Pencarian

Kutukan Manusia Sekarat 2

Raja Naga 02 Kutukan Manusia Sekarat Bagian 2


kusarankan lebih baik
menyingkir sebelum kau menyesali keadaan!"
"Aku telah masuk ke dalam
kalangan! Apakah kau pikir aku akan menyesalinya"!"
"Bagus! Berarti kau sudah siap untuk mampus!"
Habis bentakannya Iblis Telapak
Darah sudah menerjang dengan kedua telapak tangannya yang seperti
meneteskan darah. Gelombang angin diliputi asap merah sudah menderu ganas ke
arah Boma Paksi alias Raja Naga.
Yang diserang hanya menggeleng
gelengkan kepalanya.
"Seharusnya kau menyadari dengan tindakanmu seperti ini bukan
mengakhiri urusan dalam perdamaian, tetapi semakin menambah pertikaian!!"
Bersamaan dia berucap demikian,
pemuda bersisik hijau ini juga
menerjang ke depan. Tangan kanannya diputar sedikit, menyusul disentakkan.
Jlegaaaarrrll Benturan yang terjadi itu menim-
bulkan letupan yang sangat keras.
Tanah seketika memburai ke udara. Dari gumpalan tanah itu mencelat sosok Iblis
Telapak Darah yang terbanting teiungkup dengan dada menghantam tanah. Bukan
karena terbanting di atas tanah yang menyebabkan dadanya terasa sakit dan sesak,
melainkan karena benturan yang terjadi tadi.
Sementara itu Dua Serangkai Jubah Hijau maupun iblis Penghancur Raga masih
memperhatikan gumpalan tanah yang menutupi sosok si pemuda, karena pemuda tampan
berambut dikuncir itu tak terlihat terpental.
Iblis Penghancur Raga yang tadi
terhenyak melihat ambruknya Iblis Telapak Darah, menggeram dingin sambil
memandangi gumpalan tanah yang masih membubung, "Pemuda itu tentunya memiliki
ilmu yang tinggi karena dapat membuat Iblis Telapak Darah
terbanting! Tetapi tentunya, sekarang dia sudah mampus!"
Sema Kuriang membatin gelisah,
"Pemuda itu terlalu berani! Bahkan sangat berani! Nampaknya dia tidak mengetahui
kehebatan ilmu 'Telapak Darah' dari lelaki berjubah hitam itu hingga nekat
membenturnya! Ah, bila dia tewas sekarang, keadaan kami akan lebih celaka!"
Sementara itu sambil menahan
nyerinya, Gala Kuriang berkata dalam hati, "Pemuda itu telah melakukan
kesalahan besar, karena berani membentur ilmu 'Telapak Darah'. Tentunya dia
tidak mengetahui kehebatan dan
kekejaman ilmu itu. Sayang sekali kalau pemuda gagah itu harus tewas saat ini
juga...." Gumpalan tanah yang membubung
tinggi itu perlahan-lahan sirap. Dan orang yang berada di sana yang melihat ke
arah gumpalan tanah itu termasuk Iblis Telapak Darah yang telah berdiri walau
agak sempoyongan, sama-sama memandang tegang. Terutama pandangan Dua Serangkai
Jubah Hijau yang harap-harap cemas. Berbeda dengan tatapan Iblis Penghancur Raga
dan Iblis Telapak Darah yang merasa pasti kalau pemuda berompi ungu itu telah mati.
Dan tatkala tanah itu sirap,
semuanya melengak kaget. Bahkan seruan terkejut terdengar dari mulut Iblis
Penghancur Raga dan Iblis Telapak Darah secara bersamaan,
"Gillaaa!!"
Sosok pemuda gagah yang kedua
tangannya sebatas siku bersisik coklat itu, tetap berdiri tegak! Bahkan
tersenyum tanpa kurang suatu apa!
* * * 6 RAJA Naga tersenyum, "Aneh!
Mengapa kau melotot sampai sedemikian rupa, hah"! Atau jangan-jangan...
matamu sebenarnya memang selalu
melotot karena keseringan mengintip nenek-nenek mandi"!"
Sindiran pemuda itu seolah tak
terdengar oleh telinga Iblis Penghancur Raga. Lelaki berjenggot
dikepang ini masih tertegun, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Terlebih lagi Iblis Telapak Darah.
Orang yang tadi melancarkan serangannya ini pun terdiam tak berkedip.
Bahkan mulutnya sampai menganga!
Lain halnya dengan Dua Serangkai Jubah Hijau yang begitu melihat sosok si pemuda
tak kurang suatu apa,
kegelisahan dan ketegangan mereka seketika lenyap. Bahkan keduanya seolah
melupakan rasa sakit pada dada masing-masing, karena terlalu gembira melihat
pemuda itu masih berdiri tegak.
Raja Naga berseru lagi, "Busyet!
Kalian Ini kenapa"! Kok pada bengong seperti itu"!"
Iblis Telapak Darah lebih dulu
sadar dari keterkesimaannya. Tangan kanannya menuding ke depan. "Pemuda laknat!
Siapa kau sebenarnya, hah"!"
"Tadi kukatakan... namaku Boma
Paksi! Julukanku Raja Naga!" sahut si pemuda sambil tersenyum, tetapi sorot
matanya tetap angker.
"Katakan dari mana asalmu"!"
"Aku berasal dari Lembah Naga!"
"Apa"!" seru Iblis Telapak Darah keras. Dia sampai tersentak mundur dua langkah
ke belakang mendengar jawaban si pemuda. Bahkan dia hampir ter-sungkur karena
sesungguhnya keseimbangannya belum pulih.
Demikian pula halnya dengan
orang-orang yang berada di sana.
Kepala masing-masing orang tegak, tatapan mereka tak berkedip pada si pemuda.
Iblis Penghancur Raga sudah ber-
seru, tetapi kali ini suaranya tidak sedingin tadi, "Kau mengatakan berasal dari
Lembah Naga! Apa hubunganmu dengan Dewa Naga"!"
"Dia adalah guruku...."
Kali ini Iblis Penghancur Raga
yang surutkan langkah dengan wajah tegang. Dia melirik Iblis Telapak Darah yang
juga sedang meliriknya.
"Pantas dia dapat menanggulangi ilmu Telapak Darahku," desis Iblis Telapak
Darah. Di pihak lain senyuman Dua
Serangkai Jubah Hijau semakin
mengembang. Mereka sama sekaii tak menyangka kalau pemuda bersisik coklat itu
adalah murid dari Dewa Naga.
"Nasib lagi beruntung," desis Sema Kuriang.
Raja Naga berkata lagi, "Sekarang apakah kalian masih mau meneruskan urusan
Ini"! Silang urusan ini tak pantas diteruskan! Sebaiknya kita sama-sama membuka
tangan untuk saling memaafkan dan menghentikan semua ini."
Tak ada yang menyahuti ucapannya.
Ketegangan yang memancar dari wajah Iblis Penghancur Raga semakin menjadi-jadi.
Matanya tak berkedip, menyipit dalam. Lamat-lamat ketegangannya itu mencair,
berubah menjadi amarah dan rasa tak puas.
"Aku ingin membuktikan kebenaran apakah kau memang murid dari Dewa Naga atau kau
hanya mengada-ngada!"
Belum habis bentakannya, lelaki
berjenggot dikepang ini sudah mene-pukkan tangannya bersamaan luncuran tubuhnya
yang sedemikian cepat.
Gelombang angin bergemuruh
dahsyat menggebrak ke arah Raja Naga.
Yang diserang hanya menjerengkan mata.
Keangkeran terpancar dalam dari sana.
Tanpa bergeser dari tempatnya,
anak muda dari Lembah Naga ini sudah mendorong kedua tangannya ke depan.
Menderu pula gelombang angin yang mematahkan gelombang angin dari Iblis
Penghancur Raga. Menyusul....
Tap! Tap!! Telapak tangan masing-masing
orang bertemu. Menempel kuat hingga menimbulkan asap hitam. Iblis Penghancur
Raga menggeram seraya melipat gandakan kekuatannya. Tetapi Raja Naga tetap
kelihatan tenang.
Bahkan seraya mendehem kecil, dia mendorong kedua telapak tangannya.
Wuusss! Kontan Iblis Penghancur Raga
terpental ke belakang dan terbanting kuat di atas tanah setelah menabrak pohon
yang langsung tumbang.
"Keparaaatthhh!!" desisnya seraya mengangkat kepala dengan muiut mengeluarkan
darah. Hanya itu yang bisa dikatakannya, karena kejap kemudian tubuhnya mendadak
bergetar hebat.
Menyusul terdengar letupan kecil berkali-kali diiringi keluhan
tertahan! Dua tarikan napas betikut sosok
Iblis Penghancur Raga tinggal tulang belulang saja karena daging yang meliputi
tubuhnya telah hancur menjadi debu. Ilmu 'Penghancur Raga' yang dikeluarkannya
tadi telah menerpa dirinya sendiri.
Raja Naga menarik napas pendek.
"Dia terlalu kejam...," desisnya pelan.
Sementara itu dalam keadaan
terhuyung, Iblis Telapak Darah
bangkit. Darahnya mendidih. Tatapannya sepanas bara api.
"Pemuda bersisik! Aku akan terus mengingat peristiwa ini! Kelak kau akan
mendapatkan balasannyal!"
Lalu dengan masih menahan sakit
dan dendam setinggi gunung merapi, lelaki berjubah hitam itu sudah
berialu. Raja Naga hanya memandang keper-
giannya tanpa berkata apa-apa. Lamat-lamat dia mendesis pelan, "Maafkan aku...."
"Anak muda... kuucapkan terima kasih atas bantuanmu," terdengar suara itu di
belakangnya. Raja Naga membalikkan tubuhnya.
Dilihatnya Sema Kuriang sedang
merangkapkan tangan sambil menahan sakit.
"Paman... jangan banyak bicara dulu.... Kau masih terluka. Sebaiknya
berbaringlah, biar kuobati dulu luka-lukamu. Kau juga, Paman...."
Dua Serangkai Jubah Hijau segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Raja
Naga. Setelah diobati luka-lukanya, kedua lelaki berpakaian kuning dan berjubah
hijau itu duduk bersemadi sementara Raja Naga
menunggu. "Salah seorang dari mereka tadi menyebut julukan mendiang Ayah. Aku berharap,
mereka mengetahui sesuatu yang selama ini sedang kucari....
Sebaiknya, kutunggu saja mereka."
Raja Naga pun menunggu sampai
keduanya selesai bersemadi. Lalu dia bertanya, "Paman... aku telah mendengar
julukan kalian tadi. Dua
Serangkai Jubah Hijau. Tetapi, aku belum mengetahui siapakah nama Paman berdua?"
"Namaku Sema Kuriang dan dia adalah saudara kembarku Gala Kuriang.
Anak muda... aku tak menyangsikan lagi kalau kau adalah murid Dewa Naga.
Bagaimanakah kabar beliau?" Raja Naga tersenyum.
"Beliau baik-baik saja, Paman Sema Kuriang. O ya, Paman... kalau tak salah
dengar tadi, Paman menyebutkan julukan seorang tokoh yang berjuluk Pendekar
Lontar. Apakah Paman menge-nalinya?"
Sema Kuriang mengangguk.
"Kami bukan hanya mengenalnya, tetapi bersahabat akrab dengannya dan istrinya."
"Tolong ceritakan tentang Pendekar Lontar dan istrinya, Paman...."
Sema Kuriang menarik napas pen-
dek. Lalu meluncur cerita dari
mulutnya, cerita yang sama seperti yang pernah didengar Raja Naga dari gurunya.
"Sampai hari ini, kami tidak tahu siapa yang telah menolong kami dua belas tahun
yang lalu dari maut yang akan diturunkan oleh Iblis Penghancur
Raga dan Iblis Telapak Darah. Lalu kami segera pergi ke tempat Dewa Segala Obat.
Tetapi sayang, kami tak menjumpainya. Kami juga Ingat kalau Dewa Naga menyuruh
agar kami datang ke Menara Berkabut. Tetapi cara menyuruh Dewa Naga sungguh
angin-anginan sesuai dengan sifatnya...."
Gala Kuriang menyambung, "Karena gagal menjumpai Dewa Segala Obat, akhirnya kami
memutuskan untuk tidak mendatangi Menara Berkabut, karena kami ingin hadir dalam
upacara pemakaman Pendekar Lontar. Tetapi sayang, kami tertahan hujan badai yang sangat
dahsyat hingga lima hari
kemudian kami baru tiba di rumah kedlaman Pendekar Lontar. Tak ada siapa pun di
sana. Sepi, sepi sekaii.
Tak ada Dewi Lontar maupun putranya yang bernama Boma Paksi. Saat itu kami
berpikir, kalau Dewi Lontar sudah meninggalkan tempat itu bersama
putranya. Lalu kami pun mencari makam Pendekar Lontar. Tetapi yang
mengejutkan, karena di sana ada dua buah makam. Pada batu nisan yang ada di
masing-masing makam, kami melihat nama Pendekar Lontar dan Dewi Lontar.
Hal ini sangat mengejutkan kami!
Bagaimana Dewi Lontar yang segar bugar bisa menemui kematiannya" Kami terus
berpikir tetapi kami tak menemukan jawabannya. Sampai kemudian kami ingat
putra mereka yang bernama Boma Paksi.
Kami mencoba mencarinya tetapi tak pernah menemuinya."
"Sampai hari ini?"
"Sampai hari ini!"
"Paman Gala Kuriang... bagaimana kalian bisa berjumpa kembali dengan Iblis
Penghancur Raga dan Iblis
Telapak Darah?"
"Sesungguhnya, selama dua belas tahun kami masih mencari kebenaran siapakah yang
telah Si membunuh Pendekar Lontar, juga yang membunuh istrinya. Kami juga masih penasaran apakah
putra mereka masih hidup atau tidak. Karena rasa penasaran itulah akhirnya kami
memutuskan untuk melacak kembali semua itu dari awal. Saat itu kami memutuskan
untuk mencari Dewa Segala Obat yang kemungkinan besar dapat mengetahui semua
rahasia itu. Dan di tengah perjalanan kami berjumpa dengan Iblis Penghancur Raga dan Iblis
Telapak Darah yang rupanya tetap
mendendam. Kami mencoba menghindari pertarungan, tetapi gagal karena kedua orang
itu sudah menerjang. Dan
kelanjutannya... kau melihat sendiri apa yang telah terjadi, Anak muda...."
Boma Paksi menarik napas panjang.
"Tak kusangka kalau urusan yang kuhadapi ini sedemikian sulit. Bermula dari
kematian Bandung Sulang yang tidak kuketahui siapa pembunuhnya.
Masih beruntung karena Nenek Konde Satu yang sudah menuduhku masih bisa menerima
ucapanku. Dan sekarang" Ah, urusan ini semakin panjang berkem-bang."
"Anak muda... sebenarnya kau hendak ke mana?" tanya Sema Kuriang.
Boma Paksi tersenyum. Bukan
menjawab pertanyaan orang. dia malah berkata, "Paman Sema Kuriang, tadi kalian
mengatakan kalau kalian sedang mencari putra Pendekar Lontar."
"Ya... kami akan tetap mencarinya sampai kami mengetahui beritanya.
Apakah dia sudah mati atau masih hidup."
"Dia masih hidup, Paman."
"Oh! Kau mengenalnya"! Katakan, di mana dia berada"!"
"Aku sangat mengenalnya, Paman.
Dan saat ini dia berada di sini...."
Seketika Dua Serangkai Jubah
Hijau memutar kepala ke sekelillng.
Mereka membuka mata lebar-lebar untuk melihat orang lain yang berada di sana.
Karena tak melihat siapa pun di sana kecuali pemuda dihadapannya, masing-masing
orang mengarahkan lagi pandangannya ke depan.
Sema Kuriang nampak akan buka
mulut, tetapi urung dilakukan. Justru dipandanginya si pemuda yang memiliki


Raja Naga 02 Kutukan Manusia Sekarat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tatapan angker itu dengan seksama.
"Okh!" desisnya kemudian. "Kau...
kaukah putra Pendekar Lontar dan Dewi Lontar?"
Kepala Boma Paksi mengangguk
perlahan. * * * "Astaga!" seru Gala Kuriang.
"Benarkah... benarkah kau putra mendiang Pendekar Lontar dan Dewi Lontar?"
"Tak ada yang kudustai, karena aku memang tak pandai berdusta...."
Dua Serangkai Jubah Hijau
memandang pemuda di hadapannya penuh takjub. Dua belas tahun mereka melacak
jejak putra mendiang Pendekar Lontar dan tanpa disangka sekarang bertemu.
Kalau dulu mereka melihat pemuda itu masih bocah, kini sudah menjadi
seorang pemuda gagah. Bahkan memiliki kesaktian tinggi!
"Boma Paksi... tentunya, Dewa Nagalah yang telah menyelamatkanmu,"
kata Gala Kuriang.
"Kau benar, Paman. Guru Dewa Naga memang yang telah menyelamatkanku.
Bahkan, dia mendidikku dengan menurunkan ilmu-ilmu yang dimilikinya. Oya,
Paman... menurut Guru, pembunuh ayahku adalah Hantu Menara Berkabut sementara
yang membunuh ibuku adalah Dadung Bongkok."
Dua Serangkai Jubah Hijau tak
menjawab. Sema Kuriang membatin, "Dulu ketika masih bocah, dia memiliki sisik
yang halus yang belum begitu kentara pada kedua tangan sebatas siku. Juga
tatapan mata yang dingin. Sekarang sisik-sisik pada kedua tangannya sudah jelas
kelihatan. Sepasang matanya bukan hanya memancarkan sinar dingin, tetapi juga
keangkeran yang membikin ciut hati yang melihatnya. Rasanya...
sudah tiba saatnya untuk membalas kematian Pendekar Lontar dan Dewi Lontar...."
Gala Kuriang berkata dalam hati,
"Kesaktian pemuda ini tak disangsikan lagi. Dia adalah murid Dewa Naga, manusia
sakti yang tiada tanding di kolong jagat ini."
"Paman berdua... mengapa kalian terdiam?" tanya Raja Naga. Sorot matanya tetap
memancarkan keangkeran.
Sema Kuriang menarik napas
pendek. "Rasanya... perjalanan panjang yang telah kami lakukan harus segera diakhiri.
Kami memang bermaksud hendak mencari pembunuh Pendekar Lontar dan Dewi Lontar.
Bahkan kami juga hendak mencari Dewa Segala Obat untuk
menanyakan kejelasan tentang kematian Pendekar Lontar. Dan hari ini,
nampaknya tugas kami sudah
selesai...."
"Apa maksud, Paman?"
"Boma... Sekarang kami hanya ingin memesan kepadamu. Hantu Menara Berkabut dan
Dadung Bongkok bukanlah orang-orang yang bisa dipandang
sebelah mata. Kesaktian kedua manusia itu sangat tinggi. Mungkin, hanya Dewa
Naga yang dapat menandingi mereka."
"Aku sudah menduga akan hal itu, Paman. Tetapi biar bagaimanapun Juga kebenaran
harus ditegakkan. Aku mencari mereka bukan untuk menuntut balas kematian kedua
orangtuaku. Tetapi mencoba menyadarkan mereka untuk tidak lagi melakukan
tindakan yang sama kejinya seperti tindakan yang pernah mereka lakukan terhadap
orangtuaku."
"Seingatku.... Hantu Menara Berkabut pernah dikalahkan oleh Pendekar Lontar,
Pendekar Harum dan Bandung Sulang. Nampaknya dia sedang membalas kekalahannya
dulu. Hingga hari ini, yang baru kami ketahui adalah kematian ayahmu, Boma.
Mungkin pula Hantu Menara Berkabut akan menuntut balas pada Pendekar Harum dan
Bandung Sulang." "Bandung Sulang?" desis Boma Paksi dalam hati. "Kakek yang sempat bercakap-cakap
denganku sebelum tewas bernama Bandung Sulang. Jangan-jangan dia tewas dibunuh
oleh Hantu Menara Berkabut" Sayangnya, aku belum sempat mendengar kelanjutan
ucapannya...."
"Paman... tahukah Paman di
manakah Menara Berkabut berada?"
tanyanya kemudian.
"Tempat itu merupakan sebuah misteri berkepanjangan yang sulit terpecahkan.
Hanya pemiliknya yang mengetahui seluk beluk tempat itu.
Menara Berkabut merupakan menara kokoh berwarna hitam gelap yang selalu diliputi
kabuttebal. Bila kita tidak mengetahuinya kendati kita tahu di mana tempatnya,
masih memungkinkan kita akan tersesat dan terjebak.
Karena selain kabut tebal yang dapat menghalangi pandangan, di sana juga
terdapat puluhan ular berbisa yang sangat ganas. Boma... kau bisa
meneruskan langkahmu ke arah timur.
Aku belum pernah datang ke Menara Berkabut, tetapi aku pernah melihat tempatnya
bersama Dewa Naga. Tanpa dirinya, mungkin aku tak akan bisa mengetahui di mana
tempat itu."
"Satu hal yang perlu kau ingat,"
sambung Gala Kuriang, "Di sekitar Menara Berkabut juga terdapat lumpur hidup
yang bisa menelan apa saja dan siapa saja yang jatuh padanya."
Wajah Boma Paksi agak sedikit
berubah mendengar apa yang dikatakan Dua Serangkai Jubah Hijau. Sesaat murid
Dewa Naga ini terdiam. Sisik pada kedua tangannya sebatas siku sedikit agak
menyala, pertanda dia agak sedikit tegang.
Tetapi di lain Saat pemuda gagah ini sudah berkata, "Paman... bahaya apa pun
yang akan kuhadapi aku tak peduli. Aku harus berhasil menemukan Hantu Menara
Berkabut dan Dadung Bongkok. Aku ingin melihat rupa orang-orang yang telah
membunuh kedua orangtuaku...."
"Kegagahan yang dimilikinya itu tentu diwarisi dari mendiang Pendekar
Lontar...," desis Sema Kuriang dalam hati. Lalu berkata, "Kalau begitu...
tugas kami sudah selesai. Dan tiba saatnya kami untuk kembali ke tempat asal."
"Dari manakah Paman berdua
berasal?" "Kami berasal dari sebuah dusun sunyi yang jauh dari keramaian.
Berada di antara dua buah gunung yang menjulang tinggi. Mungkin kami akan
berdiam di sana untuk menghabiskan usia...," sahut Gala Kuriang. "Boma...
bila kau senggang, mampirlah ke tempai kami."
Boma Paksi menganggukkan
kepalanya. "Semoga Paman berdua akan selalu baik-baik saja dan dipanjangkan
umur...." "Kami turut pula mendoakan agar kau berhasil menjalankan tugasmu...."
"Kalau begitu, aku akan segera melanjutkan perjalanan, Paman...."
kata Boma Paksi sambil merengkapkan
kedua tangannya. Setelah itu dia mulai melangkah dengan gagah diikuti oleh
pandangan Dua Serangkai Jubah Hijau yang beberapa saat kemudian melengak.
Karena sosok pemuda bermata
angker itu telah lenyap dari
pandangan! "Hebat!" Sema Kuriang berkata sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku yakin... tak lama lagi julukan Raja Naga akan menggegerkan rimba
persilatan. Sema Kuriang,
seperti yang pernah kita rencanakan, sebaiknya kita memang kembali ke tempat
asal. Aku sudah rindu dengan tanah kelahiran kita...."
Saudara kembarnya mengangguk.
Lalu keduanya sama-sama mening-
galkan tempat itu. Walaupun tenang tetapi keduanya juga sedikit
mencemaskan apa yang akan dialami oleh Raja Naga.
* * * 7 DUA hari telah berlalu kembali,
seperti angin yang terus bertiup, waktu pun terus bergerak pelan-pelan dan
kemudian bertambah cepat tanpa dapat dirasakan kembali. Terkadang hanya tinggal
penyesalan dalam bagi orang yang merasa telah dikalahkan
sang Waktu. Saat ini siang meranggas panas.
Sinar matahari seolah mengamuk hendak mengkeringhitamkan seisi bumi. Kering
kerontang melanda beberapa tempat.
Akan tetapi di balik sinar terik matahari yang menyengat bumi
ada sebuah tempat yang tetap gulita.
Tempat yang agak terpencil dan sukar dilihat oleh mata karena tertutup gumpalan
kabut yang sangat tebal. Di sekeliling tempat itu dipenuhi lumpur-lumpur yang
kelihatan tenang padahal mematikan. Ular-ular berbisa dari berbagai jenis
berkeliaran di sekeliling tempat itu.
Dari kengerian yang nampak adalah kabut-kabut tebal itu yang seperti tak mau
beranjak kendati saat ini angin berhembus kencang. Di balik kabut tebal itu
berdiri sebuah bangunan yang menjulang tinggi, bangunan kokoh yang tertutup oleh
gumpalan kabut hitam.
Bukan hanya kabut-kabut hitam itu yang tak bergeming sedikit pun dihembus angin,
menara tinggi itu seharusnya pun agak bergetar. Tetapi kekokohannya sungguh luar
biasa. Di bagian teratas dari bangunan
berbentuk menara itu terdapat sebuah ruangan yang cukup besar. Di ruangan itulah
tiga sosok tubuh sedang duduk mengadakan suatu pertemuan.
Orang yang duduk di atas sebuah
batu altar yang menghadap dua orang lainnya yang duduk di batu altar pula,
memandang kedua tamunya tak berkedip.
Orang ini berkepala bulat
dengan rambut panjang warna putih, beriap hingga tergerai acak-acakan sampai
punggungnya. Tubuhnya agak sedikit bongkok dan kurus. Sepasang matanya tajam
laksana sambaran mata elang.
Wajahnya yang dilapisi kulit tipis, dihiasi dengan cambang yang turun hingga
dagu. Kakek yang pada tangannya terdapat geiang warna hitam ini, mengenakan
pakaian panjang dan jubah berwarna jingga.
Di hadapannya, di sebelah kanan-
nya, duduk seorang perempuan tua kontet berkulit hitam legam. Semakin kelam
karena pakaian yang dikenakannya pun berwarna hitam, panjang hingga ke mata
kaki. Dan terbelah hingga balas dengkul. Memperlihatkan sepasang kaki hitam yang
keriput. Kepalanya bulat dengan rambut panjang
acak-acakan hingga pinggul. Hidungnya juga bulat dengan bibir lebar tanpa gigi. Yang
mengerikan dari sosoknya adalah
sepasang bola matanya, yang menyala-nyala merah.
Di samping perempuan kontet ini, duduk seorang kakek bongkok dengan rambut putih
panjang. Sepasang matanya dalam dan tajam. Kumis dan jenggotnya seperti
terpintal bersatu. Mengenakan
pakaian hitam penuh tambalan. Tangan kiri si kakek pertampang angker ini kutung.
Masing-masing orang tak ada yang buka mulut. Dari sikap mereka, jelas kalau
pertemuan belum dimulai.
Kakek berjubah jingga yang bukan lain Hantu Menara Berkabut memandang pada kakek
yang tangan kirinya kutung.
"Dadung Bongkok! Seingatku kau memiliki dua tangan yang utuh! Tapi sekarang, kau
hadir hanya dengan satu tangan! Juga, di manakah senjatamu yang cukup terkenal
itu"!"
Kakek yang kumis dan jenggotnya
terpintal menjadi satu mengangkat kepala. Kepalanya agak condong ke depan karena
tubuhnya bongkok.
"Hantu Menara Berkabut... dua
belas tahun lalu kualami kesialan tiada banding! Kesialan yang telah memupuk
dendamku setinggi langit! Dewi Lontar yang menyebabkan tangan kiriku kutung
seperti ini! Dia juga yang telah menghancurkan senjataku!!"
"Kabar telah kudengar, tetapi tak sampai sedemikian parah! Ratu Sejuta Setan!
Bagaimana kabar Tanah
Terbuang"!"
Perempuan tua kontet berkulit
hitam legam mengangkat kepala.
"Tanah Terbuang tetap merupakan tempat terpencil, tempat yang akan kujadikan
sebagai kuburan Dewi Lontar!
Tetapi dasar sial! Dadung Bongkok telah menggagalkan seluruh rencanaku!
Bahkan dia telah membunuh Dewi Lontar terlebih dulu!"
Sambil mengucapkan kata-kata
terakhir, sepasang mata Ratu Sejuta Setan melirik tajam pada Dadung
Bongkok. Yang ditatap membalas penuh amarah!
"Aku tahu kau menghendaki gumpalan daun lontar milik mendiang Pendekar Lontar!
Tetapi bukan hanya kau saja yang menginginkan pusaka itu!
Mungkin pula bukan hanya aku seorang yang akan jadi pesaing! Masih banyak lagi
yang bertebaran dan menginginkan pusaka itu!"
"Dadung Bongkok! Selama ini kau kuanggap sebagai teman sejalan yang dapat saling
bantu! Tapi nyatanya kau menohok dari belakang!"
"Seharusnya kau bersyukur hingga kau tak perlu susah payah membunuh Dewi Lontar
yang bisa jadi akan
mengalahkanmu! Mungkin akan membuatmu terkapar dua belas tahun yang lalu!"
"Setan bongkok! Kutampar mulutmu sampai robek!"
Dadung Bongkok hanya memperlihatkan tatapan sinis.
"Dan kau tak mampu melakukan apa-apa di hadapan Dewa Tombak!" ejeknya.
Ratu Sejuta Setan menahan gejolak amarah dalam dadanya. Sepasang
rahangnya mengembung karena menahan napas. Bersamaan dia menghembuskannya dengan
cara menyentak, muiutnya
bicara, "Kakek buntal itu akan mampus di tanganku sepergi dari tempat ini!"
"Bicara boleh tinggi
tapi kenyataannya masih merayap di tanah!"
"Setan! Tutup mulutmu!!" hardik Ratu Sejuta Setan menggelegar.
Dadung Bongkok kontan menegakkan kepala, tetapi punggungnya tetap menjorok ke
belakang. "Perempuan tua kontet! Kau telah membuka urusan di hadapanku sekarang!
Berarti kau akan mampus di tanganku!"
Sebelum Ratu Sejuta Setan
berseru, Hantu Menara Berkabut sudah mendahului, "Tak perlu bertengkar!
Kita adalah sesama Tiga tokoh kelas tinggi yang sudah tentu harus saling bantu!"
Kata-kata kakek berjubah jingga
itu membuat keduanya terdiam. Kendati demikian mata mereka tetap saling menatap
penuh amarah. Hantu Menara Berkabut berkata
lagi, "Seperti yang kalian ketahui, akulah yang telah membunuh Pendekar Lontar!
Dan dari kematiannya telah kalian coba untuk mengambil kesempatan guna merebut
pusaka Pendekar Lontar!"
Hantu Menara Berkabut melihat wajah keduanya memerah. Dia melanjutkan,
"Tapi aku tak peduli apa pun yang
kalian kehendaki! Yang pasti, dendamku pada Pendekar Lontar telah terbayar!
Dan sesuai dengan rencanaku aku memang tak membunuh Dewi Lontar! Aku sengaja
menyiksanya agar dia terbawa dalam arus kesedihan sepanjang hari! Dan belum lama
ini aku juga telah
menamatkan riwayat Pendekar Harum dan Bandung Sulang! Dua manusia keparat yang
juga pernah mengalahkanku dulu kini telah menjadi makanan cacing tanah!"
Kata-kata Hantu Menara Berkabut
membuat dua pasang mata di hadapannya terbuka lebih lebar.
Hantu Menara Berkabut melan-
jutkan, "Dadung Bongkok! Dewi Lontar telah kau bunuh! Dan menurut kabar yang
kudengar kau juga hampir berhasil mendapatkan pusaka Pendekar Lontar!
Tetapi mengapa kau kemudian sampai gagal?"
Mendengar pertanyaan itu wajah
Dadung Bongkok diliputi kegeraman dalam. Untuk beberapa lama kakek bongkok ini
tak berkata apa-apa.
Ratu Sejuta Setan membentak,
"Keparat! Apakah telingamu sudah menjadi tuli hingga tak mendengar pertanyaan
orang"!"
Dadung Bongkok tak meladeni
bentakan itu. Ditekan napasnya lalu dihembuskan pelan-pelan.
"Sesuatu yang tak kusangka


Raja Naga 02 Kutukan Manusia Sekarat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terjadi. Dewa Naga muncul
dan menggagalkan rencanaku!"
Sementara wajah Ratu Sejuta Setan melengak, Hantu Menara Berkabut
terdiam dengan pandangan menyipit.
"Dewa Naga! Rupanya dia juga ikut campur dalam urusan ini!" desisnya dingin.
"Bila Dewa Naga tidak muncul saat itu, aku bukan hanya telah mendapatkan pusaka
Pendekar Lontar! Tetapi juga telah menghabisi keturunan Pendekar Lontar!"
Hantu Menara Berkabut menjereng-
kan matanya. "Inilah yang kutunggu-tunggu. Kendati tak kuhiraukan kutukan
Bandung Sulang, tetapi aku masih diliputi rasa penasaran tentang putra Pendekar
Lontar. Dan nampaknya manusia bongkok ini mengetahui tentang bocah itu yang bila
masih hidup tentunya dia telah berusia sekitar tujuh belas tahun."
Lalu dengan sikap tenang dan
seolah tak mempedulikan segala sesu-atunya, kakek bercambang hingga dagu ini
berkata, "Apakah Dewa Naga telah menyelamatkan putra Pendekar Lontar"!"
"Ya! Kakek keparat itulah yang menyelamatkannya! Dan dia umbar
ancaman padaku untuk menunggu dan menerima balasan atas perbuatanku dua belas
tahun mendatang. Tapi... huh!
Sampai saat ini aku belum melihat atau
mendengar kemunculan putra Pendekar Lontar! Dan aku yakin kalau bocah itu
sebenarnya sudah mampus"!"
"Bagaimana bila ternyata masih hidup?" tanya Ratu Sejuta Setan.
"Kemungkinannya dia akan menjadi murid Dewa Naga! Seperti yang dikatakan oleh
Dewa Naga, tentunya ancaman
yang dilakukannya akan dijalankan oleh putra Pendekar Lontar yang tentunya akan
diangkat menjadi muridnya!"
Dadung Bongkok mendengus. Dia
menangkap nada melecehkan darj kata-kata Ratu Sejuta Setan. Makanya dia berkata,
"Siapa pun yang akan muncul di hadapanku, aku tak peduli! Aku telah siap untuk
menyambutnya! Dan saat ini telah kukirim murid tunggalku untuk menyelidiki Dewa
Naga!" "Kau hanya memberi jalan bagi muridmu untuk menuju ke sebuah musibah yang tak
pernah dibayangkannya!"
"Jangan menganggap sepele! Dengan ucapanmu aku menangkap kau justru
melecehkanku! Apakah kau pikir aku tak mampu mendidik murid tunggalku itu"
Ratu Sejuta Setan! Bila muridku telah muncul, akan kusuruh dia menyerangmu!
Ingin kuiihat apakah kau mampu
menghadapinya sampai dua puluh lima jurus!"
Wajah kelam perempuan tua kontet itu semakin menghitam. Asap putih nampak
sedikit mengepul di atas
kepalanya, pertanda amarah sudah merasuk dalam dirinya.
Tetapi dia tidak-berkata apa-apa karena Hantu Menara Berkabut telah berkata,
"Berarti kalian akan menghadapi momok yang cukup angker! Murid Dewa Naga akan
muncul mencari kalian!
Terutama kau, Dadung Bongkok!"
"Hantu Menara Berkabut! Tadi kukatakan aku telah siap untuk
menyambut kedatangannya!" sahut Dadung Bongkok dingin. Diam-diam dia
melanjutkan dalam hati, "Dan bukan hanya aku saja yang sedang dicari oleh putra
Pendekar Lontar bila memang dia masih hidup! Kau pun akan dicarinya pula karena
kaulah yang telah membunuh ayahnya!"
Ratu Sejuta Setan yang memandangi Hantu Menara Berkabut diam-diam
berkata dalam hati, "Tak seharusnya Hantu Menara Berkabut menanyakan tentang
putra Pendekar Lontar! Dan kalaupun dia bertanya seperti itu, tentunya
ada sesuatu yang telah
membuatnya kecut! Mungkin pula dia merasa kalau dirinya akan menjadi sasaran
dari putra Pendekar Lontar!"
Berkata Hantu Menara Berkabut,
"Telah kudengar kabar kalau putra Pendekar Lontar memiliki sisik coklat halus
pada kedua tangannya sebatas siku! Kalau dia memang masih hidup sekarang, sudah
tentu sisik-sisik
halus berwarna coklat itu akan semakin jelas! Berarti tak sulit menentukan siapa
orangnya jika kelak kita
berjumpa! Apakah kau punya pikiran untuk menjaga keselamatanmu, Dadung
Bongkok"!"
"Sejak dulu aku sudah siap
menghadapi apa pun! Keselamatan diriku kujaga di atas segala-galanya! Aku telah
canangkan niat untuk
mendahuluinya! Aku akan memburunya sebelum dia memburuku!!" sahut Dadung Bongkok
ketus. "Ratu Sejuta Setan... apa yang akan kau laku-kan"!"
"Aku tak punya urusan lain
kecuali menginginkan pusaka Pendekar Lontar! Bila memang putranya itu masih
hidup, aku akan memburunya! Selain membunuhnya, aku akan merebut pusaka Pendekar
Lontar!" sahut Ratu Sejuta Setan. Lalu melirik Dadung Bongkok tajam-tajam, "Bila
ada orang lain yang menginginkan benda itu, jangan
berharap dia dapat melihat matahari lebih lama!"
Dadung Bongkok sadar kalau kata-
kata ketus itu ditujukan kepadanya.
Dia segera melotot gusar. Diam-diam telapak tangannya ditempelkan pada lantai.
Dialirkan tenaga dalamnya yang melesat halus ke arah Ratu Sejuta Setan.
Perempuan tua kontet itu merasakan adanya desiran angin yang melesat di bawahnya. Tetapi dia tidak
berbuat apa-apa, bahkan berkata pada Hantu Menara Berkabut, "Bila kau berkenan
mengatakan, apakah rencanamu selanjutnya"!"
Hantu Menara Berkabut juga tahu
kalau Dadung Bongkok lancarkan
serangan diam-diam pada Ratu Sejuta Setan.
"Hemmm... kakek bongkok itu memandang sebelah mata pada perempuan tua kontet
itu. Kendati Ratu Sejuta Setan kelihatan tenang-tenang saja tetapi dia telah
mengalirkan tenaga dalamnya melalui pinggulnya. Sebentar lagi akan terjadi
bentrok...."
Baru saja habis kata batin Hantu Menara Berkabut mendadak saja terlihat lantai
sejarak duduknya Ratu Sejuta Setan dan Dadung Bongkok bergetar.
Lalu berderak! Tak ada letupan yang keluar
akibat benturan tenaga dalam Dadung Bongkok dengan Ratu Sejuta Setan.
Tetapi masing-masing orang terlihat justru terdiam sekarang. Tangan kanan Dadung
Bongkok semakin kuat menekan lantai, begitu pula dengan Ratu Sejuta Setan yang
pinggulnya kuat menempel pada lantai.
Hantu Menara Berkabut mendengus
sekarang. Mendadak dijentikkan tangannya ke
tengah-tengah, tepat di antara Dadung Bongkok dan Ratu Sejuta Setan duduk.
Trikkk!! Pyaaarrr!! Letupan kecil terjadi namun
akibatnya baik Dadung Bongkok maupun Ratu Sejuta Setan sama-sama terlempar ke
samping. "Tak perlu perpanjang urusan yang tak harus kita lakukan! Bila kalian masih
keras kepala, akulah yang akan menghabisi kalian sekarang juga!!"
dingin suara Hantu Menara Berkabut.
Baik Dadung Bongkok maupun Ratu
Sejuta Setan tak ada yang bersuara.
Kendati demikian keduanya sama-sama saling pandang penuh dendam.
"Tak lama lagi malam akan datang!
Sekarang juga kalian tinggalkan Menara Berkabut! Bunuh putra Pendekar Lontar
bila memang dia masih hidup!"
Kali ini kedua orang yang duduk
di hadapannya sama-sama merangkapkan kedua tangannya di depan dada.
"Mulai hari ini, aku akan
menuruti apa yang kau katakan," kata Ratu Sejuta Setan.
"Hantu Menara Berkabut... apa pun yang terjadi, semuanya akan kupikul sendiri di
bawah pantauanmu!" kata Dadung Bongkok.
"Bagus! Tinggalkan tempat ini sekarang juga!"
Lalu tanpa ada yang bersuara,
masing-masing orang melangkah ke belakang. Masuk melewati sebuah pintu dan
menuruni undakan tangga yang berputar. Jumlah tangga itu cukup banyak tetapi
keduanya dapat menuruni dalam waktu yang cukup singkat.
Tangga yang berputar ke bawah itu terus sampai ke bawah tanah, berada di bawah
bangunan Menara Berkabut.
Setelah itu masing-masing orang
melangkah melewati jalan yang cukup sempit dan harus agak menunduk. Bau lumut
menusuk penciuman.
Tak berapa lama kemudian keduanya sudah keluar dari balik ranggasan semak, dan
segera menghirup udara segar dalam-dalam. Lalu sama-sama memandangi Menara
Berkabut yang tak nampak sama sekaii karena kabut tebal yang melindunginya.
"Jalan rahasia ini tak ada yang mengetahui kecuali kita bertiga," kata Ratu
Sejuta Setan. "Itu pun dikarenakan kita diberitahu oleh pemilik Menara
Berkabut!"
"Ratu Sejuta Setan... aku tak lagi menginginkan pusaka Pendekar Lontar! Jadi kau
bebas mendapatkannya tanpa ada persaingan dariku! Tetapi aku menginginkan nyawa
putra Pendekar Lontar bila memang dia masih hidup.
Kau tahu siapa nama pemuda itu?"
Ratu Sejuta Setan memalingkan
kepalanya ke kanan. Lama dipandanginya
Dadung Bongkok sebelum menggeleng.
"Aku tak ingat lagi siapa
namanya! Kita berpencar sekarang untuk mencari tahu tentang putra Pendekar
Lontar!" "Aku pun akan mencari muridku!
Barangkali dia sudah menemukan jejak Dewa Naga! Karena... selama ini tak seorang
pun yang mengetahui di mana Lembah Naga berada!"
Masing-masing orang saling tatap sebelum kemudian menempuh jalan yang berbeda.
Apa yang terjadi di Menara Berkabut sebelumnya dan tindakan yang dilakukan Hantu
Menara Berkabut, telah membuka mata masing-masing untuk saling membantu. Karena
secara tak langsung Hantu Menara Berkabut telah melepaskan ancaman dari
ucapannya. * * * 8 SUNGAI berair jernih itu mengalir agak sedikit bergemuruh. Beberapa helai
dedaunan pepohonan yang menjulai ke tengah sungai gugur dan terbawa oleh arus
sungai. Agak ke tengah sana batu-batu menyembul keluar.
Mendadak.... Byuuurrr! Sebuah kepala muncul dari dalam
air, lalu digerak-gerakkan hingga
butiran air yang menempel pada wajah jelita dan rambut indahnya bermuncratan.
Kemudian gadis jelita berhidung mancung itu kembali menyelam, berenang-renang kesana kemari.
Lalu muncul kembali wajahnya. Kembali pula digerak-gerakkan hingga butiran air
berloncatan. Mendadak gadis berambut indah
tergerai yang sekarang basah itu menoleh ke kanan. Pandangannya tajam pada semak
belukar yang tak jauh dari tempatnya.
"Keparat! Siapa
orang lancang yang berani mengintipku itu"!" makinya dalam hati. Lalu perlahan-lahan dia
berenang ke tepian, ke balik ranggasan semak lainnya, di mana sebelumnya
diletakkan pakaiannya dengan pandangan bersiaga.
Namun belum lagi dia tiba di
tempat yang dituju, mendadak sebuah benda berwarna putih jatuh di atas rumput
yang tak jauh darinya.
"Setan laknat!" maki si gadis begitu mengenali benda yang ternyata pakaiannya
itu. "Akan kuhajar orang yang berani berbuat lancang seperti ini! Tapi dalam
keadaan telanjang bulat seperti sekarang, sulit bagiku untuk melakukan
serangan!"
Gadis jelita yang ternyata Diah
Harum alias Dewi Bunga Mawar itu hanya bisa merutuk panjang pendek. Dia
memang bisa melesat dari dalam air untuk menyambar pakaiannya, tetapi sudah
tentu bagian-bagian tubuhnya akan terlihat oleh si pengintip yang berada di
balik ranggasan semak
sebelah kanan. Dan kalau dia tidak segera mengambil pakaiannya,
kemungkinan besar si pengintip akan melakukan tindakan yang tak
menyenangkan. Dalam keadaan polos seperti itu, sudah tentu Diah Harum akan
kelabakan bila si pengintip keluar untuk melihatnya lebih dekat.
Hal itu pun terjadi!
Dua sosok tubuh muncul dari balik ranggasan semak sambil tertawa-tawa.
Yang memiliki wajah tirus dengan pakaian hitam terbuka di bagian dada sudah ber-
seru, "Renggana! Hidungmu sungguh tajam untuk mencium bau sedap dari tubuh
seorang perawan!"
Yang dipanggil Renggana menoleh.
Dia seorang laki-laki bermata besar dengan bibir tebal dan codet di pipi
kirinya. Tepian matanya bersinar menggiriskan. Sebilah kapak lebar tergenggam
pada tangan kanannya.
"Ki Lodan,
Aku sangat hafal
dengan bau sedap dari tubuh perawan!
Karena sebelum mengikutimu tak pernah kulewatkan sehari pun untuk menikmati
kehangatan tubuh seorang perawan!"
Ki Lodan tertawa lagi. Tubuhnya
agak ringkih, kurus dengan kedua
tangan yang agak panjang.
"Dan perawan itu kini sudah berada di hadapanmu! Berarti kau tidak hendak
melewatkan kesempatan ini!"
"Sudah tentu ya! Apakah kau juga akan turut ambil bagian"!"
"Renggana, Renggana... aku sudah tua walaupun gairahku tak kalah dengan apa yang
kau miliki! Sewaktu muda aku pun banyak mengumbar seluruh nafsuku pada siapa
saja! Karena itu adalah sebuah pekerjaan penuh nikmat tiada tara! Tapi sekarang
ini, biarlah kau yang menikmati perjalanan kehikmatan sementara aku akan
menyaksikan saja!"
"Gairahku akan semakin bertambah bila kuketahui akulah yang akan
menikmati keindahan ini!"
Di dalam air di mana hanya kepalanya yang muncul, Diah Halum menggeram dingin, "Keparat! Tentunya salah
seorang dari mereka yang telah mengambi! pakaianku dan sengaja
melemparkannya! Semata untuk mempermainkanku! Jahanam terkutuk! Bila saja aku
sudah berpakaian, siapa pun
keduanya akan kugebrak sampai mampus!"
Habis membatin Diah Harum
membentak sengit, "Manusia-manusia terkutuk! Kalian telah melakukan kesalahan
karena berani lancang
mempermainkanku! Kemarikan pakaianku itu! Kita akan bergebrak sampai kalian
mampus kubunuh!"
Bentakan si gadis hanya disambut tawa oleh Ki Lodan dan Renggana.
Ki Lodan buka suara, "Perjalanan menuju ke Menara Berkabut masih tiga hari lagi!
Dan membuang waktu sedikit untuk memberimu kesempatan rasanya tak ada yang perlu
disesali! Renggana, apakah kau akan diam saja"! Apakah matamu buta tidak melihat
indahnya dua gundukan bukit yang membayang pada air itu"!"
Sementara lelaki tinggi besar
bersenjatakan kapak lebar itu terbahak-bahak hingga bahunya berguncang, Diah
Harum dengan perasaan marah menurunkan lagi kedudukannya di dalam air.
"Setan keparat!" geramnya dengan pancaran mata diamuk kemarahan.
"Mengapa aku tidak memperhitungkan akan kemunculan kedua manusia keparat ini"!"
Renggana buka suara, "Ki Lodan!
Kau bukan hanya akan melihat dua gundukan indah pada dadanya, tetapi...


Raja Naga 02 Kutukan Manusia Sekarat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hahaha... kau akan melihat
pemandanganyang benar-benar luar biasa! Dari sini saja tubuhnya sudah
menjanjikan kenikmatan tiada tara!"
Habis ucapannya, Renggana
melangkah ke depan. Di dalam air Diah Harum mundur ke belakang.
"Manis... mengapa kau menjadi panik seperti itu" Bukankah tadi kau
hendak bergebrak denganku" Ayo,
muncullah! Kalau kau bisa ambillah pakaianmu! Tetapi bila kau tidak bisa berarti
bagiankulah yang akan segera kuperlihatkan!"
"Manusia keparat! Lemparkan pakaian itu ke sini!!"
"Mengapa kau tidak muncul saja"
Aku biasa melihat! keindahan yang terpampang sebelum merasakan keindahan itu!
Ayo, ayo! Kau basuhlah kedua mataku ini dengan keindahan yang ada pada dirimu"
Sebagai jawaban, Diah Harum
menggerakkan tangan kanannya ke depan.
Air memercik ke atas saat tangan kanannya dikibaskan. Menyusul menghampar
gelombang angin berkekuatan tinggi ke arah Renggana.
Yang diserang sedikit terkejut,
tetapi hanya dengan memiringkan tubuh ke kiri gelombang angin itu telah luput
dari sasarannya dan menghajar sebatang pohon yang dedaunannya
berguguran laksana hujan.
"Hebat! Aku menyukai gadis yang agak keras kepala" serunya sambil tertawa
kembali. Lalu dia melangkah
ke tepian sungai, diperhatikannya Diah Harum yang nampak sudah semakin panik. Dalam
keadaan tidak berpakaian seperti itu, sudah barang tentu dia tak akan mampu
melakukan tindakan apa-apa.
Mendadak dilihatnya lelaki tinggi besar itu mengayunkan kapak lebarnya ke dalam
air. Pyaaaarrr!! Air itu muncrat ke udara. Kejap
berikutnya telah disusul dengan
muncratan yang Sebih banyak, dan seperti membelah ke tepian satunya lagi.
"Heiiii!!"
Diah Harum tersentak kaget dan
tanpa sadar dia melompat agak menjauh.
Kontan Ki Lodan terbahak-bahak.
"Kau memang pandai membuat sebuah permainan menyenangkan, Renggana!
Apakah kau tidak melihat benda bulat indah yang ujungnya terdapat bulatan coklat
menggiurkan tadi"! Fiuh!
Bergoyang indah menantang! Sayang...
sayang aku tidak melihat benda lainnya yang sangat ingin kuiihat karena
loncatannya terlalu rendah!"
"Kau sendiri rupanya tidak saba-ran, Ki Lodan! Sekarang kau akan melihatnya!"
Kemudian Renggana mengangkat
kapak lebarnya lagi dan siap diayunkan. Tetapi sekarang urung karena dengan
penuh kemarahan Diah Harum sudah mendorong tangan kanan kirinya.
Wuuusss! Wuuusss!!
Renggana segera menggerakkan
kapak lebarnya ke samping.
Blaarr! Blaaarrr!!
Dua gelombang angin itu putus
terhantam ayunan kapak lebarnya tetapi tubuhnya sendiri harus terdorong beberapa
langkah. "Perawan kurang ajar!!" makinya dengan tubuh bergetar. Matanya melebar seperti.
siap melahap bulat-bulat tubuh yang masih terendam di air itu.
Menyusul digerakkan kapak lebar-
nya di atas kepala. Suara dengungan terdengar berdenging-denging, memekak-kan
telinga. Menyusul terjadinya gelombang angin memutar yang membuat ranggasan
semak dan dedaunan di
sekitar sana berguguran. Kejap
berikutnya, disentakkan kapak lebarnya kuat-kuat ke arah Diah Harum!
Wrrrrrrr!!! Gelombang angin dahsyat menderu
ke arah Diah Harum. Gadis jelita itu memekik tertahan. Tak mau tubuhnya
terhantam gelombang angin itu dia segera menyelam dan berenang tergesa agak
menjauh. Byuurrrr!! Air yang terkena hantaman
gelombang angin yang meluncur dari kapak besar Renggana muncrat setinggi dua
tombak. "Wah! Kau gagal, Renggana! Gadis itu lebih cerdik! Dia tidak melompat seperti
tadi malah berenang! Kau gagal! Ayo, sekali iagi kau paksa gadis itu untuk
melompat!!"
Kata-kata Ki Lodan membuat
Renggana menjadi panas. Dilakukan lagi hal yang sama yang membuat Diah Harum
harus berusaha untuk menghindar. Gadis ini memiliki sifat yang keras rupanya.
Dia tetap tak mau melompat lagi
kecuali tergesa-gesa berenang menjauh untuk menghindari gelombang angin yang
menderu ke arahnya.
"Kau gagal, Renggana! Gagal!!"
"Keparat!!" maki'Renggana keras.
Sepasang matanya yang bersinar
menggiriskan tak berkedip pada Diah Harum yang sedang mengatur napas.
Tetapi mendadak saja lelaki tinggi besar itu kemudian terbahak-bahak.
"Sekarang kau akan kena batunya...."
Lalu orang ini melangkah masuk ke dalam sungai.
Paras Diah Harum menegang.
"Celaka! Celaka aku sekarang! Tak mungkin aku bisa menghadapinya dalam keadaan
seperti ini!"
"Ayo, kau perlihatkan apa yang kau miliki itu, Manis! Agar Ki Lodan gembira di
pagi ini!!" seringai Renggana sambil terus mendekat.
"Terkutuk! Berikan pakaianku! Kau akan kuhajar!!" seru Dewi Bunga Mawar sambil
beringsut mundur. Dia tetap berusaha untuk tidak keluarkan anggota tubuhnya yang
lain dari dalam air kecuaii sebatas leher.
Renggana hanya tertawa sebagai
sahutan. Dia terus mendekati Diah Harum. Yang didekati semakin panik.
Wajah jeiitanya mulai diliputi
ketegangan dalam.
Dan tanpa setahunya, Renggana
mengirimkan serangan melalui kedua kakinya yang berada di dalam air. Diah Harum
masih terus beringsut mundur diiringi teriakan-teriakannya. Ketika dirasakan ada
hawa yang menderu ke arahnya, cepat gadis ini bergerak ke samping kanan!
Pyaaarrr!! Air sungai itu terangkat naik dan muncrat ke udara.
"Hebat!" desis Renggana kagum bercampur marah. Kejap berikutnya dia sudah
bergerak begitu cepat membuat Diah Harum merasa terkepung. Gadis jelita itu
masih berusaha untuk
menghindar bahkan melancarkan serangannya. Tetapi karena tak berpakaian, apa
yang dilakukan hanyalah sebuah kesia-siaan belaka.
Bahkan... tap! Tangan kanannya telah. tergenggam tangan kiri Renggana dan siap untuk ditarik
keluar. Namun sebelum
dilakukan, bersamaan terdengar seruan tertahan,
"Heiiii!!" satu sosok tubuh sudah melayang ke arahnya. Dan....
Tukk!! "Wadoaauuuwww!!"
Menyusul... pyarr!
Sosok tubuh itu telah menarik
keluar tubuh Diah Harum seraya
menyelimuti tubuh gadis itu dengan pakaian berwarna putih. Kejap
berikutnya orang yang menggagalkan niat busuk Renggana sudah keluar lagi dari
balik ranggasan semak di mana tadi dia membawa Diah Harum ke sana!
* * * Ki Lodan yang tadi berseru
tertahan karena melihat kejadian yang mengejutkannya, memandang tidak berkedip
pada pemuda yang telah berdiri sejarak delapan
langkah dari hadapannya. Sejak Ki Lodan memandangi orang itu sebelum kemudian dirasakannya
debaran jantungnya semakin cepat.
"Gila! Siapa pemuda berompi ungu ini"! Tatapannya sungguh angker dan mengerikan!
Sosoknya membuat orang akan berpikir dua kali untuk
menghadapinya! Tadi... tadi hanya kulihat satu bayangan yang menyambar pakaian
si gadis yang dilempar Renggana. Lalu dengan gerakan seperti setan bayangan itu sudah melesat dan
menggagalkan niat Renggana. Bahkan dalam
waktu yang sama dia sudah
membawa keluar tubuh si gadis tanpa
dapat kulihat secara jelas. Dan
sekarang dia sudah berdiri di
hadapanku. Astaga! Dia hanya membutuhkan waktu tiga kejapan mata untuk lakukan
semua tindakan!!"
Sementara itu, lelaki tinggi
besar yang masih berada di dalam sungai meraung keras.
"Pemuda keparat! Siapa kau"!"
bentaknya seraya berenang ke tepian.
Pemuda bermata angker itu ganti
memandang pada lelaki tinggi besar yang sebagian tubuhnya basah.
Namaku Boma Paksi! Julukanku Raja Naga! Lebih baik kalian menyingkir dari sini
sebelum aku marah!"
Suara dingin itu membuat Renggana dan Ki Lodan sejenak terdiam. Bukan suara itu
yang sebenarnya membuat keduanya terhenyak. Tetapi tatapan angker dari pemuda
berambut dikuncir itu!
"Raja Naga...," desis Ki Lodan dalam hati. "Astaga! Julukannya sangat tepat
untuknya! Tatapannya begitu mengerikan!"
Di pihak lain Renggana tak buka
mulut. Lelaki tinggi besar berkapak lebar ini memandang tak berkedip pada pemuda
yang sesungguhnya baru berusia tujuh belas tahun.
"Seumur hidupku... baru kali ini kulihat tatapan angker yang mengandung kekuatan
magis," desisnya dan tanpa
sadar dia masih tertegun.
Ki Lodan yang buka mulut,
"Renggana! Mengapa kau diam seperti kerbau dungu, hah"! Pemuda keparat itu
muncul dan menggagalkan keinginanmu!
Apakah kau tak mendengar ucapannya yang tak memandang kita sebelah mata pun"!"
Kata-kata Ki Lodan menyadarkan
Renggana dari keterkesimaannya. Lelaki tinggi besar ini menggeram.
"Pemuda celaka! Ulangi lagi apa yang kau katakan tadi"!"
Raja Naga memandang tak berkedip.
Sisik-sisik coklat yang terdapat pada kedua lengannya sebatas siku lebih
bersinar, pertanda dia sudah dilanda amarah. Murid Dewa Naga ini sebenarnya tak
sengaja melewati tempat itu.
Tatkala dia mendengar teriakan memaki dari seorang gadis, nalurinya segera
mengatakan kalau ada orang yang
membutuhkan bantuannya. Dan yang tak disangkanya, orang yang menjerit itu adalah
gadis. yang pernah berjumpa dengannya. Gadis yang diam-diam telah memincut
hatinya dengan kecantikan yang dimilikinya!
Tatapan angker itu kian meradang.
Suaranya bertambah dingin, "Kuminta kalian tinggalkan tempat ini, sebelum
kemarahanku semakin membesar!"
Kata-kata itu membuat Renggana
meradang. "Setan keparat! Kutebas kepala-mu!!"
Meluncur lelaki tinggi besar itu seraya ayunkan kapak lebarnya.
Wuuunggg!! Tak! "Aaaakhhhhi!" Renggana memekik tertahan dan terhuyung ke belakang.
Tangan kirinya menekap tangan kanannya dengan mulut monyong menahan sakit.
Kapak lebarnya telah jatuh di atas tanah!
"Gila!!" seruan kaget itu terdengar dari mulut Ki Lodan. Sosoknya sampai surut
satu tindak ke belakang.
"Bagaimana mungkin" Bagaimana bisa"!"
desisnya lagi, berulang-ulang.
Raja Naga tetap berdiri di
tempatnya. "Kau telah pancing kemarahanku! Berarti... kau tak akan kuampuni!!"
Renggana yang masih menahan sakit mengangkat kepalanya. Tatapannya mengandung
kengerian sekarang.
"Kupikir... tubuhnya akan
tercacak buntung akibat kapak lebarku!
Tapi... gila! Aku sama sekaii tak melihatnya bergerak! Gila!!"
"Boma Paksi! Terima kasih atas pertolonganmu! Biar aku yang urus manusia keparat
itu!!" satu suara terdengar bersamaan melompatnya satu sosok tubuh dengan
gerakan indah. Dan tanpa keluarkan suara telah berdiri di
samping kanan Raja Naga. Menyusul terdengar bentakannya, "Manusia laknat! Kau
terima balasanku sekarang!"
* * * 9 GADIS berpakaian putih bersih
dengan dua kuntum mawar merah pada atas dada kanan kirinya itu sudah menerjang
ke arah Renggana yang masih merasakan ngilu pada tangan kanannya, Gerakan si
gadis sungguh cepat sekali.
Renggana mengangkat kepalanya dan sebisanya digerakkan tangan kirinya.
Des! Des! Benturan itu terjadi. Sosok si
gadis yang bukan lain Dewi Bunga Mawar terpental ke belakang. Baru saja kedua
kakinya menginjak tanah, tubuhnya sudah menerjang kembali.
Raja Naga hanya tersenyum. Dan
begitu mendengar satu gerakan di sampingnya, dia langsung menoleh.
"Jangan gegabah! Kau tak perlu mencampuri urusan ini!" bentaknya pada Ki Lodan.
Ki Lodan yang tadi sudah bersiap hendak
membantu Renggana menggeram
keras. Lelaki berwajab tirus
ini memandang tajam Raja Naga tak
berkedip. Tetapi dia tak sanggup melakukannya lebih lama, karena ta-
tapan angker itu seperti menghujam pada jantungnya.
"Pemuda bersisik! Renggana adalah sobatku. Apa pun yang terjadi padanya aku akan
ikut ambil bagian!" bentaknya sambil menenangkan gemuruh dadanya.
"Kau telah lakukan kesalahan yang paling bodoh! Sobatmu telah memiliki niat keji
terhadap gadis itu! Bila kau masih punya akal seharusnya kau
menghalangi niatnya itu, bukannya mendorong atau membantu!"
"Peduli setan!" bentak Ki Lodan sambil menindih rasa ngerinya. "Kau boleh unjuk
gigi di hadapannya,
tapi... kau akan menyesali tindakanmu itu di hadapanku!!"
Habis seruannya Ki Lodan
menerjang ke depan. Seraya menerjang tangan kanan kirinya yang kurus
direntangkan lebar-lebar. Lalu seperti meraup sebuah benda, digerakkannya masuk
ke dalam hingga melipat dadanya sendiri. Kejap berikutnya tubuhnya sudah
berputar sedemikian hebat. Tanah segera mengepul mengiringi putaran tubuhnya.
Suara yang keluar keras, bergemuruh.
Raja Naga hanya memperhatikan tak berkedip.
Begitu putaran tubuh Ki Lodan
mendekat dan siap menggulungnya, dia segera melepaskan jotosan.
Buk!! Tubuh Ki Lodan terpental ke


Raja Naga 02 Kutukan Manusia Sekarat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang sejenak masih dalam keadaan berputar. Saat lain masih berputar yang
semakin cepat tubuhnya kembali meluncur ke arah Raja Naga.
"Keras kepala!"
Kalau tadi Raja Naga melancarkan jotosannya sekali, kali ini dua kali.
Tetapi justru dia yang sekarang
terkejut. Karena begitu kedua
jotosannya masuk dalam putaran tubuh Ki Lodan, mendadak saja dia terseret
berputar agak terhuyung.
Menyusul... buk!
Dadanya terhantam tendangan kaki kanan Ki Lodan yang membuatnya mundur.
"Ternyata kau tak setangguh apa yang kau perlihatkan pada Renggana tadi!" seru
Ki Lodan masih berputar.
Kali ini gelombang angin semakin dahsyat diiringi tanah yang makin banyak
mengepul. Menyusul be-muncratannya sinar-sinar bening ke arah Raja Naga yang
masih sempoyongan.
Anak muda bersisik dari Lembah
Naga itu mengertakkan rahangnya.
Mendadak saja dijejakkan kaki kanannya di atas tanah yang seketika terdengar
letupan kecil. Namun yang terjadi kemudian sungguh mengejutkan. Karena tanah itu
bergerak cepat menyusur ke arah putaran tubuh Ki Lodan. Rupanya Boma Paksi sudah
mengeluarkan ilmu
'Barisan Naga Penghancur Karang'.
Ki Lodan yang masih berputar
dahsyat itu memekik keras karena merasakan tanah mendadak berderak ke atas!
Brooolll!! Kekuatan besar menyembur dari dalam tanah, memuntahkan tanah ke berbagai arah. Ki Lodan memang
berhasil menghindari serangan aneh yang dilepaskan Raja Naga, tetapi dua kali
dia terhantam lesatan tanah yang muncrat ke arahnya.
Saat itu pula tubuhnya ambruk!
Punggungnya dirasakan seperti mau patah. Untuk sesaat dia menggeliat lalu
berusaha bangkit. Dillhatnya pemuda bersisik coklat hanya berdiri tegak dengan
tatapan kian angker.
Susah payah Ki Lodan bangkit
sambil memegang dadanya dengan tangan kanannya. Sesuatu dirasakan bergolak pada
perutnya dan melesat ke atas!
"Huaaaakkkl!" dia muntah darah.
Untuk beberapa saat Ki Lodan
mengalirkan tenaganya dalam guna memulihkan keadaannya.
"Terkutuk! Bertahun-tahun aku berlatih ilmu 'Pusaran Mata Angin'.
Tetapi hari ini ilmu itu begitu mudah dipatahkan oleh seorang pemuda yang masih
bau kencur!"
"Lebih baik kau menyingkir dari sini! Kalaupun kau masih ingin berada di sini,
kau hanya berhak sebagai
penonton! Biarkan gadis itu menuntut balas apa yang telah dilakukan kawanmu
terhadapnya!"
Seruan dingin itu membuat Ki
Lodan mengangkat kepalanya. Kendati parasnya meringis kesakitan tetapi sorot
matanya tetap angkuh. Dia tak melakukan tindakan apa-apa.
Sementara itu Dewi Bunga Mawar
sedang berusaha untuk mendesak
Renggana. Tetapi tak mudah dilakukannya. Karena kendati tangan kanannya nyeri
akibat hantaman Raja Naga
sebelumnya, Renggana masih bisa
memperlihatkan kelasnya.
Raja Naga membatin, "Dari apa yang terjadi seharusnya Dewi Bunga Mawar dapat
segera mengalahkan orang tinggi besar itu. Tetapi dia terlalu dipenuhi
dengan hawa amarah
dan keinginan untuk memenangkan pertarungan."
Zeebbb! Tangan kiri Renggana mengibas ke arah kepala Dewi Bunga Mawar yang menghindar.
Namun gadis itu tak bisa langsung melancarkan serangan balasan karena kaki kanan
Renggana sudah mencuat.
Raja Naga menggeleng-gelengkan
kepalanya. "Dewi Bunga Mawar! Coba kau
hantam pergelangan kedua tangannya!"
Dewi Bunga Mawar yang sedang
menghindar langsung mengarahkan serangannya pada kedua pergelangan
Renggana. Ganti Renggana yang kelihatan agak pucat sekarang.
"Gila! Bagaimana pemuda bersisik itu bisa mengetahui kalau kelemahanku terletak
pada kedua pergelangan
tanganku ini" Jahanam terkutuk! Pemuda bau kencur itu bukan orang sembarangan
rupanya!" Karena kelemahannya sudah diketahui lawan, Renggana tak bisa berbuat banyak. Dia
hanya berusaha menghindari setiap terjangan dari Dewi Bunga Mawar.
Orang tinggi besar ini memekik
tatkala tendangan Dewi Bunga Mawar telah menghantam pergelangan tangan kirinya.
Disusul dengan kibasan tangan dari samping kiri ke pergelangan tangan kanannya.
Kontan Renggana terhuyung ke
belakang diiringi teriakan keras.
Kedua penglihatannya saat itu pula berkunang-kunang. Kepalanya mendadak pusing
tujuh keliling.
Dewi Bunga Mawar yang marah
karena niat busuk orang, sudah melesat ke depan untuk menyelesaikan
pertarungan. "Tahan!" seru Raja Naga sambil menjentikkan tangan kanannya.
Trikkk! Satu tenaga menghalangi gerakan
Dewi Bunga Mawar yang seketika
berputar. Begitu kedua kakinya hinggap di atas tanah, gadis jelita berambut
indah itu sudah buka mulut,
"Boma! Mengapa kau menghalangi niatku, hah"!"
"Karena sudah cukup kau
menghajarnya, Diah...."
"Manusia bejat seperti dia, tak patut ada kata cukup untuk
menghajarnya! Boma! Biarkan aku
menghajarnya lagi!!"
"Dia sudah mendapatkan balasan!
Diah... bila kau bersikeras. Lantas apa bedanya kau dengannya" Apakah kau Ingin
menyamakan dirimu dengan orang seperti dia?"
Kata-kata Raja Naga membuat Diah Harum menggeram pendek. Gadis jelita ini
keiihatan masih belum puas untuk menghajar Renggana. Tetapi dia
menuruti juga kata-kata Boma Paksi.
Hanya terlihat kaki kanannya
dihentakkan di atas tanah yang
seketika amblas untuk melampiaskan rasa kesalnya.
Raja Naga memalingkan kepalanya,
"Sekarang kalian tinggalkan tempat ini sebelum aku berubah pikiran!"
Ki Lodan memandanginya tajam-
tajam. "Pemuda bersisik! Dengan perginya kami dari sini bukan berarti urusan telah
selesai! ingatlah balk-baik!
Kelak kami akan muncul kembali!!"
Habis kata-katanya Ki Lodan
menarik tubuh Renggana untuk dibawanya berlari. Susah payah Renggana
mengikutinya. Raja Naga berseru, "Heiii! Apakah kau melupakan kapak lebarmu ini"!"
Lalu disepaknya kapak yang
tergeletak di tanah itu dengan gerakan ringan.
Wungg! Kapak Iebar itu melesat dengan
kecepatan tak ubahnya anak panah dilepaskan dari busur. Mendesing di atas
kepala Ki Lodan yang masih
menyeret Renggana.
Cleebbb! Kapak lebar itu menancap pada
sebatang pohon.
Ki Lodan yang di saat kapak lebar itu mendesing di atas kepalanya
menghentikan larinya, menggeram
dingin. Di pihak lain Renggana
terhuyung. Dengan kegeraman luar biasa, Ki Lodan mencabut kapak itu! Tetapi tak semudah
yang dibayangkannya. Setelah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya dan tubuhnya
dibanjiri keringat, barulah di berhasil mencabut kapak yang menancap pada pohon
itu. Mendadak... kraaakk!
Begitu kapak lebar itu dicabut, pohon itu seketika tumbang bergemuruh.
"Terkutuk! Akan kuingat semua ini! Akan kuingat selama-lamanya!!"
makinya keras dengan wajah ditekuk gusar. Lalu katanya pada Renggana yang telah
berdiri dan masih menahan sakit,
"Kita urungkan niat menuju ke Menara Berkabut! Kita akan menuntut balas
perbuatan Raja Naga!"
Diiringi Renggana yang menahan
sakit, Ki Lodan sudah berlari
mendahului dengan membawa kapak lebar milik temannya itu.
* * * "Boma... terima kasih atas
pertolonganmu...," kata Diah Harum kemudian. Sesungguhnya masih ada keinginan
untuk menghajar Renggana.
Boma Paksi tersenyum. Tatapannya tetap angker.
"Aku hanya kebetulan lewat di tempat ini," sahutnya sambil menatap dalam-dalam
wajah jelita di
hadapannya. Dan hati pemuda bersisik ini sedikit demi sedikit mulai terusik oleh
kecantikan alami Diah Harum.
"Boma... belum lama kita berjumpa dan kini sudah berjumpa lagi. Apakah kita akan
langsung berpisah sekarang?"
Diah Harum tersenyum. "Wajahnya tampan. Tapi tatapan itu masih
terkesan angker...," sambungnya dalam hati.
"Sudah tentu aku tidak punya keinginan selekas itu sekarang. Aku masih ingin
menatapnya lebih lama lagi," kata Raja Naga dalam hati.
Tetapi mulutnya bicara lain,
"Aku tahu kalau kau masih punya urusan, begitu pula denganku. Yah...
kupikir sebaiknya kita memang harus berpisah lagi...."
"Boma... apakah ini saat yang tepat bagi kita untuk saling
mengenal?"
Mendengar pertanyaan si gadis,
Raja Naga langsung
arahkan pan- dangannya ke kejauhan.
"Apa yang ingin kau kenal dariku, Diah?"
"Pemuda ini terlihat begitu tertutup sekali," kata Diah Harum dalam hati.
Kemudian katanya, "Mungkin yang hendak kutanyakan, hendak ke manakah kau
sebenarnya" Pertama kali kita berjumpa kau begitu tergesa dan tentunya ada
urjusan yang harus kau selesaikan."
Boma Paksi mengangguk.
"Keberatankah kau bila mengatakannya kepadaku?"
Pemuda dari Lembah Naga ini tak
segera menjawab. Dia justru menarik napas panjang.
Dewi Bunga Mawar menunggu untuk beberapa lama. Kemudian didengarnya pemuda itu
berkata, "Aku sedang
mencari pembunuh ayah dan ibuku, Diah...."
"Oh! Kau... kau sedang mencari pembunuh ayah dan ibumu?" ulangnya terbata.
Raja Naga mengangguk.
"Ya... pembunuh yang selama dua belas
tahun belum pernah kulihat
wajahnya...."
"Siapakah orang itu, Boma?"
"Yang membunuh ayahku adalah Hantu Menara Berkabut...."
"Oh!" untuk kedua kalinya Dewi Bunga Mawar tersentak kaget.
Boma Paksi langsung menoleh.
"Diah... kau mengenalnya?"
Kepala si gadis menggeleng-
geleng. "Aku... aku tidak pernah mengenalnya, aku hanya pernah mendengar Guru
menceritakannya kepadaku...
Bukankah dia penghuni Menara Berkabut?"
"Yah! Aku sedang menuju ke sana!
Diah... apakah gurumu pernah menceritakan di manakah letak Menara Berkabut?"
"Guru pernah sekali mengatakannya kepadaku, tetapi aku belum pernah diajaknya ke
sana. Dan rasanya sangat sulit untuk mencapai Menara Berkabut.
Bahkan melihat menara itu saja tak bisa dilakukan mengingat diliputi kabut tebal
yang sulit ditembus oleh
pandangan."
"Aku juga pernah mendengar
tentang hal itu. Selain di sekitarnya hidup berbagai jenis ular berbisa juga
terdapat lumpur-lumpur hidup yang dapat menelan siapa saja."
"Boma... guruku pernah mengatakan kalau ada jalan rahasia yang dapat membuat
orang dengan mudah bisa
mendatangi Menara Berkabut."
"Oh! Apakah kau tahu di manakah jalan rahasia itu?"
Dengan berat hati Dewi Bunga
Mawar menggeleng.
"Sayang, aku tidak
tahu sama sekali. Kendati guruku pernah
menerangkan aku tak bisa mengetahuinya mengingat aku belum pernah ke
sana...." Raja Naga hanya mengangguk
anggukkan kepalanya.
Dewi Bunga Mawar menjadi tidak
enak karena melihat pemuda di
hadapannya itu jadi kelihatan gelisah.
"Maafkan aku, Boma...."
Buru-buru pemuda dari Lembah Naga itu menggeleng.
"Diah... kau tahu kalau aku masih harus melakukan perjalanan ke Menara Berkabut.
Sebaiknya, kita berpisah di sini...."
Diah Harum mengangguk. "Sebelum berpisah, ada yang ingin kutanyakan padamu,
Boma." "Aku menunggu."
"Tahukah kau di mana Lembah Naga berada?" Pertanyaan Diah Harum membuat kening
Raja Naga berkerut.
"Lembah Naga" Ada apakah kau mencari tempat itu?"
"Guruku memerintahkanku untuk mendatangi Lembah Naga, untuk
mengetahui sesuatu di sana...."
"Apa yang ingin kau ketahui?"
"Tentang Dewa Naga sendiri yang merupakan penghuni Lembah Naga dan nasib seorang
bocah yang dibawa lari olehnya."
Kening Raja Naga makin berkerut.
Firasatnya mengatakan dia akan
mendengar sesuatu yang tidak enak.
"Kau tahu di mana tempat itu?"
"Jelaskan dulu kepadaku apa yang kau cari."
Dewi Bunga Mawar menarik napas
hingga dadanya yang membusung itu bergerak indah. Setelah terdiam beberapa saat


Raja Naga 02 Kutukan Manusia Sekarat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barulah dia berkata, "Dua belas tahun yang lalu, guruku pernah bertarung dengan
Pendekar Lontar yang merupakan musuh bebuyutannya. Dia mengatakan Pendekar
Lontar adalah musuh utamanya yang harus dimusnahkan.
Guruku tidak kesampaian membunuh Pendekar Lontar karena pendekar itu sudah tewas
lebih dulu. Dia memang datang ke kediaman Pendekar Lontar dan menjumpai istrinya
yang berjuluk Dewi
Lontar. Pertarungan terjadi. Guruku berhasil membunuh perempuan biadab itu
kendati dia harus membayar mahal dengan tangan kirinya yang kutung akibat
tebasan pedang Dewi Lontar."
Dada Boma Paksi berdebar keras.
"Lantas?"
"Yang diinginkan guruku adalah Pusaka Pendekar Lontar yang begitu dia berhasil
membunuh istrinya, putranya muncul dengan membawa pusaka yang berupa gumpalan
daun lontar. Guruku telah berhasil mendapatkannya bahkan bermaksud untuk
menghabisi putra Pendekar Lontar yang dimaksudkan agar keturunan pendekar biadab
itu tidak ada lagi di muka bumi ini! Tapi...,"
wajah Dewi Bunga Mawar mengeras.
"Dewa Naga datang dan menggagalkan rencananya!"
Gemuruh di dada Boma Paksi
mengeras. Sisik coklat pada kedua tangannya hingga siku mulai bersinar.
Dewi Bunga Mawar terkejut melihatnya.
"Boma... Ada apa?"
"Diah Harum..," Suara si Pemuda dingin. "Siapakah nama Gurumu?".
Sesaat Diah Harum memandangi
wajah dihadapannya sebelum menjawab,
"Dia bernama.. Dadung Bongkok..,"
SELESAI Ikuti Kelanjutannya dalam
episode: "Misteri Menara Berkabut"
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: mybenomybeyes
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Suling Naga 13 Pendekar Gila 31 Peti Mati Untuk Pendekar Gila Rahasia 180 Patung Mas 6
^