Pencarian

Bunga Di Batu Karang 21

Bunga Di Batu Karang Karya Sh Mintardja Bagian 21


berpihak kepada Raden Mas Sa id cukup tajam penciumannya. Akhirnya aku benar-benar mene mukan kau. Pembicaraanmu dengan gadis-gadis itu meyakinkan aku bahwa kau akan ke mbali menga mbil Arum" berkata Sura kepada mereka sambil tersenyum "Jangan menyesal bahwa ada di antara kalian yang menyadari arti perjuangan Raden Mas Said" Para petugas sandi itu tidak menyahut. Tetapi merekapun sudah menduga bahwa ada di antara kawannya yang berpihak kepada lawan, sehingga ada orang yang mengetahui kehadirannya di padukuhan Jati Sari. Tanpa dapat mengelak lagi, maka tawanan-tawanan itupun segera dibawa oleh Sura dan kawannya ke dala m daerah kekuasaan mereka, dan diserahkannya kepada para Senapati yang kelak akan me mbawanya langsung menghadap Raden Mas Said. "Jangan takut" berkata para pengawal Raden Mas Said itu "dala m keadaan yang bagaimanapun juga Raden Mas Said tetap menyadari bahwa kita adalah saudara sebangsa. Lihatlah kulit mu yang berwarna sawo seperti kulitku. Karena, itulah ma ka ka mi tetap tidak berbuat lain daripada berjuang untuk bangsa kita yang semakin la ma se makin terdesak oleh orang-orang yang berkulit putih itu" Para tawanan itu tidak menjawab. Na mun mere ka sadar bahwa lebih baik berkata terus terang apabila ia dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan dari para pengawal Raden Mas Siad itu daripada mereka harus dipaksa untuk me mbuka mulut mereka dengan ke kerasan. Meskipun de mikian, masih ada saja yang ingin mereka sembunyikan. Tetapi mereka tidak a kan dapat bertahan lama, apalagi apabila mereka me lihat Sura yang bertubuh raksasa itu ada di antara mereka. "Aku pernah menga la mi nasib seperti kalian" berkata Sura "Aku harus me mbuka rahasia laskar Raden Mas Said di
hadapan kumpeni. Tetapi seperti kalian, aku tentu ingin merahasiakannya. Dan aku tetap berbuat demikian" Sura berhenti sejenak, lalu "Tetapi dengan de mikian tulangtulangku serasa remuk. Dari mulutku mengalir darah yang sudah menjadi kehitam-hita man. Dan akhirnya aku tidak dapat bertahan lagi. Hampir saja aku me mbuka mulut. Tetapi untunglah bahwa seseorang telah menolongku. Meskipun aku belum mengena lnya, tetapi aku yakin bahwa mereka adalah orang-orang yang berpihak kepada Raden Mas Said" sejenak Sura berdiri tegang. Lalu "Agaknya kalianpun a kan berbuat seperti aku. Dan itu adalah layak sekali. Sebelum tulang belulang kalian remuk, dan sebelum dari mulut kalian menga lir darah yang kehitam-hitaman, kalian tentu belum akan mengatakan sa mpai tuntas apa yang kalian ketahui. Dan akupun tida k berkeberatan jika kalian menghendaki de mikian" "Tida k. Tidak" tawanan yang paling muda itu me mohon dengan suara gemetar "Jangan sakiti aku. Aku akan mengatakan apa saja yang a ku ketahui" Sura tersenyum di dala m hati. Tetapi ia berusaha untuk menye mbunyikannya sehingga wajahnya masih tetap tampak tegang "Jangan berbohong. Sebelum aku mulai me maksa mu menjawab pertanyaan-pertanyaan kami dengan baik, kau sudah berbohong" "Tida k, aku tidak berbohong" Sura berpaling sejenak kearah para pemimpin pengawal yang akan mengajukan beberapa pertanyaan pendahuluan seolah-olah me mpersilahkan mereka untuk me mulainya. Ternyata bahwa selanjutnya pemeriksaan pendahuluan itu berjalan lancar tanpa menyentuh orang-orang itu, apalagi me lakukan kekerasan. Yang dila kukan Sura ke mudian adalah sekedar duduk menonton orang-orang itu menjawab setiap pertanyaan dengan baik.
Namun dala m pada itu, para pemimpin petugas-tugas sandi dari Surakarta yang bekerja bersa ma dengan kumpeni, merasa kehilangan e mpat orang anggautanya. Mereka adalah anakanak muda yang baik menurut penila ian mereka. Tetapi ketika empat orang itu dikirim ke daerah Jati Sari untuk mendapatkan keterangan, siapakah yang mula-mula menyangkal desas desus bahwa perampok-pera mpok itu adalah anak buah Raden Mas Said, mereka t idak pernah ke mbali lagi kepada para pe mimpin mereka. "Mereka hilang di Jati Sari" berkata salah seorang dari pemimpin-pe mimpin petugas sandi itu. "Mencurigakan sekali" berkata seorang kumpeni dengan bahasa yang patah-patah "Tentu ada pengkhianatan" "Mungkin mereka hilang di Jati Sari. Tetapi mungkin di perjalanan" berkata salah seorang pemimpin petugas sandi dari Surakarta itu "Tetapi tentu ada piha k lain yang ikut tampur. Mungkin justru orang-orang Raden Mas Said sendiri yang agaknya berada di se mbarang te mpat. Mustahil jika orang-orang Jati Sari sendiri berani me lakukan sesuatu" Agaknya pendapat itu disetujui oleh para pemimpin yang lain. Na mun sebelum mereka menga mbil kesimpulan, maka salah seorang dari mereka berkata "Cobalah mengingat sesuatu yang barangkali dapat dijadikan pancatan untuk mengusut persoalan ini. Ka lian tentu ingat, bahwa Raden Juwiring. putera Pangeran Ranakusuma pernah berada di Jati Aking. ternyata ia adalah seorang prajurit yang mumpuni" Sebelum orang itu melanjut kan, yang lain menyahut "Ia berguru dala m olah kajiwan dan kesusasteraan. Yang melatih ilmu kanuragan adalah ayahandanya sendiri" "Mungkin de mikian. Tetapi sudah barang tentu Raden Juwiring banyak sekali mengetahui tentang Jati Sari. Mungkin Raden Juwiring dapat mene mukan orang-orang yang kita perlukan, atau barangkali ia dapat bertanya kepada sahabat-
sahabatnya, kawan-kawannya dan bahkan gurunya, jika mereka mengetahui ke mana hilangnya petugas-tugas sandi itu. Jika sekiranya mereka me lihat pertempuran atau semacam tindak kekerasan sebelum kee mpat orang itu dinyatakan hilang" Kawan-kawannya mengerutkan keningnya. Kumpeni yang ada di antara merekapun tersenyum sa mbil berkata "Ya, kenapa kita tidak minta kepada Pangeran Ranakusuma, agar Raden Juwiring dikirim ke Jati Aking" "Kita menaruh harapan kepadanya" "Ya. Kita akan menghubungi Pangeran Ranakusuma" Ternyata bahwa kumpeni itu benar-benar me laksanakan rencananya. Mereka menarik satu jalur ke atasan mereka yang benar-benar telah datang kepada Pangeran Ranakusuma, dan minta kepadanya agar puteranya diijinkan untuk me mikul itu. "Apakah tugas itu sangat penting sehingga puteraku yang harus melakukannya" Apakah tida k ada petugas-tugas sandi yang cukup ca kap?" "Ka mi berpikir de mikian Pangeran. Dan ka mi telah mengirimkan empat orang petugas sandi. Tetapi keempat orang itu tidak pernah kembali. Hal itulah yang me mbuat ka mi semakin khawatir akan daerah Jati Sari" "Jati Sari adalah daerah yang kecil, yang tidak me mpunyai kekuatan apapun juga. Berbeda dengan Sukawati yang benarbenar harus kalian awasi seperti sekarang ini" "Tentu Pangeran. Tetapi sebentar lagi keputusan Susuhunan akan jatuh. Sukawati akan ditarik ke mbali dari kekuasaan Pangeran Mangkubumi" "Tetapi itu sangat menyakitkan hati" "Kita tidak peduli. Tetapi sebenarnya keadaan Sukawati sudah menjadi se makin parah. Apalagi tidak sepantasnya
Pangeran Mangkubumi mendapat kedudukan begitu banyak dan luas di atas daerah yang sangat subur" Pangeran Ranakusuma menarik nafas dala m-dala m. "Nah Pangeran, sebelum Jati Sari menjadi daerah yang semakin berbahaya, ijinkanlah putera Pangeran untuk menyelidikinya. Putera Pangeran adalah seorang prajurit muda yang baik. Meskipun baru saja Raden Juwiring mendapat kedudukannya sekarang, tetapi ia me nunjukkan banyak kelebihan dari putera Pangeran yang meninggal itu. Raden Rudira. Pangeran Ranakusuma mengangguk-anggukkan kepa lanya. Lalu katanya "Terserahlah kepada kalian. Perintah baginya dapat disalurkan lewat Senapati yang me mimpin pasukannya" "Tentu atas persetujuan Pangeran" "Ya, atas persetujuanku" Dala m pada itu. Raden Juwiring menjadi berdebar-debar ketika la mendengar, bahwa ia mendapat perintah untuk pergi ke Jati Sari. Dengan tergesa-gesa ia menghadap ayahanda dan mohon pertimbangan atas perintah yang diterimanya itu. "Pergilah. Kau adalah seorang me lakukan tugasmu sebaik-baiknya" prajurit. Kau harus
Raden Juwiring me njadi tegang. Tetapi seperti kata ayahandanya, bahwa ia adalah seorang prajurit. Dan ia tidak akan dapat ingkar lagi untuk menjalankan perintah dari atasannya. Demikianlah maka Raden Juwiringpun ke mudian me mpersiapkan diri dengan sepasukan kecil untuk pergi ke Jati Sari. Bukan sebagai pasukan sandi, tetapi sebagai sekelompok prajurit berkuda yang disertai beberapa orang prajurit pilihan.
Dengan hati yang berat maka Raden Juwiringpun me lakukan tugasnya sebagai seorang prajurit Surakarta. Sebagai seorang perwira yang masih muda dan me miliki kelebihan dari perwira-perwira muda yang lain, maka Raden Juwiring disegani oleh prajurit-prajurit yang berada di bawah pimpinannya. Ketika matahari mulai me mancar di pagi hari, pasukan kecil itupun meninggalkan gerbang kota Surakarta menuju ke Jati Sari. Di sepanjang perjalanan prajurit itu selalu dibayangi oleh ketegangan. Setiap saat mereka dapat bertemu dengan orang-orang yang berada di bawah pengaruh Raden Mas Said. Bahkan Pangeran Mangkubumi. Meskipun Pangeran Mangkubumi na mpaknya masih tetap diam, tetapi kediaman telaga yang sangat dalam adalah justru sangat mengerikan. Tetapi. prajurit-prajurit Surakarta itu sudah dilengkapi dengan sejenis senjata yang didapatnya dari kumpeni. Senjata yang me mang lebih ba ik dari sekedar senjata tombak. Senjata api itu dapat dipergunakan untuk menyerang dari jarak yang jauh meskipun hanya untuk sekali dan harus dipersiapkan lagi sebelum dipergunakan berikutnya. Namun mereka me mpunyai perhitungan bahwa laskar Raden Mas Said jarang sekali bergerak di siang hari. Mereka hanya berbuat sesuatu di mala m hari. Sedangkan di saat terakhir, sejak Raden Mas Said mulai bergerak lagi, kegiatannya masih belum na mpak seperti saat-saat sebelum gerakannya dihentikan untuk se mentara. Tetapi tugas yang dibebankan kepada Raden Juwiring kali ini adalah tugas yang sangat mendebarkan jantung. Ia harus pergi ke Jati Sari untuk mencari keterangan tentang hilangnya keempat orang petugas sandi dari Surakarta yang dikirim ke Jati Sari sebelumnya. Sedangkan Jati Sari bagi Raden Juwiring adalah tempat untuk mene mpa diri sebelum ia berguru pula kepada ayahandanya sendiri.
"Aku harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang sulit ini" berkata Raden Juwiring di dala m hatinya. Demikianlah ma ka pasukan itupun ke mudian berderap menyusur bulak persawahan. Beberapa orang petani yang me lihat pasukan itu lewat menjadi berdebar-debar. Mereka tahu bahwa prajurit yang lewat itu adalah prajurit dari pasukan berkuda yang terkenal. Bagi Surakarta mereka adalah prajurit-prajurit pilihan. Hanya untuk tugas-tugas yang penting sajalah mereka pergi ke luar kota. Tetapi bagi tugas yang. di jalankannya sekarang, meskipun tidak terlampau penting, namun mereka harus me mperhitungkan, sengaja atau tidak sengaja, mereka akan dapat berpapasan dengan pasukan Raden Mas Said yang besar dan kuat. Itulah sebabnya, maka Raden Juwiring ka li ini me mbawa sepasukan prajurit dari pasukan berkuda di Surakarta Tidak banyak persoalan yang terjadi di sepanjang ja lan. Merekapun tidak bertemu dengan pasukan Raden Mas Said. Yang mereka te mui ada lah tatapan mata para petani yang kecemasan melihat pasukannya. Setiap kali ada sepasukan prajurit yang lewat, maka para petani itupun menjadi ce mas. Siapakah yang akan hilangdari rumah mereka. Dan justru biasanya adalah orang-orang yang berpengaruh. "Mereka menuju ke Jati Sari" desis salah seorang yang me lihat pasukan itu lewat. "He, bukankah yang paling depan itu Raden Juwiring. " "Siapakah Raden Juwiring itu?" "Ah, masakan kau tidak mengetahuinya. Aku pernah beberapa, kali pergi ke Jati Sari. Setiap orang Jati Sari me mpercakapkannya sebagai seorang bangsawan yang baik dan rendah hati. Ia tinggal pada Kiai Danatirta di padepokan Jati Aking"
"O" lawannya berbicara itu me ngangguk-angguk "Aku mengerti. Aku pernah melihatnya" "Bukankah anak muda yang berkuda di pa ling depan itu?" "Ya. Aku mengenalnya sekarang" "Tetapi kenapa Surakarta?" ia berpaka ian seorang prajurit dari
"Apa salahnya" Bukankah ia seorang bangsawan Surakarta" "O" yang seorang berhenti sejenak sambil me mandangi pasukan yang lewat itu. Ia sendiri tidak mengerti, kenapa terasa sesuatu yang aneh bahwa Raden Juwiring yang sudah cukup la ma berada di Jati Aking itu tiba-tiba saja berpakaian seorang prajurit Surakarta. Kedatangan prajurit berkuda di padukuhan Jati Sari me mang menimbulkan pertanyaan yang bermaca m-maca m di hati para petani yang menyaksikannya. Apalagi yang me mimpin pasukan itu adalah Raden Juwiring, seorang bangsawan muda yang mereka kenal sebagai seorang bangsawan yang baik dan rendah hati. Tida k seorangpun dari orang-orang Jati Sari yang mengetahui, apakah yang pernah terjadi dikela mnya mala m atas empat orang petugas sandi. Mereka tidak mengetahui bahwa Arum, anak gadis Kiai Danatirta itu telah me mbunuh seorang yang sedang berusaha menga mati padukuhan mereka. Karena itu, maka kedatangan pasukan itu menimbulkan berbagai ma ca m pertanyaan. Juwiring yang dengan berat hati me mbawa pasukannya me masuki daerah Jati Sari itupun berusaha untuk tidak terpengaruh oleh tatapan mata orang di sebelah menyebelah jalan. Namun de mikian kadang-kadang terasa bahwa tatapan mata orang-orang Jati Sari itu terlampau tajam menusuk langsung ke jantungnya.
"Tugas yang harus aku pikul me mang terla mpau berat" katanya di dalam hati. Tetapi Raden Juwiring tidak ingin mundur. Apapun yang dilakukannya, adalah keyakinannya. Untuk me mulai dengan penyelidikannya Raden Juwiring telah me mutuskan mene mpuh jalan yang paling baik dilakukan. Ia akan pergi ke Jati Aking dan mene mui Kiai Danatirta. Tetapi Raden Juwiring tidak ingin me mbawa seluruh pasukannya ke padepokan itu. Karena itulah maka sebelum ia mene mui Kia i Danatirta, maka iapun lebih dahulu pergi kepada seseorang yang dikenalnya me mpunyai rumah yang besar dan halaman yang luas. "Tinggallah ka lian di sini sejenak. Aku me mpunyai seorang yang aku kenal baik-baik. Mungkin ia dapat me mbuka jalan penyelidikan yang akan kita lakukan ini" Setelah menyerahkan pimpinan pasukannya kepada seorang perwira yang dipercayanya, dan berpesan agar dilakukan penjagaan yang baik dan penuh kewaspadaan, maka Raden Juwiringpun minta diri kepada pasukannya. "Apakah Raden me merlukan beberapa orang pengawa l?" "Tida k. Aku akan pergi sendiri. Aku me ngenal padukuhan ini dengan baik, seperti aku mengenal kota Surakarta" Demikianlah ma ka Raden Juwiringpun me larikan kudanya ke padepokan Jati Aking untuk menghadap Kiai Danatirta yang sudah la ma seka li tidak pernah dikunjunginya. Dala m pada itu Kia i Danatirta telah mendengar kehadiran pasukan yang dipimpin oleh Raden Juwiring justru ketika ia berada di sawah. Karena itulah, ma ka Kiai Danatirta dengan sengaja menghindarinya dan tidak segera pulang ke padepokannya. Bahkan Kiai Danatirta itu langsung pergi ke sungai seakan-akan dengan sengaja menye mbunyikan diri.
Yang ada di padepokannya adalah Arum dan para pembantunya. Kedatangan Raden Juwiring benar-benar sangat mengejutkannya. Apalagi ketika Arum me lihat bahwa Raden Juwiring berpakaian seorang prajurit Sura karta. Arum yang se mula berlari-larian untuk me nyongsongnya, setelah ia berdiri di pendapa, justru langkahnya tertegun. Untuk beberapa saat ia berdiri termangu-mangu me mandang Raden Juwiring dalam paka iannya. Meskipun anak muda itu nampak menjadi sema kin gagah dan tampan, namun ada sesuatu yang rasa-rasanya hilang dari kepribadian Raden Juwiring itu. Sejenak ke mudian barulah Arum dapat menguasai perasaannya. Perlahan-lahan ia melangkah melintasi pendapa dan menuruni tangga yang rendah. "Arum" sapa Raden Juwiring sa mbil tersenyum "Apakah kau tidak dapat mengenali aku lagi?" "Sela mat datang Raden. Aku segera dapat mengenal Raden meskipun Raden berpakaian seorang prajurit. Tetapi ada sesuatu yang rasa-rasanya tidak aku kenal pada Raden" jawab Arum. "Kenapa kau berubah Arum. Panggil aku seperti kebiasaanmu me manggil aku se lagi aku masih berada di padepokan ini" Arum menggelengkan kepalanya, Katanya "Sebelum aku mene mukan yang hilang pada Raden, aku tidak akan dapat bersikap seperti itu" Raden Juwiring menarik nafas dala m-dala m. Sejenak dipandanginya Arum dengan ragu-ragu. Rasa-rasanya Arum telah berubah menjadi orang yang asing baginya, seperti Arum me nganggapnya sudah berubah pula. Tetapi Raden Juwiringpun segera berhasil menguasai perasaannya. Sambil tersenyum ia berkata "Ba iklah Arum.
Mungkin karena kita sudah terlampau la ma tidak bertemu, sehingga pertemuan ini menjadi canggung karenanya. Tetapi baiklah, kita akan segera dapat mengatasi perasaan kita masing-masing" "Mungkin Raden. Tetapi kecanggungan itu dapat juga disebabkan oleh pakaian Raden yang asing, yang rasainya telah me mbuat batas di antara kita" Raden Juwiring tertawa. Tetapi betapa pahitnya. "Marilah Raden. Silahkan duduk" Dengan agak ragu-ragu Juwiringpun ke mudian naik ke pendapa. Pendapa yang di masa lalu menjadi bagian dari hidupnya, atau jika ia pulang dari sawah setelah mencuci ka ki dan tangannya di sore hari bersama Buntal dan Kiai Danatirta. Setiap hari ia duduk-duduk di pendapa itu jika ma la m mulai gelap, jelang saat-saat latihannya. Kadang-kadang ia me ne mui tamunya, kawan-kawannya dan kadang-kadang ia ikut di dalam pe mbicaraan-pembicaraan penting di pendapa. Kini ia benar-benar merasa orang asing yang dipersilahkan duduk di pendapa itu. "Raden" berkata Arum kemudian "Sudah cukup la ma Raden tidak pernah mengunjungi padepokan ini. Kini tiba-tiba saja Raden datang dengan pakaian yang lengkap. Apakah ada keperluan yang penting yang harus Raden selesaikan di padepokan ini?" Raden Juwiring termangu-mangu sejenak. Namun ke mudian iapun tida k dapat ingkar lagi akan tugasnya. Jika ia tidak menyebut-nyebut para prajurit yang dibawanya, Arumpun pasti akan mendengarnya juga. Karena itu, maka katanya kemudian "Arum. Aku datang untuk mela kukan tugasku sebagai seorang prajurit. Aku tidak datang sendiri ke padepokan ini. Aku me mbawa sepasukan prajurit yang sekarang menunggu aku di ujung ja lan ini"
"O" Arum mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu "Apakah Raden akan mencari kakang Buntal dan menangkapnya" "Ah, kau berprasangka Arum. Sebenarnya aku sama sekali tidak berubah. Aku masih menganggap kau dan Buntal sebagai saudaraku" Arum me ma ndang Juwiring dengan tatapan mata yang aneh. Dan tiba-tiba saja terbersit jawabannya di sudut bibirnya "Terima kasih" Juwiring menarik nafas dalam-dala m. Namun ia berusaha untuk menyembunyikan perasaan yang bergejolak di dala m hatinya. "Arum" berkata Buntal "kedatanganku adalah sekedar menja lankan tugas yang dibebankan kepadaku sebagai seorang prajurit. Aku kira aku sudah benar, bahwa aku datang ke padepokan ini sebe lum aku mulai dengan tindakantindakan yang la in di padukuhan Jati Sari" Arum mengerutkan keningnya. Tetapi ia tidak segera menyahut. "Dima nakah Juwiring. Kiai Danatirta Arum?" bertanya Raden
"Ayah berada di sawah. Apakah Raden me merlukannya" Apakah yang tuan cari bukan kakang Buntal tetapi ayah" "Tida k. Tida k. Jangan berprasangka lebih dahulu. Aku hanya ingin mendapat beberapa keterangan daripadanya" "Ayah tidak ada Raden. Benar-benar tidak ada di padepokan. Jika Raden tidak percaya, silahkan Raden mencarinya" Juwiring termenung sejenak, lalu "Baiklah. Jika Kiai Danatirta tidak ada, aku dapat menunggunya atau mencarinya di sawah. Tetapi sementara ini, biarlah aku bertanya saja lebih dahulu kepada mu Arum. Bagiku kau adalah orang yang
terpilih di padukuhan ini. Tidak ada gadis yang la in yang me miliki kelebihan seperti kau. Karena itu, aku datang kepadamu" "Apakah yang ingin Raden tanyakan?" "Arum. Barangka li kau dapat me mbantuku. Aku mendapat tugas untuk mencari e mpat orang prajurit yang hilang di daerah ini di dala m tugas sandinya. Mereka mendapat tugas untuk mencari keterangan, kenapa rakyat Jati Sari mempunyai sikap yang agak lain dari padepokan di se kitarnya" "Bagaimanakah bentuk kela inan itu Raden" Apakah Jati Sari tidak sanggup menghasilkan padi seperti yang dihasilkan oleh padukuhan yang lain, atau di Jati Sari terlalu sering terjadi kerusuhan dan pencurian yang menurut ceritera orang, mereka yang me lakukan kejahatan itu adalah anak buah Raden Mas Said?" "Ah, jika bukan kau yang bertanya demikian a ku percaya bahwa orang itu benar-benar tida k mengerti. Tetapi seharusnya kau tidak bertanya demikian. Tentu aku tidak akan menanyakan tentang hasil padi. Tetapi karena kau menyinggung tentang anak buah Raden Mas Said, maka ada sedikit sentuhan dari tugasku" Juwiring berhenti sejenak, lalu "orang-orang yang hilang itu me mang sedang mencari keterangan tentang perampokperampok anak buah Raden Mas Said. Tetapi agaknya rakyat Jati Sari tidak me mpercayainya. Nah, barangkali kau dapat mengatakan siapakah biang keladi dari penolakan itu?" "Jika bukan Raden yang bertanya demikian, aku percaya bahwa yang diucapkan itu benar-benar suatu pertanyaan, bukan suatu tuduhan terhadap diri ka mi di padepokan ini" "Ah" Raden Juwiring menarik nafas dala m-dala m.
"Raden. Apakah Raden menuduh ka mi" Dan apakah hubungannya dengan yang Raden katakan orang-orang yang hilang" "Pertanyaanku sebenarnya sudah jelas Arum. Tetapi aku benar-benar tidak menuduhkan apapun juga. Orang yang mencari keterangan itu telah hilang di daerah Jati Sari. Mereka bertugas kemari, tetapi mereka tidak pernah ke mbali" "Apakah itu sudah merupakan bukti bahwa mereka hilang di Jati Sari" Apakah tidak ada ke mungkinan lain, bahwa orangorang itu secara kebetulan bertemu dengan Raden Mas Said di perjalanan ke mari?" "Tentu Arum, tentu. Orang-orang itu mungkin sekali bertemu dengan pasukan Raden Mas Said yang ke mudian menangkap atau bahkan me mbunuhnya" "Nah, sebaiknya Raden mencari keterangan tentang hal itu lebih dahulu" "Arum" berkata Raden Juwiring "Sebenarnyalah bahwa kedatanganku ini benar-benar mengharap bantuan darimu. Tetapi yang aku jumpa i adalah keadaan yang berbeda sekali dengan harapanku. Kau tida k lagi bersikap seperti seorang adik. Tetapi kau na mpaknya dibayangi oleh prasangka dan kecurigaan" "Tepat" jawab Arum "pa kaian Raden me mbuat berprasangka dan curiga " aku
"Cobalah kau tidak menghiraukan pa kaianku Arum. Tetapi aku benar-benar mengharap kau me mbantuku. Mungkin kau me lihat beberapa orang yang asing di daerah ini. Dan mungkin kau tahu ke mana mereka pergi" "Jalan yang me mbelah padukuhan Jati Sari adalah jalan yang menghubungkan padukuhan yang satu dengan padukuhan yang lain, antara kademangan yang satu dengan kademangan yang lain. Karena itu, setiap hari berpuluh-puluh
orang yang tidak aku kenal lewat di jalan itu. Dari pagi sampai matahari ha mpir terbena m" Raden Juwiring mengangguk-anggukkan kepalanya. ia sadar, bahwa Arum tidak akan dapat dilunakkannya karena ia menganggapnya tidak dapat lagi dipercaya. Karena itu, maka sambil menarik nafas dalam-dala m ia berkata "Baiklah Arum. Jika kau tida k dapat mengatakan apapun juga tentang orangorang yang hilang itu, baiklah. Aku akan mencari keterangan kepada orang la in" "Silahkan Raden. Barangkali ada orang lain yang bersedia me mberikan keterangan kepada Raden" "Ternyata aku keliru datang kepada mu kali ini Arum" "Benar. Raden keliru datang ke padepokan kecil ini. Raden adalah seorang bangsawan tinggi, karena Raden adalah putera seorang Pangeran" "Cukup Arum" potong Raden Juwiring. Terasa dadanya bergetar betapapun ia masih tetap berusaha untuk menahan perasaannya. "Jika sudah cukup, silahkan" Dada Raden Juwiring benar-benar terguncang. Tetapi iapun menyadari bahwa Arum adalah anak Kiai Danatirta. Meskipun ia seorang gadis tetapi ia me miliki kelebihan dari gadis-gadis lain. Selama ia tida k datang lagi ke padepokan ini, maka Arum pasti sudah mendapat tempaan yang terakhir sehingga ilmu Jati Aking pasti sudah tuntas disadapnya. "Baiklah Arum. Aku minta diri. Sampa ikan sala mku kepada Buntal jika kau berte mu" "Kakang Buntal sudah Mangkubumi di Sukawati" bergabung dengan Pangeran
"Aku sudah mendengar" jawab Raden Juwiring "ke mudian baktiku kepada ayah Kiai Danatirta"
-ooo0dw0ooo- (Cersil, Silat Mandarin) http://zheraf.wapamp.com/
Jilid 15 ARUM me mandang Raden Juwiring sejenak Na mun kecemasannya tumbuh lagi. Apalagi bahwa Raden Juwiring sudah mengetahui bahwa Buntal berada di Sukawati. Karena itu sekali lagi ia berkata "Raden. Jika Raden mengetahui bahwa kakang Buntal berada di Sukawati, apakah kedatangan Raden kali ini ada hubungannya dengan hal itu?" "Kenapa kau sangat berprasangka Arum" Bukankah sudah aku katakan, aku hanya akan mencari keterangan tentang orang-orangku yang hilang. Tidak lebih" Arum tida k menjawab. Meskipun ia tida k dapat me mpercayainya begitu saja keterangan Juwiring. Tetapi Arum t idak bertanya apapun lagi. Diantarnya Juwiring sa mpai ke hala man. Kemudian dilepaskannya anak muda itu dengan hati yang berdebar-debar. Sepeninggal Juwiring, Arum duduk merenung di ruang dalam. Ia tidak mengerti, kenapa hal itu dapat terjadi. Ia mengenal Juwiring jauh berbeda dengan Juwiring yang baru saja datang.
"Agaknya keempat orang itu juga anak-anak bangsawan. Menilik ujudnya dan sikapnya, meskipun bangsawan yang telah agak jauh dari pokok keturunan Kangjeng Susuhunan" tertata Arum di da la m hatinya, lalu "dan sekarang Raden Juwiring mencarinya. Bagaimana mungkin ia dapat berada di antara prajurit Surakarta" Dala m pada itu. Raden Juwiringpun meninggalkan hala man padepokan Jati Aking. Ia tidak bergegas kemba li kepada pasukannya. Perlahan-lahan kudanya berjalan di atas jalan berbatu-batu. Jalan yang pernah dila luinya beberapa ka li sehari, ketika ia masih berada di Jati Aking. Tetapi ja lan itu kini rasa-rasanya me mang asing baginya. Namun Juwiring masih tetap menganggukkan kepalanya sambil tersenyum jika dijumpainya orang-orang Jati Sari yang sudah dikena lnya. Ia sama sekali tidak merubah sikapnya seperti ketika ia masih berada di padepokan. Beberapa orang petani yang menjumpainya, menganggukkan kepa lanya pula. Tetapi rasa-rasanya memang ada batas yang menyekat hubungannya dengan orang-orang yang sudah pernah dikena lnya dengan baik itu. Jika mulamula para petani itu tertawa dengan wajah yang cerah, namun ketika mereka menyadari bahwa Juwiring me ma kai pakaian seorang prajurit Surakarta, maka sikap merekapun jadi berbeda. Mereka kemudian me mbungkuk hormat seperti mereka menghormati para bangsawan yang lain. Juwiring hanya dapat menarik nafas dalam-dala m. la tidak dapat menyalahkan mereka. Rakyat Jati Sari tentu menganggap bahwa ia kini ada lah seorang bangsawan sepenuhnya yang memimpin sepasukan prajurit ke Jati Sari dan padepokan Jati Aking. Ketika ia sa mpai kepasukannya yang menunggu, terasa betapa suasana yang lain telah membayangi Jati Sari. Meskipun ia tidak me lihat apa yang terjadi di balik-balik dinding rumah, namun firasatnya menangkap, bahwa
beberapa orang telah mengintip dengan dada yang berdebardebar. Orang yang memiliki hala man yang luas itupun agaknya menjadi ketakutan dan serba salah. Sepeninggal prajurit yang beristirahat di halamannya, ia harus bertanggung jawab terhadap tetangga-tetangganya, bahwa ia tidak ada hubungan apapun dengan mereka. Bahkan orang itu hanya sekedar me mberikan tempatnya karena ia tidak dapat menolak. Ketika Juwiring ke mudian berada di pasukannya, maka perwira yang diserahinya me mimpin pasukannya untuk beberapa saat itupun segera bertanya "Apakah Raden sudah me mpunyai jalan untuk mencari jawaban atas hilangnya empat orang prajurit sandi itu?" Raden Juwiring me nggelengkan kepa lanya. Namun ke mudian dengan ragu-ragu ia berkata "Ternyata orang-orang di padepokan Jati Aking tida k mengetahui apapun juga tetang orang-orang itu" "Jadi, apakah yang harus kita kerjakan" "Kita beristirahat sejenak. Kemudian kita akan mencari keterangan kepada orang-orang la in" "Kita akan menyebar prajurit-prajurit ini agar setiap orang dapat ditanya tentang orang-orang yang hilang itu" Raden Juwiring mengerutkan keningnya. Lalu jawabnya "Tida k. Kita a kan pergi sendiri. Tanpa mereka " "Jadi?" "Biarlah mereka di sini. Jika mereka berpencar dan me masuki rumah de mi rumah, akibatnya akan sangat jauh bagi Jati Sari. Orang-orang Jati Sari dan padepokan Jati Aking akan ketakutan. Mereka tidak akan me mpunyai ketenangan lagi, bukan saja hari ini. Tetapi untuk wa ktu yang panjang" "Tetapi kita hanya ingin mendapatkan keterangan"
"Kita tentu mengetahui, bahwa prajurit-prajurit Surakarta akan dapat menirukan sikap kumpeni. Mereka sering melihat bagaimana kumpeni me ma ksa orang-orang yang diperiksanya untuk menjawab. Dan aku ce mas, bahwa sebagian dari kita sudah kejangkitan penyakit serupa" Perwira itu me mandang Raden Juwiring dengan heran. Namun sebelum ia berbicara, Raden Juwiring sudah mendahului "Lakukan perintahku. Akulah yang me mimpin pasukan berkuda ini" "Tetapi apakah gunanya Raden?" mereka pergi bersa ma kita
"O, banyak sekali. Jika kita berte mu dengan pasukan Kamas Said, atau jika kita bertemu dengan pera mpokperampok yang gila itu, kita harus berte mpur" Perwira itu me ngangguk-anggukkan kepalanya. "Nah, biarlah mereka beristirahat. Kita akan berjalan-jalan berdua saja" Perwira itu menganggukkan kepalanya. Lalu diperintahkannya seluruh pasukan beristirahat, meskipun mereka masih harus tetap waspada. "Tugas kita beristirahat di sini" berkata seorang prajurit muda "Agaknya tidak ada pekerjaan apapun yang dapat kita lakukan selain duduk terkantuk-kantuk" Kawannya mengerutkan keningnya. Katanya "Bukankah kebetulan sekali bahwa kita tidak usah berbuat apa-apa" Bukan salah kita. Pimpinan kita ka li ini adalah seorang yang sangat rajin sehingga apapun dilakukannya sendiri" "Bukan karena ia terlalu rajin, tetapi ia sa ma sekali t idak percaya bahwa orang-orang semaca m kau ini dapat me lakukan tugasmu dengan ba ik. Bukankah kau dengar bahwa empat orang petugas sandi itu telah hilang" Dan kau bukannya orang yang lebih ba ik dari mereka "
Yang lain lagi tertawa pendek sambil berkata "Bukankah Raden Juwiring pernah tingga l di padukuhan ini" Mungkin ia ingin mengunjungi gadis simpanannya" Prajurit-prajurit itu tertawa sehingga beberapa orang yang duduk ditempat lain berpa ling kepadanya. Tetapi merekapun segera terdiam ketika seorang perwira datang kepada mereka dan bertanya "Kenapa kau tertawa?" "Tida k apa-apa. Ka mi sedang bergurau" Perwira itupun ke mudian pergi meninggalkan prajuritprajurit yang sedang bergurau. Tetapi agaknya ia mengerti, bahwa prajurit-prajurit itu sekedar melepaskan keje muan mereka, karena mereka justru hanya harus duduk terkantukkantuk. Dala m pada itu Raden Juwiring bersama seorang perwira bawahannya tengah berjalan-jalan di sepanjang lorong di pinggir padukuhan Jati Sari. Juwiring masih saja menganggukanggukkan kepalanya apabila ia berte mu dengan orang-orang yang pernah dikenalnya Tetapi ia selalu mendapat tanggapan yang serupa. Senyum yang rasa-rasanya beku tanpa gairah. Tetapi Juwiringpun menyadari, bahwa ia telah mene mpuh jalan yang tidak diduga sama sekali oleh orang-orang Jati Aking. "Jika mereka melihat Rudira dala m pa kaian ini mereka tentu tidak akan terlampau heran" berkata Juwiring di dala m hatinya. Namun tiba-tiba Juwiring terhenti ketika dilihatnya dua orang gadis yang berjalan menepi ha mpir mele kat dinding. Mereka menjadi berdebar-debar karena justru Raden Juwiring berhenti dan me mandanginya dengan tajamnya. Beberapa kali ia bertemu dengan gadis-gadis sebaya dengan Arum, dan beberapa kali ia menganggukkan kepalanya. Tetapi kedua gadis itu kini sangat menarik perhatiannya.
"Berhentilah sejenak" minta Raden Juwiring kepada kedua gadis itu. Kedua gadis itu menjadi tersipu-sipu dan bahkan mereka saling berdesakan. "He, apakah ka lian lupa kepadaku?" Termangu-mangu kedua gadis itu me mandang sekilas dengan sudut matanya. Namun ke mudian merekapun menundukkan kepa la dala m-da la m. "Bukankah kalian mengenal aku" sekali lagi Juwiring mendesak. Keduanya masih belum me njawab, sehingga Juwiring terpaksa melangkah se makin dekat dan berkata datar "Lihatlah. Aku adalah Juwiring, yang pernah tinggal di padepokan Jati Aking bersa ma Arum dan Buntal" Kedua gadis itu tiba-tiba saja tertawa tertahan-tahan. "Tentu kau tidak lupa kepadaku" desak Juwiring. "Tida k, tidak" terbata-bata terdengar menjawab sa mbil mengerutkan lehernya. salah seorang
"Nah, jika de mikian, kenapa kalian bersikap lain. Mungkin kalian melihat pakaianku. Memang ka li ini aku me makai pakaian perwira dari pasukan berkuda Surakarta. Tetapi apakah bedanya dengan aku yang tinggal di padepokan itu?" Keduanya tidak menjawab. semakin berdesak-desakan. Bahkan mereka me njadi
"Jangan malu. Aku tidak apa-apa. Aku hanya tertarik kepada perhiasanmu itu, kepada ka lungmu" Keduanya mengangkat wajahnya bersama-sama. Na mun berbareng pula keduanya menutupi kalung merjan yang mereka "Darimana kalian mendapatkan kalung yang bagus itu?"
Keduanya belum menjawab. "Kalung itu tentu tidak banyak yang me milikinya" "Arum juga me mpunyainya. Bahkan dua. Tetapi yang seuntai sudah diberakan seorang kawannya" jawab salah seorang dari mereka. "O" Juwiring mengerutkan keningnya. Katanya kemudian "Aku sudah mene mui Arum. Tetapi Arum tidak me ma kai kalung sebagus itu" "Tentu tida k sedang dipakainya" desis yang seorang lagi. Raden Juwiring mengangguk-anggukkan kepalanya. Kalung yang dipakai oleh gadis-gadis itulah yang sebenarnya menarik perhatiannya. Ia tahu benar bahwa gadis-gadis padukuhan kecil itu tidak akan me merlukan me mbeli ka lung merjan, karena penghasilan mereka tidak banyak berlebih bagi hidup mereka sehari-hari. Karena itu, maka iapun segera teringat, bahwa kumpeni me mpunyai banyak sekali benda-benda yang menarik semaca m itu. Dari yang bernilai sangat tinggi, sa mpai kepada kalung-kalung merjan. Na mun gunanya tidak jauh berbeda. Yang bernila i tinggi dipergunakannya untuk me mikat hati orang-orang besar, sedang bernilai rendah dipergunakannya untuk me mikat hati gadis-gadis padesan seperti kalung-kalung merjan itu. "Apakah ada hubungannya dengan kehadiran keempat petugas sandi yang hilang itu" Ia bertanya kepada diri sendiri. Namun dala m pada itu, maka ia semakin tertarik kepada kalung-kalung merjan itu dan berusaha untuk mengetahui, dari manakah mereka mendapatkannya. Tetapi gadis-gadis itu rasa-rasanya masih saja tetap segan menjawab pertanyaan-pertanyaannya, karena ia berpakaian seorang perwira. Namun Juwiring tidak ingin melepaskan kesempatan itu.
Karena itu, maka segala usaha dipergunakannya. Bahkan terpaksa sekali justru Juwiring menakut-nakuti mereka. Katanya "Kau harus menjawab pertanyaanku. Darimana kau mendapatkan kalung itu. " Kedua gadis yang saling berdesakkan dan tertawa tertahan-tahan itu terkejut mendengar nada pertanyaan Juwiring yang agak lain. Dengan wajah yang tegang mereka kini me mandang Juwiring dengan kaki ge metar. Juwiring menyesal me lihat ketakutan yang me mbayang di wajah gadis-gadis itu. Na mun ia ingin mendapat keterangan itu. Karena itu ia masih juga mengulangi "Kau hanya wajib menjawab pertanyaanku ini. Tidak apa-apa. Darimana kau dapatkan kalung merjan itu, supaya prajurit-prajurit Surakarta yang berada di Jati Sari sekarang ini tidak salah sangka." "Kenapa dengan kalung-ka lung merjan ini" salah seorang dari gadis-gadis itu bertanya ketakutan. "Tida k apa-apa. Aku hanya ingin tahu dengan pasti dan benar, dari mana kau mendapatkannya. Tentu bukan kau terima dari tangan yang salah" "Maksud Raden?" ana k-anak itu se makin ketakutan. "Maksudku, bukan dari orang-orang yang sering mengganggu kea manan di kota. Kumpeni sering kehilangan Barang-barang yang berharga seperti kalung-kalung merjan itu selagi Barang-barang yang berharga seperti ka lung-kalung merjan itu selagi Barang-barang itu dikirimkan dengan keretakereta kirima n untuk sahabat-sahabat mereka di kota?" "O, tentu tidak Raden. Aku menerima pemberian dari orang yang aku rasa bukan orang-orang jahat" jawab salah seorang dari mereka. "Siapakah mereka?" Kedua gadis itu menjadi ge metar. Apalagi ketika ta mpak olehnya tatapan mata perwira kawan Juwiring yang berdiri
me matung saja. "Ka mi tidak mengenal mereka Raden" jawab sa lah searang gadis yang ketakutan itu. "Aneh" "Benar Raden" "Coba katakan, siapa mereka" Meskipun dengan ragu-ragu, namun kedua gadis itupun berceritera berganti-ganti tentang anak-anak muda yang me mberikan ka lung itu kepada mereka. Merekapun menceriterakan apa yang ingin mereka ketahui dari orangorang Jati Sari. Tetapi mereka tidak sempat menceriterakan kelanjutannya, bahwa Arum mengatakan tentang orang gemuk berkuda coklat, karena Raden Juwaringpun segera me motongnya "Terima kasih. Hanya itulah yang aku ingin mengetahui. Jika de mikian, kalian mendapat kalung itu dengan baik. "Raden" potong perwira pengikut Juwiring yang sejak semula hanya mendengarkannya "Tetapi agaknya mereka dapat menceriterakan lebih banyak lagi tentang anak-anak muda yang mereka katakan me mbagi-bagikan kalung itu. Kenapa Arum yang disebut-sebut oleh kedua gadis itu mendapatkan dua untai" Apakah gadis itu dapat memberikan keterangan lebih banyak dari yang lain" Raden Juwiring mengerutkan keningnya. Tetapi iapun ke mudian tertawa "Tentu. tidak. Mungkin orang-orang itu hanya tertarik kepada Arum yang biasanya pendia m" "Jika de mikian aneh sekali. Kenapa mereka justru tertarik kepada pendia m itu" sahut perwira itu. "Tetapi bukankah Arum ada di antara kalian" bertanya Juwiring kepada kedua gadis itu "dan bukankah yang didengar oleh Arum sa ma bunyinya dengan yang ka lian dengar?" Hampir di luar sadarnya kedua gadis itu mengangguk.
"Nah" Juwiring menarik nafas dalam-dala m "pulanglah. Kalian sudah me mberikan jawaban yang sangat me muaskan kepada kita" Kedua gadis itu saling me mandang sejenak, la lu "Jadi, apakah ka mi sudah boleh pergi?" "Tentu. Kalian boleh saja pergi. Seja k tadipun ka lian boleh pergi jika ka lian berkeberatan berhenti sejenak. Aku menghentikan ka lian karena aku merasa mengenal ka lian sebagai kawan-kawan bermain di padukuhan ini pada saat aku masih tingga l di padepokan Jati Aking" "Ah" gadis itu berdesah. Tetapi merekapun segera meninggalkan Juwiring dengan tergesa-gesa. Juwiring me ma ndang mereka dengan tersenyum, ketika gadis-gadis itu sudah menjadi se makin jauh ia berkata "Kau harus mengetahui sifat dari gadis-gadis padukuhan. Kau tentu tidak akan dapat bertanya kepada mereka dengan cara-cara yang dapat me mbuat mereka takut" Perwira itu me narik nafas dala m-dala m. "Me mang kadang-kadang kita harus menakut-nakuti sedikit. Tetapi setelah itu, kita harus mengembalikan kepercayaannya kepada kita, bahwa kita tida k akan berbuat apa-apa" "Tetapi ka mi me merlukan keterangan yang lebih banyak" sahut perwira itu "dan menilik pe mbicaraan itu, Arum mengetahui lebih dari mereka berdua " "Tentu tidak. Tetapi jika demikian, maka kau tidak boleh me mbuat kesan bahwa kita me merlukan Arum. Gadis itu akan ketakutan, dan barangkali a kan me larikan diri atau bahkan me mbunuh diri"
Perwira itu mengangguk-anggukkan mengerti maksudku?" "Ya, aku mengerti"
kepa lanya. "Kau "Itulah sebabnya aku tida k me mperguna kan prajuritprajurit yang dungu itu untuk kepentingan serupa ini. Mereka hanyalah sekedar pengawal apabila kita berte mu dengan pasukan Raden Mas Sa id yang kuat" Perwira itu masih me ngangguk-anggukkan kepa lanya. "Jika aku me merintahkan mereka berpencar dan mencari keterangan tentang petugas-tugas sandi yang hilang, maka mereka tida k akan mendapatkan keterangan yang benar. Orang-orang Jati Sari akan menjawab apa saja yang diminta oleh prajurit-prajurit, prajurit sandi itu sekedar untuk menghindarkan diri dari ketakutan" "Maksud Raden?" "Mereka tida k menjawab berdasarkan atas pengertian mereka tentang persoalannya. Tetapi mereka mengiakan apa saja yang diminta. Bukankah keterangan yang demikian justru akan menyesatkan" Perwira itu mengerutkan keningnya. Memang ada juga benarnya bahwa mereka itu sudah menuntut jawaban seperti yang dikehendakinya sebelum mengucapkan pertanyaan. Karena itu ma ka perwira itupun se kali lagi menganggukanggukkan kepalanya. "Nah, sekarang kau tahu, kenapa aku tidak me merintahkan mereka me mencar. Dan kenapa aku harus menangani masalah ini sendiri. Kaupun harus dapat mengerti meskipun tidak perlu kau katakan kepada mereka, bahwa tugas mereka tidak lebih dari kekuatan tempur untuk melindungi kita berdua" "Baiklah" berkata perwira itu.
"Akupun mengerti bahwa mereka akan merasa je mu untuk duduk saja sa mbil menguap. Tetapi apaboleh buat. Aku kira itu adalah yang paling baik yang dapat kita lakukan. Bahkan juga apabila kita harus bermala m" "Aku akan mencoba untuk mengatasi keje muan itu" berkata perwira itu. "Apa yang akan kau lakukan?" "Me mbawa mereka seka li dua kali mengitari daerah ini tanpa berhenti dan bertanya kepada siapapun" "Maksudmu?" "Seolah-olah kita mendapat keterangan tentang gerakan Raden Mas Said" "Terserah kepada mu" Demikianlah ma ka keduanyapun ke mudian ke mbali ke pasukan mereka, yang seperti dikatakan oleh Raden Juwiring, mereka me mang menunjukkan sikap yang aneh-aneh untuk menyatakan keje muan mereka" Tetapi merekapun segera terkejut ketika perwira yang menyertai Raden Juwiring itu me manggil beberapa perwira muda berkumpul di depan regol. Perwira itu mengucapkan perintah beberapa kalimat. seakan-akan ia telah melihat bekas-bekas kaki kuda yang menyilang jalan padesan itu. "Kita akan mencoba me lingkar padukuhan ini. Siapa tahu, ada petugas sandi Raden Mas Said yang melihat kehadiran kita di sini" Ternyata perwira itu berhasil me mbangunkan minat prajurit-prajuritnya. Merekapun dengan cepat berkemas. Dan sejenak ke mudian mereka telah berada di punggung kuda. Hanya beberapa orang sajalah yang tinggal di ha la man itu untuk mengawasi keadaan di padukuhan itu.
Kuda-kuda para prajurit itupun ke mudian berderap dijalur jalan pinggir padukuhan melingkar dan ke mudian sa mpa i ke bulak panjang di sebelah. Tetapi ternyata mereka tidak melihat sesuatu. "Apakah benar pasukan Raden Mas Said itu lewat?" bertanya salah seorang kepada kawannya. "Bukan pasukan Raden Mas Said. Tetapi beberapa orang yang diduga anak buah Raden Mas Said yang sengaja mengawasi kita" Yang mula-mula bertanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun ia tidak bertanya lagi. Dengan berdebardebar dilihatnya perwira yang mewakili Raden Juwiring me mimpin pasukan itu, berada di paling depan bersama beberapa orang perwira yang lebih muda, seakan-akan mereka sedang mene liti jalan yang me mbujur di hadapan mereka. "Mereka sedang mencari jejak" desis seorang prajurit yang lain. Kawannya yang ada di sampingnya mengangguk "Ya. Mereka sedang mencari jejak itu" Perwira yang ada di paling depan itu kadang-kadang me mpercepat lari kudanya, kadang-kadang la mbat se kali. Dala m pada itu. selagi para prajurit berkuda itu me mbelah tanah persawahan, maka Raden Juwiring segera pergi ke rumah Arum. Namun ternyata Kiai Danatirtapun masih belum ada di padepokannya.
"Kenapa Kia i Danatirta belum ke mbali?" bertanya Juwiring "bukankah biasanya Kia i Danatirta tidak, terlampau la ma di sawah?" "Aku tidak tahu" jawab Arum "Akupun menjadi ce mas kenapa ayah belum pulang" "Benar pulang?" Kiai Danatirta belum
"Kau tidak percaya?" Juwiring me narik nafas dala mdalam. La lu "Arum, Baiklah. Aku tidak dapat menunggu terla lu la ma. Tetapi sebenarnya aku me merlukan keterangannya" "Ayah tidak akan me mberikan keterangan apa-apa kepada Raden dan kepada prajurit-prajurit Surakarta itu, karena tidak ada apapun yang ka mi ketahui" "Arum" suara Raden Juwiring dengan kalung-kalung merjan itu?" merendah "Bagaimana
Wajah Arum menjadi tegang. Namun sejenak kemudian ia berusaha untuk menghapus ketegangan itu. Katanya "Apakah yang Raden maksud dengan kalung-kalung merjan?" "Kau mendapat dua untai kalung merjan dari dua orang yang tidak kau kenal. Tentu dua orang itu adalah dua di antara empat orang yang sedang aku cari" "Kenapa Raden dapat menga mbil kesimpulan de mikian?" "Mereka me mang sering me mbagikan merjan kepada gadis-gadis padesan" ka lung-ka lung
"Gadis-gadis dungu yang dapat disadap keterangannya"
"Nah, kau tahu tepat seperti yang sebenarnya" Wajah. Arum me njadi merah. "Arum, kau sebaiknya tidak usah merahasiakan. Kau katakan apa yang kau ketahui saja. Selebihnya aku akan mencari sendiri" "Raden" berkata Arum "sebenarnya aku merasa bahwa tuduhan Raden pertama-tama tentu terhadap kami. Aku dan ayah, karena terhadap Raden, aku dan ayah tidak dapat bersembunyi bahwa sebenarnyalah kami me miliki ke ma mpuan untuk melakukannya. Katakanlah seandainya kami me mbunuh keempat orang yang tuan cari. Tetapi kami sa ma sekali tidak me lihat mereka " "Kau masih tetap ingkar. Kawan-kawanmu sudah mengatakan kepadaku, bahwa kau menerima dua untai kalung" "Ya. aku tidak ingkar tentang kalung itu. Tetapi Raden jangan me maksa aku mengetahui apa yang tida k aku ketahui selain dua untai kalung yang aku terima dari orang yang tidak aku kena l itu" "Dima nakah orang yang t idak kau kenal itu sekarang?" "Aku tida k tahu" "Kenapa kau menerima dua untai. Tidak seperti kawankawanmu yang lain, hanya satu?" "Itu bukan persoalan ka mi, Raden. Mungkin orang itu me mpunyai niat yang lain. Aku tidak mengatakan bahwa aku cantik dan dapat memikat hatinya. Tetapi bahwa mereka me mberi aku dua, itu a ku tida k mengerti" "Jadi kau tidak dapat mengatakan apa-apa Arum" "Tida k" "Arum, sa mpai saat ini aku tetap me mbatasi, bahwa hanya aku sendirilah yang akan mencari keterangan. Jika orang-
orang lain di dala m pasukanku mendapatkan bukti-bukti atau keterangan-keterangan yang dapat melibatkan kau ke dalamnya, maka akan sulitlah bagiku untuk berusaha me lepaskan kau dari persoalan itu. Karena itu, jika kau tidak berkeberatan, katakanlah saja kepadaku sebelum orang lain ikut ca mpur di dala m persoalan ini. Sa mpa i sekarang prajuritprajurit itu masih tetap dia m karena aku masih dapat menguasai keje muannya. Tetapi jika mereka pada suatu saat me lihat kau terlibat, aku tidak tahu, apa yang akan mereka lakukan terhadapmu" "Raden" berkata Arum "Jika me mang demikian, apaboleh buat. Aku me mpe lajari olah kanuragan bukan sekedar akan aku bawa mati sambil menyilangkan tangan di dada. Tetapi jika terpaksa aku akan merentangkan tanganku dan mati dengan sikap jantan, sebagai seorang anak padepokan Jati Aking" Wajah Raden Juwiring me negang sejenak. Na mun iapun ke mudian menarik nafas dalam-dala m. Adalah wajar jika Arum mengucapkan kata-kata itu, karena ia adalah anak Kiai Danatirta, dari padepokan Jati Aking. Karena itu, ternyata baginya bahwa ia tidak akan dapat menyadap keterangan itu dari Arum. Arum bertekad untuk tidak mengatakan apapun juga, meskipun ia akan dipa ksa dengan kasar atau halus. Dengan demikian maka Raden Juwiringpun ke mudian berkata "Baiklah Arum. Jika kau me ma ng tidak dapat me mberikan keterangan apapun kepadaku" "Aku tidak tahu apa-apa tentang orang yang tidak aku kenal itu Raden" Raden Juwiring menarik nafas. Katanya "Aku mohon diri" Di regol hala man Raden Juwiring berpaling. Dilihatnya Arum berdiri di hala man sambil termangu-mangu. Adalah di luar dugaannya bahwa Raden Juwiring itu berkata sambil
tersenyum "Kau me mang seorang gadis yang tabah Arum. Kau adalah anak Jati Aking yang ba ik" Arum tidak tahu maksud Raden Juwiring. Mungkin ia benarbenar me muji. Tetapi mungkin Raden Juwiring sekedar me lepaskan ke kecewaannya saja. Jika de mikian, maka Arum harus berhati-hati. Kekecewaan yang mencengka m dapat me ma ksanya berbuat sesuatu di luar dugaan. Dari padepokan Jati Aking, Raden Juwiring tidak segera ke mbali kepada pasukan induknya yang diduganya masih berkeliling di sekitar padukuhan itu sekedar untuk melepaskan kejemuan. Karena itu maka iapun segera pergi ke rumah salah seorang gadis berkalung merjan yang dijumpa inya di pinggir padukuhan. Dengan ketakutan ayah gadis itupun ikut mene muinya pula. Bahkan dengan me mbungkukkan kepa lanya dalamdalam ayahnya itu berkata "Raden, jika kalung itu harus dilepas, biarlah ia melepaskannya. Dan jika ka lung itu me mang harus dike mba likan biarlah ia menge mbalikan" "Kepada siapa kalung ijtu akan dike mbalikan?" bertanya Juwiring. Orang tua gadis itu menjadi bingung. Dan bahkan iapun bertanya kepada anaknya "Kepada siapa kalung itu akan kau ke mbalikan?" "Aku tida k tahu" jawab gadis itu dengan ge metar. Juwiring tersenyum. Katanya "Jangan takut. Aku tidak akan berbuat apa-apa. Aku hanya ingin mendengar seka li lagi ceriteramu tentang orang-orang yang memberikan ka lung itu kepadamu. Aku ingin bertanya, kenapa Arum mendapat dua untai, sedang yang lain hanya satu?" Gadis itu me njadi se makin ce mas. Na mun ia masih dapat mengingat apa yang dikatakan Arum tentang orang ge muk berkuda coklat.
Dan hal itulah yang ke mudian dikatakannya kepada Raden Juwiring. Bahwa Arum telah me mberi tahukan tentang orang berkuda coklat itu sehingga ia mendapat hadiah kalung lebih banyak dari kawan-kawannya. Raden Juwiring mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun ketajaman berpikirnya telah me mbawanya ke dala m suatu gambaran tentang Arum dan orang-orang itu. Jika benarbenar Arum me mberikan penjelasan itu ma ka persoalannya tentu tidak hanya akan berhenti sampai sekedar me mberikan dua untai kalung itu. Tetapi Raden Juwiring tidak berhasil me ndapat keterangan lebih banyak lagi dari gadis itu, karena gadis itu memang tidak mengetahui peristiwa-perist iwa yang menyusul ke mudian. Dari rumah gadis itu, Raden Juwiring ke mbali ke induk pasukannya yang ternyata telah kembali pula dari perjalanan mereka mengelilingi daerah di sekitar padukuhan Jati Sari. "Apa yang kalian kete mukan?" bertanya Raden Juwiring. "Aku menga mbil kesimpulan, bahwa daerah ini me mang merupakan daerah yang harus mendapat pengawasan" berkata Perwira itu "Ka mi me ne mukan jeja k beberapa orang berkuda." Semula Raden Juwiring mengira bahwa perwira itu sekedar berpura-pura untuk me mberikan kesibukan berpikir kepada anak buahnya. Aar anak buahnya tidak tenggelam ke dala m sikap je mu yang berlebih-lebihan. Namun ternyata bahwa setelah keduanya duduk terpisah dari para prajurit yang beristirahat, perwira itu berkata "Sebenarnya aku melihat Raden. Ternyata kedatangan kami telah diketahui. Sepasukan kecil orang-orang berkuda lewat di bulak sebe lah" "Kau berkata sungguh-sungguh?"
"Ya Raden. Semula aku me mang sekedar ingin me mbangunkan anak-anak yang kantuk itu. Tetapi ternyata kami benar-benar mene mukannya, meskipun aku belum dapat mengatakan dengan pasti, bahwa mereka ada lah anak buah Raden Mas Said. Mungkin juga mereka adalah beberapa orang saudagar yang pergi bersama-sama untuk menghindarkan diri dari perampokan. Jika mereka bergabung, maka mereka akan dapat melawan pera mpok-pera mpok di sepanjang perjalanan mereka" Raden Juwiring mengangguk-anggukkan kepa lanya. Katanya "Ya. Masih ada kemungkinan-ke mungkinan la in. Tetapi sebaiknya kita me mang harus berhati-hati. Kemungkinan pa ling besar dari jejak itu adalah pasukan Kamas Said. Ia tentu mengirimkan orang-orangnya untuk mengawasi perjalanan kita. Jika dianggapnya tepat, maka pada suatu saat ia-akan menyergap dan me mbinasakan kita" Perwira itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun ia masih berkata "Tetapi aku belum pernah mendengar berita tentang sergapan laskar Raden Mas Said atas sepasukan prajurit Surakarta yang tidak dibarengi oleh kumpeni" "Mungkin kita adalah orang-orang menga la mi" jawab Raden Juwiring. yang pertama
Perwira itu hanya menarik nafas dalam-dala m. Dipandanginya wajah Raden Juwiring sesaat. Namun ke mudian perwira itupun mele mparkan tatapan matanya kekejauhan. Hampir di luar sadarnya, jika kemudian prajurit itu me mbayangkan seorang bangsawan muda yang berpacu di atas punggung kuda yang tegar dengan senjata telanjang di tangan. "Me mang luar biasa" perwira itu berkata di da la m hatinya "Raden Mas Said me miliki ke ma mpuan di atas ke ma mpuan manusia kebanyakan" sejenak perwira itu memandang Raden
Jewiring dengan sudut matanya "Tetapi bangsawan muda yang duduk di sebelah inipun me miliki ke ma mpuan orang kebanyakan seperti juga ayahandanya" Perwira itu menarik nafas dala m-dala m. Ia menjadi heran bahwa Raden Mas Said tidak segera dapat ditundukkan. di Surakarta sebenarnya banyak sekali prajurit bangsawan dan bahkan pimpinan pe merintahan yang me miliki ke ma mpuan yang luar biasa yang barangkali t idak kalah dari Raden Mas Said. Tetapi kenapa Raden Mas Said masih dapat dengan leluasa mela kukan kegiatannya. Perwira itu terkejut ketika tangan Raden Juwiring mengga mitnya. Katanya "Marilah, kita mene mui beberapa orang yang pulang dari sawah" Setelah menyerahkan pimpinan kepada perwira yang lebih muda, maka Raden Juwiringpun berjalan perlahan-lahan bersama perwira itu ke sudut desa. Sejenak mereka menunggu. Sebentar lagi orang-orang Jati Sari akan pulang dari sawahnya karena matahari telah ha mpir turun menginjak punggung bukit di sebelah Barat. "Jika mereka tahu kita berada di sini, mereka akan menga mbil jalan lain" berkata Raden Juwiring. Perwira itu me ngangguk-anggukkan kepalanya. Karena itu, maka mere kapun berdiri di te mpat yang agak terlindung di balik tikungan di sudut desa. Ketika orang yang pertama lewat, dan dihentikan oleh Raden Juwiring, orang itupun terkejut sekali. Dipandanginya Raden Juwiring dengan tatapan mata yang tajam, tetapi penuh keheranan. "Paman tentu mengenal aku" berkata Raden Juwiring sambil tersenyum.
Orang itupun ke mudian mengangguk ragu. Katanya "Ya, ya. Aku sudah mengenal Raden. Bukankah Raden pernah berada di padepokan Jati Aking" "Ya. Aku Juwiring. Bukankah kita sering pergi ke sawah bersama-sama?" "Ya, ya. Tetapi hampir saja aku tidak mengena l Raden dalam pakaian yang lain dari paka ian kebiasaan yang Raden pakai saat Raden ada di Jati Aking" Juwiring tersenyum. "Apakah Raden akan kemba li ke Jati Aking" bertanya orang itu asal saja karena kebingungan. Raden Juwiring tersenyum. Jawabnya "Tidak saat ini paman" Petani itu mengangguk-angguk. Dan Juwiring berkata selanjutnya "Aku hanya sekedar ingin menengok padukuhan yang sudah la ma tida k pernah a ku kunjungi" "O" petani itu merenung sejenak, lalu "Jika de mikian, silahkan singgah" "Terima kasih pa man" "Kapan Raden se mpat, datanglah. Sekarang, aku minta diri" Juwiring tersenyum. Ada kesan yang aneh di wajah orang yang dengan tergesa-gesa ingin meninggalkannya. Namun karena itu ma ka Juwiringpun berkata "Tunggu pa man. Jangan tergesa-gesa" "Tetapi, tetapi aku sudah pergi sehari-harian Raden" "Aku me merlukan waktu sebentar saja" Orang itu me mandang Juwiring dengan herannya. Namun ke mudian ia menjadi sangat ge lisah.
"Paman" berkata Juwiring ke mudian "Aku hanya ingin bertanya, apakah di saat-saat terakhir ini pa man pernah mendengar atau mengetahui perist iwa yang agak lain di padukuhan ini?" "Maksud Raden?" "Misa lnya, perkelahian yang terjadi di daerah ini meskipun bukan terjadi atas orang-orang padukuhan ini. Atau peristiwa yang lain yang sebelumnya tidak pernah terjadi" Orang itu menjadi se makin gelisah. Dengan suara yang terputus-putus ia menjawab "Aku tidak tahu apa-apa Raden. di sini tidak pernah terjadi sesuatu. Padukuhan Jati Sari selalu tenang-tenang saja. Hanya kali ini sepasukan prajurit itu datang di Jati Sari bersa ma Raden" Juwiring me mandang orang itu sejenak, lalu "Perampok misalnya, atau sebaliknya pera mpok yang tertangkap?" "Tida k Raden. Tidak ada yang pernah terjadi" Raden Juwiring menarik nafas dala m-dala m. Ke mudian sambil tersenyum ia berkata "Baiklah paman. Silahkan jika paman ingin segera mandi dan ke mudian makan nasi hangat dengan samba l teri" "Ah" Orang itu bingung sesaat. Namun iapun ke mudian mengangguk sa mbil minta diri "Sudahlah Raden. Hari sudah hampir ge lap" Juwiring hanya tersenyum saja sambil menganggukkan kepalanya. "Sulit untuk mendapat keterangan Raden" berkata perwira itu. "Mereka adalah orang yang jujur dan terbuka. Jika terjadi sesuatu di daerah ini dan mereka mengetahui, ma ka mereka tentu akan mengatakan sesuatu"
Perwira itu tidak menjawab lagi, karena Raden Juwiring telah menghentikan orang berikutnya. Tetapi dari orang inipun mereka t idak mendapat keterangan apapun juga. Menilik wajah dan sorot mata mereka, orang-orang Jati Sari itu sama sekati tidak sengaja me ngelabuinya dengan jawaban-jawaban yang menyesatkan. Bahkan beberapa orang yang kemudian juga dihent ikan dan mendapat pertanyaan yang serupa, maka jawaban merekapun serupa pula. "Nah, kau dengar" berkata Juwiring kepada perwira itu "Mereka sama sekali tidak mengetahui apa yang telah terjadi atas keempat orang petugas sandi itu. Jika terjadi sesuatu di padukuhan ini, ma ka mereka tentu dapat mengatakan, misalnya terjadi perke lahian antara e mpat orang melawan sepasukan laskar Raden Mas Said. Atau jika mereka tidak dapat menyebut demikian, ma ka mereka akan mengatakan, telah terjadi perkelahian antara beberapa orang gerombolan perampok, atau perkelahian antara orang-orang yang tidak dikenal. Tetapi ternyata mereka tidak mengetahui apapun juga" "Tetapi dua dari e mpat orang itu pernah datang ke padukuhan ini Raden" sahut perwira itu. "Wajar sekali, karena tugas mereka me mang di padukuhan ini. Mereka harus datang dan berusaha mendapat keterangan, kenapa orang-orang Jati Sari t idak percaya bahwa pera mpokperampok yang mengganas itu adalah anak buah Raden Mas Said. Justru mereka menganggap bahwa hal itu sengaja dibuat oleh kumpeni" "Bagaimana jika tugas itu saja yang kita ambil alih. Kita bertanya kepada mereka, siapakah yang telah menyebarkan pendapat itu"
"Aku sudah tahu jawabnya. Tentu orang-orang berkuda atau orang gemuk berkuda coklat itu, atau orang berjambang berkuda putih" "Siapakah mereka?" "Maksudku, tentu ada orang-orang Raden Mas Said yang berkeliaran di sini. Mungkin jejak ka ki kuda yang kau lihat itu benar jejak kaki kuda anak buah ka mas Said. Mereka berkeliaran di daerah ini dengan berbagai maksud" Perwira itu menarik nafas dalam-dala m, lalu "Raden. Mungkin pertanyaanku agak terla mpau jauh. Tetapi beberapa orang perwira tinggi dari kalangan bangsawan selalu menyebut Pangeran Mangkubumi. Apakah daerah ini menjadi daerah pengaruh Raden Mas Said atau Pangeran Mangkubumi?" Raden Juwiring mengerutkan keningnya, lalu "Aku tidak tahu pasti. Tetapi apa yang kau dengar tentang Pangeran Mangkubumi " "Tentu Raden lebih tahu" "Aku ingin me mperbandingkan saja" "Beberapa bangsawan telah sepakat untuk menyudutkan Pangeran Mangkubumi" "Dasarnya?" "Ah. Raden tentu sudah tahu" "Katakan" "Daerah palenggahan Pangeran Mangkubumi terla mpau luas" "Tepat. Aku sudah mendengar. di daerah yang terlalu luas itu sudah dibangun ke kuatan yang dapat mengganggu ketenangan pemerintahan di Surakarta" "Nah, begitu Raden"
Juwiring mengangguk-angguk, lalu "Apa kau sangka bahwa jejak kaki-kaki kuda itu adalah orang-orang dari daerah Sukawati?" Perwira itu t idak me nyahut. "Atau barangkali kau ingin mengatakan bahwa mungkin sekali kee mpat orang itu tidak jatuh ke tangan anak buah kamas Said, tetapi anak buah pa manda Pangeran Mangkubumi?" "Seperti yang Raden katakan, ada banyak kemungkinan dapat terjadi" "Aku belum me mikirkan ke mungkinan itu. Pamanda Pangeran Mangkubumi masih selalu me njalankan kuwajibannya. Ia selalu datang menghadap ke istana pada saatnya. Dan ia tida k berbuat sesuatu yang dapat dianggap dengan berterus terang menentang pemerintahan Surakarta dan kumpeni" "Bukankah Raden sudah menyebutkan, di daerah Sukawati sudah dibangun kekuatan yang dapat mengganggu ketenangan pemerintahan di Surakarta" "Bukankah itu baru merupakan perhitungan kita saja" Tetapi belum ada bukti perlawanan yang torang-orangan dari pamanda Pangeran meskipun jelas pa manda Pangeran Mangkubumi tidak senang melihat kumpeni sema kin berpengaruh di Surakarta" Perwira itu mengangguk-angguk. Tetapi di dala m sudut hatinya, sebenarnya tersembunyi juga kece masannya, bahwa yang berkeliaran di daerah ini tentu bukan hanya pasukan dari Raden Mas Said, tetapi tentu juga pasukan Pangeran Mangkubumi, yang diakui atau tidak diakui, kini sebenarnya sudah merupakan ke kuatan yang dapat menggoyahkan kekuasaan di Surakarta.
"Agaknya kabut yang gelap segera akan menyelubungi Surakarta. Jika Pangeran Mangkubumi dan beberapa saat yang lampau berhasil menghentikan kegiatan Raden Mas Said, agaknya tidak mustahil bahwa pada suatu saat keduanya akan merupakan ke kuatan yang menakutkan bagi Surakarta" berkata perwira itu di dala m hatinya. Perwira itu terkejut ketika Raden Juwiring mengga mitnya sambil berkata "Kita tidak akan mendapatkan keterangan apaapa. Karena itu, kita harus menga mbil kesimpulan. Kita harus menghubungkan hilangnya keempat orang itu dengan jejak kaki-kaki kuda itu" "Mungkin sekali" Raden Juwiring mengangguk, lalu "Marilah kita kemba li ke induk pasukan. Besok kita melanjut kan usaha kita terakhir" Demikianlah ma ka Raden Juwiringpun segera ke mbali ke induk pasukannya. Mereka bermala m di hala man yang agak luas itu. Sebagian tidur di pendapa beralaskan t ikar pandan. Yang lain di gandok sebelah menyebelah, dan yang lain lagi di halaman beralaskan ketepe belarak yang mereka anyam sendiri. Sedang di beberapa bagian, prajurit yang bertugas masih tetap bersiaga. Apalagi mereka mengetahui bahwa daerah itu merupakan daerah yang menyimpan beberapa rahasia yang belum terpecahkan, sehingga pasukan berkuda itu perlu berhati-hati. Sementara itu di dapur rumah itupun menjadi sibuk. Mereka harus menyediakan makan prajurit-prajurit berkuda yang ada di halaman itu. Meskipun seorang perwira prajurit itu me mberikan sekedar uang kepada penghuni rumah itu sebagai ganti bahan-bahan makanan yang mereka pergunakan, namun me nyediakan makan untuk sekelompok prajurit tanpa disiapkan lebih dahulu, adalah pekerjaan yang cukup berat.
Di pagi harinya, Raden Juwiring me mbawa beberapa orang pengawal berkuda mengelilingi padukuhan itu. Tiba-tiba saja anak muda itu tertarik untuk pergi ke padukuhan di seberang bulak. Katanya kepada para pengawalnya "Mungkin terjadi sesuatu atas keempat orang itu, tetapi tidak di padukuhan ini Justru ketika mereka sudah meninggalkan daerah ini" "Maksud Raden?" "Kita pergi ke padukuhan sebelah" Demikianlah ma ka Raden Juwiring dengan beberapa orang pengawalnyapun pergi ke padukuhan sebelah. Padukuhan yang terpisah dari Jati Sari oleh sebuah bulak yang agak panjang. Adalah mendebarkan hati, ketika Raden Juwiring justru mendapat keterangan dari seorang petani di padukuhan tersebut, bahwa di pategalan seseorang terdapat bekas kaki-kaki kuda yang agakyya ditambatkan di mala m hari. "Darimana kau tahu?" bertanya Raden Juwiring. "Orang itu berceritera kepada setiap orang, bahwa di pagi hari ketika ia pergi kepategalan dikete mukan jeja k-jejak ka ki kuda. Agaknya bukan hanya seekor. Tiga atau empat" Juwiringpun segera tertarik kepada ceritera itu, sehingga sejenak kemudian, iapun telah berhadapan dengan pemilik pategalan itu.
Tetapi yang dapat diceriterakan oleh pemilik tegalan itu tidak lebih dari yang sudah didengarnya, la hanya melihat jejak kaki-ka ki kuda. Selebihnya tidak. Namun dengan de mikian Juwiring menga mbil kesimpulan bahwa kee mpat petugas sandi itu sudah melakukan tugasnya di Jati Sari. Namun mere ka tidak dapat ke mbali ke induk pasukannya. Waktu yang diperlukan sudah cukup la ma. Jika tidak terjadi sesuatu atas mereka bersama-sama, ma ka salah seorang dari mereka tentu sudah kembali dan me laporkan apa yang telah terjadi. Perwira yang mengikutinyapun menga mbil kesimpulan serupa. Dengan ragu-ragu ia berkata "Agaknya keempatnya sudah dibinasakan Raden. Atau mereka tertangkap hiduphidup dan ditawan oleh pasukan Raden Mas Said, atau . . " "Pamanda mengangguk. Mangkubumi ma ksudmu?" Perwira itu
Juwiring menarik nafas dala m-dala m. Sebenarnya ia masih me mpunyai dugaan lain, meskipun t idak dikatakannya kepada siapapun juga. Di Jati Aking ada Kiai Danatirta dan Arum. Jika keduanya bertindak atas keempat petugas sandi itu, maka keempatnya tentu tidak akan dapat berbuat banyak. Namun jika de mikian, ke manakah kuda-kuda itu pergi Raden Juwiring me narik nafas dalam-dala m. Tugasnya kau ini me mang sangat berat. Berat bagi pasukannya dan berat bagi perasaannya sendiri. Yang ke mudian dapat disimpulkan oleh Raden Juwiring dan pasukannya, adalah bahwa keempat orang itu setelah me lakukan tugasnya tidak berhasil ke mbali ke induknya. "Itulah yang dapat kita laporkan" berkata Raden Juwiring kepada perwira yang tertua.
Perwira itu menganggukkan kepa lanya "Ya, kita tida k akan dapat menga mbil kesimpulan lain. Sedang yang masih meragukan adalah, siapakah yang telah menangkap atau me mbunuh kee mpat orang itu. Mungkin anak buah Raden Mas Said, dan mungkin anak buah Pangeran Mangkubumi" "Pamanda Pangeran belum berbuat sesuatu" "Raden" berkata perwira itu "meskipun pa manda Raden belum berbuat sesuatu, biarlah kita menyebutnya. Bahkan jika perlu justru kita sebut kemungkinan terbesar adalah anak buah Pangeran Mangkubumi" "Gunanya?" "Tindakan atas Pangeran Mangkubumi itu akan segera dilakukan. Para bangsawan tertinggi di Surakarta sama sekali tidak dapat menerima lagi kehadiran Pangeran Mangkubumi di antara mereka. Sikapnya yang asing, dan tanah kalenggah-an yang terlalu luas" "Jadi para Pangeran yang iri hati itu akan me mpercepat tindakan atas pa manda Mangkubumi?" "Ya, seperti juga ayahanda Raden. Pangeran Ranakusuma akan dapat mempergunakan bahan yang kita bawa ini untuk me mpercepat usaha mencabut Tanah Sukawati dari kekuasaan Pangeran Mangkubumi. Tanah itu akan dipecahpecah agar tidak ada lagi kesatuan di Sukawati" "Apa keuntunganmu jika hal itu terjadi?" Perwira itu mengerutkan keningnya. Katanya "Tentu tidak secara langsung. Tetapi dengan demikian bahaya yang dapat ditimbulkan oleh orang-orang Sukawati itu menjadi kecil. Lebih dari itu, aku dapat mengharap bahwa Senapati pasukan berkuda, Pangeran Windunata akan mendapat sebagian dari Sukawati itu. Sudah dapat dipastikan, aku akan menjadi penguasa daerah itu seperti yang sudah pernah disanggupkan oleh Pangeran Windunata kepadaku"
Raden Juwiring me narik nafas dala m-dala m. Lalu katanya "Tetapi apa yang akan aku dapatkan?" "Pangeran Ranakusuma akan mendapatkannya juga" "Tetapi tentu bukan aku penguasanya" "Tentu Raden. Raden adalah putera Pangeran Ranakusuma itu" Raden Juwiring mengerutkan keningnya. Namun kemudian iapun tertawa sambil menepuk bahu perwira itu "Jika setiap Pangeran yang ikut me mbicarakan pa manda Mangkubumi akan mendapat bagian atas tanah Sukawati, maka setiap orang tentu hanya akan mendapat sejengkal. Dan itu tidak akan berarti apa-apa" Perwira itu tida k segera menjawab. Tetapi iapun ke mudian tersenyum pula. Demikianlah ma ka Raden Juwiring dan pengawalnyapun segera kembali ke Jati Sari. Mereka tidak mendapat jawaban yang pasti tentang keempat orang yang hilang itu, selain dugaan-dugaan belaka meskipun serba sedikit ia mene mukan jejaknya. "Kita mengatakan apa yang sebenarnya kita lihat" berkata Raden Juwiring "Jika kita me mberikan keterangan yang tidak benar, itu akan sangat berbahaya, karena para pemimpin prajurit akan dapat menga mbil langkah yang salah atas dasar keterangan yang tidak benar itu" Perwira itupun hanya dapat menganggukkan kepalanya saja. Apalagi ia dapat mengerti keterangan yang diberikan oleh Raden Juwiring itu. Setelah berma la m se mala m lagi tanpa mendapat keterangan apapun juga, maka Raden Juwiringpun me mbawa pasukannya kembali ke kota. tanpa minta diri lebih dahulu ke padepokan Jati Aking. Raden Juwiring menganggap bahwa ia tidak perlu lagi mene mui Arum. Juga Kiai Danatirta. Karena
baginya keduanya itu tentu tidak akan keterangan apa-apa seandainya ia minta.
me mberikan "Laporan kita tidak akan me mbuka jalan untuk menemukan keempat orang itu" berkata perwira pengawal Raden Juwiring di perjalanan "daerah ini adalah daerah terbuka yang luas. Setiap orang dapat lewat jalan yang melalui Jati Sari. Karena itu ada juga masuk a kal, bahwa orang-orang Jati Sari sering sekali melihat orang-orang asing yang lewat di jalan yang mene mbus padukuhan itu" "Ya" sahut Raden Juwiring "Apalagi orang-orang yang me ma kai pa kaian petani seperti mereka" "Kita tidak tahu pasti, apakah para petugas sandi itu mengenakan pakaian petani atau paka ian saudagar" "Apapun pakaian mereka, namun kita tidak a kan dapat mene mukan mereka lagi. Bahkan keterangan mengenai merekapun tentu amat sulit. Apalagi prajurit-prajurit yang belum pernah tinggal di Jati Sari seperti aku" Perwira itu hanya mengangguk-angguk saja. Sebenarnya me mang sulit untuk mendapatkan keterangan lebih banyak lagi tentang orang-orang yang dicarinya. Dala m pada itu, sepeninggal prajurit-prajurit Surakarta, rasa-rasanya orang-orang Jati Sari dapat bernafas lagi. Mereka sendiri heran, kenapa bagi mereka prajurit Surakarta sama sekali tidak dapat me mberikan ketenangan, sehingga mereka kadang-kadang bertanya kepada diri sendiri "Kepada siapakah sebenarnya kami harus berlindung" Sura karta adalah pusat pemerintahan kami. Tetapi kami tidak pernah merasa tenang dan tenteram apabila ka mi berada di dekat prajurit-prajurit Surakarta itu" Dan sebagian dari mereka mencoba menjawab "Karena Surakarta sudah terlampau dala m dicengka m oleh kekuasaan kumpeni"
Di Jati Aking Arum mengadu kepada ayahnya tentang Raden Juwiring yang lain sekali dengan Raden Juwiring yang dikenalnya di padepokan Jati Aking dahulu. "Apakah ia berbuat sesuatu yang dapat kita anggap merugikan Jati Sari dan Jati Aking?" bertanya ayahnya. "Kehadirannya sudah mence maskan setiap orang Jati Sari ayah" jawab Arum. "Tetapi bukankah ia tidak berbuat apa-apa di sini?" "Raden Juwiring mencari keterangan tentang empat orang yang hilang itu" Kiai Danatirta menarik nafas dala m-dala m. "Ia mencari aku ayah. Aku merasakan kecurigaan disorot matanya. Mungkin ia mengerti dengan pasti bahwa di daerah ini tida k ada orang lain yang dapat melakukannya selain kita berdua" "Tetapi ternyata ia keliru. Bukankah orang-orang itu telah dibawa oleh Sura?" "Tetapi bukankah sebagian sudah benar?" Kiai Danatirta mengangguk-angguk. Katanya "Tetapi sikapmu sudah benar Arum. Dan akupun menganggap bahwa me mang sebaiknya aku tidak mene muinya. Jika aku bertemu dengan Juwiring dengan sikap yang tidak wajar, maka aku tentu akan menyesal karena aku telah me mberikan ilmu kepadanya" "Bahkan se mua dasar-dasar ilmu Jati Aking. Tentu ia akan dapat menge mbangkannya, ditambah ilmu dari Pangeran Ranakusuma sendiri" "Kita tidak harus silau me lihat ilmunya Arum. Tetapi bahwa ia pernah menjadi ke luarga kita kadang-kadang dapat menimbulkan persoalan tersendiri"
"Tetapi jika ia sudah benar-benar berdiri di seberang, apakah yang dapat kita lakukan atasnya ayah?" "Kita masih harus meyakinkannya Arum. Kita baru melihat Raden Juwiring berpakaian seorang prajurit Surakarta. Hanya itu. Dan kitapun sebenarnya tidak boleh berprasangka kepada keseluruhan prajurit Surakarta" "Ayah tidak menjumpainya sendiri. Jika ayah bertemu dengan Raden Juwiring sendiri, maka ayah tentu akan merasakan perubahan itu. Bukan sekedar bentuk badaniah, tetapi agaknya juga sikap batinnya" Kiai Danatirta menarik nafas dalam-da la m. Katanya "Aku akan mencari bukti yang lebih meyakinkan tentang sikapnya itu Arum" Arum me mandang ayahnya sejenak. Namun seakan-akan ia tidak dapat merasakan kesungguhan kata-kata ayahnya itu. Seakan-akan ayahnya itu berkata kepadanya di masa kanakkanak jika seseorang nakal kepadanya "Biarlah nanti aku putar telinganya Arum. Jangan menangis" Meskipun Arum tida k menyatakan perasaannya, namun agaknya Kiai Danatirta dapat menebaknya sehingga ia me lanjutkannya "Aku berkata sesungguhnya Arum. Tetapi kita tidak akan dapat melontarkan tuduhan begitu saja sebelum kita melihat buktinya" "Apakah pakaiannya, pasukan yang dibawanya dan tugas yang dilakukannya itu be lum dapat meyakinkan kita?" Kiai Danatirta menarik nafas dalam-dala m. Katanya "Itu baru yang kasat mata Arum. Tetapi apakah kita dapat melihat hatinya" Ia adalah putera Pangeran Ranakusuma. Karena itu ia harus melakukan tugas-tugasnya seperti kebanyakan putera Pangeran"
Arum tidak menjawab lagi meskipun tampa k pada wajahnya bahwa ia tidak puas mendengarkan jawaban ayahnya itu. Demikianlah sikap dan tugas yang dibawa oleh Juwiring benar-benar telah mengecewakan Arum. Ia tidak lagi menaruh hormat yang menda la m seperti pada saat Juwiring masih berpakaian seorang petani di padepokan Jati Aking itu. Namun de mikian, Arum tida k dapat berbuat apa-apa atas Raden Juwiring selain me nyesalinya. Raden Juwiring adalah seorang yang telah dewasa dan berkedudukan ba ik, sehingga ia wenang menentukan sikapnya sendiri. Di hari itu wajah Arum na mpak sangat murung. Kekecewaannya benar-benar telah me mpengaruhi keadaannya. Ia tidak banyak berbicara dengan pembantupembantunya dan bahkan dengan Kia i Danatirta. Lewat tengah hari, Arum minta diri kepada ayahnya untuk pergi ke sawah. Sebenarnya tidak ada yang akan dikerjakannya, selain untuk me lepaskan kekecewaan yang menyumbat dadanya. "Aku akan mene mui kawan-kawan ayah" berkata Arum. "Tida k ada gadis-gadis yang pergi ke sawah lewat tengah hari di hari ini. Tidak ada yang a kan mereka kerjakan. Pagi tadi banyak kawan-kawanmu pergi me metik le mbayung" "Tentu masih ada ayah. Mereka kadang-kadang pergi ke sawah untuk menga mbil bakul te mpat makanan ketika mereka me mbawa makanan itu ke sawah. Atau barangkali masih ada satu dua yang menunggu ayahnya atau kakaknya yang bekerja di sawah dan pulang bersa ma menje lang sore" "Tetapi tidak sebanyak pagi hari. Kenapa kau tidak pergi besok pagi saja me metik le mbayung?" "Aku ingin pergi sekarang ayah"
Kiai Danatirta tida k dapat mencegahnya lagi. Ia tahu bahwa sebenarnya Arum hanya ingin sekedar menghirup udara yang lapang di sawah, karena dadanya tentu serasa tersumbat menga la mi perlakuan ka kak seperguruannya yang ternyata sangat mengecewakannya itu. Karena itu Kia i Danatirta tidak mencegahnya lagi. Dibiarkannya saja Arum pergi ke sawah me mbawa sebuah bakul kecil. "Aku akan me metik terung ayah" berkata Arum ketika ia pergi. "Kau akan pergi kepategalan juga" "Ya ayah" Ayahnya hanya mengangguk-anggukkan kepa lanya saja. Jika ia dapat melepaskan diri dari kekecewaannya dengan bergurau bersama kawan-kawannya maka hatinya tentu akan menjadi sedikit lapang. Demikianlah ma ka Arum pergi ke sawah seorang diri. Ternyata tidak banyak lagi gadis-gadis yang masih tingga l di sawah meskipun seperti yang dikatakannya masih ada juga gadis-gadis yang menunggui ayahnya bekerja dan pulang bersama-sama menjelang sore. Tetapi Arum tidak mene mui mereka. Ia langsung pergi ke sawahnya. Perlahan-lahan ia melangkah di pe matang sa mbil me mperhatikan air yang mengalir di parit sepanjang pematang sawahnya. Kemudian Arumpun pergi ke gubugnya dan me manjat ke atas. Matahari yang sudah mulai condong ke Barat, panasnya masih menyengat kulit. Karena itu, maka Arum berteduh saja di dala m gubugnya. Bahkan iapun ke mudian berbaring sa mbil merenungi peristiwa-peristiwa yang baru saja terjadi di Jati Aking.
Bahkan sejenak ia teringat saat-saat ia bertemu dengan Buntal. Ia menjerit karena terkejut ketika Buntal me manjat gubug. Tetapi ternyata jeritnya telah me mbuat Buntal menjadi babak belur, dan bahkan ha mpir saja merenggut nyawa anak muda itu. "Aku akan menceriterakan semua yang aku ketahui tentang kakang Juwiring" berkata Arum di dala m hatinya. Namun tiba-tiba ia terkejut ketika ia mendengar suara orang yang bercakap-cakap mende kati gubugnya. Sema kin la ma se makin dekat. Perlahan-lahan Arum bergeser menepi. Seperti yang diduga, ada dua orang yang berjalan di sepanjang pematang mende kati gubugnya itu. Namun tiba-tiba saja ia bangkit sa mbil menyebut nama orang yang datang mende kati gubugnya itu "Paman Sura" Langkah Sura terhenti sejenak. Ketika ia menengadahkan wajahnya, dilihatnya Arum dengan tergesa-gesa turun dari gubugnya yang bertiang agak tinggi. "Siapa yang kau cari paman?" bertanya Arum. "Aku melihat mu naik ke gubug. Karena itu a ku datang ke mari" "Dima na pa man sela ma ini?" "Aku berada di bawah pohon preh itu me lepaskan lelah"
"Darimana kah pa man pergi?" "Aku sengaja pergi ke Jati Sari" "O" Arum mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekilas dipandanginya kawan Sura yang termangu-mangu, sehingga Surapun ke mudian berkata "Ia adalah kawanku. Kawan yang cukup ba ik" Arum menganggukkan kepalanya. Kawan Sura itu bukannya kawannya yang pernah datang bersamanya beberapa saat lampau. "Apakah ada keperluan penting pa man" Atau pa man mendengar berita tentang sesuatu yang harus segera mendapat tanggapan?" Sura tersenyum. Jawabnya "Benar Arum. Aku mendapat perintah untuk melihat-me lihat daerah ini. Menurut pendengaran kami sepasukan prajurit Surakarta telah dikerahkan untuk mencari kee mpat orang yang hilang itu" "Paman benar" berkata Arum "sepasukan prajurit berkuda telah datang ke Jati Sari" "Apakah mereka berbuat sesuatu yang sangat merugikan rakyat Jati Sari?" Arum termangu-mangu sejenak. Sekilas terbayang Juwiring di masa ia masih berada di padepokan Jati Sari, ke mudian Juwiring yang berpakaian seorang prajurit. Na mun ke mudian terloncat dari sela-sela bibirnya jawaban "Tidak pa man. Mereka tidak berbuat apa-apa. Mereka hanya bertanya tentang orang-orang yang mereka sangka telah datang ke Jati Sari" "Kepada siapakah mereka itu bertanya?" "Kepada banyak orang"
"Apa jawab mereka" Jika mereka mengatakan tidak tahu menahu, maka tentu tidak akan ada pertanyaan-pertanyaan berikutnya" "Mula-mula mere ka berkata de mikian pa man" "Kenapa mula-mula?" Arum me mandang Sura sejenak, lalu "Mereka ternyata me lihat beberapa gadis berkalung merjan yang didapat dari orang-orang itu. Merjan itu merupa kan pancatan bagi mereka untuk bertanya tentang orang-orang itu. "O. Lalu apakah mereka bertanya juga kepada mu?" "Ya, karena aku mendapat dua untai merjan. Dan pemimpin pasukan berkuda itu tahu benar bahwa di Jati Sari tidak ada orang lain yang pantas dicurigai selain aku dan ayah" "Siapakah pe mimpin pasukan berkuda itu" Dan dari mana mereka mengetahuinya?" "Tentu ia tahu pasti" "Siapa pemimpinnya" Aku hanya mendapat perintah untuk menga mat-a mati akibat dari kedatangan sepasukan prajurit berkuda di Jati Sari. Tetapi aku tidak tahu secara pasti dan keseluruhan dari pasukan berkuda itu" "Pe mimpinnya adalah putera Pangeran Ranakusuma?" "He" Sura terkejut "putera Pangeran Bukankah Raden Rudira sudah meninggal?" "Apakah puteranya hanya seorang?" "Ada yang lain, seorang puteri. Apakah gadis itu ikut di dalam pasukan berkuda?" "Bukan seorang gadis" "Aku tida k mengerti" Ranakusuma"
"Raden Juwiring" "He" mata Sura terbelalak. Seolah-olah ia tidak percaya kepada pendengarannya sendiri. Arum sudah menduga, bahwa Sura akan terkejut mendengarnya, karena nama itu tentu tidak akan diduganya sama seka li. "Arum" desis Sura dengan ragu-ragu "Apakah maksudmu Raden Juwiring yang pernah tingga l di padepokan Jati Aking?" "Ya. Raden Juwiring itu adalah Raden Juwiring yang pernah berguru kepada ayah" Sura menarik nafas dalam-da la m. Sejenak ia termangumangu. Na mun ke mudian iapun berguma m "Arum, kadangkadang kita me mang dihadapkan kepada sesuatu persoalan yang tidak kita duga-duga sebelumnya. Dan itu merupakan ciri kele mahan hati seseorang. Semula kita menyangka bahwa Raden Juwiring adalah seorang anak muda yang jauh berbeda dengan Raden Rudira. Tetapi justru setelah ia berada di istana ayahandanya, maka iapun telah berubah" "Raden Juwiring justru akan menjadi lebih berbahaya dari Raden Rudira paman" berkata Arum "karena Raden Juwiring jauh lebih banyak mengetahui persoalan padesan dan me miliki ilmu yang jauh lebih tinggi pula dari Raden Rudira, yang justru telah dimanjakan sejak kanak-kana k" Sura mengangguk-angguk. Tetapi ia masih sulit me mbayangkan bahwa kini Raden Juwiring telah me mimpin sebuah pasukan berkuda dari Surakarta. "Paman" berkata Arum "sejak masa kanak-kana k Raden Juwiring telah dibebani oleh perasaan dendam. Ia tersingkir dari lingkungannya dan ke mudian menjelang masa remaja ia telah dipisahkan dari keluarganya dan tinggal di padepokan ini"
Sura masih mengangguk. Katanya "Aku ikut bersalah di dalam ha l ini Tetapi perke mbangan pribadi seseorang benarbenar merupa kan teka-teki yang rumit. Aku pernah tersesat ke jalan yang salah. Pada saat itu aku sudah mengalami benturan me lawan Raden Juwiring betapapun sifatnya. Tetapi pada saat aku mene mukan ja lan lurus dan benar, maka kini aku mendengar, bahwa Raden Juwiringlah yang telah me milih jalan silang yang lain, sehingga masih akan ada ke mungkinan aku bertemu di persimpangan" Arum menganggukkan kepalanya. Katanya "Agaknya keadaan di sekitarnya tentu akan sangat berpengaruh terhadap seseorang" "Lalu bagaimana dengan Ki Dipanala?" Arum menarik nafas dala m-dala m. Katanya "Sudah la ma Ki Dipanalapun tidak pernah datang ke Jati Aking. Aku juga cemas bahwa iapun akan terlibat ke da la m sikap seperti sikap Raden Juwiring. Pada saat Raden Rudira memiliki ke kuasaan tidak terbatas di dala m istana ayahandanya bersama paman Sura, kemudian Mandra, paman Dipanala seakan-akan telah tersisih. Tetapi kini yang ada di istana itu adalah Raden Juwiring, dan paman Dipanala adalah pemomong Raden Juwiring yang pa ling disegani sejak ia masih berada jauh dari keluarganya" Sura menarik keningnya, lalu "Ya, kau benar Arum. Kini aku benar-benar berdiri di atas jalan yang sulit. Akulah yang sering menerima tugas untuk mengawasi daerah di sekitar padukuhan Jati Sari. Tetapi agaknya karena Raden Juwiring pernah tinggal di Jati Aking, maka ia lah yang akan selalu mendapat tugas untuk menggarap daerah yang sudah dianggap berbahaya ini. Tentu Raden Juwiring tahu pasti tentang padepokan Jati Aking dan padukuhan Jati Sari secara keseluruhan" "Ka mi akan me mbantumu pa man" sahut Arum.
"Tetapi perasaanku akan menjadi pedih jika sekali lagi aku harus berhadapan dengan Raden Juwiring setelah kita seakanakan bertukar tempat di dalam permainan anak-anak kecil kita kadang-kadang me mang harus bertukar tempat, berlintangalihan. Tetapi yang kita hadapi sekarang ini bukan permainan anak-anak sehingga sangat beratlah rasa hati ini untuk berlintangalihan seperti ini" "Tetapi apaboleh buat paman. Kita tidak me mpunyai pilihan lain. Kita harus menghadapinya. Sudah barang tentu kami berdua tidak akan ma mpu berbuat banyak jika kita dihadapkan pada pasukan berkuda dari Surakarta dalam jumlah yang banyak itu" "Sela ma ini Arum, ka mi belum pernah melakukan t indakan langsung terhadap prajurit-prajurit Surakarta tanpa kumpeni. Mudah-mudahan Raden Juwiring tidak me maksa ka mi berbuat demikian" Arum me narik nafas dala m-dala m. "Arum" berkata Sura "Aku sudah mendapat bahan yang cukup. Kau bagi ka mi adalah seorang yang sangat penting, meskipun kau seorang gadis" Sura berhenti sejenak, lalu "Arum. Dahulu Raden Rudira menyebutmu sebagai sekuntum bunga, tetapi yang tumbuh di atas batu-batu karang yang keras dan kasar. Maka akupun ternyata sependapat meskipun dengan maksud yang lain. Aku bukan seorang yang senang me muji, tetapi bagi kami yang mengetahui sikapmu, kau benar-benar sekuntum bunga meskipun tumbuh di batu karang. Mungkin nada ucapanku aga k berbeda dengan Raden Rudira, karena tekanannyapun me mang berbeda. Bagi ka mi yang sedang berjuang, kau akan dapat me mbantu perjuangan kami sejauh-jauhnya, meskipun sangat berat bagimu, apalagi jika benar, daerah ini ke mudian akan menjadi daerah pengawasan Raden Juwiring"
"Kau selalu berlebih-lebihan pa man. Jika kau me mbenci seseorang, kau membencinya sampai keujung rambut. Jika kau me muji ma ka kaupun me muji sa mpai keubun-ubun" "Tetapi ka li ini tidak Arum. Mudah-mudahan kau tabah menghadapi masalah yang cukup rumit, justru karena saudara seperguruanmu sendiri" Arum menarik nafas dalam-dala m. Tetapi ia tidak segera menjawab. "Arum" berkata Sura ke mudian karena Arum hanya. berdiam diri "Baiklah aku minta diri. Aku akan seringkah berkeliaran di daerah ini. Mudah-mudahan kau tidak je mu me mbantu aku dan seluruh kekuatan pasukan Raden Mas Said yang sudah mulai bergerak ke mbali setelah untuk beberapa saat lamanya terpaksa beristirahat dan menyingkir ke tempat yang terpencil dan jauh" Arum tidak menyahut. Dipandanginya tatapan mata Sura sejenak, namun ke mudian kepala itu terangguk kecil. "Terima kasih Arum. Ka mi minta diri. Setiap kali ka mi akan datang mene muimu. Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu yang me maksa kau dan Kiai Danatirta melakukan perlawanan tanpa kami ketahui sehingga dapat me mbahayakan kalian" "Baiklah pa man" berkata Arum ke mudian "mudah-mudahan kami tidak harus berbuat terlalu banyak. Kami akan tetap hidup di padepokan Jati Aking dengan tenang dan tenteram" Sura mengangguk-anggukkan kepalanya. Tetapi iapun berkata "Arum, me mang wajah lautan kadang-kadang tenang dan dia m. Ketenangan dan kedia man itu mengandung keindahan tersendiri yang dapat dinikmati. Tetapi suatu saat air laut itu akan berguncang dan omba kpun akan menghanta m pantai dengan dahsyatnya. Dan gejolak ombak itupun mengandung nila i tersendiri pula untuk dinikmat i Arum"
Arum masih mengangguk-angguk kecil. Katanya "Benar paman. Tetapi sejauh dapat dijangkau, maka aku lebih senang menikmati ketenteraman hidup seperti yang diajarkan oleh ayah kepadaku. Bahkan sebenarnyalah setiap orang menda mba kan ketenangan dan keda maian di hati" "Aku mengerti Arum. Tetapi untuk menuju ke ketenangan dan keda maian hati itu, agaknya jalan masih sangat panjang" Arum me nganggukkan kepalanya. "Baiklah Arum, aku minta diri. Sampaikan sala mku kepada Kiai Danatirta. Kepada Kiai Danatirtapun ka mi akan selalu mohon petunjuk dan pertolongan" "Aku akan menyampa ikannya pa man" Demikianlah ma ka Sura itupun me ningga lkan Arum termangu-mangu. Se makin la ma langkah Sura menjadi semakin jauh diiringi oleh seorang kawannya. Seperti biasanya Sura tentu menyembunyikan kudanya di pategalan atau di hutan-hutan perdu. Arum menyadari dirinya ketika seseorang menegurnya "Arum siapakah yang kau tunggu?" "O, tidak pa man" "Kau lihat matahari sudah sangat rendah?" Arumpun tergesa-gesa menga mbil bakulnya. Tetapi ia tidak sempat menga mbil terung di pategalan. Karena itu maka iapun segera meninggalkan sawahnya dan pulang ke padepokannya. Jati Aking. Di sepanjang jalan direnunginya persoalan yang berkisar di sekitar Jati Aking, yang seakanakan menjadi pusaran perhatian kedua belah pihak yang sedang bertentangan. Tetapi Arum tida k se mpat merenunginya la ma-la ma. Setiap kali ia bertemu dengan seseorang yang pulang dari sawahnya selalu menegurnya "Kau sendiri saja Arum?"
Arum me nyadari bahwa ia terlalu la ma berada di sawahnya. Ia sudah tidak melihat lagi seorang gadispun di antara mereka yang pulang dari sawahnya. Sehingga karena itu maka langkahnya menjadi se ma kin cepat. Apalagi ia ingin segera menjumpai ayahnya dan menya mpaikan pe mbicaraannya dengan Sura kepadanya. Tetapi ketika ia sampa i di sudut desa ia terpaksa berhenti karena beberapa orang kawannya menghentikannya. "Arum" berkata, salah seorang dari mereka "Kenapa kalung merjan itu menjadi persoalan?" Arum mengerutkan keningnya. Ke mudian jawabnya "Aku juga akan bertanya begitu. Kenapa kalung itu menimbulkan persoalan yang berkepanjangan. Aku sebenarnya tidak tahu pasti, persoalan apakah yang sebenarnya timbul. Dan apakah kedatangan prajurit-prajurit itu juga ada hubungannya dengan kalung merjan itu" "Ka milah yang seharusnya bertanya kepadamu. Bukankah yang me mimpin pasukan berkuda itu Raden Juwiring, kakak angkatmu?" "Ia tidak mengatakan apa-apa kepadaku. Ia memang singgah di padepokan sebentar. Tetapi ia sama sekali tidak berkata berterus terang. Aku me mang merasa bahwa kedatangannya itu bersentuhan dengan kalung merjan. Tetapi selanjutnya aku tidak tahu apa-apa lagi" "Jadi bagaimana dengan orang gemuk berkuda coklat itu" Agaknya itupun akan tetap menjadi tanda tanya. Dengan siapakah sebenarnya kau me lihat orang itu?" Dada Arum menjadi berdebar-debar. Tetapi ke mudian ia menjawab "Aku tidak ingat lagi. Tetapi barangkali aku tidak berkawan waktu itu. Maksudku, meskipun ada orang-orang lain tetapi mere ka tidak mendengarkan percakapan ka mi ketika ia bertanya tentang keadaan padepokan ini dan berceritera tentang beberapa hal"
"Jika de mikian, maka kau adalah satuinya sumber yang menularkan pendapat orang ge muk itu" "Aku tidak mengatakannya kepada siapapun. Nah, apakah kau pernah merasa, mendengar atau mengetahui bahwa aku menyebut-nyebutnya" Tetapi persoalan yang tumbuh itu tibatiba saja merata. Kita semua tiba-tiba saja tidak me mpercayai lagi bahwa perampok-pera mpok itu adalah anak buah Raden Mas Said seperti yang dikatakan kumpeni. Nah, katakan, dari siapa kalian mendengar dan ke mudian bersikap de mikian?" Gadis-gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Salah seorang berkata "Me mang bukan dari kau" "Nah, apakah kau dapat mengingat, dari siapa kau mendengar untuk perta ma kali?" Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Tentu sulit untuk diingat. Adalah kebetulan bahwa aku mendengar dari orang yang tidak a ku kenal sehingga dengan demikian justru aku selalu dapat mengingatnya. Tetapi mungkin orang ge muk berkuda coklat itu tidak hanya mengatakannya kepadaku. Tetapi juga kepada orang lain dan orang lain lagi" "Arum" tiba-tiba seorang gadis bertanya "Kenapa orang berkuda coklat itu me ngatakannya justru kepada mu?" Arum mengangkat bahunya sambil menjawab "Tentu aku tidak mengetahui a lasannya. Tetapi barangkali itu se kedar suatu kebetulan" Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Dan seorang gadis yang lain berkata "Jadi bagaimana dengan ka lung-kalung merjan kita itu Arum?" "Aku tetap menyimpannya" "Apakah hal itu tidak menyebabkan persoalan yang berkepanjangan kela k?"
"Kalung itu sudah terlanjur ada padaku. Seandainya kalung itu aku buang, maka pasti akan timbul persoalan baru jika orang yang me mberikannya atau kawan-kawannya menanyakannya" "Jika aku tahu bahwa kalung itu a kan menimbulkan persoalan, aku tidak a kan menerimanya" "Tentu aku juga" sahut Arum "Kita bersa ma-sa ma berada dalam keadaan yang tidak kita kehendaki" Gadis-gadis itupun mengangguk-anggukkan kepa lanya. Namun na mpak kece masan di wajah mereka. Ternyata kalung merjan itu menimbulkan kege lisahan yang amat sangat di hati mereka, apalagi setelah sepasukan prajurit berkuda datang ke padukuhan Jati Sari dan bahkan ke padukuhan di sekitarnya. "Baiklah Arum" berkata salah seorang gadis itu jika kau mengetahui perke mbangan keadaan, tolonglah me mberitahukan kepada ka mi" "Tetapi de mikian juga sebaliknya" jawab Arum. "Ya. Tetapi karena kau adalah adik angkat Raden Juwiring, barangkali kau me ndapat banyak bahan daripadanya" Arum menarik nafas dalam-dala m. Juwiring kini seakanakan telah berdiri berseberangan dengan padepokan Jati Aking. Na mun de mikian Arum mengangguk juga sa mbil berkata "Baiklah. Aku akan me mberitahukan jika aku mengetahui perke mbangannya ke lak" Arumpun ke mudian minta diri sementara kawan-kawannya pergi kewarung di sudut desa untuk me mbeli kebutuhan mereka yang diperlukannya menjelang mala m hari. Sebuah beban telah menambah muatan di hati Arum. Ia dapat mengerti bahwa kawan-kawannya itupun menjadi gelisah karenanya. Tetapi ia tidak dapat berbuat terlampau banyak. Meskipun de mikian se muanya itu harus dikatakannya kepada ayahnya nanti.
Ternyata langit telah menjadi semakin bura m. Dan karena itulah maka Kiai Danatirta menjadi ge lisah. Ia sadar bahwa Arum me miliki ke ma mpuan untuk menjaga diri, tetapi keadaan di Jati Aking agaknya berke mbang kearah yang mence maskan. Dala m pada itu Arum berjalan dengan tergesa-gesa menuju ke padepokan kecilnya. Sebenarnya masih banyak yang ingin dipersoalkannya dengan kawan-kawannya yang lain, yang barangkali mendengar atau mengala mi perist iwa yang dapat dijadikan bahan penga matan bagi keadaan Jati Sari, tetapi Arum menjadi ragu-ragu. Dengan de mikian maka ia akan menjadi pusat persoalan bukan saja bagi para prajurit di Surakarta yang justru dipimpin oleh Raden Juwiring, tetapi juga oleh kawan-kawannya di Jati Sari. Dala m pada itu, selagi Arum melangkah se makin cepat, pendengarannya yang sudah terlatih mendengar la mat-la mat derap kaki kuda yang berpacu semakin la ma menjadi se ma kin dekat. Karena itu, maka Arumpun menjadi berdebar-debar. Ia yakin bahwa kuda itu berderap sepanjang jalan yang dilaluinya menuju ke padepokan Jati Aking. Sejenak Arum termangu-ma ngu. Langit yang menjadi semakin bura m sehingga bayangan pepohonan me mbuat jalan itu menjadi sa mar. Ternyata Arum tidak banyak mendapat kese mpatan. Derap kaki kuda itu menjadi se makin de kat. Karena itu, ma ka tanpa berpikir lagi Arumpun segera meloncat menepi dan hilang di dalam gerumbul di pinggir jalan. Sejenak ke mudian ma ka di dala m keremangan senja ia me lihat seekor kuda berpacu. Meskipun ternyata tidak terlampau cepat, namun ia belum se mpat melihat dengan jelas, siapakah yang berada di punggung kuda itu. Baru ketika kuda itu lewat di hadapannya, ia dapat mengenalnya. Tetapi ada sesuatu yang menahannya ketika ia hendak berteriak me manggil na ma penunggang kuda itu.
Tetapi ke mudian dengan tergesa-gesa Arum meloncat ke mbali ke jalan dan berlari-lari kecil me nuju ke padepokannya yang sudah tidak begitu jauh lagi. Ketika ia me masuki regol, ia masih melihat kuda itu di halaman beserta penunggangnya yang sudah meloncat turun. Hampir saja ia berlari dan me me luknya. Untunglah bahwa ia sadar akan kegadisannya sehingga langkahnya tertahan beberapa depa dari penunggang kuda itu. Tetapi mulutnya berdesis "Ka kang Buntal" Buntal tersenyum. Katanya "Darimana kau Arum?" "Dari sawah kakang. Kau me la mpaui aku di jalan me nuju ke padepokan de kat di muka regol" "He, aku tida k me lihat mu" "Aku berse mbunyi. Aku tida k tahu siapakah penunggang kuda itu" "Kenapa berse mbunyi?" Arum menarik nafas dalamdalam. La lu "Marilah, naiklah ke pendapa. Apakah ayah sudah mengetahui bahwa kau datang. Buntal melangkah naik ke pendapa setelah mengikat kudanya sambil berkata "Seseorang telah menya mpaikannya kepada Kiai Danatirta" Arum menganggukkan kepalanya. Namun rasa-rasanya dadanya tidak lagi dapat menahan gejolak hatinya yang akan tertumpah. Banyak sekali rasanya yang akan dikatakannya kepada Buntal tentang dirinya, tentang Jati Sari dan terutama tentang Raden Juwiring.
Tetapi Arum masih me nahan hatinya. Katanya kepada dirinya sendiri " Biarlah ayah yang mengatakannya" Karena itu maka yang ditanyakan kemudian adalah sekedar keselamatan Buntal. "La ma seka li kau t idak datang kakang" Buntal menarik nafas. Katanya "Kita sela lu sibuk Arum" "Apa saja yang kau kerjakan di sana?" "Ka mi tidak pernah mendapat kese mpatan untuk berdia m diri. Kami mendapat latihan yang berat. Bukan saja kesempatan berlatih seorang de mi seorang sesuai dengan ilmu yang dimiliki, tetapi kami dite mpa untuk dapat bekerja bersama sebaik-baiknya" "O. menarik seka li. Siapakah yang me mimpin kalian?" "Ada beberapa kelompok yang me mpunyai pe mimpinnya sendiri. Adalah kebetulan sekali bahwa kelompokku dipimpin oleh Ki Sarpasrana" "Senang sekali" "Sekali-sekali Pangeran Mangkubumi me merlukan untuk me lihat sendiri latihan-latihan itu" "Pangeran Mangkubumi" "Sst, jangan keras-keras" "Tida k ada orang lain di sini" "Pangeran Mangkubumi jarang sekali me mperkena lkan dirinya sebagai seorang Pangeran. Yang sering kami jumpai adalah orang yang menama kan dirinya Petani dari Sukawati itu" "Sayang sekali" "Kenapa?"
"Aku bukan seorang laki-laki seperti kau kakang. Ternyata bahwa Ki Sarpasrana masih me mbedakan antara laki-laki dan perempuan. Kenapa aku tidak me ndapat kesempatan untuk ikut serta bersa ma kau?" "Aku kira belum saatnya Arum. Tentu tenaga seorang perempuan akan sangat dibutuhkan. Siapakah yang me masak untuk ka mi semua jika bukan pere mpuan yang menyediakan dirinya di dala m perjuangan ini" "O, jadi ada juga perempuan di sana" "Tentu?" "Tetapi kenapa aku t idak diijinkan serta?" "Pada saatnya Arum. Sekarang masih belum terla mpau banyak diperlukan tenaganya. Perempuan-perempuan Sukawati sendiri masih jauh mencukupi" Arum mengerutkan keningnya. Kemudian sa mbil bersungut ia bertanya "Apakah perempuan dan gadis di Sukawati cantikcantik?" "Ah" Buntal tertawa. Tetapi ia menyadari, betapapun matangnya Arum di dala m olah kanuragan, tetapi ia tetap seorang gadis. Namun dala m pada itu, pertanyaan itu telah menyentuh hatinya pula, seakan-akan Buntal merasakan bahwa Arum tidak mau kehilangan dirinya. Karena itulah, maka hati Buntalpun menjadi berdebar-debar pula. "Tentu" desis Arum ke mudian. Buntal masih mencoba tertawa dan menjawab "Pertanyaanmu aneh Arum. Tentu aku tidak se mpat me mperhatikan apakah perempuan dan gadis di Sukawati cantik-cantik" "Bohong" Buntal tida k menyahut. Tetapi ia masih tertawa saja.
Dala m pada itu, Kia i Danatirtapun muncul dari pintu pringgitan. Dengan tergopoh-gopoh Buntal mendekatinya dan berjongkok sa mbil menangkap tangan Kiai Danatirta. "Aku menya mpaikan baktiku ayah" berkata Buntal. Kiai Danatirta mengusap kepala muridnya sekaligus anak angkatnya itu. Katanya "Duduklah. Kau adalah anak yang baik " Buntalpun ke mudian ke mbali duduk di atas tikar pandan. Sekilas ia me lihat Arum menundukkan kepalanya. Terasa sesuatu bergetar di dada gadis itu me lihat sikap Buntal. Alangkah jauh berbeda dengan sikap Juwiring yang datang dengan pakaian seorang prajurit. Juwiring benar-benar bersikap sebagai seorang bangsawan meskipun ia sudah la ma berada di padepokan Jati Aking. Sejenak ke mudian Kiai Danatirtapun menanyakan keselamatan Buntal dan ke mudian juga Kiai Sarpasrana. "Ka mi se muanya sela mat Kiai" "Apakah kau mendapat kese mpatan beristirahat barang sehari dua hari sehingga kau sempat datang ke padepokan ini?" Buntal menjadi ragu-ragu sejenak. katanya "Tidak ayah" "O, jadi?". "Aku menge mban tugas dari Pangeran Mangkubumi lewat Kiai Sarpasrana" "Tugas apakah yang harus kau lakukan?" Sekilas ditatapnya wajah Arum. Namun ke mudian Buntal itu berkata "Ayah. Apakah benar bahwa empat orang petugas sandi dari Surakarta telah hilang di padepokan ini justru selagi mereka mencari keterangan tentang sikap orang Jati Sari?" Namun kemudian
"O" Kiai Danatirta mengerutkan keningnya, sedang Arum justru bergeser setapak maju. "Kau sudah mendengar pula akan hal itu?" Buntal menarik nafas. Katanya "Maaf ayah. Barangkali tidak sepantasnya aku tiba-tiba saja me mbicarakan masalah yang tidak menarik itu. Tetapi waktuku sangat terbatas. Aku harus segera kemba li menghadap Kiai Sarpasrana. Kiai Danatirta mengangguk-angguk. Katanya kemudian "Aku tahu Buntal. Dala m keadaan seperti sekarang ini, maka waktu akan sangat berharga bagimu. Aku kira tidak ada keberatannya apabila kau berbicara langsung pada persoalannya. "Ayah" berkata Buntal "sebelum pagi aku harus sudah datang lagi menghadap Kia i Sarpasrana dan menyampaikan hasil kunjunganku. Kiai Sarpasrana yakin bahwa aku akan segera mendapat bahan selengkapnya tanpa melakukan pengamatan yang panjang, karena justru di sini ada ayah dan Arum" Kiai Danatirta masih mengangguk-angguk. Sejenak ia me mandang Arum. Lalu katanya "Tetapi barangka li tidak banyak yang dapat aku katakan kepada mu. Apakah yang hendak kau ketahui tentang Jati Aking?" "Tentang kee mpat orang itu ayah" Kiai Danatirta mengerutkan keningnya. Lalu katanya kepada Arum "Arum, barangka li kau dapat me mberikan penjelasan tentang orang-orang itu" Arum menjadi ragu-ragu sejenak. Na mun ke mudian ia bertanya kepada ayahnya "Yang manakah yang harus aku katakan ayah?" "Katakan seluruhnya kepada kakakmu Buntal. Kedudukannya tidak usah kita ragukan lagi. Juga kita tidak perlu meragukan Kiai Sarpasrana"
Arum termangu-ma ngu sejenak. Namun iapun ke mudian berkata "Sudah ada tiga pihak yang mencari keterangan tentang Jati Aking" Buntal mengerutkan keningnya. "Siapa saja Arum?" "Yang pertama ada lah pasukan berkuda dari Surakarta. Mereka mencari kee mpat orang yang hilang itu. Kemudian aku bertemu dengan Sura yang ingin mengetahui apa saja yang dilakukan oleh pasukan berkuda dari Surakarta. Dan kini kau datang pula ke Jati Aking. Jika Sura mela kukannya untuk Raden Mas Said, ma ka agaknya kau mendapat perintah dari pihak Pangeran Mangkubumi" Buntal menarik nafas. Sambil mengangguk-angguk kecil ia berkata "Demikianlah agaknya Arum. Tetapi bagaimana dengan pa man Sura sekarang?" Sebelum Arum menjawab, maka Kiai Danatirtapun bertanya pula "Apakah kau bertemu lagi dengan Sura?" "Ya ayah. Aku bertemu lagi dengan Sura. Dan pa man Surapun terkejut bukan kepalang me ngetahui siapa kah yang me mimpin pasukan berkuda ke Jati Sari" "Kenapa terkejut" bertanya Buntal. "Apakah kau mengetahui siapakah yang me mimpin pasukan berkuda yang datang kemari mencari e mpat orang yang hilang itu?" "Kedatangan pasukan berkuda itu me mang sudah ka mi ketahui. Tetapi ka mi belum mendapatkan penjelasan lebih jauh tentang pasukan itu. Petugas sandi kami hanya me laporkan bahwa sekelompok prajurit dari pasukan berkuda telah me masuki daerah Jati Aking sehubungan dengan hilangnya e mpat orang petugas dari Surakarta yang langsung di bawah ja lur hubungan dengan kumpeni"
Ilusi Illusion 3 Bergelut Dalam Kemelut Takhta Dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi Tamu Dari Alam Gaib 2
^