Pencarian

Ratu Dari Kegelapan 2

Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan Bagian 2


suara terkejut! Tetapi aku tak mendengar apa-apa! Ku-
rang ajar! Dia bisa bergerak melebihi kecepatan puku-
lan ku tadi!!"
Lalu dengan tubuh yang mulai dilingkupi amarah
dalam, si nenek melangkah dua tindak ke muka. Ke-
dua tangan kurusnya mengepal keras. Sementara ke-
dua mata dan telinganya dibuka lebih lebar.
Karena tak mendapati sesuatu yang mencurigakan,
segera saja Siluman Kawah Api buka mulut, "Jangan
memancing kemarahanku dengan permainan busuk
yang kau tunjukkan! Lebih baik perlihatkan diri hingga
kau sadar betapa bodoh dirimu dengan apa yang kau
lakukan!!"
Suara si nenek menggema cukup keras. Bahkan
beberapa dedaunan berguguran. Namun dia tak me-
nangkap sosok tubuh lain di hadapannya.
"Keparat! Orang ini rupanya ingin tahu siapa aku
sebenarnya"!" maki Siluman Kawah Api dalam hati.
Lalu dengan suara yang kini dialiri tenaga "dalam,
kembali dia menyentak, "Sekali lagi kukatakan, jangan
berlaku bodoh di hadapanku! Tampakkan batang hi-
dungmu!" Jangankan mengharapkan orang itu muncul, sua-
ranya pun tak terdengar sama sekali. Berangsur-
angsur keadaan itu membuat Siluman Kawah Api ber-
tambah dilingkupi amarah.
"Jahanam betul! Biar kuberi peringatan orang cela-
ka ini!" makinya jengkel.
Di lain kejap, kedua tangan si nenek mengembang
dan dihentakkan ke sana kemari. Kalau tadi hanya
hawa panas yang menebar dan menghanguskan rang-
gasan semak, kali ini api bergulung-gulung dahsyat
menebar. Sementara tanah di tempat itu rengkah dan
bertaburan di udara.
Tetapi sampai beberapa saat si nenek melakukan-
nya, tak seorang pun yang muncul. Yang nampak ha-
nyalah jilatan api yang membakar dan menindih hawa
dingin seketika.
Rentangan biasan senja yang mulai temaram, kali
ini membuat tempat itu menjadi terang benderang.
Dada rata Siluman Kawah Api naik turun. Kema-
rahannya semakin meledak-ledak mengerikan. Wajah-
nya mengkelap dibayangi oleh api- api yang berkobar
di sekelilingnya. Namun, si nenek tetap tak beranjak
dari tempatnya.
"Keparat! Siapa orang ini sebenarnya" Dia bukan
hanya bisa bergerak melebihi kecepatan angin, tetapi
juga laksana iblis dasar neraka!"*"
Dan tatkala api-api yang berkobar akibat perbua-
tannya itu semakin mendekati sosoknya, Siluman Ka-
wah Api cepat melompat hendak meninggalkan tempat
itu. Akan tetapi, mendadak saja satu gelombang angin menderu ke arahnya.
Heeiiii!!" memekik Siluman Kawah Api sambil mem-
buang tubuhnya ke belakang. Dan gerakan yang diper-
lihatkannya kemudian sungguh menakjubkan. Karena
belum lagi kedua kakinya menginjak tanah yang mulai
dirambati api, perempuan tua berpakaian panjang
jingga kemerahan ini sudah memutar tubuh di udara
dan hinggap kembali di tanah dengan jarak sekitar dua
tombak dari api yang menghanguskan tempat itu.
Segera saja terdengar makiannya .keras, "Manusia
celaka! Keluar kau! Akan kupatah-patahkan seluruh
tulang-belulang dalam tubuhmu!"
Sebagai jawaban, kembali hamparan angin men-
deru, lebih keras dan mengerikan. Lalu segera saja me-
nyusul gelombang angin lainnya yang tak kalah dah-
syat. Menggeram keras Siluman Kawah Api menghindari
serangan-serangan yang datang bertubi-tubi itu.
"Jahanam!!" makinya gusar. Menyusul perempuan
berdagu lancip ini membalas dengan menggerakkan
kedua tangannya. Lebih membabi-buta.
Sampai kemudian terdengar suara keras di bela-
kangnya, "Aaakhhh!!"
Serentak perempuan tua itu menghentikan serang-
annya dan segera membalikkan tubuh. Sepasang mata
celongnya memandang tak berkedip pada perempuan
setengah baya yang berparas menawan. Perempuan
yang sedang menekap tangan kiri bagian atas dengan
lengan kanannya itu mengenakan pakaian berwarna
biru langit, yang di sekujur pakaiannya terdapat be-
nang-benang warna hijau. Di atas dadanya sebelah
kanan yang agak membusung, terdapat rajutan be-
nang warna hijau yang membentuk sebuah mahkota.
Dia meringis. Sejenak Siluman Kawah Api tak berbuat apa-apa,
hanya matanya yang memandang tajam tanpa kedip,
namun menyiratkan rasa keheranan.
Kejap lain dia membuka mulutnya, pelan, "Ratu
Dari Kegelapan...."
*** Bab 5 PEREMPUAN berpakaian biru langit yang tadi tangan
kirinya terhantam pukulan Siluman Kawah Api meng-
geram dingin dengan pandangan tajam tak berkedip.
"Keparat betul! Tak seharusnya aku memaksa pe-
rempuan celaka ini memperlihatkan kehebatannya
Dan kendati selama ini aku tak pernah bertarung den-
gannya, apa yang diperlihatkannya tadi cukup menge-
jutkan! Kurasa, ilmu yang dimilikinya setingkat dengan
Nenek Cabul. Namun dalam hal kecepatan, perempuan
ini masih jauh di bawahku!" Habis menggeram dalam
hati, dengan kepala diangkat, Ratu Dari kegelapan
berseru, "Perempuan sialan berjuluk Siluman Kawah Api
Tanganmu lancang telah melakukan tindakan bodoh
semacam ini!! Dan ini terlalu sulit dibiarkan!"
Mendengar ucapan orang, paras Siluman Kawah
Api berubah. Seraya maju dua tindak dia berseru, "Bi-
caramu seolah kau sudah sanggup melakukan apa
yang kau maksud! Padahal justru aku yang tak habis
berpikir mengapa kau melakukan tindakan bodoh se-
perti tadi Atau... kau sengaja melakukannya dikarena-
kan kau memang sudah ingin mampus di tanganku"!"
Ratu Dari Kegelapan keluarkan suara menggembor,
"Kau selalu saja berbicara sesumbar! Seolah
merasa berada di atas langit! Apakah kau memang su-
dah bosan hidup"!"
Pipi keriput Siluman Kawah Api mengembung. lalu
keluar geramannya, dalam, dingin dan mengandung
ancaman tinggi. Tetapi segera ditindih kemarahan yang
semakin membludak naik itu. Dia memang telah lama
mengenal Ratu Dari Kegelapan. Kendati tak pernah
bersahabat, namun dia juga tak pernah membuka
urusan dengan perempuan itu. Demikian pula sebalik-
nya. Makanya, Siluman Kawah Api segera menindih
kemarahannya karena dia tidak bermaksud untuk
memperpanjang urusan.
"Semua yang terjadi adalah kesalahanmu sendiri!
bila kau tidak terlalu lancang memaksaku bertindak,
lengan kirimu yang masih mulus itu tak akan menjadi
cacat! Tetapi kau telah berlaku bodoh! aku bukan ha-
nya mampu membuat tanganmu menjadi cacat! Bah-
kan nyawamu bisa kupisahkan dari ragamu tadi!!"
"Dan kau harus membayar semua ini!" sambar Ra-
tu Dari Kegelapan segera.
"Keparat! Perempuan celaka itu memang harus di-
ajar! Tetapi tak kupungkiri kalau kukagumi pula kece-
patannya bergerak!" maki Siluman Kawah Api dalam
hati. Lalu katanya tetap dengan menindih kemarahan-
nya, "Jangan memperpanjang urusan! Kita memang
tak pernah bersahabat, tetapi tak pernah pula buka
urusan! Mengapa kita tak menyatukan diri"! Bila me-
nilik gelagat, kau sepertinya hendak memburu sesua-
tu! Bila kau , mau mengatakan apa yang hendak kau
lakukan, tak ada
salahnya kukatakan apa yang hendak kulakukan!"
Sepasang mata Ratu Dari Kegelapan menyipit men
dengar kata-kata si nenek. Perlahan-lahan ganti dia
yang mencoba tindih amarahnya.
"Kehadiranku sebagai Putri Lebah hanya diketahui
oleh beberapa gelintir orang saja. Perempuan sialan ini
tidak tahu soal penyamaranku itu. Berarti, aku masih
punya banyak kesempatan untuk membalas perbua-
tannya yang membikin tangan kiriku di bagian atas
luka Tak jadi masalah bila kukatakan apa tujuanku
hingga aku bisa mengetahui apa yang hendak dilaku-
kannya Dengan kata lain, sebagai Ratu Dari Kegelapan
aku telah menjalin hubungan dengannya. Tetapi tidak
sebagai Putri Lebah! Satu saat, dengan penyamaranku
sebagai Putri Lebah akan kubalas segala perbuatan-
nya!!" Habis memikir demikian, tetap dengan pandangan
menyipit Ratu Dari Kegelapan berkata, "Bila kau
menghendaki hal itu, bukanlah urusan yang memu-
singkan kepala! Tak jadi masalah! Berarti, aku, Ratu
Dari Kegelapan telah menjalin hubungan denganmu!
Silakan mengatakan lebih dulu!"
Siluman Kawah Api tak segera membuka mulut
Pandangannya begitu lekat pada Ratu Dari Kegelapan
Kejap lain dia membatin, "Aku tahu sifat yang dimiliki
oleh perempuan ini! Entah rencana apa yang ada di
benaknya" Tetapi siapa tahu dia mengetahui di mana
bisa menemukan Seruling Haus Darah Mustahil bila
belum mendengar sepak terjangnya! Karena hal itulah
menurutku tak jadi masalah bila saling mengetahui
apa yang hendak dilakukan!"
Lalu serunya dengan suara cukup lantang, "Aku
muncul karena hendak mencari Seruling Haus Darah,
manusia yang berdiri di belakang pembunuhan beran-
tai...." "Dengan tujuan apa kau mencarinya"!" potong Ratu
Dari Kegelapan yang membuat Siluman Kawah Api me-
randek dingin. Dia paling tidak suka bila kalimat yang
hendak diucapkannya belum tuntas sudah dipotong
orang. Sambil tindih kegeramannya yang mulai naik kem-
bali, Siluman Kawah Api berkata, "Aku hendak menca-
ri kejelasan dari apa yang kuduga selama ini!"
"Katakan!"
Kalau tadi Siluman Kawah Api berusaha keras un-
tuk menindih amarahnya, kali ini dia kelihatan bim-
bang. Rupanya aku salah dalam menjalankan siasat
ini. Tetapi semuanya sudah telanjur," setelah memba-
tin begitu dia berkata juga, "Aku memang belum men-
genal orang yang berjuluk Seruling Haus Darah! Hanya
saja, aku menduga... kalau orang yang berjuluk Serul-
ing Haus Darah adalah Raja Setan!"
Kali ini Ratu Dari Kegelapan mengunci mulutnya
rapat-rapat dengan kening dikernyitkan. "Raja Setan"
Bukankah dia orang yang pernah dikalahkan berkali-
kali oleh Dewa Tanpa Nama puluhan tahun yang lalu"
Dan kudengar pula kalau akhirnya Dewa Tanpa Nama
tewas di tangan orang yang berjuluk Seruling Haus
Darah! Gila! Apakah perempuan celaka ini tidak men-
gada-ada dengan ucapannya"!" Lalu dengan suara
sengit Ratu Dari Kegelapan membuka mulut, "Jangan
sembarang ucap! Apakah kau...."
"Apa yang kukatakan benar!" potong Siluman Ka
wah Api keras dengan mata terpentang tajam. "Bila ter
nyata Seruling Haus Darah bukan orang yang kuduga
aku akan kembali ke tempat asalku! Tetapi bila dia
ternyata benar Raja Setan adanya, aku akan berga-
bung dengannya! Dalam kesempatan ini, aku menga-
jak kau sebagai kambrat baruku, untuk bergabung
dengannya."
"Keparat! Sebelum penyamaranku sebagai Putri Le-
bah kulakukan, Nenek Cabul pun menginginkan hal
itu. Tetapi yang diinginkannya bukan untuk bergabung
selamanya dengan Seruling Haus Darah! Melainkan
untuk mendapatkan Seruling Gading yang kini telah
diubah namanya oleh manusia jahanam itu!! Sialan
betul! Bila saja aku tak punya urusan dengan orang-
orang dari Keraton Wedok Mulyo, ini jelas tawaran
yang menarik! Aku bisa mengadu domba antara Nenek
Cabul dan Seruling Haus Darah, sehingga Seruling
Gading dan Trisula Mata Empat, yang kini berada di
tangan Nenek Cabul, bisa pindah ke tanganku!"
Sementara itu, Siluman Kawah Api diam-diam
membatin tetap dengan pandangan lurus ke arah Ratu
Dari Kegelapan, "Apa yang sedang dipikirkan perem-
puan ini" Bila dia berani berlaku buruk di hadapanku
tak akan segan-segan kusiksa dia sebelum mampus
bunuh!" Lalu didengarnya Ratu Dari Kegelapan berkata,
"Aku mulai bisa memahami apa yang kau inginkan!
Dan urusan kau hendak bergabung dengannya atau
tidak, bukan urusanku! Tetapi, karena kau telah men-
gatakan apa yang hendak kau lakukan, tak ada salah-
nya kukatakan apa yang hendak kulakukan!"
Lalu dengan menambah dan menguranginya di sa-
na-sini, Ratu Dari Kegelapan menceritakan tentang
orang-orang Keraton Wedok Mulyo yang mencarinya.
"Rajawali Emas...," desis Siluman Kawah Api kemu-
dian. "Jadi dia orang yang telah memfitnahmu dan me-
ngatakan pada orang-orang Keraton Wedok Mulyo itu
kalau engkaulah yang telah membunuh Pangeran Wi-
jayaharum?"


Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar!" sahut Ratu Dari Kegelapan yang ternyata
berbohong. Dia berharap Siluman Kawah Api akan ter-
hasut. "Pemuda sialan itu pula yang mengatakan kalau
aku menunggu mereka di Puncak Kalimuntu!"
Sesaat Siluman Kawah Api terdiam sebelum membuka
mulut, "Bagaimana kau bisa tahu?"
"Keparat! Dia menyelidik rupanya!" maki Ratu Dari
Kegelapan dalam hati. Sambil menindih kegeramannya
dia berkata, "Seseorang mengatakannya kepadaku!
Huh! Menurut cerita, Rajawali Emas seorang pendekar
berhati bijak! Tetapi nyatanya, dia tak lebih dari tu-
kang fitnah! Bila aku bertemu dengannya, akan kuca-
bik-cabik pemuda keparat yang semakin membuatku
bertambah muak setelah namanya begitu diagung-
agungkan oleh orang-orang rimba persilatan!"
Siluman Kawah Api sepertinya mulai termakan
dengan kata-kata perempuan berpakaian biru langit
itu Kepalanya mengangguk-angguk, hingga dagunya
yang lancip seperti menghujam udara berkali-kali.
"Kita telah membina hubungan sebagai kambrat Bi-
la suatu, ketika aku bertemu dengan pemuda dari Gu-
nung Rajawali itu, akan kubunuh dia!" kata Siluman
Kawah Api seperti termakan oleh kata-kata Ratu Dari
Kegelapan. "Bagus! Itu memang yang kuinginkan! Tetapi, aku
tetap menginginkan tidur dengan pemuda itu! Berar
aku memang harus cepat untuk menyelesaikan urusan
dengan orang-orang Keraton Wedok Mulyo! Dan seba-
gai Putri Lebah, akan kubunuh perempuan tua ini
yang telah membikin tangan kiriku celaka!" desis Ratu
Dari Kegelapan dalam hati. Lalu katanya dengan suara
keras "Aku tak menghendaki segala bantuan! Tetapi bi-
la kau hendak melakukannya, aku akan senang sebe-
lum pemuda keparat itu banyak membuat urusan dan
fitnah terbesar di rimba persilatan! Tetapi kuharapkan,
kau tidak segera membunuhnya! Melainkan memba-
wanya ke hadapanku biar kurobek mulut lancangnya!"
"Kau telah menjadi kambratku! Sudah tentu aku
akan melakukannya!"
"Bagus! Dan sekarang... bila sudah tahu urusan ma
sing-masing, berarti tak ada yang perlu dibicarakan la-
gi kata Ratu Dari Kegelapan.
"Tunggu!" seru Siluman Kawah Api sambil men-
gangkat tangan kanannya. "Ada pertanyaan yang hen-
dak kuajukan kepadamu! Katakan, di mana Seruling
Haus Darah berada"!"
Sesaat Ratu Dari Kegelapan terdiam sebelum ak-
hirnya berkata, "Terus terang, aku tidak tahu di mana
orang itu berada! Tetapi selentingan kabar kudengar,
kalau dia akan mendatangi Bukit Watu Hatur pada,
akhir bulan ini! Kebenaran kabar itu sedikit banyak-
nya masih kusangsikan! Tetapi bila kau hendak men-
guji kebenaran, kau bisa mendatangi tempat itu!"
"Lalu selama ini, di manakah dia berada?"
Ratu Dari Kegelapan menggelengkan kepalanya.
"Kalau soal itu, aku tidak tahu sama sekali! Apakah
masih ada yang hendak kau tanyakan lagi?"
Ganti Siluman Kawah Api yang menggeleng seka-
rang seraya berkata, "Tidak! Masing-masing orang te-
lah mengetahui urusan satu sama lain! Silakan jalan-
kan urusan itu! Ratu Dari Kegelapan! Bila aku ber-
jumpa dengan Rajawali Emas, akan kuhajar dan ku-
bawa dia ke hadapanmu! Dan kuharap, bila kau men-
dapatkan keterangan lebih banyak tentang Seruling
Haus Darah, segera katakan kepadaku sebelum bulan
ini berakhir!"
Habis seruannya, sosoknya sudah berkelebat de-
ngan cepat. Dan sepeninggal perempuan tua berdagu
panjang dan lancip itu, Ratu Dari Kegelapan mengge-
ram, "Suatu saat... akan kubalas semua perbuatanmu
itu!" Lalu ditengadahkan kepala. "Aku harus cepat men-
datangi Puncak Kalimuntu. Hmm... apakah saat ini
Rajawali Emas sudah berhasil mengalahkan Maut
Tangan Satu dan Datuk Jubah Merah" Atau... justru
kedua orang itu yang telah mengalahkannya" Persetan
semuanya! Sebenarnya, secara tidak langsung Maut
Tangan Satu dan Datuk Jubah Merah adalah kam-
bratku karena aku telah bergabung dengan Nenek Ca-
bul yang telah bergabung pula dengan Dewi Topeng
Perak! Tetapi itu urusan belakangan! Orang-orang Ke-
raton Wedok Mulyo harus mampus, sebelum perbua-
tanku yang membunuh Pangeran Wijayaharum dike-
tahui banyak orang! Tetapi dengan penyamaranku se-
bagai Putri Lebah, kemungkinan besar aku masih te-
tap aman!"
Kemudian diangkatnya telapak tangan kanannya
yang sejak tadi mendekap lengan kiri bagian atas. Dili-
hatnya luka yang disebabkan serangan Siluman Ka-
wah Api telah mengering. Rupanya, diam-diam sembari
bercakap-cakap dengan Siluman Kawah Api, Ratu Dari
Kegelapan telah alirkan tenaga dalamnya melalui tan-
gan kanannya untuk mengobati luka di lengan kirinya.
Kendati demikian, dia tetap merasa tidak senang.
"Pakaian di lengan kiriku ini telah sobek! Tetapi lu-
kaku tak lama lagi akan sembuh! Perempuan tua sia-
lan itu harus menerima ganjarannya!"
Habis memaki keras begitu, perempuan yang ba-
gian atas dadanya sebelah kanan terdapat rajut be-
nang hijau berbentuk mahkota, segera berkelebat ke
arah yang berlawanan dengan Siluman Kawah Api.
Lima kejapan berlalu sepeninggal Ratu Dari Kegela-
pan, mendadak saja muncul seorang perempuan tua
berpakaian panjang berwarna jingga kemerahan.
Bibir tipis berkeriput yang disaput gincu itu terse-
nyum aneh dengan pandangan lurus ke depan.
"Hmmm... tak mudah mengelabuiku, Perempuan!
Aku ingin tahu kebenaran apa yang kau katakan! Un-
tuk sementara biar kutunda dulu untuk menemukan
Seruling Haus Darah!"
Di lain kejap, perempuan tua yang tak lain Siluman
Kawah Api adanya itu, sudah bergerak menyusul ke
mana perginya Ratu Dari Kegelapan.
*** Bab 46 MAUNG Kumayang masih berusaha menindih hawa
panas yang mendadak melingkupi dirinya. Sekujur tu-
buh nya sudah basah bermandikan keringat. Sepasang
ma tanya rapat dipejamkan tanda dia menahan rasa
yang sangat tidak enak. Sementara kedua tinjunya di-
kepal kan kuat-kuat hingga nampak tonjolan urat di
sepanjang kedua lengannya.
"Celaka! Apa yang dilakukan oleh perempuan tua
itu"!" makinya dengan suara parau. "Apakah dia ter
nyata bukan hendak mengobatiku, melainkan justru
menyiksaku seperti kebiasaan yang suka dilakukannya
Benar-benar celaka bila ternyata memang demikian
adanya!!" Sekuat tenaga lelaki yang di pipi kanannya terdapat
codetan ini menahan hawa panas yang bukan hanya
membakar kulit luar bagian tubuhnya, tetapi begitu
menyentak-nyentak hingga ke jantung!
Di lain kejap, tubuhnya sudah terpelanting ke bela-
kang seperti disentak setan! Menyusul tubuhnya be
gulingan diiringi dengan teriakan kesakitan yang tinggi
Tanah di mana tubuhnya bergulingan seperti men-
geluarkan asap. Dan bau sangit mulai tercium bersa-
maan angin yang menghembus.
"Celaka! Aku tak kuasa menahan' semua ini! Gila
Benar-benar gila! Perempuan tua itu memang mence-
lakakan ku! Akan kubunuh dia! Akan kubunuh!!"
Semakin dia berusaha menindih hawa panas yang
melingkupi tubuhnya, semakin kuat hawa panas itu
mendera. Perlahan-lahan tubuhnya kini tak ubahnya
seperti udang rebus.
"Gila! Apa yang terjadi"! Apa yang dilakukan pe-
rempuan celaka itu!"
Cukup lama penderitaan yang dialami oleh Maung
Kumayang. Dan selagi dia masih bergulingan ke sana
kemari, mendadak saja dirasakan hawa panas dahsyat
yang melingkupinya berangsur merendah. Gerakan tu-
buhnya yang bergulingan mulai pelan. Bahkan kini dia
tidak lagi kelojotan seperti tadi. Beberapa kejap ke-
mudian, tubuhnya terkapar telentang dengan kedua
tangan terentang.
Nafasnya turun naik dengan mata yang dipejam-
kan. Dan semakin lama hawa panas yang menderanya
benar-benar menurun lalu akhirnya lenyap sama seka-
li. Bersamaan dengan itu, tubuhnya yang tadi seperti
udang rebus, kembali pada warna aslinya.
Sebagai gantinya, Maung Kumayang merasa tubuh-
nya begitu nyaman dan ringan. Bahkan jalan nafasnya
terasa lebih longgar dari biasa.
Perlahan-lahan dia bangkit dengan kedua kaki ma-
sih berselonjor. Tubuhnya tidak lagi tegak seperti dulu,
tetapi agak membongkok. Ini disebabkan tulang pung-
gungnya telah patah dua buah akibat serangan Raja-
wali Emas. Dan lelaki bercodet itu masih beruntung
karena dia tidak lumpuh total setelah ditolong oleh Si-
luman Kawah Api.
"Hmm... aku telah menduga buruk pada perem-
puan berdagu lancip itu!" katanya seraya menghem-
buskan napas panjang. "Siluman Kawah Api benar-
benar mengutamakan persahabatan yang dalam bagi
orang yang sejalan dengannya! Bagus! Mungkin inilah
yang dimaksudnya kalau ada sesuatu yang berubah
dariku! Tetapi apa perubahan itu"!"
Sesaat Maung Kumayang menduga-duganya. Tetapi
karena tak bisa menemukan, dia hanya geleng-
gelengkan kepala.
"Persetan! Keadaanku sudah pulih! Aku harus sege-
ra mencari Rajawali Emas untuk menuntut balas ke-
matian Lodang Kumayang! Peduli setan aku tak me-
nemui Seruling Haus Darah di Bukit Watu Hatur!"
Lalu perlahan-lahan lelaki berpakaian dan berjubah
hitam ini berdiri. Dan dia makin menggeram murka
tatkala menyadari keadaan tubuhnya yang tak bisa
berdiri tegak seperti sediakala.
"Keparat! Aku tak ubahnya menjelma menjadi se
orang kakek bongkok! Ini semua gara-gara Rajawali
Emas! Akan kubunuh dia! Akan kubu...."
Makian Maung Kumayang terputus tatkala dilihat-
nya ranggasan semak belukar di hadapannya bergerak
Kedua tangannya segera dikepalkan, siap lancarkan
serangan bila sesuatu yang tak diharapkan datang.
Kejap lain satu sosok tubuh muncul dari tempat itu
Berdiri dengan tubuh yang nampak limbung. Sepasang
mata lelaki codet itu tak berkedip tatkala melihat siapa
pendatang yang telah berdiri di hadapannya.
"Sudra Jalang...," katanya dalam hati. "Tetapi...
mengapa kedua lengannya kutung"!"
Orang yang baru datang itu mengenakan pakaian hi-
tam panjang yang kusut, wajahnya persegi dengan
pancaran mata bengis dan kejam. Dia tersenyum le-
mah dengan tubuh yang kelihatan bertambah limbung.
"Maung Kumayang...," katanya kemudian.
Lalu tubuhnya ambruk!
*** Tak menyangka orang yang baru muncul itu am-
bruk, seketika Maung Kumayang melompat mendekati
sosok Sudra Jalang yang jatuh pingsan.
"Gila! Apa yang terjadi dengan manusia ini" Di ma-
na Lodra Jalang berada?" hati Maung Kumayang dili-
puti berbagai pertanyaan dalam.
Tetapi di lain kejap, dia merasa hanya berlaku bo-
doh bila mengharapkan pertanyaan demi pertanyaan-
nya mendapatkan jawaban. Segera diperiksanya tubuh
Sudra Jalang yang pingsan. Tatkala Maung Kumayang
hendak mengalirkan tenaga dalamnya, dia tersentak
kaget dan urung menempelkan kedua lengannya pada
tubuh Sudra Jalang.
"Aneh! Mengapa tenaga dalamku seperti bercampur
dengan hawa panas, tetapi aku sama sekali tak merasa
mengeluarkan hawa panas ini" Apakah.... Oh! Mung-
kin ini! Ya, ya... mungkin ini yang dimaksud oleh Si-
luman Kawah Api! Dengan ramuan Daun Naga Merah
dan Lendir Kodok Api, aku telah mendapatkan satu
kekuatan yang sangat ampuh! Hmmm... biar ku coba
dulu pada tubuh lelaki berwajah persegi ini...."
Lalu dengan hati-hati ditempelkan kedua telapak
tangannya pada tubuh Sudra Jalang. Dialirkan tenaga
dalamnya yang telah terpadu dengan hawa panas tu-
buh lelaki yang sekarang kedua lengannya buntung
itu. Beberapa kali terdengar keluhan tak sadar dari Su-
dra Jalang sementara tubuhnya beberapa kali pula se-
perti melonjak-lonjak.
Tetapi Maung Kumayang tak mempedulikannya
dan terus melakukan apa yang menurutnya mesti di-
lakukannya. Namun yang mengherankan, tak sebutir
keringat pun yang keluar dari tubuh Maung Ku-
mayang, sementara sekujur tubuh Sudra Jalang men-
galirkan keringat yang cukup deras!
Setelah beberapa saat melakukannya, Maung Ku
mayang menarik napas panjang, "Dia pingsan karena
kehabisan tenaga. Siapa yang telah melakukannya
Hmmm... sementara dia masih pingsan, biarlah kucari
makanan yang bisa mengisi perut, karena aku pun su-
dah lapar!"


Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu segera saja lelaki bercodet ini berkelebat. Ha
nya memakan waktu tak begitu lama, dia sudah mun-
cul kembali dengan dua ekor kelinci gemuk. Segera sa-
ja dikuliti kelinci itu.
Bertepatan dengan kedua ekor kelinci itu selesai
dipanggang, Sudra Jalang mengeluarkan suara pelan,
"Aaaakh...."
Maung Kumayang segera alihkan pandangan pada
lelaki berwajah persegi yang rebah di tanah.
"Kalau kau sudah siuman, bangunlah. Makanlah
dulu lalu ceritakan apa yang telah terjadi...."
Kedua mata Sudra Jalang perlahan-lahan membu-
ka dan segera menutup kembali tatkala melihat api
yang tadi dipergunakan oleh Maung Kumayang untuk
memanggang. Melihat hal itu, Maung Kumayang segera mema-
damkannya. "Makanlah...," katanya seraya menyodorkan daging
kelinci panggang.
Kembali Sudra jalang membuka kedua matanya.
Lalu dengan susah payah dia bangkit. Setelah menatap
Maung Kumayang sejenak, kepalanya segera dijulur-
kan untuk menggigit daging kelinci yang disodorkan le-
laki bercodet di hadapannya.
Hidup tanpa kedua lengan bagi Sudra Jalang seper-
ti sudah memasukkan sebelah kakinya ke neraka. Ba-
tinnya rentak dengan kemarahan yang dalam. Namun
apa hendak dikata, kini dia hidup tanpa memiliki ke-
dua lengan lagi.
Diingatnya bagaimana sepasang pedang Sri Kunting
mengibas kedua lengannya. Mendadak wajahnya
berpendar nyeri namun sorot matanya begitu garang.
Perubahan itu tak luput dari pandangan Maung
Kumayang yang memang ingin tahu apa yang telah ter-
jadi. Tetapi masih ditahan keingintahuannya itu den-
gan terus menyodorkan sekerat demi sekerat daging
kelinci panggang.
Setelah Sudra Jalang menggeleng tanda dia mulai.
kenyang, sambil menikmati daging kelinci jatahnya,
Maung Kumayang berkata, "Ceritakan, mengapa ke-
dua! lenganmu sampai kutung seperti itu?"
Dengan suara yang dibaluri kemarahan, Sudra Ja-
lang menceritakan apa yang terjadi (Untuk mengetahui
peristiwa itu, silakan baca: "Memburu Nyawa Sang
Pendekar").
"Yang membuatku tak mengerti, siapa orang yang
telah membantu kedua remaja itu" Padahal, tanpa
bantuan Lodra Jalang pun keduanya bisa kube-
reskan!" katanya di akhir ceritanya.
Maung Kumayang terdiam. Dan didengarnya perta-
nyaan Sudra Jalang, "Dan kau sendiri, kulihat kau tak
bisa lagi menegakkan tubuhmu. Apakah sesuatu telah
terjadi?" Maung Kumayang menganggukkan kepalanya.
"Rajawali Emas yang membuatku seperti ini...."
"Rajawali Emas?" ulang Sudra Jalang seperti ter-
ingat sesuatu. Lalu sambungnya dalam hati, "Gila!
Mengapa aku sampai lupa urusan dengan Rajawali
Emas"! Seruling Haus Darah menghendaki pemuda itu
dibawa hidup-hidup ke hadapannya! Tetapi dengan ke-
adaanku yang seperti ini, sudah tentu aku tak akan
mendapatkan hadiah apa-apa. Bahkan, aku tak akan
sanggup menghadapinya!"
Sementara itu, Maung Kumayang sedang menatap
dalam mendengar desisan Sudra Jalang. -
"Apa yang kau ketahui tentang pemuda celaka
itu"!" tanyanya dingin. Kemarahan dan dendamnya
pada Rajawali Emas mendadak naik kembali.
Sudra Jalang mengambil napas dulu sebelum ber-
kata, "Kau rupanya tak hadir ke Bukit Watu Hatur di-
karenakan perbuatan Rajawali Emas! Aku dan Lodra
Jalang pun datang terlambat hingga tak bertemu den-
gan Pimpinan! Tetapi dari mulut Dewi Topeng Perak
dan Datuk Jubah Merah, Pimpinan menghendaki nya-
wa Rajawali Emas! Dan dia lebih mengharapkan bila
kita bisa menangkap pemuda itu hidup-hidup! Siapa
saja yang bisa melakukannya, hadiah yang lebih besar
akan didapatkan!"
"Seruling Haus Darah akan memberikan hadiah be-
sar bila berhasil membawa Rajawali Emas kepadanya"
Hmmm... suatu berita yang luar biasa sekali," desis
Maung Kumayang dalam hati. Lalu sambil menatap
dalam pada Sudra Jalang dia berkata, "Di mana Pim-
pinan menghendaki pertemuan?"
"Dia memberi waktu selama satu bulan. Dan di ak-
hir bulan ini, kita semua diharapkan datang ke Bukit
Watu Hatur. Bila tak seorang pun yang berhasil mem-
bawa Rajawali Emas kepadanya, dia akan bergerak
sendiri. Aku tahu, mengapa dia menyuruh kita melakukan-
nya"; Bila ada yang berhasil menangkap atau membu-
nuhnya, berarti Rajawali Emas bukanlah tandingan-
nya! Makanya dia rela menunggu selama satu bulan!
Tetapi bila gagal, berarti Rajawali Emas patut menjadi
lawannya."
"Apakah sampai saat ini kau mendengar berita ada
yang telah berhasil menangkap atau membunuh Raja-
wali Emas?" tanya Maung Kumayang sementara diam-
diam dia memikirkan sesuatu.
Sudra Jalang menggelengkan kepala. "Aku tidak
tahu sama sekali. Dan sudah tentu, dengan keadaan-
ku yang seperti ini, aku tak akan bisa ikut meramai-
kan pesta memburu Rajawali Emas!"
"Kau memang tak perlu lagi melakukannya! Bahkan
kau harus mampus!" batin Maung Kumayang yang ti-
ba-tiba melihat segalanya begitu indah. Pikirnya, den-
gan membunuh Sudra Jalang, berarti saingannya un-
tuk! mendapatkan hadiah akan bisa lebih mudah. Te-
tapi dia masih ingin mengorek keterangan lebih lanjut.
Makanya dia berkata, "Apakah kau sudah bertemu
dengan yang lainnya?"
"Tidak! Itulah sebabnya, aku tidak tahu apa yang
terjadi! Maung Kumayang, aku tak mungkin bisa ber-
tahan hidup di rimba persilatan ini! Aku hendak men-
gundurkan diri!"
"Bagaimana dengan dendammu terhadap gadis
yang bernama Sri Kunting dan pemuda bernama Wu-
lung Seta?"
Sesaat wajah Sudra Jalang memerah mendengar
kata-kata lelaki bercodet di hadapannya. Dia merasa
kata-kata itu tak lebih dari ejekan belaka. Tetapi dia
tak lagi mencoba menghiraukannya, "Sudah tentu aku
tak akan mampu melakukannya!"
Dalam hati Maung Kumayang menyeringai lebar.
"Sudah tentu kau tak akan mampu melakukannya! Ke-
matian memang lebih baik bagimu sekarang!"
Lalu didengarnya suara Sudra Jalang yang telah berdi-
ri dengan susah payah.
"Tak perlu memperpanjang lebar urusan! Aku akan
kembali ke Hutan Beringin Putih!"
"Memang tak-ada jalan lain lagi. Sebaiknya, kau
memang melakukan tindakan seperti itu," sahut
Maung Kumayang dengan pandangan berbahaya.
Sudra Jalang tak menyadari perubahan sorot mata
lelaki bercodet di hadapannya. Bahkan dia sama sekali
tak berpikir kalau Maung Kumayang berniat mengha-
bisinya, dengan maksud agar saingannya untuk men-
dapatkan hadiah berkurang.
Bagi Maung Kumayang sendiri, apa yang didengar-
nya dari Sudra Jalang adalah suatu keberuntungan.
Secara tidak langsung, selain membalas dendam pada
Rajawali Emas dia juga akan mendapatkan hadiah dari
Seruling Haus Darah. Dengan tenaga tambahan dari
ramuan Daun Naga Merah dan Lendir Kodok Api,
Maung Kumayang yakin akan bisa menandingi sekali-
gus mengalahkan Rajawali Emas.
"Sekali lagi kuucapkan terima kasih. Dan tak akan
pernah kulupakan budimu ini," kata Sudra Jalang
dengan suara lemah. Bagi orang rimba persilatan,
mengundurkan diri dikarenakan merasa tak mampu
lagi bertahan ataupun tak sanggup untuk berbuat,
adalah menuju titik kematian. Lebih baik membunuh
diri ketimbang malu karena ilmu yang dimilikinya pu-
nah. Setelah mendapatkan anggukan Maung Kumayang
dengan langkah gontai Sudra Jalang berbalik dan me
langkah. "Aku akan mencoba bertahan hidup di tempat asal
ku. Tetapi bila tak sanggup, lebih baik mati...," katanya
dalam hati. Sementara itu, pandangan Maung Kumayang sema-
kin berbahaya. Bibirnya menyunggingkan senyum
aneh Berjarak dua tombak dari sosok Sudra Jalang
yang terus melangkah, mendadak saja tangan kanan
Maung Kumayang diangkat.
Lalu digerakkan ke depan.
Wussss! Seketika menghampar percikan seperti api dan ha-
wa panas menggulung ke arah Sudra Jalang. Kendati
sudah kehilangan ilmu yang dimilikinya, namun Sudra
Jalang masih memiliki naluri. Dia tahu ada bahaya
yang datang. Segera saja orang ini menolehkan kepala. Namun
terlambat. Karena hantaman hawa panas yang dilepas-
kan Maung Kumayang telak menghantam dadanya.
Dess!! Tubuh lelaki berwajah persegi itu terlempar ke be-
lakang lima tindak. Dan ambruk dengan mulut menge-
luarkan darah. Dia masih sanggup mengangkat kepa-
lanya dan mendapati Maung Kumayang sedang menye-
ringai lebar dengan kedua kaki dipentangkan.
"Kau...?"
Hanya itu kata yang keluar dari mulut Sudra Ja-
lang. Karena di lain kejap, nyawanya sudah merat ke
neraka. Berderai tawa Maung Kumayang melihat perbua-
tannya. "Luar biasa! Kehebatan Daun Naga Merah dan Len-
dir Kodok Api yang telah diminumkan Siluman Kawah
Api padaku, benar-benar terbukti!" Lalu seraya men-
dekati Sudra Jalang yang telah menjadi mayat, lelaki
berpakaian dan berjubah hitam ini berseru, "Kau me-
mang lebih baik mati, Sudra Jalang! Karena, hidup
pun akan membawa penderitaan yang dalam! Tetapi
sebenarnya, kau harus mengucapkan terima kasih ke-
padaku yang telah berbaik hati mengakhiri penderi-
taanmu!" Dengan pandangan kejam diludahinya wajah Sudra
Jalang. "Dengan berkurangnya saingan, hadiah yang dijan-
jikan Seruling Haus Darah akan kudapatkan! Tetapi,
kau bukanlah sainganku, Sudra Jalang! Hahaha...."
Dengan masih tertawa panjang, Maung Kumayang
segera meninggalkan tempat itu.
*** Bab 56 MALAM mulai menerawang jauh. Lintasan alam seperti
digenangi kabut tebal yang tak bisa ditembus oleh ma-
ta Langit menghitam tanpa bintang yang bersembunyi
entah ke mana. Satu sosok tubuh terus berkelebat
dengan cepat, melewati batu-batu terjal yang seharus-
nya membuat orang itu berhati-hati. Namun gerakan
yang diperlihatkan sosok tubuh itu begitu hebat dan
sama sekali tidak terganggu.
Sosok tubuh yang ternyata Rajawali Emas adanya
berhenti di sebuah ngarai yang tak jauh dari sebuah
sungai. Sesaat sepasang mata pemuda tampan ini me-
natap kejauhan. Di lain saat, dia sudah berkata-kata
sendiri ditemani malam yang terus meraja.
"Apa yang dikatakan Pendekar Bijaksana ternyata
tepat adanya! Hingga tiga peminuman teh berlalu dari
biasan mentari senja tadi, aku belum juga mencapai
Bukit Kalimuntu! Uf! Jalan menuju tempat itu memang
sulit! Dipenuhi dengan sungai, hutan, ngarai, lembah,
serta batu-batuan!"
Pemuda dari Gunung Rajawali ini kembali meman-
dang kejauhan. Sesaat kembali dia seperti terbawa da-
lam alunan gita yang syahdu sebelum melanjutkan ka-
ta-katanya, "Bila saja aku tidak memerintahkan Bwana
untuk mendahului ke Bukit Kalimuntu, bisa jadi akan
kupanggil dia untuk mempersingkat waktu membawa-
ku ke sana"! Tetapi... oh! Apakah Bwana sudah tiba di
tempat itu"! Apakah dia mengetahui di mana Bukit Ka-
limuntu berada"!"
Rajawali Emas terdiam seperti menimbang-
nimbang. Pikirannya menerawang jauh.
"Entahlah...," desisnya kemudian ditingkahi angin
yang berhembus dingin dan mengibaskan rambutnya
hingga acak-acakan. "Yang pasti, aku akan mene-
ruskan langkah menuju ke Bukit Kalimuntu! Aku ha-
rus meyakinkan dugaanku sendiri! Bwana pernah
mengatakannya, lalu isyarat dari Pendekar Bijaksana!
Memang sebaiknya... heeiiii!!" '
Kata-kata Rajawali Emas terputus bersamaan tu-
buhnya dengan kecepatan luar biasa dia bergerak ke
belakang. Singgg! Singg! Singg!!
Tiga buah gelang berwarna hitam yang muncul dan
menderu ke arahnya, lolos dari sasaran. Namun belum
lagi Tirta menyadari apa yang terjadi, ketiga gelang itu


Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti memiliki mata pada sasarannya - kembali me-
layang dengan kecepatan tinggi.
"Gila! Siapa orang yang memiliki gelang-gelang
ini"!" rutuk si pemuda sambil melompat kembali. "Aku
yakin, ada orang yang mengendalikan gelang-gelang
itu dengan tenaga dalamnya! Benar-benar kapiran!!"
Ketiga gelang warna hitam itu terus mencecar Tirta
yang lama kelamaan menjadi jengkel. Wajahnya mulai
mengkelap. Dalam satu kesempatan, Rajawali Emas
melompat mundur dengan kecepatan menghentak.
Dan berdiri dengan kedua kaki dipentangkan di atas
tanah Pandangannya tak berkedip memandang tiga buah
gelang hitam yang kembali menderu. Anehnya, ketiga
gelang itu tidak bersamaan meluncur. Melainkan susul
menyusul! Tirta yang mulai jengkel seolah terpaku pada ge-
lang-gelang warna hitam itu. Namun segera saja diki-
baskan tangan kanannya untuk menyambut gelang
yang pertama menderu.
Trak! Gelang itu langsung patah dan jatuh begitu terhan-
tam pukulannya. Lalu tanpa mengubah posisi, dalam
waktu yang hampir bersamaan, satu tendangan kaki
kiri dilepaskan untuk menyambut gelang yang kedua
da lagi-lagi jatuh terpecah dua!
Namun gelang yang terakhir telah meluncur lebih
cepat sebelum Tirta bersiaga dan siap menyambar pu-
tus lehernya! Dengan keluarkan geraman tinggi, pemuda pakaian
keemasan itu memiringkan kepalanya, lalu kembali
menghentakkan kepalanya dengan cepat ke posisi se-
mula. Dan.... Tap! Gelang itu tersambar dan tercengkeram erat oleh
giginya! Belum lagi si pemuda melakukan tindakan apa-apa
mendadak satu tepukan tangan terdengar membahana
diiringi seruan keras, "Luar biasa! Sungguh luar biasa!
Kau benar. Raja Dewa! Pemuda ini memang cukup
pantas bila namanya akhir-akhir ini menjadi pembica-
raan orang-orang rimba persilatan!"
"Bukankah tadi sudah kukatakan, kalau percuma
menguji pemuda yang bernama Tirta dan berjuluk Ra-
jawali Emas"!" satu suara terdengar kemudian.
Masih dengan gelang warna hitam yang tergigit, Ra-
jawali Emas alihkan pandangan ke samping kanan. Di-
lihatnya dua sosok tubuh yang telah berdiri dan perla-
han-lahan mendekat.
Yang melangkah di sebelah kanan ternyata seorang
nenek berpakaian panjang warna hitam penuh tamba-
lan. Kedua lengannya yang kurus dipenuhi gelang-
gelang warna hitam. Sementara yang melangkah di se-
belah kiri si nenek, seorang lelaki yang berusia tak
jauh berbeda dengannya. Kendati demikian, tubuhnya
tegap dengan kumis putih menjuntai. Dia mengenakan
pakaian warna putih agak kusam dengan sebuah ang-
kin warna kuning kehitaman yang melilit di pinggang-
nya. lelaki tua itu melangkah dengan kedua tangan be-
rada di belakang pinggul.
Rajawali Emas membatin sambil pandangi kedua
orang itu, "Hmmm... rasanya aku belum pernah ber-
jumpa dengan keduanya. Siapa mereka" Bila menilik
apa yang barusan keduanya katakan, tiga buah gelang
hitam yang menyerangku pasti dilakukan oleh si nenek
yang di kedua lengannya dipenuhi gelang yang sama.
Tetapi mengapa dia hendak menguji" Ada urusan apa
dengan segala ujian semacam ini" Bila aku tidak sigap,
tak mustahil gelang-gelang hitam yang bukan hanya
bisa bikin aku celaka akan mengirimku ke akhirat!"
Lalu seraya mengambil gelang yang tergigit di mu-
lutnya, Rajawali Emas berkata, "Maafkan bila aku ber-
laku lancang! Kalian sudah mengenal diriku rupanya
dan tak ada salahnya bila aku mengetahui siapa kalian
bukan"!"
Si nenek berpakaian hitam panjang penuh tamba-
lan menyeringai. Lalu dengan suara nyaring dia berka-
ta "Siapa orangnya yang tidak mengenal Rajawali Emas
Julukan yang mendadak mencuat beberapa bulan be-
lakangan ini! Pemuda dari Gunung Rajawali... julu-
kanku Peri Gelang Rantai! Dan manusia yang kedua
tangannya selalu memegang pantat itu dikenal dengan
julukan Raja Dewa...."
"Raja Dewa" Hmm... rasa-rasanya aku pernah
mendengar julukan itu. Tetapi julukan Peri Gelang
Rantai yang disandang si nenek baru kali ini aku men-
dengar nya," kata Tirta dalam hati. Lalu katanya se-
raya melem par gelang hitam yang berada di tangan-
nya, "Nek! kukembalikan gelangmu ini!"
Peri Gelang Rantai hanya terkikik sebentar. Lalu
dengan gerakan yang aneh, tangan kanannya diang-
kat. Dan.... Pluss!' Gelang hitam yang dilempar Tirta masuk ke tangan
kanannya itu, bersatu dengan gelang-gelang lainnya
Dan diam-diam membuat Tirta berdecak kagum. Ba-
gaimana tidak" Lemparan yang dilakukannya tadi
kendati terlihat pelan, namun gelang itu meluncur me-
lebihi kecepatan anak panah yang baru dilepaskan da-
ri busurnya. Tetapi si nenek bukan hanya begitu mu-
dah mengendalikannya, justru memperlihatkan satu
ketangkasan yang patut dipuji.
Rupanya, sebelum Rajawali Emas menghentikan
langkah di ngarai itu. Raja Dewa dan Peri Gelang Ran-
tai yang telah meninggalkan Lembah Iblis dan gagal
untuk mendapatkan Trisula Mata Empat dari tangan
Ratu Iblis telah lebih dulu tiba di sana. Tatkala mereka
tiba di Lembah Iblis, keduanya mendapati Ratu Iblis
telah tewas dengan luka tusukan empat buah. Masing-
masing orang segera tahu kalau Ratu Iblis tewas akibat
tusukan Trisula Mata Empat yang dilakukan oleh se-
seorang, yang tentunya telah membawa kabur Trisula
Mata Empat (Baca serial Rajawali Emas dalam episode
: "Memburu Nyawa Sang Pendekar").
Tatkala melihat satu bayangan keemasan berke-
lebat, begitu melihat ciri-ciri yang melekat pada bayan-
gan keemasan itu, keduanya segera tahu siapa yang
datang itu. Peri Gelang Rantai bermaksud menguji,
hingga dia mengajak Raja Dewa untuk bersembunyi.
Dan dia dibuat cukup terpukau dengan kelihaian Ra-
jawali Emas. Tanpa menghiraukan pandangan Rajawali Emas
yang berbalur kekaguman padanya, Peri Gelang Rantai
berkata, "Apa yang menyebabkan kau tiba di tempat
sepi ini, Anak Muda"!"
Tirta tidak segera menjawab pertanyaan si nenek.
Tetapi setelah menimbang segala sesuatunya kemu-
dian dia berkata, "Aku sedang menuju ke Bukit Kali-
muntu! Karena, ada urusan yang harus kuselesaikan!"
Ganti Peri Gelang Rantai yang terdiam sekarang se
belum melanjutkan kata, "Tidakkah kau mendengar
tentang orang yang berjuluk Seruling Haus Darah?"
Tirta menganggukkan kepalanya. "Berita tentang
sepak terjang manusia sesat itu cukup lama kudengar!
Bahkan aku tahu kalau dia sedang mengerahkan para
anak buahnya untuk memburuku!"
"Lantas... mengapa kau melarikan diri dari tang-
gung jawabmu sebagai seorang pendekar"!"
Kali ini Tirta menggelengkan kepalanya.
'Tidak sama sekali! Urusan yang hendak kulakukan
ini harus kudahului, mengingat waktu yang kumiliki
begitu sempit! Sementara aku masih memiliki waktu
cukup panjang untuk mencari Seruling Haus Darah!"
Peri Gelang Rantai terdiam seperti memikirkan se-
suatu. Raja Dewa berkata, "Menilik kata-katamu, kau se-
pertinya tahu di mana orang itu berada! Benarkah
yang kukatakan"!"
"Tak banyak yang kuketahui tentangnya! Yang ku-
tahu hanyalah, dia menunggu para cecunguk yang
disuruhnya untuk membunuhku di Bukit Watu Hatur
pada akhir bulan ini!"
"Lalu urusan apa yang hendak kau lakukan di Bu-
kit Kalimuntu?"
Merasa tak ada salahnya untuk mengatakan apa
yang hendak dilakukannya, Rajawali Emas segera
menceritakannya. Lalu dilihatnya kepala Raja Dewa
mengangguk-angguk sementara Peri Gelang Rantai
masih terdiam. Lelaki tua yang selalu meletakkan kedua tangan-
nya di belakang pinggulnya berkata lagi, "Rajawali
Emas.... Iblis Cadas Siluman telah datang kepadaku
beberapa bulan lalu! Dia menyerahkan Anting Mustika
Ratu milik Ratu Iblis yang dulu secara diam-diam ku-
sematkan pada anting di bagian tengah dari tiga anting
yang dimilikinya kepadaku! Darinyalah aku tahu kalau
engkau yang telah membantunya untuk memperta-
hankan Anting Mustika Ratu dari jarahan orang-orang
serakah! Sekarang, pernahkah kau mendengar tentang
senjata mustika yang bernama Trisula Mata Empat?"
"Hmmm... sesuai dengan janjinya, rupanya Iblis Ca-
das Siluman telah menyerahkan Anting Mustika Ratu
pada Raja Dewa. Dan mengenai Trisula Mata Em-
pat...." Memutus kata batinnya sendiri, Rajawali Emas
berkata, "Aku memang pernah mendengar tentang sen-
jata mustika Trisula Mata Empat. Kalau tidak salah,
bukankah itu senjata milikmu sendiri yang direbut
oleh Ratu Iblis?"
Raja Dewa menganggukkan kepalanya.
"Apa yang kau katakan itu benar, Anak Muda! Dan
aku telah mendatangi Ratu Iblis di tempat kediaman-
nya! Hanya yang tak pernah terduga sama sekali, pe-
rempuan itu telah tewas! Dan menurutku, tewasnya
Ratu Iblis disebabkan oleh senjata Trisula Mata Empat
yang ditusukkan seseorang padanya! Dan yang menja-
di teka-teki sekarang, aku dan Peri Gelang Rantai tidak
tahu sama sekali siapa yang melakukannya!"
Rajawali Emas terdiam sebelum berkata lagi, "Apa-
kah ini bukan menjadi satu masalah yang besar?"
"Tepat! Kemungkinannya, Seruling Gading milik
Raja Seruling yang tewas di tangan Seruling Haus Da-
rah, yang membuat manusia sesat itu menjadi momok
yang cukup mengerikan, hanya bisa ditandingi oleh
Trisula Mata Empat!"
"Menilik kata-kata yang kau ucapkan tadi, seper-
tinya Trisula Mata Empat bukan jatuh ke tangan orang
baik-baik!" -
"Tepat lagi! Ini pertanda buruk!"
Sebelum Rajawali Emas membuka mulut. Peri Ge-
lang Rantai sudah keluarkan suara, "Dan lelaki tua ini
masih bertahan untuk tidak mempergunakan Anting
Mustika Ratu untuk menghajar Seruling Haus Darah!"
Kali ini Raja Dewa alihkan pandangan pada si nenek
yang Nampak menekuk wajah.
Lalu tetap dengan suara tak berubah, dia berkata,
"Bukankah sudah kukatakan, kalau kita tidak patut
mempergunakan sesuatu yang bukan kita punyai ken-
dati orang yang memilikinya telah tewas" Lagi pula
kupikir...."
"Tak ada yang perlu dipikir!" sambar Peri Gelang
Rantai lalu alihkan pandangan pada Rajawali Emas
yang sedang memandangi keduanya bergantian, "Bila
urusanmu di Bukit Kalimuntu selesai, kuharap kau
mau membantu kami untuk memusnahkan Seruling
Haus Darah! Terus terang, tanpa Trisula Mata Empat
yang kini entah berada di tangan siapa, sangat sulit
menandingi Seruling Haus Darah yang memiliki senja-
ta mustika Seruling Gading yang telah diubah na-
manya menjadi Seruling Haus Darah yang dijadikan
pula sebagai julukannya!"
Tirta berkata, "Tanpa kau minta, aku pun bermak-
sud untuk melakukannya! Hanya karena urusanku di
Bukit Kalimuntu begitu mendesak, makanya aku tidak
segera mencari Seruling Haus Darah yang tidak dike-
tahui di mana dia berada!" Lalu pandangannya dialih-
kan pada Peri Gelang Rantai, menyusul kata-katanya
kemudian, "Dan mengenai Anting Mustika Ratu... aku
membenarkan kata-kata Raja Dewa! Kita memang ti-
dak patut mempergunakan senjata milik orang lain!
Dan rasanya...."
"Kau membelanya, hah"!" sambar si nenek memu-
tus kata-kata Tirta dengan suara garang.
"Tidak! Aku sama sekali tidak membelanya! Hanya
aku membenarkan apa yang dikatakan Raja Dewa! Ka-
rena, memang sudah sepatutnya kita berlaku seperti
itu! Aku paham mengapa kau bersikeras mempergu-
nakan Anting Mustika Ratu itu. Nek! Sampai saat ini
aku memang belum mengetahui kedahsyatan Seruling
Gading yang kini dimiliki Seruling Haus Darah!"
Mulut keriput Peri Gelang Rantai tertekuk menden-
gar jawaban Rajawali Emas. Dia melirik tajam pada
Raja Dewa yang sedang berkata dengan mimik wajah
tak berubah kendati dia seharusnya merasa benar,
paling tidak merasa diangkat, karena Rajawali Emas
menyetujui pendapatnya, "Rajawali Emas... bila kau
menemukan siapa orang yang memiliki Trisula Mata
Empat kuharap kau bisa merebut senjata mustika itu!
Karen aku tak ingin banyak korban yang jatuh karena
senjata itu!"
Rajawali Emas menganggukkan kepalanya.


Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku memiliki pertanyaan yang sekian lama meng-
gantung di benak! Aku pernah mendengar pertarungan
mu dengan Ratu Iblis dan senjata mustika yang kalian
miliki berpindah tangan! Mengapa selama ini kau tidak
mengambil senjata mustikamu dari tangan Ratu Iblis
Bukankah bila kau melakukannya sejak lama, Trisula
Mata Empat akan kembali ke tanganmu"!"
Raja Dewa mengangguk-anggukkan kepalanya se-
raya berkata, "Karena aku telah memiliki Anting Mus-
tika Ratu! Dan aku tahu, tanpa anting mustika itu Ra-
tu Iblis tidak bisa berbuat banyak! Dia selalu memi-
num rendaman Anting Mustika Ratu, sehingga bila dia
tidak meminumnya sekali, maka tenaga dalam yang
dimilikinya perlahan-lahan akan pupus! Aku tidak
bermaksud menyiksanya, aku hanya memberi pelaja-
ran dan menunggu saat yang tepat untuk mengemba-
likan Anting Mustika Ratu kepadanya sekaligus men-
gambil Trisula Mata Empat milikku! Dan aku tak men-
ginginkan membunuhnya!"
Rajawali Emas mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kini aku mengerti,..."
Peri Gelang Rantai sudah berkata, "Bila tak ada
yang dibicarakan lagi, kita menuju ke Bukit Watu Ha-
tur!" Lalu tanpa menunggu jawaban Raja Dewa maupun
Rajawali Emas, Peri Gelang Rantai sudah melenggang
mendahului. Raja Dewa berkata pada Tirta,, "Aku minta ban-
tuanmu untuk menemukan Trisula Mata Empat!"
Setelah Tirta mengangguk, lelaki tua itu berbalik.
Dengan kedua tangan yang tetap berada di pinggul, dia
melangkah menyusul perginya Peri Gelang Rantai.
Tinggal Tirta yang mendesah panjang dalam kebi-
suan. "Persoalan demi persoalan yang datang kepadaku
belum tuntas secara utuh! Kini ada persoalan baru
mengenai hilangnya Trisula Mata Empat! Kemungki-
nan besar senjata mustika itu jatuh ke tangan manu-
sia sesat, merupakan titik paling yang membahayakan!
Tetapi... urusanku di Bukit Kalimuntu harus kusele-
saikan lebih dulu!"
Sesaat pemuda dari Gunung Rajawali ini terdiam.
Pandangannya kini tak lagi menangkap sosok Peri Ge-
lang Rantai dan Raja Dewa. Lalu kembali dia tarik na-
fas. Merasa harus lebih dulu tiba di Bukit Kalimuntu,
pemuda dari Gunung Rajawali ini pun segera memba-
likkan tubuh. Namun langkah Rajawali Emas tertahan tatkala
bersamaan dengan itu terdengar suara orang tertawa
terbahak. Panjang dan bertalu-talu....
*** Bab 8 RAJAWALI Emas cepat palingkan kepalanya ke arah
kiri. Di atas sebuah tonjolan batu berjarak lima tom-
bak dari tempatnya berada yang tadi hanya berupa ba-
tu tanpa nyawa, sekarang dilihatnya satu sosok tubuh
seorang perempuan telah berdiri tegak dengan kedua
kaki dipentangkan.
Perempuan yang entah dari mana dan kapan mun-
culnya itu mengenakan pakaian terbuat dari sutera
yang indah sekali, dengan belahan dada yang rendah
hingga memperlihatkan bungkahan buah dadanya
yang besar dan montok. Serta belahan baju bagian
bawah hingga ke pangkal paha dan memperlihatkan
kedua paha yang mulus menggiurkan. Sementara wa-
jahnya tak jelas, ditutupi cadar dari sutera pula. Sukar
dinilai bagaimana rupanya. Dari tubuhnya menguar
aroma wangi yang cukup menyengat.
"Menilik cirinya, rasanya aku pernah mengenal pe-
rempuan ini," gumam Tirta sambil memperhatikan pe-
rempuan itu dengan seksama.
"Hmmm... tak kusangka kalau akan bertemu kem-
bali dengan pemuda keparat dari Gunung Rajawali ini!
Semuanya memang harus diselesaikan! Pemuda inilah
yang menggagalkan seluruh rencanaku bersama lelaki
tua muka kuning yang mampus di Gunung Sigun-
tang!" desis perempuan bercadar, lalu segera kelua-
rkan bentakan, "Aku tidak tahu apakah kau lupa den-
ganku atau tidak"! Tetapi yang jelas, kematian sudah
berada di hadapan!"
Rajawali Emas tak segera menjawab, justru kedua
matanya semakin lekat memandang perempuan berca-
dar. "Rasa-rasanya... ya! Aku ingat siapa dia! Huh! Tak
salah! Dewi Kematian! Perempuan cabul yang menjadi
kekasih Manusia Mayat Muka Kuning! Celaka betul
Mengapa harus berjumpa dengannya sekarang" Pada-
hal urusanku di Bukit Kalimuntu belum terlaksana
sedikit juga!"
"Pemuda keparat! Aku yakin kau tidak menjadi tuli
sekarang! Atau kau memang sudah bersiap untuk
mampus"!" Membentak perempuan bercadar dengan
suara keras. Merasa sudah mengingat siapa perempuan itu, Tir-
ta tertawa. Lalu katanya penuh ejekan, "Wah! Kendati
aku tidak tahu seperti apa wajahmu yang kemungki-
nan bisa jadi seperti gadis remaja malu-malu atau pula
seperti nenek-nenek yang siap untuk merat ke akhirat,
tetapi bagaimana aku bisa lupa dengan dada montok
dan paha, mulusmu yang sudah dijamah banyak orang
itu"! Apakah sekarang kau masih mengingat Manusia
Mayat Muka Kuning yang tewas di tangan guruku,
Dewi Kematian"!"
"Setaaan laknat!!" menggeram keras si perempuan
bercadar. Dan tangan kanannya segera dikibaskan ke
muka. Satu gelombang angin menderu kencang.
Rajawali Emas yang telah siap menghadapi ke-
mungkinan itu, dengan sigap segera menggerakkan ta-
ngan kanannya pula.
Wusss! Blaaammm! Gelombang angin yang dilepaskan perempuan ber-
cadar itu pecah terhantam serangan balasan Rajawali
Emas. Tubuh Tirta tergeser dua tindak ke belakang se-
mentara perempuan bercadar sutera itu tetap berdiri
tegak. Tetapi nampak batu yang dijadikan tempatnya
berdiri agak bergetar!
Dari balik cadar sutera yang dikenakannya. sepa-
sang matanya bersinar tajam.
"Beberapa bulan lalu kau masih bisa lolos dari ke-
matian, Pemuda Keparat! Tetapi sekarang, jangan ha-
rap keberuntungan akan datang! Karena ajal sudah
siap membentang! Kau harus menyusul Lanang, mu-
ridku yang kau bunuh!! Bersiaplah untuk kukirim ke
neraka!" bentak perempuan bercadar sutera yang me-
mang Dewi Kematian adanya (Untuk mengetahui ten-
tang perempuan ini, silakan baca: "Wasiat Malaikat
Dewa"). "Wah! Sayangnya, aku tidak tahu jalan ke neraka!
Bagaimana bila kau dulu yang berangkat" Kemudian
kau datang lagi ke sini dan mengatakan kepadaku di
mana tempatnya"!"
"Keparat!!" maki Dewi Kematian. Tangan kanan kiri
perempuan bercadar sutera ini tampak bergetar
pertanda dia mulai marah dan kerahkan tenaga da-
lamnya. Tanpa banyak bicara lagi, kedua tangannya
bergerak ke depan. Melepaskan satu pukulan jarak
jauh Hingga saat itu juga dua gelombang dahsyat
menggebrak cepat ke arah Rajawali Emas.
Yang diserang segera angkat kepala. Di lain kejap
segera menggeser tubuhnya sedikit ke samping kiri
hingga dua gelombang angin itu menghantam tempat
kosong setengah tombak di samping Rajawali Emas
yang menimbulkan suara keras bersamaan. Dan tanah
yang terhantam itu seketika rengkah serta menebar-
kan debu-debu di udara.
Tirta yang mulai diliputi rasa jengkel karena merasa
waktu yang dibutuhkannya untuk segera ke Bukit Ka-
limuntu banyak terbuang, segera berseru, "Rupanya
kehadiranmu kembali hanya untuk memperlihatkan
betapa kau tak maju-maju dalam soal kesaktian, Dewi
Kematian"! Atau... kau memang hendak menyusul mu-
ridmu dan Manusia Mayat Muka Kuning"!"
Mendengar ejekan Rajawali Emas, meledaklah ama-
rah Dewi Kematian, apalagi tatkala mendapati ge-
brakan pertamanya tadi dapat dihindari dengan mu-
dah oleh pemuda itu.
Tanpa buang waktu lagi, Dewi Kematian segera me-
lesat ke depan. Kedua tangannya diangkat tinggi- ting-
gi. Menyusul dua jotosan sekaligus dilepaskan ke arah
kepala Rajawali Emas. Sementara batu besar di mana
tadi dia berdiri dan dijadikan tumpuan kedua kakinya
untuk melompat, bergetar dan bagian atasnya
pecah berantakan.
Rajawali Emas cepat. kerahkan tenaga surya yang
berpusat di bawah perutnya untuk melindungi diri. Ti-
dak tanggung lagi, tenaga surya tingkat pamungkas
sudah dikeluarkan. Lalu kedua tangannya segera dige-
rakkan ke depan.
Hawa panas segera menyeruak di sekitar tempat
itu. Bukan saja membuat Dewi Kematian mengurung-
kan jotosannya, tetapi juga harus melompat mundur.
Akan tetapi, rupanya gerakan mundur yang diperli-
hatkan perempuan bercadar hanyalah pancingan bela-
ka. Karena kejap itu pula dia melesat dan lepaskan
tendangan kaki kanan. Saat melepaskan tendangan,
pakaiannya yang terbelah hingga pangkal paha, mau
tak mau tersingkap dan memperlihatkan celah yang
Beruang Salju 16 Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San Karya Liang Ie Shen Tiga Naga Sakti 15
^