Pencarian

Anting Mustika Ratu 3

Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu Bagian 3


mundur dua tindak dengan wajah garang. Dan kedua
tangan mereka terasa ngilu.
Bidadari Hati Kejam yang dibaluri sejuta kegalauan
yang tak bisa dipilah olehnya, siap lancarkan serangan
lagi. Di seberang Manusia Pemarah mengulapkan tan-
gannya jemu. "Sudah, sudah! Tak ada habis-habisnya bila kita
bersama-sama!"
"Bilang kalau kau memang takut menghadapiku!"
"Sontoloyo! Siapa yang takut, hah" Jangan semba-
rangan omong! Kuhajar kau nanti!!"
"Setan tua! Kau...."
Makian si nenek berkonde putus tatkala terdengar
satu suara, "Sudahlah, Nek! Tak perlu perpanjang urusan! Bu-
kankah lebih baik kalian berdamai saja"!"
Seketika Bidadari Hati Kejam dan Manusia Pema-
rah mengalihkan pandangan. Dilihatnya seorang pe-
muda tampan berpakaian putih bersih sedang melang-
kah ke arah mereka.
"Pemuda sialan! Kenapa kau campuri urusanku,
hah"!! bentak si nenek berkonde setelah mengenali
siapa pendatang itu. "Apakah gurumu, si Malaikat Judi
keparat itu mengajarkanmu untuk campuri urusan
orang!!" Pemuda yang baru muncul yang tak lain Pendekar
Judi adanya mengulapkan tangannya.
"Yang kita hadapi sekarang ini, adalah orang-orang
celaka yang punya keinginan busuk! Bukannya saling
bertengkar di antara kita!"
"Pemuda keparat! Urus saja dirimu sendiri" Apakah
kau sudah menemukan murid Iblis Cadas Siluman
yang ku tahu mencintaimu dan kau tak mencintainya,
hah" Jangan berlagak jadi pahlawan sekarang dengan
berpura-pura mencarinya!"
Seperti kita ketahui, pemuda tampan berpakaian!
putih bersih itu memang sedang mencari Angin Racun
Barat yang sebelumnya dilarikan oleh Beruang Mam-
bang. Dan lagi-lagi Rajawali Emas berhasil menyela-
matkannya setelah gadis itu dibawa oleh Manusia Se-
rigala. Hingga saat ini, sebenarnya perasaan Pendekar
Judi begitu galau dan cemas.
Kendati dia tahu sulit membalas cinta murid Iblis
Cadas Siluman itu, namun mengingat keadaannya se-
karang dan gadis itu pernah menolongnya dari kejaran
maut Iblis Seribu Muka, diam-diam perasaan yang se-
lama ini tak dipunyainya merangkak naik. Dan ini
sungguh dirasakan sekali oleh Pendekar Judi.
Dan murid Malaikat Judi ini menundukkan kepala
setelah mendengar kata-kata penuh ejekan dari Bida-
dari Hati Kejam. Setelah terdiam beberapa saat, si pe-
muda mengangkat kepalanya seraya menghembuskan
napas. 'Yang kulakukan sekarang ini Nek, bukanlah ke-
pura-puraan. Semula aku memang tak bisa membalas
cinta kasih Angin Racun Barat. Tetapi sekarang... aku
benar-benar mencemaskan sekaligus... merindukan-
nya, Nek...."
"Peduli setan kau merindukannya atau tidak!" maki
Bidadari Hati Kejam, lalu dalam hati dia melanjutkan
kata, "Urusan cinta memang bikin pusing kepala!"
Manusia Pemarah berkata sambil membentak, "Kau
tak usah cemaskan keadaan gadis yang sekarang kau
cintai itu! Dia sudah aman!"
Wajah Pendekar Judi berubah. Kedua matanya me-
lebar. "Benarkah yang kau katakan itu, Kek?"
"Ya! Dia bersama-sama Manusia Serigala sekarang!
Bila kau ingin menjumpai gadis yang kau cintai itu, se-
baiknya kau segera mencarinya!"
"Lalu... kau sendiri hendak ke mana, Kek?"
Manusia Pemarah melirik Bidadari Hati Kejam sekilas,
lalu katanya tetap dengan nada marah-marah, "Aku
hendak menuju ke Lembah Karang Hantu! Jangan ba-
nyak tanya lagi! Hengkang dari sini biar urusanmu ce-
pat terselesaikan!"
Pendekar Judi rangkapkan kedua tangan di depan
dada. Setelah mengucapkan terima kasih, pemuda
berpakaian putih bersih itu berlalu.
Dua tarikan napas berikutnya, Manusia Pemarah
sudah berkelebat meninggalkan Bidadari Hati Kejam
tanpa berkata sedikit juga.
Justru si nenek berkonde yang menggeram.
"Setan tua bau tanah! Benar-benar bikin puyeng
kepala!" makinya. Kejap lain dia terdiam. Lalu terden-
gar hembusan napasnya masygul, "Aku tidak tahu
apakah yang kulakukan ini benar " Menerima cinta
Manusia Pemarah, justru akan membuatku bertambah
gelisah mengingat lelaki tak pernah menolak daging
mentah. Kendati dia bersumpah tak pernah menerima
ajakan perempuan cabul keparat itu. Tetapi bila ku-
diamkan perasaan hati begini terus, bisa-bisa aku
yang digerogoti cinta dan rindu sialan! Benar-benar
kapiran!!"
Beberapa saat si nenek berkonde dilanda bimbang
yang dalam. Tiga kejapan berikutnya, dia sudah berke-
lebat menyusul Manusia Pemarah.
*** Bab 9 MALAM membentang dalam. Angin berhembus menu-
suk tulang. Di pedataran yang cukup luas tanpa pohon
besar itu, suasana seperti berada dalam naungan pa-
yung-payung gumpalan awan hitam yang menggan-
tung di langit. Bintang seolah lenyap entah ke mana
dan sinar rembulan tak berdaya tembusi perut-perut
awan hitam yang makin membuncit.
Dalam suasana sepi menggigit, nampaklah dua so-
sok tubuh tergolek lemah dengan napas memburu di
bawah payung gumpalan awan hitam. Tak berlama
lama, terlihat satu sosok tubuh yang ternyata seorang
pemuda mengenakan pakaian merah.
"Benar-benar keparat!" maki si pemuda dalam hati.
"Dalam keadaan genting macam begini, perempuan
cabul ini masih sibuk memikirkan birahi! Dan sampai
berapa lama aku harus kembali menjadi budak bira-
hinya"!"
Pemuda yang memaki itu tak lain adalah Pangeran
Merah. Sementara sosok yang terbaring di atas rerum-
putan dengan pakaian atas terbuka dan pakaian ba-
wah acak-acakan adalah Nenek Cabul yang sedang
memejamkan matanya.
Perempuan cabul itu baru saja memaksa muridnya
untuk memenuhi tuntut an gairahnya yang bergolak.
Dia memang tak bisa membuang kesempatan untuk
memacu gairah. Setelah mengobati luka di pahanya akibat serangan
sinar hitam Iblis Cadas Siluman, perempuan cabul ini
terus berkelebat bersama muridnya, si Pangeran Me-
rah. Untuk saat ini, dia tak mau berlaku bodoh mene-
ruskan maksud untuk mendapati Anting Mustika Ratu
kendati keinginannya untuk memiliki benda sakti itu
semakin meninggi.
"Guru... kita tak boleh membuang waktu. Anting
Mustika Ratu sudah dekat dengan kita," kata Pangeran
Merah yang diam-diam menginginkan benda sakti itu.
Nenek Cabul membuka kedua matanya yang sayu
dan memancarkan kepuasan. Dibiarkan angin dingin
membelai payudara besarnya namun kendor yang ter-
buka itu. "Aku tahu. Tetapi untuk saat ini, kupikir kita tunda
urusan itu."
"Tapi, Guru...."
"Aku tahu kau pun menginginkan benda itu, Pan-
geran Merah," kata Nenek Cabul dalam hati. Sambil
bangkit duduk berselonjor dan lagi-lagi membiarkan
dadanya terbuka jadi pemandangan, dia berujar, "Ant-
ing Mustika Ratu sebelumnya adalah milik Ratu Iblis
yang direbut oleh Raja Dewa. Dan senjata pusaka Tri-
sula Mata Empat milik Raja Dewa berhasil direbut oleh
Ratu Iblis. Sebaiknya, kita mendatangi Ratu Iblis un-
tuk mendapatkan Trisula Mata Empat."
"Kita hanya membuang waktu, Guru," kata Pange-
ran Merah yang sudah tak sabar untuk segera berge-
rak kembali. Terutama mengingat seluruh rencananya
untuk menggeluti Dewi Berlian gagal total. "Bila kita
harus memutar jalan menemui Ratu Iblis, berarti Ant-
ing Mustika Ratu bisa jatuh ke tangan orang lain."
Nenek Cabul menatap tajam tak berkedip.
"Jangan berlaku bodoh! Anting Mustika Ratu ke-
mungkinan besar hanya bisa ditandingi oleh Trisula
Mata Empat! Tak apa kita gagal mendapatkan anting
itu, asalkan kita mendapatkan Trisula Mata Empat se-
bagai pengganti."
"Waktu lalu kau katakan, kalau Ratu Iblis tak mau
mengatakan di mana Trisula Mata Empat berada," sa-
hut Pangeran Merah sambil tindih kegusarannya.
"Apakah sekarang kau pikir dia mau mengatakannya,
Guru?" Nenek Cabul terdiam. Sambil mengenakan lagi pa-
kaiannya dia berkata, "Waktu pertama kali aku ber-
jumpa dengan Ratu Iblis, aku tak terlalu memusingkan
soal Trisula Mata Empat, karena aku sudah tergiur
dengan Anting Mustika Ratu. Dan untuk mendapatkan
Trisula Mata Empat kupikir sekarang bukan soal yang
sulit. Kendati kesaktian Ratu Iblis hanya bisa ditan-
dingi oleh Raja Dewa, tetapi saat ini dia dalam keadaan
hidup tidak mati pun tidak. Berarti tak terlalu sulit bi-
la kita mencabut nyawanya."
Ganti Pangeran Merah terdiam. "Hmm... sebaiknya
biar perempuan cabul ini yang melakukannya. Aku
akan tetap memburu Anting Mustika Ratu. Terutama
membalas perbuatan Rajawali Emas. Dengan ilmu
yang kudapatkan dari Datuk Bayangan, aku yakin bisa
mengalahkannya. Bahkan ilmu pedang yang pernah
kupelajari dari perempuan cabul ini, telah disempur-
nakan oleh Datuk Bayangan. Hanya saja, aku tak
sempat mempergunakannya mengingat perempuan ini
ada bersamaku."
Memutuskan demikian dia berkata hati-hati,
"Guru... biar tugas ini kita bagi dua. Kau menemui Ra-
tu Iblis untuk mendapatkan Trisula Mata Empat milik
Raja Dewa dan aku memantau Anting Mustika Ratu.
Kupikir, bila kita bersama-sama melakukan tugas yang
sama, berarti hanya membuang waktu. Bukankah bila
kita berhasil mendapatkan benda-benda keramat itu
maka kedudukan kita akan semakin kuat?"
Perempuan berbedak putih itu menyipitkan sepa-
sang mata kelabunya. .
"Aku tahu apa yang diinginkan murid celaka ini se-
benarnya. Tetapi biarlah ku penuhi apa yang diingin-
kannya." Usai membatin seperti itu, Nenek Cabul men-
ganggukkan kepalanya. "Usulmu boleh juga, Maraka.
Baiklah, aku akan menemui Ratu Iblis untuk menda-
patkan Trisula Mata Empat dan kau memburu Anting
Mustika Ratu."
Pangeran Merah tersenyum. Dan senyuman itu
hanya sesaat bertengger di bibirnya tatkala melihat
Nenek Cabul telah membuka kembali pakaian atasnya.
"Layani aku sekali lagi, Maraka. Setelah itu, kita se-
gera memburu apa yang kita rencanakan."
Menggeram dalam hati Pangeran Merah melihat apa
yang diinginkan gurunya lagi.
"Perempuan celaka ini benar-benar tak kenal puas.
Ingin rasanya mengepruk kepalanya selagi dia hendak
mencapai puncak kenikmatan. Tetapi terlalu bodoh bi-
la kulakukan. Kupikir, aku masih bisa memperguna-
kan tenaganya...."
Lalu dengan memasang wajah cerah, pemuda sesat
berkumis tipis ini berkata seraya merebahkan tubuh-
nya, "Akan kukabulkan apa yang kau inginkan, Guru.
Akan kupuaskan kau dengan sejuta pesona impian
yang sukar ditepiskan...."
Nenek Cabul terkikik dan tak sabar menarik tubuh
muridnya. Namun sebelum mereka melakukan, ter-
dengar suara kelebatan tubuh dengan cepat.
*** Masing-masing orang segera duduk dengan sepa-
sang mata tak berkedip. Dan keduanya melihat dua
sosok tubuh berkelebat ke arah mereka.
"Hmmm.... Hantu Kali Berantas dan Sindung Ru-
wit. Manusia-manusia celaka yang mencoba
mengkhianatiku!" batin Nenek Cabul. Lalu tanpa beru-
saha menutupi dadanya yang terbuka lebar, perem-
puan cabul ini berseru, "Bila kalian hendak mencari-
ku, aku berada di sini!!"
Dua sosok tubuh yang berkelebat tadi menghenti-
kan gerakan mereka. Sejenak keduanya melihat sosok
Nenek Cabul dan Pangeran Merah. Setelah saling pan-
dang seolah memperhitungkan untung rugi, keduanya
yang berada di bawah kekuasaan Nenek Cabul berke-
lebat mendekat.
"Hei! Kenapa dengan lengan kananmu, Sindung
Ruwit?" seru Nenek Cabul tatkala melihat lengan ka-
nan lelaki berwajah lonjong yang mengenakan pakaian
gombrang warna hitam terbuka di bahu sebelah kanan
itu, putus. Setelah dikalahkan oleh Iblis Cadas Siluman dan


Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rajawali Emas, kedua orang itu yang jatuh pingsan
dan dipindahkan dari tempat semula oleh Rajawali
Emas karena pemuda itu hendak memanggil Bwana,
siuman. (Baca serial Rajawali Emas dalam episode: "Ib-
lis Cadas Siluman").
Masing-masing orang menggeram gusar menyadari
keadaan mereka. Terutama Sindung Ruwit tatkala
mendapati lengan kanannya buntung akibat serangan
Iblis Cadas Siluman. Setelah bersemadi guna memu-
lihkan tenaga mereka, keduanya pun berkelebat men-
cari Rajawali Emas dan Iblis Cadas Siluman. Dan tak
disangka, kedua orang yang pernah mempunyai ren-
cana untuk mengkhianati Nenek Cabul berjumpa den-
gan perempuan berbedak putih itu.
Sindung Ruwit menceritakan semua dengan suara
geram. "Benar-benar kapiran!" maki Nenek Cabul kemu-
dian. Lalu menoleh pada Pangeran Merah, "Maraka! |
Kau ajak kedua manusia ini untuk memburu Anting J
Mustika Ratu. Aku hendak menjalankan apa yang kita
rencanakan."
Pangeran Merah yang terbebas dari keinginan nafsu
gurunya sendiri cepat menganggukkan kepala. Ini le-
bih baik ketimbang, tersiksa batinnya saat menggeluti
Nenek Cabul. Hantu Kali Berantas berkata, "Aku masih sempat
mendengar kalau Rajawali Emas dan Iblis Cadas Silu-
man hendak menjumpai Raja Arak dan Naga Selatan di
Lembah Karang Hantu. Berarti mereka...."
'Tidak!" potong Pangeran Merah. "Kami baru saja
bertarung dengan orang-orang celaka itu! Dan... oh!
Jangan-jangan... ya, ya... bisa jadi mereka menuju
Lembah Karang Hantu. Guru, tahukah kau di mana
Lembah Karang Hantu itu?"
Nenek Cabul terdiam sebelum menyahut, "Tempat
itu berada cukup jauh dari sini. Tetapi, kalian terus
saja melangkah ke arah barat. Dan kalian akan mene-
mukan Lembah Karang Hantu. Kalau memang orang-
orang itu menuju ke sana, lebih baik kalian cepat ber-
gerak." Pangeran Merah menganggukkan kepalanya. Ber-
sama Hantu Kali Berantas dan Sindung Ruwit yang se-
jak tadi tak merasa bernafsu sedikit juga melihat dada
ngablak milik Nenek Cabul, mereka segera berlalu.
Tinggal Nenek Cabul yang perlahan-lahan menge-
nakan pakaiannya kembali.
"Urusan memang jadi panjang. Sulit menunda-nun-
da lagi. Mudah- mudahan Ratu Iblis mau berbaik hati
mengatakan di mana Trisula Mata Empat yang dire-
butnya dari tangan Raja Dewa. Kalaupun dia menolak
memberitahukan, akan kukirim nyawanya ke akherat!"
Dua tarikan napas berikutnya, perempuan berpa-
kaian panjang kuning kebiruan yang terbuka di dada
itu segera berkelebat menjalankan rencana.
Suasana kembali ditelan sepi.
Dan mendadak saja, tanah berjarak sekitar tiga
tombak dari tempat orang-orang itu berada sebelum-
nya rengkah. Lalu muncullah satu sosok tubuh tinggi
besar berkepala plontos.
Orang tinggi besar yang mengenakan pakaian ter-
buat dari kulit beruang warna putih itu, pandangi ke
arah perginya Nenek Cabul
Kejap lain, orang yang tak lain Beruang Mambang
ini menggeram, "Lembah Karang Hantu... sungguh se-
buah tempat yang tak enak didengar. Dari namanya
saja tak menjanjikan satu tempat yang mengasyikkan.
Tetapi nampaknya, banyak orang-orang yang menuju
ke sana, termasuk Iblis Cadas Siluman yang dikatakan
Nenek Cabul dan yang lainnya tadi. Apakah Bidadari
Hati Kejam juga berada di sana?"
Lelaki tinggi besar yang mata kirinya ditutup den-
gan kulit warna putih mendadak saja menegang.
"Peduli setan apakah si nenek berkonde itu berada..
di sana atau tidak! Aku akan tetap menuju ke sana.
Anting Mustika Ratu yang mereka perebutkan seka-
rang! Dan tadi, perempuan cabul celaka itu bermaksud
mendapatkan Trisula Mata Empat Hmm... yang mana
yang harus kuikuti sekarang?"
Lelaki yang di kedua pergelangan tangan dan ka-
kinya ini terdapat gelang yang terbuat dari untaian tar-
ing yang dirajut, dilanda bimbang sesaat.
"Mengikuti Nenek Cabul untuk merebut Trisula Ma-
ta Empat yang dikatakannya kemungkinan bisa kula-
kukan, karena dia hanya seorang diri. Bila aku me-
maksa menuju ke Lembah Karang Hantu, bisa jadi
urusanku akan semakin banyak," desisnya pelan. Ke-
jap Iain mendadak dia menggeram, 'Tidak! Lebih baik
aku menuju ke Lembah Karang Hantu! Siapa tahu ne-
nek berkonde keparat itu berada di sana pula! Kea-
daanku sudah cukup pulih setelah bertarung dengan-
nya dan Iblis Cadas Siluman! Bidadari Hati Kejam.. te-
rimalah kematianmu sekarang juga...."
Orang tinggi besar itu mulai melangkah. Saat me-
langkah tak terlihat sama sekali kalau gerakannya ter-
ganggu oleh bobot tubuhnya yang besar itu.
Setelah sosok Beruang Mambang tak lagi terlihat di
mata, mendadak saja satu sosok tubuh berpakaian
panjang biru tua terbelah empat bagian tiba di sana.
Mata perempuan berparas jelita yang baru datang ini
menyipit. Kendati samar dia masih sempat melihat tu-
buh Beruang Mambang di kejauhan.
"Dari postur tubuhnya, jelas kalau dia adalah lela-
ki berkepala plontos yang menculik murid Iblis Cadas
Siluman di jajaran batu kapur. Hendak ke mana dia?"
desis perempuan ini yang tak lain Dewi Segala Impian.
Lalu sambungnya, "Apakah saat ini dia mengetahui
jejak Angin Racun Barat yang telah lepas dari culikan-
nya" Kalau memang benar dugaan itu, berarti murid
Iblis Cadas Siluman masih bersama-sama Manusia Se-
rigala yang kulihat pergi saat Manusia Serigala hendak
kubunuh namun dihalangi oleh Rajawali Emas. Ini tak
boleh kubiarkan. Manusia Serigala harus mampus un-
tuk menutup segala persoalan lalu, terutama mengin-
gat dia adalah darah daging Hantu Seribu Tangan.
Hmmm... akan kuikuti ke mana perginya orang berke-
pala plontos itu!"
Kejap lain, Dewi Segala Impian yang meloloskan diri
dari keinginan busuk Resi Hitam sudah berkelebat
menyusul perginya Beruang Mambang
*** Bab 10 SETELAH meninggalkan Bidadari Hati Kejam dan Ma-
nusia Pemarah, Pendekar Judi berusaha menemukan
Angin Racun Barat dan Manusia Serigala. Perasaan
murid Malaikat Judi itu kali ini sedikit lega menyadari
kalau Angin Racun Barat tak kurang suatu apa.
Diam-diam dia teringat pada Manusia Serigala yang
melompat entah dari mana tatkala Beruang Mambang
menyambar dan melarikan murid Iblis Cadas Siluman
itu, yang segera berlari menyusul Beruang Mambang.
"Mudah-mudahan apa yang dikatakan Kakek Ma-
nusia Pemarah memang benar," batin pemuda ini
sambil terus berlari. Dan setiap kali dia berhenti, pan-
dangannya tajam memperhatikan sekelilingnya, berha-
rap dapat menjumpai gadis yang kini mulai dicin-
tainya. Tatkala tiba di sebuah jalan setapak, pemuda ini
menghentikan larinya dengan wajah melengak. Pan-
dangannya tak berkedip pada satu sosok tubuh yang
berdiri dengan bibir tersenyum berjarak dua tombak
dari hadapannya.
"Hmmm.... Orang tua yang pernah berjumpa de-
nganku beberapa waktu lalu. Mau apa dia di sini"
Apakah sesungguhnya dia penasaran karena aku tak
mau mengatakan apa yang kukhawatirkan padanya"
Menilik sikapnya dia bukan orang jahat. Tetapi men-
gapa orangtua berpakaian ala seorang imam berwarna
abu-abu itu seperti menghalangi langkahku?"
Habis membatin demikian, Pendekar Judi rangkap-
kan kedua tangan di dada.
"Rupanya dunia ini memang kecil. Tak disangka ki-
ta berjumpa lagi, Raja Ular Baja Putih...."
Lelaki yang memiliki alls putih bertaut satu sama
lain dan tak lain Raja Ular Baja Putih itu tersenyum.
"Anak muda... melihat wajahmu sekarang, nampak-
nya kau tak lagi begitu risau seperti pertama kali kita
bertemu waktu lalu! Kendati demikian, pancaran ke-
dua matamu tak bisa menyembunyikan isi hati kalau
kau sebenarnya masih merisaukan sesuatu...."
"Orang tua yang di pinggangnya terdapat ikat ping-
gang terbuat dari besi baja putih dan di ujungnya ber-
kepala ular itu benar-benar memiliki pandangan tajam.
Dua kali dia menebak tepat. Apakah sekarang aku ma-
sih harus menutupi apa yang kukhawatirkan" Aku in-
gat kalau dia pernah menanyakan soal Manusia Seri-
gala. Jangan-jangan... ini memang ada hubungannya."
Berpikir demikian, murid Malaikat Judi ini maju
dua langkah. Lalu diceritakan apa yang sedang dicari
sekaligus dirisaukannya.
"Hmm.... Angin Racun Barat... ya, ya... selintas aku
pernah mendengar julukan itu. Kalau tidak salah, dia
adalah murid Iblis Cadas Siluman. Anak muda... tadi
kau katakan dia bersama Manusia Serigala?"
"Betul, Orang Tua."
Raja Ular Baja Putih terdiam sambil usap jenggot
putihnya yang panjang menjuntai.
"Aku juga sedang mencoba mencari Manusia Seri-
gala. Anak muda... apakah kau pernah mendengar be-
rita ramai tentang Anting Mustika Ratu?"
Pendekar Judi ragu-ragu menjawab.
Didengarnya lagi Raja Ular Baja Putih berkata,
"Rimba persilatan ini tak pernah surut dari urusan
dendam dan benda sakti yang diinginkan orang-orang
serakah. Entah sampai kapan semuanya bisa tertutup
dan jadi satu lingkaran kebaikan. Sulit meramalkan
soal ini. Peramal Sakti alias Malaikat Judi pun tak
akan mampu menduga. Orang muda... entah mengapa
firasatku mengatakan kalau gadis yang kau cari yang
berjalan bersama Manusia Serigala akan tiba di se-
buah tempat yang cukup jauh dari sini"
Pendekar Judi terperanjat.
"Oh! Kalau memang firasatmu itu benar, berarti ja-
rakku dengan Angin Racun Barat akan semakin mem-
bentang jauh, Orang Tua?"
"Ini hanya firasat. Dan aku seperti melihat gugusan
batu karang yang begitu banyak di sebuah lembah
angker Samar aku bisa menebak tempat itu."
Tempat apakah itu, Kek?"
"Lembah Karang Hantu."
"Lembah Karang Hantu?" Sejenak Pendekar Judi
terdiam sambil kernyitkan kening. Lalu katanya,
"Orang tua... bila memang Lembah Karang Hantu yang
sedang kau cari, Bidadari Hati Kejam dan Manusia
Pemarah juga menuju ke sana."
"Hmmm... ada urusan apa sebenarnya?" batin Raja
Ular Baja Putin. Lalu berkata, Tahukah kau apa uru-
san mereka ke sana?"
"Aku kurang paham akan semua itu, Kek."
"Lembah Karang Hantu adalah tempat tinggal Naga
Selatan. Apakah tempat itu akan menjadi ajang per-
tumpahan darah" Rasanya terlalu menyedihkan.
Orang; muda... baiknya kita hentikan saja percakapan
ini. Bila kau hendak teruskan perjalananmu untuk
mencari" Angin Racun Barat dan Manusia Serigala, si-
lakan." "Kau sendiri hendak ke mana, Orang tua?"
Kembali Raja Ular Baja Putih usap-usap jenggot-
nya. "Aku penasaran ingin tahu apa yang terjadi di Lem-
bah Karang Hantu."
Mendengar jawaban si orang tua berpakaian ala
seorang imam itu, Pendekar Judi terdiam.
"Menurut firasat orang tua ini, Angin Racun Barat
dan Manusia Serigala berada di Lembah Karang Han-
tu. Sedangkan yang ku tahu, Bidadari Hati Kejam dan
Manusia Pemarah menuju ke lembah itu pula. Ah, ke-
palaku jadi pusing sekarang. Tetapi... ada baiknya bila
kucoba menjajaki tempat itu. Barangkali saja firasat
orang tua ini benar."
Habis membatin begitu, Pendekar Judi berkata,
"Orang tua... bila kau sudi, aku hendak turut serta
denganmu menuju Lembah Karang Hantu. Mudah-mu-
dahan firasat yang kau katakan tentang gadis yang
kucari benar."
Raja Ular Baja Putih alihkan pandangan pada pe-
muda di hadapannya.
Lalu katanya, "Bila kau menghendaki seperti itu,
aku pun tak bisa melarang. Hanya jangan salahkan
aku bila firasatku ini ternyata tidak benar."
Pendekar Judi rangkapkan kedua tangannya di da-
da. "Saat ini aku pun tak tahu harus mencari di mana
Angin Racun Barat dan Manusia Serigala. Berarti tak
ada salahnya bila aku mencoba mengikuti firasatmu
itu." "Kalau memang begitu maumu, lebih baik kita se-
gera berangkat," kata Raja Ular Baja Putih seraya
mendahului Pemuda berpakaian putih bersih itu menarik napas
panjang. Sejurus kemudian, dia sudah melangkah


Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengikuti lelaki tua berpakaian ala seorang imam ber-
warna abu-abu. *** Tirta yang terus berlari bersama Dewi Bulan dan
Mata Malaikat membatin saat melewati kelokan pema-
tang sawah, "Hmm... sejak tadi berlari rasanya jarak
Lembah Karang Hantu semakin menjauh saja. Berarti
ini akan memakan waktu yang lebih lama dari perkira-
anku. Aku kuatir bila yang dikatakan Dewi Bulan ten-
tang Datuk Bayangan yang kini telah meminum ren-
daman air Anting Mustika Ratu, telah tiba di Lembah
Karang Hantu untuk membalas kekalahannya pada
Raja Arak."
Masih terus berlari, pemuda yang di lengan kanan
dan kirinya terdapat rajahan burung rajawali raksasa
berwarna keemasan ini terus berpikir,
"Bila memang semuanya telah terjadi, urusan akan
semakin panjang. Dan ini tak bisa dibiarkan begitu sa-
ja. Apakah tidak sebaiknya aku memisahkan diri" Ku-
pikir, dengan bantuan Bwana aku bisa mempersingkat
waktu." Setelah menimbang segala sesuatunya, Rajawali
Emas menghentikan larinya seraya berseru, Tunggu!"
Dewi Bulan dan Mata Malaikat pun menghentikan
larinya. Sambil pandangi pemuda berikat kepala dan ber-
pakaian keemasan itu, Dewi Bulan berujar, "Ada apa,
Tirta?" "Maafkan aku, Dewi. Aku baru saja berpikir tentang
perjalanan kita menuju ke Lembah Karang Hantu," sa-
hut Tirta sopan.
"Apa yang kau pikirkan?"
Tirta terdiam sejenak. Lalu katanya seperti telah
menemukan jawaban yang tepat, "Kupikir... bila kita
bertiga menuju ke Lembah Karang Hantu sekaligus,
maka kehadiran kita kemungkinan besar akan diketa-
hui oleh Datuk Bayangan yang bisa jadi telah tiba di
sana.. Bila memang demikian adanya, akan sulit bagi
kita untuk mengetahui apa yang terjadi"
Lelaki tua berpakaian hijau penuh tambalan itu
berkata sambil menelengkan kepalanya, "Lalu apa
maksudmu?"
Entah apa yang ada di benak Tirta, tahu-tahu saja
pemuda itu tersenyum. Jelas saja Mata Malaikat yang
selalu memejamkan kedua matanya tak melihat, tetapi
Dewi Bulan yang jelas-jelas melihat justru kerutkan
keningnya. "Kenapa pemuda itu tersenyum sendirian?" batin-
nya. "Kek! Aku hendak bertanya dan kuharap kau men-
jawabnya dengan jujur!"
Lelaki tua yang selalu memejamkan kedua matanya
itu mengerutkan keningnya.
"Apa-apaan kau berkata begitu, hah?"
"Aku cuma bertanya, dan kau menjawab."
"Baik, baik! Katakan!"
"Apakah kau masih memikirkan Dewi Segala Im-
pian?" Kepala Mata Malaikat melengak ke belakang. Kejap
lain dia sudah bersuara cukup keras, "Kenapa kau
ajukan pertanyaan bodoh macam begitu, hah"! Apakah
kau ingin mengorek rahasia hatiku?"
"Kau sudah menyanggupi untuk menjawab per-
tanyaanku!" sahut Tirta enteng dan di bibirnya sema-
kin lebar senyumannya.
Mata Malaikat keluarkan dengusan sambil paling-
kan kepala. "Kalau kau hendak mendapatkan jawaban jujur,
kukatakan padamu, yang kuingat pada Dewi Segala
Impian bukan lagi persoalan cinta! Tetapi perbuatan-
nya yang tak pernah kumengerti mengapa dia
mengkhianati kesetiaanku!"
Di luar dugaan siapa pun, Tirta justru menyahut,
"Bagus! Kalau begitu kau tentunya sudah tidak pa-
tah hati lagi, bukan?"
"Busyet! Apa-apaan kau ini, hah"!" bentak Mata
Malaikat keras. Lalu menyambung dalam hati, "Tak
seorang pun yang tahu, betapa hancur sebenarnya pe-
rasaanku ini."
Bukannya menyahuti kata-kata orang itu, Rajawali
Emas justru palingkan kepalanya pada perempuan se-
tengah baya yang masih cantik dan mengenakan tu-
dung kepala berbentuk kerucut.
"Dewi.,, apakah kau selama ini pernah menikah?"
Ganti Dewi Bulan yang melengak dan mundur satu
tindak mendapati pertanyaan itu. Sejenak perasaannya
dibuncah kegalauan. Lalu dengan suara agak bergetar
dia berkata, "Tirta... mengapa kau bertanya seperti
itu?" "Bila kau bersedia menjawabnya" Aku hanya mem-
butuhkan jawabanmu itu, Dewi...."
Untuk sesaat mulut Dewi Bulan terkunci rapat.
Wajahnya membiaskan kebimbangan hendak menja-
wab apa. Kejap lain sambil menatap Rajawali Emas, perem-
puan yang di pergelangan dan jari-jari tangannya ter-
dapat gelang dan cincin bertakhtakan berlian ini
menggelengkan kepalanya.
"Seumur hidup, aku belum pernah menikah. Se-
muanya terjadi... karena dulu... ah... aku pernah dik-
hianati oleh seorang lelaki... yang aku tak tahu di ma-
na dia sekarang...."
Justru Rajawali Emas bersorak cukup keras, "Ba-
gus!" Hal itu membuat tatapan Dewi Bulan bertambah
melebar sementara Mata Malaikat menelengkan kepa-
lanya. "Sialan! Aku bisa menangkap apa yang dimaksud-
kan bocah ini! Benar-benar kapiran!" maki Mata Ma-
laikat dalam hati.
Sementara itu Tirta sedang berkata, "Nah! Sekarang
ada dua orang, lelaki dan perempuan, yang sama-sama
pernah dikecewakan lawan jenisnya. Dan sama-sama
belum menikah. Apakah salah bila kukatakan, kalian
bisa mencoba menjalin hubungan satu sama lain?"
"Tirtaaa!!" memekik gemas Dewi Bulan dengan wa-
jah memerah menyadari apa yang dimaksudkan Raja-
wali Emas. Sementara Mata Malaikat sudah menggerakkan
tongkat putihnya.
Wrrrrr! Seketika menghampar sinar putih terang ke arah
Rajawali Emas yang langsung melompat.
Blaaammm! Sinar putih terang itu menghantam sebatang pohon
yang langsung tumbang dan timbulkan suara berde-
bam. "Apa-apaan kau omong, hah"!" maki lelaki yang se-
lalu memejamkan kedua matanya. "Jangan atur perjo-
dohan orang! Lebih baik kau urus...."
"Kek! Bukankah ini sebuah jalan yang terbaik bagi
kalian" Aku tahu kau masih memikirkan Dewi Segala
Impian. Sekarang ini, pikiran itu sudah tak ada gu-
nanya, Kek. Tak perlu menuntut jawab atas perbuatan
Dewi Segala Impian. Dan tak perlu untuk memikirkan-
nya lebih lama. Bukankah kau bisa mencobanya seka-
rang dengan Dewi Bulan...."
Tirta!!" seru Dewi Bulan yang entah mengapa pera-
saannya mendadak menjadi kacau.
Rajawali Emas nyengir.
"Dewi... kupikir, Kakek Mata Malaikat pun cocok bi-
la menjadi pendampingmu. Tetapi... semuanya ya ter-
gantung padamu. Ingat lho, kau ini cantik sementara
dia... waaahh! Jeeuleeek bangeeett!"
Mata Malaikat kembali menggerakkan tangannya
yang lagi-lagi dihindari Tirta tatkala sinar putih terang
menderu ke arah si pemuda. Kejap lain, pemuda ini
sudah berlalu seraya berseru, "Lebih baik kalian ber-
dua saja, ya" Barangkali saja kalian cocok! Tetapi in-
gat, jangan berdua-dua di tempat gelap! Kata Nenek...
berbahaya! Tapi... asyiiiikkkk!!"
Mata Malaikat memaki-maki panjang pendek, se-
mentara Dewi Bulan tiba-tiba menjadi gemas melihat
perbuatan Rajawali Emas.
"Ah... pemuda itu, bikin hatiku seperti masih rema-
ja saja...."
Dan entah mengapa perempuan yang berpenampi-
lan tenang ini seperti gugup tatkala mendengar kata-
kata Mata Malaikat, "Dewi Bulan... jangan kau pikir-
kan kata-kata pemuda tadi. Anggap saja hanya angin
lalu belaka."
"Kau benar, Mata Malaikat"
"Sudahlah. Lebih baik kita...."
Dan entah mengapa lelaki tua yang selalu meme-
jamkan kedua matanya ini menghentikan kata-
katanya. Kejap lain terdengar desahannya masygul.
Sikapnya itu membuat Dewi Bulan mendongak dan
memandang tak mengerti. Perasaan yang mendadak
menjalari hatinya kini terasa kian menguat.
"Ada apa Mata Malaikat?" tanyanya tanpa dapat
menindih getaran suaranya.
Mata Malaikat menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak, aku tidak tahu... ah, kepalaku jadi pusing...
aku tidak tahu...," sahutnya tergagap.
Diam-diam Dewi Bulan menghela napas panjang.
"Sudahlah. Lebih baik kita teruskan perjalanan
menuju ke Lembah Karang Hantu."
Mata Malaikat menganggukkan kepalanya.
Saat masing-masing orang berkelebat, tanpa disen-
gaja tangan keduanya bersentuhan. Seketika itu pula
keduanya sama-sama menghentikan gerakan.
Sejenak sunyi mengerjap.
"Dewi..." desis Mata Malaikat bergetar.
Dewi Bulan menundukkan kepalanya.
"Upasara...."
Dan tanpa terasa, perasaan yang selama ini tak
pernah ada di hati masing-masing, telah terbuka begi-
tu saja. Saat masing-masing. orang meneruskan lang-
kah kembali, kali ini terlihat di bibir keduanya tak pu-
tus dari senyuman. ,
Sementara itu, di sebuah tempat Rajawali Emas te-
ngah memandang keadaan sekitarnya.
"Tempat ini cukup luas. Aku akan meminta ban-
tuan Bwana untuk membawaku ke Lembah Karang
Hantu. Hmmm... kesempatan yang akhir- akhir ini ja-
rang kupunyai untuk bersama-sama Bwana, akan ku-
nikmati sampai sekecil-kecilnya."
Dua kejapan berikutnya, pemuda dari Gunung Ra-
jawali ini segera menepukkan kedua tangannya seba-
nyak tiga kali. Dan di sela-sela tepukannya itu, dihen-
takkan kedua tangannya ke angkasa.
Seketika memercik sinar merah di keremangan sen-
ja Tiga tarikan napas berikutnya, dari kejauhan terde-
ngar suara keras membedah angkasa, menyusul peru-
bahan angin yang mendadak terjadi.
Kejap lain, nampaklah satu bayangan raksasa ter-
bang di angkasa. Mengepakkan kedua sayapnya dan
keluarkan koakan bernada gembira. Segera saja Tirta
berseru-seru keras.
Saat burung rajawali raksasa itu hinggap di tanah,
Rajawali Emas segera berlari dan merangkulnya. Mera-
sa tak punya waktu banyak, Rajawali Emas segera me-
lompat ke punggung burung kesayangannya itu.
"Bwana! Antar aku ke Lembah Karang Hantu! Dan
akan kita nikmati perjalanan ini!"
Kepala Bwana yang dihiasi jambul berwarna ke-
emasan mengangguk- angguk. Kejap berikutnya, dia
sudah melesat ke angkasa. Meninggalkan rerumputan
dan semak belukar yang tercabut akibat angin raksasa
yang ditimbulkan dari kedua kepakan sayapnya.
*** Bab 11 SINAR senja telah meredup melingkari bumi, meling-
kari pula sebuah lembah yang dipenuhi dengan batu-
batu ka-rang besar. Kesunyian meraja layaknya berada
dalam tanah pemakaman yang luas. Beberapa buah
pohon tumbuh di lembah itu yang dikerjapi angin san-
gat dingin. Tempat itulah yang disebut, Lembah Karang Hantu.
Dalam senja yang makin menipis dan lingkaran ke-
sunyian, mendadak saja terpecahkan oleh suara ceki-
kikan yang sangat keras. Di sebelah timur, beberapa
batu karang berguguran terhantam gelombang cekiki-
kan itu. Namun anehnya, di sekitar cekikikan itu ter-
jadi, tak ada tanda-tanda pengrusakan akibat cekiki-
kan dahsyat tadi.
Di sela cekikikan itu, terdengar suara yang cukup
nyaring, "Luar biasa! Sungguh luar biasa! Sejak tadi
kita mengulangi mencari, tetapi bocah nakal itu tak
nampak juga! Hebat kalau dia bisa bersembunyi! Dan
lebih hebat lagi kalau ternyata dia memang tak ada di
sini!" "Hehehe... mungkin kau dipermainkannya, Po-
long"!" terdengar satu suara diiringi suara gluk...
gluk... gluk... yang sangat keras. "Malang sekali na-
sibmu, Polong. Tetapi... bukankah ini saat yang tepat
bagi kita untuk memadu kasih, Sayangku, Pujaanku,
Kekasihku?"
Orang yang pertama bersuara tadi ternyata seorang


Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nenek yang berusia sangat lanjut. Nenek itu mengena-
kan pakaian terbuat dari kain batik berwarna ungu.
Sosoknya bongkok tanpa gigi, hingga setiap kali dia
berkata kedua pipinya tertarik ke dalam. Sekujur tu-
buhnya hanya merupakan jajaran kulit tipis yang su-
dah mengeriput Pada kedua pergelangan kakinya yang
kurus, terdapat gelang kerincing yang setiap kali si ne-
nek melangkah terdengar suara bergemerincing ramai.
Di tangan kanannya terdapat sebuah tongkat hitam
yang di ujungnya terdapat ukiran berkepala naga.
Mendapati cirinya, sudah bisa dipastikan dia adalah
Nyi Polong atau yang lebih dikenal dengan julukan Na-
ga Selatan. Nenek yang selalu cekikikan ini baik dalam suasa-
na apa pun, mengalihkan pandangannya pada orang
yang berbicara tadi.
"Lelaki bangkotan berperut tambun! Kau memang
selalu tak sabaran! Apakah kau sudah lupa kalau kita
tak lagi memiliki kenikmatan seperti dulu?"
Orang tua bertubuh gemuk luar biasa yang menge-
nakan pakaian putih terbuka di dada, menenggak
pundi arak di tangan kanannya dengan cara mendon-
gakkan kepala, hingga rambutnya yang putih seleher
menggantung. Gluk... gluk... gluk....
Lalu dengan enaknya, lelaki gemuk yang mengena-
kan ikat pinggang berwarna merah kehitaman yang di-
cantelinya pundi-pundi berisi arak, mengusap mulut
nya dengan tangan kirinya yang gempal.
Agak sempoyongan dia berkata, "Mengapa kau ber-
kata begitu, Polong" Bila kau tak mau melakukannya
tidak mengapa. Tetapi mengapa hanya membuang
waktu" Ini saat yang tepat, bukan" Saat yang kutung-
gu untuk mengulangi masa-masa lalu kita.... Ayo, mi-
num arak-arakku ini!"
Habis kata-katanya, lelaki gemuk luar biasa yang
tak lain Raja Arak adanya mengangsurkan pundi
araknya pada mulut perempuan tua berkain batik
warna ungu yang segera menepiskannya sambil ceki-
kikan. "Kau memang konyol, Perut Tambun! Lebih baik
kau penuhi saja perutmu dengan arak-arak itu, dari-
pada kau kelimpungan karena kehabisan arak-arak
celaka itu bila kita minum bersama-sama!" Lalu si ne-
nek mengalihkan pandangannya lagi ke sekitar Lem-
bah Karang Hantu. Menyusul seruannya diiringi ceki-
kikannya yang nya-ring, "Harum Sari! Di mana kau,
Bocah Nakal"! Hik... hik... hik... kau harus dihajar ru-
panya! Kau harus dihajar karena lancang meninggal-
kan tempat ini!!"
"Jangan bicara sembarangan!" sambar Raja Arak
sambil menenggak araknya lagi. "Muridmu baru beru-
sia dua belas tahun! Kasihan dia kalau kau hajar!
Hmm.... Aku punya gagasan yang sangat menarik!"
"Gagasan apa?"
"Kalau muridmu itu kita temukan, suruh dia memi-
num arak-arakku ini hingga mampus... hahaha!!" Naga
Selatan terkikik.
"Kau benar-benar tak punya otak! Ayolah, kita
kembali ke gubukku!"
"Benar! Itu usul yang sangat bagus sekali! Kau ak-
hirnya tidak tahan sendiri bukan" Ayo! Kita berpesta
minum arak!" sahut Raja Arak dan menunggingkan
pundi araknya pada mulutnya. Tetapi tak setetes pun
arak yang keluar. Memakilah dia dengan tubuh sem-
poyongan, "Kurang ajar! Kenapa cepat sekali habis
arak-arakku ini" Polong! Kau diam-diam mencurinya,
hah" Bagus, bagus! Kita bisa menikmati arak-arak ini
bersama-sama!"
Dengan tubuh yang tetap sempoyongan, lelaki tua
bertubuh gemuk luar biasa itu mencanteli pundi arak-
nya yang telah kosong ke ikat pinggangnya. Lalu men-
gambil sebuah pundi yang masih penuh dan langsung
menenggaknya. "Polong! Ayo, sini! Kita nikmati arak-arak itu! Hei....
Polong"! Di mana kau, Polong"!"
Seperti baru menyadari Naga Selatan sudah men-
jauh dan menimbulkan suara bergemerincing dari ke-
dua kakinya, Raja Arak melotot dengan tubuh sem-
poyongan. "Kurang asem kau, Kekasihku, Sayangku, Pujaan-
ku" Mau meninggalkan aku, hah"! Kurobek jantung-
mu nanti! Hehehe... tidak, Polong... tidak akan pernah
kulakukan! Malah aku ingin menindihmu sampai kau
kehabisan napas! Tetapi jangan mampus dulu bila be-
lum selesai!"
Lelaki bertubuh gemuk yang terus menerus memi-
num arak-araknya itu bergerak menyusul Naga Sela-
tan yang sudah mendekati gubuk di mana dia tinggal.
Dan belum lagi Naga Selatan tiba di gubuknya, ter-
dengar suara yang sangat nyaring,
"Neneeeekk!!"
Naga Selatan menghentikan langkah, terkikik lalu
berbalik. "Pasti bocah nakal itu!!"
Lalu dilihatnya seorang gadis kecil berpita biru ber-
lari dengan gerakan yang sangat lincah dan cepat se-
kali ke arahnya sambil berulang kali berteriak, "Nenek!
Aku datang, Nenek!"
Tetapi justru Raja Arak yang bergerak menghalangi
hingga gadis kecil itu berhenti berlari sambil kerutkan
keningnya. "Nenek! Mengapa ada kerbau kesasar di sini"!" se-
runya kemudian.
Terdengar suara bergemerincing saat Naga Selatan
melangkah. "Bocah nakal, bocah nakal. Mana ada kerbau yang
memasuki Lembah Karang Hantu?" "Lalu siapakah dia,
Nek?" "Dia bukan kerbau, Bocah Nakal! Tetapi gajah yang
kesasar!!"
Gadis cilik yang tak lain Naga Kecil adanya cekiki-
kan sementara Raja Arak berbalik pada Naga Selatan.
Setelah menenggak arak dari pundinya dia berujar,
"Polong! Jangan bicara kurang ajar" Aku cuma hendak
mempertahankan arak-arakku ini! Kelihatannya bocah
kecil ini hendak mencuri arak-arakku! Busyet! Kau
masih cekikikan saja" Apa kau mau kepalamu kujitak
sampai benjol, hah"!"
"Hik... hik... hik.... Raja Arak, kalaupun kubilang
gajah memang benar adanya, bukan" Heran... ada
manusia yang besarnya lima kali tong!" sahut Naga Se-
latan lalu mendekati muridnya sementara Raja Arak
menenggak lagi arak dalam pundinya dengan cepat.
"Ke mana saja kau, Bocah Nakal" Dan kulihat kau
membawa teman" Mengapa kedua temanmu itu tidak
mendekat kemari" Hik... hik... hik... apakah mereka ti-
dak punya kaki?"
"Nenek! Jangan berbicara begitu! Kak Diah dan Kak
Baruna sahabat-sahabat baruku yang baik hati!" seru
Naga Kecil. "Aku akan mengajak mereka ke sini, Nek!
Biar mereka berkenalan dengan nenekku yang suka
terkikik ini!"
Naga Selatan terkikik sambil menggeleng-geleng-
kan kepala mendengar kata-kata muridnya yang telah
berkelebat ke arah Angin Racun Barat dan Manusia
Serigala yang berdiri saja, setelah Naga Kecil menda-
dak melompat dari gendongan Manusia Serigala dan
berlari ke arah Naga Selatan tadi
"Kucing Besar! Ayo, gendong aku lagi! Kalian akan
kuperkenalkan pada guruku! O ya, Nenek Naga Sela-
tan mengajak temannya yang suka minum arak! Pe-
rutnya.... Masya Allah! Besar sekali deh! Ayo, Kakak
Diah! Kalian harus melihat teman Guru yang aneh
itu!!" Angin Racun Barat hanya tersenyum saja sementa-
ra Manusia Serigala, yang dipanggil 'Kucing Besar' su-
dah berlari sambil menggendong Naga Kecil yang ber-
sorak gembira. Raja Arak mendengus dengan tubuh sempoyongan.
Lalu menggerutu pada Naga Selatan, "Polong! Kau
hanya membuang waktu kita untuk mengadakan pesta
dan memadu kasih! Sudah tiga hari kita berada di
tempat ini, dan kau disibukkan mencari muridmu
yang nakal itu"! Buang-buang waktu saja!"
Gluk... gluk... gluk....
Lalu menyambung, "Dan selagi kita sudah siap
memadu kasih, murid sialanmu yang tadi hendak
mencuri arak-arakku muncul! Jangkrik ngepet!"
"Sekarang kau lihat sendiri siapa yang tidak saba-
ran, bukan?" sahut Naga Selatan sambil terkikik. "Lagi pula, siapa yang sudi
ditindih oleh perut seperti tong
itu"!"
"Brengsek! Ayo, minum arakku ini!!"
Naga Selatan menepiskan pundi arak yang disodorkan
oleh lelaki tua tambun itu, yang seketika menggeram.
"Kalau ku tahu begini, tak sudi aku ikut denganmu
ke sini sembari menunggu kehadiran Rajawali Emas,
pemuda yang kita beri tugas untuk mencari dan me-
nyelamatkan Iblis Cadas Siluman yang memiliki Anting
Mustika Ratu! Sialan! Tetapi... lumayan juga karena
bisa bersama-sama denganmu ketimbang berduaan
dengan gedebong pisang!!"
Berjarak lima tombak dari hadapan kedua tokoh
aneh itu, Naga Kecil telah melompat dari gendongan
Manusia Serigala. Bersalto dua kali dan hinggap di ha-
dapan Naga Selatan.
"Nenek! Mereka ini adalah sahabat-sahabatku! Kuc-
ing Besar ini bernama Kakak Baruna yang dikenal
dengan julukan Manusia Serigala. Dan kakak yang
cantik berambut kepang dua itu, bernama Kakak Diah
yang dikenal dengan julukan Angin Racun Barat! Ne-
nek... kalau aku sudah besar nanti, aku ingin rambut
ku dikepang seperti rambut Kakak Diah!!"
"Hik... hik... hik.... Bocah Nakal, kau memang sela-
lu ingin mengikuti orang lain saja...."
'Tetapi aku tidak mau seperti Guru yang selalu ke-
tawa! Sudah jelek, ketawanya kayak kuntilanak lagi!"
Angin Racun Barat menahan napas mendengar eje-
kan Naga Kecil pada si nenek berkain batik ungu itu.
Tetapi dia segera menghela napas lega tatkala men-
dengar kata-kata Naga Selatan, "Hik... hik... hik... ka-
lau kau sudah seusiaku ini, kau pun akan jadi peot,
jelek, dan menakutkan!"
"Kalau begitu, aku tidak mau jadi tua!!"
"Gadis nakal! Bagaimana bisa, hah?"
"Bisa saja!" sahut Naga Kecil sambil merengut.
"Nanti aku akan memikirkan caranya!"
Raja Arak maju selangkah dengan tubuh sempo-
yongannya. Dia memandang dengan kening berkerut
pada Manusia Serigala yang menatapnya nyalang.
"Luar biasa... sungguh luar biasa...," ujar Raja Arak sambil menenggak araknya
hingga kosong lalu mencanteli pundi itu di pinggangnya dan mengambil pundi
lain yang segera ditenggak isinya. "Hei.... Serigala! Bagaimana rasanya manusia
menjadi serigala"!"
Manusia Serigala mendongak sambil keluarkan ge-
rengan. Angin Racun Barat tanggap kalau Baruna ma-
rah mendengar kata-kata lelaki gemuk luar biasa itu.
Segera saja murid Iblis Cadas Siluman itu mende-
kati Baruna seraya berkata pada Raja Arak, "Orang
tua... kami yang muda sangat senang berkenalan de-
nganmu. Juga dengan Nenek Naga Selatan. Apa kabar
kalian berdua?"
"Hei... hei! Apa-apaan kau ini, Anak Gadis" Ming-
gir! Aku sedang berbicara pada serigala jelek itu!" seru Raja Arak dengan tubuh
sempoyongan. Dan tangan kirinya mengibas tak sengaja seperti menghalau.
Namun akibatnya, angin deras menderu dahsyat
ke arah Angin Racun Barat yang segera menarik tan-
gan Manusia Serigala untuk melompat ke samping.
Blaaarrr! Angin deras yang tak sengaja keluar dari kibasan
tangan Raja Arak melabrak sebuah batu karang hingga
sempal di bagian tengah.
Seperti orang linglung Raja Arak segera berseru,
"Setan laknat! Ada orang yang menyerang! Siapa si pe-
nyerang sialan itu"! Hei, kalian bersiap! Oh.... Polong"
Kenapa kau cekikikan, hah" Apakah kau akan mem-
biarkan tubuhmu diserang pembokong sialan itu"!"
"Hik... hik... hik... lelaki bangkotan bertubuh tam-
bun! Apakah kedua matamu sudah buta hingga tak
melihat justru kau sendiri yang jadi pembokong itu?"
sahut Naga Selatan sambil cekikikan.
"Tidak, tidak! Tidak mungkin! Kedua mataku masih
normal! Jangan berpikir gila menduga seperti itu!" seru
Raja Arak makin kacau.
"Hik.. hik... hik.... sejak dulu sudah kukatakan,
hentikan meminum arak-arak itu! Sehingga otakmu ti-
dak makin kacau dibuatnya!"
"Sembarangan bicara!" Raja Arak melotot lalu me-
nenggak araknya lagi. Seraya mendengar dengan tu-
buh limbung, lagi-lagi tangannya diangsurkan ke con-
gor keriput Naga Selatan, "Ayo, Polong! Minumlah se-
dikit saja... biar tubuhmu menjadi segar seperti diri-
ku!!" "Hik... hik... hik... nanti kita bisa minum bersama,"
sahut Naga Selatan lalu memalingkan pandangan pada
Naga Kecil yang sedang mengeryitkan kening pada Ra-
ja Arak dengan tatapan tak berkedip. "Bocah Nakal...
ke mana saja kau, hah" Sudah tiga hari aku tiba di si-
ni tetapi kau tak ada.... Apakah kau sudah melupakan


Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

janji yang kau ucapkan?"
Naga Kecil palingkan kepalanya. Sambil menunduk
dia menyahut, "Habisnya... aku kesepian di sini, Nek.
Jadinya aku keluar dari sini."
"Bagaimana dengan janjimu?"
"Kalau aku melanggar janji, maka aku harus berla-
tih selama dua hari dua malam penuh tanpa beristira-
hat!" sahut Naga Kecil dengan suara tersekat di teng-
gorokan "Hik... hik... hik... bocah pintar! Tetapi mengapa
kau masih berdiam di situ, hah?"
"Tetapi Nenek... aku berjanji pada Kucing Besar dan
Kakak Diah untuk bermain-main...."
"Kalau kau berjanji, kau harus menepatinya."
Naga Kecil mendongak. Dengan pancaran mata po-
los penuh kegembiraan milik seorang bocah dia berka-
ta, "Jadi aku boleh melakukannya, Nenek?"
"Sudah tentu kau boleh melakukannya. Tetapi kau
tunaikan dulu janjimu kepadaku. Ayo, pergi sana ke
lembah sebelah timur di mana kau setiap kali berlatih!
Ingat, selama dua hari dua malam kau harus terus
berlatih! Dan sebelum waktunya, kau tak boleh kem-
bali...." "Tetapi, Nenek...."
"Hik... hik... hik... bila kau belum selesai menunai-
kan janjimu dan kau sudah kembali, maka akan ku-
pukuli pantatmu sepuluh kali. Dan bila ketahuan kau
berhenti berlatih barang sekejap pun, akan kupukuli
pantatmu dua puluh kali. Bila kau tak mau menunai-
kan janjimu itu, akan kupukuli pantatmu seratus kali!
Hik... hik... hik... ingat! Bukankah kau sendiri yang
mengatakan janji itu, Bocah Nakal?"
Naga Kecil kelihatan ingin membantah, tetapi
urung. Pandangannya dialihkan pada Angin Racun Ba-
rat dan Manusia Serigala.
"Maafkan aku, Kakak Diah dan Kucing Besar. Aku
memang telah berjanji pada Nenek. Jadi... aku akan
membayar janjiku dulu. Tetapi setelah semuanya sele-
sai... kita bisa bermain-main seperti janjiku. Kalian
tunggu ya?"
Angin Racun Barat cuma mengangguk sambil ter-
senyum. Manusia Serigala mengangguk pelan.
Lalu bocah kecil yang di lehernya menggantung ka-
lung terbuat dari rangkaian bunga melati, seraya me-
lompat-lompat ringan dan bersenandung, berlari me-
nuju ke arah timur.
"Hik... hik... hik... bocah nakal. Bocah Nakal. Nah!
Sekarang... ceritakan siapa kalian sebenarnya?"
Angin Racun Barat melihat dulu pada Naga Kecil
yang telah hilang dari pandangan. Setelah itu, sambil
memandang bergantian kepada Naga Selatan dan Raja
Arak, gadis ini segera menceritakan siapa dirinya dan
diri Manusia Serigala.
"Hik... hik... hik... jadi kau murid Randa Barong"
Bagus, bagus sekali. Cuma sayangnya, seperti katamu
tadi, kau tidak tahu apa kesaktian yang dimiliki oleh
anting milik gurumu itu... Tetapi lumayan kau bisa
hadir di sini. Dan kau Baruna... rupanya kau putra
Dewi Segala Impian hasil hubungannya dengan manu-
sia sesat berjuluk Hantu Seribu Tangan murid Pende-
kar Bijaksana yang murtad itu...."
"Polong! Kau jangan cekikikan terus menerus"!"
terdengar seruan Raja Arak seraya menenggak arak-
nya. Sambil mengusap mulutnya dengan tangan ki-
rinya yang gempal itu dia berkata, "Waspada! Ada
orang yang membokong tadi! Ayo, katakan siapa
orangnya"!"
Angin Racun Barat menahan mulutnya agar tidak
tertawa. Manusia Serigala memperhatikan dengan ke-
ning berkerut. Sementara Naga Selatan cekikikan.
"Kau ini ada-ada saja, Lelaki Gemuk! Hentikan mi-
num arak-arakmu itu maka kau akan sadar!"
"Kurang ajar! Jadi kau menganggapku tidak sadar"
Kuhajar kau nanti, Polong! Tetapi... ayolah! Kita pergu-
nakan dulu waktu kita ini untuk bersenang-senang di
gubukmu itu! Jangan sampai terbuang percuma, Po-
long!" Dengan langkah sempoyongan Raja Arak meng-
hampiri Naga Selatan. Tangan kirinya dilingkarkan pa-
da leher kurus si nenek yang cuma cekikikan.
"Apa kau tidak malu dengan kedua orang muda ini,
Raja Arak?" katanya tanpa menurunkan tangan kiri
yang beratnya luar biasa itu dari lehernya.
"Siapa peduli dengan mereka, hah" Ayo kita berse-
nang-senang! Suruh mereka tutup mata!"
"Hik... hik... hik... dasar tak punya malu! Raja
Arak... apakah kau tak mendengar jeritan muridku?"
Pertanyaan Naga Selatan membuat Angin Racun
Barat yang mendengarnya terhenyak. Sejenak gadis
berkepang dua ini mengerutkan kening.
"Aneh! Aku tak mendengar jeritan apa-apa selain
suara mereka. Bagaimana mungkin Nenek Naga Sela-
tan mengatakan Naga Kecil menjerit" Jangan-jangan...
ya, ya... aku tahu kalau dia hanya mencoba menahan
Raja Arak belaka. Sungguh pintar si nenek ini, hingga
dia...." Kata batin Angin Racun Barat terputus, tatkala di-
lihatnya Raja Arak menurunkan tangan kirinya dari
leher Naga Selatan. Sejurus kemudian dia berkata,
"Kau benar, Polong! Muridmu menjerit sangat keras
sekali! Rupanya ada tamu tak diundang datang ke si-
ni!" Gluk... gluk... gluk...
Naga Selatan cekikikan.
"Mengapa kita tak melihatnya?"
Lalu dengan langkah yang menimbulkan suara ber-
gemerincing, si nenek bertongkat hitam yang ujungnya
terdapat ukiran kepala naga ini melangkah. Menyusul
Raja Arak yang melangkah limbung dan sesekali me-
nenggak arak dari pundinya.
Angin Racun Barat makin mengerutkan keningnya.
"Aneh! Aku sama sekali tak mendengar suara apa-
apa. Tetapi kedua orang itu.... Oh! Jangan-jangan me-
mang ada sesuatu yang menimpa Naga Kecil!"
Habis membatin begitu, murid Iblis Cadas Siluman
palingkan kepala pada Manusia Serigala, "Baruna! Kita
ikuti kedua orang tua aneh itu! Barangkali memang te-
lah terjadi sesuatu pada Naga Kecil!"
Kejap berikutnya, gadis berkepang dua itu sudah
berkelebat bersama Manusia Serigala....
SELESAI Segera menyusul!!!
LEMBAH KARANG HANTU
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Holmes
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Senopati Pamungkas 21 Pendekar Bloon 5 Memburu Manusia Setan Walet Emas Perak 6
^