Pencarian

Iblis Cadas Siluman 3

Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman Bagian 3


kan menjadi batal! Ini tak boleh dibiarkan!"
Secara tiba-tiba, orang berikat kepala bergambar
ikan pari ini meluruk dengan kedua tangan yang ber-
gerak seperti dilempar-lempar.
Sejenak Rajawali Emas tertegun mendapati seran-
gan aneh itu. Kejap lain dia sudah menghindar. Tetapi
gerakan tangan yang seperti dilempar itu bagai mem-
buru. Segera Tirta menggerakkan kedua tangannya.
Bukk! Bukkk! Pemuda dari Gunung Rajawali ini terjajar tiga lang-
kah tatkala kedua tangannya menangkis sepasang
tangan yang seperti dilempar-lempar itu. Menyusul
sambaran angin dingin menderu kembali yang berasal
dari sepasang kaki kurus lelaki berkulit putih terang
itu. Segera Tirta mengangkat kedua tangannya. Kembali
terjadi benturan keras. Sebelum Tirta melancarkan se-
rangan balasan, dengan gerakan aneh Hantu Kali Be-
rantas meliuk. Sejenak pemuda berpakaian keemasan ini tertegun.
"Aneh! Dari gerakannya tak terlihat dia akan lakukan
serangan. Gerakan itu seperti... oh! Dia jelas meman-
cingku!" Apa yang diduga Rajawali Emas memang benar. Ka-
rena kejap itu pula kaki kanan Hantu Kali Berantas
bergerak seperti ekor ikan pari yang menimbulkan su-
ara besetan. Karena sudah menduga apa yang hendak dilakukan
lawan, Tirta segera menarik kepalanya. Lalu.... Bukk!
Jotosan tangan kanannya yang masih dialirkan te-
naga surya, tepat menghantam dada Hantu Kali Beran-
tas. Membuat orang berkulit putih terang itu terjajar
ke belakang. Bila saja Tirta menghendaki nyawa Hantu
Kali Berantas, dengan mudah dia bisa mendapatkan-
nya. Tetapi pemuda ini tidak melakukan. Justru dialih-
kan pandangannya pada Iblis Cadas Siluman yang kali
ini mencecar hebat Sindung Ruwit. Si nenek rupanya
tak mau bertindak ayal lagi. Sinar-sinar hitam yang
mencelat dari ketiga antingnya membuat lelaki be-
rangkin kuning kehijauan ini kalang kabut. Bahkan
sebuah sinar menghantam telak pangkal lengan kanan
Sindung Ruwit yang seketika putus dan memuncratan
darah. Pedangnya jatuh. Sementara orangnya menjerit se-
tinggi langit seraya bergulingan.
Mendapati kambratnya seperti sekarat, Hantu Kali
Berantas menjadi pias. Saat ini tak nampak lagi ke-
sombongannya. Malah diam-diam dia mundur perla-
han sambil memikirkan cara melarikan diri dari tem-
pat itu. Iblis Cadas Siluman yang tengah marah besar,
mencelat ke arah Sindung Ruwit dengan tangan kanan
siap dihantamkan pada kepala lelaki yang sedang kelo-
jotan itu. Tetapi satu gelombang angin deras mematahkan
keinginan si nenek. Mengkelap si nenek seraya mun-
dur dua tindak. Tangannya yang terasa ngilu akibat
hantaman gelombang angin itu tak dihiraukan.
Kejap lain terdengar bentakannya keras, "Pemuda
brengsek! Mengapa kau menghalangiku membunuh-
nya, hah"!"
*** Bab 8 RAJAWALI Emas yang tadi menahan keinginan Iblis
Cadas Siluman dan sekarang telah berdiri di sisi kiri
Sindung Ruwit yang masih kelojotan, tak hiraukan
makian si nenek. Tangannya segera menotok urat di
bawah lengan kanan Sindung Ruwit dan seketika da-
rah berhenti mengalir.
Setelah itu diangkat kepalanya pada Iblis Cadas Si-
luman yang sedang melotot.
"Dia sudah tak berdaya, Nek. Tak layak kita me-
renggut nyawanya."
"Setan laknat! Dia hidup hanya membawa petaka!"
"Nek! Dia sudah tak mampu melakukan apa-apa.
Dan kau pun sudah tahu benda apa yang mereka in-
ginkan. Bukankah itu lebih baik ketimbang kau men-
cabut nyawanya?"
"Pemuda setan! Bila saja tak kupandang gurumu,
sudah kuhajar kau tunggang langgang!"
Tirta cuma tersenyum saja. Dan kepalanya dialih-
kan ke kanan mengikuti Iblis Cadas Siluman yang
mendadak berkelebat, "Jahanam berkulit terang! Kau
tak akan bisa melarikan diri!!"
Rupanya Hantu Kali Berantas mempergunakan ke-
sempatan itu untuk meloloskan diri. Mendapati niat-
nya gagal, lelaki berkulit putih terang ini segera berba-
lik seraya menggerakkan kedua tangannya.
Des! Desss!! Tubuh Hantu Kali Berantas terlempar ke belakang.
Iblis Cadas Siluman rupanya benar-benar gusar. Ma-
kanya dia segera susulkan serangan berikut yang tak
mungkin dapat dihindari Hantu Kali Berantas dalam
keadaan seperti itu.
Jotosan si nenek telak menghantam dada Hantu
Kali Berantas yang terlempar tiga tombak ke belakang,
dan menghantam sebuah pohon besar yang daun-
daun-nya berguguran saat itu pula.
Tubuh Hantu Kali Berantas terlempar balik ke de-pan.
Arnbruk seperti nangka busuk. Setelah muntah darah
berkali-kali, orang berkulit putih terang itu jatuh ping-
san, Iblis Cadas Siluman menoleh pada Tirta seraya
membentak, "Apakah kau juga mau ngomel karena
perbuatanku ini, hah"!"
Tirta cuma tersenyum seraya berdiri. Ditatapnya Ib-
lis Cadas Siluman sambil tetap tersenyum.
"Urusan kedua orang ini sudah beres, Nek. Seka-
rang ceritakan padaku tentang anting-antingmu itu.'
"Jangan banyak omong! Aku sendiri tidak tahu apa
yang sebenarnya diinginkan kedua manusia celaka ini
pada anting di bagian tengah dari tiga anting yang km-
miliki!" sentak si perempuan tua berpakaian panjang
warna jingga dengan mulut berbentuk kerucut.
Tirta mengernyitkan keningnya. "Kalau begitu, ceri-
takan kepadaku bagaimana kau memiliki anting- ant-
ing itu?" "Benar-benar sialan kau ini! Kau ingin mengetahui
masa laluku rupanya?"
Kali ini Tirta mendengus.
"Nek! Tadi kau katakan kau sendiri tidak tahu apa
kesaktian anting di bagian tengah itu! Aku yakin kau
merasa heran. Masa sih kau tak mau...."
"Jangan banyak omong! Belum saatnya kuceritakan
tentang bagaimana aku mendapatkan anting-anting
ini!!" bentak Iblis Cadas Siluman keras, lalu menyam-
bung dalam hati, "Karena ada sesuatu yang sangat ku-
rahasiakan...."
Tirta tak mau memaksa karena dia tahu kemara-
han si nenek akan bertambah. Kendati demikian, dia
sangat penasaran sekali.
"Bisa kuterima sebenarnya apa yang dikatakan Iblis
Cadas Siluman. Hanya saja... yah, terpaksa aku harus
menunggu waktu," batinnya.
Sementara itu dilihatnya Iblis Cadas Siluman su-
dah melangkah. "Mau ke mana, Nek?"
"Jangan banyak tanya!" sambar perempuan tua ber-
pakaian warna jingga ini tanpa menghentikan langkah-
nya. Tirta tersenyum. "Kau hendak mencari Angin Racun
Barat, bukan?"
Seketika Iblis Cadas Siluman menghentikan lang-
kahnya. Pandangannya tak berkedip pada Tirta.
"Kau tahu di mana muridku itu?", tanyanya kemu-
dian. Tirta menganggukkan kepalanya. Lalu diceritakan-
nya keadaan Angin Racun Barat.
Iblis Cadas Siluman mengkertakan rahangnya.
"Benar-benar jahanam! Ramalan si Peramal Sakti
alias Malaikat Judi bisa jadi kenyataan!!" desisnya.
"Rajawali Emas, kau tahu ke mana dia pergi bersama
Manusia Serigala?"
"Tidak. Tetapi aku yakin, muridmu selamat. Begitu
pula dengan putra Dewi Segala Impian itu."
Iblis Cadas Siluman mundur dengan kedua mata
terpentang lebar.
"Siapa yang kau maksud dengan putra Dewi Segala
Impian"!"
Kembali Tirta menceritakan apa yang diketahuinya.
Dan lagi-lagi Iblis Cadas Siluman menggeram.
"Lebih gila lagi! Muridku berjodoh dengan Manusia
Serigala saja aku tak suka! Apalagi dia adalah putra
Dewi Segala Impian yang berbuat laknat dengan Hantu
Seribu Tangan yang sudah mampus! Benar-benar ka-
piran!' Rajawali Emas membatin, "Kecemasannya terhadap
Angin Racun Barat kali ini karena tak menghendaki
gadis itu berjodoh dengan Manusia Serigala, seperti
yang dikatakannya tadi kalau Peramal Sakti alias Ma-
laikat Judi meramalkan keadaan itu."
Seperti tak tahu apa yang dirisaukan Iblis Cadas Si-
luman Tirta berkata, "Nek! Mengapa kau jadi sewot be-
gitu" Seharusnya kan kau gembira karena muridmu
tak kurang suatu apa" Lagi pula, segala urusan jodoh
ditentukan oleh Yang Maha Tahu. Bukankah sudah
terbukti, kalau Kakek Mata Malaikat yang bertahun-
tahun berkasih-kasihan dengan Dewi Segala Impian
pada akhirnya gagal?"
"Karena perempuan celaka itu berkhianat! Aku ma-
lah bersyukur Mata Malaikat tidak bersatu dengan pe-
rempuan sialan penuh pesona itu!" maki Iblis Cadas
Siluman keras. Lalu terlihat perempuan tua ini men-
cubit-cubit bibirnya yang tebal, "Kau benar, Anak mu-
da. Kau benar."
Tirta tersenyum. Dia teringat amanat dari Raja Arak
dan Naga Selatan. "Kalau kau sudah tenang sekarang,
bisakah kau ikut denganku ke Lembah Karang Han-
tu?" "Setan laknat! Bukankah di tempat itu berdiam Nyi
Polong alias Naga Selatan?" sahut Iblis Cadas Siluman
dengan mata membesar. "Ada urusan apa kau menga-
jakku ke sana?"
Lagi-lagi Tirta menceritakan apa yang diketahuinya.
"Bukankah kau tidak tahu kesaktian apa dari anting
yang kau miliki itu, Nek" Barangkali saja Raja Arak
atau Naga Selatan mengetahuinya hingga penjelasan
yang kau cari tidak tertunda lagi?"
Terlihat perempuan tua berpakaian panjang warna
jingga mengangguk-anggukkan kepala.
"Ya, tak salah memang. Baiklah, aku bersedia men-
gikutimu ke Lembah Karang Hantu," katanya. Lalu
menyambung sambil menatap penuh dendam pada
Sindung Ruwit, "Harus diapakan lelaki muka lonjong
sialan yang sudah terkapar itu?"
Rajawali Emas alihkan pandangan lagi pada Sin-
dung Ruwit yang benar-benar tak berdaya. Jangankan
menampakkan wajah garang, tatapannya saja seperti
orang mati. "Hmm... perjalananku sekarang selain menun-
taskan segala urusan, juga mencari ke mana murid
Dewi Bulan dibawa pergi oleh Pangeran Merah. Apakah
saat ini Kakek Manusia Pemarah sudah menemukan
Dewi Berlian di Ngarai Jala Kematian" Apakah Dewi
Bulan sudah tahu tentang keadaan muridnya itu" Lalu
ke mana Kakek Mata Malaikat dan Pendekar Judi"
Dewi Segala Impian sendiri menguap entah ke mana
setelah kugagalkan niatnya membunuh putranya sen-
diri Manusia Serigala. Dan yang tak pernah kuduga
sebelumnya, kalau urusan guruku dengan Beruang
Mambang adalah juga urusan cinta. Ah, semuanya cu-
kup memusingkan."
"Apakah kau sudah tuli sekarang, hah"!" bentak Ib-
lis Cadas Siluman tatkala mendapati Rajawali Emas
terdiam. Tirta mendongak sambil nyengir.
"Ada tugas yang harus kulakukan, Nek. Mencari
murid Dewi Bulan yang dibawa lari oleh pemuda sesat
berjuluk Pangeran Merah. Kabarnya dia murid Nenek
Cabul dan entah punya rencana apa menunggu keha-
diran...."
"Manusia Pemarah di Ngarai Jala Kematian," sam-
bung Iblis Cadas Siluman.
"Kau tahu soal itu, Nek?"
"Ya. Dan aku tahu pula kalau Dewi Bulan sudah
mengetahui semua itu. Nah, apa rencanamu sekarang,
Pemuda Cerdik?" seru Iblis Cadas Siluman tetapi lebih
banyak ke arah ejekan.
"Sialan! Rupanya dia masih jengkel!" rutuk Rajawali
Emas dalam hati. Lalu katanya, "Ngarai Jala Kematian
yang kita tahu hanya diketahui oleh Nenek Cabul dan
tentunya Pangeran Merah sendiri. Dan hingga hari ini
kita tidak tahu siapa yang tahu tempat itu...."
"Bicara bertele-tele! Cepat katakan apa yang hen-
dak kau katakan!!"
Rajawali Emas cuma tersenyum seraya menunjuk
tubuh Sindung Ruwit. Iblis Cadas Siluman mengalih-
kan tatapan lagi pada lelaki yang terkapar itu. Kejap


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain di bibir si nenek tersungging seringaian. Dengan
penuh keyakinan kalau Rajawali Emas tak akan me-
nahannya, dia mendekat seraya berucap keras, "Raja-
wali Emas! Bila kau menahan apa yang kuinginkan se-
karang, kuhajar tubuhmu habis-habisan!"
Deggkhh! "Heegggkh!"
Sindung Ruwit yang sejak tadi merasa aman karena
Rajawali Emas menahan keinginan Iblis Cadas Silu-
man membunuhnya, kali ini keluarkan jeritan tertahan
tatkala kaki kurus si nenek menginjak kepalanya. Le-
bih keras si nenek menekan, lebih keras jeritan Sin-
dung Ruwit. "Kapiran! Dia bukannya mencoba mengorek kete-
rangan, tetapi justru mempergunakan kesempatan!"
dengus Rajawali Emas dalam hati. "Tapi biarlah dia
melakukannya karena aku tahu dia tak akan membu-
nuhnya. "Ampunnn... ampunni aku...," keluh Sindung Ruwit
kesakitan bercampur ketakutan. Wujudnya tak ubah
bagai pesakitan belaka.
"Manusia keparat! Lagakmu tadi begitu hebat! Se-
karang memohon minta ampun!!" sentak Iblis Cadas
Siluman keras. "Apakah kau akan mengampuni orang
yang berada di tanganmu, hah"!"
'Rajawali Emas... tolong aku... tolong...," sendat Sin-
dung Ruwit dengan napas terputus.
"Jangan merengek seperti anak kecil! Nyawamu su-
dah... pemuda brengsek! Mau apa kau, hah"!"
"Nek! Dia perlu ditolong! Tak pantas kau membu-
nuhnya!!" seru Tirta yang segera menghentikan lang-
kahnya dan memainkan peranan yang tercipta begitu
saja. "Setan keparat! Dia tak pantas ditolong!!"
"Nek!"Dalam hidup kita harus saling tolong! Ba-
rangkali saja di kemudian hari kita akan ditolongnya!"
"Ya... ya... aku berjanji... aku berjanji...!" seru Sindung Ruwit yang merasa
mendapat angin.
"Diammm!! Rajawali Emas, dia tidak akan pernah
melakukan seperti yang kau kira! Orang semacam dia
hanya akan menjadi duri dalam kehidupan! Kukira dia
akan membokong bila mendapat kesempatan! Lebih
baik dia memang mati saja!"
"Tunggu... tunggu!!" seru Sindung Ruwit dengan
kedua mata membesar. Dia sudah megap-megap dan
merasa kalau Rajawali Emas tak akan mampu membu-
juk Iblis Cadas Siluman mengurungkan maksud. "Ka-
takan... katakan apa yang hendak kau inginkan...
aku... aku pasti mengabulkannya...." "Setan!!"
"Nek! Kau bisa membuktikan ucapanku tadi seka-
rang!" seru Tirta pula.
"Diam! Tentunya dia tengah merencanakan untuk
membokong kita!"
"Tidak.. katakan... katakan saja.... Aku bersum-
pah... akan kukabulkan apa yang kau inginkan... asal-
kan... kau membiarkan aku hidup...," sendat Sindung
Ruwit. Kendati dia kesakitan dan ketakutan, tetapi ha-
tinya gusar bukan main. "Suatu saat nanti... tibalah gi-
liranku," ancamannya dalam hati.
"Baik!" seru Iblis Cadas Siluman sambil hembuskan
napas keras. "Aku ingin tahu, di mana Ngarai Jala
Kematian berada?"
"Oh!" desis Sindung Ruwit terlepas begitu saja. Je-
las sekali kalau lelaki itu tak menyangka akan menda-
patkan pertanyaan demikian.
"Kau lihat sendiri, hah?" bentak Iblis Cadas Silu-
man pada Rajawali Emas. "Dia tak akan mau.... Perse-
tan semuanya! Dia memang harus mampus!!"
"Tunggu... tunggu...," desis Sindung Ruwit lemah.
Isyarat kematian yang ditebarkan Iblis Cadas Siluman
membuatnya mati kutu. Dia benar-benar sudah keta-
kutan. Dan ternyata di balik sikap garang dan kesom-
bongannya dia memiliki jiwa pengecut. Setelah terdiam
beberapa lama, terdengar suaranya tersendat, "Tempat
itu... tempat itu... berada di sebelah timur dari laut
Penggiring. Bila dari tempat celaka ini... kau... kau ha-
rus menuju ke arah barat.... Ada sebuah bukit berja-
rak sekitar seratus tombak dari sana.... Dan bukit itu
cukup aneh... karena dari kejauhan seperti kepala
menjangan.... Aku... aku sudah mengatakan....
Heeeigggkh!"
Iblis Cadas Siluman sudah menyepak kepala Sin-
dung Riwut dan kali ini lelaki itu langsung jatuh ping-
san. "Kau pintar, Anak muda...," desis Iblis Cadas Silu-
man pada Rajawali Emas.
"Dan kau mempergunakan kesempatan, Nek!" den-
gus Tirta. Iblis Cadas Siluman melotot. "Tak usah buang wak-
tu! Malam sebentar lagi berlalu! Sebaiknya kita segera
mendatangi Ngarai Jala Kematian! Cuma... ada persoa-
lan sekarang...."
"Apa, Nek?"
"Dua hari aku berada di hutan ini dan dua hari pu-
la aku tak menemukan jalan keluar...."
Tirta terdiam dengan kening dikernyitkan. Tiba-tiba dia
mendekati sebuah pohon besar dan menatap ke atas.
Seperti mengukur ketinggian pohon itu.
Iblis Cadas Siluman memperhatikan, "Apa yang
hendak dilakukan pemuda cerdik ini?"
Tiba-tiba Tirta berseru, "Nek! Bila memang begitu
adanya dan kita hanya akan buang waktu banyak un-
tuk keluar dari tempat ini, sebaiknya.... Kau bisa naik
ke pohon ini Nek?"
"Setan! Apa kau pikir pohon ini ada buahnya,
hah"!"
"Bukan itu maksudku, Nek! Ayo kita naik! Dan in-
gat, sesampai di puncaknya, kerahkan tenaga dalam-
mu menahan bobot pohon ini agar tidak tumbang?"
"Sinting! Apa yang diinginkan pemuda ini sebenar-
nya" Mengapa pohon itu dikatakan akan tumbang?"
desis Iblis Cadas Siluman dalam hati. Dilihatnya Tirta
melangkah mendekati Sindung Ruwit dan Hantu Kali
Berantas yang pingsan. Dan mendadak saja pemuda
itu berkelebat sambil membawa tubuh keduanya. "Hei!
Kau mau ke mana"!"
Tirta tak menghiraukan seruan si nenek bertelinga
sebelah. Beberapa saat Iblis Cadas Siluman memaki-
maki sampai si pemuda muncul kembali sendirian dan
langsung mendekati pohon yang diukur ketinggiannya
tadi. "Apakah kau sudah gila" Ke mana kedua manusia
celaka itu kau bawa, hah"!"
Tirta tak menjawab bentakan si nenek. Dengan ke-
rahkan ilmu peringan tubuhnya, dia menaiki pohon
besar di hadapannya. Iblis Cadas Siluman menggeram
gemas. Tetapi kejap lain dia sudah melakukan hal
yang sama. Angin berdesir lebih keras dan dingin.
"Apa yang hendak kau lakukan, hah"!" seru Iblis
Cadas Siluman yang berada di bagian kiri dari puncak
pohon yang mereka naiki.
"Nek! Kuminta kau turuti apa yang kukatakan!
Jangan banyak membantah! Dan mudah-mudahan ki-
ta selamat!"
Habis berkata begitu, Tirta mendongak. Menatap
hamparan langit yang mulai dibiasi sinar pagi. Kejap
lain, mendadak saja pemuda dari Gunung Rajawali ini
menepukan kedua tangannya. Dan di sela-sela tepu-
kannya, kedua tangannya disorongkan ke atas.
Seketika itu pula terlihat percikan sinar merah yang
muncrat di angkasa.
"Apa yang hendak dilakukan pemuda ini?" desis Ib-
lis Cadas Siluman dengan tatapan tak berkedip pada
Rajawali Emas yang tengah mendongak.
Mata pemuda itu mengedar di angkasa. Suasana
sepi mencekam. Tiga kejap berikutnya, kesepian itu
terpecahkan dengan terdengar suara dari kejauhan.
Kejap berikutnya, suara itu bertambah keras. Angin
mendadak bergulung dahsyat. Dedaunan di atas pu-
cuk setiap pohon meranggas. Bahkan beberapa batang
pohon telah tercabut, terlempar dan menghantam po-
hon lainnya. Iblis Cadas Siluman tanggap. "Pantas pemuda ini
menyuruhku untuk kerahkan tenaga dalam... hei!! Ada
bayangan raksasa di angkasa. Gusti Maha Agung! Bu-
rung rajawali raksasa!!"
Apa yang dilakukan Tirta tadi memang isyarat un-
tuk memanggil Bwana, burung rajawali raksasa ke-
sayangannya. Sementara saat ini si pemuda sedang
tersenyum seraya kerahkan tenaga dalamnya. Pohon di
mana dirinya dan Iblis Cadas Siluman bergoyang hebat
terhantam gelombang angin dari kepakan kedua sayap
Bwana, kendati sudah ditambah bobotnya dengan te-
naga dalam yang dikerahkan Tirta dan Nyi Randa Ba-
rong. "Bwanaaa Bila kuberi tahu, kau terbanglah meren-
dah! Usahakan jangan kau kepakkan kedua sayap-
mu!!" seru Tirta keras.
Burung rajawali raksasa yang terbang berputaran
mengeluarkan koakan keras, menggebah angkasa.
Tirta alihkan pandangan pada Iblis Cadas Siluman"
"Nek! Bersiaplah untuk melompat!"
"Gila!" sentak si nenek dengan kedua mata melebar.
"Apakah kau pikir...."
"Tidak ada yang kupikir! Bersiaplah! Bila aku berse-
ru nanti, kau harus melompat pula!"
Kendati memaki-maki ditimpali rasa ngeri yang
mendadak muncul, si nenek cuma menganggukkan
kepala. Tirta berseru lagi pada Bwana, "Sekarang, Bwana!!"
Bersamaan seruan itu terdengar, Bwana menukik.
Tubuhnya yang bergerak meluncur itu justru menim-
bulkan angin yang luar biasa kerasnya. Tirta memper-
hitungkan jarak. Lalu berseru pada Iblis Cadas Silu-
man yang menjadi tegang, "Sekarang, Nek!!"
Wuuutt! Wuuuttt!
Dua sosok tubuh mencelat ke atas seperti me-
nyongsong luncuran tubuh Bwana. Dengan perguna-
kan tenaga surya yang kali ini dialihkan fungsinya se-
bagai penambah ilmu peringan tubuh, Rajawali Emas
berhasil hinggap tepat di punggung Bwana.
Tetapi Iblis Cadas Siluman....
Si nenek justru melayang kembali karena luncuran
tubuh Bwana yang menimbulkan angin kuat mendo-
rongnya. Tirta terperanjat dengan kedua mata melebar.
"Bwanaaaa!!" serunya keras.
Burung rajawali keemasan yang cerdik itu paham
arti seruan majikannya. Dengan cepat dia berputar,
meluncur dan kedua kakinya menyambar serta men-
cengkeram tubuh Iblis Cadas Siluman.
Tap! Wussss! Bwana segera terbang ke angkasa kembali. Tinggal
si nenek yang memaki-maki keras, "Turunkan aku! Le-
paskan aku!! Pemuda brengsek! Suruh burung celaka
itu melepaskan tubuhku!!"
Tirta yang tadi sudah tegang kini tertawa. "Kau
aman, Nek! Aku yakin kau tak akan merasa sakit da-
lam cengkeraman Bwana. Dia sudah terlatih!"
"Pemuda kapiran! Kuhajar kepalamu nanti!"
"Sudahlah, Nek! Sekarang kita menuju ke Ngarai
Jala Kematian! Mudah-mudahan kita belum terlambat
menemukan murid Dewi Bulan!"
Diiringi makian Iblis Cadas Siluman yang berada
dalam cengkraman Bwana, Tirta memerintahkan Bwa-
na menuju ke tempat yang dimaksudnya.
*** Bab 9 NGARAI Jala Kematian.
Ternyata sebuah tempat yang luas dipenuhi dengan
batu-batu cadas dan dikelilingi pohon bakau. Di sebe-
lah timur ngarai yang agak menjorok itu, terdapat laut
Penggiring yang cukup luas. Ombaknya berdebur
menghantam rimbunnya pohon bakau.
Selain dipenuhi batu-batu cadas dan tumbuhan
bakau, di beberapa tempat juga ditumbuhi pepohonan
cukup tinggi dan ranggasan semak belukar. Di bagian
ujung sebelah kanan ngarai yang berbatasan dengan
batu-batu cadas, terdapat sebuah bangunan kecil yang
terbuat dari bambu.
Dan di senja yang sedang menuju malam ini, ter-
dengar tawa yang keras diiringi dengusan, "Jangan
membuatku kehilangan kesabaran! Kau tetap menjadi
jaminanku, Manis!"
Menyusul suara bentakan itu, terdengar bentakan
lainnya yang lebih keras, tanda orang yang bersuara
itu dilanda kemarahan tinggi,
"Keparat! Pemuda celaka tak tahu diri! Lepaskan
aku dari totokanmu! Kita bertarung sampai salah seo-
rang di antara kita mampus!!"
Orang yang pertama mengeluarkan bentakan tadi
dan tak lain Pangeran Merah adanya menggeram. Wa-
jah tampannya yang dihiasi kumis tipis itu mengkelap.
"Jangan membuatku gusar, Dewi! Waktu yang ku-
tentukan pada lelaki tua pemarah itu hanya tinggal
dua hari lagi! Bila dia terlambat datang ke sini, berar-
ti...." Pemuda berpakaian merah dengan rambut se
leher tetapi diberi buntut hingga pinggang ini memutus


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata-katanya sendiri. Di bibirnya tersungging sebuah
senyum aneh. Lalu menyambung dengan suara di-
ayun, "Kita akan mengarungi samudera kenikmatan
tanpa ada yang mengganggu. Bukankah ini sebuah
aksi yang sangat mengasyikkan?"
"Tutup mulutmu yang kotor itu!" bentak Dewi Ber-
lian melotot. Murid Dewi Bulan ini terbaring dalam
keadaan tertotok dengan kedua tangan terentang. Da-
lam keadaan seperti itu, sudah tentu payudaranya
yang mengkal membusung. Dan ini membuat si gadis
sesaat membenci tubuhnya sendiri. "Lepaskan toto-
kanmu! Lepaskan! Bila saja Rajawali Emas ada di sini,
kau akan dihajarnya sampai babak belur!"
Wajah Pangeran Merah yang tadi berusaha menin-
dih amarahnya berubah. Dengan langkah sarat kema-
rahan, perlahan-lahan pemuda sesat ini melangkah
dan duduk di pinggiran balai-balai di mana Dewi Ber-
lian terbaring.
"Hhh! Berulang kali kau menyebutkan julukan pe-
muda keparat itu! Apakah kau ingin melihatnya mam-
pus di tanganku?" geramnya dengan kedua mata me-
lebar. Kali ini ganti Dewi Berlian yang tersenyum penuh
ejekan. "Kau tak akan mampu menghadapinya, Pemuda ce-
laka! Aku yakin, hanya tiga gebrakan saja kau sudah
dibuatnya terkapar!!"
Pangeran Merah menggeram. "Setan laknat! Ingin
rasanya kurobek mulutmu sekarang dan ku perkosa
sampai pingsan!!" dengusnya dalam hati. Lalu me-
nyambung dingin, "Akan kubuktikan apa yang kuka-
takan tadi. Pemuda yang selalu kau sebut itu akan
kubuat tak berdaya dan kulemparkan mayatnya di ha-
dapanmu!" "Bicaramu terlalu tinggi! Kau tak pernah tahu beta-
pa tingginya langit. Dan kau...."
"Setan!!" putus Pangeran Merah menggeram. "Sekali lagi kau sebutkan julukan itu,
kurobek mulutmu"!"
Mendengar ancaman pemuda berpakaian merah
itu, si gadis justru makin mengembangkan senyum
mengejek. "Mengapa kau tak melakukannya, hah"! Sudah ten-
tu kau dengan mudah melakukannya! Ayo! Lakukan
apa yang kau inginkan itu"! Atau... sebenarnya kau
tak lebih dari seorang pengecut yang bisanya hanya
mencari kesempatan"!"
Mengkelap wajah Pangeran Merah mendengar kata-
kata si gadis. "Benar-benar keparat gadis sialan ini! Te-
rutama bila dia berulang kali menyebut Rajawali Emas!
Hhh! Suatu saat, akan kubuktikan kata-kata itu! Ra-
jawali Emas akan menjadi urusanku bila semuanya se-
lesai!" Habis membatin begitu, Pangeran Merah tersenyum
sambil menindih kegeramannya. Dengan suara tak
mencerminkan kegusarannya dia berkata, "Mengapa
harus gusar" Kau kubiarkan untuk bernapas lebih la-
ma lagi sebelum waktunya tiba. Dan tentunya, akan
kudapatkan apa yang kuinginkan. Atau jangan-
jangan... kau sebenarnya sudah tak sabar menunggu
apa yang hendak kulakukan" Bersabarlah sedikit. Ka-
rena janji telah kuucapkan. Selama ini aku pantang
menyalahi janji."
"Keparat!!" maki gadis jelita yang di keningnya ter-
dapat sebutir berlian. "Kang Tirta akan membalaskan
semua sakit hatiku ini!"
"Sebenarnya tak sabar aku menikmati tubuh gadis
ini. Peduli setan dia masih hidup dalam keadaan terto-
tok atau sudah tanpa nyawa! Pokoknya, aku bisa me-
nikmatinya! Ketimbang melayani nenek keparat celaka
itu yang tak pernah puas! Bagusnya, aku sudah me-
nyadap seluruh ilmu yang diajarkannya. Tetapi aku
harus bersabar menunggu kedatangan Manusia Pema-
rah. Setelah selesai, akan kucari dan kubunuh Raja-
wali Emas di hadapan gadis ini yang akan kujadikan
budak nafsuku," batin pemuda yang dulu pernah ber-
guru pada Nenek Cabul dan akhirnya meninggalkan
perempuan genit itu. Lalu lanjutnya, "Hmm.. beberapa
hari lalu kusirap kabar kalau ada benda sakti yang
dimiliki Iblis Cadas Siluman. Bila semua urusan sele-
sai, akan kucari Iblis Cadas Siluman untuk menda-
patkan benda sakti yang dimilikinya."
Mendapati pemuda yang di punggungnya terdapat
dua buah pedang bersilangan tak berkata apa-apa,
Dewi Berlian memaki lagi, kali ini sambil tindih kege-
ramannya, "Pangeran Merah! Sebenarnya di antara ki-
ta tak memiliki urusan apa-apa! Kau tiba-tiba muncul
di saat aku dan Kakek Manusia Pemarah hendak ber-
lalu. Hanya karena sikapmu yang lancang dan kurang
ajar membuatku gusar, hingga akhirnya semua terjadi
seperti ini! Bukankah ini hanya kebodohan belaka"!"
Pangeran Merah tersenyum seraya mengedipkan
matanya. "Tetapi kau melupakan satu hal, kalau aku tak
pernah melewatkan setiap gadis yang kuinginkan. Pili-
hanku jatuh kepadamu, Gadis Manis. Tetapi aku ma-
sih bersabar menunda urusan karena aku menghen-
daki Manusia Pemarah datang ke Ngarai Jala Kematian
ini." "Setan keparat! Dalam keadaan ditotok semacam
ini, sulit bagiku untuk melepaskan diri. Membujuk
manusia sialan ini sama juga bohong. Berarti hanya
satu cara yang bisa kutunggu, menanti kedatangan
Kakek Manusia Pemarah. Tetapi... bagaimana bila dia
tak bisa menemukan tempat ini?" batin murid Dewi
Bulan dengan perasaan resah. "Apakah aku...."
"Aku ada perlu sebentar! Kuharap kau menantiku
dengan sabar, Manis," kata-kata Pangeran Merah me-
mutus kata batin si gadis. Di bibir pemuda sesat itu
tersungging kembali sebuah senyuman.
Dewi Berlian menatap penuh curiga. Dan kejap lain
terdengar jeritan dan sumpah serapahnya, tatkala tan-
gan kanan Pangeran Merah meraba dan meremas da-
danya gemas. ?' ,
"Manusia keparat! Laknat! Kubunuh kau! Kubunuh
kau!!" Tetapi Pangeran Merah sudah melangkah keluar
sambil tertawa berderai. Di luar bangunan kecil itu dia
memperhatikan sekelilingnya.
"Aku yakin, tempat ini tak akan bisa ditemukan
oleh Manusia Pemarah, atau siapa pun juga kecuali
Nenek Cabul. Tetapi janji telah kuucapkan. Menunggu
dua hari lagi, mengapa tak kulakukan" Hmm... se-
baiknya... ya, ya... akan kupermainkan gadis itu.... Bi-
ar dia tahu rasa."
Entah apa yang ada di otak pemuda sesat itu, yang
pasti sosoknya sudah berkelebat.
Di dalam bangunan kecil itu Dewi Berlian masih
memaki-maki gusar. Hatinya dibuncah kemarahan
yang luar biasa. Tetapi dia tak mampu melakukan apa-
apa untuk membebaskan diri. Keadaan semacam ini
semakin membuatnya gusar.
"Bisa kubayangkan apa yang akan terjadi bila Ka-
kek Manusia Pemarah tak dapat menemukanku di si-
ni. Semuanya akan jadi berantakan. Ini sangat menge-
rikan. Apakah aku... oh! Ke mana Kang Tirta pergi" Se-
jak perjumpaan dulu itu dia tak pernah kutemui lagi."
Gadis itu terdiam sambil memejamkan kedua ma-
tanya. Kali ini perasaannya dibuncah kerinduan dalam
pada pemuda dari Gunung Rajawali yang diam-diam
dicintainya itu.
"Kang Tirta... apakah saat ini kau mengingat diri-
ku?" desisnya resah. Hatinya kembali dibuncah pera-
saan rindu pada Rajawali Emas.
Dewi Berlian menghembuskan napasnya. Kedua
matanya masih terkatup. Cukup lama murid Dewi Ber-
lian ini digalau kerinduan ditemani kesunyian yang
cukup lekat. Sampai kemudian gadis ini melengak kaget dan se-
gera membuka kedua matanya tatkala mendengar se-
ruan dari luar, "Dewi! Aku datang! Kau akan melihat
satu pertunjukan yang mengasyikkan dan mendebar-
kan!!" *** Sosok Pangeran Merah masuk ke dalam bangunan itu
sambil tertawa-tawa. Sungguh, wajahnya sangat tam-
pan sekali. Di bahu sebelah kanan pemuda sesat ini
tergolek seorang perempuan muda yang wajahnya san-
gat mencerminkan ketakutan.
Sejenak Dewi Berlian tertegun. Kejap lain, mulut-
nya sudah keluarkan bentakan geram, "Pemuda sint-
ing! Lepaskan gadis itu, hah"! Jangan berlaku kacau di
hadapanku!"
Pangeran Merah hanya terbahak-bahak. Lalu mem-
baringkan tubuh gadis yang tergolek di bahunya tadi
diiringi dengan pandangan tajam Dewi Berlian.
"Dua orang gadis berada di hadapanku. Tergolek
lemah tanpa daya dan tertotok. Layaknya dua nampan
besar berisi hidangan yang sangat lezat."
Mendengus Dewi Berlian tatkala singgah sebuah
pikiran yang membuatnya sangat geram bercampur
takut. Bentakannya terdengar lagi, "Kau benar-benar
keparat, Pemuda Sinting! Kembalikan gadis yang kau
culik itu"!"
"Kau akan melihat tontonan yang sangat menggu-
gah perasaanmu. Dan aku yakin, kau tak akan sabar
menunggu kesempatan yang bisa kau dapatkan," sa-
hut Pangeran Merah sambil terbahak-bahak. Tangan
kanannya meraba tubuh gadis yang terbaring di sebe-
lah Dewi Berlian yang mendelik ketakutan. "Luar bi-
asa... dia juga memiliki tubuh yang tak kalah bagus-
nya dengan milikmu, Manis...."
"Keparat!!" sembur Dewi Berlian seraya meludah.
Prooot! Tepat mengenai wajah Pangeran Merah. Bukannya
menjadi marah, pemuda sesat itu justru mengusap wa-
jahnya, lalu menjilat telapak tangannya dengan desa-
han nikmat. "Menyenangkan.... Benar-benar menyenangkan...."
Sangat tersiksa perasaan Dewi Berlian kali ini. Se-
mua bayangannya tentang Rajawali Emas tadi lenyap.
Sebenarnya murid Dewi Bulan ini tak mampu mena-
han gejolak perasaannya. Terutama tatkala menyadari
apa yang akan dilakukan Pangeran Merah terhadap
gadis yang entah di mana diculiknya.
Terdengar suaranya lagi, "Lepaskan gadis itu!"
"Lepaskan?" sahut Pangeran Merah dengan pan-
dangan mengejek. "Sudah tentu tidak. Dia akan...."
"Dia tak ada hubungannya dengan urusan ini!" pu-
tus Dewi Berlian geram.
Pangeran Merah menyeringai.
"Kebiasaanku selalu menggeluti gadis-gadis yang
kuinginkan. Siapa pun dia. Aku...."
"Aku bersedia menjadi gantinya!" putus Dewi Ber-
lian pula tanpa disangka.
Seketika lenyap seringaian Pangeran Merah. Kali ini
kedua matanya memandang tak percaya. Sementara
sambil menguatkan hatinya, Dewi Berlian membatin,
"Mungkin semuanya memang harus kualami. Menanti
kedatangan Kakek Manusia Pemarah sebenarnya ma-
sih bisa diharapkan, tetapi dalam keadaan seperti ini
sudah tentu merupakan sebuah kesia-siaan. Gadis ini
tak ada hubungannya dengan segala urusan dan aku
tak ingin dia menjadi korban."
Pangeran Merah yang tadi terdiam tak percaya, su-
dah menyeringai kembali.
"Mengapa aku harus turuti apa yang kau katakan
tadi. Bukankah aku juga akan melakukan yang seha-
rusnya kulakukan padamu?"
"Benar-benar manusia sesat! Menghadapinya dalam
keadaan bebas saja belum tentu aku dapat mengalah-
kannya. Apalagi dalam keadaan tertotok begini," Habis
membatin begitu, Dewi Berlian berkata dingin,
"Jangan jual omongan! Lakukan apa yang kau in-
ginkan kepadaku!"
"Apakah sebenarnya kau memang sudah tak ta-
han?" ejek Pangeran Merah sementara tangan kanan-
nya meraba dada si gadis berpakaian kebaya putih
yang diculiknya. Gadis itu mengatupkan matanya ra-
pat-rapat. Tubuhnya menggigil karena ketakutan.
Keadaan itu membuat Dewi Berlian bertambah gusar.
"Jangan bertele-tele! Lakukan apa yang kau inginkan!!"
"O ya" Baik, baik... aku akan...."
Breet! Dengan sekali sentak saja, pakaian di bagian dada
gadis berkebaya putih itu robek dan memperlihatkan
payudaranya yang sekal.
"Setan laknat! Kubunuh kau!!" teriak Dewi Berlian
keras sambil berusaha mengerahkan tenaga dalamnya,
mencoba lagi memunahkan totokan Pangeran Merah.
Tetapi dia tetap gagal melakukannya.
Pangeran Merah cuma tertawa-tawa. Dia sangat se-
nang menikmati semua ini. Terutama, berhasil mem-
buat Dewi Berlian menjadi makin kalap. Yang diingin-
kannya sekarang, menyiksa batin gadis berpakaian
merah muda itu.
Sambil meraba payudara gadis berkebaya putih
yang bertambah menggigil, pemuda sesat itu berucap,
"Kau pasti sangat menyukai pemandangan ini.... Bu-
kankah..,."
"Setan jahanam! Lepaskan aku! Kita bertarung


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai mampus!!"
Pangeran Merah justru bertambah gila. Kali ini
dengan paksa dia merobek-robek pakaian gadis berke-
baya putih. Hanya dua kejapan mata saja, si gadis su-
dah polos bagian atas.
Tak tahan melihat keadaan itu, Dewi Berlian mema-
lingkan kepalanya sambil pejamkan kedua matanya
rapat-rapat. Tetapi Pangeran Merah sudah menyentak-
kan kepala si gadis dan menotoknya, hingga pandan-
gan Dewi Berlian tepat ke arah gadis yang bagian atas
tubuhnya telah polos.
"Jahanam!" geram Dewi Berlian dengan kemarahan
yang bertambah membuncah.
Pangeran Merah tak mempedulikan, sambil berucap
kedua tangannya siap meloloskan kain kebaya si gadis
yang terbaring di sebelah Dewi Berlian, "Kau tak perlu
gusar, Dewi. Bukankah kau menyukai apa yang akan
kulakukan?"
Sebelum Dewi Berlian membuka mulut, sebelum
Pangeran Merah menjalankan maksud, mendadak saja
terdengar satu suara diiringi desahan, "Murid murtad
murid laknat, kabur tanpa amanat! Siap melahap hi-
dangan yang nikmat! Tetapi aku ingin dapat bagian le-
bih dulu walau sesaat!!"
*** Bab 10 PANGERAN Merah menghentikan gerakannya sambil
menolehkan kepala. Sejenak dikernyitkan keningnya
seolah mengenali seruan tadi. Kejap lain terdengar
dengusannya, "Sialan betul! Tak kusangka perempuan
cabul keparat itu akan tiba di sini! Benar-benar sialan!
Bagaimana dia bisa tahu aku berada di Ngarai Jala
Kematian, tempat yang tak pernah diinjaknya lagi"
Jangan-jangan, perbuatanku menculik murid Dewi
Bulan dan memancing kehadiran Manusia Pemarah
sudah tersebar! Jahanam!!"
Sementara itu, gadis berkebaya putih menarik na-
pas lega sambil memejamkan matanya. Sedangkan
Dewi Berlian yang sejak tadi memaki-maki terdiam.
Karena lehernya ditotok, dia hanya bisa pandangi pe-
rubahan wajah Pangeran Merah dengan susah payah.
Suara dari luar bangunan kecil yang sesekali diirin-
gi desahan terdengar lagi, "Mengapa tak mau berbagi
kenikmatan lagi denganku padahal aku masih membu-
tuhkannya?"
Pemuda sesat berpakaian merah itu keluar sambil
menindih kegusarannya. Di luar, dilihatnya Nenek Ca-
bul menyeringai sambil kedipkan mata kirinya.
Pangeran Merah merentangkan kedua tangannya
sambil tertawa, "Apa kabar, Guru?"
"Dia memang murid yang pandai mengambil hati.
Peduli setan dia telah kabur dari tanganku," desis pe-
rempuan berpakaian panjang kuning kebiruan yang
terbuka di bagian dada. Lalu sambil terkikik, semata
hendak memperlihatkan bungkahan payudaranya yang
besar namun sudah kendor itu, Nenek Cabul berkata,
"Kabarku selalu menyenangkan. Apakah kau sudah
menjarah gadis-gadis di dalam bangunan itu, Maraka?"
Pangeran Merah yang bernama asli Maraka memba-
tin, "Dia memang hebat sejak dulu. Tanpa melongok
lagi ke dalam dia tahu ada dua orang gadis bersama-
ku. Aku harus mengambil hatinya biar segala urusan
berjalan lancar. Lagipula, kemungkinan besar dengan
kedatangannya ini semua yang kuinginkan berjalan
sebagaimana yang kuharapkan."
Pemuda sesat bersenjata sepasang pedang bersilan-
gan di punggung tersenyum. Lalu katanya, "Mana
mungkin aku melakukannya selagi kau berada di sini,
Guru" Bukankah kita bisa melakukan semuanya ba-
rang sejenak?"
"Dia benar-benar pandai menyembunyikan kegera-
mannya. Dan aku yakin, salah seorang gadis yang dis-
ekapnya adalah murid Dewi Bulan." Habis membatin
begitu, Nenek Cabul terkikik, "Kalau memang kau
menginginkannya, mengapa kau masih diam berdiri di
sana?" Pangeran Merah menggeram dalam hati. Sambil
tindih kegusarannya dia melangkah mendekati Nenek
Cabul yang tak lain gurunya sendiri..
Dengan penuh kemuakan kedua tangannya lang-
sung mendekap sosok perempuan genit berbedak tebal
itu yang terkikik tatkala Pangeran Merah mengecupi
seluruh wajahnya.
Dan di atas rumput yang cukup tebal, ditemani
dengan malam yang dingin, perlahan-lahan Pangeran
Merah merebahkan tubuh Nenek Cabul. Tangannya
semakin liar meraba sekujur tubuh perempuan lanjut
usia yang masih memiliki tubuh kencang itu dan sese-
kali diselingi desahan panjang si nenek.
Nenek Cabul menjerit lirih tatkala muridnya men-
dapatkan apa yang diinginkannya. Cukup lama mere-
ka berada dalam lingkaran setan yang menyesatkan.
Beberapa tarikan napas kemudian, guru dan murid
sesat itu ambruk dengan tubuh lunglai.
Nenek Cabul memejamkan kedua matanya rapat-
rapat seraya membatin, "Sungguh sangat menyenang-
kan. Dia memang pandai membikin aku puas dalam
hal yang satu ini."
Pangeran Merah memakai pakaiannya dan berbar-
ing di atas rerumputan itu kembali.
Matanya menatap langit.
"Biarlah kuturuti apa kemauan perempuan sialan
ini," batinnya sambil tindih segala kegusaran. Lalu ta-
nyanya kemudian, "Guru... mengapa Iblis Cadas Silu-
man diburu oleh beberapa orang rimba persilatan ter-
masuk dirimu?"
Nenek Cabul' membuka kedua matanya. "Hmmm...
rupanya dia tahu juga urusan itu." Habis membatin
begitu, dengan senyuman yang menurutnya sangat
memikat sekali dia menyahut, "Perempuan itu memi-
liki sebuah anting sakti di telinganya."
"Kudengar nenek bertelinga sebelah itu memiliki ti-
ga buah anting. Anting yang manakah yang kau mak-
sud?" tanya Pangeran Merah yang diam-diam hendak
mengorek keterangan lebih lanjut.
"Anting di bagian tengah."
"Apa kesaktian yang dimilikinya?"
"Hmmm... aku tahu kau mengorek keterangan da-
riku. Rupanya kau sedang merencanakan untuk men-
dapatkan benda sakti yang disebut Anting Mustika Ra-
tu. Tetapi tak ada salahnya bila kukatakan pada murid
sialan ini." Habis membatin, Nenek Cabul berkata, "Ketiga anting yang dimiliki
Iblis Cadas Siluman sebenar-
nya memiliki kesaktian yang sama. Tetapi anting di
bagian tengah itu memiliki kekuatan yang lebih hebat.
Bila anting itu direndam ke dalam air dan setelah air
itu berubah menjadi merah, maka yang meminumnya
akan sembuh dari segala penyakit atau akibat pukulan
sakti sekali pun. Dan bila air itu berubah menjadi
warna biru, maka orang yang meminumnya akan me-
miliki ilmu kebal tiada banding selama tiga hari."
Pangeran Merah berpikir keras, lalu katanya, "Men-
gapa Iblis Cadas Siluman sepertinya tidak tahu soal
itu?" "Dia memang tidak tahu. Begitu pula denganku se-
belumnya. Hanya saja, tak sengaja aku bertemu den-
gan Ratu Iblis yang menceritakan tentang Anting Mus-
tika Ratu yang berada di telinga Iblis Cadas Siluman."
"Hmmm... dia sengaja menjelaskan sebagian kecil
saja," desis Pangeran Merah dalam hati. Lalu lanjut-
nya, "Kalau memang demikian adanya, apakah Iblis
Cadas Siluman tidak tahu tentang asal anting-anting
itu?" "Dia jelas tahu sekali. Bahkan aku yakin dia masih
ingat semuanya. Hanya saja...." Nenek Cabul memutus
kata-katanya sendiri. Kali ini dia bangkit seraya mera-
pikan pakaiannya kembali. Lalu menatap muridnya
tanpa kedip, "Mengapa kau menanyakan semua ini?"
Terkesiap Pangeran Merah mendengar kata-kata
Nenek Cabul Kejap lain dia sudah tersenyum sambil
tindih keterkejutannya, "Apakah tak pantas aku men-
getahui semua itu, Guru" Bukankah bila semuanya je-
las, sudah pasti aku bisa membantumu untuk menda-
patkan Anting Mustika Ratu?"
Nenek Cabul tertawa berderai yang sesekali diselin-
gi desahannya. "Kau memang murid yang pandai, Maraka. Ya, ya...
mengapa tidak?" katanya kemudian dan menyambung
dalam hati, "Kau bukan hanya pandai tetapi licik luar
biasa." ! Lalu katanya lagi, "Menurut Ratu Iblis, sekitar lima
puluh tahun yang lalu dia bermusuhan dengan Raja
Dewa. Mereka seringkali bertemu dan mengadu kesak-
tian tingkat tinggi. Namun sampai sejauh itu masing-
masing tak bisa saling mengalahkan. Karena, Ratu Ib-
lis memiliki Anting Mustika Ratu, sementara Raja De-
wa memiliki Trisula Mata Empat. Kedua senjata itu
sungguh tiada banding saat itu dan kurasa... sampai
saat ini. Saat itu sebenarnya Ratu Iblis sedang pusing
menghadapi muridnya semata wayang yang sekarang
dikenal berjuluk Iblis Cadas Siluman yang mendadak
saja menolak bila diberikan tugas. Rupanya Iblis Ca-
das Siluman timbul nurani baiknya dan dia selalu ti-
dak mau diperintahkan apa-apa kecuali yang baik-baik
Sebelumnya Iblis Cadas Siluman adalah murid yang
patuh dan merupakan kaki tangannya yang lihai dan
beringas. Hingga suatu hari Ratu Iblis mengetahui ka-
lau muridnya berhubungan dengan Pendekar Kencana
yang ternyata murid Raja Dewa musuh bebuyutan Ra-
tu Iblis. Murkalah Ratu Iblis. Di saat muridnya berme-
sraan dengan murid Raja Dewa, mendadak saja Ratu
Iblis muncul dan menghajar keduanya sampai tung-
gang langgang. Pendekar Kencana tewas saat itu juga
sementara Iblis Cadas Siluman berhasil meloloskan di-
ri dalam keadaan luka parah. Terutama, telinga bagian
kanannya yang menjadi sumplung. Dan ternyata Iblis
Cadas Siluman justru lari ke tempat tinggal Raja Dewa
dan menceritakan semuanya."
Nenek Cabul menarik napas sejenak sementara
Pangeran Merah menunggu tak sabar. Lalu, "Setelah
mengobati Iblis Cadas Siluman, Raja Dewa mendatangi
Ratu Iblis, hingga pertarungan terjadi kembali. Hingga
pada puncaknya Ratu Iblis berhasil merebut senjata
Trisula Mata Empat milik Raja Dewa, sementara Raja
Dewa sendiri merebut Anting Mustika Ratu. Kehilan-
gan senjata saktinya bagi Raja Dewa bukanlah masa-
lah, besar. Sementara kehilangan Anting Mustika Ratu
bagi Ratu Iblis adalah titik dari kehancurannya. Kare-
na, dia selalu meminum air rendaman Anting Mustika
Ratu. Ratu Iblis berusaha mencari Raja Dewa dan tak
pernah ditemukan. Hingga suatu saat, dia melihat Iblis
Cadas Siluman di sebuah tempat. Dan di telinga kiri
Iblis Cadas Siluman telah menempel tiga buah anting.
Ratu Iblis mengenali anting di bagian tengah dari dua
anting lainnya yang tentunya hanya sebagai samaran
belaka. Dan dia yakin kalau Anting Mustika Ratu yang
berada di telinga kiri Iblis Cadas Siluman diberikan
oleh Raja Dewa. Tetapi saat itu, Ratu Iblis benar-benar
dalam keadaan yang tak memungkinkan untuk mere-
but Anting Mustika Ratu dari muridnya yang tentu sa-
ja masih mengingat kalau kekasihnya dibunuh oleh
Ratu Iblis. Dan hingga saat ini, Ratu Iblis masih men-
diami Lembah Para Iblis dalam keadaan mati tidak hi-
dup pun tidak."
"Lalu kau diperintahkan untuk mendapatkan Ant-
ing Mustika Ratu itu, Guru?" tanya Pangeran Merah.
"Ternyata di balik otaknya yang cerdik dan licik ju-
ga tersimpan kedunguan," batin Nenek Cabul. Sambil
menyeringai dia menyahut, "Aku tak sudi diperintah
oleh siapa pun juga. Dengan janji akan kudapatkan
Anting Mustika Ratu dan mcngobatinya, Ratu Iblis
menceritakan semuanya. Tetapi sudah tentu aku tidak
mau bertindak bodoh. Untuk apa kulakukan semua
itu bila sudah kudapatkan Anting Mustika Ratu" Ten-
tu saja aku tak akan mau melakukan apa yang kujan-
jikan. Mestika itu akan menjadi milikku selama-
lamanya. Ratu Iblis tak mau mengatakan di mana Tri-
sula Mata Empat milik Raja Dewa yang direbutnya."
"Tetapi tentunya kau tak akan mudah menda-
patkannya, Guru?"
Sepasang mata kelabu Nenek Cabul terbuka lebih
lebar. "Jangan sekali-sekali kau berkata begitu lagi.
Anting Mustika Ratu akan kudapatkan. Selama Iblis
Cadas Siluman tak tahu apa kegunaan anting di ba-
gian tengah itu, maka semuanya akan menjadi lancar.
Hanya saja... saat ini Raja Arak dan Naga Selatan se-
dang ikutan pula mencari. Kedua tokoh sialan itulah
yang kukuatirkan. Tetapi bila Anting Mustika Ratu
kudapatkan, kemunculan Malaikat Dewa dan Manusia
Agung Setengah Dewa pun aku tak peduli."
Ini kesempatan bagiku untuk menjadi raja diraja
rimba persilatan. Aku harus mendapatkan benda sakti
itu," batin Pangeran Merah culas. "Tetapi bila aku
mencari sendiri, sudah tentu akan banyak halang rin-
tang yang kudapatkan. Berarti yang terbaik sekarang
bergabung dan bersikap patuh kembali pada perem-
puan cabul celaka ini."
Berpikir demikian, Pangeran Merah menjatuhkan
dirinya di atas tubuh gurunya lagi. Tanpa banyak ucap
dia segera menciumi wajah Nenek Cabul yang terkikik


Rajawali Emas 15 Iblis Cadas Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pelan. Tangan kanan Pangeran Merah meraba dada
gurunya sendiri yang besar namun kendor. Sementara
tangan kirinya menyingkap pakaian panjang si nenek.
"Hmmm... baru kali ini dia memulai. Berarti me-
mang ada yang diinginkannya," batin Nenek Cabul
sambil membalas cumbuan muridnya sendiri. "Tetapi
peduli setan! Dia tak akan mendapatkan apa yang di-
inginkannya!"
Untuk kedua kalinya guru dan murid sesat itu
bermesraan. Setelah beberapa saat kembali keduanya
re-bah di atas rerumputan.
"Kau memang murid yang menyenangkan, Makara,"
desah Nenek Cabul puas.
Pemuda berambut seleher dengan diberi buntut
hingga pinggang itu tersenyum. Lalu mengecup bibir
merah Nenek Cabul.
"Sebagai murid, sudah tentu aku harus melakukan
apa yang diinginkan gurunya, bukan?"
"Hik.. hik... hik... kau benar-benar luar biasa. Apa-
kah kau tidak ingin melanjutkan apa yang hendak kau
lakukan pada kedua gadis di dalam gubuk itu?"
"Sudah tentu aku menginginkannya. Apakah kau
bisa menahan rasa cemburu?" dengus Pangeran Merah
dalam hati. Lalu menggelengkan kepalanya, "Tak
mungkin aku berlaku kurang ajar seperti itu selagi
ada...." "Aku mengenal watakmu sejak kecil, Makara! Dari
sorot matamu kau sangat menginginkannya. Kalau be-
gitu, lakukanlah!" potong Nenek Cabul.
"Tidak!" sahut Pangeran Merah yang berpikir lain.
Dengan sorot penuh birahi dia berkata, "Biar gadis
yang kuculik barusan kubunuh! Sementara murid De-
wi Bulan itu akan kunikmati setelah dua hari menda-
tang." "Bagus, bagus.... Kau menunggu kedatangan Ma-
nusia Pemarah, bukan" Lelaki tua keparat itulah satu-
satunya lelaki yang tak mau memenuhi keinginanku
berhubungan badan! Berarti dia harus mampus....
Hik.. hik... hik... memang sangat menyenangkan. San-
gat menyenangkan sekali.... Aku jadi ingin melihat mu-
rid Dewi Bulan yang kau culik dan membuat Manusia
Pemarah kalang kabut."
Setelah merapikan pakaiannya, Pangeran Merah
melangkah mendahului ke bangunan kecil terbuat dari
bambu sementara Nenek Cabul sedang merapikan pa-
kaiannya. Dan kejap itu pula terdengar teriakan marah Pan-
geran Merah, menggetarkan bangunan bambu itu, "Ce-
laka! Ada orang yang menyelamatkan kedua gadis
,itu!!" Nenek Cabul yang mendengar teriakan itu segera
mencelat masuk. Dilihatnya sebuah balai-balai yang
kosong, sementara atap bangunan itu bolong besar.
"Keparat!" maki Pangeran Merah gusar seraya ber-
kelebat keluar dan mencoba mencari. Tetapi sampai
sejauh itu dia tak berhasil menemukan.
"Siapa yang telah melakukannya?" tanya Nenek Ca-
bul dengan pandangan bersiaga tatkala muridnya
muncul kembali.
Pangeran Merah menggelengkan kepala. Wajahnya
sarat dengan kemarahan dalam.
'Tak mungkin kedua gadis itu bisa melepaskan diri
dari totokanku. Pasti ada yang menyelamatkannya.
Dan orang itu sudah tentu memiliki ilmu peringan tu-
buh yang tinggi, karena kita sama sekali tak menden-
gar suara apa-apa selain gemeresek dedaunan dan de-
siran angin. Jahanam! Akan kucabik-cabik sekujur tu-
buh orang yang berlaku lancang begini!"
Baru saja bentakannya terdengar habis, mendadak
saja terdengar satu suara dari balik ranggasan semak
belukar sebelah kanan, "Manusia-manusia bejat! Kini
aku datang menghadap! Silakan kalian ambil apa yang
kalian inginkan!!"
Masing-masing orang segera mengalihkan pandan-
gan. Berjarak dua tombak dari hadapan mereka telah
berdiri perempuan tua berambut panjang awut-
awutan. Hidungnya bulat dengan bibir tebal. Pakaian
panjang yang dikenakannya berwarna jingga. Dan
orang yang baru datang ini hanya memiliki telinga se-
belah yang dicanteli tiga buah anting!
Nenek Cabul segera membuka mulut diiringi den-
gan desahan kegeraman, "Nyi Randa Barong! Bagus
kau tiba di sini! Berarti urusanku tak terlalu lama ter-
bengkalai!"
Orang yang baru datang itu dan tak lain adalah Nyi
Randa Barong alias Iblis Cadas Siluman menggeram
dingin. Kedua matanya yang celong ke dalam menyipit.
Bibir tebalnya merapat dan keluarkan desisan geram
tanda dia sangat marah.
"Perempuan bejat celaka! Mengapa kau tiba-tiba
mempunyai niat membunuhku" Urusan benda sakti
yang kumiliki bukanlah urusanmu!"
Nenek Cabul maju selangkah, sementara Pangeran
Merah diam-diam mengerahkan ilmu 'Penyangga Tu-
buh Kuatkan Jiwa'. Pemuda berpakaian merah dan
bercelana hitam ini membatin, "Hanya nenek itu yang
muncul di sini" Kemungkinan memang dialah yang te-
lah menyelamatkan Dewi Berlian dan gadis yang kucu-
lik! Keparat! Ini sebenarnya kesempatan bagiku untuk
mendapatkan Anting Mustika Ratu. Tetapi aku tak in-
gin maksudku diketahui oleh Nenek Cabul. Berarti aku
harus berlaku sopan di hadapan perempuan cabul ce-
laka itu!"
"Jangan perpanjang urusan bila kau ingin selamat!
Sebaiknya serahkan anting di bagian tengah yang kau
miliki!!" sentak Nenek Cabul dengan tatapan tak ber-
kedip. "Bicara memang mudah! Sebaiknya justru kau yang
segera tinggalkan tempat ini sebelum dapat celaka!!"
Mengkelap wajah perempuan berbedak putih itu. Den-
gan geram dia maju selangkah. Tenaga dalamnya telah
dialirkan. "Biar urusan lebih cepat, sebaiknya...."
"Tunggu, Guru! Biar aku yang menghadapi perem-
puan celaka itu!!" seru Pangeran Merah seraya maju ti-
ga langkah. Wajah tampannya dingin, sarat dengan
kemarahan dan keinginan. Dengan keras dia berucap,
"Nyi Randa Barong... seharusnya kau sadar siapa kami
berdua! Lebih baik jangan banyak ucap lagi! Serahkan
Anting Mustika Ratu itu!!"
Iblis Cadas Siluman mengalihkan pandangannya.
"Pemuda keparat! Kau hidup hanya jadi pemuas
nafsu perempuan cabul itu! Bertobat lebih baik dari-
pada kau terus terperosok ke jurang kenistaan!!"
"Setan tua keparat! Mam...!!" seruan garang Pange-
ran Merah terputus dan sosoknya untuk menerjang ke
arah Iblis Cadas Siluman tertahan tatkala terdengar
bentakan keras,
"Jangan tahan aku, Kang Tirta! Pemuda keparat itu
harus membayar apa yang diperbuatnya!!"
"Dewi Berlian! Jangan gegabah! Tenaga dalammu
belum pulih akibat totokan pemuda sesat itu!"
"Masa bodoh!!"
Kejap lain, nampaklah dua sosok tubuh di hadapan
Pangeran Merah dan Nenek Cabul. Sosok Rajawali
Emas yang sedang menghisap-hisap sebatang rumput
dan sosok Dewi Berlian yang sedang memandang ta-
jam pada Pangeran Merah!
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Holmes
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Pedang Sinar Emas 18 Pendekar Hina Kelana 34 Utusan Dari Negeri Leluhur Jodoh Di Gunung Kendeng 1
^