Rajahan Naga Hitam 2
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam Bagian 2
pimpinan di Perguruan Angin Barat!" lanjut lelaki berpakaian merah darah yang
mengaku bernama Setyo-
gunala. Ucapan barusan terdengar lantang dan man-
tap. "Ha ha ha...!"
Di luar dugaan Setyogunala, Garnika tertawa
keras. Suara tawa itu berkesan meremehkan diri Ketua Perguruan Angin Barat
"Gunala!" ucap Garnika setelah tawanya berhenti. Panggilannya terhadap Ketua
Perguruan Angin
Barat amat tidak sopan. Beberapa murid utama Pergu-
ruan Angin Barat yang kini berdiri di samping kiri-
kanan Setyogunala bermaksud hendak menghajar ke-
lancangan lelaki berkepala gundul. Namun, hasrat murid-murid itu terbendung oleh
ketenangan sang Pe-
mimpin. "Sabar, biar dia bicara seenak perutnya," cegah Setyogunala dengan ketenangan
yang luar biasa.
Jaka dan Mayang Sutera pun mengagumi kete-
nangan yang diperlihatkan Ketua Perguruan Angin Ba-
rat itu. "Aku ingin tahu seberapa banyak murid yang menimba ilmu di perguruan
ini," lanjut Garnika setelah ucapannya terhenti karena menyaksikan murid-
murid utama Perguruan Angin Barat yang bermaksud
menyerangnya namun tertahan oleh larangan Setyo-
gunala. "Untuk apa kau ketahui keadaan murid perguruan ini?" balik Setyogunala
ketus. "Yang jelas, karena kedatanganmu ke perguruan ini jumlah murid-muridku
menjadi berkurang tiga orang. Dan kalian harus menebus kekurangan itu!" lanjut
Setyogunala tegas.
"Ha ha ha.... Jangan lanjutkan mimpimu di
siang bolong begini, Gunala! Tahukah kau, kalau sekarang ini tengah berhadapan
dengan Pendeta Kembar
yang telah bergabung di bawah naungan Perguruan
Naga Hitam Sejati. Dan kami utusan Panglima Naga
Hitam yang menginginkan kau menjadi pengikut setia
Perguruan Naga Hitam Sejati!" papar Jatnika menyelak ucapan yang hendak keluar
dari mulut Garnika.
"Kau lihatlah Rajahan Naga Hitam ini!" lanjut Garnika seraya menyingkap sedikit
pakaian di bagian dadanya. Gambar seekor ular naga hitam nampak di
dadanya yang bidang.
Bruk! Pada saat tangan Jarnika menyibak pakaian di
bagian dadanya, tubuh Kintana murid Perguruan An-
gin Barat jatuh terkulai di tanah.
"Akan kuturuti keinginan Panglima Naga Hitam
asalkan kalian berhasil menundukkanku dan juga mu-
rid-murid perguruan ini, namun sebelumnya kuha-
rapkan kalian sudi membebaskan totokan pada tubuh
Kintana," pinta Setyogunala pelan.
Murid-murid utama Perguruan Angin Barat
sempat kaget mendengar persetujuan yang keluar dari mulut pimpinannya, namun
begitu semua murid utama Perguruan Angin Barat segera memaklumi keting-
gian ilmu gurunya.
Tuk! Tuk! "Hmmmhhh...!"
Jatnika tanpa membuang waktu segera mem-
bebaskan Kintana dari pengaruh totokannya. Seketika itu juga terdengar lenguhan
kesakitan yang keluar dari mulut Kintana.
Tiga murid utama Perguruan Angin Barat yang
berdiri di samping Setyogunala segera berhamburan
menubruk tubuh Kintana sesaat setelah mendapat pe-
rintah dari gurunya.
Beberapa saat lamanya, Jarnika dan Garnika
menyaksikan tubuh Kintana dibawa oleh murid-murid
utama Setyogunala. Namun pada saat selanjutnya ta-
tapan mata Pendeta Kembar telah mencorong tajam ke
wajah Ketua Perguruan Angin Barat.
"Pertarungan yang bagaimana yang kalian in-
ginkan, Pendeta Kembar"!" tanya Setyogunala menimpali tatapan mata Jarnika dan
Garnika yang menyala
seperti kilatan mata kucing di kegelapan malam.
"Bebas!" sahut Garnika mendahului Jatnika.
"Baik!"
Setyogunala memberi aba-aba pada seluruh
muridnya untuk bersiap-siap menghadapi segala ke-
mungkinan. Sementara dirinya maju dua langkah
mengikuti gerakan yang dilakukan Jatnika.
Sementara itu, dari balik persembunyian Raja
Petir dan Mayang Sutera terus mengikuti dengan tatapan mata seperti tak
berkedip. "Kau pernah bentrok dengan Panglima Naga Hi-
tam, Kakang?" tanya Mayang Sutera.
Lelaki berpakaian kuning keemasan yang berju-
luk Raja Petir menggelengkan kepala menjawab perta-
nyaan gadis cantik berpakaian jingga.
"Mendengar sepak terjangnya?" tanya Mayang lagi. "Ya. Panglima Naga Hitam
tergolong seorang da-tuk sesat yang bertekad menjadi pemimpin besar rim-
ba persilatan," jawab Jaka. "Itu pun kudengar dari pembicaraan kasak-kusuk di
sebuah kedai di Desa
Bantul beberapa purnama yang silam," lanjut Jaka.
"Keinginan yang bagus, namun sayang ber-
sumber pada orang yang salah," ulas Mayang.
"Ya. Sekarang Panglima Naga Hitam telah me-
lancarkan gerakan-gerakannya demi keinginan untuk
menjadi seorang pemimpin besar. Dan kita harus men-
cegah semua itu," ucap Jaka dengan tatapan mata yang kembali pada pemandangan
yang tak jauh di hadapannya.
Pertarungan antara Setyogunala dan Jatnika
pun berlangsung. Nampak serangan kedua lelaki yang
sama-sama berpakaian merah itu masih pada tahap
saling menjajaki. Setyogunala merasa kemampuan la-
wannya tak berada di bawahnya. Begitu juga yang di-
rasakan Jatnika.
"Hiaaa!"
Sebuah teriakan mengiringi tubuh Jarnika yang
melejit ke arah Setyogunala. Lelaki berkepala botak sebagai orang tertua dari
Pendeta Kembar langsung
menggunakan senjatanya berupa tasbih berbiji besar-
besar yang diayunkan ke arah leher Ketua Perguruan Angin Barat
Singngng! Suara berdesing mengiringi serangan Jatnika
dengan tasbihnya. Setyogunala sempat terkesiap me-
nyaksikan kedahsyatan serangan lawan yang dilancar-
kan dengan pengerahan tenaga dalam tinggi. Namun
begitu, Ketua Perguruan Angin Barat itu tidak merasa gugup karenanya.
Lelaki setengah baya berpakaian merah darah
itu segera menghentakkan kakinya melakukan lejitan
ke belakang. "Hip...!"
Singngng! Wrettt..! Serangan dahsyat Jatnika berhasil dielakkan
Setyogunala. Akan tetapi lelaki Ketua Perguruan Angin Barat sempat merasakan
getaran hebat di bagian dadanya akibat sambaran angin yang keluar dari senjata
milik Jatnika. Sedangkan Jatnika yang unggul dalam hal ke-
gesitan, segera memanfaatkan Setyogunala dengan
kembali melancarkan serangan susulan melalui ten-
dangannya yang cepat terarah ke dada lawan.
"Haaa...!"
Diiringi dengan pekikan mengguntur tubuh
Jatnika melesat dengan kaki kanan yang bergerak lu-
rus memberikan tendangan dengan pengerahan tenaga
dalam tinggi. Wuttt..! "Uts!"
Setyogunala menyadari kecepatan gerakan se-
rangan susulan yang dilancarkan Jatnika, dengan ce-
pat memiringkan badan dengan membawa mundur se-
langkah kaki kanannya.
Tapi rupanya Jatnika telah mampu membawa
gerakan yang diambil Ketua Perguruan Angin Barat
demi menyelamatkan tubuhnya dari sambaran kaki
kanannya. Setelah serangannya berhasil dielakkan Setyo-
gunala, Jatnika cepat melancarkan gedoran kuat
menggunakan sikunya.
"Hih!"
Plak! "Akh!"
Tubuh Ketua Perguruan Angin Barat terpekik.
Tubuhnya terhuyung tiga langkah ke belakang saat
tangannya berkelebat menepis sodokan siku Jatnika.
Sementara lelaki berkepala gundul itu sendiri cuma
terhuyung dua langkah. Kenyataan ini membuktikan
kalau dalam benturan tadi kekuatan tenaga dalam
Jatnika lebih tinggi.
Pada pertarungan lain nampak Garnika berha-
dapan dengan empat murid utama dari Perguruan An-
gin Barat Pertarungan itu sendiri sudah berlangsung beberapa jurus, tapi belum
menampakkan keterdesakan salah satu pihak.
Garnika yang memang memiliki mutu dan ke-
pandaian ilmu silat yang lebih tinggi tidak mampu di-desak oleh keempat
lawannya. Namun, Garnika tidak
mampu mendesak empat murid Perguruan Angin Ba-
rat yang melakukan penyerangan begitu padu.
Aku harus melumpuhkan salah satu di antara
mereka, ucap Garnika dalam hati.
Bersamaan dengan selesainya ucapan Garnika,
salah seorang murid utama Perguruan Angin Barat
kembali menerjang dengan senjatanya berupa sebilah
pedang. Bunyi angin menderu mengiringi serangan
yang dilancarkan dengan pengerahan tenaga dalam
tinggi. Wungngng!
Trak! "Aaakh!"
Tubuh tinggi kurus murid utama Perguruan
Angin Barat seketika terpental balik ke belakang, ketika pedang yang ditebaskan
ke dada Garnika memben-
tur dengan tepat. Sehingga akibat yang di-timbulkan sungguh berbeda dari apa
yang diinginkan.
Murid utama Perguruan Angin Barat merasa-
kan hantamannya seperti membentur batu karang
yang amat kuat. Dirasakan tangannya begitu panas,
sedangkan senjatanya terpental jatuh di tanah.
Sementara itu, Garnika juga tidak yakin dengan
kejadian yang betul-betul dialami. Sungguh dia sendiri tak menyangka kalau
tubuhnya menjadi demikian
kebal. Padahal, ketika menghadapi senjata murid uta-ma Perguruan Angin Barat
dirinya cuma mengaliri se-
luruh kekuatan tenaga dalamnya ke bagian yang dite-
bas lawan, akan tetapi....
Apakah ini pengaruh dari rajahan Panglima Na-
ga Hitam" Ucap hati Garnika bertanya-tanya.
Pertanyaan Garnika belum sempat terpecahkan
ketika dengan lantang salah seorang murid Perguruan Angin Barat yang lain
mencaci-maki. "Manusia Iblis!" bentak lelaki bertubuh kekar.
Lelaki itu kemudian berkelebat memberikan se-
rangan susulan. Namun serangan mematikan yang di-
berikan kali ini sengaja diarahkan ke batang leher
Garnika. Lelaki berkepala gundul yang memiliki suara
mirip perempuan terkejut mendapatkan serangan su-
sulan murid Perguruan Angin Barat. Sungguh dia ti-
dak berani menanggung akibat dari serangan lawan
yang mengancam lehernya dengan hanya membiarkan
serangan itu. "Hop!"
"Uts!"
Dengan perhitungan yang cukup matang, Gar-
nika membawa kakinya melompat mundur ke bela-
kang, lalu dengan kecepatan geraknya yang luar biasa, tubuh lelaki berjubah
pendeta itu kembali melejit ke depan melewati kepala murid Perguruan Angin
Barat. Dan dengan gerakan yang di luar dugaan tubuh Gar-
nika yang tengah berada di udara meluruk dengan se-
pasang kakinya tertuju ke arah punggung murid uta-
ma Setyogunala.
"Hiaaa...!"
Blugkh! Hughk! Tubuh murid utama Perguruan Angin Barat
terjerembab dan melenguh kesakitan, ketika tendan-
gan Garnika mendarat di punggungnya. Tubuh yang
terbalut pakaian putih itu tersungkur hingga bagian wajahnya, dengan keras
membentur permukaan tanah. Darah nampak berceceran, keluar dari mulut, hidung,
dan kulit wajah yang tergores permukaan tanah.
Raja Petir dan Mayang Sutera yang menyaksi-
kan kejadian dari tempat sembunyi sempat terkejut.
Sungguh keduanya tidak menyangka kecepatan gerak
dan kekuatan tenaga dalam yang dimiliki Garnika.
"Kita harus campur tangan secepatnya,
Mayang, " ucap Jaka pada gadis cantik berpakaian jingga yang berdiri di
sebelahnya. "Ayo, Kakang! Biar aku yang menghadapi Gar-
nika," timpal Mayang Sutera menyetujui ucapan lelaki berpakaian kuning keemasan
yang berjuluk Raja Petir.
Jaka kembali menyaksikan pertarungan antara
Setyogunala menghadapi Jatnika. Nampak lelaki se-
tengah baya yang mengenakan pakaian merah mulai
terdesak, seperti juga murid-murid utama Perguruan
Angin Barat yang mulai terpukul mundur.
Akan tetapi murid-murid utama Setyogunala
sedikit mendapatkan angin segar untuk bertahan keti-ka tanpa diperintah oleh
pimpinan perguruan, murid-
murid kelas menengah telah turun ke kancah perta-
rungan. Garnika sendiri terkejut menyaksikan puluhan murid-murid Perguruan Angin
Barat yang telah meluruk ke arahnya dengan senjata tajam yang terhunus.
Akan tetapi Garnika bukanlah tokoh persilatan yang
mudah menyerah begitu saja. Meski hanya mengguna-
kan senjata berupa tasbih berukuran besar, lelaki berkepala gundul yang memiliki
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suara mirip perempuan
itu mampu mengimbangi keroyokan lawan-lawannya.
Tebasan, tusukan, dan serangan membokong
yang dilakukan murid-murid Perguruan Angin Barat
berhasil dielakkan Garnika. Bahkan serangan balasan yang dilakukan secara tiba-
tiba mampu memukul
mundur murid-murid Setyogunala yang berhasrat
menghabisi nyawanya.
"Hiaaa...!"
"Uts!"
Blugkh! Blugkh!
Dua murid kelas menengah kembali terpukul
mundur. Tendangan menyilang dan hantaman siku
Garnika dengan telak menghantam bagian perut dan
dada lawannya. Kedua lawan Garnika yang terkena hantaman
tendangan dan sikutan seketika terpental sejauh satu setengah batang tombak.
Kedua murid kelas menengah Perguruan Angin Barat seketika roboh dengan da-
rah segar yang menyembur dari mulut mereka.
Di tengah-tengah keganasan Garnika yang
membabat murid-murid Perguruan Angin Barat, tiba-
tiba melesat sesosok bayangan tubuh mengenakan pa-
kaian jingga. Begitu gesit dan cepat gerakan yang dilakukan sosok berpakaian
jingga, hingga tahu-tahu su-
dah berada di tengah pertempuran antara murid-
murid kelas menengah Perguruan Angin Barat mela-
wan Garnika. "Akulah lawanmu, Garnika!" ucap sosok berpakaian jingga yang ternyata seorang
gadis berparas cantik Gadis cantik itu tak lain Mayang Sutera alias Dewi Payung
Emas. "Heh"! Putri Perguruan Gelang Emas?" ucap Garnika dengan raut muka menyimpan
keterkejutan. "Kau masih penasaran ingin merebut kitab pusaka Gelang-Gelang Emas?" tanya
Garnika. "Bukan hanya itu, Pendeta Sesat! Kau harus
kuringkus agar tak merajalela dengan meminta korban nyawa!" sahut Mayang Sutera.
Garnika mendelikkan kedua matanya menden-
gar ucapan gadis cantik putri tunggal Perguruan Ge-
lang Emas. Sementara di tempat lain sosok muda ber-
pakaian kuning keemasan yang tak lain Jaka alias Ra-ja Petir telah turun juga di
antara pertempuran Setyogunala melawan Jatnika.
"Maafkan kelancanganku, telah turut campur
dalam urusan ini, Kisanak sekalian!" ucap Jaka sopan Setyogunala dan Jatnika
langsung saja meng-hujani wajah Jaka dengan tatapan mata yang masing-
masing mengandung makna yang berbeda.
*** 6 "Raja Petir!" bentak Jatnika ketika mengenali sosok muda yang berdiri tegak di
antara dirinya dan Setyogunala. "Jangan coba-coba ingin mencampuri urusanku
kalau masih ingin mereguk hari esok!"
Jaka hanya menanggapi hardikan Jatnika den-
gan senyum samar menghias wajahnya. Namun, tata-
pan matanya yang tenang tak lepas pula membalas ta-
tapan mata orang tertua dari Pendeta Kembar.
Setyogunala sendiri menjadi tenang hatinya se-
saat nama Raja Petir disebut Jatnika. Sungguh dirinya tak menyangka kalau hari
ini berjumpa dengan sosok
muda yang namanya terukir harum di rimba persila-
tan. Tokoh muda yang digdaya, yang selalu berpijak
pada kebenaran dan tak segan-segan menyingkirkan
kelaliman yang berlangsung di muka bumi ini. Meski Ketua Perguruan Angin Barat
belum pernah menyaksikan secara langsung kehebatan Raja Petir, dirinya begitu
yakin dengan kabar yang pernah didengarnya
dari tokoh-tokoh persilatan lain.
"Raja Petir! Telah kudengar kehebatanmu dari
orang-orang persilatan golongan hitam atau putih. Tapi seharusnya kau tidak
menjadi besar kepala. Janganlah kau mencari urusan dengan Pendeta Kembar, karena
akan percuma saja apa yang kau lakukan. Di belakang Pendeta Kembar berdiri sosok
Maha Sakti Panglima
Naga Hitam. Kuperingatkan sekali lagi padamu, Raja
Petir! Secepatnya kau enyah dari hadapanku!" kasar dan berkesan meremehkan
ucapan yang keluar dari
mulut lelaki berkepala botak bernama Jatnika.
"Jatnika!" ucap Jaka dengan suara ditekan se-dalam mungkin. "Aku tak pernah
punya urusan dengan Panglima Naga Hitam. Siapa pun dia dan apa pun
kedudukannya di matamu, aku tidak akan ambil pe-
duli. Yang jelas kau dan adikmu yang mirip banci itu harus segera enyah dari
sini. Namun, sebelumnya ku-minta kau serahkan kitab Gelang-Gelang Emas milik
kawanku!" lanjut Raja Petir lantang.
"Jangan bermimpi kau Raja Petir!" balas Jatnika tak kalah lantang. "Kitab
Perguruan Gelang Emas kini tak berada lagi di tanganku. Kalau kau mau men-
gambilnya silakan kau berhadapan langsung dengan
junjunganku, Panglima Naga Hitam. Kurasa tak
mungkin, karena kau sendiri harus berhadapan dulu
dengan Pendeta Kembar," ucapan sombong yang keluar dari mulut Jatnika.
Namun tanggapan Raja Petir terhadap ucapan
itu tak ubahnya dengan tanggapannya menghadapi
kemauan bocah tujuh tahunan yang tengah menonton
sebuah pertandingan ilmu bela diri.
"Ah, kurasa keinginanku itu bukanlah mimpi,
Jatnika. Kau saja yang terlalu membanggakan keting-
gian ilmu Panglima Naga Hitam," timpal Jaka kemudian. "Tutup mulutmu, Raja
Buduk! Kau telah merendahkan kedudukan Panglima Naga Hitam, kau ta-
hu! Itu berarti maut buatmu!" hardik Jarnika.
"Maut ada di tangan sang Pencipta Jagat, Jat-
nika. Seharusnya kau sadar itu," kilah Raja Petir dengan tenang.
Setyogunala, Ketua Perguruan Angin Barat
nampak tersenyum dengan ucapan Jaka. Lelaki beru-
sia setengah baya itu kelihatannya mengagumi tutur
kata yang terucap dari mulut tokoh muda yang na-
manya tersohor di seluruh pelosok rimba persilatan.
Sementara wajah Jatnika terlihat menjadi gelap
dengan ucapan sederhana yang keluar dari mulut Raja Petir. Dari perubahan wajah
itu tiba-tiba menjelma se-
buah tatapan membara. Mata Jatnika berkilat-kilat sebagai pertanda kemarahan
telah betul-betul memun-
cak. "Bedebah kau, Raja Buduk! Heaaattt..!"
Kemarahan Jatnika betul-betul diwujudkan da-
lam sebuah serangan maut. Tangan lelaki berkepala
gundul itu nampak menegang kuat sebagai pertanda
bahwa dirinya tengah mengalirkan tenaga dalam ting-
gi. Raja Petir sendiri telah mampu membaca gera-
kan cepat yang dilakukan Jatnika. Sehingga dengan
segala kerendahan ucapannya dia meminta pada Se-
tyogunala agar menyingkir dari arena pertarungan.
"Maaf, Ki! Biar aku yang ganti menghadapi
pendeta gila ini," ucap Jaka seraya membungkukkan sedikit tubuhnya. "Namun
tolong kau awasi kawan wanitaku itu."
Hanya selang beberapa saat dengan ucapan Ra-
ja Petir, serangan Jatnika datang. Angin berkesiutan mengiringi kedatangan
pukulan lurus yang terarah ke dada Raja Petir.
Wuts! "Uts!"
Jaka langsung memiringkan badannya bersa-
maan dengan tibanya serangan Jatnika. Begitu cepat
dan ringan gerakan yang dilakukan Raja Petir. Namun gerakannya itu ternyata juga
mampu dibaca lawannya.
Siku Jatnika langsung menusuk ketika puku-
lan lurus yang dilancarkannya berhasil dielakkan Ja-ka.
"Eit!"
Plak! Raja Petir langsung mengembangkan telapak
tangannya guna menangkis serangan Jatnika. Tenaga
dalamnya pun dikeluarkan untuk menandingi sikutan
Jatnika yang cukup keras.
Akibatnya, tubuh Jatnika dan Raja Petir sama-
sama terdorong tiga langkah.
Akan tetapi Jatnika dengan segenap kemara-
hannya langsung kembali mencelat. Kali ini lelaki berkepala gundul itu langsung
menggunakan senjatanya
berupa tasbih berukuran besar.
"Hiaaa...!"
Arah loncatan Jatnika yang tertuju ke bagian
leher Raja Petir membuat lelaki muda berpakaian kuning keemasan itu harus cepat
melejit dengan melaku-
kan putaran tubuh dua kali di udara.
"Haaaps...!"
Wrettt! Kembali Jatnika menelan kekecewaan karena
serangannya kembali berhasil digagalkan Raja Petir.
Lelaki berkepala gundul sebagai orang tertua dari Pendeta Kembar geram bukan
kepalang, maka ketika tu-
buhnya kembali mencelat serangkaian serangan gelap
dengan senjata rahasianya dilancarkan.
"Hiaaa...!"
"Hih!"
Wrssst...! Tangan Jatnika menyibak jubah kependetaan-
nya dengan cepat. Kemudian dengan begitu cepat pula tangannya berkelebat
melemparkan benda-benda kecil
ke arah Raja Petir.
Raja Petir yang telah seringkali menghadapi ke-
licikan-kelicikan tokoh-tokoh golongan hitam, tidak mengalami keterkejutan yang
membuat pertahanannya
rapuh. Puluhan jarum beracun yang meluruk deras ke
tubuhnya dengan sigap dihalaunya lewat jurus
'Pukulan Pengacau Arah'. Meskipun kedudukan Raja
Petir tengah berada di udara, tanpa kesulitan me-
lepaskan pukulan maut untuk menghalau serbuan
senjata-senjata beracun milik Jatnika.
Dari kepalan tangan Raja Petir yang terbuka
seketika meluncur serangkum angin bergulung ke arah datangnya luncuran jarum-
jarum beracun. Wrusss...! Jatnika sungguh tak mengira kalau dalam ke-
dudukan di udara, Raja Petir mampu melancarkan
pukulan dahsyat yang mampu menjelmakan segulun-
gan angin berpusar. Dan ketika senjata rahasianya
membentur angin bergulung itu. Jatnika ter-paksa
membuang dirinya ke kanan demi menghindari senja-
tanya yang terpental balik
"Heh"!"
Blukkk! Pada saat tubuh Jatnika bergulingan menghin-
dari senjata rahasianya yang terpental balik, sebenarnya Raja Petir bisa saja
memberikan serangan susulan untuk mematikan perlawanan orang tertua dari Pendeta
Kembar. Namun, hal itu tak dilakukan, karena dirinya tak mau membokong lawan.
Tatapan mata Jaka sementara justru dialihkan
pada pertarungan Dewi Payung Emas melawan Garni-
ka. Sebenarnya pada saat itu Raja Petir mengalami
keterkejutan yang teramat sangat, dilihatnya Garnika tengah melancarkan serangan
dengan menggunakan
senjata rahasia berupa jarum-jarum yang mengandung
kekuatan racun ganas.
Tapi hati Jaka menjadi sedikit lega ketika dis-
aksikannya Mayang Sutera telah mengembangkan sen-
jata andalannya berupa sebuah payung berukuran ke-
cil yang terbuat dari logam keras.
Gadis cantik berpakaian jingga yang rambutnya
panjang terkepang itu kini nampak tengah memutar-
mutar senjata pamungkasnya. Perputaran senjata
yang berada di tangan Mayang begitu cepatnya, hingga bentuk asli senjata itu
sendiri tak nampak, berganti dengan segulungan sinar berwarna keemasan. Itulah
serangkai jurus andalan Mayang Sutera yang bernama
'Benteng Emas' Wrrr...! Trak! Trak! Jarum-jarum beracun milik Garnika seketika
berpentalan balik setelah membentur segulungan sinar keemasan sebagai benteng
kokoh yang dimiliki Mayang Sutera. Jarum-jarum beracun milik lelaki kedua dari
Pendeta Kembar tidak hanya terpental balik, tapi juga berpatahan. Tenaga yang
terkandung dalam lemparan
Garnika, dan tenaga putaran yang dilakukan Mayang
terhadap payung bajanya membuat jarum-jarum ganas
itu tak mampu menembus sasaran.
Dan kenyataan itu membuat hati Garnika ter-
bakar nafsu amarah yang tak terkendali. Sehingga
dengan gerakan yang tanpa perhitungan matang lelaki gundul itu langsung meluruk
ke arah Mayang Sutera.
Gadis cantik berpakaian jingga yang memiliki
kecerdikan luar biasa segera mampu membaca kecero-
bohan lawan yang sedang terbakar amarah.
Dan ketika serangan Garnika yang berupa pu-
kulan miring mencecar pelipis, Mayang Sutera hanya
mengegoskan sedikit kakinya, menghindari serangan
tanpa perhitungan itu.
"Uts!"
"Hea!"
Blukkk! Sambil mengelakkan serangan-serangan Garni-
ka, Mayang Sutera bergerak dengan begitu cepat
memberikan serangan balasan. Cukup telak serangan
itu mendarat di punggung lelaki berkepala gundul
hingga tubuhnya terdorong dua langkah.
Garnika hanya terbatuk mendapatkan pukulan
keras Mayang Sutera yang dikeluarkan dengan penge-
rahan tenaga dalam. Sedikit pun tak terlihat cairan merah keluar dari mulut
tokoh golongan sesat yang
menggunakan jubah kependetaannya sebagai kedok
Padahal, menurut perhitungan Mayang, jurus
'Menyibak Mega' yang barusan dilancarkannya ke tu-
buh Garnika paling tidak dapat menimbulkan luka da-
lam yang ditandai dengan memerciknya darah dari
mulut. Namun kenyataannya"
Hebat juga daya tahan lelaki gundul ini, batin
Mayang Sutera. Gadis cantik berpakaian jingga sudah kembali
bermaksud memberikan serangan susulan. Namun di-
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
urungkan ketika mendengar pekik melengking keluar
dari mulut lelaki berkepala gundul yang tengah bertarung melawan Raja Petir.
"Aaakh...!"
Mayang Sutera dan Garnika sama-sama meno-
lehkan kepala ke arah pekikan keras yang membum-
bung tinggi ke langit. Nampak sosok tubuh berpakaian merah terlempar deras
setelah bagian dadanya terhantam pukulan keras Raja Petir.
Garnika bergerak cepat menyongsong tubuh
Jatnika yang tengah melayang, tapi gerakannya ter-
lambat satu langkah. Pada saat itu tubuh Jatnika telah berhenti meluncur karena
terhadang sebatang po-
hon berukuran besar.
Brakh! Blugh! Tubuh Jatnika langsung terbanting di tanah,
sementara Garnika dengan wajah cemas memegangi
tubuh Jatnika. "Hoekh!"
Jatnika memuntahkan darah kental kehitaman
dari mulutnya. Sesaat tubuhnya berkelojotan setelah darah kental kehitaman
keluar mengotori pakaiannya, namun pada saat berikutnya tubuh lelaki tertua dari
dua tokoh yang berjuluk Pendeta Kembar itu tak bergerak. Pingsan.
Garnika yang menyaksikan keadaan Jatnika
seperti itu, seketika tak mampu mengekang kemur-
kaannya. Tubuh lelaki itu dengan cepat melesat menu-ju Raja Petir.
"Kubunuh kau!" teriak Garnika lantang.
"Hiaaat...!"
*** 7 Raja Petir pun melakukan lejitan yang tak ter-
duga sama sekali oleh orang-orang yang barusan terli-bat dalam pertempuran.
Terlebih Mayang Sutera. Gadis cantik yang ber-
juluk Dewi Payung Emas tak menyangka kalau Raja
Petir menyongsong serangan lawan yang tengah kalap.
Apalagi dalam lesatan tubuhnya, Jaka mengerahkan
sebuah ajian pamungkasnya aji 'Kukuh Karang'.
Tubuh Raja Petir yang pada bagian dada sam-
pai kepalanya terbalut sinar kuning keemasan berke-
lebat lebih cepat dari yang dilakukan Garnika. Dan ketika jarak di antara
keduanya semakin pendek, Jaka
telah lebih dulu mendaratkan gedoran dengan meng-
gunakan telapak tangannya yang terbuka lebar.
"Hiaaa...!"
Diegkh! "Hugkh!"
Tubuh Garnika terpukul mundur ketika seran-
gan Raja Petir dengan telak menggedor bagian da-
danya. Sengaja Jaka menyertakan aji 'Kukuh Karang'
ketika menggedor dada Garnika. Sehingga seketika itu juga tubuh Garnika terbalut
sinar kuning keemasan
dan kemudian jatuh berdebum di tanah.
Bagi orang-orang yang menyaksikan kedahsya-
tan pukulan Raja Petir, maka mustahil sekali kalau lelaki yang berkedok sebagai
pendeta itu mampu berta-
han hidup. Padahal sesungguhnya dilakukan Raja Pe-
tir justru sebaliknya.
Pukulan dahsyat yang dikeluarkan dengan
pengerahan aji 'Kukuh Karang' hanya untuk menghan-
curkan pengaruh rajahan yang ada di dada Garnika.
Rajahan bergambar seekor naga hitam yang tengah
meliuk itu, bukan semata rajahan biasa. Rajahan Naga Hitam itu di dalamnya
mengandung sejenis ramuan
yang bisa mengakibatkan seseorang terampas pikiran-
nya dan akan paruh serta tunduk pada orang yang te-
lah merajahnya.
Itu sebabnya Raja Petir menggedor dada Garni-
ka dengan mengerahkan ajian pamungkasnya yang
berguna sekaligus sebagai pemunah racun. Dan sinar
kuning keemasan yang sekilas tadi terlihat membalut bagian dada dan punggung
belakang Garnika, telah
merasuk ke dalam tubuh Garnika untuk menghancur-
kan pengaruh racun yang menggumpal.
"Hoeeekh!"
"Hoeeekh!"
Garnika seketika memuntahkan gumpalan da-
rah kehitaman dari mulutnya. Wajah lelaki berkepala gundul itu nampak berubah
pucat-pasi. Lelaki botak yang bersama kawannya berjuluk
Pendeta Kembar kini tergeletak telentang di tanah. Tubuhnya nampak sudah tidak
memiliki daya sama seka-
li, hanya sepasang matanya yang masih terlihat mem-
belalak lebar. Namun pemandangan seperti itu tidak begitu
lama terlihat, pada saat selanjutnya, tiba-tiba mata Garnika terpejam dan
kepalanya meneleng ke kanan.
Garnika telah jatuh pingsan.
Setyogunala dan Mayang Sutera mengikuti
langkah kaki Raja Petir mendekati tubuh Garnika yang pingsan.
"Dia cuma pingsan, Kisanak. Seperti juga ka-
wannya," jelas Jaka ketika tatapan mata Ketua Perguruan Angin Barat tengah
merayapi wajahnya.
Setyogunala terlihat salah tingkah mendengar
ucapan dan tatapan balasan sepasang mata Raja Petir.
"Eh.... Uh, panggil aku Setyogunala, Raja Petir!"
ucap Ketua Perguruan Angin Barat terbata-bata.
"Panggil juga aku Jaka, Ki Gunala," sambut Ra-ja Petir. "Jangan kau panggil aku
dengan julukan itu, aku selalu merasa risih acapkali orang memanggilku dengan
julukan itu," lanjut Jaka bukan semata berpu-ra-pura merendah.
"Kau hebat, Jaka! Kiranya kabar yang selama
ini kudengar tentang sosok muda yang mampu meng-
gemparkan dunia persilatan, ternyata tidaklah berlebi-han. Kau pun memang
mengagumkan," puji Setyogunala. "Ah, jangan menyanjungku seperti itu, Ki Gunala!
Bisa besar kepala aku nantinya," kilah Jaka.
"Kakang!" ucap Mayang Sutera keras.
"Ada apa, Mayang?" Raja Petir kontan menoleh ke arah gadis cantik yang berada
paling dekat dengan sosok Garnika yang tergeletak.
"Kitab pusaka itu sudah tidak ada pada mere-
ka," ucap Mayang Sutera dengan raut wajah meng-gambarkan kecemasan luar biasa.
"Menurut Jatnika kitab itu berada di tangan
Panglima Naga Hitam," jelas Jaka tenang.
"Panglima Naga Hitam?" ulang Mayang Sutera dengan mata yang membelalak keluar.
"Kenapa kitab itu bisa berada di tangannya?" selidik Mayang Sutera kemudian.
"Entahlah, mungkin Pendeta Kembar bentrok
dengan Panglima Naga Hitam, dan dia keluar sebagai
pecundang. Buntutnya mungkin dia menjadi pengikut
Panglima Naga Hitam," jelas Jaka menduga-duga.
Dugaan lelaki berpakaian kuning keemasan
bukan dugaan yang asal saja, tapi berlandaskan pada apa yang diucapkan Jatnika.
Lelaki berkepala gundul itu mengatakan kalau Pendeta Kembar memiliki seorang
junjungan, yakni Panglima Naga Hitam.
Mayang Sutera nampaknya masih belum puas
juga dengan penjelasan Raja Petir. Raut wajahnya menampakkan kecemasan terhadap
kitab pusaka milik
leluhurnya yang dicuri Pendeta Kembar.
"Sudahlah, Mayang! Kita urusi dulu korban-
korban dari pihak Ki Gunala. Setelah itu kita coba me-nyadarkan Pendeta Kembar.
Semoga saja kita berhasil manfaatkan Garnika dan Jatnika sebagai penunjuk
tempat kediaman Panglima Naga Hitam!" tukas Jaka mencoba meredakan kecemasan
hati kekasihnya.
Sementara itu, Ketua Perguruan Angin Barat
segera memerintahkan beberapa muridnya untuk
membawa korban-korban akibat perbuatan Pendeta
Kembar, setelah menyaksikan anggukan kepala gadis
cantik berpakaian jingga.
"Mari, Ki! Kita sama-sama mencoba menyadar-
kan Pendeta Kembar," ajak Jaka pada Setyogunala.
Ketua Perguruan Angin Barat tidak menyahuti
ucapan Raja Petir. Lelaki tua berpakaian merah darah itu kembali melambaikan
tangan memanggil beberapa
orang muridnya.
Empat orang murid Perguruan Angin Barat se-
gera datang dan menjura hormat pada Setyogunala,
Raja Petir, dan Mayang Sutera.
"Kalian bawa dua lelaki itu ke pendopo," perintah Setyogunala pada keempat
muridnya. Tanpa terdengar sepatah ucapan pun keempat
murid Perguruan Angin Barat segera bergerak cepat
memenuhi perintah orang yang dihormatinya. Tubuh
Garnika dan Jatnika masing-masing diusung oleh dua
lelaki murid Setyogunala.
Sementara dengan langkah perlahan Setyogu-
nala, Raja Petir, dan Mayang Sutera beranjak menuju pendopo Perguruan Angin
Barat. *** "Uhugkh!"
Jatnika terbatuk setelah beberapa saat la-
manya Raja Petir mengalirkan hawa murninya melalui
telapak tangan yang menempel di dada lelaki berkepala gundul itu.
Batuk-batuk yang dialami Jatnika sebagai buk-
ti bahwa dirinya sudah siuman dari pingsan. Namun,
karena keadaan tubuhnya yang terlampau lelah mem-
buat lelaki berkepala gundul itu tak kuasa membuka
matanya, apalagi untuk menggerakkan tubuhnya.
Sementara Setyogunala yang mencoba meno-
long Garnika dari pingsannya nampak belum menemui
hasil, meski peluh telah membasahi wajah serta lehernya. "Sekali lagi kau
alirkan tenaga murnimu, Ki!"
pinta Jaka pada Setyogunala.
Raja Petir merasa Ketua Perguruan Angin Barat
sudah menyerah dalam usahanya membuat Garnika
siuman. "Lakukan sekali lagi, Ki Gunala!" pinta Jaka la-gi meyakinkan. "Dia pasti dapat
siuman." Setyogunala kembali menempelkan telapak
tangannya ke dada lelaki berkepala gundul bernama
Garnika. Wajah lelaki setengah baya yang mengenakan pakaian merah darah itu
nampak sedikit menegang,
kedua belah matanya dipejamkan.
"Hoekh!"
Sesaat Garnika nampak berkelojotan setelah
Setyogunala menempelkan dua telapak tangan ke da-
danya. Darah kehitaman bermuncratan membasahi
pakaian Garnika dan tangan Setyogunala.
"Jaka?" ucap Setyogunala sedikit terkejut mendapatkan keadaan Garnika yang
kembali tergeletak tak bergerak. Lelaki berkepala gundul itu kembali pingsan.
Raja Petir segera bangkit dari duduknya. Dide-
katinya tubuh Garnika yang kembali pingsan, kemu-
dian ditempelkan tangannya persis di belahan dada
Garnika. Setegukan teh lamanya belum berhasil dari pe-
kerjaan yang dilakukan Raja Petir. Namun, pada saat berikutnya tubuh Garnika
bergetar perlahan dan kemudian....
"Guhgkh...!"
Garnika terbatuk pelan diiringi dengan tubuh-
nya yang menggelinjang. Mata lelaki berkepala gundul itu pelan-pelan terbuka.
"Heh?"
Sebuah helaan napas keheranan keluar dari
mulut Garnika. Perlahan-lahan tubuhnya berusaha
bangkit. Namun, tubuh lelaki yang memiliki suara mirip perempuan itu telah
kehabisan tenaga. Sedikit pun Garnika tak mampu menggeser tubuhnya.
"Apa yang telah kalian lakukan terhadap diri-
ku?" tanya Garnika sesaat setelah pikirannya mampu
membaca keadaannya.
Lelaki berkepala gundul yang bersama kawan-
nya berjuluk Pendeta Kembar itu nampak ingin bang-
kit, tapi diurungkannya karena rasa linu yang menyerang otot-otot tubuhnya.
Raja Petir menatap bola mata Garnika dalam-
dalam seperti hendak mempengaruhi lelaki yang tergeletak tanpa daya untuk
melakukan sesuatu yang diin-
ginkan. Dan kenyataannya memang Garnika tak
mampu melawan tatapan tajam mata Raja Petir.
"Kau kenal dengan Panglima Naga Hitam?"
pancing Jaka membuka pikiran Garnika.
Lelaki berkepala gundul orang kedua dari Pen-
deta Kembar itu merenung sesaat mendengar perta-
nyaan Raja Petir.
"Panglima Naga Hitam?" ulang Garnika mirip igauan. "Ya. Apakah rajahan di dadamu
itu juga dia yang melakukan?" tanya Jaka lagi mencoba membawa pikiran Garnika
pada kejadian yang telah dialaminya.
Garnika langsung membawa tatapan matanya
ke dada. Ketika itu juga dilihatnya sebuah tanda hitam melingkar di dada. Dan
ketika itu pula pikirannya berhasil mengingat kejadian yang telah dialaminya.
"Ya. Rajahan ini Panglima Naga Hitam yang me-
lakukannya," ucap Garnika sambil menempelkan telunjuk pada bagian dadanya yang
terdapat rajahan
bergambar seekor naga yang meliuk.
"Kenapa kau bersedia diperlakukannya seperti
itu?" tanya Jaka lagi penuh selidik.
"Siapa yang sudi diperlakukan seperti ini?" ba-tik Garnika sedikit bernafsu.
"Buktinya?" desak Jaka.
"Aku telah dipecundanginya. Panglima Naga Hi-
tam memang tangguh," ucap Garnika mengakui.
"Lalu apa sebenarnya tujuan Panglima Naga Hi-
tam berbuat seperti ini?" tanya Jaka.
"Dia ingin mendirikan sebuah perguruan yang
dinamakan Perguruan Naga Hitam Sejati. Anggotanya
diambil dari tokoh-tokoh terkenal kalangan persilatan yang telah
dipecundanginya. Sedangkan tujuannya
mendirikan Perguruan Naga Hitam Sejati, tidak lain
untuk menguasai rimba persilatan dan menghancurle-
burkan tokoh-tokoh golongan putih. Karena golongan
putih selama ini selalu menjadi penghalang bagi tokoh-tokoh golongan hitam,"
jelas Garnika panjang lebar.
Sementara tak jauh dari Garnika, Jatnika terli-
hat masih tergeletak. Di sebelahnya berdiri Dewi
Payung Emas dengan sikap waspada penuh. Begitu ju-
ga dengan beberapa orang murid utama Perguruan
Angin Barat yang ikut menjaga Jatnika dengan senjata masing-masing terhunus.
"Adi Garnika," ucap Jatnika yang sepertinya menyesali keterangan yang diberikan
adiknya. Mata
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jatnika nampak memandang wajah Garnika.
"Aku mendendam pada Panglima Naga Hitam,
Kakang. Itu sebabnya kuceritakan semuanya pada Ra-
ja Petir. Aku yakin Raja Petir akan mampu membina-
sakan Panglima Naga Hitam dan para pengikutnya," kilah Garnika tegas.
Lelaki berjubah pendeta yang sudah terbebas
dari pengaruh ramuan rajahan itu kini mampu bangkit untuk duduk. Gerakannya itu
diawasi dengan ketat
oleh Raja Petir dan Ketua Perguruan Angin Barat.
"Kuharap kalian juga mau membantuku untuk
menghadapi Panglima Naga Hitam serta para pengi-
kutnya," pinta Jaka pada Pendeta Kembar. "Paling tidak kalian memberitahukan, di
mana tempat Panglima
Naga Hitam itu," lanjut Jaka.
"Demi dendamku, Pendeta Kembar bersedia
membantumu, Raja Petir. Tidak hanya dalam membe-
ritahukan tempat Panglima Naga Hitam, tapi juga da-
lam pertempuran," sambut Garnika semangat.
Jarnika sebagai orang tertua dari Pendeta
Kembar tidak bisa membantah apa yang telah di-
ucapkan Garnika. Disadari kalau dirinya juga memiliki dendam pada Panglima Naga
Hitam yang telah merajah
dadanya hingga merasakan rasa sakit yang teramat
sangat "Bagaimana dengan kau, Jatnika?" tanya Jaka sambil menoleh ke Jatnika.
"Apakah kau juga bersedia membantu kami?"
Jatnika tidak menjawab pertanyaan Raja Petir,
tapi anggukan kepalanya yang pelan menandakan ka-
lau dia tak keberatan menyetujui ucapan Garnika.
"Berapa jumlah pengikut Panglima Naga Hitam
itu. Maksudku tokoh-tokoh sakti yang telah dipenga-
ruhinya, dan dirajahnya?" tanya Jaka pada Garnika.
"Enam tokoh," jawab Garnika dengan cepat.
"Mereka adalah Kumbang Hutan, Tengkorak Lembah Tandus, Iblis Tiga Tangan. Juga
Trenggiling Maut
Tombak Mayat dan Gajah Sakti," lanjutnya sambil melihat ke Raja Petir dan
Setyogunala. "Bagaimana denganmu, Ki Gunala?" tanya Jaka pada Ketua Perguruan Angin Barat
yang sejak tadi tak angkat bicara.
"Kau telah menyelamatkanku dari amukan
Pendeta Kembar, Jaka. Akan tetapi tekadku untuk tu-
rut serta melenyapkan Panglima Naga Hitam bukan
semata karena aku ingin membalas jasamu, melainkan
karena pekerjaan itu juga tugasku," jawab Setyogunala tandas. "Aku gembira
sekali dengan keikutsertaan kalian untuk mengubur cita-cita keji Panglima Naga
Hitam serta keenam tokoh sakti pengikutnya," ucap Ja-
ka. "Untuk itu kuucapkan terima kasih pada kalian semua. Dan khusus Pendeta
Kembar, kuharapkan kalian kembali menjadi sosok-sosok yang berjalan pada roda
kehidupan yang sebenar-benarnya. Aku yakin kalian akan menemukan kebahagiaan di
sana. Bukankah kebahagiaan yang kalian cari" Untuk itu kembalilah
kalian ke jalan yang lurus, tinggalkan segala bentuk kekejian dan keangkara-
murkaan, dan mulailah berdiri di belakang orang-orang yang lemah dan benar. Bela
mereka meski nyawa yang menjadi taruhannya," lanjut Jaka mencoba mempengaruhi
pemikiran Pendeta
Kembar. Jatnika dan Garnika sendiri hanya tercenung
mendengarkan kata-kata bijak yang mengalir dari mu-
lut tokoh muda yang digdaya itu. Disadari kalau ucapan itu begitu benar adanya
dan telah mampu meng-
gugah lubuk hati mereka yang paling dalam.
"Akan kucoba untuk itu, Raja Petir," ucap Jatnika parau.
Raja Petir tersenyum mendengar ucapan Jatni-
ka, begitu juga Setyogunala, dan Dewi Payung Emas.
"Baiklah. Karena kalian nampak lelah, begitu
juga aku. Kuputuskan untuk menghadang Panglima
Naga Hitam esok pagi," ujar Jaka kemudian.
Setyogunala, Pendeta Kembar, dan juga Dewi
Payung Emas sama-sama menganggukkan kepalanya
sebagai tanda setuju atas keputusan Raja Petir.
*** 8 Sepenanak nasi lamanya kokok ayam jantan
yang bersahutan terdengar, dan ketika kokok ayam
jantan itu lenyap, sang Surya pun mulai mengintip
malu-malu. Sinar yang menyertai kehangatan mulai
menyebar dan merata di permukaan jagat semesta.
Di bawah sebuah wuwungan Perguruan Angin
Barat nampak empat sosok lelaki dan satu sosok pe-
rempuan tengah bersiap-siap berangkat untuk suatu
tujuan. Keempat lelaki tersebut tak lain Jaka, seorang muda yang digdaya dengan
julukan Raja Petir, Ketua
Perguruan Angin Barat yakni Setyogunala. Dua lelaki kembar berjuluk Pendeta
Kembar dan seorang gadis
cantik berpakaian jingga dengan rambut panjang dikepang kelabang. Gadis cantik
itu tak lain kekasih Jaka yang bergelar Dewi Payung Emas.
Kelima sosok keluar melalui pintu utama Per-
guruan Angin Barat Setyogunala sebagai tuan rumah
melangkah lebih dulu, diikuti Pendeta Kembar dan
Mayang serta Raja Petir. Mereka semua berangkat ke
satu tujuan, yakni Bukit Naga.
Bukit Naga merupakan tempat Panglima Naga
Hitam dan pengikutnya berada. Sesuai yang dijanjikan pada Pendeta Kembar, mereka
menunggu di Bukit Na-ga.
Sepanjang perjalanan Raja Petir dan keempat
tokoh persilatan yang lain, matahari terus bersinar begitu terik. Sehingga rasa
lelah lebih cepat menghinggapi kelima orang yang tengah menuju ke Bukit Naga.
Peluh terlihat membasahi leher Setyogunala. Maklum, lelaki berusia setengah baya
itu tahun-tahun belakan-gan ini sibuk mengurusi perguruannya, sehingga tak
pernah sempat lagi melakukan perjalanan jauh seperti ini. Tidak heran kalau
perjalanan yang dilakukannya sekarang dirasakan begitu melelahkan.
"Berapa pal lagi kira-kira perjalanan menuju
Bukit Naga, Pendeta Kembar?" tanya Setyogunala pada dua lelaki gundul berpakaian
jubah merah. "Tiga pal," Garnika yang menjawab pertanyaan
Ketua Perguruan Angin Barat
Setyogunala sempat menarik napas mendengar
jawaban yang diberikan Garnika. Suasana terasa kem-
bali hening dan perjalanan pun terus berlanjut. Akan tetapi tiba-tiba saja....
"Berhenti sebentar, Pendeta Kembar," pinta Ja-ka pada Jatnika dan Garnika yang
berjalan paling depan. Dua lelaki berkepala gundul itu melakukan apa yang
dikatakan Raja Petir. Kini dua lelaki berjubah pendeta menatap Raja Petir yang
sepertinya tengah
memusatkan kepekaannya untuk menangkap isya-rat
yang paling halus.
Setyogunala dan Mayang Sutera pun melaku-
kan hal yang sama seperti yang dilakukan Pendeta
Kembar. Keduanya menatap tajam wajah Raja Petir.
"Ada apa, Kakang?" tanya Mayang Sutera lembut. "Kalian tidak merasakan sesuatu
di sekitar tempat ini?" tanya Jaka yang tidak hanya ditujukan pada Mayang Sutera
kekasihnya, tetapi juga pada Ketua Perguruan Angin Barat dan Pendeta Kembar.
Mata Jaka nampak beredar mengawasi sekeliling-nya yang
dipenuhi dengan pohon-pohon karet.
Mayang Sutera, Setyogunala, dan Pendeta
Kembar tak menjawab pertanyaan Raja Petir. Lima to-
koh sakti itu kini nampak tengah memusatkan piki-
rannya masing-masing. Mereka meningkatkan kepe-
kaan demi menjaga kemungkinan yang terjadi di ten-
gah hutan karet ini.
"Ahhh!"
Mayang Sutera tiba-tiba menarik napas pan-
jang, disusul dengan Pendeta Kembar dan Setyogunala yang raut wajahnya seketika
berubah menjadi tegang.
"Aku merasakan sesuatu kekuatan tengah
mengurung kita di tempat ini," ucap Jatnika dengan suara yang cukup berat.
Ucapan orang tertua dari Pendeta Kembar itu
didukung penuh oleh Mayang Sutera, dan Setyogunala
dengan melontarkan ucapan yang sama.
"Waspadalah kalian! Perbuatan ini bukan mus-
tahil dilakukan Panglima Naga Hitam dan para pengi-
kutnya yang sudah mencium perjalanan kita," tukas Raja Petir mengingatkan rekan-
rekannya. Wajah Pendeta Kembar, Setyogunala, dan
Mayang Sutera semakin tegang ketika ucapan itu ke-
luar dari mulut Raja Petir. Keempat tokoh persilatan itu kini semakin
meningkatkan kepekaannya untuk
menjaga jika sewaktu-waktu mendapatkan serangan
gelap dari lawan yang tak terlihat.
"Heh"!"
"Hah"!"
Ketegangan di wajah Pendeta Kembar dan Ke-
tua Perguruan Angin Barat semakin bertambah ketika
masing-masing merasakan sesuatu yang bergerak se-
makin dekat ke arahnya. Namun, sesuatu yang berge-
rak itu tak mampu dilihat Pendeta Kembar dan Setyo-
gunala. Ketiga lelaki itu hanya merasakan terkurung hawa panas yang melingkar-
lingkar. Hawa panas itu
semakin lama semakin terasa membakar kulit. Sik-
saan seperti itu ternyata dirasakan juga oleh Mayang Sutera dan Jaka.
Garnika yang memiliki perangai cepat naik da-
rah segera melakukan sesuatu untuk mengusir penga-
ruh gaib yang tengah mengurungnya. Setelah memu-
satkan pikirannya beberapa saat, lelaki berkepala botak yang memiliki suara
mirip perempuan itu berteriak keras-keras.
"Haaattt...!"
Tubuh Garnika seketika mencelat ke atas seir-
ing dengan teriakannya yang membahana ke langit.
Namun sebuah keanehan kembali dirasakan Garnika.
Ketika melakukan lentingan barusan, Garnika
merasakan kepalanya menyundul suatu lapisan ke-
nyal. Sesuatu yang membuatnya tak mampu melaku-
kan lompatan tinggi, apalagi untuk melakukan perpu-
taran di udara. Sesuatu yang gaib itu membuat loncatan yang dilakukan Garnika
menjadi mentah. Bahkan
tubuhnya meluncur kembali ke tanah seperti terbant-
ing. "Heh"! Kekuatan macam apa ini?" pekik Garnika.
Jatnika yang menyaksikan adiknya kembali
meluncur ke tanah merasa penasaran. Dengan diiringi teriakan nyaring Jatnika
melakukan seperti yang dilakukan Garnika.
"Heyaaa...!"
Tubuh Jatnika kembali meluncur ke bawah se-
saat setelah dia melakukan lompatan dengan kuat.
Apa yang dirasakan Garnika kini dirasakannya juga.
"Aneh?" ucap Jatnika tertahan.
"Kita sudah terkurung sebuah ajian yang maha
kuat, Pendeta Kembar. Kalian tidak bakalan bisa ke-
luar dari pengaruh itu, begitu juga aku. Ah! Ajian ini begitu dahsyatnya hingga
aku tak sanggup mengerahkan ajianku untuk menangkalnya," ucap Raja Petir sedikit
tegang. Mayang Sutera menatap wajah Raja Petir den-
gan penuh ketegangan.
"Lalu apa yang harus kita lakukan, Kakang?"
tanya gadis cantik berpakaian jingga.
"Waspada!" jawab Jaka singkat.
Mayang Sutera tak lagi melanjutkan perta-
nyaannya, kini gadis berambut panjang itu tengah me-lipatgandakan
kewaspadaannya.
"Ha ha ha...!"
Ketika Raja Petir, Pendeta Kembar, Setyoguna-
la, dan Mayang Sutera tengah dicekam ketegangan,
terdengar suara tawa cukup kuat Suara yang disertai pengerahan tenaga dalam
tinggi itu terdengar menggetarkan gendang telinga dan jantung.
Lima sosok tubuh persilatan yang terkurung
oleh sebentuk kekuatan gaib mencoba mengimbangi
suara tawa yang menyakitkan telinga itu dengan men-
gerahkan kekuatan tenaga dalam masing-masing.
Sesaat lamanya Jaka, Pendeta Kembar, Setyo-
gunala, dan Mayang Sutera mengerahkan tenaga da-
lamnya untuk mengimbangi tawa menggelegar milik
sosok yang tak terlihat wujudnya.
Pada saat berikutnya tawa yang menggetarkan
jantung itu lenyap, namun bersamaan dengan itu me-
lesat beberapa sosok bayangan hitam.
Begitu cepat dan ringan lesatan sosok-sosok
berjubah hitam yang tahu-tahu sudah berdiri tegak di hadapan Raja Petir dan
kawan-kawan. Gerakan cepat
dan ringan yang dilakukan sosok-sosok lelaki berjubah hitam menandakan kalau
mereka bukan-lah sosok-sosok sembarangan. Paling tidak mereka orang-orang
yang memiliki kemampuan ilmu silat tinggi dan itu di-buktikan dengan ketinggian
ilmu meringankan tubuh
yang mereka lakukan barusan.
"Panglima Naga Hitam?" ucap Garnika dan Jatnika berbarengan.
Mata Pendeta Kembar terbelalak keluar ketika
menyebutkan nama lelaki berjubah hitam yang pernah
merajah dadanya dengan gambar seekor naga yang
tengah meliuk. "Ha ha ha...!"
Salah seorang lelaki berjubah hitam bertubuh
tinggi kekar dengan raut wajah keras yang ditumbuhi
kumis tebal melintang dan rambut yang seperti tak te-rurus tertawa ketika
Pendeta Kembar menyebut julu-
kannya. Lelaki berjubah hitam dengan wajah keras itu
menuding wajah Jatnika, kemudian dari mulut sosok
yang ternyata berjuluk Panglima Naga Hitam keluar
sebuah makian yang membuat Jatnika dan Garnika
marah bukan kepalang.
"Pendeta Goblok! Sudah kukatakan jangan
membawa seseorang ke hadapanku dengan dada tanpa
Rajahan Naga Hitam!" maki Panglima Naga Hitam.
Garnika mendengus marah, tatapannya yang
mencorong tajam terarah lurus ke wajah Panglima Na-
ga Hitam. "Panglima Sesat!" balas Garnika memaki. "Ke-tahuilah, kedatanganku ke tempatmu
ini bukan untuk
mengantarkan seseorang untuk turut menjadi pengi-
kutmu, tapi justru sebaliknya. Kami ingin menghan-
curkan seluruh angan-angan gilamu!"
"Ha ha ha...!"
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Panglima Naga Hitam menimpali makian Gar-
nika dengan tawa mengejek.
"Apa yang kau andalkan untuk menghancurkan
cita-citaku, Pendeta Goblok!" ejek Panglima Naga Hitam. "Untuk melepaskan dirimu
dari ajian 'Lingkar Na-ga Penakluk Gunung' pun kalian tak akan mampu,
apalagi untuk mengandaskan cita-citaku," lanjut Panglima Naga Hitam.
Aji 'Lingkar Naga Penakluk Gunung'" Batin Ja-
ka. "Begitu dahsyatnya ajian ini!" ucap Jaka dengan tatapan mata tertuju pada
tujuh sosok lelaki berjubah hitam yang pada bagian dada masing-masing nampak
rajahan bergambar seekor naga tengah meliuk.
"Dan kau, siapakah"!" telunjuk Panglima Naga Hitam tiba-tiba saja menuding Raja
Petir. 9 "Namaku Jaka Sembada!" jawab Raja Petir
mantap. "Ha ha ha.... Kalau nama lengkapmu seperti
itu, berarti kaulah yang berjuluk Raja Petir!" ucap Panglima Naga Hitam.
"Betul!" timpal Jaka.
"Ha ha ha...!"
Panglima Naga Hitam kembali tertawa keras
mendengar jawaban Raja Petir. Kepalanya nampak ter-
guncang-guncang.
"Ternyata desas-desus tokoh-tokoh persilatan
itu hanya isapan jempol belaka. Kumbang Hitam! Sak-
sikanlah, tokoh yang katanya digdaya itu ternyata tidak mampu melepaskan diri
dari aji 'Lingkar Naga Penakluk Gunung' milikku!" lanjut Panglima Naga Hitam
keras. Kumbang Hitam dan lima lelaki pengikut Panglima Naga Hitam tertawa-tawa
mendengar ucapan
junjungannya. Sementara, Mayang Sutera tersinggung sekali
mendengar ucapan Panglima Naga Hitam dan tawa
mengejek keenam lelaki pengikutnya. Akan tetapi da-
lam keadaan dirinya yang terkurung aji 'Lingkar Naga Penculik Gunung' tidak
kuasa melakukan apa-apa.
"Percuma saja di lehermu menggelantung seba-
tang pedang yang berpamor dahsyat, Raja Petir. Lebih baik kau berikan saja
pedang yang tak berguna itu pa-daku!" ejek Panglima Naga Hitam lagi.
Menjadi gelap wajah Raja Petir mendengar uca-
pan lelaki berwajah keras yang berjuluk Panglima Naga Hitam itu. Nampak Jaka
dilanda kemarahan yang di-tahan-tahan.
"Ucapanmu terlalu merendahkanku, Panglima
Naga Hitam. Dan itu pun merupakan alasanku untuk
tetap menghancurkan semua angan-anganmu!" tandas Jaka lantang.
"Hua ha ha...!"
Panglima Naga Hitam menanggapi ucapan Jaka
dengan tawa terkekeh-kekeh.
Pada saat yang bersamaan, Raja Petir telah me-
loloskan senjatanya yang menggelantung di leher. Suasana di sekitar tempat
kejadian tiba-tiba berubah gelap ketika Raja Petir mengangkat pedangnya yang
memen-darkan warna kemerahan. Awan pekat terlihat bera-
rak-arak di langit dan cahaya kilat berkelebatan menyambar-nyambar batang pedang
yang terangkat di
atas kepala Raja Petir.
Beberapa saat lamanya pemandangan seperti
itu terjadi, namun pada saat berikutnya suasana alam kembali terang-benderang.
Panglima Naga Hitam terpukau dengan kea-
daan tadi, dan begitu terkejut ketika dari mulut Raja Petir terdengar lengkingan
tinggi. "Hoaaa...!"
Bersamaan dengan lengkingan keras itu, pe-
dang yang berada di tangan Raja Petir berkelebat-
kelebat secepat kilat melakukan gerakan seperti hendak memutuskan rantai baja
yang teramat kuat.
Pretsss! Bunyi yang cukup keras terdengar, ketika Pe-
dang Petir milik Raja Petir terayun ke bawah. Dan pengaruh dari semua itu,
Pendeta Kembar, Setyogunala,
dan Mayang Sutera langsung terbebas dari pengaruh
aji 'Lingkar Naga Penakluk Gunung' milik Panglima
Naga Hitam. Sedangkan Panglima Naga Hitam sendiri
sangat terkejut dengan kenyataan itu.
"Seraaang!"
Sebuah seruan keras tiba-tiba terdengar dari
mulut Panglima Naga Hitam. Lelaki berwajah keras
dengan kumis melintang itu nampak kecewa dengan
keberhasilan Raja Petir mengatasi aji 'Lingkar Naga Penakluk Gunung'.
Enam lelaki berjubah hitam pengikut Panglima
Naga Hitam segera berhamburan memberikan seran-
gan pada Pendeta Kembar, Setyogunala, dan Mayang
Sutera. Sementara Panglima Naga Hitam sendiri ber-
hadapan langsung dengan Raja Petir.
"Kau harus mampus, Raja Petir!" bentak Panglima Naga Hitam keras.
"Lakukan kalau kau mampu, Panglima Sesat!"
balas Raja Petir tenang.
Gigi Panglima Naga Hitam langsung bergemere-
takan mendengar ucapan Raja Petir. Otot-otot di tu-
buhnya seketika menegang dan tangan kanannya ber-
gerak cepat ke belakang jubahnya.
Wrrrttt..! Panglima Naga Hitam mengeluarkan senjatanya
berupa sebuah pecut yang berbentuk mirip buntut
ular naga, kemudian mengacungkan ke atas kepala.
Gletarrr! Suara keras yang memekakkan telinga seketika
terdengar saat Panglima Naga Hitam melecutkan cam-
buknya ke atas. Sinar kehijauan berkeredep dari ujung pecut itu.
"Kau akan mampus di ujung Pecut Naga Hitam
ku ini, Raja Bodoh!" ucap Panglima Naga Hitam.
Kemudian setelah ucapannya selesai tubuh le-
laki yang mengenakan jubah hitam itu melesat mener-
jang Raja Petir yang masih nampak berdiri tenang.
"Hiyaaa...!"
Teriakan keras menggelegar mengiringi seran-
gan Panglima Naga Hitam.
Gletar! Gletar!
Pecut di tangan Panglima Naga Hitam berkele-
bat cepat ke bagian-bagian tubuh Raja Petir yang mematikan. Terutama bagian
kepala yang selalu menjadi sasaran.
Raja Petir sendiri mencoba menangkal serangan
maut itu dengan jurus-jurus yang mengandalkan ke-
cepatan gerak, sekaligus melanjutkan dengan jurus
yang khusus memberikan serangan balasan. Dalam
hal ini Raja Petir lebih memilih jurus 'Lejitan Lidah Petir' dan jurus 'Petir
Menyambar Elang'. Dan hasilnya, Raja Petir memang berhasil mengatasi serangan-
serangan maut lawannya.
"Haaat!"
Gletar! Gletar!
"Uts!"
Serangan susul-menyusul secara cepat terus
dilancarkan oleh Panglima Naga Hitam.
Tubuh Jaka kembali melejit cepat menghindari
lidah pecut yang terarah ke bagian kemaluannya. Dan ketika tubuhnya masih di
udara, Raja Petir dengan cepat menukik ke arah Panglima Naga Hitam dengan
mengerahkan jurus menyerang 'Petir Menyambar
Elang'. Dua telapak tangan Raja Petir yang membentuk cakar, bergerak cepat ke
dada dan kepala lawan.
Panglima Naga Hitam tak menyangka kalau Ra-
ja Petir mampu memberikan serangan yang sedahsyat
itu dalam kedudukan melayang di udara. Karena ter-
kejut sekali, Panglima Naga Hitam segera melempar
tubuhnya ke kiri.
"Hop!"
"Aaa...!"
Sebuah lengking kematian seketika terdengar
membumbung ke langit. Raja Petir menolehkan kepala
ke arah jeritan itu, dilihatnya tubuh lelaki kerdil yang
menjadi lawan Mayang Sutera tergeletak tak bernyawa dengan luka lebar di
perutnya yang mengucurkan banyak darah.
Memang ketika lelaki kerdil yang berjuluk
Trenggiling Maut menyerang Mayang, gadis cantik itu telah lebih dahulu
memberikan serangan dalam jurus
'Membelah Mega'. Senjatanya yang berupa payung ter-
buat dari logam telah mengakhiri perlawanan Trenggiling Maut.
Menyaksikan kematian Trenggiling Maut,
Mayang Sutera seolah tak ambil peduli. Dia kembali
turun ke arena pertempuran membantu Jatnika yang
tengah dikeroyok dua orang berjubah hitam.
Tengkorak Lembah Tandus dan Iblis Tiga Tan-
gan yang hampir berhasil mendesak Jatnika menjadi
terkejut mendapatkan campur tangan Mayang yang te-
lah berhasil menewaskan Trenggiling Maut. Senjata
Mayang berkelebat cepat ke berbagai arah, bagai tangan-tangan malaikat maut yang
siap me-renggut nya-
wa. Dengan hadirnya Mayang membantu Jatnika.
Keadaan semula menjadi terbalik. Kini dua lelaki yang berjuluk Tengkorak Lembah
Tandus dan Iblis Tiga
Tangan mengalami keterdesakan yang luar biasa. Dan
pada satu kesempatan.
"Hiaaa...!"
Teriakan keras dan melengking menyertai se-
rangan Mayang Sutera.
Bruettt! "Aaa...!"
Pekik menyayat terdengar.
Tengkorak Lembah Tandus yang tubuhnya
tinggal tulang itu terbabat senjata Mayang yang berkelebat cepat Lelaki kurus
kering yang memegang senjata pedang itu terluka parah di bagian dada, seketika
itu juga ambruk ke tanah dan sampailah ajalnya.
Sementara itu, Jatnika yang menjadi lawan Ib-
lis Tiga Tangan tak menyia-nyiakan kesempatan baik
yang di dapat. Lelaki berkepala gundul itu seketika berteriak nyaring dan
tubuhnya melesat memberikan
tendangan lurus terarah ke batang leher Iblis Tiga
Tangan. "Haiiittt!"
Dug...! "Aaakh!"
Tubuh Iblis Tiga Tangan terpental sejauh dua
batang tombak ketika tendangan cepat dan keras Jat-
nika mendarat telak di lehernya. Sesaat lamanya tu-
buh Iblis Tiga Tangan menggelepar dengan tangan
memegangi leher. Namun, pada saat berikutnya tu-
buhnya diam tidak berkutik untuk sela-ma-lamanya.
Jatnika yang telah berhasil menewaskan la-
wannya segera berhambur ke arah pertarungan Garni-
ka melawan Kumbang Hitam. Sedangkan Mayang ter-
lihat tengah membantu Setyogunala menghadapi si
Tombak Mayat. Mau tak mau Kumbang Hutan dan
Tombak Mayat mengalami keterdesakan hebat.
Sementara pertarungan antara Raja Petir mela-
wan Panglima Naga Hitam mulai berlangsung tak
seimbang. Apalagi saat itu Raja Petir nampak telah meloloskan sabuk di
pinggangnya untuk memberikan pe-
lajaran pada Panglima Naga Hitam.
Sebuah jurus ampuh akan digelarnya agar la-
wan tak lagi bersikap angkuh. Sebuah jurus yang dibe-ri nama 'Petir Membelah
Malam'. Sinar hijau seketika memendar-mendar dari sabuk hijau yang telah lolos
dari pinggang Raja Petir.
Panglima Naga Hitam terkejut bukan main me-
lihat ketinggian perbawa dari senjata yang dipegang lawannya, namun dia berusaha
menutupi keterkeju-
tannya sebisa mungkin.
"Aku mampu menandingi senjatamu itu, Raja
Gila!" bentak Panglima Naga Hitam menutupi keterkejutannya.
"Apa mungkin?" ledek Jaka dengan mimik wajah dibuat lucu.
Panglima Naga Hitam tak menjawab pertanyaan
Raja Petir, tangannya bergerak seperti hendak melepas jubahnya, dan kenyataannya
memang demikian. Panglima Naga Hitam melepas jubahnya, tubuhnya yang
kekar menampakkan otot yang melingkar-lingkar.
Raja Petir sedikit keheranan melihat kelakukan
Panglima Naga Hitam. Dan memang itulah yang diin-
ginkan Panglima Naga Hitam. Di saat Raja Petir terte-gun melihat apa yang
dilakukannya, dia segera men-
gebut jubah yang telah terlepas dari tubuhnya.
Groat! Groattt!
Dua kali Panglima Naga Hitam mengebutkan
jubahnya dengan keras. Dari kebutannya itu menjel-
makan asap hitam yang mengepul bagai awan dan
membuat pandangan mate Raja Petir menjadi kabur.
Pada saat itulah Panglima Naga Hitam berkele-
bat cepat meninggalkan arena pertarungan. Kabur!
Jaka segera mengeluarkan jurus 'Pukulan Pen-
gacau Arah' untuk mengusir asap hitam yang mengha-
langi penglihatannya. Namun, setelah berhasil mela-
kukannya, di hadapannya tak lagi nampak sosok Pan-
glima Naga Hitam.
Licik! Ucap Jaka dalam hati sambil mencari-
cari sosok Panglima Naga Hitam di sekeliling tempat pertarungan.
"Heh"!"
Raja Petir terkejut ketika tatapan matanya
membentur pada sebuah kitab yang tergeletak sekitar satu batang tombak dari
hadapannya. Segera dihampi-
ri dan dipungutnya kitab yang ternyata milik Mayang Sutera. Rupa-rupanya kitab
itu mental dari dalam sa-ku baju milik Panglima Naga Hitam yang barusan di-
kebutkan dua kali. Dan Panglima Naga Hitam sendiri tak menyadari hal itu.
"Aaa...!"
"Aaa...!"
Dua lengking kematian berturut-turut di dengar
Raja Petir, lelaki muda nan digdaya itu kontan menoleh. Hatinya menjadi sedikit
lega ketika jeritan itu keluar dari mulut pengikut Panglima Naga Hitam yang
masih tersisa. Tubuh Kumbang Hitam dan Tombak
Mayat menggelepar setelah dada dan kepalanya terha-
jar tendangan dan pukulan bertenaga dalam tinggi
yang dilakukan Garnika dan Setyogunala.
*** Mayang Sutera segera menghambur ke arah
Raja Petir ketika di sekelilingnya sudah tak lagi ada musuh-musuh yang harus
dihadapi.
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau tidak apa-apa, Kakang?" tanya Mayang manja. Raja Petir menggeleng.
"Ini kitab milikmu," ucap Jaka sambil memberikan kitab Gelang-Gelang Emas milik
Perguruan Ge- lang Emas. "Oh!" Mayang terkejut dengan apa yang dikatakan Jaka. "Kau berhasil merebutnya,
Kakang," ucap Mayang dengan suara penuh haru.
Jaka menggeleng, dan gelengannya membuat
Mayang keheranan.
"Kitab ini terpental dari jubah Panglima Naga
Hitam," jelas Jaka.
"Hei"! Mana mayat panglima gila itu?" tanya
Mayang Sutera menyadari ketiadaan jasad Panglima
Naga Hitam. "Dia kabur, Mayang," jawab Jaka.
"Kabur" Dan Kakang pun membiarkannya"
Hhh...!" Mayang Sutera menarik napas panjang.
"Orang seperti dia tak pantas dibiarkan hidup. Suatu saat nanti dirinya pasti
menimbulkan masalah lagi.
Dan yang pasti Panglima Naga Hitam menaruh den-
dam pada kita, terutama sekali padamu, Kang," lanjut Mayang dengan suara penuh
kekhawatiran. "Kita lihat saja apa yang akan dilakukannya kelak, Mayang," timpal Jaka. "Yang
terpenting saat ini ki-ta telah berhasil mengubur keinginan gilanya, mudah-
mudahan begitu juga nanti!"
Mayang Sutera diam. Dia tak lagi memberon-
dong Raja Petir dengan ucapan-ucapannya. Sementara
tatapan matanya terlihat mesra merayapi wajah keka-
sihnya. Di tempat lain, nampak Jatnika tengah me-
mandangi sebuah alat rajahan milik Panglima Naga Hitam. Sesaat lamanya Jatnika
memandangi benda ter-
buat dari logam yang berbentuk gambar seekor ular
naga itu. Namun kemudian, dengan segenap kegera-
mannya, Jatnika mematahkan benda itu hingga ber-
keping-keping. Bruakkk! Jatnika pun melempar patahan alat rajahan itu
hingga menimbulkan bunyi keras.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Memperebutkan Bunga Wijaya 1 Pendekar Gila 22 Kutukan Berdarah Pendekar Mata Keranjang 1
pimpinan di Perguruan Angin Barat!" lanjut lelaki berpakaian merah darah yang
mengaku bernama Setyo-
gunala. Ucapan barusan terdengar lantang dan man-
tap. "Ha ha ha...!"
Di luar dugaan Setyogunala, Garnika tertawa
keras. Suara tawa itu berkesan meremehkan diri Ketua Perguruan Angin Barat
"Gunala!" ucap Garnika setelah tawanya berhenti. Panggilannya terhadap Ketua
Perguruan Angin
Barat amat tidak sopan. Beberapa murid utama Pergu-
ruan Angin Barat yang kini berdiri di samping kiri-
kanan Setyogunala bermaksud hendak menghajar ke-
lancangan lelaki berkepala gundul. Namun, hasrat murid-murid itu terbendung oleh
ketenangan sang Pe-
mimpin. "Sabar, biar dia bicara seenak perutnya," cegah Setyogunala dengan ketenangan
yang luar biasa.
Jaka dan Mayang Sutera pun mengagumi kete-
nangan yang diperlihatkan Ketua Perguruan Angin Ba-
rat itu. "Aku ingin tahu seberapa banyak murid yang menimba ilmu di perguruan
ini," lanjut Garnika setelah ucapannya terhenti karena menyaksikan murid-
murid utama Perguruan Angin Barat yang bermaksud
menyerangnya namun tertahan oleh larangan Setyo-
gunala. "Untuk apa kau ketahui keadaan murid perguruan ini?" balik Setyogunala
ketus. "Yang jelas, karena kedatanganmu ke perguruan ini jumlah murid-muridku
menjadi berkurang tiga orang. Dan kalian harus menebus kekurangan itu!" lanjut
Setyogunala tegas.
"Ha ha ha.... Jangan lanjutkan mimpimu di
siang bolong begini, Gunala! Tahukah kau, kalau sekarang ini tengah berhadapan
dengan Pendeta Kembar
yang telah bergabung di bawah naungan Perguruan
Naga Hitam Sejati. Dan kami utusan Panglima Naga
Hitam yang menginginkan kau menjadi pengikut setia
Perguruan Naga Hitam Sejati!" papar Jatnika menyelak ucapan yang hendak keluar
dari mulut Garnika.
"Kau lihatlah Rajahan Naga Hitam ini!" lanjut Garnika seraya menyingkap sedikit
pakaian di bagian dadanya. Gambar seekor ular naga hitam nampak di
dadanya yang bidang.
Bruk! Pada saat tangan Jarnika menyibak pakaian di
bagian dadanya, tubuh Kintana murid Perguruan An-
gin Barat jatuh terkulai di tanah.
"Akan kuturuti keinginan Panglima Naga Hitam
asalkan kalian berhasil menundukkanku dan juga mu-
rid-murid perguruan ini, namun sebelumnya kuha-
rapkan kalian sudi membebaskan totokan pada tubuh
Kintana," pinta Setyogunala pelan.
Murid-murid utama Perguruan Angin Barat
sempat kaget mendengar persetujuan yang keluar dari mulut pimpinannya, namun
begitu semua murid utama Perguruan Angin Barat segera memaklumi keting-
gian ilmu gurunya.
Tuk! Tuk! "Hmmmhhh...!"
Jatnika tanpa membuang waktu segera mem-
bebaskan Kintana dari pengaruh totokannya. Seketika itu juga terdengar lenguhan
kesakitan yang keluar dari mulut Kintana.
Tiga murid utama Perguruan Angin Barat yang
berdiri di samping Setyogunala segera berhamburan
menubruk tubuh Kintana sesaat setelah mendapat pe-
rintah dari gurunya.
Beberapa saat lamanya, Jarnika dan Garnika
menyaksikan tubuh Kintana dibawa oleh murid-murid
utama Setyogunala. Namun pada saat selanjutnya ta-
tapan mata Pendeta Kembar telah mencorong tajam ke
wajah Ketua Perguruan Angin Barat.
"Pertarungan yang bagaimana yang kalian in-
ginkan, Pendeta Kembar"!" tanya Setyogunala menimpali tatapan mata Jarnika dan
Garnika yang menyala
seperti kilatan mata kucing di kegelapan malam.
"Bebas!" sahut Garnika mendahului Jatnika.
"Baik!"
Setyogunala memberi aba-aba pada seluruh
muridnya untuk bersiap-siap menghadapi segala ke-
mungkinan. Sementara dirinya maju dua langkah
mengikuti gerakan yang dilakukan Jatnika.
Sementara itu, dari balik persembunyian Raja
Petir dan Mayang Sutera terus mengikuti dengan tatapan mata seperti tak
berkedip. "Kau pernah bentrok dengan Panglima Naga Hi-
tam, Kakang?" tanya Mayang Sutera.
Lelaki berpakaian kuning keemasan yang berju-
luk Raja Petir menggelengkan kepala menjawab perta-
nyaan gadis cantik berpakaian jingga.
"Mendengar sepak terjangnya?" tanya Mayang lagi. "Ya. Panglima Naga Hitam
tergolong seorang da-tuk sesat yang bertekad menjadi pemimpin besar rim-
ba persilatan," jawab Jaka. "Itu pun kudengar dari pembicaraan kasak-kusuk di
sebuah kedai di Desa
Bantul beberapa purnama yang silam," lanjut Jaka.
"Keinginan yang bagus, namun sayang ber-
sumber pada orang yang salah," ulas Mayang.
"Ya. Sekarang Panglima Naga Hitam telah me-
lancarkan gerakan-gerakannya demi keinginan untuk
menjadi seorang pemimpin besar. Dan kita harus men-
cegah semua itu," ucap Jaka dengan tatapan mata yang kembali pada pemandangan
yang tak jauh di hadapannya.
Pertarungan antara Setyogunala dan Jatnika
pun berlangsung. Nampak serangan kedua lelaki yang
sama-sama berpakaian merah itu masih pada tahap
saling menjajaki. Setyogunala merasa kemampuan la-
wannya tak berada di bawahnya. Begitu juga yang di-
rasakan Jatnika.
"Hiaaa!"
Sebuah teriakan mengiringi tubuh Jarnika yang
melejit ke arah Setyogunala. Lelaki berkepala botak sebagai orang tertua dari
Pendeta Kembar langsung
menggunakan senjatanya berupa tasbih berbiji besar-
besar yang diayunkan ke arah leher Ketua Perguruan Angin Barat
Singngng! Suara berdesing mengiringi serangan Jatnika
dengan tasbihnya. Setyogunala sempat terkesiap me-
nyaksikan kedahsyatan serangan lawan yang dilancar-
kan dengan pengerahan tenaga dalam tinggi. Namun
begitu, Ketua Perguruan Angin Barat itu tidak merasa gugup karenanya.
Lelaki setengah baya berpakaian merah darah
itu segera menghentakkan kakinya melakukan lejitan
ke belakang. "Hip...!"
Singngng! Wrettt..! Serangan dahsyat Jatnika berhasil dielakkan
Setyogunala. Akan tetapi lelaki Ketua Perguruan Angin Barat sempat merasakan
getaran hebat di bagian dadanya akibat sambaran angin yang keluar dari senjata
milik Jatnika. Sedangkan Jatnika yang unggul dalam hal ke-
gesitan, segera memanfaatkan Setyogunala dengan
kembali melancarkan serangan susulan melalui ten-
dangannya yang cepat terarah ke dada lawan.
"Haaa...!"
Diiringi dengan pekikan mengguntur tubuh
Jatnika melesat dengan kaki kanan yang bergerak lu-
rus memberikan tendangan dengan pengerahan tenaga
dalam tinggi. Wuttt..! "Uts!"
Setyogunala menyadari kecepatan gerakan se-
rangan susulan yang dilancarkan Jatnika, dengan ce-
pat memiringkan badan dengan membawa mundur se-
langkah kaki kanannya.
Tapi rupanya Jatnika telah mampu membawa
gerakan yang diambil Ketua Perguruan Angin Barat
demi menyelamatkan tubuhnya dari sambaran kaki
kanannya. Setelah serangannya berhasil dielakkan Setyo-
gunala, Jatnika cepat melancarkan gedoran kuat
menggunakan sikunya.
"Hih!"
Plak! "Akh!"
Tubuh Ketua Perguruan Angin Barat terpekik.
Tubuhnya terhuyung tiga langkah ke belakang saat
tangannya berkelebat menepis sodokan siku Jatnika.
Sementara lelaki berkepala gundul itu sendiri cuma
terhuyung dua langkah. Kenyataan ini membuktikan
kalau dalam benturan tadi kekuatan tenaga dalam
Jatnika lebih tinggi.
Pada pertarungan lain nampak Garnika berha-
dapan dengan empat murid utama dari Perguruan An-
gin Barat Pertarungan itu sendiri sudah berlangsung beberapa jurus, tapi belum
menampakkan keterdesakan salah satu pihak.
Garnika yang memang memiliki mutu dan ke-
pandaian ilmu silat yang lebih tinggi tidak mampu di-desak oleh keempat
lawannya. Namun, Garnika tidak
mampu mendesak empat murid Perguruan Angin Ba-
rat yang melakukan penyerangan begitu padu.
Aku harus melumpuhkan salah satu di antara
mereka, ucap Garnika dalam hati.
Bersamaan dengan selesainya ucapan Garnika,
salah seorang murid utama Perguruan Angin Barat
kembali menerjang dengan senjatanya berupa sebilah
pedang. Bunyi angin menderu mengiringi serangan
yang dilancarkan dengan pengerahan tenaga dalam
tinggi. Wungngng!
Trak! "Aaakh!"
Tubuh tinggi kurus murid utama Perguruan
Angin Barat seketika terpental balik ke belakang, ketika pedang yang ditebaskan
ke dada Garnika memben-
tur dengan tepat. Sehingga akibat yang di-timbulkan sungguh berbeda dari apa
yang diinginkan.
Murid utama Perguruan Angin Barat merasa-
kan hantamannya seperti membentur batu karang
yang amat kuat. Dirasakan tangannya begitu panas,
sedangkan senjatanya terpental jatuh di tanah.
Sementara itu, Garnika juga tidak yakin dengan
kejadian yang betul-betul dialami. Sungguh dia sendiri tak menyangka kalau
tubuhnya menjadi demikian
kebal. Padahal, ketika menghadapi senjata murid uta-ma Perguruan Angin Barat
dirinya cuma mengaliri se-
luruh kekuatan tenaga dalamnya ke bagian yang dite-
bas lawan, akan tetapi....
Apakah ini pengaruh dari rajahan Panglima Na-
ga Hitam" Ucap hati Garnika bertanya-tanya.
Pertanyaan Garnika belum sempat terpecahkan
ketika dengan lantang salah seorang murid Perguruan Angin Barat yang lain
mencaci-maki. "Manusia Iblis!" bentak lelaki bertubuh kekar.
Lelaki itu kemudian berkelebat memberikan se-
rangan susulan. Namun serangan mematikan yang di-
berikan kali ini sengaja diarahkan ke batang leher
Garnika. Lelaki berkepala gundul yang memiliki suara
mirip perempuan terkejut mendapatkan serangan su-
sulan murid Perguruan Angin Barat. Sungguh dia ti-
dak berani menanggung akibat dari serangan lawan
yang mengancam lehernya dengan hanya membiarkan
serangan itu. "Hop!"
"Uts!"
Dengan perhitungan yang cukup matang, Gar-
nika membawa kakinya melompat mundur ke bela-
kang, lalu dengan kecepatan geraknya yang luar biasa, tubuh lelaki berjubah
pendeta itu kembali melejit ke depan melewati kepala murid Perguruan Angin
Barat. Dan dengan gerakan yang di luar dugaan tubuh Gar-
nika yang tengah berada di udara meluruk dengan se-
pasang kakinya tertuju ke arah punggung murid uta-
ma Setyogunala.
"Hiaaa...!"
Blugkh! Hughk! Tubuh murid utama Perguruan Angin Barat
terjerembab dan melenguh kesakitan, ketika tendan-
gan Garnika mendarat di punggungnya. Tubuh yang
terbalut pakaian putih itu tersungkur hingga bagian wajahnya, dengan keras
membentur permukaan tanah. Darah nampak berceceran, keluar dari mulut, hidung,
dan kulit wajah yang tergores permukaan tanah.
Raja Petir dan Mayang Sutera yang menyaksi-
kan kejadian dari tempat sembunyi sempat terkejut.
Sungguh keduanya tidak menyangka kecepatan gerak
dan kekuatan tenaga dalam yang dimiliki Garnika.
"Kita harus campur tangan secepatnya,
Mayang, " ucap Jaka pada gadis cantik berpakaian jingga yang berdiri di
sebelahnya. "Ayo, Kakang! Biar aku yang menghadapi Gar-
nika," timpal Mayang Sutera menyetujui ucapan lelaki berpakaian kuning keemasan
yang berjuluk Raja Petir.
Jaka kembali menyaksikan pertarungan antara
Setyogunala menghadapi Jatnika. Nampak lelaki se-
tengah baya yang mengenakan pakaian merah mulai
terdesak, seperti juga murid-murid utama Perguruan
Angin Barat yang mulai terpukul mundur.
Akan tetapi murid-murid utama Setyogunala
sedikit mendapatkan angin segar untuk bertahan keti-ka tanpa diperintah oleh
pimpinan perguruan, murid-
murid kelas menengah telah turun ke kancah perta-
rungan. Garnika sendiri terkejut menyaksikan puluhan murid-murid Perguruan Angin
Barat yang telah meluruk ke arahnya dengan senjata tajam yang terhunus.
Akan tetapi Garnika bukanlah tokoh persilatan yang
mudah menyerah begitu saja. Meski hanya mengguna-
kan senjata berupa tasbih berukuran besar, lelaki berkepala gundul yang memiliki
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suara mirip perempuan
itu mampu mengimbangi keroyokan lawan-lawannya.
Tebasan, tusukan, dan serangan membokong
yang dilakukan murid-murid Perguruan Angin Barat
berhasil dielakkan Garnika. Bahkan serangan balasan yang dilakukan secara tiba-
tiba mampu memukul
mundur murid-murid Setyogunala yang berhasrat
menghabisi nyawanya.
"Hiaaa...!"
"Uts!"
Blugkh! Blugkh!
Dua murid kelas menengah kembali terpukul
mundur. Tendangan menyilang dan hantaman siku
Garnika dengan telak menghantam bagian perut dan
dada lawannya. Kedua lawan Garnika yang terkena hantaman
tendangan dan sikutan seketika terpental sejauh satu setengah batang tombak.
Kedua murid kelas menengah Perguruan Angin Barat seketika roboh dengan da-
rah segar yang menyembur dari mulut mereka.
Di tengah-tengah keganasan Garnika yang
membabat murid-murid Perguruan Angin Barat, tiba-
tiba melesat sesosok bayangan tubuh mengenakan pa-
kaian jingga. Begitu gesit dan cepat gerakan yang dilakukan sosok berpakaian
jingga, hingga tahu-tahu su-
dah berada di tengah pertempuran antara murid-
murid kelas menengah Perguruan Angin Barat mela-
wan Garnika. "Akulah lawanmu, Garnika!" ucap sosok berpakaian jingga yang ternyata seorang
gadis berparas cantik Gadis cantik itu tak lain Mayang Sutera alias Dewi Payung
Emas. "Heh"! Putri Perguruan Gelang Emas?" ucap Garnika dengan raut muka menyimpan
keterkejutan. "Kau masih penasaran ingin merebut kitab pusaka Gelang-Gelang Emas?" tanya
Garnika. "Bukan hanya itu, Pendeta Sesat! Kau harus
kuringkus agar tak merajalela dengan meminta korban nyawa!" sahut Mayang Sutera.
Garnika mendelikkan kedua matanya menden-
gar ucapan gadis cantik putri tunggal Perguruan Ge-
lang Emas. Sementara di tempat lain sosok muda ber-
pakaian kuning keemasan yang tak lain Jaka alias Ra-ja Petir telah turun juga di
antara pertempuran Setyogunala melawan Jatnika.
"Maafkan kelancanganku, telah turut campur
dalam urusan ini, Kisanak sekalian!" ucap Jaka sopan Setyogunala dan Jatnika
langsung saja meng-hujani wajah Jaka dengan tatapan mata yang masing-
masing mengandung makna yang berbeda.
*** 6 "Raja Petir!" bentak Jatnika ketika mengenali sosok muda yang berdiri tegak di
antara dirinya dan Setyogunala. "Jangan coba-coba ingin mencampuri urusanku
kalau masih ingin mereguk hari esok!"
Jaka hanya menanggapi hardikan Jatnika den-
gan senyum samar menghias wajahnya. Namun, tata-
pan matanya yang tenang tak lepas pula membalas ta-
tapan mata orang tertua dari Pendeta Kembar.
Setyogunala sendiri menjadi tenang hatinya se-
saat nama Raja Petir disebut Jatnika. Sungguh dirinya tak menyangka kalau hari
ini berjumpa dengan sosok
muda yang namanya terukir harum di rimba persila-
tan. Tokoh muda yang digdaya, yang selalu berpijak
pada kebenaran dan tak segan-segan menyingkirkan
kelaliman yang berlangsung di muka bumi ini. Meski Ketua Perguruan Angin Barat
belum pernah menyaksikan secara langsung kehebatan Raja Petir, dirinya begitu
yakin dengan kabar yang pernah didengarnya
dari tokoh-tokoh persilatan lain.
"Raja Petir! Telah kudengar kehebatanmu dari
orang-orang persilatan golongan hitam atau putih. Tapi seharusnya kau tidak
menjadi besar kepala. Janganlah kau mencari urusan dengan Pendeta Kembar, karena
akan percuma saja apa yang kau lakukan. Di belakang Pendeta Kembar berdiri sosok
Maha Sakti Panglima
Naga Hitam. Kuperingatkan sekali lagi padamu, Raja
Petir! Secepatnya kau enyah dari hadapanku!" kasar dan berkesan meremehkan
ucapan yang keluar dari
mulut lelaki berkepala botak bernama Jatnika.
"Jatnika!" ucap Jaka dengan suara ditekan se-dalam mungkin. "Aku tak pernah
punya urusan dengan Panglima Naga Hitam. Siapa pun dia dan apa pun
kedudukannya di matamu, aku tidak akan ambil pe-
duli. Yang jelas kau dan adikmu yang mirip banci itu harus segera enyah dari
sini. Namun, sebelumnya ku-minta kau serahkan kitab Gelang-Gelang Emas milik
kawanku!" lanjut Raja Petir lantang.
"Jangan bermimpi kau Raja Petir!" balas Jatnika tak kalah lantang. "Kitab
Perguruan Gelang Emas kini tak berada lagi di tanganku. Kalau kau mau men-
gambilnya silakan kau berhadapan langsung dengan
junjunganku, Panglima Naga Hitam. Kurasa tak
mungkin, karena kau sendiri harus berhadapan dulu
dengan Pendeta Kembar," ucapan sombong yang keluar dari mulut Jatnika.
Namun tanggapan Raja Petir terhadap ucapan
itu tak ubahnya dengan tanggapannya menghadapi
kemauan bocah tujuh tahunan yang tengah menonton
sebuah pertandingan ilmu bela diri.
"Ah, kurasa keinginanku itu bukanlah mimpi,
Jatnika. Kau saja yang terlalu membanggakan keting-
gian ilmu Panglima Naga Hitam," timpal Jaka kemudian. "Tutup mulutmu, Raja
Buduk! Kau telah merendahkan kedudukan Panglima Naga Hitam, kau ta-
hu! Itu berarti maut buatmu!" hardik Jarnika.
"Maut ada di tangan sang Pencipta Jagat, Jat-
nika. Seharusnya kau sadar itu," kilah Raja Petir dengan tenang.
Setyogunala, Ketua Perguruan Angin Barat
nampak tersenyum dengan ucapan Jaka. Lelaki beru-
sia setengah baya itu kelihatannya mengagumi tutur
kata yang terucap dari mulut tokoh muda yang na-
manya tersohor di seluruh pelosok rimba persilatan.
Sementara wajah Jatnika terlihat menjadi gelap
dengan ucapan sederhana yang keluar dari mulut Raja Petir. Dari perubahan wajah
itu tiba-tiba menjelma se-
buah tatapan membara. Mata Jatnika berkilat-kilat sebagai pertanda kemarahan
telah betul-betul memun-
cak. "Bedebah kau, Raja Buduk! Heaaattt..!"
Kemarahan Jatnika betul-betul diwujudkan da-
lam sebuah serangan maut. Tangan lelaki berkepala
gundul itu nampak menegang kuat sebagai pertanda
bahwa dirinya tengah mengalirkan tenaga dalam ting-
gi. Raja Petir sendiri telah mampu membaca gera-
kan cepat yang dilakukan Jatnika. Sehingga dengan
segala kerendahan ucapannya dia meminta pada Se-
tyogunala agar menyingkir dari arena pertarungan.
"Maaf, Ki! Biar aku yang ganti menghadapi
pendeta gila ini," ucap Jaka seraya membungkukkan sedikit tubuhnya. "Namun
tolong kau awasi kawan wanitaku itu."
Hanya selang beberapa saat dengan ucapan Ra-
ja Petir, serangan Jatnika datang. Angin berkesiutan mengiringi kedatangan
pukulan lurus yang terarah ke dada Raja Petir.
Wuts! "Uts!"
Jaka langsung memiringkan badannya bersa-
maan dengan tibanya serangan Jatnika. Begitu cepat
dan ringan gerakan yang dilakukan Raja Petir. Namun gerakannya itu ternyata juga
mampu dibaca lawannya.
Siku Jatnika langsung menusuk ketika puku-
lan lurus yang dilancarkannya berhasil dielakkan Ja-ka.
"Eit!"
Plak! Raja Petir langsung mengembangkan telapak
tangannya guna menangkis serangan Jatnika. Tenaga
dalamnya pun dikeluarkan untuk menandingi sikutan
Jatnika yang cukup keras.
Akibatnya, tubuh Jatnika dan Raja Petir sama-
sama terdorong tiga langkah.
Akan tetapi Jatnika dengan segenap kemara-
hannya langsung kembali mencelat. Kali ini lelaki berkepala gundul itu langsung
menggunakan senjatanya
berupa tasbih berukuran besar.
"Hiaaa...!"
Arah loncatan Jatnika yang tertuju ke bagian
leher Raja Petir membuat lelaki muda berpakaian kuning keemasan itu harus cepat
melejit dengan melaku-
kan putaran tubuh dua kali di udara.
"Haaaps...!"
Wrettt! Kembali Jatnika menelan kekecewaan karena
serangannya kembali berhasil digagalkan Raja Petir.
Lelaki berkepala gundul sebagai orang tertua dari Pendeta Kembar geram bukan
kepalang, maka ketika tu-
buhnya kembali mencelat serangkaian serangan gelap
dengan senjata rahasianya dilancarkan.
"Hiaaa...!"
"Hih!"
Wrssst...! Tangan Jatnika menyibak jubah kependetaan-
nya dengan cepat. Kemudian dengan begitu cepat pula tangannya berkelebat
melemparkan benda-benda kecil
ke arah Raja Petir.
Raja Petir yang telah seringkali menghadapi ke-
licikan-kelicikan tokoh-tokoh golongan hitam, tidak mengalami keterkejutan yang
membuat pertahanannya
rapuh. Puluhan jarum beracun yang meluruk deras ke
tubuhnya dengan sigap dihalaunya lewat jurus
'Pukulan Pengacau Arah'. Meskipun kedudukan Raja
Petir tengah berada di udara, tanpa kesulitan me-
lepaskan pukulan maut untuk menghalau serbuan
senjata-senjata beracun milik Jatnika.
Dari kepalan tangan Raja Petir yang terbuka
seketika meluncur serangkum angin bergulung ke arah datangnya luncuran jarum-
jarum beracun. Wrusss...! Jatnika sungguh tak mengira kalau dalam ke-
dudukan di udara, Raja Petir mampu melancarkan
pukulan dahsyat yang mampu menjelmakan segulun-
gan angin berpusar. Dan ketika senjata rahasianya
membentur angin bergulung itu. Jatnika ter-paksa
membuang dirinya ke kanan demi menghindari senja-
tanya yang terpental balik
"Heh"!"
Blukkk! Pada saat tubuh Jatnika bergulingan menghin-
dari senjata rahasianya yang terpental balik, sebenarnya Raja Petir bisa saja
memberikan serangan susulan untuk mematikan perlawanan orang tertua dari Pendeta
Kembar. Namun, hal itu tak dilakukan, karena dirinya tak mau membokong lawan.
Tatapan mata Jaka sementara justru dialihkan
pada pertarungan Dewi Payung Emas melawan Garni-
ka. Sebenarnya pada saat itu Raja Petir mengalami
keterkejutan yang teramat sangat, dilihatnya Garnika tengah melancarkan serangan
dengan menggunakan
senjata rahasia berupa jarum-jarum yang mengandung
kekuatan racun ganas.
Tapi hati Jaka menjadi sedikit lega ketika dis-
aksikannya Mayang Sutera telah mengembangkan sen-
jata andalannya berupa sebuah payung berukuran ke-
cil yang terbuat dari logam keras.
Gadis cantik berpakaian jingga yang rambutnya
panjang terkepang itu kini nampak tengah memutar-
mutar senjata pamungkasnya. Perputaran senjata
yang berada di tangan Mayang begitu cepatnya, hingga bentuk asli senjata itu
sendiri tak nampak, berganti dengan segulungan sinar berwarna keemasan. Itulah
serangkai jurus andalan Mayang Sutera yang bernama
'Benteng Emas' Wrrr...! Trak! Trak! Jarum-jarum beracun milik Garnika seketika
berpentalan balik setelah membentur segulungan sinar keemasan sebagai benteng
kokoh yang dimiliki Mayang Sutera. Jarum-jarum beracun milik lelaki kedua dari
Pendeta Kembar tidak hanya terpental balik, tapi juga berpatahan. Tenaga yang
terkandung dalam lemparan
Garnika, dan tenaga putaran yang dilakukan Mayang
terhadap payung bajanya membuat jarum-jarum ganas
itu tak mampu menembus sasaran.
Dan kenyataan itu membuat hati Garnika ter-
bakar nafsu amarah yang tak terkendali. Sehingga
dengan gerakan yang tanpa perhitungan matang lelaki gundul itu langsung meluruk
ke arah Mayang Sutera.
Gadis cantik berpakaian jingga yang memiliki
kecerdikan luar biasa segera mampu membaca kecero-
bohan lawan yang sedang terbakar amarah.
Dan ketika serangan Garnika yang berupa pu-
kulan miring mencecar pelipis, Mayang Sutera hanya
mengegoskan sedikit kakinya, menghindari serangan
tanpa perhitungan itu.
"Uts!"
"Hea!"
Blukkk! Sambil mengelakkan serangan-serangan Garni-
ka, Mayang Sutera bergerak dengan begitu cepat
memberikan serangan balasan. Cukup telak serangan
itu mendarat di punggung lelaki berkepala gundul
hingga tubuhnya terdorong dua langkah.
Garnika hanya terbatuk mendapatkan pukulan
keras Mayang Sutera yang dikeluarkan dengan penge-
rahan tenaga dalam. Sedikit pun tak terlihat cairan merah keluar dari mulut
tokoh golongan sesat yang
menggunakan jubah kependetaannya sebagai kedok
Padahal, menurut perhitungan Mayang, jurus
'Menyibak Mega' yang barusan dilancarkannya ke tu-
buh Garnika paling tidak dapat menimbulkan luka da-
lam yang ditandai dengan memerciknya darah dari
mulut. Namun kenyataannya"
Hebat juga daya tahan lelaki gundul ini, batin
Mayang Sutera. Gadis cantik berpakaian jingga sudah kembali
bermaksud memberikan serangan susulan. Namun di-
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
urungkan ketika mendengar pekik melengking keluar
dari mulut lelaki berkepala gundul yang tengah bertarung melawan Raja Petir.
"Aaakh...!"
Mayang Sutera dan Garnika sama-sama meno-
lehkan kepala ke arah pekikan keras yang membum-
bung tinggi ke langit. Nampak sosok tubuh berpakaian merah terlempar deras
setelah bagian dadanya terhantam pukulan keras Raja Petir.
Garnika bergerak cepat menyongsong tubuh
Jatnika yang tengah melayang, tapi gerakannya ter-
lambat satu langkah. Pada saat itu tubuh Jatnika telah berhenti meluncur karena
terhadang sebatang po-
hon berukuran besar.
Brakh! Blugh! Tubuh Jatnika langsung terbanting di tanah,
sementara Garnika dengan wajah cemas memegangi
tubuh Jatnika. "Hoekh!"
Jatnika memuntahkan darah kental kehitaman
dari mulutnya. Sesaat tubuhnya berkelojotan setelah darah kental kehitaman
keluar mengotori pakaiannya, namun pada saat berikutnya tubuh lelaki tertua dari
dua tokoh yang berjuluk Pendeta Kembar itu tak bergerak. Pingsan.
Garnika yang menyaksikan keadaan Jatnika
seperti itu, seketika tak mampu mengekang kemur-
kaannya. Tubuh lelaki itu dengan cepat melesat menu-ju Raja Petir.
"Kubunuh kau!" teriak Garnika lantang.
"Hiaaat...!"
*** 7 Raja Petir pun melakukan lejitan yang tak ter-
duga sama sekali oleh orang-orang yang barusan terli-bat dalam pertempuran.
Terlebih Mayang Sutera. Gadis cantik yang ber-
juluk Dewi Payung Emas tak menyangka kalau Raja
Petir menyongsong serangan lawan yang tengah kalap.
Apalagi dalam lesatan tubuhnya, Jaka mengerahkan
sebuah ajian pamungkasnya aji 'Kukuh Karang'.
Tubuh Raja Petir yang pada bagian dada sam-
pai kepalanya terbalut sinar kuning keemasan berke-
lebat lebih cepat dari yang dilakukan Garnika. Dan ketika jarak di antara
keduanya semakin pendek, Jaka
telah lebih dulu mendaratkan gedoran dengan meng-
gunakan telapak tangannya yang terbuka lebar.
"Hiaaa...!"
Diegkh! "Hugkh!"
Tubuh Garnika terpukul mundur ketika seran-
gan Raja Petir dengan telak menggedor bagian da-
danya. Sengaja Jaka menyertakan aji 'Kukuh Karang'
ketika menggedor dada Garnika. Sehingga seketika itu juga tubuh Garnika terbalut
sinar kuning keemasan
dan kemudian jatuh berdebum di tanah.
Bagi orang-orang yang menyaksikan kedahsya-
tan pukulan Raja Petir, maka mustahil sekali kalau lelaki yang berkedok sebagai
pendeta itu mampu berta-
han hidup. Padahal sesungguhnya dilakukan Raja Pe-
tir justru sebaliknya.
Pukulan dahsyat yang dikeluarkan dengan
pengerahan aji 'Kukuh Karang' hanya untuk menghan-
curkan pengaruh rajahan yang ada di dada Garnika.
Rajahan bergambar seekor naga hitam yang tengah
meliuk itu, bukan semata rajahan biasa. Rajahan Naga Hitam itu di dalamnya
mengandung sejenis ramuan
yang bisa mengakibatkan seseorang terampas pikiran-
nya dan akan paruh serta tunduk pada orang yang te-
lah merajahnya.
Itu sebabnya Raja Petir menggedor dada Garni-
ka dengan mengerahkan ajian pamungkasnya yang
berguna sekaligus sebagai pemunah racun. Dan sinar
kuning keemasan yang sekilas tadi terlihat membalut bagian dada dan punggung
belakang Garnika, telah
merasuk ke dalam tubuh Garnika untuk menghancur-
kan pengaruh racun yang menggumpal.
"Hoeeekh!"
"Hoeeekh!"
Garnika seketika memuntahkan gumpalan da-
rah kehitaman dari mulutnya. Wajah lelaki berkepala gundul itu nampak berubah
pucat-pasi. Lelaki botak yang bersama kawannya berjuluk
Pendeta Kembar kini tergeletak telentang di tanah. Tubuhnya nampak sudah tidak
memiliki daya sama seka-
li, hanya sepasang matanya yang masih terlihat mem-
belalak lebar. Namun pemandangan seperti itu tidak begitu
lama terlihat, pada saat selanjutnya, tiba-tiba mata Garnika terpejam dan
kepalanya meneleng ke kanan.
Garnika telah jatuh pingsan.
Setyogunala dan Mayang Sutera mengikuti
langkah kaki Raja Petir mendekati tubuh Garnika yang pingsan.
"Dia cuma pingsan, Kisanak. Seperti juga ka-
wannya," jelas Jaka ketika tatapan mata Ketua Perguruan Angin Barat tengah
merayapi wajahnya.
Setyogunala terlihat salah tingkah mendengar
ucapan dan tatapan balasan sepasang mata Raja Petir.
"Eh.... Uh, panggil aku Setyogunala, Raja Petir!"
ucap Ketua Perguruan Angin Barat terbata-bata.
"Panggil juga aku Jaka, Ki Gunala," sambut Ra-ja Petir. "Jangan kau panggil aku
dengan julukan itu, aku selalu merasa risih acapkali orang memanggilku dengan
julukan itu," lanjut Jaka bukan semata berpu-ra-pura merendah.
"Kau hebat, Jaka! Kiranya kabar yang selama
ini kudengar tentang sosok muda yang mampu meng-
gemparkan dunia persilatan, ternyata tidaklah berlebi-han. Kau pun memang
mengagumkan," puji Setyogunala. "Ah, jangan menyanjungku seperti itu, Ki Gunala!
Bisa besar kepala aku nantinya," kilah Jaka.
"Kakang!" ucap Mayang Sutera keras.
"Ada apa, Mayang?" Raja Petir kontan menoleh ke arah gadis cantik yang berada
paling dekat dengan sosok Garnika yang tergeletak.
"Kitab pusaka itu sudah tidak ada pada mere-
ka," ucap Mayang Sutera dengan raut wajah meng-gambarkan kecemasan luar biasa.
"Menurut Jatnika kitab itu berada di tangan
Panglima Naga Hitam," jelas Jaka tenang.
"Panglima Naga Hitam?" ulang Mayang Sutera dengan mata yang membelalak keluar.
"Kenapa kitab itu bisa berada di tangannya?" selidik Mayang Sutera kemudian.
"Entahlah, mungkin Pendeta Kembar bentrok
dengan Panglima Naga Hitam, dan dia keluar sebagai
pecundang. Buntutnya mungkin dia menjadi pengikut
Panglima Naga Hitam," jelas Jaka menduga-duga.
Dugaan lelaki berpakaian kuning keemasan
bukan dugaan yang asal saja, tapi berlandaskan pada apa yang diucapkan Jatnika.
Lelaki berkepala gundul itu mengatakan kalau Pendeta Kembar memiliki seorang
junjungan, yakni Panglima Naga Hitam.
Mayang Sutera nampaknya masih belum puas
juga dengan penjelasan Raja Petir. Raut wajahnya menampakkan kecemasan terhadap
kitab pusaka milik
leluhurnya yang dicuri Pendeta Kembar.
"Sudahlah, Mayang! Kita urusi dulu korban-
korban dari pihak Ki Gunala. Setelah itu kita coba me-nyadarkan Pendeta Kembar.
Semoga saja kita berhasil manfaatkan Garnika dan Jatnika sebagai penunjuk
tempat kediaman Panglima Naga Hitam!" tukas Jaka mencoba meredakan kecemasan
hati kekasihnya.
Sementara itu, Ketua Perguruan Angin Barat
segera memerintahkan beberapa muridnya untuk
membawa korban-korban akibat perbuatan Pendeta
Kembar, setelah menyaksikan anggukan kepala gadis
cantik berpakaian jingga.
"Mari, Ki! Kita sama-sama mencoba menyadar-
kan Pendeta Kembar," ajak Jaka pada Setyogunala.
Ketua Perguruan Angin Barat tidak menyahuti
ucapan Raja Petir. Lelaki tua berpakaian merah darah itu kembali melambaikan
tangan memanggil beberapa
orang muridnya.
Empat orang murid Perguruan Angin Barat se-
gera datang dan menjura hormat pada Setyogunala,
Raja Petir, dan Mayang Sutera.
"Kalian bawa dua lelaki itu ke pendopo," perintah Setyogunala pada keempat
muridnya. Tanpa terdengar sepatah ucapan pun keempat
murid Perguruan Angin Barat segera bergerak cepat
memenuhi perintah orang yang dihormatinya. Tubuh
Garnika dan Jatnika masing-masing diusung oleh dua
lelaki murid Setyogunala.
Sementara dengan langkah perlahan Setyogu-
nala, Raja Petir, dan Mayang Sutera beranjak menuju pendopo Perguruan Angin
Barat. *** "Uhugkh!"
Jatnika terbatuk setelah beberapa saat la-
manya Raja Petir mengalirkan hawa murninya melalui
telapak tangan yang menempel di dada lelaki berkepala gundul itu.
Batuk-batuk yang dialami Jatnika sebagai buk-
ti bahwa dirinya sudah siuman dari pingsan. Namun,
karena keadaan tubuhnya yang terlampau lelah mem-
buat lelaki berkepala gundul itu tak kuasa membuka
matanya, apalagi untuk menggerakkan tubuhnya.
Sementara Setyogunala yang mencoba meno-
long Garnika dari pingsannya nampak belum menemui
hasil, meski peluh telah membasahi wajah serta lehernya. "Sekali lagi kau
alirkan tenaga murnimu, Ki!"
pinta Jaka pada Setyogunala.
Raja Petir merasa Ketua Perguruan Angin Barat
sudah menyerah dalam usahanya membuat Garnika
siuman. "Lakukan sekali lagi, Ki Gunala!" pinta Jaka la-gi meyakinkan. "Dia pasti dapat
siuman." Setyogunala kembali menempelkan telapak
tangannya ke dada lelaki berkepala gundul bernama
Garnika. Wajah lelaki setengah baya yang mengenakan pakaian merah darah itu
nampak sedikit menegang,
kedua belah matanya dipejamkan.
"Hoekh!"
Sesaat Garnika nampak berkelojotan setelah
Setyogunala menempelkan dua telapak tangan ke da-
danya. Darah kehitaman bermuncratan membasahi
pakaian Garnika dan tangan Setyogunala.
"Jaka?" ucap Setyogunala sedikit terkejut mendapatkan keadaan Garnika yang
kembali tergeletak tak bergerak. Lelaki berkepala gundul itu kembali pingsan.
Raja Petir segera bangkit dari duduknya. Dide-
katinya tubuh Garnika yang kembali pingsan, kemu-
dian ditempelkan tangannya persis di belahan dada
Garnika. Setegukan teh lamanya belum berhasil dari pe-
kerjaan yang dilakukan Raja Petir. Namun, pada saat berikutnya tubuh Garnika
bergetar perlahan dan kemudian....
"Guhgkh...!"
Garnika terbatuk pelan diiringi dengan tubuh-
nya yang menggelinjang. Mata lelaki berkepala gundul itu pelan-pelan terbuka.
"Heh?"
Sebuah helaan napas keheranan keluar dari
mulut Garnika. Perlahan-lahan tubuhnya berusaha
bangkit. Namun, tubuh lelaki yang memiliki suara mirip perempuan itu telah
kehabisan tenaga. Sedikit pun Garnika tak mampu menggeser tubuhnya.
"Apa yang telah kalian lakukan terhadap diri-
ku?" tanya Garnika sesaat setelah pikirannya mampu
membaca keadaannya.
Lelaki berkepala gundul yang bersama kawan-
nya berjuluk Pendeta Kembar itu nampak ingin bang-
kit, tapi diurungkannya karena rasa linu yang menyerang otot-otot tubuhnya.
Raja Petir menatap bola mata Garnika dalam-
dalam seperti hendak mempengaruhi lelaki yang tergeletak tanpa daya untuk
melakukan sesuatu yang diin-
ginkan. Dan kenyataannya memang Garnika tak
mampu melawan tatapan tajam mata Raja Petir.
"Kau kenal dengan Panglima Naga Hitam?"
pancing Jaka membuka pikiran Garnika.
Lelaki berkepala gundul orang kedua dari Pen-
deta Kembar itu merenung sesaat mendengar perta-
nyaan Raja Petir.
"Panglima Naga Hitam?" ulang Garnika mirip igauan. "Ya. Apakah rajahan di dadamu
itu juga dia yang melakukan?" tanya Jaka lagi mencoba membawa pikiran Garnika
pada kejadian yang telah dialaminya.
Garnika langsung membawa tatapan matanya
ke dada. Ketika itu juga dilihatnya sebuah tanda hitam melingkar di dada. Dan
ketika itu pula pikirannya berhasil mengingat kejadian yang telah dialaminya.
"Ya. Rajahan ini Panglima Naga Hitam yang me-
lakukannya," ucap Garnika sambil menempelkan telunjuk pada bagian dadanya yang
terdapat rajahan
bergambar seekor naga yang meliuk.
"Kenapa kau bersedia diperlakukannya seperti
itu?" tanya Jaka lagi penuh selidik.
"Siapa yang sudi diperlakukan seperti ini?" ba-tik Garnika sedikit bernafsu.
"Buktinya?" desak Jaka.
"Aku telah dipecundanginya. Panglima Naga Hi-
tam memang tangguh," ucap Garnika mengakui.
"Lalu apa sebenarnya tujuan Panglima Naga Hi-
tam berbuat seperti ini?" tanya Jaka.
"Dia ingin mendirikan sebuah perguruan yang
dinamakan Perguruan Naga Hitam Sejati. Anggotanya
diambil dari tokoh-tokoh terkenal kalangan persilatan yang telah
dipecundanginya. Sedangkan tujuannya
mendirikan Perguruan Naga Hitam Sejati, tidak lain
untuk menguasai rimba persilatan dan menghancurle-
burkan tokoh-tokoh golongan putih. Karena golongan
putih selama ini selalu menjadi penghalang bagi tokoh-tokoh golongan hitam,"
jelas Garnika panjang lebar.
Sementara tak jauh dari Garnika, Jatnika terli-
hat masih tergeletak. Di sebelahnya berdiri Dewi
Payung Emas dengan sikap waspada penuh. Begitu ju-
ga dengan beberapa orang murid utama Perguruan
Angin Barat yang ikut menjaga Jatnika dengan senjata masing-masing terhunus.
"Adi Garnika," ucap Jatnika yang sepertinya menyesali keterangan yang diberikan
adiknya. Mata
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jatnika nampak memandang wajah Garnika.
"Aku mendendam pada Panglima Naga Hitam,
Kakang. Itu sebabnya kuceritakan semuanya pada Ra-
ja Petir. Aku yakin Raja Petir akan mampu membina-
sakan Panglima Naga Hitam dan para pengikutnya," kilah Garnika tegas.
Lelaki berjubah pendeta yang sudah terbebas
dari pengaruh ramuan rajahan itu kini mampu bangkit untuk duduk. Gerakannya itu
diawasi dengan ketat
oleh Raja Petir dan Ketua Perguruan Angin Barat.
"Kuharap kalian juga mau membantuku untuk
menghadapi Panglima Naga Hitam serta para pengi-
kutnya," pinta Jaka pada Pendeta Kembar. "Paling tidak kalian memberitahukan, di
mana tempat Panglima
Naga Hitam itu," lanjut Jaka.
"Demi dendamku, Pendeta Kembar bersedia
membantumu, Raja Petir. Tidak hanya dalam membe-
ritahukan tempat Panglima Naga Hitam, tapi juga da-
lam pertempuran," sambut Garnika semangat.
Jarnika sebagai orang tertua dari Pendeta
Kembar tidak bisa membantah apa yang telah di-
ucapkan Garnika. Disadari kalau dirinya juga memiliki dendam pada Panglima Naga
Hitam yang telah merajah
dadanya hingga merasakan rasa sakit yang teramat
sangat "Bagaimana dengan kau, Jatnika?" tanya Jaka sambil menoleh ke Jatnika.
"Apakah kau juga bersedia membantu kami?"
Jatnika tidak menjawab pertanyaan Raja Petir,
tapi anggukan kepalanya yang pelan menandakan ka-
lau dia tak keberatan menyetujui ucapan Garnika.
"Berapa jumlah pengikut Panglima Naga Hitam
itu. Maksudku tokoh-tokoh sakti yang telah dipenga-
ruhinya, dan dirajahnya?" tanya Jaka pada Garnika.
"Enam tokoh," jawab Garnika dengan cepat.
"Mereka adalah Kumbang Hutan, Tengkorak Lembah Tandus, Iblis Tiga Tangan. Juga
Trenggiling Maut
Tombak Mayat dan Gajah Sakti," lanjutnya sambil melihat ke Raja Petir dan
Setyogunala. "Bagaimana denganmu, Ki Gunala?" tanya Jaka pada Ketua Perguruan Angin Barat
yang sejak tadi tak angkat bicara.
"Kau telah menyelamatkanku dari amukan
Pendeta Kembar, Jaka. Akan tetapi tekadku untuk tu-
rut serta melenyapkan Panglima Naga Hitam bukan
semata karena aku ingin membalas jasamu, melainkan
karena pekerjaan itu juga tugasku," jawab Setyogunala tandas. "Aku gembira
sekali dengan keikutsertaan kalian untuk mengubur cita-cita keji Panglima Naga
Hitam serta keenam tokoh sakti pengikutnya," ucap Ja-
ka. "Untuk itu kuucapkan terima kasih pada kalian semua. Dan khusus Pendeta
Kembar, kuharapkan kalian kembali menjadi sosok-sosok yang berjalan pada roda
kehidupan yang sebenar-benarnya. Aku yakin kalian akan menemukan kebahagiaan di
sana. Bukankah kebahagiaan yang kalian cari" Untuk itu kembalilah
kalian ke jalan yang lurus, tinggalkan segala bentuk kekejian dan keangkara-
murkaan, dan mulailah berdiri di belakang orang-orang yang lemah dan benar. Bela
mereka meski nyawa yang menjadi taruhannya," lanjut Jaka mencoba mempengaruhi
pemikiran Pendeta
Kembar. Jatnika dan Garnika sendiri hanya tercenung
mendengarkan kata-kata bijak yang mengalir dari mu-
lut tokoh muda yang digdaya itu. Disadari kalau ucapan itu begitu benar adanya
dan telah mampu meng-
gugah lubuk hati mereka yang paling dalam.
"Akan kucoba untuk itu, Raja Petir," ucap Jatnika parau.
Raja Petir tersenyum mendengar ucapan Jatni-
ka, begitu juga Setyogunala, dan Dewi Payung Emas.
"Baiklah. Karena kalian nampak lelah, begitu
juga aku. Kuputuskan untuk menghadang Panglima
Naga Hitam esok pagi," ujar Jaka kemudian.
Setyogunala, Pendeta Kembar, dan juga Dewi
Payung Emas sama-sama menganggukkan kepalanya
sebagai tanda setuju atas keputusan Raja Petir.
*** 8 Sepenanak nasi lamanya kokok ayam jantan
yang bersahutan terdengar, dan ketika kokok ayam
jantan itu lenyap, sang Surya pun mulai mengintip
malu-malu. Sinar yang menyertai kehangatan mulai
menyebar dan merata di permukaan jagat semesta.
Di bawah sebuah wuwungan Perguruan Angin
Barat nampak empat sosok lelaki dan satu sosok pe-
rempuan tengah bersiap-siap berangkat untuk suatu
tujuan. Keempat lelaki tersebut tak lain Jaka, seorang muda yang digdaya dengan
julukan Raja Petir, Ketua
Perguruan Angin Barat yakni Setyogunala. Dua lelaki kembar berjuluk Pendeta
Kembar dan seorang gadis
cantik berpakaian jingga dengan rambut panjang dikepang kelabang. Gadis cantik
itu tak lain kekasih Jaka yang bergelar Dewi Payung Emas.
Kelima sosok keluar melalui pintu utama Per-
guruan Angin Barat Setyogunala sebagai tuan rumah
melangkah lebih dulu, diikuti Pendeta Kembar dan
Mayang serta Raja Petir. Mereka semua berangkat ke
satu tujuan, yakni Bukit Naga.
Bukit Naga merupakan tempat Panglima Naga
Hitam dan pengikutnya berada. Sesuai yang dijanjikan pada Pendeta Kembar, mereka
menunggu di Bukit Na-ga.
Sepanjang perjalanan Raja Petir dan keempat
tokoh persilatan yang lain, matahari terus bersinar begitu terik. Sehingga rasa
lelah lebih cepat menghinggapi kelima orang yang tengah menuju ke Bukit Naga.
Peluh terlihat membasahi leher Setyogunala. Maklum, lelaki berusia setengah baya
itu tahun-tahun belakan-gan ini sibuk mengurusi perguruannya, sehingga tak
pernah sempat lagi melakukan perjalanan jauh seperti ini. Tidak heran kalau
perjalanan yang dilakukannya sekarang dirasakan begitu melelahkan.
"Berapa pal lagi kira-kira perjalanan menuju
Bukit Naga, Pendeta Kembar?" tanya Setyogunala pada dua lelaki gundul berpakaian
jubah merah. "Tiga pal," Garnika yang menjawab pertanyaan
Ketua Perguruan Angin Barat
Setyogunala sempat menarik napas mendengar
jawaban yang diberikan Garnika. Suasana terasa kem-
bali hening dan perjalanan pun terus berlanjut. Akan tetapi tiba-tiba saja....
"Berhenti sebentar, Pendeta Kembar," pinta Ja-ka pada Jatnika dan Garnika yang
berjalan paling depan. Dua lelaki berkepala gundul itu melakukan apa yang
dikatakan Raja Petir. Kini dua lelaki berjubah pendeta menatap Raja Petir yang
sepertinya tengah
memusatkan kepekaannya untuk menangkap isya-rat
yang paling halus.
Setyogunala dan Mayang Sutera pun melaku-
kan hal yang sama seperti yang dilakukan Pendeta
Kembar. Keduanya menatap tajam wajah Raja Petir.
"Ada apa, Kakang?" tanya Mayang Sutera lembut. "Kalian tidak merasakan sesuatu
di sekitar tempat ini?" tanya Jaka yang tidak hanya ditujukan pada Mayang Sutera
kekasihnya, tetapi juga pada Ketua Perguruan Angin Barat dan Pendeta Kembar.
Mata Jaka nampak beredar mengawasi sekeliling-nya yang
dipenuhi dengan pohon-pohon karet.
Mayang Sutera, Setyogunala, dan Pendeta
Kembar tak menjawab pertanyaan Raja Petir. Lima to-
koh sakti itu kini nampak tengah memusatkan piki-
rannya masing-masing. Mereka meningkatkan kepe-
kaan demi menjaga kemungkinan yang terjadi di ten-
gah hutan karet ini.
"Ahhh!"
Mayang Sutera tiba-tiba menarik napas pan-
jang, disusul dengan Pendeta Kembar dan Setyogunala yang raut wajahnya seketika
berubah menjadi tegang.
"Aku merasakan sesuatu kekuatan tengah
mengurung kita di tempat ini," ucap Jatnika dengan suara yang cukup berat.
Ucapan orang tertua dari Pendeta Kembar itu
didukung penuh oleh Mayang Sutera, dan Setyogunala
dengan melontarkan ucapan yang sama.
"Waspadalah kalian! Perbuatan ini bukan mus-
tahil dilakukan Panglima Naga Hitam dan para pengi-
kutnya yang sudah mencium perjalanan kita," tukas Raja Petir mengingatkan rekan-
rekannya. Wajah Pendeta Kembar, Setyogunala, dan
Mayang Sutera semakin tegang ketika ucapan itu ke-
luar dari mulut Raja Petir. Keempat tokoh persilatan itu kini semakin
meningkatkan kepekaannya untuk
menjaga jika sewaktu-waktu mendapatkan serangan
gelap dari lawan yang tak terlihat.
"Heh"!"
"Hah"!"
Ketegangan di wajah Pendeta Kembar dan Ke-
tua Perguruan Angin Barat semakin bertambah ketika
masing-masing merasakan sesuatu yang bergerak se-
makin dekat ke arahnya. Namun, sesuatu yang berge-
rak itu tak mampu dilihat Pendeta Kembar dan Setyo-
gunala. Ketiga lelaki itu hanya merasakan terkurung hawa panas yang melingkar-
lingkar. Hawa panas itu
semakin lama semakin terasa membakar kulit. Sik-
saan seperti itu ternyata dirasakan juga oleh Mayang Sutera dan Jaka.
Garnika yang memiliki perangai cepat naik da-
rah segera melakukan sesuatu untuk mengusir penga-
ruh gaib yang tengah mengurungnya. Setelah memu-
satkan pikirannya beberapa saat, lelaki berkepala botak yang memiliki suara
mirip perempuan itu berteriak keras-keras.
"Haaattt...!"
Tubuh Garnika seketika mencelat ke atas seir-
ing dengan teriakannya yang membahana ke langit.
Namun sebuah keanehan kembali dirasakan Garnika.
Ketika melakukan lentingan barusan, Garnika
merasakan kepalanya menyundul suatu lapisan ke-
nyal. Sesuatu yang membuatnya tak mampu melaku-
kan lompatan tinggi, apalagi untuk melakukan perpu-
taran di udara. Sesuatu yang gaib itu membuat loncatan yang dilakukan Garnika
menjadi mentah. Bahkan
tubuhnya meluncur kembali ke tanah seperti terbant-
ing. "Heh"! Kekuatan macam apa ini?" pekik Garnika.
Jatnika yang menyaksikan adiknya kembali
meluncur ke tanah merasa penasaran. Dengan diiringi teriakan nyaring Jatnika
melakukan seperti yang dilakukan Garnika.
"Heyaaa...!"
Tubuh Jatnika kembali meluncur ke bawah se-
saat setelah dia melakukan lompatan dengan kuat.
Apa yang dirasakan Garnika kini dirasakannya juga.
"Aneh?" ucap Jatnika tertahan.
"Kita sudah terkurung sebuah ajian yang maha
kuat, Pendeta Kembar. Kalian tidak bakalan bisa ke-
luar dari pengaruh itu, begitu juga aku. Ah! Ajian ini begitu dahsyatnya hingga
aku tak sanggup mengerahkan ajianku untuk menangkalnya," ucap Raja Petir sedikit
tegang. Mayang Sutera menatap wajah Raja Petir den-
gan penuh ketegangan.
"Lalu apa yang harus kita lakukan, Kakang?"
tanya gadis cantik berpakaian jingga.
"Waspada!" jawab Jaka singkat.
Mayang Sutera tak lagi melanjutkan perta-
nyaannya, kini gadis berambut panjang itu tengah me-lipatgandakan
kewaspadaannya.
"Ha ha ha...!"
Ketika Raja Petir, Pendeta Kembar, Setyoguna-
la, dan Mayang Sutera tengah dicekam ketegangan,
terdengar suara tawa cukup kuat Suara yang disertai pengerahan tenaga dalam
tinggi itu terdengar menggetarkan gendang telinga dan jantung.
Lima sosok tubuh persilatan yang terkurung
oleh sebentuk kekuatan gaib mencoba mengimbangi
suara tawa yang menyakitkan telinga itu dengan men-
gerahkan kekuatan tenaga dalam masing-masing.
Sesaat lamanya Jaka, Pendeta Kembar, Setyo-
gunala, dan Mayang Sutera mengerahkan tenaga da-
lamnya untuk mengimbangi tawa menggelegar milik
sosok yang tak terlihat wujudnya.
Pada saat berikutnya tawa yang menggetarkan
jantung itu lenyap, namun bersamaan dengan itu me-
lesat beberapa sosok bayangan hitam.
Begitu cepat dan ringan lesatan sosok-sosok
berjubah hitam yang tahu-tahu sudah berdiri tegak di hadapan Raja Petir dan
kawan-kawan. Gerakan cepat
dan ringan yang dilakukan sosok-sosok lelaki berjubah hitam menandakan kalau
mereka bukan-lah sosok-sosok sembarangan. Paling tidak mereka orang-orang
yang memiliki kemampuan ilmu silat tinggi dan itu di-buktikan dengan ketinggian
ilmu meringankan tubuh
yang mereka lakukan barusan.
"Panglima Naga Hitam?" ucap Garnika dan Jatnika berbarengan.
Mata Pendeta Kembar terbelalak keluar ketika
menyebutkan nama lelaki berjubah hitam yang pernah
merajah dadanya dengan gambar seekor naga yang
tengah meliuk. "Ha ha ha...!"
Salah seorang lelaki berjubah hitam bertubuh
tinggi kekar dengan raut wajah keras yang ditumbuhi
kumis tebal melintang dan rambut yang seperti tak te-rurus tertawa ketika
Pendeta Kembar menyebut julu-
kannya. Lelaki berjubah hitam dengan wajah keras itu
menuding wajah Jatnika, kemudian dari mulut sosok
yang ternyata berjuluk Panglima Naga Hitam keluar
sebuah makian yang membuat Jatnika dan Garnika
marah bukan kepalang.
"Pendeta Goblok! Sudah kukatakan jangan
membawa seseorang ke hadapanku dengan dada tanpa
Rajahan Naga Hitam!" maki Panglima Naga Hitam.
Garnika mendengus marah, tatapannya yang
mencorong tajam terarah lurus ke wajah Panglima Na-
ga Hitam. "Panglima Sesat!" balas Garnika memaki. "Ke-tahuilah, kedatanganku ke tempatmu
ini bukan untuk
mengantarkan seseorang untuk turut menjadi pengi-
kutmu, tapi justru sebaliknya. Kami ingin menghan-
curkan seluruh angan-angan gilamu!"
"Ha ha ha...!"
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Panglima Naga Hitam menimpali makian Gar-
nika dengan tawa mengejek.
"Apa yang kau andalkan untuk menghancurkan
cita-citaku, Pendeta Goblok!" ejek Panglima Naga Hitam. "Untuk melepaskan dirimu
dari ajian 'Lingkar Na-ga Penakluk Gunung' pun kalian tak akan mampu,
apalagi untuk mengandaskan cita-citaku," lanjut Panglima Naga Hitam.
Aji 'Lingkar Naga Penakluk Gunung'" Batin Ja-
ka. "Begitu dahsyatnya ajian ini!" ucap Jaka dengan tatapan mata tertuju pada
tujuh sosok lelaki berjubah hitam yang pada bagian dada masing-masing nampak
rajahan bergambar seekor naga tengah meliuk.
"Dan kau, siapakah"!" telunjuk Panglima Naga Hitam tiba-tiba saja menuding Raja
Petir. 9 "Namaku Jaka Sembada!" jawab Raja Petir
mantap. "Ha ha ha.... Kalau nama lengkapmu seperti
itu, berarti kaulah yang berjuluk Raja Petir!" ucap Panglima Naga Hitam.
"Betul!" timpal Jaka.
"Ha ha ha...!"
Panglima Naga Hitam kembali tertawa keras
mendengar jawaban Raja Petir. Kepalanya nampak ter-
guncang-guncang.
"Ternyata desas-desus tokoh-tokoh persilatan
itu hanya isapan jempol belaka. Kumbang Hitam! Sak-
sikanlah, tokoh yang katanya digdaya itu ternyata tidak mampu melepaskan diri
dari aji 'Lingkar Naga Penakluk Gunung' milikku!" lanjut Panglima Naga Hitam
keras. Kumbang Hitam dan lima lelaki pengikut Panglima Naga Hitam tertawa-tawa
mendengar ucapan
junjungannya. Sementara, Mayang Sutera tersinggung sekali
mendengar ucapan Panglima Naga Hitam dan tawa
mengejek keenam lelaki pengikutnya. Akan tetapi da-
lam keadaan dirinya yang terkurung aji 'Lingkar Naga Penculik Gunung' tidak
kuasa melakukan apa-apa.
"Percuma saja di lehermu menggelantung seba-
tang pedang yang berpamor dahsyat, Raja Petir. Lebih baik kau berikan saja
pedang yang tak berguna itu pa-daku!" ejek Panglima Naga Hitam lagi.
Menjadi gelap wajah Raja Petir mendengar uca-
pan lelaki berwajah keras yang berjuluk Panglima Naga Hitam itu. Nampak Jaka
dilanda kemarahan yang di-tahan-tahan.
"Ucapanmu terlalu merendahkanku, Panglima
Naga Hitam. Dan itu pun merupakan alasanku untuk
tetap menghancurkan semua angan-anganmu!" tandas Jaka lantang.
"Hua ha ha...!"
Panglima Naga Hitam menanggapi ucapan Jaka
dengan tawa terkekeh-kekeh.
Pada saat yang bersamaan, Raja Petir telah me-
loloskan senjatanya yang menggelantung di leher. Suasana di sekitar tempat
kejadian tiba-tiba berubah gelap ketika Raja Petir mengangkat pedangnya yang
memen-darkan warna kemerahan. Awan pekat terlihat bera-
rak-arak di langit dan cahaya kilat berkelebatan menyambar-nyambar batang pedang
yang terangkat di
atas kepala Raja Petir.
Beberapa saat lamanya pemandangan seperti
itu terjadi, namun pada saat berikutnya suasana alam kembali terang-benderang.
Panglima Naga Hitam terpukau dengan kea-
daan tadi, dan begitu terkejut ketika dari mulut Raja Petir terdengar lengkingan
tinggi. "Hoaaa...!"
Bersamaan dengan lengkingan keras itu, pe-
dang yang berada di tangan Raja Petir berkelebat-
kelebat secepat kilat melakukan gerakan seperti hendak memutuskan rantai baja
yang teramat kuat.
Pretsss! Bunyi yang cukup keras terdengar, ketika Pe-
dang Petir milik Raja Petir terayun ke bawah. Dan pengaruh dari semua itu,
Pendeta Kembar, Setyogunala,
dan Mayang Sutera langsung terbebas dari pengaruh
aji 'Lingkar Naga Penakluk Gunung' milik Panglima
Naga Hitam. Sedangkan Panglima Naga Hitam sendiri
sangat terkejut dengan kenyataan itu.
"Seraaang!"
Sebuah seruan keras tiba-tiba terdengar dari
mulut Panglima Naga Hitam. Lelaki berwajah keras
dengan kumis melintang itu nampak kecewa dengan
keberhasilan Raja Petir mengatasi aji 'Lingkar Naga Penakluk Gunung'.
Enam lelaki berjubah hitam pengikut Panglima
Naga Hitam segera berhamburan memberikan seran-
gan pada Pendeta Kembar, Setyogunala, dan Mayang
Sutera. Sementara Panglima Naga Hitam sendiri ber-
hadapan langsung dengan Raja Petir.
"Kau harus mampus, Raja Petir!" bentak Panglima Naga Hitam keras.
"Lakukan kalau kau mampu, Panglima Sesat!"
balas Raja Petir tenang.
Gigi Panglima Naga Hitam langsung bergemere-
takan mendengar ucapan Raja Petir. Otot-otot di tu-
buhnya seketika menegang dan tangan kanannya ber-
gerak cepat ke belakang jubahnya.
Wrrrttt..! Panglima Naga Hitam mengeluarkan senjatanya
berupa sebuah pecut yang berbentuk mirip buntut
ular naga, kemudian mengacungkan ke atas kepala.
Gletarrr! Suara keras yang memekakkan telinga seketika
terdengar saat Panglima Naga Hitam melecutkan cam-
buknya ke atas. Sinar kehijauan berkeredep dari ujung pecut itu.
"Kau akan mampus di ujung Pecut Naga Hitam
ku ini, Raja Bodoh!" ucap Panglima Naga Hitam.
Kemudian setelah ucapannya selesai tubuh le-
laki yang mengenakan jubah hitam itu melesat mener-
jang Raja Petir yang masih nampak berdiri tenang.
"Hiyaaa...!"
Teriakan keras menggelegar mengiringi seran-
gan Panglima Naga Hitam.
Gletar! Gletar!
Pecut di tangan Panglima Naga Hitam berkele-
bat cepat ke bagian-bagian tubuh Raja Petir yang mematikan. Terutama bagian
kepala yang selalu menjadi sasaran.
Raja Petir sendiri mencoba menangkal serangan
maut itu dengan jurus-jurus yang mengandalkan ke-
cepatan gerak, sekaligus melanjutkan dengan jurus
yang khusus memberikan serangan balasan. Dalam
hal ini Raja Petir lebih memilih jurus 'Lejitan Lidah Petir' dan jurus 'Petir
Menyambar Elang'. Dan hasilnya, Raja Petir memang berhasil mengatasi serangan-
serangan maut lawannya.
"Haaat!"
Gletar! Gletar!
"Uts!"
Serangan susul-menyusul secara cepat terus
dilancarkan oleh Panglima Naga Hitam.
Tubuh Jaka kembali melejit cepat menghindari
lidah pecut yang terarah ke bagian kemaluannya. Dan ketika tubuhnya masih di
udara, Raja Petir dengan cepat menukik ke arah Panglima Naga Hitam dengan
mengerahkan jurus menyerang 'Petir Menyambar
Elang'. Dua telapak tangan Raja Petir yang membentuk cakar, bergerak cepat ke
dada dan kepala lawan.
Panglima Naga Hitam tak menyangka kalau Ra-
ja Petir mampu memberikan serangan yang sedahsyat
itu dalam kedudukan melayang di udara. Karena ter-
kejut sekali, Panglima Naga Hitam segera melempar
tubuhnya ke kiri.
"Hop!"
"Aaa...!"
Sebuah lengking kematian seketika terdengar
membumbung ke langit. Raja Petir menolehkan kepala
ke arah jeritan itu, dilihatnya tubuh lelaki kerdil yang
menjadi lawan Mayang Sutera tergeletak tak bernyawa dengan luka lebar di
perutnya yang mengucurkan banyak darah.
Memang ketika lelaki kerdil yang berjuluk
Trenggiling Maut menyerang Mayang, gadis cantik itu telah lebih dahulu
memberikan serangan dalam jurus
'Membelah Mega'. Senjatanya yang berupa payung ter-
buat dari logam telah mengakhiri perlawanan Trenggiling Maut.
Menyaksikan kematian Trenggiling Maut,
Mayang Sutera seolah tak ambil peduli. Dia kembali
turun ke arena pertempuran membantu Jatnika yang
tengah dikeroyok dua orang berjubah hitam.
Tengkorak Lembah Tandus dan Iblis Tiga Tan-
gan yang hampir berhasil mendesak Jatnika menjadi
terkejut mendapatkan campur tangan Mayang yang te-
lah berhasil menewaskan Trenggiling Maut. Senjata
Mayang berkelebat cepat ke berbagai arah, bagai tangan-tangan malaikat maut yang
siap me-renggut nya-
wa. Dengan hadirnya Mayang membantu Jatnika.
Keadaan semula menjadi terbalik. Kini dua lelaki yang berjuluk Tengkorak Lembah
Tandus dan Iblis Tiga
Tangan mengalami keterdesakan yang luar biasa. Dan
pada satu kesempatan.
"Hiaaa...!"
Teriakan keras dan melengking menyertai se-
rangan Mayang Sutera.
Bruettt! "Aaa...!"
Pekik menyayat terdengar.
Tengkorak Lembah Tandus yang tubuhnya
tinggal tulang itu terbabat senjata Mayang yang berkelebat cepat Lelaki kurus
kering yang memegang senjata pedang itu terluka parah di bagian dada, seketika
itu juga ambruk ke tanah dan sampailah ajalnya.
Sementara itu, Jatnika yang menjadi lawan Ib-
lis Tiga Tangan tak menyia-nyiakan kesempatan baik
yang di dapat. Lelaki berkepala gundul itu seketika berteriak nyaring dan
tubuhnya melesat memberikan
tendangan lurus terarah ke batang leher Iblis Tiga
Tangan. "Haiiittt!"
Dug...! "Aaakh!"
Tubuh Iblis Tiga Tangan terpental sejauh dua
batang tombak ketika tendangan cepat dan keras Jat-
nika mendarat telak di lehernya. Sesaat lamanya tu-
buh Iblis Tiga Tangan menggelepar dengan tangan
memegangi leher. Namun, pada saat berikutnya tu-
buhnya diam tidak berkutik untuk sela-ma-lamanya.
Jatnika yang telah berhasil menewaskan la-
wannya segera berhambur ke arah pertarungan Garni-
ka melawan Kumbang Hitam. Sedangkan Mayang ter-
lihat tengah membantu Setyogunala menghadapi si
Tombak Mayat. Mau tak mau Kumbang Hutan dan
Tombak Mayat mengalami keterdesakan hebat.
Sementara pertarungan antara Raja Petir mela-
wan Panglima Naga Hitam mulai berlangsung tak
seimbang. Apalagi saat itu Raja Petir nampak telah meloloskan sabuk di
pinggangnya untuk memberikan pe-
lajaran pada Panglima Naga Hitam.
Sebuah jurus ampuh akan digelarnya agar la-
wan tak lagi bersikap angkuh. Sebuah jurus yang dibe-ri nama 'Petir Membelah
Malam'. Sinar hijau seketika memendar-mendar dari sabuk hijau yang telah lolos
dari pinggang Raja Petir.
Panglima Naga Hitam terkejut bukan main me-
lihat ketinggian perbawa dari senjata yang dipegang lawannya, namun dia berusaha
menutupi keterkeju-
tannya sebisa mungkin.
"Aku mampu menandingi senjatamu itu, Raja
Gila!" bentak Panglima Naga Hitam menutupi keterkejutannya.
"Apa mungkin?" ledek Jaka dengan mimik wajah dibuat lucu.
Panglima Naga Hitam tak menjawab pertanyaan
Raja Petir, tangannya bergerak seperti hendak melepas jubahnya, dan kenyataannya
memang demikian. Panglima Naga Hitam melepas jubahnya, tubuhnya yang
kekar menampakkan otot yang melingkar-lingkar.
Raja Petir sedikit keheranan melihat kelakukan
Panglima Naga Hitam. Dan memang itulah yang diin-
ginkan Panglima Naga Hitam. Di saat Raja Petir terte-gun melihat apa yang
dilakukannya, dia segera men-
gebut jubah yang telah terlepas dari tubuhnya.
Groat! Groattt!
Dua kali Panglima Naga Hitam mengebutkan
jubahnya dengan keras. Dari kebutannya itu menjel-
makan asap hitam yang mengepul bagai awan dan
membuat pandangan mate Raja Petir menjadi kabur.
Pada saat itulah Panglima Naga Hitam berkele-
bat cepat meninggalkan arena pertarungan. Kabur!
Jaka segera mengeluarkan jurus 'Pukulan Pen-
gacau Arah' untuk mengusir asap hitam yang mengha-
langi penglihatannya. Namun, setelah berhasil mela-
kukannya, di hadapannya tak lagi nampak sosok Pan-
glima Naga Hitam.
Licik! Ucap Jaka dalam hati sambil mencari-
cari sosok Panglima Naga Hitam di sekeliling tempat pertarungan.
"Heh"!"
Raja Petir terkejut ketika tatapan matanya
membentur pada sebuah kitab yang tergeletak sekitar satu batang tombak dari
hadapannya. Segera dihampi-
ri dan dipungutnya kitab yang ternyata milik Mayang Sutera. Rupa-rupanya kitab
itu mental dari dalam sa-ku baju milik Panglima Naga Hitam yang barusan di-
kebutkan dua kali. Dan Panglima Naga Hitam sendiri tak menyadari hal itu.
"Aaa...!"
"Aaa...!"
Dua lengking kematian berturut-turut di dengar
Raja Petir, lelaki muda nan digdaya itu kontan menoleh. Hatinya menjadi sedikit
lega ketika jeritan itu keluar dari mulut pengikut Panglima Naga Hitam yang
masih tersisa. Tubuh Kumbang Hitam dan Tombak
Mayat menggelepar setelah dada dan kepalanya terha-
jar tendangan dan pukulan bertenaga dalam tinggi
yang dilakukan Garnika dan Setyogunala.
*** Mayang Sutera segera menghambur ke arah
Raja Petir ketika di sekelilingnya sudah tak lagi ada musuh-musuh yang harus
dihadapi.
Raja Petir 12 Rajahan Naga Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau tidak apa-apa, Kakang?" tanya Mayang manja. Raja Petir menggeleng.
"Ini kitab milikmu," ucap Jaka sambil memberikan kitab Gelang-Gelang Emas milik
Perguruan Ge- lang Emas. "Oh!" Mayang terkejut dengan apa yang dikatakan Jaka. "Kau berhasil merebutnya,
Kakang," ucap Mayang dengan suara penuh haru.
Jaka menggeleng, dan gelengannya membuat
Mayang keheranan.
"Kitab ini terpental dari jubah Panglima Naga
Hitam," jelas Jaka.
"Hei"! Mana mayat panglima gila itu?" tanya
Mayang Sutera menyadari ketiadaan jasad Panglima
Naga Hitam. "Dia kabur, Mayang," jawab Jaka.
"Kabur" Dan Kakang pun membiarkannya"
Hhh...!" Mayang Sutera menarik napas panjang.
"Orang seperti dia tak pantas dibiarkan hidup. Suatu saat nanti dirinya pasti
menimbulkan masalah lagi.
Dan yang pasti Panglima Naga Hitam menaruh den-
dam pada kita, terutama sekali padamu, Kang," lanjut Mayang dengan suara penuh
kekhawatiran. "Kita lihat saja apa yang akan dilakukannya kelak, Mayang," timpal Jaka. "Yang
terpenting saat ini ki-ta telah berhasil mengubur keinginan gilanya, mudah-
mudahan begitu juga nanti!"
Mayang Sutera diam. Dia tak lagi memberon-
dong Raja Petir dengan ucapan-ucapannya. Sementara
tatapan matanya terlihat mesra merayapi wajah keka-
sihnya. Di tempat lain, nampak Jatnika tengah me-
mandangi sebuah alat rajahan milik Panglima Naga Hitam. Sesaat lamanya Jatnika
memandangi benda ter-
buat dari logam yang berbentuk gambar seekor ular
naga itu. Namun kemudian, dengan segenap kegera-
mannya, Jatnika mematahkan benda itu hingga ber-
keping-keping. Bruakkk! Jatnika pun melempar patahan alat rajahan itu
hingga menimbulkan bunyi keras.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Memperebutkan Bunga Wijaya 1 Pendekar Gila 22 Kutukan Berdarah Pendekar Mata Keranjang 1