Pencarian

Kiamat Di Pangandaran 1

Wiro Sableng 090 Kiamat Di Pangandaran Bagian 1


SATU L ANGIT di atas teluk Penanjung di Pangandaran
tampak bersih tak berawan sedikit pun. Sinar sang surya yang tidak terhalang
terasa sernakin terik begitu b6la penerang jagat ini rnerayap semakin rnendekati
titik tertingginya. Di puncak bukit karang sebelah tirnur Ratu Duyung yang
rnerupakan tokoh silat golongan putih pertarna yang muncul di ternpat itu, masih
tegak terheran-heran ketika dia rnelihat lblis Pernabuk berada di bukit sebelah
barat. "Manusia satu ini sulit diduga jalan pikirannya. Ketika bertarnu ke tempatku
jelas dia menunjukkan sikap berbaik-baik dengan orang-orang golongan putih.
Sekarang tahu-tahu dia berada di pihak sana. Hemmm .... Jangan-jangan si gendut
buruk itu sudah termakan rayuan manis Pangeran Matahari dan tipuan busuk minuman
keras. Aku melihat ada lima
gentong raksasa di bukit sana. Pasti berisi minuman keras kesukaannya ....
Manusia kalau sudah jadi budak minurnan dirinya pun akan dijualnya. Sayang...
sayang sekali ...."
Selagi sang Ratu membatin seperti itu, tiba-tiba satu
bayangan berkelebat dan di lain kejap sudah tegak di
depannya. Dua orang anak buah Ratu Duyung cepat
rnelompat ke depan sambil rnelintangkan senjata berupa tongkat besi yang
ujungnya memancarkan sinar biru
rnenggidikkan. Sambil menekan rasa terkejutnya Ratu
Duyung' memberi isyarat pada ke dua anak buahnya untuk mundur. Lalu dia
mernandang pada orang yang tegak di
hadapannya. Seorang tua berpakaian rombeng.
Selapis kulit tipis yang menutupi wajahnya berwarna
sangat pucat. Rambutnya yang putih panjang melambai-
lambai ditiup angin.
"Orang tua, apakah kau tidak tersesat datang ke .
bukit ini" Bukankah kau yang dijuluki Si Muka Mayat alias Si Muka Bangkai, guru
Pangeran Matahari ... ?"
Ratu Duyung menegur. Cermin bulat dalam
genggarnannya ditempelkan ke dada.
Orang tua bungkuk berpakaian rombeng yang
mernang guru Pangeran Matahari adanya tertawa mengekeh.
"Ratu Duyung, Ratu maha sakti maha cantik .... Bagus dan syukur sekali kau telah
mengenali diriku hingga aku yang tua ini tidak perlu repot-repot menerangkan
siapa diriku!"
Ratu Duyung tersenyum. "Pujian bisa menyesatkan.
Kau yakin tidak tersesat datang ke bukit ini?"
"Tentu saja tidak," sahut Si Muka Mayat. "Aku datang ke sini untuk membincangkan
satu ha1 sangat penting yang bakal menguntungkan dirimu ...."
"Hemmm .... Jika seorang musuh menawarkan satu
keuntungan ini adalah satu ha1 yang patut ditanyakan dan dicurigai ...."
Si Muka Bangkai tertawa panjang. "Ratu Duyung,
waktuku tidak banyak. Sebelurn kawan-kawanmuberdatangan aku ingin mengatakan
sesuatu padamu.Maksudku lebih jelas adalah menawarkan sesuatu padamu ....
Sesuatu yang menyangkut keadaan dirimu dan masa depanmu!"
"Orang tua, ucapanmu menariksekali. Harap kau suka meneruskan dengan cepat
karena aku pun tidak suka
berbincang berlama-lama denganmu!" kata Ratu Duyung pula.
"Aku sanggup mencarikan seorang perjaka yang bisa menyembuhkan dirimu dan
memusnahkan kutukan yang
selama ini menyiksa dirirnu ...."
Paras Ratu Duyung kelihatan berubah. "Apa kau
menawarkan dirimu atau muridmu Pangeran Matahari"!"
Si Muka Mayat tertawa bergelak. "Aku yang sudah tua bangka reot begini mana
mungkin rnasih perjaka. Muridku si Pangeran Matahari itu jelas sudah tidak
perjaka lagi. Yang ingin kutawarkan padamu adalah seorang Pangeran dari
Surokerto yang aku kenal baik. Orangnya gagah. Kau pasti tidak kecewa. Jika kau
suka silahkan kau rnengatur pertemuan
...." Ratu Duyung walaupun sangat marah saat itu namun
masih bisa tersenyum. "Sayang aku tidak suka pada tawaranmu itu. Juga tidak suka
pada Pangeran yang kau
sebutkan itu ...." Habis berkata begitu Ratu Duyung menatap ke langit. "Matahari
sudah tinggi, selagi kau rnasih ada kesernpatan .untuk kembali ke bukit di
sebelah barat sana, sebaiknya lekas-lekas kau angkat kaki. Kawan-kawanmu akan
kecewa kalau kau sampai menemui ajal lebih dulu di sarang musuhl"
Si Muka Bangkai menggeram dalam hati. "Aku tahu
kehebatan para tokoh silat golongan putih, termasuk dirimu.
Tapi jika aku tidak punya nyali mana aku akan rnenjejakkan kaki di tempat ini"lH
Saking geramnya setelah rnengeluarkan kata kata itu Si Muka Bangkai pergunakan
tangan kirinya untuk mencengkeram ujung runcing batu karang yang ada di
dekatnya. Batu karang itu serta merta berubah menjadi hitam dan mengepul tanda
di selimuti hawa panas luar biasa.
Ketika si orang tua menjentikkan jari-jari tangannya
batu karang itu langsung bertaburan ke udara, berubah
menjadi debu hitam yang sangat halus!
"Orang tua, mengapa kau tidak lekas angkat kaki"!
Apa kau kira kami di sini perlu tukang sulap sepertimu?" ujar Ratu Duyung. Lalu
dia gerakkan tangannya yang memegang cermin bulat. Sinar putih menyilaukan
berkiblat ke arah taburan halus debu karang. Serta merta debu-debu halus itu
berubah menjadi merah membara. Ratu Duyung gerakkan lagi cerminnya. Ribuan
bahkan mungkin jutaan debu merah
bergerak laksana sebuah tabir kearah Si Muka Bangkai.
Orang tua yang memiliki ilmu kebal segala benda
panas ini ganda tertawa ketika dapatkan dirinya diserang oleh debu-debu merah
membara itu. Dia sengaja tegak terbungkuk-bungkuk sambil bertolak pinggang
menuju datangnya
serangan dinding debu.
Tapi Ratu Duyung yang sudah pernah mendengar
kehebatan Si Muka Bangkai ini berlaku cerdik. Sekali lagi cermin bulatnya
digerakkan. Dinding debu bertabur ke udara.
Kini jutaan debu menyambar ke arah si orang tua dari ratusan arah.
Si Muka Bangkai dorongkan ke dua tangannya ke
depan. Sebagian debu panas rnerah tersapu mental dan
lenyap namun sebagiannya lagi lolos dan menyerang ke arah setiap lobang yang ada
di tubuhnya.. Orang tua ini terbatuk-batuk. Matanya jadi perih dan
telinganya seperti mengiang. Sebelum nafasnya menjadi
sesak cepat-cepat dia melompat mundur seraya kirimkan satu pukulan sakti ke arah
Ratu Duyung. Sang Ratu menyambut dengan kerlapan cahaya dari cermin bulatnya.
Dua kekuatan tenaga dalam sating beradu di udara.
"Dess ... dess!"
Si Muka Bangkai merasakan tangannya kesemutan
dan denyut darah dalam urat-urat besar di tubuhnya menjadi kacau. Cepat-cepat
dia menyeIinap ke balik batu karang besar lalu melornpat jauh dan turun dari
bukit, kembali ke bukit sebelala barat,
Ratu Duyung sendiri sesaat tampak tergontai-gontai
namun segera dapat menguasai dirinya kembali. Belum
sempat Si Muka Bangkai memberi tahu kegagalan
pertemuannya dengan Ratu Duyung di bukit sebelah timur yang hanya dipisahkan
oleh satu pedataran pasir berbatu-batu selebar lirna tombak, tiba-tiba terdengar
suara seperti cambukan cemeti yang rnenyakitkan telinga. Suara cemeti ini
sesekali diseling oleh suara tawa membahana disertai
makimakian. Orang-orang di bukit sebelah barat termasuk Si Muka
Bangkai yang baru saja kembali dari bukit timur jadi melengak dan memperhatikan
dengan mata dibesarkan.
"Ha ... ha ... ha ... ! Lihat keledai dungu! Tolol bodoh!
Mendaki bukit jelek begini saja tidak mampu! Ayo jalan! Lari!
Lari atau kupecut bokongmu! Ha ...ha ... ha!" Lalu terdengar suara cemeti
berkelebat berulang kali.
Tak lama kemudian semua mata sama menyaksikan
bagairnana seorang bertubuh sangat gemuk, berbobot sekitar 200 kati rnendaki
rnenuju puncak bukit karang dengan
rnenunggang seekor keledai kecil kurus! Tapi jika diperhatikan ternyata si gemuk
ini bukannya menunggang karena walau pantatnya berada di atas punggung keledai
tapi ke dua kakinya menjejak tanah dan berjalan mengikuti langkah empat kaki keledai! Selain
itu setiap dia memecutkan cernetinya, bukan tubuh keledai itu yang dihantamnya
tapi pahanya sendiri yang dideranya hingga celana hitamnya robek di sana-sini.
"Perjalanan gila yang nelelahkan! Ha. .. ha. .. ha!" kata si gendut begitu
sarnpai di puncak bukit karang.
"Ada apa sebenarnya di ternpat ini" Hari sepuluh
bulan sepuluh! Kukira ada pesta makan besar. Yang kulihat cuma manusia-rnanusia
tegak berdiam diri. Entah sedang kebingungan entah lagi tegang! Kalau lagi
bingung apa yang dibingungkan! Kalau lagi tegang apanya yang tegang! Ha ...
ha ... ha ... ha...!"
Si gendut terus mengumbar tawa mengekeh. Ketika
tawanya sekonyong-konyong lenyap dia lalu sorongkan
kepalanya ke depan. Tangan kirinya diletakkan di atas kening.
Tangan kanan menunjuk ke bukit di seberangnya ke arah
Dewa Sedih yang sedang menangis tersedu-sedu.
"Anak cengeng itu! Mengapa dia bisa kesasar ke
sana"!" ujar si gendut. Lalu dia berteriak. "Hai Dewa Sedihf Kalau mau nangis
mengapa jauh-jauh
sampai ke sini! Ha. .. ha ... ha1 Anak brengsek!
Seumur hidup bisanya cuma mengeluarkan air rnata! Ha ...ha
... ha!" Di bukit seberang sana Dewa Sedih bangkit berdiri
dari atas batu karang lalu mengepalkan tinjunya ke arah si kakek gendut. Walau
dia sangat marah saat itu tapi wajahnya tetap saja ditekuk sedih.
"Orang sombong selalu tertawa! Dewa Ketawa!
Kau selalu mencampuri urusanku! Kau selalu
mengintili ke mana aku pergi! Hik ... hikl Aku kakakmu memerintahkan agar kau
segera minggat dari tempat itul Hik
... hik ... hikl" Habis mengancam Dewa Sedih menangis sejadi-jadinya. Ternyata
oi gendut yang datang menunggang keledai adalah Dewa Ketawa, adiknya sendiril
"Kau boleh saja memerintah! Tapi hari ini bukan
urusan kakak denqan adikl Tapi urusan dengan orang-orang yang kepingin cepat-
cepat matil Ha. .. ha ... ha!" Menjawab Dewa Ketawa dari seberang bukit.
Dewa Sedih banting-bantingkan kakinya ke batu bukit
lalu kembali ke tempat duduknya di gundukan batu dan
meneruskan tangisnya. Pangeran Matahari mendekati Dewa Sedih dan berkata. "Kau
harus membunuh adlkmu itul Kau dengarl"
"Hatiku sedih .... Hatiku sedihl" jawab Dewa Sedih lalu menangis lagi.
'Uahanaml" maki Pangeran Matahari.
Baru saja dia menyumpah seperti itu di bukit sebelah
timur kembali terjadi satu ha1 yang menarik perhatian. Di antara suara tawa Dewa
Ketawa tibatiba terdengar suara kerontangan ka~engy ang keras sekali, membuat
gendang-gendang telinga serasa ditusukl
Si Muka Bangkai tarnpak tercekat sementara Delapan
Tokoh Kembar di lereng bukit kelihatan termangu-mangu, memandang tak berkesip ke
arah bukit di hadapan mereka.
Seorang kakek bercaping, berpakaian compang
camping, membekal sebuah buntalan butut dan membawa
sebuah tongkat buruk berjalan melenggang lenggok sambil menggoyang-goyangkan
sebuah kaleng rombeng di tangan
kanannya! Begitu sampai di puncak bukit langsung saja dia melompat ke atas
kereta dan duduk uncang-uncang kaki
sambil kerontangkan kaleng rombengnya tiada henti.
Ketika Ratu Duyung melirik padanya dia menjura
sambil angkat capingnya dan berkata. "Cucuku bermata biru nan cantik jelita!
Jangan marahi aku ya kalau aku kurang ajar duduk di atap keretamu! Seumur hidup
aku belum pernah naik kereta sebagus ini. Jadi duduk di atapnya saja sudah
seperti di sorga rasanya! Harap kau maklum! Sekian tak lebih tak kurang dan
terima kasihl"
Ratu Duyung cuma bisa tersenyum. Dia lalu
memandang ke arah utara. Hatinya saat itu kurang tenteram.
Ada satu ha1 yang menjadi pikirannya. Kalau Pendekar 212
Wiro Sableng tidak muncul di tempat itu sia-sialah perjalanan jauhnya dari laut
selatan sampai ke puncak bukit itu!
"Kakek Segala Tahu!" berbisik Si Muka Bangkai pada muridnya ketika dia mengenali
siapa adanya kakek bercaping dan membawa kaleng rombeng yang barusan datang.
"Aku sudah tahu," jamb sang murid. "Aku tidak perduli mereka semua. Musuh
besarku masih belum kelihatan!
Gurunya si nenek keparat bernama Sinto Qrndeng itu juga tidak tarppak mata
hidungnya! Dia nknn rnenyesal kalau tidak menghadiri kematian rnurldnya di
Pangandaran ini!"
Belum lagi perhatian orang terhadap Kakek S~gala
Tahu sirap tiba-tiba dua sosok aneh berknlebatdi puncak bukit karang sebelah
timur. Mereka ndnlah orang-orang yang
menyelubungi tubuh mereka dengan kain putih. Di bagian kepala kain putih Itu
diikat begitu rupa hingga menyerupai pocong!
Kiniu kedua orang ini yang kelihatan hanyalah
sepnsang rnata mereka di bagian kain yang sengaja tlllubangi.
"Mayat hidup dari mana yang kesasar ke sini"l
b~rseru Dew Ketawa lalu si gemuk ini tertawa gelak-gelak.
Kakek Segala Tahu tenang-tenang saja srolah tak perduli dengan kemunculan dua
orang bcrselubung kain putih itu.
Apalagi mereka sengaja legak agak jauh dan kelihatannya tengah berbisikblsik.
"Aku belum melihat mata hidungnyal" kata orang berselubung di sebelah kanan.
"Aku tidak heran kalau dia tidak sampai datang ke sinil Soalnya aku meragukan
otaknya masih waras atau tidakl"
"Setan kaul Jangan kau berani menghinanya.... Aku tahu kau beberapa kali
berusaha menjebaknya!"
"Hik. .. hik .... Aku tidak sungguhan dan tidak nnmaai se-a lla itu. Hanya ha1
satu itu yang aku pantas memujinya!
Hik.. . hikl"
"ltu katamu sekarangl Kalau dulu kau memang
berhasil .... Hemmm .... 'Kubembeng usus besarmu sampai ke ujung dunial"
"Hik ... hik ... hikl"
"Sudahl Jangan tertawa jugal Apa kau masih punya
persediaan minyak wangi" Tubuhku sudah keringatan. Aku kawatir nanti dia
mengenaliku ... ."
Dari balik pakeian anehnya orang disebelah kanan
mengulurkan tangan menyerahkan sebuah tabung kecil
terbuat dari bambu. "lni yang terakhir. Setehh itujangan harap aku akan
memberikan lagi padamul"
"Kurasa ini kali yang penghabisan aku meminta
minyak wangi padamul Setelah persoalan gila di tempat ini seiesai, aku tidak
butuh lagi ...l"
"Berarti kau akan kembali ke bau badanmu semulal
Hik ... hik ... hikl"
"Diaml Jangan tertawa tidak karuan di tempat seperti inil" kata orang
berselubung sambil menyirami tubuhnya dengan minyak wangi. Dia m."+
mandang ke lereng bukk di depannya lalu berkata.
"Coba kau lihat ke sana. Aku hampir tak percaya. Delapan Tokoh Kembar mau-mauan
datang ke sin1 jadi kaki tangan membantu Pangeran Mataharil"
"Astagal Setahuku mereka adalah orang-orang yang
tidak terlalu usil. Meskipun brengsek namun tidak mau
membuat bentrokan dengan kita orangorang golongan putih ."
"Hemmm ... Aku blsa mengira jalan ceritanya. Rata-rate Delapan Tokoh Kembar itu
tidak punya iman teguh.
Gampang tergoda, terutama oleh harga dan perempuan. Aku melihat ada seorang


Wiro Sableng 090 Kiamat Di Pangandaran di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gadis cantik berbaju biru mendampingi mereka. Pasti ini penyebabnyal"
"Celakal Kalau Delapan Tokoh Kembar menyerbu
berbarengan langit pun bisa diruntuhkannya. Kita linrlls mencari akall"
"Tak usah kawatir. Serahkan mereka padaku. Tnpl
aku perlu bantuan beberapa orang lagi. tl#.mm .... Hik ... hik. ..
hik!" "Sialan kaul Masih saja tertawa tidak karuan. Apa Kamu u tldak mendengar ada
satu orang gila lagi tengah berlari mendaki bukit menuju ke mari"!"
---------------------000000000--------------
DUA D I PUNCAK bukit karang sebelah timur tiba-tiba
terdengar suara orang berlari sambil bernyanyi-nyanyi. Hanya sesaat kemudian
berkelebatlah satu bayangan putih. Orang ini ternyata seorang kakek berambut
putih jarang, memelihara kumis dan janggut panjang putih. Matanya yang sangat
lebar terpuruk dalam pipi dan rongga cekung. Mukanya hampir tidak berdaging.
Sekilas tampang manusia satu ini hampir sama dengan Si Muka Bangkai. Bedanya Si
Muka Bangkai sudah
bungkuk - sedang yang satu ini masih kelihatan gagah.
"Astaga! Dia rupanya!" Salah seorang berselubung kain putih keluarkan seruan
kaget. Ada kilatan cahaya aneh pada sepasang matanya. "Keadaannya rnasih gagah,
sikapnya masih ceria. Tapi pada sepasang matanya terbayang banyak penderitaan
hidup ...."
"Eh sobatku, kau kenal orang gila itu"!" bertanya sang teman di sebelahnya. "Aku
dengar kau bergumam seperti bicara sendirian!"
"Lebih dari kenal! Dia ...."
"Kau tak bisa meneruskan ucapan. Aku dengar suara seperti keselekan di
tenggorokanmu! Ah! ingat sekarang! Kau punya hubungan mesra dengan kakek itu di
masa muda puluhan tahun silam.
Dan aku juga ingat. Si Muka jerangkong itu adalah
Tua Gila dari Pulau Andalas!"
"Ssmt! Jangan keras-keras bicara! Nanti selan alas itu mendengar dan mengenali
diriku!" "Hik ... hik ... hik! Kau berbgak malu tak mau dikenali, Ink mau ditemui.
Padahal aku tahu betul hatimu saat ini ndnng berbunga-bunga melihat dirinya!"
"Jangan meracau tak karuan!"
"Hik ... hik. .. hik!"
Orang tua yang baru datang dan bukan lain adalah
Tua Gila adanya hentikan nyanyiannya yang tak karuan. Dia memandang berkeliling.
Lalu berseru. "Onde .... Onde! Betul ruponyo! Hari sapuluah Bulan sapuluah! Banyak urang-urang
gilo bakumpua Di siko! Ha ...
ha ... ha!"
"Si tua bangka itu kumat gilanya! Bicara memakai
bahasa sendiri! Dikira saat ini dia berada di hnmpungnya!"
Salah satu orang berselubung kain putih keluarkan suara mengomel. Sementara di
bagian yang lain Dewa Ketawa
kembali tertawa gelak-gelak.
Tua Gila lanjutkan ocehannya. Seolah mentlnngar
omelan orang dia tidak lagi menggunakan Ijnhasa daerahnya.
"Kalian semua adalah temantnman yang tidak pernah aku jumpa selama puluhan salam
Hormatku untuk kalian ... ." Lalu Tua Gila membungkuk memberi hormat pada orang-
orang di depannya sambil menyebut nama.
"Dewa Ketawa ....kakek Segala Tahu .... Ah, yang dua itu bersembunyi di balik
kain kafan, aku tak bisa mengenali!
Ha ... ha.. ha ... Tapi biar aku memberi hormat juga pada dua hantu kuburan ini!
Ha... ha... ha!" Lalu Tua Gila membungkuk memberi hormat pada dua sosok yang
berselubunkga kain
putih. Salah satu dari dua orang berselubung tampak salah tingkah. Untung saja
tubuh dan wajahnya tertutup kain putih.
Tua Gila memandang ke jurusan Ratu Duyung. Sambil
membungkuk dia berkata.
"Mataku sudah lemur, pendengaranku kurang tajam.
Sahabat muda yang cantik jelita ini belum kukenal belum pernah kudengar.
Hormatku untukmu...."
Ratu Duyung membalas penghormatan itu dengan
menjura tapi membatalkan niatnya ketika didengarnya Tua Gila berkata. "Gadis
cantik, mudahmudahan kau segera mendapatkan jodoh! Aku turut berdoa untukmu!
Ha ... ha ... hal" Tua Gila lantas kedapkedipkan matanya beberapa kali.
Paras Ratu Duyung kelihatan menjadi merah. Ada
satu getaran aneh terjadi dalam tubuhnya. "Apa maksud orang tua ini dengan
ucapannya tadi" Aku akan mendapatkan
jodoh" Siapa"l Ah, hanya seorang tua gila mengapa aku
harus memikirkan segala ucapannyal" Ratu Duyung
membatin. "Sepi sekali di sini. Semua kulihat pada tegangl Untuk melenyapkn kesunyian dan
ketegangan biar aku menyanyil"
Di atas kereta Kakek Segala Tahu kerontangkan
kaleng rombengnya. Di sebelah sane Dewa Ketawa kumat
penyakitnya dan mulai rnengumbar tawa.
Tua Gila buka mulutnya lebar-lebar seperti benar-
benar mau menyanyi. Tapi ternyata tidak. Karena tiba-tiba dia palingkan
kepalanya ke arah utara lalu berseru.
"Teman-temanl Apa kalian tidak mencium bau sesuatu yang harum...?" Tua Gila
rnendongak dan menghirup udara dalam-dalam. Yang lain-lain jadi ikut-ikutan
Baru satu kali orang-orang di bukit itu mengondus
tahu-tahu seorang tua berpakaian selempang kaln biru sudah berada di situ. Dia
memanggul sebuah bumbung bambu dl
bahu kiri kanan. Dia lnyangkan pandangan pada semua orang yang ada dl situ
sambil elus-elus janggutnya yang putih sedada.
Salah seorang dari dua sosok berselubung kain putlh
keluarkan suara mendesah halus dan tangan knnannya
ditekapkan ke dada seolah menahan degup jantungnya yang tiba-tiba bergoncang.
"Eh, ada apa" kawan di sebelahnya bertanya.
"Kau seperti kaget melihat si tua gagah itu .... Kau memegangi dada. Apa
jantungmu mau copot"l"
"Tidak .... Aku tidak apa-apa. Hanya nafasku torasa sesak, karena terus-terusan
berada di balik aelubung ini!"
Kawan orang berselubung ini keluarkan tawa perlahan
lalu setengah berbisik dia berkata. "Tadi knu menggodaku!
Sekarang gilirankul Jangan kau klra aku tidak tahu
8hubunganmu di mass muds dengan si tukang minum itul Hik
... hik ... hikl"
"Kita sama-sama kena batunya. Jadi harap berhrnti menggoda!"
Orang tua berjanggut putih terus layangkan
prndangan. Nampaknya dia seperti mencari-cari farseorang.
"Anak setan itu pasti telah mendustaiku. Orang yang dikatakannya tak ada di
sinil" Beberapa rnot lamanya dia pandangi dua sosok berselubung kaln putih. Lalu
dia berpaling ke kiri. Pandangannya membentur wajah dan sosok Ratu
Duyung. Tidak bcrkesip mata itu memperhatikan dari rambut sampai ke kaki lalu
dim golengkan ltepalla berulang kali!
Bumbung bambu dl bahu kanan diangkatnya.
Burnbung didekatkan ke bibirnya dan
"glluk ... glubr ..glulkl"
Terdengar suara tenggorakannya meneguk lahap tuak
wangi murni yanq dikenal dengan nama tuak kayangan
Dewa ketawa meledak tawanya ketika dia melihat
orang tua ini. Dia menunjuk lalu mulutnya menyerocos " kita sama-sama dipanggil
orang dewa. Tapi mengapa minum
sendiri saja tidak mebagi bagi ! sungguh tidak sopan!
Ha...ha...ha...!"
Orang tua yanq membawa tuak berpaling lalu
menjawab "Anak kecil berapa sih usiamu! Kalau kuberi tuak kayangan ini nanti kau
bisa mabok! Syukur-sukur kalau kau Cuma ngompol"
"Ah, sudah tua nyatanya mulutmu masih suka Bicara jorok" kata Dewa Kelawa, Dia
tertawa dulu sebenlar baru melanjutkan ucapannya. "Kau pasti tahu, lelaki mana
ada yang suka ngompal! Ngornpol itu kan penyakitnya perempuanl"
Oewa Ketawa kembali tertawa terpingkal-pingkal.
Salah satu dari orang aneh berpakaian selubung kain
putih menggamit teman di sampingnya. "Si Dewa Idia merasani diriku"l
"Hlk ... hikl Perlu apa dipikiran ucapan orang-orang gila!" jawab si teman.
"Yang musti kau pikir dan doakan adalah orang yang kita tunggu"
"Seumur hidup aku tidak pernah mendoakannyal
Kalau dia sampai tidak datang, berarli mencari sengsara sendiri! Atau mungkin
dia masih dikepung pikiran takut karena kitab itu tidak ada lagi padanya"!
Diatas atap kakek segala tahu goyang-goyangkan
tangan kanananya tiada henti. Suara berisik membuncah
puncak bukit itu, terdengar jelas sampai kebukit
diseberangnya. Saat itu orang tua ini sebenarnya sedang risau, dia mendongak
kelangit " matahari memang sudah
tinggi, tapi tengah hari masih lama, kalau anak itu datang terlalu cepat dan
setan iblis dibukit sana keburu menyerbu, urusan bisa kapiran! Hmmmm.... aku
mesti melakukan apa?"
---------------------000000000000-----------------
TIGA Kita kembali beberapa saat sewaktu dewa tuak tengah
berlari cepat menuju teluk penanjung di pangandaran. Di satu tempat dia hentikan
larinya dan memamdang kearah
kejauhan. ?"Dua bukit batu karang.." desisnya. ' Yang dibarat ditancapi bendera hitam yang
di timur ditancapi bendera putih diatas sebuah kereta ! hhhhmmm tanda - tanda
apa ini ?"
Selagi dia berkata-kata sendirian, seperti itu, darl Balik lamping batu karamg
tedengar suara. ,"ssssttt.... Suro Iesmono ! sedang apa kau disitu?"
Paras Dewa Tuak berubah. Dia berpaling ke arah Batu
karang dan dengan cepat peganq tabung bambu di sebelah kanan.
"Seklan puluh tahun dunia terkembang! Puluhan
tahun malang melintang! Tidak banyak yang tahu narna
asliku" Lalu orang tua Ini berteriak, "Orang di balik karang Lekas unjukkan
dirumu! " Tak ada gerakan, tak ada jawaban.
"Bagus Kau minta aku hancurkan rupanyal" Dewa Tuak menggeram. Tabung bambu yang
sudah Dipegangnya
didekatkan ke bibir lalu
"gluk. .. gluk ...gluk!'
Minuman keras itu diteguknya beberapa kali. Begitu
mululnya penuh tuak, minuman keras itu lalu disemburkannya ke arah batu karang.
Terjadilah satu hal yang hebat. Batu karang kukuh atos Itu pecah di beberapa
bagian. Kepingan-kepingannya berpelantingan ke udara. Sekali lagi Dewa Tuak
meneguk Tuak dalarn bambu. Ketika dia hendak menyembur untuk ke dua kalinya
dengan rnengerahkan tenaga dalarn dua kali lipat dari yang tadi, dari balik batu
karang yang hancur itu menghambur sesosok tubuh berpakaian hitam disertai seruan
" Dewa tuak tahan !"
"Anak setan"l Kau rupanyal" Dewa Tuak mendamprat begitu melihat yang berdiri
didepannya adalah pendekar 212
Wiro sableng " lama tidak bertemu, sekali bertemu kau kurang ajar! Cepat Kau
katakan dari siapa kau tahu namaku hah! " '
"Jangan marah dulu kek!" kata wiro sambil tersenyum-
senyum yang membuat dewa tuak jadi tambah jengkel. "Ada satu orang yang memberi
tahu namamu itu, Dia juga bertitip pesan ingin sekali bertemu denganmu, kurasa
dia sudah ada dipuncak bukit sana menunggumu!"
" Orang itu lelaki atau peerempuan?" lalu seka
mulutnya yang penuh dengan tuak.
"perempuan!"
"Masih muda ataukah sudah tua?" tanya dewa tuak
lagi. "Bisa muda bisa tua!" jawab murid sinto gendeng.
"Anak kurang ajar Jangan kau berani main-main
padaku!" "Aku tidak main-main"
Dewa Tuak dekatkan lagi tabung bambu kebibirnya
lalu meneguknya tuaknya banyak sekali sarnpai mukanya
merah laksana udang rebus. "Kau tahu
Nama perempuan itu'" tanyanya kemudian.
"Namanya aku tidak tahu. Tapi gelarnya tahu ... !'
"Sialanl Sebutkan saja gelarnyal" kata Dewa
Tuak lalu meneguk tuaknya dari bumbung bambu.
"lblis Putih Ratu Pesolekl"
Tenggorokan dewa Tuak tercekik mendengar Julukan
yang disebutkan perndekar 212. Air mukanya yang merah
sesaat tampak memutih. Dihadapannya dilihatnya wiro
senyum-senyum " Setan alas ini tahu apa hubunganku dengan
perempuan itu.. !.'" Dewa tuak berpikir-pikir.
Kek, kau tunggu apa Iagi ! lekas naik ke bukit!
Dia pasti sudah menunggumu. ..I "
"Anak setan! ,Jangan kau berani menggodaku,
kau sendiri mengapa berada disini bukannya naik
ke bukit!. Aku lihat dibukit sana musuh-musuhmu
sudah lengkap menunggumu, siap membunuhmu sampai
lumat!" Wiro menyeringai "kau pergisaja duluan kek, aku
masih ada dua hal yang harus kukerjakan..."
"hmmmm apa saja pekerjaan itu" "
"menunggu seseorang dan memeriksa keadaan
dikawasan ini! Kau tahu Pangeran matahari adalah manusia keji licik, bukan
mustahil dia hendak menyiasati kita!"
"Siapa orang yang kau tunggu?"
"Pasti seorang gadisl"
"Ah .... kau memang betul. Aku. ..."
"Orangnya si Bidadari Angin Timur itu"!"
"Et, bagaimana kau bisa tahu Kek?" ujar Wiro terbelalak.
"Ha ... ha... ha Dewa Tuak teguk dulu tuak harumnya baru menjawab."Kau tengah
menghadapi satu teka-teki besar anak muda..... Kau pecahkanlah sendiril" Setelah
meneguk tuaknya sekali lagi Dewa tuak meninggalkan tempat itu.
Pendekar 212 Wiro sableng garuk-garuk kepala. Dia
menatap ke langit. "masih lama datangnya tengah hari, Masih ada kesempatan untuk
bertanya pada kakek segala tahu, aku sudah mendengar suara kerontangan kaleng
bututnya dipuncak bukit sana! Selain itu aku perlu menyelidiki keadaan dikawasan ini"
Lalu Wiro mencari tempat yanq agak tinggi.
Dengan mengerahkan ilmu "menembus pandang"
yang didapatnya dari ratu duyung dia mulai menyapu daerah sekitar situ dengan
pandangan matanya yang sanggup melihat benda-benda walaupun terhalang oleh benda
lain.ternyata banyak hal yang membuat murid sinto gendeng ini menjadi kaget.
Pertama ketika dia memandang kebukit sebelah barat, dibukit itu dimana berkumpul
para tokoh silat golongan putih banyak tersembunyi berbagai peralatan dan
senjata rahasia yang sulit terlihat oleh mata biasa, mulai dari panah beracun
dan pisau terbang sampai pada bola-bola hitam berisi bahan peledak. Lima bahan
peledak ini juga ditanam dijalan masuk menuju keteluk yang diapit oleh dua buah
bukit. Semua peralatan rahasia yang dipasang Di bukit tinur
dihubungkan pada satu peralatan berupa kawat yang dapat mengatur hidup matinya
peralatan-peralatan maut itu. Tapi untuk bahan peledak yang ditanam di antara
dua bukit sama sekali tidak dihubungkan dengan alat pengatur tersebut.
Berarti siapa saja yang menginjaknya akan membuat
bahan itu meledak. Tubuh Si penginjak akan hancur
Berkeping-keping


Wiro Sableng 090 Kiamat Di Pangandaran di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

' Jahanam keji Licik!" rutuk Pendekar 212 dalam hati".
Pasti pangeran keparat itu yang mendalangi perbuatan ini!
Semua yang di bukit timur berada dalam bahaya besar. Aku harus segera melakukan
sesuatu! Aneh, mengapa ratu
duyung tidak mengetahui hal ini. Padahal dengan ilmu
menembus pandang yang dimilikinya dia pasti bisa melihat lebih jelas semua yang
tersembunyi di tempat itu!"
Murid sinto gendeng sama sekali tidak
mengetahui bahwa setelah ratu duyung memberikan ilmu
"Menembus pandang" itu padanya maka ilmu yang dimiliki sang ratu sendiri akan
lenyap selama 777 hari. Ilmu itu akan muncul dan dikuasainya kembali selewat
jangka waktu tersebut. "Aku harus cepat melakukan sesuatu!" pikir wiro.
Hal kedua yang mengejukan wiro ialah ketika
dia melihat sosok Bidadari Angin timur di bukit barat, berada di antara delapan
lelaki berjubah merah berkepala botak kuning.
"Ditunggu-tunggu ternyata dia ada di situ" Jahanam!
Terbuka sudah kedoknya. Jadi kaki tangan Pangeran
Matahari dia rupanya! Mereka pasti punya huhungan tertentut Aku benar-benar
tertipu Tak pelak lagi pasti kitab putih wasiat dewa sudah diberikannya pada
pangeran keparat itu!"
Wiro lantas ingat pertemuannya dengan bidadari angin
timur belum lama berselang.
"Tapi bagaimana kalau betul gadis itu punya
kembaran ?" wiro jadi garuk kepala sendiri.
"yang ada dibukit barat itu yang mana adanya" Yang
dulu pernah menampar piplku atau yang menipu dan
melarikan kitab sakti itu" atau rnungkin sebenarnya
Memang Cuma satu Bidadari Angin Timur"!"
Dalam bingun wiro teruskan menyusuri bukit sebelah
barat dengan ilmu "menembus pandangnya" kembali dia
terkejut ketika iblis pemabuk dan dewi payung tujuh juga berada di sana.
"Iblis pemabuk, seperti manusia tidak punya
pegangan. Sekarang menjadi antek pangeran matahari , lalu gadis sialan dari
tanah seberang itu! Kalau tidak
mengharapkan sesuatu pasti dia tidak akan bergabung
dengan manusia manusia sesat itu. Dia mengincar kitab putih wasiat dewa. Agaknya
dia sudah tahu kalau kitab itu kini berada disana. Lalu ditambah dendamnya
terhadapku tempo hari.!"
Wiro sadar sudah terlalu lama dia berada di
tempat itu. " aku harus segera bergabung denganpara tokoh ?",
dia memandang kelangit sang surya masih cukup jauh dari titik tertingginya.
Dengan ilmu menembus pandang wiro mampu
melihat siapa saja yang berada dibukit sebelah timur. Mula-mula dilihatnya kakek
segala tahu, "aku harus cepat menemui kakek itu , mungkin dia bisa memecahkan
teka-teki rahasia kelemahan Tiga bayangan setan, tepat tengah hari bolong, pilih
yang ditengah!".
Dada pendekar 212 berdebar ketika dia melihat
ratu duyung. Lama murid sinto gendeng menatap wajah sang ratu dengan berbagai
perasaan menyelimuti hatinya. Kasihan ada sayang pun ada sedang rasa berhutang
budi dan nyawa tentu saja tidak pernah dilupakannya.
Murid Sindo Gendeng palingkan kepala ke jurusan
lain. Dia tersenyum ketika pandangannya sampai pada sosok dewa ketawa dan dewa
tuak. Lalu terlihat dua sosok tubuh mengenakan pakaian aneh berselubung
kainputih. "Seumur hidup tidak pernah aku ketahui ada dua
tokoh golongan putih punya dandanan seperti itu.
Dua pocong hidup itu siapa mereka adanya!"
Wiro kerahkan tenaga dalamnya yang ada dikepala.
Bagaimanapun dicobanya dia tidak mampu menembus kain
putih yang jadi pakaian dua orang itu. "aneh mengapa tidak bisa tembus?" pikir
wiro. Dia berpaling kearah ratu duyung.
"akan kucoba yang satu ini" kata wiro dalam hati. Tenaga dalamnya dilipat
gandakan, namun tetap saja dia tidak bisa menembus kebalik pakaian orang.
Wiro garuk2 kepala " batu,pohon air dan dinding bisa
kutembus, mengapa pakaian tidak bisa" Ah, jangan2 ilmu ini memang tidak untuk
dipergunakan untuk berkurang ajar!" wiro tertawa sendiri. "aku harus segera
menuju puncak bukit sebelah timur , sebelum pergi pedataran pasir antara dua
ukit karang aku bersihkan dulu!"
"braaakkk!"
Wiro hantam batu disampingnya denganpukulan
bertenaga dalam tinggi. Batu karang hancur menjadi sembilan keping. Dia memilih
lima keping yang besar2 lalu bersiap melemparkan batu itu satu persatu kearah
pedataran dimana tersemmbunyi lima bola maut yang bisa meledak! Tapi
gerakan sang pendekar tertahan ketika dia melihat tiba2 ada yang datang dari
utara, berlari secepat angin!
"eh binatang atau setan yang datang ini!" ujar wiro.
--------------------------0000000000000000--------------
EMPAT SEORANG lelaki bertubuh gemuk luar biasa, berkopiah
hitam kupluk, mengenakan baju terbalik dan kesempitan
muncul dari arah utara. Melihat kepada bobotnya yang begitu besar sulit
dipercaya dia mampu berlari laksana angin. Apalagi sambil berlari dia menjunjung
sebuah keranjang rotan raksasa.
Di dalarn keranjang itu, bergelung di atas tumpukan jerami kering kelihatan
sosok manusia gendut, lebih gendut dari lelaki yang menjunjungnya. Dari suara
mengorok yang keluar dari mulutnya jelas si gemuk ini tengah teriidur nyenyak.
Tetapi dibilang tidur mengapa ada sebuah pipa panjang yang
menyala dan menebar bau tembakau mencantel di sela
bibirnya"l
Hebatnya lagi, si gemuk yang menjunjung keranjang
berisi manusia raksasa itu berlari sambil tangan kirinya mernegang kipas kertas
yang tiada henti-hentinya dikipaskan pada wajahnya yang selalu keringatanl
"Bujang Gila Tapak Sakti!" seru Wiro. Walau dia gembira tapi tiba-tiba dia
menjadi merinding. Si gemuk yang dipanggilnya dengan sebutan Bujang Gila Tapak
Sakti itu ternyata berlari memasuki pedataran pasir berbatu-batu yang diapit
oleh dua bukit karang. Padahal lima bahan peledak telah ditanamkan musuh di
tempat itu! Jangankan si gendut berpeci kupluk itu, seekor tikus saja jika
menginjak bola-bola maut yang ditimbun di bawah pasir pastilah akan meledakdan
menghancurkan tubuhnya sampai berkeping-kepingl Apalagi si gendut ini mernbawa beban pula
yaitu seorang manusia raksasa
berbobot ratusan katil
Orang di dalam keranjang rotan besar itu bukan
lainadalahsalah satu tokoh silat palinganehdirimba persilatan yang dikenal
dengan julukan Si Raja Penidurl
"Bujang Gila Tapak Sakti!" seru Wiro dengan suara rnenggelegar karena dia
kerahkan tenaga dalamnya.
"Berhenti! Tahan larimu! Jangan melewati pedataran pasir!"
Orang yang diteriaki menoleh sekilas pada Wiro.
Dia lambaikan kipasnya tapi terus saja berlari kencang.
"Kerbau tolol itu apa dia tuli tidak mendengar teriakanku"!
Celakal Bagaimana aku harus mencegahnya!"
Wiro masih berpikir untuk rnenyelamatkan orang dari
bahaya bola-bola maut yang ditanam musuh justru saat itu si gendut Bujang Gila
Tapak Sakti sudah jauh memasuki
pedataran di antara dua bukit! - Murid Sinto Gendeng
terbelalak. Ternyata tidak satu pun bola maut ilu yang meledak walau ada dua
dari lima bola yang sempat terpijak kaki si gendut!
"Gila! Luar biasa! llmu meringankan tubuhnya hebat luar biasal Bagaimana dia
bisa meredam beratnya tubuh Si Raja Penidur yang ada di dalam keranjang besar"!"
Selagi Wiro garuk-garuk kepala Bujang Gila Tapak Sakti dan Si Raja Penidur sudah
berada di puncak bukit batu karang sebelah timur.
Kemunculan Bujang Gila Tapak Sakti yang juga adalah
kemenakan Dewa Ketawa disambut dengan penuh rasa
kagum oleh semua orang yang ada di situ. Dewa Ketawa
tertawa mengekeh. Kakek Segala Tahu kerontangkan kaleng rombengnya. Sambil
menunjuk-nunjuk ke arah Si Raja
Penidur dan Dewa Ketawa yang bertubuh sama-sama gendut Tua Gila berseru.
"Sekarang ada tiga gajah bengkak di tempat ini! Uhhhh! Anak tololl Apa perlunya
kau bawa-bawa gajah ngorok itu ke sini. Kau hanya membuat sempit tempat orang
bernafas saja!"
Bujang Gila menyeringai. Dia berkipas-kipas beberapa
kali lalu goyangkan kepalanya. Keranjang rotan besar di atas kepalanya bergeser
ke samping, perlahan-lahan melayang turun ke bawah. Raja Penidur sendiri seperti
tidak terganggu terus saja tidur mendengkurl
Kalau kedatangan Bujang Gila Tapak Sakti dan Si Raja
Penidur disambut dengan raga kagum serta gem bira di bukiff timur, maka di
bukiff sebelah barat justru ha1 itu membuat para tokoh golongan hitam menjadi
gegw dan tegang.
Pangeran Matahari yang tahu gehgat tidak baik cepat berkata memberi semangat.
"Hanya dua kerbau tak berguna! Tidak ada yang harus ditakutkanl Kiab Wasiat
lblis ada di tanganku!
Jangankan dua makhluk bengkak itul Semua mereka
bisa kubuat mampus!"
Habis berkata begitu Pangeran Matahari segera
mendekati Makhluk Pembawa Bala dan berbisik.
"Kau lihat sendiri. Lima bola maut yang kau tanam di pedataran sana tidak satu
pun yang meledak ketika dilewati si gendut keparat itul Aku tidak ingin ada yang
tidak beresl Lekas kau pergi ke tempat pengendali. Langsung hidupkan alat
pengendalil Aku dan yang lain-lainnya akan menuruni bukit sejauh mungkin.
Berjaga-jaga agar kalau bukit di sana meletus tidak ada yang bisa lolos!"
Ketika semua orang di puncak bukit karang sebelah
barat bergerak menuju kaki bukit dan berhenti di tepi
pedataran pasir lblis Pemabuk satusatunya yang masih tetap berada di puncak
bukit. Pangeran Matahari berpaling. Melihat tokoh gemuk pendek itu masih berada
di atas bukit dia
berteriak agar lblis Pemabuk segera turun.
Mendengar dirinya dipanggil sambil terhuyunghuyung
lblis Pemabuk goyang-goyangkan tangannya lalu berteriak.
"Aku memilih tetap di atas sini saja! Kecuali ada yang mau membantu menurunkan
lima gentong tuak
ini ke bawah sana!"
Rahang Pangeran Matahari menggembung. Di
sebelahnya, gurunya Si Muka Bangkai berbislk. "Jangan perdulikan dial Nanti akan
kuhancurkan lima
gentong itu. Kalau sudah tidak ada lagi tuak di atas
masakan dia mau bertahan di sana!"
"Aku kawatir kemunculannya di sini bukan membantu kita tapi membuat kekacauan
saja!" jawab
Pangeran Matahari.
"Kita lihat saja. Kalau dia nanti masih banyak
cingcong biartubuhnya kubuat murakl" kata Si Muka Bangkai.
Melihat gerakan orang-orang di bukit sebelah
barat, orang-orang di bukit sebelah timur tidak tinggal diam.
Mereka segera menuruni bukit untuk menyongsong
kedatangan lawan den berhenti di tepi pedataran pasir tepat di seberang kelompok
Pangeran Matahari! Dua kelompok para tokoh dunia persilatan golongan putih dan
golongan hitam saling berhadap-hadapan dan hanya terpisah lima tombak satu sama
lainnya! Sementara itu di langit matahari merayap mendekati titik tertingginya.
Pangeran Matahari memandang berkeliling. Dalam hati
dia menggeram. "Makhluk Pembawa Bala keparat! Apa yang dilakubnnya" Mengapa
peralatan rahasia masih belum
bekerja! Mengapa masih belum terjadi ledakan! Padahal
orang-orang di bukit karang sebelah barat telah mulai turunl Jahanam betul si
Makhluk Pembaw Bala itul Kelak akan aku tambahkan tusukan kayu di batok
kepalanyal"
Baru saja sang Pangeran memaki begitu tibatiba
ledakan dahsyat mendera kawasan teluk lima kali berturut-turut!
Dua kelompok para tokoh di kaki bukit barat dan timur
menjadi terkejut besar.
"Jahanaml Apakah bumi sudah kiarnat"l" Seseorang terdengar berleriak. Pasir dan
hancuran batu-batu beterbangan ke udara membuat pemandangan menjadi gelap. Tanah
bergoncang hebat. Dua bukii bergetar seperti hendak roboh. Air laut menggelombang membentuk
ombak besar y3ng kemudian
menghempas di teluk. Di kaki bukit sebelah barat terdengar raungan meratap Dewa
Sedih. Sebaliknya di kaki bukit
sebelah timur Dewa Ketawa tertawa keras ditimpali suara kerontangan kaleng!
"Tiarap! Cari perlindungan!" terdengar ada yang berteriak.
Ketika pasir dan bebatuan runtuh ke tanah dan
pemandangan menjadi terang kembali kelihatanlah satu
pemandangan yang mendebarkan. Di jalan masuk menuju ke teluk, di ujung dua kaki
bukit, tarnpak lima lobang raksasa menguak tanah!
Para tokoh yang tadi berlindung di balik batubatu besar di kaki bukit dan ada
yang bertiarap perlahan-lahan keluar unjukkan diri. Ada yang terdengar memaki
sambil bersihkan pakaian dan rambut mereka yang terkena hamburan pasir
akibat lec'nkan. Muka mereka yang tadi pucat pasi kini bcrdarah kembali.
"Setan edan! Apa yang terjadi! Habis kotw pakaian pufihku! Untung dandananku
tidak rusakl" Salah se owng dari dua sosok bwselubung b i n putih memaki. Lalu
di halik kerudung kain putihnya dia mengeluarkan alat-alat rias dan merias
vmjahnya kembali!
"Aku yokin! Ada jahanarn rnenanam alat peledak di tempat ini!" teriak seseorang.
"Pasti ifu pekerjaaan busuk si licik keji Pangeran Mataharil" rnenyahuti seorang
lainnya. Di kaki bukit sebelah barat rahang Pangeran Matahari
menggembung. Pelipisnya bergerak-gerak tanda dia tengah marah besar. Dia
berpaling ke bukit di atasnya. "Jahanam!
Apa yang dikerjakan makhluk keparat itu! Mengapa yang
meledak justru bola-bola maut di tempat lain! Mengapa yang di bukit tirnur tidak
meledak! Pisau dan panah beracun mengapa belum bekerja! Makhluk Pembawa Balal Di
mana kau"!
Keparat tolol!" Pangeran Matahari berpaling pada Elang Setan lalu berkata.
"Lekas kau pergi menyelidik ke tempat pengendalian alat rahasial
Kalau Makhluk Pembawa Bala berkhianat segera saja
kau habisi!"
Mendengar perintah itu dan merasa mendapat
kepercayaan Elang Setan segera berkelebat. Dari kaki bukit sebelah timur tiba-
tiba ada yang berseru. "lblis Pemabuk!
Tidak sangka kau rupanya sudah jadi kaki tangan orang-orang jahat!"
Di atas bukit barat lblis Pemabuk bantingkan
kendi berisi tuak yang sedang diteguknya hingga pecah berkeping-keping. Dengan tubuh
menghuyung dia maju satu langkah.
"Setan alas dari mana yang berani bicara kurang ajar padaku!"
"Aku sahabat lamamu Dewa Tuak!" jawab orang di kaki bukit timur
. "Tapi sekarang kita tidak bersahabat lagi! Kau memilih berkumpul dengan
orangorang sesatl Aku mana mau meniru perbuatanmu! Najis!" Dewa Tuak lalu angkat
tabung bambunya ke bibir dan meneguk tuak murni itu dengan lahap.
"Dewa Tuak! Kau tidak lebih baik dari dirikul Kalaupun aku berada di tempatmu,
apa yang bisa kau berikan" Di sini aku bisa berpesta dengan lima geniong tuak
sedap!" "Dasar tolol!" teriak Dewa Tuak.
"Jahanam! Kau berani memakiku!" Dari atas bukit lblis Pemabuk tanggalkan dua
kendi yang terikat di pinggangnya.
Dua kendi ini lalu dilemparkannya ke bawah ke arah Dewa Tuak. Lemparan ini bukan
lemparan sembarangan karena
disertai tenaga dalam tinggi. Dua kendi itu sanggup


Wiro Sableng 090 Kiamat Di Pangandaran di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memecahkan kepala serta menjebol tubuh Dewa Tuak. Belum bgi tuak yang menyembur
keluar dari dalamnya yang dapat menembus daging dan tulang manusia!
"Ha ... ha! Apakah kegegeran hari sepuluh bulan
sepuluh sudah dimulai di Pangandaran ini"!"seru Dewa Tuak.
Tua Gila dan Dewa Ketawa tertawa gelak-gelak Dew
Sedih kembsli terdengar meratap. Dewa Tuak lrmparkan
tabung bambunya ke udara menyambut datangnya serangan
dua kendi. Bumbung bambu dan dua kendi dari tanah bertemu di udara.
"Traakkk .... Traakkk!"
Tuak kayangan di dalam bumbung bambu dan tuak
keras di dalam dua kendi bermuncratan kenoantero tempat.
Bumbung bambu patah dua sedang tlua kendi tanah hancur berantakan. Di atas bukit
lblis Pemabuk terhuyung-huyung.
Kalau dia tidak Ivkas berpegangan pada gentong besar di dekatnya ltiscaya dia
akan jatuh terjengkang. Di lain pihak, di knki bukit Dewa Tuak usap-usap dadanya
yang rn~ndenyut sakit. Orang tua ini terbatuk-batuk bebrrapa kali dan cepat atur
jalan darah serta tenaga dnlamnya. Rupanya walau bentrokan tabung bambu dan dua
kendi tanah terjadi di udara namun tenaga dalam ke dua orang tokoh silat itu
saling memukul dengan hebatnyal
"Gusti Allah! Hancur bumbung tuakkul" Teriak dewa Tuak sambil memandang ke
udara. "Tuakku lllmpah semua!
Jahanam kau lblis Pemabuk!"
Orang tua berpakaian selempang kain biru itu melompat
satu tombak. Mulutnya dibuka lebar-lebar.
Kini terjadilah satu pemandangan yang sulit dipercaya. Tuak kayangan yang
berhamburan dari burmbungnya yang patah
laksana tersedot mengalir masuk ke dalam mulut Dewa Tuak.
Walau banyak ynng terbuang tapi sebagian besar masih
sempat. masuk ke dalam tenggorokannya.
"Ah, untung masih ada yang bisa kutenggak! Sialan kau lblis Pemabukl"
Perlahan-lahan Dew Tuak turun ke tanah.
"Dewa Tuak! Kasihan kau kehilangan satu tabung!"
Di atas bukit sebelah barat lbllis pemabuk berseru lalu tertawa gelak-gelak.
"Jangan khawatir, aku punya lima gentong tuak keras. Aku akan hadiahkan satu
gentong padamu! Ha ... ha ... ha!"
"Terima kasihl Siapa suka minuman yang sudah
dicampur dengan air kencing!" teriak Dew Tuak lalu tertawa mengekeh diikuti oleh
semua orang yang ada di kaki bukit sebelah tirnur itu sementara Si Raja Penidur
masih enak-enakan ngorok.
"Jahanaml Apa maksudmu!" teriak lblis Pemabuk dengan mata melotot.
"Ha ... ha ... ha! Dasar orang tolol! Kerjamu mabuk saja hlngga tidak tahu orang
sudah mengerjaimu!"
"Jahanaml Kalau kau tidak segera menjelaskan aku hancurkan tabungmu yang
satunyal" "Masih saja tololl" seru Dewa Tuak. "Tuak keras dalam lima gentong yang kau
minum itu sebelumnya sudah dikencingi Pangeran Matahari dan gurunya Si Muka
Bangkai! Ha ... ha ...
hal" Berubahlah tampang lblis Pemabuk. Dia rnemandang
ke arah Pangeran Matahari dan Si Muka Bangkai.
Dua orang ini segera berteriak berbarengan.
"Dustal"
Tapi lblis Pemabuk sudah termakan ucapan Dewa Tuak
"Kalau kau rnasih mau bersahabat dan inginkan tuak yang harum sedap, aku rnasih
ada satu bumbung penuh!" teriak Dewa Tuak pula.
"Dewa Tuakl Siapa bilang aku memutuskan
pernahabatan denganmul" teriak lblis Pemabuk. Lalu dla menyambar ke kanan.
Ketika dia melompat turun dari atas buki semua orang yang ada di tempat itu
menjadi terkesiap kagum. lblis Pemabuk melayang he bawah bukil sambil
memanggul salah satu dari llmo gentong besar berisi tuak keras yang beratnya
ratusan kati. Dari atas lblis Pemabuk lalu lemparkan gentong itu ke
arah Si Muka Bangkail
"Pengkhianat keparatl" teriak Si Muka Bangkai marah sekali.
Enam larik sinar, dua hiam, dua kuning dan dua rnerah
berkiblat di udam. ltulah dua pukulan sakti "gerhana Matahari"
yang dilepas oleh Pangeran Mataliari dan Si Muka Bangkai ke arah lblis Pemabuk.
Yang diserang cepat menyingkir. Gentong yang diiemparkannya hancur berantakan di
udara akibat pukulan sakti yang dilepaskan Si Muka Bangkai.
Celakanya tuak yang ada dalam gentong itu jatuh
mengguyur Si Muka Bangkai mulai dari kepala sampai ke kaki!
Dew Ketawa gelak terkekeh. Bujang Gila Tapak Sakti
terpingkal-pingkal sambil berkipas-kipas sedang Dewa Sedih keluarkan pekik keras
lalu menangis. Dari arah kaki bukit sebelah timur tiba-tiba memancar satu cahaya
putih rnenyilaukan, langsung menahan sinar sakti pukulan
Pangeran Matahari. Di udara kelihatan seperti ada bunga api mencuat ke lnngit
disertai letusan keras.
Pangeran Mataheri tersurut dua langkah. Parasnya
berubah. Dia berpaling ke kaki bukit sebelah Iimur. Di situ dilihatnya Ratu
Duyung perlahan-lahan lurunkan tangannya yang memegang cermin bulat.
Cahaya putih menyilaukan tadi ternyata keluar dari
cermin di tangan sang Ratu untuk menolong lblis Pemabuk dari keroyokanl
"Dewa Tuak tidak berani menyerangku. Ratu Duyung
hanya melakukan tindakan bertahanl Berarti mereka sudah tahu kelemahan Kitab
Wasiat Iblis!" Pangeran Matahari merasakan dadanya berdebar.
"Aku harus mencari aka1 agar semua orang itu
menyerangku! Akan kuamblaskan nyawa mereka satu
persatu!' Baru saja Pangeran Matahari berkata dalam hati tiba-
tiba terdengar suara kaleng berkyontangan, disusul suara nyanyian Kakek Segala
Tahu. "lngat kata sahabat. Yang hitam jangan diserang!
Alihkan perhatian dan mengambil sikap bertahanl ltulah jalan kehidupanl lngat
kata sahabat. Yang hitam jangan diserang!"
Pangeran Matahari mendengus. Di sampingnya dalam
keadaan basah kuyup Si Muka Bangkai berbisik. "Muridku mereka sudah tahu
kelemahan kitab saktimu itu. Kau harus berhati-hati, sku akan memancing agar
mereka menyerangmul"
Pangeran Matahari tidak menjawab. Dia lagi-lagi
berpaling ke atas bukit dengan penuh geram. "Makhluk Pembawa Bala jahanam! Elang
Setanl Apa kau tidak
menjalankan tugas yang aku perintahkan"lH
Tiba-tiba dari atas puncak bukii karang sebelah barat itu satu sosok tubuh
tampak mencelat di udara. Semua orang dongakkan kepala melihat apa yang terjadi!
-----------------000000000000------------------
Ll MA SOSOK tubuh yang melayang dari atas bukii itu jatuh
terkapar di depan Pangeran Matahari. Meski keadaannya tak bisa dikenali lagi
tapi sang Pangeran maupun Tiga Bayangan Setan tahu betul itu adalah sosok tubuh
Elang Setanl Tiga Bayangan Setan berterlak keras dan pukulpukul
dadanya sendiri melihat kematian saudara angkat darahnya itu. Tenggorokan
Panqeran Matahari naik tumn. Dia
memandang ke puncak bukit di atasnya. Walau tidak tampak siapa pun di atas sana
namun dia tahu musuh telah berhasil menyusup ke bukii tempat dia dan para tokoh
silat golongan hitam berada. Dia belum melihat siapa adanya orangnya
namun menaruh syakwasangka orang itu bukan lain musuh
bebuyutannya yaitu Pendekar 212 Wiro Sablengl
Dalam keadaan marah dan penasaran oleh kematian
Elang Setan Pangeran Matahari merasa terganggu oleh ratap tangis Dewa Sedih yang
duduk di atas gundukan batu
beberapa lanakah di samping kirinya.
"Tua bangka jahanam! Hentikan tangismu atau kurobek mulutmu!" bentak sang
Pangeran. Yang dibentak tergagau sebentar. Sepasang mata Dewa
Sedih sekilas menyorotkan sinar aneh walau air mukanya tetap menunjukkan
kesedihan. "Ada orang mampus mengenaskan! Aku dibentak! Aku
sedih! Aku menangis ...!" Lalu terdengar raung Dewa Sedih keras sekali. Sambil
menangis dia berdiri dan melangkah tertunduk-tunduk. Tangan kirinya dipergunakan
untuk mengusut ke dua matanya.
"Hail Kau mau ke mana"l" teriak Pangeran Matahari ketika dilihatnya kakek itu
melangkah menuruni bukit ke arah timur.
Dewa Sedih tidak perdulikan bentakan Pangeran
Matahari. Dia melangkah terus sambil keluarkan ratapan.
"Aku dibentak dimarahi! Apakah aku anak kecil ingusan yang telah berbuat salah!
Engg ... huk ...huk ... hukl Aku bukan budakbukan pembantu bukan pelayan! Jika
orang marah padaku berarti tidak suka padaku! Kalau orang tidak suka padaku lebih baik aku
pergi saja. Engg ... hik ... hik ... hikl Masih banyak tempat lain untuk
menangis. Enggg ...."
Ketika Dewa Sedih hampir mencapai kaki bukit karang
Si Muka Bangkai tak dapat menahan kekhawatirannya.
"Muridku, agaknya tua bangka itu hendak melintasi pedataran pasir, siap
menyeberang ke pihak lawan!"
"Kalau sudah tahu lekas lakukan sesuatul" jawab Pangeran Matahari dengan nada
jengkel dan sikap angkuh.
Sang guru segera berkelebat menuruni bukiI.
"Dewa Sedihl Tunggul" seru Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat. Dua kali
melompat saja dia sampai di kaki bukii dan cepat menghadang langkah Dewa Sedih.
Melihat ada orang yang menghalangi tangis Dewa Sedih
semakin keras. Tangan kirinya dikibaskan. Walau gerakan tangan itu acuh tak acuh
saja tapi dari deru angin yang keluar Si Muka Bangkai maklum kalau kibasan
tangan itu bukan lain adalah satu serangan dahsyat. Buktinya ketika dia coba
menangkis dengan membalas membelintangkan tangan
kanannya di depan wajahnya, tangan itu tergetar keras dan tubuhnya terjajar satu
langkah. Meski kini dia menjadi mangkel melihat sikap Dewa
Sedih namun Si Muka Bangkai tak mau mengambil sikap
memaksa. Dia berusaha membujuk malah sambil ikut-ikutan menangis.
"Tua bangka bungkuk bermuka pucat! Hik ...hlk ... hilt!
Tangismu hanya pura-pura! Hik ... hik ... hik!
Mcnyingkir dari hadapanku! Jangan menyesal kalau
hedua matamu aku kuras keluar!"
Saat itu Dewa Sedih sudah sampai di kaki bukit dan siap menyeberangi pedataran
pasir berbatu-batu yang
memisahkan bukit di sebelah barat dengan zebelah timur sejarak lima tombak. Si
Muka Bangkai jadi kehabisan akal.
"Dibujuk tidak mau! Rupanya minta mati!" Si Muka Bangkai kertakkan rahang. Kakek
bungkuk ini memutar
tubuhnya seperti hendak berbalik ke tempatnya semula.
Namun tiba-tiba tangan kanannya dihantamkan. Sinar merah, kuning dan hitam
berkiblat menghampar hawa sangat panas.
Udara seperli redup beberapa saat. lnilah pukulan maut
"Gerhana Matahari" yang dilancarkan dengan tenaga dalam penuh dan benar-benar
merupakan serang mematikan karena dilancarkan dari belakang!
"Jahanam pengecut! Membokong dari belakangl"
Dari bukit sebelah barat terdengar orang berteriak memaki.
Sebaliknya Dewa Sedih yang diserang secara pengecut itu tenang-tenang saja. Dia
terus saja melangkah terbungkuk-bungkuk menyeberangi pedataran pasir sambil
menangis sesenggukan. Saat itulah dari bukit sebelah timur menggema suara kerontangan
kaleng. Lalu menyusul deru dua
gelombang angin yang sangat dahsyat. Deru perlama keluar dari kipas kertas yang
dikebutkan Bujang Gila Tapak Sakti.
Yang satu lagi melesat dari hantaman tangan Dewa Ketawa yang melancarkan
serangan untuk menyelamatkan kakaknya.
Pasir di pedataran beterbangan sampai setinggi dua
tombak. Dewa Sedih tampak terhuyung-huyung dalam jepitan tiga kekuatan tenaga
dalam dahsyat. Lalu terdengar dua letupan keras yang menggoncang kawasan itu. Si
Muka Bangkai jatuh terjengkang di tanah.Mukanya yang pucat
bertambah putih. Dadanya mendenyut sakit. Cepat-cepat
kakek bungkuk ini bangkit berdiri dan menyelinap ke balik batu karang di kaki
bukit. Di bukit sebelah barat Dewa Ketawa lenyap. Orang tua
bertubuh gemuk ini terhuyung-huyung lalu tersandar ke
samping batu di belakangnya. Setelah mengusap wajahnya berulang kali dia lalu
kembali tertawa. Tak jauh di sebelahnya Bujang Gila Tapak Sakti periksa kipas
kertasnya. Salah satu ujung kipas tampak robek sedikit. Si gendut ini karuan
saia jadi mengomel panjang pendek.
Beberapa belas langkah sebelum Dewa Sedih mencapai kaki bukit sebelah timur,
adiknya Dewa Ketawa melompat
menyambuti kedatangannya. Sambil membimbing tangan si
kakek Dewa Ketawa tertawa mengekeh lalu berkata. "Dari dulu aku sudah I)llang!
Kau boleh saja menangis sesukamu.
Tapi otak musti jalan. Dipergunakan dengan baik.
Tempntmu di sini di antara para sahabat. Bukan di sana!
IIn ... ha.. . hal"
"Hik ... hik! Aku mengaku salah! Aku memang kolirul Sudah jangan mentertawai aku
terusl" kata Oowa Sedih. Lalu
"bluk!" Satu sosok melayang di ntns kepalanya. Tahu-tahu lblis Pemabuk sudah
tegak di hadapan kakak adik aneh itu.
"Nah ini satu lagi orang sesat yang sadar diri!"
Yang berseru adalah Dewa Tuak. Dia langsung saja
melompat menyambut kedatangan lblis Pemabuk. dan orang ini saling rangkul. Tapi
tangan masingmasing saling bekerja.
Dewa Tuak membetot lepas dua kendi tuak yang tergantung di pinggang lblis
pemabuk sedang lblis Pemabuk menarik
bumbung bambu dari bahu Dewa Tuak. Kedua orang tua ini lalu meneguk minuman
keras itu sambil tertawa tawa.
Di samping kiri Kakek Segala Tahu kerontangkan kaleng
rombengnya sementara Bujang Gila tapak Sakti tegak
berkipas-kipas sambil tertawatawa sedang Si Raja Penidur masih terus ngorok di
dalam keranjang rotan besar.
Setelah puas meneguk tuak murni yang dinamakan tuak
kayangan milik Dewa Tuak, lblis Pemabuk melambaikan
tangan ke arah Ratu Duyung Ialu menjura seraya berkata.
"Terima kasih tadi kau telah menyelamatkan diriku dengan cermin sakti dari
serangan manusla-manusia sesat itul"
Ratu Duyung membalas dengan senyuman manis. Di
kaki bukit sebelah barat Pangeran Matahari marah
besar."Kurang ajar! Mengapa urusan bisa jadi kapiran seperti inil" Dia kembali
memutar kepala, memandang ke puncak bukit di atasnya. Kita kembali dulu pada apa
yang terjadi beberapa saat sebelumnya.
Setelah meledakkan lima alat peledak yang ditanam di
pedataran pasir di antara dua bukit batu karang, Pendekar 212
menyelinap ke bukit sebelah barat. Dengan ilmu "Menembus Pandang" dia berhasil
mengetahui di mana letak pusat kendali alat alat peledak dan segala macam
senjata rahasia yang disembunyikan. Ketika dia sedang sibuk merusak alat
pengendali yang bisa membunuh para tokoll silat golongan putih itu tiba-tiba dia
melihat bayangan sosok seseorang jatuh di atas batu karang di sampingnya,
menyusul menyambarnya bau busuk yang tak asing lagi baginya.
Murid Sinto Gendeng cepat berbalik.Justru saat itu satu tendangan berdesing ke
arah keplanya. Demikian cepat dan tiba-tibanya serangan itu walau dia sempat
menjatuhkan diri menyelamatkan kepala namun tendangan masih sempat


Wiro Sableng 090 Kiamat Di Pangandaran di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyambar dadanya!
"Bukkk!"
Pendekar 212 Wiro Sableng terlempar dua tombak. Di
hadapannya Makhluk Pembawa Bala menyeringai. Selagi
Wiro terkapar menahan sakit Makhluk Pembawa Bala cepat melompat ke tempat
peralatan pengendali. Dia hanya
membutuhkan waktu singkat untuk membetulkan kawat-kawat pengendali yang telah
diputus Wiro. Namun sebelum hal itu sempat dilakukannya dari samping Wiro datang
menghantam. Perkelahian seru segera terjadi. Bagaimanapun hebatnya Makhluk Pembawa
Bala namun tanpa memiliki sebuah tangan pun,Setelah
bertahan selama dua jurus dia tak sanggup Lagi menghadapi lawan. Mukanya yang
memang sudah hancur menjadi tambah remuk dibuat bulan bulanan tinju kiri kanan
Pendekar 212. Setelah merasa cukup membuat babak belur manusia jahat yang telah beberapa kali
hampir berhasil membunuhnya, Wiro cekal kayu yang menancap di batok kepala
Makhluk Pembawa Bala. Begitu kayu dipuntir kuat-kuat "kraak Tak ampun lagi
tanggallah leher Makhluk Pembawa Bala dari persendiannya!
Penggembala Mayat 1 Dewa Arak 16 Pewaris Ilmu Tokoh Sesat Iblis Berkabung 3
^