Pencarian

Kain Pusaka Setan 1

Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan Bagian 1


RINGKASAN EPISODE YANG LALU
(RAHASIA TAMAN KEMATIAN)
DENGAN BANTUAN DEMIT MERAH,
PENGEMIS PINCANG BERHASIL MENDAPATKAN
KAIN PUSAKA SETAN. NAMUN SEORANG GADIS
BERJULUK DAYANG KUNING BERHASIL
MEREBUTNYA. SAMPAI AKHIRNYA PENGEMIS
PINCANG MENEMUKAN SAUDARA DAYANG
KUNING YANG BERJULUK DAYANG BIRU.
"DAYANG BIRU! KATAKAN DI MANA
GURUMU TINGGAL?"
DAYANG BIRU MEMANDANG TAJAM PADA
PENGEMIS PINCANG.
"HEM... BILA MEMANG DAYANG KUNING
TELAH MENDAPATKAN BENDA YANG KAU
INGINKAN, KAU TAK PERLU MENCARI GURUKU
ATAU DAYANG KUNING! AKU PUN SIAP
MELAYANIMU!"
"SETAN ALAS! MAMPUSLAH KAU!"
PENGEMIS PINCANG MENERJANG
GANAS. DI SAAT MEREKA BERTEMPUR, DAN
DAYANG BIRU TERDESAK OLEH SERANGAN
GENCAR LAWAN. RAJA NAGA DATANG
MENOLONGNYA. Hak cipta dan copy right pada
penerbit dibawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
SATU PENGEMIS Pincang seketika buka ucapan,
"Pemuda berompi ungu! Siapa kau yang berani lancang campuri urusanku"!"
Orang yang dibentak Pengemis Pincang tak
menjawab. Sorot kedua matanya begitu angker
mengerikan. Dia melirik Dayang Biru yang sedang berdiri agak goyah dengan dada
naik turun. "Hemmm... lelaki berpakaian putih penuh
tambalan ini masih juga membuat onar. Dialah
yang memulai mengambil Kain Pusaka Setan
yang kemudian direbut oleh gadis berpakaian
kuning. Aku tak tahu ada urusan apa dia dengan
gadis berpakaian biru ini. Tetapi yang kutahu,
Pengemis Pincang bukanlah orang baik-baik...."
Karena ucapannya tak mendapatkan sahu-
tan, Pengemis Pincang menggeram gusar. Tangan
kanannya menunjuk tepat ke arah wajah si pe-
muda yang bukan lain Boma Paksi alias Raja Na-
ga. Sesaat dia menelan ludahnya begitu melihat
tatapan yang sedemikian angker terpancar dari
mata pemuda tampan berambut gondrong tak be-
raturan! "Bagus! Kau tak mau menjawab perta-
nyaanku! Berarti kau telah siap untuk mampus!"
Habis ucapannya, Pengemis Pincang siap
melepaskan ilmu 'Menggiring Awan Hitam' yang
telah membuat Dayang Biru kewalahan. Bila saja
Raja Naga tidak muncul mungkin gadis jelita ber-
kuncir kuda itu sudah tewas di tangan Pengemis
Pincang. Sebelum Pengemis Pincang melancarkan
serangan, Raja Naga sudah berseru, "Pengemis Pincang! Aku tak pernah campuri
urusan orang! Apalagi urusanmu dengan gadis berpakaian biru
ini! Tetapi... aku ingin masalah dapat dituntaskan tanpa ada dendam lain!"
Pengemis Pincang yang urung menyerang
justru mengerutkan kening.
"Gila! Baru pertama kali aku berjumpa
dengan pemuda ini, tetapi dia sudah mengenalku, sementara aku tak tahu siapa dia
adanya." Tetap dengan suara menyentak keras, Pen-
gemis Pincang berseru, "Anak muda! Siapa kau sebenarnya"!"
Pemuda itu terdiam beberapa saat sebelum
menjawab, "Namaku Boma Paksi... julukanku Raja
Naga!" Ucapan dingin dengan sorot mata angker itu membuat Pengemis Pincang
terdiam. Tapi di
kejap lain dia sudah membentak kembali, "Raja Naga! Sebaiknya kau tinggalkan
tempat ini sebelum terlambat!"
Raja Naga menggeleng.
"Pengemis Pincang... aku tahu apa yang
sedang kau cari! Seorang gadis berpakaian kun-
ing yang telah merebut Kain Pusaka Setan yang
sudah kau dapatkan dengan cara berlagak bodoh
di hadapan Demit Merah! Apakah gadis ini ada
hubungannya dengan gadis berpakaian kuning"!"
Kembali Pengemis Pincang terdiam. Kedua
matanya memandang tak berkedip.
"Pemuda bersisik coklat ini ternyata bukan hanya mengetahui julukanku, tetapi
juga mengetahui apa yang telah kulakukan. Jangan-jangan...
dia berada di sekitar Taman Kematian tatkala aku dan Demit Merah mendatangi
tempat itu?"
Selagi Pengemis Pincang membatin, Raja
Naga yang memang sebelumnya melihat kejadian
di Taman Kematian sudah berkata lagi, "Kain Pusaka Setan adalah sebuah benda
yang sangat mengerikan! Kau berusaha untuk merebutnya
kembali karena kau hendak membuat perhitun-
gan dengan Dewi Bintang yang belum kutahu sia-
pa adanya orang! Dan siapa pun yang memiliki
Kain Pusaka Setan, aku akan merebut dari tan-
gannya untuk kubuang jauh atau ku kubur di sa-
tu tempat!"
Mendengar kata-kata itu, menggigil tubuh
Pengemis Pincang. Kemarahannya yang sempat
surut tadi naik kembali.
"Pemuda ini benar-benar telah mengetahui
semuanya, bahkan rencanaku untuk membunuh
Dewi Bintang pun juga diketahuinya...," katanya dalam hati. "Huh! Menilik
gelagatnya, Jelas kalau anak muda bersisik coklat ini akan jadi duri dari semua
rencanaku! Sebaiknya... kuhabisi saja dia sekarang!"
Memutuskan demikian, Pengemis Pincang
mengerahkan tenaga dalamnya.
"Anak muda! Kau terlalu banyak tahu!"
Kejap kemudian, lelaki pincang ini sudah
melesat ke depan. Tangan kanan kirinya bergerak cepat. Raja Naga hanya terdiam
di tempatnya. Begitu kedua jotosan lawan siap menghajar wajah-
nya, dia segera mengangkat kedua tangannya
dengan cara menyentak.
Buk! Buk! Dua benturan terjadi susul menyusul. Raja
Naga tetap berada di tempatnya tanpa bergeser
sedikit pun juga. Tetapi di pihak lain. Pengemis Pincang justru mundur beberapa
langkah. Kedua tangannya yang berbenturan dengan kedua tan-
gan Raja Naga nampak agak membiru. Rasa nyeri
dirasakannya. "Gila! Tenaga dalamnya sungguh hebat!"
desisnya. Raja Naga tersenyum. Apa yang diduga
Pengemis Pincang salah besar. Karena anak muda
dari Lembah Naga ini belum mengeluarkan tenaga
dalam. Kalau pun Pengemis Pincang merasakan
ngilu pada kedua tangannya akibat benturan tadi, itu dikarenakan kedua tangan
Raja Naga yang bersisik coklat sebatas siku memiliki satu keam-puhan luar biasa!
Pengemis Pincang menggereng keras. Kali
ini dia mengerahkan ilmu 'Menggiring Awan Hi-
tam'. Disertai teriakan membahana, dia sudah
menerjang kembali. Tangan kanan kirinya dido-
rong yang serta merta menggebah awan-awan hi-
tam yang mengeluarkan suara bergemuruh.
Dayang Biru yang sejak tadi terdiam dan
agak terkejut melihat mundurnya Pengemis Pin-
cang begitu berbenturan dengan kedua tangan si
pemuda, mendadak berseru, "Awaasss! Awan-
awan hitam itu dapat menghanguskan tubuhmu!"
Dayang Biru sendiri sudah melompat ke
samping kanan. Di pihak lain, Raja Naga menje-
rengkan matanya. Dari gelagatnya tak ada tanda-
tanda dia akan menghindar. Bahkan tak terlihat
dia juga akan lakukan satu papakan.
"Gila! Kau bisa hangus!!" seruan kaget terlontar dari mulut Dayang Biru.
Murid Dewa Naga melirik sekilas. Bersa-
maan lirikannya diarahkan kembali pada awan-
awan hitam yang menggebrak ke arahnya, dia
mendehem kecil.
"Ehmmm!"
Mendadak.... Blaar! Blaaarr! Blaaarrr!
Satu tenaga dahsyat menggebah, menghan-
tam awan-awan hitam itu hingga putus di tengah
jalan, berhamburan mengenai bagian-bagian po-
hon yang seketika hangus.
"Gila!" seruan itu terdengar bersamaan dari mulut Dayang Biru dan Pengemis
Pincang. Kalau Dayang Biru kemudian berdecak ka-
gum. Pengemis Pincang melongo dengan mulut
membuka lebar. Raja Naga tetap berdiri tegak di tempatnya.
Sorot matanya semakin angker mengerikan.
"Kau terlalu banyak berbuat kekejian, Pen-
gemis Pincang! Kau telah memperalat seseorang
dengan imbalan berlian yang bukanlah milikmu,
tetapi kau katakan sebagai harta karun! Padahal yang kau hendaki adalah Kain
Pusaka Setan!"
Pengemis Pincang yang masih memandang
tak percaya kalau ada orang yang mampu men-
gandaskan ilmu 'Menggiring Awan Hitam'nya den-
gan satu deheman saja, tak bersuara walau terlihat mulutnya berkemak-kemik.
Kalaupun tadi dia
sempat dikejutkan akibat benturan dengan kedua
tangan si pemuda, kali ini rasa terkejutnya menjadi lebih besar!
Tetapi di saat lain dia sudah membentak,
"Pemuda bersisik! Siapa kau sebenarnya" Manu-siakah atau setan gentayangan
penghuni tempat
ini"!" Raja Naga tak menyahut. Matanya tetap memandang angker. Lamat-lamat dia
justru mengarahkan pandangannya pada Dayang Biru yang
juga menatapnya takjub.
"Gadis berpakaian biru... lebih baik kau
segera tinggalkan tempat ini! Tak perlu buka urusan dengan orang seperti dia!"
Mendengar kata-kata itu, Dayang Biru seo-
lah diingatkan kalau ada orang lain yang sebe-
lumnya menghendaki nyawanya. Seketika itu dia
memutar tubuh dan memandang Pengemis Pin-
cang tajam-tajam.
Masih memandang lelaki berpakaian putih
penuh tambalan warna-warni itu dia mendesis,
"Manusia satu itu telah menuduh saudaraku
yang merebut Kain Pusaka Setan! Bahkan dia te-
lah menantang guruku! Apakah aku tak boleh tu-
run tangan untuk menutup mulut lancangnya"!"
Raja Naga melirik si gadis tajam. Lalu ka-
tanya, "Mengapa dia menuduh saudaramu yang telah merebut Kain Pusaka Setan"!"
"Kebetulan sekali saudaraku mengenakan
pakaian berwarna kuning, sama seperti gadis
yang telah merebut benda itu dari tangannya!"
"Hmmm... s! Bayangan Kuning" Aku juga
menduga kalau dia seorang gadis" Aku memang
datang agak terlambat. Baru muncul dan lang-
sung menyelamatkan gadis ini dari serangan Pen-
gemis Pincang, hingga aku belum jelas masalah
apa yang sebenarnya keduanya hadapi sekarang
ini...." Selagi Raja Naga membatin demikian, Pengemis Pincang sudah membentak,
"Raja Naga!
Sekali lagi kukatakan, lebih baik kau pergi dari sini! Jangan campuri urusanku!"
Raja Naga memandang Pengemis Pincang
dengan sorot matanya yang tetap angker menge-
rikan. "Urusan Kain Pusaka Setan memang masih buntu sampai saat ini. Si bayangan
kuning yang belum diketahui siapa adanya, dapat saja menim-
bulkan keonaran dengan mempergunakan Kain
Pusaka Setan. Inilah yang harus kukejar...."
Habis membatin demikian, Raja Naga be-
rucap, "Baik... aku akan menyingkir dari sini. Tetapi aku ingin melihat
kepergian kau lebih dulu
dari sini!"
"Terkutuk! Kau mencoba menghalangi apa
yang ku mau, nah"!" menggeram Pengemis Pincang sambil melesat ke depan. Tangan
kanan ki- rinya digerakkan lagi dengan tenaga berlipat gan-da. Awan-awan hitam yang
mengeluarkan hawa
dingin sudah menggebrak dahsyat!
Kalau sebelumnya Raja Naga hanya men-
dehem mematahkan serangan ganas itu, kali ini
dia membuang tubuh ke samping, karena kekua-
tan gelombang awan-awan hitam itu lebih dah-
syat dari yang pertama! Bersamaan dia menghin-
dar, tangan kanannya segera dikibaskan!
Blaaamm! Blaaam! Blaaammm!
Awan-awan hitam itu pun lagi-lagi putus di
tengah jalan. "Jangan membuat kemarahanku semakin
membara!" bentak Raja Naga setelah berdiri tegak. Di tempatnya lagi-lagi
Pengemis Pincang
terdiam dengan mulut menganga lebar.
"Celaka! Aku bisa celaka kalau terus mene-
rus mencoba untuk mengalahkannya! Ilmu


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

'Menggiring Awan Hitam' tetap dengan mudah di-
patahkannya! Huh! Lebih baik aku menyingkir
dulu dari sini untuk kemudian mengikuti ke ma-
na perginya Dayang Biru! Aku merasa pasti kalau Dayang Kuning-lah orang yang
telah menyambar
Kain Pusaka Setan!"
Memutuskan demikian, dengan tatapan
angkuh disertai gusaran kemarahan tinggi, Pen-
gemis Pincang buka suara, "Raja Naga! Untuk saat ini kuanggap persoalan selesai!
Dan kelak... urusan ini akan kita lanjutkan lagi!"
Kemudian diarahkan pandangannya pada
Dayang Biru. "Gadis keparat! Kau tak akan pernah bisa meloloskan diri dari
tanganku! Bukan
hanya kau saja yang akan kukejar, tetapi Dayang Kuning dan gurumu sendiri yang
berjuluk Ratu Dayang-dayang pun akan mampus di tanganku!!"
Habis mengumbar ancamannya, Pengemis
Pincang segera mengempos tubuh di antara pan-
dangan dendam dari Dayang Biru dan helaan na-
pas pendek Raja Naga.
Dayang Biru menatap Raja Naga.
"Sobat... mengapa kau melepaskan manu-
sia keparat seperti dia" Tak seharusnya kau la-
kukan seperti itu!"
Raja Naga melirik.
"Apa yang seharusnya kulakukan?"
"Manusia seperti dia tak layak hidup!"
"Kau menghendaki dia mati?"
"Sangat menghendaki!"
"Kalau begitu... apa bedanya aku dengan
dirinya bila kulakukan hal yang sama dengan
keinginannya untuk membunuhmu?"
Ucapan Raja Naga membuat Dayang Biru
sesaat terdiam sebelum mendengus.
Raja Naga tak menghiraukan dengusan itu,
dia berkata, "Dayang Biru... apakah kau memang memiliki seorang saudara
berpakaian serba kuning?"
"Mengapa kau bertanya demikian"!" desis Dayang Biru dengan mata menyipit.
"Aku ingin meluruskan ketimpangan yang
ada! Terus terang, saat ini aku sedang mencari
gadis berpakaian kuning yang telah merebut Kain Pusaka Setan dari tangan
Pengemis Pincang!"
Dayang Biru menatap pemuda di hadapan-
nya lekat-lekat.
"Hemm... rupanya dia termasuk salah seo-
rang yang menghendaki Kain Pusaka Setan! Be-
rarti... dia juga termasuk orang yang harus ku-
singkirkan!" desisnya dalam hati. Lalu katanya dengan mulut agak dirapatkan,
"Raja Naga... perlu kau ketahui, aku dan saudara seperguruanku
pun sedang berusaha untuk mendapatkan Kain
Pusaka Setan yang terdapat di Taman Kematian!
Perjumpaanku dengan Pengemis Pincang sudah
menjelaskan kalau aku tak perlu lagi datang ke
Taman Kematian! Karena, Kain Pusaka Setan
yang didapatkannya telah direbut seseorang ber-
pakaian kuning!"
"Jadi... apa yang dikatakan Pengemis Pin-
cang itu benar"!"
"Tak sepenuhnya benar! Karena... aku be-
lum pasti apakah memang gadis berpakaian kun-
ing yang telah merebut Kain Pusaka Setan dari
tangan Pengemis Pincang, memang saudara se-
perguruanku si Dayang Kuning atau bukan!"
"Siapakah yang menyuruhmu untuk men-
gambil Kain Pusaka Setan?" tanya Raja Naga.
Dayang Biru tak segera menjawab. Kemu-
dian katanya, "Guruku...."
"Pengemis Pincang menyebutkan julukan
gurumu; Ratu Dayang-dayang! Hemm... apakah
kau mengetahui mengapa gurumu memerintah-
kan kau dan Dayang Kuning untuk mendapatkan
Kain Pusaka Setan"!"
Pertanyaan yang pernah dilontarkan oleh
Pengemis Pincang sebelumnya itu sudah mem-
buat gusar Dayang Biru. Dan sekarang dia men-
dengar lagi pertanyaan yang sama, yang semakin
membuatnya bertambah gusar.
"Raja Naga... kendati kau telah menolong-
ku, jangan harap aku mau menjawab pertanyaan
itu! Karena aku tak berhak untuk mengetahuinya!
Apalagi kau"!"
"Berarti... kau tak tahu sebab-sebabnya"!"
"Tutup mulutmu! Tadi sudah kukatakan,
jangan mencampuri urusan itu!"
Raja Naga menjerengkan matanya. Lama
dia memandang si gadis yang sedang sengit me-
mandangnya, tetapi kemudian disertai dengusan
kesal segera menunduk.
"Gila! Tatapan itu seperti meremas jan-
tungku!" desis Dayang Biru dalam hati.
"Dayang Biru... bukan maksudku untuk
mencampuri urusanmu! Tetapi, aku sudah
niatkan tekad untuk merebut Kain Pusaka Setan!
Bahkan kalau mampu akan kuhancurkan!"
"Mengapa kau mau melakukannya"!" Raja Naga mengarahkan pandangan ke tempat lain.
"Kau belum melihat kehebatan sekaligus
kekejaman Kain Pusaka Setan! Kain hitam usang
itu bukanlah benda sembarangan! Dia dapat
menghancurkan apa saja dengan satu kibasan
lembut! Dapat kau bayangkan bila dilakukan
dengan satu sentakan keras! Dan aku sudah
membayangkan, orang yang akan mendapatkan-
nya akan melakukan satu tindakan makar yang
mengerikan!"
"Kata-katanya sungguh masuk akal. Teta-
pi... apakah guruku akan lakukan tindakan se-
perti itu juga?" desis Dayang Biru dalam hati.
Lantas berkata, "Kau terlalu banyak menuduh!
Bagaimana bila orang yang kemudian memiliki
Kain Pusaka Setan bermaksud baik"!"
"Bila orang itu bermaksud baik, dia tak
akan pernah memilikinya! Karena dia tahu kalau
Kain Pusaka Setan akan menimbulkan petaka!
Berarti... dia akan membuangnya jauh-jauh atau
menguburnya dan membawa rahasia itu sampai
mati!" Lagi-lagi Dayang Biru tak buka suara. Di-bayangkannya apa yang akan
dilakukan gurunya
bila sudah mendapatkan Kain Pusaka Setan.
Sembari menggeleng-gelengkan kepala, ga-
dis berponi indah ini mendesis, "Tak mungkin...
tak mungkin guruku akan melakukan tindakan
seperti yang kau katakan. Selama ini aku men-
genal guruku adalah orang baik-baik...."
"Jadi kau yakin kalau Dayang Kuninglah
yang telah merebut Kain Pusaka Setan dan telah
menyerahkannya pada gurumu?" sambar Raja
Naga tiba-tiba.
Ucapan yang mengejutkan itu membuat
Dayang Biru segera mengangkat kepala.
"Aku tak pernah mengatakan seperti itu!"
"Tetapi dari ucapanmu, kau seperti punya
dugaan seperti itu!"
Dayang Biru tak menjawab.
"Ah, apa yang sebenarnya sedang kulaku-
kan saat ini" Aku telah terpancing oleh setiap ka-ta-katanya" Huh! Lebih baik
kusudahi saja per-
cakapan in! dan kembali menjumpai Guru untuk
mendapatkan kejelasan!"
Memutuskan demikian Dayang Biru berka-
ta, "Raja Naga... kita hanya membicarakan pepe-san kosong yang belum jelas!
Kuucapkan terima
kasih atas pertolonganmu tadi!"
Baru habis ucapannya, gadis berpakaian
serba biru itu sudah melesat meninggalkan Raja
Naga. Raja Naga tak melakukan tindakan apa-
apa. Dia membiarkan si gadis minggat.
"Urusan Kain Pusaka Setan ini masih
membingungkanku. Terutama apa yang sebelum-
nya terjadi di balik semua ini. Julukan Peramal Sakti, Ki Dundung Kali, Dewi
Bintang, Ratu Dayang-dayang dan Dayang Kuning masih mem-
buatku pusing. Aku hanya tahu julukan mereka
saja tanpa tahu siapa mereka sebenarnya...."
Untuk sesaat murid Dewa Naga ini terdiam,
sebelum kemudian menarik napas dalam-dalam.
"Sebaiknya kuikuti saja Dayang Biru. Mu-
dah-mudahan dia akan membawaku pada tempat
yang lebih jelas, terutama siapakah orang yang telah mendapatkan Kain Pusaka
Setan...."
Memutuskan demikian, pemuda tampan
bersisik coklat ini segera mengempos tubuh ke
arah perginya Dayang Biru.
DUA BERSAMAAN kokokan ayam jantan dan si-
nar sang Fajar menerobos dedaunan, satu sosok
tubuh bongkok menyeruak dari balik ranggasan
semak. Sesaat kakek bongkok yang pada tangan
kanannya terdapat sebuah tongkat hitam ini me-
mandangi sekelilingnya dengan pandangan sengit, sebelum melangkah lagi. Saat
melangkah, pakaian hitam panjang yang dikenakannya berkibar
dihembus angin.
Baru sepuluh tindak dia melangkah, secara
tiba-tiba dihentikan langkahnya. Dan langsung
terdengar makiannya, "Kurang asem! Kata-kata Ki Dundung Kali maupun Peramal
Sakti memang benar! Tak mungkin muridku tewas akibat ilmu
'Menggiring Awan Hitam'! Keparat betul! Betul-
betul keparat! Kalau begitu, siapa yang telah
membunuh muridku itu"!"
Kakek berambut panjang ini terus memaki-
maki. Seekor kelinci lewat, sesaat hewan gemuk
menggemaskan itu menegakkan kepalanya den-
gan sepasang telinga panjangnya yang bergerak-
gerak sebelum kemudian berlari lagi.
Apa yang dilakukan kelinci gemuk itu tak
menarik perhatian kakek yang bukan lain Dadu
Ganggang adanya. Si kakek sudah mengangkat
kepalanya, memandang ke depan.
"Dasar murid tolol! Mengapa dia tak meng-
hajar Pengemis Pincang"! Mengapa dia mau men-
gikuti manusia satu itu" Benar-benar tolol!" ge-ramnya kemudian.
Tongkatnya tahu-tahu amblas sebatas lu-
tut. Bersamaan dia menarik kembali tongkat itu
yang membuat tanah muncrat ke udara, mulut-
nya berbunyi lagi, "Huh! Biar bagaimanapun juga, murid Ki Dundung Kali yang
katanya sudah tak
dianggapnya sebagai murid karena telah meracu-
ninya, akan kuhajar sampai patah tulang ka-
kinya! Karena dialah yang mengajak muridku per-
tama kali!!"
Seperti diceritakan pada episode "Taman
Kematian" Dadu Ganggang menjumpai muridnya yang dijulukinya Demit Merah telah
tewas. Melihat muridnya tewas dengan tubuh hangus, Dadu
Ganggang menyangka kalau Pengemis Pincanglah
yang telah membunuhnya, mengingat Demit Me-
rah pergi bersama Pengemis Pincang. Terutama
lagi, akan ilmu 'Menggiring Awan Hitam' yang dimiliki Pengemis Pincang. Tetapi
mencari Pengemis Pincang akan sulit dilakukannya. Makanya dia
mendatangi Ki Dundung Kali yang merupakan
guru dari Pengemis Pincang yang saat itu kebetulan bersama dengan Peramal Sakti.
Tetapi dari penjelasan Ki Dundung Kali maupun Peramal
Sakti, Dadu Ganggang akhirnya menyurutkan
kemarahan. "Keparat! Aku baru sadar kalau Ilmu
'Menggiring Awan Hitam' tak akan menghan-
guskan jantung! Setan! Kemungkinannya besar
sekali kalau bukan Pengemis Pincang yang mem-
bunuh muridku si Demit Merah! Lantas... siapa-
kah yang telah membunuh muridku yang beru-
bah menjadi tolol karena mau-maunya mengikuti
Pengemis Pincang"!"
Dadu Ganggang kembali menggeram pan-
jang pendek. Dan kehadiran Dadu Ganggang di
tempat itu, sebenarnya sudah menarik perhatian
sepasang mata indah yang berada di atas sebuah
pohon. Begitu mendengar suara orang memaki-
maki, si pemilik mata indah yang sebelumnya se-
dang tidur terbangun. Dicarinya dari mana ma-
kian yang didengarnya itu yang kini sudah dili-
hatnya siapa orangnya.
"Astaga! Kakek itu menyebut Demit Merah
sebagai muridnya"!" desis si pemilik mata indah berambut dikuncir ini dalam
hati. Tubuhnya dis-usupkan lebih jauh, agar terhalang dedaunan.
Dia juga mengerahkan ilmu peringan tubuhnya.
"Hemm... berarti, kakek bongkok itu adalah guru Demit Merah yang sedang mencari
pembunuh-nya"! Dan tadi kudengar dia berulangkali menye-
but julukan Pengemis Pincang! Hemm... bukan-
kah dari orang itulah kurebut Kain Pusaka Setan"
Kalau begitu... kehadiranku di sini tak boleh diketahui si kakek!"
Si pemilik mata indah berpakaian kuning
ini tetap berusaha untuk tak bersuara. Bahkan
bernapas pun sangat pelan dilakukannya. Diden-
garnya lagi apa yang dikatakan kakek bongkok
bertongkat hitam.
"Siapa pun yang telah membunuh murid-
ku, dia akan kucabik-cabik sebelum kurenggut
nyawanya!! Akan kubantai dia hingga menyesal
telah melakukan tindakan busuk terhadap mu-


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ridku!" Dadu Ganggang sesaat terdiam. Lalu sambungnya lebih sengit, "Dasar
tolol! Apa yang membuatnya tertarik mengikuti Pengemis Pincang, yang justru
perjalanan itu kemudian men-
gakhiri hidupnya"!"
Terlihat dada kurus Dadu Ganggang naik
turun pertanda dia masih direjam kemarahannya.
Biar bagaimanapun juga, Demit Merah adalah
murid satu-satunya yang hendak diwarisi seluruh ilmu yang dimilikinya. Dadu
Ganggang termasuk
salah seorang tokoh rimba persilatan yang berdiri di tengah-tengah aliran. Dia
dapat berbuat kejam laksana orang aliran sesat tetapi dapat juga bertindak
santun seperti orang aliran lurus.
Mendadak si kakek bongkok ini memutus
makiannya sendiri. Kepalanya secara tiba-tiba di-palingkan ke kanan.
"Hemm... kutangkap satu gerakan terburu-
buru ke arah sini"! Huh! Siapa orangnya yang
akan muncul di hadapanku"!"
Gerakan si kakek yang melihat ke kanan
itu menarik perhatian gadis bermata indah yang
bersembunyi di atas sebuah pohon. Tanpa sadar
dia ikut-ikutan memandang ke kanan.
"Hemm... tak kulihat siapa pun di sana. Tetapi dari tanda-tandanya, si kakek
bongkok me- nangkap satu suara yang membuatnya curiga.
Aku harus lebih berhati-hati. Telinga si kakek rupanya begitu peka...."
Di bawah, kakek bertongkat hitam itu terus
mengarahkan pandangannya ke depan. Sepasang
matanya tak berkedip, agak menyipit. Kedua
daun telinganya bergerak-gerak.
"Hemmm... manusia yang datang ini sema-
kin dekat!" desisnya pelan.
Tak lama kemudian, orang yang ditung-
gunya itu pun memperlihatkan sosoknya. Dia
seorang perempuan berusia sekitar tiga puluh ta-hunan. Parasnya elok dengan
hidung bangir dan
kulit putih mulus. Rambutnya hitam tergerai. Pa-da keningnya terdapat sebuah
ikat kepala ber-
warna perak yang di tengah-tengahnya terdapat
sebuah bintang bersinar berwarna sama. Perem-
puan yang pada bagian lengan kanan kirinya ter-
dapat gelang-gelang warna perak ini mengenakan
pakaian berwarna hijau keputihan.
Sejenak si perempuan berikat kepala ter-
dapat sebuah bintang mengerutkan keningnya
tatkala melihat satu sosok tubuh berdiri di hadapannya.
Dadu Ganggang sendiri tak bersuara. Dia
hanya memandang lekat-lekat perempuan di ha-
dapannya. Belum lagi dia angkat bicara, si pe-
rempuan sudah mendahului,
"Tanpa mengurangi rasa hormatku pada-
mu, Orang tua... menilik ciri yang ada padamu...
salahkah bila kukatakan kau adalah Dadu Gang-
gang"!" Ucapan si perempuan disambut dengusan oleh Dadu Ganggang. Matanya
melotot. "Kau tak salah berucap demikian! Perem-
puan cantik, siapakah kau adanya"!"
Begitu apa yang diucapkannya dibenarkan
si kakek, perempuan ini langsung merangkapkan
kedua tangannya di depan dada. Lalu berkata
hormat, "Nama besar Dadu Ganggang telah sampai
di telingaku! Aku yang tak punya kemampuan ini
bernama Gita Malam! Tetapi orang-orang menju-
lukiku Dewi Bintang!"
Dadu Ganggang hanya memandang dan
berkata dalam hati, "Sikapnya sungguh sopan.
Nada suaranya pun enak didengar,"
Sementara itu di balik rimbunnya dedau-
nan, gadis berpakaian kuning mendesis dalam
hati, "Si kakek bernama Dadu Ganggang dan si perempuan berjuluk Dewi Bintang.
Hemmm... sungguh banyak rupanya orang rimba persilatan
yang belum kukenal. Yang kuketahui saat ini, kalau si kakek sedang mencari orang
yang telah membunuh muridnya, si Demit Merah. Ah... aku
tak mau menghadapi urusan dengannya. Sebaik-
nya tetap ku usahakan kehadiranku di sini tak
diketahui oleh salah seorang dari keduanya."
Dewi Bintang memandang kakek di hada-
pannya yang sedang melotot padanya. Lalu den-
gan suara yang tetap sopan dia berkata, "Di tempat seperti ini tak ada sesuatu
yang menarik untuk diperhatikan, bahkan tempat ini begitu sunyi.
Lantas, kalau kau berkenan, ada urusan apakah
bisa-bisanya kau berada di sini, Orang tua?"
"Perempuan!" bentak Dadu Ganggang dengan senyuman sinis. "Kau baru saja datang
di tempat ini, tetapi sudah banyak pertanyaan! Apa mulutmu tak enak bila kau tak
segera melontarkan pertanyaan"!"
Makian itu hanya disambut senyuman oleh
Dewi Bintang. "Sudah lama kudengar nama tokoh ini, te-
tapi baru kali ini aku berjumpa dengannya...." katanya dalam hati.
"Ganti aku yang harus bertanya padamu!"
Dewi Bintang mengangguk. Di hadapannya
Dadu Ganggang tak segera melontarkan perta-
nyaannya. Dipandanginya dulu lekat-lekat pe-
rempuan di hadapannya. Lalu, "Aku sedang mencari manusia keparat berjuluk
Pengemis Pincang!
Karena dialah orang terakhir yang kuketahui bersama-sama dengan muridku!"
Mendengar julukan itu disebutkan, kepala
Dewi Bintang menegak. Bola matanya yang bagus
tak berkedip. Terbuka agak lebar. Lamat-lamat
terlihat keningnya sedikit dikerutkan. "Pengemis Pincang"!"
"Kau tentunya tidak tuli! Jadi kau jelas
mendengarnya! Lalu dengan maksud apa kau
mengulangi lagi ucapanku"!" bentak Dadu Ganggang keras.
"Orang tua... bukan lancang aku mencam-
puri urusan, tetapi aku ingin tahu, mengapa kau mencari Pengemis Pincang?"
"Muridku telah mampus dibunuh oleh se-
seorang yang tak kuketahui siapa adanya! Satu-
satunya orang yang dapat kujadikan sebagai tem-
pat bertanya hanyalah Pengemis Pincang, karena
dialah orang terakhir yang bersama dengan mu-
ridku!" Perempuan berpakaian hijau keputihan yang membungkus tubuh sintalnya,
menggeleng-geleng setelah terdiam beberapa saat.
"Aku bukan hanya pernah mendengar ju-
lukan Pengemis Pincang, bahkan aku sangat
mengenalnya! Tetapi sayang, sudah lima tahun
terakhir ini aku tak berjumpa dengannya!"
Dadu Ganggang mengertakkan rahangnya.
"Dari ucapanmu jelas kalau kau tak bertemu dengannya sebelumnya, dan jelas pula
kau tidak tahu di mana dia berada! Sekarang lebih baik
menyingkir dari hadapanku!"
"Orang tua... sekali lagi bukan lancang
mencampuri urusan, tetapi saat ini aku pun se-
dang mencarinya...."
"Hemm... apa maksudmu dengan menca-
rinya?" Dewi Bintang tak segera menjawab. Lamat-
lamat dia justru mengarahkan pandangannya ke
kejauhan. Lantas pelan-pelan kembali diarahkan-
nya pada Dadu Ganggang.
"Lima tahun lalu, Pengemis Pincang telah
membuka urusan denganku! Karena... dia telah
memperkosa adikku satu-satunya yang kala itu
baru berusia tujuh belas tahun! Karena menderita malu berkepanjangan, adikku
akhirnya membunuh diri! Dengan penuh amarah dan dendam,
aku berusaha menemukan manusia keparat itu!
Aku memang berhasil menemukannya, tetapi aku
gagal membunuhnya karena manusia itu telah
berhasil meloloskan diri!"
Dewi Bintang menghentikan kata-katanya.
Matanya menerawang mengingat kejadian lima
tahun lalu. Kemudian sambungnya, "Dan saat ini, aku muncul kembali untuk mencari
Pengemis Pincang! Karena kudengar kabar kalau manusia
itu sedang berusaha untuk mendapatkan sebuah
benda sakti yang tersembunyi di Taman Kema-
tian! Rimba persilatan bukanlah tempat yang te-
pat untuk menyimpan sebuah rahasia, rahasia
apa pun lambat laun akhirnya terdengar juga!
Termasuk kepergian Pengemis Pincang ke Taman
Kematian!"
Dadu Ganggang mendengus.
"Jangan kau ajarkan aku tentang rahasia
yang tak bisa dipendam di rimba persilatan!"
"Maafkan kelancanganku.,.."
"Kau mengatakan kalau kau mencarinya
hendak membunuhnya! Bagus kalau kau punya
maksud demikian!"
"Karena hatiku belum tenang bila belum
mengetahui dia sudah mampus! Dan seperti yang
diancamkannya di saat dia berhasil meloloskan
diri, dia akan membalas kekalahannya itu! Aku
sudah lama menunggu tetapi dia tak muncul! Ku-
cari pun sulit kutemukan! Setelah kabar kuden-
gar, kuputuskan untuk mulai mencarinya kemba-
li!" Gadis berpakaian kuning yang bersem-
bunyi dan mencuri dengar percakapan keduanya
membatin, "Astaga! Apa yang diperintahkan Guru ternyata tak semudah dugaanku!
Aku memang telah berhasil merebut Kain Pusaka Setan dari tangan Pengemis
Pincang, bahkan telah menyerah-
kan benda itu pada Guru! Yang tak kusangka ka-
lau urusan akan berkembang menjadi panjang! Di
rimba persilatan ini ternyata begitu banyak orang yang memendam dendam! Siapa
tahu, Guru pun memiliki hal yang sama..."
Dadu Ganggang berkata, "Kau punya uru-
san yang jelas dengan Pengemis Pincang! Begitu
pula denganku! Hanya bedanya kau akan mem-
bunuh manusia satu itu, atau bisa jadi kau yang akan terbunuh olehnya! Sedangkan
aku, mencarinya dengan maksud agar semua menjadi jelas,
agar aku dapat mengetahui siapa orang yang te-
lah membunuh muridku! Dewi Bintang... jangan
coba-coba bertindak gegabah! Kau tak kuperke-
nankan untuk membunuh Pengemis Pincang se-
belum kutanyai!"
"Dendam di dadaku mungkin sama besar-
nya dengan dendam yang disimpan manusia ke-
parat itu! Orang tua... maafkan aku bila tak bisa kupenuhi apa yang kau
katakan...."
"Berarti kau telah melakukan tindakan
lancang!" gusar suara Dadu Ganggang dengan mata melotot.
Dewi Bintang merangkapkan kedua tan-
gannya di depan dada dan berkata hormat, "Sedikit pun aku tak punya pikiran
untuk bertindak
lancang seperti itu! Hanya dikarenakan Pengemis Pincang telah memperkosa adikku
yang kemudian membunuh diri, aku dengan berat hati mengata-
kan kalau apa yang kau inginkan tak bisa kupe-
nuhi...." Dadu Ganggang menatap gusar.
"Keparat! Huh! Bila saja aku punya urusan
dengan perempuan ini, tak kusesali bila dia ku-
bunuh sekarang! Tetapi apa yang dikatakannya
memang masuk akal! Lagi pula, belum jelas kalau memang Pengemis Pincang
mengetahui tentang
kematian Demit Merah! Kalau dia sebagai pela-
kunya jelas tak mungkin, mengingat penjelasan
Ki Dundung Kali maupun Peramal Sakti. Berar-
ti..." Memutus kata batinnya sendiri, kakek bongkok berpakaian hitam ini bicara,
"Ku tarik kembali ucapanku! Tak ku halangi niatmu untuk
membunuhnya! Tapi kau harus melaksanakan
perintahku! Tanyakan dulu kejelasannya pada
Pengemis Pincang bila kau berjumpa dengannya
tentang muridku! Atau... kau cari tahu siapakah orang yang telah membunuh
muridku!" "Bila itu perintahmu, aku bisa melaksana-
kannya!" "Bagus! Menyingkir dari sini!"
Dewi Bintang menganggukkan kepalanya.
Setelah merangkapkan kedua tangannya
diiringi anggukan hormat, Dewi Bintang sudah
berkelebat meninggalkan tempat itu.
Dadu Ganggang mengantar kepergiannya
dengan tatapannya yang garang
"Huh! Ada-ada saja! Aku sudah setua ini
masih mau melibatkan diri dalam urusan kecil!
Betul-betul keparat si pembunuh itu! Aku tidak
tahu, siapakah yang bodoh sekarang" Si pembu-
nuh, muridku ataukah aku sendiri"!"
Ucapan terakhirnya itu diiringi dengusan.
Lalu tanpa banyak bicara lagi, Dadu Gang-
gang sudah melangkah meninggalkan tempat itu
diiringi makian panjang pendek.
Sepeninggalnya, gadis berpakaian kuning
yang sejak tadi bersembunyi di balik dedaunan,
melompat turun. Lompatannya begitu ringan,
tanpa mengeluarkan suara. Belum apa-apa si ga-
dis berparas cantik ini sudah mendesis,
"Urusan yang kuhadapi ini benar-benar
berkembang panjang. Si kakek bongkok adalah
guru Demit Merah yang telah kubunuh. Sementa-
ra Dewi Bintang sedang mencari Pengemis Pin-
cang yang menurut dugaannya si Pengemis Pin-
cang pun sedang mencarinya. Ah! Yang kutahu
saat ini, tentunya Pengemis Pincang sedang men-
cari orang yang telah merebut Kain Pusaka Setan dari tangannya!"
Gadis jelita ini menarik napas panjang.
"Aku tak boleh membuang waktu. Aku ha-


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rus segera menemukan Dayang Biru yang entah
berada di mana dan secepatnya kembali lagi men-
jumpai Guru. Aku yakin, Guru punya maksud
tertentu dengan menyuruhku dan Dayang Biru
mendapatkan Kain Pusaka Setan. Sayang aku ti-
dak tahu apa yang ada di balik benaknya.... "
Gadis berkuncir kuda bermata indah ini
memperhatikan dulu sekelilingnya. Dia tak berani memutuskan untuk mengambil arah
yang ditempuh Dadu Ganggang. Makanya dia segera memu-
tar tubuh ke kanan, mengambil arah yang ditem-
puh Dewi Bintang.
Namun sebelum dia mengangkat kaki dari
sana, satu suara sudah terdengar tajam, "Sejak tadi aku sudah melihat ada
cecunguk iseng yang
mencuri dengar percakapan! Dan tanpa disangka
kalau cecunguk itu mengaku sebagai pembunuh
murid Dadu Ganggang!!"
Serta merta gadis berpakaian serba kuning
ini mengarahkan pandangannya ke depan. Seo-
rang perempuan yang pada keningnya terdapat
sebuah bintang, sudah melangkah ke arahnya!
TIGA PADA saat yang bersamaan, rupanya
Dayang Biru tahu kalau dia diikuti seseorang.
Sambil berlari dia sesekali melirik.
"Pengemis Pincang!" desisnya. "Rupanya manusia pincang itu hanya berpura-pura
tinggalkan tempat sementara tentunya dia punya renca-
na untuk mengikutiku! Hmm... akan ku permain-
kan dia!" Memutuskan demikian. Dayang Biru sege-
ra mengubah arah yang ditempuhnya. Tindakan
yang dilakukannya itu membuat Pengemis Pin-
cang yang memang bersembunyi kemudian me-
nyusulnya, menjadi sedikit mengerutkan kening-
nya. "Sejak tadi gadis berpakaian biru itu berlari ke arah timur, tetapi mengapa
sekarang agak di-belokkan ke utara" Apakah ini memang arah yang
ditempuhnya, atau dia mengetahui kalau aku
mengikutinya?"
Sambil berpikir demikian dan berusaha
agar tidak diketahui orang, Pengemis Pincang terus berlari. Sesekali dia melirik
ke belakang. Tak ada orang yang mengikutinya sama sekali.
Sementara itu, di sebuah tempat Raja Naga
yang memutuskan untuk mengikuti ke mana
Dayang Biru pergi, akhirnya mengurungkan niat
tatkala pandangannya menangkap dua kelebatan
tubuh yang tak jauh dari samping kirinya. Raja
Naga sebelumnya sempat melihat Pengemis Pin-
cang yang keluar dari balik ranggasan semak dan mengikuti ke mana perginya
Dayang Biru. Sesaat sebelumnya anak muda dari Lem-
bah Naga ini agak geram melihat apa yang dila-
kukan Pengemis Pincang. Tetapi dibiarkan saja
Pengemis Pincang mengikuti ke mana perginya
Dayang Biru. Dan dua kelebatan tubuh yang
membuatnya menghentikan langkahnya tadi, su-
dah menjauh. "Aku masih belum mendapat kejelasan
apakah Dayang Kuning yang memang telah mere-
but Kain Pusaka Setan. Dari gelagatnya Dayang
Biru sendiri belum jelas akan hal itu. Sebaiknya, kuikuti saja ke mana perginya
dua orang tadi...."
Memutuskan demikian, murid Dewa Naga
ini putar haluan dan menyusul dua sosok tubuh
yang dilihatnya. Kedua orang yang berlari tanpa kecepatan tinggi itu berhasil
disusul oleh Raja Naga. Tetapi Raja Naga tetap menjaga jarak.
Begitu dilihatnya kedua orang yang diiku-
tinya menghentikan langkah di jalan setapak, Ra-ja Naga segera menyusup ke balik
ranggasan se- mak. Diperhatikan kedua orang itu dengan sek-
sama. Kakek yang berdiri di sebelah kanan men-
genakan pakaian putih panjang dan tangannya
tak bosan-bosannya mengusap-usap jenggot pu-
tihnya yang menjulai sampai perut. Sementara di sampingnya berdiri seorang kakek
yang usianya tak jauh berbeda. Mengenakan pakaian merah
penuh tambalan.
Kedua kakek ini tak ada yang bersuara un-
tuk beberapa lama. Lalu terlihat kepala kakek
berpakaian merah penuh tambalan menatap si
kakek yang selalu mengusap-usap jenggot putih-
nya, yang nampak sedang mengerutkan kening
memikirkan sesuatu.
"Sobat, apa yang sedang kau pikirkan"
Apakah kau sedang meramalkan sesuatu?"
Kakek yang selalu mengusap jenggotnya itu
melirik sesaat. Masih mengusap jenggotnya dia
menjawab, "Dundung Kali... entah mengapa ramalanku semakin kuat, kalau seorang
pemuda yang memiliki kesaktian tinggi akan mendapatkan Kain Pusaka Setan! Walaupun
dengan susah payah, pemuda yang punya niatan untuk mengu-
bur Kain Pusaka Setan itu, akan berhasil mela-
kukannya. Tapi...."
"Tapi apa maksudmu, Peramal Sakti?"
Si kakek yang bukan lain Peramal Sakti
adanya masih mengusap-usap jenggotnya.
"Kita tahu, kalau Dadu Ganggang muncul
untuk mencari pembunuh muridnya yang dijulu-
kinya Demit Merah. Dan hampir saja terjadi kesa-lahpahaman antara kau dengannya.
Masih berun- tung dia mau mempergunakan sedikit otaknya.
Dan ramalanku mengatakan, kalau si pembunuh
adalah orang yang telah menggunakan Kain Pu-
saka Setan."
"Maksudmu... pemuda yang kau ramalkan
tadi?" "Bukan, bukan dia!"
Peramal Sakti tak meneruskan ucapannya.
Ki Dundung Kali membiarkan sahabatnya itu ter-
diam. Di tempatnya Raja Naga sedikit terkejut.
"Demit Merah telah tewas terbunuh" Asta-
ga! Siapakah orang yang telah melakukannya"
Menurut si kakek yang selalu usap jenggotnya
itu, si pembunuh mempergunakan Kain Pusaka
Setan! Jangan-jangan... si bayangan kuning yang menurut dugaan sementara adalah
Dayang Kuning, murid Ratu Dayang-dayang yang telah mela-
kukannya...."
Peramal Sakti berkata lagi, "Sobat... urusan Kain Pusaka Setan akan semakin
membentang. Dan ramalanku juga mengatakan, masih ada
orang yang menghendaki Kain Pusaka Setan un-
tuk kepentingan pribadi. Satu hal yang membua-
tku sedikit kecut, karena kutangkap ramalan ka-
lau seseorang akan muncul di hadapan kita un-
tuk membalas dendam...."
"Astaga! Apakah ramalanmu tak meleset?"
"Sejauh ini, ramalanku selalu benar!"
"Lama malang melintang di rimba persila-
tan dan lama berdiam diri di tempat sunyi, ter-
nyata masih ada orang yang menaruh dendam
pada kita. Peramal Sakti... apakah orang itu ada hubungannya dengan si Durjana
Kayangan?"
Peramal Sakti tak menjawab.
Raja Naga membatin, "Hebat! Ramalan ka-
kek yang selalu mengusap jenggotnya itu sung-
guh luar biasa! Dia dapat meramalkan kalau ada
orang yang sedang mencarinya! Tentunya orang
yang dimaksud itu adalah Lara Dewi yang saat ini sedang mencari keduanya bersama
Setan Gemolong! Yang tak kusangka, kalau Setan Gemolong
punya urusan dengan guruku!"
Tiba-tiba Peramal Sakti mendesis, "Anak
muda... apakah tidak sebaiknya kau menampak-
kan diri" Tak ada rasa amarah pada dadaku ka-
rena kau berani lancang mencuri dengar perca-
kapan ini!"
Mendengar kata-kata Peramal Sakti jauh
dari urusan yang sedang mereka bicarakan,
membuat Ki Dundung Kali sedikit terkejut. Se-
mentara Raja Naga lebih terkejut lagi.
"Hemmm... rasanya tak ada orang lain yang
bersembunyi di sekitar sini kecuali diriku. Kakek berjuluk Peramal Sakti itu
telah mengetahui per-sembunyianku. Sebaiknya... aku memang keluar
saja...." Memutuskan demikian, pemuda bersisik
coklat pada kedua tangan sebatas sikunya ini segera keluar dari balik ranggasan
semak diikuti oleh tatapan mata Peramal Sakti dan Ki Dundung
Kali. Berdiri sejarak lima langkah dari hadapan kedua kakek itu, Boma Paksi
langsung merangkapkan kedua tangannya dan berkata sopan,
"Bukan maksudku lancang mencuri dengar percakapan kalian! Hanya saja, aku
tertarik dan mengikuti Kalian pergi...."
"Hemmm... sikapnya santun dan suaranya
sopan. Wajahnya tampan dengan rambut gon-
drong menambah ketampanannya. Seorang pe-
muda gagah... oh! Astaga! Mulutnya kembangkan
senyuman, tetapi matanya bersorot sedemikian
angker dan mengerikan! Gila! Apakah aku tak sa-
lah lihat"!" desis Peramal Sakti dengan kepala te-rangkat
Di pihak lain, Ki Dundung Kali pun batin-
kan hal yang sama, "Tatapan itu sedemikian menusuk jantung, menikam hingga orang
yang meli- hatnya tak akan berani berbuat apa-apa. Benar-
benar sosok yang mengerikan. Siapakah pemuda
ini" Kedua tangannya sebatas siku bersisik cok-
lat..." Sementara itu Raja Naga masih tersenyum.
Peramal Sakti berkata, "Anak muda be-
rompi ungu... siapakah kau yang memiliki tata-
pan seperti itu?"
Masih tersenyum Raja Naga menyahut,
"Peramal Sakti... namaku Boma Paksi. Aku datang dari Lembah Naga. Dan julukanku
Raja Na- ga...." Sementara Peramal Sakti mengerutkan kening, Ki Dundung Kali sudah
berkata, "Ada hubungan apakah kau dengan Dewa Naga yang se-
tahuku tinggal di tempat penuh misteri yang su-
kar ditemukan dan bernama Lembah Naga?"
Raja Naga mengarahkan pandangannya
pada Ki Dundung Kali. Masih tersenyum dia me-
nyahut, "Dewa Naga adalah guruku, Ki..."
Ki Dundung Kali mengangguk-anggukkan
kepalanya, ada sedikit kepuasan di bibirnya kare-na dugaannya telah terbukti.
Peramal Sakti berkata, "Dari sebutan yang
kau berikan kepada kami, nampaknya kau sudah
mengenal kami. Benarkah tentang hal itu?"
"Mengenal dalam arti berjumpa baru kali
ini terjadi. Tetapi bila kukatakan aku pernah
mendengar julukan kalian, rasanya hampir setiap saat...."
"Raja Naga... apa maksudmu dengan ham-
pir setiap saat?"
Raja Naga memperhatikan dulu keduanya
dengan senyuman lebar. Kemudian katanya, "Kudengar tadi, kau meramalkan tentang
kehadiran seseorang yang membawa dendam dan hendak
mencelakakan kalian! Ramalanmu memang sung-
guh luar biasa, Orang tua! Apa yang kau ramal-
kan itu dapat ku benarkan!"
"Lebih baik... kau jelaskan secara rinci...."
"Sebelum aku berjumpa dengan Kalian,
aku telah berjumpa dengan seorang perempuan
bertubuh menggiurkan dan memiliki sifat mesum.
Dia bernama Lara Dewi. Perempuan yang tubuh
sintalnya dibalut dengan kain berwarna keema-
san itu ditemani oleh seorang kakek...."
"Kau mengatakan ciri perempuan itu begitu
rinci! Jangan sampai membuatku yang sudah se-
tua ini naik birahi...," desis Ki Dundung Kali.
Peramal Sakti mendengus.
"Busyet! Otak tuamu masih ngeres juga!"
Ki Dundung Kali cuma mengangkat sepa-
sang alis tipisnya sambil tersenyum.
Peramal Sakti bertanya, "Kau mengetahui
siapa kakek yang bersama Lara Dewi?"
"Aku mengenalnya dengan nama Setan
Gemolong...."
"Setan Gemolong"!" suara Peramal Sakti agak tersentak. "Gila! Mau apa manusia
setengah gila itu muncul kembali di rimba persilatan"!"
"Yang pasti... dia telah membulatkan tekad untuk membantu Lara Dewi guna
membunuh kalian!" "Nama Lara Dewi baru kali ini ku dengar Dundung Kali... apakah
kau sudah pernah mendengarnya"!"
Ki Dundung Kali menggeleng.
"Aku juga baru kali ini mendengarnya. Te-
tapi dari ciri yang dikatakan Raja Naga, aku sudah dapat langsung membayangkan
seperti apa orangnya!"
Lagi Peramal Sakti mendengus.
"Bila manusia satu ini sudah muncul sifat
angin-anginannya, urusan akan jadi berantakan!
Huh! Aku tak pernah habis pikir dengan sifat seperti itu! Terkadang begitu
serius, bahkan saking seriusnya dapat kalahkan orang yang selalu serius dalam
keadaan apa pun! Tetapi kalau sifat
konyolnya sudah muncul, dia tak lebih dari seo-
rang badut belaka!"
Raja Naga sendiri sedang membatin, "Sifat
Ki Dundung Kali tak jauh berbeda dengan Guru!
Hanya bedanya Guru selalu kentut di sembarang
tempat." Peramal Sakti berkata lagi, "Raja Naga...
apakah kau mendapat kejelasan tentang siapa
adanya Lara Dewi dan sebab-sebab hendak mem-
bunuh kami?"


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yang kuketahui hanya sedikit saja. Menu-
rut penuturannya, dia adalah adik kandung dari
seorang tokoh yang telah kalian bunuh empat pu-
luh tahun lalu! Tokoh berjuluk Durjana Kayan-
gan! Dan Lara Dewi kini muncul untuk membalas
kematian kakak kandungnya!" sahut Boma Paksi.
Peramal Sakti mengangguk-anggukkan ke-
palanya. "Dundung Kali... ternyata urusan yang kita hadapi, bukan hanya urusan Kain
Pusaka Setan! Tetapi seorang perempuan bertubuh sintal den-
gan dibantu Setan Gemolong pun akan menurun-
kan dendam kepada kita!"
Ki Dundung Kali tak menyahuti ucapan si
kakek yang selalu mengusap jenggot putih pan-
jangnya. Dia berkata pada Raja Naga, "Anak mu-da gagah bersisik coklat! Kau
nampaknya banyak
mengetahui sesuatu! Apakah kau juga mengeta-
hui tentang Kain Pusaka Setan?"
Raja Naga mengangguk-angguk. Tanpa di-
minta lagi dia sudah mengutarakan apa yang di-
ketahuinya. Ki Dundung Kali berkata pada Pe-
ramal Sakti, "Sobat... lagi-lagi ramalanmu benar.
Seseorang telah merebut Kain Pusaka Setan dari
tangan murid murtadku yang telah mencoba me-
racuniku."
Peramal Sakti tak menjawab. Dipandan-
ginya pemuda di hadapannya sebelum berkata,
"Raja Naga... kau melihat sendiri Pengemis Pincang bersama-sama dengan Demit
Merah. Tahu- kah kau kalau Demit Merah telah mati?"
Raja Naga terdiam, lalu menggeleng.
"Baru sekarang kudengar berita itu."
"Jadi... kau tidak tahu apakah Pengemis
Pincang telah membunuhnya atau tidak?"
"Demit Merah telah mendahuluinya setelah
mendapatkan berlian-berlian yang ada di Taman
Kematian."
Peramal Sakti berkata pada Ki Dundung
Kali, "Sobat... sudah jelas kalau bukan murid murtadmu yang telah membunuh Demit
Merah. Dan pemuda ini dapat dijadikan sebagai saksi di hadapan Dadu Ganggang bila dia
muncul kembali dengan membawa dugaan kalau murid murtadmu
yang telah membunuh muridnya...."
"Ya! Tetapi aku yakin kalau Dadu Gang-
gang juga sudah punya keyakinan kalau bukan
murid murtadku yang telah membunuh murid-
nya...." Suasana hening.
Raja Naga membatin, "Hemm... jadi seseo-
rang yang tak diketahui siapa orangnya telah
membunuh Demit Merah. Jangan-jangan... si
pembunuh itu adalah gadis berpakaian kuning
yang telah merebut Kain Pusaka Setan dari tan-
gan Pengemis Pincang" Tentunya gadis itu bukan
hanya menghendaki Kain Pusaka Setan, tetapi ju-
ga berlian-berlian yang dibawa oleh Demit Me-
rah." DI pihak lain, Peramal Sakti membatin sambil memandang si pemuda bersorot
angker. "Pemuda ini banyak tahu tentang segala
urusan, tetapi tentunya tak semua dia tahu. Dan yang sedikit mengherankanku,
bagaimana dia bi-sa lolos dari tangan Setan Gemolong" Seingatku, Setan Gemolong
punya urusan dendam dengan
Dewa Naga! Urusan yang seharusnya sudah di-
kubur dalam-dalam...."
Karena penasaran dengan apa yang dipi-
kirkannya, Peramal Sakti berkata, "Raja Naga...
terlepas dari urusan orang yang telah merebut
Kain Pusaka Setan dari tangan Pengemis Pincang
dan orang yang telah membunuh Demit Merah,
pada nyatanya kau masih bisa berjumpa dengan
kami. Apakah tak terjadi sesuatu antara kau dengan Lara Dewi" Atau... dengan
Setan Gemolong?"
Raja Naga mengangguk. Tatapannya tetap
angker menusuk. Seraya menghela napas pendek
dia berkata, "Setan Gemolong punya dendam pa-da guruku...."
"Dan kau berhasil meloloskan diri dari tangannya?"
"Walau dengan susah payah akhirnya aku
berhasil meloloskan diri...."
Peramal Sakti mengangguk-angguk sambil
memandang si pemuda dalam-dalam. Suasana
hening. Ki Dundung Kali yang juga sedang me-
mandangi Raja Naga tiba-tiba mendengar suara di telinga kanannya, "Dundung
Kali... mungkin ramalanku telah tiba pada satu kenyataan. Pemuda
inilah yang mungkin kumaksudkan dapat te-
nangkan segala urusan...."
"Hemm... Peramal Sakti telah mengerahkan
ilmu 'Ucapan Tertutup' yang juga kumiliki, karena aku pernah diajarkan olehnya,"
kata Ki Dundung Kali dalam hati. Lalu dibalasnya ucapan Peramal Sakti, "Bila kau
memang yakin akan hal itu, mengapa tak kau jelaskan tentang Kain Pusaka Setan
sepenuhnya?"
"Apakah ini perlu?"
"Menurutku, perlu. Karena kita bisa mem-
bebankan tugas kita padanya untuk memburu
Kain Pusaka Setan. Sementara kita bersiap
menghadapi datangnya Lara Dewi dan Setan Ge-
molong. Kau tahu sendiri bukan, kehebatan Setan Gemolong?"
"Ya! Walaupun kita berdua, tentunya akan
membutuhkan waktu satu hari satu malam un-
tuk mengalahkannya."
"Dan kita belum mengetahui tentang Lara
Dewi. Bisa jadi perempuan bertubuh sintal itu
memiliki ilmu yang sama tingginya dengan Setan
Gemolong."
"Pemuda murid Dewa Naga ini telah lolos
dari tangan Setan Gemolong. Kemungkinannya
dia mampu menghadapinya."
"Aku paham apa yang kau maksudkan. Te-
tapi, biarlah dia yang akan merebut Kain Pusaka Setan. Terutama, dari apa yang
telah kau ramalkan...." "Kalau begitu... aku akan menceritakan semuanya...."
Terdengar deheman Peramal Sakti. "Raja
Naga... apakah kau tahu asal usul Kain Pusaka
Setan?" Raja Naga yang tadi memperhatikan kedu-
anya menggeleng. "Aku hanya tahu sedikit sa-ja...." Peramal Sakti menarik napas
dalam-dalam, lalu diceritakannya tentang asal muasal Kain Pusaka Setan (Untuk
mengetahui tentang hal ini, silakan baca: "Rahasia Taman Kematian").
"Durjana Kayangan orang yang pertama
memilikinya...," kata Peramal Sakti kemudian.
Raja Naga terdiam beberapa saat. Kemu-
dian berkata, "Peramal Sakti dan Ki Dundung Kali... kenalkah kau dengan seorang
tokoh berjuluk Ratu Dayang-dayang?"
Pertanyaan itu membuat kepala Peramal
Sakti menegak. Suaranya berubah menjadi tajam,
"Anak muda! Mengapa kau tahu-tahu menanyakan tentang perempuan itu?"
Raja Naga sesaat mengerutkan kening
mendengar perubahan nada suara Peramal Sakti.
Lamat-lamat dia berkata, "Karena... aku punya dugaan kalau orang yang telah
merebut Kain Pusaka Setan setelah Pengemis Pincang menda-
patkannya, adalah salah seorang murid Ratu
Dayang-dayang!"
"Bagaimana kau punya dugaan seperti
itu?" "Sebelum ini aku telah berjumpa dengan Pengemis Pincang yang sedang
mendesak seorang
gadis berpakaian serba biru yang berjuluk
Dayang Biru! Dari setiap ucapan keduanya, aku
menangkap satu gambaran kalau seorang gadis
berjuluk Dayang Kuning yang merupakan murid
Ratu Dayang-dayanglah yang telah merebut Kain
Pusaka Setan dari tangan Pengemis Pincang...."
Peramal Sakti tak segera berkata. Tangan-
nya yang selalu mengusap-usap jenggotnya lebih
cepat bergerak, pertanda dia sedang gelisah.
Ki Dundung Kali yang berkata, "Anak mu-
da... aku dan sobatku ini jelas mengenal Ratu
Dayang-dayang! Terutama dirinya yang sangat
mengenalnya!"
"Peramal Sakti seperti menyembunyikan
sesuatu. Rasanya tak enak kalau aku memaksa
untuk tahu. Biarlah untuk sementara aku simpan
dulu keingintahuan ku ini," kata Raja Naga dalam hati. Lalu berkata, "Rasanya...
percakapan ini memang harus disudahi. Aku akan tetap menemukan Ratu Dayang-
dayang yang ku perkirakan
telah diserahkannya Kain Pusaka Setan oleh mu-
ridnya.... Bila tak keberatan, dapatkah kalian
mengatakan di manakah Ratu Dayang-dayang
berdiam?" Ki Dundung Kali melirik dulu Peramal Sak-
ti. Tak ada tanda-tanda kakek yang kali ini lebih
cepat mengusap-usap jenggotnya akan berkata.
Ki Dundung Kali memutuskan untuk me-
nyahuti pertanyaan Raja Naga, "Berjalanlah ke arah timur! Sampai kau temukan
sebuah patung setinggi dirimu! Tak jauh dari sanalah Ratu
Dayang-dayang tinggal!"
"Biar menghemat waktu, aku akan segera
berangkat ke sana!"
"Tunggu! Anak muda... bersediakah kau
untuk menuntaskan urusan Kain Pusaka Setan"
Sebenarnya itu adalah tugas kami. Tetapi kehadiran Lara Dewi dan Setan Gemolong
tak bisa di- pandang ringan...."
"Tanpa kau minta, Ki, aku akan melaku-
kannya...."
"Terima kasih!"
Habis mendengar ucapan Ki Dundung Kali,
Raja Naga segera berlari ke arah timur. Pemuda
dari Lembah Naga ini masih memikirkan sikap
Peramal Sakti yang mendadak terdiam tatkala dia mengatakan tentang Ratu Dayang-
dayang. "Suatu saat... aku akan mencoba mencari
tahu ada urusan apa antara Peramal Sakti dan
Ratu Dayang-dayang...."
Sepeninggal Raja Naga, Ki Dundung Kali
melirik Peramal Sakti yang masih terdiam. Tak
ada keinginan di hati Ki Dundung Kali untuk
mengusik sobatnya yang seperti melamun itu.
"Ah, sekian puluh tahun dia coba melupa-
kan tentang Ratu Dayang-dayang, tak tahunya
kini teringat kembali," desis Ki Dundung Kali da-
lam hati. "Ratu Dayang-dayang adalah adik se-perguruannya sendiri yang bertindak
makar. Yang dengan kejamnya telah meracuni guru mereka
untuk mendapatkan rahasia Patung Darah Dewa.
Sampai saat ini aku yakin, kalau Peramal Sakti
masih menyimpan sakit hatinya itu. Dan aku ya-
kin pula, kalau dia mengetahui rahasia apa yang ada pada Patung Darah Dewa.
Patung batu bertampang lelaki bengis yang kini tak jauh dari kediaman Ratu
Dayang-dayang...."
Tiba-tiba terdengar desisan Peramal Sakti,
bernada dalam, "Ratu Dayang-dayang... sekian lama aku berusaha untuk lupakan
segala tinda-kannya terhadap Kiai Gede Arum! Tapi nyatanya,
dia masih tetap tinggal di sekitar Patung Darah Dewa! Tentunya dia masih
penasaran untuk
mengetahui rahasia apa yang ada pada Patung
Darah Dewa! Rasanya... sudah cukup lama ku-
biarkan dia berada dalam kesalahannya. Dan se-
karang dia mencoba mendapatkan Kain Pusaka
Setan. Tak akan bisa ku maafkan perbuatannya
untuk yang kedua kalinya...."
Ki Dundung Kali tak menyahut.
Masing-masing orang terdiam dengan di-
buncah pikiran yang sama dan berbeda.
Hening menggigit keras.
EMPAT GADIS berpakaian kuning bermata indah
itu memandang tak berkedip pada perempuan
berpakaian hijau keputihan. Perasaan si gadis sesaat menjadi tidak tenang. Tapi
di lain saat, dia sudah mendengus. Mata indahnya bersinar garang. Dewi Bintang
menghentikan langkahnya
sejarak sepuluh langkah dari hadapan si gadis.
Dipandanginya gadis jelita di hadapannya dengan seksama.
Lalu terucap kata-katanya, "Mencuri den-
gar pembicaraan orang sungguh tidak baik, terlebih lagi dilakukan oleh seseorang
yang telah melakukan satu pembunuhan!"
"Dewi Bintang! Kau sebenarnya tak ada
urusan dengan apa yang kulakukan! Kakek ber-
nama Dadu Ganggang yang harusnya muncul lagi
di hadapanku!" bentak si gadis dengan mata membuka lebar. Lalu sambungnya dalam
hati, "Keparat! Mengapa aku tak berhati-hati" Mengapa aku tak memikirkan kemungkinan
salah seorang dari mereka tadi akan muncul kembali di sini"!"
"Janji telah kuucapkan, dan harus ku tu-
naikan!" "Apa pun bentuk janjimu pada Dadu Gang-
gang bukanlah urusanku! Bila kau memang hen-
dak buka urusan, kedua tanganku selalu terbu-
ka!" "Murid siapa gadis berparas jelita tetapi
berhati kejam ini" Kesombongannya sudah me-
nandakan akan kekejamannya," kata batin Dewi Bintang. Kemudian katanya, "Aku
bukan lancang mencampuri urusan, tetapi aku hanya menunaikan janji!"
"Lakukan bila kau memang menginginkan-
nya!" "Gadis Jelita... siapakah kau adanya" Dan mengapa kau membunuh murid Dadu
Ganggang yang berjuluk Demit Merah?"
"Kau boleh mengenal siapa akui Namaku
Dayang Kuning! Dan mengenai mengapa aku
membunuh Demit Merah, karena manusia satu


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu telah mencoba mempermalukanku! Dewi Bin-
tang... sebagai seorang perempuan, apa yang
akan kau lakukan bila seorang lelaki buas hen-
dak mempermalukanmu"!"
Dewi Bintang tak segera menjawab.
"Hemm... benarkah Demit Merah hendak
mempermalukannya hingga gadis jelita ini mela-
kukan satu tindakan?" tanyanya pada dirinya sendiri dalam hati.
Sambil memandang si gadis lekat-lekat, pe-
rempuan yang di keningnya terdapat sebuah bin-
tang bersinar keperakan ini menjawab, "Sudah tentu aku akan melakukan hal yang
sama!" "Bila demikian jawabmu, apakah aku salah
telah membunuhnya" Sementara kau sendiri se-
belumnya mengatakan pada Dadu Ganggang, ka-
lau kau sedang mencari Pengemis Pincang yang
telah memperkosa adikmu hingga adikmu mem-
bunuh diri" Lantas... apakah tindakan yang kulakukan sebelumnya berbeda dengan
apa yang kau hendaki sekarang"!"
Ucapan Dayang Kuning benar-benar mem-
buat Dewi Bintang terdiam. Perempuan ini mena-
rik napas pendek. Terbayang bagaimana adiknya
yang membunuh diri karena tak kuasa menahan
malu dan kepedihan hati akibat diperkosa Pen-
gemis Pincang. Kemudian katanya, "Kau benar. Dayang
Kuning! Manusia-manusia seperti itu memang
layak dibunuh!"
"Kau sudah menunaikan janji! Seingatku,
kau hanya berjanji pada Dadu Ganggang untuk
menanyai siapakah orang yang telah membunuh
muridnya" Dan aku telah jawab sejujurnya!"
"Tapi...."
"Apa maksudmu dengan tapi?"
"Benarkah Demit Merah hendak memper-
malukanmu" Jangan-jangan, kau asal bicara! Ka-
rena kau sudah mendengar percakapanku dengan
Dadu Ganggang! Kau mempergunakan kesempa-
tan karena kau mengetahui kalau saat ini aku sedang mencari lelaki berjuluk
Pengemis Pincang
yang telah memperkosa adikku!"
"Tak ada saksi yang melihat apa yang hen-
dak dilakukan Demit Merah kepadaku! Jadi, se-
muanya tergantung pada kau sendiri! Bila kau
percaya, sudah seharusnya kau membiarkan aku
pergi sekarang! Tetapi bila kau tak mempercayai
apa yang kukatakan, aku pun tak keberatan un-
tuk menghadapi apa yang akan kau lakukan!"
Dewi Bintang tersenyum.
"Dayang Kuning... jangan berpikir sejauh
itu! Semula aku memang agak geram mendengar
ada orang yang begitu enaknya melakukan pem-
bunuhan tanpa sebab-sebab yang jelas! Tetapi
sekarang, apa yang kau lakukan terhadap Demit
Merah dapat ku benarkan! Dayang Kuning... apa-
kah kau keberatan bila kutanyakan tentang sia-
pakah gurumu?"
Dayang Kuning merapatkan mulut. Dipan-
danginya perempuan berparas cantik yang juga
sedang menatapnya.
"Semula tadi dia memang nampak gusar,
terutama tahu kalau aku mencuri dengar perca-
kapannya dengan Dadu Ganggang. Tetapi keliha-
tannya kegusarannya mulai mencair. Dia juga se-
dang mengalami satu peristiwa yang sebenarnya
tak jauh berbeda denganku. Hanya saja adiknya
telah diperkosa yang kemudian membunuh diri.
Hemmm... tak ada salahnya kalau kuberitahukan
siapa guruku...."
Memutuskan demikian, gadis berpakaian
serba kuning ini menjawab, "Mungkin kau mengenal guruku, tetapi mungkin juga
tidak. Dewi Bintang... guruku berjuluk Ratu Dayang-
dayang..."
Kepala Dewi Bintang menegak. Matanya
memandang tak berkedip ke depan.
"Aku pernah mendengar tentang julukan
itu. Kalau tidak salah ingat... Ratu Dayang-
dayang punya urusan dengan Peramal Sakti!"
Kalau sebelumnya Dewi Bintang yang me-
negakkan kepala, kali ini Dayang Kuning yang
melakukannya. Gadis jelita itu terdiam dengan tatapan tajam pada Dewi Bintang.
Sebelum akhirnya ia berkata, "Aku sama
sekali tak mengetahui apa yang kau ketahui ten-
tang urusan guruku dengan Peramal Sakti! Dan
aku tak ingin kau telah lakukan satu fitnahan ke-ji terhadapnya! Jadi kuminta,
lebih baik kau segera katakan sebelum aku menuduh mu lakukan
fitnah!" "Dari gelagatnya, Dayang Kuning tidak ta-hu apa yang telah terjadi
antara gurunya dengan Peramal Sakti. Aku pernah mendengar cerita itu
dari guruku yang dulu bersahabat dengan Ratu
Dayang-dayang dan Peramal Sakti. Hemm... bila
tak ku jelaskan, gadis itu menuduhku lakukan
fitnahan terhadap gurunya. Sebaiknya aku me-
mang mengatakannya saja...."
Memutuskan demikian, perempuan cantik
berpakaian hijau keputihan ini berkata, "Setahuku, gurumu dan Peramal Sakti
adalah saudara seperguruan yang berguru pada Kiai Gede Arum!
Setahuku pula kalau sejak dulu mereka bersaha-
bat akrab karena mereka memang saudara seper-
guruan. Bahkan ada yang menyangka kalau ke-
duanya terlibat urusan asmara padahal tidak sa-
ma sekali. Sampai...."
Dewi Bintang putuskan kata-katanya ka-
rena melihat Dayang Kuning begitu serius men-
dengarkannya. Bahkan gadis itu mendengus ka-
rena dia tak teruskan ucapan. Makanya Dewi Bin-
tang segera melanjutkan, "Satu kejadian buruk telah menimpa Kiai Gede Arum.
Seseorang yang saat itu belum diketahui telah meracuninya. Bahkan sampai dia meninggal belum
ada yang men- getahui siapakah pelaku pembunuhan itu, baik
Peramal Sakti maupun gurumu sendiri. Namun
dua tahun kemudian, Peramal Sakti menemukan
bukti-bukti kalau gurumulah yang telah meracuni Kiai Gede Arum."
"Fitnah!" menggelegar suara Dayang Kuning. Dewi Bintang tersenyum.
"Apa pun penilaianmu, yang pasti aku
akan teruskan cerita ini! Setelah diketahui kalau Ratu Dayang-dayang yang
lakukan pembunuhan,
Peramal Sakti menyerangnya. Mereka terlibat pertarungan dahsyat. Bila saja
Peramal Sakti tak
memaafkan perbuatannya, mungkin gurumu te-
lah tewas di tangannya."
"Kau telah memfitnah guruku!" desis
Dayang Kuning dengan kegusaran tinggi.
Dewi Bintang tak pedulikan ucapannya.
Dia justru menangkap sesuatu yang segera di-
rangkaikan di benaknya. Diteruskan lagi kata-
katanya, "Kemudian diketahui... kalau gurumu menginginkan rahasia Patung Darah
Dewa yang...." "Patung Darah Dewa"!" suara Dayang Kun-
ing seperti tercekik.
"Ya! Patung Darah Dewa!"
Dayang Kuning kelihatan agak sedikit geli-
sah. Sikapnya sudah tidak segusar maupun sete-
nang tadi. Dewi Bintang berkata, "Dayang Kuning...
kau sepertinya memang tak mengetahui latar be-
lakang kehidupan gurumu! Tetapi... nampaknya
kau mengetahui sesuatu yang lain.... "
Ucapan tenang itu membuat Dayang Kun-
ing berucap, "Sulit rasanya mempercayai apa yang kau katakan tentang perbuatan
guruku pa-da Kiai Gede Arum yang ternyata adalah gurunya.
Tetapi mengenai... patung... Patung Darah De-
wa... di tempat tinggalku... ada... ada sebuah patung. Yang oleh Guru disebut...
Patung Darah Dewa...." Dewi Bintang hanya tersenyum.
"Dewi Bintang... rahasia apa yang ada di
Patung Darah Dewa?" tanya Dayang Kuning kemudian.
"Aku tak tahu, demikian pula gurumu."
"Lantas... siapakah orang yang mengeta-
huinya?" "Seseorang yang punya rahasia teguh itu
adalah Kiai Gede Arum yang kini telah tewas pu-
luhan tahun lalu. Dan tinggal seorang yang men-
getahuinya, yang sampai saat ini tak ada tanda-
tanda dia akan memecahkan rahasia Patung Da-
rah Dewa...."
"Siapakah orang itu, Dewi?"
"Dia adalah Peramal Sakti...."
*** Dayang Kuning merasakan kepalanya agak
pusing sekarang. Seluruh dugaan buruk yang ada
di hatinya pada Dewi Bintang, lenyap sudah. Berganti dengan perasaan tak tenang.
"Dewi Bintang... guruku adalah orang yang
kejam. Aku dan saudara seperguruanku berjuluk
Dayang Biru, dididik pula secara kejam. Dan ka-
mi diharuskan membela nama baik Guru! Dewi
Bintang... maafkan aku, aku tak percaya dengan
apa yang kau ceritakan!"
"Bagaimana halnya dengan Patung Darah
Dewa?" "Seperti yang kau dengar tadi, kalau di tempat tinggal kami ada patung
yang kau maksudkan!" sahut Dayang Kuning. Wajahnya kembali berubah tegang. "Aku
akan menanyakan kebenaran ini pada guruku! Bila semua yang kau
katakan tidak dibenarkan oleh guruku, maka aku
akan mencarimu untuk menghajar kelancangan
mulutmu, Dewi Bintang!"
Dewi Bintang hanya tersenyum.
"Kendati ucapannya bernada kasar kemba-
li, tetapi aku tetap menangkap nada suara gelisah di dalamnya. Kemungkinannya
dia percaya dengan apa yang kukatakan dan coba tutupi keper-
cayaannya itu. Tetapi bisa jadi kalau dia tak merasa yakin, kalau dia akan bisa
menanyakan soal
itu pada gurunya. Paling tidak, dia menyadari kalau gurunya tak akan mau
menjawab perta-
nyaannya...."
Kemudian Dewi Bintang berkata, "Ada satu
masalah yang sebenarnya kutangkap dari sikap-
mu saat ini, Dayang Kuning...."
"Dewi Bintang... jangan mencoba mema-
sukkan lagi fitnahan-fitnahan busukmu kepada-
ku!" Tetapi Dewi Bintang tak mempedulikan bentakan itu. Dia berkata, "Saat ini
ramai dibica-rakan orang tentang Kain Pusaka Setan! Ten-
tunya kau...."
"Tutup mulutmu!" putus si gadis geram, tubuhnya sudah melesat ke depan dengan
tangan kanan kiri digerakkan ke arah Dewi Bintang.
Wuusss!! Gelombang angin berwarna kuning sudah
menggebrak dengan suara bergemuruh.
Dewi Bintang mendengus seraya menghin-
dar. Blaaarrr!!
Tanah di mana tadi dia berdiri seketika
rengkah dan membentuk lubang cukup dalam.
"Dayang Kuning! Kau dirasuki satu pikiran
yang membuat kau bingung! Dalam bingung mu
kau mencoba melupakan dengan cara menye-
rangku!" seru Dewi Bintang.
"Kau telah memfitnah guruku!" bentak
Dayang Kuning dan melancarkan serangannya la-
gi. Dewi Bintang menyilangkan kedua tangan-
nya di depan dada, yang segera didorong ke de-
pan. Blaaammm! Blaaammm!
Gelombang angin warna kuning yang dile-
paskan Dayang Kuning amblas terhajar sinar ke-
perakan yang mencelat dari kedua tangan Dewi
Bintang. Tempat itu sesaat bergetar. Angin kun-
ing dipadu dengan sinar keperakan bermuncra-
tan. Tetapi Dayang Kuning tak surutkan niat
kendati tadi dia terhuyung tiga langkah ke belakang. Saat itu pula dia sudah
menjejakkan kaki
kanannya yang seketika membuat tubuhnya
mumbul di atas. Lalu diputar tubuhnya tiga Kali seraya mengibaskan tangan kanan
kirinya. Dewi Bintang mendengus.
"Gadis ini jelas dalam keadaan bingung!
Huh! Urusanku sudah selesai! Karena aku hanya
cari kejelasan tentang kematian Demit Merah!
Dan rasanya... tak perlu kukatakan pada Dadu
Ganggang siapa orang yang telah membunuh mu-
ridnya!" Tanpa bergeser lagi dari tempatnya, Dewi
Bintang melakukan gebrakan yang sama, yang
memutus serangan Dayang Kuning untuk kedua
kalinya! Tubuh si gadis yang masih berputar di
udara, terlempar deras ke belakang. Justru Dewi Bintang yang terkejut.
"Heiii!!!"
Serta merta perempuan yang pada kening-
nya terdapat sebuah bintang berwarna keperakan
ini memburu untuk menangkap sosok Dayang
Kuning. Tap! Dia berhasil melakukannya tatkala tubuh
Dayang Kuning hampir menghantam sebuah po-
hon. Dengan satu gerakan cepat, perempuan ber-


Raja Naga 05 Kain Pusaka Setan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pakaian hijau keputihan ini sudah mendarat
kembali di atas tanah.
"Jangan bergerak...," desisnya seraya me-notok punggung Dayang Kuning.
Tubuh Dayang Kuning melengak sesaat se-
belum kemudian muntah darah. Darah hitam
kental keluar. "Kau terluka dalam. Bila kau tak melipat-
gandakan tenaga dalammu tadi, mungkin kau tak
akan luka seperti ini...."
Dayang Kuning sudah hendak membentak,
tetapi seperti teringat akan sesuatu dia menjadi urung.
"Lepaskan totokanmu...."
"Bila lukamu sudah kembali normal, toto-
kan ini akan terlepas dengan sendirinya...."
"Berapa lama?" tanyanya dengan mata setengah dipejamkan.
"Hanya dua puluh kali tarikan napas...."
Dayang Kuning mengangguk-anggukkan
kepalanya. Dewi Bintang hanya memperhatikan saja.
Dayang Kuning berkata, "Dewi Bintang...
kuakui kau memiliki kemampuan yang lebih da-
ripada ku. Tetapi bukan berarti aku akan mengu-
rungkan niat untuk menanyakan kebenaran dari
segala ucapanmu itu pada guruku...."
"Kau boleh melakukannya, Dayang Kuning.
Saat ini, masih ada urusan yang harus kuselesaikan. Aku akan tetap mencari
Pengemis Pincang...
" Dayang Kuning terbatuk-batuk. Dewi Bin-
tang perlahan-lahan berdiri. Sambil memandang
si gadis dia berkata, "Saran ku satu untukmu.
Usahakan agar kau tidak berjumpa dengan Dadu
Ganggang. Kalaupun berjumpa dengannya, jan-
gan membicarakan soal kematian Demit Merah.
Kakek itu sedang mencari pembunuh muridnya.
Dan aku sudah dapat membayangkan apa yang
akan terjadi bila kau diketahuinya sebagai pem-
bunuh Demit Merah...."
Habis ucapannya, perempuan cantik yang
pada keningnya terdapat sebuah bintang bersinar keperakan itu sudah berkelebat
meninggalkan Dayang Kuning. Dayang Kuning hendak berucap, tetapi
Dewi Bintang sudah tak nampak di depan mata.
"Ah, aku semakin tak mengerti apa yang
sebenarnya sedang kulakukan...," desisnya pelan setelah terdiam beberapa saat.
"Guru menyuruhku untuk membunuh Peramal Sakti bersama-
sama Dayang Biru. Kalau begitu... aku akan men-
cari lebih dulu Dayang Biru. Biar bagaimanapun
juga, aku harus menuntaskan perintah Guru.
Hanya saja...."
Sesuatu bergolak dalam pikiran Dayang
Kuning yang membuatnya menarik dan meng-
hembuskan napas. Lamat-lamat dirasakan da-
danya tak se nyeri tadi. Kemudian dirasakannya
kalau punggungnya sudah tidak se kaku tadi.
Perlahan-lahan murid Ratu Dayang-dayang
ini berdiri. Dipandanginya arah yang ditempuh
Dewi Bintang tadi. Terlihat wajahnya begitu ma-sygul, dengan masalah yang
menindih perasaan-
nya. Untuk beberapa lama gadis bermata indah
ini terdiam, sebelum kemudian meninggalkan
tempat itu. LIMA HEI, heii! Kau mau ke mana"! Aku mau la-
gi!" suara itu terdengar dari balik ranggasan semak. Perempuan berbalut kain
panjang keemasan
yang sedang menyeruak ranggasan semak itu,
menolehkan kepala. Perlahan-lahan diperli-
hatkannya senyuman yang memabukkan.
"Maumu selalu itu melulu, sementara kau
belum menjalankan apa yang kuinginkan"!"
"Lara Dewi... bagaimana aku menjalankan-
nya kalau Peramal Sakti maupun Ki Dundung
Kali belum kita temukan"! Lagi pula, selagi belum kita temukan mereka, kita
masih punya banyak
waktu untuk menikmati apa yang ada! Ayo, kau
kesini lagi. Perempuan montok! Aku masih ingin
sekali lagi!"
Perempuan yang bagian atas tubuhnya
terbuka hingga memperlihatkan kulit mulus ini
terkikik. Buah dadanya yang berukuran besar
bergerak-gerak. Sebagian besar bukit kembar ba-
gian atasnya mencuat ke atas. Karena selain dis-ebabkan ketatnya kain yang
dikenakan, juga uku-
rannya yang tiga kali lipat bukit kembar seorang gadis belasan tahun.
"Setan Gemolong! Apakah tak ada yang
lainnya di otakmu kecuali menggeluti ku terus"!
Sejak tengah malam tadi hingga hari sudah ber-
ganti pagi, aku sudah melayanimu! Apakah kau
ingin bikin tubuhku patah?"
"Patah juga tidak apa-apa! Asal yang ku-
perlukan jangan rusak!"
Perempuan setengah baya bertubuh sintal
itu terkikik sambil memandang ke depan.
"Sampai saat ini, aku memang belum ber-
jumpa dengan Peramal Sakti dan Ki Dundung
Kali! Huh! Sampai kapan pun akan kucari mere-
ka, orang-orang keparat yang telah membunuh
kakak kandungku, si Durjana Kayangan. Dan ka-
kek tua bangka itu, tentunya akan tetap mudah
ku kuasai. Dia tergila-gila padaku dan ini memu-dahkan ku untuk... heiiii"
Desisan Lara Dewi diakhiri satu teriakan
kecil, karena pinggang rampingnya yang mencua-
tkan pantat besarnya itu dirangkul sepasang tangan kurus dari belakang. Lalu...
clepoot! Mulut yang menebarkan bau tak sedap
menempel pada bukit kembarnya.
"Hik hik hik... kau memang tak pernah
puas rupanya...."
Setan Gemolong yang sedang sibuk menge-
cupi bagian atas bukit kembar Lara Dewi berseru meracau, "Sebelum dunia kiamat,
aku tak akan pernah puas mendapatkan mu, Lara Dewi...."
Perempuan bertubuh sintal menggiurkan
itu menggeliat. Dekapan si kakek kurus tanpa
pakaian itu mendadak terlepas.
"Eiiit! Mau mempermainkan aku, ya" iya"!"
Lara Dewi memutar tubuhnya menghadap
Setan Gemolong yang bersikap seperti serigala
melihat mangsa. Apalagi saat angin meniup kain
keemasan yang dikenakan Lara Dewi. Kain yang
ternyata terbelah hingga pangkal paha itu bergerak, sesuatu yang berbalut kain
merah muda mengintip. Membuat napas Setan Gemolong se-
makin memburu. "Kalau saja aku tak membutuhkan tena-
ganya untuk membunuh Peramal Sakti dan Ki
Dundung Kali... mana sudi kubiarkan tubuhku
dijamah sekaligus dinikmatinya...," desis Lara Dewi dalam hati tetap terkikik.
Kemudian berkata, "Setan Gemolong... kapan saja kau menginginkan tubuhku, aku
selalu bersedia melayani-
mu...." "Kalau begitu, sekarang saja! Aku masih mau lagi!" sahut si kakek dengan
napas memburu. Lara Dewi mengerling manja.
"Apakah kau tak bisa menunda dulu untuk
sementara?"
"Hanya orang bodoh yang mau menunda
kesempatan untuk menggeluti tubuhmu! Ayo, kau
telentang lagi! Aku akan terjun dan memasuki
mu!" "Hik hik hik... kau memang tak sabaran. O
ya, tadi aku sempat berpikir mengenai satu hal."
Mendengar ucapan perempuan bertubuh
montok, Setan Gemolong mengerutkan kening-
nya. Napasnya tetap memburu.
"Berpikir" Kapan kau melakukannya?"
"Saat kau sedang asyik memacu dirimu di
atas tubuhku!"
Mendadak kakek tanpa baju itu menden-
gus. "Brengsek! Jadi kau tidak menikmati apa yang kita lakukan tadi seperti apa
yang ku nikmati"!" "Kau terlalu emosi! Sudah tentu aku me-nikmatinya!" sahut
Lara Dewi sambil memamer-kan senyumannya yang membuat kegusaran Se-
tan Gemolong segera lenyap.
"Aku senang mendengarnya! Lantas... apa
yang kau pikirkan itu"!"
Lara Dewi mengerling, sedikit menggerak-
kan bukit kembar besarnya.
"Kau tentu ingat pada Ratu Dayang-
dayang, bukan?"
Setan Gemolong mendengus.
"Mengapa kau tiba-tiba menyebut nama
perempuan satu itu"! Bukankah dia adik seper-
guruan Peramal Sakti?"
"Ya! Dia memang adik seperguruan Peram-
al Sakti! Tetapi setahuku... dia juga punya urusan dengannya!"
"Lantas apa yang kau inginkan?"
"Tentunya Ratu Dayang-dayang hingga hari
ini masih menyimpan bara dendam pada Peramal
Sakti! Kau tahu apa yang kumaksudkan?"
"Kau bermaksud untuk bergabung den-
gannya?" "Kemungkinan itu belum kupikirkan!"
"Lalu apa yang kau maui sebenarnya"!"
"Hendak kutanyakan padanya kemungki-
nan di manakah Peramal Sakti berada! Kau tahu
bukan, kemarin kita telah tiba di tempat Ki Dundung Kali! Tetapi manusia satu
Pedang Langit Dan Golok Naga 38 Dewa Arak 29 Ilmu Halimun Tangan Geledek 6
^