Pencarian

Lembah Karang Hantu 1

Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu Bagian 1


LEMBAH KARANG HANTU Hak cipta dan copy right pada
penerbit di bawah lindungan
undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Bab l SUARA gemerincing itu semakin keras terdengar dari
kedua kaki kurus nenek berkain batik warna ungu,
menggema di segenap penjuru lembah angker yang di-
penuhi bebatuan. Senja merambah, membuat suasana
bertambah angker. Setiap kali angin berhembus, seo-
lah menabrak batu-batu karang yang besar hingga ke-
siurannya tertahan sejenak dan berlalu seperti pasu-
kan menyerbu lawan.
Dan setiap kali, si nenek yang melangkah mengelu-
arkan suara bergemerincing itu, selalu terkikik.
"Hebat! Hebat sekali ada yang berani bikin urusan
di Lembah Karang Hantu!" ucapnya diiringi kikikan-
nya. "Lelaki tambun! Apakah kau sependapat dengan
gagasanku?"
"Keparat betul! Apakah orang yang berani bikin
urusan di sini itu sudah mau mampus?" terdengar sa-
hutan keras diiringi dengan suara gluk... gluk... gluk....
Lalu menyambung dengan nada berayun lembut tetapi
agak serak, "Sayangku, Pujaanku, Kekasihku... apakah
pita suaramu hanya diisi dengan suara kikikan sia-
lanmu itu, hah"!"
Sambil melangkah, perempuan tua bongkok tanpa
gigi yang di kedua kaki kurusnya melingkar gelang ke-
rincing palingkan kepala pada lelaki bertubuh besar
luar biasa yang melangkah di sisinya dengan tubuh
sempoyongan, "Lelaki tambun seperti tong! Apakah perutmu be-
lum puas juga diisi arak-arak celaka itu?"
Lelaki tua bertubuh gemuk luar biasa yang di ping-
gangnya melilit angkin warna merah kehitaman yang
dicanteli beberapa buah pundi arak menjawab dengan
tubuh limbung, "Jangan bicara sembarangan, Sayang-
ku, Pujaanku, Kekasihku" Lama kelamaan aku bisa ji-
tak kepalamu sampai benjol!"
Di belakang kedua tokoh aneh yang tak lain Naga
Selatan dan Raja Arak itu, gadis berpakaian ringkas
biru kehitaman yang rambutnya di kepang dua itu
membatin, "Benar-benar luar biasa! Kalau semula aku
tak mendengar jeritan Naga Kecil, kali ini aku benar-
benar mendengarnya. Sungguh hebat kedua tokoh
aneh yang rada-rada itu!"
Di sebelah kanan gadis berkepang dua yang tak
lain Angin Racun Barat adanya, Baruna alias Manusia
Serigala berlari mengiringi dengan gerakan layaknya
seekor serigala.
Saat ini, Angin Racun Barat yang sedang mencoba
mengajarkan Baruna untuk bersikap layaknya seorang
manusia, tak ambil peduli. Hatinya cukup penasaran
tatkala semakin mendengar jeritan Naga Kecil di sebe-
lah timur sana. Hatinya juga dibaluri kegeraman yang
dalam mengingat jeritan Naga Kecil adalah jerit keta-
kutan dan kesakitan.
"Siapa pun orang celaka yang menyakiti Naga Kecil,
akan kubalas segala perbuatannya!!" janjinya gusar.
Di depan sana, Raja Arak dan Naga Selatan sudah
berhenti melangkah. Dua pasang mata masing-masing
orang memandang satu sosok tubuh tinggi kurus yang
mengenakan pakaian dan jubah berwarna putih. Lelaki
yang berwajah cekung dibaluti kulit tipis itu menyerin-
gai mendapati kemunculan keduanya.
Di bawahnya, sosok gadis kecil berkucir dua yang
diberi pita warna biru menjerit-jerit keras sambil me-
mukul-mukul tanah. Keadaan gadis kecil itu cukup
mengkhawatirkan sebenarnya, karena punggungnya
diinjak oleh kaki kanan orang tinggi kurus berpakaian
dan berjubah putih itu tanpa rasa kasihan sedikit pun.
Seperti dituturkan pada episode: "Anting Mustika
Ratu", saat itu Naga Kecil sedang menerima hukuman
dari Naga Selatan karena muridnya itu meninggalkan
Lembah Karang Hantu - lembah angker yang dipenuhi
batu-batu karang besar yang merupakan tempat ting-
gal Naga Selatan.
Setelah Naga Kecil berlalu, Naga Selatan menanya-
kan siapa gerangan Angin Racun Barat dan Manusia
Serigala yang datang ke sana bersama Naga Kecil. Dan
pertanyaan itu segera dijawab oleh Angin Racun Barat.
Raja Arak yang bertubuh gemuk luar biasa yang
bersikap rada-rada konyol karena pengaruh arak-arak-
nya, merangkul Naga Selatan dengan tangan kirinya.
Saat itulah, terdengar kata-kata Naga Selatan yang tak
disangka oleh Angin Racun Barat yang memperhatikan
polah kedua tokoh aneh itu. Kalau si nenek mendengar
jeritan Naga Kecil. Makanya, Angin Racun Barat segera
mengajak Baruna untuk mengikuti Naga Selatan dan
Raja Arak yang sudah melangkah menuju ke arah ti-
mur. Nenek berkain batik ungu dengan sebuah tongkat
hitam di ujungnya terdapat ukiran kepala naga, terki-
kik melihat siapa orang yang sedang menginjak pung-
gung muridnya. "Hik... hik... hik... rasa-rasanya aku mengenal siapa
kau adanya. Bukankah... kau yang berjuluk Datuk
Bayangan" Terima kasih kuucapkan padamu yang
mau mengunjungi tempat tinggalku ini. Hanya saja,
maaf aku tak bisa menyuguhimu apa-apa kecuali koto-
ran kambing bila kebetulan kambing hutan bertan-
dang ke tempatku ini. Tetapi... hik... hik... hik... seta-
huku kita tak punya urusan. Lain halnya dengan lelaki
bertubuh gajah ini! Bukankah kau pernah dikalah-
kannya "di Lembah Maut?"
Memerah wajah lelaki kurus berjubah putih yang
sedang menginjak punggung Naga Kecil yang nampak
kesakitan. Sesaat lelaki itu menatap tak berkedip den-
gan tatapan nyalang penuh dendam. Kejap lain lelaki
kurus yang tak lain Datuk Bayangan adanya, sudah
menyeringai. "Tak kusangka sambutan yang kau berikan kepada
ku ini begitu baik, Nyi Polong! Memang kita tak punya
urusan satu sama lain! Tetapi kali ini... aku hendak
membuka urusan denganmu, sekaligus menjajal ke-
saktian mu!!"
Nenek berkain kebaya warna ungu itu menggeleng
gelengkan kepalanya sambil terkikik.
"Luar biasa... aku sangat senang sekali mendengar
kata-kata yang bernada ancaman sekaligus undangan
dari orang seperti kau ini, Datuk Bayangan.... Sudah
tentu aku menyambutnya dengan senang hati. Tetapi...
apakah perlu muridku yang belum mengenal dan ba-
nyak pengalaman segala urusan rimba persilatan di-
ikut sertakan" Hik... hik... hik... tak sabar rasanya un-
tuk mengepruk kepalamu, Datuk Bayangan!"
Datuk Bayangan mengurungkan niatnya menyahuti
kata-kata Naga Selatan tatkala dilihatnya Raja Arak
maju satu langkah. Mungkin karena pengaruh arak-
arak yang selalu ditenggaknya, gerakannya seperti
orang mau jatuh. Kendati demikian, tubuh besarnya
yang sudah miring dan siap ambruk itu tertahan oleh
kaki kanannya, hingga tubuhnya yang luar biasa ge-
muk itu kini hanya berdiri dengan satu kaki saja.
Bahkan enak saja lelaki berpakaian putih yang terbu-
ka di bagian dada karena gemuknya yang tak ketulun-
gan itu menunggingkan pundi araknya.
Gluk... gluk... gluk....
"Polong! Jangan bikin urusan jadi kacau! Kalau dia
bilang hendak bikin urusan denganmu, kenapa kau
bawa-bawa namaku, hah" Dasar perempuan bongkok!"
"Hik... hik... hik... lelaki gajah! Kalau berucap otak
dipakai! Tetapi percuma juga, karena otakmu sudah
dipenuhi arak-arak celaka itu!"
Raja Arak kembali berdiri dengan kedua kakinya
kendati tetap sempoyongan.
"Tadi kau bawa-bawa diriku! Sekarang kau bawa-
bawa arak-arak kesayanganku ini! Apakah tidak lebih
baik kita tanya pada tiang gardu di hadapan kita itu,
hah"!"
Naga Selatan terkikik sambil menggeleng-geleng-
kan kepala, sementara wajah Datuk Bayangan yang di-
katakan 'tiang gardu' tadi memerah.
"Sinting! Arak-arak itu memang sudah bikin otak-
mu jadi miring!" Lalu masih terkikik nenek berkain ba-
tik warna ungu itu mengalihkan pandangan pada Da-
tuk Bayangan, "Hei, Datuk Bayangan! Aku jadi ragu...
apakah kau memang hanya sebangsa tiang gardu atau
batang kelapa yang disambar petir"!"
Makin mengkelap lelaki berwajah cekung itu. Kaki
kanannya semakin keras menginjak Naga Kecil yang
kali ini bagian perutnya sudah amblas ke dalam tanah.
Angin Racun Barat yang melihat keadaan itu sudah
tak sanggup menahan kemarahannya. Biar bagaima-
napun dia menyukai bocah kecil bercelana hitam ke-
dodoran yang telah diikatnya dengan oyot dari sebuah
pohon (Baca serial Rajawali Emas dalam episode: "Ant-
ing Mustika Ratu").
Dan yang membuat murid Iblis Cadas Siluman ini
benar-benar mengerutkan keningnya, melihat sikap
Naga Selatan dan Raja Arak yang masih seenak udel-
nya saja. Bahkan keduanya masih bisa bersikap seper-
ti bercanda padahal Naga Kecil kelihatan sudah seng-
sara sekali. Sementara itu, pemuda berbulu hitam yang sejak
tadi berada dalam keadaan merangkak menggeram.
Sepasang matanya memerah nyalang. Entah apa yang
ada dipikirkannya. Mungkin karena dilandasi oleh na-
luri serigalanya mengingat selama dua puluh tahun le-
bih dia diasuh oleh bangsa serigala, Baruna alias Ma-
nusia Serigala sudah menerkam dengan gerengan ke-
ras ke arah Datuk Bayangan.
Sesaat terlihat Datuk Bayangan melengak. Kejap
lain sambil keluarkan makian keras, kedua tangannya
bergerak. Wussss! Manusia Serigala cepat putar tubuh sebelum di-
rinya justru yang akan dijadikan sasaran serangan le-
laki kurus itu. Masih memutar tubuhnya, seperti
layaknya seekor kuda kedua kaki belakangnya menen-
dang. Plak! Tepat menghantam wajah Datuk Bayangan yang
berkat air rendaman Anting Mustika Ratu membuat-
nya kebal terhadap jenis pukulan sakti sekalipun. Ma-
kanya, tendangan Manusia Serigala tadi dirasakan se-
perti usapan belaka.
Kendati demikian, dia tak suka menerima tendan-
gan itu. Makanya lelaki kurus berwajah cekung ini se-
gera meradang. Dengan cepat dia melompat siap me-
nyambar leher lelaki berbulu hitam lebat yang baru sa-
ja hinggap kembali ke tanah.
Namun satu bayangan biru kehitaman sudah men-
deru ke arah Datuk Bayangan diiringi teriakan keras,
"Menjauh, Baruna!!"
Des! Des! Sambaran kedua tangan Datuk Bayangan terha-
dang oleh dua jotosan kuat sekaligus. Seharusnya da-
lam" keadaan seperti itu, Datuk Bayangan akan ter-
sungkur ke belakang. Namun justru sebaliknya.
Tubuh Angin Racun Barat yang terlempar ke bela-
kang diiringi pekikan tertahan. Tubuh murid Iblis Ca-
das Siluman itu ambruk di samping kanan Raja Arak
yang seketika berteriak,
"Busyet! Polong! Apakah di lembah ini ada pohon
nangka" Dasar perempuan... he he he.... Sayangku,
Pujaanku, Kekasihku... mengapa kau tak mengatakan
ada pohon nangka, hah" Bukankah buahnya enak kita
makan?" Gluk... gluk... gluk....
Angin Racun Barat berusaha bangkit dengan susah
payah. Di sudut-sudut bibirnya menggenang darah se-
gar yang segera dihapus dengan lengan kanannya.
"Gila! Merasakan angin sambarannya tadi, kupikir
dia tak mempergunakan tenaga penuh! Namun akibat-
nya justru aku yang terlempar, padahal aku sudah
mempergunakan setengah ilmu 'Cadas Jiwa'" Aneh!
Sepertinya tadi aku menghantam batu cadas yang su-
dah ada ribuan tahun di tepi pantai tanpa terkikis oleh
ombak dan angin!" batin Angin Racun Barat sambil
berdiri agak goyah.
Dengan cepat gadis berkepang dua ini mengalirkan
hawa murni dan tenaga dalamnya. Manusia Serigala
yang sudah mendekat dan bersikap cemas, mengalih-
kan pandangan pada Datuk Bayangan yang sedang
tertawa lebar. Tatkala Manusia Serigala hendak menyerang, Angin
Racun Barat berbisik, "Tahan, Baruna. Jangan gega-
bah. Sepertinya dia memiliki ilmu kebal yang luar bi-
asa...." Di seberang, Datuk Bayangan menghentikan ta-
wanya. Sepasang matanya angker memandang orang-
orang di hadapannya. Kejap lain dengan suara meran-


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dek dingin dia berucap, "Naga Selatan! Gadis kecil itu
tak lagi jadi urusanku! Sekarang aku ingin mencoba
kesaktianmu yang katanya hanya bisa ditandingi oleh
Malaikat Dewa, Manusia Agung Setengah Dewa dan
Pendekar Bijaksana! Dan kau lelaki tua bertubuh tam-
bun, giliranmu akan tiba!!"
Raja Arak maju dua tindak dengan tubuh sem-
poyongan. Kedua tangannya merentang seperti meng-
halangi langkah Naga Selatan yang cuma terkikik.
"Tidak bisa! Kau tak boleh menghadapi Polong lebih
dulu! Ayo, hadapi aku! Kalau Polong mampus, berarti
aku tak bisa berpesta lagi minum arak dengannya! Te-
tapi... kalau aku mampus...?" Mendadak saja lelaki
bertubuh gemuk luar biasa itu yang tak henti-hentinya
menenggak arak-araknya berbalik ke arah Naga Sela-
tan. Dengan sempoyongan dia berkata, "Polong! Kalau
aku mampus... maukah kau mengubur arak-arakku
ini bersama mayatku?"
Naga Selatan terkikik.
"Benar-benar otak bebal! Siapa mau susah payah
menggali tanah untuk kuburmu, hah" Nanti justru
orang bertanya kepadaku, apakah aku sedang mengga-
li sumur?"
Raja Arak mendengus seraya menenggak araknya
lagi. "Sembarangan bicara! Kalau begitu... aku habisi
dulu arak-arakku ini!!"
Lalu dengan penuh kenikmatan dan seolah tak
mengetahui kalau ada orang yang menghendaki nya-
wanya, lelaki bertubuh gemuk luar biasa itu meneng-
gak araknya sampai habis. Lalu mencanteli pundi yang
telah kosong itu ke ikat pinggangnya dan mengambil
pundi yang baru dan segera ditenggak.
Bukan main gusarnya Datuk Bayangan mendapati
kelakuan dua tokoh aneh di hadapannya.
"Sinting! Memang sukar ditebak apa yang ada da-
lam pikiran kedua orang celaka ini! Yang satu terus
menerus meminum araknya seolah dunia hendak kia-
mat besok! Yang satunya selalu terkikik tak tahu apa-
kah dia sedang marah atau tidak" Benar-benar kurang
ajar! Kemunculanku di sini disepelekan kalau begitu!
Huh! Sebaiknya kuserang saja dulu Raja Arak, biar dia
tahu akan kehebatan ilmu kebalku setelah meminum
air rendaman Anting Mustika Ratu!"
Memikir sampai di sana, lelaki berwajah cekung
dengan rambut panjang acak-acakan itu serong kanan
satu tindak. Lalu tanpa keluarkan suara apa-apa,
bahkan desiran angin saja tidak, sosoknya telah men-
celat ke Raja Arak yang masih asyik-asyikan minum
araknya. Angin Racun Barat terkesiap melihatnya. Hampir
saja gadis berkepang dua itu berteriak memperingati,
tetapi urung tatkala melihat Naga Selatan hanya terki-
kik saja seraya menghampiri Naga Kecil yang telah ja-
tuh pingsan dan langkahnya menimbulkan suara ber-
gemerincing. Wuuuutttt!! Jotosan yang mengandung kekuatan tinggi yang di-
lepaskan Datuk Bayangan gagal mengenal sasarannya.
Karena dengan gerakan limbung dan masih asyik me-
nenggak araknya, lelaki bertubuh gemuk luar biasa itu
sudah berada dua tindak dari tempatnya semula berdi-
ri. Bahkan dengan enaknya dia mengusap mulutnya
dengan tangan kirinya yang gempal sambil mendesah,
"Luar biasa... sungguh luar biasa... tak ada arak lain
yang lebih mengasyikkan dari arak-arakku ini. Po-
long... apakah kau... hei!!"
Raja Arak menghentikan ucapannya dengan mata
melotot dan tubuh yang tetap sempoyongan.
Lalu teriaknya seperti terkejut, "Polong! Ke mana
orang jelek berwajah cekung itu, hah" Mengapa dia ti-
dak berada lagi di tempatnya" Busyet! Kalau tahu dia
sudah pergi, tak akan kuhabisi arak-arakku sekarang.
Tetapi... he he he... jangan khawatir, Raja Arak
Sayang... masih banyak arak-arak di pinggangmu yang
akan masuk ke perut gentongmu!"
Gluk... gluk... gluk....
Sementara itu, Datuk Bayangan yang kini berada di
belakang Raja Arak berbalik dengan wajah memerah
mendengar kata-kata orang yang pernah mengalah-
kannya di Lembah Maut dalam pertarungan mempere-
butkan Orang Nomor Satu di rimba persilatan.
Tanpa banyak ucap, lelaki kurus berjubah putih itu
sudah menyerang lagi dengan kedua tangan yang telah
dialirkan tenaga dalam berlipat ganda. Namun....
Seperti yang terjadi pertama tadi, sosok Raja Arak
tahu-tahu sudah menyingkir hingga serangannya gag-
al. Dan dengan penuh nikmat, lelaki gemuk itu me-
nenggak lagi araknya seraya berseru pada Naga Sela-
tan yang terkikik.
"Polong! Apakah aku sedang bermimpi" Kulihat ta
di ada bayangan putih yang berkelebat di sampingku"
Apakah itu sebangsa jin, siluman, iblis, atau... bebek
putih" Ya, ya... aku yakin itu hanya seekor bebek pu-
tih!" Gluk... gluk... gluk....
Sementara Naga Selatan terkikik sambil mengang-
kat tubuh Naga Kecil yang pingsan, Angin Racun Barat
yang berada di sebelah kanan Manusia Serigala me-
mandang tak percaya pada sikap tokoh-tokoh aneh itu.
"Apakah keterlaluan bila kukatakan kalau mereka
sudah tak punya otak" Menghadapi manusia kejam
yang penuh ambisi untuk membunuh begitu mereka
masih bersikap santai. Padahal tadi, aku yakin kalau
Datuk Bayangan memiliki ilmu kebal," batinnya sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Datuk Bayangan telah menyerang kembali dengan
kemarahan tinggi. Namun kali ini, sambil menenggak
araknya, tangan kiri Raja Arak bergerak.
Wrrrrr! Menghampar gulungan angin dahsyat yang menge-
luarkan suara menggidikkan ke arah Datuk Bayangan.
Dessss...! Tubuh lelaki kurus berjubah putih itu terpental tiga
tindak ke belakang. Kendati terhantam dorongan angin
yang sangat dahsyat itu, tubuh Datuk Bayangan den-
gan sigap sudah tegak kembali di tanah.
"Untungnya aku telah meminum air rendaman Ant-
ing Mustika Ratu," batinnya dengan pandangan tak
berkedip pada Raja Arak yang masih menenggak arak-
nya. "Setelah pertarunganku yang pertama dengannya
di Lembah Maut, ternyata kesaktian manusia gemuk
ini semakin bertambah! Tetapi dengan ilmu kebal yang
kumiliki selama tiga hari ini, tak ada yang ku takuti!!"
Naga Selatan yang telah menenteng tubuh Naga Ke-
cil terkikik keras, "Hebat, hebat sekali! Orang tua ber-
perut gajah, apakah kau hanya mampu melakukan
pukulan macam begitu, hah"! Arak-arakmu nampak-
nya telah memusnahkan segala kehebatanmu!!"
Bila orang mendengar ejekan itu akan memerah
wajahnya, justru Raja Arak menghentikan meminum
araknya dan menghardik, "Polong! Jangan bicara sem-
barangan! Aku belum menyerang siapa-siapa" Kenapa
kau sudah bisa mengatakan kalau ilmuku sudah tidak
hebat lagi, hah"!"
"Hik... hik... hik... manusia satu ini benar-benar
sudah jadi dungu! Otaknya sudah digenangi oleh arak-
arak celakanya itu!" seru Naga Selatan sambil mengge-
leng-gelengkan kepalanya.
Sementara itu, Datuk Bayangan mendadak saja
menyerongkan kaki kanannya ke samping. Tubuhnya
agak merunduk. Perlahan dia menarik napas. Dan se-
perti ada satu kekuatan yang mendadak muncul dari
dasar bumi, tanah di sekitar tempatnya berdiri mun-
crat satu tombak menimbulkan suara yang cukup ke-
ras diiringi angin yang mendadak berubah kencang.
Berjarak tiga tombak dari tempatnya, batu karang
pun bergeser sejarak satu langkah manusia dewasa.
Rerumputan tercabut dan berpentalan entah ke mana.
Terdengar seruan keras Raja Arak, "Hei! Aku tahu!
Aku tahu ilmu apa itu" Bukankah itu ilmu Tenaga Inti
Bumi' yang dimiliki oleh Datuk Bayangan" Sinting!
Rupanya manusia sialan itu ada di sini! Polong! Tun-
jukkan di mana dia?"
Naga Selatan terkikik keras sementara Angin Racun
Barat sedang alirkan tenaga dalamnya pada kedua ka-
kinya. Sementara tangan kanannya mencengkeram
erat tangan Manusia Serigala dan mengalirkan seba-
gian tenaga dalamnya pada putra Dewi Segala Impian
itu. "Busyet! Kau ini selalu salah kaprah melulu" Apa-
kah kau sudah jadi pikun sehingga baru menyadari
kalau manusia sialan yang kau maksudkan sudah be-
rada sejak tadi di sini?"
Raja Arak berputar dengan tubuh limbung.
"Mana" Mana dia" Ingin kusunati lagi barangkali!!"
*** Bab 2 SELAGI Raja Arak mencari-cari orang yang dimaksud-
nya dengan gerakan limbung, Datuk Bayangan yang
telah pergunakan ilmu simpanannya 'Tenaga Inti Bu-
mi', sudah menerjang ke depan dengan teriakan ga-
rang. Seketika menggebah satu kekuatan dahsyat yang
menerbangkan tanah dan ranggasan semak belukar
saat tubuh lelaki berjubah putih yang bergerak laksa-
na bayangan itu melesat.
Tetapi bukannya Raja Arak yang berseru kaget, ju-
stru Naga Selatan yang berseru sambil diiringi kiki-
kannya pada Angin Racun Barat, "Anak gadis! Bawa
teman lelakimu yang dipenuhi bulu itu menjauh!!"
Begitu mendengar seruan Naga Selatan, Angin Ra-
cun Barat langsung menyambar tangan kanan Manu-
sia Serigala dan membawanya menjauh. Namun Naga
Selatan tetap berada di tempatnya seraya pandangi ter-
jangan dahsyat Datuk Bayangan pada Raja Arak.
Raja Arak sendiri, entah sadar atau tidak, yang pas-
ti setelah menenggak araknya langsung memuntah-
kannya ke arah Datuk Bayangan. Menyusul satu ten-
dangan yang bila melihat besarnya tubuh lelaki gemuk
pemabuk itu sungguh suatu perbuatan yang sangat
mustahil. Begitu butir-butir arak menyerbu ke arahnya, Da-
tuk Bayangan yang bergerak secepat bayangan belaka,
mengibaskan kedua tangannya.
Blaaamm!! Puluhan butir arak itu langsung pupus dan mun-
crat terhantam serangannya. Kendati demikian, lelaki
berwajah cekung ini tak mampu menahan tendangan
Raja Arak. Tanpa ampun lagi, tenaga yang dilepaskan Raja
Arak lebih dahsyat dari amukan tiga ekor gajah telak
menghantam dadanya. Akan tetapi....
Tak terdengar jeritan apa-apa dari Datuk Bayan-
gan, Bahkan tubuhnya setelah terhantam tendangan
itu tak goyah sedikit pun! Kejap berikutnya lelaki ber-
jubah putih itu sudah tertawa lantang.
"Kau tak akan mampu mengulangi segala keme-
nanganmu waktu lalu di Lembah Maut, Lelaki gajah!!"
Raja Arak tetap dengan sikapnya yang angin-angin-
an hanya menenggak araknya. Tahu-tahu dia berseru,
pada Naga Selatan, "Bagaimana, Polong" Bukankah
kau sudah menyaksikan bahwa kesaktianku masih
sehebat dulu" Ayo! Orang itu sudah mampus! Menga-
pa kita tidak segera bersenang-senang?"
Naga Selatan terkikik.
"Kedua matamu memang sudah jadi buta rupanya!
Apakah kau menyangka lelaki tinggi kurus itu hanya
seekor jerapah yang sedang berdiri mencangkung"
Hik.. hik... hik.... Lelaki tambun, aku menduga sesua-
tu... aku menduga sesuatu...."
Seketika Raja Arak memutar tubuhnya ke bela-
kang. Kedua matanya melotot seperti tak mengerti, te-
tapi sejurus kemudian dia terbahak-bahak.
"Kau salah, Polong! Di depanku ini bukan seekor je-
rapah! Tetapi sebangsa jalangkung!"
Gluk... gluk... gluk....
"Raja Arak... pantas dia berani jual lagak di sini!
Rupanya dia memiliki kekebalan. Dan aku yakin... tak
ada ilmu kebal sedahsyat seperti yang diperlihatkan bi-
la bukan karena khasiat Anting Mustika Ratu! Hik...
hik... hik... rupanya lelaki kurus itu, entah bagaimana
caranya, berhasil mendapatkan Anting Mustika Ratu.
Kalau begitu, percuma kita menunggu hasil kerja Ra-
jawali Emas...." Naga Selatan alihkan pandangan pada
Datuk Bayangan yang sedang berdiri jumawa dan ber-
tambah yakin kalau keadaan ini sangat menguntung-
kan baginya. "Hei, Orang Jelek Kurus! Benarkah yang
kukatakan kalau kau sudah mendapatkan Anting
Mustika Ratu"!"
"Perempuan peot ompong!" sambar Datuk Bayan-
gan menyeringai lebar. "Bila kau sudah menduga se-
perti itu dan tahu kehebatan Anting Mustika Ratu,
mengapa kau tak segera menjatuhkan tubuh untuk
menyembahku, hah"!"
Bukannya ngeri mendengar ancaman orang itu, pe-
rempuan tua bertongkat hitam yang di ujungnya ter-
dapat ukiran kepala naga justru terkikik geli.
"Hik... hik... hik... aku tak punya urusan dengan-


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mu. Tetapi seperti yang pertama kali kau katakan ka-
lau kau hendak membuka urusan denganku, sudah
tentu kuterima! Apalagi kini ketahuan kau memiliki
Anting Mustika Ratu" Tetapi melihat gelagat, kau tak
akan mudah mengalahkan Iblis Cadas Siluman dengan
ilmu cetek yang kau miliki" Hik... hik... hik... bodoh-
nya aku! Orang licik sepertimu sudah tentu hanya bisa
jadi seekor musang!"
Memerah wajah Datuk Bayangan dengan kedua
tangan terkepal. "Setan laknat! Memang sulit menebak
perasaan apa yang ada di hati perempuan peot itu! Da-
lam suasana apa pun dia selalu terkikik seolah tak
mempedulikan apa-apa! Jahanam betul! Akan kuperli-
hatkan padanya kehebatan yang kumiliki sekarang!"
Habis membatin demikian, dengan masih perguna-
kan ilmu simpanannya 'Tenaga Inti Bumi' yang mem-
buat tenaganya jadi berlipat-lipat ganda, lelaki berju-
bah putih ini sudah menderu ke arah Naga Selatan.
"Nama besarmu akan musnah hari ini juga, Nenek
ompong keparat!!"
Naga Selatan terkikik-kikik saja mendapati seran-
gan dahsyat yang dilancarkan Datuk Bayangan. Na-
mun sebelum serangan lelaki berjubah putih itu be-
nar-benar mengarah pada si nenek berkain batik war-
na ungu, puluhan butiran berwarna putih yang me-
nyebarkan aroma cukup harum menerjang ke arahnya.
Menyusul suara, "Polong! Aku paling tak suka ada
orang lain yang mengganggu kesenanganku" Kenapa
kau tak bisa membiarkan aku untuk melayani manu-
sia tengik ini bercanda, hah"!"
Blaammm! Blaaamm!
Serangan Datuk Bayangan putus di tengah jala ter-
sambar puluhan butir arak yang dilepaskan Raja
Arak. Kembali tanah muncrat satu tombak dan bebe-
rapa buah batu karang bergeser dari tempatnya akibat
benturan dua tenaga aneh yang dilakukan dengan cara
aneh pula dari masing-masing orang.
Lalu dengan gerakan yang lagi-lagi tak mungkin bi-
sa dilakukan oleh orang bertubuh gemuk luar biasa
seperti Raja Arak, lelaki tua pemabuk itu sudah me-
lompat dengan tangan kiri mengibas sementara tangan
kanannya asyik menunggingkan pundi araknya ke mu-
lut. Wrrrrr! Gelombang angin raksasa menderu ke arah Datuk
Bayangan yang menerima gempuran itu seraya meren-
tangkan kedua tangannya. Lagi-lagi, jangankan meng-
harap tubuhnya terlempar jauh, terhuyung saja tidak!
Kejap itu pula tangannya digerakkan.
Dessss Telak menghajar tubuh Raja Arak yang mundur sa-
tu tindak. Tetapi lelaki gemuk itu justru nyengir.
"Busyet! Bisa juga dia memukulku! Akan kubalas!
Akan kubalas!!"
Menyeranglah Raja Arak dengan gerakan yang
nampak tak beraturan. Terkadang dia melompat, me-
nendang, menjotos, mengibas bahkan menyemburkan
arak-arak dari mulutnya.
Namun karena khasiat dari Anting Mustika Ratu,
Datuk Bayangan tetap dalam keadaan segar dan siap
meneruskan pertarungan. Bahkan gempurannya se-
makin membabi buta.
Kendati Raja Arak kelihatan tak mengalami banyak
gangguan akibat serangan lawan, namun lama kela-
maan terlihat dari hidungnya mengalir darah segar.
Tubuhnya yang selalu limbung bertambah limbung.
Sementara di tempat itu, beberapa batu karang pe-
cah akibat serangan masing-masing orang yang melen-
ceng dari sasaran. Dan tempat itu sudah porak poran-
da. Sejak tadi Angin Racun Barat memperhatikan tak
berkedip. Perasaan takjub sekaligus kecut membanjiri
hati murid Iblis Cadas Siluman itu. Baru kali ini si ga-
dis menyaksikan pertarungan kelas tinggi yang begitu
dahsyat. Kendati demikian, dia mempunyai pikiran lain,
"Hanya dalam dua gebrakan saja, sebenarnya Raja
Arak mampu mengalahkan lelaki berwajah cekung itu
yang kuyakini dapat kutandingi pula. Hanya karena
dia telah meminum khasiat Anting Mustika Ratu, ma-
kanya dia jadi kebal luar biasa. Ah... mengapa Guru
tak mengetahui kehebatan anting itu" Bila saja dia ta-
hu... oh! Bagaimana keadaan Guru sekarang" Apakah
dia telah... ah, tidak, tidak. Aku tak boleh berpikir se-
perti itu."
Mendapati Raja Arak yang seperti jadi bulan-
bulanan serangan Datuk Bayangan, Naga Selatan ma-
kin terkikik. "Perut tambun! Apakah ini bukti kehebatanmu,
hah"!"
"Jangan sembarangan omong, Polong! Kau belum
melihat kehebatanku lainnya?"
"Hik... hik... hik... paling-paling yang hendak kau
banggakan hanya kemampuan perutmu yang bisa
mengosongkan isi seratus pundi arak!"
"Busyet! Kau menghinaku, ya" Menghinaku"! Awas,
kubalas kau nanti, Polong! Tetapi... mengapa kita tak
segera memadu kasih saja?"
Lalu seperti melupakan serangan dahsyat Datuk
Bayangan, lelaki bertubuh gemuk itu meninggalkan
arena pertarungan dan melangkah limbung ke arah
Naga Selatan. Tangan kanannya yang memegang pundi araknya
diangsurkan ke mulut Naga Selatan.
"Ayo, Polong! Kita minum bersama-sama!"
Sementara itu, Datuk Bayangan makin mengkelap
mendapati sikap konyol Raja Arak. Dengan beringas
dia menerjang dahsyat ke arah Raja Arak.
Naga Selatan yang justru segera menggerakkan
tongkat hitamnya yang di ujungnya terdapat ukiran
kepala naga. Wusss! Dari mulut ukiran kepala naga yang menganga itu,
melesat sinar warna hitam pekat. Tepat masuk di an-
tara tubuh Datuk Bayangan dan Raja Arak.
Seketika Datuk Bayangan melompat dua tindak
dan alihkan pandangan dingin pada Naga Selatan. Se-
mentara itu, Raja Arak melotot sambil hentakkan kaki
kanannya ke tanah yang langsung amblas hingga lu-
tut. Sambil menarik kembali kakinya, dia membentak,
"Polong! Sejak tadi kukatakan, jangan coba-coba ambil
lawanku! Kau ini rupanya sudah tak punya otak! Huh!
Mungkin dikarenakan kau terlalu banyak minum
arak!" Gluk... gluk... gluk....
Naga Selatan hanya terkikik saja.
Saat itu pula terdengar bentakan dingin penuh amarah
dari Datuk Bayangan, "Rupanya kau sudah tidak sa-
bar untuk turut ambil bagian, Nenek bongkok! Bagus!
Ini sebuah keberuntungan bagiku! Hari ini, aku si Da-
tuk Bayangan, akan memusnahkan dua nama yang
cukup disegani oleh orang-orang rimba persilatan!"
Dan mendadak saja Datuk Bayangan alihkan pan-
dangan pada Angin Racun Barat yang berdiri sekitar
delapan tombak dari tempatnya. Tangan kurusnya
menuding, "Kau akan menjadi pemuas birahiku sete-
lah gagal mempermalukan Dewi Bulan, Anak gadis!
Masih sempat kulihat kau mengeluarkan ilmu 'Cadas
Jiwa' milik Iblis Cadas Siluman kendati tak begitu he-
bat! Dan aku yakin, kau adalah murid perempuan ce-
laka yang telah kubuat tak berdaya itu!" Lalu ia terta-
wa keras. Menggigil tubuh Angin Racun Barat mendengar ka-
ta-kata kotor itu. Dan yang membuat gadis berkepang
dua ini menjadi khawatir, keadaan gurunya yang dika-
takan tak berdaya. Mengingat keadaan itu si gadis
mendadak menjadi geram.
Namun untuk saat ini, Angin Racun Barat tak be-
rani berlaku gegabah mengingat lawan bukan orang
sembarangan setelah meminum air rendaman Anting
Mustika Ratu. Kendati demikian kedua matanya me-
mandang tajam pada Datuk Bayangan.
Terdengar bentakan Raja Arak seraya mendekati
Naga Selatan dengan tubuh limbungnya, "Polong! Be-
rapa kali harus kukatakan hah, kalau aku tak suka
kau ganggu!"
Naga Selatan yang masih membopong tubuh Naga
Kecil terkikik. Sepintas lalu nenek berkain batik warna
ungu seperti tak mempedulikan keadaan muridnya ka-
rena sejak tadi terus menerus dibopong. Namun tanpa
setahu siapa pun, Naga Selatan diam-diam telah alir-
kan tenaga dalamnya melalui sentuhan badan. Bahkan
dilakukan tetap dengan terkikik!
Raja Arak... kau sudah ambil bagian cukup banyak.
Mengapa kau masih serakah juga, hah"!"
Raja Arak mendengus seraya menenggak lagi arak-
nya. Naga Selatan alihkan pandangan pada Datuk
Bayangan. "Datuk Bayangan... tanganku jadi gatal untuk men-
coba khasiat Anting Mustika Ratu itu! Hik... hik...
hik... itu pun kalau kau memperbolehkannya!"
Datuk Bayangan pentangkan kedua matanya, ang-
ker. "Bagus! Majulah, Perempuan tua!"
"Kalau begitu... berikan Anting Mustika Ratu itu!"
"Jangan bicara sembarangan!"
"Hik... hik... hik... ternyata kau memiliki otak yang
lebih bodoh dari Raja Arak! Tadi kukatakan, aku ingin
mencoba khasiat Anting Mustika Ratu! Dan kau sudah
menyetujui! Ayo, lemparkan Anting Mustika Ratu itu!"
Mengkelap wajah Datuk Bayangan tatkala menya-
dari kalau dia tengah dipermainkan orang. Kejap itu
pula, sosoknya sudah melesat cepat laksana bayangan
dengan kerahkan ilmu Tenaga Inti Bumi' ke arah Naga
Selatan yang masih terkikik.
*** Bab 3 KITA tinggalkan dulu kejadian maut di Lembah Karang
Hantu. Pada saat yang bersamaan, terdengar suara
dahsyat yang cukup mengejutkan sekaligus membuat
hati gentar sedang membedah angkasa. Menyusul ge-
muruh angin yang lintang pukang, bagai hendak re-
mukkan persada alam.
"Kraaaaggghhh!!"
Bila hanya sekilas memandang ke angkasa, nam-
paknya akan sukar mempercayai makhluk apa yang
keluarkan suara demikian keras dan membuat angin
demikian bergemuruh. Tetapi kendati memang sudah
pernah melihat makhluk itu, tetap saja yang terpam-
pang rasa heran dan takjub.
Suara keras yang berasal dari teriakan Bwana terus
terdengar berkali-kali, mengejutkan beberapa burung
kecil yang segera terbang menjauh. Kedua sayap bu-
rung rajawali raksasa berwarna keemasan itu terus
menimbulkan angin yang sangat dahsyat. Lebih men-
gerikan dari rangkaian angin topan.
Pemuda berpakaian keemasan yang duduk di leher
burung rajawali yang besarnya empat kali gajah dewa-
sa itu berkata, "Bwana... urusan yang akan kuhadapi
ini sebenarnya masih samar. Aku tak tahu apakah
orang yang telah menyambar Anting Mustika Ratu dan
menurut Dewi Bulan adalah Datuk Bayangan, memang benar-
benar menuju ke Lembah Karang Hantu. Kendati de-
mikian, hari ini adalah waktu yang diberikan oleh Naga
Selatan dan Raja Arak padaku untuk menjumpai me-
reka di Lembah Karang Hantu. Mudah-mudahan apa
yang kulakukan ini tak membuang waktu sia-sia."
Bwana berkoak keras dua kali. Pemuda yang berbicara
tadi yang tak lain Tirta alias Rajawali Emas adanya
mengelus leher burung raksasa kesayangannya itu.
"Kau memang sahabat yang baik, Bwana. Ya... ya,
memang tak ada salahnya kita mengecek ke sana. Dan
menurut firasatku, bukan hanya kita, Dewi Bulan dan
Mata Malaikat yang menuju ke Lembah Karang Hantu.
Tetapi ada beberapa orang lagi yang menuju ke tempat
itu." Kembali burung rajawali raksasa itu mengkirik.
Percakapan antara Rajawali Emas dengan Bwana bu-
kanlah percakapan yang sulit. Satu sama lain seper-
tinya mengerti apa yang dimaksudkan lawan bicara
kendati cara yang dilakukan sangat berlainan. Ini dis-
ebabkan selama lima tahun keduanya berkumpul di
puncak Gunung Rajawali.
"Ya, ya... kalau memang seperti itu, kuharap tak
terjadi sesuatu yang mengerikan di sana. Bwana...
apakah selama ini kau berjumpa dengan Guru?"
Sambil terus terbang dengan kecepatan tinggi,
Bwana menggerakkan kepalanya, seperti menggeleng.
"Hmm... di mana Guru berada sekarang" Apakah
dia masih mengejar orang berkepala plontos yang ber-
juluk Beruang Mambang" Atau dia sedang menyem-
bunyikan diri di satu tempat karena rahasia hatinya
telah diketahui oleh Kakek Manusia Pemarah" Dan
yang membuatku heran, kendati keduanya saling cinta
satu sama lain, namun sikap Guru tetap saja tak mau
berubah. Aku yakin, Guru memendam cinta yang da-
lam pada Kakek Manusia Pemarah. Apakah benar ala-


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

san Guru menolak cinta Kakek Manusia Pemarah, dis-
ebabkan karena lelaki berkuncir ekor kuda yang suka
marah-marah itu, pernah ditawarkan tidur bersama
oleh Nenek Cabul" Tetapi bukankah Kakek Manusia
Pemarah tak pernah meladeni keinginan perempuan
cabul itu" Ah... urusan cinta memang terkadang bikin
pusing kepala, Bwana. Aku merasa beruntung selama
ini belum terlibat urusan cinta."
Bwana mengkirik lagi seolah menertawakan.
"Brengsek kau, ya"!" seru Tirta yang mendadak
menjadi gemas. "Kau bilang aku tidak laku" Wah, wah!
Kalau aku mau... aku bisa dapat segudang. Tetapi...
bukan gadis-gadis cantik, melainkan nenek-nenek
peot!!" Bwana kembali lepaskan suara cukup keras. Kepa-
kan kedua sayapnya terus menimbulkan gemuruh an-
gin yang kencang. Kecepatan terbang Bwana sungguh
menakjubkan. Tak seorang pun di muka bumi ini,
kendati dia memiliki ilmu peringan tubuh yang maha
sempurna dapat menyamai kecepatan Bwana. Saking
cepatnya laju terbang Bwana, angin yang menerpa se-
kujur tubuh Tirta sebenarnya cukup menyakitkan.
Namun pemuda berajah burung rajawali di lengan ka-
nan dan kirinya ini telah alirkan tenaga dalam hingga
pengaruh angin itu bukan sebuah hambatan. Hanya
rambut panjangnya saja yang semakin jadi acak-
acakan. "Rasanya sudah cukup lama kita tak
bercengkerama seperti ini lagi, ya?" katanya kemudian.
Bwana mengangguk-anggukkan kepala dan meng-
kirik. "Oh! Jangan salahkan aku! Urusan yang kuhadapi
demikian banyak! Aku sama sekali tak pernah melu-
pakan dirimu, Bwana. Dan kau tak layak harus kulu-
pakan!" Bwana mengkirik lagi.
"Iya, ya... aku tahu. Tetapi bukan maksudku me-
manggilmu hanya sekadar untuk meminta bantuanmu
Bwana. Ah, kau ini terlalu perasa rupanya," sahut Tir-
ta sambil mengusap bulu di leher Bwana. Lalu memba-
tin, "Mungkin... yang dikatakan Bwana tadi memang
benar. Tetapi aku tak akan mungkin melupakannya.
Ah, seharusnya aku memang mencoba membagi waktu
untuk selalu bersamanya."Kasihan Bwana bila tak ada
yang memperhatikan...."
Sejenak keduanya terdiam. Namun angin yang ber-
gulung-gulung akibat kepakan kedua sayap Bwana
semakin keras terdengar.
Rajawali Emas menarik napas panjang. Dan mem-
batin lagi, "Urusan Anting Mustika Ratu ternyata jadi
urusan berkepanjangan. Beberapa urusan memang te-
lah kuselesaikan, kendati sampai saat ini aku masih
penasaran ingin mengetahui apa isi gulungan daun
lontar yang diberikan Mata Malaikat kepadaku" Benda
itu sudah berada di tangan pemiliknya Dewi Segala
Impian. Urusan benar-benar tak berkesudahan. Apa-
kah kehidupan akan berjalan terus menerus seperti
ini?" Pemuda yang di punggungnya terdapat sebilah pe-
dang berwarangka keemasan dan dipenuhi untaian
benang emas, kembali menarik napas perlahan.
"Bila saja kehidupan berjalan sebagaimana mesti-
nya, orang-orang mampu berjalan lurus dan mening-
galkan kesesatan, kemungkinan besar segala silang
sengketa akan musnah. Tetapi... mungkin ini adalah
hukum alam. Hanya saja... kemungkinan besar semu-
anya adalah ulah manusianya sendiri."
Kejap lain Rajawali Emas terdiam. Sepasang mata
tajamnya menatap tataan alam di bawahnya. Hutan
meranggas lebat. Sawah dan sungai meliuk layaknya
ular yang berlarian. Gunung-gunung seolah hanya be-
rupa undakan belaka yang puncaknya langsung dapat
digapai. Seperti dituturkan pada episode sebelumnya : "Ant-
ing Mustika Ratu", Tirta yang saat itu berada bersama
Iblis Cadas Siluman di Ngarai Jala Kematian guna
membebaskan Dewi Berlian dari tangan Pangeran Me-
rah, berhasil menjalankan maksud. Bahkan Nenek
Cabul yang kebetulan berada di sana pun melarikan
diri bersama Pangeran Merah. Dan saat itulah sesuatu
yang tak terduga terjadi. Satu bayangan yang berkele-
bat laksana setan telah merenggut Anting Mustika Ra-
tu di telinga satu-satunya milik Iblis Cadas Siluman.
Selesai mengobati Iblis Cadas Siluman, Rajawali Emas
pun menyusul bayangan tadi. Dan tak disangkanya
kalau orang yang sedang dicarinya tengah bersiap
mempermalukan Dewi
Bulan. Dengan cepat Rajawali Emas menyelamatkan pe-
rempuan setengah baya bertudung kerucut itu dari pe-
taka yang paling mengerikan dari seorang wanita. Dari
Dewi Bulanlah dia tahu kalau orang yang telah mere-
but paksa Anting Mustika Ratu berjuluk Datuk Bayan-
gan. Saat itu muncullah Mata Malaikat. Setelah terjadi
percakapan ringan, mereka pun memutuskan menuju
ke Lembah Karang Hantu. Namun di tengah jalan, Ra-
jawali Emas yang berpikir merasa lebih baik bila me-
misahkan diri untuk bergabung dengan Bwana, meng-
hentikan langkah hingga Dewi Bulan dan Mata Malai-
kat mau tak mau berhenti pula. Saat itulah satu piki-
ran konyol yang sebelumnya tak pernah singgah di be-
naknya muncul. Dia bertekad menjodohkan Mata Ma-
laikat dan Dewi Bulan!
Rajawali Emas tersenyum sendiri mengenang se-
muanya. "Mudah-mudahan saja hati mereka tergerak dan
tak marah dengan gagasan konyolku itu. Mata Malai-
kat telah dikhianati oleh Dewi Segala Impian yang ju-
stru berhubungan dengan kakak seperguruan Mata
Malaikat sendiri, Hantu Seribu Tangan yang kini telah
mampus. Sementara menurut pengakuan Dewi Bulan,
dia pernah dikhianati oleh seorang lelaki yang sampai
kini tak tahu berada di mana. Nah! Klop sudah! Ting-
gal menunggu apakah mereka memang benar-benar
bisa tergerak hatinya atau tidak. Atau... jangan-jangan
keduanya sudah mencari tempat yang sepi untuk me-
madu kasih?" Rajawali Emas tersenyum sendiri. Na-
mun kejap lain dia sudah mendengus,
"Pikiran konyol! Apa iya dua tokoh silat golongan
lurus itu masih sempat-sempatnya berpikir untuk me
madu kasih di saat genting seperti ini" Tetapi... men-
gapa tidak" Bukankah pada pertemuanku dengan Raja
Arak dan Naga Selatan, Raja Arak selalu berbicara un-
tuk mencari tempat sepi dan memadu kasih pada Naga
Selatan" Wah, wah... kalau memang pikiran konyolku
ini benar... bisa ramai dunia persilatan! Dan kuharap
pula suatu saat Guru dan Kakek Manusia Pemarah bi-
sa bersanding berdua."
Selagi pemuda dari Gunung Rajawali ini tersenyum
sendiri memikirkan gagasan konyolnya, tiba-tiba ter-
dengar suara Bwana pelan. Tirta yang segera tahu apa
yang hendak disampaikan Bwana mengalihkan pan-
dangan ke bawah.
Di sebuah pedataran rumput yang luas, dilihatnya
tiga sosok tubuh sedang berkelebat ke arah yang ditu-
junya. "Hmm... benar dugaanku, Bwana. Bukan hanya ki-
ta saja yang sedang menuju ke Lembah Karang Hantu.
Ketiga orang itu sepertinya juga menuju ke sana. Hei...
apa, Bwana" Maksudmu... sebelumnya kau melihat
dua orang berlari dengan jarak yang cukup jauh" Wah!
Mungkin aku sudah sinting hingga banyak melamun!
Kalau begitu, ada lima orang yang menilik arah mereka
sama dengan arah yang kita tuju, tengah mengarah ke
Lembah Karang Hantu. Bwana... aku tak tahu tepat-
nya di mana Lembah Karang Hantu. Tetapi aku berha-
rap kita bisa lebih dulu tiba di sana daripada orang-
orang itu Bwana menggangguk-anggukkan kepalanya. Ter-
bangnya pun semakin cepat.
*** Bab 4 PADA saat yang bersamaan pula, di jalan setapak yang
dipenuhi rerumputan, satu sosok tubuh tinggi kurus
tanpa baju dan berkulit hitam legam berkelebat laksa-
na angin. Melihat tubuhnya telah basah kuyup oleh
keringat dan napasnya yang sudah terengah-engah, je-
las kalau orang berkulit hitam legam berambut pan-
jang ini mempunyai maksud yang penting. Menilik dari
kedua matanya yang selalu terbuka lebih lebar setiap
kali dia lewati jalan dan tak jarang memandang jauh
ke depan, jelas pula kalau dia sedang mencari sesuatu.
"Keparat! Ke mana perginya Dewi Segala Impian!
Sudah dua hari aku berusaha menemukannya!" me-
maki lelaki berkulit hitam yang di bawah kedua lengan
bagian atasnya masing-masing terdapat tiga buah ge-
lang perunggu. Lalu seraya terus berkelebat, lelaki ini
terus memaki, "Dasar perempuan celaka yang pernah
mengkhianati Mata Malaikat! Aku tak akan mele-
paskan diri untuk menggeluti tubuhnya yang dengan
sukarela menyerahkannya pada Hantu Seribu Tangan
sampai melahirkan seorang anak yang kini dikenal
dengan julukan Manusia Serigala! Jahanam! Kendati
aku yakin perempuan yang memiliki sejuta pesona itu
sedang mencari Manusia Serigala seperti yang diren-
canakannya, namun aku tak tahu pula di mana Ma-
nusia Serigala berada! Keparat!!"
Dan mendadak saja sepasang mata lelaki tanpa ba-
ju yang tak lain Resi Hitam adanya ini mendelik besar
menatap kejauhan.
"Gila! Apakah pandanganku tak salah" Kulihat ada
satu sosok tubuh berkelebat di depan sana" Menilik
pakaiannya jelas dia bukan orang yang kucari! Tetapi
kuharap orang itu bisa memberikan keterangan yang
kuinginkan!!"
Tak pedulikan kelelahan yang cukup mendera, Resi
Hitam yang mempunyai niat busuk pada Dewi Segala
Impian melipatgandakan ilmu peringan tubuhnya.
Tetapi rupanya dia tak perlu terlalu lama mengejar,
karena orang yang dilihatnya itu ternyata juga men-
dengar kelebatan tubuhnya. Terlihat sekarang orang
yang dimaksud Resi Hitam menghentikan langkah.
Kedua matanya menyipit seolah menegaskan siapa
yang datang. Resi Hitam sendiri segera hentikan la-
rinya dan berdiri dengan kedua kaki dipentangkan ber-
jarak tiga tombak dari orang yang ternyata seorang ne-
nek berpakaian panjang warna jingga. Dan hanya me-
miliki telinga sebelah kiri saja!
"Sepertinya aku pernah tahu siapa orang yang ber-
ciri seperti ini! Berhidung bulat dengan bibir tebal!" ba-
tin Resi Hitam dalam hati.
Sementara si nenek segera berucap, "Lelaki berkulit
seperti pantat dandang! Ada apa kau kelihatan ter-
gesa, hah"!"
Panas wajah Resi Hitam mendengar ucapan si ne-
nek yang cukup menyakitkan. Sambil tindih geramnya
dia berujar, "Sekian lama berlari tak kujumpai seorang
manusia sebagai tempat bertanya. Bila kau bisa jawab
pertanyaanku, berarti kau sedang beruntung!"
Si nenek berambut panjang acak-acakan dan men-
genakan pakaian panjang warna jingga itu mendelik.
"Apa maksud kata-katamu itu, hah"!"
"Hmmm... aku yakin, dia adalah Iblis Cadas Silu-
man!" batin Resi Hitam dengan tatapan tak berkedip.
"Tetapi menurut kabar, Anting Mustika Ratu yang di-
miliki perempuan tua ini berada di tengah dari tiga
anting yang dimilikinya! Hanya sekarang, mengapa
hanya ada dua buah anting" Apakah dia telah menca-
but dan menyembunyikannya" Tetapi di telinganya itu
seperti ada bekas darah mengering. Kalaupun dia yang
mencabutnya tak mungkin berdarah seperti itu. Peduli
setan! Aku harus mengorek keterangan dulu mengenai
Dewi Segala Impian, setelah itu baru mencari tahu ten-
tang Anting Mustika Ratu!"
Seraya maju satu langkah, lelaki yang seluruh tu-
buhnya berkulit hitam legam ini berkata sambil perli-
hatkan serangkaian, "Nyawamu jadi taruhan bila kau
tak bisa jawab pertanyaanku! Dan itu berarti...."
"Manusia pantat dandang! Bicaramu keren amat"!"
putus Iblis Cadas Siluman dengan tatapan tajam. Da-
da tipisnya naik turun tanda dia sudah mulai dilanda
kemarahan. "Apakah kau sudah bosan hidup, hah"!
Tetapi manusia sepertimu memang tak pantas untuk
hidup lebih lama!"
Wajah Resi Hitam kelihatan makin mengelam. "Nyi
Randa Barong! Tunjukkan kepadaku ke mana perginya
Dewi Segala Impian"!"
"Setan hitam keparat! Apa-apaan dia tanya soal pe-
rempuan pengkhianat itu segala macam?" kata Nyi
Randa Barong alias Iblis Cadas Siluman dalam hati.
"Urusan Datuk Bayangan yang menyambar Anting
Mustika Ratu yang diberikan Raja Dewa kepadaku, be-
lum tuntas saat ini. Manusia sesat celaka itu harus
mampus! Hhh! Ini semula berasal dari Nenek Cabul!
Aku mulai bisa meraba sekarang dari mana perem-
puan cabul itu tahu tentang semua ini. Mungkin... dia
sudah bertemu dengan Guru, yang dulu menghalangi-
ku untuk berkasih-kasihan dengan murid Raja Dewa
bahkan membunuhnya. Kalau memang dugaan ini be-


Rajawali Emas 17 Lembah Karang Hantu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nar, berarti Guru, si Ratu Iblis masih hidup. Dan meli-
hat sikap manusia celaka ini aku justru menangkap
kalau dia juga menghendaki Anting Mustika Ratu yang
disambar oleh Datuk Bayangan!"
Mendapati pertanyaannya tak mendapat jawaban,
Resi Hitam mengepalkan kedua tinjunya seraya maju
satu langkah. "Aku tak suka mengulangi pertanyaan yang sama!
Jawab!!" Iblis Cadas Siluman mendongak. Sepasang ma-
tanya makin menyipit, "Aku ingin tahu apa yang akan
kau lakukan bila aku tak menjawab pertanyaanmu!!"
"Keparat! Rupanya dia benar-benar bosan hidup!
Baiklah, urusan itu bisa kutunda sekarang. Tetapi bila
dia tak mau memberitahukan di mana Anting Mustika
Ratu yang dimilikinya, kucabut nyawanya sekarang
juga!" Habis memaki dalam hati seperti itu, lelaki tua ber-
kulit hitam legam berkata dingin, "Selentingan kabar
tertangkap di kedua telingaku tentang Anting Mustika
Ratu. Dan kabar itu mengatakan kalau kau sebagai
pemiliknya tak pernah tahu apa kesaktian anting itu.
Tetapi mendapati Anting Mustika Ratu sudah tidak di
tempatnya, apakah kau masih mau mungkir bila ku-
katakan kau sebenarnya tahu tentang khasiat Anting
Mustika Ratu dan kau telah menyembunyikannya?"
"Sampai juga kebenaran dugaanku kalau lelaki hi-
tam keparat ini menanyakan tentang Anting Mustika
Ratu. Huh! Kendati anting itu sudah direbut oleh Da-
tuk Bayangan, tak peduli aku mengatakannya! Kedua
tanganku sudah gatal melihat sikap keparatnya!" batin
si Nenek bertelinga sebelah ini. Lalu katanya keras,
"Kalau kau sudah menduga seperti itu, mengapa kau
masih berdiam, hah"! Apakah kau sudah lupa dengan
ancamanmu tadi?"
Mengkelap sudah Resi Hitam. Tak mau buang wak-
tu lagi, lelaki berkulit hitam legam ini sudah menerjang
dahsyat dengan kedua tangan dikembangkan.
Seketika melesat kabut hitam yang menebarkan
hawa panas dan timbulkan suara letupan berkali-kali.
Inilah pukulan 'Kabut Daratan' yang membuat Resi Hi-
tam berani malang melintang di rimba persilatan.
Terkesiap perempuan bertelinga sebelah itu men-
dapati serangan lawannya. Pada penjajakan pertama,
Iblis Cadas Siluman mencoba menghindari serangan
kabut pekat milik lelaki berkulit hitam legam itu.
Blaaarrr!! Tiga buah pohon besar yang berada di belakang si
nenek seketika hangus terhajar pukulan Resi Hitam.
Iblis Cadas Siluman yang membuang tubuh ke ka-
nan tadi menggeleng-gelengkan kepalanya takjub.
"Sungguh sebuah ilmu yang sangat dahsyat," desis-
nya. Sementara mendapati wajah lawannya berubah,
Resi Hitam tertawa berderai sambil melipat kedua tan-
gannya di dada.
"Apakah kau yakin mampu menghadapiku, Randa
Barong?" "Pertunjukan yang kau perlihatkan sungguh me-
nakjubkan! Sayangnya, tak layak kau perlihatkan di
hadapanku!!"
Tawa Resi Hitam terputus mendengar ejekan orang
itu. Diiringi teriakan mengguntur, lelaki berkulit hitam
legam itu kembali menggebrak dengan pukulan 'Kabut
Daratan'. Kabut hitam legam tampak melesat menebar hawa
panas dan mengeluarkan letupan-letupan luar biasa
dahsyat. Lagi-lagi si nenek berpakaian panjang warna
jingga ini terkesiap. Tapi kejap lain kedua tangannya
sudah bergerak melepaskan ilmu 'Cadas Jiwa'.
Wusssss! Dari kedua tangan si nenek, keluar angin seperti
berbentuk segi empat yang dahsyat. Rupanya si nenek
sudah keluarkan ilmu 'Cadas Jiwa' tingkat pertama.
Bummmm! Seketika terjadi ledakan yang keras tatkala dua pu-
kulan sakti itu bertemu. Tempat itu laksana didera
gempa dahsyat. Di udara sekejap terlihat kabut hitam
tebal yang keluarkan letupan pecah membuyar. Ber-
samaan dengan itu tanah muncrat membungkus uda-
ra hingga suasana yang semula temaram menjadi agak
pekat. Semak belukar yang ada di tempat itu tercabut
dan berpentalan entah ke mana.
Tatkala seluruhnya sirna, terlihat Iblis Cadas Silu-
man tegak dengan kedua lutut agak goyah. Terlihat se-
kali kalau si nenek bertelinga sebelah ini berusaha
agar tidak sampai jatuh. Namun kelihatan pula kalau
dia tak mampu melakukannya, hingga akhirnya jatuh
terduduk dengan lutut menekuk. Tubuhnya bergetar
cukup hebat. Dari mulut dan hidungnya terlihat darah
mengalir. Wajahnya sedemikian pucat dengan sepa-
sang mata setengah terpejam menahan sakit.
Lima tombak dari hadapan si nenek, Resi Hitam
tampak terhuyung-huyung sebentar sebelum akhirnya
jatuh terduduk juga. Seperti yang dialami oleh Iblis
Cadas Siluman, lelaki tua berkulit hitam legam ini juga
mengalami luka dalam. Hanya bedanya, kedua tan-
gannya terasa seperti patah!
"Gila! Tak kusangka kalau perempuan celaka itu
memiliki ilmu yang sedemikian dahsyat. Huh! Bila ku-
teruskan pertarungan ini bisa-bisa aku kehilangan je-
jak Dewi Segala Impian maupun Manusia Serigala. Te-
tapi bila tak kuteruskan pertarungan ini, sudah tentu
aku menyia-nyiakan Anting Mustika Ratu yang kuya-
kini disembunyikan perempuan bertelinga sebelah ini,"
geram Resi Hitam dengan wajah meringis menahan sa-
kit. Di seberang, Iblis Cadas Siluman membuka kedua
matanya. Bola mata kelabunya berputar agak cepat.
Tubuhnya masih bergetar kendati dia telah alirkan te-
naga dalam. "Keparat! Manusia ini datang hanya membikin uru-
san bertambah saja! Seharusnya tadi kujawab asal sa-
ja apa yang ditanyakannya. Tetapi kendati demikian,
manusia ini pun berniat untuk memiliki Anting Musti-
ka Ratu. Ah... entah di mana Datuk Bayangan seka-
rang! Berabe kalau dia telah pergunakan Anting Mus-
tika Ratu untuk kepentingan busuknya!"
Setelah beberapa lama terdiam dengan kedua mata
saling pandang penuh bara dendam, perlahan-lahan
masing-masing orang berdiri seraya mengerahkan te-
naga dalam. Dan terlihat kalau keduanya masih agak
goyah. "Randa Barong! Aku tak mau perpanjang urusan!
Lebih baik serahkan Anting Mustika Ratu dan urusan
jadi selesai!!"
Menggembor suara Iblis Cadas Siluman, "Aku pun
setuju dengan usulmu itu! Dan kuanggap urusan ini
selesai bila kau serahkan nyawamu di kedua kakiku!!"
"Perempuan setan! Kubeset mulutmu!!"
Dari tempatnya, Resi Hitam segera menggerakkan
kedua tangannya kembali. Lagi-lagi kabut hitam pekat
yang mengeluarkan suara letupan berkali-kali mene-
bar. Hawa panas segera melingkupi tempat itu.
Iblis Cadas Siluman pun tak mau bertindak' ayal.
Kembali dilepaskan ilmu 'Cadas Jiwa'-nya.
Lagi-lagi terjadi benturan dahsyat bersamaan ma-
kin porak porandanya tempat itu. Masing-masing
orang terhuyung tiga langkah ke belakang dan berusa-
ha mempertahankan keseimbangan agar tidak terja-
tuh. Namun yang mengejutkan Resi Hitam, tatkala telin-
ganya mendengar suara seperti membeset udara. Sege-
ra dia mendongak. Kejap lain, sambil memekik terta-
han lelaki berkulit hitam legam ini telah membuang
tubuh dengan cara bergulingan dan berdiri kembali
dengan tubuh semakin goyah.
Sementara itu suara besetan yang ternyata berasal
dari dua larik sinar hitam dari kedua anting di telinga
satu-satunya milik Nyi Randa Barong, menghantam
sebuah pohon hingga bolong dua buah di bagian ten-
gahnya! Rupanya dalam keadaan cukup payah itu, Iblis Ca-
das Siluman masih sempat melancarkan serangan me-
lalui antingnya yang kini tinggal dua buah.
Resi Hitam yang bertambah gusar dan diam-diam
merasa sukar untuk mengalahkan Iblis Cadas Siluman
berpikir, "Keparat! Bisa-bisa nyawaku yang putus bila
meneruskan pertarungan ini! Jahanam betul! Aku tak
mau kehilangan kesempatan untuk meniduri Dewi Se-
gala Impian! Sejak dia menjalin kasih dengan Mata Ma-
laikat, setiap kali pula aku selalu membayangkannya.
Bahkan bila kutiduri perempuan-perempuan di tempat
pelacuran atau yang kupaksa, selalu saja kubayangi
perempuan jelita penuh pesona itu. Aku tak mau gag-
al! Aku bertekad dalam hidupku untuk menidurinya!
Peduli setan dengan Anting Mustika Ratu sekarang ke-
timbang nyawaku putus!"
Berpikir demikian, Resi Hitam dengan susah payah
keluarkan suara, "Untuk saat ini kuanggap urusan ki-
ta impas dan kita seri satu sama lain! Tetapi bila ada
kesempatan, jangan harap kau bisa lepas dari tangan-
ku!" "Mengapa berlaku seperti tikus semacam itu, hah"!"
dengus Nyi Randa Barong dengan mulut menebar ejek-
an. "Bila memang ternyata masih sayang nyawa, jan-
gan memutar kata menebar alasan!"
Menggeram lelaki tua berkulit hitam itu mendengar
ejekan si nenek. Namun lagi-lagi karena disebabkan
pikiran untuk mendapatkan kesempatan meniduri
Dewi Segala Impian, segera ditindih kuat-kuat kema-
rahan-nya. "Suatu saat, Randa Barong!!" serunya keras seraya
berbalik dan berlalu dengan langkah terhuyung.
Sepeninggal Resi Hitam, Iblis Cadas Siluman yang
sejak tadi tak mampu bertahan lebih lama untuk ber-
diri, akhirnya jatuh terduduk kembali.
Nyeri di dadanya semakin menyayat-nyayat. Setelah
meyakini benar kalau Resi Hitam tak akan kembali la-
gi, perempuan bertelinga sebelah ini bermaksud ber-
semadi guna memulihkan seluruh tenaganya.
Namun sebelum dilakukannya, terdengar suara cu-
kup keras bernada marah-marah, "Sontoloyo! Dasar
sontoloyo! Kau tak akan mampu mengatasi luka da-
lammu kendati kau bersemedi selama empat puluh ha-
ri empat puluh malam, Randa Barong! Luka dalammu
hanya bisa diobati bila tenaga dalammu ditambah dari
luar!" *** Bab 5 SERENTAK sepasang mata si nenek bertelinga sebelah
ini yang sudah menutup terbuka kembali. Dilihatnya
Kitab Mudjidjad 3 Pendekar Kelana Sakti 10 Keris Buntung Ki Srongot Riwayat Lie Bouw Pek 1
^