Pencarian

Kain Pusaka Setan 2

Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan Bagian 2


itu tak ada di tempat. Sementara kediaman Peramal Sakti sen-
diri aku tidak tahu! Jadi siapa tahu bila kita
menghubungi Ratu Dayang-dayang urusan akan
lebih mudah"
"Kau menganggap Ratu Dayang-dayang
mau menjelaskannya"!"
"Mengingat dia menyimpan dendam pada
Peramal Sakti, kupikir tak terlalu sulit! Akan ku jelaskan kalau kita juga
hendak membunuh manusia itu, termasuk Ki Dundung Kali! Dengan be-
gitu urusan akan lebih mudah!"
Setan Gemolong mengertakkan rahangnya.
Kakek kejam ini terdiam beberapa saat.
Kemudian diangkat kepalanya.
"Lara Dewi! Kau yang punya urusan, aku
tinggal mengikuti asalkan imbalannya tepat! Dan aku sudah mendapatkan imbalan
yang benar-benar luar biasa! Apa pun yang kau hendaki, su-
dah tentu aku akan turuti!"
Lara Dewi tersenyum. Sengaja mengangkat
dada besarnya yang sesak itu, hingga semakin
mumbul. "Bila sudah kulihat kematian Peramal Sakti dan Ki Dundung Kali... kau akan
mendapatkan imbalan yang lebih dari apa yang sudah kau da-
patkan sekarang!"
Setan Gemolong bertepuk tangan dan ber-
jingkrakan seperti anak kecil.
"Aku sudah tak sabar untuk mendapat im-
balan itu! Ayo, sekarang juga kita berangkat mencari Ratu Dayang-dayang!"
"Aku sudah tahu di mana dia tinggal."
"Heiiii!!" Setan Gemolong menatap sesaat sebelum melanjutkan ucapannya, "Jadi...
kau sudah memikirkan semuanya?"
Lara Dewi mengangguk sambil tersenyum.
Kemudian berkata, "Masih ada satu hal
yang kupikirkan."
"Apa itu?"
"Tentang Raja Naga!"
Mendengar julukan itu disebutkan, Setan
Gemolong mendengus.
"Huh! Kau tak perlu memikirkan murid
Dewa Naga itu! Gurunya pernah buat urusan
denganku! Tak dapat gurunya, muridnya pun tak
mengapa sebagai balasan pertama atas perbua-
tannya dulu!"
Lara Dewi tersenyum. Tanpa berucap lagi,
dia sudah membalikkan tubuhnya dan melang-
kah. Pantat besarnya sengaja digerak-gerakkan
saat melangkah, yang membuat Setan Gemolong
menahan napas dengan jakun bergerak-gerak.
"Gila! Gila! Kau akan ku geluti habis-
habisan, Lara Dewi!" serunya seraya menyusul.
*** Raja Naga yang meneruskan langkah un-
tuk menyusul Dayang Biru yang sedang dibuntuti
Pengemis Pincang, menghentikan larinya tatkala
didengarnya suara ramai tak jauh dari sana. Sua-ra letupan disusul dengan
teriakan membahana
berulangkali didengarnya. Segera murid Dewa
Naga ini memutuskan untuk mencari asal suara
itu. Tatkala ditemukannya, dilihatnya Pengemis Pincang sedang menggempur dahsyat
Dayang Bi-ru yang berjuang mati-matian untuk halangi se-
tiap serangannya.
Pemuda tampan berompi ungu ini mengge-
ram. "Huh! Mereka sudah terlibat pertarungan lagi! Bisa jadi kalau Dayang Biru
mengetahui kalau dia diikuti oleh Pengemis Pincang!"
Pemuda yang memiliki tatapan angker me-
rejam jantung ini membiarkan saja dulu perta-
rungan itu. Tatkala dilihatnya bagaimana Dayang Biru sudah tak mampu lagi
menahan awan-awan
hitam yang dilepaskan Pengemis Pincang, dipu-
tuskan untuk segera membantunya kembali.
Tetapi satu bayangan kuning telah menda-
huluinya. Diiringi teriakan keras, dua gelombang angin berwarna kuning sudah
menggebrak ke arah Pengemis Pincang!
Pengemis Pincang yang hendak mele-
paskan ilmu 'Menggiring Awan Hitam' urung me-
lakukannya. Dia cepat menghindar ke belakang.
Blaaammm!! Dua gelombang angin berwarna kuning itu
menghantam tanah di mana tadi sebelumnya dia
berdiri. "Keparat!!" maki Pengemis Pincang tatkala melihat orang yang
menyerangnya sudah berdiri
di samping Dayang Biru yang berseru kaget seka-
ligus gembira, "Dayang Kuning!"
Si bayangan kuning yang bukan lain
Dayang Kuning itu memandang tajam pada Pen-
gemis Pincang yang memperhatikannya dengan
kening berkerut.
"Orang yang menyambar Kain Pusaka Se-
tan mengenakan pakaian berwarna kuning! Sejak
berjumpa dengan Dayang Biru, aku mulai merasa
pasti kalau orang itu adalah saudaranya yang
berjuluk Dayang Kuning! Dan sekarang, orang
yang ternyata memiliki paras jelita sama dengan
Dayang Biru itu telah berada di hadapanku!" desis Pengemis Pincang dalam hati.
Sebelum dia berkata, Dayang Kuning su-
dah merandek dingin, "Lelaki pincang keparat!
Tindakanmu yang hendak mencelakakan sauda-
raku tak akan pernah ku maafkan! Camkan baik-
baik! Hidupmu tak lama lagi akan berakhir!!"
Pengemis Pincang mendengus. Lalu mem-
bentak tak kalah garangnya, "Gadis berpakaian kuning bermata indah! Ada satu
pertanyaan yang
masih menari-nari di benakku! Katakan, kalau
kaulah orangnya yang telah merebut Kain Pusaka
Setan!" "Bicara sembarangan biasanya akan berakhir dengan petaka!"
"Kau yang bicara sembarangan! Ratu
Dayang-dayang memerintahkan kau dan Dayang
Biru untuk mendapatkan Kain Pusaka Setan!
Siapa lagi orangnya yang telah berani menantang kematian karena telah merebut
Kain Pusaka Setan dari tanganku, kalau bukan orang yang su-
dah bosan hidup"!"
Dayang Kuning tak bersuara. Dayang Biru
mempergunakan kesempatan itu untuk memulih-
kan tenaganya. Keberaniannya muncul kembali
begitu melihat kehadiran Dayang Kuning. Bahkan
tekadnya untuk membalas perbuatan Pengemis
Pincang semakin membesar.
Di lain pihak Raja Naga yang di saat
Dayang Kuning menyambar tubuh Dayang Biru
setelah melancarkan serangan bokongan pada
Pengemis Pincang, segera melompat ke atas se-
buah pohon. Dari atas pohon itulah pemuda ber-
tatapan angker ini memandangi semua kejadian.
"Sejak pertama Kali si bayangan kuning
merebut Kain Pusaka Setan dari tangan Pengemis
Pincang, sudah kuduga kalau dia seorang gadis.
Lantas perjumpaan ku sebelumnya dengan
Dayang Biru, memperkuat dugaan itu. Tetapi...
dari sikapnya Dayang Kuning menolak tuduhan
Pengemis Pincang! Hemm... apakah aku memang
salah menduga Dayang Kuning yang telah mere-
but Kain Pusaka Setan" Atau... Dayang Kuning
berpura-pura?"
Terdengar bentakan gadis bermata indah
yang kini bersorot tajam, "Pengemis Pincang!
Mungkin aku dilahirkan sebagai seorang gadis
yang suka menantang kematian! Kini aku pun
menantang kematian itu!"
"Terkutuk! Secara tak langsung kau telah
mengaku kalau kaulah yang telah merebut Kain
Pusaka Setan dari tanganku"!"
Dayang Kuning tersenyum sinis.
"Bila kau sudah merasa pasti dengan hal
itu, lebih baik menyingkir dan pergi sejauh-
jauhnya dari sini! Aku masih punya sikap baik
hati untuk tidak mencabut nyawamu hari ini!!"
Menggigil tubuh Pengemis Pincang yang
berdiri dengan satu kaki sementara kaki lainnya menjuntai-juntai itu.
Di pihak lain, Dayang Biru yang sudah se-
lesai mengembalikan keadaannya seperti semula
berbisik, "Hati-hati... ilmunya cukup tinggi. Terutama bila dia menyerang dengan
melontarkan awan-awan hitamnya yang dapat menghanguskan
apa saja."
Dayang Kuning balas berbisik, "Bagaimana
keadaanmu?"
Gadis berponi indah itu menyahut, "Aku
baik-baik saja. Manusia keparat itu tak akan kubiarkan lolos. Dayang Kuning...
benarkah yang di-tuduhkannya itu?"
"Ya! Akulah orang yang merebut Kain Pu-
saka Setan yang dikehendaki Guru."
"Oh! Sekarang benda itu ada padamu?"
"Aku telah menyerahkannya pada Guru.
Guru memerintahkan ku untuk mencarimu dan
memerintah kita berdua untuk mencari sekaligus
membunuh kakek berjuluk Peramal Sakti."
"Mengapa?"
"Guru tak mengatakan sebab-sebabnya ke-
padaku. Dayang Biru... bersiaplah! Manusia pincang ini akan jadi duri kelak bila
kita tidak tuntaskan hari ini!"
Mendengar ucapan Dayang Kuning,
Dayang Biru menganggukkan kepalanya. Lalu
menggeser kakinya tiga langkah dari tempat
Dayang Kuning berdiri.
Melihat Dayang Biru sudah mengatur ja-
rak. Pengemis Pincang mendengus.
"Huh! Gadis-gadis bosan hidup! Sebaiknya
kalian memang mampus sekarang!!"
"Tunggu!!" satu suara keras telah terdengar
bersamaan satu sosok tubuh melayang turun dari
atas sebuah pohon. Dan hinggap dengan ringan-
nya di atas tanah.
"Raja Naga...," desis Pengemis Pincang pelan dengan mata mengerjap-ngerjap.
Hatinya se- ketika menjadi geram bercampur kecut. "Lagi-lagi pemuda bersisik ini...."
Melihat kemunculan orang, Dayang Kuning
langsung membentak, "Hei, Pemuda! Jangan berdiri di tengah-tengah seperti itu
kalau masih ingin hidup"!"
Raja Naga melirik. Dayang Kuning yang
hendak meneruskan ucapannya tersedak, kata-
kata yang siap terlontar itu seperti tertahan di tenggorokan.
"Astaga!" desisnya dengan jantung yang mendadak berdenyut lebih cepat dan keras.
"Tatapan itu... gila! Begitu mengerikan! Seolah hendak telan seluruh tubuhku!!"
Raja Naga mengarahkan lagi pandangan-
nya pada Pengemis Pincang, "Pengemis Pincang!
Jangan lagi kau ucapkan kalau aku lancang men-
campuri urusan! Kali ini cuma sekali kuperin-
gatkan kepadamu! Tinggalkan tempat ini! Dan
pergilah menjumpai gurumu, Ki Dundung Kali,
untuk meminta maaf sebelum gurumu tiba di ha-
dapanmu!!"
Pengemis Pincang yang jadi ragu-ragu un-
tuk menyerang begitu melihat si pemuda muncul,
terdiam beberapa saat. Matanya mengerjap-
ngerjap panik. Mendadak dia membentak, "Huh! Apakah
kau akan berpikir seseorang yang telah menjadi
mayat akan muncul di hadapanku"!"
"Kau mengatakan gurumu sendiri telah
menjadi mayat, berarti memang benar kalau kau
telah meracuninya! Pengemis Pincang, kau akan
merasakan dunia mu berguncang hebat bila kau
melihat kemunculan gurumu!!"
"Kata-kata pemuda yang kedua tangannya
sebatas siku bersisik coklat ini penuh keyakinan sekali! Jangan-jangan... Ki
Dundung Kali memang masih hidup" Celaka! Aku bisa celaka kalau begitu!" desis
Pengemis Pincang dalam hati. Rasa ta-kutnya mendadak muncul.
Raja Naga berkata lagi, "Tindakan busuk
telah kau lakukan terhadap gurumu sendiri demi
satu benda sakti bernama Kain Pusaka Setan!
Pengemis Pincang! Segera tinggalkan tempat ini!
Atau... kau ingin aku yang menghukum mu?"
"Kesaktian pemuda ini bikin jantungku se-
rasa terbakar. Dia dengan mudah pernah mema-
tahkan ilmu 'Menggiring Awan Hitam'. Dan lagi...
ah, kedudukanku semakin sempit sekarang. Ra-
sanya aku memang harus melupakan semua ini.
Niatku untuk membunuh Dewi Bintang dengan
terpaksa harus ku kubur lagi," kata Pengemis Pincang dalam hati.
Lalu dengan menindih rasa kecutnya dia
berseru, "Raja Naga! Bukan karena kehadiranmu di sini atau akan munculnya Ki
Dundung Kali yang membuatku memutuskan untuk tinggalkan
tempat ini! Ingat baik-baik... urusan antara kita belum selesai! Kelak aku akan
muncul lagi di hadapanmu!"
"Apa yang kau katakan barusan akan ku-
tunggu sampai kapan pun juga, itu pun kalau
kau selamat dari amarah gurumu sendiri!"
Semakin tidak tenang perasaan Pengemis
Pincang sekarang.
"Tentunya seseorang telah menyelamatkan
Ki Dundung Kali dari kematian. Huh! Bisa jadi
kalau pemuda itu yang telah melakukannya! Ke-
parat busuk! Bila saja aku tidak tahu betapa
tinggi ilmunya, sudah kulabrak dia!"
Dengan pandangan sengit tetapi segera di-


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

alihkan ke tempat lain karena tak kuasa mena-
han angkernya tatapan si pemuda berambut gon-
drong, Pengemis Pincang berbalik untuk mening-
galkan tempat itu. Dia memutuskan untuk ber-
sembunyi sekian lama dari kejaran gurunya sen-
diri. "Kau boleh meninggalkan tempat ini setelah kau menanggalkan nyawamu!!"
seruan keras itu terdengar bersamaan melesatnya bayangan
kuning ke arah Pengemis Pincang.
Namun... Buk! Buk! Dua jotosan yang hendak dilancarkan si
bayangan kuning itu tertahan satu papakan yang
cukup keras. Bersamaan tubuh si bayangan kun-
ing terhuyung ke belakang, sosok Pengemis Pin-
cang sudah tak ada lagi di sana.
ENAM PEMUDA bersisik! Kemunculanmu boleh
menggetarkan hati manusia pincang itu! Tetapi
jangan berharap aku akan kecut menghadapimu!"
seru si bayangan kuning setelah berhasil mengu-
asai keseimbangannya. Kedua tangannya terasa
ngilu bukan main. Segera dialiri tenaga dalamnya untuk menghilangkan rasa ngilu
itu. Raja Naga yang tadi sudah cepat bergerak
untuk mematahkan serangan Dayang Kuning pa-
da Pengemis Pincang, merandek pelan. Tatapan-
nya tetap angker.
"Kau terlalu ringan tangan rupanya!"
"Manusia pincang itu telah melakukan tin-
dakan busuk terhadap saudara seperguruanku"!
Apakah tak patut bila kubalas memperlakukan-
nya dengan tindakan yang sama"!" bentak
Dayang Kuning sengit.
"Kau tak perlu cabut nyawanya!"
"Itu urusanku! Dan bila kau hendak mem-
buka urusan, aku siap menghadapimu!!"
Raja Naga menggeleng-gelengkan kepa-
lanya. "Biarkan dia hidup, karena dia tak akan berani muncul lagi selagi
diyakini gurunya yang pernah diracuninya akan mencarinya!" sahutnya dingin. Lalu
sambungnya, "Dan kurasa telah cukup kau mencabut satu nyawa saja!"
Ucapan si pemuda bersisik membuat
Dayang Kuning sesaat terdiam. Bola mata indah-
nya membuka lebar. Keningnya sedikit berkernyit.
Saat itu juga dirasakan kalau perasaannya agak
tidak enak. Tapi di lain saat dia sudah membentak,
"Apa maksudmu dengan aku yang telah cabut sa-tu nyawa?"
"Dayang Kuning... apakah aku salah bila
kukatakan kalau kau telah membunuh Demit Me-
rah?" Sampai surut satu tindak Dayang Kuning karena terkejut. Kepalanya sampai
bergoyang-goyang sebelum tegak dan memandang tajam pa-
da Raja Naga. Di lain pihak, dengan kening berkerut,
Dayang Biru melirik Dayang Kuning yang me-
mandang Raja Naga.
"Astaga! Bagaimana dia bisa mengetahui
soal itu" Setahuku hanya seorang yang tahu, dan dia adalah Dewi Bintang. Jangan-
jangan... pemuda bersisik coklat ini telah berjumpa dengan Dewi Bintang?" desis
Dayang Kuning dalam hati.
Sebelum dia membuka mulut, Raja Naga
sudah angkat bicara, "Tak ada urusanku kau telah membunuh Demit Merah atau
tidak! Karena semua risiko itu kau yang tanggung sendiri! Sekarang urusan yang ada, aku
meminta agar kau
menyerahkan Kain Pusaka Setan padaku untuk
kuhancurkan!"
Dayang Kuning yang terkejut karena tak
menyangka pemuda bersisik coklat ini tahu apa
yang telah dilakukannya terhadap Demit Merah,
menegakkan kepala. Seperti baru sadar dia lang-
sung membentak,
"Kemunculanmu dan perbuatanmu yang
menghentikan niatku untuk membunuh Penge-
mis Pincang, sudah tak dapat kuterima! Dan se-
karang, kau lancang minta Kain Pusaka Setan
itu!" "Dayang Kuning... mungkin kau belum ta-hu kehebatan sekaligus kekejaman
dari Kain Pu- saka Setan! Dan sebelum urusan menjadi pan-
jang, sebaiknya kau menyerahkan benda itu ke-
padaku!" suara Raja Naga terdengar dingin. Dengan tatapan kian angker anak muda
dari Lembah Naga ini meneruskan ucapan, "Atau... kau telah menyerahkan Kain Pusaka Setan
pada gurumu, si
Ratu Dayang-dayang"!"
Bukannya Dayang Kuning yang buka sua-
ra, justru Dayang Biru yang sudah membentak,
"Raja Naga! Sebelum ini kau telah menyelamatkan aku dari serangan yang hendak
dilancarkan Pengemis Pincang! Dan dalam waktu yang tak terlalu lama kita sudah
berjumpa lagi! Tetapi sikap dan tindakanmu kali ini sungguh tak menyenangkan!"
Raja Naga melirik.
"Dayang Biru... aku hanya mencoba meng-
hentikan segala tindakan yang akan menuju pada
kehancuran! Dan aku yakin, Kain Pusaka Setan
akan dipergunakan oleh orang yang tak bertang-
gung jawab untuk kepentingan pribadinya!"
"Dan kau menuduh guru kami akan ber-
tindak seperti itu"!"
Raja Naga tersenyum, sorot matanya tetap
angker. "Tak ada maksudku menuduh seperti itu!
Tetapi aku yakin, gurumu akan mempergunakan
Kain Pusaka Setan untuk kepentingannya! Sejauh
ini, yang kutangkap gelagat adalah, gurumu
punya urusan dengan Peramal Sakti!"
Tak ada yang buka suara. Dayang Biru
memandang si pemuda dengan perasaan tak me-
nentu. Di pihak lain Dayang Kuning menggeram
dalam hati, "Semakin lama urusan ini semakin mem-
bingungkan. Tetapi biar bagaimanapun juga, aku
akan tetap menjalankan perintah Guru. Dayang
Biru sudah kutemukan! Berarti, kini tibalah perjalanan untuk mencari Peramal
Sakti!" Habis membatin demikian, gadis bermata
indah ini berkata, "Raja Naga! Urusan kami adalah urusan kami! Begitu pula
sebaliknya! Jadi sa-tu sama lain tak berhak untuk mencampuri uru-
san! Dan sekarang tak ada lagi urusan di antara kita! Memang akulah orangnya
yang telah merebut Kain Pusaka Setan dari tangan Pengemis Pin-
cang, yang telah kuserahkan pada Guru!"
Raja Naga merandek dingin.
"Dayang Kuning... kau tetap tak tahu apa
yang akan terjadi! Padahal seharusnya kau sudah punya dugaan tentang hal itu!
Dan maafkan aku
bila aku masih mencampuri urusan ini! Mengin-
gat Kain Pusaka Setan akan...."
"Lama-lama sikapmu membikin ku bosan!!"
Bentakan Dayang Kuning itu diiringi den-
gan dorongan tangan kanan kirinya. Dua gelom-
bang angin berwarna kuning menerjang ke arah
Raja Naga. Dalam jarak sedemikian dekat ten-
tunya akan kesulitan bagi seseorang yang dis-
erang secara mendadak itu. Tetapi....
Raja Naga hanya menggeser sedikit tubuh-
nya. Ganasnya dua gelombang angin itu menderu
hanya satu jengkal dari tubuhnya!
Blaaam! Blaaammm!!
Sebatang pohon di belakangnya jadi sasa-
ran serangan Dayang Kuning. Melihat serangan-
nya dapat dielakkan dengan mudah, membuat
gadis berpakaian serba kuning ini menjadi mur-
ka. Dia segera mencelat ke depan diiringi teriakan membahana.
Di tempatnya Dayang Biru menarik napas
panjang. "Aku sudah menyaksikan kehebatan pe-
muda berompi ungu ini tatkala mematahkan se-
rangan Pengemis Pincang. Tetapi biar bagaimana-
pun juga, aku tak menginginkan sesuatu terjadi
pada Dayang Kuning. Aku harus membantunya."
Menyusul gelombang angin warna kuning
yang dilepaskan Dayang Kuning, suara menderu
keras menggebrak dari samping kanan. Dua ge-
lombang angin biru menyilang siap menghantam
Raja Naga! Murid Dewa Naga ini cepat menghindari
kedua serangan yang dilancarkan beruntun itu.
"Kusesali karena kalian terlalu keras kepa-la! Padahal kalian sadar apa yang
akan dilakukan oleh guru kalian dengan pergunakan Kain Pusaka
Setan!" "Tutup mulutmu!!" hardik Dayang Kuning sambil bersalto ke depan.
"Kehebatanmu memang sungguh menga-
gumkan! Tetapi jangan berpikir picik kalau kami akan mundur dari hadapanmu!"
sambung Dayang Biru. Serangan demi serangan berbahaya yang
dilancarkan masing-masing orang itu membuat
Raja Naga sedikit agak kewalahan. Pemuda tam-
pan bersorot mata angker ini memang tak mau
lakukan serangan balasan, mengingat bukan me-
rekalah sasarannya. Sesungguhnya bukan pula
Ratu Dayang-dayang. Melainkan Kain Pusaka Se-
tan yang hendak direbutnya untuk dimusnahkan.
Saat menghindar Boma Paksi berseru,
"Dayang Kuning dan Dayang Biru! Aku tak ingin urusan ini berlanjut! Sebaiknya
kalian katakan saja padaku di mana Ratu Dayang-dayang ting-
gal!" "Kau akan mengetahuinya setelah kau berhasil melewati mayat kami!" sahut
Dayang Kuning terus menggempur ke depan. Gadis bermata indah ini sungguh
penasaran karena sejak tadi tak satu pun serangannya yang mengenal sasarannya.
Dan yang membuatnya jengkel, dia merasa
seperti dipermainkan oleh si pemuda yang sama
sekali tak membalas.
Lain halnya dengan Dayang Biru yang telah
tahu kesaktian pemuda yang sedang digempurnya
ini. Walaupun demikian, gadis berponi indah ini terus berusaha menggempur si
pemuda. Karena biar bagaimanapun, sudah jelas tanda-tanda ka-
lau Raja Naga akan menghalangi apa yang akan
mereka lakukan!
Raja Naga sendiri lama kelamaan menjadi
jengkel melihat kekeraskepalaan kedua gadis ini.
"Dari mulut mereka sudah tentu tak akan
mudah kudapatkan keterangan di mana Ratu
Dayang-dayang tinggal! Kalau begitu aku memang
harus mencarinya sendiri...."
Memutuskan demikian, murid Dewa Naga
segera melesat ke depan seraya menggerakkan
tangan kanan kirinya. Kecepatan yang diperli-
hatkannya sukar diikuti oleh mata. Tahu-tahu
terdengar seruan tertahan susul menyusul.
Dayang Kuning telah terjajar ke belakang, me-
nyusul Dayang Biru yang ambruk di atas tanah.
"Kita sudahi urusan ini!" desis Raja Naga setelah berdiri kembali di atas tanah.
Lalu tanpa menunggu jawaban keduanya, dia sudah melesat
meninggalkan tempat itu.
"Pemuda celaka! Kau berlaku seperti tikus
got! Keangkeranmu tak sepadan dengan apa yang
kau lakukan sekarang! Kembali! Hadapi kami!!"
seru Dayang Kuning setelah menguasai keseim-
bangannya sambil memegangi perutnya yang te-
rasa mulas. Dia tidak tahu, kalau Raja Naga mau, perutnya bisa jebol dihantam
oleh kedua tangan-
nya yang memiliki kekuatan dahsyat dan dapat
menahan senjata tajam apa pun!
Dayang Biru yang telah bangkit mendesis,
"Tak perlu kau mengejarnya. Dayang Kuning...."
Dayang Kuning mendengus. Dadanya yang
membusung bergerak cepat, pertanda gelora ama-
rahnya masih terjaga di dada.
Dayang Biru mengatur napas pelan-pelan
sebelum berkata lagi, "Aku pernah melihat kesaktian pemuda berompi ungu itu,
Dayang Kuning! Kita akan mengalami kesulitan untuk mengalah-
kannya! Dan tak akan mampu menghadapinya
tanpa bantuan Guru!"
Tanpa melirik pada Dayang Biru, Dayang
Kuning menyahut, "Apakah dengan berkata begitu kau sebenarnya kecil hati, Dayang
Biru?" "Tak ada perasaan itu di dadaku."
"Lantas mengapa kau berkata demikian?"
"Sekali lagi kukatakan, kalau dia memiliki ilmu yang sangat tinggi."
Mendadak kepala Dayang Kuning bergerak
ke arah Dayang Biru. Tatapan tajamnya menghu-
jam tepat pada bola mata si gadis berponi indah.
"Suaramu bergetar, Dayang Biru...."
"Bergetar" Ah, kau terlalu berperasaan se-
karang...."
"Aku tak bisa dibohongi! Mengapa suaramu
bergetar" Apakah kau memang khawatir akan il-
mu yang dimilikinya, atau kau punya satu pera-
saan lain?"
"Dayang Kuning... mengapa kau jadi gusar
seperti itu kepadaku" Urusan Raja Naga sekarang ini sudah jelas jadi urusan
kita. Karena dia akan menghentikan siapa pun orang yang memiliki
Kain Pusaka Setan! Kau mengatakan kalau kau
telah menyerahkan benda itu pada Guru! Berar-
ti... pemuda itu akan mencari Guru!"
"Tidak!"
"Apa maksudmu berkata tidak?"
"Guru memerintahkan kita untuk mencari
Peramal Sakti!"
"Dayang Kuning... di saat kau membisik-
kan kata-kata itu dan dihubungkan dengan apa
yang dikatakan Raja Naga, aku justru menangkap


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

satu bayangan kalau memang ada urusan antara
Guru dengan Peramal Sakti!"
"Ucapan bodoh! Tadi kukatakan kalau
Guru menyuruh kita untuk membunuh Peramal
Sakti! Apakah kau pikir Guru memerintahkan ki-
ta hanya untuk satu basa-basi"!"
Dayang Biru tak menjawab. Diam-diam ga-
dis berponi indah ini menelan ludah.
Tindakan diamnya justru semakin me-
mancing kecurigaan Dayang Kuning yang me-
mandangnya lekat-lekat. Dayang Biru kelihatan
berusaha untuk mengalihkan pandangannya dari
tatapan Dayang Kuning. Melihat hal itu Dayang
Kuning mendengus.
"Kau menyimpan perasaan lain pada pe-
muda yang kedua tangan sebatas sikunya bersi-
sik coklat, Dayang Biru!!" bentaknya tiba-tiba.
"Dayang Kuning!" suara Dayang Biru ber-
getar. "Apa-apaan kau bicara" Aku baru dua kali berjumpa dengannya! Dan pemuda
itu sudah memperlihatkan sikap tak enak karena secara tak langsung dia telah mengancam
guru kita! Jadi...
jaga mulutmu itu!"
Dayang Kuning mengertakkan rahangnya.
Tatapannya menusuk tajam. Mulutnya sejenak
merapat sebelum dia berkata dingin, "Aku tak ta-hu apa yang menyebabkan mu
menjadi pengecut
seperti itu menghadapinya! Padahal selama ini
kau kukenal memiliki hati kejam yang tak terkira!
Sekarang, apakah kau akan turut denganku un-
tuk mencari Peramal Sakti?"
Dayang Biru diam-diam menarik napas
pendek. Lalu menurunkan nada suaranya, "Kita sama-sama tahu kalau sekarang ini
Raja Naga sedang mencari Guru! Apakah tak lebih baik kita kembali untuk melihat keadaan
Guru, setelah itu baru kita mencari Peramal Sakti?"
Mendengar usul itu tatapan Dayang Kun-
ing semakin tajam. Tetapi diam-diam gadis ber-
mata indah ini membenarkan juga apa yang dika-
takan Dayang Biru.
"Apa yang dikatakan Dayang Biru dapat ku
benarkan. Tetapi... aku justru menangkap satu
keinginan lain darinya. Ah, biar bagaimanapun
juga aku tak boleh bertindak keras padanya. Me-
nurut Guru, usiaku lebih tua darinya. Jadi aku
harus menjaga dan mengemongnya...."
Tatapan tajam Dayang Kuning perlahan-
lahan mencair. Bola matanya kini bersinar indah.
Laki dia tersenyum.
"Dayang Biru... maafkan ucapanku yang
terlalu keras tadi. Tak ada maksudku untuk
membentakmu dan punya pikiran lain tentang
perasaanmu pada pemuda berompi ungu itu.
Yah... lebih baik kita memang kembali dulu untuk melihat keadaan Guru. Paling
tidak, kita membe-ritahukannya kalau yang akan dihadapinya bu-
kan hanya Peramal Sakti, melainkan pemuda ber-
juluk Raja Naga itu...."
Mendengar suara lembut yang sudah dike-
nalnya semenjak kecil, Dayang Biru balas terse-
nyum. "Terima kasih atas pengertianmu, Dayang Kuning. Apa yang kukatakan ini
bukan dikarenakan aku takut pada Raja Naga karena pernah
menyaksikan kesaktiannya saat menghadapi Pen-
gemis Pincang. Melainkan, karena aku tak ingin
kita mati konyol menghadapinya walaupun jelas
terlihat kalau pemuda itu tak hendak melakukan
kekerasan kepada kita."
Dayang Kuning tersenyum.
"Kita berangkat sekarang...."
Kejap kemudian kedua gadis yang sama-
sama berambut dikuncir ekor kuda itu sudah
meninggalkan tempat itu yang segera direjam se-
pi. TUJUH TEMPAT yang bila pagi dan siang saja su-
dah begitu redup dan sunyi, kini telah didatangi malam, yang semakin membuat
tempat itu gelap
semata. Masih beruntung karena malam ini bulan
bersinar penuh.
Satu sosok tubuh nampak sedang mem-
perhatikan benda di hadapannya. Mata sosok tu-
buh yang ternyata seorang nenek ini tak berkedip pada benda yang ternyata sebuah
patung berparas lelaki kejam. Cukup lama si nenek berkonde
mencuat ini memperhatikan patung di hadapan-
nya sebelum kemudian dia menghela napas pan-
jang. "Berpuluh tahun lamanya aku menunggu rahasia apa yang ada di balik Patung
Darah De-wa.... Bertahun-tahun pula ku coba untuk men-
getahui rahasia apa yang ada di sana. Tetapi
sampai hari ini, aku masih belum dapat mengeta-
huinya...."
Si nenek berkonde yang mengenakan pa-
kaian dan jubah hitam ini terdiam. Sorot matanya seperti mengeluarkan cahaya
merah tatkala dia
kembali tatap tajam-tajam patung di hadapannya.
"Satu-satunya orang yang dapat kujadikan
petunjuk bagiku guna mengetahui rahasia apa
yang di balik Patung Darah Dewa ini, hanyalah
Peramal Sakti! Menghadapinya aku memang tak
akan mampu! Itu pertanda kalau Kiai Gede Arum
pilih kasih dalam menurunkan ilmunya. Terbukti, aku berhasil dikalahkan oleh
Peramal Sakti...."
Perempuan ini menarik napas dalam-
dalam. Saat dilakukannya tindakan itu, kedua pipinya tertarik ke dalam, karena
si nenek yang bukan lain Ratu Dayang-dayang ini tak punya gigi
"Tetapi aku sudah puas sekarang, karena
Kiai Gede Arum telah mampus di tanganku! Huh!
Tinggal Peramal Sakti yang harus kubunuh, yang
tentunya sebelum kubunuh aku harus menden-
gar dari mulutnya, rahasia apa yang ada pada Patung Darah Dewa...."
Perempuan tua berkonde ini terdiam lagi.
Lama kelamaan kerut merut di wajahnya seperti
bertumpuk. Jubah hitamnya bergerai-gerai di-
hembusi angin malam.
"Huh! Tak lagi kudengar kabar dari Dayang
Kuning! Apakah saat ini dia sudah berjumpa den-
gan Dayang Biru sekaligus membunuh Peramal
Sakti" Atau... keduanya belum berjumpa?" desisnya lagi. Mendadak terdengar
dengusannya keras,
"Huh! Peramal Sakti akan kubunuh dengan
mempergunakan Kain Pusaka Setan! Tetapi... ten-
tunya aku harus mendengar dulu tentang rahasia
Patung Darah Dewa! Kiai Gede Arum memang ke-
terlaluan! Dia bukan hanya menurunkan ilmunya
lebih banyak pada Peramal Sakti, tetapi hanya
mengatakan rahasia Patung Darah Dewa kepada
kakek keparat itu!"
"Ratu Dayang-dayang! Aku pun ingin
membunuh Peramal Sakti! Makanya aku datang
sekarang!"
Satu suara yang kemudian terdengar itu
seketika membuat Ratu Dayang-dayang mema-
lingkan kepalanya ke belakang. Dua kejapan ma-
ta kemudian, dilihatnya dua sosok tubuh telah
berdiri di belakangnya.
Disusul suara, "Lara Dewi... seharusnya ki-ta tak segera tiba di tempat ini! Aku
masih ingin menggeluti tubuhmu yang montok itu! Tanganku
sudah gatal buat colek-colek pantat besarmu!"
"Hik hik hik... Setan Gemolong! Rasanya
saat inilah kau mempertunjukkan kesaktianmu
kembali! Karena dengan bergabungnya Ratu
Dayang-dayang, maka kekuatan kita untuk mem-
bunuh Ki Dundung Kali dan Peramal Sakti akan
bertambah!"
Di tempatnya, nenek berjubah hitam mem-
perhatikan dengan seksama kedua orang di de-
pannya. "Hemmm... yang perempuan berwajah can-
tik! Pakaiannya hanya berupa kain keemasan
yang membalut mulai dari batas tengah payuda-
ranya yang jelas-jelas sengaja dilakukan seperti itu! Tentunya... huh! Dia
sengaja memperlihatkan bukit kembarnya yang jadi semakin sesak! Lagi
pula... gila! Perempuan ini tak punya malu ru-
panya! Kainnya terbelah hingga pangkal paha!
Siapa perempuan mesum itu" Baru kali ini aku
melihatnya! Tetapi... kakek tanpa baju itu jelas aku tahu! Setan Gemolong!"
Habis membatin demikian, Ratu Dayang-
dayang bersuara, "Setan Gemolong! Kau hadir di tempatku tanpa kuundang! Ini
sudah menunjukkan kelancanganmu!"
"Brengsek! Nenek peot! Jangan main ben-
tak sebelum tahu urusan!!" balas Setan Gemolong geram. "Tua bangka keparat! Kau
masih saja bersikap sombong, padahal kau tak memiliki ke-
mampuan apa-apa di hadapanku!"
"Gila! Gila! Ratu Dayang-dayang! Bila tak
ingat kalau kekasihku ini punya urusan dengan-
mu, sudah kurobek mulut keparatmu itu!"
Sebelum Ratu Dayang-dayang menyahut,
perempuan berbukit kembar sesak itu sudah
mendahului, "Ratu Dayang-dayang! Kami hadir di sini bukan untuk mencari urusan
tak menyenangkan! Tetapi kami datang dengan membawa
kegembiraan yang tentunya telah kau tunggu ju-
ga!" Sepasang mata tua Ratu Dayang-dayang menyipit. Mulutnya merapat hingga
pipinya terte-kuk ke dalam.
Kemudian serunya, "Perempuan bertam-
pang mesum! Aku tak perlu mendengar kabar apa
pun meskipun kabar itu sesuatu yang menggem-
birakan!" "Kau belum mendengarnya hingga kau bisa
berkata demikian!"
"Jangan bertele-tele!"
Lara Dewi tersenyum.
"Aku tahu kau punya dendam beruntun
pada Peramal Sakti! Demikian pula adanya den-
ganku! Aku sudah tak sabar pula untuk membu-
nuhnya! Mungkin kau pernah mendengar julukan
seorang tokoh besar; Durjana Kayangan! Dia ada-
lah kakak kandungku yang tewas dibunuh oleh Ki
Dundung Kali dan Peramal Sakti! Sebagai adik
kandungnya, aku kini muncul untuk menuntut
balas! Bukankah ini kabar yang menggembirakan
bagimu"!"
Ratu Dayang-dayang tidak menyahuti kata-
kata Lara Dewi. Dilihatnya tangan kurus Setan
Gemolong dengan nakalnya merogoh bukit kem-
bar sebelah kiri Lara Dewi yang menepiskannya
dengan manja. Lalu katanya dingin, "Aku tak butuh ka-
wan untuk membunuh Peramal Sakti!"
"Demikian pula denganku!" sahut Lara De-wi segera. "Tetapi, bukankah ini hal
yang menggembirakan" Dengan gabungan kekuatan kita,
maka kita akan lebih cepat menghabisi Peramal
Sakti!" Lagi-lagi Ratu Dayang-dayang terdiam. Di-tatapnya Lara Dewi dan Setan
Gemolong secara
bergantian. Setelah beberapa lama terdiam dia baru
berkata, "Baiklah! Aku menyetujui apa yang kau katakana! Tetapi ada satu hal
yang harus kubica-rakan!" "Tentang apa"!"
"Kain Pusaka Setan!"
"Aha! Benda sakti milik kakak kandungku
itu" Tidak, aku tak pernah menginginkannya! Se-
tahuku benda itu telah direbut oleh Ki Dundung
Kali dan Peramal Sakti! Tetapi saat ini aku juga sudah mendengar kabar, kalau
Kain Pusaka Setan telah lenyap dari Taman Kematian karena te-
lah diambil oleh seseorang!" sahut Lara Dewi. La-lu dengan senyuman sinis dia
melanjutkan, "Dari ucapanmu... aku menangkap dugaan kalau kau
tahu siapa orang yang telah mengambil Kain Pu-
saka Setan!"
"Bisa jadi benda itu berada di tangannya,
Lara Dewi!" sambung Setan Gemolong sementara tangan kanannya meremas-remas
pantat besar Lara Dewi. Ratu Dayang-dayang mendengus.
"Ya! Benda itu berada d! tanganku! Dan ka-
lian tentunya tahu kesaktian dari Kain Pusaka
Setan! Jadi jangan coba-coba untuk merebut
benda itu dari tanganku!"
Lara Dewi tersenyum.
"Tadi kukatakan kalau aku tak peduli den-
gan Kain Pusaka Setan! Yang kuinginkan adalah
nyawa Ki Dundung Kali dan Peramal Sakti!"
"Baik! Kita bisa bahu membahu mengha-
dapi keduanya!"
Lara Dewi terkikik senang.
Mendadak saja kikikannya terputus karena
mendengar kelebatan yang mengarah ke tempat
mereka. Ratu Dayang-dayang yang juga menden-
gar terdiam. Sementara itu Setan Gemolong se-
makin gemas meremas-remas pantat besar Lara
Dewi, meskipun dia juga mendengar kelebatan
tubuh ke arah mereka.
Kelebatan tubuh yang mereka dengar kini
sudah menampakkan sosoknya.
Dayang Kuning dan Dayang Biru!
Kedua gadis berkuncir kuda ini memper-
lambat lari mereka. Seraya mendekati Ratu
Dayang-dayang, mata masing-masing orang tak
berkedip pada Lara Dewi dan Setan Gemolong.
Dayang Kuning berbisik, "Siapakah mere-
ka, Guru?"
"Yang perempuan bertampang mesum itu
bernama Lara Dewi! Sementara kakek tanpa pa-
kaian itu berjuluk Setan Gemolong! Mereka da-


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tang menawarkan kerja sama untuk membunuh
Peramal Sakti!" sahut Ratu Dayang-dayang tetap memandangi kedua orang itu
bergantian. "Guru menerima tawaran itu?"
"Ya! Kita tak perlu khawatir terhadap ke-
duanya. Dayang Kuning... bagaimana dengan Pe-
ramal Sakti?"
Dayang Kuning merangkapkan kedua tan-
gannya di depan dada.
"Maafkan aku, Guru... aku dan Dayang Bi-
ru belum menemukan Peramal Sakti."
"Tak jadi masalah! Karena sekarang juga
kita akan berangkat untuk mencari kedua manu-
sia itu!" "Guru... ada sesuatu yang hendak kubica-
rakan...."
Sebelum Ratu Dayang-dayang menyahut,
Setan Gemolong sudah membentak, "Mengapa
pakai berbisik-bisik"! Apakah kalian pikir kami tak mendengarnya"!"
Dayang Kuning seketika memalingkan wa-
jahnya. Tatapannya menusuk tajam pada Setan
Gemolong yang melotot gusar.
Ratu Dayang-dayang berkata, "Dayang
Kuning... kau tak perlu berbisik lagi! Katakan apa yang hendak kau bicarakan!"
Dayang Kuning masih menatap Setan Ge-
molong. Hati gadis bermata indah ini mangkel
mendengar bentakan keras itu. Di pihak lain, gadis berponi indah nampak bersiaga
sambil mem- perhatikan Setan Gemolong dan Lara Dewi.
Dayang Kuning berkata, tidak berbisik lagi,
"Guru! Kami telah berjumpa dengan seorang pemuda berompi ungu yang pada kedua
tangannya sebatas siku terdapat sisik berwarna coklat! Dia berjuluk...."
"Raja Naga!" kata-kata Lara Dewi sudah mendahului ucapan Dayang Kuning.
Perempuan mesum ini menyeringai. "Tak perlu gusar, karena kami juga sudah bertemu dengan
pemuda yang ternyata murid Dewa Naga!"
Dayang Kuning tak mempedulikan kata-
kata itu. Dia meneruskan ucapannya, "Guru! Pemu-
da bersisik itu memang berjuluk Raja Naga! Dia
muncul hendak merebut Kain Pusaka Setan!"
"Huh! Pemuda itu berani mampus ru-
panya!" "Aku dan Dayang Biru pernah terlibat per-
tarungan dengannya! Ilmunya sangat tinggi! Bah-
kan kalau pemuda itu mau, dengan mudahnya
kami akan dapat dikalahkan! Guru... dia tahu kalau Kain Pusaka Setan berada di
tangan Guru! Dan aku yakin, tak lama lagi dia akan muncul di sini untuk merebut benda itu!"
"Huh! Bukan masalah besar!" sahut Ratu Dayang-dayang sambil menyeringai.
Kemudian katanya pada Lara Dewi, "Kau telah mengetahui pemuda bersisik coklat itu! Apakah
kau pernah terlibat urusan dengannya"!"
"Urusan itu bukan milikku! Tetapi milik Setan Gemolong! Pemuda yang kedua
tangannya bersisik coklat sebatas siku itu adalah murid De-wa Naga! Dan Setan Gemolong
punya urusan dengannya! Kuakui kalau pemuda itu memiliki
Ilmu yang tinggi! Tetapi... dia bukanlah seseorang yang perlu dikhawatirkan!
Karena Setan Gemolong akan melipat tulangnya hingga dia tak bisa bergerak!"
"Bagus! Apa rencanamu sekarang"!"
"Kau telah setuju untuk bergabung guna
membunuh Peramal Sakti!! Apakah kau akan
menunggu kemunculan manusia itu di sini, men-
gingat kau punya urusan dengannya"!"
"Sejak semula aku sudah hendak keluar
dari tempat ini untuk mencarinya!"
"Bagus! Mengapa tidak sekarang kita be-
rangkat"!"
Setan Gemolong buka suara, "Lara Dewi!
Berangkat ya berangkat! Tetapi barangku sudah
berdiri! Ini harus dilemaskan dulu! Ayo, kau lemaskan dulu barang beberapa jam!"
Sementara Lara Dewi mengikik, Dayang
Kuning dan Dayang Biru mendengus secara ber-
samaan. "Setan Gemolong... kau benar-benar tak
dapat menahan birahi! Tahanlah dulu! Ingat apa
yang kukatakan, bukan" Bila kedua manusia ja-
hanam itu sudah berkalang tanah, maka kau
akan mendapatkan sesuatu yang tak pernah kau
bayangkan sebelumnya!"
"Aku sudah membayangkannya dan tak
sabar menunggu saat-saat yang menggairahkan
itu!" "Hik hik hik... sekarang ini bukanlah saat-nya untuk memikirkan soal itu.
Ratu Dayang- dayang... kita bisa berangkat sekarang!"
"Sebentar!" sahut Ratu Dayang-dayang. La-lu berkata pada kedua muridnya, "Kalian
tetap berada di sini! Berjaga-jaga penuh! Bila ada yang muncul dan kalian merasa
tak sanggup menghadapinya, sebaiknya kalian tak perlu keluar! Pa-
ham"!" Baik Dayang Kuning maupun Dayang Biru sama-sama menganggukkan kepala.
Ratu Dayang-dayang berkata pada Lara
Dewi, "Kita sudah mengambil kesepakatan! Dan tentunya seorang pengkhianat akan
menerima hukuman yang sangat berat! Kita berangkat seka-
rang!" Lara Dewi mengikik panjang.
Di sela-sela kikikan Lara Dewi terdengar
satu suara, "Ratu Dayang-dayang! Berpuluh tahun kau kubiarkan hidup bebas dengan
segala beban yang kau tanggung sendiri! Tetapi tinda-
kanmu sekarang ini tak akan bisa ku maafkan!"
Serentak masing-masing orang mengarah-
kan pandangan ke depan. Tiga tarikan napas ke-
mudian, telah berdiri dua sosok tubuh sejarak li-ma belas langkah dari hadapan
masing-masing orang. DELAPAN KEDUA orang yang baru muncul itu bukan
lain Ki Dundung Kali dan Peramal Sakti adanya.
Masing-masing orang memandang tak berkedip ke
depan. Ledakan suara Lara Dewi mendadak mem-
bahana, "Manusia-manusia keparat! Kalian punya nyali juga untuk tiba di tempat
ini!" Kemudian diangkat kepalanya sambil merentangkan kedua
tangannya ke atas. Sepasang bukit kembarnya
agak naik. "Durjana Kayangan! Kau akan tenang di alammu sana melihat kematian
kedua manusia-manusia keparat yang telah membunuhmu!!"
Kembali diarahkan tatapannya yang bersi-
nar berbahaya. Setan Gemolong ikut-ikutan buka suara,
"Lara Dewi! Bagus kalau mereka berani muncul di
sini! Berarti urusan akan cepat selesai dan aku akan segera menikmati apa yang
kau janjikan!"
Peramal Sakti yang tetap mengusap-usap
jenggot putih panjangnya buka suara, "Jadi...
kaulah orang yang diceritakan Raja Naga yang
akan menuntut balas atas kematian Durjana
Kayangan"! Lara Dewi! Kau tidak tahu siapa ka-
kak kandungmu itu, yang bila dia hidup hingga
saat ini akan tetap menimbulkan keonaran! Bila
kau mau mempergunakan otakmu, tentunya kau
akan paham kalau Durjana Kayangan lebih baik
mampus ketimbang hidup sampai sekarang!"
"Tutup mulutmu! Ajalmu sudah memben-
tang, Peramal Sakti!"
Bentakan Lara Dewi disambung oleh Ratu
Dayang-dayang, "Peramal Sakti! Kalau dulu kau dapat mengalahkan aku, kali ini
jangan berharap kau dapat melakukannya!"
Habis bentakannya, nenek berjubah hitam
ini mengambil sesuatu dari balik pakaiannya. Se-helai kain hitam usang yang
segera dibebalkan
pada telapak tangan kanannya.
Melihat itu baik Peramal Sakti maupun Ki
Dundung Kali menahan napas.
"Hemm... rupanya Kain Pusaka Setan be-
rada di tangannya! Berarti... apa yang dikatakan Raja Naga tentang seorang gadis
berpakaian kuning yang merebut benda itu dari tangan Pengemis Pincang, adalah
gadis yang berdiri di sebelah kanannya yang tentunya adalah muridnya! Hemm...
aku harus berhati-hati...," desis Peramal Sakti da-
lam hati. Di pihak lain, Ki Dundung Kali yang kem-
bali pada sikap seriusnya memandang tak berke-
dip. "Dengan adanya Kain Pusaka Setan di tangannya, urusan ini akan semakin
panjang nam- paknya...."
Mendapati kedua kakek di hadapannya tak
buka mulut, Ratu Dayang-dayang terbahak-
bahak. Dia berseru pada Lara Dewi, "Lara Dewi!
Siapa yang lebih dulu untuk mencabut nyawa ke-
duanya"!"
"Aku akan ambil kesempatan yang perta-
ma!" Habis ucapannya, perempuan mesum ber-kain keemasan yang terbelah hingga
pangkal pa- ha ini sudah menerjang ke depan. Tangan kanan
kirinya serta merta digerakkan, diarahkan pada
dada Peramal Sakti.
Melihat Lara Dewi sudah melancarkan se-
rangan, Setan Gemolong juga menerjang ke arah
Ki Dundung Kali.
Kedua kakek itu sudah tentu tak mau ting-
gal diam. Mereka pun segera mengambil posisi
untuk melayani serangan ganas keduanya. Dan
dalam waktu yang singkat saja, tempat itu sudah mulai diramaikan oleh suara
teriakan diselingi letupan keras. Beberapa ranggasan semak belukar
membuyar. Tanah muncrat ke udara. Keadaan
yang sudah benar-benar kacau balau itu diting-
kahi dengan tumbangnya beberapa buah pohon.
Ratu Dayang-dayang menggeram dalam
hati, "Hemm... biarlah keduanya yang menghabisi nyawa manusia-manusia itu,
terutama nyawa Peramal Sakti! Bila mereka berhasil, aku tak perlu buang tenaga
banyak! Huh! Tetapi... aku tak ingin Peramal Sakti tewas sebelum dikatakannya
rahasia apa yang tersembunyi pada Patung Darah
Dewa." Lara Dewi yang dibaluri dendam mencoba mendesak Peramal Sakti dengan
serangan-serangan tingkat tinggi. Perempuan mesum ini
tak mau memberikan kesempatan pada si kakek
berjenggot putih panjang. Baginya, inilah malam yang tepat untuk membunuh
Peramal Sakti setelah melalui penantian panjang.
Di pihak lain, Setan Gemolong juga mela-
kukan hal yang sama. Dari gebrakan-gebrakan
yang diperlihatkannya yang selalu mengarah pada jantung dan sepasang mata lawan,
si kakek hendak mempersingkat waktu untuk menghabisi Ki
Dundung Kali. Ki Dundung Kali sendiri sudah mempergu-
nakan Ilmu 'Menggiring Awan Hitam' yang lebih
dahsyat dari yang dimiliki Pengemis Pincang.
Dengan ilmu itu dia dapat menunda niatan Setan
Gemolong untuk menghabisinya. Bahkan untuk
beberapa lama dia dapat mendesak Setan Gemo-
long yang menggeram setinggi langit.
"Setan terkutuk!!" makinya sambil menghindar ke samping kanan. Di belakangnya,
tiga orang perempuan sudah menghindar pula karena
awan-awan hitam yang mengeluarkan hawa san-
gat dingin menderu ke arah mereka.
Blaaaammm!! Ranggasan semak seketika berhamburan
ke udara dan tanah telah membentuk sebuah lu-
bang yang keluarkan asap.
Sementara itu Setan Gemolong nampak se-
dang meluruskan tangan kanan kirinya dengan
cara disentakkan hingga terdengar seperti tulang-tulang patah. Berkretek-kretek!
"Kau akan merasakan ilmu 'Penghancur
Tulang'-ku ini, Dundung Kali!"
Ki Dundung Kali tahu akan kehebatan ilmu
'Penghancur Tulang' milik Setan Gemolong.
"Aku harus berhati-hati!" desisnya dalam hati. Dia mendahului menerjang dengan
Ilmu 'Menggiring Awan Hitam'-nya yang mengarah ke
jantung lawan. Bersamaan terdengar suara dengusan dan
keretekan tulang, Setan Gemolong menerjang pu-
la ke depan. Kedua tangannya dikibaskan yang
bergerak demikian lentur, tetapi memperdengar-
kan suara seperti tulang mau patah.
Awan-awan hitam yang dilepaskan Ki Dun-
dung Kali berhamburan pecah ke udara, tatkala
tenaga tak nampak yang keluar dari kibasan ke-
dua tangan Setan Gemolong melabraknya.
Blaamm! Blaaam! Blaaammm!!
Letupan keras beberapa kali terdengar
yang bikin suasana di tempat itu semakin kacau
balau. Kejap berikutnya. Setan Gemolong sudah
mendesak hebat Ki Dundung Kali yang saat itu
juga kewalahan menghadapinya.
Keadaan Ki Dundung Kali berbalikan den-
gan Peramal Sakti. Kakek yang selalu usap-usap
jenggot putihnya itu berhasil mendesak Lara De-
wi. "Aku bukanlah orang yang kejam! Tetapi
tindakan ini tak akan bisa kubiarkan!"
"Keparat!! Kau pikir aku akan mundur
menghadapimu"!" balas Lara Dewi dengan wajah ditekuk dan kegusaran dalam. Dan
dia harus berusaha untuk menghindari setiap serangan dah-
syat Peramal Sakti. Bahkan, dia tak punya lagi
kesempatan itu karena serangan Peramal Sakti
telah mengurungnya!
Mendadak... wwwrrrrr!!
Telah menghampar gelombang angin lak-


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sana badai yang mengarah pada Peramal Sakti.
"Astaga!!" seruan tertahan itu terdengar, menyusul sosok Peramal Sakti
menghindar ke samping kanan dengan cara bergulingan.
Blaaaarrrr!! Letupan dahsyat terdengar beberapa kali
bersamaan tanah yang muncrat dahsyat! Peramal
Sakti yang telah berdiri tegak, tersentak kaget.
Kedua matanya membuka lebar.
Karena mendadak saja hamparan gelom-
bang angin yang tadi gagal menghantamnya dan
membuat tanah di mana sebelumnya dia berdiri
membentuk sebuah lubang besar, telah berbalik
arah, menyentak naik ke udara dan meluncur
kembali ke bawah disertai letupan berulang-ulang di udara.
"Celakaaaa!!" Lagi-lagi terdengar seruan tertahan Peramal Sakti bersamaan dia
melompat menghindar lagi
Buummm!! Begitu gelombang angin yang meluncur ta-
di menghantam tanah, letupan mengerikan terjadi seiring tanah yang membuyar ke
atas. Cukup la-ma tanah-tanah itu menghalangi pandangan se-
belum kemudian sirap kembali. Dan terlihat ke-
mudian bagaimana sebuah lubang besar yang
mengeluarkan asap telah terbentuk sejarak sepu-
luh langkah dari samping kiri Peramal Sakti yang memandang dengan dada naik
turun. "Aku ambil bagian sekarang, Lara Dewi!"
Lara Dewi yang diselamatkan tadi menoleh
ke kanan, pada Ratu Dayang-dayang yang sedang
memandang dingin pada Peramal Sakti. Perem-
puan mesum ini tersenyum.
"Aku juga akan ambil bagian lagi! Kita ha-
jar kakek keparat itu untuk selama-lamanya!"
"Tunggu! Sebelum ku cabut nyawanya, ada
yang hendak kutanyakan padanya!"
Lara Dewi tak gusar mendengar hal itu. Dia
justru mempergunakan kesempatan untuk men-
gatur napas. Ratu Dayang-dayang menatap tajam pada
kakek yang dibencinya yang saat ini sedang men-
gatur napasnya pula.
"Sekian lama kutunggu kesempatan ini ak-
hirnya kesampaian juga! Tua bangka! Katakan
padaku sekarang juga apa rahasia dari Patung
Darah Dewa dan bagaimana cara memecahkan-
nya"!" Peramal Sakti tersenyum mengejek.
"Aku punya ramalan yang cukup mengeri-
kan bagiku sendiri! Karena tak lama lagi Patung Darah Dewa akan ketahuan
menyimpan satu rahasia mengerikan! Tetapi... rahasia itu akan terjadi bukan
karena dari mulutku atau paksaanmu,
Ratu Dayang-dayang! Kau telah membunuh guru
kita sendiri demi nafsu serakahmu! Apakah kau
pikir sekarang akan kubocorkan rahasia itu se-
mentara Guru lebih rela mati ketimbang menga-
takannya padamu"!"
Mengkelap wajah Ratu Dayang-dayang
mendengar ejekan Peramal Sakti.
"Kau telah melihat kehebatan Kain Pusaka
Setan yang sekarang menjadi milikku! Dan ten-
tunya kau tahu kalau kehebatan benda sakti ini
tetap sama bila dipergunakan oleh Durjana
Kayangan! Benda sakti yang dengan susah payah
kau rebut untuk kau sembunyikan bersama Ki
Dundung Kali! Tapi pada nyatanya, akulah yang
memilikinya sekarang!"
"Dengan ucapanmu itu, apakah kau akan
membunuhku?" sinis suara Peramal Sakti. Kemudian sambil menggelengkan kepala dia
melan- jutkan, "Aku tak yakin kau akan membunuhku!
Sebelum kau mendapatkan rahasia Patung Darah
Dewa, kau tak akan pernah melakukannya"! Pe-
rempuan celaka! Apakah salah omonganku"!"
Bergetar tubuh Ratu Dayang-dayang.
"Kakek keparat ini tentunya punya alasan
kuat dengan mengatakan hal itu! Aku memang
tak akan membunuhnya sebelum kuketahui apa
rahasia dari Patung Darah Dewa! Tetapi...."
Memutus kata batinnya sendiri, nenek ber-
jubah hitam ini menegakkan kepala. Matanya
memandang tak berkedip.
"Kau salah besar bila aku ragu membu-
nuhmu!!" Belum habis bentakannya terdengar, tan-
gan kanannya yang telah dibebati Kain Pusaka
Setan sudah didorong ke depan. Serta merta ge-
lombang angin menggidikkan menerjang ke arah
Peramal Sakti yang menghindar. Kalau sebelum-
nya gelombang angin itu muncrat ke udara dan
meluruk kembali disertai letupan-letupan, kali ini gelombang angin itu bergerak
laksana ombak. Ranggasan semak berhamburan dan tanah mun-
crat ke udara. Peramal Sakti mengertakkan rahang. Dico-
banya menahan serangan ganas itu dengan men-
dorong kedua tangannya. Tetapi gagal. Dan mau
tak mau dia menghindar cepat-cepat.
Blaaarrr!! Sebatang pohon hangus dan berderai men-
jadi debu terkena hantaman gelombang angin
laksana ombak itu!
Ratu Dayang-dayang hendak membuktikan
ucapannya. Dia terus melancarkan serangan. La-
ra Dewi sendiri mengambil kesempatan. Dibo-
kongnya Peramal Sakti yang sedang menghindar.
Serangan-serangan berbahaya itu mem-
buat wajah Peramal Sakti pucat pasi.
Di pihak lain, Ki Dundung Kali yang juga
sudah terdesak oleh ilmu 'Penghancur Tulang' milik Setan Gemolong membatin
resah, "Kain Pusaka Setan dapat dipatahkan dengan gabungan ha-
wa dingin dan panas yang kumiliki dan dimiliki
oleh Peramal Sakti! Tetapi, bagaimana caranya
aku membantu kalau aku sendiri sedang dide-
sak"!" Kedua kakek perkasa itu harus mati-
matian memperjuangkan selembar nyawa mereka.
Sementara itu Dayang Kuning berbisik,
"Dayang Biru... ternyata Patung Darah Dewa menyimpan satu rahasia yang ingin
diketahui Guru."
"Ya! Dan orang yang tahu rahasia itu ha-
nyalah Peramal Sakti...."
"Bagaimana pendapatmu?"
"Apa maksudmu?"
"Sekarang kita sudah mendapat kejelasan
mengapa Guru memaksa kita untuk menda-
patkan Kain Pusaka Setan! Biar bagaimanapun
juga kita tetap akan menghormati Guru! Apakah
kita akan turun tangan sekarang?"
Dayang Biru menggelengkan kepalanya.
"Tak perlu! Seumur hidupku, baru kali ini
aku menyaksikan pertarungan yang begitu men-
gerikan! Dayang Kuning... apakah tidak sebaiknya
kita mencari tahu tentang rahasia Patung Darah
Dewa?" "Kau telah mendengar kalau Peramal Sakti-lah satu-satunya orang yang
mengetahui tentang
rahasia itu. Guru sendiri tidak tahu."
"Kita pikirkan cara yang lain!"
"Apa maksudmu?"
"Kita hancurkan Patung Darah Dewa!"
"Astaga! Dayang Biru! Bila aku menyetujui
usulmu itu, sama saja akan menjerumuskan mu!
Tidak, aku tak menyetujui tindakan itu!"
"Lantas... kita hanya menyaksikan perta-
rungan itu saja?"
"Kurasa ya! Kau lihat... Setan Gemolong
sudah mendesak Ki Dundung Kali yang tentunya
tak lama lagi akan mampus! Demikian pula Guru
yang dengan hebatnya membuat Peramal Sakti
pontang-panting! Justru bantuan yang diberikan
Lara Dewi malah mempersulit ruang geraknya!"
Kedua gadis ini kembali terdiam.
Di depan, Ki Dundung Kali benar-benar
sudah tak mampu lagi menahan ganasnya seran-
gan Setan Gemolong. Keadaan yang lebih parah
dialami oleh Peramal Sakti. Bokongan yang dila-
kukan Lara Dewi berhasil menghantam kaki ka-
nannya yang membuatnya goyah. Tetapi kekera-
san hatinya masih tetap terjaga. Dia terus men-
coba menghindari ganasnya serangan Kain Pusa-
ka Setan yang berada di tangan Ratu Dayang-
dayang! "Tak ku pedulikan lagi tentang rahasia Pa-
tung Darah Dewa yang kini mulai kusadari kalau
aku telah terbelenggu untuk mengetahui rahasia
yang sebenarnya tak ada sama sekali!"
"Kau salah besar! Kau salah sama sekali!"
"Peduli setan! Kematianmu lebih menye-
nangkan ketimbang mengetahui rahasia Patung
Darah Dewa!"
Serangan bertubi-tubi kembali dilancarkan
oleh Ratu Dayang-dayang.
Peramal Sakti sudah tak mampu lagi
menghadapinya. Wajahnya ditekuk menahan le-
lah dan sakit. Namun mendadak saja satu bayan-
gan melompat disertai gelombang angin yang di-
hiasi asap merah.
"Setaannn!!" Ratu Dayang-dayang yang sudah siap untuk mengibaskan lagi tangan
kanan- nya guna mencabut nyawa Peramal Sakti melom-
pat terkejut karena gelombang angin yang men-
dadak menggebah itu.
Dan kecepatan orang yang baru muncul itu
sungguh menakjubkan. Dia sudah menyambar
tubuh Peramal Sakti, yang segera memutar tu-
buhnya. Bersamaan dengan itu, kaki kanannya
dijejakkan di atas tanah.
Terdengar suara keras berderaknya tanah,
yang disusul bergerak cepat ke arah Setan Gemo-
long. Gelombang tanah itu mengejutkan kakek
sesat tanpa pakaian yang serta merta membuang
tubuh ke belakang.
Bersamaan dengan itu, masih memegang
tubuh Peramal Sakti dengan tangan kanannya,
orang ini sudah menyambar tubuh Ki Dundung
Kali yang sempoyongan. Dan dengan gerakan ce-
pat dia melompat ke udara dan hinggap di tempat yang agak jauh.
Orang-orang yang berada di sana tak ber-
kedip memandang kejadian yang sangat cepat itu, sebelum dipecahkan oleh suara
Dayang Kuning keras, "Raja Naga!!"
SEMBILAN SOSOK tubuh yang menyelamatkan Pe-
ramal Sakti dan Ki Dundung Kali tak buka suara.
Tatapannya bersorot angker pada orang-orang
yang berada di sana. Suasana hening terjaga,
mencekam dan mengiriskan perasaan.
Lamat-lamat pemuda yang memang Raja
Naga adanya angkat bicara, "Lagi-lagi pertarungan yang mengatasnamakan dendam
terjadi! Sungguh memalukan sekaligus memuakkan!
Apakah tak ada tindakan lain yang bisa dilaku-
kan kecuali menanamkan bibit permusuhan dan
selalu menumpahkan darah"!"
Dayang Kuning yang menyahut, "Raja Na-
ga! Kau berani muncul di sini berarti kau sudah siap mencapai kematian!"
"Kau telah tahu apa tujuanku! Aku datang
untuk mengambil Kain Pusaka Setan! Dayang
Kuning! Mustahil rasanya kalau kau belum meli-
hat kehebatan Kain Pusaka Setan! Apakah seka-
rang kau tetap akan membela gurumu yang ter-
nyata mendapatkan benda sakti itu untuk mem-
bunuh sesama" Bahkan membunuh kakak seper-
guruannya sendiri! Dan hal yang sama telah dilakukan pada gurunya sendiri!!"
Mendengar ucapan itu Dayang Kuning ter-
diam. Dadanya naik turun dengan napas agak
memburu. Di pihak lain Dayang Biru membatin,
"Oh! Mengapa pemuda itu berani muncul di sini"
Ah, tentunya dia mengikuti aku dan Dayang Kun-
ing! Tapi... tapi... ah, dia bisa terluka... dia bi-sa...." Dayang Biru tak
meneruskan kata batinnya yang kian gelisah. Dia memandangi pemuda
yang begitu pertama kali bertemu telah merebut
sebagian hatinya. Dia memang berusaha untuk
menutup perasaannya itu pada Dayang Kuning
yang sempat mencurigainya. Pemuda itu memiliki
tatapan kejam, angker dan mengerikan. Tetapi
Dayang Biru tahu kalau pemuda itu memiliki ke-
lembutan hati. "Jadi... pemuda ini yang berjuluk Raja Na-
ga"!" terdengar suara sinis Ratu Dayang-dayang.
"Huh! Hanya seorang pemuda ingusan belaka!
Dayang Kuning! Kau mengatakan tak mampu
menghadapinya?"
Dayang Kuning tergagap mendengar ben-
takan itu. Dia tak menjawab.
Ratu Dayang-dayang berseru lagi, "Pemuda
berjuluk Raja Naga! Kudengar kabar kalau kau
hendak merebut Kain Pusaka Setan. Apakah se-
karang kau akan mengurungkan niat"!"
Raja Naga menarik napas. Perasaannya
mendadak menjadi tegang. "Keadaan sudah sangat terjepit sekali. Bila kuhadapi
nenek yang di tangannya terbebat Kain Pusaka Setan, tentunya


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

urusan akan jadi runyam. Ki Dundung Kali nam-
paknya tak mampu menghadapi Setan Gemolong.
Sementara karena dikeroyok, Peramal Sakti tak
berkutik. Apakah aku harus menghadapi Ratu
Dayang-dayang sekarang" Ah, biar bagaimanapun
juga aku harus merebut Kain Pusaka Setan dari
tangannya. Bila tidak, urusan akan berabe. Se-
baiknya...."
Memutus kata batinnya sendiri, Raja Naga
berbisik pada Peramal Sakti dan Ki Dundung Kali,
"Aku memutuskan untuk menghadapi Ratu
Dayang-dayang sebagai lawanku! Bukan bermak-
sud untuk merendahkan masing-masing orang,
tetapi sebaiknya kalian bertukar lawan! Ki Dun-
dung Kali... cobalah kau menghadapi Lara Dewi.
Peramal Sakti... kau menghadapi Setan Gemo-
long...." Kedua kakek yang tadi mengambil kesem-
patan untuk memulihkan tenaganya, sama-sama
menganggukkan kepala.
"Pikiran itu pun ada di benakku...," kata Peramal Sakti.
"Kalau begitu... kita bersiap!"
Habis ucapannya, Raja Naga berseru pada
Ratu Dayang-dayang, "Tak ku ubah sedikit niat di
hatiku untuk merebut Kain Pusaka Setan untuk
kumusnahkan!"
"Bagus! Bersiaplah untuk perjalanan ke
akhirat!!" Usai bentakannya, Ratu Dayang-dayang sudah menerjang ke depan. Tangan
kanannya yang dibebat Kain Pusaka Setan sudah didorong
ke arah Raja Naga.
Raja Naga segera mengambil tindakan. Ka-
ki kanannya dijejakkan di atas tanah melepaskan ilmu 'Barisan Naga Penghancur
Karang'. Begitu
tanah bergerak bergelombang ke arah Ratu
Dayang-dayang, dia segera membuang tubuh.
Pukulan 'Hamparan Naga Tidur' sudah dilepaskan
disusul dengan ilmu 'Kibasan Naga Mengurung
Lautan'. Menggebraknya tiga serangan dahsyat
yang dilancarkan susul menyusul itu membuat
Ratu Dayang-dayang tersentak sesaat. Tetapi
dengan mempergunakan Kain Pusaka Setan, keti-
ga serangan beruntun itu dapat dipatahkan.
"Keluarkan seluruh ilmu yang kau punya,
Anak muda!" serunya menerjang.
Raja Naga membatin, "Kekuatannya bukan
terletak pada ilmu yang dimilikinya! Aku yakin
Peramal Sakti dapat menghadapinya bila si nenek tak mempergunakan Kain Pusaka
Satan!" Raja Naga terus mengulangi ganasnya se-
rangan yang dilakukan. Bahkan tak tanggung la-
gi, dia sudah mengeluarkan ilmu 'Naga Menga-
muk' yang membuat tempat itu laksana didatangi
ratusan gajah liar.
Di pihak lain Ki Dundung Kali sudah
menggebrak, lawannya sekarang adalah Lara De-
wi. Sementara itu Peramal Sakti menghadapi Se-
tan Gemolong. Bergantinya lawan yang mereka hadapi
ternyata membawa hasil. Dalam delapan jurus
kemudian, Ki Dundung Kali sudah berhasil men-
desak Lara Dewi. Dia terus mencoba mengalah-
kannya dengan tujuan agar cepat membantu Pe-
ramal Sakti yang masih belum berhasil mendesak
Setan Gemolong.
Dayang Kuning yang menyaksikan keheba-
tan pemuda berompi ungu dan bermata angker
itu mendesis, "Kau benar, Dayang Biru. Kita tak akan mampu menghadapinya...."
Dayang Biru mengangguk-anggukkan ke-
pala. Tak berani menatap Dayang Kuning, khawa-
tir kalau kecemasan pada wajahnya akan terlihat oleh Dayang Kuning.
Ratu Dayang-dayang semakin murka kare-
na belum juga berhasil mendesak Raja Naga. Ilmu
'Naga Mengamuk' yang dikeluarkan Raja Naga
benar-benar ampuh, mampu menahan beberapa
lama serangan ganas dari Kain Pusaka Setan. Te-
tapi pada jurus berikutnya. Raja Naga mulai terdesak hebat.
Kedua tangan si pemuda yang dipenuhi si-
sik coklat sebatas siku semakin menyala. Pertan-da dia marah sekaligus resah.
"Kau tak akan mampu menghadapiku, Raja
Naga! Namamu akan terkubur hari ini juga!!"
Desss!! Dada Raja Naga terhantam tendangan kaki
kanan Ratu Dayang-dayang yang mendadak men-
cuat, membuatnya tergontai-gontai ke belakang
dan kejap itu pula dia membuang tubuh ke samp-
ing. Karena gelombang angin mengerikan yang
keluar dari Kain Pusaka Setan telah menggebrak
ke arahnya! Blaaarrr!! Pohon di belakangnya terhantam dan ber-
derai menjadi debu begitu angin berhembus.
Di tempatnya Dayang Biru membatin re-
sah, "Celaka! Raja Naga bukan hanya akan kalah, tetapi juga... oh! Apa yang
harus kulakukan?"
Dayang Kuning yang mendengar desahan
napas gelisah gadis di sampingnya melirik. Ke-
ningnya berkerut sesaat sebelum kemudian diam-
diam ditariknya napas pendek.
"Ah, desahan dan tatapan gelisah Dayang
Biru kali ini tak bisa berbohong lagi. Dugaanku ternyata tepat, kalau Dayang
Biru menaruh perhatian pada pemuda bersisik itu. Ah... tak patut bila
perasaannya itu ku usik...."
Di pihak lain, Lara Dewi benar-benar su-
dah didesak oleh Ki Dundung Kali. Perempuan
mesum ini berteriak keras,
"Setan Gemolong! Bantu aku!!"
Mendengar seruan itu, Setan Gemolong se-
gera melompat untuk membantu, padahal dia su-
dah mendesak Peramal Sakti. Apa yang dilakukan
Setan Gemolong sudah tentu tak disia-siakan
oleh Peramal Sakti. Dia segera menerjang dan....
Bukk! Bukkk!! "Aaaaakhhh....!!" seruan tertahan terdengar dari mulut Setan Gemolong. Sosoknya
tersungkur di atas tanah begitu punggungnya telah terhan-
tam. Setan Gemolong menggeliat menahan sakit
tak terkira. Peramal Sakti melesat ke depan, "Sesung-
guhnya aku bukanlah orang kejam! Dan aku tak
menyukai keadaan ini! Di saat usia semakin me-
nipis tetapi kita masih terlibat urusan yang me-musingkan kepala!"
Lesatan tubuhnya tiba-tiba naik ke atas.
Lalu meluncur dengan kaki kanan siap menghan-
tam patah punggung Setan Gemolong. Dalam
keadaan terdesak dan tipis harapan, Setan Gemo-
long masih tunjukkan kelasnya.
Dia cepat berbalik seraya mengibaskan
tangan kanannya.
Buk! Des!! Kaki kanan Peramal Sakti menghantam
dada Satan Gemolong yang berteriak setinggi langit dan menggeliat hebat. Dua
tarikan napas ke-
mudian, kakek tanpa baju ini sudah diam tak
bergerak dengan dada yang membekaskan kaki
kanan Peramal Sakti.
Di pihak lain, Peramal Sakti terbanting di
atas tanah dengan paha kiri patah dan hangus. Si kakek menggeliat kesakitan
diiringi keluhan lirih.
Melihat nasib sial yang dialami oleh Setan
Gemolong rasa kecut segera menghinggapi pera-
saan Lara Dewi. Apalagi saat ini Ki Dundung Kali terus mendesaknya dengan hebat.
"Celaka! Aku bukan hanya tak akan bisa
balas kematian kakak kandungku, tetapi aku bisa mampus di sini!" desisnya dalam
hati dengan wajah panik. "Setan Gemolong sudah mampus! Berarti tak ada lagi
tempatku berlindung! Sebaik-
nya...." Mendadak sontak Lara Dewi mencelat ke depan. Nekat menyongsong serangan
Ki Dundung Kali. Gebrakan nekat Lara Dewi membuat Ki
Dundung Kali sesaat tersentak. Tetapi dengan
mudah dapat menguasai keadaan kembali. Hanya
saja, Lara Dewi sudah keburu melarikan diri!
Kendati penasaran, tetapi Ki Dundung Kali
tak mau mengejar. Dia segera mendekati Peramal
Sakti dan membawanya ke tempat lebih aman.
Segera ditotok urat saraf pada paha kiri Peramal Sakti. Lalu dialirkan tenaga
dalamnya yang membuat kakek itu meringis kesakitan.
Sementara itu keadaan Raja Naga hampir
tak jauh berbeda. Ganasnya serangan Kain Pusa-
ka Setan yang terbebat pada tangan kanan Ratu
Dayang-dayang semakin merepotkan dan mem-
bahayakan jiwanya. Bahkan beberapa kali da-
danya terhantam jotosan tangan kiri dan kaki kanan kiri si nenek berjubah hitam.
Tubuhnya berbalik dan terjerunuk!
Saat itulah Ratu Dayang-dayang menerjang
untuk menghabisinya.
Dayang Biru mendesis pelan,
"Oh!"
Dayang Kuning melirik sekilas lalu melihat
bagaimana gurunya siap menghantam tewas pe-
muda bersisik coklat yang tengkurap di atas ta-
nah! Tetapi sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Karena mendadak saja dari punggung si pemuda
mencelat bayangan seekor naga hijau ke arah gu-
runya! Dan... desss!!
"Aaaakhhh....!!"
Ratu Dayang-dayang terlempar ke belakang
dengan darah muncrat dari mulutnya. Dia masih
dapat menguasai keseimbangan hingga tidak ru-
buh. Dari bibirnya merembas darah segar. Ma-
tanya memandang tak percaya dengan apa yang
dialaminya. "Gila! Mengapa jadi begini" Dari mana da-
tangnya bayangan seekor naga hijau itu"!" desisnya tertahan.
Sementara itu Raja Naga perlahan-lahan
berdiri. Sisik-sisik pada kedua tangan sebatas sikunya yang berwarna coklat
semakin menyala.
Matanya bertambah angker mengiriskan.
"Hemm... tentunya tato gambar naga hijau
yang ada di punggungku ini yang telah menyela-
matkanku! Berarti aku harus mempergunakan
kesempatan ini sekaligus merebut Kain Pusaka
Setan! Kehebatan Ratu Dayang-dayang tak akan
banyak arti bila tak mempergunakan Kain Pusaka
Setan!" (Mengenai gambar naga hijau yang ada
pada punggungnya ini, silakan baca : "Tapak De-wa Naga").
Tetapi sebelum si pemuda menyerang, Ratu
Dayang-dayang sudah mengibaskan Kain Pusaka
Setan. Cepat Boma Paksi membalikkan tubuh.
Bersamaan gelombang angin dahsyat menggebrak
ke arahnya, bayangan naga hijau melesat pula.
Menelan gelombang angin itu tanpa mengelua-
rkan suara. "Heiiii!!" Ratu Dayang-dayang sampai surut satu tindak ke belakang dengan kepala
menegak. Raja Naga tak membuang kesempatan. Se-
lagi Ratu Dayang-dayang dibingungkan oleh se-
rangan anehnya, pemuda dari Lembah Naga ini
sudah melesat ke depan. Tangan kanannya dido-
rong ke depan untuk membingungkan Ratu
Dayang-dayang sementara tangan kirinya cepat
bergerak. Buk! Praaakk! Pergelangan tangan kanan Ratu Dayang-
dayang patah terhantam tangan kirinya. Nenek
ini menjerit setinggi langit sambil memegangi tangan kanannya. Dan....
Breettt!! Kain Pusaka Setan yang membebat pada
tangannya telah disambar oleh Raja Naga yang
kemudian mundur.
"Keparat! Kembalikan benda itu kepadaku!"
suara Ratu Dayang-dayang tersekat di tenggoro-
kan karena menahan sakit.
Raja Naga mendesis dingin, "Benda ini bu-
kanlah milikmu! Dan juga bukan milikku! Benda
ini harus dibuang atau dimusnahkan!"
"Keparat! Akan kubunuh kau!!" serak suara Ratu Dayang-dayang. Orangnya sudah
mener- jang ke depan, dengan amarah tinggi.
Raja Naga menahan napas melihat kekeras
kepalaan Ratu Dayang-dayang.
Anak muda ini mendehem.
Mendadak saja laksana dihantam gelom-
bang angin dahsyat, tubuh Ratu Dayang-dayang
terpental ke belakang meluncur deras tak terken-dali. Dayang Kuning dan Dayang
Biru yang tadi tersentak kaget segera memburu ke arahnya.
"Guru!" desis Dayang Kuning sambil melesat. Tetapi tubuh gurunya telah
menghantam se- buah pohon hingga tumbang. Dan terbanting ke-
ras di atas tanah bersamaan tubuh Ratu Dayang-
dayang yang terlempar ke depan. Begitu ambruk,
perempuan itu telah menjadi mayat!
Di pihak lain, Dayang Biru memandang ta-
jam pada Raja Naga. Biarpun dia menaruh hati
pada pemuda bersisik coklat itu, tetapi dia tak menerima melihat keadaan
gurunya. Lalu desisnya, "Raja Naga... kelak kami
akan muncul di hadapanmu untuk lakukan pem-


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

balasan!" Kemudian bersama dengan Dayang Kuning
yang membawa mayat Ratu Dayang-dayang, ke-
dua gadis itu berlalu penuh kemarahan dan den-
dam. Di tempatnya Raja Naga menarik napas
panjang. "Ah, mengapa harus terjadi seperti ini?" desisnya. "Raja Naga...."
Panggilan di belakangnya itu membuatnya
menoleh. Dilihatnya Ki Dundung Kali sedang
memapah Peramal Sakti yang kaki kirinya patah.
"Ramalan sahabatku ini terbukti, kalau se-
seorang yang ternyata kau adanya akan berhasil
merebut Kain Pusaka Setan...."
Raja Naga tersenyum.
"Aku hanya sedikit beruntung, Ki...."
Peramal Sakti buka mulut, "Raja Naga...
simpanlah benda sakti itu padamu. Aku percaya
kau akan menjaganya dari tangan orang-orang
jahat...."
"Semula aku memang hendak menyimpan
atau memusnahkannya. Tetapi... sekarang, aku
akan memberikan Kain Pusaka Setan ini pada ka-
lian...." Raja Naga melangkah mendekati keduanya.
Baru saja diangsurkan tangan kanannya yang
memegang Kain Pusaka Setan, mendadak saja
benda hitam usang itu melayang deras, seperti
tertarik oleh satu tenaga gaib.
Tiga pasang mata melihat Kain Pusaka Se-
tan masuk dan lenyap ke wajah patung lelaki ke-
jam yang tak jauh berada di sana.
"Heiii! Apa yang terjadi"!" desis Raja Naga
terkejut. Lalu dilihatnya Ki Dundung Kali yang
mengerutkan kening. Dilihatnya pula bagaimana
wajah Peramal Sakti menjadi pucat.
"Astaga! Jangan-jangan... jangan-jangan...,"
mendesis Peramal Sakti dengan suara tertahan.
"Orang tua... ada apa" Kau nampaknya
mengetahui sesuatu?" tanya Raja Naga heran.
Peramal Sakti tak menyahut. Wajahnya
yang pucat kini menjadi tegang. Matanya tak berkedip memandang Patung Darah
Dewa. Cukup lama tak ada yang buka suara sampai kemudian
terdengar kata-kata Peramal Sakti, "Ah... ternyata tak terbukti... ternyata tak
benar...."
"Orang tua... katakan padaku, apa yang
kau maksudkan dengan tak terbukti?"
"Patung Darah Dewa menyimpan satu te-
naga gaib yang mengerikan, yang akan terbuka
bila Kain Pusaka Setan masuk ke dalamnya. Perlu kau ketahui. Kain Pusaka Setan
boleh dikatakan
adalah nyawa untuk Patung Darah Dewa. Dan
sedotan tenaga tadi itu berasal dari Patung Darah Dewa. Tetapi... tak ada yang
perlu dicemaskan.
Karena... patung itu tak menunjukkan gejala
aneh...." Raja Naga tersenyum.
"Kalau begitu... sebaiknya kita tinggalkan tempat ini."
"Kau hendak ke mana, Anak muda?" tanya Peramal Sakti.
"Aku ingin melihat dunia luas. Ke mana
kakiku melangkah ke sanalah aku pergi...."
Habis ucapannya Raja Naga sudah me-
ninggalkan tempat itu. Sementara itu Peramal
Sakti dengan dibimbing Ki Dundung Kali mening-
galkan tempat itu setelah memandang Patung Da-
rah Dewa beberapa saat.
Suasana kering, hening dan sepi. Hanya
tinggal mayat Setan Gemolong yang berada di sa-
na. Tetapi menjelang matahari terbit, menda-
dak terjadi perubahan pada Patung Darah Dewa.
Patung yang tak bergerak itu mendadak memper-
lihatkan sinar hitam dari seluruh bagiannya, terutama dari wajah patung yang
berukiran lelaki
kejam itu. Mendadak... terdengar letupan yang sangat
kuat. Tanah di sekeliling patung itu berdiri muncrat ke udara. Mengurung patung
itu hingga un- tuk beberapa lama tak bergerak.
Lamat-lamat tanah itu pun sirap dan ber-
tebaran sinar-sinar hitam dari sekujur tubuh Patung Darah Dewa, ke segenap
penjuru yang me-
nerangi sekaligus menggelapi tempat itu. Menyu-
sul sinar-sinar itu lenyap, terlihat laksana seorang manusia, dari sekujur
patung itu keluar darah segar yang mengalir ke tanah.
Didahului oleh letupan keras, dari kepala
Patung Darah Dewa mendadak mencelat sebuah
sinar hitam ke udara, menghantam bagian atas
sebuah pohon yang pecah berhamburan.
Lalu sinar hitam itu melesat menjauh....
SELESAI Segera menyusul :
PATUNG DARAH DEWA
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Pangeran Perkasa 15 Pendekar Slebor 29 Siluman Hutan Waringin Pendekar Guntur 16
^