Pencarian

Sepasang Taji Iblis 1

Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis Bagian 1


Serial Pendekar Rajawali Sakti
SEPASANG TAJI IBLIS
oleh Teguh Suprianto
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau se1uruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Teguh Suprianto
Serial Pendekar Rajawali Sakti
dalam episode :
Sepasang Taji Iblis
128 hal. ; 12 x 18 cm
Djvu oleh : Novo (Catutsana-sini.blogspot.com)
Edit teks oleh :
Raynold (www.tagtag.com/tamanbacaan)
Pdf oleh : Dewi KZ http://dewi-kz.info/
1 Matahari mulai bersinar cerah di Desa Loyang. Sinarnya
memecah, menembus celah-celah rerimbunan pohon, Tidak
seperti biasa, hari ini tidak seorang pun para penduduk desa ini
pergi ke sawah. Mereka berkumpul di alun-alun desa, untuk
merayakan pesta panen tahun ini, Banyak di antara mereka
yang mengepit ayam jantan aduan, Sementara yang lain
kelihatan hanya menonton untuk meramaikan suasana.
Sudah menjadi kebiasaan desa ini bila selesai panen, mereka
mengadakan sabung ayam Hadiah-hadiah yang dipertaruhkan
beraneka macam. Dari yang sekadar iseng, sampai yang
bertaruh gila-gilaan. Maka tidak mengherankan bila pesta
sabung ayam ini tidak hanya dihadiri penduduk desa ini, tapi
juga dari penduduk desa di sekitarnya. Bahkan tidak jarang
dikunjungi orang-orang dari jauh.
"Hari Ini si Jabu mesti menang melawan si Jago Merahmu,
Pandu!" kata seorang laki- laki setengah baya dengan muka
berseri-seri, pada seorang pemuda berbaju kuning gading.
"Boleh dicoba, K i Balaga, " sahut pemuda yang dipanggil
Pandu merendah. "Si Jago ini tidak pernah terkalahkan sejak
tahun kemarin,"
"Ayamku ini kuperoleh dari negeri Andalas, Pandu, Ayam
di sana kuat-kuat dan hebat!" sergah laki- laki setengah baya
bernama Ki Balaga, sedikit jumawa,
Pandu hanya tersenyum sambil mengelus-elus ayam jagonya
yang berbulu hitam mengkilap, Sesekali matanya melirik ayam
jago K i Balaga yang berbulu burik-burik merah. Tubuhnya
besar dengan kedua kaki kokoh. Dadanya busung ke depan,
dan kokoknya nyaring lantang, Sepasang tajinya agak menarik.
Yang sebelah kanan agak panjang, namun bengkok ke dalam.
Sedangkan yang kiri agak runcing laksana mata pisau,
"Apa taruhannya, K i?" tanya Pandu mantap karena yakin
kalau ayamnya yang bernama si Jago Merah mampu
melumpuhkan ayam Ki Balaga yang bernama si Jabu..
"Empat puluh kepeng!" sahut Ki Balaga,
"Empat puluh kepeng?" ulang Pandu, agak ciut juga
nyalinya mendengar taruhan sebanyak itu.
Pandu memang bukan petaruh besar, karena biasanya aturan
taruhan diatur bandar yang mengumpulkan uang dari para
petaruh. Sedangkan pemilik ayam boleh bertaruh masing-
masing. Dan jumlah taruhannya tidak terbatas, Tapi, Itu pun
tidak bisa meski diperbolehkan, Biasanya mereka menyerahkan
soal taruhan kepada bandar, Tapi K i Balaga kelihatannya
bernafsu sekali, sehingga langsung menyebutkan jumlah
taruhannya, "Bagaimana, Pandu" Takut?" pancing Ki Balaga, tersenyum
melecehkan, "Baiklah..,," sahut Pandu harap- harap cemas.
Meski selama ini ayamnya belum terkalahkan, tapi uang
dengan jumlah yang disebutkan itu cukup banyak juga.
Bagaimana kalau ayamnya kalah" Ah, tidak! Pandu
membantah sendiri, Selama'ini si Jago telah membuktikan
ketangguhannya. Dia pernah mengalahkan segala jenis ayam
jantan yang bagaimanapun hebatnya,
"Sabungan yang bagaimana, K i" Pakai babak atau tidak?"
tanya Pandu, "Terserahmu saja," jawab Ki Balaga,
"Baik. Kita menyabung tanpa babak. Jadi kalau ada yang
mati atau kabur, berarti kalah!" jelas Pandu mantap seperti
hendak menggertak Ki Balaga.
Pandu memang yakin betul dengan ayamnya. Pasalnya,
daya tahan dan kekuatan si Jago selama ini sudah terkenal.
Bahkan pernah bersabung tanpa istirahat. Kiprahnya pun cukup
hebat. Dia telah membunuh lima belas ekor lawan dari lima
puluh kali bersabung,
"Setuju!" sambut Ki Balaga tidak kalah bersemangat.
Laki-1aki setengah baya Ini bukannya tidak menyadari
kehebatan ayam aduan Pandu. Tapi, dia amat percaya kalau si
Jabu pun tidak kalah hebatnya, Ayam itu milik seorang
kawannya yang ahli soal ayam di negeri Andalas sana. Dan
selama ini pun, belum pernah terkalahkan. Sehingga dia merasa
yakin akan mampu merontokkan keperkasaan si Jago,
Mendengar itu para penonton dan petaruh bersorak. Mereka
akan melihat suguhan yang menarik. Apalagi melihat ciri-ciri
kedua ayam yang kelihatan sama-sama tangguh.
Atas kesepakatan bersama, Ki Balaga dan Pandu memilih
wasit yang sudah cukup lihai dalam soal sabung ayam. Seorang
laki- laki berusia sekitar tiga puluh lima tahun ditunjuk sebagai
wasit. "Pertandingan akan dimulai!" ujar wasit, memberi tahu,
Ki Balaga dan Pandu segera mempersiapkan ayam jago
masing- masing, Sesekali mereka membisikkan sesuatu ke
kuping ayam jantan itu, seolah-olah dianggap bisa mengerti
bahasa mereka. Begitu wasit telah memberi aba-aba, kedua ayam aduan itu
pun dilepas, diiringi sorak-sorai penonton yang bertaruh
ataupun yang sekadar meramaikan suasana,
*** Ayam milik Pandu bergerak gesit, menerjang si Jabu milik
Ki Balaga. Kalau tajinya yang panjang dan runcing seperti
hendak memagut leher lawannya, Patuknya pun bergerak cepat
mencari sasaran ke arah mata.
Tapi, Ki Balaga agaknya tidak sia-sia menaruh harapan pada
si Jabu. Meski tubuhnya agak besar, tapi gerakannya cukup
mantap. Bila dicecarnya, maka si Jabu menyusup ke balik
sayap si Jago, kemudian menjungkirnya sampai sulit bergerak.
Lalu secepatnya dia menerjang ke leher lewat kelebatan taji
kaki kanan yang seperti hendak memotes.
"Hebat! Hebat! Bukan main, K i Balaga. Baru sekarang si
Jago menemui lawan tanding yang sepadan!" seru seorang
penonton yang bertaruh memenangkan si Jabu,
"Bukan menemukan lawan sepadan lagi. Si Jabu malah
lebih hebat!" tukas seorang pendukung si Jabu yang lain.
"Itu belum apa-apa, Sebentar lagi si Jago pasti akan
menunjukkan kehebatannya!" balas pendukung si Jago,
"Ya! Kalian seperti tidak tahu saja. Si Jago memang biasa
mengalah dulu, Tapi nanti sekali mengamuk, dia akan memotes
leher si Jabu!" teriak yang lain, memenangkan si Jago.
Sementara para penonton dan petaruh berteriak menjadi
pendukung, kedua pemilik ayam mulai ketar-ketir melihat
jagoan masing- masing yang bertarung semakin buas. Kepala
kedua ayam jantan itu mulai berdarah, setelah jambul-
jambulnya terluka. Demikian pula kedua jenggernya, Tapi
sejauh ini belum terlihat siapa yang bakal menjadi pemenang.
Kedua ayam Itu pun kelihatannya sama-sama tangguh dan
kuat. Bahkan memiliki ketahanan yang menakjubkan,
"Ayo, Jabu! Kau datang jauh-jauh ke sini bukan untuk
kalah. Tunjukkan keperkasaanmu, Jabu!" teriak Ki Balaga.
"Ayo, Jago! Kau harus secepatnya mengalahkan lawanmu,
Kalau tidak, tidak akan seorang pun percaya bahwa kau jago
dari segala jago!" teriak Pandu pula,
Tapi agaknya teriakan Pandu tidak berpengaruh kepada
jagoannya. Sebaliknya bagi Ki Balaga, si Jabu seperti mengerti
akan teriakan majikannya barusan. Secepat kilat ayam. dari
negeri Andalas itu melompat tinggi sambil mengepakkan
kedua sayapnya, Kaki kanannya mendadak menyambar leher.
Sementara tajinya yang mirip pengait itu seketika merobek
leher si Jago yang tak mampu menghindar.
Crasss.. .! "Keekh...!"
SI jago berteriak kesakitan seperti disembelih. Larinya
sempoyongan. Sementara darah terus berceceran di lehernya.
Ayam itu kemudian roboh sambil menggelepar-gelepar.
"Horeee! Hidup si Jabu..,!" teriak Ki Balaga seraya
mengepalkan tangan.
Teriakan itu diikuti para pendukung K i Balaga dengan
bersemangat. Dan si Jabu sendiri dengan pongahnya
mengepak-ngepakkan sayapnya sambil berkokok lantang
meski suaranya agak parau.
Ki Balaga buru-buru menyambar dan membersihkan luka
ayamnya. Dikeluarkannya dahak di kerongkongan si Jabu.
Sementara itu Pandu masih terpaku seperti tidak percaya
kalau ayam kebanggaannya kalah dengan cara amat
menyedihkan. "Urat lehernya putus seperti dipotong!" desis seseorang
yang memperhatikan si Jago.
"Gila! Selama ini jarang yang bisa melakukan hal seperti
itu, si Jabu benar-benar hebat!" timpal yang lain.
Dan yang mengerubungi si Jabu bukan hanya para
pendukungnya. Tapi juga para pendukung si Jago, Mereka
memperhatikan ciri-ciri khusus yang dimiliki si Jabu.
Barangkali hendak mencocokkan dengan ciri-ciri ayam jago
yang dimiliki. Atau barangkali hendak mencari ayam jago yang
bentuknya mirip si Jabu. Tapi semua sepakat bahwa kehebatan
si Jabu terletak pada taji kanannya yang aneh itu. Selain itu,
ada yang mungkin tidak diketahui sebagian dari mereka. Yaitu,
semangat bersabung si Jabu serta kecerdikannya mencari
peluang untuk melumpuhkan lawan, Kedua hal itu agaknya
yang sulit ditemukan pada ayam jago lain,
"Bagaimana, Pandu" Kau telah mempersiapkan empat puluh
kepeng perak?" tagih Ki Balaga sambil tersenyum-senyum
Pandu segera mengeluarkan pundi-pundi yang telah
dipersiapkan dan menyerahkannya pada laki- laki setengah
baya, Ki Balaga menghitungnya sebentar, Dan ketika jumlahnya
tepat, dia buru-buru mengantonginya.
"Cari jagomu yang lain, Pandu! Si Jabu siap menantangnya!" ujar orang tua berusia setengah abad itu,
seperti melecehkan,
"Jangan sombong dulu, K i! Ayamku masih banyak dan
sehebat si Jago."
"Ha ha ha...! Kalau masih setimpal si Jago sebaiknya jangan
coba-coba melawan si Jabu. Karena, nasibnya tidak akan lebih
beruntung!" sahut Ki Balaga sedikit menyombongkan diri.
Pandu hanya bisa memaki orang tua itu di dalam hati. Kalau
saja dia punya ayam yang lebih hebat daripada si Jago, tentu
akan ditantangnya lagi si Jabu. Walaupun harus dengan
bertaruh rumah berikut perabotannya, Tapi seperti apa yang
dikatakan orang tua itu, agaknya kekalahannya barusan bisaa
diterima akal. Melihat cara bertarung si Jabu tadi rasanya
ayam-ayam peliharaannya tidak ada yang sanggup menandingi.
Sementara itu, Ki Balaga semakin sombong saja dengan
wajah berseri-seri.
"Ayo, siapa berikutnya yang berani menantang si Jabu"
Taruhannya seratus kepeng perak!" teriak Ki Balaga pada
orang-orang yang ada di sekitarnya sambil memandang ke
sekeliling, Namun agaknya tidak ada seorang pun yang berani
menyodorkan jagonya untuk menandingi si Jabu. Mereka
sebelumnya sepakat dan sama-sama mengetahui kalau si Jago
adalah jawara sabung ayam di desa Ini Maka bila ayam itu
telah dikalahkan secara mengenaskan, maka bagaimana pula
nasib ayam jago mereka" Kalau taruhannya tidak seberapa,
mungkin masih ada yang punya nyali, sekadar menjajal
peliharaannya dengan si Jabu. Tapi seratus kepeng perak
adalah jumlah yang cukup banyak. Dan, tidak ada yang berani
mengeluarkannya begitu saja untuk kemenangan yang seperti
pasti tidak bisa diperoleh.
Dalam keadaan begitu mendadak...
"Aku si Cupu Manik menantang ayammu untuk bertarung
dengan sahabatku!"
Tiba-tiba terdengar seseorang menyambut tangan Ki Balaga
dari belakang kerumunan,
"Hei"!"
*** Semua orang segera berpaling ke arah datangnya suara, Dan
beberapa orang langsung memberi jalan kepada seorang
pemuda yang berdandan aneh. Karena, sekujur tubuhnya
dipenuhi bulu-bulu ayam yang beraneka warna. Tapi, pemuda
yang mengaku bernama Cupu Manik itu seperti tidak peduli.
Dan dia telah berdiri di hadapan K i Balaga,
"Naikkan taruhan kalau kau berani!" ujar pemuda
berpenampilan aneh dengan nada dingin,
Ki Balaga tidak langsung menjawab. Diperhatikannya
pemuda itu dengan tatapan aneh. Entah orang gila atau karena
terlalu memuja ayam, sehingga pemuda ini mendandani dirinya
semirip ayam. Ubun-ubunnya dipasang jambul dari bahan
sejenis karet. Demikian pula jengger di dagunya serta paruh
besi yang berada di dahi. Pada kedua mata kakinya dipasang
taji yang berupa pisau baja amat tajam. Pinggang bagian
belakangnya dibentuk menyerupai ekor ayam jantan dengan
menjalin bulu-bulu ayam.


Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"He, kau dengar tantanganku"!" bentak Cupu Manik dengan
tatapan marah. "Hm.... Berapa kau berani bertaruh?" tanya Ki Balaga tak
kalah sinis. Cupu Manik tidak menjawab. Tapi tangannya bergerak,
mengeluarkan kantung kain yang terikat di pinggang, Lalu
dihamparkannya ke tanah.
KI Balaga serta yang lainnya melotot kaget. Mereka yang
semula menanggapi orang gila ini tidak sungguh-sungguh
menantang si Jabu, jadi berpikir lagi. Sebab, isi kantung kain
itu berupa kepingan-kepingan emas.
"Isinya dua puluh kepeng emas! Aku masih mempunyai
sepuluh kantung seperti itu. Apa taruhanmu"!" jelas Cupu
Manik. Melihat pemuda itu bersungguh-sungguh, Ki Balaga mulai
memasang sikap sungguh-sungguh. Dikeluarkannya semua
uang yang dimilikinya. Tapi kalau dijumlahkan, semuanya
baru mencapai lima belas kepeng emas. Masih kurang lima
kepeng emas lagi
"Jangan khawatir! Aku bertarung untuk si Jabu!" teriak
seorang penonton, seraya melemparkan sekeping uang emas,
Masih kurang empat lagi! Tapi, agaknya Ki Balaga tidak
menunggu terlalu lama. Karena kehebatan si Jabu telah
membuahkan kepercayaan di dalam hati para petaruh.
Sehingga dalam waktu singkat, banyak orang yang bertarung
untuk si Jabu sampai jumlah dua puluh kepeng emas genap.
"Ayo, keluarkan jagomu!" ujar Ki Balaga,
Cupu Manik menurunkan ayam jago yang sejak tadi dikepit
di ketiak kirinya. Kemudian dia berjongkok
"K ulihat kalian cukup berharta. Maka, aku bermaksud
menaikkan taruhan," gumam pemuda ini tanpa menoleh pada
orang-orang di sekelilingnya.
Kembali Cupu Manik mengeluarkan pundi-pundi seperti
tadi dan mencampakkannya di tanah. Seorang laki- laki
bertubuh tegap yang bertugas sebagai bandar segera
menyambar dan menghitungnya,
"Taruhannya jadi lima puluh kepeng emas!" seru sang
bandar. "He. gila!"
Semua orang tersentak kaget dengan wajah heran dan mata
melotot tidak percaya. Taruhan yang diajukan pemuda aneh itu
cukup besar. Bahkan jarang, ada yang bisa menandingi.
"Tidak usah banyak bicara! Kalian pecandu sabung ayam.
Dan kini melihat jumlah taruhan begitu saja sudah melotot.
Aku bahkan bisa menaikkan taruhan menjadi empat kali lipat!"
sentak Cupu Manik seraya mengeluarkan semua pundi uang
miliknya, "Semuanya genap dua ratus kepeng emas!" teriak bandar,
mengumumkan jumlah taruhan pemuda itu.
Entah dari mana asalnya pemuda bernama Cupu Manik itu.
Bahkan tak seorang pun yang tahu siapa dia sebenarnya. Dan
yang membuat mereka heran, dari mana dia mendapatkan uang
sebanyak itu"
"Cepat keluarkan taruhanmu!" bentak Cupu Manik
Ki Balaga tergagap. Dia tidak tahu apa yang mesti
dipertaruhkan. Sebab memang tidak memiliki uang sebanyak
itu. "Kisanak! Aku mau saja bertaruh, Tapi, uangku tidak cukup
sebanyak yang kau miliki..,," kata Ki Balaga merendah,
"Kalian boleh mengumpulkan uang. Bahkan seluruh
kampung ini boleh membantu. Bukankah kalian percaya,
bahwa ayam kepunyaan orang tua ini hebat dan tak
terkalahkan"!" teriak pemuda itu lantang, kepada orang-orang
yang berada di sekitarnya.
Sebenarnya mereka ketar-ketir juga melihat taruhan yang
amat banyak. Sepanjang sejarah di desa ini, belum pernah ada
taruhan sabung ayam sebanyak itu. Tapi selain percaya kalau si
Jabu hebat, mereka juga bernafsu untuk melipatgandakan
uangnya untuk bertaruh dengan berpihak pada ayam Ki Balaga,
Sebagian yang lain merasa perlu untuk merontokkan
kecongkakan pemuda itu sehingga beramai-ramai menyumbangkan uang untuk bertaruh memenangkan si Jabu.
"Masih kurang tujuh puluh kepeng emas lagi!" seru sang
bandar, memberitahukan taruhan K i Balaga dan para petaruh,
"Nah! Kau dengar sendiri, bukan" Aku tidak punya taruhan
sebanyak itu. Bukan berarti aku tidak berani bertaruh
denganmu,.., " jelas Ki Balaga putus asa.
"Tapi, kau yakin kalau ayammu bisa mengalahkan
saudaraku ini?" tanya Cupu Manik. Pemuda aneh ini lantas
mengelus-elus ayam jago berbadan tegap dan leher pendek
dengan kedua kaki besar dan kuat Sisiknya hitam dan tebal.
Tidak ada yang istimewa dari sepasang taji yang dimiliki ayam
jago itu, Kalaupun ada yang membuat mereka merasa seram
adalah sepasang matanya yang berkilat tajam penuh nafsu
membunuh. "Tentu saja!" sahut K i Balaga yakin, yang disambut para
pendukungnya dengan bersemangat.
"Kalau begitu kau boleh bertaruh dengan lainnya," kata
pemuda aneh itu,
"Apa maksudmu?" tanya Ki Balaga dengan kening berkerut.
"Kau harus pertaruhkan rumah serta sawah ladangmu. Dan
kalian pun harus bertaruh. Bila ayammu kalah, maka
berhentilah menyabung ayam!"
Permintaan pemuda itu tentang rumah serta sawah ladang
sebagai taruhan mungkin tidak mengejutkan, Tapi berhenti
menyabung ayam" Itu sesuatu yang konyol dan amat aneh!
Seorang pecandu sabung ayam meminta berhenti menyabung
ayam yang sudah mendarah daging pada setiap penduduk desa
ini, Tentu saja hal itu permintaan yang sulit diterima, Hampir
saja mereka membatalkannya, kalau seseorang tidak berbisik
ke telinga K i Balaga, Seketika laki- laki setengah baya itu
tersenyum seraya mengangguk pelan.
"Baiklah. Aku penuhi taruhanmu itu, Anak Muda, Nah,
persiapkan ayammu!" lanjut Ki Balaga,
Beberapa orang yang tadi mendukung laki- laki setengah
baya itu masih ribut. Tapi ketika satu persatu mendapat bisikan
kawan-kawannya yang telah tahu siasat yang dijalankan orang
yang tadi berbisik ke telinga K i Balaga, mereka terdiam sambil
tersenyum. Kemudian kepala mereka mengangguk-angguk dan
akhirnya menyetujui.
Sementara Cupu Manik sama sekali tidak mau ambil pusing
atas sikap mereka yang mencurigakan. Dia berjongkok seraya
mengelus ayam jagonya. Sepasang matanya berkilat tajam,
memandang si Jabu, Kemudian terdengar dia berkokok seraya
mendongakkan wajah, Lalu ayamnya dilepaskan dan telah
ditunggu si Jabu,
"Horeee...!"
"Ayo, Jabu! Beri hajaran lawanmu..!"
"Sikat Jabu!"
*** 2 Dalam beberapa gebrakan, si Jabu agaknya tidak membuat
pendukungnya gembira. Sikapnya tidak garang dan gagah
seperti yang diperlihatkannya ketika melawan si Jago,
Sebenarnya hal itu tidak dibenarkan. Karena si Jabu sudah
demikian lelah, setelah bertanding melawan si Jago. Maka
kalau hendak bersabung mesti menunggu satu atau dua
minggu, Tapi, ayam pemuda bernama Cupu Manik dua kali
lipat lebih kecil dibanding si Jabu. Jambul di kepalanya belum
lagi bergerumbul, Dan jenggernya pun tidak ada, ini
menandakan kalau ayam itu masih muda. Dan menurut mereka
yang suka bersabung ayam, nyali ayam muda lebih kecil
ketimbang ayam dewasa.
Itulah sebabnya Ki Balaga berani menyabung ayamnya yang
masih terluka. Para pendukungnya juga berpikir begitu. Sekali
si Jabu mengembangkan bulu-bulu lehernya, maka ayam
pemuda itu yang lebih muda dan kecil, tentu akan ciut
nyalinya. Bahkan akan kabur tunggang- langgang.
"Ayo Jabu, sikat ayam pitik itu!" teriak seorang pendukung.
"Ayo Jabu, perlihatkan kegaranganmu!" timpal yang lain,
Si Jabu berputar-putar seperti kebingungan dikecoh ayam
milik Cupu Manik yang bergerak gesit menyusup di balik
kedua sayapnya. Sesekali ayam pemuda aneh itu menyundul
dan berada di antara kedua kaki si Jabu. Sehingga ayam Ki
Balaga ini agak terjungkit. Kemudian dengan tiba-tiba ayam
milik Cupu Manik mematuk dari samping, sehingga telinga kiri
si Jabu robek dan berdarah,
Bret! "Keokh!"
Si Jabu menjerit kesakitan. Dan dia berusaha melepaskan
diri, tapi paruh lawan melekat kuat. Sehingga membuat
lukanya semakin lebar.
. Ketika Cupu Manik berkokok, ayamnya seketika
menerjang leher si Jabu. Tapi kaki kiri menancap tepat di
tenggorokan, Padahal pada saat yang sama, kulit telinga si Jabu
belum juga dilepaskan. Sehingga, sulit baginya untuk
membalas. "Ayo balas, Jabu! Ayo, balas...!" teriak penonton melihat si
Jabu tak berdaya,
Dan tiba-tiba ayam milik Cupu Manik bergerak cepat
menyambar dengan tajinya.
Crab! Crab! ''Keoook...!'' Kembali si Jabu berteriak kesakitan, ketika taji kiri
lawannya terus menghujam ke lehernya tanpa henti. Darah
mulai mengucur deras dari leher. Dan gerakan ayam
kesayangan Ki Balaga itu terlihat limbung,
Pada saat itu, ayam Cupu Manik bergerak menerjang,
Sebelah tajinya langsung menyambar ke arah telinga,
Crasss! "Keeookh..,!"
Si Jabu roboh disertai keok kematian. Dan nasibnya tidak
lebih baik dari si Jago, begitu taji lawannya menancap di
telinga. "Astaga! Tidak mungkin...!" desis para penonton dan
petaruh, Mereka seperti tidak percaya melihat kenyataan yang
terjadi. Seekor ayam yang besarnya setengah dari si Jabu punya
daya serang begitu hebat. Rasanya, meski si Jabu masih segar-
bugar pun, akan sulit mengalahkan ayam jago milik Cupu
Manik. "Berikan taruhannya!" tagih Cupu Manik dingin, setelah
menyambar ayam langsung dirampasnya uang taruhan dari
tangan sang bandar.
Sejenak Cupu Manik mengedarkan pandangan ke sekeliling.
"Dan mulai sekarang, rumah serta sawah ladangmu menjadi
milikku. Aku berbaik hati padamu, dan membolehkanmu
tinggal bersamaku, Asal, kau mau bekerja untukku," sambung
Cupu Manik, berteriak lantang, "Juga bagi kalian harus
menepati janji. Aku akan mengawasinya, bila kalian mungkir.
Mulai saat ini juga, sabung ayam dilarang!"
"Kau tidak berhak melarang, sebab sabung ayam telah
mendarah daging di desa ini!" sahut salah seorang penonton,
"Betul! Kau tidak berhak melarang, Sebab, itu sudah
menjadi kebiasaan di Desa Loyang!" sambut yang lain tak
kalah lantang. Cupu Manik terdiam. Kembali diperhatikannya mereka satu
persatu dengan sepasang mata tajam.
"Diam kalian semua...!" bentak pemuda aneh itu nyaring.
Seketika mereka yang mendengar tersentak kaget. Jelas,
teriakan itu tidak dikeluarkan sembarangan. Tapi, lewat
pengerahan tenaga dalam tinggi. Kalau tidak, untuk mereka
yang mendengarnya tidak akan berdetak lima kali lebih cepat
"Sekali kalian telah berhutang padaku, maka jangan harap
bisa mungkir untuk melunasinya, Siapa saja yang coba
membuatku marah, akan mati saat ini juga!" lanjut Cupu Manik
dengan sikap mengancam.
"Hei, Bocah Edan! Kau tidak berhak berbuat apa pun di
desa ini. Kau sudah menang, maka pergilah. Dan, jangan buat
keonaran. Kalau kau mau berdiam di desa ini, maka ikuti saja
peraturan yang ada. Kami akan menyabung ayam. Dan itu
tidak merugikan siapa pun'" bentak seorang laki- laki tegap
dengan golok terselip di pinggang,
Hampir semua penduduk Desa Loyang tahu, kalau laki- laki
berusia sekitar tiga puluh tahun itu bernama Timpal. Memang
laki- laki ini cukup ditakuti. Banyak yang percaya kalau dia
punya ilmu silat hebat. Timpal tak segan-segan menampar serta
memukul orang bila berbeda pendapat dengannya. Sehingga
selama ini tidak ada yang berani berurusan dengannya.
"Bagi kalian tidak merugikan, Tapi bagi kaumku, kalian
tidak berperasaan dan kejam. Aku raja mereka, Dan aku
berhak-melindungi mereka!" oceh Cupu Manik tegas.
Ucapan pemuda itu terdengar aneh dan lucu sekali. Katanya,
dirinya adalah raja yang tentu saja maksudnya raja para ayam,
"Hei, Bocah! Kalau tidak sinting mungkin kau tengah
kesurupan! Kalau kau menganggap dirimu ayam, itu terserah.
Bahkan kami tak ambil peduli kalau kau mengangkat diri
sebagai raja ayam. Pergilah sana ke hutan. Dan pimpinlah
rakyatmu di sana. Jangan mengusik kesenangan orang! Hei,
Raja Ayam! Apa pun yang kau katakan, kami tetap akan
menyabung ayam. Dan tidak seorang pun yang bisa melarang!"
sahut Timpal sambil berkacak pinggang.
"Kalau begitu, kau akan bersabung denganku. Sampai salah
seorang dari kita binasa!" tantang Cupu Manik, tegas,
Kemudian dengan langkah tenang pemuda itu mendekati
Timpal. Dan tanpa aba-aba dia sudah langsung melompat
menerjang. "Kreaaakh... !"
*** Mendapat serangan demikian, Timpal terkejut. Namun
secepat kilat goloknya dicabut menyongsong serangan.
Srang! Saat itu juga Timpal membabatkan goloknya ke arah leher
Cupu Manik yang tengah meluruk tapi tanpa diduga sama
sekali, pemuda aneh itu menekuk tubuhnya. Sehingga babatan
Timpal hanya menyambar angin, Belum juga Timpal


Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengembalikan tubuhnya, Cupu Manik telah membuat satu
gerakan jungkir balik. Dan tiba-tiba, kedua kakinya menjulur
ke arah leher Timpal. Lalu,..
Creb! Creb! "Aaa..."
Disertai pekik kematian, Timpal terhuyung-huyung ketika
kedua taji di kaki Cupu Manik, menancap di lehernya dua kali
berturut-turut. Darah langsung memancur dari luka- lukanya.
Tubuhnya lalu ambruk dan tewas setelah menggelepar-gelepar
meregang nyawa,
"Begitulah rasanya bangsaku mati kalian adu, " desis Cupu
Manik disertai senyum sinis, begitu berdiri kokoh di tanah,
Untuk sesaat orang-orang di tempat itu terpaku memandang
mayat Timpal. Tapi kemudian mereka memandang marah pada
pemuda aneh itu.
"Pemuda gila itu telah membunuh Timpal!" teriak seseorang
sambil menunjuk Cupu Manik Saat itu juga yang lain seperti
terbangun dari mimpi.
"Betul! Dia mesti mendapat ganjaran setimpal!" sambut
yang lain, "Tangkap dia!"
"Bunuh!"
Seketika, kemarahan memuncak ditumpahkan pada pemuda
itu. Maka tanpa seorang pun yang bisa mencegah, mereka
menyambar apa saja yang bisa digunakan untuk menghajar
Cupu Manik. "Kreaaakh...J"
Mendadak saja, pemuda itu menjerit keras. Lalu tubuhnya
melompat menyongsong orang-orang itu tanpa kenal rasa
takut. Tubuhnya berjumpalitan beberapa kali, dengan kedua
tangan serta kaki yang dilengkapi taji menerjang keroyokan.
Prak! Prak! Bret!
"Aaa...!"
Orang-orang yang nekat itu kontan menjerit kesakitan
dihantam telapak tangan Cupu Manik yang kuat bagai sayap
ayam, raksasa. Belum lagi tendangan serta hujaman kedua taji
di kakinya. Dalam sekejap saja, lima orang roboh menggelepar
tak bernyawa, "Gila! Dia betul-betul pembunuh. Dia tidak bisa diberi hati.
Habisi pembunuh gila ini!" teriak seorang pemuda memberi
semangat pada yang lain.
Tapi begitu orang-orang kembali mengeroyok, pemuda itu
kabur diam-diam dari tempat ini. Agaknya dia sudah mencium
gelagat yang tidak beres, sehingga lebih baik cari selamat
sendiri, Dan itu memang beralasan, Sebab pemuda yang merasa
dirinya sebagai bangsa ayam itu ternyata betul-betul gila.
Tubuhnya bergerak gesit. Dan setiap kali kedua tangannya
bergerak, menimbulkan desir angin kencang, Korban-korban
kembali berjatuhan. Dan kali ini, pemuda Desa Loyang
akhirnya sadar kalau tidak kuasa melawan pemuda aneh itu.
"Lari...! Lari...!" teriak seorang seraya lari paling depan,
Karuan saja tempat itu segera ditinggalkan orang-orang,
Mereka sibuk menyelamatkan diri. Sedang Cupu Manik hanya
diam, tanpa berusaha mengejar. Dilepaskannya ayam-ayam
aduan yang masih berada dalam kurungan, Kemudian...
"K ukuruyuuu...!"
Terdengar Cupu Manik berkokok nyaring.
"Hari ini kalian bebas dari perbudakan manusia-manusia!
Ayo berkokoklah yang lantang. Dan sambutlah kehadiran raja
kalian!" teriak Cupu Manik lantang,
Entah karena kebetulan atau memang mengerti apa yang
dikatakan, ayam-ayam itu langsung berkokok nyaring,
"Ha ha ha..,! Bagus! Bagus..,! Ayo, kita keliling kampung
ini. Dan kita bebaskan kawan-kawan yang lain!" lanjut pemuda
itu, berseru lantang dengan wajah berseri-seri.
Kemudian terdengar Cupu Manik berkotek-kotek. Lalu
kakinya melangkah mendekati perkampungan, diikuti barisan
ayam jago di belakangnya.
Orang-orang kampung yang melihat kejadian itu dan tempat
persembunyian berseru takjub dengan mata melotot tak
percaya, Cupu Manik sendiri sebenarnya tidak mengganggu mereka.
Dan dia hanya merusak kandang-kandang ayam serta
melepaskan ayam jago yang masih dikurung. Meski begitu,
tidak ada seorang pun yang berani mencegah perbuatannya.
Mereka sadar, mendekatinya sama saja mencari mati.
"Aku peringatkan kepada kalian semua!"
Terdengar suara lantang Cupu Manik berkumandang,
"Mulai sekarang, kalian tidak kuperbolehkan makan daging
saudara-saudaraku! Siapa saja yang coba-coba melanggar,
maka akan berhadapan denganku! Kalian boleh saja melakukan
kegiatan seperti biasa, tanpa merasa terganggu. Yang penting
segala tindakan terhadap rakyatku yang berbau penyiksaan,
tidak kuperbolehkan'" lanjut pemuda aneh ini.
Tapi meskipun begitu, tidak ada seorang pun yang berani
menampakkan diri. Kematian beberapa penduduk desa tadi
sudah cukup mengejutkan yang lain. Bahkan membuat cemas
seperti dibayangi ketakutan setiap saat Semua pintu dan jendela
tertutup serta dikunci rapat-rapat Bahkan ada yang diganjal
lemari serta benda-benda berat lain.
Pemuda itu sendiri tidak ambil pusing. Dia terus berkeliling
desa. Dan ketika menemukan sebuah pondok yang telah roboh
dikelilingi pohon-pohon besar, maka ke sanalah tujuannya,
diikuti puluhan ekor rakyatnya,
Cupu Manik masuk ke dalam dan berlindung di tempat yang
masih bisa terpakai. Sementara rakyatnya beterbangan ke
ranting-ranting pohon, dan sebagian menemaninya,
*** Kalau saja Cupu Manik tidak bernaung di sana, sudah
barang tentu penduduk Desa Loyang tetap tidak akan
mengetahui tentang dirinya. Maka begitu pemuda itu ke sana
mereka langsung teringat akan kejadian beberapa tahun yang
lalu. Malah, kabar tentang kehadiran Cupu Manik telah sampai di
telinga Kepala Desa Loyang ini yang dikenal bernama Ki
Tambuk. Kebetulan, rumah laki- laki berusia sekitar enam
puluh tahun itu berada sekitar tiga puluh tombak arah depan
rumah yang ditempati Cupu Manik sekarang ini.
"Dia tinggal di bekas rumah K i Rebong!" desis Ki Tambuk,
ketika mengintip dari sela-sela jendela depan rumahnya,
Istri dan kedua anak K i Tambuk ikut mengintip dari celah-
celah jendela, Tapi mereka tidak bisa melihat Cupu Manik,
karena terhalang atap yang telah roboh.
"Memangnya kenapa, Kang?" tanya perempuan berusia lima
puluh lima tahun, istri K i Tambuk.
"Apa , kau tidak ingat peristiwa delapan tahun lalu" K i
Rebong dan istrinya mati dibunuh, Empat anak mereka yang
lain pun ikut mati secara mengenaskan?" sahut Ki Tambuk,
"Astaga! Ya, aku ingat! Mereka punya anak yang
namanya... Rangkamaya! Ya, dia punya kesukaan aneh!" desis
Nyi Tambuk dengan wajah kaget seraya memandang
suaminya. Sesaat mereka saling pandang dengan isi kepala yang
mungkin sama. "Apa mungkin pemuda aneh yang mengaku bernama Cupu
Manik itu Rangkamaya?" gumam K i T ambuk seperti berkata
sendiri. "Mungkin juga, Kang. Paling tidak usia pemuda itu saat ini
sekitar dua puluh tahun. Saat itu si Rangkamaya berusia empat
belas tahun, Tapi yang lebih menyolok adalah, dia punya
kebiasaan, menganggap ayam sebagai saudara-saudaranya,"
jelas Nyi Tambuk.
"Kenapa dia bisa begitu, Bu?" tanya gadis berusia tujuh
belas tahun, yang tak lain putri sulung K i T ambuk Namanya,
Laksmi. Ketika peristiwa itu terjadi usia Laksmi masih sembilan
tahun. Meski tahu kejadiannya, namun dia tidak mengerti
kenapa bisa terjadi.
"Rangkamaya mungkin punya kelainan jiwa," jelas Nyi
Tambuk. "Sejak kecil, dia tak hanya sekadar memelihara ayam.
Tapi, juga merasa bahwa ayam itu adalah saudaranya. Dia tidur
bersama ayam-ayam. Bahkan juga makan beras dan gabah.
Ketika orangtuanya memotong ayam, dia berusaha mencegah
setengah mati. Hal itu berlangsung terus, dan orangtua serta
saudara-saudaranya tidak mau peduli, Pada suatu hari,
Rangkamaya kalap ketika keluarganya tengah berpesta-pora
makan daging ayam. Seketika dia menghunus golok dan
membunuh mereka semua. Setelah itu, Rangkamaya kabur ke
hutan dan menghilang beberapa tahun lamanya...."
"Jadi pemuda gila itu sebenarnya Rangkamaya itu?" kejar
Laksmi. "Entahlah, Ayahmu...."
Tok! Tok! Tok...!
Kata-kata Nyi Tambuk terputus ketika terdengar ketukan
dari pintu belakang. Wanita tua itu buru-buru membuka pintu,
Ternyata yang datang adalah dua penduduk desa ini yang ingin
bertemu dengan suaminya,
"Ada apa, K i Rambat" K i Basur?" tanya K i Tambuk, begitu
tiba di belakang istrinya.
Ki Tambuk segera mempersilakan kedua tamunya masuk,
Rumah mereka memang tidak jauh dari sini Dan kemungkinan
melihat pemuda aneh itu masuk ke gubuk reot tadi, sehingga
menimbulkan praduga yang sama,
"Ada apa?" ulang Ki Tambuk ketika keduanya belum juga
buka mulut. "Eh! Anu, Ki Mengenai pemuda itu. Apakah kau punya
dugaan?" tanya laki- laki tua berambut putih dengan ikat kepala
warna-warni. Dialah yang bernama K i Rambat.
"Maksud kalian?" K i Tambuk malah balik bertanya.
"Menurut kami, pemuda itu pasti si Rangkamaya yang
menghilang delapan tahun lalu," cetus laki- laki tua satunya
yang berkumis putih, Namanya Ki Basur.
"Benar, Ki!" timpal Ki Rambat
"Ya, aku pun menduga begitu..," desah K i Tambuk
"Lalu tindakan apa yang mesti dilakukan, Ki?" tanya K i
Basur lagi, "Dia telah berani membunuh orangtua serta saudara-
saudaranya, Tentu tidak segan-segan pula membunuh kita
semua, Buktinya kejadian tadi! Kita harus bertindak, Ki, Kalau
tidak, dia akan membunuh kita semua!" cetus Ki Rambat
"Aku pun telah berpikir ke arah situ. Tapi kita tidak bisa
gegabah, Jangan-jangan, dia malah mengamuk Kalian tahu
sendiri. Kalau dia bisa merobohkan si Timpal dengan mudah,
maka apalah artinya kita baginya?" tukas Ki Tambak.
"Lalu harus bagaimana, K i" K ita tidak bisa terus-terusan
hidup seperti ini. Dibayang-bayangi ketakutan. Harus ada
sesuatu yang mesti dilakukan!" tegas K i Basur,
"Benar, Ki!" timpal K i Rambat. "Semua penduduk dicekam
ketakutan!"
Ki Tambuk tidak langsung menjawab. Dia berpikir sebentar.
"Aku akan bicara padanya!" lanjut Kepala Desa Loyang ini,
"Bicara" Bicara apa?" kejar Ki Rambat dan K i Basur hampir
bersamaan. "Siapa tahu dia masih punya sedikit perasaan. Dan mudah-
mudahan pula, dia mau angkat kaki dari desa ini..,," desah Ki
Tambuk "Itu mustahil, Ki! Dia orang gila, Mana mungkin mau
mendengar bicaramu!" tukas Ki Rambat.
"Benar, Ki! Jangan-jangan dia malah menambah ancaman
buat kita," sambung Ki Basur,
"Aku usahakan dulu secara baik-baik! Kalau tidak bisa, baru
ditempuh dengan cara keras, Dalam hal ini, kita mesti
menjalankan semua cara, Jangan khawatir. Mungkin tadi dia
tengah panas dan penuh amarah, Mudah- mudahan saat ini
amarahnya mereda."
Mereka terdiam sesaat
"Kapan kau hendak bicara dengannya, Ki?" usik K i Rambat.
"Lebih cepat, lebih baik. Kalau perlu sekarang juga!" sahut
Ki Tambuk mantap,
Mereka kembali diam. Dan itu membuat niat Ki Tambuk
semakin mantap,
"Baiklah, Aku ke sana sekarang juga, Kalian tunggu saja di
sini, Atau, ikut aku?" lanjut Ki Tambuk.
"Eh! Kami... lebih baik pulang saja..,," sahut Ki Rambat,
mendadak ciut nyalinya,
Memang laki- laki tua ini tidak mau menanggung akibat
yang tidak diinginkan, Bagaimana kalau dia ikut, ternyata
pemuda itu mengamuk dan membunuh mereka" Padahal dia
punya banyak anak di rumah. Kalau dia mati, siapa yang
memberi makan mereka"
"Biar aku ikut denganmu, Ki!" sahut Ki Basur.
"Baik. Ayo kita berangkat sekarang," ajak K i Tambuk,
"Eh! Apa tidak sebaiknya kita berbekal golok, Ki?" tanya K i
Basur, "Tidak perlu. Kalau membawa golok, nanti dikira kita siap
melawannya, Itu lebih berbahaya lagi," sergah K i T ambuk.
"Baiklah,..."
*** 3 Ki Tambuk dan Ki Basur berdiri tegak dengan sikap ragu di
depan pondok yang dijadikan tempat tinggal Rangkamaya alias
si Cupu Manik. Meski demikian, kepala desa itu berusaha
memantapkan hati. Padahal, jantungnya berdegup kencang
ketika beberapa ekor ayam mendekati.
"K isanak, aku ingin bicara denganmu,..!" teriak Ki Tambuk
Sesaat tidak terdengar sahutan. selain suara kokok ayam
jantan yang cukup mengejutkan,
"K isanak! Aku kepala desa di sini yang bertanggung jawab
atas keselamatan warga, Keluarlah kau. Dan, mari kita bicara!"
teriak Ki Tambuk lagi.
"Mungkin dia tidak peduli, K i...," gumam Ki Basur.
"K ita tunggu sebentar lagi."," ujar kepala desa itu,
Mereka diam sesaat Suasana sedikit terusik oleh kokok
ayam-ayam jantan.
"K isanak! Kami tahu, kalau kau adalah si Rangkamaya. Kau
adalah penduduk desa ini yang dulu menghilang selama
beberapa tahun, Keluarlah, Dan, bicaralah padaku! Kami tidak
bisa hidup dalam ketakutan yang mencekam seperti ini!" teriak
Ki Tambuk lagi.


Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata-kata itu bersambut dari dalam pondok terdengar suara
langkah terseret Begitu pintu terbuka, tampak seorang pemuda
berdiri tegak terpaut kurang lebih sembilan langkah,
Jantung Ki Tambuk dan Ki Basur berdetak tiga kali lebih
cepat ketika pemuda berpenampilan aneh itu memandang
dengan tajam, "Pergilah! Kali ini aku belum memerlukan kalian," ujar
pemuda yang tak lain memang si Cupu Manik pendek.
"Rangkamaya! Kau tidak boleh membuat semua penduduk
desa ini ketakutan karena ulahmu..".. ujar Ki Tambuk, sedikit
perlahan suaranya tapi mengandung ketegasan,
"Aku tidak berbuat apa-apa" Kalianlah yang ketakutan
sendiri, .. kilah Rangkamaya alias si Cupu Manik.
"Kau telah membunuh sebagian penduduk desa dengan cara
keji," tandas Ki Tambuk.
Seketika tatapan mata pemuda itu langsung menyiratkan
ketidaksenangan,
"Jangan bicara sembarangan kalian! Siapa yang lebih dulu
mencari gara-gara"!" bentak Rangkamaya garang.
Hampir saja kedua orang tua ini terjingkat mendengar
bentakan barusan. Apalagi saat si Cupu Manik melangkah
mendekati mereka,
"Pergilah! Jika nanti kuperlukan, maka datanglah cepat ke
sini!" ujar si Cupu Manik garang.
"Eh! Kami..., maksudku, kau tidak bisa memerintah
seenaknya kepada kami...," sahut Ki Tambuk tergagap.
"Tutup mulutmu!" bentak pemuda itu lagi, lebih garang.
"Sudah berapa lama kalian menyiksa bangsaku"! Selama itu,
aku berdiam diri. Karena waktu itu aku tidak kuasa
menghentikan perbuatan keji yang kalian lakukan. Kalian adu
saudara-saudaraku.
Kalian potong, kalian robek-robek tubuhnya. Kalian keparat terkutuk! Aku bersumpah mulai hari
ini bangsaku akan merdeka. Dan kalianlah yang akan
merasakan perbuatan kalian kepada kami dahulu!"
Merasa tidak ada gunanya lagi bicara, K i Tambuk segera
berbalik. Kakinya langsung melangkah meninggalkan tempat
itu, diikuti Ki Basur dengan terburu-buru.
*** "K ita harus bertindak Dia tidak bisa dibiarkan begitu saja!"
dengus Ki Basur berang, ketika telah berada di dalam rumah K i
Tambuk "Apa maksudmu" K ita ke sana beramai-ramai lalu
mengeroyoknya?" tanya Ki Tambuk.
"Kenapa tidak" Sebelum dia memperlakukan kita seperti
hewan, maka biar dia merasakan betapa tidak enaknya menjadi
hewan!" tandas Ki Basur.
"Akan banyak yang mati sia-sia...."
"K ita harus coba, Ki! Sehebat-hebatnya dia, mana mungkin
bisa mengalahkan keroyokan banyak orang!"
Ki Tambuk tidak langsung menjawab. Namun dia mencoba
mencari jalan keluar yang lebih aman,
"Bagaimana, Ki?" desak Ki Basur,
"Aku punya cara yang lebih. aman," sahut K i Tambuk
sambil tersenyum.
"Apa itu?"
"K ita sewa saja jago-jago bayaran, untuk melumpuhkannya.
Kemudian serahkan saja dia pada prajurit kadipaten untuk
mendapat hukuman setimpal atas perbuatannya," papar Ki
Tambuk, tentang rencananya.
"Hm, boleh juga. Tapi dari mana kita dapatkan Jago-jago
untuk mengalahkannya ?" tanya Ki Basur.
"Tentu saja dari desa lain! Aku kenal seseorang yang bisa
melumpuhkan si Rangkamaya. "
"Siapa, Ki?"
"K i Sedang yang tinggal di kaki Gunung Argowayang, Dia
memiliki kesaktian hebat. Mudah- mudahan dia mampu
melumpuhkan Rangkamaya dengan mudah."
"Tapi, bagaimana cara menghubunginya" Apakah si
Rangkamaya akan membunuh siapa saja yang coba keluar dari
desa ini?"
"K ita akan berangkat sore nanti,"
"Sore nanti" Maksudmu, kita berdua?"
"Tentu saja! Apakah kau takut?"
"Bukan begitu, Ki. Tapi...,"
"Baiklah," potong Ki Tambuk, seperti memahami ketakutan
Ki Basur, "Kalau begitu biar aku sendiri yang pergi."
"Maaf, Ki. Bukan aku tidak mau mengawani..."
"Tidak apa, Ki Basur. Aku mengerti. Pulanglah...."
"Terima kasih, K i, Eh! tapi, aku masih heran. Kenapa mesti
berangkat sore-sore?"
"Kalau si Rangkamaya merasa dirinya ayam, maka dia pun
punya penyakit rabun senja. Saat itu, penglihatannya
memburuk. Maka dia tidak akan bisa mengawasiku, " jelas K i
Tambuk. "Cerdik juga!" puji K i Basur.
*** Sepeninggal K i Tambuk memang tidak ada kejadian apa-
apa, Sejak sore tadi, tidak ada seorang pun yang berani keluar
rumah. Paling-paling hanya mereka yang keluarganya tadi
tewas, dibantai Rankamaya. Itu pun secara diam-diam. Dan
mereka menguburkannya di pekarangan rumah masing- masing
tanpa upacara. Saat itu Desa Layang seketika berubah menjadi desa mati.
Bahkan untuk bersuara pun, para penduduknya takut. Rasanya,
setiap orang takut untuk memejamkan mata. Mereka
membayangkan pemuda itu tiba-tiba saja berada di ambang
pintu, lalu mencabut nyawa mereka satu persatu.
Sementara itu ayam jantan telah berkokok saling bersahutan,
terdengar amat gaduh di sekeliling gubuk reot yang dihuni
pemuda aneh bernama si Rangkamaya alias si Cupu Manik.
Di rumah Kepala Desa Layang, telah hadir seorang laki- laki
berusia setengah abad. Tubuhnya kurus, Sebagian rambut serta
jenggotnya yang tipis telah memutih. Kepalanya memakai ikat
berwarna putih. Pakaiannya sederhana. Dan di pinggangnya
terselip sebilah keris,
"Tidak usah khawatir, K i Tambuk. Dia akan kulumpuhkan
dalam waktu singkat!" ujar laki- laki bertubuh kurus itu, setelah
Ki Tambuk menceritakan seluruh peristiwa yang terjadi di
Desa Loyang ini.
"Syukurlah kalau begitu, K i Sedang, Hati kami sedikit lebih
lega," desah K i Tambuk.
"Jauhkah tempatnya?" tanya laki- laki kurus yang ternyata
bernama Ki Sedang.
"Gubuk reot di sana! Dari sini terlihat!" K i Tambuk berdiri,
lantas menunjuk gubuk yang dimaksud dari celah-celah
jendela. "Hm...." Ki Sedang yang sudah berdiri bergumam pelan
seraya mengangguk-angguk
"Biar aku ke sana sekarang juga!" lanjut laki- laki berbadan
kurus itu seraya melangkah.
"Hati-hati, Ki!" ingat Ki Tambuk
"Jangan khawatir, Aku tidak ingin mengecewakan kalian!"
sahut K i Sedang terus melangkah mantap keluar pekarangan,
Sementara di luar sana keadaan masih terlihat gelap. Namun
ujung bias cahaya matahari mulai melukis sebagian cakrawala.
Ki Tambuk tidak berani menyertai. Bersama istri, dan kedua
anaknya mereka hanya mengintip dan celah-celah jendela
dengan harap cemas,
*** "K isanak yang berada di dalam! Keluarlah kau! Ada urusan
yang mesti kita selesaikan hari ini'" teriak Ki Sedang lantang,
begitu tiba di depan podok yang ditempati Cupu Manik.
Belum ada sahutan, kecuali suara kokok ayam-ayam yang
bertebaran di sekitar pondok.
"K isanak! Keluarlah kau, Atau,..,"
Suara Ki Sedang terputus ketika terdengar suara derit pintu
terbuka. Tak lama, muncul seorang pemuda, berdandan aneh
yang memang Rangkamaya alias Si Cupu Manik.
"Pergilah kau, Orang Tua! Jangan ganggu sarapanku!"
dengus Rangkamaya, menatap tajam K i Sedang, Lalu dia
berbalik, dan kembali masuk ke dalam,
"Sarapanmu boleh ditunda, Tapi urusan ini tidak!"
"Kalau kau memang ada urusan denganku masuklah!"
Maka dengan langkah tegap Ki Sedang memasuki pondok si
Cupu Manik. Sesaat langkahnya terhenti ketika mendadak
terdengar ayam jantan berkokok bersahutan menyambut
kedatangannya. Tapi, kemudian laki- laki setengah baya itu
kembali melangkah.
Tidak seorang pun tahu apa yang mereka lakukan di dalam.
Namun tiba-tiba K i Tambuk serta istri dan kedua anaknya, dan
mungkin juga beberapa tetangga yang mengintip kejadian itu,
dibuat kaget ketika...
"Yeaaa...!"
Semua mata melihat, satu sosok tubuh kurus yang tak lain
Ki Sendang menerobos keluar rumah si Cupu Manik. Laki- laki
itu kemudian mendarat di halaman, seperti menunggu.
"Keparat busuk! Kau kira bisa lari seenaknya dariku"! Kau
akan mati seperti yang lainnya!"
Terdengar bentakan Rangkamaya. Pemuda itu lantas
menerobos keluar, mengejar K i Sendang yang menunggu di
luar. "Bocah terkutuk sepertimu tidak selayaknya hidup di dunia
ini! ingatlah! Kau manusia, bukan hewan. Tapi kalau kau
hendak diperlakukan seperti hewan, maka biar aku yang
mencobanya pertama kali!" balas Ki Sedang.
"Manusia terkutuk! Kau akan kusembelih. Dagingmu akan
kugoreng, lalu kumakan bersama saudara-saudaraku!" desis
Rangkamaya. Saat itu juga, si Cupu Manik melompat menyerang K i
Sedang dengan gerakan cepat bukan main bagai ayam
kinantan. "Uts! Bocah edan!" rutuk K i Sedang, seraya berkelit ke
samping. Mau tidak mau K i Sedang mesti membenarkan penuturan Ki
Tambuk kalau pemuda itu tak bisa dipandang sebelah mata.
Semula dikira hanya orang gila biasa. Tapi merasakan
serangannya yang mengeluarkan desir angin kencang, sadarlah
lelaki setengah baya ini
Begitu mendapat kesempatan, secepat kilat Ki Sedang
mencabut kerisnya. Saat itu juga, ganti dia yang balik
menyerang, Wut! Bet! Ujung keris K i Sedang berkelebat cepat. Namun hanya
dengan meliuk-liukkan tubuhnya, si Cupu Manik mampu
menghindar dengan gerakan tidak kalah gesit. Kemudian tiba-
tiba sebelah telapak tangannya menghantam ke arah dada.
Ki Sedang terkejut Dicobanya untuk melompat ke belakang.
Tapi, terlambat. Telapak tangan Rangkamaya lebih cepat
menghujam dada.
Begkh! "Aaakh,..!"
Disertai pekikan kesakitan, K i Sedang terjungkal dua
tombak ke belakang,
"Mampus kau!" dengus Rangkamaya geram, seraya
melompat menerkam,
Ki Sedang yang masih merasakan dadanya terasa nyeri
menerima hantaman tadi, menyadari kalau bahaya tengah
mengincar, Maka secepat kilat tubuhnya bergulingan.
Tapi Rangkamaya pun tidak kalah gesit. Begitu sasarannya
luput, maka tubuhnya ikut bergulingan sambil mengayunkan
sebelah kakinya, Karena gerakan pemuda itu lebih cepat,
akibatnya..., Creb! Creb! "Aaa_..!"
Tak ayal lagi, sepasang taji yang melekat di kaki
Rangkamaya menancap di dada kiri K i Sedang beberapa kali,
Ki Sedang kontan terpekik. Darah langsung mengucur deras
dari jantungnya. Sesaat orang tua itu menggelepar tak berdaya,
lalu diam tak berkutik.
Rangkamaya bangkit berdiri memandangi mayat bekas
lawannya, Sambil mengepal- ngepalkan kedua tangannya, dia
berkokok lantang menandakan kemenangannya, Kemudian
tubuhnya berkelebat cepat mendekati rumah Ki Tambuk
"Orang tua busuk! Kau coba mengancam kekuasaanku, he"!
Kali ini kumaafkan, tapi mulai hari ini juga kumpulkan semua
laki- laki di desa ini, Aku akan mengadakan sabung manusia.
Siapa yang membantah akan kubunuh!" teriak si Cupu Manik
lantang, begitu berada sepuluh tombak di depan rumah Ki
Tambuk. Kepala Desa Loyang yang melihat kejadian itu menggigil
ketakutan. Demikian pula istri dan kedua anaknya. Mereka
tidak berani bersuara sedikit pun, sampai pemuda itu telah
berbalik menuju pondoknya.
"Apa yang mesti kita lakukan, Kang" Orang tua yang
menurut katamu bisa diandalkan kini terkapar tak berdaya,"
keluh Nyi Tambuk dengan muka pucat dan bibir gemetar,
ketika Rangkamaya sudah tak terlihat lagi.
"Entahlah, Nyi. Aku sendiri bingung, Rangkamaya mungkin
dimasuki roh jahat. Kesaktiannya sungguh hebat dan kita tidak
berdaya melawannya..,," desah K i Tambuk
"Sebaiknya kau turuti saja perintahnya dulu...," usul Nyi
Tambuk. "Apa"! Mengumpulkan orang-orang desa untuk disabung"!"
sentak Ki Tambuk.
"Apa kau ingin dia membunuh kita semua"! Kumpulkan
saja mereka. Dan beritahukan ancamannya tadi. Yang penting
kita jalankan saja dulu kemauannya."
"Eh, iya. Baiklah..."
*** Ki Tambuk memberitahukan perintah Rangkamaya kepada
para penduduk Tidak sulit menemukan mereka, karena sampai
matahari terbit belum ada seorang pun yang berani keluar
rumah. Apalagi pergi ke sawah atau ladangnya.
Beberapa orang yang sudah ketakutan, langsung menuruti
permintaan pemuda itu, Tapi sebagian menolak, meski K i
Tambuk telah memberitahu ancamannya.


Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak peduli! Dia tidak bisa seenaknya memerintahkan
kita untuk berkelahi antar sesama!" bantah seorang penduduk.
"Kau lihat sendiri, Jumeneng. Kalau tidak dituruti dia bisa
membunuhmu!" kata K i Tambuk memperingatkan, setelah
mengumpulkan penduduk di tempat yang agak luas.
"Aku tidak peduli! Bukan aku takut berkelahi. Tapi
berkelahi seperti ayam aduan, aku tidak mau!" sergah laki- laki
berperawakan besar yang dipanggil Jumeneng.
"Kalau sudah begitu keputusanmu, apa boleh buat" Tentu
saja aku tidak bisa memaksa..."
"K ukuruyuuukkk... !"
"Heh"!"
Kata-kata Ki Tambuk terputus begitu mendadak terdengar
suara ayam berkokok lantang, Semua orang langsung menoleh
ke arah asal suara. Dan ternyata Rangkamaya tahu-tahu telah
berada di belakang kerumunan. Entah kapan datangnya yang
jelas dari sini bisa diketahui betapa tingginya kepandaian
pemuda itu. "Kau akan bersabung pertama kali denganku!" tuding
Rangkamaya geram kepada Jumeneng, sambil melangkah ke
tengah-tengah kerumunan penduduk.
Bukan saja Jumeneng yang terkejut melihat kehadiran
Rangkamaya. Tapi, juga Ki Tambuk serta beberapa penduduk
desa yang berada di sekitarnya.
"Kreaaakh,..!"
Tapi sebelum hilang keterkejutan mereka, si Cupu Manik
telah menerkam Jumeneng yang masih termangu,
"O hhh..,!"
Jumeneng terkesiap, tak tahu mesti berbuat apa. Sebenarnya
dia sedikit mengerti ilmu olah kanuragan, Tapi mendapat
serangan mendadak begitu, membuatnya gugup, Akibatnya...,
Creb! Creb! "Aaa...!"
Tak terelakkan lagi, kedua taji di kaki Rangkamaya meluruk
tepat di dada Jumeneng beberapa kali. Laki- laki berperawakan
besar itu menjerit kesakitan. Tubuhnya kontan roboh ke tanah
disertai lumuran darah. Istri dan anaknya yang melihat kejadian
itu langsung menjerit ketakutan seraya memburu mayatnya.
"Lanjutkan pada yang lain!" seru si Cupu Manik dingin,
Si Cupu Manik memandang ke sekeliling. Sedikit pun tidak
tersirat rasa penyesalan pada wajahnya setelah membunuh
secara keji begitu,
"Eh! Ba... baik!" sahut K i Tambuk yang masih terkesima
dan tidak percaya dengan pandangan matanya sendiri.
Padahal K i Tambuk pemimpin di desa ini, Tapi di mata
penduduk, dia malah justru seperti pembantu Rangkamaya.
Namun begitu mereka tidak menyalahkan. sebab memang tidak
ada pilihan lain lagi.
"Ayo, bersabunglah kalian! Siapa yang menolak, maka akan
kubunuh sekarang juga!" perintah si Cupu Manik lantang
sambil mengelus-elus beberapa ekor ayam jantan.
"Tapi...."
"Tutup mulutmu!"
Si Cupu Manik membentak, ketika salah seorang penduduk
hendak buka mulut
"Kau hendak mampus sekarang juga"!" lanjut pemuda itu.
Semuanya terdiam.... Mereka pun terpaksa memenuhi
keinginan Rangkamaya untuk bersabung satu sama lain, seperti
mereka menyabung ayam,
*** 4 Belakangan ini kota kadipaten Gringsing yang cukup jauh
dari Desa Loyang ramai dikunjungi orang-orang Desa Loyang,
Mereka bukan melakukan kunjungan biasa, tapi hendak
mengungsi. Dan dari mulut mereka berkembang cerita aneh
tentang si Cupu Manik, yang langsung merebak ke telinga
semua orang. Cerita itu mengundang bermacam- macam tanggapan. Ada
yang menertawakan karena tak masuk akal. Ada yang
menganggap orang-orang Desa Loyang itu sudah sinting. Tapi,
di samping itu ada pula yang prihatin, malah tak kurang pula
ada yang amat .penasaran,
Di kedai yang cukup ramai di kota kadipaten ini, empat
orang sejak tadi begitu terpana mendengar cerita aneh yang
dibawa seorang penduduk Desa Loyang. Mereka saling
pandang sesama kawan, Wajah mereka yang kasar dan
menyimpan kelicikan, seperti menemukan sesuatu yang bagus.
"Apakah Kakang Jalma percaya cerita mereka?" tanya laki-
laki bertubuh kekar. Kepalanya besar dengan rambut awut-
awutan. "Kenapa tidak, Bareng" Yang cerita bukan satu dua orang.
Semua penduduk desa itu yang mengungsi ke sini
menceritakannya,
Apa mereka semua sepakat untuk berbohong?" tukas laki- laki yang kelihatannya paling tua, dan
dipanggil Jalmo, Kepalanya kecil, dengan mata sipit.
"Kakang Jalmo benar. Tidak mungkin mereka bohong.
Orang-orang itu mengungsi karena takut Empat Hantu Sesat
harus membereskan orang sinting yang mereka takuti itu. Lalu,
uang emas yang dimiliki kita rampas!" timpal laki- laki
berkepala botak "Bukankah begitu, Patria?"
"Sudah! Jangan banyak omong kau Jantra! Yang penting
kapan kita berangkat ke sana" Huh! Aku sudah tidak sabar
ingin melihat tampang si sinting itu!" dengus laki- laki yang
berambut panjang dan dipanggil Patria.
"Sekarang saja! Buat apa lama- lama"!" sambut laki- laki
botak bernama Jantra.
"Baiklah, K ita berangkat sekarang'" sahut Jalmo, orang
paling tua di antara empat laki- laki yang menamakan diri
Empat Hantu Sesat
Sementara Empat Hantu Sesat segera bangkit dengan
bersemangat. Dan seperti biasa, mereka hanya membayar
seadanya saja untuk sejumlah makanan yang begitu banyak
Tapi bila pemilik kedai berani menagih, maka tamparan dan
hajaran yang akan diterima, Sehingga pemilik kedai hanya bisa
mengurut dada tanpa bisa berbuat apa-apa.
*** Menjelang sore hati, Empat Hantu Sesat telah tiba di Desa
Layang, Suasana di desa kelihatan sepi Tak seorang pun
terlihat. Beberapa rumah tampak kosong-melompong
ditinggalkan penghuninya,
"Hoooi! Di mana orang sinting bernama Rangkamaya"!
Keluarlah kau! Dan, hadapi kami!" teriak Jalmo, lantang.
Beberapa ekor ayam jantan yang berada di dekat mereka
terkejut. Dan binatang-binatang itu berkokok-kokok saling
bersahutan. Beberapa ekor di antaranya malah beterbangan
kian kemari, "Hei, Orang Sinting! Keluarlah kau! Perlihatkan dirimu"!"
teriak Barong dengan suara melengking tidak kalah nyaring.
"Keparat! Ke mana dia"!" dengus Jantra sambil melangkah
pelan-pelan mengikuti yang lainnya,
"Mungkin cerita itu bohong...!" tukas laki- laki berambut
awut-awutan yang dipanggil Barong.
"Tidak ada alasan mereka mengungsi. Tempat ini subur,
Dan kelihatannya, mereka hidup makmur,..," sahut Jalma
memberi alasan,
"K ita putari desa ini. Mungkin dia sedang bertelor!" ujar
Patria dengan wajah geram,
"Kalian telah mengganggu ketenteraman saudara- saudaraku! Pergilah, Dan jangan mengganggu lagi!"
"Heh"!"
Tiba,tiba terdengar sebuah suara bentakan yang membuat
Empat Hantu Sesat terjingkat kaget. Serentak mereka
menghentikan langkah dan langsung berbalik. Tampak seorang
pemuda berpenampilan aneh tegak berdiri pada jarak tujuh
langkah. Hampir saja laki- laki bernama Barong terkekeh geli
melihat penampilan pemuda yang tak lain Rangkamaya alias si
Cupu Manik yang dinilainya sinting, Betapa tidak" Pemuda itu
mendandani dirinya seperti layaknya seekor ayam jantan.
Lengkap dengan jambul jengger, ekor, sepasang taji dan paruh.
"Diamlah!" desis Jalma.
Laki- laki paling tua di antara Empat Hantu Sesat ini sama
sekali tidak melihat keanehan pemuda bernama Rangkamaya di
depan matanya, selain rasa curiga yang dalam. Sebagai seorang
yang memiliki kepandaian hebat, Jalma bisa merasakan
sepasang mata tajam menusuk memandang mereka. Mata yang
memancarkan kekuatan serta tenaga dalam kuat luar biasa.
"Kenapa" Apakah aku tidak boleh tertawa melihat badut
yang tengah berdiri di depanku?" tanya Barong sambil
tersenyum, melecehkan pemuda di depannya.
"Manusia berhidung tomat! Hentikan ejekanmu! Atau aku
akan menghentikannya sendiri!" dengus Rangkamaya geram.
Barong memang memiliki hidung agak besar dan kemerah-
merahan. Meski begitu, dia menganggapnya bagus. Bahkan
tidak sudi orang lain mengejek hidungnya, Siapa pun yang
coba mengusik-usik keberadaan hidungnya, akan merasakan
hajarannya. Apalagi kalau dia tengah marah. Maka bukan tidak
mungkin orang itu dibunuhnya. Namun pemuda aneh bernama
Rangkamaya itu bukan sekadar mengejek Tapi, juga
melecehkannya. "Bocah sinting! Ingin kulihat sampai di mana kau punya
nyali! Coba hentikan aku!" dengus Barong geram dengan mata
melotot garang,
Srak! Begitu mencabut goloknya, Barong langsung melompat.
Kali ini kemarahannya berkobar cepat, sehingga begitu
bernafsu saat membabatkan goloknya,
"Barong, tahan seranganmu!" cegah Jalma,
"Tenang saja, Kakang! K ubereskan si sinting ini untukmu!"
teriak Barong tak mempedulikan.
"Huh!"
Rangkamaya mendengus dingin melihat serangan. Kelihatannya dia tenang-tenang saja, Tapi serambut lagi
serangan itu tiba, tubuhnya mencelat ke atas dengan ringan,
Sehingga serangan Barong hanya menyambar angin.
"Heaaa...!"
Sebelum Baroog sempat berbalik, si Cupu Manik ini telah
meluruk sambil mengibaskan kedua tangannya, disertai
teriakan keras menggelegar. Barong terkejut melihat pemuda
itu mampu bergerak cepat, sehingga menimbulkan angin
kencang yang berdesir hebat. Tapi dia sudah terlambat untuk
menghindar. "Celaka..,!" desis Jalma kaget.
Sebagai orang tertua di antara Empat Hantu Sesat, Jalma
punya kewajiban' untuk melindungi keselamatan adik
seperguruannya. Maka melihat keadaan Barong yang gawat,
secepat kilat tubuhnya mencelat. Langsung saja kedua
tangannya dihentakkan, melepas pukulan jarak jauh,
"Yeaaa..,!"
Wusss." ! Merasa ada angin mendesir kencang di belakangnya, Si
Cupu Manik cepat menarik pulang serangan, Cepat dia
membuang diri sambil menghentakkan kedua tangannya ke
arah Jalma. Wesss...! Blam...! Seketika terdengar ledakan dahsyat, ketika serangan Jalma
terpapak hantaman si Cupu Manik. Begitu kuat tenaga dalam
yang dikeluarkan Rangkamaya, membuat tubuh Jalma
terjengkang ke belakang, Sedangkan Rangkamaya cepat
bangkit berdiri setelah bergulingan beberapa tombak
Sementara Barong yang selamat dari cengkeraman buru-
buru melompat ke belakang,
"Gila! Siapa kau sebenarnya"!" bentak Jalma, seraya
bangkit "Kraaakh...!"
Si Cupu Manik menjawabnya dengan lengkingan panjang
seperti kemarahan seekor ayam jantan yang melihat musuh.
Secepat kilat, kembali pemuda itu melompat menerjang. Kali
ini sasarannya Jalma.
Srak! Pada saat itu juga Jalma langsung mencabut golok besar
yang sejak tadi terselip di pinggang untuk menyambut erangan,
"Kakang! Biar kita bereskan saja bersama-sama. Dengan
begitu lebih cepat selesai!" teriak Patria,
Tanpa menunggu jawaban laki- laki berambut panjang
sebahu itu sudah langsung menerjang setelah mencabut
goloknya, diikuti Jantra,
"Hup!"
Rangkamaya yang sudah meluruk ke arah Jalma cepat
menghentikan gerakannya, Tubuhnya mendadak membalik,
menghadang serangan Jantra dan Patria. Seketika telapak
tangan kirinya dihentakkan,
"Hih!"
Wesss..,! Dari telapak kiri si Cupu Manik mendadak melesat sinar
berwarna kuning yang disertai desir angin kencang.
Jantra yang menjadi sasaran terkesiap. Sementara Barong
dan Jalma melihat kesempatan baik. Buru-buru serangannya
ditarik, lalu bergulingan di tanah, Secepat kilat mereka melesat
sambil membabatkan goloknya bersamaan ke leher dan
pinggang. "Heaaa...!
Wuuut!

Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rangkamaya cepat menjatuhkan diri ke tanah sehingga,
kedua serangan itu luput Setelah bergulingan, tubuhnya
melenting ringan dan kembali meluruk ke arah Jantra yang
baru saja bangkit. Sepasang taji pada kedua kakinya berkelebat
Dan... Crasss! "Aaakh...!"
Jantra yang tak kuasa menghindar, berteriak keras ketika
salah satu taji Rangkamaya membeset dadanya, Tubuhnya
kontan terhuyung- huyung ke belakang dengan kedua tangan
menekap dada. Dati sela-sela jarinya tampak merembes cairan
merah. Dan belum sempat Jantra menguasai keseimbangan, si
Cupu Manik telah berkelebat Lalu....
Crok! "Aaa...!"
Kembali Jantra memekik setinggi langit, begitu jidatnya
terhantam paruh Rangkamaya. Tubuhnya limbung ke belakang
kemudian ambruk tak berdaya, Dari kepalanya, mengucur
darah merah kental.
"Keparat! Kau telah membunuh saudaraku. Kau akan
menebusnya dengan nyawa busukmu!" desis Barong geram.
Saat itu juga Barong melompat, diikuti Patria. Mereka
menyerang dari belakang, Sedangkan Jalma menyerang dari
kanan. "Hup!"
Namun Rangkamaya telah lebih dulu melejit ke depan
sambil jungkir balik. Maka serangan ketiga orang itu hanya
menerabas angin. Dan tiba-tiba si Cupu Manik meluruk dengan
sepasang taji menerjang Barong. Begitu cepat gerakannya,
sehingga Barong tak mampu menghindar lagi. Dan....
Crab! Cras! "Aaa...!"
Barong memekik menyayat ketika dua buah taji si Cupu
Manik menancap di lehernya. Saat taji itu dilepaskan, tubuh
Barong terhuyung- huyung ke belakang kemudian ambruk tak
berdaya, "Bedebah! Aku akan mengadu jiwa denganmu!" dengus
Jalma dengan amarah meluap- luap.
Laki- laki ini segera berputar mengelilingi Rangkamaya
dengan golok berkiblat di bawah, Demikian pula halnya Patria.
Agaknya kedua orang ini telah mengganti jurus yang lebih
ampuh. Dari jurus ini, kedua orang itu mampu mengecoh dengan
gerakan-gerakan aneh yang membingungkan, Untuk sesaat,
Rangkamaya menjadi bingung dan ikut berputar. Tapi hal itu
tidak lama. Sebab sebelum terkecoh, kedua tangannya telah
lebih dulu menghentak, melepas pukulan jarak jauh.
"Yeaaa...!"
Wuuus! *** "Hei"!"
Kedua orang itu terkejut melihat dua sinar kekuningan yang
keluar dari telapak Rangkamaya. Kerjasama mereka kontan
terpecah, karena masing- masing berusaha menghindari
serangan sinar kuning,
"Kaaakh..!"
Sementara itu, Rangkamaya tidak mau tinggal diam.
Langsung diterjangnya ke arah Patria, yang menurutnya lebih
lemah, "K urang ajar!" bentak Jalma geram. Secepat kilat,
ditubruknya pemuda itu dari belakang sambil menyabetkan
golok untuk menyelamatkan Patria.
"Kreaaakh!"
Tanpa diduga, Rangkamaya menghentikan serangan ketika
sedikit lagi Jalma membokongnya. Dan tiba-tiba, kakinya
melepaskan sapuan memutar, mengarah ke perut. Begitu cepat
gerakannya, sehingga.. ..
Crasss.. .! "Aaa...!"
Jalma menjerit kesakitan, ketika taji pada kaki Rangkamaya
menyambar perutnya. Tubuhnya terhuyung- huyung
ke belakang sambil mendekap perutnya yang sobek lebar hingga
isi perutnya terburai. Bola matanya melotot tajam. Sebelah
tangannya menuding si Cupu Manik. Tapi sebelum kata-
katanya keluar, tubuhnya ambruk tak berdaya.
"Kakang Jalma...!" teriak Patria, seraya
menubruk kawannya, Laki- laki ini kemudian memandang Rangkamaya dengan
tatapan tajam, Api dendam makin berkobar, melihat ketiga
temannya tewas.
''Keparatthh...! "
''Kreaahhh.,,! "
Patria mendengus geram, Dan dia makin geram, melihat
pemuda itu telah menerjang kembali. Maka dengan amarah
meluap dia berlompatan menghindar sambil menyabetkan
golok. Tapi Rangkamaya sama sekali tidak memberi
kesempatan sedikit pun. Dia terus mengejar ke mana saja Patria
bergerak. Pada satu kesempatan, Rangkamaya melepaskan sapuan
kaki ke pinggang, Patria terkejut, dan berusaha menyabetkan
goloknya. Wuuut! Golok itu hanya menyambar angin, karena mendadak saja
Rangkamaya telah melenting dengan bertumpu pada satu kaki.
Begitu berada di udara, sebelah kakinya yang menekuk cepat
menjulur ke depan, mengancam kepala Patria yang terlambat
menghindar. Akibatnya....
Crok! "Aaa...!"
Taji Rangkamaya bergerak cepat menghantam jidat Patria,
Kontan orang terakhir dari Empat Hantu Sesat menjerit
menyayat dengan tubuh terpaku berdiri. Matanya yang melotot
dilewati darahnya yang mengalir ke bawah
Bruk! Tepat ketika si Cupu Manik yang sudah mendarat berbalik,
tubuh Patria ambruk di tanah,
Pedang Golok Yang Menggetarkan 19 Pendekar Naga Putih 18 Dewi Baju Merah Jejak Di Balik Kabut 15
^