Pencarian

Ninja Edan Lengan Tunggal 2

Roro Centil 30 Ninja Edan Lengan Tunggal Bagian 2


komplotan rahasia ini yang
membebaskannya dari totokan si gadis Kerudung Biru.
Perbuatan si gadis Kerudung Biru ketika menyelamatkan dia dari perbuatan kotor
Ninja Wadon memang
dilakukan secara sembunyi. Yaitu di saat ruangan
menjadi gelap, dia menyelinap masuk, lalu sembunyi
disudut ruangan dengan menempelkan tubuhnya di-
tembok sambil menahan napas.
Ninja Wadon yang berjaga-jaga menunggu datangnya serangan, tak kunjung datang.
Bahkan dengan berteriak-teriak dia membentak si manusia yang telah
menjebolkan pintu kamar kuil itu, namun tak ada jawaban. Disaat itulah dia
berindap-indap mendekati
Puja Sangara. Setelah membisiki ke telinga pemuda
itu, segera dia melepaskan totokan ditubuh Puja Sangara. kemudian menanti di
pintu kamar yang gelap gulita. Menunggu kedatangan Ninja Wadon yang memeriksa
sekitar kuil. Ketika wanita cabul itu melangkah
masuk ke kamar, disaat itulah si gadis Kerudung Biru
menotoknya. Lalu berkelebat keluar. Tak lama Puja
Sangara telah berada didekat tubuh Ninja Wadon yang
berjingkat-jingkat mendekati. Lalu ucapkan kata-kata
"Ninja Wadon! kini giliran aku yang menotokmu!"
Hal itu direncanakan si gadis Kerudung Biru adalah agar tak diketahui
perbuatannya menggagalkan
maksud bejad wanita yang menjadi saudara kembarnya.
Saat itu Ninja Edan Lengan Tunggal telah membentak.
"Huahaha... Puja Sangara! anak pemberontak! kau
takkan dapat loloskan diri dari kematian!
"Hm, serahkan dia padaku, Ketua! Aku yang akan
membunuhnya dengan kedua tanganku sendiri!" berkata Ninja Wadon seraya melangkah
lebih dekat kehadapan pemuda ini.
Matanya liar dan tampak berapi-api memandang
Puja Sangara. Tentu saja gadis ini amat mendongkol
karena nafsunya tak tersalurkan. Bahkan dia berhasil
dipecundangi Puja Sangara.
Kalau tak muncul sang Ketua alias si Ninja Edan
Lengan Tunggal, tak nantinya dia bisa terlepas dari to-
tokan itu. "Heh! penipu busuk! kiranya kau telah bekerja
sama dengan si Kerudung Biru" Bagus! dia lebih baik
mampus membunuh diri dari pada kami yang harus
membunuh! itu lebih baik dilakukan bagi manusia
yang mau mengkhianati dan keluar dari komplotan rahasia kami!" berkata lagi
Ninja Wadon. "Kini terimalah kematianmu, menyusul ayahmu si
Tumenggung tua bangka Kaniraga!" bentak Ninja Wadon. Seraya membentak dia
keluarkan senjatanya dua
buah gelang yang separuh bergerigi. Lalu dipasang pada tekukan keempat jarinya.
Dengan sepasang senjata
inilah dia menerjang Puja Sangara.
Bukan serangkaian kilat yang datang mendadak
dan nyaris menggores kulit lehernya membuat dia terkejut. Akan tetapi kata-kata
wanita itulah yang membuatnya lebih terperanjat.
"Hah!" ayah telah tewas?" sentaknya dalam hati.
Dua kali bersalto dia sudah melompat agak jauh.
"Ninja Edan Lengan Tunggal! betulkah ucapan perempuan anak buahmu ini?" teriak
Puja Sangara membentak dengan suara menggetar.
"Hahaha... apa susahnya memindahkan nyawa
Tumenggung tak berguna itu ke alam Akhirat?" ujar
Ninja Edan Lengan Tunggal.
Membludak kemarahan Puja Sangara seketika itu.
Disertai teriakan histeris seakan halilintar membelah
bumi, dia melompat menerjang Ninja Edan Lengan
Tunggal. "Iblis keparat! aku akan adu jiwa denganmu!"
Puja Sangara masih sempat membawa golok tipisnya yang ditemukan di sudut
pembaringan di dalam
kuil. Dia menerjang dengan senjata itu. Sebentar saja
keduanya telah terlibat dalam pertarungan seru. Akan
tetapi Ninja Edan cuma menghindari serangan saja
dengan sebentar-sebentar tertawa. Agaknya seranganserangan gencar Puja Sangara
dianggap tak berarti
bahkan dengan mudah dihindarkannya. Lagi-lagi Ninja
Wadon melompat seraya berteriak. "Ketua! sudahlah!
berikan padaku. Biar aku yang mengurusi!"
"Perempuan bejat! kau akan kubunuh terlebih dulu!" bentak Puja Sangara dengan
menggerung. Dan...
Whuk! Whukk! Trang! Trang! Dua terjangan menabas telah ditangkis oleh si Ninja Wadon dengan
sepasang gelang
besinya. Hingga menimbulkan suara nyaring yang
memercikkan lelatu api. Tiba-tiba Puja Sangara melompat mundur. Kakinya terpacak
ditanah dengan kuda-kuda yang kokoh. Sepasang lengannya membuat
gerakan memutar. Nampak bergetaran, dan menimbulkan uap putih. Tak dapat
disangsikan lagi kalau dia
tengah mengeluarkan ilmu tenaga dalam pada sepasang lengan, serta siap menerjang
dengan jurus-jurus
lain dari pada yang lain. Tampak bibir pemuda ini berkemak-kemik membaca
mantera. Sementara ingatan
pemuda ini terpancang pada gurunya Panembahan
Gumintar di puncak gunung Cula Badak.
Tampak dimata batin Puja Sangara pertapa tua itu
berkata. "Jangan kau pergunakan jurus ilmu dan ajian
Paweling Sukma bila kau dalam keadaan marah!" Akan
tetapi tampaknya Puja Sangara sudah tak dapat membendung kemarahannya mengingat
kematian sang ayah yang amat dihormati dan dicintai tewas di tangan
si Ninja Edan Lengan Tunggal.
Dia merasa amat terhina karena lawannya si Ketua komplotan rahasia melayani
serangannya sambil
tertawa mengejek dan meremehkan. Dia merasa malu
pada dirinya sendiri karena dapat dijatuhkan oleh si
Ninja Wadon, yang nyaris membuat dia melakukan
perbuatan hina! Ketika berguru pada Panembahan
GUMINTAR dia mempelajari satu ilmu yang lain dari
pada yang lain. inilah dia ilmu itu, yaitu sebuah ilmu
kebatinan. Ilmu yang bisa merubah manusia berganti
ujud, serta menjadi sakti mandra guna dalam sekejap.
Tapi ilmu itu bisa menjadikan si empunya ilmu akan
menjadi gila alias tidak waras otaknya kalau digunakan dalam keadaan marah.
Dan Puja Sangara telah melanggarnya!
Ninja Edan Lengan Tunggal membelalakkan matanya ketika melihat sosok tubuh Puja
Sangara berubah menjadi sesosok makhluk berbulu mirip seekor
gorilah yang menyeramkan. Matanya nyalang merah
mengerikan. Wajah Ninja Edan Lengan Tunggal tibatiba berubah pucat. Kakinya
melangkah mundur dua
tindak. Kejadian itu ternyata tak luput dari mata sesosok
tubuh di atas tebing yang agak rendah.
Dialah Roro Centil yang mengintai dari atas pohon.
Sebenarnya sejak tadi Roro sudah mau turun tangan membantu pemuda itu. Akan
tetapi entah mengapa Roro ingin tahu kehebatan Puja Sangara, hingga dia
urungkan niat. Roro yang tahu dari pembicaraan siapa
adanya kedua orang itu, semakin penasaran untuk
mengetahui siapa sebenarnya si Ninja Edan Lengan
Tunggal itu. Dugaannya adalah Joko Sangit. Bukankah Joko Sangitpun seorang Ninja
yang lengannya buntung" Bahkan beberapa bulan yang lalu dia pernah
menjumpai Joko Sangit, yang menamakan dirinya si
Brewok Lengan Tunggal.
Akan tetapi lagi-lagi dia urungkan niat, karena
melihat kejadian aneh pada tubuh Puja Sangara yang
berubah jadi mengerikan. "Hah" Ilmu apakah?" berka-
ta Roro dalam hati. Apakah Puja Sangara berguru pada
seorang golongan hitam" pikir Roro dalam benak.
Bhussss...! Cepat sekali Ninja Edan Lengan tunggal gunakan ilmu anehnya untuk
menghilang dari
tempat itu. Dengan membanting sebuah benda yang
menimbulkan asap hitam bergulung, tubuh Ninja
Edan Lengan Tunggal lenyap terbungkus asap.
Melihat demikian, Ninja Wadon yang sudah berniat mau membunuh Puja Sangara
dengan kedua tangannya sendiri, jadi urungkan niat. Seketika tubuhnya
menggigit gemetar. Begitulah takutnya dia melihat perubahan tubuh pemuda itu.
"Celaka! lebih baik aku
melarikan diri!" berkata Ninja Wadon dalam hati. Berpikir demikian, Ninja Wadon
segera balikkan tubuh
untuk melompat pergi. Akan tetapi tiba-tiba lengan si
makhluk menyeramkan itu telah terulur panjang dan
menyambar pinggang.
"Aaah?" tersentak kaget wanita ini. Serta merta
lengannya menghantam lengan berbulu itu. Akan tetapi terkejut dia karena seperti
menghantam kapas saja.
Hantaman itu tak berarti. Bahkan kejap selanjutnya
tubuhnya telah ditarik. Karena lengan itu kembali meluncur memendek. Dan...
Sekejap si Ninja Wadon telah
berada dalam Pelukan makhluk menyeramkan itu.
*** SEMBILAN RORO CENTIL baru saja mau bertindak mengejar
si Ninja Edan Lengan Tunggal yang menghilang dibalik
asap, tiba-tiba telah urungkan lagi niatnya karena
mendengar suara jeritan menyayat hati dari si Ninja
Wadon. Apa yang dilihatnya membuat Roro membelalakkan mata. Karena diiringi
berderaknya suara tulang
yang remuk, tampak tubuh wanita itu terkulai dalam
pelukan si makhluk berbulu yang menyeramkan itu.
Bruk! Dengan keluarkan suara menggeram tubuh
wanita itu dibantingkan ke tanah. Selanjutnya dengan
buas makhluk itu menginjak-injak tubuh wanita cabik
itu hingga remuk. Tampaknya makhluk itu puas sudah dengan apa yang telah
dilakukannya. Dia berdiri
memandangi tubuh lawannya. Lalu tiba-tiba berteriak
menggeram dengan mata jelalatan mencari si Ninja
Edan Lengan Tunggal yang telah tak kelihatan lagi batang hidungnya.
Selang sesaat dia terkulai lesu. Tubuh makhluk
itu mendeprok di tanah. Tubuhnya terlihat bergetar
hebat. Dan selang tak lama berangsur-angsur sosok
tubuh yang menyeramkan itupun berubah lagi menjadi
Puja Sangara. Saat itulah Roro Centil melompat menghampiri.
Tersentak Puja Sangara melihat Roro yang memandangnya tak berkedip.
"Ssi...siapa kau?" bentak Puja Sangara. "apakah
kau kawannya si wanita keparat ini ataukah kau anak
buahnya si Ninja Edan Lengan Tunggal?" Roro tampilkan senyuman seraya berkata.
"Aku bukan siapa-siapa
dan tak ada hubungannya dengan kedua orang yang
kau maksudkan itu. Apakah anda yang bernama Puja
Sangara?" balas bertanya Roro setelah menjawab pertanyaan pemuda itu.
"Ada maksud apa kau mencariku?" tanya ketus
laki-laki muda ini.
"Aku Roro Centil! aku pernah menolongmu ketika
kau bertarung dengan kawanan penjahat dihutan Kaliki! Tujuanku menemuimu adalah
membawa amanat dari ayahmu Tumenggung Kaniraga. Beliau memang
benar telah tewas di tangan si Ninja Edan Lengan
Tunggal! Dan wasiat itu adalah menyuruhku membantu perjuangan mu, dalam
menggulung komplotan rahasia yang diketuai si Ninja Edan Lengan Tunggal!" tutur
Roro. Puja Sangara menyimak kata-kata Roro. Akan tetapi tampaknya dia amat kesulitan
untuk memahami.
Dia berusaha mengkonsentrasikan ingatan, tapi selalu
saja buyar. Dalam keadaan demikian Puja Sangara
hanya mampu tertawa dan menjawab dengan berteriak
keras. "Ayahku sudah tewas! Pembunuhnya adalah si
Ninja Edan Lengan Tunggal! Tak seorangpun kuizinkan mencampuri urusanku!
Hahaha... haha... aku tak
kenal Roro Centil! Dan aku tak perlu bantuan siapasiapa!
Hahaha... haha... tunggulah kau Ninja Edan Lengan Tunggal. Kemanapun kau pergi
takkan luput dari
tanganku!"
Seusai berkata Puja Sangara tertawa berkakakan.
Dan tiba-tiba berkelebat melompat, lalu berlari cepat meninggalkan tempat itu.
Dari kejauhan masih terdengar suaranya berteriak-teriak.
"Adipati Rekso Seto! pengkhianat Kerajaan! Kau
yang akan terlebih dulu kuhancurkan! Karena kaulah
dalangnya kericuhan ini. Hahaha... dan kau Carik Kartomarmo! kau si pelempar
batu sembunyi tangan yang
bekerja sama dengan Adipati keparat itu. Kaupun takkan luput dari kematian!
hahaha.....hahaha..."
Terhenyak Roro Centil melihat perubahan sikap
Puja Sangara. Sadarlah Roro kalau pemuda itu telah
berubah tidak waras otaknya.
Dalam ketercenungannya mendengar kata-kata
Puja Sangara barusan, tiba-tiba Roro tersadar ketika
mendengar suara keluhan dari atas tebing. Sekejap dia
telah melompat ke atas. Dan didapati dara Kerudung
Biru telah sadarkan diri dari pingsannya.
Gadis Kerudung Biru terpaku memandang sosok
tubuh si Ninja Wadon saudara kembarnya yang sudah
tak berbentuk lagi. Pelahan Roro bertindak menghampiri, lalu bimbing lengannya
untuk menjauh. "Sudahlah! Tuhan sudah menggariskan kematiannya sedemikian rupa. Kau tak perlu
mendendam pada Puja Sangara. Bahkan Sebaliknya kau harus mengasihaninya, karena saat ini dia
dalam keadaan tidak waras!" ujar Roro.
"Tidak! aku takkan mendendam padanya, kakak
pendekar Roro. Kematian saudara kembarku memang
sudah layak. Dia seorang yang kejam. Banyak perbuatan terkutuk yang telah dia
lakukan. Dan bila setiap
laki-laki telah puas menuruti hawa napsunya tak segan-segan dia membunuhnya.
Sekali lagi aku ucapkan
terimakasih atas pertolongan anda, kakak Pendekar
Roro. Sungguh girang sekali aku bisa berjumpa dengan
anda. Nama besarmu sudah kudengar sejak lama. Mengapa kau sudi menolongku, kakak Roro"
Bukankah aku termasuk anggota komplotan rahasia yang menjadi musuh setiap kaum pendekar?"
berkata si kerudung


Roro Centil 30 Ninja Edan Lengan Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Biru. Roro Centil tersenyum dan tertawa kecil.
"Hihihi... siapa yang tak tahu pribadimu sebenarnya" Bukankah kau telah
mengatakan bahwa kau
membenci komplotan itu. Dan kau akan keluar dari
keanggotaannya" Kesadaranmu itulah yang membuat
aku menolongmu. Di samping itu aku perlu keterangan
lebih terperinci mengenai komplotan itu. Kau tak boleh
mati. Bahkan aku berjanji akan melindungimu dari kejaran komplotan rahasia itu
yang pasti menginginkan
nyawa mu!" ujar Roro dengan suara tegas.
Terpaku si Kerudung Biru menatap pada Roro.
Sepasang mata yang indah itupun kembali berkacakaca. Dan tiba-tiba dia jatuhkan
dirinya berlutut di
hadapan wanita Pendekar Pantai Selatan. "Budi baikmu terlalu besar, kakak
Pendekar. Ah, entah bagaimana aku harus membalasnya?"
"Aiiii....! sudahlah! hayo kau bangun adik manis!"
berkata Roro. Lengannya terulur menempel ke pundak
si gadis Kerudung Biru. Gadis ini tiba-tiba rasakan seperti ada tenaga yang amat
luar biasa yang mengangkat tubuhnya hingga dia kembali berdiri.
"Baiknya jenazah saudara kembar mu itu dikebumikan. Secepatnya kita pergi dari
sini!" berkata Roro
seraya menyuruti si Kerudung Biru menyingkir ke sisi.
Pendekar Wanita Pantai Selatan ini tumpukan telapak
tangannya pada bawah telapak tangan kanannya yang
berdiri. Tampak telapak tangan itu kepulkan uap putih. Mata Roro menatap pada
jenazah si Ninja Wadon.
Tiba-tiba dia berseru keras seraya arahkan telapak
tangannya pada tanah di sebelah depan jenazah. Selarik sinar perak meluncur.
Dan... Bhlarrrr!
Tanah menyemburat membuat lubang besar didekat jenazah si Ninja Wadonpun telah
lenyap teruruk tanah. Dengan cara itu Roro telah mengebumikan sang
jenazah tanpa harus bersusah payah menggali tanah.
Dara Kerudung Biru memuji kagum. Bibirnya keluarkan desisan lirih.
"Ah, jurus pukulan yang hebat!" Namun dia tak
dapat berlama-lama berdiri di tempat itu, karena lengan Roro telah menyambarnya
untuk dibawa berkele-
bat, seraya berkata.
"Hayo, adik manis, kita pergi dari sini!" Tentu saja
si Kerudung Biru tak dapat tidak harus mengikuti larinya si Pendekar Wanita
Pantai Selatan. Hingga dalam
beberapa kejap saja kedua dara cantik itu telah lenyap
dari tempat itu...
*** SEPULUH Dari si dara Kerudung Biru itulah Roro berhasil
mengorek keterangan mengenai komplotan rahasia
yang didalangi oleh Adipati Rekso Seto itu. Ternyata
bukan saja Adipati itu bekerja sama dengan kaum
penjahat, tapi juga mendirikan markas yang berada
dibukit Nala Gareng.
Kelicikan komplotan rahasia yang didalangi Adipati Rekso Seto adalah dengan
mengadakan persekongkolan dengan Carik Kartomarmo yang berhubungan
dengan kaum penjahat. Dimana telah direncanakan
satu kejahatan atau perampokan yang dilakukan oleh
orang-orang carik Kartomarmo sendiri. Kemudian diadakan laporan yang seolah
didengar oleh Adipati Rekso Seto. Maka segera lasykar pasukan Kadipaten mengejar
ke sarang penjahat untuk menumpas mereka.
Hasilnya" Komplotan penjahat seolah telah dapat
digulung oleh pasukan prajurit Kadipaten.
Tentu saja tak ada yang tahu seluk beluknya, kecuali "orang-orang sendiri" dari
komplotan terselubung
itu. Raja hanya menerima laporan yang menggembirakan dari Adipati Rekso Seto.
Tampaknya dimata Raja, keadaan wilayah peme-
rintahan yang dipasrahkan dalam pembinaan Adipati
Rekso Seto aman sentosa. Padahal di dalamnya penuh
kemelut. Penculikan gadis hampir sering terjadi dua tiga kali dalam satu bulan.
Perampokan, pemerasan,
pemerkosaan. Bahkan yang membuat Roro menjadi
gregetan adalah Adipati itu membangun sebuah istana
kecil yang di dalamnya ditempatkan perempuanperempuan cantik hasil penculikan.
Pada tiap kesempatan Adipati Rekso Seto tentu menyinggahi "Istana"
itu untuk memuaskan hasratnya.
Tempat itu dijaga ketat, dan mempunyai, tempat
yang tersembunyi hingga sukarlah orang menemukan.
Disamping di tempat itu banyak berkumpul jago-jago
silat bayaran yang di bawah perintah Carik Kartomarmo.
Suara tertawa cekikikan terdengar di satu ruangan
dalam "Istana" rahasia itu yang dibarengi dengan suara laki-laki. Dalam ruang
itu ternyata tampak Carik
Kartomarmo dalam keadaan terlentang, dipembaringan
berseprei bersih dikelilingi tiga orang wanita cantik
yang memijiti tubuhnya dengan sebentar-sebentar tertawa mengikik.
"Berapa kali dalam sepekan Adipati Rekso Seto datang kemari?" tanya Cari
Kartomarmo sambil merammelek merasakan kenikmatan.
"Tidak tentu, Den.! kadang-kadang sepekan sekali,
tapi terkadang satu pekan sampai tiga empat kali datang!" sahut wanita yang
memijiti bahunya. Kartomarmo manggut-manggut. Sementara diam-diam dia
bersyukur dalam hati karena terhindar dari bahaya.
Dalam terlena itu dia terbayang pada kejadian dua hari
yang lalu. Kalau saja dia datang ke Puri Kuno pada
malam itu, tentu dia tak dapat berleha-leha seperti sekarang ini. Karena belasan
anak buah Puja Sangara te-
lah menantinya. Rencana untuk membekuk Carik Kartomarmo gagal, karena
diketemukannya mayat Sento
yang dibunuh Gudri oleh tiga orang jago silat bayaran
Kartomarmo. Ketiga orang laki-laki yang menamakan
dirinya si Tiga Ular Weling segera melaporkan pada Carik Kartomarmo. Untung saja
dia yang sudah mau berangkat pergi ke Puri Kuno, segera gagalkan maksudnya.
Sebagai gantinya dia mengutus si Tiga Ular Weling
untuk melihat ada apa sebenarnya di Puri Kuno. Dia
curiga kalau-kalau itu rencana Puja Sangara yang diketahui telah bergabung
dengan belasan orang-orang
Adipati Rekso Seto dan sudah diketahuinya menjadi
duri penghalang yang harus dilenyapkan!
Akibatnya anak-anak buah Puja Sengara habis
menemui ajal dibantai si Tiga Ular Weling tanpa ampun. Ketiga laki-laki jago
silat bayaran itu bukanlah
tandingan mereka. Carik Kartomarmo secepatnya segera terima laporan dari si Tiga
Ular Weling tentang terbasminya anak buah Puja Sangara. Selesai memberi
imbalan, Carik Kartomarmo segera menghubungi Adipati Rekso Seto, lalu mengatur
rencana selanjutnya,
karena keadaan boleh dikatakan amat gawat. Surat
Adipati bisa dijadikan barang bukti pengkhianatannya
selama ini yang mencemarkan nama baik Kerajaan.
Oleh sebab itu tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Puja
Sangara harus dibunuh secepatnya dan Tumenggung
Kaniraga harus segera disingkirkan!
Demikianlah hingga terbunuhnya Tumenggung
Kaniraga oleh si Ninja Edan Lengan Tunggal, sehabis
bercakap-cakap dengan Adipati Rekso Seto yang sengaja diundang oleh Adipati
busuk itu untuk melakukan rencana kejinya. Namun sayang, Puja Sangara dapat
meloloskan diri. Yang kemudian dikejar oleh Ninja
Wadon dan Ninja Edan Lengan Tunggal, seperti diceritakan dibagian depan.
Waktu itu penjagaan memang segera diperketat.
Orang-orang Komplotan Rahasia disebar disetiap tempat. Bahkan kepergian Carik
Kartomarmo ke tempat
rahasia itu untuk bersantai dengan ditemani tiga wanita-wanita cantik itu,
gedung kediamannya telah dijaga
ketat oleh orang-orangnya.
Siang itu cukup terik. Panasnya menyengat kulit.
Tapi dalam ruangan kamar itu Carik Kartomarmo tak
merasakannya. Dua orang wanita itu telah menyingkir,
ketika sang Carik itu segera merengkuh tubuh mulus
wanita yang satu ini. Wanita ini memang mempunyai
bentuk tubuh yang amat mempesona, selain juga berwajah cantik. Terengah-engah si
dara cantik ketika si
tua bangka ini dengan gejolak nafsu yang sudah tak
terbendung. Lengannya mencengkeram dada wanita
itu hingga si wanita menyeringai. Kedua tubuh itu saling bergelinjangan berbaur
dengan napas sang Carik
yang memburu. Akan tetapi tiba-tiba pintu kamar telah diketuk orang.
"Siapa?" teriak Carik Kartomarmo dengan wajah
berubah. Tak biasanya ada yang berani mengganggu
dia bila sedang berada dalam kamar.
"Kami, Den Bei..! Menyahut suara diluar. "Kami
siapa"! bentak Kartomarmo dengan bergegas mengenakan pakaian. Perempuan itu
didorong seraya diberi
isyarat untuk lekas menyingkir. Bergegas wanita itu
menyambar pakaiannya, langsung menghambur keluar
dari pintu rahasia.
"Kami, Tiga Ular Weling!"
Sahutan itu agak melegakan hatinya. Tapi membuat dia terkejut, karena kedatangan
si Tiga Ular Weling yang mendadak itu tentu membawa berita atau la-
poran. Sementara dia merasa hatinya tak enak. Tak
lama lengan Carik Kartomarmo gerakkan sebuah benda dikolong tempat tidur. Dan...
Klik! Kunci pintu kamar itu telah membuka.
"Masuklah!" berkata Kartomarmo. Dia telah siap
menyambut dengan pakaian yang telah dirapikan.
Tampak pintu bergerak didorong dari luar. Dan tiga sosok tubuh melangkah masuk.
Ternyata benar si
Tiga Ular Weling adanya. Wajah ketiga laki-laki jago silat bayaran yang biasanya
bertampang seram itu, kali
ini unjukkan wajah pucat bagai kertas.
"Cepat laporkan apa yang kalian mau laporkan"
Mengapa cuma berdiri membisu?" membentak Carik
Kartomarmo tak sabar menunggu kata-kata si Tiga
Ular Weling. Akan tetapi betapa terperanjatnya sang
Carik ini ketika tahu-tahu ketiga sosok tubuh itu berjatuhan ambruk ke lantai.
Membuat dia melompat kaget. Ketika memeriksa ternyata si Tiga Ular Weling itu
telah tewas. Dari mulut, mata, telinga dan hidung mereka semburkan darah
berwarna kuning.
"Ah!" Racun Kuning..!?" tersentak kaget Carik Kartomarmo. Seketika wajahnya
berubah pucat. Kartomarmo yang telah cukup berpengalaman segera mengetahui kalau
si Tiga Ular Weling telah terkena satu
pukulan ganas yang mengandung racun kuning. Jelas
terlihat dari warna darah ketiga orang jagoan andalannya itu. Yang membuat
wajahnya berubah pucat adalah si pemilik pukulan Racun Kuning adalah orang
yang paling ditakutinya.
"Ahh... apakah kakek PAMOKSA telah muncul dari
"Lubang Kuburnya?" Bagaimana dia dapat terlepas dari penjara bawah tanah itu"
desisnya dengan tubuh
menggeletar. Pemilik pukulan Racun Kuning itu siapa
lagi kalau bukan PAMOKSA alias si IBLIS RACUN
KUNING! *** SEBELAS Memikir demikian, Garik Kartomarmo sudah mau
menghambur untuk melarikan diri masuk pintu rahasia. Akan tetapi telah terdengar
suara tertawa mengekeh serak dan berat, diiringi munculnya di depan pintu
sesosok tubuh kurus kering bagai jerangkong. Pakaiannya sudah compang camping
tak keruan. Kakek
ini berambut putih yang gondrong sebatas bahu tak terawat.
Bahkan bau tubuhnya santar menusuk hidung.
"Hehehehe... Heheh... LINDU SONGO! kau mau lari kemana?" "Bila kau kabur lewat
pintu rahasia, disana telah menunggu seorang muridku yang telah siap
mengirim nyawamu ke liang akhirat. Akan tetapi bila
kau tak lari, toh kau akan bernasib sama! Mungkin
kau tak begitu cepat mati. Karena aku akan jebloskan
kau dalam penjara kuburan itu menjadi pengganti ku!"
berkata Pamoksa. Lalu tertawa berkakakan terkekehkekeh.
"Pa... Pamoksa" bagaimana kau masih bisa hidup
dan keluar dari penjara itu setelah lewat 10 tahun?"
berkata Kartomarmo dengan suara datar. Dia telah
bersikap merubah kepucatan wajahnya dengan sikap
biasa. Karena Carik Kartomarmo yang nama sebenarnya adalah LINDU SONGO itu
adalah tokoh golongan
hitam yang punya banyak pengalaman. Segera dia menyadari. Rasa takut akan
membuat akal orang menjadi
buntu. Sedangkan ketenangan akan menguntungkan,
karena akal dapat berjalan baik!
Pertanyaan ini membuat Pamoksa kembali terkekeh. Lalu menjawab dengan mendengus
di hidung. "Heh! Sudah beberapa bulan yang lewat aku lolos
dari penjara keparat itu. Bahkan kalau aku mau sudah sejak tiga tahun yang lalu
aku tinggalkan penjara
bawah tanah itu untuk ku segera mencarimu dan
membunuh mu! Tapi aku harus menamatkan ilmuilmuku. Kini aku benar-benar telah
tinggalkan penjara
keparat itu untuk selamanya, karena sudah waktunya
aku membunuhmu!"
Akan tetapi kata-kata Pamoksa tak membuat wajah Kartomarmo berubah. Walau
sebenarnya dia amat
terkejut luar biasa. Kakek bernama Pamoksa itu adalah paman gurunya. Seorang
yang berilmu tinggi. Berwatak brangasan dan telengas.
Nama Kartomarmo sendiri sebenarnya Lindu Songo. Lindu Songo tak dapat dikatakan
seorang yang berwatak baik. Karena dia seorang yang amat doyan
dengan wanita cantik. Hingga anak gadis gurunya sendiri "dimakan" nya juga.
Hingga dia harus berurusan
dengan gurunya. Bahkan dengan akal licik terpaksa
dia membunuh sang guru yang telah melabraknya, karena gusar anak gadisnya
dikerjai si murid gila ini.
Lindu Songo selanjutnya berpetualang menjadi
"pendekar" pembela si lemah menindas si kuat. Tapi
tujuannya adalah untuk mendapatkan kesenangan.
Kalau tak harta benda tentulah wanita cantik yang diincarnya. Perbuatannya amat
licik, yang dapat diumpamakan sebagai Musang berbulu Ayam.
Lindu Songo teringat kalau dia punya seorang
guru bernama PAMOKSA. Akal liciknya kembali timbul
untuk memperdaya sang paman guru. Dia mendatangi
tempat kediaman Pamoksa, lalu menceritakan tentang
tewasnya Ki BERGOLA (sang guru) dengan dikarang jalan cerita palsu. Dikatakan
bahwa si pelakunya adalah
adik Adipati Manyar Dewa yang pada waktu itu kerajaan masih diperintah oleh
Prabu Candra Bayu. Kerajaan yang sekarang diperintah oleh Prabu SASRA
BHESWARA. Akibatnya PAMOKSA mengamuk digedung Kedipatian. Menuntut Adipati
Manyar Duwa untuk menyerahkan adiknya, dan bertanggung jawab
atas perbuatan keji dan amoral Manyar Langit. Dalam
kerusuhan itu, Lindu Songo mengambil kesempatan


Roro Centil 30 Ninja Edan Lengan Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menculik anak gadis Adipati Munyir Dewa. Setelah
puas mereguk madusari, anak Adipati itupun dibunuhnya untuk menutupi
kejahatannya. Pertarungan digedung kedipatian membuat tewasnya Adipati Manyar Dewa, juga adik
Adipati itu. Sementara dalam kesempatan dikala terjadi kerusuhan,
Lindu Songo tak lewatkan kesempatan untuk merampok harta benda Adipati Manyar
Dewa. Sempatsempatnya pula dia meniduri istri sang Adipati.
Lindu Songo yang berniat mempelajari ilmu pukulan Racun Kuning dari sang paman
guru, akhirnya tak
kesampaian. Karena Pamoksa telah tertawan oleh tokoh Kerajaan, yaitu Patih GAJAH
SORA. Ki Patih Gajah
Sora berbaik hati tak membunuh Pamoksa. melainkan
setelah memunahkan kekuatan Pamoksa hingga menjadi orang tanpa daksa, yang
kehilangan tenaga dalam
seumur hidupnya. Dia dijebloskan dalam penjara bawah tanah!
Keringat dingin mencucur disekujur tubuh Lindu
Songo alias Carik Kartomarmo. Memikir dirinya telah
terkurung tak dapat meloloskan diri, tiba-tiba laki-laki
tua ini hantamkan telapak tangannya ke langit-langit
kamar. Di iringi suara berkerotakan hancurnya langit-
langit kamar, tak menunggu waktu lagi tubuh Carik
Kartomarmo telah melesat keluar dari jebolan langitlangit kamar itu. Membaur
diantara kepingan genting
yang melayang di udara, tampak tubuh Carik Kartomarmo yang dengan gerakan kilat
segera totolkan
ujung kaki ke arah pecahan genting. Hebat! mengandalkan kekuatan ilmu
meringankan tubuh yang amat
sempurna, secepat kilat Lindu Songo telah melesat bagai anak panah berkelebat ke
arah hutan. Menggembor marah Pamoksa. Tentu saja dia tak
mau buruannya kabur menghilang begitu saja dari depan hidungnya. Tubuh kakek ini
berkelebat 10 tombak
ke udara, dan berkelebat bagaikan bayangan hantu
putih mengejar Lindu Songo. Sementara itu diarah lain
yaitu tepat disisi mulut hutan, sesosok tubuh berkelebat pula memburu bayangan
tubuh Lindu Songo yang
melarikan diri.
Beralih sejenak ke lain tempat.
Sesosok tubuh berpakaian jubah hitam berdiri tegak di atas tebing, dimana
dibawahnya terhampar hutan belantara. Angin pegunungan yang bertiup membuat
jubah laki-laki bertopeng ini berkibaran. Begitu
pula lengan jubahnya. Jelaslah kalau orang ini tak lain
dari si Ninja Edan Lengan Tunggal!
Belum lagi sepeminuman teh laki-laki itu berdiri
disitu mendadak terdengar suara tertawa merdu merobek keheningan, dan sesosok
tubuh muncul di belakang si Ninja Edan Lengan Tunggal.
"Hihihi.....Bagus! Sungguh kebetulan! hari ini aku
bisa berhadapan dengan salah seorang anjingnya Adipati Renggo Seto! Dan
manusianya adalah orang yang
sungguh tak kusangka dan diluar dugaanku sama sekali. Heh! ... JOKO SANGIT!
begitukah perbuatan seorang pendekar murid si Pendekar Gentayangan?".
Laki-laki jubah hitam yang kepalanya terbungkus
kain hitam ini ternyata masih tetap berdiri tanpa
membalikkan tubuh mendengar kata-kata dibelakangnya. Agaknya diapun sudah
mengetahui siapa yang
datang. "Balikkan tubuhmu menghadap ke arah ku, Joko
Sangit! Buka topengmu! Apakah kau malu" Ataukah
mukamu rusak hingga kau terus menutupinya?" berkata wanita dibelakang si Ninja
Edan Lengan Tunggal.
Akan tetapi laki-laki ini tetap tak menggubrisnya.
Hal itu membuat si wanita jadi mendongkol. Akan
tetapi tetap dia menunggu reaksi laki-laki itu. Siapa
adanya wanita itu" Ternyata siapa lagi kalau bukan
RORO CENTIL si Pendekar Wanita Pantai Selatan. Karena si Ninja Edan Lengan
Tunggal tetap tak menggubrisnya, Roro mulai kesal dan membanting kaki dengan
membentak. Suaranya seperti mau menangis. Dan
memang disudut kelopak mata itu telah tersembul setitik air bening.
"Joko Sangit...! Sungguh perbuatanmu membuat
aku tak bersimpati terhadapmu. kau sungguh orang
yang punya hati! Betapapun besarnya cintaku padamu, namun karena perbuatanmu
yang membantu manusia seperti Adipati Reggo Seta membuat hatiku terluka!
Baiklah! hari ini kulupakan semua kenangan
manis masa lalu! hari ini semuanya telah menjadi terang. Ternyata kau bukanlah
orang yang aku idamkan!
Maka hari ini pula aku akan menghentikan petualanganmu!" Selesai berkata Roro
Centil perdengarkan suara melolong panjang yang lebih menyerupai jeritan
melengklng. itulah ungkapan hati yang penuh dengan kekecewaan yang diungkapkan
Roro dengan jeritan melengking panjang.
Dan belum lagi terputus suara jeritan yang menye-
rupai lengkingan serigala itu, tubuh Roro berkelebat.
Lengannya terangkat menghantam ke arah punggung si Ninja Edan Lengan Tunggal.
Selarik cahaya perak berkelebat. Itulah pukulan jarak jauh yang bernama ilmu
pukulan SELAKSA PETIR. Akan tetapi pukulan ganas yang mengerikan itu lewat
disamping lakilaki Ninja Edan Lengan Tunggal, sedangkan laki-laki
itu masih tetap berdiri tak bergeming.
Terdengarlah suara ledakan keras. Belahan pohon
disisi tebing dimana laki-laki itu berdiri terbakar hangus.
Sedangkan Roro tampak dengan membanting kaki
dan mata merah mau menangis menatap laki-laki itu
dengan terpaku...
Seandainya dia tak miringkan tangannya dikala
menghantam tadi, tak dapat disangsikan lagi tubuh si
Ninja Edan Lengan Tunggal akan bernasib sama dengan pohon-pohon itu. Tentu saja
dia melengak, karena
laki-laki itu tak berupaya mengelakkan diri.
Sesaat suasana kembali hening. Dan dalam keheningan yang mencekam itu, terdengar
suara si Ninja Edan Lengan Tunggal yang perdengarkan suara tertawanya. Suara tertawa tawar yang
bernada hambar.
"Hahaha... mengapa kau urungkan niatmu membunuhku, Roro" Bukankah aku telah
membuat kau kecewa" Bukankah aku telah menyakitkan hatimu"
Bukankah seribu kekecewaan telah kau dapati dari diriku?"
"Joko Sangit! mengapa kau tak mengelakkan diri"
Aku enggan membunuh orang yang tak mau melakukan perlawanan. Hayo, persiapkan
dirimu untuk menghadapi aku! Kita bertarung sampai ada yang tewas salah satu diantara kita!"
teriak Roro dengan menahan isak.
Akan tetapi Ninja Edan Lengan Tunggal kembali
tertawa hambar.
"Percuma! apakah keuntungannya" toh hanya
akan membuat manusia pengacau yang mempitnahku
justru bergirang hati!" ujar Ninja Edan Lengan Tunggal. Terhenyak Roro Centil
menatap laki-laki itu dengan terheran.
"Siapa orang yang telah mempitnahmu" Dan kejadian apakah sebenarnya dibalik
semua ini?" tanya Roro agak lirih. Namun sebagai jawabannya Ninja Edan
Lengan Tunggal perdengarkan suara tertawa gelakgelak. Dan BHUSSSS! tubuhnya
lenyap seketika diantara gumpalan asap hitam. Roro terperangah. Dan saat
itu terdengar suara kata-kata si Ninja Edan Lengan
Tunggal. "Kelak kau akan mengetahuinya! Datanglah ke
lembah padang Alang-alang pada malam purnama hari
keempat belas tiga hari lagi...!"
Suara itupun lenyap bersamaan dengan lenyapnya
asap hitam yang bergulung-gulung menghalangi pandangan mata Roro Centil.
Roro tertegun beberapa saat. Diam-diam dia memuji kehebatan ilmu NINJA laki-laki
itu. Setelah menghela napas, tubuh si pendekar wanita itupun
berkelebat lenyap dari tempat itu.
*** DUA BELAS "CARIK KARTOMARMO! kau tak akan dapat meloloskan diri lagi dari kematianmu!"
bentakan menggeledek terdengar. Dan di hadapan Lindu Songo telah ber-
diri sesosok tubuh yang tak lain dari PUJA SANGARA.
Dialah orang yang sembunyi disisi mulut hutan tadi.
Mendelik mata laki-laki ini. Namun dia telah cabut
keris pusakanya dari balik punggung. Tanpa ayal lagi
dia telah menerjang diiringi bentakan.
"Puja Sangara! kaulah yang segera akan pergi ke
alam baka menyusul ayahmu!" Hebat serangan carik
Kartomarmo alias Lindu Songo ini. Serangan keris pusakanya bertubi-tubi mengirim
tusukan maut ke arah
lawannya. Seolah-olah tubuh Puja Sangara terbungkus
oleh sinar hijau yang mengurungnya. Hingga sukar
bagi laki-laki itu meloloskan diri.
Namun laki-laki itu dengan tangkas berkelebat kesana-kemari menghindari
gencarnya tusukan senjata
lawan. Bahkan dengan menggerung keras tubuh Puja
Sangara mendadak telah berubah menjadi besar dan
dihadapan carik itu bukan lagi Puja Sangara, melainkan seekor makhluk yang mirip
gorila yang begitu menyeramkan.
Terkejut Lindu Songo. Namun bibirnya segera berkemak-kemik membaca mantera.
Mendadak tubuh laki-laki ini telah berubah menjadi sebentuk asap. Asap
itu membumbung lenyap. Tentu saja membuat sang
gorila seperti terheran karena kehilangan buruannya.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan Pamoksa.
"Lindu Songo pengecut!! tampakkan dirimu!" Kakek itu ternyata telah berada
ditempat itu. Melihat kedatangan Pamoksa, Puja Sangara segera berkata.
"Dia sudah kabur, guru! Hehehe... hahaha... dia
pintar dan licik. sedangkan kau dan aku tolol! Hahaha... tolol! Dan yang paling
tolol adalah kau si tua
bangka! Ilmu-ilmumu tak mampu untuk berbuat apaapa...!
"Bocah keparat!" bentakan keras Pamoksa seperti
menggelarkan tanah.
Detik itu juga lengannya bergerak menghantam ke
arah Puja Sangara. Sukar untuk diduga kalau kakek
itu bertindak demikian Tanpa ampun lagi terdengarlah
suara berderaknya tulang kepala. Dan detik berikutnya tubuh laki-laki itu roboh
ke tanah. Darah memuncrat bercampur otak. Seketika itu juga nyawa Puja
Sangara langsung melayang ke alam baka.
Pamoksa menatap tubuh sang muridnya dengan
dada turun naik. Jelas kalau kakek ini amat tersinggung mendengar kata-kata sang
murid. Agaknya memang sudah hari naas Puja Sangara harus tewas ditangan gurunya
sendiri akibat otaknya yang tidak waras.
"Lebih baik kau mati! kukira itu jalan terbaik bagimu bocah! Dari pada kau hidup
dengan otak sinting!
Salahmu! kau melanggar pantangan mempergunakan
ilmu itu!"
Setelah berkata demikian, kakek inipun berkelebat
pergi dari tempat itu.
*** Kemunculan Pamoksa digedung kadipatian telah
membuat gempar para prajurit kedipatian. Tentu saja
karena sebelah lengan kakek ini mencekal tengkuk
seorang tamtama yang kepalanya telah terkulai karena
lehernya patah. Tak seorangpun dari para prajurit
yang berani mendekati. Mereka cuma mengurung si
kakek menyeramkan ini dari jarak yang agak jauh.
Melihat demikian tiga orang kepala prajurit melompat ke arah Pamoksa. Tiga laki-
laki ini langsung
mencabut masing-masing senjatanya. Salah seorang
membentak keras.
"Manusia tua bangka manakah yang berani bikin
onar disini?"
"Kakek yang sudah dekat liang kubur! apakah kau
mencari mampus"!" bentak pula seorang dari kepala
prajurit itu. Akan tetapi si kakek Cuma mendengus.
Lengannya bergerak, dan... Krraak! putuslah buah kepala prajurit yang dicekal
tengkuknya itu. Darah memancur deras. Blug! batang tubuh prajurit yang sial
itu dilemparkan dihadapan ketiga orang kepala prajurit
itu. Sedangkan sebelah lengannya masing mencekal
buah kepala prajurit itu yang dicengkeram rambutnya.
Melihat kekejian kakek tua yang entah dari mana
munculnya itu dan entah kesalahan apa si prajurit sial
penjaga pintu itu hingga menemui ajal ditangan si kakek, ketiga kepala prajurit
itu membeliakkan mata.
Dan serentak mereka telah menerjang dengan masingmasing senjatanya.
Akan tetapi apa yang terjadi" Sekali si kakek mengibaskan lengannya terdengarlah
jeritan-jeritan menyayat hati dibarengi dengan terlemparnya tiga tubuh
kepala prajurit itu. Dalam waktu cuma sekejap mata
ketiga orang kedipatian itu telah menggeletak tak bernyawa, sementara senjata-
senjata mereka terlempar
entah kemana. Puluhan tamtama berteriak kaget. Wajah-wajah
mereka menjadi pucat tak berdarah. Mereka mundur
beberapa belas langkah. Terkejut Adipati Rekso Seto
melihat siapa yang telah muncul dan membuat kericuhan di gedung Kedipatian.
Tersentak dia mengetahui
tiga orang kepala prajurit yang kepandaiannya tak dapat dikatakan rendah telah
berkaparan tak bernyawa
dengan tulang dada remuk.
Akan tetapi Adipati Rekso Seto segera menampakkan senyum menyeringai diwajahnya.
Bibirnya meng- guman lirih. "Bagus! untuk mendapatkan ikan besar
memang harus mengorbankan ikan-ikan kecil sebagai
umpan. Si Pamoksa ini bisa ku peralat untuk menjadi
orangku! hehehe... Dan tak ayal lagi dia telah melompat keluar dari dalam ruang
pendopo. "Haiih! kiranya kakek Pamoksa! Apakah yang terjadi, sahabat" Kukira telah
terjadi kesalahan paham.
Kuharap anda dapat memaafkan sikap para tamtamaku yang tak mengadakan
penyambutan terhadap anda
sobat Pamoksa!" berkata Adipati Rekso Seto dengan
menjura. Lalu berpaling pada para prajuritnya.
"Hei! Mengapa kalian bersikap bermusuhan pada
sahabat dan orang sendiri" Hayo, lekas kalian singkirkan tiga mayat itu!" teriak
Adipati Rekso Seto. Para
prajurit Kedipatian itu tentu saja melengak heran. Namun segera mereka
menjalankan perintah. Belasan
orang lepaskan senjatanya dan bergerak cepat menggotong mayat-mayat ketiga
kepala prajurit itu termasuk
batang tubuh tanpa kepala si prajurit sial.
Lalu dengan menjura setelah mayat-mayat yang
berkaparan itu digotong pergi, Adipati Rekso Seto
kembali menjura.
"Maafkan sikap penyambutan kami yang kurang
ajar, sahabat Pamoksa. Selamat datang kami ucapkan
pada anda, dan ada prihal apakah maksud kedatangan


Roro Centil 30 Ninja Edan Lengan Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sahabat Pamoksa kemari?" berkata ramah Adipati
Rekso Seto. "Heh" 10 tahun aku dikurung dalam penjara bawah tanah adalah akibat pitnah keji
yang dilakukan Lindu Songo dan kau sendiri! Kedatanganku adalah
untuk mengambil nyawa mu! karena kau termasuk
komplotan manusia pengacau yang harus dilenyapkan!" berkata Pamoksa dengan
menggereng dan mata menatap tajam seperti mau menembus jantung
sang Adipati. Tersentak kaget Adipati Rekso Seto, tapi tak kentara pada raut mukanya. Namun
kakinya tak terasa telah menyurut mundur selangkah.
"Ah, sabarlah dulu sobat Pamoksa...!" cepat-cepat
dia berkata. "Anda jangan salah pengertian. Mengenai
perihal peristiwa lalu itu aku tak mencampuri urusan.
Semua itu adalah perbuatan Lindu Songo atau Carik
Kartomarmo. Kita telah kena pitnah keji, sobat Pamoksa. Kau lihat sendiri
keadaanku. Bukankah aku tak
semewah Kartomarmo. Dan siapakah sebenarnya Lindu Songo alias Kartomarmo itu kau
belum mengetahui.
Dialah seorang tokoh hitam yang berasal dari tenggara!
Julukan dia sebelum menjadi orang kerajaan dan masih menjadi orang Rimba Hijau
adalah si Tangan Besi!
Dia telah mengadu-domba kita! Apakah kau tak menyadari?"
Mendengar kata-kata Adipati Rekso Seto, kakek ini
tercenung beberapa saat. Hatinya ragu setengah mempercayai kata-kata itu tapi
setengahnya tidak. Kebimbangan itu nampak jelas oleh Adipati Rekso Seto. Cepat-
cepat dia menyambungnya.
"Aku orang kerajaan yang hanya menjalankan tugas kerajaan dengan jujur. Aku
sendiri akan membekuk manusia itu yang telah mencemarkan nama baikku. Kalau kau
tak percaya kata-kataku, baiknya berikan waktu buat aku membekuk manusia itu
agar mengaku dihadapanmu! Dan kau boleh memenggal batang lehernya setelah kau dengar
sendiri pengakuannya!"
Kata-kata Adipati Rekso Seto yang tegas membuat
Pamoksa membanting kepala prajurit yang tercekal dilengannya hingga hancur
amblas terbenam ditanah.
"Aku sendiri yang akan membekuk dan memotes
batang leher manusia keparat itu! Karena ulahnya pula aku telah terlepas tangan
membunuh muridku sendiri!" menggembor gusar Pamoksa. Rahangnya menggembung dan
urat-urat lehernya bergerak-gerak menahan kemarahan.
"Bagus! Tapi sebaiknya sobat Pamoksa beristirahat
dulu ditempat kami. Oh, ya boleh aku tahu siapa gerangan muridmu itu!" tanya
Adipati. "Hm, dia seorang laki-laki muda bernama Puja
Sangara. Dari dia pulalah aku banyak mengetahui perihal keadaan dan kejadian di
Kota Raja ini!" Menyahut
Pamoksa. Terhenyak Adipati Rekso Seto mengetahui
hal itu. Diam-diam hatinya bergirang karena telah lenyap orang yang menjadi
penghalang yang bisa merusak namanya. Kematian Puja Sangara adalah satu
keuntungan bagi Adipati Rekso Seto, karena dengan
demikian sulit mencari saksi perbuatannya bila kelak
perihal peristiwa ini diketahui raja.
Adipati ini manggut-manggut dan nampak ikut
prihatin dengan musibah yang menimpa Pamoksa. Walau diam-diam hatinya bergidig
seram, bagaimana bisa
Pamoksa melepaskan diri dan dalam keadaan masih
hidup setelah terkurung hampir sepuluh tahun diruang penjara bawah tanah" Bahkan
kini muncul dengan ilmu yang sedemikian tinggi. Dia sendiri bila diuji
untuk bertarung melawan tiga pengawal yang telah dibunuh Pamoksa rasanya sukar
untuk merobohkannya.
Tapi si kakek ini cuma dalam waktu sekejap mata telah membuat nyawa ketiga orang
pengawal berkepandaian tinggi bawahannya itu melayang ke akhirat!
Dengan upaya serta bujukan dan penyambutan
Adipati Rekso Seto yang ramah tamah, maka luluhlah
kemarahan Pamoksa. Kakek ini tak menolak ajakan
Adipati Rekso Seto untuk singgah di gedung Kedipa-
tian. *** MALAM PURNAMA yang dinantikan Roro hampir
tiba. Gadis pendekar yang sejak senja tadi duduk termangu di depan pura segera
bangkit berdiri. Beberapa kejadian telah diikuti Roro dan
diketahui setelah dia berkeliling Kota Raja, yaitu telah
digulungnya komplotan rahasia orang-orangnya Adipati Rekso Seto oleh para
perwira kerajaan dibawah pimpinan Ki Patih GAJAH SORA. Adapun Adipati Rekso
Seto kedapatan telah tewas dengan batok kepala remuk di pintu pendopo Kedipatian
tanpa diketahui siapa pembunuhnya. Dan lenyapnya PAMOKSA yang tak
diketahui kemana perginya. Hal itu dilaporkan oleh para tamtama yang mengetahui
kakek tua yang menyeramkan itu setelah menjadi tamu Adipati Rekso Seto
digedung Kedipatian.
Dapat diduga si pembunuhnya adalah Pamoksa
sendiri! Namun amat disayangkan kakek itu tak unjukkan diri, sedangkan Roro yang
mengikuti jalannya
penyergapan ke gedung Kedipatian dengan sembunyisembunyi mengharapkan pertemuan
dengan tokoh aneh itu. Karena ingin mengetahui siapa adanya kakek
yang dapat bertahan hidup selama hampir sepuluh tahun di penjara bawah tanah.
Kemelut di kerajaan kecil itu memang belum seluruhnya tuntas. Karena tokoh utama
dan beberapa orang yang terlibat dalam peristiwa itu masih belum
ditangkap. Terutama Carik Kartomarmo dan si Ninja
Edan Lengan Tunggal. Yang membuat penasaran Roro
adalah terlibatnya Joko Sangit dalam kemelut itu.
Hingga dia harus bersabar untuk menunggu datang-
nya malam purnama dimana dia telah di undang oleh
si Ninja Edan Lengan Tunggal untuk datang ke lembah
padang Alang-Alang.
Setelah menghela napas, tampak Roro beranjak
menuruni tangga undakan dari batu itu. Pandangannya diarahkan ke langit dengan
menengadah. Bibirnya
bergerak mengeluarkan suara menggumam.
"Sudah tiba waktunya!"
Dan seiring dengan suara bergumam itu, tubuh
Roro Centil segera saja berkelebat ke arah depan. Selanjutnya dalam beberapa
kejap saja telah lenyap terhalang bukit yang menjulur ke arah hutan.
DUA MANUSIA yang serupa baik pakaian maupun
perawakannya membuat Roro Centil tertegun memandang. Kedua sosok tubuh itu
saling berhadapan dalam jarak antara sembilan atau sepuluh langkah.
Keduanya adalah si Ninja Edan Lengan Tunggal
yang tak diketahui mana yang asli di mana yang palsu.
Angin malam berhembus menerpa rumput ilalang
menimbulkan suara berkrosakan. Kedua laki-laki yang
sama mengenakan topeng itu masih tetap berdiri tak
bergeming. Cahaya purnama menerangi tempat itu,
seperti menjadi saksi akan terjadinya satu pertarungan
hebat yang bakal meminta korban jika dan pertumpahan darah Roro pentang mata
hampir tak berkedip dari tempat berdirinya di atas batu pada sisi bukit kecil
disisi lembah. Tempat yang cukup dekat untuk menyaksikan pertarungan yang
sebentar lagi bakal berlangsung.
"Hahaha... apakah kau sudah siap, sobat Ninja
Edan Lengan Tunggal?" salah seorang dari kedua "Ninja" itu berkata.
"Hm, Aku sudah siap untuk mengirim nyawamu
ke Akhirat, Ninja Palsu!" membentak Ninja yang satu
lagi. Suara mereka hampir tak dapat dibedakan karena
bernada sama-sama parau.
"Keparat! sebentar lagi segera akan diketahui. Siapa yang tergeletak tak
bernyawa itulah yang palsu!" Di
iringi kata-kata bentakan itu salah seorang dari kedua
Ninja itu telah melompat menerjang. Pedang Samurainya menabas dengan gerakan
kilat! Trang! Trang! Dua tabasan maut itu terhalang oleh pedang Samurai di tangan lawannya
menimbulkan benturan
nyaring dan pijaran lelatu api. Keduanya sama tertolak
ke belakang. Namun segera mereka telah kembali pasang kuda-kuda dengan kaki
terentang kekar dan
kuat. "Bagus! kaulah yang akan menggeletak tanpa kepala, Ninja sial!" bentak salah
satu Ninja. Dan dua tubuh itu kembali saling terjang! Terjadilah pertarungan
sengit dari kedua Ninja itu tanpa dapat dibedakan lagi
mana Joko Sangit dan mana lawan!
Serangan-serangan mereka kini tidak lagi mengandalkan senjata saja, tapi juga
pukulan-pukulan tenaga dalam yang menimbulkan suara letupan letupan
keras dan menyemburat tanah terkena hantaman pukulan.
Belasan jurus terus terlewati, dan keduanya bukan semakin merenggang tapi
malahan semakin rapat
bertarung, hingga yang nampak adalah dua bayangan
hitam yang bersyuran kesana kemari tanpa diketahui
dan dapat dibedakan lagi mana Ninja palsu dan mana
Ninja asli. Roro yang mengikuti jalannya pertarungan cuma
memperhatikan dengan seksama dan menanti hasil
pertarungan dengan hati berdebar. Diam-diam Roro
terkejut karena kedua Ninja seperti mempunyai ilmu
dan jurus pukulan yang serupa. Hingga sulit untuk
mengetahui yang mana Joko Sangit dan mana Ninja
palsu yang menyamar sebagai dirinya.
Tiba-tiba salah seorang merobah gerakan. Tubuhnya mencelat setinggi enam tombak.
Kedua lengannya
terpentang membuat gerakan memutar. Mendadak tubuhnya menukik dengan gerakan
menyambar laksana
elang. Tersentak Roro. Itulah jurus Rajawali Menyambar Mangsa, salah satu jurus
si kakek pendekar Gentayangan Ki Jagur Wedha. Roro pentang mata tak berkedip.
Dia yakin sekali itulah Joko Sangit.
Apakah yang akan dilakukan oleh lawan menghadapi serangan yang telah diketahui
kehebatannya itu"
Ternyata dengan perdengarkan teriakan menggema Ninja yang berada di bawah
secepat kilat bergulingan. Dan... serrrrrrr!
Ratusan jarum halus terlontar ke arah Ninja yang
diperkirakan Roro adalah Joko Sangit itu.
"Keparat!" membentak Ninja itu. Mendadak pedang
Samurainya digerakkan berputar. Sebelah lengannya
mengibas. Punahlah serangan ratusan jarum maut itu
meluruk kembali ke arah si penyerangnya, sebagian
lagi buyar! Hebat Ninja itu dengan gerakan kilat dia telah totol ujung kakinya
ke tanah Tubuhnya melambung ke atas. Serangan balik itu lolos! Kini dialah yang
berada di atas. Dengan gerakan mendadak pedang
Samurainya tiba-tiba meluncur deras menabas deras
ke arah leher Joko Sangit.
Tebasan maut itu memang diluar dugaan Joko
Sangit. Namun di detik itu dimana beberapa inci lagi
ujung Samurai mendekati kulit leher Ninja yang diperkirakan Joko Sangit itu
mendadak secercah kilatan
meluncur. Trakkk! Kilatan perak yang menyambar itu berasal dari
arah Roro yang tegak berdiri menyaksikan pertarungan. Terkejut Ninja itu
mengetahui tiba-tiba ujung pedang Samurainya patah! Dan selamatlah Joko Sangit
dari maut. Laki-laki Ninja itu jatuhkan tubuhnya bergulingan. Saat yang baik itu
ternyata dipergunakan
dengan baik untuk melontarkan pedangnya ke arah
Ninja lawannya.
Terdengarlah suara mengaduh. Dan... bruk! Tubuh Ninja lawannya roboh
direrumputan alang-alang.
"Kena!" teriak Ninja ini yang sudah jelas dialah Joko Sangit. Dia telah melompat
untuk memburu dengan
mempersiapkan pukulan yang akan mengakhiri riwayat hidup lawannya.
Akan Tetapi mendadak... Bhusssss! Tubuh Ninja
itu mendadak lenyap terbungkus asap hitam.
Roro yang barusan membantu Joko Sangit dengan
melemparkan kepingan uang logamnya telah bergirang
karena sebentar lagi akan tersingkap siapa adanya
Ninja yang menyamar itu. Akan tetapi diapun terperangah dan kecewa karena sang
Ninja misterius itupun
mendadak lenyap.
Joko Sangit yang berdiri tegak dengan sikap waspada itu mendadak gerakkan
lengannya membuka topeng. Segera rambutnya yang gondrong terurai. Cahaya purnama
yang terang benderang tak meragukan
Roro lagi kalau laki-laki itu adalah Joko Sangit.
Roro Centil terperangah memandang wajahnya
berseri girang.
Pada saat itu tiba-tiba... Bhusssss! Tepat di belakang Joko Sangit terjadi
kepulan asap hitam. Dan ketika asap lenyap segera tampak sosok tubuh si manusia
Ninja berdiri dalam keadaan limbung. Di dada sebelah kirinya tertancap pedang
Samurai yang tadi di-
lontarkan Joko Sangit. Plash! Brett!
Laki-laki yang terluka itu telah membuka topeng
penutup wajah dan merobek lengan jubahnya. Membelalak mata Roro melihat siapa
adanya laki-laki Ninja
itu, yang tak lain dari Carik KARTOMARMO. Dan ternyata sebelah lengan carik tua
ini tidaklah kutung seperti halnya si Ninja Edan Lengan Tunggal. Sebelah
lengan carik Kartomarmo hanya ditutupi lengan jubah
yang menjuntai.
BUK! Tahu-tahu sebelah lengan Kartomarmo alias Lindu
Songo ini telah mulur memanjang menghantam dada
Joko Sangit yang tak sempat dielakkan lagi. Terdengar
teriakan Joko Sangit disertai terlemparnya tubuh lakilaki Ninja itu.
"Manusia licik!" membentak Roro. Tubuhnya berkelebat ke arah Lindu Songo. Dan
sekali lengannya
bergerak terlemparlah tubuh manusia Ninja palsu itu
berguling-guling. Roro kertak gigi dan melesat untuk
memburu. Tapi diluar dugaan lengan Lindu Songo
kembali meluncur menyongsongnya.
Trang! Terdengar suara beradunya dua buah benda. Roro
dengan gesit telah menyambutnya dengan senjata Rantai Genit yang tahu-tahu telah
berada ditangannya.
Terkejut Roro. Jelaslah kalau sebelah tangan Lindu
Songo itu terbuat dari besi. Belum lagi Roro sadar dari
terkejut, mendadak dia telah diserang hebat oleh lakilaki itu yang telah
mencabut pedang Samurai yang tertancap didadanya untuk menyerang Roro.
Seranganserangan gencar itu juga dibarengi pukulan-pukulan
dahsyat bertenaga dalam yang bertubi-tubi meluruk ke
arah Roro. Namun dengan mempergunakan Ilmu tarian Bida-
dari Mabuk Kepayang, Roro berhasil menghindari serangan yang menggebu-gebu itu.
Diam-diam Roro membatin dalam hati. "Heh!" jadi
dia inilah si manusia yang menamakan dirinya si Tangan Besi itu?"


Roro Centil 30 Ninja Edan Lengan Tunggal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba-tiba Roro sambar pergelangan tangan orang
yang menusuk dengan pedang Samurai itu. Kraaak!
Sekali lengan Roro bergerak, patahlah tulang lengan
Kartomarmo. Laki-laki ini menjerit dan roboh terkulai.
Cepat Roro menjambak rambutnya seraya membentak.
"Hei! manusia busuk! apa maksudmu meniru si
Brewok Lengan Tunggal?" Laki-laki tua ini tertawa menyeringai putus asa.
"Hehehe... Aku tak mau ada dua NINJA. Aku adalah pewaris ilmu Ninja kakek
MATSUI. Kitab yang dipelajari Joko Sangit kawanmu itu ku temukan di suatu
tempat dan ku pelajari!" berkata Kartomarmo alias
Lindu Songo. "Bukankah kau si Tangan Besi?" bentak Roro.
"Hehe... benar! aku... sssi... Tangan Be...si!" menyahut Lindu Songo dengan mata
yang semakin membeliak. Tapi mulutnya menyeringai tertawa walau sebenarnya laki-
laki itu sudah merasakan maut siap
menjemput nyawanya.
"Bedebah!" memaki Roro. Lengannya bergerak
menghempaskan tubuh Kartomarmo ke tanah.
Praak! Buah kepala laki-laki itu menghantam keras bongkah batu. Sejenak tubuh
laki-laki itu menggeliat. Namun sekejap segera terkulai tak bergerak lagi.
Nyawanya telah melayang ke Akhirat!
Ketika Roro balikkan tubuh untuk melihat bagaimana keadaan Joko Sangit ternyata
dia tak melihat
sepotong tubuhpun berada di tempat itu.
"Joko Sangit...!" teriak Roro.
"Joko Sangitttttt!" Kembali Roro berteriak memecahkan keheningan. Tapi hanya
suaranya saja yang
berpantulan lagi menggema di telinganya.
"Joko! ah, Joko...! maafkan aku...! Aku telah menuduhmu sebagai seorang
penjahat!" keluh Roro dengan air muka trenyuh. Kedua bola mata dara ini tampak
berkaca-kaca. Dan sebelum air bening itu meluncur turun membasahi pipinya, sosok tubuh dara
ini telah berkelebat
diiringi suara memekik panjang. Pekik yang merupakan gejolak dari perasaan
kecewa. Selanjutnya dalam
beberapa kejap saja bayangan tubuh dara Pantai Selatan itupun lenyap di atas
lembah. Rembulan masih menampakkan sinarnya di langit
yang hitam. Bintang-bintang gemerlapan mengelilinginya. Keheningan pun
mengembara di sekitar lembah
padang Alang-alang, dimana sesosok mayat terkapar
membisu. Dari kejauhan samar-samar terdengar suara
burung hantu menyelingi desahan angin malam yang
menyibak pepohonan...
TAMAT E-Book by Abu Keisel https://www.facebook.com/
DuniaAbuKeisel Pendekar Sakti Welas Asih 1 Pendekar Gila 8 Pedang Penyebar Maut Darah Perawan Suci 3
^