Pencarian

Elegi Buat Nana 1

Elegi Buat Nana Karya Eddy Suhendro Bagian 1


ditutup kembali ya" Tapi ingel, kalau baca kisah ini sambil mengkerakit biskuit,
jangan sampai merontoki tulisan ini ya" Udah, Non" Udah". Bantal dan guling udah
ditumpuk ya" Kalau baca sambil berbaring, jangan lupa, bila nanti keluar airmata
karena tertawa terbahak-bahak, atau karena sedih, jangan diseka pakai kain sprei
ya" Mending siapsiap pakai saputangan atau kertas tissue saja. Ya" Udah, Non" U.
Iya, yal Jangan melotot Non Gemes ya gemes, tapi jangan melotot dong. Dimulai
ya" Gasss. Lho apa itu, kok gas. Begini Non, coba bayangkan Non adalah seorang
pengarang yang kebetulan sedang buntet gagasan. Pada suatu malam hari, Non duduk
santai di teras restoran Pasar Seni Ancol, sedang mencari inspirasi atau menikmati suasana seni, dengan
harapan ce. mas, siapa tahu hati yang nan sepi imajinasi, ketabrak cinta sejati,
aduh Mak, semoga bukan mimpi. Tiba-tiba dari arah kegelapan muncul empat cowok
kece, berjalan tersuruk-suruk, ada yang menundukkan kepala. Jelas bukan mencari
puntung rokok. Ada yang menerawang nanar ke sulur-sulur lampu di pohon, ada yang
menatap ke depan dengan pandangan kosong. Masingmasing sedang diliputi rasa duka
yang mendalam, tenggelam dalam pusaran kesedihan. Wajah-wajah mereka tampak
aneh. Semrawut, murung berkabung, seakan sedang ditinggalkan oleh orang yang
sangat dicintai. Dari tempat gelap itu, mereka berhenti sejenak. Menatap ke arah
Non, kemudian saling pandang satu sama lain, karena ada yang mengenali Non.
Kemudian mereka berjalan perlahan-lahan menghampiri tempat duduk Non. Mereka
tidak. memberi salam, tidak meminta permisi, langsung ambil tempat duduk di
sekitar Non Mereka sengaja membisu, seakan takut bila mengeluarkan suara, akan
mengurangi bobot kesedihannya. Menghadapi makhluk-makhluk aneh seperti itu, apa
Non tidak bingung" Setelah dekat dengan Non, keempat cowok kece itu mulai
kelihatan bahwa masing-masingmempunyai kepribadian. Coba perhatikan. Yang duduk
di seberang Non, di sebelah kanan, potongan tubuhnya tinggi kekar. Lengannya
berotot. Sekilas mirip Rambo, hanya matanya lebih lebar dikit, tapi, mah ini,
ini cukup romantis dan tampak lebih matang dari teman-temannya. Kalau dia
tersenyum, cepat-cepat pegangi dada Non, soalnya jantung Non bisa berjingkrakjingkrak. Soalnya senyumnya bisa bikin gemes-gemes kesengsem. Rambutnya
gondrong, sebatas bahu. Ia duduk menundukkan kepala. Jari-jari tangannya
mengkuis-kuis meja. Masih di sebrang Non juga, temannya berperawakan tinggi
langsing. Rambutnya tidak begitu gondrong, tetapi rapi. Wajahnya babyface, oval,
lebih muda dan matanya romantis juga, tetapi rada malu-malu. Kalau dia
tersenyum, langsung tersipu-sipu, lalu menundukkan kepala. Kalau sudah demikian,
pegangi kaki Non, jangan sampai berdisko, karena senyumnya bisa nembuat hati
cewek menggelepar-gelepar. Biasanya, dari keempat cowok ini, dia yang paling
reseh. Tingkah lakunya tidak bisa diem, paling aktif dan sok agresif, namun kali
ini ia benar-benar sedang murung. Cara murungnya pun aneh. Ia tidak duduk,
melainkan berjongkok di kursi. Kedua belah tangannya memeluk kedua kakinya.
Dagunya ditopangkan di atas lututnya. Matanya sendu. Kesedihan apa sih
yang ditanggung, kok kali ini ia tidak begitu re. sah. Di sebelah kiri Non,
duduk makhluk aneh yang lain lagi. Perawakannya sedang-sedang saja. Potongan
rambutnya mirip bintang film tempo dulu, Tony Curtis. Rambutnya agak keriting,
dan jambulnya hendak menggapai langit. Kalau tertawa lepas. Tetapi kali ini ia
sedang sendu. Tatapan matanya terpaku pada plasteran. Nah, kalau dia tersenyum,
hati-hati, senyumnya ala tempe bongkrek, mengandung racun. Yang terakhir, ini
yang paling hingar-bingar. Duduk di sebelah kanan Non. Potongan tubuhnya pendek
gemuk. Kalau ia kurus, sebenarnya cukup kece juga. Matanya suka jelalatan. Kalau
bicara kedua belah tangannya serabutan seperti aktor panggung sedang mengusir
lalat. Mungkin cowok semacam ini bergabung dengan teman-temannya, hanya mau
nebeng kece. Biar ikut dilirik cewek. Pada saat itu, ia murung, tetapi gayanya
berlebih-lebihan, sehingga Non meragukan, apakah ia sedang sedih, atau sedang
menahan saki perut. Ah, kalau sudah begitu Non bingung enggak" Ada apa sih ini"
Kalau Non mau mendahului bertanya, gengsi juga kan" Kalau mau berlagak sombong
dan meninggalkan mereka, rasanya kok sayang, mereka cukup kece kece juga sih,
kecuali.yang gemuk. Karena teman-temannya masih pada membisu, si Hingar-bingar
mulai gelisah. Agaknya ia memang suka sok jagoan. Kedua belah biji matanya
melotot-otot liar ke arah Non, lalu dari mulutnya keluar suara,
"kenalkan dulu. Nama saya Enyoi!" Sampai di situ Non belum merasa aneh. Namun
tiba-tiba saja, ketiga temannya yang masih dalam posisi murung itu, tanpa
dikomando, edan sungguh mengherankan bisa kompak, mereka serentak berdehem.
Ahem. Ahen. Dan si kerempeng kece di depan Non mulai reseh. Duduknya tidak
tenang. Si Hingar-bingar melotot liar pada mereka,
"ini bagaimana sih, mesti ada juru bicaranya dong. Sebagai jagoan, saya
terpanggil untuk mewakili, protesnya garang. Ketiga teman-temannya hanya diam
saja. Si Reseh mulai memukul-mukul kaki yang dipeluknya. Karena tidak ada tanda
persetujuan maka si Iingar-bingar bicara lagi sama Non,
"Kami berempat ini sedang berkabung Non." Tiba-tiba ketiga temannya berseru
serempak, "Salaaah lagi!" "Lho, kok salah?" protes si Hingar-bingar galak. Jagoan tidak
boleh disalahkan. Itu menyalahi aturan. Cowok kerempeng yang reseh di depan Non,
mulai menegakkan kepala, memandang si
91gemuk, "belum tentu dia meninggal kok sudah bilang berkabung!" Si Hingar-bingar
menyeringai, "E iya, ya!" "Udah Enyoi, kamu urus makanan!" bentak si Reseh tidak sabar. Ah, bagus itu
Betul itu Dalam suasana murung aku harus tetap Enjoy." Si Hingar-bingar bangkit
dan hendak memanggil pelayan, namun sebelumnya, ia mengerling kepada si Rambo,"
Eh, Bim, boleh pesan Bir enggak nih" Maklum untuk pesan bir pun, harus ijin pada
menteri keuangan." Cowok yang dipanggil Bimo itu mengangguk. Si Reseh merengut
melihat teman yang gemuk itu berjalan berjingkrak masuk ke restoran. Dan tibatiba saja Non terperanjat, karena lengan Non yang mulus itu ditouel dari sebelah
kiri. Masak sih, lengan yang begitu mulus dinodai touelan. Tentu Non segera
melotot, dan cowok itu menyeringai. Kesedihannya meluntur oleh seringainya yang
lebar. "Begini Non," kata si Towel sambil menge luarkan pipanya.
"Kami ini sedang bersedih. Karena ada gadis yang sangat cantik sekali dan
mempesona, tiba-tiba." |
"Kamu ini bagaimana sih," tukas si Reseh. Masih pinteran si Enyoi pakai
memperkenalkan diri. Udah deh, Bim kamu saja yang ngomong." Si Towel menggerutu,
"Apes deh gua Jatah gua selalu diserobot." Yang dipanggil Bimo membersihkan
kerongkongannya dengan berdehem, lalu ia bicara,
"Begini Non, kami ini anak-anak GASS." Apa itu Cass" Non tentu mengernyitkan
dahi. "Nggak tahu tuh, kenapa kami-kami ini suka berseru: Gas begitu!"
"Ya, kayak gas mobil itu," tukas si Towel. Tentu saja sambil mentouel lengan si
Non. Tentu saja, Non semakin jijay.
"Tadi saja, ketika kita lihat Non duduk sendiri, langsung kita berseru Gass!
kilah si Reseh, "Maksudnya ya langsung datang ke sini!" "Kalau kita sedang loyo, kita juga
berteriak gassl seru si Towel lagi. Dan Non pasti berusaha menghindarkan lengan
Non yang mulus itu dari tangannya yang sudah menjulur, Iya enggak"
"Maksudnya memberi semangat!" si Bimo menambahi. Tiba-tiba si Enyoi datang
sambil mengunyah kacang, ayo gass!" Terserah deh, Non mau tertawa atau tidak
melihat ulah mereka yang sok akrab dengan Non.
"Nah, kami ini berempat", ujar Bimo,
"Saya Bimo. Ini di sebelah saya namanya Reo. Dia ini suka reseh. Maka sering
dipanggil Reo Reseh. Dan yang itu," seru Bimo sambil menuding si Towel, Non
harus berhati-hati, karena memang namanya John Towel. "Dan saya tadi sudah
memperkenalkan diri," tukas Enyoi,
"demi efisiensi, jangan diulangi. Hanya satu hal perlu diingat, bahwa saya
jagoan." RT.Termasuk jagoan ngutang" gunan Reseh, tanpa berusaha melucu. Enyoi ngamukngamuk, tetapi tak ada satu pun yang menggubris.
"Udah! Udah!jangan membuka belang kita di depan orang asing." cegah Bimo,
"Kalau Enyoi, memang belangnya sudah dari sononya, jadi terpaksa kelihatan.
Tidak apalah. Itu sudah nasib." Enyoi hendak marah lagi. Tetapi bungkusan kacang
dalam plastik tiba-tiba jatuh. Enyoi tidak jadi marah, karena ia lebih sayang
kacangnya. Maka ia berjongkok memungut kantong plastik kecil itu, dan
melanjutkan mengunyah kacang. Bimo mulai menjelaskan,
"Begini Non. kami sedang terpesona pada seorang gadis cantik bernama Nana." Dan
mulailah mereka bercerita. O, o, jadi mereka itu murung karena sebuah nama ya"
Nana" Nama itu memang kedengarannya enak di telinga, berbau romantis, sendu,
tetapi juga magis. Untuk mencari tahu namanya saja mereka berjuang setengah
mati. Semula mereka tidak tahu namanya. Biasa, siapa saja akan selalu terpukau
oleh suatu penampilan yang aduhai. Ya, hal seperti itu, wajar-wajar saja. Maka
mereka tidak bisa disalahkan, begitu melihat cewek cantik menggemaskan, hatinya
segera hingarbingar. Mereka betul-betul terperangah oleh penampilan seorang
gadis yang serba super dan
| wah.Kejadiannya begini. Pada waktu itu, mereka berempat sedang berlatih rally,
di bumi Perkemahan Cibubur. Jip CJ 7 dihajarnya beramai-ramai melintasi
jalanjalan yang tak beraspal. Tentu saja Jip berguncang-guncang, seperti kapal
yang ditimpa gelombang. Reo Reseh malah semakin senang, karena dengan demikian
ia merasa ditantang untuk menunjukkan kemahirannya mengendalikan kemudi. Reo
Reseh, memang bermimpi ingin ikut rally di gurun pasir Afrika. Pokoknya tidak
jadi juara tidak apa, asal sudah menjamah gurun pasir. Mungkin juga ia akan
bahagia, hanya menempuh jarak seratus meter dan mobil terperosok, tidak apa.
Yang penting sudah ikut rally ke Afrika. Pokoknya keren. Karena guncangan mobil
memang hebat, John Towel, yang duduk di sebelah Reo, pusing juga, seperti kelasi
mabok. Ia menghantan punggung Reo, sambil ngomong sinis,
"Iya, Seeh, iya gas terus. Bagus itu. Bukan hanya botol yang bisa dikocok. Mobil
pun bisa." Sambil nerocos tangannya semrawut mencari Pegangan. Enyoi yang duduk
di belakang mendapat kesempatan menyerang,
"Kamu sih, payah. Nih, jagoan, dikocok dalam botol, tahan. Apalagi hanya dikocok
dalam mobil. Sesudah begitu, mobil terguncang-guncang lewat lubang besar, dan
tubuh Enyoi yanggemuk itu, terpental kuat, hingga kepalanya terbentur dak jip.
Bimo yang duduk di sebelahnya, tersenyum mengejek. Reo tenang-tenang saja, ia
melirik ke arah John Towel,
"Ala Dhu John, sirik amat, Bimo yang punya mobil diam saja. Kamunya berlagu
amati Tjustru itu, mumpung bukan mobil sendiri. Gaaasss terus. Kalau rusak
tinggal taruh di bengkel. Selesai. Orang kayaaal" Reo menyeringai. Ia menoleh ke
arah Bimo, lalu menyeletuk, "berbahagialah orang yang miskin, karena kamu
memberi kesempatan orang kaya untuk beramal" Bino hanya mengangguk-anggukkan
kepala. Tiba-tiba Reo injak rem kuat-kuat. Jip tergoncang. Enyoi marah-marah,
"Eh kalau tidak bisa stir, jagoan yang ganti." Jip berhenti. Enyoi hendak turun
dengan membuka pintu belakang. Tetapi kemudian ia tertegun. Karena ketiga
temannya saling menegakkan kepala seperti berusaha keras me- | nangkap suara
sayup-sayup dari kejauhan. Enyoi melotot-lotot,
"Hah" Ada apa" Ada apa" | John Towel kesal Kuping Enyoi ditarik,
"Ihu denger enggak?" Mereka berempat tertegun sejenak. Lalu terdengar suara
sayup-sayup suara cewek-cewek
menyanyi lagu, O, Astaga. Mereka memandang ke sekeliling. Mata
R".mereka tertabrak pada pohon akasia yang rimbun. Mereka cukup bingung juga,
bagaimana mungkin dalam alam yang bebas jauh dari pe rumahan terdengar suara
lagu vokal grup. Enyoi menyeringai,
"Ayol Gaaassl Itu pramuka-pramuka yang sedang kemping Bukan kuntilanak!" Bimo
tersenyum, "Nah, Enyoi ini contoh seekor manusia yang tidak bisa membedakan antara suara
asli dan pengeras suara" Enyoi terpukul, Ia hendak marah pada Bimo, tetapi tidak
jadi, karena Reseh menoleh ke belakang sambil tersenyum,
"Tul kamu Bim. Itu lagu, lewat pengeras suara." John Towel tertawa lebar. Kedua
belah tangannya digosok-gosok sambil berseru,
"kali saja ada pengantin tamasya dan upacaranya di taman sini. Kalau begitu,
sip, kita pergi kondanganl Dan yang hadir ceweknya cantik-cantik." Bimo nyengir,
"Wel belum tentu ada cewek yang kakinya berbulu" John Towel beringas,
"emangnya menilai cewek dari ukuran kaki" Reo Reseh mengusap-usap punggung John
Towel, "Udah deh, akui saja, bahwa seleramu cewek berbulu kaki, eh cewek kaki berbulu."
"Ayo jalan. Nggak usah ngurusi selera orang!" gerutu John Towel sambil
mendorong-dorong punggung Reo. Jip berjalan perlahan-lahan. Mereka berempat
semakin jelas mendengar lagu vokal grup yang sangat merdu. Bahkan beramai-ramai
ikut bernyanyi: O, o, a. Tatkala Jip menikungi kelokan, tiba-tiba si Reseh melotot, dan menghajar
klakson, karena ia melihat ada laki-laki yang menghadang Lakilaki itu tidak mau
minggir. Terpaksa jip dihentikan.
"Hei, minggir Emangnya tempat ini kapling nenek moyang lhu" bentak Reseh.
"Maaf Maaf baru ada shoting!" kata laki-laki itu. Keempat anak laki-laki itu
berlagak lagi. Mereka saling pandang. Reo menyeringai,
"Kali ini, kita berburu kaki berbulu. Buat John Towell" Mesin dimatikan.
"Ayo, gaass!" Mereka segera turun. Enyoi paling bersemangat. Ia turun sambil
bersenandung lagu pengiring.
"ba-ba-ba-ba-ba-ba-ba - ba-bu-ba bubububu, babu-babu.
"Eh, Mas, Pak Oom, shotingnya di mana?" tanya Enyoi sambil mengusap-usap
tangannya penuh nafsu. "No, di tebing!" Enyoi, terpental-pental hendak mendekati tebing. Namun
tengkuknya disambar Bimo,
"Yang merasa dirinya paling jelek, tahu diri dong!" Renggutan itu dikibaskan,
karena memang Enyoi sangat bernafsu sekali. Akhirnya Bimo berhenti.
"Sanal Sanal Pada pergi! Aku maukuliah," katanya tenang sambil munuju ke jipnya.
Terpaksa Reo menghentikan langkah dan menoleh. Bimo, cowok kekar itu memandang
mereka sambil menganggukkan kepala.
"Asyik ya. Sudah pinjamjip, lantas ditinggal begitu saja. Apakah itu model baru
untuk mengungkapkan terima kasih?" sindirnya.
"Sorry, Bim, sory!" seru Reseh,
"Eh, Enyoi, kamu tungguin mobil."
"Enak saja!" sergah Enyoi.
"Eh, Ihu tahu enggak tugas jagoan itu" Hah" menunggu mobil, itu juga tugas
terhormat bagi jagoaan!" seru Reo Reseh. Enyoi menggerutu. Reo berbisik, teh,
ntar lhu enggak dapat jatah bir Iho!" Enyoi menggerutu. Tangannya serabutan.
Matanya melotot-lotot, lalu berbalik dan menyuruh Bimo naik ke tebing. Bimo
tersenyum penuh kemenangan. Ketika berpapasan, punggung Enyoi ditepuk-tepuk,
sory Enyoi, ini terpaksa kulakukan, agar orang jelek tidak merusak acara"
"Iya, ya. Beres. Jagoaaanl" gunan Enyoi rada keki. John Towel sudah tidak
kelihatan, karena ia paling nafsu mencari cewek kaki berbulu. Reo yang sudah
sampai ke puncak, terbelalak. Ternyata benar. Di atas, di bawah pohon yang
rindang dan apik, sedang terjadi pengambilan gambar oleh awak TVRI. Pengeras
suara menghentakkan lagu play back Astaga. Dan moncongkamera menembak ke arah
deretan penari-penari cantik yang melenggak-lenggok menggiur kan sambil
menyanyikan lagu itu. John Towel girang sekali. Begitu Reo Reseh sampai ke atas,
ia berbisik, "Gaaass!" Reo Reseh terkesima. Ia memperhatikan kesepuluh cewek yang aduhai.
John Towel blingsaan tidak karuan. Bimo hanya duduk bersandar pada batang pohon
akasia, bersedekap sambil senyum-senyum.
"Eh, Towel," bisik Reo, "Kamu berani enggak ngintip di kamera TV itu, pasti
bakalan kelihatan tuh, mana si Kaki berbului"
"Aaah, enggak perlu. Pokoknya yang tengah itu!" Reo Reseh memandang ke penyanyipenyanyi yang lenggak-lenggok manis sekali. Matanya tertancap pada seorang gadis
yang berada di tengah. Gayanya paling luwes. gerakan tangan dan lenggaklenggoknya menggemaskan. Reo memandang pantat John Towel untuk mengatakan bahwa
pilihannya tepat. D Mereka menatap dengan mata terkesima. Gadis itu menang
tampak luar biasa, dan super. Lenggang-lenggoknya menggoncangkan degup jantung.
Rambutnya agak keriting sebatas bahu, terkibas-kibas angin semilir. Lirikan
matanya indah. Reo Reseh menepuk kepalanya. Ada ide gila hinggap di kepalanya.
Ia melirik ke arah John lowel "Eh, kamu punya kertas enggak?"
bisiknya. "Buat apa?" tanyanya heran. "Udah deh. Cepetan!" John Towel merogoh dompetnya.
Dompet itu dibukanya, seakan ia mencari uang yang terselip. Reo Reseh tidak
sabar. John Towel mengeluarkan kupon porkas.
"Tapi, ini porkas bakalan keluar. Nomernya sesuai dengan mimpi seorang
gelandangan yang tidur di teras toko," katanya dengan nada keberatan. Reo tidak
sabar. Kupon itu dijambretnya, begitu pula bolpoint John Towel yang lekat di
saku bajunya. "gilal Apa hubungannya cewek itu dengan porkas?" tanya John Towel terheranheran.
"Tenang saja, Ente" seringai Reo. Dari jauh Bimo hanya tersenyum-senyum. Ketika
shoting sedang break, Reo Reseh langsung mendatangi kelompok cewek yang sedang
bubaran. John Towel semakin terheranheran, karena tidak mengerti apa yang hendak
dilakukan sahabatnya itu. Ia menoleh ke arah Bimo, sambil mengangkat bahunya,
kemudian melekatkan telunjuk tangannya di jidatnya. Bimo membalas dengan senyum.
Reo Reseh sudah sampai ke kerumunan cewek yang lagi bubaran. Tentu saja


Elegi Buat Nana Karya Eddy Suhendro di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedatangannya menimbulkan bisik-bisik di antara mereka.
Reo Reseh cuek. Ia langsung mendekati cewek cantik itu.
"Maaf Non," bisiknya,
"Saya pencipta lagu Boleh saya tahu nama dan alamat Non?" tanyanya sambil
menyodorkan kertas porkas beserta bolpoint. Cewek cantik itu terperangah.
Matanya memandang indah. Senyumnya agak malu-malu. Reo semakin gemas. Gadis itu
hanya melirik ke arah kupon porkas, lalu mengernyitkan dahi Tiba-tiba bolpoint
dan kertas porkas itu disambar oleh seorang cewek bertubuh gendut.
"Aku lebih pantas diorbitkan dari pada dia," serunya.
"Wadou!" | Serangan mendadak itu betul-betul tak terduga. Reo Reseh hanya
cengar-cengir di depan cewek yang cantik. Sedangkan para penyanyi cowok ingin
tahu, mereka berusaha mendekat. Selesai menulis nama dan alamatnya, cewek gendut
itu menyerahkan kupon kepada si Kerempeng. "Datang ya ke rumah saya. Suara saya
bagus kok" pesannya dengan suara yang dimerdu-merdukan. Penyanyi cowok merubung,
"Ada apa?" Cewek cantik itu hanya tersenyum. Sutradara, dengan
"halo-halo"-nya mengusir Reo
"Yang merasa bukan orang top diharap minggirl" Reo Reseh terpaksa nyengir,
karena ia digebah awak TVRI. Pengambilan gambar hendak diteruskan. Reo Reseh
garuk-garuk kepala, lalu menyingkir. Ketika Reo kembali ke tempat semula, ia disambut senyum licik oleh
John Towel. "Mana itu kupon porkasku!" bentaknya. "Niar dulu dong aku salin dulu alamatnya,"
sahut Reo sambil berlagak mempertahankan kupon itu di sakunya.
"Enak saja, ntarkalau aku dapat porkas, tidak bisa ambil Enak saja!" Dengan
paksa John Towel mencomot kupon dari saku temannya. Sejenak ia membaca nama dan
alamat. Ia tersenyum girang. Di balik kupon porkas itu, tertulis nama Ria
Hapsari plus alamat lengkapnya. Reo berlagak marah-marah.
"Egois Dhu!" Ketika acara pengambilan gambar selesai, mereka bertiga mencoba
membuntuti si cewek cantik. Tetapi agak sulit, karena si cantik dikerumuni
teman-temannya, dan diarak ke mobil. Mereka bertiga semakin terperangah ketika
melihat si cantik masuk ke dalam mobil BMW. Reo berusaha mencopet dompet John
Towel. Tentu saja dompet itu dipertahankan.
"Sorry! Dalam urusan cewek, kita boleh tidak kompak!" 'Jahat banget lhu!" sembur
Reo. Kali ini, John Towel banyak senyum, karena yakin benar bakalan mendapat
durian runtuh, karena ia mengira alamat si cantik sudah ada di sakunya. Reo
berlagak murung, sedangkan Bimo mengajak balik ke mobil.
"Eh, Seh, Reseh, gua curiga, nih!" seru John Towel, untuk mengalihkan perhatian
Reo dari kupon porkas yang disimpannya,
"Bimo ini ngikut kita, tetapi kok tidak pernah menunjuk kan gejala suka naksir
cewek Janganjangan dia tidak sehat" |
"Kali saja, dia naksir kital" tukas Reo sambil myengir "Waduh, bahaya dooong!"
seru John Towel, "Kalau begitu, kita harus berhati-hati bila ia merangkul kita,
Seh!" Bimo hanya tersenyum sambil bergumam, "Siapa pun akan kalah perang, bila
strateginya diketahui musuh!"
"Taela, pakai ilmu perang segala" tukas Reo.
"Keracunan cerita silat kali!" John Towel menimpali. Ketika mereka hendak balik
ke mobil, mereka melihat kejutan lain lagi. Langkah mereka terpaksa berhenti
dengan sendirinya, karena tak dinyana, mereka melihat si Enyoi yang bersandar
pada jip, dikerumuni tiga cewek cantik.
"Cila. Si Enyoi laku juga teriak Reo sambil blingsatan. Buru-buru John Towel dan
Reo hendak menghambur ke arah jip, namun kedua lengan mereka disambar oleh Bimo.
"Sirik aja Ihu" bentak John Towel. Dengan tenang, Bimo berkata,
"sesama bis kota, dilarang saling mendahului." Mereka berdua lemas. Hatinya
semakin gemas. Ketika melihat Enyoi tertawa-tawa ba
hagia. Mereka tidak mendengar apa yang dibicarakan oleh Enyoi yang tampak begitu
bahagia. "Jadi benar ya, si Kerempeng itu pencipta lagu. Tanya salah satu cewek.
"Itu tidak benar. Ini, Enyoi yang jago mencipta lagu. Mereka suka membajak
prestasi Enyoi," katanya pongah.
"Bohong!" sergah yang lain.
"Tidak percaya" You-you ini tidak percaya" Nah, coba pikir, kenapa Enyoi disuruh
menunggu jip ini" Hah" Agar Enyoi tidak bisa buktikan pada you-you itu, bahwa
Enyoi jagoan." "Kalau begitu, orbitin dong kital" pinta salah satu dari mereka.
"Boleh, boleh. Boleh. Kasih alamat you-you itu pada Enyoi. Oke" Mereka bertiga
menulis nama dan alamat pada secarik kertas. Enyoi terta-tawa meriah. Dari
kejauhan John Towel keki berat. Akhirnya mereka bertiga ingin tahu juga apa yang
terjadi. Mereka melangkah lebar-lebar menuju ke arah jip. Pada saat itu ketiga
cewek menyerahkan calatan nama dan alamat. Enyoi segera membenamkan kertas itu
dalam saku celananya. "Eh, kasih salam kompak saya pada you-you punya orang tua. Bye!" Ketika ketiga
cowok itu sampai, ketiga cewek sudah meninggalkan mereka menuju ke dalam mobil
masing-masing."Waduh, lepas lagi. Kenapa aku tidak
kebagian," gerutu Reo.
"Inilah nasib mujur jagoan. Sekali sabet, tiga
cewek datang ke dalam pelukan," katanya san bil tertawa terbahak-bahak.
DUA Cowok mana sih tidak senang bila mau mendatangi rumah cewek idaman. Apalagi nama
dan alamat sudah di tangan. Maka sehari suntuk John Towel bahagia bange. Kupon
porkas itu sering dibalik-balik, dan dibaca ulang. Lalu diciumnya berkali-kali.
"Hm, semoga kakinya berbulu," doanya sambil mengenakan baju. Sore hari yang
ditunggu-tunggu itu kini sudah tiba. Sepagi suntuk John Towel nyumpahyumpah pada
matahari yang sentimen berat, seakan segaja memperlambat waktu. Tapi kali ini,
ia sudah siap. Setelah merendam diri dalam kamar mandi untuk merontokkan dakidakinya, John Towel merasa akan tampil dengan prima. Maka setelah berdandan
rapi, sekali lagi, ia menoleh ke cermin lemari, untuk meyakinkan bahwa dirinya
tidak bakal kalah dibanding dengan peragawan. Setelah merasa aman, ia keluar
dari kamarnya. kamar tamu, abangnya melotot melihat dandanan John Towel yang luar biasa dan
agak istimewa. Abangnya mengendusi bau wangi,
"eh, sudah ketularan pemuda wangi juga kaul" seru abangnya. John Towel diam
saja. Ia membuka-buka laci meja.
"Eh, mau kemana, Nyong" bentak abangnya. John Towel tidak menyahut. Ia sibuk
mencari-cari kunci mobil di laci, sambil menyanyikan lagu gombloh, 'Apel pertama
kali.aku malu-malu." Abangnya tertawa terkekeh-kekeh. John Towel tidak menemukan
kunci mobil. "Bang. mana kunci mobil" tanyanya galak.
"Eh, mau apel ya apel, tetapi mobil mau kupakai. Ada kuliah penting nih!" "Udah
deh, kali ini saja, Abang menikmati nyamannya naik bis. Kata sebuah lagu, naik
bis itu romantis!" Kemudian John Towel menyanyikan lagu Dewi Yull dan Oddie
Agam, "Kesempatan, o, o, o,.kemungkinan. o, o.
"Enak aja!" bentak abangnya,
"Tuh, kamu bawa truck mini itu saja. Mumpung nganggur. John Towel kontan lemas.
Ia memandang abangnya dengan sayu,
"Tega amat sih bang. Ini cewek bukan main-main!" "Siapa bilang cewek itu bisa
dimainmainkan!" Sergah abangnya lagi. Dengan langkah loyo, John Towel pergi ke
teras, dan terlihat truck mini di pelataran, di
depan gudang kayu, dekat tumpukan pasir. Maklum John Towel merangkap pangkalan
rumah bangunan. Ia menoleh ke arah abangnya lagi,
"Yang bener bang! Kali ini saja, gantian!" bujuk John Towel memelas.
"Enggak!" bentaknya sambil melempar kunci truck mini. John Towel termangu
sejenak, "Yaaah, apa boleh buat, enggak ada rotan, truck mini pun jadil" Bayangin saja,
mau apel pertama kali, pakai truck mini, alangkah gagahnya. Alangkah kerennya.
Bagaimana kalau diajak nonton Ria Hapsari
"Ah, pokoknya usaha," gerutu John Towel dalam truck yang sedang melaju. Ketika
ia melintas di depan rumah Ria Hapsari, ia memperlambat laju kendaraannya.
Setelah yakin alamatnya cocok, truck itu diparkir jauh sekali. Lalu ia turun,
membetulkan sisiran dan bajunya, kemudian melangkah gagah menuju ke rumah Ria
Hapsari. Sore itu memang indah. Cewek gendut sedang menikmati udara senja yang
adem. Ia membaca buku di teras rumah. Tiba-tiba matanya terbelalak melihat John
Towel memasuki rumahnya dengan langkah dan anggukan yang sopan.
"Selamat sore," sapanya ramah.
"Sore!" jawab si gendut kebingungan Dahi
nya mengernyit. NET, Sus, Non, Dik," kata John
,Towel gugup, "Benarkah di sini rumah Ri Hapsari?"
"Benar" sahut cewek itu heran. Ia mencoba mengingat-ingat siapa gerangan cowok
kece yan. ada di hadapannya itu. Namun ternyata, tak ada secuil bayangan, maka
ia segera bertanya, "Ada keperluan apa ya?"
"Ini, Anu, Ria telah memberikan alamatnya pada saya. Dan sudah mengadakan
janjian. begitu." John Towel mengeluarkan kupon porkas. Cewek itu mengenali
tulisannya sendiri. Ia tan pak terkejut dan tidak paham. Sorot matanya mulai
curiga. Dengan cepat ia mengambil suatu keputusan untuk menolak cowok yang belum
dikenalnya. Namun idenya tidak keluar dari mulut, hanya tampak pada seringai
licik dari mulutnya, "Oh, ada. Ria sedang mandi. Tunggu dulu ya. Silakan masuki" "Terima kasih I"
John Towel sangat bahagia sekali. Lagaknya dibuat sedemikian gagah, sehingga
mengesankan dirinya keturunan Gentleman dari Inggris. Ia mengikuti cewek itu
masuk ke ruang tamu. Namun dalam sorot matanya ada sedikit kegelisahan, karena
sejak melangkah masuk ia berdoa,
"semoga jangan mengajak nonton!" Cewek gendut itu sudah menghilang ke dalam.
John Towel duduk dengan anggun. Kegelisahannya diredam sebaik mungkir.
Di dekat dapur, si gendut itu mencari pembantunya,
"Yem!" "Iya, Non?" sahut seorang gadis desa tinggi langsing yang mendengus dari dapur.
"Ada apa Non?" Sebelum bicara si Gendut itu tertawa geli,
"Begini, Yem, itu ada cowok kurang ajar. Dia mencari saya. Padahal yang saya
kasih alamat bukan dia."
"Orangnya kece Non"
"tanya Iyem penuh nafsu.
"Kece, Yem. Buat kamu saja. Katanya dia pencipta lagu. Nanti Iyem mau dijadikan
penyanyi. Masuk TV Yem!"
"Wah, jangan Non, jangan. Malu saya!"
"Nggak usah malu. Cowok kurang ajar harus dikerjain." Iyem berpikir sebentar,
"Baik, Non. Baikl" sahutnya sedih.
"Kamu dandan yang rapi. Jangan lupa pakai benges. Ya?" Tetapi apakah mungkin dia
bisa jatuh cinta sama saya?"
"Lho, siapa tahu" Selera orang tidak bisa ditebak "
"O, sip, Non. Asyik Non. Sekali-kali Iyem juga kebagian pacar yang kece Non.
Wah, jasa Non tidak akan saya lupakan. Kece benerya Non?"
"Kece sekali. Dan kamu ngaku bernama Ria Hapsari."
"Lho, nama Non sendiri?"
11 )"Iya!" si Gendut tidak bisa menahan seringainya.
"Sip, Non, Sip!" John Towel melongok ke arloji tangannya. Sudah cukup lama juga
ya, pikirnya mendesah panjang.
"Orang namanya usaha, harus ulet" gunannya. Kepalanya menunduk mengawasi pintu
dalam. Tiba-tiba mata itu terbelalak lebar karena ia melihat kaki berbulu muncul
dari dalan rumah. John Towel terkesima. Perlahan-lahan ia mendongak, dan astagal
melihat Iyem yang dandanan menor sekejap John Towel garuk. garuk kepala. Maaf,
Mas?" sapa Iyem ramah. Saya Ria Hapsari. Mas mencari saya ya?" Tanyanya
dimerdumerdukan. John Towel gugup berat. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Lebihlebih lagi ketika Iyem memandang dengan mesra, ia kebingungan.
"Iya, eh.tidak.eh siapa kamu" Eh.tidak. tetapi. Ria.anu. katanya tergagap gagap.
"Iya. Ya, saya ini Ria Hapsari. Saya dengar mas pencipta lagu. Katanya mencari
penyanyi, saya bisa Mas menyanyi lagu dangdut. Dulu saya juara di pesta
tujuhbelas Agustusan di desa saya, malah hampir masuk televisi. Karena saya
terlalu cantik, ya terpaksa tidak jadi. Mas mau mendengarkan saya?" Kemudian
Iyem mulai berdendang, "Hidupku ini, o, o, o, indah sekali." Cewek gendut yang mengintip dari balik
pintu, tidak kuat menahan tawanya. Mulutnya yang terbuka lebar ditutup dengan
kedua belah tangannya, dan tubuhnya tertunduk untuk nenekan perutnya yang
terguncang-guncang. Lebih-lebih lagi ketika ia melihat Iyem bersenandung sambil
melenggang-lenggokkan tubuhnya, sedangkan John Towel semakin garukgaruk kepala
tidak karuan, Ria Hapsari asli segera lari ke belakang, lalu meledakkan tawanya
sambil memegangi perutnya. Iyem masih menyanyi dangdut,
"pakai gaya ya mas," tanyanya sambil mengangkat pantat hendak berdiri.
"Tidak usah. Tidak usah!" John Towel menyuruh Iyem duduk kembali. "Saya kira,
saya salah. Ini ternyata klinik sakit syaraf. Permisi." John Towel segera
berdiri dan meninggalkan ruang tamu dengan langkah lebar-lebar. Iyem kecewa
berat. Ketika ia masuk kedalam rumah, cewek itu menyambut hangat,
"Yeeem, sukses, Yeeen." Tetapi Iyem murung.
"Lho, kenapa kamu?" tanyanya heran.
"Hati saya sedang berantakan Non. Saya tadi betul-betul jatuh cinta, dan
sekarang disuruh patah hati" Cewek gendut itu tertawa tergelak-gelak.
"Apes deh, gua!" gerutu John Towel sambil berjalan sendu menuju ke kendaraannya.
Langkahnya loyo. Ia malu berat. Maka kepalanya menunduk.
Begitu mendongak ia mendelik, karena di bak truck mini itu sudah penuh buruh
galian berdesak-desakan. Mereka membawa cangkul, sekop, dan pengki. Mereka
hendak nebeng kemana saja. John Towel marah-marah.
"Turun" bentaknya galak.
"Ala dik. Jangan kasar dong sama orang kecil ini," seru salah satu dari mereka.
Kan sama-sama manusia. Nebeng dong sampai Bekasil" Wajah John Towel semakin
semrawut. TIGA Cowok tinggi kerempeng ini memang punya banyak mau. Pingin ikut rally ke Afrika,
pingin tubuhnya kekar seperti Bimo, Sore itu, dengan telanjang dada dia sedang
melatih otot-otot lengannya biar tampak kekar. Ia melakukan push-up di halaman
yang rindang John Towel duduk murung di tangga teras. Ketika ia berdiri, ia
melirik pada sahabatnya, "Gimana" Udah ketemu Ria Hapsari?" tanyanya sembari melendungkan lengannya.
Karena kerempeng, tetap saja tidak tampak gulungan otot di lengannya. John Towel
diam saja. "Kamu diusir ya?" tanya Reo lagi. "Apa" Aku diusir, ooo.tidak" sembur John Towel
berlagak hebat. Dengan bersemangat ia membual,
"Hatiku benar-benar sedang sendu. Belum pernah aku melihat gadis secantik itu,
begitu baik, sopan ramah, murah senyum,
R)Aduuuh sungguh-sungguh menggetarkan sekali Seh, kalau lhu lihat, pasti Zhu
enggak pingin pulang. "Anak mana sih?"
"Sorry, rahasia. Ntar lhu serobot, aku bakalan gigit jari"
"Kakinya berbulu?"
"O, jelas doong sampai aku duduk terpaku tanpa mengedip."
"Kapan janjian lagi?"
"Tidak bisa. Kamu tidak boleh ikut. Karena aku akan diajak makan di hotel
Mandarin!" "Ceweknya langsing ya?"
"Pokoknya sip."
"Perasaan, kemarin yang ngasih alamat itu ceweknya gendut"
John Towel terpukul. Matanya mendelik.
"Hah"jadi gadis gendut itu Ria Hapsari Sialan!"
"Jadi kamu bohong ya?"
John Towel kesal sambil menghentak-hentakkan kaki. Tetapi beruntung kekesalannya
tidak berlanjut, karena tiba-tiba jip Bimo me nikung masuk ke halaman. John
Towel terlonjak girang, karena ia akan terbebas dari jebakan Reo. Ia segera
menghambur menyambut Bimo
Bimo masih duduk di dalam Jip. Ia terjengah sebentar, karena di pintu samping
muncul si Nonik, adik Reo, membawa slang. Bimo tersenyum,
"Reol Nih, jip sudah aku betulin. Busi diganti dengan jenis busi pembalap. Coba
deh tes dulu" katanya sambil melirik ke arah Nonik,
kemudian ia turun. Reogirang. Ia segera mencomot kaos oblongnya yang digantung
di dahan pohon. 'John Yuk. Gass!" Bimo menggebah. Tatap lirikan matanya selalu
mengerling ke arah Nonik. Ia memang cerdik, ia sengaja mengusir temannya secara
halus agar ia bebas bercakapcakap dengan gadis cantik yang sedang menyirami
taman. Sudah lama ia menaruh hati pada adik Reo. Seketika jip sudah menghilang,
Bimo mendekati Nonik yang sedang asyik menyiram taia Ila II.
"Halo, Nonik," sapa Bimo ramah. Tetapi Nonik yang berperawakan tinggi semampai
dan bermata bundar indah itu hanya membungkam.
"Sombong ini yee," goda Bimo. Gadis itu tidak menggubris, ia tetap menyemprotkan
air dari slang ke tanaman anggrek.
"Sore ini aku betul-betul sedih, karena aku kalah dengan bunga anggrek itu.
Alangkah senangnya tanaman anggrek itu, disirami oleh eorang gadis yang cantik.
Andaikata aku jadi tanaman anggrek itu, alangkah bahagianya, karena aku akan
disirami air oleh seorang gadis cantik" Tiba-tiba Nonik berpaling dan


Elegi Buat Nana Karya Eddy Suhendro di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyemprotkan air ke tubuh Bimo. Bimo terperanjat.
"Lho, Ilho, Lho Waduh!" Bimo berlari-lari menghindar, tetapi semprotan air
mengejar. Sementara itu Reo Reseh dan John Towel terheran-heran dalam Jip.
"Apanya yang dibetulkan" Perasaan masih seperti dulu juga!" seru Reo. Aku curiga
sama Bimo, janganjangan dia sengaja membahagiakan kital"
"Udah. Gass Ke rumah Enyoi!"
"Curiga gua. Kenapa tidak ke rumah Ria Hapsari!" "Jangan deh, jangan ganggu
dial" Reo tertawa sinis. Sudah wajar kalau Enyoi berbunga-bunga. | Ketiga cewek
yang percaya bahwa dirinya seorang pencipta lagu, berhasil diajak kerumahnya.
Semula memang ketiga cewek itu tidak mau dan setengah melecehkan. Namun Enyoi
dengan semangat tinggi meyakinkan bahwa ia jago bermain musik. Ia ingin
membuktikan di rumahnya. | Sekarang ketiga cewek itu percaya dan terkagum-kagum,
melihat Enyoi berdemonstrasi memainkan keyboard. Sambil mengusap-usap kedua
belah tangannya, ia berlagak sebagai dosen yang memberi kuliah,
"Sebagai pemula," | katanya gagah,
"You you harus paham mengenai musik. Musik itu jenisnya macam-macam. Musik The
Beatles akan berbeda dengan musik dangdut Dan musik dangdut akan berbeda dengan
musik. gamelan. Paham?" |
Itu sih, anak kecil juga sudah tahu," kilah | salah satu cewek."Tetapi You-you
harus lebih tahu lagi Karena." Enyoi belum sempat melanjutkan, matanya
terbelalak melihat ke arah jalan, karena di sana, jip yang dikendarai Reo Reseh
sedang berusaha mencari tempat parkir yang enak. 'Dan burung-burung gagak akan
mengacau" celotehnya. Ketiga cewek yang tidak melihat kedatangan jip yang
mengancam itu, saling berpandangan. Mereka tidak tahu apa hubungannya musik dan
burung gagak. Apakah burung gagak itu juga musik?" tanya salah satu dari mereka.
"Burung gagak bisa membuat musik. Tetapi juga bisa mengacau!" kata Enyoi kesal.
Pada saat itu pula muncul John Towel dan Reo Reseh. Mereka mengangguk hormat
seakan tidak kenal. John Towel langsung beraksi. Tangannya mentouel salah satu
cewek, "Numpang tanya Mbak, Dik, Sus," katanya hormat,
"betulkah di sini rumahnya Enyoi, yang suka mengaku sebagai pencipta lagu?"
Enyoi segera mengusir mereka,
"Sanal Sanal Pergil Di sini baru tidak ada uang recehl" serunya sambil melototlotot lucu. Setelah dekat, ia membisik,
"tahu perasaan orang dong" Ketiga cewek itu tahu kalau dibohongi. Mereka saling
pandang dan marah. Tanpa panit, mereka segera bangkit dan ngeloyor keluar.
"Tuh kan. Kacau enggak?" Enyoi marah-maiah.
"Sorry Sorry!" seru Reo. Ia buru-buru me
nyusul cewek itu. "Maaf, Non. Teman saya itu suka begitu. Kata Reo hormat
"Maaf deh, ayuk kita antar!" Mereka berjalan beriringan menuju ke dalan JIP.
Enyoi keki berat. Ia berjalan mondar-mandi sambil menggerutu, lalu bicara pada
diri sendiri. "Oke, sampai mana tadi. O, ya bahwa musik itu." Lalu tangannya
dihajarkan ke key-board dan ia membuat musik yang kacau untuk melampiasi kan
kekesalannya. Sekaranggantian, John Towel menikmati pes ta. Di dalam jip, satu
cewek duduk di sisi Reo, sedang John Towel duduk di belakang bersama dua cewek
yang lain. Tangannya mulai beraksi Reo menoleh ke belakang."Ketahuilah nonanona
manis, hati-hati sama cowok di pojok itu. Senyumnya mengandung tempe bongkrek,
dan hobbynya melihat kaki cewek!"
"Bohong! Bohong!" Serunya sambil mentoue. lengan gadis yang disebelahnya. Gadis
itu dian saja. John Towel tampak senang. Gadis itu geram,
"Tolong saya diantar ke kantor ayah saya saja" katanya kesal.
"Lho, sudah sore begini, kantor sudah tutup!" sergah John Towel.
"Nggak apa-apa," sahut cewek itu cemberut.
"Ayah saya dinas sore kok!" Tetapi bukan satpam kan, Non?" goda,John Towel.Cewek
itu diam saja. Ketika jip melewati jembatan Manggarai, adis itu berseru,
"Belok kanan!" "Oke, Non for your service" seru Reo. Ketika hendak melewati markas CPM, cewek
itu berkata lagi. Tolong belok masuk ke dalam!" Reo melotot. John Towel langsung
kempes melihat markas CPM itu. Kedua cewek temannya saling memandang dengan
senyum manis. Reo keringatan, lalu memasukkan kendaraannya perlahan-lahan
memberi salam kepada CPM yang angker di gardunya.
Jib berhenti di halaman. Sebelum turun, cewek manis masih berkata ramah,
"Mau berkenalan dengan ayah saya!"
"Ayo, John, antar ke ayahnya!"
"Oh, ya. Sebelumnya saya sangat senang berkenalan dengan ayah anda, tetapi lain
waktu saja. Terimakasih atas kebaikan anda, karena telah sudi saya antar
kemari," kata John Towel gugup. Ketiga cewek itu tersenyum sinis, Makanya." John
Towel setelah membuka pintu dan memberi salam kecut kepada ketiga cewek itu, ia
duduk di sisi Reo lagi, "Gass," serunya geinctat.Meskipun agak sial, tetapi nasib Bimo lebih baik
Pakaiannya basah kuyup. Nonik meminta maaf atas kelakuannya. Tentu saja Bimo
dengan senang hati memberi maaf. Ia dipersilakan un tuk mandi di dalam rumah.
Nonik mem. bongkar-bongkar lemari Reo. Ia tidak menemukan celana dan baju yang
besar. Terpaksa Bimo hanya dipinjamin sarung. Ketika hari sudah gelap, sambil
menunggu temannya, Bimo duduk di teras sambil berkerudung sarung, seperti orang
kedinginan. Nonik cukup baik hati, supaya tidak masuk angin, Nonik menyuguhkan
secangkir kopi. Nonik keluar, "bajunya belum kering juga. Pakai apa ya" Supaya
bisa cepet kering" Besok saja, saya ambil lagi. Tetapi Nonik yang mesti
menyeterikal" "Enak saja!" Pada saat itu, jip masuk ke halaman Reo. terbelalak melihat Bimo berpakaian
sarung, bergaya mesum itu. Matanya melotot liar.
"Pantes Dhu, kita disuruh ngetes mobil, ternyata." teriak Reo dari jendela kaca.
"Tunggul Tunggul Bimo mencegah amarah mereka.
"Salah paham itu bisa menyebabkan perang nuklir. Ini tidak apa-apa, hanya tadi
ada hujan lebat" Nonik terkekeh-kekeh.
"Mana, halaman kering begini," sembur Reo.
"Hujan setempat, tetapi lebat" Bimo membela diri.
John Towel tertawa terbahak-bahak.
"Reo, kita boleh lega, ternyata Bimo normal, strateginya ketahuan, dan mengincar
adikmu!" Bimo tersipu.
EMPAT ahl Sampai di sini Non masih bingungN: Selama ini Non masih sudi men
dengarkan mereka yang bercerita dengan perasaan yang tercekam. Lagi pula di
dalam hati Non masih tersimpan pertanyaan-pertanyaan, yang belum terjawab.
Misalnya, mana tuh Nana kok belum keluar-keluar juga" Barangkali Non sudah mulai
sebel Pinter juga ya mereka cerita. Mereka tidak langsung jual kecap tentan
cewek anggun, dengan lenggak-lenggok Jakar tanya yang pernah mereka lihat dan
pernah membuat hati mereka nyut-nyutan. Barangkali. itulah taktik mereka untuk
menahan Non agar tetap mendengarkan.
Apa boleh buat. Terpaksa deh Non tabah sampai akhir. Tanggung sih, sudah terlanjur digoda rasa
ingin tahu. Sayang kan kalau hanya mendengarkan sepenggal-sepenggal saja.
Mereka berempat memang menggemaskan.
Pamer kekonyolan masing-masing di depan Non. Tetapi, ya terus terang saja, Non
mengakui kan, bahwa mereka jujur. Iya enggak Non" Enggak" Ah, Non bohooong.
Jangan begitu dooong! Pokoknya dari keempat anak-anak Gass itu, yang paling
kekisi Enyoi. Ia merasa sukses berat, berhasil merangkum tiga cewek dan membawa
pergi ke rumahnya. Eh, dengan enaknya diserobot dua
"burung gagak". Maka Enyoi berusaha keras mencari kedua
"burung gagak" itu. Kebetulan mereka berdua sekelas dan seatap sekolah. Enyoi
sendiri sekolahnya di SMA lain. Secara sengaja, siang itu ia mencegat mereka di
depan sekolah. Cewek-cewek kece yang keluar dari halaman sekolah, sengaja
diloloskan dari perhatiannya, agar ia bisa segera menangkap kedua
"burung gagak" itu. Tetapi tunggu punya tunggu, punggung-punggung mereka tidak
kelihatan juga. Enyoi semakin gusar. Sore harinya, seperti biasa, dengan wajah
hingar-bingar, ia pergi ke rumah Bimo. Kedatangannya tidak disambut hangat oleh
tuan rumah, karena Bimo sedang sibuk belajar di teras depan. Ia sedang
mengadakan eksperimen kejiwaan tikus putih. Enyoi mendekat dan berdiri di
sampingnya. Bimo tidak menoleh, ia sedang tekun memperhatikan dua tikus putih
yang disekat dalam kurungan panjang, dan diberi hambatan-hambatan. Kedua tikus
itu sedang berjuang mencari jalan keluar agar bisa
125 RT)mencapai ke ujung kurungan agar bisa me nikmati sepotong daging yang
menanti di sana. Enyoi memberi salam, namun Bimo masih juga mencatat dan
memperhatikan tikus itu. "Heh, Dokter SexI" bentak Enyoi kesal,
"Mentang mentang mahasiswa psikologi, belagu juga. Manusia itu bukan seperti
tikus Lebihlebih dalam urusan cewek Kita harus mesti kompak, jangan saling
menyerobot" Enyoi semakin kesal, karena dirinya dianggap kurang menarik
ketimbang kedua tikus putih itu. Bino tersenyum tipis. Kepalanya tidak mendo.
ngak, melainkan tetap tertunduk Dan tatapannya lekat pada kurungan. Ia berkata
lirih, "Lihat Tikus inil Mereka berjuang keras untuk mendapatkan makanan. Apalagi
manusia Tidak boleh kalah, ia harus berjuang lebih keras lagi untuk mendapatkan
cewek!" "Enak saja, cewek kan bukan makanan"
"Nah, biasanya, orang bodo itu suka menbuat kesimpulan sederhana. Kamu tadi
merasa enggak, bahwa kedua kalimatku tidak saling berhubungan. Enyoi garuk-garuk
kepala. Ia berjalan muter muter di sekitar Bimo. Kemudian matanya mendelik dan
tangannya mengacung-acung ke depan, karena pada saat itu di jalan depan rumah,
truck mini sedang menepi. Dari Truck itu, Reo Reseh dan John Towel turun. Enyoi
langsung berkacak pinggang dan melotot, "Kedua burung gagak itu harus dikasih
126pelajaran" Bimo tidak menggubris. Tatapan matanya masih lekat pada mainannya.
Reo Reseh berjalan sambil mengayunayunkan kantong plastik, yang ditenteng di
tangan kanan. Enyoi menyambutnya dengan sumpah serapah,
"Reo, kamu bawa kemana ketiga cewek tanggung jawabku itu"
"Duile, tanggung jawab!" goda Reo. John Towel senyum-senyum. Langsung mentouel
lengan Enyol "Eh, Enyoi, kamu diundang makan bokapnya." Semula, Enyoi hendak melanjutkan
amarahnya, tetapi karena ada kabar gembira, ia ter bungkan sejenak, kemudian
seringai manisnya keluar "Kapan" Kapan?" desaknya penuh semangat.
"Suka-suka kamulah!" jawab John Towel seenaknya.
"Ahaa. Sip. Malam Minggu punya acaraku!" Enyoi berjingkrak-jingkrak. Reo
menonjok punggungnya, "Tapi ingel" katanya,
"Begitu ketemu bokapnya, jangan mengkeret!"
"O, itu sih sipil"
"Bokapnya kolonel" sergah Reo.
"Oo." Semula Enyoi hendak berjingkrakjingkrak kegirangan, namun tiba-tiba
wajahnya berubah. Tangannya yang sudah merentang mulai turun dengan kuyu. Ia
tampak lemas. Selama mereka saling bergasakan dalam percakapan, Bimo tetap asyik
dalam penelitiannya. Reo geram. Kantong plastik itu dijatuhkan di atas kurungan
tikus, "Nih, baju kamul Lain kali jangan main hujan-hujanan di rumahku ya!" Bimo
tersenyum, lalu mendongak,
"Kenapa kamu bawa" Aku sudah janjian mau ambil sendiri" John Towel mimbrung,
"Enggak. Kamu tidak boleh datang ke rumah Reo lagi!" Bimo memandang John Towel
dengan senyum sinis. Lalu menuding ringan,
"Eh, Reo, apa John Towel ini sudah kamu angkat jadi jongosmu!" ejeknya.
"Pokoknya begini Bim," kata John Towel tanpa menggubris ejekan itu,
"Lhu boleh datang ke rumah Reo dan ketemu sama Nonik, tetapi ada syaratnyal
"Ealah, pakai syarat-syarat. Model dukun saja kamu!" Desis Bimo seenaknya.
"Satu, setiap Senen sore kamu harus datang membawa durian satu truck" Reo gatal
juga. Langsung ikut mimbrung,
"Boleh! Boleh Kalau datang malam Minggu bawa cewek satu truck!"
"Nah, kamu baru boleh ketemu Nonik"John Towel menimpali. Bimo tidak mengacuhkan
omongan mereka. Ia malah asyik memperhatikan tikus putihnya.
"Tuh, lihat bedanya kalian sama tikus. Tikus tidak pernah memperdagangkan
adiknya!" Enyoi merentangkan tangannya,
"Udahlah, I I | |kalah deh ngomong sama mahasiswa, sekarang begini saja, kita janjian,
pokoknya dalam urusan cewek dilarang saling mengganggu." "Nah setuju" seru Bimo
tanpa mendongak, "Dan kalian aku beri kejutan!" Ketiga temannya bengong. Memandang Bimo penuh
nafsu. Bimo tersenyum penuh kemenangan.
"Tuh, lihat di seberang rumahku!" katanya sambil menunjuk ke depan,
"Sejak malam Minggu yang lalu, rumah itu dipakai untuk senam disko. Ceweknya
cakep-cakep" Ketiga anak itu saling pandang. Enyoi dan John Towel saling
berhubungan untuk pergi ke depan. Reo hendak menyusul, tetapi dicegah sama Bimo,
"Eh, Reo sini dulu!" Reo mengira akan diberi tahu cewek yang paling cantik.
Dengan senyum lebar, ia mendekat,
"ada juga yang sip buat aku?"
"Mungkin. Cuma aku ingin tanya, siapa yang menyeterika bajuku ini" Nonik ya"
"Pokoknya orang yang menyeterika kelihatan senang. Sambil nyanyi lagu First Love
Neuer Die!" Wajah Bimo segera berubah menjadi riang dan penuh harap. Salam ya
buat Nonik, trims beratl" katanya.
"Huuu, yang nyeterika, nyokap!" Wajah yang cerah tadi, berubah menjadi nyengir.
Enyoi dan John Towel sudah berkeliaran di sela-sela mobil yang diparkir di depan
rumah Iitu. Mereka mau masuk lewat pintu pagar. namun langkah mereka terhenti, karena
penjaga yang bertubuh kekar melotot pada mereka. Pelototan matanya cukup seram.
Enyol agak ciut juga. Ia menoleh ke arah John Towel sambil nyengir. Penjaga
semakin curiga, buruburu ia menghampiri,
"He mau apa berkeliaran di situ?" tanyanya galak. Dengan tenang, Enyoi menyahut,
"Tuh, ada layangan putus! Masuk ke dalam Ambil saja. buat bin Ih." Penjaga
semakin berang Enyoi ngeloyor mengikuti John Towel yang lagi mengadakan sura.
Mereka berdua semakin bernafsu ketika mendengar irama musik disko dari arah
rumah. Maka sambil berjogetan, mereka pun mencari jalan untuk mengintip. Reo
berlari-lari mengejar. John Towel langsung jual kecap,
"Gila, Seh, kecekece. Tetapi kita tidak bisa lihat."
"Belum lihat, sudah bisa bilang kecel" gerutu Reo.
"Baunya sih kece" tukas Enyoi.
"Manjat tembok aja!" seru Reo sambil memandang tembok yang cukup tinggi. Mereka
memperhatikan halaman yang kosong di sebelah rumah.
"He, Nyong Dari situ" John Towel dan Enyoi terbelalak girang. Mereka buru-buru
menyusul Reo, yang menyusup lewat pagar berduri. Mereka bertiga masuk ke halaman
kosong itu. Langkahnya mengendap-endap menghindari pelototan penjaga. Suara irama disko
terdengar semakin menggebu, merangsang keinginan tahu mereka. Dari balik pagar
tembok, terdengar teriakan cewek pelatih,
"Satu, dua, tiga, empat." suaranya merdu sekali. "Aku yang naik duluan desak
John Towel setelah sampai pagar tembok.
"Enyoi Ayol Bungkuk kamu Untuk injak-injakkan!" Enyoi mendelik, dan berjalan
menghindar sambil menyumpah-nyumpah,
"Eh, sory ya Sory!" Nyokap bakalan menangis. Ia melahirkan aku bukan untuk
injak-injakkan." John Towel sebel. Dalam hal usaha, ia pantang menyerah. Ia
membujuk Reo untuk membungkuk. Tetapi Reo cukup cerdik,
"ini negara demokrasi Bung Kita mengadakan pemungutan suaral" kilah Reo sambil
berkacak pinggang Ke. dua temannya kebingungan. Mereka tidak tahu bagaimana
caranya mengadakan pemungutan suara. Dengan tenang, Reo mengacungkan tangan
kanannya, mengajak mereka untuk berhompimpah. Enyoi kebingungan, "begini ya,
caranya mengadakan pemungutan suara, seringainya sambil mengikuti mengayunayunkan tangan kanannya. Mereka berhompimpah. Reo menang. Lalu berjalan mencari
puncak tembok yang tidak berduri. Terpaksa Enyoi dan John Towel merelakan diri
untuk dijadikan injak-injakkan. Reo menaiki punggung mereka. Enyoi menggerutu,
"Kalau demi demokrasi, aku rela dijadikan injak-in jakkan" Reo berhasil meraih puncak
tembok. Setelah sampai di atas, tubuhnya yang jangkung dan lentur itu,
menelungkup memanjang di puncak pagar, seperti buaya yang hendak menerkan
mangsanya. Matanya tak lepas memandang ku dalam. Kedua temannya menghentakhentakkan kaki karena kesal. Mereka semakin geram ketika melihat, Reo tersenyumsenyum girang Siapa yang enggak seneng, nonton cewek-cewek kece sedang disko.
Gerakan-gerakan mereka sangat memukau dan indah sekali. Mata Reo yang cer dik
itu berbinar-binar kesenangan. Enyoi dan John Towel penasaran, "Reo. bagaimana?"
seru mereka yang hampir bertabrakan. Reo memandang ke bawah sambil menyeringai,
"He kalian tidak usah naik. Yang senam sudah tua-tua, ibu-ibu!"
"Kenapa elhu enggak turun?" sergah John Towel dari bawah. Ia semakin gusar dan
curiga. Reo pasti bohong, pikirnya.
"Bohong ya?" semburnya. Enyoi ikut-ikutan blingsaan.
"Bohong kali dial" serunya. Reo tenang-tenang saja. Ia mulai mengamati satusatu, mana yang paling kece. Temannya yang berada di bawah semakin nafsu. Mereka


Elegi Buat Nana Karya Eddy Suhendro di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berdemokrasi lagi, dengan melakukan hompingsut. John Towel menang.
I32Terpaksa Enyoi membungkukkan tubuhnya. Karena sendirian ia tidak cukup kuat
menyangga beban tubuh John Towel. John Towel berusaha menjaga keseimbangan.
Tangannya menggapai-gapai tubuh Reo. Reo yang kesengsem menonton bidadari sedang
melenggak-lenggok, terkejut. Spontan, ia berusaha menghindar. John Towel
kehilangan keseimbangan, Reo jatuh ke seberang. Tetapi kedua belah tangannya
masih sempat mencengkeram puncak tembok Tubuhnya bergelayutan. Ia mencoba hendak
naik kembali, namun tidak kuat, akhirnya ia terjatuh. Suara gedebugan di pagar
tembok membuat pesenam kecepada berhenti. Mata mereka memperhatikan ke arah
pagar. Reo sedang meringis kesakitan. Salah satu cewek kece yang melihat Reo
menyumpah-nyumpah, "Sialan, ada yang ngintip!" Mereka saling pandang sejenak, lalu semua
memperhatikan ke arah datangnya suara. Reo sedang berusaha keras meloncat untuk
meraih puncak pagar, namun tangannya tidak sampai, karena pagar itu cukup
tinggi. Dan cewek-cewek kece buru-buru menyergap. Karena tertangkap basah, Reo
lemas. Akhirnya ia menyerah dengan mengangkat tangannya.
"Maaf, saya orang baikbaiki" Cewek-cewek itu segera menangkapnya dan menyeretnya
beramai-ramai ke pelataran senam. Sementara itu John Towel menyesal.
"Kasih "an, Reo jatuh ke dalam!"
"Ah, dia malah senang, dikerumuni cewek. cewek kece. Kali saja malah jidatnya
dielus-elus." seru Enyoi cemburu. Itulah fantasi Enyoi, karena ia tidak melihat
apa yang sedang terjadi Ternyata Reo tidak dirayu, melainkan disuruh duduk di
kursi dan badannya diikat dengan tali rafia. Reo hanya meringis saja,
"Lho, saya ini bukan maling!" gumamnya.
"Apa bedanya maling dengan tukang ngintip!" sergah salah satu cewek. Kemudian
interogasi dimulai "Heh, jawab, kenapa kamu ngintip-ngintip!" bentak salah satu cewek kece berbaju
senam. Meskipun dibentak-bentak ia malah senyumsenyum.
"Ayol Jawaaab" terdengar suara nyaring. Saya.sedang kesengsem ama salah satu
cewek kece di sini" sahut Reo sambil menyeringai manis.
"Eee.pakai menyeringai, sergah yang lain.
"Emang kalo sudah begitu, kita akan ampuni?" Salah satu cewek agak gemuk
menerombol kerumunan. "Siapa" Siapa" Siapa" yang kamu taksirl" selanya dengan suara rada-rada ger.
"Eee, sabar. Kalian jangan merangsek begitu. Ia ntar malah geer" seru yang lain
lagi. "Ayo jawab!" bentak yang lain lagi. Reo hanya menoleh ke kiri-kanan sambil
meringis. Betapa bahagianya dikerumuni cewek
134cewek kece berpakaian senam.
"Awas kalau bohong, kita cubitin rame-rame" "Kalau nyubit yang mesra yal" rengek
Reo. "Eee, eee pakai nawar segala. Enggak pakai" ergah cewek ketus. Langsung lengan
Reo dicubitin beramai-ramai. Reo melonjak-lonjak dan mengaduh-aduh. "Ayo jawab,
siapa cewek yang kamu cari itu?" bentak yang lain. "Ya.ya." Reo kebingungan.
"Pokoknya ada yang sedang saya jatuh cintai. Bikin saya tidak lisa tidur dan
melamun terus!" "Namanya siapa?" sela yang lain. "Kasihan enggak usah deh. Ntar
dia menangis!" rengek Reo.
"Bohong! bentak yang lain. Langsung mereka mencubi beramai-ramai. Reo meringis
ampun-ampun. Tubuhnya melonjak-lonjak lagi. Kursi itu terangkat. Lalu ada satu
yang berlagak sebagai peinimpin,
"Eh, kalian minggir Biar dia puas." Cewek-cewek kece itu pada minggir Mereka
berdiri membentuk setengah lingkaran. Kemudian yang berlagak sebagai pemimpin
menarik salah satu temannya ke depan Reo,
"Yang ini?" tanyanya.
"Bukan!" sahut Reo sambil menyeringai. Sang pemimpin menyuruh cewek itu untuk
igerjain. "Cubit dial" Cewek itu tersenyum,
"Enggak ah, kasihan dial"
"Lho, kamu kok malah jatuh hati, dia malai semakin geer" seru pemimpin itu.
Cewek itu tersenyum menggemaskan. "Enggak kok, aku tidak mau mencubit, hanya mau
mengkilik-kilik tengkuknya saja." Kontan semua cewek bersorak-sorai. Adi yang
tertawa terbahak-bahak, bahkan ada juga yang saking gelinya, menjerit-jerit. Reo
bergidik Perlahan-lahan, seperti kucing mengendap-endap, cewek itu berjalan ke
belakang Reo Tengkuk Reo mulai dikilik-kilik. Tentu saja o. wok kerempeng
menggelinjang tidak karuan Kerumunan itu berjingkrak-jingkrak, seakan sedang
menikmati tontonan topeng monyet yang mengasyikkan. Kemudian pemimpin menyambar
cewek lain lagi, "Yang ini?" serunya pada Reo. "Bukan!" sahut Red. Cewek itu tersenyum. Kaki Reo
diangkat. Ujung celana panjangnya disingkapkan, kemudi an ia mulai mencabuti
bulu kaki. Reo meringisringis. Kerumunan tertawa terbahak-bahak. Sementara itu,
John Towel berhasil melo. ngok lewat tembok pagar Enyoi rela menjadi tangga.
Tenaganya dikerahkan sekuatnya sampai ia meringis menahan tangis. Begitu
berhasil melongokkan kepala di punggung tembok, John Towel melotot melihat Reo
seperti ondel-ondel Ia merasa kasihan. "Enyoi, kasihan Reo. Ia dijadikan bulanbu lanan kata John Towel sambil turun.
"Kita harusbantu." Enyoi berpikir sejenak,
"Wah, ini sudah tiba saatnya jagoan turun tangan. Bagaimana ini?" Matanya
semakin mendelik. Kemudian ia mendapat ide. Langsung menyeret tangan John Towel
mengajak pergi. Bimo masih asyik memperhatikan penelitiannya. Enyoi menepuk
punggungnya, "Bim, pinjam tikusnya" Eee., jangan mengganggu pekerjaanku ya!"
serunya menghalangi. John Towel tersenyum,
"ayo Dhu ikut. Ini ada penelitian lain lagi" Bimo hanya mengernyitkan dahi. Reo
masih dijadikan bulan-bulanan. Ia kegelian, bukan karena dicubit, melainkan
kaena telinga dikilik-klik pakai bulu ayam. Ia terlonjak-lonjak. Pengerumun
bersorak-sorai keKirangan. Kemudian cewek pemimpin itu menyambar pembantu rumah
tangga yang tua dan gemuk. Pembantu itu diseret ke depan Reo.
"Yang ini pacarmu?" ejek pemimpin itu. Reo mendelik garang. Pembantu tua itu
malah berlagak aleman, "ah, jangan sombong begitu, Maaas. Begini-begini saya bekas ratu kecantikan Ino"
Reo menyeringai, "Yang benar aja." Para cewek pada tertawa terpingkal-pingkal. liba-tiba penjaga
seram itu masuk membawa kantong plastik,
"Maaf Non, ini ada kiriman daricowok seberang Katanya, isinya surat cinta anak
itu dan salak" kata penjaga itu. Kantong plastik itu diterimanya. Dengan penuh
nafsu, cewek pemimpin itu merogohkan tangan kanannya. Tiba-tiba ia menjerit dan
meloncat mundur. Kantong plastik terjatuh. Dari kantong plastik itu keluar tikus
putih. Cewek itu menjerit geli. Kontan suasana jadi gaduh. Kedua tikus itu
piknik kesana-kemari seakan sedang diberi kesempatan untuk menikmati alam bebas
sejenak. Sambil menjeritjerit ketakutan, pesenam-pesenam kece itu saling berebut
naik ke kursi yang ada. Satu kursi din jak dua orang hingga tiga orang. Suasana
menjadi kacau-balau dan hingar-bingar. Reo yang ditinggalkan mereka, mendapat
kesempatan untuk melarikan diri. Ia mencoba bangkit. Tetapi badannya masih
terikat di kursi Ia tidak peduli. Ia berjalan agak sedikit terbungkuk, setengah
jongkok, melenggak-lenggok, karena kursi masih lengket di pantatnya.
mau cerita tentang Nana, kok belum nyengol-nyenggol juga. Bikin gemes aja sih
mereka itu. Apakah itu cara untuk menarik perhatian Non, biar mereka sedikit
mendapat simpati begitu" Sekurang-kurangnya mereka berharap Non akan tersenyum
mendengar kisahkisah konyol seperti itu. Tetapi agaknya Non masih bertahan untuk
mendengarkan. Ya kan" Yaaah, macam itulah anak-anak Gass Suka nekad. Ya,
sudahlah lupakan saja kekonyolankekonyolan itu. Ini tekad mereka juga. Maka,
mereka mulai latihan rally lagi. Sekarang latihannya di tempat yang cukup
garang. Yaitu di perbukitan kapur. Suasananya cukup panas menyengat. Jip mereka
meluncur kencang dan terlonjak-lonjak menempuh jalan yang tidak rata. Selagi
stir, mata Reo Reseh melotot, karena dari kaca spion itu melihat ada mobil BMW
melaju dari arah belakang Mobil itu lebih gila
K acau enggak itu Non" Katanya mereka
lagi. Jalannya kencang sekalian menyalipjip itu. Kontan keempat cowok itu
melotot. "Itu dial Akhirnya ketemu lagi!" seru John Towel girang
"Ayo, Seeeh, gaass!" Eh, janjian" kilah Reo sambil tancap gas, "Kali ini
giliranku" Enyoi tidak bisa terima,
"ini negara demokrasi Bung, kita perlu mengadakan pemungutan suaral" Bimo
tersenyum, "Dalam urusan cinta, tidak ada istilah demokrasil Siapa yang tergetar hatinya,
silakan maju dulan." John Towel tidak bisa terima,
"Aduuuh! Mulai bela-belain, bilang yang bener aja Bim!"Bimo terpaksa nyengir.
Reo senang. Ia tancap gas kuatkuat dan mengejar BMW itu, namun terpaksa ia
memperlambat mobilnya lagi, karena BMW yang di depannya itu meliuk-liuk tidak
karuan, seakanakan stirnya tidak bisa dikendalikan. BMW itu terus meliuk-liuk
lalu tersuruk di alang-alang. Jip segera berhenti. John Towel sigap. Ia loncat
turun duluan. Sedangkan Enyoi, yang bernafsu mau turun kebingungan, karena pintu
belakang susah dibuka. Enyoi seperti burung menggelepargelepar. Bimo tetap duduk
dengan tenang. Reo mengetuk-ngetuk cendela,
"Eh, ada apa" Bisa kita bantu?" Dari samping kiri turun cewek lain.
"Tolong hidungnya mimisan. Dia tampak lemas," katanya
kebingungan. "Cari daun sirih!" seru Reo blingsaan.
"Mana ada. Di sini yang ada hanya kapur sahut John Towel sambil melihat ke
sekelilingnya. Cewek itu melongok ke dalam, "Bagaimana Na?" tanyanya.
"Bawa aku ke rumah sakit, gumam cewek | anggun itu. "Kamu masih kuat sir" Cewek
anggun itu kelihatan lemas.
"Waduh, bagaimana ini, Nana tidak kuat stir lagi. Dan kita-kita tidak bisa." Reo
terpanggil sebagai pahlawan.
"Oke, aku bawanya." Nana mendongak sejenak. Reo tersenyum Pada saat itu jantung
Reo benar-benar terguncang. Degupnya menandingi mesin disel. Betapa tidak
tergetar, gadis itu memandang dengan tatapan sayu menggemaskan. Nana segera
keluar dari mobil. Kedua temannya yang duduk di belakang sudah turun duluan dan
membimbingnya pindah ke jok belakang. John Towel mendapat kesempatan. Biasa,
sambil mentouel lengan mulus, ia menawarkan,
"Bagaimana kalau anda-anda naik jip itu." Enyoi yang sudah keluar dari jip, dan
berlari terpental-pental menuju ke BMW, segera menyambut hangat, "Saya kira youyou semua perlu bantuan. Silakan.
"Nama saya Enyoi," katanya sambil mengulurkan tangan kanannya. Salam perkenalan
tidak dihiraukan. Enyoi garuk-garuk
. R.kepala. John Towel mengantar kejip. Bimo sudah pindah ke tempat stir. Dari
tadi sudah mengawasi dari jauh. Ternyata ia cukup genit juga. Dari laci, ia
keluarkan deodoran. Tubuhnya digosok-gosok wewangian. Toweeel" seru Reo.
"Eh, maaf, John, kamu sini" John Towel menoleh. Ia buru-buru ke arah BMW dan
duduk di sebelah Reo. Mobil berjalan beriringan menuju Jakarta. Di dalam jip,
Enyoi yang duduk di belakang, agak tersipu-sipu. Ia sering melirik ke cewek yang
duduk di sisinya. Gadis itu hanya membisu. Lamakelamaan, ia tidak tahan. Ia
mulai usil. "Kenalkan, nama saya Enyoi," katanya sambil berdehem. Gadis itu melirik sambil
tersenyum. "Ya maaf saja," lanjut Enyoi, "Bukan salah saya, kalau sembilan dari sepuluh
bintang film itu, wajahnya mirip saya" Bimo hampir terkikik mendengar ocehan
Enyoi. Ia melirik ke gadis satunya lagi yang duduk di sisinya. Sejenak suasana
hening. Ocehan Enyoi tidak mendapat tanggapan, karena kedua gadis itu masih
tampak tercekam. Bimo berusaha keras menenangkan,
"Kok tiba-tiba Nana lemas dan hidungnya mengeluarkan darah.
"Nana" desis Bimo,
"anak orang kaya, ya?"
"Dia begitu sih. Dia tidak suka dikatakan anaknya orang kaya. Nana memang baik.
Aktif. Ingin apa saja. Menyanyi Rally pokoknya ia baik" Enyoi menukas dari
belakang, "Rumahnya di
142mana sih?" "Ya, itulah, ia tidak suka diketahui rumahnya" sahut gadis itu sendu.
"Sekolahnya?" tanya Bimo,
"Ia juga tidak suka ditemui di sekolah."
"Nah, kalau pada janjian ke mana?" tukas Enyoi lagi. "Di tempat panitial"
"Panitial" "Panitia festival band I" Julukannya sudah Reseh, apalagi karena kejatuhan
tatapan sayu, wah, pokoknya Reo paling sibuk. Setelah sampai di rumah sakit, ia
segera turun. John Towel tidak mau kehilangan kesempatan. Ia mendekati Nana yang
dibimbing keluar dari mobil oleh temannya. Ia hendak mendouel. Tangan kanannya
menjulur hendak menangkap lengan Nana, namun Reo lebih gesit. Kaki John Towel
diinjaknya, sebagai kode bahwa dalam hal tertentu, ia harus mengendalikan
nafsunya. Sergapan mendadak itu, menyebabkannya meringis kesakitan. Reo sudah
blingsaan ke bagian administrasi. Ketika ia sedang mendaftar, ia berlagak tahu.
"Namanya Nana," katanya di kantor tata usaha.
"Alamatnya?" tanya petugas itu. Reo garuk-garuk kepala, kemudian ia menyongsong
Nana yang dibimbing temannya.
"Sorry, di mana alamat kamu?" tanyanya. Gadis anggun itu tersenyum. Kemudian ia
berkata dengan suara lirih dan lembut, Terima kasih. Biarlah saya urus sendiri.
Saya sudah biasa kok. Terima kasih atas segala bantuannya." Tatapan gadis itu
begitu sendu, seakan me ngandung sihir yang kuat sekali, sampai Reo tidak
berkutik apa-apa, hanya berdiri terpaku. Tatapan itu ditafsirkan sebagai
ungkapan selamat datang yang simpatik diiringi harapan untuk selalu berjumpa
kembali. Maka Reo memutuskan untuk menunggui sampai urusannya selesai. Padahal
sesungguhnya tatapan itu ucapan terima kasih, melambari salam hormat agar Reo
segera menyingkir saja. Rombongaan Bimo datang belakangan. Mereka tinggal
mengikuti Nana dibawa ke dalam ruang kelas satu yang cukup lukis. Reo melongok
ke ruang yang cukup besar. Gadis yang terbaring itu memandangnya sendu,
mengucapkan terima kasih sekali lewat senyumnya. Senyum itu membuat Reo ingin
menunggui gadis itu semalam suntuk. Ia mempunyai alasan kuat untuk berbuat
seperti itu. Kunci mobil masih dibawanya, dan ia tahu dari keempat cewek tidak
ada yang bisa stir "Maaf bagaimana dengan mobil itu?" tanyanya dari ambang pintu. Teman Nana segera
mendekati dan berbisik, "Trims, kami sudah menghubungi keluarganya kok. Sudah beres. Sebentar lagi
mereka datang. Sekali lagi, Nana mengucapkan terimakasih!" Dengan rada enggan,
Reo menyerahkan kunci mobil. Anak-anak yang lain melambaikan tangannya. Reo
masih tetap berdiri di ambang pintu. Bimo segera menarik lengannya mengajak
menyingkir. Setelah berjalan agak jauh dari gang Reo Reseh balik lagi. Ketiga
temannya melotot. Ternyata Reo hanya menghafalkan nomor kamar itu. Lalu
bergabung lagi dengan teman-temannya. Memang benar. Urusan Nana tidak usah
dipikirkan. Karena beberapa lama kemudian kedua orang tuanya datang Mereka
mengurus segalanya. Dokter segera memeriksanya. Karena tidak dianggap begitu
gawat, malam itu Nana diijinkan pulang ke rumah. Kejadian ini tidak diketahui
oleh anak-anak Gass. Mereka masih mengira bahwa Nana sakit keras. Barang kali
terkena demam berdarah, atau penyakit lainnya. Lebih-lebih Reo Reseh, semalam
suntuk tidak bisa tidur nyenyak, karena terganggu oleh senyum yang sayu itu. Dan
ia ingin menengoknya lagi, tetapi sendirian, tidak bersama rombongan. Orang lagi
kesengsem, ia ingin sekali menumpahkan rasa simpatinya. Maka keesokkan harinya,
ia pergi ke Supermaket. Membeli buahbuahan, seperti apel, jeruk, dan karangan
bunga. Seluruh uang tabungannya dibelanjakan sampai ludes. Agar supaya tidak
tertangkap basah oleh teman-temannya, Reo sejak jam tiga siang, sudah keluar
rumah sambil menenteng kantong plastik. Ia naik bis menuju ke rumah sakit.
Tetapi betapa kagetnya ia, ketika sampai di pelataran rumah
r-R"sakit, ketiga temannya sudah menunggu sambil ngobrol di luar jip. Reo
merengut Ketiga temannya, memberi salam sindiran lewat senyum yang dibuat-buat.
"Brengseki" maki Reo. Ternyata rencana mau jalan sendiri itu, tercium oleh
teman-temannya. Setelah jam besuk tiba, mereka segera buruburu masuk kompleks
rumah sakit. Bahkan setengah berlari. Mereka langsung menuju kamar Nana.
Kebetulan pintu sedikit terkuak. Tanpa mengecek lagi, mereka myelomong saja
masuk ke dalam. Di dalam kamar, tampak ranjang kosong. hanya ada seorang wanita
berkain kebaya duduk menunggu. Keempat anak itu berdiri tertegun di dekat pintu
sambil tersenyum ramah. Perempuan berkebaya itu memandang penuh heran. "Selamat
sore, Tante," tegur Reo hormat. 'Sore."sahut perempuan itu. Melihat ranjang
kosong, Reo bertanya, "Lho, di mana dia?" tanyanya heran. "Baru di kamar mandi," sahut perempuan itu
masih terheran-heran, Jadi, kalian ini siapa?"
"Kami ini teman-temannya!" sahut mereka serentak Segera saat itu juga karangan
bunga. buah-buahan ditaruh di meja kecil. Kemudian. terdengar pintu kamar mandi
dibuka. Mereka serempak menoleh. Lalu muncullah seorang perempuan tua, berjalan
agak sedikit tertatih-tatih. Mereka berempat terbelalak dan saling pandang.
"Janganjangan kita salah masuk,"gumam Reo. Pasien tua itu juga heran. Perempuan
berkebaya itu segera bangkit dan menyambutnya,
"Bu Har, dicari teman-temannya," katanya sambil menunjuk ke arah anak-anak Gass.
Tentu saja mereka jadi kebingungan.
"Maaf Tante, kami tidak salah kamar, tetapi kok lain!" seru Reo kebingungan.
"O, ya kami baru masuk tadi siang koki" kata perempuan itu.


Elegi Buat Nana Karya Eddy Suhendro di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jadi Nana sudah pulang?" tanya John Towel. Pasien baru yang harus istirahat di
rumah sakit itu, memandang mereka terheran-heran.
"Oke, kita ke kantor" Mereka berempat berpamitan. Lirikan Enyoi tertuju pada
buah-buahan itu!" "Kalau kamu tidak malu, ambil saja," bujuk Reo. Enyoi segera hendak berbalik.
Setelah sampai di pintu depan kamar, ia mengintip ke dalam. Kebetulan perempuan
berkebaya itu mengambil apel sambil berkata,
"Aduuuh, sungguh menyenangkan, ya. Anak-anak remaja jaman sekarang ini baik-baik
lho. Sama orang yang tidak kenal pun mengirimi buah-buahan." Enyoi nyengir. Ia
malu dan mengurungkan niatnya. Kemudian berlarian menyusul temantemannya yang
sudah duluan di kantor tata usaha. Di tempat itu mereka diberi tahu bahwa Nana
sudah pulang sejak kemarin.
"Alamatnya dimana Mbak?" tanya Reo berse
mangat Bimo menyeringai, dan menggoda dengan mengelus-elus punggung Reo. John
Towel terkikik melihat ulah Bimo yang berusaha membesarkan hati calon ipar.
"Maaf, gadis itu berpesan, agar alamatnya tidak diberitahukan kepada siapa pun!"
Reo kecewa. "Udahlah, lupakan saja" usul John Towel. Reo tetap murung.
ENAM Sekarang non akan melihat bagai
mana tampangnya orang-orang yang sedang dilanda perasaan cinta. Aneh ya" Reo
hanya berjumpa beberapa kali, rasanya ia sudah tersulut oleh api cinta yang
membara. Barangkali memang tatapan mata seorang gadis itu menyinarkan percikanpercikan api yang hangat, begitu hangat sampai Reo yang Reseh itu reseh.
Meskipun belum menyatakan perasaan cintanya, Reo sudah menyatakan kehilangan.
Seakan ia tidak akan berjumpa lagi dengan gadis itu. Ia tampak murung diam dan
sendu. Cinta memang misteri yang paling dalam dan tidak bisa diurusi oleh akal
sehat. Bagaiamana mungkin, hanya saling pandang begitu saja, sudah membangkitkan
perasaan aneh dan ganjil. Tetapi memang harus diakui, sorot mata gadis itu
memang agak lain. Senyumnya mengungkapkan suatu perasaan yang terpendam. Bahkan
mungkin suatu penderitaan yang sedang dirun
dungnya. 149 Bagi Reo, gadis itu tampak imut-ilmu, berwajah lucu dan menggemaskan. Meskipun
sehari-harinya anak-anak Gas suka bertingkah urakan, seenaknya, namun kali ini
mereka merasakan juga kesenduan Reo. Maka teman-temannya berusaha keras mencari
alamat Nana. Di antara mereka, Bimo yang paling gesit. Sepulang kuliah, ia
mencari informasi tentang festival band. Perjuangannya ternyata menghasilkan
buah juga. Ia menemukan alamat itu. Setelah mengecek kebenarannya, bahwa Nana
memang menjadi panitia di sana, maka dengan mantap dan penuh harap ia datang ke
rumah Reo. Tatkala jipnya memasuki halaman rumah itu, jantung Bimo berdegup
kencang. Harapannya terkabul. Sore itu Nonik yang cantik bertubuh semampai,
sedang membersihkan daun-daun kering tanaman anggrek dengan gunting rumput. Bimo
segera turun. "Selamat sore Nonik," tegurnya ramah. Nonik menoleh. Ia tersenyum manis, gunting
yang dipegangnya diacungkan ke arah Bimo. Bimo agak kaget, spontan kedua belah
tangannya di angkat ke atas. Tentu saja Nonik terkikik,
"Mau ambil baju kan?" sudah dibawa Reo kohl Tempo hari Apa kamu tidak terima?"
Bimo belum menurunkan kedua belah tangannya. Ia menatap Nonik dengan senyum yang
ICSTa. 150"Betul2 Belum terima" Nonik terbelalak. Matanya yang bundar indah itu
mencorong tajam, wah, Reo keterlaluan, tetapi tidak mungkin kalau dijual ke
tukang loak!" Nonik masih menudingkan guntingnya ke arah Bimo.
"Kenapa sih, tanganmu begitu?" tanya Nonik heran.
"Eh, tunggu, aku bukan tanaman anggrek. Jangan digunting." Nonik tersenyum
manis. Barulah tangan Bimo terkulai lagi. "Reo, mana?" tanyanya mesra. "Di
dalam. Masuk saja," sahut Nonik.
"Lagi ngapain?"
"Bikin puisi." "Hah" Reo bikin puisi?" Bimo terbelalak.
"Bagus puisinya?"
"Bagus sekali. Sudah menghabiskan satu rim kertas, tetapi puisi itu tidak
selesai." Bimo tersenyum,
"Ah, bisa aja, kamu ngledek ini jee."
"Apakah satu rim kertas yang sia-sia itu bukan merupakan puisi tersendiril"
"Taela, puitis juga kamu!"
"Kalau mau cari Reo masuk saja" seru Nonik agak sedikit sengit.
"Lho, kok marahi"
"Nggak apa-apa, kok!"
"Kan bukan nyari saya!"
"Oke, oke, malam Minggu, ya, nonton?" rujuk
Bimo. 151 R"Enggak, ah!"gumam Nonik tak acuh. Ia mulai menggunting-gunting daun
kering "Lho, kenapa?" "Enggak apa-apal Tidak kepingin jadi daun kering seperti ini"goda Nonik.
Bimo memperhatikan gunting rumput yang tampak tajam itu. Ia garuk-garuk kepala,
"Wah, nanti digunting beneran, bisa putus jariku!" Nonik terkekeh-kekeh geli.
Kepalanya bergoyang menggemaskan. Memang benar, apa yang dikatakan Nonik tidak
bohong. Reo sedang sibuk menulis di kamarnya. Ia duduk ngelesot di lantai.
Punggungnya bersandar pada tempat tidur. Di sebelahnya, tampak tumpukan kertas
remasan. Bimo menyelinap ke dalam. Reo masih tenggelam dalam pengembaraan untuk
menangkap getaran cinta. "Udah, kalau bukan seniman, jangan berlagak bikin puisi. Sayang kertasnya,"
kilah Bimo, Reo diam saja. "Udah, nih tidak berminat ketemu Nana?" tanya Bimo
mengancam. Reo mendongak. Matanya bersinar penuh harap. "Kamu tahu alamatnya?"
Bimo menepuk-nepuk sakunya sambil tersenyum-senyum. Kontan Reo bangkit."Eh Reo,
kenapasih kamu kesengsem banget sama dia?" tanya Bimo.
"Soalnya dia bukan cewek ful genit" Kantor panitia itu hanya ada satu paviliun.
Namun begitu ruangannya cukup luas juga. Beberapa anak remaja sedang sibuk
bekerja. Nana sedang memperhatikan spandukspanduk yang hendak dipasang dijalanjalan. Kemudian ia masuk ke ruang dalam untuk memeriksa suratsurat yang akan
dikirim ke redaksi koran. Selagi sibuk, ia dihampiri oleh temannya,
"Nah, tuh ada cowok yang nolongin kital" bisik temannya. Nana mengernyitkan
dahi. Kemudian ia pergi ke ruang tamu. Begitu dia muncul, Reo tersenyum girang.
"Halo," tegurnya ramah. "Hail" Nana menyambutnya dengan melambaikan tangannya.
Senyum patennya tidak ketinggalan, sehingga Reo yang berdiri di ruang tamu itu,
sedikit tersipu-sipu. Tampak sekali, keramahan Nana tidak dibuat-buat. Ia begitu
tulus dan hormat. Sejenak Reo terpana. Ia tidak memperhatikan kalau tangan kanan
Nana yang mulus itu sudah terjulur untuk mengajak berjabat tangan. Tetapi karena
Reo masih terkesima, kesempatan itu tidak ditangkapnya. Nana sendiri heran,
kenapa cowok itu tidak mau berjabat tangan. Ketika uluran tangan itu hendak
terkulai, Reo baru sadar dan segera menangkap
tangan itu dan menggenggamnya kuat-kuat.
"Sudah sehat?" tanyanya basa-basi.
153 R"Sudah. Nggak apa-apa kok," kata Nana sendu. Mereka duduk berhadapan. Nana
memandang Reo, dengan sorot mata bersahabat Tiba-tiba Reo terserang rasa malu.
Ia ke bingungan mencari kata-kata untuk memperlancar percakapan. Ia hendak
berbicara, tetapi kebingungan mencari topik yang menarik.
"Hm, anu, ..." katanya gagap.
"Ada apa?"tanya Nana dengan sabar. Suaranya lembut. Wajahnya sayu.
"Wah, anu ngomong apa ini?" Apa langsung mengajak jalan-jalan. Ya enggak enak
dong terlalu cepat. Maka Reo berusaha bicara basa-basi.
"Udara cerah ya?" "Ya." Suara hening sejenak. Mereka saling pandang Reo tersipusipu.
"Langitnya biru" gumam Reo.
"Ya." Hening sejenak. Nana hanya memandang dengan senyum ramah. Reo kelihatan
kebingungan campur gelisah.
"Anginnya tidak begitu panas. Barangkali tidak akan hujan," kata Reo lagi.
"Apakah anda ini dari dinas ramalan cuaca?" tanya Nana agak sedikit bingung.
"Oh, tidak!" seru Reo sedikit terhenyak.
"Lalu mau daftar ikut festival?" tanya Nana lagi.
"Oh, tidak. Saya main musik, hanya untuk iseng saja kok."
154"Kenapa tidak mencobal"
"Ah, malu" 'Lho mau apa?"
"Ya, saya ingin, ah ini kalau kamu tidak keberatan, saya ingin berkenalan sama
kamu!" Nana memandang dengan sorot mata penuh simpati, sehingga Reo berdebardebar.
"Kenapa kamu ingin berkenalan dengan aku?" tanya Nana menyelidik. "Kamu tampak
lain." "Boleh aku datang ke rumahmu?"
"Sebaiknya jangan deh. Hal itu akan memboroskan waktumu saja. Terimakasih banyak
atas kesediaanmu itu!" Nana menolak dengan sangat halus sekali. Percakapan ini
terputus, karena ada rombongan anak-anak band berdatangan. Mereka hendak
mendaftar. "Sorry, ya.eh, siapa nama kamu?" tanya Nana.
"Reo." "Sory Reo, aku banyak pekerjaan." Nana segera menyambut rombongan yang
baru datang Reo tampak terpukul Rombongan yang baru datang disambut Nana dengan
kehangatan yang sama, mereka diajak ke bagian administrasi. Agak lama Nana
bercakap-cakap dengan mereka. Reo terserang rasa cemburu. Kalau sudah begitu
timbul nekadnya, ia menerobos begitu saja, menyela percakapan mereka.
"Sorry, Na" katanya,
"Setelah aku pikir. Aku
ikut daftar?"O, bagus Band-mu namanya apa?" tanya Nana. Reo kebingungan.
Rombongan anak-anak muda itu memandang sinis, seakan melecehkan .Reo tersinggung
Spontan ia menjawab gagah
"Bandnya..namanya GASS!" Nama yang aneh itu membuat rombongan anak-anak muda
semakin terkikik menertawakan nya. Reo geram sekali. Nana tidak pernah
merendahkan. Ia menyuruh bagian pendaftaran untuk mencatatnya Setelah itu Reo
mohon pamit. Nana menjabat tangannya lagi.
"Semoga sukses Reol" pesannya sungguhsungguh dengan hati yang tulus.
"Ntar lihat deh bye Tujuh Meskipun mereka bercerita jumpalitan seperti sirkus, akhirnya bagian yang
mengesankan muncul juga. Iya enggak" Ngaku saja Non. Kenapa sih kalau berurusan
dengan cinta, semua orang kok tertarik" Cobalah bayangkan, kalau di dunia ini
tidak ada cinta" Dunia bakalan menjadi planet yang kosong Iya enggak" Tentu,
siapa saja akan tertarik, karena ulah yang jatuh cinta itu sedikit mendekati
orang yang sakit jiwa. Contohnya, ya seperti Reo itu. Selagi kesengsem, orang
bisa menganggap dirinya sinting. Yaaa, mirip-mirip lagunya Dina Mariana. Aku
sedang belajar, ingat kamuuu. Begitu katanya. Na ini, Reo, lagi jongkok pun
ingat Nana, sedang bersin, ingat Nana. Apalagi sedang tidur, ingat Nana. Aaaah,
yang beneer Bohongnya jangan kebangetan dong Kalau orang lagi tidur, ya
mendengkur dong Tetapi, bagaimana lagi ya" Memang kenyataan
T uuuh kaaan, Non mulai tertarik sekarangnya begitu. Setiap hari Reo terbayangbayang wajah Nana. Bila sedang membuka buku, oh. Nanaku, seakan wajah Nana
terselip di antara lembaran kertas Macam kartu lebaran saja. Kalau lagi makan,
nasi yang hampir masuk mulut, di pandanginya lama-lama, sambil merintih, oh.
Nanaku. Bahkan, kalau ia berpapasan dengan nenek-nenek di jalan, tampak seperti
orang gila. Cuma sekarang Reo sedikit menghadapi kesulitan. Ketika berhadapan
dengan Nana, dengan stil yakin, Reo mendaftar ikut festival band, padahal ia
belum berunding dengan temantemannya. Prinsip demokrasinya sudah tidak dianut
lagi. Gayanya sudah modern. Tembak dulu, urusan belakang. Sekarang ia menyesal,
kemampuan bermain musik belum diuji-coba di depan umum. Nah, kalau tiba-tiba
disuruh tampil di panggung, bisabisa semua mati kaku di sana, karena terkena
demam panggung. Apa tidak berbahaya" Teman-temannya tidak bisa diabaikan begitu
saja. Ia merasa harus bicara, namun ia bimbang. Ia bisa langsung berterus
terang, tetapi akibat yang sudah bisa dibayangkan, pasti Bimo dan John Towel
akan mencak-mencak. Lain halnya dengan Enyoi. Anak itu suka mejeng Rada norak.
suka jadi jagoan. Ia pasti bisa dijadikan pengikut yang setia. Nah, bagaimana
ini" Beruntung, Reo sudah sedikit kenal baik akan kebrengsekan teman-temannya.
Misalnya John Towel, kalau tidak setuju, langsung marah-marah,
dan dari mulutnya keluar kata-kata
"mutiara" seperti,
"brengsek hu, kunyuk, sialan." Pokoknya kata-kata
"mutiara"John Towel lengkap - komplit. Tetapi Reo juga tidak mau kehilangan
kesempatan. Kalau ia ikut festival, tentunya akan sering berjumpa dengan Nana.
Apalagi kalau sudah naik panggung, aduuuh, betapa bahagianya bila Nana nenonton.
Maka untuk mendapat persetujuan temantemannya, ia perlu menunggu waktu yang
tepat. Ternyata kesempatan itu ada. Yaitu ketika sore hari, anak-anak sengaja
datang ke rumah Bimo, John Towel memetik gitar. Enyoi berjoget dengan gaya yang
sengaja dinorak-norakkan, agar pesenam-pesenam disko yang baru turun dari mobil
sedikit melirik padanya, dengan harap-harap cemas, mereka akan tertarik dan
tertawa geli. Melihat ulah kedua temannya itu, Reo tersenyum girang Buru-buru ia
masuk ke dalam rumah. "Dokter Sex," seru Reo sembari menerjang pintu kamar,
"Pinjam sisirnya"
"Taela, genit bange. Ada babu lewat ya" sindir Bimo tak acuh. Ia sedang
berbaring di ranjang sambil membaca buku. Reo nyap-nyapan sambil mencari sisir
di meja belajar yang berantakan,
"Ini meja belajar atau bak sampah sih," gerutu Reo sembari tangannya membongkarbongkar tumpukan buku. "Yang jelas bukan restoran!" Setelah menemukan sisir yang
tertindih majalah, Reo memandangi sisir yang kotor. Banyak rambut tersangkut
pada giginya. "Bim, ini rambut nenek kamu, ya?" godanya seraya menarik rambut itu. Ia bergidik
jijik. "Yang jelas bukan rambutnya Nonikl" sahui Bimo seenaknya. "Sana" Nah. Sekarang
mulai. Reo menyisir rambutnya ke depan menirukan potongan rambut Th Beatles.
Kuncung di atas dahi, diratakan ke depan sehingga membentuk poni. Bimo
terbelalak, "Lho, lho, Ilho?" serunya terheran-heran. Reo tenang-tenang saja. Dengan sisir
masih di tangan, ia bergaya memetik gitar. Dari mulutnya keluar desisan lagu The
Beatles, "She loves you yeah, yeah, yeah!" Bimo tertawa terkekeh-kekeh. Tetapi hanya
sebentar. Nah, kena lhul Kena Pikir Reo. Bimo kembali menekuni bukunya. Masih
dengan senandungnya, Reo mendekat. Rambut Bimo juga disisir dengan gaya yang
sama Bimo hanya terkikik saja.
"Bim, ayo keluar sebentar" perintah Reo.
"Eh, sory yai mahasiswa tidak bisa ngeceng dengan gaya anak SMP seperti inil"
"Lho, emang mau jual tampang sama siapa?"
"Sama pesenam disko itu kan?"
"Sorry!" "Nah sama siapa?" "Sama John Towel dan Enyoil" Bimo mengernyitkan
dahinya. Ia tidak iamengerti apa maunya Reo. Memang benar, ketika mereka muncul, Enyoi yang lagi
berjoget, tiba-tiba menghentikan jogetnya. Lagak lagunya seperti film yang stop
motion. Pantatnya sedang menungging dalam posisi mencong, dan tubuhnya condong
ke depan. Kepalanya menatap ke arah rumah.
"Enyoi, ngapan Ihu!" bentak John Towel.
"Tuh, lihat John Lennon kesasar!" Begitu melihat Bimo dan Reo berponi, John
Towel ikut-ikutan terbelalak.
"Asyik juga nih!" Serunya bersemangat. Segera rambutnya disorohsorohkan ke
depan. Tetapi dasar rambut keriting, ya bandel, rambutnya tidak mau menurut.
Rambut itu melawan. Balik lagi ke belakang. Rambut Enyoi lebih gampang. Hanya
disosoh-sosoh sebentar, rambutnya sudah berponi. Reo segera merebut gitar, dan
mulai bergaya. "I uan to hold your hand." Enyoi tepuk-tepuk tangan.
"Asyik, kita main band Enyoi memegang key board" Langsung tangannya serabutan
seakan sedang memijit bantal. John Towel merebut gitar,
"Gua mih bagian bas gitar." Reo tersenyum senang, seraya menuding ke arah Bimo,
"Kamu Bim?" tanyanya.
"Wah aku sih bagian tepuk tangan, tetapi di sebelahku harus always ada Nonik,"
sahut Bimo tenang. ?"Kita mau ngamen kemana?" tanya John Towel tidak percaya.
"Ke rumah seberang?" Haaah" Mereka menatap ke rumah seberang. Sejenak mereka
tertegun, karena pada saat itu, banyak mobil berdatangan yang menurunkan pesenam
disko yang cantik-cantik. Tiba-tiba dari rumah seberang muncul pembantu rumah
tangga, yang berpakaian menyala, dengan tata rias muka yang kelewat menor,
membawa nampan yang ditutupi taplak. Pembantu itu melenggang genit. Enyoi yang
tidak melihat, mengira yang sedang menghampiri itu salah satu pesenam disko,
maka jogetnya semakin menjadijadi. Ia merasa berhasil menarik perhatian,
sehingga penghuni rumah seberang, mengirim bungkusan kondangan. Akan tetapi
ketika ia melirik, Enyoi tertawa, karena ternyata yang menyeberang jalan itu
hanya pembantu. Jogetnya berubah menjadi garuk-garuk kepala.
"Nyari siapa?" tanya Enyoi dingin.
"Ini.ada kiriman dari seberang!" kata pembantu itu rada aleman, sembari
melenggaklenggokkan tubuhnya.
"Untuk siapa?" tukas John Towel penuh semangat. Namun kali ini tangannya sedikit
agak jinak dan sopan, tidak langsung mentouel sebab kurbannya tidak termasuk
daftar cewek idaman. Pembantu itu tersenyum,
"Ini untuk mas-mas di sini" Kontan saja, John Towel berebut untuk menerima
kiriman itu, John Towel menang. Pembantu itu menatap si pemenang dengan mata


Elegi Buat Nana Karya Eddy Suhendro di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbinar penuh kekaguman. Setelah taplak dibuka, dos besar berisi kue
diambilnya. "Anu mas, itu kue bikinan sendiri," kata pembantu itu sedikit kerkikik geli.
"Ya, begini Sus," Reo menyela sembari membuang seringainya. Bimo melengos,
"Sampaikan salam hangat, dan kompak dari mas mas di sini." John Towel mendelik,
"apaan, ini yang dikirimi aku!" sergahnya,
"Ya, Sus ya. Jangan lupa. Salam kompaknya hanya dari John Taylor. Yang lain
hanya mebeng tenar saja!" Pembantu itu menutupi seringai rasa geli dengan kedua
belah tangannya. Tubuhnya masih saja melenggak-lenggok. "Katakan, John sangat
bahagia dan akan bermimpi ketemu si pengirim ini!" Bimo tenang-tenang bertanya,
"Siapa sih. Mbok yang mengirim kue ini?"
"Ya, saya" sahut pembantu itu tersipu-sipu. "Yang nyuruh?".tanya Reo.
"Ya, saya!" John Towel mendelik. Karena ia sudah terlanjur menerima dos itu, ia
tidak bisa berbuat apa-apa. Bimo mengerlingkan matanya penuh ejekan. Reo segera
bertindak sebagai juru bicara,
"Nah, tadi Sus kan sudah dengar jawabannya dari John Towel. Ntar malam minggu
diajak nonton sama beliau."Pembantu itu tersipu. Sambil terkikik geli
mengundurkan diri. John Towel marah-marah. Enyoi tenang-tenang saja. Ia tidak
peduli. Dos itu dibuka, sambil nerocos,
"eh, kita makan kuenya, dan tidak usah membayangkan si pengirimnya!" Kue dari
fans segera disikat ramai-ramai. Pada saat santai, Reo mulai buka kartu.
"Pokoknya kalau mau ngetop, kita ikut festival band" John Towel terdiam. Reo
ditatapnya lumatlumat. "Gila hu. Kita ini apa" Main di pesta tujuh belas Agustus
saja gemetaran!" Sergah John Towel. Jangan bikin malu Reooo!" "Ya, sory, aku
sudah daftar!" "Gila Waduh, kalau gagal, mau taruh mana muka gua yang cakep
ini?" John Towel marahmarah. "Lho," Bimo memandangi kepala John Towel,
"Ya ditaruh diatas lehermu. Emangnya mukamu pindah di atas dengkulmu" Ajaib!"
Enyoi menari-nari sambil merenggut tengan Reo, Jangan takut, Seh, Doi tidak mau,
out Cari gantinya. Sekarang kan banyak pengamen di bis. Comot aja salah satu"
Bimo tahu kalau Reo nekad mendaftar, pasti gara-gara Nana, maka dengan cerdik ia
berusaha menjebak, "coba Reo, katakan sejujurnya, andaikata Nana bukan panitia, apakah kamu masih
tetap akan mendaftar?" Reo tersipu-sipu. Bimo memahami."Oke," kilahnya,
"Cinta pertama Reo harus kita dukung. Setuju?"
"Gass" desis Enyoi. John Towel tetap saja bungkam. Akhirnya toh mereka berusaha
keras untuk berlatih. Peralatan pinjam sana-sini. Seksi sibuk diserahkan pada
Bimo. Sedangkan seksi pacaran sudah merupakan seksi Reo. Sekarang ia punya
alasan kuat untuk datang ke kantor panitia. Alasannya ada saja. Untuk
konsultasi, misalnya. Kalau tidak ada problem, ya dicarikan problem agar
mendapat alasan untuk berjumpa dengan Nana. Alangkah bahagianya, bisa meresapi
senyumnya. Menikmati pesonanya. Aduh Makl Kepalanya jadi paripyaran. Sehabis
pulang sekolah, Reo suka mampir ke kantor panitia. Kebetulan pada saat ia
memasuki halaman, Nana keluar dari paviliun sedang melangkah gontai menuju ke
mobilnya. "Nana", tegur Reo agak sedikit gemetar. Aneh juga ya, kalau sedang minum, ingat
Nana, begitu ketemu, rasanya kok gemetaran. Apakah itu namanya getaran cinta"
"Ya?" sahut Nana sayu. Wadoul Suara itul Reo terkesima. Rasanya keberaniannya
lunglai. Makanya ia kelabakan untuk membuka pembicaraan. Ia berkata asalasalan,
"Saya mau sedikit konsultasi"
"Masuk aja Reo. Tanyakan pada temantemanku. Aku ada urusan sebentari" 'Lho
Maunya sama kamu Nanal Buat apa
orang lain?" Reo kebingungan juga
"Anu, Na. Kamu kalau menjelaskan gamblang sekali sih dan enak begitu Ihol" bujuk
Reo. "Ah, sama saja. Sory ya Reo." Wahl Wahl Janganjangan ini tipu muslihai untuk
menghindariku, pikir Reo. Terpaksa del tanpa disuruh, ia garuk-garuk kepala.
Namun demikian, ia masih belum mau menyerah,
"mau kemana gih?"
"Aku ada perlu!"
"Bagaimana nanti kalau kamu pingsan. Siapa yang stir" Tanya Reo sedikit menakutnakuti. Nana terpengaruh juga. Ia berpikir sejenak. "Oke mau antar?" Tentu saja
Reo girang sekali. "Nah, begitu dong Mau kemana sih?"
"Ke rumah sakit!" "Oh. Ada yang sakit?"
"Mau check up saja!"
"Ayuk" Nana mengulurkan kunci mobil. Lucu juga ya. Gadis yang didamkan sudah
berada di sampingnya. Itu pun berkat perjuangan yang keras. Namun toh selama
stir mobil, Reo lebih banyak diam. Lidahnya kelu. Nana tampak biasa saja.
Seperti tidak ada masalah. Reo berpikir keras untuk melumerkan suasana. Tetapi
rasanya ia terkena sihir juga. Sesekali Reo melirik ke Nana.
"Ada apa sih, Reo," tanya Nana hangat."Mau konsultasi apa?" Waduuuh bagaimana
ini, kalau ngomong jujur, apa ia akan senang. "Katakan saja Reol"
"Begini Na, Reo agak sedikit gugup,
"enggak enak ya, terus terang. Tetapi apa boleh buat. Aku tidak suka bohong.
Sebenarnya aku hanya ingin ketemu kamu saja. Ingin melihat kamu!"
"O, yaaa?" gumam Nana seraya melemparkan lirikanya menggemaskan.
"Nah, sekarang kamu sudah melihat aku. Terus?" Ya, terus.ya.aku seneng" "Kalau
sudah seneng?" "Ya, terus.ya.aku paripyaran" "Kalau sudah pyaripyaran?"
"Ya terus.ya.aku bingung!" "Kalau sudah bingung?"
"Ya, terus.ya.aku mulai berani bertanya, apakah Nana sudah punya pacar?" "Kalau
belum?" "Ya, terus.ya terus." Mereka berdua tertawa terbahak-bahak Mobil masuk ke jalan
raya yang padat dan ramai. Kemudian setelah derai tawa itu menghilang, mereka
berdua terdiam. Terpaksa Reo mencari jalan untuk melumerkan suasana lagi.
"Terus terang Nana, aku tadi norak enggak sh?" "Enggak!"
"Bear" "Bear?"Kalau begitu, kapan-kapan, atau malam Minggu nanti, aku boleh datang ke
rumahmu?" "Wah Reo, Sory ya. Jangan deh,"
"Lho kenapa?" "Rumahku banyak. Kadang aku tidur di rumah kedua orangtuaku. Kadang di rumah
nenek. Atau tante, atau Oom. Mereka semua sayang padaku. Dan ingin agar aku
hadir di tengah-tengah mereka."
"Memang kok. Kehadiranmu selalu membuat dunia ini berseri-seri," setelah berkata
begitu, Reo terkikik sendiri.
"Lho, ada apa?"
"Ah, enggak!" Nana kelihatan terharu. Bagi Nana, Reo memang pemuda yang rada lain. Keren, tetapi agak sedikit malumalu. Sebenarnya ia senang sekali pada pemuda itu. Namun ia merasakan ada
sesuatu yang tidak bisa dimiliki nya, atau ia takut memiliki, karena ia akan
membuat orang lain menderita. Maka ia sedikit mengambil jarak. Sikap itu
diketahui pula oleh Reo. Ia heran, kenapa senyum yang sangat tulus dan sinar
mata yang polos dan sendu itu terasa ada batas.
DELAPAN setelah check up selesai ,nana
sedikit agak murung. "Kamu sakit?" tanya Reo cemas.
"Oh, tidak," sahutnya dengan suara agak sedikit tercekik.
"Kenapa sih, kamu kok.ah maaf ya, jangan tersinggung Kamu kok misterius banged"
Tidak apa-apa Reo. Mana kunci mobil"
"LhoI" "Jangan marah ya. Aku mau pulang sendiril" "Sekali lagi Nana, maafya, apakah
kamu sudah bersuami?" Nana memandang sayu, Tidak Reo." Kemudian airmatanya
keluar meleleh. "Lho, kenapa?" tanya Reo terheran-heran.
"Enggak apa-apa kok?"
"Kapan kita ketemu lagi?" Nana memandang secara aneh. Lalu menundukkan kepala
"Barangkali kita tidak akan ketemu
lagi!" 16g"Lho, Nana, ada apa ini?"
"Mana kunci mobil itu?" Reo mengulurkan kunci mobil. Lalu mengantar Nana ke
pelataran parkir. Ketika Nana masuk ke dalam mobil, ia memandang Reo agak lama,
lalu berpesan, "Reo pernahkah kamu me lihat bunga?" Pertanyaan itu sungguh aneh.
"Lho, jelas pernah dong" seru Reo terheran heran.
"Bunga itu indah Reo. Tetapi hanya sekejap. Begitu pula hidup ini. Jangan petik
bunga itu Reo. Jangan kau injak Karena umurnya sangat pendek sekali. Biarlah dia
berseri. Memberi keceriaan. Biarlah bunga itu mekar dan memberi sedikit arti.
Sesudah itu selesailah tugasnya, Reo." Nana menutup pintu. Reo hanya terbengong
saja, Bahkan ia masih terpukau ketika mobil itu keluar dari pelataran parkir.
Nah loh! Bingung enggak Reo. Ungkapan itu seperti teka-teki. Teman-teman lain
berusaha mengurai. Tentu, masing-masing bicara sesuai dengan kepentingannya.
Misalnya Enyoi. Dengan menggebu-gebu, ia menafsirkan begini.
"Eh, bene Buhl Itu maksudnya Nana hendak memberi semangat agar kita berlatih
keras. Masa remaja itu pendek. Kita harus bersikap positif Nah, ayolah
berlatih." "Ngacau aja kamu," sergah John Towel.
"Apa hubungannya dengan bunga yang berumur pendek."
Bimo mendengarkan dengan tekun. Lalu ia menukas dengan gaya seniman,
"Begini. Barangkali ia memberi isyarat, agar kita membuat lirik lagu buat dia."
Reo terbelalak. Kemungkinan itu ada benarnya. Maka mereka berempat ramai-ramai
membuat lirik lagu. Tetapi, lirik lagu yang diciptakan secara gotong royong
tidak menghasilkan karya cipta yang apik. Bunyinya malah mirip kode porkas.
Akhirnya Reo memutuskan menemui Nana lagi. Namun ternyata di kantor panitia,
Nana jarang hadir. Katanya Nana sedang sakit. Mereka tidak memberitahu, Nana
berada di rumah sakit mana
"Kalau begitu, apakah dia tidak akan datang lagi?" desak Reo belum puas.
"Oh, dia berjanji datang Nanti pada waktu final" kata salah satu dari mereka.
Kerinduan membakar semangat. Mereka berlatih keras. Bahkan pada putaran pertama,
lagu pilihan mereka cukup memukau. Lagu itu berjudul ELEGI BUAT NANA. Liriknya
cukup menyentuh juga. Setiap bermain dan naik pentas, Reo tampak murung, karena
ia sangat mengharapkan Nana muncul dan melihat kebolehan mereka. Akhirnya,
mereka berhasil juga masuk ke final. Hati Reo semakin gelisah. Ia berharap
sekali agar Nana muncul sejenak Betapa bahagianya kalau ia bisa sedikit
berbincang-bincang dan menatap wajahnya yang mempesona itu.Hari yang ditunggutunggu itu datang Reo berkeliaran di luar gedung Pengunjung yang berdatangan
diperhatikan satu-satu. Akan tetapi ia tidak melihat Nana. Bimo menghampiri.
"Sudahlah, Reo, kita selesaikan tugas kita. bujuknya.
"Ayo ke belakang" Reo diam saja. Bimo semakin bersemangat, karena ia melihat
Nonik bersama teman-temannya datang menonton. Bimo memberi salam. Tetapi Nonik
melengos. "Barangkali, aku tidak usah main, karena Nana tidak datang," ujar Reo sendu.
Bimo merangkulnya dan mengajak masuk ke dalam. Tatkala band yang pertama tampil,
hati mereka semakin ciut. John Towel murung, karena ia sudah bisa membayangkan,
penampilan band CASS bakalan disambut sorakan ejekan. Memang, band pertama
bermain cemerlang. Penampilannya memukau. Sambutan penonton gegap-gempita.
"Sebaiknya kita masuk kotak saja, daripada dipermalukan," usul Reo. Enyoi tidak
setuju, "Pokoknya nekad. Jagoan tidak boleh mundur"
"Kita kalah hebat dengan mereka!" John Towel masih ngotot. Dengan tenang Bimo
membesarkan hati, "Takut gagal, sudah merupakan kegagalan itu sendiri" Tetapi John Towel benar,"
Reo mimbrung dengan nada sendu.
"Tujuan kita main itu bukan
172untuk menang, tetapi untuk membahagiakan Nana. Kalau orangnya tidak datang
apa artinya ini semua!"
"Ayo, Reo, kita ke panitia, bilang saja alasannya sakit" John Towel mengangkat
lengan Reo. "E, tunggul" cegah Bimo "Kalian di sini dulu. Aku urusnya!" Bimo segera keluar.
Ia bermaksud mencariNonik dan teman-temannya agar datang ke belakang panggung
untuk memberi semangat. Ketika ia sampai pintu masuk, ia kaget, karena Nana baru
datang Pakaiannya sederhana. Lehernya dililiti kain sutera. Panitia yang lain
mengerumuninya. Bimo segera menerombol,
"Maaf, boleh saya mengganggu sebentar, sela Bimo, "Ya?" Nana menjelingkan
alisnya. "Nana, Reo sedang doum. Ingin ketemu kamu!"
"O, ya?" Nana memberi salam pada teman-temannya, lalu mengikuti Bimo menuju ke
belakang Panggung. "Ada apa sebenarnya?" tanya Nana cemas.
"Anak-anak GASS mau mengundurkan diril"
"Lho, kok begitu. Meskipun aku tidak pernah hadir, aku selalu mengikutinya.
Bahkan, aku sudah tulis surat untuk Reo." Nana menghentikan langkahnya. Dari
tasnya dikeluarkan sepucuk surat.
"Kamu temannya kan?" tanyanya sendu. "Ya."
17"Berikan surat ini pada Reo." Bimo terheran-heran.
"Kenapa tidak kamu berikan sendiri. Kan sebentar ini akan ketemu."
"Tolong berikan, setelah festival ini selesai, oke?"
"Kamu bisa dipercaya kan?" "Bisal" "Tang." Di belakang panggung anak-anak GASS
sedang murung. Reo duduk tercenung. Kepalanya tertunduk John Towel bersandar
pada tembok. Sedangkan Enyoi mengintip ke panggung. Dari gedung terdengar tepuk
tangan bergemuruh. Kemudian anak-anak band yang lain yang hendak naik panggung,
tampak lebih bergaya, gesit, dan penuh percaya diri. John Towel sudah bisa
merasakan bahwa band GASS akan mendapat caci-maki. Bimo menyelinap masuk.
"Reo," bisiknya.
"Nana datang!" Reo mendongak. Nana yang masih berdiri di belakang Bimo melempar
senyum. Reo masih tampak murung. "Kenapa kalian murung?" tanya Nana lembut.
"Nana", desis Reo sambil berdiri,
"semula band CASS ini ada untuk kamu. Tetapi kami ternyata bakalan tidak bisa
menampilkan yang terbaik."
"Makanya kita mundur saja," kilah John Towel dari seberang. Nana tampak sedih.
"Kenapa kalian menjadi
patah semangat" Begitukah sikap remaja itu?" tanya Nana sendu.
"Kalau mau mundur, itu terserah kalian. Tetapi Reo, ketahuilah, selama ini aku
tidak pernah mau mengatakan kepada siapa pun, hanya kepada kalian saja, dengan
pertimbangan, agar kalian bersemangat lagi." Sejenak suasana hening. Semua
menatap ke arah Nana. "Reo, meskipun hidupku ini tidak akan
panjang, aku tetap akan berkarya, Reol Aku akan berusaha menyenangkan orang
lain. Aku akan memberikan kesegaran kepada lingkunganku. Aku tidak takut mati,
Reo!" "Nana.kenapa kamu bicara tentang kematian."
"Karena aku.mengidap leukimia kronis. Bunga itu umurnya pendek, Reo!" Semua
terhenyak. "Toh, aku masih menyelenggarakan festival ini. Selamat berjuang!" Nana segera
pergi. Reo hendak menyusul. Tetapi Bimo mencegah. "Reo, kita malul Kita harus
bangkit!" Reo berdiri terpaku. Matanya nanar. Ia merasakan betapa mulianya hati
gadis itu. Tibatiba ia menjadi resah.
"Okel lirik lagu kita rubah!" Mereka kembali bersemangat. Nana duduk di
belakang, didampingi temantemannya. Ia menatap panggung Tatkala giliran anakanak GASS tampil di panggung, ia bertepuk tangan lirih sekali. Mereka langsung
memainkan lagu wajib. Suasana gedung agak sedikit resah.
Namun begitu tiba lagu pilihan, seluruh gedung tercekam. Lagu itu sendu sekali.
Nada-nada suaranya sangat memilukan. Enyoi yang memainkan key-board menabuh
tuts-tuts penuh perasaan. Matanya terpejam. Penonton terpaku. Kemudian I
mengalun lirik lagunya, Nana, aku tidak punya apa-apa kecuali nada-nada lagu dan kata aku tidak punya apa-apa
kecuali suara sumbang dari masa remaja Terimalah elegi ini yang bercerita
tentang dirimu Nana, aku baru tahu sekarang lewat suaramu yang sendu, kau katakan bahwa hidupmu
mirip bunga yang sedang mekar di taman seberang itu siapa pun akan terpesona
kepadamu, karena kau ayu,
semarak selalu merekah dalam senyum yang selalu KA aka A hak menetika dan
menempatkan dirimu dalam jambang cinta di hatiku kau bisikkan kata-kata sendu,
manisku, 176 g | tangan kau petik bunga itu
biarkan pesonanya menebarkan
kesegaran kepada alam sekitarnya, karena umurku berpacu dalam kelayuan.
Nana, tak kusangka tubuhmu begitu rapuh, namun kamu tidak meratap atau menyesali
nasib dalam usia sependek itu, kau ajarkan cinta sejati Cinta tidak pernah
meminta, melainkan hanya memberi Dan memberi
Nana, sekarang beri kesempatan bagiku untuk membisikkan kata-kata mesra kau


Elegi Buat Nana Karya Eddy Suhendro di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak akan layu pesonanu menembus waktu meski sesingkat itu pertemuan kita,
namun kau tetap mekar dalam jambang cinta
di dadaku Dan Nana yang duduk di belakang, menundukkan kepalanya. Ia tidak kuasa menahan
airmatanya. Hatinya tergetar oleh melodi yang mendayu-dayu. Kemudian ia menatap
ke panggung. Reo yang tampak menengadah sambil memukul
17) :mukulkan drum. John Towel menyanyi dengan melinangkan airmata. Para dewan
yuri terpesona. Penonton duduk tegak, tidak berani bergerak, seakan suara
berisik bakalan mencemari kesyahduan lagu itu. Ketika nada-nada sudah berakhir,
tepuk tangan bergemuruh. Anak-anak Gass telah me nunaikan tugasnya. Mereka
mengangguk hormat dan segera menghilang Mereka sudah tidak peduli lagi apa yang
terjadi di panggung. Mereka berubungan pergi ke depan. Kemudian menyelinap masuk
ke dalam. Mereka mencari Nana. Namun, Nana sudah tidak duduk di sana. "Baru saja
keluar," bisik salah satu temannya. Mereka gerubugan ke sana ke mari. Namun |
tidak menjumpai Nana. Mereka terjun ke lapangan parkir, mobil-mobil yang
berderet-deret | diperiksa satu-satu. Mereka tidak sadar kepergiannya
membingungkan panitia, karena ketika dewan yuri memutuskan band GASS menjadi
juara pertama, tak ada satu pun yang muncul. Pembawa acara
kebingungan. Terjadi keributan di panggung. Para penonton pada heran. Anak-anak
GASS sudah tidak peduli akan kejuaraan. Mereka mencari Nana. Namun setelah
mengitari lapangan parkir, mereka tidak menjumpainya. Reo tertunduk sedih. Bimo
merangkulnya. "Jangan sedih, Reo. Nana titip surat untukmu,
"Surat?" tanya Reo tidak percaya.
"Ya!" Reo diajak ketempat yang terang. Surat titipan itu segera diserahkan.
Surat itu segera dirobeknya perlahan-lahan. Kemudian dibacanya.
Reo, Kamu kaget ya, terima surat dariku. Hanya padamu aku berterus terang. Dua tahun
yang lalu dokter membisikkan padaku begini. Nana, apakah kamu mencintai
kebenaran" Ya, Jawabku. Lalu dokter itu memberitahukan bahwa aku mengidap
leukimia kronis. Produksi darah putihku kelebihan. Apa itu artinya" Umurku
pendek. Kepada orangtuaku yang merahasiakan penya kitku, aku tidak marah. Mereka kaget
setengah mati ketika aku mengatakan bahua aku sudah tahu.
Kedua orang tuaku menangis tersedu dan meminta kepadaku agar aku menikmati hidup
ini sepuas. puasnya. Tetapi Reo, aku tidak mau. Dalam usia sesingkat itu, aku
ingin menyenangkan sahabat sahabaku. Aku ingin menunjukkan bahwa tugasku hanya
memberikan kesegaran hidup, semangat dan sedikit makna. Maka aku ikut vokal
group, latihan raly, menjadi panitia band, apa saja akan aku ker jakan demi
menyenangkan orang lain. Kepadamu, aku tidak bisa menyenangkan apa-apa, karena aku tidak bisa memberikan
cinta kepadamu. Aku takut kalau kepergianku akan membuat kamu
179 :bersedih hati. Padahal, dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku simpati
padamu, dan aku memang.. Ah, Reo, aku tidak mau membuat dirimu tenggelam dalam
duka. Akhirnya toh benar juga, kita akan berpisah. Pesanku, Jangan kau ari aku.
Aku akan pergi jauh sekali, menuju ke alam yang serba indah, di mana tidak ada
kedengkian, tidak ada kemunafikan, tidak ada kecemburuan, tidak ada balas
dendam. Aku bahagia Reo. Pesanku cuma satu Reo, cintailah kebenaran. Jangan
takut akan kebenaran yang mungkin akan
menyakitkan. NANA Mereka berempat bergantian membaca surat itu. Mata mereka nanar dalam kegelapan.
Lalu mereka berjalan tersuruk-suruk
Lho, Non, kenapa diam saja. Non terkesima ya. Janganjangan Non sudah lupa, bahwa
Non masih duduk di teras restoran Pasar Seni Ancol dan dengan anak-anak CASS.
Mereka baru selesai bercerita kepada Non dan tampak kelopak mata Non basah.
Lihat ada di depan Non. Dia hendak mulai ceritanya.
"Non," bisiknya kepada Non.
Tentu Non terkesiap. John Towel tampak alim. Tangannya bersedekap."Tolong,
peristiwa yang baru kami alami itu, Non tulis di majalah GADIS agar Nana senang.
Ya, Non Ya?" pintanya memelas.
Non hanya tersenyum, sambil menggelengkan kepala.
'Lho Non, pengarang kan?" sahut Reo.
"Bukan," desis Non lembut.
Tetapi Non wartawan majalah kan?" Enyoi ikut-ikutan kaget.
"Bukan," sahut Non sendu.
"Lho, Non itu siapa?" tanya John Towel. Kali ini, Non kecolongan, John Towel
sempat menyambar lengan Non. Apa boleh buat.
Dan Non tidak marah. Dengan tersipu Non berkata,
"Saya hanya pembaca majalah GADIS kok"
Dan lemaslah mereka di hadapannya sambil mendesis lemas,
"Gaaas!" TAMAT Ebook by Syauqy Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
181 Api Di Bukit Menoreh 25 Goosebumps - 49 Napas Vampir Pedang Pelangi 19
^