Pencarian

Sumpah Iblis Kubur 1

Rajawali Emas 04 Sumpah Iblis Kubur Bagian 1


SUMPAH IBLIS KUBUR Hak cipta dan copy right pada penerbit dibawah
lindungan undang-undang
Dilarang mengcopy atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Bab 1 Rayapan angin berhembus perlahan, dengan din-
gin yang menusuk, menghampar ke tempat yang sunyi
itu. Dan sungguh aneh, di tempat yang cukup luas itu
hanya terdapat lima buah pohon berjarak satu tombak
yang saling berdekatan. Merentang dari barat ke timur. Berjajar dan di
sekelilingnya di tumbuhi semak belukar, yang karena tergesek oleh angin hingga
menimbulkan suara mencekam dipadu dengan suara
jengkerik dan kodok. Sinar rembulan di atas sana
hanya bisa menembus sedikit dari gumpalan awan hi-
tam yang menggayuti di bawahnya.
Namun kejap kemudian, semuanya berubah. An-
gin yang merayap perlahan, berhembus dahsyat.
Menggugurkan dedaunan dan menerbangkan semak
belukar. Sinar rembulan yang masih mampu menem-
bus gumpalan awan hitam tadi, kini benar-benar tak
mampu lagi pancangkan sinar terangnya yang lembut.
Tempat itu mendadak saja menjadi gelap gulita. Suara
binatang malam bagai lenyap begitu saja.
Dalam kegelapan malam dan suasana mence-
kam, mendadak saja satu bayangan hijau berkelebat
ke tempat itu dan hinggap dengan ringannya di sana.
Kepala bayangan hijau mengedar ke seantero tempat.
"Hmmm... di mana makam manusia sialan itu?"
suara si bayangan hijau dingin dan menunjukkan dia
seorang perempuan. Kembali perempuan berbaju hijau
itu mengedarkan pandangannya. Sepasang matanya
yang indah namun dingin dipentangkan dan menatap
satu persatu tempat itu. "Tiga purnama telah berlalu sudah tanpa terasa. Ini
saat yang tepat untuk melihat
kebenaran sumpah dari manusia busuk itu. Kalau
memang benar, kesempatan bagiku untuk membuat-
nya menurut di kedua kakiku."
Orang baru datang itu mengenakan pakaian ber-
warna hijau lumut yang tipis hingga memperlihatkan
lekuk tubuhnya yang indah dan sempurna. Meskipun
pakaiannya begitu tipis, namun perempuan itu sama
sekali tak merasa kedinginan berada di tempat itu da-
lam cuaca menusuk seperti ini.
Wajahnya berbentuk bulat telur dan akan me-
nimbulkan getar pesona yang sukar tepiskan bagi yang
melihatnya. Sepasang matanya jernih dengan bulu ma-
ta yang lentik melengkung, dihiasi sepasang alis tebal yang indah dan agak
bertautan. Hidungnya bangir
dengan sepasang bibir yang tipis memerah basah. Da-
gunya runcing, disanggah oleh leher jenjang yang in-
dah dan mulus. Yang lebih menarik dari semua itu,
rambutnya yang panjang bercahaya bagai dihiasi oleh
pernik perak, hingga rambut itu semakin menyala saja.
Dengan tubuh yang indah dan dada padat serta ping-
gul mencuat keluar, sungguh sempurna apa yang di-
miliki oleh perempuan jelita itu.
Bila melihat cirinya, bisa dipastikan perempuan
berwajah jelita itu tak lain adalah Dewi Karang Samu-
dera, yang sebenarnya berusia jauh lebih tua dari wa-
jahnya yang hanya menampakkan usia dua puluh ta-
hun belaka. "Setan keparat! Aku tak menemukan di mana
makam itu?" dengusnya setelah berkelebat ke sana
kemari. Sepasang matanya yang bagus namun memili-
ki sinar licik makin dibuka lebih lebar. "Tetapi, tak mungkin aku salah!
Penjelasan Guru tentang mayat
Iblis Kubur itu tak mungkin bohong. Lima buah pohon
berjajar sementara di sekelilingnya hanya ditumbuhi
semak belukar saja, jelas masih lekat dalam benakku
seperti yang dituturkan Guru. Manusia keparat ini
bersumpah untuk muncul lagi ke rimba persilatan se-
telah seratus tahun dikubur. Bila manusia keparat itu
bisa kuper alat, akan semakin memudahkan jalan un-
tuk membalas dendam pada Raja Lihai Langit Bumi!
Hal ini tak akan ku sia-siakan!"
Dewi Karang Samudera memutus kata-katanya
sendiri. Matanya kembali diedarkan ke seantero tem-
pat dengan rasa penasaran dan geram yang makin
menjadi-jadi. Setelah beberapa saat berlalu dalam ke-
sunyian, mendadak saja perempuan berbaju hijau tipis
itu mengusap tangannya.
Cahaya putih yang bening nampak memancar,
sehingga tempat yang gelap itu mendadak menjadi cu-
kup terang, mampu membuat sepasang mata biasa
menembus ke seluruh tempat Cahaya terang itu pun
menerpa wajah si perempuan berbaju hijau dan luar
biasa! Wajah yang sudah jelita semakin nampak penuh
pesona meskipun sepasang matanya memancarkan si-
nar dingin! "Apakah sumpah manusia celaka itu tak mung-
kin terjadi?" desisnya sejenak, penuh ragu-ragu. "Menurut cerita Guru, manusia
keparat itu telah bersum-
pah akan muncul kembali seratus tahun sejak sumpah
diucapkan." Tiba-tiba dia mendengus. "Bodohnya aku ini! Apa mungkin orang yang
sudah menjadi mayat bi-sa hidup kembali hanya karena sebuah sumpah" Ce-
laka kalau begini. Seluruh rencana yang kususun se-
lain mempergunakan tangan Ratu Tengkorak Hitam,
tak akan mungkin bisa tercapai. Baiknya kucoba saja
dulu kehebatan Kitab Pemanggil Mayat yang diberikan
guruku tiga puluh tahun yang silam, di saat aku beru-
sia empat puluh tahun. Terpaksa aku bangkitkan
mayat manusia sialan itu yang setelah dikalahkan Ki
Sampurno Pamungkas, dikubur di tempat ini dengan
ciri lima pohon berjajar berdekatan tanpa ada pohon
besar lainnya. Tetapi, di mana makam nya saja sulit
kuketahui. Biar begitu, aku tak akan segera mening-
galkan tempat ini. Lima pohon itu menjadi bukti kalau
makam itu pasti berada di sekitar sini."
Usai kata-katanya, mendadak saja tubuh yang
tadi tegak kini sudah duduk bersila. Baju tipisnya ter-singkap, makin
menampakkan bongkahan sepasang
pahanya yang mulus. Cahaya bening di tangannya
makin kuat memancar.
Tak lama kemudian terlihat mulut indah Dewi
Karang Samudera sudah berkomat-kamit.
Dari komat-kamit mulutnya, perlahan-lahan
nampak tubuhnya bergetar. Perlahan dan semakin la-
ma makin kuat getarannya. Bersamaan dengan itu ca-
haya putih bening yang memancar dari kedua telapak
tangannya, makin membesar pula. Tempat itu bukan
hanya terang biasa, namun terang benderang tak
ubahnya siang hari. Hanya bedanya, tak ada hawa pa-
nas yang menguap. Tetap dingin menusuk yang sama
sekali tak dirasakan oleh perempuan baju hijau itu.
Kejap kemudian, terlihat Dewi Karang Samudera
monyong kan mulutnya. Dan perlahan keluar angin
dari mulutnya itu. Meskipun hanya angin kecil saja,
namun mampu membongkar semak belukar yang ada
di sebelah kanan dari hadapannya. Tercabut hingga
akhirnya dalam hanya dua tarikan napas saja, tempat
di sebelah kanannya yang dipenuhi oleh semak belu-
kar itu sudah rata dengan tanah. Hanya lima buah po-
hon yang masih terpancang dan berdiri angkuh.
Tak hanya sampai disana yang telah terjadi. Ta-
nah-tanah itu pun terbongkar setelah terdengar suara
berderak cukup keras. Muncrat ke atas dan luruh
kembali dalam jarak lima belas tombak. Dari apa yang
dilakukan perempuan berbaju hijau muda tipis itu, ki-
ni nampak lubang panjang yang menganga.
Kedua tangannya disorongkan ke depan, dan tak
mengurangi cahaya terang yang memancar dari sana!
"Hmmm... tak ada tanda-tanda mayat manusia
Sialan itu berada di bagian kanan. Aku akan mencoba
ke bagian kiri."
Sama dengan yang dilakukan sebelumnya, Dewi
Karang Samudera pun menyorongkan tangannya pada
lubang panjang di bagian kiri dari hadapannya, berada
di sebelah kanan dari lima pohon yang berjajar berja-
rak satu tombak dari satu pohon ke pohon lain. Aki-
batnya, kini di bagian kiri dan kanan lima buah pohon
yang berdiri berjajar terbentuk lubang yang cukup da-
lam dan membentang panjang.
Mendadak wajah Dewi Karang Samudera yang te-
gang dan sudah berbalur kejengkelan karena harus
membuang waktu percuma, membiaskan senyum
aneh. Sepasang matanya lebih melebar.
"Tak salah dugaanku. Ilmu 'Pati Rasa' yang ku-
pergunakan, aku menangkap ada sebuah sosok tubuh
di lubang yang baru saja terbentuk. Manusia sialan itu memang dikuburkan di
sini," katanya masih tersenyum. Tangan yang disorongkan ke muka tadi, kini
saling diusap. Dan anehnya, sinar putih bening itu ba-
gai menggumpal, namun suasana terang tak meredup
sedikit juga. Gumpalan sinar bening itu bergerak ke
lubang panjang akibat sentakan kedua tangannya tadi
dan masuk ke sana.
Cukup lama sinar putih bening itu berada di lu-
bang sementara bibir Dewi Karang Samudera terus
membiaskan senyum. Dan senyumnya berubah men-
jadi tawa berkepanjangan ketika sepasang matanya
menangkap satu sosok tubuh yang terbujur kaku per-
lahan-lahan terangkat dan digulung gumpalan sinar
putih bening. Sesuatu yang ternyata rantai besar pan-
jang pengikat tangan dan kaki mayat itu menyala di-
timpa gumpalan sinar putih bening yang menggulung
jasadnya. "Hi hi hi... Iblis Kubur... kau akan berterima kasih kepadaku dan akan menjadi
pengikut ku. Sum-
pahmu tak bisa kau laksanakan sendiri. Tanpa bantu-
anku, kau tak akan bisa kabulkan sumpahmu sendi-
ri." Ditarik kedua tangannya ke belakang. Gumpalan sinar putih bening yang
melilit satu sosok tubuh yang
terangkat dari lubang panjang tadi, kini telah terbujur di tanah, di hadapan
Dewi Karang Samudera yang ti-ba-tiba mengerutkan keningnya. Gumpalan sinar putih
bening yang melilit mayat itu telah hilang. Namun sua-
sana terang masih nampak di sana, karena sinar putih
bening yang memancar dari telapak tangan Dewi Ka-
rang Samudera belum dihentikan.
"Luar biasa! Ilmu apa yang dimiliki manusia ke-
parat ini sebenarnya" Tubuhnya tetap utuh, tidak
hancur sama sekali Bahkan, tak keluarkan bau busuk
sedikit juga."
Dengan decakan kagum Dewi Karang Samudera
memperhatikan mayat seorang lelaki berahang persegi
dengan kumis dan jenggot hitam yang panjang. Ram-
butnya pun panjang, kotor dan kusam. Di samping
keanehan yang dialami oleh Dewi Karang Samudera,
perempuan berbaju hijau muda tipis itu juga merasa
aneh mendapati pakaian dan ikat kepala mayat lelaki
yang berwarna hitam itu masih utuh.
"Melihat panjangnya rantai besi yang mengikat
kedua tangan dan kakinya, mungkin sebelum manusia
ini mampus tubuhnya telah didirikan dan diikat tan-
gan dan kaki dalam posisi terentang. Tentunya rantai
ini bukan rantai biasa. Aku telah mendengar kesaktian
manusia keparat ini dari guru, tetapi nampaknya dia
tak mampu melepaskan atau memutuskan rantai pen-
gikat kedua tangan dan kakinya yang tentunya dilaku-
kan oleh Ki Sampurno Pamungkas."
Kembali dipandanginya sosok yang terbujur ka-
ku. Tangan kanan dan kiri sosok kaku itu lurus den-
gan tubuh begitu pula dengan kakinya. Rantai panjang
yang mengikat tangan dan kakinya, sebagian berada di
atas perut dan betis.
"Persetan dengan semua itu! Kesempatanku se-
karang untuk menjadi majikan manusia ini. Keingi-
nanku untuk membunuh Raja Lihai Langit Bumi...
akan segera dituntaskan melalui tangannya. Baiknya
aku segera memulai saja semua ini...."
Habis membatin begitu, perempuan cantik be-
rambut seperti dihiasi pernik perak, langsung duduk
bersila. Tangan kanannya diselipkan ke balik bajunya.
Saat ditarik keluar, di tangannya telah tergenggam se-
buah kitab yang nampak usang dan berwarna merah.
Ketika dibuka kitab itu, mendadak seolah ada darah
yang menetes keluar!
Dia nampak khusuk sekali. Tatapannya lekat pa-
da Kitab Pemanggil Mayat yang dibukanya. Tak lama
kemudian terlihat mulutnya bergerak-gerak bersamaan
dengan itu tubuhnya pun bergetar. Dan dari kepalanya
seolah membubung asap putih yang cukup tebal.
Hampir sepeminuman teh Dewi Karang Samudera du-
duk membaca mantera. Tak lama kemudian diusapkan
kedua tangannya ke wajah, menyusul ditekannya tan-
gan kanannya pada Kitab Pemanggil Mayat yang telah
ditutup. Mendadak tangan kanannya bagai mengalir-
kan darah yang sangat kental. Dalam keadaan tangan
seperti Dewi Karang Samudera menghampiri mayat Ib-
lis Kubur yang masih terbujur.
Lalu diusapkan tangan kanannya yang seperti
mengeluarkan darah kental pada wajah mayat yang
terbujur di hadapannya. Setelah itu, ditungguinya be-
berapa saat dengan tatapan tak berkedip.
"Gila! Mengapa tak ada reaksi nya?" dengus Dewi Karang Samudera setelah menunggu
dengan tak sabar. "Apakah manusia keparat ini sebenarnya belum mati hingga
usapan tangan kananku yang telah diba-luri mantera tak berfungsi sama sekali"
Celaka kalau

Rajawali Emas 04 Sumpah Iblis Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begini! Rembulan sebentar lagi akan masuk ke pera-
duannya. Aku tak boleh membuang waktu sampai
sang fajar melepaskan panah merahnya. Sebaiknya ku
ulangi sekali... Okhhh!
Dewi Karang Samudera tersentak. Tanpa sadar
surut satu langkah. Tetapi sejurus kemudian di bibir-
nya tersungging sebuah senyuman.
Sosok mayat yang terbujur di hadapannya perla-
han-lahan membuka mata...
*** "Aaalaam teaalah baanggkitkaan keembaali akku
kee buummi keppaarrtthh inni! Summmpaah telaah
teeerrluunnassi. Kiinnii ssiiapp baayaar seeeggallaa
saakiiit hhaatti." Suara bernada panjang, dingin dan tak berirama itu terdengar.
Dewi Karang Samudera kembali tercekat. Meski-
pun dia tak melihat gerakan mulut mayat yang; telah
membuka mata itu, namun dia yakin, suara itu beras-
al dari Iblis Kubur yang telah dibangunkan kembali.
Cepat dia beringsut tiga tindak ke belakang. Tangan
kanannya kini tak lagi seperti meneteskan darah.
Tatapannya yang bulat, dingin dan penuh kelici-
kan lurus menatap Iblis Kubur yang tengah membuka
mata. "Iblis Kubur... kau harus berterima kasih kepadaku! Karena akulah kau bisa
hidup kembali!!" sentaknya tiba-tiba.
"Aaannaak mannusiaa, kaauu haannya buaang
waakhtu! Lebbiih baaikh kauu tiinggalkaan teempath
iinni. Perggiii darriii sinnii. Uuruusaankku ddengan
Saaammpuurno Pamunggkass...."
"Kau telah menjadi budakku, Iblis Kubur! Kau
harus turuti setiap perintahku! Bila tidak kau akan
kukembalikan lagi dalam kehidupanmu yang menya-
kitkan dan kau tak akan pernah bisa membalaskan
dendammu pada Ki Sampurno Pamungkas!" geram pe-
rempuan berbaju hijau lumut itu jengkel.
"Haannyaaa seeekaali aakuu beeruucaap. Tiing-
gallkaan temmpaat inni billa tiidaaak ingiinn teerkuu-
bur maatti."
Mengkelap wajah Dewi Karang Samudera. "Setan
alas!!" Habis makiannya, segera dilepaskan satu pukulan dahsyat.
Wussss! Entah apa yang dilakukan oleh Iblis Kubur, men-
dadak saja pukulan yang dilepaskan oleh Dewi Karang
Samudera tertahan dan menimbulkan suara seperti le-
tupan berkali-kali. Tubuh perempuan berambut seperti
dihiasi pernik perak itu terpental ke belakang. Da-
danya terasa sesak. Dari mulutnya mengalir darah se-
gar. "Untuk mengalahkan manusia ini, hanya Ki
Sampurno Pamungkas yang bisa melakukan. Mungkin
pula Eyang Sepuh Mahisa Agni. Tetapi, dengan ilmu
dari Kitab Pemanggil Mayat, orang yang telah mati dan
miliki kesaktian tinggi, tak akan banyak gunanya
menghadapi ajaran dari Kitab Pemanggil Mayat. Akan
kuhajar dia!"
Dewi Karang Samudera menekan kedua tangan-
nya lagi pada Kitab Pemanggil Mayat yang dikelua-
rkannya kembali. Kalau tadi saat diangkat tangan ka-
nannya seperti mengeluarkan darah, kali ini tangan ki-
rinya yang seperti mengeluarkan darah. Tanpa mem-
buang waktu lagi, dikirimkan dulu pukulan melalui
tangan kanannya, yang kembali mendadak tertahan.
Namun kali ini perempuan berbaju hijau lumut itu tak
mau kecolongan seperti tadi. Dengan gerakan yang
sangat cepat tangan kirinya yang seperti mengeluarkan
darah diusapkan ke wajah Iblis Kubur.
Mendadak manusia mayat yang masih terbujur
itu melolong setinggi langit. Suaranya serak Tenggoro-
kannya bagai disekat oleh pasak-pasak kayu yang
runcing dan kuat. Tubuhnya bergerak liar, bergulingan
ke sana kemari Semak belukar terpapas habis dan ta-
nah muncrat berhamburan. Rantai yang mengikat tan-
gan kanan dan kirinya menimbulkan bunyi yang san-
gat keras. "Aaammpoounn! Ammpouunnii aakku!" seruan
yang keluar dari mulut manusia aneh itu, bagai lolon-
gan serigala. Tersekat, tenggelam dan menggema dah-
syat Di bibir Dewi Karang Samudera tersungging se-
buah senyuman aneh.
"Katakan kepadaku, kau akan mengabdi padaku
selama-lamanya! Dan menuruti setiap perintahku!"
Gerakan liar tubuh Iblis Kubur makin mengeri-
kan saja. Kalau tadi semak hanya terpapas luruh, kini
terbakar! Tubuh Iblis Kubur bagai mengeluarkan api
yang luar biasa panas. Di sela-sela gulingan tubuhnya
dan lolongannya yang setinggi langit, terdengar sua-
ranya keras, "Akkku aakkaaan meenuuruutii peeerinn-taaahmmuuu.."
"Bagus! Kau mengerti gelagat juga, Iblis Kubur!"
"Beeebbaaaskkaaan aakkuu ceeeppaatth.'" Pe-
rempuan berambut seperti terdapat pernik perak,
mengusapkan kedua tangannya. Kalau sejak tadi yang
nampak seperti darah keluar hanya dari salah satu
tangannya, kini kedua tangannya seperti teteskan da-
rah. Dalam keadaan tangan seperti itu, Dewi Karang
Samudera bergerak cepat. Wuuus!
Tangannya mengusap wajah Iblis Kubur yang se-
dang kelojotan bergantian. Tangan kanan, lalu tangan
kiri. Setelah itu, dengan gerakan yang sukar diikuti
oleh mata, Dewi Karang Samudera telah berdiri tegak
pada jarak tiga tombak pada tubuh Iblis Kubur yang
kini terdiam. Tarikan napasnya terdengar bagai ringki-
kan kuda. Setelah itu, perlahan-lahan dia bangkit. Te-
gak berdiri dengan kedua mata bagai memancarkan
sinar merah. Mulutnya berkomat-kamit.
"Akkkuuu aakaaan paattuuhi seegaaalaa periiin-
taahmmu...."
"Bagus!" sahut Dewi Karang Samudera sambil
menarik napas panjang. "Budakku kini ada dua orang.
Pertama, nenek berbaju hitam panjang yang berjuluk
Ratu Tengkorak Hitam. Dan kedua, manusia mayat
yang menyebut diri sebagai Iblis Kubur! Tak lama la-
gi... tentunya seluruh keinginanku akan tercapai...."
Tawanya pun keluar, memecah dan menggebah
tempat. *** Bab 2 Waktu terus merambat. Meskipun nampak perla-
han, namun demikian cepat. Hingga seseorang bahkan
tak pernah menyadari apakah waktu bergerak atau ti-
dak. Satu minggu telah berlalu sejak Dewi Karang Sa-
mudera berhasil membangkitkan sekaligus menakluk-
kan iblis Kubur menjadi budaknya.
Alam kembali terang benderang. Sang raja siang
telah menebarkan sinar merahnya ke seluruh persada.
Mayapada cerah dengan tautan awan putih bagai
menghiasi dinding langit. Burung-burung beterbangan
menyambut pagi, menikmati cahaya raja siang yang
sudah sepenggalah.
Disatu tempat yang penuh pepohonan, terdapat
sebuah sungai yang mengalirkan air jernih dan tak be-
gitu deras. Di bagian yang agak terhalang oleh semak
belukar, mendadak saja satu kepala muncul dari da-
lam sungai. Byuuurrr! "Hiii.... Segar! Segar badanku sekarang!" terdengar seruan itu dari seorang
pemuda yang rupanya se-
jak tadi menyelam di sungai itu. Si pemuda itu mengu-
sapkan kedua tangannya pada rambutnya yang gon-
drong ke belakang. Saat mengusapkan kedua tangan-
nya, terlihat jelas rajahan burung rajawali berwarna
keemasan pada lengan kanan dan kirinya yang kokoh.
Wajah pemuda tampan itu cerah sekali. Lalu terden-
gar lagi suaranya, "mandi lagi, ah...."
Sambil bernyanyi-nyanyi tak karuan, si pemuda
berenang-renang ke sana kemari. Lalu dia menyelam
cukup lama. Dan ketika disembulkan lagi kepalanya
dari air sungai itu, terdengar satu suara berteriak,
"Aaaauuuu!!"
Si pemuda terbelalak kaget. Segera ditolehkan
kepala ke kanan. Dan dilihatnya seorang gadis berbaju
putih bersih sedang menutup mukanya dengan kedua
tangannya dalam posisi membelakangi. Buru-buru si
pemuda menyelam lagi, hingga yang nampak hanya
kepalanya saja. ,
"Wah, kok tahu-tahu ada gadis itu di sini" Teta-
pi... mengapa barusan dia menjerit" Ah, selagi dia ma-
sih, membelakangiku, lebih baik aku naik dan buru-
buru, memakai pakaianku lagi."
Memikir sampai di situ, si pemuda perlahan-
lahan berenang ke tepian. Lalu...
Wuuut! Byyurr! Tubuhnya mencelat bagai meteor dari dalam
sungai dan kini berada di balik semak di mana pa-
kaiannya diletakkan. Sungguh aneh apa yang kemu-
dian dilakukan si pemuda. Karena, sekujur tubuhnya
yang basah itu mendadak saja kering. Hanya dalam
waktu satu tarikan napas!
Setelah tubuhnya kering dengan gerakan yang
sangat cepat dikenakan pakaiannya yang berwarna
keemasan dan celananya yang berwarna kebiruan. Ikat
kepala berwarna keemasan pula dikenakan pada ke-
ningnya. Setelah rapi berpakaian, disampirkannya pe-
dangnya yang berwarangka penuh dengan benang
emas di belakang punggungnya. Hulu pedang yang
agak aneh menyembul di belakang tubuhnya. Hulu
pedang yang pada bagian bawahnya terdapat sebuah
bintang dan tepat di hulunya terdapat ukiran kepala
burung rajawali berlawanan arah.
Selesai semuanya, si pemuda buru-buru keluar
dari balik semak. Saat itu juga kedua matanya melebar
ketika tak dilihatnya gadis berbaju putih bersih tadi di sana. "Lho, ke mana
dia" Cepat sekali menghilangnya!''
gumam si pemuda sambil celingak-celinguk. "Apakah aku perlu mencarinya, ataukah
kuteruskan perjala-nanku ini?"
Belum lagi si pemuda memutuskan apa yang
akan dilakukannya, mendadak terdengar suara lembut
namun bernada gusar, "Kau mencariku karena ber-
maksud jelek atau bermaksud baik"!"
Si pemuda segera membalikkan tubuh dan dili-
hatnya gadis berbaju putih bersih itu sedang duduk di
atas sebatang pohon.
"Hebat! Mendapati gerakannya yang tahu-tahu
lenyap begitu saja, aku yakin gadis ini bukan orang
kebanyakan." Habis membatin begitu, si pemuda tersenyum. "Tak ada maksud apa-apa
untuk mencarimu.
Kalaupun aku mencarimu, karena aku merasa heran
mengapa kau mengganggu mandiku?"
Gadis itu menatap si pemuda dengan seksama
sebelum berkata dengan nada sewot, "Enak saja bica-ra! Mana aku tahu kalau kau
sedang mandi" Aku sen-
diri tadi hampir membuka baju karena ingin mandi.
Untungnya kau sudah keburu muncul dari dalam air
sebelum aku membuka pakaian!"
Si pemuda tampan berbaju keemasan tersenyum
dan masih tersenyum dia berkata, "Kalau begitu, pan-taslah kau berteriak tadi."
Lalu katanya lagi, "Maaf, aku sama sekali tak tahu kalau kau berada di dekat
bagian sungai di mana aku mandi. Dan sekarang, apa-
kah kita harus berbicara seperti ini sementara kau be-
rada di atas dan aku di bawah?"
Mendapati ucapan orang, si gadis melompat tu-
run. Lagi-lagi si pemuda membatin. "Tak salah du-
gaanku kalau gadis ini bukan seperti orang kebanya-
kan. Gerakan turunnya tadi sangat ringan sekali.
Hmm... siapa dia"*
"Nah! Aku sudah turun" Apakah ada yang perlu
dibicarakan" Kalau tidak... aku ingin mandi!"
Si pemuda tersenyum mendapati kata-kata orang
Diam-diam dikagumi kecantikan yang dimiliki. gadis
yang berdiri di hadapannya. Wajah gadis itu berbentuk
bulat telur dengan dagu agak menjuntai. Hidungnya
mancung dengan bibir tipis yang memerah indah. Se-
pasang alisnya hitam, dihiasi dengan bulu mata lentik
dan mata yang cerah terbuka. Rambutnya panjang
hingga ke bahu, dibiarkan tergerai begitu saja. Pakaian putih bersih yang
dikenakannya, dihiasi sulaman bunga mawar dl bagian kanan. Di pinggangnya yang
ramp- ing, melilit sebuah cambuk.
"Hei! Apakah kau mendadak menjadi bisu?" seru si gadis setelah melihat pemuda
yang berdiri di hadapannya sejak tadi hanya terdiam saja dan mendadak
wajah si gadis bersemu merah ketika menyadari apa
penyebab ketertegunan si pemuda.
Pemuda yang di lengannya terdapat rajahan bu-
rung rajawali berwarna keemasan gelagapan dan kejap
kemudian dia tersenyum. "Bila kau ingin mandi silakan. Kebetulan aku sudah
selesai" Dari semu merah yang sempat menghiasi wajah-
nya, si gadis melotot, "Apakah aku harus membuka bajuku selagi kau berada di
sini, hah?"
Si pemuda tertawa.
"Maafkan aku. O ya, namaku Tirta. Bolehkah ku
tahu siapa namamu?"
"Hmmm....pertanyaan itu dilontarkan dengan so-
pan. Tak ada salahnya bila kuberi tahu namaku," batin si gadis sambil menatap
pemuda yang menunggu ja-
wabannya. Lalu katanya, "Ayu Wulan!"
"Baiklah, Ayu Wulan... kita berpisah di sini'"
Tetapi sebelum si pemuda meninggalkan tempat,
si gadis yang bernama Ayu Wulan menahan, "Tunggu!"
Pemuda yang tak lain Tirta alias si Rajawali Emas
menolehkan kepala.
"Ada apa?"


Rajawali Emas 04 Sumpah Iblis Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah kau pernah mendengar seorang tokoh
yang berjuluk Manusia Pemarah?"
Tirta mengerutkan keningnya. Lalu katanya tan-
pa dapat sembunyikan rasa herannya, "Manusia Pemarah" 'Tidak.,.. Siapakah orang
yang mempunyai julu-
kan aneh itu?"
"Dia guruku!"
"O... jadi kau sedang mencari gurumu" Ada apa
memangnya?"
"Semula... aku tidak bermaksud mencari Guru,
karena dia memang sering tidak pulang. Tetapi, sudah
enam bulan dia berlalu dan belum kembali. Ini aneh,
karena Guru tak pernah pergi lebih dari empat bulan
lamanya. Makanya, ku putuskan untuk mencarinya.
Apalagi kali ini dia tak memberi tahu ke mana per-
ginya. Dasar! Orang tua yang suka marah! Ke mana
sih dia?" Tirta tersenyum melihat sikap Ayu Wulan yang
manja dengan bibir lembut seperti itu. Dalam perki-
raan nya, si gadis berusia lebih muda darinya. Namun
meskipun usianya lebih muda, Ayu Wulan nampak bi-
sa bersikap tegas.
"Bila aku bertemu dengannya aku berjanji, akan
kusampaikan kalau kau sedang kebingungan menca-
rinya. Baiknya, kita berpisah di sini..."
"Hei!" Gadis berbaju putih bersih itu melotot dan lebih melotot karena tidak
melihat pemuda yang tadi
berdiri dalam jarak dua tombak dengannya. "Sinting.
Apakah aku bertemu dengan setan barusan" Gera-
kannya begitu cepat sekali!"
Ayu Wulan segera berkelebat ke sana kemari.
Namun jangankan menemukan Tirta, melihat bayan-
gannya saja tidak. Dia berdiri kembali dengan kening
dikerutkan. "Selama keluar dari Lembah Mawar, baru kali ini kujumpai pemuda yang
demikian tampan. Tutur sapanya meskipun rada konyol, namun mengapa
mengena di hatiku" Dan aku tidak marah dengan ka-
ta-katanya tadi.
Jelas kalau pemuda itu tidak bermaksud jahat.
Dan dia... iiihh! Kenapa aku jadi memikirkan pemuda
itu sih" Lebih baik aku mandi dan setelah itu teruskan mencari Guru! Ampun deh,
Guru! Di mana sih kau berada"! Bikin aku pusing saja!"
Sambil bersungut-sungut, gadis itu berjalan ke
tepi sungai. Diperhatikan sekelilingnya. Setelah dirasa cukup aman, di balik
sebuah semak dibuka pakaiannya dan segera mandi
*** Senja sudah turun ketika gadis berbaju putih
bersih yang sedang mencari gurunya itu tiba di sebuah
jalan setapak yang dipenuhi semak belukar dan pepo-
honan. "Hmmm... ke mana lagi aku harus mencari
Guru?" desisnya sambil menatap ke atas. 'Tak lama la-gi malam akan datang.
Sebaiknya kutinggalkan saja
tempat yang menyeramkan ini"
Memutuskan demikian, Ayu Wulan siap kele-
batkan tubuh lagi. Namun...
Mendadak saja tangan kanannya digerakkan ke
samping kiri. Wuusss! Serangkum angin menghampar deras dan meng-
hantam sebuah semak yang langsung terpapas!
"Setan alas.' Siapa kau yang suka mengintip,
hah"." bentak Ayu Wulan dengan kedua kaki sedikit
dipentangkan. Tak seorang pun yang keluar dari sana. Namun,
dalam pandangan Ayu Wulan yang terlatih, dia yakin
ada orang di balik semak. Dan hanya orang berniat ti-
dak baik yang tidak segera keluar dari persembu-
nyiannya. Apakah orang itu telah pingsan terhantam
pukulan yang dilepaskannya barusan"
"Hmmm... kalau memang hanya cecurut iseng,
lebih baik kuperiksa dulu sebelum kuyakini orang itu
memang pingsan."
Namun belum lagi gadis berbaju putih bersih itu
melangkah, terdengar suara bernada panjang, berat
dan serak "Gaaddisss maanniss... kaaauuu beeruunntuung
beerteemu deeengganku...."
Seketika Ayu Wulan menoleh ke belakang. Sepa-
sang mata bagusnya melebar melihat satu sosok tu-
buh. berdiri kaku di hadapannya. Lebih heran lagi, ka-
rena orang yang baru datang itu diyakininya orang
yang diserang tadi. Lalu, bagaimana tahu-tahu orang
itu bisa berada di belakangnya"
Sadar kalau orang yang muncul bukan orang
sembarangan, Ayu Wulan bersiaga, menjaga kemung-
kinan yang tak mengenakkan. Pandangannya lekat
pada lelaki berjenggot dan berkumis panjang. Di tan-
gan dan kakinya terdapat rantai panjang yang besar.
Dari sosoknya yang mengerikan, adalah matanya yang
paling menakutkan. Mata itu seolah tak berkedip sedi-
kit juga. Terpentang lebar dan Ayu Wulan terkejut ke-
tika menyadari kalau tatapan itu mirip tatapan orang
yang sudah mati! Siapa kau sebenarnya?" bentak si Gadis dengan sikap waspada.
"Akkuuu Ibblisss Kuubuurr. Gaadiss Maanniss...
kaaataakkaan di maaannaa Saammpurrno Paamung-
kaass beeraaada?"
"Aneh, siapakah orang yang menjuluki dirinya Ib-
lis Kubur ini" Mengapa di kedua tangan dan kakinya
terdapat rantai besar yang panjang" Lalu cara berbica-
ranya itu sungguh aneh sekaligus mengherankan. Sia-
pa pula orang yang dimaksudnya barusan?" batin si gadis dengan mata tak berkesip
tatap orang di hadapannya. Lalu katanya. "Aku tak mengenal siapa orang yang kau
maksud. Tetapi, lebih baik tinggalkan tempat
ini." "Keepaaaraathh! Kaauuu beeraaanni beersikaap buurrukk paaddakku!!" Usai
kata-katanya, mendadak saja orang yang tak lain mayat yang dihidupkan kembali
oleh Dewi Karang Samudera dan berjuluk Iblis
Kubur, menggerakkan tangan kanannya.
Rantai besar yang mengikat tangannya pun ber-
gerak pula dan menimbulkan suara yang keras menge-
rikan. Sraang! Kraaataak!
Menyusul kilatan cahaya yang terpantul dari ran-
tai itu ke arah Ayu Wulan.
Terkesiap Ayu Wulan melihat serangan yang da-
tang. Cepat dihemposkan tubuhnya ke belakang. Sam-
batan rantai besar dan panjang itu luput dari sasaran, namun gempuran angin yang
menderu tadi masih
sempat menghantam bahu kanannya yang terasa mau
patah. Meringis gadis berbaju putih bersih itu meme-
gang bahu kanannya dengan tangan kiri. Wajah jeli-
tanya mendadak menjadi pucat.
"Gila! Siapa orang ini sebenarnya" Gebrakan per-
tamanya sudah sedemikian dahsyat! Apa yang bisa ku-
lakukan sekarang?" batin gadis itu galau.
Belum lagi diputuskan untuk berbuat apa, suara
keras kembali menderu.
Kraaataak! Kali ini si gadis melipat gandakan ilmu peringan
tubuhnya. Wusss! ., Tubuhnya mencelat lincah ke samping. Saat itu
pula langsung digerakkan kedua tangannya ke depan.
Wuuut! Pyaaar! Menghampar angin dingin dari telapak tangan-
nya, menghantam sekaligus membuyarkan angin yang
masih menderu yang ditimbulkan oleh rantai yang di-
gerakkan Iblis Kubur. Akan tetapi, kendati si gadis
berhasil memunahkan angin itu, namun bagai tersisa
angin itu menderu dan menghantamnya lagi!
"Aaakhhh!"
Ayu Wulan berteriak keras dan terguling hingga
dua tombak. Kali ini bukan hanya bahu kanannya
yang terasa sakit, namun bahu kirinya pun demikian.
Kendati dirasakan nyeri tak terkira pada kedua ba-
hunya, namun si gadis tetap berusaha berdiri tegak
Karena, dalam posisi berdiri dia masih bisa mencoba
untuk menghindar bila serangan datang lagi.
Dan yang diperkirakannya memang benar. Kali
ini Iblis Kubur yang berdiri dalam jarak lima tombak
mengangkat kaki kanannya dan digerakkan ke depan.
Srang! Kraatakk!
Wusss! Bersamaan bunyi rantai yang masih mengikat
kakinya, menghampar angin yang luar biasa besarnya.
Ayu Wulan menjadi pucat menyadari hal itu. Sungguh,
apa yang dialami oleh si gadis benar-benar di luar du-
gaannya. Sebagai murid salah seorang tokoh rimba
persilatan yang berjuluk Manusia Pemarah, tak akan
mudah dia dipecundangi seperti itu. Namun pada ke-
nyataannya, dua gebrakan saja dia sudah terluka pada
bahu kanan dan kiri. Belum lagi menyusul serangan
yang ketiga! Dalam keadaan terjepit seperti itu, Ayu Wulan
tentunya tak mau mati konyol. Dia mencelat dan lang-
sung memutar tubuh dua kali di udara, bersamaan
dengan itu langsung diserangnya Iblis Kubur dengan
pukulan 'Sejuta Pesona Bunga', salah satu jurus yang
diajarkan oleh Manusia Pemarah.
Menderu angin panas ke arah Iblis Kubur. Se-
mentara tanah di mana si gadis berdiri tadi, langsung
membentuk sebuah lubang sedalam satu tombak dan
mengeluarkan asap.
Serangan si gadis yang siap dihantamkan pada
kepala Iblis Kubur, benar-benar mengena. Karena, ba-
gai tak menyadari serangan yang datang, orang yang
sejak tadi melakukan serangan tanpa menggeser tu-
buhnya sedikit juga dari tempat berpijaknya, mem-
biarkan saja pukulan itu menghantamnya.
Desss!! Bersamaan pukulannya menghantam kepala Iblis
Kubur, Ayu Wulan meneruskan memutar tubuh dua
kali dan hinggap dalam jarak tiga tombak di belakang
Iblis Kubur yang kini dibalut oleh asap hitam yang
tebal namun mengeluarkan aroma wangi bunga ma-
war. Terbelalak si gadis melihat apa yang terjadi. Begitu asap hitam itu
menghilang, sosok Iblis Kubur masih
tegak berdiri tak kurang suatu apa. Bahkan perlahan-
lahan kepalanya menoleh ke belakang, menghadap ke
arah Ayu Wulan!
Pancaran sepasang matanya bertambah dingin.
Wajahnya kini memucat. Jenggot dan kumis tebalnya
bergerak-gerak mengerikan.
"Celaka!" desis Ayu Wulan dengan wajah pucat pasi. Tubuhnya mendadak seolah kaku
"Pukulan 'Sejuta Pesona Bunga' seolah tak ada arti apa-apa bagi manusia itu. Keadaan bisa
gawat! Aku bisa mati konyol sekarang! Lebih baik, segera kutinggalkan tempat
ini dari pada mati sia-sia! Padahal, aku harus mencari di mana Guru saat ini
berada!" Memikir demikian, si gadis memperhatikan dulu
suasana. Setelah dilihatnya saat yang tepat, dengan
mengerahkan seluruh ilmu peringan tubuhnya, Ayu
Wulan mencelat ke samping.
Namun baru saja dilakukan gerakan itu, menda-
dak suara 'kraaatak' yang keras terdengar. Urung ga-
dis berbaju putih-putih itu melakukan gerakan susu-
lan. Yang dilakukan justru membuang tubuh ke samp-
ing! Tetapi satu dorongan angin keras tak bisa dihin-
darinya. Tubuhnya telak terhantam dan terlempar li-
ma tombak kebelakang. Masih untung Ayu Wulan
memiliki ketahanan tubuh yang kuat. Bila tidak, tu-
lang penyangga tubuhnya akan patah berantakan.
Meskipun demikian, sepertinya dia tak mampu lagi un-
tuk bangkit. Darah segar mengalir dari hidungnya.
Dan entah bagaimana mulanya, tahu-tahu sosok
Iblis Kubur sudah berdiri tegak di hadapannya, berja-
rak satu tombak dari tempat di mana si gadis sedang
terduduk dengan rasa nyeri yang hampir-hampir tak
bisa tertahankan. Membuat gadis itu melengak dengan
mulut terbuka lebar.
"Siiaapaa puun yaaang taakk berriii tahuuu dii
maana maannussiiaa keepaaratth Saaampurrnooo
Paammmungkaaass beerradaa, diiaaa aakann maattti."
Menggigil sekujur tubuh Ayu Wulan. Seumur hi-
dupnya, belum pernah dirasakan kengerian seperti ini.
Dicoba untuk menggerakkan tubuhnya, namun semua
terasa ngilu sekali. Meskipun demikian, si gadis yang
punya ketabahan tinggi itu, justru membuka matanya
lebih lebar, saat orang di hadapannya mengangkat
tangan kanannya hingga rantai besi panjang dan berat
itu bagai menyala tertimpa sinar matahari.
Namun belum lagi maut menjemput Ayu Wulan,
terdengar deruan luar biasa keras. Kejap itu juga melesat dua buah gelombang
angin laksana deburan om-
bak menghantam tangan kanan Iblis Kubur yang su-
dah siap memukul pecah kepala Ayu Wulan!
*** Bab 3 Blaaamm! Terdengar ledakan hebat saat dua gelombang an-
gin tadi menghantam tangan Iblis Kubur. Hebatnya
pula dua gelombang angin tadi membuat Iblis Kubur
surut tiga tindak. Padahal, tak satu pukulan pun yang
dilepaskan oleh Ayu Wulan bisa membuat Iblis Kubur
berubah posisi berdirinya!
Kejap kemudian, berkelebat satu bayangan kee-
masan ke tempat itu dan berdiri tepat di sisi kanan
Ayu Wulan yang segera mengangkat kepala dan seketi-
ka terdengar seruannya gembira, 'Tirta...."
Orang yang baru muncul dan melepaskan puku-
lan hingga Ayu Wulan terbebas dari maut yang siap


Rajawali Emas 04 Sumpah Iblis Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjemputnya, pasang senyuman. Dia tak lain adalah
Tirta, atau yang sekarang dikenal dengan julukan Ra-
jawali Emas. Sebuah julukan yang pertama kali dilon-
tarkan oleh Sumirat dan menyusul Dewi Kematian
yang secara tak langsung telah mengumandangkan ju-
lukan itu ke seluruh rimba persilatan. (Untuk menge-
tahui hal itu, silahkan baca serial Rajawali Emas da-
lam episode: "Wasiat Malaikat Dewa").
"Tak kusangka kita berjumpa lagi dalam waktu
yang singkat. Kau tidak apa-apa?" kata Tirta sambil nyengir
"Pertanyaan bodoh! Apakah dia tak melihat aku
yang sudah tak berdaya begini" Masih saja bertanya
tidak apa-apa," batin Ayu Wulan gemas. Tetapi, tetap dianggukkan kepalanya.
"Bagus! Siapa orang itu sebenarnya, Ayu" Dan
Mengapa dia ingin membunuhmu?" tanya Tirta sambil membungkuk. Diperiksanya
sekilas tubuh Ayu Wulan.
Lalu dia membatin, "Gila... mengapa sekujur tubuhnya begini lemah sekali" Dan
aku seperti merasakan hawa
panas yang luar biasa. Tetapi, gadis ini nampaknya tak merasakan panas itu.
Suatu ilmu yang sangat aneh
dan tentunya panas itu akan menyerang Ayu secara
perlahan-lahan akan merontokkan seluruh jalan da-
rahnya dalam waktu yang cukup singkat. Hmmm...
untuk sementara, ku coba untuk menghentikan hawa
panas ini."
Ayu Wulan menggelengkan kepalanya lagi.
"Aku tidak tahu. Mendadak saja manusia yang
mengaku berjuluk Iblis Kubur itu muncul dan menye-
rangku karena aku tak bisa jawab pertanyaannya."
Ayu Wulan melihat paras pemuda yang sedang
mengalirkan tenaga dalam ke tubuhnya itu berubah.
"Mengapa, Tirta?" tanyanya pelan. Tirta terdiam. Ingatannya beralih pada tugas
yang diberikan Raja Lihai
Langit Bumi yang dipanggilnya Guru. Tugas untuk
menyelidiki tentang seorang tokoh sesat yang telah
mati seratus tahun lalu dan bersumpah akan bangkit
kembali melaksanakan sebuah dendam. Apakah orang
yang sedang berdiri tegak dengan tatapan dingin itu
orang yang dimaksud"
"Pertanyaan apa?" tanyanya kemudian.
"Dimana orang yang bernama Sampurno Pa-
mungkas berada," sahut Ayu Wulan masih menatap
heran pada wajah pemuda di hadapannya yang ber-
tambah mengerutkan kening.
Lagi Tirta terdiam. Iblis Kubur mencari seseorang
yang bernama Sampurno Pamungkas" Oh, apakah ini
jawaban dari teka-teki yang diberikan Raja Lihai Langit Bumi" Saat memberikan
tugas padanya, orang tua bi-jaksana yang di bahunya terdapat selendang berse-
lempang itu memang tak mengatakan siapa Iblis Ku-
bur sebenarnya. Tirta pun teringat akan tokoh yang
barusan disebutkan Ayu Wulan tadi. Raja Lihai Langit
Bumi pernah mengatakan, salah seorang yang mampu
menandingi tenaga surya dari sari manis Rumput Se-
laksa Surya yang dihisapnya adalah Ki Sampurno Pa-
mungkas. Orang itu kah yang diinginkan oleh Iblis Ku-
bur" Belum lagi pertanyaan-pertanyaan itu berhasil
dicerna dan ditemukan jawab, mendadak dirasakan
deru angin dahsyat dan suara ber'kraaatak' yang keras
dibelakang. Pendekar Rajawali Emas terkesiap, berbalik dan
segera dihantamkan kedua tangannya. Terdengar den-
tuman menggelegar menyentak tempat itu.
Tubuh Tirta terlempar dua tombak ke belakang,
sementara Iblis Kubur yang barusan melakukan se-
rang masih berdiri tegak. Sementara deru hantaman
Iblis Kubur tadi rupanya mengenai Ayu Wulan yang
dalam keadaan tak berdaya. Tanpa ampun lagi, gadis
berbaju putih bersih dengan sulaman bunga mawar
pada bagian dada kanannya itu jatuh pingsan! ,
"Gila! Luar biasa sekali tenaganya! Lenganku terasa ngilu!" desis Tirta sambil
menatap kedua lengannya yang kini jadi kehitaman di mana terdapat rajahan
burung rajawali berwarna keemasan. Cepat dialirkan
tenaga dalamnya untuk menghilangkan rasa nyeri.
Lamat rasa nyeri itu hilang, begitu pula dengan warna
kehitaman pada kedua lengannya.
Ketika selesai dialirkan tenaga dalamnya, men-
dadak sepasang mata tajamnya melebar. Karena tak
dilihatnya sosok Ayu Wulan di tempatnya tadi.
"Celaka! Di mana gadis itu" Apakah dia terlempar
dan pingsan karena terkena hantaman angin keras itu
pula?" serunya tegang.
Apa yang dicemaskan Tirta memang terbukti. Dia
memang masih bisa mengendalikan diri agar tidak ter-
lalu terlempar jauh begitu hamparan angin menderu
ke arahnya. Namun malang bagi Ayu Wulan. Gadis
berbaju putih bersih yang dalam keadaan tak berdaya
itu, terlempar lima tombak begitu terhantam angin ke-
ras tadi yang membuatnya pingsan seketika.
Tirta melihat di mana gadis itu berada sekarang.
Disebuah semak yang langsung rebah begitu tubuh si
gadis terjatuh di sana. Secepat kilat Tirta melesat. Hatinya panik melihat Ayu
Wulan yang diam tak berge-
rak. Ketika dipegangnya nadi gadis itu pada pergelan-
gan tangan kanannya, dia masih bisa bernapas lega.
Karena detak jantung gadis itu masih terasa meskipun
sangat lemah sekali. Tetapi rasa panas yang dirasakan
oleh Tirta sebelumnya pada tubuh gadis itu, makin
menyengat saja. Tangannya tak ubahnya memegang
bara. Dengan mengalirkan tenaga surya itulah tadi dia
bisa memeriksa nadi si gadis.
"Oraaanngg muudaa... kaauu teelaaah caamm-
puurii uuruusaan iiiblis Kuubbur. Beerarrtii kaauu
aakan maattti."
Tirta berdiri tegak. Sejenak rasa bingung meling-
kupinya. Di satu segi, dia harus menyelamatkan gadis
ini. Di segi lain, bisakah dia meloloskan diri dari Iblis Kubur yang sedang
murka" "Manusia yang sudah mati, kau hanya jadi peta-
ka bila hidup lagi!"
"Kaataakaan... dii maaanna Saammpurrnoo
Paaamuuungkass beraadaa?"
"Dia tetap mencari Ki Sampurno Pamungkas. Be-
rarti, hanya orang itulah yang dicarinya. Apakah ini
sebuah kesempatan bagiku untuk menjawab asal saja
dan memberi pertolongan pada Ayu Wulan?" gumam
Tirta menimbang-nimbang. Lalu dengan suara keras
dia berseru, "Kau mencari Ki Sampurno Pamungkas"
Orang itu berada di Gunung Tengger! Di sanalah dia
menunggumu!"
"Baaggusss!! Dii Guunnuung Teenggeer. Tetaapi,
kaaauu haaruss maatti!"
"Kurang ajar!" dengus Tirta melengak. Saat ini dia benar-benar dilanda bingung
yang tinggi mengingat
kondisi Ayu Wulan yang harus lebih dulu disela-
matkannya. Baginya, keselamatan Ayu Wulan lebih di-
utamakan daripada mengurus Iblis Kubur. "Sudah
menjadi mayat pun dia masih bisa berpikir seperti itu!
Keparat! Aku tak yakin dia hidup kembali karena
sumpahnya! Tak mungkin! Pasti ada seseorang yang
telah membangkitkannya!"
Dan sekarang apakah aku harus menghadapi Ib-
lis Kubur" Pedang Batu Bintang dan tenaga surya bisa
kupergunakan. Tetapi, bagaimana dengan nasib Ayu
Wulan" Aku harus menyelamatkan nyawanya! Hawa
panas yang terasa itu pasti akan merontokkan seluruh
jalan darahnya! Hmmm... ya, ya, hanya Bwana yang
bisa membantuku saat ini, meskipun aku tidak tahu di
mana dia berada."
Tiba-tiba saja pemuda berbaju keemasan itu me-
nepukkan tangannya tiga kali. Dan di antara setiap te-
pukannya dihempaskannya tangan ke atas. Cahaya
merah muncrat, berpendar di angkasa.
Dan entah dari mana munculnya, mendadak ter-
dengar suara yang sangat keras sekali di angkasa,
membedah tempat yang kini telah berubah menjadi ta-
nah lapang, karena banyak pepohonan dan semak
yang tumbang dan terlempar jauh akibat pukulan yang
dilakukan oleh Iblis Kubur.
"Koaaaakkkk!"
Tirta dongakkan kepala dan tersenyum.
"Bagus! Dia muncul juga! Biarlah Bwana yang
menghadapi manusia keparat ini, sementara aku me-
nyelamatkan Ayu Wulan terlebih dulu!" timbang Tirta sambil perhatikan Bwana, si
burung rajawali keemasan yang terbang di ketinggian.
Bayangan raksasa di angkasa yang menimbulkan
suara gemuruh angin dahsyat meluruk dan hinggap
dalam jarak lima belas tombak dari tempat Tirta dan
Iblis Kubur berdiri. Iblis Kubur langsung menggerak-
kan tubuh. Matanya menatap tak berkesip pada bu-
rung rajawali yang besarnya empat kali gajah dewasa.
Tirta langsung berseru, "Bwana! Kau urus manu-
sia jahanam itu dulu! Aku hendak menolong gadis
yang pingsan ini!"
Bagai mengerti ucapan orang, kepala Bwana te-
rangguk-angguk. Dari tiba-tiba saja sayap kanannya
dikepakkan ke arah Iblis Kubur. Menghampar angin
deras laksana topan badai. Sekaligus, menyeret kerikil, tanah dan menerabas
semak belukar. Untuk pertama kalinya, Tirta melihat perubahan
pada wajah Iblis Kubur. Kali ini nampak keningnya di-
kernyitkan dan kejap kemudian langsung melompat
menghindari gempuran sayap Bwana yang sedahsyat
topan badai! "Aneh! Kalau sejak tadi dia selalu menyerang
tanpa berubah posisi, kini dia menghindar! Apakah dia
takut dengan Bwana, ataukah ada yang dipikirkan-
nya?" desis Tirta, masih kernyitkan kening.
Lompatan yang dilakukan Iblis Kubur sebenar-
nya ringan saja tadi, namun tubuhnya mencelat jauh
dua puluh tombak ke samping. Kepakan sayap Bwana
menghantam tiga batang pohon yang langsung tum-
bang dan terlempar sepuluh tombak!
Begitu orang yang diserangnya menghindar,
Bwana segera mengepakkan kedua sayapnya. Debu
yang beterbangan semakin banyak. Tanah yang mun-
crat semakin tinggi. Kepulan tanah dan debu itu
menghalangi pandangan. Namun sama sekali tak ada
pengaruhnya bagi Iblis Kubur. Dia tetap dapat meng-
hindari serangan itu.
Sementara Tirta, buru-buru membopong tubuh
Ayu Wulan yang masih pingsan. Diputuskan untuk
mencari tempat yang lebih aman guna mengobati gadis
baju putih bersih itu.
Pertarungan antara Bwana menghadapi Iblis Ku-
bur berlangsung dengan seru. Kali ini burung rajawali
raksasa itu bukan hanya mengepakkan kedua sayap-
nya saja, melainkan sudah terbang dan meluruk den-
gan cakar dan paruhnya yang tajam.
Iblis Kubur mengeluarkan geraman yang sangat
mengerikan. Dedaunan langsung berguguran saat di-
putar tangan kanannya. Desingan yang ditimbulkan
oleh rantai besi panjang yang berkilat-kilat ditimpa cahaya matahari seperti
mengeluarkan angin topan yang
berputar-putar. Membuat Bwana sulit untuk mendeka-
ti Iblis Kubur. Namun burung yang cerdik itu pun tak
mau dirinya terkena sambaran angin maupun rantai
besi panjang. Dia terkadang terbang, terkadang meluruk seper-
ti sedang mempermainkan orang. Dan ketika sayapnya
dikepakkan, pusaran angin topan yang ditimbulkan
pukulan tangan Iblis Kubur yang terdapat rantai besi
panjang dan besar, langsung terpupus. Bahkan angin
yang ditimbulkan oleh kepakan sayap Bwana, mem-
buat tubuh Iblis Kubur goyah.
Dengan cepat dan mengeluarkan suara melengk-
ing yang tinggi, Bwana menerjang dengan kedua ca-
karnya. Wuusss! Brakk! Baju di bagian dada Iblis Kubur sobek Murkalah
orang yang sebenarnya sudah menjadi mayat namun
karena kekuatan Dewi Karang Samudera yang mem-
pergunakan mantera dari Kitab Pemanggil Mayat kini
bisa seperti hidup kembali. Gerengan yang mengerikan
terdengar bertalu-talu.
Saat Bwana menerjang, mendadak Iblis Kubur
membuka mulutnya'.
Wusss! Wusss! Dua gumpalan asap hitam pekat diiringi angin
sangat kencang, menggebubu ke arah Bwana yang
langsung mencelat naik dan bersuara melengking.
Namun asap pekat tadi bagai mengikuti gerakan Bwa-
na yang masih berputar-putar dalam jarak dua puluh
depa di atas kepala Iblis Kubur yang berteriak keras.
Mendadak burung rajawali yang cerdik itu men-
gepakkan kedua sayapnya.
Wussss! Menghampar angin laksana topan ke bawah.
Keanehan terjadi, karena dua gumpalan asap
yang telah menjadi satu dan mengarah mengikuti ge-
rakan Bwana, tak pupus sedikit juga oleh sambaran
angin dahsyat yang ditimbulkan oleh dua kepakan
sayap Bwana. Malah makin nampak hitam pekat. Ber-
samaan dengan itu, Iblis Kubur menggerakkan kedua
tangannya. Wuuuuttt! Angin panas yang menebarkan bau busuk bagai
puluhan anak panah melesat ke arah Bwana. Bwana
masih sempat bergerak sebenarnya, namun kaki ki-


Rajawali Emas 04 Sumpah Iblis Kubur di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rinya terkena salah satu deru angin panas itu.
"Koaaaakkkk!" suaranya keras bernada kesaki-
tan. Kaki kirinya dengan kuku yang melengkung dan
tajam melepuh. Kulitnya mengelupas.
Merasa tak sanggup menghadapi lawan, Bwana
langsung mengepakkan sayapnya terbang meninggal-
kan Iblis Kubur yang berteriak-teriak keras. Nalurinya seolah berkata, toh Tirta
yang bermaksud menyelamatkan gadis baju putih bersih itu sudah tak nampak
lagi di matanya.
"Bbuuurrung laaknaath! Kaaauu taakk aakaan
bbiisaa laarri daarri taaangankuu! Hhhhhkh! Peemuu-
daa taddii meenggaataakaan, kaalaauu Saampuurnoo
Paamungkaass beraadaa dii Guunuungg Tenggeeer.
Akkku harus segeeraa ke sana!"
Iblis Kubur membuka mulutnya lagi. Gumpalan
asap hitam pekat tadi yang menyerang dan menyen-
takkan Bwana, bagai bergerak masuk ke dalam mulut
dan lenyap. Setelah itu, Iblis Kubur berlalu meninggalkan
tempat yang telah porak-poranda. Dan tanpa setahu
siapapun juga, sepasang mata bening namun licik
yang sejak tadi memperhatikan apa yang terjadi dalam
jarak lima puluh tombak di balik rimbunnya semak,
memancarkan sinar gembira.
"Luar biasa! Dengan kesaktian yang dimiliki Iblis Kubur, keinginanku untuk
membunuh Raja Lihai Langit Bumi akan dengan mudah terlaksana! Ini suatu hal
yang baik!" batin orang yang mengintip itu. Lalu perlahan lahan dia keluar dari
persembunyiannya. Pa-
kaiannya yang berwarna hijau tipis terkabar diper-
mainkan angin melekat sesaat di tubuhnya, hingga
bentuk tubuhnya yang indah dan menggiurkan sema-
kin nyata. Terutama pinggul dan payudaranya yang ken-
cang. Rambutnya yang seolah dihiasi oleh pernik perak
makin menyala tertimpa sinar matahari dan membuat
pesona pada wajahnya semakin menjadi.
Perempuan yang tak lain Dewi Karang Samudera
menyunggingkan senyum. Hingga bibirnya yang me-
merah bertambah menggiurkan. Bila saja orang yang
melihatnya tahu berapa usia perempuan berbaju hijau
tipis itu, tentunya hanya sesaat mengagumi kecanti-
kan wajah dan keindahan tubuhnya.
Setelah berhasil membangunkan dan menakluk-
kan Iblis Kubur, Dewi Karang Samudera seperti mem-
berikan kebebasan pada Iblis Kubur untuk mencari
dan membalas dendam pada Ki Sampurno Pamungkas.
Hal itu dilakukan, karena dia ingin orang-orang rimba
persilatan mendengar kabar tentang bangkitnya Iblis
Kubur. Dan dia yakin, Raja Lihai Langit Bumi pasti
akan muncul pula.
Itulah saat yang tepat untuk membalaskan den-
damnya pada Raja Lihai Langit Bumi dengan memper-
gunakan tangan Iblis Kubur. Dendam yang hanya dia
dan Raja Lihai Langit Bumi saja yang mengetahuinya.
Di bibir tipis memerah Dewi Karang Samudera
tersungging senyum aneh.
"Hmmm... biar kuikuti ke mana perginya manu-
sia keparat yang telah mampus dan berhasil kuban-
gunkan itu!"
Habis kata-katanya, tubuhnya berkelebat cepat.
Hingga yang nampak hanyalah bayangan hijau belaka.
*** Bab 4 Hari telah berganti pagi kembali. Di sebuah hu-
tan kecil dibagian selatan dari dusun Watu Ampar,
nampak sebuah bayangan keemasan berkelebat lincah.
Gerakannya tak ubahnya seperti angin, menandakan
ilmu peringan tubuh yang dimilikinya sudah begitu
tinggi. Bayangan keemasan tadi yang tak lain adalah
Tirta, menghentikan larinya dan bergerak ke kiri. Di
sebuah tempat yang agak terhalang oleh rimbunnya
semak si Rajawali Emas masuk ke sana. Ditariknya
napas sesaat dan ditatapnya wajah Ayu Wulan yang
masih terbujur di tanah yang telah dialasi daun pi-
sang. "Gila! Seharusnya gadis ini sudah siuman setelah
kuhentikan hawa panas yang mengalir di tubuhnya.
Masih untung dia bisa kuselamatkan dengan tenaga
surya, bila tidak... ah, entah apa yang akan diala-
minya." Pemuda yang di lengan kanan dan kirinya terda-
pat rajahan burung rajawali itu pun duduk di sebatang
akar pohon yang menonjol keluar. Nasi bungkus yang
dibelinya di dusun Watu Ampar tadi, diletakkan disisi
tubuhnya. "Biar kutunggu sampai gadis ini siuman," ka-
tanya sambil menarik napas. "Hmmm... apa yang dikatakan Guru dulu itu benar
tentang Iblis Kubur. Ru-
panya manusia itu memang benar-benar telah bangkit
lagi Dan memiliki dendam setinggi langit pada Ki Sam-
purno Pamungkas. Belum pernah kukenal orang yang
bernama Ki Sampurno Pamungkas itu. Ucapanku yang
mengatakan dia berada di Gunung Tengger, sebenar-
nya asal saja. Biar ada kesempatan untuk mengobati
Ayu Wulan. Tapi... keparat! Manusia iblis itu benar-
benar menghendaki kematianku dan Ayu Wulan! Oh,
bagaimana dengan Bwana" Apakah dia sanggup me-
nandingi kesaktian Iblis Kubur" Mudah-mudahan bu-
rung kesayanganku itu mempergunakan nalurinya
yang cerdik dan menghindar bila tak sanggup meng-
hadapi lawan. Bila saja gadis ini tidak pingsan dan segera membutuhkan
pertolongan, aku akan bertarung
mati-matian dengan manusia iblis itu! Aku ingin tahu,
apakah dia mampu menandingi kesaktian Pedang Batu
Bintang?" Kesunyian menyergap kembali. Matahari maki
tinggi merayap. Tirta menatap lagi wajah gadis yang
masih pingsan. "Cantik. Sayangnya, agak pemarah. Tetapi tidak
heran, gurunya saja berjuluk Manusia Pemarah. Aku
penasaran ingin tahu siapa pula orang itu sebenar-
nya?" Belum lagi Tirta menemukan jawab, mendadak
pendengarannya yang tajam, menangkap suara orang
berkata-kata. "Aku tidak salah, Iblis Angin! Pemuda yang kau
katakan pernah mengalahkan kalian dan membunuh
Iblis Air, jelas kulihat tadi di kedai di dusun Watu Ampar!" "Bagus kalau
begitu! Dia harus membayar lunas nyawa Iblis Air!"
Sejenak Tirta terdiam sebelum berkelebat setelah
mengenali siapa orang kedua yang berbicara barusan.
Dengan ilmu peringan tubuh yang diajarkan oleh
Bwana lima tahun silam di Gunung Rajawali dan di-
tambah dengan kehebatan peringan tubuh dari tenaga
surya yang didapatnya dari sari manis Rumput Selak-
sa Surya, dengan ringan laksana angin, Tirta melom-
pat ke satu pohon dan ke pohon lain.
Di sebuah pohon yang agak rimbun, berjarak se-
kitar lima puluh tombak di tempat Ayu Wulan pingsan,
si Rajawali Emas bisa melihat sekarang siapa orang-
orang yang tengah berbicara.
"Benar dugaanku. Hmmm... Lima Iblis Puncak
Neraka yang mempunyai dendam pada Guru, Bidadari
Hati Kejam. Kurang ajar! Ingin kujitak lagi rupanya
kepala mereka. Kini mereka berlima juga, padahal Iblis Air sudah mampus! Hmm...
aku ingat sekarang, siapa
orang yang berbaju hitam legam terbuka pada bagian
dada hingga memperlihatkan bulu dadanya yang lebat.
Kalau tidak salah, saat aku membeli nasi tadi, aku
sempat melihat orang itu. Rupanya dia kambrat dari
Lima Iblis Puncak Neraka."
Orang-orang yang dimaksud oleh Tirta memang
lima Iblis Puncak Neraka yang kini tinggal empat
orang. Karena, Iblis Air telah tewas di tangan Tirta dalam pertarungan yang
mendebarkan (Silahkan baca:
"Raja Lihai Langit Bumi").
Orang-orang kejam yang memiliki postur dan tu-
buh yang sama. Dengan masing-masing mata celong
ke dalam dan wajah tirus mengerikan. Lipat mata me-
reka seakan membuat mata yang celong itu bagai ter-
beliak. Hidung mereka pesek dengan bibir bagian ba-
wah tebal. Rambut mereka putih diikat ke belakang. Pa-
kaian mereka berwarna biru kusam dengan jubah hi-
tam panjang yang berkebyar-kebyar dihembus angin.
Di bahu masing-masing terdapat selendang yang ber-
lainan warna dan selendang itulah yang menandakan
siapa nama mereka.
Dan orang berbaju hitam yang berdiri di antara
orang-orang yang memakai selendang berlainan warna
berselempang itu, memiliki wajah penuh codetan luka
di sana-sini. Rambutnya panjang kusut dengan botak
di bagian ubun-ubun. Seluruh yang ada di wajahnya
nampak besar semua. Bahkan bibirnya lebih besar da-
ri hidungnya! "Wah, kalau ada pertunjukan ketoprak, manusia
itu tidak perlu lagi pakai topeng," usil batin Tirta sambil menahan tawa. "Dan
dia pantasnya jadi kuda tung-gangan... ha ha ha."
Orang yang mengenakan selempang warna hitam
yang berjuluk Iblis Angin mengeluarkan suara, "Cari pemuda itu! Kita berpisah
pada lima penjuru! Dan
kau, Tangan Sakti, ingat.... Ilmu pemuda yang kita cari ini sangat tinggi!
Karena, dia memiliki Pedang Batu
Bintang dan sebuah tenaga panas yang luar biasa. Ka-
lau dia tak memiliki dua kelebihan itu, bukanlah tan-
dingan dari Lima Iblis Puncak Neraka! Tetapi biar ba-
gaimanapun juga pemuda keparat yang berjuluk si Ra-
jawali Emas itu tetap harus mampus di tangan kami!
Peduli setan dia setangguh apa pun! Dengan ban-
tuanmu, mungkin semuanya bisa dituntaskan!"
Orang berkepala botak di tengah menganggukkan
kepala dengan wajah bangga. Dia tidak tahu kalau Ib-
lis Angin meneruskan kata-katanya dalam hati, "Keparat! Kehebatanmu berada satu
tingkat di bawah kami!
Kuminta bantuanmu, karena formasi Lima Iblis Pun-
cak Neraka harus ada yang mengisi. Masih untung kau
kami ajarkan untuk mengisi posisi Iblis Air yang telah tewas di tangan si
Rajawali Emas." Lalu katanya setelah tatap satu persatu orang-orang yang ada di
hada- pannya, "Kita berpencar!"
Orang-orang itu segera berkelebat kelima penju-
ru, Sementara Tirta terkesiap mendengarnya. "Kalau sampai salah seorang dari
mereka menemukan Ayu
Wulan, bisa celaka! Manusia Pemarah yang tak kuke-
tahui seperti apa tampang gurunya itu lebih baik ku-
pindahkan saja!"
Berpikir sampai di situ, pemuda yang telah me-
miliki Pedang Batu Bintang yang banyak diperebutkan
oleh orang-orang rimba persilatan berkelebat cepat ke
arah mana Ayu Wulan pingsan. Dia memang harus
memburu waktu. Dan kedua mata cerah si Rajawali Emas melebar
ketika dilihatnya si Tangan Sakti sedang memasuki
semak belukar di mana Ayu Wulan berada di sana. Ke-
Pengelana Rimba Persilatan 11 Pendekar Mabuk 08 Istana Berdarah Suling Naga 9
^