Pencarian

Rahasia Pesan Serigala 3

Rajawali Emas 13 Rahasia Pesan Serigala Bagian 3


yang tadi dihisapnya dengan cara menyembur.
"Gila! Apakah aku salah mencerna pesan tak
langsung dari Manusia Serigala itu" Kehadirannya di
sini cukup mengejutkan. Dan dia mengeluarkan geren-
gan Seperti yang kudengar di Bukit Wampar Pupu.
Jangan-jangan, kehadirannya di sini memang disenga-
ja untuk menemuiku. Ah, terlalu riskan menduga begi-
tu cepat. Tapi mengapa tidak" Aku bisa menangkap ar-
ti pesan itu. Apakah ini disebabkan karena aku terbia-sa bercakap-cakap dengan
Bwana" Jelas tak sama. Te-
tapi nadanya, kendati samar bisa kutangkap."
Lalu perlahan-lahan pemuda dari Gunung Ra-
jawali ini melangkah mendekat. Sangat perlahan kare-
na dia mengkhawatirkan kalau-kalau Manusia Serigala
justru akan melarikan diri. Tetapi orang penuh bulu
itu tidak bergerak dari tempatnya. Sesekali mengelua-
rkan gerengan seperti tadi dengan kepala terangkat turun naik.
Berjarak lima tombak, Tirta berhenti melang-
kah, bersamaan dengan pandangan tajam dari Manu-
sia Serigala ke arahnya. Dari gigi-gigi yang runcing itu mengalir air liur. .
"Tak salah. Pesan itu memang ditujukan kepa-
daku. Dia jelas sengaja mengeluarkan gerengan seperti itu ketika muncul di Bukit
Wampar Pupu karena dia
tentunya mengetahui kehadiranku. Tetapi kalau me-
mang iya, mengapa dia melarikan diri saat kukejar"
Oh! Jangan-jangan, dikarenakan kehadiran Mata Ma-
laikat yang mengejarnya. Setelah itu, orang penuh bu-
lu yang ku yakini adalah Baruna, putra dari Dewi Se-
gala Impian dan Hantu Seribu Tangan, menyusul ku.
Dan baru keluar setelah melihat kepergian Mata Ma-
laikat." Setelah terdiam beberapa saat, perlahan-lahan Rajawali Emas berkata,
"Aku tak tahu apakah kau dapat mengerti ucapanku. Orang penuh bulu, apakah
kau hendak menyampaikan pesan kepadaku?"
Manusia Serigala menelengkan kepalanya. Air
liur tetap menetes. Lalu lamat-lamat terdengar geren-
gannya, pelan. Tirta terhenyak. "Dia mengerti. Dan nada ge-
rengan yang dikeluarkannya mirip dengan nada kiri-
kan Bwana bila mengiyakan. Berarti dugaanku tidak
salah. Gerengan bernada panjang seolah dia berteriak
minta tolong. Gerengan bernada lembut seolah dia be-
rada dalam satu kecemasan tinggi. Gerengan bernada
menyentak seolah dia tidak sabar. Dan gerengan berta-
lu-talu hanyalah sebuah isyarat belaka tentang keha-
dirannya. Hmm... biar kutanyakan lagi apa maksud-
nya." Seraya memandang ke depan, si pemuda berka-ta lagi, "Manusia Serigala...
sekarang aku ingat, kau pasti mengerti kata-kata manusia. Karena aku yakin,
kau tentunya telah bisa bercakap-cakap dengan Nyi
Putiloka yang mengasuh mu selama lima tahun, seper-
ti yang dituturkan oleh Raja Ular Baja Putih. Lantas...
apa maksudmu meminta pertolongan?"
Manusia Serigala justru menggerak-gerakkan
kepalanya ke belakang.
"Kau menyuruhku mengikutimu" Oh! Baiklah!
Aku akan... Hei!!"
Belum habis kata-kata Rajawali Emas, Manusia
Serigala sudah mendahuluinya. Tak mau membuang
waktu, Tirta segera menyusul.
Cukup jauh perjalanan yang mereka tempuh.
Melewati perbukitan dan sungai-sungai. Lalu tiba di
sebuah lembah yang dipenuhi dengan batu-batu dan
pepohonan, Manusia Serigala berhenti di pinggir lem-
bah itu, seperti menunggu Rajawali Emas. Rajawali
Emas segera melesat ke arahnya. Kepalanya dilongok-
kan ke bawah. "Sinting! Gelap sekali. Jangan-jangan, Manusia
Serigala ini menjebakku. Tetapi... biarlah kuikuti saja.
Karena aku telah menduga sesuatu."
Hanya mengeluarkan gerengan pelan, Manusia
Serigala bergerak menuruni lembah itu. Bila melihat
gerakannya, dia sudah sangat hafal seluk beluk tempat itu. Rajawali Emas pun
mengikuti. Rupanya, bagian
dasar lembah cukup terang. Karena diterangi oleh si-
nar rembulan. Di dasar lembah itu. Rajawali Emas bertanya,
"Mengapa kau mengajakku ke sini?"
Tangan kanan yang penuh bulu meraih tangan
Tirta yang sejenak terkejut dan hampir saja mele-
paskannya. Terkejut bukan karena ketakutan, melain-
kan keheranan karena orang penuh bulu ini bisa ber-
sikap layaknya seorang manusia.
Tirta menepuk keningnya dengan tangan kiri
seraya mengikuti tarikan tangan Manusia Serigala.
"Dasar kebluk! Dia sudah berusia lima tahun
tatkala dibawa oleh serigala-serigala. Dasar... hei! Kulihat ada lubang besar di
dinding lembah sebelah sana.
Seperti sebuah gua. Hmm... dugaanku kini mulai ber-
tambah jelas."
Di depan lubang yang cukup besar di dinding
lembah, Manusia Serigala berhenti. Lalu mengeluarkan
gerengan pelan.
"Kau menyuruhku masuk" Ya, ya... apa" Kau
bilang ada... oh! Aku harus cepat!"
Tirta langsung melesat masuk ke dalam goa
yang ditunjuk Manusia Serigala. Penciumannya seke-
tika menangkap bau yang sangat busuk. Berdebar hati
si pemuda menyadari sesuatu yang menakutkan.
"Celaka! Jangan-jangan... tidak, aku tidak bo-
leh mengambil kesimpulan begitu cepat. Goa ini cukup
panjang tanpa ada alat penerang. Untungnya aku ter-
latih dalam gelap. Hmm... bau busuk ini bertambah
santer.... Aku... oh!!"
Tirta terjingkat karena kakinya menginjak se-
suatu yang lembek dan menebarkan bau busuk. Tanpa
mempedulikan bau itu, dirabanya benda yang diinjak-
nya. Sementara itu, di luar terdengar lolongan Manusia
Serigala bernada cemas.
"Seperti... gumpalan daging. Hmm... sebuah
paha binatang. Berarti bau busuk ini menguar dari
daging-daging binatang yang telah menjadi bangkai
dan membusuk. Masih untung. Mudah-mudahan saja
aku tidak terlambat."
Setelah berkali-kali mencari dan membuka ke-
dua matanya lebih lebar, Tirta menangkap bayangan
satu sosok tubuh tergolek lemah di sudut goa. Berge-
gas dia ke sana. Dirabanya tubuh itu. Dipegangnya
pergelangan tangan tubuh itu.
"Masih ada denyutan kendati sangat lemah.
Aku harus cepat menolongnya."
Segera dibopongnya tubuh itu dan dibawanya
keluar. Kemunculannya disambut dengan gerengan
gembira dari Manusia Serigala yang melompat-lompat
memutarinya. Tirta segera membaringkan tubuh lemah tak
berdaya itu. "Tepat dugaanku. Gadis yang berada dalam bopongan Manusia Serigala
ini adalah Angin Ra-
cun Barat. Setelah kuingat-ingat pakaian yang dikena-
kan dan rambutnya yang dikepang dua, aku teringat
pada Angin Racun Barat yang muncul dan langsung
membantuku bersama Iblis Cadas Siluman untuk me-
nyelamatkan Guru dari sedotan tenaga panas dari Ke-
randa Maut Perenggut Nyawa. Tapi bagaimana caranya
Angin Racun Barat yang dibawa kabur oleh Beruang
Mambang berada di tangan Manusia Serigala" Dan
kondisi gadis ini sangat lemah sekali. Nampaknya ter-
luka parah. Tetapi aku tak melihat tanda-tanda luka.
Oh! Dia tertotok di bawah kedua ketiaknya. Ada se-
buah ganjalan pula di lehernya, berarti lehernya ditotok pula. Pantas dia tak
bisa berbuat apa-apa. Semen-
tara Manusia Serigala jelas tak mengerti segala masa-
lah totokan. Aku mulai bisa meraba sekarang, kalau
Manusia Serigala jelas cemas melihat keadaan gadis
ini. Dan dia pun memberinya makanan dari daging
hewan-hewan yang diburunya tanpa dimasak."
Rupanya, inilah teka-teki yang ada diotak Be-
ruang Mambang tatkala mendapati sosok Manusia Se-
rigala dan Angin Racun Barat tak ada di tempat. Ru-
panya Manusia Serigala mempergunakan kesempatan
selagi Beruang Mambang disibukkan dengan kehadi-
ran Naga Selatan untuk melarikan Angin Racun Barat.
Dengan agak terengah orang penuh bulu itu te-
rus menjauh. Seperti yang dikatakan Raja Ular Baju
Putih, Manusia Serigala memang mempunyai kebia-
saan men-datangi Bukit Wampar Pupu pada setiap
purnama ke empat dalam setiap tahun. Kalaupun se-
karang dia terlambat, karena jaraknya ke Bukit Wam-
par Pupu cukup jauh. Kendati sikap dan sifatnya tak
ubahnya seekor serigala, Manusia Serigala masih me-
miliki sebuah ingatan tentang masa kecilnya di Bukit
Wampar Pupu. Itulah sebabnya dia selalu datang ke
sana. Kalaupun selalu pada purnama keempat itu
hanya merupakan pilihannya belaka.
Sementara itu dengan cepat Rajawali Emas
membuka totokan pada tubuh murid Iblis Cadas Silu-
man ini. Gadis itu terjingkat dengan keluarkan kelu-
han pelan bersamaan gerengan gembira dari Manusia
Serigala. Rajawali Emas segera mengalirkan tenaga da-
lam dan hawa murninya. Lalu dialirkan pula tenaga
surya sekadar menghangatkan tubuh si gadis yang
sangat dingin sekali.
Beberapa kejap kemudian, terdengar tarikan
napasnya lega seiring dengan napas Angin Racun Ba-
rat yang sekarang terdengar teratur. Kedua mata gadis
itu sejenak tadi terbuka, lalu terpejam kembali.
Rajawali Emas memegang pergelangan tangan kanan
Angin Racun Barat.
"Bagus. Denyut jantungnya mulai teratur pula.
Suhu tubuhnya mulai menghangat. Bila terbangun
nanti, tentu suhu tubuhnya sudah normal. Luar biasa
kekuatan fisik murid Iblis Cadas Siluman ini. Entah
sudah berapa lama dia dalam keadaan tertotok begini.
Untunglah aku bisa mengerti pesan yang disampaikan
oleh Manusia Serigala. Bila tidak, mungkin gadis ini
tak akan mampu bertahan lebih lama. Tetapi... sedikit banyaknya semua ini
terbuka karena kebiasaan ku
yang mampu memahami maksud Bwana dalam setiap
kirikannya. Nada suara Bwana dengan nada suara
Manusia Serigala ini tak jauh berbeda, kendati aku harus berusaha memecahkannya.
Ah, ke mana burung
rajawali kesayanganku itu...."
Rajawali Emas mengalihkan pandangan pada
Manusia Serigala yang dalam keadaan merangkak di
sisi kanannya. Dilihatnya pandangan tenang di kedua
matanya yang tajam dan memerah itu. Kedua tangan-
nya yang berkuku panjang mencakar-cakar tanah se-
kadar melampiaskan kegembiraannya.
Tirta tersenyum. Lalu berkata, "Gadis ini ber-
hasil kuselamatkan. Kau baik sekali mau menolong-
nya, kendati aku tidak tahu mengapa. Juga aku tidak
tahu mengapa kau justru memilih aku untuk meno-
longnya." Manusia Serigala menggereng pelan, "Aku se-
makin yakin kalau aku mulai memahami maksudnya.
Dari nada suaranya itulah yang membuatku bisa sedi-
kit mengerti, sama halnya dengan nada suara Bwana.
Bedanya, aku bisa menangkap langsung apa yang
hendak disampaikan Bwana, begitu pula dengan ge-
rak-geriknya," kata Rajawali Emas dalam hati. Lalu berkata, "Tak usah
mengucapkan terima kasih."
Manusia Serigala mengalihkan pandangan pada
Angin Racun Barat yang kini tertidur. Pandangannya
begitu teduh sekali. Rajawali Emas melihat dalam
pandangan itu tersirat sebuah kasih sayang yang tu-
lus. "Bila keyakinanku benar kalau Manusia Seriga-
la adalah bayi yang dulu dilahirkan oleh Dewi Segala Impian dan yang dikatakan
Raja Ular Baja Putih juga
benar, kemungkinan besar dia bukan hanya mengerti
bahasa manusia. Mungkin pula mengucapkannya.
Hanya yang mengherankan ku, mengapa dia bisa di-
penuhi bulu seperti seekor serigala ini?" Sejenak pemuda dari Gunung Rajawali
ini terdiam. Lalu melanjutkan kata hatinya setelah meng-
hembuskan napas seraya melirik Manusia Serigala
yang sedang memandangi Angin Racun Barat, "Melihat tingkah lakunya, jelas
serigala-serigala yang membawanya telah mengajarkan kehidupan ganas dalam
alam serigala. Sehingga tak mengherankan bila dia
bersikap ganas dan buas. Tetapi rupanya dia masih
memiliki nurani sebagai manusia, kendati nurani itu
hanya setipis kulit ari dibandingkan dengan kebiasaan yang diterimanya dari
serigala-serigala yang ternyata justru mengasuhnya hingga dewasa. Tetapi, bulu-
bulu itu" Apakah ada rahasia di balik semua ini" Kalau gi-
ginya yang menjadi taring, bisa ku mengerti. Mungkin
berubah bentuk karena tempaan alam. Juga dikarena-
kan selalu mengerat dan mencabik hewan-hewan yang
menjadi mangsa seperti yang dilakukan oleh serigala-
serigala lainnya. Begitu pula dengan kuku-kukunya
yang tentunya tak pernah dipotong. Mungkin patah
sendiri atau patah saat mencabik hingga tak terlalu
panjang, namun runcing dan tajam."
Pemuda ini terdiam sejenak seperti mengingat
sesuatu. Lalu katanya lagi, "Aku ingat tatkala berjumpa pertama kali dengan Dewi
Berlian. Kulihat di sekitar gadis itu ada dua ekor serigala yang sudah mati.
Jangan-jangan, semua ini ada hubungannya dengan Ma-
nusia Serigala. Tetapi yang dikatakan Raja Ular Baja
Putih, ada empat ekor serigala yang membawanya ke-
tika masih kecil. Ah, kepalaku jadi agak pusing seka-


Rajawali Emas 13 Rahasia Pesan Serigala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rang memikirkan rahasia yang nampaknya masih me-
numpuk pada diri Manusia Serigala. Sudahlah, yang
terpenting secara tak sengaja aku telah menemukan
murid Iblis Cadas Siluman sekaligus menyelamatkan-
nya. Tetapi... ini semua berkat pertolongan Yang Maha Tahu." Malam mulai
melangkah, merambat perlahan.
Kesunyian melanda lembah itu. Udara berhembus din-
gin, namun tak dirasakan sama sekali oleh Rajawali
Emas yang sedang memperhatikan sekelilingnya. Di-
alihkan pandangan lagi pada Manusia Serigala yang
sedang menatap Angin Racun Barat.
"Rasanya lebih baik aku meninggalkan tempat
ini untuk mencari Beruang Mambang. Juga mencari
Dewi Segala Impian guna menyampaikan amanat yang
diberikan Mata Malaikat. Melihat sinar penuh kasih
dari pancaran mata Manusia Serigala pada Angin Ra-
cun Barat, aku yakin dia pasti akan menjaganya. Be-
rarti, aku memang harus... oh!!"
Kata-kata Rajawali Emas terpenggal begitu saja.
Di kejap lain, mendadak saja kedua matanya terbeliak
tatkala melihat Manusia Serigala melakukan sesua-
tu.... *** Bab 8 DILIHATNYA Manusia Serigala yang tanpa disangka-sangka, berdiri tegak. Bukan hal
itu yang membuat
Rajawali Emas terkesiap. Tetapi tatkala melihat Manu-
sia Serigala bergerak seperti orang sedang membuka
baju. Pikiran yang mendadak singgah di benak Raja-
wali Emas menjadi kenyataan. Karena orang itu me-
mang membuka bulu-bulu tebal yang melingkupi selu-
ruh tubuhnya! Untuk sesaat Rajawali Emas tergugu dengan
pandangan terbeliak tak percaya.
"Astaga! Rahasia apa lagi yang ada pada orang
aneh ini" Benar-benar mengejutkan! Jadi bulu-bulu
tebal itu hanya lapisan belaka" Tentunya dibuat dari
kulit serigala yang mati. Gila! Aku tidak tahu bagaima-na caranya bisa dibuat
pakaian" Entah siapa yang
membuatnya?"
Manusia Serigala yang ternyata hanya menge-
nakan pakaian terbuat dari kulit serigala yang menu-
tupi semua tubuhnya, kini dalam keadaan hanya men-
genakan cawat yang dibuat dari serat kayu. Dadanya
bidang dipenuhi otot-otot yang keras. Di lehernya ter-gantung sebuah kalung
berbandul sebuah ukiran kayu
berbentuk seraut wajah. Tetapi anehnya memancarkan
sinar bening yang cukup terang. Lalu dengan penuh
kasih sayang, Manusia Serigala menutupi tubuh Angin
Racun Barat dengan kulitnya itu.
Rajawali Emas belum memperhatikan benar
raut wajah siapa yang ada di bandul kalung yang ter-
gantung di leher Manusia Serigala. Karena dia masih
terkesima dengan apa yang dilihatnya.
"Banyak yang ku coba untuk memahami, tetapi
masih banyak yang tak ku mengerti," ujarnya dalam hati masih memandang tak
percaya. "Inilah jawaban dari pikiran yang mendadak singgah di benakku. Ah,
rahasia tentang Manusia Serigala begitu lekat sekali."
Setelah menyelimuti Angin Racun Barat, Manu-
sia Serigala menoleh pada Rajawali Emas. Matanya
yang memerah redup. Lalu tanpa diduga oleh Tirta,
orang yang kini hanya mengenakan cawat dari serat
kayu namun wajahnya masih diliputi bulu-bulu tebal
merunduk, seperti menghormat tanda mengucapkan
terima kasih. Tirta tersenyum.
"Kau sudah melakukannya tadi."
Manusia Serigala menggereng pelan.
"Kebiasaan ku mendengarkan suara Bwana
nampaknya cukup banyak membantu untuk berko-
munikasi dengan manusia aneh ini," kata Tirta dalam hati. Sambil memandang tubuh
bidang dipenuhi otot
milik Manusia Serigala, Tirta berkata, "Kau tak perlu khawatir mengenai keadaan
gadis ini. Mudah-mudahan sebelum mata hari terbit besok, dia sudah
siuman." Manusia Serigala kembali mengalihkan pan-
dangannya pada Angin Racun Barat.
Rajawali Emas membatin, "Tindak-tanduknya
sekarang mencerminkan kalau dia masih memiliki nu-
rani sebagai manusia. Apakah... ah, sebaiknya ku coba saja." Lalu dengan
berhati-hati Rajawali Emas berkata,
"Kau membuatku kagum.... Baruna."
Manusia Serigala hanya menoleh sekilas tanpa
menunjukkan tanda-tanda keterkejutan.
"Ah, jelas sekali kalau dia sudah lupa namanya
sendiri. Barangkali suatu saat dia akan teringat akan kodratnya sebagai manusia
yang memiliki adab. Tetapi
aku harus membiasakannya memanggilnya dengan
nama Baruna. Mudah-mudahan panggilan itu akan
dimengertinya dan menguakkan ingatannya." Berpikir demikian, Rajawali Emas
berkata lagi, "Baruna.... Sebaiknya kita mempersiapkan makanan."
Tatkala Tirta hendak berdiri, Manusia Serigala
menggereng, membuat si pemuda duduk kembali.
"Jadi engkau yang hendak berburu" Baiklah.
Carilah hewan-hewan kecil saja. Seperti burung atau
kelinci. Nanti kau akan kuajarkan bagaimana cara
memasaknya.... Baruna."
Manusia Serigala menelengkan kepalanya, se-
perti merasa aneh dengan suara Rajawali Emas. Tetapi
di lain kejap dengan cekatan sekali dan masih berge-
rak laksana seekor serigala, orang itu melesat.
Rajawali Emas masih sempat melihat ukiran
seraut wajah di kalung Manusia Serigala. Tetapi dia
tak terlalu mempedulikan, karena pikirannya kali ini
berusaha untuk mengingatkan Manusia Serigala ten-
tang dirinya yang sesungguhnya.
Lalu dipandanginya Angin Racun Barat yang
masih tertidur. Dirabanya pergelangan tangan gadis
itu. "Hmmm... denyut jantungnya semakin teratur.
Hawa tubuhnya pun normal. Bagus. Dia bisa terban-
gun lebih cepat dari perkiraan ku."
Seraya mencabut dan menghisap-hisap seba-
tang rumput yang terdapat di dekatnya, si pemuda
memandang sekelilingnya. Suasana sunyi belaka, ke-
cuali suara jangkrik dan kodok yang terdengar bersa-
hutan. Hawa dingin di lembah itu tak dirasakan oleh
Rajawali Emas sama sekali. Ini berkat tenaga panas
dalam tubuhnya.
Selang beberapa saat, Manusia Serigala telah
muncul kembali dengan tiga ekor kelinci yang berada
dalam gigitannya. Dijatuhkan kelinci-kelinci itu di hadapan Tirta yang tertawa
pendek. "Tak kusangsikan kalau kaulah pemburu pal-
ing hebat yang pernah kukenal," katanya kemudian.
Manusia Serigala mengeluarkan gerengan pelan
lalu dengan mata yang semakin memancarkan sinar
kasih sayang, dia mendekati Angin Racun Barat. Ge-
rengannya terdengar lagi, seperti sedang berusaha
memanggil dan membuat bangun Angin Racun Barat.
Sejenak Tirta merasakan dadanya berdebar le-
bih keras. "Ternyata Manusia Serigala lebih mulia dan menghargai kasih sayang."
Lalu si pemuda bangkit dan menjauh. Berjarak
dua tombak dari tempat tadi, dia membuat api. Namun
baru saja api itu menyala, mendadak sontak Manusia
Serigala menerjang dan memadamkannya, Kejap lain
dia bersikap seperti hendak menyerang Tirta dengan
pandangan garang.
"Tahan! Tidak apa-apa! Ini hanya api, yang bisa
memanggang daging kelinci!"
Gerengan yang keluar dari mulut Manusia Seri-
gala terdengar keras dan penuh ancaman.
Tirta membuang rumput yang tadi dihisap-
hisapnya seraya membatin, "Aku lupa kalau serigala tak menyukai api. Tetapi
bagaimana caranya aku bisa
memanggang daging-daging kelinci ini kalau dia selalu memadamkannya?" Lalu
dengan suara penuh persa-habatan si pemuda berkata, "Maafkan aku yang
mungkin terlalu mengejutkanmu. Tetapi kau tak usah
tegang dan bersikap ketakutan seperti itu. Api-api ini tidak membahayakan bila
kita bisa mempergunakan-nya. Api-api ini bukan musuh selagi dia kecil. Tetapi
bila dia besar, maka dia bisa menjadi musuh. Tetapi
kita bisa mengendalikannya agar tidak menjadi mu-
suh." Manusia Serigala menggereng.
"Kau tidak perlu tegang seperti itu, Baruna,"
sahut Tirta sabar. "Sebaiknya, kau perhatikan saja baik-baik. Bagaimana?"
Tak ada sahutan apa-apa. Dengan berhati-hati
Tirta mulai membuat api lagi. Tetapi begitu api itu menyala, kembali Manusia
Serigala menerjang mema-
damkannya. Bahkan tangan kanannya yang penuh ca-
kar bergerak ke wajah Tirta.
Serangan semacam itu bukan serangan yang
menakutkan karena dengan mudahnya Tirta menghin-
dari hanya dengan menarik kepalanya ke belakang. Te-
tapi yang membuatnya tak enak, karena Manusia Seri-
gala bersikap memusuhinya.
Lalu dengan kesabaran yang luar biasa Rajawa-
li Emas menerangkan kembali tentang api itu. Sampai
berulang-ulang. Hingga yang keenam kali dia menyala-
kan api, barulah kelihatan Manusia Serigala mengerti
kendati dia surut dengan kepala merapat di tanah dan
pinggul meninggi.
Tidak apa-apa. Mungkin daging kelinci mentah
lebih enak untukmu. Tetapi ingat, kau anak manusia.
Kau tak berbeda dengan diriku. Kau harus membiasa-
kan diri untuk memakan daging yang telah dimasak.
Bukan dengan memakan daging-daging mentah seperti
kebiasaanmu sekarang."
Masih dengan pandangan tegang Manusia Seri-
gala hanya memperhatikan Rajawali Emas memang-
gang kelinci-kelinci itu tanpa mengeluarkan suara apa-apa. Setelah matang,
Rajawali Emas mulai memakan-
nya. Di samping memang perutnya lapar, dia juga
hendak mengajarkan Manusia Serigala bagaimana seo-
rang manusia menikmati daging panggang.
"Nah, kau lihat sekarang" Beginilah cara ma-
nusia menikmati daging hewan yang hendak dimakan.
Ayo, kau ambil bagianmu. Enak sekali." Tirta menyo-dorkan sebuah daging kelinci
yang telah matang pada
Manusia Serigala.
Tetapi orang yang kini hanya mengenakan ca-
wat terbuat dari serat kayu itu justru surut ke bela-
kang. Sepasang matanya tegang memandang daging
kelinci yang diletakkan Tirta di hadapannya.
"Ayo, makan! Enak sekali!" bujuk Tirta sambil mengunyah.
Tetapi Manusia Serigala tetap berada dalam
keadaan semula. Tidak menyentuh. Hanya hidungnya
yang mengendus-endus.
"Ayo! Aku jamin kau pasti akan ketagihan"!"
Perlahan-lahan lidah yang meneteskan air liur
itu terjulur. Lalu tertarik lagi dengan kepala surut ke belakang.
Tirta tertawa. "Mungkin kau belum biasa. Tetapi kau harus
membiasakannya. Ayo, sikat sampai tandas, Baruna!"
Manusia Serigala kelihatan ragu-ragu. Tetapi
perlahan-lahan dia kembali menjulurkan lidahnya. Tir-
ta berucap gembira melihatnya, "Yak! Ayo, makan! Gigit! Telan! Jangan sampai ada
yang tersisa! Sikat sampai habis!"
Crak! Gigi-gigi runcing Manusia Serigala menancap di
daging kelinci panggang itu. Tetapi bukannya dimakan
di sana, justru dibawanya berlalu dari tempat itu.
Tirta cuma menggeleng-gelengkan kepalanya
dengan perasaan puas.
"Bagus! Kau mulai mau menikmati daging yang
telah dimasak. Makanlah sepuasmu di tempat lain."
Setelah habis daging kelinci panggang itu, Ra-
jawali Emas kembali memeriksa keadaan Angin Racun
Barat. Lalu dialirkan tenaga dalamnya lagi.
"Mudah-mudahan dia akan pulih seperti sedia-
kala." Beberapa kejap berlalu dan mendadak saja Rajawali Emas mengalihkan
pandangan ke belakangnya
tatkala mendengar suara kelebatan begitu cepat.
Lalu ditariknya napas ketika dilihatnya sosok
Manusia Serigala yang muncul.
Tirta tertawa. "Bagaimana" Kau menyukai daging kelinci
panggang" Nah, seharusnya kau memang mulai mem-
biasakan menikmati makanan yang sudah dimasak.
Jangan hanya... oh!"
Rajawali Emas memutus kata-katanya sendiri
tatkala melihat Manusia Serigala seperti tersenyum-
senyum. Kejap lain terdengar seruannya bernada jeng-
kel. "Kurang asem! Dia mempermainkan ku! Di bi-
birnya masih ada sisa darah! Pasti dia habis memburu
hewan liar lainnya! Huh! Pasti daging kelinci panggang tadi sudah dibuangnya!
Semprul!!"
*** Bab 9 KITA tinggalkan dulu Rajawali Emas yang se-
dang memaki-maki karena dipermainkan Manusia Se-
rigala. Sekarang kita lihat apa yang dilakukan oleh Bidadari Hati Kejam. Setelah
berjumpa dengan Dewi Bu-
lan, si nenek berkonde terus berkelebat dengan sejuta kegeraman bergayut di dada
dan sebuah rahasia yang
telah lama dipendamnya. Rahasia yang selama ini bo-
leh dikatakan akan mengungkap kenyataan yang ditu-
tupi nya. Untuk sejenak si nenek berkonde menghenti-
kan larinya di bagian utara Bukit Wampar Pupu. Sepa-
sang mata kelabunya memperhatikan sekelilingnya. Di


Rajawali Emas 13 Rahasia Pesan Serigala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lain kejap dia sudah berkelebat kembali.
"Keparat betul manusia berkepala plontos itu!
Kalau tahu akan jadi begini, dulu tak akan ku tinggalkan dirinya dalam keadaan
sekarat! Biar kubunuh se-
kalian!" makinya panjang pendek dengan kegeraman yang tinggi.
Berkisar beberapa ratus tombak ke bagian uta-
ra Bukit Wampar Pupu, si nenek lagi-lagi menghenti-
kan larinya. Terdengar lagi makiannya yang keras, "Benar-
benar bikin aku muak perbuatan si Beruang Mam-
bang! Huh! Kalaupun dia bisa berada di sekitar gugu-
san batu kapur dan tanpa diketahui oleh siapa pun ju-
ga, sudah tentu dia mempergunakan ilmu 'Mati Ta-
hah'-nya. Hanya ada satu kelemahan dari ilmu itu dan
hanya aku seorang yang mengetahuinya. Tetapi men-
gapa aku tak mengetahui saat manusia "keparat itu berada di sana" Hanya satu
jawaban, dia telah memperdalam ilmu keparatnya itu!!"
Selagi si nenek berkonde menggeram sendiri,
mendadak saja terdengar nyanyian kacau balau dari
sebelah kanannya. Tatkala diarahkan pandangan ke
sana, kening si nenek berkernyit. Karena dia tak melihat sosok tubuh di sana
tetapi suara nyanyian itu be-
gitu keras terdengar.
"Sinting! Siapa bernyanyi ngaco semacam itu"!"
sentak si nenek dalam hati.
Nyanyian tumpang tindih yang tak karuan jun-
trungannya itu terdengar semakin keras.
Kalau berjalan mata harus terbuka, Sayang
Kalau tidak kau akan jatuh, Sayang
Enaknya kau jatuh dengan telentang
Hingga bisa melihat dada yang menantang
Aduh... duh... duh.... Sayang
Betapa ingin aku berenang-renang di tubuh yang
merangsang Lalalalala.... "Keparat!" maki si nenek berkonde mendengar isi nyanyian tak karuan itu. "Siapa
orangnya yang bernyanyi ngaco seperti orang mabuk" Benar-benar kapi-
ran! Bukannya menemukan orang yang dicari, suara
orang mabuk yang terdengar! Dasar nasibmu lagi ku-
rang mujur, Kunti!"
Sementara itu nyanyian yang terdengar ber-
tambah tak karuan. Dan semakin lama semakin keras.
Kali ini si nenek berkonde mengerutkan keningnya
tatkala melihat satu sosok tubuh luar biasa gemuknya
muncul dari sebuah ranggasan semak melangkah
sempoyongan dengan gerakan serabutan.
Lalu terlihat orang bertubuh gemuk mengena-
kan pakaian warna putih yang tak terkancing saking
gemuknya, memaki ranggasan semak yang membuat-
nya hampir terhuyung tadi.
"Kampret! Kalau kau mau menyengat ku bi-
lang-bilang! Biar kuhancurkan nanti!" Lalu dengan gerakan aneh dia menggerakkan
tangan kanannya di de-
pan dada. "Heiiit! Mau mukul ya" Ayo, maju! Sini ma-ju! Hehehe... kenapa kau
terdiam" Kau takut, ya" Kau
takut"!" Kalau tadi orang yang mengenakan ikat pinggang warna merah kehitaman
dan di pinggangnya ter-
cantel sebanyak sepuluh buah pundi marah-marah tak
karuan, kini sambil tertawa dia mengangkat tangan
kanannya yang memegang sebuah pundi. Lalu dia so-
ronngkan ke mulutnya.
Seketika terdengar suara yang bikin orang mau
muntah. Gluk... gluk... gluk....
Rupanya di dalam pundi itu berisi arak putih
yang berbau menyengat dan bertumpahan di mulut
dan tubuhnya yang gemuk. Lalu dengan enaknya
orang bertubuh gemuk luar biasa ini mengusap mu-
lutnya dengan punggung tangan kiri.
"Lega... nyaman... nikmat... dan menyegar-
kan...." Seperti baru menyadari kehadiran Bidadari Ha-ti Kejam yang
memperhatikan dengan kening berkerut,
orang berwajah bulat itu terbahak-bahak sambil me-
nunjuk dengan pundi araknya.
"Luar biasa... luar biasa sekali.... Baru kali ini kulihat ada perawan jelita
sepertimu. Hehehe... mari, Manis. Mari sini dekat dengan Akang. Kau akan kuba-wa
ke langit tujuh...." Lantas ditenggak araknya lagi.
Arak dalam pundinya tak seluruhnya masuk ke perut-
nya, agak tumpah. Dan lagi-lagi dengan enaknya orang
itu mengusap kembali mulutnya. Lalu terdengar suara
yang agak sengau, "Hehehe... mengapa kau masih terdiam, Manis" Kau sudah punya
kekasih" Atau suami"
Hehehe... kau tak perlu khawatir. Akan kubikin jadi
perkedel suamimu itu bila menghalangi kebersamaan
kita...." Dengan gerakan sempoyongan orang bertubuh
luar biasa gemuk itu melangkah mendekati Bidadari
Hati Kejam yang mundur masih mengerutkan kening.
Kalau tadi jelas sekali dia agak keheranan melihat sikap orang gemuk itu, kali
ini jelas dia menindih rasa gusarnya mendengar kata-kata orang itu.
"Hanya seorang yang berperangai sialan seperti
ini. Hanya seorang yang mampu menghabiskan berpu-
luh-puluh arak dalam satu waktu. Dulu kusangka ju-
lukannya hanya dongeng belaka. Tetapi tak kusangka
kalau akan berjumpa dengannya. Aku yakin, orang
gemuk yang rada gila karena pengaruh arak itu yang
berjuluk Raja Arak...."
Orang bertubuh gemuk itu terus melangkah
sempoyongan dan tatkala hendak meneguk arak dari
pundi yang ada di tangannya, arak itu ternyata telah
kosong. "Keparat! Keparat! Keparaaaaat." makinya tak karuan. Lalu dengan gerakan
yang limbung dicantel-kan pundi yang kosong itu di pinggangnya, yang baru
tiga kali dilakukan baru berhasil. Lalu dengan gerakan yang sama diambil sebuah
pundi yang lain. Kejap beri-kutnya, dengan penuh kenikmatan orang bertubuh
gemuk itu menenggak lagi araknya. Setelah itu dia me-
racau pada Bidadari Hati Kejam dengan suara seperti
orang terkejut.
"Heiii!! Sejak kapan kau berada di sini, Perem-
puan Jelek"! Hhh! Mau jual tampang di hadapanku
rupanya. Mana sudi aku menidurimu"! Kau ini perem-
puan atau sebangsa kambing, hah"!"
Gluk... gluk... gluk....
Wajah Bidadari Hati Kejam benar-benar beru-
bah mendengar ejekan orang di hadapannya. Tetapi
dia masih berusaha menahan amarahnya. Lalu ka-
tanya dengan kebiasaannya membentak, "Orang ge-
muk seperti tong! Apakah kau sedang mencari tempat
tinggalmu atau tanah untuk kuburanmu?"
Orang gemuk itu terpingkal-pingkal seolah
mendengar lelucon yang sangat lucu dan membuat Bi-
dadari Hati kejam bertambah jengkel. Dalam hati si
nenek memaki, "Keparat! Justru aku yang jadi gila bila mengikuti sikapnya itu"!
Hm.... Wajahnya kelihatan
seperti baru berusia lima puluh tahun. Padahal aku
yakin, dia lebih tua dariku."
"Perempuan jelek! Apakah ada kuburan yang
bisa kusewa" Hehehe... aku akan membayar berapa
saja bila kau bisa menunjukkannya kepadaku" Tetapi
ingat, jangan kau minta arak-arakku ini?"
"Sinting! Siapa sudi meminta arak-araknya itu!"
desis Bidadari Hati Kejam dalam hati dengan tatapan
nyalang. Lalu berpikir, "Kalau kulayani orang mabuk sinting ini bisa-bisa aku
yang ikut-ikutan sinting! Lebih baik ku tinggalkan saja manusia gila ini!!"
Memutuskan demikian, si nenek berkonde
membalikkan tubuh. Namun baru tiga tindak dia me-
langkah, mendadak saja angin berkesiur kencang ke
arahnya diiringi bau yang sangat wangi sekali.
Memekik tertahan Bidadari Hati Kejam sambil
membuang tubuh ke belakang. Saat itu pula terdengar
suara letupan berkali-kali yang cukup menggidikkan.
Tatkala diarahkan kepalanya pada asal letupan itu, di-lihathya sebuah pohon
besar telah membentuk lubang-
lubang sebanyak sepuluh buah. Dan dari lubang-
lubang itu mengeluarkan asap!
Belum lagi pulih keterkejutan si nenek ber-
konde, mendadak saja terdengar suara berderak. Ter-
buru-buru si nenek melompat ke belakang kalau tak
ingin tertimpa pohon besar yang mendadak tumbang
dengan suara berdebam. Ranggasan semak dan tanah
yang tertimpa jatuhnya pohon itu muncrat setengah
tombak. "Keparat! Ulah siapa lagi kalau bukan orang gi-
la yang sedang menenggak araknya itu" Heran juga
aku dibuatnya! Perutnya apa tidak panas terus mene-
rus diisi arak tanpa berhenti"!" maki si nenek dalam hati. Kejap lain terdengar
bentakannya, "Orang bertubuh gemuk! Siapa pun kau adanya, jangan coba ha-
langi langkah-ku"!"
Kalau tadi orang bertubuh gemuk itu mengang-
gap si nenek berkonde sebagai perempuan jelek, kali
ini dia kelihatan terbengong dengan tubuh limbung se-
perti dalam sebuah kapal besar berlayar di laut bebas.
"Luar biasa! Duhai! Begitu jelita sekali" Oh...
kau cantik sekali, Sayang! Apakah engkau yang berada
dalam impianku"! Luar biasa!! Ya, ya... aku yakin engkaulah orang yang datang
dalam setiap mimpi ku ber-
jalan bersama kambing!"
Dengan gerakan limbung orang itu melangkah
mendekati si nenek berkonde yang surut dua tindak.
"Keparat! Baunya sangat menjijikkan!" dengus si nenek dalam hati.
Sementara setelah menenggak arak dalam
pundinya, orang bertubuh gemuk itu berkata dengan
pandangan tak berkedip pada si nenek, "Duhai! Betapa jelitanya! Seperti kambing
yang tergencet batu! Tetapi cantik! Sangat cantik! Cuma... kau ini manusia apa
kambing?" "Benar-benar kapiran! Sejak tadi aku terus me-
nerus dianggapnya kambing! Kalau dia memang Raja
Arak adanya, jelas urusan tak terlalu memusingkan.
Raja Arak dulu dikenal sebagai orang dari golongan lurus. Hanya otaknya yang
jadi kelihatan rada tidak wa-
ras karena pengaruh arak-arak itulah sifatnya sukar
diketahui. Benar-benar bikin urusan jadi terbengka-
lai...," batin Bidadari Hati Kejam.
Lalu sambil mundur tiga langkah karena tak
tahan mencium aroma arak yang sangat memuakkan
itu, si nenek berkata dengan pandangan menyipit; "Ra-ja Arak... harap lanjutkan
perjalananmu dan nikmati arak-arak keparatmu itu!"
"Kurang ajar!" bentak si gemuk keras dengan tubuh yang tetap limbung seraya
menyemburkan arak-arak yang masih ada dalam mulutnya.
Wrrrrr! Bagai butiran batu panas, arak-arak itu meng-
hantam tanah di sebelah kanannya yang seketika
membentuk lubang kecil-kecil dan mengeluarkan asap.
Si nenek berkonde menggeram dalam hati di-
iringi pandangan takjub, "Setan betul! Tak salah dugaanku kalau lubang-lubang
kecil yang ada di pohon
tadi dan mengeluarkan asap, hasil dari semburan
orang bertubuh gemuk ini!"
Lalu dilihatnya orang di hadapannya sambil
men-dekap pundi araknya di dada seperti sebuah ben-
da yang sangat berharga dan disayanginya, mengelua-
rkan suara keras, "Enaknya kau mengatakan arak-
arakku ini arak keparat! Bicara sekali lagi, ku sobek mulutmu!" Tetapi di kejap
lain dia sudah terkekeh-kekeh dengan tubuh tetap limbung dan sesekali me-
nenggak arak-araknya lagi. "Kau mengenalku, ya" Kau mengenal orang terganteng
sedunia ini" Bagus, bagus.... Hei, Jelek! Aku jatuh cinta padamu! Dan aku
tak perlu meminta jawabanmu, sudah pasti kau lang-
sung terpikat oleh ku! Iya, nggak" Ayo sini! Kau mi-num arak-arakku ini!!"
Si nenek berkonde hampir saja mengayunkan
tangannya karena kejengkelan yang bertambah dalam.
Tetapi disadarinya kalau sangat sulit menduga apa
yang sedang dipikirkan orang yang memang Raja Arak
adanya ini. Lalu dengan kembali menindih kegeramannya
dia berkata seraya menarik kepalanya ke belakang,
"Jauh-kan arak-arak sialan itu dari hadapanku, Orang Gemuk!"
"Eh! Kau menantang ya"! Menantang"!" seru
Raja Arak dan seolah tak sengaja tangan kirinya bergerak.
Yang terjadi kemudian bukan buatan lagi ha-
silnya. Satu tenaga tanpa suara melabrak dahsyat ke
arah si nenek berkonde yang cepat pula menggerakkan
tangannya. Terdengar letupan berkali-kali.
Si nenek surut tiga tindak dengan pandangan
tajam. Sementara Raja Arak dengan tubuh yang tetap
limbung dan mulut meracau kacau berseru sambil ter-
tawa, "Wah! Bagus sekali suara tadi" Siapa sih yang memasang petasan"! Ayo,
pasang lagi sambil ku nikmati arak-arakku ini!"
Gluk... gluk... gluk.
"Benar-benar bisa sinting aku di sini!" maki Bidadari Hati Kejam dan sekarang
benar-benar tak bisa
menguasai dirinya lagi. "Sulit ditebak apa maunya orang ini" Tetapi bila dia
hadir di sini, tentunya ada suatu urusan yang harus diselesaikan. Hanya saja
menanyakan apa maunya pada orang mabuk seperti
dia, sama saja berbicara dengan batu karang!"
Lalu didengarnya suara Raja Arak keras, "Dasar
orang tua jelek! Masa beraninya sama anak kecil" Huh!
Memalukan! Seharusnya orang jelek melawan yang je-
lek! Huh! Menjengkelkan! Lebih baik aku pergi saja da-
ri sini!!" Dengan sikap seolah tak terjadi apa-apa, Raja Arak melangkah seraya
menenggak araknya. Lalu dicanteli-nya di pinggang dan diambilnya lagi pundi yang
masih penuh. Terdengar nyanyiannya yang tak karuan,
Jalan-jalan ke Pantai Lengang
Lihat orang lagi menangis, Sayang
Mari kita bergandeng tangan
Lalu cari tempat sepi dan bersenang-senang
Lalalala.... Bidadari Hati Kejam mendengus. "Keparat be-
tul! Sungguh tak kusangka kalau orang yang berjuluk
Raja Arak itu tak ubahnya seperti orang gendeng! Ini tentunya gara-gara arak-


Rajawali Emas 13 Rahasia Pesan Serigala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

arak celakanya itu! Jahanam!
Waktuku jadi banyak terbuang karena mengurusi ma-
nusia pemabuk sialan itu! Hhh! Ke mana lagi harus
kucari Beruang Mambang" Urusan jangan sampai ter-
bongkar! Aku harus membunuhnya lebih dulu! Lebih-
lebih bila urusan ini sampai terdengar oleh Manusia
Pemarah?" Si nenek berkonde memaki-maki panjang
pendek seraya memandang ke arah perginya Raja Arak
yang telah lenyap dari pandangan namun suara nya-
nyian kacau balaunya masih terdengar.
Di kejap lain, si nenek berkonde kembali me-
maki-maki. "Sinting! Jangan-jangan justru aku yang telah ketularan kesintingan
Raja Arak! Kenapa aku jadi memikirkan Manusia Pemarah" Keparat betul lelaki
tua bau tanah yang pemarah itu. Ke mana dia" Apa-
kah dia sudah gila hingga tak memandang murid Dewi
Bulan yang berjalan bersamanya" Setan buduk! Kena-
pa aku jadi memikirkan dia" Lebih baik segera kute-
ruskan mencari Beruang Mambang sebelum semuanya
terbuka!" Habis mendumal panjang pendek, si nenek
berkonde melesat meninggalkan tempat itu ke arah
yang berlawanan dengan Raja Arak. Dalam kejap beri-
kutnya, tempat itu kembali dibungkus sepi.
*** Bab 10 MEMANG, ke mana perginya Manusia Pemarah
dan Dewi Berlian semenjak perjumpaan mereka den-
gan Bidadari Hati Kejam, Dewi Bulan dan Pendekar
Judi yang ternyata Iblis Seribu Muka" Bahkan tatkala
peristiwa menggemparkan di sekitar Goa Seratus Lak-
nat terjadi, kedua orang itu tak nampak batang hi-
dungnya (Untuk lebih jelasnya, silakan baca: "Jejak-jejak Kematian" dan "Hantu
Seribu Tangan").
Ada baiknya kita ikuti saja ke mana kedua
orang berbeda usia itu yang menimbulkan tanya dari
Rajawali Emas, Bidadari Hati Kejam dan Dewi Bulan.
Sebenarnya Manusia Pemarah dan Dewi Berlian
telah tiba pula di Padang Seratus Dosa. Tetapi di per-tengahan Padang Seratus
Dosa, mendadak sontak Ma-
nusia Pemarah melihat dua bayangan rajawali raksasa
yang membawa sebuah benda seperti keranda. Untuk
sejenak orang tua berkuncir yang kedua matanya sela-
lu melotot itu menghentikan langkah. Hawa panas di
Padang Seratus Dosa tak dihiraukan sementara Dewi
Berlian sudah tidak sabar untuk segera berlalu dari
tempat itu, kendati sepasang matanya yang bersinar
jernih juga melihat apa yang menarik perhatian Manu-
sia Pemarah. Tetapi bagi gadis yang sedang jatuh hati pada
Rajawali Emas dan menginginkan pertemuan segera
dengan pemuda tampan itu, berseru agar si kakek me-
lupakan apa yang dilihatnya.
Namun pada akhirnya murid Dewi Bulan itu
tak bisa berbuat apa-apa tatkala Manusia Pemarah
mengejar dua bayangan rajawali raksasa yang sebe-
narnya adalah ilmu dari Inti Roh Rajawali' yang saat
itu dikeluarkan oleh Rajawali Emas (Baca serial Raja-
wali Emas dalam episode: "Hantu Seribu Tangan").
Dengan menggerutu gadis berpakaian warna
merah muda dengan sebuah kalung bermatakan ber-
lian melingkar di kepalanya mengikuti ke mana per-
ginya Manusia Pemarah. Yang menjengkelkannya, ju-
stru Manusia Pemarah kembali ke Hutan Seratus Ke-
matian. Lebih jengkel lagi tatkala di Hutan Seratus
Kematian Manusia Pemarah menghentikan langkahnya
sambil memandang ke atas.
"Kek! Percuma kau berusaha untuk melihat
dua bayangan rajawali raksasa aneh itu! Pohon di hu-
tan ini sangat lebat!" gerutu Dewi Berlian agak jengkel.
Manusia Pemarah tak menghiraukan gerutuan
si gadis. Dia terus berkelebat seraya berusaha melihat dua bayangan rajawali
raksasa yang membawa sebuah
keranda pada kaki-kaki mereka. Tetapi sudah tentu,
apa yang ingin dilihatnya tak bisa ditangkap oleh ma-
ta. Di samping jajaran pepohonan di Hutan Seratus
Kematian yang tinggi dan berdaun lebat, juga kecepa-
tan dua bayangan rajawali itu sendiri yang tak mung-
kin bisa diikuti.
Dan tanpa sadar mereka telah melewati Hutan
Seratus Kematian menuju timur laut.
Di sebuah tempat yang agak terbuka, lelaki tua
berpakaian putih kusam itu menghentikan langkah-
nya. Kepalanya didongakkan dengan mata yang selalu
me-lotot menatap angkasa luas.
"Sontoloyo!" makinya kemudian. "Jelas saja aku tak bisa mengikuti ke mana
perginya dua bayangan rajawali raksasa itu! Dasar orang tua bodoh kapiran!!"
Dewi Berlian yang telah berdiri di sisi kanannya
mendengus. "Kalau sudah tahu pekerjaan itu hanya sia-sia belaka, mengapa kau
lakukan"!"
Manusia Pemarah segera mengalihkan pandan-
gannya pada murid Dewi Bulan itu dengan mata men-
delik. "Bocah ayu! Bicaramu seperti si nenek berkonde jelek itu! Sontoloyo! Apa
kau tidak sayang dengan ke-cantikanmu sehingga kau bersikap seperti si nenek je-
lek itu"!"
Dewi Berlian makin menggerutu.
"Huh! Kalau kulayani kakek pemarah ini per-
cuma saja. Biar bagaimanapun juga dia akan tetap
marah-marah!" katanya dalam hati. Lalu seraya membuka matanya lebih lebar, gadis
berpakaian merah
muda ini berseru, "Waktu kita banyak terbuang, Kek!
Seharusnya...."
"Urusan waktu terbuang atau tidak urusan be-
lakangan!" potong Manusia Pemarah dan kembali
mendongakkan kepalanya, berusaha menemukan dua
bayangan rajawali raksasa yang menarik perhatiannya.
Terutama benda hitam yang ada di cengkeraman kaki
kedua bayangan rajawali itu.
Masih mendongak dia berkata, "Kalau urusan-
nya hanya burung rajawali, bisa kukembalikan pada
Rajawali Emas. Aku yakin dua bayangan rajawali rak-
sasa itu ada hubungannya dengan Rajawali Emas. Te-
tapi... benda yang dicengkeram oleh kedua rajawali itu seperti mengingatkan ku
pada benda yang menjadi
momok mengerikan."
Mendengar ucapan lelaki tua berkuncir, Dewi
Berlian jadi ikut-ikutan mendongak.
"Maksudmu... benda itu adalah Keranda Maut
Perenggut Nyawa?" tanyanya agak ragu-ragu.
"Nah! Ada juga isinya otakmu itu! Kupikir yang
ada cuma karena keinginanmu untuk bertemu dengan
si Bocah Kebluk! Huh! Sontoloyo! Kau buru-buru ingin
meninggalkan tempat ini karena kau sudah tak sabar
untuk bertemu dengan pemuda dari Gunung Rajawali
itu kan"!"
Wajah Dewi Berlian menekuk. Sambil meng-
hentakkan kaki kanannya dia berkata, "Kalau aku
mau bertemu dengan Rajawali Emas, mengapa kau
yang sewot, Kek"!"
"Sontoloyo! Kau berani berucap seperti itu,
hah"!" sentak Manusia Pemarah dengan kedua mata
seakan hendak melompat dari rongganya.
Dewi Berlian jadi makin berani.
"Mengapa aku harus takut mengucapkannya"
Itukan urusanku! Lagi pula, seharusnya kau menya-
lahkan dirimu sendiri! Sudah tahu tak akan mampu
mengikuti dua bayangan rajawali raksasa tadi, eh, malah menge-
jar! Dasar sontoloyo!"
"Kurang asem! Kata-kata itu milikku!!"
"Kalau aku mau pakai, memangnya kenapa?"
seru Dewi Berlian sambil berkacak pinggang. "
Manusia Pemarah mendengus.
"Saat ini aku berjalan bersama seorang gadis
manis atau bersama si nenek berkonde pembentak itu
sebenarnya" Benar-benar sontoloyo!"
"Bilang saja kau memang ingin bertemu dengan
Nenek Bidadari Hati Kejam! Apa kau pikir aku tidak
tahu kalau kau sebenarnya mencintai Nenek Bidadari
Hati Kejam?"
"Hei! Mulutmu bisa bicara ngaco juga rupanya!
Ingin kutampar, hah"!"
Dewi Berlian yang tahu kalau itu hanya seka-
dar ancaman saja, malah mengangsurkan pipi kanan-
nya yang mulus.
"Ayo tampar! Kau cuma hendak menutupi pera-
saan hatimu saja, kan" Bilang saja terus terang!"
"Benar-benar sontoloyo! Urusan aku berterus
terang atau tidak urusan belakangan! Yang terpent-
ing...." "Sudahlah!! Kau tak bakalan menemukan dua bayangan rajawali yang
membawa benda yang kau yakini adalah Keranda Maut Perenggut Nyawa. Lebih
baik kita kembali untuk menemukan Goa Seratus
Laknat. Paling tidak, kita bisa bergabung dengan
orang-orang yang sudah tiba di sana...."
"Dan kau berharap Rajawali Emas juga berada
di sana, kan?" seru Manusia Pemarah seperti menemukan kesempatan untuk membalas.
"Sontoloyo! Nah, nah! Kenapa melotot begitu" Mau marah! Ku jitak ke-palamu
nanti!!" "Huh! Akan kukatakan pada Nenek Bidadari
Hati Kejam kalau kau sesungguhnya teramat mencin-
tainya!" "Katakan saja. Pasti si Kunti akan menempe-leng mu!!"
Sebelum Dewi Berlian membalas, terdengar sa-
tu suara diiringi tawa berderai, "Gadis manis! Mengapa kau mau menyiksa diri
berjalan dengan orang tua pemarah yang sudah bau tanah itu" Bukankah ada aku
yang dengan senang hati bersedia mendampingimu"!"
*** Serentak Manusia Pemarah dan Dewi Berlian
mengalihkan pandangan ke kanan. Masing-masing
orang melihat satu sosok tubuh berpakaian merah se-
dang uncang-uncang kaki di sebuah batang pohon. Si-
kap sosok berpakaian merah yang ternyata seorang
pemuda itu sungguh menjengkelkan Dewi Berlian. Ka-
rena dengan genitnya pemuda yang di balik pung-
gungnya mencuat dua buah gagang pedang bersilan-
gan, mengedipkan sebelah matanya.
"Gila! Dari mana datangnya pemuda kurang
ajar ini" Tahu-tahu dia sudah berada di sini" Hmmm...
melihat kehadirannya yang tak tertangkap oleh mata
dan pendengaranku, juga hal yang sama nampaknya
dialami Kakek Manusia Pemarah, jelas pemuda ini bu-
kan orang sembarangan," batin si gadis dengan pandangan tajam. Kejap lain
terdengar bentakannya keras
sambil menuding, "Siapa kau"! Enak saja kau bicara!"
Pemuda berparas tampan dengan kumis tipis di
atas bibirnya yang agak memerah tersenyum. Lalu ter-
dengar suaranya yang bikin Dewi Berlian bertambah
muak, "Kelihatannya kau sangat tidak menyukai perjalananmu bersama lelaki tua
yang bermata mirip ikan
mas koki! Nah! Mengapa kau harus memperlihatkan
sikap marah kepadaku" Gadis manis... aku bersedia
menyingkirkan kakek berkuncir itu dari hadapanmu!"
"Sinting!" maki Dewa Berlian keras. Diliriknya Manusia Pemarah yang nampak tak
acuh saja. "Ayolah! Katakan saja bila kau menginginkan-
nya! Percayalah, aku bersedia melakukannya untuk-
mu!!" Tak tahan mendengar ucapan si pemuda ber-
pakaian merah menyala yang membuatnya muak, se-
gera saja Dewi Berlian mengibaskan tangan kanannya.
Wussss! Menghampar sinar berkilauan ke arah si pe-
muda yang masih tertawa. Namun entah apa yang ter-
jadi, mendadak saja sinar berkilauan itu tertahan dan menimbulkan suara letupan
yang keras. Sementara
sosok si pemuda berpakaian merah masih nangkring
di batang pohon semula.
"Keparat! Siapa pemuda ini sebenarnya" Puku-
lan 'Pusaran Kilau Berlian' begitu mudah dihalau tan-
pa terlihat bagaimana dia melakukannya?" batin Dewi Berlian agak bergetar. Lalu
dengan kedua tangan dikepal dan bermaksud hendak memberi pelajaran pada
pemuda berpakaian merah, Dewi Berlian lipat ganda-
kan tenaga dalamnya. Dengan diiringi teriakan keras,
dia menggerakkan kedua tangannya sekaligus
Wuusss! Wussss!!
Kembali sinar yang berkilauan menghampar,
diiringi gemuruh angin yang kuat. Pemuda berpakaian
merah yang masih tertawa, memutus tawanya. Lalu
dengan segera digerakkan tangan kanannya dengan
cara mendorong.
Wuuuuttt! Blaaaammm!! Suara ledakan yang sangat keras kembali ter-
dengar. Tempat itu seakan bergetar. Tanah di mana
bertemunya dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu
muncrat satu tombak. Beberapa pohon gugur daun-
daunnya. Tatkala semua luruh, terlihat Dewi Berlian su-
dah mundur tiga tindak dari tempatnya semula seraya
memegang dadanya yang agak bergetar. Dengan cepat
si gadis mengalirkan tenaga dalamnya, sementara pe-
muda kurang ajar berpakaian merah, masih tetap
nangkring di tempatnya.
Terlihat Manusia Pemarah mengerutkan ke-
ningnya. Tanda kalau ada yang dipikirkannya. Tetapi
kejap lain, seolah tak merasa ada gangguan apa-apa
lelaki tua berkuncir ini berkata dengan suara memben-
tak, "Hei, Bocah Ayu! Tadi kau katakan ingin lekas-lekas meninggalkan tempat
ini! Ayo, mau apa kau ma-
sih berlama-lama di sini, hah" Benar-benar sonto-
loyo!!" Dewi Berlian mengalihkan pandangannya pada Manusia Pemarah yang sedang
melotot. "Aneh! Mengapa Kakek Manusia Pemarah seolah tak mempedulikan
semua ini" Bahkan terlihat sikapnya agak bodoh. Ka-


Rajawali Emas 13 Rahasia Pesan Serigala di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rena tak menghiraukan perbuatan orang. Apakah ada
yang dipikirkannya?" Lalu dengan wajah ditekuk si gadis berseru, "Apakah kedua
matamu mendadak men-
jadi buta hingga kau tidak melihat ada orang bersikap kurang ajar"!"
"Sejak tadi aku sudah melihatnya! Bahkan se-
belum pemuda itu berbicara pertama kali aku sudah
tahu kalau dia datang dan melompat ke dahan pohon
itu tanpa menimbulkan suara! Nah, kau sudah jelas,
bukan" Mengapa kau terlalu mengurusinya" Biar saja
dia kurang ajar! Ayo!!"
"Tunggu, Kek! Apakah tadi kau tidak menden-
gar kalau dia akan menyingkirkan mu?" seru Dewi
Berlian kesal. Lalu menyambung dalam hati, "Aku benar-benar tak mengerti dengan
sikapnya itu. Mengapa
dia kelihatan tak acuh saja?"
Manusia Pemarah mengeluarkan bentakan ke-
ras, "Apa kau pikir telingaku menjadi tuli, hah" Sontoloyo! Sudah tentu aku
mendengarnya!!"
"Kalau telingamu memang tidak mendadak
menjadi tuli, mengapa kau diam saja"!" seru Dewi Berlian dengan nada puas.
"Benar-benar keterlaluan! Bilang padanya, dia
tidak perlu menyingkirkan aku! Karena toh aku juga
akan menyingkir dari tempat ini! Ingat, ini gara-
garamu!" "Tetapi menyingkirkan yang dimaksudnya ada-
lah membunuhmu!!" seru Dewi Berlian gemas.
Untuk sejenak Manusia Pemarah menger-
nyitkan keningnya. Lalu terdengar makiannya keras,
"Sontoloyo! Enaknya dia bicara enteng seperti itu"!"
Dewi Berlian tersenyum puas.
"Nah, sekarang apa yang akan kau lakukan,
Kek?" "Lakukan" Lakukan apa" Huh! Bocah Ayu! Ayo kita tinggalkan tempat ini!!
Biarkan saja dia jual lagak di hadapan kita! Tak ada guna mengurusi orang
seperti dia!" Habis kata-katanya, lelaki berkuncir yang pemarah itu sudah
melangkah sambil menggerutu pan-
jang pendek. Dewi Berlian hanya memandang sekejap
dengan jengkel.
"Aku benar-benar tidak mengerti mengapa dia
bersikap seperti itu" Nampaknya dia tak mau ambil
pusing dengan sikap pemuda kurang ajar ini! Apakah
memang ada sesuatu yang dipikirkannya?" Habis
membatin geram sekaligus keheranan melihat sikap
Manusia Pemarah, si gadis mengalihkan pandangan
pada pemuda berpakaian merah yang lagi-lagi menge-
dipkan matanya.
"Untuk saat ini, kau kuberi kesempatan berna-
pas lebih lama! Tetapi bila kita berjumpa lagi, kau harus tanggalkan nyawamu dari
badan!!" Lalu dengan pandangan geram dan makian ke-
ras, murid Dewi Bulan itu menyusul Manusia Pema-
rah. Tetapi mendadak saja dia berhenti, karena dili-
hatnya Manusia Pemarah sedang melompat menghin-
dari satu serangan!
"Tak sopan bersikap seperti itu pada Pangeran
Merah! Terutama, karena aku menginginkan mu, Ga-
dis Manis!!" SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Holmes
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Document Outline
Hak cipta dan copy right pada
Penerbit di bawah lindungan
Undang-undang Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Dendam Dan Prahara Di Bhumi Sriwijaya 6 Dendam Dan Prahara Di Bhumi Sriwijaya Karya Yudhi Herwibowo Seruling Gading 12
^