Pencarian

Pedang Kelelawar Putih 3

Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih Bagian 3


cepat ikut menyerang Bidadari Putih. Sedang
tangan kirinya telah mengibas, melepas ja-
rum-jarum emasnya. Dan....
Serrr! Serrr! Hebat bukan main serangan-serangan
dua orang tokoh sesat dari Istana Ular Emas
itu. Tebasan-tebasan pedang dan jarum-
jarum emas yang berkeredepan itu sungguh
merepotkan Bidadari Putih, meski telah sem-
buh seperti sedia kala. Dan entah sudah be-
rapa kali tubuhnya yang tinggi kurus harus
berjumpalitan di udara. Jangankan untuk
membalas serangan, untuk menghindar saja
rasanya sulit sekali.
Kalau keadaan ini dibiarkan beberapa
saat lamanya, bukan mustahil dalam bebera-
pa jurus Bidadari Putih pun dapat diroboh-
kan. Namun di saat Bidadari Putih terdesak
hebat, tahu-tahu tiga orang murid utama Lo-
wo Kuru telah berkelebat cepat membantu.
"Manusia-manusia tengik dari Istana
Ular Emas! Enyahlah kalian dari sini! Ini bukanlah tempat kalian!" bentak Naroko
garang. Sembari berkata demikian, pedang di
tangan kanan lelaki itu cepat membabat leher Setan Cantik. Sedang dua orang
temannya menyerang dari samping kanan dan kiri. Se-
hingga selamatlah Bidadari Putih dari teka-
nan-tekanan dua tokoh sesat dari Istana Ular Emas itu.
Sementara itu, Sindu tak dapat keluar
dari kepungan berpuluh-puluh murid Pergu-
ruan Kelelawar Putih. Meski dikeroyok demi-
kian hebatnya, tak henti-hentinya murid ter-
tua Lowo Kuru ini terus mencoba mempenga-
ruhi murid- murid Perguruan Kelelawar Putih.
"Ketahuilah, adik-adik ku! Sesungguh-
nya pemilik Perguruan Kelelawar Putih ini
bukanlah guru kalian, si Manusia Pecundang
Kelelawar Hutan! Tapi, Lowo Kuru. Kalian
dengar"! Lowo Kuru yang berada dalam Su-
mur Kematian itulah pemilik Perguruan Kele-
lawar Putih yang sebenarnya!" teriak Sindu, lantang.
"Setan alas! Siapa peduli omongan mu!"
teriak salah seorang murid Perguruan Kelela-
war Putih lantang.
"Ya! Siapa peduli omongan orang yang
mau mampus!" teriak yang lain menyahuti.
"Dasar otak bebal! Tahu apa kalian den-
gan segala macam urusan rumit ini! Justru
guru kalian Kelelawar Hutan itulah yang
membuat urusan jadi rumit! Guru kalian itu-
lah yang telah mencelakakan pemilik sah Per-
guruan Kelelawar Putih ini ke dalam Sumur
Kematian!" teriak Sindu sengit,
"Siapa saja yang mempercayai ocehan ti-
kus comberan itu berarti mati! Kalian dengar!
Hanya kematianlah bagi murid- muridku yang
tidak patuh!"
Sungguh hebat sekali pengaruh teriakan
Kelelawar Hutan. Beberapa orang murid Per-
guruan Kelelawar Putih yang sempat terpen-
garuh ucapan Sindu langsung menegang. Wa-
jah mereka pucat pasi, membayangkan hu-
kuman yang akan dijatuhkan bila memban-
tah. Berpikir sampai demikian, tanpa banyak
membuang waktu lagi murid-murid Pergu-
ruan Kelelawar Putih kembali menyerang Sin-
du dengan garang.
Kali ini bukan saja Sindu saja yang kesal
melihat perubahan sikap murid- murid Pergu-
ruan Kelelawar Putih, tapi juga, Siluman Ular Putih. Pemuda itu saat ini sedang
sibuk menghajar beberapa orang murid Perguruan
Kelelawar Putih.
"Sontoloyo! Dasar murid-murid sonto-
loyo! Apa mata kalian tidak melek" Ayo lekas hentikan serangan. Cincang kunyuk
hitam guru kalian itu!" bentak Siluman Ular Putih, diam-diam mulai mengerahkan
kekuatan batinnya.
Suara bentakan yang bernada bercanda
itu terdengar bergetar-getar aneh, menyerang jalan pikiran para pengeroyok. Maka
seketika itu juga murid-murid Perguruan Kelelawar
Putih menghentikan serangan. Dan dengan
wajah beringas, pandangan mereka beralih ke
arah Kelelawar Hutan yang sedang bertempur
hebat melawan Aryani.
Kelelawar Hutan kaget bukan alang ke-
palang. Meski tengah. bertempur hebat, na-
mun masih dapat merasakan suara bentakan
Siluman Ular Putih yang bergetar-getar aneh.
Dan lebih terkejutnya lagi, ketika melihat mu-
rid-muridnya kini mulai mengalihkan seran-
gan ke arahnya.
"Setan alas! Siapa suruh kalian menye-
rangku, he"! Apa kalian sudah bosan hidup"!"
bentak Kelelawar Hutan, laksana suara dari
dalam kubur. Suara Kelelawar Hutan terdengar begitu
menyeramkan, Rupanya, diam-diam kekuatan
sihirnya pun telah dikerahkan untuk menan-
dingi kekuatan batin Siluman Ular Putih. Dan begitu mendengar teriakan Kelelawar
Hutan, murid-murid Perguruan Kelelawar Putih jadi
celingukan. Mereka seperti terombang- amb-
ing dua kekuatan batin yang sama-sama
kuat. Dan kini murid-murid Perguruan Kele-
lawar Putih pun mulai bersiap-siap menye-
rang Sindu kembali. Namun belum sempat
mereka bertindak, Siluman Ular Putih kemba-
li mengeluarkan satu bentakan nyaring. Se-
hingga, murid-murid Perguruan Kelelawar Pu-
tih kembali terombang-ambing kekuatan sihir
Siluman Ular Putih.
Kelelawar Hutan geram bukan main. Ke-
kuatan sihirnya kembali tersaingi oleh kekuatan sihir Siluman Ular Putih. Maka
diiringi satu lengkingan setinggi langit, serangan-
serangannya semakin dipercepat ke beberapa
jalan darah yang mematikan di tubuh Aryani.
Bahkan tak segan-segan pula kedua tangan-
nya yang telah berubah menjadi hitam legam
siap melontarkan pukulan Tangan Hitam ke
tubuh gadis itu.
Meski Aryani telah mampu menguasai
jurus-jurus sakti 'Sumur Kematian' dalam
waktu singkat, namun tetap saja belum
mampu menandingi kehebatan Kelelawar Hu-
tan. Jangankan untuk membalas serangan.
Untuk menghindari tekanan- tekanan Kele-
lawar Hutan pun rasanya sulit. Dan entah
sudah berapa kali tubuhnya harus berjumpa-
litan di udara menghindari tekanan-tekanan
Kelelawar Hutan.
Wesss! Wesss! Hebat bukan main serangan-serangan
Kelelawar Hutan kali ini Dan pada saat tubuh Aryani melayang-layang di udara,
mendadak saja seleret sinar hitam legam dari telapak tangan kiri Kelelawar Hutan
menerabas menyerang. Itulah pukulan 'Tangan Hitam' yang
sangat di agung-agungkan Kelelawar Hutan
Aryani kaget bukan alang kepalang. Apa-
lagi, tubuhnya saat ini berada di udara. Gadis itu kali ini benar-benar mati
kutu. Sulit rasanya menghindari serangan. Namun di saat
yang gawat bagi si gadis, tiba-tiba melesat sinar putih terang.
Wesss! Bummm...! Sinar putih terang yang entah dari mana
datangnya langsung memapak pukulan
'Tangan Hitam' Kelelawar Hutan. Maka seke-
tika itu juga Kelelawar Hutan membelalakkan
matanya lebar-lebar. Tangan kirinya bergetar hebat akibat bentrokan tadi.
"Manusia Sontoloyo! Beraninya hanya
terhadap seorang gadis. Ayo, lekas hadapi
aku, si gondrong dari dasar neraka!"
* * * 10 Sepasang mata merah saga Kelelawar
Hutan terbelalak liar. Di hadapannya kini
berdiri tegak seorang pemuda berambut gon-
drong dengan pakaian rompi dan celana ber-
sisik warna putih keperakan. Di dadanya
tampak sebuah rajahan bergambar ular pu-
tih. Saat ini pemuda gondrong yang tidak lain Soma alias Siluman Ular Putih
tengah berto-lak pinggang. Kedua kakinya terpentang le-
bar-lebar, pura-pura bersikap galak.
"Setan alas! Lagi-lagi kau yang mengha-
lang-halangi maksudku! Apa kau tidak tahu
sedang berhadapan dengan siapa, he"!" ben-
tak Kelelawar Hutan penuh kemarahan. Ke-
dua pelipis nya bergerak-gerak. Gigi-gigi gerahamnya pun bergemeletukan,
pertanda ten- gah menahan amarah menggelegak.
"Lho" Bukankah aku sedang berhada-
pan dengan manusia pecundang yang berge-
lar Tikus Comberan?" ejek Siluman Ular Putih.
"Setan alas! Beraninya kau menjual la-
gak di depanku, he"! Sudah bosan hidup kau
rupanya"!" geram Kelelawar Hutan.
Sehabis membentak begitu, Kelelawar
Hutan mencelat tinggi ke udara. Tidak tang-
gung-tanggung, tangan kirinya yang berwarna
hitam legam siap dilontarkan ke arah tubuh
Soma. Sedang tangan kanannya telah mem-
bentuk cengkeraman siap menjebol dada Si-
luman Ular Putih. Itulah jurus 'Cengkeraman
Maut Kelelawar Sakti', andalan Pendekar Lo-
wo Putih yang hanya diajarkan oleh ketiga
orang muridnya. Yakni, Lowo Kuru, Kelelawar
Hutan, dan yang terakhir Bidadari Putih.
Sungguh hebat bukan main serangan-
serangan Kelelawar Hutan. Aryani yang berdi-
ri beberapa tombak di luar arena pertarungan hanya dapat menahan napasnya
tegang. Di-am-diam gadis ini pun siap membantu pemu-
da gondrong penolongnya.
Melihat serangan-serangan Kelelawar
Hutan yang demikian hebatnya, Siluman Ular
Putih pun tidak berani memandang remeh.
Maka cepat dikeluarkannya jurus-jurus sakti
'Ular Kembar Mengejar Mangsa'. Sedang tan-
gan kirinya yang telah berubah menjadi putih terang, siap pula memapaki pukulan
'Tangan Hitam' dengan pukulan sakti Tenaga Inti Bu-
mi'. Plakkk! Plakkk!
Blaaar...! Beberapa kali tangan kanan Siluman
Ular Putih menangkis serangan-serangan Ke-
lelawar Hutan. Tak lama, terjadi benturan
dua telapak tangan kedua orang itu. Akibat-
nya, tubuh tinggi besar Kelelawar Hutan
kembali mencelat tinggi ke udara. Tangan ki-
rinya tergetar hebat.
Kelelawar Hutan kaget bukan main. Ia
tidak menyangka kalau pemuda gondrong itu
dapat menangkis serangan- serangannya.
Bahkan kedua telapak tangan Siluman Ular
Putih yang membentuk kepala ular berhasil
menyerang balik Kelelawar Hutan demikian
hebatnya. "Aryani! Mengapa hanya menonton saja"
Lekas bantu Sindu menghadapi murid-murid
itu!" teriak Siluman Ular Putih di antara serangan-serangannya.
Aryani mengerutkan gerahamnya kuat-
kuat. Sebenarnya ingin rasanya gadis ini me-
lampiaskan dendam kepada Kelelawar Hutan.
Hanya sayangnya, ia belum mampu menan-
dingi kehebatan laki-laki itu. Sedang ibunya dan ketiga orang murid ayahnya
tidak begitu kewalahan menghadapi musuh-musuhnya.
Malah, ketiga orang murid utama ayahnya
dapat mendesak hebat Setan Cantik. Hanya
Sindu saja yang tampak kewalahan mengha-
dapi gempuran murid-murid Perguruan Kele-
lawar Putih yang dapat dikuasai kembali oleh Kelelawar Hutan.
Maka tanpa banyak pikir panjang lagi,
Aryani pun segera berkelebat membantu Sin-
du. Sehingga murid pertama Lowo Kuru tidak
begitu kewalahan lagi. Meski demikian, Aryani tetap dapat mengendalikan
amarahnya. Ba-gaimanapun juga, ia enggan menurunkan
tangan mautnya kepada murid-murid Per-
guruan Kelelawar Putih yang masih terhitung
adik seperguruan.
Dan di saat Aryani dan Sindu tengah si-
buk mendesak murid-murid Perguruan Kele-
lawar Putih, mendadak...
"Keparat...!"
Kelelawar Hutan mengeluarkan satu ge-


Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rengan yang dapat pecahkan gendang telinga.
Sedang tubuhnya yang tinggi besar terjajar
beberapa langkah ke belakang. Matanya
membelalak liar. Hampir saja ia celaka di tangan musuh mudanya. Untung saja
ketika tendangan kaki Siluman Ular Putih mendarat
telak di dadanya, tenaga dalamnya telah dikerahkan. Sehingga, selamatlah
Kelelawar Hu- tan dari tendangan mematikan Siluman Ular
Putih. Meski demikian, di sudut-sudut bibir
Kelelawar Hutan tampak terbersit darah se-
gar, pertanda telah terluka dalam. Dalam
keadaan seperti itu, lelaki itu jadi murka. Sepasang matanya tiba-tiba mencorong
aneh. Bibirnya berkemik-kemik. Dan dari bibirnya
yang berkemik-kemik.
"Siapa suruh kau membuat onar di tem-
pat ini, Bocah" Ayo lekas berlutut! Mungkin
aku masih mengampuni nyawa busukmu!"
bentak Kelelawar Hutan, laksana suara dari
dalam liang kubur.
Siluman Ular Putih tersentak kaget. Ke-
dua lututnya goyah. Hampir saja kata-kata
Kelelawar Hutan dituruti, kalau tidak buru-
buru mengerahkan kekuatan batinnya. Se-
hingga, kekuatan sihir Kelelawar Hutan dapat dipunahkan.
"Ah...! Hampir saja aku lupa! Rupanya
kau pintar juga bermain sulap, Tikus Combe-
ran?" ujar Soma diam-diam kembali menge-
rahkan kekuatan batinnya. "Tapi mana sudi aku menuruti perintahmu" Justru kaulah
yang patut berlutut di hadapanku. Ayo, lekas lakukan! Tunggu apa lagi!"
Kelelawar Hutan kaget bukan alang ke-
palang. Suara teriakan-teriakan pemuda gon-
drong itu terdengar demikian aneh menyerang
jalan pikirannya. Dan tanpa disadari tiba-tiba Kelelawar Hutan telah berlutut di
hadapan Siluman Ular Putih!
"Ha ha ha..! Rupanya kau penurut juga,
Tikus Comberan! Bagus-bagus! Mungkin Raja
Akhirat sudi mengampuni nyawa busukmu!"
celoteh Siluman
Ular Putih di antara gelak tawa.
Bukan main kagetnya Kelelawar Hutan.
Padahal, tadi pun kekuatan sihirnya telah dikerahkan. Namun anehnya, tetap saja
tidak dapat menahan kedua lututnya yang goyah
hingga akhirnya jatuh berlutut di hadapan Siluman Ular Putih.
"Keparat! Berani kau mempermainkan
Kelelawar Hutan, Bocah!" bentak Kelelawar Hutan murka.
Sembari berteriak lantang begitu, Kele-
lawar Hutan cepat meloncat bangun. Dan
dengan menggunakan kedua telapak tangan-
nya yang telah berubah menjadi hitam legam
sampai ke pangkal, cepat diserangnya Silu-
man Ular Putih. Kini, ia tidak berani main-
main lagi terhadap musuh mudanya. Baik il-
mu sihir maupun ilmu silat.
Berpikir demikian, Kelelawar Hutan ma-
kin mempercepat serangan-serangan. Ia beru-
saha mengurung pertahanan Siluman Ular
Putih. Hingga dalam beberapa jurus kemu-
dian, yang terlihat hanyalah bayangan sosok
hitam yang terus berusaha mendesak bayan-
gan putih. Tak! Tak! Namun selang beberapa jurus kemu-
dian, gantian bayangan putih keperakan Si-
luman Ular Putih yang mendesak bayangan
hitam Kelelawar Hutan. Bahkan tak jarang,
patokan-patokan kedua telapak tangan Soma
berhasil melukai kulit tubuh Kelelawar Hu-
tan. Namun anehnya begitu tubuhnya terlu-
ka, maka seketika itu juga asap hitam tipis
yang datang dari ubun-ubun kepala perlahan-
lahan bergerak menyelimuti ke bagian-bagian
tubuh Kelelawar Hutan yang terluka. Selang
beberapa saat, luka-luka itu pun sembuh se-
perti sedia kala!
"Ha ha ha...! Selihai apa pun, kau tetap tidak dapat mengalahkanku, Bocah!
Cepatlah tinggalkan tempat ini. Mumpung pikiranku
belum berubah!" ejek Kelelawar Hutan di antara gelak tawanya.
Kini gantian mata Siluman Ular Putih
yang terbelalak lebar-lebar. Apa yang dilihatnya benar-benar membuat hatinya
tercekat. Entah ilmu iblis apa yang digunakan Kelela-
war Hutan. Dan belum sempat hilang rasa heran Si-
luman Ular Putih, tahu-tahu tubuh tinggi be-
sar Kelelawar Hutan telah berkelebat cepat
menyerang dengan pedang di tangan.
Soma tidak begitu memperhatikan ka-
pan laki-la-ki tua tinggi besar itu mencabut pedangnya. Yang jelas, tahu-tahu
cahaya putih menyilaukan mata setelah berkelebat ce-
pat. Jurus-jurus yang dikeluarkan Kelelawar
Hutan tampak aneh sekali. Terkadang laki-
laki tinggi besar itu mencelat tinggi di udara laksana seekor kelelawar murka.
Namun entah karena apa, tiba-tiba saja serangan-
serangannya bisa terhenti.
Meski demikian, serangan-serangan Ke-
lelawar Hutan tidak dapat dianggap enteng.
Tendangan dan cengkeraman cengkeraman
tangannya penuh jebakan- jebakan maut.
Bahkan sebelum tendangan dan cengkera-
mannya mengenai sasaran, terlebih dahulu
berkesiur hawa panas menyerang tubuh Si-
luman Ular Putih.
"Mungkin inilah jurus-jurus sakti yang
terkandung dalam kitab peninggalan Pende-
kar Lowo Putih," gumam Siluman Ular Putih dalam hati. "Tapi..., tapi mengapa
terkadang Kelelawar Hutan menghentikan serangan-serangannya secara tiba-tiba,
seperti bingung dengan kelanjutan jurus-jurus itu" Ah...!
Mengapa aku jadi bodoh begini"! Itu bisa saja terjadi, karena Kelelawar Hutan
memaksakan diri mempelajari jurus-jurus dalam kitab. Padahal ia belum mendapatkan pasangan
pe- dang Kelelawar Putih sebagai kunci pembuka
kitab itu. Jadi, ya! Jurus-jurus kacau balau itulah hasilnya!"
Begitu telah mendapat kesimpulan, Si-
luman Ular Putih tersenyum senang.
"Ah! Sayang sekali! Mengapa jurus-jurus yang terkandung dalam kitab Kelelawar
Sakti kau ubah jadi jurus-jurus kacau balau begi-
ni"!" ejek Siluman Ular Putih sambil berjumpalitan menghindari serangan-serangan
Kele- lawar Hutan. Sehabis berkata begitu, Siluman Ular
Putih pun cepat mencabut senjata pusaka da-
ri balik punggung. Anak Panah Bercakra
Kembar! Sesuai namanya, senjata itu me-
mang berbentuk sebatang anak panah.
Ujungnya melengkung ke atas, berbentuk ke-
pala ular dengan sebuah taring mencuat ke
depan berupa sebilah pisau. Sebagian batang
anak panah itu juga berbentuk badan ular
yang memiliki dua lubang mirip lubang sul-
ing. Sedang di kanan kiri ujung anak panah
berbentuk kepala itu terdapat dua buah cakra kembar terbuat dari lempengan baja!
Aneh sekali! Begitu senjata pusaka itu
terpegang di tangan kanan Siluman Ular Pu-
tih, tiba-tiba arena pertarungan itu dipenuhi hawa dingin menusuk kulit. Di
samping itu Soma pun merasakan tubuhnya jadi ringan
sekali. Bahkan tenaga dalamnya pun bertam-
bah! Melihat senjata aneh di tangan musuh
mudanya, Kelelawar Hutan hanya tersenyum
dingin. Hatinya sama sekali tidak gentar
menghadapi senjata pusaka di tangan Silu-
man Ular Putih.
"Bocah edan! Lihat serangan!" ejek Kelelawar Hutan.
Sejenak Kelelawar Hutan menggerak-
gerakkan pedang di tangan kanannya mem-
buat jurus-jurus kembangan, sebelum melan-
carkan serangan sesungguhnya.
Cit! Cit! Benar saja. Begitu jurus-jurus kemban-
gan selesai dimainkan, tiba-tiba terdengar pekik mencicit mirip seekor
kelelawar. Dan ta-
hu-tahu, tubuh tinggi besar Kelelawar Hutan
telah mencelat tinggi ke udara. Ujung pe-
dangnya ditusukkan demikian rupa. Sedang
tangan kirinya siap meremukkan batok kepa-
la Siluman Ular Putih dengan jurus
'Cengkeraman Maut Kelelawar Sakti'.
Tentu saja Siluman Ular Putih tidak sudi
batok kepalanya menjadi sasaran empuk se-
rangan-serangan Kelelawar Hutan. Dengan
mengerahkan jurus 'Terjangan Maut Ular Pu-
tih' cepat senjata pusakanya bergerak mema-
pak. Wesss! Wesss! Dan begitu Siluman Ular Putih mengge-
rakkan senjata pusakanya. maka seketika itu
juga berkesiur angin dingin dari dua cakra
kembar yang berputar menyerang Kelelawar
Hutan. "Uts!"
Kelelawar Hutan sedikit memiringkan
tubuhnya ke samping. Sedang pedang di tan-
gan kanannya menusuk ubun-ubun kepala
Siluman Ular Putih. Tidak ada pilihan lain
bagi Siluman Ular Putih. Cepat senjata pusa-
kanya digerakkan untuk menangkis pedang di
tangan Kelelawar Hutan.
Cring! Terlihat bunga api berpijar di udara begi-
tu dua senjata berbenturan. Tangan Kelelawar Hutan sedikit bergetar akibat
bentrokan tadi.
Sementara tubuhnya agak limbung ke kiri.
Maka segera dia bersalto beberapa kali di
udara, sebelum akhirnya menjejak ke tanah.
Wesss...! Namun baru saja Kelelawar Hutan men-
darat di tanah, mendadak berkesiur angin
dingin menyerang. Bersamaan dengan itu, se-
leret sinar putih terang dari telapak tangan kiri Siluman Ular Putih telah
menerabas cepat siap menghantam tubuhnya.
"Hih...!"
Kelelawar Hutan cepat mengangkat tan-
gan kirinya yang telah berubah menjadi hitam legam hingga sampai ke pangkal,
lalu mendo-rongkannya ke depan.
Srattt! Maka seketika itu juga terlihat seleret
sinar hitam legam dari telapak tangan kiri Kelelawar Hutan, menerabas cepat
memapaki pukulan 'Inti Bumi Siluman Ular Putih'.
Bummm...! Hebat bukan main pertemuan dua tena-
ga dalam di udara itu. Akibatnya tanah di sekitar arena pertarungan bergetar
hebat. Se- dang tubuh Kelelawar Hutan terhuyung-
huyung beberapa langkah ke belakang.
Pada saat itu Siluman Ular Putih yang
sempat limbung akibat bentrokan tadi cepat
mendesak Kelelawar Hutan dengan jurus-
jurus 'Terjangan Maut Ular Putih'. Sedang
tangan kirinya siap pula melancarkan puku-
lan 'Tenaga Inti Bumi'
Kali ini Kelelawar Hutan kewalahan bu-
kan main. Tubuhnya yang tengah terhuyung-
huyung ke belakang cepat dilempar ke samp-
ing. "Heaaa...!"
Namun, rupanya Siluman Ular Putih ti-
dak ingin tanggung-tanggung dalam melan-
carkan serangan. Sambil sesekali melancar-
kan pukulan 'Tenaga Inti Bumi' terus dide-
saknya Kelelawar Hutan. Berkali-kali senjata pusaka di tangannya mengancam
bagian yang paling membahayakan di tubuh Kelelawar
Hutan. Untung laki-laki tinggi besar itu selalu dapat menghindari.
Diam-diam Kelelawar Hutan mengelua-
rkan keringat dingin. Wajahnya pucat pasi.
Sungguh tak disangka kalau pemuda gon-
drong musuhnya itu demikian lihainya Na-
mun di saat Kelelawar Hutan terdesak hebat,
meluncur angin dingin ke arah Siluman Ular
Putih. "Memalukan sekali! Mengapa kau bisa
dibuat pontang-panting oleh bocah kemarin
sore, Kelelawar Hutan"!"
"Uts...!"
Siluman Ular Putih cepat melempar tu-
buhnya ke kiri. Sehingga, hawa dingin yang
menyerang dirinya hanya mengenai tempat
kosong. Kini, di hadapan Siluman Ular Putih
telah berdiri tegak seorang lelaki tinggi kurus berpakaian ringkas warna ungu.
Usianya ki-ra-kira enam puluh tahun. Rambutnya pan-
jang memutih tak terawat. Wajahnya garang


Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanpa kumis dan jenggot. Hidungnya besar,
bibirnya tebal kehitaman. Sementara sepa-
sang matanya yang sipit terus memandang
beringas pada Siluman Ular Putih.
"Jangan sembarangan membacot, Iblis
Penebar Maut! Sebaiknya, mari kita cincang
kunyuk gondrong ini!" bentak Kelelawar Hutan tersinggung.
"He he he...! Rupanya kau ketakutan ju-
ga, Kelelawar Hutan. Baik! Tapi kau juga ha-
rus ingat perjanjian kita! Kau harus memin-
jamkan kitab itu padaku!" sahut sosok tua berambut panjang warna putih yang
ternyata berjuluk Iblis Penebar Maut.
"Jangan khawatir, Iblis Penebar Maut!
Pokoknya begitu urusan ini selesai dan aku
sudah selesai mempelajari kitab itu, kau bo-
leh datang mengambilnya!"
"Baik!"
Iblis Penebar Maut langsung berkelebat
menerjang Siluman Ular Putih seolah me-
mandang sebelah mata.
Plak! "Heh?"
Begitu jotosan tangan kanannya beradu
dengan tangan kiri Siluman Ular Putih, maka
terkejutlah tokoh sesat dari Gunung Wilis itu.
Tangannya bergetar hebat akibat bentrokan
tadi. Bahkan tendangan Siluman Ular Putih
hampir saja mendarat telak di dada.
"Aku bilang apa" Ayo, lekas cincang ku-
nyuk gondrong ini!" ujar Kelelawar Hutan lagi.
Sehabis berkata begitu, Kelelawar Hutan
semakin mempercepat serangannya dengan
jurus-jurus yang dipelajari dari kitab peninggalan gurunya. Demikian juga Iblis
Penebar Maut, tokoh sesat dari Gunung Wilis itu. Ia
yang sempat terkejut pada gebrakan pertama
tadi, kini tidak berani memandang ringan la-
wan mudanya lagi.
Diam-diam Siluman Ular Putih menge-
luh dalam hati. Pemuda ini benar-benar ke-
walahan menghadapi gempuran-gempuran
dua tokoh sesat tua itu. Padahal jurus-jurus saktinya telah dikeluarkan. Bahkan
tak jarang senjata pusakanya yang melesat cepat
laksana rencong selalu saja dapat dihindari
dengan mudah. Hingga tak heran kalau per-
lahan namun pasti, pemuda gondrong murid
Eyang Begawan Kamasetyo dari Gunung Bu-
cu itu terdesak hebat.
Sementara itu, Aryani dan Sindu masih
dikeroyok puluhan orang murid Perguruan
Kelelawar Putih. Namun, mereka masih dapat
melayani. Dipihak lain, Cantrik Tudung Pan-
dang dan Setan Cantik tampak mulai terde-
sak oleh tiga orang murid utama Lowo Kuru
dan Bidadari Putih.
"Cantrik Tudung Pandan! Di antara kita
tidak ada silang sengketa. Lekaslah tinggal-
kan tempat ini, mumpung pikiranku belum
berubah!" bentak Bidadari Putih garang, di antara tebasan-tebasan pedang yang
terus mengurung pertahanan Cantrik Tudung Pan-
dan. "Bedebah! Jangan seenaknya membacot,
Bidadari Putih! Awas, lihat serangan!" dengus Cantrik Tudung Pandan sinis.
Dari pancaran mata jelas kalau tokoh
sesat dari Istana Ular Emas itu sangat me-
mandang rendah pada Bidadari Putih. Bah-
kan dengan jarum-jarum emasnya yang ber-
keredepan, Cantrik Tudung Pandan pun
kembali menerjang. Sementara kilatan- kila-
tan pedangnya terus berusaha mengurung
pertahanan Bidadari Putih.
Namun sayangnya yang dihadapi Can-
trik Tudung Pandan kali ini bukanlah tokoh
kemarin sore. Melainkan, Bidadari Putih yang merupakan salah seorang murid
Pendekar Lowo Putih yang sangat disegani di dunia persilatan. Hingga tak heran kalau
serangan- serangan Cantrik Tudung Pandan tak berarti
apa-apa di depan Bidadari Putih. Bahkan kini malah Bidadari Putih yang dapat
mendesak-nya. Cantrik Tudung Pandan menggeram pe-
nuh kemarahan. Wajahnya menegang. Kedua
pelipisnya bergerak-gerak, pertanda tengah
menahan amarah menggelegak. Dan sambil
berkelebat cepat, tangan kirinya cepat mero-
goh kantong kecil yang melilit di pinggang. La-lu....
Serrr! Serrr! Tiba-tiba melesat dua bayangan kecil
memanjang berwarna kuning keemasan ke
arah Bidadari Putih.
Di tempatnya, Bidadari Putih terkesiap.
Dari bau amis yang menebar mendahului le-
satan dua benda memanjang berwarna kun-
ing keemasan, Bidadari Putih tahu kalau itu
adalah seekor ular berwarna emas! Ya, ular
emas! "Ah...!" pekik Bidadari Putih kaget bukan alang kepalang.
Jarak lesatan dua benda memanjang
berwarna keemasan itu memang demikian
dekat. Sehingga, tak mungkin Bidadari Putih
menggerakkan pedangnya untuk membabat.
Maka tanpa banyak pikir panjang lagi, tu-
buhnya cepat dilempar ke samping, sekaligus
menghindari tebasan- tebasan pedang di tan-
gan Cantrik Tudung Pandan.
Dua benda memanjang berwarna kee-
masan yang memang dua ekor ular emas kini
merayap cepat dengan kepala terangkat ting-
gi-tinggi. Cantrik Tudung Pandan tersenyum din-
gin. Sss... sss...! Disertai suara mendesis, dua ekor ular emas itu pun kembali
melesat cepat menyerang Bidadari Putih.
Set! Set! Bidadari Putih cepat mencelat tinggi. Di
udara, pedangnya cepat digerakkan dua kali.
Dan Crakkk! Crakkk!
Terlihat dua kali darah muncrat di uda-
ra. Dan dua benda memanjang berwarna kun-
ing keemasan itu pun terbabat buntung, Begi-
tu jatuh di tanah. Kedua ular emas itu meng-
geliat-geliat sebentar lalu tak bergerak-gerak sama sekali. Mati!
"Bangsat...! Heaaa...!"
Bukan main marahnya Cantrik Tudung
Pandan. Disertai pekikan setinggi langit, tubuh tingginya tahu-tahu telah
berkelebat ce- pat menyerang Bidadari Putih. Pedang di tan-
gan kanannya berkilat-kilat tertimpa sinar
matahari, siap merajam.
Bidadari Putih cepat menggerakkan pe-
dangnya untuk menangkis. Kemudian dengan
menggunakan jurus-jurus sakti 'Cengkera-
man Maut Kelelawar Sakti', cepat diterjangnya Cantrik Tudung Pandan. Gerakan-
gerakan pedangnya yang sulit diduga sungguh mere-
potkan lawan. Malah beberapa kali pedangnya
merobek kulit tubuh Cantrik Tudung Pandan.
Sementara Bidadari Putih yang sedang
kalap itu malah semakin mempercepat seran-
gannya. Dan di saat Cantrik Tudung Pandan
terdesak hebat, mendadak...
"Siapa pun adanya kau, tak boleh mem-
bunuh Cantrik Tudung Pandan! Akulah yang
berhak membunuhnya!"
* * * 11 Di hadapan Bidadari Putih dan Cantrik
Tudung Pandan tahu-tahu telah berdiri tegak
seorang lelaki berjubah kuning kedodoran
sampai lutut. Tubuhnya pendek kurus. Wa-
jahnya polos dengan rambut awut-awutan.
Pipinya cekung. Giginya kuning, menjorok ke
depan. Usianya kira-kira enam puluh tahu-
nan. Dan lucunya, lelaki ini memiliki kumis
yang mirip kumis kucing! Dan di dunia persi-
latan pun ia mendapat julukan Lelaki Berku-
mis Kucing. (Untuk mengetahui siapa Lelaki Berkumis Kucing ini lebih lanjut,
silakan baca episode: "Sumur Kematian").
"Hm...! Kalau melihat ciri-ciri mu, kau pasti orang tua yang bergelar Lelaki
Berkumis Kucing. Untuk apa kau mencegah aku membunuh Cantrik Tudung Pandan?"
gumam Bi- dadari Putih dengan tatapan tajam.
Lelaki Berkumis Kucing mengangguk-
angguk. "Bidadari Putih! Sebaiknya kau bantu
saja bocah gondrong itu! Tampaknya ia kewa-
lahan sekali menghadapi Kelelawar Hutan
dan Iblis Penebar Maut. Lekas! Aku ada sedi-
kit urusan dengan wanita sundal ini!"
Bidadari Putih berpaling ke arah Silu-
man Ular Putih. Dan memang, benar pemuda
gondrong murid Eyang Begawan Kamasetyo
dari Gunung Bucu itu tengah terdesak hebat
di tangan dua orang pengeroyoknya.
"Baiklah!" sahut Bidadari Putih, akhirnya.
Sehabis berkata begitu, Bidadari Putih
pun segera berkelebat cepat, menyerang Iblis Penebar Maut. Kebetulan, tokoh
sesat itulah yang lebih dekat dengannya. Dengan meng-
gunakan sebilah pedang, dimainkannya jurus
'Cengkeraman Maut Kelelawar Sakti'. Sedang
tangan kirinya yang membentuk cakar siap
pula mencengkeram dengan jurus 'Cakar
Maut Kelelawar Hutan'.
Melihat Bidadari Putih telah membantu
Siluman Ular Putih, Lelaki Berkumis Kucing
jadi senang sekali. Namun sejurus kemudian,
matanya telah menatap tangan Cantrik Tu-
dung Pandan. "Cantrik Tudung Pandan! Lima belas ta-
hun lalu, kau boleh pecundangi aku. Tapi
jangan harap sekarang dapat lolos dari gebu-
kan tongkat hitam ku. Lekas maju! Aku su-
dah tidak sabar ingin menggebuk pantatmu."
Wajah pucat pasi Cantrik Tudung Pan-
dan terlihat semakin pias. Rahangnya berge-
meletukan. Kedua pelipisnya pun bergerak-
gerak, pertanda tak dapat lagi mengendalikan gelegak amarahnya. Maka tanpa
banyak cakap lagi, segera tangannya mengibas. Dan..., Serrr! Serrr!
Tidak kurang dari sepuluh jarum emas
Cantrik Tudung Pandan melesat cepat menye-
rang sekujur tubuh Lelaki Berkumis Kucing.
Sinar emasnya yang berkeredepan tampak
menggiriskan. "Heaaa...!"
Bett! Bettt! Bersamaan dengan itu, tebasan-tebasan
pedang tipis Cantrik Tudung Pandan segera
menyusul menyerang musuh bebuyutannya.
"Ah...! Dari dulu kau selalu main-main
dengan jarum emasmu, Cantrik Tudung Pan-
dan. Aku jadi heran, apa kau tidak bosan"
Mengapa tidak kau gunakan untuk menjahit
pakaianmu yang compang-camping?" celoteh Lelaki Berkumis Kucing sembari
berkelebat kesana kemari, menghindari jarum-jarum
emas Cantrik Tudung Pandan. Sedang gulun-
gan-gulungan tongkat hitamnya segera me-
nangkis tebasan-tebasan pedang.
Tlakkk! Tlakkk!
Terdengar beberapa kali benturan di
udara. Tubuh kedua orang itu sama-sama
terjajar beberapa langkah ke belakang dengan tangan terasa bergetar hebat. Namun
Lelaki Berkumis Kucing yang sangat mendendam
pada Cantrik Tudung Pandan segera kembali
berkelebat cepat untuk menyerang. Gulun-
gan-gulungan tongkat hitamnya terlihat terus berusaha mengurung pertahanan
Cantrik Tudung Pandan,
"Heaaa..?"
Namun selang beberapa saat kemudian,
gantian gulungan-gulungan sinar kuning
keemasan pedang tipis Cantrik Tudung Pan-
dan yang mendesak hebat Lelaki Berkumis
Kucing. Bahkan mendadak satu pukulan wa-
nita sesat itu meluncur deras ke dada. Begitu cepatnya, sehingga,
Bukkk! Bukkk! "Aughhh...!" pekik Lelaki Berkumis Kucing. Dadanya yang terkena pukulan tangan
kiri Cantrik Tudung Pandan terasa mau jebol.
Tubuh pendeknya limbung ke kiri. Meski de-
mikian tongkat hitamnya berhasil disarang-
kan di punggung lawan. Sehingga membuat
Cantrik Tudung Pandan terjajar ke samping.
"Aaakh...."
Bersamaan dengan terjajarnya tubuh
Cantrik Tudung Pandan, tiba-tiba terdengar
pekikan Bidadari Putih yang tengah ter-
huyung-huyung akibat bentrokan dengan pu-


Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kulan Iblis Penebar Maut. Bahkan pada saat
yang demikian, secara curang Kelelawar Hu-
tan langsung hantamkan pukulan Tangan Hi-
tam. Desss...! "Aaakh...!"
Seketika itu juga tubuh Bidadari Putih
terlempar beberapa tombak ke samping, lalu
jatuh berdebukan di tanah tak mampu ban-
gun lagi. Punggungnya yang terkena pukulan
'Tangan Hitam' Kelelawar Hutan langsung
menghitam dan mengepulkan asap hitam ti-
pis. "Ibuuu...!" pekik Aryani menyayat.
Namun serangan-serangan pukulan mu-
rid Perguruan Kelelawar Putih membuat gadis
berpakaian putih-putih itu tetap berada di
tempatnya. Jangankan untuk menolong. Un-
tuk keluar dari kepungan pun rasanya sulit
Sementara itu, Kelelawar Hutan hanya
tertawa sumbang melihat Bidadari Putih ro-
boh dengan punggung hangus terbakar.
Bukan main murkanya Siluman Ular Pu-
tih melihat kejadian itu. Saking tidak dapat mengendalikan gelegak amarahnya,
pemuda gondrong murid Eyang Begawan Kamasetyo
itu sampai tidak dapat berkata-kata lagi. Wajahnya menegang. Rahangnya
bergemeletuk. Bahkan tiba-tiba sekujur tubuhnya telah di-
penuhi uap putih tipis. Sehingga, akhirnya
bayangan tubuh pemuda gondrong itu tidak
kelihatan sama sekali!
Sejenak Kelelawar Hutan dan Iblis Pene-
bar Maut menghentikan serangan. Sepasang
mata mereka terbelalak lebar, tak tahu ilmu apa yang akan dikeluarkan musuh
mudanya. Dan ketika uap putih yang menyelimuti seku-
jur tubuh Soma pudar tertiup angin, maka
seketika itu juga....
"Gggeeerrr...!"
* * * Berpuluh-puluh pasang mata yang be-
rada di Pekarangan Terlarang seketika terbelalak melihat seekor ular putih
sebesar pohon kelapa. Terkadang badannya menyembul ke
atas. Sebentar kemudian, baru disusul den-
gan kepalanya. Sepasang matanya yang ber-
warna merah saga terus memandang beringas
pada Kelelawar Hutan dan Iblis Penebar.
Maut. Seolah siap memangsa calon korban
dengan kedua taringnya!
"Si..., Siluman Ular Putih...!" teriak Kelelawar Hutan dan Iblis Penebar Maut
dengan sepasang mata terbeliak saking terkejutnya.
Sehabis menggereng, Soma yang kini te-
lah menjelma menjadi Siluman Ular Putih ce-
pat menerjang Kelelawar Hutan dan Iblis Pe-
nebar Maut garang. Kepalanya digerakkan se-
demikian rupa, menyerang Kelelawar Hutan.
Sedang ekornya dikibaskan, siap me-
remukkan tubuh Iblis Penebar Maut.
Kelelawar Hutan dan Iblis Penebar Maul
tentu saja tidak ingin menjadi sasaran empuk serangan-serangan Siluman Ular
Putih. Maka pedang di tangan kanan Kelelawar Hutan ce-
pat bergerak memapak serangan-serangan Si-
luman Ular Putih.
Tak! Tak! Tebasan-tebasan pedang itu beberapa
kali mengenai tubuh Siluman Ular Putih. Na-
mun anehnya seperti membentur lempengan
baja yang kuat sekali! Jangankan membabat
buntung. Untuk melukai kulit tubuh Siluman
Ular Putih saja, Kelelawar Hutan tidak sang-
gup. Bahkan setiap mata pedangnya berben-
turan dengan tubuh Siluman Ular Putih, sela-
lu saja Kelelawar Hutan merasakan tangan-
nya kesemutan. Sedang Iblis Penebar Maut pun terpaksa
harus berdecak kagum. Berkali-kali pukulan-
pukulan mautnya menghantam tubuh Silu-
man Ular Putih. Namun tetap saja hasilnya
sia-sia. Paling, ia hanya dapat membuat tu-
buh memanjang sebesar pohon kelapa itu ter-
lempar beberapa tombak ke samping. Setelah
itu, Siluman Ular Putih pun kembali mener-
jang garang. Kibasan-kibasan ekor dan terkaman-
terkaman Siluman Ular Putih sungguh hebat
bukan main membuat debu-debu beterban-
gan. Hingga pada suatu saat...
Bukkk! Bukkk! Tiba-tiba kibasan-kibasan ekor Siluman
Ular Putih itu menghantam telak dada Kele-
lawar Hutan. Seketika itu juga tubuh tinggi besar itu terlempar beberapa tombak
ke belakang. Sedang dadanya yang terkena kibasan
terasa mau jebol dengan mata berkunang-
kunang. Sejenak Kelelawar Hutan menggapai-
gapaikan tangan kanannya. Sedangkan tan-
gan kirinya menekan dada. Tak lama, tubuh-
nya ambruk ke tanah tak dapat bangun lagi.
Di sudut-sudut bibirnya tampak terbersit da-
rah segar, pertanda mengalami luka dalam
cukup parah! Melihat itu, nyali Iblis Penebar Maut jadi
lumer. Sepasang mata sipitnya terbelalak lebar. Maka sebelum kibasan-kibasan
ekor Si- luman Ular Putih menghantam tubuhnya, ka-
ki kanannya cepat menjejak, Seketika tubuh-
nya berkelebat meninggalkan arena pertarun-
gan. Siluman Ular Putih hanya memandangi
Iblis Penebar Maut dengan sepasang mata
mencorong. Sama sekali tidak ada keinginan
untuk mengejar. Apalagi, saat itu dilihatnya Bidadari Putih masih tergeletak
dengan punggung hangus terbakar.
Siluman Ular Putih hanya menggereng
panjang. Dan ketika bayangan tubuh Iblis Pe-
nebar Maut menghilang di balik tembok me-
mutar Pekarangan Terlarang, tiba-tiba seku-
jur tubuh ular raksasa itu telah dipenuhi uap putih tipis hingga tidak kelihatan
sama sekali. Wesss...! Dan ketika uap putih tipis yang menye-
limuti tubuh Siluman Ular Putih pudar ter-
tiup angin, maka yang tampak kini adalah se-
sosok pemuda berpakaian rompi dan celana
bersisik warna putih keperakan. Siapa lagi
kalau bukan Soma alias Siluman Ular Putih"
"Jangkrik! Rupanya manusia sontoloyo
ini sakti juga," gerutu Soma ketika pandangan matanya tertumbuk pada Kelelawar
Hutan yang tergeletak tak berdaya.
Sehabis menggerutu demikian, Soma
berjalan mendekati Bidadari Putih. Namun
baru beberapa langkah, tiba-tiba ia dike-
jutkan satu auman dahsyat yang memekak-
kan gendang telinga.
"Meooong...!"
Siluman Ular Putih sejenak menghenti-
kan langkahnya. Dilihatnya Lelaki Berkumis
Kucing tengah meloncat tinggi ke udara. Gu-
lungan-gulungan tongkat hitamnya tampak
berkelebat cepat sekali, menyerang ubun-
ubun kepala Cantrik Tudung Pandan. Sedang
tangan kirinya yang berkuku panjang warna
hitam, siap pula mencengkeram dada Cantrik
Tudung Pandan. Hebat bukan main serangan Lelaki Ber-
kumis Kucing, membuat Cantrik Tudung
Pandan terkesiap kaget. Serangan-serangan
itu sungguh di luar dugaannya. Bahkan sebe-
lum serangan Lelaki Berkumis Kucing men-
genai sasaran telah didahului oleh angin dingin yang menyerang tubuh Cantrik
Tudung Pandan. Tidak ada pilihan lain. Terpaksa Cantrik
Tudung Pandan menggerakkan pedang tipis-
nya untuk menangkis tongkat hitam di tan-
gan Lelaki Berkumis Kucing.
Wuttt! "Heh"!"
Tapi apa lacurnya" Ternyata serangan
tongkat di tangan Lelaki Berkumis Kucing
hanyalah tipuan belaka. Sedang serangan
yang sesungguhnya justru dari cengkeraman
tangan kiri Lelaki Berkumis Kucing. Sehing-
ga.... "Hyaaat! Hyaaat!"
Crakkk! "Auuugh...!" pekik Cantrik Tudung Pandan setinggi langit, ketika kuku-kuku jari
Lelaki Berkumis Kucing menjebol dada.
Seketika itu juga, tubuh Cantrik Tudung
Pandan limbung ke samping dengan darah
mengucur dari dada yang berlubang. Bersa-
maan dengan itu, tahu-tahu kaki kanan Lela-
ki Berkumis Kucing telah meluncur cepat ke
dada. Bukkk! Tanpa ampun lagi, tubuh tinggi ramping
Cantrik Tudung Pandan terlempar beberapa
tombak ke belakang, lalu jatuh berdebuk ke
tanah tak dapat bangun lagi. Mati!
Setan Cantik terkesiap kaget. Wajahnya
kelam membesi. Dilihatnya Cantrik Tudung
Pandan sudah tidak bernyawa lagi. Hal ini
semakin membuat amarahnya tak dapat di-
kendalikan. Apalagi dari tadi, ia belum mam-
pu merobohkan satu orang murid utama Lo-
wo Kuru. Malah, kini dirinya yang terdesak
hebat. "Setan alas! Siapa pun juga yang ada di sini, harus bertanggung jawab atas
mening-galnya Kakak Cantrik Tudung Pandan!
Hyaaat! Hyaaat!"
Setan Cantik cepat menggerakkan pe-
dangnya. Tebasan-tebasan pedangnya terlihat
semakin menggiriskan. Apalagi diiringi jarum-jarum emasnya yang berkeredepan,
menye- rang tiga orang pengeroyoknya.
"Kematian sudah di depan mata, masih
saja berkoar-koar!" ejek Naroko.
"Kurang ajar! Kalian pikir, akan semu-
dah itukah merobohkan ku!" maki Setan Cantik garang.
Meski membentak garang demikian, se-
benarnya diam-diam Setan Cantik jerih juga.
Apalagi Kelelawar Hutan sudah roboh di tan-
gan lawan. Sedang Iblis Penebar Maut pun
entah sudah lenyap ke mana. Maka, tak he-
ran kalau diam-diam ia mulai mencari jalan
untuk melarikan diri.
Dan kesempatan itu akhirnya ditemukan
Setan Cantik juga. Di saat ketiga orang murid utama Lowo Kuru menerjang dengan
senjata di tangan, Setan Cantik cepat mengibaskan
tangan kirinya. Dan....
Serrr! Serer! Seketika itu juga, puluhan jarum-jarum
emas Setan Cantik yang berkeredepan mele-
sat menyerang ketiga orang murid utama Lo-
wo Kuru. Ketiga orang yang jadi sasaran cepat
menggerakkan pedangnya menangkis rontok
jarum-jarum emas Setan Cantik. Dan kesem-
patan itu pun digunakan Setan Cantik untuk
berkelebat cepat meninggalkan arena perta-
rungan. Naroko menggeram penuh kemarahan.
Sekali menjejak tanah, tahu-tahu, tubuh
tinggi besarnya cepat berkelebat mengejar Setan Cantik.
Namun sayangnya, bayangan wanita tadi
telah lenyap di balik tembok Pekarangan Ter-
larang. Naroko cepat meloncat ke atas tembok
Pekarangan Terlarang. Sedang bayangan Se-
tan Cantik telah jauh meninggalkan lereng
barat Gunung Sumbing. Dengan sangat ter-
paksa Naroko yang berwatak kasar menghen-
tikan pengejarannya.
"Hentikan pertempuran! Dan cepat ka-
lian berlutut memohon ampun pada Nona Bi-
dadari Kecil yang kalian keroyok!" teriak Naroko, garang.
* * * 12 Puluhan murid Perguruan Kelelawar Pu-
tih yang sedang mengeroyok Bidadari Kecil
dan Sindu seketika itu juga menghentikan se-
rangan. Sejenak mereka saling berpandangan.
Kemudian, entah siapa yang terlebih dahulu
memulainya, tahu-tahu mereka telah berlutut
di hadapan Bidadari Kecil dan Sindu.


Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ma... maafkan kami, Nona Bidadari Ke-
cil! Kami benar-benar tidak berdaya," ucap salah seorang murid berpita kuning
yang berlutut tak jauh dari Aryani seraya membentur-
benturkan jidatnya ke tanah.
"Benar, Nona Bidadari Kecil. Kami be-
nar-benar tidak berdaya. Kami... kami takut
menerima hukuman dari Kelelawar Hutan bila
membangkang...," sahut murid lainnya.
"Benar, Nona Bidadari Kecil. Sekarang
kami pasrah. Silakan menjatuhkan hukuman
terhadap kami."
Bidadari Kecil tak pedulikan. Ia saat ini
sangat mencemaskan keselamatan ibunya.
Seketika tubuhnya berkelebat cepat ke tempat ibunya. Di situ Soma tampak tengah
sibuk menotok beberapa jalan darah di tubuh Bida-
dari Putih yang masih tergeletak pingsan.
"Ibuuu...!" desah Aryani di sisi ibunya.
Wajahnya pucat pasi. Kedua bibirnya berge-
tar-getar. Soma mengerdipkan sebelah matanya,
menyuruh Aryani diam. Lalu kembali jari-jari tangannya bergerak lincah menotok
tiga jalan darah di tubuh Bidadari Putih. Dua totokan
pada bagian punggung dan yang terakhir pa-
da tengkuk. Selang beberapa saat, perlahan- lahan
Bidadari Putih pun mulai membuka kelopak
matanya. Namun begitu, matanya terbuka da-
ri mulutnya. muntahkan darah berwarna me-
rah kehitaman. "Ibu...!" pekik Aryani cemas bukan main.
"Sudahlah, Aryani! Jangan terlalu ce-
mas. Nanti malah aku jadi ikut-ikutan ping-
san. Ya, kalau kau mau menolongku. Kalau
tidak..., matilah aku!" goda Soma.
Aryani melotot matanya lebar-lebar. Na-
mun belum sempat mengeluarkan makian,
Bidadari Putih telah mendahuluinya.
"Kau tidak apa-apa, Nak?" tanya Bidadari Putih dengan napas tersengal.
"Tidak, Ibu."
"Syukurlah. Sekarang sebaiknya kita ke
tempat Sindu. Kulihat ia tengah sibuk mem-
berikan pengarahan kepada adik-adik seper-
guruannya."
"Tapi... tapi.,.! Tunggu dulu, Bu!" ujar Aryani tiba-tiba. Seketika gadis ini
berdiri dan berkelebat ke arah Kelelawar Hutan.
Sepasang mata jeli si gadis mendadak
jadi beringas, begitu melihat orang yang paling dibencinya. Sekali tangan
kanannya ber- gerak, tubuh tinggi besar Kelelawar Hutan telah terangkat tinggi-tinggi. Sedang
tangan kirinya cepat menotok beberapa jalan darah di
tubuh Kelelawar Hutan.
Perlahan-lahan Kelelawar Hutan mulai
membuka matanya. Kembali Aryani cepat
menotok punggung membuat Kelelawar Hu-
tan tidak dapat menggerakkan tubuhnya lagi.
"Sekarang katakan pada murid- murid-
mu yang bodoh, Kelelawar Hutan! Katakan
kalau kaulah yang telah mencelakakan Lowo
Kuru pemilik Perguruan Kelelawar Putih yang
sebenarnya! Cepat!" bentak Aryani seraya menodongkan mata pedangnya ke leher
Kelelawar Hutan.
Kelelawar Hutan melotot. Lalu tiba-tiba
saja ia tertawa bergelak- gelak.
"Bocah Setan! Akulah yang memang
mencelakakan Lowo Kuru. Sekarang kau mau
apa, he"!" bentak Kelelawar Hutan garang.
Aryani geram bukan main. Kegeraman-
nya ini telah membuatnya kalap. Maka ujung
pedang yang semula menempel di leher Kele-
lawar Hutan tiba-tiba saja berkelebat cepat.
Lalu.... "Jangan, Aryani!" pekik Bidadari Putih.
Craasss! Namun Aryani yang sedang kalap mana
mau menuruti teriakan ibunya. Malah gera-
kan pedangnya semakin cepat. Sehingga tan-
pa ampun lagi kepala Kelelawar Hutan jatuh
menggelinding di tanah.
Sejenak Aryani memandang beringas ke-
pala yang menggelinding itu. Sepasang mata
jelinya tiba-tiba dialihkan ke puluhan murid-murid Perguruan Kelelawar Putih
yang sedang berlutut di hadapan Sindu.
"Kalian sudah tahu, apa yang kalian li-
hat, he" Apa kalian belum mengakui kalau
Lowo Kuru adalah pemilik Perguruan Kelela-
war Putih yang sebenarnya?"
"Ampuuun...! Ampunkan kami, Nona Bi-
dadari Kecil! Kami... kami benar-benar tidak berdaya. Kami tidak berani menolak
perintah Kelelawar Hutan," jelas salah seorang murid berpita kuning dengan suara
bergetar-getar.
Aryani menggerutkan gerahamnya kuat-
kuat. Sepasang mata jelinya masih berkilat-
kilat liar. "Sudahlah, Aryani! Jangan terlalu kasar pada mereka! Mereka tidak bersalah.
Mereka hanya sekadar menjalankan perintah," ujar Bidadari Putih lagi dengan napas
tersengal. "Baik, Ibu," sahut Aryani akhirnya.
Walau masih jengkel dengan ulah mu-
rid-murid Perguruan Kelelawar Putih, namun
begitu melihat wajah ibunya yang penuh da-
mai, membuat kemarahan Aryani jadi lumer.
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan, Ibu?" tanya Aryani meminta pendapat
ibunya. Sejenak Bidadari Putih diam membisu,
tak tahu harus berkata apa kepada putri
tunggalnya. Namun di saat tengah termangu-
mangu.... "Ah...! Mengapa repot-repot" Teruskan
saja Perguruan Kelelawar Putih ini seperti bi-asanya. Dan biarkan Lowo Kuru atau
Bidada- ri Putih sendiri yang memimpin," kata Lelaki Berkumis Kucing.
"Tak mungkin. Tak mungkin kami me-
mimpin Perguruan Kelelawar Putih ini. Kami
sudah enggan untuk berkecimpung dalam
urusan padepokan. Malah, kami ingin meng-
habiskan masa tua di dalam Sumur Kema-
tian," tolak Bidadari Putih, halus.
"Kalau begitu, suruh saja putri mu yang ayu itu memimpin. Kan beres"! Cuma
sebelumnya, kalau kau tidak keberatan, aku...,
aku ingin sekali menda..., eh, salah! Maksud-ku, su... sudilah kau membagi Daun
Lontar Merah itu padaku, Bidadari Putih!" tutur Lelaki Berkumis Kucing kacau-balau.
"Setan alas! Jadi, ini ya maksud keda-
tanganmu yang sebenarnya"! Ingin merebut
Daun Lontar Merah dari tangan kami" Apa
matamu buta, Orang Tua" Ibuku sendiri ma-
sih membutuhkannya. Jadi, mana sudi kami
membagi-bagikannya!" hardik Aryani garang.
Tangan kanannya cepat melolos pedangnya
kembali. "Sabar, Anakku! Tak baik membentak-
bentak orang tua!" tegur Bidadari Putih kalem.
"Tapi, Ibu...."
"Sudahlah! Aku pikir, Ibu hanya tinggal membutuhkan beberapa lembar saja. Jadi,
berikan saja sisa-nya kepada Lelaki Berkumis Kucing. Kan beres"!" kata Bidadari
Putih diiringi senyum.
"Ah...! Tak kusangka kau demikian baik
hatinya padaku, Bidadari Putih. Terima kasih!
Terima kasih!" ucap Lelaki Berkumis Kucing seraya menelungkupkan kedua telapak
tangan ke depan dada. Tubuhnya langsung men-
jura hormat beberapa. kali di hadapan Bida-
dari Putih dan Aryani.
Bidadari Putih dan Aryani sungkan se-
kali diperlakukan seperti itu.
"Sudahlah! Jangan terlalu berlebihan
begini, Lelaki Berkumis Kucing. Hanya kalau
boleh tahu, sebenarnya untuk siapakah Daun
Lontar Merah itu" Kulihat kau tidak menderi-
ta suatu penyakit apa pun.?"
"Ah, iya! Sampai aku lupa mengatakan-
nya! Pantas saja kalian jadi mencurigaiku!"
desah Lelaki Berkumis Kucing seraya mene-
puk jidatnya sendiri. "Seperti yang kau katakan, aku memang sehat-sehat saja.
Tapi, ke- tahuilah! Daun Lontar Merah itu sebenarnya
untuk menyembuhkan penyakit kakak seper-
guruanku Penjaga Pintu di Gunung Anjasmo-
ro. Aku sendiri belum tahu sakit apa dia....
Eh,.. "! Mau ke manakah bocah gondrong itu"
Kok, tidak pamit?"
Tiba-tiba Lelaki Berkumis Kucing men-
galihkan perhatian ke tempat lain.
Aryani dan Bidadari Putih segera berpal-
ing ke belakang. Tampak pemuda gondrong
yang dimaksudkan Lelaki Berkumis Kucing
tengah menggaruk-garuk kepala. Ia tadi sebe-
narnya akan pergi begitu saja. Tapi sayang,
Lelaki Berkumis Kucing keburu mengeta-
huinya. "Kau mau ke mana, Soma?" tanya Arya-ni.
"Aku..., aku mau pergi. Kupikir aku su-
dah terlalu lama tinggal di sini."
"Kau... hendak meninggalkan ku?" tanya Aryani. Entah mengapa tiba-tiba saja nada
bicaranya jadi bergetar.
"Tidak boleh! Tidak boleh! Aku bilang ti-
dak boleh! Jasamu terhadap Perguruan Kele-
lawar Putih terlalu besar. Kau tidak boleh
meninggalkan tempat ini begitu saja. Bukan-
kah begitu, Bidadari Putih?" tukas Lelaki Berkumis Kucing.
"Ya ya ya...!" jawab Bidadari Putih gela-gapan, tak menyangka kalau akan
dilibatkan dalam pembicaraan.
"Nah...! Kau dengar, Bocah! Kau tidak
boleh meninggalkan tempat ini sebelum aku
menyematkan tanda mata untukmu. Ya ya
ya...! Aku harus mengalungkan kembang atas
jasa-jasamu ini. Tapi..., tapi apa ada kem-
bang-kembang yang kubutuhkan di sekitar
sini, ya?" kata Lelaki Berkumis Kucing seperti pada diri sendiri. "Oh, ya! Tak
ada kembang di sekitar sini pun tak jadi soal. Kulihat di sekitar sini banyak
berserakan jarum emas milik
wanita-wanita sundal itu. Kau tidak kebera-
tan kan kalau kembang-kembang itu ku gan-
tikan dengan jarum-jarum emas itu, Bocah?"
Tunggu, Orang Tua! Terus terang bu-
kannya aku keberatan. Tapi kalau boleh me-
milih, aku malah lebih senang kau menggu-
nakan gigi-gigi kuning mu yang mancung itu,
Orang Tua," kata Soma, seenak dengkul.
Sejenak Lelaki Berkumis Kucing melotot.
Lalu tanpa disadarinya tangan kanannya te-
lah meraba-raba gigi-gigi kuningnya yang
menjorok ke depan.
Melihat itu, mau tidak mau Aryani dan
Bidadari Putih pun tersenyum tipis.
"Sudahlah! Tak perlu kalian melan-
jutkan geguyonan ini. Dan seperti yang dika-
takan Lelaki Berkumis Kucing, kau tidak bo-
leh meninggalkan tempat ini begitu saja, So-
ma! Rasanya belum puas kalau kami belum
memberikan sesuatu padamu," tegas Bidadari Putih.
"Sayang! Sayang sekali aku tidak bisa,
Bidadari Putih. Malam ini aku harus tiba di
suatu tempat. Ada satu urusan penting yang
harus segera ku tangani," tolak Soma berdusta.
Dan sehabis berkata begitu, Siluman
Ular Putih pun segera berkelebat cepat me-
ninggalkan Pekarangan Terlarang. Namun ke-
tika pemuda gondrong murid Eyang Begawan
Kamasetyo sampai di tembok memutar Peka-
rangan Terlarang, sejenak langkahnya terhen-
ti. "Selamat tinggal. Aryani!" teriak Soma seraya mengacungkan jempol. Lalu tubuhnya
cepat berkelebat kembali, dan menghilang di
balik tembok Pekarangan Terlarang.
Aryani mendesis sedih. Tanpa disadari
bibirnya menyebutkan nama pemuda itu be-
rulang kali. Sedang sepasang mata jelinya tak henti-hentinya menatap ke arah
menghilang-nya Soma tadi.
SELESAI http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: mybenomybeyes
3 Kehidupan 3 Dunia 1 Pendekar Bayangan Sukma 18 Sumpah Jago Jago Bayaran Mencari Bende Mataram 17
^