Pencarian

Gajah Kencana 25

02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana Bagian 25


temaram. Sekeliling empat penjuru hitam kelam, sunyi senyap.
"Kakang Kembar" tiba2 Arya Damar berkata "melakukan
perjalanan pada malam hari, banyak bahaya. Apakah tidak
lebih baik kita beristirahat dulu"
"Ditengah jalan ini?" tiba2 tumenggung Kuda Pengasih ikut
bicara "tidakkah kita lanjutkan dulu sampai mencapai sebuah
pedesaan" /\rya Kembar menyetujui pendapat Kuda Pengasih
"Ya, baiklah. Setelah mdmtasi hutan disebelah muka itu,
mangkin kita akan bertemu dengan pedesaan"
Sebelum mereka mencongklangkan kuda, sekonyongkonyong mereka mendengar suara gemuruh seperti derap
kuda mendebur jalan. "Kakang Kembar....." teriak Arya Damar terkejut "apakah
...?" "Kutahu" Arya Kembar memberi isyarat supaya Arya Damar
jangan bicara dulu, kemudian ia turun dari kuda dan
melekatkan telinga ke tanah.
"Berpuluh kuda tengah lari kearah kita" katanya sesaat
kemudian. "Hah?" Arya Damar terbeliak "siapa" Wajah Arya Kembar
tampak sarat "Entahlah. Mudah-mudahan jangan terjadi hal2
yang tak kita inginkan"
"Maksud kakang?"Arya Damar makin tegang.
"Jalan ini berasal dari kadipaten Sadeng. Jika rombongan
kuda itu menuju searah dengan kita tentulah mereka berasal
dari Sadeng" kata Arya Kembar "dan adakah lain rombongan
dari Sadeng yang merupakan kelompok penunggang kuda
kecuali prajurit2 kadipaten"
"Ah" Arya Damar mendesah "jika dugaan kakang Arya
benar, lalu apakah tujuan mereka" Mengejar kita" Atau
mempunyai tujuan lain"
Kembali Arya Kembar gelengkan kepala "Kedua-duanya
mempunyai kemungkinan yang sama besarnya. Mereka diutus
adipati untuk mengejar kita, juga mungkin. Mereka melakukan
tugas lain, juga mungkin"
"Berapa kira2 jumlah mereka, arya" seru tumenggung Kuda
Pengasih. "Menilik gemuruh debur di tanah tadi, jelas berpuluh-puluh
ekor" kata Arya Kembar.
Dalam pada itu suara derap kuda itu makin menggemuruh
keras. Suatu pertanda bahwa mereka makin mendekat.
"Kakang Arya" seru A rya Damar "bagaimana tindakan kita"
Kita lari atau menunggu mereka"
"Jika mereka benar rombongan prajurit berkuda dari
Sadeng yang ditugaskan untuk mengejar langkah kita, laripun
tiada gunanya. Akhirnya setelah membuang tenaga, kitapun
akan tersusul juga" "Maksud kakang, kita lebih baik menunggu saja di sini"
"Ya, ini memang sukar" Arya Kembar mendesuh "kalau kita
menunggu, kemudian mereka benar rombongan prajurit
berkuda yang dikirim adipati Sadeng untuk mengejar kita,
tentulah kita akan menghadapi pertempuran yang berat"
"Berat bagaimanakah yang kakang maksudkan"
"Jika adipati Sadeng benar memerintahkan pasukan prajurit
berkuda untuk mengejar kita, jelas tentu bermaksud kurang
baik" "Menangkap kita"
"Tentulah begitu kemugkinannya" sahut Arya Kembar
"tentulah adipati itu masih mendendam kemarahan kepada
kita. Atau mungkin dia merencanakan untuk membasmi kita,
agar tidak dapat kembali ke pura kerajaan"
"Eerani benar adipati jika hendak bertindak begitu,'" seru
Arya Damar. "Mengapa tidak berani" sahut Arya Kembar
"dengan membunuh kita, lenyaplah jejak kita. Apabila baginda
mengirim utusan untuk meminta keterangan kepada adipati
Sadeng, adipati Sadeng dapat menyangkal tak menerima
kunjungan utusan itu. Atau mengatakan bahwa utusan itu
sudah pulang" "Namun kalau lari, pun tetap akan terkejar juga" Arya
Kembar menambahkan. Derap rombongan kuda itu makin jelas.
"Lalu bagaimanakah tindakan kita" tanya Arya Damar.
Sebelum Arya Kembar menyahut, tumenggung Kuda
Pengasih pun cepat menyambar kata "Raden Arya Kembar
dan Arya Damar. Apabila benar yang kalian duga bahwa
rombongan penunggang kuda itu prajurit Sadeng yang
diperintahkan untuk mengejar kita maka akulah yang
bertanggung jawab" Arya Kembar terkesiap "Bagaimana maksud ki tumenggung"
"Adipati Sadeng tentu mendendam kepadaku. Karena
akulah yang bicara keras kepadanya. Jika dia bertindak
hendak menangkap kita, berarti dia terang-terangan hendak
memberontak. Aku akan menghadapinya, bukan karena aku
hendak mempertahankan jiwaku tetapi demi. menjaga
tegaknya kewibawaan Majapahit"
"Ki tumenggung" sambut Arya Kembar "yang menjadi
utusan sang nata bukanlah hanya ki tumenggung seorang
tetapi kami bertiga. Yang wajib menjaga kewibawaan titah
baginda, pun kita bertiga. Adipati Sadeng baru dapat
melaksanakan kehendaknya apabila sudah melangkahi mayat
kita bertiga" "Baik, raden" kata tumenggung Kuda Pengasih "mari kita
bahu membahu menghadapi apapun yang akan terjadi"
Dalam pada bercakap-cakap itu dari ujung jalan yang
berbatas hutan, muncullah segerombolan kuda yang
mencongklang pesat dan tak lama makin dekat dan terlihat
jelas. "Prajurit2 berkuda" seru Arya Kembar. Tumenggung Kuda
Pengasih dan Arya Damar mengiakan. Kemudian Arya Kembar
berseru pula "Damar, suruh prajurit2 kita bersiap"
Keduabelas prajurit pengiring utusan kerajaan itu-pun
segera berjajar jajar di samping kanan dan kiri Arya Kembar
bertiga. Tak berapa lama rombongan penunggang kuda itu-pun
makin dekat dan akhirnya berhenti di hadapan rombongan
Arya Kembar. Arya Kembar, tumenggung K.uda Pengasih dan
Arya Damar segera mengetahui bahwa rombongan prajurit
berkuda itu terdiri dari empatpuluh orang. Mereka masih
muda, bertubuh kekar dan mem-bekal senjata lengkap. Salah
seorang yang bertubuh gagah perkasa, dada bidang penuh
bulu. kumis lebat, mata tajam mengajukan kudanya, diiring
oleh seorang lelaki muda.
"Adakah ki sanak sekalian ini utusan dari Majapahit?" seru
lelaki gagah itu. Suaranya menggelegar mendebur jantung.
"Ya" tumenggung Kuda Pengasih mendahului menjawab
"siapakah ki sanak ini"
"Kami prajurit yang tergabung dalam pasukan Jagabaya
kadipaten Sadeng" "Lalu apakah maksud ki sanak menyusul kami" tanya
tumenggung Kuda Pengasih pula.
"Kami diperintahkan gusti adipati untuk membawa tuan
kembali ke kadipaten Sadeng"
"Untuk apa" "Tuan2 ini utusan kerajaan. Kedatangan tuan2 telah
disambut gusti adipati dengan penuh kehormatan tetapi
mengapa waktu pergi, tuan2 tak memberitahu kepada gusti
adipati" "Karena adipati menolak titah baginda, menyertai kami
menghadap baginda di pura kerajaan, maka kamipun segera
lolos karena hendak buru2 menghaturkan laporan ke duli
baginda" "Aku hanya menjalankan perintah dari gusti adipati saja.
Soal lain2 keterangan silahkan paduka bicara dengan gusti
adipati" "Apa maksud gustimu memanggil rombongan u-tusan nata
ini kembali" tanya pula tumenggung Kuda Pengasih..
"Hamba tak tahu" sahut prajurit gagah perkasa itu.
"Apakah adipati mengharuskan kami kembali"
"Demikian perintah gusti hamba"
"Jika aku tetap akan melanjutkan perjalanan pulang ke pura
kerajaan" "Hamba diperintahkan gusti adipati untuk mengantar gusti
sekalian kembali ke kadipaten Sadeng. Lain2 hal yang
menyimpang dari itu, hamba tak dibenarkan bertindak diluar
garis perintah itu" "O, ini suatu paksaan" seru tumenggung Kuda Pengasih
agak keras. "Bukan" sahut prajurit itu.
"Mengapa engkau hanya diperintahkan untuk mengantar
kami kembali ke Sadeng dan tidak dibenarkan untuk
mengantar kami ke pura Majapahit"
"Karena gusti adipati hendak menghaturkan pembicaraan
penting dengan paduka"
"Pembicaraan penting" tumenggung Kuda Pengasih agak
heran "apakah itu"'
"Entah, gusti. Hamba hanya menduga saja"
"Prajurit!" bentak Kuda Pengasih "engkau tahu dengan
siapa engkau bicara ini"
"Sudah tentu hamba tahu" seru prajurit itu "hamba tengah
berhadapan dengan para gusti utusan nata Majapahit"
"Tahukah pula engkau apa hukuman orang yang berani tak
menghormat dan tak mengindahkan utusan nata itu"
"Tahu" jawab prajurit itu
pidana mati" "tentu dijatuhi pidana mungkin
"Tahukah engkau mana yang tinggi kedudukannya, seorang
adipati atau raja" "Sudah tentu raja"
"Tahukah engkau wibawa seorang utusan nata"
"Utusan nata laksana membawa kewibawaan sang nata
sendiri" "Hm" desuh tumenggung Kuda Pengasih "engkau tahu jelas
semua persoalan. Bahwa raja itu lebih tinggi dari adipati.
Bahwa utusan nata itu memiliki kewibawaan sebagai sang
nata. Tetapi mengapa engkau berani memaksa utusan nata
supaya kembali ke tempat gustimu di kadipaten Sadeng"
"Gusti" seru prajurit itu dengan lantang "hamba tahu hal
itu semua dan hambapun tahu bagaimana harus
mendudukkan diri hamba"
"Jika begitu, jangan engkau ganggu perjalananku"
"Maaf, gusti" seru prajurit itu
melakukan perintah gusti hamba"
pula "hamba hanya "Jika begitu jelas engkau hendak menentang utusan raja"
"Tidak" jawab prajurit itu "hamba hanya melakukan tugas
saja" "Engkau tahu bahwa adipati itu orang sebawahan raja.
Mengapa engkau masih melakukan perintah gustimu"
"Hamba prajurit kadipaten Sadeng, bukan Majapahit.
Hamba orang bawahan adipati Sadeng bukan baginda
Majapahit. Yang wajib memberi perintah kepada hamba
adalah gusti adipati Sadeng. Dan yang wajib hamba turut
adalah gusti adipati Sadeng pula"
"Keparat!" tiba2 tumenggung Kuda Pengasih terjangkan
kudanya kepada prajurit itu. Tetapi rupanya prajurit itu sudah
berjaga-jaga. Cepat ia lonjakkan kudanya ke samping,
menghindar lalu menyambar bahu tumenggung Kuda
Pengasih. Maksudnya hendak menangkap tumenggung.
Tumenggung Kuda Pengasih ternyata seorang tumenggung
yang sakti mandraguna juga. Ia rebahkan tubuh ke belakang
sehingga tangan prajurit itu tak dapat mencapainya. Kemudian
bergeliatan melingkar ke samping dan balas menerkam tangan
prajurit itu. Tumenggung Kuda Pengasih tak sempat memperhatikan
lain2 hal di seputarnya. Adakah setelah ia bertempur, Arya
Kembar dan Arya Damar juga ikut bertempur. Adakah
kawanan prajurit berkuda dari kadipaten Sadeng itu terus
menyerang rombongan perutusan Majapahit. Ia tak
mengetahui dan tak sempat memperhatikan. Ia tumpahkan
pikiran dan perhatiannya untuk menguasai prajurit yang
menjadi juru bicara rombongan orang2 Sadeng itu.
Tumenggung Kuda Pengasih gembira sekali ketika
sambarannya berhasil menguasai siku lengan lawan. Dipijatnya ruas tulang siku lengan prajurit itu sekeras-kerasnya
dan tangan kirinyapun segera menerkam tengkuk orang. Juga
gerakan itu memperoleh hasil. Kini ia dapat menguasai siku
lengan dan menerkam tengkuk prajurit tinggi perkasa itu.
Kemudian dengan menghimpun segenap tenaga, iapun mulai
menarik orang itu dari kudanya. "Uh ..." prajurit Sadeng
itu memang menyeramkan perawakannya. Tetapi ia tak menyangka bahwa tumenggung Kuda Pengasih sedemikian lincah dan tangkas bertempur di atas kuda. Ketika siku lengannya dicengkeram tumenggung Kuda Pengasih, ia merasa tenaganya merana. Sendi2 tulang lengannya serasa lumpuh. Dan ketika
tengkuknya pun dicengkeram, ia tak dapat
memberi perlawanan sama

02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali. Iapun menyerah saja ketika merasa
kudanya. tubuhnya ditarik dari atas
Tetapi pada saat tubuh dan kakinya lepas dari atas pelana
kuda, tiba2 ia mendengar tumenggung Kuda Pengasih
menjerit ngeri dan siku lengan serta tengkuknyapun terbebas
dari cengkeraman. Namun karena tubuhnya sudah terpisah
dari pelana kuda, pada saat dirinya terbebas dari cengkeraman
itu, bagaikan buah kelapa yang terlepas dari tangkainya, ia
jatuh ke tanah, duk .. . Muka membentur tanah keras, cukup membuat prajurit
tinggi besar itu meringis. Tambahan pula hidung-nyapun
telah mengucurkan darah akibat terbentur tanah keras.
Namun ia tak menderita lain2 luka yang berarti. Maka cepat2
ia beigeliat dan melenting bangun. Sesaat berdiri tegak, tak
sempat pula ia memeriksa hidungnya yang berdarah itu
karena saat itu pandang matanya mencurah kearah
tumenggung Kuda Pengasih.
Tumenggung itu rubuh di tanah bermandikan darah. Ia
melihat bahu kanan tumenggung itu ternganga sebuah luka
besar. Beberapa langkah dari tempat tumenggung itu tampak
kawannya, lelaki muda tadi tengah menguasai kudanya dan
memutarnya kearah tumenggung Kuda Pengasih. Orang itu
tengah mencekal pedang yang berlumuran darah. Kini tahulah
prajurit itu apa yang telah terjadi. Ketika tumenggung Kuda
Pengasih tengah mencengkeram dirinya, lelaki muda
kawannya itu tentu turun tangan, membacok tumenggung
Kuda Pengasih. Selintas membayang dugaan itu, timbullah kemarahannya
kepada tumenggung Kuda Pengasih. Sebagai kepala dari
rombongan prajurit penunggang kuda, dalam satu gebrak saja
ia sudah dikuasai tumenggung Kuda Pengasih. Tidakkah hal
itu merosotkan kewibawaannya di mata anakbuahnya"
Andaikata kawannya, lelaki muda itu tak turun tangan,
bukankah ia sudah ditawan tumenggung itu "
Biasanya rasa malu mudah menimbulkan kemarahan.
Demikian dengan prajurit tinggi perkasa itu. Serentak ia loncat
ke tempat tumenggung Kuda Pengasih yang terkapar tak
berkutik itu. Diangkatnya tubuh tumenggung itu, diputar-putar
diatas kepala lalu dilontarkan kedalam gerumbul pohon di tepi
jalan. "Ah, mengapa tak kakang bunuh saja tumenggung itu"
tegur lelaki muda yang menolongnya tadi.
"Bahunya hampir putus dan darah mengalir begitu banyak.
Tak mungkin dia dapat hidup lagi. Harap raden jangan kuatir"
seru prajurit tinggi perkasa itu.
Selama tumenggung Kuda Pengasih bertempur melawan
prajurit tinggi perkasa tadi, Arya Kembar, Arya Damar dan
prajurit-prajurit pengiringnya tak ikut bergerak.
Mereka hanya menonton saja. BahPada saat tumenggung Kuda Pengasih berhasil menguasai
prajurit tinggi besar dari Sadeng dan hendak ditariknya, tiba2
kawan prajurit itu menyabatkan pedangnya ke bahu Kuda
Pengasih sehingga tumenggung itu terjungkal rubuh dari
kudanya .... Selama tumenggung Kuda Pengasih betempur lawan
prajurit tinggi perkasa, Arya Kembar, Arya Damar dan prajurit2
pengiringnya, tak ada yang bergerak 'menyerang barisan
penunggang kuda Sadeng. Mereka hanya menonton saja.
Sedang pasukan penunggang kuda itupun tak menyerang
rombongan Arya Kembar. Bahkan setelah tumenggung
Pengasih rubuh mandi darah karena bahunya terbabat pedang
lelaki muda itu, tak seorangpun dari fihak Arya Kembar yang
menolong. Rupanya tumenggung Kuda Pengasih tak sempat
memperhatikan hal itu karena setelah bahunya terbacok
hingga hampir putus, pandang matanyapun gelap dan dia tak
ingat diri lagi "Bagus, Lembang" seru Arya Kembar kepada lelaki muda
yang membunuh tumenggung Kuda Pengasih "jasamu akan
kulaporkan kehadapan baginda"
Ternyata lelaki muda itu memang Arya Lembang.
Rombongan penunggang kuda yang dipimpinnya itu, terdiri
dari prajurit2 Sriwijaya yang menetap di bandar Canggu. Ia
telah melakukan semua rencana yang telah diatur Arya
Kembar. Setelah melihat Arya Kembar dan tumenggung Kuda
Pengasih keluar dari kadipaten Sadeng, ia tahu bahwa rencana
pertama untuk meminjim tangan adipati Sadeng supaya
membunuh tumenggung Kuda Pengasih tentu gagal. Maka
dibiarkannya dulu rombongan Arya Kembar itu berkuda
sampai beberapa waktu setelah itu ia memimpin anakbuahnya
untuk mengejar. Sebelumnya ia dan anakbuahnya
bersembunyi di luar kadipaten. Dengan melakukan pengejaran
dari arah kadipaten Sadeng, tentulah tumenggung Kuda
Pengasih akan mengira bahwa rombongan prajurit berkuda itu
berasal dari Sadeng. Merekapun menyamar sebagai prajurit
Sadeng. Pun agar jangan tumenggung Kuda Pengasih mengetahui,
maka sengaja Arya Lembang menyuruh Betutu, prajurit tinggi
perkasa, yang menjadi pimpinan danjuru bicara rombongannya. Kalau Arya Lembang yang melakukan hal itu,
ia kuatir tumenggung Kuda Pengasih akan mengenal nada
suaranya. "Bagaimana sekarang, kakang
Lembang kepada Arya Kembar.
Kembar" tanya Arya "Sesuai dengan rencana kita, aku dan adi Damar serta
prajurit2 peugiringku, harus menderita luka juga agar tidak
menimbulkan kecurigaan orang"
"O" seru Arya Lembang "tetapi bagaimana kerajaan tahu
kalau rombongan utusan raja menderita luka di tempat ini"
"Ya, benar" kata Arya Kembar "maka lekaslah engkau dan
rombonganmu kembali ke pura kerajaan. Usahakan untuk
menyiarkan berita di kalangan rakyat dan narapraja, tentang
peristiwa ini. Selekas baginda mendengar berita itu tentu
segera mengirim orang untuk mencari jejak rombonganku ini"
Demikian Arya Lembang segera memimpin anak-buahnya,
malam itu juga melanjutkan perjalanan agar esok sudah
masuk ke dalam pura. Sedangkan Arya Kembar, Arya Damar
dan prajurit2 pengiringnya terpaksa harus bermalam disitu.
"Bagaimana keadaan tumenggung Kuda Pengasih" Apakah
dia sudah mati" kata Arya Damar pada keesokan harinya.
"Mungkin sudah mati" kata Arya Kembar
"Akan kuperiksanya ke dalam gerumbul pohon itu" kata
Arya Damar lalu mengajak beberapa prajurit, menuju ke
gerumbul pohon tempat tubuh Kuda Pengasih dilemparkan
prajurit Betutu semalam. Tetapi mereka heran ketika tak menemukan tubuh
tumenggung di gerumbul pohon itu. Pencarian dilakukan lebih
giat, pun hasil tetap. Kuda Pengasih tak berada di sekeliling
gerumbul pohon dan semak disitu; Arya Damar mulai terkejut.
"Aneh benar, kakang Kembar" kata Arya Damar "tubuh
Kuda Pengasih tak terdapat dalam gerumbul pohon. Jelas
prajurit Betutu telah melemparkannya ke tempat itu"
"Hah" Mayat Kuda Pengasih tak terdapat di situ" Arya
Kembar terkejut "ah, tak mungkin"
Arya Kembar tak mudah mempercayai keterangan
Semacam yang bertentsngan dengan pandang matanya.
Jelas ia melihat prajurit Betutu telah melemparkan tubuh Kuda
Pengasih kedalam gerumbul. Serentak ia juga turun untuk
mencarinya. Surya pagi mulai memancarkan sinarnya yang gilang
gemilang. Seolah menyatakan kepada manusia akan keadaan
seisi jagad, akan kenyataan di sekeliling kehidupan manusia.
Bahwa jagad ini penuh dengan segala, manusia dan peristiwa.
Jagad ini bukanlah suatu kegelapan bulat sebagaimana
suasana semalam, bukan pula suatu alarn kereniangan
sebagaimana suasana malam di kala bulan taram temaram.
Tetapi suatu alam kenyataan yang nyata.
Arya Kembar penasaran dan mencari dengan teliti. Seluruh
semak gerumbul, segenap liang dan bongkah, telah
ditelusurinya, bahkan diperintahkannya prajurit2 untuk
membabat semak2 itu tetapi mayat tumenggung Kuda
Pengasih tak dapat diketemukannya.
"Aneh" katanya setelah menghentikan pencarian "ke mana
gerangan tubuh Kuda Pengasih " Mungkinkah dia ditelan
harimau " Ah, tidak" cepat ia menghapus dugaan itu
"biasanya harimau lebih suka menerkam manusia hidup dari
pada mayat. Dimakan burung " Ah, tidak" kembali ia
membuang pemikiran begitu "burung pemakan bangkai
hanyalah burung alap2, garuda, rajawali dan gagak. Rasanya
buiung2 itu takkan keluar pada malam hari. Andai kata benar
dimakan burung, pun tak mungkin dalam waktu semalam
mayat Kuda Pengasih akan habis sampai ke tulang
kerangkanya" "Ah, ya, benar" akhirnya ia berseru dalam hati sendiri
"tentulah ditelan ular besar. Ya, hanya satu kemungkinan itu
yang mungkin" la menyatakan dugaannya itu kepada Arya Damar dan
rupanya Arya Damar menyetujui "Ya, dugaan kakang paling
besar kemungkinannya. Karena kalau bukan bangsa ular
besar, tak mungkin dapat menelan lenyap tubuh Kuda
Pengalih. Dan hanya ular yang dapat lolos dari penangkapan
telinga kita" Walaupun tiada bekas2 pada tanah maupun semak
gerumbul akan munculnya seekor ular besar disekeliling
tempat itu, namun karena hal itu merupakan kemungkinan
yang paling mungkin sendiri, maka Arya Kembar dan Arya
Damar cenderung untuk menduga demikian.
"Lalu bagaimana langkah kita sekarang" tanya Arya Damar.
Arya Kembar merenung. Beberapa jenak kemudian ia
berkata "Jika menunggu sampai kerajaan mengirim orang,
tentulah makan waktu lama. Lebih baik kita berangkat pulang"
"Apakah takkan menimbulkan kecurigaan orang2 di pura
kerajaaan nanti" "Terpaksa kita harus melakukan siasat melukai diri kita
sendiri. Kita harus merobah keadaan rombongan ini seperti
prajurit yang kalah dalam pertempuran. Terluka, berlumuran
darah dan pakaian rorupa n g ramping. Bahkan baik juga kita
buat sebuah usungan, engkau atau aku yang pura2 terluka
parah dan terpaksa harus dibawa dengan usungan itu"
"Lalu bagaimana kita harus menghaturkan
kehadapan baginda?" tanya Arya Damar.
laporan "Pertanyaanmu itu seharusnya bukan apa yang harus kita
haturkan kepada baginda tetapi apa yang harus kita berikan
keterangan kepada pembesar2 kerajaan dan para kawula"
kata Arya Kembar"karena apapun yang kita laporkan
kehadapan baginda sudah disetujui oleh beliau. Hanya kepada
lain2 narapraja dan para kawula yang belum tahu akan
persoalan tameng-gung Kuda Pengasih"
Arya Damar mengangguk. Kemudian merekapun melanjutkan perjalanan. Selama dalam perjalanan itu mereka
berburu kelinci. Binatang itu dibunuh dan darahnya
dilumurkan pada pakaian. Demikian dibuatnya sebuah
usungan dari bambu. Mereka masuk kedalam pura Majapahit
sebagai rombongan prajurit yang menderita kekalahan dan
luka2. 0odwo0 II Ketika siang itu, ni Saraswati duduk bertopang dagu
merenungkan impian semalam dengan keberang-katan
tumenggung Kuda Pengasih pagi tadi, ia dikejutkan oleh
seorang dayang yang menghadapnya.
"Rara ayu" kata dayang itu sambil menghaturkan hormat
"nyi rakryan Tanca datang berkunjung hendak menemui rara
ayu" Ni Saraswati belum genap duapuluh tahun umurnya. Masih
seorang gadis muda belia. Walaupun tinggal bersama
tumenggung Kuda Pengasih di tumenggungan namun mereka
belum melangsungkan pernikahan secara resmi. Semula
bingung juga para dayang dan pengalasan tumenggungan
untuk menyebutnya. Tetapi tumenggung Kuda Pengasih
menyuruh mereka memanggil Saraswati .dengan sebutan rara
ayu saja. Sebutan yang sebenarnya hanya layak untuk
seorang gadis pri-agung yang belum bersuami.
Saraswati terkejut. "Nyi rakryan Tanca" Siapakah nyi Tanca itu" ia menegas.
"Isteri dari rakryan Tanca, salah seorang Dharmaputera
yang tak ikut memberontak. Seorang tabib termasyhur di pura
kerajaan" Ni Saraswati terlongong. Rupanya dayang itu menyadari
bahwa ni Saraswati itu gadis dari Bali, tentu tak tahu apa yang
terjadi di pura Majapahit beberapa tahun yang lalu. Bergegas
ia memberi keterangan ringkas tentang diri rakryan Tanca.
"O" Saraswati mendesis, kemudian kerutkan kening "tetapi
mengapa nyi rakryan Tanca hendak menemui aku"
Dayang yang sudah berusia setengah tua itu gelengkan
kepala "Entahlah, hamba tak jelas. Silahkan ayu
menyambutnya" Ketika keluar menyambut, kedua wanita itu saling pandang
memandang dan terkesiap sejenak. Saraswati melihat bahwa
wanita tetamunya itu walaupun sudah berumur tigapuluhan
tahun namun berwajah bersih, bahkan mukanya bercahaya
sehingga makin memantulkan kecantikan.
Nyi Tanca dicekam kesiap ketegunan. Yang dihadapinya itu
seorang gadis berkulit kurting langsap, halus dan lembut.
Sepasang matanya yang bersinar bening ditaungi bulu alis


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang rimbun merebah bagai busur terentang. Hidung yang
runcing disanggah belahan bibir yang semerah delima.
Bermahkota rambut ikal mayang. Leher jenjang memadu
sepasang bahu yang berbentuk teraju.
"Cantik benar" diam2 nyi Tanca memuji dalam hati. Ia agak
tersipu sipu ketika gadis itu memberi hormat dengan
menyembahkan kedua tangan kemuka dada. Cepat2 ia
membalasnya. "Kenalkan nini, aku nyi Tanca" katanya memperkenalkan
diri agar Saraswati tidak kikuk "dan bukankah nini ini ni
Saraswati, puteri Bali yang cantik itu"
Saraswati tersipu-sipu merah mukanya "Ah, nyi rakryan
berolok-olok ...." "Ni Saraswati" nyi Tanca cepat beralih pembicaraan
"kedatanganku kemari membawa berita penting bagimu"
Saraswati terbeliak. Ia menyadari kalau nyi Tanca itu isteri
dari seorang rakryan yang tinggi kedudukannya "Maaf, nyi
rakryan, mari silahkan masuk"
Saraswati membawa tetamunya duduk di dalam. Setelah
menitahkan dayang supaya membawa hidangan sirih dan
minuman, merekapun mulai bercakap-cakap.
"Engkau tentu terkejut menerima kedatanganku, nini" nyi
Tanca membuka pembicaraan.
"Benar, nyi rakryan. Hamba benar2 terkejut. Ki tumenggung
pagi tadi berangkat ke Sadeng bersama Arya Kembar dan Arya
Damar" Nyi Tanca tertawa "Ya, kutahu hal itu. Tetapi aku tak
mencari ki tumenggung melainkan perlu dengan engkau, nini"
"Hamba?" ni Saraswati tertegun "hamba seorang baru di
pura kerajaan ini dan baru dua hari yang lalu tinggal di
tumenggungan sini" Nyi Tanca tertawa "Ya, kutahu perihal dirimu. Tetapi
memang aku perlu dengan engkau, nini"
Saraswati makin meningkat keheranannya. Bagaimana nyi
Tanca tahu tentang dirinya" Bagaimana isteri rakryan itu perlu
dengan dirinya" "Nyi rakryan, mohon nyi rakryan segera mem-beritahu
kepada hamba apa yang nyi rakryan kehendaki dari diri
hamba" katanya. Nyi Tanca tak lekas menyahut melainkan melumat sirih
dalam sebuah tabung emas, meramunya lalu mengumur
dalam mulut. "Ni Saraswati" katanya beberapa saat kemudian
"kedatanganku kemari ini membawa titah baginda"
Saraswati terbelalak. "Titah baginda yang dipertuan dari pura Majapahit" ia
menegas. Nyi Tanca tertawa kecil "Ah, engkau aneh nini. Adakah di
kerajaan Majapahit itu terdapat lain baginda kecuali baginda
Jayanagara yang bertahta di keraton Tikta-Sripala"
Saraswati tersipu agak malu.
"Baginda Jayanagara menitahkan supaya engkau menghadap ke keraton. Dan akulah yang dititahkan untuk
mengantarkan engkau, nini"
Kejut Saraswati makin besar.
"Hamba dititahkan menghadap
dicengkam kejut keheranan besar.
ke keraton" serunya "Ya" "Apakah hamba bersalah" Saraswati mengerut dahi dan
menatap nyi Tanca dengan pandang penuh cernas.
Nyi Tanca tersenyum "Tidak, nini. Engkau tak bersalah,
baik kepada baginda maupun pada undang2 kerajaan"
Serasa longgarlah perasaan hati Saraswati mendengar
keterangan itu. Ia menghela napas legah. Namun
pemanggilan kepada dirinya supaya menghadap raja itu, tetap
menebarkan rasa kegelisahan dalam hatinya "Lalu apakah
maksud baginda menitahkan hamba menghadap ke keraton"
Kembali nyi Tanca tertawa walaupun agak terpaksa demi
menenangkan kecemasan hati gadis itu "Baginda hendak
melimpahkan sesuatu keterangan tentang diri tumenggung
Kuda Pengasih" Seketika teringatlah Saraswati akan mimpinya semalam
yang buruk itu. Adakah sesuatu yang terjadi pa-pada diri
tumenggung itu" "Oh" ia mendesis kejut "tentang diri ki tumenggung"
Apakah terjadi sesuatu pada diri tumenggung?"
Tetapi seketika itu ia teringat bahwa pagi tadi tumenggung
berangkat meninggalkan pura, tak mungkin secepat itu terjadi
apa2 pada dirinya. Ia agak malu hati mengajukan pertanyaan
itu tetapi karena sudah terlanjur mengutarakan, iapun tak mau
menarik kembali. Dan memang ia ingin sekali mendengar
sesuatu berita yang meyakinkan tentang diri tumenggung
Kuda Pengasih. "Soal itu, aku sendiri juga tak jelas" kata nyi Tanca "hanya
titah baginda, engkau supaya menghadap baginda ke keraton
karena baginda hendak melimpahkan sesuatu tentang diri ki
tumenggung" "Tetapi nyi rakryan" akhirnya dapat juga Saraswati
menimang "ki tumenggung telah berangkat ke Sadeng untuk
melakukan titah baginda. Adakah masih ada sesuatu lagi yang
masih akan dititahkan baginda"
Nyi Tanca tersenyum "Mungkin baginda akan melimpahkan
suatu keterangan atau berita mengenai diri ki tumenggung.
Tetapi bagaimana yang jelas, aku sendiri tak tahu. Baiklah,
segera engkau berkemas dan marilah kuantarkan ke keraton"
Ni Saraswati masih ingin bertanya lagi tetapi sejenak
kemudian ia menimang. Karena nyi Tanca itu sudah
menyatakan tak tahu apa2 tentang titah raja, maka sia2
sajalah ia membuang waktu. Lebih baik ia segera salin busana
dan ikut isteri rakryan Tanca itu ke keraton. Setelah minta diri
dan mempersilahkan tetamunya menunggu, ni Saraswati
segera masuk kedalam. "Hm, gadis itu memang cantik sekali" dalam saat menunggu
itu, nyi Tanca menimang-nimang dalam hati "wanita cantik
memang besar daya pengaruhnya. Sampai tumenggung Kuda
Penggsih berani mengabaikan segala apa, bahkan menentang
ajakan Arya Damar untuk menghaturkan Saraswati kepada
baginda" "Dan apabila kubawanya ke hadapan baginda, baginda
tentu amat berkenan sekali. Dan akupun terlepas dari
gangguannya" diam2 ia bergirang hati.
Perasaan nyi Tanca hanya diliputi oleh tindakan baginda
yang tertuju kepada dirinya saja. Apabila ia gagal waktu
menghaturkan Saraswati, tentulah baginda akan melaksanakan keputusannya. Ia akan ditahan di keraton
selama tiga bulan. Bayangan itu menimbulkan rasa seram di
hati nyi Tanca sehingga ia tak mau memikirkan lagi bagaimana
perasaan dan nasib Saraswati apabila berhadapan dengan
baginda nanti. Seharusnya pula ia merasa iba akan nasib yang
akan diderita Saraswati. Tetapi rasa takut dan ngeri pada
nasib yang akan menimpa dirinya sendiri, mengabaikan
kepentingan orang lain. Nyi Tanca mendengar juga tentang berita tumenggung
Kuda Pengasih bersama Arya Kembar dan Arya Damar diutus
baginda ke Sadeng "Adakah peristiwa yang pernah dialami
tumenggung Kuda Lampeyan dengan Rara Sindura, akan
terulang pula pada diri tumenggung Kuda Pengasih dan
Saraswati?" Kesan2 atas berita diutusnya Kuda Pengasih ke
Sadeng menimbulkan suatu rangkaian kesimpulan dan
pertanyaan. "Rupanya tak henti-hentinya baginda memanjakan diri pada
wanita. Sejak terjadi huru hara pemberontakan Dhannaputera,
untuk sementara baginda mengunjukkan tanda2 baik, tidak
lagi menumpahkan perhatian kepada wanita. Tetapi pada
akhir2 ini tampaknya kegemaran baginda itu timbul pula.
Hampir saja aku sendiri juga mengalami hal2 yang tak layak
dari baginda" nyi Tanca melanjut dalam renungannya.
Tiba2 nyi Tanca teringat akan peristiwa yang terjadi pada
dirinya itu. Ia diundang Arya Kembar ke dalam keraton untuk,
mengobati penyakit gusti ratu Indreswari. Tetapi mengapa
Arya Kembar sebelumnya telah memberi kisikan, apabila
sampai diketahui baginda, supaya menyebut-nyebut diri
Saraswati yang berada di gedung tumenggungan "
"Adakah sebelumnya memang telah diatur hal itu oleh Arya
Kembar" tanyanya dalam hati "Mengapa dia mengatur siasat
itu" Ah . . . mungkin hendak menggunakan tenagaku untuk
membawa Saraswati ke hadapan baginda"
Tiba pada pemikiran itu, lamunan nyi Tanca makin melanjut
"Tidakkah titah baginda untuk mengutus Kuda Pengasih dan
kedua arya itu ke Sadeng, berselubungkan tujuan baginda
untuk mendapatkan Saraswati"
Nyi Tanca terkejut mendapat penemuan itu. Dan kejut
iiupun makin rnenggelombangkan kejut lain yang lebih besar
"Jika demikian .... tidakkah nasib tumenggung Kuda Pengasih
terancam bahaya " Tidakkah ...."
Tiba2 ia tersentak dan hentikan lamunannya ketika melihat
ni Saraswati muncul. Ia terpesona memandang wajah gadis
Bali itu. Walaupun hanya berhias muka sekedarnya, tetapi
kecantikan ni Saraswati itu lebih menonjol dari tadi.
"O, engkau sudah menganggukkan kepala. siap, nini" serunya. Saraswati "Nyi rakryan, hamba belum pernah masuk ke dalam
keraton. Hamba seorang gadis desa dari Bali yang tak
mengerti tata-peraturan keraton raja Majapahit. Mohon nyi
rakryan suka memberi petunjuk kepada hamba"
Nyi Tanca tertawa "Hal iiu sudah menjadi kewajibanku, nini.
Memang bagindapun menitahkan agar aku mengajarkan
kepadamu tentang tata santun dan peraturan2 dalam keraton"
Kedua wanita itu pun segera tinggalkan tumeng-gungan.
Mereka menuju ke keraton Tikta-Sripala. Makin dekat, hati
Saraswati makin berdebar-debar. Banyak nian hai2 yang
menggelisahkan hatinya. Namun dalam kabut keanehan dari
balik titah raja yang menitahkan ia menghadap ke keraton itu,
Saraswati hanya memiliki Suatu anggapan. Bahwa titah raja
harus ditaati. Penjaga2 keraton cepat-cepat memberi jalan karena
mereka sudah mendapat perintah baginda untuk menyambut
kedatangan nyi Tanca. Tanpa banyak menghadapi
pertanyaan dan pemeriksaan, nyi Tanca dan Saraswati
langsung menuju ke balairung.
Baginda Jayanagara berada di Bangsal Kencana. Ketika
melihat nyi Tanca menghadap bersama seorang gadis cantik,
tersiraplah darah baginda "Inikah gadis Bali itu"
"Benar, gusti" kata nyi Tanca "yang hamba hadapkan
kebawah duli paduka ini adalah ni Saraswati"
"Ah" desuh baginda "berani benar si Kuda Pengasih
mempermainkan aku" kemudian baginda bertitah menanyakan
nama gadis itu. "Hamba Saraswati gusti, anak dari lurah Ularan Bali utara"
kata Saraswati sembari berdatang sembah.
"Siapa yang membawa engkau ke pura kerajaan kami,
Saraswati" "Raden Arya Damar, gusti"
"Mengapa engkau tidak lekas dihaturkan kepadaku dan
bahkan terus berada di tempat tumenggung Kuda Pengasih"
Saraswati heran dan agak takut menerima pertanyaan itu.
Namun ia menjawabnya juga bahwa tumenggung Kuda
Pengasihlah yang menghendaki ia tinggal di tumenggungan.
"Keparat si Kuda Pengasih" tiba2 baginda menyumpah
"berani benar dia menghaki apa yang menjadi milik raja"
Saraswati terkejut tetapi ia tak tahu apa maksud titah
baginda itu. "Nini Saraswati" ujar baginda pula "apa kata Arya Damar
kepadamu ?" "Raden Arya Damar tak mengatakan apa2 kepada hamba
kecuali pada saat mengajak hamba ke pura Majapahit, raden
hanya mengatakan hendak menyusul tumenggung Kuda
Pengasih" Baginda hendak melanjutkan pertanyaan adakah Arya
Damar tak mengatakan kepada Saraswati bahwa gadis itu
akan dipersembahkan kehadapan baginda Majapahit. Tetapi
sesaat baginda berpikir, kemungkinan Arya Damar memang
masih merahasiakan hal itu agar dapat membujuk Saraswati
mau diajak ke Majapahit. "Apa sebab engkau mau diajak Arya Damar atas janji
hendak menyusul tumenggung Kuda Pengasih" baginda
beralih pertanyaan. Saraswati tes sipu-sipu merah mukanya lalu menunduk.
Tubuhnya agak gemetar. "Mengapa engkau diam saja, nini" tegur baginda pula.
"Nini, tak boleh tak menjawab pertanyaan baginda. Tak
perlu takut, aku mendampingimu" bisik nyi Tanca yang duduk
disamping gadis itu. "Karena waktu di Ularan, raden Arya Damar menyuruh
hamba .... melayani ki tumenggung ...."
"Hah" baginda terbeliak "si Damar menyuruh engkau
begitu" Merah padam muka baginda mendengar keterangan
Saraswati. "Dan engkau .... engkau telah melayani Kuda
Pengasih" Saraswati kembali menunduk. Tubuhnya gemetar.
"Panggil si Damar !" teriak baginda. Tetapi di balai Kencana
itu tiada seorang pengawalpun juga. adalah karena dirangsang
oleh kemurkaan maka baginda lupa hal itu.
"Gusti" tiba2 nyi Tanca berdatang sembah "mohon paduka


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melimpahkan ampun kepada hamba apabila hamba berani
menghaturkan sembah kata2 hamba ini. Arya Kembar, Arya
Damar dan tumenggung Kuda Pengasih telah paduka titahkan
ke Sadeng. Mereka berangkat pagi ini"
Bagaimana Jayanagara terkesiap. Serentak ia teringat akan
hal itu. Baginda mulai merangkai tindakan Arya Damar. Arya
Damar memaksa gadis itu melayani tumenggung Kuda
Pengasih, kemudian membawa gadis itu menyusul
tumenggung Kuda Pengasih ke pura Majapahit. Lalu
tumenggung itu tak mau melepaskan Saraswati. Apakah yang
telah terjadi antara Arya Damar, tumenggung Kuda Pengasih
dan gadis Bali itu " Mengapa Arya Damar menyuruh Saraswati
melayani Kuda Pengasih lalu setelah berada di pura Majapahit
hendak menyerahkan gadis itu kepada raja "
Dalam merenung-renung itu, bagindapun berdiam diri.
Hanya pandang matanya yang berkeliaran menyusur lantai,
terus ke muka dan ke muka, akhirnya berhenti pada sesosok
tubuh yang tengah menunduk kepala. Serta tiba pada sasaran
itu, pandang baginda terus menjelajahi seluruh tubuh orang
itu. Dan bagaikan disambar pesona, pandang bagindapun
merekah berhamburan ketika berlabuh pada sepasang
anakbukit yang menghias pada dada yang kuning padat bagai
pepaya ranum. Bagaikan awan terhembus angin, lenyaplah seketika pikiran
baginda terhadap diri Arya Damar maupun Kuda Pengasih.
Yang ada pada baginda saat itu hanya tubuh seorang wanita
yang padat berisi, bagai bulir2 padi menguning yang
menantang tangan2 petani supaya menunainya.
Pandang baginda mulai merayap naik, mendaki leher yang
jenjang, dagu, pipi, hidung dan akhirnya terjun kedalam telaga
jernih dari bola mata orang itu.
"Saraswati" gumamnya lirih seraya mengecap bibir. Murka
baginda mulai bertebaran bagai daun kering dihembus angin.
Bukan persoalan lagi adakah Saraswati itu pernah melayani
tumenggung Kuda Pengasih, adakah gadis itu setelah tiba di
pura Majapahit lalu berdiam di tumengguugan. Baginda hanya
melihat dan mengetahui bahwa Saraswati itu seorang gadis
yang berwajah jelita, bertubuh padat berisi. Dahulu
bagindapun tak menghiraukan adakah Rara Sindura itu sudah
menjadi isteri Kuda Lampeyan atau masih perawan. Yang
penting, Rara Sindura seorang jelita yang amat mempesona.
"Ah, Saraswati" sesaat kemudian baginda berseru "jangan
takut, nini. Aku tak murka kepadamu melainkan kepada
orang2 yang berani mempermainkan dirimu itu"
Saraswati menghaturkan sembah terima kasih.
"Saraswati" ujar baginda pula "setelah engkau berada di
pura kerajaan Majapahit, bagaimanakah anggapanmu "
Adakah engkau menyukai pura kerajaan ini"
"Hamba mengagumi kebesaran dan kemegahan pura
kerajaan paduka, gusti" kata Saraswati "hamba serasa seperti
seekor rusa yang masuk keperkampungan atau seorang desa
yang masuk kota" Baginda tertawa. "Hatimu masih bersih, pikiranmu murni. Pulau Bali
merupakan sebuah pulau yang indah dimana rakyatnya hidup
tenteram dan rajin menunaikan ibadah agamanya. Pulau para
dewata" ujar baginda "rakyatnya terkenal mahir dan gemar
seni. Nini, engkau tentu mahir menari bukan"
Saraswati agak terperanjat. Ia tak menyangka akan
menerima pertanyaan demikian dari baginda "Di desa hamba,
gadis2 diwajibkan belajar menari. Tetapi hamba tentu tak
layak hamba persembahkan dihadapan paduka, gusti"
"Ah" baginda tertawa riang "gadis secantik engkau tak
mungkin menari jelek" tiba2 baginda menitahkan nyi Tanca
"nyi Tanca, panggil nyi lurah Braja kemari"
Nyi Tanca gopoh melakukan titah baginda. Tak berapa lama
nyi Tanca masuk kembali beserta nyi Braja, lurah dayang
perwara keraton. "Siapkan para penabuh keraton. Malam ini supaya
mengiringkan ni Saraswati menari dihadapanku" titah baginda.
"Bawalah nyi Tanca dan ni Saraswati itu ke ke-putren.
Berilah ni Saraswati busana yang indah untuk menari"
Demikian nyi Braja segera membawa kedua wanita itu
masuk ke keputren untuk melaksanakan titah baginda.
Dalam pada itu bagindapun masuk kedalam peraduan untuk
beristirahat. Namun hanya tubuhnya yang beristirahat,
sedang pikirannya tetap bercengkerama. Saraswati selalu
membayang di pelapuk. Sebagai seorang raja, banyak sudah
baginda bermain-main dengan wanita2 cantik. Tetapi selama
ini hanya ada dua wanita yang memancarkan daya tarik bagi
baginda. Pertama, Rara Sindura. Dan kedua gadis Bali,
Saraswati ini. Baginda sendiri heran mengapa begitu melihat
gadis itu, serentak baginda jatuh hati.
Memang antara Rara Sindura dengan Saraswati mempunyai
kecantikan yang berbeda. Namun masing2 mempunyai daya
pesona sendiri. Wanita ibarat bunga. Ada orang yang suka
keharuman bunga daripada kecantikannya. Tetapi ada pula
orang yang senang akan keindahan bentuk bunga itu. Bahkan
ada pula orang yang menyenangi semuanya, keindahan
bentuk dan keharuman baunya. Demikian pula selera kaum
pria terhadap wanita. Baginda Jayanagara senang akan
kecantikan Rara Sindura, tanpa menghiraukan baunya. Adakah
Sindura itu sudah menjadi isteri Kuda Lampeyan atau masih
gadis. Demikian pandangan baginda terhadap Saraswati.
Baginda tertarik akan kecantikan gadis itu walaupun tahu
bahwa gadis itu sudah bukan perawan lagi.
"Kali ini tak boleh gagal" pikir baginda.
Malam itu dalam keraton kediaman baginda, bersiaplah
para pininglai atau penabuh, Demikian pula nyi Tanca dan ni
Saraswatipun sudah siap menunggu baginda.
Tak larna kemudian masuklah baginda kedalam ruang.
Tampak wajah baginda bersukacita sekali. Baginda terkejut
ketika melihat Saraswati bersolek dalam dandanan seorang
penari. "Nyi Tanca, apakah wanita itu ni Saraswati" ujar baginda.
"Benar, gusti" nyi Tanca menghatur sembah. Kemudian
isteri rakryan Tanca itu berkata kepada Saraswati "Nini,
haturkanlah sembah kehadapan baginda"
"Gusti junjungan hamba yang mulia. Perkenankanlah
hamba, Saraswati, menghaturkan sembah kebawah duli
paduka" seru Saraswati seraya mengunjuk sembah.
"Nyi Tanca" baginda tertawa gembira "dia dapat merangkai
kata2 yang halus. A dakah engkau yang mengajarkannya"
"Hamba hanya memberi petunjuk sekedarnya saja, gusti"
kata nyi Tanca. Baginda tampak berseri-seri "Jika demikian untuk
sementara engkau harus tinggal di keraton untuk mengajarkan
adat istiadat tata santun puteri2 keraton kepadanya"
"Tetapi, gusti ...."
"Akan kuberi kabar kepada suamimu, ki Tanca, tentang
keadaan dirimu. Dia tentu meluluskan" tukas baginda.
"Para penabuh" seru baginda pula "apabila kamu dapat
mengiringkan gamelan untuk tarian yang akan dibawakan ni
Saraswati, akan kuhadiahi tuak yang lezat"
Para penabuh itupun serempak menghaturkan sembah
terima kasih. Setelah persiapan selesai, mulailah Saraswati
berbangkit dan menari. Tari yang dibawakan ni Saraswati itu
adalah tari Bali. Tetapi dalam pandang baginda, bukanlah
tarian itu yang menjadi pangkal perhatiannya. Melainkan gaya
tubuh ni Saraswati yang sedemikian lemah gemulai. Jari
jemari yang melentik runcing, gerak lehernya yang luwes
disertai dengan keindahan gerak serasi dari pinggangnya yang
ramping. Baginda menikmatkan pandang mata kesetiap lekuk tubuh
gadis Bali itu. Setiap kali sebuah tarian selesai, maka
bagindapun meneguk piala tuak. Baginda gembira sekali. Tak
terhitung lagi sudah berapa piala tuak yang diteguknya.
Setelah tarian demi tarian selesai dipertunjukkan, akhirnya
gadis itu mohon berhenti.
Saat itu malam sudah tinggi dan bagindapun segera berseru
"Para Pininglai, kamu telah melakukan tugas dengan baik.
Sekarang terimalah hadiah tuak ini"
Seorang pininglai mewakili rombongannya untuk menyambut hadiah tuak itu. Suatu kehormatan besar apabila
seseorang menerima hadiah baginda. Tuak sekalipun, karena
yang menghadiahi raja, juga suatu kehormatan besar.
Kemudian baginda menitahkan supaya rombongan penabuh
itu mengundurkan diri. Kini hanya tinggal nyi Tanca dengan
Saraswati "Saraswati, puas hatiku melihat tarianmu yang
indah. Aku merasa letih sekali malam ini, aku ingin merasakan
jari jemarimu yang lentik itu memijati tubuhku"
Saraswati terkejut sekali. Seketika wajahnya pucat dan bibir
gemetar. Kebalikannya nyi Tanca tahu akan maksud baginda.
"Mohon paduka berkenan melimpahkan ampun yang
sebesar-besarnya kepada diri hamba. Hamba benar2 tak tahu
cara memijat" Saraswati memberanikan nyalinya mempersembahkan jawaban. "Ha, ha" baginda tertawa dalam keadaan di-bawah
pengaruh tuak "pijatlah sebisamu, Saraswati. Bukan ilmu
memijat yang akan menyembuhkan keletihanku melainkan
tanganmu yang halus itulah yang mengandung daya
penyembuhan" "Tetapi gusti, hamba benar2 ...."
"Nyi Tanca, antarkan gadis itu kedalam peraduanku" habis
bertitah baginda terus berbangkit dari tempat duduk dan
melangkah kedalam bilik peraduannya.
"Nini, titah raja tak dapat dibantah" bisik nyi Tanca.
"Tetapi nyi rakryan ?" Saraswati teriba-iba "hamba benar2
tak mengerti cara memijat. Tidakkah baginda akan murka
kepada hamba" Nyi Tanca geleng2 kepala "Gadis ini benar2 masih bodoh"
pikirnya "mengapa ia tak dapat menyadari maksud baginda"
"Tidakkah engkau mendengarkan titah baginda tadi" tanya
nyi Tanca "bukan cara memijat melainkan kedua tanganmu
itu yang akan memancarkan daya penyembuhan pada diri
baginda" Saraswati kerutkan dahi. "Tetapi nyi rakryan" katanya "tidakkah ganjil apabila
hamba, seorang wanita muda, memijat baginda seorang diri
dalam bilik peraduan baginda"
Nyi Tanca tertawa dalam hati. Kiranya sekarang gadis itu
sudah mulai dapat merabah maksud baginda. Namun dengan
wajah tenang, menyahutlah nyi Tanca "memang menurut tata
susila dan undang2 negara Majapahit, pria yang berbicara
berdua dengan seorang wanita yang bukan isterinya, akan
dijatuhi pidana. Tetapi kesemuanya itu tak berlaku pada diri
baginda" "Oh" Saraswati mendesuh.
"Nini" kata nyi Tanca pula "apakah engkau tak mempunyai
suatu kesan terhadap tindakan baginda"
Wajah Saraswati menampil kerut keraguan. Agaknya ia
hendak mengatakan sesuatu tetapi takut.
"Bagaimana nini" nyi Tanca mengulang.
"Apabila seorang pria biasa, hamba tentu sudah marah
kepadanya. Karena jelas sikap dan ucapannya itu
mengandung maksud yang tak baik terhadap diri hamba.
Tetapi karena raja, hamba tak berani mengatakan apa2 lagi"
Nyi Tanca mengangguk. "Benar" katanya "sebagai seorang wanita yang sudah
bersuami, dapatlah kukatakan bahwa sikap baginda itu
mengunjukkan suatu perhatian besar kepadamu. Jelas,
baginda berkenan kepadamu, nini"
Wajah Saraswati makin lesi "Tetapi nyi rakryan, hamba
telah menjadi milik tumenggung Kuda Pengasih. Bagaimana
mungkin hamba harus melayani baginda"
Diam2 nyi Tanca kasihan juga kepada Saraswati, Tetapi apa
daya" Ia tak dapat berbuat sesuatu untuk menolongnya.
Meloloskan diri" Ah, tak mungkin. Keraton penuh dengan
dayang perwara dan prajurit2 bhayangkara. Tanpa seidin raja,
tak mungkin dapat meninggalkan keraton.
"Nini" katanya kemudian "baginda tampaknya hendak
melaksanakan hasratnya kepadamu. Tiada lain jalan bagimu
dan bagiku untuk menyelamatkan peristiwa malam ini. Begini
nini" katanya dengan agak pelahan "taatilah titah baginda.
Karena baginda yang menitahkan, engkaupun harus memijat
baginda. Hanya apabila baginda sampai bertindak melampaui
batas, lekaslah engkau berusaha keluar dari bilik peraduan.
Aku akan menunggumu disini"
Saraswati seorang gadis desa. Sudah barang tentu ia
ketakutan sekali menghadapi peristiwa semacam itu. Ia
menyadari bahwa saat itu ia berada dalam keraton TiktaSripala, keraton tempat bersemayam seri baginda Jayanagara
dari kerajaan Majapahit yang besar kekuasaan dan luas
daerahnya. Belum sempat ia menimang-nimang apakah yang hatus
dilakukan, tiba2 terdengar d.iri ruang peraduan, baginda
berseru "Hai, nyi Tanca, lekas suruh gadis itu masuk"
"Nini, lekaslah engkau masuk" bisik nyi Tanca lalu berseiu
"Hamba telah menyuruhnya masuk, gusti"
Bingung dan kehilangan faham, melangkahlah Saraswati
kedalam ruang peraduan baginda. Ia ternganga melihat
keadaan peraduan itu. Baru pertama kali itu dalam sejatah
hidupnya ia mendapat kesempatan untuk memasuki ruang
peraduan seri baginda. Kantil atau pembaringan baginda
terbuat dari kayu mahoni yang berukir indah, bersalutkan
emas dan ratna mutu manikam. Peraduan beralaskan
permadani warna merah. Sebuah pedupaan terletak diatas
meja, mengepul asap tipis yang menyiarkan bau harum,
menyedapkan semangat. "Hayo nini, lekaslah engkau
punggungku ini" seru baginda.
kemari dan

02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memijati Gemetar Saraswati mendengar titah itu. Serentak ia
berjongkok memberi sembah lalu beringsut-ingsut maju
menghampiri ke peraduan baginda.
Dengan tangan gemetar ia segera menjulur hendak mulai
memijat kaki baginda. Tetapi tiba2 ditariknya kembali. Hatinya
berdebar keras sekali. "Eh, mengapa diam saja. Hayo, lekas mulai" teriak baginda.
Saraswati gugup dan terus ulurkan tangan memegang kaki
baginda "Ah, mengapa engkau gemetar, Saraswati" tegur
baginda pula"jangan takut. Aku takkan marah apabila engkau
dapat menyenangkan hatiku"
Makin gemetar tangan Saraswati dicengkam rasa takut
yang makin hebat. Beberapa saat kemudian, tiba2 baginda menggeliat dan
terus menyambar tangan Saraswati "Cukup, Saraswati,
sekarang beristirahatlah di sisiku"
Baginda menarik tangan gadis itu. Karena tak menyangkanyangka, Saraswatipun tertarik keatas pembaringan.
Kemudian baginda memeluknya. Saraswati terkejut lalu
meronta sekuat-kuatnya. Tetapi tak mampu lepas dari tangan
baginda yang kuat. Tubuh gadis itu makin ditariknya merapat
kearah baginda. Dalam keadaan putus asa lak berdaya itu, tiba2 Saraswati
menangis. Ia teringat akan tumenggung Kuda Pengasih.
Teringat pula bahwa saat itu ia sedang mengandung benih
tumenggung itu. Bagaimana mungkin ia akan melayani
baginda. Baginda terkejut. "Mengapa engkau menangis, Saraswati" tegur baginda.
"Duh gusti yang mulia" dengan isak beriba-iba Saraswati
menjawab "hamba takut, gusti"
"Takut" seru baginda "jangan takut, Saraswati" bahkan
seharusnya engkau gembira karena raja berkenan kepadamu"
Saraswati menangis teriba-iba. Airmatanya makin mengucur
deras. Baginda Jayanagara terkejut "Mengapa engkau makin
menangis" Dalam pada menangis itu diam2 Saraswati menimangnimang. Ia teringat akan pembicaraan nyi Tanca tadi bahwa
jelas baginda hendak menginginkan dirinya. Jika mengingat
dirinya hanya seorang gadis anak buyut desa, sudah tentu ia
harus bangga dan bersukaciia akan rejeki yang sebesar itu.
Tak pernah ia bermimpi bahwa dirinya akan masuk ke dalam
keraton Majapahit dan diinginkan baginda. Bukankah di
Majapahit banyak puteri2 priagung yang cantik2, mungkin
lebih cantik dari dirinya " Mengapa justeru baginda berkenan
kepadanya " Namun apabila menyadari bahwa dirinya saat itu sudah
mengandung benih kasih dari tumenggung Kuda Pengasih
maka gemetarlah hatinya menghadapi coba yang sedemikian
berat dari baginda itu. Memang sebelumnya, iapun dipaksa
oleh Arya Damar untuk melayani tumenggung itu. Namun
setelah berjumpa dengan tumenggung Kuda Pengasih,
hatinyapun terketuk oleh budi pekerti yang baik dan wajah
yang tampan dari tumenggung itu, iapun berkenan dalam hati.
Malam pertama itu bukan suatu perampasan, melainkan suatu
penyerahan yang rela. Dan kini sebagai hasil dari kasih itu, ia
telah mengandung dua bulan.
Sebagai gadis Bali, puteri seorang buyut, Saraswati-pun
mendapat didikan cukup dari para pandita tentang kesusilaan
dan keutamaan wanita. Kemudian sifat pem-bawaannyapun
memang penuh deng"n kehalusan sifat wanita utama. Wanita
yang mendambakan perasaan daripada kebendaan. Kuda
Pengasih sekalipun hanya berpangkat tumenggung, tetapi
dialah pria pertama tempat ia menyerahkan kesuciannya.
Adakah tali kasih itu sudah atau belum diresmikan oleh
upacara pernikahan, bukanlah menjadi alasan untuk ia
menolak tumenggung itu. Cinta adalah hati. Dan hati adalah
pusar jiwa. Cinta bukan seperti pakaian. Tak senang cepat dibuang,
robek terus diganti. Bagi Saraswati cinta adalah hati.
Mengganti cinta sama halnya menukar hati, mengganti jiwa.
Dalam penitisan yang sekarang, Saraswati merasa menjadi
milik tumenggung Kuda Pengasih, hati dan jiwanya. Tak
mungkin ia mengabdi kepada lain pria lagi. Maka diam2 ia
telah membulatkan tekad. akan tetap setya-bhakti kepada
guru lakinya, walaupun ia harus mengorbankan jiwa dan
raganya. Sesungguhnya saat itu, ia sudah siap akan mempertahankan kehormatannya dengan jalan yang terakhir
yani patrem pusaka yang dibekalnya itu. Ia akan bunuh diri
demi mempertahankan kesuciannya. Tetapi ia masih teringat
akan tumenggung Kuda Pengasih. Ia masih ingin bertemu
muka walaupun untuk yang terakhir kalinya. Karena apabila ia
gagal mempertahankan kehormatannya, ia akan bunuh diri
dihadapan tumenggung Kuda Pengasih setelah menceritakan
apa yang dialaminya dari baginda.
Dalam merangkai rencana itu akhirnya Saraswati terdorong
untuk mencari daya. Dan akhirnya bertemulah ia dengan suatu
siasat. Membohong. Ia harus membohongi baginda. Walaupun
sejak kecil ia dididik tak boleh bohong dan memang sejak kecd
ia tak pernah bohong, namun dalam keadaan terpaksa seperti
saat itu, demi mempertahankan kehormatannya, ia harus
berbohong. "Duh gusti junjungan hamba" dengan terisak-isak Saraswati
berkata "bukan hamba tak tahu menerima kasih atas
anugerah yang paduka hendak limpahkan kepada diri hamba.
Tetapi hamba merasa, apabila saat ini hamba melayani
paduka hamba tentu berdosa sekali terhadap paduka ...."
"Mengapa" Jayanagara heran. Sebenarnya saat itu baginda
sudah akan mengucapkan mantra untuk menguasai pikiran
Saraswati, agar terangsang dan mau menyerahkan diri. Tetapi
ia batalkan maksudnya demi mendengar kata2 Saraswati itu.
"Karena saat ini hamba .... hamba sedang .... haid....."
ucapan itu amat pelahan bahkan terus terlelap bak tangis.
Baginda terbeliak. Darah yang telah merangsang keras,
seketika menurun reda. Memang baginda pantang dekat
dengan wanita yang sedang dalam keadaan begitu. Wajah
Saraswati yang cantik jelita dalam pandang baginda saat itu,
tidak memiliki daya tarik lagi melainkan tampak menakutkan.
"Berapa hari aku harus menunggu" titah baginda.
Dengan tersipu-sipu malu, diberanikan juga Saraswati untuk
mengukuhkan kebohongannya "tiga atau empat hari lagi,
gusti" "Engkau berjanji akan melayani aku" tegur baginda pula.
"Paduka adalah junjungan hamba. Apapun titah paduka
tentu wajib hamba lakukan" kata Saraswati.
"Baik. Tetapi kalau engkau sampai ingkar janji terhadap
raja, beratlah pidanamu" kata baginda.
Saraswati menghaturkan sembah janjinya.
"Engkau boleh keluar dan panggillah nyi Tanca masuk" titah
baginda pula. Rupanya rangsang kejantanan baginda sudah
tak dapat dihentikan lagi. Saraswati belum mungkin, nyi
Tancapun boleh. Nyi Tanca terkejut ketika melihat Saraswati keluar dari bilik
peraduan baginda "Nini, bagaimana, engkau" tegurnya gopoh.
Saraswati segera jatuhkan diri dan mencium kaki nyi Tanca
"Baginda telah, meluluskan hamba untuk keluar karena ...."
"Nyi Tanca, lekas masuk kemari" seru baginda hingga nyi
Tanca terkejut sekali. "Benar, nyi rakryan, baginda menitahkan nyi rakryan
kedalam" Saraswati ikut gugup sehingga lupa untuk
melanjutkan kata-katanya tadi.
Karena melihat Saraswati bebas tanpa mengalami suatu
gangguan dari baginda, nyi Tancapun tanpa banyak bincang
lagi terus melangkah masuk kedalam peraduan baginda. ,
Sesaat memasuki peraduan, hidung nyi Tancapun tersengat
oleh bau asap dupa yang harum. Ia merasa segar
semangatnya. Tetapi beberapa saat kemudian, kesegaran itu
makin memuncak dan menimbulkan suatu gejolak yang
merangsang. "Nyi Tanca" ujar baginda "Saraswati telah memijat kakiku,
sekarang pijatlah punggungku"
Saat itu perasaan nyi Tanca seperti ada kelainan. Ia tak
pernah teringat bahwa selama menunggu diluar tadi, ia sudah
memiliki dugaan bahwa kepastian, bahwa baginda tentu
menggannggu kehormatan Saraswati. Namun setelah ia
masuk kedalam ruang peraduan baginda saat itu, pikiran dan
dugaan itu hilang lenyap. Tanpa membantah, ia segera
melakukan titah baginda. Beberapa saat memijat, ia rasakan dari tangan yang
menyentuh tubuh baginda itu mengalir suatu arus dayatenaga yang aneh. Serasa darahnya bergolak keras, hatinya
berdebar-debar dan perasaannyapun terangsang. Seketika ia
teringat akan malam pertama sebagai mempelai dari ra Tanca.
Juga saat itu ra Tanca mengatakan punggungnya pegel dan
minta kepadanya supuya memijat. Dari memijat itu kemudian
timbul suatu nafsu yang merangsang. Dan apa yang terjadi, ia
hanya paserah saja kepada suaminya.
Pada saat menjadi isteri ra Tanca, waktu itu ia masih
remaja sekali. Sedangkan ra Tanca sudah berumur tigapuluh
lebih. Kini sudah hampir limabelas tahuh ia menjadi isteri ra
Tanca. Malam2 kebahagiaanpun sudah menjarang. Ra Tanca
makin tua dan makin tak memperhatikan untuk membahagiakan isterinya. Dan selama itu, iapun tak dikarunia
putera dengan ra Tanca. Ra Tanca lebih sering pergi
mengobati orang ataupun mencari daun2 obat daripada
tinggal di rumah. Pemikiran tentang ra Tanca pada saat itu, hanya terarah
pada malam pengantin. Malam yang selalu menjadi
kenangannya. Suasana malam yang selalu dihadapi di bilik
peraduan baginda, menyerupai dan mengingatkan ia pada
malam2 pertama dengan ra Tanca. Hanya suasananya yang
msncengkam pikiran nyi Tanca, sedang bayangan ra Tanca
terhapus dalam benaknya. Ia tak merasa heran mengapa ia memiliki perasaan
semacam itu. Bahkan iapun tak memiliki pula kesadaran
bahwa pria yang sedang berbaring diatas peraduan kencana
itu, adalah seri baginda Jayanagara yang dipertuan dari
kerajaan Majapahit. Baginya, saat itu hanya merasa bahwa
dirinya seorang wanita dan yang dipijati itu seorang pria.
Pangkat, kedudukan dan lain2 keadaan tak ada lagi dalam
pikirannya. "Nyi Tanca" tiba2 bagmda bertitah "Saraswati tak dapat
melayani aku karena sedang kotor. Maka engkaulah yang
melayani aku" Sesaat tersengatlah kehampaan pikirannya mendengar
ucapan baginda itu. Hampir ia menyibak kabut kegelapan yang
menutup kesadarannya itu. Tetapi pikiran untuk usaha itu
hanya sepintas kilatan petir. Merekah percik cahaya terang,
kemudian hilang lenyap pula dan langitpun ditelan awan.
Sebagaimana pula halnya dengan langit hati nyi Tanca. Dia
kelam pula ditelan awan hitam yang mengabut kesadaran
'pikirannya. "Aku tak sampai hati dan engkaupun sebagai wanita, harus
merasa kasihan kepadanya" ujar baginda pula.
Apapun yang dititahkan baginda, seolah melekat pada
pikiran nyi Tanca. Benar. Ia harus kasihan kepada Saraswati.
Dan rasa kasihan tak cukup hanya menjadi buah pikiran dan
ucap hati, pun harus diujut-kan dengan bantuan. Ia dapat
memberi bantuan itu sebagaimana tadi iapun berjanji akan
membantu gadis itu. Dan ia memang senang sekali untuk
memberi bantuan itu, agar gejolak rangsang darahnya mereda
tenang. Dengan demikian ia dapat melaksanakan dua hal.
Membantu Saraswati dan mencari ketenangan pikiran.
"Hamba hanya patuh akan titah paduka, gusti" akhirnya di
luar kesadaran nyi Tanca menghaturkan kata2.
"Engkau benar2 wanita yang bijaksana, nyi Tanca" tiba2
bagindapun bergeliat lalu mendekap tubuh nyi Tanca yang
ditariknya merapat kearah peraduan.
Baginda Jayanagara memang memiliki suatu kelebihan.
Walaupun sejak kecil, ia selalu mengidap penyakit sehingga
tubuhnya lemah dan karena itu oleh sementara orang yang
tak menyukai baginda, nama baginda waktu muda yani raden
Kala Gemet itu, diartikan sebagai putera raja yang bertubuh
lemah dan berpenyakitan. Tetapi hal itu tidak mengurangi
kelebihan baginda dalam hal kegemarannya terhadap wanita.
Seisi keraton tahu akan ha! itu. Namun karena terhadap
baginda, mereka tak berani mengatakan apa2. Hanya dalam
hati, ataupun di belakang, mereka kasak kusuk mengatakan
bahwa baginda itu memang mengidap semacam penyakit
syahwat yang berkelebihan.
Malam itu baginda telah bercengkerama dalam alam
kenikmatan dengan nyi Tanca. Dalam keadaan hampa sadar,
nyi Tanca mendapatkan bahwa baginda itu benar2 seorang
pria yang jantan. Ia menemui kepuasan selama melayani
baginda malam itu. Sementara Saraswati yang masih menunggu di luar merasa
heran mengapa sampai lama belum juga nyi Tanca keluar dari
ruang peraduan baginda "Ah, mungkin nyi Tanca ...." ia tak
berani melanjutkan pemikirannya. Sebagai seorang wanita, ia
malu merenungkan hal semacam itu.
Kini pikirannya dicurahkan kepada tumenggung Kuda
Pengasih. Sesaat pula ia teringat akan mimpinya malam itu.
Adakah benar2 akan terjadi sesuatu pada diri tumenggung itu"
Mengapa sesaat tumenggung diutus ke Sadeng, baginda lalu
menitahkan nyi Tanca membawanya ke keraton "
Malam makin larut dan tertidurlah gadis itu.
0odwo0 III KETIKA pagi menguak di penghujung kelam malam, angin
mulai menghembus segar. Alampun mulai menyingkap
kecerahan. Malam hanya tinggal kenangan dengan seribu
impian. Dan fajar mulai menyingsingkan seribu kenyataan.
Kenyataan itupun menguak kesadaran nyi Tanca ketika pagi


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu ia terjaga dari tidurnya yang lelap. Lebih terkejut ketika ia
mendapatkan kehangatan sesosok tubuh yang merapat
disisinya. Pandang matanyapun terbeliak ketika tertumbuk
akan langit2 kantil yang indah.
Apakah yang terjadi "
Serentak wanita itu mengisar tubuh dan bagaikan terpagut
ular, serentak ia melonjak bangun ketika mendapatkan dirinya
berada diatas peraduan baginda dan baginda beradu di
sisinya. Nyi Tanca tegak seperti patung. Benak nya mulai
berkeliaran, merenung-renung dan mengingat-ingat apa yang
terjadi. Meniti pakaiannya, memandang kearah peraduan, hampir ia
menjerit .... "Aku .... aku telah tercemar ...." ia menggeram. Serentak ia
hendak menerkam baginda. Tetapi sesaat, tarlintas suatu
kesadaran "ah, dia baginda yang berkuasa. Mati aku apabila
dia murka" Ia hentikan langkah dan mulai menggali ingatannya,
merenungkan apa yang telah terjadi pada dirinya malam itu.
Didorong oleh kemauan yang keras, pikiran-nyapun mulai
mencair. Remang2 tampak kabut yang mengawan dalam
pikirannya itu, mulai tersiak. Samar2 ia teringat bahwa
semalam ia mengantar seorang gadis Bali bernama Saraswati.
Saraswati dititahkan baginda menari, kemudian dititahkan pula
gadis itu untuk memijat baginda di bilik peraduan. Kemudian
gadis itu keluar mengatakan sesuatu kepadanya bahwa
baginda berkenan meluluskan dia keluar. Gadis itu memberi
alasan kepada baginda. Alasan kepada baginda itupun hendak
dikatakan kepadanya tetapi saat itu baginda sudah berseru
menitahkannya masuk. "Ya, benar" katanya dalam hati "kemudian akupun masuk.
Tetapi sesaat memasuki ruang peraduan pikiranku seperti
merana. Kemudian aku tak ingat apa2, aneh ...."
Sejenak merenung, sadarlah apa yang terjadi pada dirinya
malam itu. Ia merasa memijat punggung baginda, ia merasa
tidur disamping baginda dan ia merasa semua perasaan yang
dirasakan malam itu. Ah ....
"Jelas, jelas" ia mendesah dan menggeram. Tiba2 timbul
keraguan pula. Benarkah renungannya itu " Hendak
menjagakan baginda dan mohon penjelasan, ia tak berani.
Lalu kemanakah ia dapat mencari keterangan. Tiba2 ia
teringat akan Saraswati. Bukankah gadis Bali itu masih berada
diluar " Serentak nyi Tanca melangkah keluar. Ah, itulah Saraswati.
Gadis itu masih tidur bersandar pada tiang.
"Nini . . . Saraswati ..." ia menggamit bahu gadis itu dan
memanggilnya pelahan-lahan.
Saraswati gelagapan terlena" "Oh, nyi rakryan. Maaf, hamba
"Nini, mari kita ke keputren" kata nyi Tanca seraya
membimbing tangan gadis itu.
Kedua wanita itu menuju ke keputren. Baginda telah
menitahkan supaya untuk kedua wanita itu, disediakan sebuah
ruang tersendiri. Keluar dari ruang agung kediaman baginda,
mereka disongsong oleh nyi Braja, lurah dayang yang
bertugas mengurus ruang peraduan baginda.
Nyi lurah Braja menghaturkan selamat pagi. Nyi Tanca
hanya menjawab dengan dengus dingin.
"Rupanya nyi Rakryan juga bermalam di keraton agung"
kata nyi lurah itu penuh arti.
"Hm" desuh nyi Tanca penuh geram. Hampir ia
mendamprat nyi lurah itu tetapi karena hal itu akan
menimbulkan hal2 yang kurang enak, maka ditahankan juga
perasaannya. Namun perasaannya mulai membenci kepada
nyi lurah itu, kepada seisi keraton bahkan kepada baginda. Ia
malu terhadap dirinya, terhadap apa yang telah menimpa
dirinya. Tetapi rasa malu itu harus disimpan dan dijaganya
dengan rapat. Agar jangan diketahui orang.
Setelah berada dalam ruang yang disediakan untuk mereka
berdua maka mulailah nyi Tanca mengajukan pertanyaan
kepada Saraswati "Nini, apakah sebenarnya yang terjadi
semalam" Saraswati terkesiap, la heran mengapa nyi Tanca
mengajukan pertanyaan demikian. Bukankah nyi Tanca harus
menyadari sendiri hal itu. Namun ia menjawab juga "Nyi
rakryan dititahkan baginda supaya masuk ke peraduan
baginda. Hamba menunggu di luar. Karena nyi rakryan lama
tak ke luar, hamba sampai tertidur"
Nyi Tanca tersipu namun ditahankan perasaannya sekuat
mungkin agar jangan terlihat Saraswati "Tetapi bukankah
sebelumnya engkau yang dititahkan masuk ke peraduan untuk
memijat baginda" "Ya" sahut Saraswati "tetapi hamba diperkenankan baginda
keluar" "Apa yang terjadi padamu saat itu, nini" masih nada tenang
nyi Tanca beralun tenang.
Agak tersipu-sipu sikap Saraswati. Ia beringsut membenahi
duduknya, kemudian dengan suara pelahan berkata "Pada
waktu itu, setelah beberapa saat hamba memijat kaki baginda,
baginda menitahkan hamba supaya mijat punggung baginda.
Karena takut, hamba pun menurut. Tetapi tiba2 .... baginda
menarik tangan hamba keatas peraduan dan ...."
"Dan bagaimana"
"Dan baginda hendak menitahkan hamba melayani
baginda" kata Saraswati pelahan "saat itu hamba bingung dan
ketakutan sekali. Tiba2 hamba mendapat pikiran. Agar dapat
lolos dari kehendak baginda, terpaksa hamba mengatakan
bahwa hamba sedang kotor ...."
"O" nyi Tanca terkesiap.
"Mendengar keterangan hamba itu, baginda kecewa dan
menitahkan hamba keluar. Hamba dititahkan supaya
memanggil nyi rakryan masuk keperaduan untuk menggantikan hamba" "Ya, benar" kata nyi Tanca "tetapi saat itu engkaupun
hendak memberi keterangan kepadaku mengapa baginda
memperkenankan engkau keluar, bukan"
"Benar nyi rakryan" kata Saraswati "tetapi saat itu baginda
telah berseru menitahkan nyi rakryan masuk"
"Ya" kata nyi Tanca "akupun tergesa-gesa memenuhi titah
baginda. Tetapi apakah sebenarnya yang hendak engkau
terangkan kepadaku saat itu"
"Hamba bermaksud rnemberiiahu kepada nyi rakryan
bahwa mengapa baginda memperkenankan hamba keluar
karena hamba menghaturkan keadaan diri hamba kepada
baginda" "Hanya itu" nyi Tanca menegas.
"Ya" "Dan baginda percaya"
"Karena baginda kasihan kepada hamba. Atau mungkin jijik
terhadap diri hamba"
"Hm, ya benar" kata nyi Tanca "untung engkau tertolong
oleh keadaan itu" "Mungkin dewata tak memperkenankan hal itu. Sekalipun
baginda raja, tetapi tak dibenarkan oleh dewata sehingga
tiba2 saja hamba mendapat akal"
Nyi Tanca terbeliak "Apa katamu, nini" Pikiran itu datang
secara tiba2, nyi rakryan"
"Pikiran apa" "Pikiran yang dapat menemukan akal sehingga hamba
dapat menghaturkan alasan semacam itu kehadapan baginda
dan bagindapun percaya"
Nyi Tanca terbelalak "O, maksudmu, engkau menggunakan
alasan itu untuk menolak keinginan baginda"
"Benar, nyi rakryan"
"Jadi sebenarnya engkau tidak sedang kotor" nyi Tanca
menegas. "Tidak, nyi rakryan. Hamba hanya menggunakan alasan itu
untuk menghindar dari gangguan baginda"
"Oh" nyi Tanca mendesuh penuh kemarahan. Sinar
matanya berkilat-kilat tajam menikam wajah gadis itu
sehingga gadis itu merasa seram "engkau membohongi
baginda" Agak gemetar hati Saraswati menerima pandang mata nyi
Tanca yang setajam itu "nyi rakryan, apakah hamba bersalah
karena melakukan hal itu"
"Ah" nyi Tanca mendesuh. Ia marah sekali terhadap gadis
Bali itu tetapi pada lain kilas, terlintas sesuatu dalam
benaknya. Ia harus menekan diri agar Saraswati tak
mengetahui isi hatinya "Tidak nini" katanya "engkau tak
bersalah" Walaupun nadanya lemah lembut tetapi bibirnya gemetar
karena menekan gejolak hatinya. Setelah ber-cakap cakap
beberapa waktu lagi, akhirnya ia menyuruh Saraswati
beristirahat agar semangatnya pulih segar kembali "Masih
banyak hal yang harus kita hadapi. Perlulah kita memelihara
semangat dan pikiran kita supaya tetap segar"
Saraswati memang letih pikiran dan letih tenaga Maka tak
berapa lama iapun tertidur lagi. Sedang nyi Tanca tidak
merasakan letih lagi. Pikirannya meronta-ronta, membayangkan percakapan dengan Saraswati tadi.
"Dia menggunakan siasat, tetapi akulah yang menjadi
korban" geramnya jika dia memang benar2 dalam keadaan
kotor, sebagai sesama kaum wanita, masih layak kalau aku
berkorban menolongnya. Tetapi ternyata dia tidak begitu dan
aku telah menjadi korban siasatnya itu, hm ...."
Semula ia merasa kasihan akan nasib Saraswati yang
dipisahkan dengan tumenggung Kuda Pengasih kemudian
hendak diganggu baginda. Ia dapat merasakan dan
menghayati betapa penderitaan batin gadis itu. Ia sendiri
pernah mengalami hal itu ketika baginda hendak
mengganggunya dahulu. Tetapi ternyata ia telah menjadi
korban karena rasa kasihannya itu.
"Memang benar, menolong orang tak boleh kepalang
tanggung. Kalau perlu harus berkorban" katanya dalam hati
"tetapi tidaklah senista itu ia harus berkorban. Korban harta
benda, tenaga pikiran, bahkan jiwa, ia tak keberatan. Karena
demikianlah sifat pengor-baran untuk menolong orang itu.
Tetapi pengorbanan yang telah diberikan terlampau berat.
Berkorban kehormatan kewanitaannya, ah ... ."
"Dan lebih mengecewakan lagi, ia telah menjadi korban dari
siasat gadis yang hendak ditolongnya itu. Adakah sesuatu
pengorbanan yang lebih menjijikkan dari hal yang dialaminya
itu" ia bertanya dan bertanya dalam hati.
"Aku berkorban demi rasa kasihan tetapi aku menjadi
korban demi siasatnya" ia menggeram. Rasa geram itu makin
meninggi dan memuncak, bagaikan lahar dari kerak bumi yang
bergejolak, meluap dan menjulang naik ke puncak gunung lalu
berhamburan meletus, bertebaran mengalir ke seluruh
penjuru. "Saraswati harus merasakan derita yang kualami itu juga"
akhirnya meletuslah dendam kemarahan dalam lubuk hatinya,
meluap dan mengalirkan suatu keputusan yang panas "dia
hanya gadis anak seoraug buyut desa. Sedang aku isteri
rakryan Tanca yang termasyhur. Mengapa aku harus
mengorbankan diriku, ke-hormatanku, untuk seorang gadis
Bali yang baru saja kukenalnya " Mengapa aku lebih
memberatkan tanggung jawabku kepadanya daripada
terhadap diriku dan suamiku"
Berhamburanlah lahar kemarahan itu menjadi aliran
pertanyaan2 yang melanda batinnya tanpa ia mampu untuk
membendung dengan jawaban yang memuaskan.
Demikian nyi Tanca telah terbakar oleh api kemarahan. Api
yang hanya dapat di padamkan apabila ia sudah melihat
Saraswati telah mengalami hal2 seperti yang di alaminya. Kini
ia mencari akal bagaimana hendak melaksanakan keputusan
itu. Setelah merenung beberapa saat, bertemulah ia dengan
suatu rencana. Kemudian ia mengatur langkah untuk
melaksanakan rencananya itu.
Setelah dilihatnya Saraswati masih tidur, segera ia
melangkah keluar menuju ke keraton agung. Ia hendak
menghadap baginda. Tetapi ia disongsong nyi lurah Braja
yang menerangkan bahwa baginda sedang menerima Arya
Kembar di balairung. Dengan perasaan masgul dan kecewa,
terpaksa nyi Tanca kembali ke keputren. Sebelum itu ia
meminta kepada nyi lurah Braja supaya menghaturkan kepada
baginda bahwa nyi Tanca hendak menghadap baginda.
Menjelang petang barulah nyi lurah Braja datang
menemuinya, membawa titah baginda supaya nyi Tanca
menghadap baginda "Engkau tinggal dulu disini, nini. Biarlah
aku yang menghadap sendiri" pesannya kepada Saraswati.
Saraswati amat berterima kasih atas budi bebaikan nyi
Tanca sehingga ia dapat terhindar dari segala gangguan
baginda. Gadis Bali yang cantik itu terlalu jujur untuk
menduga sesuatu yang buruk terdapat nyi Tanca.
"Ah nyi Tanca" ujar baginda ketika nyi Tanca menghadap
"engkau tampak lebih segar dan cantik petang ini"
Nyi Tanca sudah muak mendengar ucapan2 semacam itu.
Ia tak tersipu-sipu malu lagi tetapi tenang2 saja Gusti
"katanya dengan nada datar "hamba hendak menghaturkan
suatu berita yang penting bagi paduka"
"O, apakah itu" seru baginda.
"Mengenai diri Saraswati gadis Bali itu, gusti" kata nyi
Tanca "sebenarnya peristiwa semalam tak perlu terjadi pada
diri hamba, gusti" "Ah, adakah engkau menyesal akan hal itu" tegur baginda
"bukankah hal itu hanya engkau dan aku yang tahu" Jangan
engkau gelisah dan cemas, nyi Tanca. Telah kutitahkan
kepada seluruh dayang perwara dalam keraton itu, tak boleh
menyiarkan sesuatu tentang dirimu. Barangsiapa berani


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melanggar perintahku, akan kuhukum mati. Itulah sebabnya
maka tak perlu engkau kuatir atau takut terhadap suamimu"
"Terima kasih, gusti" nyi Tanca menghaturkan sembah
"yang hamba maksudkan dalam persembahan kata hamba ini,
bukanlah soal diri hamba tetapi adalah demi kebahagiaan
paduka" "O, apakah itu"
"Tentang diri Saraswati, gusti. Hamba heran mengapa
paduka berkenan membebaskan dia keluar dari peraduan
paduka. Pada hal gusti, ibarat kelinci, dia sudah tak berdaya
untuk menolak kehendak paduka"
"Ah, bagaimana mungkin aku menitahkan seorang wanita
yang sedang kotor untuk melayani kehendakku" Tidak.
Saraswati mengatakan begitu maka kubebaskan dia"
Tiba2 Nyi Tanca tertawa. "Mengapa engkau tertawa nyi Tanca" tegur baginda heran.
"Hamba tertawa mempercayai orang" gusti, karena gusti mudah sekali "Ha" teriak baginda "apa maksudmu"
"Mengapa gusti begitu cepat percaya akan keterangan
gadis Bali itu" "Jadi dia tidak ...."
"Benar, gusti. Gadis itu tidak apa-apa" kata nyi Tanca
"itulah sebabnya maka hamba tertawa"
"Bagaimana engkau tahu" teriak baginda.
"Karena dia sendiri yang mengatakan kepada hamba,
bahwa apa yang dihaturkan kepada paduka itu hanya suatu
siasat untuk menghindari gangguan paduka"
"Kurang ajar !" teriak baginda "panggil dia, nyi Tanca !"
Nyi Tanca tertawa "Hamba mohon paduka jangan tergopohgopoh. Hamba hendak menghaturkan keterangan kehadapan
paduka. Gadis itu jelas mencintai tumenggung Kuda Pengasih.
Apabila paduka menggunakan kekerasan untuk memaksanya,
hamba kuatir dia akan nekad menolak"
"Menolak" Huh, bagaimana mungkin" gumam baginda.
"Mungkin sekali, gusti" kata nyi Tanca "seorang wanita yang
mencintai pria, akan merelakan kematiannya daripada
menghadapi paksaan" "Hm, dia akan bunuh diri, maksudmu"
"Benar, gusti" kata nyi Tanca "itulah yang hamba kuatirkan,
demi kepentingan paduka. Lebih baik paduka menggunakan
siasat halus sebagai paduka lakukan terhadap diri hamba.
Bukankah paduka telah menggunakan aji mantra untuk
mendapatkan hamba" Baginda tertawa "Benar, nyi Tanca. Aku memiliki aji
Pengasihan yang dapat menundukkan hati wanita"
"O, paduka gunakan aji itu kepada diri hamba sehingga
hamba lupa diri" nyi Tanca menegas.
Baginda tertawa dan mengiakan "Benar karena tujuanku
tidak mempersakiti engkau tetapi hendak membahagiakan
engkau" "Terima kasih, gusti" kata nyi Tanca. Tetapi diam2 dalam
hati ia mengutuk raja itu. Bukankah di puri Majapahit tak
kurang wanita cantik, puteri jelita, gadis molek " Mengapa raja
itu harus mengganggu dirinya, merusak pagar ayu "
Tetapi hal itu sudah terlanjur terjadi. Tak mungkin dapat
dihapus lagi. Ia marah dan mendendam. Ia bersumpah dalam
hati, apabila mendapat kesempatan, ia tentu akan
melampiaskan dendam itu. "Jika demikian, paduka gunakan juga aji paduka itu kepada
Saraswati. Dalam hal itu, hambapun dapat menghaturkan
bantuan hamba" katanya. Ia terpaksa menyimpan dulu semua
perasaan hatinya. Langkah pertama, ia akan menuntut balas
pada Saraswati. "Membantu bagaimana"
"Hamba tahu akan ramuan untuk merangsang gaerah
wanita. Apabila gusti memperkenan, akan hamba campurkan
ramuan itu kedalam minuman Saraswati"
"Bagus, nyi Tanca" seru baginda gembira sekali "sudah
tentu kuperkenankan kepadamu. Sekarang panggillah gadis itu
kemari" "Hamba mohon paduka bersabar sedikit, gusti" kata nyi
Tanca "biarlah petang ini hamba sedu dulu ramuan itu
kedalam minuman Saraswati. Kemudian malam nanti mohon
paduka menitahkan nyi lurah untuk memanggil hamba dan
Saraswati. Pada saat itu, paduka titahkan lagi supaya
Saraswati memijati paduka"
Baginda tak ingin tahu mengapa nyi Tanca begitu bergairah
sekali hendak menghaturkan Saraswati. Yang penting bagi
baginda, Saraswati malam itu akan melayaninya.
Nyi Tanca segera mempersiapkan ramuan itu dan menyedu
kedalam minuman Saraswati "Minumlah, nini, ramuan jamu
ini. Semangatmu tentu akan segar kembali"
"Hm, dia telah membohongi aku, mengapa aku berdosa
kalau membohonginya" pikirnya.
Saraswati menurut. Ia tak pernah memiliki setitikpun rasa
curiga terhadap nyi Tanca. Nyi Tanca dianggapnya sebagai
penolong dan pelindungnya.
"Mudah-mudahan baginda tidak akan mengganggu kita
malam ini" kata nyi Tanca "agar kita dapat tidur nyenyak"
"Ya, mari kita panjatkan doa kepada dewata agar
melindungi kita berdua" sahut Saraswati,
Tetapi baru keduanya berkata begitu, tiba2 terdengar derap
langkah kaki orang menghampiri ke bilik mereka dan pada lain
saat pintupun terdengar didebur pelahan-lahan"
"Siapa" tegur nyi Tanca seraya membukakan pintu "o, nyi
lurah" "Hamba diutus baginda untuk menitahkan nyi Tanca dan ni
Saraswati menghadap baginda"
"Oh" desuh nyi Tanca "mengapa"
"Hamba tak tahu, nyi rakryan" sahut nyi lurah Braja
"baginda hanya menitahkan hamba agar mengantar nyi
rakryan dan ni Saraswati ke keraton dalam"
Nyi Tanca berpaling memandang Saraswati "Ternyata, doa
kita tak terkabul, nini. Baginda menitahkan kita menghadap"
Saraswati menghela napas. Namun ia tak kuatir karena
semalam setelah menghaturkan keterangan tentang keadaan
dirinya, baginda telah berkenan meluluskan akan menunggu
sampai tiga hari "Lalu bagaimana kehendak nyi rakryan"
Kembali nyi Tanca menghela napas "Titah baginda tak
mungkin kita tolak, nini. Hayo, bersiaplah untuk menghadap
baginda" Beberapa saat kemudian kedua wanita itupun diantar nyi
lurah Braja menghadap baginda. Baginda tampak tersenyum
menyongsong kedatangan mereka. Suatu hal yang membuat
hati Saraswati tenteram, la merasa tiada suatu hal yang akan
menimpa dirinya. Setelah memberi isyarat supaya nyi lurah keluar,
bagindapun bertitah "Saraswati, ternyata engkau pandai
memijat. Malam ini aku ingin pula menikmati jari jemarimu
agar keletihanku hilang"
Saraswati mengeluh dalam hati. Bukankah baginda sudah
mengetahui tentang keadaan dirinya " Mengapa masih raja itu
menghendakinya memijat " Batinnya jemu -tetapi, pikirannya
teringat akan kata2 nyi Tanca bahwa titah raja itu tak dapat
dibantah. Terpaksa ia menurut.
Beberapa saat kemudian terdengar baginda berkata
"Nini, bukankah engkau akan menetapi janjimu tiga hari
lagi" "Hamba, gusti" "Dan setelah itu, engkau tinggal saja di keraton, tak perlu
pulang ke tumenggungan"
Saraswati terbelalak "Tetapi gusti ...."
"Pengasih mungkin lama sekali pulangnya" kata baginda
pula. Dari Sadeng dia akan terus ke Blambangan, kemudian ke
Bedulu. Selama itu, baiklah engkau tinggal di keraton agar
hatimu terhibur" "Tetapi mengapa ki tumenggung tak memberitahu hamba"
Saraswati memberanikan diri karena terdorong oleh rasa
cemas dan gelisah akan keadaan tumenggung itu.
"Supaya engkau tidak terkejut" ujar baginda "dan juga
Pengasihpun telah ihklas menyerahkan engkau supaya tinggal
di keraton sini" "Gusti ...." Saraswati menjerit
tumenggung" serunya tegang.
"apakah maksud ki "Apakah dia tak berterus terang kepadamu" baginda balas
bertanya. "Memberi tahu, gusti" kata Saraswati "bahwa dia paduka
titahkan untuk menggil adipadi Sadeng supaya menghadap
paduka. Hanya itu" Baginda tertawa "Orang laki memang begitu sifatnya.
Engkau tahu nini. Kuda Pengasih itu seorang tumenggung
kepercayaanku. Dia telah melakukan tugasnya dengan baik di
Bali tetapi dia telah menyalahi kewajibannya kepada raja. Arya
Damar hendak mempersembahkan engkau kehadapanku
tetapi Pengasih mengingkari. Kemudian kuperintahkan Arya
Kembar untuk menyampaikan amanatku kepadanya. Dia
menghendaki anugerah atas jasanya atau pidana karena
kesalahannya" Saraswati termangu mendengarkan.
"Engkau tentu belum jelas akan arti kata-kataku" ujar
baginda pula "dia kutitahkan memilih anugerah raja atas
jasanya melaksanakan tugas di Bali atau menerima pidana
karena kesalahannya menghaki dirimu yang seharusnya
dipersembahkan kepadaku"
Saraswati terbeliak. "Dan pengasih memang cerdik" kata baginda "dia memilih
anugerah. Maka kusuruh dia mimilih puteri adipati Sadeng
atau puteri adipati Blambangan atau puteri Bedulu. Setelah itu
kuangkat dia sebagai adipati di Bedulu"
"Baginda . . . !" tiba2 Saraswati menjerit. Ia lupa bahwa
saat itu sedang berhadapan dengan raja dan berada dalam
bilik peraduan raja. Sedemikian besar keguncangan yang
melanda perasaan hatinya sehingga ia menjerit sekerasnya
"tidak mungkin, gusti ..."
"Apa yang tak mungkin, Saraswati"
"Tidak mungkin ki tumenggung akan mengingkari diri
hamba ..." "Mengapa tak mungkin, Saraswati" baginda tertawa
"sebenarnya aku hanya ingin menguji sampai dimana
kesetyaannya kepadamu. Ternyata dia lancung di ujian.
Memilih puteri orang priagung dari dirimu. Memilih pangkat
dari dirimu. Dia tak berani menghadapi pidana disampingmu"
"Tidak baginda, tidak" teriak Saraswati setengah kalap "tak
mungkin tumenggung Kuda Pengasih menghianati diri hamba"
"Apa alasanmu, nini"
"Karena .... karena hamba telah mengandung janin
tumenggung Kuda Pengasih" tanpa disadari, karena terdorong
luapan hatinya, ni Saraswati melupakan segala rasa malu dan
takut. Baginda terkejut tetapi diam2 tertawa. Kini dapatlah
baginda dengan jelas akan kebohongan Saraswati.
Kemarin gadis itu mengatakan dirinya sedang kotor dan hari
ini mengatakan telah mengandung. Tidakkah hal itu
bertentangan" Entah mana yang benar, kotor atau hamil. Jika
menurut nyi Tanca, Saraswati bohong, dia tidak kotor.
Berdasarkan bahwa gadis itu telah berani berbohong kepada
raja, maka bagindapun menarik kesimpulan bahwa bukan
mustahil pula gadis itupun berbohong soal dirinya
mengandung. "Bagi seorang pria seperti Kuda Pengasih, soal dirimu itu
tidaklah merupakan beban pikirannya. Pokok, dia lebih
mementingkan pangkat dan isteri keturunan priagung"
"Hamba tak yakin, gusti"
"O, engkau tak percaya kepada keteranganku" seru baginda
"baiklah. Apabila Arya Kembar kembali ke pura, akan
kutitahkan dia menemui engkau dan memberi keterangan
tentang diri Kuda Pengasih kepadamu"
Saraswati termenung. Mendengar kesungguhan ujar
baginda, iapun meragu. Jika benar demikian, jelas Kuda
Pengasin telah menghianatinya.
"Nini" titah baginda pula "mengapa engkau meresahkan
diri Kuda Pengasih " Aku kasihan kepadamu nini. Apabila
engkau mau melayani aku, tentulah engkau akan lebih
bahagia hidupmu daripada ikut padanya"
Tiba2 Saraswati merasakan suatu kelainan dalam perasaan
dan pikirannya. Ia merasa kecewa dan putus asa. Ia telah
berkorban segala yang dimilikinya kepada tumenggung itu.
Tetapi akhirnya, ia tetap dicampakkan seperti sampah.
Entah bagaimana seolah kepercayaan akan diri tumenggung
Kuda Pengasih itu hilang sirna. Semula hatinya kosong, lalu
terisi oleh rasa cinta terhadap Kuda Pengasih. Kemudian rasa
cinta itupun hilang dan hatinya kosong pula. Dalam
kekosongan itu timbul pula suatu perasaan lain. Dendam. Jika
Kuda Pengasih dapat menghianatinya, mengapa ia tak dapat
berhianat juga. Ia hendak menunjukkan kepada tumenggung
itu bahwa Saraswati gadis desa itu, pun dapat membuktikan
bahwa dirinya akan mendapat penghargaan dari pria yang,
baik keturunan maupun pangkat dan kekuasaannya, jauh lebih
tinggi dari tumenggung itu.
Dan rasa ingin melaksanakan rasa dendam itu menimbulkan
pula suatu rangsang keras yang membangkitkan nafsu
kewanitaannya. Ia tak sempat mengherankan dirinya mengapa
mendadak nafsunya bergelora keras sekali. Pada hal dulu tak
pernah ia dihinggapi rasa demikian. Ketika tangan baginda
memegang tangannya, darahnya serasa bergolak deras dan
jantungnya berdebar keras "Saraswati, janganlah engkau
menolak titahku. Layanilah aku ..."
Seperti kerbau tercocok hidung, Saraswati kehilangan
faham, kehilangan kesadaran. Perasaannya dikuasai oleh
gejolak darahnya yang makin membara. Ia menurut saja apa
yang dititahkan baginda dan malam itu terjadilah suatu
peristiwa baru dalam sejarah hidupnya. Ia lupa segala tentang


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirinya, tentang Kuda Pengasih, tentang janin yang
dikandungnya dan tentang segala. Bahkan iapun lupa rasa
heran yang seharusnya dimiliki dalam menghadapi peristiwa
semacam itu. Apa yang semalam terjadi pada nyi Tanca, malam itupun
terjadi pada diri Saraswati. Saraswati bagaikan pohon yang
diserang badai dari empat penjuru. Betapapun kokoh pohon
itu, akhirnya tumbang juga. Ia diserang dengan ramuan
perangsang oleh nyi Tanca yang ingin membalas dendam. Ia
diserang oleh keterangan baginda tentang diri Kuda Pengasih.
Ia diserang oleh kemelut asap bebauan harum yang
mengandung daya perangsang nafsu. Iapun diserang pula
oleh mantra aji Pengasihan yang dilancarkan baginda. Dan
robohlah gadis itu terkulai dalam peraduan baginda. Ia
laksana bermimpi indah tentang neraka.
Seperti halnya nyi Tanca, ketika pagi hari tiba, gadis itupun
terkuak dari tidurnya yang melelahkan. Tak kurang pula rasa
kejutnya dari kejut yang dialami nyi Tanca ketika menyadari
apa yang telah terjadi pa-" da dirinya. Ia lupa apa yang terjadi
semalam. Lupa tentang ucapan baginda mengenai diri Kuda
Pengasih, lupa akan penyerahan dirinya kepada baginda. Yang
tampak pada saat pagi itu, ia merasa telah tercemar. Serentak
ia menangis dan lari keluar. Tetapi nyi Tanca tak berada di
luar. Ia makin bingung dan terus menuju ke keputren.
"Dimana nyi rakryan Tanca" tegurnya kepada seorang
dayang yang mengurus bilik kediamannya.
"Pagi2 tadi, nyi rakryan telah pulang" dayang itu memberi
keterangan. "Pulang?" ia menegas "mengapa tidak memberi tahu aku"
"Entahlah, gusti ayu. Nyi rakryanpun hanya memesan
demikian kepada hamba"
"Apakah Saraswati. nyi rakryan tak kembali lagi kesini" tanya
"Hamba tak tahu"
Saraswati makin bingung. Ia tak tahu bagaimana hendak
bertindak. Kembali ke temenggungan " Mencari nyi Tanca "
Ataukah menyusul tumenggung Kuda Pengasih ke Sadeng
untuk memberitahukan peristiwa dirinya dengan baginda"
Benak Saraswati berbinar-binar. Makin teringat akan
peristiwa yang menimpa dirinya, makin bingung perasaannya.
Dadanya serasa sesak, pikiran gelap dan akhirnya pecahlah
tangisnya. Ia menangis tersedu-sedan. Bahkan karena tak
kuat menahan guncangan yang meng-gempa hatinya, ia terus
rubuh pingsan. Entah berapa lama ia berada dalam keadaan tak ingat diri
itu. Ketika membuka mata, ia dapatkan dirinya terbaring di
atas pembaringan, nyi lurah Braja dan seorang dayang muda
tengah mengurut-urut dan memijat-mijat tubuhnya "Ah,
syukur rara ayu sudah siuman"
"Engkau nyi Braja" seru Saraswati pelahan.
"Benar" nyi lurah Braja mengiakan seraya masih
memijatinya "sudahlah, gusti ayu, janganlah bersedih hati.
Sang prabu telah berkenan pada paduka ilu suatu berkah yang
besar dapat melayani sang prabu dengan memuaskan. siapa
tahu paduka kelak dapat diangkat sebagai permaisuri"
Saraswati diam. "Dahulu rahyang ramuhun Kertarajasa, ayahanda baginda
yang sekarang ini, telah mempunyai dua permaisuri puteri dari
kerajaan Singasari. Tetapi baginda Kertarajasapun masih
meminang pula dengan Dyah Dara Petak puteri dari Malayu.
Bahkan berkat kepandaian dyah Dara Petak mengambil hati
maka baginda Kertarajasa lebih mencintainya daripada
permaisuri2 dari puteri Singasari itu. Kemudian beruntung pula
dyah Dara Petak berputera baginda Jayanagara yang sekarang
ini sehingga kedudukan dyah Dara Petak makin kokoh
kemudian diangkat baginda sebagai sri tinuheng wari atau
permaisuri yang tertua dan bergelar gusti ratu Indreswari"
Rupanya tak kuat hati Saraswati mendengar bujuk nyi
lurah, sahutnya "Nyi lurah, keutamaan wanita terletak pada
kesucian batin dan kesetyaan hati. Aku telah menjadi milik
kakang tumenggung Kuda Pengasih, bagaimana mungkin aku
menyerahkan diri kepada baginda lagi"
"Keliru" nyi lurah Braja geleng2 kepala "adakah paduka tak
atau belum mendengar berita tentang tumenggung Kuda
Pengasih" "Berita apa" serentak Saraswati menggeliat bangun dan
menatap nyi lurah Braja. "Berita tentang diri tumenggung Kuda Pengasin"
"Baginda memberitahu kepadaku bahwa kakang tumenggung telah diutus ke Sadeng kemudian ke Blambangan untuk meminang puteri adipati kedua daerah tersebut
yang disetujui kakang tumenggung. Setelah itu kakang
tumenggung akan ditempatkan di Bedulu sebagai Adipati,
bukankah begitu" Nyi Lurah terbeliak lalu geleng2 kepala. Dan Saraswati
menatapnya dengan pandang bertanya.
"Apa yang dilimpahkan baginda itu berlainan dengan
kenyataan, gusti ayu" kata nyi lurah. Ia menyebut Saraswati
dengan sebutan 'gusti ayu' atas titah baginda "mungkin
baginda hanya hendak menghibur hati paduka"
Saraswati berdebar dan terbelalak "Lalu
keadaan ki tumenggung yang sebenarnya"
bagaimana "Bolehkah hamba menghaturkan keterangan" tanya nyi
lurah. "Katakan terus terang"
Setelah membenahi duduknya maka nyi lurahpun berkata
"Hamba bertemu dengan raden Arya Kembar dan Arya itu
telah memberitahu kepada hamba agar menyampaikan berita
kepada gusti. Bahwa tumenggung Kuda Pengasih telah ....
tewas" "Engkau gila, nyi lurah !" tiba2 Saraswati menerkam leher
nyi lurah Braja sehingga lurah dayang itu tersungkur jatuh dari
atas pembaringan. Saraswati terkejut ketika nyi lurah terkapar.
Buru2 ia turun dan mengangkatnya bangun "Maaf, nyi lurah.
Hatiku tegang sekali mendengar keteranganmu itu"
Beberapa saat kemudian setelah duduk kembali maka
dengan tenang nyi lurah melanjutkan keterangannya
"Memang benar, gusti ayu, ki tumenggung Kuda Pengasih
telah tewas diserang gerombolan orang2 Sadeng. Karena
ketika di kadipaten, tumenggung telah bertengkar dengan
adipati Sadeng" "Benarkah itu" "Hamba bersumpah demi Batara Agungi"
"Oh, kakang Kuda Pengasih ...." tiba2 Saraswati rubuh ke
lantai. Rupanya gadis itu sudah tak kuat lagi menahan derita
guncangan petir yang menyambar lubuk hatinya. Hatinya
hancur berkeping-keping . . .
Nyi lurah Braja sibuk memberi pertolongan. Saraswati dapat
ditolong tetapi gadis itu berobah sama sekali. Tiba2 ia diam
saja. Pertanyaan dan hiburan dari nyi lurah tak
dipedulikannya. Nyi lurah segera meninggalkan keputren dan kembali ke
tempatnya sendiri. Ia tak mau menghaturkan laporan tentang
keadaan Saraswati kepada baginda.
Malam itu ia dititahkan baginda supaya membawa Saraswati
ke keraton agung lagi. Ketika masuk ke bilik Saraswati, ia
terkejut ketika melihat Saraswati berdandan cantik sekali.
Rambutnya diurai, bersunting setangkai bunga melati,
berkalung dan gelang dari rangkaian bunga melati pula.
Mulutnya mengunyah sirih hingga bibirnya tampak merah
meriah. "Ha. ha, ha, hi, hi, hi . . . ." gadis itu tertawa mengikik
gembira sekali "bukankah engkau hendak menjemput aku ke
hadapan raja, nyi lurah"
Terkejut sekali nyi Braja. Memang malam itu Saraswati
tampak cantik sekali tetapi sikapnya berlainan dengan pagi
tadi "Benar, gusti ayu"
"Eh, nyi lurah, bagaimana supaya pipiku juga bersemu
merah" tiba2 Saraswati berseru aneh "o, ya, ya. Begini
caranya. Hayo, tamparlah kedua pipiku, nyi lurah" ia terus
memaksa menjulurkan pipinya kehadapan lurah dayang iiu.
Karena takut terpaksa nyi lurah menampar pelahan-lahan.
"Ah, tak terasa apa2" teriak Saraswati "apakah engkau tak
dapat menampar lebih keras"
"Maaf, gusti, hamba tak dapat" '
Plak, plak .... tiba2 tangan Saraswati mengayun ke pipi nyi
lurah. Keras sekali tamparannya hingga nyi lurah terjungkal ke
belakang. "Ha, ha, ha . . ." Saraswati tertawa mengikik lalu ayunkan
langkah keluar "raja Majapahit, aku akan datang kepadamu
...." 0odwo0 Jilid 47 I Ingatan adalah bagian dari Keinginan. Kenang-kenangan
yang menyenangkan dan yang tak menyenangkan, akan
menghidupkan nafsu keinginan. Dan keinginan itu akan
berkembang biak dan terpecah-pecah menjadi keinginan2
yang berlawanan dan bertentangan. Pikiran, menempatkan diri
dengan yang menyenangkan dan menolak dengan yang tidak
menyenangkan. Memilih dan menempatkan diri dari
lingkungan penderitaan dan kesenangan, menimbulkan nafsu
keinginan yang terbagi-bagi dalam macam2 keinginan ke arah
cara dan golongan pengejaran.
Menghindari keinginan dari apa yang tak menyenangkan,
kemudian mengejar keinginan dari apa yang menyenangkan,
tetap merupakan suatu keinginan.
Keinginan pada hakekatnya adalah satu. Tak dapat diputar
untuk disesuaikan dengan keenakan dan kesenangan kita.
Tanpa lebih dulu dapat menghayati bahwa nafsu keinginan itu
adalah suatu kesatuan tunggal, maka kita akan tergelincir ke
dalam lingkar2 keinginan dan terhanyut dalam putar kisaran
keinginan yang tiada berpangkal, tiada berujung.
Dari Keinginan itulah terpancar sumber penderitaan. Tiada
sumber kebahagiaan dan ketenteraman. Apabila Keinginan
tercapai, orang akan gembira. Karena pada umumnya,
kegembiraan dari tercapainya suatu keinginan itu, akan
melahirkan pula keinginan lagi. Karena sifat Keinginan itu binal
dan serakah, ingin menguasai batin manusia.
Lebih pula apabila keinginan itu tak tercapai. D eritalah yang
akan menggenangi. Apapula terjadi suatu derita yang diluar
keinginannya, tentu akan menghimpit dan menghancurleburkan batinnya.
Demikian yang menimpa diri gadis Saraswati. Keinginan
untuk menemui tumenggung Kuda Pengasih, telah mendorong
langkahnya, meninggalkan orangtua, kampung halaman,
kawan2 sepermainan dan kehidupan yang telah direguknya
beberapa belas tahun. Ingin ia mengabarkan kepada
tumenggung itu akan suatu berita yang membahagiakan.
Berita tentang hasil hubungan kasih mereka. Benih yang telah
mereka tanam bersama, kini telah berbuah. "Adakah berita
yang lebih bahagia dari itu, yang dapat dipersembahkan
kepada pria yang telah merenggut hatinya ?" Pikir Saraswati.
Pikiran itulah yang mendorong keinginannya untuk
menyetujui tawaran Arya Damar yang mengajaknya ke pura
Majapahit, menemui tumenggung Kuda Pengasih. Dan
Keinginan itulah yang melahirkan pula lain keinginan. Betapa
bahagia ia dapat hidup bersanding dengan seorang
tumenggung yang masih muda, cakap dan menjadi
kepercayaannya. Dan terutama yang telah menunjukkan tanda
kasih kepadanya. Dan kini tanda kasih itu telah merupakan
ikatan yang makin kokoh. Keinginan2 yang berkejar-kejaran dalam benak Saraswati
itu bagaikan bunga-bunga yang saling bermekaran di taman
hatinya. Yang satu lebih indah dari yang lain. Ia tak rela
bunga-bunga itu dirusak orang. Orang yang berwujud dalam
diri Arya Damar yang hendak mencemarkan kehormatannya.
Ia mempertaruhkan jiwanya. Dan karena Arya Damar
mempunyai keinginan untuk memanfaatkan diri gadis itu
sebagai alat untuk menekan atau menghancurkan Kuda
Pengasih, maka arya Damarpun menindas keinginan yang satu
itu yani keinginan untuk menikmati tubuh Saraswati.
Namun pura Majapahit, bukanlah desa Ularan yang tenang
alamnya dan teduh lautnya. Pura Majapahit penuh dengan
pergolakan dan pertikaian yang berselubung ketenangan.
Dendam kebencian yang berselubung setya-kawan. Harimau
yang berselubung kulit domba, banyak berkeliaran dalam
sikapnya yang ramah tamah, taat dan bersahabat.
Saraswati terhindar dari terkaman Arya Damar tetapi tak
dapat membebaskan diri dari cengkeraman baginda
Jayanagara. Gagal mempengaruhi tumenggung Kuda
Pengasih, Arya Damar mengorbankan tumenggung itu kepada
baginda dengan Saraswati sebagai sesaji.
Saraswati tak kuasa menghadapi orang yang paling
berkuasa di Majapahit. Dia dipisahkan secara halus dari
tumenggung Kuda Pengasih, kemudian diboyong kedalam
keraton. Dan akhirnya dalam kungkungan dinding tembok
keraton yang berpagar pengawal dan bhayangkara2
bersenjata, dalam bilik agung tempat peraduan sang raja,
dalam pengaruh ramuan perangsang dan dupa2 perangsang
nafsu, dalam buaian mantra aji Penyirepan yang sakti.
Saraswati telah menyerahkan benda miliknya yang paling
berharga. Baginda telah mendapat kepuasan, Arya Damar telah
memperoleh keinginannya untuk menghancurkan Kuda
Pengasih. Hanya Saraswati yang hancur berantakan. Bunga2
yang bersemi dalam taman harapannya bertebaran dilanda
badai angin prahara. Ia dihempaskan dalam kenyataan yang
porak poranda. Ia terhampar dalam kehancuran hati yang
terkoyak-koyak. Ia melambung dalam langit keinginan, ia
ambruk dalam puing2 di bumi kenyataan.
Ia, . . . Di mana manusia tak waswada akan hakekat Keinginan
yang bersifat penderitaan, ia pasti tak kuat menerima
akibitnya. Dan makin besar keinginan itu, makin besar pula


02 Gajah Kencana Manggala Majapahit Karya S. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akibit yang dideritanya. Keinginan Saraswati, gadis dari desa Ularan yang hendak
mencita-citakan menjadi isteri seorang tumenggung di
kerajaan Majapahit, memang berbobot tinggi. Dan dari
ketinggian yang tinggilah ia terlempar jatuh ke bumi.
Akibatnya ia mengalami keguncangan batin yang besar sekali.
Sedemikian besar sehingga tak dapatlah ruang hatinya
menampung, Penderitaan itu terlalu besar bagi lingkup
batinnya sehingga meletus dan menghancurkan kesadaran
pikirannya. Gempa hatinya mengguncang serabut2 benaknya
dan menumbangkan kesadaran pikirannya, menghilangkan
ingatannya. Ia telah kehilangan ingatan. Ia telah kehilangan
segala. Hanya satu yang masih ada padanya. Yalah ingatan
untuk membalas dendam. "Ah, Saraswati" demikian ucap baginda ketika melihat
Saraswati masuk ke dalam mahligai peraduannya "cantik
benar engkau malam ini, nini"
"Cantik, raja" sahut Saraswati "apakah aku cantik"
"Engkau memang cantik, Saraswati"
"O" Saraswati tertawa-tawa "dibagian kecantikanku itu, raja" Wajahku, tubuhku .."
manakah "Segala galanya, Saraswati" cepat baginda menanggapi
walaupun agak heran mengapa berulang kali Saraswati
menyebutnya 'raja' dan membahasakan dirinya dengan
sebutan 'aku', bukan hamba.
"Apakah engkau belum puas kepadaku" tanya Saraswaiti
"Puas" seru baginda "ha, ha, ha .... tidak Saraswati.
Bagaimana aku puas" O, ya, memang aku puas karena engkau
amat memuaskan. Tetapi kepuasan itulah yang selalu
menuntut keinginanku agar tiap malam aku mendapat
kepuasan. Agar dengan kepuasan itu aku dapat beradu
dengan nyenyak untuk menghilangkan segala kerisauan
sehari-hari" "O, engkau risau" Mengapa" seru Saraswati.
"Tentu, Saraswati" sahut baginda "aku seorang junjungan
yang menguasai dan memerintah sebuah kerajaan besar.
Sudah tentu aku harus memikirkan kepentingan negara,
kesejahteraan rakyat dan lain2 urusan pemerintahan"
"O, segala keresahan dan keletihan itu hendak engkau
tumpahkan pada kepuasan atas diriku?" teriak Saraswati
"apakah aku ini alat pemuas segala keresahanmu"
Baginda terkejut mendengar nada Saraswati dan melihat
tingkah gadis itu. Jauh bedanya dengan Saraswati yang
kemarin malam. Namun baginda cepat dapat memaklumi
bahwa gadis itu setelah menyadari apa yang telah terjadi pada
dirinya semalam, tentu menderita sesuatu pada batinnya.
Diam2 baginda merasa kasihan juga. Ia menyadari bahwa
gadis itu telah menjadi korbannya.
Betapa besar kekuasaan seseorang, betapa kuat pengaruh
dan kekayaannya, namun manusia tentu masih mempunyai
hati nurani, walaupun hanya sepercik. Percik kecil dari suatu
gumpalan hati yang bersifat kemanusiaan tetapi yang tertutup
oleh rasa ketinggian peribadinya, oleh rasa Aku-nya yang
menonjol, pada saat2 tertentu percik kecil itu akan merekah
pula, memancarkan gumpalan hati yang utuh dan murni. Dan
pada saat itulah akan tampak keaselian daripada peribadi
akunya. Bukan lagi akunya Aku.
Demikian baginda Jayanagara, raja-diraja atau natabinatara kerajaan Majapahit, pada saat itu menanggalkan
keakuannya sebagai raja. Ia merasa dalam perasaannya
sebagai akunya yang peribadi. Akunya seorang manusia,
akunya seorang pria. Seorang pria yang memiliki rasa
perasaan terhadap wanita.
Baginda tidak murka karena Saraswati menyebutnya 'raja'
ataupun 'engkau'. Bukan 'gusti junjungan' atau 'paduka'. Tidak
pula baginda tersinggung karena Saraswati menyebut dirinya
dengan kata 'aku', bukan 'hamba'. Saat itu baginda tidak
merasa sebagai seorang raja, melainkan seorang pria yang
berhadapan dengan seorang wanita. Naluri kepriaannya
mengalirkan rasa iba, tanggung jawab, melindungi dan
meringankan beban penderitaan dari lawan jenisnya itu.
"Saraswati, mengapa malam ini engkau tampak tegang"
tegur baginda "bukan maksudku hendak menumpahkan segala
kerisauan dan keletihan sehari ini pada dirimu. Bukan pula aku
hendak semata-mata ingin mencari kepuasan pada kecantikan
tubuhmu. Tidak, Saraswati. Aku ingin membahagiakan
engkau, ingin mengangkat derajatmu ke tingkat yang lebih
tinggi daripada engkau harus ikut pada Kuda Pengasih"
Mendengar nama Kuda Pengasih seketika terhenyaklah
gadis itu. Ia menengadahkan kepala, merenung, seolah
teringat akan sesuatu "O, Kuda Pengasih, tumenggung yang
akan menjadi suamiku itu. Bukankah dia telah ditugaskan raja
untuk memanggil adipati Sadeng menghadap ke Majapahit"
Bukankah kelak setelah kembali ke pura, dia tentu akan
mendapat ganjaran naik pangkat"
"Benar, benar" sahut baginda "memang Kuda Pengasih
seorang tumenggung yang baik dan tahu melaksanakan
kepercayaan raja. Tetapi sayang ..." baginda menghela napas.
"Apa yang harus disayangkan" seru Saraswati tanpa
menunjukkan perobahan cahaya muka.
"Saraswati" tiba2 baginda tampak bersungguh sikap dan
nadanya "engkau tahu siapa Kuda Pengasih"
"Seorang tumenggung"
"Benar" ujar baginda "dan engkau tahu siapa yang berada
di hadapanmu" "Raja Majapahit"
"Benar, nini" ujar baginda "mana yang lebih agung
kewibawaannya, lebih besar kekuasaan diantara tumenggung
dengan raja itu" "Seperti gunung dengan gunduk karang"
"Tepat sekali, nini" seru baginda "apabila engkau mendaki
dan berdiri di puncak gunung, engkau akan dapat melihat
seluruh penjuru alam seperti menunduk dan menghormat
kepadamu. Itulah raja, nini. Gunduk karang hanyalah salah
sebuah benda yang menyembah pada gunung ..."
"Ya, benar. Gunung adalah ibarat raja, tiada yang lebih
tinggi dan perkasa" "Begitulah, nini" kata baginda "mengapa engkau harus
berpijak pada gunduk karang, tak mau mendaki ke puncak
gunung" "Betapa caranya, raja"
"Sekarang engkau sudah berada ditepi puncak gunung.
Selangkah lagi engkau sudah berada di puncaknya"
"Benarkah itu" seru Saraswati.
"Aku seorang raja. bagaimana aku berkata bohong
kepadamu" ujar baginda "tetapi engkau harus mau melupakan
gunduk karang itu. Maukah"
"O, maksudmu tumenggung Pengasih itu?"
Baginda mengangguk "Ya. Dan mau tak mau engkau harus
mau menghadapi kenyataan itu. Karena gunduk karang itu
telah hancur berantakan"
"Hancur beraniakan bagaimana"
"Adipati Sadeng secara diam2 telah mempersiapkan sebuah
gerombolan untuk menghadang perjalanan pulang Kuda
Pengasih. Kuda Pengasih tak rela menyerah begitu saja. Dia
melawan dengan gagah berani tetapi akhirnya .."
"Akhirnya bagaimana" teriak Saraswati "hamba mohon
paduka berkenan memberitahu kepada hamba" seketika
Saraswati berlutut di bawah kaki baginda. Sikap dan
ucapannya, adalah ucapan Saraswati yang kemarin. Seolah dia
telah teringat akan kesadaran pikirannya.
"Akhirnya tumenggung Kuda Pengasih yang kusayangi itu
telah gugur .." "Bohong! Bohong! Engkau bohong!" teriak Saraswati seraya
melonjak bangun, menatap wajah baginda. Tiba2 ia berlutut
pula "Duh, gusti junjungan hamba, hamba mohon janganlah
baginda menyiksa hati hamba. Limpahkan keterangan yang
sebenarnya kepada hamba, gusti"
Beberapa jenak, baginda tak berujar melainkan memandang lekat pada wajah gadis yang cantik itu. Baginda
sempat memperhatikan bahwa dalam bola mata gadis itu
memancar suatu sinar harap2 cemas. Bibirnya pucat dan
gemetar. "Apa yang telah digariskan Hyang Widdhi, tak mungkin
dapat dirobah. Kita harus menerimanya dengan penuh
keperihatinan, nini" kata baginda "tumenggung Kuda Pengasih
memang telah gugur sebagai seorang tumenggung ksatrya ..."
"Tidak ! Tidak ! Tak mungkin dia mati!" serentak Saraswati
menjerit pula "Tetapi dia memang telah gugur. Jangan engkau bersedih
tetapi berbanggalah karena engkau mempunyai seorang
kekasih yang ksatrya. Dan janganlah engkau cemas, nini. Aku
tentu akan mengirim pasukan untuk menghukum adipati yang
berhianat itu" "Tetapi apakah tumenggung Kuda Pengasih benar2 telah
mati, gusti" seru Saraswati.
Baginda menghela napas "Yang mati takkan hidup lagi. Mati
seorang ksatrya akan diterima di nirwana oleh para dewata ..."
"Oh, kakang Pengasih, engkau..." tiba2 Saraswati rubuh
pingsan. Rupanya ia tak kuat lagi menampung goncangan
derita yang menggempa dihatinya. Dia hanya seorang gadis
yang lemah, yang masih murni batinnya. Baginya, cinta adalah
kehidupannya, jiwanya. Cintanya hancur, hancurlah kehidupannya, hancur pula jiwanya.
Baginda terkejut dan memanggil nyi Bajra untuk membawa
gadis itu ke peraduan baginda. Nyi Lurah Bajra dititahkan
Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan 3 Pendekar Hina Kelana 19 Sepasang Walet Merah Jala Pedang Jaring Sutra 17
^