Penguasa Danau Keramat 2
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat Bagian 2
jah Jaka. Di sebelah Ki Reksopati juga tengah duduk
Lodaya Waru dengan mata yang tak lepas menatapi
sekujur tubuh Jaka.
"Seseorang salah dalam menduga, kurasa hal
yang lumrah, Ki," tutur Jaka sopan. "Namun kalau orang yang terlalu meninggikan
kelebihan seseorang, itulah nampak kurang wajar, karena dapat merugikan
kedua belah pihak."
Ki Reksopati dan Lodaya Waru terkesan dengan
kata pembukaan yang keluar dari mulut Jaka.
"Namaku memang Jaka. Aku lebih suka kalau
orang-orang memanggilku dengan nama itu. Bukan
dengan julukanku sebagai Raja Petir," lanjut Jaka lembut. "Aku senang dengan
kehadiranmu di sini, Ra....
Eh, Jaka," tukas Ki Reksopati. "Selamat datang!" lanjut Kepala Desa Waruwangi
seraya mengulurkan tangannya. "Maaf kalau aku tak mengenalimu... karena baru
kali ini aku berjumpa dengan sosok asli Raja Petir. Selama ini aku hanya
mendengar sepak-terjangmu yang
menghentikan segala bentuk kekejian orang-orang go-
longan hitam. Banyak kudengar dari tokoh-tokoh per-
silatan dan juga dari Kakang Gumai sendiri, tentang kadigdayaan yang kau
miliki." Jaka membalas uluran tangan Kepala Desa
Waruwangi, kemudian melakukan hal yang sama pada
Lodaya Waru. "Selamat datang, Kakang Jaka," ucap Lodaya pelan. "Cukup panggil aku Jaka saja.
Kupikir usia kita tak terpaut jauh," kilah Jaka dengan raut wajah manis.
"Kalau itu keinginanmu, dengan senang hati
aku akan menuruti, Jaka," balas Lodaya Waru. "Oh ya, namaku Lodaya Waru,"
sambung Lodaya hampir lupa memperkenalkan namanya.
"Sebenarnya apa yang terjadi di desa ini?" tanya Gumai Gumarang mengulang
pertanyaannya. Ki Reksopati menatap wajah Gumai Gumarang.
"Kemarin. Tiga Raksasa Lembah Beracun da-
tang ke desa ini, tujuannya hanya satu, ingin wilayah ini menjadi daerah
kekuasaan mereka. Ketiga raksasa itu ingin penduduk desa ini, termasuk diriku
tunduk dengan aturan-aturan dan perintahnya," papar Ki Reksopati. "Kau
memenuhinya?" tanya Gumai Gumarang.
Kepala Desa Waruwangi menganggukkan kepa-
la sebagai jawaban.
"Kesaktian tiga lelaki bertubuh raksasa itu begitu tinggi. Anakku, Lodaya Waru
dan empat penga-
walnya yang memiliki ilmu yang cukup, tak berdaya
mengusir mereka bertiga dari desa ini. Bahkan Lodaya sempat terkena racun ganas
milik salah seorang tiga lelaki bercawat itu. Itulah kenapa aku menuruti
keinginan mereka. Kupikir tak ada salahnya kalau aku
mengulur-ulur bencana yang akan menggoyang kebe-
radaan desa ini, sambil menunggu kedatanganmu
yang kuharap bersama dengan Raja Petir. Oh, keingi-
nanku dikabulkan sang Pemelihara Jagat Semesta ini."
"Jadi mereka yang tengah bertempur itu, Tiga
Raksasa Lembah Beracun?" tanya Jaka turut angkat bicara. "Betul, Jaka. Dan lawan
mereka lelaki muda berambut aneh yang berjuluk Penguasa Danau Keramat. Dia pun
menginginkan daerah ini menjadi kekua-
saannya!" jelas Ki Reksopati gamblang.
"Siapa pun yang keluar sebagai pemenang da-
lam pertarungan itu, tak sedikit pun mengurangi be-
ban yang akan ditanggung desa ini. Yang dapat kula-
kukan hanya mengulur waktu untuk membangun se-
dikit kekuatan yang kumiliki. Dan atas kehadiran Ka-
kang Gumai dan kau, Jaka. Mudah-mudahan bencana
yang akan terjadi di Desa Waruwangi ini akan dapat
teratasi," sambung Ki Reksopati penuh harap kepada kedua tamunya.
"Lalu, langkah apa yang sebaiknya kita ambil?"
tanya Jaka dengan bola mata yang tertuju pada Ki
Reksopati dan Gumai Gumarang bergantian.
"Ada baiknya kita tunggu hasil pertarungan itu Jaka," Gumai Gumarang menjawab
pertanyaan Jaka.
"Setelah itu kita lihat apa yang akan mereka lakukan terhadap penduduk Desa
Waruwangi ini," lanjut Gumai lagi.
"Apa tidak sebaiknya penduduk desa diungsi-
kan saja," Lodaya Waru angkat bicara dengan memberikan saran.
Ki Reksopati dan Gumai Gumarang saling ber-
tatapan mendengar usulan Lodaya Waru.
"Menurutmu bagaimana, Jaka?" lempar Ki Reksopati pada Jaka.
Jaka tak segera menjawab pertanyaan Ki Rek-
sopati. Mata lelaki yang berjuluk Raja Petir hanya memandang ke luar rumah.
"Kalau mereka yang tengah bertarung hanya
untuk memperebutkan kedudukan sebagai penguasa
daerah ini. Kurasa pengungsian penduduk belum perlu dilakukan," jawab Jaka
dengan tatapan yang tak menoleh sedikit pun pada Ki Reksopati.
"Jadi kita tunggu saja hasil pertarungan antara Tiga Raksasa Lembah Beracun
dengan Penguasa Danau Keramat?" ulang Lodaya Waru mendengar jawaban Jaka.
Jaka membalikkan tubuh. Lelaki berjuluk Raja
Petir itu memandangi Lodaya, kemudian mengangguk-
kan kepalanya perlahan.
"Menurutku itu salah satu jalan yang terbaik,
Lodaya. Dan siapa pun di antara mereka yang keluar
sebagai pemenang. Maka kita harus bersiap-siap un-
tuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi," tukas Jaka pasti. "Aku yang
merasa tugas ini sebagian dari kewajibanku, akan berusaha semampuku, sebatas
kepandaian yang kumiliki," sambung Jaka.
"Kalau begitu, biar Lodaya, Janata serta kawan-kawannya memberitahukan penduduk
agar siap siaga
dalam menghadapi segala kemungkinan. Dan kita ber-
tiga bersiap-siap menyongsong kedatangan mereka
yang keluar sebagai pemenang dalam pertarungan,"
putus Ki Reksopati.
"Begitu pun baik, Adi Reksopati," ujar Gumai Gumarang menyetujui.
Kepala Desa Waruwangi menatap wajah Lodaya
Waru. "Lakukan apa yang telah ku putuskan, Lodaya!
Minta bantuan Janata dan kawan-kawannya," perintah Ki Reksopati.
"Baik, Ayah."
*** Sementara Kepala Desa Waruwangi yang diban-
tu Gumai Gumarang dan Jaka sibuk mengatur siasat
untuk menghadapi segala kemungkinan, pertarungan
antara Benggala Sewu alias Penguasa Danau Keramat
melawan Tiga Raksasa Lembah Beracun masih ber-
langsung seru dan keras. Mereka yang bertarung sa-
ma-sama telah mengerahkan ilmu-ilmu kesaktian
tingkat tinggi andalan mereka.
Pekik-pekik kegeraman dan benturan-benturan
tangan yang dialiri kekuatan tenaga dalam penuh pun terdengar dari kejauhan.
Berbagai ilmu-ilmu kesaktian yang sangat langka, dan beragam jenis racun memati-
kan pun telah turut dikerahkan dalam pertarungan
maut mereka. Tak terasa, hampir seratus jurus telah mereka
peragakan. Dari pihak Tiga Raksasa Lembah Beracun,
sejak Sobula telah kembali bergabung dalam pertarungan, maka dapat dilihat kalau
Penguasa Danau Kera-
mat menemui kesukaran untuk cepat-cepat mempe-
cundangi mereka. Namun sejauh ini, setiap serangan
yang dilancarkan Benggala Sewu merupakan serangan
yang mampu menyudutkan salah satu raksasa itu.
Namun, karena Tiga Raksasa Lembah Beracun sangat
padu dalam bertahan dan menyerang, maka perlawa-
nan mereka sulit untuk dihentikan.
Nampaknya, Benggala Sewu masih menyimpan
sebuah ilmu pamungkas guna meruntuhkan perlawa-
nan Tiga Raksasa Lembah Beracun. Sebuah ilmu yang
dinamakan 'Penanggalan Sakti'.
Jasad Benggala Sewu yang pada jurus-jurus
awal hanya menampakkan kepala, kini dengan ilmu
'Penanggalan Sakti' tak satu pun anggota tubuh Benggala yang nampak lenyap
seluruhnya. Pada awalnya Tiga Raksasa Lembah Beracun
begitu terkejut menyaksikan ilmu Benggala Sewu, tapi berkat pengalaman mereka,
ketiga lelaki bercawat itu tak gentar menghadapi lawannya. Kepekaan Sobula
dan dua rekannya Sangat berperan dalam menghindari
setiap serangan gelap yang dilancarkan Benggala Se-
wu. Beberapa kali serangan, Sobula, Sedaka, dan
Garajas masih mampu menghindar. Namun, pada se-
rangan-serangan berikutnya, ketika Benggala Sewu
mampu mengecoh kepekaan lawan, malapetaka pun
tak dapat dihindari lagi. Sebuah pekik kematian yang membumbung tinggi ke
langit, seketika terdengar menyayat hati. Pekik memilukan itu keluar dari mulut
orang pertama dari Tiga Raksasa Lembah Beracun.
Sobula yang berkepala plontos dan berahang begitu
kuat Jiwa Sedaka dan Garajas tentu saja merasa
terpukul atas kematian Sobula yang begitu mengeri-
kan. Betapa tidak" Pada leher lelaki berkepala gundul itu disaksikannya lima
lubang memancurkan darah
segar. Jelas Sobula telah terkena serangan gelap berupa sambaran jari-jari
tangan Benggala Sewu yang ba-
gai logam keras.
"Hi hi hi..," kekeh yang sepertinya keluar dari jarak puluhan pal jauhnya
membuat tersentak hati
Sedaka dan Garajas, yang tengah menyaksikan kema-
tian Sobula. Tubuh kedua lelaki berpakaian sehelai
cawat itu berbalik serempak ke asal suara.
Mata Sedaka dan Garajas terbelalak menyaksi-
kan sosok Benggala Sewu kembali tampil utuh. Gerigi keduanya gemeretakan menahan
kegeraman. Namun,
kengerian sedikit membias di wajah kedua raksasa.
"Hi hi hi...! Terpaksa aku membinasakan ka-
wanmu itu," ucap Benggala Sewu dingin dengan telunjuk yang menuding ke mayat
Sobula. "Karena dialah yang menghalangi maksud kalian untuk bergabung
dan menjadi pengikutku. Sekarang pimpinanmu itu te-
lah tewas! Apa kalian bersedia menjadi pengikutku?"
Sedaka dan Garajas tak menimpali ucapan
Benggala Sewu. Kedua lelaki bertubuh raksasa itu se-betulnya menaruh dendam pada
lelaki muda berpa-
kaian biru di hadapannya. Namun, untuk memba-
laskan kematian Sobula, nampaknya mereka harus
berpikir dulu. Nyali keduanya merasakan kegentaran
yang begitu hebat.
"Hi hi hi...! Aku akan mengampuni kesalahan
kalian, jika kalian bersedia menjadi pengikutku," tukas Benggala Sewu lagi.
"Bagaimana" Atau kalian justru
memilih menyusul kematian si botak itu!"
Sedaka dan Garajas tak menimpali ucapan
Benggala Sewu. Kedua lelaki yang merasa dirinya be-
rada di bawah lawannya hanya menatap wajah Beng-
gala Sewu sebentar. Kemudian dua lelaki bertubuh
raksasa sudah bersimpuh di tanah dengan kedudukan
kepala yang menyentuh tanah.
"Kami bersedia menjadi pengikutmu, Benggala!"
ucap Sedaka tegas.
"Hi hi hi...!"
Lelaki muda usia berpakaian biru yang beram-
but putih keperakan dan hitam, kembali terkekeh. Hatinya begitu bangga dan
senang menyaksikan dua lela-ki bertubuh raksasa duduk bersimpuh di hadapannya.
"Bangkitlah!" perintah Benggala tiba-tiba.
Seperti kerbau dicocok hidung, Sedaka dan Ga-
rajas memenuhi perintah Benggala Sewu. Kedua lelaki raksasa bercawat ular segera
bangkit di hadapan lelaki muda tampan berpakaian serba biru.
"Kalian telah mengambil keputusan yang tepat
untuk menjadi pengikutku. Hi hi hi...! Aku senang, untuk itu kalian kuangkat
sebagai wakilku di desa ini,"
ucap Benggala Sewu. "Dan sekarang, mari kita temui kepala desa ini! Hari ini
juga dia harus mengumumkan bahwa Penguasa Danau Keramat atau si Benggala Se-wu-
lah pemegang tampuk kekuasaan desa ini," lanjut Benggala Sewu mantap sambil
mengangkat tangan kanannya.
Sedaka dan Garajas hanya menganggukkan
kepala mendengar ucapan Benggala Sewu. Dan ketika
lelaki tampan berpakaian biru itu beranjak meninggalkan tempat pertarungan,
Sedaka dan Garajas pun se-
gera mengikutinya dari belakang. Mereka kini sama-
sama menuju kediaman Ki Reksopati.
6 "Ki! Keluarlah kau, jangan bersembunyi seperti cecurut yang takut terpinjak!
Keluar cepat! Umumkan pada penduduk desa, bahwa aku, Benggala Sewu yang
berkuasa di desa ini!" menggelegar suara Benggala Se-wu sambil melangkah
memasuki pekarangan rumah Ki
Reksopati, Kepala Desa Waruwangi.
Ki Reksopati yang mendengar suara menggele-
gar Penguasa Danau Keramat segera menolehkan mu-
ka pada Gumai Gumarang dan Jaka.
"Bagaimana, Kakang. Apakah aku saja yang ke-
luar atau kita bertiga sama-sama menemuinya?" tanya Ki Reksopati.
"Aku bagaimana Jaka saja," jawab Gumai Gumarang.
"Ada baiknya kita temui bersama-sama. Aku
juga kepingin melihat buru-buru bagaimana sosok
penguasa itu," tukas Jaka tanpa diminta oleh Ki Reksopati. Kepala Desa Waruwangi
yang mendengar kepu-
tusan Jaka seperti itu, langsung mendahului melang-
kahkan kaki menuju pintu. Sedangkan Gumai Guma-
rang dan Jaka dengan langkah pasti membuntuti Ki
Reksopati. *** Benggala Sewu yang menyaksikan kehadiran
Kepala Desa Waruwangi bersama Gumai Gumarang
dan Jaka terlihat sedikit terkejut
Mata lelaki yang memiliki rambut dua warna
itu kini merayapi sekujur tubuh Gumai Gumarang, se-
perti tengah mencari sesuatu pada diri lelaki berpa-
kaian serba biru itu.
Selesai Benggala Sewu menyelidiki keberadaan
Gumai Gumarang, tatapan matanya kini mengawasi
tubuh Jaka. Cukup lama juga Benggala Sewu melaku-
kan hal itu terhadap diri Jaka. Sedangkan Jaka hanya membiarkan lelaki berambut
dua warna itu mengawasi
dirinya. Namun ketika mata elang milik Benggala Sewu menghujam lurus ke
wajahnya, Jaka tak tinggal diam.
Lelaki muda usia yang berjuluk Raja Petir
membalas tatapan mata Penguasa Danau Keramat tak
kalah tajam. Beberapa saat lamanya mata keduanya
saling tatap dengan tajam. Pancaran aneh yang meng-
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
getarkan hati dirasakan Jaka dari tatapan mata Benggala Sewu. Namun dengan
kekuatan batinnya Jaka
mampu meredam kekuatan aneh yang menyorot dari
bola mata Benggala Sewu alias Penguasa Danau Kera-
mat Benggala Sewu kini merasa kewalahan meng-
hadapi tatapan tajam Jaka. Tatapan mata Raja Petir
seolah dialiri kekuatan yang mampu menembus pen-
garuh ilmunya. Benggala Sewu segera mengalihkan ta-
tapannya pada Ki Reksopati.
"Siapa dua lelaki itu, Ki"!" tajam suara yang keluar dari mulut Benggala Sewu.
"Ah, maaf!" jawab Ki Reksopati. "Aku belum sempat memperkenalkan mereka padamu,
Benggala. Namun biarlah mereka yang menyebutkan nama mas-
ing-masing."
"Hmmm...!"
Benggala Sewu menggumam perlahan dan ta-
tapan matanya kembali dialihkan ke wajah Gumai
Gumarang. "Aku sahabat lama Ki Reksopati, Kisanak," sahut Gumai Gumarang seperti mengerti
keinginan Benggala Sewu. "Panggil aku Gumai Gumarang kalau
kau bersedia!" lanjut Gumai Gumarang.
"Hmmm...!"
Benggala Sewu alias Penguasa Danau Keramat
kembali menggumam mendengar ucapan Gumai Gu-
marang. "Sedangkan aku bernama Jaka, lengkapnya
Jaka Sembada," sahut Jaka meningkahi gumaman
Benggala Sewu. "Dan dia terhitung paman denganku,"
sambung Jaka sambil menunjuk Gumai Gumarang.
"Lalu apa maumu berada di desa ini?" dingin pertanyaan yang keluar di mulut
Benggala Sewu. "Kedudukanku di desa ini sebagai tamu yang
tidak mempunyai keinginan apa-apa, kecuali mengun-
jungi sahabat pamanku. Namun, karena tuan rumah
menginginkanku untuk dapat membantu menangani
persoalan yang tengah dihadapinya, kedudukanku di
sini menjadi lain keberadaannya. Keberadaanku di de-sa ini sama saja sebagai
tuan rumah yang hendak
mengusir pendatang yang mengacaukan keadaan de-
sanya," mantap suara yang keluar dari mulut Raja Petir, sambil menatap Benggala
Sewu. Untuk sesaat lamanya tak ada bantahan dari
mulut Benggala Sewu. Mata lelaki yang memiliki sinar aneh itu terlihat
memandangi senjata yang menggelantung di leher Jaka. Sebuah pedang pusaka yang
memi- liki perbawa kuat dengan gagang yang indah.
"Sayang, saat ini aku tak berselera menghada-
pimu, Jaka," ucap Benggala Sewu. "Namun, aku tak akan menutup kemungkinan untuk
itu. Kau tunggu
saja tantangan dariku lain waktu!" lanjut lelaki tampan berpakaian serba biru
yang berjuluk Penguasa Danau
Keramat Setelah berucap seperti itu Benggala Sewu me-
natap tajam wajah Ki Reksopati.
"Karena secara tak langsung kau telah men-
gundang anak muda ini," tutur Benggala seraya menunjuk diri Jaka. "Aku akan
datang lagi ke desa ini bukan untuk menjadi penguasa, tetapi akan kurata-kan
desa ini dengan tanah!" lanjutnya menggelegar.
Ki Reksopati sempat tersentak mendengar an-
caman Benggala Sewu. Wajah Kepala Desa Waruwangi
nampak berubah, tegang dan memerah.
Jaka yang mengetahui perubahan air muka Ki
Reksopati segera saja memegang tangan Kepala Desa
Waruwangi. "Jangan kau termakan gertakannya, Ki!" pelan ucapan yang keluar dari mulut Jaka,
namun bagi Ki Reksopati ucapan itu seperti setetes embun yang
mampu mendinginkan perasaannya.
"Ingat itu, Jaka! Suatu saat aku akan menan-
tangmu. Hop!"
Tubuh Penguasa Danau Keramat yang terbalut
pakaian serba biru, seketika melesat dengan cepat. Begitu cepat dan ringan
gerakan yang dilakukan Bengga-la Sewu. Hingga sekejap mata saja tubuhnya sudah
menghilang dari hadapan Ki Reksopati, Jaka, dan Gu-
mai Gumarang. Sesaat Ki Reksopati terpaku menyaksikan ke-
cepatan gerak Benggala Sewu. Namun pada saat beri-
kutnya, matanya segera tertuju pada dua sosok raksa-sa yang sejak tadi hanya
berdiri mematung di hada-
pannya. "Bagaimana dengan dua raksasa lembah bera-
cun ini, Jaka?" tanya Ki Reksopati menyerahkan per-soalannya pada Raja Petir.
Jaka tak menjawab pertanyaan Ki Reksopati.
Ditatapnya wajah dua lelaki yang hanya mengenakan
selembar cawat dari kulit ular.
"Melihat sikap kalian yang sejak tadi hanya
berdiam diri, aku dapat mengambil kesimpulan, kalian
telah ditaklukkan Benggala Sewu. Dan sikap kalian
barusan sebagai orang tundukkan yang telah menjadi
pengikutnya. Nah, sekarang orang yang akan kau ikuti telah menghilang. Apa
kalian masih akan tetap tinggal di desa ini" Meneruskan minat kalian untuk
menguasai Desa Waruwangi?" tanya Jaka pada Sedaka dan Garajas.
Dua lelaki bertubuh besar yang berpakaian ca-
wat hanya membisu mendengar pertanyaan Jaka yang
jelas mereka rasakan sebagai penghinaan. Namun, un-
tuk bertindak dan membalas hinaan itu Sedaka dan
Garajas terpaksa berpikir dua kali.
Baru saja mereka menyaksikan Benggala Sewu
yang telah mengalahkan mereka memilih untuk meng-
hindar dari hadapan lelaki muda berpakaian kuning
keemasan. Jelas Sedaka dan Garajas tahu, bahwa le-
laki bernama Jaka itu memiliki kesaktian yang lebih tinggi daripada Penguasa
Danau Keramat, yang memilih alasan tak berselera menghadapi Jaka.
"Bagaimana?" tegur Jaka mengusik kebisuan Sedaka dan Garajas. "Kalau kalian
masih berhasrat menguasai Desa Waruwangi ini. Maaf, bukan aku bersombong diri.
Kalian harus berhadapan denganku!"
lanjut Jaka sedikit menggertak.
Sedaka dan Garajas mengangkat kepalanya se-
dikit. Kilatan mata kedua raksasa itu nampak menyi-
ratkan kemarahan. Namun, kemarahan itu seperti
sengaja disembunyikan.
"Aku tak mengerti kenapa Benggala Sewu me-
ninggalkan kami yang telah berikrar menjadi pengi-
kutnya. Entah Benggala yang takut menghadapi aku
atau memang dia sedang tak berselera bertarung den-
ganmu. Kami berdua memang mengaku kalah pada
Benggala, tapi tidak pada kau, Jaka! Kami bersedia
bertarung denganmu untuk memperebutkan kedudu-
kan sebagai pimpinan di desa ini. Namun sayang tidak untuk saat ini. Lain kali
aku datang untuk menan-tangmu!" ucap Sedaka tegas sambil matanya menatap tajam
wajah Raja Petir.
"Ayo?"
Sedaka melakukan gerakan ringan berlalu dari
hadapan Raja Petir. Sederhana saja gerakan yang dilakukan lelaki berambut jarang
itu, namun cukup men-
gagumkan. Di balik keringanan gerak Sedaka, terlihat pula ilmu meringankan tubuh
dari lari cepat yang telah mencapai tingkat tinggi. Gerakan serupa juga
dilakukan Garajas dengan begitu gesit.
Dua lelaki bertubuh raksasa yang hanya men-
genakan sehelai cawat dari kulit ular terus bergerak cepat. Kemudian menghilang
dari hadapan Jaka, Ki
Reksopati, dan Gumai Gumarang.
"Sungguh aneh sikap manusia-manusia itu!"
ucap Ki Reksopati dengan tatapan mata kosong ke de-
pan. "Itu hal biasa di dunia ini, Ki. Namun kita harus tetap waspada, suatu saat
mereka pasti akan da-
tang lagi ke desa ini. Aku yakin betul akan hal itu,"
timpal Jaka atas ucapan Kepala Desa Waruwangi.
"Dugaanmu itulah yang telah mengganggu piki-
ranku sejak tadi. Untuk itu aku minta, kau dan Ka-
kang Gumai Gumarang untuk menetap di desa ini se-
mentara waktu."
"Aku tidak keberatan menetap di tempatmu un-
tuk sementara waktu. Tapi Jaka" Ah! Seorang gadis
cantik yang kini tinggal bersama Adi Terala akan merasa kesepian tanpa dirinya.
Jadi...," sahut Gumai Gumarang sambil tersenyum.
"Ah, Paman Gumai ini ada-ada saja," potong Raja Petir menimpali ucapan Gumai
Gumarang yang mengingatkan hubungannya dengan Mayang Sutera.
"Betulkah apa yang dikatakan Kakang Gumai,
Jaka?" seloroh Ki Reksopati menimpali gurauan Gumai Gumarang. "Kalau memang
betul, ingin sekali aku melihat gadismu yang pasti bukan hanya kecantikannya
yang luar biasa, tapi juga ketangguhannya dalam ilmu silat," lanjut Kepala Desa
Waruwangi. "Mayang tak akan merasa kesepian, Ki. Di sana
dirinya ditemani Seruni, putri Paman Terala," bantah Jaka terang-terangan.
"Berarti kau bersedia menetap di sini, Jaka,"
desak Ki Reksopati merasa mendapat kesempatan
emas. "Tentu saja, Ki. Aku lebih memilih turut menjaga keamanan desa ini," jawab
Jaka menenangkan hati Ki Reksopati.
"Kalau begitu, aku sebagai kepala desa dan
atas nama seluruh penduduk Desa Waruwangi men-
gucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas ban-
tuanmu, Jaka," ujar Ki Reksopati sambil menatap wajah Jaka dan menepuk-nepuk
pundaknya. Raja Petir tersenyum-senyum menyaksikan
gaya Ki Reksopati yang sedikit lucu.
"Jangan kau bikin kepalaku semakin besar, Ki!
Nanti aku tak kuat memanggulnya," balas Jaka berse-loroh pula.
Ki Reksopati dan Gumai Gumarang tertawa le-
pas mendengar seloroh Jaka. Untuk sesaat ketegangan yang sejak kemarin mencekam
terlupakan. Kepala De-sa Waruwangi diikuti Jaka dan Gumai Gumarang ber-
lalu meninggalkan pelataran rumah. Mereka segera
masuk ke rumah Ki Reksopati untuk mengatur siasat
menghadapi kemunculan tokoh mengiriskan yang ber-
juluk Penguasa Danau Keramat
*** 7 Suasana pagi masih menyelimuti Desa Waru-
wangi. Matahari bersinar hangat dari timur. Angin ber-tiup semilir membuat
dedaunan bergoyang ditingkahi nyanyian burung burung kecil berlompatan di atas
pe-pohonan, menjadikan Desa Waruwangi sebelah utara
nampak begitu indah untuk dinikmati.
Sejauh mata memandang, akan nampak di ma-
ta sebuah aliran sungai yang menimbulkan bunyi ge-
mercik. Bebatuan besar dan kecil nampak di tengah
sungai yang mengalir bening.
Beberapa orang gadis desa terlihat sedang si-
buk mencuci pakaian. Bahkan ada yang sekadar man-
di dan bercanda dengan senda gurau dan menciprat-
cipratkan air di kali yang bening dan sejuk. Suara tawa cekikikan dan makian-
makian lucu pun turut meng-hiasi suasana alam yang begitu bersahabat.
Prat! "Brengsek kau, Sumi! Jangan menciprat terus,
mataku pedih kemasukan air," gerutu seorang gadis cantik berkain lurik.
Gadis cantik lain yang bernama Suni tertawa
mendengar gerutuan temannya.
"Kau juga boleh mencipratiku dengan air, Ra-
ni," balas Sumi sambil kembali mencipratkan air ke kepala Rani.
"Brengsek kamu!"
Pret! Rani kini membalas Sumi dengan cipratan. Ke-
dua gadis yang bermain-main dengan air pun kembali
terlibat tawa dan senda gurau.
Namun, tawa kedua gadis itu tiba-tiba terhenti
ketika dalam sekelebatan mata Sumi dan Rani melihat
bayangan biru melesat cepat dan mendarat dengan
ringan pada sebuah bongkahan baru besar tak jauh
dari gadis-gadis cantik. Kedua gadis pun terkesima
menyaksikan sosok bayangan biru di depan mereka.
"Teruskan canda kalian, Gadis-gadis Manis!"
ucap sosok lelaki berpakaian biru yang telah berjong-kok di atas batu besar.
Sumi dan Rani tersentak mendengar ucapan le-
laki berambut hitam dan putih keperakan. Ucapan itu seperti keluar dan bergema
dari jarak puluhan pal
jauhnya. Dua gadis desa yang merasa tak kenal dengan
lelaki berambut aneh itu segera membetulkan kain
yang menutupi dada mereka.
"Siapa kau, jangan coba-coba ganggu kami!"
hardik Sumi setelah menaikkan kain yang menutupi
tubuhnya. "Pergi dari sini! Jangan tunggu air dan ba-tu-batu kecil ini membasahi
pakaianmu!" sambung Sumi sambil memegang batu-batu kali.
"Jangan mengusirku seperti itu, Gadis Manis!
Biarlah aku di sini menemani kalian mandi!" ucap lelaki berpakaian biru yang tak
lain Benggala Sewu si Penguasa Danau Keramat.
"Cis!" umpat Rani. "Apa pantas lelaki menemani perempuan mandi" Pergilah!
Kusiram pakaianmu kalau tak mau pergi," lanjut Rani dengan menggerakkan telapak
tangannya hingga menyentuh permukaan air.
"Lakukanlah kalau kau ingin menyiram pa-
kaianku," tukas Benggala Sewu dengan sebelah matanya yang mengerling genit.
Apa yang dikatakan dan dilakukan Benggala
Sewu tentu saja membuat Rani marah. Dengan cepat
tangannya segera menekan permukaan air dengan
kuat. Puncratan air itu meluncur cepat ke tubuh
Benggala Sewu. Tetapi...,
"Heh"!"
Rani terbelalak kaget melihat air puncratan itu
tak membasahi pakaian Benggala Sewu. Puncratan air
itu seperti menembus tubuh lelaki berpakaian biru dan terus jatuh di
belakangnya. Rani kembali menciprati Benggala Sewu, na-
mun kejadian serupa terulang lagi. Juga ketika dengan penasaran tangannya
melempari Benggala Sewu dengan batu kali sebesar kepalan tangan.
Rani terkejut bukan kepalang menyaksikan ba-
tu yang dilemparnya seperti menembus sebuah bayan-
gan. "Lelaki itu pasti bukan manusia!" bisik Sumi seraya merapatkan tubuhnya ke
tubuh Rani.
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perasaan takut seketika menyelimuti hati dua
gadis itu, begitu juga gadis-gadis lain yang turut menyaksikan kejadian itu.
Mereka terlongong bengong
keheranan. "Lelaki itu pasti hantu penunggu kali ini," bisik salah seorang gadis yang
sekonyong-konyong telah
menghentikan mencuci pakaiannya.
"Hi hi hi..,! Kenapa kalian takut padaku?" tanya Benggala Sewu.
Tiga gadis pencuci pakaian itu segera bergerak
cepat, ketiganya bermaksud meninggalkan lelaki aneh di hadapannya.
"Eee...! Kalian jangan pergi ke mana-mana! Ka-
lian harus terus mencuci dan aku menemani," tahan Benggala dengan lirikan mata
nakal. Tiga gadis yang hendak pergi itu sebentar me-
nolehkan kepala ke Benggala Sewu dengan raut wajah
cemberut sebal. Dan kemudian ketiganya kembali ber-
gerak cepat meninggalkan tempat itu.
"Eee... Sudah kukatakan kalian tidak boleh
pergi!" ucap Benggala Sewu sambil mencabut kepa-
lanya menghadang ketiga gadis.
"Aaa...!"
Jerit ketakutan seketika terdengar dari mulut
gadis-gadis cantik. Namun, jeritan itu tak berlangsung lama, ketika dengan
kejamnya tangan Benggala Sewu
bergerak cepat mencecar leher gadis-gadis yang tengah ketakutan.
Cakar Benggala Sewu yang seperti baja itu ter-
kibas menembus leher gadis-gadis desa. Sehingga, ketiga gadis pun bertumbangan
dengan bagian leher bo-
long dan mengucurkan darah segar.
Untuk sesaat lamanya ketiga gadis bernasib
naas itu menggelepar-gelepar, namun segera tak ber-
kutik Tinggal Sumi dan Rani berdiri gemetar menyaksikan kejadian mengerikan.
Kedua gadis saling be-
rangkulan ketakutan. Kedua gadis itu menduga kalau
mereka akan mengalami nasib serupa dengan ketiga
temannya yang kini telah menjadi mayat
"Hi hi hi....! Kalian sudah melihat, bagaimana aku dengan mudah membinasakan
ketiga teman kalian. Kalian seharusnya mengalami nasib yang sama,
tapi kesombongan kalian kuampuni sekarang. Aku
hanya akan merusak kecantikan wajah kalian!" ancam Benggala Sewu mantap sambil
menuding ke wajah gadis-gadis itu.
Sumi dan Rani semakin ketakutan mendengar
ucapan lelaki berpakaian biru. Rangkulan keduanya
sama-sama dipererat.
"Terimalah hukuman dariku!" teriak Benggala Sewu. Tubuh Benggala Sewu tiba-tiba
saja menghilang. Namun, cakarannya beruntun tiba-tiba pula su-
dah mengoyak kulit wajah Sumi dan Rani. Pekik kesa-
kitan pun seketika terdengar membumbung ke langit
Benggala Sewu yang menyaksikan dua gadis
desa meraung kesakitan, hanya tersenyum-senyum.
Lelaki yang berjuluk Penguasa Danau Keramat nam-
pak senang dengan apa yang telah dilakukannya.
Pekik kesakitan beruntun yang keluar dari mu-
lut Sumi dan Rani ternyata di dengar lima lelaki penduduk Desa Waruwangi yang
kebetulan lewat di seki-
tar tempat kejadian.
"Pekikan perempuan!" ucap salah seorang di antara lima lelaki yang tengah
berjalan di sekitar kali berbatu. "Pasti ada sesuatu yang terjadi di sana!"
"Betul. Kita harus ke sana cepat'" sambut lelaki berkumis tebal.
"Sabar Danang, kita tak boleh gegabah!" tahan lelaki berambut keriting. "Sunar,
kau panggil penduduk terdekat dan suruh mereka ke sini! Biar aku, Danang,
Gedang, dan Barik yang pergi ke sana," perintah lelaki berambut keriting pada
rekannya yang bernama Sunar. Sunar tentu saja segera meluluskan perintah
lelaki berambut keriting.
"Baik, Gages," jawab Sunar dan dengan cepat membalikkan tubuhnya lalu terus
berlari ke rumah
penduduk terdekat
Sementara lelaki berambut keriting yang ber-
nama Gages memimpin tiga temannya berlari ke kali,
tempat suara jeritan berasal.
"Hei! Apa yang kau lakukan di situ"!" tanya Gages keras ketika matanya melihat
sosok lelaki berpakaian serba biru yang tengah berdiri di atas sebuah batu besar
di tengah kali.
"Hi hi hi...!"
Lelaki berpakaian serba biru yang tak lain
Benggala Sewu tertawa ketika mendengar suara Gages
dari kejauhan. "Aku hanya memandangi dua tubuh perem-
puan itu," jawab Benggala dengan jari telunjuk yang terarah ke tubuh Sumi dan
Rani yang tergeletak ping-san
Mata Gages dan ketiga temannya seketika men-
gikuti arah yang ditunjuk lelaki berambut hitam dan putih. "Kurang ajar!" bentak
Gages ketika menyaksikan keadaan dua orang gadis yang tergeletak di antara
bebatuan dengan bagian muka yang terluka bekas cakaran. "Kau pasti yang
melakukan itu!" tuduh Gages dengan jari tangan menuding wajah Benggala Sewu.
Sementara tiga gadis yang lainnya nampak ter-
geletak sekitar empat batang tombak dari dua gadis
yang lain. Lelaki yang berjuluk Penguasa Danau Keramat
hanya tersenyum mendengar tuduhan Gages yang
memang betul. Lalu kepalanya nampak terangguk-
angguk. Rambutnya yang panjang pun bergerak-gerak.
"Aku memang yang melakukan itu, Kisanak,"
jawab Benggala Sewu tenang.
"Gila! Kau harus bertanggung jawab dan ikut
kami menghadap kepala desa!" bentak Sunang.
"Kenapa harus menghadap kepala desa?" tanya Benggala Sewu berlagak bodoh. "Aku
kan tidak salah.
Dua gadis itu telah menghina diriku, wajar kalau mereka kuberi hukuman yang
setimpal."
"Gages, kurasa lelaki itu kurang waras. Sebaiknya kita ringkus dia dan kita bawa
ke hadapan Kakang Lodaya Waru dan Ki Reksopati," usul Gedang sambil menepuk bahu
Gages. "Aku setuju," sambut Batik "Lelaki itu harus ki-ta bawa meski secara paksa."
"Aku tidak mau! Aku akan melawan!" tiba-tiba Benggala Sewu berucap dengan
berlagak bodoh.
Empat lelaki penduduk Desa Waruwangi den-
gan langkah mantap menghampiri Benggala Sewu yang
memandang mereka hanya dengan sebelah mata. Dan
ketika tiga langkah lagi lelaki itu dapat menjamah tubuhnya, Benggala Sewu
seketika berkelebat cepat
Gerakannya yang tak tertangkap mata sempat
membuat empat penduduk Desa Waruwangi terkejut
ketika menyaksikan lelaki yang hendak mereka ring-
kus menghilang.
Dan tahu-tahu...,
Plak! Plak! Bug! Bug!
Empat lelaki penduduk Desa Waruwangi seke-
tika terhuyung terkena serangan gelap yang dilakukan Benggala Sewu. Gages dan
Sunang terhuyung sambil
memegangi perut yang terkena tendangan keras Beng-
gala Sewu. Sedangkan Gedang dan Batik terhuyung
dengan kedua tangan yang memegangi kepala yang se-
perti berputar setelah mendapatkan tempelengan ke-
ras. "Hi hi hi...! Bawalah aku menghadapi Reksopati kalau kalian mampu!" ejek
Benggala Sewu dengan ta-wa terkekeh yang sudah menjadi kebiasaannya.
Gages dan Sunang yang masih mampu mengu-
asai diri terkejut mendengar ucapan lelaki berpakaian biru yang mengetahui nama
Kepala Desa Waruwangi.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya Gages.
"Tak perlu kau tahu siapa aku! Yang harus kau
ketahui saat kematianmu yang akan datang sekarang!"
jawab Benggala Sewu lantang.
Gages dan Sunang merasakan ucapan yang ke-
luar itu bukan main-main. Rasa ketakutan pun sema-
kin menguasai hati mereka. Terlebih ketika kaki Benggala Sewu melangkah
menghampiri mereka.
"Ayo kita lari, Sunang!" perintah Gages dengan angkat kaki lebih dulu.
Ajakan Gages itu tentu saja diikuti Sunang dan
dua rekannya yang lain. Namun, baru satu tombak
empat lelaki penduduk Desa Waruwangi berlari, tubuh Benggala Sewu sudah berdiri
menghadang di depan
mereka. "Mau pergi ke mana kalian, heh" Kalian harus
mati!" ucap Benggala Sewu.
Gages yang merasa dirinya tak ingin mati ko-
nyol segera melancarkan serangan sebisanya. Perbua-
tan Gages ternyata diikuti Sunang. Dua lelaki itu kini melancarkan serangan ke
tubuh Benggala Sewu si
Penguasa Danau Keramat.
Apalah arti serangan dua penduduk Desa Wa-
ruwangi yang tak kenal ilmu silat dengan baik. Hanya dengan sekali layangan
tangan saja, maka sudah dapat dipastikan kalau penduduk desa itu akan terpental
jauh. "Aaa...!"
Pekik kematian pun seketika terdengar ketika
tangan Benggala Sewu berkelebat ke bagian leher Gag-es dan Sunang telah mengoyak
leher keduanya hingga
bolong dan mengucurkan darah segar.
"Hi hi hi...!"
Benggala Sewu kembali terkekeh menyaksikan
tubuh dua orang penduduk Desa Waruwangi mengge-
lepar kemudian tak berkutik lagi.
Setelah kekehannya lenyap terbawa angin, ta-
tapan mata tajam Benggala Sewu kit. Tertuju ke Ge-
dang dan Bank yang berdiri dengan lutut gemetar.
"Kalian juga harus mendapatkan jatah yang
sama," ancam Benggala Sewu semakin membuat lutut kedua penduduk desa itu
bergetar hebat Namun, sebelum lutut Gedang dan Bank ter-
sungkur ke tanah, Benggala Sewu telah lebih dulu
menghajar tubuh mereka.
Crok! Crok! "Aaa...!"
Lengkingan keras bersahutan seketika terden-
gar. Tak lama kemudian dua tubuh penduduk Desa
Waruwangi bergelimpangan. Bagian ubun-ubun mere-
ka bolong terhantam jari-jari tangan Benggala Sewu
yang telah berubah seperti lempengan baja.
Seiring dengan lengkingan Gedang dan Barik,
puluhan penduduk yang bersenjatakan alat-alat per-
tanian dan juga golok muncul bersama dengan Ga-
nang. "Iblis!" maki Ganang yang menyaksikan empat temannya telah menjadi mayat.
Wajah Ganang semakin bertambah merah ketika menyaksikan tiga mayat
perempuan yang hanya mengenakan kain.
"Dia pasti pembunuhnya!" teriak Ganang menuding tubuh Benggala Sewu yang
berpakaian serba
biru. "Aku memang yang membunuh mereka," jawab Benggala Sewu dengan menunjuk
mayat tiga perempuan dan empat lelaki teman Ganang. "Aku memang ingin membunuh
seluruh penduduk desa ini, termasuk si tua bangka Reksopati!" lanjut Benggala
Sewu. "Majulah kalian!"
Para penduduk Desa Waruwangi yang telah di-
kuasai kemarahan tak lagi peduli dengan siapa mereka berhadapan. Mereka semua
maju secara serentak dengan senjata seadanya di tangan.
Teriakan-teriakan kemarahan terdengar dari
mulut-mulut penduduk yang berbondong-bondong
menyerbu Benggala Sewu. Para penduduk yang seba-
gian besar petani, tidak menguasai ilmu silat
Benggala Sewu lelaki yang berjuluk Penguasa
Danau Keramat hanya menanggapi serbuan penduduk
dengan senyum terkulum. Namun, ketika para pendu-
duk mendekat, Benggala Sewu segera bergerak cepat
mengibaskan tangannya ke sana kemari.
Plak! Plak! Crok! "Aaa...!"
Dua orang penduduk yang bersenjata cangkul
seketika terjungkal ketika bagian kepalanya terhajar sambaran tangan Benggala
Sewu. Pada bagian ubun-ubun dan pelipis mengeluarkan darah segar.
Penduduk Desa Waruwangi yang telanjur maju
harus pula mengalami nasib yang sama. Tendangan
kaki Benggala Sewu yang dialiri tenaga dalam tinggi mendarat telak di bagian
perut, dada, dan kepala.
"Aaakh...!"
"Huuuk...!"
Para penduduk desa yang tak mengerti ilmu si-
lat itu berpentalan jauh bagai ditiup angin puting be-liung. Pekik kematian pun
terdengar saling bersahutan.
"Hi hi hi...!"
Benggala Sewu terkekeh melihat penduduk
yang berjumlah sepuluh orang terbantai hanya dengan beberapa gebrakan. Kini di
hadapannya tinggal satu
orang penduduk yang masih hidup. Lelaki itu berdiri dengan lutut gemetar
ketakutan. "Jangan bunuh aku, Anak Muda, jangan bunuh
aku!" ratap lelaki berusia sekitar empat puluh tahun dengan telapak tangannya
rapat diletakkan di depan
dada. Kepalanya tertunduk di hadapan Benggala Se-
wu. "Aku tidak akan membunuhmu, Tua Bangka!"
hardik Benggala Sewu sambil melangkah menghampiri
salah satu mayat yang tergeletak.
Bret! Dengan gerakan cepat dan kasar Benggala Se-
wu menyobek pakaian lelaki yang telah menjadi mayat.
Sobekan pakaian itu kemudian digeletakkan di tanah.
Cleb! Seorang penduduk Desa Waruwangi yang ma-
sih hidup terbelalak kaget ketika dengan bengisnya Benggala Sewu membenamkan
jari telunjuknya di leher lelaki yang telah menjadi mayat Penduduk itu pun
menyaksikan bagaimana Benggala menuliskan beberapa kalimat dengan telunjuknya
yang berlumuran da-
rah. "Beruntung kau masih kuberi hidup!" sentak Benggala Sewu pongah. "Sekarang
berikan sobekan kain ini pada Reksopati. Cepat!"
Tanpa membuang-buang waktu. Lelaki itu se-
gera pergi dengan berlari sekencang-kencangnya. Tan-pa mempedulikan nafasnya
yang memburu keras.
"Hi hi hi....'"
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Benggala Sewu si Penguasa Danau Keramat
kembali terkekeh menyaksikan seorang penduduk
yang berlari seperti dikejar hantu.
*** 8 Ki Reksopati murka bukan kepalang ketika
membaca surat pada secarik kain yang dibawa seorang warganya. Terlebih ketika
mendengar penuturan lelaki pembawa surat itu. Wajahnya merah padam dan matanya
berkaca-kaca. "Belasan penduduk telah menjadi mayat di Kali
Baru sana, Ki," ucap lelaki pembawa surat si Penguasa
Danau Keramat. "Biadab!" maki Ki Reksopati geram.
Surat yang ditulis dengan darah pada sesobek
kain segera diberikan pada Raja Petir.
"Bacalah!" ucap Ki Reksopati agak keras.
Jaka segera membaca tulisan darah itu.
Reksopati! Kutunggu kau bersama dua orang
tamumu di Kali Batu.
Penguasa Danau Keramat.
"Kita harus segera menemuinya, Ki!" usul Jaka setelah selesai membaca surat
bertulis darah merah
itu. Ki Reksopati sependapat dengan Jaka, dan
tanpa menunggu persetujuan dari Gumai Gumarang,
Kepala Desa Waruwangi itu segera melesat dengan il-
mu meringankan tubuh yang dimilikinya.
Surat yang ditulis dengan darah pada sesobek
kain segera diberikan pada Raja Petir. Dan, Raja Petir pun segera membaca
tulisan berdarah itu.
Reksopati! Kutunggu kau bersama dua orang
tamumu di Kali Batu.
Penguasa Danau Keramat.
Gumai Gumarang memandang Jaka ketika me-
nyaksikan apa yang dilakukan Ki Reksopati. "Adi Reksopati memang seorang kepala
desa yang bertanggung
jawab," ucap Gumai Gumarang. "Ayo kita susul!" lanjutnya kemudian.
Dengan mempergunakan ilmu lari cepat yang
dimiliki, Gumai Gumarang dan Jaka melesat cepat
menyusul Ki Reksopati yang telah berlari lebih dulu.
Hanya beberapa lejitan, Gumai Gumarang dan Jaka
yang telah menguasai ilmu meringankan tubuh di atas Ki Reksopati segera dapat
menyusul Kepala Desa Waruwangi.
"Masih jauh Kali Baru itu, Ki?" tanya Jaka.
"Tinggal dua pal lagi," sahut Ki Reksopati sedikit tersengal.
Mendengar ucapan Kepala Desa Waruwangi,
Raja Petir segera mempercepat larinya. Dan ketika dirinya sudah berada di tempat
kejadian, sedikit keterkejutan melanda hatinya. Disaksikannya dua Raksasa
Lembah Beracun telah berdiri di samping kanan Pen-
guasa Danau Keramat
"Heh"! Raksasa itu betul-betul telah menjadi
pengikut Benggala Sewu!" ucap Ki Reksopati ketika tubuhnya berdiri di samping
kiri Raja Petir.
"Kalian sanggup menghadapi dua raksasa itu,
Ki, Paman?" tanya Raja Petir, tidak bermaksud meremehkan kepandaian yang
dimiliki Ki Reksopati dan
Gumai Gumarang.
"Kalau pun nyawaku yang menjadi taruhan,
aku akan tetap menghadapinya, Jaka," jawab Ki Reksopati mantap.
Sementara Gumai Gumarang tak berkata sepa-
tah pun mendengar pertanyaan itu. Dirinya memang
sudah siap menghadapi salah satu dari dua Raksasa
Lembah Beracun.
"Kalau begitu berhati-hatilah, dua raksasa itu bukan orang sembarangan! Biar aku
menghadapi Benggala Sewu," sahut Jaka.
Bersamaan dengan selesainya ucapan Jaka,
tawa terkekeh terdengar dari mulut si Penguasa Danau Keramat Suara itu bergema
sampai jauh. "Kalian lenyapkan dua lelaki tua itu, cepat!" perintah Benggala Sewu pada Sedaka
dan Garajas yang
telah menjadi anak buahnya.
Dua lelaki bertubuh besar yang berada dalam
pengaruh kekuasaan lelaki muda berpakaian biru se-
gera merangsek maju ke tubuh Ki Reksopati dan Gu-
mai Gumarang. Dua lelaki bercawat itu langsung me-
mainkan senjata andalan mereka, berupa sepasang
gada bergerigi yang ditautkan dengan rantai baja.
Wuuuk! Wuuuk! Ki Reksopati dan Gumai Gumarang yang me-
nyaksikan lawannya telah menggunakan senjata, seke-
tika mencabut senjata masing-masing yang berupa se-
pasang arit dan sebilah pedang biru.
Pertarungan sengit pun tak dapat dihindari. Te-
riakan-teriakan geram dan denting senjata yang disertai percik bunga api segera
menyemarakkan arena pertarungan maut.
Sementara dua lelaki muda usia yang berjuluk
Raja Petir dan Penguasa Danau Keramat nampak sal-
ing berhadapan. Sepasang mata lelaki berpakaian kun-
ing keemasan dan biru itu terlihat memandang dengan tajam ke wajah lawan.
Nampaknya mereka tengah
mengukur kekuatan masing-masing.
"Kuakui kalau dirimu memiliki pengaruh yang
kuat terhadap ilmu-ilmu yang kumiliki. Begitu juga
dengan sebilah pedang yang menggelantung di leher-
mu itu. Pedang pusaka itu memiliki perbawa yang be-
gitu mengagumkan. Namun sayang, semuanya itu
akan berakhir sekarang dan pedang pusaka itu seben-
tar lagi akan pindah ke tanganku," ucap Benggala Se-wu setelah puas merayapi
sekujur tubuh Raja Petir.
"Untuk itu kuperkenankan kau menyebutkan julu-
kanmu sebelum nyawamu melayang," lanjut Benggala Sewu sombong.
"Kupikir apa yang kau katakan akan terjadi se-
baliknya, Benggala," kilah Jaka tenang. "Aku sudah dapat mengukur kemampuanmu
melalui sorot mata-mu yang lemah. Namun, aku akan menuruti permin-
taanmu untuk mengetahui julukanku agar kau tak ka-
lah secara penasaran," sambung Jaka.
"Hmmm...," Benggala Sewu bergumam. "Bisa sombong juga kau, Jaka!"
"Raja Petir pantang bersombong diri, Benggala!"
bantah Jaka. "Hei"! Jadi kaulah yang berjuluk Raja Petir?"
terbelalak bola mata Benggala Sewu mendengar sebu-
tan Raja Petir. "Julukanmu sudah cukup lama mampir di telingaku, tapi sosokmu
baru kulihat sekarang," lanjut Benggala Sewu.
"Kau akan lari terbirit-birit setelah mengetahui julukanku?" ledek Jaka.
"Hi hi hi...!" Benggala Sewu terkekeh. "Justru sebaliknya, Raja Petir. Aku
senang bukan kepalang karena hari ini, kupastikan dapat mengubur jasad seo-
rang tokoh muda yang kesohor di kalangan rimba per-
silatan," bantah Penguasa Danau Keramat mene-
ruskan. "Kurasa keinginanmu itu hanya impian kosong, Benggala," ucap Jaka
meladeni bantahan Benggala Sewu. "Kita buktikan sekarang, Raja Petir!" ucap
Benggala Sewu menantang.
"Silakan kau membuka serangan lebih dulu,
aku ingin tahu sejauh mana kemampuan yang kau mi-
liki!" balas Jaka meremehkan lawannya.
"Kurang ajar!" maki Benggala Sewu termakan ucapan Jaka.
Lelaki berpakaian biru dengan rambut panjang
berwarna hitam dan putih keperakan segera melejit
menerjang tubuh Raja Petir. Jari-jari tangannya yang seperti lempengan baja
keras membentuk cakar membabat bagian leher.
"Hiaaa...!"
Wuuuttt! Begitu cepatnya sambaran tangan Benggala
Sewu, tapi gerakan Jaka yang langsung menggunakan
jurus 'Lejitan Lidah Petir' tak kalah cepat. Sebelum serangan si Penguasa Danau
Keramat mencapai sasaran,
tubuh Raja Petir telah lenyap dari tempatnya.
Benggala Sewu sempat terkejut menyaksikan
kecepatan gerak Jaka. Dengan rasa penasaran lelaki
berambut hitam dan putih keperakan itu mengejar tu-
buh Raja Petir dengan lesatan tubuh yang dua kali li-pat kecepatannya.
"Heh"!"
Hampir saja lambung Raja Petir koyak tersam-
bar jari-jari tangan Benggala Sewu yang tiba-tiba menyambar cepat. Untung saja
dengan cepat Raja Petir
segera mendoyongkan tubuh ketika merasakan angin
serangan yang datang begitu cepat
Ketika itu pula dengan begitu cepat, Raja Petir
mencoba memberikan serangan balasan dengan men-
gerahkan jurus 'Petir Menyambar Elang'. Tubuh Jaka
dengan kedudukan miring tiba-tiba melenting begitu
cepat ke udara. Dan seketika, tubuhnya yang berada
di udara itu meluncur dengan sepasang tangan berge-
rak cepat terarah ke bagian kepala dan dada Benggala Sewu. Lelaki berpakaian
biru yang berjuluk Penguasa Danau Keramat terkejut mendapatkan serangan balasan
yang begitu cepat.
Untuk menghindari serangan dahsyat itu,
Benggala Sewu segera mengeluarkan ilmu 'Pemisah
Raga' Seketika itu juga kepala Benggala Sewu terlepas dari tubuhnya, dan melesat
cepat menghindari terjangan tangan kanan Raja Petir. Namun, tubuhnya yang
tak sempat bergeming dari tempatnya terpaksa harus
menerima hantaman tangan kiri Raja Petir.
Slebbbs! Serangan Raja Petir mendarat di dada Benggala
Sewu. Heh"!
Jaka terkejut bukan kepalang ketika serangan-
nya yang tepat mengenai dada Benggala Sewu seperti membentur segumpalan kapas.
Keterkejutan Raja Petir semakin bertambah ke-
tika dengan tiba-tiba tubuh Benggala Sewu bergerak
mengejar kepalanya yang melayang-layang di udara.
Secepat tubuh itu kembali menyatu dengan kepalanya, seperti itu pula cepatnya
serangan balasan yang kembali diarahkan ke leher Raja Petir.
Wreeet! "Uts!"
Jaka melempar tubuhnya ke samping kanan
dan bergulingan di atas batu-batu kecil di tepian Kali
Batu. Dengan bertumpu pada punggung tangannya
Jaka kembali melakukan lentingan ke udara. Pada
saat yang bersamaan serangan Benggala Sewu kembali
datang dengan pengerahan tenaga dalam penuh.
"Hiaaat..!"
Jaka dengan kedudukan tubuh yang berada di
udara tak dapat berbuat banyak kecuali menangkis serangan Benggala Sewu. Maka
ketika serangan yang
mengarah ke lehernya mendekat Raja Petir segera
menghentakkan tangannya melakukan gerakan me-
nangkis. Plak! Plak! "Ikh!"
Tubuh dua lelaki berpakaian kuning keemasan
dan biru yang tengah mengambang di udara terpental
balik ke belakang ketika terjadi benturan keras.
Begitu kuat daya dorong akibat benturan yang
disertai dengan pengerahan tenaga dalam tinggi. Baik Jaka maupun Benggala Sewu
dapat mementahkan
daya dorong dengan melakukan perputaran tubuh be-
berapa kali di udara. Kemudian mendarat dengan ma-
nis di atas baru kali yang cukup besar.
"Tak percuma kau mendapatkan julukan Raja
Petir, Jaka!" ucap Benggala ketika tubuhnya telah ber-pijak mantap di baru
besar. "Namun aku tak yakin apakah kau mampu bertahan dengan racun ganas
yang kini bersemayam di tubuhmu," lanjut Benggala Sewu. "Racun ganas macam apa
yang kau miliki, Benggala. Sedikit pun aku tak merasa racun milikmu,"
bantah Jaka. Memang Raja Petir tiba-tiba merasa kan hawa
aneh, ketika melakukan tangkisan atas serangan
Benggala Sewu yang terarah ke leher. Hawa aneh itu sempat membuat tubuhnya
terasa demam untuk se-
saat, tapi pada saat berikutnya, Raja Petir merasa-kan tubuhnya kembali sehat
seperti sedia kala.
Ternyata tubuh Raja Petir mampu bertahan da-
ri racun dari Benggala Sewu. Lelaki berpakaian biru yang berjuluk Penguasa Danau
Keramat nampak terkejut mengetahui daya tahan tubuh Raja Petir yang
tak terpengaruh racun ganas yang dialirkan lewat jurus 'Racun Biru Danau
Keramat'. "Aaa...!"
Sebuah lengkingan keras yang menyayat tiba-
tiba terdengar. Lengkingan keras yang keluar dari mulut Ki Reksopati sempat
membuat Raja Petir berpaling ke belakang dan menyaksikan tubuh kepala desa yang
melayang deras.
Jaka sesungguhnya ingin menolong Ki Rekso-
pati yang berada dalam keadaan berbahaya. Namun,
keinginan Raja Petir tak terlaksana karena Benggala Sewu yang dapat membaca
hasrat hati Raja Petir telah kembali melakukan serangan gencar yang mematikan.
Dengan sangat menyesal Raja Petir membiar-
kan tubuh Kepala Desa Waruwangi terus melayang
dan jatuh berdebum.
Brukh! Hugkh! Ki Reksopati merasakan tulang belakangnya
seperti patah. Tendangan dahsyat Garajas ternyata tak mampu ditahannya. Kepala
desa itu menggeliat sambil mengerang merasakan sakit yang luar biasa.
Pada saat itulah, Garajas yang menjadi lawan
Ki Reksopati kembali mencelat melakukan serangan
susulan. Tubuh raksasa berambut gondrong yang
hanya mengenakan selembar cawat melayang dengan
senjatanya berupa sepasang gada bergerigi berputar-
putar cepat di atas kepala. Garajas memang sudah
bertekad menghancurkan tubuh Kepala Desa Waru-
wangi Akan tetapi, pada saat-saat yang mengancam
keselamatan jiwa Ki Reksopati, tiba-tiba dua buah
benda kuning seketika meluncur dengan cepat meng-
hadang Garajas yang hendak menghancurkan tubuh
Ki Reksopati. Sing! Sing! Suara luncuran benda yang cukup cepat itu
menimbulkan desingan keras, membuat Garajas ter-
sentak kaget. Lelaki bertubuh raksasa yang hanya
mengenakan cawat kulit ular mengetahui adanya ba-
haya mengancam jiwanya. Dengan gerakan cepat Ga-
rajas menggagalkan serangannya. Dengan cepat pula
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melempar tubuhnya ke kanan menghindari terjangan
dua benda kuning yang meluruk ke batok kepala dan
ulu hatinya. Garajas segera bangkit setelah tubuhnya bergu-
lingan di atas batu-batu kerikil pinggiran kali. Mata lelaki bertubuh raksasa
kini tertuju ke dua gadis cantik yang telah berdiri di samping kiri kanan Kepala
Desa Waruwangi.
"Gadis-gadis Setan!" maki Garajas dengan geram. "Kalian harus menerima hukuman!
Begitu lancang mencampuri urusanku!"
"Hukuman apa yang akan kau berikan padaku,
Lelaki Bejat"!" tanya gadis cantik berpakaian warna jingga agak ketus.
"Hukuman mati!" jawab Garajas mangkel. Gadis cantik berpakaian jingga yang tak
lain adalah Mayang Sutera nampak tersenyum mendengar ucapan
Garajas. "Seharusnya kau yang dihukum mampus atas
perbuatanmu yang kejam itu, Raksasa Jelek!" ledek Mayang Sutera.
"Kurang ajar!" maki Garajas mendengar dirinya
dicaci sebagai raksasa jelek. "Kau memang harus betul-betul dibikin mampus!"
Dengan kemarahan yang meletup-letup, Gara-
jas mencelat menerjang Mayang Sutera. Pekik kemara-
han menyertai serangan Garajas yang disertai dengan pengerahan tenaga dalam
tinggi. "Hiaaat..!"
*** 9 Mayang Sutera, gadis cantik bergelar Dewi
Payung Emas tak membiarkan serangan yang dilaku-
kan Garajas. Sedikit pun Mayang Sutera tak ingin tubuh raksasa bercawat itu
menjamahnya. Dengan gera-
kan cepat yang disertai pengerahan tenaga dalam,
Mayang Sutera kembali melepas gelang-gelang emas di tangannya.
Siiing! Siiing! Dua benda bundar kembali meluruk deras ke
tubuh Garajas yang tengah melayang di udara. Lelaki bertubuh Raksasa itu
sebisanya menggerakkan sepasang gadanya untuk menangkis serangan gelang-
gelang emas Mayang Sutera. Tetapi....
"Heh"!"
Garajas terbelalak kaget ketika menyaksikan
sepasang benda yang meluncur itu seperti memiliki
mata. Dua benda bundar itu mampu menghindar keti-
ka gada bergerigi bergerak menangkis.
"Uts!"
Dengan sangat terpaksa Garajas kembali me-
lempar tubuhnya ke kanan dan bergulingan di tanah
berbatu-batu kerikil.
Sebenarnya pada saat Garajas bergulingan,
Mayang Sutera bisa saja berkelebat cepat untuk mem-
berikan serangan susulan. Namun tak dilakukan ka-
rena gadis berpakaian jingga itu menginginkan pertarungan berlangsung jujur,
tanpa ada gerakan membo-
kong dari belakang.
Lain halnya dengan Garajas yang ingin meme-
nangkan pertarungan ini dengan berbagai cara. Ketika tubuh raksasanya kembali
bangkit, Garajas langsung
mengerahkan jurus-jurus beracunnya yang bernama
'Badai Lembah Beracun'.
Tapi sayang, gerakan yang hendak dilakukan
Garajas terhambat kembali oleh luncuran gelang-
gelang emas Mayang Sutera. Dan, Mayang Sutera yang
melesat tak ingin memberikan ruang gerak pada Gara-
jas, dengan cepat melesat dengan senjatanya berupa
payung kuning yang terkembang.
Dua buah serangan beruntun dilancarkan ga-
dis cantik yang berjuluk Dewi Payung Emas. Serangan itu membuktikan kepada
Garajas, bahwa kecepatan
gerak Mayang Sutera ternyata lebih cepat dibanding
dengan gerakannya. Dengan serangan beruntun itu
Garajas semakin kehilangan kesempatan untuk mela-
kukan serangan balasan.
Dewi Payung Emas dengan senjata berupa
payung yang terkembang terus melakukan serangan
gencar ke bagian tubuh Garajas yang mematikan.
Garajas sendiri, dengan gerakan-gerakan tanpa
rencana berusaha menghindari ujung-ujung payung
Mayang Sutera yang runcing seperti mata tombak.
Wruuut! Wruuut! "Ops!"
Garajas merendahkan tubuhnya ketika payung
Mayang Sutera melesat ke pelipisnya. Akan tetapi,
Mayang Sutera yang memiliki kecerdikan luar biasa
sengaja menciptakan gerak tipu yang membahayakan
pertahanan lawan.
Ketika tubuh Garajas merendah, sebuah ten-
dangan lurus terarah cepat ke dahi raksasa berambut gondrong dilancarkan Mayang
Sutera. "Hiaaat..!"
Dengan teriakan nyaring gadis berpakaian jing-
ga melepas tendangan.
Plark! "Akh!"
Tubuh Raksasa Garajas terhuyung beberapa
langkah ke belakang. Dan pekikan keras dari mulut
Garajas ketika terkena tendangan Mayang Sutera
membuat Sedaka terkejut seperti tersengat kalajengking.
Sedaka tak menyangka kalau Garajas tak
mampu menahan desakan gadis cantik yang hanya
menggunakan sebuah payung sebagai senjatanya.
Keterkejutan serupa juga dialami Benggala Se-
wu. Lelaki yang berjuluk Penguasa Danau Keramat itu memang sejak awal telah tahu
kehadiran gadis cantik yang ikut terjun ke kancah pertempuran. Namun,
sesungguhnya hati Benggala Sewu tak yakin kalau ter-
nyata gadis cantik itu mampu mendesak kedudukan
Garajas. Bahkan gadis itu mampu mengancam nyawa
lelaki bertubuh raksasa yang memiliki kemampuan
handal. Berbeda dengan Sedaka dan Benggala Sewu.
Segurat kecerahan terlihat di wajah Jaka yang me-
nyaksikan Mayang Sutera berhasil menyelamatkan
Kepala Desa Waruwangi. Bahkan kekasihnya kini
mampu mendesak kedudukan lelaki bercawat kulit
ular itu. Di sisi lain, pertarungan antara Gumai Guma-
rang yang dibantu Seruni pun nyaris menemui hal
yang sama. Sedikit keunggulan nampak dimiliki Gumai Gumarang dan Seruni,
terbukti dengan gerakan
menghindar yang terus dilakukan Sedaka tanpa mem-
berikan serangan balasan sedikit pun.
"Kau jangan bangga dulu, Raja Petir!" sentak Benggala Sewu ketika menyadari
keadaan kedua anak
buahnya yang mengkhawatirkan.
"Setelah kulenyapkan dirimu, gadis-gadis itu
pun akan kubinasakan!" lanjut Benggala Sewu geram.
"Sejak pertama kita bertarung kau selalu berka-ta begitu, Benggala. Tapi mana
kenyataannya?" ledek Jaka dengan pertanyaan yang membuat telinga Benggala Sewu
panas. Lelaki berambut hitam dan putih keperakan itu
nampak geram dengan ucapan Raja Petir. Dari mulut-
nya seketika terdengar gerengan kemurkaan.
"Grrrkh...! Aku tak akan memberimu kesempa-
tan lagi untuk hidup, Raja Petir!" ucap Benggala Sewu.
Lelaki muda usia berpakaian biru melangkah
mundur satu tindak. Tangan kanannya seketika berge-
rak perlahan ke atas kepala. Lalu dengan sekali sentak saja kepala Benggala Sewu
telah tercabut dari badannya. Krek!
Tangan Benggala Sewu kini menenteng kepa-
lanya sendiri, lalu dengan kuat menghentakkan kepala itu hingga terlempar deras
menuju Jaka. Kepala dengan bola mata yang menyorot keme-
rahan itu meluncur deras. Dari jarak sekitar satu batang tombak mata kepala itu
melepaskan selarik sinar kemerahan menuju ke kepala Raja Petir.
Mendapatkan serangan berbahaya itu Raja Pe-
tir melenting ke udara. Dan ketika mendarat, Jaka
kembali menghentakkan kaki dan melesat cepat. Tu-
buhnya pun kini mencelat semakin menjauhi kepala
Benggala Sewu. Raja Petir sengaja melakukan hal itu untuk
mengambil jarak yang cukup, agar pertarungan meng-
hadapi Benggala Sewu tak menimbulkan akibat buruk
bagi diri Mayang Sutera, Seruni, Paman Gumai Guma-
rang, dan Ki Reksopati. Karena Raja Petir mengetahui bahwa Ki Reksopati
menderita luka dalam.
Sementara itu Lodaya Waru telah muncul ber-
sama beberapa penduduk yang memegang beraneka
jenis senjata tajam.
Rupanya pancingan Raja Petir untuk menjauh-
kan tempat pertarungan tak disadari Benggala Sewu.
Lelaki yang berjuluk Penguasa Danau Keramat terus
mengejar tubuh pemuda berpakaian kuning keemasan.
"Sekarang kita bebas mengeluarkan jurus-jurus
sakti yang kita miliki, Benggala!" tukas Jaka penuh tantangan.
"Keluarkan apa yang kau punya, Raja Petir!
Aku akan menandingi!" sambut Benggala Sewu yang berwujud kepala tanpa badan
mengambang di udara.
Raja Petir nampaknya sudah dapat mengukur
kesaktian Benggala Sewu yang cukup tinggi, sehingga tak ingin membuang-buang
waktu percuma. Seketika
itu juga Raja Petir meloloskan sabuk hijau yang me-
lingkar di pinggang. Seberkas sinar menyilaukan seketika berpendar-pendar dari
sabuk yang telah berada di genggaman tangannya.
"Terimalah seranganku, Benggala!" teriak Jaka lantang.
Pergelangan tangannya pun seketika bergerak
cepat, menghentak sabuk hijau yang dicekalnya.
"Hih!"
Ctar! Selarik sinar keperakan mencelat dari ujung
sabuk yang berkelebat menimbulkan bunyi seperti
guntur. Sinar keperakan seperti sambaran petir itu
meluruk dengan cepat ke batok kepala Benggala Sewu.
Crasss! "Heh"!"
Mata Jaka terbelalak menyaksikan sinar seperti
petir itu tak mampu menembus batok kepala Benggala
Sewu. Bahkan sinar itu raib ketika menyentuh kepala berambut hitam dan putih
keperakan. Wajah Benggala Sewu nampak tersenyum keti-
ka serangan Jaka mampu diredamnya.
"Lakukan lagi, Raja Petir! Sampai kau puas,"
ujar Benggala Sewu memancing kemarahan Jaka.
Jaka memang meluluskan permintaan Bengga-
la Sewu. Lelaki berpakaian kuning keemasan itu nam-
pak penasaran kalau tak dapat menghancurkan kepala
lawan dengan sabuk yang ada di tangannya.
Seketika itu juga Jaka menyerang Benggala
Sewu dengan menggunakan jurus sakti bernama
'Sabuk Petir Pelebur Raga'.
Pergelangan tangan Jaka dengan jari-jarinya
yang mencekal sabuk hijau kembali bergerak cepat
"Hih!"
Sekali lagi sabuk hijau Raja Petir menyambar
dengan kecepatan kilat
Ctaaar! Glaaarrr...!
Jaka kembali terkejut menyaksikan kenyataan
yang dihadapinya. Disaksikannya sendiri betapa dah-
syat ledakan akibat benturan seleret sinar keperakan yang menyambar kepala
Benggala Sewu. Namun kepala yang melayang-layang di udara itu masih tetap utuh
seperti sediakala. Bahkan, di wajah Benggala Sewu
kembali terukir seulas senyum mengejek
Ilmu Iblis! Maki Jaka dalam hati.
"Kenapa berhenti, Raja Petir?" tanya Benggala Sewu angkuh. "Apa kau ingin aku
yang gantian menyerang" Nah, bersiaplah!"
Wujud Benggala Sewu yang hanya berupa ke-
pala berlumuran darah berkelebat cepat. Sementara
Jaka kembali bersiap melindungi dirinya dengan se-
buah ajian yang bernama aji 'Kukuh Karang'.
Seketika bagian kepala hingga dada dan lutut
hingga ujung kaki Raja Petir terselimuti sinar kuning keemasan.
Menyaksikan sinar kuning keemasan menyeli-
muti tubuh Jaka, tanpa ragu kepala Benggala Sewu terus melanjutkan serangannya.
Bola matanya menyorot
merah menciptakan dua larik sinar merah. Sinar me-
rah itu meluncur cepat ke kepala Jaka. Sedangkan
mulutnya yang menganga lebar mengeluarkan api ber-
kobar dan melesat ke dada Raja Petir.
Begitu cepat dua serangan beruntun dilakukan
Benggala Sewu. Dan seketika sinar merah yang disusul semburan api menerjang
bagian tubuh Jaka.
Jrebbbs! Bresh! Dua serangan beruntun yang dilancarkan oleh
Benggala Sewu dapat dipatahkan. Aji 'Kukuh Karang'
yang digunakan Raja Petir ternyata mampu menangkis
serangan dahsyat Benggala Sewu. Bahkan serangan
balasan Raja Petir dengan meloloskan pedang pusaka
dari lehernya membuat mata Benggala Sewu terbelalak ngeri. Pamor Pedang Petir
yang tergenggam di tangan Jaka nampak dialiri sebentuk kekuatan batin. Sebuah
kekuatan yang membuat penampilan pedang pusaka
itu begitu menakjubkan. Wujud pedang pusaka terli-
hat seperti lidah petir yang hidup dan bergerak-gerak.
Ketika Raja Petir mengangkat tinggi-tinggi pe-
dang pusaka, langit yang semula terang-berderang sekonyong-konyong berubah
gelap. Suara gemuruh sal-
ing bersahutan terdengar dari kejauhan.
Bersamaan lenyapnya suara gemuruh di kejau-
han, lenyap pula kegelapan yang menyelimuti langit.
Seketika itu juga dengan cepat Jaka melakukan gera-
kan membacok ke arah kepala Benggala Sewu yang
masih terkesima menyaksikan perbawa Pedang Petir.
Ternyata, Benggala Sewu masih tetap berusaha
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghindari serangan Jaka yang begitu cepat dan ti-
ba-tiba. Tapi sayang, gerakan menghindar yang dila-
kukan tak mampu mengimbangi kecepatan gerakan
membacok yang dilakukan Jaka. Seketika itu juga...
Crakkk! "Aaakhh...!"
Lengking kematian terdengar keras ketika pe-
dang Petir Jaka membabat kepala Benggala Sewu. Se-
hingga, kepala yang tadi melayang-layang terbelah
dua. Bruk! Kepala yang terbelah itu terbanting ke bumi
dan seketika itu juga keanehan kembali muncul di hadapan Jaka. Kepala yang
terbelah itu tiba-tiba menya-tu kembali dengan sosok tubuh Benggala Sewu yang
berpakaian serba biru. Benggala Sewu sudah tak ber-
nyawa lagi. Namun tiba-tiba sosok tubuh lelaki berjuluk Penguasa Danau Keramat
itu berubah. Sosok yang
semula muda usia dan begitu tampan bagai pangeran,
kini nampak begitu tua seperti seorang kakek yang berusia delapan puluh tahunan.
Raja Petir begitu terkejut menyaksikan kejadian
aneh di depannya. Tetapi belum hilang rasa herannya, tiba-tiba terdengar suara
teguran. "Kau tak apa-apa, Kakang?"
Ternyata suara Mayang Sutera yang tiba-tiba
membuat Raja Petir berpaling. Mata Raja Petir berbinar-binar menyongsong
kehadiran gadis cantik berpa-
kaian jingga. "Ah, tidak. Aku tak apa-apa, Mayang," jawab Jaka. "Bagaimana Paman Gumai dan
Seruni?" "Mereka juga tidak apa-apa, Kakang. Dua lelaki bercawat melarikan diri mendengar
lengking kematian lawanmu," sahut Mayang sambil merangkul tubuh Ja-ka. "Semula
aku ingin mengejar mereka, tapi Paman Gumai melarang," lanjut Mayang manja.
*** Siang yang cukup panas tak membuat orang-
orang yang berada di dalam rumah Ki Reksopati mera-
sa kegerahan. Mereka kembali merasa lega, ketika menyaksikan Kepala Desa
Waruwangi sudah mampu
bangkit setelah mendapat pertolongan dari Gumai
Gumarang. "Siapa sebenarnya tokoh Benggala Sewu itu,
Ki?" tanya Raja Petir kepada Ki Reksopati setelah kepala desa itu duduk di
kursinya. "Hmmm..., puluhan tahun silam, ketika aku
masih belia seorang lelaki berjuluk Penguasa Danau
Keramat pernah menguasai desa ini. Namun, kemu-
dian lelaki itu tiba-tiba lenyap dan meninggalkan desa kekuasaannya begitu saja.
Entah apa maksud keper-giannya setelah berhasil menguasai Desa Waruwangi
ini. Dan sekarang tiba-tiba saja lelaki itu muncul lagi dengan wujud seorang
pemuda." Ki Reksopati mencoba menjelaskan kejadian
yang pernah terjadi atas tokoh Penguasa Danau Kera-
mat beberapa puluh tahun silam.
"Kurasa dia punya ilmu yang membuat dirinya
kembali muda, Ki," timpal Jaka sambil terangguk-
angguk setelah mendengar penjelasan Ki Reksopati.
"Dan tujuannya ke sini untuk merebut kembali desa yang dulu jadi kekuasaannya,"
timpal Jaka. "Mungkin begitu," sahut Ki Reksopati dengan mata tak lepas menatap wajah Jaka.
"Kau hebat, Jaka! Aku berhutang budi pada-
mu," ucap Ki Reksopati penuh rasa terima kasih kepada pemuda berpakaian kuning
keemasan yang duduk
di depannya. Raja Petir hanya membalas ucapan Ki Reksopa-
ti dengan senyuman.
"Tak ada budi yang ku tanam di desa ini, Ki.
Yang ada hanya kewajibanku untuk menolong orang-
orang yang memang membutuhkan pertolongan," tukas Jaka sambil terus memandang
wajah Kepala Desa
Waruwangi itu. Ki Reksopati tersenyum bangga mendengar
perkataan Jaka yang begitu bijak. Dan tangan kepala desa itu pun terulur meraih
bahu Raja Petir.
"Terima kasih, Raja Petir," ucap Ki Reksopati penuh keharuan.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Naga Sasra Dan Sabuk Inten 11 Pendekar Gila 13 Kalung Keramat Warisan Iblis Titisan Ilmu Setan 1
jah Jaka. Di sebelah Ki Reksopati juga tengah duduk
Lodaya Waru dengan mata yang tak lepas menatapi
sekujur tubuh Jaka.
"Seseorang salah dalam menduga, kurasa hal
yang lumrah, Ki," tutur Jaka sopan. "Namun kalau orang yang terlalu meninggikan
kelebihan seseorang, itulah nampak kurang wajar, karena dapat merugikan
kedua belah pihak."
Ki Reksopati dan Lodaya Waru terkesan dengan
kata pembukaan yang keluar dari mulut Jaka.
"Namaku memang Jaka. Aku lebih suka kalau
orang-orang memanggilku dengan nama itu. Bukan
dengan julukanku sebagai Raja Petir," lanjut Jaka lembut. "Aku senang dengan
kehadiranmu di sini, Ra....
Eh, Jaka," tukas Ki Reksopati. "Selamat datang!" lanjut Kepala Desa Waruwangi
seraya mengulurkan tangannya. "Maaf kalau aku tak mengenalimu... karena baru
kali ini aku berjumpa dengan sosok asli Raja Petir. Selama ini aku hanya
mendengar sepak-terjangmu yang
menghentikan segala bentuk kekejian orang-orang go-
longan hitam. Banyak kudengar dari tokoh-tokoh per-
silatan dan juga dari Kakang Gumai sendiri, tentang kadigdayaan yang kau
miliki." Jaka membalas uluran tangan Kepala Desa
Waruwangi, kemudian melakukan hal yang sama pada
Lodaya Waru. "Selamat datang, Kakang Jaka," ucap Lodaya pelan. "Cukup panggil aku Jaka saja.
Kupikir usia kita tak terpaut jauh," kilah Jaka dengan raut wajah manis.
"Kalau itu keinginanmu, dengan senang hati
aku akan menuruti, Jaka," balas Lodaya Waru. "Oh ya, namaku Lodaya Waru,"
sambung Lodaya hampir lupa memperkenalkan namanya.
"Sebenarnya apa yang terjadi di desa ini?" tanya Gumai Gumarang mengulang
pertanyaannya. Ki Reksopati menatap wajah Gumai Gumarang.
"Kemarin. Tiga Raksasa Lembah Beracun da-
tang ke desa ini, tujuannya hanya satu, ingin wilayah ini menjadi daerah
kekuasaan mereka. Ketiga raksasa itu ingin penduduk desa ini, termasuk diriku
tunduk dengan aturan-aturan dan perintahnya," papar Ki Reksopati. "Kau
memenuhinya?" tanya Gumai Gumarang.
Kepala Desa Waruwangi menganggukkan kepa-
la sebagai jawaban.
"Kesaktian tiga lelaki bertubuh raksasa itu begitu tinggi. Anakku, Lodaya Waru
dan empat penga-
walnya yang memiliki ilmu yang cukup, tak berdaya
mengusir mereka bertiga dari desa ini. Bahkan Lodaya sempat terkena racun ganas
milik salah seorang tiga lelaki bercawat itu. Itulah kenapa aku menuruti
keinginan mereka. Kupikir tak ada salahnya kalau aku
mengulur-ulur bencana yang akan menggoyang kebe-
radaan desa ini, sambil menunggu kedatanganmu
yang kuharap bersama dengan Raja Petir. Oh, keingi-
nanku dikabulkan sang Pemelihara Jagat Semesta ini."
"Jadi mereka yang tengah bertempur itu, Tiga
Raksasa Lembah Beracun?" tanya Jaka turut angkat bicara. "Betul, Jaka. Dan lawan
mereka lelaki muda berambut aneh yang berjuluk Penguasa Danau Keramat. Dia pun
menginginkan daerah ini menjadi kekua-
saannya!" jelas Ki Reksopati gamblang.
"Siapa pun yang keluar sebagai pemenang da-
lam pertarungan itu, tak sedikit pun mengurangi be-
ban yang akan ditanggung desa ini. Yang dapat kula-
kukan hanya mengulur waktu untuk membangun se-
dikit kekuatan yang kumiliki. Dan atas kehadiran Ka-
kang Gumai dan kau, Jaka. Mudah-mudahan bencana
yang akan terjadi di Desa Waruwangi ini akan dapat
teratasi," sambung Ki Reksopati penuh harap kepada kedua tamunya.
"Lalu, langkah apa yang sebaiknya kita ambil?"
tanya Jaka dengan bola mata yang tertuju pada Ki
Reksopati dan Gumai Gumarang bergantian.
"Ada baiknya kita tunggu hasil pertarungan itu Jaka," Gumai Gumarang menjawab
pertanyaan Jaka.
"Setelah itu kita lihat apa yang akan mereka lakukan terhadap penduduk Desa
Waruwangi ini," lanjut Gumai lagi.
"Apa tidak sebaiknya penduduk desa diungsi-
kan saja," Lodaya Waru angkat bicara dengan memberikan saran.
Ki Reksopati dan Gumai Gumarang saling ber-
tatapan mendengar usulan Lodaya Waru.
"Menurutmu bagaimana, Jaka?" lempar Ki Reksopati pada Jaka.
Jaka tak segera menjawab pertanyaan Ki Rek-
sopati. Mata lelaki yang berjuluk Raja Petir hanya memandang ke luar rumah.
"Kalau mereka yang tengah bertarung hanya
untuk memperebutkan kedudukan sebagai penguasa
daerah ini. Kurasa pengungsian penduduk belum perlu dilakukan," jawab Jaka
dengan tatapan yang tak menoleh sedikit pun pada Ki Reksopati.
"Jadi kita tunggu saja hasil pertarungan antara Tiga Raksasa Lembah Beracun
dengan Penguasa Danau Keramat?" ulang Lodaya Waru mendengar jawaban Jaka.
Jaka membalikkan tubuh. Lelaki berjuluk Raja
Petir itu memandangi Lodaya, kemudian mengangguk-
kan kepalanya perlahan.
"Menurutku itu salah satu jalan yang terbaik,
Lodaya. Dan siapa pun di antara mereka yang keluar
sebagai pemenang. Maka kita harus bersiap-siap un-
tuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi," tukas Jaka pasti. "Aku yang
merasa tugas ini sebagian dari kewajibanku, akan berusaha semampuku, sebatas
kepandaian yang kumiliki," sambung Jaka.
"Kalau begitu, biar Lodaya, Janata serta kawan-kawannya memberitahukan penduduk
agar siap siaga
dalam menghadapi segala kemungkinan. Dan kita ber-
tiga bersiap-siap menyongsong kedatangan mereka
yang keluar sebagai pemenang dalam pertarungan,"
putus Ki Reksopati.
"Begitu pun baik, Adi Reksopati," ujar Gumai Gumarang menyetujui.
Kepala Desa Waruwangi menatap wajah Lodaya
Waru. "Lakukan apa yang telah ku putuskan, Lodaya!
Minta bantuan Janata dan kawan-kawannya," perintah Ki Reksopati.
"Baik, Ayah."
*** Sementara Kepala Desa Waruwangi yang diban-
tu Gumai Gumarang dan Jaka sibuk mengatur siasat
untuk menghadapi segala kemungkinan, pertarungan
antara Benggala Sewu alias Penguasa Danau Keramat
melawan Tiga Raksasa Lembah Beracun masih ber-
langsung seru dan keras. Mereka yang bertarung sa-
ma-sama telah mengerahkan ilmu-ilmu kesaktian
tingkat tinggi andalan mereka.
Pekik-pekik kegeraman dan benturan-benturan
tangan yang dialiri kekuatan tenaga dalam penuh pun terdengar dari kejauhan.
Berbagai ilmu-ilmu kesaktian yang sangat langka, dan beragam jenis racun memati-
kan pun telah turut dikerahkan dalam pertarungan
maut mereka. Tak terasa, hampir seratus jurus telah mereka
peragakan. Dari pihak Tiga Raksasa Lembah Beracun,
sejak Sobula telah kembali bergabung dalam pertarungan, maka dapat dilihat kalau
Penguasa Danau Kera-
mat menemui kesukaran untuk cepat-cepat mempe-
cundangi mereka. Namun sejauh ini, setiap serangan
yang dilancarkan Benggala Sewu merupakan serangan
yang mampu menyudutkan salah satu raksasa itu.
Namun, karena Tiga Raksasa Lembah Beracun sangat
padu dalam bertahan dan menyerang, maka perlawa-
nan mereka sulit untuk dihentikan.
Nampaknya, Benggala Sewu masih menyimpan
sebuah ilmu pamungkas guna meruntuhkan perlawa-
nan Tiga Raksasa Lembah Beracun. Sebuah ilmu yang
dinamakan 'Penanggalan Sakti'.
Jasad Benggala Sewu yang pada jurus-jurus
awal hanya menampakkan kepala, kini dengan ilmu
'Penanggalan Sakti' tak satu pun anggota tubuh Benggala yang nampak lenyap
seluruhnya. Pada awalnya Tiga Raksasa Lembah Beracun
begitu terkejut menyaksikan ilmu Benggala Sewu, tapi berkat pengalaman mereka,
ketiga lelaki bercawat itu tak gentar menghadapi lawannya. Kepekaan Sobula
dan dua rekannya Sangat berperan dalam menghindari
setiap serangan gelap yang dilancarkan Benggala Se-
wu. Beberapa kali serangan, Sobula, Sedaka, dan
Garajas masih mampu menghindar. Namun, pada se-
rangan-serangan berikutnya, ketika Benggala Sewu
mampu mengecoh kepekaan lawan, malapetaka pun
tak dapat dihindari lagi. Sebuah pekik kematian yang membumbung tinggi ke
langit, seketika terdengar menyayat hati. Pekik memilukan itu keluar dari mulut
orang pertama dari Tiga Raksasa Lembah Beracun.
Sobula yang berkepala plontos dan berahang begitu
kuat Jiwa Sedaka dan Garajas tentu saja merasa
terpukul atas kematian Sobula yang begitu mengeri-
kan. Betapa tidak" Pada leher lelaki berkepala gundul itu disaksikannya lima
lubang memancurkan darah
segar. Jelas Sobula telah terkena serangan gelap berupa sambaran jari-jari
tangan Benggala Sewu yang ba-
gai logam keras.
"Hi hi hi..," kekeh yang sepertinya keluar dari jarak puluhan pal jauhnya
membuat tersentak hati
Sedaka dan Garajas, yang tengah menyaksikan kema-
tian Sobula. Tubuh kedua lelaki berpakaian sehelai
cawat itu berbalik serempak ke asal suara.
Mata Sedaka dan Garajas terbelalak menyaksi-
kan sosok Benggala Sewu kembali tampil utuh. Gerigi keduanya gemeretakan menahan
kegeraman. Namun,
kengerian sedikit membias di wajah kedua raksasa.
"Hi hi hi...! Terpaksa aku membinasakan ka-
wanmu itu," ucap Benggala Sewu dingin dengan telunjuk yang menuding ke mayat
Sobula. "Karena dialah yang menghalangi maksud kalian untuk bergabung
dan menjadi pengikutku. Sekarang pimpinanmu itu te-
lah tewas! Apa kalian bersedia menjadi pengikutku?"
Sedaka dan Garajas tak menimpali ucapan
Benggala Sewu. Kedua lelaki bertubuh raksasa itu se-betulnya menaruh dendam pada
lelaki muda berpa-
kaian biru di hadapannya. Namun, untuk memba-
laskan kematian Sobula, nampaknya mereka harus
berpikir dulu. Nyali keduanya merasakan kegentaran
yang begitu hebat.
"Hi hi hi...! Aku akan mengampuni kesalahan
kalian, jika kalian bersedia menjadi pengikutku," tukas Benggala Sewu lagi.
"Bagaimana" Atau kalian justru
memilih menyusul kematian si botak itu!"
Sedaka dan Garajas tak menimpali ucapan
Benggala Sewu. Kedua lelaki yang merasa dirinya be-
rada di bawah lawannya hanya menatap wajah Beng-
gala Sewu sebentar. Kemudian dua lelaki bertubuh
raksasa sudah bersimpuh di tanah dengan kedudukan
kepala yang menyentuh tanah.
"Kami bersedia menjadi pengikutmu, Benggala!"
ucap Sedaka tegas.
"Hi hi hi...!"
Lelaki muda usia berpakaian biru yang beram-
but putih keperakan dan hitam, kembali terkekeh. Hatinya begitu bangga dan
senang menyaksikan dua lela-ki bertubuh raksasa duduk bersimpuh di hadapannya.
"Bangkitlah!" perintah Benggala tiba-tiba.
Seperti kerbau dicocok hidung, Sedaka dan Ga-
rajas memenuhi perintah Benggala Sewu. Kedua lelaki raksasa bercawat ular segera
bangkit di hadapan lelaki muda tampan berpakaian serba biru.
"Kalian telah mengambil keputusan yang tepat
untuk menjadi pengikutku. Hi hi hi...! Aku senang, untuk itu kalian kuangkat
sebagai wakilku di desa ini,"
ucap Benggala Sewu. "Dan sekarang, mari kita temui kepala desa ini! Hari ini
juga dia harus mengumumkan bahwa Penguasa Danau Keramat atau si Benggala Se-wu-
lah pemegang tampuk kekuasaan desa ini," lanjut Benggala Sewu mantap sambil
mengangkat tangan kanannya.
Sedaka dan Garajas hanya menganggukkan
kepala mendengar ucapan Benggala Sewu. Dan ketika
lelaki tampan berpakaian biru itu beranjak meninggalkan tempat pertarungan,
Sedaka dan Garajas pun se-
gera mengikutinya dari belakang. Mereka kini sama-
sama menuju kediaman Ki Reksopati.
6 "Ki! Keluarlah kau, jangan bersembunyi seperti cecurut yang takut terpinjak!
Keluar cepat! Umumkan pada penduduk desa, bahwa aku, Benggala Sewu yang
berkuasa di desa ini!" menggelegar suara Benggala Se-wu sambil melangkah
memasuki pekarangan rumah Ki
Reksopati, Kepala Desa Waruwangi.
Ki Reksopati yang mendengar suara menggele-
gar Penguasa Danau Keramat segera menolehkan mu-
ka pada Gumai Gumarang dan Jaka.
"Bagaimana, Kakang. Apakah aku saja yang ke-
luar atau kita bertiga sama-sama menemuinya?" tanya Ki Reksopati.
"Aku bagaimana Jaka saja," jawab Gumai Gumarang.
"Ada baiknya kita temui bersama-sama. Aku
juga kepingin melihat buru-buru bagaimana sosok
penguasa itu," tukas Jaka tanpa diminta oleh Ki Reksopati. Kepala Desa Waruwangi
yang mendengar kepu-
tusan Jaka seperti itu, langsung mendahului melang-
kahkan kaki menuju pintu. Sedangkan Gumai Guma-
rang dan Jaka dengan langkah pasti membuntuti Ki
Reksopati. *** Benggala Sewu yang menyaksikan kehadiran
Kepala Desa Waruwangi bersama Gumai Gumarang
dan Jaka terlihat sedikit terkejut
Mata lelaki yang memiliki rambut dua warna
itu kini merayapi sekujur tubuh Gumai Gumarang, se-
perti tengah mencari sesuatu pada diri lelaki berpa-
kaian serba biru itu.
Selesai Benggala Sewu menyelidiki keberadaan
Gumai Gumarang, tatapan matanya kini mengawasi
tubuh Jaka. Cukup lama juga Benggala Sewu melaku-
kan hal itu terhadap diri Jaka. Sedangkan Jaka hanya membiarkan lelaki berambut
dua warna itu mengawasi
dirinya. Namun ketika mata elang milik Benggala Sewu menghujam lurus ke
wajahnya, Jaka tak tinggal diam.
Lelaki muda usia yang berjuluk Raja Petir
membalas tatapan mata Penguasa Danau Keramat tak
kalah tajam. Beberapa saat lamanya mata keduanya
saling tatap dengan tajam. Pancaran aneh yang meng-
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
getarkan hati dirasakan Jaka dari tatapan mata Benggala Sewu. Namun dengan
kekuatan batinnya Jaka
mampu meredam kekuatan aneh yang menyorot dari
bola mata Benggala Sewu alias Penguasa Danau Kera-
mat Benggala Sewu kini merasa kewalahan meng-
hadapi tatapan tajam Jaka. Tatapan mata Raja Petir
seolah dialiri kekuatan yang mampu menembus pen-
garuh ilmunya. Benggala Sewu segera mengalihkan ta-
tapannya pada Ki Reksopati.
"Siapa dua lelaki itu, Ki"!" tajam suara yang keluar dari mulut Benggala Sewu.
"Ah, maaf!" jawab Ki Reksopati. "Aku belum sempat memperkenalkan mereka padamu,
Benggala. Namun biarlah mereka yang menyebutkan nama mas-
ing-masing."
"Hmmm...!"
Benggala Sewu menggumam perlahan dan ta-
tapan matanya kembali dialihkan ke wajah Gumai
Gumarang. "Aku sahabat lama Ki Reksopati, Kisanak," sahut Gumai Gumarang seperti mengerti
keinginan Benggala Sewu. "Panggil aku Gumai Gumarang kalau
kau bersedia!" lanjut Gumai Gumarang.
"Hmmm...!"
Benggala Sewu alias Penguasa Danau Keramat
kembali menggumam mendengar ucapan Gumai Gu-
marang. "Sedangkan aku bernama Jaka, lengkapnya
Jaka Sembada," sahut Jaka meningkahi gumaman
Benggala Sewu. "Dan dia terhitung paman denganku,"
sambung Jaka sambil menunjuk Gumai Gumarang.
"Lalu apa maumu berada di desa ini?" dingin pertanyaan yang keluar di mulut
Benggala Sewu. "Kedudukanku di desa ini sebagai tamu yang
tidak mempunyai keinginan apa-apa, kecuali mengun-
jungi sahabat pamanku. Namun, karena tuan rumah
menginginkanku untuk dapat membantu menangani
persoalan yang tengah dihadapinya, kedudukanku di
sini menjadi lain keberadaannya. Keberadaanku di de-sa ini sama saja sebagai
tuan rumah yang hendak
mengusir pendatang yang mengacaukan keadaan de-
sanya," mantap suara yang keluar dari mulut Raja Petir, sambil menatap Benggala
Sewu. Untuk sesaat lamanya tak ada bantahan dari
mulut Benggala Sewu. Mata lelaki yang memiliki sinar aneh itu terlihat
memandangi senjata yang menggelantung di leher Jaka. Sebuah pedang pusaka yang
memi- liki perbawa kuat dengan gagang yang indah.
"Sayang, saat ini aku tak berselera menghada-
pimu, Jaka," ucap Benggala Sewu. "Namun, aku tak akan menutup kemungkinan untuk
itu. Kau tunggu
saja tantangan dariku lain waktu!" lanjut lelaki tampan berpakaian serba biru
yang berjuluk Penguasa Danau
Keramat Setelah berucap seperti itu Benggala Sewu me-
natap tajam wajah Ki Reksopati.
"Karena secara tak langsung kau telah men-
gundang anak muda ini," tutur Benggala seraya menunjuk diri Jaka. "Aku akan
datang lagi ke desa ini bukan untuk menjadi penguasa, tetapi akan kurata-kan
desa ini dengan tanah!" lanjutnya menggelegar.
Ki Reksopati sempat tersentak mendengar an-
caman Benggala Sewu. Wajah Kepala Desa Waruwangi
nampak berubah, tegang dan memerah.
Jaka yang mengetahui perubahan air muka Ki
Reksopati segera saja memegang tangan Kepala Desa
Waruwangi. "Jangan kau termakan gertakannya, Ki!" pelan ucapan yang keluar dari mulut Jaka,
namun bagi Ki Reksopati ucapan itu seperti setetes embun yang
mampu mendinginkan perasaannya.
"Ingat itu, Jaka! Suatu saat aku akan menan-
tangmu. Hop!"
Tubuh Penguasa Danau Keramat yang terbalut
pakaian serba biru, seketika melesat dengan cepat. Begitu cepat dan ringan
gerakan yang dilakukan Bengga-la Sewu. Hingga sekejap mata saja tubuhnya sudah
menghilang dari hadapan Ki Reksopati, Jaka, dan Gu-
mai Gumarang. Sesaat Ki Reksopati terpaku menyaksikan ke-
cepatan gerak Benggala Sewu. Namun pada saat beri-
kutnya, matanya segera tertuju pada dua sosok raksa-sa yang sejak tadi hanya
berdiri mematung di hada-
pannya. "Bagaimana dengan dua raksasa lembah bera-
cun ini, Jaka?" tanya Ki Reksopati menyerahkan per-soalannya pada Raja Petir.
Jaka tak menjawab pertanyaan Ki Reksopati.
Ditatapnya wajah dua lelaki yang hanya mengenakan
selembar cawat dari kulit ular.
"Melihat sikap kalian yang sejak tadi hanya
berdiam diri, aku dapat mengambil kesimpulan, kalian
telah ditaklukkan Benggala Sewu. Dan sikap kalian
barusan sebagai orang tundukkan yang telah menjadi
pengikutnya. Nah, sekarang orang yang akan kau ikuti telah menghilang. Apa
kalian masih akan tetap tinggal di desa ini" Meneruskan minat kalian untuk
menguasai Desa Waruwangi?" tanya Jaka pada Sedaka dan Garajas.
Dua lelaki bertubuh besar yang berpakaian ca-
wat hanya membisu mendengar pertanyaan Jaka yang
jelas mereka rasakan sebagai penghinaan. Namun, un-
tuk bertindak dan membalas hinaan itu Sedaka dan
Garajas terpaksa berpikir dua kali.
Baru saja mereka menyaksikan Benggala Sewu
yang telah mengalahkan mereka memilih untuk meng-
hindar dari hadapan lelaki muda berpakaian kuning
keemasan. Jelas Sedaka dan Garajas tahu, bahwa le-
laki bernama Jaka itu memiliki kesaktian yang lebih tinggi daripada Penguasa
Danau Keramat, yang memilih alasan tak berselera menghadapi Jaka.
"Bagaimana?" tegur Jaka mengusik kebisuan Sedaka dan Garajas. "Kalau kalian
masih berhasrat menguasai Desa Waruwangi ini. Maaf, bukan aku bersombong diri.
Kalian harus berhadapan denganku!"
lanjut Jaka sedikit menggertak.
Sedaka dan Garajas mengangkat kepalanya se-
dikit. Kilatan mata kedua raksasa itu nampak menyi-
ratkan kemarahan. Namun, kemarahan itu seperti
sengaja disembunyikan.
"Aku tak mengerti kenapa Benggala Sewu me-
ninggalkan kami yang telah berikrar menjadi pengi-
kutnya. Entah Benggala yang takut menghadapi aku
atau memang dia sedang tak berselera bertarung den-
ganmu. Kami berdua memang mengaku kalah pada
Benggala, tapi tidak pada kau, Jaka! Kami bersedia
bertarung denganmu untuk memperebutkan kedudu-
kan sebagai pimpinan di desa ini. Namun sayang tidak untuk saat ini. Lain kali
aku datang untuk menan-tangmu!" ucap Sedaka tegas sambil matanya menatap tajam
wajah Raja Petir.
"Ayo?"
Sedaka melakukan gerakan ringan berlalu dari
hadapan Raja Petir. Sederhana saja gerakan yang dilakukan lelaki berambut jarang
itu, namun cukup men-
gagumkan. Di balik keringanan gerak Sedaka, terlihat pula ilmu meringankan tubuh
dari lari cepat yang telah mencapai tingkat tinggi. Gerakan serupa juga
dilakukan Garajas dengan begitu gesit.
Dua lelaki bertubuh raksasa yang hanya men-
genakan sehelai cawat dari kulit ular terus bergerak cepat. Kemudian menghilang
dari hadapan Jaka, Ki
Reksopati, dan Gumai Gumarang.
"Sungguh aneh sikap manusia-manusia itu!"
ucap Ki Reksopati dengan tatapan mata kosong ke de-
pan. "Itu hal biasa di dunia ini, Ki. Namun kita harus tetap waspada, suatu saat
mereka pasti akan da-
tang lagi ke desa ini. Aku yakin betul akan hal itu,"
timpal Jaka atas ucapan Kepala Desa Waruwangi.
"Dugaanmu itulah yang telah mengganggu piki-
ranku sejak tadi. Untuk itu aku minta, kau dan Ka-
kang Gumai Gumarang untuk menetap di desa ini se-
mentara waktu."
"Aku tidak keberatan menetap di tempatmu un-
tuk sementara waktu. Tapi Jaka" Ah! Seorang gadis
cantik yang kini tinggal bersama Adi Terala akan merasa kesepian tanpa dirinya.
Jadi...," sahut Gumai Gumarang sambil tersenyum.
"Ah, Paman Gumai ini ada-ada saja," potong Raja Petir menimpali ucapan Gumai
Gumarang yang mengingatkan hubungannya dengan Mayang Sutera.
"Betulkah apa yang dikatakan Kakang Gumai,
Jaka?" seloroh Ki Reksopati menimpali gurauan Gumai Gumarang. "Kalau memang
betul, ingin sekali aku melihat gadismu yang pasti bukan hanya kecantikannya
yang luar biasa, tapi juga ketangguhannya dalam ilmu silat," lanjut Kepala Desa
Waruwangi. "Mayang tak akan merasa kesepian, Ki. Di sana
dirinya ditemani Seruni, putri Paman Terala," bantah Jaka terang-terangan.
"Berarti kau bersedia menetap di sini, Jaka,"
desak Ki Reksopati merasa mendapat kesempatan
emas. "Tentu saja, Ki. Aku lebih memilih turut menjaga keamanan desa ini," jawab
Jaka menenangkan hati Ki Reksopati.
"Kalau begitu, aku sebagai kepala desa dan
atas nama seluruh penduduk Desa Waruwangi men-
gucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas ban-
tuanmu, Jaka," ujar Ki Reksopati sambil menatap wajah Jaka dan menepuk-nepuk
pundaknya. Raja Petir tersenyum-senyum menyaksikan
gaya Ki Reksopati yang sedikit lucu.
"Jangan kau bikin kepalaku semakin besar, Ki!
Nanti aku tak kuat memanggulnya," balas Jaka berse-loroh pula.
Ki Reksopati dan Gumai Gumarang tertawa le-
pas mendengar seloroh Jaka. Untuk sesaat ketegangan yang sejak kemarin mencekam
terlupakan. Kepala De-sa Waruwangi diikuti Jaka dan Gumai Gumarang ber-
lalu meninggalkan pelataran rumah. Mereka segera
masuk ke rumah Ki Reksopati untuk mengatur siasat
menghadapi kemunculan tokoh mengiriskan yang ber-
juluk Penguasa Danau Keramat
*** 7 Suasana pagi masih menyelimuti Desa Waru-
wangi. Matahari bersinar hangat dari timur. Angin ber-tiup semilir membuat
dedaunan bergoyang ditingkahi nyanyian burung burung kecil berlompatan di atas
pe-pohonan, menjadikan Desa Waruwangi sebelah utara
nampak begitu indah untuk dinikmati.
Sejauh mata memandang, akan nampak di ma-
ta sebuah aliran sungai yang menimbulkan bunyi ge-
mercik. Bebatuan besar dan kecil nampak di tengah
sungai yang mengalir bening.
Beberapa orang gadis desa terlihat sedang si-
buk mencuci pakaian. Bahkan ada yang sekadar man-
di dan bercanda dengan senda gurau dan menciprat-
cipratkan air di kali yang bening dan sejuk. Suara tawa cekikikan dan makian-
makian lucu pun turut meng-hiasi suasana alam yang begitu bersahabat.
Prat! "Brengsek kau, Sumi! Jangan menciprat terus,
mataku pedih kemasukan air," gerutu seorang gadis cantik berkain lurik.
Gadis cantik lain yang bernama Suni tertawa
mendengar gerutuan temannya.
"Kau juga boleh mencipratiku dengan air, Ra-
ni," balas Sumi sambil kembali mencipratkan air ke kepala Rani.
"Brengsek kamu!"
Pret! Rani kini membalas Sumi dengan cipratan. Ke-
dua gadis yang bermain-main dengan air pun kembali
terlibat tawa dan senda gurau.
Namun, tawa kedua gadis itu tiba-tiba terhenti
ketika dalam sekelebatan mata Sumi dan Rani melihat
bayangan biru melesat cepat dan mendarat dengan
ringan pada sebuah bongkahan baru besar tak jauh
dari gadis-gadis cantik. Kedua gadis pun terkesima
menyaksikan sosok bayangan biru di depan mereka.
"Teruskan canda kalian, Gadis-gadis Manis!"
ucap sosok lelaki berpakaian biru yang telah berjong-kok di atas batu besar.
Sumi dan Rani tersentak mendengar ucapan le-
laki berambut hitam dan putih keperakan. Ucapan itu seperti keluar dan bergema
dari jarak puluhan pal
jauhnya. Dua gadis desa yang merasa tak kenal dengan
lelaki berambut aneh itu segera membetulkan kain
yang menutupi dada mereka.
"Siapa kau, jangan coba-coba ganggu kami!"
hardik Sumi setelah menaikkan kain yang menutupi
tubuhnya. "Pergi dari sini! Jangan tunggu air dan ba-tu-batu kecil ini membasahi
pakaianmu!" sambung Sumi sambil memegang batu-batu kali.
"Jangan mengusirku seperti itu, Gadis Manis!
Biarlah aku di sini menemani kalian mandi!" ucap lelaki berpakaian biru yang tak
lain Benggala Sewu si Penguasa Danau Keramat.
"Cis!" umpat Rani. "Apa pantas lelaki menemani perempuan mandi" Pergilah!
Kusiram pakaianmu kalau tak mau pergi," lanjut Rani dengan menggerakkan telapak
tangannya hingga menyentuh permukaan air.
"Lakukanlah kalau kau ingin menyiram pa-
kaianku," tukas Benggala Sewu dengan sebelah matanya yang mengerling genit.
Apa yang dikatakan dan dilakukan Benggala
Sewu tentu saja membuat Rani marah. Dengan cepat
tangannya segera menekan permukaan air dengan
kuat. Puncratan air itu meluncur cepat ke tubuh
Benggala Sewu. Tetapi...,
"Heh"!"
Rani terbelalak kaget melihat air puncratan itu
tak membasahi pakaian Benggala Sewu. Puncratan air
itu seperti menembus tubuh lelaki berpakaian biru dan terus jatuh di
belakangnya. Rani kembali menciprati Benggala Sewu, na-
mun kejadian serupa terulang lagi. Juga ketika dengan penasaran tangannya
melempari Benggala Sewu dengan batu kali sebesar kepalan tangan.
Rani terkejut bukan kepalang menyaksikan ba-
tu yang dilemparnya seperti menembus sebuah bayan-
gan. "Lelaki itu pasti bukan manusia!" bisik Sumi seraya merapatkan tubuhnya ke
tubuh Rani.
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Perasaan takut seketika menyelimuti hati dua
gadis itu, begitu juga gadis-gadis lain yang turut menyaksikan kejadian itu.
Mereka terlongong bengong
keheranan. "Lelaki itu pasti hantu penunggu kali ini," bisik salah seorang gadis yang
sekonyong-konyong telah
menghentikan mencuci pakaiannya.
"Hi hi hi..,! Kenapa kalian takut padaku?" tanya Benggala Sewu.
Tiga gadis pencuci pakaian itu segera bergerak
cepat, ketiganya bermaksud meninggalkan lelaki aneh di hadapannya.
"Eee...! Kalian jangan pergi ke mana-mana! Ka-
lian harus terus mencuci dan aku menemani," tahan Benggala dengan lirikan mata
nakal. Tiga gadis yang hendak pergi itu sebentar me-
nolehkan kepala ke Benggala Sewu dengan raut wajah
cemberut sebal. Dan kemudian ketiganya kembali ber-
gerak cepat meninggalkan tempat itu.
"Eee... Sudah kukatakan kalian tidak boleh
pergi!" ucap Benggala Sewu sambil mencabut kepa-
lanya menghadang ketiga gadis.
"Aaa...!"
Jerit ketakutan seketika terdengar dari mulut
gadis-gadis cantik. Namun, jeritan itu tak berlangsung lama, ketika dengan
kejamnya tangan Benggala Sewu
bergerak cepat mencecar leher gadis-gadis yang tengah ketakutan.
Cakar Benggala Sewu yang seperti baja itu ter-
kibas menembus leher gadis-gadis desa. Sehingga, ketiga gadis pun bertumbangan
dengan bagian leher bo-
long dan mengucurkan darah segar.
Untuk sesaat lamanya ketiga gadis bernasib
naas itu menggelepar-gelepar, namun segera tak ber-
kutik Tinggal Sumi dan Rani berdiri gemetar menyaksikan kejadian mengerikan.
Kedua gadis saling be-
rangkulan ketakutan. Kedua gadis itu menduga kalau
mereka akan mengalami nasib serupa dengan ketiga
temannya yang kini telah menjadi mayat
"Hi hi hi....! Kalian sudah melihat, bagaimana aku dengan mudah membinasakan
ketiga teman kalian. Kalian seharusnya mengalami nasib yang sama,
tapi kesombongan kalian kuampuni sekarang. Aku
hanya akan merusak kecantikan wajah kalian!" ancam Benggala Sewu mantap sambil
menuding ke wajah gadis-gadis itu.
Sumi dan Rani semakin ketakutan mendengar
ucapan lelaki berpakaian biru. Rangkulan keduanya
sama-sama dipererat.
"Terimalah hukuman dariku!" teriak Benggala Sewu. Tubuh Benggala Sewu tiba-tiba
saja menghilang. Namun, cakarannya beruntun tiba-tiba pula su-
dah mengoyak kulit wajah Sumi dan Rani. Pekik kesa-
kitan pun seketika terdengar membumbung ke langit
Benggala Sewu yang menyaksikan dua gadis
desa meraung kesakitan, hanya tersenyum-senyum.
Lelaki yang berjuluk Penguasa Danau Keramat nam-
pak senang dengan apa yang telah dilakukannya.
Pekik kesakitan beruntun yang keluar dari mu-
lut Sumi dan Rani ternyata di dengar lima lelaki penduduk Desa Waruwangi yang
kebetulan lewat di seki-
tar tempat kejadian.
"Pekikan perempuan!" ucap salah seorang di antara lima lelaki yang tengah
berjalan di sekitar kali berbatu. "Pasti ada sesuatu yang terjadi di sana!"
"Betul. Kita harus ke sana cepat'" sambut lelaki berkumis tebal.
"Sabar Danang, kita tak boleh gegabah!" tahan lelaki berambut keriting. "Sunar,
kau panggil penduduk terdekat dan suruh mereka ke sini! Biar aku, Danang,
Gedang, dan Barik yang pergi ke sana," perintah lelaki berambut keriting pada
rekannya yang bernama Sunar. Sunar tentu saja segera meluluskan perintah
lelaki berambut keriting.
"Baik, Gages," jawab Sunar dan dengan cepat membalikkan tubuhnya lalu terus
berlari ke rumah
penduduk terdekat
Sementara lelaki berambut keriting yang ber-
nama Gages memimpin tiga temannya berlari ke kali,
tempat suara jeritan berasal.
"Hei! Apa yang kau lakukan di situ"!" tanya Gages keras ketika matanya melihat
sosok lelaki berpakaian serba biru yang tengah berdiri di atas sebuah batu besar
di tengah kali.
"Hi hi hi...!"
Lelaki berpakaian serba biru yang tak lain
Benggala Sewu tertawa ketika mendengar suara Gages
dari kejauhan. "Aku hanya memandangi dua tubuh perem-
puan itu," jawab Benggala dengan jari telunjuk yang terarah ke tubuh Sumi dan
Rani yang tergeletak ping-san
Mata Gages dan ketiga temannya seketika men-
gikuti arah yang ditunjuk lelaki berambut hitam dan putih. "Kurang ajar!" bentak
Gages ketika menyaksikan keadaan dua orang gadis yang tergeletak di antara
bebatuan dengan bagian muka yang terluka bekas cakaran. "Kau pasti yang
melakukan itu!" tuduh Gages dengan jari tangan menuding wajah Benggala Sewu.
Sementara tiga gadis yang lainnya nampak ter-
geletak sekitar empat batang tombak dari dua gadis
yang lain. Lelaki yang berjuluk Penguasa Danau Keramat
hanya tersenyum mendengar tuduhan Gages yang
memang betul. Lalu kepalanya nampak terangguk-
angguk. Rambutnya yang panjang pun bergerak-gerak.
"Aku memang yang melakukan itu, Kisanak,"
jawab Benggala Sewu tenang.
"Gila! Kau harus bertanggung jawab dan ikut
kami menghadap kepala desa!" bentak Sunang.
"Kenapa harus menghadap kepala desa?" tanya Benggala Sewu berlagak bodoh. "Aku
kan tidak salah.
Dua gadis itu telah menghina diriku, wajar kalau mereka kuberi hukuman yang
setimpal."
"Gages, kurasa lelaki itu kurang waras. Sebaiknya kita ringkus dia dan kita bawa
ke hadapan Kakang Lodaya Waru dan Ki Reksopati," usul Gedang sambil menepuk bahu
Gages. "Aku setuju," sambut Batik "Lelaki itu harus ki-ta bawa meski secara paksa."
"Aku tidak mau! Aku akan melawan!" tiba-tiba Benggala Sewu berucap dengan
berlagak bodoh.
Empat lelaki penduduk Desa Waruwangi den-
gan langkah mantap menghampiri Benggala Sewu yang
memandang mereka hanya dengan sebelah mata. Dan
ketika tiga langkah lagi lelaki itu dapat menjamah tubuhnya, Benggala Sewu
seketika berkelebat cepat
Gerakannya yang tak tertangkap mata sempat
membuat empat penduduk Desa Waruwangi terkejut
ketika menyaksikan lelaki yang hendak mereka ring-
kus menghilang.
Dan tahu-tahu...,
Plak! Plak! Bug! Bug!
Empat lelaki penduduk Desa Waruwangi seke-
tika terhuyung terkena serangan gelap yang dilakukan Benggala Sewu. Gages dan
Sunang terhuyung sambil
memegangi perut yang terkena tendangan keras Beng-
gala Sewu. Sedangkan Gedang dan Batik terhuyung
dengan kedua tangan yang memegangi kepala yang se-
perti berputar setelah mendapatkan tempelengan ke-
ras. "Hi hi hi...! Bawalah aku menghadapi Reksopati kalau kalian mampu!" ejek
Benggala Sewu dengan ta-wa terkekeh yang sudah menjadi kebiasaannya.
Gages dan Sunang yang masih mampu mengu-
asai diri terkejut mendengar ucapan lelaki berpakaian biru yang mengetahui nama
Kepala Desa Waruwangi.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya Gages.
"Tak perlu kau tahu siapa aku! Yang harus kau
ketahui saat kematianmu yang akan datang sekarang!"
jawab Benggala Sewu lantang.
Gages dan Sunang merasakan ucapan yang ke-
luar itu bukan main-main. Rasa ketakutan pun sema-
kin menguasai hati mereka. Terlebih ketika kaki Benggala Sewu melangkah
menghampiri mereka.
"Ayo kita lari, Sunang!" perintah Gages dengan angkat kaki lebih dulu.
Ajakan Gages itu tentu saja diikuti Sunang dan
dua rekannya yang lain. Namun, baru satu tombak
empat lelaki penduduk Desa Waruwangi berlari, tubuh Benggala Sewu sudah berdiri
menghadang di depan
mereka. "Mau pergi ke mana kalian, heh" Kalian harus
mati!" ucap Benggala Sewu.
Gages yang merasa dirinya tak ingin mati ko-
nyol segera melancarkan serangan sebisanya. Perbua-
tan Gages ternyata diikuti Sunang. Dua lelaki itu kini melancarkan serangan ke
tubuh Benggala Sewu si
Penguasa Danau Keramat.
Apalah arti serangan dua penduduk Desa Wa-
ruwangi yang tak kenal ilmu silat dengan baik. Hanya dengan sekali layangan
tangan saja, maka sudah dapat dipastikan kalau penduduk desa itu akan terpental
jauh. "Aaa...!"
Pekik kematian pun seketika terdengar ketika
tangan Benggala Sewu berkelebat ke bagian leher Gag-es dan Sunang telah mengoyak
leher keduanya hingga
bolong dan mengucurkan darah segar.
"Hi hi hi...!"
Benggala Sewu kembali terkekeh menyaksikan
tubuh dua orang penduduk Desa Waruwangi mengge-
lepar kemudian tak berkutik lagi.
Setelah kekehannya lenyap terbawa angin, ta-
tapan mata tajam Benggala Sewu kit. Tertuju ke Ge-
dang dan Bank yang berdiri dengan lutut gemetar.
"Kalian juga harus mendapatkan jatah yang
sama," ancam Benggala Sewu semakin membuat lutut kedua penduduk desa itu
bergetar hebat Namun, sebelum lutut Gedang dan Bank ter-
sungkur ke tanah, Benggala Sewu telah lebih dulu
menghajar tubuh mereka.
Crok! Crok! "Aaa...!"
Lengkingan keras bersahutan seketika terden-
gar. Tak lama kemudian dua tubuh penduduk Desa
Waruwangi bergelimpangan. Bagian ubun-ubun mere-
ka bolong terhantam jari-jari tangan Benggala Sewu
yang telah berubah seperti lempengan baja.
Seiring dengan lengkingan Gedang dan Barik,
puluhan penduduk yang bersenjatakan alat-alat per-
tanian dan juga golok muncul bersama dengan Ga-
nang. "Iblis!" maki Ganang yang menyaksikan empat temannya telah menjadi mayat.
Wajah Ganang semakin bertambah merah ketika menyaksikan tiga mayat
perempuan yang hanya mengenakan kain.
"Dia pasti pembunuhnya!" teriak Ganang menuding tubuh Benggala Sewu yang
berpakaian serba
biru. "Aku memang yang membunuh mereka," jawab Benggala Sewu dengan menunjuk
mayat tiga perempuan dan empat lelaki teman Ganang. "Aku memang ingin membunuh
seluruh penduduk desa ini, termasuk si tua bangka Reksopati!" lanjut Benggala
Sewu. "Majulah kalian!"
Para penduduk Desa Waruwangi yang telah di-
kuasai kemarahan tak lagi peduli dengan siapa mereka berhadapan. Mereka semua
maju secara serentak dengan senjata seadanya di tangan.
Teriakan-teriakan kemarahan terdengar dari
mulut-mulut penduduk yang berbondong-bondong
menyerbu Benggala Sewu. Para penduduk yang seba-
gian besar petani, tidak menguasai ilmu silat
Benggala Sewu lelaki yang berjuluk Penguasa
Danau Keramat hanya menanggapi serbuan penduduk
dengan senyum terkulum. Namun, ketika para pendu-
duk mendekat, Benggala Sewu segera bergerak cepat
mengibaskan tangannya ke sana kemari.
Plak! Plak! Crok! "Aaa...!"
Dua orang penduduk yang bersenjata cangkul
seketika terjungkal ketika bagian kepalanya terhajar sambaran tangan Benggala
Sewu. Pada bagian ubun-ubun dan pelipis mengeluarkan darah segar.
Penduduk Desa Waruwangi yang telanjur maju
harus pula mengalami nasib yang sama. Tendangan
kaki Benggala Sewu yang dialiri tenaga dalam tinggi mendarat telak di bagian
perut, dada, dan kepala.
"Aaakh...!"
"Huuuk...!"
Para penduduk desa yang tak mengerti ilmu si-
lat itu berpentalan jauh bagai ditiup angin puting be-liung. Pekik kematian pun
terdengar saling bersahutan.
"Hi hi hi...!"
Benggala Sewu terkekeh melihat penduduk
yang berjumlah sepuluh orang terbantai hanya dengan beberapa gebrakan. Kini di
hadapannya tinggal satu
orang penduduk yang masih hidup. Lelaki itu berdiri dengan lutut gemetar
ketakutan. "Jangan bunuh aku, Anak Muda, jangan bunuh
aku!" ratap lelaki berusia sekitar empat puluh tahun dengan telapak tangannya
rapat diletakkan di depan
dada. Kepalanya tertunduk di hadapan Benggala Se-
wu. "Aku tidak akan membunuhmu, Tua Bangka!"
hardik Benggala Sewu sambil melangkah menghampiri
salah satu mayat yang tergeletak.
Bret! Dengan gerakan cepat dan kasar Benggala Se-
wu menyobek pakaian lelaki yang telah menjadi mayat.
Sobekan pakaian itu kemudian digeletakkan di tanah.
Cleb! Seorang penduduk Desa Waruwangi yang ma-
sih hidup terbelalak kaget ketika dengan bengisnya Benggala Sewu membenamkan
jari telunjuknya di leher lelaki yang telah menjadi mayat Penduduk itu pun
menyaksikan bagaimana Benggala menuliskan beberapa kalimat dengan telunjuknya
yang berlumuran da-
rah. "Beruntung kau masih kuberi hidup!" sentak Benggala Sewu pongah. "Sekarang
berikan sobekan kain ini pada Reksopati. Cepat!"
Tanpa membuang-buang waktu. Lelaki itu se-
gera pergi dengan berlari sekencang-kencangnya. Tan-pa mempedulikan nafasnya
yang memburu keras.
"Hi hi hi....'"
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Benggala Sewu si Penguasa Danau Keramat
kembali terkekeh menyaksikan seorang penduduk
yang berlari seperti dikejar hantu.
*** 8 Ki Reksopati murka bukan kepalang ketika
membaca surat pada secarik kain yang dibawa seorang warganya. Terlebih ketika
mendengar penuturan lelaki pembawa surat itu. Wajahnya merah padam dan matanya
berkaca-kaca. "Belasan penduduk telah menjadi mayat di Kali
Baru sana, Ki," ucap lelaki pembawa surat si Penguasa
Danau Keramat. "Biadab!" maki Ki Reksopati geram.
Surat yang ditulis dengan darah pada sesobek
kain segera diberikan pada Raja Petir.
"Bacalah!" ucap Ki Reksopati agak keras.
Jaka segera membaca tulisan darah itu.
Reksopati! Kutunggu kau bersama dua orang
tamumu di Kali Batu.
Penguasa Danau Keramat.
"Kita harus segera menemuinya, Ki!" usul Jaka setelah selesai membaca surat
bertulis darah merah
itu. Ki Reksopati sependapat dengan Jaka, dan
tanpa menunggu persetujuan dari Gumai Gumarang,
Kepala Desa Waruwangi itu segera melesat dengan il-
mu meringankan tubuh yang dimilikinya.
Surat yang ditulis dengan darah pada sesobek
kain segera diberikan pada Raja Petir. Dan, Raja Petir pun segera membaca
tulisan berdarah itu.
Reksopati! Kutunggu kau bersama dua orang
tamumu di Kali Batu.
Penguasa Danau Keramat.
Gumai Gumarang memandang Jaka ketika me-
nyaksikan apa yang dilakukan Ki Reksopati. "Adi Reksopati memang seorang kepala
desa yang bertanggung
jawab," ucap Gumai Gumarang. "Ayo kita susul!" lanjutnya kemudian.
Dengan mempergunakan ilmu lari cepat yang
dimiliki, Gumai Gumarang dan Jaka melesat cepat
menyusul Ki Reksopati yang telah berlari lebih dulu.
Hanya beberapa lejitan, Gumai Gumarang dan Jaka
yang telah menguasai ilmu meringankan tubuh di atas Ki Reksopati segera dapat
menyusul Kepala Desa Waruwangi.
"Masih jauh Kali Baru itu, Ki?" tanya Jaka.
"Tinggal dua pal lagi," sahut Ki Reksopati sedikit tersengal.
Mendengar ucapan Kepala Desa Waruwangi,
Raja Petir segera mempercepat larinya. Dan ketika dirinya sudah berada di tempat
kejadian, sedikit keterkejutan melanda hatinya. Disaksikannya dua Raksasa
Lembah Beracun telah berdiri di samping kanan Pen-
guasa Danau Keramat
"Heh"! Raksasa itu betul-betul telah menjadi
pengikut Benggala Sewu!" ucap Ki Reksopati ketika tubuhnya berdiri di samping
kiri Raja Petir.
"Kalian sanggup menghadapi dua raksasa itu,
Ki, Paman?" tanya Raja Petir, tidak bermaksud meremehkan kepandaian yang
dimiliki Ki Reksopati dan
Gumai Gumarang.
"Kalau pun nyawaku yang menjadi taruhan,
aku akan tetap menghadapinya, Jaka," jawab Ki Reksopati mantap.
Sementara Gumai Gumarang tak berkata sepa-
tah pun mendengar pertanyaan itu. Dirinya memang
sudah siap menghadapi salah satu dari dua Raksasa
Lembah Beracun.
"Kalau begitu berhati-hatilah, dua raksasa itu bukan orang sembarangan! Biar aku
menghadapi Benggala Sewu," sahut Jaka.
Bersamaan dengan selesainya ucapan Jaka,
tawa terkekeh terdengar dari mulut si Penguasa Danau Keramat Suara itu bergema
sampai jauh. "Kalian lenyapkan dua lelaki tua itu, cepat!" perintah Benggala Sewu pada Sedaka
dan Garajas yang
telah menjadi anak buahnya.
Dua lelaki bertubuh besar yang berada dalam
pengaruh kekuasaan lelaki muda berpakaian biru se-
gera merangsek maju ke tubuh Ki Reksopati dan Gu-
mai Gumarang. Dua lelaki bercawat itu langsung me-
mainkan senjata andalan mereka, berupa sepasang
gada bergerigi yang ditautkan dengan rantai baja.
Wuuuk! Wuuuk! Ki Reksopati dan Gumai Gumarang yang me-
nyaksikan lawannya telah menggunakan senjata, seke-
tika mencabut senjata masing-masing yang berupa se-
pasang arit dan sebilah pedang biru.
Pertarungan sengit pun tak dapat dihindari. Te-
riakan-teriakan geram dan denting senjata yang disertai percik bunga api segera
menyemarakkan arena pertarungan maut.
Sementara dua lelaki muda usia yang berjuluk
Raja Petir dan Penguasa Danau Keramat nampak sal-
ing berhadapan. Sepasang mata lelaki berpakaian kun-
ing keemasan dan biru itu terlihat memandang dengan tajam ke wajah lawan.
Nampaknya mereka tengah
mengukur kekuatan masing-masing.
"Kuakui kalau dirimu memiliki pengaruh yang
kuat terhadap ilmu-ilmu yang kumiliki. Begitu juga
dengan sebilah pedang yang menggelantung di leher-
mu itu. Pedang pusaka itu memiliki perbawa yang be-
gitu mengagumkan. Namun sayang, semuanya itu
akan berakhir sekarang dan pedang pusaka itu seben-
tar lagi akan pindah ke tanganku," ucap Benggala Se-wu setelah puas merayapi
sekujur tubuh Raja Petir.
"Untuk itu kuperkenankan kau menyebutkan julu-
kanmu sebelum nyawamu melayang," lanjut Benggala Sewu sombong.
"Kupikir apa yang kau katakan akan terjadi se-
baliknya, Benggala," kilah Jaka tenang. "Aku sudah dapat mengukur kemampuanmu
melalui sorot mata-mu yang lemah. Namun, aku akan menuruti permin-
taanmu untuk mengetahui julukanku agar kau tak ka-
lah secara penasaran," sambung Jaka.
"Hmmm...," Benggala Sewu bergumam. "Bisa sombong juga kau, Jaka!"
"Raja Petir pantang bersombong diri, Benggala!"
bantah Jaka. "Hei"! Jadi kaulah yang berjuluk Raja Petir?"
terbelalak bola mata Benggala Sewu mendengar sebu-
tan Raja Petir. "Julukanmu sudah cukup lama mampir di telingaku, tapi sosokmu
baru kulihat sekarang," lanjut Benggala Sewu.
"Kau akan lari terbirit-birit setelah mengetahui julukanku?" ledek Jaka.
"Hi hi hi...!" Benggala Sewu terkekeh. "Justru sebaliknya, Raja Petir. Aku
senang bukan kepalang karena hari ini, kupastikan dapat mengubur jasad seo-
rang tokoh muda yang kesohor di kalangan rimba per-
silatan," bantah Penguasa Danau Keramat mene-
ruskan. "Kurasa keinginanmu itu hanya impian kosong, Benggala," ucap Jaka
meladeni bantahan Benggala Sewu. "Kita buktikan sekarang, Raja Petir!" ucap
Benggala Sewu menantang.
"Silakan kau membuka serangan lebih dulu,
aku ingin tahu sejauh mana kemampuan yang kau mi-
liki!" balas Jaka meremehkan lawannya.
"Kurang ajar!" maki Benggala Sewu termakan ucapan Jaka.
Lelaki berpakaian biru dengan rambut panjang
berwarna hitam dan putih keperakan segera melejit
menerjang tubuh Raja Petir. Jari-jari tangannya yang seperti lempengan baja
keras membentuk cakar membabat bagian leher.
"Hiaaa...!"
Wuuuttt! Begitu cepatnya sambaran tangan Benggala
Sewu, tapi gerakan Jaka yang langsung menggunakan
jurus 'Lejitan Lidah Petir' tak kalah cepat. Sebelum serangan si Penguasa Danau
Keramat mencapai sasaran,
tubuh Raja Petir telah lenyap dari tempatnya.
Benggala Sewu sempat terkejut menyaksikan
kecepatan gerak Jaka. Dengan rasa penasaran lelaki
berambut hitam dan putih keperakan itu mengejar tu-
buh Raja Petir dengan lesatan tubuh yang dua kali li-pat kecepatannya.
"Heh"!"
Hampir saja lambung Raja Petir koyak tersam-
bar jari-jari tangan Benggala Sewu yang tiba-tiba menyambar cepat. Untung saja
dengan cepat Raja Petir
segera mendoyongkan tubuh ketika merasakan angin
serangan yang datang begitu cepat
Ketika itu pula dengan begitu cepat, Raja Petir
mencoba memberikan serangan balasan dengan men-
gerahkan jurus 'Petir Menyambar Elang'. Tubuh Jaka
dengan kedudukan miring tiba-tiba melenting begitu
cepat ke udara. Dan seketika, tubuhnya yang berada
di udara itu meluncur dengan sepasang tangan berge-
rak cepat terarah ke bagian kepala dan dada Benggala Sewu. Lelaki berpakaian
biru yang berjuluk Penguasa Danau Keramat terkejut mendapatkan serangan balasan
yang begitu cepat.
Untuk menghindari serangan dahsyat itu,
Benggala Sewu segera mengeluarkan ilmu 'Pemisah
Raga' Seketika itu juga kepala Benggala Sewu terlepas dari tubuhnya, dan melesat
cepat menghindari terjangan tangan kanan Raja Petir. Namun, tubuhnya yang
tak sempat bergeming dari tempatnya terpaksa harus
menerima hantaman tangan kiri Raja Petir.
Slebbbs! Serangan Raja Petir mendarat di dada Benggala
Sewu. Heh"!
Jaka terkejut bukan kepalang ketika serangan-
nya yang tepat mengenai dada Benggala Sewu seperti membentur segumpalan kapas.
Keterkejutan Raja Petir semakin bertambah ke-
tika dengan tiba-tiba tubuh Benggala Sewu bergerak
mengejar kepalanya yang melayang-layang di udara.
Secepat tubuh itu kembali menyatu dengan kepalanya, seperti itu pula cepatnya
serangan balasan yang kembali diarahkan ke leher Raja Petir.
Wreeet! "Uts!"
Jaka melempar tubuhnya ke samping kanan
dan bergulingan di atas batu-batu kecil di tepian Kali
Batu. Dengan bertumpu pada punggung tangannya
Jaka kembali melakukan lentingan ke udara. Pada
saat yang bersamaan serangan Benggala Sewu kembali
datang dengan pengerahan tenaga dalam penuh.
"Hiaaat..!"
Jaka dengan kedudukan tubuh yang berada di
udara tak dapat berbuat banyak kecuali menangkis serangan Benggala Sewu. Maka
ketika serangan yang
mengarah ke lehernya mendekat Raja Petir segera
menghentakkan tangannya melakukan gerakan me-
nangkis. Plak! Plak! "Ikh!"
Tubuh dua lelaki berpakaian kuning keemasan
dan biru yang tengah mengambang di udara terpental
balik ke belakang ketika terjadi benturan keras.
Begitu kuat daya dorong akibat benturan yang
disertai dengan pengerahan tenaga dalam tinggi. Baik Jaka maupun Benggala Sewu
dapat mementahkan
daya dorong dengan melakukan perputaran tubuh be-
berapa kali di udara. Kemudian mendarat dengan ma-
nis di atas baru kali yang cukup besar.
"Tak percuma kau mendapatkan julukan Raja
Petir, Jaka!" ucap Benggala ketika tubuhnya telah ber-pijak mantap di baru
besar. "Namun aku tak yakin apakah kau mampu bertahan dengan racun ganas
yang kini bersemayam di tubuhmu," lanjut Benggala Sewu. "Racun ganas macam apa
yang kau miliki, Benggala. Sedikit pun aku tak merasa racun milikmu,"
bantah Jaka. Memang Raja Petir tiba-tiba merasa kan hawa
aneh, ketika melakukan tangkisan atas serangan
Benggala Sewu yang terarah ke leher. Hawa aneh itu sempat membuat tubuhnya
terasa demam untuk se-
saat, tapi pada saat berikutnya, Raja Petir merasa-kan tubuhnya kembali sehat
seperti sedia kala.
Ternyata tubuh Raja Petir mampu bertahan da-
ri racun dari Benggala Sewu. Lelaki berpakaian biru yang berjuluk Penguasa Danau
Keramat nampak terkejut mengetahui daya tahan tubuh Raja Petir yang
tak terpengaruh racun ganas yang dialirkan lewat jurus 'Racun Biru Danau
Keramat'. "Aaa...!"
Sebuah lengkingan keras yang menyayat tiba-
tiba terdengar. Lengkingan keras yang keluar dari mulut Ki Reksopati sempat
membuat Raja Petir berpaling ke belakang dan menyaksikan tubuh kepala desa yang
melayang deras.
Jaka sesungguhnya ingin menolong Ki Rekso-
pati yang berada dalam keadaan berbahaya. Namun,
keinginan Raja Petir tak terlaksana karena Benggala Sewu yang dapat membaca
hasrat hati Raja Petir telah kembali melakukan serangan gencar yang mematikan.
Dengan sangat menyesal Raja Petir membiar-
kan tubuh Kepala Desa Waruwangi terus melayang
dan jatuh berdebum.
Brukh! Hugkh! Ki Reksopati merasakan tulang belakangnya
seperti patah. Tendangan dahsyat Garajas ternyata tak mampu ditahannya. Kepala
desa itu menggeliat sambil mengerang merasakan sakit yang luar biasa.
Pada saat itulah, Garajas yang menjadi lawan
Ki Reksopati kembali mencelat melakukan serangan
susulan. Tubuh raksasa berambut gondrong yang
hanya mengenakan selembar cawat melayang dengan
senjatanya berupa sepasang gada bergerigi berputar-
putar cepat di atas kepala. Garajas memang sudah
bertekad menghancurkan tubuh Kepala Desa Waru-
wangi Akan tetapi, pada saat-saat yang mengancam
keselamatan jiwa Ki Reksopati, tiba-tiba dua buah
benda kuning seketika meluncur dengan cepat meng-
hadang Garajas yang hendak menghancurkan tubuh
Ki Reksopati. Sing! Sing! Suara luncuran benda yang cukup cepat itu
menimbulkan desingan keras, membuat Garajas ter-
sentak kaget. Lelaki bertubuh raksasa yang hanya
mengenakan cawat kulit ular mengetahui adanya ba-
haya mengancam jiwanya. Dengan gerakan cepat Ga-
rajas menggagalkan serangannya. Dengan cepat pula
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melempar tubuhnya ke kanan menghindari terjangan
dua benda kuning yang meluruk ke batok kepala dan
ulu hatinya. Garajas segera bangkit setelah tubuhnya bergu-
lingan di atas batu-batu kerikil pinggiran kali. Mata lelaki bertubuh raksasa
kini tertuju ke dua gadis cantik yang telah berdiri di samping kiri kanan Kepala
Desa Waruwangi.
"Gadis-gadis Setan!" maki Garajas dengan geram. "Kalian harus menerima hukuman!
Begitu lancang mencampuri urusanku!"
"Hukuman apa yang akan kau berikan padaku,
Lelaki Bejat"!" tanya gadis cantik berpakaian warna jingga agak ketus.
"Hukuman mati!" jawab Garajas mangkel. Gadis cantik berpakaian jingga yang tak
lain adalah Mayang Sutera nampak tersenyum mendengar ucapan
Garajas. "Seharusnya kau yang dihukum mampus atas
perbuatanmu yang kejam itu, Raksasa Jelek!" ledek Mayang Sutera.
"Kurang ajar!" maki Garajas mendengar dirinya
dicaci sebagai raksasa jelek. "Kau memang harus betul-betul dibikin mampus!"
Dengan kemarahan yang meletup-letup, Gara-
jas mencelat menerjang Mayang Sutera. Pekik kemara-
han menyertai serangan Garajas yang disertai dengan pengerahan tenaga dalam
tinggi. "Hiaaat..!"
*** 9 Mayang Sutera, gadis cantik bergelar Dewi
Payung Emas tak membiarkan serangan yang dilaku-
kan Garajas. Sedikit pun Mayang Sutera tak ingin tubuh raksasa bercawat itu
menjamahnya. Dengan gera-
kan cepat yang disertai pengerahan tenaga dalam,
Mayang Sutera kembali melepas gelang-gelang emas di tangannya.
Siiing! Siiing! Dua benda bundar kembali meluruk deras ke
tubuh Garajas yang tengah melayang di udara. Lelaki bertubuh Raksasa itu
sebisanya menggerakkan sepasang gadanya untuk menangkis serangan gelang-
gelang emas Mayang Sutera. Tetapi....
"Heh"!"
Garajas terbelalak kaget ketika menyaksikan
sepasang benda yang meluncur itu seperti memiliki
mata. Dua benda bundar itu mampu menghindar keti-
ka gada bergerigi bergerak menangkis.
"Uts!"
Dengan sangat terpaksa Garajas kembali me-
lempar tubuhnya ke kanan dan bergulingan di tanah
berbatu-batu kerikil.
Sebenarnya pada saat Garajas bergulingan,
Mayang Sutera bisa saja berkelebat cepat untuk mem-
berikan serangan susulan. Namun tak dilakukan ka-
rena gadis berpakaian jingga itu menginginkan pertarungan berlangsung jujur,
tanpa ada gerakan membo-
kong dari belakang.
Lain halnya dengan Garajas yang ingin meme-
nangkan pertarungan ini dengan berbagai cara. Ketika tubuh raksasanya kembali
bangkit, Garajas langsung
mengerahkan jurus-jurus beracunnya yang bernama
'Badai Lembah Beracun'.
Tapi sayang, gerakan yang hendak dilakukan
Garajas terhambat kembali oleh luncuran gelang-
gelang emas Mayang Sutera. Dan, Mayang Sutera yang
melesat tak ingin memberikan ruang gerak pada Gara-
jas, dengan cepat melesat dengan senjatanya berupa
payung kuning yang terkembang.
Dua buah serangan beruntun dilancarkan ga-
dis cantik yang berjuluk Dewi Payung Emas. Serangan itu membuktikan kepada
Garajas, bahwa kecepatan
gerak Mayang Sutera ternyata lebih cepat dibanding
dengan gerakannya. Dengan serangan beruntun itu
Garajas semakin kehilangan kesempatan untuk mela-
kukan serangan balasan.
Dewi Payung Emas dengan senjata berupa
payung yang terkembang terus melakukan serangan
gencar ke bagian tubuh Garajas yang mematikan.
Garajas sendiri, dengan gerakan-gerakan tanpa
rencana berusaha menghindari ujung-ujung payung
Mayang Sutera yang runcing seperti mata tombak.
Wruuut! Wruuut! "Ops!"
Garajas merendahkan tubuhnya ketika payung
Mayang Sutera melesat ke pelipisnya. Akan tetapi,
Mayang Sutera yang memiliki kecerdikan luar biasa
sengaja menciptakan gerak tipu yang membahayakan
pertahanan lawan.
Ketika tubuh Garajas merendah, sebuah ten-
dangan lurus terarah cepat ke dahi raksasa berambut gondrong dilancarkan Mayang
Sutera. "Hiaaat..!"
Dengan teriakan nyaring gadis berpakaian jing-
ga melepas tendangan.
Plark! "Akh!"
Tubuh Raksasa Garajas terhuyung beberapa
langkah ke belakang. Dan pekikan keras dari mulut
Garajas ketika terkena tendangan Mayang Sutera
membuat Sedaka terkejut seperti tersengat kalajengking.
Sedaka tak menyangka kalau Garajas tak
mampu menahan desakan gadis cantik yang hanya
menggunakan sebuah payung sebagai senjatanya.
Keterkejutan serupa juga dialami Benggala Se-
wu. Lelaki yang berjuluk Penguasa Danau Keramat itu memang sejak awal telah tahu
kehadiran gadis cantik yang ikut terjun ke kancah pertempuran. Namun,
sesungguhnya hati Benggala Sewu tak yakin kalau ter-
nyata gadis cantik itu mampu mendesak kedudukan
Garajas. Bahkan gadis itu mampu mengancam nyawa
lelaki bertubuh raksasa yang memiliki kemampuan
handal. Berbeda dengan Sedaka dan Benggala Sewu.
Segurat kecerahan terlihat di wajah Jaka yang me-
nyaksikan Mayang Sutera berhasil menyelamatkan
Kepala Desa Waruwangi. Bahkan kekasihnya kini
mampu mendesak kedudukan lelaki bercawat kulit
ular itu. Di sisi lain, pertarungan antara Gumai Guma-
rang yang dibantu Seruni pun nyaris menemui hal
yang sama. Sedikit keunggulan nampak dimiliki Gumai Gumarang dan Seruni,
terbukti dengan gerakan
menghindar yang terus dilakukan Sedaka tanpa mem-
berikan serangan balasan sedikit pun.
"Kau jangan bangga dulu, Raja Petir!" sentak Benggala Sewu ketika menyadari
keadaan kedua anak
buahnya yang mengkhawatirkan.
"Setelah kulenyapkan dirimu, gadis-gadis itu
pun akan kubinasakan!" lanjut Benggala Sewu geram.
"Sejak pertama kita bertarung kau selalu berka-ta begitu, Benggala. Tapi mana
kenyataannya?" ledek Jaka dengan pertanyaan yang membuat telinga Benggala Sewu
panas. Lelaki berambut hitam dan putih keperakan itu
nampak geram dengan ucapan Raja Petir. Dari mulut-
nya seketika terdengar gerengan kemurkaan.
"Grrrkh...! Aku tak akan memberimu kesempa-
tan lagi untuk hidup, Raja Petir!" ucap Benggala Sewu.
Lelaki muda usia berpakaian biru melangkah
mundur satu tindak. Tangan kanannya seketika berge-
rak perlahan ke atas kepala. Lalu dengan sekali sentak saja kepala Benggala Sewu
telah tercabut dari badannya. Krek!
Tangan Benggala Sewu kini menenteng kepa-
lanya sendiri, lalu dengan kuat menghentakkan kepala itu hingga terlempar deras
menuju Jaka. Kepala dengan bola mata yang menyorot keme-
rahan itu meluncur deras. Dari jarak sekitar satu batang tombak mata kepala itu
melepaskan selarik sinar kemerahan menuju ke kepala Raja Petir.
Mendapatkan serangan berbahaya itu Raja Pe-
tir melenting ke udara. Dan ketika mendarat, Jaka
kembali menghentakkan kaki dan melesat cepat. Tu-
buhnya pun kini mencelat semakin menjauhi kepala
Benggala Sewu. Raja Petir sengaja melakukan hal itu untuk
mengambil jarak yang cukup, agar pertarungan meng-
hadapi Benggala Sewu tak menimbulkan akibat buruk
bagi diri Mayang Sutera, Seruni, Paman Gumai Guma-
rang, dan Ki Reksopati. Karena Raja Petir mengetahui bahwa Ki Reksopati
menderita luka dalam.
Sementara itu Lodaya Waru telah muncul ber-
sama beberapa penduduk yang memegang beraneka
jenis senjata tajam.
Rupanya pancingan Raja Petir untuk menjauh-
kan tempat pertarungan tak disadari Benggala Sewu.
Lelaki yang berjuluk Penguasa Danau Keramat terus
mengejar tubuh pemuda berpakaian kuning keemasan.
"Sekarang kita bebas mengeluarkan jurus-jurus
sakti yang kita miliki, Benggala!" tukas Jaka penuh tantangan.
"Keluarkan apa yang kau punya, Raja Petir!
Aku akan menandingi!" sambut Benggala Sewu yang berwujud kepala tanpa badan
mengambang di udara.
Raja Petir nampaknya sudah dapat mengukur
kesaktian Benggala Sewu yang cukup tinggi, sehingga tak ingin membuang-buang
waktu percuma. Seketika
itu juga Raja Petir meloloskan sabuk hijau yang me-
lingkar di pinggang. Seberkas sinar menyilaukan seketika berpendar-pendar dari
sabuk yang telah berada di genggaman tangannya.
"Terimalah seranganku, Benggala!" teriak Jaka lantang.
Pergelangan tangannya pun seketika bergerak
cepat, menghentak sabuk hijau yang dicekalnya.
"Hih!"
Ctar! Selarik sinar keperakan mencelat dari ujung
sabuk yang berkelebat menimbulkan bunyi seperti
guntur. Sinar keperakan seperti sambaran petir itu
meluruk dengan cepat ke batok kepala Benggala Sewu.
Crasss! "Heh"!"
Mata Jaka terbelalak menyaksikan sinar seperti
petir itu tak mampu menembus batok kepala Benggala
Sewu. Bahkan sinar itu raib ketika menyentuh kepala berambut hitam dan putih
keperakan. Wajah Benggala Sewu nampak tersenyum keti-
ka serangan Jaka mampu diredamnya.
"Lakukan lagi, Raja Petir! Sampai kau puas,"
ujar Benggala Sewu memancing kemarahan Jaka.
Jaka memang meluluskan permintaan Bengga-
la Sewu. Lelaki berpakaian kuning keemasan itu nam-
pak penasaran kalau tak dapat menghancurkan kepala
lawan dengan sabuk yang ada di tangannya.
Seketika itu juga Jaka menyerang Benggala
Sewu dengan menggunakan jurus sakti bernama
'Sabuk Petir Pelebur Raga'.
Pergelangan tangan Jaka dengan jari-jarinya
yang mencekal sabuk hijau kembali bergerak cepat
"Hih!"
Sekali lagi sabuk hijau Raja Petir menyambar
dengan kecepatan kilat
Ctaaar! Glaaarrr...!
Jaka kembali terkejut menyaksikan kenyataan
yang dihadapinya. Disaksikannya sendiri betapa dah-
syat ledakan akibat benturan seleret sinar keperakan yang menyambar kepala
Benggala Sewu. Namun kepala yang melayang-layang di udara itu masih tetap utuh
seperti sediakala. Bahkan, di wajah Benggala Sewu
kembali terukir seulas senyum mengejek
Ilmu Iblis! Maki Jaka dalam hati.
"Kenapa berhenti, Raja Petir?" tanya Benggala Sewu angkuh. "Apa kau ingin aku
yang gantian menyerang" Nah, bersiaplah!"
Wujud Benggala Sewu yang hanya berupa ke-
pala berlumuran darah berkelebat cepat. Sementara
Jaka kembali bersiap melindungi dirinya dengan se-
buah ajian yang bernama aji 'Kukuh Karang'.
Seketika bagian kepala hingga dada dan lutut
hingga ujung kaki Raja Petir terselimuti sinar kuning keemasan.
Menyaksikan sinar kuning keemasan menyeli-
muti tubuh Jaka, tanpa ragu kepala Benggala Sewu terus melanjutkan serangannya.
Bola matanya menyorot
merah menciptakan dua larik sinar merah. Sinar me-
rah itu meluncur cepat ke kepala Jaka. Sedangkan
mulutnya yang menganga lebar mengeluarkan api ber-
kobar dan melesat ke dada Raja Petir.
Begitu cepat dua serangan beruntun dilakukan
Benggala Sewu. Dan seketika sinar merah yang disusul semburan api menerjang
bagian tubuh Jaka.
Jrebbbs! Bresh! Dua serangan beruntun yang dilancarkan oleh
Benggala Sewu dapat dipatahkan. Aji 'Kukuh Karang'
yang digunakan Raja Petir ternyata mampu menangkis
serangan dahsyat Benggala Sewu. Bahkan serangan
balasan Raja Petir dengan meloloskan pedang pusaka
dari lehernya membuat mata Benggala Sewu terbelalak ngeri. Pamor Pedang Petir
yang tergenggam di tangan Jaka nampak dialiri sebentuk kekuatan batin. Sebuah
kekuatan yang membuat penampilan pedang pusaka
itu begitu menakjubkan. Wujud pedang pusaka terli-
hat seperti lidah petir yang hidup dan bergerak-gerak.
Ketika Raja Petir mengangkat tinggi-tinggi pe-
dang pusaka, langit yang semula terang-berderang sekonyong-konyong berubah
gelap. Suara gemuruh sal-
ing bersahutan terdengar dari kejauhan.
Bersamaan lenyapnya suara gemuruh di kejau-
han, lenyap pula kegelapan yang menyelimuti langit.
Seketika itu juga dengan cepat Jaka melakukan gera-
kan membacok ke arah kepala Benggala Sewu yang
masih terkesima menyaksikan perbawa Pedang Petir.
Ternyata, Benggala Sewu masih tetap berusaha
Raja Petir 11 Penguasa Danau Keramat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghindari serangan Jaka yang begitu cepat dan ti-
ba-tiba. Tapi sayang, gerakan menghindar yang dila-
kukan tak mampu mengimbangi kecepatan gerakan
membacok yang dilakukan Jaka. Seketika itu juga...
Crakkk! "Aaakhh...!"
Lengking kematian terdengar keras ketika pe-
dang Petir Jaka membabat kepala Benggala Sewu. Se-
hingga, kepala yang tadi melayang-layang terbelah
dua. Bruk! Kepala yang terbelah itu terbanting ke bumi
dan seketika itu juga keanehan kembali muncul di hadapan Jaka. Kepala yang
terbelah itu tiba-tiba menya-tu kembali dengan sosok tubuh Benggala Sewu yang
berpakaian serba biru. Benggala Sewu sudah tak ber-
nyawa lagi. Namun tiba-tiba sosok tubuh lelaki berjuluk Penguasa Danau Keramat
itu berubah. Sosok yang
semula muda usia dan begitu tampan bagai pangeran,
kini nampak begitu tua seperti seorang kakek yang berusia delapan puluh tahunan.
Raja Petir begitu terkejut menyaksikan kejadian
aneh di depannya. Tetapi belum hilang rasa herannya, tiba-tiba terdengar suara
teguran. "Kau tak apa-apa, Kakang?"
Ternyata suara Mayang Sutera yang tiba-tiba
membuat Raja Petir berpaling. Mata Raja Petir berbinar-binar menyongsong
kehadiran gadis cantik berpa-
kaian jingga. "Ah, tidak. Aku tak apa-apa, Mayang," jawab Jaka. "Bagaimana Paman Gumai dan
Seruni?" "Mereka juga tidak apa-apa, Kakang. Dua lelaki bercawat melarikan diri mendengar
lengking kematian lawanmu," sahut Mayang sambil merangkul tubuh Ja-ka. "Semula
aku ingin mengejar mereka, tapi Paman Gumai melarang," lanjut Mayang manja.
*** Siang yang cukup panas tak membuat orang-
orang yang berada di dalam rumah Ki Reksopati mera-
sa kegerahan. Mereka kembali merasa lega, ketika menyaksikan Kepala Desa
Waruwangi sudah mampu
bangkit setelah mendapat pertolongan dari Gumai
Gumarang. "Siapa sebenarnya tokoh Benggala Sewu itu,
Ki?" tanya Raja Petir kepada Ki Reksopati setelah kepala desa itu duduk di
kursinya. "Hmmm..., puluhan tahun silam, ketika aku
masih belia seorang lelaki berjuluk Penguasa Danau
Keramat pernah menguasai desa ini. Namun, kemu-
dian lelaki itu tiba-tiba lenyap dan meninggalkan desa kekuasaannya begitu saja.
Entah apa maksud keper-giannya setelah berhasil menguasai Desa Waruwangi
ini. Dan sekarang tiba-tiba saja lelaki itu muncul lagi dengan wujud seorang
pemuda." Ki Reksopati mencoba menjelaskan kejadian
yang pernah terjadi atas tokoh Penguasa Danau Kera-
mat beberapa puluh tahun silam.
"Kurasa dia punya ilmu yang membuat dirinya
kembali muda, Ki," timpal Jaka sambil terangguk-
angguk setelah mendengar penjelasan Ki Reksopati.
"Dan tujuannya ke sini untuk merebut kembali desa yang dulu jadi kekuasaannya,"
timpal Jaka. "Mungkin begitu," sahut Ki Reksopati dengan mata tak lepas menatap wajah Jaka.
"Kau hebat, Jaka! Aku berhutang budi pada-
mu," ucap Ki Reksopati penuh rasa terima kasih kepada pemuda berpakaian kuning
keemasan yang duduk
di depannya. Raja Petir hanya membalas ucapan Ki Reksopa-
ti dengan senyuman.
"Tak ada budi yang ku tanam di desa ini, Ki.
Yang ada hanya kewajibanku untuk menolong orang-
orang yang memang membutuhkan pertolongan," tukas Jaka sambil terus memandang
wajah Kepala Desa
Waruwangi itu. Ki Reksopati tersenyum bangga mendengar
perkataan Jaka yang begitu bijak. Dan tangan kepala desa itu pun terulur meraih
bahu Raja Petir.
"Terima kasih, Raja Petir," ucap Ki Reksopati penuh keharuan.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Naga Sasra Dan Sabuk Inten 11 Pendekar Gila 13 Kalung Keramat Warisan Iblis Titisan Ilmu Setan 1