Pencarian

Hijaunya Lembah Hijaunya 25

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 25


arena pendadaran ketrampilan berkuda itu. Iapun kemudian
berdiri disebelah arena tempat anak-anak muda yang
mengikuti pendadaran kemampuan m empergunakan senjata
apa saja. Ia m elihat beberapa orang anak muda itu dengan
tangkasnya memperbainkan berbagai macam senjata. Namun
yang sebenarnya bagi Mahisa Pukat sama sekali tidak
mengherankannya. Ia mampu berbuat jauh lebih baik dari
mereka. Namun seperti pesan ayahnya, bahwa ia tidak perlu
menunjukkan kemampuannya berlebih-lebihan. Baginya
cukup menunjukkan kemampuannya y ang pantas bagi seorang
Pelay an Dalam. Jika ia terlanjur menunjukkan tingkat
kemampuannya yang tinggi, justru karena ia terpancing oleh
Manggala Pelayan Dalam itu sendiri dalam pendadaran
langsung y ang khusus dilakukan sendiri oleh Gajah Saraya.
Namun Mahisa Pukat itu bertanya pula didalam hatinya
"Seandainya aku besok gagal dalam pendadaran ketrampilan
berkuda, apakah pernyataan Manggala Pelayan Dalam itu
tetap berlaku?" Tetapi Mahisa Pukat itupun kemudian menarik nafas
dalam-dalam sambil berdesis perlahan "Apapun y ang akan
dibebankan kepundakku, asal aku dapat diterima menjadi
Pelay an Dalam. Sasi sudah mengharapkannya justru bagi
masa depannya pula."
Dengan langkah satu-satu Mahisa Pukat menyusuri arena
demi arena. Namun penglihatannya seakan-akan hanya
mengambang, meskipun ada juga satu dua hal yang menarik
perhatiannya. Sedikit lewat tengah hari, maka pendadaran hari itu sudah
selesai. Kelompok-kelompok kecil yang tersebar itupun telah
membenahi alat-alat yang dipergunakan untuk dipergunakan
lagi dikeesokan harinya. Ketika anak-anak muda itu beristirahat, maka mereka
sempat pula saling berbincang. Mereka telah berbicara tentang
pendadaran yang baru saja mereka lakukan. Sebagian m erasa
telah berhasil melakukan dengan baik. Namun yang lain
menyesali dirinya sendiri karena y ang dilakukannya
dianggapnya kurang memadai.
Namun dalam pada itu Mahisa Pukat lebih banyak diam. Ia
hanya mendengarkan saja pembicaraan kawan-kawannya.
Bahkan kadang-kadang ia justru duduk merenung
memandang kekejauhan. Kawan-kawannya memang tidak sempat melihat apa y ang
dilakukannya di arena. Anak muda yang bertubuh raksasa itu
mendekatinya sambil bertanya "Kenapa kau hanya merenung
sa ja" Apakah kau kurang berhasil hari ini?"
"Ya" jawab Mahisa Pukat singkat.
"Seseorang melihat kau memasuki arena dalam pendadaran
langsung, bahkan dilakukan sendiri oleh Manggala Gajah
Saraya." "Ya" jawab Mahisa Pukat.
"Bagaimana hasilnya" Sayang yang melihat kau memasuki
arena pertandingan dengan Manggala Gajah Saraya sedang
dalam pendadaran juga sehingga tidak dapat melihat apa yang
kau lakukan menghadapi Manggala Gajah Saraya. Sedangkan
para prajurit dan Pelayan Dalam yang menungguimu tidak
mau mengatakan selengkapnya tentang pendadaran y ang kau
lakukan." "Kemampuanmu y ang tinggi agaknya telah menarik
perhatiannya" berkata anak muda bertubuh raksasa itu.
"Atau sebalikny a" jawab Mahisa Pukat.
"Kau selalu merendahkan dirimu" berkata anak muda itu.
"Aku tidak perlu merendahkan diriku karena tataranku
memang m asih terlalu rendah "jawab Mahisa Pukat. Tetapi
katanya kemudian "Meskipun demikian, aku memang ingin
diterima dalam lingkungan Pelay an Dalam. Aku m emerlukan
pekerjaan itu. Bukan saja sebagai satu pengabdian, tetapi juga
penting bagi masa depanku sendiri."
"Ya. Aku juga berharap demikian" jawab anak muda
bertubuh raksasa itu "karena itu, aku ikut pendadaran ini
dengan mempersiapkan diri sebaik-baiknya."
Sementara itu, maka seorang petugas telah mempersilahkan
anak-anak muda itu untuk makan didapur dan kemudian
beristirahat. Besok mereka masih akan turun kearena yang
lain sesuai dengan urutan tugas mereka masing -masing dalam
pendadaran itu. Setelah makan, maka anak-anak muda itu kembali
mendapat kesempatan untuk beri stirahat. Di sore hari mereka
tidak diwajibkan untuk mengikuti pendadaran sebagaimana
pada tataran sebelumnya. Meskipun demikian, maka
pendadaran pada tataran terakhir itu bagi mereka yang
mengikutinya merasa cukup berat.
Seperti hari-hari sebelumnya, m aka pada hari berikutnya,
anak-anak muda itu bangun pagi-pagi. Sedikit memanasi
tubuh mereka dengan melakukan gerakan-gerakan ringan,
kemudian mandi dan makan pagi.
Hari itu Mahisa Pukat mendapat giliran menempuh
pendadaran dalam hal ketrampilan naik kuda. Seperti kawankawannya
y ang telah melakukan sebelumnya, maka iapun
harus menunjukkan ketrampilan berkuda, menguasai kuda
dan kemudian mempergunakan senjata sambil naik kuda.
Ketika Mahisa Pukat mendapat giliran untuk menempuh
pendadaran maka para prajurit dan Pelayan Dalam yang
kebetulan tidak mempunyai tugas tertentu telah m emerlukan
untuk menyaksikannya. Mereka m emang menganggap bahwa
Mahisa Pukat m emiliki kelebihan dari anak-anak muda yang
lain. Tetapi Mahisa Pukat telah berniat untuk tidak
menunjukkan kelebihannya. Ia akan m elakukan sebagaimana
dilakukan oleh anak-anak muda y ang lain.
Karena itu, demikian ia meloncat naik kepunggung kuda,
maka ditempuhnya pendadaran itu tanpa memberikan kesan
yang berlebihan. Ia berbuat sebagaimana anak-anak muda
yang lain berbuat. Memutar kudanya diarena, melarikannya
pada jarak tertentu, berbelok kemudian menghentikannya
dengan tiba-tiba sehingga kudanya meringkik sambil berdiri
tegak bertumpu pada kaki belakangnya. Semua y ang dilakukan
telah dilakukan oleh kawan-kawannya y ang lain.
Terakhir Mahisa Pukat mendapat giliran untuk berpacu
diatas punggung kuda sambil bermain senjata. Dua batang
pisang telah disiapkan seperti anak-anak muda yang
mendahuluinya menempuh pendadaran ketrampilan berkuda.
Selain itu juga sebatang bambu yang dibalut dengan onggokan
jerami kering sebagai sa saran lontaran tombak.
Mahisa Pukat yang telah melihat dan mempelajari berbagai
kemungkinan dari kawan-kawannya yang terdahulu, berusaha
untuk tidak membuat kesalahan y ang sama tanpa
menimbulkan kekaguman y ang berlebihan. Kesannya m asih
sa ja dalam batas kewajaran.
Demikian isy arat diberikan, maka Mahisa Pukatpun
menyentuh perut kudanya dengan tumitnya, sehingga
kudanya berlari cepat melalui jalur y ang sudah ditentukan.
Dengan tangkasnya Mahisa Pukat menebas kedua batang
pohon pisang. Namun kemudian ia sedikit memperlambat
kudanya tanpa menarik perhatian, justru saat kudanya
berputar kearah batang bambu y ang dibalut dengan onggokan
jerami agar tombak y ang dilontarkan dapat menancap.
Pa da saat yang bersamaan, Mahisa Pukat meraih tombak
yang tergantung pada seutas tali dipunggungnya.
Ternyata Mahisa Pukat tidak terlambat. Kudanya y ang
berlari agak jauh dari batang bambu itu telah diarahkan lebih
mendekat. Kecuali sa sarannya menjadi lebih mudah digapai,
juga ia mendapat kelebihan waktu meskipun hanya sekejap.
Dengan tangkasnya Mahisa Pukat tidak melontarkan
tombaknya kesasaran, tetapi seakan-akan ia telah
menusukkan tombaknya langsung ke songgakan jerami yang
membungkus patok bambu itu.
Ternyata Mahisa Pukat berhasil. Tombaknya telah
tertancap pada sasaran. Dengan serta merta para prajurit dan Pelay an Dalam y ang
menyaksikan telah bertepuk tangan, sehingga beberapa orang
anak muda yang sedang menjalani pendadaran diarena yang
lain telah berpaling. Ketika mereka melihat Mahisa Pukat
masih dipunggung kuda, maka merekapun menganggukangguk
kecil. Bagi mereka dan para prajurit dan Pelay an
Dalam m emang tidak ada orang y ang lain yang pantas untuk
mendapat pujian lebih dari yang lain kecuali Mahisa Pukat.
Demikianlah maka pendadaran itupun telah dilanjutkan
dengan anak muda berikutnya. Sementara y ang lain telah
mengikuti pendadaran y ang lain lagi. MahisaPukatpun telah
beralih diarena y ang lain untuk melakukan pendadaran
kemampuan mempergunakan senjata apa saja. Bahkan
dengan alat apapun yang diketemukan.
Ternyata sekali lagi Mahisa Pukat telah dikagumi oleh para
prajurit dan Pelay an Dalam yang menungguinya meskipun
mereka tidak memujinya dengan serta merta.
Lewat tengah hari, maka pendadaran itupun telah dapat
diselesaikan. Semua anak muda y ang m engikuti pendadaran
pada tataran terakhir itu telah meny elesaikan kewajiban
mereka. Semua jenis yang harus ditempuh dalam pendadaran
itu telah ditempuh, sehingga m ereka tinggal m enunggu hasil
dari pendadaran itu. Sepuluh orang diantara mereka akan
diterima menjadi calon Pelayan Dalam di istana Singasari.
Tetapi ternyata pendadaran itu masih belum selesai. Diluar
rencana maka Manggala Pelayan Dalam telah mengumumkan,
bahwa esok pagi masih ada satu lagi pendadaran. Ketrampilan
mempergunakan senjata diatas punggung kuda.
Mahisa Pukat m enjadi sangat terkejut ketika ia mendengar
pengumuman bahwa pendadaran itu, khusus ditujukan bagi
Mahisa Pukat saja dan akan dilakukan langsung oleh
Manggala Pelayan Dalam, Gajah Saraya.
Semua anak muda yang ikut dalam pendadaran itu saling
bertanya diantara mereka, kenapa akan dilakukan pendadaran
khusus bagi Mahisa Pukat.
"Apakah Mahisa Pukat itu meragukan sehingga harus
mengalami pendadaran ulang sebagaimana pada pendadaran
tataran kedua" Sehingga justru Manggala Pelayan Dalam
sendiri akan melakukan pendadaran khusus itu?" bertanya
salah seorang dari anak-anak muda itu.
Tetapi tidak seorangpun yang dapat menjawab. Bahkan
para prajurit dan Pelayan Dalampun tidak tahu kenapa tibatiba
saja Manggala Pelay an Dalam akan melakukan
pendadaran khusus itu. Mahisa Pukat sendiri m enjadi termangu-mangu. Ia tidak
tahu kenapa hal seperti itu dapat t erjadi. Namun yang
pertama-tama dipikirkannya adalah bahwa Manggala Pelay an
Dalam itu mempunyai rencana khusus baginya. Mahisa Pukat
memang meragukan pernyataannya bahwa Mahisa Pukat akan
diangkat m enjadi pemimpin kelompok Pelayan Dalam. Tetapi
yang terpikir kemudian adalah itu hanya sekedar alasan
semata-mata. Prasangka buruknya tiba -tiba saja t elah timbul
kembali. Dalam pendadaran khusus itu Gajah Saraya akan
menjatuhkannya sehingga akan nampak bahwa ia tidak pantas
untuk menjadi seorang Pelayan Dalam.
"Jika ia berniat demikian, maka aku justru tidak akan surut
selangkahpun. Perang tandingpun akan aku hadapi. Meskipun
aku kemudian tidak akan diangkat menjadi Pelayan Dalam,
namun namaku tidak akan tercemar karenanya" tekad yang
pernah timbul didalam dadanya itupun tiba -tiba pula telah
muncul kembali. Hari itu, ketika saatnya anak-anak muda itu beristirahat,
maka Mahisa Pukat menjadi semakin diam. Beberapa orang
memang menemuinya dan bertanya kenapa ia harus menjalani
pendadaran khusus. Namun Mahisa Pukat selalu menjawab
sambil menggeleng "Aku tidak tahu."
"Apakah hasil yang kau dapat hari ini meragukan?"
bertanya anak muda yang lain.
"Entahlah. Tetapi aku juga merasa heran bahwa aku harus
melakukan pendadaran ulang. Ketika aku mendalaminya pada
tataran kedua, aku tahu persis ala sannya. Tetapi sekarang
tidak sama sekali," jawab Mahisa Pukat.
Kawan-kawannya hanya dapat mengangguk-angguk. Tetapi
mereka tidak bertanya lagi, karena merekapun mengetahui
bahwa Mahisa Pukat sendiri menjadi bingung karenanya.
Manggala Gajah Saraya memang tidak memberitahukan
kenapa hal itu harus dilakukan. Karena itu maka para prajurit
yang lain sama sekali tidak dapat memberikan keterangan
apapun dengan rencana itu..
Tetapi hal itu justru sangat m enarik perhatian. Bukan saja
anak-anak muda yang mengikuti pendadaran, tetapi juga para
prajurit dan Pelayan Dalam y ang telah ditunjuk untuk ikut
serta meny elenggarakan pendadaran itu.
Mahisa Pukat sendiri memang m enjadi gelisah. Ia merasa
seakan-akan setiap mata m emandang kearahnya. Baik anakanak
muda yang meny ertai pendadaran itu, maupun para
prajurit dan Pelay an Dalam. Sehingga rasa -rasanya ia menjadi
pusat perhatian dari semua orang yang ada disekitarnya.
Namun ketika malam turun dan Mahisa Pukat telah berada
di pembaringannya, maka sulit pula baginya untuk segera
memejamkan matanya. Ia masih saja dibay angi oleh berbagai
macam pertanyaan tentang pendadaran khusus yang akan
dilakukannya esok. Demikianlah, maka pagi-pagi semua anak-anak muda
peserta pendadaran itupun telah siap seperti hari -hari
sebelumnya. Ketika matahari memanjat langit, semuanya
sudah berkumpul di halaman belakang y ang luas itu.
Yang ter sedia hanyalah dua ekor kuda yang tegar dan
berbagai jeni s senjata. Manggala Gajah Saraya telah
memerintahkan untuk m enempatkan beberapa jenis senjata
itu pada batang-batang pisang y ang ditancapkan dibeberapa
tempat diarena y ang luas itu. Tombak pendek, pedang, parang,
trisula, canggah, peri sai dan bahkan cambuk dan rantai.
Mahisa Pukat m emang m enjadi berdebar-debar. Ia tidak
tahu m aksud Manggala Pelayan Dalam itu. Apakah dengan
demikian Manggala itu ingin meny ingkirkannya dengan
caranya atau bahkan membunuhnya sama sekali. Untuk
menghilangkan kesan dan beban tanggung jawab, maka hal itu
dilakukannya justru ditempat terbuka. Seakan-akan ia tidak
sengaja melakukannya. Ketika kemudian Gajah Saraya memasuki arena, maka


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suasana memang m enjadi tegang. Mahisa Pukatpun menjadi
berdebar-debar. Tanpa isy arat bende atau tanda -tanda
lainnya, maka Gajah Saraya itu langsung m emanggil Mahisa
Pukat. "Kita akan segera mulai" berkata Gajah Saraya "kaudapat
memilih kuda y ang mana y ang akan kau pergunakan."
Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Tetapi sambil
mengangguk hormat ia menyahut "Aku dapat
mempergunakan yang manapun yang diperuntukkan bagiku."
"Bagus" berkata Gajah Saraya "jika demikian maka kita
akan segera dapat mulai."
Namun Mahisa Pukat masih bertanya "Apa y ang harus aku
lakukan" Aku tidak mengerti peraturan y ang dipergunakan
dalam pendadaran kali ini."
Gajah Saraya mengerutkan dahinya. Namun kemudian
iapun tersenyum sambil menjawab "Tanpa ketentuan apapun
yang diberitahukan kepadamu, melihat apa y ang ada di arena
ini kau tentu sudah tahu, apa yang harus kau kerjakan."
Mahisa Pukat memandang berkeliling. Ia hanya melihat
kuda dan senjata-senajta yang tertancap di batang-batang
pisang y ang dipancang dipinggir-pinggir arena.
"Marilah" berkata Gajah Saraya yang nampaknya menjadi
tidak sabar. Mahisa Pukat memang tidak dapat m enunggu lebih lama.
Ketika kemudian Gajah Saraya meloncat naik ke punggung
kuda, maka Mahisa Pukatpun telah meloncat pula ke
punggung kuda yang lain. Demikian Mahisa Pukat duduk, maka Gajah Saraya itu
mendekatinya sambil berkata perlahan "Aku memerlukan
bantuanmu. Kau harus melawan sebaik-baiknya. Kau harus
membuktikan bahwa kau adalah calon yang terbaik, yang
pantas untuk menjadi pemimpin kelompok dari anak-anak
muda y ang akan diangkat menjadi Pelay an Dalam. Bahkan kau
harus menunjukkan bahwa kau lebih baik dari Pelayan Dalam
yang ada, agar mereka tidak dapat
menjadi iri hati, bahwa yang
diangkat menjadi pemimpin
kelompok adalah orang baru.
Bukan salah seorang dari m ereka
yang telah lebih lama menjadi
Pelay an Dalam." Mahisa Pukat tanpa disadarinya telah menangguk
men-giakan. Namun sebenarnyalah ia memang raguragu.
Ia m asih saja berprasangka
buruk terhadap Gajah Saraya.
Jika ia benar-benar melawannya,
maka jika terjadi sesuatu atas
dirinya, maka itu adalah kecelakaan. Tetapi Mahisa Pukat memang tidak dapat berpikir panjang.
Gajah Saraya itupun kemudian berkata "Ambil senjatamu. Aku
akan mengambil senjataku."
Mahisa Pukat tidak mempunyai kesempatan untuk
bertanya. Ia melihat Gajah Saraya telah memacu kudanya
untuk memungut senjata y ang akan dipergunakannya.
Ternyata Mahisa Pukat pun tidak kalah tangkasnya dari
manggala pelayan dalam. Demikian Gajah Saraya mengambil
sebatang tombak pendek, maka Mahisa Pukat sudah
menggenggam sebatang pedang.
Memang timbul niatnya untuk mengambil senjata y ang
lain. Tetapi Gajah Saraya telah memutar kudanya untuk sekali
lagi menyerang. Sejenak k emudian maka Mahisa Pukat benar-benar harus
bertahan dengan duduk dipunggung kuda. Gajah Saraya
menyerangnya dengan tangkas dan kuat.
Untuk beberapa saat Mahisa Pukat bertahan, tetapi terasa
pedangnya mulai goy ah. Ia sadar, bahwa sejenak kemudian
pedangnya tentu akan terlepas dari tangkainya. Untuk
sementara Mahisa Pukat memang masih dapat bertahan.
Tetapi ketika terjadi benturan yang keras, maka pedangnya
benar-benar terlepas dari tangkainya dan jatuh beberapa
langkah dari kudanya. Mahisa Pukat tidak akan mungkin memungut pedangnya
yang sama saja dengan patah itu. Yang ada di tangannya
tinggal hulunya saja. Ju stru pada saat y ang demikian Gajah Saraya telah
menyerangnya. Ujung tombaknya benar-benar m engarah ke
jantungnya. Mahisa Pukat tidak sempat berbuat banyak. Ujung tombak
digenggaman Gajah Saraya itu seolah-olah telah meluncur
dengan cepatnya mematuk ke arah jantung.
Anak-anak muda y ang menyaksikan pendadaran itu
menjadi berdebar -debar. Bahkan para prajurit dan Pelay an
Dalam pun seakan-akan telah menahan nafasnya. Pendadaran
itu terlalu berbahaya bagi seorang calon Pelayan Dalam yang
masih muda itu. Betapapun ia memiliki kelebihan, namun
kemudaannya tentu masih belum memberinya kesempatan
untuk mendapatkan pengalaman yang cukup.
Karena itu, maka Mahisa Pukatpun telah melakukannya
pula. Karena ia terbiasa bersenjata pedang, maka iapun telah
memacu kudanya untuk mengambil sebatang pedang yang
tertancap disebatang pohon pisang, sementara Gajah Saraya
telah mengambil sebatang tombak pendek.
Ternyata Mahisa Pukatpun tidak kalah tangkasnya dari
Manggala Pelay an Dalam. Demikian Gajah Saraya mengambil
sebatang tombak pendek, maka Mahisa Pukat sudah
menggenggam sebatang pedang.
Tetapi Mahisa Pukat terkejut. Ternyata pedang itu terlalu
ringan, sehingga Mahisa Pukatpun menduga bahwa bahan
yang dibuat pedang itupun bukan bahan yang baik. Tidak
seperti pedang yang ada di padepokan. Meskipun pedang itu
ujudnya besar dan panjang tetapi bobotnya terhitung ringan,
namun terasa bahwa pedang itu kokoh dan kuat.
Tetapi sekali lagi Mahisa Pukat tidak mendapat
kesempatan. Gajah Saraya telah meny erangnya. Kudanya
berpacu dengan tombak y ang teracu mengarah ke dadanya.
Mahisa Pukat memang tidak dapat berbuat lain. Jika ia
membiarkan ujung tombak itu mengoyak dadanya, m aka ia
benar-benar akan mati di arena pendadaran itu.
Karena itu, maka kudanyapun telah bergerak pula, justru
meny ongsong kuda Gajah Saraya.
Demikianlah ketika kedua ekor kuda itu bertemu, maka
gajah Saraya benar-benar telah menyerang Mahisa Pukat.
Tetapi dengan tangkasny a, Mahisa Pukat menangkis serangan
itu. Nalurinya telah menggerakkan pedangnya untuk
melindungi jiwanya. Tetapi ketika terjadi benturan, maka Mahisa Pukat segera
merasa, bahwa pedangnya memang pedang yang tidak t erlalu
kuat. Sementara itu, Gajah Saraya telah melarikan kudanya
mendekati Mahisa Pukat yang kehilangan senjatanya. Namun
ia masih menggenggam hulu pedang y ang sudah kehilangan
daunnya. Namun demikian Gajah Saraya mendekat, maka
tiba -tiba saja Mahisa Pukat telah m elemparkan hulu pedang
itu. Tidak mengarah kepada Gajah Saraya yang berada
dipunggung kudanya, tetapi justru kearah kuda itu sendiri.
Gajah Saraya tidak sempat menangkis lontaran hulu
pedang itu. Karena itu ketika hulu pedang itu mengenai leher
kuda Manggala Pelay an Dalam itu dengan kekuatan yang
sangat besar, maka kuda itupun terkejut sehingga melonjak
tinggi berdiri dikedua kaki belakangnya.
Gajah Saraya memang terkejut. Ia tidak sempat
mempermainkan tombak pendekny a Tetapi ia harus dengan
cepat menguasai kudanya y ang meringkik dengan gelisah.
Mahisa Pukat mempergunakan kesempatan itu sebaikbaiknya
Dengan cepat Mahisa Pukat melarikan kudanya
menepi. Meny ambar sebuah senjata y ang terdekat. Parang.
Meskipun parang itu bukan senjata yang terbaik baginya,
tetapi ia tidak sempat memungut senjata yang lain yang
tertancap pada batang-batang pisang y ang berjajar ditepi
arena, sementara Gajah Saraya sudah menguasai kudanya dan
mulai meny erang lagi. Ternyata parang itu justru lebih kuat dari pedang y ang telah
terlepas dari tangkainya itu. Karena itu, maka dengan
tangkasnya Mahisa Pukat telah bertanding melawan Gajah
Saraya. Tombak pendek ditangan Manggala Pelayan Dalam itu
menyambar-ny ambar dengan cepatnya. Kemudian berputar
dengan cepat seperti baling-bahng.
Tetapi Mahisa Pukatpun tangkas pula mempermainkan
parangnya Ia menutup setiap kemungkinan ujung tombak
Gajah Saraya menyentuh tubuhnya, sementarantu tangannya
yang lain dengan tangkas pula mempermainkan kendali
kudanya. Dengan demikian maka pertandingan itu menjadi sema kin
lama semakin menegangkan. Keduanya mampu bergerak
cepat dan tangkas. Parang Mahisa Pukat m emang lebih baik
dari pedang y ang dipergunakan sebelumnya meskipun parang
itu terlalu pendek baginya.
Tetapi semakin lama, parang itupun mulai m enjadi g oy ah
seperti senjatanya y ang terdahulu. Dengan demikian Mahisa
Pukat menjadi berdebar-debar. Jika parangnya juga patah
seperti pedangnya, maka ia harus mendapatkan senjata yang
lain y ang harus dipungutnya pula dari batang-batang pisang
itu. Tetapi Mahisa Pukat y ang sudah berpengalaman itu
berusaha untuk memancing lawannya bertempur semakin
menepi. Selagi parangnya masih sempat dipergunakannya.
Namun betapapun Mahisa Pukat menahan diri, tetapi
kesabarannya memang terbatas. Dua kali senjatanya tidak
mampu bertahan terhadap tombak pendek Gajah Saraya.
Bukan karena kemampuannya y ang tidak memadai. Tetapi
karena senjatanyalah yang tidak dapat mendukung
kemampuannya. Menurut dugaan Mahisa Pukat, maka senjata-senjata y ang
lainpun tentu tidak akan dapat dipergunakannya dengan baik.
Kapak, trisula, canggah dan t ombak yang tertancap di batang
pisang itu tentu akan dengan mudah patah atau retak atau
tajamnya y ang terlepas. Karena itu, maka y ang menarik perhatian Mahisa Pukat
adalah justru sebatang tongkat kayu y ang tidak t erlalu
panjang. Kayu y ang nampaknya potongan sebuah cabang
pohon jambu keluthuk. Tongkat kayu yang masih belum
kering benar itu agaknya akan dapat dipergunakan dengan
lebih baik daripada senjata-senjata lain yang ter sedia, karena
agaknya batang kayu jambu keluthuk itu langsung dipotong
dari dahannya. Seandainya kayu itu sudah dikerat dan patah,
maka ia masih akan dapat mempergunakan potonganpotongannya
untuk melawan tombak Gajah Saraya.
Karena itu, ketika Mahisa Pukat merasa bahwa parang
ditangannya itu m ulai goyang, iapun segera berusaha untuk
mendekati sebatang kayu jam bu keluthuk yang disandarkan
pada sebatang pohon pisang.
Namun parang itu sudah m enjadi semakin goyah. Karena
itu, maka dengan mengerahkan kemampuannya Mahisa Pukat
berusaha menusuk menyusup pertahanan tombak Gajah
Saraya. Serangan itu memang bukan serangan y ang berbahaya.
Tetapi Gajah Saraya harus menangkis serangan itu sambil
menguasai kudanya. Dengan tangkasnya, maka Mahisa Pukatpun berputar.
Cepat sekali. Keduanyapun kemudian berlari menuju ke
batang pisang dipinggir arena.
Dengan tangkasnya Mahisa Pukat menyambar t ongkat itu
dan kemudian melarikan kudanya berputar mengambil jarak.
Gajah Saraya memang memburunya. Namun sambil
melarikan kudanya Mahisa Pukat sempat melihat tongkatnya
yang agaknya memang utuh. Tetapi tidak lebih dari sebatang
kayu biasa. Demikianlah, maka sejenak kemudian Mahisa Pukat justru
menjadi semakin mantap. Ia sekali lagi memutar kudanya
langsung menghadapi kuda Gajah Saraya. Sementara itu Gajah
Saraya sudah menjadi semakin dekat dengan ujung
tombaknya mengarah kedada Mahisa Pukat.
Tetapi Mahisa Pukat sudah menjadi mantap. Ia
menggerakkan kudanya berkisar dari garis semula. Sedikit
sa ja. Tetapi arah kuda Gajah Saraya memang berubah.
Dengan demikian maka ujung tombak Gajah Sarayapun
telah berubah bergeser pula dari sa saran. Dengan cepat Gajah
Saraya harus menguasai kudanya untuk mendapatkan arah
sesuai dengan berkisarnya kuda Mahisa Pukat.
Tetapi Mahisa Pukat sudah siap menghadapi segala
kemungkinan dengan tongkat kayu jambu keluthuknya.
Ketika ujung tombak Gajah Saraya menyambarnya, dengan
tangkasnya ia menangkis, kemudian memutar tongkatnya
sehingga pangkalnya justru menusuk kearah lambung Gajah
Saraya. Mahisa Pukat memang berniat untuk benar-benar
memberikan perlawanan sebagai mana diharapkan oleh Gajah
Saraya sendiri, sementara itu kesabarannyapun semakin larut
pula justru karena dua kali ia telah mendapatkan senjata yang
nampaknya dengan sengaja telah dibuat cacat. Sementara itu
serangan-serangan Gajah Saraya rasa -rasanya benar-benar
berbahaya baginya. Tetapi ketika Mahisa Pukat benar-benar mendapat
kesempatan, ternyata ia tidak dapat benar-benar menyakiti
Manggala Pelayan Dalam itu. Tongkatnya memang mampu
menembus pertahanan Gajah Saraya. Tetapi Mahisa Pukat
justru menahannya, sehingga sentuhan tongkatnya pada
lambung Gajah Saraya tidak menggoyahkan daya tahannya.
Namun Gajah Saraya sendiri tidak ingkar. Ia merasa
lambungnya tersentuh pangkal tongkat Mahisa Pukat.
Demikianlah sejenak kemudian maka pertandingan itu
menjadi semakin sengit. Kedua ekor kuda dengan
penunggangnya masing-masing itu berlari-larian saling
menyambar. Bahkan kadang-kadang saling meny ilang dan
hampir berbenturan. Ternyata keduanya adalah penunggang kuda y ang tangkas.
Sementara kedua ekor kuda itu adalah kuda-kuda yang tegar
dan kuat, sehingga pertandingan itu telah m embuat mereka


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang menyaksikan menjadi berdebar-debar.
Para prajurit dan Pelayan Dalam yang ada disekitar arena
itu menyaksikan pertandingan itu dengan tegang. Mereka
tidak melihat pendadaran di arena itu. Tetapi yang terjadi
menurut penglihatan mereka adalah benar-benar sebuah
pertempuran antara hidup dan mati.
Namun sebenarnyalah mereka benar-benar mengagumi
anak muda yang sedang m engikuti pendadaran itu. Apa yang
mereka lihat, bukan sekedar seorang calon Pelay an Dalam
yang sedang mengikuti pendadaran. Tetapi seorang yang
berilmu tinggi sedang melakukan semacam perang tanding.
Untuk beberapa saat mereka y ang berada dipinggir arena
itu menyaksikan pertandingan itu dengan hampir tidak
berkedip. Jantung mereka rasa-rasanya berdetak semakin
cepat didalam dada mereka.
Apalagi anak-anak muda yang mengikuti pendadaran.
Mereka rasa-rasanya tidak mengerti apa yang sedang mereka
sak sikan. Mereka hanya dapat m engikuti dua ekor kuda yang
berlari-larian. Senjata y ang saling menyambar dan menangkis.
Mereka harus menahan nafas ketika mereka melihat ujung
tombak Gajah Saraya y ang tajam itu menyambar Mahisa
Pukat. Jika ujung tombak itu meny entuhnya maka Mahisa
Pukat tentu benar -benar akan terluka. Sehingga pendadaran
itu merupakan pendadaran yang sangat berbahaya.
Tetapi Mahisa Pukat sendiri sama sekali tidak menjadi
cemas. Sejak semula ia sudah m erasa, bahwa ia akan mampu
mengimbangi ketangkasan Manggala Gajah Saraya. Meskipun
ia hanya bersenjata tongkat kayu jambu keluthuk sebesar dan
sepanjang landean tombak Gajah Saraya, namun bagi Mahisa
Pukat justru lebih baik dari pedang atau parang y ang goy ah.
Dengan tongkatnya, Mahisa Pukat telah beberapa kali
mampu meny entuh tubuh Gajah Saraya. Tetapi setiap kali
Mahisa Pukat menahan tenaganya, sehingga sentuhan itu
sama sekali tidak m embahayakan Manggala Pelayan Dalam
itu. Gajah Saraya sendiri bukannya tidak m erasakan sentuhansentuhan
itu. Bahkan ia mulai memperhitungkan,
kemungkinan-kemungkinan lain y ang dapat terjadi. Gajah
Saraya merasakan bahwa sentuhan-sentuhan ujung tongkat
Mahisa Pukat semakin lama m enjadi semakin keras, sehingga
pada suatu saat, sentuhan itu akan benar-benar mampu
melemparkannya dari punggung kudanya.
Gajah Saraya yang bertanding dengan Mahisa Pukat itu
benar-benar m erasa heran. Ternyata anak yang masih muda
itu benar-benar seorang y ang sangat tangkas. Jika ia dapat
mengimbangi kemampuan Senapati Sawung tuwuh, ternyata
bukan hanya sekedar pujian yang pernah didengarnya. Juga
perang tanding y ang pernah dilakukannya dengan mPu
Damar. Gajah Saraya y ang benar-benar ingin menguji kemampuan
Mahisa Pukat itu m emang tidak dapat berbuat lain kecuali
mengakui bahwa Mahisa Pukat adalah anak muda yang luar
biasa. Yang terjadi selama pendadaran telah membuat Gajah
Saraya semakin mengaguminya pula. Anak muda yang berilmu
sangat tinggi itu sama sekali tidak berniat untuk
meny ombongkan dirinya. Ia justru selalu menahan diri untuk
berada pada tataran y ang sejajar dengan kawan-kawannya.
Hanya sedikit kelebihan yang ditunjukkan agar ia dapat
diterima diantara sepuluh orang terbaik diantara anak-anak
muda yang mengikuti pendadaran itu.
Sementara itu pendadaran itu masih berlangsung. Gajah
Saraya memang ingin melihat sejauh dapat dilakukan. Ia telah
memancing agar Mahisa Pukat menunjukkan kelebihannya
bukan saja kepada kawan-kawannya peserta pendadaran.
Tetapi juga para prajurit dan Pelayan Dalam.
Gajah Saraya memang berhasil memancing agar Mahisa
Pukat meningkatkan kemampuannya sampai pada suatu
tataran y ang melampaui kemampuan para peserta pendadaran
dan bahkan para prajurit dan Pelay an Dalam y ang ikut serta
dalam tugas-tugas pendadaran itu. Juga mereka yang
melakukan pendadaran langsung bagi para peserta itu.
Para prajurit dan Pelayan Dalam itu sempat berkata kepada
diri sendiri "Untunglah bahwa bukan aku y ang harus
melakukan pendadaran langsung atas anak muda itu."
Sebenarnyalah Mahisa Pukat memang menyadari, bahwa
yang dilakukan itu sudah terlalu jauh diatas tataran seorang
Pelay an Dalam. Namun ia tidak dapat berbuat lain. Ia tidak
mau namanya menjadi cemar karena kegagalannya mengikuti
pendadaran meskipun terasa bahwa pendadaran itu sudah
tidak wajar lagi. Tetapi Mahisa Pukat memang tidak tahu,
alasan apakah y ang menjadikan pendadaran itu tidak wajar.
Sementara itu, pendadaran itupun masih berlangsung.
Yang menyaksikannya semakin menjadi berdebar-debar.
Ujung tombak Gajah Saraya menyambar-nyambar dengan
garangnya. Namun tongkat Mahisa Pukatpun berputar dengan
cepatnya. Menangkis setiap serangan dan bahkan sempat pula
membalas meny erang. Namun dalam pada itu, y ang mulai menjadi cemas adalah
Gajah Saraya itu sendiri. Ia m erasakan bahwa Mahisa Pukat
masih meningkatkan kemampuannya. Sementara itu, Gajah
Saraya sendiri kemudian meyakini, bahwa Mahisa Pukat
memang seorang y ang berilmu sangat tinggi. Bahkan jika
pertandingan itu diteruskan sehingga Mahisa Pukat
kehilangan kesabarannya, maka Mahisa Pukat akan mungkin
benar-benar m engalahkannya. Jika Mahisa Pukat kemudian
salah paham atas maksudnya karena tekanan-tekanan yang
diberikannya, maka anak muda itu akan benar-benar marah.
Karena itu, maka selagi keadaan masih nampak seimbang,
maka Gajah Saraya harus menghentikan pendadaran itu.
Meskipun semula Gajah Saraya masih berharap-untuk dapat
menundukkan Mahisa Pukat karena senjata yang
dipergunakannya bukan senjata y ang baik setelah ia berhasil
memancing anak muda itu sampai ketingkat y ang lebih tinggi,
namun ternyata Mahisa Pukat dapat m emecahkan hambatan
dari senjata-senjata yang disediakan.
Karena itu, maka ketika ketegangan menjadi semakin
memuncak, maka Gajah Sarayapun kemudian berusaha untuk
menghindar dan m engambil jarak sambil berkata "Tahanlah
Mahisa Pukat. Tahan dirimu."
Mahesa Pukat m endengar seruan itu. Untunglah bahwa ia
masih sempat mengendalikan dirinya, sehingga karena itu,
maka ia berusaha untuk menghindarkan diri dari benturanbenturan
yang dapat terjadi. Kedua ekor kuda itu nampak memang saling menjauh.
Keduanya berusaha mengambil jarak, sementara Gajah Saraya
telah melemparkan tombaknya dari jarak y ang cukup jauh
kearah sebatang pohon pisang y ang ada dipinggir arena.
Dengan tepat tombak itu menancap pada batang pisang itu
setinggi dada. Mahisa Pukat memang termangu-mangu sejenak. Namun
kemudian iapun bergeser menepi dan menyandarkan
tongkatnya pada sebatang pohon pisang pula.
Manggala Gajah Saraya y ang melihat Mahisa Pukat menepi
dan m eletakkan tongkatnya, telah bergeser ketengah-tengah
arena. Kepada para peserta pendadaran untuk memasuki
lingkungan Pelay an Dalam, ke pala para prajurit dan Pelay an
Dalam, Gajah Saraya itu kemudian berkata "Aku sudah
melakukan pendadaran langsung atas peserta yang bernama
Mahisa Pukat ini. Seorang anak muda y ang telah mampu
mengalahkan seorang pemimpin padepokan yang namanya
dikenal oleh orang -orang Singasari, mPu Damar, dan yang
saat ini sedang melakukan pendadaran untuk memasuki
lingkungan Pelayan Dalam diistana Singasari. Mendahului
semua keputusan, maka aku berani mengatakan bahwa anak
muda yang bernama Mahisa Pukat ini akan dapat diterima
menjadi Pelayan Dalam. Dihadapan para peserta y ang kelak
akan dapat diterima bersama Mahisa Pukat, kepada para
prajurit dan Pelay an Dalam aku beritahukan, bahwa Mahisa
Pukat akan langsung mendapat kedudukan sebagai seorang
pemimpin kelompok dari kesatuan Pelay an Dalam diistana
Singasari, khususnya bagi calon Pelay an Dalam y ang akan
diterima bersamanya."
Tidak ada yang tahu, siapa y ang mula-mula bertepuk
tangan. Namun kemudian terdengar tepuk tangan y ang riuh
disekitar arena pertandingan sebagai pendadaran khusus yang
diselenggarakan atas Mahisa Pukat langsung oleh Manggala
Gajah Saraya. Gajah Saraya mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Dengan demikian maka ia berharap bahwa tidak ada lagi
perasaan iri terhadap kedudukan yang diberikan langsung
kepada orang baru y ang bernama Mahisa Pukat itu. Para
prajurit dan Pelayan Dalam telah melihat langsung
kemampuannya yang tinggi, y ang diy akini oleh Gajah Saraya
bahwa kemampuan itu masih belum mencapai puncaknya dan
bahkan mungkin Mahisa Pukat masih mempunyai ilmu
simpanan y ang ternyata mampu m engatasi kemampuan mPu
Damar. Dalam pada itu Mahisa Pukat sendiri menjadi berdebardebar.
Tetapi agaknya teka-teki y ang untuk beberapa lama
mencengkam jantungnya telah t erjawab. Manggala Gajah
Saraya tidak berniat untuk meny ingkirkannya. Ia sudah
menyatakan dihadapan banyak orang, bahkan diantara
mereka terdapat Arya Kuda Cemani, bahwa ia akan diangkat
langsung menjadi pemimpin kelompok didalam lingkungan
kesatuan Pelay an Dalam diistana Singasari.
Ternyata y ang menjadi berbesar hati bukan saja Mahisa
Pukat sendiri. Tetapi juga Arya Kuda Cemani. Meskipun
Mahisa Pukat belum pernah lewat orang tuanya berbicara
tentang Sasi, tetapi seolah-olah mereka sudah saling
mengetahui hubungan diantara anak-anak mereka.
Bagi Arya Kuda Cemani, kedudukan seorang Pelay an
Dalam akan lebih baik bagi Sasi daripada seorang pemimpin
Pa depokan y ang berada ditempat y ang jauh dari Kota Raja.
Kebiasaan serta tata hidup Sasi sejak kanak-kanak tentu
tidak akan dengan mudah ditinggalkannya.
Demikianlah, maka pendadaran bagi mereka y ang ingin
memasuki lingkungan Pelayan Dalam diistana Singasari itu
sudah selesai. Para peserta dapat beristirahat sambil
menunggu pengumuman, siapakah diantara mereka yang
dapat diterima menjadi Pelayan Dalam dan siapa yang
terpaksa tersisih. T etapi sebagaimana pesan Manggala Gajah
Saraya, bahwa mereka yang belum beruntung dapat diterima
menjadi Pelay an Dalam, maka pada kesempatan lain mungkin
mereka akan mendapat kesempatan pula.
Ketika para peserta itu beristirahat, maka beberapa orang
diantara m ereka telah m enyatakan selamat atas keberhasilan
Mahisa Pukat. Bukan saja diterima sebagai Pelayan Dalam,
tetapi sekaligus akan menjadi pemimpin kelompok, dari para
Pelay an Dalam y ang diterima dalam pendadaran itu.
Anak muda y ang bertubuh raksasa itupun dengan lantang
berkata "Tetapi aku masih mempunyai kemenangan atasmu. "
Mahisa Pukat yang tidak tahu maksudnya tidak segera
menjawab pernyataan itu. Tetapi justru kawannya y ang lain
yang bertanya "Kemenangan apa ?"
"Bukankah kita pernah
bertaruh. Dan akulah y ang
menang dalam pertaruhan itu."
jawab anak muda bertubuh raksasa itu. Mahisa Pukat tersenyum. Katanya "Ya. Aku mengaku
kalah." Tetapi kawannya mendesak "Taruhan apa ?" Anak muda
bertubuh raksasa itu tertawa
sambil menjawab "Aku
bertaruh bahwa dalam pendadaran Mahisa Pukat tidak akan pernah kalah dalam
setiap pertandingan. Bahkan
pertandingan yang terakhir langsung melawan Manggala
Pelay an Dalampun, Mahisa Pukat tidak dapat dikatakan kalah.
Meskipun juga tidak dapat dikatakan menang."
"Ah, sudahlah" potong Mahisa Pukat "lihat, petugas itu
tentu akan mempersilahkan kita makan."
"Ya" jawab salah seorang anak muda yang juga menjadi
peserta "seandainya aku tidak diterima, aku sudah m endapat
kesempatan untuk makan enak selama beberapa hari sejak
pendadaran pada tataran pertama. Dirumah aku tidak pernah
mendapat makan sebaik makanan y ang aku terima disini."
Kawan-kawannya tertawa. Seorang diantara mereka sempat
menyahut "Ya. Aku juga tidak pernah makan seenak makanan
disini. Apakah jika kita diterima menjadi Pelayan Dalam
makan kita akan seperti ini setiap hari ?"
Anak-anak muda itu tertawa semakin riuh. Tetapi seorang
diantara mereka berkata "Jadi tujuan kita untuk menjadi
Pelay an Dalam sekedar untuk mendapatkan makanan yang
enak seperti saat pendadaran ?"
"Sudahlah" berkata anak muda yang bertubuh raksasa "kita
harus makan. Aku memang sudah lapar."
Sebenarnyalah seorang petugas telah mempersilahkan
anak-anak muda para peserta pendadaran itu untuk makan
diruangan disebelah dapur.
Sementara mereka makan, mereka masih sempat juga
bergurau. Seorang mendekati anak muda bertubuh raksasa itu
sambil berkata "He, sebanyak itu kau makan ?"
"Kenapa ?" bertanya anak muda bertubuh raksasa itu.
"Tiga kali lipat dari Mahisa Pukat." jawab kawannya.
Yang lain tertawa. Seorang diantara mereka berkata lantang
"Tetapi anak itu lebih kuat dari Mahisa Pukat. Ia dapat
membengkokkan lempengan besi yang tebal itu."
"Tidak" tiba -tiba anak muda bertubuh raksasa itu
menjawab "Ternyata Mahisa Pukat tanpa harus m engerahkan
kekuatannya dapat meluruskan besi itu kembali diluar
pengetahuan kalian. Nah, bukankah kalian tidak melihat "
Tetapi demikian besi itu aku bengkokkan, maka diam-diam ia
telah meluruskannya kembali. Dengan demikian, meskipun
tubuhku jauh lebih besar dari tubuhnya, serta aku dapat
menelan makanan jauh lebih banyak dari padanya, namun
ternyata Mahisa Pukat mempunyai kekuatan lebih besar dari


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku." "Ah. Jangan membual" potong Mahisa Pukat.
"Kenapa aku harus membual " Aku akan mencari sepotong
besi itu dan aku akan menunjukkan kepada anak-anak muda
disini." "Bukankah itu tidak perlu" jawab Mahisa Pukat.
"Kenapa tidak ?" bertanya anak muda itu.
"Sudahlah. Nanti kita terbatuk. Selagi kita m akan, maka
sebaiknya kita tidak berbicara." berkata Mahisa Pukat
kemudian sambil menyuapi mulutnya.
Anak-anak muda itu memang terdiam sejenak. Namun
anak muda bertubuh raksasa itu bertanya perlahan-lahan dan
bersungguh-sungguh "Kenapa pedang yang kau pergunakan
itu patah ?" Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Sebelum
menjawab anak muda bertubuh raksasa itu bertanya pula
"Apakah parang y ang kemudian kau pergunakan itu juga akan
patah ?" Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia
menggeleng "Mungkin tidak. Parang itu tidak akan patah
seperti pedang y ang sebelumnya aku pergunakan."
"Tetapi kenapa kau m engganti senjatamu?" bertanya anak
muda itu. Mahisa Pukat termangu -mangu sejenak. Namun kemudian
jawabnya "Aku lebih senang mempergunakan senjata panjang
daripada senjata pendek khususny a untuk m elawan tombak.
Apalagi Manggala Gajah Saraya memiliki kemampuan yang
sangat tinggi mempermainkan tombaknya. Agaknya ia
terbiasa mempergunakan senjata tombak pendek seperti yang
dipergunakan waktu itu."
Anak muda bertubuh raksasa itu mengangguk-angguk.
Katanya kemudian "Jika kita menilai dengan jujur, maka
nilaimu tentu lebih tinggi dari nilai Manggala Gajah Saraya.
Kau hanya mempergunakan sebatang tongkat kayu yang
seakan-akan begitu saja dipatangkan dari batangnya,
sementara Manggala Gajah Saraya mempergunakan tombak
yang sebenarnya." "Tentu tidak. Tentu Manggala Gajah Saraya tidak
bersungguh-sungguh ingin membunuhku. Seandainya aku
tidak melawan sekalipun aku tidak akan terbunuh di
pertandingan itu. Jika seorang prajurit y ang bertugas
melakukan pendadaran langsung dan membunuh orang yang
sedang mengalami pendadaran itu sama saja dengan sebuah
pembunuhan." jawab Mahisa Pukat.
"Tetapi kenapa kau lebih senang m empergunakan t ongkat
kayu itu. Sedangkan ditempat lain tersedia batang tombak?"
Mahisa Pukat m emandang anak muda itu sejenak. Sambil
tersenyum ia berdesis "Apakau kau sedang meny elidiki satu
perkara?" "Tidak. Tetapi aku menjadi heran melihat hal itu kau
lakukan" jawab anak muda itu.
"Jarak y ang terdekat y ang dapat aku capai adalah t ongkat
itu. Jika aku harus memungut tombak pendek itu aku tentu
terlambat" jawab Mahisa Pukat masih tersenyum.
"Tetapi bukankah Manggala Gajah Saraya tidak
bersungguh-sungguh" Seandainya kau terlambat sekalipun,
kau tidak akan dikenainya. Apalagi benar-benar
membunuhmu." berkata anak muda itu pula.
Mahisa Pukat justru tertawa. Katanya "Kau tidak m emberi
kesempatan aku untuk makan. Tetapi baiklah. Pertanyaanmu
mirip pertanyaan seorang petugas rahasia y ang sedang
mengusut perkara y ang rumit. Barangkali aku dapat
mengusulkan kepada Manggala Gajah Saraya, bahwa kau
dapat ditempatkan dalam tugas rahasia kelak."
"Ah, jangan. Aku senang menjadi anak buahmu sebagai
Pelay an Dalam. Tetapi kau belum menjawab pertanyaanku."
"Seandainya aku terlambat menangkis serangannya.
Meskipun serangan itu tidak akan benar-benar mengenaiku,
namun nilai kemampuanku tentu dinilai kurang dari jika aku
benar-benar mampu melakukannya. Sebenarnya aku memang
tidak perlu meny ombongkan diriku sebagaimana terlanjur aku
lakukan. Tetapi aku benar-benar terpancing sehingga diluar
kendali aku telah melakukannya." jawab Mahisa Pukat.
Anak muda itu mengangguk-angguk. Namun masih ada
satu pertanyaan y ang ter sangkut. Dengan ragu-ragu anak
muda itu bertanya "Kenapa pedang itu patah ?"
Sebenarnya pertanyaan itu juga membersit di kepala
Mahisa Pukat. Seakan-akan ada kesengajaan bahwa senjata
yang disediakan baginya telah dibuat cacat. Namun kepada
anak muda bertubuh raksasa itu ia m enjawab "Mungkin aku
tergesa -gesa mempergunakannya, sehingga aku kurang
berhati-hati." "Tetapi pedang itu tidak akan patah." jawab anak muda
bertubuh raksasa itu. Mahisa Pukat yang tidak ingin m endapat pertanyaan lebih
panjang lagi, tiba -tiba berbatuk-batuk. Sambil menutup
mulutnya ia terbungkuk-bungkuk menahan batuknya yang
menyesakkan nafasnya. Kemudian ia pun menggapai
semangkuk minuman. Baru setelah ia m inum beberapa teguk
ia menarik nafas dalam-dalam, katanya "Aku tidak boleh
makan sambil berbicara "
"Baik. Baik" sahut anak muda bertubuh raksasa itu. Tetapi
katanya kemudian "Kau hanya berpura-pura."
Mahisa Pukat justru tertawa. Tetapi iapun kemudian benarbenar
terbatuk-batuk karena butir nasi y ang m asuk ke jalur
yang salah. "Sudahlah" berkata kawannya y ang lain kepada anak muda
bertubuh raksasa itu "kau jangan mengajaknya berbicara saja
Barangkah kau terbiasa makan sambil berbicara. Tetapi orang
lain tidak." "Baik. Baik." jawab anak muda bertubuh raksasa itu.
Untuk beberapa lamanya anak-anak muda itu makan
sambil berdiam diri. Tetapi anak muda bertubuh raksasa itii
mulai beringsut. Tetapi sebelum ia bertanya lagi, kawannya
sudah mendahuluinya "Nah, kau sudah akan berbicara lagi."
"Baik. Baik. Aku akan diam" jawab anak muda itu.
Demikianlah, setelah makan, maka anak muda bertubuh
raksasa itu tidak lagi memburu Mahisa Pukat dengan
pertanyaan-pertanyaannya. Beberapa hal sudah dapat
dipahami, meskipun sebenarnya masih ada yang ingin
diketahuinya. Tetapi anak muda itu menduga bahwa Mahisa
Pukat tidak ingin menjawabnya. Namun sebenarnyalah
pertanyaan y ang sama tengah bergejolak pula dihati Mahisa
Pukat. Dalam pada itu, maka anak-anak muda itu tinggal
menunggu saja pemberitahuan, siapakah diantara mereka
yang gagal dalam pendadaran itu. Hanya sepuluh orang diantara
mereka yang diterima. Bahkan mungkin kurang dari itu
jika y ang memenuhi sy arat memang kurang dari sepuluh
orang. Tetapi hari itu ternyata masih belum diumumkan siapakah
yang akan diterima dan siapakah yang tidak. Anak-anak muda
itu m asih akan bermalam semalam lagi. Bahkan malam itu
Manggala Gajah Saraya berkenan m enjamu anak-anak muda
yang ikut sampai pendadaran terakhir. Mereka yang tidak
diterimapun telah ikut pula dalam jamuan itu. Tetapi karena
belum diumumkan siapakah diantara mereka yang tidak
diterima, maka kedudukan m ereka rasa-rasanya masih sama
sa ja. Dalam jamuan itu sekali lagi Gajah Saraya mengumumkan
bahwa Mahisa Pukat akan langsung diangkat menjadi
pemimpin kelompok dari anak-anak muda y ang akan diterima
sebagai Pelayan Dalam itu.
Malam itu, setelah jamuan selesai, maka Mahisa Pukat
telah ditemui oleh salah seorang petugas sandi atas nama
AryaKuda Cemani. Sepengetahuan Manggala Gajah Saraya,
petugas sandi itu m emberitahukan bahwa memang ada orang
yang dengan sengaja ingin meny ingkirkan Mahisa Pukat dari
pencalonannya. "Siapa ?" bertanya Mahisa Pukat.
"Sebenarnya masih harus diusut sampai tuntas. Tetapi kami
sudah m enemukan arah peny elidikan kami. Orang itu adalah
seorang prajurit muda. Ia mempunyai pengaruh meskipun
kedudukannya masih belum meningkat sejak semula. Ayahnya
adalah seorang Senapati. Apa y ang dilakukan adalah diluar
pengetahuan ay ahnya. Bahkan ketika ayahnya dihubungi,
maka ia menjadi sangat terkejut. Ia pernah menghukum
anaknya dalam per soalan y ang sama. Dalam kedudukannya
sebagai seorang anak muda yang merasa disaingi
kemudaannya. Tetapi kesalahan itu telah diulangi lagi."
berkata petugas sandi itu.
"Tetapi bagaimana ia mampu menyusun jaringan y ang
demikian luasny a ?" bertanya Mahisa Pukat.
"Anak muda itu mempunyai uang cukup. Meskipun
ay ahnya tidak mengetahui rencana itu, tetapi ternyata anak
muda itu dan beberapa orang kawannya dapat melakukannya"
jawab petugas sandi itu. Mahisa Pukat menarik nafas dalam-dalam. Hampir tidak
terdengar ia berdesis "Aku kira persoalan diantara kam i sudah
selesai. Ternyata masih ada kelanjutannya."
"Ayahnya akan menjatuhkan hukuman y ang lebih berat."
berkata petugas sandi itu.
"Jika kau dapat berhubungan dengan ayahnya, katakan
kepadanya bahwa hukuman badan itu tidak perlu. Tetapi anak
itu perlu mendapat tuntunan lebih jauh. Aku ingin
menemuinya jika mungkin serta diijinkan oleh ayahnya.
Menurut dugaan serta perhitunganku ia sudah m enjadi jera.
Mungkin ada sesuatu y ang mempengaruhinya sehingga ia
mengulangi kesalahannya."
Petugas sandi itu mengangguk-angguk. Katanya "Aku akan
melaporkan kepada Arya Kuda Cemani. Ia juga meny esalkan
peristiwa itu. Tetapi Arya Kuda Cemani memang menghendaki
agar persoalannya diselesaikan kedalam tanpa banyak
keributan. Apalagi ayah anak muda itu juga tidak berniat
membela anaknya meskipun ia mempunyai kedudukan
penting. Bahkan jika dikehendakinya, ia akan dapat
mempergunakan kekerasan atau setidak -tidaknya mendesak
dengan ancaman-ancaman kekerasan. Tetapi Senapati itu
ternyata bersikap jujur dan bahkan siap menghukum anaknya
sendiri." Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Katanya "Aku justru
kasihan kepadanya. Hatinya tentu tersiksa sehingga
mendorongnya untuk melakukan kesalahan yang sama dengan
cara yang justru lebih berbahaya."
Namun petugas sandi itu tidak memperpanjang
pembicaraan itu. Beberapa saat kemudian maka anak-anak
muda itupun telah memasuki bilik mereka untuk tidur,
sementara malam menjadi semakin larut.
Seperti biasanya, pagi-pagi benar anak-anak muda itu
sudah bangun. Ketika matahari terbit, maka merekapun sudah
berbenah diri dan sebentar kemudian merekapun telah
makan. pagi. Setelah beristirahat sebentar, maka datanglah
saat y ang mendebarkan itu. Manggala Pelay an Dalam sendiri
akan mengumumkan, siapakah diantara-mereka y ang diterima
menjadi Pelayan Dalam. Setelah memberikan sedikit pengantar, agar yang terpaksa
tidak diterima tidak menjadi terlalu kecewa, maka Manggala
Pelay an Dalam itupun berkata "Ternyata kami berhasil
mendapatkan sepuluh orang diantara kalian yang memenuhi
sy arat sebagaimana y ang kami harapkan. Sebenarnya
semuanya memiliki kemampuan yang memenuhi syarat.
Tetapi say ang, bahwa kami hanya dapat menerima sepuluh
orang saja. Meskipun demikian, karena Mahisa Pukat akan
langsung diangkat menjadi pemimpin kelompok, maka jumlah
penerimaan kali ini akan menjadi sebela s orang."
Anak-anak muda itu hanya dapat mengangguk-angguk.
Harapan mereka menjadi lebih besar karena jumlah
penerimaan itu bertambah seorang. Tetapi bagaimanapun juga
harus ada diantara mereka y ang tersisih.
"Semula kami menjadi cemas" berkata Manggala Pelay an
Dalam itu "bahwa y ang memenuhi sy arat tidak genap sepuluh
orang. Namun ternyata justru lebih dari itu, meskipun
akhirnya kam i harus memilih sepuluh orang t erbaik dari yang
baik itu ditambah dengan seorang lagi."
Anak-anak muda yang mendengarkan pernyataan itu
termangu-mangu. Ternyata bahwa menurut Manggala Pelay an
Dalam itu, mereka semua dapat dianggap memenuhi syarat.
Tetapi karena hanya sebelas orang y ang dapat diterima, maka
tentu ada diantara mereka y ang harus tersisih.
-oo0dw0oo- (Bersambung Jilid 108) Conv er & Final edit by
Pdf ebook : HIJAUNYA LEMBAH HIJAUNYA LERENG PEGUNUNGAN Jilid 108 Cetakan Pertama PENERBIT: "MURIA" YOGYAKARTA Kolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoyo, Arema
Converter : Editor : Pdf ebook : --ooo0dw0ooo- Naskah ini untuk keperluan kalangan sendiri,
penggemar karya S.H. Mintardja dimana saja berada y ang
berkumpul di Web Pelangi Singosari dan Tiraikasih
Jilid 108 NAMUN Manggala Pelay an Dalam itu kemudian
berkata"Mereka yang tidak dapat diterima kali ini, jika pada
kesempatan lain masih berniat untuk ikut dalam pendadaran,
maka kepada mereka akan diberikan perhatian khusus.


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka y ang gagal kali ini akan m endapatkan pertanda yang
dapat ditunjukkan pada kesempatan y ang lain apabila masih
dikehendaki." Demikianlah, maka kemudian Manggala Pelayan Dalam itu
menyebut sepuluh orang diantara mereka yang diterima
ditambah dengan seorang yang akan menjadi pemimpin
kelompok mereka. Beberapa orang memang menjadi kecewa. Tetapi sekali lagi
Gajah Saraya mengatakan kepada mereka, bahwa mereka akan
mendapat pertanda y ang dapat mereka pergunakan pada
kesempatan lain. "Tidak genap setahun kami akan memanggil anak-anak
muda lagi untuk mengisi kekosongan" berkata Gajah Saraya.
Dengan demikian, maka anak-anak muda itupun
diperkenankan untuk m eninggalkan tempat pendadaran itu.
Bagi mereka y ang diterima, maka mereka mendapat waktu
sepekan. Setelah sepekan mereka harus datang melaporkan
diri ditempat pendadaran itu untuk selanjutnya mereka akan
memasuki barak Pelayan Dalam. Pada kesempatan pertama,
maka mereka akan berada didalam barak latihan khusus bagi
para Pelayan Dalam y ang baru itu. Mereka mengikuti latihan
olah kanuragan untuk mendukung tugas-tugas mereka
kemudian sebagai Pelay an Dalam y ang akan lebih banyak
berada di istana. Menjaga keselamatan seluruh isi istana,
melayani Sri Maharaja dan keluarganya serta memelihara
benda-benda y ang ada di istana dan yang tidak kalah
pentingnya, menjaga agar semua paugeran y ang ditrapkan di
istana dapat berlaku sebagaimana seharusnya.
Demikianlah maka anak-anak muda itupun telah minta diri
kepada para petugas y ang melakukan pendadaran terhadap
mereka selama tiga tataran berturut-turut. Yang tidak dapat
diterimapun nampaknya harus menerima kenyataan itu
dengan ikhlas dengan harapan bahwa pada kesempatan lain
mereka akan dapat diterima.
Kepada Mahisa Pukat mereka mengucapkan selamat atas
keberhasilannya. Bukan saja diterima menjadi Pelay an Dalam,
tetapi justru langsung diangkat menjadi pemimpin kelompok
dari antara mereka yang baru saja diterima.
Ternyata bahwa Mahisa Pukatpun menjadi gembira pula. Ia
akan dapat m engatakan kepada Sasi bahwa ia telah diterima.
Meskipun Arya Kuda Cemani adalah seorang Senopati yang
dapat menilai kemampuannya, tetapi kepada Sasi ia tidak akan
dapat mengatakan apapun seandainya ia tidak diterima
menjadi Pelay an Dalam. Sasi akan dapat menganggapnya
sebagai seorang y ang hanya dapat membual tanpa dapat
memberikan bukti. Ketika ia sampai dirumah dan menyatakan bahwa ia dapat
diterima maka Mahendrapun menjadi gembira pula. Hampir
diluar sadarnya ia b erkata "Aku mempunyai prasangka buruk
terhadap Gfgah Saraya Tetapi ternyata ia bukan orang yang
curang. Ia melihat keny ataan y ang dihadapinya dalam
pendadaran y ang telah dilangsungkan dengan jujur."
Namun Mahisa Pukat telah menceriterakan pula usaha
yang hampir saja menggagalkannya.
"Sudahlah" berkata Mahisa Pukat "persoalan itu jangan
diperpanjang lagi. Kau sebaiknya menganggap bahwa
persoalannya telah selesai."
Mahisa Pukat mengangguk sambil menjawab "Aku memang
sudah berusaha untuk menganggap per soalan itu selesai ay ah.
Tetapi agaknya ayahnya ingin menegakkan wibawanya sebagai
seorang Senopati. Entahlah, apa yang akan dilakukan."
"Lewat Arya Kuda Cemani aku akan memberikan pesan,
agar persoalannya tidak diperpanjang lagi." berkata
Mahendra. "Tetapi ay ahnya ingin agar anaknya benar-benar menjadi
jera dan tidak m elakukan hal yang serupa lagi." desis Mahisa
Pukat. Mahendra tidak menjawab. Iapun mengerti bahwa
membiarkan anaknya melakukan kesalahan berarti
mendorong agar hal itu dilakukan pula pada kesempatan yang
lain. Dalam pada itu, maka kegembiraan Mahisa Pukatpun telah
didengar pula oleh Sasi. Ayahnya tidak dapat menahan
keinginannya untuk menceriterakan kepada Sasi bahwa
Mahisa Pukat secara khusus telah diterima. Bahkan tidak
sekedar menjadi Pelay an Dalam. Tetapi menjadi pemimpin
kelompok dari Pelay an Dalam y ang baru diterima.
Karena itu, ketika Mahisa Pukat datang m engunjunginya,
sebelum Mahisa Pukat mengatakan sesuatu, Sasi telah lebih
dahulu mengucapkan selamat kepadanya.
"Aku merasa gembira sekali, bahwa kau dapat diterima
secara khusus dalam lingkungan Pelayan Dalam" berkata Sasi.
"Doamu didengar oleh Yang Maha Agung, Sasi" jawab
Mahisa Pukat. "Ya. Satu k esempatan yang baik yang dianugerahkan oleh
Yang Maha Agung kepada kita" berkata Sasi sambil menunduk
Kegembiraan itu ternyata telah m eliputi seluruh keluarga
Sasi. Kedua saudara laki -laki Sasipun ikut merasa gembira
pula. Meskipun ketika mereka tahu apa y ang telah t erjadi atas
Mahisa Pukat selama pendadaran menjadi marah pula. Tetapi
sebagaimana Mahendra, maka Arya Kuda Cemanipun
berharap bahwa persoalan yang berhubungan dengan Sasi itu
hendaknya dianggap selesai.
"Jika Senapati Sawungtywuh akan mengambil tindakan
terhadap anaknya, itu adalah persoalannya. Ia memang
merasa perlu untuk mendidik anaknya agar m enjadi seorang
yang baik kelak" berkata Arya Kuda Cemani kepada anakanaknya
pada kesempatan yang lain.
Seperti y ang diperintahkan oleh Manggala Gajah Saraya,
maka sepekan kemudian anak-anak muda y ang diny atakan
diterima menjadi Pelayan Dalam itupun telah berada kembali
ditempat mereka melakukan pendadaran. Seperti yang
diperintahkan, maka merekapun telah m elaporkan diri akan
kehadiran m ereka. Tidak seorangpun diantara mereka yang
menarik diri. Sebelas orang telah hadir ditempat yang
ditentukan, termasuk anak muda bertubuh raksasa itu.
Seperti y ang telah diny atakan oleh Manggala Gajah Saraya,
maka Mahisa Pukat telah langsung dinyatakan sebagai
pemimpin kelompok dari para Pelay an Dalam y ang baru itu.
Dalam wisuda y ang akan dilakukan beberapa hari kemudian,
maka Mahisa Pukat sudah akan diwisuda m enjadi pemimpin
kelompok. Beberapa orang Pelayan Dalam yang tidak sempat
menyaksikan pendadaran itu memang merasa heran. Sejak
mereka memasuki lingkungan Pelayan Dalam, belum pernah
terjadi, seorang y ang baru saja diterima langsung diangkat
menjadi pemimpin kelompok. Biasanya y ang akan memimpin
sekelompok Pelayan Dalam y ang baru itu adalah mereka yang
sudah lebih tua. Yang telah sekitar ampat tahun menjadi
Pelay an Dalam. Ketika hal itu mereka perbincangkan, maka beberapa orang
Pelay an Dalam y ang menyaksikan langsung dan bahkan
bertugas pada saat-saat berlangsungnya pendadaran telah
memberikan penjela san apa yang telah mereka saksikan.
"Satu ceritera y ang berlebih-lebihan" jawab seorang
Pelay an Dalam y ang telah bertugas lebih dari lima tahun,
namun yang masih belum mendapat kesempatan untuk
mendapatkan jabatan memimpin sebuah kelompok Pelay an
Dalam. "Aku dan beberapa orang kawan serta prajurit menyaksikan
sendiri bagaimana ia mampu mengimbangi ketangkasan
Manggala Gajah Saraya."
"Tentu satu permainan dari Manggala Gajah Saraya.
Apakah Mahisa Pukat itu masih sanak kadangnya?" bertanya
Pelay an Dalam y ang tidak mau m enerima keny ataan tentang
Mahisa Pukat. "Sepengetahuanku bukan" jawab Pelay an Dalam y ang
menyaksikan langsung pendadaran itu "jika kau melihat
sendiri, maka pendapatmu tentu akan berubah."
"Tidak" jawab kawannya yang tidak terlibat dalam
pendadaran itu" Manggala Gajah Saraya dapat saja berbuat
sesuatu untuk memberikan kesan agar salah seorang diantara
mereka yang ikut dalam pendadaran nampak memiliki ilmu
yang tinggi. Tetapi semuanya itu adalah permainan saja"
"Jika tidak demikian, kenapa Manggala Gajah Saraya
sendiri y ang harus melakukan pendadaran" Apakah menurut
pendapatnya tidak ada Pelay an Dalam y ang pantas untuk
melakukan pendadaran sebagaimana dilakukan terhadap para
peserta yang lain?" Pelay an Dalam y ang menunggui pendadaran itu berdesis
"Aku bukannya tidak dapat menilai pendadaran yang
dilakukan oleh Manggala. Menurut penglihatanku, Mahisa
Pukat memang memiliki kelebihan yang jauh dari para peserta
yang lain." "Ya. Mungkin. Dengan para peserta memang mungkin.
Tetapi dari kami y ang sudah bertahun-tahun bertugas sebagai
Pelay an Dalam" Kami telah mengalami penempaan ilmu
beberapa kali. Hampir setiap tahun kami m elakukan latihanlatihan
khusus selama dua tiga bulan selain latihan-latihan
yang kami lakukan hampir setiap hari. Kau tentu mampu
menilai kemampuan kita sendiri dibandingkan dengan
kemampuan Mahisa Pukat itu.
"Mungkin kemampuan kita sebagai Pelay an Dalam. Kita
memang sudah menguasai segala macam ketentuan dan
paugeran y ang ada didalam istana ini. Kita sudah menguasai
tugas-tugas kita seluruhnya. Sedangkan Mahisa Pukat sama
sekali belum. Tetapi dalam olah kanuragan, m ungkin agak
lain. Ia memiliki dasar ilmu y ang cukup tinggi."
"Aku kurang y akin akan hal itu" jawab kawannya.
Pelay an Dalam y ang mengikuti pendadaran itu tidak
menjawab. Ia segan bertengkar dengan kawan sendiri tentang
persoalan yang sulit dicari persesuaiannya. Bahkan ketika
kawannya yang lain yang ikut pula menangani pendadaran itu
mengatakan hal yang sama, namun Pelay an Dalam itu masih
tidak yakin pula. "Terserah" akhirnya Pelay an Dalam yang ikut menangani
pendadaran itu melangkah pergi.
"Aku ingin m elihat, apa yang dapat dilakukannya" berkata
Pelay an Dalam yang tidak y akin akan kemampuan Mahisa
Pukat itu. Dalam pada itu, maka anak-anak muda y ang sudah
diterima menjadi Pelayan Dalam itu mulai memasuki barak
untuk mendapatkan latihan-latihan dasar serta pengetahuan
tentang tugas mereka. Mereka telah ditempatkan dibarak
khusus y ang agak terpisah agar mereka dapat memusatkan
perhatian mereka pada latihan-latihan yang tentu akan terasa
cukup berat. Mahisa Pukat yang ada diantara mereka sudah harus mulai
mengemban tugasnya sebagai pemimpin kelompok. Namun
seperti yang lain, Mahisa Pukat masih harus mengikuti
latihan-latihan. Meskipun Mahisa Pukat dianggap memiliki
ilmu yang cukup, tetapi ia harus mengerti dan memahami
keseragaman y ang harus dimiliki oleh Pelay an Dalam. Karena
itu, sebelas orang y ang mempunyai latar belakang dasar ilmu
yang berbeda harus mengikuti latihan-latihan agar mereka
dapat segera meny esuaikan diri dalam lingkungan Pelay an
Dalam Apalagi pengetahuan tentang tugas-tugas mereka serta
unggah-ungguh didalam astana.
Mahisa Pukat yang diangkat sebagai pemimpin kelompok
sama sekali tidak dengan semata-mata menunjukkan
kelebihannya dari kawan-kawannya selain menjalankan
tugasnya dengan baik yang memang agak berbeda dengan
kawan-kawannya y ang bukan pemimpin kelompok. Namun
seperti juga kawan-kawannya Mahisa Pukat mengikuti setiap
latihan dan peningkatan pengetahuan m ereka tentang tugastugas
Pelayan Dalam. Baru setelah beberapa lama latihan-latihan itu berjalan,
serta anak-anak muda yang diterima menjadi Pelayan Dalam
itu telah m eyakinkan para petugas bahwa mereka baik secara
badani m aupun secara jiwani akan m ampu m engikuti m asamasa
penempaan diri, sebelas orang itu telah diwisuda oleh
Manggala Gajah Saraya. Mereka secara resmi telah diterima
menjadi keluarga Pelay an Dalam meskipun mereka masih
harus t etap berada didalam barak latihan khusus untuk
menjalani latihan-latihan yang berat dan melelahkan.
Tetapi anak-anak muda y ang memang sudah mantap untuk
memasuki dunianya itu tidak mengeluh. Mereka menjalankan
tugas-tugas m ereka.dengan penuh gairah dan kemauan yang
tinggi. Semakin lama mereka berada di barak latihan, maka
kelebihan Mahisa Pukat justru menjadi semakin nampak,
disengaja atau tidak. Para pelatih dalam barak itu semakin
merasa segan kepadanya meskipun hal itu tidak diinginkan
oleh Mahisa Pukat sendiri. Betapapun ia berusaha untuk
memperlihatkan kemampuan seperlunya saja, namun kadangkadang
diluar kehendaknya, kelebihannya itupun telah
mencuat dengan sendiriny a.
Manggala Gajah Saraya yang mendengarkan setiap laporan
tentang Pelay an Dalam yang baru itu merasa semakin mantap.
Ia memang berharap bahwa Mahisa Pukat akan dengan cepat
memanjat ketataran yang lebih tinggi, justru karena ia
mengenal Manggala Pelayan Dalam itu sudah mendengar pula
bahwa Mahendra dan Arya Kuda Cemani mempunyai
hubungan yang khusus justru karena anak-anak m ereka yang
sudah saling mengikat meskipun baru tersirat didalam tingkah
laku mereka. Ternyata Mahisa Pukat tidak m engecewakan. Bukan saja
Manggala Gajah Saraya, tetapi juga ayahnya dan Arya Kuda
Cemani. Sampai akhir masa latihan serta pemantapan atas
tugas yang bakal diembannya, Mahisa Pukat tetap
menunjukkan kelebihannya. Iapun telah menunjukkan
kemampuannya memimpin sekelompok Pelayan Dalam yang
diterima bersamanya. Ternyata pengalamannya memimpin
sebuah padepokan telah memberikan bekal y ang sangat
berarti baginya. Ketika masa latihan dasar serta pendalaman tentang tugastugas
y ang harus diembannya itu sudah selesai, maka Mahisa
Pukat serta sekelompok Pelay an Dalam itupun mulai
mendapat tugas-tugasnya diistana. Sebagai sekelompok
Pelay an Dalam y ang baru, maka Mahisa Pukat dan


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelompoknya telah mendapat tugas y ang beban tanggung
jawabnya tidak terlalu berat. Mereka mendapat tugas untuk
menjaga dan melayani lingkungan kesatrian untuk membantu
sekelompok Pelayan Dalam yang telah lebih dahulu b ertugas
ditempat itu. Ternyata tugas yang dibebankan kepada para Pelay an
Dalam yang baru itu tidak terlalu meny enangkan. Beban
tanggung jawab mereka memang tidak begitu berat. Tetapi
keluarga istana yang masih remaja dan meningkat dewasa
yang tinggal di Kasatrian itu mempunyai sifat dan watak yang
berbeda-beda. Ada diantara mereka y ang berhati lembut.
Tetapi ada pula y ang keras dan bahkan kasar meskipun
mereka adalah keluarga dekat Sri Maharaja.
Namun untunglah bahwa di Kasatrian itu tinggal pula
seorang Pangeran y ang sudah setengah baya yang sengaja
ditempatkan di Kasatrian untuk mengendalikan para keluarga
istana yang nakal dan bahkan kadang-kadang sudah mengarah
kepada kekasaran. Pangeran Kuda Pratama yang b ijaksana itulah m erupakan
tempat mengadu para Pelay an Dalam dan petugas lainnya di
Ka satrian apabila mereka mendapat perlakuan yang kasar dari
para penghuninya y ang merasa diri mereka keluarga Sri
Maharjga sehingga mereka seakan-akan dapat berbuat
sekehendak hati mereka. Namun Pangeran Kuda Pratama mendapat wewenang
sepenuhnya oleh Sri Maharjya untuk berbuat y ang terbaik
menurut pertimbangannya atas penghuni Kasatrian.
Mahisa Pukat dan kelompoknya y ang bertugas di Kasatrian
berusaha untuk meny esuaikan diri. Mahisa Pukat
memerintahkan kepada kelompoknya agar mereka tidak
mengambil langkah sendiri jika mereka menghadapi per soalan
dengan para Kesatrian yang tinggal di Kasatrian itu.
"Adalah tugas kita melayani mereka dan menjaga
keselamatan mereka" berkata Mahisa Pukat.
Para Pelay an Dalam itu juga mengerti. T etapi m ereka juga
mempunyai perasaan dan harga diri sehingga kadang-kadang
mereka harus mengeluh mengalami perlakuan yang kurang
pantas. Mahisa Pukat sendiri, y ang terbiasa berada di padepokan
sebagai salah satu dari dua orang pemimpinnya, merasa
kedudukan itu terlalu menekan perasaannya. Bahkan kadangkadang
Mahisa Pukat merasa bahwa ternyata tugas-tugas
Pelay an Dalam sama sekali tidak sesuai dengan gejolak
jiwanya yang kadang-kadang meledak-ledak. Didalam
tugasnya Mahisa Pukat benar-benar merasa dirinya tidak lebih
dari seorang pelayan. Setiap orang di Kasatrian dapat memberi
perintah apapun juga. Kadang-kadang mereka membentak
tanpa sebab. Bahkan mengumpat kasar.
Sehingga Mahisa Pukat sempat m enjadi heran. Ia mengira
bahwa para peng huni Kasatrian itu adalah anak-anak muda
yang lembut, ramah dan m enghargai orang lain sebagaimana
keluarga Sri Maharaja yang sering dilihatnya di paseban.
Tetapi di Kasatrian mereka seakan-akan orang lain dari yang
dilihatnya di paseban itu.
Tetapi Pangeran Kuda Pratama ternyata mampu
memberikan tuntunan kepada para Pelay an Dalam termasuk
Mahisa Pukat. Namun juga mengendalikan para penghuni
Ka satrian. Dari para petugas yang lama Mahisa Pukat dan para
Pelay an Dalam y ang lain telah mendengar pengalaman
mereka, sehingga mereka dapat menempatkan diri mereka
sebaik-baiknya. Tetapi pada satu kesempatan Mahisa Pukat pulang
menemui ayahnya, maka iapun telah menyatakan keluhankeluhannya.
Bagi Mahisa Pukat ternyata bahwa hidup di
Pa depokan terasa jauh lebih baik daripada berada di
Ka satrian. "Kau akan terbiasa dengan tugasmu" berkata ayahnya.
"Kadang-kadang perasaanku m emberontak" jawab Mahisa
Pukat. "Kalian adalah orang -orang baru di Ka satrian. Apalagi
kalian m asih muda sehingga penghuni Ka satrian itu merasa
bahwa mereka lebih senang berhubungan dengan kalian
daripada dengan para Pelay an dalam y ang lebih tua."
"Bukan sekedar berhubungan" jawab Mahisa Pukat "tetapi
mereka memperlakukan kami kadang-kadang diluar batasbatas
kesabaran kami. Mereka bukan saja membentak. Tetapi
seorang diantara kawan-kawanku telah dipukulnya. Kawanku
itu memang tidak membalas. Bukan karena ia pengecut. Tetapi
justru karena ia merasa bahwa ia adalah seorang Pelay an
Dalam." "Apakah hal itu tidak kau sampaikan kepada Pangeran
Kuda Pratama?" bertanya Mahendra
"Ya. Terpaksa kami sampaikan. Anak muda yang memukul
Pelay an Dalam itu memang dipanggil dan dimarahi. Tetapi
nampaknya hal itu tidak berbekas sama sekali. Demikian ia
berada di luar, maka sikapnya telah kembali lagi seperti
semula. Mereka terlalu y akin bahwa kedudukan mereka jauh
lebih tinggi dari seorang Pelayan Dalam" jawab Mahisa Pukat.
Mahendra menarik nafas dalam-dalam. Ia dapat m engerti
perasaan anaknya y ang terbiasa hidup dalam sebuah
padepokan. Namun kemudian Mahendra itupun berkata
"Mahisa Pukat. Para kesatria di Kasatrian itu adalah anakanak
muda seperti kau dan kawan-kawanmu. Mereka terdiri
dari anak-anak muda y ang mempunyai berbagai macam sifat
dan watak. Bukankah diantara mereka y ang keras atau
katakanlah kasar itu terdapat pula anak muda y ang baik dan
ramah" Nah, bukankah sifat-sifat seperti itu terdapat dimanamana"
Mak sudku, mereka tidak ubahnya dengan anak-anak
muda y ang lain. Ada yang pantas dicela tetapi juga ada yang
seharusnya memang mendapat pujian."
Mahisa Pukat m engangguk. Tetapi ia berkata "Tetapi sifat
itu ditrapkan atas kami, para Pelayan Dalam. Itulah yang
membuat darah ini kadang-kadang menggelegak."
"Mahisa Pukat" berkata Mahendra "kau memang harus
sering berhubungan dengan Pangeran Kuda Pratama. Ia orang
yang baik menurut penilaianku. Bertanggung jawab dan
memiliki keberanian. Lebih dari itu, ia adalah seorang yang
berilmu sangat tinggi. Pangeran itu tentu akan selalu berusaha
membantu tugas-tugasmu. Apalagi ia memang diserahi tugas
untuk mengawasi isi dari Kasatrian itu."
Mahisa Pukat mengangguk-angguk. Ia memang sependapat
bahwa Pangeran Kuda Pratama adalah seorang bangsawan
yang baik dan mengerti perasaan dan tugas para Pelay an Dalam. Tetapi sudah tentu bahwa para Pelay an Dalam itu tidak akan selalu berada di sekitar Pangeran Kuda Pratama. Seperti petunjuk ay ahnya, maka selanjutnya
Mahisa Pukat selalu berhubungan dengan Pangeran Kuda Pratama. Apalagi Pangeran Kuda Pratama telah m emberikan
kesempatan kepada Mahisa Pukat untuk menemuinya setiap saat diperlukan. Sementara itu para Pelay an
Dalam yang lebih dahulu berada di Kasatrian dengan senang
hati m embantu dan ikut memecahkan masalah-masalah yang
timbul terutama dihati para Pelay an Dalam.
"Aku tidak kerasan tinggal dineraka ini" berkata anak muda
yang bertubuh raksasa. Meskipun perasaan itu ada pula dihati Mahisa Pukat
namun Mahisa Pukat sebagai pemimpin kelompok berusaha
untuk menenangkan perasaan kawannya y ang bertubuh
raksasa itu. "Kita akan bergayut pada kebaikan hati Pangeran Kuda
Pratama" berkata Mahisa Pukat "suatu ketika maka kita akan
terbiasa dengan keadaan ini atau keadaan ini akan perlahanlahan
berubah." "Apa y ang berubah?" bertanya Pelayan Dalam bertubuh
raksasa itu. Mahisa Pukat termangu-mangu sejenak. Meskipun agak
ragu iapun menjawab "Kita berharap sikap anak-anak muda di
Ka satrian ini dapat berubah."
"Mereka sudah berada di Kasatrian ini sejak mereka
meningkat remaja. Tetapi sikap mereka masih saja seperti itu.
Aku tidak yakin bahwa sikap mereka akan dapat berubah.
Seandainya perubahan itu terjadi, tentu sudah lama terjadi.
Tetapi menurut para Pelay an Dalam yang terdahulu b ertugas
diiini, mereka memang bersikap seperti itu. Sejak dahulu dan
agaknya akan sampai saatnya mereka meninggalkan
Ka satrian. Tetapi y g datang kemudian akan bersikap seperti
mereka juga. Angkuh, merasa diriny a berkuasa dan
menganggap kita tidak lebih budak-budak rendah yang tidak
berharga." "Sudahlah" potong Mahisa Pukat "aku akan mencari jalan
bersama-sama dengan pemimpin kelompok Pelayan Dalam
yang terdahulu bertugas disini. Kami akan menemui dan
mohon petunjuk Pangeran Kuda Pratama."
"Aku m eragukan perubahan yang diharapkan terjadi. Aku
sebenarnya agak menyesal, kenapa aku memasuki lingkungan
ini. Kenapa aku tidak menjadi seorang prajurit saja. Aku lebih
senang dilemparkan ke m edan pertempuran daripada duduk
diserambi Kasatrian ini sekedar untuk dibentak-bentak."
Mahisa Pukat menepuk bahu anak muda bertubuh raksasa
itu. Katanya "Percayalah. Aku akan mencari jalan."
Anak muda bertubuh raksasa itu memang diam. Tetapi
terasa hatinya masih bergejolak. Meskipun ketika ia mendapat
latihan khusus, ditempa badani dan jiwani, bay angan tugas
sebagaimana dialami itu sudah disebut -sebut, tetapi ketika ia
benar-benar harus mengalami, maka hatinya ternyata telah
bergejolak. Dalam pada itu, Mahisa Pukat memang mencari cara untuk
dapat sedikitpun m engurangi tekanan perasaan para Pelay an
Dalam itu karena sikap para penghuni Ka satrian. Meskipun
ada diantara mereka y ang baik, ramah dan lembut, namun
perbandingannya lebih kecil daripada mereka y ang nakal,
keras dan bahkan kasar. Seperti y ang dijanjikan, maka Mahisa Pukat telah menemui
pemimpin kelompok Pelay an Dalam yang telah bertugas lebih
dahulu. Mereka tidak lagi terdiri dari anak-anak muda
sebagaimana kelompok y ang dipimpin oleh Mahisa Pukat.
Sebagian mereka adalah orang-orang y ang telah meningkat
meninggalkan usia mudanya. Diantara mereka pada umumnya
sudah berkeluarga dan mempunyai satu dua orang anak.
Ju stru karena y ang datang kemudian adalah anak-anak muda,
maka y ang kemudian seakan-akan mendapat beban lebih
berat adalah anak-anak muda itu. Para penghuni Ka satrian itu
lebih ringan memberikan perintah, membentak dan berlaku
kasar terhadap Pelay an Dalam yang lebih muda daripada yang
sudah berumur lebih banyak itu.
Dengan pemimpin kelompok Pelayan Dalam y ang
terdahulu bertugas di Kasatrian, Mahisa Pukat mengadakan
beberapa pembicaraan. Pelay n Dalam y g bertugas di Kasatrian
harus meningkatkan kewibawaan mereka dihadapan para
penghuni Kasatrian tanpa dianggap menentang atau
memberontak terhadap mereka.
Ketika keduanya mendapatkan kesepakatan, maka
keduanya telah menghadap pangeran Kuda Pratama untuk
menyampaikan rencana mereka apabila Pangeran Kuda
Pratama memperkenankan. Pangeran Kuda Pratama justru tersenyum mendengar
rencana itu. Sambil mengangguk-angguk ia berkata "Rencana
yang baik. Agaknya rencana ini datang dari y ang muda-muda
karena sebelumnya belum pernah ada rencana seperti ini."
"Benar Pangeran" jawab pemimpin kelompok Pelay an
Dalam y ang terdahulu "meskipun hal-hal yang sama pernah
kami rasakan sebelumnya, namun kami tidak berpikir untuk
mengambil langkah-langkah seperti yang direncanakan oleh
Mahisa Pukat. Ternyata pendapatnya itu baik. Wibawa
Pelay an Dalam akan naik tanpa menyakiti hati para penghuni
kasatrian." "Baiklah. Aku akan mengaturnya" berkata Pangeran Kuda
Pratama "pada hari yang ditentukan, maka latihan khusus
sebagaimana kalian rencanakan itu akan dilak sanakan
dihalaman belakang Kasatrian."
Kedua orang pemimpin kelompok Pelay an Dalam y ang
bertugas di Kasatrian itu mengucapkan terima kasih.
Sementara mereka menunggu waktu yang akan ditentukan
oleh Pangeran Kuda Pratama, maka mereka telah
mempersiapkan pelaksanaannya.
Ternyata Pangeran Kuda Pratama telah m engambil waktu
yang terbaik yang dapat dipilihnya. Pada saat Pangeran Kuda
Pratama memperingati hari dan pasaran saat Pangeran itu
memasuki dan tinggal di kasatrian sambil mengemban
tugasnya mengawasi para penghuni Ka satrian itu genap
delapan tahun, maka Pangeran Kuda Pratama akan
mengadakan semacam peringatan kecil-kecilan di halaman
belakang Kasatrian. "Kita adalah kesatria-kesatria Singasari" berkata Pangeran
Kuda Pratama "ciri dari sifat kesatria bukanlah mengagungkan
diri, sombong dan m erendahkan orang lain. Tapi salah satu
dari ciri seorang kesatria adalah melindungi mereka yang
lemah. Untuk itu kita harus memiliki kekuatan. Juga para
kesatria. Tetapi karena acara seperti ini baru diselenggarakan
untuk pertama kali, maka yang akan tampil kali ini adalah
para Pelay an Dalam. Meskipun mereka bukan penghuni
Ka satrian, tetapi mereka juga kesatria-kesatria Singasari.
Karena ciri kesatria bukan dimana ia tinggal atau anak siapa
mereka itu." Anak-anak muda dan remaja yang tinggal di Kasatrian itu
sebagian sama sekali tidak mendengar kata-kata Pangeran
Kuda Pratama. Mereka datang untuk ikut beramai-ramai,
makan bersama dan bergurau diantara mereka. Mereka tidak


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu memperhatikan acara -acara apa yang akan ditampilkan
dalam peringatan itu. Yang mereka tunggu-tunggu adalah
suguhan yang tentu akan meny enangkan mereka.
Sementara itu Pangeran Kuda Pratamapun berkata "Nah,
sebelum kalian akan mendapat hidangan yang tentu kalian
senangi, para Pelayan Dalam y ang bertugas di Kasatrian akan
menunjukkan kemampuan mereka. Jika kalian, para Kesatria
Singasari y ang tinggal di Kasatrian ingin turun kegelanggang,
kalian akan mendapat kesempatan, meskipun seperti yang
sudah aku katakan, bahwa y ang akan tampil kali ini terutama
adalah Para Pelay an Dalam."
Pernyataan itu agaknya dapat sedikit menarik perhatian.
Tetapi seorang Pangeran y ang meningkat dewasa tiba-tiba
berteriak "Paman, apa yang dapat mereka tunjukkan
dihadapan kami" Latihan memasak say ur dan lauk pauk"
Membuat minuman paling manis dengan gula y ang paling
sedikit" Atau latihan membawa nampan untuk
menghidangkan makanan kepada kami sekarang ini?"
Anak-anak muda penghuni Kasatrian itu tiba-tiba t ertawa
berkepanjangan. Seorang yang lain berteriak "Kami sudah
mulai lapar paman." "Baiklah" berkata Pangeran Kuda Pratama "kalian akan
melihat, siapakah Pelayan Dalam yang sebenarnya. Apakah
mereka m emiliki kemampuan memasak, membawa nampan
untuk menghidangkan suguhan atau sekedar terkantukkantuk
di serambi Kasatrian. Atau kemampuan sebagai
seorang laki-laki. Seorang Kesatria y ang sanggup melindungi
orang-orang yang lemah dan melindungi kalian yang tinggal di
Ka satrian." "Kenapa kami harus dilindungi" Kami memiliki
kemampuan olah kanuragan. Sedang mereka hanyalah para
pelayan. Bukan prajurit." berkata salah seorang diantara
mereka. "Karena itu, marilah kita lihat apa y ang dapat mereka
lakukan" berkata Pangeran Kuda Pratama.
Beberapa macam pertanyaan telah timbul dihati anak-anak
muda itu. Para bangsawan muda itu mulai m enjadi jengkel.
Mereka tidak tahu maksud Pangeran Kuda Pratama.
Namun dalam pada itu, Pangeran Kuda Pratamalah y ang
kemudian seakan-akan tidak menghiraukan para bangsawan
muda itu. Ia mulai bertepuk tangan. Seorang Pelayan Dalam
telah datang mendekat dengan sebuah tombak pendek
ditangan. Pelay an Dalam itu berdiri tegak dihadapan Pangeran Kuda
Pratama. "Mulailah" berkata Pangeran Kuda Pratama.
Pelay an Dalam itu mengangguk hormat. Kemudian
membawa tombak pendekny a melangkah ketengah-tengah
arena di halaman belakang Ka satrian yang dikelilingi oleh
anak-anak muda penghuni Kasatrian itu.
"He, apa y ang akan dilakukannya?" teriak seorang
bangsawan y ang masih sangat muda.
"Dikiranya yang dibawanya itu galah jemuran pakaian"
teriak y ang lain. Anak-anak muda itu tertawa. Mereka memang selalu
melihat Pelay an Dalam y ang bertugas di Ka satrian itu
membawa senjata. Merekapun tahu bahwa para Pelay an
Dalam itu b ertugas untuk berjaga-jaga dan m elindungi istana
dan isiny a jika terjadi sesuatu. Tetapi mereka menganggap
bahwa Pelay an Dalam bukan prajurit sebagaimana yang
mereka ketahui. Kemampuan mereka tentu hanya sekedarnya
sa ja. Tidak berkemampuan sebagaimana seorang prajurit.
Sekarang mereka melihat seorang Pelayan Dalam berdiri
dengan t ombaknya. Tombak yang setiap hari dibawanya hilir
mudik dipintu-pintu gerbang Kasatrian.
Namun Pelayan Dalam itu seakan-akan tidak
mempedulikan teriakan-teriakan itu. Demikian pula Pangeran
Kuda Pratama yang duduk tenang ditempatnya.
"Aku sudah lapar" teriak seorang bangsawan muda.
Yang terdengar adalah suara tertawa gemuruh.
Namun dalam pada itu, Pelayan Dalam itu mulai
menggerakkan tombaknya perlahan-lahan. Diputarnya
tombaknya disekitar badannya semakin lama semakin cepat.
Kemudian Pelayan Dalam itu mulai mempermainkan
tombaknya. Diperlihatkannya unsur-unsur gerak yang
menarik dalam ilmu senjata khususny a tombak pendek.
Tombak itu seakan-akan menangkis serangan y ang datang,
namun kemudian dengan satu putaran, tombak itu seakanakan
menggeliat dan tiba-tiba saja menusuk kearah jantung
lawannya. Para bangsawan muda yang semula mentertawakan sikap
Pelay an Dalam itu mulai terdiam. Mereka memang tidak
mengira bahwa Pelayan Dalam itu mampu bermain-main
dengan tombak yang setiap hari dibawanya kian kemari
selama mereka bertugas. Mereka yang sering lihat para prajurit yang bertugas diluar
istana dan di longkangan-longkangan terpenting selalu
menganggap bahwa prajurit itu m emiliki kemampuan Untuk
bermain dengan senjatanya karena m ereka seakan-akan telah
menyatu dengan senjatanya itu. Tetapi mereka tidak
menganggapnya demikian bagi Pelay an Dalam. Meskipun
sejak para bangsawan itu masih berada didalam dukungan
pemomongnya, mereka sudah melihat kehadiran Pelay an
Dalam, namun mereka kurang memahaminya.
Dalam keadaan yang paling gawat sekalipun maka y ang
harus menanganinya adalah para prajurit. Bukan Pelay an
Dalam. Namun para bangsawan muda itu memang belum pernah
mengalami sesuatu y ang parah terjadi di Istana Singasari sejak
mereka menyaidari kehadiran mereka di istana itu. Karena itu,
maka m ereka belum pernah m elihat betapa seorang Pelay an
Dalam mempergunakan senjatanya untuk benar-benar
bertempur untuk melindungi istana dan isinya. Diantara para
penghuni Kesatrian itu memang masih ada yang teringat,
bagaimana huru-hara melanda istana Singasari disaat-saat
sebelum Sri Maharaja bertahta bersama adik sepupunya yang
mendampinginya sebagai Ratu Angabaya. Tetapi mereka tidak
ingat lagi, apa yang dilakukan oleh para Pelayan Dalam. Yang
mereka ingat meskipun sudah tidak jelas lagi, adalah adanya
dua kelompok kekuatan yang bermusuhan. Orang-orang
Sinelir dan orang-orang Rajasa. Para prajurit ternyata tidak
dapat mengatasiny a. Bahkan kelompok-kelompok itu yang
ternyata berada dibawah perintah Sri Rangga Wuni dan
Mahisa Cempaka telah berhasil menyingkirkan Tohjaya dari
tahta Singasari, bahkan kemudian ternyata telah meninggal.
Mereka tidak ingat, apa y ang telah dilakukan oleh Pelay an
Dalam Singasari. Tetapi kemudian mereka melihat seorang Pelayan Dalam
yang memperlihatkan kemampuan mereka dalam olahraga
senjata. Tombak pendek ditangannya itu kemudian berputar
seperti baling -baling. Melingkar, terayun, menebas dan
mematuk dengan garangnya. Sementara kaki Pelayan Dalam
itu berloncatan dengan tangkasnya.
Namun para bangsawan muda yang ada di Ka satriyan itu
menganggap bahwa hal itu hanyalah satu kebetulan saja.
Tidak semua Pelay an Dalam mampu berbuat demikian.
Bahkan mungkin seluruh Pelayan Dalam yang ada di Kasatrian
itu hanya seorang saja y ang dapat bermain senjata
Namun ternyata dugaan itu keliru. Ketika Pelay an Dalam
itu selesai bermain tombak, maka telah m emasuki arena dua
orang Pelay an Dalam. Seorang bersenjata tombak dan seorang
bersenjata pedang dan peri sai di tangan kiri.
Setelah memberi hormat dan mendapat isyarat dari
Pangeran Kuda Pratama, maka kedua orang Pelay an Dalam itu
segera mempertunjukkan kemampuan mereka, mereka telah
melakukan satu pertandingan yang mendebarkan. Seakanakan
mereka yang ujung -ujung-bertempur dengan
mempergunakan senjata m ereka yang ujung-ujungnya benarbenar
tajam. Jika ujung-ujung senjata itu benar-benar
menyentuh kulitf maka kulit itu tentu akan terluka.
Namun kedua orang Pelay an Dalam itu ternyata cukup
tangkas. Keduanya berloncatan saling meny erang dan
menghindar. Menangkis dan menepis serangan lawan.
Anak-anak muda y ang tinggal di Kasatrian itu menjadi
semakin tercenung di tempat mereka. Mereka tidak m engira
bahwa para Pelayan Dalam itu mampu melakukan permainan
seperti itu. Ternyata bahwa mereka juga memiliki kemampuan
sebagaimana seorang prajurit.
Karena itu, maka hati m ereka memang m enjadi berdebardebar.
Apalagi mereka y ang merasa sering melakukan
kekasaran atas para Pelay an Dalam.
Apalagi kemudian ketika Pelayan Dalam y ang lain
menunjukkan kemampuan mereka berdua. Bermain senjata di
atas punggung kuda dan beberapa jenis ketangkasan yang lain.
Sebenarnyalah para bangsawan muda itu benar-benar
terpukau. Mau tidak mau mereka harus menghargai
kemampuan para Pelay an Dalam itu.
Namun dalam pada itu, sekelompok bangsawan y ang
berada di sudut justru agak dibelakang telah saling berbisik.
Seorang diantara mereka adalah seorang bangsawan muda
yang memiliki kelebihan dari para bangsawan y ang lain. Anak
muda itu dianggap sebagai anak muda yang memiliki
kemampuan tertinggi diantara mereka. Anak muda yang
paling disegani oleh anak-anak muda seisi Ka satrian itu.
Para bangsawan y ang ada di sekitarnya, yang menjadi
berdebar-debar tetapi juga merasa tersinggung melihat
kemampuan para Pelay an Dalam itu telah menggelitik
bangsawan muda y ang dianggap memiliki kemampuan
tertinggi itu. "Kita harus m enunjukkan bahwa yang mereka lakukan itu
bukan satu hal yang mustahil" berkata salah seorang diantara
mereka. "Apa yang harus aku lakukan?" bertanya anak muda y ang
sebelumnya dianggap anak muda y ang m emiliki k emampuan
tertinggi di Kasatrian. Ialah y ang telah memukul seorang
diantara Pelay an Dalam yang baru saja bertugas di Kasatriyan
itu. "Turunlah ke gelanggang. Tantanglah Pelayan Dalam y ang
ilmunya tertinggi. Jika kau m engalahkannya, maka yang lain
tidak akan berani meny ombongkan diriny a dengan bermainmain
dihadapan kita seperti y ang mereka lakukan itu."
Bangsawan muda itu memang menjadi ragu-ragu. Ia
melihat bahwa para Pelay an Dalam y ang juga masih muda itu
memang memiliki kemampuan yang mantap.
Tetapi karena para bangsawan muda y ang lain selalu
menggelitiknya, maka akhirnya bangsawan muda itupun
bangkit berdiri dan berteriak "Cukup. Hentikan permainan
yang tidak berarti itu."
Pangeran Kuda Pratama berpaling ke arah suara itu. Ia
melihat bangsawan muda yang telah bangkit berdiri itu.
Pangeran Kuda Pratama menarik nafas dalam-dalam. Ia
memang berharap bahwa para bangsawan m uda itu merasa
tersinggung dan m encoba untuk m enjajagi kemampuan para
Pelay an Dalam itu. Karena itu, m aka Pangeran Kuda Pratama itupun berkata
"Marilah. Kemarilah. Katakan sekali lagi, apa y ang kau
kehendaki atas para Pelay an Dalam itu."
Bangsawan muda itu melangkah maju. Beberapa orang
yang lain telah mendor ongnya sambil berdesis "Lakukan.
Lakukan. Tantang y ang terbaik diantara mereka."
Bangsawan muda itu m emang melangkah maju mendekati
Pangeran Kuda Pratama. Katanya "Paman. Hentikan
permainan y ang tidak berarti apa -apa itu. Untuk apa
sebenarnya m ereka melakukan itu" Apakah mereka sekedar
meny ombongkan diri atau apa " Jika saja y ang dipertunjukkan
itu pantas ditonton dengan bobot yang cukup tinggi, maka
kami akan berterima kasih. Setidaknya kami akan
mendapatkan pengalaman baru dalam olah kanuragan. Tetapi
yang mereka lakukan sama sekali tidak memberikan kesan
apapun bagi kami yang sudah mendalami olah kanuragan."
"Kau benar ngger" berkata Pangeran Kuda Pratama "tetapi
ada diantara kalian yang masih belum memiliki k emampuan
apa-apa. Bagi mereka apa yang telah diper ontonkan itu akan
sangat berarti." "Paman" berkata bangsawan muda itu "aku ingin
menunjukkan kepada para Pelay an Dalam, bahwa apa yang
mereka lakukan itu bagi kami merupakan tontonan yang
menjemukan." "Jadi kau akan mempertunjukkan dihadapan kami
kemampuanmu olah kanuragan " Marilah, mulailah bermain
di arena. Apakah kau memerlukan seorang kawan ?" bertanya
Pangeran Kuda Pratama. "Ya." jawab bangsawan muda itu "aku memerlukan seorang
kawan bermain. Pelay an Dalam yang t erbaik diantara
mereka." "Baiklah" b erkata Pangeran Kuda Pratama kemudian "aku
akan mempersilahkan Mahisa Pukat untuk menemani Sawung
Kemara. Sawung Kemara yang telah menyadap dasar ilmu
kanuragan, sehingga mungkin Sawung Kemara akan dapat
menunjukkan arti dari olah kanuragan dan mungkin akan
sangat berarti bagi para Pelayan Dalam."
Mahisa Pukat yang disebut namanya telah melangkah maju
dan berdiri dihadapan Pangeran Kuda Pratama. Sementara itu
Sawung Kemara telah berdiri pula diarena. Sambil berdiri
tegak menengadahkan dadanya, Sawung Kemara berkata "He,
apakah kau merasa bahwa kau pantas menemani aku dalam
permainan ini ?" Mahisa Pukat yang sebelumnya telah mendapat ijin dan
persetujuan dari Pangeran Kuda Pratama itupun berkata "Ya
Pangeran. Aku sudah siap atas ijin Pangeran Kuda Pratama."
Bangsawan muda itu m engerutkan dahinya. Ia m enyadari
bahwa dirinya m asih belum diangkat dengan gelar Pangeran
meskipun pada saatnya hal itu akan t erjadi. Tetapi ia tidak
menghiraukannya. Wajahnya yang terangkat itu memandang
berkeliling. Lalu katanya "Baiklah. Tetapi jika terjadi sesuatu,
itu bukan salahku. Aku sudah berusaha memperingatkanmu,"
"Terima kasih atas peringatan Pangeran. T etapi bukankah
aku ingin sekedar menambah pengetahuanku untuk
memantapkan tugasku. Ju stru karena aku bertugas di
Ka satrian."

04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baiklah. Marilah. Kita akan bermain-main tanpa senjata.
Tetapi jika kulitmu tidak cukup liat, maka jari-jariku akan
dapat mengoyak perutmu." berkata Sawung Kemara.
"Aku mohon agar hal seperti itu tidak terjadi. Bukankah
kita sekedar bermain-main ?" berkata Mahisa Pukat.
"Tetapi kadang-kadang kau mampu melindungi dirimu atau
tidak. Jika kau m erasa tidak, maka sebaiknya kita urungkan
permainan ini, agar aku tidak dipersalahkan telah menganiaya
seorang Pelayan Dalam meskipun terjadi dihadapan banyak
sak si." "Aku akan mencoba melayani Pangeran" jawab Mahisa
Pukat. Namun para bangsawan muda itu terkejut. Ternyata
dihalaman belakang Ka satrian itu telah hadir orang-orang
yang tidak diduga sebelumnya. Sesaat sebelum Mahisa Pukat
melayani Sawung Kemara, beberapa orang Pelayan Dalam
yang tidak b ertugas di Kasatrian itu datang. Seorang diantara
mereka y ang berdiri dipaling depan berdiri tegak beberapa
langkah dari Pangeran Kuda Pratama sambil bekata "Ratu
Angabaya berkenan hadir untuk menghormati Pangeran Kuda
Pratama." "Ratu Angabaya ?" bertanya Pangeran Kuda Pratama.
"Ya" jawab Pelayan Dalam "Ratu
Angabaya telah berada dipintu
gerbang halaman belakang Ka satrian." Pangeran Kuda Pratamapun segera bangkit dan meny ongsong
Ratu Angabaya yang kemudian
memasuki halaman belakang
Ka satrian. "Aku ingin menyaksikan
peringatan sewindu kehadiran
Pangeran Kuda Pratama di Ka satrian untuk mengemban
tugasnya." berkata Ratu Angabaya.
"Kami mengucapkan terima ka sih atas kehadiran Ratu
Angabaya" berkata Pangeran Kuda Pratama.
"Nah, sebaiknya acara ini dilanjutkan. Aku tidak akan
mengganggu" berkata Sri Mahisa Cempaka y ang bergelar
Narasimha itu. Suasana di halaman belakang Kasatrian itu t elah berubah.
Semuanya m enjadi diam bagaikan membeku. Mahisa Pukat
masih saja berdiri tegak. Demikian pula Sawung Kemara.
"Bukankah kalian ingin bermain bersama ?" bertanya Ratu
Angabaya Hampir di luar sadarnya Mahisa Pukatpun mengangguk
hormat. Dengan nada rendah Mahisa Pukat menjawab
"Hamba tuanku. Hamba ingin mendapatkan pengalaman baru
dari Pangeran Sawung Kemara"
Ratu Angabaya itu tersenyum. Katanya "Apakah kau anak
Mahendra y ang bernama Mahisa Pukat?"
"Hamba tuanku," jawab Mahisa Pukat.
"Karena itu maka wajahmu mirip benar dengan wajah
paman Mahendra." berkata Rabu Angabaya. Namun katanya
kemudian "Silahkan. Aku ingin melihat kalian bermain-main
untuk menggembirakan Pangeran Kuda Pratama."
Pangeran Kuda Pratama terseny um. Namun iapun segera
mempersilahkan Ratu Angabaya Mahisa Cempaka yang
bergelar Narashimha itupun kemudian duduk di sebelah
Pangeran Kuda Pratama sambil berkata "Marilah. Mulailah.
Aku ingin menyaksikannya."
Para bangsawan muda yang lainpun benar-benar terdiam.
Demikian pula Sawung Kemarapun menjadi berdebar-debar.
Namun ada pula terpercik kegembiraan dihatinya bahwa Ratu
Angabaya akan menyaksikan kemampuannya setelah ia
berguru beberapa lama. Bahkan para bangsawan muda di
Ka satrian itu menganggapnya sebagai seorang y ang terbaik
diantara mereka. Meskipun demikian ada juga sedikit keraguraguan
dihatinya setelah ia menyaksikan pameran ketrampilan
para Pelayan Dalam sebelumnya. Karena ternyata merekapun
memiliki kemampuan. Demikianlah atas isy arat Pangeran Kuda Pratama kedua
orang y ang telah berdiri di arena itupun mempersiapkan diri.
Mahisa Pukat yang sudah jauh lebih matang dari bangsawan
muda itu telah bersiap untuk sekedar melayani saja. Meskipun
demikian bangsawan muda itu kemudian harus merasa bangsa
kemampuannya tidak melampaui kemampuan para Pelay an
Dalam. Jika para Pelayan Dalam lebih banyak mengalah, itu
karena kedudukannya yang memaksanya berbuat demikian
meskipun sebenarnya hatinya tidak ikhlas.
Sejenak kemudian, m aka kedua orang di arena itu telah
mulai bergeser. Bangsawan muda itu mulai meny erang,
sementara Mahisa Pukat berkisar menghindar. Namun
Sawung Kemara itu telah memburunya dengan serangan
beruntun. Mahisa Pukat sama sekali tidak tergetar oleh seranganserangan
itu. Dengan tangkasnya ia berloncatan menghindar.
Meskipun serangan Sawung Kemara m enjadi semakin cepat.
Namun serangan-serangan itu tidak ada yang berhasil
menyentuh tubuh Mahisa Pukat.
Untuk mengimbangi serangan-serangan itu, maka sekalisekali
Mahisa Pukatpun telah meny erangnya. Tidak untuk
menembus pertahanan Sawung Kemara, tetapi sekedar untuk
memberikan imbangan agar permainan itu tidak menjadi
berat sebelah dan menjemukan.
Dengan demikian maka untuk beberapa saat permainan itu
memang nampak seimbang. Keduanya saling m eny erang dan
menghindar. Para bangsawan muda itupun menjadi tegang
seakan-akan mereka melihat pertempuran y ang sebenarnya
dari dua orang y ang memiliki kemampuan seimbang.
Namun Pangeran Kuda Pratama masih saja ter senyumsenyum.
Ia melihat apa y ang sebenarnya terjadi. Demikian
pula beberapa orang Pelayan Dalam y ang berpengalaman yang
mengantar Ratu Angabaya turun ke Kasatrian.
Apalagi Ratu Angabaya itu sendiri. Ia tahu pasti apa y ang
sedang terjadi di arena itu.
Sebenarnyalah bahwa Mahisa Pukat telah membiarkan
lawannya y ang muda itu berbuat apa saja. Bahkan sekali-sekali
Mahisa Pukat memancing agar lawannya bertanding semakin
sengit. Loncatan-loncatannya menjadi semakin cepat dan
panjang, apalagi Sawung Kemara berusaha untuk secepatnya
dapat mengalahkan Pelayan Dalam y ang dianggapnya t erlalu
sombong itu. Tetapi usahanya itu seakan-akan selalu sia -sia.
Serangannya tidak pernah meny entuh sasaran. Sementara itu
Pelay an Dalam itu masih saja berloncatan dengan tangkasnya.
Sawung Kemara mulai menjadi gelisah ketika Usahanya
sama sekali tidak berarti. Serangan-serangannya sama sekali
tidak pernah menyentuh tubuh Mahisa Pukat, sementara
mahisa Pukat masih tetap segar sebagaimana saat mereka
mulai bertanding. Keringat semakin deras mengalir dari lubang-lubang kulit
Sawung Kemara. Sejalan dengan itu, maka tenaganyapun
mulai menjadi susut, sementara Mahisa Pukat masih saja
memancing untuk bertanding pada jarak y ang panjang.
Ketika nafasnya mulai menjadi terengah-engah, maka
Mahisa Pukat mulai menggelitiknya dengan sentuhansentuhan
pada tubuhnya. Meskipun sentuhan-sentuhan itu
tidak menyakitinya, tetapi sentuhan-sentuhan itu sangat
menggelisahkan. Mahisa Pukat justru m engisyaratkan bahwa
sentuhan-sentuhan itu semakin lama terasa menjadi semakin
keras. Ketika tiga ujung jari Mahisa Pukat yang merapat
menyentuh pundaknya, maka Sawung Kemara itu terdorong
beberapa langkah surut sambil menyeringai menahan sakit
yang mulai meny engat. Tetapi Mahisa Pukat tidak memburunya. Ia ju stru berdiri
tegak dengan kaki renggang menunggu Sawung Kemara
memperbaiki kedudukannya y ang goyah.
Sawung Kemara memang segera mempersiapkan diri.
Namun kegelisahannya semakin mencengkam jantungnya.
Mahisa Pukat memang tidak segera meny erang. Selangkah
demi selangkah ia maju mendekat, sementar Sawung Kemara
menjadi semakin gelisah. Mahisa Pukat yang menjadi semakin
dekat itu seakan-akan memandanginya dengan mata yg
memancarkan api dendam yang meny orot kewajahnya.
Sementara itu suara langkahnya bagaikan derap gunung yang
bergetar mendekatinya. Ia sama sekali tidak melihat bahwa Mahisa Pukat justru
tersenyum kepadanya. Langkahnya perlahan-lahan untuk
memberi kesempatan kepada Sawung Kemara mempersiapkan
diri sebaik-baiknya. Namun semakin dekat wajah Mahisa Pukat itu menjadi
semakin mengerikan. Seperti seekor serigala yang m enganga
dengan taringnya y ang tajam, m atanya yang merah menyala
serta lidahnya yang terjulur sambil menggeram.
Sawung Kemara tiba-tiba kehilangan kendali atas dirinya.
Kegelisahan dan bahkan ketakutan y ang mencekam
jantungnya membuatnya tidak berperhitungan lagi. Dengan
serta merta Sawung Kemara itu berteriak ny aring sambil
meloncat menerkam Mahisa Pukat. Ketakutan serta
kecemasannya yang semakin besar membuatnya menjadi
sangat garang. Tetapi Mahisa Pukat tidak membentur serangan Sawung
Kemara itu. Bahkan dengan cepat Mahisa Pukat menghindar
sehingga terkaman Sawung Kemara tidak mengenai sa saran.
Karena itu, justru bangsawan muda itu telah mengerahkan
tenaga dan kemampuannya tanpa kendali, maka demikian
terkamannya tidak mengenai sa saran, Sawung Kemara itu
telah jatuh terjerembab. Beberapa orang bangsawan muda y ang menyaksikan
permainan itu tidak dapat menahan tertawanya. Dengan serta
merta mereka tertawa sambil bertepuk tangan.
Namun ketika Sawung Kemara bangkit dan memandang
berkeliling maka suara tertawa itu telah berhenti dengan
sendirinya. Ketika Sawung Kemara memandang Ratu Angabaya, maka
dilihatnya ia sedang tersenyum menyaksikannya. Demikian
pula Pangeran Kuda Pratama. Karena itu, maka Sawung
Kemara itupun menjadi semakin gelisah. Ternyata
kemampuan para Pelay an Dalam itu jauh lebih tinggi dari
yang diperkirakannya. Ia bukan saja melihat para Pelay an
Dalam itu mempertunjukkan kemampuan mereka, tetapi ia
sendiri sudah mencobanya. Namun ternyata bahwa
kemampuannya agaknya dianggap tidak berarti apa -apa.
Pelay an Dalam y ang bernama Mahisa Pukat itu masih ssya
tetap tegar dan bahkan keringatnya seakan-akan sama sekali
tidak mengembun dari lubang-lubang kulitnya.
Ternyata Pangeran Kuda Pratama melihat kesulitan
bangsawan muda itu. Iapun t idak berniat untuk
mempermalukannya dihadapan banyak orang. Iapun
mengetahui bahwa Mahisa Pukatpun sama sekali tidak berniat
untuk meny ombongkan diri. Jika permainan itu dilakukan,
semata-mata karena Mahisa Pukat ingin menempatkan
kedudukan Pelay an Dalam pada tempat y ang sewajarnya
dihadapan para bangsawan muda itu.
Karena itu, maka Pangeran Kuda Pratama itupun kemudian
berkata "Baiklah. Sudahlah. Permainan ini kita hentikan.
Sudah terlalu lama kita duduk di sini, sementara hidangan
telah disiapkan. Nah, siapa yang tidak setuju jika hidangan
yang sudah siap itu disuguhkan sekarang."
Hampir serentak anak-anak muda itu menyahut "Setuju
paman, setunju." Perhatian anak-anak muda itu dengan cepat beralih.
Mereka kemudian telah berpaling dari arena itu ke hidangan
yang telah disiapkan. Meskipun demikian, apa yang telah
terjadi di arena itu bukannya tidak berkesan sama sekali.
Ketika kemudian beberapa orang pelayan m enghidangkan
minuman dan makanan, maka sambil makan bangsawan
muda itu mulai m erenung. Mereka mulai menilai penglihatan
mereka pada permainan-permainan y ang telah dilakukan di
arena. Ketika seorang Pelay an Dalam memperagakan
kemampuannya dalam olah kanuragan, olah senjata dan
bahkan dipunggung kuda. Kemudian permainan y ang sudah
dilakukan antara Sawung Kemara dan Mahisa Pukat.
Bagaimanapun juga mereka yang menyaksikan permainan itu
mengerti, bahwa Sawung Kemara tidak mampu menundukkan
Mahisa Pukat, meskipun m ereka tidak m elihat bahwa Mahisa
Pukat mampu m engalahkan Sawung Kemara, namun setidaktidaknya
Sawung Kemara tidak dapat menang pula atas
Mahisa Pukat. Kehadiran Ratu Angabaya, yang sebenarnya memang sudah
dihubungi oleh Pangeran Kuda Pratama, membuat peri stiwa
itu semakin membekas dihati para bangsawan muda. Ternyata
Ratu Angabaya menyaksikan langsung betapa para Pelay an
Dalam m emiliki kemampuan jauh lebih baik dari bangsawan
muda y ang berada di Kasatrian. Bahkan pada kesempatan
berikutnya, setelah bangsawan-bangsawan muda y ang berada
di Ka satrian itu selesai makan dan minum bersama-sama,
Ratu Angabaya menganjurkan agar mereka meningkatkan
kemampuan mereka "Kalian dapat belajar kepada Mahisa Pukat. Pelayan Dalam
yang mahisa muda." berkata Ratu Angabaya "kecuali kalian
yang masih berguru k epada beberapa orang guru y ang sudah
ditunjuk bagi kalian. Tetapi Mahisa Pukat setidak -tidaknya
akan dapat menjadi kawan berlatih y ang baik atas persetujuan
guru kalian masing-masing. Pangeran Kuda Pratama akan
dapat membicarakannya dengan guru kalian."
Anak-anak muda itu mengangguk-angguk. Kebanyakan
dari mereka memang sedang berguru. Ada tiga orang guru
yang ditunjuk bagi para bangsawan muda itu.
Namun m asih ada dua orang diantara mereka yang belum
mulai berguru. Mereka baru saja melewati usia duabelas
tahun. Merekapun termasuk penghuni baru di Kasatrian.
Demikianlah, maka untuk beberapa saat lamanya Ratu
Angabaya masih saja berada di halaman belakang Kasatrian
bersama-sama para penghuni Kasatrian. Ternyata bersama
Ratu Angabaya para bangsawan muda itu sempat bergembira
bersama-sama. Sikap y ang diam membeku sejak
kehadirannya, perlahan-lahan dapat dipecahkan karena sikap


04 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ratu Angabaya itu sendiri.
Tetapi kegembiraan itu tidak berlangsung terlalu lama.
Ratu Angabaya itupun kemudian minta diri meninggalkan
Ka satrian. Ketika acara-acara itupun selesai, maka sikap penghuni
Ka satrian terhadap para Pelay an Dalam itupun telah menjadi
berubah. Mereka tidak lagi menganggap bahwa para Pelay an
Dalam itu tidak lebih dari para Pelay an yang dapat
diperlakukan sekehendak hati para bangsawan muda itu.
Ju stru karena mereka mengetahui bahwa para Pelayan Dalam
itu memiliki kemampuan sebagaimana seorang prajurit, maka
merekapun menjadi agak segan karenanya.
Sementara itu, yang dikatakan oleh Ratu Angabaya tentang
Mahisa Pukat m emang telah m enimbulkan pikiran baru bagi
Pangeran Kuda Pratama. Dua orang penghuni Kasatrian yang
masih baru itu masih belum mulai berguru kepada salah satu
diantara tiga orang guru yang ditunjuk bagi para bangsawan
muda itu. Karena itu, maka Pangeran Kuda Pratama telah
berbicara dengan Mahisa Pukat, apakah ia bersedia untuk
menjadi orang keempat yang memberikan tuntunan oleh
kanuragan bagi kedua orang bangsawan muda itu.
"Tetapi bukanlah tugasku hanya sementara di Kasatrian ?"
bertanya Mahisa Pukat "setiap saat aku dapat dipindahkan
ketempat yang lain."
"Meskipun kau dipindahkan, tetapi tugasmu tentu masih
disekitar istana ini saja. Kau t idak akan bertugas ditempat lain
karena kau seorang Pelay an Dalam. Jika Sri Maharaja atau
Ratu Angabaya setuju, maka kau akan dapat ditetapkan
menjadi salah seorang guru di Kasatrian. Itu kalau kau tidak
berkeberatan." "Tentu saja aku akan m enjalankan segala perintah. Tetapi
agaknya hal itu akan dapat menghambat tugas-tugasku
sebagai Pelay an Dalam. Sebagai seorang guru, maka waktuku
tentu terikat karena disaat-saat y ang telah ditetapkan aku
harus berada disanggar. Sementara itu setiap saat aku akan
dapat menerima perintah yang harus aku jalankan pula. Jika
waktu itu berhimpitan maka aku akan mengalami kesulitan.
Sebagai seorang guru aku harus berada ditempat sesuai
dengan waktu y ang telah aku tetapkan sendiri. Jika aku tidak
ada ditempat pada waktu-waktu y ang sudah ditentukan itu,
maka m urid-muridkupun tidak akan menghargai ketentuanketentuan
itu. Bahkan ketentuan-ketentuan y ang lain pula."
Pangeran Kuda Pratama mengangguk-angguk. Katanya
"Aku m engerti. Tetapi bagaimana pendapatmu jika Manggala
Pelay an Dalam, Gajah Saraya kemudian membebaskanmu dari
tugas-tugas y ang lain dan mengangkatmu menjadi pelatih
khusus bagi kedua orang anak muda yang masih belum
Air Mata Kasih Tertumpah Di Kandang Haur 1 Raja Pedang Karya Kho Ping Hoo Tiga Maha Besar 1
^