Pencarian

Ratu Dari Kegelapan 1

Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan Bagian 1


Bab 2 PEMUDA dari Gunung Rajawali yang melompat ke ba-
lik ranggasan semak untuk melihat sekaligus menye-
lamatkan Putri Lebah, tersentak dengan pekikan ter-
tahan. Kejap lain dia segera melompat kembali ke be-
lakang tatkala satu gelombang angin menghampar ke
arahnya! "Heiiii!!" serunya terkejut.
Blaar! Sambaran angin itu menghantam sebuah pohon
yang seketika menggugurkan dedaunan.
Rupanya apa yang dialami Rajawali Emas tidak
hanya sampai di sana saja. Begitu melihat tubuh pe-
muda berpakaian keemasan ini melompat dari balik
ranggasan semak, satu rangkaian serangan telah da-
tang kembali. Maut Tangan Satu yang segera memburu!
Dan langsung mengibaskan pakaian lengan kirinya
yang tanpa lengan itu.
Cltaaaarr...!! Bila saja kesigapan Tirta tidak terlatih, tak ayal lagi
tubuhnya akan menjadi sasaran empuk gebrakan
Maut Tangan Satu. Tubuh si pemuda bergulingan agak
menjauh dengan memaki panjang pendek. Kejap lain
dia sudah berdiri tegak dengan kedua kaki terpacak di
atas tanah! Pandangannya tajam. Wajahnya mengkelap tanda
dia mulai marah. Namun kelihatan jelas kalau dia be-
rusaha tindih kemarahannya. Karena dalam keadaan
seperti ini, amarah hanya akan membawa celaka saja.
Dan itu pantang dilakukan seorang pendekar. Apalagi
mengingat orang-orang yang menyerangnya ini bukan-
lah orang yang dikehendakinya. Mereka hanya menjadi
orang dungu suruhan Seruling Haus Darah!
Sementara itu dari balik ranggasan semak belukar,
melompat satu sosok tubuh kurus berjubah merah
dan hanya mengenakan cawat hitam belaka.
Begitu kedua kakinya menginjak tanah berjarak se-
kitar sepuluh langkah dari tempat Rajawali Emas ber-
diri, orang yang tak lain Datuk Jubah Merah ini, me-
mandang dingin. Namun bibirnya menyunggingkan se-
ringaian lebar. Dialah orang yang menyerang Tirta tadi
di saat si pemuda memburu ke balik ranggasan semak.
Sementara agak serong kanan berjarak dua tom-
bak, lelaki berpakaian hitam sambung menyambung
yang memiliki rambut tegak seperti setan menyeringai
tak kalah lebarnya.
"Rupanya, kematian memang sudah benar-benar
akan menderamu, Rajawali Emas! Lebih baik menye-
rah saja ketimbang kau mampus percuma!!" ejeknya
dingin. Rajawali Emas cuma tersenyum mendapati ejekan
orang. Namun diam-diam dia berkata dalam hati,
"Kendati aku mulai menduga sesuatu, tetapi tak akan
kubiarkan orang-orang ini mencelakakan Putri Lebah!
Tetapi... ke mana perginya gadis itu setelah menerima
pukulan Datuk Jubah Merah dan terlontar ke balik
ranggasan semak belukar"!"
Seperti diceritakan dalam episode sebelumnya, se-
telah membagi tugas dengan Bwana yang segera ter-
bang untuk menjalankan tugas yang diberikannya, Ra-
jawali Emas bermaksud mengajak Ratu Dari Kegelapan
yang menyamar sebagai Putri Lebah untuk mene-
ruskan langkah mencari Seruling Haus Darah. Namun
mendadak saja satu serangan datang dan dalam keja-
pan mata yang tak berjauhan, muncul Maut Tangan
Satu dan Datuk Jubah Merah.
Ratu Dari Kegelapan yang menyamar dan menjulu-
ki dirinya sebagai Putri Lebah, yang mendapat tugas
dari Nenek Cabul untuk membunuh Rajawali Emas
namun hingga kini belum dilakukannya karena dia
menginginkan tidur dengan pemuda tampan itu, me-
mang bermaksud meninggalkan Rajawali Emas untuk
sementara waktu. Mengingat, orang-orang Keraton
Wedok Mulyo sedang mencarinya dan dia berkeinginan
untuk membunuh mereka. Dibuatlah rencana jitu dan
dia mulai menyerang Datuk Jubah Merah, yang pada
akhirnya Putri Lebah membiarkan dirinya diserang te-
rus menerus oleh Datuk Jubah Merah.
Tatkala satu hantaman telak membuat tubuh si ga-
dis berpakaian hijau muda penuh renda putih di se-
panjang kedua lengannya terlempar ke balik ranggasan
semak, Rajawali Emas segera memburu. Justru Datuk
Jubah Merah yang menyerangnya kemudian!
Sementara itu Tirta pun berkata, "Rasanya... kesa-
baranku sekarang mulai menipis! Kuperingatkan ke-
pada kalian, lebih baik katakan pada Seruling Haus
Darah untuk menghentikan sepak terjang sialannya
daripada kucabik-cabik tubuhnya!" Lalu tanpa mem-
pedulikan betapa wajah kedua orang yang berdiri di
hadapannya memerah, dengan santai dan pandangan
yang tak menyiratkan apa-apa, pemuda yang di kedua
lengannya terdapat rajahan burung rajawali keemasan
itu meneruskan kata pada Datuk Jubah Merah, "Orang
jelek bercawat dan berjubah norak! Kau sembunyikan
di mana gadis itu"!"
Mendengar pertanyaan orang, meledaklah tawa Da-
tuk Jubah Merah. Lalu dengan suara mengejek dia '
berseru, "Mengapa kau harus memikirkan gadis itu"!
Dia sudah lari terbirit-birit dengan luka dalam di tu-
buhnya! Dalam perkiraanku, hanya memakan tiga kali
waktu penanakan nasi dia sudah mampus! Sayangnya,
kau tak menyaksikan kematian temanmu itu!" Lelaki
bercawat hitam ini menyambung dengan suara makin
penuh ejekan, "Atau dia kekasihmu, hah"! Dan kau
berlagak tenang padahal hatimu kebat-kebit tak ka-
ruan untuk mengetahui keadaannya"! Permainan
usang yang kau perlihatkan, Pemuda Celaka!!"
Tirta justru tersenyum mendengar kata-kata Datuk
Jubah Merah. Masih tersenyum dia berkata,
"Wah! Kenapa kau sampai berpikir kalau dia keka-
sihku"! Tetapi kau tidak perlu cemas, lelaki berlengan
buntung itu bisa juga lho jadi kekasihmu!"
"Keparat!" maid Datuk Jubah Merah keras.
Mendapati kesempatan untuk meneruskan ejekan-
nya, Tirta berkata lagi,
"Mengapa harus pusing" Lelaki dengan lelaki kan
sama saja! Yang penting kan kasih sayang"!"
Belum habis kata-kata Tirta terdengar, mendadak
saja terdengar seruan kalap Maut Tangan Satu, "Meng-
apa harus membuang waktu"! Peringatan yang kuberi-
kan tak kau indahkan! Bahkan kau berani menjual la-
gak! Berarti, kami akan membawamu hidup-hidup ke
Bukit Watu Hatur di mana Seruling Haus Darah me-
nunggu kehadiran kami di akhir bulan ini!"
Mendengar kata-kata itu, Rajawali Emas segera pa-
lingkan kepala pada Maut Tangan Satu yang sedang
memandang dingin. Sepasang mata si pemuda sendiri
tak kalah dinginnya.
"Hmmm... kalau begini caranya, jalan satu-satunya
untuk menemukan Seruling Haus Darah memang ha-
rus kembali ke Bukit Watu Hatur. Di mana sebelum-
nya aku pernah melihat Dewi Topeng Perak dan yang
lainnya berada di sana. Jadi secara tidak langsung per-
jalananku mencari manusia sesat yang hendak men-
guasai rimba persilatan dan adalah orang yang berdiri
di belakang pembunuhan bergelombang ini, terasa sia-
sia karena dari kata-kata yang diucapkan Maut Tan-
gan Satu barusan, sepertinya dia juga tidak tahu di
mana tepatnya Seruling Haus Darah berada saat ini.
Dan sampai saat ini belum kudengar lagi berita ten-
tang keganasan Seruling Haus Darah! Apakah karena
dia merasa sudah kehabisan lawan dan akulah orang
yang paling tepat menurutnya"!"
Mendapati seruannya tak mendapat sahutan, de-
ngan geram Maut Tangan Satu sudah maju mengge-
brak. Lengan kirinya yang tanpa lengan dikibaskan be-
rulang kali, hingga menimbulkan suara yang cukup
menyakitkan gendang telinga dan angin yang laksana
membeset! Datuk Jubah Merah sendiri tak mau bertindak ayal
pula. Kesempatan untuk membalas dendam pada pe-
muda yang di kedua lengan kanan kirinya terdapat ra-
jahan burung rajawali keemasan ini mulai terbuka
nampaknya. Kini lelaki berjubah merah itu seakan melupakan
hadiah yang dijanjikan oleh Seruling Haus Darah bila
dia berhasil membawa Rajawali Emas ke hadapan Se-
ruling Haus Darah!
Mendapati dua gempuran dahsyat sekaligus, untuk se-
jenak Tirta dibuat terkesiap. Kendati sebenarnya dia
memikirkan sesuatu tentang Putri Lebah, namun yang
membuatnya tidak enak karena dia tidak tahu ke ma-
na perginya gadis berpakaian hijau muda yang di se-
panjang lengan bajunya terdapat renda warna putih
itu. Dengan menggabungkan jurus 'Rajawali Lingkar
Bumi' dan 'Lima Kepakan Pemusnah Jiwa', pemuda ini
terus menghindar sambil membalas. Tenaga surya
yang berasal dari sari Rumput Selaksa Surya, dipergu-
nakannya. Hingga setiap kali Rajawali Emas mengi-
rimkan serangan, sentakan hawa panas menghampar
cukup mengerikan.
Sampai lima belas jurus hal itu berlangsung. Na-
mun masing-masing orang belum bisa mengatasi la-
wan. Perbedaan yang nampak adalah, kalau Maut
Tangan Satu dan Datuk Jubah Merah menyerang se-
penuh hati penuh kenafsuan, sementara Rajawali
Emas masih bertindak setengah.
Karena yang ada dalam pikirannya saat ini adalah
Putri Lebah. Tirta telah menduga sesuatu yang untuk
saat ini hanya diketahui oleh dirinya saja.
Tetapi lama kelamaan, dia pun gagal menindih
amarahnya. Tenaga surya dalam tubuhnya dilipatgan-
dakan, hingga setiap kali dia menyerang, rerumputan
dan semak belukar langsung mengering dan luruh
menjadi serpihan.
Merasakan perubahan udara yang sangat kentara,
membuat Maut Tangan Satu dan Datuk Jubah Merah
mulai mengendorkan serangannya. Karena setiap kali
mereka mendekat, dirasakan hawa panas luar biasa
menyentak. "Celaka! Pemuda ini benar-benar tak bisa dipan-
dang sebelah mata!" geram Maut Tangan Satu yang te-
lah mundur dan berdiri tegak dengan pandangan tak
berkedip. Dadanya turun naik dengan napas yang
agak kembang kempis. "Pantas kalau Seruling Haus
Darah menginginkan nyawanya!"
Sementara itu, Datuk Jubah Merah yang mundur
pula bersamaan mundurnya Maut Tangan Satu, kare-
na dia masih ingat kekalahannya saat bertarung den-
gan Tirta beberapa hari lalu menggeram keras, "Kepa-
rat betul! Bila melihat keadaannya, Maut Tangan Satu
nampaknya tak bisa berbuat banyak! Berarti keingi-
nanku untuk membalas dendam pada pemuda jaha-
nam ini bisa gagal total! Hmmm... baiknya biar kupa-
nas-panasi manusia keparat berlengan buntung itu!"
Berpikir demikian, dengan suara mengejek Datuk
Jubah Merah berseru pada Maut Tangan Satu yang
masih memandang tak berkedip pada Tirta, "Maut Ta-
ngan Satu! Apakah orang yang dicari sudah berada di
depan mata, tak segera kita tangkap hidup-hidup" Ka-
laupun harus dibunuh, itu memang satu keharusan
yang kita lakukan!" Sesaat lelaki bercawat hitam itu
menghentikan ucapannya semata untuk melihat reaksi
Maut Tangan Satu. Setelah dilihatnya wajah lelaki
yang memiliki alis menukik dan seperti bertemu di
atas pangkal hidungnya berubah, segera saja dilan-
jutkan kata-kata yang disertai ejekan penuh, "Atau ka-
lau kau takut dan merasa tak sanggup, lebih baik
tinggalkan tempat! Biar aku yang mendapatkan pemu-
da sialan ini! Dan mengenai hadiah yang akan diberi-
kan Seruling Haus Darah, tetap akan kita bagi bersa-
ma! Tentunya satu masukan yang sangat kau ha-
rapkan, bukan"!"
Pancingan yang dilakukan oleh Datuk Jubah Merah
ternyata membawa hasil. Kedua gendang telinga lelaki
berlengan kiri kutung itu seperti ditusuk oleh sembilu
bermata tiga. Tatapannya menusuk seperti sembilu saat dia ber-
kata, "Jahanam betul kau bicara! Apakah bukan kau
sendiri yang sudah putus nyali"!"
"Aku masih berkeinginan untuk bergebrak dengan-
nya! Tetapi kau mundur karena dia...."
"Setan! Akan kurobek mulutmu setelah kubunuh
pemuda celaka itu!!" putus Maut Tangan Satu dengan
suara menyentak. Lalu dipalingkan kepalanya lagi pa-
da Rajawali Emas yang kelihatan masih memikirkan
sesuatu tentang lenyapnya Putri Lebah. "Rajawali
Emas! Terimalah kematiaaaaannn!!"
Dan orangnya sudah melabrak kembali.
Saat baju lengan kirinya yang tanpa lengan digerak-
kan, lima larik cahaya merah yang menebarkan hawa
panas menderu. Lalu disusul dengan tendangan kaki
kanan yang mengarah pada kepala Rajawali Emas.
Rajawali Emas segera menjejak tanah, saat itu pula
tubuhnya melenting di udara. Serangan lawan lolos de-
ngan sendirinya dan menghantam ranggasan semak
belukar yang seketika berpentalan di udara.


Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu, masih berada di udara, Rajawali
Emas yang kali ini hendak memberikan pelajaran sege-
ra menggerakkan sepasang kakinya seperti menjejak,
tepat ke arah punggung Maut Tangan Satu,
Seketika lelaki berambut hitam kaku berdiri itu
menjatuhkan tubuh, lalu bergulingan.
Brak! Brak! Tanah di mana Maut Tangan Satu menjatuhkan
tubuh tadi langsung rengkah terkena jejakkan kedua
kaki Rajawali Emas. Bersamaan kedua kakinya hingga
lutut amblas dalam tanah, Rajawali Emas segera me-
lompat kembali hingga tanah tadi ambrol dan berpen-
talan. Kedua tangannya digerakkan.
Wuutt! Wuuttt! Dua hamparan angin panas meluncur deras dengan
suara membeset ke arah Maut Tangan Satu, yang bu-
kan hanya terkesiap tetapi juga keluarkan pekikan
ngeri. Sebisanya lelaki berambut berdiri seperti setan ini
langsung melompat dengan pencalan satu kaki yang
tertumpu pada sebatang pohon. Dia memang berhasil
menghindari serangan itu. Akan tetapi, Tirta yang te-
rus memburunya sudah melepaskan satu tendangan
melalui kaki kanannya.
Des! "Aaaakkhhhh!!" menjerit tertahan Maut Tangan Sa-
tu sementara tubuhnya terlempar ke belakang dengan
darah membuyar dari mulutnya.
Dan bersamaan dengan itu, Datuk Jubah Merah
yang merasa berhasil memancing kemarahan Maut
Tangan Satu, segera melabrak maju tatkala melihat sa-
tu kesempatan untuk menyerang.
Rajawali Emas yang berdiri tegak membelakangi
nya segera merunduk begitu merasakan satu samba-
ran angin deras menderu ke arahnya.
"Setaaaann!!" maki Datuk Jubah Merah tatkala
mendapati serangannya lolos. Dan begitu menjejakkan
kedua kakinya di atas tanah, dia segera berbalik dan
melancarkan pukulan 'Karang Maut' kembali.
"Manusia satu ini tak patut untuk dikasihani!" ma-
ki Tirta dalam hati. Lalu dengan pencalan satu kaki,
diapun melompat ke udara. Bersamaan dengan itu
tangan kanannya yang masih dialirkan tenaga surya,
segera menggebrak!
Terdengar letupan keras berulang kali. Rupanya,
Datuk Jubah Merah benar-benar tak mampu menahan
diri. Tanpa hiraukan dadanya yang terasa sakit akibat
benturan barusan, begitu kakinya menjejak tanah, dia
sudah melenting kembali dengan kedua tangan disen-
takkan ke depan.
Rajawali Emas mendengus melihatnya. Sambil ber-
putar, si pemuda menyentakkan kedua tangannya pu-
la. Bummm! Pukulan Datuk Jubah Merah tertahan. Bersamaan
dengan itu, Rajawali Emas sudah maju dengan kedua
tangan mengembang, lalu disentakkan ke depan.
Tidak ada waktu lagi bagi lelaki tua bercawat itu
untuk menghindar atau menangkis, hingga saat itu ju-
ga Datuk Jubah Merah memekik keras dan terdorong
ke belakang akibat terhantam pukulan Tirta!
Tubuhnya terlempar beberapa tindak dalam kea-
daan goyah sebelum akhirnya ambruk dalam keadaan
terduduk di sebelah Maut Tangan Satu yang dengan
susah payah akhirnya berhasil duduk dengan kedua
kaki sebagai tumpuan pinggul.
Sepasang mata Datuk Jubah Merah yang sejak tadi
bersinar garang, kini kuyup memancarkan rasa nyeri.
dari mulut dan hidungnya mengalir darah agak kehi-
taman pertanda lelaki ini terluka dalam.
"Jahanam! Gagal sudah untuk membalas dendam
pada pemuda sialan ini!" makinya geram. "Tetapi, biar bagaimanapun juga, pemuda
ini harus mampus!!"
Lalu segera dikerahkan tenaga dalamnya kembali
dan siap untuk lancarkan serangan lagi. Namun sebe-
lum lelaki tua bercawat ini melakukannya, satu puku-
lan keras menghantam kepalanya hingga rengkah.
Sesaat Datuk Jubah Merah membalikkan tubuhnya
ke belakang dengan kedua mata terbeliak besar. Mu-
lutnya terbuka seperti hendak mengucapkan sesuatu.
Namun dia sudah keburu jatuh ambruk diiringi eran-
gan kesakitan! Dari kepalanya mengalir darah merah
yang sangat kental, menyusul cairan warna putih yang
kemudian bersatu dengan darah merah itu.
Maut Tangan Satu yang barusan menghantamkan
pukulannya, mendengus.
"Manusia penghasut! Lebih baik kau memang mam
pus di tanganku!" serunya dengan suara serak. Lalu
dialihkan pandangannya pada Rajawali Emas yang
sama sekali tak menyangka kalau Maut Tangan Satu
akan menghantamkan pukulannya pada Datuk Jubah
Merah Kejap lain terdengar geraman keras Maut Tan-
gan Satu "Rajawali Emas! Aku enggan mengaku kalah!
Suatu saat, semua ini akan kubalas!"
Rajawali Emas cuma tersenyum.
"Kau telah dibutakan oleh hadiah yang dijanjikan
Seruling Haus Darah! Seharusnya kau...."
"Jangan berkhotbah!" maki Maut Tangan Satu
sambil memegang dadanya kuat-kuat. Kedua matanya
nanar dengan kepala pusing berpendar. Mulutnya per-
lahan-lahan nampak mengembung. Kejap lain kembali
lelaki ini muntah darah. Dan ambruk jatuh pingsan.
Rajawali Emas menghembuskan napas panjang, se-
olah hendak membuang segala beban dalam dadanya.
"Kalian tergolong manusia-manusia yang haus ha-
diah dan kedudukan," desisnya dalam hati sambil
memandangi kedua sosok lawannya tadi yang terkapar
tak berdaya. "Aku tidak tahu. Itu upah yang tepat un-
tuk kalian atau tidak."
Kejap lain, Rajawali Emas mengarahkan pandang-
annya ke depan. Entah apa yang ditatapnya karena
pandangannya kosong seperti tak menatap apa-apa di
hadapannya. Lalu terdengar desahannya pelan, "Ada sesuatu
yang terjadi pada Putri Lebah. Ya, sesuatu yang tak as-
ing sebenarnya. Dan aku akan membuktikan dugaan-
ku ini...."
Dua kejapan berikutnya. pemuda tampan dari Gu-
nung Rajawali ini sudah berkelebat meninggalkan tem-
pat itu. *** Bab 12 KEREMANGAN malam menghentak, menyeret angin
yang seperti merembet dengan timbulkan suara bagai
mendesis dari satu pohon ke pohon lain. Di langit tak
nampak sedikit pun sinar rembulan. Bahkan sang pe-
milik sinar itu tak menampakkan diri karena terhalang
oleh gumpalan awan hitam.
Dalam keremangan malam mengerikan, nampak
satu bayangan berkelebat sangat cepat, seperti disen-
tak setan. Wajahnya susah dikenali karena malam
yang pekat. Namun menilik dari gerakan yang dilaku-
kannya, jelas kalau bayangan itu bukan orang semba-
rangan. Sepeminuman teh berlalu dalam kebisuan mence-
kam. Di satu tempat yang dipenuhi batu-batu cadas,
bayangan itu berhenti. Seperti meneliti keadaan di se-
kitarnya, sepasang matanya yang masuk ke dalam
rongga berputar. Menyusul dialihkan pandangannya
ke depan. Kejap lain terdengar desisannya agak nyaring, dan
menandakan dia seorang perempuan, "Menilik keada-
an, rasanya tak ada yang datang ke sini! Bagus! Manu-
sia sialan itu pasti aman! Paling tidak, dia sudah si-
uman sekarang! Tulang punggungnya yang patah dua
buah itu sudah pulih seperti sediakala kendati lelaki
tirus bermuka setan itu akan menjadi bongkok Dia
tinggal meminum ramuan Daun Naga Merah yang di-
padukan dengan Lendir Kodok Api, yang akan memu-
lihkan seluruh tenaga dalamnya lagi! Betul-betul sint-
ing! Aku jadi penasaran ingin tahu siapa yang telah
mencelakakannya!"
Habis mendumal tak karuan, bayangan itu berke-
lebat lagi. Dalam waktu tiga kejapan mata saja, bayan-
gan ini tiba di balik sebuah batu karang besar yang
ujungnya lancip.
Dari tempat itu nampak bias-bias sinar yang sema-
kin redup dari api unggun yang dibuat bayangan itu
sebelumnya. Kini nampaklah wajah bayangan itu yang
ternyata seorang perempuan tua berusia kira-kira tu-
juh puluh tahun.
Kulit si nenek sangat tipis sekali. Bibirnya yang ke-
riput disaput gincu yang cukup tebal. Dagunya pan-
jang dan lancip. Rambutnya masih hitam, panjang,
dan acak-acakan. Dia mengenakan pakaian panjang
berwarna jingga kemerahan.
Dan segera saja terdengar seruannya pada sosok le-
laki berwajah tirus yang di pipi kanannya terdapat co-
detan yang tergolek lemah bersandar di batu itu,
"Maung Kumayang! Rupanya kau belum siuman juga!
Huh!! Kau masih beruntung karena berhasil kusela-
matkan! Tetapi sayangnya, Lodang Kumayang sudah
mampus tatkala aku tiba! Aku ingin tahu siapa orang
yang telah mencelakakan kalian!"
Si nenek mengalihkan pandangannya pada api un-
ggun yang semakin lama semakin mengecil. Hanya dua
kali angin berhembus, api itu pasti akan padam.
Namun sebelum angin memadamkan api unggun
yang menyala kembang kempis itu, mendadak saja da-
ri sepasang mata si nenek, melesat sinar putih ke arah
api unggun itu. Terdengar suara mendesis cukup keras
tatkala sinar putih itu menghantam sasarannya.
Blusss! Asap mengepul ke atas dan api unggun itu men-
dadak membesar. Si nenek keluarkan dengusan seka-
rang. "Maung Kumayang! Kau beruntung karena memiliki
kambrat sepertiku yang mau membantu setiap kam-
bratku dalam kesulitan! Bila aku tidak pernah menge-
nalmu ataupun bila mengenalmu berada di jalan yang
berbeda, justru akan kusiksa begitu kutemukan so-
sokmu yang pingsan!" Sambil memperhatikan telapak
tangan kanannya dia berkata lagi, "Kini tinggal kugo-
dok Daun Naga Merah dan Lendir Kodok Api!"
Lalu dengan gerakan yang cepat, si nenek memper-
siapkan segala sesuatunya. Namun yang membuat
orang harus menatapnya lebih lama, karena dia meng-
godok ramuan itu bukan dengan bantuan belanga dan
api. Melainkan telapak tangan kanannya sendiri dan si-
nar putih yang keluar dari matanya!
Dua lembar Daun Naga Merah yang ukurannya tak
lebih besar dari daun beringin, kini berada di telapak
tangan kanannya yang keriput dan membuka ke atas.
Sementara seekor kodok warna hitam pekat namun
bermata merah yang sudah mati, berada di tangan ki-
rinya. Mendadak saja dikatupkan tangan kirinya itu. Tat-
kala telapak tangan kirinya dibuka, nampak kodok itu
sudah hancur. Dengan meniupnya si nenek mem-
buang serpihan-serpihan kodok itu dan yang tinggal
kemudian hanyalah lendir warna merah api.
Lalu dituangnya lendir itu ke tangan kanan, dis-
atukan dengan Daun Naga Merah. Kejap lain ditatap-
nya tanpa kedip telapak tangan kanannya itu.
Dan terlihatlah sinar putih yang keluar dari kedua ma-
tanya mengarah pada telapak tangannya. Seperti
membakar, kemudian nampak asap mengepul. Bau
tak sedap segera tercium. Dan semakin bau tak sedap
itu bertambah menyengat, senyuman di bibir si nenek
mulai nampak. "Sebentar lagi ramuan ini akan mencair! Kau harus
meminumnya dengan cepat, Maung Kumayang!"
Apa yang diperkirakan perempuan tua bergincu ini
memang benar. Karena kini yang nampak di telapak
tangannya, hanyalah seperti cairan belaka tanpa war-
na. Dengan berhati-hati dia berlutut dan mengangsur-
kan telapak tangan kanannya ke mulut Maung Ku-
mayang. Plak! Tangan kirinya memukul kepala Maung Kumayang
hingga mulutnya terbuka. Dengan cepat dimasukkan
cairan itu ke dalam mulut Maung Kumayang.
Setelah tak ada lagi yang tersisa, tangan kanan si
nenek menekap mulut Maung Kumayang sementara
tangan kirinya memiringkan tubuh Maung Kumayang.
Setelah itu dia menyeringai lebar dengan pandan-
gan tak berkedip.
"Kau beruntung, Maung! Karena setelah tiga hari
aku berusaha untuk mendapatkan Kodok Api ternyata
berhasil juga! Dan kau beruntung meminum lendir ko-
dok itu!" Kejap lain nampak si nenek berlutut dengan kedua
tangan merangkap di depan dada. Perlahan-lahan se-
pasang matanya terpejam dengan bibir merapat.
Malam terus beranjak menjauh, seperti menekan
bumi dalam naungan kegelapan. Begitu pagi menjelang
bersamaan terdengarnya kokokan ayam hutan di ke-
jauhan, Sosok lelaki berwajah tirus yang tergolek le-
mah nampak mulai bergerak.


Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dari mulutnya keluar keluhan pelan tertahan.
Seketika si nenek membuka sepasang matanya. Se
kejap diperhatikan lelaki itu dengan senyuman di bibir
Di lain kejap dia sudah berkata, "Kau telah pulih,
Maung! Bahkan kau akan mendapatkan sesuatu yang
tak pernah kau bayangkan! Hanya sayangnya, kau tak
akan bisa berdiri tegak seperti dulu! Ya, ya... sayang
sekali! Tetapi toh, nyawa busukmu masih melekat pa-
da jasadmu itu!"
Sosok lelaki berpakaian dan berjubah hitam itu kini
membuka kedua matanya dan melihat ke arah si ne-
nek yang sedang menyeringai. Lalu perlahan-lahan be-
ringsut membetulkan kedudukan tubuhnya.
"Siluman Kawah Api...," desisnya pelan.
Si nenek berpakaian jingga kemerahan berkata
Aku sudah membuang waktu menunda urusanku ka-
rena mengobatimu, Maung! Sekarang ceritakan kepa-
daku, siapa yang melakukannya! Karena aku tak
punya waktu banyak...."
Maung Kumayang sesaat terdiam. Pikirannya kem-
bali pada satu peristiwa yang menyakitkan hatinya. Di-
ingatnya saat itu dia bersama Lodang Kumayang, se-
dang mencecar Sri Kunting, murid Pendekar Pedang
yang haru saja mereka bunuh. Di saat itulah datang
Rajawali Emas yang bukan hanya menggagalkan ren-
cana mereka untuk mempermalukan Sri Kunting, te-
tapi membuat nyawa Lodang Kumayang putus semen-
tara dia sendiri pingsan dengan tulang punggung pa-
tah dua buah (Untuk mengetahui lebih jelas peristiwa
ini, silakan baca : "Seruling Haus Darah").
Maung Kumayang menarik napas panjang. Tubuh-
nya dirasakan mulai membaik dan jalan nafasnya
normal. Tetapi tatkala dia hendak menegakkan tubuh-
nya, alangkah terkejutnya orang ini. Karena dia tak bi-
sa menegakkan tubuhnya!
Melihat keterkejutan dan perubahan wajah Maung
Kumayang, si nenek yang dipanggil dengan julukan Si-
luman Kawah Api berkata lagi, "Tadi sudah kukatakan,
kau tak akan bisa berdiri tegak kembali, Maung! Tetapi
jangan sesali urusan bodoh itu yang akan bikin mumet
kepalamu! Yang terpenting, kau masih hidup! Itu yang
harus kau pikirkan!"
Maung Kumayang menarik napas pendek. Diam-
diam terdengar dengusannya yang sarat dengan kema-
rahan. Sepasang matanya membesar seperti ribuan
dendam yang menggumpal di dalam dirinya. Lalu ter-
dengar desisannya, pelan namun cukup tajam terden-
gar, "Rajawali Emas...."
Sesaat terlihat kepala Siluman Kawah Api tergerak
ke belakang. Mulutnya terbuka hingga memperli-
hatkan deretan giginya yang masih lengkap tetapi hi-
tam legam "Rajawali Emas...," desisnya mengulangi. "Aku pernah mendengar julukan itu di
saat kekacauan terjadi
di Lembah Karang Hantu. Maung Kumayang... katakan
kepadaku, seperti apa ciri-ciri Rajawali Emas?"
Dengan penuh kegeraman dan dendam, Maung
Kumayang mengatakan apa yang diketahuinya. Sete-
lah terdiam beberapa saat dia melanjutkan kata, "Si-
luman Kawah Api. terima kasih atas pertolonganmu.
Bila saja kau tak menemukanku, mungkin aku sudah
menyusul Lodang Kumayang ke neraka!"
Seperti tak mempedulikan ucapan Maung Kuma-
yang, Siluman Kawah Api berkata, "Katakan kepada-
ku... mengapa kau bisa bertemu dengan pemuda itu?"
Lagi-lagi Maung Kumayang menceritakan apa yang
terjadi. Begitu mendengar kata-katanya, Siluman Ka-
wah Api nampak menjerengkan sepasang matanya.
Dagunya yang lancip nampak seperti makin merunc-
ing. "Seruling Haus Darah...," ulangnya bagai desisan.
Maung Kumayang menangkap sesuatu dari nada
suara si nenek segera diangkat kepalanya. Sesaat dia
menatap si nenek sebelum berkata, "Sepertinya aku
menangkap gejala tak mengenakkan melihat sikapmu
sekarang...."
Siluman Kawah Api terdiam sesaat seperti memi-
kirkan sesuatu. Lalu sambil tersenyum dia berkata,
"Tak ada yang mengganggu pikiranku dengan nama
yang kau sebutkan tadi." Lalu diam-diam dia menyam-
bung dalam hati, "Justru kepergianku dari Goa Mati
untuk mencari manusia itu. Aku yakin... aku mengen-
al orang itu. Siapa tahu dia masih mengingat ku. Den-
gan begitu, aku bisa mendapatkan kesempatan untuk
bergabung dengannya dan membunuh Peri Gelang
Rantai...."
Lalu diangkat kepalanya lagi dan berkata pada Ma-
ung Kumayang, "Tahukah kau dimana aku bisa berte-
mu dengan Seruling Haus Darah?"
sesuatu. Bila yang dikatakannya tadi benar kalau
nama Seruling Haus Darah tidak mengganggu pikiran-
nya, dia tak akan mungkin menanyakan soal itu. Teta-
pi karena dia telah menolongku, tak ada salahnya bila
terus terang kukatakan." Habis membatin begitu,
Maung Kumayang berkata, "Terus terang, sebenarnya
beberapa hari lalu aku dan Lodang Kumayang diha-
ruskan menemuinya di Bukit Watu Hatur. Namun
sayangnya, Rajawali Emas telah membuat semuanya
berubah. Untuk saat ini, aku tidak tahu di mana harus
menemui Seruling Haus Darah."
Siluman Kawah Api terdiam seraya membatin, "Ce-
laka! Kalau begini adanya, akan semakin sulit bagiku
untuk membuktikan siapa Seruling Haus Darah sebe-
narnya. Tetapi masih kuharapkan orang itu adalah...
Hmmm... tatapan manusia ini nampaknya masih me-
nyelidik. Keparat! Apa yang hendak kulakukan tak bo-
leh diketahui siapa pun juga."
Lalu dengan pandangan lurus ke arah Maung Ku
mayang, Siluman Kawah Api berkata, "Aku akan me-
ninggalkanmu pagi ini juga. Usahakan jangan banyak
membuang tenaga dalam selama dua kali penanakan|
nasi. Bila kau melakukannya, maka Lendir Kodok Api
tak akan banyak gunanya."
"Lendir Kodok Api" Apakah khasiat yang bisa ku-
dapatkan?" tanya Maung Kumayang dengan kening di-
kernyitkan. Sepasang mata si nenek menjereng. Lalu katanya
agak dingin, "Kau tahu bukan, aku paling tidak suka
mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti itu"! Tetapi
tak perlu khawatir, karena kau akan mengetahuinya
Dan kupikir... kau sekarang akan bisa menandingi Ra-
jawali Emas!"
"Kalau memang hasilnya seperti itu, mengapa ju-
stru kau memberikannya kepadaku?" tanya Maung
Kumayang tak memperdulikan kata-kata si nenek tadi.
"Pertanyaan yang sangat tepat sekali! Dalam tubuh
ku Sudah ada tenaga api yang berpuluh tahun kupela-
jari Kendati akhirnya aku mencium Lendir Kodok Api,
tetap saja tak ada gunanya sama sekali. Bahkan terasa
sia-sia belaka. Justru kaulah yang akan mendapatkan
manfaatnya! Dan kau bisa melihatnya sendiri! Hanya,
yang perlu kau ingat, jangan membuang tenaga dalam
mu dulu seperti yang kukatakan tadi!"
"Terima kasih!"
"Aku tak membutuhkan ucapan terima kasih! Yang
perlu kau ketahui, itulah untungnya menjalin hubun-
gan denganku! Terus terang kukatakan, bila kau bu-
kan kambratku, kau bukan hanya akan kubiarkan
mampus! Tetapi akan kutambah dengan satu siksaan
yang sangat kusukai Kau tahu bukan, kalau aku san-
gat suka menyiksa siapa saja yang bukan kambratku!"
Habis kata-katanya, sosok perempuan tua bergincu
itu berbalik. Dan tanpa menghiraukan panggilan
Maung Kumayang dia terus melangkah sambil memba-
tin, "Mudah-mudahan Seruling Haus Darah orang
yang sama. Dan... dia tak pernah melupakan siapa aku
sebenarnya.... Apalagi kudengar Peri Gelang Rantai
sudah muncul kembali ke rimba persilatan ini! Berarti,
kesempatanku untuk membalas dendam padanya se-
makin dekat!"
Sementara itu Maung Kumayang sedang menghela
napas. "Aku bertambah yakin kalau perempuan ini se-
benarnya menghendaki bertemu dengan Seruling Haus
Darah. Hmmm... ada apa sebenarnya" Apakah ada se-
suatu yang... huh! Peduli setan dengan urusan perem-
puan tua itu! Apa yang dilakukannya terhadapku cu-
kup membuatku untuk berterima kasih!" Di lain kejap,
terlihat wajah lelaki bercodet ini menegang, sepasang
matanya seperti mengeluarkan bara api, "Rajawali
Emas! Pemuda itu harus membayar nyawa Lodang
Kumayang dengan nyawanya!!"
Sunyi mengerjap. Biasan matahari pagi semakin
nampak. Maung Kumayang berusaha membetulkan le-
tak duduknya. Dan dia menggeram keras tatkala kem-
bali menyadari kalau tubuhnya tak bisa ditegakkan. ,
"Keparat betul! Pemuda dari Gunung Rajawali itu
bukan hanya harus mampus, tetapi akan kusiksa dulu
hingga dia tahu betapa murkanya alam ini!"
Namun mendadak saja lelaki berwajah tirus ini me-
regang dengan kepala menegak. Kejap lain tubuhnya|
bergulingan karena panas yang sangat menyengat
menderanya. Dalam waktu hanya sekejapan saja seku-
jur tubuhnya dibanjiri keringat!
*** Bab 3 PEREMPUAN yang mengenakan topeng warna perak
dan berpakaian panjang warna kuning cemerlang tiba
di tanah terbuka itu. Dari balik topeng perak yang di-
kenakan, sepasang matanya yang jernih namun tajam,
memperhatikan sekelilingnya.
"Sialan! Aku harus menemukan burung rajawali
raksasa itu yang sebelumnya kulihat terbang ke arah
barat! Seharusnya aku sudah menemukan burung ra-
jawali raksasa itu yang kemungkinan besar mencari
majikannya! Berabe! Perempuan cabul yang kini men-
dapat mainan baru itu pasti akan mengejekku habis-
habisan!" Perempuan berpakaian kuning cemerlang yang tak
lain Dewi Topeng Perak ini memicingkan matanya. Kali
ini pandangannya ditujukan pada dua buah jejak kaki
yang besar di tanah.
Perlahan-lahan perempuan ini mendekat dan mem-
perhatikan dua jejak di tanah yang amblas ke dalam
itu. Sebuah senyum aneh tersungging di bibirnya yang
tipis memerah. "Tak salah dugaanku. Burung rajawali raksasa itu
pasti telah menjumpai Rajawali Emas. Terbukti dengan
dua jejak kakinya di tanah yang amblas ini."
"Kau ternyata benar, Perempuan Bertopeng Perak!"
seruan yang diiringi desahan itu terdengar bersamaan
munculnya dua sosok tubuh. Orang yang berbicara
barusan, tak lain Nenek Cabul adanya, Sementara di
sisi perempuan cabul berpakaian panjang kuning kebi-
ruan yang terbuka di bagian dadanya, berdiri seorang
lelaki tinggi kurus berwajah cekung mengenakan pa-
kaian gombrang warna hitam bergaris merah.
Lelaki berkepala lonjong dengan rambut yang da-
pat dihitung dan tak lain Iblis Lembah Ular adanya,
tertawa panjang. Menyusul kata-katanya, "Kalau su-
dah begini, ke mana lagi harus dicari si Rajawali
Emas"! Pemuda itu harus mampus di tanganku!!"
Dewi Topeng Perak membalikkan tubuh. Dari balik
topeng perak yang dikenakannya, sepasang matanya
mendelik gusar mendengar kata-kata kedua orang itu.
Namun berpikir keduanya secara tidak langsung akan
membantunya untuk membalas dendamnya pada Ra-
jawali Emas karena menggagalkan rencananya untuk
membunuh Mata Malaikat (Silakan baca : "Keranda
Maut Perenggut Nyawa" dan "Hantu Seribu Tangan"), segera saja perempuan yang tak
diketahui bagaimana
rupanya ini menindih kejengkelannya.
Tetapi saat keluarkan suara, kejengkelannya masih
nampak, "Lelaki berkepala lonjong! Bila kau bertanya
hendak ke mana, ke neraka pun tak ada urusannya
denganku!"
Bukannya marah mendengar makian itu, Iblis Lem-
bah Ular justru makin keraskan tawanya seraya berka-
ta, "Gila! Rupanya kau cemburu dengan yang telah ku-
lakukan pada Nenek Cabul! Tidak usah gundah! Kare-
na bila kau menginginkannya, aku bersedia melaku-
kannya!!" Sementara di balik topeng yang dipakainya wajah
Dewi Topeng Perak mengkelap, Nenek Cabul justru ter-
tawa keras hingga payudaranya yang besar namun su-
dah kendor itu bergoyang. Menyusul kata-katanya
yang semakin membuat Dewi Topeng Perak bertambah
mengkelap, '"Dewi Topeng Perak! Mengapa kau tak
mengatakan kepadaku bila kau menginginkan apa
yang kulakukan dengan Iblis Lembah Ular"! Aku tak
cemburu sama sekali! Bahkan aku hendak membagi
kenikmatan yang telah kudapatkan bersamanya! Ayo-
lah kau lakukan! ! Bila kau malu, aku bisa menjauh!
Tetapi jangan terlalu banyak berharap aku tidak men-
gintip"!"
"Keparat! Kedua manusia ini harus diajar adat!
Menghadapi Iblis Lembah Ular kupikir tidak terlalu su-
lit! Demikian pula membunuh perempuan cabul ke-
parat itu! Hanya saja, dia memiliki senjata ampuh mi-
lik Raja Dewa! Huh! Rasanya aku semakin tidak sabar


Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk melihat Trisula Mata Empat!" maki Dewi Topeng
Perak dalam hati. Tetapi lagi-lagi dia masih berusaha
menindih kemarahannya.
Seraya maju satu langkah dia berkata, "Urusan aku
menghendaki apa yang kau dapatkan dari Iblis Lem-
bah Ular, adalah urusan yang menjijikkan! Tak mung-
kin aku akan pernah melakukannya! Ketimbang...."
"Denganku, lebih baik dengan Upasara alias Mata
Malaikat"!" potong Iblis Lembah Ular sambil menyeri-
ngai lebar. Tak menyangka orang akan berkata begitu, hampir
saja Dewi Topeng Perak sudah menggebrak maju. Na-
mun dia masih berusaha tenang. Kendati demikian Ib-
lis Lembah Ular yang sudah melihat gerakannya berka-
ta sinis, "Mengapa harus dihentikan keinginanmu"! Silakan,
lakukan hingga kau akan menyesal karena telah ber-
laku bodoh!"
"Setan keparat! Jahanam betul! Menilik gelagat se-
perti ini, tak mungkin aku terus menerus membiarkan
diri bersama mereka! Sungguh menyesal aku yang be-
gitu bodoh menghendaki kerja sama dengan Nenek
Cabul untuk membunuh Rajawali Emas! Hmmm...
akan ku tinggalkan saja kedua manusia celaka ini!
Dan satu saat, akan kubuat kejutan pada keduanya!
Terutama perempuan cabul keparat itu!" Habis mema-
ki dan berpikir demikian, Dewi Topeng Perak berkata,
"Sebaik-nya, kalian umbar nafsu celaka kalian! Kita te-
ruskan langkah masing-masing!"
Lalu tanpa menunggu jawaban dari kedua orang
itu, Dewi Topeng Perak segera berkelebat hingga yang
nampak hanyalah bayangan kuning belaka.
Sementara itu, Iblis Lembah Ular yang lama kela-
maan menjadi jengkel, menggeram keras, "Keparat! in-
gin kurobek mulut celakanya itu! Huh! Ingin kulihat
seperti apa tampangnya"!"
Nenek Cabul yang mendengar geraman itu mem-
perhatikan dan diam-diam membatin, "Bagus! Nam-
paknya aku bisa menguasai lelaki ini! Aku yakin dia
tahu di mana Seruling Haus Darah berada! Ini kesem-
patanku untuk mendapatkan Seruling Gading milik
Raja Seruling yang dirampas lelaki celaka itu! Menge-
nai Dewi Topeng Perak urusan mudah! Dan aku mulai
bisa menduga kalau Ratu Dari Kegelapan bisa menja-
lankan tugas yang kuberikan untuk membunuh Raja-
wali Emas! Berarti, tinggal membuat lelaki berkepala
lonjong ini bertambah patuh padaku!! Dan itu tidak
terlalu sulit!"
Lalu dengan gerakan gemulai dan langkah yang.
aduhai sehingga payudaranya bergoyang, perempuan '
tua yang masih memiliki kulit dan tubuh kencang ini
dengan sengaja menggelendoti bahu kanan Iblis Lem-
bah Ular. "Sudahlah! Tak usah kau pikirkan perempuan ber-
topeng perak itu! Bukankah ini kesempatan baik hing-
ga kita bisa memadu cinta kembali"!"
Mendengar kata-kata yang penuh rayuan dan tawa-
ran yang tak bisa ditepiskan, Iblis Lembah Ular segera
alihkan pandangan pada Nenek Cabul yang sedang ter-
senyum. "Ya! Mengapa tidak"!" serunya kemudian sambil
membopong tubuh perempuan itu yang terkikik ke ba-
lik ranggasan semak.
*** Rajawali Emas menghentikan langkahnya di sebuah
jalan setapak. Di kanan kirinya yang nampak hanyalah
jajaran pepohonan. Pandangan pemuda dari Gunung
Rajawali ini mengarah ke depan. Samar pandangannya
menangkap sebuah bukit di kejauhan. Kejap berikut-
nya, terdengar kata-katanya,
"Bila aku beruntung, itulah Bukit Kalimuntu! Dan
di sanalah Puncak Kalimuntu yang menurut Putri Le-
bah berada! Urusan yang kulakukan ini justru mem-
buatku agak tegang! Dan bila dugaanku benar, ke-
mungkinan besar nyawa orang-orang dari Keraton We-
dok Mulyo itu bisa diselamatkan! Mudah-mudahan pu-
la Bwana lebih dulu menemukan Puncak Kalimuntu!
Hmmm... sebaiknya kuteruskan saja langkah!"
Namun sebelum pemuda bersenjatakan Pedang Ba-
tu Bintang yang berada di balik punggungnya melaku-
kan maksud, mendadak terdengar satu suara, "Anak
muda! Kulihat ada sedikit kebimbangan di hatimu!
Dan nampaknya, kau mempunyai pikiran mendua di-
karenakan masalah-masalah yang kau dapatkan! Te-
rus terang, keputusanmu untuk menunda mencari Se-
ruling Haus Darah memang benar! Urusan orang-
orang Keraton Wedok Mulyo yang tengah mencari Ratu
Dari Kegelapan yang telah membunuh Pangeran Wi-
jayaharum sangat tepat! Lakukanlah!"
Sejenak pemuda sakti dari Gunung Rajawali ini
terdiam. Namun pandangannya diedarkan berkeliling.
"Aneh! Siapakah orang yang berbicara barusan"!
Menilik kata-katanya, dia tahu apa yang hendak kula-
kukan?" batinnya tak mengerti. Dan selepas matanya
memandang, yang nampak hanyalah jajaran pepoho-
nan belaka. Sangat sulit sebenarnya orang bersem-
bunyi karena di sekitar Tirta berdiri tak terdapat se-
mak belukar. "Kalaupun dia tidak berada di sekitar sini, pastilah dia
bukan orang sembarangan. Karena suaranya sangat
jelas kudengar. Tetapi rasa-rasanya...."
Di lain kejap, Rajawali Emas sudah berkata sambil
rangkapkan kedua tangan di dada, "Orang yang baru-
san berbicara! Kau memang benar aku mempunyai
dua pikiran! Tetapi yang mengherankan, bagaimana
kau bisa mengetahui soal itu"!"
"Aku hanya menebak dan bukan mengetahui! Ku-
harap kau jangan terlalu menyanjung dengan kata-ka-
tamu!" sahutan itu terdengar kembali, seperti merayap
dibawa angin. "Kata-katanya sangat bijaksana sekali! Aku ingin
tahu siapa dia?" Habis membatin begitu, Tirta berkata
lagi, "Maafkan apa yang kukatakan ini! Bukan mak-
sudku menyanjung! Tetapi, kau nampaknya mengeta-
hui jalan pikiranku sementara aku tidak mengenal
siapa kau adanya"!"
"Sekali lagi kukatakan, aku tidak tahu jalan piki-
ranmu! Yang kulakukan hanya menebak saja dan ke-
betulan benar!" kembali sahutan itu terdengar.
Tirta yang mengandalkan nalurinya dan membuka
kedua matanya lebih lebar untuk mengetahui di mana
orang yang berbicara barusan berada, hanya bisa me-
narik napas panjang karena gagal menemukan di ma-
na orang itu. Bahkan dia pun gagal setelah diperguna-
kan tenaga surya yang dialihkan sebagai radar untuk
menangkap hawa panas seseorang."
"jangankan untuk memastikan, menduga saja sa-
ngat sulit kulakukan," katanya dalam hati. "Tetapi aku yakin, rasanya aku pernah
mendengar suara ini. Tetapi di mana dan milik siapa suara itu" Baiknya, biar
kupancing agar dia berkata-kata lebih banyak lagi."
Memutuskan demikian, Rajawali Emas berkata,
"Adakah hal lain yang kau ketahui tentang diriku"!"
"Yang kuketahui dari dirimu tak banyak kendati ki-
ta pernah bertemu! Tetapi, dua orang sahabatmu yang
bernama Sri Kunting dan Wulung Seta dalam keadaan
baik-baik saja! Mereka sedang menuju ke Bukit Watu
Hatur sekarang!"
"Apa yang terjadi dengan keduanya?" tanya Tirta la-
gi semata ingin memperjelas dugaannya tentang orang
yang berbicara entah berada di mana ini. Lalu me-
nyambung dalam hati, "Orang ini mengatakan dia per-
nah bertemu denganku"!"
"Tak banyak! Tetapi, keduanya baik-baik saja! Anak
Muda! Teruskan langkahmu sekarang menuju Puncak
Kalimuntu! Sesuatu akan terjadi di sana!"
"Apakah yang dimaksudkan orang ini seperti yang
kuduga?" kata Tirta dalam hati lagi. Lalu bertanya,
"Orang di balik angin... apakah yang kau maksudkan
akan terjadi sesuatu di Puncak Kalimuntu"!"
"Aku tak bosan-bosan mengatakan, kalau aku ha-
nya menebak! Dan rasanya... aku sendiri tidak tahu
apa yang akan terjadi di sana!"
"Hmm... aku semakin kagum dengan kepribadian
orang ini. Dia betul-betul bijaksana dan...." Mendadak
saja kepala Rajawali Emas mendongak. Kembali di-
rangkapkan kedua tangannya di depan dada, "Ru-
panya aku begitu bodoh, tidak tahu siapa engkau
adanya.... Pendekar Bijaksana!"
Mendengar kata-kata Tirta, orang yang entah ber-
ada di mana itu tertawa.
"Justru baru kusadari kalau aku yang bodoh, tidak
tahu apa maksudmu memperpanjang kata! Seharus-
nya aku sadar akan kecerdikanmu, Anak Muda!"
Tirta mendesah lega. "Benar dugaanku. Dia adalah
Eyang Pendekar Bijaksana, guru dari Mata Malaikat
dan manusia sesat Hantu Seribu Tangan! Tak kusang-
ka kalau aku akan bertemu kembali dengan orang tua
bijaksana ini. Sayangnya, dia tak mau menampakkan
wujudnya."
Habis membatin begitu kemudian Tirta berkata,
"Pendekar Bijaksana... apakah engkau pula orangnya
yang diceritakan Wulung Seta berbicara tanpa wujud?"
"Kau benar, Anak Muda! Murid Ki Alam Gempita
saat itu berada dalam posisi yang sulit! Hanya sekadar
wejangan yang bisa kuberikan kepadanya!"
"Masalah apa gerangan yang membuatmu muncul
kembali?" tanya Tirta pula.
"Seperti biasa, aku muncul bukan untuk menghu-
kum. Tetapi hanya mencari kejelasan yang masih
mengambang di otakku! Dan entah mengapa aku se-
perti mengenal lelaki sesat yang menjuluki dirinya Se-
ruling Haus Darah!"
"Hmmm... di saat rimba persilatan diguncang de-
ngan kekejaman Hantu Seribu Tangan yang memper-
gunakan Keranda Maut Perenggut Nyawa, Pendekar
Bijaksana pun muncul hanya untuk mencari kejela-
san! Apakah...." '
"Maafkan aku, Anak Muda!" suara orang di balik
angin yang kini diketahui Pendekar Bijaksana adanya
memutus kata batin Rajawali Emas. Kata-katanya
yang berikut membuat Rajawali Emas melengak, "Bu-
kan maksudku memutus kata batinmu, tetapi ini me-
mang harus kukatakan kepadamu! Kendati dari tem-
pat ini kau bisa melihat Bukit Kalimuntu, namun kau
baru bisa tiba besok pagi meskipun kau memperguna-
kan ilmu peringan tubuhmu! Besok adalah hari ketu-
juh dari waktu yang menurut Putri Lebah, Ratu Dari
Kegelapan pada hari kedelapan berada di Puncak Ka-
limuntu! Kau akan menghadapi sesuatu yang cukup
mengejutkan! Tetapi menilik gelagat, sepertinya kau
bisa menduga apa yang akan membuatmu terkejut itu,
Anak Muda!"
Rajawali Emas kembali rangkapkan kedua tangan-
nya di depan dada.
"Baiklah! Dan aku sangat berterima kasih atas ka-
ta-katamu itu!"
"Berhati-hati lebih baik ketimbang kau mengucap-
kan terima kasih atas kata-kataku ini!"
Dan entah bagaimana, tahu-tahu Rajawali Emas
merasakan angin berkesiur ke arah belakang dari ja-
rak dua tombak di hadapannya. Pemuda yang memiliki
ilmu tinggi ini menarik napas pendek, "Gila! Aku yakin
kalau sebelumnya tadi dia berdiri tak jauh dariku! Te-
tapi tak mungkin, karena bila dia berdiri di hadapan-
ku, aku bisa melihat sosoknya! Luar biasa! Entah be-
rada di mana sebenarnya orang tua bijaksana itu ken-
dati aku mendengar kesiur angin tadi!"
Setelah terdiam beberapa saat, pemuda yang di ke-
dua lengannya terdapat rajahan burung rajawali ber-
warna keemasan ini, mengalihkan pandangan ke Bukit
Kalimuntu yang dilihatnya. Pandangannya begitu lekat
seolah menimbang jarak tempuh yang akan dilaku-
kannya. "Sukar dipercaya bila Pendekar Bijaksana mengata-
kan aku membutuhkan waktu cukup lama untuk tiba
di Puncak Kalimuntu! Apakah dikarenakan jalannya
tidak seperti yang kubayangkan" Bisa jadi! Hmmm...
segera saja kuteruskan langkah!"
Memutuskan demikian, pemuda dari Gunung Raja-
wali ini segera berkelebat menuju Puncak Kalimuntu.
*** Bab 4 SEBENARNYA, ke mana perginya Putri Lebah" Sebaik-
nya kita ikuti dulu perjalanannya. Ratu Dari Kegelapan
yang menyamar sebagai Putri Lebah dan mempunyai
maksud untuk menyusul orang-orang utusan dari Ke-
raton Wedok Mulyo yang termakan cerita bohongnya
ke Puncak Kalimuntu, merasa mendapat kesempatan
yang tepat begitu melihat kemunculan Datuk Jubah
Merah dan Maut Tangan Satu untuk segera menghabi-
si orang-orang itu.
Makanya, dia langsung menyerang Datuk Jubah
Merah. Dia yakin, dengan penyamarannya sebagai Pu-
tri Lebah, Rajawali Emas tak akan curiga mengingat si-
fatnya yang berangasan dan keinginannya untuk di-
kenal oleh orang-orang rimba persilatan saat dia lang-
sung menyerang Datuk Jubah Merah.
Dengan cara menerima hajaran yang dilakukan Da-
tuk Jubah Merah, Ratu Dari Kegelapan sengaja mem-
buang tubuhnya ke balik ranggasan semak. Begitu tu-


Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buhnya terlempar, segera saja dia berkelebat menjauh.
Dia yakin, kalau Rajawali Emas tak akan menduga
maksud sebenarnya. Karena kemungkinan besar Ra-
jawali Emas akan berpikir, kalau dia tak sanggup
menghadapi Datuk Jubah Merah. (Baca serial Rajawali
Emas dalam episode: "Memburu Nyawa Sang Pende-
kar"). Di satu tempat yang cukup sepi, Ratu Dari Kegela-
pan menghentikan larinya. Nafasnya agak terengah
dengan keringat yang mengalir.
"Jahanam betul lelaki berjubah merah itu! Bila saja
aku tak menginginkan untuk segera membunuh
orang-orang Keraton Wedok Mulyo, akan kubunuh
dia!" makinya keras. Kendati sedikit banyaknya, apa
yang direncanakannya mulai nampak berhasil, dia tak
suka dihajar seperti tadi oleh Datuk Jubah Merah.
Sebelum menerima hajaran Datuk Jubah Merah,
Ratu Dari Kegelapan telah menamengkan diri dengan
ilmu 'Perisai Iblis', ilmu kebal yang mampu menahan-
nya dari pukulan yang dilepaskan oleh Datuk Jubah
Merah. Makanya, dia sama sekali tak menderita apa-
apa setelah dihantam oleh lelaki berjubah merah itu.
Perempuan yang menyamar sebagai Putri Lebah ini
menengadahkan kepala. Dilihatnya arakan langit pagi
yang sedang melangkah menuju siang.
"Aku harus cepat menyelesaikan urusan, sebelum
Rajawali Emas mengetahui semua ini dan menjauh da-
riku hingga hilang kesempatanku untuk tidur dengan-
nya! Tak peduli Nenek Cabul mau bersikap apa bila
suatu ketika mendapati Rajawali Emas belum mam-
pus! Yang kuinginkan adalah tidur dengan pemuda itu!
Setelah berhasil, baru dia kubunuh!" katanya lagi den-
gan suara dingin. Lalu menyusul kata-katanya agak
ragu-ragu "Tetapi... mengapa sampai dua kali kuper-
gunakan ilmu 'Uap Kembang Surga' untuk merang-
sang birahinya, sama sekali tidak berpengaruh" Apa-
kah diam - diam pemuda itu tahu siapa aku sebenar-
nya" Atau... dia memiliki ilmu penangkal racun" Kepa-
rat! Keinginanku untuk tidur dengannya nampak se-
makin sulit, terutama sejak kedatangan orang-orang
Keraton Wedok Mulyo!"
Sejenak perempuan ini terdiam. Pandangannya lu-
rus ke depan. "Aku harus lebih dahulu tiba di Puncak
Kalimuntu, sebelum orang-orang keraton itu! Tetapi
kuharapkan pula sebelum tiba di sana aku sudah ber-
temu dengan mereka! Tak terlalu sulit sebenarnya
membunuh mereka! Hmmm... sebaiknya, kubuka dulu
samaran ku ini...."
Setelah memperhatikan ke sekelilingnya dan dira-
sakan aman, Ratu Dari Kegelapan segera melompat ke
balik ranggasan semak belukar.
Dua kejapan berikutnya, telah muncul satu sosok
tubuh dari balik ranggasan semak tadi. Bukan sosok
Putri Lebah yang mengenakan pakaian hijau muda
dan di sepanjang kedua lengannya terdapat renda
warna putih, melainkan satu sosok tubuh perempuan
setengah baya yang jelita!
Sepasang matanya indah berseri namun terkesan
licik. Sepasang alisnya hitam legam. Ditambah dengan
hidung yang bangir dan bibir tipis memerah basah,
lengkaplah kejelitaan perempuan yang mengenakan
pakaian berwarna biru langit yang di setiap bagian ter-
dapat untaian benang warna hijau. Di bagian atas se-
belah kanan dadanya yang membusung, untaian be-
nang hijau itu membentuk satu sulaman seperti mah-
kota. Dialah Ratu Dari Kegelapan!
"Dengan kembali menjadi diriku, kemungkinan be-
sar aku bisa menghindari Rajawali Emas bila suatu ke-
tika bertemu dengannya! Aku yakin dia tak akan men-
genali siapa diriku ini!" kata Ratu Dari Kegelapan da-
lam wujud aslinya.
Lalu dibalikkan tubuhnya ke belakang. Sepasang
matanya menatap kejauhan.
Kembali dia mendesis, "Dari tempat ini Puncak Ka-
limuntu tidak nampak! Sayang, keinginanku untuk ti-
dur dengan Rajawali Emas jadi tertunda karena keda-
tangan orang-orang Keraton Wedok Mulyo! Tetapi ku-
harap, semuanya akan berlangsung seperti yang kuin-
ginkan! Sebaiknya, aku mulai saja menuju ke sana!!"
Di lain kejap, perempuan yang mengenakan pakai-
an berwarna biru langit dan di bagian atas dada sebe-
lah kanannya terdapat sulaman benang warna hijau
bermotifkan mahkota ini, segera berkelebat ke arah ba-
rat! *** Perempuan tua berdagu lancip yang mengenakan
pakaian panjang warna jingga kemerahan itu meng-
hentikan langkahnya. Sepasang matanya yang masuk
ke dalam memandang tak berkedip ke depan. Seperti
menimbang sesuatu.
Kejap lain terdengar desisannya, "Hmmm... bila
yang kuduga tentang Seruling Haus Darah benar, be-
rarti semua yang kuinginkan dapat terlaksana! Setelah
kematian Dewa Tanpa Nama puluhan tahun lalu, mu-
lailah merebak julukan Seruling Haus Darah yang ke-
mudian menjadi orang paling sadis yang berada di be-
lakang pembunuhan bergelombang! Seingatku, musuh
bebuyutan Dewa Tanpa Nama adalah Raja Setan!"
Perempuan tua ini terdiam sejenak sebelum melan-
jutkan kata- katanya, "Hingga saat ini aku memang be-
lum pernah bertemu dengan orang yang berjuluk Seru-
ling Haus darah! Tetapi entah mengapa justru aku se-
perti begitu dekat dengannya! Ya! Dugaanku.... Raja
Setanlah yang telah mengubah julukannya menjadi Se-
ruling Haus Darah! Bila dugaan ini benar, aku yakin
kedudukanku akan semakin tinggi mengingat lelaki itu
pernah menjadi teman hidupku tanpa ikatan tali per-
nikahan! Apakah...."
Mendadak saja si nenek memutus kata-katanya
sendiri. Masih memandang ke depan diam-diam dia
membatin, "Hmm...ada monyet liar di balik ranggasan
semak belukar sebelah kananku. Kurang ajar! Siapa
cecunguk yang barusan berkelebat dan mendekam di
balik ranggasan semak belukar"! Jahanam betul! Akan
kupermainkan cepunguk sialan itu dengan tetap ber-
laku tidak tahu apa-apa! Dan akan kuhajar orang sia-
lan ini!" Memutuskan demikian, perempuan tua yang tak
lain Siluman Kawah Api ini, segera bergerak kembali.
Kali ini tidak berkelebat seperti tadi, melainkan me-
langkah dengan pandangan ke depan sementara kedua
telinganya dibuka semakin lebar.
"Hm... cecunguk itu rupanya mengikutiku. Tetapi
sinting! Mengapa aku tak menangkap hawa panas
yang menguar dari tubuhnya" Apakah yang mengiku-
tiku sebangsa iblis penghuni hutan ini" Atau... orang
itu sengaja menahan hawa panas yang dimiliki setiap
manusia dalam tubuhnya" Benar-benar hebat bila dia
bisa melakukan dan benar-benar kapiran bila dia ma-
sih terus mengikutiku!" makinya dalam hati.
Perempuan yang mempunyai niatan untuk mene-
mukan Seruling Haus Darah karena ada satu dugaan
yang memaksanya berlaku seperti itu, terus melang-
kah dengan sikap tak acuh.
"Di depan sana kulihat tanah agak lapang. Di sana-
lah akan kuhajar orang iseng yang menguntitku ini!"
Siluman Kawah Api terus melangkah dan kedua te-
linganya terus menangkap gerakan orang yang entah
siapa berada di belakangnya. Begitu sepasang kaki ku-
rusnya menginjak tanah yang agak terbuka. segera sa-
ja perempuan berdagu lancip ini berbalik. Tanpa ba-
nyak ucap, tangan kanannya sudah dikembangkan
dan dihentakkan ke belakang!
Wussss!! Menghampar gelombang angin panas yang timbul-
kan suara menggidikkan, menghantam ranggasan se-
mak belukar yang bukan hanya pecah berpentalan
namun juga luruh menjadi serpihan.
Bukannya tersenyum melihat apa yang dilakukan-
nya, perempuan tua ini justru melengak dengan pan-
dangan melebar. Bahkan ia sampai mundur satu lang-
kah. "Gila!" terdengar makiannya kemudian, menyusul
pandangannya diedarkan dengan cepat. Yang dilihat-
nya, hanyalah tanah di mana ranggasan semak belu-
kar yang dihantamnya tadi telah menggundul dan
rengkah Tak ada sosok tubuh yang tergeletak akibat
hantamannya. Bahkan tak didengarnya suara apa-apa.
Perempuan tua ini memaki lagi, "Benar-benar ka-
piran! Siapa orang celaka itu"! Seharusnya dia sudah
terkapar terkena hantaman hawa panas yang kulepas-
kan! Paling tidak dia akan mengaduh atau keluarkan '
Ratu Cadar Jenazah 2 Pendekar Slebor 22 Manusia Pemuja Bulan Pendekar Tongkat Dari Liongsan 3
^