-
dengar. Kemudian di ujung jari tangan kanannya
dijentikkan, Saat itu juga, terlihat puluhan kepala menyembul dari balik semak
belukar, dan kelebatan
daun, pepohonan di sekeliling Pendekar Rajawali
Sakti. Sekitar dua puluh orang sudah siap dengan
panah terpasang di busur dan mengarah langsung
ke Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda tampan berba-
ju rompi putih itu menggumam kecil, dengan mata
beredar berkeliling. Langsung disadari kalau kea-
daannya sangat tidak menguntungkan. Meskipun
memiliki kepandaian yang begitu tinggi, tapi me-
mang tidak mudah untuk bisa keluar dari kepun-
gan yang rapat begini.
"Sebaiknya kau menyerahkan Ki Sampar, dari
pada tubuhmu tercincang, Anak Muda," ancam Ki Gagak Bulang.
"Kenapa kau menginginkan orang tua itu, Ki-
sanak?" Tanya Rangga.
"Dia harus bertanggung jawab atas kematian
kakakku!" sahut Ki Gagak Bulang membentak.
"Hm, Ki Sampar terluka cukup parah. Jadi, ti-
dak mungkin bisa membunuh orang," kata Rangga setengah menggumam.
"Memang bukan dia. Tapi, orang suruhan-
nya!" Dengus Ki Gagak Bulang.
"Tidak ada seorang pun yang menjadi su-
ruhannya, Kisanak. Aku tahu Ki Sampar tidak terli-
bat dalam persoalanmu. Dia hanya orang tua biasa
yang tidak punya pikiran macam-macam. Kau salah
besar kalau menuduhkan kesalahan padanya," sergah Rangga meluruskan nama Ki
Sampar. "Keparat! Aku tidak butuh ocehanmu, Anak
Muda! Aku minta kau jangan banyak bicara. Serah-
kan saja si tua bangka keparat itu padaku!" Bentak Ki Gagak Bulang kasar.
"Dia tidak ada lagi. Dia sudah pergi bersama
istrinya," kata Rangga kalem.
"Setan...! Jangan coba-coba mempermainkan
aku, Bocah!" Bentak Ki Gagak Bulang tidak percaya.
"Siapa bilang aku mempermainkan mu..." Ki
Sampar memang sudah pergi bersama istrinya. Dan
tidak akan kembali lagi ke desa ini," kata Rangga kalem.
"Phuih!" Ki Gagak Bulang menyemburkan ludahnya, sengit.
Ki Gagak Bulang mengayunkan kakinya ke
depan tiga langkah. Sorot matanya begitu tajam dan berapi-api, menusuk langsung
ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Terdengar gerahamnya bergeme-
letuk menahan kemarahan yang meluap-luap. Se-
mentara, Rangga masih kelihatan tenang, walaupun
sesekali matanya beredar berkeliling. Dia memper-
hitungkan segala kemungkinan dalam menghadapi
kepungan rapat begini.
"Kau akan mampus di sini, Bocah!" Desis Ki Gagak Bulang.
Begitu Ki Gagak Bulang menjentikkan ujung
jemari tangannya, seketika itu juga....
Sing! Wusss! "Hup!"
*** 6 Cepat-cepat Rangga melenting ke udara, begi-
tu tiba-tiba saja puluhan batang anak panah ber-
hamburan menghujaninya. Terpaksa Pendekar Ra-
jawali Sakti berjumpalitan di udara, sambil menge-
rahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'! Ke-
dua tangannya terkembang lebar, dan bergerak be-
gitu cepat mengibas anak-anak panah yang meng-
hujaninya. "Hiyaaa...!"
Beberapa batang panah yang berhasil di-
rampas langsung cepat dilemparkan, disertai penge-
rahan tenaga dalam tinggi. Anak-anak panah itu
meluruk deras, kembali pada pemiliknya. Tindakan
Rangga yang begitu cepat dan tidak terduga, mem-
buat orang-orang yang melepaskan panah jadi ter-
henyak kaget setengah mati.
"Hiya!"
Yeaaah...!"
Mereka yang masih sempat menghindar, se-
gera berlompatan. Tapi yang terlambat, harus me-
nerima nasib terpanggang panahnya sendiri. Jeri-
tan-jeritan melengking tinggi seketika terdengar begitu menyayat dan saling
sambut. Tampak beberapa
orang terjungkal roboh tertembus panah. Sementa-
ra itu, Rangga meluruk turun manis sekali, setelah tidak ada lagi panah yang
menghujaninya. Beberapa batang panah berada di dalam geng-
gaman kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Sambil menghembuskan napas berat, dilemparkan-
nya panah-panah itu ke tanah. Sementara Ki Gagak
Bulang jadi terbeliak, melihat serangan orang-
orangnya dapat dipatahkan begitu mudah, hanya
lewat satu jurus saja.
"Seraaang...!" teriak Ki Gagak Bulang lantang, memberi perintah.
"Hiyaaa. !"
"Yeaaah...!"
"Yaaa...!"
Seketika itu juga, sekitar dua puluh orang
bersenjata golok berlompatan menyerang Pendekar
Rajawali Sakti. Mereka langsung menyerang dari
berbagai jurus, dengan cepat sekali. Sehingga,
membuat pemuda berbaju rompi putih itu harus
berjumpalitan. Tubuhnya meliuk-liuk menghindari
serangan-serangan yang datang secara cepat berun-
tun dari segala arah.
Tapi belum juga lama pertarungan itu ber-
jalan, tiba-tiba saja terdengar jeritan-jeritan panjang melengking tinggi saling
susul. Kemudian, terlihat orang-orang yang mengeroyok Pendekar Rajawali
Sakti berpentalan. Mereka langsung jatuh mengge-
lepar dengan dada tertembus benda keperakan ber-
bentuk bintang.
"Hup!"
Cepat-cepat Rangga melenting ke belakang.
Hanya dalam waktu sebentaran saja, sudah lima
belas orang yang tergeletak tak bernyawa lagi. Dan mereka langsung berlumuran
darah, tertembus senjata berbentuk bintang keperakan. Bukan hanya Ki
Gagak Bulang saja yang terkejut. Bahkan Rangga
juga jadi kebingungan sendiri, karena tidak pernah menggunakan senjata rahasia
dalam menghadapi
lawan-lawannya. Dan ia juga tidak tahu, dari mana
senjata-senjata rahasia itu datang. Karena, tadi begitu sibuk menghindari
serangan-serangan yang da-
tang beruntun dari segala arah.
"Keparat..!" geram Ki Gagak Bulang.
Wajah Ki Gagak Bulang semakin kelihatan
memerah. Sedangkan kedua bola matanya berapi-
api, merayapi orang-orangnya yang bergelimpangan
tak bernyawa lagi. Sudah begitu banyak dia kehi-
langan pengikut. Bahkan kakak kandungnya juga
sudah tewas di tangan orang aneh yang belum dike-
tahui orangnya.
Sorot matanya begitu tajam, menembus lang-
sung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Gera-
hamnya bergemeletuk, menahan kemarahan yang
begitu menggelegak dalam dada.
"Ayo, tinggalkan tempat ini!" seru Ki Gagak Bulang.
Bagaikan kilat, Ki Gagak Bulang melompat ce-
pat meninggalkan tempat itu. Semua pengikutnya
bergegas berlompatan pergi.
Sementara, Rangga sama sekali tidak ber-
maksud mencegah. Hanya dipandanginya saja ke-
pergian mereka semua. Kemudian perlahan tubuh-
nya diputar dan melangkah menghampiri kudanya.
Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja terlihat sebuah
bayangan hitam berkelebat begitu cepat di depannya. Dan tahu-tahu, sudah ber-
diri seorang gadis cantik berbaju serba hitam.
Rangga langsung menghentikan ayunan kakinya.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Nisanak,"
ucap Rangga langsung bisa menebak kalau gadis i-
nilah yang menolongnya tadi dari keroyokan orang-
orang Ki Gagak Bulang.
"Hm...," gadis itu hanya menggumam sedikit saja. Rangga mengayunkan kakinya
beberapa langkah ke depan, dan baru berhenti setelah jaraknya
tinggal sekitar lima langkah lagi dari gadis cantik berbaju serba hitam ini,
Beberapa saat Rangga memandangi, kemudian bibirnya tersenyum.
"Kau yang bernama Nini Angki?" Tanya Rang-ga memastikan.
"Dari mana kau tahu namaku?" Dengus gadis cantik berbaju hitam yang memang Nini


Pendekar Rajawali Sakti 78 Perawan Dalam Pasungan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Angki si Perawan Pasungan.
"Aku hanya menduga saja," sahut Rangga kalem. "Kau siapa, Kisanak?" Balas Nini
Angki bertanya.
Suara wanita itu masih terdengar bernada
dingin dan datar. Tatapan matanya juga begitu ta-
jam, seakan-akan tengah menyelidik tingkat kepan-
daian pemuda tampan di depannya. Sedangkan
Rangga hanya tersenyum saja, membiarkan dirinya
dipandangi dengan sinar mata penuh selidik.
"Namaku Rangga," sahut Rangga memperke-
nalkan diri. "Kenapa kau mencariku?" Tanya Nini Angki masih dengan nada suara terdengar
dingin dan agak ketus. "Tidak," sahut Rangga seraya menggelengkan
kepala. "Lalu, untuk apa kau datang ke Desa Tam-
puk?" kejar Nini Angki lagi.
Rangga tidak menjawab, dan hanya mengang-
kat bahunya saja sedikit Kemudian, kakinya me-
langkah ringan menghampiri kudanya. Diambil tali
kekang kudanya, dan kembali m-langkah meng-
hampiri gadis cantik yang selama ini selalu disebut sebagai Perempuan Pasungan,
karena memang sudah beberapa tahun hidup dalam pasungan. Pende-
kar Rajawali Sakti kembali berdiri di depan Nini Angki dengan jarak sekitar lima
langkah. Sedangkan Nini Angki terus memandanginya
dengan sorot mata begitu tajam, tertuju lurus ke
bola mata pemuda tampan di depannya. Untuk be-
berapa saat lamanya, tidak ada seorang pun yang
berbicara, *** "Kuharap kau tidak perlu lagi berpura-pura,
Kisanak. Aku sudah tahu tujuanmu datang ke Desa
Tampuk ini. Dan kuminta Segera tinggalkan desa
ini. Jangan coba-coba mencampuri urusanku den-
gan iblis-iblis keparat itu!" terasa begitu dingin suara Nini Angki.
Dan Rangga hanya tersenyum saja, meskipun
dari nada suara wanita itu sudah bisa tertangkap
adanya ancaman yang tidak bisa di-pandang main-
main. Dan Nini Angki memang bersungguh-
sungguh, tidak ingin urusannya dicampuri orang
lain. Semua penghinaan pada diri dan keluarganya
harus dibalas dengan tangannya sendiri. Walaupun
dia tahu, terlalu berat untuk menghadapi Ki Gagak
Bulang seorang diri.
Terlebih lagi, Ki Gagak Bulang sudah begitu
berpengalaman dalam rimba persilatan yang ter-
kenal ganas dan keras. Namun, sudah menjadi te-
kadnya untuk menyelesaikan dendamnya seorang
diri saja. Dan selama bertahun-tahun berada di da-
lam pasungan, sudah berlatih tekun untuk mem-
perdalam jurus-jurus yang pernah dipelajari dari
ayahnya. Cerdiknya, dengan modal tenaga dalam
yang pernah didapat, Nini Angki mampu membuka
dan mengunci gembok pasungannya. Dan bila su-
dah terbebas, dia berlatih penuh ketekunan. Hingga akhirnya semua ilmu yang
didapat dulu berhasil
disempurnakannya.
Dan selama ini, Nini Angki harus berpura-
pura jadi orang gila, untuk keselamatan diri sendiri.
Begitu sempurnanya peranan yang dimainkan, se-
hingga semua orang di Desa Tampuk benar-benar
sudah menganggapnya gila. Hanya Nyai Suti dan
beberapa orang desa yang masih memandangnya
sebagai anak kepala desa, dan tidak menganggap-
nya gila. "Sayang sekali, aku sudah berjanji pada Ki
Sampar untuk membebaskan Desa Tampuk dari
penindasan Ki Rampak dan orang-orangnya," kata Rangga kalem.
"Hhh! Di mana kau sembunyikan Ki Sampar?"
Desis Nini Angki sambil mendengus berat
Belum juga Rangga sempat menjawab, tiba-
tiba saja.... "Aku di sini, Nini Angki."
"Hah..."!"
Bukan hanya Nini Angki yang terkejut, tapi ju-
ga Pendekar Rajawali Sakti, ketika tiba-tiba saja
terdengar suara tua yang sudah bergetar. Bersa-
maan mereka, berpaling ke arah datangnya suara.
Entah dari mana datangnya, tahu-tahu tidak jauh
dari mereka sudah ada Ki Sampar yang didampingi
Pandan Wangi. Mungkin karena seluruh perhatian
mereka begitu tertumpah, sehingga tidak men-
dengar suara langkah Ki Sampar dan Pandan Wan-
gi. Hingga, tahu-tahu mereka ada di tempat ini.
Ki Sampar melangkah tertatih-tatih, di-
bimbing Pandan Wangi menghampiri Nini Angki
yang berdiri sekitar lima langkah di depan Pendekar Rajawali Sakti. Dia berhenti
tepat sekitar tiga langkah lagi di depan Nini Angki. Sedangkan Rangga
menggeser kakinya mendekati Pandan Wangi yang
memapah laki-laki tua itu.
Mereka semua jadi terdiam, tak ada seorang
pun yang membuka suara lebih dahulu. Sementara,
Rangga menarik tangan Pandan Wangi menjauhi Ki
Sampar dan Nini Angki. Dia memberi kesempatan
pada mereka untuk berbicara berdua saja. Rangga
mengajak Pandan Wangi menghampiri kuda Dewa
Bayu, yang kini sudah ditemani si Putih, kuda
tunggangan Pandan Wangi.
*** "Aku senang melihatmu lagi, Nini," Kata Ki Sampar dengan mata berkaca-kaca.
"Aku begitu mengkhawatirkan mu, Ki," Kata Nini Angki.
"Bagaimana keadaan Nyai Suti?" Tanya Ki
Sampar. "Baik," sahut Nini Angki. "Kau sendiri, Ki,,.?"
"Hampir saja aku mati. Untung segera di-
tolong mereka," sahut Ki Sampar sambil melirik Rangga dan Pandan Wangi.
Nini Angki juga melirik sedikit pada kedua
pendekar muda dari Karang Setra itu. Kembali me-
reka terdiam, dan hanya saling berpandangan saja.
Sementara, Rangga dan Pandan Wangi sudah du-
duk di bawah pohon, tidak jauh dari kuda-kuda
mereka. Sepasang pendekar muda itu juga, tengah
berbicara. Entah, apa yang dibicarakan.
"Aku tahu, kau sudah berhasil membunuh Ki
Rampak. Tapi itu bukan berarti kemenangan ada di
tanganmu sekarang ini, Nini. Masih lebih berat lagi rintangan yang harus kau
hadapi untuk membebaskan Desa Tampuk. Terutama sekali, membe-
baskan ayahmu dari tahanan mereka," kata Ki
Sampar dengan suara bergetar karena sudah ter-
makan usia. "Ya! Memang, tidak mudah mengusir Ki Gagak
Bulang dari desa ini, Ki," desah Nini Angki menga-kui. "Kau harus mencari teman
Nini. Paling tidak, yang memiliki kepandaian lebih tinggi daripada Ki
Gagak Bulang," kata Ki Sampar lagi.
"Maksudmu, Ki...?" Tanya Nini Angki tidak mengerti.
Ki Sampar tidak langsung menjawab. Kemu-
dian kepalanya berpaling, dan langsung meman-
dang Pendekar Rajawali Sakti dan si Kipas Maut.
Nini Angki langsung bisa mengerti, meskipun Ki
Sampar belum menjelaskan maksudnya.
Dan memang diakui, kepandaian yang dimiliki
pemuda tampan berbaju rompi putih itu sangat
tinggi. Jurus-jurus Pendekar Rajawali Sakti sudah
dilihatnya. Memang, tadi dia membantunya. Tapi,
sebenarnya juga tidak diperlukan Rangga dalam
menghadapi keroyokan dua puluh orang anak buah
Ki Rampak, yang kini diambil alih adik kandung-
nya. Nini Angki juga sudah merasa kalau bantuan
Pendekar Rajawali Sakti sangat diperlukan untuk
menghadapi Ki Gagak Bulang. Tapi entah kenapa,
dia jadi merasa angkuh. Bahkan tidak ingin mengu-
tarakannya. "Aku dan semua penduduk Desa Tampuk ada
di belakangmu, Nini!" Kata Ki Sampar lagi.
"Tapi, Ki...."
"Aku tahu tekadmu, Nini Nyai Suti sudah ba-
nyak cerita padaku. Dia memang wanita yang kuat
dan berani. Aku benar-benar mengaguminya.
Meskipun berulang kali diancam, tapi tetap saja tidak peduli. Dan sebenarnya
pula, aku dan istriku
sudah tahu kalau di dalam pasungan kau selalu
melatih ilmu-ilmu kedigdayaan. Itu sebabnya, kenapa istriku tidak mempedulikan
keselamatan di-
rinya, dan terus datang membawakan makanan un-
tukmu," selak Ki Sampar cepat membuat Nini Angki tidak bisa lagi berkata-kata.
Memang selama bertahun-tahun ini, jasa Ki
Sampar begitu besar padanya. Terutama sekali is-
trinya. Nyai Suti selalu berani menantang bahaya,
walaupun sudah berulang kali diancam agar tidak
lagi mengirim makanan, selama Nini Angki berada
dalam pasungan. Dan ini tidak mungkin bisa dilu-
pakan begitu saja. Bahkan kitab-kitab yang diba-
canya selama bertahun-tahun ini juga berkat jasa
Ki Sampar. Laki-laki tua itu begitu berani menyelinap masuk ke dalam rumah Ki
Sampar, hanya un-
tuk mengambil kitab ayah gadis ini, kemudian di
serahkan padanya. Dengan kitab itu, Nini Angki bi-
sa bertahan dalam pasungan. Bahkan kini menjadi
seorang wanita yang berilmu tinggi.
Nini Angki terdiam cukup lama. Sementara, Ki
Sampar tidak berbicara lagi, seakan-akan memberi
kesempatan pada gadis itu untuk berpikir. Paling
tidak, untuk mempertimbangkan sarannya, agar
meminta bantuan pada kedua pendekar muda yang
digdaya itu. Beberapa kali Nini Angki melirik Rang-ga. Dan setiap kali
lirikannya bertemu sorot mata
pendekar muda yang tampan itu, cepat-cepat di-
alihkan ke arah lain. Entah kenapa, dadanya selalu bergetar bila mendapat sorot
mata pemuda tampan
itu. "Mereka tentu bersedia membantu kita, Nini,"
kata Ki Sampar mendesak, setelah cukup lama Nini
Angki hanya diam saja membisu.
"Bagaimana kau bisa begitu yakin, Ki?" Tanya Nini Angki.
"Mereka adalah para pendekar, Nini. Mereka
bersedia membantu. Apalagi, tujuanmu begitu mu-
lia. Aku tahu itu, karena mereka sudah mengata-
kannya padaku untuk membantu membebaskan
penduduk Desa Tampuk dari cengkeraman mere-
ka," jelas Ki Sampar.
"Tapi jumlah mereka begins banyak, Ki. Dan
aku masih terus mencoba mengurangi kekuatan
mereka," kata Nini Angki.
"Bagi pendekar, tidak menjadi persoalan de-
ngan jumlah yang banyak, Nini," selak Ki Sampar.
Nini Angki kembali terdiam. Memang, dia su-
dah melihat sedikit sepak terjang pemuda tampan
berbaju rompi putih itu. Meskipun dikeroyok dua
puluh orang bersenjata golok, tapi sedikit pun tidak merasa kewalahan. Bahkan
tak ada seorang pun
dari pengeroyoknya yang berhasil menyentuh tu-
buhnya. Juga, ketika diserang puluhan anak pa-
nah. Pendekar Rajawali Sakti bahkan bisa memba-
las dan merobohkan sebagian dari pemanah-
pemanah itu. Dari situ saja, sebenarnya Nini Angki
sudah merasa yakin kalau tingkat kepandaian yang
dimiliki pemuda tampan itu memang sangat tinggi.
Rangga hanya mengangkat pundaknya saja,
ketika Nini Angki mengutarakan keinginannya un-
tuk meminta bantuan menghadapi Ki Gagak Bu-
lang. Pendekar Rajawali Sakti melirik Pandan Wan-
gi. Sedangkan si Kipas Maut itu hanya mengangkat
pundaknya sedikit. Seakan-akan, mereka tengah
mempermainkan si Perawan Pasungan ini, karena
tadi sikapnya begitu angkuh. Dan Nini Angki sendiri menyadari hal itu. Tapi
wanita itu hanya diam saja, karena memang memerlukan bantuan kedua pendekar
digdaya ini. Terlebih lagi setelah tahu, siapa pemuda tampan berbaju rompi ini
dari Ki Sampar.
"Apa yang harus kami lakukan?" Tanya Pandan Wangi, karena Rangga hanya diam
saja. "Terus terang, aku sendiri tidak sanggup
menghadapi Ki Gagak Bulang. Dan aku percaya, ka-
lian mampu menghadapinya," kata Nini Angki. "Terutama kau, Kisanak."
"Rangga," selak Rangga meminta gadis itu memanggil namanya saja.
"Tidak pantas aku memanggil namamu saja,
Kisanak," tolak Nini Angki.
"Panggil saja seperti Pandan Wangi bila me-
manggil ku," kata Rangga seraya melirik Pandan Wangi.
"Dia lebih senang kalau dianggap tua, Angki,"
selak Pandan Wangi berseloroh. "Panggil saja ka-kang. Dia sudah suka kalau
dipanggil begitu."
Nini Angki tersenyum mendengar gurauan
Pandan Wangi. Dan memang, Rangga lebih tua be-
berapa tahun darinya. Jadi, sudah sepantasnya ka-
lau memanggilnya dengan sebutan Kakang Rangga.
Sedangkan Ki Sampar hanya tersenyum-senyum sa-
ja melihat keakraban yang langsung terjadi di anta-
ra ketiga anak muda ini. Terlebih lagi, Pandan Wan-gi memang pintar mengakrabkan
suasana. "Kau sudah pernah bertarung dengannya,
Angki?" Tanya Pandan Wangi
"Dengan Ki Gagak Bulang...?" Nini Angki balik bertanya.
Pandan Wangi mengangguk,
"Belum," sahut Nini Angki. "Tapi dialah yang mengalahkan ayahku, dan
menjebloskannya ke
penjara bawah tanah yang dibuatnya sendiri."
"Jadi, ayahmu masih hidup?" Selak Rangga, bertanya.
"Aku tidak tahu. Sudah beberapa tahun ini


Pendekar Rajawali Sakti 78 Perawan Dalam Pasungan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku tidak pernah lagi mendengar kabarnya. Dan se-
lama itu, aku berada dalam pasungan. Kalian pasti
sudah tahu dari Ki Sampar," kata Nini Angki seraya melirik Ki Sampar yang duduk
bersila di sampingnya. "Ya! Ki Sampar sudah bercerita banyak. Bahkan tentang
hubungan kalian yang masih ada da-
rah keturunan," kata Rangga.
"Memang, Ki Sampar saudara sepupu ayah-
ku," kata Nini Angki membenarkan.
"Angki, kenapa kau begitu yakin tidak bisa
menghadapi Ki Gagak Bulang?" Tanya Pandan
Wangi lagi menyelak.
"Semua ilmu yang kumiliki berasal dari ayah-
ku. Sedangkan ayahku kalah olehnya. Jadi, tidak
mungkin aku bisa menandinginya, Kak Pandan."
"Tapi kau berhasil menewaskan kakaknya,"
kata Pandan Wangi lagi.
"Kepandaian yang dimiliki ki Rampak me-
mang tidak terlalu tinggi. Dan kekuatannya hanya
mengandalkan jumlah pengikutnya saja. Tidak sulit
sebenarnya mengalahkannya. Tapi yang menjadi pi-
kiranku adalah menghadapi Ki Gagak Bulang ini.
Tingkat kepandaiannya masih jauh berada di
atasku," kata Nini Angki berterus terang lagi.
Pandan Wangi melirik sedikit pada Pendekar
Rajawali Sakti yang duduk dekat di sebelah kanan-
nya. Sedangkan yang dilirik hanya diam saja, lalu
menghembuskan napas kuat-kuat
"Baiklah. Aku akan menghadapinya. Sedang-
kan kau dan Pandan Wangi membereskan pengikut-
pengikutnya," kata Rangga.
"Tapi yang terpenting, kita pertemukan dulu
Ki Sampar dengan istrinya, Kakang," selak Pandan Wangi.
"He he he...," Ki Sampar jadi terkekeh.
"Ayo, kita berangkat sekarang," Ajak Rangga
seraya bangkit berdiri.
Mereka semua berdiri.
"Jauh tempatnya, Angki?" Tanya Pandan
Wangi. "Tidak," Sahut Nini Angki.
*** 7 Malam sudah cukup larut menyelimuti se-
luruh Desa Tampuk. Kesunyian terasa begitu men-
cekam. Langit tampak menghitam kelam, terselimut
awan yang menggumpal tebal. Sedikit pun tak terli-
hat cahaya bintang maupun bulan. Dan tak ada
seorang pun yang terlihat berada di luar rumahnya.
Begitu sunyinya malam ini, hingga detak langkah
kaki Nini Angki yang begitu perlahan sampai ter-
dengar di telinganya sendiri.
Gadis itu berjalan perlahan-lahan di dalam
kegelapan malam. Pandangannya tertuju lurus ke
arah sebuah rumah yang paling besar di Desa Tam-
puk ini. Rumah yang dulu di tempati bersama
ayahnya, tapi sekarang di kuasai Ki Gagak Bulang,
setelah kakaknya tewas di tangan si Perawan Pa-
sungan ini. Ayunan langkah kakinya baru berhenti se-
telah sampai di depan pintu gerbang rumah yang
paling besar di Desa Tampuk ini. Sorot matanya be-
gitu tajam mengamati keadaan sekitar rumah besar
itu. Tak ada seorang pun terlihat, walaupun kea-
daannya cukup terang oleh nyala api pelita dan ob-
or yang terpancang di setiap sudut. Begitu sunyi-
nya, hingga desir angin terasa jelas mengusik telin-ga. "Hup!"
Rlngan sekali Nini Angki melompat naik ke
atas tembok batu yang mengelilingi bekas rumah-
nya ini. Sedikit pun tidak terdengar suara saat kakinya menjejak bagian atas
tembok itu. Tubuhnya
langsung merunduk, berlindung dari bayang-
bayang pohon. Sebentar matanya yang tajam men-
gawasi keadaan di dalam tembok pagar dari batu
ini. Tak terlihat seorang pun. Begitu sepi, seakan-akan rumah ini sudah
ditinggalkan begitu saja.
"Hm...," Nini Angki menggumam perlahan.
"Hup!"
Kembali Nini Angki melompat turun dari atas
tembok itu. Begitu ringan gerakannya, hingga sedi-
kit pun tidak menimbulkan suara. Manis sekali ga-
dis itu menjejakkan kakinya di tanah, kemudian
kembali melesat ringan sambil memutar tubuhnya
beberapa kali di udara. Hanya tiga kali lompatan sa-ja, dia sudah mencapai
bagian samping rumah yang
berukuran sangat besar ini. Segera tubuhnya dira-
patkan di dinding batu yang dingin dan sedikit ber-lumut ini.
Seperti seekor kucing, Nini Angki kembali me-
lompat dan hinggap di atas atap. Sambil mengerah-
kan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai
tingkat cukup tinggi, gadis yang selama ini selalu disebut si Perawan Pasungan
itu berlari-lari di atas atap. Tujuannya langsung ke bagian belakang.
Dan begitu sampai di bagian belakang, cepat
dia melompat turun. Gerakannya begitu ringan dan
indah. Tapi begitu kakinya menjejak tanah, menda-
dak saja.... Wusss! "Utfs! Cepat-cepat Nini Angki memiringkan tubuh-
nya, begitu matanya menangkap sebatang anak pa-
nah meluruk deras ke arahnya. Panah itu lewat se-
dikit di samping tubuhnya dan langsung menancap
di tiang yang terbuat dari kayu.
"He he he...!"
"Oh..."!"
Nini Angki jadi terbeliak, ketika tiba-tiba saja
terdengar suara tawa terkekeh. Dan lebih terkejut
lagi, saat bermunculan orang-orang yang menghu-
nus senjata golok, kemudian disusul munculnya Ki
Gagak Bulang. Sebentar saja Nini Angki sudah ter-
kepung tidak kurang dari empat puluh orang, yang
semuanya menggenggam golok terhunus.
"He he he...! Sudah kuduga, kau pasti datang
untuk membebaskan ayahmu, Angki," terasa dingin suara Ki Gagak Bulang, disertai
tawanya yang terkekeh kering.
"Hm...," Nini Angki hanya menggumam kecil.
"Tapi tidak kukira kau akan datang sendiri,
Angki Ke mana teman-temanmu..," Atau mereka
sudah meninggalkan mu?" sinis sekali nada suara Ki Gagak Bulang.
"Jangan banyak mulut." bentak Nini Angki
lantang. "Bebaskan ayahku. Dan kau..., enyah dari sini!" "Ha ha ha...!" Ki Gagak
Bulang tertawa terge-lak. Sedangkan Nini Angki hanya mendengus ge-
ram. Begitu Ki Gagak Bulang menjejakkan ujung ja-
rinya, seketika itu juga enam orang pemuda bersen-
jata golok langsung berlompatan menyerang Nini
Angki. Golok-golok mereka berkelebat cepat, men-
gincar tubuh gadis cantik berbaju serba hitam ini.
"Hup! Hiyaaa...!"
Sret. Wuk! Sambil melentingkan tubuhnya, Nini Angki
langsung mencabut senjatanya berupa tongkat kayu
pendek yang ujungnya runcing tajam. Secepat kilat
tongkatnya dikebutkan menyampok sebilah golok
yang melayang deras mengarah dadanya.
Trak! Begitu golok bisa terhalau, cepat sekali Nini
Angki memutar tongkatnya. Langsung tongkatnya
dibabatkan dengan kecepatan bagai kilat di leher
pemuda itu. Begitu cepatnya serangannya, sehingga
pemuda itu tidak sempat lagi berkelit. Dan....
Cras! "Aaa...!"
Jeritan panjang melengking tinggi seketika itu
juga terdengar. Ujung tongkat kayu berukuran pen-
dek telah merobek leher pemuda itu hingga hampir
buntung. Darah langsung muncrat berhamburan,
bersamaan dengan ambruknya tubuh pemuda itu.
"Hyyaaat..!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Nini Ang-
ki cepat melentingkan tubuhnya. Dan secepat itu
pula dilepaskannya satu tendangan keras mengge-
ledek, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi ke
arah salah seorang pengeroyoknya. Begitu cepat
tendangannya, sehingga lawannya tidak sempat lagi
menghindar. Begkh! "Akh...!"
"Hiyaaa...!"
Wuk! Bret! Bret! Kembali ujung tongkat Nini Angki yang ber-
bentuk runcing, merobek tenggorokan lawannya.
Kembali darah menyembur keluar deras sekali dari
leher yang terkoyak lebar. Hanya dalam beberapa
gebrakan saja, sudah dua orang tergeletak tak ber-
nyawa lagi, dengan leher terkoyak hampir buntung.
Dan ini membuat Ki Gagak Bulang jadi geram se-
tengah mati. "Minggir...!" seru Ki Gagak Bulang lantang menggelegar.
"Hlyaaa...!"
Begitu empat orang yang tersisa berlompatan
mundur, bagaikan kilat laki-laki setengah baya
berwajah kasar itu melompat langsung menyerang
Nini Angki. Begitu cepatnya serangan yang dilan-
carkan KI Gagak Bulang, sehingga membuat Nini
Angki jadi kelabakan menghindarinya.
"Heaaat..!"
Nini Angki terpaksa berjumpalitan di udara,
menghindari serangan-serangan kilat yang dilan-
carkan laki-laki setengah baya ini. Memang sung-
guh dahsyat serangan-serangan yang dilancarkan
Ki Gagak Bulang. Setiap kali pukulannya terlontar, menimbulkan hempasan angin
yang begitu kuat, disertai pancaran hawa panas yang sangat menyen-
gat. Nini Angki cepat menyadari kalau pukulan-
pukulan itu mengandung pengerahan tenaga dalam
yang begitu tinggi. Dan wanita itu tidak ingin bertindak ayal-ayalan untuk
memapak serangan itu,
Tapi, tampaknya Ki Gagak Bulang tidak memberi
kesempatan sedikit pun pada gadis ini untuk bisa
membalas menyerang. Saat itu, jurus-jurusnya
yang begitu dahsyat dan berbahaya langsung dike-
rahkan. "Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Jurus demi jurus berlalu cepat. Dan pertarun-
gan itu berlangsung semakin dahsyat saja. Begitu
tinggi tingkatan ilmu yang dimiliki Ki Gagak Bulang, sehingga gerakan-gerakannya
begitu sukar diikuti
mata biasa. Dan kini, Nini Angki sudah kelihatan
kewalahan menghadapinya. Dia hanya mampu ber-
kelit dan menghindar, tanpa dapat lagi mem-balas
serangan-serangan laki-laki setengah baya ini.
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, tiba-tiba
saja Ki Gagak Bulang melepaskan satu pukulan ke-
ras menggeledek yang begitu cepat ke arah dada
gadis cantik berbaju serba hitam ini.
"Haiit..!"
Cepat-cepat Nini Angki berkelit menghindar
dengan mengegoskan tubuhnya. Tapi belum juga
bisa menyempurnakan kedudukan tubuhnya, tiba-
tiba saja Ki Gagak Bulang sudah melepaskan satu
tendangannya keras menggeledek, sambil memutar
tubuhnya. "Yeaaah...!"
Begitu cepatnya, tendangan itu, membuat Nini
Angki jadi terbeliak. Dan wanita itu tidak mampu
lagi menghindar, dalam keadaan tubuh yang tidak
sempurna. Apalagi, dia baru saja menghindari satu
pukulan keras menggeledek yang dilepaskan laki-
laki setengah baya berwajah kasar ini. Hingga....
Des! "Akh...!"
Bruk! Keras sekali tendangan itu mendarat di dada,
membuat Nini Angki terbanting keras ke tanah. Be-
berapa kali tubuhnya bergulingan di tanah, namun
cepat bisa bangkit berdiri lagi. Tapi belum juga bisa berdiri tegak, mendadak...
"Hryaaa...!"
Begkh! "Aaakh...!"
Kembali Nini Angki terpental dan terbanting
keras begitu satu pukulan keras mengandung pen-
gerahan tenaga dalam tinggi mendarat telak di da-
danya. Tampaknya gadis itu seperti tidak mampu
bangkit lagi dengan cepat Dia menggeliat sambil
mengerang lirih. Tampak darah mengalir keluar dari mulut dan hidungnya. Memang
keras sekali pukulan yang dilepaskan Ki Gagak Bulang yang menda-
rat telak di dada. Sehingga Nini Angki merasakan
nafasnya jadi sesak.
"Tangkap dia!" seru Ki Gagak Bulang memberi
perintah. Nini Angki yang kelihatannya sudah tidak lagi
berdaya, tiba-tiba saja melesat bangkit ketika dua orang pemuda hendak
meringkusnya dengan kasar.
Dan tanpa diduga sama sekali, dilepaskannya dua
pukulan beruntun yang begitu cepat disertai penge-
rahan tenaga dalam tinggi.
"Akh!"
"Ugkh!"
Kedua pemuda itu hanya mampu memekik


Pendekar Rajawali Sakti 78 Perawan Dalam Pasungan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan melenguh begitu pukulan Nini Angki mendarat
telak di tubuhnya. Dan sebelum ada yang sempat
menyadari, Nini Angki sudah cepat sekali menge-
butkan tongkat kayunya yang sepanjang tiga jeng-
kal. Seketika itu juga, terdengar jeritan-jeritan panjang melengking tinggi yang
saling sambut. Kemu-
dian disusul oleh ambruknya dua orang pemuda
yang tadi hendak meringkusnya dengan kasar. Da-
rah langsung muncrat dari leher yang terpenggal
hampir buntung.
"Setan...!" desis Ki Gagak Bulang menggeram berang. "Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat, Ki Gagak Bulang melesat sam-
bil melepaskan beberapa pukulan beruntun ke arah
gadis yang selama ini dikenal sebagai Perawan Pa-
sungan. Tapi tanpa diduga s-ma sekali, Nini Angki ternyata masih memiliki sisa-
sisa kekuatan yang tidak bisa dipandang enteng. Dengan gerakan-
gerakan tubuh begitu manis dan lincah, serangan-
serangan Ki Gagak Bulang berhasil dihindari. "Hup!
Hiyaaa...!"
Hingga pada satu kesempatan, Nini Angki me-
lenting ke udara. Tapi baru saja melesat, tiba-tiba saja Ki Gagak Bulang sudah
melepaskan satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga dalam tinggi sekali.
Begitu cepatnya pukulan itu terlontar, sehingga Nini Angki tidak sempat lagi
menghindar. Terlebih lagi, dia sedang berada di udara saat ini.
Hingga.... Des! "Aaakh...!"
Kembali Nini Angki memekik keras, begitu pu-
kulan Ki Gagak Bulang mendarat di tubuhnya. Dan
begitu Nini Angki jatuh terguling, cepat sekali Ki Gagak Bulang memberi satu
tendangan keras
menggeledek. Dan akibatnya gadis itu terpental
jauh. Keras sekali tubuhnya menghantam pohon
hingga hancur berkeping-keping. Nini Angki hanya
mampu merintih lirih sambil menggeliat. Saat itu
juga, Ki Gagak Bulang melompat menghampiri.
Dan.... Tukk! "Ukh...!"
Nini Angki hanya bisa melenguh kecil, begitu
satu totokan mendarat di lehernya. Dan seketika,
tubuhnya jadi lemas tak berdaya lagi. Dia hanya
mampu meringis menahan sakit dan sesak pada
dadanya, saat merasakan satu tendangan keras
kembali menghantam tubuhnya.
"Ringkus dia!" perintah Ki Gagak Bulang.
Dua orang pemuda bergegas menghampiri,
dan langsung meringkus Nini Angki. Dengan kasar
sekali Nini Angki dipaksa berdiri. Sementara itu, Ki Gagak Bulang melangkah
menghampiri. Dan tiba-tiba saja....
Plak! "Akh!"
Nini Angki kembali terpekik, begitu satu tam-
paran keras mendarat di pipinya. Gadis itu lang-
sung terkulai lemas. Begitu kerasnya tamparan itu, membuat Nini Angki merasa
pening dan berkunang-kunang. Perlahan kemudian, pandangannya mulai
mengabur, dan pendengarannya pun semakin ber-
kurang. Lalu begitu satu pukulan bersarang di
tengkuknya, gadis cantik itu langsung ambruk kem-
bali ke tanah. Hanya sedikit saja dia mengerang dan menggeliat, kemudian diam
tak bergerak-gerak lagi.
"Masukkan dia ke penjara bersama ayahnya,"
perintah Ki Gagak Bulang.
Dua orang pemuda langsung menyeret kasar
gadis itu. Sementara Nini Angki benar-benar sudah
tidak lagi bertenaga. Bahkan kesadarannya pun su-
dah lenyap. Dunia baginya saat ini begitu gelap. Ni-ni Angki merasakan dirinya
kini sudah mati dan se-
dang menuju ke Swargaloka. Dan tidak tahu lagi,
apa yang terjadi pada dirinya. Dia juga tidak tahu,
kalau dua orang pemuda telah membawanya masuk
ke dalam penjara bawah tanah.
*** Sementara itu, di tengah hutan yang letaknya
agak jauh dari Desa Tampuk, Rangga dan Pandan
Wangi tengah kelabakan mencari Nini Angki yang
menghilang begitu saja. Ki Sampar dan istrinya juga ikut mencari. Tapi, Nini
Angki benar-benar tidak
ada lagi. Entah pergi ke mana, tak ada seorang pun yang tahu.
"Apa dia tidak bilang apa-apa, Ki?" tanya Rangga.
"Tidak," sahut Ki Sampar.
"Tadi, katanya hanya ingin mencari angin se-
bentar. Tapi sampai sekarang belum juga kembali,"
ujar Nyai Suti.
"Kakang, apa mungkin dia pergi ke Desa Tam-
puk...?" selak Pandan Wangi, seperti bertanya pada diri sendiri.
"Edan...! Untuk apa dia ke sana sendiri...?"
dengus Rangga. "Anak itu memang keras wataknya, Den," ujar Nyai Suti. "Dia pasti memang pergi
ke sana untuk membebaskan ayahnya."
"Iya. Tapi kenapa harus sendiri..." Bukankah dia sudah setuju untuk mengadakan
serangan be-sok siang...?" desis Rangga jadi kesal.
"Mungkin dia sudah tidak sabar lagi, Den," ka-ta Nyai masih membela Nini Angki.
"Hhh!" Rangga mendengus berat.
Kemudian Pendekar Rajawali Sakti bergegas
melangkah menghampiri kudanya. Pandan Wangi,
Ki Sampar, dan istrinya bergegas mengikuti. Semen-
tara, Rangga sudah melompat naik ke punggung
kudanya. Gerakannya begitu cepat dan ringan. Se-
dangkan Pandan Wangi baru saja sampai di sam-
ping kudanya. Gadis itu memegang tali kekang ku-
da putih ini. Sementara, Ki Sampar dan istrinya
hanya berdiri saja di depan Rangga yang berada di
punggung kuda hitam Dewa Bayu.
"Mau ke mana, Den?" Tanya Nyai Suti.
"Cari Nini Angki," sahut Rangga singkat.
"Ke mana?" Tanya Nyai Suti lagi.
"Mungkin ke Desa Tampuk," sahut Rangga la-gi. Rangga melirik sedikit pada Pandan
Wangi yang sudah duduk di punggung kudanya yang ber-
bulu putih dan tegak. Sedangkan Ki Sampar dan is-
trinya hanya memandangi saja kedua pendekar
muda itu bergantian.
"Pandan, kau pakai kudaku. Biar Ki Sampar
dan Nyai Suti pakai kudamu," kata Rangga langsung melompat turun dari punggung
kuda. Pandan Wangi juga segera melompat turun
dari punggung kuda putihnya.
"Kau bisa naik kuda, Ki?" Tanya Rangga.
"Dulu waktu masih muda, aku sering naik ku-
da," sahut Ki Sampar.
"Pakailah kuda Pandan Wangi. Pelan-pelan sa-
ja." Kata Rangga.
"Kau sendiri.?"
Rangga hanya tersenyum saja. Sebentar Pen-
dekar Rajawali sakti berbicara pada Pandan Wangi,
kemudian menepuk pundak gadis yang berjuluk si
Kipas Maut. Setelah mengatakan beberapa pesan
pada Ki Sampar dan Nyai Suti, pemuda berbaju
rompi putih itu langsung melesat cepat bagai kilat.
Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki, sehingga dalam waktu sekejapan mata saja sudah lenyap dari pandangan.
Sementara Pandan Wangi membantu Ki Sam-
par dan istrinya naik ke kuda putih miliknya. Se-
dangkan dia sendiri kemudian melompat naik ke
punggung Dewa Bayu.
"Hrs...! Cek, cek...!"
Pandan Wangi sengaja menjalankan kuda pe-
lan-pelan, mendampingi kuda yang ditunggangi Ki
Sampar dan istrinya. Mereka jelas menuju Desa
Tampuk, karena begitu yakin kalau Nini Angki pergi kesana untuk membebaskan
ayahnya. Juga, untuk
membalas dendam pada Ki Gagak Bulang. Dan ini
yang dikhawatirkan.
*** 8 Malam masih menyelimuti permukaan bumi
Desa Tampuk. Kesunyian masih terasa begitu men-
cekam. Tidak ada seorang pun terlihat berkeliaran
di luar. Tapi di sekitar rumah besar yang hanya sa-tu-satunya di desa itu,
tampak dijaga ketat puluhan pemuda yang semuanya bersenjata golok terselip di
pinggang. Saat itu, Rangga yang datang ke desa ini
mempergunakan ilmu lari cepat yang dipadu ilmu
meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat
kesempurnaan, sudah sampai di depan rumah be-
sar yang kini ditempati Ki Gagak Bulang. Hanya se-
bentar saja Rangga mengamati keadaan sekitarnya,
kemudian dengan gerakan ringan sekali melesat
langsung ke atas rumah.
Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh
yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti, sehingga tak terdengar suara sedikit pun
saat mendaratkan kakinya di alas atap rumah ini. Seperti seekor kucing,
Rangga berlari-lari ringan menuju langsung ke ba-
gian belakang. Dia tahu, penjara bawah tanah yang
mengurung ayah Nini Angki adanya di bagian bela-
kang. Dan hal itu diketahuinya dari Ki Sampar.
"Hm...," Rangga menggumam perlahan saat
melihat sekitar enam orang menjaga bangunan kecil
dari batu. Pendekar Rajawali Sakti tahu, bangunan kecil
dari batu itu merupakan pintu masuk ke dalam
penjara. Beberapa saat diamatinya keadaan sekeli-
lingnya. Begitu ketat penjagaannya. Kalau dia melakukan gerakan, pasti cepat
bisa diketahui. Rangga terpaksa harus memutar otaknya, mencari jalan
terbaik untuk membebaskan ayah Nini Angki dari
dalam penjara bawah tanah.
Tapi Rangga juga jadi heran, karena sejak tadi
tidak melihat Nini Angki di sini. Rangga jadi ber-
tanya-tanya sendiri. Entah kenapa, terselip rasa ke-cemasan yang tiba-tiba
terhadap diri gadis itu. Dia khawatir, terjadi sesuatu pada Nini Angki. Karena
dia tahu, gadis itu tidak akan mungkin bisa menandingi kepandaian Ki Gagak
Bulang. Walaupun
kepandaian yang dimiliki Nini Angki sudah cukup
tinggi, tapi masih kalah beberapa tingkat bila dibanding Ki Gagak Bulang.
"Turunlah kau. Tidak baik menyelinap begitu
di tengah malam...."
"Heh..."!"
Rangga terkejut setengah mati, begitu tiba-tiba
saja terdengar suara menggema di telinganya. Dan
belum lagi hilang keterkejutannya, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan
berkelebat begitu cepat
bagai kilat. Dan tahu-tahu, di atas atap ini sudah berdiri seorang laki-laki
setengah baya. Dialah Ki Gagak Bulang, adik kandung Ki Rampak. Saat itu,
Rangga cepat berdiri.
"Sudah kuduga, kau pasti datang ke desa ini
bukan hanya sekadar singgah, Anak Muda," ujar Ki Gagak Bulang dingin. "Mau apa
kau menyelinap di rumahku?"
"Aku mencari seseorang," sahut Rangga kalem.
"Tidak ada yang bisa kau temukan di sini,
Anak Muda."
"Tapi, aku yakin dia ada sini," tegas Rangga.
"Phuih!" Ki Gagak Bulang menyemburkan ludahnya.
Sementara Rangga mengedarkan pandangan-
nya ke bawah. Pendekar Rajawali Sakti agak ter-
kejut juga, begitu melihat sekeliling rumah ini sudah terkepung puluhan orang
bersenjata golok. Dan
rata-rata mereka masih berusia muda. Langsung
disadari kalau kedatangannya memang sudah di-
tunggu. Dan dia juga yakin, Nini Angki pasti ada di sini. Diduga, gadis itu
pasti sudah tertangkap.
Rangga hanya bisa berharap tidak terjadi sesuatu pada Nini Angki.
"Anak muda! Kalau kau mencari Nini Angki,
dia sudah mampus. Dan sebaiknya, jangan ikut
campur dalam persoalan ini." Dingin sekali nada suara Ki Gagak Bulang.
"Boleh aku melihat jasadnya...?" Pinta Rangga tidak percaya.
"Kalau kau ingin lihat, pergi saja ke hutan sa-na. Dia sudah habis dimakan
binatang liar!" dengus Ki Gagak Bulang.
Tapi Rangga hanya tersenyum saja. Begitu ti-
pis senyumnya. Pendekar Rajawali Sakti benar-
benar tidak percaya kalau Nini Angki sudah tewas.
Dia tahu, kepandaian yang dimiliki gadis itu cukup tinggi, dan tidak mungkin
bisa dikalahkan begitu
saja. "Sebelum pikiranku berubah, sebaiknya cepat
tinggalkan desa ini, Anak Muda. Aku tidak sudi lagi melihat mukamu di sini!"
bentak Ki Gagak Bulang.
"Aku akan pergi bersama Nini Angki," sahut Rangga kalem. Namun terdengar tegas
nada suaranya. "Di mana dia...?"
"Keparat...! Kau mencari penyakit, Bocah!" geram Ki Gagak Bulang mulai gusar.
"Di mana Nini Angki, Kisanak?" Desak Rangga.
"Dia sudah mampus!"
"Aku ingin jasadnya," Rangga terus men-
desak. "Setan....! Kau ingin mampus juga, heh...?"
Lagi-lagi Rangga hanya tersenyum saja. Begitu
tipis senyumannya. Dan ini membuat Ki Gagak Bu-
lang tidak dapat lagi mengendalikan kemarahannya.
Sikap Rangga yang begitu tenang, dianggap mere-
mehkan dirinya.
"Pisah kepalamu, Bocah! Hiyaaa,..!" Tiba-tiba saja Ki Gagak Bulang berseru
nyaring. Lalu, bagaikan kilat dia melompat cepat sam-
bil mencabut goloknya yang berwarna hitam pekat.
Begitu cepat serangan yang dilakukannya, mem-
buat Rangga jadi terhenyak sesaat
"Haiiit..!"
Namun dengan gerakan manis sekali Pende-
kar Rajawali sakti berhasil mengelakkan tebasan
golok hitam itu di lehernya. Dan cepat-cepat tubuhnya dimiringkan ke kiri, lalu


Pendekar Rajawali Sakti 78 Perawan Dalam Pasungan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

secepat kilat pula tangan kanannya bergerak menyodok ke arah lam-
bung. "Utfs...!"
Ki Gagak Bulang jadi tersentak kaget. Cepat-
cepat laki-laki setengah baya itu melompat mundur
beberapa langkah, menghindari sodokan tangan
kanan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup! Yeaaah...!"
Begitu menjejak atap rumah ini, secepat kilat
Ki Gagak Bulang melesat menerjang Pendekar Ra-
jawali Sakti. Goloknya yang berwarna hitam pekat
langsung dikibaskan beberapa kali dan cepat sekali.
Akibatnya, Rangga terpaksa harus berjumpalitan
menghindarinya.
Dan begitu satu tendangan keras mengge-
ledek di lepaskan laki-laki setengah baya itu, Rang-ga tidak dapat lagi berkelit
menghindar. Cepat tangannya dihentakkan, menangkis tendangan sambil
mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya yang su-
dah mencapai tingkat kesempurnaan. Hingga tak
pelak lagi, tangan dan kaki yang mengandung ke-
kuatan tenaga dalam itu beradu keras.
Plak. "Ikh! Hiyaaa...."
"Hup!"
Mereka sama-sama terpental ke belakang se-
jauh beberapa langkah. Rangga yang berada di tepi
tidak dapat lagi menguasai keseimbangan. Tubuh-
nya langsung meluncur turun dengan deras sekali.
Tapi sebelum mencapai tanah, Pendekar Rajawali
Sakti sudah bisa menguasai keseimbangan tubuh-
nya. Dua kali tubuhnya berputaran di udara, lalu
manis sekali menjejakkan kakinya di tanah.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah....'"
Saat itu juga, dua orang pemuda bersenjata
golok sudah berlompatan cepat sambil memba-
batkan goloknya ke tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
"Hap! Yeaaah....'"
*** Rangga langsung mengerahkan jurus 'Sayap
Rajawali Membelah Mega'. Begitu cepat sekali gera-
kan kedua tangannya mengibas, sehingga dua
orang pemuda yang menyerangnya tidak dapat lagi
menghindari. Dan mereka jadi terpekik begitu kiba-
san tangan Rangga menghantam kepalanya, hingga
pecah berantakan. Kedua pemuda itu langsung am-
bruk menggelepar tak bernyawa lagi. Darah ber-
hamburan dari kepala yang pecah terkena kibasan
tangan yang mengandung pengerahan tenaga dalam
sempurna. "Hup! Hiyaaa...!"
Rangga cepat-cepat melentingkan tubuhnya,
begitu melihat Ki Gagak Bulang sudah meluruk de-
ras dari atas atap. Golok yang berwarna hitam itu langsung dibabatkan ke arah
kepala Pendekar Rajawali Sakti.
"Utfs!"
Hanya sedikit saja golok hitam itu lewat di
atas kepala Rangga. Lalu, cepat-cepat Pendekar Ra-
jawali Sakti menarik kakinya ke belakang beberapa
langkah. Dan pada saat itu, dari arah belakang su-
dah melompat dua orang sambil membabatkan go-
loknya cepat sekali.
"Haittt..!"
Rangga cepat-cepat merunduk ke depan, dan
secepat kilat menghentakkan kakinya ke belakang.
Langsung ditendangnya dada salah seorang pembo-
kongnya. Kemudian tubuhnya langsung diputar
sambil melepaskan satu pukulan keras menggele-
dek ke arah seorang lagi. Jeritan-jeritan panjang
terdengar saling sambut, disusul ambruknya dua
orang pemuda yang membokong Pendekar Rajawali
Sakti. Mereka langsung tewas seketika begitu tu-
buhnya menghantam tanah.
"Keparat..! Hiyaaat..!"
Sambil mendesis geram, Ki Gagak Bulang
kembali melompat menyerang Pendekar Rajawali
Sakti. Pada saat itu juga, beberapa orang pemuda
ikut berlompatan mengeroyok pemuda berbaju
rompi putih ini
"Hap! Hiyaaat..!"
Begitu cepat sekali gerakan-gerakan yang di-
lakukan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga seran-
gan-serangan yang datang dari segala penjuru itu
tidak ada yang berhasil menyentuh tubuhnya. Bah-
kan pukulan-pukulan yang dilepaskan membuat
para penyerangnya menjerit keras, dan berpentalan
dengan nyawa melayang dari tubuh.
"Phuih...!"
Rangga benar-benar geram setengah mati,
menghadapi keroyokan yang begitu banyak. Bahkan
ruang geraknya semakin menyempit saja. Dan dia
juga sudah mulai sulit menghindari serangan-
serangan yang datang cepat dan beruntun dari se-
gala arah itu. "Hup! Hiyaaa...!"
Dan begitu memiliki kesempatan, cepat-cepat
Pendekar Rajawali Sakti melentingkan tubuhnya ke
udara. Tapi beberapa orang pengeroyoknya sudah
berlompatan cepat mengejar. Tak ada lagi pilihan
buat Rangga. Cepat-cepat pedang pusakanya yang
tersimpan dalam warangka di punggung dicabut.
Cring! Seketika itu juga, cahaya biru yang berkilau
menyilaukan mata menyemburat terang dari Pedang
Pusaka Rajawali Sakti. Beberapa orang yang men-
coba mengejar Rangga di udara, langsung menutupi
matanya dengan tangan. Mereka tidak sanggup me-
nentang cahaya biru yang memancar dari pedang
itu. "Hiyaaa...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga
cepat membabatkan pedangnya beberapa kali. Se-
ketika itu juga jeritan-jeritan melengking dan menyayat terdengar saling sambut
Tampak tubuh- tubuh yang terpenggal buntung berjatuhan ke ta-
nah. "Hap!"
Manis sekali Rangga kembali mendarat, dan
menjejakkan kakinya di tanah. Kali ini, tak ada seorang pun yang berani
mendekat. Pendekar Rajawali
Sakti melintangkan pedangnya di depan dada. De-
ngan pedang pusaka yang memancarkan cahaya bi-
ru berkilauan, membuat Pendekar Rajawali Sakti
bagaikan dewa maut yang siap mencabut nyawa.
*** "Seraaang...!" seru Ki Gagak Bulang keras menggelegar.
"Hiyaaa.,.!"
"Yeaaah...!"
Kembali Rangga diserang dari segala jurusan.
Namun dengan pedang pusaka berada di tangan,
Pendekar Rajawali Sakti tidak lagi mengalami kesu-
litan. Cahaya biru terang yang memancar dari pe-
dang pusaka Rajawali Sakti berkelebatan begitu ce-
pat, hingga bentuknya lenyap tak terlihat. Dan
hanya kilatan-kilatan cahaya biru saja yang ter-
lihat berkelebatan menyambar orang-orang yang
menyerangnya. Jeritan-jeritan menyayat terdengar saling su-
sul. Setiap kali pedang itu bergerak berkelebat, satu dua orang langsung ambruk
menggelepar tak bernyawa lagi. Dan pada saat itu, terdengar suara
ringkikan kuda yang begitu keras.
"Hiyaaat..!"
"Pandan Wangi...," desis Rangga begitu meli-
hat seorang gadis berbaju biru melompat cepat dari punggung kuda hitam.
Gadis yang berjuluk si Kipas Maut itu lang-
sung mengamuk dengan kipas bajanya di tangan
kanan. Hanya beberapa gebrakan saja, Pandan
Wangi sudah menewaskan beberapa orang. Jeritan-
jeritan yang melengking dan menyayat semakin se-
ring terdengar dengan datangnya Pandan Wangi.
Dan gempuran anak buah Ki Gagak Bulang jadi ti-
dak terarah lagi.
Saat itu juga, terdengar teriakan-teriakan ke-
ras dari bagian depan rumah besar ini. Dan tak be-
rapa lama kemudian, terlihat orang-orang berlarian sambil mengacungkan senjata
dari berbagai macam
bentuk. Rangga jadi terhenyak kaget, tidak me-
nyangka kalau para penduduk Desa Tampuk begitu
cepat berdatangan. Bahkan mereka langsung terjun
ke dalam kancah pertarungan ini. Keadaan pun se-
makin tidak karuan saja. Jeritan-jeritan melengking dan menyayat mengantar
kematian semakin sering
terdengar, bercampur baur suara denting senjata
beradu. "Hup!"
Rangga cepat melompat begitu melihat ki Ga-
gak Bulang melesat hendak meninggalkan kancah
pertarungan. Begitu sempurnanya ilmu meringan-
kan tubuh yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti,
sehingga hanya sekali lesatan saja sudah berhasil
menyusul Ki Gagak Bulang. Manis sekali Pendekar
Rajawali Sakti mendarat menghadang di depan laki-
laki setengah baya ini
"Kau tidak bisa pergi dariku, Ki Gagak Bu-
lang," desis Rangga dingin.
"Keparat..! Phuth!" dengus Ki Gagak Bulang sambil menyemburkan ludahnya dengan
geram. Cepat laka-laki setengah baya itu melin-
tangkan goloknya yang berwarna hitam ke depan
dada. Sementara, Rangga menjulurkan pedangnya
lurus ke depan. Cahaya biru yang memancar dari
pedang itu membuat pandangan Ki Gagak Bulang
jadi terganggu.
"Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat, Ki Gagak Bulang melompat
sambil, membabatkan goloknya, disertai pe-
ngerahan tenaga dalam tinggi. Namun, Rangga tetap
berdiri tegak tidak bergeming sedikit pun juga. Dan begitu golok hitam itu sudah
dekat cepat sekali pedangnya dikebutkan untuk menyampok golok hitam
itu. "Yeaaah...!"
Tring! Trak! "Heh..."!"
Ki Gagak Bulang jadi tersentak kaget se-
tengah mati. Dia tidak dapat lagi menarik pulang
senjatanya, hingga beradu keras dengan pedang
pusaka Rajawali Sakti. Dan lebih terkejut lagi, begitu melihat goloknya ternyata
terpotong menjadi dua bagian.
"Yeaaah...!"
Belum Juga hilang rasa terkejutnya, Pen-
dekar Rajawali Sakti sudah melompat cepat sambil
melepaskan satu tendangan keras menggeledek.
Begitu cepat serangannya, sehingga Ki Gagak Bu-
lang tidak dapat lagi menghindar. Dan....
Begkh! "Akh...!"
Begitu kerasnya tendangan yang dilepaskan
Rangga, membuat tubuh Ki Gagak Bulang ter-
banting keras ke tanah. Beberapa kali tubuhnya
bergulingan. Darah langsung menyembur keluar
dari mulutnya, begitu mencoba bangkit berdiri. Se-
mentara, Rangga sudah kembali bergerak mendeka-
ti. Tiba-tiba saja ki Gagak Bulang mengibaskan
cepat tangan kanannya. Seketika itu juga, terlihat beberapa benda berwarna
keperakan melesat ke
arah Pendekar Rajawali Sakti. Namun begitu cepat
pula Rangga memutar pedangnya. Hingga, senjata-
senjata rahasia itu rontok sebelum mencapai tu-
buhnya. "Hiyaaa...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga
cepat melompat begitu melihat Ki Gagak Bulang
mencoba melarikan diri. Bagaikan kilat, Pendekar
Rajawali Sakti membabatkan pedangnya, tepat
mengarah ke leher laki-laki setengah baya ini. Hing-ga..,. Cras!
"Aaa...!"
Jeritan panjang melengking tinggi seketika
terdengar begitu menyayat. Tampak Ki Gagak Bu-
lang berdiri tegak mematung, tapi tak berapa lama kemudian tubuhnya jadi
limbung. Dan tepat pada
saat Rangga memasukkan Pedang Pusaka Rajawali
Sakti ke dalam warangka, terlihat Ki Gagak Bulang
ambruk ke tanah dengan kepala terpisah dari leher.
Darah langsung menyemburat keluar deras sekali
dari leher yang sudah tidak berkepala lagi.
"Hhh!" Rangga menghempaskan napas pan-
jang. Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya
perlahan, begitu mendengar suara langkah kaki
menghampiri. Tampak Pandan Wangi melangkah
cepat menghampiri. Sementara, pertarungan antara
orang-orang Ki Gagak Bulang melawan penduduk
desa Tampuk pun sudah berakhir. Di bawah pimpi-
nan Ki Sampar, mereka beramai-ramai mencoba
menghancurkan pintu penjara bawah tanah untuk
membebaskan Nini Angki dan ayahnya, yang diku-
rung di sana. "Mereka tahu, Nini Angki berada di sana ber-
sama ayahnya, Kakang," kata Pandan Wangi mem-
beri tahu, sebelum Rangga bertanya.
Tampak Ki Sampar dan beberapa orang me-
nerobos masuk begitu pintu berhasil dibongkar
paksa. Tak berapa lama kemudian, mereka keluar
lagi bersama Nini Angki dan seorang laki-laki tua


Pendekar Rajawali Sakti 78 Perawan Dalam Pasungan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertubuh kurus yang keadaannya begitu lemah.
"Ayo kita pergi," ajak Rangga.
"Tidak tunggu mereka dulu, Kakang?" Tanya Pandan Wangi.
Rangga hanya menggelengkan kepala saja,
kemudian melangkah menghampiri kudanya. Pan-
dan Wangi mengikuti dari belakang. Tak berapa la-
ma kemudian, kedua pendekar muda dari Karang
Setra itu sudah melesat pergi, sebelum ada seorang pun yang tahu.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Dedig
Pedang Medali Naga 19 Joko Sableng 31 Wasiat Agung Dari Tibet Kisah Tiga Kerajaan 9
^