Satria Baja Hitam 2
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam Bagian 2
lawan satu. Dengan
jurus ini. Pendekar Rajawali Sakti bisa menjajaki, sampai di mana tingkat
kepandaian lawan sebelum
mulai membalas serangan.
Gerakan-gerakan yang dilakukan Pendekar
Rajawali Sakti itu sungguh sukar diterka. Bahkan sepertinya tidak melakukan
permainan jurus sama
sekali. Terkadang tubuhnya doyong hampir jatuh.
Bahkan terkadang bergelimpangan di tanah, lalu
dengan cepat bangkit berdiri. Sepertinya, pemuda berbaju rompi putih itu bagai
orang mabuk, kebanyakan minum arak
Melihat ini, si Iblis Racun Merah menyangka
kalau Pendekar Rajawali Sakti sudah terkena
pengaruh racun yang disebarkan melalui tongkatnya. Dan memang, setiap lawan yang sudah
tidak tahan oleh racunnya, akan mengalami hal
serupa. Gerakan-gerak-annya jadi kacau, dan
tubuhnya limbung tak terkendali lagi.
"Hiya! Yeaaah...!"
Ibjjs Racun Merah semakin memperhebat
serangan-serangannya. Dia benar-benar menyangka
kalau pertarungan ini akan mudah dimenangkannya, karena Rangga tidak memberi
perlawanan sama
sekali. Pendekar Rajawali Sakti itu hanya berkelit dan menghlndar, seperti tak
mampu memberi perlawanan. Namun sampai sejauh ini, si Iblis Racun Merah masih belum juga bisa
mendesak. Bahkan
tak satu pun dari serangannya yang berhasil mengenai sasaran. Semuanya dapat
dihlndari Pendekar
Rajawali Sakti. Yang lebih menjengkelkan lagi,
pemuda itu bisa menghindar, meskipun dalam
keadaan kritis.
"Kurang ajar...! Kau mempermainkan aku,
Bocah Keparat...!" geram Iblis Racun Merah begitu menyadari kekeliruannya.
Sementara Rangga hanya tersenyum saja
sambil terus bergerak menghindari setiap serangan yang datang. Tapi sekarang,
sesekati diberikannya
serangan balasan, meskipun tidak berarti. Memang, pukulan maupun tendangan yang
dilontarkan Rangga tidak berbahaya sama sekali. Bahkan
terkesan lamban. Tentu mudah bagi si Iblis Racun Merah untuk menghindarinya.
*** "Hup...!" Iblis Racun Merah melompat. ke
belakang sejauh tiga batang tombak.
Seketika Pendekar Rajawali Sakti menghentikan gerakannya, lalu berdiri tegak dengan tangan melipat di depan dada.
Sedangkan si Iblis
Racun Merah sudah bersiap mengerahkan jurus
lainnya. "Hih! Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras melengking, laki-laki
tua berjubah merah menyala itu melompat cepat
bagai kilat. Ujung tongkatnya tertuju lurus ke arah dada pemuda berbaju rompi
putih. Dan begitu
ujung tongkat hampir menyambar dada, Pendekar
Rajawali Sakti cepat sekali menarik tubuhnya ke
samping agak mi?ring. Lalu dengan cepat pula
tangannya dtkibaskan ke arah lambung.
"Yeaaah...!"
Beghk! "Ughk...!" Iblis Racun Merah mengeluh
pendek. Seketika perutnya terasa muaL
Laki-laki tua berjubah merah itu terpental
balik ke belakang sejauh tiga batang tombak. Dan sebelum menyentuh tanah, Rangga
sudah melompat menerjang seraya melontarkan satu pukulan keras
dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
"Hiyaaat..!"
"Hah...!"
Iblis Racun Merah terperangah melihat kedua
kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti jadi
memerah bagai terbakar. Ditambah lagi, lompatan
pemuda berbaju putih itu demikian cepat bagai
kilat. Buru-buru Iblis Racun Merah menggulirkan
tubuhnya ke samping. Maka pukulan Rangga hanya
menghantam tanah, tempat laki-laki tua itu tadi
tergeletak setelah terkena sodokan pada lambungnya. "Hup!"
Cepat-cepat Iblis Racun Merah melompat
bangkit berdiri. Tiba-tiba dia berdahak, dan
memuntahkan darah kental dari mulutnya. Rupanya
sodokan pada lambungnya mengandung tenaga
dalam tinggi, sehingga laki-laki tua itu terluka dalam cukup parah. Sedangkan
pukulan Pendekar
Rajawali Sakti yang menghantam tanah, membuat
bumi jadi berguncang hebat disertai ledakan
dahsyat menggelegar, Tampak tanah bekas pukulan
pemuda berbaju rompi putih itu be rlubang besar.
Tampak pula debu mengepul membumbung tinggi ke
angkasa. "Gila...!" desis Iblis Racun Merah terbeliak menyaksikan kedahsyatan pukulan
pemuda itu. Rangga memutar tubuhnya, berbalik menghadap Iblis Racun Merah. Sepasang bola mata
Pendekar Rajawali Sakti itu memerah, menyorot
tajam. Seakan-akan tatapan itu hendak melumat
habis tubuh tua berjubah merah di depanriya.
Pelahan laki-laki berjubah merah itu melangkah
mundur. "Kau kuberi kesempatan hidup, Kisanak. Tapi jangan coba-coba mengganggu Ki
Rabul, atau orang-orang lain yang tidak bersalah denganmu,"
kata Rangga mendesis tajam.
"Hhh...! Kali ini kau boleh merasa menang,
Pendekar Rajawali Sakti. Tapi lain kali, kau akan berlutut memohon belas kasihan
padaku!" dengus
Iblis Racun Merah. *
"Silakan pergi dari sini!" bentak Rangga keras.
"Phuih!"
Iblis Racun Merah menyemburkan ludahnya. Tapi semburan ludahnya berwarna merah.
Dan saat itu juga Iblis Racun Merah menyadari
kalau dirinya terluka dalam cukup parah. Itu
berarti harus segera disembuhkan, sebelum menjadi lebih
parah lagi. Sambil mengumpat dan mengancam, laki-laki tua berjubah merah itu segera melompat pergi. Begitu cepat
lesatannya, sehingga dalam waktu sekejap saja sudah lenyap ditelan
kegelapan malam.
Rangga memutar tubuhnya, lalu melangkah
menghampiri Ki Rabul yang berdiri di samping Lasini yang menggendong adiknya.
Mereka menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda berbaju rompi
putih itu kemudian mengambil Badil dari gendongan Lasini, lalu menggendongnya
sambil tersenyum,
memijit hidung bangir bocah itu.
"Ah! Kenapa tidak dibunuh saja dia, Nak
Rangga?" ujar Ki Rabul menyayangkan sikap Rangga yang membiarkan si Iblis Racun
Merah pergi begitu saja. "Dia hanya menantangku, dan tidak ada alasan bagiku untuk
membunuhnya, Ki," jelas
Rangga. "Tapi, dia bisa datang lagi. Aku bukannya
takut, tapi mencemaskan Lasini dan Badil. Dia itu licik. Segala cara akan
ditempuhnya demi mencapai
kemenangan," ada nada kecemasan pada suara Ki RabuL ,
"Untuk beberapa saat lamanya, dia tidak akan kembali. Luka dalamnya harus
disembuhkan dulu,
dan itu membutuhkan waktu. paling tidak satu
pekan lamanya. Kalau dia memang mempunyal
cukup hawa murnl, mungkin bisa tiga hari," kembali Pendekar Rajawali Sakti
menjelaskan dengan
tenang. "Yahhh...,
mudah-mudahan saja lukanya bertambah parah," desah Ki Rabul berharap.
Rangga menepuk pundak laki-laki tua itu, lalu
mengajak semuanya masuk ke dalam pondok. Lasini
melangkah di samping kanan Pendekar Rajawali
Sakti itu, Hatinya benar-benar kagum dengan
ketangkasan pemuda tampan berbaju rompi putih
ini. Sudah dua kali gadis itu menyaksikan Rangga bertarung, dan itu membuatnya
semakin kagum. Bahkan Lasini tidak malu-malu lagi kalau hatinya sudah terpaut pada pemuda ini.
Terlebih lagi Badil.
Tampaknya bocah itu benar-benar mengagumi dan
menyukai Rangga. Belum pernah Lasini melihat
Badil begitu cepat akrab dengan orang yang baru
dikenalnya. Mereka semua masuk ke dalam pondok.
Rangga membesarkan nyala pelita, kemudian duduk
di kursi bambu yang berada di bawah jendela.
Sedangkan Lasini masuk ke dalam kamar bersama
adiknya. Di dipan bambu, Ki Rabul duduk
mencangkung memeluk lutut, dan punggungnya
bersandar pada dinding. Tak ada yang berbicara,
dan masing-masing sibuk dengan pikirannya Sedangkan Rangga mulai memejamkan matanya,
karena ingin sedikit melemaskan otot-ototnya yang terasa menegang sejak siang
tadi. *** 4 Rangga tersentak bangun dari tidurnya ketika
mendengar derap kaki kuda menuju pondok ini
Ternyata bukan hanya Pendekar Rajawali Sakti saja yang terbangun, melainkan Ki
Rabul dan Lasini
Mereka bergegas menghampirl pintu dan membukanya lebar-lebar. Ketiga orang itu segera
melangkah ke luar.
Tampak seorang penunggang kuda memacu
cepat kudanya menuju ke arah pondok. Kuda
berwama putih itu meringkik keras sambil
mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi
begitu tali kekangnya ditarik Penunggang kuda itu langsung melompat, dan
mendarat ringan di depan
Ki Rabul yang berdiri paling depan didampingi
Rangga dan Lasini.
"Ayah...!"
seru penunggang
kuda yang mengenakan baju wama putih ketat itu.
Ternyata, dia seorang pemuda berwajah
cukup tampan. Tubuhnya-tinggi tegap dan otot-ototnya bersembulan. Tubuh kekar
itu berkilatan karena tersjram keringat yang membasahi seluruh
tubuhnya. Tampak sebilah pedang tersampir di
pinggangnya. Pemuda itu langsung menghampiri Ki
Rabul dan berlutut memeluk kaki laki-laki tua itu.
Sedangkan Ki Rabul hanya diam terpaku,
sepertinya tidak mengenali pemuda itu, Atau bisa jadi memang tidak menyukai
kehadirannya. Pemuda
itu mengangkat kepalanya, memandang wajah laki-laki tua yang tetap berdiri
terpaku memandang
lurus ke depan. Pelahan dia bangkit berdiri.
"Ayah..., maafkan aku. Aku telah membuatmu
menderita," ucap pemuda itu agak tersendat
suaranya. "Untuk apa datang ke sini?" tanya Ki Rabul, agak ketus nada suaranya.
"Aku datang karena mendengar Ayah dislksa
oleh mereka. Aku ingin menuntut balas pada
mereka, Ayah. Tidak ada seorang pun yang boleh
menghina Ayah sedemikian rupa," tegas pemuda itu.
"Bukan kau yang membalas dendam, tapi
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka yang membalas dendam padamu!" sentak Ki Rabul tegas.
"Aku mengakui kesalahanku, Ayah. Tapi tidak seharusnya mereka menyiksa Ayah"
"Aku hanya orang tua. Dan sudah sepantasnya orang tua menanggung semua akibat
perbuatan anaknya. Kau datang ke sini hahya
mencari penyakit saja, Teruna. Kau akan memperburuk keadaan!"
Pemuda yang dipanggil Teruna itu memandangi wajah Ki Rabul yang dipanggilnya
dengan sebutan ayah. Pandangannya kemudian
beralih pada Lasini dan Pendekar Rajawali Sakti.
Saat menatap pemuda berbaju rompi putih, sinar
matanya jadi berslnar lain. Cukup lama dia
memandang Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan
yang dipandang hanya tersenyum saja sambil
mengangkat sedikit pundaknya.
"Ayah, bisa aku bicara berdua saja denganmu?" plnta Teruna, kembali memandang
ayahnya. "Untuk apa" Aku sudah cukup banyak
terlibat Dan sekarang aku tidak sudi dilibatkan lagi, Teruna. Kau sudah besar,
dan sudah bisa menentukan hidupmu sendiri. Kau harus bisa
mempertanggung jawabkan segala perbuatanmu,"
tegas Ki Rabul merasa enggan untuk berbicara lagi.
"Aku mohon, Ayah. Sebentar saja," pinta Teruna berharap.
"Kenapa tidak dibicarakan saja di sini?"
Teruna tidak menjawab, tapi malah memandang Rangga dan Lasini yang berada di
samping Ki Rabul. Laki-laki tua kurus itu melirik pada mereka, kemudian
mengayunkan kakinya
menuju samping pondok. Sebentar Teruna melirik
Rangga, kemudian bergegas mengikuti Ki Rabul.
Sementara Lasini dan Rangga saling berpandangan
saja. "Apakah dia anaknya Ki Rabul, Kakang?"
tanya Lasini seperti bertanya untuk dirinya sendiri.
Rangga menjawab hanya dengan mengangkat
bahunya saja. Pendekar Rajawali Sakti itu memutar tubuhnya, lalu berjalan menuju
pancuran yang berada di bagian lain dari pekarangan pondok kecil ini. Pancuran itu berasal
dari mata air di belakang
bukit, dan dialirkan melalui bambu yang disambung-sambung, hingga sampai ke
pondok itu. Rangga membasuh mukanya. Air pancuran itu
memang terasa sejuk menyegarkan. Kembali
tubuhnya diputar. Agak terkejut juga Pendekar
Rajawali Sakti, karena Lasini sudah ada di
dekatnya. Gadis itu juga membasuh muka, leher,
dan tangannya. Mereka kemudian sama-sama duduk
di bawah pohon dekat pancuran itu, dan sama-sama memandang ke arah tempat Ki
Rabul dan anaknya
sedang berbicara. Entah apa yang dibicarakan.
Sebenarnya Rangga bisa saja
mendengarkan pembicaraan itu dengan mempergunakan ilmu
'Pembeda Gerak dan Suara'. Tapi itu tidak
dilakukan, karena seperti orang yang ingin ikut
campur urusan orang lain saja.
"Apa yang mereka bicarakan, Kakang?" tanya Lasini lagi.
"Entahlah," sahut Rangga agak mendesah.
"Tampaknya Ki Rabul tidak menyukai anaknya, Kakang. Kenapa bisa begitu ya...?"
kembali Lasini bertanya seperti untuk dirinya sendiri.
"Mungkin urusan prlbadi," sahut Rangga seenaknya.
Lasini tidak bertanya lagi, karena pada saat
itu Ki Rabul menghampiri mereka. Tampak wajah
laki-laki tua itu memberengut seperti sedang
menahan kemarahan ,Atau mungkin juga sedang
jengkel pada anaknya. Sebenarnya Lasini ingin
bertanya, tapi Rangga sudah keburu mencegahnya.
*** Teruna memalingkan wajahnya ketika mendengarsuara langkah kaki menghampiri. Pemuda
itu duduk bersandar di bawah pohon, memandangi
bukit yang tampak anggun dengan bagian puncak
terselimut kabut. Segera digeser duduknya ketika Rangga sudah berada di
sampingnya. Pendekar
Rajawali Sakti itu duduk di samping Teruna. Tak
ada yang membuka suara lebih dahulu. Sesekali
Teruna melirik pemuda berbaju rompi putih di
sampingnya. "Bagaimana keadaan istrimu?" tanya Rangga membuka
suara terlebih dahulu, setelah menghembuskan napas panjang.
"Baik. Tadinya dia Ingin ikut ke sini," sahut Teruna pelahan.
"Kau tidak mengijinkan" Mengapa?" tanya Rangga.
"Terlalu besar resikonya, Rangga. Aku tidak ingin dia melihat aku mati dicincang
bajingan itu. Yaaah..... Seharusnya aku menghormatinya.
Tapi, keadaan malah membuatku semakin membencinya,"
agak tertahan nada suara Teruna.
Rangga menghembuskan napas panjang kuat-kuat Sementara Teruna bangkit berdiri,
lalu berjalan dua tindak ke depan. Pandangannya tetap lurus ke depan, seakan-akan
sedang mencari sesuatu di puncak bukit sana. Sedangkan Rangga
masih tetap duduk bersandar pada pohon sambil
memandangi pemuda itu. Dia tahu, apa yang sedang menjadi beban dalam diri
Teruna. "Paria menitipkan salam untukmu," kata Teruna tanpa berpaling sedikit pun.
"Terima kasih," ucap Rangga.
"Dia berharap anak yang dikandungnya laki-laki, dan akan diberi nama yang sama
denganmu. Hanya saja, dia tidak tahu nama tergkapmu,"
sambung Teruna.
Entah kenapa, Rangga jadi tersenyum. Dia
teringat dengan Paria. Seorang wanita muda yang
cantik, ramah, dan selalu tersenyum. Dia tidak
pernah terlihat sedih ataupun duka, meskipun
sedang mengalami masa-masa genting. Semua itu
selalu dihadapinya dengan senyum. Rangga teringat akan kata-kata yang tidak
pemah teriupakan.
"Nasib dan keadaan manusia sudah dltentukan sejak dilahirkan ke dunia. Jadi, tidak perlu meratap jika sedang
mengalami kesulitan, dan
gembira jika sedang senang. Semuanya harus
dihadapi dengan hati lapang dan senyum. Hidup
manusia bagaikan roda yang selalu berputar Tak
ada yang bisa mengubahnya, kecuali sang Pencipta itu sendiri."
Rangga jadi tersenyum sendiri mendengar
kata-kata yang diucapkan Paria waktu itu. Saat itu mereka tengah menghadapi
kemelut yang hampir
saja merenggut nyawa wanita itu. Tapi semua
memang dihadapi dengan senyum. Rangga benar-benar kagum, dan mengakui
kekagumannya di depan
Teruna. Bahkan mengatakan kalau Teruna adalah
satu-satunya makhluk di bumi ini yang paling
beruntung. Pemuda ini mempunyai seorang istri
yang bukan saja cantik wajahnya tetapi juga cantik hatinya.
"Rangga...."
"Oh...!" Rangga tergugah dari lamunannya ketika mendengar namanya dipanggil.
Kepalanya diangkat, dan tahu-tahu Teruna
sudah duduk di depannya. Pendekar Rajawali Sakti itu memberi Senyuman sedikit
"Apakah kau sudah mengatakan pada ayah
kalau kita sudah pernah berjumpa?" tanya Teruna.
"Belum," sahut Rangga.
"Dan kau akan mengatakannya?" Teruna Ingin tahu. "Bagaimana nanti. Lihat saja
dulu keadaannya," sahut Rangga kalem.
"Aku percaya padamu, Rangga. Maaf, aku
selalu merepotkanmu.-"
"Sudahlah.
Bukankah Paria pernah mengatakan kalau setiap manusia memang dilahirkan untuk saling membantu" Nah! Apa
salahnya jika bisa membantu, maka akan kulakukan semampuku," tegas Rangga
mengutip kata-kata
yang pernah didengarnya dari seorang wanita yang
dikagumi karena memiliki pandangan hidup yang
sangat luas. "Tampaknya kau begitu meresapl setiap kata
yang diucapkan istriku, Rangga," tebak Teruna.
"Ya! Dan aku mengakui kalau istrimu punya
pandangan hidup yang patut diteladani. Terus
terang, aku merasa kecil bila sedang berhadapan
dengannya," Rangga jujur mengakuinya.
"Yaaah..., apa yang kau katakan barusan
memang selalu kurasakan, Rangga. Dia terlalu
agung dan luhur bagjku. itulah sebabnya, mengapa aku berani mempertaruhkan nyawa
hanya untuknya. Rasanya hanya dialah satu-satunya wanita yang
sempurna di dunia ini," sahut Teruna juga memuji istrinya.
"Tentu kau bahagia sekali, Teruna."
"Mungkin hanya akulah satu-satunya laki-laki yang paling berbahagia di dunia
ini, Rangga."
Entah kenapa, tiba-tiba saja mereka jadi
tertawa terbahak-bahak.
Entah apa yang ditertawakan. Mungkin mereka teringat saat-saat
bersama-sama dulu. Saat-saat menjadi orang paling tolol di dunia, di depan
seorang wanita yang
bicaranya tak ada yang bisa membantah Paria
memang selalu berbicara lemah lembut, namun
sangat mengena dan menusuk hingga ke dalam
sanubari yang paling dalam.
"Hhh.... Waktu itu kita benar-benar seperti kerbau, Rangga," kata Teruna setelah
tawanya berhenti.
"Yaaa..., kurasa kau akan senang selamanya
menjadi kerbau," sahut Rangga menimpali.
"Tentu! Asal, yang jadi gembalanya Paria,"
sambut Teruna tanpa pikir panjang lagi.
"Kau mau..."!" Rangga terkejut mendengar jawaban Teruna tadi.
Sebenarnya tadi Pendekar Rajawali Sakti
hanya memperolok saja. Tapi kenyataannya, jawaban yang diterima justru sungguh
mengejutkan. Kerbau adalah binatang yang paling dungu, tapi sangat
dibutuhkan kaum petani untuk menggarap sawahnya. Tak ada seorang pun yang suka bila
dirinya dikatakan kerbau. Tapi, Teruna malah
senang dikatakan kerbau.
"Kenapa tidak..." Sebetulnya seorang laki-laki adalah kerbau di mata wanita. Hanya
saja, kita terlalu angkuh dan tidak pernah mengakuinya,"
tegas jawaban Teruna.
Rangga memandangi pemuda itu dalam-dalam,
tapi mendadak saja tertawa terbahak-bahak. Dan
Teruna jadi ikut tertawa. Ya, memang benar kata
Teruna tadi Sebenarnya, laki-laki memang seperti kerbau, bahkan lebih rendah
dari seekor kerbau di
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mata wanita. Banyak contoh bisa dilihat Laki-laki tidak merasa kalau dirinya
sebenarnya menjadi
budak kaum wanita. Dan mereka tidak merasa
kannya, atau tidak ambil peduli. Hanya saja mereka terlalu angkuh untuk
mengakui. Dan biasanya,
kaum wanita yang menjadi sasaran keangkuhan laki-laki. Tapi mendadak saja tawa
mereka berhenri
ketika mendengar jeritan panjang melengking tinggi.
Sejenak mereka saling pandang, lalu sama-sama
melompat bangkit berdiri.
'"Ayah...," desis Teruna.
"Lasini...," desis Rangga.
Tanpa berkata lagi, mereka langsung melesat
meninggalkan tempat itu. Begitu cepatnya mereka
bergerak, sehingga dalam sekejap saja sudah lenyap ditelan kerimbunan pepohonan.
*** Rangga terpaku menyaksikan pondok kecil itu
sudah hangus terbakar. Sedangkan di sekitamya
ada sekitar dua puluh mayal bergelimpangan.
Sementara Teruna melangkah pelahan-lahan mendekati pondok yang sudah jadi bara itu.
Matanya terbeliak memperhatikan mayat-mayat
yang bergelimpangan di sekitarnya. Bau anyir darah sangat rnenusuk hidung,
dihembus angin yang
agak kencang. "Ayah...,"
desis Teruna pelahan, agak tersendat suaranya.
Teruna membalikkan satu persatu mayat yang
bergelimpangan. Tapi setelah semua diperiksa, tidak ada satu mayat pun yang
dikenalnya. Sedangkan
Rangga mengedarkan pandangannya berkeliling. Tak ada
tanda-tanda kehidupan di sekitamya. Pandangan mata Pendekar Rajawali Sakti itu tiba-tiba tertumbuk pada sebuah benda
berkilat yang bentuknya seperti sebuah sabuk terbuat dari emas.
Rangga menjumput benda itu. Dan memang,
ternyata itu sebuah sabuk yang terbuat dari emas.
Pendekar Rajawali Sakti itu kembali memandangi
mayat-mayat yang bergelimpangan di sekitamya. Tak ada satu mayat pun yang
mengenakan sabuk
emas ini. Kembali Rangga mengamati sabuk emas di
tangannya. Pada saat itu, Teruna datang menghampiri sambil membawa sebatang anak panah.
Di pangkalnya tergulung selembar daun lontar
terikat pita berwama merah darah.
"Aku temukan ini tertancap di pohon," jelas Teruna seraya menyodorkan anak panah
itu pada Rangga. Teruna juga memandangi sabuk emas yang
berada di tangan Pendekar Rajawali Sakti. "Apa itu?" tanya Teruna.
Rangga menyodorkan sabuk emas itu, dan
Teruna langsung menerimanya. Sedangkan dia
sendiri menerima anak panah yang disodorkan
padanya. Sementara Teruna mengamati sabuk emas
itu, Rangga membuka gulungan daun lontar pada
anak panah. Hanya ada sebaris kalimat, tapi cukup jelas maksudnya.
"Jika ingin mereka selamat, datang ke Puncak Bukit Sangu!"
Rangga menunjukkan tulisan di daun lontar
pada Teruna yang langsung membacanya. Seketika
wajah pemuda itu memerah setelah membacanya.
Diremasnya daun itu hjngga hancur jadi tepung.
Sebentar mereka hanya berdiam diri, dan saling
berpandangan saja.
"Apa yang harus kita lakukan, Rangga?" tanya Teruna.
"Aku yakin orang itu hanya memerlukan aku
saja, Teruna," sahut Rangga.
' "Aku benar-benar telah menyulitkanmu,
Rangga. Tidak seharusnya kau kulibatkan terlalu
jauh begini," keluh Teruna menyesali.
Rangga menepuk pundak pemuda itu, lalu
tersenyum seakan-akan ingin memberi ketabahan
pada Teruna. Namun wajah pemuda itu begitu
murung. Teruna benar-benar menyesali akan semua
yang telah terjadi. Semua ini akibat perbuatannya.
Kalau saja kata-kata ayahnya dituruti, tentu tidak akan terjadi semua ini.
Mereka sama-sama memandang Puncak Bukit
Sangu yang selalu terselimut kabut tebal. Cukup
jelas terlihat dari tempat Ini, tapi bukit itu cukup jauh jaraknya. Paling tidak
memerlukan tiga hari tiga
malam perjalanan untuk sampai ke sana. Tapi, Rangga tidak ingin terlambat Hanya
saja, Pendekar Rajawali Sakti tidak mungkin bisa memanggil
Rajawali Putih karena ada Teruna di sini.
"Di mana kudamu, Teruna?" tanya Rangga.
"Ada di dekatsungai. Mudah-mudahan saja
mereka tidak mengambilnya," sahut Teruna.
"Pergilah dulu ke sana, nanti aku menyusul,"
ujar Rangga. "Maksudmu...?" Teruna ingin ketegasan.
"Kau pergi lebih dahulu ke Bukit Sangu, kita bertemu di sana," jelas Rangga.
"Edan...!" dengus Teruna.
"Kenapa..." Bukankah mereka menginginkan
kita pergi kg sana" lngat, Teruna. Keselamatan
ayahmu tergantung padamu sendiri, meskipun
sebenarnya mereka menginginkan dlriku," kliah Rangga.
"Tidak Rangga! Yang mereka inglnkan adalah
nyawaku, bukan nyawamu!" sentak Teruna tegas.
Rangga mengerutkan keningnya. Meskipun
sebenarnya Pendekar Rajawali Sakti sudah bisa
menebak tapi masih belum jelas apa persoalan yang sebenarnya.Mereka memang
pernah bersamasama
ketika sekelompok orang mengejar-ngejar Paria.
istri pemuda itu. Rangga sendiri tidak tahu,
mengapa mereka menginginkan Paria" Dan setelah
keadaan jadi tenang, Teruna meminta Rangga
untuk menemukan ayahnya dan membawanya pada
mereka berdua di tempat yang sudah ditentukan.
Kini setelah Pendekar Rajawali Sakti itu
bertemu Ki Rabul, muncul lagi persoalan yang sulit dimengerti. Namun Rangga
sudah menduga kalau
semua persoalan ini tentu ada kaitannya dengan
orang-orang yang mengejar-ngejar Patia waktu itu.
"Maaf, Rangga. Bukannya aku tidak menghargai semua yang kau lakukan padaku. Tapi
rasanya, sudah saatnya aku harus menjadi seorang laki-laki," tegas Teruna..
Setelah berkata demikian, Teruna langsung
berlari cepat meninggalkan tempat itu. Sedangkan Rangga masih diam saja,
termenung memandangi
punggung pemuda yang semakin jauh, dan
menghilang di balik rimbunnya pepohonan. Pendekar Rajawali Sakti itu masih berdiri
mematung, meskipun Teruna sudah tak terlihat
lagi. "Hhh...!" Rangga menghembuskan napas berat Pelahan Pendekar Rajawali Sakti
mengayunkan langkahnya meninggalkan tempat itu. Namun belum
juga Jauh berjalan, mendadak saja sebuah bayangan berkelebat cepat ke arahnya.
Tahu-tahu di depan
Rangga sudah berdiri seorang perempuan muda dan
cantik, mengenakan baju ketat berwarna hitam
legam. Kepalanya juga mengenakan kain berwarna
hitam. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai
melewati bahunya.
Rangga menghentikan langkahnya. Diamatlnya
wanita itu dalam-dalam. Wanita itu bersenjatakan dua buah pedang yang gagangnya
berbentuk kepala
seekor naga, menyembul keluar dari balik punggungnya. Rangga tidak tahu, siapa wanita ini, dan apa maksudnya
menghadang. , "Kau yang bemama Pendekar Rajawali Sakti?"
tanya wanita itu dengan suaranya yang dingin,
namun masih terdengar kelembutannya.
"Benar. Dan kau siapa?" sahut Rangga
langsung balik bertanya.
"Kau boleh memanggilku Putri Naga Hitam,"
sahut wanita itu memperkenalkan diri.
"Maaf. Rasanya, kita belum pernah berjumpa.
Apa maksudmu menghadang jalanku?" tanya
Rangga. "Kau bisa memperoleh jawabannya di neraka
nanti! Hiyaaat..!"
"Hei ..l Tunggu...!" sentak Rangga.
Tapi wanita cantik yang mengaku berjuluk
Putri Naga Hftam itu sudah lebih dahulu
menyerang dengan cepat Dua pukulan beruntun
cepat dilontarkan dengan mengandung pengerahan
tenaga dalam tinggi. Cepat sekali Rangga meliukkan tubuhnya menghindari serangan
wanita berbaju hitam itu. Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti
melakukan sesuatu lag!, satu tendangan keras yang dilontarkan Putri Naga Hitam
telak menghantam
dadanya. "Akh...!" Rangga memekik keras tertahan.
Pendekar Rajawali Sakti terjajar ke belakang.
Seketika dadanya terasa sesak, dan napasnya
tersengal. Belum lagi bola matanya seperti berair, berkunang-kunang. Tendangan
wanita itu cukup
keras, karena mengandung tenaga dalam tinggi.
Kalau saja yang terkena tendangan itu bukan
Pendekar Rajawali Sakti, mungkin sudah tergeletak jadi mayat Namun Pendekar
Rajawali Sakti itu
hanya mengalami sedikit sesak napas saja.
"Hsss.... Hih!"
Rangga menarik napas dalam-dalam dan
menghembuskannya
kuat-kuat Juga segera dikerahkan hawa murni untuk mengusir rasa sesak
yang melanda dadanya. Sebentar digerak-gerakkan
tangannya di depan dada, kemudian langsung
bersiap menerima serangan selanjutnya.
"Hm.". Ternyata kau kedot juga, Pendekar
Rajawali Sakti!" dengus Putri Naga Hitam.
Rangga hanya menggumam sedikit Matanya
tajam mengamati setiap gerakan kaki wanita
berbaju hitam yang bergeser menyusur tanah ke
arah samping kanan. Ringan sekali gerakannya. Tak ada suara sedikit pun
terdengar, saat kakinya
menyusur tanah.
"Bersiaplah! Hiyaaa...!"
"Hup!"
Rangga langsung melompat ke atas disertai
pengerahan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega', tepat pada saat Putri Naga
Hitam melancarkan
serangan lewat lontaran tiga pukulan beruntun.
Hasilnya, serangan gadis itu lewat di bawah kaki Rangga. Dan sebelum lawan
sempat memberi serangan kembali, secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya hingga
kepalanya berada
di bawah. Secepat itu pula dikibaskan tangannya ke arah kepala Putri Naga Hitam.
Wuk! Wuk! Tangan Rangga mengibas dua kali, mengarah
ke kepala wanita berbaju hitam ketat itu. Namun
tangkas sekali Putri Naga Hitam menghindarinya
dengan sedikit merundukkan kepala. Pada saat itu, segera dicabut pedangnya dari
punggung, dan langsung dikibaskan ke atas kepala Pendekar
Rajawali Sakti.
"Yeaaah....!"
"Uts...!"
Cepat-cepat Rangga meientingkan tubuh, dan
berputaran dua kali di udara. Dengan manis sekali Pendekar Rajawali Sakti
mendarat sekitar lima
langkah di depan j>utri Naga Hitam. Namun
sebelum bisa berdiri tegak, wanita berbaju hitam ketat itu sudah kembali ganas
menyerangnya. Terlebih lag! sekarang ini memegang dua buah
senjata pedang yang bentuk dan ukurannya sama
persis.
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Serangan-serangan yang dilakukan Putri Naga
Hitam semakin dahsyat dan berbahaya. Kedua
pedangnya berkelebat mengurung setiap gerak
Pendekar Rajawali Sakti. Namun begitu, lawannya
yang tidak menggunakan senjata, belum juga
kelihatan terdesak. Sama sekali wanita itu tidak peduli, apakah Rangga
menggunakan senjata atau
tidak. Yang penting, lawannya harus mati! Dia terus saja melancarkan serangan
lewat jurus-jurus yang
berganti-ganti dengan cepat.
Semakin lama, pertarungan itu berjalan
semakin cepat dan dahsyat. Tempat sekitar
pertarungan jadi porak-poranda akibat terkena
gempuran-gempuran yang luput dari sasaran. Jurus demi jurus berlalu cepat Dan
tak terasa, mereka
bertarung sudah melewati lebih dari dua puluh
jurus. Namun sampai sejauh itu, Rangga belum juga menggunakan senjata
andalannya. Dan herannya,
Putri Naga Hitam belum juga mampu mendesak.
Tiba-tiba saja" Putri Naga Hitam melentingkan tubuhnya ke belakang, keluar dari
arena pertarungan. Disilangkan sepasang pedangnya di depan dada. Sorot matanya
begitu tajam menusuk. Keringat bercucuran di wajah dan
lehernya. Baju hitam yang begitu ketat semakin
terasa ketat karena keringat
Rangga tidak meneruskan pertarungannya.
Dia juga berhenti, namun sikapnya masih tetap
waspada. Bagaimanapun juga, Pendekar Rajawali
Sakti mengakui kehebatan gadis berbaju hitam yang berjuluk Putri Naga Hitam itu.
Belum pernah pemuda berbaju rompi putih itu mendapatkan
lawan seorang wanita muda begitu tangguh,
sehingga harus memeras tenaga untuk menandinginya. Beberapa saat mereka hanya saling pandang saja sambil mengatur
pemapasan. "Kuakui, kau memang tangguh, Pendekar
Rajawali Sakti. Tapi aku ingin tahu, apakah kau
mampu menandingi aji 'Naga Kembar'," ancam Putri Naga Hitam.
"Hm, silakan," sambut Rangga kalem. "Hooop...!"
Putri Naga Hitam mengangkat pedangnya
tinggi-tinggi ke atas kepala, lalu pelahan lahan diturunkan hingga sejajar dada.
Sebentar kemudian
sepasang pedangnya dibenturkan.
Tring! Rangga jadi berkernyit keningnya, melihat
pedang yang semula berwama keperakan berkilat itu mendadak jadi hitam legam.
"Hm...."
Melihat sepasang pedang yang kini berubah
warnanya jadi hitam, Pendekar Rajawali Sakti itu langsung mencabut pedangnya.
Seketika cahaya
biru berkilau menyemburat memancar dari pedang
itu. Rangga menyilangkan pedangnya di depan dada, lalu pelahan telapak tangan
kirinya menggosok
mata pedang itu. Seketika cahaya biru yang memancar
dari pedangnya semakin menyilaukan. Dan begitu
Rangga menghentakkan pedangnya ke depan.
cahaya biru itu menggumpal di ujung mata pedang, membentuk bulatan seperti bola
sebesar kepala manusia dewasa.
"Hiyaaat...!"
Sambil berteriak nyaring melengking, Putri
Naga Hitam melompat menerjang Pendekar Rajawali Saki . Kedua pedangnya tertuju lurus ke arah dada lawan.
Sementara Rangga dengan cepat sekali menyilangkan kembali pedangnya di depan
dada. Lalu.... "Aji 'Cakra Buana Sukma'...!" .teriak Rangga keras.Tepat ketika sepasang pedang
yang berwarna hitam mengepulkan asap itu mengibas bagaikan
kilat, secepat itu pula Rangga mengadukan
pedangnya. Trang! Tiga buah pedang beradu secara bersamaan,
menimbulkan suara mendenting nyaring, menggema
memekakkan telinga. Ketiga pedang itu menempel
erat, seperti tidak bisa dilepaskan lagi.
"Heh..."!" Putri Naga Hitam terkejut
Cepat-cepat dikerahkan tenaga dalamnya
untuk melepaskan kedua pedangnya yang menempel
erat pada pedang Pendekar Rajawali Sakti. Namun
meskipun sudah menariknya kuat-kuat, pedang itu
tidak mau terlepas juga. Bahkan semakin lekat
menempel. Putri Naga Hitam jadi terbeliak, mana
kala mencoba melepaskan pegangan pada pedangnya. Tangannya seperti terpatri, tak bisa
dilepaskan lagi.
"Heh..."! Ilmu apa yang dipakainya...?" sentak Putri Naga Hitam dalam hati.
Beberapa kali wanita itu mencoba melepaskan
pedangnya. Namun setiap kali mencoba mengerahkan kekuatan tenaga dalam, setiap kali
pula darahnya terasa mendesir cepat Bahkan
tenaganya juga terasa tersedot Putri Naga Hitam
semakin terperanjat karena merasakan tenaganya
terus tersedot Padahal seluruh tubuhnya sudah
dilemaskan. "Setan...!" dengus Putri Naga Hitam sengit Sementara cahaya biru yang menggumpal,
mulai bergerak menyelimuti pedang hitam kembar
itu. Gerakan cahaya biru itu memang lambat,
namun semakin menyelimuti pedang hitam yang
menempel erat pada mata Pedang Rajawali Sakti
dengan pasti. "Kau masih punya kesempatan, Putri Naga
Hitam," kata Rangga seraya menahan arus sinar biru yang keluar merambat dari
pedangnya. "Huh...!" Putri Naga Hitam mendengus sengit.
"Aku tahu. Tidak ada gunanya mendesakmu,
Putri Naga Hitam. Tapi aku masih memberi
kesempatan padamu untuk berpikir. Aku memberi
pilihan padamu," kata Rangga lagi.
Putri Naga Hitam hanya diam saja. Meskipun
tidak lag! merasakan adanya sedotan tenaga, tapi dia belum juga bisa melepaskan
pedangnya. Rupanya
tawaran Pendekar Rajawali Sakti itu menjadi bahan pemikirannya juga, namun cukup
lama untuk mengambil keputusan.
*** 5 "Baik! Aku menyerah...!" seru Putri Naga Hitam
ketika kembali merasakan tenaganya tersedot. "Bagus! Tapi apa jaminanmu agar bisa
kupercaya?" sambut Rangga dingin.
"Kedua pedangku," sahut Putri Naga Hitam.
Rangga tersenyum, lalu tiba-tiba saja menghentakkan tangannya. Seketika itu juga tubuh Putri Naga Hitam tersentak, dan
kedua pedangnya
terlepas dari tangan. Pendekar Rajawali Sakti
mengambil kedua pedang milik Putri Naga Hitam
yang melekat di pedangnya sendiri. Lalu dimasukkan Pedang Rajawali Sakti ke
dalam warangka di
punggung. Sementara sepasang pedang yang tadi
berwama hitam, kini kembali berwama keperakan
berkilat. Sementara itu Putri Naga Hitam tampak
cemas. Sepertinya dia kehilangan banyak tenaga
ketika melawan gempuran aji 'Cakra Buana Sukma'
yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti. Pandangan matanya begitu sayu tak bergairah.
"Aku sudah mengaku kalah. Lalu, apa yang
kau inginkan dariku sekarang?" dengus Putri Naga Hitam masih bernada ketus.
"Hanya beberapa jawaban jujur darimu,"
sahut Rangga. Putri Naga Hitam hanya diam saja. Wajahnya
memberengut Sinar matanya agak sayu, namun
masih mencerminkan ketajaman seorang gadis yang
sedang diliputi kekesalan.
"Sekarang, jawab pertanyaanku dengan Jujur.
Untuk apa kau menghadang dan menyerangku?"
tanya Rangga langsung.
"Karena kau manusia iblis yang membunuh
ayahku dan menculik ibuku!" sahut Putri Naga Hitam ketus.
"Aku..."!" Rangga terkejut mendengar jawaban lantang bernada ketus itu.
"Aku sudah bersumpah untuk membunuhmu,
Pendekar Iblis!" dengus Putri Naga Hitam lagi.
"Nisanak! Aku tidak tahu siapa dirimu"! Dan lagi, aku tidak tahu siapa kedua
orang tuamu. Dari mana
kau peroleh keterangan sembarangan itu"!"
sentak Rangga jadi gusar juga.
"Untuk apa kau tahu?" sinis sekali nada suara Putri Naga Hitam.
"Kau tidak perlu tanya lagi, Nisanak. Jawab saja pertanyaanku!" bentak Rangga
gusar. "Kakek Iblis Racun Merah," sahut Putri Naga Hitam pelan.
"Ibis Racun Merah...," desis Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti itu tidak perlu
bertanya lagi, karena langsung memahami persoalannya kini. Ternyata gadis yang mengaku
berjuluk Putri Naga Hitam ini sedang mencari
pembunuh ayahnya, dan penculik ibunya. Dan yang
lebih parah lagi, rupanya dia terkena hasutan Iblis Racun Merah yang pernah
dikalahkan Pendekar
Rajawali Sakti.
Rangga benar-benar geram terhadap laki-laki
tua berjubah merah dan berambut serba merah itu.
Benar-benar licik, Tidak sanggup menghadapi
sendiri, sekarang malah memperalat orang lain
untuk membalaskan dendamnya. Rangga melemparkan sepasang pedang bergagang kepala
naga ke depan Putri Naga Hitam. Maka dua pedang
itu tepat menancap di ujung jari kaki gadis di
depannya. "Kau boleh pergi mencari pembunuh ayahmu
yang sebenarnya," jelas Rangga datar.
"Hhh! Kau ingin mungkir setelah membunuh
ayahku...?" dengus Putri Naga Hitam sinis.
"Kau masih muda, Nisanak. Cobalah pahami
dulu seluk beluk dunia persilatan. Kuharap kau
tidak salah memilih jalan. Kau cukup tangguh.
Sayang kalau memilih jalan yang salah," kata Rangga menasihati.
Putri Naga Hitam tersenyum sinis. Dicabut
pedangnya yang tertancap di tanah, tepat di ujung jari kakinya. Lalu dimasukkan
kembali ke dalam
warangka di punggung.
"Perlu kau ketahui. Orarg yang memberimu
keterangan waktu itu adalah seorang tokoh sesat
Jika ingin tahu tentang dirinya, aku yakin gurumu bisa memberitahu. Nah, aku ada
urusan lain. Mudah-mudahan pembunuh ayahmu bisa kau
temukan," kata Rangga lagi.
Setelah berkata demikian, Pendekar Rajawali
Sakti itu langsung melesat pergi. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Rangga, sehingga sebelum Putri
Naga Hitam menyadari, pemuda berbaju rompi putih itu sudah
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lenyap dari pandangan. "
Hei, tung...!"
Teriakan Putri Naga Hitam terputus, karena
Rangga sudah tidak terlihat lagi. Entah pergi ke mana pemuda berbaju rompi putih
itu. Putri Naga
Hitam mengedarkan pandangannya berkeliling,
namun Pendekar Rajawali Sakti itu benar-benar
sudah tidak terlihat lagi. Dihentakkan kakinya kuat-kuat ke tanah, dan wajahnya
memberengut "Huh...! Apakah dia memang bukan pembunuh
ayahku..."
Lalu siapa sebenarnya
pembunuh ayahku..?" Putri Naga Hitam bertanya-tanya sendiri.
Agak lama juga wanita berbaju serba hitam
itu berdiri mematung, memikirkan kata-kata Rangga yang demikian tegas. Hatinya
jadi ragu-ragu juga, apakah mungkin Pendekar Rajawali Sakti yang
membunuh ayahnya" Putri Naga Hitam baru
menyadari kalau Pendekar Rajawali Sakti masih
muda. Mungkin baru berusia sekitar dua puluh lima tahun, atau mungkin tiga puluh
tahun. Tidak lebih. Rasanya mustahil kalau pemuda berbaju rompi
putih itu adalah pembunuh ayahnya. Kini Putri
Naga Hitam baru teringat. Ketika peristiwa itu
berlangsung, usianya baru sekitar dua tahun.
Sedangkan sekarang ini, dia sudah berumur
sembilan belas tahun Rasanya tidak mungkin kalau pembunuh ayahnya masih muda.
Jadi sekarang, paling tidak sudah berusia
sekitar lima puluh tahun. Ya.... Dia sendiri tahu kalau ayahnya dibunuh dari
gurunya yang juga
pamannya, adik dari ayahnya
"Hhh...! Aku harus bertanya pada Paman!"
dengus Putri Naga Hitam.
Wanita cantik berbaju serba hitam itu
langsung melesat pergi. Cepat sekali gerakannya, dan sangat ringan. Sebentar
saja bayangan tubuhnya sudah lenyap ditelan kerimbunan pepohonan. *** Sementara itu, Rangga sudah berada jauh
dari tempat tjnggal Lasini yang kini sudah hancur jadi debu. Rangga berada di
tengah-tengah sebuah
lapangan yang berada dalam sebuah hutan.
Lapangan rumput yang subur, dan tidak begitu
luas. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti itu
mendongak ke atas, lalu....
"Suiiit..!"
Rangga bersiul nyaring melengking tinggi,
bernada aneh di telinga. Siulannya itu memecah ke segala penjuru, dan lenyap
terbawa angin yang
berhembus agak kencang, Sebentar Pendekar
Rajawali Sakti itu menunggu, kemudian kembali
bersiul nyaring dan panjang. Kepalanya tetap
mendongak ke atas, menatap langit cerah yang
dihiasi sedikit awan menggantung.
Cukup lama juga Rangga berdiri tegak di
tengah hamparan rumput itu. Dan kepalanya terus
terdongak ke atas, memandang ke satu arah.
Bibirnya menyunggingkan senyuman ketika melihat
satu titik bercahaya keperakan di angkasa.
Perlahan, titik keperakan itu membesar, dan
semakin jelas bentuknya. Ternyata itu adalah
seekor burung berbulu putih keperakan. Burung itu meluncur cepat bagaikan kilat,
sehingga sebentar
saja sudah begitu dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Rajawali Putih, cepat ke sini...!" panggil Rangga seraya melambaikan tangannya.
"Khraaaghk..!"
Suara burung rajawali raksasa itu begitu
keras dan terdengar serak Bagi telinga yang
mendengarnya pasti akan terasa sakit, seakan-akan ingin pecah. Namun Rangga
malah tersenyum
seakan-akan, suara buruk yang jelek Itu sangat
merdu di telinganya. Burung rajawali raksasa
berbulu putih keperakan Itu mendarat tepat di
depan Pendekar Rajawali Sakti. Bergegas dihampiri dan dipeluknya leher burung
raksasa itu dengan
perasaan rindu mendalam.
"Sudah lama sekali kita tidak bertemu,
Rajawali Putih. Aku rindu sekali padamu...," ujar Rangga lembut.
"Khrrrk..." Rajawali Putih mengkirik pelahan.
Sepertinya, burung itu juga ingin meluapkan
kerinduannya pada pemuda berbaju rompi putih itu.
Di-esak-desakkan kepalanya, dan digosok-gosoknya di dada Rangga. Tiga kali
Pendekar Rajawali
Sakti itu menepuk leher burung raksasa itu, kemudian
melepaskan pelukannya.
"Tolong antarkan aku ke Puncak Bukit
Sangu," kata Rangga seraya mengelus-elus leher burung raksasa itu.
"Khraghk...!"
"Ya! Kita akan menghadapi sesuatu. Tapi
kurasa kau tidak perlu ikut serta, Rajawali Putih,"
kata Rangga seakan-akan mengerti suara serak
burung raksasa itu.
Kepala burung raksasa itu terangguk-angguk.
Rangga tersenyum, kemudian melompat naik. Ringan sekali, dengan sekali lesatan
saja sudah hinggap
di punggung burung rajawali putih raksasa itu.
"Ayo, Rajawali Putih. Kita berangkat sekarang," ajak Rangga setelah berada di punggung burung raksasa itu.
"Khraghk...!"
Hanya beberapa kali kepakan sayapnya saja,
Rajawali Putih itu sudah melambung tinggi ke
angkasa bersama Pendekar Rajawali Sakti di
punggungnya. Rangga menunjuk ke arah puncak
bukit yang terselimut kabut tebal.
"Ke sana, Rajawali Putih...!." seru Rangga memberitahu.
"Khraaaghk...!"
Bagai kilat, Rajawali Putih meluncur deras ke
arah Bukit Sangu yang ditunjuk Rangga. Deru angin begitu keras, membuat telinga
Pendekar Rajawali
Sakti itu serasa tersumbat Namun karena terbiasa mengendarai burung raksasa ini,
semua itu tidak
ada masalah buat Pendekar Rajawali Sakti. Tidak
ada satu ilmu pun yang digunakan Rangga dalam
mengendarai Rajawali Putih. Ini semua karena
kebiasaan sejak kecil. Memang, Rangga hidup dan
dibesarkan oleh burung raksasa ini. Bahkan semua ilmu yang didapatnya juga
karena bimbingan
burung itu. Sama sekali Rangga tidak pernah menganggap
Rajawali Putih hanya sekadar seekor binatang
raksasa. Bahkan Rajawali Putih dianggap sebagai
pengganti kedua orang tuanya, sekaligus gurunya.
Meskipun, sebagian ilmunya didapat dari pemilik
rajawali ini yang terdahulu, yang sudah meninggal seratus tahun lebih yang lalu.
Bahkan Rangga juga
mendapat beberapa jurus serta ilmu kesaktian dari sahabat mendiang gurunya yang
bernama Satria Naga Emas. Namun ilmu-ilmu yang didapat dari
Satria Naga Emas jarang sekali digunakan. Memang, Pendekar Rajawali Sakti lebih
senang dengan jurus-jurus 'Rajawali Sakti'.
"Kita turun di sana, Rajawali Putih...!" seru Rangga seraya menunjuk sebuah
dataran yang tidak
seberapa luas di puncak bukit berkabut ini. Sebuah dataran yang terdiri dari
batu-batuan. Tanah di
sekitamya hampir tertutup kerikil dan pasir.
"Khraaaghk...!"
Rajawali Putih menukik turun dengan
kecepatan tinggi, kemudian manis sekali mendarat di tanah berbatu. Rangga
langsung melompat turun
dari punggung rajawali raksasa itu. Sebentar
diamati sekitamya, lalu memandang pada burung
raksasa itu. "Terima kasih, Rajawali," ucap Rangga.
"Khreeeghk...!"
Rangga mengerutkan keningnya mendengar
suara Rajawali Putih mengkirik lirih. Pendekar
Rajawali Sakti itu memandangi burung raksasa itu dalam-dalam.
Rajawali Putih menyorongkan kepalanya, dan Rangga merengkuh ke dalam
pelukannya. "Ada apa, Rajawali Putih" Tidak biasanya kau bersikap seperti ini," kata Rangga.
"Khrrrhk...."
"Jangan cemas, Rajawali Putih. Kita sudah
biasa melakukan hal seperti ini sebelumnya," kata Rangga bisa merasakan adanya
kecemasan di hati
burung raksasa itu.
Rajawali Putih menggeleng-gelengkan
kepalanya, setelah Rangga melepaskan pelukan.
Pemuda berbaju rompi putih itu semakin berkerut
keningnya. Sungguh sulit dimengerti sikap Rajawali Putih kali ini. Belum pernah
burung raksasa itu
terlihat seperti ini. Kelihatannya begitu cemas, seakan-akan tidak ingin
ditinggalkan. "Ada apa, Rajawali Putih?" tanya Rangga lembut"Khrrr...."
Rajawali Putih mengembangkan sayap, lalu
sebelah kakinya menghentak ke tanah berbatu.
Kepalanya dijulurkan ke depan dan paruhnya
terbuka lebar. Namun, tak ada suara yang keluar.
Rangga mengamati setiap gerakan yang dilakukan
burung raksasa itu.
"Rajawali Putih. Saat ini aku sedang
menyelesaikan satu masalah yang cukup berat. Aku janji, setelah semua ini
selesai, pasti akan
memperhatikan keinginanmu," bujuk Rangga.
"Khraghk...!"
"lya. Kuusahakan tidak akan lama," kata Rangga
lagi. Rajawali Putih mengepakkan sayapnya sambil
melonjak seperti seorang bocah yang kesenangan
karena mendapatkan kembang gula. Rangga jadi
tersenyum, meskipun dalam sorot matanya mengandung segudang tanda tanya. Sungguh, kali
ini Pendekar Rajawali Sakti mendapatkan kesulitan untuk memahami maksud burung
raksasa itu. "Nah! Sekarang, pergilah. Aku tidak ingin ada orang lain melihat kehadiranmu.
Kau bisa mengerti,
bukan?" kata Rangga lagi.
Rajawali Putih mengangguk-anggukkan
kepalanya, kemudian mengepakkan sayapnya. Burung itu langsung meluncur, membumbung tinggi
ke angkasa. Sebentar saja burung raksasa itu sudah lenyap di angkasa. Rangga
masih memandangi
kcpergian burung raksasa itu beberapa saat.
"Hm..., sikap Rajawali Putih aneh sekali kali ini. Ada apa, ya...?" Rangga bertanya-
tanya sendiri dalam hati. Namun segera dilupakannya sejenak persoalan
burung rajawali raksasa itu. Saat ini Pendekar
Rajawali Sakti harus memusatkan perhatiannya
pada permasalahan yang sedang dihadapi. Ki Rabul, Lasini, dan adiknya harus
ditemukan secepat
mungkin, sebelum mendapat celaka.
Rangga berdiri tegak di tengah-tengah
Puncak Bukit Sangu ini. Pendekar Rajawali Sake'
benar-benar tidak tahu, di mana harus menunggu.
Karena, secarik daun lontar yang memintanya ke
sini, tidak menyebutkan tempatnya. Tulisan itu
hanya mengatakan, dia harus datang ke Puncak
Bukit Sangu. Dan sekarang pemuda berbaju rompi
putih itu sudah berada di sini. Tapi suasana di
puncak bukit ini begitu sunyi, tak terlihat adanya satu kehidupan pun.
"Aku rasa, Inilah Puncak Bukit Sangu...,"
gumam Rangga dalam hati.
Pendekar Rajawali Sakti itu kembali mengedarkan pandangannya ke sekeding. Sekitamya
benar-benar sunyi. Tapi mendadak saja....
Slap! "Heh...! Uts!" Rangga tersentak kaget Cepat Pendekar Rajawali Sakti memiringkan
tubuhnya sambil mengibaskan tangannya di depan dada.
Tepat pada saat itu, sebuah benda yang meluncur
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dents ke arahnya, telah berada di depan dadanya.
Tap! Sejenak Rangga memandangi sebatang ruyung
kecil yang kini terselip di ujung kedua jarinya.
Ruyung berwama keperakan yang bisa saja
mencabut nyawanya tadi Pendekar Rajawali Sakti
melirik arah ' datangnya benda yang selalu
digunakan sebagai senjata rahasia ini. Kemudian.....
"Hih...!"
Sambil mengerahkan tenaga dalam yang telah
mencapal taraf kesempurnaan, Pendekar Rajawali
Sakti melemparkan senjata kecil itu ke arah
datangnya tadi Senjata berwama keperakan itu
melesat cepat bagai kilat, melebihi kecepatannya semula. "Aaa...!" Srakl
Bersamaan terdengarnya suara jeritan melengking tinggi, dari dalam sebuah semak belukar keluar sesosok tubuh yang
langsung ambruk
menggelepar di tanah. Pada lehemya tertancap
sebuah ruyung kecil berwama keperakan. Rangga
langsung melompat ke arah sosok tubuh yang tidak bergerak lagi. Namun sebelum
sampai, mendadak
saja beberapa benda berwama keperakan berhamburan ke arahnya.
"Hiyaaa...!"
Cepat sekali Rangga melentingkan tubuhnya,
dan berputaran di udara, menghindari serangan
gelap itu. Pendekar Rajawali Sakti kembali
mendarat halus, begitu senjata-senjata ruyung
keperakan tidak lagi
menghujaninya. Segera
diedarkan pandangannya ke sekeliling dengan tajam.
Tadi sempat terlihat kalau senjata-senjata kecil itu datang dari segala arah.
Saat itu juga Rangga sadar kalau dirinya
sudah terkepung dari segala arah. Dan sudah pasti kedatangannya memang sudah
ditunggu-tunggu.
Pendekar Rajawali Sakti itu langsung waspada
penuh. Mata dan telinganya dipasang tajam-tajam.
Bahkan juga menggunakan aji 'Pembeda Cerak dan
Suara'. Dengan ajian itu, hatinya semakin yakin
kalau di sekelilingnya sudah mengepung puluhan
orang. "Siapa pun kalian, aku sudah memenuhi
undangan ini! Keluarlah kalian...!" seru Rangga lantang.
Pendekar Rajawali Sakti menyalurkan tenaga
dalam pada suaranya tadi. Sehingga, suaranya
terdengar keras dan menggema, bahkan sampai
mendebarkan jantung. Pemuda berbaju rompi putih
itu tersenyum begitu mendengar erangan lirih dari beberapa penjuru. Dia merasa
yakin kalau suara
yang dikeluarkan dengan pengerahan tenaga dalam
itu membuat telinga
beberapa orang yang mengepungnya jadi sakit.
"Ha ha ha...!"
Tiba-tiba terdengar suara
tawa lepas menggelegar dan terbahak-bahak. Rangga mencoba
mencari sumber suara yang datang bagaikan dari
segala penjuru mata angia Pendekar Rajawali Sakti itu langsung tahu, kalau
pemilik suara itu
memiliki ilmu tenaga dalam yang tinggi sekali. Bahkan
mungkin sudah mencapai taraf kesempurnaan.
"Hm...," Rangga bergumam perlahan. Dan bersamaan hilangnya suara tawa itu, tiba-
tiba saja sebuah
bayangan berkelebat. Dan tahu-tahu di
depan Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri
seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun.
Dia mengenakan baju yang sangat indah, dari bahan sutra halus. Meskipun
rambutnya sudah berwama
dua, namun wajah dan bentuk tubuhnya masih
kelihatan segar. Beberapa saat Rangga mengamati
laki-laki setengah baya itu.
"Kau cukup jantan juga, Pendekar Rajawali
Sakti. Aku senang kau bisa memenuhi undanganku
ini. Tapi tidak kuduga
akan secepat ini
kedatanganmu," kata laki-laki setengah baya itu.
"Siapa kau"! Apa maksudmu mengundangku
ke sini"!" tanya Rangga tegas.
"Aku Barada. Mengundangmu ke sini, karena
kau terlalu banyak ikut campur urusanku!" sahut laki-laki setengah baya itu
tajam. "Di mana kau sembunyikan mereka?" tanya Rangga langsung.
"Kau datang terlalu cepat, Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga kau tidak bisa
bertemu mereka sekarang ini. Kau harus menunggu, paling tidak tiga hari. Mereka masih dalam
perjalanan ke sini,"
sahut Barada kalem.
Rangga tertegun. Baru disadari kalau perjalanan dari pondok Lasini ke Puncak Bukit
Sangu ini memakan waktu tiga hari lamanya.
Pendekar Rajawali Sakti bisa datang secepat ini
juga karena menunggang Rajawali Putih.
"Jika kau sabar menunggu, sebaiknya tunggu
saja di pondokku," ajak Barada.
"Hmm...," Rangga menggumam pelahan.
"Kujamin, dua temanmu dan seorang bocah
kecil tidak akan mengalami kekurangan sedikit pun.
Tapi itu semua tergantung dari kau sendiri," jelas Barada lagi.
"Memang itu sebaiknya!" dengus Rangga.
Perlu kau ketahui, Pendekar Rajawali Sakti. Aku
hanya menginginkan Satria Baja Hitam. Dan aku
tidak ingin kau menghalang-halangi, karena bukan urusanmu," kata Barada lagi
setengah mengancam.
"Maaf. Aku tidak kenal orang yang berjuluk
Satria Baja Hitam," kata Rangga.
"Ha ha ha...!" Barada malah tertawa terbahak-bahak.
Sedangkan Rangga hanya diam saja. Dia
memang tidak tahu, siapa Satria Baja Hitam yang
dimaksudkan Barada. Pendekar Rajawali Sakti itu
jadi menduga-duga, siapa sebenarnya Satria Baja
Hitam itu"
*** 6 Rangga duduk bersila dalam posisi bersemadi.
Kelopak matanya setengah terpejam, namun tidak
menghilangkan kewaspadaannya.
Mata dan telinganya tetap dipasang tajam. Pendekar Rajawali Sakti tahu kalau di
sekelilingnya terdapat puluhan
orang yang bersembunyi di balik kerimbunan semak dan pepohonan.
Sudah dua hari Pendekar Rajawali Sakti
duduk bersila di bawah kerindangan pohon ini,
namun yang ditunggunya belum juga muncul. Dan
memang, dia sudah tahu kalau esok hari mereka
baru tiba di puncak bukit ini. Dan ini berarti harus menunggu satu hari lagi.
Itu pun jika tidak terjadi
sesuatu di jalan.
"He he he...."
Rangga membuka matanya saat mendengar
tawa terkekeh yang sudah dikenalnya sejak berada di puncak bukit ini. Matanya
memandang seorang
laki-laki setengah baya yang bemama Barada. Laki-laki itu duduk bersila di depan
Pendekar Rajawali
Sakti. Bibirnya yang tipis dan sedikit berkumis Itu selalu menyungglngkan
senyuman. "Seharusnya kau tinggal di pondok, Pendekar Rajawali Sakti. Udara di sini jika
malam hari terlalu
dingin. Aku khawatir, pada saatnya tiba kau tidak mampu melakukan sesuatu," kata
Barada dengan bibir terus menyunggingkan senyuman tipis.
"Apa maksudmu dengan kata-kata melakukan
sesuatu, Barada?" tanya Rangga. Nada suaranya dingin, sedingin udara di Puncak
Bukit Sangu ini.
"He he ha... Seharusnya kau sudah bisa
Iblis Sungai Telaga 13 Pendekar Bodoh 1 Tongkat Dewa Badai Kisah Pendekar Bongkok 8
lawan satu. Dengan
jurus ini. Pendekar Rajawali Sakti bisa menjajaki, sampai di mana tingkat
kepandaian lawan sebelum
mulai membalas serangan.
Gerakan-gerakan yang dilakukan Pendekar
Rajawali Sakti itu sungguh sukar diterka. Bahkan sepertinya tidak melakukan
permainan jurus sama
sekali. Terkadang tubuhnya doyong hampir jatuh.
Bahkan terkadang bergelimpangan di tanah, lalu
dengan cepat bangkit berdiri. Sepertinya, pemuda berbaju rompi putih itu bagai
orang mabuk, kebanyakan minum arak
Melihat ini, si Iblis Racun Merah menyangka
kalau Pendekar Rajawali Sakti sudah terkena
pengaruh racun yang disebarkan melalui tongkatnya. Dan memang, setiap lawan yang sudah
tidak tahan oleh racunnya, akan mengalami hal
serupa. Gerakan-gerak-annya jadi kacau, dan
tubuhnya limbung tak terkendali lagi.
"Hiya! Yeaaah...!"
Ibjjs Racun Merah semakin memperhebat
serangan-serangannya. Dia benar-benar menyangka
kalau pertarungan ini akan mudah dimenangkannya, karena Rangga tidak memberi
perlawanan sama
sekali. Pendekar Rajawali Sakti itu hanya berkelit dan menghlndar, seperti tak
mampu memberi perlawanan. Namun sampai sejauh ini, si Iblis Racun Merah masih belum juga bisa
mendesak. Bahkan
tak satu pun dari serangannya yang berhasil mengenai sasaran. Semuanya dapat
dihlndari Pendekar
Rajawali Sakti. Yang lebih menjengkelkan lagi,
pemuda itu bisa menghindar, meskipun dalam
keadaan kritis.
"Kurang ajar...! Kau mempermainkan aku,
Bocah Keparat...!" geram Iblis Racun Merah begitu menyadari kekeliruannya.
Sementara Rangga hanya tersenyum saja
sambil terus bergerak menghindari setiap serangan yang datang. Tapi sekarang,
sesekati diberikannya
serangan balasan, meskipun tidak berarti. Memang, pukulan maupun tendangan yang
dilontarkan Rangga tidak berbahaya sama sekali. Bahkan
terkesan lamban. Tentu mudah bagi si Iblis Racun Merah untuk menghindarinya.
*** "Hup...!" Iblis Racun Merah melompat. ke
belakang sejauh tiga batang tombak.
Seketika Pendekar Rajawali Sakti menghentikan gerakannya, lalu berdiri tegak dengan tangan melipat di depan dada.
Sedangkan si Iblis
Racun Merah sudah bersiap mengerahkan jurus
lainnya. "Hih! Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras melengking, laki-laki
tua berjubah merah menyala itu melompat cepat
bagai kilat. Ujung tongkatnya tertuju lurus ke arah dada pemuda berbaju rompi
putih. Dan begitu
ujung tongkat hampir menyambar dada, Pendekar
Rajawali Sakti cepat sekali menarik tubuhnya ke
samping agak mi?ring. Lalu dengan cepat pula
tangannya dtkibaskan ke arah lambung.
"Yeaaah...!"
Beghk! "Ughk...!" Iblis Racun Merah mengeluh
pendek. Seketika perutnya terasa muaL
Laki-laki tua berjubah merah itu terpental
balik ke belakang sejauh tiga batang tombak. Dan sebelum menyentuh tanah, Rangga
sudah melompat menerjang seraya melontarkan satu pukulan keras
dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
"Hiyaaat..!"
"Hah...!"
Iblis Racun Merah terperangah melihat kedua
kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti jadi
memerah bagai terbakar. Ditambah lagi, lompatan
pemuda berbaju putih itu demikian cepat bagai
kilat. Buru-buru Iblis Racun Merah menggulirkan
tubuhnya ke samping. Maka pukulan Rangga hanya
menghantam tanah, tempat laki-laki tua itu tadi
tergeletak setelah terkena sodokan pada lambungnya. "Hup!"
Cepat-cepat Iblis Racun Merah melompat
bangkit berdiri. Tiba-tiba dia berdahak, dan
memuntahkan darah kental dari mulutnya. Rupanya
sodokan pada lambungnya mengandung tenaga
dalam tinggi, sehingga laki-laki tua itu terluka dalam cukup parah. Sedangkan
pukulan Pendekar
Rajawali Sakti yang menghantam tanah, membuat
bumi jadi berguncang hebat disertai ledakan
dahsyat menggelegar, Tampak tanah bekas pukulan
pemuda berbaju rompi putih itu be rlubang besar.
Tampak pula debu mengepul membumbung tinggi ke
angkasa. "Gila...!" desis Iblis Racun Merah terbeliak menyaksikan kedahsyatan pukulan
pemuda itu. Rangga memutar tubuhnya, berbalik menghadap Iblis Racun Merah. Sepasang bola mata
Pendekar Rajawali Sakti itu memerah, menyorot
tajam. Seakan-akan tatapan itu hendak melumat
habis tubuh tua berjubah merah di depanriya.
Pelahan laki-laki berjubah merah itu melangkah
mundur. "Kau kuberi kesempatan hidup, Kisanak. Tapi jangan coba-coba mengganggu Ki
Rabul, atau orang-orang lain yang tidak bersalah denganmu,"
kata Rangga mendesis tajam.
"Hhh...! Kali ini kau boleh merasa menang,
Pendekar Rajawali Sakti. Tapi lain kali, kau akan berlutut memohon belas kasihan
padaku!" dengus
Iblis Racun Merah. *
"Silakan pergi dari sini!" bentak Rangga keras.
"Phuih!"
Iblis Racun Merah menyemburkan ludahnya. Tapi semburan ludahnya berwarna merah.
Dan saat itu juga Iblis Racun Merah menyadari
kalau dirinya terluka dalam cukup parah. Itu
berarti harus segera disembuhkan, sebelum menjadi lebih
parah lagi. Sambil mengumpat dan mengancam, laki-laki tua berjubah merah itu segera melompat pergi. Begitu cepat
lesatannya, sehingga dalam waktu sekejap saja sudah lenyap ditelan
kegelapan malam.
Rangga memutar tubuhnya, lalu melangkah
menghampiri Ki Rabul yang berdiri di samping Lasini yang menggendong adiknya.
Mereka menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda berbaju rompi
putih itu kemudian mengambil Badil dari gendongan Lasini, lalu menggendongnya
sambil tersenyum,
memijit hidung bangir bocah itu.
"Ah! Kenapa tidak dibunuh saja dia, Nak
Rangga?" ujar Ki Rabul menyayangkan sikap Rangga yang membiarkan si Iblis Racun
Merah pergi begitu saja. "Dia hanya menantangku, dan tidak ada alasan bagiku untuk
membunuhnya, Ki," jelas
Rangga. "Tapi, dia bisa datang lagi. Aku bukannya
takut, tapi mencemaskan Lasini dan Badil. Dia itu licik. Segala cara akan
ditempuhnya demi mencapai
kemenangan," ada nada kecemasan pada suara Ki RabuL ,
"Untuk beberapa saat lamanya, dia tidak akan kembali. Luka dalamnya harus
disembuhkan dulu,
dan itu membutuhkan waktu. paling tidak satu
pekan lamanya. Kalau dia memang mempunyal
cukup hawa murnl, mungkin bisa tiga hari," kembali Pendekar Rajawali Sakti
menjelaskan dengan
tenang. "Yahhh...,
mudah-mudahan saja lukanya bertambah parah," desah Ki Rabul berharap.
Rangga menepuk pundak laki-laki tua itu, lalu
mengajak semuanya masuk ke dalam pondok. Lasini
melangkah di samping kanan Pendekar Rajawali
Sakti itu, Hatinya benar-benar kagum dengan
ketangkasan pemuda tampan berbaju rompi putih
ini. Sudah dua kali gadis itu menyaksikan Rangga bertarung, dan itu membuatnya
semakin kagum. Bahkan Lasini tidak malu-malu lagi kalau hatinya sudah terpaut pada pemuda ini.
Terlebih lagi Badil.
Tampaknya bocah itu benar-benar mengagumi dan
menyukai Rangga. Belum pernah Lasini melihat
Badil begitu cepat akrab dengan orang yang baru
dikenalnya. Mereka semua masuk ke dalam pondok.
Rangga membesarkan nyala pelita, kemudian duduk
di kursi bambu yang berada di bawah jendela.
Sedangkan Lasini masuk ke dalam kamar bersama
adiknya. Di dipan bambu, Ki Rabul duduk
mencangkung memeluk lutut, dan punggungnya
bersandar pada dinding. Tak ada yang berbicara,
dan masing-masing sibuk dengan pikirannya Sedangkan Rangga mulai memejamkan matanya,
karena ingin sedikit melemaskan otot-ototnya yang terasa menegang sejak siang
tadi. *** 4 Rangga tersentak bangun dari tidurnya ketika
mendengar derap kaki kuda menuju pondok ini
Ternyata bukan hanya Pendekar Rajawali Sakti saja yang terbangun, melainkan Ki
Rabul dan Lasini
Mereka bergegas menghampirl pintu dan membukanya lebar-lebar. Ketiga orang itu segera
melangkah ke luar.
Tampak seorang penunggang kuda memacu
cepat kudanya menuju ke arah pondok. Kuda
berwama putih itu meringkik keras sambil
mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi
begitu tali kekangnya ditarik Penunggang kuda itu langsung melompat, dan
mendarat ringan di depan
Ki Rabul yang berdiri paling depan didampingi
Rangga dan Lasini.
"Ayah...!"
seru penunggang
kuda yang mengenakan baju wama putih ketat itu.
Ternyata, dia seorang pemuda berwajah
cukup tampan. Tubuhnya-tinggi tegap dan otot-ototnya bersembulan. Tubuh kekar
itu berkilatan karena tersjram keringat yang membasahi seluruh
tubuhnya. Tampak sebilah pedang tersampir di
pinggangnya. Pemuda itu langsung menghampiri Ki
Rabul dan berlutut memeluk kaki laki-laki tua itu.
Sedangkan Ki Rabul hanya diam terpaku,
sepertinya tidak mengenali pemuda itu, Atau bisa jadi memang tidak menyukai
kehadirannya. Pemuda
itu mengangkat kepalanya, memandang wajah laki-laki tua yang tetap berdiri
terpaku memandang
lurus ke depan. Pelahan dia bangkit berdiri.
"Ayah..., maafkan aku. Aku telah membuatmu
menderita," ucap pemuda itu agak tersendat
suaranya. "Untuk apa datang ke sini?" tanya Ki Rabul, agak ketus nada suaranya.
"Aku datang karena mendengar Ayah dislksa
oleh mereka. Aku ingin menuntut balas pada
mereka, Ayah. Tidak ada seorang pun yang boleh
menghina Ayah sedemikian rupa," tegas pemuda itu.
"Bukan kau yang membalas dendam, tapi
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka yang membalas dendam padamu!" sentak Ki Rabul tegas.
"Aku mengakui kesalahanku, Ayah. Tapi tidak seharusnya mereka menyiksa Ayah"
"Aku hanya orang tua. Dan sudah sepantasnya orang tua menanggung semua akibat
perbuatan anaknya. Kau datang ke sini hahya
mencari penyakit saja, Teruna. Kau akan memperburuk keadaan!"
Pemuda yang dipanggil Teruna itu memandangi wajah Ki Rabul yang dipanggilnya
dengan sebutan ayah. Pandangannya kemudian
beralih pada Lasini dan Pendekar Rajawali Sakti.
Saat menatap pemuda berbaju rompi putih, sinar
matanya jadi berslnar lain. Cukup lama dia
memandang Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan
yang dipandang hanya tersenyum saja sambil
mengangkat sedikit pundaknya.
"Ayah, bisa aku bicara berdua saja denganmu?" plnta Teruna, kembali memandang
ayahnya. "Untuk apa" Aku sudah cukup banyak
terlibat Dan sekarang aku tidak sudi dilibatkan lagi, Teruna. Kau sudah besar,
dan sudah bisa menentukan hidupmu sendiri. Kau harus bisa
mempertanggung jawabkan segala perbuatanmu,"
tegas Ki Rabul merasa enggan untuk berbicara lagi.
"Aku mohon, Ayah. Sebentar saja," pinta Teruna berharap.
"Kenapa tidak dibicarakan saja di sini?"
Teruna tidak menjawab, tapi malah memandang Rangga dan Lasini yang berada di
samping Ki Rabul. Laki-laki tua kurus itu melirik pada mereka, kemudian
mengayunkan kakinya
menuju samping pondok. Sebentar Teruna melirik
Rangga, kemudian bergegas mengikuti Ki Rabul.
Sementara Lasini dan Rangga saling berpandangan
saja. "Apakah dia anaknya Ki Rabul, Kakang?"
tanya Lasini seperti bertanya untuk dirinya sendiri.
Rangga menjawab hanya dengan mengangkat
bahunya saja. Pendekar Rajawali Sakti itu memutar tubuhnya, lalu berjalan menuju
pancuran yang berada di bagian lain dari pekarangan pondok kecil ini. Pancuran itu berasal
dari mata air di belakang
bukit, dan dialirkan melalui bambu yang disambung-sambung, hingga sampai ke
pondok itu. Rangga membasuh mukanya. Air pancuran itu
memang terasa sejuk menyegarkan. Kembali
tubuhnya diputar. Agak terkejut juga Pendekar
Rajawali Sakti, karena Lasini sudah ada di
dekatnya. Gadis itu juga membasuh muka, leher,
dan tangannya. Mereka kemudian sama-sama duduk
di bawah pohon dekat pancuran itu, dan sama-sama memandang ke arah tempat Ki
Rabul dan anaknya
sedang berbicara. Entah apa yang dibicarakan.
Sebenarnya Rangga bisa saja
mendengarkan pembicaraan itu dengan mempergunakan ilmu
'Pembeda Gerak dan Suara'. Tapi itu tidak
dilakukan, karena seperti orang yang ingin ikut
campur urusan orang lain saja.
"Apa yang mereka bicarakan, Kakang?" tanya Lasini lagi.
"Entahlah," sahut Rangga agak mendesah.
"Tampaknya Ki Rabul tidak menyukai anaknya, Kakang. Kenapa bisa begitu ya...?"
kembali Lasini bertanya seperti untuk dirinya sendiri.
"Mungkin urusan prlbadi," sahut Rangga seenaknya.
Lasini tidak bertanya lagi, karena pada saat
itu Ki Rabul menghampiri mereka. Tampak wajah
laki-laki tua itu memberengut seperti sedang
menahan kemarahan ,Atau mungkin juga sedang
jengkel pada anaknya. Sebenarnya Lasini ingin
bertanya, tapi Rangga sudah keburu mencegahnya.
*** Teruna memalingkan wajahnya ketika mendengarsuara langkah kaki menghampiri. Pemuda
itu duduk bersandar di bawah pohon, memandangi
bukit yang tampak anggun dengan bagian puncak
terselimut kabut. Segera digeser duduknya ketika Rangga sudah berada di
sampingnya. Pendekar
Rajawali Sakti itu duduk di samping Teruna. Tak
ada yang membuka suara lebih dahulu. Sesekali
Teruna melirik pemuda berbaju rompi putih di
sampingnya. "Bagaimana keadaan istrimu?" tanya Rangga membuka
suara terlebih dahulu, setelah menghembuskan napas panjang.
"Baik. Tadinya dia Ingin ikut ke sini," sahut Teruna pelahan.
"Kau tidak mengijinkan" Mengapa?" tanya Rangga.
"Terlalu besar resikonya, Rangga. Aku tidak ingin dia melihat aku mati dicincang
bajingan itu. Yaaah..... Seharusnya aku menghormatinya.
Tapi, keadaan malah membuatku semakin membencinya,"
agak tertahan nada suara Teruna.
Rangga menghembuskan napas panjang kuat-kuat Sementara Teruna bangkit berdiri,
lalu berjalan dua tindak ke depan. Pandangannya tetap lurus ke depan, seakan-akan
sedang mencari sesuatu di puncak bukit sana. Sedangkan Rangga
masih tetap duduk bersandar pada pohon sambil
memandangi pemuda itu. Dia tahu, apa yang sedang menjadi beban dalam diri
Teruna. "Paria menitipkan salam untukmu," kata Teruna tanpa berpaling sedikit pun.
"Terima kasih," ucap Rangga.
"Dia berharap anak yang dikandungnya laki-laki, dan akan diberi nama yang sama
denganmu. Hanya saja, dia tidak tahu nama tergkapmu,"
sambung Teruna.
Entah kenapa, Rangga jadi tersenyum. Dia
teringat dengan Paria. Seorang wanita muda yang
cantik, ramah, dan selalu tersenyum. Dia tidak
pernah terlihat sedih ataupun duka, meskipun
sedang mengalami masa-masa genting. Semua itu
selalu dihadapinya dengan senyum. Rangga teringat akan kata-kata yang tidak
pemah teriupakan.
"Nasib dan keadaan manusia sudah dltentukan sejak dilahirkan ke dunia. Jadi, tidak perlu meratap jika sedang
mengalami kesulitan, dan
gembira jika sedang senang. Semuanya harus
dihadapi dengan hati lapang dan senyum. Hidup
manusia bagaikan roda yang selalu berputar Tak
ada yang bisa mengubahnya, kecuali sang Pencipta itu sendiri."
Rangga jadi tersenyum sendiri mendengar
kata-kata yang diucapkan Paria waktu itu. Saat itu mereka tengah menghadapi
kemelut yang hampir
saja merenggut nyawa wanita itu. Tapi semua
memang dihadapi dengan senyum. Rangga benar-benar kagum, dan mengakui
kekagumannya di depan
Teruna. Bahkan mengatakan kalau Teruna adalah
satu-satunya makhluk di bumi ini yang paling
beruntung. Pemuda ini mempunyai seorang istri
yang bukan saja cantik wajahnya tetapi juga cantik hatinya.
"Rangga...."
"Oh...!" Rangga tergugah dari lamunannya ketika mendengar namanya dipanggil.
Kepalanya diangkat, dan tahu-tahu Teruna
sudah duduk di depannya. Pendekar Rajawali Sakti itu memberi Senyuman sedikit
"Apakah kau sudah mengatakan pada ayah
kalau kita sudah pernah berjumpa?" tanya Teruna.
"Belum," sahut Rangga.
"Dan kau akan mengatakannya?" Teruna Ingin tahu. "Bagaimana nanti. Lihat saja
dulu keadaannya," sahut Rangga kalem.
"Aku percaya padamu, Rangga. Maaf, aku
selalu merepotkanmu.-"
"Sudahlah.
Bukankah Paria pernah mengatakan kalau setiap manusia memang dilahirkan untuk saling membantu" Nah! Apa
salahnya jika bisa membantu, maka akan kulakukan semampuku," tegas Rangga
mengutip kata-kata
yang pernah didengarnya dari seorang wanita yang
dikagumi karena memiliki pandangan hidup yang
sangat luas. "Tampaknya kau begitu meresapl setiap kata
yang diucapkan istriku, Rangga," tebak Teruna.
"Ya! Dan aku mengakui kalau istrimu punya
pandangan hidup yang patut diteladani. Terus
terang, aku merasa kecil bila sedang berhadapan
dengannya," Rangga jujur mengakuinya.
"Yaaah..., apa yang kau katakan barusan
memang selalu kurasakan, Rangga. Dia terlalu
agung dan luhur bagjku. itulah sebabnya, mengapa aku berani mempertaruhkan nyawa
hanya untuknya. Rasanya hanya dialah satu-satunya wanita yang
sempurna di dunia ini," sahut Teruna juga memuji istrinya.
"Tentu kau bahagia sekali, Teruna."
"Mungkin hanya akulah satu-satunya laki-laki yang paling berbahagia di dunia
ini, Rangga."
Entah kenapa, tiba-tiba saja mereka jadi
tertawa terbahak-bahak.
Entah apa yang ditertawakan. Mungkin mereka teringat saat-saat
bersama-sama dulu. Saat-saat menjadi orang paling tolol di dunia, di depan
seorang wanita yang
bicaranya tak ada yang bisa membantah Paria
memang selalu berbicara lemah lembut, namun
sangat mengena dan menusuk hingga ke dalam
sanubari yang paling dalam.
"Hhh.... Waktu itu kita benar-benar seperti kerbau, Rangga," kata Teruna setelah
tawanya berhenti.
"Yaaa..., kurasa kau akan senang selamanya
menjadi kerbau," sahut Rangga menimpali.
"Tentu! Asal, yang jadi gembalanya Paria,"
sambut Teruna tanpa pikir panjang lagi.
"Kau mau..."!" Rangga terkejut mendengar jawaban Teruna tadi.
Sebenarnya tadi Pendekar Rajawali Sakti
hanya memperolok saja. Tapi kenyataannya, jawaban yang diterima justru sungguh
mengejutkan. Kerbau adalah binatang yang paling dungu, tapi sangat
dibutuhkan kaum petani untuk menggarap sawahnya. Tak ada seorang pun yang suka bila
dirinya dikatakan kerbau. Tapi, Teruna malah
senang dikatakan kerbau.
"Kenapa tidak..." Sebetulnya seorang laki-laki adalah kerbau di mata wanita. Hanya
saja, kita terlalu angkuh dan tidak pernah mengakuinya,"
tegas jawaban Teruna.
Rangga memandangi pemuda itu dalam-dalam,
tapi mendadak saja tertawa terbahak-bahak. Dan
Teruna jadi ikut tertawa. Ya, memang benar kata
Teruna tadi Sebenarnya, laki-laki memang seperti kerbau, bahkan lebih rendah
dari seekor kerbau di
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mata wanita. Banyak contoh bisa dilihat Laki-laki tidak merasa kalau dirinya
sebenarnya menjadi
budak kaum wanita. Dan mereka tidak merasa
kannya, atau tidak ambil peduli. Hanya saja mereka terlalu angkuh untuk
mengakui. Dan biasanya,
kaum wanita yang menjadi sasaran keangkuhan laki-laki. Tapi mendadak saja tawa
mereka berhenri
ketika mendengar jeritan panjang melengking tinggi.
Sejenak mereka saling pandang, lalu sama-sama
melompat bangkit berdiri.
'"Ayah...," desis Teruna.
"Lasini...," desis Rangga.
Tanpa berkata lagi, mereka langsung melesat
meninggalkan tempat itu. Begitu cepatnya mereka
bergerak, sehingga dalam sekejap saja sudah lenyap ditelan kerimbunan pepohonan.
*** Rangga terpaku menyaksikan pondok kecil itu
sudah hangus terbakar. Sedangkan di sekitamya
ada sekitar dua puluh mayal bergelimpangan.
Sementara Teruna melangkah pelahan-lahan mendekati pondok yang sudah jadi bara itu.
Matanya terbeliak memperhatikan mayat-mayat
yang bergelimpangan di sekitarnya. Bau anyir darah sangat rnenusuk hidung,
dihembus angin yang
agak kencang. "Ayah...,"
desis Teruna pelahan, agak tersendat suaranya.
Teruna membalikkan satu persatu mayat yang
bergelimpangan. Tapi setelah semua diperiksa, tidak ada satu mayat pun yang
dikenalnya. Sedangkan
Rangga mengedarkan pandangannya berkeliling. Tak ada
tanda-tanda kehidupan di sekitamya. Pandangan mata Pendekar Rajawali Sakti itu tiba-tiba tertumbuk pada sebuah benda
berkilat yang bentuknya seperti sebuah sabuk terbuat dari emas.
Rangga menjumput benda itu. Dan memang,
ternyata itu sebuah sabuk yang terbuat dari emas.
Pendekar Rajawali Sakti itu kembali memandangi
mayat-mayat yang bergelimpangan di sekitamya. Tak ada satu mayat pun yang
mengenakan sabuk
emas ini. Kembali Rangga mengamati sabuk emas di
tangannya. Pada saat itu, Teruna datang menghampiri sambil membawa sebatang anak panah.
Di pangkalnya tergulung selembar daun lontar
terikat pita berwama merah darah.
"Aku temukan ini tertancap di pohon," jelas Teruna seraya menyodorkan anak panah
itu pada Rangga. Teruna juga memandangi sabuk emas yang
berada di tangan Pendekar Rajawali Sakti. "Apa itu?" tanya Teruna.
Rangga menyodorkan sabuk emas itu, dan
Teruna langsung menerimanya. Sedangkan dia
sendiri menerima anak panah yang disodorkan
padanya. Sementara Teruna mengamati sabuk emas
itu, Rangga membuka gulungan daun lontar pada
anak panah. Hanya ada sebaris kalimat, tapi cukup jelas maksudnya.
"Jika ingin mereka selamat, datang ke Puncak Bukit Sangu!"
Rangga menunjukkan tulisan di daun lontar
pada Teruna yang langsung membacanya. Seketika
wajah pemuda itu memerah setelah membacanya.
Diremasnya daun itu hjngga hancur jadi tepung.
Sebentar mereka hanya berdiam diri, dan saling
berpandangan saja.
"Apa yang harus kita lakukan, Rangga?" tanya Teruna.
"Aku yakin orang itu hanya memerlukan aku
saja, Teruna," sahut Rangga.
' "Aku benar-benar telah menyulitkanmu,
Rangga. Tidak seharusnya kau kulibatkan terlalu
jauh begini," keluh Teruna menyesali.
Rangga menepuk pundak pemuda itu, lalu
tersenyum seakan-akan ingin memberi ketabahan
pada Teruna. Namun wajah pemuda itu begitu
murung. Teruna benar-benar menyesali akan semua
yang telah terjadi. Semua ini akibat perbuatannya.
Kalau saja kata-kata ayahnya dituruti, tentu tidak akan terjadi semua ini.
Mereka sama-sama memandang Puncak Bukit
Sangu yang selalu terselimut kabut tebal. Cukup
jelas terlihat dari tempat Ini, tapi bukit itu cukup jauh jaraknya. Paling tidak
memerlukan tiga hari tiga
malam perjalanan untuk sampai ke sana. Tapi, Rangga tidak ingin terlambat Hanya
saja, Pendekar Rajawali Sakti tidak mungkin bisa memanggil
Rajawali Putih karena ada Teruna di sini.
"Di mana kudamu, Teruna?" tanya Rangga.
"Ada di dekatsungai. Mudah-mudahan saja
mereka tidak mengambilnya," sahut Teruna.
"Pergilah dulu ke sana, nanti aku menyusul,"
ujar Rangga. "Maksudmu...?" Teruna ingin ketegasan.
"Kau pergi lebih dahulu ke Bukit Sangu, kita bertemu di sana," jelas Rangga.
"Edan...!" dengus Teruna.
"Kenapa..." Bukankah mereka menginginkan
kita pergi kg sana" lngat, Teruna. Keselamatan
ayahmu tergantung padamu sendiri, meskipun
sebenarnya mereka menginginkan dlriku," kliah Rangga.
"Tidak Rangga! Yang mereka inglnkan adalah
nyawaku, bukan nyawamu!" sentak Teruna tegas.
Rangga mengerutkan keningnya. Meskipun
sebenarnya Pendekar Rajawali Sakti sudah bisa
menebak tapi masih belum jelas apa persoalan yang sebenarnya.Mereka memang
pernah bersamasama
ketika sekelompok orang mengejar-ngejar Paria.
istri pemuda itu. Rangga sendiri tidak tahu,
mengapa mereka menginginkan Paria" Dan setelah
keadaan jadi tenang, Teruna meminta Rangga
untuk menemukan ayahnya dan membawanya pada
mereka berdua di tempat yang sudah ditentukan.
Kini setelah Pendekar Rajawali Sakti itu
bertemu Ki Rabul, muncul lagi persoalan yang sulit dimengerti. Namun Rangga
sudah menduga kalau
semua persoalan ini tentu ada kaitannya dengan
orang-orang yang mengejar-ngejar Patia waktu itu.
"Maaf, Rangga. Bukannya aku tidak menghargai semua yang kau lakukan padaku. Tapi
rasanya, sudah saatnya aku harus menjadi seorang laki-laki," tegas Teruna..
Setelah berkata demikian, Teruna langsung
berlari cepat meninggalkan tempat itu. Sedangkan Rangga masih diam saja,
termenung memandangi
punggung pemuda yang semakin jauh, dan
menghilang di balik rimbunnya pepohonan. Pendekar Rajawali Sakti itu masih berdiri
mematung, meskipun Teruna sudah tak terlihat
lagi. "Hhh...!" Rangga menghembuskan napas berat Pelahan Pendekar Rajawali Sakti
mengayunkan langkahnya meninggalkan tempat itu. Namun belum
juga Jauh berjalan, mendadak saja sebuah bayangan berkelebat cepat ke arahnya.
Tahu-tahu di depan
Rangga sudah berdiri seorang perempuan muda dan
cantik, mengenakan baju ketat berwarna hitam
legam. Kepalanya juga mengenakan kain berwarna
hitam. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai
melewati bahunya.
Rangga menghentikan langkahnya. Diamatlnya
wanita itu dalam-dalam. Wanita itu bersenjatakan dua buah pedang yang gagangnya
berbentuk kepala
seekor naga, menyembul keluar dari balik punggungnya. Rangga tidak tahu, siapa wanita ini, dan apa maksudnya
menghadang. , "Kau yang bemama Pendekar Rajawali Sakti?"
tanya wanita itu dengan suaranya yang dingin,
namun masih terdengar kelembutannya.
"Benar. Dan kau siapa?" sahut Rangga
langsung balik bertanya.
"Kau boleh memanggilku Putri Naga Hitam,"
sahut wanita itu memperkenalkan diri.
"Maaf. Rasanya, kita belum pernah berjumpa.
Apa maksudmu menghadang jalanku?" tanya
Rangga. "Kau bisa memperoleh jawabannya di neraka
nanti! Hiyaaat..!"
"Hei ..l Tunggu...!" sentak Rangga.
Tapi wanita cantik yang mengaku berjuluk
Putri Naga Hftam itu sudah lebih dahulu
menyerang dengan cepat Dua pukulan beruntun
cepat dilontarkan dengan mengandung pengerahan
tenaga dalam tinggi. Cepat sekali Rangga meliukkan tubuhnya menghindari serangan
wanita berbaju hitam itu. Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti
melakukan sesuatu lag!, satu tendangan keras yang dilontarkan Putri Naga Hitam
telak menghantam
dadanya. "Akh...!" Rangga memekik keras tertahan.
Pendekar Rajawali Sakti terjajar ke belakang.
Seketika dadanya terasa sesak, dan napasnya
tersengal. Belum lagi bola matanya seperti berair, berkunang-kunang. Tendangan
wanita itu cukup
keras, karena mengandung tenaga dalam tinggi.
Kalau saja yang terkena tendangan itu bukan
Pendekar Rajawali Sakti, mungkin sudah tergeletak jadi mayat Namun Pendekar
Rajawali Sakti itu
hanya mengalami sedikit sesak napas saja.
"Hsss.... Hih!"
Rangga menarik napas dalam-dalam dan
menghembuskannya
kuat-kuat Juga segera dikerahkan hawa murni untuk mengusir rasa sesak
yang melanda dadanya. Sebentar digerak-gerakkan
tangannya di depan dada, kemudian langsung
bersiap menerima serangan selanjutnya.
"Hm.". Ternyata kau kedot juga, Pendekar
Rajawali Sakti!" dengus Putri Naga Hitam.
Rangga hanya menggumam sedikit Matanya
tajam mengamati setiap gerakan kaki wanita
berbaju hitam yang bergeser menyusur tanah ke
arah samping kanan. Ringan sekali gerakannya. Tak ada suara sedikit pun
terdengar, saat kakinya
menyusur tanah.
"Bersiaplah! Hiyaaa...!"
"Hup!"
Rangga langsung melompat ke atas disertai
pengerahan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega', tepat pada saat Putri Naga
Hitam melancarkan
serangan lewat lontaran tiga pukulan beruntun.
Hasilnya, serangan gadis itu lewat di bawah kaki Rangga. Dan sebelum lawan
sempat memberi serangan kembali, secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya hingga
kepalanya berada
di bawah. Secepat itu pula dikibaskan tangannya ke arah kepala Putri Naga Hitam.
Wuk! Wuk! Tangan Rangga mengibas dua kali, mengarah
ke kepala wanita berbaju hitam ketat itu. Namun
tangkas sekali Putri Naga Hitam menghindarinya
dengan sedikit merundukkan kepala. Pada saat itu, segera dicabut pedangnya dari
punggung, dan langsung dikibaskan ke atas kepala Pendekar
Rajawali Sakti.
"Yeaaah....!"
"Uts...!"
Cepat-cepat Rangga meientingkan tubuh, dan
berputaran dua kali di udara. Dengan manis sekali Pendekar Rajawali Sakti
mendarat sekitar lima
langkah di depan j>utri Naga Hitam. Namun
sebelum bisa berdiri tegak, wanita berbaju hitam ketat itu sudah kembali ganas
menyerangnya. Terlebih lag! sekarang ini memegang dua buah
senjata pedang yang bentuk dan ukurannya sama
persis.
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Serangan-serangan yang dilakukan Putri Naga
Hitam semakin dahsyat dan berbahaya. Kedua
pedangnya berkelebat mengurung setiap gerak
Pendekar Rajawali Sakti. Namun begitu, lawannya
yang tidak menggunakan senjata, belum juga
kelihatan terdesak. Sama sekali wanita itu tidak peduli, apakah Rangga
menggunakan senjata atau
tidak. Yang penting, lawannya harus mati! Dia terus saja melancarkan serangan
lewat jurus-jurus yang
berganti-ganti dengan cepat.
Semakin lama, pertarungan itu berjalan
semakin cepat dan dahsyat. Tempat sekitar
pertarungan jadi porak-poranda akibat terkena
gempuran-gempuran yang luput dari sasaran. Jurus demi jurus berlalu cepat Dan
tak terasa, mereka
bertarung sudah melewati lebih dari dua puluh
jurus. Namun sampai sejauh itu, Rangga belum juga menggunakan senjata
andalannya. Dan herannya,
Putri Naga Hitam belum juga mampu mendesak.
Tiba-tiba saja" Putri Naga Hitam melentingkan tubuhnya ke belakang, keluar dari
arena pertarungan. Disilangkan sepasang pedangnya di depan dada. Sorot matanya
begitu tajam menusuk. Keringat bercucuran di wajah dan
lehernya. Baju hitam yang begitu ketat semakin
terasa ketat karena keringat
Rangga tidak meneruskan pertarungannya.
Dia juga berhenti, namun sikapnya masih tetap
waspada. Bagaimanapun juga, Pendekar Rajawali
Sakti mengakui kehebatan gadis berbaju hitam yang berjuluk Putri Naga Hitam itu.
Belum pernah pemuda berbaju rompi putih itu mendapatkan
lawan seorang wanita muda begitu tangguh,
sehingga harus memeras tenaga untuk menandinginya. Beberapa saat mereka hanya saling pandang saja sambil mengatur
pemapasan. "Kuakui, kau memang tangguh, Pendekar
Rajawali Sakti. Tapi aku ingin tahu, apakah kau
mampu menandingi aji 'Naga Kembar'," ancam Putri Naga Hitam.
"Hm, silakan," sambut Rangga kalem. "Hooop...!"
Putri Naga Hitam mengangkat pedangnya
tinggi-tinggi ke atas kepala, lalu pelahan lahan diturunkan hingga sejajar dada.
Sebentar kemudian
sepasang pedangnya dibenturkan.
Tring! Rangga jadi berkernyit keningnya, melihat
pedang yang semula berwama keperakan berkilat itu mendadak jadi hitam legam.
"Hm...."
Melihat sepasang pedang yang kini berubah
warnanya jadi hitam, Pendekar Rajawali Sakti itu langsung mencabut pedangnya.
Seketika cahaya
biru berkilau menyemburat memancar dari pedang
itu. Rangga menyilangkan pedangnya di depan dada, lalu pelahan telapak tangan
kirinya menggosok
mata pedang itu. Seketika cahaya biru yang memancar
dari pedangnya semakin menyilaukan. Dan begitu
Rangga menghentakkan pedangnya ke depan.
cahaya biru itu menggumpal di ujung mata pedang, membentuk bulatan seperti bola
sebesar kepala manusia dewasa.
"Hiyaaat...!"
Sambil berteriak nyaring melengking, Putri
Naga Hitam melompat menerjang Pendekar Rajawali Saki . Kedua pedangnya tertuju lurus ke arah dada lawan.
Sementara Rangga dengan cepat sekali menyilangkan kembali pedangnya di depan
dada. Lalu.... "Aji 'Cakra Buana Sukma'...!" .teriak Rangga keras.Tepat ketika sepasang pedang
yang berwarna hitam mengepulkan asap itu mengibas bagaikan
kilat, secepat itu pula Rangga mengadukan
pedangnya. Trang! Tiga buah pedang beradu secara bersamaan,
menimbulkan suara mendenting nyaring, menggema
memekakkan telinga. Ketiga pedang itu menempel
erat, seperti tidak bisa dilepaskan lagi.
"Heh..."!" Putri Naga Hitam terkejut
Cepat-cepat dikerahkan tenaga dalamnya
untuk melepaskan kedua pedangnya yang menempel
erat pada pedang Pendekar Rajawali Sakti. Namun
meskipun sudah menariknya kuat-kuat, pedang itu
tidak mau terlepas juga. Bahkan semakin lekat
menempel. Putri Naga Hitam jadi terbeliak, mana
kala mencoba melepaskan pegangan pada pedangnya. Tangannya seperti terpatri, tak bisa
dilepaskan lagi.
"Heh..."! Ilmu apa yang dipakainya...?" sentak Putri Naga Hitam dalam hati.
Beberapa kali wanita itu mencoba melepaskan
pedangnya. Namun setiap kali mencoba mengerahkan kekuatan tenaga dalam, setiap kali
pula darahnya terasa mendesir cepat Bahkan
tenaganya juga terasa tersedot Putri Naga Hitam
semakin terperanjat karena merasakan tenaganya
terus tersedot Padahal seluruh tubuhnya sudah
dilemaskan. "Setan...!" dengus Putri Naga Hitam sengit Sementara cahaya biru yang menggumpal,
mulai bergerak menyelimuti pedang hitam kembar
itu. Gerakan cahaya biru itu memang lambat,
namun semakin menyelimuti pedang hitam yang
menempel erat pada mata Pedang Rajawali Sakti
dengan pasti. "Kau masih punya kesempatan, Putri Naga
Hitam," kata Rangga seraya menahan arus sinar biru yang keluar merambat dari
pedangnya. "Huh...!" Putri Naga Hitam mendengus sengit.
"Aku tahu. Tidak ada gunanya mendesakmu,
Putri Naga Hitam. Tapi aku masih memberi
kesempatan padamu untuk berpikir. Aku memberi
pilihan padamu," kata Rangga lagi.
Putri Naga Hitam hanya diam saja. Meskipun
tidak lag! merasakan adanya sedotan tenaga, tapi dia belum juga bisa melepaskan
pedangnya. Rupanya
tawaran Pendekar Rajawali Sakti itu menjadi bahan pemikirannya juga, namun cukup
lama untuk mengambil keputusan.
*** 5 "Baik! Aku menyerah...!" seru Putri Naga Hitam
ketika kembali merasakan tenaganya tersedot. "Bagus! Tapi apa jaminanmu agar bisa
kupercaya?" sambut Rangga dingin.
"Kedua pedangku," sahut Putri Naga Hitam.
Rangga tersenyum, lalu tiba-tiba saja menghentakkan tangannya. Seketika itu juga tubuh Putri Naga Hitam tersentak, dan
kedua pedangnya
terlepas dari tangan. Pendekar Rajawali Sakti
mengambil kedua pedang milik Putri Naga Hitam
yang melekat di pedangnya sendiri. Lalu dimasukkan Pedang Rajawali Sakti ke
dalam warangka di
punggung. Sementara sepasang pedang yang tadi
berwama hitam, kini kembali berwama keperakan
berkilat. Sementara itu Putri Naga Hitam tampak
cemas. Sepertinya dia kehilangan banyak tenaga
ketika melawan gempuran aji 'Cakra Buana Sukma'
yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti. Pandangan matanya begitu sayu tak bergairah.
"Aku sudah mengaku kalah. Lalu, apa yang
kau inginkan dariku sekarang?" dengus Putri Naga Hitam masih bernada ketus.
"Hanya beberapa jawaban jujur darimu,"
sahut Rangga. Putri Naga Hitam hanya diam saja. Wajahnya
memberengut Sinar matanya agak sayu, namun
masih mencerminkan ketajaman seorang gadis yang
sedang diliputi kekesalan.
"Sekarang, jawab pertanyaanku dengan Jujur.
Untuk apa kau menghadang dan menyerangku?"
tanya Rangga langsung.
"Karena kau manusia iblis yang membunuh
ayahku dan menculik ibuku!" sahut Putri Naga Hitam ketus.
"Aku..."!" Rangga terkejut mendengar jawaban lantang bernada ketus itu.
"Aku sudah bersumpah untuk membunuhmu,
Pendekar Iblis!" dengus Putri Naga Hitam lagi.
"Nisanak! Aku tidak tahu siapa dirimu"! Dan lagi, aku tidak tahu siapa kedua
orang tuamu. Dari mana
kau peroleh keterangan sembarangan itu"!"
sentak Rangga jadi gusar juga.
"Untuk apa kau tahu?" sinis sekali nada suara Putri Naga Hitam.
"Kau tidak perlu tanya lagi, Nisanak. Jawab saja pertanyaanku!" bentak Rangga
gusar. "Kakek Iblis Racun Merah," sahut Putri Naga Hitam pelan.
"Ibis Racun Merah...," desis Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti itu tidak perlu
bertanya lagi, karena langsung memahami persoalannya kini. Ternyata gadis yang mengaku
berjuluk Putri Naga Hitam ini sedang mencari
pembunuh ayahnya, dan penculik ibunya. Dan yang
lebih parah lagi, rupanya dia terkena hasutan Iblis Racun Merah yang pernah
dikalahkan Pendekar
Rajawali Sakti.
Rangga benar-benar geram terhadap laki-laki
tua berjubah merah dan berambut serba merah itu.
Benar-benar licik, Tidak sanggup menghadapi
sendiri, sekarang malah memperalat orang lain
untuk membalaskan dendamnya. Rangga melemparkan sepasang pedang bergagang kepala
naga ke depan Putri Naga Hitam. Maka dua pedang
itu tepat menancap di ujung jari kaki gadis di
depannya. "Kau boleh pergi mencari pembunuh ayahmu
yang sebenarnya," jelas Rangga datar.
"Hhh! Kau ingin mungkir setelah membunuh
ayahku...?" dengus Putri Naga Hitam sinis.
"Kau masih muda, Nisanak. Cobalah pahami
dulu seluk beluk dunia persilatan. Kuharap kau
tidak salah memilih jalan. Kau cukup tangguh.
Sayang kalau memilih jalan yang salah," kata Rangga menasihati.
Putri Naga Hitam tersenyum sinis. Dicabut
pedangnya yang tertancap di tanah, tepat di ujung jari kakinya. Lalu dimasukkan
kembali ke dalam
warangka di punggung.
"Perlu kau ketahui. Orarg yang memberimu
keterangan waktu itu adalah seorang tokoh sesat
Jika ingin tahu tentang dirinya, aku yakin gurumu bisa memberitahu. Nah, aku ada
urusan lain. Mudah-mudahan pembunuh ayahmu bisa kau
temukan," kata Rangga lagi.
Setelah berkata demikian, Pendekar Rajawali
Sakti itu langsung melesat pergi. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Rangga, sehingga sebelum Putri
Naga Hitam menyadari, pemuda berbaju rompi putih itu sudah
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lenyap dari pandangan. "
Hei, tung...!"
Teriakan Putri Naga Hitam terputus, karena
Rangga sudah tidak terlihat lagi. Entah pergi ke mana pemuda berbaju rompi putih
itu. Putri Naga
Hitam mengedarkan pandangannya berkeliling,
namun Pendekar Rajawali Sakti itu benar-benar
sudah tidak terlihat lagi. Dihentakkan kakinya kuat-kuat ke tanah, dan wajahnya
memberengut "Huh...! Apakah dia memang bukan pembunuh
ayahku..."
Lalu siapa sebenarnya
pembunuh ayahku..?" Putri Naga Hitam bertanya-tanya sendiri.
Agak lama juga wanita berbaju serba hitam
itu berdiri mematung, memikirkan kata-kata Rangga yang demikian tegas. Hatinya
jadi ragu-ragu juga, apakah mungkin Pendekar Rajawali Sakti yang
membunuh ayahnya" Putri Naga Hitam baru
menyadari kalau Pendekar Rajawali Sakti masih
muda. Mungkin baru berusia sekitar dua puluh lima tahun, atau mungkin tiga puluh
tahun. Tidak lebih. Rasanya mustahil kalau pemuda berbaju rompi
putih itu adalah pembunuh ayahnya. Kini Putri
Naga Hitam baru teringat. Ketika peristiwa itu
berlangsung, usianya baru sekitar dua tahun.
Sedangkan sekarang ini, dia sudah berumur
sembilan belas tahun Rasanya tidak mungkin kalau pembunuh ayahnya masih muda.
Jadi sekarang, paling tidak sudah berusia
sekitar lima puluh tahun. Ya.... Dia sendiri tahu kalau ayahnya dibunuh dari
gurunya yang juga
pamannya, adik dari ayahnya
"Hhh...! Aku harus bertanya pada Paman!"
dengus Putri Naga Hitam.
Wanita cantik berbaju serba hitam itu
langsung melesat pergi. Cepat sekali gerakannya, dan sangat ringan. Sebentar
saja bayangan tubuhnya sudah lenyap ditelan kerimbunan pepohonan. *** Sementara itu, Rangga sudah berada jauh
dari tempat tjnggal Lasini yang kini sudah hancur jadi debu. Rangga berada di
tengah-tengah sebuah
lapangan yang berada dalam sebuah hutan.
Lapangan rumput yang subur, dan tidak begitu
luas. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti itu
mendongak ke atas, lalu....
"Suiiit..!"
Rangga bersiul nyaring melengking tinggi,
bernada aneh di telinga. Siulannya itu memecah ke segala penjuru, dan lenyap
terbawa angin yang
berhembus agak kencang, Sebentar Pendekar
Rajawali Sakti itu menunggu, kemudian kembali
bersiul nyaring dan panjang. Kepalanya tetap
mendongak ke atas, menatap langit cerah yang
dihiasi sedikit awan menggantung.
Cukup lama juga Rangga berdiri tegak di
tengah hamparan rumput itu. Dan kepalanya terus
terdongak ke atas, memandang ke satu arah.
Bibirnya menyunggingkan senyuman ketika melihat
satu titik bercahaya keperakan di angkasa.
Perlahan, titik keperakan itu membesar, dan
semakin jelas bentuknya. Ternyata itu adalah
seekor burung berbulu putih keperakan. Burung itu meluncur cepat bagaikan kilat,
sehingga sebentar
saja sudah begitu dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Rajawali Putih, cepat ke sini...!" panggil Rangga seraya melambaikan tangannya.
"Khraaaghk..!"
Suara burung rajawali raksasa itu begitu
keras dan terdengar serak Bagi telinga yang
mendengarnya pasti akan terasa sakit, seakan-akan ingin pecah. Namun Rangga
malah tersenyum
seakan-akan, suara buruk yang jelek Itu sangat
merdu di telinganya. Burung rajawali raksasa
berbulu putih keperakan Itu mendarat tepat di
depan Pendekar Rajawali Sakti. Bergegas dihampiri dan dipeluknya leher burung
raksasa itu dengan
perasaan rindu mendalam.
"Sudah lama sekali kita tidak bertemu,
Rajawali Putih. Aku rindu sekali padamu...," ujar Rangga lembut.
"Khrrrk..." Rajawali Putih mengkirik pelahan.
Sepertinya, burung itu juga ingin meluapkan
kerinduannya pada pemuda berbaju rompi putih itu.
Di-esak-desakkan kepalanya, dan digosok-gosoknya di dada Rangga. Tiga kali
Pendekar Rajawali
Sakti itu menepuk leher burung raksasa itu, kemudian
melepaskan pelukannya.
"Tolong antarkan aku ke Puncak Bukit
Sangu," kata Rangga seraya mengelus-elus leher burung raksasa itu.
"Khraghk...!"
"Ya! Kita akan menghadapi sesuatu. Tapi
kurasa kau tidak perlu ikut serta, Rajawali Putih,"
kata Rangga seakan-akan mengerti suara serak
burung raksasa itu.
Kepala burung raksasa itu terangguk-angguk.
Rangga tersenyum, kemudian melompat naik. Ringan sekali, dengan sekali lesatan
saja sudah hinggap
di punggung burung rajawali putih raksasa itu.
"Ayo, Rajawali Putih. Kita berangkat sekarang," ajak Rangga setelah berada di punggung burung raksasa itu.
"Khraghk...!"
Hanya beberapa kali kepakan sayapnya saja,
Rajawali Putih itu sudah melambung tinggi ke
angkasa bersama Pendekar Rajawali Sakti di
punggungnya. Rangga menunjuk ke arah puncak
bukit yang terselimut kabut tebal.
"Ke sana, Rajawali Putih...!." seru Rangga memberitahu.
"Khraaaghk...!"
Bagai kilat, Rajawali Putih meluncur deras ke
arah Bukit Sangu yang ditunjuk Rangga. Deru angin begitu keras, membuat telinga
Pendekar Rajawali
Sakti itu serasa tersumbat Namun karena terbiasa mengendarai burung raksasa ini,
semua itu tidak
ada masalah buat Pendekar Rajawali Sakti. Tidak
ada satu ilmu pun yang digunakan Rangga dalam
mengendarai Rajawali Putih. Ini semua karena
kebiasaan sejak kecil. Memang, Rangga hidup dan
dibesarkan oleh burung raksasa ini. Bahkan semua ilmu yang didapatnya juga
karena bimbingan
burung itu. Sama sekali Rangga tidak pernah menganggap
Rajawali Putih hanya sekadar seekor binatang
raksasa. Bahkan Rajawali Putih dianggap sebagai
pengganti kedua orang tuanya, sekaligus gurunya.
Meskipun, sebagian ilmunya didapat dari pemilik
rajawali ini yang terdahulu, yang sudah meninggal seratus tahun lebih yang lalu.
Bahkan Rangga juga
mendapat beberapa jurus serta ilmu kesaktian dari sahabat mendiang gurunya yang
bernama Satria Naga Emas. Namun ilmu-ilmu yang didapat dari
Satria Naga Emas jarang sekali digunakan. Memang, Pendekar Rajawali Sakti lebih
senang dengan jurus-jurus 'Rajawali Sakti'.
"Kita turun di sana, Rajawali Putih...!" seru Rangga seraya menunjuk sebuah
dataran yang tidak
seberapa luas di puncak bukit berkabut ini. Sebuah dataran yang terdiri dari
batu-batuan. Tanah di
sekitamya hampir tertutup kerikil dan pasir.
"Khraaaghk...!"
Rajawali Putih menukik turun dengan
kecepatan tinggi, kemudian manis sekali mendarat di tanah berbatu. Rangga
langsung melompat turun
dari punggung rajawali raksasa itu. Sebentar
diamati sekitamya, lalu memandang pada burung
raksasa itu. "Terima kasih, Rajawali," ucap Rangga.
"Khreeeghk...!"
Rangga mengerutkan keningnya mendengar
suara Rajawali Putih mengkirik lirih. Pendekar
Rajawali Sakti itu memandangi burung raksasa itu dalam-dalam.
Rajawali Putih menyorongkan kepalanya, dan Rangga merengkuh ke dalam
pelukannya. "Ada apa, Rajawali Putih" Tidak biasanya kau bersikap seperti ini," kata Rangga.
"Khrrrhk...."
"Jangan cemas, Rajawali Putih. Kita sudah
biasa melakukan hal seperti ini sebelumnya," kata Rangga bisa merasakan adanya
kecemasan di hati
burung raksasa itu.
Rajawali Putih menggeleng-gelengkan
kepalanya, setelah Rangga melepaskan pelukan.
Pemuda berbaju rompi putih itu semakin berkerut
keningnya. Sungguh sulit dimengerti sikap Rajawali Putih kali ini. Belum pernah
burung raksasa itu
terlihat seperti ini. Kelihatannya begitu cemas, seakan-akan tidak ingin
ditinggalkan. "Ada apa, Rajawali Putih?" tanya Rangga lembut"Khrrr...."
Rajawali Putih mengembangkan sayap, lalu
sebelah kakinya menghentak ke tanah berbatu.
Kepalanya dijulurkan ke depan dan paruhnya
terbuka lebar. Namun, tak ada suara yang keluar.
Rangga mengamati setiap gerakan yang dilakukan
burung raksasa itu.
"Rajawali Putih. Saat ini aku sedang
menyelesaikan satu masalah yang cukup berat. Aku janji, setelah semua ini
selesai, pasti akan
memperhatikan keinginanmu," bujuk Rangga.
"Khraghk...!"
"lya. Kuusahakan tidak akan lama," kata Rangga
lagi. Rajawali Putih mengepakkan sayapnya sambil
melonjak seperti seorang bocah yang kesenangan
karena mendapatkan kembang gula. Rangga jadi
tersenyum, meskipun dalam sorot matanya mengandung segudang tanda tanya. Sungguh, kali
ini Pendekar Rajawali Sakti mendapatkan kesulitan untuk memahami maksud burung
raksasa itu. "Nah! Sekarang, pergilah. Aku tidak ingin ada orang lain melihat kehadiranmu.
Kau bisa mengerti,
bukan?" kata Rangga lagi.
Rajawali Putih mengangguk-anggukkan
kepalanya, kemudian mengepakkan sayapnya. Burung itu langsung meluncur, membumbung tinggi
ke angkasa. Sebentar saja burung raksasa itu sudah lenyap di angkasa. Rangga
masih memandangi
kcpergian burung raksasa itu beberapa saat.
"Hm..., sikap Rajawali Putih aneh sekali kali ini. Ada apa, ya...?" Rangga bertanya-
tanya sendiri dalam hati. Namun segera dilupakannya sejenak persoalan
burung rajawali raksasa itu. Saat ini Pendekar
Rajawali Sakti harus memusatkan perhatiannya
pada permasalahan yang sedang dihadapi. Ki Rabul, Lasini, dan adiknya harus
ditemukan secepat
mungkin, sebelum mendapat celaka.
Rangga berdiri tegak di tengah-tengah
Puncak Bukit Sangu ini. Pendekar Rajawali Sake'
benar-benar tidak tahu, di mana harus menunggu.
Karena, secarik daun lontar yang memintanya ke
sini, tidak menyebutkan tempatnya. Tulisan itu
hanya mengatakan, dia harus datang ke Puncak
Bukit Sangu. Dan sekarang pemuda berbaju rompi
putih itu sudah berada di sini. Tapi suasana di
puncak bukit ini begitu sunyi, tak terlihat adanya satu kehidupan pun.
"Aku rasa, Inilah Puncak Bukit Sangu...,"
gumam Rangga dalam hati.
Pendekar Rajawali Sakti itu kembali mengedarkan pandangannya ke sekeding. Sekitamya
benar-benar sunyi. Tapi mendadak saja....
Slap! "Heh...! Uts!" Rangga tersentak kaget Cepat Pendekar Rajawali Sakti memiringkan
tubuhnya sambil mengibaskan tangannya di depan dada.
Tepat pada saat itu, sebuah benda yang meluncur
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dents ke arahnya, telah berada di depan dadanya.
Tap! Sejenak Rangga memandangi sebatang ruyung
kecil yang kini terselip di ujung kedua jarinya.
Ruyung berwama keperakan yang bisa saja
mencabut nyawanya tadi Pendekar Rajawali Sakti
melirik arah ' datangnya benda yang selalu
digunakan sebagai senjata rahasia ini. Kemudian.....
"Hih...!"
Sambil mengerahkan tenaga dalam yang telah
mencapal taraf kesempurnaan, Pendekar Rajawali
Sakti melemparkan senjata kecil itu ke arah
datangnya tadi Senjata berwama keperakan itu
melesat cepat bagai kilat, melebihi kecepatannya semula. "Aaa...!" Srakl
Bersamaan terdengarnya suara jeritan melengking tinggi, dari dalam sebuah semak belukar keluar sesosok tubuh yang
langsung ambruk
menggelepar di tanah. Pada lehemya tertancap
sebuah ruyung kecil berwama keperakan. Rangga
langsung melompat ke arah sosok tubuh yang tidak bergerak lagi. Namun sebelum
sampai, mendadak
saja beberapa benda berwama keperakan berhamburan ke arahnya.
"Hiyaaa...!"
Cepat sekali Rangga melentingkan tubuhnya,
dan berputaran di udara, menghindari serangan
gelap itu. Pendekar Rajawali Sakti kembali
mendarat halus, begitu senjata-senjata ruyung
keperakan tidak lagi
menghujaninya. Segera
diedarkan pandangannya ke sekeliling dengan tajam.
Tadi sempat terlihat kalau senjata-senjata kecil itu datang dari segala arah.
Saat itu juga Rangga sadar kalau dirinya
sudah terkepung dari segala arah. Dan sudah pasti kedatangannya memang sudah
ditunggu-tunggu.
Pendekar Rajawali Sakti itu langsung waspada
penuh. Mata dan telinganya dipasang tajam-tajam.
Bahkan juga menggunakan aji 'Pembeda Cerak dan
Suara'. Dengan ajian itu, hatinya semakin yakin
kalau di sekelilingnya sudah mengepung puluhan
orang. "Siapa pun kalian, aku sudah memenuhi
undangan ini! Keluarlah kalian...!" seru Rangga lantang.
Pendekar Rajawali Sakti menyalurkan tenaga
dalam pada suaranya tadi. Sehingga, suaranya
terdengar keras dan menggema, bahkan sampai
mendebarkan jantung. Pemuda berbaju rompi putih
itu tersenyum begitu mendengar erangan lirih dari beberapa penjuru. Dia merasa
yakin kalau suara
yang dikeluarkan dengan pengerahan tenaga dalam
itu membuat telinga
beberapa orang yang mengepungnya jadi sakit.
"Ha ha ha...!"
Tiba-tiba terdengar suara
tawa lepas menggelegar dan terbahak-bahak. Rangga mencoba
mencari sumber suara yang datang bagaikan dari
segala penjuru mata angia Pendekar Rajawali Sakti itu langsung tahu, kalau
pemilik suara itu
memiliki ilmu tenaga dalam yang tinggi sekali. Bahkan
mungkin sudah mencapai taraf kesempurnaan.
"Hm...," Rangga bergumam perlahan. Dan bersamaan hilangnya suara tawa itu, tiba-
tiba saja sebuah
bayangan berkelebat. Dan tahu-tahu di
depan Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri
seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun.
Dia mengenakan baju yang sangat indah, dari bahan sutra halus. Meskipun
rambutnya sudah berwama
dua, namun wajah dan bentuk tubuhnya masih
kelihatan segar. Beberapa saat Rangga mengamati
laki-laki setengah baya itu.
"Kau cukup jantan juga, Pendekar Rajawali
Sakti. Aku senang kau bisa memenuhi undanganku
ini. Tapi tidak kuduga
akan secepat ini
kedatanganmu," kata laki-laki setengah baya itu.
"Siapa kau"! Apa maksudmu mengundangku
ke sini"!" tanya Rangga tegas.
"Aku Barada. Mengundangmu ke sini, karena
kau terlalu banyak ikut campur urusanku!" sahut laki-laki setengah baya itu
tajam. "Di mana kau sembunyikan mereka?" tanya Rangga langsung.
"Kau datang terlalu cepat, Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga kau tidak bisa
bertemu mereka sekarang ini. Kau harus menunggu, paling tidak tiga hari. Mereka masih dalam
perjalanan ke sini,"
sahut Barada kalem.
Rangga tertegun. Baru disadari kalau perjalanan dari pondok Lasini ke Puncak Bukit
Sangu ini memakan waktu tiga hari lamanya.
Pendekar Rajawali Sakti bisa datang secepat ini
juga karena menunggang Rajawali Putih.
"Jika kau sabar menunggu, sebaiknya tunggu
saja di pondokku," ajak Barada.
"Hmm...," Rangga menggumam pelahan.
"Kujamin, dua temanmu dan seorang bocah
kecil tidak akan mengalami kekurangan sedikit pun.
Tapi itu semua tergantung dari kau sendiri," jelas Barada lagi.
"Memang itu sebaiknya!" dengus Rangga.
Perlu kau ketahui, Pendekar Rajawali Sakti. Aku
hanya menginginkan Satria Baja Hitam. Dan aku
tidak ingin kau menghalang-halangi, karena bukan urusanmu," kata Barada lagi
setengah mengancam.
"Maaf. Aku tidak kenal orang yang berjuluk
Satria Baja Hitam," kata Rangga.
"Ha ha ha...!" Barada malah tertawa terbahak-bahak.
Sedangkan Rangga hanya diam saja. Dia
memang tidak tahu, siapa Satria Baja Hitam yang
dimaksudkan Barada. Pendekar Rajawali Sakti itu
jadi menduga-duga, siapa sebenarnya Satria Baja
Hitam itu"
*** 6 Rangga duduk bersila dalam posisi bersemadi.
Kelopak matanya setengah terpejam, namun tidak
menghilangkan kewaspadaannya.
Mata dan telinganya tetap dipasang tajam. Pendekar Rajawali Sakti tahu kalau di
sekelilingnya terdapat puluhan
orang yang bersembunyi di balik kerimbunan semak dan pepohonan.
Sudah dua hari Pendekar Rajawali Sakti
duduk bersila di bawah kerindangan pohon ini,
namun yang ditunggunya belum juga muncul. Dan
memang, dia sudah tahu kalau esok hari mereka
baru tiba di puncak bukit ini. Dan ini berarti harus menunggu satu hari lagi.
Itu pun jika tidak terjadi
sesuatu di jalan.
"He he he...."
Rangga membuka matanya saat mendengar
tawa terkekeh yang sudah dikenalnya sejak berada di puncak bukit ini. Matanya
memandang seorang
laki-laki setengah baya yang bemama Barada. Laki-laki itu duduk bersila di depan
Pendekar Rajawali
Sakti. Bibirnya yang tipis dan sedikit berkumis Itu selalu menyungglngkan
senyuman. "Seharusnya kau tinggal di pondok, Pendekar Rajawali Sakti. Udara di sini jika
malam hari terlalu
dingin. Aku khawatir, pada saatnya tiba kau tidak mampu melakukan sesuatu," kata
Barada dengan bibir terus menyunggingkan senyuman tipis.
"Apa maksudmu dengan kata-kata melakukan
sesuatu, Barada?" tanya Rangga. Nada suaranya dingin, sedingin udara di Puncak
Bukit Sangu ini.
"He he ha... Seharusnya kau sudah bisa
Iblis Sungai Telaga 13 Pendekar Bodoh 1 Tongkat Dewa Badai Kisah Pendekar Bongkok 8