Pencarian

Betina Penghisap Darah 3

Wiro Sableng 064 Betina Penghisap Darah Bagian 3


maka mereka akan datang dalam jumlah banyak. Jika kau memanggil Dewi saja maka
yang muncul adalah salah seekor dari mereka. Begitu mereka dipanggil, ular-ular
itu akan melesat dan bergayutan ditubuhmu. Kemudian jika kau suruh mereka
menyerang musuhmusuhmu maka mereka akan melesat mematuk siapa saja sampai mati!
Kau mengerti Anggini?"
"Saya mengerti Maha Ratu. Tapi bagaimana caranya menyuruh mereka pergi saat ini"
Saya masih takut. Sangat takut."
"Katakan begini: Para Dewi silahkan pergi! Cukup dalam hati saja."
"Para Dewi silahkan pergi..." kata Anggini dalam hati.
Belasan ular yang bergelung di tubuh gadis berpakaian ungu itu serta merta
menggeliat lalu melesat lenyap entah kemana!
Anggini menarik nafas lega. Sekujur tubuh dan pakaiannya basah oleh keringat.
"Anggini aku segera akan pergi. Ada yang ingin kau katakan atau kau tanyakan?"
''Saat ini saya ingin melihat wajah Maha Ratu," jawab Anggini.
Sang Maha Ratu tertawa. "Kita akan sering bertemu seperti ini Anggini. Namun
untuk melihatku kau hanya punya kesempatan sekali dalam sepuluh tahun! Kalau
tidak ada pertanyaan lain aku akan pergi sekarang juga!"
"Tunggu, ada satu pertanyaan lagi Maha Ratu. Mengapa saya harus hidup dengan
cara seperti ini" Membunuh orang lalu menghisap darahnya!"
"Jawabannya adalah bahwa kau sudah ditakdirkan menerima nasib seperti itu!"
"Masih ada satu pertanyaan lagi Maha Ratu..."
"Katakan lekas!"
KARYA 66 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Apakah saya boleh berumah tangga" Maksud saya mempunyai seorang suami"!"
"Tentu saja Anggini. Tapi ada satu perjanjian. Pertama kau tidak boleh punya
anak. sebelum kau mempunyai tiga suami. Kedua pada tahun ketiga setiap
perkawinanmu kau harus membunuh suamimu dan menghisap darahnya! Jika kau ingin
kau boleh kawin lagi sesukamu. Tapi harus selalu ingat akan perjanjian yang
sudah ditentukan itul"
"Maha Ratu..."
"Aku tidak ingin mendengar pertanyaanmu lagi. Membungkuk tiga kali jika aku
pergi. Nah aku pergi sekarang!"
Anggini membungkuk tiga kali berturut-turut. Di kejauhan terdengar suara
lolongan anjing panjang menggidikkan. Perlahan-lahan gadis itu melangkah.
Astaga. Dia merasakan gerakan tubuh dan langkahnya ringan sekali!
*** KARYA 67 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 12
PERTEMUAN rahasia itu berlangsung di kaki Gunung Merbabu. Dihadiri oleh sepuluh
tokoh silat termasuk Dewa Tuak dan Pendekar 212 Wiro Sableng. Ikut hadir utusan
Kerajaan dari kotaraja.
"Sri Baginda memerintahkan agar kita melakukan segala daya untuk dapat menangkap
gadis iblis berjuluk Betina Penghisap Darah itu, hidup atau mati!" kata utusan
Istana dalam pertemuan itu.
"Aku mengiusulkan agar dibuat jebakan-jebakan hingga gadis iblis itu terpancing
dan keluar. Selama ini kita memburunya di mana-mana tapi ia lenyap tanpa jejak. Tahu-tahu
dia sudah muncul di tempat lain melakukan pembunuhan!" kata seorang tokoh silat
dari Selatan. Dia melirik pada Dewa Tuak dengan pandangan penuh kebencian.
"Aku setuju. Tapi harus diingat. Bahayanya sangat besar," kata Dewa Tuak lalu
meneguk tuaknya dari dalam tabung bambu hingga berlelehan di dagunya.
"Kau gurunya! Kau yang bertanggung jawab! Kau sendiri yang harus menghadapi
muridmu celaka itu!"
Dewa Tuak mengelus janggutnya dan tidak berkata apa-apa.
Maka mereka yang hadir kemudian sibuk mengatur cara-cara menjebak penjahat
tunggal berjuluk Betina Penghisap Darah itu. Ketika pertemuan rahasia berakhir
dan mereka yang hadir siap meninggalkan tempat itu setelah menerima tugas
masing-masing, tiba-tiba di luar terdengar suara berkerontangan beberapa kali
berturut-turut.
"Suara apa itu?" tanya seorang tokoh silat.
"Aku curiga. Jangan-jangan itu tipu daya yang dilakukan oleh Betina Penghisap
Darah!" kata utusan Kerajaan. Semua yang hadir saling berpandangan. Langsung
tempat itu menjadi sunyi.
Ketegangan menggantung di udara.
KARYA 68 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Dewa Tuak memandang pada
Wiro. Orang tua ini kedipkan matanya. Wiro balas mengedip.
Di luar sana kembali terdengar suara berkerontangan. Suasana dalam ruangan itu
semakin tegang.
Ketegangan ini tiba-tiba dirobek oleh suara Dewa Tuak dan Wiro Sableng. Keduanya
sudah tahu siapa yang ada di luar sana. Tawa Dewa Tuak dan Wiro Sableng karuan
saja membuat semua orang menjadi gusar dan mendelik memandang ke arah kedua
orang ini! Utusan dari Istana menggebrak meja seraya membentak. "Apa yang lucu! Sebetulnya
kalian berdua tidak pantas berada di tempat ini! Aku curiga kalian berkomplot
dengan gadis iblis itu!"
Dewa Tuak dan Wiro bangkit dari kursi masing-masing. Dewa Tuak memandang pada
utusan Kerajaan itu lalu berkata perlahan. "Kau hanya seorang utusan. Kita semua
disini berunding mencari cara untuk dapat menangkap muridku hidup atau mati!"
"Betul! Jika kau tidak pernan mengambil gadis itu jadi murid, bencana seperti
ini tidak akan pernah terjadi!" ujar utusan kerajaan pula dengan mata mendelik.
Dewa Tuak tersehyum. Dia teguk tuaknya beberapa kali sebelum menjawrab. "Kau
merasa tidak perlu kehadiran kami berdua tidak jadi apa!" Lalu Dewa Tuak memberi
isyarat pada Pendekar 212. Kedua orang itu melangkah ke pintu. Saat itu di luar
sana kembali terdengar-suara berkerontangan. Keras sekali tanda suara itu
blerada tepat di depan pintu.
Sewaktu pintu dibuka, di luar kelihatan tegak seorang tua berpakaian compang-
camping. Wajahnya tidak kelihatan karena tertutup caping bambu yang lebar. Di tangan
kanannya ada sebuah kaleng rombeng berisi batu. Kaleng inilah yang mengeluarkan
suara berkerontang berisik ketika si orang tua menggoyang-goyangkannya. Di
tangan kirinya orang bercaping ini memegang sebatang tongkat kayu sedang
dibahunya dia menyandan" sebuah kantong butut.
"Sahabatku Kakek Segala Tahu, kau datang di waktu yang sangat tepat!" berkata
Dewa Tuak. "Tapi saat ini kau tidak beruntung. Di dalam sana tidak ada yang akan
menyediakan kopi hangat untukmu! Mari kita cari kedai saja. Kita minum di sana
sambil ngobrol!"
"Sahabatku Dewa Tuak! Belasan tahun kita tidak bertemu! Apa kau baik-baik saja?"
bertanya si caping lebar. Ternyata uia auaiah tokoh silat tingkat tinggi yang
memiliki segala macam ilmu pengetahuan dan punya keahlian meramal yang biasa
dipanggil dengan sebutan Kakek Segala KARYA
69 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Tahu.
"Aku sedang ditimpa musibah!"
"Musibah apa gerangan?"
"Sudah nantilah aku ceritakan." Jawab Dewa Tuak.
"Aku kemari memang tidak mencari kopi hangat. Harumnya bau tuakmu menyambar
hidungku dari jauh. Itu sebabnya aku kemari! Aku minta tuakmu barang sedikit!"
Kakek Segala Tahu pergunakan tongkat kecilnya untuk memukul bumbung bambu yang
dipegang Dewa Tuak di tangan kiri. Luar biasa sekali. Bumbung bambu itu melayang
ke atas dengan bagian mulutnya menungging ke bawah. Dengan ujung tongkatnya
Kakek Segala Tahu menahan bibir tabung. Sementara tuak mengucur ke bawah Dewa
Tuak berseru keget. Tentu saja dia tak mau tuaknya tumpah percuma. Tapi apa yang
terjadi kemudian membuat dia tertawa gelak-gelak!
Bagitu tuak mengucur jatuh Kakek Segala Tahu tanggalkan caping bambunya. Curahan
tuak ditampungnya dengan caping bambu itu. Setelah penuh, ujung tongkat ditangan
kirinya disentakkan. Bumbung bambu melayang ke arah Dewa Tuak. Kakek berjanggut
putih ini cepat menyambuti tabungnya. Memandang ke depan dilihatnya Kakek Segala
Tahu asyik meneguk tuak harum itu dari pinggiran caping.
Karena kepala dan mukanya tidak terlindung lagi dari caping lebar, semua orang
yang ada disitu kecuali Dewa Tuak dan Pendekar 212 Wiro Sableng terkesiap kaget.
Ternyata si kakek berpakaian compang camping itu bermata buta!
"Sahabat, sudah habis hausmu"!" tanya Dewa Tuak ketika dilihatnya tuak secaping
sudah habis diteguknya.
"Sudah... sudah. Enak sekali rasanya!" jawab Kakek Segala Tahu lalu enak saja
capingnya yang masih basah itu disungkupkannya kembali ke atas kepalanya.
Kemudian dipegangnya lengan Dewa Tuak seraya berkata.
"Aku mendengar kau dan anak sableng ini tidak dibutuhkan kehadirannya disini.
Apalagi aku kakek-kakek berbaju rombeng, bau dan buta! Ah, lebih baik aku buru-
buru pergi sebelum KARYA
70 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id kena usir pula."
Wiro garuk-garuk kepala lalu memegang lengan Kakek Segala Tahu. "Kita pergi
sama-sama, Kek!" kata sang pendekar.
"Ya, ya kita, ngobrol di kedai saja. Akan kuramalkan pada kalian di mana bisa
menemui Betina Penghisap Dajah itu. Lalu akan kuceritakan pada kalian siapa dia
sebenarnyal Ayo, mari kita berangkat!"
Ketigar orang itu, Dewa Tuak, Wiro dan si Kakek Segala Tahu segera tinggalkan
tempat itu. Kakek Segala Tahu melangkah sambil menggoyang-goyangkan kalengnya.
"Tunggu!"
Utusan dari Istana berseru lalu mengejar. Dia menghadang langkah Kakek Segala
Tahu. "Orang tua, aku minta kau mengatakan semua apa yang kau ketahui tentang gadis
iblis itu sekarang jugal Sekaligus harap terangkan apa maksudmu dengan ucapan
hendak menerangkan siapa dia sebenarnya!"
Kakek Segala Tahu menyeringai. Dengan ujung tongkatnya dia naikkan pinggiran
depan caping di kepalanya. Lalu ujung tongkat itu ditudingkannya tepat-tepat ke
muka Utusan Kerajaan itu hingga hampir menyentuh hidungnya.
"Kau tidak membutuhkan dua orang sahabatku ini. Berarti kau tidak membutuhkan
aku sahabat mereka! Menyingkirlah! Masakan tega menghadang langkah orang buta
sepertiku!"
"Kalau kau tidak mau memberi keterangan, aku anggap kau berserikat dengan gadis
iblis itu! teriak sang utusan.
"Baik, aku akan bicara. Tapi kau bicara duluan. Aku mau dengar!" kata Kakek
Segala Tahu seraya menggoyangkan tongkatnya sedikit.
Sang utusan membuka mulutnya. Tapi tak ada suara yang keluar. Astaga! Dia tiba-
tiba saja menjadi gagu. Dia coba gerakkan kedua tangannya. Kedua Kakinya. Gila
sekujur tubuhnya ternyata telah kaku. Ternyata Kakek Segala Tahu telah
menotoknya dengan satu gerakan kilat yang tidak terlihat!
"Anak sableng!" kata Kakek Segala Tahu pada Wiro. "Sebutkan siapa nama orang
sombong KARYA 71 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id ini biar aku ingat
kesombongannya seumur hidup!"
"Namanya Raden Mas Pertolo Sembito, Kek!" jawab Wiro.
"Oooo... Raden Mas rupanya dia. Kukira Ikan Mas...!" Kakek Segala Tahu tertawa
gelak-gelak lalu melangkah pergi digandeng oleh Wiro dan Dewa Tuak. Orang-orang
yang ada di situ tidak berani menghalangi. Mereka hanya menyesali mengapa hal
yang tidak enak itu terjadi. Dan mereka semua diam-diam menyalahi utusan
Kerajaan, yang bertindak terlalu gegabah terhadap tokoh-tokoh silat tingkat
tinggi yang biasanya memang suka bersifat aneh!
*** KARYA 72 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 13
K AKEK Segala Tahu berjalan di tengah diapit oleh Dewa Tuak dan Pendekar 212
Wiro Sableng. Si Kakek goyang-goyangkan terus kaleng rombengnya sedang Dewa Tuak tidak habis-
habisnya tertawa dan sesekali sambil jalan dia meneguk tuaknya. Pendekar 212
melangkah mengiringi dua orang tua itu sambit cengar-cengir.
Tiba-tiba Kakek Segala Tahu hentikan menggoyang kelengnya.
"Ada apa sahabatku?" tanya Dewa Tuak sementara Wiro juga memasang telinga.
"Aku mendengar suara derap kaki kuda di kejauhan. Mungkin masih di sebelah Utara
sana, di kaki bukit," menerangkan Kakek Segala Tahu.
Saat itu Wiro dan Dewa Tuak memang sudah mendengar suara derap kaki kuda itu,
namun antara terdengar dan tidak. Berarti jelas bahwa kakek berpakaian compang-
camping itu mempunyai pendengaran jauh lebih tajam dari kedua orang tersebut.
"Sebaiknya kita bersembunyi di balik semak-semak. Mengintai siapa yang bakal
lewat di tempat in!" kata Wiro.
"Aku setuju usul anak sableng ini," menyahuti Kakek Segala Tahu. "Sambil
menunggu yang lewat mungkin aku bisa menerangkan sedikit apa yang ku ketahui
mengenai diri gadis berjuluk Betina Penghisap Darah itu."
Dewa Tuak dan Wiro lalu membimbing Kakek Segala Tahu ke balik semak belukar
rapat di tepi jalan.
"Kek, sekarang coba kau ceritakan apa yang kau ketahui tentang Betina Penghisap
Darah itu." kata Wiro begitu mereka duduk menjelepok di tanah, mendekam di balik
semak belukar. "Yang aku ingin tahu apa betul gadis iblis itu adalah muridku si Anggini!" kata
Dewa Tuak yang duduk bersila sambil memangku tabung bambu berisi tuak.
"Tenang, jangan kesusu bertanya," jawab Kakek Segala Tahu. "Sebetulnya gadis itu
bukan KARYA 73 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id manusia jahat..."
"Heh!!" Dewa Tuak dan Wiro sama-sama keluarkan seruan heran. "Apa katamu?"
bertanya Dewa Tuak.
"Tunggu dulu. Bicaraku belum habis kalian sudah memotong!"
"Kami heran. Nyata-nyata gadis itu menebar maut. Membunuh dan menghisap darah
korbannya. Bagaimana kau bisa bilang dia bukan manusia jahat"!" ujar Dewa Tuak.
"Dengar dulu. Dia memang bukan manusia jahat. Dia hanya kejatuhan nasib
sengsara. Terkena sumpah turunan yang dibuat oleh orang lain..."
Wiro garuk-garuk kepala dan menyeringai. "Ini baru cerita!" katanya. "Teruskan
Kek!" "Kejahatan seperti itu biasanya dilakukan oleh orang yang makan sumpah. Mungkin
dulu kakek atau neneknya memiliki semacam ilmu hitam. Untuk memelihara ilmu itu
biasanya ada ketentuan berupa sumpah yaitu dia harus membunuh dan menghisap
darah manusia tertentu.
Kemudian jika batas waktu kehidupannya habis maka dia harus menurunkan ilmu
tersebut pada anaknya. Jika dia tidak punya anak pada saudaranya. Jika dia tidak
punya saudara maka harus ada seorang lain yang dijadikan pewaris..."
"Aku mengerti sekarang!" kata Dewa Tuak dengan nada masgul. "Orang yang punya
ilmu itu tidak punya anak tidak punya saudara. Sumpahnya dijatuhkan pada diri
muridku Anggini yang tidak tahu apa-apa! Kurang ajar! Setan keparat!" Dewa Tuak
tampak marah sekali.
"Dewa Tuak," kata Wiro. "Sekarang baru saya mau bicara denganmu. Sebenarnya
beberapa waktu lalu saya telah bertemu dengan muridmu itu. Memang saya melihat
keanehan pada dirinya.
Tapi sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa dia benar-benar telah menjadi gadis
momok penghisap darah. Dia kelihatannya seperti tidak sadar siapa dirinya. Dia
malah tidak tahu apa yang terjadi dalam rimba persilatan. Dia seolah-olah tidak
merasa pernah melakukan kejahatan yang sangat mengerikan itu. Saya coba bicara
dengannya tapi dia malah mendamprat saya.
Mengatakan otak saya tidak beres. Ketika dia begitu saja hendak pergi, saya
berusaha mencegah.


Wiro Sableng 064 Betina Penghisap Darah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi dia menciderai-kaki-kaki kuda tunggangan saya dengan senjata rahasianya dan
lenyap!" "Aneh, apa sebenarnya yang terjadi dengan muridku itu!" kata Dewa Tuak sambil
geleng-KARYA 74 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id geleng kepala.
"Ada satu hat lagi. Saya tidak melihat dia membawa selendang ungu yang merupakan
salah satu senjata andalannya. Menurut Anggini selendang itu hilang. Aneh!
Sebelumnya saya melihat selendang itu ada padanya. Yaitu sehabis dia melakukan
pembantaian terhadap Ki Sambar Tringgali dan Ki Ageng Timur. Kau sendiri juga
ada di situ dan sempat hendak dibunuhnya, Dewa Tuak!"
"Bukan main. Keanehan apa yang tengah menyengsarakan diriku ini sebenarnya..."
keluh Dewa Tuak.
"Kalian akan segera mendapat jawabnya sobat-sobatku!" kata Kakek Segala Tahu
sambil membuka capingnya dan mengibas-kipaskan topi bambu lebar itu kemukanya.
"Dugaanmu hampir betul. Sebelum aku sampai pada diri muridmu akan kukatakan dulu
bahwa yang jadi biang kerok semua ini adalah seorang manusia yang sudah sejak
lama mati tetapi hidup dalam penjelmaan seekor ular berkepala manusia. Dia
dikenal dengan papggilan Maha Ratu. Sebenarnya dia adalah bekas kekasihmu di
masa muda yang pernah kau kecewakan! Rohnya muncul untuk membalaskan sakit hati
terhadapmu, sahabatku Dewa Tuak."
Dewa Tuak terlonjak melihat mendengar katakata Kakek Segala Tahu itu. Sementara
Wiro ternganga dan memandang berganti-ganti pada kedua orang tua yang duduk di
hadapannya. "Bekas kekasihku...?" ujar Dewa Tuak. "Yang mana" Yang namanya siapa" Aku punya
banyak kekasih di masa muda!" kata Dewa Tuak blak-blakan.
"Yang aku maksud adalah Juminten Dorojalu," jawab Kakek Segala Tahu.
"Juminten Dorojalu!" seru Dewa Tuak. Kembali tubuhnya terlonjak.
"Maha Ratu memang berusaha mencari muridmu. Tapi yang didapatnya gadis lain.
Gadis itu kemudian..." Ucapan Kakek Segala Tahu terpotong. Suara derap kaki kuda
yang tadi terdengar di kejauhan kini menderu keras tanda sudah dekat. Tak lama
kemudian serombongan orang berkuda berjumlah lebih dua puluh orang muncul. Di
depan sekali adalah seorang yang mengenakan topi tinggi berwajah garang dengan
kumis melintang dan janggut meranggas. Dia adalah Tumage Jarandiku seorang
pembantu Patih Kerajaan yang sangat dipercaya dan memiliki kepandaian KARYA
75 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id tinggi. Konon dikabarkan
dialah kelak yang bakal dipercayai menduduki jabatan Patih jika Patih yang
sekarang mengundurkan diri dari jabatannya karena uzur. Di sebelah belakang
bergerak empat orang tokoh silat Istana. Lalu menyusul beberapa Perwira Tinggi
dan Perwira Muda Kerajaan. Di sebelah belakang mengikuti sekitar selusin
perajurit bersenjata lengkap. Masingmasing anggota rombongan ini membawa peluit
yang digantungkan di leher.
Beberapa puluh langkah dari tempat Dewa Tuak dan dua orang lainnya itu
bersembunyi Tumage Jarandiku hentikan kudanya. Lalu terdengar dia berkata. "Kita
akan segera sampai di tempat sasaran. Mata-mata sudah meyakinkan bahwa gadis itu
berada di. kawasan ini. Aku menduga berat dia hendak mencari korban di kalangan
orang-orang yang menghadiri pertemuan rahasia itu. Aku kawatir akan keselamatan
Dimas Pertolo Sembito. Saat kita menebar melakukan pengurungan. Beri tanda
dengan tiupan peluit jika kalian melihatnya!" Lalu seusai dengan yang sudah
diatur sebelumnya rombongan itu meninggalkan tempat itu, menebar jadi beberapa
kelompok yang masingmasing terdiri dari dua orang.
Dibalik semak belukar. "Tokoh-tokoh penting dari Istana muncul secara tiba-tiba.
Padahal sebelumnya sudah ada utusan Kerajaan di sekitar sini. Hemm..." Kakek
Segala Tahu diam sejenak baru menyambung ucapannya. Tadi mereka bicara tentang
seorang gadis. Besar dugaanku gadis yang dimaksudkan adalah Betina Penghisap
Darah itu!"
"Muridku Anggini!" kata Dewa Tuak pula.
"Bukan," menyahuti Kakek Segala Tahu. "kau lihat saja nanti. Mari kita kembali
ke tempat pertemuan tadi! Kurasa di sana semua keanehan berdarah ini akan
berakhir... " Si kakek bangkit berdiri. Diikuti oleh Dewa Tuak dan Wiro Sableng.
Ketika mulai melangkah Dewa Tuak sesaat tertegun dan pegangi dada kirinya. "Ada
apa Dewa Tuak?" tanya Wiro.
"Ini adalah hari ke 39. Berarti umurku hanya tinggal sehari lagi!" sahut Dewa
Tuak. "Eh, kenapa kau bicara begitu" Apa yang telah kau lakukan sahabatku?" tanya
Kakek Segala Tahu sambil hentikan langkah pula.
"Aku telah bersumpah untuk dapat menangkap muridku yang sesat itu dalam waktu 40
hari. KARYA 76 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Kalau tidak aku sudah siap
untuk mati. Aku telah menelan racun yang akan membunuhku pada akhir hari ke 40!"
"Kau nekad! Gila!" semprot Kakek Segala Tahu sementara Wiro juga tampak terkejut
bukan main. "Aku belum gila atau nekad. Hanya tak bakal tahan menanggung malu jika anak itu
tidak aku bunuh!"
"Kau bilang umurmu hanya tinggal satu hari. Apakah kau juga membawa obat
penawarnya?"
Dewa Tuak mengangguk. "Ada," katanya. "Yang penting sekarang kita segera ke
tempat pertemuan itu!"
Ke tiga orang itu segera bergegas meninggalkan tempat itu.
*** KARYA 77 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 14
BEGITU Kakek Segala Tahu, Wiro dan Dewa Tuak berlalu, mereka yang tadi
menghadiri pertemuan rahasia bertindak cepat untuk membebaskan Pertolo Sembito
dari totokannya. Yang paling dekat adalah seorang tokoh silat dari Selatan
berjuluk Si Kaki Besi. Orang ini berusia sekitar setengah abad. Ke~!ua kakinya
mulai dari pangkal paha berwarna hitam, memiliki kekuatan seperti besi. Tembok
bisa dihantamnya sampai jebol. Pohon dapat ditumbangkannya dengan sekali tendang
saja. Apalagi jika dia menghantam tubuh manusial Baru saja Si Kaki Besi
mengulurkan tangan hendak melepaskan totokan di tubuh utusan dari Istana itu,
tiba-tiba satu bayangan ungu berkelebat. Tahu-tahu tubuh Pertolo Sembito seperti
disambar burung besar dan kelihatan dibawa terbang ke atas sebatang pohon dan
ditegakkan pada salah satu cabangnya. Di sebelahnya berdiri seorang gadis
berpakaian serba ungu dan sehelai selendang ungu melingkar di lehernya.
"Gadis iblis! Betina Penghisap Darah!" seru beberapa orang hampir bersamaan.
Karuan saja tempat itu jadi diliputi suasana tegang. Semua orang yang ada di
sana jadi tercekat.
Lalu terdengar suara tiupan peluit panjang, disusul oleh tiupan peluit lainnya
dari berbagai penjuru. Dalam waktu singkat belasan kelompok masing-masing
terdiri dari dua orang bermunculan di tempat itu.
"Kangmas Tumage Jarandiku!" seru Si Kaki Besi. "Syukur kau datang. Lihat! Kita
sudah menemukan dan mengurung gadis iblis pembunuh Pangeran Panji itu! Dia di
atas sana!"
Rombongan yang baru datang sama melihat ke atas pohon.
Di atas pohon gadis berbaju ungu memandang dengan dingin pada orang-orang di
bawahnya. Lalu dia tertawa cekikikan. Di kejauhan seperti menyambuti terdengar
suara lolongan anjing. Tangan kanan Betina Penghisap Darah yang memegang bahu
utusan Kerajaan dan seperti orang merangkul tiba-tiba bergerak ke leher Pertolo
Sembito. KARYA 78 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Lihat jari-jari tangannya!" Seseorang di bawah pohon berteriak.
Di atas pohon lima jari tangan kanan gadis berbaju ungu tampak mengeluarkan
kuku-kuku panjang runcing berwarna merah. Ketika lima kuku itu dihunjamkan ke
leher utusan Kerajaan yang masih dalam keadaan tertotok itu, darah kelihatan
muncrat! Semua orang yang ada di bawah pohon tertegun bergidik. Tubuh Pertolo
Sembito tampak bergetar keras. Betina Penghisap darah telah menyedot seluruh
darah yang ada dalam tubuh lelaki itu. Tubuh orang ini kelihatan seperti
terkulai. Ketika cengkeraman kuku dilepaskan Pertolo Sembito tak ampun lagi
melayang ke bawah, jatuh bergedebukan di tanah!
Serta merta tempat itu dilanda kegegeran. Di atas pohon Betina Penghisap Darah
tampak menyeringai sambil menjilati jari-jarinya yang berlumuran darah. Kedua
matanya memandang ke bawah siap mencari dan menentukan korban berikutnya.
Matanya memperhatikan Tumage Jarandiku. "Hemm... Manusia satu ini kelihatan
seperti orang berpangkat. Kepandaiannya tentu tidak rendah. Tapi aku lebih suka
pada yang memiliki kaki hitam itu. Ilmunya pasti lebih tinggi.
Jika kusedot darahnya ilmu kesaktianku pasti akan berlipat ganda." Begitu Iblis
Penghisap Darah berpikir. Maka diapun siap-siap melompat turun untuk menyambar
Si Kaki Besi. Tapi saat itu dibawah pohon Tumage Jarandiku justru telah memberi
isyarat pada orang-orang berkepandaian tinggi di sekitarnya.
"Gadis iblis! Dosamu sudah lewat takaran!" Sudah saatnya kau harus dibunuh!
Mayatmu akan kami cincang lalu kami bakar!" Teriak Tumage Jarandiku.
Sekali lagi dia memberi isyarat maka bersama dua orang tokoh silat ditambah dua
orang Perwira Tinggi dia melesat ke atas, ke arah cabang pohon di mana Betina
Penghisap Darah tegak berdiri, siap-siap hendak melompat turun menyambar Si Kaki
Besil "Bagus! Kalian punya nyali rupanya! Tentu darah kalian sedap kutegukl"-teriak Betina Penghisap Darah. Gadis ini
lepaskan gulungan setendang ungu yang melingkar di lehernya. Sekali dia
mengebutkan selendang yangsalah satu ujungnya itu ada guratan angka 212, maka
angin laksana topan prahara menderu. Dua orang Perwira yang ikut melompat ke
atas pohon berseru kaget. Tubuh mereka mencelat ke bawah begitu kena tamparan
angin pukulan. Yang satu terkapar KARYA
79 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id patah pinggang, meregang
nyawa sambil mengerang tiada henti. Satunya lagi langsung tak berkutik karena
kepalanya pecah sewaktu jatuh menghantam tanah. Hanya Tumage Jarandiku serta dua
orang tokoh silat lainnya masih mampu menerobos terpaan angin pukulan yang
dahsyat itu. Namun tetap saja mereka agak terhuyung-huyung walau berhasil
mencapai cabang pohon di mana Betina Penghisap Darah berdiri sambil tertawa-
tawa. Luar biasanya begitu mereka sampai di cabang pohon, semuanya jadi terkejut
karena dapatkan gadis iblis itu tidak ada lagi di tempat itu! Memandang ke bawah
terkejutlah mereka semua. Saat itu si gadis telah berada di bawah sana tengah
menyerang Si Kaki Besi yang dibantu oleh dua orang tokoh silat Istana dan
selusin perajurit Kerajaan!
Gerakan-gerakan silat Betina Penghisap Darah sungguh luar biasa. Dalam beberapa
gebrakan saja tiga orang perajurit tersungkur roboh kena hantamannya. Seorang
Perwira Muda kemudian terpental disambar ujung selendang ungunya. Mata kirinya
pecah. Raungan Perwira Muda ini membuat susana jadi tambah tegang.
Melihat orang-orang si pihaknya menemui ajal bergelimpangan Si Kaki Besi jadi
marah dan mengamuk. Tubuhnya melayang dan melompat sebat. Kedua kakinya kirimkan
tendangan susul menyusul. Yang diarah adalah bagian-bagian kematian lawan yaitu
kepala, tenggorokan dan dada!
Mendapat serangan dahsyat itu Betina Penghisap Darah jadi terkesiap juga. Dia
hantamkan selendangnya ke arah perut Si Kaki Besi. Yang diserang cepat melompat
dan balas menghantam dengan tendangan kaki kanan. Ujung selendang tak ampun lagi
saling beradu dengan tendangan itu.
Bukk! Betina Penghisap Darah keluarkan seruan pendek. Tangan kanannya bergetar dan
ujung selendangnya terpental ke samping. Di lain pihak Si Kaki Besi tampak
terhuyung-huyuag hampir jatuh. Kaki kanannya sakit bukan kepalang hingga dia
tegak terpincang-pincang. Masih untung dilihatnya kakinya tidak cidera.
Mendapat perlawanan keras begitu rupa Betina Penghisap Darah berteriak keras.
Selendang ungu kembali dikebutnya sedang tangannya sebelah kiri melepaskan
pukulan-pukulan aneh yang KARYA
80 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id menebar hawa dingin.
Beberapa orang perajurit dan seorang Perwira Tinggi menjerit keras kena hantaman
selendang. Yang lain-lain termasuk Si Kaki Besi terkejut besar ketika mereka
merasakan hawa tibatiba menjadi sangat dingin hingga tubuh mereka serasa kaku.
Perajurit- perajurit Kerajaan yang ilmu kepandaian mereka paling rendah langsung
tak bisa bergerak.
Semuanya tertegak tegang kaku. Sekujur tubuh bergetar, rahang menggembung dan
gigi-gigi bergemeletukan. Gadis berbaju ungu itu telah lepas kan pukulan sakti
bernama "salju pusaka dewa".
Si Kaki Iblis dan beberapa tokoh silat lainnya maklum kalau lawan memiliki ilmu
aneh yang menimbulkan hawa dingin dan bisa membuat kaku sekujur tubuh serta
anggota badan, cepatcepat alirkan darah dan tenaga dalam hawa panas. Begitu
mereka terbebas dari kekakuan kembali mereka menyerbu si gadis. Kali ini
beberapa di antaranya sudah menghunus senjata sakti yang mereka miliki. Hanya Si
Kaki Besi saja yang masih tetap mengandalkan kedua kakinya.
Di atas pohon sementara itu Tumage Jarandiku keluarkan teriakan keras yang
merupakan syarat. Diikuti oleh tokoh-tokoh silat yang ada di cabang pohon dia
segera melesat ke bawah. Di bawah sana, beberapa orang tokoh silat Istana yang
tadi tidak sempat ikut melesat ke atas pohon kini telah ikut mengurung Betina
Penghisap Darah. Gadis ini sekarang dikeroyok hampir oleh dua puluh orang.
Beberapa diantaranya adalah tokoh-tokoh silat berkepandaian tinggi. Serta merta
dirinya terdesak. Nyawanya terancam. Namun gadis itu tampak tenang-tenang saja
malah terus menghadapi para pengeroyoknya sambil tersenyum-senyum tapi tetap
saja wajahnya seram mengerikan karena bercelemongan darah Pertolo Sembito yang
tadi telah jadi korbannya pertama kali. Dalam keadaan perkelahian berkecamuk
hebat demikian rupa itulah rombongan Dewa Tuak, Kakek Segala tahu dan Pendekar
212 Wiro Sableng sampai di tempat itu. Ketiganya masih sempat merasakan hawa
dingin aneh yang mencucuk sampai ke tulang sumsum.
"Anak sesat! Itu dia!" kata Dewa Tuak dengan sangat marah. "Sebentar lagi dia
akan menemui ajal di tangan para pengeroyok! Kalau aku tidak segera turun tangan
bisa-bisa aku keduluan orangorang itu. Anggini harus mati di tanganku!"
KARYA 81 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Dewa Tuak hendak melompat
ke arah kalangan pertempuran. Tapi Kakek Segala Tahu cepat memegang lengannya
lalu berpaling pada pendekar 212.
"Anak Sableng, coba kau katakan dulu padaku apa yang terjadi!" kata Kakek Segala
Tahu. *** KARYA 82 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id 15
WIRO menggaruk kepalanya. "Anggini, murid Dewa Tuak di keroyok hampir oleh dua
puluh orang. Dia mempertahankan diri hanya mengandalkan selendang ungu dan
pukulan-pukulan sakti di tangan kanan. Agaknya..."
"Tunggu dulu!" potong Kakek Segala Tahu. "Sebelumnya kau mengatakan bahwa ketika
kau bertemu dengan Anggini, gadis itu bilang selendang yang pernah kau berikan
padanya hilang.
Mengapa tahu-tahu kini selendang itu ada di tangannya?"
"Ini memang satu hal yang saya tidak mengerti Kek," jawab Wiro.
"Dia pasti berdusta! Mungkin takut kau akan memintanya kembali!" Dewa Tuak ikut
bicara. "Aku tak bisa menunggu lebih lama! Aku harus segera turun tangan. Anak itu harus
kuhukum mati dengan tanganku sendiri. Lepaskan peganganmu!" Dewa Tuak menepiskan
tangan Kakek Segala Tahu yang memegang tengannya. Pada saat itu pula terdengar
satu suara bentakan keras disusul dengan berkelebatnya satu bayangan ungu.
"Gadis durjana! Kau mencemarkan namaku! Terima kematianmu!"
Lalu sepuluh buah senjata rahasia berbentuk paku perak dengan kepanjangan
setengah jengkal melesat di udara, menghantam ke arah sepuluh bagian tubuh
Betina Penghisap Darah!


Wiro Sableng 064 Betina Penghisap Darah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hai! Aku mengenali suara orang yang barusan berteriak itu!" seru Dewa Tuak dan
cepat berpaling. "Astaga! Kenapa jadi begini!"
"Saya juga mengenali suara itu! Lihat! Gila!" seru Wiro. "Kenapa bisa jadi dua"
Apa kembar!?"
"Sialan! Aku tak bisa melihat! Wiro! Lekas katakan apa yang terjadi" Apa yang
jadi dua"!"
berseru Kakek Segala Tahu. Kalau sejak tadi mendiamkan saja kaleng rombengnya
kini dia kini dia goyang-goyangkan benda itu hingga mengeluarkan suara
berkerontangan!
"Ada dua dara berpakaian serba ungu, berwajah hampir mirip satu sama lain. Cuma
satu KARYA 83 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id memegang selendang,
satunya tidak!" Wiro menerangkan dengan cepat. Kakek Segala Tahu angkat bagian
depan caping bambunya sedikit lalu berkata. "Apa kataku! Aku memang sudah duga!
Dewa Tuak! Salah satu dari gadis berpakaian ungu itu adalah muridmu! Kau harus
tahu mana muridmu yang sebenarnya dan mana gadis yang kejatuhan sumpah turun
temurun lewat Maha Ratu!"
Dewa Tuak terbelalak. "Aku bisa pusing!" katanya. "Keduanya hampir tidak berbeda
satu sama lain. Biar aku teguk dulu tuakku!" Habis berkata begitu Dewa Tuak
teguk tuak dalam bambu sampai wajahnya menjadi merah.
Di depan sana gadis berbaju ungu yang mendapat serangan senjata rahasia dari
gadis berpakaian ungu lainnya pukulkan tangan kirinya serta sebatkan selendang
ungunya. Delapan senjata rahasia berbentuk paku mental. Tiga diantaranya
menghantam para pengeroyoknya. Satu tertembus tepat di keningnya hingga roboh
saat itu juga. Dua menjerit ketika paku-paku perak itu menembus dada dan perut
masing-masing. Dua paku perak lainnya sempat merobek ujung selendang di tangan
kanan si dara berbaju ungu dan satunya lagi menyambar bahu pakaiannya hingga
robek besar. Marahlah gadis ini! Di dahului dengan teriakan melengking keras dia
membuat gerakan demikian rupa untuk dapat membebaskan diri dari para
pengeroyoknya. Tujuannya kini adalah menyerang gadis berbaju ungu yang barusan datang dan
membunuhnya! Tetapi celakanya para pengeroyok tidak memberi kesempatan. Sepasang mata gadis
berbaju ungu itu tampak berapi-api. Mulutnya terkatup rapat-rapat.
"Dewa Tuak! Apa kau masih belum dapat mengenali mana gadis berbaju ungu
muridmu?" bertanya Kakek Segala Tahu.
"Sulit kalau aku tidak bisa mendekat!"
"Barusan aku mendengar ada yang melepas senjata rahasia. Kau lihat siapa yang
melakukan"!" bertanya Kakek Segala Tahu.
"Astaga!" seru Wiro. "Bukankah Anggini memiliki senjata rahasia berupa paku
perak seperti yang tadi dilepaskan gadis baju ungu yang barusan datang" Berarti
gadis ini adalah muridmu Dewa Tuak!"
KARYA 84 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Dewa Tuak berseru kaget.
"Aku sudah pikun. Mustinya aku bisa menerka sendiri tadi! Wiro, kau betul! Yang
barusan datang ini adalah muridku Anggini!"
"Apa kataku!" ujar Kakek Segala Tahu. "Sebelumnya aku sudah menduga kalau
muridmu tidak melakukan kejahatan biadab itu. Bukan dia yang jadi Betina
Penghisap Darah. Hanya saja buktinya belum di dapat. Kini rahasia besar itu
sudah mulai tersingkap. Gadis yang memegang selendang harus dibunuh. Dialah
Betina Penghisap Darah yang sebenarnya. Maha Ratu sengaja menyarukan dirinya
sebagai anak muridmu. Namamu tercemar lalu kau akan membunuh muridmu sendiri
atau si betina itu yang akan membunuh kalian berdua, guru dan murid! Kalau itu
terjadi berarti terbalas dendam kesumat Maha Ratu alias Juminten Dorojalu
kekasihmu di masa muda dulu!"
Bergetar sekujur tubub. De.wa Tuak mendengar hal itu. Tiba-tiba di kalangan
pertempuran terdengar suara jeritan-jeritan mengerikan. Benda-benda aneh
berlesatan di udara.
"Ada apa lagi ini!?" tanya Kakek Segala Tahu.
Sementara itu orang-orang yang sejak tadi mengeroyok gadis berbaju ungu itu
menjadi heran ketika mereka melihat munculnya gadis berbaju ungu lain yang
memiliki wajah mirip. Siapa gadis satu ini, lalu yang mana di antara mereka
sebenarnya adalah Betina Penghisap Darah"
"Kangmas Jarandiku, bagaimana ini?" tanya Si Kaki Besi.
"Jangan tolol! Jangan tertipu. Orang yang kita keroyok ini adalah Betina
Penghisap Darah sebenarnya! Kita sudah saksikan dia membunuh Pertolo Sembito dan
menghisap darahnya!
Rapatkan kurungan!"
Mendengar teriakan Tumage Jarandiku itu, Si Kaki Besi dan yang lain-lainnya
segera memperketat kurungan dan menempur lawan tunggal mereka mati-matian!
Wiro menggaruk kepalanya. Selintas pikiran muncul si benaknya. "Dua gadis
berwajah mirip berpakaian sama. Bisa muncul bahaya besar pada did murid Dewa
Tuak!" Wiro lalu buka baju putihnya dan berkelebat ke arah gadis baju ungu yang
barusan datang. "Anggini! Lekas kau pakai bajuku ini! Jika nanti orang-orang
tidak bisa lagi membedakan mana dirimu dan mana gadis iblis itu, nyawamu pasti
terancam!"
KARYA 85 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Gadis berbaju ungu di
hadapan Wiro yang memang adalah Anggini murid Dewa Tuak adanya mengerti jalan
pikiran pemuda itu. Cepat-cepat dia mengenakan baju putih yang diberikan
Pendekar 212 lalu mengikuti Wiro bergabung dengan Dewa Tuak dan Kakek Segala
Tahu. "Guru, maafkan muridmu ini. Saya..."
"Sudah, sudah! Lupakan segala macam peradatan. Aku merasa ada sesuatu yang hebat
tengah terjadi di kalangan pertempuran. Aku mencium bau amis! Wiro lekas katakan
apa yang terjadi!"
kata Kakek Segala Tahu pula.
Saat itu gadis berjuluk Betina Penghisap Darah berada dalam keadaan terdesak dan
terkurung rapat oleh para pengeroyok. Beberapa kali dia mencoba menerobos guna
dapat menyerang Anggini yang asli namun selalu gagal. Maka dalam marahnya dia
lalu merapal ajian memanggil ular-ular peliharaannya.
"Para Dewi, datanglah!"
Begitu rapal diucapkan maka terdengar suara bersiur riuh sekali disertai bau
amis. Seolah-olah datang dari langit, belasan ekor ular hitam melesat ke arah si
gadis lalu menempel dan bergelantungan di badannya. Ada yang bergelung di leher,
dada, pinggang atau kaki. Dua ekor ular malah mendekam di atas kepalanya.
Melihat hal ini tentu saja para pengeroyok menjadi bergidik. Dengan ketakutan
mereka melangkah mundur. Yang tadinya belum menghunus senjata kini mencabut
senjata masing-masing.
"Sahabat-sahabatku, serang dan bunuh mereka!" perintah Betina Penghisap Darah
pada ular-ular itu. Semua binatang ini lepaskan gelungannya, mendesis keras dan
tiba-tiba mereka berlesatan ke arah para pengeroyok. Terjadilah hal yang
mengerikan. Puluhan pengeroyok yang berusaha melarikan diri diserang oleh ular-
ular jejadian itu. Ada yang digelung hingga hancur luluh tulang leher atau
dadanya. Namun kebanyakan menemui ajal karena langsung dipatuk! Beberapa tokoh
silat seperti Tumage Jarandiku dan Si Kaki Besi berusaha membunuh binatang-
binatang yang menyerang mereka dengan senjata. Ternyata ular-ular itu tidak
mempan di bacok apalagi pukulan! Keduanyapun mati berkaparan dengan belasan
patukan berbisa melanda kepala dan KARYA
86 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id tubuh mereka!
"Maut! Ganas! Aku mencium bau maut! Aku merasakan adanya kematian yang ganas!
Wiro lekas ceritakan apa yang terjadi!" kata Kakek Segala Tahu tak tahan lagi.
Ketika kemudian Wiro menerangkan, orang tua ini berubah wajahnya. "Itu adalah
ular-ular jejadian milik Maha Ratu. Pada gilirannya ular-ular iblis itu pasti
akan menyerang kita!"
Wiro terkejut. "Apa yang harus kita lakukan?" tanya Pendekar 212 sementara
Anggini juga mulai jadi bergidik dan cepat berjaga-jaga. Dewa Tuak tampak
tegang. Dia siapkan tabung tuaknya. Di depan sana pedataran pertempuran telah
menjadi rata. Puluhan mayat bergelimpangan. Ada yang saling tumpang tindih.
Gadis berpakaian ungu tegak berkacak pinggang sementara ular-ular yang tadi
disuruh menyerang dan membunuh kini kembali bergayutan di tubuhnya.
"Sayang, para tokoh silat itu ikut mati semua hingga aku tak dapat menghisap
darah mereka!" kata si gadis dalam hati. Mulutnya menyeringai. Perlahan-lahan
dia berpaling ke arah Dma Tuak, Kakek Segala tahu dan Pendekar 212 Wiro Sableng
serta Anggini yang tegak di kejauhan.
"Gadis itu memandang ke arah kita." bisik wiro.
"Ah... Giliran kita hendak dijadikannya korban!" kata Kakek Segala Tahu. "Ular-
ular jahanam itu! Kita harus dapat melawannya. Tapi bagaimana..." Bagaimana!?"
Sementara itu si gadis mulai berjalan melangkahi tumpukan mayat. Bergerak ke
arah empat orang itu. Wiro segera cabut Kapak Naga Geni 212 dan memegangnya
erat-erat di tangan kanan.
Sedang tangan kiri sudah bergetar dengan aliran tenaga dalam yang tinggi. Dia
sudah menyiapkan pukulan "sinar matahari" di tangan itu. Anggini sudah
menggenggam selusin senjata rahasia paku peraknya.
Kakek Segala Tahu gelengkan kepala. "Ular-ular itu tidak bakal mempan dengan
segala macam senjata yang saat ini kalian pegang..." katanya.
"Lalu apakah kita akan mampus percuma tanpa perlawanan?" tukas Dews Tusk.
Betina Penghisap Darah melangkah terus sambil menyeringai. Ular-ular di tubuhnya
KARYA 87 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id mengeluarkan suara
berdesis-desis dan menebar bau amis.
"Kalian semua sudah siap mampus?" tanya gadis iblis itu lalu hentikan langkah.
Wajahnya yang cantik jelita telah berubah jadi seseram setan, apalagi masih
bercelemongan darah!
"Ceiaka! Aku masih belum menemukan cara untuk menghadapi ular-ular itu." kata
Kakek Segala Tahu. "Otakku seperti buntu!"
"Kek! Goyangkan kaleng rombengmu! Siapa tahu kau bisa segera dapat petunjuk."
bisik Wiro. Kakek Segala Tahu mendongak. Lalu diangkatnya tangan kanannya tinggi-tinggi dan
goyangkan kaleng yang dipegangnya.
Gadis berbaju ungu di hadapan mereka tertawa bergelak.
"Rupanya kau ingin mengantar kematian diri dan teman-temanmu dengan nyanyian
kaleng rombeng begitu rupa. Hik.., hik... hik..."
"Sialan! Dia menghina kalengku!" kata Kakek Segala Tahu. Tiba-tiba dia susul
ucapannya. "Ular! Binatang itu paling takut dengan api! Kita bisa membunuhnya dengan api!"
Paras Dewa Tuak berubah. "Tuak murniku bisa kujadikan api! Sahabat, kupinjam
dulu tongkat bututmu!"
Tanpa menunggu jawaban orang Dewa Tuak, segera mengambil tongkat kayu di tangan
kiri Kakek Segala Tahu. Lalu dirobeknya ujung pakaiannya sendiri dan
digulungkannya pada ujung tongkat. Ujung tongkat itu kemudian dicelupkannya ke
dalam tuak dalam tabung bambu.
"Api, kita butuh api!" kata Dewa Tuak. Matanya membentur Kapak Naga Geni 212 di
tangan Wiro. "Heh, apa kau membawa batu hitam pasangan senjata mustika itu?"
Wiro segera mengerti dan cepat keluarkan batu hitam yang tersimpan di
pinggangnya. Tanpa disuruh dia segera menghantamkan batu hitam ke salah satu
mata kapak. Bunga api memercik terang. Dewa Tusk dekatkan ujung tongkat yang
telah digulung kain dan dicelup tuak. Serta merta api menyambar dan membakar
ujung tongkat seperti sebuah obor!
Di depan sana Betina Penghisap Darah tertawa tergelak. "Kalian kira api itu bisa
menakuti ular-ularku" Bisa membunuh binatang-binatang ini?"
KARYA 88 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id Dewa Tuak dan Kakek Segala
Tahu tercekat. "Iblis itu betul. Bagaimana kalau binatang jejadian itu tidak
mempan api?" bisik Kakek Segala Tahu.
"Berarti kita semua akan mati di tempat ini!" jawab Wiro dengan muka mulai
pucat. Dewa Tuak teguk tuaknya sampai mulutnya penuh. Minuman itu tidak terus
ditelannya melainkan tetap dibiarkannya di dalam mulut. Tangan kirinya memegang
tongkat yang ujungnya dikobari api.
Betina Penghisap Darah keluarkan suara lengkingan.
"Semua lekas berlindung di belakangku!" perintah Dewa Tuak. Kakek Segala Tahu
dan Anggini segera melakukan apa yang diperintahkan. Hanya Wiro yang masih tegak
di sebelah kanannya. "Kau sudah ingin segera mampus?" bentak Dewa Tuak.
"Mungkin api kapak dan batu bisa menolong seperti api tuakmu!" jawab Pendekar
212. "Kau coba saja. Kalau gagal kau tanggung sendiri akibatnya!"
"Sahabat-sahabatku! Serang dan bunuh keempat orang itu!" tiba- tiba gadis
berpakaian ungu berikan perintah.
Ular-ular yang bergelayutan di tubuhnya tegakkan kepala dan mendesis keras.
Tiba-tiba binatang ini melesat ke depan. Dews Tuak segera semburkan tuaknya.
Begitu menyambar api di ujung tongkat, tuak yang disemburkan itu berubah menjadi
buntalan api yang bergulung-gulung menyambut serangan belasan ekor ular hitam.
Di sebelah Dewa Tuak Pendekar 212 segera pula gosokkan batu hitam sakti dengan
mata Kapak Maut Naga Geni 212. Gelombang api yang sangat panas menderu dan
menyambar ke arah ular-ular yang datang menyerangl Ular-ular hitam Itu seperti
tahu datangnya bahaya dengan cepat merubah gerakan serangan mereka. Ada yang
melesat ke atas lalu menukik meneruskan serangan. Ada pula yang membelok ke kiri
atau ke kanan lalu kembali menyerang.
Wiro dan Dewa Tuak menjadi sibuk. Kakek Segala Tahu coba menghantam dengan
kekuatan tenaga dalam yang dahsyat sementara Anggini mulai melepaskan senjata
rahasianya. Untuk sementara serangan-serangan ular itu masih dapat ditahan oleh kobaran api
sedang pukulan sakti Kakek Segala Tahu dan senjata rahasia Anggini tidak mempan.
Lalu sampai KARYA
89 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id seberapa lama Dewa Tuak
dan Wiro bisa bertahan" Bagaimana kalau tuak dalam dua buah tabung itu akhirnya
habis dan Wiro keletihan menghantamkan kapak dan batu hitam terus menerus"
Ular-ular hitam dengan cerdik melayang-layang di udara, berputar-putar mencari
kesempatan. Suatu ketika binatang ini kembali menyerbu. Dewa Tuak dan Wiro semburkan api
tapi celakanya salah seekor masih sempat menerobos. gelombang api lalu mematuk
paha kiri Kakek Segala Tahu.
Orang tua ini berteriak kesakitan dan roboh ke tanah. Wiro tendang tubuh ular
yang tadi mematuk. Binatang ini hanya mencelat mental tapi sama sekali tidak
cidera! Begitu mental binatang ini menyerang kembali. Dews Tuak terpaksa
menyemburkan lagi dengan tuak berapi.
"Celaka! Tuakku tinggal sedikit." kata Dewa Tuak.
Betina Penghisap Darah tertawa bergelak mendengar ucapan itu.
Sementara itu ketika tubuhnya tergelimpangan roboh, sepasang mata Kakek Segala
Tahu seolah-olah diberi penglihatan aneh lewat daya ingatnya yang luar biasa.
Dalam kebutaannya dia membayangkan Pendekar 212 memegang Kapak Maut Naga Geni
212. Dia seolah-olah melihat adanya lobang-lobang pada gagang senjata mustika
itu. "Pendekar 212! Suling! Ular-ular itu... Senjatamu... Senjatamu...senjatamu..."
Ucapan Kakek Segala Tahu hanya sampai di situ. Orang tua ini jatuh terkulai dan
pingsan. Namun murid Eyang Sinto Gendeng sudah maklum apa yang ingin dikatakan
oleh si kakek. Segera dia melompat ke cabang sebatang pohon. Di sini dia duduk
bersila dan dekatkan gagang kapak yang berbentuk kepala naga itu ke mukanya.
Ketika Wiro mendekatkan bibir naga ke bibirnya sendiri, ular-ular hitam yang
melayang di udara menunggu kesempatan tiba-tiba melesat ke arahnya.
Melihat sang pendekar dalam bahaya Dews Tuak cepat semburkan tuaknya sambil
meletakkan tongkat berapi di depan mulut. Tuak murni menyerribur membentuk
gelombang api yang d8hsyat membuat ular-ular hitam Itu terpaksa mundur. Anggini
lepaskan lagi sepuluh senjata rahasia. Tapi paku- paku perak itu mental


Wiro Sableng 064 Betina Penghisap Darah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjatuhan ke tanah begitu mengenai tubuh ular-ular hitam.
Di atas pohon Wiro susun jari-jari tangannya pada enam buah lobang di gagang
Kapak Maut Naga geni 212. Senjata mustika ini memang bisa dijadikan sebagai
sebuah seruling sakti. Begitu KARYA
90 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id dia meniup dengan
mengerahkan tenaga dalam sepenuhnya, menggeledeklah suara melengking yang
membuat semua telinga menjadi sakit. Dews Tuak dan Anggini cepat tutup kedua
telinganya dengan telapak tangan. Betina Penghisap Darah coba bertahan tapi
akhirnya terpaksa juga menutup jalan pendengarannya dengan menusukkan ujung-
ujung jari ke dalam liang telinganya kiri kanan. Ular-ular hitam yang melayang-
layang di udara tampak terlonjak lalu dongakkan kepala. Makin keras suara tiupan
"Seruling" yang dimainkan Wiro semakin kacau gerakan-gerakan binatang ini di
udara. Daun-daun pepohonan tampak bergerak-gerak. Beberapa di antaranya mulai
luruh berjatuhan ke tanah!
Perlahan-lahan Wiro rubah tiupan serulingnya. Kalau tadi melengking tinggi
rendah tidak karuan, kini nadanya tetap tinggi tetapi membawakan lagu aneh.
Ular-ular hitam yang melayang-layang dl udara tampak melenggak-lenggok jinak
mengikuti irama seruling yang ditiup Wiro.
Tetapi dari telinga dan mulut mata mereka kelihatan keluar tetesan tetesan darah
tanda binatang-binatang ini tidak bisa bertahan terhadap getaran-getaran tiupan
suling yang memang dahsyat itu.
Satu demi satu ular-ular hitam itu melayang turun ke bawah dan akhirnya
berjatuhan di tanah. Tampaknya binatang ini seperti mabok. Namun sesaat kemudian
mereka melata di tanah menuju pohon di mana Wiro duduk meniup Kapak Maut Naga
Geni 212. Belasan ular kemudian merayap di batang pohon naik mendekati cabang di
mana murid Sinto Gendeng berada. Tentu saja Dewa Tuak dan Anggini menjadi cemas.
Apalagi Pendekar 212 sendiri.
Kuduknya menjadi dingin. Sekujur tubuhnya mandi keringat. Tapi dia terus saja
meniup serulingnya malah menarribah kekuatan tenaga dalamnya. Kini belasan ular
hitam itu telah mencapai cabang tempat Wiro duduk. Mereka meniti cabang naik ke
atas pangkuan Wiro, bergelung ke berbagai bagian tubuh pemuda itu. Walau tidak
satupun yang menggigit atau mematuk namun Wiro yang sudah tidak sanggup menahan
rasa takut akhirnya terkencing-kencing.
Di bawah pohon Dewa Tuak dan Anggini terheran-heran melihat apa yang terjadi.
Belasan ular hitam besar itu hanya bergelung-gelung dan berputar-putar di
sekitar tubuh Wiro. Mereka kelihatan menjadi jinak. Di bagian lain di bawah
pohon Betina Penghisap Darah menjadi marah KARYA
91 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id melihat kejadian itu. Dia
berteriak pada ular-ular memberi perintah.
"Para Dewi! Bunuh pemuda yang meniup suling itu!"
Kalau sebelumnya begitu mendengar perintah binatang jejadian itu langsung
menyerbu dan mematuk korbannya maka kali ini perintah itu seperti tidak mereka
dengar. Ular-ular ini terus saja bergayut menggelungi tubuh Wiro. Malah ada yang
menjilati tubuhnya yang bertelanjang dada itu!
Melihat hal ini Betina Penghisap Darah menjadi tambah marah. Dia turunkan kedua
tangannya yang dipakai menutupi telinga. Justru ini adalah satu kesalahan yang
mencelakakannya.
Begitu liang telinganya tidak terlindung lagi, suara lengkingan seruling yang
ditiup Wiro langsung menusuk ke dalam telinganya. Dess! Dess! Gendang-gendang
telinganya kiri kanan pecah! Darah mengalir ke luar. Gadis ini berteriak
kesakitan dan berusaha menekap kedua telinganya kembali.
Tentu saja sudah terlambat. Kedua matanyapun kini tampak kelihatan berubah
merah. Pemandangannya seperti tertutup kabut. Lalu darah kelihatan pula menetes dari
dua lobang hidungnya. Sesaat sebelum dia roboh Betina Penghisap Darah pukulkan
ke dua tangannya ke arah Wiro.
Dua gelombang angin dingin menderu. Pukulan salju pusaka dewa menggebubu. Udara
menjadi sangat dingin. Wiro merasakan tenggorokannya tercekik. Tiupan sulingnya
sesaat terhenti oleh pengaruh hawa dingin luar biasa itu. Jika hal ini terjadi
berlama-lama, ular-ular hitam itu akan terbebas dari pengaruh tiupan seruling
dan pasti akan menyerbu serta membunuh siapa saja yang ads di situl Namun saat
itu dari samping Dewa Tuak dan Anggini sama-sama lancarkan serangan. Dewa Tuak
semburkan minumannya melewati kobaran api di ujung tongkat.
Satu gelombang api menderu ke arah Betina Penghisap Darah. Selagi dia berusaha
melompat menghindari sambaran api, sepuluh senjata rahasia paku perak yang
dilepaskan Anggini melesat menghantam tubuhnya. Hanya tiga yang bisa
dielakkannya. Tujuh lainnya menancap tepat di berbagai bagian tubuhnya. Saat
yang sama gelombang api kembali menyambar.
Wuss! Betina Penghisap Darah menjerit keras. Tubuhnya sesaat tampak melayang ke atas
deisn KARYA 92 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id kobaran api. Ketika tubuh
itu terhempas ke tanah keadaannya sudah jadi gosong menghitam.
"Selendangku!" seru Anggini seraya memburu. Tapi selendang pemberian Wiro itu
telah ikut jadi abu!
Di atas pohon Wiro merasakan rasa tercekik pada tenggorokannya lenyap. Serta
merta die meniup sulingnya kembali. Hal ini membuat Dewa Tuak dan Anggini
terpaksa menutup liang telinga mereka kembali. Satu demi satu ular-ular hitam
yang meliliti tubuh Pendekar 212
berjatuhan ke tanah. Binatang ini menggeliat-geliat beberapa lamanya lalu
terjadilah hal yang aneh. Belasan ular itu berubah menjadi jejeran debu hitam
memanjang, lalu debu hitam ini berubah menjadi asap putih yang perlahan-lahan
naik ke udara dan akhirnya lenyap dari pemandangan!
Wiro turunkan Kapak Maut Naga Geni 212 dari bibirnya. Dia memandang ke bawah.
Senjata mustika itu disisipkannya ke pinggangnya. Due kali die menggaruk kepala
baru pendekar ini melompat turun ke tanah. Wiro melangkah cepat mendekati Dews
Tuak dan Anggini yang tengah memeriksa keadaan Kakek Segala Tahu yang seat itu
masih berada dalam keadaan pingsan.
Luka bekas patukan di paha kiri kakek kelihatan telah membengkak dan berwarna
kebiruan. Wiro segera keluarkan Kapak saktinya kembali. Salah satu mata kapak di
letakkannya di bagian paha yang kena patuk. Lalu murid Sinto Gendeng ini mulai
kerahkan tenaga dalamnya untuk menyedot racun yang ads deism tubuh orang tua
itu. Perlahan-lahan darah kental keluar dari lobang luka. Mula-mula warnanya
tampak hitam, lalu berubah agak kebiru-biruan. Setelah beberapa lama darah itu
berubah lagi menjadi merah. Wiro menarik nafas lega. Dia hentikan pengerahan
tenaga dalam. Racun di tubuh kakek Segala Tahu telah dikuras keluar. Begitu
dirinya bebas dari pengaruh racun yang bisa membunuhnya, Kakek Segala Tahu
tampak menggeliat.
Kedua matanya terbuka. Lalu dia bangkit dan duduk di tanah.
"Heh, habis jalan-jalan kemana aku ini...?" katanya sambil memandang
berkeliling. Lagaknya seperti orang yang tidak buta saja!
"Lagakmu keren amat!" kata Dewa Tuak. Dia angsurkan bumbung bambunya. "Ini
tuakku masih ada sedikit. Minumlah agar darah di tubuhmu benar-benar segar. Kau
tahu, kau hampir KARYA
93 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id saja jalan-jalan ke
neraka!" Kakek Segala Tahu ambil tabung bambu itu lalu meneguk isinya sampai habis! Hal
ini tentu saja membuat Dewa Tuak jadi jengkel penasaran tapi hanya bisa geleng-
geleng kepala! "Apakah semuanya sudah berakhir?" tanya Kakek Segala Tahu sambil
berdiri. "Aku tidak lagi mendengar suara ular-ular itu gentayangan di udara.
Juga tidak ada bau amis..."
"Semuanya memang sudah berakhir Kek..." kata Wiro.
"Eh, mana kaleng rombengku!" berseru Kakek Segala Tahu. "Aku boleh tidak makan
seratus hari! Tapi aku tidak bisa hidup tanpa kaleng itu!"
"Ini kalengmu Kek," kata Anggini seraya menyorongkan kaleng milik si kakek ke
dalam genggaman orang tua itu.
"Ah... Terima kasih..." Kakek Segala Tahu lalu goyang-goyangkan kalengnya hingga
mengeluarkan suara berisik. Lalu dia berpaling pada Dewa Tuak dan berkata. "Kau
sudah bertemu dengan muridmu. Kau sudah tahu kalau bukan dia yang jadi Betina
Penghisap darah itu.
Apakah kau sudah menelan obat penghancur racun dalam tubuhmu?"
Dewa Tuak berseru kaget.
"Astaga! Kalau tidak kau ingatkan aku hampir terlupa!" Dewa Tuak cepat meraba
saku pakaiannya. Sebelah kiri, lalu sebelah kanan. "Celaka! Obat itu hilang!"
serunya dengan muka pucat. "Matilah diriku!"
"Hilang atau kau lupa meletakkannya di mana..." kata Kakek Segala Tahu pula.
"Kau menyembunyikannya"!" menuduh Dewa Tuak.
Kakek Segala Tahu tertawa mengekeh. "Buat apa aku menyembunyikan obat tak
berguna bagiku itu?"
Dewa Tuak jadi kelabakan. Ketika dia tidak juga menemukan obat penangkal racun
yang telah ditelannya itu, orang tua ini akhirnya duduk terhenyak di tanah.
"Kalian pergi saja. Biar aku menunggu ajal di sini!" kata Dewa Tuak dengan suara
lemas. Dia memperhatikan dua tabung bambu tuaknya yang telah kosong dengan
tatapan mata sedih. Tibatiba pada salah satu pantat tabung dia melihat sebuah
benda menempel.
KARYA 94 BASTIAN TITO SERIAL WIRO SABLENG Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
"Sialan! Memang aku yang lupa!" kata Dewa Tuak sambil menepuk keningnya. Dia
melompat dan mengambil benda yang menempel pada bagian bawah tabung bambu. Benda
ini adalah segumpal lilin lembut. Begitu gumpalan lilin dibuka, di dalamnya
kelihatan sebuah benda hitam bulat sebesar ujung jari kelingking. Dewa Tuak
segera menelan benda hitam itu yang bukan lain adalah obat untuk penangkal racun
yang telah ditelannya empat puluh hari yang lalu.
"Dewa Tuak, kau yakin benda yang barusan kau telan benar-benar obat pemusnah
racun yang ada dalam tubuhmu?" bertanya Wiro.
"Eh, apa maksudmu?" tanya Dewa Tuak dengan wajah berubah. Diam-diam dia jadi
merasa takut kalau-kalau yang barusan di telannya memang bukan obat itu.
"Tidak, saya tidak ada maksud apa-apa," sahut Wiro. "Saya hanya kawatir kalau-
kalau yang kau telan tadi bukannya obat tapi tahi kambing bulat bulat!"
"Sialan! Anak kurang ajar!" maki Dewa Tuak.
Wiro, Anggini dan Kakek Segala Tahu tertawa gelak-gelak.
TAMAT KARYA 95 BASTIAN TITO Altar Setan 2 Dewi Ular 82 Rahasia Laskar Iblis Siluman Bukit Menjangan 2
^