Raja Lihai Langit Bumi 2
Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi Bagian 2
"Mengapa sampai terjadi begitu,
Guru?" tanyanya heran.
"Pusat tenaga surya dalam pusarmu
belum sempurna betul kau kuasai. Coba kau alirkan tenaga surya itu pada kedua
tanganmu, Tirta."
Tirta segera menjalankan perintah si
orang tua. "Apa yang kau rasakan?"
"Sebuah dorongan yang sangat kuat
sekali pada pusarku, Guru. Dan terasa
menusuk dengan panas menyengat."
"Itulah sebabnya kukatakan, justru tenaga surya itu akan menyerangmu
sendiri." "Lalu apa yang harus kulakukan?"
"Berendam disungai selama tujuh hari tujuh malam."
Sepasang mata tajam si pemuda berbaju
keemasan melebar. "Busyet. Apa tidak salah dengar ini?" batinnya agak
terkejut. Tetapi sesuai dengan namanya
'Tirta,' yang berarti air dan laksana air yang terus menerjang halang rintang
untuk sampai ke tempat yang dituju, Tirta
kembali menatap Raja Lihai Langit Bumi.
"Bila memang itu yang Guru kehendaki, aku akan menurut."
"Bukan aku yang
menghendakinya,
Tirta. Justru itu merupakan pilihanmu."
Dengan wajah memerah Tirta menangkup-
kan kedua tangan di dada, membungkuk
sedikit dan berkata dengan kepala
tertunduk, "Maafkan kebodohan saya, Guru."
Raja Lihai Langit Bumi membatin,
"Tindak tanduknya sudah mencerminkan jiwa kependekaran. Dan aku yakin, dalam
waktu yang tak terlalu lama, namanya akan
diperhitungkan oleh orang-orang rimba
persilatan. Bahkan sekarang saja sudah
kudengar beberapa orang rimba persilatan meributkan tentang pemuda, yang
berjuluk Rajawali Emas yang telah mendapatkan
Pedang Batu Bintang."
Bidadari Hati Kejam menyambar, "Kau memang bodoh, Bocah Kebluk! Ayo ikuti
kata-kata Raja Lihai Langit Bumi kalau
kau ingin selamat!"
Tirta melirik pada Bidadari Hati
Kejam yang duduk uncang-uncang kaki di
sebatang ranting diatas kepalanya.
"Enaknya ngomong!" dengusnya dalam hati. Lalu tiba-tiba dia tertawa,
"Guru... apakah kau mau menemaniku berendam disungai" Tetapi jangan ah,
bisa-bisa ikan yang hidup disana pada
mati semua karena mencium bau baju dan
kain batikmu yang pasti seumur-umur tidak dicuci!"
Wusss! Sebagai jawaban selorohannya, Bida-
dari Hati Kejam mengibaskan tangan
kirinya. Serangkum angin menderu ke arah Tirta. Bila saja, si pemuda tidak lebih
dulu melompat sebelum si nenek berkonde menyerang, tak pelak lagi tubuhnya akan
terhantam telak. Dan akibat yang terjadi, tanah
di mana tadi Tirta berada,
membentuk lobang sedalam setengah tombak dan mengeluarkan asap.
"Wah! Main serang begini, ya?"
"Bocah kebluk! Turuti setiap perintah Raja Lihai Langit Bumi!" bentak Bidadari
Hati Kejam dengan mata melotot.
Tirta cuma tersenyum-senyum, lalu
mencabut sebatang rumput dan dihisap-
hisapnya, dan dengan sikap seperti tak menghiraukan kata-kata Bidadari Hati
Kejam dia berucap, "Guru... kupikir. kita bisa mulai sekarang."
Raja Lihai Langit Bumi hanya
mengangguk. Lagi-lagi tidak heran melihat sikap berangasan si nenek berkonde.
Di ranting yang didudukinya, Bidadari
Hati Kejam mendumal sambil tersenyum,
"Bocah yang kini telah tumbuh menjadi pemuda gagah ini, tak banyak berubah.
Terkadang sifatnya bisa serius, terkadang bisa konyol keterlaluan. Namun tindak
tanduknya jelas menunjukkan dia akan jadi pendekar besar."
Dan mulailah penggojlokkan pengen-
dalian tenaga surya dalam pusarnya
dilakukan. Dengan menahan rasa dingin
yang menggigit dan gempuran aliran sungai yang cukup deras menampar tubuh dan
wajahnya, si Rajawali Emas telah duduk
bersemadi mengosongkan diri didalam
sungai Rasa dingin yang seperti mematikan
seluruh urat nadi tubuhnya, membuatnya
seperti membeku. Ketika Raja lihai Langit Bumi memintanya untuk keluar dari
sungai yang deras itu, si Rajawali Emas tak
mampu menggerakkan tubuhnya. Aliran
darahnya bagai menggumpal dalam kedua
kakinya yang duduk bersila disungai dan membikin beku otot-otot dalam tubuhnya.
"Coba kau buka tenaga surya dalam
tubuhmu, Tirta. Alirkan perlahan pada
seluruh tubuh. Rasakan bagaimana getaran yang terjadi dan kau rasakan sesuatu
yang lain dari hasil berendammu ini selama
tujuh hari tujuh malam," kata Raja Lihai Langit Bumi dari seberang, berdiri
dengan kedua kaki dibuka sedikit dan tangan
bersedekap di dada.
Pagi telah menjelang kembali, entah
pagi yang ke berapa dalam kehidupan ini.
Di atas pohon yang ada di sana, nenek
berkonde yang berbadan agak bongkok itu, duduk mencangkung memperhatikan. Sejak
pertama kali Raja Lihai Langit Bumi
mengajarkan bagaimana cara mengendalikan tenaga surya dalam tubuh Tirta, dia
memang hanya memperhatikan. Bahkan
bacotnya yang kadang terdengar keter-
laluan dan menyakitkan hati, hanya
sesekali terdengar.
Sementara itu, si Rajawali Emas
segera menjalankan perintah Raja Lihai
Langit Bumi. Dan... astaga! Baru saja
dialirkan tenaga surya dalam tubuhnya,
mendadak saja dirasakan rambatan secepat angin menyusup kesetiap jalan darahnya.
Begitu cepat hingga dingin membeku yang selama tujuh hari tujuh malam dirasakan
menghilang begitu saja.
Merasa tubuhnya sudah normal, dengan
cepat Tirta melompat keluar dari sungai.
Byuuuurrr! Air muncrat saat tubuhnya melompat.
Ketika dia hinggapkan kaki kembali ke
tanah, mendadak saja sisa-sisa air di
tubuh, wajah dan rambutnya mengering!
"Guru!" seru Tirta tertahan, kaget bercampur gembira.
"Kau telah berhasil mengendalikan
tenaga surya dalam tubuhmu, Tirta. Sebuah tenaga yang bila kau alirkan akan
menjadi tenaga sakti yang sulit dicari tandingan.
Tetapi seperti kataku, jalan masih
panjang membentang, penuh rintang dan
halang. Bila kita menengadah memandang, maka hati akan terpentang. Kesombongan
akan singgah, merasa diri lebih cakap dan gagah."
Kalau dulu saat Raja Lihai Langit
Bumi berucap sesuatu yang tak dimenger-
tinya, sekarang Tirta mulai mengerti apa yang dimaksud oleh orang tua berbulu
putih pada sekujur tubuhnya.
Dia kembali menangkupkan kedua tangan
di dada. "Terima kasih atas pelajaran yang
Guru berikan."
"Hanya sebuah pelajaran yang tak
berharga. Tirta... kupikir seluruhnya
telah usai. Kau dapat mengendalikan
tenaga surya dan mengalirkan kapan dan di
bagian mana yang kau mau. Hanya ingat, perjalanan masih panjang...."
"Akan selalu kuingat kata-kata Guru."
"Coba kau keluarkan sedikit saja
tenaga suryamu, Tirta," kata Raja Lihai Langit Bumi dengan suara yang tetap
lembut dan tatapan bijaksana pada Tirta.
Tirta segera menegakkan tubuh. Lalu
perlahan-lahan tubuhnya dialirkan tenaga surya dari pusarnya, mengalir merambati
seluruh urat dalam tubuhnya. Kalau
biasanya yang terasa adalah panas yang menggila, kali ini dirasakan suhu
tubuhnya normal-normal saja namun gejolak
aliran tenaga dalam tubuhnya sangat
dirasakan sekali. Itu menandakan kalau
tenaga surya yang dicoba untuk dialirkan memang sudah bekerja.
Dan mendadak saja dia berbalik ke
kiri, lalu dihempaskan tangan kanannya
kemuka. Seberkas cahaya dan gelombang
angin panas menghampar dahsyat. Gerakannya sebenarnya ringan saja dan tenaga
yang dikeluarkan hanya sedikit. Namun
akibatnya, tiga batang pohon berjarak
lima belas tombak dari hadapannya,
langsung hangus dengan dedaunan yang
rontok dan menyebabkan ketiga pohon itu langsung gundul meranggas.
Tirta sampai melongo melihatnya.
Untuk beberapa saat dia tertegun menatap apa yang baru saja dilakukannya. Masih
menatap takjub mulutnya keluarkan
desisan, "Luar biasa!"
"Itulah jurus 'Selaksa Surya' yang telah kau miliki dan kau pelajari sendiri
dari himpunan tenaga surya dalam tubuhmu, Tirta," kata Raja Lihai Langit Bumi
tersenyum. Si nenek berkonde yang duduk di atas
pohon berdecak kagum. "Gila! Bahkan bila aku melatih puluhan tahun, belum tentu
akan kumiliki tenaga dahsyat penuh panas yang tinggi semacam itu. Dia benar-
benar beruntung. Dan pilihanku dulu tak salah dulu bila menginginkan dia jadi
muridku. Sayangnya, seperti yang dikatakan pemuda itu, Guru hanya mengizinkan aku
mengajarkan ilmu pengebut saktiku ini.
Tetapi, itu tak akan mengurangi rasa
banggaku sebagai gurunya. Dan kupikir itu lebih baik. Jangan-jangan,
aku bisa dikalahkannya bila kuturunkan ilmu yang kumiliki. Persetan dia bisa kalahkan aku
atau tidak, nyatanya dia tetap akan jadi muridku dan aku akan jadi gurunya!"
"Kini kau telah dapat mengendalikan tenaga surya yang bersemayam dalam
tubuhmu, Tirta. Secara tidak langsung,
kau adalah muridku. Kuembankan
tugas dibahumu, Tirta," kata orang tua
berselempang kain putih dengan wajah yang tak mampu menutupi rasa senang dan
bangganya melihat kegigihan dan keberhasilan
Tirta alias si Rajawali Emas menguasai
tenaga surya dalam tubuhnya.
"Tugas apakah itu, Guru?"
"Mungkin kabar yang kusirap ke
telinga tua ini, hanya sebuah kabar angin belaka karena tak pernah kudengar
orang-orang rimba persilatan meributkannya.
Namun mata tua dan hati lemah ini jelas mengudap sebuah bahaya yang akan
datang." "Bahaya apakah itu, Guru?" tanya Tirta penuh minat. Tanpa disadari dadanya
berdebar mendengar penuturan Raja Lihat Langit Bumi yang berdiri berjarak dua
tombak di hadapannya. Membiarkan rambutnya yang putih panjang dimainkan angin
dingin yang nakal.
"Seseorang yang berjuluk Iblis Kubur akan muncul dari makamnya setelah seratus
tahun mendekam dalam makam itu."
Kata-kata yang diucapkan si orang tua
hanya pelan, namun bagai mengiang di
telinga Tirta hingga sesaat pemuda itu melongo. Terlebih-lebih Bidadari Maut
Kejam yang langsung melompat turun dan
menatap tak berkedip pada Raja Lihai
Langit Bumi. "Aku tahu kau memiliki ilmu ,'Peraba Sukma'. Tetapi ucapan yang baru saja kau
lontarkan hanyalah
bualan belaka!"
Meskipun mulut si nenek berkonde berucap demikian, namun tak urung hatinya
bergetar mendengar ucapan orang.
"Aku memang tak bisa membuktikan.
Namun menurut ilmuku yang masih dangkal ini, Iblis Kubur akan muncul tiga
purnama sejak sekarang. Dia telah
ditelan sumpahnya sendiri dan akan bangkit
kembali dari makamnya setelah ratusan
tahun. Jangan bertanya soal kejelasannya lebih lanjut, karena aku sendiri tidak
menangkap terlalu jelas. Telah kuembankan tugas pada murid kita ini untuk
membuktikan semua ini dan hentikan sepak terjangnya yang akan banyak turunkan
celaka dibumi ini. Maaf, waktu telah
berjalan dengan cepat, pertemuan harus
disudahi. Masih ada urusan yang
terbengkelai dan hari segera selesai."
Usai berkata begitu, mendadak saja
tubuh Raja Lihai Langit Bumi telah
menghilang dari pandangan. Lenyap bagai ditelan bumi, menguap bagai dibawa
angin. Tinggal Tirta yang masih terbengong
mendengar ucapan Raja Lihai Langit Bumi dan Bidadari Hati Kejam yang diam-diam
bertambah bergetar mendengar semua itu.
Tetapi di kejap lain
dia sudah berkata dengan kebiasaannya yang selalu membentak, "Setelah kau usai
mengendalikan tenaga surya pada tubuhmu, kini
giliranku untuk mengajarimu ilmu pengebut saktiku ini yang akan kau pergunakan
dengan Pedang Batu Bintang!"
Masih tak mengerti dengan ucapan Raja
Lihai Langit Bumi, Tirta segera meng-
anggukkan kepalanya mendengar kata-kata Bidadari Hati Kejam.
Dan mulailah dia berlatih ilmu
pengebut sakti yang dimiliki oleh Bida-
dari Hati Kejam. Kalau nenek berkonde
mempergunakan pengebutnya, Tirta mempergunakan senjatanya, Pedang Batu Bintang.
* * * 6 Hari memasuki siang ketika perempuan
tua berbaju hitam dengan mulut berbibir keriput yang masih mengunyah susur
hingga menampakkan kepeotan bibirnya teraput
cairan merah hentikan langkah di sebuah tempat yang dipenuhi dengan pepohonan,
semak belukar dan bebatuan. Sudah tiga
Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
minggu orang yang tak lain Ratu Tengkorak Hitam itu meninggalkan Dewi Kematian
dan Manusia Mayat Muka Kuning. Mata kelabunya diedarkan menatap keremangan
tempat meskipun saat ini matahari telah sampai di ujung kepala.
"Hhhh! Tujuanku tetap satu. Mendapatkan Pedang Batu Bintang dari tangan si
Rajawali Emas. Dasar keparat si Dewi
Kematian yang mesum itu. Padahal ketika pemuda berajah burung rajawali keemasan
pada lengan kanan dan kirinya datang
menyelamatkan Bidadari Hati Kejam, itu
kesempatanku untuk merebut Pedang Batu
Bintang. Dikarenakan, adanya Manusia
Mayat Muka Kuning dan Dewi Kematian yang tentunya akan membantuku. Tetapi setan
busuk! Keduanya tak bermaksud mengejar!
Apakah karena lesatan si Rajawali Emas
begitu luar biasa, ataukah ada sesuatu
yang mereka inginkan" Sementara itu
kemana perginya Siluman Buta" Keparat!
Urusan makin jadi kapiran dan selama lima tahun keluar lagi dari Sungai
Terkutuk, belum ada satu
juga yang berhasil kujalankan. Terutama
mengingat pesan
dari.." kata-kata Ratu Tengkorak Hitam tiba-tiba putus laksana direnggut setan.
Mata kelabunya yang masuk kedalam
menyipit hingga menyiratkan kengerian.
Mulutnya yang masih mengunyah
susur bersuara angker dengan mata dijerengkan ke sana kemari, "Orang mana yang ingin
mampus tapi tak segera tampakkan muka"
Cepat keluar sebelum kuterabas putus
lehermu!!"
Sebagai jawaban dari bentakannya
barusan, mendadak menggema tawa dahsyat yang menggugurkan dedaunan dan
menimbulkan gemuruh angin dahsyat. Rasa marah di hati Ratu Tengkorak Hitam
mendadak sirna setelah dikenalinya tawa yang keras itu.
Seketika nenek baju hitam yang sangat
kejam menjatuhkan diri dan berlutut.
Suaranya yang keras dan angker mendadak berubah bagai menangkap kalau setan
neraka yang datang, "Maafkan atas
kebodohanku tak tahu yang datang itu
adalah engkau, Dewi".
"Berlututmu aku terima, Mara Hitam Ritrik! Hanya saja, tugas kulihat baru
sekali kau jalankan!" suara yang
terdengar angker diiringi tawa itu belum putus, namun Ratu Tengkorak Hitam yang
bernama asli Mara Hitam Ritrik sudah
menangkap bayangan berkelebat dan berdiri dihadapannya.
Disusul dengan suara
bernada memerintah, "Berdirilah!"
Perlahan-lahan nenek baju hitam yang
kejam itu berdiri Sikapnya nampak takut dan tegang sekali. Meskipun seringkali
Ratu Tengkorak Hitam bertemu atau
berhadapan dengan orang yang ilmunya jauh lebih tingginya darinya, namun
tak seorang pun yang bisa membuatnya
berlutut, apalagi ketakutan seperti ini Namun sekarang, dia benar-benar menjadi
tikus yang terperangkap kepungan kucing lapar!
Orang yang baru datang mengenakan
pakaian berwarna hijau muda, tipis hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang
indah dan sempurna. Wajahnya berbentuk bulat
telur dan akan menimbulkan getar pesona yang sukar ditepiskan bagi yang
melihatnya. Tak pandang bulu apakah dia, perempuan dan lebih-lebih lelaki.
Sepasang matanya jernih dengan bulu mata yang lentik melengkung, dibiasi
sepasang alis tebal yang indah dan agak bertautan.
Hidungnya bangir dengan sepasang bibir
yang tipis memerah basah. Dagunya
runcing, disanggah oleh leher jenjang
yang indah dan mulus. Yang lebih menarik dari semua itu, rambutnya yang panjang
bercahaya bagai dihiasi oleh pernik
perak, hingga rambut itu semakin menyala saja. Dengan tubuh yang indah dan dada
padat serta pinggul mencuat keluar,
sungguh sempurna apa yang dimiliki oleh gadis jelita itu.
Sungguh tak masuk akal bila Ratu
Tengkorak Hitam
yang telah malang
melintang dirimba persilatan ini, kini
tunduk oleh seorang gadis yang usianya
nampak berjarak jauh dengannya, mengingat wajah gadis berpakaian hijau
menerawang itu kira-kira baru Sekitar tujuh belas
tahun. Namun, siapa pun yang belum pernah mengenal gadis itu, jelas-jelas akan
tertipu! Karena sesungguhnya, dia berusia
tujuh puluh tahun! Dan perempuan berbaju hijau menerawang itu dikenal dengan
julukan Dewi Karang Samudera, seorang
tokoh dan momok rimba persilatan yang
kepandaiannya sukar dijajaki.
Pertama kali berjumpa dengan tokoh
jelita itu, di saat Ratu Tengkorak Hitam sedang melayani nafsu birahi mendiang
gurunya, Maharaja Langit Hitam. Karena di samping mempelajari ilmu-ilmu
kesaktian dari mendiang gurunya, Ratu Tengkorak
Hitam juga diharuskan melayani apa yang diinginkan gurunya dan entah mengapa
Ratu Tengkorak Hitam yang bernama Mara Hitam Ritrik melayaninya dengan senang
hati. Saat itulah Dewi Karang Samudera muncul.
Anehnya, gurunya yang tak pernah pandang sebelah mata pada kawan maupun lawan,
tiba-tiba hentikan seluruh gerakannya
padahal saat itu Ratu Tengkorak Hitam
sedang menuju puncak birahinya. Dia
mencoba tahan gurunya agar tak
menghentikan apa yang diinginkannya,
namun gurunya sudah bergegas berpakaian dan keluar. Bukan buatan jengkelnya Ratu
Tengkorak Hitam kala itu. Dengan
kejengkelan yang tinggi dan kegusaran
yang membuat raut wajahnya berubah, dia mengintip dari jendela gubuk dimana
gurunya keluar tadi. Dilihatnya gurunya tengah merangkul seorang dara jelita
berbaju hijau menerawang. Kegusaran makin melanda Ratu Tengkorak Hitam melihat
gurunya tanpa malu-malu dan jengah
meniduri dara yang baru datang itu. Entah apa yang keduanya lakukan kemudian,
Ratu Tengkorak Hitam hanya terdiam dengan
kegusaran yang makin melanda dan tak
berani menunjukkan kegusaran itu ketika gurunya memperkenalkannya dengan
perempuan yang baru datang tadi. Pertemuan
selanjutnya ketika Maharaja Langit muncul dari satu perjalanan jauh
yang dilakukannya dengan menderita luka parah.
Dewi Karang Samudera pun datang dan
mengobatinya. Namun sebelum pengobatan
itu sepenuhnya dilakukan, ajal sudah
menjemput Maharaja Langit Hitam. Dari
mulut perempuan yang membuatnya heran
karena wajahnya tetap seperti yang
pertama kali dijumpai, Ratu Tengkorak
Hitam tau kalau gurunya tewas di tangan Sepuh Mahisa Agni atau Malaikat Dewa.
Ketika diputuskan untuk membalas
dendam, Dewi Karang Samudera melarangnya.
Untuk melampiaskan kemarahannya, Ratu
Tengkorak Hitam mulai melakukan per-
jalanan dan julukannya kemudian menjadi santer sebagai tokoh dari golongan
sesat. Saat dia kembali ke Sungai Terkutuk,
perempuan berbaju hijau menerawang muncul dan mengajarkannya beberapa ilmu.
Salah satunya adalah jurus 'Undang Maut Sedot Darah' yang diketahuinya milik
Raja Lihai Langit Bumi ketika melihat orang
berselempang kain putih itu mengalahkan Siluman Buta di Lembah Maut saat
menentukan menjadi orang nomor satu di
rimba persilatan. Namun pada akhirnya,
tak ada yang bisa dikatakan menjadi orang nomor satu di rimba persilatan ini
karena pertarungan di Lembah Maut berakhir
dengan kekacauan.
Kalaupun perempuan berbaju hijau
menerawang ini muncul di hadapannya,
tentunya. memang ada urusan penting. Ratu Tengkorak Hitam bagai teringat kalau
di pundaknya diembannya tugas dari Dewi
Karang Samudera. Dan merasa baru sekali dijalankan tugas yang diembannya entah
mengapa hatinya menjadi ciut.
"Maafkan aku, Dewi... aku memang baru sekali melakukan hal itu. Dan sampai
sekarang aku belum berjumpa dengan Raja Lihai Langit Bumi."
Perempuan berjuluk Dewi Karang
Samudera itu memamerkan senyum yang luar biasa menggetarkan. Mata jernihnya
bagai menusuk siapa saja yang melihatnya.
"Tak jadi soal mengenai hal itu
sekarang. Aku tahu keinginanmu untuk
mendapatkan Batu Bintang. Dan kupikir itu memang suatu hal yang wajar. Dengan
Pedang Batu Bintang yang kudengar
sekarang dimiliki oleh seorang pemuda
berjuluk si Rajawali Emas, kau tentunya dapat melaksanakan tugas yang kuberikan.
Tetapi, kau telah mempergunakan jurus
'Undang Maut Sedot Darah' seperti yang
kuperintahkan pada Bidadari Hati Kejam, saudara seperguruan Raja Lihai Langit
Bumi. Aku punya urusan yang harus
diselesaikan dengan Raja Lihai Langit
Bumi. Tentunya, apa yang kau lakukan
sebuah gebrakan yang bagus."
Ratu Tengkorak Hitam menundukkan
kepalanya. "Terima kasih, Dewi," lalu menyambung dalam hati, "Bisa celaka aku bila dia
marah. Dua kali aku melihat perempuan
keparat ini marah dan itu sangat
mengerikan. Yang membingungkanku bagai-
mana dia bisa mengetahui apa yang terjadi sekarang ini bahkan bisa menemukanku"
Apakah dia selalu membuntutiku" Sedangkan dimana dia tinggal saja aku tidak
tahu. Tetapi aku makin yakin kalau ilmunya
begitu tinggi"
"Aku tak bisa berlama-lama di sini Urusanku hanyalah dengan Raja Lihai
Langit Bumi Ratu... aku dengar kabar pada tiga purnama mendatang akan terjadi
kegegeran dahsyat di rimba persilatan.
Seorang tokoh kejam yang berjuluk Iblis Kubur akan muncul dari makam busuknya.
Dan akan kucoba untuk membantunya
melepaskan diri dan menjadi pengikutku."
Pusing kepala Ratu Tengkorak Hitam
mendengar ucapan orang. Namun yang bisa dilakukannya sekarang hanya
menganggukkan kepala saja.
"Penting kemunculan Raja Lihai Langit Bumi, Ratu! Dan segala sesuatunya akan
kubereskan. Kita berjumpa lagi tiga
purnama mendatang."
Ratu Tengkorak Hitam lagi-lagi
menganggukkan kepalanya. Dan dia kembali terkejut karena
suara Dewi Karang
Samudera masih terdengar namun orangnya sudah lenyap dari hadapannya!
"Gila! Kepandaiannya memang sangat tinggi sekali. Beruntung sekali dia
mengajarkan jurus-jurus yang berbahaya, terutama 'Undang Maut Sedot Darah' milik
Raja Lihai Langit Bumi. Entah bagaimana caranya dia bisa, mencuri ilmu itu.
Namun dengan berpihaknya dia padaku,
kedudukanku akan semakin kuat, Peduli
setan dengan ancaman Dewi Kematian yang kini telah bergabung dengan orang tua
kurus bertonjolan tulang di dadanya itu yang berjuluk Manusia Mayat Muka Kuning.
Akan kuteruskan perjalanan mencari Pedang Batu Bintang sambil menjalankan tugas
yang diberikan Dewi Karang Samudera bila ingin selamat."
Namun belum lagi, Ratu Tengkorak
Hitam menggerakkan kedua kakinya,
sepasang mata kelabunya mendadak saja
dialihkan ke kanan. Sempat dilihatnya
satu bayangan merah melesat menghindar
dari tempatnya.
"Setan keparat! Apakah kau pikir kau bisa melarikan diri dari tanganku, hah"!"
sentaknya geram dan mengibaskan tangan-
nya. Lima larik sinar hitam panas menderu menyusul ke mana bayangan tadi
berlari. Lima larik sinar hitam yang
dilepaskan oleh nenek baju hitam itu
melesat cepat, membuat orang yang tadi
mengintip dan kini melarikan diri
terkesiap ketika dirasakan hawa panas
menderu. Tak mau dirinya dibuat mampus, orang
berpakaian merah itu menghentikan
larinya, dan bersamaan dengan itu jungkir balik. Kedua kakinya yang dipenuhi
bulu menendang dengan gerakan yang sangat
aneh. Mengangsurkan kedua kaki lebih dulu dengan posisi telentang, sementara
kedua tangan Bagai jadi tumpuan penyanggah
tubuh! Gelombang angin menghampar deras dan
menghantam lima larik sinar hitam tadi.
Blaaaarr! Tempat yang agak temaram meskipun
saat ini siang makin mejanggas, menjadi terang. Letupan terdengar beberapa kali
dan tempat yang tadi temaram lalu jadi terang berubah temaram kembali dedaunan
beterbangan entah ke mana.
Begitu seluruhnya sirna, orang yang
menghantam serangan Ratu Tengkorak Hitam dengan kedua kakinya melihat sosok baju
hitam berambut panjang dengan muka hitam itu. telah berdiri berjarak tiga tombak
dari hadapannya.
"Celaka! Kali ini nenek busuk itu
pasti tak akan melepaskanku," orang itu membatin dengan wajah pias. Namun dia
berusaha menindih perasaannya. "Biar bagaimanapun juga, aku akan menghadapinya
sekuat tenaga."
"Tak salah dugaanku, serangan kaki aneh barusan hanya bisa dilakukan oleh
orang busuk yang menyebarkan fitnah
celaka yang berjuluk Kaki Gledek!" bentak Ratu Tengkorak Hitam sambil menatap
tak berkedip pada orang di depannya, dingin.
Orang berpakaian merah dengan tubuh
tinggi besar dan rambut panjang tak
karuan, mencoba menenangkan diri. Hidung dan bibirnya yang besar bergerak-gerak
tanda dia cukup tegang mendapati apa yang akan dihadapi. Codet besar pada pipi
kanannya berayun ketika pipi itu
bergerak-gerak.
"Jelas aku tak bisa menghindar. Dia tentunya marah dengan fitnah yang
Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kulakukan pada Manusia Mayat Muka Kuning untuk
menyelamatkan diri dari
ancamannya," batin orang tinggi besar berpakaian merah yang tak lain si Kaki
Gledek. Seperti dituturkan pada episode
"Geger Batu Bintang" dan "Wasiat Malaikat Dewa" secara keji Kaki Gledek yang
berjumpa dengan Manusia Mayat Muka Kuning mengatakan kalau Batu Bintang telah
didapati oleh Ratu Tengkorak Hitam. Itu adalah cara terbaik yang dilakukannya
guna menyelamatkan diri dari tokoh muka kuning yang berkepandaian tinggi. Akibat
dari omongannya, Manusia Mayat Muka
Kuning mencari Ratu Tengkorak Hitam dan hampir menurunkan tangan telengas.
Bahkan ketika berjumpa kembali lima tahun
kemudian dengan Manusia Mayat Muka Kuning yang kini telah bergabung dengan Dewi
Kematian, orang tua tanpa baju itu pun
masih menanyakan soal kebenaran ucapan
Kaki Gledek. Sudah tentu Ratu Tengkorak Hitam makin gusar! Yang tak disangkanya
sekarang kalau dia akan berjumpa kembali dengan orang yang membuat dirinya
hampir mampus di tangan Manusia Mayat Muka
Kuning! Sudah tentu hal ini tidak akan
dilewatkan. "Tahan, Ratu!" Kaki Gledek mengangkat sebelah tangannya ketika dilihatnya nenek
baju hitam yang berdiri berjarak tiga
tombak di hadapannya siap menggerakkan tangan. "Tak ada maksudku untuk
mencelakakanmu dengan ucapanku pada
Manusia Mayat Muka Kuning. Ini kulakukan karena..."
"Setan keparat!"
hardik Ratu Tengkorak Hitam memutus ucapan Kaki
Gledek yang tengah mencari kesempatan
untuk meloloskan diri. "Kau telah
menyebarkan fitnah yang tak kumaafkan.
Masih untung hanya Manusia Mayat Muka
Kuning yang meskipun kejam namun
mempunyai otak dungu yang mendengar kabar busuk itu! Hingga aku masih bisa
menghirup udara sampai hari ini! Itu juga dikarenakan bantuan dari Dewi Kematian
yang menahan orang tua keparat itu
menurunkan tangan telengas padaku! Apakah kini aku akan berpangku tangan
membiarkan manusia busuk macam kau ini untuk lebih lama hidup?"
Kaki Gledek mendesah pendek. Wajahnya
yang menyeramkan itu berubah pias, "Jelas tak ada jalan keluar sekarang.
Keparat! Mengapa aku harus bertemu dengannya lagi"
Seharusnya aku..."
Kata-kata dalam hati si Kaki Gledek
pupus begitu dirasakan deru panas dari
sinar warna hitam melesat ke arahnya. Tak ada jalan lain menghindari serangan
itu kecuali melakukan satu gempuran balik
dengan mempergunakan jurus 'Kaki Gledek Kirim Nyawa'. Dan tak tanggung lagi yang
dilakukan orang tinggi besar berpakaian merah menyala itu. Begitu hantaman
baliknya memapaki serangan 'Jalur Hitam Kematian' yang dilepaskan oleh Ratu
Tengkorak Hitam,
kembali dikirimkan
serangan 'Kaki Gledek Lingkar Bumi'.
Kedua tangannya menjadi tumpuan
tubuh, tak ubahnya seperti kaki. Semen-
tara kedua kakinya mengibas berbentuk
melingkar, berkali-kali mengarah pada
Ratu Tengkorak Hitam yang mengeluarkan
dengusan geram.
Serentak kedua, tangannya bergerak
bagai mendorong. Gelombang angin menghampar dahsyat, membuat tempat itu sepergi
dilanda gempa, menerjang ke muka,
memapaki gempuran kaki lawan yang
menyerang. Letupan keras terdengar bersamaan
tubuh si Kaki Gledek mencelat ke bela-
kang. Agak terhuyung dan masih untung
bisa menguasai keseimbangannya.
Sementara Ratu Tengkorak Hitam hanya
surut dua langkah ke belakang sambil
memegangi dadanya yang tak urung terasa nyeri. Namun dia lebih dulu menguasai
keadaan dirinya. Dengan masih melancarkan jurus 'Angin Dendam Punah Nyawa',
digempurnya Kaki Gledek yang menjadi
kalang kabut. Sebisanya lelaki baju merah itu
berusaha menghindar sekaligus mencoba
memapaki dengan jurus 'Kaki Gledek
Lingkar Bumi'. Namun kehebatan jurus si nenek tak mampu dibendung. Dua kali
dadanya terhantam pukulan dahsyat Ratu
Tengkorak Hitam yang membuat dadanya
seperti remuk. Pakaian didadanya sudah
hangus. Didadanya sendiri bagai terceplak lima buku jari nenek baju hitam.
Rupanya si Kaki Gledek tak mampu
menguasai dirinya lagi. Sebelum Ratu
Tengkorak Hitam melancarkan gempuran
dahsyatnya kembali, lelaki tinggi besar itu sudah ambruk.
Ratu Tengkorak Hitam sunggingkan
senyum puas dibibirnya.
"Manusia celaka seperti kau memang sudah sepatutnya untuk mampus! Percuma hidup
dialam ramai penuh kekerasan ini!"
Lalu nenek baju hitam mendongakkan
kepala. "Hmm... rasanya hari sudah siap masuki rembang petang. Aku tak boleh
kehilangan jejak di mana si Rajawali Emas berada. Sebaiknya, kutinggalkan saja
mayat manusia celaka itu! Biar dia jadi santapan empuk serigala-serigala lapar!"
Menyangka Kaki Gledek telah mampus,
si nenek pengunyah susur memutuskan untuk segera berlalu dari tempat itu. Kejap
kemudian, sosoknya telah lenyap sama
sekali. Tetapi, benarkah apa yang diduganya
barusan, kalau Kaki Gledek telah mampus"
Ternyata tidak, orang tinggi besar
berbaju merah itu adalah orang yang
licik. Dia tahu kalau tak akan mampu
menghadapi Ratu Tengkorak Hitam yang
memiliki kepandaian dua tingkat
diatasnya. Jalan salah satunya yang terbaik
adalah berlagak mampus. Dan akal liciknya itu menemukan jalan keluar yang
sempurna. Cukup lama Kaki Gledek membiarkan
tubuhnya tergeletak, khawatir bila si
nenek baju hitam muncul kembali.
Setelah dirasakan aman dan tak ada
tanda-tanda si nenek akan muncul kembali.
barulah diangkat tubuhnya. Rasa sakit
luar biasa menderanya. Segera dialirkan hawa murni dalam tubuh guna
menghilangkan rasa sakit.
Setelah itu dimasukkan tiga butir
obat bulat kecil kemulutnya.
"Kurang ajar! meskipun aku tak mampu tandingi Ratu Tengkorak Hitam tetapi tak
akan kubiarkan hal ini berlarut-larut.
Satu saat dia akan mampus di tanganku."
Lalu dengan mengerahkan sisa-sisa
tenaga, Kaki Gledek bangkit. Berjalan
terhuyung sambil menekap dadanya,
tinggalkan tempat itu.
* * * 7 Bukit Watu Gening berdiri angkuh.
Suasana di sekeliling bukit itu mencekam dan kegelapan melanda. Sinar rembulan
yang tadi terang mendadak redup, ber-
samaan dengan menyingkirnya awan putih
dan berganti jadi gumpalan awan hitam,
Kejap kemudian petir menyambar dahsyat,
membenamkan sekaligus menggetarkan Bukit Watu Gening yang mulai didera hujan
deras. Sebuah gerobak tua melaju di jalan
berumput menuju kebukit Watu Gening. Dua orang penunggangnya tak menghiraukan
betapa hujan telah membasahi sekujur
tubuh mereka. Angin bagai menampari wajah dan menghantam terus tubuh keduanya.
"Heaaaa!" seruan penambah semangat dari orang yang memacu dua ekor kuda
penarik gerobak terdengar, namun
tenggelam dalam hingar bingar hujan.
Lintasan roda gerobak yang menimbulkan suara berdecit dari hentakan sang sais, membuka sepasang mata pemuda
yang berdiam di sebuah gubuk yang tak
jauh dari sana. Pendengaran si pemuda
lebih terbuka dengan kening berkerut.
"Aneh! Ada sebuah kereta kuda yang melewati jalan sepi dalam suasana malam
menggigit seperti ini," batin si pemuda keheranan.
"Aku jadi penasaran ingin mengetahui semua ini. Hanya orang yang berpikiran
tak waras melintasi tempat yang sunyi
mencekam seperti ini."
Berpikir demikian, si pemuda yang
mengenakan baju keemasan dan sebuah
pedang berwarangka penuh benang emas di punggungnya, memutuskan untuk melihat
keadaan. Gerakannya begitu ringan sekali
laksana rajawali yang terbang.
Mengandalkan pendengarannya yang
tajam, si Pemuda yang tak lain Tirta
alias si Rajawali Emas segera memburu ke arah datangnya decitan roda gerobak dan
suara teriakan sang sais.
Selesai mempelajari cara mengen-
dalikan tenaga surya dalam tubuhnya dan mempelajari ilmu pengebut dari Bidadari
Hati Kejam untuk jurus-jurus pedangnya, Tirta pun tertidur karena kelelahan. Dan
ketika dia terbangun keesokan paginya, tak dilihatnya Bidadari Hati Kejam berada
di dekatnya. Yang ada hanya sebuah
guratan tulisan di tanah.
Ilmu telah dipelajari, silakan
mengabdi. Perjalanan masih panjang
membentang penuh halang rintang. Jaga Pedang Batu Bintang dan urusan sudah
menghadang! Tak perlu berpikir dua kali Tirta
tahu siapa yang menuliskan guratan di
tanah itu. Setelah membersihkan tubuh di sungai, segera diputuskan untuk
meninggalkan hutan. itu. Dua Wasiat Malaikat
Dewa telah ditunaikan, bertemu dengan
Raja Lihai Langit Bumi dan mempelajari
ilmu pengebut dari Bidadari Hati Kejam.
Tentang wasiat untuk menjaga Pedang Batu Bintang, sudah tentu akan dilakukan
sekuat tenaga. Tiba-tiba dia merindukan sahabatnya
yang sekaligus pembantunya. Bwana, burung rajawali raksasa keemasan yang dulu
milik Sepuh Mahisa Agni atau yang lebih dikenal dengan julukan Malaikat Dewa.
Semenjak meninggalkan Bwana di sebuah
lembah sementara Tirta sendiri kembali ke Dusun Bojong Pupuk, dia memang belum
lagi berjumpa dengan burung rajawali raksasa itu. Namun Tirta yakin, Bwana yang
cerdik itu bisa mengatasi keadaan yang menim-panya.
Lalu didongakkan kepala. Memandangi
alam yang cerah dan matahari yang
bersinar lembut. Lalu, perlahan ditepukkan tangannya tiga kali. Tepukan itu
bukan tepukan biasa, tetapi mengandung
getaran tenaga dalam yang hanya di
mengerti oleh Bwana. Menyusul di sela-
sela tepukan itu, digerakkan tangannya ke atas. Cahaya merah yang terang
memercik ke angkasa, tanda dimana dia berada dan bisa dijangkau oleh Bwana dalam
jarak yang jauh sekalipun.
Tak terlalu lama menunggu, mata Tirta
menangkap bayangan raksasa keemasan di
atas. Bibirnya segera tersenyum. Dia tahu kalau Bwana tak bisa hinggap di tanah
karena tempat itu dipenuhi pepohonan.
Diputuskan untuk mencoba ilmu peringan
tubuhnya dengan mempergunakan tenaga
surya. Segera dialirkan tenaga surya dari pusar ke kedua kakinya. Lalu.....
Wuuuut! Tubuhnya bagai terbang hinggap di
sebatang pohon. Terus melompat dari satu pohon ke pohon lain dengan gerakan
menaik. Tiba di puncak salah satu pohon, langsung diemposkan tubuhnya dan
hinggap dengan gerakan menarik pada leher Bwana yang masih terbang berjarak lima
tombak tingginya..
Kerinduan dan kegembiraan terobati.
Sampai Tirta memutuskan untuk beristi-
rahat di gubuk yang ditemukannya. Tirta meminta Bwana meninggalkan tempat itu
karena bila kemunculannya selalu bersama Bwana dan bisa memancing perhatian
orang. Lalu dia pun beristirahat, sampai
didengarnya suara gerobak yang menarik
perhatiannya. Dan sekarang, dalam waktu singkat, si
Rajawali. Emas telah bisa melihat gerobak yang diburu cepat menembus hujan deras
dan angin yang menerpa dahsyat. Sepasang mata tajam Tirta melihat sesuatu di
dalam gerobak itu.
"Sinting! Orang mana yang tega
membiarkan lima orang gadis terikat dan berada dalam gerobak terbuka?" maki
Tirta yang saat ini meloncat dari satu pohon ke pohon lain.
Mendadak saja gerobak yang dipacu
cepat terhenti. Ringkikan dua ekor kuda memecah hujan deras. Bersamaan dengan
itu, satu sosok tubuh yang mengenakan
baju terbuat dari kulit harimau melompat turun di tempat yang terbuka. Berlutut
tak menghiraukan tanah becek dan gempuran hujan. Sementara yang seorang lagi
yang masih duduk di gerobak itu memperhatikan tak berkesip.
Justru Tirta yang terbelalak kaget
mendapati siapa orang baju hitam di atas gerobak. "Gila! Bukankah itu Barok"
Keparat itu ternyata masih hidup. Apa
yang dilakukannya bersama temannya" Mau diapakan gadis-gadis yang terikat itu?"
Dilihatnya orang yang berlutut tadi
kini menangkupkan kedua tangan di dada, berbentuk sembahan dan berucap keras.
"Lima Iblis Puncak Neraka kami datang membawa apa yang kalian pinta!"
Tirta mengernyitkan kening dengan
hati penasaran. "Lima Iblis
Puncak Neraka" Siapa mereka" Apakah mereka hanya tikus-tikus got yang saat hujan begini
muncul" Busyet! Kalau mereka tahu apa
yang kukatakan ini, jangan-jangan mereka akan memangsaku... he he he."
Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu entah dari mana datangnya suara
keras itu, karena, terbawa oleh angin dan seolah berpindah-pindah, Tirta
menangkap suara, "Apakah kau yakin mereka adalah perawan murni?"
Orang yang berlutut yang tak lain
adalah si Cakar Harimau berucap lagi,
"Tak salah kami membawa apa yang kalian minta. Bila ada yang keliru, nyawa kami
sebagai taruhan!"
"Bagus! Sudahkah kau tahu di mana
Bidadari Hati Kejam?""
"Lama kujajaki tanah dan kulihat
seluruh alam. Namun Bidadari Hati Kejam belum kujumpai"
"Urusan bisa kita selesaikan
sekarang! Letakkan gadis-gadis yang kau bawa itu di tempatmu berlutut!"
Cakar Harimau kembali ke gerobak.
Lalu bersama Barok, keduanya segera
menurunkan lima gadis yang dalam keadaan terikat. Meletakkan di tempat tadi si
Cakar Harimau berlutut.
"Menyingkir kalian dari sini"
Tanpa mcngucapkan sepatah kata,
keduanya segera menaiki gerobak yang
membawa mereka ke tempat tadi. Gelegar guntur menyalak dahsyat saat keduanya
memutar gerobak dan meninggalkan tempat itu.
Sementara dari atas pohon, Tirta yang
sejak tadi tak sekali pun kedipkan mata, mendumal dalam hati, "Hmmm... manusia-
manusia celaka yang mengorbankan lima
dara perawan itu! Sebenarnya tak tahan
aku untuk menjitak kepala keduanya.
Tetapi, aku ingin tahu siapa yang
dimaksudkan dengan Lima Iblis Puncak
Neraka. Baiknya...."
Kata-kata hati Tirta terputus begitu
saja karena terdengar suara ledakan yang sangat keras. Segera ditolehkan kepala
pada gerobak yang ditunggangi Barok dan kawannya. Dan mendadak kedua matanya
melebar. Karena, entah apa yang terjadi,
gerobak yang ditunggangi oleh Barok dan si Cakar Harimau, telah hancur
berantakan bagai dihempas oleh badai. Suara pecahan gerobak itu sungguh keras,
menggema di sela-sela derai hujan. Sementara penunggangnya terlempar jauh beberapa tombak
dan ambruk dengan kepala pecah. Dua ekor kuda hitam yang menarik gerobak itu,
lari entah ke mana.
"Gila! Tenaga apa yang barusan
menghantam dua manusia itu," desis Tirta terbelalak. "Kalau memang orang yang
disebut Lima Iblis Puncak Neraka tadi
mendapatkan persembahan gadis-gadis itu, tetapi mengapa keduanya harus dibunuh?"
Dan mendadak saja dalam derai hujan
yang deras itu telah berdiri lima lelaki bertampang angker dengan
jubah hitam panjang dan selendang yang berlainan
warna menyelempang di bahu.
"Busyet! Aku tak melihat bagaimana cara kelima orang itu muncul. Dan tahu-tahu
sudah ada dalam pandangan. Tentunya
bukan orang-orang sembarangan. Merekakah yang disebut dengan Lima Iblis Puncak
Neraka" Dan aku yakin, salah seorang di antara mereka yang mengirim nyawa Barok
dan kawannya ke akhirat"!" desis Tirta.
Di seberang berjarak lima belas
tombak dari tempatnya, lima orang
berwajah mengerikan yang mengenakan jubah hitam panjang hanya umbar tawa keras.
Seperti disepakati kelimanya segera membopong masing-masing seorang gadis yang
menjerit-jerit minta dilepaskan.
"Dua manusia keparat itu sebenarnya telah menunjukkan kesetiaan! Tetapi
sayang, Lima Iblis Puncak Neraka tak
pernah sudi diperintah oleh siapa pun
juga. Apalagi dua cecurut busuk itu! Mati memang lebih baik untuk mereka. Kita
tinggal menunggu atau mencari Bidadari
Hati Kejam untuk bayar persoalan lama!"
orang jubah hitam yang berselempang
selendang kuning terbahak.
Sambil tertawa-tawa keras yang mampu
mengalahkan gemuruh dingin dan derasnya hujan, kelima orang jubah hitam itu
berbalik arah. Namun seperti dibetot
setan, langkah orang-orang itu tertahan bersamaan dengan terdengarnya suara
keras yang kalahkan gemuruh hujan di belakang,
"Wah! Kalian ini tidak tahu malu!
Seharusnya sadar kalian ini orang-orang jelek! Kalau kalian tak pantas untuk
gadis-gadis itu! Pantasnya... kalian
kawin dengan kodok! Ha ha ha...."
Serentak masih membopong masing-
masing seorang gadis, kelima orang itu
memutar tubuh. Lima pasang mata menatap tak berkedip pada Tirta yang berdiri
berjarak tiga tombak di hadapan
kelimanya,, "Wah, melotot!" sambar Tirta sambil tersenyum mengejek. "Sudah jelek ya jelek
saja! Tidak usah pake dicakep-cakepin!"
"Orang muda... kau telah menggali
lobang kuburmu, sendiri dengan ucapan barusan! Sebutkan nama dan julukan
sebelum nyawamu lepas dari badan!" Iblis Angin. yang kenakan selempang selendang
hitam bersuara.. angker setelah terdiam beberapa saat.
Meskipun nampak jengkel melihat
kenyataan kalau gadis-gadis jelita itu
akan menjadi mangsa orang-orang berjubah hitam ini, Tirta masih berusaha tenang.
Mata tajamnya tak berkedip menatap satu persatu orang-orang di hadapannya.
"Meskipun aku tak tahu siapa mereka dan berapa tinggi kepandaian yang mereka
miliki, aku tak akan mundur selangkah
juga," kata Tirta dalam hati. Lalu dengan suara tenang dan penuh wibawa dia
berkata, "Namaku Tirta.... Orang-orang menjulukiku si Rajawali Emas. Nah, semua
tanya sudah kujawab. Kubur yang akan
kalian gali untukku, nampaknya tak
diperlukan lagi, bukan" Sekarang,
lepaskan gadis-gadis itu! Kalau tidak,
kalian akan kucoreng dengan tanah biar
jadi seperti badut di kotapraja!"
Terkejut mendapati jawaban orang,
Lima Iblis Puncak Neraka saling pandang satu sama lain. Lalu secara bersamaan
mereka menoleh pada Tirta dan tertawa
keras. Disela-sela
tawa yang bagai
mengalahkan derasnya gempuran hujan dan angin, Iblis Air yang mengenakan
selempang selendang warna hijau angkat
bicara, "Jadi... engkaulah orang yang berjuluk si Rajawali Emas" Bagus, bagus
sekali! Urusan jadi cepat selesai! Apakah yang ada di punggungmu itu Pedang Batu
Bintang?" "Wah, serakah banget kalau bertanya, ya" Itu baru bertanya. Bagaimana kalau
kalian lihat makanan" Jangan-jangan, satu sama lain saling cakar, ya?" seloroh
Tirta sambil tersenyum.
"Jawab pertanyaanku tadi!" bentak Iblis Air lebih keras.
"Ih! Galak banget"! Orangtua kalian rupanya tak pernah ajari sopan santun,
ya" Pantas kalau kalian bermuka jelek"
Lho, apa hubungannya" Kalau-kalian mau
marah, marah saja deh!" seloroh Tirta masih sambil tersenyum-senyum.
"Keparaaat! Jual lagak di depan Lima
Iblis Puncak Neraka!" Habis kata-katanya, Iblis Air sudah menderu tanpa
menurunkan gadis yang ada di pundaknya. Tangan
kanannya bergerak ke muka. Suara bagai
gelombang pusaran air deras mengarah pada si Rajawali Emas. Dan seperti
memuncratkan air pula.
Mendapati serangan aneh itu, Tirta
terkesiap sejenak. Namun cepat segera di lakukan terjangan. Disongsongnya
serangan Iblis Air dengan jurus 'Sentakan Ekor
Pecehkan Gunung'.
Gelombang angin menggebubu, menderu
ke arah Iblis Air.
Dua benturan keras terjadi. Terdengar
suara ledakan yang cukup keras, mengalahkan suara derai hujan. Dari benturan itu
tubuh Iblis Air terlempar ke belakang
sementara Tirta telah tegak tanpa kurang suatu apa dengan sedikit mementangkan
kaki. Kemarahan yang tadi mulai merambat,
kini telah singgah di ubun-ubun. Dengan gerakan muak Iblis Air melemparkan gadis
dalam bopongannya. Lalu menyatukan kedua tangan di dada. Hal itu dilakukan
pertama untuk mengusir rasa nyeri di dadanya
akibat bentrokan barusan. Keduanya, untuk mempersiapkan jurus baru.
Bersamaan tubuh Iblis Air mencelat,
si pemuda berbaju keemasan dengan rajahan burung rajawali warna emas pada kedua
lengannya, mencelat pula.
Dua sosok tubuh
telah menjelma menjadi bayangan. Yang satu bayangan emas dan yang satu bayangan hitam.
Kelebatan tubuh keduanya sangat cepat luar biasa.
Kembali dua benturan keras terjadi dan seperti semula, tubuh Iblis Air mencelat
kebelakang, kali ini lebih deras dari
pertama. Sementara Tirta langsung memutar tubuh dan hinggap di tanah yang becek
dengan ringannya.
Di seberang, Iblis Air jatuh terduduk
sambil memegangi dadanya yang nyeri bukan main, dia terbatuk Darah bercampur
ludah busuk muncrat. "Gila!" batinnya lemah.
"Julukan si Rajawali Emas yang baru terdengar memang bukan sembarangan."
Sementara Tirta tersenyum. "Jadi
orang itu kalem-kalem saja! Nah, jadinya begini" Mana tidak ada dukun urut lagi,
ya?" Mendapati kawannya kalah dalam dua
kali gebrakan dan ejekan pemuda berbaju keemasan yang menyakitkan hati, empat
orang berjubah hitam lainnya melemparkan masing-masing gadis dalam bopongan.
Bagai diberi komando, serentak keempatnya
menerjang ke arah Tirta dengan jurus
masing-masing yang berbeda. Hawa panas
dingin berubah-ubah, berputaran dan
melingkar-lingkar ke arah Tirta,
"Heiiit! Kalian benaran, ya?"
Cepat Tirta mempergunakan jurus
menghindarnya 'Rajawali Putar Bumi' dan sesekali melayangkan serangan 'Lima
Kepakan Pemusnah Rajawali'. Sebuah jurus yang diajarkan oleh Bwana. Sebuah jurus
yang sangat mengerikan. Karena kedua
tangan Tirta bagai berubah fungsi menjadi kepakan sayap rajawali raksasa.
Gelombang angin
yang ditimbulkan bukan buatan
dahsyatnya. Penuh gegap gempita. Namun
keempat lawannya juga memiliki ilmu aneh yang tinggi dan berbeda. Mereka terus
berusaha mencecar Tirta dari empat
penjuru. Hingga satu saat keempat orang
berjubah hitam itu berlompatan ke
belakang dan hinggap satu sama lain
berjarak tiga jengkal lebar jari tangan.
Masing-masing pasang wajah dingin, angker dan penuh nafsu untuk membunuh. Bahkan
tak terlihat kalau mereka seperti ber-
napas. Diseberang, Tirta menatap tak ber-
kedip pada orang-orang itu.
"Kupikir, mereka pasti akan mengeluarkan jurus gabungan. Aku harus lipat
gandakan tenaga," batinnya penuh
kewaspadaan. Apa yang diduga si Rajawali Emas
memang benar. Karena kini terlihat tangan orang-orang itu saling bertautan,
merangkaikan jurus 'Lima Gunung Gulung
Bumi'. Sebenarnya jurus ini harus
dipergunakan oleh lima orang. Tetapi
meskipun saat ini Iblis Air yang masih
kesakitan akibat gempuran Tirta tidak
ikut bergabung, namun tak mengurangi
kehebatan jurus 'Lima Gunung Gulung Bumi'. Terdengar seruan ramai dari orang-
orang itu dan secara bersamaan mereka
melesat kearah Tirta. Pusaran gelombang angin panas dingin menderu dahsyat bagai
hendak merangkulnya dalam satu ikatan
kuat yang bisa mencacak tubuhnya!
Tirta tercekat melihatnya. Cepat
dilepaskan jurus 'Lima Kepakan Pemusnah Jiwa'. Gelombang angin menghampar dengan
kekuatan tinggi, mencoba menutup jalan
angin melingkar yang dilepaskan oleh
empat orang dari Lima Iblis Puncak
Neraka. Namun rupanya, tenaga keempat
orang yang digabung jadi satu itu lebih kuat berlipat ganda dibandingkan tenaga
yang dilepaskan si Rajawali Emas.
Akibatnya, tubuh Tirta masuk dalam
perangkap pusaran angin dahsyat itu!
Seketika tubuh si pemuda terombang-ambing terbanting ke sana kemari dengan
sangat kuat. Dalam waktu sekejapan matanya saja, Wajahnya telah jadi pias.
Sekuat tenaga si pemuda dari gunung Rajawali itu
mempertahankan diri.
Tetapi semakin Tirta berusaha keluar
dari pusaran angin itu, justru pusaran angin makin kuat menggerikan. Wajahnya
bagai ditampar tangan-tangan kasar.
"Celaka!" maki si Rajawali Emas dengan kepanikan
yang mulai melanda.
"Kepalaku makin pusing dan kurasakan lama kelamaan bisa pecah. Mungkin bukan
hanya kepalaku saja yang akan pecah, tetapi
jantung dan seluruh aliran darahku! Gila, aku harus keluar dari pusaran angin
sialan ini bila tidak ingin cepat mampus!
Apakah. harus kugunakan tenaga surya yang ada dalam tubuhku" Atau... ya, ya...
aku ingin tahu kehebatan Pedang Batu Bintang yang diinginkan orang banyak.
Selama ini belum sekali juga kugunakan senjata sakti ini."
Memikir sampai di sana, dalam tubuh
yang terombang-ambing, terlempar dan
membuat seluruh darahnya bagai menyatu di kepala, sekuat tenaga Tirta
menggerakkan tangan kanannya untuk mencabut senjatanya dari punggung.
Hal itu tak semudah yang diduganya.
Karena saat tangannya hampir menyentuh
hulu pedang, tubuhnya sudah bergerak lagi dengan cepat.
"Celaka! Bahaya semakin mendekat! Aku tak boleh membuang waktu yang sangat
berharga ini".
Dengan sedikit mengalirkan tenaga
Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
surya dari pusarnya ketangan kanannya,
Tirta berhasil mencabut Pedang Batu
Bintang yang terdapat di punggungnya.
Srak! Begitu Pedang Batu Bintang dicabut,
menghampar diujung tangannya sinar ke-
emasan yang begitu cemerlang. Pedang
dihulu bagian bawah terdapat bentuk
relief sebuah bintang dan di kanan kiri bagian hulu terdapat dua kepala burung
rajawali berlawanan arah, bagai kalahkan sinar Matahari yang terjadi bersamaan
dengan dicabutnya Pedang Batu Bintang
dari warangkanya oleh Tirta.
* * * 8 Dalam sekali lihat saja, empat orang
dari Lima Iblis Puncak Neraka menjadi
silau menatap sinar keemasan yang luar
biasa menyala dari pedang yang kini
dipegang Tirta. Sejenak kendali mereka
dalam mempermainkan tubuh Tirta menjadi terhenti, namun sesaat kemudian justru
makin menguat, terus mengombang-ambingkan tubuh si Rajawali Emas.
Namun si pemuda yang sudah siap
mempergunakan Pedang Batu Bintang, segera saja menggerakkan tangannya yang
memegang erat-erat hulu senjatanya.
Sraaat! Sinar keemasan terang berasal dari
Pedang Batu Bintang bergempyar dan melanda masuk dalam pusaran angin. dahsyat
itu. Menakjubkan, sekaligus mengherankan.
Pusaran angin yang melingkar dahsyat dan mempermainkan tubuh si Rajawali Emas
serta memuncratkan tanah di hadapannya, langsung pupus begitu sinar keemasan
yang melesat tadi masuk.
Bukan hanya sampai di sana
keterkejutan orang-orang berjubah hitam itu, karena bagai disentak setan
pegangan tangan yang erat menyatu langsung pupus.
Dan empat sosok tubuh jatuh berjumpalitan bagai dihantam tenaga dahsyat yang tak
nampak. Mendapati dirinya lolos dari pusaran
lingkaran angin dahsyat barusan, Tirta segera membuang tubuh kebelakang
dan hinggap di tanah yang becek. Sekujur
tubuhnya basah oleh hujan. Begitu pula dengan Pedang Batu Bintang yang
dipegangnya. Namun hanya sekejap air
hujan membasahi pedang di tangan Tirta.
Di kejap lain, Pedang Batu Bintang tetap kering dan terus pancarkan sinar
cemerlang warna keemasan!
Di seberang, empat orang yang jatuh
bergulingan akibat terlepasnya pegangan tangan dan hempasan gelombang sinar
keemasan dari Pedang Batu Bintang, kini
telah tegak kembali. Iblis Air yang
begitu melihat keempat temannya porak
poranda dihajar satu gebrakan oleh Pedang Batu Bintang, berdiri pula setelah
dirasakan tenaganya pulih.
"Kita gabungkan lagi tenaga. Kita
harus merebut Pedang Batu Bintang,"
katanya geram. "Bila berhasil mendapatkannya, bukan hanya pemuda yang berjuluk
si Rajawali Emas ini yang akan terkapar, tetapi Bidadari Hati Kejam pun tak akan
mampu mengatasi semua ini! Kita bunuh
pemuda itu dengan jurus yang kita
persiapkan untuk membunuh Bidadari Hati Kejam!"
Usai kata-katanya, serentak mereka
mundur masing-masing satu tindak. Di muka sebelah kanan Iblis Angin berdiri. Di
belakangnya berjarak satu tindak Iblis
Bayu. Begitu seterusnya sampai di tindak kelima Iblis Bulan berdiri. Masing-
masing tangkupkan kedua tangan di depan dada.
Diseberang, Tirta memperhatikan tak
berkedip sikap lawan-lawannya,
"Hmmm... rupanya mereka sedang mempersiapkan jurus yang tentunya tangguh.
Gila! Kulihat masing-masing bergetar
hebat tubuhnya dan... oh! Hujan yang
sejak tadi membasahi mereka kini bagai
tertahan sebuah penghalang Luar biasa!"
Pendekar Rajawali Emas pun memutar
tangan kanan yang memegang Pedang Batu
Bintang, diangkatnya dengan posisi
membujur di depan dada. Tangannya
membentuk kepalan yang diletakkan masuk kedada. Salah satu jurus pengebut sakti
Bidadari Hati Kejam telah siap.
Di pergunakan Tirta, jurus 'Rangkai Bunga
Usir Kumbang' Begitu jurus tersebut diperlihatkan
Tirta, Lima Iblis Puncak Neraka bukannya menyerang justru bagai disengaja
menahan serangan. Masing-masing tak berkedip
dengan tatapan melebar pada Tirta Sejurus kemudian terdengar seruan Iblis Angin,
"'Rangkai Bunga Usir Kumbang'! Rajawali Emas... ada hubungan apa kau dengan
musuh kami si Bidadari Hati Kejam nenek peot keparat itu!"
Tirta yang sejak semula sudah
mendengar tentang dendam yang terpatri di hati Lima Iblis Puncak Neraka pada
gurunya itu, hanya cengar-cengir saja.
"Wah, pertanyaan tidak ada artinya tuh! Ayo tinggalkan tempat ini dan
lepaskan gadis-gadis! Kalau kalian masih keras kepala, kujitak kepala penjol
kalian!" "Setan muda keparat!" menggeram Setinggi langit Iblis Angin mendapati
jawaban orang yang mengejek dan sekaligus mencabik-cabik perasaannya. "Peduli
setan kau ada hubungan apa dengan nenek
berkonde yang berjuluk Bidadari Hati
Kejam! Justru kau akan merasakan
kehebatan jurus yang kami ciptakan untuk membunuh Bidadari Hati Kejam"
"Kalau orang berselempang selendang hitam itu berani bersuara macam begitu, tak
mustahil kalau jurus yang akan mereka lakukan itu memang sangat berbahaya. Aku
tak tahu urusan apa yang terjadi di
antara mereka sebelumnya dengan Guru..."
Kata-kata hati pemuda dari gunung
Rajawali itu pupus ketika dirasakan hawa panas
melingkar dahsyat menuju ke
arahnya. Luar biasa Tirta tak melihat
gerakan apa pun yang dilakukan oleh
orang-orang berjubah hitam itu. Namun
panas yang mendadak muncul bagai siap.
membakar tubuhnya. Dan yang lebih aneh
lagi, gerakan tangannya yang siap
melepaskan serangan 'Rangkai Bunga Habisi Kumbang' mendadak menjadi kaku. Tak
bisa digerakkan meskipun Tirta sudah mengalirkan tenaga dalamnya.
"Kurang ajar! Hawa panas itu seperti totokan belaka! Aku harus membebaskan
diri sebelum celaka!"
* * * Apa yang dirasakan Tirta kemudian
benar-benar mengerikan. Dirasakan seluruh kulit di tubuhnya bagai disayat-sayat
sebilah pisau tajam yang menyakitkan.
Panas begitu membara padahal suasana di sana dingin mencekam. Bahkan hawa dingin
itu pun bagai tertindih oleh hawa panas yang muncul.
"Celaka! Tubuhku
makin tak bisa digerakkan!" serunya dengan wajah pias.
Keluhan terdengar dari mulutnya. "Busyet!
Bagaimana ini bisa terjadi padahal
kelimanya seperti tak melakukan gerakan?"
Selagi ditahannya rasa sakit luar
biasa, mendadak saja Tirta menarik napas pendek dari mulut, lalu dikeluarkan
dengan cepat melalui hidung. Sesuatu
bergejolak di tubuhnya, berawal dari
pusarnya yang mendadak terasa ada terobosan liar dalam tubuhnya. Merayapi
sekujur tubuh dan jalan darahnya.
Rupanya, Tirta sudah mempergunakan
tenaga surya yang berasal dari Rumput
Selaksa Surya. Hingga panas dalam tubuh pengaruh tenaga surya itu bagai menindih
panas yang ditimbulkan orang-orang jubah hitam.
Dan perlahan-lahan tubuh kakunya yang
seperti dipantek tadi mulai melonggar dan bisa digerakkan. Bersamaan tenaga
surya yang memancar dari tubuhnya, hawa panas yang membuat dirinya bagai disayat
dan ditusuk kini sirna seketika.
Terkejut Lima Iblis Puncak Neraka
lawannya mendapati gebrakan pertama dari jurus yang mereka hentakan untuk
membunuh Bidadari Hati Kejam dapat dimusnahkan.
Namun kejap kemudian, tanpa geser dari
tempatnya, masing-masing menggerakkan
tangan ke muka. Dari bentuk tangkupan
tadi menjadi melurus. Bersamaan dengan
itu menghampar gelombang angin raksasa
bercampur sinar merah yang menggidikkan ke arah Tirta.
Si Rajawali Emas terkesiap sejenak.
Merasa dirinya sudah bisa digerakkan
kembali, dengan cepat digerakkan Pedang Batu Bintang dengan mempergunakan jurus
'Rangkai Bunga Habisi Kumbang'. Angin
dahsyat pun meluncur keluar, bersamaan dengan tanah di sekitar sana muncrat
setinggi tiga tombak dan luruh cepat
diderai hujan deras, menghantam gebrakan yang dilancarkan oleh Lima Iblis Puncak
Neraka. Suara ledakan dahsyat yang seperti
mematikan gemuruh hujan dan salakan petir membuyar terdengar.
Tanah semakin banyak yang muncrat
dari rengkah Bukit Watu Gening makin
bergetar hebat dan seperti hendak ambruk.
Batu yang longsor dari bukit itu semakin banyak. Lima gadis yang dalam keadaan
terikat terpental jauh dan jatuh pingsan dengan sekujur tubuh basah dan kotor.
Ketika muncratan tanah yang mengha-
langi pandangan menghilang, terlihat
tubuh Tirta meluncur deras kebelakang dan
jatuh dengan punggung terlebih dahulu
menghempas tanah. Seluruh tulang belulang dalam tubuhnya bagai patah berantakan.
Segera dialirinya tenaga dalam dari hawa murninya guna memulihkan tubuhnya. Luka
dalam langsung dideritanya. Sementara
Pedang Batu Bintang yang dipegangnya
terlepas dan menancap di sebuah batu
besar! Sementara itu, Lima Iblis Puncak
Neraka hanya mundur lima tindak dengan
dada bergetar hebat dan masing-masing mengeluarkan muntahan darah hitam.
Mutiara Hitam 6 Pendekar Mata Keranjang 25 Bidadari Penyebar Cinta Manusia Harimau Marah 4
"Mengapa sampai terjadi begitu,
Guru?" tanyanya heran.
"Pusat tenaga surya dalam pusarmu
belum sempurna betul kau kuasai. Coba kau alirkan tenaga surya itu pada kedua
tanganmu, Tirta."
Tirta segera menjalankan perintah si
orang tua. "Apa yang kau rasakan?"
"Sebuah dorongan yang sangat kuat
sekali pada pusarku, Guru. Dan terasa
menusuk dengan panas menyengat."
"Itulah sebabnya kukatakan, justru tenaga surya itu akan menyerangmu
sendiri." "Lalu apa yang harus kulakukan?"
"Berendam disungai selama tujuh hari tujuh malam."
Sepasang mata tajam si pemuda berbaju
keemasan melebar. "Busyet. Apa tidak salah dengar ini?" batinnya agak
terkejut. Tetapi sesuai dengan namanya
'Tirta,' yang berarti air dan laksana air yang terus menerjang halang rintang
untuk sampai ke tempat yang dituju, Tirta
kembali menatap Raja Lihai Langit Bumi.
"Bila memang itu yang Guru kehendaki, aku akan menurut."
"Bukan aku yang
menghendakinya,
Tirta. Justru itu merupakan pilihanmu."
Dengan wajah memerah Tirta menangkup-
kan kedua tangan di dada, membungkuk
sedikit dan berkata dengan kepala
tertunduk, "Maafkan kebodohan saya, Guru."
Raja Lihai Langit Bumi membatin,
"Tindak tanduknya sudah mencerminkan jiwa kependekaran. Dan aku yakin, dalam
waktu yang tak terlalu lama, namanya akan
diperhitungkan oleh orang-orang rimba
persilatan. Bahkan sekarang saja sudah
kudengar beberapa orang rimba persilatan meributkan tentang pemuda, yang
berjuluk Rajawali Emas yang telah mendapatkan
Pedang Batu Bintang."
Bidadari Hati Kejam menyambar, "Kau memang bodoh, Bocah Kebluk! Ayo ikuti
kata-kata Raja Lihai Langit Bumi kalau
kau ingin selamat!"
Tirta melirik pada Bidadari Hati
Kejam yang duduk uncang-uncang kaki di
sebatang ranting diatas kepalanya.
"Enaknya ngomong!" dengusnya dalam hati. Lalu tiba-tiba dia tertawa,
"Guru... apakah kau mau menemaniku berendam disungai" Tetapi jangan ah,
bisa-bisa ikan yang hidup disana pada
mati semua karena mencium bau baju dan
kain batikmu yang pasti seumur-umur tidak dicuci!"
Wusss! Sebagai jawaban selorohannya, Bida-
dari Hati Kejam mengibaskan tangan
kirinya. Serangkum angin menderu ke arah Tirta. Bila saja, si pemuda tidak lebih
dulu melompat sebelum si nenek berkonde menyerang, tak pelak lagi tubuhnya akan
terhantam telak. Dan akibat yang terjadi, tanah
di mana tadi Tirta berada,
membentuk lobang sedalam setengah tombak dan mengeluarkan asap.
"Wah! Main serang begini, ya?"
"Bocah kebluk! Turuti setiap perintah Raja Lihai Langit Bumi!" bentak Bidadari
Hati Kejam dengan mata melotot.
Tirta cuma tersenyum-senyum, lalu
mencabut sebatang rumput dan dihisap-
hisapnya, dan dengan sikap seperti tak menghiraukan kata-kata Bidadari Hati
Kejam dia berucap, "Guru... kupikir. kita bisa mulai sekarang."
Raja Lihai Langit Bumi hanya
mengangguk. Lagi-lagi tidak heran melihat sikap berangasan si nenek berkonde.
Di ranting yang didudukinya, Bidadari
Hati Kejam mendumal sambil tersenyum,
"Bocah yang kini telah tumbuh menjadi pemuda gagah ini, tak banyak berubah.
Terkadang sifatnya bisa serius, terkadang bisa konyol keterlaluan. Namun tindak
tanduknya jelas menunjukkan dia akan jadi pendekar besar."
Dan mulailah penggojlokkan pengen-
dalian tenaga surya dalam pusarnya
dilakukan. Dengan menahan rasa dingin
yang menggigit dan gempuran aliran sungai yang cukup deras menampar tubuh dan
wajahnya, si Rajawali Emas telah duduk
bersemadi mengosongkan diri didalam
sungai Rasa dingin yang seperti mematikan
seluruh urat nadi tubuhnya, membuatnya
seperti membeku. Ketika Raja lihai Langit Bumi memintanya untuk keluar dari
sungai yang deras itu, si Rajawali Emas tak
mampu menggerakkan tubuhnya. Aliran
darahnya bagai menggumpal dalam kedua
kakinya yang duduk bersila disungai dan membikin beku otot-otot dalam tubuhnya.
"Coba kau buka tenaga surya dalam
tubuhmu, Tirta. Alirkan perlahan pada
seluruh tubuh. Rasakan bagaimana getaran yang terjadi dan kau rasakan sesuatu
yang lain dari hasil berendammu ini selama
tujuh hari tujuh malam," kata Raja Lihai Langit Bumi dari seberang, berdiri
dengan kedua kaki dibuka sedikit dan tangan
bersedekap di dada.
Pagi telah menjelang kembali, entah
pagi yang ke berapa dalam kehidupan ini.
Di atas pohon yang ada di sana, nenek
berkonde yang berbadan agak bongkok itu, duduk mencangkung memperhatikan. Sejak
pertama kali Raja Lihai Langit Bumi
mengajarkan bagaimana cara mengendalikan tenaga surya dalam tubuh Tirta, dia
memang hanya memperhatikan. Bahkan
bacotnya yang kadang terdengar keter-
laluan dan menyakitkan hati, hanya
sesekali terdengar.
Sementara itu, si Rajawali Emas
segera menjalankan perintah Raja Lihai
Langit Bumi. Dan... astaga! Baru saja
dialirkan tenaga surya dalam tubuhnya,
mendadak saja dirasakan rambatan secepat angin menyusup kesetiap jalan darahnya.
Begitu cepat hingga dingin membeku yang selama tujuh hari tujuh malam dirasakan
menghilang begitu saja.
Merasa tubuhnya sudah normal, dengan
cepat Tirta melompat keluar dari sungai.
Byuuuurrr! Air muncrat saat tubuhnya melompat.
Ketika dia hinggapkan kaki kembali ke
tanah, mendadak saja sisa-sisa air di
tubuh, wajah dan rambutnya mengering!
"Guru!" seru Tirta tertahan, kaget bercampur gembira.
"Kau telah berhasil mengendalikan
tenaga surya dalam tubuhmu, Tirta. Sebuah tenaga yang bila kau alirkan akan
menjadi tenaga sakti yang sulit dicari tandingan.
Tetapi seperti kataku, jalan masih
panjang membentang, penuh rintang dan
halang. Bila kita menengadah memandang, maka hati akan terpentang. Kesombongan
akan singgah, merasa diri lebih cakap dan gagah."
Kalau dulu saat Raja Lihai Langit
Bumi berucap sesuatu yang tak dimenger-
tinya, sekarang Tirta mulai mengerti apa yang dimaksud oleh orang tua berbulu
putih pada sekujur tubuhnya.
Dia kembali menangkupkan kedua tangan
di dada. "Terima kasih atas pelajaran yang
Guru berikan."
"Hanya sebuah pelajaran yang tak
berharga. Tirta... kupikir seluruhnya
telah usai. Kau dapat mengendalikan
tenaga surya dan mengalirkan kapan dan di
bagian mana yang kau mau. Hanya ingat, perjalanan masih panjang...."
"Akan selalu kuingat kata-kata Guru."
"Coba kau keluarkan sedikit saja
tenaga suryamu, Tirta," kata Raja Lihai Langit Bumi dengan suara yang tetap
lembut dan tatapan bijaksana pada Tirta.
Tirta segera menegakkan tubuh. Lalu
perlahan-lahan tubuhnya dialirkan tenaga surya dari pusarnya, mengalir merambati
seluruh urat dalam tubuhnya. Kalau
biasanya yang terasa adalah panas yang menggila, kali ini dirasakan suhu
tubuhnya normal-normal saja namun gejolak
aliran tenaga dalam tubuhnya sangat
dirasakan sekali. Itu menandakan kalau
tenaga surya yang dicoba untuk dialirkan memang sudah bekerja.
Dan mendadak saja dia berbalik ke
kiri, lalu dihempaskan tangan kanannya
kemuka. Seberkas cahaya dan gelombang
angin panas menghampar dahsyat. Gerakannya sebenarnya ringan saja dan tenaga
yang dikeluarkan hanya sedikit. Namun
akibatnya, tiga batang pohon berjarak
lima belas tombak dari hadapannya,
langsung hangus dengan dedaunan yang
rontok dan menyebabkan ketiga pohon itu langsung gundul meranggas.
Tirta sampai melongo melihatnya.
Untuk beberapa saat dia tertegun menatap apa yang baru saja dilakukannya. Masih
menatap takjub mulutnya keluarkan
desisan, "Luar biasa!"
"Itulah jurus 'Selaksa Surya' yang telah kau miliki dan kau pelajari sendiri
dari himpunan tenaga surya dalam tubuhmu, Tirta," kata Raja Lihai Langit Bumi
tersenyum. Si nenek berkonde yang duduk di atas
pohon berdecak kagum. "Gila! Bahkan bila aku melatih puluhan tahun, belum tentu
akan kumiliki tenaga dahsyat penuh panas yang tinggi semacam itu. Dia benar-
benar beruntung. Dan pilihanku dulu tak salah dulu bila menginginkan dia jadi
muridku. Sayangnya, seperti yang dikatakan pemuda itu, Guru hanya mengizinkan aku
mengajarkan ilmu pengebut saktiku ini.
Tetapi, itu tak akan mengurangi rasa
banggaku sebagai gurunya. Dan kupikir itu lebih baik. Jangan-jangan,
aku bisa dikalahkannya bila kuturunkan ilmu yang kumiliki. Persetan dia bisa kalahkan aku
atau tidak, nyatanya dia tetap akan jadi muridku dan aku akan jadi gurunya!"
"Kini kau telah dapat mengendalikan tenaga surya yang bersemayam dalam
tubuhmu, Tirta. Secara tidak langsung,
kau adalah muridku. Kuembankan
tugas dibahumu, Tirta," kata orang tua
berselempang kain putih dengan wajah yang tak mampu menutupi rasa senang dan
bangganya melihat kegigihan dan keberhasilan
Tirta alias si Rajawali Emas menguasai
tenaga surya dalam tubuhnya.
"Tugas apakah itu, Guru?"
"Mungkin kabar yang kusirap ke
telinga tua ini, hanya sebuah kabar angin belaka karena tak pernah kudengar
orang-orang rimba persilatan meributkannya.
Namun mata tua dan hati lemah ini jelas mengudap sebuah bahaya yang akan
datang." "Bahaya apakah itu, Guru?" tanya Tirta penuh minat. Tanpa disadari dadanya
berdebar mendengar penuturan Raja Lihat Langit Bumi yang berdiri berjarak dua
tombak di hadapannya. Membiarkan rambutnya yang putih panjang dimainkan angin
dingin yang nakal.
"Seseorang yang berjuluk Iblis Kubur akan muncul dari makamnya setelah seratus
tahun mendekam dalam makam itu."
Kata-kata yang diucapkan si orang tua
hanya pelan, namun bagai mengiang di
telinga Tirta hingga sesaat pemuda itu melongo. Terlebih-lebih Bidadari Maut
Kejam yang langsung melompat turun dan
menatap tak berkedip pada Raja Lihai
Langit Bumi. "Aku tahu kau memiliki ilmu ,'Peraba Sukma'. Tetapi ucapan yang baru saja kau
lontarkan hanyalah
bualan belaka!"
Meskipun mulut si nenek berkonde berucap demikian, namun tak urung hatinya
bergetar mendengar ucapan orang.
"Aku memang tak bisa membuktikan.
Namun menurut ilmuku yang masih dangkal ini, Iblis Kubur akan muncul tiga
purnama sejak sekarang. Dia telah
ditelan sumpahnya sendiri dan akan bangkit
kembali dari makamnya setelah ratusan
tahun. Jangan bertanya soal kejelasannya lebih lanjut, karena aku sendiri tidak
menangkap terlalu jelas. Telah kuembankan tugas pada murid kita ini untuk
membuktikan semua ini dan hentikan sepak terjangnya yang akan banyak turunkan
celaka dibumi ini. Maaf, waktu telah
berjalan dengan cepat, pertemuan harus
disudahi. Masih ada urusan yang
terbengkelai dan hari segera selesai."
Usai berkata begitu, mendadak saja
tubuh Raja Lihai Langit Bumi telah
menghilang dari pandangan. Lenyap bagai ditelan bumi, menguap bagai dibawa
angin. Tinggal Tirta yang masih terbengong
mendengar ucapan Raja Lihai Langit Bumi dan Bidadari Hati Kejam yang diam-diam
bertambah bergetar mendengar semua itu.
Tetapi di kejap lain
dia sudah berkata dengan kebiasaannya yang selalu membentak, "Setelah kau usai
mengendalikan tenaga surya pada tubuhmu, kini
giliranku untuk mengajarimu ilmu pengebut saktiku ini yang akan kau pergunakan
dengan Pedang Batu Bintang!"
Masih tak mengerti dengan ucapan Raja
Lihai Langit Bumi, Tirta segera meng-
anggukkan kepalanya mendengar kata-kata Bidadari Hati Kejam.
Dan mulailah dia berlatih ilmu
pengebut sakti yang dimiliki oleh Bida-
dari Hati Kejam. Kalau nenek berkonde
mempergunakan pengebutnya, Tirta mempergunakan senjatanya, Pedang Batu Bintang.
* * * 6 Hari memasuki siang ketika perempuan
tua berbaju hitam dengan mulut berbibir keriput yang masih mengunyah susur
hingga menampakkan kepeotan bibirnya teraput
cairan merah hentikan langkah di sebuah tempat yang dipenuhi dengan pepohonan,
semak belukar dan bebatuan. Sudah tiga
Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
minggu orang yang tak lain Ratu Tengkorak Hitam itu meninggalkan Dewi Kematian
dan Manusia Mayat Muka Kuning. Mata kelabunya diedarkan menatap keremangan
tempat meskipun saat ini matahari telah sampai di ujung kepala.
"Hhhh! Tujuanku tetap satu. Mendapatkan Pedang Batu Bintang dari tangan si
Rajawali Emas. Dasar keparat si Dewi
Kematian yang mesum itu. Padahal ketika pemuda berajah burung rajawali keemasan
pada lengan kanan dan kirinya datang
menyelamatkan Bidadari Hati Kejam, itu
kesempatanku untuk merebut Pedang Batu
Bintang. Dikarenakan, adanya Manusia
Mayat Muka Kuning dan Dewi Kematian yang tentunya akan membantuku. Tetapi setan
busuk! Keduanya tak bermaksud mengejar!
Apakah karena lesatan si Rajawali Emas
begitu luar biasa, ataukah ada sesuatu
yang mereka inginkan" Sementara itu
kemana perginya Siluman Buta" Keparat!
Urusan makin jadi kapiran dan selama lima tahun keluar lagi dari Sungai
Terkutuk, belum ada satu
juga yang berhasil kujalankan. Terutama
mengingat pesan
dari.." kata-kata Ratu Tengkorak Hitam tiba-tiba putus laksana direnggut setan.
Mata kelabunya yang masuk kedalam
menyipit hingga menyiratkan kengerian.
Mulutnya yang masih mengunyah
susur bersuara angker dengan mata dijerengkan ke sana kemari, "Orang mana yang ingin
mampus tapi tak segera tampakkan muka"
Cepat keluar sebelum kuterabas putus
lehermu!!"
Sebagai jawaban dari bentakannya
barusan, mendadak menggema tawa dahsyat yang menggugurkan dedaunan dan
menimbulkan gemuruh angin dahsyat. Rasa marah di hati Ratu Tengkorak Hitam
mendadak sirna setelah dikenalinya tawa yang keras itu.
Seketika nenek baju hitam yang sangat
kejam menjatuhkan diri dan berlutut.
Suaranya yang keras dan angker mendadak berubah bagai menangkap kalau setan
neraka yang datang, "Maafkan atas
kebodohanku tak tahu yang datang itu
adalah engkau, Dewi".
"Berlututmu aku terima, Mara Hitam Ritrik! Hanya saja, tugas kulihat baru
sekali kau jalankan!" suara yang
terdengar angker diiringi tawa itu belum putus, namun Ratu Tengkorak Hitam yang
bernama asli Mara Hitam Ritrik sudah
menangkap bayangan berkelebat dan berdiri dihadapannya.
Disusul dengan suara
bernada memerintah, "Berdirilah!"
Perlahan-lahan nenek baju hitam yang
kejam itu berdiri Sikapnya nampak takut dan tegang sekali. Meskipun seringkali
Ratu Tengkorak Hitam bertemu atau
berhadapan dengan orang yang ilmunya jauh lebih tingginya darinya, namun
tak seorang pun yang bisa membuatnya
berlutut, apalagi ketakutan seperti ini Namun sekarang, dia benar-benar menjadi
tikus yang terperangkap kepungan kucing lapar!
Orang yang baru datang mengenakan
pakaian berwarna hijau muda, tipis hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang
indah dan sempurna. Wajahnya berbentuk bulat
telur dan akan menimbulkan getar pesona yang sukar ditepiskan bagi yang
melihatnya. Tak pandang bulu apakah dia, perempuan dan lebih-lebih lelaki.
Sepasang matanya jernih dengan bulu mata yang lentik melengkung, dibiasi
sepasang alis tebal yang indah dan agak bertautan.
Hidungnya bangir dengan sepasang bibir
yang tipis memerah basah. Dagunya
runcing, disanggah oleh leher jenjang
yang indah dan mulus. Yang lebih menarik dari semua itu, rambutnya yang panjang
bercahaya bagai dihiasi oleh pernik
perak, hingga rambut itu semakin menyala saja. Dengan tubuh yang indah dan dada
padat serta pinggul mencuat keluar,
sungguh sempurna apa yang dimiliki oleh gadis jelita itu.
Sungguh tak masuk akal bila Ratu
Tengkorak Hitam
yang telah malang
melintang dirimba persilatan ini, kini
tunduk oleh seorang gadis yang usianya
nampak berjarak jauh dengannya, mengingat wajah gadis berpakaian hijau
menerawang itu kira-kira baru Sekitar tujuh belas
tahun. Namun, siapa pun yang belum pernah mengenal gadis itu, jelas-jelas akan
tertipu! Karena sesungguhnya, dia berusia
tujuh puluh tahun! Dan perempuan berbaju hijau menerawang itu dikenal dengan
julukan Dewi Karang Samudera, seorang
tokoh dan momok rimba persilatan yang
kepandaiannya sukar dijajaki.
Pertama kali berjumpa dengan tokoh
jelita itu, di saat Ratu Tengkorak Hitam sedang melayani nafsu birahi mendiang
gurunya, Maharaja Langit Hitam. Karena di samping mempelajari ilmu-ilmu
kesaktian dari mendiang gurunya, Ratu Tengkorak
Hitam juga diharuskan melayani apa yang diinginkan gurunya dan entah mengapa
Ratu Tengkorak Hitam yang bernama Mara Hitam Ritrik melayaninya dengan senang
hati. Saat itulah Dewi Karang Samudera muncul.
Anehnya, gurunya yang tak pernah pandang sebelah mata pada kawan maupun lawan,
tiba-tiba hentikan seluruh gerakannya
padahal saat itu Ratu Tengkorak Hitam
sedang menuju puncak birahinya. Dia
mencoba tahan gurunya agar tak
menghentikan apa yang diinginkannya,
namun gurunya sudah bergegas berpakaian dan keluar. Bukan buatan jengkelnya Ratu
Tengkorak Hitam kala itu. Dengan
kejengkelan yang tinggi dan kegusaran
yang membuat raut wajahnya berubah, dia mengintip dari jendela gubuk dimana
gurunya keluar tadi. Dilihatnya gurunya tengah merangkul seorang dara jelita
berbaju hijau menerawang. Kegusaran makin melanda Ratu Tengkorak Hitam melihat
gurunya tanpa malu-malu dan jengah
meniduri dara yang baru datang itu. Entah apa yang keduanya lakukan kemudian,
Ratu Tengkorak Hitam hanya terdiam dengan
kegusaran yang makin melanda dan tak
berani menunjukkan kegusaran itu ketika gurunya memperkenalkannya dengan
perempuan yang baru datang tadi. Pertemuan
selanjutnya ketika Maharaja Langit muncul dari satu perjalanan jauh
yang dilakukannya dengan menderita luka parah.
Dewi Karang Samudera pun datang dan
mengobatinya. Namun sebelum pengobatan
itu sepenuhnya dilakukan, ajal sudah
menjemput Maharaja Langit Hitam. Dari
mulut perempuan yang membuatnya heran
karena wajahnya tetap seperti yang
pertama kali dijumpai, Ratu Tengkorak
Hitam tau kalau gurunya tewas di tangan Sepuh Mahisa Agni atau Malaikat Dewa.
Ketika diputuskan untuk membalas
dendam, Dewi Karang Samudera melarangnya.
Untuk melampiaskan kemarahannya, Ratu
Tengkorak Hitam mulai melakukan per-
jalanan dan julukannya kemudian menjadi santer sebagai tokoh dari golongan
sesat. Saat dia kembali ke Sungai Terkutuk,
perempuan berbaju hijau menerawang muncul dan mengajarkannya beberapa ilmu.
Salah satunya adalah jurus 'Undang Maut Sedot Darah' yang diketahuinya milik
Raja Lihai Langit Bumi ketika melihat orang
berselempang kain putih itu mengalahkan Siluman Buta di Lembah Maut saat
menentukan menjadi orang nomor satu di
rimba persilatan. Namun pada akhirnya,
tak ada yang bisa dikatakan menjadi orang nomor satu di rimba persilatan ini
karena pertarungan di Lembah Maut berakhir
dengan kekacauan.
Kalaupun perempuan berbaju hijau
menerawang ini muncul di hadapannya,
tentunya. memang ada urusan penting. Ratu Tengkorak Hitam bagai teringat kalau
di pundaknya diembannya tugas dari Dewi
Karang Samudera. Dan merasa baru sekali dijalankan tugas yang diembannya entah
mengapa hatinya menjadi ciut.
"Maafkan aku, Dewi... aku memang baru sekali melakukan hal itu. Dan sampai
sekarang aku belum berjumpa dengan Raja Lihai Langit Bumi."
Perempuan berjuluk Dewi Karang
Samudera itu memamerkan senyum yang luar biasa menggetarkan. Mata jernihnya
bagai menusuk siapa saja yang melihatnya.
"Tak jadi soal mengenai hal itu
sekarang. Aku tahu keinginanmu untuk
mendapatkan Batu Bintang. Dan kupikir itu memang suatu hal yang wajar. Dengan
Pedang Batu Bintang yang kudengar
sekarang dimiliki oleh seorang pemuda
berjuluk si Rajawali Emas, kau tentunya dapat melaksanakan tugas yang kuberikan.
Tetapi, kau telah mempergunakan jurus
'Undang Maut Sedot Darah' seperti yang
kuperintahkan pada Bidadari Hati Kejam, saudara seperguruan Raja Lihai Langit
Bumi. Aku punya urusan yang harus
diselesaikan dengan Raja Lihai Langit
Bumi. Tentunya, apa yang kau lakukan
sebuah gebrakan yang bagus."
Ratu Tengkorak Hitam menundukkan
kepalanya. "Terima kasih, Dewi," lalu menyambung dalam hati, "Bisa celaka aku bila dia
marah. Dua kali aku melihat perempuan
keparat ini marah dan itu sangat
mengerikan. Yang membingungkanku bagai-
mana dia bisa mengetahui apa yang terjadi sekarang ini bahkan bisa menemukanku"
Apakah dia selalu membuntutiku" Sedangkan dimana dia tinggal saja aku tidak
tahu. Tetapi aku makin yakin kalau ilmunya
begitu tinggi"
"Aku tak bisa berlama-lama di sini Urusanku hanyalah dengan Raja Lihai
Langit Bumi Ratu... aku dengar kabar pada tiga purnama mendatang akan terjadi
kegegeran dahsyat di rimba persilatan.
Seorang tokoh kejam yang berjuluk Iblis Kubur akan muncul dari makam busuknya.
Dan akan kucoba untuk membantunya
melepaskan diri dan menjadi pengikutku."
Pusing kepala Ratu Tengkorak Hitam
mendengar ucapan orang. Namun yang bisa dilakukannya sekarang hanya
menganggukkan kepala saja.
"Penting kemunculan Raja Lihai Langit Bumi, Ratu! Dan segala sesuatunya akan
kubereskan. Kita berjumpa lagi tiga
purnama mendatang."
Ratu Tengkorak Hitam lagi-lagi
menganggukkan kepalanya. Dan dia kembali terkejut karena
suara Dewi Karang
Samudera masih terdengar namun orangnya sudah lenyap dari hadapannya!
"Gila! Kepandaiannya memang sangat tinggi sekali. Beruntung sekali dia
mengajarkan jurus-jurus yang berbahaya, terutama 'Undang Maut Sedot Darah' milik
Raja Lihai Langit Bumi. Entah bagaimana caranya dia bisa, mencuri ilmu itu.
Namun dengan berpihaknya dia padaku,
kedudukanku akan semakin kuat, Peduli
setan dengan ancaman Dewi Kematian yang kini telah bergabung dengan orang tua
kurus bertonjolan tulang di dadanya itu yang berjuluk Manusia Mayat Muka Kuning.
Akan kuteruskan perjalanan mencari Pedang Batu Bintang sambil menjalankan tugas
yang diberikan Dewi Karang Samudera bila ingin selamat."
Namun belum lagi, Ratu Tengkorak
Hitam menggerakkan kedua kakinya,
sepasang mata kelabunya mendadak saja
dialihkan ke kanan. Sempat dilihatnya
satu bayangan merah melesat menghindar
dari tempatnya.
"Setan keparat! Apakah kau pikir kau bisa melarikan diri dari tanganku, hah"!"
sentaknya geram dan mengibaskan tangan-
nya. Lima larik sinar hitam panas menderu menyusul ke mana bayangan tadi
berlari. Lima larik sinar hitam yang
dilepaskan oleh nenek baju hitam itu
melesat cepat, membuat orang yang tadi
mengintip dan kini melarikan diri
terkesiap ketika dirasakan hawa panas
menderu. Tak mau dirinya dibuat mampus, orang
berpakaian merah itu menghentikan
larinya, dan bersamaan dengan itu jungkir balik. Kedua kakinya yang dipenuhi
bulu menendang dengan gerakan yang sangat
aneh. Mengangsurkan kedua kaki lebih dulu dengan posisi telentang, sementara
kedua tangan Bagai jadi tumpuan penyanggah
tubuh! Gelombang angin menghampar deras dan
menghantam lima larik sinar hitam tadi.
Blaaaarr! Tempat yang agak temaram meskipun
saat ini siang makin mejanggas, menjadi terang. Letupan terdengar beberapa kali
dan tempat yang tadi temaram lalu jadi terang berubah temaram kembali dedaunan
beterbangan entah ke mana.
Begitu seluruhnya sirna, orang yang
menghantam serangan Ratu Tengkorak Hitam dengan kedua kakinya melihat sosok baju
hitam berambut panjang dengan muka hitam itu. telah berdiri berjarak tiga tombak
dari hadapannya.
"Celaka! Kali ini nenek busuk itu
pasti tak akan melepaskanku," orang itu membatin dengan wajah pias. Namun dia
berusaha menindih perasaannya. "Biar bagaimanapun juga, aku akan menghadapinya
sekuat tenaga."
"Tak salah dugaanku, serangan kaki aneh barusan hanya bisa dilakukan oleh
orang busuk yang menyebarkan fitnah
celaka yang berjuluk Kaki Gledek!" bentak Ratu Tengkorak Hitam sambil menatap
tak berkedip pada orang di depannya, dingin.
Orang berpakaian merah dengan tubuh
tinggi besar dan rambut panjang tak
karuan, mencoba menenangkan diri. Hidung dan bibirnya yang besar bergerak-gerak
tanda dia cukup tegang mendapati apa yang akan dihadapi. Codet besar pada pipi
kanannya berayun ketika pipi itu
bergerak-gerak.
"Jelas aku tak bisa menghindar. Dia tentunya marah dengan fitnah yang
Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kulakukan pada Manusia Mayat Muka Kuning untuk
menyelamatkan diri dari
ancamannya," batin orang tinggi besar berpakaian merah yang tak lain si Kaki
Gledek. Seperti dituturkan pada episode
"Geger Batu Bintang" dan "Wasiat Malaikat Dewa" secara keji Kaki Gledek yang
berjumpa dengan Manusia Mayat Muka Kuning mengatakan kalau Batu Bintang telah
didapati oleh Ratu Tengkorak Hitam. Itu adalah cara terbaik yang dilakukannya
guna menyelamatkan diri dari tokoh muka kuning yang berkepandaian tinggi. Akibat
dari omongannya, Manusia Mayat Muka
Kuning mencari Ratu Tengkorak Hitam dan hampir menurunkan tangan telengas.
Bahkan ketika berjumpa kembali lima tahun
kemudian dengan Manusia Mayat Muka Kuning yang kini telah bergabung dengan Dewi
Kematian, orang tua tanpa baju itu pun
masih menanyakan soal kebenaran ucapan
Kaki Gledek. Sudah tentu Ratu Tengkorak Hitam makin gusar! Yang tak disangkanya
sekarang kalau dia akan berjumpa kembali dengan orang yang membuat dirinya
hampir mampus di tangan Manusia Mayat Muka
Kuning! Sudah tentu hal ini tidak akan
dilewatkan. "Tahan, Ratu!" Kaki Gledek mengangkat sebelah tangannya ketika dilihatnya nenek
baju hitam yang berdiri berjarak tiga
tombak di hadapannya siap menggerakkan tangan. "Tak ada maksudku untuk
mencelakakanmu dengan ucapanku pada
Manusia Mayat Muka Kuning. Ini kulakukan karena..."
"Setan keparat!"
hardik Ratu Tengkorak Hitam memutus ucapan Kaki
Gledek yang tengah mencari kesempatan
untuk meloloskan diri. "Kau telah
menyebarkan fitnah yang tak kumaafkan.
Masih untung hanya Manusia Mayat Muka
Kuning yang meskipun kejam namun
mempunyai otak dungu yang mendengar kabar busuk itu! Hingga aku masih bisa
menghirup udara sampai hari ini! Itu juga dikarenakan bantuan dari Dewi Kematian
yang menahan orang tua keparat itu
menurunkan tangan telengas padaku! Apakah kini aku akan berpangku tangan
membiarkan manusia busuk macam kau ini untuk lebih lama hidup?"
Kaki Gledek mendesah pendek. Wajahnya
yang menyeramkan itu berubah pias, "Jelas tak ada jalan keluar sekarang.
Keparat! Mengapa aku harus bertemu dengannya lagi"
Seharusnya aku..."
Kata-kata dalam hati si Kaki Gledek
pupus begitu dirasakan deru panas dari
sinar warna hitam melesat ke arahnya. Tak ada jalan lain menghindari serangan
itu kecuali melakukan satu gempuran balik
dengan mempergunakan jurus 'Kaki Gledek Kirim Nyawa'. Dan tak tanggung lagi yang
dilakukan orang tinggi besar berpakaian merah menyala itu. Begitu hantaman
baliknya memapaki serangan 'Jalur Hitam Kematian' yang dilepaskan oleh Ratu
Tengkorak Hitam,
kembali dikirimkan
serangan 'Kaki Gledek Lingkar Bumi'.
Kedua tangannya menjadi tumpuan
tubuh, tak ubahnya seperti kaki. Semen-
tara kedua kakinya mengibas berbentuk
melingkar, berkali-kali mengarah pada
Ratu Tengkorak Hitam yang mengeluarkan
dengusan geram.
Serentak kedua, tangannya bergerak
bagai mendorong. Gelombang angin menghampar dahsyat, membuat tempat itu sepergi
dilanda gempa, menerjang ke muka,
memapaki gempuran kaki lawan yang
menyerang. Letupan keras terdengar bersamaan
tubuh si Kaki Gledek mencelat ke bela-
kang. Agak terhuyung dan masih untung
bisa menguasai keseimbangannya.
Sementara Ratu Tengkorak Hitam hanya
surut dua langkah ke belakang sambil
memegangi dadanya yang tak urung terasa nyeri. Namun dia lebih dulu menguasai
keadaan dirinya. Dengan masih melancarkan jurus 'Angin Dendam Punah Nyawa',
digempurnya Kaki Gledek yang menjadi
kalang kabut. Sebisanya lelaki baju merah itu
berusaha menghindar sekaligus mencoba
memapaki dengan jurus 'Kaki Gledek
Lingkar Bumi'. Namun kehebatan jurus si nenek tak mampu dibendung. Dua kali
dadanya terhantam pukulan dahsyat Ratu
Tengkorak Hitam yang membuat dadanya
seperti remuk. Pakaian didadanya sudah
hangus. Didadanya sendiri bagai terceplak lima buku jari nenek baju hitam.
Rupanya si Kaki Gledek tak mampu
menguasai dirinya lagi. Sebelum Ratu
Tengkorak Hitam melancarkan gempuran
dahsyatnya kembali, lelaki tinggi besar itu sudah ambruk.
Ratu Tengkorak Hitam sunggingkan
senyum puas dibibirnya.
"Manusia celaka seperti kau memang sudah sepatutnya untuk mampus! Percuma hidup
dialam ramai penuh kekerasan ini!"
Lalu nenek baju hitam mendongakkan
kepala. "Hmm... rasanya hari sudah siap masuki rembang petang. Aku tak boleh
kehilangan jejak di mana si Rajawali Emas berada. Sebaiknya, kutinggalkan saja
mayat manusia celaka itu! Biar dia jadi santapan empuk serigala-serigala lapar!"
Menyangka Kaki Gledek telah mampus,
si nenek pengunyah susur memutuskan untuk segera berlalu dari tempat itu. Kejap
kemudian, sosoknya telah lenyap sama
sekali. Tetapi, benarkah apa yang diduganya
barusan, kalau Kaki Gledek telah mampus"
Ternyata tidak, orang tinggi besar
berbaju merah itu adalah orang yang
licik. Dia tahu kalau tak akan mampu
menghadapi Ratu Tengkorak Hitam yang
memiliki kepandaian dua tingkat
diatasnya. Jalan salah satunya yang terbaik
adalah berlagak mampus. Dan akal liciknya itu menemukan jalan keluar yang
sempurna. Cukup lama Kaki Gledek membiarkan
tubuhnya tergeletak, khawatir bila si
nenek baju hitam muncul kembali.
Setelah dirasakan aman dan tak ada
tanda-tanda si nenek akan muncul kembali.
barulah diangkat tubuhnya. Rasa sakit
luar biasa menderanya. Segera dialirkan hawa murni dalam tubuh guna
menghilangkan rasa sakit.
Setelah itu dimasukkan tiga butir
obat bulat kecil kemulutnya.
"Kurang ajar! meskipun aku tak mampu tandingi Ratu Tengkorak Hitam tetapi tak
akan kubiarkan hal ini berlarut-larut.
Satu saat dia akan mampus di tanganku."
Lalu dengan mengerahkan sisa-sisa
tenaga, Kaki Gledek bangkit. Berjalan
terhuyung sambil menekap dadanya,
tinggalkan tempat itu.
* * * 7 Bukit Watu Gening berdiri angkuh.
Suasana di sekeliling bukit itu mencekam dan kegelapan melanda. Sinar rembulan
yang tadi terang mendadak redup, ber-
samaan dengan menyingkirnya awan putih
dan berganti jadi gumpalan awan hitam,
Kejap kemudian petir menyambar dahsyat,
membenamkan sekaligus menggetarkan Bukit Watu Gening yang mulai didera hujan
deras. Sebuah gerobak tua melaju di jalan
berumput menuju kebukit Watu Gening. Dua orang penunggangnya tak menghiraukan
betapa hujan telah membasahi sekujur
tubuh mereka. Angin bagai menampari wajah dan menghantam terus tubuh keduanya.
"Heaaaa!" seruan penambah semangat dari orang yang memacu dua ekor kuda
penarik gerobak terdengar, namun
tenggelam dalam hingar bingar hujan.
Lintasan roda gerobak yang menimbulkan suara berdecit dari hentakan sang sais, membuka sepasang mata pemuda
yang berdiam di sebuah gubuk yang tak
jauh dari sana. Pendengaran si pemuda
lebih terbuka dengan kening berkerut.
"Aneh! Ada sebuah kereta kuda yang melewati jalan sepi dalam suasana malam
menggigit seperti ini," batin si pemuda keheranan.
"Aku jadi penasaran ingin mengetahui semua ini. Hanya orang yang berpikiran
tak waras melintasi tempat yang sunyi
mencekam seperti ini."
Berpikir demikian, si pemuda yang
mengenakan baju keemasan dan sebuah
pedang berwarangka penuh benang emas di punggungnya, memutuskan untuk melihat
keadaan. Gerakannya begitu ringan sekali
laksana rajawali yang terbang.
Mengandalkan pendengarannya yang
tajam, si Pemuda yang tak lain Tirta
alias si Rajawali Emas segera memburu ke arah datangnya decitan roda gerobak dan
suara teriakan sang sais.
Selesai mempelajari cara mengen-
dalikan tenaga surya dalam tubuhnya dan mempelajari ilmu pengebut dari Bidadari
Hati Kejam untuk jurus-jurus pedangnya, Tirta pun tertidur karena kelelahan. Dan
ketika dia terbangun keesokan paginya, tak dilihatnya Bidadari Hati Kejam berada
di dekatnya. Yang ada hanya sebuah
guratan tulisan di tanah.
Ilmu telah dipelajari, silakan
mengabdi. Perjalanan masih panjang
membentang penuh halang rintang. Jaga Pedang Batu Bintang dan urusan sudah
menghadang! Tak perlu berpikir dua kali Tirta
tahu siapa yang menuliskan guratan di
tanah itu. Setelah membersihkan tubuh di sungai, segera diputuskan untuk
meninggalkan hutan. itu. Dua Wasiat Malaikat
Dewa telah ditunaikan, bertemu dengan
Raja Lihai Langit Bumi dan mempelajari
ilmu pengebut dari Bidadari Hati Kejam.
Tentang wasiat untuk menjaga Pedang Batu Bintang, sudah tentu akan dilakukan
sekuat tenaga. Tiba-tiba dia merindukan sahabatnya
yang sekaligus pembantunya. Bwana, burung rajawali raksasa keemasan yang dulu
milik Sepuh Mahisa Agni atau yang lebih dikenal dengan julukan Malaikat Dewa.
Semenjak meninggalkan Bwana di sebuah
lembah sementara Tirta sendiri kembali ke Dusun Bojong Pupuk, dia memang belum
lagi berjumpa dengan burung rajawali raksasa itu. Namun Tirta yakin, Bwana yang
cerdik itu bisa mengatasi keadaan yang menim-panya.
Lalu didongakkan kepala. Memandangi
alam yang cerah dan matahari yang
bersinar lembut. Lalu, perlahan ditepukkan tangannya tiga kali. Tepukan itu
bukan tepukan biasa, tetapi mengandung
getaran tenaga dalam yang hanya di
mengerti oleh Bwana. Menyusul di sela-
sela tepukan itu, digerakkan tangannya ke atas. Cahaya merah yang terang
memercik ke angkasa, tanda dimana dia berada dan bisa dijangkau oleh Bwana dalam
jarak yang jauh sekalipun.
Tak terlalu lama menunggu, mata Tirta
menangkap bayangan raksasa keemasan di
atas. Bibirnya segera tersenyum. Dia tahu kalau Bwana tak bisa hinggap di tanah
karena tempat itu dipenuhi pepohonan.
Diputuskan untuk mencoba ilmu peringan
tubuhnya dengan mempergunakan tenaga
surya. Segera dialirkan tenaga surya dari pusar ke kedua kakinya. Lalu.....
Wuuuut! Tubuhnya bagai terbang hinggap di
sebatang pohon. Terus melompat dari satu pohon ke pohon lain dengan gerakan
menaik. Tiba di puncak salah satu pohon, langsung diemposkan tubuhnya dan
hinggap dengan gerakan menarik pada leher Bwana yang masih terbang berjarak lima
tombak tingginya..
Kerinduan dan kegembiraan terobati.
Sampai Tirta memutuskan untuk beristi-
rahat di gubuk yang ditemukannya. Tirta meminta Bwana meninggalkan tempat itu
karena bila kemunculannya selalu bersama Bwana dan bisa memancing perhatian
orang. Lalu dia pun beristirahat, sampai
didengarnya suara gerobak yang menarik
perhatiannya. Dan sekarang, dalam waktu singkat, si
Rajawali. Emas telah bisa melihat gerobak yang diburu cepat menembus hujan deras
dan angin yang menerpa dahsyat. Sepasang mata tajam Tirta melihat sesuatu di
dalam gerobak itu.
"Sinting! Orang mana yang tega
membiarkan lima orang gadis terikat dan berada dalam gerobak terbuka?" maki
Tirta yang saat ini meloncat dari satu pohon ke pohon lain.
Mendadak saja gerobak yang dipacu
cepat terhenti. Ringkikan dua ekor kuda memecah hujan deras. Bersamaan dengan
itu, satu sosok tubuh yang mengenakan
baju terbuat dari kulit harimau melompat turun di tempat yang terbuka. Berlutut
tak menghiraukan tanah becek dan gempuran hujan. Sementara yang seorang lagi
yang masih duduk di gerobak itu memperhatikan tak berkesip.
Justru Tirta yang terbelalak kaget
mendapati siapa orang baju hitam di atas gerobak. "Gila! Bukankah itu Barok"
Keparat itu ternyata masih hidup. Apa
yang dilakukannya bersama temannya" Mau diapakan gadis-gadis yang terikat itu?"
Dilihatnya orang yang berlutut tadi
kini menangkupkan kedua tangan di dada, berbentuk sembahan dan berucap keras.
"Lima Iblis Puncak Neraka kami datang membawa apa yang kalian pinta!"
Tirta mengernyitkan kening dengan
hati penasaran. "Lima Iblis
Puncak Neraka" Siapa mereka" Apakah mereka hanya tikus-tikus got yang saat hujan begini
muncul" Busyet! Kalau mereka tahu apa
yang kukatakan ini, jangan-jangan mereka akan memangsaku... he he he."
Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu entah dari mana datangnya suara
keras itu, karena, terbawa oleh angin dan seolah berpindah-pindah, Tirta
menangkap suara, "Apakah kau yakin mereka adalah perawan murni?"
Orang yang berlutut yang tak lain
adalah si Cakar Harimau berucap lagi,
"Tak salah kami membawa apa yang kalian minta. Bila ada yang keliru, nyawa kami
sebagai taruhan!"
"Bagus! Sudahkah kau tahu di mana
Bidadari Hati Kejam?""
"Lama kujajaki tanah dan kulihat
seluruh alam. Namun Bidadari Hati Kejam belum kujumpai"
"Urusan bisa kita selesaikan
sekarang! Letakkan gadis-gadis yang kau bawa itu di tempatmu berlutut!"
Cakar Harimau kembali ke gerobak.
Lalu bersama Barok, keduanya segera
menurunkan lima gadis yang dalam keadaan terikat. Meletakkan di tempat tadi si
Cakar Harimau berlutut.
"Menyingkir kalian dari sini"
Tanpa mcngucapkan sepatah kata,
keduanya segera menaiki gerobak yang
membawa mereka ke tempat tadi. Gelegar guntur menyalak dahsyat saat keduanya
memutar gerobak dan meninggalkan tempat itu.
Sementara dari atas pohon, Tirta yang
sejak tadi tak sekali pun kedipkan mata, mendumal dalam hati, "Hmmm... manusia-
manusia celaka yang mengorbankan lima
dara perawan itu! Sebenarnya tak tahan
aku untuk menjitak kepala keduanya.
Tetapi, aku ingin tahu siapa yang
dimaksudkan dengan Lima Iblis Puncak
Neraka. Baiknya...."
Kata-kata hati Tirta terputus begitu
saja karena terdengar suara ledakan yang sangat keras. Segera ditolehkan kepala
pada gerobak yang ditunggangi Barok dan kawannya. Dan mendadak kedua matanya
melebar. Karena, entah apa yang terjadi,
gerobak yang ditunggangi oleh Barok dan si Cakar Harimau, telah hancur
berantakan bagai dihempas oleh badai. Suara pecahan gerobak itu sungguh keras,
menggema di sela-sela derai hujan. Sementara penunggangnya terlempar jauh beberapa tombak
dan ambruk dengan kepala pecah. Dua ekor kuda hitam yang menarik gerobak itu,
lari entah ke mana.
"Gila! Tenaga apa yang barusan
menghantam dua manusia itu," desis Tirta terbelalak. "Kalau memang orang yang
disebut Lima Iblis Puncak Neraka tadi
mendapatkan persembahan gadis-gadis itu, tetapi mengapa keduanya harus dibunuh?"
Dan mendadak saja dalam derai hujan
yang deras itu telah berdiri lima lelaki bertampang angker dengan
jubah hitam panjang dan selendang yang berlainan
warna menyelempang di bahu.
"Busyet! Aku tak melihat bagaimana cara kelima orang itu muncul. Dan tahu-tahu
sudah ada dalam pandangan. Tentunya
bukan orang-orang sembarangan. Merekakah yang disebut dengan Lima Iblis Puncak
Neraka" Dan aku yakin, salah seorang di antara mereka yang mengirim nyawa Barok
dan kawannya ke akhirat"!" desis Tirta.
Di seberang berjarak lima belas
tombak dari tempatnya, lima orang
berwajah mengerikan yang mengenakan jubah hitam panjang hanya umbar tawa keras.
Seperti disepakati kelimanya segera membopong masing-masing seorang gadis yang
menjerit-jerit minta dilepaskan.
"Dua manusia keparat itu sebenarnya telah menunjukkan kesetiaan! Tetapi
sayang, Lima Iblis Puncak Neraka tak
pernah sudi diperintah oleh siapa pun
juga. Apalagi dua cecurut busuk itu! Mati memang lebih baik untuk mereka. Kita
tinggal menunggu atau mencari Bidadari
Hati Kejam untuk bayar persoalan lama!"
orang jubah hitam yang berselempang
selendang kuning terbahak.
Sambil tertawa-tawa keras yang mampu
mengalahkan gemuruh dingin dan derasnya hujan, kelima orang jubah hitam itu
berbalik arah. Namun seperti dibetot
setan, langkah orang-orang itu tertahan bersamaan dengan terdengarnya suara
keras yang kalahkan gemuruh hujan di belakang,
"Wah! Kalian ini tidak tahu malu!
Seharusnya sadar kalian ini orang-orang jelek! Kalau kalian tak pantas untuk
gadis-gadis itu! Pantasnya... kalian
kawin dengan kodok! Ha ha ha...."
Serentak masih membopong masing-
masing seorang gadis, kelima orang itu
memutar tubuh. Lima pasang mata menatap tak berkedip pada Tirta yang berdiri
berjarak tiga tombak di hadapan
kelimanya,, "Wah, melotot!" sambar Tirta sambil tersenyum mengejek. "Sudah jelek ya jelek
saja! Tidak usah pake dicakep-cakepin!"
"Orang muda... kau telah menggali
lobang kuburmu, sendiri dengan ucapan barusan! Sebutkan nama dan julukan
sebelum nyawamu lepas dari badan!" Iblis Angin. yang kenakan selempang selendang
hitam bersuara.. angker setelah terdiam beberapa saat.
Meskipun nampak jengkel melihat
kenyataan kalau gadis-gadis jelita itu
akan menjadi mangsa orang-orang berjubah hitam ini, Tirta masih berusaha tenang.
Mata tajamnya tak berkedip menatap satu persatu orang-orang di hadapannya.
"Meskipun aku tak tahu siapa mereka dan berapa tinggi kepandaian yang mereka
miliki, aku tak akan mundur selangkah
juga," kata Tirta dalam hati. Lalu dengan suara tenang dan penuh wibawa dia
berkata, "Namaku Tirta.... Orang-orang menjulukiku si Rajawali Emas. Nah, semua
tanya sudah kujawab. Kubur yang akan
kalian gali untukku, nampaknya tak
diperlukan lagi, bukan" Sekarang,
lepaskan gadis-gadis itu! Kalau tidak,
kalian akan kucoreng dengan tanah biar
jadi seperti badut di kotapraja!"
Terkejut mendapati jawaban orang,
Lima Iblis Puncak Neraka saling pandang satu sama lain. Lalu secara bersamaan
mereka menoleh pada Tirta dan tertawa
keras. Disela-sela
tawa yang bagai
mengalahkan derasnya gempuran hujan dan angin, Iblis Air yang mengenakan
selempang selendang warna hijau angkat
bicara, "Jadi... engkaulah orang yang berjuluk si Rajawali Emas" Bagus, bagus
sekali! Urusan jadi cepat selesai! Apakah yang ada di punggungmu itu Pedang Batu
Bintang?" "Wah, serakah banget kalau bertanya, ya" Itu baru bertanya. Bagaimana kalau
kalian lihat makanan" Jangan-jangan, satu sama lain saling cakar, ya?" seloroh
Tirta sambil tersenyum.
"Jawab pertanyaanku tadi!" bentak Iblis Air lebih keras.
"Ih! Galak banget"! Orangtua kalian rupanya tak pernah ajari sopan santun,
ya" Pantas kalau kalian bermuka jelek"
Lho, apa hubungannya" Kalau-kalian mau
marah, marah saja deh!" seloroh Tirta masih sambil tersenyum-senyum.
"Keparaaat! Jual lagak di depan Lima
Iblis Puncak Neraka!" Habis kata-katanya, Iblis Air sudah menderu tanpa
menurunkan gadis yang ada di pundaknya. Tangan
kanannya bergerak ke muka. Suara bagai
gelombang pusaran air deras mengarah pada si Rajawali Emas. Dan seperti
memuncratkan air pula.
Mendapati serangan aneh itu, Tirta
terkesiap sejenak. Namun cepat segera di lakukan terjangan. Disongsongnya
serangan Iblis Air dengan jurus 'Sentakan Ekor
Pecehkan Gunung'.
Gelombang angin menggebubu, menderu
ke arah Iblis Air.
Dua benturan keras terjadi. Terdengar
suara ledakan yang cukup keras, mengalahkan suara derai hujan. Dari benturan itu
tubuh Iblis Air terlempar ke belakang
sementara Tirta telah tegak tanpa kurang suatu apa dengan sedikit mementangkan
kaki. Kemarahan yang tadi mulai merambat,
kini telah singgah di ubun-ubun. Dengan gerakan muak Iblis Air melemparkan gadis
dalam bopongannya. Lalu menyatukan kedua tangan di dada. Hal itu dilakukan
pertama untuk mengusir rasa nyeri di dadanya
akibat bentrokan barusan. Keduanya, untuk mempersiapkan jurus baru.
Bersamaan tubuh Iblis Air mencelat,
si pemuda berbaju keemasan dengan rajahan burung rajawali warna emas pada kedua
lengannya, mencelat pula.
Dua sosok tubuh
telah menjelma menjadi bayangan. Yang satu bayangan emas dan yang satu bayangan hitam.
Kelebatan tubuh keduanya sangat cepat luar biasa.
Kembali dua benturan keras terjadi dan seperti semula, tubuh Iblis Air mencelat
kebelakang, kali ini lebih deras dari
pertama. Sementara Tirta langsung memutar tubuh dan hinggap di tanah yang becek
dengan ringannya.
Di seberang, Iblis Air jatuh terduduk
sambil memegangi dadanya yang nyeri bukan main, dia terbatuk Darah bercampur
ludah busuk muncrat. "Gila!" batinnya lemah.
"Julukan si Rajawali Emas yang baru terdengar memang bukan sembarangan."
Sementara Tirta tersenyum. "Jadi
orang itu kalem-kalem saja! Nah, jadinya begini" Mana tidak ada dukun urut lagi,
ya?" Mendapati kawannya kalah dalam dua
kali gebrakan dan ejekan pemuda berbaju keemasan yang menyakitkan hati, empat
orang berjubah hitam lainnya melemparkan masing-masing gadis dalam bopongan.
Bagai diberi komando, serentak keempatnya
menerjang ke arah Tirta dengan jurus
masing-masing yang berbeda. Hawa panas
dingin berubah-ubah, berputaran dan
melingkar-lingkar ke arah Tirta,
"Heiiit! Kalian benaran, ya?"
Cepat Tirta mempergunakan jurus
menghindarnya 'Rajawali Putar Bumi' dan sesekali melayangkan serangan 'Lima
Kepakan Pemusnah Rajawali'. Sebuah jurus yang diajarkan oleh Bwana. Sebuah jurus
yang sangat mengerikan. Karena kedua
tangan Tirta bagai berubah fungsi menjadi kepakan sayap rajawali raksasa.
Gelombang angin
yang ditimbulkan bukan buatan
dahsyatnya. Penuh gegap gempita. Namun
keempat lawannya juga memiliki ilmu aneh yang tinggi dan berbeda. Mereka terus
berusaha mencecar Tirta dari empat
penjuru. Hingga satu saat keempat orang
berjubah hitam itu berlompatan ke
belakang dan hinggap satu sama lain
berjarak tiga jengkal lebar jari tangan.
Masing-masing pasang wajah dingin, angker dan penuh nafsu untuk membunuh. Bahkan
tak terlihat kalau mereka seperti ber-
napas. Diseberang, Tirta menatap tak ber-
kedip pada orang-orang itu.
"Kupikir, mereka pasti akan mengeluarkan jurus gabungan. Aku harus lipat
gandakan tenaga," batinnya penuh
kewaspadaan. Apa yang diduga si Rajawali Emas
memang benar. Karena kini terlihat tangan orang-orang itu saling bertautan,
merangkaikan jurus 'Lima Gunung Gulung
Bumi'. Sebenarnya jurus ini harus
dipergunakan oleh lima orang. Tetapi
meskipun saat ini Iblis Air yang masih
kesakitan akibat gempuran Tirta tidak
ikut bergabung, namun tak mengurangi
kehebatan jurus 'Lima Gunung Gulung Bumi'. Terdengar seruan ramai dari orang-
orang itu dan secara bersamaan mereka
melesat kearah Tirta. Pusaran gelombang angin panas dingin menderu dahsyat bagai
hendak merangkulnya dalam satu ikatan
kuat yang bisa mencacak tubuhnya!
Tirta tercekat melihatnya. Cepat
dilepaskan jurus 'Lima Kepakan Pemusnah Jiwa'. Gelombang angin menghampar dengan
kekuatan tinggi, mencoba menutup jalan
angin melingkar yang dilepaskan oleh
empat orang dari Lima Iblis Puncak
Neraka. Namun rupanya, tenaga keempat
orang yang digabung jadi satu itu lebih kuat berlipat ganda dibandingkan tenaga
yang dilepaskan si Rajawali Emas.
Akibatnya, tubuh Tirta masuk dalam
perangkap pusaran angin dahsyat itu!
Seketika tubuh si pemuda terombang-ambing terbanting ke sana kemari dengan
sangat kuat. Dalam waktu sekejapan matanya saja, Wajahnya telah jadi pias.
Sekuat tenaga si pemuda dari gunung Rajawali itu
mempertahankan diri.
Tetapi semakin Tirta berusaha keluar
dari pusaran angin itu, justru pusaran angin makin kuat menggerikan. Wajahnya
bagai ditampar tangan-tangan kasar.
"Celaka!" maki si Rajawali Emas dengan kepanikan
yang mulai melanda.
"Kepalaku makin pusing dan kurasakan lama kelamaan bisa pecah. Mungkin bukan
hanya kepalaku saja yang akan pecah, tetapi
jantung dan seluruh aliran darahku! Gila, aku harus keluar dari pusaran angin
sialan ini bila tidak ingin cepat mampus!
Apakah. harus kugunakan tenaga surya yang ada dalam tubuhku" Atau... ya, ya...
aku ingin tahu kehebatan Pedang Batu Bintang yang diinginkan orang banyak.
Selama ini belum sekali juga kugunakan senjata sakti ini."
Memikir sampai di sana, dalam tubuh
yang terombang-ambing, terlempar dan
membuat seluruh darahnya bagai menyatu di kepala, sekuat tenaga Tirta
menggerakkan tangan kanannya untuk mencabut senjatanya dari punggung.
Hal itu tak semudah yang diduganya.
Karena saat tangannya hampir menyentuh
hulu pedang, tubuhnya sudah bergerak lagi dengan cepat.
"Celaka! Bahaya semakin mendekat! Aku tak boleh membuang waktu yang sangat
berharga ini".
Dengan sedikit mengalirkan tenaga
Rajawali Emas 03 Raja Lihai Langit Bumi di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
surya dari pusarnya ketangan kanannya,
Tirta berhasil mencabut Pedang Batu
Bintang yang terdapat di punggungnya.
Srak! Begitu Pedang Batu Bintang dicabut,
menghampar diujung tangannya sinar ke-
emasan yang begitu cemerlang. Pedang
dihulu bagian bawah terdapat bentuk
relief sebuah bintang dan di kanan kiri bagian hulu terdapat dua kepala burung
rajawali berlawanan arah, bagai kalahkan sinar Matahari yang terjadi bersamaan
dengan dicabutnya Pedang Batu Bintang
dari warangkanya oleh Tirta.
* * * 8 Dalam sekali lihat saja, empat orang
dari Lima Iblis Puncak Neraka menjadi
silau menatap sinar keemasan yang luar
biasa menyala dari pedang yang kini
dipegang Tirta. Sejenak kendali mereka
dalam mempermainkan tubuh Tirta menjadi terhenti, namun sesaat kemudian justru
makin menguat, terus mengombang-ambingkan tubuh si Rajawali Emas.
Namun si pemuda yang sudah siap
mempergunakan Pedang Batu Bintang, segera saja menggerakkan tangannya yang
memegang erat-erat hulu senjatanya.
Sraaat! Sinar keemasan terang berasal dari
Pedang Batu Bintang bergempyar dan melanda masuk dalam pusaran angin. dahsyat
itu. Menakjubkan, sekaligus mengherankan.
Pusaran angin yang melingkar dahsyat dan mempermainkan tubuh si Rajawali Emas
serta memuncratkan tanah di hadapannya, langsung pupus begitu sinar keemasan
yang melesat tadi masuk.
Bukan hanya sampai di sana
keterkejutan orang-orang berjubah hitam itu, karena bagai disentak setan
pegangan tangan yang erat menyatu langsung pupus.
Dan empat sosok tubuh jatuh berjumpalitan bagai dihantam tenaga dahsyat yang tak
nampak. Mendapati dirinya lolos dari pusaran
lingkaran angin dahsyat barusan, Tirta segera membuang tubuh kebelakang
dan hinggap di tanah yang becek. Sekujur
tubuhnya basah oleh hujan. Begitu pula dengan Pedang Batu Bintang yang
dipegangnya. Namun hanya sekejap air
hujan membasahi pedang di tangan Tirta.
Di kejap lain, Pedang Batu Bintang tetap kering dan terus pancarkan sinar
cemerlang warna keemasan!
Di seberang, empat orang yang jatuh
bergulingan akibat terlepasnya pegangan tangan dan hempasan gelombang sinar
keemasan dari Pedang Batu Bintang, kini
telah tegak kembali. Iblis Air yang
begitu melihat keempat temannya porak
poranda dihajar satu gebrakan oleh Pedang Batu Bintang, berdiri pula setelah
dirasakan tenaganya pulih.
"Kita gabungkan lagi tenaga. Kita
harus merebut Pedang Batu Bintang,"
katanya geram. "Bila berhasil mendapatkannya, bukan hanya pemuda yang berjuluk
si Rajawali Emas ini yang akan terkapar, tetapi Bidadari Hati Kejam pun tak akan
mampu mengatasi semua ini! Kita bunuh
pemuda itu dengan jurus yang kita
persiapkan untuk membunuh Bidadari Hati Kejam!"
Usai kata-katanya, serentak mereka
mundur masing-masing satu tindak. Di muka sebelah kanan Iblis Angin berdiri. Di
belakangnya berjarak satu tindak Iblis
Bayu. Begitu seterusnya sampai di tindak kelima Iblis Bulan berdiri. Masing-
masing tangkupkan kedua tangan di depan dada.
Diseberang, Tirta memperhatikan tak
berkedip sikap lawan-lawannya,
"Hmmm... rupanya mereka sedang mempersiapkan jurus yang tentunya tangguh.
Gila! Kulihat masing-masing bergetar
hebat tubuhnya dan... oh! Hujan yang
sejak tadi membasahi mereka kini bagai
tertahan sebuah penghalang Luar biasa!"
Pendekar Rajawali Emas pun memutar
tangan kanan yang memegang Pedang Batu
Bintang, diangkatnya dengan posisi
membujur di depan dada. Tangannya
membentuk kepalan yang diletakkan masuk kedada. Salah satu jurus pengebut sakti
Bidadari Hati Kejam telah siap.
Di pergunakan Tirta, jurus 'Rangkai Bunga
Usir Kumbang' Begitu jurus tersebut diperlihatkan
Tirta, Lima Iblis Puncak Neraka bukannya menyerang justru bagai disengaja
menahan serangan. Masing-masing tak berkedip
dengan tatapan melebar pada Tirta Sejurus kemudian terdengar seruan Iblis Angin,
"'Rangkai Bunga Usir Kumbang'! Rajawali Emas... ada hubungan apa kau dengan
musuh kami si Bidadari Hati Kejam nenek peot keparat itu!"
Tirta yang sejak semula sudah
mendengar tentang dendam yang terpatri di hati Lima Iblis Puncak Neraka pada
gurunya itu, hanya cengar-cengir saja.
"Wah, pertanyaan tidak ada artinya tuh! Ayo tinggalkan tempat ini dan
lepaskan gadis-gadis! Kalau kalian masih keras kepala, kujitak kepala penjol
kalian!" "Setan muda keparat!" menggeram Setinggi langit Iblis Angin mendapati
jawaban orang yang mengejek dan sekaligus mencabik-cabik perasaannya. "Peduli
setan kau ada hubungan apa dengan nenek
berkonde yang berjuluk Bidadari Hati
Kejam! Justru kau akan merasakan
kehebatan jurus yang kami ciptakan untuk membunuh Bidadari Hati Kejam"
"Kalau orang berselempang selendang hitam itu berani bersuara macam begitu, tak
mustahil kalau jurus yang akan mereka lakukan itu memang sangat berbahaya. Aku
tak tahu urusan apa yang terjadi di
antara mereka sebelumnya dengan Guru..."
Kata-kata hati pemuda dari gunung
Rajawali itu pupus ketika dirasakan hawa panas
melingkar dahsyat menuju ke
arahnya. Luar biasa Tirta tak melihat
gerakan apa pun yang dilakukan oleh
orang-orang berjubah hitam itu. Namun
panas yang mendadak muncul bagai siap.
membakar tubuhnya. Dan yang lebih aneh
lagi, gerakan tangannya yang siap
melepaskan serangan 'Rangkai Bunga Habisi Kumbang' mendadak menjadi kaku. Tak
bisa digerakkan meskipun Tirta sudah mengalirkan tenaga dalamnya.
"Kurang ajar! Hawa panas itu seperti totokan belaka! Aku harus membebaskan
diri sebelum celaka!"
* * * Apa yang dirasakan Tirta kemudian
benar-benar mengerikan. Dirasakan seluruh kulit di tubuhnya bagai disayat-sayat
sebilah pisau tajam yang menyakitkan.
Panas begitu membara padahal suasana di sana dingin mencekam. Bahkan hawa dingin
itu pun bagai tertindih oleh hawa panas yang muncul.
"Celaka! Tubuhku
makin tak bisa digerakkan!" serunya dengan wajah pias.
Keluhan terdengar dari mulutnya. "Busyet!
Bagaimana ini bisa terjadi padahal
kelimanya seperti tak melakukan gerakan?"
Selagi ditahannya rasa sakit luar
biasa, mendadak saja Tirta menarik napas pendek dari mulut, lalu dikeluarkan
dengan cepat melalui hidung. Sesuatu
bergejolak di tubuhnya, berawal dari
pusarnya yang mendadak terasa ada terobosan liar dalam tubuhnya. Merayapi
sekujur tubuh dan jalan darahnya.
Rupanya, Tirta sudah mempergunakan
tenaga surya yang berasal dari Rumput
Selaksa Surya. Hingga panas dalam tubuh pengaruh tenaga surya itu bagai menindih
panas yang ditimbulkan orang-orang jubah hitam.
Dan perlahan-lahan tubuh kakunya yang
seperti dipantek tadi mulai melonggar dan bisa digerakkan. Bersamaan tenaga
surya yang memancar dari tubuhnya, hawa panas yang membuat dirinya bagai disayat
dan ditusuk kini sirna seketika.
Terkejut Lima Iblis Puncak Neraka
lawannya mendapati gebrakan pertama dari jurus yang mereka hentakan untuk
membunuh Bidadari Hati Kejam dapat dimusnahkan.
Namun kejap kemudian, tanpa geser dari
tempatnya, masing-masing menggerakkan
tangan ke muka. Dari bentuk tangkupan
tadi menjadi melurus. Bersamaan dengan
itu menghampar gelombang angin raksasa
bercampur sinar merah yang menggidikkan ke arah Tirta.
Si Rajawali Emas terkesiap sejenak.
Merasa dirinya sudah bisa digerakkan
kembali, dengan cepat digerakkan Pedang Batu Bintang dengan mempergunakan jurus
'Rangkai Bunga Habisi Kumbang'. Angin
dahsyat pun meluncur keluar, bersamaan dengan tanah di sekitar sana muncrat
setinggi tiga tombak dan luruh cepat
diderai hujan deras, menghantam gebrakan yang dilancarkan oleh Lima Iblis Puncak
Neraka. Suara ledakan dahsyat yang seperti
mematikan gemuruh hujan dan salakan petir membuyar terdengar.
Tanah semakin banyak yang muncrat
dari rengkah Bukit Watu Gening makin
bergetar hebat dan seperti hendak ambruk.
Batu yang longsor dari bukit itu semakin banyak. Lima gadis yang dalam keadaan
terikat terpental jauh dan jatuh pingsan dengan sekujur tubuh basah dan kotor.
Ketika muncratan tanah yang mengha-
langi pandangan menghilang, terlihat
tubuh Tirta meluncur deras kebelakang dan
jatuh dengan punggung terlebih dahulu
menghempas tanah. Seluruh tulang belulang dalam tubuhnya bagai patah berantakan.
Segera dialirinya tenaga dalam dari hawa murninya guna memulihkan tubuhnya. Luka
dalam langsung dideritanya. Sementara
Pedang Batu Bintang yang dipegangnya
terlepas dan menancap di sebuah batu
besar! Sementara itu, Lima Iblis Puncak
Neraka hanya mundur lima tindak dengan
dada bergetar hebat dan masing-masing mengeluarkan muntahan darah hitam.
Mutiara Hitam 6 Pendekar Mata Keranjang 25 Bidadari Penyebar Cinta Manusia Harimau Marah 4