Pencarian

Tapak Merah Darah 2

Siluman Ular Putih 19 Tapak Merah Darah Bagian 2


Sambil berusaha bangkit, Iblis Tuil menatap heran. Kini baru disadari
kekeliruannya, sehingga membuatnya menggerutu kesal. Ternyata, ia memang lupa tak menotok tubuh Mawarni pagi itu. Sudah pasti totokan yang kemarin siang
tak lagi mempenga-ruhi si gadis. Pada saat yang sama, Mawarni kembali melepas
tendangan ke ulu hati.
Melihat serangan mematikan, tak percuma bila Iblis Tuli
mendapat gelar demikian kalau tak dapat mengatasi. Saat itu ju-ga tubuhnya
bergeser ke samping. Tangannya cepat mengibas, dan tahu-tahu jari-jarinya telah
mengancam punggung Mawarni.
"Ah...!"
Mawarni terkejut bukan kepalang. Sungguh tak disangka Iblis Tuli mampu
menghindari serangannya begitu cepat. Dan kini malah jari-jari tangannya telah
siap menotok. Tukkk" "Aahh...!"
Mawarni melenguh. Tubuhnya kontan le-mas begitu totokan
Iblis Tuli mendarat telak di punggungnya tanpa dapat dihindari.
"Ha ha ha...! Jangan dikira mudah memperdayaiku, Bocah Manis. Justru sekarang
kau-lah yang harus kuperdayai," kekeh Iblis Tuli, cepat menyambar tubuh Mawarni.
"Lepaskan aku, Iblis Keparat! Lepaskan aku!" teriak Mawarni.
Iblis Tuli tak mempedulikannya. Dengan kasar dilemparkan-
nya tubuh Mawarni ke tumpukan jerami. Begitu lelaki tua ini mendekat, jari-jari
tangannya pun segera bergerak cepat menyambar pakaian penutup tubuh si gadis.
Bret! Bret! "Aauuuu.,.!"
Hanya pekikan kalap yang keluar dari mulut Mawarni. Maka
tanpa ampun tubuhnya terkuak, memperlihatkan lekuk-lekuk
indah yang menantang.
"Tak ada gunanya kau melawanku, Bocah Manis. Terima saja nasibmu hari ini!"
desis Iblis Tuli.
"Iblis tua keparat! Lepaskan aku! Kalau kau tenar-benar jan-tan, aku ingin
menantangmu bertarung sampai ada yang mam-
pus!" teriak Mawarni penuh kemarahan.
Iblis Tuli tersenyum yang lebih mirip seringaian. Ia sama sekali tidak tahu apa
yang diucapkan Mawarni.
"Sayang sekali aku tak tahu apa yang kau inginkan. Tapi, tak apa. Lebih baik kau
menurut. Jangan banyak tingkah!"
Sekujur tubuh Mawarni menggigil. Percuma saja rupanya
meminta Iblis Tuli melepaskannya. Di samping sudah pasti per-mintaannya tak
diluluskan, Iblis Tuli pun jelas tak dapat mendengar apa yang diucapkan. Biar
mendamprat sampai urat le-hernya putus, tetap saja percuma.
Buktinya, perlahan-lahan Iblis Tuli pun mulai berani me-
nyentuh tubuh Mawarni. Jari-jari tangannya yang kekar me-
nyingkirkan apa saja yang menjadi penghalangnya. Direnggutnya kain penutup tubuh
si gadis. Maka kini tubuh Mawarni polos tanpa benang sehelai pun.
"Kau.... Kau memang binatang, Iblis Tuli! Katanya kalian tak ingin
mencelakakanku. Tapi mana buktinya"!" teriak Mawarni mulai tak dapat
mengendalikan isak tangis.
"Huk huk huk...!"
Tiba-tiba muncul Iblis Gagu di ambang pintu. Tangannya
bergerak-gerak ke sana kemari, entah apa yang dimaksudkan.
"Iblis Gagu! Lekas kau suruh temanmu ini menyingkir! Katanya kalian tak ingin
mencelakakanku! Bukankah guruku telah melaksanakan apa yang kalian perintahkan?"
pekik Mawarni penuh harap.
Iblis Gagu tersenyum aneh. Sepasang Matanya yang kelabu
berseri-seri manakala melihat sosok mulus di hadapannya. Selangkah demi
selangkah, lelaki bisu itu pun mendekat.
"Gagu! Kenapa kau kemari" Apa kau juga tertarik dengan gadis bengal ini?"
damprat Iblis Tuli.
"Huk huk huk...!" Iblis Gagu mengangguk-angguk.
Tamat sudah harapan Mawarni untuk membujuk Iblis Gagu.
Ternyata, iblis tua itu pun tertarik padanya. Si gadis jadi kecewa bukan main.
Kini tak mungkin ia dapat membujuk kedua lelaki tua yang sudah kerasukan iblis
itu. "Jadi kau pun menginginkannya, Gagu?" tanya Iblis Tuli.
"Kalau begitu, tunggu aku di luar!"
Iblis Gagu ragu-ragu sejenak. Sinar Matanya yang tajam
sempat menjilati tubuh Mawarni. Karena memang tidak ada pilihan lain, terpaksa
Iblis Gagu menuruti walau dengan langkah berat.
Selang beberapa saat senyum Iblis Tuli pun terkembang. Sedangkan sumpah serapah
Mawarni di dalam lorong goa makin
membuat hatinya senang. Ia tak sabar lagi. Tak sabar lagi menikmati....
*** 7 "Ke mana lagi kita harus mencari Hutan Seruni, Soma?"
tanya Arum Sari seraya menghenyakkan pantatnya di atas re-rumputan. Wajahnya
yang cantik dan ujung hidungnya yang
mancung dipenuhi keringat.
Soma diam tak menyahut. Matanya mengerjap nakal. Senang
sekali hatinya melihat wajah cantik di hadapannya yang penuh keringat.
"Kok, malah melongo?"
"Aku bukannya melongo, tapi sedang mi-kir," kilah Soma.
"Oh...! Kukira kau sedang memperhatikanku."
"Memang. Aku sedang mikir, sekaligus juga memperhatikan wajahmu yang cantik."
"Jadi?"
Sepasang mata indah Arum Sari membeliak lebar, merasa di-
permainkan. "Jadi kenapa" Tidak kenapa-kenapa, kan?" goda Soma.
"Nah...! Mulai, kan?" sungut Arum Sari.
"Mulai apa?"
"Sudah, ah!" Arum Sari kewalahan sendiri. "Bukannya mikir, malah menggoda."
"Habis bagaimana lagi" Kita sudah keluar masuk hutan, tapi belum juga menemukan
tem-pat persembunyian Empat Iblis
Merah dari Hutan Seruni. Tak ada salahnya kan kalau aku men-
cari hiburan sebentar?"
"Ya, tidak. Tapi kenapa tadi kau tak tanyakan pada murid-murid Perguruan Pring
Sewu itu" Dasar bodoh!" rutuk Arum Sa-ri.
"Yeeee. Namanya saja lupa. Kau sendiri juga kenapa tidak menanyakannya?" tangkis
Siluman Ular Putih.
"Mana aku tahu kalau tadi menyangkut urusanmu?" sanggah Arum Sari tak mau kalah.
"Lho, tadi kan...?"
"Sudah, ah! Kenapa kau malah menyalahkanku?" sungut Arum Sari habis-habisan.
"Ah, iya ya...! Kenapa aku malah menyalahkanmu" Kau... kau tidak marah, kan?"
bujuk Soma. Arum Sari memberengut. Manakala Soma duduk menjejeri,
buru-buru mukanya dibuang ke samping.
"Lho" Kok, jadi begini" Kenapa, Arum" Kau tak mau me-maafkanku" Masa' ngomong
begitu saja marah" Jangan gitu,
ah!" Soma memegang bahu Arum Sari lembut.
Tapi Arum Sari menepiskannya, kasar.
"Yah...!"
Terpaksa Soma menurunkan tangannya. Matanya meman-
dang kedua bahu Arum Sari penuh kesal.
"Kita lanjutkan perjalanan, yok!" bujuk Soma saking tidak ta-hu apa yang harus
di-ucapkan. Arum Sari diam tak menyahut. Boro-boro menyahut. Mema-
lingkan kepalanya pun tak sudi. Mungkin ngeri melihat tampang Soma di
belakangnya. "Ayo! Kita lanjutkan perjalanan!" ajak Soma kembali, memberanikan diri memegang
pundak Arum Sari.
Anehnya kali ini Arum Sari tak menepiskan tangan Soma,
namun tetap diam tak menyahut. Terpaksa Soma pun harus me-narik lengan gadis
itu. Lagi-lagi Arum Sari tak memberontak. Di-ikutinya saja tarikan tangan
Siluman Ular Putih.
"Tapi, kau jangan menyalahkanku lagi, ya?" kata Arum Sari masih dengan bibir
ditekuk. "Iya... iya...," kata Soma, gembira. Ia tak menyangka Arum Sari akan berubah
sikap demikian cepatnya.
* * * Hutan Seruni. Terasa sepi bagai tak berpenghuni. Tiupan angin semilir
siang itu menari-nari di pucuk-pucuk pohon. Sesekali ranting-ranting pohon
bergesekan. Suaranya riuh berderak, seirama ki-cauan burung di ranting-ranting
pohon. Dari sebelah timur, berkelebat tiga sosok bayangan memasu-ki Hutan Seruni. Di
belakangnya tampak pula berpuluh-puluh orang berpakaian kuning turut
mengikutinya. Menilik gerakan kaki yang ringan laksana terbang, jelas mereka
dari golongan persilatan.
Srakkk! Ketiga sosok bayangan paling depan menghentikan langkah
di dataran berumput di tengah Hutan Seruni. Mereka adalah dua orang kakek renta
berpakaian putih dan kelabu. Di sampingnya, berdiri seorang nenek renta berambut
riap-riapan. Siapa lagi ketiga orang tua itu kalau bukan Ratu Pring Sewu dan
kedua orang kakak seperguruannya yang bergelar, Dua Orang Tua Aneh Putih Kelabu.
"Mana jahanam-jahanam itu" Kenapa tidak menampakkan
batang hidungnya?" kata Ratu Pring Sewu seperti ditujukan untuk diri sendiri.
Rupanya ia tak sabar lagi untuk segera bertemu Empat Iblis Merah dari Hutan
Seruni. Atas bujukan Kakek Putih dan Kakek Kelabu, Ratu Pring Se-
wu yang semula takut menghadapi sepak terjang Empat Iblis Merah akhirnya
memutuskan untuk membalas menyatroni.
Bahkan keinginan mereka bukan hanya sampai di situ. Di samping ingin
menyelamatkan Mawarni, kali ini mereka benar-benar ingin membuat perhitungan
dengan Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni.
Di samping itu, tak kurang dari tiga puluh pemuda berpa-
kaian kuning murid Ratu Pring Sewu pun tak sabar ingin bertemu Empat Iblis
Merah. Mereka berdiri tegak waspada memperhatikan keadaan sekitar dengan tongkat
bambu kuning di tangan.
Kakek Putih dan Kakek Kelabu tak menyahut ucapan Ratu
Pring Sewu. Hanya sepasang mata mereka saja yang terus berge-
rak-gerak memperhatikan keadaan sekitar dengan seksama.
"Guru! Di manakah sarang Empat Iblis Merah itu. Guru?"
tanya Gandrik, tak sabar. Rupanya, pemuda ini telah kembali ke perguruan setelah
ditugaskan mencari Siluman Ular Putih.
"Mana aku tahu" Konon Empat Iblis Merah itu bersarang di sebuah goa tersembunyi
di Hutan Seruni. Tapi di sebelah ma-na?" sahut Ratu Pring Sewu kesal. Entah
kesal pada pertanyaan muridnya, entah kesal pada dirinya sendiri.
"Benar! Kau benar, Adikku! Pasti bangkotan-bangkotan merah itu bersembunyi di
sebuah goa tersembunyi. Bisa jadi goa itu tak jauh dari sini," sambut Kakek
Putih. "Ha ha ha...! Kalau benar kami bersembunyi di sebuah goa tersembunyi di tempat
ini kalian mau apa, he"! Apa kalian sengaja mencari mati di tempat ini?"
Mendadak terdengar tawa bergelak. Belum hilang gema suara tawa itu, tahu-tahu
dari balik semak belukar bermunculan empat sosok bayangan merah di hadapan Ratu
Pring Sewu. "Mana muridku"! Kenapa aku tak melihat di sekitar sini"!"
bentak Ratu Pring Sewu begitu mengenali keempat sosok bayangan merah yang memang
Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni.
"Ha ha ha...! Kalian tak patut bertanya pada kami. Justru ka-milah yang berhak
menanyai kalian. Apakah kalian semua sudah melaksanakan perintah kami?" bentak
Iblis Buntung. Ratu Pring Sewu menggeretakkan gerahamnya penuh kema-
rahan. Kalau menuruti amarahnya, ingin rasanya segera dila-braknya Empat Iblis
Merah. Namun bila mengingat keselamatan muridnya, perempuan tua itu jadi
berpikir lain. Bagaimanapun juga ia lebih mengutamakan keselamatan murid
kesayangannya. "Setan! Mana muridku, he"!" desis Ratu Pring Sewu.
"Sudah kubilang kalian tak patut bertanya pada kami. Kenapa masih ngotot" Mana
Siluman Ular Putih?"
Ratu Pring Sewu menggeram. Napasnya memburu. Kedua
pelipisnya bergerak-gerak.
"Kami sudah menyampaikan pesan kalian, Orang-orang Jelek! Mana sekarang murid
keponakanku" Kalian tak mencelakakannya, kan?" timpal Kakek Kelabu.
"Hm...! Jadi kalian tak becus menangkap Siluman Ular Putih," Iblis Buta
menggumam. "Kami tak ada silang sengketa dengan Siluman Ular Putih. Di samping belum tentu
mampu menangkap Siluman Ular Putih,
buat apa kami bermusuhan dengannya?" sahut Ratu Pring Sewu ketus.
"Sayang...! Tapi, tak mengapa. Yang penting kalian sudah menyampaikan pesan
kami. Kapan dia mau menemui kami?"
"Tidak tahu. Murid-muridku tak menanyakan hal itu."
"Bodoh! Buat apa kalian kusuruh kalau menyampaikan pesan itu saja tak becus!"
hardik Iblis Buntung.
"Kami sudah menyampaikan pesan kalian. Mengenai ia mau kemari atau tidak, itu
bukan urusan kami. Sekarang mana muridku"!" bentak Ratu Pring Sewu, tak sabar.
"Heh"! Enak saja kalian menanyakan Muridmu. Kerja saja tak becus, mana pantas
kami mengembalikan gadis bengal itu!"
"Jadi?" Ratu Pring Sewu menaikkan alis matanya. "Kalian tak mau melepaskan
muridku?" "Untuk sementara, belum. Kalau Siluman Ular Putih belum kemari, kami pun belum
akan menyerahkan gadis tak berguna itu!"
"Setan! Kalian pasti telah mencelakakan muridku!" dengus Ratu Pring Sewu penuh
kemarahan. "Kalian telah berjanji tak akan mencelakakan muridku, tapi kenapa
kalian mencelakakannya juga"!"
"Kami tak mencelakakannya. Tapi gadis bengal itu sendiri yang cari penyakit."
"Jadi, benar"! Kalian sudah mencelakakan muridku! Keparat!"
"Ha ha ha...! Tak ada gunanya kita membicarakan gadis bengal itu. Sekarang
berhubung kalian telah berani lancang mengo-tori tempat kami, maka kalian semua
harus bertanggung jawab!
Kami akan memotong sebelah lengan kalian sebagai tebusan!"
bentak Iblis Buntung.
"Bajingan! Tak ada gunanya kita bicara panjang lebar dengan manusia-manusia
iblis itu, Adi! Ayo, kita hajar saja mereka!" teriak Kakek Putih.
"Benar! Manusia-manusia tak tahu diri itu memang patut dihajar. Sudah dibantu,
malah bertingkah. Huh! Menyebalkan!
Manusia macam apa kalian ini, he"!" sungut Kakek Kelabu.
"Seharusnya kalian bersyukur karena kami hanya meminta sebelah lengan. Tapi
berhubung kalian keras kepala, jangan salahkan kalau kepala kalian terpaksa kami
penggal!" "Bajingan! Jangan dikira kami takut gertak sambal kalian!
Justru kami kemari ingin memenggal kepala kalian!" bentak Ra-tu Pring Sewu tak
mau kalah. Langsung tangannya memberi aba-aba kepada ketiga puluh orang
muridnya. Iblis Buntung dan Iblis Buta tertawa bergelak. Di belakangnya, Iblis Gagu dan
Iblis Tuli pun ikut-ikutan mengumbar tawa.
Ratu Pring Sewu dan kedua orang kakek seperguruannya ber-
siap-siap dengan tangan terkepal erat-erat. Tak ada lagi kata-kata yang pantas
diucapkan. Apalagi, untuk berbasa-basi. Yang ada hanyalah amarah!
*** 8 Setelah melakukan perjalanan menembus padang rumput
dan mendaki bukit, Siluman Ular Putih dan Arum Sari tiba di halaman depan sebuah
bangunan besar. Tulisan 'Perguruan
Pring Sewu' yang terpampang jelas di pintu gerbang jelas menunjukkan kalau
mereka tak salah lagi sedang berada di perguruan yang sedang dilanda musibah
itu. Namun anehnya ketika Soma dan Arum Sari memasuki ha-
laman perguruan, tak menemukan siapa-siapa di tempat ini. Hal ini membuat kening
mereka berkerut.
"Heran" Ke mana murid-murid perguruan ini" Kok, tak ada satu pun yang


Siluman Ular Putih 19 Tapak Merah Darah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelihatan," gumam Arum Sari.
"Jangan-jangan mereka sedang menyatroni Hutan Seruni"
Kalau tidak, bisa jadi mereka dan gurunya tengah mencari-cari aku," duga Siluman
Ular Putih. "Tak mungkin. Bisa jadi mereka malah sedang menyatroni Hutan Seruni," sergah
Arum Sari. "Hm...!" Soma menggumam. "Lalu, apa yang harus kita lakukan. Arum?"
"Tidak ada pilihan lain. Kita pun harus segera menyusul me-
reka." "Iya, tapi di mana letak Hutan Seruni?"
"Itulah yang merepotkan kita," Arum Sari membantingkan kakinya kesal.
Siluman Ular Putih merasa tak ada gunanya lagi berlama-
lama di tempat itu. Namun baru saja hendak membuka suara, ti-ba-tiba....
"Mau apa kalian kemari, he"! Apa ingin menyatroni perguruan kami"!"
Buru-buru Soma dan Arum Sari memalingkan kepala ke arah
datangnya suara begitu terdengar bentakan dari samping. Ternyata dari halaman
samping terlihat seorang pemuda berpakaian kuning telah berdiri dengan pandang
mata menyelidik.
"Maaf, Kawan! Kami berdua tak bermaksud memusuhi perguruan kalian. Justru kami
berdua sedang mencari tahu tentang permusuhan antara perguruan kalian dengan
Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni. Untuk itu kami kemari. Harap kau jangan
salah paham, Kawan!" ucap Soma, menjelaskan.
"Jadi" Kalian sudah tahu permusuhan perguruan kami dengan bajingan-bajingan dari
Hutan Seruni itu"!"
Selangkah demi selangkah murid Perguruan Pring Sewu yang
tampaknya masih menderita luka dalam itu mendekati Soma
dan Arum Sari. "Ya!" sahut Soma, singkat.
"Huh...!" dengus pemuda berpakaian kuning itu. Pandang matanya yang berkilat-
kilat makin sarat keheranan. "Kalau boleh tahu, siapa sebenarnya kalian berdua
ini?" "Kami berdua adalah teman baik guru kalian," kata Siluman Ular Putih sengaja
berdusta. Padahal, boro-boro mengenal. Melihat orangnya pun belum pernah. "Tapi,
sudahlah! Sekarang, katakan di mana guru dan saudara-saudara seperguruan kalian"
Kok, mereka tidak kelihatan?"
"Guru beserta saudara-saudara seperguruanku sedang menu-ju Hutan Seruni. Sayang
sekali, aku terluka parah akibat pukulan Iblis Tuli. Kalau tidak, ingin sekali
aku membalasnya."
"Jadi mereka sedang menyatroni Hutan Seruni?" terabas Arum Sari setengah tak
percaya. "Ya!"
"Lalu di manakah letak Hutan Seruni, Kawan?" lanjut Arum Sari bersemangat.
"Hm...! Kalian mau ke sana?"
"Ya! Kami berdua harus menuntaskan urusan ini. Kami tak ingin perguruan kalian
hancur oleh Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni. Sekarang kalau tak keberatan,
kau harus menunjukkan letak Hutan Seruni!" kata Soma.
"Baik. Kalau bersikeras mau ke sana, kalian bisa ikuti jalan setapak itu," jelas
pemuda berpakaian kuning itu seraya menud-ing ke sebuah jalan setapak di hadapan
pintu gerbang Perguruan Pring Sewu. "Ikuti saja terus jalan itu. Nanti kalau
kalian menemukan bukit kecil di kejauhan sana, di luar hutan bambu, baru kalian
dapat menemukan Hutan Seruni."
"Terima kasih, Kawan. Sekarang juga kami akan ke sana,"
ucap Siluman Ular Putih. "Permisi...!"
Saat itu pula, tanpa banyak cakap Siluman Ular Putih segera mengajak Arum Sari
meninggalkan tempat ini. Hanya dalam beberapa sentakan saja, tahu-tahu sosok
mereka telah melesat jauh di depan sana.
Pemuda berpakaian kuning itu kontan membeliak melihat
ilmu meringankan tubuh Siluman Ular Putih dan Arum Sari.
Sungguh tak disangka kalau ia akan bertemu pendekar-pendekar muda gagah yang
memiliki kepandaian tinggi.
"Hm...! Hebat sekali ilmu meringankan tubuh mereka itu.
Pasti mereka pendekar-pendekar muda yang gemar berpetua-
lang. Sayang sekali, aku tak sempat mengenal nama mereka...."
* * * Rupanya pertarungan besar antara Ratu Pring Sewu yang di-
bantu puluhan muridnya dan Dua Orang Tua Aneh Putih Kelabu melawan Empat Iblis
Merah dari Hutan Seruni tak dapat dihindari lagi. Perempuan tua itu merasa geram
sekali dipermainkan Empat Iblis Marah. Sehingga amarahnya yang menggelegak tak
dapat dikendalikan.
"Hea...!"
Diiringi teriakan nyaring, Ratu Pring Sewu segera berkelebat cepat menyerang
Iblis Buntung. Tak tanggung-tanggung jurus
andalan 'Tongkat Penggebuk Iblis' dikerahkan dengan tongkat kuning berputaran.
Sedang kedua orang kakak seperguruannya segera mencari lawan masing-masing.
Demikian pula puluhan murid Perguruan Pring Sewu. Bila Kakek Putih melawan Iblis
Buta dan Kakek Kelabu menghadapi Iblis Gagu, maka puluhan orang murid Perguruan
Pring Sewu segera mengeroyok Iblis Tu-li.
Werrr! Werrr! Puluhan tongkat kuning di tangan murid-murid Perguruan
Pring Sewu bergulung-gulung menjadi ribuan siap memangsa
tubuh Iblis Tuli dari tiga puluh penjuru. Iblis Tuli yang memiliki kepandaian
jauh lebih tinggi dibanding ketiga puluh orang murid Ratu Pring Sewu hanya
tertawa bergelak. Sedikit pun parasnya yang kejam tak membayangkan rasa takut.
Masih dengan tawa-tawa bergelak tubuhnya segera berkelebat cepat di antara serangan murid-
murid Perguruan Pring Sewu. Kedua telapak
tangannya yang memerah hingga siku seperti tak kenal ampun mengganyang murid-
murid Perguruan Pring Sewu.
"Hea! Hea!"
Desss! Desss! Dua kali tangan Iblis Tuli bergerak, maka seketika terdengar jerit kematian dua
orang murid Perguruan Pring Sewu. Mereka yang terkena hantaman kontan terbanting
keras, tak mampu
bangun lagi dengan tubuh memerah!
Sampai di sini, Iblis Tuli tak hanya puas merobohkan dua
orang pengeroyoknya. Dengan jurus 'Tangan Merah', kedua telapak tangannya terus
menebar maut. Sehingga tak heran bila dalam lima jurus saja, murid-murid
Perguruan Pring Sewu jadi kewalahan bukan main. Ibarat laron bertemu api, setiap
mereka maju menyerang Iblis Tuli, selalu diakhiri dengan jerit kematian.
Melihat hal ini, Ratu Pring Sewu gusar bukan main. Untuk
membantu murid-muridnya yang tengah kewalahan jelas tidak mungkin. Ia sendiri
tengah kewalahan menghadapi gempuran-gempuran Iblis Buntung. Meski dapat
mengimbangi kehebatan Iblis Buntung, namun tetap saja keadaan ini tak
menguntungkan. Hanya Kakek Putih dan Kakek Kelabu saja yang sedikit men-
dingan. Kedua lelaki tua kakak seperguruan Ratu Pring Sewu itu
agaknya sedikit dapat mengatasi serangan-serangan lawan. Malah dengan terkekeh-
kekeh senang, mereka mulai bertingkah.
Padahal keadaan mereka belum berada di atas angin.
"Manusia Buta! Awas serangan!"
Kakek Putih pura-pura melemparkan batu, membuat Iblis
Buta celingkukkan ke sana kemari. Matanya berusaha mengikuti arah desau angin
yang ditimbulkan kerikil hasil lemparan Kakek Putih.
Tentu saja kesempatan ini tak disia-siakan Kakek Putih. Dengan terkekeh senang,
tongkat bambu kuningnya segera digerakkan ke arah kepala Iblis Buta.
Bett! "Heh..."!"
Iblis Buta terkesiap kaget. Meski tak dapat melihat, namun pendengarannya yang
amat tajam merasakan angin berkesiur
menyerang kepala. Saat itu pula tubuhnya segera berkelit ke samping. Sedang
telapak tangan kirinya yang telah berubah merah hingga pangkal siku segera
menghantam ke depan.
"Hea...!"
"Eh..."!"
Kini gantian Kakek Putih yang kaget bukan main. Ia tadi
mengira kalau tongkatnya akan mampu memecahkan batok ke-
pala Iblis Buta. Namun manakala melihat Iblis Buta berkelit dan membalas
serangan, tak urung juga hatinya, jadi terperanjat bukan main. Maka tak ada
pilihan lain, kecuali harus segera memutar tongkat di tangan kanannya untuk
melindungi tubuh.
Prakkk! Tongkat di tangan Kakek Putih kontan hancur berkeping-
keping begitu terhantam tangan Iblis Buta. Tapi Iblis Buta sendiri pun
menggembor keras. Lengan kirinya terasa mau remuk dan nyeri bukan main.
"He he he...! Hebat! Tak kusangka tanganmu lebih keras dibanding tongkat bututku
itu. Tapi, jangan bangga dulu. Biar mulutmu lebih manyun, aku ingin menggebuknya
dengan jurus 'Kuda Binal dari Utara'. Mungkin saja kau mau kujadikan kuda, biar mulutmu
tambah dower! He he he...."
Tak henti-hentinya Kakek Putih mengumbar tawa. Bahkan
kemudian terdengar ringkikan keras, sehingga mampu membuat
tubuh murid-murid Perguruan Pring Sewu tergetar.
Tak urung serangan suara Kakek Putih membuat tubuh Iblis
Buta pun tergetar. Dan pada saat itu Kakek Putih tak juga, menghentikan
serangan. Namun, Kakek Putih sama sekali tak menyadari kalau suara
ringkikan kudanya malah justru makin membuat murid-murid
Perguruan Pring Sewu kewalahan bukan main. Akibatnya, saat tubuh murid-murid
Perguruan Pring Sewu tergetar, tangan-tangan maut Iblis Tuli telah bergerak
cepat mencari sasaran.
Bukkk! Bukkk! Tanpa ampun, tubuh murid-murid Perguruan Pring Sewu
yang terkena hantaman kontan roboh ke tanah, tak mampu bangun lagi. Sekujur
tubuh mereka memerah, pertanda terkena racun yang amat mematikan.
"Kakang Putih! Hentikan teriakanmu! Li-hat! Murid-muridku tak mampu menahan
gelombang suara ringkikanmu. Bukan itu
saja. Mereka kini malah makin kewalahan menghadapi seran-
gan-serangan manusia tuh itu!" bentak Ratu Pring Sewu, men-gingatkan kakak
seperguruannya.
"Ah...! Kenapa tolol amat aku ini?"
Kakek Putih celingukkan ke sana kemari setelah menghenti-
kan ringkikannya. Dilihatnya murid-murid adik seperguruannya memang kocar-kacir
menghadapi serangan-serangan Iblis Tuli.
Kini dengan mulut memberengut tak puas, kembali dihadapinya Iblis Buta.
"Sial! Kalau saja tak mengingat murid-murid keponakanku, ingin sebenarnya aku
menghajarmu dengan jurus 'Kuda Binal dari Utara'. Tapi, sayang. Aku tak mungkin
mengeluarkan jurus itu. Sekarang, lihatlah. Aku masih punya satu pukulan
simpanan. Kujamin perutmu akan ambrol terkena pukulan yang satu ini!"
Kakek Putih kini melenggak-lenggokkan tubuhnya sebentar.
Kedua telapak tangannya segera berubah jadi putih berkilauan hingga ke pangkal.
"Heh..."!"
Iblis Buta terperanjat. Hidungnya kembang kempis. Andai sa-ja dapat melihat,
mungkin pukulan andalan Kakek Putih dapat dikenalinya. Namun sayang ia tak dapat
mengenali pukulan itu.
Maka yang dilakukannya adalah menyiapkan pukulan andalan
'Darah Iblis' untuk memapaki.
"Iblis Buta! Terimalah kematianmu hari ini! Hea!"
Dikawal bentakan nyaring, Kakek Putih segera menerjang
hebat Iblis Buta. Kedua telapak tangannya yang berwarna putih berkilauan
menghantam ke depan. Seketika melesat dua larik sinar putih berkilauan mengancam
keselamatan Iblis Buta.
Wesss! Wesss! Iblis Buta tak berani memandang ringan serangan lawan un-
tuk itu dikerahkannya tenaga dalam tinggi. Dan begitu merasakan angin dingin
berkesiur, kedua telapak tangannya yang telah menghitam hingga pangkal lengan
segera dihantamkan. Dan....
Blaaaammmm!!! Hebat bukan main bentrokan dua tenaga dalam yang terjadi.
Bumi kontan bergetar bagai terjadi gempa hebat. Ranting-
ranting pohon bergerak. Daun-daun berguguran. Sebagian hangus terbakar. Sebagian
lainnya membeku! Beberapa orang murid Perguruan Pring Sewu yang berkepandaian
rendah turut merasakan kehebatan bentrokan dua tenaga dalam itu. Mereka kontan
menjerit, dan roboh tak mampu bangun lagi dengan tubuh hangus terbakar. Ada pula
yang membeku! Sementara tubuh Kakek Putih dan tubuh Iblis Buta sendiri
pun sempat terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang
dengan paras pias. Darah segar tampak membasahi sudut-sudut bibir masing-masing,
pertanda tenaga dalam mereka berimbang!
Ratu Pring Sewu yang melihat keadaan dipihaknya makin ku-
rang menguntungkan jadi gelisah bukan main. Terutama sekali bila melihat tubuh
murid-muridnya yang bergelimpangan. Baik akibat tangan maut Iblis Tuh maupun
akibat bentrokan tenaga dalam tadi.
"Kakang Putih! Kakang Kelabu! Cepat bantu murid-
muridku!" teriak Ratu Pring Sewu, kalap.
Saat itu, perempuan tua itu tengah sibuk menghadapi gem-
puran-gempuran Iblis Buntung. Dan ia makin kalap karena ternyata Kakek Putih dan
Kakek Kelabu sulit dimintai bantuan. Kedua lelaki tua itu tengah bertarung hebat
melawan lawan masing-masing. Memang, kedua orang tua aneh itu belum terdesak.
Bahkan mampu mengimbangi kehebatan Iblis Buta dan Iblis
Gagu. Namun tetap saja hal ini membuat Ratu Pring Sewu geli-
sah. Karena satu persatu murid-muridnya tewas di tangan Iblis Tuli dengan cara
amat mengerikan.
"Keparat! Tunggulah pembalasanku nanti, Iblis Tuli!" pekik Ratu Pring Sewu penuh
kemarahan. Kalau saja Ketua Perguruan Pring Sewu tidak sibuk mengha-
dapi gempuran-gempuran Iblis Buntung, sudah pasti akan segera menerjang Iblis
Tuli. Namun sayang keinginannya hanya dapat dipendam dalam hati. Jangankan untuk
menerjang. Untuk keluar dari gempuran-gempuran Iblis Buntung pun rasanya sulit.
"Hea! Hea!"
Melihat kenyataan itu, Ratu Pring Sewu melampiaskan ama-
rahnya pada Iblis Buntung. Maka diiringi lengking-lengking kemarahannya,
serangan tongkat bambu kuningnya makin diper-
hebat. Sedang telapak tangan kirinya yang telah berubah jadi kuning siap pula
melontarkan pukulan 'Tongkat Penggebuk Iblis'.
Werrr! Werrr! Gulungan-gulungan tongkat bambu kuning di tangan Ratu
Pring Sewu kian bergerak-gerak cepat, sulit sekali diikuti pandangan mata. Namun
hal ini tidaklah sulit bagi Iblis Buntung.
Meski gulungan-gulungan kuning dari tongkat di tangan Ratu Pring Sewu seperti
berubah jadi ribuan, lelaki tua itu masih dapat mengikuti gerakannya dengan
seksama. "Hea...!"
Malah pada satu kesempatan, tiba-tiba telapak tangan Iblis Buntung yang penuh
pukulan 'Darah Iblis' segera menghantam ke depan.
Wusss...! Seketika meluruk selarik sinar hitam legam dari telapak tangan Iblis Buntung ke
arah Ratu Pring Sewu.
"Aaah!"
Ratu Pring Sewu sempat mendesah kaget. Namun bukan be-
rarti harus rela tubuhnya jadi santapan empuk serangan Iblis Buntung. Maka
dengan kekuatan tenaga dalam penuh, telapak tangan kirinya segera dihantamkan ke
depan, memapak pukulan Iblis Buntung. Sehingga...
Blaaarrr! "Aaa...!"
Ratu Pring Sewu memekik sejadinya. Tubuhnya seketika ter-
lempar jauh ke belakang. Lalu keras sekali tubuhnya jatuh berdebam ke tanah.
Ratu Pring Sewu menggeliat-geliat menahan sakit. Parasnya pucat pasi. Sementara
Iblis Buntung hanya terja-jar beberapa langkah.
"Hoeekh!"


Siluman Ular Putih 19 Tapak Merah Darah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ratu Pring Sewu meringis menahan sakit, begitu darah segar menyembur dari
mulutnya. Teriakan-teriakan kedua orang kakek seperguruannya dan sisa-sisa
muridnya yang selamat dari amukan Iblis Tuli tak dihiraukannya sama sekali.
Sambil menahan dadanya yang terguncang dengan tangan kiri, perempuan tua itu
merangkak bangun dengan dibantu tongkatnya.
"Ha ha ha...! Percuma saja kau datang kemari kalau hanya untuk mengantar nyawa,
Ratu Jelek! Kau tak mungkin dapat
mengalahkanku! Dan kini terimalah kematianmu! Hea!"
Iblis Buntung kembali mendorongkan kedua telapak tangan
ke depan. Tak tanggung-tanggung, tenaga dalamnya telah dikerahkan dengan
kekuatan penuh. Maka seketika itu meluruk deras dua larik sinar hitam legam,
siap merenggut nyawa Ratu Pring Sewu tanpa ampun.
Wesss! Wesss! Ratu Pring Sewu mengeluh. Sulit rasanya menghindar seran-
gan Iblis Buntung kali ini. Dadanya terasa nyeri. Namun wanita ini tak putus
asa. Sambil menggigit bibirnya kuat-kuat, hendak dipapaknya pukulan 'Darah
Iblis' milik Iblis Buntung. Namun baru saja hendak bertindak....
Wusss! Tiba-tiba melesat dua larik sinar putih terang yang entah dari mana datangnya,
memapak serangan Iblis Buntung.
Blammm!!! "Aaakh...!"
Iblis Buntung memekik setinggi langit. Tubuhnya kontan ter-jajar beberapa
langkah ke belakang begitu terjadinya bentrokan barusan.
"Setan alas! Siapa berani main gila dengan Iblis Buntung, he"!"
Tak ada jawaban, kecuali suara tawa yang bergelak.
*** 9 Iblis Buntung menggeram murka. Sepasang matanya yang ta-
jam berkilatan beringas ke arah datangnya suara. Dilihatnya tak jauh dari tempat
pertarungan telah berdiri dua sosok anak mu-da.
Yang sebelah kanan adalah seorang pemuda tampan bertu-
buh tinggi kekar. Rambutnya yang gondrong dibiarkan tergerai di bahu. Pakaiannya
rompi dan celana berbisik warna putih keperakan. Di sebelahnya, seorang gadis
cantik berpakaian serba hijau. Rambutnya yang hi-tam panjang digelung ke atas,
dihiasi untaian bunga melati. Siapa lagi dua anak muda itu kalau bukan Siluman
Ular Putih dan Arum Sari.
"Kenapa aku tidak berani menghadapi manusia-manusia iblis macam kalian!" ejek
Siluman Ular Putih,
"Keparat! Katakan, siapa nama dan gelar-mu sebelum nyawa busukmu kukirim ke
neraka, Bocah"!" bentak Iblis Buntung.
"Kau dan kawan-kawanmu itu pasti akan terkejut bila kukatakan kalau temanku
itulah yang bergelar Siluman Ular Putih,"
Arum Sari yang menyahut.
"Jadi?" Iblis Buntung membeliakkan Matanya liar. Arum Sari mendengus. Pedangnya
telah tergenggam erat di tangan kanannya. Sebenarnya ingin sekali diterjangnya
Iblis Buntung. Namun manakala pandang matanya tertumbuk pada Ratu Pring Sewu
yang tengah terengah-engah akibat pukulan 'Darah Iblis' milik Iblis Buntung, si
gadis buru-buru mengurungkan niatnya. Segera didekatinya Ratu Pring Sewu dan
langsung diberikannya sebutir obat pemunah racun untuk menghambat racun yang
mengeram dalam tubuh Ratu Pring Sewu.
Ratu Pring Sewu sempat memandang Arum Sari curiga. Tapi
begitu menyadari kalau gadis cantik di hadapannya itu sahabat Siluman Ular Putih
segera diraihnya butiran hijau di tangan Arum Sari dan ditelannya.
"Terima kasih, Gadis. Kau baik sekali," ucap Ratu Pring Sewu.
"Sudahlah, Nek! Baiknya kita...."
"Ya! Mari kita bantu murid-muridku yang tengah kewalahan menghadapi Iblis Tuli!"
potong Ratu Pring Sewu, seperti memahami maksud gadis cantik di hadapannya.
"Mari, Nek."
Ratu Pring Sewu tak menyahut. Kaki kanannya segera menu-
tul ke tanah, lalu berkelebat cepat menerjang Iblis Tuli yang tengah mengamuk
hebat. Arum Sari tak mau ketinggalan. Dengan pedang di tangan segera diterjangnya Iblis
Tuli. Akibatnya saat itu pula Iblis Tuli dibuat kewalahan menghadapi serangan-
serangan Ratu Pring Se-wu dan Arum Sari yang dibantu sisa-sisa Murid-murid
Perguruan Pring Sewu.
Melihat keadaan yang kurang menguntungkan, Iblis Buntung
jadi tak dapat lagi mengendalikan amarah. Napasnya memburu mirip kerbau
dipotong. "Jahanam! Jadi, kaukah yang telah membunuh muridku,
Dewa Kegelapan, he"!"
"O... jadi kau guru dari pemuda pembuat onar itu" Hm....
Sayang dia sendirilah yang mencari mati. Dia telah menempuh jalan sesat. Jadi,
mustahil aku membunuhnya kalau ia dari golongan baik-baik."
"Bedebah! Lagakmu sombong sekali, Bocah. Apa kau belum tahu tengah berhadapan
dengan siapa, he"!"
"Berhadapan dengan setan belang, kek. Jin gundul, kek. Aku tak peduli. Apalagi
kau, Manusia Buntung!"
"Setan alas! Tuanmu Iblis Buntung tak kan mengampuni bacotmu, Bocah. Makanlah
pukulan 'Darah Iblis'-ku! Hea...!"
Dikawal bentakan nyaring, Iblis Buntung yang sudah tak dapat mengendalikan
amarah segera menghentakkan kedua tela-
pak tangan ke depan. Tak tanggung-tanggung, tenaga dalamnya dikerahkan dengan
kekuatan penuh. Maka seketika meluncur
dua larik sinar hitam legam dari kedua telapak tangannya ke arah Siluman Ular
Putih. Wesss! Wesss! Siluman Ular Putih sempat bersiul. Bukannya memandang
rendah, melainkan kagum merasakan angin panas yang ditim-
bulkan dari pukulan Iblis Buntung.
"Pukulan hebat. Tapi sayang digunakan untuk kejahatan."
Sambil berkata demikian, Siluman Ular Putih menggeser kaki kiri ke belakang.
Kedua telapak tangannya yang telah berubah jadi putih terang hingga pangkal siku
segera dihantamkan ke depan. Maka....
Blammm!!! Hebat bukan main bentrokan dua tenaga dalam tingkat tinggi barusan. Bumi
berguncang keras. Udara panas menebar ke segenap penjuru, memporakporandakan apa
saja yang ada di sekitar pertarungan. Ranting-ranting pohon hangus terbakar.
Jerit-jerit kesakitan murid-murid Perguruan Pring Sewu yang ter-kena
pengaruh benturan tadi terdengar di sana-sini.
Sementara tubuh Siluman Ular Putih ter-surut beberapa
langkah ke belakang dengan pa-ras pucat pasi. Darah segar tampak mengalir di
sudut-sudut bibir.
Keadaan Soma masih jauh lebih menguntungkan dibanding
Iblis Buntung. Begitu terjadinya bentrokan, tubuh buntung tokoh sesat dari Hutan
Seruni itu kontan terlempar jauh ke belakang. Berputar-putar sebentar, lalu
menghantam batang pohon di belakangnya.
Brakkk!!! Batang pohon sebesar dua lingkaran tangan manusia dewasa
itu kontan tumbang. Sedang tubuh Iblis Buntung sendiri tampak luruh ke tanah.
Sekujur tubuhnya hangus terbakar. Sebentar tubuhnya menggeliat-geliat, lalu diam
tak bergerak-gerak lagi. Tewas!
Selangkah demi selangkah, Siluman Ular Putih mendekati
tubuh Iblis Buntung. Ternyata, satu dari empat tokoh sesat dari Hutan Seruni itu
memang sudah tak bernyawa. Sejenak Soma
berdiri tegak di tempatnya. Kini sepasang matanya yang tajam memperhatikan
jalannya pertarungan di hadapannya. Kendati tak kenal dengan Kakek Putih dan
Kakek Kelabu, tapi Siluman Ular Putih bisa menebak kalau kedua orang tua itu
dapat mengimbangi lawan-lawan mereka. Sedang Ratu Pring Sewu yang
dibantu sisa-sisa muridnya serta Arum Sari tampak kian hebat mendesak Iblis
Tuli. Mungkin tak kurang dari sepuluh jurus, tokoh tuli dari Hutan Seruni itu
pun akan segera menyusul saudara seperguruannya.
"Pendekar muda! Cepat tolong selamatkan muridku. Ia
mungkin disekap di dalam goa sebelah sana!" teriak Ratu Pring Sewu sambil terus
mendesak hebat Iblis Tuli.
"Baik."
Siluman Ular Putih cepat berkelebat ke arah yang ditunjuk Ratu Pring Sewu.
"Hm...! Pasti goa ini yang dimaksud nenek tua itu," gumam Siluman Ular Putih,
begitu berada satu tombak di depan sege-rumbulan semak belukar.
Soma menajamkan pandangannya. Ternyata, di balik semak
belukar itu memang terdapat mulut sebuah goa. Agak tersembunyi dari semak-semak
belukar yang rimbun. Lobang mulut
goa itu pun amat sempit. Paling hanya cukup masuk untuk dua orang.
Saking tak sabarnya untuk menolong Murid Perguruan Pring
Sewu yang tengah disekap Empat Iblis Merah, Siluman Ular Putih segera memasuki
mulut goa. Namun baru beberapa tindak melangkah....
Bress...! "Heh"!"
Kedua kaki Soma seperti menginjak tanah yang lembek seka-
li, sehingga tanpa ampun terperosok ke dalam kubangan lumpur!
Siluman Ular Putih makin kaget ketika menyadari kalau di-
rinya telah terperosok ke da-lam kubangan lumpur hidup. Makin banyak gerakan
yang diperbuat, makin dalam saja tubuh-nya terbenam.
"Biang kutil! Kenapa tubuhku seperti ter-sedot ke dalam?"
gerutu Siluman Ular Putih kesal."
Mumpung belum telanjur tersedot lebih dalam lagi, Siluman Ular Putih mengerahkan
segenap ilmu meringankan tubuh untuk keluar dari kubangan lumpur. Namun naasnya,
baru saja menggerakkan kaki, tubuhnya justru makin deras tersedot.
"Celaka! Lama-lama aku bisa modar juga kalau begini terus.
Wah...! Tak ada pilihan lain. Terpaksa aku harus mengerahkan ajian 'Titisan
Siluman Ular Putih'," gumam Siluman Ular Putih.
Saat itu juga, Siluman Ular Putih segera merapal ajian
'Titisan Siluman Ular Putih'. Maka begitu mulutnya berhenti
komat-kamit, sekujur tubuhnya telah dipenuhi asap putih. Sehingga, sosoknya yang
tinggi kekar tidak kelihatan sama sekali.
Lalu begitu asap putih yang menyelimuti sekujur tubuh murid Eyang Begawan
Kamasetyo itu sirna tertiup angin, maka....
Ssssstttt...!!!
* * * Apa yang terjadi"
Ternyata sosok tubuh murid Eyang Bega-wan Kamasetyo itu
telah menjelma menjadi seekor ular putih. Tak seperti biasanya, kini Soma
menjelma menjadi seekor ular kecil sebesar ibu jari kaki manusia dewasa! Inilah
salah satu kehebatan sekaligus keis-timewaan ajian 'Titisan Siluman Ular Putih'.
Karena, Soma mampu mengatur besar kecilnya ular putih jelmaan sesuai kehendak
hati. Sssstt! Ssssttt!
Ular putih kecil itu mengibas-ngibaskan ekornya ke sana kemari. Sepasang matanya
yang kecil sejenak memperhatikan mulut goa. Perlahan-lahan, tubuhnya pun mulai
meliuk-liuk ke luar dari kubangan lumpur, mendekati mulut goa.
Ssssttt! Ssssttt!
Ular putih kecil itu menghentikan rayapannya tepat di mulut goa. Mendesis-desis
sebentar, lalu kembali merayap ke dalam mulut goa. Tak sampai sepuluh hitungan,
ular putih kecil itu menghentikan rayapannya kembali. Kepalanya menjulur-julur
ke atas. Ternyata di atas tumpukan jerami itu tergeletak seorang gadis cantik
dengan pakaian koyak tak karuan.
Buru-buru ular putih itu kembali merayap dan menyelinap ke balik dinding goa.
Tubuhnya diam mematung beberapa saat.
Dan.... Besss! Tiba-tiba sekujur tubuh ular putih kecil itu telah dipenuhi asap putih tipis,
sehingga sosok panjangnya tak kelihatan sama sekali. Kelihatan asap putih yang
menyelimuti tersingkap, ternyata yang terlihat kini adalah sosok seorang pemuda
tampan berpakaian rompi dan celana bersisik warna putih keperakan.
Siapa lagi sosok itu kalau bukan murid Eyang Begawan Kama-
setyo! Entah kenapa, begitu kembali berubah wujud menjadi manu-
sia biasa, Soma malah cengar-cengir tidak karuan. Sebelah tangannya malah asyik
garuk-garuk kepala.
Memang, apa yang baru saja dilihat Soma kini benar-benar
membuatnya jengah. Seorang gadis cantik terbaring di tumpukan jerami dengan
pakaian koyak moyak, menampakkan seba-
gian lekuk-lekuk tubuhnya yang berkulit putih bersih!
"Hm...! Kenapa aku jadi membayangkan yang tidak-tidak"
Huh! Sial! Tapi... tapi... kenapa tadi aku melihat bercak-bercak darah di
tumpukan jerami itu...?" gumam Siluman Ular Putih dengan kening berkerut.
"Celaka! Jangan-jangan, para bajingan merah itu telah mencelakakan gadis ini.
Edan! Aku harus cepat menolongnya."
Tanpa pikir panjang, Siluman Ular Putih segera melompat ke dalam lorong goa
tempat gadis yang memang Mawarni disekap.
Seperti diduga gadis itu pasti akan terkejut.
"Siapa kau"!" sentak Mawarni ketakutan. Matanya yang berbinar-binar indah
jelalatan tak karuan. Sayang sekali tubuhnya masih kaku tak dapat bergerak,
hingga hanya dapat mendesis-desis.
"Jangan takut! Aku teman baik gurumu. Namaku Soma," ujar Siluman Ular Putih
menenangkan. Pemuda ini jadi jengah sekali manakala pandang matanya tertumbuk
pada lekuk-lekuk tubuh Mawarni.
Si gadis sendiri gelisah bukan main. Ia sebenarnya ingin menutupi sebagian
tubuhnya yang tak terlapisi pakaian. Namun sayang, tubuhnya tak mampu
digerakkan. Yang bisa dilakukan hanya menangis meratapi nasibnya yang malang.
"Cepatlah bangun! Nanti keburu iblis-iblis itu kemari!" ujar Siluman Ular Putih
menakut-nakuti.
"Aku... aku... tak dapat bergerak. Tol... to-long lepaskan dulu totokanku!"
pinta Mawarni, terbata-bata.
Siluman Ular Putih melengak kaget, lalu menepak jidatnya
sendiri. "Bodoh benar aku ini. Sudah pasti kau di-totok. Kalau tidak, mana mungkin
berlama-lama berada di sini!" gerutu Siluman Ular Putih.
Selangkah demi selangkah Soma mulai mendekati Mawarni.
Jantungnya berdegup keras manakala sepasang dada membu-
sung Mawarni bergerak turun naik. Namun pikiran-pikiran ko-tor segera
dienyahkannya. Sementara Mawarni memejamkan matanya saking tak kuat-
nya menahan malu. Air matanya pun makin membanjiri pipi.
Tuk! Tukkk! Dua kali jari-jari tangan Siluman Ular Putih menotok, langsung membuat tubuh
Mawarni dapat bergerak. Dengan sekali
loncat, Mawarni pun melompat bangun. Namun sayang, tubuh-
nya masih lemah. Begitu mampu berdiri, keseimbangan tubuhnya hilang. Untung saja
Siluman Ular Putih segera menangkap.
Tap! Tangan-tangan kekar Siluman Ular Putih cepat memeluk
pinggang Mawarni. Si gadis hanya mengeluh tertahan dengan wajah memerah. Rasa
malu membuat tangisnya makin me-nyayat. Apalagi begitu merasakan perih pada
bagian bawah tubuhnya. Mengingat hal itu, rasa dendam Mawarni pada Iblis Tuli
pun bergolak. Rasa dendamnya pun segera menghapus rasa perih dalam hatinya. Ia
merasa harus membalas penghinaan ini pada Iblis Tuli yang telah merenggut
mahkota kebanggaannya sebagai seorang gadis.
Siluman Ular Putih memeluk Mawarni erat-erat. Tanpa sa-
dar, si gadis pun tenggelam dalam pelukan lengan-lengan kokoh Soma. Malah
kepalanya berani dibaringkan ke dada murid
Eyang Begawan Kamasetyo.
"Sudahlah! Jangan menangis! Ayo, cepat kita keluar!"
Demi ingin menuntaskan rasa sakit hatinya, Mawarni menu-
rut. Namun manakala menyadari pakaiannya yang koyak tak karuan sehingga
menampakkan sebagian lekuk-lekuk tubuhnya, buru-buru dilepaskannya tangan
Siluman Ular Putih. Langsung dibelakanginya pemuda itu.
"Jangan lihat ke sini! Cepat kau balikkan badanmu!" teriak Mawarni gusar.
"Baik."


Siluman Ular Putih 19 Tapak Merah Darah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kini gantian Siluman Ular Putih yang menurut. Tanpa ba-
nyak cakap Siluman Ular Putih segera berbalik. Sementara Mawarni sendiri segera
membetulkan pakaiannya yang koyak. Di-
ikatnya pakaiannya yang koyak itu ala kadarnya, asal dapat menutup bagian-bagian
terlarang yang tadi sempat terpentang bebas di depan mata Siluman Ular Putih.
"Sudah. Sekarang kau boleh membalikkan badanmu kemba-li!" ujar Mawarni.
Siluman Ular Putih pun berbalik. Kening-nya kontan berke-
rut manakala melihat keadaan gadis itu. Bagaimanapun juga, ikatan-ikatan pakaian
itu masih menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya. Hal ini membuat Soma jadi tak tega.
"Apa yang kau lihat, he"!" bentak Mawarni tak senang.
"Hm...! Anu...," Siluman Ular Putih menelan ludah. "Aku....
Aku...! Sebentar! Kucarikan kau baju. Mungkin di dalam goa ini tersimpan pakaian
yang dapat menutupi tubuhmu. Malu kan kalau kita keluar kau masih dalam keadaan
begitu." Tanpa menunggu jawaban, Siluman Ular Putih segera berke-
lebat ke lorong goa sebelah. Untung sekali, tak jauh dari lorong goa terdapat
sebuah jubah besar berwarna merah tergantung di dinding goa. Buru-buru
diambilnya jubah itu.
"Nih! Pakailah!" ujar Siluman Ular Putih begitu tiba di depan Mawarni.
Disodorkannya jubah merah itu pada si gadis.
Mawarni terbeliak, seraya mundur seperti ketakutan. Tubuhnya menggigil. Sepasang
Matanya yang indah terus menatap jubah di tangan Siluman Ular Putih itu dengan
mata tak berkedip.
Ingatannya langsung tertuju pada Iblis Tuli. Masih terbayang di pelupuk matanya,
bagaimana seringai Iblis Tuli yang menggu-mulinya, sementara si gadis tak
berdaya apa-apa. Bahkan saking tak kuatnya, Mawarni sempat pingsan. Walau
Mawarni dalam keadaan pingsan pun, Iblis Gagu tak mau ketinggalan untuk menikmati.
"Tid... tidak! Aku tak sudi mengenakan jubah milik manusia keparat itu," teriak
Mawarni sambil menggeleng-geleng.
"Pakailah! Tak apa-apa! Ini kan hanya jubah. Kenapa takut"
Ayo, pakai!" bujuk Siluman Ular Putih.
"Tid... tidak!"
"Aduuuh! Kau ini bagaimana sih" Ayo, cepat pakai! Atau kau ingin di sini?" ancam
Siluman Ular Putih, siap meninggalkan Mawarni.
"Jangan!" pekik Mawarni ketakutan.
"Makanya cepat pakai jubah ini!"
Siluman Ular Putih mendekati Mawarni. Dan kali ini, si gadis tak dapat menolak
lagi. Meski jijik sekali terhadap Iblis Tuli dan Iblis Gagu, terpaksa
dibiarkannya saja saat Siluman Ular Putih mengenakan jubah itu ke tubuhnya.
"Ayo, cepat kita tinggalkan tempat ini!"
Siluman Ular Putih segera menyambar lengan Mawarni. Dan
si gadis agak terpontang-panting mengikuti tarikan tangan So-ma. Sesampainya di
luar mulut goa, Mawarni yang merasa lemas dan tak kuat lagi berlari, akhirnya
tersungkur. "Ah...! Kau ini!" gerutu Siluman Ular Putih. Untung saja tangannya cepat
bergerak menyambar, sehingga gadis itu kembali terjatuh dalam pelukannya.
"Baiknya kugendong saja, ya" Tubuhmu masih lemas. Aku takut kau tak kuat. Lagi
pula di sekitar sini banyak sekali jebakan."
Mawarni tak menyahut.
Sementara tanpa menunggu jawaban, Siluman Ular Putih
pun segera menyambar tubuh Mawarni ke dalam gendongannya.
Seketika tubuhnya melompat melewati kubangan lumpuh hidup yang terdapat di depan
mulut goa. Dan untuk menjaga kemung-kinan dari jebakan-jebakan lain. Soma segera
melompat ke atas pohon, lalu berkelebat cepat.
Sebenarnya Mawarni sendiri merasa keberatan berada dalam
gendongan Siluman Ular Putih. Namun entah kenapa mendadak hatinya jadi risau
bukan main. Seolah, ia menemukan kehanga-tan lain yang sulit sekali dilukiskan.
Mawarni memejamkan matanya rapat-rapat. Bukannya takut
melihat dirinya dibawa berkelebat dari pohon yang satu ke pohon yang lain, namun
sebenarnya justru sedang menikmati ke-hangatan tubuh siluman Ular Putih yang
menempel ketat di tubuhnya.
"Kau mau membawaku ke mana. Soma?" tanya Mawarni.
"Diamlah! Nanti kau juga akan tahu sendiri!"
Mawarni terkejut saat telinganya kini mendengar teriakan-
teriakan sebuah pertarungan. Benar saja. Ternyata, Siluman Ular Putih membawanya
ke tempat pertarungan. Begitu Soma turun dari atas pohon, Mawarni kontan memekik
penuh kemarahan.
Terutama, saat melihat Iblis Tuli yang tengah dikeroyok gurunya
dan saudara-saudara seperguruannya. Buru-buru Mawarni loncat turun dari
gendongan Siluman Ular Putih.
"Bajingan! Manusia terkutuk! Kau harus mampus di tanganku, Iblis Tuli!" teriak
Mawarni penuh kemarahan!
Mawarni segera meluruk ke tempat pertarungan. Amarahnya
yang menggelegak dalam dada membuat gadis itu mata gelap.
Bahkan tidak mengenai takut sedikit pun segera diserangnya Iblis Tuli dengan
tangan kosong. Iblis Tuli tertawa bergelak. Meski dikeroyok habis-habisan oleh Ratu Pring Sewu
yang dibantu murid-muridnya serta Arum Sari, namun belum juga bisa dirobohkan.
Malah dengan kemarahan meluap, ia berusaha mendekati Siluman Ular Putih.
"Bocah keparat! Kau telah membunuh muridku Dewa Kegelapan. Juga, telah membunuh
saudara seperguruanku Iblis Buntung. Kau harus bertanggung jawab, Bocah! Kau
harus modar di tanganku!" teriaknya, garang.
*** 10 Sepasang mata merah saga Iblis Tuli berkilat-kilat penuh kemarahan. Gerahamnya
bergemeletakkan, menahan amarah
menggelegak. Ingin rasanya lelaki tua ini segera menerjang Siluman Ular Putih.
Namun sayang serangan-serangan Ratu Pring Sewu dan Arum Sari terus saja
menghadang. Belum lagi kini di-tambah Mawarni yang memang mendendam padanya.
"Hea! Hea?"
Malah dikawal bentakan nyaring, Ratu Pring Sewu menerjang Iblis Tuli. Gerakan
tongkat bambu kuningnya tampak makin ganas mencecar pertahanan Iblis Tuli.
Sedang dari samping kiri, serangan-serangan Arum Sari pun tak kalah hebat.
Dengan jurus-jurus andalan dari mendiang Nenek Rambut Putih, serangan-serangan
si gadis cukup merepotkan. Terbukti sabetan-
sabetan pedang di tangannya berkali-kali mampu melukai tubuh Iblis Tuli.
Siluman Ular Putih hanya menonton saja. Namun sikapnya
tetap waspada kalau-kalau ada yang membutuhkan pertolongan.
"Manusia terkutuk! Hari inilah saatnya aku menuntut balas!"
pekik Mawarni penuh kemarahan seraya mengebutkan tongkat
bambu kuning yang dirampasnya dari salah seorang saudara seperguruannya. Meski
sekujur tubuhnya masih terasa lemas, namun tekadnya tetap bulat untuk menyerang
Iblis Tuli. "Mundur kau, Mawarni! Kulihat dari gerakanmu, tubuhmu masih lemas! Kau bisa
celaka nanti!" teriak Ratu Pring Sewu cemas.
"Tidak, Guru! Apa pun yang akan terjadi, aku harus menuntut balas walau nyawa
taruhannya!"
Mawarni sama sekali tak menggubris peringatan gurunya.
Malah tongkat di tangan kanannya makin ganas menyerang Iblis Tuli. Ratu Pring
Sewu yang melihat muridnya nekat jadi bertanya-tanya. Ia yakin sekali, pasti
telah terjadi sesuatu yang menimpa Mawarni. Kalau tidak, mustahil murid
kesayangannya itu nekat tak menggubris perintahnya.
"Bajingan! Kau pasti telah merenggut kegadisan muridku, Tuli!" desis Ratu Pring
Sewu, kalap bukan main.
Namun, rupanya percuma saja perempuan tua ini memaki Ib-
lis Tuli. Buktinya saja, lelaki tua itu malah makin nekat membalas. Terkadang
jurus 'Tangan Merah'-nya yang amat memba-
hayakan terlontar cepat.
"Ha ha ha...! Jangan dikira kalian mudah merobohkanku!
Minggir. Beri aku jalan untuk melenyapkan bocah keparat itu!"
tuding Iblis Tuli ke arah Siluman Ular Putih.
"Manusia laknat! Aku ingin mengadu jiwa denganmu!" pekik Mawarni putus asa.
Setelah bertarung lima jurus lebih namun tak mendapat ke-
sempatan untuk melampiskan dendam, si gadis jadi lebih nekat.
Maka sambil menggerakkan tongkat bambunya sedemikian ru-
pa, tiba-tiba Mawarni menerjang Iblis Tuli. Hasil putaran tongkatnya menciptakan
gulung-gulung angin keras mengarah batok kepala Iblis Tuli. Sedang tangan
kirinya yang telah berubah jadi kuning siap menghantam dada dengan pukulan
'Tongkat Penggebuk Iblis'.
"Hea! Hea!"
"Mawarni! Jangan nekat!" teriak Ratu Pring Sewu, gusar bu-
kan main. Tubuhnya juga ikut berkelebat. Tongkat di tangan kanannya segera
dikebutkan untuk membantu serangan Mawarni.
Karena, memang tak ada pilihan lain. Hanya dengan membantu serangan, perhatian
Iblis Tuli jelas akan terpecah dua. Dan ini tentu saja membuatnya lengah.
Namun.... Bukkk! Ternyata, apa yang diperkirakan Ratu Pring Sewu jauh dari harapan. Buktinya
Iblis Tuli mengorbankan punggungnya terkena hantaman tongkat Ratu Pring Sewu.
Namun tiba-tiba jari-jari tangan lelaki tua itu yang telah berubah jadi merah
hingga pangkal telah mengancam dada Mawarni.
"Eh..."!"
Siluman Ular Putih yang terus mengamati jalannya pertarungan jadi terperangah
kaget. Melihat Mawarni dalam bahaya ia merasa harus bertindak. Segera dicabutnya
senjata andalan
'Anak Panah Bercakra Kembar', dan langsung dilontarkan ke arah Iblis Tuli dengan
kekuatan tenaga penuh.
Wesss! Iblis Tuli terkesiap. Ekor matanya sempat melihat datangnya serangan. Padahal
saat ini ia mempunyai kesempatan bagus untuk mengirim-kan pukulan maut ke tubuh
Mawarni. Tapi, sayang. Serangan anak panah Siluman Ular Putih telah menghadang.
"Hup!"
Maka demi menjaga selembar nyawa, Iblis Tuli harus cepat
membuang tubuhnya ke samping, hingga serangan anak panah
itu hanya mengenai angin kosong. Begitu lelaki tua ini bangkit, sama sekali
tidak menduga kalau anak panah milik Siluman Ular Putih kembali balik menyerang
dengan kecepatan jauh lebih hebat daripada lesatan yang pertama! Padahal, justru
Iblis Tuli tengah mencurahkan perhatian untuk membalas serangan Ratu Pring Sewu.
Begitu cepat serangan itu, sehingga Iblis Tuli benar-benar tak menyadarinya.
Maka.... Crep! "Aaa...!"
Iblis Tuli meraung setinggi langit ketika tiba-tiba pundak kanannya terhujam
oleh anak panah Siluman Ular Putih dari bela-
kang. Seketika, tubuh tinggi kurusnya goyah ke samping.
"Chiaaat!"
Pada saat yang demikian, Mawarni melihat peluang emas
yang harus segera dimanfaatkan seketika tubuhnya melompat dengan tongkat
mengebut disertai tenaga dalam tinggi. Langsung dihantamnya kepala Iblis Tuli.
Prakkk! Tubuh tinggi kurus Iblis Tuli kontan ter-sungkur ke tanah.
Darah merah segar langsung berhamburan dari batok kepalanya.
Ternyata serangan Mawarni tak sampai di situ saja. Dendamnya memang tak cukup
dengan hanya membunuh Iblis Tuli. Malah kalau perlu, akan dicincangnya tubuhnya
tua itu. Maka disertai teriakan penuh kemarahan, Mawarni terus menghantam tubuh
Iblis Tuli dengan tongkat di tangan.
Bukkk! Bukkk! "Mampus kau, Manusia Laknat!"
Mawarni terus melumat tubuh Iblis Tuli tanpa ampun dengan tongkatnya.
Perangainya yang cantik berubah beringas. Meski tubuh Iblis Tuli tak dapat
bergerak-gerak lagi, tongkatnya terus dihantamkan. Seolah ia tak pernah puas
melampiaskan dendamnya.
"Sudah, Mawarni! Iblis tua itu sudah mampus!" ujar Ratu Pring Sewu, malah makin
membuat Mawarni kalap dengan air
mata mengalir deras.
Mawarni tak menghiraukan panggilan gurunya. Terus diha-
jarnya tubuh Iblis Tuli yang telah menjadi mayat sepuas hati, seperti Iblis Tuli
yang telah puas mempermainkan tubuhnya. Namun sayang, keinginan yang menggebu
dalam hati Mawarni ter-pangkas. Tiba-tiba lengan kanannya telah dipegang Siluman
Ular Putih. "Sudahlah, Mawarni! Buat apa melapiskan amarahmu kalau orang yang amat kau benci
itu telah menjadi bangkai!" ujar Siluman Ular Putih seraya mengumbar senyum
manis. Tubuh Mawarni menggigil dengan kepala tertunduk. Air ma-
tanya kian bercucuran. Paras-nya yang cantik jadi terlihat mengerikan dengan
sepasang mata yang mencorong beringas.
Manakala kepala Mawarni terangkat dan sepasang mata be-
ringasnya tertumbuk pada Iblis Gagu yang tengah bertarung
dengan Kakek Kelabu, mendadak pekik Mawarni kembali mele-
dak. Dengan kasar, lengan Siluman Ular Putih ditepiskan. Lalu disertai kemarahan
meluap, diterjangnya Iblis Gagu garang.
"Manusia Gagu! Kau pun harus mampus di tanganku! Hari ini aku akan menuntut
balas! Demi Tuhan aku akan menuntut balas, Manusia Gagu!" teriak Mawarni bagai
orang kesurupan.
Sosok Iblis Gagu yang dilihatnya seolah bagai setan neraka yang harus segera
dilenyapkan. Bet! Bet! Tongkat di tangan kanan si gadis kembali bergulung-gulung hebat menyerang Iblis
Gagu. Sementara Ratu Pring Sewu dan Siluman Ular Putih cemas bukan main.
"Mawarni! Jangan!" teriak Ratu Pring Sewu. Sekali menutul-kan kakinya, sosok
tinggi kurusnya telah berada di tempat pertarungan.
Tapi, mana mau Mawarni mempedulikan teriakan Ratu Pring
Sewu. Tongkat bambu di tangan kanannya terus bergerak-gerak cepat menyerang
Iblis Gagu. "Huk huk huk...!"
Iblis Gagu menggerak-gerakkan tangan ke sana kemari sam-
bil berusaha menghindar dari sambaran tongkat Mawarni. Entah, apa yang di-
maksudkan. Yang jelas pandang mata Iblis Gagu tampak memerah mengarah pada
Siluman Ular Putih.
"Gagu! Kau telah berani kurang ajar membuat onar di perguruan adikku. Ada silang
sengketa apa hingga kau berani mengganggu perguruan adikku?" kata Kakek Kelabu,
sejenak memberi kesempatan Mawarni untuk menyerang.
"Huk huk huk...!"
Sambil terus menghindar, Iblis Gagu kembali menggerak-
gerakkan kedua tangan ke arah Siluman Ular Putih.
"Ah...! Tak tahulah. Kau ngomong apa, sih?" sungut Kakek Kelabu.
"Paman Guru jangan ganggu aku. Biar kan aku membunuhnya!" teriak Mawarni garang.
Bett! Bett! Tongkat di tangan kanan si gadis kembali menderu-deru,
menyerang Iblis Gagu. Tapi bagi Iblis Gagu, serangan-serangan Mawarni tak
ubahnya orang tengah menari.
"Huk! Hukk!"
Dengan mengeluarkan suaranya yang khas, Iblis Gagu kem-
bali menerjang Kakek Kelabu. Namun lelaki tua itu justru lebih memusatkan
serangan Mawarni. Akibatnya si gadis jadi kewalahan mendapat serangan balik yang
mematikan. Tentu saja ini malah membuat Kakek Kelabu kewalahan. Di
satu sisi, ia harus membalas serangan-serangan Iblis Gagu. Di si-si lain, ia
harus melindungi Mawarni.
"Bocah tengil! Minggir! Kau hanya menggangguku saja!" ujar Kakek Kelabu seraya
menyingkirkan tongkat di tangan Mawarni.
Tentu saja tubuh Mawarni jadi limbung. Kalau saja tidak cepat bertindak, bukan
mustahil tubuhnya akan terbanting keras.
Untungnya pada saat itu, Ratu Pring Sewu segera menyambar lengan muridnya.
"Uwak gurumu benar, Mawarni. Kau hanya mengganggunya.
Bukannya uwak guru tambah leluasa mendapat bantuanmu, ma-
lah sebaliknya. Karena ia juga harus melindungimu."
"Aku tak butuh perlindungannya. Guru. Aku harus membunuh manusia keparat itu!"


Siluman Ular Putih 19 Tapak Merah Darah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

teriak Mawarni sambil meronta dari genggaman tangan gurunya.
"Percuma. Kau hanya merepotkan saja, Mawarni. Sekarang lihat saja bagaimana uwak
gurumu menghajar Iblis Gagu. Kalau nanti ia membutuhkan pertolongan, baru kita
bertindak."
"Tapi, Guru...."
"Sudahlah! Jangan membantah! Lihat saja apa yang dilakukan uwak gurumu!" tukas
Ratu Pring Sewu.
Saat itu pertarungan antara Kakek Kelabu melawan Iblis Ga-gu telah mencapai
puncaknya. Keduanya sama-sama telah mengeluarkan ilmu andalan masing-masing.
Dengan jurus Tangan Merah' yang sesekali diselingi pukulan 'Darah Iblis', Iblis
Gagu terus berusaha mendesak Kakek Kelabu.
Tentu saja Kakek Kelabu tak ingin tubuh-nya dijadikan sasaran empuk. Maka segera
dikeluarkannya ilmu andalan 'Kuda Binal dari Utara'. Kalau tadi ilmu andalannya
tak dikeluarkan, karena tak ingin membuat murid-murid Perguruan Pring Sewu
kewalahan begitu mendengar suara ringkikannya. Tapi kini setelah murid-murid
Perguruan Pring Sewu bergerak menjauh dari ajang pertarungan, Kakek Kelabu tak
segan-segan lagi untuk
mengeluarkan ilmu andalannya itu.
"Hea! Hea!"
Dikawal bentakan-bentakan nyaring, Kakek Kelabu terus me-
rangsak pertahanan Iblis Gagu. Sementara tangan kirinya yang telah berubah jadi
kuning hingga pangkal siku siap pula melontarkan pukulan maut 'Tongkat Penggebuk
Iblis'. Kini keadaan Iblis Gagu mulai terdesak. Berkali-kali ia harus membuang tubuhnya
ke sana kemari untuk menghindari gempuran-gempuran lawan. Namun, tongkat bambu
kuning di tan- gan Kakek Kelabu terus mencecarnya tanpa ampun.
Bukkk! Bukkk! Dua kali tongkat di tangan Kakek Kelabu menghajar pung-
gung Iblis Gagu. Akibatnya, tubuh tinggi kurus Iblis Gagu kontan meliuk
kesakitan. Erangannya terlontar keras dari rongga mulutnya. Kakek Kelabu tak
mempedulikannya sama sekali. Terus didesaknya Iblis Gagu tanpa ampun.
Wuttt! Wuttt! Susah payah Iblis Gagu terus membuang tubuhnya ke samp-
ing. Baru ketika terbebas dari gempuran-gempuran Kakek Kelabu, Iblis Gagu segera
mengerahkan pukulan andalan 'Darah Iblis'. Dengan begitu, artinya ia ingin
sekali mengadu nyawa. Apa pun yang akan terjadi, Iblis Gagu telah siap menerima
akibatnya. Maka begitu Iblis Gagu mengerahkan tenaga dalam tinggi,
seketika kedua telapak tangannya telah berubah jadi hitam legam hingga ke
pangkal lengan.
"Makanlah pukulan 'Darah Iblis'-ku, Tua Bangka Keparat!
Hea!" Berbareng teriakannya yang membelah langit, kedua telapak tangan Iblis Gagu
segera menghantam ke depan. Seketika meluruk dua larik sinar hitam legam dari
kedua telapak tangannya mengancam keselamatan Kakek Kelabu.
Wesss! Wesss! Kakek Kelabu sedikit pun tak berani memandang ringan pu-
kulan 'Darah Iblis' milik Iblis Gagu. Ia sudah cukup tahu, betapa ampuhnya
pukulan itu. Maka untuk menghadapinya segera dikerahkannya pukulan 'Tongkat
Penggebuk Iblis'. Dan begitu tenaga dalamnya dikerahkan, kedua telapak tangannya
telah berubah jadi kuning berkilauan hingga ke pangkal. Lalu dikawal bentakan
keras, segera dipapaknya serangan yang tinggal satu tombak lagi.
Blammm! Hebat bukan main bentrokan dua tenaga dalam tingkat tinggi yang terjadi barusan
itu. Bumi bergetar bagai diguncang praha-ra. Angin berkesiur panas yang
ditimbulkan akibat bentrokan barusan mampu membuat ranting-ranting pohon hangus
terbakar! Untung saja murid-murid Perguruan Pring Sewu yang berkepandaian rendah
sudah sejak tadi berada di luar jangkauan pengaruh benturan dua kekuatan tadi.
Kalau tidak, sudah pasti tubuh mereka pun akan hangus terbakar!
Sementara sewaktu terjadinya bentrokan tadi, tubuh Kakek
Kelabu dan Iblis Gagu pun sama-sama tersurut beberapa langkah ke belakang.
Paras-paras mereka pucat pasi, pertanda sama-sama menderita luka dalam cukup
parah. Iblis Gagu menggeram penuh kemarahan. Saat itu, dilihatnya Kakek Kelabu masih
terengah-engah menahan kedua telapak
tangannya yang seolah hangus terbakar. Dan kesempatan itu tak ingin disia-
siakannya. Maka dikawal bentakan keras, kembali di-lontarkannya pukulan 'Darah
Iblis' ke arah Kakek Kelabu.
"Awas, Kang!" pekik Ratu Pring Sewu cemas bukan main saat melihat dua larik
sinar hitam legam melesat dari kedua telapak tangan Iblis Gagu.
Kakek Kelabu terperangah kaget. Saat itu, napasnya terasa sesak. Sulit sekali
untuk mengerahkan tenaga dalam. Padahal dua larik sinar hitam legam dari kedua
telapak tangan Iblis Gagu telah semakin dekatnya, siap melabrak tubuhnya.
"Ah...!"
Wesss...! Bersamaan dengan desahan pasrah Kakek Kelabu, tiba-tiba
melesat dua larik sinar putih yang entah dari mana datangnya.
Langsung saja pukulan Iblis Gagu terpapak.
Blammm! Akibatnya, Iblis Gagu kontan terlempar jauh ke belakang.
Tubuh tinggi kurusnya berputar-putar sebentar, sebelum akhirnya terbanting keras
dan tak dapat bergerak-gerak lagi.
Tewas! "Hebat! Tak kusangka masih semuda ini kau sudah memiliki pukulan demikian
hebatnya, Pendekar Muda. Terima kasih atas
pertolonganmu tadi," ucap Kakek Kelabu dengan raut wajah masih memperlihatkan
ketegangan. "Sudahlah! Jangan terlalu berbasa-basi, Kek! Kurasa kepan-daianku belum seberapa
bila dibanding kepandaianmu," tukas sang penolong, yang tak lain Siluman Ular
Putih. "Kau terlalu merendah, Anak Muda."
"Sudahlah, Kek! Aku ingin melihat jalannya pertarungan Kakek Putih dengan Iblis
Buta. Kurasa pertarungan mereka benar-benar hebat. Buktinya saja, mereka belum
dapat saling mengalahkan!" ujar Siluman Ular Putih yang mengenal nama Dua Orang
Tua Aneh Putih Kelabu dari Ratu Pring Sewu. Lalu segera ditinggalkan-nya Kakek
Kelabu begitu saja.
Iblis Buta yang saat itu tengah bertarung hebat melawan Kakek Putih merasa
gelisah sekali. Meski sepasang matanya tak mampu melihat, namun dapat dirasakan
kalau dirinya telah di-kepung oleh beberapa pendekar dan murid-murid Perguruan
Pring Sewu. Keadaan ini jelas kurang menguntungkan baginya.
Apalagi, di tempat itu ada Siluman Ular Putih yang telah mampu menewaskan kedua
orang kakak seperguruannya.
Mendapati kenyataan ini, Iblis Buta jadi berpikir lain. Tak mungkin ia
menghadapi pendekar-pendekar itu seorang diri.
Daripada mati konyol, lebih baik melarikan diri saja. Begitu pikir dalam hati
Iblis Buta. Ketika mendapat kesempatan, Iblis Buta tak membuang-
buang waktu lagi. Setelah melepas pukulan 'Darah Iblis' ke arah Kakek Putih,
tiba-tiba kakinya telah menjejak tanah, lalu berkelebat cepat meninggalkan
tempat pertarungan. Sementara, Kakek Putih tengah sibuk memapak pukulannya.
Namun baru beberapa tombak Iblis Buta melesat....
"Cekitir! Hendak ke mana kau, Orang Buta?" Iblis Buta terpaksa menghentikan
lesatannya ketika merasakan ada orang
yang telah menghadang langkahnya. Iblis Buta menggerak-
gerakkan kepalanya sedemikian rupa, mengikuti arah datangnya suara.
"Siapa kau"! Apakah kau yang telah menewaskan Iblis Buntung dan Iblis Gagu,
he"!" bentak Iblis Buta.
"Matamu buta. Tapi aku mengagumimu, Orang Tua. Ternyata kau memiliki kepandaian
lebih tinggi dibanding saudara-saudara
seperguruanmu. Tapi sayang, kepandaianmu digunakan untuk
jalan sesat. Apa kau tak menyesal di hari-hari menjelang ajalmu ini, Orang Tua?"
kata sosok penghadang yang memang Siluman Ular Putih.
"Jangan banyak bacot! Aku tak butuh nasihatmu. Aku butuh nyawa busukmu, Bocah!"
bentak Iblis Buta, penuh kemarahan.
Iblis Buta langsung saja menyerang hebat Siluman Ular Pu-
tih. Kedua telapak tangannya yang telah berubah jadi hitam legam segera di-
hantamkan ke depan disertai kekuatan tenaga dalam penuh.
"Hm...! Sayang sekali. Sebenarnya aku tak ingin mencelaka-kanmu. Tapi berhubung
kau keras kepala, terpaksa aku pun harus memberimu pelajaran!" gumam Siluman
Ular Putih, sedikit menyesali.
Ketika melihat dua larik sinar hitam dari kedua telapak tangan Iblis Buta telah
melesat, Siluman Ular Putih pun segera memapaki dengan pukulan 'Tenaga Inti
Bumi'. Blammm!!! "Aaa...!"
Sekali lagi terdengar ledakan hebat di udara. Iblis Buta kontan meraung setinggi
langit. Tanpa ampun, tubuhnya melayang jauh ke belakang. Begitu tubuh lelaki tua
itu mencium tanah, beberapa orang murid Perguruan Pring Sewu yang dipimpin Ma-
warni segera menyambutnya dengan tongkat di tangan.
Bukkk! Bukkk! Hancur sudah tubuh Iblis Buta dijadikan bulan-bulanan oleh murid-murid Perguruan
Pring Sewu. Tak ada lagi pekik kesakitan saat tubuh Iblis Buta terus dihujani
gebukan tongkat di tangan murid-murid Perguruan Pring Sewu.
"Sudah! Hentikan! Tak ada gunanya kalian memukulinya.
Tua bangka buta itu telah mati!" hardik Ratu Pring Sewu.
Mawarni dan sisa-sisa murid-murid Perguruan Pring Sewu
segera bergerak mundur. Paras-paras mereka menegang. Tongkat-tongkat di tangan
telah berlumuran darah.
"Soma! Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Arum Sari tahu-tahu telah
berada di samping Silu-man Ular Putih.
"Ah...! Kau mengagetkanku saja," desah Siluman Ular Putih.
"Apa kau tadi bilang, Arum?"
"Sial! Rupanya kau tak mendengarkanku, ya" Apa kau terlalu asyik memperhatikan
gadis cantik berpakaian kuning itu?" tanya Arum Sari, cemburu.
"Enak saja! Di sampingku ada seorang gadis cantik yang me-lebihi kecantikan
bidadari. Kenapa aku harus memperhatikan gadis lain?" kilah Soma dengan senyum
nakalnya. "Mulai deh..." Arum Sari mencubit Siluman Ular Putih gemas.
"Ayo, sekarang kita mencari Penghuni Ku-bur!" ajak Siluman Ular Putih.
"Tapi, baiknya kita tanya saja pada Ratu Pring Sewu, ya" Daripada nanti kita
kebingungan seperti tadi."
"Baiklah."
Siluman Ular Putih segera mendekati Ratu Pring Sewu yang
tengah menghibur Mawarni.
"Sungguh besar sekali budi kalian berdua, Pendekar-
pendekar Muda. Kalau tak ada kalian, tak tahulah apa yang akan menimpa kami.
Terima kasih atas bantuan kalian berdua," ucap Ratu Pring Sewu saat Siluman Ular
Putih dan Arum Sari mendekat.
"Harap jangan membesar-besarkan budi kami yang tak seberapa ini. Nek. Kami malah
jadi malu." sahut Siluman Ular Putih.
"Oh, ya, Nek. Ngomong-ngomong apakah kau tahu tempat persembunyian Penghuni
Kubur?" "Mau apa kalian mencari tua bangka keparat itu, Pendekar Muda?"
"Kami berdua masih ada urusan dengan Penghuni Kubur
yang harus secepatnya diselesaikan. Nek. Apakah kau tahu tempat persembunyian
Penghuni Kubur?" sahut Arum Sari.
"Hm...," gumam Ratu Pring Sewu tak jelas. Keningnya berkerut dalam. "Sayang
sekali aku tak dapat membantu kalian dalam hal ini. Tapi konon, tempat
persembunyian Penghuni Kubur itu berada di sebuah makam. Tapi makam yang mana,
aku tidak ta-hu. Menyesal sekali aku tak dapat membantu kalian. Tapi, sebentar.
Kutanyakan pada kedua orang kakak seperguruanku. Ba-rangkali saja mereka tahu."
Habis berkata, Ratu Pring Sewu segera menghampiri kedua
orang kakak seperguruannya yang tengah mengobati luka dalam.
Tampak dari kejauhan Ratu Pring Sewu tengah bercakap-cakap dengan Dua Orang Tua
Aneh Putih Kelabu. Entah, apa yang dibicarakan. Tapi bila melihat kedua orang
kakak seperguruan Ra-tu Pring Sewu hanya menggedik-gedikkan bahu berulang kali,
Siluman Ular Putih dan Arum Sari tahu apa jawaban mereka.
Sepertinya Dua Orang Tua Aneh Putih Kelabu pun tak tahu di mana Penghuni Kubur
bersembunyi. Kini terlihat Ratu Pring Sewu meninggalkan kedua kakak seperguruannya.
"Sayang. Sayang sekali. Kedua orang kakek seperguruanku pun tak tahu di mana
Penghuni Kubur bersembunyi," kata Ratu Pring Sewu begitu berada di dekat Siluman
Ular Putih dan Arum Sari.
"Hm..." Ya, sudah! Mungkin kita memang harus disuruh mencari sendiri, Arum. Ayo,
kita cari Penghuni Kubur!" kata Siluman Ular Putih seraya menggandeng lengan
Arum Sari. "Maaf, Pendekar Muda, Kami benar-benar tak dapat membantu kalian,..."
"Tak apa. Nek," sahut Siluman Ular Putih pendek, lalu segera mengajak gadis
cantik di sampingnya untuk segera meninggalkan tempat itu.
Ratu Pring Sewu terus memperhatikan sosok kedua anak
muda itu hingga menghilang di balik kerimbunan hutan depan sana.
Sore ini matahari masih bersinar cerah. Hembusan angin
yang bertiup semilir terasa menyejukkan hati Ratu Pring Sewu.
Meski merasa dongkol oleh sepak terjang Empat Iblis Merah dari Hutan Seruni, toh
tetap saja tak tega membiarkan mayat mereka berserakan. Maka, murid-muridnya
diperintahkan untuk men-guburkan mereka.
SELESAI Segera terbit: MURKA PENGHUNI KUBUR
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
https://www.facebook.com/D
uniaAbuKeisel Juragan Tamak Negeri Malaya 1 Oeyse Karya Thio Tjin Boen Mustika Putri Terkutuk 1
^