Pencarian

Sepasang Taji Iblis 2

Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis Bagian 2


"Kreaaakh...! "
Rangkamaya menjerit keras lalu berkokok nyaring
menyuarakan kemenangannya. Matanya berkilat
tajam memandang sebagian penduduk yang mengintip kejadian itu
dari celah-celah rumah.
"Ha ha ha,..! Kalian lihat, bukan" Tidak seorang pun bisa
menghalangiku. Siapa saja di antara bangsa manusia yang coba
hendak menjajah kami lagi, maka kebinasaan baginya!" teriak
Rangkamaya lantang.
Kemudian pemuda aneh ini berkokok seperti ayam yang
kemudian bersahutan dengan ayam jantan yang banyak
berkeliaran di desa ini. Aneh bin ajaib! Pelan-pelan tapi pasti,
kawanan ayam itu mendekati dan mengelilinginya.
*** 5 "Orang gila! Ada orang gila...!"
Kota Kadipaten Gringsing yang semula tenang, mendadak
dikejutkan oleh teriakan orang-orang di jalan, Seketika
perhatian tamu-tamu yang ada di kedai terbesar di kota ini
berpaling, Tampak di jalan utama beberapa orang berlari
ketakutan. Sekujur tubuh mereka berdarah penuh luka,
Sementara, dua orang malah ambruk terkapar di tengah-tengah
jalan. "Aoouw...-!"
Dalam sekejap hiruk-pikuk itu semakin ramai, ditingkahi
jeritan wanita dan anak-anak Beberapa orang yang bernyali
besar sudah langsung menghunus senjata untuk menghajar
pembuat keonaran yang tiba-tiba saja muncul.
"Bunuh saja orang gila itu! Dia telah membunuh beberapa
orang!" teriak seseorang,
"Ya, bunuh saja dia!" timpal yang lain.
Keributan itu memang menarik perhatian banyak orang. Dan
dalam waktu singkat saja orang-orang telah berkerumun untuk
menyaksikan apa sebenarnya yang terjadi. Dan mereka yang
belakangan muncul, hanya melihat beberapa orang lelaki
bersenjata golok terhunus mengeroyok seorang pemuda yang
tubuhnya dipenuhi bulu-bulu ayam, Pemuda yang berdandan
seperti ayam jantan itu mengamuk hebat sekali dengan
gerakan-gerakan lincah dan tenaga kuat.
Crab! Bret! "Aaa..,!"
Korban kembali berjatuhan ketika pemuda aneh yang bagai
orang gila itu mematuk serta menyerang orang-orang yang
mengeroyoknya dengan sepasang taji berupa pisau yang
dilekatkan di pergelangan kaki. Belum lagi tamparan kedua
tangannya yang diikuti desir angin kencang yang mampu
membuat orang-orang yang berada dekat-dekat bergoyang-
goyang seperti daun tertiup angin.
"Lari...! Lariii...!" teriak salah seorang pengeroyok yang
merasa kewalahan menahan amukan pemuda berpenampilan
mirip ayam itu.
Tiga orang ikut-ikutan kabur, Dan, masih tersisa lima orang
yang tetap nekat menyerang pemuda aneh itu.
"Keparat! Kau datang tiba-tiba dan menyerang tanpa alasan.
Jangan main- main dengan aku, si Kebo Pitu, Aku sebagai
keamanan di kota ini, tidak bisa membiarkan tingkahmu! Kau
mesti dihukum, Anak Muda!" bentak seorang laki- laki berusia
empat puluh tahun. Badannya besar. Pada tangannya
tergenggam sebuah tongkat panjang,
Laki- laki kekar, bernama Kebo Pitu memang bukan prajurit
kadipaten, Namun bersama beberapa anak buahnya, dia dikenal
sebagai kepala keamanan di kota Kadipaten Gringsing, Tiga
anak buahnya telah kabur. Namun bersama empat kawannya
yang tersisa, dia merasa bertanggung jawab untuk membereskan pengacau ini.
"Jangan banyak mulut, kau Kebu Dungu! Kau dan kawan-
kawanmu telah menyaksikan saudara-saudaraku! Untuk
mereka, aku akan membalaskan dendamnya, Dan kalian mesti
mati!" dengus pemuda aneh berpakaian seperti ayam jantan itu.
Pemuda yang tak lain Rangkamaya alias si Cupu Manik itu
memandang orang-orang yang mengurungnya dengan sorot
mata tajam penuh amarah.
"Aku tidak mengerti, apa yang kau bicarakan. Cerita yang
kudengar mengatakan bahwa kau mengganggu di kedai sana
dengan menyerang mereka yang tengah bersantap!" kata Kebo
Pitu. "Mereka menyantap saudara-saudara ku! Tidakkah kalian
merasakan bahwa perbuatan itu amat kejam" Kalian cabuti
bulu-bulu saudaraku. Lalu kalian gorok mereka. Kalian
panggang, kalian goreng! Tidakkah itu perbuatan biadab"! Aku
bersumpah atas nama mereka, akan kubasmi kalian semua!"
sergah Rangkamaya membentak. Suaranya lantang dengan
sorot mata semakin berkilat tajam.
"Astaga! Kau mungkin sinting, Anak Muda, Apakah yang
kau maksudkan ayam yang mereka makan?" tukas Kebo Pitu.
"Bangsaku bukan makanan! Mereka berhak hidup layak.
Bukankah kalian bisa mencari makanan lain"!"
"Kang Kebo Pitu! Tanganku sudah gatal untuk menampar
mulutnya! Bocah sinting ini tidak perlu dilayani. Dia harus kita
ringkus secepatnya. Bahkan kalau perlu, bunuh!" teriak salah
seorang anak buah Kebo P itu, yang berbadan agak kurus.
Mendengar itu Rangkamaya memandang tajam pada laki-
laki berbadan agak kurus ini.
"Kereaaakh...!"
Mendadak saja, si Cupu Manik berteriak keras. Bahkan
kemudian diikuti dengan luncuran tubuhnya.
"Lengser! Awasss..!"
Kebo Pitu terkejut seraya memperingatkan laki- laki agak
kurus yang dipanggil Lengser. Dan secepat itu pula tongkatnya
dikebutkan sambil melompat untuk menahan serangan
Rangkamaya yang menggunakan kakinya,
Prak! "Heh"!"
Bukan main terkejutnya Kebo Pitu melihat apa yang terjadi.
Memang, temannya yang bernama Lengser selamat. Tapi
tongkatnya patah terpapak tendangan Rangkamaya. Padahal
meski tongkatnya terbuat dari kayu keras, namun dikerahkan
lewat tenaga dalam tinggi. Dan belum lagi hilang
keterkejutannya, mendadak satu kaki Rangkamaya telah
meluncur kembali. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Crasss! "Aaakh...!"
Kebo Pitu terpekik ketika wajahnya sempat tergores taji di
kaki si Cupu Manik. Dia terdorong berapa langkah sambil
membekap wajahnya yang tersayat.
Sementara Rangkamaya yang baru saja mendarat di tanah,
kembali berkelebat sambil melepaskan sambaran-sambaran
tajinya dengan kecepatan dahsyat ke arah anak buah Kebo Pitu
lainnya. Crasss... ! "Aaakh..,!"
Seorang anak buah Kebo Pitu roboh sambil menjerit
kesakitan, Perutnya robek disambar taji si Cupu Manik. Yang
seorang lagi menyusul terkena patukan paruh di jidat lawan,
"Kreaaakh..,!"
Rangkamaya benar-benar mengamuk hebat. Kini tak ada
lagi yang berani melihat pertarungan itu dari jarak dekat
Mereka semua takut terserempet kemarahan pemuda sinting
itu. Sementara itu, si Cupu Manik kembali melesat menerjang
Kebo Pitu yang masih terpaku, terkesima melihat kematian
dua' kawannya tadi. Dan Kebo Pitu betul-betul terkejut, ketika
Rangkamaya kini berkelebat ke arahnya
"Heh"!"
*** Pada saat yang gawat bagi Kebo Pitu mendadak berkelebat
cepat bagai kilat satu sosok bayangan putih dari arah samping.
Dan belum sempat Rangkamaya mengalihkan perhatian, tiba-
tiba.... Plak! Plak! "K urangajar!"
Rangkamaya geram bukan main melihat serangannya
kandas. Lebih geram lagi ketika tubuhnya terjajar beberapa
langkah, Sementara, sosok yang menggagalkan serangannya
sudah berdiri tegap sambil bersedekap.
"Siapa kau, Kisanak! Berani benar kau berurusan
denganku!" bentak Rangkamaya, ketika menatap tajam pada
pemuda tampan berbaju rompi putih dengan pedang bergagang
kepala burung di punggung.
"Aku Rangga, seorang pengembara biasa. Aku di sini hanya
ingin mengingatkanmu, Kisanak. Cobalah tenang, Tidakkah
kau sadari kalau kau adalah manusia yang punya harkat.
Janganlah kau rendahkan dirimu, hingga bertingkah laku dan
berdandan bagai hewan?" sahut pemuda tampan yang ternyata
Rangga. Dalam rimba persilatan, orang mengenalnya sebagai
Pendekar Rajawali Sakti,
"Siapa peduli ocehanmu"! Aku adalah ayam jantan perkasa
dari Hutan Loyang! Aku raja kawanan ayam. Dan
kuperintahkan pada kalian untuk menghentikan penyiksaan
kepada bangsaku. Siapa saja yang melanggar berarti sengaja
melawan dan mengajak bermusuhan denganku. Dan dia patut
mati!" dengus Rangkamaya, sengit.
"Kau hanya menuruti hawa nafsu belaka, Kisanak!"
"Tutup mulutmu! Jangan berkhotbah di depanku!" tukas
Rangkamaya geram.
"K uingatkan, bangsa manusia lebih terhormat. Lantas,
kenapa kau rendahkan derajatmu dengan menjadikan dirimu
sebagai hewan?" lanjut Rangga tanpa
mempedulikan kemarahan Rangkamaya alias si Cupu Manik.
"Durjana terkutuk! K ubunuh kau sekarang juga!" desis
Rangkamaya semakin geram. Amarah si Cupu Manik betul-
betul tak bisa dikendalikan lagi. Maka dengan gerakan secepat
kilat diserangnya Pendekar Rajawali Sakti,
"Kreaaakh...! "
"Kau betul-betul keras kepala dan tidak bisa diajak bicara
baik-baik..," gumam Rangga sambil menggeleng lemah.
Pendekar Rajawali Sakti pun tidak tinggal diam menghadapi
serangan yang dahsyat itu. Dengan gerakan tidak kalah gesit
Rangga menghindar ke samping, Kemudian tubuhnya mencelat
ke atas saat, Rangkamaya menyapu pinggangnya.
"Uhhh...! Benar-benar tak bisa dianggap main- main!" desis
Pendekar Rajawali Sakti, begitu kakinya mendarat di tanah.
Sementara Rangkamaya terus menggebrak, membuat
Rangga harus berputar ke samping. Namun di luar dugaan, si
Cupu Manik juga memutar tubuhnya sambil melepaskan
sapuan kakinya yang bertaji.
Wuuutt!! Tak ada waktu lagi bagi Rangga untuk menghindar. Secepat
kilat, tangannya mengibas untuk memapak.
Plak! Baru saja Rangga menangkis, kedua belah tangan
Rangkarnaya yang berkuku tajam sudah berkelebat mengancam lehernya,
"Uts!! Pendekar Rajawali Sakti terpaksa berjumpalitan ke
belakang. Namun, si Cupu Manik terus mengejar sambil
berusaha mematuk jalan kematian di tubuh Pendekar Rajawali
Sakti. Rangga tak kurang akal. Pada jumpalitan yang entah ke
berapa kali, mendadak dia menjatuhkan diri sambil
menjulurkan kakinya ke atas. Sementara Rangkamaya yang
berada di atas, tak mampu lagi menghindar. Dan..
Desss! "Hekh,..!"
Telak sekali kaki Pendekar Rajawali Sakti mendarat di perut
Rangkamaya. Saat itu juga tubuh Si Cupu Manik terlontar ke
atas, lalu jatuh berdebuk keras di tanah. Perbuatan amat nekat.
Karena kalau kurang cepat, justru batok kepala Pendekar
Rajawali Sakti tadi memang bisa remuk dihantam paruh
Rangkamaya. Tapi Rangga telah memperhitungkan kecepatan
pemuda aneh itu, sehingga mampu memperhitungkannya.
Rangkamaya berusaha bangkit berdiri. Matanya mencorong
tajam, memandang penuh kebencian pada Pendekar Rajawali
Sakti. Kali ini baru disadari kalau lawan yang dihadapi tak bisa
dianggap enteng.
"K urang ajar! Belum pernah ada seorang pun yang berani
menyakitiku!" dengus si Cupu Manik.
"Kalau begitu aku termasuk orang yang beruntung."
"Keparat! Kubunuh kau, Durjana!"
Bukan main geramnya Rangkamaya mendengar jawaban
itu. Benar-benar hatinya terasa ditusuk-tusuk Maka dia
bertekad hendak membinasakan Pendekar Rajawali Sakti
secepatnya agar menjadi peringatan bagi mereka yang melihat
dan mendengar di sekeliling tempat ini.
Sementara itu para penduduk yang semula ketakutan,
perlahan- lahan berubah pikiran setelah kehadiran Pendekar
Rajawali Sakti. Bahkan mereka yang semula melihat amukan
Rangkamaya aneh itu menjauh, kini mendekat penuh
kekaguman kepada pemuda berbaju rompi putih itu. Dalam
waktu singkat dan tidak kesulitan sama sekali, dia telah
menghempaskan pemuda aneh itu.
"Yeaaa...!"
Rangkamaya membentak nyaring, mengiringi tubuhnya
yang terbang, Kali ini dia berjumpalitan beberapa kali dengan
kedua tangan bergerak cepat membentuk gulungan-gulungan


Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang membingungkan.
Wesssu.! Bersamaan dengan itu terasa angin kencang berputar-putar
di sekitar si Cupu Manik ini.
"Hai.., Ajian apa yang tengah dikerahkannya?" gumam
Pendekar Rajawali Sakti sambil bersiap-siap.
*** Rangga seketika memperkokoh kuda-kudanya. Sebentar dia
membuat gerakan dengan kedua tangan, lalu terakhir menakup
di depan dada, Dan ketika serangan hampir mendekat..
"Aji Bayu Bajra! Heaaa..,!"
Seiring teriakannya, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan. Maka seketika
berhembus angin kencang cukup dahsyat, menghadang angin
yang meluruk dari tangan si Cupu Manik
Blash! "Setan!"
Rangkamaya membentak geram ketika ajiannya mampu
dipunahkan dengan serangan yang tidak kalah dahsyat.
Sementara tempat ini telah dipenuhi debu-debu yang
beterbangan bagaikan kabut akibat berhembusnya dua serangan
kencang yang menimbulkan angin topan, Beberapa batang
pohon bergoyang keras, Genteng-genteng rumah terlihat
melayang- layang. Sedangkan orang-orang yang menonton
pertarungan aneh ini terhumbalang, walau tak sampai
mengakibatkan kematian.
"Kreaaakh".!"
Tiba-tiba si Cupu Manik menjerit dahsyat. Lalu dia
melompat ke depan, kembali menerjang dengan pukulan
pamungkas. Tapi Rangga tak kalah sigap. Segera dikerahkannya jurus-
jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti' untuk meladeni.
Saat ini juga disampoknya tangan Rangkamaya dengan jurus
'Pukulan Maut Paruh Rajawali',
Wuuut! Plak! "Aaakh...!"
Begitu habis terjadi benturan, Pendekar Rajawali Sakti
melenting ke atas, mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega'. Sebelum Rangkamaya menyiapkan serangan
kembali, Rangga telah merubah jurusnya menjadi 'Rajawali
Menukik Menyambar Mangsa', dengan kecepatan dahsyat.
Seperti seekor rajawali menyambar anak ayam, Rangga
berkelebat cepat melepaskan kibasan ke kepala Rangkamaya
yang hanya mampu tercekat
Dan,.., Dugkh! "Aaakh...!"
Si Cupu Manik kontan terjungkal roboh disertai pekik
kesakitan. Untung saja Pendekar Rajawali Sakti tidak
seluruhnya mengerahkan tenaga dalam. Sehingga kepala
pemuda aneh itu tak sampai retak.
Rangkamaya seraya bangkit perlahan-lahan dengan mulut
meringis menahan sakit. Sepasang matanya masih berkunang-
kunang, Namun tersirat dendam pada sinar matanya. Jika
mampu, rasanya dia ingin menikam pemuda yang berdiri tegak
di depannya. "Hari ini kau menang, Manusia durjana! Tapi guruku tidak
akan rela melihat aku diperlakukan begini. Kau akan terima
pembalasan darinya!" desis si Cupu Manik.
"Apakah gurumu juga seekor ayam?"
Sebenarnya Rangga tidak terlalu sungguh- dengan kata-
katanya, Dia ingin agar Rangkamaya menyadari kekeliruannya.
Dan dengan begitu akan sadar bahwa dirinya seorang manusia,
bukan seekor ayam. Apalagi menganggap raja dari kalangan
ayam dengan segala macam dandanan yang dikenakan.
"Huh!"
Rangkamaya hanya mendengus sinis, kemudian berkokok
nyaring. Tidak lama kemudian beberapa ekor ayam jantan
menghampiri. Kembali ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti,
lalu melangkah pergi meninggalkan kota ini. Arah yang dituju
jelas ke Desa Loyang, Bersamaan dengan itu ayam-ayam
jantan yang tadi dipanggilnya, mengikuti dari belakang.
Pemandangan ini membuat mereka yang memperhatikannya
mendecak takjub.
Sementara Rangga hanya menatapi kepergian si Cupu
Manik dengan helaan napas panjang, Dan kakinya akan
melangkah, namun,..,
"K isanak, tunggu dulu,..!" teriak seseorang.
Pendekar Rajawali Sakti mengurungkan niatnya. Kepalanya
lantas menoleh, Tampak seorang laki- laki berusia sekitar empat
puluh tahun menghampiri. Dia membawa beberapa perabotan
di kedua tangannya, Kelihatannya kepayahan sekali, Demikian
pula seekor kuda yang membawa beban terlalu sarat. Di
belakangnya ikut juga seorang wanita dengan tiga orang
anaknya, Dan yang terakhir adalah orang tua bertubuh kurus
dengan muka menyiratkan keletihan.
"Ada apa gerangan, K isanak?" tanya Rangga,
"Eh, maaf. Namaku Surapati, Aku penduduk Desa
Loyang,..," kata laki- laki setengah baya ini, begitu tiba satu
tombak di depan Rangga,
"Adakah sesuatu yang bisa kubantu?" tanya Rangga.
"Pemuda tadi, eh! Maksudku, si Rangkamaya,... Dia, dia...."
"Kenapa dia?"
"Maukah K isanak mengusirnya dari desa kami" Karena
kami amat menderita akan kehadirannya," kata K i Surapati
penuh harap, Kemudian tanpa diminta laki- laki ini menceritakan ihwal
kedatangan Rangkamaya, termasuk ulah yang diperbuatnya
kepada penduduk Desa Layang yang terpaksa mengungsi ke
Gringsing. "Tolonglah, Kisanak Kau usir dia sekalian dari desa kami"
Seluruh penduduk dicekam ketakutan dan tidak bisa bekerja
dengan aman," sambung K i Surapati memelas.
Rangga berpikir sebentar,
"Di mana Desa Loyang itu, K i?" tanya Rangga halus.
"Arah barat laut kota kadipaten ini... oh, jadi kau bersedia
membantu kami, Kisanak?"
Rangga tersenyum ramah,
"Aku hanya manusia biasa, K i. Segala sesuatunya diatur
oleh Yang Maha Kuasa, Dan aku hanya menjalankan saja,
Apakah nanti berhasil atau tidak, ya terserah yang di atas
sana...!" kata Rangga merendahkan diri.
*** 6 "Jahanam...! Keparat..! Durjana terkutuk...! Keluar kalian
semua,..! Keluaaar...!"
Rangkamaya berteriak-teriak semakin gila. Terkadang dia
malah berkokok lantang seperti hendak melampiaskan
kemarahannya, Sudah barang tentu hal ini menimbulkan ketakutan para
penduduk Desa Loyang yang mendengar dan menyaksikan
kehadirannya kembali, Semula mereka gembira ketika melihat
pemuda itu angkat kaki dengan membawa sebagian
pasukannya, Tapi ketika melihat pemuda itu muncul kembali,
maka penduduk desa ini kembali merasa dibayang-bayangi
ketakutan lagi.
Entah kepada siapa si Cupu Manik ini berteriak-teriak
Mungkin kepada kawanan ayam, atau juga kepada penduduk
desa, Tapi orang-orang desa yang telah jadi pecundang, tidak
mau menanggung akibat dari sedikit kesalahan. Mereka
perlahan- lahan keluar dengan wajah takut-takut.
Ternyata bukan hanya mereka saja yang keluar, Tapi, juga
kawanan ayam yang ditinggalkannya, Hewan-hewan itu
berkokok nyaring saling bersahutan dan berkumpul di dekat
Rangkamaya. Rangkamaya memandang sekilas kepada penduduk desa
yang telah keluar dari rumah masing- masing. Matanya
memancarkan kegarangan bercampur kebencian.
"Kalian bangsa manusia betul-betul memuakkan dan
terkutuk!" maki si Cupu Manik tanpa sebab.
Tapi orang-orang desa itu sudah kebal terhadap makian,
Karena bukan sekali ini saja mendengar makian Rangkamaya.
Namun yang mengherankan mereka adalah, pemuda ini
kelihatannya marah betul. Entah, apa yang membuatnya
demikian marah.
"Kalau aku tidak bertindak sekarang, maka kalian akan
semakin merajalela!" lanjut si Cupu Manik geram seraya
melangkah mendekati para penduduk diikuti oleh kawanan
'rakyat'nya di belakang.
"Rangkamaya! Apa maksudmu,..?" tanya K i Tambuk
dengan suara lirih,
Meskipun menjabat kepala desa, namun K i Tambuk tak
mampu berbuat banyak. Di mata pemuda itu, kedudukannya
sama saja dengan manusia- manusia lain, Tapi melihat gelagat
yang tidak baik di depan matanya, laki- laki setengah baya itu
merasa terpanggil untuk sedikit banyak berusaha melindungi
keselamatan penduduknya,
"Kalian harus mampus!" desis si Cupu Manik.
"Kau... ah! Kau tidak bisa berbuat seperti itu kepada kami!"
sergah Ki Tambuk.
"Aku bisa berbuat apa saja kepada kalian! Kau dan yang
lain sama saja, Kalian durjana-durjana terkutuk! Cukup lama
aku melihat kekejaman kalian kepada bangsaku. Maka, inilah
saatnya pembalasan bagi kalian!" tandas Rangkamaya.
"Rangkamaya, ingatlah! Kau pun penduduk desa ini, Kalau
kau hendak membunuh semua penduduk Desa Loyang, maka
sama artinya kau pun membunuh dirimu sendiri!" tukas K i
Tambuk, tak patah semangat.
"Tutup mulutmu, Durjana Terkutuk! Aku tidak butuh
nasihatmu. Telah berapa kali kukatakan kepada kalian, aku
bukan penduduk desa ini. Tapi, aku raja dari rakyatku, Dan
kalian adalah musuh- musuh kami yang mesti dibasmi!" bentak
Rangkamaya. "Apakah kau kira itu hanya kesalahan kami belaka" Seluruh
manusia di muka bumi ini pernah memakan daging
bangsamu!" sergah K i Tambuk membela diri, "Mestinya kau
menuntut balas pula kepada mereka!"
"Tentu saja! Mereka akan mendapat bagian. Tapi bagian
pertama adalah kalian dulu."
"Kau benar-benar biadab, Rangkamaya! Kau bukan
manusia! Kau binatang terkutuk!" maki Ki Tambuk geram,
Agaknya kepala desa itu sudah kehabisan kata-kata untuk
membela diri. Sehingga dalam keadaan terpojok begitu, dia
jadi nekat. Tidak dipedulikannya kalau Rangkamaya akan
langsung membunuh karena kata-katanya lagi. Dia sudah
bertekad, kalau pemuda itu menyerangnya, maka akan
dilawannya sekuat tenaga. Daripada, mati sia-sia.
"K isanak semua, dengar! Dia hendak membunuh kita, Maka
daripada kita mati sia-sia, kenapa tidak melawan saja" Toh, itu
lebih baik, agar dia tidak semena- mena kepada kita, Ayo
masuk ke dalam rumah masing- masing, Cari senjata-senjata
untuk menghajarnya!" ujar Ki Tambuk berteriak lantang,
Tanpa diperintah dua kali, para penduduk Desa Loyang
segera masuk ke rumah masing- masing mencari segala macam
senjata yang bisa digunakan untuk membunuh Rangkamaya,
"Dutjana terkutuk!" Rangkamaya kembali memaki geram,
si Cupu Manik tidak bisa membiarkan mereka begitu saja
melawan, Meski hal itu tidak merubah keputusannya, Tapi
kalau didiamkan akan cukup merepotkan juga,
"Kau yang lebih dulu mampus!" desis Rangkamaya kepada
Ki Tambuk. Saat itu juga, si Cupu Manik menerkam, ketika K i Tambuk
baru saja hendak berbalik masuk ke pekarangan rumahnya.
Cepat bagai kilat laki- laki kepala desa itu menjatuhkan diri,
Serangan pertama Rangkamaya luput dari saran. Namun baru
saja Ki Tambuk bangkit berdiri, kaki bertaji milik Rangkamaya
berputar menyambar dada,
Bret! "Aaakh...!"
Ki T ambuk menjerit kesakitan begitu dadanya robek lebar
tersambar taji. Kepala desa itu terjajar beberapa langkah sambil
memegangi dadanya. Tampak darah mengucur dari sela-sela
jarinya. Rangkamaya kembali bergerak menubruk Ki Tambuk.
Untung saja laki- laki itu sempat menjatuhkan diri dan
bergulingan. Sehingga paruh si Cupu Manik hanya menyambar
angin. Dan sebelum Rangkamaya sempat menyerang lagi,
beberapa penduduk telah keluar sambil menghunus senjata
tajam. "Binatang terkutuk, mampuslah kau!"
"Mati kau!"
*** Rangkamaya terkesiap, Dengan cepat tubuhnya berkelebat
gesit, untuk melepaskan diri dari kerubutan penduduk.
Tubuhnya mencelat agak jauh dengan ringan, Sepasang
matanya berapi-api tatkala memandang para pengeroyoknya.
"Durjana terkutuk! Kalian akan mati semua di tanganku!"
bentak si Cupu Manik.
Saat itu juga, pemuda aneh ini melompat menerjang, Para
penduduk yang telah pasrah kelihatan sedikit gentar, Namun
akhirnya mereka sadar bahwa tidak melawan pun akan mati
juga, Maka lebih baik melawan.
"Kreaaakh..,!"
"'Aaa...!"
"Serang terus! Jangan takut!" teriak Ki Tambuk memberi
semangat. Meski suaranya serak dan tertelan jeritan para
penduduk yang mulai menjadi korban keganasan Rangkamaya,
namun Ki Tambuk berusaha terus mengobarkan semangat guna
melawan keangkaramurkaan pemuda aneh itu.
Rangkamaya sendiri beberapa kali berteriak nyaring, Dan
agaknya hal itu bukan, tanpa alasan. Sebab, ayam-ayam jantan
yang menjadi rakyatnya segera ikut membantu. Binatang-
binatang yang kelihatan biasa-biasa saja ini mendadak berubah
liar dan ganas. Mereka menerjang para penduduk dengan
patukan dan sambaran sepasang tajinya,
"Aaa...!"


Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ayam celaka, kubunuh kau...!" dengus beberapa penduduk,
langsung membabatkan senjata ketika ayam-ayam itu mulai
menimbulkan korban.
Beberapa orang menjerit kesakitan ketika telah menjadi
sasaran keganasan ayam-ayam itu. Namun sekali penduduk itu
balas mengamuk, korban di pihak kawanan ayam itu pun
bertambah cepat. Penduduk yang tengah diamuk amarah tak
segan-segan menebas leher-leher mereka. Tapi, tentu saja
semakin menimbulkan amarah Rangkamaya, raja para ayam,
"Durjana keparat! Kalian telah membunuh saudara-
saudaraku! Akan kuteb us nyawa mereka dengan nyawa busuk
kalian! Yeaaa,..!"
Wuut! Rangkamaya melompat dan jungkir balik beberapa kali,
menghindari tebasan senjata para penduduk. Kemudian
sepasang tajinya bergerak cepat menyambar leher dua orang
penduduk yang paling dekat dengannya.
Desss... ! "Aaa...!"
Kedua penduduk itu menjerit kesakitan. Begitu ambruk
mereka menggelepar tak berdaya. Dan baru saja Rangkamaya
hendak mencari korban berikutnya.. ..
"Hentikan...!"
"Hei"!"
Suara bentakan keras menggelegar membuat para penduduk
tersentak kaget. Demikian pula Rangkamaya, Dan ketika
melihat siapa yang muncul si Cupu Manik lebih kaget lagi.
"Kau,..!" desis pemuda aneh itu geram ketika melihat
kemunculan pemuda berompi putih tidak jauh dari pertarungan,
Pemuda yang baru muncul memang tak lain dari Rangga
alias Pendekar Rajawali Sakti, Setelah mendengar cerita dan
permohonan Ki Surapati, Rangga sebenarnya memang
langsung menuju Desa Layang. Memang, kekhawatiran yang
dikatakan orang tua itu terbukti dan Rangga baru saja
menyaksikannya.
Bukan hanya Rangkamaya yang geram. Sebaliknya, Rangga
pun geram melihat sepak terjang pemuda aneh itu.
"Kau telah betul-betul menjadi binatang, K isanak!" bentak
Rangga, tak kuasa menahan geram ketika melihat mayat- mayat
bergelimpangan dengan keadaan menyedihkan.
"Tutup mulutmu! Kau pun akan mendapatkan bagiannya
nanti!" balas si Cupu Manik.
"Sekarang pun aku ingin mencicipinya, Kisanak!" tantang
Pendekar Rajawali Sakti, yang kesabarannya telah habis.
Pendekar Rajawali Sakti memang tak bisa melihat
pembantaian semena- mena di depan matanya. Dan itu sudah
cukup beralasan untuk secepatnya melenyapkan Rangkamaya.
Baginya, bila pemuda aneh itu dibiarkan, akan membawa
bencana bagi kelangsungan hidup manusia.
Sementara Rangkamaya sendiri walaupun agak aneh, namun
tidak bodoh. Dia pernah dijatuhkan. Dan dirinya merasa tidak
mampu membalas meski mengeluarkan seluruh kemampuannya. Tapi kalau kabur begitu saja pun, harga
dirinya terlalu tinggi untuk dikatakan pengecut.
"Pergilah dari sini, K isanak. Aku masih bisa memaafkanmu!" ujar Rangga, masih mencoba memberi
kesempatan, "Ini desaku, Dan aku penguasa di sini, Kau tidak bisa
berbuat seenak perutmu!" bentak si Cupu Manik
"Kau membuat kesabaranku habis K isanak!" balas Rangga,
dingin menggetarkan.
"Aku si Cupu Manik tidak akan pergi dari kerajaanku!"
dengus pemuda aneh itu mantap.
"Kreaaakh,..!"
Rangkamaya melompat menerjang disertai bentakan
nyaring. Sementara Rangga yang sudah habis kesabarannya
langsung melenting laksana seekor rajawali.
"Hiiih!"
Mendadak saja kepalan tangan kanan Pendekar Rajawali
Sakti meluncur deras ke batok kepala Rangkamaya. Pemuda
aneh itu terkesiap, Cepat tangannya dikibaskan untuk
menangkis. Bet! Kembali Rangkamaya terkejut, sebab tahu-tahu Pendekar
Rajawali Sakti telah menarik pulang pukulannya. Dan tiba-tiba,
Rangga melenting melewati kepala si Cupu Manik
Baru saja Rangkamaya berbalik, Pendekar Rajawali Sakti
telah mendarat. Bahkan langsung melepaskan tendangan ke
belakang, Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Desss...! "Aaakh...!"
Rangkamaya menjerit kesakitan begitu dadanya terhajar
tendangan ke belakang dari Pendekar Rajawali Sakti.
Tubuhnya terhempas beberapa langkah ke belakang. Dadanya
terasa mau meledak menerima tendangan yang begitu keras.
Meski begitu, dia berusaha bangkit. Lalu, buru-buru kabur dari
tempat itu dengan terpincang-pincang,
"Tunggulah balasanku nanti di sini! Tak lama lagi aku akan
datang bersama guruku! " ancam Rangkamaya sambil terus lari
terseok-seok *** Rangga hanya menarik napas lega tanpa mempedulikan
ancaman, Kendati demikian, dia merasa persoalan ini belum
selesai. Sebab, penduduk desa ini biar bagaimanapun masih
tetap terancam,
"K isanak.. Aku atas nama penduduk desa ini mengucapkan
terima kasih atas pertolongan yang kau berikan..,," ucap
seorang penduduk.
Pendekar Rajawali Sakti menoleh. Sebentar ditatapnya
orang itu, lalu mengangguk. Sementara orang-orang yang tadi
berkumpul menyerang Rangkamaya memandangnya dengan
penuh harap, Dia mengerti apa yang tersirat di balik tatapan
mata itu, "Seharusnya K isanak tidak membiarkannya pergi begitu
saja. Dia telah membunuh beberapa penduduk desa ini. Orang
itu benar-benar binatang berwujud manusia. Dia pasti akan
kembali untuk membalas dendam pada kami...," lanjut Ki
Tambuk yang berjalan mendekati Rangga dengan tertatih-tatih,
Beberapa penduduk desa lain telah membantu membalut
luka-lukanya, ''Dia akan membunuh kami semua. Sebab, dia memang telah
berjanji begitu!" ujar satu suara bernada masygul,
"Ya! Mestinya Kisanak membunuhnya, Dia pasti akan
kembali. Dan selama menunggu dia datang, kami akan terus
dicekam ketakutan...," timpal yang lain, lirih.
"Apa yang akan kami lakukan" Sebentar lagi kau pergi. Dan
kami hanya lega sementara waktu..,," desah penduduk lain.
"Pemuda ini akan tinggal bersama kita, Bukankah begitu,
Kisanak"!"
Terdengar sebuah suara penuh semangat. Ketika menoleh,
Rangga langsung mengenali kalau orang yang barusan bicara
adalah Ki Surapati, Rupanya, laki- laki ini telah tiba pula di
Desa Loyang, "Benarkah itu, Anak Muda?" tanya Ki Tambuk.
"Ya, tinggallah di sini untuk sementara waktu! Kami akan
menyediakan segala kebutuhan!" timpal yang lain, sambil
berteriak-teriak penuh semangat dan harapan,
Rangga terdiam sejenak
"Baiklah.... Aku akan di sini sementara waktu untuk
menyelesaikan persoalan ini," desah Pendekar Rajawali Sakti
pelan, Kata-kata Pendekar Rajawali Sakti langsung disambut
gembira oleh para penduduk. Semuanya menawarkan rumah
masing- masing untuk didiami pemuda itu. Namun Rangga
memilih untuk menerima tawaran K i Tambuk Bukan saja laki-
laki setengah baya itu pemimpin desa ini, tapi juga karena
rumahnya termasuk besar dan memiliki kamar khusus untuk
tamu, "Tapi, aku punya satu syarat...," kata Rangga,
"Apa itu?" tanya Ki Tambuk
"Dalam satu hal, aku setuju dengan pemuda aneh itu...,"
"Kau setuju dengannya"!" sentak para penduduk hampir
bersamaan, "Dengar dulu penjelasanku, " ujar Rangga setelah
menenangkan mereka, "Aku setuju dengan larangannya untuk
menyabung ayam. Tapi, bukan berarti pikiranku sama
dengannya. Menyabung ayam itu sama dengan menyiksa
hewan. Dan itu sangat kejam, Apalagi ada taruhannya...."
"Tapi itu sudah mendarah daging di desa ini, Anak Muda.
Rasanya sulit dihilangkan begitu saja,..," sahut Ki Tambuk
"Aku tidak minta dalam satu hari. Tapi hilangkanlah secara
bertahap. Pengalaman yang kalian peroleh dari peristiwa ini
jadikan pedoman, Bisa saja ini satu kutukan. Sabung ayam
dengan taruhan membuat malas bekerja. Uang hasil panen
habis untuk taruhan. Juga, untuk membeli ayam aduan yang
mahal. Dan kudengar pula, maaf. Pemuda itu sempat
menyabung beberapa orang di antara penduduk desa ini,
bukan" Apakah hal itu tidak menyentuh perasaan kita, bahwa
ayam-ayam itu pun sebenarnya menderita karena disabung?"
papar Rangga, Beberapa orang mengangguk-angguk Tapi ada juga yang
diam saja, Mungkin masih kurang setuju atas usul Pendekar
Rajawali Sakti,
Dan belum ada yang membuka suara lagi, mendadak...
"Ada orang-orang yang ke sini mencari Rangkamaya,..!"
Terdengar sebuah suara, membuat semua orang menoleh,
*** 7 Ki Tambuk mempersilakan seorang pemuda yang baru
datang tergopoh-gopoh untuk duduk dan mengatur napasnya,
"Ada apa" Coba ceritakan dengan tenang?" tanya K i
Tambuk. "Ada beberapa orang ke sini, K i! Mereka mencari
Rangkamaya, Kami sudah katakan bahwa dia sudah pergi.
Tapi, mereka tidak percaya. Bahkan mereka mengancam akan
membunuh kami, jika tidak memberitahu di mana Rangkamaya
berada," papar pemuda ini, di antara deru napasnya.
"Mau apa mereka dengan Rangkamaya?" tanya kepala desa
itu lagi. "Tidak tahu, Ki. Mereka tidak memberitahu alasannya."
"Lebih baik kita temui mereka, K i. Dengan begitu, kita
dapat tanyai apa keperluan mereka," usul Rangga.
''Ya, sebaiknya memang demikian, Baiklah.... Kita temui
mereka sekarang," kata Ki Tambuk menyetujui.
Bergegas kepala desa mengikuti pemuda yang melapor,
Sementara, yang lain membuntuti dari belakang. Tak jauh
mereka berjalan sudah terlihat kerumunan orang-orang desa,
Sesekali terdengar suara ribut-ribut oleh bentakan. Kedatangan
mereka agaknya tepat waktu. Sebab pada saat itu, keributan
akan meningkat menjadi perkelahian,
"Berhenti!" teriak Ki Tambuk, lantang,
Para penduduk menepi, memberi jalan kepada Ki Tambuk.
Sehingga kini, kepala desa itu bisa melihat tujuh laki- laki
bertampang seram dengan senjata beraneka macam. Melihat
gerak-geriknya, segera saja bisa disimpulkan bahwa mereka
bukanlah manusia baik-baik. Bahkan mirip kawanan rampok.
"K isanak! Aku kepala desa ini. Bila ada keperluan
katakanlah, Mudah- mudahan aku bisa membantu?" sapa Ki
Tambuk dengan suara lunak.
"Kami perlu bertemu pemuda sinting itu!" sahut salah
seorang yang bertubuh besar dan berkumis tebal. Saat
menyahut itu dia menyipitkan mata sambil melinting salah satu
ujung kumisnya.
"Apakah yang kalian maksudkan si Rangka",,,ya?" tanya K i
Tambuk, langsung,
"Kami tidak peduli namanya, Mana dia sekarang"!" desak
laki- laki itu,
"Dia tidak ada, Baru saja pergi meninggalkan tempat ini.."
"Phuih! Ternyata sama saja. Jangan mempermainkan
kesabaran kami. Katakan, di mana dia, Atau, kami akan
bertindak kasar kepada kalian"!"
Ki Tambuk merasa gentar juga mendengar ancaman orang
itu. Demikian juga penduduk yang lain, Untuk sesaat dia
terpaku. Tapi Rangga segera melangkah maju, seperti hendak
mewakili penduduk desa ini.
"K isanak! Kalau boleh kami tahu, ada urusan apa sehingga
kalian mencarinya?" tanya Pendekar Rajawali Sakti,
"Itu bukan urusanmu, Bocah!" sentak laki- laki berkumis
melintang, "Baiklah, Kalau demikian, bukan urusan kami pula. Kalian
cari sendirilah dia," sahut Rangga tenang seraya mengajak
penduduk untuk kembali ke tempat masing- masing.
"Bocah keparat! " bentak laki- laki berkumis itu, "Berani
benar kau mempermainkan si Puger"! Tidak tahukah kau
tengah berhadapan dengan siapa"'"
Rangga berbalik seraya tersenyum,
"Berhadapan dengan setan pun, kalau caranya tak sopan
akan kulayani!"
"Setan... !"
Lelaki bernama Puger itu memaki dengan wajah merah
padam karena marah. Rasanya seumur hidup baru kali ini dia
direndahkan orang. Tidak heran bila pemuda itu langsung
diserang dengan menghentakkan kedua tangannya.
"Hih! Mampus kau!"
Wuuus! Seketika serangkum angin pukulan jarak jauh melesat
kencang ke arah Rangga, Namun hanya memiringkan tubuhnya
sedikit Pendekar Rajawali Sakti dapat menghindarinya. Dan
serangan itu pun mengenai tempat kosong,
Para penduduk segera menyingkir mengamankan dari


Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertarungan. Melihat serangannya gagal, Puger telah
melompat menerjang dengan garang. Langsung dilepaskannya, satu
tendangan cepat.
Wuuut! Kelihatannya Puger menganggap enteng pemuda di
depannya, sehingga serangannya tanpa perhitungan.
Sebaliknya, Rangga tidak menyia- nyiakan kesempatan.
Sebelah tangannya menangkis. Sementara sebelah lagi
langsung menyodok ke perut dengan keras.
Begkh! "Aaakh...!"
Karuan saja, Puger terjengkang ke belakang disertai jerit
kesakitan. Isi perut terasa mau pecah membuat mulutnya
meringis-ringis. Dari mulutnya keluar lelehan darah segar.
"Keparat!" bentak beberapa kawan Puger melihat apa yang
dilakukan pemuda itu,
Dua orang segera memburu Puger untuk memeriksa
lukanya. Sedangkan sisanya langsung menyergap Pendekar
Rajawali Sakti.
"Kau akan menebusnya dengan menyerahkan batok
kepalamu, Bocah!" bentak salah seorang yang bertubuh tinggi
besar. "Aku hanya sekadar membela diri saja. Dan kalau kalian
ingin mengeroyok dengan suka rela aku akan melayani!" sahut
Rangga enteng. "Bedebah! Bunuh saja bocah sombong ini!" bentak orang
itu, Dalam kawanan ini agaknya laki- laki tinggi besar itu
merupakan wakil Puger. Kepandaiannya memang tidak berada
di bawah Puger. Melihat kawan-kawannya dapat dijatuhkan
dengan mudah, maka dia tidak mau gegabah dalam
menghadapi pemuda berbaju rompi putih itu. Dan bersama dua
orang temannya, laki- laki tinggi besar ini menyergap Pendekar
Rajawali Sakti.
"Yeaaa...!"
*** Pendekar Rajawali Sakti melejit ke atas menghindari,terkaman tiga pengeroyoknya. Dan tiba-tiba
tubuhnya meluruk sambil mengibaskan tangan.
Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Pak! Begkh! Des!
"Aaakh...!"
"Aaakh...!"
"Aaakh...!"
Diiringi jeritan berturut-turut,
tiga laki- laki yang mengeroyok Rangga terjungkal Sedangkan Rangga begitu
mendarat langsung tegak berdiri tanpa kurang satu apa pun,
Melihat hal ini sadarlah laki- laki tinggi besar itu. Ternyata
orang yang dikeroyok tak bisa dianggap sembarangan,
"Siapa kau sebenarnya"!" desis laki- laki tinggi besar ini
sambil bangkit berdiri. Mulutnya meringis, menahan sakit
"Aku bukan ,siapa-siapa," sahut Rangga, kalem.
"Kau pasti punya nama atau julukan?"
"Apakah itu berarti bagimu" Apakah namaku bisa
membuatmu pergi dari sini?"
"Tergantung.... Apakah namamu cukup membuat kami takut
dan kapok Tapi kalau kau sebangsa tikus got, buat apa takut?"
"Percuma.... Melihat keadaan kalian, agaknya tidak seorang
pun di antara kalian yang kenal tokoh-tokoh persilatan, "
pancing Rangga,
"Jangan menghina kami! Seantero tempat ini kenal kami,
yang berjuluk Tujuh Macan Kali Ginting!" dengus laki- laki
tinggi besar itu,
"Hm, kaliankah orangnya" K udengar Tujuh Macan Kali
Ginting adalah tokoh gagah, Tapi kenapa berbuat pengecut
terhadap rakyat tak berdaya?" sindir Pendekar Rajawali Sakti,
"Kau tahu, bahwa kami hanya mencari pemuda sinting itu,
Tapi mereka berusaha menyembunyikannya. Dan kau,
Kisanak! Apa pula kerjamu di sini" Kulihat kau bukan orang
biasa, Kau juga pasti bukan penduduk desa ini!"
"Betul, Aku memang bukan penduduk desa ini. Dan
kehadiranku di sini karena diperlukan mereka, Aku coba
berbuat semampuku untuk menahan amukan Rangkamaya
yang berbuat kejam terhadap mereka," jelas Rangga sejujurnya.
"K urasa kau pun pasti punya maksud- maksud tertentu!" kata
laki- laki tinggi besar, terdengar sinis. Matanya memandang
penuh curiga. "Apa maksudmu, Kisanak?" tanya Rangga, dengan kening
berkerut. "Semua orang mulai tahu bahwa pemuda sinting itu
memiliki uang emas dalam jumlah banyak!" tandas laki- laki
tinggi besar ini.
Rangga terdiam sejenak Dipandangnya mereka satu persatu.
Lalu dia tertawa.
"Kenapa kau tertawa"!" Kali ini Puger yang membentak
kesal. "Bagaimana aku tidak tertawa" Jadi karena itulah kalian
mencarinya" Mengincar uang emas milik Rangkamaya"
Kenapa tidak kalian kejar saja dia ke hutan" Mungkin nasib
kalian mujur dan bisa bertemu dengannya. Lalu, merampas
uang emasnya!" urai Rangga,
"Apa maksudmu?"
"Carilah di hutan sana! Rangkamaya ada di sana!"
Sambil berkata begitu Rangga menunjuk hutan yang ada di
sebelah selatan desa itu. Sebab, memang ke arah itu
Rangkamaya menghilang.
"Baik! Kami akan ke sana mencarinya. Tapi kalau kau
berdusta, maka kami akan buat perhitungan denganmu!"
dengus Puger. "Aku akan menunggu kalian di sini, Kisanak. Percayalah!"
Sebentar mereka memandang sinis pada Rangga, lalu
melangkah pergi dari tempat ini dengan tergopoh-gopoh.
*** Sebenarnya Rangga sudah merasa letih dan penat. Rasanya
dalam keadaan seperti ini, enak sekali bisa merebahkan diri ke
ranjang dan tidur pulas. Tapi tamu-tamunya, yang juga
penduduk desa ini, seperti tidak ingin beranjak dari tempatnya.
Mereka berkumpul di ruang tengah rumah K i Tambuk yang
cukup luas sambil bercerita apa saja. Tapi lebih banyak mereka
meminta Rangga bercerita pengalamannya,
"K urasa kau bukan orang sembarangan; Rangga. Melihat
gerak-gerikmu, pastilah kau orang bangsawan!" cetus seorang
penduduk yang duduk di sebelah laki- laki berikat kepala hitam
yang dikenal penduduk desa ini sebagai Ki Selo.
"Ya! Aku pun sependapat dengan K i Lajeng!" seru K i Selo
menimpali "K i Lajeng pintar menebak orang dan selalu benar, Kali ini
pun beliau pasti benar!" seru K i Surapati.
"Itu hanya dugaan dan belum tentu benar. Aku hanya rakyat
biasa seperti juga Kisanak semua," sahut Rangga merendah.
"Paling tidak keturunan bangsawan. Atau, cucu bangsawan!" kejar penduduk yang pertama kali membuka
suara, dan bernama Ki Lajeng,
Pendekar Rajawali Sakti tersenyum, "Kj Lajeng pandai
menyudutkan orang, Tapi aku tidak merasa tersudut. Sebab
sebenarnya aku memang kalangan rakyat biasa. Sama seperti
Kisanak juga," jawab Rangga tetap merendah.
"Sudahlah.... Sekarang aku betul-betul menyerah!" K i
Lajeng tersipu-sipu.
"Biasanya K i Lajeng tidak mudah menyerah dan tidak
kekurangan akal!" celetuk seseorang.
"Ramalanku sekarang mandul barangkali..." sahut Ki Lajeng
lesu, "Jangan begitu, Ki Lajeng," Rangga yang menyahut.
"Meramal boleh saja. Tapi merasa yakin dengan ramalan,
berarti mendahului kekuasaan Yang Maha Kuasa."
"Iya..., Aku mengerti, Rangga. Memang kadang hal sepele
itu yang kurang kuperhatikan."
"Syukurlah kalau memang K i Lajeng mengerti."
"Kau sendiri berasal dari mana, Rangga?" tanya Ki Tambuk
"Dari negeri yang cukup jauh juga, Ki. Sebuah negeri
bernama Karang Setra,"
Orang-orang di dalam ruangan itu mengerutkan dahi, karena
baru kali ini mendengar nama negeri itu disebutkan,
"Di mana letak Karang Setra itu?" tanya K i Selo.
"Jauh di sebelah barat sana. Dari sini akan memakan waktu
sepuluh hari perjalanan berkuda siang dan malam," jelas
Rangga. "Wah, betul-betul negeri yang jauh! Lalu dalam rangka apa
kau mengembara?" tanya Ki Tambuk.
"Mencari pengalaman saja...."
"Seperti yang dilakukan kaum bangsawan atau putra-putra
bangsawan yang berjiwa ksatria!" sahut Ki Lajeng.
Yang lain tersenyum. Ucapan K i Lajeng mengisyaratkan
bahwa dia masih belum menyerah begitu saja atas dugaannya,
meskipun di mulut sudah mengaku menyerah. Dan mendadak,
Pendekar Rajawali Sakti menelengkan kepalanya ke kiri. Tiba-
tiba saja pendengarannya yang tajam menangkap langkah-
langkah kaki mendekati rumah ini. Bagi para penduduk
mungkin tidak terdengar. Namun telinga Pendekar Rajawali
Sakti telah terlatih. Sehingga meski langkah kaki itu masih
jauh, sudah mampu didengarnya.
"Seseorang ke sini!" bisik Rangga, setelah yakin.
"Mungkin penduduk yang juga ingin bergabung'" sahut Ki
Tambuk, yang sejak tadi memperhatikan Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti segera bangkit dan mengintip dari
jendela. Tindakannya diikuti Ki Tambuk.
"Bukan. Langkahnya tidak teratur seperti terhuyung-
huyung," tukas Rangga.
Kini dari kejauhan Rangga bisa melihat seseorang benar-
benar ke tempat ini.
Rangga buru-buru keluar, diikuti para penduduk. Udara
dingin dan malam, menyambut tubuh mereka. Di antara rumah-
rumah penduduk, kelihatannya hanya di sini yang masih
terang-benderang. Kalau ada seseorang datang ke desa ini,
maka tak salah kalau rumah ini yang lebih dulu menarik
perhatian. "Siapa, Rangga?" tanya Ki Tambuk yang mengikuti cepat di
belakang Rangga,
"Sepertinya salah seorang dari Tujuh Macan Kali
Ginting,..!"
"Ketujuh orang tadi?"
Rangga mengangguk Dan perkiraannya memang tidak
meleset, sebab dari jarak sepuluh langkah orang yang berjalan
terhuyung-huyung itu berusaha menggapai- gapai dengan
sebelah tangan. Sementara tangan yang satu lagi mendekap
perut. "To... tolonglah aku...."
Orang itu langsung ambruk. Dan Rangga menghampiri
dengan waspada. Nyata terlihat sekujur tubuh orang itu penuh
luka sayatan yang amat mengerikan. Seperti mengalami
siksaan pedih sekali.
"Kau... Puger,..," gumam Rangga setelah membalikkan
tubuh sosok yang ternyata Puger.
Sementara para penduduk melihat Puger demikian
mengerikan, Darah mengucur deras bercampur debu tanah.
Banyak sayatan terlihat. Bahkan sebelah telinganya telah putus,
"Apa yang terjadi padamu, Kisanak?" tanya Rangga.
"Orang sinting itu,.. Dia... dia bersama gurunya telah......"
Suara Puger terhenti dan kepalanya terkulai lesu. Nyawanya
melayang, sebelum sempat melanjutkan kata-katanya, Ada
goresan luka lebar di dadanya yang terus mengucurkan darah.
Tengah mereka terpaku, mendadak..
"Ha ha ha...! Itu akibatnya bagi mereka yang coba-coba
menentang kami!"
Tiba-tiba terdengar tawa lantang yang berkumandang ke
tempat itu. "Hei"!"
*** 8 Para penduduk Desa Loyang kontan terkejut. Wajah mereka
kelihatan pucat ketakutan mendengar tawa yang dikeluarkan
lantang memekakkan telinga di tengah malam begini. Entah,
dari mana datangnya. Tentu suara itu tidak dikeluarkan
sembarang orang, Mereka menunggu dengan jantung berdetak
lima kali lebih cepat dari biasanya. Bahkan sama-sama
menoleh ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga sendiri kelihatannya tenang-tenang saja. Dia tetap
berdiri tegak memandang ke depan.
"K isanak! Tidak usah bersembunyi! Keluarlah!" teriak
Rangga, disertai sedikit pengerahan tenaga dalam.
"Hua ha ha...! Inilah aku! Inilah aku..,!"
Diiringi suara tawa keras menggelegar, berkelebat sesosok
tubuh yang kemudian mendarat di depan Pendekar Rajawali
Sakti pada jarak lima belas langkah. Kini jelas, siapa yang
muncul. Seorang lelaki berusia lanjut dengan pakaian
sederhana. Rambutnya panjang dan telah memutih serta awut-
awutan. Demikian pula cambang serta jenggotnya. Sepintas
lalu, kelihatan kalau lelaki tua itu seperti gelandangan yang
tidak pernah mandi selama berbulan-bulan.
Rangga tidak terlalu mengerutkan dahi untuk menebak siapa
laki- laki itu. Sebab tak lama kemudian berkelebat satu sosok
tubuh, dan mendarat di samping laki- laki tua itu. Satu sosok


Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemuda aneh yang tak lain Rangkamaya alias si Cupu Manik.
"Jadi kaukah yang telah memukul murid kesayanganku"!"
tuding orang tua itu sambil tertawa meremehkan.
"Jadi pemuda itu muridmu?" Rangga malah bertanya,
"Jawab pertanyaanku!" bentak orang tua itu lantang.
"Siapa yang bertanya padaku?" sahut Rangga seenaknya,
Belum apa-apa orang tua itu hendak menggertak Rangga
dengan hardikan serta wajah garang. Jelas ini menunjukkan
sikap tidak bersahabat Karena, lagaknya mirip seorang raja
bengis yang tengah menakut-nakuti rakyat jelata,
"K urang ajar! Berani kau bertingkah di dengan si Topo
Manik! Kupecahkan batok kepalamu Bocah Pentil!" dengus
orang tua bernama si Top Manik, guru si Cupu Manik.
Bersamaan dengan itu si Topo Manik langsung melompat
menyerang sambil mengibaskan tangannya,
"Uts!"
Dengan mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'
Pendekar Rajawali Sakti melompat ke samping, menghindari
kepalan tangan Topo Manik yang bertenaga dalam cukup
hebat. Dan baru saja Rangga menegakkan tubuhnya, sebelah
kaki Topo Manik berbalik dan menyapu lehernya.
"Orang tua ini benar-benar ingin membunuhku. Uts!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat mencondongkan tubuhnya
bagai orang mabuk, sehingga serangan itu kembali menemui
tempat kosong. "Terkutuk! Hebat juga kau, he"!" dengus Topo Manik.
Seketika laki- laki tua itu memutar kakinya, menyapu kaki
Rangga yang belum sempat tegak kembali.
"Hup!"
Di luar dugaan, Rangga menghindarinya dengan melenting
ke atas. Beberapa kali tubuhnya berputaran, Lalu melayang
turun. Namun baru saja kaki Rangga mendarat di tanah. Topo
Manik telah berkelebat melepaskan pukulan bertubi-tubi.
Bet! Set! Karena serangan itu begitu cepat, Rangga terpaksa
menangkis dengan kibasan tangan,
Plakl Plak! "Uh...!"
Rangga mengeluh dalam hati, ketika merasakan kalau
tenaga dalam laki- laki tua itu cukup hebat. Buktinya Topo
Manik sudah melanjutkan dengan serangan berikutnya,
Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke belakang untuk
menghindarinya.
"Bocah brengsek! Apa kau bisanya hanya melompat-1ompat
seperti bajing"! Kata muridku kau hebat! Ayo, perlihatkan
kepadaku kehebatanmu itu!" bentak Topo Manik geram,
"Orang tua, jangan terlalu memaksaku. Sebaiknya kita
selesaikan persoalan ini dengan kepala dingin," tukas Rangga,
"Kepala dingin bapakmu! Kau hina muridku! Kau celakai
dia! Masihkah kau mencoba menyuruhku untuk berkepala
dingin"! Huh! Kalau sudah kupecahkan batok kepalamu, baru
kepalaku bisa dingin!" bentak Topo Manik semakin kalap,
Rangga yang masih menggunakan jurus 'Sembilan Langkah
Ajaib' sejauh ini mampu menghindari serangan-serangan.
Bahkan cukup berhasil mengecohkan, Tapi belakangan hal itu
ternyata tidak cukup. Sebab dalam keadaan mengamuk seperti
sekarang, terasa betul kedahsyatan jurus-jurus yang dimainkan
Topo Manik. "Bocah brengsek! Kau akan merasakan jurus 'Si Gila
Mengamuk'! Jurus ini ciptaanku sendiri, Kau lihat" Hebat,
bukan"!" bentak Topo Manik.
Sebenarnya laki- laki tua bertampang gembel ini tengah
marah. Tapi dalam keadaan begitu, justru masih sempat
menyombongkan diri dengan memamerkan jurus-jurusnya
segala. Jurus itu sendiri memang tidak bisa dibuat main- main,
Serangannya hebat dan kuat. Juga, sulit diduga ke mana arah
gerakannya. Untuk beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti
dibuat bingung.
"Hm,... Orang tua ini benar-benar menginginkan nyawaku.
Aku pun tidak bisa tinggal diam!" desis Rangga mulai geram.
Kesabaran Rangga agaknya seperti diinjak- injak orang tua
yang tidak kalah aneh dengan muridnya itu. Maka seketika
tubuhnya mencelat memainkan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega',
"Hiyaaa...!"
Gerakan Pendekar Rajawali Sakti yang cepat, membuat
Topo Manik terkejut. Dengan sebisa-bisanya, dia berusaha
memapak kibasan tangan Rangga.
"Hiiih!"
Deb! Tapi tahu-tahu Pendekar Rajawali Sakti menarik pulang
serangannya. Dan pada waktu yang amat singkat, jurusnya
dirubah menjadi 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', Tangannya
yang membentuk paruh rajawali bergerak cepat mengibas,
Dan.... Des! "Aaakh,..!"
*** Satu hantaman keras menggedor dada Topo Manik, hingga
menjerit kesakitan. Tubuhnya terlempar beberapa langkah ke
belakang sambil merasakan isi dadanya terasa remuk.
"Hup!"
Meski begitu, laki- laki tua itu masih mampu melenting. Dia
jumpalitan beberapa kali lalu berdiri tegak di atas kedua
telapak kakinya. Wajahnya merah padam penuh amarah.
Matanya melotot garang kepada Rangga.
"Guru, kau tidak apa-apa"!"
Rangkamaya memburu gurunya dengan nada khawatir.
"Aku tidak apa-apa!" sahut Topo Manik
"Kalau dia terlalu hebat, biar kita bereskan berdua saja,..,"
usul si Cupu Manik
"Sebenarnya aku mampu membereskannya seorang diri.
Tapi kalau kau hendak bantu, tentu saja mana bisa kutolak.
Selama ini toh semua keinginanmu tak pernah kutolak. Lagi
pula biar lebih cepat selesai kerja kita," sahut T opo Manik,
dengan kata-kata penuh bunga.
"Betul! Betul sekali, Guru!" sahut Rangkamaya sambil
mengangguk-angguk "Kenapa mesti lama-lama" Ayo kita
bereskan secepatnya durjana keparat ini, Guru!"
"Benar juga, Ayo kita bereskan sekarang!" sambut Topo
Manik. Saat itu juga Topo Manik mengeluarkan sepasang senjata
andalannya mirip pedang, Namun bentuknya agak melengkung. Bagian ujungnya lebih besar dari pangkalnya dan
bergerigi. Kedua senjata itu dipegang di masing- masing
tangan. Sedangkan Rangkamaya tidak menggunakan senjata,
kecuali kedua taji di kaki dan paruh di jidatnya,
"Yeaaa.!!"
"Hm.... Mereka memang sama-sama gila!" umpat Rangga,
Saat itu juga pertarungan sengit kembali terjadi. Kali ini
Rangga terpaksa harus meningkatkan kekuatannya, menghadapi keroyokan.
Gabungan murid dan guru itu memang tidak bisa dipandang
enteng, Dan Rangga bisa merasakannya lewat serangan mereka
yang gencar dan kompak Bila sang guru menyerang dari depan,
maka muridnya menunggu di belakang atau di samping. Begitu
juga sebaliknya. Sehingga untuk sesaat Pendekar Rajawali
Sakti dibuat kalang kabut.
"He he he,..! Kau benar juga, Muridku. Sebentar lagi bocah
ini akan kita pilah-pilah jadi beberapa potong!" leceh Topo
Manik "Aku ingin kepala dan kedua cekernya, Guru!" teriak
Rangkamaya, "He he he..,! Dan aku badan serta kedua pahanya!" timpal
Topo Manik seperti hendak membagi potongan ayam saja.
Dan Rangga betul-betul muak mendengar ocehan mereka.
Meski dia terus menghindar bukan berarti tidak mampu
mengatasi, saat ini dia bertangan kosong. Jadi tidak mungkin
menahan senjata tanpa senjata pula.
"Hei, Bocah! Percuma saja pedangmu kau bawa-bawa! Apa
itu hiasan saja" Ayo cabut. Dan perlihatkan bahwa kau bisa
menggunakannya.
Atau barangkali kau tak becus mempergunakannya?"
"Kalian terlalu memaksaku, Baiklah."
Saat itu juga Rangga menggerakkan tangannya ke
punggung, Lalu....
Sring! "Heh"!"
Begitu Pedang Pusaka Rajawali Sakti tercabut, cahaya biru
langsung memancar dari batang pedang, Seketika, Topo Manik
dan muridnya berseru kaget. Dalam suasana malam yang pekat
begini pedang bercahaya biru itu benar-benar mengandung
berhawa. Bahkan bulu roma mereka berdiri.
Wuuus..! Pendekar Rajawali Sakti agaknya tidak mau lagi berlama-
lama. Sudah jelas bahwa mereka menginginkan nyawanya lagi.
Maka buat apa pula mengasihani. Maka pedangnya langsung
berkelebat secepat kilat.
Murid dan guru itu pontang-panting menyelamatkan diri.
Dalam keadaan begitu, Topo Manik coba menangkis dengan
kedua bilah senjatanya. Tapi...,
Tras! "Hei, celaka!" desis laki- laki tua itu kaget ketika melihat
sepasang senjata kebanggaannya putus ditebas pedang,
Pada saat yang sama pedang Rangga terus berkelebat,
mengancam "Uts..,!"
Nyaris saja Topo Manik terluka kalau saja tidak cepat
melempar tubuhnya ke samping, bergulingan. Sementara
Rangkamaya, jadi ciut nyalinya melihat gurunya terdesak
demikian rupa. "Aku akan memaafkan kalian kalau menyerah dan bersedia
dihukum sesuai perbuatan! Terutama kau Rangkamaya! Kau
telah membuat kesusahan di mana- mana dan membunuh
banyak orang!" teriak Pendekar Rajawali Sakti lantang,
"Aku tidak bersalah! Mereka yang bersalah. Dan seharusnya
mereka yang meminta maaf padaku, karena selama ini telah
membunuh serta menyiksa saudara-saudaraku!" bantah
Rangkamaya garang,
"Ya, muridku tidak bersalah! Mereka yang bersalah.
Termasuk juga kau!" timpal Topo Manik, setelah melenting
bangkit. "Ingatlah! Kau manusia, Rangkamaya! Sama dengan
mereka. Otakmu benar-benar sinting menganggap ayam-ayam
itu sebagai saudara,saudaramu!" tegas Rangga, menyadari
kekeliruan pemuda aneh itu.
"K urang ajar! Kau menyebut muridku sinting"! Kubunuh
kau! Kubunuh kau,..!" teriak Topo Manik kalap, "Hiaaa...!"
Sementara Rangkamaya tidak kalah kalapnya, Bersama-
sama, mereka menyerang menggunakan pukulan-pukulan jarak
jauh, Sebab untuk melawan dari dekat, rasanya sulit untuk bisa
menerobos permainan pedang Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm.... Jangan memaksaku untuk membunuh kalian!"
dengus Rangga geram, sambil berkelit-kelit menghindari
pukulan jarak jauh kedua orang lawannya,
"Keparat! Kau merendahkan aku, Bocah"! Kau kira aku
lalat yang bisa kau bunuh seenaknya"!" hardik orang tua itu
geram, seraya menghentakkan tangan kirinya,
Wesss...! Seketika meluruk sinar kuning ke arah Pendekar Rajawali
Sakti. Namun dengan gerakan indah, Rangga melenting ke
belakang sambil jungkir balik. Kesempatan itu digunakan Topo
Manik untuk menerkam punggung,
"Hiiih!"
Tapi tanpa diduga Pendekar Rajawali Sakti mengibaskan
pedangnya ke belakang tanpa menoleh lagi. Begitu cepat
gerakannya, sehingga,..,
Brues! "Aaa...!"
Topo Manik memekik setinggi langit begitu pedang
Pendekar Rajawali Sakti menembus dadanya, Tubuhnya
terjungkal jatuh, begitu Rangga mencabut pedangnya. Sebentar
dia menggelepar sebelum tewas dalam keadaan menghitam.
Melihat gurunya tewas, Rangkamaya semakin kalap.
Langsung diserangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan
membabi-buta, "Kau bunuh guruku! Kau bunuh guruku...! Aku akan
membunuhmu! Akan kubunuh kau..,!"
*** "Rangkamaya, sadarilah! Kau masih punya kesempatan
untuk memperbaiki dirimu!" teriak Rangga yang sudah
menyarungkan pedangnya. Seketika Rangga mencelat ke atas
menghindari terkaman.
"Yeaaa...!"
Namun Rangkamaya tak peduli lagi. Tubuhnya terus
menyerang Rangga dengan kibasan tangan maupun sambaran
taji pada kaki.
"Kreaaakh.., !"
Rangkamaya berteriak menggelegar. Pada satu kesempatan,
kuku-kukunya yang tajam berseliweran, mengincar leher dan
perut Pendekar Rajawali Sakti, Namun dengan enak sekali,
Rangga memapaknya,
Plak! Plak!

Pendekar Rajawali Sakti 174 Sepasang Taji Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tubuh Rangkamaya terdorong ke belakang akibat benturan
keras berisi tenaga dalam tinggi. Tapi pemuda aneh itu seperti
tidak mempedulikan rasa sakit yang diderita. Dan kembali dia
melompat dengan mengirimkan tendangan geledek
Pendekar Rajawali Sakti berkelit ke samping, lalu berputar
cepat. Kemudian sebelah kakinya menghantam ke perut.
Des! "Aaakh...!"
Rangkamaya menjerit kesakitan. Tubuhnya terhuyung-
huyung ke belakang. Namun begitu, dia kembali bernafsu
menyerang. Tubuhnya melompat menerkam dengan kedua taji
di kaki mengarah leher.
Siuuut! Namun Rangga cepat tanggap. Cepat dikerahkannya jurus
'Sayap Rajawali Membelah Mega' pada tingkat yang paling
terakhir. Dan begitu serangan Rangkamaya luput, Pendekar
Rajawali Sakti sudah merubah jurusnya menjadi 'Rajawali
Menukik Menyambar Mangsa'. Segitu cepat gerakannya,
membuat Rangkamaya yang baru saja berbalik jadi tercekat.
Dan tiba-tiba saja kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti
yang membentuk paruh rajawali telah bergerak mengibas berisi
tenaga dalam penuh. Sehingga,..,
Prakk.. ! "Aaa...!"
Rangkamaya memekik kesakitan dengan suara parau.
Tubuhnya betul-betul terjungkal ke belakang dengan kepala
pecah. Darahnya langsung berhamburan bercampur cairan
putih. Begitu ambruk di tanah, dia tak bangun lagi.
"Maafkan aku, Kau tidak memberi pilihan lain padaku..,,"
ucap Rangga, lirih begitu mendarat di tanah lagi.
Untuk beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti terpaku di
tempatnya memandangi mayat Rangkamaya. Beberapa penduduk desa mendekat dengan obor di tangan. Sementara
yang lainnya dan sejak tadi telah terjaga dari tidurnya karena
keributan itu, buru-buru keluar. Sepertinya mereka hendak
meyakinkan bahwa biang perusuh selama ini sudah tewas,
sehingga mereka bisa bernapas lega.
"Kasihan, Dia masih muda. Seharusnya perjalanan hidupnya
masih panjang..," lanjut Rangga bergumam sendiri ketika
melihat beberapa penduduk berdiri di dekatnya,
"Memang mestinya begitu. Tapi ibarat penyakit dia adalah
bibit yang berbahaya, Rangga. Kecil saja sudah membunuh
banyak orang. Tidak terbayang, kan bila dia merajalela. Entah
berapa nyawa yang melayang di tangannya," timpal Ki
Tambuk "Benar, Rangga!" sambung K i Sela. "Tidak perlu disesali
kematiannya. Rangkamaya memang tidak waras dan sulit
untuk mengobatinya. Kalau, pun dia hidup, maka hanya akan
menimbulkan malapetaka saja. Dia tidak akan pernah berhenti
dari cita-citanya itu sejak dulu, "
"Ya, Kalian benar,"
"Jadi, tidak usah bersedih, Apalagi sampai merasa bersalah.
Kalaupun kau merasa bersalah telah membunuhnya, maka
ingatlah berapa orang yang telah dibunuh Rangkamaya" Juga
berapa korban lagi yang akan jatuh kalau dia masih tetap
berkeliaran?" tandas Ki Selo.
Rangga mengangguk-angguk.
"Sebaiknya mayat mereka dibereskan sekarang saja, Ki.
Menjelang subuh nanti kita kebumikan bersama-sama.
Bagaimanapun, mereka adalah manusia juga seperti kita. Maka
sudah selayaknya dikebunkan."
Ki Tambuk segera memerintahkan beberapa penduduk
untuk mengurusi ketiga mayat itu. Mulanya mereka enggan
mengingat kebencian reka terhadap Rangkamaya, Namun
kepala desa m! berusaha memberi pengertian kepada mereka.
Dan syukur mereka bisa mengerti.
"K urasa tugasku di sini telah selesai, K i, Dan selanjutnya
kau bisa menata desa ini kembali," lanjut Pendekar Rajawali
Sakti, "Sebaiknya kau tinggal di sini dan menetap barang beberapa
hari, Rangga," ujar Ki Tambuk
"Apakah kau akan pergi malam ini juga?" tanya K i Surapati
dengan hati nelangsa.
"Tinggallah di sini beberapa hari, Rangga, " bujuk K i Selo.
Dan yang lainnya pun berusaha menahannya, sehingga
Pendekar Rajawali Sakti jadi tidak enak hati.
"Baiklah.... Aku akan tinggal semalam di sini..."
"Kenapa mesti semalam..,?" tanya Ki Tambuk
"K isanak.. Yang terpenting, urusan di sini telah selesai. Aku
tidak bisa berada terlalu lama di satu tempat, setelah urusanku
selesai. Masih banyak persoalan lain yang menantiku. Selama
tenagaku masih dibutuhkan. Maka selama itu pula aku akan
terus mengembara," papar Rangga.
Mendengar itu, para penduduk Desa Loyang mengangguk-
angguk Disadari bahwa tugas yang diemban pemuda itu benar-
benar mulia. Meski mereka ingin menahannya lebih lama.
namun apa yang dikatakannya benar. Masih banyak lagi orang-
orang yang membutuhkan tenaga dan bantuannya.
SELESAI Serial Pendekar Rajawali Sakti selanjutnya :
MANUSIA LUMPUR Tiga Dara Pendekar 13 Gento Guyon 12 Ki Anjeng Laknat Angkara Si Anak Naga 2
^