Pencarian

Rahasia Harta Karun 2

Lima Sekawan 10 Rahasia Harta Karun Bagian 2


kalau ada, limun bisa kita encerkan dan kita minum sambil makan."
Anak-anak tak ada yang melihat sumur di luar. .
Tapi tiba-tiba Anne teringat bahwa ia tadi melihat sesuatu di pojok dapur, dekat
bak cuci. "Kalau tidak salah aku tadi melihat pompa air di atas," katanya. "Coba
kauperiksa sebentar, Ju. Kalau penglihatanku tadi benar mungkin saja pompa itu
masih bisa dipakai."
Julian naik lagi sambil membawa lilin menuju ke dapur. Ternyata Anne betul. Di
pojok dapur memang ada sebuah pompa yang sudah tua. Pompa itu mungkin
mengalirkan air ke dalam salah satu bejana, dan dari situ baru keluar di keran
yang terdapat di dapur. Julian memutar keran yang terpasang di atas bak cuci. Setelah itu ia mulai
menggerak-gerakkan tangkai pompa. Beberapa saat kemudian air mulai mengucur
keluar dari keran Julian memompa terus. Maksudnya hendak membersihkan tangki
yang mungkin sudah bertahun-tahun tidak dipakai.
Setelah beberapa lama, air yang mengucur sudah. kelihatan bersih dan jernih.
Julian menadah air yang keluar dari keran dengan cangkir yang dibawanya dari
ruang bawah tanah. Kemudian, ia mencicipinya sedikit.
Hmm! Terasa enak dan dingin. Ia lantas turun lagi ke bawah sambil membawa air
secangkir penuh. "Dick, ambil cangkir atau kendi kalau ada di lemari," katanya. "Kita cuci dulu
sampai bersih, lalu kita isi dengan air untuk mengencerkan limun."
Kamar bawah tanah tampak meriah ketika Julian kembali. George dan Anne
menyalakan enam batang lilin lagi dan menaruhnya di berbagai tempat. Cahayanya
menyenangkan, dan kamar terasa agak hangat karenanya.
"Yah-kurasa sekarang semuanya ingin makan, ya?" kata Julian, "Aku kan kenal
kalian! Untung kita membawa roti daging asin dan sebagainya."
Keempat anak itu lantas berjongkok di atas alas rumput dan pakis yang sudah
dilapisi dengan alas karet yang mereka bawa. Kemudian sambil sibuk makan dan
minum, mereka merundingkan rencana selanjutnya. Malam itu mereka akan menginap
di situ. Dan keesokan harinya tersedia waktu sepanjang hari untuk menyelidiki
Dua Pohon dan danau. "Apa sebetulnya yang kita cari?" tanya Anne. "Apakah menurut pendapatmu di sini
tersembunyi salah satu rahasia, Julian?"
"Betul," jawab Julian. "Dan kurasa aku tahu apa rahasia itu!"
"Apa?" tanya George dan Anne serempak.. Keduanya tercengang. Sedang Dick merasa
dia tahu apa yang dimaksudkan Julian.
"Yah, kita kan tahu, ada seorang narapidana bernama Nailer yang menitipkan pesan
pada kawannya yang minggat. Pesan itu harus disampaikan pada dua orang. Satu
pada Dirty Dick-yang tak menerima pesan itu, sedang yang satu Lagi pada Maggie-
yang tidak kita ketahui siapa dia. Nah, pesan apakah yang hendak disampaikan
Nailer itu?" "Kurasa aku tahu," kata Dick. "Tapi teruskan saja!"
"Sekarang katakanlah Nailer habis melakukan perampokan besar," sambung Julian.
"Aku tak tahu perampokan apa. Mungkin permata-permata karena penjahat besar
biasanya merampok . barang-barang perhiasan. Pokoknya ia melakukan perampokan
besar! Lalu hasil perampokan disembunyikannya di suatu tempat, menunggu sampai
keributan mengenai kejadian itu sudah reda. Tapi sial baginya, ia tertangkap
Lalu dimasukkan ke penjara untuk beberapa tahun. Namun Nailer tidak mau membuka
mulut. Ia tidak mengatakan, di mana hasil rampokan itu disembunyikan olehnya! Di
penjara ia tidak berani menulis surat pada kawan-kawannya yang ada di luar untuk
menyebutkan tempatnya. Semua suratnya diperiksa dulu, sebelum diteruskan pada
yang berhak menerima. Jadi apa yang harus diperbuatnya?"
"Ia menunggu sampai ada narapidana yang melarikan diri dari penjara, dan
menitipkan pesan pada orang itu," sambu Dick. "Dan itu kan yang terjadi
sekarang, Julian" Orang berkepala botak yang kulihat di lumbung adalah
narapidana yang minggat itu. Ia disuruh memberi kabar pada Dirty Dick dan
Maggie, di mana hasil rampokan disembunyikan - supaya mereka bisa mengambilnya
sebelum didului orang lain!"
"Betul! Aku yakin itulah yang terjadi," kata Julian. "Kawan Nailer, yaitu
narapidana yang minggat, mungkin sama sekali tak tahu apa arti pesan yang harus
disampaikannya. Tapi Dirty Dick dan Maggie pasti mengerti, karena keduanya tahu
segalanya tentang perampokan yang dilakukan oleh Nailer. Dan. sekarang, Maggie
pasti akan berusaha mencari di mana barang-barang itu berada!"
"Nah-kalau begitu kita harus menduluinya!" "kata George dengan mata bersinar-
sinar "Pokoknya kita sudah lebih dulu tiba di sini. Dan besok kita harus sepagi
mungkin memulai penyelidikan kita. Apa petunjuk berikut yang ada dalam pesan
itu, Dick" Maksudku, setelah Dua Pohon dan Air Gelap."
"Saucy Jane," kat a Dick.
"Petunjuk konyol," kata Anne pendapatnya tidak mengherankan, karena saucy
artinya, 'genit' atau 'lincah' -tapi bisa pula berarti 'lancang mulut' atau
'kurang ajar'! "Jangan-jangan Maggie dan Jane sama-sama mengetahui rahasia
Nailer!" "Kalau menurut perasaanku, Saucy Jane itu lebih mirip nama kapal atau perahu,"
kata Dick. "Ya! Tentu saja!" seru Julian. "Perahu! Kenapa tidak" Di sini kan ada danau!
Kurasa orang takkan membangun rumah di tepi danau, kalau tidak bermaksud hendak
main perahu di sini sambil memancing dan berenang-renang. Pasti besok kita akan
menemukan perahu yang diberi nama Saucy Jane-dan barang curian itu ternyata
tersembunyi di dalamnya!"
"Ah-itu terlalu mudah!" kata Dick. "Bukan tempat persembunyian yang sulit. Siapa
pun akan bisa secara kebetulan menemukan barang-barang yang disembunyikan dalam
perahu. Tidak! Saucy Jane memang merupakan petunjuk - tapi kita takkan menemukan
barang curian itu di dalamnya. Dan ingat, kecuali itu masih ada pula kertas yang
diserahkan padaku. Pasti itu juga ada hubungannya dengan tempat harta
disembunyikan!" "Mana kertas itu?" tanya Julian bersemangat. Tapi kemudian ia teringat kembali.
"Ah, iya. Kan sudah dirobek-robek oleh polisi desa. Kau masih menyimpan
potongan-potongannya, Dick?"
"Tentu saja," jawab Dick. Ia merogoh kantong, dan mengeluarkan potongan-potongan
itu. "Ini sekarang disambung-sambung saja."
Untung George membawa plester. Plester dipotong-potong, lalu ditempelkan pada
bagian belakang kertas yang dirapatkan membentuk lembaran seperti semula. Begitu
selesai disambung, anak-anak langsung meneliti kertas itu dengan saksama.
"Lihatlah-ini ada empat garis yang bertemu di tengah-tengah kertas," kata
Julian. "Di ujung tepi tiap-tiap garis tertulis sepatah kata. Tapi tulisannya
kecil sekali, aku nyaris tak bisa membacanya. Apa yang tertulis di sini" 'Bukit
Tock.' Dan kata berikutnya, 'Puncak Menara'. Yang lainnya tak bisa kubaca."
Tapi akhirnya mereka berhasil juga.
"Cerobong asap," kata Anne sambil membaca pelan-pelan. "Itu kata yang ketiga."
"Dan yang keempat-'Batu Tinggi' ," sambung George. "Apa makna kata-kata - itu
semua" Aduh, kurasa kita takkan mungkin bisa menebaknya!"
"Kita tidur saja sekarang," kata Julian. Ia tak kelihatan putus asa: "Sering
gagasan baik datang dengan tiba-tiba di tengah malam. Pokoknya besok pagi kita
menghadapi persoalan yang menarik untuk diselesaikan!"
13. Satu Malam di Bawah Tanah
KERTAS yang sudah disambung-sambung lagi dilipat dengan hati-hati, lalu
dimasukkan oleh Julian ke kantong celananya.
"Aku tak bisa menebak maksudnya, tapi jelas isinya. sangat penting," katanya.
"Mungkin saja kita kemudian secara tiba-tiba menemui atau teringat pada sesuatu,
yang akan jadi petunjuk mengenai arti kata-kata dan garis-garis yang tertera
pada kertas tadi." "Tapi kita tak boleh lupa, Maggie juga menerima kertas yang serupa itu," kata
Dick. "Mungkin orang itu lebih mengetahui maknanya daripada kita!"
"Kalau begitu, ia juga akan datang ke Dua Pohon," kata Anne. "Kita perlu
berjaga-jaga kalau ia datang kemari. Perlukah kita bersembunyi jika Maggie
muncul?" Julian mempertimbangkannya sebentar.
"Tidak," katanya kemudian. "Kita tak perlu menyembunyikan diri. Maggie tak
mungkin tahu bahwa kita menerima pesan dari Nailer, dan kertas yang berisi
petunjuk-petunjuk. Sebaiknya kita bilang saja bahwa kita sedang melancong ketika
secara kebetulan menjumpai tempat ini. Lalu kita bermalam di sini. Sebenarnya
kan memang begitu!" "Dan kita bisa mengawasinya - memperhatikan apa yang dilakukannya kalau ia
datang," kata Dick sambil nyengir. Dia pasti jengkel!"
"Maggie takkan datang sendiri," kata Julian sambil berpikir-pikir. "Kurasa ia
akan datang bersama Dirty Dick! Si galak itu tidak menerima pesan yang ditujukan
padanya sedang Maggie menerimanya. Dan mungkin dalam pesan untuk Maggie
dikatakan pula. bahwa Dirty Dick juga tahu segala-galanya. Jadi masuk akal
apabila Maggie lantas menghubungi Dirty Dick!"
"Ya-dan Maggie kemudian tercengang mendengar bahwa Dirty Dick tidak menerima
pesan yang ditujukan padanya," kata Gorge.
"Tapi pasti mereka menyangka narapidana yang minggat itu tidak berhasil
menghubungi Dirty Dick."
"Aduh, rumit sekali persoalannya," kata Anne sambil menguap lebar-lebar. "Aku
sudah tidak sanggup lagi mengikuti berbagai penjelasan - aku sudah mengantuk
sekali. Masih berapa lama lagi kalian hendak berunding?"
Dick ikut-ikutan menguap.
"Aku juga ingin tidur saja sekarang," katanya. "Tempat tidurku tampaknya nyaman,
walau cuma beralas rumput dan tanaman pakis. Dan di sini sama sekali tidak
dingin!" "Satu-satunya yang tidak kusukai, adalah jika teringat pada ruangan-ruangan yang
ada di belakang kamar bawah tanah ini," kata Anne. "Selalu terbayang seakan-akan
Maggie dan kawan-kawannya ada di situ, menunggu kesempatan baik untuk menyergap
kita jika kita sudah tidur nanti."
"Ah, kau ini memang konyol," kata George mengejek. "Benar-benar konyol! Jika
betul ada orang di sana, masa Timmy mau berbaring terus di sini dengan tenang"
Kau kan tahu sendiri, Timmy pasti akan langsung menggonggong!"
"Ya-aku juga tahu," kata Anne sambil merebahkan diri di pembaringannya. "Tadi
itu kan cuma khayalanku saja. Kau sama sekali tak pernah mengkhayal, George -
jadi tak pernah direpotkan oleh rasa takut karena khayalan! Aku tidak sungguh-
sungguh takut, selama Timmy ada di sini. Tapi kalau kupikir-pikir, sebetulnya
aneh juga kita ini," kata Anne selanjutnya. "Kalau kita berkumpul, selalu ada-
ada saja yang kita alami."
"Ya, memang ada orang yang sering mengalami berbagai petualangan," kata Dick.
"Ingat saja pada kisah para penemu dan penjelajah negeri-negeri asing. Mereka
juga selalu mengalami berbagai kejadian yang mengasyikkan!"
"Ya-tapi aku kan bukan penemu atau penjelajah," bantah Anne. "Aku anak biasa,
yang akan merasa lega jika tidak selalu mengalami berbagai kejadian aneh."
Saudara-saudaranya tertawa.
"Yah-kali ini kurasa takkan banyak yang akan kita alami," kata Julian membujuk
adiknya. "Hari Selasa nanti kita harus kembali ke sekolah. Jadi tak banyak waktu
untuk macam-macam kejadian!"
Ucapan Julian ternyata keliru. Kejadian tidak bisa diramalkan datangnya! Mungkin
saat berikutnya sudah terjadi!
Walau begitu Anne merasa terhibur mendengar kata-kata Julian itu: Ia merasa
tenang sekarang. Lebih tenang dan aman daripada kemarin malam, ketika berbaring
seorang diri dalam kamar loteng yang sempit. Sedang kini saudaranya ada di
dekatnya, juga Timmy. "Baringmu sudah enak, Anne?" tanya George yang sepembaringan dengan anak itu.
"Ya," jawab Anne dengan suara mengantuk. "Aku senang Timmy ada di dekat kita!
Rasanya lebih aman!"
Lilin-lilin yang menyala dipadamkan oleh Julian. Hanya sebatang saja yang
dibiarkannya menyala. Setelah itu ia merebahkan diri di samping Dick. Julian
juga sudah capek. Tak lama kemudian keempatnya sudah tidur nyenyak. Tak ada yang bergerak. Hanya
Timmy saja yang bangun satu atau dua kali di tengah malam, lalu memeriksa
keadaan di situ sambil mengendus-endus. Ia merasa seperti mendengar sesuatu
dalam ruangan yang terletak di belakang kamar itu. Anjing itu tegak di depan
pintu tertutup yang menghubungkan ruangan itu dengan ruangan belakang, di mana
Timmy merasa mendengar salah satu bunyi. Ia mendengarkan sambil memiringkan
kepala. Ia mencium-cium di dekat celah yang terdapat pada daun pintu itu, Lalu kembali
ke tempat anak-anak tidur. Timmy sudah puas.
Ternyata cuma seekor kodok. Timmy mengenal bau kodok. Kalau ada kodak yang ingin
berjalan-jalan dalam gelap, silakan! Timmy sendiri ingin tidur lagi.
Kedua kalinya Timmy terbangun, karena merasa mendengar sesuatu di dapur, yang
letaknya di atas ruang bawah tanah itu.
Timmy naik ke atas, lalu berdiri diam-diam dalam dapur. Hanya matanya saja yang
tampak bersinar kehijauan kena cahaya bulan.
Seekor binatang berekor panjang menyelinap di dekat rumah yang sudah habis
terbakar itu. Seekor rubah. Ia mencium berbagai bau yang tidak biasa di situ.
Bau manusia serta seekor anjing. Rubah itu ingin tahu, ada apa di rumah itu.
Ia menyelinap masuk dapur. Di situ diciumnya bau yang keras. Bau Timmy. Seketika
itu juga rubah itu menyelinap pergi. Tapi saat itu Timmy sudah terbangun!
Kini Timmy berdiri di dalam dapur sambil menunggu dan mengendus-endus. Namun
rubah tadi sudah menjauh. Ia agak bimbang, perlu menggonggong atau tidak.
Bau rubah semakin berkurang. Akhirnya Timmy memutuskan ia tidak perlu ribut-
ribut membangunkan anak-anak. Anjing itu kembali menuruni tangga, menuju kamar
tempat George bersama ketiga saudaranya tidur.
Timmy berbaring lagi, tapi selama beberapa saat ia masih waspada. Timmy memang
anjing penjaga yang baik! Kamar langsung menjadi gelap ketika lilin habis.
Sinar matahari tidak sampai ke ruangan itu. Akibatnya, keesokan paginya anak-
anak bangun agak terlambat.
Julian yang paling dulu terjaga. Ia memutar tubuh, karena dalam tidur pun terasa
bahwa alas pembaringannya tidak empuk lagi. Rumput dan tanaman pakis sudah pipih
tertindih. Dan ketika berputar itulah ia terbangun. Julian mengerjap-ngerjapkan
mata sesaat dalam gelap. Di manakah ia"
Detik berikut ia sudah ingat lagi. Julian duduk, sementara Dick ikut terbangun
dan menguap lebar-lebar. "Dick! Sudah pukul setengah sembilan sekarang," kata Julian setelah melihat ke
arlojinya yang bersinar dalam gelap. "Lama sekali kita tidur!"
Mereka lantas berdiri. Saat itu Timmy datang menghampiri. Anjing itu sebetulnya
sudah lama bangun. Tapi ia malas sendirian keluar. Karena itu ia senang melihat
Julian dan Dick bangun. Timmy merasa haus.
Sementara itu George dan Anne juga sudah bangun, lalu mencuci tubuh di bak yang
ada di dapur. Air yang dingin membuat mereka terpekik keasyikan. Timmy cepat-
cepat meminta air dalam cawan yang disodorkan padanya. Sedang Dick dan Julian
sibuk berdebat, apakah sebaiknya mereka mandi saja di danau. Tubuh rasanya kotor
sekali. Dick menggigil ketika membayangkan air danau yang dinginnya pasti seperti es.
"Walau begitu, kita coba sajalah," katanya. "Yuk, kita mandi ke sana, Ju!"
Kedua anak laki-laki itu berlari-lari ke tepi danau, lalu langsung meloncat ke
dalam air. Hihh! Ternyata air di situ benar-benar sedingin es! Mereka berenang-
renang sebentar, lalu keluar lagi sambil berteriak-teriak kesenangan.
Tubuh mereka memerah karena dingin. Sementara itu George dan Anne sibuk
menyiapkan sarapan dalam kamar bawah tanah. Tempat itu lebih gelap daripada di
dapur. Tapi mereka merasa tak nyaman duduk di ruang atas, karena semuanya hangus
terbakar! Ketika Julian dan Dick kembali, keempat anak itu, lantas sarapan dengan lahap.
Tentu saja Timmy tidak mau ketinggalan.
Ketika mereka sedang asyik sarapan, terdengar bunyi menggema. Bunyi lonceng!
Seketika itu juga Anne berhenti makan. Jantungnya berdebar-debar.
Tapi ternyata bunyinya berbeda dengan bunyi yang pernah didengarnya bersama.
Dick "Itu lonceng gereja," kata Julian, ketika melihat adiknya ketakutan. "Bunyinya
merdu." "Betul," kata Anne lega, "Sekarang kan hari Minggu! Orang-orang pergi ke gereja.
Aku juga ingin ke gereja!'" .
"Kita bisa saja pergi ke desa yang paling dekat dari sini," kata Dick lalu
memandang arlojinya. "Tapi kurasa kita nanti terlambat."
Akhirnya mereka tidak jadi pergi. Sehabis sarapan, mereka merundingkan apa saja
yang akan dilakukan hari itu.
"Tentu saja mula-mula kita akan memeriksa apakah di sini ada tempat penyimpanan
perahu atau tidak Kalau ada, kita lihat apakah di situ tersimpan perahu yang
diberi nama Saucy Jane," kata Julian. "Kemudian kita berusaha mencari makna
gambar dan tulisan pada kertas itu. Kita bisa mencobanya dengan jalan
berkeliaran sambil mencari-cari Batu Tinggi. Akan kulihat dalam peta dan apakah


Lima Sekawan 10 Rahasia Harta Karun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di situ tertera Bukit Tock Nama Itu kan Juga tertulis di kertas."
Kemudian Julian dan Dick keluar untuk mengumpulkan rumput dan daun pakis lagi.
Julian sudah mengatakan, mungkin mereka akan menginap satu malam lagi di situ.
Lalu anak-anak semua berkeluh-kesah mengatakan bahwa lantai batu yang keras
masih tetap terasa ketika mereka tidur. George bahkan mengatakan tubuhnya terasa
kaku. Sementara kedua anak laki-laki sibuk dengan tugas mereka, Anne dan George
mengumpulkan piring dan cangkir kotor, lalu membawanya ke bak di dapur untuk
dicuci. Selesai mencuci, kedua anak perempuan itu mengeringkan tangan dengan
saputangan, lalu keluar.- Mereka sudah siap untuk mengadakan penyelidikan.
Julian dan Dick sudah lebih dulu menyelesaikan tugas mereka.
Keempat anak itu pergi ke danau, didului oleh TImmy. Air danau masih tetap
tenang dan gelap. "Nah-adakah tempat penyimpanan perahu di sini?" kata Dick
14. Di Manakah Saucy Jane"
MEREKA berusaha tetap menyusuri tepi danau. Tapi itu agak sulit, karena semak
dan pohon-pohon tumbuh sampai ke tepi air. Kelihatannya di tempat itu sama
sekali tak ada tempat penyimpanan perahu. George yang berjalan di depan kemudian
sampai ke semacam teluk kecil.
"He! Lihat," serunya. "Di sini ada sungai
yang mengalir dari danau."
Ketiga saudaranya menghampiri.
"Ah, ini bukan sungai," kata Dick. "Ini teluk kecil! Kurasa sebentar lagi
mungkin kita akan menemukan tempat penyimpanan perahu yang kita cari-cari."
Anak-anak menyusuri teluk itu. Tiba-tiba Julian berseru sambil menuding.
"Itu dia! Pantas tak kelihatan, karena tertutup semak dan tanaman merambat!"
Anak-anak memandang ke arah yang ditunjuk Julian. Mereka melihat sebuah bangunan
rendah yang melintang di. ujung teluk itu. Memang sukar mengenalinya, karena
penuh diselubungi tumbuh-tumbuhan.
"Benar-itu dia," kata Dick gembira. "Sekarang kita mencari Saucy Jane!"
Anak-anak bergegas merintis semak belukar, menuju tempat masuk ke bangunan itu.
Tempat itu harus dimasuki dari depan, yang letaknya menghadap ke air. Di sisi
dalam bangunan terdapat semacam serambi yang lebar. Tapi tangga kayu yang menuju
ke serambi itu dari luar kelihatannya sudah sangat lapuk.
"Kita harus berhati-hati," kata Julian. "Biar aku saja yang mencoba dulu!"
Julian menjejakkan kaki ke tangga, tapi begitu tersentuh, anak tangga itu
langsung ambruk. "Payah!" katanya. "Yuk-kita lihat, adakah jalan lain untuk masuk ke dalam
bangunan ini." Ternyata tidak ada. Tapi dinding di satu sisi bangunan itu sudah sangat lapuk.
Dan dengan mudah bisa disingkirkan, sehingga terjadi lubang yang cukup besar.
Julian menyusup masuk ke dalam tempat penyimpanan perahu. Tempat itu gelap dan
berbau pengap. "Masuk sajalah," serunya pada anak-anak yang menunggu di luar. "Di sini
serambinya lebar. Kita bisa berdiri di atasnya, karena masih cukup kokoh.
Rupanya terbuat dari kayu yang lebih baik mutunya."
Anak-anak menyusup masuk lewat lubang di dinding. Mereka berdiri di tepi
serambi, sambil menatap ke bawah. Mereka harus membiasakan mata mereka dulu, di
tempat yang gelap itu. Cahaya yang masuk hanya dari ujung bangunan yang letaknya
agak jauh dari tempat mereka berdiri. Itu pun masih terhalang oleh tanaman-
tanaman menjalar yang terjulur ke bawah dari atap.
"Di sini ada beberapa perahu," kata Dick bersemangat. "Perahu-perahu itu
tertambat pada beberapa tonggak Dan lihatlah, di bawah kita ada sebuah. Mudah-
mudahan saja Saucy Jane ada di antaranya!"
Di situ ada tiga perahu. Dua di antaranya terendam sampai setengah, sementara
haluannya masuk ke dalam air. .
"Rupanya kedua perahu itu bocor," kata Julian sambil memandang berkeliling.
Diambilnya senternya, lalu disarotkannya ke sekeliling ruangan.
Sepanjang dinding tampak dayung berjejer-jejer. Di atas rak kelihatan berbagai
benda yang sudah lapuk dan berdebu. Barangkali bantal-bantal. Di sebuah pajak
tersandar sebatang kait perahu. Di atas sebuah rak kelihatan segulung tali.
Tempat itu menimbulkan kesan tua dan suram. Anne merasa ngeri mendengar suara
mereka bergema dalam tempat penyimpanan perahu yang sunyi dan lembab itu.
"Kita periksa saja sebentar, mungkin ada di antaranya yang bernama Saucy Jane,"
kata Dick Ia menyorotkan senternya ke perahu yang terdekat. Namun yang tertulis
di situ sudah sangat kabur, nyaris tak bisa dibaca lagi.
"Apa yang tertulis di situ?" kata Dick sambil berusaha membaca tulisan di sisi
perahu. "Kelihatannya seperti 'Merry', lalu disusul satu patah kata lagi."
''' MEG" seru Anne. "Merry Meg!"
Artinya 'Meg yang riang'.
"Mungkin perahu ini saudara Saucy Jane. Kalau perahu yang berikut, apa namanya?"
Senter disorotkan ke arah perahu kedua. Nama yang tertulis, di sisinya lebih
mudah terbaca. Mereka membacanya bersama-sama. "Cheerful Charlie!" 'Charlie yang
selalu gembira!' "Ini pasti adik atau abang Saucy Jane!" kata Dick "Padahal keadaan perahu-perahu
ini sekarang sama sekali tidak riang atau gembira."
"Aku merasa yakin yang terakhir itu Saucy Jane!" kata Anne bergairah. "Mudah-
mudahan saja benar!"
Mereka menyusuri serambi yang lebar, lalu mencoba membaca tulisan pada sisi
perahu yang setengah terbenam di situ.
"Namanya dimulai dengan huruf c," kata George dengan nada menyesal. "Aku yakin,
itu huruf c." Julian mengambil saputangannya lalu dicelupkannya ke dalam air. Setelah itu
dibersihkannya sisi perahu tempat namanya tertulis. Akhirnya mereka berhasil
membaca tulisan itu. Ternyata sama sekali bukan Saucy Jane, melainkan-
"Careful Charlie!" 'Charlie yang berhati-hati', baca keempat anak itu dengan
sedih. "Sia!!" mereka mengumpat.
"Merry Meg, Cheerful Charlie, Careful Carrie," kala Julian mengulang nama ketiga
perahu yang ada dalam bangunan itu. "Sudah jelas bahwa Saucy Jane termasuk dalam
kelompok perahu yang ada di sini - tapi di mana perahu itu sekarang?"
"Mungkin tenggelam," kata Dick
"Kurasa tidak," jawab Julian. "Air dalam tempat penyimpanan ini dangkal - karena
letaknya di ujung teluk. Kurasa jika ada perahu tenggelam di sini, kita akan
bisa melihatnya. Bahkan dasar teluk yang berpasir pun tampak oleh cahaya senter
kita." Untuk meyakinkan, mereka menyusuri serambi yang lebar itu sambil menyorotkan
senter ke air. Sama sekali tak ada perahu tenggelam di situ.
"Nah, sekarang kita tahu dengan pasti," kata Dick "Saucy Jane tidak ada di sini.
Tapi kalau begitu ke mana" Kapan dan untuk apa perginya?"
Sekali lagi mereka menyoroti dinding-dinding dengan senter. Tiba-tiba George
melihat sebuah benda datar dan lebar. Benda itu tersandar ke dinding.
"Apa itu?" katanya. "Eh - itu kan rakit"! Jadi untuk itulah gunanya dayung-
dayung yang kulihat terletak di atas rak tadi!"
Anak-anak menghampiri rakit lalu memeriksanya.
"Keadaannya masih baik," kata Julian. "Aku ingin tahu, apakah kita bisa turun ke
air dengannya." "0 ya!" seru Anne gembira. "Setuju! Aku suka naik rakit. Lebih baik mencoba
rakit ini daripada naik salah satu perahu itu." .
"Di sini cuma ada sebuah perahu yang kelihatannya masih bisa dipakai," kata
Julian. "Yang dua lagi sudah jelas tak bisa. Melihat caranya tenggelam, pasti
dasarnya sudah berlubang."
"Tidakkah sebaiknya kita periksa saja perahu-perahu itu dengan teliti untuk
meyakinkan bahwa tak ada harta curian yang disembunyikan di situ?" tanya Dick.
"Silakan, kalau mau," kata Julian. "Tapi aku berpendapat bahwa harta karun itu
ada di Saucy Jane! Kalau tidak, untuk apa nama Itu disebut-sebut dalam pesan?"
Dick merasa pendapat Julian benar. Walau begitu diperiksanya ketiga perahu yang
ada di situ dengan sangat teliti. Tapi kecuali bantal-bantal serta gulungan tali
yang sudah lapuk, ia tak menemukan apa-apa lagi.
"Nah - kalau begitu, di mana Saucy Jane?" kata Dick bingung. "Perahu-perahu
lainnya ada semua di sini. Cuma Saucy Jane yang tidak ada! Atau mungkin
disembunyikan di salah satu tempat di tepi danau?"
"Betul juga katamu itu!" seru Julian, yang saat itu sedang berusaha menggeser
rakit. "Itu ide yang bagus! Kurasa sebaiknya kita melakukan penyelidikan
sekeliling danau - siapa tahu kita akan menemukan Saucy Jane yang disembunyikan
di salah satu tempat."
"Kalau begitu biarkan dulu rakit itu untuk sementara," kata George. Anak itu
bangkit semangatnya, karena terbayang kemungkinan menemukan perahu di salah satu
tempat yang tersembunyi. Dan di dalamnya ada harta karun! "Yuk, kita berangkat
sekarang juga!" Dengan segera anak-anak keluar, meninggalkan tempat penyimpanan perahu yang
gelap dan lembab itu. "Kita ke mana dulu?" tanya Anne setelah mereka ada di luar kembali. "Ke kiri,
atau ke kanan ?" Mereka menghampiri tepi danau, lalu memandang ke kiri dan ke kanan. Kedua
sisinya tampak sama lebat ditumbuhi semak! " Kurasa akan sukar bagi kita untuk
terus menyusuri tepi air," kata Julian. "Pokoknya kita coba saja dulu! Ke
sebelah kiri kelihatannya agak lebih mudah. Ayo, kita berangkat!"
Mula-mula agak mudah juga mereka berjalan di tepi danau, sambil meneliti setiap
parit dan setiap semak yang menjorok ke air. Tapi setelah beberapa saat mereka
berjalan, belukar begitu rapat tumbuhnya sehingga mustahil bisa ditembus tanpa
merobekkan pakaian mereka.
"Aku menyerah!" kata Julian akhirnya. "Kalau kita terus, pasti kaus kita akan
habis robek-robek, tersangkut pada duri-duri ini! Lihatlah-tanganku sudah
berdarah-darah." "Ya, tanganku juga sudah pedih," kata Anne.
Cuma Timmy yang masih tetap asyik. Ia tidak bisa mengerti, apa sebabnya keempat
anak itu mau menyusup-nyusup ke bawah semak-belukar. Kalau dia sendiri - itu
lain perkara! Karena itu ia menyesal ketika anak-anak memutuskan untuk
menghentikan pencarian dan kembali ke tempat semula.
"Bagaimana pendapat kalian - apakah sekarang kita mencoba ke sebelah kanan?"
tanya Julian sementara mereka berjalan kembali dengan perasaan kecewa.
"Ah, jangan sajalah," kata Anne. ."Di sebelah sana tampaknya lebih parah lagi.
Kita hanya akan membuang-buang waktu. Lebih baik kita naik rakit."
"Itu cara yang lebih baik untuk memeriksa tepi danau, daripada merangkak-rangkak
di bawah semak," kata George. "Kita bisa mendayung pelan-pelan, sambil mengamat-
amati setiap parit dan celah-celah belukar. Dengan begitu kan lebih gampang."
"Betul juga katamu," sambut Dick "Konyol - kenapa tidak terpikir oleh kita dari
tadi. Dengan begitu kita kan sudah bisa bersenang-senang sore ini."
Mereka berjalan di sela pepohonan. Di kejauhan tampak rumah yang kini tinggal
puing reruntuhan belaka. Tiba-tiba Timmy berhenti lalu menggeram dengan suara
berat mengancam. Anak-anak terhenti karenanya.
"Ada apa, Tim?" tanya George pelan. "Ada apa?"
Timmy menggeram lagi. Anak-anak segera bersembunyi di balik semak, sambil
menatap dengan penuh perhatian ke arah rumah. Mereka tak melihat sesuatu yang
janggal di sana. Semuanya masih seperti biasa. Tak tampak orang di dekat rumah.
Kalau begitu apa sebabnya Timmy tiba-tiba menggeram"
Kemudian muncul seorang wanita, disertai seorang laki-laki. Kelihatannya mereka
sedang bercakap-cakap dengan serius.
":Maggie! Itu pasti Maggie!" kata Julian.
"Dan yang laki-laki, tentunya Dirty Dick," sambung Dick "Nanti dulu,. rasanya
aku bisa mengenalinya kembali-ya, betul-itu Dirty Dick!"
15. Maggie dan Dirty Dick
DARI jauh anak-anak memperhatikan kedua orang yang baru datang itu. Sementara
itu mereka sibuk berpikir. Julian tidak merasa heran, karena ia sudah
memperkirakan kedatangan Maggie bersama Dirty Dick. Dick memperhatikan yang
laki-laki. Dikenalinya kembali orang yang pendek gempal itu. Ia masih tetap tak
suka melihat Dirty Dick, sama seperti ketika di rumah wanita tua itu berapa hari
yang lalu. Anne dan George juga tidak suka melihat tampang wanita yang baru sekali itu
mereka lihat. Ia memakai celana panjang, sebuah jaket menyelubungi bahunya.
Matanya terlindung di balik kacamata hitam, dan di mulutnya terselip sebatang
rokok. Wanita itu berjalan dengan langkah tergesa-gesa sambil sibuk bercakap-
cakap dengan Dirty Dick. Suaranya terdengar tajam dan tegas.
"Jadi itulah yang bernama Maggie," pikir Julian. "Aku tak suka melihat
tampangnya! Kelihatannya berwatak keras, cocok sebagai kawan Nailer."
Dengan hati-hati Julian mendekati ketiga saudaranya. George memegang kalung
leher Timmy, karena khawatir anjingnya itu menggonggong.
"Kita begini saja," kata Julian. "Kalian harus tetap tenang. Kita berjalan ke
sana sambil mengobrol dengan riang, sampai mereka melihat kita. Lalu jika mereka
menanyakan sedang apa kita di sini, kalian semua tahu bagaimana harus menjawab.
Kalian boleh beromong kosong, kalau mau - pokoknya hilangkan kecurigaan mereka.
Kedua orang itu harus menyangka kita ini segerombolan anak-anak yang tidak tahu
apa-apa. Kalau mereka mengajukan pertanyaan yang agak gawat - biar aku saja yang
menjawab! Nah, kalian sudah siap?"
Sauara-saudaranya mengangguk. Setelah Itu Julian mendului keluar dari semak-
semak. Ia berjalan ke tempat yang lapang sambil berseru-seru pada Dick.
"Nah-kita sudah tiba lagi di sini! Itu dia rumah yang habis terbakar! Astaga,
kelihatannya bertambah parah pagi ini!"
George dan Timmy muncul serempak, disusul oleh Anne. Anne, berjalan dengan
gugup. Ia tak semahir saudara-saudaranya jika disuruh berpura-pura!
Kedua orang itu berhenti berjalan ketika melihat keempat anak itu tiba-tiba
muncul dari balik semak Keduanya bergegas saling mengatakan sesuatu. Yang laki-
laki kelihatan cemberut. Sementara itu anak-anak berjalan terus ke arah mereka, sambil mengobrol dengan
ramai seperti disuruh oleh Julian. Wanita itu berseru dengan keras, menyapa
mereka. "Siapakah kalian" Apa yang kalian lakukan di sini?"
"Kami sedang melancong," jawab Julian. "Kami sedang libur."
"Kalau begitu untuk apa kalian datang ke sini?" tanya wanita itu lagi. "Tempat
ini milik pribadi." "Bukan,", jawab Julian. "Ini kan cuma reruntuhan rumah yang habis terbakar.
Siapa saja boleh datang kemari. Kami bermaksud hendak melihat-lihat danau -
karena kelihatannya menarik"
Kedua orang itu berpandangan. Tampak jelas mereka kaget dan kesal mendengar
anak-anak itu hendak berjalan-jalan ke danau. Kemudian wanita itu berbicara
lagi, "Kalian tidak boleh datang ke danau. Tempat itu berbahaya! Dilarang mandi atau
naik perahu di situ."
"Hal itu tak dikatakan pada kami," kata Julian berpura-pura heran. "Pada kami
hanya dikatakan bagaimana kami bisa mencapai tempat ini! Tak ada yang mengatakan
bahwa kami tak boleh mendatangi danau. Ah - Anda pasti salah dengar!"
"Kami sebetulnya ingin melihat ayam-ayaman," kata Anne, ketika tiba-tiba
dilihatnya ada seekor binatang itu di danau. "Kami ini pecinta alam."
"Dan kabarnya di dekat-dekat sini ada kijang," sambung George.
"Dan juga kuda kerdil," kata Dick "Kemarin kami sudah melihatnya."
Ocehan anak-anak itu lebih menjengkelkan keduanya daripada jawaban Julian tadi.
Yang laki-laki lantas membentak.
"Kalian jangan mengoceh terus! Tanpa izin khusus, orang dilarang masuk kemari!
Ayo cepat pergi, sebelum kami usir dari sini!" .
"Kalau begitu kenapa kalian berdua ada di sini?" tanya Julian. Nada suaranya
menajam. "Kalian tidak bisa seenaknya saja mengancam kami."
"Ayo pergi, kataku!" bentak laki-laki itu dengan marah. Ia maju beberapa langkah
menghampiri anak-anak. Sikapnya benar-benar mengancam. Seketika itu juga George
melepaskan kalung leher Timmy yang sedari tadi masih dipegangnya erat-erat.
Timmy lantas maju beberapa langkah ke depan. Bulu tengkuknya tegak. Terdengar
suaranya menggeram-geram dengan galak.
Laki-laki itu tertegun, lalu mundur teratur.
"Pegang kalung anjing itu," katanya. "Kelihatannya buas!"
"Biar!" tukas George. "Aku takkan memegang kalung lehernya selama kau ada .di
sini!" Timmy maju beberapa langkah lagi sambil menggeram-geram dengan nyaring. Kakinya
melangkah dengan kaku, bersikap mengancam.
Seketika itu juga wanita itu berseru,
"Sudahlah - kawanku ini tadi cuma sesaat saja tak bisa menahan diri. Suruh
anjing kalian itu kembali."
"Tidak mau, selama kalian masih ada di sini," balas George. "Masih berapa lama
lagi kalian hendak berada di tempat ini?"
"Apa urusanmu-?" sergah yang laki-laki.
Tapi ia langsung terdiam ketika Timmy mulai menggeram lagi.
"Yuk, kita makan dulu!" kata Julian keras-keras pada saudara-saudaranya. "Kita


Lima Sekawan 10 Rahasia Harta Karun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama-sama berhak untuk berada di tempat ini seperti mereka. Kita tak perlu
mengacuhkan mereka - dan kita takkan menghalangi mereka."
Keempat anak itu meneruskan langkah mereka. Timmy masih tetap belum dipegang
lagi kalung lehernya. Anjing itu menggonggong dengan galak ketika lewat di dekat
kedua orang yang tidak simpatik itu. Dengan seketika keduanya mundur. Itu tidak
mengherankan, karena tubuh Timmy memang besar - dan kelihatannya sangat kuat!
Kedua orang itu hanya bisa menatap dengan marah, sementara anak-anak lewat dekat
mereka dan masuk ke dalam rumah yang sudah tinggal reruntuhannya saja itu.
"Jaga baik-baik, Tim," kata George, begitu mereka sudah berada di c dalam. Ia
menunjuk ke ambang pintu yang sudah rusak. Timmy langsung mengerti. Ia berdiri
di ambang pintu. Sikapnya saat itu menakutkan, dengan bulu tengkuk berdiri dan
moncong menyeringai. Sementara itu anak-anak turun ke ruang bawah tanah. Mereka memandang berkeliling
untuk memeriksa apakah ada orang yang masuk ke situ selama mereka tidak ada.
Tapi barang-barang mereka semua masih ada di tempat semula.
"Rupanya mereka belum sempat memeriksa ke sini," kata Julian. "Mudah-mudahan
masih cukup banyak roti yang tersisa. Aku lapar sekali! Ingin rasanya bisa makan
siang seperti kemarin lagi! He-Maggie dan Dick itu orangnya tidak menyenangkan,
ya?" "Betul," kata Dick. "Aku tak suka pada Maggie. Suaranya kasar dan tampangnya
juga tidak enak. Hih!"
"Bagiku Dirty Dick lebih parah lagi," kata Anne. "Potongannya mirip gorila,
karena badannya sangat besar dan bungkuk. Dan kenapa ia tak mau memotong
rambutnya yang sudah gondrong sekali?"
"Mungkin ia menganggap dirinya tampan seperti itu," kata George sambil mengiris-
iris roti. "Namanya seharusnya diganti saja, menjadi Tarzan. Atau Kingkong!
Untung Timmy ada bersama kita."
Anne sependapat dengannya. Ia merasa lega, karena Timmy berjaga di luar. Dengan
begitu kedua orang tadi pasti tak berani mendekat, katanya.
"Aku ingin tahu di mana mereka sekarang," kata Dick sambil mengambil sepotong
roti yang besar yang telah diberi mentega dan dilapisi daging asin. "Akan
kulihat sebentar ke atas,"
Sesaat kemudian ia sudah kembali lagi.
"Mungkin ke tempat penyimpanan perahu" katanya. "Aku melihat mereka sepintas,
sedang berjalan ke arah sana. Tentunya mencari Saucy Jane!"
"Sebaiknya kita duduk dulu, untuk merundingkan tindakan kita selanjutnya," kata
Julian. "Begitu pula mengenai apa yang hendak mereka lakukan menurut perasaan
kita! Itu penting sekah. Karena bisa saja mereka lebih mampu membaca petunjuk-
petunjuk di kertas itu daripada kita. Jika kita mengamat-amati terus yang mereka
lakukan, mungkin kita akan tahu apa yang perlu dilakukan selanjutnya!"
"Betul juga katamu," kata Dick. "Mestinya pesan yang dikirim oleh Nailer ada
artinya bagi Dirty Dick dan Maggie." Anak itu berpikir-pikir sambil mengunyah
roti. Ia berusaha menebak makna tanda-tanda yang tertera pada pesan yang
misterius itu. "Kurasa. siang ini sebaiknya kita mengikuti rencana kita yang semula," kata
Julian setelah beberapa saat. "Kita ke danau dengan rakit. Perbuatan yang tidak
mencolok, sehingga tak menimbulkan rasa curiga. Sambil main-main dengan rakit
kita mengamati tepi danau. Dan jika Maggie dan Dick juga ada di danau, sekaligus
kita mengamat-amati mereka pula"
"Setuju!" kata George. "Idemu bagus - karena hawa siang ini nyaman. Pasti akan
menyenangkan jika kita berakit-rakit di danau. Mudah-mudahan saja rakit itu
masih utuh." "Itu sudah' jelas," kata Dick. "Karena kayu yang dipakai tahan lama. Tolong
kemarikan kue itu, George. Dan Jangan sisakan apa-apa untuk Timmy. Percuma saja
memberinya kue." "Tidak benar!" tukas George. "Kau kan tahu, Timmy doyan kue."
"Memang - tapi aku toh tetap berpendapat sayang jika' kue' diberikan pada
Timmy," kata Dick lagi. "Untung kita membawa bekal kue yang sangat banyak! Masih
ada biskuit yang tersisa ?"
"Masih banyak," kata Anne. "Dan kue cokelat juga masih banyak!" .
"Bagus," kata Dick. "Mudah-mudahan saja makanan kita mencukupi, karena sudah
pasti akan lekas habis jika George makan seperti biasanya!"
"Kau sendiri bagaimana?" kata George tersinggung. Anak itu selalu terpancing
oleh gangguan Dick. . "
"Sudahlah, jangan bertengkar lagi," kata Julian. "Aku akan ke atas, mengambil
air untuk dicampur dengan limun. Tolong beri makanan sedikit untuk Timmy!"
Selama setengah jam berikut, anak-anak sibuk makan. Setelah itu mereka
memutuskan untuk melihat apakah mereka bisa menurunkan rakit ke air. Mereka
tahu, rakit itu pasti berat.
Anak-anak keluar dari reruntuhan, lalu berjalan menuju tempat penyimpanan
perahu. Tiba-tiba Julian melihat sesuatu di tengah danau.
"Lihatlah!" serunya. "Mereka mengambil salah satu perahu yang tadi. Mestinya
yang tidak bocor. Pasti mereka sedang mencari Saucy Jane!"
Mereka tertegun sambil memandang ke tengah danau. Tampak Dirty Dick sedang
mendayung sekuat tenaga. Dick merasa kecewa. Jangan-jangan, Maggie dan Dirty
Dick akan lebih dulu berhasil menemukan barang yang dicari oleh mereka berempat!
Mungkin kedua orang itu tahu di mana Saucy Jane berada.
"Kita harus cepat-cepat turun ke danau jika ingin mengamat-amati mereka itu,"
kata Julian. "Barangkali mereka hendak menuju tempat Saucy Jane disembunyikan!"
Anak-anak masuk ke tempat penyimpanan perahu dan menuju ke tempat rakit
tersandar di dinding. Dengan segera Julian melihat bahwa sebuah perahu sudah
tidak ada di situ. Dan, ya-kedua orang itu mengambil yang tidak bocor.
Kemudian anak-anak mulai menggeser rakit ke tepi air. Untung, saja pada empat
sisi rakit itu ada pegangan yang terbuat dari tali, sehingga memudahkan mereka
mengusungnya ke air. "Sekarang turunkan dengan hati-hati ke air," kata Julian. "Yaa - hati-hati -
nah, beres!" Rakit tercebur ke air, lalu terapung-apung di situ.
"Ambil dayung," kata Julian. "Setelah itu kita berangkat!"
16. Naik Rakit DICK mengambil empat batang dayung. Sementara itu Timmy menatap rakit dengan
agak sangsi. Benda apa itu" Apakah ia juga harus naik ke benda yang terapung di
air itu" Julian sudah naik ke atas rakit, menenangkan geraknya supaya yang lain-lain bisa
naik dengan gampang. Dick naik paling akhir. Tidak - sebetulnya bukan yang
paling akhir, karena Timmy masih belum beranjak dari tempatnya semula.
"Ayo, Tim!" seru George. "Kau tak perlu takut! Ini memang bukan perahu seperti
yang kaukenal, tapi keadaannya sama saja. Ayolah, Tim!"
Tiba-tiba Timmy meloncat turun, sehingga rakit terombang-ambing dibuatnya. Anne
jatuh terduduk. Ia tertawa cekikikan.
"Aduh, si Timmy ini suka mengejutkan orang saja! Ayo diam, Tim-kalau kau mondar-
mandir terus, tak ada tempat lagi bagi kami semua!"
Julian mendorong rakit keluar dari tempat penyimpanan perahu. Rakit meluncur
dengan lancar keluar dari teluk kecil itu.
"Kita berangkat!" kata Julian sambil mendayung dengan cekatan. "Aku yang
mengemudi, Dick. Kalian tak perlu mendayung dulu, sebelum kusuruh. Saat ini aku
bisa mendayung sambil mengemudi sekaligus, sampai kita sudah berada di danau."
Semuanya duduk di lantai rakit. Hanya Timmy yang tetap berdiri. Anjing itu
tertarik melihat air mengalir dengan cepat di sisi rakit. Apakah yang dinaikinya
itu juga perahu" Timmy sudah biasa naik perahu. Tapi kalau di perahu, air tidak tampak sedekat
saat itu. Timmy memasukkan salah satu kaki depannya ke dalam air. Terasa dingin
menggelitik. Setelah itu Timmy berbaring di lantai rakit. Hidungnya nyaris masuk
ke air. "Kau ini memang anjing kocak, Tim!" kata Anne. "Tapi hati-hati kalau berdiri
lagi, ya! Jangan mendadak - nanti aku tercebur."
Julian mengemudikan rakit keluar dari teluk kecil dan memasuki danau. Anak-anak
mencari-cari, di mana Maggie dan Dirty Dick berada.
"Itu mereka!" kata Julian. "Sibuk mendayung di tengah danau. Bagaimana - apakah
kita ikuti mereka" Jika mereka tahu letak Saucy Jane, maka jika kita membuntuti
mereka kita juga akan tahu."
"Ya-ikuti mereka," kata Dick "Bagaimana, kita mendayung sekarang" Kita harus
bergegas, kalau tidak nanti ketinggalan dan tak tahu mereka ke mana!"
Anak-anak mulai sibuk mendayung. Tiba-tiba rakit terombang-ambing dengan keras.
"Stop! Stop!" seru Julian. "Kalian mendayung asal saja - jadinya kita hanya
berputar-putar saja pada suatu tempat! Dick, kau dan Anne duduk di sisi sini,
dan George ke sana. Nah, begitu lebih baik. kalian harus melihat ke mana arah
kita. Nanti kalau rakit terlalu keras bergoyang, mendayungnya berhenti
sebentar." Dengan segera mereka sudah menguasai teknik mendayung, dan rakit itu meluncur
lurus ke depan. Asyik rasanya saat itu! Anak-anak kepanasan, sehingga ingin
rasanya membuka kaus. Saat itu angin sama sekali tak bertiup. Cuaca musim gugur
yang nyaman! "Mereka berhenti mendayung," kata George tiba-tiba. "Mereka memperhatikan
sesuatu! Mungkin mereka juga punya kertas seperti yang ada pada kita, dengan
tanda-tanda yang sama dan sekarang sedang mempelajarinya. Aduh, aku kepingin
bisa ikut melihat!" Anak-anak tidak mendayung lagi. Semua menatap ke arah perahu di mana Maggie dan
Dirty Dick berada. Tampak jelas bahwa keduanya sedang mengamat-amati sesuatu
dengan saksama, karena kepala mereka saling didekatkan. Tapi jarak mereka
terlalu jauh, sehingga anak-anak tidak bisa melihat apakah yang sedang mereka
pegang. "Yuk-kita dekati mereka," kata Julian, lalu mulai mendayung lagi. "Kurasa mereka
akan jengkel melihat kita mendekat-tapi apa boleh buat!"
Anak-anak mendayung sekuat tenaga, dan akhirnya rakit mereka mendekati perahu
Maggie dan Dirty Dick terkejut ketika Timmy tiba-tiba menggonggong. Kedua orang
itu menoleh, dan melihat keempat anak itu di atas rakit. Dirty Dick melotot.
Tampang Maggie juga tidak bisa dibilang ramah.
"Halo," seru Dick sambil melambai-lambaikan dayung. "Kami sedang main-main
dengan rakit. Asyik deh! Perahu kalian beres?"
Tampang Maggie tampak menjadi merah padam.
"Seenaknya saja kalian mengambil rakit tanpa meminta izin dulu," serunya.
"Kalian tadi minta izin pada siapa ketika mengambil perahu?" balas Julian.
"Tolong katakan supaya kami bisa meminta izin untuk meminjam rakit ini!"
George tertawa. Maggie semakin marah sedang Dirty Dick kelihatannya seperti
sudah tidak sabar lagi. "Jangan dekati kami terus!" bentaknya. "Rusak kesenangan kami karena gangguan
kalian!" "Kami biasa ramah!" seru Dick. Mendengar itu, George tertawa lagi.
Maggie danDirty Dick buru-buru berunding. Setelah melotot sebentar ke arah
rakit, Maggie mengatakan sesuatu pada Dirty Dick. Orang itu mulai mendayung lagi
dengan sikap kesal. "Ayo, kita susul," kata Julian. Anak-anak lantas mendayung lagi, menyusul perahu
yang menjauh. "Mungkin sekarang kita akan mengetahui sesuatu."
Tapi ternyata tidak! Dirty Dick mendaratkan perahu ke tepi danau sebelah barat,
diikuti oleh rakit. Tapi kemudian perahu mereka menuju ke tengah lagi, dan
kembali, diikuti oleh anak-anak yang terengah-engah karena mendayung terus
dengan sekuat tenaga. Dirty Dick mendayung terus sampai ke sebelah timur dan
menunggu di situ sampai anak-anak sudah menyusul. Begitu anak-anak sampai, Dirty
Dick mulai mendayung lagi.
"Enak ya-berolahraga?" seru Maggie dengan suaranya yang tajam. "Berolahraga itu
sehat!" Dan perahu kembali bergerak ke arah tengah-tengah danau. Dick mengerang.
"Aduh, tanganku sudah pegal sekali rasanya nyaris tak mampu lagi mendayung. Mau
apa sebenarnya mereka itu?"
"Kurasa kita dipermainkan oleh mereka," kata Julian jengkel bercampur sedih.
"Rupanya mereka sudah memutuskan untuk tidak jadi mencari Saucy Jane selama kita
ada di sini. Dan sekarang mereka bermaksud membuat kita capek!"
"Wah, kalau begitu aku tidak mau!" kata Dick sambil meletakkan dayungnya, lalu
merebahkan diri dengan lutut terangkat ke atas. Napasnya terengah-engah.
Anak-anak mengikutinya. Semuanya sudah capek. Timmy kelihatannya merasa kasihan
dan ingin menghibur. Cuma sialnya, ia begitu bergegas sehingga terduduk di atas
perut George. George serta-merta mendorongnya dengan keras, sehingga nyaris saja
Timmy tercebur ke air. "Ke mana perahu mereka?" tanya Anne kemudian. "Aku sendiri terlalu capek untuk
melihatnya." Julian duduk sambil mengerang.
" Aduh, punggungku," keluhnya. "Nah, ke mana perahu itu" Ah, itu dia - menuju ke
pangkalan dekat rumah, atau mungkin juga ke tempat penyimpanan perahu. Rupanya
untuk sementara mereka tidak mau melanjutkan pencarian Saucy Jane."
"Syukurlah kalau begitu," kata Anne. "Mungkin sebaiknya kita juga berhenti -
setidak-tidaknya sampai besok! Bagaimana pendapatmu, Julian?"
"Kurasa lebih baik kita kembali," kata Julian. Sekarang sudah terlalu sore
apabila kita hendak mulai mencari-cari di tepi danau. Lagi pula kurasa takkan
ada gunanya! Kedua orang dalam perahu. tadi tidak kelihatan satu kali pun
mendekati tepian kecuali ketika bolak-balik mempermainkan kita supaya kita
capek!" "Yah-kalau begitu kita kembali saja," kata George. "Tapi aku masih ingin
istirahat dulu sebentar. Timmy! Kalau kau masih terus saja duduk di atas kakiku,
nanti kau kudorong masuk ke air."
Sesaat kemudian terdengar bunyi ceburan. George kaget lalu cepat-cepat duduk.
Ternyata Timmy tidak ada lagi di atas rakit! Anjing itu berenang-renang dalam
air. Kelihatannya senang sekali.
"Wah-rupanya daripada didorong, ia memilih lebih baik terjun sendiri!" kata Dick
sambil nyengir memandang George.
"Kau yang mendorongnya!" tukas George galak.
"Tidak," kata Dick. "Dia sendiri yang melompat tadi. Lihatlah, senang sekali
kelihatannya." Tiba-tiba Dick mendapat akal baru.
"He-bagaimana jika perutnya kita ikat dengan tali, lalu kita suruh dia menarik
kita ke tepi" Kan enak-kita tak usah capek-capek lagi mendayung!"
George sudah hendak mengatakan bahwa itu ide konyol, ketika dilihatnya Dick
nyengir. George lantas mengayunkan kaki, hendak menendang saudara sepupunya yang
iseng itu. "Kau jangan memancing terus, Dick! Nanti kau yang kudorong masuk ke air!"
"Coba kalau bisa," kata Dick dengan segera. "Ayo, aku kepingin lihat, siapa yang
paling dulu tercebur ke air!"
George tidak pernah diam saja kalau ditantang. Ia langsung bangkit dan menerpa
Dick, yang nyaris saja jatuh ke air karenanya.
"Sudahlah, jangan main-main lagi!" kata Julian jengkel. "Kita tak membawa baju
ganti. Jangan sampai aku terpaksa mengangkut kalian pulang dalam keadaan sakit
nanti. Sudah, George!"
Mendengar nada suara Julian, George langsung berhenti bergumul. Disisirnya
rambutnya yang pendek ikal dengan jari-jari tangannya, lalu nyengir.
"Baiklah, Pak Guru," katanya lalu duduk kembali dan mengambil dayungnya.
"Kita kembali sekarang," kata Julian sambil mengambil dayung pula. "Matahari
sudah rendah. Pada bulan Oktober rasanya cepat sekali menjadi gelap."
Timmy yang basah kuyup diangkat naik ke rakit, dan anak-anak lantas kembali
mendayung. Anne mendayung sambil memandang berkeliling. Menurut perasaannya,
petang itu indah sekali. Air danau berwarna biru gelap, dan riak gelombang
tampak keperak-perakan. Anne melayangkan pandangan melewati puncak pepohonan yang tumbuh di tepi danau.
Langit mulai berubah warna, menjadi kemerah-merahan. Di kejauhan, di atas lereng
tinggi yang letaknya sekitar satu mil dari tempat mereka saat itu, Anne melihat
sesuatu yang menarik perhatiannya. Kelihatannya. seperti sebongkah batu yang
menjulang tinggi. Anne menuding ke arah benda itu.
"Batu apakah itu?" tanyanya. "Apakah tanda tapal batas atau semacam itu -
kelihatannya besar sekali."
Julian memandang ke arah yang ditunjuk oleh Anne.
"Mana?" katanya. "O-itu! Entahlah, aku juga tidak tahu."
"Kelihatnnya seperti batu yang sangat tinggi, sela Dick yang juga sudah
melihatnya. "Batu Tinggi," kata Anne mengulangi. Ia merasa seperti sudah pernah
mendengarnya. "Batu - ya, tentu saja! Kata itu tertera di atas kertas yang
diterima oleh Dick. Batu Tinggi! Masih ingatkah kalian?"
"Ya-betul!" kata Dick, lalu memandang batu di kejauhan itu dengan penuh
perhatian. Sementara itu rakit bergerak terus, dan batu yang menjulang tadi hilang
terlindung di balik pepohonan.
"Batu Tinggi," kata Julian. "Mungkin ini cuma kebetulan belaka. Walau begitu,
kita perlu memikirkannya lebih mendalam. Aneh - tahu-tahu saja kita melihatnya!"


Lima Sekawan 10 Rahasia Harta Karun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkinkah harta karun itu dikubur di sana?" tanya George dengan nada sangsi.
Julian menggelengkan kepala.
"Tidak," katanya. "Mungkin disembunyikan pada salah satu tempat yang letaknya
dijelaskan dalam peta misterius itu. Ayo, mendayung lagi. Kita benar-benar harus
kembali sekarang." 17. Balas-membalas KETIKA. anak-anak sampai di tempat penyimpanan perahu, baik Maggie atau Dirty
Dick tidak tampak di situ. Tapi perahu yang dipakai keduanya tadi sudah
tertambat di dalam. "Mereka sudah kembali," kata Julian. "Aku ingin tahu di mana mereka sekarang!
Sebaiknya rakit yang berat ini tidak kita seret kembali ke dalam - sebab
lenganku sudah pegal sekali. Kita seret saja ke bawah semak, lalu kita tambatkan
di situ." Saudara-saudaranya setuju. Rakit lantas ditarik ke dalam semak yang lebat, lalu
ditambatkan pada akar yang menonjol ke atas.
Setelah itu mereka berjalan menuju reruntuhan rumah sambil berjaga-jaga kalau
Maggie dan Dirty Dick tiba-tiba muncul. Tapi kedua orang itu masih belum
kelihatan juga. Sesampainya di reruntuhan itu, anak-anak masuk. Timmy berjalan di depan. Anjing
itu tidak menggeram-geram. Jadi anak-anak merasa keadaan pasti aman. Timmy
mendului, menuju tangga batu ke bawah tana!1. Tapi tiba-tiba ia menggeram!
"Ada apa?" kata Julian. "Mereka ada di bawah, Tim?"
Timmy bergegas menuruni tangga yang menuju ke ruang bawah tanah. Ia menggeram
lagi. Tapi, bunyinya tidak galak, seperti apabila hendak memberitahukan bahwa
ada musuh atau orang tak dikenal di dekat mereka. Tidak!
Geraman Timmy kali itu terdengar marah dan jengkel - seperti ada sesuatu yang
tidak beres. "Kurasa Maggie dan Dirty Dick tadi turun kemari, dan sekarang tahu di mana
markas kita!" kata Julian sambil menuruni tangga untuk menyusul Timmy. Ia
menyalakan senternya. Pembaringan mereka yang beralaskan rumput dan pakis masih tetap seperti ketika
ditinggalkan tadi. Begitu pula halnya dengan mantel, selimut, serta ransel.
Kelihatannya tak ada yang terusik. Julian menyalakan lilin yang terletak di atas
pendiangan. Dengan seketika kamar yang gelap itu kelihatan berseri kembali.
"Kenapa sih si Timmy?" tanya George sambil melangkah masuk ke kamar. "Ia masih
menggeram-geram terus. Ada apa, Tim?"
"Kurasa ia tahu bahwa kedua orang itu tadi masuk kemari," kata Dick. "Lihatlah -
ia mengendus-endus ke sana kemari. Pasti ada orang masuk ke sini tadi."
"Siapa merasa lapar?" tanya Anne. "Aku kepingin makan kue serta biskuit."
"Setuju," kata Julian. Dibukanya lemari di mana anak-anak menyimpan bekal
makanan yang mereka beli di desa.
Tapi ternyata lemari itu kosong! Yang ada cuma barang pecah belah yang sudah ada
dan semula di situ. Roti, biskuit, kue cokelat- semuanya lenyap!
Julian mengumpat marah. "lihatlah! Semua makanan kita diambil oleh bandit-bandit itu. Kita memang
terlalu ceroboh, tak memikirkan kemungkinan itu!"
"Pintar juga mereka," kata Dick. "Mereka tahu, tanpa makanan kita tidak bisa
tinggal terus di sini. Itu memang cara yang baik untuk mengusir kita. Yang jelas
untuk membeli lagi, saat ini sudah terlalu malam. Dan kalau kita besok pergi,
mereka dengan tenang bisa meneruskan rencana mereka semula...."
Anak-anak semuanya merasa lesu. Mereka merasa lapar dan capek. Anne menjatuhkan
diri di pembaringannya sambil mengeluh.
"Aduh-coba saat ini ada cokelat dalam ranselku," katanya. "Tapi semuanya sudah
kukeluarkan. Dan kasihan si Timmy - ia juga lapar kelihatannya! Lihatlah, ia
mencium-cium dalam lemari, sambil sekali-sekali menoleh ke arah George. Tim, tak
ada apa-apa di situ. Lemari itu kosong!"
"Aku ingin tahu, ke mana perginya kedua bandit itu," kata Julian tiba-tiba.
Suaranya galak! "Akan kudatangi mereka, dan akan kukatakan pendapatku tentang orang yang dengan
seenaknya merampok isi lemari orang lain!"
Timmy menggonggong untuk menyatakan persetujuannya.
Julian lalu naik lagi ke atas sambil marah-marah. Ia ingin tahu ke mana Maggie
dan Dirty Dick pergi. Julian berdiri di ambang pintu dan memandang ke luar. Dan
ketika itu dilihatnya di mana kedua orang tadi berada.
Dua buah tenda kecil tampak terpasang di bawah sekelompok pohon yang rimbun
daunnya. Jadi di situlah kedua orang itu hendak tidur! Julian ragu-ragu sejenak.
Ia menimbang-nimbang, apakah sebaiknya ia pergi ke sana untuk melabrak mereka.
Akhirnya, ia pergi juga. Tapi ketika ia dan Timmy sampai di sana, dalam kedua tenda itu tak ada siapa-
siapa. Yang tampak cuma beberapa lembar selimut terlipat, sebuah kompor minyak
tanah, sebuah ceret, dan beberapa barang lagi. Di sebelah belakang salah satu
tenda dilihatnya ada tumpukan yang ditutupi dengan kain.
Julian memeriksa kedua tenda itu dengan saksama. Kemudian ia keluar lagi untuk
mencari Maggie dan Dirty Dick. Akhirnya dilihatnya kedua orang jahat itu, mereka
sedang berjalan menyusuri hutan. Rupanya mereka sedang jalan-jalan, pikir
Julian. Kedua orang itu tidak langsung kembali ke tenda, melainkan duduk-duduk dulu di
tepi danau. Julian mengurungkan niatnya untuk melabrak mereka. Ia kembali ke
reruntuhan. Timmy ditinggal dekat tenda. Anjing itu mengendus-endus di situ dengan gembira.
"Mereka membawa tenda," kata Julian pada saudara-saudaranya, ketika ia sudah
berada kembali dalam kamar bawah tanah. "Rupanya mereka bermaksud tinggal di
sini terus sampai barang yang dicari mereka temukan. Tapi saat ini mereka sedang
duduk-duduk di tepi danau."
"Mana Timmy?" kata George. "Kau tak boleh meninggalkannya di sana, Ju. Jangan-
jangan mereka berbuat sesuatu terhadapnya,"
"Itu dia datang!" kata Julian, ketika terdengar bunyi kuku di atas batu. Timmy
menuruni tangga, lari menghampiri George.
"Timmy membawa sesuatu di moncongnya!" kata George heran. Timmy menjatuhkan
benda itu ke pangkuannya. George berseru kaget, "Sekaleng biskuit! Dari mana ia
memperolehnya?" Julian tertawa. "Rupanya diambil dari salah satu tenda itu!" katanya. "Tadi aku melihat suatu
tumpukan yang tertutup kain. Rupanya itu bekal mereka! Cocok juga peribahasa
yang mengatakan, 'Ada budi ada balas'! Mereka mengambil makanan kita, dan
sekarang Timmy mencopet kepunyaan mereka!"
"Timmy tidak mencopet - ia cuma mengadakan tukar-menukar," kata Dick sambil
nyengir. "Biar tahu rasa mereka! He-si Timmy sudah menghilang lagi!"
Tak lama kemudian anjing itu sudah kembali, sekali ini membawa sesuatu yang
besar terbungkus kertas. Ternyata kue! Anak-anak terbahak -bahak.
"Kau hebat, Timmy! Benar-benar hebat!" Timmy senang dipuji-puji. Dengan segera
ia lari. ke luar lagi, dan tak lama kemudian kembali dengan sebuah kotak kardus.
Isinya" Perkedel daging! Anak-anak hampir tak bisa mempercayai penglihatan
mereka sendiri. "Ajaib!" seru Anne. "Padahal aku tadi sudah membulatkan tekad, akan menahan
lapar selama berjam-jam! Bukan main - perkedel daging! Yuk, kita cicipi
sedikit." "Aku tak segan-segan memakannya," kata Julian tegas, "Mereka mengambil makanan
kita - jadi sudah sepantasnya jika kita memakan kepunyaan -mereka sedikit. Eh-
mana Timmy" Astaga, ia sudah pergi lagi!"
Timmy memang sudah keluar lagi. Anjing itu keasyikan sendiri. Sekali itu ia
menggondol sebuah bungkusan berisi daging asap, Anak-anak heran melihat daging
itu utuh. "Bayangkan, Timmy membawa daging tanpa mencicipinya sedikit pun!" kata Dick.
"Ternyata ia lebih baik daripada aku. Kalau aku, pasti sudah kucuil sedikit."
"Kurasa kita harus menahannya sekarang," kata Julian, ketika untuk kesekian
kalinya Timmy lari menuju tangga dengan ekor dikibas-kibaskan. "Sudah terlalu
banyak yang kita peroleh sebagai penukar makanan yang mereka ambil!"
"Kita lihat - saja dulu apa yang diambilnya kali ini," kata Anne. "Sesudah itu
baru ia kita tahan."
Timmy ternyata kembali membawa sebuah karung gandum yang sudah tua. Dalam karung
itu kelihatan ada beberapa benda. Timmy menggigit bagian atas karung, sehingga
isinya tidak bisa tumpah. George mengambil karung itu, lalu melihat isinya.
"Wah! Roti bikinan sendiri!" katanya. "Kau memang sangat pintar, Tim! Kau akan
kuberi makan malam yang enak nanti. Tapi sekarang kau tidak boleh mengambil apa-
apa lagi, karena makanan kita sudah cukup banyak. Mengerti" Cukup! Sekarang kau
makan saja dulu." Timmy tidak berkeberatan. Dengan lahap dimakannya roti dan daging yang diberikan
padanya. Setelah itu ia naik ke dapur, lalu meminum air sumur yang ada di situ.
Kemudian ia menuju ke ambang pintu, dan memandang ke luar.
Timmy menggonggong, lalu menggeram-geram. Anak-anak langsung bergegas menaiki
tangga batu, menuju ke dapur. Di luar tampak Dirty Dick. Orang itu berdiri agak
jauh, pada jarak yang dirasakannya cukup aman.
"Kalian mengambil makanan kami, ya?" teriaknya.
"Ya-tapi cuma sebanyak makanan kami yang kalian ambil," seru Julian. "Itu kan
pertukaran secara adi!!"
"Berani-beraninya kalian masuk ke tenda kami!" tukas orang itu marah-marah.
Rambutnya yang gondrong menyebabkan tampangnya aneh sekali pada saat setengah
gelap itu. "Bukan kami yang mengambil, melainkan anjing kami," kata Julian, "Jangan berani
mendekat - karena Timmy sudah kepingin sekali menyerangmu! Lebih baik
kuperingatkan saja, malam ini ia akan berjaga-jaga terus - jadi jangan coba-coba
main gila! Anjing kami galak, dan tenaganya sekuat singa."
Timmy menggeram dengan galak, sehingga orang itu mundur ketakutan. Tanpa berkata
apa-apa lagi ia pergi. Kelihatannya ia masih sangat marah.
Semen tara itu Julian serta saudara-saudaranya kembali ke bawah untuk
melanjutkan makan mereka. Timmy ikut, tapi hanya sampai di depan tangga yang
menuju ke bawah tanah. "Tempat itu cocok baginya untuk berjaga-jaga malam ini," kata Julian. "Aku tak
mau mempercayai kedua orang yang di luar itu. Wah - pelancongan kita kali ini
akhirnya menjadi petualangan yang seru, ya" Sayang hari Selasa nanti kita sudah
harus bersekolah kembali!"
"Tapi sebelumnya kita harus sudah berhasil menemukan harta curian itu!" kata
Anne. "Kita harus berhasil! Coba kita lihat lagi denah itu, Ju. Aku ingin tahu,
apakah di situ tertera tulisan Batu Tinggi."
Julian mengambil kertas yang dimaksudkan adiknya, dan membeberkannya di atas
meja. Anak-anak merubunginya dan memperhatikan.
"Ya-Batu Tinggi memang tertera pada ujung salah satu garis," kata Julian.
"Sedang di ujung garis yang berlawanan tertulis Bukit Tack. Kita lihat dalam
peta, apakah ada Bukit Tack di situ,"
Sekarang peta diambil dan dipelajari oleh anak-anak. Tiba-tiba Anne menuding.
"Ini dia! Dilihat dari danau, letaknya berseberangan dengan tempat di mana kita
melihat Batu Tinggi, Bukit Tack di sisi sebelah sini - dan Batu Tinggi di situ.
Pasti ini punya arti tertentu."
"Tentu saja," kata Julian, "Ini yang disebut baringan, untuk menunjukkan letak
barang curian itu, Di sini ada empat titik yang digambarkan. Batu Tinggi, Bukit
Tack, Cerobong Asap, dan Puncak Menara."
"He!" seru Dick dengan tiba-tiba, "Aku tahu bagaimana denah ini harus dibaca.
Ternyata gampang saja!"
Ketiga saudaranya menatap Dick dengan perasaan heran bercampur sangsi.
"Bacalah kalau begitu," kata Julian. "Jelaskan pada kami maksud denah ini.
Kurasa kau takkan bisa!"
18. Saat-saat Mengasyikkan
"MULA-MULA kita kumpulkan semua petunjuk yang sudah kita ketahui" kata Dick
dengan bersemangat. "Dua Pohon, itu adalah reruntuhan rumah tempat kita sekarang
berada. Air Gelap. Itu tempat barang curian mungkin disembunyikan. Lalu Saucy
Jane. Itu nama perahu tempat barang curian terdapat, tersembunyi pada salah satu
tempat di Air Gelap."
"Lalu," kata Julian, ketika Dick berhenti sebentar untuk berpikir,
"Petunjuk berikut adalah Maggie. Orang itu ada di sini, dan mungkin ia kawan
Nailer" kata Dick. "Wanita itu juga mengetahui semua petunjuk yang kusebutkan
tadi." Kemudian Dick menuding ke kertas denah, "Sekarang petunjuk-petunjuk yang tertera
di sini! Coba dengar - ketika kita sedang di tengah danau tadi, kita kan melihat
Batu Tinggi" Baiklah. Mestinya ada salah satu tempat di danau, dari mana kita
bukan saja bisa melihat Batu Tinggi, tapi juga Bukit Tock, Cerobong Asap, dan
Puncak Menara sekaligus - walau kita belum tahu makna kedua petunjuk yang
terakhir itu. Mestinya ada satu tempat tertentu, dari mana keempat tanda itu
bisa kelihatan semua. Dan di tempat itulah kita harus mencari harta karun yang
disembunyikan!" Anak-anak terdiam karena tercengang, Julian menarik napas panjang, lalu menepuk
punggung Dick . "Tentu saja! Kita benar-benar tolol, tak menyadari hal itu secepatnya. Letak
Saucy Jane mestinya di atas - atau di dalam danau, pada suatu tempat dari mana
sekaligus bisa kelihatan keempat petunjuk yang dituliskan di denah ini. Kita
sekarang tinggal mencari tempat itu!"
"Betul-tapi jangan lupa, Maggie dan Dirty Dick juga tahu makna petunjuk-petunjuk
itu! Mereka pasti akan berusaha mendului kita," kata Dick "Lagi pula, jika
mereka berhasil mengambil barang-barang itu, kita takkan bisa berbuat apa-apa
karena kita bukan polisi! Mereka bisa dengan seenaknya menghilang dengan barang-
barang yang mereka temukan!"
Anak-anak semakin gelisah.
"Kurasa sebaiknya besok kita berangkat sepagi mungkin," kata Julian, "Begitu
matahari terbit, kita langsung berangkat. Kalau tidak, nanti didului oleh Maggie
dan Dirty Dick Sayang kita tidak membawa weker,"
"Kita akan naik rakit lagi, lalu berdayung ke danau sampat Batu Tinggi terlihat
di kejauhan," kata Dick lagi. "Lalu kita harus berusaha agar tanda itu tampak
terus, sampai Bukit Tock Juga kelihatan, Kemudian kedua-duanya kita jaga supaya
kelihatan terus, sambil berdayug-dayung mencari puncak menara dan akhirnya
sebuah cerobong asap. Kurasa pada rumah Dua Pohon ini masih ada cerobong asap
yang utuh. Kalian lihat tidak di sini tinggal satu cerobong asap yang menjulang
tinggi?" "Ya, aku melihatnya juga," kata Anne. "Hebat sekali cara penyembunyian ini,
Dick! Takkan ada yang bisa mengetahui makna petunjuk-petunjuk itu kalau tidak
tahu sedikit mengenai rahasianya. Wah - urusan ini semakin mengasyikkan
jadinya!" Masih beberapa lama lagi anak-anak sibuk membicarakan perkara itu, sampai
akhirnya Julian berkata bahwa mereka harus segera tidur. Sebab kalau tidak ada
kemungkinan besok pagi terlambat bangun!
Anak-anak berbaring di alas tidur di atas rumput dan daun pakis. Sedang Timmy
merebahkan diri di sebelah atas tangga batu yang menuju ke dapur. Untuk malam
itu ia tidak berkeberatan tidur di situ,
Anak-anak langsung tertidur, karena sudah capek sekali. Dan malam itu tak ada
yang mengganggu ketenangan mereka, Rubah yang kemarin memang datang lagi ke
sana, Tapi Timmy cukup menggeram dengan pelan. Rubah itu,berputar haluan, lalu
lari secepat-cepatnya. Pagi harinya, begitu matahari terbit Timmy sudah bangun. Anjing itu pergi ke
ambang pintu yang sudah rusak, dan memandang ke kedua tenda yang terpasang di
bawah pepohonan di luar, Tak kelihatan siapa-siapa di situ, Timmy langsung
menuruni tangga batu yang menuju ke bawah tanah. Bunyi kukunya pada batu
membangunkan Julian dan Dick.
"Pukul berapa sekarang?" tanya Julian pada dirinya sendiri, Ia langsung teringat
pada niatnya hendak bangun sepagi mungkin. "Wah, sudah setengah delapan, Ayo,
semuanya bangun! Hari sudah terang - banyak yang harus kita lakukan sekarang!"
Anak-anak bergegas membersihkan tubuh, menyisir rambut, menggosok gigi, lalu
berusaha membersihkan pakaian mereka. Anne menyiapkan sarapan sekadarnya. Anak-
anak bergegas makan. Tak lama kemudian mereka sudah siap berangkat.
Di sekitar kedua tenda tidak tampak siapa-siapa
"Bagus," kata Julian senang, "Kita akan tiba lebih dulu!"
Mereka lantas menyeret rakit keluar dari tempat penyembunyiannya dan naik ke
atasnya, Anak-anak berangkat. Timmy ikut bersama mereka.
"Kita menuju ke tempat di mana Anne kemarin melihat Batu Tinggi," kata Julian.
Anak-anak mendayung dengan giat walau lengan mereka masih terasa pegal karena
capek mendayung kemarin. Rakit bergerak ke tengah danau. Sementara itu mereka
berempat memandang ke segala arah, mencari-cari Batu Tinggi. Tapi batu besar
itu, tetap tak kelihatan, Mereka sampai menyipitkan mata supaya bisa melihat
lebih jelas. Tapi selama beberapa lama, batu yang menjulang tinggi itu masih
tidak tampak juga. Tiba-tiba Dick berseru, "Nah,. itu. dia! Ketika kita melewati pepohonan tinggi yang tumbuh di tepi sana,


Lima Sekawan 10 Rahasia Harta Karun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu-tahu batu itu muncul. Rupanya selama ini terlindung di balik pepohonan!"
"Bagus," kata Julian. "Sekarang aku tidak mendayung lagi. Aku akan terus
mengawasi Batu Tinggi. Jika lenyap dari penglihatanku, akan kukatakan pada
kalian agar mendayung mundur sedikit. Dick, bisakah kau sambil mendayung juga
mencari-cari bukit yang bernama Bukit Tock di seberang sana" Aku harus terus
mengawasi Batu Tinggi, agar tidak lenyap dari penglihatanku!"
"Baiklah," kata Dick. Ia mendayung sambil terus memandangi tepi seberang,
mencari-cari bukit yang namanya Bukit Tock. Tiba-tiba ia berseru dengan gembira,
"Ya-mestinya itulah Bukit Tock! Lihatlah di sebelah sana - sebuah bukit kecil
yang runcing puncaknya. Kau masih bisa melihat Batu Tinggi, Julian?"
"Ya," jawab Julian. "Dick, kau harus terus mengawasi bukit itu. Sekarang giliran
tiba pada George dan Anne. George - sambil mendayung kau harus mencari-cari
Puncak Menara." "Aku sudah melihatnya!" seru George saat itu. Julian dan Dick mengalihkan
perhatian sebentar dari Batu Tinggi dan Bukit Tock, dan memandang ke arah yang
ditunjukkan oleh George. Mereka melihat puncak menara sebuah gereja di kejauhan,
berkilat-kilat kena sinar matahari pagi.
"Bagus," seru Julian berulang-ulang. "Kini giliran Anne, kau harus mencari
cerobong asap ke ujung danau sebelah sana, di mana terletak reruntuhan rumah Dua
Pohon. Kau bisa melihat cerobong asapnya yang tinggal satu?"
"Belum," jawab Anne. "Dayung ke kiri sedikit - ke kiri kataku, George! Ya-ya,
sekarang bisa kulihat cerobong itu. Semua berhenti mendayung sekarang! Kita
sudah sampai!" . Akhirnya tampak keempat petunjuk itu sekaligus. Rakit terapung di tengah air
danau yang tenang, tak bergerak sedikit pun juga.
"Sekarang aku akan menjatuhkan sesuatu ke air, untuk menandai tempat ini," kata
Julian, yang sementara itu masih terus menatap ke arah Batu Tinggi, "George,
bisakah kau mengamat-amati Puncak Menara dan Batu Tinggi sekaligus" Aku harus
memperhatikan apa yang kulakukan sejenak."
"Akan kucoba," kata George, Ia lantas silih berganti memandang kedua benda di
kejauhan itu. Mula-mula menatap Batu Tinggi, lalu berpindah ke Puncak Menara dan
langsung kembali pada Batu Tinggi lagi. Dalam hati ia berdoa semoga rakit mereka
jangan bergerak. Ia khawatir kalau salah satu dari kedua benda itu lenyap dari
pandangan. Semen tara itu Julian sibuk bekerja, diambilnya senter dan pisau lipat dari
kantong, lalu kedua. benda itu diikatnya dengan seutas tali. "Talinya, kurang
panjang, Dick," katanya. Kau kan juga punya tali?"
Tentu saja Dick juga punya tali. Sementara matanya terus diarahkan ke Bukit
Tock, ia merogoh-rogoh kantong, lalu menyodorkan segulung tali pada Julian,
Julian menyambungkan tali pada ujung tali yang telah diikatnya pada senter dan
pisau lipat. Kemudian kedua benda itu dijatuhkannya ke dalam air. Tali diulur,
sementara senter dan pisau lipat meluncur ke dasar danau. Tak lama kemudian tali
terasa tidak tertarik lagi ke bawah. Julian tahu bahwa kedua benda yang
dijatuhkannya sudah sampai di dasar danau.
Julian merogoh kantongnya lagi. Ia ingat bahwa ia mengantongi sebongkah kayu
gabus yang diukir membentuk kepala kuda olehnya. Benda itu lalu diikatnya kuat-
kuat ke ujung tali dan dijatuhkannya ke air. Kepala kuda dari gabus itu
terapung-apung di permukaan danau.
"Beres!" katanya lega.. "Sekarang kalian tak perlu mengamat-amati keempat
petunjuk itu lagi. Tempat ini sudah kuberi tanda."
Julian lantas menceritakan apa yang baru saja dilakukan olehnya. Ketiga
saudaranya memandang kayu gabus yang terapung-apung.
"Pintar sekali, Ju," puji Dick. "Tapi nanti kalau kita meninggalkan tempat ini,
mungkin akan sulit menemukan kayu gabus itu lagi! Apakah tidak lebih baik jika
kita mengikatkan suatu benda lain lagi ke situ?"
"Aku tak punya barang lain yang bisa terapung," kata Julian. "Kalian ada yang
bawa sesuatu?" "Aku ada," kata George, lalu menyodorkan sebuah kotak kecil pada Julian. Kotak
itu terbuat dari kayu. "Aku mengumpulkan uang kecil di situ," kata George sambil
mengantongi uangnya. "Kotak itu bisa kaupakai. Kalau diikatkan ke tali, akan
terlihat lebih jelas daripada kayu gabus yang kecil"
Julian mengikatkan kotak itu pada tali. Ternyata memang lebih jelas terlihat.
"Bagus," katanya. "Sekarang sudah beres! Mestinya saat in1 kita berada tepat di
atas tempat harta karun!"
Anak-anak lantas bergeser ke tepi rakit, lalu memandang ke dalam air. Mata
mereka langsung terbelalak. Di bawah mereka ada sebuah perahu, terbenam di dasar
danau! Gerak air agak mengaburkan penglihatan mereka - tapi yang di bawah itu
sudah jelas sebuah perahu.
"Itu Saucy Jane!" seru Julian. Ia sendiri sampai kagum, karena ternyata mereka
tepat sekali mengikuti petunjuk yang tertera dalam denah Kini mereka berada
tepat di atas perahu. "Rupanya Nailer dulu membawa barang curiannya kemari dengan Saucy Jane. Ia
melihat dengan seksama tempat ia berada, mengingat-ingat berbagai petunjuk yang
tampak, lalu melubangi perahu sehingga tenggelam beserta harta karun yang ada di
dalamnya, Setelah itu kurasa Nailer berenang ke tepi."
"Sangat eerdik," kata Dick "Rupanya orang itu memang pintar! Tapi sekarang
bagaimana cara kita mengangkat perahu itu ke atas, Julian?"
"Entahlah," kata Julian. "Saat ini aku sendiri juga tidak tahu! Aku belum
berpikir sampai ke situ."
Tiba-tiba terdengar Timmy menggeram-geram. Keempat anak itu dengan cepat
mendongak. Sebuah perahu tampak melaju ke arah mereka. Ada dua orang dalam perahu itu.
Maggie dan Dirty Dick. Anak-anak merasa pasti, kedua orang itu sedang mengikuti
petunjuk-petunjuk yang tertera pada denah mereka!
Keduanya begitu sibuk mencari-cari keempat tanda yang menjadi petunjuk, sehingga
sama sekali tak melihat rakit dengan keempat anak di depan mereka.
"Kurasa mereka sama sekali tak mengira bahwa, kita sudah menemukan tempat ini
dan menandainya," kata Julian, "Mereka pasti marah kalau tahu bahwa kita berada
tepat di tempat yang mereka cari. Kita harus waspada sekarang!"
19. Maggie dan Dick Jengkel
PERAHU yang ditumpangi Maggie dan Dirty Dick tampak bergerak kian kemari
sementara kedua orang itu sibuk mencari ke empat tanda yang sudah lebih dulu
ditemukan oleh Julian beserta ketiga saudaranya. Anak-anak memperhatikan
kesibukan mereka, sementara. George memegang moncong Timmy agar anjing itu tidak
menggonggong. Perahu itu semakin mendekat. Maggie kelihatan berusaha mengamat-amati dua sampai
tiga petunjuk sekaligus. Kepalanya bergerak-gerak terus, dan sana ke sini dan
kembali lagi. Anak-anak berpandangan sambil nyengir. Mereka berempat saja sudah
kerepotan, ketika harus terus-menerus memperhatikan tanda-tanda itu. Apalagi
Maggie yang hanya seorang diri, karena tampaknya Dirty Dick tidak banyak memberi
bantuan. Terdengar suara Maggie yang tajam memberi aba-aba, sementara perahu itu
berpindah-pindah arah terus. Kemudian haluan diarahkan lurus ke rakit. Anak-anak
mendengar suara Dick menggeram, mengatakan sesuatu pada Maggie yang saat itu
sedang membelakangi mereka. Maggie cepat-cepat menoleh, sehingga tak melihat
lagi tanda-tanda yang terus diamat-amati olehnya sedari tadi,
Kelihatan muka Maggie merah padam karena marah ketika ia melihat anak-anak dan
rakit mereka begitu dekat - tepat di tempat yang hendak dituju olehnya! Maggie.
lantas bergegas menoleh kembali. Ia takut kehilangan petunjuk yang sudah
ditemukan. Ia menggerak-gerakkan kepala ke segala arah, untuk melihat apakah
Bukit Tock, Batu Tinggi, dan Puncak Menara masih tetap tampak. Ia mengatakan
sesuatu dengan nada marah pada Dirty Dick. Dan laki-laki itu mengangguk dengan
tampang masam. Sementara itu perahu sudah semakin mendekat. Terdengar suara Maggie mengatakan,
"Kurasa aku bisa melihatnya sekarang-ya, agak ke kanan sedikit!"
"Sekarang ia melihat Cerobong Asap," bisik Anne pada saudara-saudaranya, "Kurasa
semua petunjuk sudah dilihatnya. Awas,.perahu mereka sebentar lagi membentur
rakit! Dan kekhawatirannya itu menjadi kenyataan. Dirty Dick mendayung perahu
sekuat tenaga, sehingga haluannya menubruk rakit dengan keras. Nyaris saja Anne
terlempar ke air apabila Julian tidak cepat-cepat memegangnya.
"Hati-hati sedikit, tolol!" bentak Julian pada Dirty Dick. Nyaris rakit kami
terbalik! Jangan seenaknya saja, ya!"
"Kalau begitu minggir!" kata Dirty Dick sengit. Timmy mulai menggonggong, dan
seketika itu Juga perahu menjauh kembali.
"Cukup banyak tempat di danau ini," seru Julian lagi. "kenapa kalian datang dan
mengganggu kami di sini" Kami kan juga tidak mengganggu kalian."
"Kalian akan kami laporkan pada polisi," seru yang wanita dengan muka merah
karena marah, "Mengambil rakit yang bukan milik kalian, tidur dalam rumah tanpa
izin - dan mencuri makanan kami;"
"Jangan mengoceh," tukas Julian. "Dan jangan berani-berani menubruk kami lagi.
Kalau kalian melakukannya juga, akan kami suruh anjing kami menyerang. Ia
sendiri sudah kepingin melakukannya."
Timmy menggeram sambil menyeringai, memamerkan gigi taringnya yang runcing.
Dirty Dick cepat-cepat mengatakan sesuatu pada Maggie, Wanita itu menoleh ke
arah anak-anak, lalu berseru,
"Kuminta kalian mengerti. Aku dan kawanku ini datang ke sini untuk berakhir
pekan dengan tenang. Tidak enak rasanya untuk selalu menjumpai kalian ke mana
pun kami pergi. Jadi pergilah dari situ dan jangan ganggu kami lagi - maka kami
takkan melaporkan kalian pada polisi. Itu kan tawaran yang adil! Kami bahkan
takkan mengatakan apa-apa mengenai makanan. yang kalian curi:" .
"Kami kembali semau kami," jawab Julian. "Dan kami tak peduli pada ancaman atau
tawaran yang bagaimanapun juga bunyinya,"
Setelah terdiam sesaat, Maggie lantas buru-buru mengatakan sesuatu pada Dirty
Dick. Orang itu mengangguk. "Kalian saat ini sedang libur pertengahan semester?" tanya Maggie kemudian.
"Kapan kalian harus kembali?"
"Besok," jawab Julian, "Besok kalian bisa sendirian di sini. Tapi sampai saat
itu kami ingin bersenang-senang di atas rakit ini."
Kedua orang di perahu itu berunding lagi.
Setelah itu Dirty Dick mulai mendayung kembali, sementara Maggie sibuk memandang
ke bawah. Tiba-tiba ia mendongak dan menganggukkan kepala pada Dirty Dick! Tahu-
tahu perahu didayung menjauh, ke ujung danau. Keduanya tidak mengatakan apa-apa
lagi "Kurasa aku tahu apa rencana mereka sekarang," kata Julian dengan nada senang.
"Mereka beranggapan kita toh akan sudah pergi besok - jadi mereka memilih untuk
menunggu saja sampai keadaan aman. Setelah itu mereka akan kemari lagi dan
mengambil harta karun dengan tenang. Kalian tadi melihat bahwa Maggie menatap ke
dalam air" Kurasa ia melihat perahu yang terbenam di dasar danau. Aku sudah
takut saja, jangan-jangan ia juga melihat tanda kita! Tapi untung saja tidak."
"Aku tak mengerti apa sebabnya kau merasa senang," kata George. "Kau kan tahu,
kita tidak bisa mengangkat perahu itu ke atas, Aku sama sekali tidak senang
kalau kuingat bahwa besok kita sudah harus pergi dari sini, meninggalkan kedua
orang itu mengambil harta karun dengan tenang. Mereka pasti menemukan cara untuk
menarik perahu dari dasar danau. Dan mereka pasti akan melakukannya besok jika
kita sudah pergi dari sini!"
"Hari ini otakmu agak tumpul rupanya, George," kata Julian sambil memandang
perahu yang didayung semakin menjauhi mereka, "Aku tadi bilang bahwa kita akan
kembali besok. Aku berkata begitu dengan harapan mereka akan memilih lebih baik
pergi saja dulu dan menunggu sampai besok! Dengan begitu, kita mendapat waktu
untuk mengambil harta karun itu. Dan kurasa kita sanggup!"
"Bagaimana caranya?" tanya ketiga saudaranya dengan serempak. Bahkan Timmy pun
ikut-ikut memandang Julian.
"Yah-kita kan sama sekali tak perlu mengeluarkan perahu itu dari dalam danau,"
kata Julian. "Kita kan cuma menginginkan harta yang ada di situ. Kenapa kita
tidak menyelam saja ke bawah untuk mengambilnya" Aku mau menyelam ke dasar
danau, untuk mencari-cari kantong, karung, atau peti yang mungkin ada di situ.
Kalau aku menemukannya, aku akan naik lagi untuk menarik napas, sambil mengambil
sepotong tali dari rakit. Setelah itu aku menyelam lagi, mengikat harta itu
dengan tali-dan kalian bisa menariknya ke atas!"
"Wah! Kedengarannya gampang sekali, Julian! Tapi betulkah pekerjaan itu
segampang yang kaubayangkan?" Anne sudah mulai cemas lagi. Sementara itu George
dan Dick sibuk merundingkan saran Julian. Mereka merasa terkesan.
"Yah-mungkin saja kenyataannya nanti lebih sukar daripada yang kukatakan - tapi
aku tetap akan mencobanya," jawab Julian. Sementara itu ia sudah mulai membuka
baju kausnya. Anne mencelupkan jarinya ke dalam danau. Terasa sangat dingin, karena tangannya
sendiri hangat kena sinar matahari.
"Huu! Aku takkan mau jika disuruh menyelam ke dasar danau yang, dingin dan seram
ini," katanya bergidik. "Kau memang berani, Ju."
"Ah, omong kosong!" tukas Julian agak malu.
Sementara itu ia sudah siap terjun. Sedetik kemudian ia sudah menyelam. Hanya
sedikit saja air tepercik, ketika tubuhnya menyibak permukaan danau. Ketiga
saudaranya menjulurkan leher di tepi rakit, memperhatikan Julian menyelam. Anak
itu tampak turun makin lama makin dalam ke dasar danau. Hanya bayang-bayangnya
saja yang kelihatan samar- samar.
Lama sekali Julian menyelam, sehingga Anne mulai cemas memikirkannya. "Julian
takkan mungkin bisa menahan napas selama itu!" keluhnya. "Tak mungkin!"
Tapi kenyataannya, Julian mampu melakukannya. Ia memang termasuk yang paling
jago berenang dan menyelam di sekolahnya. Jadi baginya mudah saja menyelam ke
dasar danau. Akhirnya ia muncul lagi di permukaan air. Ia menarik napas dalam-
dalam, untuk membersihkan paru-parunya setelah agak lama menahan napas di bawah
air. Saudara-saudaranya menunggu dengan sabar, sampai tarikan napasnya sudah
biasa lagi. Kemudian Julian memandang mereka sambil meringis.
"Ahh! Enak rasanya bisa bernapas seperti biasa lagi! Yah,barang yang kita cari
ada di sana!" ucapnya gembira!.
"Betul?" kata anak-anak serempak. "Aduh, Ju.!"
"Ya, betul. Aku tadi menyelam langsung menuju perahu. Aku hanya perlu menggerak-
gerakkan lengan beberapa kali saja. Perahu itu sudah sangat lapuk, mungkin
karena terlalu lama terbenam dalam air. Di salah satu ujungnya ada kantong yang
kedap air. Kantong itu besar ukurannya, hampir bisa disebut karung. Aku tahu
karung itu kedap air, karena aku sempat meraba-rabanya. Jadi harta itu rupanya
memang ada di dalamnya."
"Berat atau tidak karung itu?" tanya Dick.
"Tadi aku mencoba menariknya, tapi tidak bisa karena terlampau berat," kata
Julian. "Terlalu berat, atau tersangkut ke perahu! Pokoknya kita tidak bisa
menyelam dan langsung mengangkutnya ke atas. Jadi aku harus menyelam lagi,
mengikatkan tali pada karung lalu naik lagi ke atas. Setelah itu kita bersama-
sama menarik. Pasti akan berhasil!"
Julian menggigil kedinginan. Melihat keadaan abangnya itu, Anne lantas
mengambilkan jaket yang dibawanya, menyodorkannya pada Julian agar ia bisa
mengeringkan tubuhnya. Sementara itu Dick buru-buru mencari tali di atas rakit.
Di sana-sini memang ada beberapa potong, tapi sebagian di antaranya sudah agak
lapuk. Lalu ia menemukan seutas tali pendek terselip di antara dua lembar papan
alas rakit. Tapi potongan itu terlalu pendek. Sedang potongan lainnya, takkan
mungkin bisa disambung-sambung untuk dijadikan seutas tali yang cukup panjang!
"Tali yang ada di sini takkan cukup untuk keperluan kita, Ju," kata Dick
kemudian. Sementara itu Julian sibuk mengeringkan tubuh sambil memandang ke arah
ujung danau, ke arah rumah Dua Pohon. Alisnya berkerut.
Anak-anak lantas ikut memandang ke sana.
Perahu yang ditumpangi Maggie dan Dirty Dick sudah sampai di sana, dan saat itu
sudah ditarik ke darat. Satu dari kedua orang itu - anak-anak tak dapat
mengenalinya - tampak berdiri di tepi air. Anak-anak melihat orang itu memegang
sesuatu yang berkilat-kilat memantulkan sinar matahari.
"Kalian lihat kilatan itu?" tanya Julian. "Itu MaggIe atau Dick yang sedang
memperhatikan kita dengan teropong. Rupanya mereka bermaksud mengawasi terus
selama kita ada di sini, untuk memastikan bahwa kita tidak melihat perahu harta.
Mereka tidak menyangka bahwa kita sudah menemukannya. Pasti mereka sudah cemas
saja ketika aku tadi terjun ke dalam air, tepat di atas perahu yang terbenam!"
"O, jadi kilatan itu rupanya berasal dari lensa teropong," kata George. "Ya -
mereka sedang memperhatikan kita." George mengumpat. "Kalau begitu kita tidak
bisa mengambil harta karun itu, Ju! Pasti akan ketahuan--dan mereka tinggal
menunggu kita saja nanti di tepi!"
"Betul juga katamu. Tak ada gunanya mencoba sekarang," balas Julian. "Lagi pula
tali kita tidak cukup panjang, kata Dick tadi. Jadi kita harus mengambil dari
tempat penyimpanan perahu."
"Jadi kapan kita akan mengambil karung harta itu?" tanya Dick. "Kalau kita juga
mencobanya sore nanti, mereka pasti juga akan mengawasi kita lagi dengan
teropong!" "Hanya ada satu saat di mana kita bisa melakukannya, dan mereka tak mungkin bisa


Lima Sekawan 10 Rahasia Harta Karun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengawasi dengan teropong," kata Julian sambil bergegas memakai bajunya lagi.
"Maksudku, nanti malam. Kita akan menyelam malam ini. Wah - petualangan kita
semakin ramai sekarang!"
"Aduh - jangan," kata Anne ketakutan.
"Kan ada bulan," balas George bersemangat.
"Setuju!" seru Dick sambil menepuk bahu Julian. "Sekarang lebih baik kita
kembali saja dulu, supaya mereka jangan sampai curiga. Lalu kita mengatur
rencana untuk nanti malam. Dan kita juga perlu mengawasi mereka, karena siapa
tahu sore ini mereka bermaksud kembali ke sini."
'''Tak mungkin," kata Julian. "Mereka tak berani mengambil risiko ketahuan oleh
kita. Mereka pasti menunggu sampai kita sudah pergi."
"Menunggu sampai harta karun sudah tidak ada lagi di dasar danau!" kata George
sambil tertawa. "Wah - mudah-mudahan saja makanan kita tidak diambil lagi oleh
kedua bandit itu!" "Aku sudah menyembunyikannya dalam ruangan di belakang kamar kita - dan pintu
kukunci. Ini kuncinya," kata Julian nyengir, sambil mengacungkan sebuah kunci.
"Kau tidak mengatakannya pada kami!" seru George "Kau memang hebat Julian! Bisa-
bisanya memikirkan soal-soal seperti itu!"
"Ah - pokoknya kan asal otak dipakai," kata Julian pura-pura malu. Kemudian ia
tertawa. "Yuk - kita kembali. Bisa pilek aku nanti, jika tubuhku tidak segera
menjadi hangat." Anak-anak mulai mendayung ke tepi.
20. Di Bawah Sinar Bulan ANAK-ANAK mendayung rakit dengan cepat, meninggalkan tempat itu. Sebelumnya,
Dick masih sempat menoleh dulu untuk meyakinkan bahwa kayu gabus dan kotak untuk
menandai letak perahu yang terbenam masih terapung di tempat semula. Ya-kedua
benda itu asih ada. "Paling konyol apabila nanti malam bulan tidak kelihatan karena langit mendung,"
kata George sambil giat mendayung. Kalau itu terjadi kita takkan bisa melihat
Bukit Tock, Batu Tinggi, dan tanda-tanda lainnya. Bisa terjadi kita akan
berputar-putar terus dalam gelap tanpa melihat tanda-tanda kita tadi.
"Kau tidak boleh lekas-lekas menyerah," kata Dick.
"Aku bukannya menyerah," kata George. "Aku cuma mengharapkan semoga hal itu
tidak terjadi." . "Kekhawatiranmu takkan terjadi," kata Julian sambil mendongak menatap langit.
"Kelihatannya cuaca akan tetap bagus."
Begitu Maggie melihat anak-anak datang, ia lantas menghilang masuk tenda bersama
Dirty Dick. Julian nyengir.
"Pasti mereka menarik napas lega, dan sekarang pergi makan," katanya. "Aku
sendiri juga sudah lapar."
Saudara-saudaranya juga lapar. Mendayung bukan pekerjaan enteng - dan udara
danau yang segar semakin menambah selera makan!
Anak-anak mendorong rakit kembali ke persembunyian semula. Kemudian mereka
berjalan menuju reruntuhan rumah Dua Pohon, langsung turun ke kamar bawah tanah.
Sesampainya di situ, Timmy langsung menggeram lalu mengendus-endus ke mana-mana.
"Pasti Maggie dan Dirty Dick tadi ke sini lagi," kata George. "Tentunya mencari
perkedel dan daging asap mereka. Untung tadi kau mengunci ruangan belakang, Ju!"
Julian membuka pintu yang menuju ke ruangan di belakang kamar mereka, lalu
mengeluarkan makanan yang disimpannya di sana.
"Di dalam ada seekor kodok besar. Makanan kita ini dipandangnya dengan penuh
perhatian," katanya. "Timmy juga memperhatikan kodok itu. Tapi ia tahu - kodok
tidak enak dimakan!"
Anak-anak membawa makanan ke luar, lalu menikmatinya sambil duduk-duduk di
rumput. Limun sudah habis, jadi mereka meminum air sumur yang dingin.
"Tahukan kalian bahwa saat ini sudah pukul tiga kurang seperempat?" kata Julian
tercengang, setelah melirik arlojinya sebentar. "Lekas sekali rasanya waktu
berlalu! Nanti dulu - pukul sebelas nanti bulan pasti akan sudah cukup tinggi.
Kurasa saat itulah sebaiknya kita berangkat."
"Aduh, jangan," kata Anne cemas. Dengan segera Julian merangkul adiknya.
"Masa kau takut, Anne," kata Julian. "Kalau sudah tiba saatnya nanti, pasti kau
akan menyenanginya.' Kau takkan mau jika kita tinggal di sini. Ya, kan?"
"Ya, kurasa memang begitu," kata Arme. "Tapi aku tak suka melihat Maggie dan
Dirty Dick!" "Kami juga tidak," kata Julian riang. "Karena itulah kita harus bisa mengalahkan
mereka. Kita berada di pihak yang benar, dan untuk itu tidak ada salahnya
jika .kita menantang bahaya sedikit. Nanti dulu - kurasa ada baiknya jika kita
awasi mereka terus sampai gelap nanti - karena mungkin saja mereka akan
melakukan tipu muslihat! Setelah itu kita tidur sebentar supaya nanti malam
sudah segar kembali!"
"Itu mereka!" seru Anne dengan tiba-tiba.
Maggie dan kawannya muncul dari tenda mereka. Kedua orang itu berbicara sebentar
lalu berjalan menuju daerah padang belantara.
"Kurasa mereka akan jalan-jalan seperti basa," kata Dick. Ia lantas mengusulkan
untuk bermain bola sebentar. "Dalam ranselku ada bola," katanya.
"Setuju," kata Julian. "Aku masih kedinginan terus sejak menyelam tadi. Huhh!
Air danau dingin sekali. Segan rasanya kalau kubayangkan nanti malam,ku harus
menyelam lagi." "Biar aku saja," kata Dick dengan segera. "Sekarang giliranku menyelam."
"Tidak. Aku tahu dengan tepat di mana harta itu," kata Julian. "Jadi aku harus
menyelam. Tapi jika kau kepingin, kau boleh ikut untuk membantuku mengikatkan
tali ke karung." "Baik," kata Dick. "Sekarang kita main bola saja dulu!"
Sementara anak-anak asyik bermain, matahari bergerak semakin rendah, dan
akhirnya terbenam. Di langit tampak segumpal awan berarak, dan dengan cepat hari
menjadi gelap. George menatap ke atas dengan cemas.
"Kau tak perlu khawatir," kata Julian. "Nanti pasti menyingkir lagi!"
Sebelum masuk ke rumah, Julian dan Dick pergi sebentar ke tempat penyimpanan
perahu. Di sana mereka mengambil gulungan tali di rak. Mereka kembali dengan
gembira, karena tali yang mereka temukan masih kuat dan utuh. Hanya pada satu
bagian saja agak longgar jalinannya.
Ucapan Julian tentang cuaca, benar. Dalam waktu satu jam langit sudah cerah
kembali. Bintang-bintang berkerlipan.
Julian menyuruh Timmy menjaga di ambang pintu. Kemudian anak-anak turun ke kamar
bawah tanah yang sudah gelap, dan menyalakan beberapa batang lilin. Setelah itu
mereka merebahkan diri di atas pembaringan masing-masing.
"Aku takkan bisa tidur sedikit pun," keluh Anne. "Perasaanku terlalu gelisah."
"Kalau begitu jangan tidur," kata Dick. "Istirahat sajalah. Nanti kalau sudah
tiba saatnya, kaubangunkan kami!"
Anne satu-satunya yang tidak tertidur. Anak itu berbaring dengan mata terbuka
lebar. Ia sibuk memikirkan petualangan mereka saat itu. Ada anak-anak yang
selalu mengalami petualangan dan ada pula yang tidak. Menurut perasaan Anne,
lebih asyik membaca tentang petualangan daripada mengalaminya sendiri. Tapi mungkin anak-anak yang hanya mengenal petualangan dari bacaan, ingin
sekali bisa mengalaminya sendiri! Ah, memang repot.
Pukul sebelas kurang sepuluh menit, anak-anak dibangunkannya. Mula-mula George,
setelah itu Julian dan Dick. Ketiganya tidur sangat nyenyak, sehingga agak sulit
juga membangunkan mereka.
Tapi tak lama kemudian mereka sudah sibuk bersiap sambil berbisik-bisik.
"Mana tali tadi" Ah, ini dia! Bagus. Sebaiknya kita memakai jas dan mantel
hujan, karena di danau saat ini pasti sangat dingin. Semua sudah siap" Yuk, kita
keluar - tapi jangan ribut-ribut!"
Timmy sudah turun ke kamar bawah tanah begitu didengarnya anak-anak bangun. Ia
tahu bahwa ia tidak boleh ribut-ribut. Karena itu ia sama sekali tidak
menggonggong. Pelan saja pun tidak!
Bulan sudah tinggi di langit. Saat itu belum purnama, tapi sinarnya sudah cukup
terang. Awan berarak dalam wujud gumpalan kecil-kecil, dan setiap kali
gumpalannya menutupi bulan dengan. segera bumi menjadi gelap.
Tapi itu hanya sebentar saja. Tak lama keudian bulan sudah muncul kembali dengan
sinarnya yang terang. "Tampakkah kedua orang itu?" bisik Dick. Julian berdiri di ambang pintu yang
sudah roboh dan memandang ke arah tenda. Tidak - di sana kelihatannya sunyi.
Tapi tidak ada salahnya jika mereka menyelinap di balik bayangan pada saat ke
luar. "Jangan sampai terlihat oleh mereka" bisik Julian. "Usahakan agar kalian selalu
berada dalam bayangan. Dan suruh Timmy berjalan di dekatmu, George."
Anak-anak menyelinap lewat tempat-tempat gelap, menuju ke tepi danau. Permukaan
air berkilauan kena cahaya bulan. Bayangannya tampak berupa suatu jalur cahaya
yang indah sekali kelihatannya. Sedang sekeliling danau gelap dan suram. Anne
ingin mendengar bunyi air berkecipak. Tapi keadaan di situ sunyi senyap.
Anak-anak menarik rakit keluar, lalu melemparkan gulungan tali. ke atasnya.
Setelah itu mereka sendiri naik. Nikmat rasanya mengikuti gerak rakit sementara
mereka mendayungnya ke tengah. Sinar bulan menerangi mereka berempat. Riak air
tampak keperak-perakan. "Indah sekali malam ini," kata Anne sambil memandang ke arah pepohonan yang
berderet-deret di sepanjang tepi danau. "Suasana tenang dan damai."
Tepat pada saat itu terdengar suara burung hantu dari salah satu pohon di tepi
danau. Anne kaget setengah mati.
"Sudahlah, jangan bicara lagi tentang suasana tenang dan damai - kau hanya
menyebabkan burung hantu bangun semuanya," kata Julian menggoda adiknya. "Tapi
aku sependapat denganmu, malam ini memang sangat indah! Aku ingin tahu, apakah
air danau ini pernah bergelombang, atau tidak" Mungkinkah permukaannya akan
tetap tenang pada saat badai?"
"Danau ini memang aneh," kata Dick. "He - siapa yang bertugas mencari tanda-
tanda penunjuk kita?"
"Ah, sedikit - banyak kita kan sudah tahu ke arah mana kita harus mendayung
rakit," kata Julian. "Kita menuju ke arah itu, dan di sana akan kita lihat
apakah keempat petunjuk. itu tampak atau tidak. Aku yakin, saat ini arah kita
sudah tepat." Ternyata perkiraannya benar. Tak lama kemudian George melihat Batu Tinggi di
kejauhan. Kemudian menyusul Bukit Tock, lalu Puncak Menara yang kemilau kena
sinar bulan. "Kurasa Nailer dulu datang menyembunyikan barang curiannya kemari pada saat
terang bulan," kata Julian. "Semua tanda petunjuk terlihat dengan jelas sekali -
bahkan Batu Tinggi juga! Kapan-kapan kita harus ke sana, untuk melihat apa itu
sebenarnya. Kelihatannya seperti monumen untuk mengenang seseorang atau kejadian
tertentu." "Nah-itu dia Cerobong Asap!" seru Anne. "Sekarang keempat-empatnya kelihatan -
jadi mestinya kita sudah dekat ke tanda yang kita apungkan di air."
"Betul!" kata Dick sambil menuding suatu benda kehitaman yang terapung dekat
rakit. "Itu dia gabus dan kotaknya!, Wah - kita ini memang benar-benar jago! Aku
sungguh-sungguh kagum pada Lima Sekawan!"
"Konyol!" kata Julian. "Ayo cepat buka pakaian, Dick - k ta menyelam sekarang
juga. Hiihh! Dinginnya!"
Kedua anak itu membuka pakaian dengan cepat dan menumpuknya di tengah-tengah
rakit. "Tolong lihat pakaian kami, Anne," kata Julian, "Tali sudah ada padamu, Dick"
Yuk, kita terjun sekarang. Perahu itu tidak bisa kelihatan sekarang, karena air
danau terlalu gelap. Tapi kita tahu, letaknya persis di bawah gabus dan kotak!"
Julian terjun dulu, disusul oleh Dick. Kedua-duanya sama-sama pintar menyelam.
Rakit terombang-ambing ketika kedua anak itu meloncat ke dalam air. Timmy nyaris
saja ikut meloncat, tapi cepat-cepat ditahan oleh George.
Julian membuka matanya ketika sudah berada dalam air. Ternyata ia bisa melihat
perahu yang dicari - letaknya tak jauh dari tempatnya berada saat itu. Dengan
dua kali mengayunkan lengan saja ia sudah sampai di perahu, lalu menarik-narik
kantong kedap air yang terdapat di ujung perahu. Sementara itu Dick sudah tiba
di sisinya. Ia memegang gulungan tali. Tali itu lantas diikatkan erat-erat ke
bagian atas kantong. Tapi sebelum pekerjaan itu selesai, mereka terpaksa naik lagi ke permukaan untuk
menarik napas. Dick muncul lebih dulu, karena ia tidak bisa menahan napas selama
Julian. Dick tersengal-sengal kepayahan. Detik berikutnya kepala Julian
tersembul di atas air. Selama beberapa saat hanya bunyi tarikan napas saja yang
terdengar memecah kesunyian malam.
Anne dan George tahu, bahwa saat itu mereka belum bisa bertanya-tanya. Keduanya
menunggu dengan gelisah, sampai bunyi tarikan napas Dick dan Julian sudah agak
tenang. Kemudian Julian menoleh ke arah mereka. Ia meringis dengan gembira.
"Semuanya beres!" katanya. "Sekarang - kami menyelam lagi!"
21. Harta Karun! SEKALI lagi Dick dan Julian menyelam ke dasar danau. Sekali lagi rakit
tergoncang keras. Anne dan George memandang dengan perasaan waswas ke dalam air,
menunggu kedua anak laki-laki itu muncul kembali.
Dalam beberapa detik saja, Julian dan Dick sudah mencapai perahu yang terbenam.
Dengan segera mereka menyelesaikan pekerjaan mengikat kantong kedap air dengan
tali. Julian menyentakkan kuat-kuat melongarkannya jika ternyata memang terjepit
ke perahu. Kemudian dipegangnya sisa gulungan tali, untuk diulur sampai ke
permukaan. Julian dan Dick tidak bisa lebih lama lagi menahan napas. Mereka melesat ke atas
dan muncul ke permukaan sambil tersegal-sengal. Mereka lantas naik lagi ke atas
rakit. Setelah semenit, barulah napas mereka bisa biasa lagi. Dick dan Julian meraih
tali yang terulur dari dasar danau, sementara kedua saudara perempuan mereka
memperhatikan. Jantung mereka berdebar keras. Kini tiba saat yang menentukan!
Akan bisakah kantong itu ditarik ke atas atau tidak"
Dick dan Julian menarik kuat-kuat, tapi tanpa gerakan menyentak. Rakit menjadi
miring, dan Anne bergegas menyambar pakaian yang ditumpukkan di tengah. Dick
tercebur ke dalam air. Ia naik lagi sambil menyemburkan air yang masuk ke dalam mulut.
"Tarikan kita harus lebih tenang," katanya. "Kurasakan kantong tadi sudah
tertarik sedikit. Ya, kan?"
Julian mengangguk. Anak itu menggigil kedinginan. Tapi matanya bersinar-sinar
keasyikan. Anne menyampirkan mantel ke bahu kedua abangnya. Tapi mereka sama
sekali tak menyadarinya! "Nah - sekarang tarik lagi," kata Julian. "Pelan-yak, pelan! Kantong itu naik!
Wah, benar-benar terasa naik. Tarik, Dick! Tarik!"
Rakit terdorong sampai miring lagi ketika kantong yang berat bergerak ke
permukaan air. Dick dan Julian menggeser diri ke sisi seberang rakit, karena
khawatir semua yang ada di rakit akan terjungkir ke dalam air. Timmy
menggonggong-gonggong dengan bersemangat.
"Jangan ribut, Tim!" kata George dengan segera. Ia menyadari bahwa di atas air
bunyi bisa kedengaran sampai jauh sekali. Ia khawatir gonggongan Timmy akan
terdengar oleh Maggie dan Dirty Dick "Itu dia muncul-itu, lihatlah! Sudah dekat
ke, permukaan!" kata Anne. "Tarik sekali lagi!"
Tapi ternyata kantong yang berat itu tidak bisa dinaikkan ke atas rakit, karena
pasti rakit akan terbalik. Saat itu pun rakit sudah terguncang-guncang dengan
keras, sehingga Anne dan George menjadi basah kuyup tersiram air.
"Yuk, kita dayung rakit ke tepi sambil menyeret kantong itu," kata Julian
kemudian. "Dengan cara begini, ada kemungkinan rakit akan terbalik. Kita berpakaian lagi,
Dick! Aku sudah kedinginan sekali - jari-jariku sudah sangat kaku rasanya. Kita
kembali saja ke reruntuhan, dan di sana barulah akan kita buka kantong itu
dengan tenang." Dick dan Julian bergegas mengenakan pakaian mereka. Keduanya menggigil
kedinginan. Mereka merasa senang ketika sudah mendayung lagi sekuat tenaga,
mengarahkan rakit ke tepi danau. Dengan segera tubuh mereka terasa hangat
kembali. Sepuluh menit kemudian mereka sudah tidak menggigil lagi. Keduanya
merasa puas melihat kerja keras mereka.
Sebentar-sebentar mereka menoleh ke belakang, memandang benda berat yang ikut
terseret agak di bawah permukaan air. Apakah yang terdapat di dalamnya" Anak-
anak merasakan kegairahan merayapi diri mereka. Keempatnya berulang-ulang
mencecahkan dayung dengan sekuat tenaga ke dalam air karena ingin cepat-cepat
sampai di tepi. Timmy juga merasakan kegairahan mereka. Ekornya terus mengibas
kian kemari, sementara ia berdiri di tengah rakit sambil memandang benda yang
bergerak hilang-timbul di belakang.
Akhirnya mereka tiba di tepi danau. Dengan sepelan mungkin rakit diseret ke
tempat persembunyiannya di bawah semak yang menjorok ke atas air. Mereka tidak
mau meninggalkannya begitu saja di tepi air. Mereka khawatir Maggie dan Dirty
Dick akan berpikir-pikir begitu mengetahui bahwa rakit itu baru saja dipakai
lagi oleh anak-anak. Dick dan Julian menghela kantong yang berat itu keluar dari air, lalu


Lima Sekawan 10 Rahasia Harta Karun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggotongnya sambil berjalan menyelinap ke arah rumah Dua Pohon. Rumah itu
kelihatan menyeramkan di bawah sinar bulan. Tapi anak-anak tak sempat
memperhatikan. Pikiran mereka sepenuhnya tertuju pada isi kantong!
Mereka berjalan dengan hati-hati melalui jalan setapak yang sudah menyemak di
sela dinding-dinding yang sudah runtuh. Langkah mereka tak terdengar di atas
tanah berlumut. Mereka sampai di ambang pintu rumah, lalu menyeret kantong ke
dapur. "Nyalakan lilin di kamar bawah," kata Julian pada George. "Sementara itu aku
hendak memeriksa sebentar, jangan sampai Maggie dan Dirty Dick mengintip-intip
kemari." George turun untuk menyalakan lilin, diikuti oleh Anne. Sementara itu Julian
berdiri di ambang pintu, ditemani oleh Dick. Keduanya mendengarkan dengan
saksama tapi mereka tidak mendengar apa-apa, Tak tampak bayangan yang bergerak-
gerak mencurigakan! Kemudian Timmy dipanggil dan disuruh menjaga di ambang pintu. Setelah itu Julian
dan Dick mengangkat kantong yang berat, dan menggotongnya menuju ke ruang bawah
tanah. Kantong itu terseret-seret turun. Akhirnya mereka sampai di bawah.
Sekarang tinggal membuka kantong itu saja!
Jari-jari tangan Julian sibuk bergerak-gerak, berusaha membuka tali yang
tersimpul erat, George sudah tidak sabar lagi menunggu. Diambilnya pisau lipat
dan disodorkannya pada Julian.
"Potong saja tali itu!" tukasnya. "Aku sudah tidak sabar lagi!"
Julian nyengir, lalu memotong tali pengikat. Setelah itu ia memandang sejenak,
untuk mempelajari cara membuka bungkusan yang kedap air itu.
"0, begitu rupanya," katanya terangguk-angguk. "Rupanya barang-barang yang ada
di dalam dibungkus rapi dengannya, lalu dijahit sehingga membentuk semacam
kantong. Dengan cara begini air sama sekali tidak bisa masuk ke dalam."
"Ayo, cepatlah sedikit!" kata George lagi. "Kalau tidak, kurobek-robek kantong
ini nanti." Julian mulai memutuskan benang kokoh yang dipakai untuk menjahit bungkusan itu.
Kemudian mereka bersama-sama membukanya. Wah, lebar sekali kain yang dipakai
sebagai pembungkus! Tapi akhirnya mereka berhasil membeberkannya. Dan di tengah-
tengah kain kedap air yang terhampar di lantai, tampak sejumlah kotak kecil-
kecil. Semuanya terbungkus kulit. Anak-anak tahu, yang di depan mereka itu
kotak-kotak permata! "Jadi ternyata memang permata!" kata Anne, lalu membuka salah sebuah kotak.
Detik berikutnya terdengar seruan-seruan kagum. Di depan mereka, sebuah kalung
yang teramat indah tampak di atas alas beledu hitam. Diterangi cahaya lilin,
kalung itu berkilauan seperti nyala api. Bahkan Dick dan Julian pun ikut
ternganga melihatnya. Wah-kalung seperti itu, pantasnya dipakai seorang ratu!
"Mestinya inilah kalung Ratu Fallonia yang dicuri orang!" kata George setelah
agak lama memandang. "Aku melihat fotonya dalam surat kabar. Bukan main indahnya
rangkaian berliannya!"
"O-jadi ini batu berlian?" tanya Anne kagum. "Wah, nilainya pasti tidak sedikit
ya, Julian" Barangkali seratus pound?"
"Lebih cocok kalau kausebutkan seratus ribu pound, Anne," kata Julian, yang
lebih tahu tentang nilai batu-batu permata. "Astaga-pantas Nailer menyembunyikan
barang curian ini dengan begitu saksama di tempat yang tidak gampang ketahuan.
Dan pantas Maggie serta Dirty Dick berusaha keras untuk menemukannya. Coba kita
lihat dulu, apa-apa lagi yang ada di sini."
Setiap kotak berisi perhiasan. Gelang batu safir, cincin bertatahkan batu delima
dan intan, kalung batu baiduri yang sangat indah, serta anting-anting dengan
berlian yang besar-besar, sampai Anne berpendapat bahwa beratnya pasti akan
menyebabkan telinga pemakainya kesakitan!
"Aku takkan berani memiliki perhiasan seperti ini, karena pasti selalu takut
kalau dicuri orang," kata Anne. "Apakah ini semuanya milik Ratu Fallonia?"
"Bukan--ada juga yang kepunyaan seorang putri bangsawan," kata Julian.
"Perhiasan ini sangat mahal harganya. Tak enak rasanya membayangkan bahwa kita -
harus menjaganya sekarang - biar untuk sebentar sekali pun!"
"Tapi kan lebih baik barang-barang ini berada di tangan kita daripada diambil
oleh Maggie dan Dirty Dick," kata George. Dipegangnya sebuah kalung berlian dan
dimain-mainkannya sebentar di sela-sela jarinya. Bukan main kilauannya! Takkan
ada yang mengira bahwa benda itu terbenam sekitar dua tahun di dasar danau.
"Sekarang harus kita lihat bagaimana kelanjutannya," kata Julian sambil duduk di
pinggir meja. "Besok siang hari Selasa, kita sudah harus ada lagi di sekolah
atau sekarang ini, sudah Se1asa" Saat ini tentunya sudah lewat tengah malam--
astaga, betul, sudah hampir setengah tiga pagi! Bukan main!"
"Aku sudah tidak heran lagi terhadap apa pun juga," kata Anne pelan, sementara
matanya masih menatap harta yang tergeletak di atas meja.
"Sebaiknya nanti kalau sudah pagi kita berangkat dengan segera," kata Julian
melanjutkan "Barang-barang ini harus kita bawa ke polisi...."
"Jangan ke polisi jahat yang di desa itu!" seru George kaget
"Tentu saja tidak! Kurasa sebaiknya kita menelepon Pak Gaston. Kita katakan
padanya bahwa kita hendak menyampaikan kabar penting pada polisi. Kita lihat
saja nanti, ke kantor polisi mana kita disuruhnya menghadap," kata Julian.
"Mungkin pula ia bisa mengusahakan sebuah mobil untuk kita, supaya kita tidak
perlu membawa-bawa perhiasan sebanyak ini dalam bus. Segan rasanya harus
membawanya terus di tengah orang banyak!"
"Perlukah semua kotak itu kita bawa serta?" kata George.
"Tidak - karena dengannya kita cuma akan mencari-cari bahaya," kata Julian.
"Kurasa semua permata ini harus kita bungkus dengan saputangan, lalu kita
sembunyikan di dasar ransel. Sedang kotak-kotak ini kita tinggalkan saja di
sini, Polisi nanti boleh mengambilnya sendiri, kalau mau!"
Keputusan sudah diambil. Keempat anak itu membagi-bagi perhiasan yang banyak
itu, lalu membungkus semuanya dalam empat lembar saputangan. Setiap nak
mengambil sebuah bungkusan dan memasukkannya ke dalam ransel masing-masing.
"Sebaiknya ransel kita jadikan bantal saja sekarang," kata Dick "Dengan begitu
pasti aman!" "Apa" Ransel sekeras itu?" kata Anne kaget. "Untuk apa" Kan ada Timmy yang
menjaga! Aku akan menaruh ranselku di sisiku di bawah selimut. Tapi dijadikan
bantal" Wah - tidak saja, deh!"
Dick tertawa melihat sikap adiknya itu.
"Baiklah, Anne," katanya. "Aku juga yakin Timmy takkan membiarkan ada pencuri
masuk kemari. Jadi. nanti pagi-pagi kita langsung berangkat, Ju?"
"Ya-begitu kita bangun," jawab Julian. "Kita toh tidak bisa sarapan banyak-
banyak karena bekal kita tinggal sedikit."
"Tak apalah," kata Anne, "Rasanya aku saat ini tak perlu makan lagi!"
"Kita lihat saja besok," kata Julian sambil tertawa. "Sekarang kita tidur dulu."
Anak-anak lantas merebahkan diri ke pembaringan masing-masing. Perasaan mereka
saat itu puas sekali. Mereka mengalami petualangan seru, hanya karena Dick dan
Anne tersesat, dan Dick kemudian tidur dalam lumbung!
"Selamat tidur," kata Julian sambil menguap. "Saat ini aku merasa kaya raya-jauh
lebih kaya daripada yang akan kualami nantinya! Yah-aku ingin menikmati perasaan
ini, selama masih bisa!"
22. Akhir Petualangan yang Mendebarkan
MEREKA terbangun ketika mendengar Timmy menggonggong. Ternyata hari sudah pagi.
Julian bergegas naik ke atas, untuk memeriksa apa yang terjadi. Sesampainya di
atas dilihatnya Maggie berdiri tidak begitu jauh dari reruntuhan rumah.
"Kenapa kalian memelihara anjing segalak itu?" serunya kesal. "Aku datang karena
hendak menawarkan bekal untuk perjalanan pulang nanti."
"Wah, tiba-tiba kau menjadi ramah sekali!" kata Julian. Rupanya Maggie sudah
tidak sabar lagi, ingin agar anak-anak cepat pergi dari situ. Ia bahkan sampai
mau menawarkan makanan, supaya mereka cepat pergi.
Tapi Julian tidak mau menerima makanan yang ditawarkan oleh Maggie, atau oleh
Dirty Dick! "Bagaimana" Mau atau tidak?" tanya Maggie. Ia bingung menghadapi Julian.
Tampangnya masih seperti anak-anak, tapi kelakuannya sama sekali tidak kekanak-
kanakan. Maggie agak takut pada Julian.
"Wah-tidak, terima kasih," jawab Julian. "Kami sudah bersiap-siap hendak
berangkat. Hari ini juga kami harus sudah kembali ke sekolah."
"Kalau begitu kalian harus bergegas, karena sebentar lagi hujan," kata Maggie.
Julian berpaling sambil meringis. Saat itu langit sama sekali tidak mendung.
Maggie cuma mengada-ada saja, supaya anak-anak bergegas pergi! Tapi justru
itulah yang hendak dilakukan oleh Julian - secepat-cepatnya meninggalkan tempat
itu! Sepuluh menit kemudian anak-anak sudah siap berangkat. Ransel sudah dipanggul,
dan dalam ransel tersembunyi permata yang nilainya beribu-ribu pound!
"Pasti menyenangkan jika kita berjalan merintis padang belantara," kata Anne
sambil berjalan. "Aku rasanya sekarang kepingin nyanyi terus, karena petualangan
kita berakhir dengan memuaskan. Cuma konyolnya - di sekolah pasti takkan ada
teman yang mau mempercayai George atau aku bila kami bercerita tentang segala
hal yang terjadi selama ini."
"Kurasa kita akan disuruh menyusun karangan mengenai kesibukan kita selama
liburan," kata George. "Lalu nanti setelah Bu Peters membaca karangan kami, ia
pasti akan berkata, 'Karanganmu bagus, tapi agak kurang masuk akal.'"
Anak-anak tertawa. Timmy memandang berkeliling dengan lidah terjulur. Saat itu
ia kelihatannya seperti sedang nyengir. Tapi tiba-tiba Timmy tidak nyengir lagi.
Ia menggonggong sambil menghadap ke belakang.
Anak-anak kaget, lalu berpaling serempak "Wah! Itu kan Maggie dan Dirty Dick
berlari-lari seperti dikejar setan!" kata Dick.
"Kenapa mereka begitu" Jangan-jangan mereka menyesal karena kita pergi, dan
sekarang hendak memanggil kita kembali!"
"Mereka hendak memotong jalan kita," kata Julian. "Lihatlah - mereka
meninggalkan jalan ini mereka memintas lewat rawa supaya bisa lekas menyusul!
Dasar goblok! Mereka pasti akan terbenam dalam lumpur kalau tak mengenal daerah
sini!" Sementara itu Maggie dan Dirty Dick masih berlari-lari terus, sambil berteriak-
teriak. Dirty Dick mengacung-acungkan kepalan tinjunya, sambil meloncat-loncat
dari gerumbulan rerumputan yang satu ke gerumbulan berikutnya - persis kambing.
"Mereka sepertinya tiba-tiba menjadi sinting," kata Anne. Anak itu mulai
ketakutan. "Kenapa mereka begitu?"
"Aku tahu sebabnya!" kata George. "Mereka tadi masuk ke ruang bawah tanah dan
menemukan kantong kedap air serta kotak-kotak kosong yang terserak di atas meja.
Mereka sudah tahu bahwa harta curian itu ada pada kita!"
"Ya, betul!" kata Julian. "Seharusnya kita tadi mencampakkan kotak-kotak itu ke
dalam ruangan belakang kamar. Pantas mereka kelihatan marah-marah!"
"Tapi apalah yang bisa mereka lakukan sekarang," kata Dick. "Timmy kan ada
bersama kita. Jika mereka berani mendekat, ia pasti akan langsung melabrak.
Tapi, Dirty Dick kelihatannya marah sekali! Jangan-jangan nanti dia nekat
sehingga berani melawan Timmy. Sungguh, kurasa ia sudah edan sekarang!"
"Ya," kata Julian singkat. Ia kaget melihat tingkah laku Dirty Dick dan
mendengar teriakan-teriakannya. Setelah itu ditatapnya muka Anne yang pucat
pasi. Julian yakin, Timmy tentu nanti menyerang Dirty Dick Ia tak menghendaki
Anne melihat keduanya berkelahi dengan sengit. Karena marah dan kecewa, sudah
pasti saat itu Dirty Dick seperti kesetanan.
Timmy menggonggong dengan galak. Saat itu kelihatannya buas sekali. Ia melihat
bahwa laki-laki yang berlari-lari mengejar mereka kelihatannya hendak menantang
berkelahi. Tentu saja Timmy pantang mundur!
"Yuk, kita cepat-cepat pergi dari sini," kata Julian. "Tapi jangan ambil jalan
pintas - karena di sini banyak rawa. Lihatlah! Maggie sudah mengalami kesulitan
sekarang!" Maggie sudah terbenam sampai ke mata kakinya dalam lumpur. Ia berseru-seru
meminta tolong pada Dirty Dick. Tapi Dirty Dick tak mengacuhkannya, karena
perhatiannya tertuju pada anak-anak yang hendak dikejar olehnya.
Tapi sesaat kemudian, ia pun terbenam dalam kesulitan atau tepatnya, terbenam
dalam lumpur! Bukan cuma. sampai mata kaki, tapi sekaligus sampai ke lutut.
Dirty Dick menggapai-gapai mencari pegangan, berusaha membebaskan diri dari
cengkeraman lumpur. Tapi usahanya gagal, ia terbenam semakin dalam.
Dirty Dick menjerit kesakitan.
"Aduh!" jeritnya. "Pergelangan kakiku terkilir! Maggie, tolong!"
Tapi Maggie juga sudah repot dengan dirinya sendiri. Tak diperhatikannya pekik-
jerit Dirty Dick Anak-anak berhenti berlari dan memperhatikan laki-laki itu. Ia
sudah berhasil keluar dari rawa, lalu duduk di atas setumpuk rumput sambil
mengurut-urut pergelangan kakinya yang sakit. Dari kejauhan pun kelihatan wajah
orang itu pucat pasi, Pasti ia sedang menahan sakit yang luar biasa!
"Bagaimana - perlukah kita menolong mereka?" tanya Anne sambil gemetar
ketakutan. "Ah-jangan!" tukas Julian. "Jangan-jangan ia cuma pura-pura - walau menurut
perasaanku pergelangan kakinya memang sungguh-sungguh terkilir. Maggie juga
begitu - lihatlah, ia roboh lagi! Bum! Biar saja yang polisi menjemput mereka
nanti kerjaan mereka gampang memborgol saja."
"Ya-karena keduanya pasti tak bisa keluar sendiri dari daerah rawa ini," kata
Dick "Terus terang, aku tidak merasa kasihan pada mereka. Keduanya jahat!"
Anak-anak lantas melanjutkan perjalanan. Timmy agak kesal, karena tidak jadi
berkelahi dengan Dirty Dick Anak-anak berjalan terus selama dua jam. Akhirnya
mereka tiba di desa Reebles.
"Yuk, kita ke kantor pos. Dari sana saja kita menelepon," kata Julian.
Pak tua pemilik toko yang merangkap sebagai pegawai kantor pos gembira melihat
anak-anak muncul lagi. "Menyenangkan pelancongan kalian?" katanya menyapa. "Kalian berhasil menemukan
reruntuhan Dua Pohon?"
Julian membiarkan saudara-saudaranya bercerita semen tara ia sendiri membalik-
balik buku telepon untuk mencari nomor pesawat Pak Gaston. Setelah menemukannya,
ia langsung menelepon ke sana. Dalam hati Julian berdoa, semoga Pak Gaston tak
berkeberatan menolong. Ternyata Pak Gaston sendiri yang menerima.
"Halo," terdengar suaranya di seberang hubungan. "Siapa" 0 ya, tentu saja aku
masih ingat padamu. Kau ingin meminta pertolongan" Apa yang bisa kulakukan
untukmu?" Julian menceritakan peristiwa yang mereka alami, sementara Pak Gaston diam saja
mendengarkan. Kemudian ia .berseru kaget,
"Apa"! Kalian menemukan permata Fallonia yang dicuri orang" Luar biasa-sukar
dipercaya! Sekarang ada dalam ransel kalian, katamu" Astaga! Kau kan tidak
bermaksud mempermainkan aku?"
Julian menegaskan bahwa ia tidak main-main. Suara Pak Gaston mencerminkan
keheranan. "Ya, baiklah," kata orang itu kemudian. "Tentu saja aku mau mengantarkan kalian
menghadap polisi. Sebaiknya kita pergi saja ke Gathercombe-aku kenal inspektur
yang bertugas di sana. Orangnya baik hati. Kalian di mana sekarang" O ya, aku
tahu tempat itu. Tunggu saja di situ sampai kujemput. Aku akan datang dengan
mobil kira-kira setengah jam lagi."
Setelah selesai menelepon, Julian mendatangi saudara-saudaranya. Perasaannya
lega, karena sudah menghubungi Pak Gaston. Orang dewasa ada yang sangat baik
hati - dan tahu persis apa yang perlu dilakukan. Ketiga saudaranya juga merasa
senang ketika tahu Pak Gaston akan datang.
"Yah - memang senang rasanya apabila mengalami suatu petualangan, tapi aku
selalu merasa lega dan aman kalau akhirnya urusan itu diserahkan pada orang
dewasa," kata George. "Sekarang ada satu hal yang masih kuinginkan. Sarapan!"
"Kalau sekarang bukan sarapan pagi lagi namanya, tapi sarapan siang," kata
Julian. "Kan sudah tidak pagi lagi!"
"Tak peduli apa namanya, pokoknya aku bisa mengisi perut," kata Anne. Anak-anak
lantas pergi ke toko kecil yang terdapat di dekat situ, membeli makanan dan
minuman di sana. Dan ketika mereka baru saja selesai makan, Pak Gaston muncul
naik mobil besar! Anak-anak tertawa dengan senang melihat kedatangan Pak Gaston. Julian
memperkenalkan Dick dan Anne padanya. Dan begitu anak-anak masuk ke dalam
mobilnya, Pak Gaston segera menekan pedal gas. Mobil besar itu melesat maju
dengan kencang. Timmy menjulurkan kepala ke luar, seperti biasa dilakukannya
kalau naik mobil. Dalam perjalanan anak-anak menceritakan pengalaman mereka. Pak Gaston benar-
benar kagum mendengarnya.
"Kalian memang anak-anak yang tabah!" katanya berulang-ulang. "Wah, aku.
kepingin punya anak-anak seperti kalian!"
Mereka tiba di kantor polisi. Pak Gaston sudah lebih dulu memberitahukan
kedatangan mereka pada. inspektur yang berdinas di situ. Saat ini Pak Inspektur
sudah menunggu di dalam, "Silakan masuk ke kamar kerjaku," ajaknya. "Sekarang -
mana perhiasan-perhiasan itu" Benarkah ada pada kalian" Coba perlihatkan dulu -
sebelum kalian menceritakan pengalaman kalian."
Anak-anak membuka ransel masing-masing dan menuangkan barang-barang perhiasan


Lima Sekawan 10 Rahasia Harta Karun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang terbungkus dalam saputangan ke atas meja.
Pak Inspektur bersiul kagum, lalu berpandangan dengan Pak Gaston. Diambilnya
seuntai kalung berlian. "Kalian benar-benar berhasil menemukannya!" kata Pak Inspektur. "Harta curian
yang sudah berbulan-bulan dicari polisi ke mana-mana! Di manakah kalian
menemukannya?" "Ceritanya agak panjang, Pak," jawab Julian. Ia lantas mulai mengisahkan
pengalaman mereka, dibantu oleh saudara-saudaranya. Pak Gaston dan Pak Inspektur
mendengarkan sambil melongo. Ketika Julian sampai pada bagian yang menceritakan
Dirty Dick dan Maggie terjebak dalam lumpur, Pak Inspektur segera memotong.
"Tunggu dulu," selanya. "Apakah mereka masih di sana" Masih" Bagus! Tunggu
sebentar." Pak Inspektur menekan sebuah tombol, dan sesaat kemudian seorang palisi muncul
di ambang pintu. "Katakan pada John agar berangkat bersama ketiga anak buahnya ke Rawa Hijau,
dekat Air Gelap," kata Pak Inspektur pada petugas itu. "Ia harus menjemput dua
orang yang terperosok dalam lumpur di sana - seorang laki-laki dan seorang
wanita. Kawan lama kita, Dirty Dick dan Maggie Martin! Suruh mereka waspada!"
Polisi itu pergi lagi. Anne merasa lega. Syukurlah - kedua orang jahat itu pasti
akan dipenjarakan untuk waktu yang cukup lama, dan sudah lupa lagi pada mereka,
Anne sama sekali tak menyukai mereka.
Julian mengakhiri ceritanya. Pak Inspektur menatap keempat anak yang kelihatan
kotor itu sambil tersenyum. Diajaknya mereka bersalaman.
"Anak-anak seperti kalian inilah yang diperlukan negara kita - berani,
bijaksana, tahu tanggung jawab! Berpikir dulu sebelum bertindak, dan pantang
menyerah! Aku bangga bisa berkenalan dengan kalian!" Pak Inspektur memuji-muji.
"Dan kini - apa rencana kalian?" tanya Pak Gaston.
"Yah - kami sebetulnya pukul tiga siang harus sudah ada lagi di sekolah. Tapi
dalam keadaan seperti sekarang, pasti kami akan kena marah! Apakah di sini ada
hotel, di mana kami bisa mandi dulu untuk membersihkan badan?"
"Kalau mau membersihkan badan, di sini juga bisa," kata Pak Inspektur
menawarkan. "Lalu jika kalian mau, bisa saja kalian kuantarkan kembali ke
sekolah masing-masing dengan mobil polisi. Sudah sepantasnya pelayanan itu kami
berikan pada anak-anak yang tahu-tahu mengeluarkan permata Fallonia dari ransel
mereka! Benar-benar luar biasa - aku pasti takkan percaya kalau tidak melihatnya
sendiri tadi!" Pak Gaston pergi lebih dulu. Sebelumnya ia masih mengatakan bahwa ia bangga
punya kenalan anak-anak seperti mereka.
"Dan kau - jangan menyusup-nyusup ke dalam liang kelinci 1agi, ya!" katanya pada
Timmy yang menggonggong-gonggong dengan gembira.
Setelah itu anak-anak mandi. Mereka menggosok badan sampai bersih. Selesai
mandi, ternyata pakaian mereka sudah disikat sampai bersih dan dilipat dengan
rapi. Dengan cepat mereka berpakaian kembali. Setelah menyisir rambut, mereka
masuk lagi ke kamar kerja Pak Inspektur. Ternyata di sana ada seorang laki-
laki., Orang itu sibuk memeriksa barang-barang perhiasan satu per satu,
menandainya, lalu mengemaskan semuanya dalam kotak-kotak.
"Tentunya kalian ingin tahu pula, kedua orang yang tertinggal di rawa itu sudah
kami tangkap," kata Pak Inspektur. "Yang laki-laki tak mampu berjalan, karena
pergelangan kakinya terkilir. Sedang yang perempuan kami temukan sudah terbenam
sampai pinggul di dalam lumpur. Keduanya lega melihat polisi datang!"
"Syukurlah!" kata anak-anak serempak. Wajah Anne berseri-seri karena lega. Jadi
urusan dengan Maggie dan Dirty Dick kini sudah selesai!
"Dan barang-barang perhiasan ini ternyata memang milik Ratu Fallonia!" sambung
Pak Inspektur. "Bukannya aku tadi menyangsikannya - tapi sekarang sudah terbukti
semua secara sah. Pasti ratu itu dan putri bangsawan yang ikut kecurian akan
senang sekali mendengar cerita keberanian kalian."
Saat itu terdengar bunyi jam berdenting.
Julian memandang arlojinya. Pukul setengah tiga. Waktu tinggal setengah jam
lagi. Jangan-jangan mereka nanti terlambat tiba di sekolah!
"Jangan khawatir," kata Pak Inspektur ketika dilihatnya anak-anak mulai gelisah.
Ia tertawa lebar. "Mobil sudah siap di luar. Kalian akan kuantarkan sampai ke
mobil. Pasti kalian akan tiba pada waktunya di sekolah. Tapi kurasa takkan ada
orang yang mau percaya jika kalian menceritakan pengalaman kalian ini. Yuk -
kita ke mobil sekarang!"
Pak Inspektur menunggu sampai anak-anak sudah masuk semua ke dalam mobil.
"Selamat jalan," katanya sambil melambai. "Aku bangga bisa berkenalan dengan
kalian - LIMA SEKAWAN!"
TAMAT Ratu Dari Kegelapan 2 Pendekar Naga Putih 26 Rahasia Pedang Naga Langit Kemelut Iblis 2
^