Pencarian

Komplotan Tangan Hijau 2

Komplotan Tangan Hijau Karya Enid Blyton Bagian 2


"Aku toh sudah terbiasa harus menahan diri terhadap Sarden dan Sinting. Rasanya binatang lucu seperti dia itu takkan terlalu menggangguku. Tetapi entah apa pendapat Kakek nanti." Kakek agak terlambat datang kemeja makan.Sinting temyata telah menyembunyikan sepatu
malamnya, dan lama juga Kakek baru bisa ia menemukannya. Ketika Kakek muncul di ruang
makan, didapatinya semua orang telah begitu ramah pada Barney dan Miranda. Jadi rasanya sangat sulit baginya untuk menyusahkan mereka itu dengan keluhannya.
Barney benar-benar senang hari itu. Hidangannya lezat-lezat, percakapannya hangat, dan tawa yang ada terasa begitu bersahabat. Suasana pun
begitu indah di meja makan yang besar, rapi,
bersih, serta berhias bunga ini. Nyonya Lynton menyukai Barney. la heran dalam hati, bagaimana anak yang selalu menyertai rombongan sirkus dan pasar malam, yang mungkin sangat jarang sekali mandi, tetapi dirasanya cukup baik untuk menjadi sahabat kedua anaknya"
Pak Lynton juga menyukai Barney.
"Kau tak punya orang tua, Barney?" tanyanya.
"Ibuku meninggal beberapa waktu yang lalu," jawab Barney.
"Dan aku tak pernah kenal pada ayahku. Kurasa ia juga tak tahu apa-apa tentang diriku. Yang aku tahu hanyalah bahwa dia seorang pemain drama, biasa memainkan lakon-lakon karya Shakespeare. Pernah juga kucoba mencari jejaknya, tetapi tak pernah berhasil."
"Kau tahu nama panggungnya" Nama samarannya?" tanya Pak Lynton lagi, berpikir bahwa semua ayah pasti akan sangat ingin bertemu dengan anak yang belum pernah dilihatnya.
Barney menggelengkan kepala.
"Tidak. Aku bahkan tak tahu rupanya seperti apa. Nama sebenarnya aku juga tidak tahu, Pak. Ibuku anggota sirkus, dan selalu memakai nama keluarganya sendiri, bukan nama suaminya. Kurasa aku takkan pernah bertemu dengan ayahku."
"Yah... rasanya sulit juga," kata Pak Lynton,
"tapi kulihat kau telah cukup berhasil hidup sendiri." Selesaimakan, keempatanak itu pergi ketaman Baru jam setengah sembilan malam, dan hari
belum begitu gelap". Mereka duduk-duduk di pavilyun dan kembali menyuruh si Sinting berjaga-jaga. Miranda juga ikut, tentu. Selama waktu makan tadi ia begitu pendiam dan bertingkah sangat manis. Sepanjang waktu makan ia
duduk di bahu Barney, menerima dan memakan apa saja yang diberikan Barney padanya: potongan tomat dan beberapa potong aprikot dari pudingnya. Kini ia duduk di bahu Snubby. Tangannya yang kecil diselipkannya ke balik leher baju anak itu agar terasa hangat. Snubby sangat menyukai Miranda, sehingga si Sinting terlihat cemburu, mencoba naik ke pangkuan Snubby.
"Nah ... apa sih yang ingin kalian katakan padaku?" tanya Barney setelah si Sinting disuruh berjaga-jaga di luar.
"Begini ...," kata Roger, bingung juga harus mulai dari mana,
"sesungguhnya ini suatu peristiwa sangat aneh ... dan Kakek kami juga terlibat di dalamnya. Ceritanya begini ...." Ia bercerita dari awal, dengan sekali-sekali Snubby atau Diana ikut menambahkan beberapa kalimat.
"Begitulah," Roger mengakhiri ceritanya,
"dan kami berpikir mungkin sekali pasar malam itu ada hubungannya dengan pencurian-pencurian tadi.
(Di bulan-bulan musim panas (di Inggris: April, Mei, Juni) matahari lebih lama berada di langit, siang hari lebih panjang daripada
malam hari. ) Kami ingin tahu, apakah ada orang dipasar malan itu yang tahu cukup baik tentang surat-suratan yang cukup berharga untuk dicuri di tempat tempat yang dekat dengan tempat di mana pasa malam itu bermain. Mungkin di dekat situ ada museum atau suatu gedung tempat menyimpan surat-surat antik tadi."
"Dan kami ingin tahu, bagaimana si pencuri bisa memasuki ruangan yang terkunci rapat," kata Diana.
"Mungkin ia menggunakan ilmu sihir."
"Mungkin yang jadi pencuri adalah Mak Tua, kata Snubby, teringat betapa miripnya Mak Tua dengan ahli tenung saat ia tadi memasak di lapangan.
Semua tertawa. Barney sesaat termenung berpikir.
"Kurasa tak ada seorang pun di pasar malam itu yang tertarik pada barang atau surat-surat antik, kecuali Tonnerre," katanya kemudian.
"Tonnerre mengumpulkan patung patung kecil dari gading - tetapi tak pernah kudengar ia mengumpulkan surat-surat antik. Aku bahkan meragukan, apakah ia cukup terdidik untuk mengetahui bahwa surat-surat antik itu berharga, atau harus dijual di mana."
"Dan yang pasti, ia takkan bisa menyelinaa masuk pintu terkunci," kata Diana, teringat beta besarnya tubuh Tonnerre.
"Ya, itu pasti," kata Barney.
Hening beberapa saat. "Siapa yang menentukan: pasar malam itu harus pergi ke mana?" Diana tiba-tiba."Kukira Tonnerre," sahut Barney,
"sebab dialah pemilik pasar malam itu. Kenapa" Oh, aku tahu apa yang kaumaksudkan. Seseorang mengetahui di mana ada kertas antik berharga, dan orang itu haruslah punya wewenang untuk memindahkan pasar malam ketempat yang ditentukannya agaria bisa mencuri dengan mudah. Ya ... aku mengerti Yah, sepanjang yang kuketahui, Tonnerre yang menentukan. Paling tidak, dialah yang memberi perintah-perintah."
"Adakah lagi yang mempunyai hobi mengumpulkan sesuatu?" tanya Snubby sambil mempermainkan ekor Miranda.
"Tidak ... hanya Burli, salah satu dari kedua simpanse milik Pak Vosta. la mengumpulkan benda-benda mainan yang berbentuk tiruan binatang. Tahukah kau tentang itu" Sekali kau memberinya binatang mainan, ia akan jadi budakmu sepanjang hidupnya. Aneh, ya?"
"Sungguh aneh." Diana tertawa.
"Lalu, apa yang dikumpulkan Hurli?"
"Permen," kata Barney.
"Tetapi tentu saja permen tak bisa berumur panjang bila dikumpulka
n. Hati-hati bila berada di dekat Hurli, dengan membawa permen atau coklat disakumu. Dengan cepat ia akan mencopetmu, tanpa bisa kaurasakan."
"Aku ingin sekali berkenalan dengan mereka," kata Diana.
"Tadi kami tak punya kesempatan berbicara dengan kedua simpanse itu, begitu banyak yang harus kami lihat. Yah, Barney,
agaknya tak banyak yang bisa kaubantu dalam hal ini. Kecuali bahwa kemungkinan besar - kalau kita harus memilih di antara para anggota pasar malam - Tonnerre-lah orangnya."
"Tetapi bisa juga Vosta, bukan?" tanya Barney.
"Dan kemudian Billy Tell. Keduanya sangat cerdik. Tetapi kurasa mereka berdua juga tak begitu mengerti tentang surat antik. Bahkan Billy Tel mungkin tidak bisa membaca!"
"Yah mungkin saja peristiwa yang telah terjadi itu hanyalah suatu kebetulan saja, saat pasar malam berada di daerah itu," kata Diana.
"Setelah ini, pasar malam itu akan pindah ke mana?"
"Aku belum pernah berkata, ya" Makin dekat kemari tempatnya," kata Barney.
"Hanya satu mil dari sini kukira. Di Bukit Dolling, di seberang Rilloby."
"Astaga! Hebat sekali!" seru Snubby.
"Betapa menggembirakan! Kalau sudah pindah kita bisa bertemu setiap hari. Dan begini saja, kupikir akan baik sekali bila kita bergiliran mengamat-amati Tonnerre. Aku yakin dialah yang kita cari. Aku punya firasat begitu."
Bab 12 Siasat LAMA juga keempat anak itu bercakap-cakap di pavilyun dalam taman. Barney juga merasa, pendapat Diana bahwa pasar malam itu ada kaitannya dengan pencurian-pencurian yang terjadi mungkin benar. Karena itulah keempatnya begitu bersemangat membicarakannya.
Secara tak terduga pikiran terbaik muncul dari
otak Snubby. "Hei, sesuatu yang patut kita selidiki adalah: apakah di sekitar Riloby ada museum atau
yayasan yang mempunyai koleksi surat-surat antik!"
"Wah! Hebat sekali pikiranmu, Snubby!" seru Diana, bersikap betul-betul heran.
"Sesungguhnya jarang sekali otakmu memunculkan pikiran yang cemerlang - tapi terus terang aku harus
mengakui apa yang kaunyatakan tadi sungguh sangat berharga untuk dipikirkan!"
"Ya. Kalau kita bisa mengetahui adanya tempat semacam itu sekitarjarak satu-dua mil dari Rilloby,
maka kita harus mengawasinya dengan ketat," kata Roger.
"Tepat! Dan kita lihat kalau-kalau Tonnerre terlihat di sekitar tempat tersebut!" kata Snubby.
"Rasanya takkan sulit untuk membuntutinya, ia pasti takkan bisa bersembunyi," kata Diana.
"Dan bila kita sudah yakin dia memang
mengintai tempat tersebut, kita bisa berjaga-jaga di malam hari di situ, agar bisa menyaksikan bagaimana caranya masuk," kata Snubby lagi penuh semangat.
"Mungkin sekali kita bisa memetik pelajaran tentang bagaimana kita bisa memasuki suatu kamar yang terkunci rapat!"
Semua merasa asyik! Kira-kira bisakah ini
mereka lakukan" Mungkin juga tidak. Tetapi akan
cukup menyenangkan bila paling tidak mereka bisa mencobanya.
"Yang paling penting ... seperti kata Snubby. kita harus menyelidiki apakah di dekat Rilloby ada semacam museum," kata Roger.
"Bagaimana kita melakukan itu?" tanya Diana.
"Belum pernah aku mendengar di tempat itu ada museum,walaupun kita sudah berada disini begitu lama!"
"Mu ngkin juga bukan museum," kata Roger.
"Mungkin suatu koleksi pribadi. Seperti yang pernah disusun Kakek di Istana Chelie. Hei, aku tahu cara yang tepat untuk mengetahui hal itu!"
"Bagaimana?" semua bertanya.
"Kita tinggal bertanya pada Kakek!" kata Roge. bangga.
"Ia pasti tahu. Aku yakin ia tahu di mana surat-surat antik disimpan di seluruh Inggris ini. la
sangat terdidik dalam hal ini. Sebagai antiquarian ia juga terkenal akan ilmunya."
"Antiapa?"tanya Barney yang tak mengerti kata tersebut. Diana menerangkan, dan Barney mendengarkan dengan penuh perhatian. la memang sangat suka menambah pengetahuannya bilamana ada kesempatan.
"Nah, kini ... siapa yang akan bertanya pada Kakek?" tanya Roger.
"Jelas bukan aku," sahut Snubby.
"Ia akan mengira aku hanya mengumpulkan keterangan untuk Komplotan Tangan Hijau."
"Jangan begitu tolol!" tukas Diana.
"Betul!" kata Snubby.
"Biarpun ia begitu ahli, ada satu kelemahannya: ia mudah sekali percaya pada kata orang. Maksudku, ia sangat percaya pada apa yang kukatakan tentang Tangan Hijau. Jelas sekali ia sangat ketakutan saat aku menceritakan komplotan itu padanya."
"Jangan membesar-besarkan kejadian sebenarnya," kata Roger.
"Lagi pula kami takkan begitu tolol untuk memintamu menanyakan hal itu padanya. Kamu pasti akan salah omong sehingga tak keruan jadinya."
Snubby mundur. Diana memikir beberapa saat dan berkata,
"Biarlah aku yang bertanya. Aku akan membawa album tulisan kenanganku padanya. la pasti akan bangga karena kumintai untuk mengisi album tersebut. Kemudian aku akan mengajaknya berbicara tentang koleksi tandatangan atau hal-hal semacam itu. Dari situ pembicaraan akan beralih
ke koleksi surat-surat antik. Dan aku bisa bertanya apa yang ingin kita ketahui tanpa menerbitkan kecurigaan padanya."
"Itu siasat yang tepat, Di," kata Roger dengan berseri-seri setuju.
"Kerjakan itu besok. Snubby masih harus rnenghindari Kakek, kalau-kalau ia bertanya hal yang membuat kacau. Seperti misalnya: mengapa Snubby tahu bahwa akan ada pencurian di Ricklesham. Kau tolol sekali saat itu, Snub."
"Baiklah, baiklah!Sekali saja aku bersalah, maka berulang kali aku akan diingatkan," kata Snubby muram.
"Aku saja yang jadi sasaran... padahal saat ini akulah yang berhasil mencetuskan pikiran cemerlang."
"Ya, memang, itu harus kami akui," kata Roger.
"Dan hal itu kukira telah berhasil menghapuskan ketololanmu saat itu. Hei, hari sudah gelap."
"Sebentar lagi Ibu pasti akan mendesak-desak agar kita segera tidur," kata Diana.
"Kalau begitu, aku harus pergi sekarang," kata Barney, bangkit dari duduknya.
"Sungguh menyenangkan malam ini. Terima kasih banyak! Kalian akan ke pasar malam lagi besok?"
"Tentu," kata Diana.
"Kami akan datang terus tiap hari, sampai kami harus kembali bersekolah. Aku senang karena Ibu menyukaimu. Kau boleh datang lebih sering lagi kemari."
"Ayah juga suka padanya," kata Roger.
"Baiklah sampai besok, Barney. Miranda tidur" Kok tak ada suaranya."
"Tidur lelap, di dalam bajuku," kata Barney.
"Coba raba ini. Hangat sekali disini. Si Sinting juga tak ada suaranya. Mungkin ia sangat lelah karena begitu jauh berlari." Memang. Si Sinting telah tidur nyenyak di telundakan pavilyun.

  "Malam ini tak ada gunanya ia jadi penjaga," kata Roger, mendorong si Sinting dengan ujung kakinya.
"Ayo! Bangun! Pemalas! Begitu caramu menjaga?"
"Guk!" tiba-tiba Sinting bangkit, duduk.
"Selamat jalan, Barney. Kami sangat gembira bertemu lagi denganmu," kata Diana.
"Jangan lupa, perhatikan Tonnerre terus."
"Tentu!" kata Barney tertawa.
"Karawannya berada dekat dengan karavan kami. Aku akan pasang telinga terus sepanjang malam. Kalau ia keluar, aku pasti dengar. Dan akan kulihat, kalau-kalau ia menyalakan lampunya di malam hari."
"Dan kalau ia menyelinap ke luar, kau harus membuntutinya," kata Roger.
Barney mengambil sepedanya dan berangkat. Terdengar suara Nyonya Lynton memanggil anak-anak itu. Saat itu hari telah gelap, walaupun udara cukup hangat
"Aku senang sekali mencium bau bunga-bunga tembok itu," kata Snubby sambil berjalan ke arah rumah.
"Kalau saja aku anjing, aku takkan bosan-bosan mencium bunga-bunga itu... tingginya tepat sekali bagi seekor anjing."
"Lihat... itu Kakek, berdiri dekat Ibu," kata Diana tiba-tiba, memegang tangan Snubby.
"Aku yakin ia menunggumu, untuk menanyaimu."
"Ya, ampun!" Snubby langsung berhenti.
"Cepat kau lewat pintu belakang, dan pergi langsung ke kamar tidurmu," kata Roger.
"Tak usah berganti pakaian. Langsung tidur. Dan bila Kakek nanti datang, kau harus pura-pura tidur nyenyak." Snubby cepat menyelinap ke belakang, berlari masuk lewat dapur, membuat terkejut juru masak dan Anna. Dengan diikuti oleh Sinting, ia langsung lari keatas. Ditangga hampir saja ia terjatuh karena menghindari Sarden yang tidur di tangga tersebut Sinting mengambil kesempatan itu untuk menggigit pelan Sarden. Sarden bangun langsung menghardik Sinting, tapi Sinting telah lari ke atas
Snubby masuk kekamarnya, mencopot sepatu. nya dan langsung berbaring di tempat tidur berselimut rapat-rapat. Yang terlihat hanyalah ujung rambut merahnya.
"Di mana Snubby?"tanya Nyonya Lynton waktu Roger dan Diana mendekat.
"Kakek ingi berbicara dengannya."
"Oh, ia sudah tidur," kata Diana.
"Tidur?" ibunya heran juga. Biasanya Snubby harus diperintahkan berulang-ulang baru mau tidur.
"la pasti sangat lelah."
"Kami memang bersepeda jauh sekali hari ini, kata Roger.
"Akupun harus mengucapkan selamat malam sekarang, Bu. Rasanya aku sudah setengah
Bagaimana pendapat Ibu tentang
Barney?" "Oh, dia cukup baik," kata Nyonya Lynton. katakan padanya, ia boleh datang kemari kapan saja. Dan ... katakan padanya, tanpa membuatnya tersinggung ... kalau ia mau, ia boleh mandi air panas disini. Kurasa ia tak pernah mandi air panas di pasar malam."
"Oh, Ibu ... sungguh baik Ibu memperhatikan dia," kata Roger tertawa. Ia mencium ibunya.
"Aku girang Ibu suka padanya. Selamat malam, Ibu. Selamat malam, Kakek."
"Selamat malam," kata Kakek.
"Emmm ... biarlah aku ikut kalian naik. Mungkin Snubby belum tidur. Aku ingin berbicara dengannya." Kakek dan kedua anak itu naik. Nyonya Lynton bertanya-tanya dalam hati, mengapa Kakek begitu ingin berbicara dengan Snubby" Apa kesalahan anak itu"
Di kamar, yang terlihat hanyalah ujung rambut Snubby di bawah selimut. Dan di bagian kakinya terdapat satu gundukan. Si Sinting ternyata tidur di situ.

  "Sudah tidur," kata Nyonya Lynton yang ikut masuk.
"Jangan ganggu dia, Paman Robert, ia pasti sangat lelah. Ampun, Sinting juga tidur di tempat tidur! Aku takkan bisa memindahkannya tanpa mengganggu tidur Snubby."
Terdengar Snubby mendengkur perlahan.
"Tolol," pikir Roger,
"ia berbuat berlebihan lagi ...
pura-pura mendengkur segala Kakek pasti curiga!"
"Baiklah, biar besok saja aku berbicara dengannya," kata Kakek la dan Nyonya Lynton keluar.
"Snubby, mereka sudah pergi," kata Roger, membuka selimut Snubby. Snubby tak bergerak sedikit pun. Ia telah tertidur lelap.
"Keterlaluan anak ini," kata Diana. Tetapi biarlah, ia memang sangat lelah. Begitu juga si Sinting ... berkedip pun tidak. Selamat malam Roger. Kita pasti akan semakin gembira liburan ini dengan adanya Barney."
Bab 13 Diana Melakukan Tugasnya SANGATuntung bagi Snubby, keesokan harinya Kakek sedikit merasa tak enak badan sehingga. tidak ikut makan pagi di meja makan.
Snubby sungguh gembira. "Tadinya kukira aku harus datang ke meja makan pagi-pagi sekali, kemudian cepat-cepat makan bubur dan pergi sebelum Kakek turun. Tetapi kini aku akan bisa menikmati sarapan sepenuhnya! Siiiip!"
"Sehabis makan siang nanti kita akan pergi ke pasar malam," kata Diana.
"Sementara itu aku harus membantu Ibu mengurus bunga dan mengatur lemari. Kita bisa membawa penganan ke Ricklesham, juga untuk Barney."
"Dan kau akan punya kesempatan untuk melakukan rencanamu, bertanya tentang museum dan koleksi pribadi," kata Roger.
"Snubby, lebih baik pagi ini kau melakukan apa-apa untuk juru masak, agar kau tak bertemu dengan Kakek."
"Oh," keluh Snubby yang paling tidak suka bekerja membantu orang lain.
"Baiklah. Akan kutanyakan pada juru masak, apakah ada yang bisa kulakukan untuknya. Pernah ia berkata, ia ingin seseorang mengambilkan batu penggilas baru untuk mesin pemeras cucian. Dari Rilloby."
"Itu saja sudah cukup untuk menjauhkan dirimu dari Kakek, untuk saat yang lama," kata Diana.
"Di Rilloby kau bisa jalan-jalan melihat barang-barang di toko mainan, mencicipi eskrim di perusahaan susu, dan lupa di mana kautaruh sepedamu .. hingga bertahun-tahun baru kau dapat menemukan sepeda itu."
"Takusah mengejekku, Diana." Snubby mendorong Diana.
"Kalau kau sudah tua, kau pasti cerewet seperti Mak Tua."
"Tak mungkin! Dan jangan suka mendorong dorong begitu!" sahut Diana, membalas mendorong Snubby.
"Mengapa sih anak kecil selalu mendorong-dorong orang bila mereka tersinggung?"
"Sama saja alasannya dengan anak-anak perempuan besar bila mereka juga tersinggung." goda Snubby, dan berangkat ke dapur. Juru masak heran ketika Snubby menawarkan jasa baiknya.
"Kenapa kau ini" Apa maksudmu sesungguhnya" Kau ingin aku membuatkan kue telur untukmu?"
"Oh, tidak ... anu, ya... ah, begini.... Aku ingin membantumu tanpa memikirkan apakah kau akan membuatkan kue telur untukku atau tidak... tapi kalau kau memang sudah berpikir akan memberikan kue telur untukku, yah, kukira tak ada salahnya bila itu kaulaksanakan," kata Snubby.
"Wah, pasti ini ada maksud-maksud tersembunyi," kata juru masak tertawa.
"Baiklah, aku akan memikirkan untuk membuatkue telur. Dan karena,

kau telah berpikir untuk membantuku, yah ... baiklah, kau bisa mengambilkan batu penggilas yang baru di Rilloby. Sudah lama aku minta diambilkan barang itu, tapi tak ada yang melakukannya sampai saat ini."
"Biarlah aku yang mengambilnya," sahut Snubby mantap.
"Ada lagi?" "Wah, sungguh aneh kau kalau sudah baik hati seperti ini! Baiklah. Mumpung kau lagi baik hati, tolong belikan juga ikan salem. Dan karena kau agak lama di Rilloby, tolong juga antarkan suratku untuk saudaraku di sana. Aku akan mengunjunginya Rabu ini. Dan kalau kau bisa mampir ditukang sepatu untuk mengambil sepatuku, dan ..."
"Hei! Hei! Tunggu! Aku toh ke sana hanya setengah hari, bukannya seminggu!" kata Snubby. yang tiba-tiba merasa bahwa ia terlalu baik hati untuk mengerjakan begitu banyak tugas dengan imbalan yang kurang memadai.
"Aku baru saja akan mengakhiri kata-kataku dengan mengatakan bahwa aku akan membuatkan kue telur untukmu nanti," kata juru masak sambil tersenyum.
"Lebih baik kautulis saja semua pesanmu tadi, sementara aku menyiapkan sepedaku. Tak akan lama," kata Snubby. Memang, tak lama kemudian ia sudah kembali lagi dan mengambil daftar titipan juru masak. Diam-diam juru masak menambahkan lagi beberapa pesanan. Jarang sekali ada kesempatan untuk dibawakan sesuatu dari Rilloby, dan sungguh tak diduga kesempatan untuk itu malah datang dari Snubby.
"Dan untuk bekal di jalan, baiklah kuambil kue tar selai untukmu," kata juru masak sambi membuka lemari makanan.
"Dan oh ya, Kakekmu tadi datang kemari, mencarimu ...." Snubby langsung lenyap, tanpa menungg diberi kue tar selai yang biasanya sangat digemarinya itu. Juru masak betul-betul heran. Kakek saat itu berada di ruang depan, di mana Nyonya Lynton sedang mengatur bunga.
"Aku sedang mencari Snubby," katanya. Nyonya Lynton menjenguk ke luar jendela. berteriak pada Diana yang sedang memetik bunga.
di taman, "Diana! Di mana Snubby" Kakek memanggilnya!" Oh, Ibu... ia baru saja berangkat ke Rilloby, naik sepeda," kata Diana, mendekat ke jendela.
"Katanya, ia sedang mengambilkan batu penggilas untuk juru masak, juga ikan salem, sepatu, Nyonya Lynton tak percaya pada apa yang didengarnya."Snubby yang melakukan semua itu" Tanpa disuruh?" ia bertanya heran.
"Kenapa sih dia?"
"Oh, kadang-kadang ia juga senang bekerja," kata Diana, menyembunyikan senyumnya, berpaling pada Kakek.
"Sayang sekali, Kek, kurasa akan lama juga ia pergi ke Rilloby."
"Sungguh mengesalkan," gerutu Kakek Robert kesal.
"Licin seperti belut anak itu. Sepertinya ia memang sengaja menghindariku."
"Oh, tidak, tentu saja tidak, Paman," kata Nyonya Lynton,
"Untuk apa ia berbuat begitu?"
"Aku tak bisa ikut makan siang, Susan," kata Kakek tanpa menjawab pertanyaan Nyonya Lynton.
"Aku harus pergi ke London untuk bertemu dengan seorang sahabat."
"Oh, Kakek, sebelum pergi, maukah Kakek nandatangani album kenanganku?" seru Diana, tiba-tiba merasa cemas kalau kakeknya pergi sebelum ia sempat menanyakan hal-hal yang ingin diketahuinya.
"Kan bisa lain waktu, Diana," kata ibunya.
"Kakek harus tiba di stasiun tepat pada waktunya."
"Oh, berangkatku bukan sekarang." Wajah Kakek berseri-seri oleh perhatian Diana padanya
"Aku akan mengisi album kenangan Diana dulu. Aku punya sebuah peribahasa dari abad ke enam belas
yang kutemukan di sebuah dokumen kuno. Akan kutuliskan peribahasa itu tepat seperti bentuk aslinya di album Diana."
"Oh, terima kasih banyak," kata Diana.
"Akan kuambilkan album itu sekarang juga. Kakek tentunya akan menungguku di ruang baca bukan?" -
"Ya, Anak manis, ya ...." kata Kakek. Diana membawa album kenangannya ketempatitu, dan dengan teliti serta hati-hati orang tua itu mulai menulis peribahasa kunonya, dengan huruf-huruf kuno.
"Nah, dapatkah kau membacanya?" tanya Kakek setelah ia selesai menulis.
" Jika awan gelap datang, pikirkan saja tentang kesengsaraan badai - dan bersyukur lah.
"Agak sulit juga Diana membaca huruf dan ejaan kuno yang ditulis Kakeknya itu,
"Indah, bukan?" kata Kakek.
"Zaman sekarang tak ada lagi peribahasa seperti itu."
"Oh, sebenarnya ada juga, Kek. Begini bunyin Sesakit-sakit terjepit nasib, lebih sakit terjepit pintu. Artinya sama juga, kan?"
"Husy, kalian anak-anak zaman sekarang terlalu dangkal berpikir, segalanya dibuat bercanda!" kata Kakek.
"Sedangkan zaman dahulu, setiap kalimat diperhatikan keindahannya!"
Diana memutuskan untuk tidak meneruskan bicaraan tentang peribahasa itu, ia langsung menuju pokok pembicaraan yang diharapkannya,
"Kek, Kakek tahu banyak tentang barang-barang antik, bukan?" -
"Ya... begitulah. Adalah menjadi tujuan hidupku untuk meninjau masa lalu, dan memilih apa yang bisa berguna bagi masa sekarang," kata Kakek.
"Kakek sudah banyak sekali menemukan naskah-naskah kuno, ya?" tanya Diana.
"Memang, di antara barang-barang antik, naskah kuno menjadi tujuan utamaku. Dengan membaca naskah-naskah itu, kita bisa mendapat gambaran jelas tentang keadaan suatu zaman."
"Wah, pastilah Kakek mengetahui badan-badan mana yang punya koleksi naskah-naskah kuno...," kata Diana kagum. Kakek merasa bangga melihat begitu besar perhatian Diana."Ya...tapitidak banyak.Tentu saja yang terkenal aku tahu semua, tetapi koleksi koleksi kecil aku hanya tahu beberapa."
"Apakah ada salah satu di antara koleksi-koleksi tu yang berada di dekat sini, Kek?" Diana pura-pura bertanya secara iseng, tanpa menunjukkan bahwa itulah sebenarnya yang jadi tujuan utamanya.
"Misalnya di dekat Rilloby?"
"Sebentar, coba kuingat-ingat." Kakek berpikir agak lama, kemudian katanya,
"Ah, ya... di Puri Marloes...ya, di Puri Marloes. Tetapi koleksi disana hanya sedikit. Lord Marloes lebih tertarik mengumpulkan binatang-binatang yang dikeringkan dari
pada naskah-naskah kuno. Kudengar ia memiliki | koleksi besar binatang-binatang dikeringkan. Kata : orang, ia mulai mengeringkan binatang sejak ia
masih kecil." "Apakah naskah-naskah antik di tempat Lord Marloes itu berharga ... sangat berharga?"
"Oh ya, menurut perkiraanku, ya," kata Kakek :
"Aku tahu ada beberapa orang Amerika yang ingin membelinya, begitulah kata Lord Marloes. Tetapi ia tak melepaskan koleksi naskah kunonya. Semuanya surat-surat pribadi keluarganya. la tak ingin menjualnya. Naskah bersejarah tentang tanahnya Tak akan dilepaskannya. Begitu juga koleksi binatang-binatang keringnya. la tak mau menjual Hei... mungkin juga akubisa bertemu Lord Marloes
di kota. Kalau ia mengizinkan, maukah kau, Roger serta Snubby pergi ke purinya untuk menonton koleksi-koleksi itu?"
"Oh, tentu saja, Kek!" seru D
iana gembira. Ini sungguh menguntungkan! Dengan berkunjung ke
puri tersebut, maka mereka akan bisa mengetahui daerah tempat penyimpanan koleksi barang
barang antik tersebut, sehingga bila kelak :
pencurian, mereka bisa jelas membayang bagaimana hal itu terjadi
"Baiklah, aku akan menelepon Lord Marloes Mungkin ia sudah kembali ke kota. Kemudian aku akan mengantarkan kalian ke puri tua tersebut Kau dan yang lain bisa melihat-lihat binatang binatang keringnya, sementara aku akan meninjau
",- lagi naskah-naskah antik. Acara yang cukup menyenangkan, bukan?"
"Oh, ya. Terima kasih, Kakek. Kami pasti sangat senang berkunjung ke sana."
"Wah, wah, wah, cepat benar waktu berlalu!" kata Kakek, bergegas berdiri.
"Maaf, aku harus segera ke stasiun!" Kakek berangkat. Diana termenung, menutup albumnya. la merasa telah melakukan tugasnya dengan baik. Ia telah berhasil menemukan tempat surat-surat kuno itu. Di Puri Marloes. Dan sangat mungkin sekali Kakek akan mengantarkan mereka ke tempat itu, untuk menyelidiki keadaannya. Bagus sekali! Ia segera mencari Roger.
"Roger! Roger!" ia berseru.
"Di mana kau" Cepat! Ada kabar baik!" Nyonya Lynton mendengar suara Diana, dan melihatnya berbicara penuh semangat dengan Roger. Apa yang disebut sebagai
"kabar baik" itu" Kalau saja Nyonya Lynton tahu, ia pasti sangat terkejut.
Bab 14 Kembali ke Pasar Malam SNUBBY tiba kembali dirumah, lengkap dengan apa saja yang dipesan oleh juru masak. Muka sang juru masak berseri-seri.
"Aku membuatkan dua buah kue telur untuk kalian masing-masing, dan satu lagi khusus tambahan bagimu. Telah kukatakan hal ini pada Nyonya. Jadi kau akan mendapat tiga buah," katanya.


Komplotan Tangan Hijau Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hebat!" kata Snubby gembira.
"Wah, ternyata penggilas ini sangat berat. Lain kali aku akan berpikir dua kali sebelum berjanji untuk mengambilkannya."
"Oh, satu itu saja sudah cukup untuk bertahun tahun mendatang," kata juru masak,
"Sinting, keluar dari gudang itu! Ya, ampun! Sebentar saja pintu gudang terbuka, kau sudah ada di situ!"
"SINTING!" teriak Snubby, dan si Sinting bergegas mundur. Oh! Gudang makanan itu lezat sekali baunya! Lebih lezat dari lubang kelinci mana pun juga!
Roger dan Diana segera memberi tahu Snubby tentang Puri Marloes. la pun jadi begitu bersemangat.
"Wah! Untung sekali! Kau sungguh cerdas, Di. Bagaimana caramu merayu Kakek?"
"Mudah sekali. Kakek sangat senang bila kita menaruh perhatian pada apa yang disukainya," jawab Diana.
"Sudah kukatakan, dia mudah sekali dibohongi," kata Snubby.
"Kau bisa mengerti kini, mengapa ia percaya betul pada ceritaku tentang Tangan Hijau itu."
"Yah ... kalau kita berhasil meninjau ke puri itu, dan kemudian terjadi pencurian di sana, kita bisa membayangkan dengan tepat bagaimanapencurian itu terjadi," kata Roger.
"Kita akan membuat denah ruangan yang ada, atau paling tidak ruangan tempat surat-surat antik itu disimpan. Kukira para pencuri itu tak akan tertarik pada binatangbinatang yang dikeringkan." Makan siang sungguh terasa lezat, terutama kue-kue telur yang khusus dibuatkan untuk mereka. Alangkah senangnya kalau jumlahnya lebih banyak lagi.
"Mestinya kau setiap hari saja membantu juru masak, agar setiap hari makanan kita istimewa seperti ini,"
kata Diana pada Snubby. "Tidak, terima kasih banyak," kata Snubby.
"Bila kau ingin kue telur lagi, pergi saja sendiri melakukan pesananjuru masak. Sudah cukup aku bercapai lelah. Sepedaku hampir ringsek oleh banyaknya bawaanku. Si Sinting terpaksa harus lari terus, tak bisa membonceng aku, sebab kotak bagasi penuh dengan bawaan."
"Apakah kalian akan menemui Barney hari ini?" tanya Nyonya Lynton selesai makan.
"Tolong berikan kemeja ini padanya. Ini kemeja ayahmu yang sudah terlalu sempit baginya. Mungkin masih cukup untuk Barney."
"Oh, bagus sekali, Ibu. la pasti sangat gembira," kata Roger.
"Kami akan segera berangkat. Bekal sudah siap. Kukira sore ini di rumah akan terasa damai, Bu, tanpa kami dan Kakek."
Dan mereka pun berangkat. Nyonya Lynton bisa merebahkan diri ke sofa dengan perasaan lega.
Pasar malam telah dibuka saat mereka sampai di sana. Dari kejauhan musik komidi putar telah terdengar. Dan Barney sudah menunggu. Begitu mereka terlihat, ia melambaikan tangan. Si Bocah juga melambaikan tangan. Begitu juga anak yang menjaga komidi putar. Kini semua sudah tahu bahwa mereka adalah sahabat-sahabat Barney, karenanya kedatangan mereka akan disambut dengan ramah dan hangat, takpeduli mereka bawa uang atau tidak.
Saat itu di tempat lempar gelang sepi. Para penonton agaknya tertarik semua untuk memasuki tenda pertunjukan Vosta, di mana kedua simpansenya sedang beraksi.
Mereka bisa dengan bebas mengatakan kabar tentang Puri Marloes pada Barney.
"Bagus sekali." Barney menyeringai.
"Aku tak ada laporan. Aku telah mengawasi Tonnerre, tetapi ia tak berbuat sesuatu yang patut dicurigai. Yang
kudengar hanyalah bahwa kami akan pindah ke Riloby besok."
"Ya, aku telah melihat poster-poster pengumumannya pagi ini," kata Snubby.
"Di semua tempat, poster seperti itu dipasang."
"Bila kami berada di Rilloby, kukira akan mudah bagi kalian untuk menemuiku. Lebih dekat, kan?" tanya Barney.
"Hei, dimana Miranda?" tanya Snubby tiba-tiba, baru sadar bahwa monyet kecil itu tak ada.
"Pergi nonton Hurli dan Burli," jawab Barney.
"Kedua simpanse itu sangat menyukai Miranda. Mereka memperlakukannya bagaikan bayi mereka sendiri.Terutama Burli, yang suka sekali mengumpulkan binatang-binatang mainan."
"Bisakah kami mengintai pertunjukan itu" Apakah hampir bubar?" tanya Diana.
"Hampir," jawab Barney.
"Mari kuantarkan kalian kesana. Kukira takkan ada yang mengunjungi tempat lempar gelang ini sebelum pertunjukan simpanse itu selesai. Hati-hatilah terhadap MakTua hari ini. la sedang kambuh jahatnya. Bahkan Tonnerre sendiri menghindarinya." Mereka berwaspada terhadap Mak Tua. Tetapi Mak Tua tak terlihat. Mereka hanya mendengar suaranya, menggerutu keras di dalam karavannya. Si Bocah mengerdipkan mata pada mereka, saat mereka lewat.
"Mak Tua ini suatu hari haruskuhajar juga," kata si Bocah, menyeringai lebar.
"Makin hari makin keterlaluan dia."
Barney mengantar mereka ketenda pertunjukan Vosta. Penjaga memperbolehkan mereka mengintip ke dalam. Hurli dan Burli sedang melakukan pertunjukan mereka yang terakhir. Burli menaiki sebuah sepeda yang dibuat khusus untuknya, sementara Hurli berdiri di palang kemudi sepeda tersebut, berjumpalitan, saat sepeda itu dikemudikan berputar-putar oleh Burli.
"Hebat kan mereka?" kata Barney.
Huri berjumpalitan sekali lagi, dan mendarat tepat di kepala Burli. Burli melompat turun, dan membungkuk kepada para penonton sehingga Hurli terjatuh. Para penonton tertawa, bertepuk tangan. Burli berlari ke Vosta, merangkul pemiliknya itu. Vosta membelai kepala si simpanse serta memberinya sebuah apel.
Agaknya Hurli jadi kacau juga pikirannya oleh begitu riuhnya tepukan. la berjumpalitan berulang kali, makin lama makin cepat sambil mencereceh ribut sekali. Kemudian ia berlari dengan menggunakan keempat anggota badannya.
Sesuatu jatuh di punggungnya. Ternyata Miranda, yang kemudian menunggangi Hurli bagaikan menunggang kuda. Burli cemburu, langsung menyambar Miranda serta mengayunkannya di
tangannya, sementara mulutnya seolah-olah melagukan
"Nina Bobo". Hadirin, pertunjukan telah selesai," seru Vosta, melihat bahwa para penonton tak ada yang beranjak dari tempatnya. Mereka mengira tingkah
Hurli, Burli, dan Miranda itu memang bagian dari pertunjukan! Tetapi akhirnya tenda itu bisa juga dikosongkan. Vosta mendekati Barney dan kawan-kawannya, sambil membawa Miranda. Vosta juga menyukai monyet kecil tersebut. Miranda sibuk mencopot dasi Vosta, mulutnya mencereceh tak keruan dan tak berkeputusan.
"Halo, Kawan-kawan," kata Vosta,
"bagaimana pendapat kalian dengan kera-kera besarku ini?"
"Wah, mereka benar-benar aktor besar!" kata Snubby.
"Dan Anda orang besar bagi mereka, kawan karib, serta pemimpin yang baik" tambah Roger.
"Pak Vosta, bagaimana Anda melatih simpanse
simpanse itu untuk naik sepeda?"
"Tak usah kulatih," kata Vosta.
"Suatu hari mereka melihat aku naik sepeda, dan ketika kutaruh Hurli di sepedaku, ternyata ia langsung bisa menguasainya. Kemudian Burli juga mencoba. Bagaimana kalau kalian ikut minum teh bersama kami sore ini?"
"Oh, senang sekali!" mereka bertiga berseru hampir serentak. Diana berpaling pada Barney.
"Bagaimana kau, Barney" Kau bisa datang juga, kan?"
"Ya, aku akan minta si Bocah untuk menggantikanku lagi," kata Barney.
"Maaf, aku harus kembali ke tempat tugasku. Naik komidi putar, Snubby" Jangan suruh Jimmy, penjaga komidi putar itu
untuk mempercepat putarannya lagi. Bisa celaka dia. Kulihat si Tonnerre mengawasimu sejak tadi."
Tonnerre berada bersama gajah-gajahnya saat anak-anak itu lewat. Dengan suara besarnya ia berseru,
"Kalian mau naik gajah-gajah manis ini" ya" Tidak?"
Anak-anak itu menggeleng.
"Aku lebih suka naik komidi putar," kata Snubby.
"Tidak terlalu goyang seperti gajah. Ayolah, Sinting!" Gembira sekali mereka sore itu. Semua pertunjukan dan permainan mereka kunjungi. Mereka melihat pertunjukan lempar tongkat, mereka menonton perlombaan lempar gelang di mana Miranda menjadi bintang, mereka ikut lemparbola dengan berbagai hadiah untuk peserta yang meruntuhkan sasaran terbanyak. Dalam lempar bola ini ternyata Diana berhasil meruntuhkan tiga sasaran - terbanyak! Penjaga tempat itu menunjukkan hadiah-hadiah yang bisa dipilihnya sambil berkata,
"Ambil hadiah yang Anda sukai, Nonal Tak kukira seorang gadis bisa mengalahkan kedua saudara lelakinya! Betul-betul hebat!" Tentu saja ini membuat hati Roger dan Snubby merasa panas, serta langsung membayar untuk mendapat giliran melempar, seperti yang diharapkan oleh si penjaga. Tetapi berkali-kali lemparan mereka selal
u gagal, hingga berkali-kali mereka harus membayar. Si penjaga mengedipkan mata pada Diana,
"Sudah kuduga, mereka takkan bisa mengalahkanmu, Nona. Seluruhnya hanya satu
sasaran yang mereka kenai Sungguh tak bisa membidik seperti Anda!"
Beberapa saat Diana berpikir, memperhatikan hadiah yang ada. Dan Roger serta Snubby sangat heran ketika akhirnya Diana memilih sebuah boneka anjing kecil. Roger langsung menggodanya,
"Seperti anak bayi saja! Untuk apa mainan itu! Kan lebih baik bila kau mengambil vas biru itu."
"Akupunya maksud tertentu dengan hadiah ini," kata Diana.
"Tunggu saja nanti."
"Sayang tidak ada perlombaan untuk anjing," kata Snubby.
"Si Sinting pasti akan memenangkannya dengan mudah."
"la pasti menang dalam perlombaan menggali lubang kelinci," kata Roger.
"Belum pernah kulihat anjing yang begitu cepat menggali lubang kelinci seperti dia."
"Dan selalu gagal," goda Diana.
"Aku tak bisa membayangkan, bagaimana kalau di dalam lubang itu ia bertemu dengan kelinci penghuninya. Paling-paling mundur tunggang-langgang."
"Guk!" kata si Sinting, mengerti bahwa mereka bicarakan dia. Snubby membelai kepalanya.
"Jangan dihiraukan, Sinting. Mereka sedang menjelek-jelekkan kamu," katanya.
"Tapi tak usah kuatir, kaulah anjing terbaik bagiku. Anjing super!"
"Itu Pak Vosta memanggil kita. Agaknya ia akan memulai acara minum tehnya," kata Diana.
"Ayo, ambil bekal kita dari sepeda, Roger. Bisa kita bagi dengan dia. Aku akan mengajak Barney, kalau kalau ia bisa datang."
Mereka semua pergi ke karavan Pak Vosta. Di dalamnya terdapat sebuah meja penuh dengan makanan-makanan kecil yang tampaknya lezat lezat. Di situ Hurli dan Burli sudah duduk dengan berkalung serbet, menunggu sopan untuk ikut makan!
"Bangkitlah, Kawan-kawan, sampaikan salam pada para tamu," kata Vosta. Kedua simpanse itu berdiri, membungkuk dengan sopan.
"Wah, ini pasti hebat!" kata Diana. Dan ia benar.
Bab 15 Sore yang Menyenangkan dan Berakhir Tiba-tiba
SUNGGUH lucu, sebab Miranda dan si Sinting ikut-ikut juga. Tingkah Miranda sungguh buruk, bagaikan anak yang terlalu dimanja. Dirampasnya ini, dicurinya itu, direbutnya barang-barang dari piring Burli, dan tanpa ampun ia menggoda si Sinting.
"Miranda! Jika kau masih juga nakal seperti itu, kuberikan kau pada Tonnerre!" ancam Barney.
"Oh, biarkan saja ia berbuat semaunya." kata Snubby gembira.
"Dia amat lucul Lihat ... kini ia mengambil buah-buah ceri dari kue itu!"
Hurli mengulurkan tangan, dan dengan keras menampar Miranda. la sangat menyukai buah ceri .Miranda pura-pura menangis. Burli segera mengangkatnya, memeluknya. Hurliyang masih marah langsung menyambar ekor Miranda yang masih terletak di piringnya. Burli marah, menghantam Hurli.
Vosta menghantam meja dan berseru,
"Hei, jangan ribut saja! Masa begitu tingkah kalian d hadapan tamu!"
Kedua simpanse itu tampak sangat malu. Huri membuka topi pelautnya, menyembunyi mukanya di balik topi itu. Anak-anak tertawa terpingkal-pingkal.
Makanan yang terhidang cukup enak - memang sedikit campur aduk, tetapi lezat!
"Makanan seperti inilah yang kusukai," kata Snubby puas.
"Ada daging bumbu, roti, m
enu nenas kalengan, krim, kue ceri, biskuit, serta roti berlapis saus tomat, dan kue selai dari kita!"
"Dan masih ada ham, kalau kau suka," kata Vosta.
Dan heran, Snubby masih mampu menghabiskan ham itu! Yang lain sudah hampir lemas kekenyangan, tapi Snubby masih kuat makan terus. Vosta menyeringai melihat betapa lahapnya Snubby makan.lamenyukai snubby dan si sinting.
Si Sinting menaruh kepalanya di kaki Vosta. Snubby agak cemburu juga sedikit. Tidak biasanya Sinting berbuat begitu pada orang yang baru dikenalnya.
"Vosta memang pandai berhadapan dengan binatang," kata Barney.
"Ia bahkan lebih disukai oleh gajah-gajah milik Tonnerre daripada Tonnerre sendiri."
"Ho, Tonnerre! Brrrrr!" tak terduga Vosta menggeram.
"Aku sudah bekerja padanya sekian lama, tetapi masih juga ia memperlakukan aku dengan begitu kasar! Brrrr!"
Hurli menirukannya, mengucapkan 'Brrrrr", kemudian ia membungkuk melihat-lihat kebawah meja. Dilihatnya si Sinting paling dekat dengannya, kepalanya masih berada di kaki Vosta. Burli membuat suara seolah-olah meninabobokkan seseorang, dan si Sinting jadi terkejut sebab ternyata kini dialah yang jadi sasaran rasa sayang Burli. Burli lenyap ke bawah meja, mengulurkan tangannya yang penuh bulu untuk merangkul si Sinting, mencoba untuk mengangkatnya. Si Sinting mendengking keras, tetapi ia tidak menggigit. Snubby cepat menolongnya.
"Tak apa," kata Barney.
"Burli selalu tergila-gila pada monyet, anjing, kucing....Agaknya ia mengira dirinya adalah perawat semua binatang. Vosta, coba perlihatkan koleksi binatang mainan Burli." Vosta membuka sebuah lemari. Di dalamnya terdapat banyak sekali mainan binatang-binatangan - beruang, monyet, dua ekor kucing merah,
dan beberapa lagi. Burli langsung melindungi benda-benda tersebut, diraihnya semua, dan dibawanya ke meja.
Sambil matanya terus berwaspada, Burli mengatur mainannya di meja. la tak ingin ada yang mengambil mainan-mainan itu. Tetapi tak ada yang mengganggunya. Semua tahu, mainan itu milik paling berharga bagi Burli. Mereka membiarkan Burli mengatur mainan itu sesuai dengan kehendaknya sendiri.
Kemudian tiba-tiba Miranda merenggut sebuah boneka beruang. la langsung melompat ke atap karavan dan bertengger di pipa cerobong asap, mencereceh ributsekali. Burlimelompat, menggeram ganas. Vosta segera menahannya.
"Hentikan!" kata Vosta.
"Wah, salahku, membiarkan tempat mainan Burli terbuka pada saat ada Miranda! Barney, coba tolong minta boneka beruangitu dari Miranda, sebelum terjadi keributan besar."
Barney bergegas keluar, memanggil Miranda dengan suara marah. Miranda tetap saja memeluk pipa cerobong asap. Lucu sekali kelihatannya, karena ia memakai rok dan jaket.
Burli meraung sedih. Diana sangat kasihan padanya. la jadi teringat bahwa ia membawa sesuatu untuk Burli dan Hurli. Dirabanya sakunya, dan dikeluarkannya mainan anjing kecil yang dimenangkannya dalam pertandingan lempar bola. Diulurkannya mainan itu pada Burli.
Burli keheranan, ragu-ragu berdiri mengulurkan
tangan. Perlahan diambilnya, perlahan ditaruhnya di meja, tapi tak dilepaskannya. Dengan tangan satunya ia membelai mainan itu, merayunya dengan caranya sendiri. Betul-betul ia seekor simpanse aneh!
Ia telah lupa pada beruang yang diambil Miranda. Seluruh perhatiannya tercurah pada mainan barunya.
"Ia sangat menyukai mainan itu," kata Vost
a. "Terima kasih banyak, Nona Diana. Kini ia sudah tenang lagi, takkan mengamuk lagi... Syukurlah. Biasanya sekali ia mengamuk, maka berkepanjangan akibatnya."
Burli mengambil anjing mainan itu dari meja, memandang Vosta, dan bersuara seakan-akan sedang menanyakan sesuatu. Vosta mengerti.
"Ya, kau boleh memiliki mainan itu, Burli," kata Vosta.
"Sekarang mainan itu milikmu. Milikmu. Boleh kausimpan dengan yang lain." Burli mengumpulkan semua mainannya, menyimpannya kembali di dalam lemari. Saat itu Barney masuk, membawa beruang yang tadi diambil Miranda. Burli mengambil beruang tersebut, memasukkannya juga ke dalam lemari. Diatumya sendiri semua mainan itu. Kini anjing mainan pemberian Diana ditaruhnya paling depan. Vosta menutup lemari, membelai Burli dan berkata,
"Kau sungguh aneh, ya" Dan bagaimana Nona ini" Bukankah sungguh baik hatinya memberimu sebuah hadiah?"
Burli mengerti. Diulurkannya tangannya yang besar dan panjang untuk membelai tangan Diana, sementara mulutnya mengeluarkan suara-suara
aneh. "Ia berterima kasih padamu," kata Vosta.
"Kini lihatlah si Hurli. Kasihan, ia merasa di anaktirikan."
Hurli mengacungkan kedua tangannya, seolaholah merasa kecewa dan berkata,
"Bagaimana aku" Aku belum mendapat apa-apa!"
"Aku telah membawakan permen untuknya," kata Snubby, dan meraba-raba sakunya. Roger : juga meraba-raba sakunya, berkata,
"la kubawakan coklat."
Tetapi kedua anak itu tercengang, saling pandang. Baik coklat maupun permen mereka tiada
"Permenku hilang!" seru Snubby.
"Sialan!" Barney tersenyum lebar.
"Aku yakin, Pak Vosta akan sanggup menemukan permen dan coklat kalian. Lihat saja nanti." : Dengan nada tajam Vosta berkata pada Hurii,
"Hurli! Coba buka semua sakumul Ayo! Kaudengar kataku! Buka sakumu!" Hurli seakan-akan mengomel-omel, berdiri. Dengan malas dibukanya saku celananya. Vosta memasukkan tangannya ke dalam saku-saku itu, dan dikeluarkannya satu kantung permen serta satu batang coklat. :
"Ia seekor pencopet ulung bila ada permen atau gula-gula," kata Vosta.
"Memang tak bisa kusalahkan dia. la hanyalah seekor simpanse yang taktahu mana yang benar mana yang salah. Danjelas ia taktahu kejujuran itu apa. Kau nakal sekali, Hurli, sangat nakal!" Hurli menanggalkan topinya, dan menyembunyikan mukanya di balik topi itu. Tetapi sekali-sekali ia mengintip ke arah Vosta.
"Berikan saja permen itu padanya, Pak Vosta," kata Snubby."la sungguh cerdik. Keduanya cerdik. Wah, kalau saja aku bisa punya sepasang simpanse seperti mereka! Bila kelak aku sudah punya gaji, yang pertama kali kubeli adalah sepasang simpanse."
"Ya, sungguh pantas tentu, kalau kau berjalanjalan dengan kedua simpansemu, orang pasti tak mengira bahwa salah satu di antara kalian bertiga adalah manusia." Vosta tertawa melihat wajah Snubby yang terlihat bingung oleh kata-katanya. Selesai sudah acara minum teh itu. Anak-anak keluar dari karavan Vosta. Dan Barney berkata,
"Hei gajah Tonnerre entah ke mana."
"Paling-paling dibawa Tonnerre ke Rilloby," kata Vosta.
"Kita besok kan pindah ke sana. Biasanya memang begitu. Tonnerre dan gajahnya berangkat lebih dahulu. Memang gajah-gajah itu paling lambat jalannya."
Tiba-tiba Snubby mendapat pikiran. Bila Tonnerre sudah pergi, tentunya ini suatu kesempatan baik unt
uk mengintai ke dalam karavan tempat tinggalnya! Mungkin malahan bisa masuk, entah lewat jendela, entah lewat pintu, dan mencari-cari kalau bisa ditemukannya kertas-kertas berharga hasil curian di dalam karavan tersebut.
la tak mengatakan pikiran tersebut kepada yang lain. la ingin mengadakan penyelidikan sendiri Lagi pula bila terlalu banyak yang menyelidik, mungkin akan cepat mengundang perhatian. Ditunggunya sampai Diana dan Roger pergi ke komidi putar, dan ia bergegas ke karavan milik Tonnerre.
Si Sinting mengikutinya, walaupun dengan agak bingung karena tiba-tiba saja Snubby begitu sering mengisyaratkan agar dia tidak bersuara. Seperti dikehendaki Snubby, diam-diam ia berlari-lari kecil mengikuti majikan kecil ini. Ia menyukai keadaan di pasar malam tersebut.Penuh dengan berbagai bau yang menarik, penuh dengan binatang binatang yang aneh-aneh. Tetapi ia tidak menyukai anjing-anjing geladak yang banyak juga berkeliaran disitu. laselalu menyingkirbila bertemu dengan mereka.
Mereka telah sampai ke karavan Tonnerre. Snubby melihat sekeliling tempat itu sepi. la melihat ke kolong karavan. Lantai karavan bagian bawah digantungi dengan berbagai macam barang. Tetapi memang begitu kebiasaan orang orang pasar malam ini. Bagian bawah karavan memang tempat yang praktis untuk menyimpan barang-barang yang tak begitu diperlukan.
Snubby memanjat sebuah roda, mengintai ke dalam lewatjendela. Tetapi dibalikjendela terdapat tirai. Ia tak bisa melihat apa-apa. la pergi kesisi lain Ah, untung. Di sisi ini tirai tidak tertutup. Ia bisa melihat dengan leluasa ke dalam.
Bagian dalam karavan tersebut ternyata biasa saja. Tempat tidur, meja yang bisa dilipat, kompor dan pemanas, kursi ...
Tetapi, apa itu di bawah tempat tidur" Snubby melihat ada sesuatu yang menonjol ke luar. Sesuatu mirip kotak hitam - berukuran besar.
Mungkinkah itu tempat surat-surat kuno curian" Makin lama ia memperhatikan kotak tersebut, makin yakin ia akan kecurigaannya.
Ia memutuskan untuk pergi ke pintunya. Mungkin sekali-kalau ia sedang untung-pintu itu tidak dikunci. Tetapi ternyata harapannya sia-sia. Pintu terkunci. Snubby membungkuk untuk mengintai lewat lubang kunci, kalau-kalau dari situ ia bisa melihat kotak hitam tersebut lebih jelas.
Kemudian tiga hal terjadi sekaligus, Pertama, si Sinting menggeram hebat. Kedua, seseorang membentak Snubby begitu keras sehingga sesaat kupingnya terasa bagaikan tuli. Dan ketiga, sebuah tangan turun dengan derasnya menghantam
pantatnya! Snubby menjerit kesakitan dan terpental jatuh dari tangga karavan. Si Sinting mendengking keras juga, karena iapun mendapat bagian pukulan yang menyakitkan. Sekilas Snubby melihat seorang bertubuh bagaikan raksasa sedang akan menghantamnya lagi. Cepat ia berguling-guling ditanah, bangkit dan lari secepat kilat.
Suara menggelegar mengejarnya,
"KAU KEMBALI KESINI! SINI, BIAR KUHAJAR KAU BERANI BETUL MENGINT IP MILIK ORANG! AYOI BERHENTI!"
Suara Tonnerre! Temyata ia hanya memindahkan tempat tambatan gajahnya, dan kembali tepat pada saat ia melihat Snubby mengintip ke dalam karavannya!
Dengan geram ia mengejar Snubby dan Sinting, sambil terus memaki-maki. Semua orang berpaling melihat kejar-mengejar itu. Roger dan Diana melihat betapa Snubby melesat bagaikan peluru, dengan diiringisi Sinting dekat kakinya. Kemudian Tonnerre, sehitam mendung tebal mukanya, sehebat guruh suaranya, mengejar dengan penuh rasa geram
. "Ya, ampun!" bisik Roger.
"Kita harus pergi kalau begini, menyelinap lewat belakang tempat tempat permainan. Jangan sampai ada yang melihat kita melewati pintu gerbang. Tolol sekali si Snubby itu. Apa lagi yang dilakukannya" Sampai jumpa di Rilloby, Barney - mudah-mudahan kau tidak mendapat perlakuan kurang baik karena peristiwa ini!"
Bab 16 Suatu Pagi di Puri Marloes
SNUBBY diomeli kawan-kawannya malam itu.
"Berantakan semua rencana!" geram Roger.
"Untuk apa mengganggu Tonnerre" Membuatnya mencurigai kita" Bahkan akan membuatnya lebih berhati-hati nanti! Untuk apa kau pergi ke karavan Tonnerre?"
"Memang pekerjaan gila-gilaan seperti itulah Snubby ah," gerutu Diana."la inginjadi perhatian! Rasanya aku takkan berani lagi pergi ke pasar malam itu."
"Oh, diamlah," kata Snubby, marah pada mereka dan marah pada dirinya sendiri.
"Untuk apa kalian terus-menerus menyerangku! Aku kan mengira Tonnerre sudah pergi ke Rilloby. Akukan tidak bermaksud buruk ...."
"Bermaksud buruk! Bukan sekali ini kau
"tidak bermaksud buruk"," kata Roger.
"Waktu kau bercerita tentang Komplotan Tangan Hijau, pastilah kau
"tak bermaksud buruk", ya" Waktu kau berkata bahwa akan ada pencurian di Ricklesham, kau juga
"tak bermaksud buruk", kan"
Dan kini kau mencoba mengintai karavan Tonnerre!" Hening sejenak. Tetapi hati Snubby benar benar panas.
"la menyambarku bagaikan kilat saja, dan pukulannya sangat menyakitkan!" katanya.
"Mestinya kau menerima yang lebih hebat dari itu," kata Roger. Dan Snubby tahu bahwa sia-sia usahanya untuk berdamai dengan mereka. Biar Biarlah mereka marah padanya. Toh ia masih punya Sinting. Si Sinting tak pernah marah padanya, tak pernah menyalahkannya. Tak pernah ..Kakek Robert belum pulang saat mereka sampai di rumah. Snubby gembira karenanya. Ini berarti: tak usah bermain kucing-kucingan dengan orang tua itu malam ini. Mereka semua makan bersama-sama dengan Bapak dan Ibu Lynton kemudian Snubby memutuskan untuk berjalan jalan saja dengan si Sinting. Yang lain masih tampak marah padanya. Kakek datang jam setengah sepuluh. Saat itu Snubby sudah tidur. Roger dan Diana sedang akan meninggalkan ruangan.
"Perjalanan Paman menyenangkan?" tanya Nyonya Lynton, membantunya menanggal mantel luar serta syalnya.
"Ya, sangat menarik, Susan, sangat menarik, kata Kakek.
"Dan ada berita bagus bagi anak anak Di mana mereka?"
Roger dan Diana di ruang duduk, sedang
membereskan barang-barang mereka.
"Nah, Anak-anak," kata Kakek dengan wajah berseri-
"aku berhasil bertemu dengan Lord Marloes pagi ini. Dia telah memberi izin bagi kita untuk mengunjungi purinya, melihat-lihat koleksi kertas kertas antik serta binatang-binatang yang dikeringkan. Kalau kalian ada waktu, besok kita bisa pergi ke tempat itu."
"Oh, terima kasih, Kakek! Bagus sekali!" kata Diana. Rogerjuga tampak sangat gembira. Mereka akan mendapat kesempatan mengadakan peninjauan sebelum si pencuri datang-kalau pencuri tu benar-benar akan datang.
"Ya, aku tahu kalian pasti akan senang," kata Kakek.
"Aku sendiri juga senang. Sudah lama aku tidak melihat koleksinya. Pasti bisa menyegarkan ingatanku kembali."
Nyonya Lynton terlihat agak tercengang. Ketika Roger dan Diana berangkat ke kamar
mereka, ia mengejar dan bertanya,
"Apakah kalian betul-betul akan melihat surat-surat antik itu" Pasti sangat membosankan. Dan Kakek Robert juga akan bisa membuatmu kesal hati dengan segala keterangannya yang tak pernah berakhir. Aku tahu benar itu. Sebab dulu waktu aku masih kecil, aku sering diajaknya."
"Tak apa, Ibu, kami pasti akan menyukainya," kata Diana.
"Sesungguhnya yang ingin kami lihat adalah koleksi binatang yang dikeringkan itu. Katanya koleksi tersebut sangat bagus."
"Baiklah kalau begitu," kata Nyonya Lynton.
"Kakek pasti sangat gembira karena kalian menaruh perhatian pada pekerjaannya."
Dan memang benar. Kakek mengajak mereka semua berangkat jam sepuluh pagi keesokan harinya, dengan naik sebuah mobil yang disewa khusus untuk keperluan itu, dengan wajah
" berseri-seri dan penuh senyum. Agaknya ia begitu gembira sehingga lupa bertanya pada Snubby tentang sesuatu yang sangat penting!
Sayang sekali si Sinting tidak diperkenankan ikut.
"Maaf, tetapi anjing dilarang masuk ke dalam puri tersebut," kata Kakek tegas, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Memang begitu peraturannya, dan lagi si Sinting kini punya kebiasaan aneh - begitu melihat Kakek, ia pasti langsung duduk dan menggaruk diri sekeras-kerasnya. Bisa dibayangkan bila hal itu terjadi terus-menerus di dalam mobil di sepanjang perjalanan!
Akhirnya mereka sampai ke puri tersebut Sesungguhnya tidak terlalu besar, bahkan lebih merupakan sebuah gedung biasa daripada sebuah puri. Pintu gerbang dari besi segera dibukakan oleh
penjaga puri "Maaf, Tuan, mohon diperlihatkan surat izin masuk," kata penjaga itu. Kakek memperliha surat izinnya.
"Terima kasih, Tuan," kata si penjaga.
"Pagi ini kami agak sibuk. Anda adalah tamu kami yang ketiga selama pagi ini. Kami memang memiliki museum yang cukup lengkap, Tuan. Dan jangan lupa menonton cerpelai bulai yang ada di dalam. Aku sendiri yang menangkapnya, Tuan. Dan
Tuanku Lord sungguh merasa gembira dengan
hasil tangkapanku itu."
"Kami akan melihatnya nanti, Pak," kata Kakek. Mobil puri melanjutkan perjalanan ke pintu puri. Seorang pelayan bagian dalam muncul membukakan pintu. Sekali lagi Kakek memperlihatkan surat izinnya.
"Silakan, Tuan," kata pelayan itu dengan suara sangat resmi, seperti suara Kakek. Snubby menggamit Diana, dan Diana tersenyum. la tahu apa yang dipikirkan Snubby.
Mereka masuk ke sebuah ruangan berlantai batu, kemudian menaiki tangga yang terbuat dari batu pualam, lebar dan melengkung menuju ke lantai atas.
Mereka naik setingkat lagi, kemudian masuk ke bagian samping gedung. Pelayan membuka sebuah pintu kayu besar sekali. Di balik pintu tersebut terdapat sebuah lorong gelap, terbuat dari batu. Di ujung lorong terdapat sebuah pintu lagi. Mereka masuk ke piatu tersebut. Di balik pintu itu ternyata terdapat sebuah ruangan besar, penuh dengan buku-buku yang memenuhi rak-rak sepanjang dinding, tinggi hingga ke langit-langit.
Mereka menyeberangi ruangan ini, ke sebuah pintu kecil yang kokoh sekali tampaknya. Pintu ini hanya bisa dibuka dengan dua buah kunci yang berlainan!
"Hebat sekali," kata Roger.
"Dua pintu berkunci, kemudian sebuah pintu berkunci dua! Pasti takkan ada pencuri yang bisa masuk!"
Lord sangat menghargai koleksinya. Di sini Anda semua akan melihat koleksi-koleksi binatang yang dikeringkann
ya. Dan di sana itu, di rak-rak, adalah koleksi surat-surat antik. Sebelum Anda pergi Tuan, Anda harus menunggu sampai Pak Johns selesai menggeledah Anda semua. Kami terpaksa melakukan hal itu, sebab dengan mudah orang bisa mengambil surat-surat itu dan memasukkan nya ke dalam saku. Di zaman sekarang ini kita tak bisa mempercayai sembarang orang!"
"Tak apa, aku mengerti," kata Kakek.
"Kalian boleh menggeledah kami seteliti mungkin. Itu suatu kebiasaan yang sangat baik. Akhir-akhir ini terjadi begitu banyak pencurian."
"Benar, Tuan." Pelayan itu keluar, menutup pintu dan menguncinya dua kali.
"Kita dikunci dari luar!" Diana terkejut.
"Tak apa, memang begitu aturannya," kata Kakek.
"Kalau kita hendak keluar, kita bunyi bel. Hei, itu ada orang lain." Di kamar itu ternyata sudah terdapat dua orang pengunjung. Seorang orangtua, begitu tua hingga bongkok dan tak bisa dilihat mukanya. Yang seorang lagi muda, berjenggot, beralis sangat tebal, berkumis - pokoknya orang yang satu ini penuh rambut di seluruh tubuhnya!
"Lihat, bahkan dari kupingnya keluar rambut, seperti alis!" bisik Snubby pada Diana.
"Ssst! Nanti dia dengar," tukas Diana marah. Bisikan Snubby selalu terlalu keras.
Kedua orang itu memeriksa berbagai kertas yang ada di rak. Si Berewok sesaat mengangkat ng muka melihat siapa yang datang, tetapi segera tenggelam lagi dalam pekerjaannya. la membuka lagi tiap lembaran dokumen antik yang ada di
kanannya, berkali-kali, sementara anak-anak itu memeriksa ke seluruh ruangan. Di, kau dengarkan cerita Kakek, sementara
kami berdua menyelidiki keadaan," bisik Roger.
"Aku akan menggambar denah tempat ini .... Barangkali kita perlukan nanti." Diana mendekati Kakek dan mulai mengajukan berbagai pertanyaan. Kakek dengan penuh semangat mulai memberi keterangan panjanglebar tentang naskah kuno yang ini, surat antik yang itu, dan dokumen-dokumen tua lainnya. Diana sungguh capai mendengarkan itu semua, tetapi ia tak bisa berkata apa-apa. Dilihatnya Roger dan Snubby telah berkeliling melihat-lihat. Kedua nya tampak tidak begitu tertarik pada koleksi binatang-binatang yang dikeringkan itu. Semua nya tampak tidak terurus, kulitnya banyak yang dimakan ngengat
Mereka melihat cerpelai bulai yang dikatakan penjaga tadi. Bulunya sangat kotor. Ada pula sepasang rubah dengan beberapa ekor anaknya, semuanya dikeringkan, diberi zat pengawet dan berdiri dalam sikap yang sangat kikuk. Ada seekor kucing liar yang matanya cuma satu. Agaknya mata yang satu lagi telah jatuh dan tidak dipasang lagi. Ada dua ekor tupai, berbulu merah, duduk di
depan sesuatu yang mungkin dimaksud sebagai sarang. Dari balik sarang muncul ke seekor anaktupai, yang kulit kepalanya telah dimakan ngengat.
"Koleksi apaan ini," kata Snubby jijik.
"Agakn binatang-binatang ini hasil pekerjaan Lord sewaktu ia masih kecil. Begitu bangga ia akan hasil pekerjaannya hingga merasa sayang untuk membuangnya. Sungguh menjijikkan!"
"Sedang apa orang itu?" bisik Roger tibatiba Digamitnya Snubby. Snubby memperhati orang berjenggotitu. Orangitu menaruh sesuatu di permukaan naskah dan menggerakkannya naik turun.
"Itukan kaca pembesar!" kata Snubby.
"Kau kan punya juga satu di rumah, untuk menyelidiki naskah kuno." Terlihat Roger kecewa. Ganti ia memperhati si orang tua bongkok. Bagaimana orang bisa bongkok seperti itu! Bahkan saat berjalan dari s
atu : rak kerak lain, ia masih membongkok, seolah : ia harus mencari sesuatu dilantai. Kasihan juga dia
Roger merasa lega ketika akhirnya kedua orang itu membunyikan bel, dan setelah pintu dibukakan dari luar, keluar. Pak Johns, pengawas ruangan masuk dan denganteliti memeriksa semua naskah yang ada di rak untuk memastikan tak ada yang hilang. la bahkan tak memperhatikan binatang binatang yang dikeringkan itu.
"Aku yakin ia berharap suatu hariada orang yang mencuri binatang-binatang itu," kata Snubby
setelah akhirnya si pengawas beserta si Bongkok dan si Berewok keluar dari kamar, dan pintu dikunci kembali dua kali.
"Sungguh buruk binatang-binatang itu."
"Kini aku akan membuat denah ruangan ini," kata Roger.
"Siapa tahu nanti diperlukan."
"Gambarkan juga kedua pintu yang di lorong tadi," kata Snubby, memperhatikan Roger mulai menggambar.
"Oh, gambarmu bagus sekali. Apa itu ... jendela?"


Komplotan Tangan Hijau Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya, jendela. Kuat dan terkunci rapat. Kauperhatikan itu?" tanya Roger.
"Di luar juga diberi palang. Tak mungkin ada yang bisa masuk dari situ.
la memandang ke langit-langit, melihat kalau kalau ada tingkap di atap, yang biasanya untuk memasukkan cahaya matahari. Tetapi ternyata tak ada. Digambarkannya di mana rak-rak buku, dan dengan titik-titik digambarkannya tempat binatang-binatang yang dikeringkan. Diberinya tanda tempat kursi, meja, perapian, meja kecil, dan
" tempat vas. Gambaran Roger ternyata memang baik. Roger sendiri bangga, sementara Snubby sangat kagum Mereka melirik pada Diana. Kasihan betul Wajahnya sedikit pucat sebab selama satu jam terus-menerus ia berdiri terus, mendengarka pelajaran yang tak bisa dimengertinya dan tak disukainya.
"Kasihan Di," desis Roger pada Snubby
"Kelihatannya ia sudah tak tahan lagi. Bagaimana kalau kita gantikan tempatnya?"
"Tidak," kata Snubby tegas. Kalau kau mau, pergi saja ke sana. Kalau aku di sana, pasti aku
langsung muntah." "Muntah saja, dengan begitu Kakek akan
membawa kita semua ke luar," kata Roger.
Mata Snubby melihat sesuatu di atas perapian. Sebuah jam. Jarum jam menunjukkan pukul setengah dua belas. Snubby berjingkat ke jam itu, membuka kacanya, dan memutar jarumnya sehingga kini menunjukkan pukul setengah satu. Roger payah menahan tawanya, sehingga ia terpaksa pura-pura bersin.
Snubby kemudian mendekati Kakek dan berkata,
"Mmm ... maaf, Kek, sesungguhnya tak baik memotong pembicaraan, tapi ... apakah tidak lebih baik kita segera pulang" Jam itu menunjukkan sudah pukul setengah satu."
"Astaga! Betul juga! Wah, sungguh tak terasa waktu berlalu!" Kakek sungguh heran, dan membunyikan bel, memanggil penjaga.
"Sungguh mengherankan! Mengherankan!"
Bab 17 Pindah ke Riiloby MEREKA pulang dengan naik mobil sewaan yang tadi. Roger ingin sekali memamerkan gambaran denahnya pada Diana, tetapi Kakek terus saja bercerita, tak bisa berhenti agaknya Anak-anak terpaksa mendengarkan terus, walaupun mereka sudah sangat bosan dan ingin segera tiba di rumah.
"Terima kasih, Kek. Sungguh
"sip" pagi ini kata Roger dengan sopan.
"Sungguh apa?" tanya Kakek heran.
"Sip. Hebat. Menyenangkan," Snubby me rangkan. Terima kasih banyak."
"Aku senang, kalian ternyata mena
ruh perhatian pada barang-barang antik." Wajah Kakek bers seri, dan saat itu ia berpendapat bahwa anak-an tersebut sesungguhnya tak begitu nakal. Suatu hari ia harus membawa mereka untuk meninjau koleksi lain.
"Nah, cepat kalian membersihkan diri sebelum makan," kata Kakek kemudian.
"Wah mudah-mudahan ibumu tidak marah karena kita pulang terlambat."
Tentu saja Nyonya Lynton tidak gusar, malahan heran, mengapa masih begitu pagi mereka sudah pulang. Baru jam dua belas kurang sepuluh. Tentu saja ia tak tahu bahwa Kakek mengira saat itu sudah jam satu kurang sepuluh. Dan heran juga Kakek, betapa lamanya ia menunggu lonceng untuk makan siang berbunyi la sama sekali tak mengerti apa yang telah terjadi.
Roger menunjukkan denah buatannya pada
" Diana. "Nah," katanya,
"bila nanti ada pencurian, : kita sudah memiliki peta tempat itu. Sungguh peta ini sangat berharga."
. Si Sinting sangat gembira melihat mereka : semua pulang. Bagaikan gila ia berlarian ke sana
kemari, naik tangga turun tangga, keluar-masuk
ruangan. Sarden sangat ketakutan hingga meloncat ke atas jam besar dan diam terus di sana nunggu sampai Sinting habis kegilaannya.
Kakek segera mengunci kamarnya saat mengetahui bahwa Sinting kambuh gilanya. Dasar anjing gila! Kalau tidak ribut menyalak, garukgaruk. Kalau tidak sibuk garuk-garuk, bertingkah laku gila-gilaan! Anjing yang paling menyenangkan adalah anjing yang dikeringkan, pikir Kakek. Paling tidak, anjing yang dikeringkan toh tidak
-garuk2. Hari itu anak-anak tidak mengunjungi Barney. karena mereka tahu pasar malam sedang pindah
ke Rilloby - kehadiran mereka hanya akan
mengganggu. si. Snubby punya alasan pantatnya masih terasa sakit oleh hantaman Tonnerre kemarin, dan karenanya ia berpendapat lebih baik untuk sementara waktu ia tidak muncul dimata
"raksasaitu. - Malam harinya Barney yang datang, bersama Miranda di bahunya. la menunggu di taman sampai Roger tampak, kemudian ia bersiul dengan nada rendah. Roger cepat berpaling.
"Kau itu, Barney" . tanyanya.
"Oh, bagus sekali. Sudah makan". sudah. Tetapi kita bisa minta sepotong kue dari juru masak. Ayolah."
"Ya, aku lapar juga sedikit," kata Barney terus terang. Hari itu begitu sibuk, hingga ia tak sempat makan cukup.
"Ayolah ke pintu belakang," ajak Roger. Ketika
" muncul di pintu belakang, juru masak langsu3g menjerit ketakutan melihat Miranda. .
"Masya Allah! Monyetkah itu" Awas, jangan sampai masuk ke dapur!Ya ampun, kalian ini!Apa . lagi nanti yang kalian bawa?" Tetapi akhirnya ia tenang juga dan dengan sukarela memotongkan beberapa roti serta kue untuk Barney. Barney memberikan sepotong roti lapis
pada Miranda, dan hati-hati Miranda mengambil tomat dari roti lapis itu, memakannya.
"Monyet! Astaga! Hampir tak bisa dipercaya keluh juru masak.
"Datang saja ke Rilloby. Di sana ada dua simpanse yang bisa naik sepeda," kata Roger.
"Aku tak percaya," kata juru masak.
"Baiklah, aku akan ke Rilloby. Dan bila di sana memang ada simpanse naik sepeda, akan kumakan topiku yang terbaik."
"Hati-hatilah berjanji"Roger tertawa.
"Aku yakin kau akan terpaksa ke gereja dengan memakai topimu yang nomor dua!"
Barney tidak punya berita yang menarik. Mereka telah pindah ke Bukit Dolling, di Rillob
y. Tonnerre agaknya telah mendingin, tidak marah-marah lagi. Sore itu Tonnerre sibuk meminyaki gajahnya.
"Meminyaki?" Diana yang datang bersama Snubby bertanya heran.
"Ya. Dengan tangga ia naik ke gajah-gajah itu. keriput-keriput kulit binatang tersebut diminyakinya, kemudian digosoknya keras-keras. Gajahgajah menyukai perlakuan seperti itu. Tonnerre juga menyukainya. Pada saat-saat seperti itu hilang sifat pemarahnya."
"Aku dihajarnya hingga sakit," kata Snubby.
"Aku hampir tak bisa duduk."
- "Syukur," kata Diana.
"Kalau saja kau bisa selalu . bemperoleh
"hadiah" atas semua kesalahan yang kaubuat, pasti selamanya kau takkan dapat duduk." -
"Kurasa aku tak suka apa yang kaukatakan itu," kata Snubby setelah mencoba mencernakan kalimat Diana. Tetapi saat itu Roger telah
mengeluarkan peta yang dibuatnya, dan tak ada yang memperhatikan Snubby.
"Bagaimana Hurli dan Burli?" tanya Diana
"Apakah mereka bingung karena pindah?"
"Oh, tidak," kata Barney, memberi Miranda sepotong kue.
"Oh, nakal kaul Untuk apa kue itu
" kaumasukkan ke leher bajuku?"
"Wah, kue air gula itu?" Diana ingin tertawa mengingat betapa lekatnya kue tersebut. Dan ini membuat Roger memikirkan sesuatu
"Bagaimana kalau kau mandi saja" Pasti kue itu lekat di punggungmu," katanya.
"Ibuku tak keberatan kau mandi di sini." Barney ragu-ragu sejenak.
"Yah... ingin juga aku mandi. Hari ini kami sibuk sekali, hingga aku merasa badanku sangat kotor. Mandi dengan air dingin rasanya tak bisa membuat badanku bersih." Roger mengantar Barney ke kamar mandi - sebuah kamar mandi besar dan luas, lantai, dinding, dan bak mandinya berwarna krem. Barney sampai ternganga melihat itu. Makin heran lagi ia saat Diana memberinya selembar handuk besar tebal, berwarna krem pula.
"Apa ini?" tanyanya, mengira Diana telah memberinya selembar selimut. Ia tercengang sewaktu dikatakan bahwa benda itu adalah handuk. Baginya, handuk adalah secarik kain tipis, tidak lebih besar daripada sapu tangan. Betapa menyenangkan mandi dengan air panas! Miranda duduk kebingungan di keran untuk air dingin Untuk apa Barney bermain-main di air yang
berasap itu" Ia mencoba mengulurkan kakinya, nyentuh air tersebut, dan ia menjerit kesakitan!
"Awas, air itu menggigit," kata Barney sambil nyabun seluruh tubuhnya. Ketika Barney naruh kembali sabun tadi di tempat sabun, Miranda mengambilnya, menciuminya, dan menggigitnya. Tetapi sekali gigitan membuat ia mencereceh marah serta melemparkan sabun tersebut jauh-jauh.
"Miranda, tak sopan berlaku seperti itu di kamar mandi sebagus ini," kata Barney.
"Kaubuang ke mana sabun tadi?" Barney mengambil sabun tersebut kemudian berbaring dalam kehangatan air bak mandi. Terdengar si Sinting menggaruk-garuk pintu.
"Maaf, Sinting, kamar mandi sedang dipakai," kata Barney, hampir tertidur oleh enaknya air hangat itu. Tetapi kemudian ia mendengar suara kawan-kawannya ramai berbincang-bincang di taman. la cepat berdiri, memakai handuk yang begitu lembut tadi.
Malam itu indah sekali. Anak-anak berjalan kaki ke Rilloby. Terang bulan. Dan Miranda tak bisa mengerti mengapa tubuh Barney baunya lain sekali, bau wangi yang sama sekali ia tidak suka! Terpaksa sepanjang perjalanan ia bertengger di bahu Snubby, sambil berharap semoga bau Barney yang biasa sege
ra kembali. Ketika mereka mencapai lapangan tempat pasar malam akan bermain, seseorang tampak muncul. Tak salah lagi, Tonnerre! Snubby cepat-cepat
bersembunyi di balik semak-semak, sementara yang lain terus maju.
"Selamat malam, Pak," sapa Barney dengan sopan. Tonnerre sesaat memperhatikannya dan berkata,
"Oh, kau. Tolong awasi gajah-gajah nanti. Saat ini mereka dijaga si Bocah. Tetapi gajah-gajah tersebut gelisah. Mereka selalu begitu bila baru berpindah tempat."
"Baiklah," kata Barney.
"Anda akan bepergian:
"Ya, tapi tak lama, paling-paling satu jam," kata Tonnerre.
"Hanya ke jalan raya saja."
Roger berbisik pada Barney.
"Ke mana sesungguhnya dia pergi?" tanyanya.
"Kau teruslah. Aku akan mengikuti dia. Siapa tahu..."
Barney mengangguk, melangkah masuk ke daerah pasar malam.
Snubby yang mendengar kata-kata Roger segera keluar dari persembunyiannya.
"Apakah kita akan mengikuti Tonnerre?" tanyanya harap-harap cemas.
"Bagus. Si Sinting amat pandai mencari jejak. Kalau Tonnerre lepas dari pengawasan kita, Sinting pasti bisa menemukannya lagi."
"Tidak. Kita tidak membawa si Sinting. Kau juga tak boleh ikut," kata Roger tegas.
"Kauantar pulang. Aku saja yang mengikuti Tonnerre. Ayolah. Pergilah, Snubby. Aku harus segera mengejar dia!"
Roger berlari ke arah mana tadi Tonnerre menghilang. Ke mana orang itu sesungguhnya Apakah benar ia hanya pergi ke jalan raya"Ia sampai ke sebuah pertigaan, dan di kejauhan ia melihat tubuh raksasa Tonnerre, diterang bulan.
"Oho!" kata Roger.
"la berbelok ke arah Puri
marloes! Wah, pasti hebat ini!"
Bab 18 Snubby Gembira Ria TONNERRE berjalan tepat di tengah jalan Bayangannya memanjang di belakangnya. Roger mengikutinya terus. Puri Marloes menurut penunjuk jalan tinggal setengah mil lagi. Dekat sekali dengan Rilloby! Roger terus berjalan di antara semak-semak di pinggir jalan agar tak terlihat oleh Tonnerre.
Perasaannya tegang sekali. Apa yang akan dilakukan oleh Tonnerre" Masa ia akan mencuri" Hari belum begitu malam.
"Kalau kulihat dia memanjat pagar, atau melakukan sesuatu yang mencurigakan, aku akan segera memanggil polisi," pikir Roger.
"Aku harus memperhatikan rumah-rumah dijalan ini yang ada kabel teleponnya, sehingga bila perlu aku bisa meminjam telepon dari rumah-rumah tersebut"
la membayangkan ruang penyimpanan naskah kuno itu, ruangan kecil dilindungi dua buah pintu dan sebuah pintu ketiga yang berkunci ganda. Jendela dipalang serta berterali. Kalau Tonnerre bisa menembus itu semua, ia memang orang ajaib!
Tonnerre berjalan terus. Roger juga terus membayangi, berlindung dibayangan pepohonan. Tonnerre sama sekali tak menoleh. la terus saja
Di kejauhan Puri Marloes meremang tinggi. Dinding tembok sekelilingnya sangat tinggi. Jendela-jendelanya berkilauan dalam cahaya rembulan. Roger mencoba mengingat-ingat, jendela mana yang mewakili ruang penyimpanan naskah kuno itu. Akhirnya ia merasa telah mendapatkan jendela yang dicarinya itu, jendela berterali dan berkunci. Dengan cara bagaimana Tonnerre akan memanjat serta menyelinap masuk ke sebuah jendela yang berterali rapat"
Tapi ternyata Tonnerre tidak berbuat seperti yang dibayangkannya. la berhenti di depan pintu gerbang bes
ar. Tangannya yang bagai tangan raksasa mencengkeram gerbang tersebut, dan ia menoleh ke kiri dan ke kanan. Roger menahan napas. Apa yang akan terjadi" Tetapi ternyata jauh dari dugaannya. Tak ada sesuatu yang luar biasa yang terjadi. Tonnerre ternyata hanya mengelilingi seluruh pagar tembok puri tersebut. Berjalan menyusuri tembok sampai kembali ke pintu gerbang lagi, dan terus diawasi Roger dari semak-semak. Sesampainya di pintu gerbang ia berpaling dan ... pulang!
"Wah, rugi aku berjalan sejauh ini," pikir Roger.
"Betapapun, mungkin saat ini Tonnerre ingin menyelidiki bagaimana ia bisa masuk. Mengatur siasat, bagaimana ia nanti akan masuk ke dalam
puri itu. Ya, aku tahu. Pastilah ia akan beraksi di hari-hari mendatang ini. Tetapi bagaimana ia akan melakukan niatnya itu" Sungguh tak bisa kupikirkan!"
Roger mengikuti Tonnerre kembali ke tempat pasar malam, kemudian ia pulang. Nyonya Lynton gusar juga melihat ia begitu terlambat.
"Yang lain sudah pulang lama sekali," katanya.
"Mereka malah telah pergi tidur. Tidak tahukah kau, ini sudah jam sepuluh! Sungguh keterlaluan kau, Roger. Mestinya kau tahu apa yang baik dan apa yang buruk. Boleh saja kau bermain dengan Barney, dan aku suka kau bermain dengan dia, tetapi kau tak boleh mengikuti cara hidupnya yang tak mengenal jam itu."
"Maaf, Ibu," kata Roger. la tak bisa memberi
alasan apa pun, sebab ia tak ingin ibunya tahu tentang Tonnerre.
Snubby dan Diana sangat kecewa ketika mendengar bahwa Tonnerre ternyata tidak berbuat apa-apa. Hanya mengintai lewat pagar dan mengelilingi Puri Marloes.
"Tetapi, aku setuju dengan pendapatmu bahwa kemungkinan besar ia sedang meninjau daerah itu demi rencananya kemudian," kata Diana.
"Selamat malam. Kita bicarakan hal ini besok pagi"
Hari berikutnya mereka pergi ke pasar malam lagi, setelah pasar malam tersebut dinyatakan resmi dibuka. Mereka bertemu denganjuru masak. yang mendapat libur untuk bisa ikut nonton pasar
malam. Snubby langsung menemuinya dan berkata,
"Sudah siap untuk makan topiterbaikmu" Ayolah ... kubelikan karcis untuk nonton dua ekor
simpanse naik sepeda. Aku belum pernah melihat orang makan topi. Kukira inilah kesempatanku satu-satunya."
"Sudahlah, jangan banyak omong!" tukas juru masak. Bersama anak-anak itu ia masuk ketenda tempat Hurli dan Burli mengadakan pertunjukan. Vosta mengangguk pada mereka dan mempersilahkan juru masak duduk di kursi terdepan. Alangkah bangganya juru masak itu. Dan matanya melotot membesar melihat betapa
hebatnya kepandaian Hurli dan Burli. Saat kedua simpanse itu bersepeda berputar-putar, mula mula Burli yang mengayuh dan Hurli duduk di kemudi, tak habis-habisnya ia berseru keheranan.
"Ya, ampun! Ya, ampun! Ajaib! Sungguh ajaib! Sungguh tak bisa dipercaya!" serunya. ia Snubby menyeringai
"Nah, bagaimana" Kau harus makan topi terbaikmu!Apakah kau makan dengan mempergunakan sendok, garpu, dan pisau ataukah kaukunyah begitu saja?"
"Sudah, pergi sana!" Juru masak tak berkerdip mengawasi kedua simpanse tersebut berjumpalitandi atas sepeda.
"Akujadi pusing melihat mereka berputar-putar seperti itu."
. "Ya, tetapi bagaimana dengan topi terbaikmu?" kata Snubby.
"Kau toh tak akan mengingkari janji, bukan?"
Juru masak jadi gelisah kini.
"Sudah, pergilah! Kautahu, topi
tak bisa dimakan," katanya.
"Sudah, jangan banyak omong lagi, Setan cilik. Besok kau akan kubuatkan lagi kue telur!Ya ampun, mau apa lagi makhluk itu! Jangan biarkan mendekat
kemari! Aku tak suka pada mukanya yang berbulu!"
Hurli telah datang mendekati Snubby, mendekatkan mukanya ke muka anak itu, dan me nyeringai lebar-lebar. Ia membelai Snubby, dan karena mengira bahwa juru masak adalah sahabat Snubby, maka ia pun mengulurkan tangan padanya. Juru masak meloncat dari kursinya dan berlari menjerit-jerit ke luar tenda.
Snubby berlari ke luar mengejarnya, dan didapatinya juru masak berdiri dengan seluruh
tubuhnya masih gemetar. "Aku takkan mau melakukannya lagi, aku takkan
mau!" katanya berulang-ulang. Snubby heran, apa yang takkan dikerjakan oleh juru masak. la mengingatkan wanita itu akan janjinya,
"Ingat. pilih salah satu: makan topimu atau kumakan kue telurmu!"
"Sudah, jangan banyak mulut lagi," tukas juru masak.
"Pergilah! Aku tak ingin kau membuntutiku terus dengan topi dan kue telurmu!"
dengan waspada Snubby selalu menghindar dari pandangan tonnere
orang bertubuh raksasa itu. la tak ingin memper oleh hajaran yang begitu menyakitkan. la melihat kawan-kawannya di tempat lempar gelang, dan ia mendekati mereka.
"Juru masak tak mau memakan topinya," katanya.
"Sebagai gantinya, ia akan membuatkan kita kue telur lagi."
"Bagus," kata Roger.
"Wah, itu Mak Tua. Entah dia ingin apa."
Mak Tua mendekat. Matanya yang kecil cemerlang bagai mata burung melihat berkeliling, dan ia bertanya pada Barney.
"Kau lihat si Bocah, Barney" Aku mau nyuruhnya menjagakan periukku. Aku harus mencuci. Dan aku tak bisa mencuci sambil masak," katanya.
"la sedang membantu Tonnerre mengurus gajah," kata Barney.
"Hari ini pengunjung banyak sekali. Tonnerre tak bisa melayani mereka sendiri. Nah, itu dia. Billy Tell sedang mempersiapkan lapangan tembaknya." Tak pernah ada yang mau membantu Mak Tua."Wanita tua itu berpaling sambil menggerutu.
"Biarlah aku yang membantumu," kata Snubby tiba-tiba. la merasa bahwa pastilah akan menyenangkan bercakap-cakap dengan Mak Tua ini.
"Kau! Satu-satunya yang bisa kaubuat adalah membantu membuat keributan!" kata Mak Tua, sambung dengan tertawa terkekeh-kekeh. Tapi baiklah ... kau boleh ikut aku. Dan kau boleh Mengambilkan air bagiku. Dari sungai. Airku tidak cukup." Segera Snubby merasa bahwa bukan pekerjaan ringan membantu wanita tua itu. Mula-mula ia harus mengambil air, berulang kali, berember-
ember. Kemudian ia harus mengambil kayu untuk tungku. Dan ia harus mengaduk masakan didalam periuk besi, dekat dengan kobaran api besar sementara pengaduknya makin lama makin terasa panas.
"Apa sih yang kaumasak"' tanya Snubby mencoba melihat cairan menggelegak di periuk itu.
"Lebih baik tak usah bertanya, agar kau tak usah memperoleh jawaban dusta," kata Mak Tua yang kini sibuk mencuci di sebuah bak cuci besar Snubby menyeringai. Kalau menurut baunya mungkin yang dimasak itu adalah campuran kelinci, ayam, dan itik Baunya sangat lezat, dan Snubby merasa ia takkan keberatan mencicipi masakan tersebut.
Sambil mencuci, Mak Tua mulai berbicara Snubby mendengarkan dengan penuh rasakagum. Mak Tua berbicara tentang Billy Tel tentang Vosta, dan tentang banyak lagi orang ora
ng yang dulu bekerja di pasar malam atau sirkus yang pernah diikutinya. Misalnya saja Presto si Tukang Sulap, Sticky Stanley si Badut, Vola dengan beruangnya, Madame Petronella dengan burung nurinya ... dan masih banyak lagi nama-nama yang meluncur cepat, diikuti oleh kisah mereka masing-masing.
"Bagaimana dengan Pak Tonnerre?" sela Snubby memberanikan diri.
"Apakah Anda telah lama mengenalnya"
"Lama" Terlalu lama! Ah, tabiat orang itu begitu buruk!Tak baik memikirkan tentang dia," kata Mak Tua, membilas selembar pakaian aneh di bak cucinya.
"Selalu mengamuk-amuk saja kerjanya. Selalu membentak-bentak, berteriak-teriak. Tubuhnya begitu besar. Tetapi ia seorang pemain akrobat yang ahli! Sungguh hebat menyaksikan pertunjukannya berjalan di atas rentangan tali .la
lebih pandai berdansa di atas tali daripada di lantai!"
Snubby tercengang. Tonnerre seorang pemain akrobat" Sungguh tak bisa dipercaya! Sama sekali tak mirip! Begitu besar, begitu gemuk. Tapi...yah, kalau dipikir-pikir memang gerak-gerik orang tubuh besar itu begitu gesit, dan ia biasa bergerak tanpa menimbulkan suara sedikitpun. la ngat benar, betapa Tonnerre tiba-tiba saja muncul di belakangnya, menghajarnya dulu itu. Dan betapa mudahnya Tonnerre melompat ke punggung gajah-gajahnya. Ya, mungkin Tonnerre memang seorang pemain akrobat ulung!
"Apakah ia masih bisa bermain akrobat?" tanya Snubby.
*n "Siapa"Tonnerre?" Mak Tua tertawa terpingkalg pingkal.
"Si Gendut tua itu! la hanyalah seekor gajah kini ... tetapi ia masih bisa berjalan di atas tentangan tali, dan dapat melompat hingga setinggi tubuhnya. Tetapi yang paling hebat dari Tonnerre adalah tabiat pemarahnya. la tak pernah takut pada siapa pun dan apa pun, kecuali satu."
"Dan satu-satunya yang ditakutinya adalah Anda, bukan?" kata Snubby menyeringai.
"Mak Tua, berapa lama lagi aku harus mengaduk ini" Baunya begitu lezat, sehingga hampir tak tahan aku untuk tak menjilati pengaduk ini." Mak Tua tertawa lagi. Ia menyukai Snubby yang cerdik dan pandai bicara ini.
"Baiklah, kau tunggu saja di sini, dan nanti makan malam denganku." katanya.
"Kau dan anjingmu itu. Tanpa orang lain lagi. Siapa nama anjingmu itu" Oh, ya. Snubby. Dan namamu Sinting, bukan" Pasti suatu julukan Tetapi sungguh tepat untuk dirimu!"
"Wah, Mak, terbalik!" Snubby memrotes, dan harus melompat karena tiba-tiba Mak Tua membuang air cucian di dekat kakinya.
"Dengar kau, Sinting," kata Mak Tua pada Snubby. Dan baik anjing maupun majikannya kini mendengarkan apa kata Mak Tua selanjut
"Kini duduklah baik-baik, dan tunggu sebentar Aku akan menghidangkan masakan yang terlezat yang pernah kau rasakan selama ini. Mak Tua ini tahu benar cara memasak!"
Bab 19 Ulah Snubby Lagi DI KEJAUHAN Roger dan yang lain sungguh iri melihat Mak Tua menghidangkan makanan banyak-banyak kepada Snubby, menyendoknya dari periuk yang menyiarkan bau sedap itu.
"Lihatlah," kata Barney heran,
"belum pernah kulihat Mak Tua begitu pemurah. Bagaimana cara Snubby merayunya" Ia memperoleh hidangan lezat dari Mak Tua, ia memperoleh kue telur dari
juru masakmu, dan ..."
"Hanya karena tebal muka saja!" kata Roger
"Ya, ampun! Mak Tua juga memberi si Sinting sepiring penuh!Lihat, anjing-anjing liar itu begitu iri melihatnya!" Akhirnya Snubby selesai
makan, dan kembalike teman-temannya dengan senyum puas dan kenyang. Si Sinting tampak lebih dari sekedar puas. la bahkan tampak begitu gendut serta kecegukan.
"Hentikan, Sinting," kata Snubby yang merasa terganggu oleh suara kecegukan anjingnya
"Kecegukan berarti kau terlalu banyak makan, dan sungguh tidak sopan makan terlalu banyak di tempat orang!" Si Sinting kecegukan sekali lagi, dan tampak ia sangat terkejut. Kecegukan dan bersin selalu membuatnya heran, sebab munculnya tiba-tiba dan dengan cara yang tak pernah dimengertinya. la segera duduk, dan mulai mengangguk terkantuk kantuk kekenyangan.
Tiba-tiba Snubby juga kecegukan, dan terpaksa menjauhkan diri dari teman-temannya yang langsung menggodanya. la kemudian pergi ke pedagang gula-gula, membeli gula-gula murah untuk Hurli dan Burli, serta gula-gula yang lebih mahal untuk dirinya dan kawan-kawannya. Di kejauhan ia melihat Vosta mengajak kedua simpansenya berjalan-jalan, menggandeng keduanya masing-masing di kiri dan kanan. Kedua simpanse itu senang sekali berjalan-jalan di antara begitu banyak pengunjung.
Vosta membawa mereka ke kios lempar gelang. Miranda mengajak kedua simpanse itu bercakap cakap, memamerkan betapa banyak gelang kayu yang bisa dimasukkannya ke lengannya. Hurli ngulurkan tangannya, minta beberapa gelang.
"Jangan!" kata Barney cepat.
"Mengapa?" tanya Roger.
"Ia pelempar jitu, apa saja yang dilemparnya pasti kena," kata Barney.
"Dan kemudian ia mengamuk minta hadiah dari hasil lemparannya."
"Oh, biarlah, cobalah suruh ia melempar," pinta Diana. Snubby bergabung dengan mereka, di sebuah sakunya terdapat sekantung permen murahan, di saku lainnya permen yang lebih bagus.
"Ya, biarkan dia melempar," kata Snubby.
"Biarlah aku yang bayar."
"Sebetulnya tak usah membayar tak apa-apa," kata Barney,
"tetapi harus dengan janji ia tak usah dapat hadiah! Pak Vosta, jangan sampai ia merebut barang-barangku. Dulu ia pernah memecahkan sebuah jam wekerku."
Hurli melempar gelang.Tepat mengenai sebuah boneka kecil. Ia mencereceh kegirangan. Kemudian melempar lagi. Kali ini gelangnya dengan tepat meluncur mengenai sebuah vas kecil hijau. Lemparan ketiga mengenai satu pak rokok. Semua penonton bertepuk tangan meriah melihat lemparan-lemparan jitu itu.
Miranda dengan cekatan mengumpulkan gelang-gelang tadi, dan mengulurkan tangan minta uang pada Hurli.
"Tak usah," kata Barney,
"ia takusah membayar Tetapi ia juga tak usah memperoleh hadiah. Ayo Hurli, jangan ambil barang itu!"
Hurli sangat ingin mengambil barang-barang yang telah begitu tepat dikenainya. Snubby jadi iba padanya. Kasihan sekali. Begitu jitu melempar, tapi takmemperoleh hadiah. la teringat akan permen di sakunya.
Dimasukkannya tangannya ke dalam saku, ternyata bungkus permen itu telah tiada!
"Hurli! Kau telah mencopet permen yang kubelikan untukmu!" seru Snubby, menyambar tangan simpanse itu. Hurli malah langsung memeluknya dengan hangat.
"Tidak, kau tukang copet jahat," kata Snubby tegas.
"Pak Vosta, aku telah membelikan permen untuk keduanya, tetapi permen itu telah hilang!"
"Hurli, keluarkan isi kantungmu!" perintah Pak Vosta. Hurli merengek-rengek dan mengeluar sekantung permen dari sakunya.
"Nakal kau! Jahat kau!" kata Pak Vosta sambil menampar pantatnya keras-keras.
"Kau tak boleh be rmain gelang lagi, tak boleh makan permen lagi!"
"Berikan saja permen itu nanti padanya, Pak Vosta," kata Snubby.
"Aku memang membeli mereka. Bagaimana kalau Burli juga melem gelang?"
"Bisa sih bisa, tetapi ia cepat bosan dan kemudian melempar orang-orang yang menontonnya," kata Pak Vosta.
"Jadi lebih baik jangan saja. Ayo, Hurli - Burli, kita menemui Pak Tonnerre dan mengucapkan selamat malam pada
gajah-gajahnya." Kedua simpanse itu sangat menyukai kedua ekor gajah Tonnerre, dan dengan girang mengikuti PakVosta. Snubby tertawa terbahak-bahak melihat salah seekor gajah melibat Burli dengan belalainya dan mendudukkannya di atas kepalanya.
"Alangkah senangnya jadi orang pasar malam," kata Snubby dengan rasa iri.
"Punya dua ekor simpanse seperti itu, punya serombongan monyet, punya gajah ... dan bahkan seekor dua ekor beruang juga tak apalah...."
"Sudah waktunya makan malam," kata Roger, melihat arlojinya.
"Agaknya kau tak bisa berkunjung ke rumahku, Barney?"
"Wah, kurasa tidak," kata Barney.
"Tak ada yang menggantikanku menjaga kios ini. Malam ini kami sibuk sekali. Si Bocah masih sibuk dengan gajah-gajah Tonnerre."
"Sayang sekali. Ayo Snubby, kalau tidak segera berangkat, bisa-bisa kita terlambat sampai di rumah," kata Roger.
"Wah, perutku sudah kenyang sekali, rasanya aku takkan kuat makan sekali lagi," kata Snubby kecewa.
"Masakan Mak Tua begitu mengenyangkan! Hei, begini saja. Barney, kau pergi makan ke
rumah Roger, akan kujagakan kiosmu ini Bagaimana?"
"Apa kata Tonnerre nanti," kata Barney ragu-ragu.
"Aku tak berani minta izin darinya. la pasti marah dan langsung mengusirmu bila melihat kau menjaga kios ini."
"Akubisa minta izin pada Mak Tua," kata Snubby tiba-tiba.
"Tonnerre sangat takut padanya. Bila Mak Tua mengizinkan, maka aku akan menggantikanmu." la berlari menemui Mak Tua yang sedang menggantungkan cuciannya pada tali jemuran yang direntangkannya dari karavan ke karavan.
"MakTua," kata Snubby,
"aku tak berani minta izin pada Pak Tonnerre, karenanya aku minta izin padamu saja. Barney ingin pergi sebentar. Bolehkah aku menggantikannya menjaga kios lempar gelang" Aku akan bekerja sebaik mungkin."
"Tentu saja boleh, Sinting," kata Mak Tua mengerdipkan mata.
"Kau dan anjingmu, Snubby, tentu saja boleh menjaga kios itu untuk satu atau dua jam. Aku yang akan melayani Tonnerre kalau dia mengamuk nanti."
"Mengapa ia memanggilmu Sinting?" kata Roger yang ikut mendekat dan mendengar pembicaraan mereka.
"Baiklah ... kau tak usah membela diri. Kurasa panggilannya padamu itu sungguh sangat tepat." Snubby cemberut. Tetapi ia segera tertawa ria kembali. Toh ia akan menjaga kios itu sendiri! la
akan mengumpulkan uang jauh lebih banyak daripada Barney.
"Kau ingin Miranda kutinggalkan untuk membantu?" tanya Barney. Tak usah. Cukup si Sinting saja," kata Snubby.
"Berangkatlah kalian, tak usah menguatirkan aku." Karena merasa kelaparan, mereka segera berangkat meninggalkan Snubby. Pastilah Snubby makan luar biasa lezatnya sehingga melupakan makan malam!
Snubby berhasil menjaga kios itu dengan gemilang. Ia benar-benar berusaha keras. Dengan suaranya yang paling keras, ia mengundang semua pengunjung,


Komplotan Tangan Hijau Karya Enid Blyton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"BANJIRILAH! Ayo! KUNJUNGlLA
H!JANGAN KETINGGALAN! Kios terbaik di seluruh pasar malam ini! Paling menguntungkan, paling menggembirakan. Menangkanlah semua benda yang Anda inginkan ... jam, rokok, coklat, mangkuk, bros, sendok, peniti, cincin ... apa saja! Ayo, ayo, ayo! Cobalah kecekatan Anda! Ibu-ibu, kalahkan Bapak-bapak! Adik-adik, kalahkan Kakak-kakak! Pilih apa saja yang kalian senangi! Ayo, ayo! BANJIRILAH KUNJUNGlLAH! Jangan sampai ketinggalan. Ketinggalan berarti menyesal seumur-umur! Ayo, ayo, ayo!" Banyak yang tertarik oleh kata-kata Snubby yang berlagu lucu itu. Mereka juga heran melihat seorang anak kecil menjaga kios tersebut. Snubby memang baru berumur dua belas tahun. Hidungnya yang pesek dan rambutnya yang merah membuat semua orang tersenyum melihatnya.
Mereka berduyun-duyun mengunjungi kioslempat gelang tersebut, dan segera juga Snubby sibuk melayani pengunjungnya yang berjejal-jejal. Si Sinting sangat berguna. la berjaga-jaga kalaukalau ada gelang yang terjatuh, mengambilnya dan memberikannya kembali pada Snubby.
"Kau sama cerdiknya dengan Miranda," puji Snubby. Dan si Sinting menggoyang-goyang ekornya, puas.
Tonnerre segera mengetahui bahwa bukan Barney yang menjaga kios lempar gelang itu. la mendekat, ingin melihat mengapa begitu banyak pengunjung berkumpul. Begitu melihat Snubby, wajahnya muram seketika. Snubby juga melihat Tonnerre, serta terpaku ketakutan. Tetapi Mak Tua segera menyela.
"Biarkan saja dia!" katanya dengan suara melengking meninggi
"Ia berhasil dengan baik! Bila sedikit saja kausentuh dia, Tonnerre, akan kuceritakan pada semua orang apa yang kaulakukan sewaktu kau masih kecil. Ya! Begitu sering kau kutengkurapkan di kakiku, kuhajar habis-habisan sampai kau menjerit-jerit minta ampun seperti..." Tapi Tonnerre telah pergi. la bukan tandingan Mak Tua bila harus bersilat lidah. Toh anak itu memang berhasil mengumpulkan banyak pengunjung dan banyak uang. Tak ada gunanya ikut campur. Masih ada waktu nanti untuk berurusan dengan si Kecil tukang intip itu. Snubby terus melayani kios itu sampai Barney muncul, sendirian.
"Ibu Roger berkata kau harus
segera pulang," kata Barney.
"Ia tampak sangat marah karena kau ditinggal sendiri di sini. Terima kasih. Hei... begitu banyak hasilmu" Wah, hampir tak bisa dipercaya!"
"Ah, mudah saja," kata Snubby bangga.
"Dan kau tahu, Tonnerre jadi hijau mukanya melihat aku menghasilkan uang begini banyak! Pastijauh lebih banyak daripada hasil yang diperolehnya dengan gajahnya semalam suntuk la langsung pergi, tanpa berkata apa-apa lagi. Kupelototi dia, dan ketakutan dia ..."
"Sialan!Tak mungkin kau berani berbuat seperti itu!" kata Barney tertawa.
"Ayolah, pulang saja. Terima kasih banyak. Aku juga mendapat makan malam yang lezat di rumahmu."
Snubby tiba-tiba teringat permen yang dibelinya untuk dirinya sendiri dan kawan-kawannya. Kini ia merasa sedikit lapar, dan ingin makan sedikit permen. Mungkin Barney juga mau. Dimasukkannya tangannya ke dalam saku ... dan, lho! Pemennya hilang! Sial! Pasti Hurliyang mengambilnya. Agaknya ia tak puas dengan hanya mencuri satu kantung saja! Simpanse itu bukan saja suka mencuri, tetapi juga serakah!
"Aku akan pergi kekaravan Pak Vosta sebentar," kata Snubby.
"Agaknya Hurli telah mencuri permenku lagi. Aku akan segera kembali ke sini."
Bagian dalam karavan tempat tinggal Pak Vosta cukup gelap. Hanya ada satu lampu kecil di dalam.
Snubb y mengetuk pintu. Ketukannya disambut oleh suara mencereceh ramai, dan terdengar suara dipan berderit. Huri dan Burli tidur dalam satu karavan bersama majikan mereka. Agaknya Pak Vosta tak mau berpisah dari kedua hewan itu.
"Anda ada di dalam, Pak Vosta?" tanya Snubby. Tetapi ternyata Vosta tak ada. Yang ada hanyalah Hurli dan Burli, tidur melingkar berselimut tebal di tempat tidur sempit mereka. Hurliyang membukakan pintu.
"Hurli, apakah kau yang mencuri permenku?" tanya Snubby tegas.
"Tunjukkan isi sakumu!"
Tetapi ternyata Hurli tak memakai pakaian. la selalu mencopot pakaiannya bila hendak tidur, dan kini ia berdiri tanpa pakaian apa pun. Si Sinting mencium-cium kaki Hurli. Dengan sekali loncat Burli tiba di dekat si Sinting, langsung mencoba untuk menggendong anjing itu.
"Oh, Burli, jangan! Sinting tak suka kaugendong!" kata Snubby, mencoba menolong si Sinting,
"Ayo! Kembali ke tempat tidur! Ayol Kaudengar kataku?"
Snubby heran juga. Kedua simpanse itu ternyata mengikuti perintahnya, naik ke tempat tidur dan menyelimuti diri rapat-rapat,sambil agaknya saling berbicara dengan cara mereka sendiri. Snubby melihat pakaian kedua simpanse itu teronggok di lantai, dan dilihatnya di salah satu sakunya terlihat sesuatu yang menonjol. Diperiksanya pakaian
tersebut, dan betul juga, permennya ditemukannya.
"Hurli, kaujahat sekali," kata Snubby mengambil kantung permennya. Tidurlah kalian! Aku tak mau
membelikan permen lagi untukmu. Kalian berdua jahat!"
Bab 20 Penemuan Luar Biasa SNUBBY pergi ke tempat Barney lagi. Tetapi Barney berkata ia tak ingin makan permen lagi. la sudah begitu kenyang makan malam tadi.
"Cepat pulang," kata Barney.
"Bibimu pasti gusar, dan bisa-bisa ia takkan mau mengundangku makan lagi. Ayo, pulanglah." Snubby berangkat pulang. Dan untung juga, sewaktu ia sampai ke rumah bibinya sedang sibuk menelepon seseorang. Diam-diam Snubby mendekat dari belakang, menciumnya, dan lari ke atas sebelum Nyonya Lynton sempat bertanya apa-apa.
"Kau sangat terlambat, Snubby," kata Roger dengan suara mengantuk
"Dan ibu tak suka kau menjaga kios lempar gelang itu." Snubby menguap. Baru ia merasa bahwa dirinya sangat lelah. la berbicara sebentar pada Roger, cuci muka dan gosok gigi, dan langsung jatuh tertidur
Keesokan harinya ia menemukan sesuatu yang menggemparkan ketiga anak itu.
Snubby terlambat bangun. la bergegas turun untuk sarapan, dan mendapat teguran dari Pak Lynton. Begitu selesai sarapan, ia bergegas naik
untuk merapikan tempat tidurnya agar bibinya tidak tambah marah lagi.
Dirapikannya seprai, dan tiba-tiba teraba olehnya kantung permen yang kemarin diamankannya dari Hurli. Dibukanya kantung itu. Agaknya hawa panas telah membuat permen di dalam kantung itu meleleh ke luar, melekat di mana-mana.
Kesal juga Snubby. Tetapi kekesalannya itu beralih menjadi keheranan sewaktu dilihatnya ada
secarik kertas lengket di kantung permen tadi. Mau
dibuangnya begitu saja, namun matanya tertarik pada beberapa patah kata yang tertulis di kertas itu terutama kata Puri. Kata itu terasa mempunyai daya tarik tersendiri, dan cepat-cepat diratakannya kertas kotor dan lengket itu. Inilah yang dibaca Snubby:
la tercengang. "Wow!"katanya heran, tak terasa. Roger cepat mendekat
mendengar itu. "Ada apa?" tanyanya.
"Apa ini?" "Hurli mencuri permenku semalam. Dan aku mengambilnya kembali dari bajunya, di karavan PakVosta. Ternyata di kantung permen itu lengket kertas ini. Pasti sobekan dari suatu surat. Lihat, apa
yang tertulis di sini?" Snubby memperlihatkan kertas tersebut. Roger lebih teliti memperhatikan kertas itu, dan berpikir. Wajahnya memerah karena perasaan tegang.
"Hai, benar! Lihat ... ngah malam mungkin sekali berasal dari tengah malam. Dan Puri Marl' pastilah Puri Marloes. Snubby, ini penemuan yang luar biasa pentingnya!" Kedua anak itu saling pandang dengan mata membelalak. Si Sinting merengek-rengek, mencakar-cakar kaki Snubby. Mengapa kedua anak itu begitu tegang"
"Mari kita beritahu Di," kata Snubby. Dan Diana juga sangat tercengang.
"Mari kita bicarakan dengan seksama," kata Roger.
"Dari mana Hurli memperoleh kertas ini" Bagaimana kertas ini bisa lengket di bungkus permennya?"
"Kalian tahu, Hurli tukang copet ulung, dan gemar mengambil apa saja yang tergeletak di tanah," kata Snubby.
"Surat ini bisa saja dicopetnya dari entah siapa di pasar malam itu, atau ditemukannya di tanah. Yang jelas, agaknya seseorang telah merobek surat itu hingga kecil-kecil dan mungkin membuangnya ke tanah. Ini hanya secarik kecil saja ...."
"Surat itu dari siapa, dan untuk siapa?" Diana bertanya.
"Atau, apakah seseorang datang dan memberikannya pada seseorang di pasar malam
itu" Atau... apakah dikirimkan lewat pos, kemudian setelah membaca, orang yang dikirimi itu kemudian merobeknya" Sulit untuk menerka."
"Yang jelas, ada yang mengirim, dan ada yang menerima. Dan akan ada seseorang pergi ke Puri in Marloes. Ditengah malam.Dan yangjelas, bisa kita tebak mengapa orang itu ke sana," kata Snubby. u.
"Wah, betapa menariknya peristiwa ini!"
"Memang hebat sekali!" kata Roger.
"Siapa ya yang menerima suratini" Apakah si penerima akan a menemui si pengirim?"
"Hanya ada satu cara untuk memperoleh jawaban itu semua," kata Snubby lagi dengan mata ia bersinar-sinar.
"Hanya ada satu cara. Kita harus pergi juga ke tempat itu di tengah malam. Dan menunggu."
i" Hening sesaat. Mereka saling pandang.
"Wah, sungguh asyik!" seru Roger.
"Tetapi... kita tak tahu kapan. Di situ hanya tertulis tengah malam'. Tidak tertulis harinya. Entah Senin, Selasa, atau Rabu."
"Kalau begitu kita pergi ke sana setiap malam saja," kata Snubby. Kembali mereka saling pandang.
"Ada yang tahu berapa lama pasar malam itu di Rilloby?" tanya Diana akhirnya.
"Kata Barney sampai hari Rabu," jawab Snubby. Dan hari ini hari Kamis. Tinggal lima malam lagi. Dan salah satunya adalah malam saat pencurian itu akan berlangsung."
"Bagaimana pendapat kalian" Apakah lebih baik kita melapor pada polisi saja?"tanya Diana. Roger
dan Snubby memandangnya dengan gusar
"Apa-apaan?" kata Roger.
"Saat kita sudah mendapat jejak yang tepat ... jangan merusak kesenangan! Lagipula apa yang akan kita katakan pada polisi" Tentang dugaan Diana" Atau kecurigaan kita pada Tonnerre" Atau robekan kertas ini" Mereka akan menertawakan kita!"
"Ya, pasti," kata Snubby yang tak suka kalau perkara penuh rahasia ini diserahkan ke tangan orang lain."Enak saja... Memang anak perempuan
begitu, tidak berani bertanggung jawab!"
"Ya sudah, ya sudah!" Diana cemberut.
"Lalu bagaimana kita akan mengawasi Puri Marloes selama lima malam berturut-turut" Kita akan mengantuk sekali hingga keesokan harinya pasti takkan mampu berbuat apa pun."
"Di ... di kertas itu hanya tertulis tengah malam," kata Roger.
"Itu berarti saat itulah pencurian akan dilakukan. Jadi segera setelah tengah malam lewat, kita bisa pulang dan tidur."
"Puh! Kaukira kau akan bisa tidur setelah menyaksikan suatu pencurian terjadi?" bantah Diana.
"Aku bukannya menghalangi kalian, aku hanya menunjukkan kesulitan yang akan kita hadapi."
Sungguh asyik mereka berunding sehingga lupa membereskan tempat tidur, lupa melakukan tugas sehari-hari, bahkan lupa menyikat bulu si Sinting Dan ini membuat Nyonya Lynton gusar sekali Beliau muncul, mengakhiri perundingan itu dengan berkata,
"Kalian ini berunding apa sih"
Diana, kau lupa tugasmu ... Kalau dalam waktu dua puluh menit kamarmu tidak rapi, aku akan sangat marah!"
Mereka bekerja secepat mungkin, sebab mereka merasa Barney harus segera diberitahu. Begitulah. Selesai semua tugas, bergegas mereka menuju Rilloby. Barney juga tercengang mendengar penemuan mereka itu.
"Gila!" serunya."Diana benar. Terbukti sekarang bahwa ada seseorang di dalam pasar malam ini yang terlibat dengan pencurian-pencurian itu."
"Malam lalu kami melihat Tonnerre pergi kepuri itu," kata Diana.
"Sulitnya, aku tak bisa membayangkan bagaimana ia bisa memanjat pagar, menyelinap masuk ke jendela, dan sebagainya."
Snubby teringatakan cerita Mak Tua.
"Tonnerre seorang pemain akrobat yang ahli," katanya.
"Dan kata Mak Tua, ia masih bisa berjalan di atas tali yang terentang tinggi di udara."
"Lalu bagaimana ia memasuki pintu yang terkunci?" tanya Diana.
"Mungkin ia punya kunci palsu, mungkin ia bisa membuka kunci tersebut dengan kawat, misalnya ... mungkin..."
"Semua mungkin, mungkin, mungkin!" Diana jadi kesal.
"Kalau saja kita bisa menemukan sesuatu yang bisa kita jadikan bukti nyata! Sulit dipercaya, Tonnerre yang melakukan pencurian itu. Tetapi untuk apa ia malam-malam melihat-lihat puri tersebut" Dia memang yang selalu menentukan, ke mana pasar malam akan pindah ... dan di
tempat di mana pasar malam bermain, selalu ada pencurian!"
"Sungguh suatu perkara yang penuh tantangan bagi benak kita," kata Snubby.
"Dan akuyakin, kita pasti akan berhasil memecahkannya. Sesungguhnya mudah saja. Kita tinggal bersembunyi di suatu tempat dekat puri itu di tengah malam, dan kita lihat siapa yang datang. Nah, mudah kan?"
"Mudah!" ejek Diana.
"Dan bagaimana kau bisa memasuki halaman puri itu" Dapatkah kau masuk lewat pintu gerbangnya yang terkunci" Dapatkah kau memanjat tembok pagarnya yang begitu tinggi?"
"Sesungguhnya mudah untuk memasuki halamannya," kata Barney.
"Di bagian atas tembok pagar dipancangkan besi-besi runcing. Kita bisa membuat jerat dengan tali, dan melemparkannya hingga menjerat salah satu pancang besi tadi Dengan tali itu kemudian kita bisa memanjat."
"Tapi kita kan tak bisa duduk di atas besi-besi runcing tersebut!" kata Diana.
"Diana sungguh tidak membantu, kan" Lebih baik dia tidak kita ajaksaja!"kata Snubbytaksabar.
"Kurasa maksud Diana baik, menunjuk
kan kelemahan rencana kita," sahut Bamey,
"Tentu saja kita tak bisa duduk di ujung-ujung besi runcing. Kita bawa saja setengah lusin karung. Kita tutupkan pada ujung-ujung runcing tadi. Nah, kita takkan terluka bila duduk di atas karung-karung itu."
"Ya, dengan demikian kita bisa memanjat tembok dan turun di sisi bagian dalam, kemudian bersembunyi di suatu tempat, mengawasi jendela-jendela di sisi tempat surat-surat antik itu disimpan," kata Snubby.
"Wah! Tunggu apa lagi" Tentukan saja, kita berangkat malam ini! Pasti kita akan menikmati suatu petualangan yang sangat hebat!"
"Ya, malam ini," kata Barney.
"Baiklah, kita tentukan ... jam sebelas malam kita bertemu dekat pintu gerbang Puri Marloes. Dan ingat, sama sekali jangan bersuara, sebab bisa jadi sudah ada orang lain yang bersembunyi dekat tempat itu!"
Bab 21 Tengah Malam di Puri SNUBBY tak bisa diam hari itu. Ia bersiul, atau bernyanyi, atau gelisah terus, ribut terus, sehingga Kakek Robert betul-betul gusar. Di mana pun ia berada, selalu didengarnya suara Snubby. Kenapa sih anak itu" Tetapi malam pun akhirnya tiba. Nyonya Lynton heran melihat Snubby agaknya tidak terlalu berminat dengan makan malamnya. Begitu pun Diana. Hanya Roger yang makan seperti biasanya, sebab ia lebih bisa menguasai diri daripada Diana dan Snubby.
"Kau tak enak badan, Snubby?" tanya Nyonya Lynton ketika Snubby menolak tambahan makanannya.
"Dan kau juga, Diana?"
"Aku tak apa-apa," jawab Snubby. Dan benar, tak tampak hal-hal mencurigakan di wajahnya.
"Pastilah kau terlalu banyak makan eskrim tadi siang," kata Nyonya Lynton kemudian.
"Lain kali aku tak akan berusaha terlalu keras untuk memasak makan malam yang enak."
Semua pergi tidur pada waktu seperti biasanya. Tetapi tidakseperti biasanya, mereka tidak berganti
pakaian tidur. Roger segera tertidur, dan agak sulit dibangunkan pada jam setengah sebelas.
"Apakah Ayah dan Ibu sudah tidur?"bisik Roger.
"Ya. Untung mereka tidur lebih awal dari biasanya," kata Diana.
"Semua kamar telah gelap, kecuali kamar Kakek. Agaknya ia membaca sambil tiduran."
Hati-hati mereka menuruni tangga,sambil saling memperingatkan untuk tidak menginjak Sarden. Tetapi agaknya Sarden malam itu punya kepentingan lain di luar rumah. Si Sinting ikut turun bersama anak-anak. Ekor pendeknya terkibas
kibas, ingin tahu apa yang dihadapinya kini.
Mereka menyeberangi taman yang diterangi rembulan, dan keluar halaman. Kemudian dengan melewati jalan pintas mereka menuju Puri Marloes.
Tak lama mereka telah sampai di depan pintu gerbang besar puri itu. Mereka langsung masuk ke dalam semak-semak di pinggir jalan. Tetapi Diana tiba-tiba menjerit.
"Tutup mulut, Tolol!" desis Roger. Dirasanya Diana gemetar keras.
"Sudah ada orang di tempat itu!" bisik Diana.
Tetapi ternyata orang yang berada di semak semakitu hanyalah Barney dan Miranda. Keduanya telah datang lebih dahulu, dan secara tak sengaja telah bersembunyi di semak-semak yang dipilih juga oleh Diana.
"Maaf, Diana. Tapi kau juga membuatku takut," kata Barney.
"Kalian tak bersuara sehingga aku
di kegelapan itu." "Kau sudah melihat seseorang?" tanya Roger.
"Belum. Ayo, kita cari tempat yang termudah untuk memanjat tembok.
Aku membawa tangga tali, dan beberapa lembar karung tebal. Bawalah karung-karung ini, Snubby - Roger. Aku akan membawa tangga tali."
Dengan Miranda di bahunya, dan Sinting dekat kakinya selalu, Barney memimpin mereka mencari tempat yang cocok. Akhirnya mereka sampai ke tempat di mana tembok menikung dan ruji-ruji besi di atasnya tidak terlalu rapat.
"Tempat ini agaknya cocok," bisik Barney.
"Snubby, apakah si Sinting akan menggeram bila melihat orang datang?"
"Tentu," kata Snubby.
"Bila didekati orang, ia selalu menggeram-geram. Sinting, kaudengar" Kau harus berjaga. Berjaga!"
"Guk!" sahut Sinting, mengerti apa yang diperintahkan Snubby. Memasang telinga, mata, dan hidung dengan penuh kewaspadaan. - Keempatanak itu segera sibuk. Dengan tangkas Barney melemparkan tangga talinya kebagian atas tembok yang berjeruji itu. Pertama kali tak kena, tangga tali meluncur kembali turun. Tetapi yang kedua kali, tangga tali itu tersangkut. Barney mencoba menariknya. Cukup kuat. Bagaikan kucing, tanpa suara ia memanjat anak-anak tangga yang terbuat dari kayu. Dari atas ia berbisik,
"Lemparkan karung-karung itu!" Roger dan-
Snubby melemparkan karung-karung tersebut satu per satu. Barney menumpuknya dengan rapi di atas ujung-ujung besi runcing diatas tembok, sehingga kemudian dengan enak ia bisa duduk dengan beralaskan lapisan karung tadi. Kemudian ditariknya tangga tali ke atas, hingga ia memperoleh cukup banyak dan dapat melemparkan separuhnya ke balik tembok.
"Cerdik sekali," pikir Roger kagum.
"Kini kita punya tangga untuk naik dan tangga untuk turun dengan tumpukan karung di tengah-tengah agar terlindung dari tusukan besi-besi runcing. Mengapa ini tak pernah kupikirkan sebelumnya!"
"Ayo naik!" bisik Barney. Diana naik. Barney membantunya, dan ia pun segera duduk di tumpukan karung di samping Barney, dan dengan bantuan Barney turun kebalik tembok. Disusul oleh Roger. Dan terakhir Snubby, membawa si Sinting.
"Kita tak bisa meninggalkannya di luar," kata Snubby terengah-engah.
"Ia akan ribut menyalak nyalak sehingga semua orang akan terbangun. Wah, Sinting, ternyata kau berat sekali! Hei! Waduh! Sinting jatuh! Jangan-jangan patah kakinya!"
Terdengar suara berdebum di kegelapan di bawah mereka, dan suara Sinting mendengking kesakitan. Diana berbisik lembut dari bawah,
"la tak apa-apa la seperti Sarden, kalau jatuh senantiasa pada keempat kakinya."
Barney menarik tangga talinya, agar tak ada orang yang bisa memakainya dari luar . Tempat yang dipilihnya itu gelap, hingga sulit untuk bisa melihat tumpukan karung di atas jeruji besi tadi. la pun kemudian bergabung dengan teman-temannya.
"Di mana kita akan bersembunyi?" bisik Roger
Barney berpikir beberapa saat, mencoba membayangkan keadaan tempat itu.
"Lihat, jendela berterali besi itu ada di sana. Kita bersembunyi di balik pepohonan itu saja. Dari sana kita bisa mengawasi jendela itu."
Semua merangkak dari pohon ke pohon, dari semak-semak ke semak-semak sampai mencapai tempat yang ditentukan Barney. Dari situ jendela| berterali tadi jelas terlihat Dan bila ada pencuri yang masuk lewat jendela, mereka akan dapat : melihatnya dengan mudah!
Mereka mendapatkan sebidang tanah yang kering di bawah semak-semak itu. Berdesak desakan mereka duduk di sana. Dari kejauhan terdengarsuara lonceng gereja. Dentang-dentang nya lambat-lamba
t menggema, memecahkan kesunyian.
"Satu ... dua ... tiga ..." bisik Snubby, tegang
"Wah, pasti jam dua belas! Tengah malam Berbaring, Sinting, dan tutup mulut! Jangan bersuara! Berjagalah, Sobat, berjaga!"
Sunyi sekali. Kemudian terdengarburung bulbul berbunyi. Tapi tak lama. Agaknya hanya berlatih
saja dan berhenti. la baru akan bernyanyi sekitar satu-dua minggu lagi.
Suara burung hantu pun tak terdengar. Anak-anak mengawasi rembulan yang perlahan mengarungi langit. Dengan sabar mereka menunggu. Si Sinting memasang telinga dengan caranya sendiri - kedua belah daun telinganya terkulai menutupi telinga itu. Diana selalu heran, mengapa dengan telinga tertutup si Sinting selalu bisa mendengar lebih tajam. Paling tidak lebih tajam dari mereka, anak-anak itu.
Lonceng berbunyi lagi. Dua belas lebih seperempat. Dan beberapa lama kemudian, setengah satu. Snubby menguap. Diana merasa kedinginan. Miranda meringkuk di dalam baju Barney, tertidur.
Jam satu kurang seperempat. Tak ada suara sedikit pun. Bahkan angin pun tidak bertiup. Tak ada suara tikus atau kelinci liar terdengar.
"Kukira... pencuri itu takkan datang malam ini," bisik Barney.
"Ini sudah lewat tengah malam. Lebih baik pulang saja."
Tak ada yang berkeberatan. Mereka kedinginan dan kelelahan. Ketegangan yang mereka rasakan tadi telah lenyap, diganti dengan kerinduan akan tempat tidur yang empuk dan hangat. Si Sinting bernapas lega sekali setelah merasa bahwa mereka akan bergerak lagi.
"Ayolah," kata Diana bersyukur,
"kukira sudah cukup untuk malam ini. Kita akan mencoba lagi besok."
Hati-hati mereka kembali ke tempat mereka
masuk, selalu bergerak di bawah bayang-bayang,
kalau-kalau ada orang yang kebetulan melihat mereka. Mereka naik ke tembok dan turun di baliknya. Barney duduk di tumpukan karung, melepaskan tangga tali dari jeruji-jeruji besi yang disangkutinya dan melemparkannya ke bawah, ke Roger.
"Karung-karung ini biar di sini saja. Mudahmudahan tak terlihat orang," katanya, lalu melompat turun. Di tanah ia jatuh pada kaki dan tangan, kemudian berguling-guling. Sama sekali tidak cedera atau kesakitan.
"Apakah karung-karung itu tidak terlihat oleh orang yang lewat di jalan?" tanya Diana, kuatir.
"Tidak. Tempat ini tersembunyi oleh pepohonan. Kalau tidak ada orang yang benar-benar datang kemari dan melihat ke atas, kukira tak akan ada yang bisa melihatnya. Kita sembunyikan tangga tali di bawah semak-semak ini," kata Barney kemudian,
"agar kita tak usah mengangkutnya pulangpergi." Mereka tak banyak berbicara dan merasa agak
kecewa. Di pertigaan mereka berpisah. Barney ke arah pasar malam.
"Mudah-mudahan besok malam kita berhasil," kata Roger pada Diana saat mereka sudah akan pergi tidur.
"Aku mengantuk sekali!" Tentu saja mereka bangun kesiangan keesokan harinya. Nyonya Lynton dengan gusar berkata nanti malam mereka harus tidur lebih awal.
Tetapi, celaka! Ketika malam tiba ternyata semua, kecuali Snubby, jatuh sakit! Siang itu Diana, Roger, dan Snubby pergi ke pasar malam. Roger membeli roti dengan susis. Snubby taksuka makan roti susis, ia lebih suka roti dengan tomat. Dan ternyata hanya Snubby yang tidak sakit malam harinya. Semua segera menyalahkan roti susis yang mereka makan tadi. Barney menyuruh si Bocah menggantikannya, sementara ia terhuyung-huyung pergi ke karavan yan
g ditempatinya bersama satu orang lain, dengan perut terasa sangat sakit. Entah bagaimana, Roger dan Diana bisa mencapai rumah, tetapi kemudian roboh di ruang depan. Snubby cepat-cepat berlari ke Nyonya Lynton, berkata,
"Pasti akibat makan roti susis tadi. Semua orang sakit perut setelah memakannya!" Nyonya Lynton cepat membawa kedua anaknya ke kamar, memberi mereka obat. Snubby seram juga hatinya, melihat Roger dan Diana dengan cepat menjadi begitu pucat pasi.
"Oh, ya...lalu bagaimana dengan nantimalam?" bisiknya setelah Nyonya Lynton pergi.
"Apakah kau cukup kuat untuk ikut berjaga-jaga di puri itu?" Roger mengerang.
"Tentu saja tidak.... Bangun saja aku tidak bisa!" Diana bahkan tak bisa menjawab sama sekali ketika Snubby menanyainya Snubby berjingkajingkat keluar kamarnya diikuti oleh si Sinting yang begitu heran, mengapa tidak seperti biasanya Snubby bergerak begitu tidak bersuara. Tetapi karena begitu berhati-hati, Snubby bahkan jatuh tunggang-langgang di tangga, menghindari si Sarden yang tidur di tangga itu.
"Oh, Snubby! Jangan ribut saja!" seru Nyonya Lynton dari kamar duduk.
"Masa kau tak mengerti bahwa ada orang sakit" Tidak bisakah kau tenang barang sebentar?"
"Wah, mengapa aku yang harus dimarahi?"kata Snubby kesal.
"Bagaimana aku bisa tahu bahwa si Sarden menjebakku di tangga ini" Mestinya Sarden-lah yang Bibi marahi!"
"Snubby, jangan berbicara seperti itu padaku!" Nyonya Lynton keluar dari kamar duduk untuk memarahi Snubby lebih lanjut. Tetapi Snubby telah lenyap. Bagaimana dengan malam ini" Snubby kebingungan. Seseorang harus terus berjaga-jaga di puri itu, tetapi siapa" Apakah dia seorang diri"
Tengah Malam Snubby Sendiri
SNUBBY pergi tidur lebih awal dari biasanya. Pertama karena Nyonya Lynton sedang cemas karena kedua anaknya yang sakit itu, kedua karena Nyonya Lynton begitu cemas sehingga sedikit sedikit marah pada Snubby. Snubby merasa lebih aman bila ia tidur saja. Alasan lainnya adalah: ia telah memutuskan untuk pergi sendirian berjagajaga dipuri malam itu. Karenanya ia ingin tidur dulu selama mungkin.
Menyelamatkan Pesawat Pemalite 3 Dewi Ular Parit Kematian Cakar Harimau 2
^