Pencarian

Imam Tanpa Bayangan 2

Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say Bagian 2


Baru saja ia tiba di sisi tubuh Oorchad dan belum sempat memeriksa keadaan lukanya, mendadak jago kosen dari Mongolia itu menggelinding ke samping lalu meloncat bangun, dengan mata melotot bulat ditatapnya wajah Chee Thian Gak tanpa berkedip, keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Chee Thian Gak tertegun menyaksikan sikap orang itu, segera tegurnya : "Hey, kenapa kau melototi aku dengan wajah menyeramkan?" Oorchad berteriak keras, darah segar muncrat keluar dari mulutnya, dengan suara yang parau teriaknya : "Jangan dekati diriku!" "Kenapa" Aku hendak memeriksa keadaan lukamu..." Oorchad menghembuskan napas berat, mendadak ia jatuh terjengkang dan roboh kembali ke atas tanah, Chee Thian Gak mengira dia mati karena lukanya, buru-buru didekatinya tubuh orang itu dan diperiksa dengan seksama.
Dada Oorchad yang bidang dan kekar telah basah kuyup oleh darah segar, darah amis yang bercampur dengan keringat menimbulkan bau aneh yang menusuk penciuman, membuat Chee Thian Gak diam- diam mengerutkan dahinya.
Tapi ia sempat mendengar dengan jelas detak jantung jago kosen itu, ia jadi lega dan segera memeriksa keadaan lukanya.
"Hati-hati belakang..." tiba-tiba terdengar Loe Peng berteriak keras.
Chee Thian Gak terperanjat, buru-buru badannya bergelindingan ke samping menghindar sejauh enam depa dari tempat semula, ketika ia melirik ke belakang terlihatlah si dewa cebol dari negeri Thian Tok dengan badan setengah telanjang sedang menubruk datang dengan hebatnya.
Di atas dadanya yang kerempeng terlihat beberapa batang tulang pay-kutnya yang ramping, mengikuti datangnya tubrukan tersebut dari balik celananya yang longgar kakek cebol itu mencabut keluar tiga batang pisau belati yang memancarkan cahaya keemas-emasan.
Chee Thian Gak bersuit nyaring, sepasang lengannya segera diayun ke depan, dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh 'Kun lun Sam Sian' ia mencelat ke tengah udara kemudian meluncur tiga tombak jauhnya dari tempat semula.
Begitu sepasang kakinya mencapai permukaan tanah, kapak saktinya segera dicabut keluar dan siap-siap menghadapi sambitan pisau belati emas dari kakek cebol itu.
Tetapi si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok sama sekali tidak berbuat demikian, ia cuma menjerit aneh di tengah udara diikuti sepasang kakinya membalik keluar, tangan kanannya laksana kilat diayun dan menghunjamkan ketiga batang pisau belati itu ke dalam perut sendiri.
Peristiwa ini benar-benar aneh dan luar biasa membuat Chee Thian Gak jadi tertegun dan berdiri melongo, ia tak mengerti apa sebabnya pihak lawan bisa berbuat demikian.
Begitulah ketika badannya meluncur ke atas permukaan tanah dengan kepala di bawah kaki di atas, sepasang lengannya segera direntangkan, telapak kiri menancap di atas permukaan tanah sedang tangan kanannya dengan cepat meraba celananya lalu ditabokkan ke atas batok kepala sendiri.
Sekilas cahaya merah memancar ke empat penjuru, dari balik keningnya meloncat keluar sebutir zamrud merah delima, tangan kanannya segera menekan dada, telapak kiri menahan di tanah dan berdiri tegak dalam keadaan begitu.
Gerak-geriknya yang aneh ini membuat Chee Thian Gak yang menyaksikan dari samping jadi ngeri, bulu kuduknya pada bangun berdiri, ia sedang merasa heran mengapa si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok menusuk perutnya sendiri dengan pisau belati" Dan apa sebabnya dari perutnya sama sekali tidak mengucurkan darah...
Sementara ia sedang memikirkan persoalan itu, dada si kakek cebol itu sudah bergetar terus dengan hebatnya, dari tenggorokannya muncullah suara jeritan-jeritan aneh yang memekikkan telinga, membuat suara itu kedengaran amat mengerikan sekali di tengah malam buta itu.
Loe Peng jadi terperanjat, serunya : "Hiiii...
suaranya mirip sekali dengan jeritan kuntilanak yang sering disebut dalam kitab suci...
sungguh membuat hati orang jadi bergidik..." Hong Teng si naga hitam dari gurun pasir pun bergidik, ujarnya pula :
"Aku belum pernah membaca kitab suci, tapi keadaan seperti ini tiada berbeda jauh dengan suara memedi yang seringkali gentayangan di tengah gunung Tiang pek san di tengah malam buta..." Belum habis dia berkata, mendadak terdengar suara gemuruh yang amat keras berkumandang dari kejauhan.
"Apa itu?" teriak Loe Peng terperanjat.
Di tengah kegelapan segera muncullah beberapa buah bayangan hitam yang tinggi besar bagaikan bukit.
"Aaaaah... gajah... dan gajah yang datang menyerang lagi," jerit Hong Teng dengan nada setengah menjerit.
Sedikit pun tidak salah, dari balik pepohonan segera muncullah serombongan gajah-gajah yang besar dan mengerikan.
Bumi segera bergoncang, pohon sama bergoyang...
seakan-akan terjadi gempa dahsyat membuat Chee Thian Gak tersadar dari lamunannya...
Ketika ia menjumpai di atas punggung gajah itu masing-masing duduk seorang India yang memakai kain putih, suatu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya.
"Bila aku mundur selangkah ke belakang, niscaya Oorchad serta Hong Teng sekalian akan terinjak-injak oleh gajah itu hingga mati, akhirnya aku sendiri pun tak akan bisa menghindarkan diri dari kejaran gajah- gajah tersebut..." Sinar matanya menyapu sekejap ke arah si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang sedang berjungkir balik di atas tanah, pikirnya lebih jauh : "Mungkin karena ia melihat aku sukar dibunuh, maka dia hendak meminjam kekuatan gajah-gajahnya untuk menahan diriku, serta menghabiskan kekuatanku, agar ia dapat menyembuhkan lukanya dengan cara ilmu sakti ciri khas negerinya..." Berpikir demikian, ia lantas membentak keras, kelima jarinya disentil ke depan, sekilas cahaya emas dengan cepat meluncur ke depan.
Dalam pada itu Pawang gajah yang sedang duduk di atas punggung gajah sambil memberi petunjuk kepada binatangnya untuk menerjang datang, sama sekali tak menyangka kalau secara tiba-tiba ia bakal diserang, belum habis ia berpikir keningnya sudah termakan oleh sebatang senjata rahasia naga emas.
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang di angkasa, tidak ampun lagi badannya roboh ke atas tanah.
Dengan gusar Chee Thian Gak mundur tiga langkah ke belakang, dengan jurus 'Si Yang Tang Seng' atau Sang Surya Terbit di Timur, ia lancarkan sebuah pukulan menyongsong datangnya gajah itu.
Belalainya yang panjang diayun ke depan, sebelum gajah itu sempat menerjang ke hadapan Chee Thian Gak ia sudah terhantam telak oleh segulung angin puyuh yang maha dahsyat.
Pekikan panjang menggema di tengah hutan yang sunyi, seluruh tubuh sang gajah yang tinggi besar itu terpental ke angkasa, sepasang gadingnya yang tajam bagaikan tombak patah dari tempatnya semula dan meluncur ke tengah udara.
Chee Thian Gak membentak keras, sepasang telapaknya diayun ke muka dengan jurus 'Pa Ong Kie Tang' atau Raja ganas mengangkat hioloo ia tangkap sepasang kaki gajah itu, kakinya bergeser ke depan sambil memutar separuh badan bagian atasnya setengah lingkaran, dia lempar lagi gajah itu ke angkasa.
Bluuuum....! di tengah suara ledakan dahsyat bumi bergoncang keras, di tengah angkasa hanya terdengar suara pekikan si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang tinggi melengking dan aneh sekali.
Chee Thian Gak menghembuskan napas panjang, baru saja ia beristirahat sejenak tiba-tiba dilihat dua ekor gajah bagaikan kalap telah menerjang lagi ke arahnya dengan hebat, di bawah sorotan cahaya rembulan yang redup, tampaklah terjangan kedua ekor gajah itu bagaikan dua bukit yang bergeser tiba, keadaannya sangat mengerikan sekali.
Dalam pada itu Oorchad baru saja mendusin dari pingsannya, menyaksikan keadaan yang sangat mengerikan itu hatinya jadi terkesiap.
Tanpa sadar lagi, dengan suara setengah menjerit teriaknya keras-keras : "Cepat menyingkir ke samping!" Mendengar teriakan dari Oorchad, dalam hati Chee Thian Gak merasa amat girang sebab dari suara itu ia bisa mengetahui bahwa rekannya belum mati binasa.
Segera ditariknya napas dalam-dalam, ilmu sakti yang didapatkan dari kitab pusaka 'Ie Cin Keng' segera disalurkan ke dalam jurus ilmu Surya Kencananya yang amat lihay, sekujur tubuhnya kontan bergemerutukan keras, tubuhnya pun dalam sekejap mata mengembang lebih besar beberapa bagian dari keadaan semula.
Menyongsong kedatangan dua ekor gajah yang menerjang tiba bagaikan dua buah panser itu dengan wajah yang kalem dan tidak menunjukkan sedikit rasa gentar pun ia maju ke depan.
Suatu pikiran aneh secara mendadak muncul dalam hati sanubarinya, ia membatin : "Ini hari aku akan menciptakan nama besar bagi Chee Thian Gak di atas permukaan bumi, agar orang-orang semua pada tahu bahwa Chee Thian Gak sanggup menghadapi terjangan lima ekor gajah sekaligus...
perbuatanku ini berarti juga suatu percobaan bagi tenaga dalamku, seandainya aku dapat merobohkan ke-lima ekor gajah tadi, berarti pula aku masih sanggup untuk bertempur melawan tiga dewa dari luar lautan serta dua iblis dari samudra Seng Sut Hay...
berarti pula kedudukanku jauh berada di atas jago- jago paling lihay di kolong langit..." Ingatan tersebut hanya berkelebat dalam sekejap mata saja, bumi segera bergoncang keras, sapuan angin tajam menyesakkan napas, dua ekor gajah raksasa bagaikan sambaran geledek tahu-tahu sudah menerjang di hadapannya.
Dua buah belalai yang besar bagaikan batang pohon diiringi desiran tajam langsung membelit tubuh Chee Thian Gak.
Dengan gusar jago kita melototkan matanya bulat- bulat, sepasang telapak diputar hampir berbareng, kemudian melancarkan sebuah pukulan yang maha hebat, di mana pergelangannya berputar dua buah belalai gajah yang panjang dan besar itu tahu-tahu sudah berhasil dicengkeramnya.
Sebuah bentakan dahsyat laksana guntur membelah bumi bergeletar di udara, tenaga dorongan dua ekor gajah yang sedang menerjang ke arah Chee Thian Gak itu berhasil digunakan jago kita dengan tepat dan sempurna, bukan jago itu yang berhasil dipelintir sebaliknya tubuh gajah-gajah itulah yang sudah mencelat ke angkasa.
Dua orang pawang gajah yang duduk di atas punggung gajah itu segera menjerit keras, badan mereka terperosot dari atas punggung binatang itu, cepat-cepat dipeluknya telinga gajah tadi kencang- kencang lalu bungkukkan badannya dengan rasa ketakutan, mereka tak berani berkutik lagi.
Dari balik mata Chee Thian Gak memancar keluar sorot mata yang menggidikkan, sepasang lengannya digetarkan, badan bergeser setengah langkah ke samping kemudian dengan sekuat tenaga dihentaknya ke belakang.
Getaran keras yang menggoncangkan seluruh permukaan bumi berkumandang dari balik reruntuhan pohon yang ada di arah belakang, pasir dan debu beterbangan memenuhi seluruh lingkungan di sekeliling tempat itu, cuaca jadi suram dan gelap...
udara penuh dengan tekanan...
Tatkala pasir dan debut telah berjatuhan di atas bumi, dan suara hiruk-pikuk telah mereda...
suasana berubah jadi sunyi senyap...
yang terdengar hanya dengusan napas yang memburu...
berat... dan kasar... Oorchad dengan badan menggigil karena kagum bercampur kaget, lambat-lambat bangkit berdiri dari atas tanah, sorot matanya penuh memancarkan rasa kagum, gumamnya seorang diri dengan suara lirih : "Luar biasa...
luar biasa... hanya dialah yang pantas disebut manusia paling jempolan di kolong langit..." Si Naga hitam dari gurun Pasir dengan mata terbelalak, wajah terkesiap serta mulut melongo menatap Chee Thian Gak yang tinggi kekar tanpa berkedip, dalam hati kecilnya ia merasa benar-benar takluk...
dalam keadaan begini ia sudah mulai merasa sangsi...
Chee Thian Gak pasti bukan manusia...
dia pasti seorang dewa. Karena manusia biasa tak mungkin bisa memiliki tenaga sakti demikian dahsyatnya secara beruntun bisa melemparkan tubuh lima ekor gajah ke atas udara, perbuatan ini tak mungkin bisa dilakukan oleh seorang manusia yang terdiri dari darah dan daging...
tidak mungkin seorang manusia dapat mengangkat tubuh seekor gajah...
Bibirnya gemetar keras...
lama... lama sekali ia berbisik lirih : "Tidak mungkin...
hal ini tidak mungkin terjadi...
tidak mungkin..." Ketika sorot matanya dialihkan ke arah Dewa Cebol dari Negeri Thian Tok yang berdiri dengan jungkir balik itu, kembali ia berseru tertahan.
Di bawah sorot cahaya rembulan tampaklah tubuh Dewa Cebol yang berdiri dengan sikap jungkir balik seolah-olah seekor laba-laba yang berada di sebuah sarang tanpa berwarna, tubuhnya berada di tengah udara...
bergoyang mengikuti hembusan angin...
Seluruh tubuhnya melingkar jadi satu, di atas dadanya menancap tiga bilah pisau belati...
keadaan orang itu aneh dan menggidikkan membuat barangsiapa pun yang melihat ikut merasa ngeri...
"Omihtohud!" pujian panjang meluncur dari bibir Loe Peng yang selama ini membungkam.
Pujian yang panjang, rendah dan berat itu bergema tiada hentinya di tengah kesunyian malam yang mencekam,suara pantulan mendatangkan rasa agung...
serius dan kewibawaan... dan mengetuk hati sanubari setiap orang yang ada di sana.
Hong Teng si naga hitam dari gurun pasir merasakan lenyapnya rasa takut dan ngeri yang semula mencekam hatinya, kini ia merasa hatinya tenang kembali...
Dengan rasa tercengang dan tidak habis mengerti segera tegurnya : "Hey Hweesio gadungan, pujianmu barusan sungguh aneh sekali kedengarannya, aku rasa suara itu jauh lebih mantap dan serius daripada pujian dari hweesio- hweesio sungguhan..." "Pelajaran itu khusus diturunkan suhu kepadaku, bilamana setiap kali menjumpai peristiwa yang mengerikan atau tempat angker yang harus kulewati di tengah malam buta maka aku segera berseru memuji dengan salurkan hawa lweekang yang kumiliki...
" jawab si Pendekar bertenaga sakti dengan bangga.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia merandek sejenak lalu membentak keras : "Apa" Kau mengatakan aku si Hweesio gadungan?" "Heeeeh...
heeeeh... heeeeh... salahnya kalau kusebut dirimu sebagai hweesio gadungan" Bukankah kau boleh panggil aku seorang liar atau panggilan yang lain...
kita toh boleh panggil pihak yang lain dengan sebutan apa pun..." "Aaaach betul...
betul... " dari gusar Loe Peng si pendekar bertenaga sakti pun berubah jadi girang.
"Begitu baru dikatakan adil...
pokoknya kita berdua tak boleh saling merugikan..." Tanya jawab dari dua orang kasar ini benar-benar menggelikan hati, sampai Oorchad si Sinkoen bertenaga sakti pun tak dapat menahan rasa gelinya hingga tertawa terbahak-bahak.
Belum sempat dia mengutarakan sesuatu, tampaklah Chee Thian Gak dengan senjata terhunus sedang memperhatikan si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang ada di tengah udara tanpa berkedip.
Ia segera menghembuskan napas panjang, hardiknya dengan suara rendah : "Kalian tutup mulut semua!" "Nenek..." maki Loe Peng si pendekar bertenaga sakti dengan mata melotot, tapi sewaktu teringat kehebatan Oorchad di kala beradu enam buah pukulan dengan Chee Thian Gak tadi, ia segera merandek dan berkata: "Kau bilang apa?" "Bangsat gede, kau bilang apa barusan?" gembor Oorchad marah, ia maju satu langkah ke depan dan lanjutnya, "coba ulangi sekali lagi!" Bibir Loe Peng gemetar, perlahan kemudian tarik napas dalam-dalam dan bangkit berdiri.
"Neneknya... bilang yaah bilang, kau anggap aku jeri terhadap dirimu"...
makanya..." Oorchad naik pitam, tanpa mempedulikan apakah luka dalamnya telah sembuh atau belum ia maju ke depan sambil ayun lengannya mengirim satu bogem mentah, arah yang dituju adalah tubuh Loe Peng sementara angin pukulan menderu-deru dengan hebatnya.
Menyaksikan datangnya ancaman, tergopoh-gopoh Loe Peng mengerahkan hawa murninya, sekalipun ia merasa bahwa tenaga lweekangnya baru pulih tidak sampai lima bagian tetapi berhadapan dengan Oorchad tak bisa tidak ia harus maju memapaki dengan keras lawan keras.
Sambil membentak keras, segenap tenaga kekuatan yang dimilikinya disalurkan ke luar kemudian sambil merangkap telapak tangannya ia sambut datangnya ancaman itu.
Blaaam...! di tengah bentrokan dahsyat Loe Peng terpukul mundur sejauh tiga langkah, tidak ampun lagi pantatnya langsung mencium bumi.
"Hey Hweesio gadungan, jangan takut, aku membantu dirimu!" teriak Hong Teng si Naga Hitam dari Gurun Pasir dengan suara keras.
Secara beruntun badannya maju tiga langkah ke depan, mengirimkan pukulan kemari menerbitkan deruan angin puyuh yang maha hebat, dengan gagah beraninya ia menyerang diri Oorchad habis-habisan.
"Heeeeh... heeeeh... heeeeh... aku lihat alangkah baiknya kalau kalian dua orang keparat cilik maju serentak!" ejek Oorchad sambil tertawa terbahak- bahak.
Seraya berkata telapak kirinya direntangkan ke samping menyambar lengan Hong Teng sementara lengan kanannya menebuk ke atas, sikutnya ambil peranan dengan menyodok iga kanan musuh.
Duuuk...! Hong Teng menjerit kesakitan, seluruh tubuhnya terangkat oleh sapuan Oorchad, kemudian setelah berjumpalitan sejauh delapan depa di angkasa badannya terbanting di atas tanah keras- keras.
Dengan bangga Oorchad pentang mulutnya yang lebar dan tertawa terbahak-bahak, tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia putar badan menghampiri si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok.
Tapi... baru saja ia melangkah maju dua tindak, mendadak dari arah belakang tubuhnya berkumandang datang suara bentakan dahsyat yang memekikkan telinga, bentakan itu bagaikan seruan pujian kepada Buddha yang dipancarkan dari atas langit, membawa gelombang pantulan yang tajam menerjang ke dalam lubuk hatinya.
Jantungnya berdetak keras sekujur badan gemetar hebat, sementara dia masih berdiri dengan hati sangsi, terlihatlah tubuh Chee Thian Gak berjumpalitan di angkasa seakan-akan malaikat yang baru turun dari kahyangan, kapaknya langsung dibacokkan ke atas tubuh lawan.
si Dewa Cebol dari Negeri Thian Tok menjerit aneh, badannya berjumpalitan berulang kali di tengah udara sehingga menyingkir sejauh dua tombak dari tempat semula, sorban putih yang dikenakan pada kepalanya terlepas hingga sebutir zamrud merah delima yang semula berada di atas sorban mencelat ke tengah udara.
Chee Thian Gak ayun tangan kirinya menyambut batu Zamrud merah delima yang mencelat di angkasa itu, kemudian sambil tertawa dingin ujarnya : "Hmm...! tak nyana seorang maha guru ilmu silat yang katanya luar biasa masih juga menggunakan ilmu hipnotis dari kepandaian Yoga aliran negeri Thian Tok untuk berjual lagak di hadapan orang Tionggoan, apakah kau sendiri tidak merasa malu dan menyesal?"..." Rambut si Dewa Cebol yang tadinya terbungkus sorban kini terurai di atas pundak si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang kasar, dari balik matanya memancar keluar sorot cahaya yang amat buas, setelah termenung beberapa saat lamanya dia baru menyebut : "Hmmm! seandainya keparat jahanam itu tidak memiliki kepandaian 'Auman Singa' dari kalangan Buddha yang maha sakti, tidak nanti kau berhasil memecahkan ilmu laba-laba sakti iblis langit 'Mo Thian Sin Coa'ku yang maha dahsyat ini." "Ooooh, ternyata dugaanku tidak meleset," pikir Chee Thian Gak di dalam hati, "semula aku masih mengira secara tiba-tiba aku berhasil memusatkan segenap perhatianku dan memecahkan tipuan ilmu Hipnotis yang telah membohongi pandangan mataku itu, tak tahunya Auman singa dari si pendekar bertenaga saktilah yang telah membantu aku!" Berpikir begitu, ia lantas berpaling sambil serunya : "Loe heng, terima kasih atas bantuanmu dari samping kalangan!" Mula-mula Loe Peng rada melengak, tapi dengan cepat ia sudah tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... kepandaian sakti Chee heng tiada tandingannya di kolong langit, tak mungkin kau bisa jeri terhadap kakek cebol celaka itu.
Auman siauw te barusan hanya cahaya kunang-kunang di malam hari saja...
haaah... haaaah... tidak berharga untuk dibicarakan, tak berharga untuk dibicarakan!" "Tak berharga nenek moyangmu!" maki Oorchad dengan mata melotot.
"Hey monyet cilik, lagakmu sekarang seolah-olah kepandaianmu itu betul-betul luar biasa...
Hmmm, andaikata aku tidak memandang di atas wajah Chee heng, sedari tadi aku sudah kasih hadiah sebuah bantingan gulat...!" Sementara itu Loe Peng si pendekar bertenaga sakti sedang merasa bangga atas bantuan yang dia berikan barusan, mendengar sindiran dari Oorchad tersebut seketika ia merasakan kepalanya bagaikan diguyur dengan sebaskom air dingin, saking mendongkolnya dia sampai mencak-mencak.
"Kau si manusia liar dari Mongolia.
Hmm! andaikata pun Siaoi tidak memandang di atas wajah Chee heng, dari tadi pula sudah kusuruh kau merasakan sebuah kemplangan toya tembagaku sehingga sukmamu mendapat tempat untuk berjumpa dengan Raja Akhirat!" Chee Thian Gak yang mendengar percekcokan itu diam-diam segera kerutkan alisnya, ia berpikir : "Meskipun usiaku masih muda, tetapi belum pernah kujumpai manusia-manusia tolol semacam mereka.
Kenapa sih pada malam ini sekaligus aku telah berjumpa dengan tiga orang jago lihay dari dunia persilatan namun ketiga-tiganya adalah manusia tolol! Aaaaai, kalau mereka bertiga harus berkumpul jadi satu, dunia persilatan tentu akan kacau balau tidak karuan." Begitu ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, ia lantas berteriak dengan suara keras, "Aku minta kalian berdua dengan memandang di atas wajahku untuk sementara waktu suka menunda dahulu percekcokan itu, berilah kesempatan bagiku untuk menghadapi si setan hitam itu!" Dalam pada itu bibir si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok berkemak kemik terus tiada hentinya, sang badan bagaikan gangsingan berputar terus dengan gencarnya, tiba-tiba tiga bilah pisau emas yang menancap di atas lambungnya dengan membawa tiga rentetan semburan darah memancar ke tengah angkasa dan langsung mengancam tubuh Chee Thian Gak.
Bayangan darah memenuhi angkasa, desiran tajam menggidikkan hati, Chee Thian Gak tarik napas panjang-panjang, lalu bersuit nyaring, kapak saktinya segera dibabatkan ke tengah angkasa dengan menciptakan diri jadi selapis cahaya tajam.
Criiit...! Criiiit...! diiringi desiran tajam, badan si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok menerjang masuk ke balik bayangan darah itu.
Chee Thian Gak segera merasakan datangnya ancaman berjuta-juta batang pedang, bayangan darah bagaikan titiran air hujan serta segulung tenaga tekanan yang maha berat memancar masuk dari empat penjuru, sekeliling tempat itu seakan-akan terkepung rapat tiada peluang baginya untuk menghindarkan diri.
Hatinya bergidik, telapak kirinya buru-buru ditekan dan dimuntahkan keluar, mengirim satu babatan angin pukulan yang sangat tajam, sementara kapak sakti di tangan kanannya diayun ke muka dengan memakai jurus serangan 'Kay Thiang Kioe Si' atau sembilan jurus pembelah langit.
Gulungan angin puyuh meluncur keluar, udara segera dipenuhi oleh bau sengit yang menusuk hidung, sambil merendahkan tubuhnya si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok meloncat ke depan, dengan demikian persis sekali ia menyambut kedatangan angin pukulan yang dilancarkan dengan memakai ilmu sakti Surya Kencana.
Kakek cebol itu jadi gugup, tergesa-gesa ia dorong lengannya ke muka untuk membendung pukulan itu, segenap kekuatan yang dimilikinya telah digunakan dalam pukul tersebut...
Blaaaaam...! di tengah suara ledakan keras, sekujur badan si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok gemetar keras, darah segar muncrat keluar dari mulutnya, wajah yang hitam pekat kini berubah jadi merah padam bagaikan babi panggang...
Sementara itu Chee Thian Gak sudah siap melancarkan jurus yang ke-empat, tiba-tiba ia merasa mengendornya daya tekanan dari luar, bayangan darah berhamburan ke atas tanah, tiga bilah pisau emas tahu-tahu sudah termakan oleh kapak sakti dan patah jadi beberapa bagian.
Kutungan senjata tersebar di atas tanah, cahaya emas lenyap dari pandangan, dengan jelas Chee Thian Gak dapat menyaksikan wajah si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang sedang menahan sakit, ia ragu-ragu sejenak, kemudian sambil mengayunkan kapaknya ke depan ia berseru : "Aku tak boleh membiarkan kau hidup lebih jauh di kolong langit sehingga ilmu 'Hie Yan Kim To' atau Cahaya darah golok emas dari perkumpulan Mo-kauw merajalela di dunia persilatan." Babatan kapak meluncur bagaikan desiran angin tajam, si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok hanya merasakan berkelebat cahaya tajam, tak sempat lagi baginya untuk berkelit, di tengah jeritan ngeri yang menyayatkan hati, sebuah lengan kanannya tahu- tahu sudah putus sebatas siku.
Sorot mata tajam memancar keluar dari balik mata Chee Thian Gak, ia maju selangkah ke depan, telapaknya dibalik dan kembali melancarkan sebuah babatan kilat, rupanya ia hendak membinasakan kakek cebol itu pada detik ini juga.
Mendadak... Serentetan cahaya pedang yang amat menyilaukan mata berkelebat lewat, disusul suara bentakan seseorang berkumandang datang : "Berilah belas kasihan di ujung kapakmu!" Chee Thian Gak mendengus dingin, kapak hitam yang mantap dan berat itu memancar keluar sekilas cahaya yang lembut, mendadak membabat dari arah kanan sementara kakinya melancarkan satu tendangan dahsyat.
Traaaang...! pedang yang membabat datang seketika terpental dari sasaran.
Sedangkan tendangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga itu dengan telak bersarang di atas lambung si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok, membuat pihak lawan terpental sejauh tiga tombak dari tempat semula dan terbanting di dalam reruntuhan bambu.
Dari tengah udara berkumandang tiba suara kencringan yang nyaring diikuti suara irama khiem pun menggema di angkasa.
Seolah-olah dua batang batu cadas yang menghantam dadanya, seluruh tubuh jago kita tergetar keras, hampir-hampir saja ia muntahkan darah segar...
Buru-buru ia bergeser mundur lima depa dari tempat semula, kapaknya disilangkan di depan dada melindungi badan sedang matanya dengan tajam mengawasi ke muka.
Tampaklah Hoa Pek Tuo smbil mencekal pedang sakti penghancur Sang surya miliknya sedang memandang dirinya dengan cahaya mata tertegun.
Tiga sosok bayangan hitam meluncur datang dengan cepatnya, gelak tertawa nyaring bergema memecahkan kesunyian.
Menyaksikan kedatangan beberapa orang itu, air muka Chee Thian Gak berubah hebat.
"Aaaaah, Ciak Kak Sin Mo suami istri pun ikut datang?" Dengan sikap tertegun Hoa Pek Tuo mengawasi wajah Chee Thian Gak tak berkedip, sorot mata ragu- ragu jelas terpancar keluar dari balik matanya, sedang dalam hati ia berpikir : "Siapakah orang ini" Betapa dahsyatnya kepandaian silat yang dia miliki, bukan saja si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok tak sanggup mengapa-apakan dirinya malahan dialah yang justru menderita kalah.
Jangan-jangan dia adalah orang yang pernah mendatangi perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu..." Sebaliknya Chee Thian Gak sendiri sambil memandang pedang sakti penghancur sang surya berada di tangan lawan, dalam hati kecilnya segera timbul perasaan sedih yang tak terkira, suatu perasaan aneh bagaikan gulungan ombak menghantam lubuk hatinya.
Terdengar Ciak Kak Sin Mo Kong Yo Leng tertawa tergelak dengan nada yang aneh, kemudian serunya : "Sungguh tak nyana di kolong langit masih terdapat jagoan lihay yang sanggup mengalahkan si Dewa Cebol dari Negeri Thian Tok, tolong tanya siapakah nama besarmu?" "Cayhe adalah Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak." "Chee Thian Gak?" seru Kong Yo Leng si iblis sakti berkaki telanjang dengan nada tercengang.
"Dengan kepandaian silatmu yang begitu luar biasa dan dahsyatnya kenapa tidak pernah kudengar nama besarmu disebut orang dalam dunia persilatan?" Ia berpikir sebentar, kemudian sambil berpaling ke arah Hoa Pek Tuo tanyanya lebih jauh.
"Hoa loo, pernah kau mendengar nama besar dari si Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee heng?" Air muka Hoa Pek Tuo berubah hebat.
"Apakah kau adalah murid dari Thian Liong Toa Lhama si Pendekar Jantan Berkapak Sakti..." Chee Thian Gak tidak langsung menjawab, sebaliknya dalam hati kecilnya diam-diam merasa geli, ia teringat kembali perbuatannya yang telah menipu Hoa Pek Tuo dengan pelbagai macam logat di bawah perlindungan asap hitam yang tebal, sehingga kakek tua itu mengira Thian Liong Toa Lhama telah berkunjung diikuti para muridnya, di mana bukan saja kakek she Hoa telah dibikin kalang kabut bahkan dia pun memperoleh kesempatan untuk melarikan diri.
Maka ia lantas mengangguk.
"Sedikit pun tidak salah, cayhe adalah anak murid dari Thian Liong Toa Lhama!" sinar matanya berputar, lalu terusnya, "setengah bulan berselang cayhe dengan mengikuti guru pernah berkunjung ke perkampungan anda untuk menolong Pek In Hoei, apakah Hoa Loo sianseng telah melupakan peristiwa ini?" Hoa Pek Tuo berseru tertahan, kemudian teriaknya : "Jadi hari itu kalian benar-benar telah datang berkunjung ke dalam perkampunganku" Sampai sekarang Loohu masih mengira kejadian itu adalah perbuatan dari Pek In Hoei yang sengaja hendak menipu aku, sungguh tak nyana..." Chee Thian Gak mendengus dingin, pikirnya dalam hati : "Hmmmm, tak akan kau sangka bahwa aku Chee Thian Gak bukan lain adalah Pek In Hoei, sedang si pjbk tidak lain adalah jelmaan dari si Pendekar Pedang Berdarah Dingin!" Biji matanya berputar, kemudian ujarnya : "Hey orang she Hoa, saat ini Pek In Hoei berada di mana" Suhu telah berpesan kepada cayhe untuk mencarinya hingga ketemu..." "Entah ada urusan apa Thian Liong Toa Lhama hendak mencari diri Pek In Hoei?" Chee Thian Gak tertawa dingin.
"Manusia tolol, tua bangka sialan.
Pek In Hoei adalah seorang perwira kelas satu dari istana kaisar, andaikata kau telah membinasakan dirinya...
Hmmm! tunggu saja jago-jago lihay dari istana Kaisar pasti akan mencari balas dengan dirimu.
Hmmm, akan kulihat kau hendak melarikan diri kemana?" Hoa Pek Tuo langsung naik pitam, hawa amarahnya berkobar di dalam dada, ia teringat kembali, tatkala Chee Thian Gak masih berada di dalam perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu ia pun pernah memaki dirinya si telur busuk tua, dengan kegusaran yang memuncak segera makinya : "Manusia rendah yang tak tahu diri, kau berani..." "Kakek tua celaka!" tiba-tiba Oorchad si Sinkoen bertenaga sakti menukas dengan nada gusar, "kau berani memaki si jago bertenaga sakti yang paling kosen di kolong langit sebagai manusia rendah yang tak tahu diri"..." "Siapa kau?" "Haaaah...
haaaah... haaaah... pun sinkoen adalah Oorchad kepala suku di Mongolia, telur busuk tua siapa kau?" "Apa?" dengan hati terperanjat Hoa Pek Tuo menjerit keras, "kau adalah si Sinkoen bertenaga sakti?"" Beberapa saat ia termenung, kemudian baru lanjutnya : "Loohu bukan lain adalah si Tabib sakti dari daratan Tionggoan Hoa Pek Tuo adanya." Oorchad melengak lalu tertawa tergelak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... aku memang terlalu sering menimbulkan kesalahpahaman dengan orang lain.
Hoa Loo-heng! harap kau suka maafkan diriku yang salah ngomong." Ciak Kak Sin Mo si iblis berkaki telanjang pun ikut tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaaah... haaaah... air bah telah menghancurkan kuil si Raja Naga, ternyata kita semua adalah orang asal satu keluarga, Sin-koen jauh-jauh datang ke daratan Tionggoan selama perjalanan tentu lelah sekali bukan...
aaaah, bilamana kami tidak menyambut dari jauh, harap kau suka memaafkan..."
SINAR matanya beralih ke atas tumpukan bangkai sembilan ekor unta yang bertumpuk bagaikan sebuah bukit di atas tanah, lalu katanya lagi : "Sin koen! Bukankah kau datang dengan naik unta?" Kenapa unta-untamu itu..." "Ke-sembilan ekor unta ini telah dihajar mati semua oleh si Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak," tukas Oorchad dengan cepat lalu acungkan jempolnya ia memuji.
"Dia benar-benar manusia yang berkekuatan paling sakti di kolong langit dewasa ini, sayang kalian tidak cepat-cepat datang kemari, kalau tidak kamu semua bisa saksikan betapa hebatnya tenaga sakti yang dia miliki setelah membunuh sembilan ekor unta, dia pun membanting mati lima ekor gajah..." "Ooooh! diam-diam Kong Yo Leng merasa terperanjat.
"Sungguh tak nyana Chee heng yang berusia sangat muda itu ternyata memiliki tenaga sakti yang maha dahsyat, rasanya meskipun Raja brutal Coe Pa Ong hidup kembali pun belum tentu bisa menandingi dirinya." Chee Thian Gak tertawa dingin.
"Terima kasih atas pujian serta sanjungan dari Loo siang seng, tetapi sayang sekali cayhe dengan Hoa Pek Tuo telah terikat sebagai musuh besar, harap Loo siangseng jangan ikut campur di dalam persoalan ini..." Dalam hati kecilnya Hoa Pek Tuo sendiri pun tahu akan maksud hati dari Kong Yo Leng, dia ada rencana untuk menarik Chee Thian Gak masuk ke dalam komplotan mereka, bahkan dengan mengambil alasan tersebut dia pun punya rencana untuk menarik rombongan Thian Liong Toa Lhama sekalian menjadi komplotan mereka, bila rencana itu berhasil bukan saja kekuatan mereka akan bertambah besar bahkan rencana besar mereka untuk memimpin dunia persilatan akan berjalan dengan lancar.
Maka sambil menahan diri ujarnya dengan suara berat : "Tatkala guru anda mengunjungi perkampungan Thay Bie San cung kami tempo dulu, loohu sama sekali tiada maksud untuk memandang rendah kalian semua, adalah dikarenakan gurumu buru-buru hendak berlalu maka..." "Tutup mulut!" hardik Chee Thian Gak sambil melangkah ke depan satu tindak.
"Hoa Pek Tuo, pedang siapa yang berada dalam cekalanmu sekarang?" "Pedang sakti Penghancur sang surya dari perguruan Thiam-cong pay! Siapa pun tahu akan senjata ini, apa kau tidak tahu?" Perlahan-lahan Chee Thian Gak mengangguk.
"Ehmmm! Pedang ini memang milik Pek In Hoei, dan sekarang benda itu terjatuh ke tanganmu.
Itu berarti Pek In Hoei telah mati di tanganmu, oleh sebab itu pula kau telah menjadi musuh besar dari jago-jago istana..." "Pek In Hoei adalah murid partai Thiam Cong, sejak kapan dia telah mengikat hubungan dengan orang- orang pihak istana?" jengek Hoa Pek Tuo sambil tertawa dingin, "Chee heng, jangan-jangan kau telah mencampurbaurkan antara urusan pribadi dengan urusan dinas, sehingga mana dendam mana budi tak bisa dibedakan..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... cayhe tidak takut terhadap perkampungan Thay Bie San cung kalian, lebih-lebih tidak jeri terhadap kau manusia yang menyebut dirinya Hoa Pek Tuo," ia merandek sejenak, air mukanya berubah serius.
"Ini hari, bilamana kau tidak serahkan Pek In Hoei kepadaku, maka tinggallah nyawamu disini!" "Hmmm," dengusan dingin bergeletar keluar dari mulut Pek Giok Jien Mo si Iblis Khiem Kumala Hijau, dengan wajah dingin membeku tegurnya : "Chee Thian Gak, berhadapan dengan jago-jago lihay yang sedemikian banyaknya, kau berani benar mengucapkan kata-kata sesumbar dan sombong sehebat itu, rupanya kau sudah bosan hidup?" Meskipun dalam hati kecilnya Chee Thian Gak merasa amat berterima kasih terhadap diri Mie Liok Nio yang pernah menyelamatkan jiwanya, tapi setelah pada saat ini ia muncul sebagai si Pendekar Jantan Berkapak Sakti, sudah tentu perasaan tersebut tak bisa diutarakan di luar.
Dengan pandangan dingin diliriknya wajah Mie Liok Nio sekejap, kemudian ujarnya ketus : "Cayhee Chee Thian Gak tidak pernah merasa jeri atau takut terhadap siapa pun juga..." Mendadak terdengar suara tertawa aneh yang tinggi melengking menusuk pendengaran berkumandang di angkasa, dengan cepat Chee Thian Gak menoleh, dilihatnya seorang nenek tua kurus kering bagaikan tengkorak dengan jubah berwarna hitam, mata tajam bagaikan burung elang, hidung mancung serta wajah penuh berkeriputan berdiri angker di sana.
Di tangan nenek itu membawa sebuah tongkat berwarna hitam, rambutnya telah beruban, punggungnya bongkok dan keadaannya mirip sekali dengan seorang pengemis, sama sekali tidak menarik perhatian orang.
Begitu berjumpa dengan nenek tersebut, satu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benak jago kita, segera tegurnya dengan suara berat : "Apakah dalam pandanganmu cayhe seorang manusia lucu" Kenapa kau tertawa geli?" Sambil mengetuk permukaan tanah dengan tongkatnya, nenek tua itu melangkah maju tiga tindak ke depan sambil angkat kepala, kembali ia tertawa terbahak-bahak, serunya sambil menuding ke arah Chee Thian Gak dengan jari tangannya yang telah berkeriputan.
"Orang mua, janganlah sombong dan sesumbar, hati- hati dengan lidahmu, jangan sampai tersambar geledek...
Hmmmm! menyesal kemudian tak ada gunanya." Chee Thian Gak tidak menjawab, dipandangnya wajah nenek itu lebih seksama, tapi setelah menjumpai raut wajah di balik rambut yang telah beruban itu ia terperanjat, segera pikirnya : "Oooh sungguh tak nyana di kolong langit terdapat manusia yang berwajah begitu jelek!" Rupanya ketika si nenek tua itu angkat kepalanya tadi, di bawah sorot cahaya rembulan tampaklah wajahnya yang telah berkeriput serta menempelnya tiga ekor makhluk beracun di atas keningnya.
Wajahnya saja sudah cukup menggidikkan hati orang yang menjumpainya di tengah malam, lebih-lebih cahaya emas yang terpancar keluar dari mulutnya setiap kali ia berbicara, keadaannya jauh lebih menyeramkan.
Tanpa sadar bulu kuduk di badan Chee Thian Gak pada bangun berdiri, sambil menarik napas panjang- panjang ia berusaha menenangkan hatinya, lama sekali ia baru menegur : "Sebenarnya siapakah kau?" "Hiiih...
hiiih... hiiiih.. pun sin Wu bukan lain adalah Kioe Boan Toh si dukun sakti berwajah seram, bocah cilik, pernahkah kau mendengar namaku?" Sorot mata Chee Thian Gak berkelebat, segera pikirnya : "Rupanya rencana besar dari Hoa Pek Tuo telah mendekati masaknya, sungguh tak nyana manusia- manusia liar yang maha sakti dari luar perbatasan telah saling berdatangan..." Di tengah kesunyian yang kemudian mencekam seluruh jagad, tiba-tiba terdengar Mie Liok Nio menjerit tertahan, ketika menyaksikan kegagahan dari Chee Thian Gak dalam benaknya segera berkelebat bayangan seseorang...
ia teringat kembali pemandangan tatkala Pek In Hoei seseorang diri duduk di atas tumpukan batu cadas.
Perempuan itu segera menarik tangan suaminya Kong Yo Leng, lalu bisiknya lirih : "Hey, setan tua! Coba pandanglah dengan seksama, orang ini mirip siapa?" "Siapa yang kau maksudkan?" "Coba lihatlah bukankah Chee Thian Gak mirip sekali dengan diri Pek In Hoei?" "Aaaach tidak mungkin, Pek In Hoei adalah seorang lelaki berwajah tampan sedang dia kasar dan jelek, mungkin kau sudah salah melihat orang...
lagi pula Pek In Hoei toh sudah mati." "Aku pernah perhatikan wajah Pek In Hoei dengan seksama, kulihat raut wajahnya bukan manusia yang berumur pendek, ia tak mungkin mati, aku rasa dia pasti telah menyembunyikan diri untuk sementara waktu..." Mendengar perkataan itu Kong Yo Leng si Iblis Sakti Bertelanjang Kaki segera tertawa terbahak-bahak : "Haaaah...
haaaah... haaaah... Hujien, lebih baik kau tak usah peras keringat putar otak untuk memikirkan persoalan itu.
Hmmm! Pastilah disebabkan setiap hari kau mengingat-ingat diri Pek In Hoei maka setelah bertemu dengan orang yang mempunyai potongan wajah rada mirip dengan dirinya, kau lantas anggap dia sebagai Pek In Hoei." Mie Liok Nio tidak mau menyerah dengan begitu saja, kembali ia perhatikan wajah Chee Thian Gak dengan lebih seksama.
"Tidak bisa jadi!" serunya.
"Bagaimanapun juga aku harus mencoba dirinya dan berusaha membuktikan apakah dia adalah Pek In Hoei atau bukan, daripada Jien Siang si bocah itu jadi kapiran dan setiap hari ribut kepadaku untuk mengajak aku pergi mencari Pek In Hoei..." Dalam pada itu Chee Thian Gak sedang saling berpandangan dengan diri Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram, lama kelamaan kesadarannya mulai terpancing oleh sorot mata yang dingin itu ke pelbagai persoalan yang selama ini dilamunkan...
kejadian di masa lampau bagaikan gulungan air bah membanjiri lubuk hatinya, rasa sedih, gembira, budi, dendam dan cinta meluruk datang saling susul menyusul, membuat benaknya dipenuhi oleh pelbagai lamunan.
Air mata mulai mengembang dalam kelopak matanya, terdengar ia bergumam seorang diri : "Ayah, aku merasa menyesal dan malu terhadap dirimu, detik ini aku tak berani menggunakan nama asliku...
tetapi... aku berbuat demikian adalah demi keselamatan serta kebahagiaan umat Bu Lim..." Melihat si anak muda itu sudah mulai terpengaruh oleh ilmunya, Dukun Sakti Berwajah Seram tertawa haha hihi, sorot matanya berubah jadi hijau tua, rasa bangga dan gembira terlintas di atas wajahnya, ia melangkah dua tindak ke depan lalu gumamnya lirih : "Percuma kau hidup di kolong langit, lebih baik modarlah..." seluruh otot dan kulit wajah Chee Thian Gak berkerut kencang, mendadak teriaknya, "Aku tak boleh mati...
aku tak boleh mati dengan begini saja...
Jien Siang..." Pemandangan hot sewaktu ada di dalam ruang rahasia perkampungan Thay Bie San cung pun tertera kembali dalam benaknya, ia merasa tubuh Jien Siang yang montok padat berisi dan berada dalam keadaan telanjang bulat itu memancarkan kembali bau harum yang merangsang...
Pada detik itulah kebetulan Mie Liok Nio sedang menyebutkan nama Jien Siang, tubuhnya bergeser keras, kesadarannya yang sudah mulai terpengaruh oleh kepandaian hipnotis lawan seketika tersadar kembali.
Menyaksikan tubuh Si Dukun Sakti Berwajah Seram sambil tertawa menyeringai sedang datang menghampiri tubuhnya, ia segera membentak keras : *** Bagian 16 KIOE BOAN TOH si Dukun Sakti Berwajah Seram tertegun, rupanya dia tidak mengira kalau pihak musuh berhasil melepaskan diri dari pengaruh ilmu pengacau pikirannya, tanpa terasa nenek itu bergumam : "Eeeei...! sungguh aneh,kenapa ilmu hipnotis pengacau pikiranku jadi tidak manjur?"" Chee Thian Gak melangkah maju setindak ke depan, kapaknya diayun dan segera membabat tubuh pihak musuh.
Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram tertawa aneh, mendadak tongkat hitam di tangannya diayun ke muka menutul di atas kapak lawan...
Tiiing, letupan cahaya api muncrat ke empat penjuru.
Chee Thian Gak tarik napas dalam-dalam , dengan kekuatan yang amat besar sekali lagi dia ayun kapaknya melancarkan satu babatan.
Angin serangan membawa desiran angin berpusing laksana gulungan ombak melanda tiba.
Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram berteriak aneh, terdesak oleh ancaman yang tiada taranya ini sang badan terpaksa meloncat mundur ke belakang, buru-buru tongkatnya diayun ke muka lalu mundur lagi sejauh dua tombak dari tempat semula.
Pek Giok Jien Mo s Iblis Khiem Kumala Hijau menggerakkan badannya menerjang masuk ke dalam kurungan bayangan kapak, teriaknya keras-keras : "Pek In Hoei tahan!" "Siapa yang kau panggil sebagai Pek In Hoei?" tegur Chee Thian Gak tertegun.
Ia gigit bibir, kapaknya dengan jurus 'Sha Bong Ti Lai' atau Gunung Runtuh Tanah Merekah kembali melancarkan satu serangan.
Rupanya Mie Liok Nio si Iblis Khiem Kumala Hijau tidak pernah menyangka kalau Chee Thian Gak mempunyai tenaga dalam yang begitu sempurna, setelah melengak sejenak jari tangannya segera disentil ke muka, sebatang tusuk konde kumala laksana petir menyambar meluncur ke depan mengancam tenggorokan lawan.
Bayangan Hijau berkelebat lewat, tahu-tahu sudah mengurung lima buah jalan darah penting di tubuh lawan.
Chee Thian Gak membentak keras, kakinya berputar sambil ayun kapaknya, setelah menangkis datangnya ancaman tusuk konde kumala yang gencar bagaikan jalan badannya meluncur enam langkah ke belakang, teriaknya setelah lolos dari ancaman.
"Tahan!" "Pek In Hoei," seru Mie Liok Nio sambil tertawa dingin, "Ternyata kau masih belum berani memusuhi diriku!" Chee Thian Gak dibuat serba salah dan apa boleh buat, terutama sekali setelah mendengar Pek Giok Jien Mo bersikeras menganggap dirinya sebagai Pek In Hoei.
Kendati ia tidak ingin memusuhi perempuan yang pernah melepaskan budi kepadanya ini tapi demi lancarnya rencana besar yang telah ia susun tak bisa tidak jago kita terpaksa harus bermain sandiwara terus untuk menutupi asal usul yang sebenarnya.
Memandang ke arah Mie Liok Nio, diam-diam sambil gertak gigi serunya : "Cayhe adalah si Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak, dan sama sekali bukan Pek In Hoei seperti apa yang berulang kali kau sebutkan, aku harap kau jangan melanjutkan kesalahpahaman ini." Ia merandek sejenak, lalu dengan nada dingin serunya : "Selamanya cayhe tidak suka berkelahi dengan kaum perempuan, aku sebagai seorang lelaki jantan yang berjiwa besar tak akan sudi bertempur atau ribut-ribut dengan kaum wanita, apalagi usiamu sudah begitu besar, lebih-lebih tidak pantas bagiku untuk ajak kau berkelahi..." "Bagus! Sebagai seorang lelaki jantan, lelaki sejati memang sudah sepantasnya bersikap demikian!" gembor Oorchad dari samping dengan suara keras bagaikan geledek.
Mie Liok Nio naik pitam, dengan gemas ia melotot sekejap ke arah Oorchad kemudian teriaknya : "Hey setan tua, kau pergilah menghadapi si tolol itu, biar aku yang bereskan rekening kita dengan manusia she Chee ini." "Ooooh...
tentang soal ini... Ehmmm, Hujien, kau harus tahu kepala suku Oorchad adalah pembantu yang sengaja kita undang datang..." "Aku tidak mau ambil peduli dia adalah pembantu yang sengaja kita undang atau bukan," tukas Mie Liok Nio tajam.
"Setan tua, kau berani membangkang perintah Loo nio?" Merah jengah selembar wajah Kong Yo Leng, ia sapu sekejap wajah para jago yang hadir di sana lalu tentangnya.
"Kalau persoalan yang lain, Loohu pasti akan menuruti kemauanmu, tetapi dalam soal ini...
maaf! aku terpaksa menentang." Mie Liok Nio jadi sangat mendongkol, sepasang alisnya berkerut dan khiem kumala hijau yang berada di tangan kanannya telah diayun siap menyapu keluar, tapi tatkala matanya menyapu kembali wajah Chee Thian Gak, segera dia batalkan sapuan tadi.
"Baiklah," jeritnya sambil menggigit bibir.
"Perhitungan kita baru kubereskan nanti saja." Dalam pada itu Chee Thian Gak sedang memandang wajah sepasang suami istri itu dengan sorot mata dingin, dalam hati diam-diam pikirnya : "Oooo...
betapa sedihnya jadi seorang pria macam begitu, untuk mengurusi bininya saja tak sanggup bahkan sebaliknya setiap saat malah harus diurus...
Huuu... keberanian untuk membalas tak punya, begitukah namanya seorang pria sejati?" Aaaai..." Ia gelengkan kepalanya dan berpikir lebih jauh : "Entah bagaimana keadaanku di kemudian hari, apakah juga takut sama bini?" tapi aku rasa hal ini tak mungkin terjadi, karena menurut watakku tak nanti aku sudi dipaksa atau tunduk seratus persen kepada istriku..." Perasaan tersebut hanya timbul dari dasar hati kecilnya dan sama sekali tidak diutarakan keluar, sebaliknya Oorchad yang hadir juga di sana sudah tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia tertawa terbahak- bahak, serunya sambil menuding ke arah Mie Liok Nio : "Kalaupun Sin koen tak akan memperkenankan kaum wanita merangkak terlalu tinggi, sebaliknya kau yang jadi bini tuanya telah merangkak naik ke atas kepala lelakimu.
Haaaah... haaaah... haaaah... ternyata perkataan orang Tionggoan yang menyebutkan 'Seorang lelaki sejati mempunyai jiwa yang besar' adalah dimaksudkan takut sama bini" Haaaah...
haaaah... haaaah... " Mie Liok Nio melotot gusar, tiba-tiba jari kanannya disentilkan ke atas senar khiem...
serentetan irama yang lembut segera terpancar keluar...
diikuti sebuah tusuk konde digariskan pula di atas khiem tadi, serentetan suara musik laksana anak panah yang tajam meluncur ke depan menembusi lubuk hati Oorchad.
Kepala suku dari Mongolia ini menjerit keras, sepasang matanya terbelalak besar, sambil menghembuskan napas panjang, teriaknya dengan nada tercengang.
"Hey nenek tua, permainan setan apa sih yang sedang kau lakukan terhadap diriku?" "Kurang ajar! Kau berani mengatakan aku sudah tua?"" jerit Mie Liok Nio makin gusar.
"Loo Nio akan suruh kau merasakan kelihayan dari ilmu Bayangan Setan irama mautku yang hebat!" Hoa Pek Tuo yang mendengar ancaman itu seketika berubah air mukanya, buru-buru dia maju satu langkah ke depan lalu teriaknya keras-keras : "Enso, Kepala suku Oorchad adalah pembantu yang sengaja kuundang datang ke daratan Tionggoan, aku harap enso suka memandang di atas wajahku melepaskan dirinya dari bencana ini..." Sedangkan Kong Yo Leng segera mendengus dingin.
"Liok Nio," serunya, "lebih baik kau tak usah bekerja menuruti napsu angkara murkamu..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... kesemuanya ini adalah kau si setan tua yang mencelakai orang, apa yang hendak kau ucapkan lagi?" Ciiss, rasakanlah tusuk kondeku!" Air muka Kong Yo Leng berubah hebat, dengan sebat dia meloloskan diri dari sambaran tusuk konde tersebut, lalu teriaknya dengan marah.
"Liok Nio, lebih baik kau sedikit mengetahui diri, jangan membiarkan orang mentertawakan kita..." "Bagus, hey setan tua, kau berani berkelit dari seranganku?" Bayangan tubuhnya bagaikan kelebatan setan meluncur ke depan...


Imam Tanpa Bayangan Bagian 2 Karya Xiao Say di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sreeet... Sreeet... secara beruntun dia telah melancarkan beberapa serangan dahsyat, beratus-ratus buah titik bayangan hijau bagaikan curahan hujan badai berbarengan meluncur ke depan.
Kong Yo Leng bungkam dalam seribu bahasa, kakinya tetap berdiri tegak bagaikan gunung Thay san, hanya tubuh bagian atasnya saja yang bergoyang tiada hentinya meloloskan diri dari ancaman serangan yang meluncur datang bagaikan hembusan hujan badai itu.
Sehabis melancarkan serangan gencar, kembali Mie Liok Nio berteriak keras : "Bagus sekali, rupanya selama beberapa puluh tahun belakangan kau telah mengelabuhi diriku, rasakanlah sepuluh buah tusukan tusuk konde mautku!" Di tengah teriakan lengking jari tangannya bergetar tiada hentinya, dalam sekejap mata tusuk konde kumala hijau itu sudah mengirim sepuluh buah tusukan maut yang benar-benar luar biasa, setiap jurus mempunyai perubahan gerakan yang tak terhingga banyaknya.
Beruntun Kong Yo Leng mundur enam langkah ke belakang, gembornya dengan hati dongkol : "Liok Nio, janganlah berbuat terlalu kelewat batas!" "Hmmm! kalau tidak kuberi sedikit kelihayan kepadamu, kau tidak akan mengerti kelihayan dari Loo Nio!" Cahaya hijau meluncur bagaikan kilat, di tengah desiran tajam yang tinggi melengking menusuki pendengaran dalam sekejap mata tubuh Kong Yo Leng yang tinggi kekar telah terkurung dalam kepungan serangan istrinya.
"Kau pun rasakanlah kelihayan dari ilmu jari Jan Song Cie ku!" terdengar Kong Yo Leng berteriak keras.
Jari tengah dan telunjuk tangan kirinya diluncurkan ke depan, setelah bergetar setengah lingkaran busur di depan dada secara beruntun dia lepaskan delapan belas buah totokan gencar...
desiran angin tajam segera menderu-deru...
Dalam waktu singkat ia telah menggunakan tiga macam ilmu jari yang berbeda untuk mengimbangi ke-delapan belas totokan yang telah dilancarkan, di balik serangan tersebut ia sudah mencampurbaurkan pula inti sari dari pelbagai ilmu jari yang ada di kolong langit, bukan saja perubahannya tiada terhingga dahsyat dan luar biasa sekali.
Delapan belas buah totokan itu kontan membuat Mie Liok Nio berseru kaget, dalam hati ia benar-benar merasa amat terkesiap, sebab ia merasa bahwa semua jurus serangan yang dia lancarkan telah terbendung semua oleh pergetaran jari tangan suaminya.
Setiap tusukan tusuk konde yang dilancarkan kesemuanya disambut oleh jari tangan lawan yang sengaja disongsongkan ke arahnya, hal ini membuat jurus serangan tersebut tak bisa digunakan lebih jauh dan terpaksa membuyarkan di tengah jalan.
Melihat posisinya berubah jadi lemah, sorot mata buas memancar keluar dari kelopak matanya.
"Hey Setan tua," bentaknya gusar, "Jangan kau salahkan kalau aku bertindak terlalu keji!" Bahu atasnya mendadak meleset menembusi angkasa, di tengah meluncurnya cahaya hijau di atas tusuk konde tadi mendadak cahayanya memantul dua coen lebih panjang dari keadaan biasa, bukan saja tajam mengerikan bahkan jauh berbeda di luar dugaan orang.
Kong Yo Leng sendiri pun sadar bahwa serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar bercampur gelisah itu telah menggunakan segenap tenaga lweekang yang dimilikinya, bisa dibayangkan betapa dahsyat dan mengerikannya ancaman itu.
Sepasang alisnya kontan berkerut, dengan gusar hardiknya : "Liok Nio!" Mie Liok Nio angkat kepalanya di tengah kegusaran, mendadak hatinya bergetar keras tatkala menyaksikan sikap suaminya yang keren dan gagah, kenangan lama pun segera terlintas kembali di dalam benaknya.
Dahulu dia masih seorang gadis muda yang amat cantik jelita, tapi karena justru karena kegagahan serta kewibawaan Kong Yo Leng yang tidak gentar menghadapi segala apa pun juga itulah akhirnya dia jadi tertarik.
Ia tahu disebabkan suaminya terlalu sayang dan mencintai dirinya, maka setelah menikah dia selalu menuruti segala kemauannya, hal ini menyebabkan timbullah rasa sombong pada watak dirinya.
Di tengah rasa tertegunnya itulah pelbagai ingatan telah berkelebat di dalam benaknya, tenaga murni yang sudah terkumpul pun karena itu menjadi kendor kembali, sudah barang tentu serangannya yang maha dahsyat pun jadi rada merandek sejenak.
Kong Yo Leng mendengus dingin, telapak kanannya diangkat dan mendadak membabat ke bawah.
Cahaya tajam berwarna keperak-perakan memancar keluar dari balik telapak kanan tersebut, tajam dan amat menyilaukan mata.
Chee Thian Gak pernah menjumpai ilmu sakti tersebut, tapi belum pernah menjumpai orang yang menggunakan ilmu itu jauh lebih dahsyat dan hebat seperti apa yang dilakukan Kong Yo Leng saat ini.
Hati jadi bergidik, pikirnya : "Liok Gwat To merupakan ilmu sesat yang sangat hebat, dimainkan oleh iblis ini kehebatan serta kesaktiannya betul-betul luar biasa sekali...
Ciak Kak Sin Mo tidak malu disebut sebagai seorang dedengkot dalam aliran sesat!" Sesudah Kong Yo Leng menggunakan ilmu sakti 'Liok Gwat To' nya, tusuk konde di tangan Mie Liok Nio segera rontok ke atas tanah setelah merandek sejenak di tengah udara, yang tertinggal di jari tangannya hanya sebagian kecil dari serat tipis yang terbuat dari ulat sutera.
Perempuan itu melengak kemudian teriaknya keras- keras : "Setan tua, kepandaian silat apakah yang telah kau gunakan?" "Haaaah...
haaaah... haaaah... Hujien, aku minta maaf yang sebesar-besarnya kepadamu, di mana serat tipis ulat langit pun sudah kuhancurkan, di kemudian hari Loohu pasti akan berangkat ke gua salju di atas gunung Thay Soat san untuk membuatkan lagi beberapa lembar untuk diri Hujien!" "Setan tua, anggap saja kemenangan berada di tanganmu kali ini," jerit Mie Liok Nio sambil menggigit bibir, "Lain kali Loo Nio pasti akan suruh kau menjumpai kelihayan dari sembilan belas jurus tusuk konde kumala hijauku.
Hmmm! Kalau kau punya nyali, berkelitlah pada waktu itu!..." "Apa" Sembilan belas jurus Tusuk Konde Kumala Hijau?" Kong Yo Leng berkemak-kemik dengan wajah melengak, tapi sebentar kemudian ia sudah mengerti, "Ooooh! rupanya kau hendak menciptakan sembilan jurus baru lagi untuk siap menghancurkan serangan maut dari ilmu 'Liok Gwat To' ku" haaaah...
haaaah... bagus, bagus, setiap saat loohu pasti akan menantikan hasil dari ciptaan jurus serangan barumu!" Pertarungan antara suami istri yang barusan berlangsung cukup menggoncangkan hati para penonton yang menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi kalangan, dalam benak mereka rata-rata terlintas satu pandangan yang sama yaitu sepasang iblis dari samudra Seng Sut Hay betul-betul jagoan lihay nomor wahid di antara kaum sesat.
Jurus-jurus serangan ampuh dan sakti yang telah mereka pergunakan belum pernah mereka jumpai sebelumnya, apalagi kesempatan untuk menyaksikan pertarungan sengit antara kedua orang itu.
Diam-diam Chee Thian Gak berpikir dalam hatinya : "Sepasang suami istri ini ditambah pula Hoa Pek Tuo sudah cukup untuk menjagoi seluruh dunia persilatan tanpa seorang manusia pun yang sanggup menandingi mereka, apalagi mereka masih ditunjang oleh beberapa orang manusia sakti dari luar perbatasan...
heeeh... rupanya bencana maut bakal melanda seluruh kolong langit." Dengan pandangan mendalam Mie Liok Nio melirik sekejap ke arah suaminya, tangan kanan menyambar ke depan merampas balik tusuk konde kumala hijau yang terjatuh di tanah, kemudian sambil menghampiri Chee Thian Gak ujarnya : "Pek In Hoei, aku ingin mencoba kepandaian silatmu!" "Eeee...
bukankah sudah berulang kali cayhe terangkan bahwa cayhe bukanlah si Pendekar Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei...
kenapa sih kau selalu menyebut aku dengan nama itu?" Ia merandek sejenak, kemudian dengan nada sombong tambahnya : "Lagipula Pek In Hoei tidak nanti memiliki kepandaian silat sehebat apa yang kumiliki sekarang." "Baik! Akan kulihat sampai dimanakah kehebatan ilmu silatmu sehingga berhak menggunakan sebutan jago bertenaga paling sakti di kolong langit dewasa ini!" Merah jengah selembar wajah Chee Thian Gak.
"Siapa yang memakai gelar tersebut?" bantahnya.
"Sin Koen bertenaga saktilah yang menghadiahkan gelar tadi kepadaku, sedang cayhe sendiri sama sekali tidak tertarik dengan segala macam gelar kosong yang tiada gunanya, karena kenyataan jauh lebih penting daripada segala macam nama kosong...
" dengan suara berat terusnya, "meskipun cayhe mempunyai keistimewaan dalam tenaga sakti, tetapi aku tidak ingin ajak dirimu untuk beradu tenaga!" "Hmmm, jadi menurut maksudmu?" Chee Thian Gak tarik napas dalam-dalam, sorot matanya menyapu sekejap angkasa yang penuh bertaburan bintang, kemudian serunya dengan nada serius : "Cayhe ingin sekali coba mendengarkan permainan gabungan irama musik kamu berdua!" "Apa" Kau maksudkan hendak menghadapi kami dalam permainan musik maut?" "Sedikit pun tidak salah, sudah lama cayhe mendengar bahwa gabungan permainan musik dari sepasang iblis Seng Sut Hay tiada tandingnya di kolong langit, oleh sebab itu cayhe kepengin mencobanya sendiri..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... " Kong Yo Leng mendongak dan tertawa terbahak-bahak, "tahun ini loohu berusia tujuh puluh delapan tahun, belum pernah kudengar ada orang berani mengajukan sendiri permohonannya untuk mencoba ilmu harpa besi pencabut sukma ku, apalagi gabungan irama khiem dengan harpa." Sekilas napsu membunuh terlintas di atas wajahnya, dengan suara adem dia melanjutkan : "Sekalipun tiga orang setan tua dari luar lautan datang sendiri kemari pun belum tentu berani mengatakan kepada loohu untuk mendengarkan gabungan irama dari Khiem dan harpa, apalagi kau seorang bocah cilik yang masih bau tetek." Chee Thian Gak tertawa keras.
"Ombak belakang sungai Tiang Kang selalu mendorong ombak di depannya, kalian sudah tua semua dan di dalam dunia persilatan dewasa ini pun sudah tidak berguna...
" cahaya licik berkelebat di atas matanya.
"Lagipula dengan berbuat demikian kalian pun bisa menjajal benarkah aku adalah Pek In Hoei atau bukan, apa salahnya bertindak sekali tepuk dapat dua lalat?" "Pek In Hoei, kau terlalu jumawa!" jerit Mie Liok Nio.
"Hmmm! Dengan menggunakan kesempatan ini cayhe ingin meminjam nama besar dari Seng Sut Hay Siang Mo untuk memperkenalkan nama besarku sebagai Pendekar Jantan Berkapak Sakti ke seluruh dunia, atau mungkin kalian berdua memang tidak berani mempertaruhkan nama besar kalian berdua"..." "Haaah...
haaah... kalau memang kau ingin modar gampang sekali! Kita segera kabulkan permintaan itu," ujar Kong Yo Leng sambil mempersiapkan harpa besinya.
Sinar mata Chee Thian Gak perlahan-lahan beralih ke atas pedang sakti penghancur surya yang berada di tangan Hoa Pek Tuo, lalu katanya kembali : "Tunggu sebentar! Andaikata cayhe berhasil mendengarkan gabungan irama musik kalian hingga selesai tanpa menemui ajal ku, apa yang hendak kalian laksanakan?" Mie Liok Nio melirik sekejap ke arah Kong Yo Leng kemudian balik tanyanya : "Kau ingin bagaimana?" "Kita pertaruhkan pedang sakti penghancur surya milik Pek In Hoei saja!" seru Chee Thian Gak sambil menuding ke arah Hoa Pek Tuo.
Kakek tua ini melengak. "Bagus!" akhirnya dia pun ikut berseru, "Seandainya kau berhasil lolos dari maut, Pedang Sakti Penghancur Sang Surya segera menjadi milikmu..." Mendadak ucapannya berhenti di tengah jalan, sebab pada saat itulah si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok perlahan-lahan bangun duduk, kemudian dari saku celananya ambil keluar sebuah seruling kayu.
Irama seruling yang bernada sangat aneh pun dengan cepat berkumandang memenuhi angkasa, begitu aneh iramanya seolah-olah terdapat beribu-ribu ekor ular yang bersama-sama menyusup ke dalam hati setiap orang.
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Hoa Pek Tuo, pikirnya : "Jangan-jangan dia sedang gunakan ilmu memanggil ular yang sudah terkenal di negeri Thian Tok..." Irama lembut yang lirih dan halus itu seolah-olah datang dari alam impian yang sangat jauh...
bergema di udara dan menyelinap ke seluruh sudut kalangan...
Dalam pada itu Chee Thian Gak sedang mengawasi wajah Hoa Pek Tuo dan seksama, berhadapan dengan manusia licik yang mempunyai banyak akal busuk macam begini, mau tak mau dia harus pertingkat kewaspadaannya untuk menghindarkan diri dari serangan bokongan.
Tapi ketiga irama seruling dari si Dewa Cebol bergema tiada hentinya di angkasa, alisnya segera berkerut, dengan cepat ia menoleh ke samping kalangan.
"Hmmm, permainan setan apa yang sedang kau lakukan?" tegurnya sambil mendengus.
Hoa Pek Tuo tersenyum. "Lamaphi disebut dewa oleh kalangan masyarakat di negeri Thian Tok sebelah utara, malam ini saksikanlah kepandaian saktinya..." "Haaaah...
haaaah... haaaah... kau maksudkan si setan cebol itu"..." jengek Oorchad dengan nada menghina.
Berubah air muka Hoa Pek Tuo, rasa tidak senang muncul di balik wajahnya yang telah berkeriput pikirnya : "Manusia goblok ini benar-benar keterlaluan, susah payah kuundang dia datang ke daratan Tionggoan, eeeei...
tahunya dia malah membantu Chee Thian Gak..." "Hoa Pek Tuo?" mendadak terdengar Chee Thian Gak berseru.
"Sekarang adalah saatnya bagiku untuk bertanding melawan suami istri Sin-mo ataukah kesempatanku untuk adu kepandaian dengan manusia cebol dari negeri Thian Tok?" Ucapan ini didengar sepintas lalu seakan-akan ditujukan kepada Hoa Pek Tuo, padahal maksud yang sebenarnya adalah ditujukan kepada diri Kong Yo Leng.
"Keparat cilik kau benar-benar mencari mati?" bentak Ciak Kak Sin Mo dengan wajah beringis.
"Haaah... haaah... masa cari mati pun ada palsu dan sungguhan" Selamanya cayhe mendengar bahwa nama besar dari Seng Sut Hay Siang Mo..." "Bagus rasakan dulu sebuah tendanganku!" Di tengah bentakan badannya sudah maju dua langkah ke depan, kakinya melayang datar ke depan bagaikan bayangan yang membuai angkasa, tahu- tahu telapak kakinya yang berukuran besar itu sudah berada kurang lebih lima coen di depan dada Chee Thian Gak.
Sewaktu berada di dalam perkampungan Thay Bie San cung tempo dulu, jago kita sudah pernah terluka di bawah tendangan maut 'Teng Thain Lip Tah' atau Menyungging Langit Menginjak Bumi dari iblis tua ini maka dari itu menyaksikan datangnya ancaman dengan hati terperanjat buru-buru mundur dua langkah ke belakang.
Gerakan mundurnya ini dilakukan sangat cepat, begitu tubuh bagian atas bergeser telapak kanannya berbareng dibabat ke bawah menebas telapak kaki musuh.
Kong Yo Leng mendengus dingin, telapak kaki ditekan ke bawah, sementara sisi telapak menjejak ke samping kiri, dengan bergeser di sisi telapak kanan Chee Thian Gak dia langsung mengancam perut lawan.
Chee Thian Gak membentak nyaring, pinggiran telapaknya yang kena digesek telapak kaki musuh terasa panas dan linu seolah-olah menempel di atas hioloo yang panas membara.
Hatinya terkesiap, telapak kirinya buru-buru dikebaskan membentuk gerakan setengah busur dan langsung menembus ke dalam mengancam dada sementara tubuh bagian atasnya menjengkang ke belakang tanpa geserkan kaki ia menyurut mundur enam coen lebih.
Menggunakan kesempatan yang sangat kecil inilah, telapak kirinya yang berhasil menembusi pertahanan musuh menabok di atas kaki kanan lawan.
Ploook, setitik cahaya merah berkelebat lenyap dari pandangan mata, segulung hawa tekanan yang hebat memancar keluar dari balik kaki lawan, tubuh Chee Thian Gak sempoyongan dan mundur tiga langkah ke belakang.
Ia lihat Kong Yo Leng menarik kembali telapak kanannya yang ada andeng-andeng merah itu kemudian mengangkat kaki kirinya untuk menyerang, hatinya terperanjat, segera pikirnya : "Tenaga dalam yang dimiliki iblis tua ini betul luar biasa, aku pasti bukan tandingannya..." Sang biji mata lantas berputar, teriaknya keras : "Kong Yo Leng, kau punya malu tidak?" Ciak Kak Sin Mo melengak, diikuti dengan nada gusar ia berseru : "Keparat cilik, kau bilang apa?" "Heeeh...
heeeh... kau anggap kakimu itu kaki babi atau kaki ayam" Kenapa suruh aku mencicipi terus..." Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, semua orang segera tertawa terbahak-bahak, terutama Oorchad, ia tertawa tergelak sampai air mata pun ikut bercucuran.
Kong Yo Leng dibuat semakin naik pitam.
"Maknya... rasakan lagi sebuah tendanganku..." "Lho...
looo... looo... kok aku disuruh mencicipi lagi?" Tingkah lakunya yang kocak ini membuat Mie Liok Nio sendiri pun tak bisa menahan rasa gelinya lagi dan ikut tertawa.
"Hey setan tua, kau ingin pamerkan kejelekanmu lagi?" makinya sambil menarik tangan sang suami.
"Kau bilang apa?" "Bukankah cayhe sudah katakan bahwa aku ingin coba melawan gabungan irama musik kalian berdua dengan tenaga dalam ku" Dan persoalan ini telah disetujui oleh Mie cianpwee, bahkan kita pun sedang mempertaruhkan Pedang Mustika Penghancur Surya dari Pek In Hoei, atau mungkin...
Hoa Pek Tuo merasa berat hati untuk melepaskan pedang mustika itu"..." Hoa Pek Tuo mendengus gusar, ia lepaskan pedang sakti itu dari punggungnya lalu diletakkan di atas tanah.
"Manusia bodoh yang tak tahu diri," serunya, "kalau memang kau ingin menjajal untuk melawan gabungan irama musik dari kedua orang itu, sudah tentu loohu tak akan menghalang." Ia merandek sejenak lalu dengan wajah keren tambahnya : "Sebaliknya andaikata kau tidak sanggup bertahan selama setengah jam, apa yang hendak kau lakukan?"" "Telur busuk tua!" diam-diam Chee Thian Gak memaki di dalam hati.
"Semula aku masih ingin coba mencari keuntungan dengan tidak adanya perpaduan dalam gabungan permainan irama musik sepasang iblis dari laut Seng Sut Hay berhubung dengan percekcokannya tadi, sungguh tak nyana Hoa Pek Tuo begitu licik dan pintar sehingga mengetahui pula akan hal ini.
Batas waktu setengah jam bagiku cukup terasa berat, sebab kalau hanya sebentar saja mungkin aku masih bisa bertahan, sebaliknya kalau waktu makin panjang maka persatuan batin mereka tentu akan pulih kembali dalam perpaduan yang harmonis...
dalam keadaan begitu mana aku sanggup mempertahankan diri?" Tapi karena urusan sudah terlanjur demikian, terpaksa ia mengangguk.
"Baiklah, kita batasi saja selama setengah jam..." Belum habis dia berkata, mendadak terdengar si Naga Hitam dari gurun pasir berteriak sambil meloncat ke angkasa.
"Ular... ooh betapa banyaknya ular disini..." Loe Peng si pendekar bertenaga sakti pun ikut berteriak.
Rupanya tiupan seruling dari si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok yang menggema tiada hentinya itu sudah mengundang beribu-ribu ekor ular yang tersebar di empat penjuru.
Di bawah sorot cahaya sang surya, tampaklah ular- ular itu sambil meliuk-liukkan tubuhnya bergerak menuju ke arah kakek cebol itu, seolah-olah para pengikut agama yang berduyun-duyun menghampiri nabinya.
Pemandangan yang begitu mistrius serta ngerinya itu membuat orang yang melihat jadi ngeri dan merinding...
sampai-sampai Loe Peng serta Hong Teng yang punya perawakan tubuh tinggi kekar pun ikut gemetar keras saking takutnya, baru saja mereka melangkah beberapa tindak, badan mereka sudah roboh ke atas tanah.
Chee Thian Gak sendiri pun merasa amat terperanjat, pikirnya : "Ooooh, inilah ilmu pawang ular yang sangat lihay dari negeri Thian Tok, tadi aku masih mengira dia hanya bermain-main dengan tiupan serulingnya belaka..." Memandang gerombolan ular yang memenuhi permukaan tanah, jago kita lantas berseru lantang : "Kong Yo Leng, kau punya rasa malu atau tidak?" "Apa yang kau katakan?" seru Ciak Kak Sin Mo dengan wajah berubah hebat.
Beberapa saat ia termenung, kemudian teriaknya lagi : "Keparat cilik, ini hari sudah dua kali kau maki aku tidak punya malu, hmmm! loohu bersumpah akan membeseti kulit tubuhmu dan mencabuti otot-otot dalam badanmu, kalau tidak...
aku Ciak Kak Sin Mo lebih baik mati saja!" Melihat wajah iblis tua itu berubah jadi merah padam saking dongkol dan jengkelnya sehingga berbicara pun tidak karuan, diam-diam Chee Thian Gak merasa geli, walaupun begitu kewaspadaannya tetap dipertingkat, ia takut secara tiba-tiba iblis itu melancarkan serangan mematikan.
Hoa Pek Tuo yang selama ini mengikuti gerak-gerik Chee Thian Gak dari samping, kini merasa kecurigaannya makin tebal, pikirnya : "Orang ini mempunyai tingkah laku yang aneh dan sukar diduga, suaranya, pembicaraannya serta lagak lagunya yang sombong, jumawa dan tinggi hati hampir boleh dibilang sangat mirip dengan diri Pek In Hoei..." Cahaya buas memancar keluar dari balik matanya.
"Andaikata dia benar-benar adalah Pek In Hoei, maka aku harus menggunakan kesempatan yang sangat baik pada malam ini untuk melenyapkan bibit bencana ini dari muka bumi..." Ingatan tersebut bagaikan sambaran kilat berkelebat lewat dalam benarnya, ia segera maju selangkah ke depan, ujarnya : "Lebih baik terjanglah dahulu barisan ular dari Lhamapi si Dewa Cebol ini..." "Ooooh...
tak kusangka dari sebangsa dedengkot aliran sesat yang amat tersohor namanya dalam dalam dunia persilatan tidak lebih bau daripada kentut busuk," tukas Chee Thian Gak cepat sambil tertawa dingin.
"Aku rasa kalau memang begitu...
yaaah sudahlah, tak ada perkataan lain yang bisa kuucapkan.
Hoa Pek Tuo! Apa yang akan kau katakan lagi"..." "Kurang ajar!" teriak Mie Liok Nio gusar, "Manusia kepar she-Chee, kau berani menyindir Loo Nio tidak pegang janji?" Chee Thian Gak tidak menjawab, diliriknya sekejap barisan ular yang telah mengepung rapat empat penjuru sekeliling tempat itu, diam-diam hatinya bergidik, pikirnya : "Rupanya ular-ular itu hingga sekarang belum mendapat perintah untuk melancarkan serangan, apabila aku tidak memancing kedua iblis itu masuk jebakan dengan memakai kesempatan bagus ini, seandainya barisan ular itu telah bergerak...
aku bisa konyol!" Maka segera sindirnya lagi : "Semula cayhe ingin mempertaruhkan Pedang Sakti Penghancur Sang Surya ini dengan menikmati irama musik gabungan dari cianpwee berdua, tapi sekarang kalangan kita sudah dipenuhi oleh barisan ular yang begini banyak, atau jangan-jangan kalian berdua memang ada maksud hendak mengandalkan ular-ular ini untuk memperataskan tarian gabungan ular dan iblis..." "Kentut busuk anjing makmu!" maki Mie Liok Nio dengan penuh kegusaran, "Kau berani menghina Loo Nio atau mungkin kau memang mengharapkan Loo Nio melanggar pantangan?" Chee Thian Gak tertawa.
"Nyawa yang cayhe miliki hanya selembar, baiklah kuserahkan pada kalian berdua saja, cuma...
andaikata cayhe tidak diberi kesempatan untuk menikmati irama musik gabungan dari cianpwee berdua, yah terus terang saja cayhe merasa mati tidak meram..." "Setan tua!" Mie Liok Nio segera berseru sambil membopong khiem kumala hijaunya.
"Mari kita sempurnakan keinginan dari si keparat cilik ini!" "Andaikata cayhe tidak mati, kabulkan keinginan cayhe ini! jawab Chee Thian Gak cepat sambil tersenyum.
"Dia... dia mirip sekali dengan seseorang..." Sambil berteriak keras, si Iblis Sakti Bertelanjang Kaki ini segera menarik tangan istrinya dan kabur dari situ.
Hoa Pek Tuo tertegun, belum sempat ia mengucapkan sesuatu, bayangan kedua orang iblis sakti itu sudah lenyap dari pandangan.
Ia berpikir sejenak, akhirnya kepada Chee Thian Gak ia berkata : "Dalam tiga hari mendatang loohu akan menantikan kedatanganmu dalam perkampungan Thay Bie San cung, akuharap kau bisa datang pada saatnya!" "Ehmmm, aku pasti akan muncul dalam perkampungan kalian." Hoa Pek Tuo tertawa getir, kepada Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram yang selama ini selalu diam mengawasi, ujarnya : "Kong-yo heng mungkin masih ada urusan lain, daripada kita berada disini silahkan Dukun sakti beristirahat selama beberapa hari di dalam perkampungan kami..." Kioe Boan Toh si Dukun Sakti Berwajah Seram tertawa terkekeh-kekeh, lambat-lambat ia berjalan menghampiri Chee Thian Gak lalu katanya : "Bocah muda, kau adalah lelaki paling keji yang pernah kujumpai selama ini." Chee Thian Gak tertegun, sebelum ia sempat berbuat sesuatu terlihatlah di atas wajah Kioe Boan Toh si dukun sakti itu terlintas selapis cahaya emas yang amat tipis, sesosok bayangan merah berkelebat di antara dahinya kemudian dengan wajah menyeramkan ia berkata kembali : "Aku si nenek tua paling benci terhadap kaum lelaki yang berhati kejam dan tidak kenal budi.
Hmmm! Kau sudah terkena racun ulat sutera emasku, di dalam tiga hari jiwamu pasti melayang!" Habis berkata sambil tertawa aneh dia ketukkan tongkatnya ke atas tanah, kemudian mengikuti di sisi tubuh Hoa Pek Tuo segera berlalu dari situ.
Malam semakin kelam... angin dingin berhembus kencang...
di kala fajar hampir menyingsing, langit terasa semakin gelap sehingga sukar melihat ke-lima jari tangan sendiri.
Beberapa biji bintang masih berkelip-kelip lemah di sudut jagad, sementara rembulan bersembunyi di balik awan...
Chee Thian Gak sambil mencekal kapak saktinya memandang ke arah Loe Peng dengan sorot mata tajam, lama sekali dia baru berkata : "Antara manusia dengan manusia seringkali terjadi pelbagai macam kesalahpahaman, seperti pula kesalahpahaman antara gurumu dengan Hwie Kak Loo Nie pada masa yang silam.
Seandainya kau merasa salah paham ini hanya satu persoalan kecil dan bisa diselesaikan secara baik-baik, aku berharap kau suka memandang di atas wajahku menyelesaikan persoalan ini sampai disini saja." Loe Peng tidak menjawab, sebaliknya dia lantas mengisahkan bagaimanakah pada masa yang silam secara kebetulan sekali gurunya berhasil menemukan kitab Ie Cin Keng yang sudah lama lenyap dari partai Sauw-lim serta sebutir Si Lek-cu milik Tong Sam Cong dalam sebuah gua batu...
Mendengar kisah tersebut Chee Thian Gak berseru tertahan, ia tidak menyangka kalau di balik persoalan itu masih ada liku-likunya, jelas persoalan ini tidak segampang apa yang dikatakan Hwie Kak Loo Nie kepadanya, sepasang alisnya kontan berkerut, ia mengerti persoalan ini menyangkut urusan pribadi antara partai Sauw lim dengan partai Go-bie, sedikit saja salah bertindak bisa mengakibatkan yang fatal...
Hong Teng si Naga hitam dari gurun pasir yang sedang bersandar di sisi batu, pada saat ini dengan nada tertegun menimbrung dari samping : "Hey hweesio gadungan, apa sih yang disebut Si Lek Cu itu" Apakah kau bisa terangkan kepadaku?" "Orang liar, lebih baik jangan banyak cingcong, hati- hati dengan toya bajaku!" "Keledai botak, kau tak usah sombong seperti itu, bayangkan saja pertarungan kita tadi...
Hmmm! Apakah kau kurang terima dan sekarang ingin adu tenaga lagi?" Ia merandek sejenak, lalu dengan mata melotot makinya lagi : "Hmmm, makanya...
kau anggap manusia macam apa sih dirimu itu" Sombong sekali!" Loe Peng jadi naik pitam setelah hatinya dipanasi terus, toyanya langsung disapu ke depan sambil memaki : "Manusia liar jangan pergi dahulu, rasakanlah sebuah kemplangan toyaku!" Hong Teng tak mau unjukkan kelemahan dia pun angkat senjata patung tembaganya untuk menyongsong datangnya serangan itu.
"Hmmm, kau anggap aku jeri kepadamu?" Chee Thian Gak yang melihat kedua orang itu kembali saling bergebrak karena beberapa patah kata saja, ia jadi naik pitam, bentaknya : "Hey,kalian mau apa?" Traaaang....! di tengah bentrokan keras dua macam senjata itu telah saling beradu satu sama lainnya, kedua belah pihak sama-sama mundur ke belakang untuk kemudian saling menubruk kembali lagi ke depan...
Maka satu pertarungan sengit pun kembali berlangsung di sana.
Lama-kelamaan Chee Thian Gak merasa tidak sabar menyaksikan tingkah laku mereka, badannya segera berkelebat ke depan, di tengah meluncurnya bayangan kapak tahu-tahu ia sudah tangkis senjata kedua orang itu dengan telak.
Traaang... traaang... kembali terdengar suara bentrokan yang memekakkan telinga, Hong Teng sambil mendengus berat mundur empat langkah ke belakang dengan sempoyongan, senjatanya yang terhajar oleh kapak Chee Thian Gak terasa jadi berat hingga membuat tangannya jadi panas, linu dan kaku.
Chee Thian Gak tidak berhenti sampai di sana saja, kapaknya kembali berputar menghajar toya Loe Peng sehingga membuat jago ini pun terdesak mundur beberapa langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Beberapa saat lamanya Loe Peng berdiri termangu- mangu, kemudian dengan gusar teriaknya : "Apa maksudmu berbuat begini?" "Dan kau sendiri mau apa?" balas Chee Thian Gak dengan sorot mata yang menggidikkan hati.
Meskipun Loe Peng adalah seorang manusia tolol, namun ia tidak goblok sekali, dengan mata kepala sendiri ia sudah menyaksikan betapa hebatnya kepandaian serta kekuatan yang dimiliki Chee Thian Gak, di mana setelah membinasakan sembilan ekor unta, membanting mati lima ekor gajah, mengalahkan Oorchad kemudian membinasakan pula si Dewa Cebol dari negeri Thian Tok.
Kena dibentak oleh sikap lawan yang gagah, keberaniannya seketika menjadi lumer, sahutnya dengan suara terpatah-patah : "Aku...
aku sedang mengatakan kepadanya, kenapa ia...
ia banyak mulut..." "Aku toh cuma menanyakan apa yang dinamakan Si Lek Cu..." cepat-cepat Hong Teng berseru.
"Hmmm, dapatkah kau tutup sedikit mulutmu?" tegur Chee Thian Gak.
Hong Teng membungkam, sambil meraba cambang yang memenuhi di atas wajahnya, sesaat kemudian gerutunya : "Maknya...
kalau hweesio gadungan ini berani membangkang lagi, malam ini juga aku akan ajak dia beradu jiwa." Chee Thian Gak tidak menggubris orang itu lagi, dengan alis berkerut ia menoleh kembali ke arah Loe Peng dan bertanya : "Jikalau Si Lek cu itu benar-benar didapatkan gurumu bagaimana mungkin bisa terjatuh pula ke tangan Cie In"..." Ia melirik sekejap ke arah Hwie Kak Loo Nie yang selama ini duduk bersila terus di ujung tembok, sementara soal kitab Ie Cin Keng sama sekali tidak diungkapnya.
Loe Peng tarik napas dalam-dalam, sahutnya : "Walaupun guruku adalah anak murid partai Sauw lim, tetapi yang jelas beliau adalah seorang hong tiang dari kuil Poo Son Sie yang ada di Propinsi Su Cuan bagian utara, sejak dia memperoleh Si Lek cu di Toan Hong guruku segera kembali ke kuilnya..." Ia merandek sejenak untuk melirik sekejap ke arah Hwie Kak Loo Nie kemudian lanjutnya : "Di kala dia orang tua hampir memasuki propinsi Su Cuan itulah di tengah jalan beliau telah berjumpa dengan Ci Im serta Hwie Kak yang melakukan perjalanan bersama-sama, walaupun mereka memakai jubah pendeta namun baik melakukan perjalanan maupun menginap selalu berada jadi satu, keadaan mereka tidak lebih bagaikan sepasang suami istri..." "Kau bohong!" jerit Hee Siok Peng.
"Hwie Kak Taysu tidak nanti melakukan perbuatan semacam itu..." "Siapa bilang aku bohong?" bantah Loe Peng sambil melotot gusar.
"Kalau kau tidak percaya, tanya saja kepada Hwie Kak!" Hwie Kak Loo Nie yang sedang bersemedi di ujung tembok sebelah sana, tiba-tiba membuka mata lalu mengganggu.
"Omihtohud! Apa yang dikatakan Loe sicu sedikit pun tidak salah." "Aaaah sepasang mata Hee Siok Peng terbelalak lebar, dengan pandangan tercengang ia menatap wajah Hwie Kak Loo Nie, hampir saja ia tidak percaya bahwa ucapan itu diutarakan oleh nikouw tua tersebut.
Chee Thian Gak sendiri walaupun merasa bahwa jawaban dari Hwie Kak Loo Nie agak menusuk pendengaran, tapi dia yakin bahwa di balik peristiwa itu pasti masih ada ada latar belakangnya yang aneh, maka serunya kemudian : "Lanjutkanlah perkataanmu!" Loe Peng melirik sekejap ke arah Hee Siok Peng lalu melanjutkan : "Menjumpai kejadian seperti itu, guruku jadi gusar bercampur mendongkol, beliau tidak menyangka kalau dalam kalangan agama Buddha telah dicemarkan namanya oleh perbuatan mesum kedua orang itu, maka malam itu juga sambil membawa senjata andalannya, guruku secara diam-diam menyusup ke dalam rumah penginapan di mana mereka berada, hasil dari penyelidikan itu membuktikan bahwa mereka berdua ternyata tidur dalam sepembaringan..." Hong Teng yang ikut mendengarkan kisah itu, sekarang tak bisa menahan diri lagi, dengan mata terbelalak mulut melongo tukasnya : "Bukankah mereka sudah jadi pendeta! Kenapa berani benar tidur dalam sepembaringan" Bukankah hal ini..." Ia merandek dan berpaling ke arah Hwie Kak Nikouw yang duduk bersila di ujung tembok, sinar matanya diliputi tanda tanya : "Pada waktu itu usia pinnie masih muda," terdengar Hwie Kak Loo Nie menjawab.
"Lagi pula aku bersama Ci Im suheng sedang menyaru sebagai suami istri, sudah tentu kami boleh menginap dalam sekamar dan tidur di atas sepembaringan." Jawaban gamblang dan terus terang membuat semua orang jadi tertegun, lebih-lebih Hee Siok Peng.
Dia rasakan dadanya seperti dihantam dengan martil besar, membuat napasnya jadi sesak, sekujur badannya gemetar keras...
setelah menjerit kaget, ia putar badan dan lari masuk ke dalam kuil.
"Siok Peng, kembali! hardik Hwie Kak Nikouw dengan suara keren.
Dengan kaget Hee Siok Peng berpaling lalu menatap wajah nikouw itu dengan pandangan tertegun.
Sinar matanya penuh diliputi perasaan memandang rendah, membuat Hwie Kak Nikouw yang melihatnya jadi sakit hati dan sedih, namun dengan suara berat ujarnya lagi : "Siok Peng, kalau kau ingin berlalu dari sini, dengarkanlah dahulu penjelasanku hingga duduknya persoalan jadi terang, kalau tidak kau bukan keponakan muridku lagi dan bukan murid dari Ko In lagi!" Hee Siok Peng ragu-ragu sejenak, akhirnya dengan perlahan-lahan ia putar badan dan jalan kembali ke tengah kalangan.
"Nona Hee, pergilah setelah selesai mendengarkan rahasia ini," ujar Chee Thian Gak pula.
Begitulah dengan nada gusar Loe Peng segera melanjutkan kembali kata-katanya : "Guruku makin bertambah gusar ketika tiba di dalam kamar itu dan menyaksikan kedua orang pendeta Buddha itu dengan kepala gundul, badan telanjang sedang tidur bersama di atas pembaringan seakan- akan baru saja melakukan perbuatan mesum yang memalukan itu, maka dalam gusarnya beliau telah menerjang masuk ke dalam ruangan dan meloncat naik ke atas pembaringan itu..." Ia ketukkan toyanya keras-keras ke atas tanah, lalu bentaknya : "Siapa sangka sepasang suami istri yang tak tahu malu ini telah memasang alat rahasia di sisi pembaringan mereka, karena kurang hati-hati guruku segera terjebak ke dalam perangkap mereka, sementara Si Lek cu serta kitab Ie Cin Keng pun segera terjatuh ke tangan kedua orang manusia laknat itu." Dengan gusarnya ia menatap Hwie Kak Nikouw, tiba- tiba ia membentak keras, toyanya langsung dikemplangkan ke atas kepala rahib perempuan itu.
Chee Thian Gak membentak keras, laksana kilat kapaknya disilangkan di hadapan Loe Peng, teriaknya : "Loe Heng...
jangan semberono!" Traaaang...! kemplangan toya dari Loe Peng tertangkis oleh babatan kapak Chee Thian Gak sehingga terpapas sebagian, seluruh toya itu mencelat tiga depa ke angkasa menggetarkan tubuh orang she Loe itu sehingga tak sanggup mempertahankan diri, badannya mundur lima langkah ke belakang dan menumbuk di atas sebuah tiang batu yang besar.
Dengan gusar ia membentak, toyanya diputar kembali melancarkan satu serangan.
Kraaaak... tiang batu itu patah jadi dua, atap di atas wuwungan rumah pada rontok ke bawah, di tengah bergemanya gemuruh keras pasir dan debut beterbangan di mana-mana...
Laksan kilat Hong Teng si naga Hitam dari gurun pasir meloncat ke depan, pedangnya ditancapkan ke atas tanah lalu sepasang lengannya diayun memeluk tiang batu tadi, kemudian diangkatnya mentah-mentah dan ditumpangkan di atas tiang batu bagian bawah yang patah.
Seluruh tubuh Loe Peng kotor oleh debut, ia berdiri termangu-mangu di tempat semula tanpa mengucapkan sepatah kata pun, rupanya ia tidak sadar apa yang telah ia lakukan barusan.
Chee Thian Gak yang menyaksikan Hee Siok Peng ketakutan setengah mati berdiri kaku di sisi kalangan, timbul suatu perasaan aneh dalam hatinya, tanpa sadar ia berseru dengan suara lembut : "Siok Peng, kau tak usah takut!" Hee Siok Peng membelalakkan sepasang matanya yang bulat besar, lama sekali ia memandang ke arah diri Chee Thian Gak tanpa berkedip, pemandangan indah ketika ia masih berada bersama Pek In Hoei pun terbayang kembali dalam benaknya.
Untuk sesaat ia jadi lupa dengan keadaan di sekelilingnya, sambil meloncat ke dalam pelukan Chee Thian Gak bagaikan seekor burung walet, serunya manja : "In Hoei!" Seluruh tubuh Chee Thian Gak gemetar keras, hampir saja ia tak kuat menahan diri dan balas memeluk gadis itu kencang-kencang, tapi kejernihan otaknya dengan cepat memadamkan kobaran api cinta yang timbul dari dasar hatinya.
Dengan cepat wajah berubah jadi kaku dan dingin, ia dorong tubuh Hee Siok Peng dari dalam pelukan lalu berseru dengan nada ketus : "Sudah berulang kali cayhe terangkan kepadamu bahwa aku bernama Chee Thian Gak, mengapa nona selalu menaruh salah paham terhadap diriku"..." Mimpi pun Hee Siok Peng tidak menyangka kalau sikap pin begitu ketus dan dingin, dorongan yang amat perlahan itu dirasakan bagaikan guntur yang membelah bumi di siang bolong, membuat wajahnya berubah hebat dan sekujur badannya gemetar keras.
Lama sekali ditatapnya wajah Chee Thian Gak tanpa berkedip, bibirnya gemetar keras...
lama sekali beberapa patah kata baru sanggup dipaksakan keluar : "Pek In Hoei, kau benar-benar kejam..." Dalam hati Chee Thian Gak merasa sedih bercampur perih, namun air mukanya tetap dingin dan ketus, ujarnya adem : "Nona Hee, kembali kau salah paham, cayhe bukanlah Pek In Hoei seperti yang kau maksudkan, aku adalah si Pendekar Jantan Berkapak Sakti Chee Thian Gak..." dia tarik napas dalam-dalam, dengan perasaan yang datar dan tenang lanjutnya kembali, "pin adalah seorang pemuda yang berwajah tampan, berbudi bahasa halus dan bertingkah laku lemah lembut, sebaliknya cayhe kasar, jelek dan tidak tahu sopan santun, nona benar-benar sudah salah melihat orang." Air mata bercucuran membasahi seluruh wajahnya yang pucat pias bagaikan mayat, namun dara itu tetap berkata lagi dengan suara gemetar : "Pek In Hoei, kau tak usah mengelabui diriku, meskipun kau sudah hancur lebur jadi tanah, aku tetap akan mengenali dirimu..." Darah panas bergelora dalam dada Chee Thian Gak, sekali lagi perasaan halusnya terpukul oleh sikap Hee Siok Peng yang patut dikasihani itu, hampir-hampir saja ia mengaku bahwa dirinya adalah Pek In Hoei, tetapi begitu teringat akan perbuatan ayahnya sang ketua dari Perguruan Selaksa Racun Hee Giong Lam yang pernah meracuni seluruh anak murid partai Thiam Cong, kembali hatinya membeku.
Akhirnya sambil menggertak gigi ujarnya : "Cayhe Chee Thian Gak adalah seorang lelaki jantan, lelaki sejati yang tak sudi menyembunyikan nama sendiri, apalagi menyaru sebagai nama orang lain" Terus terang sudah kukatakan kepada nona bahwa aku tidak sudi meminjam nama Pek In Hoei untuk memperoleh kasih sayang dari nona, cayhe harap nona bisa..." Belum habis dia berkata, teriakan memuji dari Hong Teng sudah berkumandang di angkasa, tampak lelaki itu sambil acungkan jempolnya berseru : "Bagus...
ucapan seorang lelaki sejati memang harus bisa diutarakan dan bisa dilaksanakan.
Chee Thian Gak! mulai detik ini aku si Loo toa adalah sahabatmu!" Loe Peng melirik sekejap ke arah diri Hong Teng, kemudian sambil menepuk pantat sendiri serunya pula : "aku pun rela mengikat tali persahabatan dengan dirimu, berilah kesempatan bagi kita bertiga untuk bersahabat sepanjang masa dan mendobrak semua kejadian yang tidak adil di dunia." Perkataan itu tepat mengenai lubuk hati Hong Teng, maka kembali dia menggembor : "Mari kita bertiga segera angkat sumpah menjadi saudara sehidup semati!" "Baik, setelah persoalan disini selesai, aku orang she Chee pasti akan mengajak kalian berdua untuk menjelajahi seluruh sudut dunia..." Hee Siok Peng merasakan hatinya jadi sakit, kepalanya pusing tujuh keliling dan tak sanggup memikirkan apa-apa lagi, pandangannya jadi gelap dan seketika ia roboh tak sadarkan diri.
Dengan sebat Hwie Kak Nikouw memayangi tubuhnya, sambil memandang ke arah Chee Thian Gak serunya : "Chee sicu, benarkah kau bukan Pek In Hoei?" "Meskipun cayhe kenal dengan diri Pek In Hoei namun aku tidak berani mengaku-aku sebagai si Pendekar Pedang Berdarah Dingin Pek In Hoei." "Omihtohud, hati sicu benar-benar keras bagaikan baja, cukup dikatakan sejajar dengan tabiat Pek In Hoei.
Aaaai... Pendekar Pedang Berdarah Dingin...
pendekar pedang yang tak kenal cinta...
kalian semua tak tahu apa artinya cinta dan sampai dimanakah berharganya cinta..." "Hey nikouw tua apa yang kau gerutukan?" tegur Loe Peng dengan suara kasar.
Hwie Kak Nikouw tidak menggubris bentakan orang, sambil tundukkan kepala ia berseru memuji keagungan sang Buddha.
"Omihtohud, sejak dahulu hanya cintalah yang banyak meninggalkan penderitaan, tapi mengapa kau tidak mau kenal apa artinya cinta" Aaaai...
setiap kali gadis yang romantis mencintai seorang lelaki, kesulitan dan penderitaan pun mulai berdatangan..." Dengan penuh kasih sayang ia peluk tubuh Hee Siok Peng kemudian kembali ke sudut tembok dan duduk bersila di situ.
"Maknya..." maki Hong Teng dengan gusar.
"Setiap kali kujumpai lagak tengik nikouw tua itu hatiku jadi benci, kurang ajar...
ia berani mengomeli kita orang lelaki!" "Hwie Kak," gembor Loe Peng sambil menjemput toyanya.
"Rupanya kau pengin dikemplang lagi?"" "Loe heng, harap jangan menuruti nafsu..." "Hmm! guruku dijebak ke dalam sebuah ruang batu yang berukuran empat depa persegi oleh dia serta Ci Im sehingga harus menderita karena dipagut berpuluh-puluh ekor ular beracun, bukan saja badannya penuh dengan luka sehingga keadaannya tidak mirip manusia lagi, badan pun keracunan hebat, apakah dendam kesumat ini tak boleh kutuntut balas?" Chee Thian Gak yang mendengar perkataan itu diam- diam merinding, bulu kuduknya pada bangun berdiri pikirnya : "Kalau aku jadi dia, sedari tadi tubuh Hwie Kak sudah kubacok jadi dua bagian, apa gunanya mengucapkan kata-kata yang bertumpuk-tumpuk?"" Tampak Hwie Kak Nikouw tertawa sedih dan berkata : Seandainya gurumu benar-benar dipagut oleh berpuluh-puluh ekor ular beracun, niscaya dia sudah mati pada saat itu juga, secara bagaimana ia bisa hidup lebih lanjut sehingga bisa wariskan ilmu silatnya kepadamu?" Mula-mula Loe Peng melengak, kemudian dengan gusar teriaknya : "Setelah dia orang tua berhasil meloloskan diri dari cengkeraman kalian, racun itu segera diobatinya hingga sembuh, sudah tentu guruku tidak sampai mati keracunan." Hwie Kak Nikouw tertawa getir.
"Pada waktu itu gurumu tidak sampai mati bukan lain karena pinnie lah yang sudah memberi tambahan darah kepadanya dan memberi pula obat anti racun kepadanya..." "Kentut busuk, sesaat sebelum guruku menghembuskan napas yang terakhir ia telah berpesan kepadaku untuk menuntut balas dendam kesumat ini, beliau sama sekali tidak mengatakan bahwa lukanya disembuhkan oleh kalian berdua..." sambil menuding rambut yang panjang di atas kepalanya ia berkata kembali, "tahukah kau apa sebabnya aku tidak mencukur rambutku jadi hweesio" Karena guruku sakit hati, dia merasa anak murid kaum Buddha pun bisa melakukan perbuatan yang demikian memalukan, apa gunanya seseorang harus cukur rambutnya hingga gundul" Maka aku pun tak usah memikirkan segala persoalan yang memusingkan kepala." Dalam pada itu secara diam-diam, Chee Thian Gak memperhatikan terus perubahan wajah dari Hwie Kak Nikouw, dia lihat sepasang pipi paderi itu berkerut kencang, maka suatu ketika ujarnya : "Hwie Kak Suthay, seandainya apa yang diucapkan Liok Hong adalah kenyataan, maka..." "Maka senjata patung tembagaku akan mengobrak- abrik kuil ini rata dengan tanah," sambung Hong Teng sambil meraung keras.
Hwie Kak Nikouw mengerutkan dahinya, sinar tajam memancar keluar dari kelopak matanya, tapi hanya sesaat ia telah tundukkan kepalanya kembali.
"Omihtohud! Chee sicu, aku harap kau suka mendengarkan penuturan dari pin-nie terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan untuk menghancur lumatkan kuil ini jadi tanah." "Ehmm baiklah!" Chee Thian Gak mengangguk setelah termenung sejenak, kepada kedua orang saudaranya ia berseru : "Heng-thay berdua harap jangan marah lebih dahulu, mari kita dengarkan kisah yang dialami Loo suthay sebelum mengambil keputusan." Hwie Kak Nikouw tarik napas dalam-dalam, setelah termenung sebentar ujarnya : "Peristiwa ini sudah lewat delapan belas tahun lamanya, semula aku tidak ingin mengungkapnya kembali dan akan kuanggap sebagai suatu impian buruk, kenangan itu mengikuti bergesernya hari lama kelamaan akan lenyap dengan sendirinya, siapa tahu Thian tidak menghendaki demikian, delapan belas tahun kemudian Pin-nie terpaksa harus mengungkap kembali kejadian itu..." Dengan sorot mata penuh kasih sayang ia alihkan pandangannya ke atas wajah Hee Siok Peng, sambungnya lebih jauh : "Peristiwa ini terjadi pada delapan belas tahun berselang, ketika itu aku berusia dua puluh lima tahun, tapi aku sudah diterima sebagai murid oleh Ie Chin suthay dan mencukur rambut jadi nikouw..." Chee Thian Gak tertegun, mimpi pun ia tidak menyangka Hwie Kak Loo Nie yang wajahnya telah penuh berkeriputan sebenarnya baru berusia empat puluh tahunan.
Hwie Kak Nikouw tertawa getir.
"Mungkin sicu tidak percaya bukan kalau pin-nie baru berusia empat puluh tahunan" aaaai...! kalau perasaan hati menggerogoti perasaan, dan siksaan itu tak dapat dihilangkan, wajahku kenapa tak bisa berubah jadi tua?" Chee Thian Gak sekalian membungkam dalam seribu bahasa, masing-masing tercekam dalam perasaan hati masing-masing.
Memandang kerlipan cahaya bintang nun jauh di awang-awang, Hwie Kak Nikouw melanjutkan kembali kata-katanya : "Karena wajahku pada saat itu terhitung cantik dan ilmu silatku baik juga, maka baru saja aku terjun ke dalam dunia persilatan, orang-orang telah memberi gelar Giok Kwan Im, atau si Kwan Im pualam kepadaku.
Suatu hari susiokku pulang ke gunung Go bie dari kota Keng Chiu dalam propinsi Kan Siok, ia banyak bercerita tentang keindahan alam di kota Keng chiu dan mengatakan pula bahwa suheng kami Ci Hoei berdiam di kuil Thian-an Si dalam kota Keng Chiu, maka Pin-nie pun lantas mengajak suhengku Ci Im untuk berangkat berpesiar..." Ia merandek sejenak, kemudian sambil tertawa getir lanjutnya : "Meskipun waktu itu usiaku sudah mencapai dua puluh lima tahun, tapi watakku masih kekanak- kanakan, sedikit pun tiada tingkah laku seorang nikouw, maka dari itu sepanjang jalan kami selalu bergurau hingga sepanjang jalan tidak merasa kesepian.
Suatu hari baru saja kami melangkah masuk ke dalam propinsi Kan Siok, kami telah berjumpa dengan seorang lelaki tinggi besar berkepala gundul dan berkaki telanjang..." "Seorang lelaki gundul berkaki telanjang?" pikir Chee Thian Gak dengan hati tercengang.
"Jangan-jangan orang itu adalah..." "Karena rasa tertarik dan ingin tahu, ketika itu aku sudah memandang orang itu beberapa kejap," Hwie Kak melanjutkan, "Siapa sangka justru karena perbuatanku itulah bencana telah menimpa diriku, malam harinya dia telah mengejar kami ke dalam kota Keng Chin..." Ia tertawa getir, wajahnya berkerut kencang, sambungnya lebih jauh: "Malam itu ia telah menyerbu ke dalam kuil Thian An Sie, ke-enam puluh dua orang hweesio yang ada di sana telah dibunuh semua hingga musnah tak berbekas, hanya tinggal Pinnie serta Ci Im suheng saja yang masih hidup..." "Oooh, siapakah orang itu?" tanya Loe Peng tercengang.
"Kenapa begitu ganas dan sadis perbuatannya?" "Dia bukan lain adalah iblis nomor satu di kolong langit dewasa ini, si Iblis Sakti Berkaki Telanjang Kong Yo Leng!" "Dugaanku ternyata tepat sekali," batin Chee Thian Gak dengan alis berkerut.
"Orang itu bukan lain adalah Ciak Kak Sin Mo!" Hong Teng pun merasa terkesiap serunya : "Oooh, ternyata orang itu adalah Kong Yo Leng ketua perguruan Lauw sah Boen di samudra Seng Sut Hay, tidak aneh kalau dalam semalaman suntuk ia sanggup membinasakan enam puluh dua orang hweesio..." Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera menegur : "Hey Nikouw tua, apa sebabnya Kong Yo Leng tidak membinasakan kalian berdua" Apakah kalian..." "Omihtohud, maafkanlah bila tecu harus membongkar kembali rahasia ini!" bisik Hwie Kak Nikouw sambil mendongak ke atas langit.
Loe Peng mendengus dingin.
"Maknya, banyak amat permainan kembangmu!" serunya.
Hwie Kak Nikouw melirik sekejap ke arahnya, lalu sambil menggertak gigi katanya lagi : "Karena tujuan dari Kong Yo Leng bukan lain ingin memperkosa diri Pin-nie..." ia menghembuskan napas panjang.
"Tapi Pin-nie tolak permintaannya itu maka ia lantas mengancam akan membinasakan seluruh padri yang ada di dalam kuil tersebut, maksudnya untuk menggertak Pin-nie agar mau menuruti napsu kebinatangannya tetapi Pin-nie bersikeras tetap menampik maka dalam keadaan gusar ia telah bunuh semua padri suci itu dan kemudian pergi dengan penuh kegusaran." "Hey, nikouw tua, apa sangkut pautnya persoalan ini dengan kematian dari guruku?"
SESAAT sebelum berlalu Kong Yo Leng telah memberi kesempatan kepada kami berdua untuk melarikan diri dalam waktu tiga hari, seandainya kami berhasil melepaskan diri dari pengejarannya maka dia akan melepaskan diriku, sebaliknya kalau tidak maka aku tetap akan diperkosa olehnya," dengan sedih dan penuh penderitaan ia merintih.
"Pada waktu itu Pin-nie ingin bunuh diri saja, tapi rupanya Kong Yo Leng telah berpikir pula sampai ke situ.
Ancamannya, kalau aku berani ambil keputusan pendek untuk bunuh diri maka anak murid Go bie selamanya jangan harap bisa muncul dalam dunia persilatan, oleh sebab itu terpaksa aku harus melanjutkan pelarian kami bersama-sama Ci Im suheng, sepanjang perjalanan kami menyaru sebagai suami istri, menginap dalam satu kamar yang sama, tidur sepembaringan yang sama pula dengan tujuan untuk melepaskan diri dari ancaman manusia laknat itu..." "Oooh, jadi setiap kali kalian menginap di sebuah rumah penginapan maka kalian atur lebih dahulu jebakan maut agar Kong Yo Leng yang mengejar kalian bisa terjebak," kata Chee Thian Gak.
"Maksudmu ketika guruku berjumpa dengan mereka, waktu itu hanya suatu kebetulan saja dan peristiwa hanya suatu kesalahpahaman belaka"..." teriak Loe Peng dengan mata melotot.
"Tatkala gurumu menyerbu ke dalam kamar, ia segera terjebak ke dalam alat rahasia yang sengaja kupasang hingga mengakibatkan dia terpagut ular berbisa dan jatuh tak sadarkan diri.
Sementara Pin-nie menemukan kalau sang korban bukanlah Ciak Kak Sin Mo, maka segera kuminta kepada suhengku untuk menolong jiwa gurumu." "Ooooh..." Loe Peng berseru dengan wajah tertegun.
"Tentang peristiwa ini bagaimanapun juga aku tetap tidak mempercayainya." Hwie Kak Nikouw tidak mempedulikan teriakannya, ia melanjutkan : "Pada saat suhengku membawa pergi gurumu dari situlah, Pin-nie baru menemukan bahwa Kong Yo Leng sudah menanti kedatanganku di dalam kamar..." Bagian 17 BERBICARA sampai di situ ia merandek beberapa saat lamanya, sekilas rasa sedih yang tak terkirakan terlintas di atas wajahnya yang penuh keriput, dengan mulut membungkam dan pandangan sayu ditatapnya wajah Hee Siok Peng, sementara air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Hong Teng adalah seorang manusia bodoh, ia cuma merasa heran tatkala menyaksikan tingkah laku Hwie Kak Nikouw yang membingungkan hati iut, karena tak tahu apa yang terjadi maka segera serunya kembali : "Hey Nikouw tua, bagaimana selanjutnya" Apa yang telah dilakukan Ciak Kak Sin Mo setelah berada di dalam kamar?" "Kepandaian silat Kong Yo Leng bukan saja berasal dari aliran sesat, kelihayannya pun tiada tandingannya di kolong langit," kata Hwie Kak Nikouw dengan penuh emosi.
"Meskipun Pin-nie adalah anak murid Go bie Pay namun kepandaian silatku dalam pandangannya hanya bagaikan suatu permainan saja, Pin-nie sama sekali tiada berdaya untuk melawan, maka dalam suatu kesempatan itu berhasil ditawan olehnya, dan...
dan... dan aku pun diperkosa oleh manusia laknat itu dalam kamar itu juga..." Ia belai rambut Hee Siok Peng yang panjang dengan penuh kasih sayang, tambahnya lirih : "Dan dia adalah buah yang ditinggalkan Kong Yo Leng dalam badan Pin-nie..." Tidak pernah Chee Thian Gak membayangkan kejadian itu, dengan nada tercengang bercampur kaget serunya : "Apa" Hee Siok Peng sama sekali bukan putri dari Hee Giong Lam sang ketua dari Perguruan Selaksa Racun?" Air mata semakin deras membasahi wajah Hwie Kak Nikouw yang penuh berkeriput, katanya dengan nada penuh sesenggukan : "Ketika Pin-nie kembali ke dalam perguruan, ternyata telah berbadan dua, sembilan bulan kemudian lahirlah dia di dalam dunia...
Aaaai! Karena keadaan memaksa aku ada maksud membuangnya saja ke tepi jalan, siapa sangka pada saat itulah kebetulan sumoay kudatang berkunjung ke gunung Gobie, maka..." "Ibu!" tiba-tiba Hee Siok Peng angkat kepalanya dan berseru, "setelah sekian lamanya menderita akhirnya aku berhasil juga mengetahui siapakah ibuku yang sebenarnya.
Ibu, aku minta janganlah membuang diriku lagi dari sisimu!" Agaknya Hwie Kak Nikouw tidak menyangka kalau Hee Siok Peng secara tiba-tiba sudah mendusin, mendengar perkataan itu ia jadi gelagapan tidak karuan, dengan bibir gemetar dan wajah kebingungan serunya : "Siok Peng..." "Oooh Ibu!" seru Hee Siok Peng dengan nada sesenggukan sambil merebahkan diri di dalam pelukan nikouw itu.
"Janganlah diriku lagi...
Ooooh, betapa menderita aku selama mencari dirimu...
janganlah kau tinggalkan diriku lagi..." Sekuat tenaga Hwie Kak Nikouw memeluk putrinya, rasa pedih dan segala penderitaan serta siksaan yang telah terpendam selama belasan tahun rupanya telah tersalur keluar semua dalam sedetik yang terakhir ini, ia merasa tidak punya ganjalan lagi yang memberatkan pikirannya.
Isak tangis yang pedih itu menggoncangkan perasaan hingga membuat Hong Teng serta Loe Peng pun ikut mewek, sedang Chee Thian Gak menghembuskan napas panjang dan membuang pandangannya jauh ke angkasa yang gelap..." Dalam hati ia menghela napas panjang pikirnya : "Peristiwa yang menimpa umat manusia memang seringkali berubah dengan cepatnya, entah sudah berapa banyak penderitaan serta siksaan yang sudah dirasakan oleh umat manusia di dunia ini" Entah berapa banyak air mata yang bercucuran" Berapa banyak hati yang hancur lebur" Dan siapa pula yang bisa menduga di balik kegembiraan seorang terkadang tersembunyi penderitaan serta siksaan batin yang berat?" Sementara ia ada maksud menghibur hati ibu dan anak itu, mendadak terdengar Loe Peng berteriak keras : "Lalu apa yang terjadi" Secara bagaimana kitab pusaka Ie Cin Keng serta Si Lek cu itu bisa terjatuh ke tanganmu?" "Tatkala Pin-nie sadar kembali dari pingsan, kujumpai suhengku, Ci Im telah berdiri di dalam ruangan sambil membawa Si Lek cu serta kitab pusaka Ie Cin Keng, menurut pengakuannya benda-benda itu didapatkan dari dalam liang ular.
Telapak Setan 14 Pendekar Bayangan Sukma 18 Sumpah Jago Jago Bayaran Cewek Cetar Dua 2
^