Pencarian

Raja Lihai Langit Bumi 1

Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi Bagian 1


RAJA LIHAI LANGIT BUMI Hak cipta dan Copy Right
Pada Penerbit Dibawah Lindungan Undang-Undang
Dilarang Mengcopy atau Memperbanyak
Sebagian atau Seluruh Isi Buku Ini
Tanpa Izin Tertulis dari Penerbit
Serial Rajawali Emas
Dalam Episode :
Raja Lihai Langit Bumi
128 Hal.; 12 x 18 Cm
http://duniaabukeisel.blogspot.com
1 Hari telah memasuki senja. Suasana di
sekitar gunung itu mencekam. Gerumbul
semak belukar bagai mengiang-ngiangkan
tarian kematian pada gendang telinga
bersatu dalam hembusan angin bagai bisikan. Pepohonan yang tumbuh di sana-sini
menambah keremangan yang penuh mistis.
Udara berhembus dingin menusuk tulang.
Gumpalan awan hitam berangkai di langit, pohon halangi tembusan sinar surya yang
redup dan kaburkan pesona langit cerah.
Hingga kengerian akan melanda siapa yang melihatnya.
Namun dua sosok tubuh terus merayapi
dinding gunung, seperti tak mempedulikan suasana mencekam. Meskipun kedua orang
itu tak menghiraukan keadaan di sekeli-
lingnya, di dasar hati paling dalam,
keduanya seakan tak mampu menindih
ketegangan yang datang. Hati-hati dan
penuh kewaspadaan tinggi bila tak ingin meluncur jatuh terguling dan menghantam
bebatuan yang banyak di sekitar sana.
"Gila! Sampai seberapa lama kita
lakukan tindakan konyol seperti ini?"
tanya seorang lelaki yang mengenakan baju hitam. Wajah kasarnya ditumbuhi dengan
jerawat. Dan terasa sakit
ditempa hembusan angin yang dingin dan keras.
Dedaunan yang luruh menerpa wajah dan
rambutnya yang cukup panjang. Didongakkan kepala melihat arakan awan hitam yang
menggayut di mata.
Dialihkannya pandangannya pada kawan
di sebelahnya dengan dengusan jengkel.
"Setan, sejak tadi hanya pertanyaan bodoh yang kau lontarkan. Silahkan kau
banyak omong di Puncak Neraka bila ingin nyawamu putus!" maki kawannya yang
penuh bulu dan mengenakan pakaian terbuat dari kulit harimau. Wajahnya berkerut-
kerut dengan rahang mengeras tak suka mendengar suara orang yang berbicara tadi. Orang
yang berbaju hitam yang tak lain adalah Barok menggerutu panjang pendek. Masih
mendumal tak berhenti dan menahan rasa pegal pada kedua kakinya, dilanjutkannya
merayapi dinding gunung yang cukup
terjal, sementara kawannya si Cakar
Harimau sudah mendahului mendaki.
Seperti yang diceritakan dalam
episode "Wasiat Malaikat Dewa" , Barok memang menyelinap keluar dan
rumah Juragan Lanang untuk meminta bantuan
sahabatnya itu, si Cakar Harimau yang
pernah membantunya saat membalaskan sakit hatinya pada Layung Seta, namun
berhasil dihajar oleh kawan-kawan
Layung Seta (Untuk mengetahui si
Cakar Harimau, silakan baca serial Rajawali Emas dalam episode : "Geger Batu Bintang"). Orang
berwajah kasar yang berbaju warna hitam legam itu tidak tahu kalau majikannya
telah tewas di tangan Tirta alias si
Rajawali Emas. Atas usul Cakar Harimau yang hendak
meminta bantuan teman-teman gurunya guna memuluskan rencana Barok, dia segera
mengajak Barok ke Puncak Neraka, di mana teman-teman gurunya yang berjuluk Lima
Iblis Puncak Neraka mendekam di sana.
Pendakian yang susah namun dilakukan
terus sekuat hati, akhirnya berhasil
dituntaskan. Tepat matahari tenggelam di balik peraduannya dan mensunyikan
suasana di puncak itu. Dingin lebih menggigit,
merayapi seluruh tubuh keduanya. Kabut
tebal yang menyelimuti Puncak Neraka
hampir-hampir tak bisa diterobos oleh
mata biasa. Bahkan angin yang menghembus tak mampu pecahkan gumpalan kabut.
"Di mana mereka?" bisik Barok dengan suara serak. Di samping hampir-hampir tak
kuasai dingin, juga rasa takut yang
mendadak datang. Yang terpampang di matanya hanya kegelapan semata. Namun orang
baju hitam itu yakin kalau di sana-sini banyak terdapat batu menonjol dan
lamping gunung yang terjal yang bila nekat
beranjak dari tempatnya dalam gumpalan
kabut pekat tak mustahil akan buat
dirinya celaka.
Bukannya menjawab pertanyaan orang,
si Cakar Harimau berlutut dengan kedua tangan menyatu didada membentuk sesem-
bahan. "Wahai Lima Iblis Puncak Neraka...
kami datang untuk meminta bantuanmu...."
Tak ada suara yang terdengar, bahkan
suara si Cakar Harimau bagai lenyap
ditelan kabut tebal. Namun keanehan
terjadi, karena angin dingin bagai ber-
henti bertiup. Akan tetapi, rasa dingin yang menusuk tak berkurang sedikit juga,
bahkan makin merayapi seluruh tulang
dalam tubuh. Membuat Si Cakar Harimau
mengulangi lagi kata-katanya, kali ini dengan ketegangan makin tinggi. Hingga
kemudian... "Siapapun yang injakkan kaki di
Puncak Neraka, maka ia akan pulang tanpa nyawa!"
Mendengar ucapan bernada ancaman,
Cakar Harimau langsung jatuhkan kepala, bersujud, "Ampuni selembar nyawa hina
dalam badan! Kami datang butuh
pertolongan"
Kebalikan dari sikap si Cakar
Harimau, Barok sudah ingin melompat turun mendengar suara yang menggetarkan
dirinya barusan. Namun rasa malu membuatnya
bertahan. Tubuhnya yang makin menggigil bukan lagi disebabkan hawa dingin
melain-kan suara angker yang barusan menyelinap ke kedua telinganya. Tanpa Barok
berbuat sama seperti yang dilakukan si Cakar
Harimau, "Sabda sudah dilepaskan! Nyawa harus putus dari badan!" suara angker itu kembali
terdengar, kali ini bertalu-talu.
Entah dari mana orang-yang berucap
barusan. Terasa dekat sekali, namun tak nampak siapa pun di depan mata.
"Ampuni nyawa kami ini. Kami datang sebagai sahabat. Bukan mencari musuh...."
Dan entah dari mana datangnya,
mendadak saja kabut tebal yang menutupi Puncak Neraka di hadapan kedua manusia
yang tengah bersujud itu tersibak. Bila saja keduanya dalam keadaan tegak,
tentunya mereka akan terkejut, karena
dari sibakan kabut, kini berdiri lima
lelaki bertampang angker dengan melipat kedua tangan di dada. Memandang dingin
pada keduanya yang masih bersujud.
"Mendengar suaramu, tentunya kau si Cakar Harimau," salah seorang berucap.
Gerakan mulutnya aneh. Hanya membuka
mulut sedikit namun suaranya bagai,
menggema ke seantero tempat. Penuh
getaran sekaligus ancaman.
"Benar. Aku adalah Wedang Wulung atau yang sering disebut si Cakar Harimau.
Sahabatku ini bernama Barok" sahut si Cakar Harimau masih bersujud. Dadanya
makin bergetar.
"Angkat kepala dan silakan bicara.
Bila buang waktu percuma, berarti buang nyawa sia-sia."
Perlahan-lahan si Cakar Harimau
mengangkat kepalanya. Orang penuh bulu
itu terbelalak menatap lima sosok tubuh berdiri angker di hadapannya. Untuk
kedua kalinya si Cakar Harimau bertemu dengan orang-orang ini. Pertama sekali
ketika diajak bertandang oleh gurunya si Pawang Harimau. Namun saat itu dia tak merasa
terkejut atau keder dengan dada kebat-
kebit seperti sekarang, karena cara
memanggil lima orang angker ini dilakukan oleh gurunya dan tak banyak basa-basi
yang terjadi. Namun sekarang, tak urung dada orang penuh bulu itu bergetar.
Merasa si Cakar Harimau mengangkat
tubuhnya, Barok pun perlahan-lahan
melakukan tindakan yang sama. Namun rasa terkejut di hati orang baju hitam ini
lebih besar dari yang dirasakan si Cakar Harimau.
Untuk beberapa saat dia hanya bisa
ternganga tak berkesip menatap lima
lelaki yang berdiri dengan pandangan
dingin. Bahkan tubuh gemetarnya mendadak menjadi lebih kencang bergetar. Hatinya
kebat-kebit. Rasa menyesalnya mengikuti usul si
Cakar merayapi hatinya. Sesaat dia hanya tegak terpaku bagai melihat hantu
disiang hari. Lima orang yang berdiri di hadapan
mereka memiliki postur dan tubuh yang sama. Dengan sepasang mata bolong ke
dalam dan wajah tirus mengerikan. Lipat mata mereka seakan membuat mata yang
celong itu bagai tertutup. Hidung mereka pesek dengan bibir bagian bawah tebal.
Rambut mereka putih diikat ke belakang.
Pakaian mereka berwarna biru kusam dengan jubah hitam panjang yang berkebyar-
kebyar dihembus angin. Di bahu masing-masing
terdapat selendang yang berlainan warna dan selendang itulah yang menandakan
siapa nama mereka.
Julukan Lima Iblis Puncak Neraka
sangat santer dua puluh tahun yang lalu, namun tenggelam begitu saja setelah
kekejaman mereka "dihentikan oleh
Bidadari Hati Kejam. Sepak terjang mereka yang malang melintang dalam rimba
persilatan, hanya dihentikan dalam waktu tiga kali penanakan nasi oleh si nenek
berkonde itu. Kekalahan itu memaksa
mereka berlalu dari hadapan Bidadari Hati Kejam dengan membawa luka parah pada
tubuh dan dendam
setinggi langit.
Kalaupun saat ini Lima Iblis Puncak
Neraka tak pernah meninggalkan tempat,
dikarenakan mereka tengah
memperdalam ilmu guna membalas sakit hati pada
Bidadari Hati Kejam.
Dan sebagai orang rimba persilatan
yang meskipun namanya tak terlalu
diperhitungkan, si Cakar Harimau sangat tahu soal itu. Diam-diam dia pun tahu
saat ini Bidadari Hati Kejam sudah muncul kembali ke dunia ramai.
Cakar Harimau segera membuka mulut,
tak mau terlalu lama dicekam rasa kebat-kebit hatinya.
"Tak mungkin kami berani datang ke tempat ini bila hanya melepas omongan
bualan. Terpaksa kami mengganggu kete-
nangan Lima Iblis Puncak Neraka. Karena!
urusan mendesak dan kami minta bantuan."
"Bila urusan tak membuat kami
tertarik, terpaksa nyawamu sebagai ganti.
Tak peduli meskipun kau murid sahabat
kami, Si Pawang Harimau," orang angker berselendang hitam yang berucap. Matanya
tajam tak berkesip pada Cakar Harimau.
Cakar Harimau mengatupkan kedua
tangan didada. Lalu dengan suara penuh
kesopanan namun tak mampu menutupi rasa tegangnya dia berucap,
"Iblis Angin... tak akan berani aku melakukan tindakan bodoh bila
hanya mengganggu ketenangan kalian untuk sebuah urusan kecil belaka."
"Segera ajukan penyebab apa kau
datang," kata yang berselendang hijau.
"Urusan bisa jadi kapiran bila aku masih
berbasa-basi," batin si Cakar
Harimau. Lalu, "Lima Iblis Puncak Neraka,
Iblis Angin, Iblis Air, Iblis Tanah,
Iblis Matahari, dan Iblis Bulan, aku
sengaja datang bersama sahabatku sehu-
bungan dengan munculnya kembali Bidadari Hati Kejam," kata Cakar Harimau padahal
sama sekali tujuan mereka semula bukan
itu. Tetapi Cakar Harimau memiliki otak selicik Barok. Tentunya dengan
mengatakan hal itu, dia yakin Lima Iblis Puncak
Neraka akan mau membantu mereka.
Apa yang diperkirakan orang penuh
bulu itu memang benar. Karena mendadak saja orang-orang bertampang
angker dihadapannya serentak buka suara penuh tekanan yang tak mampu menindih rasa
gusar. Menyusul suara Iblis Air yang
mengenakan selendang warna hijau, penuh kegeraman.
"Nenek keparat yang membawa luka
dendam dalam jiwa dan sukma! Katakan di mana nenek berkonde itu berada"!"
"Ini tanda-tanda yang bagus sekali hingga bisa membuka jalan," Habis
membatin seperti itu, si Cakar Harimau
berkata, "Saat ini aku tidak tahu di mana dia berada. Tapi Bidadari Hati Kejam
telah keluarkan sesumbar dingin untuk
membunuh kalian!"
"Keparat!" Iblis Air
mendengus setinggi langit. Tangan kanannya mengibas jauh kedepan. Gelombang angin
menghempas, bersamaan hawa panas yang luar biasa,
menghantam apa saja yang menghalangi
terjangannya dan di kejauhan terdengar.
suara seperti ledakan.
"Kedatanganmu mengingatkan kami pada dendam yang harus kami balas pada


Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bidadari Hati Kejam. Sekian tahun kami
berdiam di sini dan menunggu saat yang tepat, nampaknya setan-setan neraka mulai
merestui keinginan kami. Bagus, Wedang
Wulung! Kami bisa terima kedatanganmu
dengan tangan terbuka!" kata yang
berselendang merah dan berjuluk Iblis
Matahari. "Sudah kuduga mereka akan membantu.
Kini tiba saatnya untuk mengatakan apa
keinginan sebenarnya," batin Cakar Harimau dengan bibir tersenyum. Habis
membatin seperti itu, dia berkata,
"Di samping itu, ada urusan yang
hendak kami utarakan. Kami harap, urusan ini akan berkenan dihati Lima Iblis
Puncak Neraka."
"Kau telah membawa berita bagus bagi pendengaran Lima Iblis Puncak Neraka.
Dengan senang hati kami akan mendengarkan setiap ucapan."
Cakar Harimau melirik Barok, yang
dilirik nampak tak melakukan tindakan
apa-apa. Rupanya, rasa mencekam yang
singgah melihat betapa mengerikan wajah-wajah dihadapannya, membuat Barok seolah
tak tahu kejadian yang sedang di
hadapinya. Hal itu membuat gusarnya Iblis Angin.
"Suruh temanmu yang nampaknya suka menjilat namun penakut itu untuk bicara!
Tiga tarikan napas belum terdengar apa-
apa, nyawanya akan menjadi penghuni
lembah di sebelah timur Puncak Neraka
ini." Menyadari perubahan wajah dan suara
orang-orang di hadapannya Cakar Harimau segera gerakkan tangan, menyenggol
tangan Barok dengan sentakan cukup kuat, membuat orang baju hitam itu tersentak.
Sesaat Barok menjelma menjadi orang
dungu, lebih-lebih ketika tatapannya berserobok dengan lima pasang mata tajam yang
menusuk bagai hendak menelan bulat-bulat.
Tak tahu berbuat apa, Barok hanya
tertegun dengan mulut terbuka.
Cakar Harimau menjadi tidak sabaran melihat
sikap Barok yang seperti memancing
kemarahan orang-orang yang akan memandang sebelah mata bila menurunkan tangan
telengas. Dia segera berbisik
dengan suara ditekan, "Katakan apa kemauanmu, jangan menjadi sapi ompong kalau tak
ingin nyawa melayang"
Dengan gugup Barok segera mengubah
posisinya. Ia ini menarik dan meng-
hembuskan napas guna mengusir kegugupan yang melanda. Setelah dirasa cukup
tenang dari tekanan dari sepasang mata Cakar
Harimau, dengan hati-hati dia berkata,
"Namaku Barot Tukang pukul Juragan Lanang. Aku... aku bisa memberikan apa
saja yang kalian minta, bila kalian mau membantuku."
"Tentang apa?" Tatapan mata celong ke dalam Iblis Angin membuat Barok menggigil
kembali. "Gila! Tak kusangka akan bertemu
dengan orang-orang seperti ini," batinnya gelisah. Lalu kembali dengan menindih
ketakutannya dia beberkan apa yang
diinginkannya. Selang beberapa saat, terdengar tawa
keras menggema di seantero Puncak Neraka, melayang jauh entah ke mana. Lima
Iblis Puncak Neraka saling pandang sambil
tertawa-tawa. "Dua tawaran yang menarik telah masuk ketelinga. Tentu tak akan kami buang jadi
hampa," kata Iblis Angin. "Cakar Harimau, berita yang kau sampaikan pada kami
tak ubahnya irama musik mengalun merdu. Juga apa yang diminta oleh sahabatmu
yang penjilat itu. Baik, kami akan penuhi
permintaan kalian. Namun... ada satu hal yang perlu kami ketahui lebih dulu."
"Tentang apakah itu?" Cakar Harimau yang bertanya karena merasa lebih baik
dia yang melakukan. Melihat keadaan Barok yang mendadak bagai terserang demam,
bisa-bisa urusan jadi tambah panjang.
"Kami menyirap kabar tentang
perebutan Batu Bintang yang kini telah
ditempa menjadi sebuah senjata sakti yang disebut Pedang Batu Bintang. Juga
tentang munculnya seorang tokoh muda yang
berjuluk si Rajawali Emas. Adakah kalian pernah mendengar tentang hal itu?".
Cakar Harimau terdiam, begitu pula
yang dilakukan Barok. Padahal dalam
kediaman itu mereka sebenarnya telah mendengar pula tentang Pedang Batu Bintang
dan pendekar muda yang berjuluk si
Rajawali Emas. Entah mengapa keduanya
hanya membisu seribu bahasa tanpa
menjawab keingintahuan Lima Iblis Puncak Neraka.
Kediaman dua orang itu dianggap oleh
orang-orang berwajah angker kalau
keduanya tak tahu soal yang mereka
tanyakan. Iblis Angin berkata lagi, "Orang-
orang dungu yang hanya mengandalkan
kepandaian menjilat"
Mendapati ucapan orang, hati Cakar
Harimau. menggeram, "Setan keparat! Bila saja tak kuketahui betapa tingginya
ilmu lima orang keparat ini, sudah kuhajar
ucapan dari Iblis Angin."
Sementara Barok berkata dalam hati,
"Mengapa Cakar Harimau masih berlama-lama di sini" Apakah dia tidak tahu aku
sudah hendak terkencing-kencing?"
Iblis Angin menggeram kembali.
"Kalian masih bisa kami terima
sekarang ini! Tetapi, kami ingin kalian membawa berita bagus tentang Batu
Bintang!!"
Kendati hatinya geram bukan main
mendapati sikap Iblis Angin itu yang
seperti menginjak-injak harga dirinya,
Cakar Harimau hanya menganggukkan kepala dengan sikap santun.
Terdengar suara pongah dari orang
yang berselendang biru yang dijuluki
Iblis Bulan, "Sekarang, tinggalkan tempat ini. Tunggu kami di Bukit Watu Gening
purnama mendatang. Ingat baik-baik apa
yang akan kukatakan ini! Saat kalian
datang ke Bukit Watu Gening, kalian harus membawa lima dara perawan yang kami
butuhkan. Bila kalian tak datang ke sana dan menyediakan apa yang kami minta,
berarti... kalian telah siap mati! Dan
tentunya kalian bukanlah orang-orang
dungu yang akan melarikan diri dari
tangan Lima Iblis Puncak Neraka!"
Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata,
Cakar Harimau segera berdiri dan berbalik setelah menjura. Barok sendiri segera
melakukan hal yang sama. Baginya, inilah jalan terbaik untuk menyingkirkan
ketakutannya pada kelima orang bertampang angker ini.
Agak tergesa keduanya kembali menu-
runi Puncak Neraka. Mendaki Puncak Neraka ternyata lebih mudah dibandingkan
menuruninya. Barok sampai terguling dua kali bila saja Cakar Harimau tak segera
menangkapnya dan Barok tak segera
menyambar akar pohon yang menjulai di
bawahnya. "Bodoh! Tak kusangka kau menjadi
pengecut semacam itu, Barok!!"
Barok balas membentak.
"Jangan mengejekku! Apakah kau sebenarnya tidak takut berhadapan dengan
manusia-manusia celaka itu!!"
Cakar Harimau menatap dingin. Ingin
rasanya dilepaskan pegangannya pada
tangan Barok agar lelaki berbaju hitam
itu meluncur deras dan menghantam batu cadas dibawah!
Lalu katanya dingin, "Lupakan
persoalan itu! kita harus memenuhi janji pada Lima Iblis Puncak Neraka bila
masih sayang nyawa!!"
Sepeninggal dua orang itu, Lima Iblis
Puncak Neraka tetap berdiri tegak dengan tangan bersedekap di dada. Tak
dihiraukan betapa angin makin besar dan dingin
menusuk. Jubah hitam yang mereka kenakan.
berkebyar-kebyar dimainkan angin dingin.
* * * 2 Hutan kecil yang ditumbuhi pepohonan
tinggi bagai lelap dalam gelapnya malam.
Angin bagai berlari dari satu pohon ke
pohon lain, merayap dan gugurkan
dedaunan. Sinar rembulan masih terpaku dalam lelapnya awan hitam yang tak mau
bergeser sedikit juga dari tempatnya.
Hingga mengakibatkan suasana di hutan itu tak ubahnya bagai berada dalam sebuah
kuburan. Seperti dituturkan sebelumnya dalam
episode "Wasiat Malaikat Dewa", Tirta alias si Rajawali Emas mendadak muncul
menyelamatkan Bidadari Hati Kejam yang
dikeroyok tiga dedengkot rimba persi-
latan, Manusia Mayat Muka Kuning, Dewi
Kematian, dan Ratu Tengkorak Hitam. Bila bertempur satu lawan satu, ketiganya
bukanlah tandingan Bidadari Hati Kejam.
Namun menghadapi tiga lawan secara
serempak seperti itu, Bidadari Hati Kejam akhirnya terdesak. Untungnya dalam
keadaan yang kritis, Rajawali Emas muncul dan bertindak cepat, segera
diselamatkan-nya nenek berkonde yang mengenakan baju dan kain batik kusam itu.
Lalu dibawanya ke hutan kecil. Sementara itu, Siluman
Buta yang mempunyai dendam pada Raja
Lihai Langit Bumi, yang sejak pertarungan
itu terjadi hanya tegak dengan
mempertajam telinganya, segera ketebatkan tubuh berlalu setelah si Rajawali Emas
membawa pergi tubuh Bidadari Hati Kejam.
Sementara tiga dedengkot rimba persilatan dari golongan hitam tak melakukan
pengejaran karena gerakan si Rajawali
Emas, begitu tangkas dan menghilang
secepat angin. Salah satu yang ada dalam wasiat si
Malaikat Dewa, Tirta alias Pendekar
Rajawali Emas diharuskan berguru pada Bidadari Hati Kejam untuk mempelajari
ilmu pedang yang akan disamarkan melalui jurus-jurus pengebut si nenek berkonde.
Namun belum lagi semuanya berlangsung,
mendadak saja si Rajawali Emas kelojotan dengan tubuh yang sangat panas luar
biasa hingga sekujur tubuhnya menjadi semerah darah. Ini disebabkan karena
tenaga sakti yang berasal dari Rumput Selaksa Surya
yang dihisapnya secara tak sengaja. Dan saat Bidadari Hati Kejam kelimpungan
hanya bisa terbengong, menatap tak
percaya pada pemuda yang lima tahun lalu sangat diinginkannya sekali. untuk
menjadi muridnya seperti sekarat, muncul satu sosok tubuh yang dikenalnya
sebagai Raja Lihai Langit Bumi.
Nenek berkonde yang duduk di sebatang
akar pohon menjulur keluar, menatap tubuh tinggi kurus berpakaian putih dengan
selempang kain putih dari bahu kanan ke pinggang kiri yang juga duduk berjarak
satu tombak dari tempatnya. Orang tua
berselempang kain putih itu seluruh
tubuhnya dipenuhi bulu yang memutih.
Wajahnya begitu bijaksana. Penuh kelem-
butan, begitu pula dengan tutur kata dan perbuatannya.
"Kapan pemuda itu akan siuman setelah kau mengobatinya, Sirat Perkasa?" tanya si
nenek berkonde pada Raja Lihai Langit Bumi yang bernama asli Sirat Perkasa.
Orang tua yang duduk di hadapannya
mengusap jenggot putihnya, mengangkat
kepala dan menatap Bidadari Hati Kejam.
Lalu dengan suara lembut dijawab perta-
nyaan si nenek berkonde, "Aku tak bisa memastikan kapan dia akan siuman, Kunti
Pelangi. Yang pasti, pengaruh dari Rumput Selaksa Surya setelah kuobati untuk
sementara akan membuatnya tidak terganggu lagi."
Nenek berkonde mendengus mendengar
jawaban orang. "Dia calon muridku seperti yang
diwasiatkan Guru padanya. Aku ingin dia sembuh, Sirat."
Raja Lihai Langit Bumi tersenyum.
"Urusan sembuh dan penyembuhan hanya dipegang langsung oleh Yang Maha Agung.
Aku hanya perantara belaka. Kalau Yang
Maha Agung mengizinkan dia akan siuman
cepat, maka semuanya akan cepat."
"Berbicara denganmu, tak ubahnya
berbicara dengan seorang pendeta, Sirat!"
Bidadari Hati Kejam kembali mendengus.
Kali ini dari mulutnya. "Heran! Tak berubah meski lama kita tak bersua!"
"Tetapi, aku tak heran mendapati nada ucapanmu yang selalu keras dan diiringi
bentakan," sahut Raja Lihai Langit Bumi masih tersenyum. Lalu segera berucap
begitu melihat wajah Bidadari Hati Kejam berubah, "Aku berani berkata, menjelang
pagi pemuda itu akan sembuh. Dan tak
kusangka dia memiliki keberuntungan
sempurna dalam hidupnya."
Tak menghiraukan kata-kata pertama
Raja Lihai Langit Bumi, Bidadari Hati
kejam segera bertanya, "Apa maksudmu?"
"Kunti Pelangi... bertahun-tahun
orang meributkan tentang Batu Bintang
yang bisa ditempa menjadi sebuah senjata maha sakti. Dan kini... pemuda yang
bernama Tirta telah mendapatkannya,
bahkan telah menempanya menjadi sebuah
senjata yang disebut Pedang Batu Bintang.
Secara tidak langsung, dia telah menjadi majikan dari Bwana, burung rajawali
keemasan peliharaan Guru. Kesempurnaan
yang dimilikinya sebagai seorang pen-
dekar, dia berhasil menghisap Rumput
Selaksa Surya yang tak banyak diketahui oleh orang. Dan dia telah memiliki
sebuah tenaga dahsyat bila dia bisa mengen-
dalikannya."
Bidadari Hati Kejam menatap sahabat-


Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nya yang sekaligus saudara seperguruannya dengan kening berkerut.
"Kau nampaknya sangat mengetahui
tentang hal itu, Sirat. Apakah kau bisa mengajarkan padanya bagaimana cara
kendalikan tenaga yang ada ditubuhnya?"
tanya si nenek kemudian. Raja Lihai
Langit Bumi tersenyum.
"Bukankah dia calon muridmu, Kunti?"
"Setan tua yang banyak omong! Jawab saja pertanyaanku!" maki Bidadari Hati Kejam
dengan mulut berbentuk kerucut
mendengar kata-kata yang masuk dalam
telinganya sebagai ejekan. Makian itu tak membuat gusar Raja Lihai Langit Bumi.
Dia sangat hafal bagaimana perangai Bidadari Hati Kejam, dan hal itu hanya
merupakan ingatan belaka saat mereka masih sama-sama muda dan menuntut ilmu pada
Sepuh Mahisa Agni atau si Malaikat Dewa.
"Kalau kau menyetujui dia menjadi
muridku pula, ada baiknya kukatakan
padanya. Namun kalau kau tak menyetujui dia menjadi muridku, aku akan tetap
menerangkan tentang rahasia tenaga Rumput Selaksa Surya padanya. Dari
penglihatanku yang mulai menua ini, aku menangkap
gelagat kalau dia akan menjadi tokoh
besar yang akan disegani kawan maupun
lawan." "Bicara muter-muter tak karuan!
Mengapa tidak langsung pada sasaran?"
sentak Bidadari Hati Kejam melotot.
"Aku memang mengetahui soal rahasia Rumput Selaksa Surya dan aku akan
mengajarkan padanya bagaimana cara
mengendalikan tenaga itu."
Mendapati jawaban
orang, Bidadari
Hati Kejam senyum dengan desahan lega.
Dialihkan pandangan pada Tirta alias si Rajawali Emas yang terbujur di
hadapannya, di antara tempatnya dan tempat
duduknya Raja Lihai Langit Bumi. Masih
memandang pada Tirta, telinganya segera mendengar ucapan Raja Lihai Langit Bumi
lagi. "Yah... dugaanku pun memang demikian.
Dia akan menjadi seorang pendekar besar.
Hanya yang pikiranku heran, sepertinya
sari Rumput Selaksa Surya telah lama
dihisapnya. Lalu, siapa yang telah
mengobatinya hingga dia masih bisa
bertahan" Menurut penglihatanku tenaga surya yang telah bersemayam dalam tubuh
pemuda ini, yang tiba-tiba bisa muncul mendadak, namun sepertinya telah ada yang
mengatur hingga kemunculannya hanya tiga bulan sekali. Aku bisa menduga siapa
yang telah melakukannya, Kunti"
"Apa itu?" sentak Bidadari Hati Kejam, segera tolehkan kepala lagi pada
sahabatnya. "Mengingat pemuda ini telah mendapatkan Batu Bintang yang ditempa menjadi
Pedang Batu Bintang, tentunya dia telah menjadi majikan Bwana, burung Rajawali
raksasa peliharaan Guru. Tak mustahil dia juga mendekam di Gunung Rajawali dan
tentunya, ketika dia berada dalam keadaan kelojotan dan parah akibat tenaga
surya yang keluar dari dalam tubuhnya, hanya seorang yang bisa menyembuhkannya."
"Guru?" tebak Bidadari Hati Kejam.
Raja Lihai Langit Bumi menganggukkan
kepala. "Tak salah. Hanya gurulah yang bisa melakukan semua itu. Dan tentunya
telah mengendalikan tenaga surya itu
hingga muncul setiap tiga bulan. Kalau
tidak, lima tahun yang lalu bocah ini
sudah berteman cacing tanah."
"Kalau begitu, mengapa Guru tidak mengobati atau mengajarkan bagaimana cara
mengendalikan tenaga surya itu padanya?"
tanya Bidadari Hati Kejam pula.
"Menurut Guru, dia, tak pernah tahu cara kendalikan tenaga surya itu. Tentang
bagaimana aku bisa tahu, aku telah
mempergunakan ilmu 'Peraba Sukma'
bertahun-tahun untuk meneliti dan menduga bagaimana cara mengendalikan tenaga
surya dari sari Rumput Selaksa Surya. Tetapi, aku yakin kalau Guru sebenarnya
tahu rahasia mengendalikan tenaga surya itu.
Hanya aku tak tahu
mengapa Guru mengatakan tidak tahu."
"Tak mustahil manusia satu ini bisa mengendalikan ilmu, menemukan rahasianya
meskipun dia tak pernah menghisap sari Rumput Selaksa Surya."
Sehabis Bidadari Hati Kejam membatin,
hutan kecil yang diselimuti kegelapan itu pun makin membiaskan kesunyian. Sampai
kemudian terpecahkan oleh kata-kata
Bidadari Hati Kejam bagai menyentak dan segera mengangkat kepalanya menatap tak
berkedip pada Raja Lihai Langit Bumi,
"Ada pertanyaan yang telah lama singgah di benakku, Sirat! Pertanyaan yang
kutahan selama lima tahun sebelum
berjumpa dengan kau hari ini, Dan jadi
sebuah lingkaran yang berputar-putar di benak
tua ini dan inginkan temukan
jawab." Mendapati suara dan tatapan Bidadari
Hati Kejam seperti menekan, Raja Lihai
Langit Bumi menarik napas pendek dan
menatap sahabatnya itu.
"Jelas sekali kalau yang akan
dibicarakannya ini sesuatu yang sangat
sulit," batinnya. Setelah itu, dengan suara tetap perlahan orang tua
berselempang kain putih itu berkata, "Pertanyaan apa yang mengganggu benakmu
itu, Kunti" Bila melihat sikapmu, nampaknya
kau benar-benar telah memendamnya sekian
lama." "Dia nampaknya memang tidak tahu apa yang
kupikirkan selama ini. Baiknya
kukatakan saja sekarang." Batin Bidadari Hati Kejam dan segera ajukan
pertanyaan, "Ada hubungan apa kau dengan Ratu
Tengkorak Hitam?".
Kalau tadi Raja Lihai Langit Bumi
berkata perlahan, kali ini bersuara agak sedikit keras mengandung keheranan,
"Mengapa kau bertanya soal itu" Lalu menyambung dalam hati, "Pertanyaan yang
aneh. Sudah tentu aku tak punya hubungan apa-apa dengan nenek baju hitam yang
dikenal sebagai tokoh rimba persilatan
Golongan sesat. Sampai saat ini aku tak punya silang sengketa dengannya, akan
tetapi, bila melakukan perbuatan hina di depan mataku jelas tak akan bisa
kubiarkan."
Seperti diceritakan pada episode
pertama "Geger Batu Bintang", Bidadari Hati Kejar pernah bertarung dengan Ratu
Tengkorak Hitam. Dalam satu gebrak,
Bidadari Hati Kejam sudah mampu meretasi serangan Ratu Tengkorak Hitam. Namun,
sesuatu yang mengejutkannya terjadi.
Karena Ratu Tengkorak Hitam mempergunakan salah satu jurus istimewa yang
dimiliki sahabatnya ini, Raja Lihai Langit Bumi.
Dan begitu lama pertanyaan serta kehe-
ranan Bidadari Hati Kejam terpendam. Dia
bertekad, kalau memang Raja Lihai Langit Bumi telah menurunkan jurus saktinya
pada Ratu Tengkorak Hitam, dia akan lakukan
satu tuntutan dan menjatuhkan hukuman
dalam satu pertarungan.
Dengan rasa kesal yang tiba-tiba
muncul, Bidadari Hati Kejam mengutarakan soal itu. "Aneh! Bagaimana Ratu
Tengkorak Hitam bisa memiliki jurus yang berbahaya itu?" kata Raja Lihai Langit
Bumi bagai gumaman. Lalu mengalihkan pandangan pada sahabatnya yang masih
memandangnya tak berkedip. "Mungkinkah yang kau lihat itu jurus 'Undang Maut
Sedot Darah', Kunti?"
"Meskipun kita mempelajari ilmu dari satu guru dan telah memiliki ilmu-ilmu
yang berbeda, tetapi kita pernah muncul dihadapan Guru. Sehingga, aku tahu semua
ilmu yang kumiliki. Dan yang kulihat saat Ratu Tengkorak Hitam menyerangku, dia
mempergunakan jurus 'Undang Maut Sedot
Darah'. Katakan yang sesungguhnya, dan
aku tak segan-segan untuk mengepruk
kepalamu bila kau memang menurunkan jurus itu pada nenek busuk berbaju hitam
panjang itu..."
Raja Lihai Langit Bumi mendesah
pendek. Ucapan Kunti Pelangi satu hal yang
wajar. Aku pun tak akan melawan bila
memang dia menghendaki seperti itu.
Tetapi, aku tak pernah menurunkan ilmu
pada siapapun juga." Setelah membatin begitu, dengan suara pelan agar tidak
menambah kecurigaan Bidadari Hati Kejam, Orang tua berselempang kain putih
berujar, "Aku tak mengerti bagaimana nenek baju hitam dari Sungai Terkutuk itu
bisa menguasai jurus itu, Kunti."
"Jawabannya hanya ada padamu, Sirat."
"Dan jawaban itu sudah kukemukan,
Kunti. Aku bukan tolol yang menurunkan
ilmu pada manusia keji seperti Ratu
Tengkorak Hitam. Kupertaruhkan segala
kehormatan yang ada pada diriku bila
ternyata aku berdusta dalam hal ini."
Mengenai kejujuran, Bidadari Hati
Kejam tak lagi menyangsikan soal itu pada saudara seperguruannya ini. Namun
meskipun demikian, hatinya masih diliputi rasa heran yang tinggi bagaimana Ratu
Tengkorak Hitam bisa memiliki jurus
'Undang Maut Sedot Darah'.
"Baiklah Sirat. Kendati demikian, di hati kecilku masih tersisa rasa tak
percaya dengan ucapanmu itu. Apakah kau melupakan tentang jurusmu sendiri yang
banyak ditakuti oleh para tokoh rimba
persilatan baik dari golongan lurus
maupun golongan sesat?" usik Bidadari Hati Kejam kemudian. Mata kelabunya tak
berkedip menatap pada saudara
seperguruannya yang memiliki sifat
sungguh berbeda dengannya.
Raja Lihai Langit Bumi hanya
menganggukkan kepalanya.
"Aku mengerti apa yang kau katakan itu, Kunti"
"Bagus! Kembali kukatakan, apa pun yang saat ini kau katakan, aku bisa
mempercayainya. Karena selain Eyang Guru tak seorang pun bisa menandingi kejuju-
rannya selain dirimu, Sirat. Tetapi akan kulacak tentang jurusmu yang berpindah
tangan kepada Ratu Tengkorak Hitam."
Raja Lihai Langit Bumi hanya diam
saja. Di batinnya ada sesuatu yang terasa mengusik hatinya. Sungguh, sesuatu
yang cukup membuatnya tegang, Entah kenapa.
Sementara itu, merasa tak ada yang
perlu dibicarakan lagi. Bidadari Hati
Kejam terdiam. Kendati demikian, hatinya masih bertanya-tanya soal jurus 'Undang
Maut Sedot Darah' yang dimiliki oleh Ratu Tengkorak Hitam. Begitu
juga yang dilakukan orang tua berselempang kain
putih yang bijaksana. Terdiam sambil
mengusap-usap jenggot putihnya. Wajahnya yang jernih, dengan kebijaksanaan yang
nampak, semakin memperjelas bagaimana
hati lelaki tua itu.
"Untuk saat ini aku bisa mempercayai setiap ucapannya"
Entah apa yang kemudian dipikirkan
keduanya. Yang terbentang kemudian,
kesunyian yang makin meraja.
* * * 3 Setelah bertemu dengan Dewi Kematian
yang dulu adalah kekasihnya, Manusia
Mayat Muka Kuning bagai melupakan urusan-urusan yang ada di depan matanya.
Dengan nafsu yang berpendar-pendar, orang tua
kurus tanpa baju yang menonjolkan tulang belulang pada tubuhnya bagai menemukan
pelampiasan dahaga yang telah lama
ditahan. Dituntaskan seluruh apa yang dia inginkan pada kekasihnya yang juga
menyambutnya dengan bersemangat.
Dua hari dua malam keduanya berada
dalam sebuah gubuk di sebuah hutan kecil sebelah utara Gunung Slamet. Menikmati
apa yang bisa mereka reguk. Terutama
Manusia Mayat Muka Kuning yang terbahak-bahak mendapati apa yang selama ini
telah berlalu dari dirinya.
Keduanya bagai sepasang remaja yang
dirasuk asmara tinggi. Melupakan segala urusan yang terpentang di depan mata,
dan mengacuhkan Ratu Tengkorak Hitam yang
berdiri di luar gubuk itu dengan
menggerutu panjang pendek dan wajah penuh kemuakan.
"Keparat betul dua manusia sialan
ini!" batin si nenek baju hitam panjang
sambil terus mengunyah susurnya. Cairan susur warna merah yang telah bercampur
dengan ludah busuknya menyembur ketika dia berkata dengan menindih rasa jengkel
dan gusar dalam dada, "Bila aku terus menerus jadi kambing congek begini,
Pedang Batu Bintang yang sudah berada di tangan si Rajawali Emas bisa berpindah
tangan seorang yang menginginkannya.
Celaka! Aku harus lebih cepat bertindak.
Bodohnya aku yang mau menuruti perintah Dewi Kematian. Persetan dengan segala
ancaman yang dilontarkannya. Urusan bela-kangan! Bila kepergok dan nyawaku
terancam, aku bisa saja mengatakan kalau semua ini
adalah untuknya. Setan
keparat!" Wajah nenek berbaju hitam panjang itu
berubah sikap geramnya, nampak dia lebih perlahan mengunyah susurnya, menandakan
hatinya diliputi kebimbangan.
"Aku tahu, urusan Pedang Batu Bintang tak mudah. Bila aku telah bersatu dengan
Manusia Mayat Muka Kuning dan Dewi
Kematian segalanya akan berjalan dengan mulus. Bila Pedang Batu Bintang telah
pindah tangan, akan kuusahakan untuk
mencurinya dengan cara licik! Dan lagi
yang sampai sekarang kuingat, saat lima tahun lalu dimana bocah yang kini telah
tumbuh menjadi pemuda perkasa dan
berjuluk si Rajawali Emas tak mudah
kutangkap begitu saja. Entah bagaimana
sekarang. Julukan si Rajawali Emas begitu santer sekali. Tetapi masa bodoh! Dua
hari dua malam aku selalu mendengar suara mesum kedua manusia laknat itu!
Keparat busuk! Lebih baik aku berlalu dari sini daripada telingaku makin menjadi
pekak!" Memikir sampai di sana, Ratu
Tengkorak Hitam menolehkan kepala pada
gubuk yang berjarak sepuluh tombak dari tempatnya berdiri. Si nenek ingin sekali
menghempaskan gubuk itu dengan sekali


Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pukul, karena tak tahan mendengar suara mesum dari sana! Namun nenek baju hitam
panjang itu masih bisa menggunakan
otaknya untuk tidak melakukan tindakan
nekat. Karena bisa-bisa nyawanya yang
akan putus ditengah jalan sebelum
didapatkan apa yang selama ini di
inginkan. Menghadapi Dewi Kematian saja dia masih jeri, apalagi ditambah dengan
Manusia Mayat Muka Kuning.
Ditolehkan pandangannya lagi ke muka.
Tanpa buang waktu lagi, Ratu Tengkorak
Hitam segera berkelebat tinggalkan tempat itu dengan mulut mendumal tak karuan.
Sementara itu, dua anak manusia yang
berbeda jenis di dalam gubuk, beberapa lama kemudian terkulai setelah memacu
diri dan telentang menatap langit-langit gubuk yang sudah mau ambruk. Desahan
napas Manusia Mayat Muka Kuning lebih
memburu dari biasanya. Berkali-kali
sepasang mata yang menyipit itu dipejam buka. Bibirnya yang keriput dan pucat
itu berulangkali tersenyum.
Lalu perlahan-lahan ditolehkan kepala
menatap Dewi Kematian yang masih polos dan terbaring disisinya. Tangannya dengan
nakal meraba payudara Dewi Kematian yang besar dan putih itu.
"Aku merasa hidup ini lebih berarti sekarang, Dewi." suaranya bagai tersekat
ditenggorokan. "Segala urusan yang memusingkan kepala menguap beberapa lama.
Tak akan kupedulikan lagi segala
persoalan bila terus menerus seperti ini bersamamu, Dewi."
Dewi Kematian membuka kedua matanya,
melirik dengan sinar manja pada orang tua yang telentang di sisinya. Dadanya
yang penuh bergerak naik turun, membuat mata celong ke dalam orang tua muka
kuning semakin liar dan tangan kanan kurusnya makin buas.
"Begitu pula denganku."
"Aku senang mendapati jawaban seperti itu, Dewi" Manusia Mayat Muka Kuning
mengangkat tangan kanan Dewi Kematian,
lalu mengecupnya hingga mulutnya jadi
mencang-mencong, Lalu seolah memberi tahu berkata pelan, "Nenek jelek baju hitam
yang selalu mengunyah susur itu sudah
berlalu dari sini." Dewi Kematian pasang
senyum. Tak usah jadikan masalah soal
itu. Sengaja kubiarkan dia berlalu,
karena dia tak akan bisa melarikan diri dari tanganku. Bila nenek keparat itu
telah mendapatkan Pedang Batu Bintang
senjata yang menjadi idamanku, barulah
akan kulepas nyawanya dari badan busuk-
nya!" Dengan bernafsu dan terkekeh pelan,
orang tua berdada kurus yang menonjolkan tulang-belulangnya menciumi leher
jenjang Dewi Kematian yang saat ini tak mengenakan cadar suteranya. Untuk
beberapa saat dilakukannya perbuatan itu. Lalu
diangkat kepalanya dan menatap wajah
jelita Dewi Kematian dengan tatapan penuh kagum bercampur heran. Keheranan yang
pertama kali dirasakan orang tua kurus
muka kuning itu saat Dewi Kematian
membuka cadar suteranya. Dia sampai
terperangah tak tahu harus berbuat apa.
Pandangannya seolah tak percaya dengan
apa yang dilihatnya.
"Puluhan tahun berlalu sudah tanpa terasa hingga umur terus bekerja dan
menua. Jasadku telah berubah dimakan
usia. Tetapi, Dewi... kulit tubuhmu,
kemulusan dirimu dan raut wajahmu, tak
ubahnya tetap berusia dua puluh tahun."
Dewi Kematian terkikik mendengarnya.
Lalu dengan suara tak bisa menutupi
bangganya dia berucap, "Inilah sebuah
keistimewaan yang kumiliki."
"Bisakah kau mengatakan rahasianya padaku?" aju Manusia Mayat Muka Kuning penuh
harap. "Bermimpilah kau, Orang Tua. Bila aku bersedia mengatakan semua ini. Aku mau
tidur bersamamu lagi karena aku
membutuhkan kehangatan setelah kutinggalkan muridku si Lanang itu. Kalau sudah
kudapatkan pemuda lain yang tentunya
lebih muda, perkasa dan gagah dari orang tua keparat ini, mana mau aku tidur
dengannya lagi," batin Dewi Kematian.
Lalu dengan suara manja dia berkata, "Kau masih sangat tampan dan perkasa. Untuk
apa kau menginginkan rahasia awet muda
yang kumiliki" Apakah kau hendak memancing cemburuku?"
Senang bukan buatan Manusia Mayat
Muka Kuning mendapati kata-kata orang.
Gairahnya menyentak naik, suaranya makin tersekat di tenggorokan dan gerakan
tangannya yang tadi bermain di dada Dewi Kematian pun mulai turun.
"Kau benar-benar istimewa, Dewi...
aku ingin mengulanginya lagi."
Akan tetapi, Dewi Kematian yang
sebenarnya sangat muak tidur dengan
Manusia Mayat Muka Kuning dengan halus menolak, "Bukan aku tak mau melakukannya
lagi. Akan tetapi urusan masih membentang. Kita masih punya kesempatan. Kau
mengerti, maksudku?"
Orang tua yang dadanya bertonjolan
tulang itu mendengus. Tak dapat menekan kecewa dan dongkolnya.
Tapi mulutnya berbunyi juga, "Aku mengerti"
Dengan manja Dewi Kematian mengusap
wajah orang tua di sampingnya. Wajah yang seluruhnya berwarna kuning, pucat
bagai mayat, menggigil penuh gairah.
"Kau akan bisa terus menerus
menikmati apa yang kau inginkan. Tetapi, aku menginginkan Pedang Batu Bintang
terlebih dulu,"
Mendengar kata-kata perempuan montok
di sampingnya. Manusia Mayat Muka Kuning mengumbar tawa.
"Pedang Batu Bintang. Pedang sakti yang menjadi rebutan banyak orang. Jangan
kuatir, Dewi. Pedang Batu Bintang akan
berpindah tangan."
"Oh! Kau mau mendapatkannya untukku?"
Manusia Mayat Muka Kuning mengang-
guk. Lalu sambil mengecup bibir merah
basah Dewi Kematian, dia berbisik lirih,
"Untukmu, apa pun akan kulakukan."
"Bagus! Dengan begitu aku tak akan perlu terlalu lama turun tangan" batin Dewi
Kematian. Lalu dengan gerakan
gemulai dan penuh rangsangan, Dewi
Kematian segera mengenakan pakaiannya
kembali yang terbuat dari sutera yang
indah. Pakaian yang dibagian dadanya agak rendah, hingga memperlihatkan sembulan
buah dadanya yang putih, gempal dan
mulus. Pakaian bagian bawahnya yang
panjang sampai mata kaki, pun terbelah
hingga pangkal pahanya. Lalu dengan perlahan dipakainya kembali cadar sutera untuk menutupi wajah jelitanya.
Rupanya, di balik cadar itu tersembunyi wajah tak ubahnya milik bidadari dari
kayangan. Manusia Mayat Muka Kuning sendiri
sudah mengenakan celana pangsinya yang
berwarna hitam. Tak mengenakan baju
hingga tulang-belulang di dadanya nampak jelas. Dia segera berdiri dengan tubuh
agak mencangkung ke depan. Dalam posisi berdiri seperti itu kengerian bagi yang
melihatnya akan rasa takut menerpa di hati. Sekujur tubuhnya berkulit hitam,
tetapi wajahnya berwarna kuning pekat dan pucat seperti mayat. Dia mendahului
keluar dari gubuk. Saat melangkah seperti tak memijak tanah, begitu ringannya.
Rambut panjangnya hingga ke punggung
berlompatan menebarkan bau tak sedap.
Menyusul bau tak sedap itu, aroma
harum penuh rangsangan terhempas dihembus angin. Aroma harum yang menguap dari
tubuh Dewi Kematian pun tertangkap oleh hidung Manusia Mayat Muka Kuning. "Aneh
Ketika dia dalam keadaan polos, aroma
harum itu seolah tak tercium. Meskipun
begitu bau tubuhnya sangat menggairahkan sekali. Dan sekarang, entah dari mana
asalnya aroma harum itu. Dan wajahnya...
Mengapa masih seperti dulu ketika pertama kali aku bertemu dengannya?" batin
orang tua muka kuning.
Dan aroma harum makin menguap bersama
dengan munculnya sosok tubuh perempuan berbaju dan bercadar sutera, berdiri di
sisi Manusia Mayat Muka Kuning. Dewi
Kematian menatap sejenak orang tua muka kuning itu, lalu mengalihkan pandangan
kedepan. "Sekarang!
kita teruskan langkah
mencari si Rajawali Emas yang membawa
Pedang Batu Bintang," kata Dewi Kematian dengan suara dingin.
"Ya, sekaligus mencari Bidadari Hati Kejam. Nenek berkonde itu tak akan lepas
dari kematian!"
Habis kata-kata Manusia Mayat Muka
Kuning, mendadak saja tubuh Dewi Kematian sudah melesat.
Manusia Mayat Muka Kuning mendengus.
"Dia mau uji ilmu peringan tubuhku rupanya. Baik! Dia akan menemui batunya!
Dan pengalaman dua hari dua malam itu,
sungguh tak akan bisa kulupakan. Lebih
terasa dari yang pernah kulakukan dulu
padanya. Masih kupendam heran dan
penasaran mengetahui dirinya masih demikian muda. Suatu saat, aku bertekad untuk
tahu bagaimana membuat diri masih begitu muda meskipun tubuh sudah dimakan
usia." Habis membatin seperti itu, tubuh
orang tua muka kuning pun melesat,
meninggalkan tempat itu menyusul Dewi
Kematian. Hidungnya yang pesek masih merasakan
aroma wangi yang menguap dari tubuh
perempuan bercadar sutera itu. Makin
membuatnya bersemangat untuk mengejar.
* * * 4 Kokok ayam jantan di kejauhan mulai
terdengar, bersahut-sahutan, bertalu-talu dan menggemarentakkan hutan kecil itu.
Di ufuk timur sang mentari mulai melepaskan panah merahnya dari busur lingkaran
bola api raksasanya. Namun hanya sedikit
cahaya yang bisa menerobos hutan kecil
yang dipenuhi pepohonan tinggi dan rimbun itu.
Dua orang tua yang memiliki watak
berbeda sejak semalam tak ada yang
memejamkan mata. Mulut keduanya terkan-
cing rapat, memikirkan hal-hal yang ada dibenak masing-masing tanpa diketahui
apa yang dipikirkan oleh salah seorang dari mereka, juga tak ingin apa yang ada
di benak mereka diketahui satu sama lain.
Bidadari Hati Kejam membatin
memikirkan kata-kata Raja lihai Langit
Bumi semalam, "Ini sebuah teka-teki yang membentang didepan mata. Sangat celaka
bila Ratu Tengkorak Hitam mempergunakan jurus 'Undang Maut Sedot Darah' untuk
membunuh siapa saja yang diinginkannya.
Tak mustahil orang-orang rimba persilatan yang telah mengenal jurus itu sebagai
milik sahabatku ini, akan mencari dan
berusaha membunuhnya. Celaka! Urusan baru terpentang di depan mata, sudah
membuyar rengkah. Tak bisa dibiarkan terus menerus bila tak ingin semakin jadi
berubah arah." Sementara Raja lihai Langit Bumi juga
membatin. "Kalau yang di katakan Kunti Pelangi tentang Ratu Tengkorak
Hitam yang menguasai jurus 'Undang Maut Sedot Darah'
kemungkinan hanya seorang yang bisa
mengajarinya. Bukan Sepuh Mahisa Agni
yang berjuluk Si Malaikat Dewa. Ya...
hanya seorang... yang sekarang berada
entah di mana. Urusan bisa jadi panjang.
Lama aku undur diri dari dunia ramai ini tetapi harus berhadapan dengan urusan
yang lama terpendam dan kini terbentang."
Dalam kepekaan yang bisa melanda dan
kesunyian yang mendera, mendadak
terdengar suara erangan pelan dari
hadapan mereka. Bidadari Hati Kejam lebih dulu bertindak sesuai dengan sifatnya
yang tak sabaran mendapati Tirta yang
mengerang barusan.
"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya ketika pemuda tampan berambut gondrong
dan kenakan pakaian keemasan dengan
celana panjang warna kebiruan itu membuka mata. Lalu segera pejamkan kembali.
Masih memejamkan kedua matanya karena
cukup silau saat terkena terobosan kecil matahari dijawabnya pertanyaan yang
dilontarkan untuknya. "Aku... sudah enakan, Nek." "Bocah kebluk! Panggil aku
guru." sentak Bidadari Hati Kejam dengan mata melotot.
Tirta tersenyum dan perlahan-lahan
mengangkat tubuhnya. Kedua kakinya masih berselonjor. Ada rasa pegal yang cukup
menyiksa. "Ya, Guru. Apakah Eyang telah datang ke sini dan mengobatiku?" tanya Tirta
kemudian. "Bodoh! Kau lihat disebelah kananmu itu! Dia yang mengobatimu!!" bentak Bidadari
Hati Kejam, namun dalam hati.
dia membenarkan apa yang dikatakan Raja Lihai Langit Bumi tentang siapa yang
pertama kali mengobati pemuda berbaju
keemasan ini dari pengaruh Rumput Selaksa Surya dan menjadikannya muncul setiap
tiga bulan sekali.
Tirta segera mengalihkan pandangan
dan seolah baru menyadari ada orang tua berbaju putih dengan selempang kain
putih itu dia tertegun. Hanya sejenak keter-tegunannya, kejap kemudian dia sudah
menangkupkan kedua tangannya di dada,
membungkuk sedikit dan berujar, Terima
kasih atas pertolonganmu, Guru...."
Raja Lihai Langit Bumi tersenyum
melihat sopan santun yang diperlihatkan si pemuda.
"Seperti dugaanku. Tadi dia menyebutkan 'Eyang', pasti yang dimaksudnya
adalah Guru Sepuh Mahisa Agni alias si
Malaikat Dewa yang telah menolongnya,"


Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

batinnya lalu berkata, "Hanya pertolongan yang tak seberapa".
Meskipun mendengar ucapan si kakek
yang bernada merendah, tetapi Tirta
langsung teringat akan wasiat Malaikat
Dewa. Kembali ditegakkan tubuhnya dan
memandang penuh kagum pada orang tua
berkain putih yang diselempangkan di bahu kanan menuju ke lingkar perut bagian
kiri. "Guru... apakah Guru yang berjuluk Raja Lihai Langit Bumi?" tanyanya sopan.
Membias lagi kata-kata Eyang Malaikat
Dewa, temui Raja Lihai Langit Bumi Hanya dialah orang yang bisa mengobatimu. Dan
mudah-mudahan dia telah menemukan rahasia dari Rumput Selaksa Surya"
Kembali orang tua itu tersenyum.
"Entah siapa yang menjuluki seperti itu. Tahu-tahu nama asliku seolah menguap
begitu saja dan menjadi sebutan Raja
Lihai Langit Bumi."
Kembali Tirta membungkukkan tubuh.
"Terimalah salam hormat dariku yang bodoh ini, Guru."
Raja lihai Langit Bumi mengulapkan
tangannya. "Bangunlah. Kau telah pulih kembali sekarang."
"Tetapi... aku butuh pengarahan Guru untuk menuntaskan dan memulihkan tenaga
yang tiba-tiba bisa datang bergejolak
dalam tubuhku ini," kata Tirta yang semakin yakin siapa lelaki tua berwajah
bijak di sampingnya.
"Hmm... Tirta, aku memang sudah
temukan rahasia Rumput Selaksa Surya.
Meskipun aku tak pernah merasakan tenaga apa yang keluar dari hasil Rumput
Selaksa Surya, namun penjelasan Sepuh Mahisa Agni atau Eyang gurumu itu padaku,
aku bisa menduga di mana letak titik rahasia
Rumput Selaksa Surya," sahut Raja Lihai Langit Bumi.
"Kuucapkan terima kasih bila Guru mau memberitahuku beberapa petunjuk," kata
Tirta penuh harap.
Mendadak disela-sela perkataan si
Rajawali Emas dan Raja Lihai Langit Bumi,
terdengar tawa nyaring yang berasal dari Bidadari Hati Kejam.
"Bagus, bagus itu! Berarti... kau
akan mempunyai dua orang guru, Tirta!"
"Terima kasih, Guru. Aku sangat
berterima kasih sekali."
"Aku tak suka berbasa-basi begitu.
Raja Lihai Langit Bumi... ada baiknya kau segera mulai ajarkan tentang rahasia
Rumput Selaksa Surya padanya. Aku juga
ingin tahu tentang rahasia apa yang
terkandung pada Rumput Selaksa Surya yang telah berumur puluhan tahun dan telah
dihisap oleh bocah kebluk yang kini telah tumbuh jadi pemuda gagah!"
Raja Lihai Langit Bumi hanya
tersenyum. "Memang itulah yang harusnya kita mulai lebih dulu, mengingat bila pemuda ini
telah berhasil mengendalikan tenaga yang ada pada tubuhnya, dia akan lebih
tangguh dan cepat menerima ajaranmu.
Bidadari Hati Kejam."
"Masih banyak ucap! Ayo, cepat! Aku sudah tak sabaran untuk melihatnya! Hei,
Bocah Kebluk! Kenapa kau cengengesan,
hah?" bentak Bidadari Hati Kejam pada Tirta yang cengengesan melihat sikap
Bidadari Hati Kejam.
Pemuda yang di lengan kanan dan
kirinya terdapat rajahan burung rajawali berwarna keemasan hasil rajahan Sepuh
Mahisa Agni berkata,
"Apakah kalau kau tidak membentak-
bentak mulutmu jadi bisulan, Guru?"
"Bocah kebluk! Banyak omong kau ini!"
"Sudah, sudah," kata Raja Lihai Langit Bumi menengahi. Lagi-lagi tak
merasa aneh atau gusar mendapati sikap
Bidadari Hati Kejam seperti itu. "Hmm...
Tirta, sebelum kita berusaha kendalikan tenaga surya yang muncul pada tubuhmu
itu, aku akan terangkan lebih dulu
tentang Rumput Selaksa Surya."
"Baik, Guru." Tirta segera mengambil posisi tegak dengan kaki bersila. Rasa
pegal di tubuhnya sudah menghilang.
Sementara itu Bidadari Hati Kejam masih berkomat-kamit tak karuan.
"Kekuatan yang ada pada tubuhmu yang berasal dari rumput langka dari sarinya
yang kau hisap, akan membangkitkan aliran darah berkecepatan lebih dari
biasanya. Perubahan aliran darah itu tak bisa
dihitung dengan mudah bagaimana
terjadinya. Tetapi aku yakin, Eyang Guru telah mengobatimu hingga perubahan
aliran darah yang memancarkan hawa panas luar biasa dalam tubuhmu, bisa diatur
setiap tiga bulan sekali. Bila tak segera
diobati, akibatnya aliran darah dalam
tubuhmu yang berpusat pada jantung tak akan bisa dibendung. Dan, akan meledakkan
urat-urat di tubuhmu, serta merontokkan
jantungmu. Di samping itu, tenaga yang
mengalir dalam tubuhmu itu akan kembali berpusat pada pusar. Karena
pusarlah seluruh tenaga yang ada akibat dari
hisapan sari Rumput Selaksa Surya itu
berdiam. Hanya bisa dikendalikan dengan sempurna bila kau sudah mengetahui
bagaimana melemahkannya. Perlu diketahui pula, tenaga surya yang akan bisa kau
kendalikan, akan menjelma menjadi tenaga yang berkekuatan dahsyat dengan rasa
panas seperti matahari berjarak
sejengkal,"
"Luar biasa, juga begitu mengerikan, Guru," desis Tirta dengan mata melebar.
"Benar, Tirta. Lebih mengerikan lagi bila ternyata yang telah menghisap sari
rumput itu tak mampu mengendalikannya.
Dan hasil yang terjadi bila pengendalian tenaga surya dalam tubuhmu itu berhasil
diatasi, adalah sebuah tenaga yang sangat mengerikan. Kau harus berhati-hati
mempergunakan tenaga surya dalam tubuhmu itu, Tirta. Juga, dengan apungan tenaga
panas dalam tubuhmu yang mampu mengatasi hawa dingin sedingin salju di Puncak
Himalaya, kau bisa melesatkan dan
melontarkan tubuhmu pada berapa jarak
yang kau maui. Mungkin, ilmu meringankan tubuhmu hanya bisa ditandingi oleh
Sepuh Mahisa Agni dan Ki Sampurno Pamungkas.
Seorang tokoh sakti rimba persilatan yang
entah berada di mana sekarang ini.
Tetapi, tak menutupi ilmu peringan
tubuhmu itu bisa ditandingi oleh tokoh-
tokoh persilatan yang belum pernah
kudengar namanya."
"Bocah ini benar-benar beruntung,"
batin Bidadari Hati Kejam.
"Lalu bagaimana caraku mengendalikannya, Guru?"
"Pengendalian yang akan kau jalani ini tidak berlangsung singkat. Paling
cepat membutuhkan waktu satu bulan dan
paling lambat tak terkira waktunya.
Tergantung bagaimana cara kau melatih dan kerutinan yang akan kau lakukan,
Tirta. Juga kesabaran yang kau miliki akan diuji untuk menuntaskan cara mengendalikan
tenaga dari Rumput Selaksa Surya."
"Aku akan menuruti apa yang Guru
perintahkan."
"Bagus. Hanya jalan masih terlalu
panjang di depan mata. Rasanya hanya
sedepa, namun begitu berliku jauh
membentang belaka."
"Apa maksud Guru berucap seperti
itu," batin Tirta tak mengerti sambil menatap orang tua berselempang kain putih
dihadapannya yang tengah mendesah sambil mengusap jenggot putihnya.
Sementara Bidadari Hati Kejam
membatin, "Raja Lihai Langit Bumi, sahabatku yang selalu bijaksana. Dengan
mengatakan seperti itu, dia hendak
mengatakan masih ada langit di atas
langit. Artinya, bila si Rajawali Emas
berhasil mengendalikan tenaga surya yang didapatnya, dia tak boleh sombong dan
membanggakan diri. Karena, masih ada yang mungkin lebih tinggi ilmunya dari
siapa pun juga. Tak hanya Sang Pencipta yang
Maha Tinggi dari semua kehidupan ini."
Raja Lihai Langit Bumi berkata lagi
sambil menatap pemuda di hadapannya
dengan pancaran mata jernih dan
bijaksana, "Kita bisa memulainya
sekarang, Tirta. Ingat, letak kekuatanmu itu berasal dari pusar."
"Baik, Guru.",
Sejak saat itu, mulailah si Rajawali
Emas pasang telinga untuk dengarkan
setiap perintah dari Raja Lihai Langit
Bumi. Untuk pertama kali saat melakukan kuda-kuda guna menindih rasa panas yang
mendadak muncul ketika dia coba alirkan tenaga surya dari pusar ke seluruh
tubuh, mendadak saja pemuda berbaju keemasan itu ambruk dengan perut bagai
diaduk-aduk tangan-tangan kasar. Menyusul rasa panas yang bagai menyiksa otaknya. Tak
tanggung lagi, jantungnya bagai diremas keras
sekuat tenaga. Bila saja tak ada Raja Lihai Langit
Bumi di sana yang segera turunkan panas dalam tubuh Tirta, tak mustahil nyawa
pemuda tampan yang berasal dari Gunung
Rajawali itu akan putus!
"Pusatkan perhatianmu pada pusar dan tenaga surya. Letakkan seluruh pikiran pada
satu titik hingga kau memasuki
lorong hampa, Tirta."
* * * 5 DENGAN segala kegigihan, keuletan dan
keinginannya, kembali Tirta mengikuti
setiap perintah dari Raja Lihai Langit
Bumi. Tak dipedulikan betapa sukarnya dia saat memulainya kembali. Hawa panas
yang muncul dan selalu menerjang membuatnya
terkadang bagai tak mampu untuk
meneruskan latihan.
Namun, kegigihan yang memang dimili-
kinya, memacu semangat dalam jiwanya.
Perlahan dan bertahap, Tirta mulai bisa mengubah rasa panas dalam tubuhnya
menjadi hawa dingin. Beberapa hari
berlalu dan dengan kegigihan yang memang dimilikinya, dia kini bisa mengubah
rasa dingin yang meraja menjadi hawa normal
pada tubuhnya. Kemudian dirasakan pemuda tampan itu
pusat tenaga surya yang terletak pada
perutnya kini mampu digerak-gerakkan.
Aliran tenaga panas bisa dipindahkan ke bagian mana saja dari tubuhnya yang
dihendaki. Bidadari Hati Kejam yang hanya memperhatikan, berdecak kagum.
"Beruntung nasibku karena bocah kebluk yang telah
tumbuh menjadi pemuda itu akan menjadi
muridku. Hmmm... Urusanku dengan Manusia Mayat Muka Kuning biar ditunda dulu.
Tetapi, orang tua muka kuning itu akan
terus kukejar sampai keneraka sekalipun!"
Tetapi Raja Lihai Langit Bumi melihat
semua itu belum sempurna benar.
"Jangan girang dulu, Tirta. Tenaga panas yang bisa kau pindah-pindahkan bisa
membakar seluruh jalan darahmu. Karena
pengontrolan yang telah kau lakukan
meskipun telah sempurna, masih bisa
diterobos oleh hawa panas itu."
Tirta menghentikan gerakannya dan
menatap orang tua berselempang kain putih itu dengan kening berkerut.
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang 11 Pendekar Naga Geni 5 Diburu Topeng Reges Lencana Pembunuh Naga 9
^