Satria Baja Hitam 3
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam Bagian 3
mengerti, Pendekar Rajawali Sakti," sahut Barada diiringi suara tawanya yang
terkekeh. "Aku tidak suka bermain teka-teki, Barada.
Jika kau merencanakan kelicikan, aku tidak akan
banyak bicara denganmu. Dan kau tentu sudah bisa mengerti maksudku," tegas
Rangga setengah
mengancam. "Sebenarnya ini bukan kelicikan, Pendekar
Rajawali Sakti. Dan aku tidak pernah punya
rencana seperti ini, sebelum kemunculanmu di
sekitar Bukit Sangu ini. Yaaa.... Tadinya aku sudah ingin melupakan keterlibatanmu
pada persoalan ketuargaku. Tapi karena kau tersasar sampai ke
sini, dan sekarang juga melibatkan diri, maka aku tidak punya pilihan lain,"
kata Barada dengan suara
tenang. Rangga terdiam seraya memandangi bola mata
laki-laki setengah baya yang duduk bersila di
depannya. Digobanya untuk mencerna kata-kata
yang diu'capkan Barada barusan. Memang penuh
teka-teki yang terasa sukar dipecahkan. Namun
berkat kecerdasan otaknya, pelahan-lahan Rangga
dapat mengetahuinya, meskipun masih dalam tahap
menebak. "Ada hubungan apa antara kau dengan
Paria?" tanya Rangga langsung.
"Kenapa kau tidak tanyakan pada anak
durhaka itu"!" bentak Barada ketus.
Seketika itu juga wajah Barada berubah
memerah dan menegang. Nama Paria yang disebut
Pendekar Rajawali
Sakti barusan membuat wajahnya langsung memerah. Perubahan yang cepat
dan tiba-tiba itu sempat mendapat perhatian
Rangga. Hal ini membuat pemuda berbaju rompi itu harus berpikir keras dengan
berbagai macam dugaan. "Anak Muda! Sudah kuperingatkan, agar kau
tidak terlalu jauh melibatkan diri. Kau sudah cukup merepotkan aku. Tapi jika
tetap keras kepala,
maka aku tidak segan-segan membandingkan kekerasan
kepalamu dengan batu ini!"
Sambil berkata demikia, Barada menghantamkan pukulan pada sebongkah batu yang
berada di sampingnya. Batu itu langsung hancur
berkeping-keping. Tapi Rangga tidak terkejut.
Pendekar Rajawali Sakti sudah biasa menyaksikan
kebolehan seorang tokoh rimba persilatan dalam
memecahkan batu hanya dengan sekali pukul saja.
"lngat kata-kata itu, Pendekar Rajawali Sakti!"
dengus Barada. Setelah berkata demikian, Barada langsung
bangkit berdiri dan berbalik. Laki-laki setengah baya itu segera berjalan cepat
meninggalkan Rangga
yang hanya tersenyum saja memperhatikan. Pemuda
berbaju rompi putih itu masih duduk tenang.
Sedangkan Barada sudah lenyap di balik pintu
sebuah pondok kecil yang terletak cukup jauh dari tempat itu. Namun pondok itu
terlihat jelas.
"Hm.... Apakah dia ayahnya Paria" Dan orang yang disebut Satria Baja Hitam itu
adalah Teruna. Ya.... Kenapa aku jadi bodoh begini" Sudah jelas kalau Teruna memiliki julukan
Satria Baja Hitam!"
gumam Rangga pelahan seorang diri.
Namun Pendekar Rajawali Sakti itu belum
merasa yakin benar akan semua dugaannya barusan.
Hampir saja pancingannya tadi mengenai sasaran.
Tapi laki-laki setengah baya itu seperti sudah
mengetahui, dan cepat mengelak dengan kemarahan
meluap-luap. Pada saat Rangga tengah berpikir keras, fiba -
tiba terdengar langkah kaki kuda yang dipacu cepat Tak lama berselang, muncul
seekor kuda coklat
yang ditunggangi seorang laki-laki tua berjubah
merah menyala. Dia langsung menuju ke arah
pondok. Tapi begitu melihat Pendekar Rajawali
Sakti duduk bersila di bawah pohon, arah kudanya dibelokkan untuk menghampiri
pemuda berbaju rompi putih itu.
Laki-laki tua berjubah merah yang dikenali
Rangga berjuluk Iblis Racun Merah itu, langsung
melompat turun dari punggung kudanya. Dia berdiri tegak sekitar dua batang
tombak jaraknya sambil
berkacak pinggang. Sedangkan Rangga tetap duduk
tenang bersila. Bahkan matanya setengah terpejam.
"He he he..., temyata kau sudah lebih dulu
berada di sini, Bocah!" kata Iblis Racun Merah seraya terkekeh.
Rangga hanya diam saja tidak menanggapi.
"Kemarin kau. boleh merasa menang, tapi
sekarang.... Hiyaaa!"
Tiba-tiba saja laki-laki tua itu mengibaskan
tongkatnya dari atas ke bawah, mengarah ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.
Sungguh cepat luar biasa
serangan mendadak itu, sehingga membuat Rangga
sedikit terperanjat. Namun sebelum ujung tongkat laki-laki tua berjubah merah
itu menghantam kepala, dengan cepat sekali Rangga menggeser
duduknya ke samping, tanpa bangkit lebih dahulu.
Tongkat Iblis Racun Merah menghantam
tanah dengan keras sekali, sehingga membuat
permukaan tanah jadi bergetar bagai terjadi gempa.
Pada saat itu, Rangga cepat melompat bangkit
berdiri. "Phuih...!" Iblis Racun Merah menyemburkan ludahnya.
*** Rangga berdiri tegak sambil melipatkan
tangan di depan dada. Sedangkan Iblis Racun
Merah sudah cepat memutar tongkatnya di depan
dada, bagaikan sebuah baling-baling tertiup angin yang kencang sekali. Suara
putaran tongkat itu
menderu-deru seperti badai. Saat itu juga Rangga merasakan adanya hawa panas
menyengat kulit
tubuhnya. "Hiyaaa...!"
Sambil berteriak nyaring melengking, Iblis
Racun Merah melompat cepat menerjang. Tongkatnya dikibaskan disertai pengerahan tenaga dalam tinggi, tepat mengarah ke
kepala Pendekar
Rajawali Sakti.
Namun dengan sedikit mengegoskan kepalanya, Rangga berhasil mengelakkan sambaran
tongkat itu. Secepat kilat disentakkan tangannya hendak menang?kap tongkat itu.
Namun Iblis Racun Merah sudah lebih cepat lagi menarik
tongkatnya, sambil mengirimkan satu tendangan
menggeledek yang sangat dahsyat luar biasa.
"Yeaaah...!"
"Uts! Cepat Rangga menarik mundur perutnya,
menghindari tendangan keras bertenaga dalam
tinggi. Buru-buru Pendekar Rajawali Sakti itu
menggeser kakinya ke belakang beberapa langkah,
sehingga terdapat jarak antara dirinya dengan Iblis Racun Merah. Namun laki-laki
tua berjubah merah
itu tidak ingin membiarkan lawan melakukan
serangan. Langsung saja dia melompat seraya
mengibaskan tongkatnya mengarah ke beberapa
bagian tubuh yang mematikan.
Rupanya pertarungan itu membuat Barada
dan beberapa orang yang berada di dalam pondok
terkejut Mereka* bergegas keluar dari pondok, dan terkejut begitu melihat
Pendekar Rajawali Sakti
tengah menahan gempuran-gempuran seorang laki-laki tua ber?jubah merah. Barada
dan lima orang pembantunya segera berlarlan menuju ke tempat
pertarungan itu.
"Berhenti...!"
teriak Barada keras menggelegar. Suara bentakan Barada yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi
itu, membuat Iblis
Racun Merah menghentikan pertarungannya seketika. Kakek itu melompat mundur dan
berpaling ke arah datangnya bentakan menggelegar tadi.
"Barada...!
Kenapa kau hentikan pertarunganku?" dengus Iblis Racun Merah sengit.
"Belum saatnya melakukan pertarungan, Iblis Racun Merah," sahut Barada seraya
menghampiri lakilaki tua berjubah merah itu.
"Kenapa?"
tanya Iblis Racun Merah memberengut. "Nanti saja kalau mereka sudah datang
semua. Lagi pula, sasaran kita yang utama bukan
dia. Kau harus ingat Sasaran kita yang utama
adalah Satria Baja Hitam," jelas Barada.
"Tapi bocah edan ini sudah banyak menyusahkan, Barada."
"Aku tahu. Giliran untuknya ada saatnya
nanti." "Hm, baiklah. Tapi kau harus ingat, dia
bagianku yang pertama!"
"Aku janji, Iblis Racun Merah."
Iblis Racun Merah kelihatan puas mendengar
janji yang diucapkan Barada. Laki-laki tua itu
berpaling menatap tajam ke arah Rangga. Sinar
matanya merah membara bagai sepasang bola api
yang hendak membakar hangus seluruh tubuh
Pendekar Rajawali Sakti itu. Sedangkan Rangga
sendiri hanya tenang saja sambil melipat tangan di depan dada. Bahkan, kini dia
kembali duduk tenang
di bawah pohon dengan sikap bersemadi.
"Huh...!" dengus Iblis Racun Merah sengit.
"Ayo, Iblis Racun Merah. Kita menunggu di dalam pondok," ajak Barada ramah.
"Ayolah."
Mereka segera melangkah kembali ke .dalam
pondok. Barada dan Iblis Racun Merah berjalan di depan, diikuti lima orang
pembantu utama laki-laki
setengah baya itu. Tampak Suro yang bertubuh
paling besar dan tegap, sempat melirik sengit
Pendekar Rajawali
Sakti. Memang, laki-laki bertubuh tinggi besar itu juga menyimpan dendam
pada pemuda berbaju rompi putih itu.
"Tenang saja. Bagianmu nanti, Suro," bisik Sarapat yang berjalan di samping
Suro. "Akan kuhirup darahnya sampai habis!"
dengus Suro menggeram pelan.
'Tapi, Ingat Jantungnya bagianku," bisik
Sarapat lagi. Suro hanya meringis saja. Mereka tidak lagi
bicara, lalu menghilang di dalam pondok. Sementara itu, Rangga hanya tersenyum
saja. Dengan mengerahkan Ilmu 'Pembeda Cerak dan Suara',
semua percakapan Itu bisa terdengar. Sempat
diperhatikannya orang-orang yang kini sudah
menghilang di dalam pondok kecil yang beratapkan daun rumbia.
"Pssst... Pssst..!"
Rangga tersentak ketika telinganya mendengar suara halus dari arah belakang. Pelahan dipalingkan kepalanya menoleh
ke belakang. Hampir Pendekar Rajawali Sakti terlonjak begitu melihat sebuah kepala sedikit
menyembul dari dalam semak belukar. Seraut wajah yang sangat dikenalinya
dengan baik. "Mendekat ke sini, Rangga...," pelan sekali suara itu.
Rangga menatap ke arah pondok sebentar,
kemudian tanpa mengubah posisi duduknya sedikit
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pun, digeser tubuhnya mendekati semak belukar
itu. Dan kepala yang menyembul, langsung melesak masuk ke dalam semak. Rangga
tetap duduk bersila membelakangi semak belukar itu. Pandangannya
lurus ke arah pondok yang berada cukup jauh di
depannya. "Sejak kapan kau sudah sampai ke sini,
Teruna?" tanya Rangga berbisik.
"Baru tadi," sahut Teruna yang bersembunyi di dalam semak belukar di belakang
Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Kenapa kau tidak langsung muncul?" tanya Rangga lagi.
"Untuk apa" Biarkan saja mereka berharap
sampai kiamat," sahut Teruna lagi.
"Heh..."! Apa maksudmu...?" sentak Rangga tidak mengerti.
"Kau tahu, apa yang mereka tunggu?" Teruna malah bertanya.
"Ayahmu, Lasini, dan Badil."
"Mereka sudah aman di suatu tempat."
Rangga tak bisa lagi menyembunyikan keterkejutannya. Maka tubuhnya langsung melesat, dan menghilang di balik semak
belukar. Tapi bukan main terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti. Ternyata di dalam semak ini
tidak ada seorang pun,
kecuali dua sosok mayat yang lehernya koyak hampir putus.
Darah masih mengalir deras dari leher yang
terkoyak itu. "Teruna...," panggil Rangga setengah berbisik.
Tapi tak ada sahutan sedikit pun. Pendekar
Rajawali Sakti mengedarkan pandangannya dengan
tajam. Pada saat itu terlihat sebuah bayangan putih berkelebat menyelinap di
antara pepohonan yang
rapat. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti itu melesat mengejar
bayangan putih yang diduga bayangan Teruna.
Rangga berlompatan dari satu pohon ke
pohon lainnya dengan kecepatan yang luar biasa
sekali. Matanya tetap tajam memperhatjkan
bayangan putih yang berkelebat cepat menuruni
lereng bukit ini. Dan bayangan putih itu berhenti tepat di tepi sebuah bukit
kecil berair jernih yang
mengalir berkelokan bagai ular raksasa melingkari bukit Pendekar Rajawali Sakti
kini telah tiba di
belakang seorang laki-laki berbaju putih yang berdiri tegak menghadap ke sungai.
Ketika tubuhnya
diputar, maka tampak wajah tampan itu tersenyum
manis menawan. "Kau harus menjelaskan semua ini, Teruna,"
pinta Rangga langsung dengan suara yang begitu
dalam."Aku berhasil menyusul mereka di lereng bukit. Tidak sulit untuk
mengalahkan mereka yang
hanya kroco-kroco saja," jelas Teruna ringan sekali.
Teruna berjalan menghampiri sebongkah batu
yang tidak seberapa besar, lalu dengan sikap enak sekali duduk di atasnya.
Sedangkan Rangga masih
berdiri memperhatikan.
"Teruna, siapa kau ini sebenarnya?" tanya Rangga, dingin dan tajam sekali nada
suaranya. "Aku Teruna, putra tunggal Ki Rabul," sahut Teruna kalem.
"Kau menyembunyikan sesuatu, Teruna. Aku
tahu, persoalan yang kau hadapi tidak kecil.
Apalagi juga harus menghadapi orang-orang
berkepandaian tinggi. Mereka tidak menginginkan
aku, dan tidak ingin aku ikut terlibat Apa
sebenarnya yang terjadi padamu, Teruna?" desak Rangga meminta penjelasaa
"Anak bengal itu membawa lari putri
Barada...!"
Rangga langsung berpaling kerika mendengar
suara dari arah samping kanannya. Tampak Ki Rabul tengah melangkah ringan keluar
dari dalam sebuah gua. Sama sekali Pendekar Rajawali Sakti itu tadi tidak memperhatikan ada
sebuah gua di dekat tepi sungai ini. Tak lama berselang, dari dalam gua itu juga muncu! Lasini
yang menuntun adiknya. Gadis itu menghampiri Pendekar Rajawali Sakti, dan
berdiri di sampingnya. Sedangkan Ki Rabul berdiri di antara Pendekar Rajawali
Sakti dan Teruna yang
masih tetap duduk tenang di atas batu.
*** 7 "Kau sudah kuperingatkan, Teruna. Dan
jangan harap akan bisa hidup bebas. Barada tidak akan menyerah begitu saja
sebelum menghirup
darahmu," kata Ki Rabul.
"Tidak ada yang bisa memisahkan cintaku
dengan Paria, Ayah," tegas Teruna.
"Tapi kau telah membuat semua orang jadi
menderita. Coba lihat Lasini dan adiknya ini.
Akibat perbuatanmu, pondoknya musnah! Juga kau
lihat Rangga. Apa yang kau lakukan hanya
menyusahkan orang lain saja, Teruna."
"Untuk itulah aku datang ke sini, Ayah.
Semuanya akan kuselesaikan sendiri. Aku laki-laki.
Rasanya tidak mungkin terus-menerus berlari,
meskipun Paria tidak menginginkan aku menghadapi ayahnya," tegas kata-kata
Teruna. "Apa yang akan kau lakukan"! Menantang
Barada dan orang-orangnya" Apa kau sudah
sanggup menghadapi mereka, Teruna" Bisa-bisa kau malah akan mati dicincang
mereka!" dengus Ki
Rabul sengit. "Ya, aku akan menghadapinya sebagal laki-laki," tetap tegas jawaban Teruna.
"Anak edan! Apa yang kau andalkan" Kau
sekarang lidak lagi memiliki Baja Hitam, Teruna.
Lalu apa yang akan kau lakukan dengan keadaanmu
seperti ini" Jangan harap mampu mengalahkan
Barada tanpa Topeng Baja Hitam...."
"Dengan cara apa" Membunuh dirimu sendiri"
Tidak, Teruna. Aku tidak ingin mendapatkan
dirimu dalam keadaan hancur tanpa bentuk," Ki Rabul menggeleng-gelengkan
kepalanya. Sementara itu Rangga hanya mendengarkan
saja. Kini Pendekar Rajawali Sakti tahu, sebenarnya Teruna adalah seorang
pendekar yang berjuluk
Satria Baja Hitam. Orang yang
dringinkan kematiannya oleh Barada. Kini Rangga semakin bisa mengerti, mengapa Barada
selalu menghendaki
kematian pemuda itu. Rupanya percintaan Teruna
dengan Paria tidak dikehendaki Barada. Dan sudah jelas kalau Paria adalah anak
perempuan laki-laki
setengah baya itu.
Cinta memang bisa membuat orang jadi buta.
Mereka yang dimabuk asmara tidak akan mempedulikan segalanya. Bahkan nyawa akan
dipertaruhkan demi mempertahankan cinta. Cinta
suci memang memerlukan pengorbanan yang fidak
kecil artinya. Dan kini Teruna tengah mempertahankan cinta dengan mempertaruhkan
nyawanya, Bahkan orang tuanya sendiri tidak luput dari kemelut itu. Ditambah
lagi Lasini yang tidak
tahu-menahu persoalannya, jadi ikut-ikutan berkorban. Cadis itu kini tidak mempunyai tempat tinggal lagi. Pondoknya sudah
hancur dibakar oleh
orang-orang Barada.
Diam-diam Lasini menggamit tangan Pendekar
Rajawali Sakti. Gadis itu melangkah mundur dan
berbalik menjauhi tempat itu. Sebentar Rangga
memperhatikan, lalu mengikuti gadis itu. Mereka
kemudian berhenti dan duduk di bawah sebatang
pohon rindang, tidak jauh dari mulut gua.
Sementara di tempat lain, Ki Rabul masih
sengit berdebat dengan anaknya yang tetap
mempertahankan kebulatan tekadnya. Meskipun Ki
Rabul selalu menyalahkan Teruna, tapi di dalam hati kecilnya malah bangga
terhadap sikap anaknya
yang keras dan tidak tergoyahkan. Memang, akibatnya
Teruna harus menghadapi bahaya yang tidak kecil.
Ki Rabul sebenarnya senang, karena anaknya
memperoleh seorang istri seperti Paria. Tapi, sama sekali dia tidak pernah
menyukai orang tua wanita
itu. Terutama jalan hidup yang ditempuh Barada.
Barada selalu menghalalkan segala cara untuk
memperoleh apa yang diinginkannya. Bahkan tidak
segan-segan membunuh atau merampok, atau
bahkan menculik hanya untuk memuaskan nafsu
iblisnya. "Teruna, bukannya aku tidak pernah mendukung semua tindakanmu itu. Aku cukup
senang Paria jadi istrimu. Dia anak baik yang jauh berbeda dengan sifat-sifat
ayahnya. Sifatnya
dituruni oleh mendiang ibunya. Aku hanya ingin
memberimu sedikit nasihat. Demi keselamatanmu
dan Paria. Maka, sebaiknya kau pergi sejauh
mungkin dan hlndari bentrokan dengan Barada atau siapa pun. Lupakan semuanya.
Lupakan juga kalau
kau dulu pernah bergelut dalam dunia kependekaran. Dan yang paling penting, lupakan
julukan Satria Baja Hitam yang sudah melekat
dalam hati dan darahmu. Aku akan bahagia jika
melihatmu hidup bahagia," ujar Ki Rabul, terdengar pelan nada suatanya.
"Ayah akan membiarkan mereka mengotori
pusaka leluhur kita" Tidak, Ayah! Topeng Baja
Hitam harus dapat direbut kembali dari tangan
mereka. Julukan Satria Baja Hitam akan kupertahankan, dan akan kuturunkan pada anak
cucuku kelak!" sahut Teruna tegas.
"Teruna...."
"Maaf, Ayah. Keputusanku sudah bulat Apa
pun yang terjadi, topeng itu harus direbut kembali.
Dan aku akan menjadi Satria Baja Hitam selama
masih mampu. Itu sudah tekadku, Ayah. Dan Paria
juga menyetujui. Dia akan mengikuti ke mana aku
pergi," tegas sekali kata-kata Teruna.
"Teruna...," desah Ki Rabul.
Meskipun hatinya bangga' akan tekad
anaknya, tapi laki-laki tua itu tetap merasa cemas.
Hatinya cemas, karena tahu kalau Teruna tidak
akan mampu menghadapi siapa pun tanpa Topeng
Baja Hitam yang merupakan warisan leluhur berusia puluhan, bahkan mungkin
ratusan tahun. Orang
yang memakai Topeng Baja Hitam akan memiliki
kekuatan yang tidak tertandingi. Bahkan segala
jenis senjata, segala macam racun bagaimanapun
dahsyatnya, tidak akan mampu menandinginya.
"Aku akan pergi, Ayah. Aku mohon restumu."
ucap Teruna seraya menghampiri ayahnya. Pemuda
itu berlutut dan mencium kaki ayahnya. Seketika Ki Rabul tidak bisa lagi
membendung keharuannya.
Yah..., bagaimanapun juga, sekeras apa pun hatinya, akan luruh juga oleh kekerasan
hati dan tekad anaknya. Terlebih lagi Teruna begitu menyayangi
dan menghormatinya.
Ki Rabul tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Kedua bola matanya berkaca-kaca. Lidahnya terasa kelu, tak mampu mengucapkan
satu patah kata
pun. Laki-laki tua itu hanya bisa mengusap kepala anaknya. Tak ada yang bisa
dilakukannya sekarang,
selain memberi restu di dalam hatinya. Itu
diucapkan dalam hati, meskipun terasa berat sekali.
*** Rangga langsung berdiri kerika melihat
Teruna sudah melompat naik ke punggung kudanya.
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seekor kuda putih yang tinggi dan tegap. Teruna
langsung menggebah kudanya begitu berada di
punggung kuda putih itu. Rangga hendak mengejar, tapi tangannya sudah lebih dulu
ditangkap Lasini
yang langsung ikut bangkit berdiri. Pendekar
Rajawali Sakti itu mengurungkan niatnya mengejar Teruna. Ditatapnya Lasini,
kemudian beralih pada
Ki Rabul yang menghampiri dengan mata merembang berkaca-kaca.
"Kakang...," agak tertahan suara Lasini.
Lembut sekali Rangga melepaskan cekalan gadis itu pada pergelangan tangannya.
Rangga melangkah
dua tindak menjauhi gadis itu Pendekar Rajawali Sakti bisa merasakan, apa yang
dirasakan Lasini saat
ini. Dan perasaan itulah yang tidak diinginkan Rangga.
Dia berpaling pada Ki Rabul yang sudah berada di sampingnya.
"Ke mana Teruna pergi, Ki?" tanya Rangga.
"Menemui Barada," sahut Ki Rabul.
"Dia bisa celaka, Ki. Di sana ada pula Iblis Racun Merah. Tidak mungkin Teruna
mampu menandingi mereka seorang diri...!" sentak Rangga yang terkejut mendengar kalau
Teruna hendak menemui Barada.
Memang, Pendekar Rajawali Sakti sudah
mengerti jelas semua persoalannya. Dan memang
sudah bisa diketahui, kalau Teruna pasti akan
menantang Barada. Meskipun Pendekar Rajawali
Sakti belum pernah bentrok langsung,- tapi dari
sikap Barada, dan patuhnya si Iblis Racun Merah
terhadap laki-laki setengah baya itu, sudah dapat dipastikan kalau tingkat
kepandaian yang dimiliki
Barada tentu tinggi sekali.
"Kenapa kau biarkan dia pergi ke sana, Ki?"
tanya Rangga seperti menyesali.
"Aku tidak bisa mencegah lagi, Nak Rangga.
Itu memang sudah tekadnya. Lagi pula dia memang
harus berani menghadapi semua yang telah
dilakukannya," sahut Ki Rabul pelan.
"Aku harus cepat menyusul, Ki!"
"Rangga...."
Ki Rabul cepat menangkap pergelangan
tangan Pendekar Rajawali Sakti itu. Maka Rangga
jadi mengurungkan niatnya. Sebentar ditatapnya
laki-laki tua kurus ita Ki Rabul menarik napas
panjang, kemudian mengajak Rangga menjauh dari
Lasini. Gadis itu hanya diam saja memandangi.
Entah apa yang dibicarakan Ki Rabul bersama
Pendekar Rajawali Sake. Jaraknya terlalu Jauh,
sehingga Lasini tidak bisa mendengarnya. Lasini
hanya bisa melihat kalau Rangga tampak terkejut, lalu tertegun cukup lama.
Sedangkan bibir Ki Rabul
terus bergerak-gerak mengucapkan sesuata
Tampak Rangga memandang Lasini yang
menunggu di depan mulut gua, kemudian berpaling
pada laki-laki tua kurus yang berdiri di hadapannya.
Ki Rabul tidak lagl berbicara, seakan-akan sedang menunggu keputusan yang akan
diambil Pendekar
Rajawali Sakti.
Sesaat kemudian, tiba-tiba saja Rangga
melesat cepat bagaikan kilat. Dan dalam sekejap
mata saja sudah lenyap dari pandangan mata. Lasini tersentak kaget. Dan langsung
berlari menghampiri Ki Rabul yang masih berdiri memandangi kepergian Pendekar Rajawali
Sakti yang sudah tidak terlihat lagi bayangan tubuhnya.
"Ki...," tersedak suara Lasini.
"Ayo, kita kembali ke gua. Akan kujelaskan
padamu di sana," kata Ki Rabul sebelum Lasini sempat bertanya.
Sebentar gadis itu menatap ke arah kepergian
Pendekar Rajawali Sakti, kemudian berbalik dan
melangkah mengikuti Ki Rabul. Mereka masuk ke
dalam gua, dan Ki Rabul menutupi mulut gua
dengan ranting dan rerumputan kering hingga
tersamar. *** Sementara itu, Teruna sudah sampai di
Puncak Bukit Sangu sebelah Selatan. Kudanya
ditinggalkah di sana, dan perjalanannya dilanjutkan dengan berjalan kaki.
Sengaja dia memilih jalan
memutar, agar tidak cepat diketahui anak buah
Barada. Hanya satu tujuannya, merebut kembali
Topeng Baja Hitam yang menjadi warisan leluhumya.
Dengan topeng warisan itu, Teruna akan kembali
menjelma sebagai Satria Baja Hitam.
Teruna menyadari kalau dia tidak akan
mampu menghadapi Barada dan orang-orangnya
dalam keadaan polos. Tanpa Topeng Baja Hitam,
kepandaian yang dimiliki masih jauh di bawah
kepandaian Barada.
"Hm...," Teruna menggumam pelahan.
Tatapan mata pemuda itu luruh kepada
sebuah pondok kecil yang ada si Puncak Bukit
Sangu ini Pelahan tubuhnya mengendap-endap
mendekati pon?dok kecil itu. Namun fiba tiba
saja.... Srek! "Heh..."!" Teruna terkejut setengah marj ketika tiba-tiba dari atas pohon,
meluncur seseorang berpakaian serba hitam.
Pemuda itu langsung melompat mundur dua
langkah. Dipandanginya sosok tubuh berbaju hitam yang sangat ketat di depannya.
Sosok tubuh ramping seorang wanita cantik Dua gagang pedang
berbentuk kepala naga menyembul dari punggungnya. Dia berdiri tegak berkacak pinggang.
Tatapan matanya begitu tajam menusuk langsung ke bola mata Teruna.
"Kau yang bernama Teruna si Satria Baja
Hitam?" dingin sekali nada suara wanita itu bertanya.
"Benar, dan kau siapa?" sahut Teruna
langsung balik bertanya.
"Putri Naga Hitam."
"Hm..., rasanya kita belum pernah bertemu.
Apa maksudmu berdiri di situ" Ingin menghadangku?" dingin sekali nada suara Teruna.
"Apakah kau akan ke pondok itu?" Putri Naga Hitam malah balik bertanya.
"Apa urusanmu?" dengus Teruna.
"Jika ingin masuk ke sana, aku akan
mengalihkan perhatian mereka."
"Heh...!" Teruna terkejut.
"Siapa kau sebenarnya?"
"Aku akan membantumu, karena aku juga
punya urusan dengan salah seorang dari mereka,"
sahut Putri Naga Hitam.
Belum sempat Teruna bertanya lagi, wanita
berbaju serba hitam itu sudah melesat cepat bagai kilat menuju pondok kecil di
puncak bukit ini. Dan
Teruna semakin tidak mengerti, karena gadis itu
berdiri tegak di depan pintu pondok sambil
berkacak pinggang.
"Iblis Racun Merah, keluar kau...!" terdengar suara lantang Putri Naga Hitam.
Seketika itu juga, dari dalam pondok
berlompatan keluar tujuh orang laki-laki bertampang bengis. Teruna tentu sudah kenal
mereka semua. Terlebih lagi pada seorang laki-laki setengah baya yang mengenakan
baju wanna merah muda, dipadu dengan merah tua yang sangat indah
terbuat dari bahan sutra halus.
Namun pemuda itu semakin terkejut begitu
meli?hat seorang laki-laki tua berjubah merah
membawa sebatang tongkat yang juga berwama
merah. Teruna pernah bentrok sekali dengan laki-laki tua yang berjuluk Iblis
Racun Merah itu. Dialah
yang mengambil to-peng baja hitam darinya, dan
diserahkan pada Barada.
Perhatian tujuh orang itu terpusat pada
Putri Naga Hitam Kesempatan ini tidak disia-siakan Teruna. Dengan cepat sekali
tubuhnya melesat ke
belakang pondok. Pemuda itu merapatkan tubuhnya ke dinding pondok, dan memasang
telinganya tajam-tajam. Telinganya mencoba menangkap suara dari dalam pondok. Tapi, tak ada satu suara pun yang terdengar
dari sana, kecuali
suara-suara yang datangnya dari depan pondok.
Teruna mengeluarkan sebuah pisau kecil dari
balik bajunya. Sebentar diamaati sekitarnya. Sepi.
Tak ada seorang pun di sekitar tempat ini. Sebentar kemudian terdengar suara
pertarungan dari depan
pondok. "Hih!"
Cepat Teruna merobek dinding pondok yang
terbuat dari anyaman bambu itu dengan pisau
kecilnya. Kembali disimpannya pisau itu di balik baju, kemudian perlahan-lahan
masuk ke dalam pondok itu. Keadaan di dalam pondok ini begitu
lapang. Tidak ada sebuah perabot pun, kecuali
selembar permadani merah yang di tengah -
tengahnya terdapat sebuah meja bundar berkaki
rendah. Di atas meja bundar itu terdapat beberapa guci arak dan sebuah kotak
kayu berukuran cukup
besar. Kotak berukir dari kayu jab'.
Pelahan-lahan Teruna menghampiri meja
bundar be rkaki rendah ita Dibukanya kotak kayu
Itu pelahan-lahan. Matanya langsung terbeliak
begitu melihat isinya. Di dalam kotak kayu itu hanya tersimpan sebuah benda
berwama hitam pekat
berbentuk bulat dengan dua buah lubang. Cepat
Teruna mengambil benda ita Sebentar diamati, lalu cepat-cepat dia keluar dari
dalam pondok setelah
menutup kembali kotak kayu itu. Teruna keluar
lewat jalan masuk tadi. Kemudian dirapikannya
kembali dinding bilik bambu yang dibedah tadi.
"Hm hm hm..., Satria Baja Hitam muncul
lagi...," Teruna tersenyum-senyum.
Pemuda itu cepat-cepat melesat pergi dari
tempat itu, dan cepat sekali menghilang ke dalam hutan. Namun belum juga jauh,
mendadak lompatannya terhenti. Mata pemuda itu jadi
membeliak melihat seorang laki-laki muda berwajah tampan yang mengenakan rompi
putih. sudah berdiri menghadang di depannya. "Rangga...," desis Teruna.
*** "Kenapa kau lari, Teruna?" desis Rangga,
dingin nada suaranya.
Teruna tidak bisa menjawab. Sementara
Topeng Baja Hitam disembunyikan di balik
punggungnya. Dia tidak ingin benda keramat ini
jatuh ke tangan orang lain lagi Meskipun sudah
sering ditolong Pendekar Rajawali Sakti itu, tapi Teruna tidak ingin Rangga
terpikat oleh benda
keramat Ini. Benda yang sangat berharga baginya.
"Kau sudah memperoleh topeng itu?" tanya Rangga.
"Sudah," sahut Teruna.
"Kau lupa, seorang gadis tengah menyabung
nyawa karena membantumu mendapatkan topeng
itu. Picik sekali jiwamu, Teruna!" dengus Rangga.
"Aku tidak kenal siapa dia. Lagi pula, gadis itu punya urusan sendiri dengan
mereka!" dengus Teruna.
"Kau berjuluk Satria Baja Hitam. Apakah
seperti itu sikap seorang satria" Membiarkan orang lain menderita, menyabung
nyawa, dan kau lari
begitu saja. Aku benar-benar kecewa terhadap
perbuatanmu, Teruna. Rasanya kau belum pantas
mendapat gelar Satria Baja Hitam. Kau masih lebih mementingkan dirimu sendiri!
Jiwamu masih kerdil!" tajam sekali nada suara Rangga.
Setelah berkata demikian, Rangga langsung
melesat pergi ke arah pondok di Puncak Bukit
Sangu ini. Cepat sekali lesatan Pendekar Rajawali Sakti itu. Sehingga, sebelum
Teruna sempat melakukan sesuatu, bayangan tubuhnya sudah
lenyap dari pandangan.
Sementara Rangga terus berlompatan dari
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu pohon ke pohon lainnya. Kini tampak Putri
Naga Hitam kewalahan menghadapi keroyokan
tujuh orang yang rata-rata memiliki kemampuan
tinggi. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti itu langsung terjun ke
dalam kancah pertempuran.
"Pendekar Rajawali Sakti...," desis Barada terkejut melihat kemunculan Rangga.
Kemunculan pemuda berbaju rompi putih itu,
bukan hanya mengejutkan Barada. Tapi semua yang
terlibat pertempuran dengan Putri Naga Hitam,
langsung berlompatan mundur. Rangga berdiri
tegak di samping gadis berbaju hitam yang sudah
menghunus sepasang pedang kembarnya.
"Pengecut! Mengeroyok seorang gadis...!"
desis Rangga, terdengar tajam nada suaranya.
'Terima kasih atas kedatanganmu. Tapi, aku
ingin memenggal kepala tua bangka busuk itu," ujar Putri Naga Hitam, agak
mendesis suaranya.
"Hadapi dia, biar aku akan menghadang yang
lainnya," sambut Rangga.
Tanpa menunggu waktu lagi, Putri Naga
Hitam langsung metompat menerjang Iblis Racun
Merah. Serangan gadis itu sungguh dahsyat dan
mehgejutkan. Akibatnya laki-laki tua berjubah
merah itu agak terperangah sesaat, namun dengan
cepat mampu berkelit dan terus membalas serangan tidak kalah dahsyatnya.
Pada saat itu, Suro dan Sarapat melompat
hendak membantu Iblis Racun Merah. Untungnya,
Rangga cepat menghadang gerakan mereka.
Pendekar Rajawali Sakti itu lebih cepat lagi melesat bagaikan kilat disertai
lontaran dua pukulan
sekaligus. "Yeaaah...!"
Suro dan Sarapat terkejut bukan main.
Mereka buru-buru melentingkan tubuhnya ke
belakang, menghindari pukulan Pendekar Rajawali
Sakti yang mengandung tenaga dalam yang sangat
tinggi dan sudah mencapai tahap kesempurnaan.
Bersamaan dengan mendaratnya kedua orang
itu, manis sekali Rangga menjejakkan kakinya di
tanah. Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak di
depan enam orang itu sambil melipat tangannya di depan dada. Tatapan matanya
begitu tajam rnenusuk, membuat hati siapa saja yang memandangnya jadi bergetar.
"Kalian tidak perlu ikut campur!" dengus Rangga dingin.
"Apa pedulimu"! Huh...!" sentak Suro ketus.
Orang bertubuh tinggi tegap tanpa baju itu,
langsung melepaskan cambuk yang melilit pinggangnya. Dan seketika itu juga cambuknya
dikebutkan dengan kuat ke arah kepala Pendekar
Rajawali Sakti.
"Yeaaah...!"
Ctar! "Uts!"
*** 8 Tepat pada saat ujung cambuk itu berada di
atas kepala, cepat sekali Rangga mengangkat
tangannya. Seketika ditangkapnya cambuk itu
sambil kepalanya ditarik ke belakang. Sebelum Suro bisa menyadari apa yang
terjadi, Pendekar
Rajawali Sakti sudah menghentakkan tangannya yang
memegang cambuk ke atas.
"Hih! Yeaaah...!"
"Whaaa...!
Tubuh tinggi besar bagai raksasa itu tiba-tiba
saja terangkat, dan melayang deras ke angkasa. Saat itu Rangga melepaskan cambuk
yang dipegangnya. Lalu dengan cepat dilesatkan tubuhnya untuk
mengejar Suro. Lewat pengerahan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega', Pendekar Rajawali Sakti itu
mengibaskan tangannya beberapa kali ke arah
tubuh Suro yang sedang melayang di udara.
Beberapa kali tebasan tangan pemuda berbaju
rompi putih itu menghajar tubuh laki-laki tinggi besar berotot.
Bughk! Des! "Aaakh...!" Suro menjerit melengking tinggi Deras sekali tubuh tinggi besar bagai
raksasa itu meluruk ke bawah. Suro terbanting keras ke tanah, lalu menggeliat sambil
mengerang. Saat itu Rangga
sudah menukik deras bagai kilat. Kedua kakinya
bergerak cepat mengarah tubuh laki-laki tinggi
besar itu. Kini Rangga mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
"Dughk! Beghk...! Kembali Suro menjerit melengking tinggi
begitu kaki-kaki Pendekar Rajawali Sakti menghajar tubuhnya beberapa kali. Laki-
laki tinggi besar itu
bergulingan sejauh tiga batang tombak di atas
tanah berumput, dan baru berhenti setelah
tubuhnya menghantam sebuah pohon yang cukup
besar hingga tumbang.
Hanya sebentar Suro mampu menggeliat,
kemudian mengejang dan langsung diam tak
berkutik lagi. Tidak ada luka yang terlihat di
tubuhnya, tapi seluruh bagian dalam tubuhnya
remuk. Darah terus mengucur keluar dari mulut,
hidung, dan telinganya. Suro diam tak bergerak
tanpa nyawa di badannya.
"Hhh...l" Rangga menarik napas panjang.
Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti itu
mengamati tubuh Surp yang sudah tidak bernyawa
lagi. Perlahan-lahan tubuhnya berputar, menghadap Barada yang didampingi empat
orang pembantu utamanya. Mereka seakan-akan belum bisa mempercayai kematian Suro yang begitu cepat di
tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Kalian akan bernasib sama jika bertindak
bodoh!" dengus Rangga mengancam.
Barada menggeretakkan gerahamnya menahan
kemarahan yang meluap. Kerika tangannya menepuk
tiga kali, saat itu juga di sekitarnya bermunculan orang-orang bersenjata golok,
pedang, serta tombak. Rangga menggumam kecil melihat di
sekeliling tempat itu sudah terkepung tidak kurang dari lima puluh orang
bersenjata terhunus.
"Aku akui, kau memang hebat, Pendekar
Rajawali Sakti. Tapi aku ingin tahu, apakah kau
mampu menghadapi orang-orangku!" desis Barada menggeram.
Rangga tidak menyahuti, tapi malah mengedarkan pandangannya ke sekeliling, merayapi orang-orang
yang bergerak mendekat mengurungnya. Mereka semua sudah siap melakukan pertarungan sambil menghunus senjata
masing-masing. Tinggal menunggu perintah, maka
mereka akan berlompatan menyerang dari segala
penjuru Sementara itu Rangga sempat melirik ke arah
lain, ke arah pertarungan antara si Iblis Racun
Merah dengan Putri Naga Hitam yang masih
berlangsung sengit Dan tampaknya mereka sangat
berimbang. Belum ada tanda-tanda kalau pertarungan itu akan berakhir. Meskipun jurus-jurus andalan yang dahsyat sudah
dikerahkan, tapi
nampaknya pertarungan itu masih terus berlangsung cukup lama. Rangga kembali mengalihkan perhatiannya pada Barada yang diaplt empat
orang pembantu utamanya. Mereka tampaknya juga sudah siap melakukan pertarungan.
"Kau sudah terlalu banyak mencampuri
urusanku, Pendekar Rajawali Sakti. Tak ada
seorang pun yang bisa hidup bila berurusan
denganku!" ujar Barada, dingin sekali suaranya terdengar.
"Kau akan membuang nyawa sia-sia saja,
Barada. Tidak ada gunanya seluruh anak buahmu
dikerahkan. Aku ada di sini justru ingin
menyelesaikan persoalanmu dengan Teruna," tegas Rangga.
"Hanya satu penyelesaian dalam diriku.
Mati...!" desis Barada dingin.
Rangga mengangkat bahunya. Pendekar Rajawali Sakti tahu kalau Barada tidak akan
menyerah begitu saja. Ki Rabul juga sudah
mengatakan padanya kalau orang itu tidak akan bisa diajak bicara. Baginya, mati
adalah penyelesaian
untuk setiap persoalan. Dan memang, semua orang
yang punya persoalan dengannya tidak ada yang bisa bertahan hidup lebih lama.
Barada akan membunuh siapa saja yang dianggap merintangi pekerjaannya.
Laki-laki setengah baya itu akan membunuh
manusia tanpa berkedip, seperti menyembelih
seekor ayam! "Seraaang...!" seru Barada tiba-tiba. Suaranya keras, lantang dan menggelegar,
bagai guntur di
siang hari bolong. Seketika itu juga, terdengar
teriakan-teriakan
keras mengawali suatu pertempuran yang akan terjadi di Puncak Bukit
Sangu int. Orang-orang yang sejak tadi sudah siap menunggu perintah, langsung
menyerang Pendekar
Rajawali Sakti.
*** Tidak ada pilihan lain lagi bagl Pendekar
Rajawali Sakti, jika tidak ingin mati konyol dirajam di puncak bukit yang dingin
ini. Begitu dua orang
berserjata golok menyerang dengan mengayunkan
goloknya, secepat kilat Rangga memutar tubuhnya
seraya melontarkan dua pukulan dahsyat yang
mengandung tenaga dalam tinggi.
Hiyaaat...!"
Bughk! Deghk! Dua jeritan melengking tinggi terdengar,
tepat saat dua orang yang menyerang Pendekar
Rajawali Sake terlontar. Mereka tergeletak di
tanah dengan dada remuk dan mulut menyemburkan darah segar. Seketika itu juga
mereka tewas, tanpa mampu menggeliat lagi. Namun belum juga pemuda berpakaian
rompi putih itu
bisa menarik napas lega, datang lagi serangan-serangan yang sangat gencar dari
segala penjuru.
Serangan-serangan itu demikian cepat dan
saling sambut Hal ini membuat Pendekar Rajawali
Sakti sedikit mengalami kerepotan juga. Namun
berkat pengalamannya dalam menghadapi segala
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
macam pertarungan, keadaan segera bisa dikuasai.
Jerit pekik melengking terdengar saling sahut,
disusul bergelimpangannya
tubuh-tubuh tak bernyawa lagi. Rangga benar-benar tidak punya pilihan lain
lagi. Kalau Pendekar Rajawali Sakti
tidak bertindak, bisa-bisa malah dirinya yang dirajam.
Mereka benar-benar bagaikan makhluk buas haus
darah. Bahkan tidak mengenal rasa gentar,
meskipun sudah banyak temannya yang bergelimpangan tak bernyawa lagi. Mereka terus
saja merangsek Rangga, menyerang dengan senjatanya. Namun tiba-tiba saja, mereka yang mengeroyok Pendekar Rajawali Sakti jadi berantakan. Tampak tubuh-tubuh berpentalan ke
udara, dan jeritan-jeritan menyayat semakin sering terdengar. Sesaat, Rangga
memperoleh ruang
gerak untuk keluar dari kepungan ini Maka waktu yang
sedikit ini tidak disia-siakannya. Dengan cepat
sekali, Pendekar Rajawali Sakti itu melentingkan tubuhnya ke udara, lalu manis
mendarat di luar
kepungan. Rangga jadi terbeliak begitu melihat seorang
yang berpakatan serba hitam berkilat, bagai
mengenakan baju dari lempengan besi baja, tengah mengamuk
dengan pedang' berwarna hitam tergenggam di tangan. Seluruh kapalanya terbungkus logam hitam, kecuali bagian matanya
saja yang terlihat Namun belum sempat Rangga
berpikir tentang manusia aneh itu, sudah datang
lagi serangan ke arahnya.
"Yeaaah...!"
Cepat Pendekar Rajawali Sakti itu melompat
sambil memberikan beberapa pukulan keras bertenaga dalam tinggi. Saat ini Rangga mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
Suatu jurus dahsyat dari lima rangkaian jurus
'Rajawali Sakti*. Pendekar Rajawali Sakti itu tidak ingin
tanggung-tanggung,
dan langsung mengeluarkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'
dalam tahap yang terakhir. Seketika kedua kepalan tangannya berubah menjadi
merah membara bagai
terbakar. Maka dalam waktu yang tidak berapa lama
saja, semua orang yang mengeroyoknya sudah
tergeletak di tanah. Rangga melompat mendekati
Barada yang berdiri mengawasi didampingi empat
orang pembantu utamanya. Tepai saat Pendekar
Rajawali Sakti itu menjejakkan kakinya. di
sampingnya sudah datang dan berdiri manusia
bertubuh seperti dari logam hitam.
"Satria Baja Hitam...!" desis Barada terbeliak melihat orang yang berada di
samping Rangga.
Desisan Barada juga membuat Rangga
berkerenyut keningnya. Kepalanya menoleh sedikit, lalu melirik mengamati manusia
yang tidak ketahuan wajahnya itu.
"Mustahil.... Tidak mungkin...!" desis Barada sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Saat itu, Sarapat melompat masuk ke dalam
pondok. Tak berapa lama kemudian, sudah keluar
lagi dengan wajah pucat pasi. Langsung dihampirinya Barada yang tengah kebingungan
bercampur ketidakpercayaan.
Matanya tidak berkedip memandangi manusia aneh yang berdiri di samping kiri Pendekar Rajawali
Sakti. 'Topeng itu lenyap, Gusti," bisik Sarapat
dekat telinga Barada.
"Apa..."!" Barada terperanjat
Begitu terkejutnya Barada, sampai terlompat
ke belakang beberapa tindak Dipandanginya
Sarapat, kemudian beralih pada manusia bertubuh
serba hitam. Kepalanya menggeleng-geleng tidak
percaya pada apa yang dilihatnya.
"Mustahil.....!
Bagaimana dia mendapatkannya...?" desis Barada tidak percaya.
'Dinding bagian belakang jebol," lapor Sarapat. Sementara itu manusia aneh yang tubuh dan
seluruh wajahnya bagai dari besi bajah hitam itu, melangkah maju tiga tindak
Sedangkan Barada dan
keempat pembantu utamanya langsung mengeluarkan senjata
masing-masing. Tampak kegentaran tersirat pada wajah mereka. Sementara Rangga hanya menyaksikan saja.
Pendekar Rajawali Sakti sendiri terpana akan kemunculan manusia
aneh yang disebut Barada sebagai Satria Baja
Hitam. Memang, dia tahu itu pasti Teruna. Tapi
Rangga baru kali ini melihat sosok Satria Baja
Hitam. "Seraaang...! Bunuh dia!" teriak Barada keras.
Seketika empat orang pembantu utamanya
berlompatan menyerang manusia aneh bertubuh
serba hitam itu. Namun sebelum mereka sampai,
manusia berjuluk Satria Baja Hitam itu sudah
melompat cepat. Seketika dilontarkannya beberapa pukulan,
dibarengi tebasan pedangnya yang berkelebat bagai kilat
Dua jeritan melengking tinggi terdengar.
Tampak dua orang terjerembab jatuh menggelepar
di tanah. Darah langsung mengucur deras dari
lehernya yang terpenggal hampir buntung. Dua
orang lagi mencoba kabur. Tapi Satria Baja Hitam lebih cepat melemparkan
pedangnya, dan dia
sendiri langsung melesat mengejar ke arah satu orang lagi.
Pedang berwarna hitam itu menancap tepat
di punggung orang yang melarikan diri itu. Jeritan melengking tinggi, kembali
terdengar memecah
angkasa. Pada saat yang sama, Satria Baja Hitam
menghantamkan satu pukulan, dan tepat menghajar
kepala orang satunya lagi.
"Aaa...!"
Jerit melengking kembali terdengar. Orang itu
menggelepar dengan kepala hancur berantakan.
Pada saat yang sama, Barada melompat sambil
mengibaskan pedangnya ke arah punggung Satria
Baja Hitam. Kecurangan Barada ini terlihat oleh
Pendekar Rajawali Sakti yang sejak tadi hanya diam saja menyaksikan.
"Hlyaaat..!"
Rangga seketika melompat secepat kilat,
langsung melepaskan satu pukulan disertai pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapal
taraf kesempurnaan.
Duk! "Aaakh...!"
Pukulan yang dilepaskan Pendekar Rajawali
Sakti itu tepat menghantam dada Barada.
Akibatnya laki-laki setengah baya itu menjerit keras, dan tubuhnya terpental
jauh ke belakang. Dalam
waktu yang bersamaan, Satria Baja Hitam berbalik dan segera melesat ke arah
Barada yang bergulingan di tanah.
Sebelum laki-laki tua itu berhenti bergulingan,
Satria Baja Hitam sudah cepat mencabut
pedangnya yang menancap di punggung salah
seorang pembantu Barada. Dan dengan kecepatan
luar biasa, ditebaskan pedangnya ke leher laki-laki setengah baya itu. Cras!
"Aaa...!" kembali Barada menjerit melengking tinggi.
Darah langsung muncrat keluar dari batang
leher yang terpenggal buntung. Hanya sebentar saja Barada mampu menggeliat,
kemudian diam tak
berkutik lagi. Nyawanya langsung terbang meninggalkan raga yang tanpa kepala lagi.
Satria Baja Hitam memutar tubuhnya,
menatap Pendekar Rajawali Sakti dalam-dalam.
Secara bersamaan mereka berpaling ketika mendengar suara jeritan meiengking tinggi. Tampak di tempat lain, Putri Naga
Hitam baru saja
menyelesaikan pertarungannya melawan si Iblis
Racun Merah. *** Putri Naga Hitam menghampiri Pendekar
Rajawali Sakti yang berdiri di samping Satria Baja Hitam. Untuk beberapa saat
mereka hanya berdiam
diri seraya merayapi sekelilingnya. Mayat-mayat
bergelimpangan, darah menyebar keluar dari tubuh-tubuh yang terluka. Bau anyir
darah begitu terasa
menyengat terbawa hembusan angin.
'Terima kasih. Kau telah menyadarkan diriku,
Pendekar Rajawali Sakti," ucap Putri Naga Hitam seraya menyodorkan tangannya.
Rangga hanya tersenyum saja. Disambutnya
uluran tangan wanita cantik berbaju serba hitam
itu. Mereka kemudian saling melepas jabatan
tangan, dan sama-sama berpaling pada seseorang
yang wajahnya tertutup topeng baja berwarna
hitam pekat. "Sudah saatnya kita berpisah di sini," kata Satria Baja Hitam cepat.
"Kau benar. Tidak ada lagi yang bisa
dikerjakan di sini," sambut Putri Naga Hitam.
Setelah berkata demikian, Putri Naga Hitam
membalikkan tubuhnya, langsung melangkah pergi.
Namun baru juga beberapa langkah berjalan, wanita berbaju hitam itu berhenrj dan
berbalik, "Aku berharap kita bisa bertemu lagi," kata Putri Naga Hitam.
Putri Naga Hitam kembali memutar tubuhnya,
dan langsung melesat cepat pergi. Sebentar saja
bayangan tubuh wanita berbaju hitam itu sudah
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lenyap dari pandangan. Pendekar Rajawali Sakti
kembali mengalihkan perhatiannya pada Satria Baja Hitam.
"Aku juga harus segera pergi, Pendekar
Rajawali Sakti,"pamit Satria Baja Hitam.
"Tunggu dulu...!" cegah Rangga.
"Ada apa?"
"Bagaimana dengan Ki Rabul dan Lasini?"
tanya Rangga. "Siapa mereka?" Satria Baja Hitam balik bertanya. "Kau jangan berpura-pura di
depanku, Teruna.
Meskipun dalam ujud lain, tapi aku bisa
mengenah suaramu," tegas Rangga.
"Aku bukan Teruna, tapi Satria Baja Hitam."
"Baik. Kau sekarang memang Satria Baja
Hitam. Tapi setelah semua yang melekat di
tubuhmu dilepas, kau adalah Teruna," desis
Rangga. "Ha ha ha...! Bagaimana kau bisa yakin,
Pendekar Rajawali Sakti?"
"Sudahlah. Tidak ada gunanya berpura-pura
di depanku. Aku sudah tahu semuanya tentang
Satria Baja Hitam. Lepaskan saja pakaianmu itu,
Teruna. Aku ingin agar kau mengambil keputusan
tepat bagi ayahmu, juga Lasini dan adiknya."
Satria Baja Hitam terdiam, lalu dengan tajam
memandangi wajah Pendekar Rajawali Sakti.
Pelahan-lahan tangannya terangkat sampai ke
wajah, lalu melepaskan topeng baja hitam yang
menutupi wajahnya. Sungguh ajaib sekali. Tiba-tiba saja seluruh tubuh Satria
Baja Hitam mengepulkan asap. Dan begitu asap berwama hitam itu memudar, kini yang berdiri
di depan Rangga
adalah Teruna. "Aku benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa di depanmu, Pendekar Rajawali
Sakti," ungkap Teruna
seraya memasukkan Topeng Baja Hitam ke
balik bajunya. "Kalau saja ayahmu belum cerita, mungkin
aku tidak akan tahu tentang dirimu dalam bentuk
lain," Rangga mengakui.
"Baiklah. Kau tadi bicara tentang ayah,
Lasini, dan adiknya. Sudah kuputuskan kalau aku
harus membawa mereka dan hidup bersama-sama
istriku. Lasini sudah banyak berkorban untuk
ayahku. Maka sudah sepantasnya aku harus
menampung, melindungi, dan memberinya kehidupan layak," tegas Teruna mantap.
"Itulah yang kuinginkan, Teruna."
Kedua pemuda itu sama-sama tersenyum.
"Rangga! Bagaimana aku harus mengatakan
tentang kematian Barada pada Paria?" tanya
Teruna. "Ceritakan saja terus terang. Apakah istrimu itu sudah tahu tentang Satria Baja
Hitam?" "Belum."
"Itu lebih bagus lagi. Kata kan saja kalau
ayahmu kalah oleh Satria Baja Hitam. Itu berarti bukan kalah olehmu."
"Kau benar, Rangga. Ha ha ha...."
Rangga hanya tersenyum saja.
"Baiklah. Sekarang aku pergi dulu, Teruna,"
pamit Rangga. "Bagaimana aku bisa mengucapkan terima
kasih padamu, Pendekar Rajawali Sakti" Kau sudah begitu banyak berkorban
untukku," ujar Teruna.
"Persahabatan," sahut Rangga.
Setelah berkata demikian, Rangga langsung
cepat melesat pergi. Kini tinggal Teruna yang
berdiri memandangi sambil menarik napas dalam-dalam
"Senang bersahabat denganmu, Pendekar
Rajawali Sakti," desah Teruna.
Pemuda itu kini mengayunkan kakinya,
meninggalkan Puncak Bukit Sahgu. Langkahnya
pelahan-lahan dengan wajah cerah. Tak ada lagi
yang mengganggu kehidupannya di masa datang.
Tak ada yang akan mengejar-ngejar lagi. Semuanya sudah berakhir. Matahari esok
bersinar cerah, siap
menyambut kehidupannya yang baru.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Dhee_mart
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 3 Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Dewi Penyebar Maut X 2
mengerti, Pendekar Rajawali Sakti," sahut Barada diiringi suara tawanya yang
terkekeh. "Aku tidak suka bermain teka-teki, Barada.
Jika kau merencanakan kelicikan, aku tidak akan
banyak bicara denganmu. Dan kau tentu sudah bisa mengerti maksudku," tegas
Rangga setengah
mengancam. "Sebenarnya ini bukan kelicikan, Pendekar
Rajawali Sakti. Dan aku tidak pernah punya
rencana seperti ini, sebelum kemunculanmu di
sekitar Bukit Sangu ini. Yaaa.... Tadinya aku sudah ingin melupakan keterlibatanmu
pada persoalan ketuargaku. Tapi karena kau tersasar sampai ke
sini, dan sekarang juga melibatkan diri, maka aku tidak punya pilihan lain,"
kata Barada dengan suara
tenang. Rangga terdiam seraya memandangi bola mata
laki-laki setengah baya yang duduk bersila di
depannya. Digobanya untuk mencerna kata-kata
yang diu'capkan Barada barusan. Memang penuh
teka-teki yang terasa sukar dipecahkan. Namun
berkat kecerdasan otaknya, pelahan-lahan Rangga
dapat mengetahuinya, meskipun masih dalam tahap
menebak. "Ada hubungan apa antara kau dengan
Paria?" tanya Rangga langsung.
"Kenapa kau tidak tanyakan pada anak
durhaka itu"!" bentak Barada ketus.
Seketika itu juga wajah Barada berubah
memerah dan menegang. Nama Paria yang disebut
Pendekar Rajawali
Sakti barusan membuat wajahnya langsung memerah. Perubahan yang cepat
dan tiba-tiba itu sempat mendapat perhatian
Rangga. Hal ini membuat pemuda berbaju rompi itu harus berpikir keras dengan
berbagai macam dugaan. "Anak Muda! Sudah kuperingatkan, agar kau
tidak terlalu jauh melibatkan diri. Kau sudah cukup merepotkan aku. Tapi jika
tetap keras kepala,
maka aku tidak segan-segan membandingkan kekerasan
kepalamu dengan batu ini!"
Sambil berkata demikia, Barada menghantamkan pukulan pada sebongkah batu yang
berada di sampingnya. Batu itu langsung hancur
berkeping-keping. Tapi Rangga tidak terkejut.
Pendekar Rajawali Sakti sudah biasa menyaksikan
kebolehan seorang tokoh rimba persilatan dalam
memecahkan batu hanya dengan sekali pukul saja.
"lngat kata-kata itu, Pendekar Rajawali Sakti!"
dengus Barada. Setelah berkata demikian, Barada langsung
bangkit berdiri dan berbalik. Laki-laki setengah baya itu segera berjalan cepat
meninggalkan Rangga
yang hanya tersenyum saja memperhatikan. Pemuda
berbaju rompi putih itu masih duduk tenang.
Sedangkan Barada sudah lenyap di balik pintu
sebuah pondok kecil yang terletak cukup jauh dari tempat itu. Namun pondok itu
terlihat jelas.
"Hm.... Apakah dia ayahnya Paria" Dan orang yang disebut Satria Baja Hitam itu
adalah Teruna. Ya.... Kenapa aku jadi bodoh begini" Sudah jelas kalau Teruna memiliki julukan
Satria Baja Hitam!"
gumam Rangga pelahan seorang diri.
Namun Pendekar Rajawali Sakti itu belum
merasa yakin benar akan semua dugaannya barusan.
Hampir saja pancingannya tadi mengenai sasaran.
Tapi laki-laki setengah baya itu seperti sudah
mengetahui, dan cepat mengelak dengan kemarahan
meluap-luap. Pada saat Rangga tengah berpikir keras, fiba -
tiba terdengar langkah kaki kuda yang dipacu cepat Tak lama berselang, muncul
seekor kuda coklat
yang ditunggangi seorang laki-laki tua berjubah
merah menyala. Dia langsung menuju ke arah
pondok. Tapi begitu melihat Pendekar Rajawali
Sakti duduk bersila di bawah pohon, arah kudanya dibelokkan untuk menghampiri
pemuda berbaju rompi putih itu.
Laki-laki tua berjubah merah yang dikenali
Rangga berjuluk Iblis Racun Merah itu, langsung
melompat turun dari punggung kudanya. Dia berdiri tegak sekitar dua batang
tombak jaraknya sambil
berkacak pinggang. Sedangkan Rangga tetap duduk
tenang bersila. Bahkan matanya setengah terpejam.
"He he he..., temyata kau sudah lebih dulu
berada di sini, Bocah!" kata Iblis Racun Merah seraya terkekeh.
Rangga hanya diam saja tidak menanggapi.
"Kemarin kau. boleh merasa menang, tapi
sekarang.... Hiyaaa!"
Tiba-tiba saja laki-laki tua itu mengibaskan
tongkatnya dari atas ke bawah, mengarah ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.
Sungguh cepat luar biasa
serangan mendadak itu, sehingga membuat Rangga
sedikit terperanjat. Namun sebelum ujung tongkat laki-laki tua berjubah merah
itu menghantam kepala, dengan cepat sekali Rangga menggeser
duduknya ke samping, tanpa bangkit lebih dahulu.
Tongkat Iblis Racun Merah menghantam
tanah dengan keras sekali, sehingga membuat
permukaan tanah jadi bergetar bagai terjadi gempa.
Pada saat itu, Rangga cepat melompat bangkit
berdiri. "Phuih...!" Iblis Racun Merah menyemburkan ludahnya.
*** Rangga berdiri tegak sambil melipatkan
tangan di depan dada. Sedangkan Iblis Racun
Merah sudah cepat memutar tongkatnya di depan
dada, bagaikan sebuah baling-baling tertiup angin yang kencang sekali. Suara
putaran tongkat itu
menderu-deru seperti badai. Saat itu juga Rangga merasakan adanya hawa panas
menyengat kulit
tubuhnya. "Hiyaaa...!"
Sambil berteriak nyaring melengking, Iblis
Racun Merah melompat cepat menerjang. Tongkatnya dikibaskan disertai pengerahan tenaga dalam tinggi, tepat mengarah ke
kepala Pendekar
Rajawali Sakti.
Namun dengan sedikit mengegoskan kepalanya, Rangga berhasil mengelakkan sambaran
tongkat itu. Secepat kilat disentakkan tangannya hendak menang?kap tongkat itu.
Namun Iblis Racun Merah sudah lebih cepat lagi menarik
tongkatnya, sambil mengirimkan satu tendangan
menggeledek yang sangat dahsyat luar biasa.
"Yeaaah...!"
"Uts! Cepat Rangga menarik mundur perutnya,
menghindari tendangan keras bertenaga dalam
tinggi. Buru-buru Pendekar Rajawali Sakti itu
menggeser kakinya ke belakang beberapa langkah,
sehingga terdapat jarak antara dirinya dengan Iblis Racun Merah. Namun laki-laki
tua berjubah merah
itu tidak ingin membiarkan lawan melakukan
serangan. Langsung saja dia melompat seraya
mengibaskan tongkatnya mengarah ke beberapa
bagian tubuh yang mematikan.
Rupanya pertarungan itu membuat Barada
dan beberapa orang yang berada di dalam pondok
terkejut Mereka* bergegas keluar dari pondok, dan terkejut begitu melihat
Pendekar Rajawali Sakti
tengah menahan gempuran-gempuran seorang laki-laki tua ber?jubah merah. Barada
dan lima orang pembantunya segera berlarlan menuju ke tempat
pertarungan itu.
"Berhenti...!"
teriak Barada keras menggelegar. Suara bentakan Barada yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi
itu, membuat Iblis
Racun Merah menghentikan pertarungannya seketika. Kakek itu melompat mundur dan
berpaling ke arah datangnya bentakan menggelegar tadi.
"Barada...!
Kenapa kau hentikan pertarunganku?" dengus Iblis Racun Merah sengit.
"Belum saatnya melakukan pertarungan, Iblis Racun Merah," sahut Barada seraya
menghampiri lakilaki tua berjubah merah itu.
"Kenapa?"
tanya Iblis Racun Merah memberengut. "Nanti saja kalau mereka sudah datang
semua. Lagi pula, sasaran kita yang utama bukan
dia. Kau harus ingat Sasaran kita yang utama
adalah Satria Baja Hitam," jelas Barada.
"Tapi bocah edan ini sudah banyak menyusahkan, Barada."
"Aku tahu. Giliran untuknya ada saatnya
nanti." "Hm, baiklah. Tapi kau harus ingat, dia
bagianku yang pertama!"
"Aku janji, Iblis Racun Merah."
Iblis Racun Merah kelihatan puas mendengar
janji yang diucapkan Barada. Laki-laki tua itu
berpaling menatap tajam ke arah Rangga. Sinar
matanya merah membara bagai sepasang bola api
yang hendak membakar hangus seluruh tubuh
Pendekar Rajawali Sakti itu. Sedangkan Rangga
sendiri hanya tenang saja sambil melipat tangan di depan dada. Bahkan, kini dia
kembali duduk tenang
di bawah pohon dengan sikap bersemadi.
"Huh...!" dengus Iblis Racun Merah sengit.
"Ayo, Iblis Racun Merah. Kita menunggu di dalam pondok," ajak Barada ramah.
"Ayolah."
Mereka segera melangkah kembali ke .dalam
pondok. Barada dan Iblis Racun Merah berjalan di depan, diikuti lima orang
pembantu utama laki-laki
setengah baya itu. Tampak Suro yang bertubuh
paling besar dan tegap, sempat melirik sengit
Pendekar Rajawali
Sakti. Memang, laki-laki bertubuh tinggi besar itu juga menyimpan dendam
pada pemuda berbaju rompi putih itu.
"Tenang saja. Bagianmu nanti, Suro," bisik Sarapat yang berjalan di samping
Suro. "Akan kuhirup darahnya sampai habis!"
dengus Suro menggeram pelan.
'Tapi, Ingat Jantungnya bagianku," bisik
Sarapat lagi. Suro hanya meringis saja. Mereka tidak lagi
bicara, lalu menghilang di dalam pondok. Sementara itu, Rangga hanya tersenyum
saja. Dengan mengerahkan Ilmu 'Pembeda Cerak dan Suara',
semua percakapan Itu bisa terdengar. Sempat
diperhatikannya orang-orang yang kini sudah
menghilang di dalam pondok kecil yang beratapkan daun rumbia.
"Pssst... Pssst..!"
Rangga tersentak ketika telinganya mendengar suara halus dari arah belakang. Pelahan dipalingkan kepalanya menoleh
ke belakang. Hampir Pendekar Rajawali Sakti terlonjak begitu melihat sebuah kepala sedikit
menyembul dari dalam semak belukar. Seraut wajah yang sangat dikenalinya
dengan baik. "Mendekat ke sini, Rangga...," pelan sekali suara itu.
Rangga menatap ke arah pondok sebentar,
kemudian tanpa mengubah posisi duduknya sedikit
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pun, digeser tubuhnya mendekati semak belukar
itu. Dan kepala yang menyembul, langsung melesak masuk ke dalam semak. Rangga
tetap duduk bersila membelakangi semak belukar itu. Pandangannya
lurus ke arah pondok yang berada cukup jauh di
depannya. "Sejak kapan kau sudah sampai ke sini,
Teruna?" tanya Rangga berbisik.
"Baru tadi," sahut Teruna yang bersembunyi di dalam semak belukar di belakang
Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Kenapa kau tidak langsung muncul?" tanya Rangga lagi.
"Untuk apa" Biarkan saja mereka berharap
sampai kiamat," sahut Teruna lagi.
"Heh..."! Apa maksudmu...?" sentak Rangga tidak mengerti.
"Kau tahu, apa yang mereka tunggu?" Teruna malah bertanya.
"Ayahmu, Lasini, dan Badil."
"Mereka sudah aman di suatu tempat."
Rangga tak bisa lagi menyembunyikan keterkejutannya. Maka tubuhnya langsung melesat, dan menghilang di balik semak
belukar. Tapi bukan main terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti. Ternyata di dalam semak ini
tidak ada seorang pun,
kecuali dua sosok mayat yang lehernya koyak hampir putus.
Darah masih mengalir deras dari leher yang
terkoyak itu. "Teruna...," panggil Rangga setengah berbisik.
Tapi tak ada sahutan sedikit pun. Pendekar
Rajawali Sakti mengedarkan pandangannya dengan
tajam. Pada saat itu terlihat sebuah bayangan putih berkelebat menyelinap di
antara pepohonan yang
rapat. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti itu melesat mengejar
bayangan putih yang diduga bayangan Teruna.
Rangga berlompatan dari satu pohon ke
pohon lainnya dengan kecepatan yang luar biasa
sekali. Matanya tetap tajam memperhatjkan
bayangan putih yang berkelebat cepat menuruni
lereng bukit ini. Dan bayangan putih itu berhenti tepat di tepi sebuah bukit
kecil berair jernih yang
mengalir berkelokan bagai ular raksasa melingkari bukit Pendekar Rajawali Sakti
kini telah tiba di
belakang seorang laki-laki berbaju putih yang berdiri tegak menghadap ke sungai.
Ketika tubuhnya
diputar, maka tampak wajah tampan itu tersenyum
manis menawan. "Kau harus menjelaskan semua ini, Teruna,"
pinta Rangga langsung dengan suara yang begitu
dalam."Aku berhasil menyusul mereka di lereng bukit. Tidak sulit untuk
mengalahkan mereka yang
hanya kroco-kroco saja," jelas Teruna ringan sekali.
Teruna berjalan menghampiri sebongkah batu
yang tidak seberapa besar, lalu dengan sikap enak sekali duduk di atasnya.
Sedangkan Rangga masih
berdiri memperhatikan.
"Teruna, siapa kau ini sebenarnya?" tanya Rangga, dingin dan tajam sekali nada
suaranya. "Aku Teruna, putra tunggal Ki Rabul," sahut Teruna kalem.
"Kau menyembunyikan sesuatu, Teruna. Aku
tahu, persoalan yang kau hadapi tidak kecil.
Apalagi juga harus menghadapi orang-orang
berkepandaian tinggi. Mereka tidak menginginkan
aku, dan tidak ingin aku ikut terlibat Apa
sebenarnya yang terjadi padamu, Teruna?" desak Rangga meminta penjelasaa
"Anak bengal itu membawa lari putri
Barada...!"
Rangga langsung berpaling kerika mendengar
suara dari arah samping kanannya. Tampak Ki Rabul tengah melangkah ringan keluar
dari dalam sebuah gua. Sama sekali Pendekar Rajawali Sakti itu tadi tidak memperhatikan ada
sebuah gua di dekat tepi sungai ini. Tak lama berselang, dari dalam gua itu juga muncu! Lasini
yang menuntun adiknya. Gadis itu menghampiri Pendekar Rajawali Sakti, dan
berdiri di sampingnya. Sedangkan Ki Rabul berdiri di antara Pendekar Rajawali
Sakti dan Teruna yang
masih tetap duduk tenang di atas batu.
*** 7 "Kau sudah kuperingatkan, Teruna. Dan
jangan harap akan bisa hidup bebas. Barada tidak akan menyerah begitu saja
sebelum menghirup
darahmu," kata Ki Rabul.
"Tidak ada yang bisa memisahkan cintaku
dengan Paria, Ayah," tegas Teruna.
"Tapi kau telah membuat semua orang jadi
menderita. Coba lihat Lasini dan adiknya ini.
Akibat perbuatanmu, pondoknya musnah! Juga kau
lihat Rangga. Apa yang kau lakukan hanya
menyusahkan orang lain saja, Teruna."
"Untuk itulah aku datang ke sini, Ayah.
Semuanya akan kuselesaikan sendiri. Aku laki-laki.
Rasanya tidak mungkin terus-menerus berlari,
meskipun Paria tidak menginginkan aku menghadapi ayahnya," tegas kata-kata
Teruna. "Apa yang akan kau lakukan"! Menantang
Barada dan orang-orangnya" Apa kau sudah
sanggup menghadapi mereka, Teruna" Bisa-bisa kau malah akan mati dicincang
mereka!" dengus Ki
Rabul sengit. "Ya, aku akan menghadapinya sebagal laki-laki," tetap tegas jawaban Teruna.
"Anak edan! Apa yang kau andalkan" Kau
sekarang lidak lagi memiliki Baja Hitam, Teruna.
Lalu apa yang akan kau lakukan dengan keadaanmu
seperti ini" Jangan harap mampu mengalahkan
Barada tanpa Topeng Baja Hitam...."
"Dengan cara apa" Membunuh dirimu sendiri"
Tidak, Teruna. Aku tidak ingin mendapatkan
dirimu dalam keadaan hancur tanpa bentuk," Ki Rabul menggeleng-gelengkan
kepalanya. Sementara itu Rangga hanya mendengarkan
saja. Kini Pendekar Rajawali Sakti tahu, sebenarnya Teruna adalah seorang
pendekar yang berjuluk
Satria Baja Hitam. Orang yang
dringinkan kematiannya oleh Barada. Kini Rangga semakin bisa mengerti, mengapa Barada
selalu menghendaki
kematian pemuda itu. Rupanya percintaan Teruna
dengan Paria tidak dikehendaki Barada. Dan sudah jelas kalau Paria adalah anak
perempuan laki-laki
setengah baya itu.
Cinta memang bisa membuat orang jadi buta.
Mereka yang dimabuk asmara tidak akan mempedulikan segalanya. Bahkan nyawa akan
dipertaruhkan demi mempertahankan cinta. Cinta
suci memang memerlukan pengorbanan yang fidak
kecil artinya. Dan kini Teruna tengah mempertahankan cinta dengan mempertaruhkan
nyawanya, Bahkan orang tuanya sendiri tidak luput dari kemelut itu. Ditambah
lagi Lasini yang tidak
tahu-menahu persoalannya, jadi ikut-ikutan berkorban. Cadis itu kini tidak mempunyai tempat tinggal lagi. Pondoknya sudah
hancur dibakar oleh
orang-orang Barada.
Diam-diam Lasini menggamit tangan Pendekar
Rajawali Sakti. Gadis itu melangkah mundur dan
berbalik menjauhi tempat itu. Sebentar Rangga
memperhatikan, lalu mengikuti gadis itu. Mereka
kemudian berhenti dan duduk di bawah sebatang
pohon rindang, tidak jauh dari mulut gua.
Sementara di tempat lain, Ki Rabul masih
sengit berdebat dengan anaknya yang tetap
mempertahankan kebulatan tekadnya. Meskipun Ki
Rabul selalu menyalahkan Teruna, tapi di dalam hati kecilnya malah bangga
terhadap sikap anaknya
yang keras dan tidak tergoyahkan. Memang, akibatnya
Teruna harus menghadapi bahaya yang tidak kecil.
Ki Rabul sebenarnya senang, karena anaknya
memperoleh seorang istri seperti Paria. Tapi, sama sekali dia tidak pernah
menyukai orang tua wanita
itu. Terutama jalan hidup yang ditempuh Barada.
Barada selalu menghalalkan segala cara untuk
memperoleh apa yang diinginkannya. Bahkan tidak
segan-segan membunuh atau merampok, atau
bahkan menculik hanya untuk memuaskan nafsu
iblisnya. "Teruna, bukannya aku tidak pernah mendukung semua tindakanmu itu. Aku cukup
senang Paria jadi istrimu. Dia anak baik yang jauh berbeda dengan sifat-sifat
ayahnya. Sifatnya
dituruni oleh mendiang ibunya. Aku hanya ingin
memberimu sedikit nasihat. Demi keselamatanmu
dan Paria. Maka, sebaiknya kau pergi sejauh
mungkin dan hlndari bentrokan dengan Barada atau siapa pun. Lupakan semuanya.
Lupakan juga kalau
kau dulu pernah bergelut dalam dunia kependekaran. Dan yang paling penting, lupakan
julukan Satria Baja Hitam yang sudah melekat
dalam hati dan darahmu. Aku akan bahagia jika
melihatmu hidup bahagia," ujar Ki Rabul, terdengar pelan nada suatanya.
"Ayah akan membiarkan mereka mengotori
pusaka leluhur kita" Tidak, Ayah! Topeng Baja
Hitam harus dapat direbut kembali dari tangan
mereka. Julukan Satria Baja Hitam akan kupertahankan, dan akan kuturunkan pada anak
cucuku kelak!" sahut Teruna tegas.
"Teruna...."
"Maaf, Ayah. Keputusanku sudah bulat Apa
pun yang terjadi, topeng itu harus direbut kembali.
Dan aku akan menjadi Satria Baja Hitam selama
masih mampu. Itu sudah tekadku, Ayah. Dan Paria
juga menyetujui. Dia akan mengikuti ke mana aku
pergi," tegas sekali kata-kata Teruna.
"Teruna...," desah Ki Rabul.
Meskipun hatinya bangga' akan tekad
anaknya, tapi laki-laki tua itu tetap merasa cemas.
Hatinya cemas, karena tahu kalau Teruna tidak
akan mampu menghadapi siapa pun tanpa Topeng
Baja Hitam yang merupakan warisan leluhur berusia puluhan, bahkan mungkin
ratusan tahun. Orang
yang memakai Topeng Baja Hitam akan memiliki
kekuatan yang tidak tertandingi. Bahkan segala
jenis senjata, segala macam racun bagaimanapun
dahsyatnya, tidak akan mampu menandinginya.
"Aku akan pergi, Ayah. Aku mohon restumu."
ucap Teruna seraya menghampiri ayahnya. Pemuda
itu berlutut dan mencium kaki ayahnya. Seketika Ki Rabul tidak bisa lagi
membendung keharuannya.
Yah..., bagaimanapun juga, sekeras apa pun hatinya, akan luruh juga oleh kekerasan
hati dan tekad anaknya. Terlebih lagi Teruna begitu menyayangi
dan menghormatinya.
Ki Rabul tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Kedua bola matanya berkaca-kaca. Lidahnya terasa kelu, tak mampu mengucapkan
satu patah kata
pun. Laki-laki tua itu hanya bisa mengusap kepala anaknya. Tak ada yang bisa
dilakukannya sekarang,
selain memberi restu di dalam hatinya. Itu
diucapkan dalam hati, meskipun terasa berat sekali.
*** Rangga langsung berdiri kerika melihat
Teruna sudah melompat naik ke punggung kudanya.
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seekor kuda putih yang tinggi dan tegap. Teruna
langsung menggebah kudanya begitu berada di
punggung kuda putih itu. Rangga hendak mengejar, tapi tangannya sudah lebih dulu
ditangkap Lasini
yang langsung ikut bangkit berdiri. Pendekar
Rajawali Sakti itu mengurungkan niatnya mengejar Teruna. Ditatapnya Lasini,
kemudian beralih pada
Ki Rabul yang menghampiri dengan mata merembang berkaca-kaca.
"Kakang...," agak tertahan suara Lasini.
Lembut sekali Rangga melepaskan cekalan gadis itu pada pergelangan tangannya.
Rangga melangkah
dua tindak menjauhi gadis itu Pendekar Rajawali Sakti bisa merasakan, apa yang
dirasakan Lasini saat
ini. Dan perasaan itulah yang tidak diinginkan Rangga.
Dia berpaling pada Ki Rabul yang sudah berada di sampingnya.
"Ke mana Teruna pergi, Ki?" tanya Rangga.
"Menemui Barada," sahut Ki Rabul.
"Dia bisa celaka, Ki. Di sana ada pula Iblis Racun Merah. Tidak mungkin Teruna
mampu menandingi mereka seorang diri...!" sentak Rangga yang terkejut mendengar kalau
Teruna hendak menemui Barada.
Memang, Pendekar Rajawali Sakti sudah
mengerti jelas semua persoalannya. Dan memang
sudah bisa diketahui, kalau Teruna pasti akan
menantang Barada. Meskipun Pendekar Rajawali
Sakti belum pernah bentrok langsung,- tapi dari
sikap Barada, dan patuhnya si Iblis Racun Merah
terhadap laki-laki setengah baya itu, sudah dapat dipastikan kalau tingkat
kepandaian yang dimiliki
Barada tentu tinggi sekali.
"Kenapa kau biarkan dia pergi ke sana, Ki?"
tanya Rangga seperti menyesali.
"Aku tidak bisa mencegah lagi, Nak Rangga.
Itu memang sudah tekadnya. Lagi pula dia memang
harus berani menghadapi semua yang telah
dilakukannya," sahut Ki Rabul pelan.
"Aku harus cepat menyusul, Ki!"
"Rangga...."
Ki Rabul cepat menangkap pergelangan
tangan Pendekar Rajawali Sakti itu. Maka Rangga
jadi mengurungkan niatnya. Sebentar ditatapnya
laki-laki tua kurus ita Ki Rabul menarik napas
panjang, kemudian mengajak Rangga menjauh dari
Lasini. Gadis itu hanya diam saja memandangi.
Entah apa yang dibicarakan Ki Rabul bersama
Pendekar Rajawali Sake. Jaraknya terlalu Jauh,
sehingga Lasini tidak bisa mendengarnya. Lasini
hanya bisa melihat kalau Rangga tampak terkejut, lalu tertegun cukup lama.
Sedangkan bibir Ki Rabul
terus bergerak-gerak mengucapkan sesuata
Tampak Rangga memandang Lasini yang
menunggu di depan mulut gua, kemudian berpaling
pada laki-laki tua kurus yang berdiri di hadapannya.
Ki Rabul tidak lagl berbicara, seakan-akan sedang menunggu keputusan yang akan
diambil Pendekar
Rajawali Sakti.
Sesaat kemudian, tiba-tiba saja Rangga
melesat cepat bagaikan kilat. Dan dalam sekejap
mata saja sudah lenyap dari pandangan mata. Lasini tersentak kaget. Dan langsung
berlari menghampiri Ki Rabul yang masih berdiri memandangi kepergian Pendekar Rajawali
Sakti yang sudah tidak terlihat lagi bayangan tubuhnya.
"Ki...," tersedak suara Lasini.
"Ayo, kita kembali ke gua. Akan kujelaskan
padamu di sana," kata Ki Rabul sebelum Lasini sempat bertanya.
Sebentar gadis itu menatap ke arah kepergian
Pendekar Rajawali Sakti, kemudian berbalik dan
melangkah mengikuti Ki Rabul. Mereka masuk ke
dalam gua, dan Ki Rabul menutupi mulut gua
dengan ranting dan rerumputan kering hingga
tersamar. *** Sementara itu, Teruna sudah sampai di
Puncak Bukit Sangu sebelah Selatan. Kudanya
ditinggalkah di sana, dan perjalanannya dilanjutkan dengan berjalan kaki.
Sengaja dia memilih jalan
memutar, agar tidak cepat diketahui anak buah
Barada. Hanya satu tujuannya, merebut kembali
Topeng Baja Hitam yang menjadi warisan leluhumya.
Dengan topeng warisan itu, Teruna akan kembali
menjelma sebagai Satria Baja Hitam.
Teruna menyadari kalau dia tidak akan
mampu menghadapi Barada dan orang-orangnya
dalam keadaan polos. Tanpa Topeng Baja Hitam,
kepandaian yang dimiliki masih jauh di bawah
kepandaian Barada.
"Hm...," Teruna menggumam pelahan.
Tatapan mata pemuda itu luruh kepada
sebuah pondok kecil yang ada si Puncak Bukit
Sangu ini Pelahan tubuhnya mengendap-endap
mendekati pon?dok kecil itu. Namun fiba tiba
saja.... Srek! "Heh..."!" Teruna terkejut setengah marj ketika tiba-tiba dari atas pohon,
meluncur seseorang berpakaian serba hitam.
Pemuda itu langsung melompat mundur dua
langkah. Dipandanginya sosok tubuh berbaju hitam yang sangat ketat di depannya.
Sosok tubuh ramping seorang wanita cantik Dua gagang pedang
berbentuk kepala naga menyembul dari punggungnya. Dia berdiri tegak berkacak pinggang.
Tatapan matanya begitu tajam menusuk langsung ke bola mata Teruna.
"Kau yang bernama Teruna si Satria Baja
Hitam?" dingin sekali nada suara wanita itu bertanya.
"Benar, dan kau siapa?" sahut Teruna
langsung balik bertanya.
"Putri Naga Hitam."
"Hm..., rasanya kita belum pernah bertemu.
Apa maksudmu berdiri di situ" Ingin menghadangku?" dingin sekali nada suara Teruna.
"Apakah kau akan ke pondok itu?" Putri Naga Hitam malah balik bertanya.
"Apa urusanmu?" dengus Teruna.
"Jika ingin masuk ke sana, aku akan
mengalihkan perhatian mereka."
"Heh...!" Teruna terkejut.
"Siapa kau sebenarnya?"
"Aku akan membantumu, karena aku juga
punya urusan dengan salah seorang dari mereka,"
sahut Putri Naga Hitam.
Belum sempat Teruna bertanya lagi, wanita
berbaju serba hitam itu sudah melesat cepat bagai kilat menuju pondok kecil di
puncak bukit ini. Dan
Teruna semakin tidak mengerti, karena gadis itu
berdiri tegak di depan pintu pondok sambil
berkacak pinggang.
"Iblis Racun Merah, keluar kau...!" terdengar suara lantang Putri Naga Hitam.
Seketika itu juga, dari dalam pondok
berlompatan keluar tujuh orang laki-laki bertampang bengis. Teruna tentu sudah kenal
mereka semua. Terlebih lagi pada seorang laki-laki setengah baya yang mengenakan
baju wanna merah muda, dipadu dengan merah tua yang sangat indah
terbuat dari bahan sutra halus.
Namun pemuda itu semakin terkejut begitu
meli?hat seorang laki-laki tua berjubah merah
membawa sebatang tongkat yang juga berwama
merah. Teruna pernah bentrok sekali dengan laki-laki tua yang berjuluk Iblis
Racun Merah itu. Dialah
yang mengambil to-peng baja hitam darinya, dan
diserahkan pada Barada.
Perhatian tujuh orang itu terpusat pada
Putri Naga Hitam Kesempatan ini tidak disia-siakan Teruna. Dengan cepat sekali
tubuhnya melesat ke
belakang pondok. Pemuda itu merapatkan tubuhnya ke dinding pondok, dan memasang
telinganya tajam-tajam. Telinganya mencoba menangkap suara dari dalam pondok. Tapi, tak ada satu suara pun yang terdengar
dari sana, kecuali
suara-suara yang datangnya dari depan pondok.
Teruna mengeluarkan sebuah pisau kecil dari
balik bajunya. Sebentar diamaati sekitarnya. Sepi.
Tak ada seorang pun di sekitar tempat ini. Sebentar kemudian terdengar suara
pertarungan dari depan
pondok. "Hih!"
Cepat Teruna merobek dinding pondok yang
terbuat dari anyaman bambu itu dengan pisau
kecilnya. Kembali disimpannya pisau itu di balik baju, kemudian perlahan-lahan
masuk ke dalam pondok itu. Keadaan di dalam pondok ini begitu
lapang. Tidak ada sebuah perabot pun, kecuali
selembar permadani merah yang di tengah -
tengahnya terdapat sebuah meja bundar berkaki
rendah. Di atas meja bundar itu terdapat beberapa guci arak dan sebuah kotak
kayu berukuran cukup
besar. Kotak berukir dari kayu jab'.
Pelahan-lahan Teruna menghampiri meja
bundar be rkaki rendah ita Dibukanya kotak kayu
Itu pelahan-lahan. Matanya langsung terbeliak
begitu melihat isinya. Di dalam kotak kayu itu hanya tersimpan sebuah benda
berwama hitam pekat
berbentuk bulat dengan dua buah lubang. Cepat
Teruna mengambil benda ita Sebentar diamati, lalu cepat-cepat dia keluar dari
dalam pondok setelah
menutup kembali kotak kayu itu. Teruna keluar
lewat jalan masuk tadi. Kemudian dirapikannya
kembali dinding bilik bambu yang dibedah tadi.
"Hm hm hm..., Satria Baja Hitam muncul
lagi...," Teruna tersenyum-senyum.
Pemuda itu cepat-cepat melesat pergi dari
tempat itu, dan cepat sekali menghilang ke dalam hutan. Namun belum juga jauh,
mendadak lompatannya terhenti. Mata pemuda itu jadi
membeliak melihat seorang laki-laki muda berwajah tampan yang mengenakan rompi
putih. sudah berdiri menghadang di depannya. "Rangga...," desis Teruna.
*** "Kenapa kau lari, Teruna?" desis Rangga,
dingin nada suaranya.
Teruna tidak bisa menjawab. Sementara
Topeng Baja Hitam disembunyikan di balik
punggungnya. Dia tidak ingin benda keramat ini
jatuh ke tangan orang lain lagi Meskipun sudah
sering ditolong Pendekar Rajawali Sakti itu, tapi Teruna tidak ingin Rangga
terpikat oleh benda
keramat Ini. Benda yang sangat berharga baginya.
"Kau sudah memperoleh topeng itu?" tanya Rangga.
"Sudah," sahut Teruna.
"Kau lupa, seorang gadis tengah menyabung
nyawa karena membantumu mendapatkan topeng
itu. Picik sekali jiwamu, Teruna!" dengus Rangga.
"Aku tidak kenal siapa dia. Lagi pula, gadis itu punya urusan sendiri dengan
mereka!" dengus Teruna.
"Kau berjuluk Satria Baja Hitam. Apakah
seperti itu sikap seorang satria" Membiarkan orang lain menderita, menyabung
nyawa, dan kau lari
begitu saja. Aku benar-benar kecewa terhadap
perbuatanmu, Teruna. Rasanya kau belum pantas
mendapat gelar Satria Baja Hitam. Kau masih lebih mementingkan dirimu sendiri!
Jiwamu masih kerdil!" tajam sekali nada suara Rangga.
Setelah berkata demikian, Rangga langsung
melesat pergi ke arah pondok di Puncak Bukit
Sangu ini. Cepat sekali lesatan Pendekar Rajawali Sakti itu. Sehingga, sebelum
Teruna sempat melakukan sesuatu, bayangan tubuhnya sudah
lenyap dari pandangan.
Sementara Rangga terus berlompatan dari
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu pohon ke pohon lainnya. Kini tampak Putri
Naga Hitam kewalahan menghadapi keroyokan
tujuh orang yang rata-rata memiliki kemampuan
tinggi. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti itu langsung terjun ke
dalam kancah pertempuran.
"Pendekar Rajawali Sakti...," desis Barada terkejut melihat kemunculan Rangga.
Kemunculan pemuda berbaju rompi putih itu,
bukan hanya mengejutkan Barada. Tapi semua yang
terlibat pertempuran dengan Putri Naga Hitam,
langsung berlompatan mundur. Rangga berdiri
tegak di samping gadis berbaju hitam yang sudah
menghunus sepasang pedang kembarnya.
"Pengecut! Mengeroyok seorang gadis...!"
desis Rangga, terdengar tajam nada suaranya.
'Terima kasih atas kedatanganmu. Tapi, aku
ingin memenggal kepala tua bangka busuk itu," ujar Putri Naga Hitam, agak
mendesis suaranya.
"Hadapi dia, biar aku akan menghadang yang
lainnya," sambut Rangga.
Tanpa menunggu waktu lagi, Putri Naga
Hitam langsung metompat menerjang Iblis Racun
Merah. Serangan gadis itu sungguh dahsyat dan
mehgejutkan. Akibatnya laki-laki tua berjubah
merah itu agak terperangah sesaat, namun dengan
cepat mampu berkelit dan terus membalas serangan tidak kalah dahsyatnya.
Pada saat itu, Suro dan Sarapat melompat
hendak membantu Iblis Racun Merah. Untungnya,
Rangga cepat menghadang gerakan mereka.
Pendekar Rajawali Sakti itu lebih cepat lagi melesat bagaikan kilat disertai
lontaran dua pukulan
sekaligus. "Yeaaah...!"
Suro dan Sarapat terkejut bukan main.
Mereka buru-buru melentingkan tubuhnya ke
belakang, menghindari pukulan Pendekar Rajawali
Sakti yang mengandung tenaga dalam yang sangat
tinggi dan sudah mencapai tahap kesempurnaan.
Bersamaan dengan mendaratnya kedua orang
itu, manis sekali Rangga menjejakkan kakinya di
tanah. Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak di
depan enam orang itu sambil melipat tangannya di depan dada. Tatapan matanya
begitu tajam rnenusuk, membuat hati siapa saja yang memandangnya jadi bergetar.
"Kalian tidak perlu ikut campur!" dengus Rangga dingin.
"Apa pedulimu"! Huh...!" sentak Suro ketus.
Orang bertubuh tinggi tegap tanpa baju itu,
langsung melepaskan cambuk yang melilit pinggangnya. Dan seketika itu juga cambuknya
dikebutkan dengan kuat ke arah kepala Pendekar
Rajawali Sakti.
"Yeaaah...!"
Ctar! "Uts!"
*** 8 Tepat pada saat ujung cambuk itu berada di
atas kepala, cepat sekali Rangga mengangkat
tangannya. Seketika ditangkapnya cambuk itu
sambil kepalanya ditarik ke belakang. Sebelum Suro bisa menyadari apa yang
terjadi, Pendekar
Rajawali Sakti sudah menghentakkan tangannya yang
memegang cambuk ke atas.
"Hih! Yeaaah...!"
"Whaaa...!
Tubuh tinggi besar bagai raksasa itu tiba-tiba
saja terangkat, dan melayang deras ke angkasa. Saat itu Rangga melepaskan cambuk
yang dipegangnya. Lalu dengan cepat dilesatkan tubuhnya untuk
mengejar Suro. Lewat pengerahan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega', Pendekar Rajawali Sakti itu
mengibaskan tangannya beberapa kali ke arah
tubuh Suro yang sedang melayang di udara.
Beberapa kali tebasan tangan pemuda berbaju
rompi putih itu menghajar tubuh laki-laki tinggi besar berotot.
Bughk! Des! "Aaakh...!" Suro menjerit melengking tinggi Deras sekali tubuh tinggi besar bagai
raksasa itu meluruk ke bawah. Suro terbanting keras ke tanah, lalu menggeliat sambil
mengerang. Saat itu Rangga
sudah menukik deras bagai kilat. Kedua kakinya
bergerak cepat mengarah tubuh laki-laki tinggi
besar itu. Kini Rangga mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
"Dughk! Beghk...! Kembali Suro menjerit melengking tinggi
begitu kaki-kaki Pendekar Rajawali Sakti menghajar tubuhnya beberapa kali. Laki-
laki tinggi besar itu
bergulingan sejauh tiga batang tombak di atas
tanah berumput, dan baru berhenti setelah
tubuhnya menghantam sebuah pohon yang cukup
besar hingga tumbang.
Hanya sebentar Suro mampu menggeliat,
kemudian mengejang dan langsung diam tak
berkutik lagi. Tidak ada luka yang terlihat di
tubuhnya, tapi seluruh bagian dalam tubuhnya
remuk. Darah terus mengucur keluar dari mulut,
hidung, dan telinganya. Suro diam tak bergerak
tanpa nyawa di badannya.
"Hhh...l" Rangga menarik napas panjang.
Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti itu
mengamati tubuh Surp yang sudah tidak bernyawa
lagi. Perlahan-lahan tubuhnya berputar, menghadap Barada yang didampingi empat
orang pembantu utamanya. Mereka seakan-akan belum bisa mempercayai kematian Suro yang begitu cepat di
tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Kalian akan bernasib sama jika bertindak
bodoh!" dengus Rangga mengancam.
Barada menggeretakkan gerahamnya menahan
kemarahan yang meluap. Kerika tangannya menepuk
tiga kali, saat itu juga di sekitarnya bermunculan orang-orang bersenjata golok,
pedang, serta tombak. Rangga menggumam kecil melihat di
sekeliling tempat itu sudah terkepung tidak kurang dari lima puluh orang
bersenjata terhunus.
"Aku akui, kau memang hebat, Pendekar
Rajawali Sakti. Tapi aku ingin tahu, apakah kau
mampu menghadapi orang-orangku!" desis Barada menggeram.
Rangga tidak menyahuti, tapi malah mengedarkan pandangannya ke sekeliling, merayapi orang-orang
yang bergerak mendekat mengurungnya. Mereka semua sudah siap melakukan pertarungan sambil menghunus senjata
masing-masing. Tinggal menunggu perintah, maka
mereka akan berlompatan menyerang dari segala
penjuru Sementara itu Rangga sempat melirik ke arah
lain, ke arah pertarungan antara si Iblis Racun
Merah dengan Putri Naga Hitam yang masih
berlangsung sengit Dan tampaknya mereka sangat
berimbang. Belum ada tanda-tanda kalau pertarungan itu akan berakhir. Meskipun jurus-jurus andalan yang dahsyat sudah
dikerahkan, tapi
nampaknya pertarungan itu masih terus berlangsung cukup lama. Rangga kembali mengalihkan perhatiannya pada Barada yang diaplt empat
orang pembantu utamanya. Mereka tampaknya juga sudah siap melakukan pertarungan.
"Kau sudah terlalu banyak mencampuri
urusanku, Pendekar Rajawali Sakti. Tak ada
seorang pun yang bisa hidup bila berurusan
denganku!" ujar Barada, dingin sekali suaranya terdengar.
"Kau akan membuang nyawa sia-sia saja,
Barada. Tidak ada gunanya seluruh anak buahmu
dikerahkan. Aku ada di sini justru ingin
menyelesaikan persoalanmu dengan Teruna," tegas Rangga.
"Hanya satu penyelesaian dalam diriku.
Mati...!" desis Barada dingin.
Rangga mengangkat bahunya. Pendekar Rajawali Sakti tahu kalau Barada tidak akan
menyerah begitu saja. Ki Rabul juga sudah
mengatakan padanya kalau orang itu tidak akan bisa diajak bicara. Baginya, mati
adalah penyelesaian
untuk setiap persoalan. Dan memang, semua orang
yang punya persoalan dengannya tidak ada yang bisa bertahan hidup lebih lama.
Barada akan membunuh siapa saja yang dianggap merintangi pekerjaannya.
Laki-laki setengah baya itu akan membunuh
manusia tanpa berkedip, seperti menyembelih
seekor ayam! "Seraaang...!" seru Barada tiba-tiba. Suaranya keras, lantang dan menggelegar,
bagai guntur di
siang hari bolong. Seketika itu juga, terdengar
teriakan-teriakan
keras mengawali suatu pertempuran yang akan terjadi di Puncak Bukit
Sangu int. Orang-orang yang sejak tadi sudah siap menunggu perintah, langsung
menyerang Pendekar
Rajawali Sakti.
*** Tidak ada pilihan lain lagi bagl Pendekar
Rajawali Sakti, jika tidak ingin mati konyol dirajam di puncak bukit yang dingin
ini. Begitu dua orang
berserjata golok menyerang dengan mengayunkan
goloknya, secepat kilat Rangga memutar tubuhnya
seraya melontarkan dua pukulan dahsyat yang
mengandung tenaga dalam tinggi.
Hiyaaat...!"
Bughk! Deghk! Dua jeritan melengking tinggi terdengar,
tepat saat dua orang yang menyerang Pendekar
Rajawali Sake terlontar. Mereka tergeletak di
tanah dengan dada remuk dan mulut menyemburkan darah segar. Seketika itu juga
mereka tewas, tanpa mampu menggeliat lagi. Namun belum juga pemuda berpakaian
rompi putih itu
bisa menarik napas lega, datang lagi serangan-serangan yang sangat gencar dari
segala penjuru.
Serangan-serangan itu demikian cepat dan
saling sambut Hal ini membuat Pendekar Rajawali
Sakti sedikit mengalami kerepotan juga. Namun
berkat pengalamannya dalam menghadapi segala
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
macam pertarungan, keadaan segera bisa dikuasai.
Jerit pekik melengking terdengar saling sahut,
disusul bergelimpangannya
tubuh-tubuh tak bernyawa lagi. Rangga benar-benar tidak punya pilihan lain
lagi. Kalau Pendekar Rajawali Sakti
tidak bertindak, bisa-bisa malah dirinya yang dirajam.
Mereka benar-benar bagaikan makhluk buas haus
darah. Bahkan tidak mengenal rasa gentar,
meskipun sudah banyak temannya yang bergelimpangan tak bernyawa lagi. Mereka terus
saja merangsek Rangga, menyerang dengan senjatanya. Namun tiba-tiba saja, mereka yang mengeroyok Pendekar Rajawali Sakti jadi berantakan. Tampak tubuh-tubuh berpentalan ke
udara, dan jeritan-jeritan menyayat semakin sering terdengar. Sesaat, Rangga
memperoleh ruang
gerak untuk keluar dari kepungan ini Maka waktu yang
sedikit ini tidak disia-siakannya. Dengan cepat
sekali, Pendekar Rajawali Sakti itu melentingkan tubuhnya ke udara, lalu manis
mendarat di luar
kepungan. Rangga jadi terbeliak begitu melihat seorang
yang berpakatan serba hitam berkilat, bagai
mengenakan baju dari lempengan besi baja, tengah mengamuk
dengan pedang' berwarna hitam tergenggam di tangan. Seluruh kapalanya terbungkus logam hitam, kecuali bagian matanya
saja yang terlihat Namun belum sempat Rangga
berpikir tentang manusia aneh itu, sudah datang
lagi serangan ke arahnya.
"Yeaaah...!"
Cepat Pendekar Rajawali Sakti itu melompat
sambil memberikan beberapa pukulan keras bertenaga dalam tinggi. Saat ini Rangga mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
Suatu jurus dahsyat dari lima rangkaian jurus
'Rajawali Sakti*. Pendekar Rajawali Sakti itu tidak ingin
tanggung-tanggung,
dan langsung mengeluarkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'
dalam tahap yang terakhir. Seketika kedua kepalan tangannya berubah menjadi
merah membara bagai
terbakar. Maka dalam waktu yang tidak berapa lama
saja, semua orang yang mengeroyoknya sudah
tergeletak di tanah. Rangga melompat mendekati
Barada yang berdiri mengawasi didampingi empat
orang pembantu utamanya. Tepai saat Pendekar
Rajawali Sakti itu menjejakkan kakinya. di
sampingnya sudah datang dan berdiri manusia
bertubuh seperti dari logam hitam.
"Satria Baja Hitam...!" desis Barada terbeliak melihat orang yang berada di
samping Rangga.
Desisan Barada juga membuat Rangga
berkerenyut keningnya. Kepalanya menoleh sedikit, lalu melirik mengamati manusia
yang tidak ketahuan wajahnya itu.
"Mustahil.... Tidak mungkin...!" desis Barada sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Saat itu, Sarapat melompat masuk ke dalam
pondok. Tak berapa lama kemudian, sudah keluar
lagi dengan wajah pucat pasi. Langsung dihampirinya Barada yang tengah kebingungan
bercampur ketidakpercayaan.
Matanya tidak berkedip memandangi manusia aneh yang berdiri di samping kiri Pendekar Rajawali
Sakti. 'Topeng itu lenyap, Gusti," bisik Sarapat
dekat telinga Barada.
"Apa..."!" Barada terperanjat
Begitu terkejutnya Barada, sampai terlompat
ke belakang beberapa tindak Dipandanginya
Sarapat, kemudian beralih pada manusia bertubuh
serba hitam. Kepalanya menggeleng-geleng tidak
percaya pada apa yang dilihatnya.
"Mustahil.....!
Bagaimana dia mendapatkannya...?" desis Barada tidak percaya.
'Dinding bagian belakang jebol," lapor Sarapat. Sementara itu manusia aneh yang tubuh dan
seluruh wajahnya bagai dari besi bajah hitam itu, melangkah maju tiga tindak
Sedangkan Barada dan
keempat pembantu utamanya langsung mengeluarkan senjata
masing-masing. Tampak kegentaran tersirat pada wajah mereka. Sementara Rangga hanya menyaksikan saja.
Pendekar Rajawali Sakti sendiri terpana akan kemunculan manusia
aneh yang disebut Barada sebagai Satria Baja
Hitam. Memang, dia tahu itu pasti Teruna. Tapi
Rangga baru kali ini melihat sosok Satria Baja
Hitam. "Seraaang...! Bunuh dia!" teriak Barada keras.
Seketika empat orang pembantu utamanya
berlompatan menyerang manusia aneh bertubuh
serba hitam itu. Namun sebelum mereka sampai,
manusia berjuluk Satria Baja Hitam itu sudah
melompat cepat. Seketika dilontarkannya beberapa pukulan,
dibarengi tebasan pedangnya yang berkelebat bagai kilat
Dua jeritan melengking tinggi terdengar.
Tampak dua orang terjerembab jatuh menggelepar
di tanah. Darah langsung mengucur deras dari
lehernya yang terpenggal hampir buntung. Dua
orang lagi mencoba kabur. Tapi Satria Baja Hitam lebih cepat melemparkan
pedangnya, dan dia
sendiri langsung melesat mengejar ke arah satu orang lagi.
Pedang berwarna hitam itu menancap tepat
di punggung orang yang melarikan diri itu. Jeritan melengking tinggi, kembali
terdengar memecah
angkasa. Pada saat yang sama, Satria Baja Hitam
menghantamkan satu pukulan, dan tepat menghajar
kepala orang satunya lagi.
"Aaa...!"
Jerit melengking kembali terdengar. Orang itu
menggelepar dengan kepala hancur berantakan.
Pada saat yang sama, Barada melompat sambil
mengibaskan pedangnya ke arah punggung Satria
Baja Hitam. Kecurangan Barada ini terlihat oleh
Pendekar Rajawali Sakti yang sejak tadi hanya diam saja menyaksikan.
"Hlyaaat..!"
Rangga seketika melompat secepat kilat,
langsung melepaskan satu pukulan disertai pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapal
taraf kesempurnaan.
Duk! "Aaakh...!"
Pukulan yang dilepaskan Pendekar Rajawali
Sakti itu tepat menghantam dada Barada.
Akibatnya laki-laki setengah baya itu menjerit keras, dan tubuhnya terpental
jauh ke belakang. Dalam
waktu yang bersamaan, Satria Baja Hitam berbalik dan segera melesat ke arah
Barada yang bergulingan di tanah.
Sebelum laki-laki tua itu berhenti bergulingan,
Satria Baja Hitam sudah cepat mencabut
pedangnya yang menancap di punggung salah
seorang pembantu Barada. Dan dengan kecepatan
luar biasa, ditebaskan pedangnya ke leher laki-laki setengah baya itu. Cras!
"Aaa...!" kembali Barada menjerit melengking tinggi.
Darah langsung muncrat keluar dari batang
leher yang terpenggal buntung. Hanya sebentar saja Barada mampu menggeliat,
kemudian diam tak
berkutik lagi. Nyawanya langsung terbang meninggalkan raga yang tanpa kepala lagi.
Satria Baja Hitam memutar tubuhnya,
menatap Pendekar Rajawali Sakti dalam-dalam.
Secara bersamaan mereka berpaling ketika mendengar suara jeritan meiengking tinggi. Tampak di tempat lain, Putri Naga
Hitam baru saja
menyelesaikan pertarungannya melawan si Iblis
Racun Merah. *** Putri Naga Hitam menghampiri Pendekar
Rajawali Sakti yang berdiri di samping Satria Baja Hitam. Untuk beberapa saat
mereka hanya berdiam
diri seraya merayapi sekelilingnya. Mayat-mayat
bergelimpangan, darah menyebar keluar dari tubuh-tubuh yang terluka. Bau anyir
darah begitu terasa
menyengat terbawa hembusan angin.
'Terima kasih. Kau telah menyadarkan diriku,
Pendekar Rajawali Sakti," ucap Putri Naga Hitam seraya menyodorkan tangannya.
Rangga hanya tersenyum saja. Disambutnya
uluran tangan wanita cantik berbaju serba hitam
itu. Mereka kemudian saling melepas jabatan
tangan, dan sama-sama berpaling pada seseorang
yang wajahnya tertutup topeng baja berwarna
hitam pekat. "Sudah saatnya kita berpisah di sini," kata Satria Baja Hitam cepat.
"Kau benar. Tidak ada lagi yang bisa
dikerjakan di sini," sambut Putri Naga Hitam.
Setelah berkata demikian, Putri Naga Hitam
membalikkan tubuhnya, langsung melangkah pergi.
Namun baru juga beberapa langkah berjalan, wanita berbaju hitam itu berhenrj dan
berbalik, "Aku berharap kita bisa bertemu lagi," kata Putri Naga Hitam.
Putri Naga Hitam kembali memutar tubuhnya,
dan langsung melesat cepat pergi. Sebentar saja
bayangan tubuh wanita berbaju hitam itu sudah
Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lenyap dari pandangan. Pendekar Rajawali Sakti
kembali mengalihkan perhatiannya pada Satria Baja Hitam.
"Aku juga harus segera pergi, Pendekar
Rajawali Sakti,"pamit Satria Baja Hitam.
"Tunggu dulu...!" cegah Rangga.
"Ada apa?"
"Bagaimana dengan Ki Rabul dan Lasini?"
tanya Rangga. "Siapa mereka?" Satria Baja Hitam balik bertanya. "Kau jangan berpura-pura di
depanku, Teruna.
Meskipun dalam ujud lain, tapi aku bisa
mengenah suaramu," tegas Rangga.
"Aku bukan Teruna, tapi Satria Baja Hitam."
"Baik. Kau sekarang memang Satria Baja
Hitam. Tapi setelah semua yang melekat di
tubuhmu dilepas, kau adalah Teruna," desis
Rangga. "Ha ha ha...! Bagaimana kau bisa yakin,
Pendekar Rajawali Sakti?"
"Sudahlah. Tidak ada gunanya berpura-pura
di depanku. Aku sudah tahu semuanya tentang
Satria Baja Hitam. Lepaskan saja pakaianmu itu,
Teruna. Aku ingin agar kau mengambil keputusan
tepat bagi ayahmu, juga Lasini dan adiknya."
Satria Baja Hitam terdiam, lalu dengan tajam
memandangi wajah Pendekar Rajawali Sakti.
Pelahan-lahan tangannya terangkat sampai ke
wajah, lalu melepaskan topeng baja hitam yang
menutupi wajahnya. Sungguh ajaib sekali. Tiba-tiba saja seluruh tubuh Satria
Baja Hitam mengepulkan asap. Dan begitu asap berwama hitam itu memudar, kini yang berdiri
di depan Rangga
adalah Teruna. "Aku benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa di depanmu, Pendekar Rajawali
Sakti," ungkap Teruna
seraya memasukkan Topeng Baja Hitam ke
balik bajunya. "Kalau saja ayahmu belum cerita, mungkin
aku tidak akan tahu tentang dirimu dalam bentuk
lain," Rangga mengakui.
"Baiklah. Kau tadi bicara tentang ayah,
Lasini, dan adiknya. Sudah kuputuskan kalau aku
harus membawa mereka dan hidup bersama-sama
istriku. Lasini sudah banyak berkorban untuk
ayahku. Maka sudah sepantasnya aku harus
menampung, melindungi, dan memberinya kehidupan layak," tegas Teruna mantap.
"Itulah yang kuinginkan, Teruna."
Kedua pemuda itu sama-sama tersenyum.
"Rangga! Bagaimana aku harus mengatakan
tentang kematian Barada pada Paria?" tanya
Teruna. "Ceritakan saja terus terang. Apakah istrimu itu sudah tahu tentang Satria Baja
Hitam?" "Belum."
"Itu lebih bagus lagi. Kata kan saja kalau
ayahmu kalah oleh Satria Baja Hitam. Itu berarti bukan kalah olehmu."
"Kau benar, Rangga. Ha ha ha...."
Rangga hanya tersenyum saja.
"Baiklah. Sekarang aku pergi dulu, Teruna,"
pamit Rangga. "Bagaimana aku bisa mengucapkan terima
kasih padamu, Pendekar Rajawali Sakti" Kau sudah begitu banyak berkorban
untukku," ujar Teruna.
"Persahabatan," sahut Rangga.
Setelah berkata demikian, Rangga langsung
cepat melesat pergi. Kini tinggal Teruna yang
berdiri memandangi sambil menarik napas dalam-dalam
"Senang bersahabat denganmu, Pendekar
Rajawali Sakti," desah Teruna.
Pemuda itu kini mengayunkan kakinya,
meninggalkan Puncak Bukit Sahgu. Langkahnya
pelahan-lahan dengan wajah cerah. Tak ada lagi
yang mengganggu kehidupannya di masa datang.
Tak ada yang akan mengejar-ngejar lagi. Semuanya sudah berakhir. Matahari esok
bersinar cerah, siap
menyambut kehidupannya yang baru.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Dhee_mart
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 3 Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Dewi Penyebar Maut X 2