Pencarian

Sepasang Manusia Bonsai 2

Wiro Sableng 080 Sepasang Manusia Bonsai Bagian 2


puteraku. Tapi sayang, orang tuanya berlaku bodoh! Dijanjikan madu dan bunga sakura malah
membalas dengan racun dan duri berbisa! " Lalu Yasuaki Kiuchi berpaling pada
Gapo. " Bagus Gapo! Kau punya pekerjaan bagus! " kata Yasuaki Kiuchi memuji sambil
tepuk-tepuk bahu Gapo. Si tinggi besar ini membungkuk berulang kali. " Tapi
tugasmu belum selesai! "
Page 19 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Saya tahu tuan Kiuchi. Saya siap menjalankan perintah selanjutnya..." kata Gapo
pula. " Saat ini juga kau harus berangkat ke pegunungan Shikoku . Temui datuk gila
dunia persilatan si Nenek Muka Neko. Terangkan padanya apa yang aku mau. Lalu
serahkan benda ini padanya..." Dari balik kimononya, Yasuaki Kiuchi keluarkan
sebuah benda panjang yang ternyata adalah seuntai besi aneh berwarna hitam yang
sudah karatan. Pada kedua ujung rantai sepanjanglimajengkal ini terdapat japitan
berbentuk gelang tebla.
Gapo menerima rantai itu. Menurut taksirannya rantai itu memiliki berat paling
tidak sekitar 25 kati.
Tetapi alangkah kagetnya kepala prajurit Shogun ini ketika dipegang ternyata
benda itu ringan sekali.
Sejak lama sebenarnya Gapo sudah mengetahui kalau Yasuaki Kiuchi menyimpan
rantai aneh itu. Sudah sejak lama pula dia ingin memiliki benda ini karena
kekuatan aneh yang tersembunyi di dalam rantai karatan itu dapat menjadikan
rantai sebagai senjata sakti andalan. Gapo menerima rantai itu dengan tangan
gemetar. Pikiran khianat merebak dalam otaknya.
" Kalau tak ada hal-hal lainnya, saya mohon diri, " kata Gapo pula.
" Ada satu hal yang perlu aku beri tahu," ujar Yasuaki Kiuchi. " Orang-orangku
melaporkan bahwa Hideo Yukawa, ayah bayi lelaki itu kemarin terlihat di Otsu .
Selidiki apa yang dilakukannya. Kalau kau merasa tidak begitu suka padanya kau
boleh membuat perhitungan sendiri!"
" Saya akan selidiki sekembali dari Shikoku ," jawab Gapo. " Apakah saya boleh
pergi sekarang" "
Yasuaki Kiuchi mengangguk lalu berkata. " Jangan lupa mampir dulu di tempat si
penyamak. Dia punya tugas untuk membalut sekujur tubuh dan kepala bayi itu
dengan pembalut kulit. Benda itu kelak yang bakal memungkinkan terjadinya
kegegeran besar di negeri Nihon ini! "
" Saya memang akan ke sana . Anak buah saya sudah menunggu di tempat tukang
samak kulit itu,"
ujar Gapo pula.
" Dan kau sudah tahu Gapo, apa yang harus kau lakukan terhadap orang itu begitu
dia selesai membungkus dua bayi dengan pembalut kulit" "
" Saya tahu tuan Kiuchi, " jawab Gapo lalu melintangkan susunan jari tangan
kirinya di leher dan membuat gerakan menyembelih.
" Kau boleh pergi sekarang, " kata Yasuaki Kiuchi. " Kembali dari pegunungan
Shikoku kau bakal mendapat hadiah besar dariku..."
" Saya tidak mengharapkan hadiah apa-apa darimu tuan Kiuchi. Tapi jika tuan
tidak marah, sebenarnya sudah lama saya berhasrat dengan salah seorang selirmu
yang tak pernah datang-datang lagi kemari..."
" Heh, selirku yang mana" " tanya Yasuaki Kiuchi sambil usap-usap dagu dan
senyum-senyum kecil.
" Maksud saya selir bernama Emiko itu..."
" Emiko... Emiko..." " Tiba-tiba meledaklah tawa Yasuaki Kiuchi. " Aku tidak tahu,
rupanya sudah lama kau mengincar selirku yang gemuk tambun itu! Ha...ha...ha! Kau
boleh mengambil babi gembrot berminyak itu Gapo! Kau boleh memakainya selama kau
suka! Asal saja hidungmu cukup tahan pada bau ketiaknya! Ha...ha...ha! "
Page 20 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Terima kasih tuan Kiuchi! " kata Gapo lalu membungkuk dalam-dalam.
Pengunungan Shikoku walaupun terletak di sebelah selatan, namun tingkat
kedinginannya tidak kalah dengan pegunungan lain yang terletak di sebelah utara.
Pagi itu di salah satu puncak pegunungan yang diselimuti salju kelihatan asap
mengepul ke udara. Kepulan asap ini ternyata datang dari sebuah perapian yang
ada di depan sebuah goa kecil.
Di depan goa duduk seorang nenek mengenakan mantel bulu beruang. Nenek ini
memiliki tampang aneh karena wajahnya yang putih keriputan itu menyerupai wajah
seekor kucing. Hidungnya kecil, bagian bawahnya ditumbuhi bulu-bulu halus.
Mulutnya memiliki barisan gigi-gigi kecil serta lidah pendek merah.
Kedua bola matanya berwarna kehijauan, dan di sebelah tengah ada bagian yang
berbentuk seperti butiran gandum. Sepasang telinganya juga kecil, mencuat ke
atas dan berbulu halus putih. Di udara yang sangat dingin itu setiap hembusan
nafas si nenek membuat terjadinya kepulan kabut putih. Hampir setiap saat si
nenek bermuka kucing mendongak ke udara sementara kedua tangannya yang berkuku-
kuku panjang menggumpal-gumpal salju membentuk bola sebesar kepalan.
" Hari aneh apa pula ini" " si nenek berkata. " Sedari tadi tak ada seekor
burung pun yang lewat.
Apa semua burung sudah pada mampus"! "
Baru saja si nenek berkata begitu, tiba-tiba ada seekor kucing mengeong di dekat
mulut goa. Astaga!
Ternyata di situ ada dua ekor kucing putih yang sejak tadi duduk di belakang si
nenek. Binatang-binatang ini memiliki bulu yang sangat tebal, berbadan lebih
besar dari kucing biasa. Yang satu ada ikatan pita merah pada lehernya, yang
seekor lagi berpita biru.
" Hus! Jangan berisik anak-anak! Nanti benar-benar tak ada burung yang lewat di
tempat kita! Kalian berdua akan sengsara kelaparan! "
" Meong.... Meong....! "
" Anak-anak sialan! " si nenek memaki sambil menampar salju di tanah dengan
tangan kirinya. Salju muncrat ke atas. Sebagian menghantam muka dua ekor kucing
itu. Dua binatang ini mengeong keras lalu melompat ke atas bahu kiri kanan si
nenek. Di sini keduanya duduk mendekam, tidak berani bergerak dan juga tidak
berani bersuara.
Si nenek kembali mendongak ke langit. Tiba-tiba sepasang mata kucingnya
memancarkan sinar.
Lehernya ditinggikan dan hidungnya bergerak-gerak.
" Ada rezeki datang..." kata si nenek muka kucing sambil menyeringai. Kedua
tangannya sibuk menggumpal salju hingga berubah menjadi bola kecil sekeras batu.
Saat itu tampak seekor burung hitam terbang tinggi di udara. Mulut si nenek
kembali menyeringai. Dia tiba-tiba berdiri. Gumpalan bola salju digenggam di
tangan kanan. Burung mulai mendekat. Si nenek membuat gerakan meliuk-liuk. Dua
kakinya bergeser-geser kian kemari. Dua tangannya bergerak-gerak. Keadaannya
saat itu tidak beda seperti seorang tengah menari. Mendadak tubuhnya melesat
setinggi sepuluh kaki. Selagi melayang di udara, nenek ini membuat gerakan
jungkir balik. Pada saat kepalanya berada di bawah di mana kedua matanya dapat
melihat jelas langit di atasnya, dia keluarkan suara mengeong, lalu bola salju
di tangan kanannya dilemparkan ke atas tanpa membidik sedikitpun!
Hebatnya, lemparan salju seperti asal-asalan itu tepat menghantam burung hitam
yang sedang terbang di udara hingga pecah. Binatang ini langsung melayang jatuh
ke tanah pegunungan yang tertutup salju tipis.
Page 21 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Biru! Lekas kau ambil santapan pagi kita itu! " berkata si nenek muka kucing.
Kucing salju berpita biru di bahu kirinya mengeong keras lalu melompat turun,
lari dengan cepat ke tempat jatuhnya burung hitam tadi. Tak lama kemudian,
kucing salju berbulu putih itu kembali pada majikannya si nenek bermuka putih
seperti kucing sambil menggonggong burung hitam besar di mulutnya. Burung ini
diletakkan di hadapan si nenek.
Si nenek tiba-tiba saja unjukkan wajah kesal dan mau menangis. Tapi yang keluar
dari mulutnya justru suara tawa mengekeh. " Meong... meong hik... hik.. hik!
Nasib kita sialan betul hari ini Menunggu lama dengan perut keroncongan, dapat
mangsa ternyata seekor burung pemakan mayat! Biru, putih, kau tahu kita
berpantang makan burung nazar! "
" Meong...!Meong...! " dua ekor kucing putih mengeong seolah mengiyakan.
Si nenek membungkuk. Lalu dengan jari telunjuk tangan kirinya disentilnya burung
hitam itu. Sungguh luar biasa. Meski cuma menyentil, burung hitam itu mencelat
jauh hingga akhirnya lenyap dari pandangan mata. Si nenek usap-usap kucing putih
berpita merah yang masih nangkring di bahunya. " Kita terpaksa mencari ikan di
telaga beku. Apa boleh buat. Kemarin ikan, sekarang ikan lagi.... Ayo Merah kau
pimpin jalan. Cari bagian telaga berlapis es paling tipis... "
Kucing putih berpita merah di bahu si nenek melompat turun. Binatang itu
berlari-lari di sebelah depan.
Temannya si biru mengikuti dan di sebelah belakang baru si nenek yang mengenakan
mantel dari bulu beruang. Tak berapa lama kucing merah hentikan langkah.
Binatang ini mengendus-endus tanah berlapis es keras dan salju di hadapannya
lalu melangkah berputar-putar sambil mengeong tiada henti. Hal ini rupanya sudah
cukup pertanda bagi si nenek. Sambil berjingkat-jingkat dan senyum-senyum,
perempuan tua ini bergerak ke bagian yang tadi diputari kucing berpita merah.
" Hemmm... memang di sini agak tipis lapisan es bekunya. Aku dapat merasakan...!
" kata si nenek. Lalu perlahan-lahan dia berjongkok. Mantel bulunya
disingsingkan. Kepalanya didongakkan dan kedua matanya berkedap-kedip. Sesaat
kemudian terdengar suara " Serrrrrr...! " Ternyata si nenek enak saja membuang
hajat kecil alias kencing di tempat dia jongkok itu.
Selesai kencing si nenek bangkit berdiri lalu melangkah mundur berjingkat-
jingkat. Di atas salju, air kencingnya yang hangat tampak mengepul begitu
bersentuhan dengan lapisan salju dan lapisan es beku di bawahnya. Bau pesing
menebar di tempat itu. Si nenek tertawa cekikikan lalu tekap hidungnya. " Gila
tak kusangka kencingku bau sekali... Hik... hik... hik...! "
Air kencing yang hangat itu merembes ke bawah menembus salju dan lapisan es.
Sesaat kemudian lapisan es itu kelihatan mencair, membuka bentuk lobang cukup
besar. Di bawah lobang tampak genangan air. " Nah, kita tinggal menunggu anak-
anak...! "
" Meong!Meong! "
Baru saja dua ekor kucing mengeong begitu, dari dalam lobang tiba-tiba mencelat
seekor ikan besar.
Lalu seekor lagi. Begitu berturut sampai tiga kali. " Cukup! " si nenek berkata
lalu dengan kaki kanannya yang berkuku panjang menggeser tumpukan salju hingga
menutupi lobang.
" Anak-anak, kita kembali ke goa. Aku khawatir terlalu lama api pembakar
santapan akan mati.
" Si nenek membungkuk mengambil seekor dari tiga ikan yang menggelepar-gelepar
di atas salju. Dua ekor kucing putih masing-masing menggonggong seekor ikan lalu
melangkah mengikuti si nenek.
Harum bau ikan panggang masih menggantung di udara walau ketiga ikan itu sudah
amblas masuk ke Page 22
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
dalam perut si nenek dan dua ekor kucing peliharaannya. Di depan goa si nenek
duduk lonjorkan kaki.
Dua ekor kucing duduk di pangkuannya. Sepasang mata si nenek kuyu seperti
mengantuk. Tiba-tiba kedua mata itu nyalang besar. Sepasang telinga kucing si
nenek bergerak-gerak.
" Anak-anak kita akan kedatangan tamu. Entah siapa mereka aku tidak tahu... "
Berucap sinenek.
" Meong!meong! " Telingga si nenek terus bergerak-gerak. Seolah dia melihat
dengan telinganya.
Mulutnya kembali bersuara.
" Mereka ada tiga orang. Yang satu membawa kereta berpeluncur besi ditarik
beberapa ekor anjing besar. Dua lainnya memakai sepatu seluncur terbuat dari
besi... Tapi aneh... Aku seperti mencium ada dua jalan pernafasan lagi di antara ketiga orang itu.
Halus hampir tidak bersuara...
" " Meong!Meong! "
Tak lama kemudian si nenek buka kedua matanya. Bersaman dengan itu di depannya
dilihatnya apa yang tadi diucapkannya. Seorang tinggi besar mengenakan kopiah
dan mantel bulu tebal mengemudikan kereta es di tarik enam ekor anjing es. Di
bagian belakang kereta ini ada sebuah peti besar terbuat dari papan dilapisi
seng tebal di sebelah luarnya. Dua orang lelaki bersepatu selancar es tampak di
sebelah belakang kereta.
Tak lama kemudian rombongan itu sampai di hadapan si nenek dan dua ekor kucing.
Anjing-anjing penarik kereta serta merta menyalak begitu melihat dua ekor
kucing. Si biru dan si merah tak kalah beringas. Kedua binatang ini mengeong
keras lalu melompat ke atas kereta, siap menyerang.
" Anak-anak, kembali ke sini! " berseru si nenek. Dua ekor kucing es dengan
patuh melompat turun dan kembali ke dekat majikan tuanya itu.
" Kami mencari datuk dunia persilatan dikenal dengan panggilan nenek Neko alias
nenek kucing. Kami rasa telah menemuinya... "
Si nenek tertawa lebar. Lelaki tinggi besar itu bergidik melihat lidah kecil
merah dan barisan gigi-gigi yang tersusun kecil runcing persis gigi-gigi kucing.
" Orang tinggi besar, terangkan siapa kalian! "
" Namaku Gapo. Kami datang membawa benda penting dan sangat rahasia... "
" Heh......benda-benda apakah itu"! " tanya si nenek sambil hembuskan nafas panjang
hingga terlihat seperti ada asap yang mengepul keluar dari mulutnya.
Gapo mengambil peti besar yang ada di bagian belakang kereta. Peti ini
diletakkannya di atas salju di hadapan si nenek lalu penutup peti dibuka. Begitu
terbuka, dari dalam peti terdengar suara tangisan bayi.
Si nenek sampai terlonjak saking kagetnya. Dua ekor kucing putih mengeong keras.
Si nenek ulurkan kepalanya memandang ke peti.
" Kalau mereka tidak menangis pasti kukira dua ekor anak babi siap pangang! "
kata si nenek. "
Muka tangan dan kaki serta badan di balut sejenis kulit yang tak lepas sebelum
sepuluh tahun. Kalau di lepas sebelum itu, kulit dan dagingnya akan terkoyak! " Si nenek
memandang pada Gapo lalu tertawa hingga kedua matanya basah. " Prajurit shogun!
Kejahatan biadab macam apa yang kau tunjukan padaku saat ini" Hik... hik...
hik...! " Page 23 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Nenek Neko, ini bukan kejahatan atau kebiadapan. Ini justru satu percobaan
yang bakal membuat namamu jadi menjulang dalam dunia persilatan! "
" Aku tidak mengerti! " si nenek tersengguk-sengguk.
" Kau ditugasi merawat dua bayi ini! "
" Merawat bayi" Gila! Dua orang pula! Aku tak pernah punya anak. Mana mampu!
Bayi-bayi ini perlu susu! "
" Bagaimana kau merawat dan memberi makannya terserah. Dua bayi ini harus kau
jadikan dua manusia bansai yang memiliki kepandaian tinggi! "
" Aneh! Benar-benar gila! Tapi menarik! Tapinya lagi aku tak mau melakukannya! "
" Kalau begitu kau bakal mendapat kesulitan! "
" Aku tak pernah mengenal kesulitan dalam hidup ini! " jawab Nenek Neko.
" Kau berdusta pada dirimu sendiri! " kata Gapo.
" Eh, katakan siapa yang menugaskanmu! " si nenek menatap tajam pada Gapo.
" Yasuaki Kiuchi, saudara sepupu shogun yang tinggal di Otsu... " jawab Gapo.
Mendengar jawaban itu, wajah kucing si nenek mendadak berubah. Dari mulutnya
terdengar suara halus seperti kucing mengeong perlahan. " Kalau kau berani
menolak, kekasihmu Kamio Shikero tidak akan pernah kau temui lagi seumur
hidupmu. Bukankah dia sudah mendapat pengampunan untuk dikembalikan padamu tujuh
belas tahun di muka" "
" Katakan di mana dia sekarang" Dipenjara mana dia dipendam" " bertanya Nenek
Neko dengan suara ririh.
" Mana aku tahu. Kalau pun tahu, tidak akan kukatakan padamu! " jawab Gapo.
Nenek Neko terdiam. Wajah kucingnya tampak murung. Dari sepasang matanya
meluncur turun tetesan air mata. Lalu wajah itu menyeringai. Seringai berubah
menjadi senyum dan senyum disusul dengan tertawa mengekeh. Mula-mula perlahan
kemudian semakin kencang. Tiba-tiba suara tawanya lenyap seperti direnggut
setan. " Bayi-bayi ini, anak siapa mereka" "
" Kau tidak perlu banyak tanya. Ini tugas yang harus kau laksanakan! " jawab
Gapo. Lalu pada si nenek diserahkannya secarik kertas. Nenek neko memperhatikan
kertas itu sekilas, kemudian dijatuhkannya ke pangkuannya. Gapo memberi isyarat
pada dua temannya. Kedua orang ini lalu menurunkan sebuah peti dari belakang
kereta es, diletakan di depan sinenek .


Wiro Sableng 080 Sepasang Manusia Bonsai di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Peti apa pula ini" Bayi lagi!"! "
" Makanan dan minuman penghangat tubuh, " jawab Gapo.
" Dan ini tambahan hadiah dari majikanku Yasuaki Kiuchi! " lalu Gapo melemparkan
sebuah kantong kain berisi uang ke pangkuan si nenek.
Page 24 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Aku hidup di pegunungan Shikoku ini tidak perlu diberi makanan dan uang! Tak
ada gunanya. Aku dan dua ekor kucingku bisa mencari makanan sendiri. Kalian bawa kembali peti
berisi makanan dan minuman itu. Uang dalam kantong aku ambil. Bukan untukku,
tapi untuk dua bayi yang menderita ini. Jika mereka berumur panjang uang itu
mungkin ada gunanya bagi keduanya... "
" Terserah kau mau bilang apa, " kata Gapo puas, lalu dia memberikan tanda pada
teman-temannya agar segera meningalkan tempat itu.
" Kalian mau ke mana" " bertanya si nenek.
" Kembali ke Otsu! " jawab Gapo tanpa menoleh.
" Coba kau ingat, apakah tidak ada sesuatu yang ketinggalan" "
" Eh, apa maksudmu" " tanya Gapo. Dia memutar tubuh dan memandang berkeliling.
Dan merasa heran karena memang tidak ada barangnya yang ketinggalan.
" Nek, apa maksudmu dengan pertanyaan tadi" " Gapo mengulang.
" Di atas kertas yang ada di pangkuanku tertulis bahwa kau membawa sebuah
rantai. Dengan rantai itu aku ditugaskan mengikat lengan bayi-bayi ini. Aku
belum menerima rantainya... "
" Hemmm... itu rupanya, " kata Gapo sambil menyeringai.
" Tuan Yasuaki Kiuchi membatalkan tugas yang satu itu. Dia lupa mencoret tulisan
di kertas... Bukankah begitu teman-teman" " Dua anak buah Gapo mengiyakan.
" Kau berdusta. Kalian berdusta! Serahkan rantai itu padaku! Aku tahu itu bukan
benda sembarangan. Aku juga tahu kau ingin mencurinya, mengambilnya secara
licik! " " Dasar nenek sinting! Berani kau menuduhku seperti itu" " bentak Gapo.
" Aku tidak menuduh yang bukan-bukan. Rantai itu terikat di pinggangmu,
tersembunyi di balik kimono dan mantel tebalmu! "
" Tua bangka keparat! Kalau saja kau tidak diberi tugas penting mengurusi dua
bayi itu oleh majikanku, saat ini mau rasanya aku merobek mulutmu, memecahkan
batok kepalamu! "
" Aku lebih senang jika kau membunuhku detik ini juga! " kata si nenek.
Bersamaan dengan itu dua ekor kucing mengeong keras.
" Aku tidak akan membunuhmu! Tapi dua ekor peliharaanmu ini biar kutebas sebagai
hukuman kekurangajaranmu! "
Si nenek tertawa perlahan. " Prajurit-prajurit Shogun memang terkenal sombong
tapi juga jahat dan culas. Berani kau mendekati dua ekor kucing itu kau akan
terima hajaran yang menyakitkan dariku! "
" Aku akan laporkan tingkahmu pada tuan Yasuaki Kiuchi! " mengancam Gapo. Si
nenek tertawa. Page 25 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Sepasang matanya memancarkan sinar aneh ketika dilihatnya Gapo mencabut golok
besar dari balik mantel tebalnya lalu melangkah mendekati dua ekor kucing. Dua
ekor kucing ini segera mendekam merunduk, memandang galak pada Gapo.
" Wuttt! " Golok besar di tangan Gapo menderu. Bersamaan dengan itu tubuh si
nenek yang sejak tadi duduk melunjur tiba-tiba melesat ke udara. Tangan kanannya
membeset, bukan memukul tubuh Gapo atau memukul lengannya yang memegang golok,
tapi justru dia memukul langsung badan golok yang dipegang kepala prajurit
Shogun itu. " Traaakkk! " Golok besar kokoh itu patah dua dan terlepas dari
pegangan Gapo. Gapo sendiri terkejut bukan alang kepalang hingga keluarkan
seruan keras. Belum lagi seruannya habis si nenek gerakkan tangan kanannya yang
berkuku panjang. Lalu
" Trakk...! traakk! " Jari-jari tangan kanan Gapo berpatahan. Seruan kaget lelaki
ini berubah menjadi jeritan kesakitan setengah mati.
Dua orang anak buahnya yang tadi diam saja kini ikut menyerbu sambil menghunus
pedang. Si nenek berkelebat. Tangannya kiri kanan bergerak. " Traaakkkk!
Traaakkk! " Tulang lengan kanan dua prajurit yang memegang pedang terdengar
patah menggidikkan. Seperti Gapo, keduanya menjerit-jerit kesakitan.
Ketiga orang ini lalu bergerak menjauhi. Gapo naik ke atas kereta es dan buru-
buru hendak tinggalkan tempat itu. Dua anak buahnya segera meluncur mengikuti.
Tapi tahu-tahu si nenek sudah lebih dulu melompat ke atas kereta.
Dia memandang menyeringai pada Gapo. " Aku bisa mematahkan kaki anjing-anjing
penarik kereta, juga menghancurkan sepatu besi dua anak buahmu hingga kalian
terpaksa pulang jalan kaki ke Otsu. Aku juga bisa mematahkan lagi jari-jari
tanganmu sebelah kiri. Tinggal pilih. Atau sebaliknya kau serahkan rantai besi
itu sekarang juga! "
" Keparat sialan! " rutuk Gapo. Dari balik mantelnya dikeluarkannya besi hitam
karatan yang diterimanya dari Yasuaki Kiuchi, yang memang sebenarnya harus
diserahkan pada si nenek. Nenek muka kucing tertawa hik-hik-hik menerima rantai
besi itu. Lalu turun dari atas kereta es. Dia masih tegak berdiri sambil
tertawa-tawa memperhatikan ketiga orang itu sampai akhirnya mereka lenyap di
balik pedataran salju menurun.
Di atas kereta, Gapo memaki tiada henti di antara rintihannya. " Jahanam, tidak
kusangka tua bangka keparat itu memiliki koppo (ilmu mematahkan tulang) begitu
hebat. Aduh! Apakah tanganku bisa sembuh atau tidak" Tobat sakitnya...! "
Pasar di pusat kota Otsu menjadi ramai ketika dua makhluk aneh itu muncul
bergandengan. " Lihat!
Ada sepasang manusia katai! " seorang berseru seraya menunjuk.
" Hai! Ada manusia cebol! " seorang lainnya berteriak. " Bukan katai bukan
cebol. Tapi manusia-manusia bonsai! "
" Lihat kuku-kuku jarinya. Panjang berkeluk! "
" Mereka pakai mantel bulu! Padahal di sini ada matahari, bukan tempat dingin!
Ha... ha... ha! "
Page 26 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Sebentar saja puluhan orang telah mengerubungi apa yang mereka sebut sebagai
sepasang manusia katai atau cebol atau bonsai itu. Di tengah kerumunan orang
banyak, tegak seorang lelaki yang sosok tubuhnya hanya setinggi pinggul orang
biasa. Wajahnya yang seperti anak-anak tampak merah oleh sengatan sinar matahari
pagi. Rambutnya hitam dikuncir ke atas. Sekitar mulutnya ada garis-garis hitam
dibuat dari sejenis cat hingga mukanya yang lucu itu seperti wajah seekor anak
kucing. Dia mengenakan pakaian mantel panjang terbuat dari bulu beruang.
Sepasang kakinya memakai kasut tebal terbuat dari kulit.
Manusia cebol ini memelihara kuku panjang berkeluk. Pada pergelangan tangan
kanannya ada sebuah benda berbentuk gelang tebal terbuat dari besi. Benda ini
bersambungan dengan sebuah rantai besi berwarna hitam dan karatan. Bagian tengah
rantai ini menjela menyentuh tanah. Setiap dia bergerak atau melangkah, besi
yang menyentuh tanah keluarkan suara bergesek tanda benda itu berat sekali. Tapi
si cebol ini mampu menggerakkan tangannya kian kemari seolah rantai itu enteng
saja. Ujung lain dari rantai yang juga dicantoli gelang besi bergelung di pergelangan
tangan kiri manusia bonsai kedua. Yang satu ini ternyata seorang perempuan.
Seperti kawannya, rambutnya dikuncir ke atas. Pipi dan bibirnya merah. Sekitar
mulutnya ada garis-garis hitam. Bola matanya yang lucu memandang kian kemari.
Dia mengenakan pakaian ringkas warna merah terang, lalu di atas pakaian ini dia
memakai mantel bulu beruang. Kedua kakinya mengenakan kasut dari kulit dan kuku-
kuku jari tangannya juga panjang berkeluk.
" Orang banyak! " manusia bonsai perempuan berseru. " Mengapa kalian
mengerubungi kami"! "
Orang-orang yang mengelilingi dua manusia bonsai bersorak. " Yuumoa! Yuumoa!
(lucu)" seru orang banyak. " Kalian berdua yuumoa! "
" Kami berdua yuumoa"! Apanya yang lucu"! " tanya manusia bonsai perempuan.
Orang banyak kembali berseru ramai.
" Anak-anak, kalian berdua ini terlepas dari mana"! " seorang lelaki muda
berkepala gundul bertanya membuat orang banyak tertawa ribut.
Sepasang manusia bonsai saling pandang lalu ikut-ikutan tertawa tergelak-gelak.
Suara tawa mereka aneh. Yang lelaki waktu tertawa keluarkan suara "Huk...huk...huk!
" Sedang yang perempuan tawanya berbunyi"Hik...hik...hik!" Anehnya, sehabis tertawa
mereka mengeluarkan suara seperti kucing.
Meong... meong!
" Makhluk bonsai aneh! " pemuda gundul berkata lagi. " Muka dicat seperti
kucing, kuku panjang-panjang lalu keluarkan suara meong! Tapi kalian bukan
kucing kan" "
Orang banyak tertawa gelak-gelak. Si gundul melanjutkan. " Matahari ada di atas
kepala kalian, udara di sini panas, tapi begonya kalian pakai mantel bulu
segala! " Manusia bonsai lelaki menunjuk ke arah si gundul yang tadi mengejek. Biasanya
orang menunjuk dengan jari telunjuk tapi dia menunjuk dengan jari kelingking.
Dan waktu menunjuk jari kelingking kiri itu sengaja digerak gerakkan. " Hai
gundul botak! " Manusia bonsai lelaki berkata dengan suara keras. Tapi tetap
saja suaranya seperti suara anak-anak. " Kami ini bukan anak-anak tahu"! Usia
kami berdua sudah hampir delapan belas tahun! Kalau ditambah, jadi tiga puluh
enam. Betulkah hitunganku"!
Huk...huk...huk! Meong! "
" Hik...hik...hik...! Meong! " Ikut tertawa manusia bonsai perempuan.
Page 27 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Orang ramai jadi tertawa riuh rendah. Saat itu semakin banyak orang datang
mengerubungi. Pemuda gundul tak tinggal diam. Dia segera menyahuti ucapan
manusia bonsai lelaki tadi. " Makhluk bonsai!
Tidak sangka kau pandai berhitung! Apa kau juga pandai menari"! "
" Gerrrrrrrr! " Orang banyak kembali tertawa.
" Huk...huk...huk! Meong! "
" Hik...hik...hik! Meong! "
" Kalian berdua pasti datang dari daerah pegunungan! Sampai di kota tak mau
melepas mantel!
Jadi kalian rupanya kucing-kucing pegunungan! " Orang banyak kembali tertawa
keras mendengar ucapan si gundul tadi.
Dua manusia bonsai ikut tertawa nyaring. Lalu masih sambil terus menunjuk dengan
jari kelingking kiri yang digerak-gerakkan, manusia bonsai lelaki berkata, " Hai
gundul botak! Aku dengar yang gundul itu biasanya biksu. Tapi aku tahu kau jelas
bukan biksu! Karena baju dan badanmu bau! Huk...
huk... huk! "
" Hik... hik... hik...! " manusia bonsai yang perempuan menimpali tawa temannya
lalu menjulur-julurkan lidahnya pada pemuda gundul itu. Kemudian sambil memencet
hidungnya seolah-olah menahan bau dia berkata, " Sudah gundul dan bau, tonggos
lagi! Eh sudah begitu jerawatan pula. Mending jerawat biasa! Tapi jerawat batu!
Hik... hik... hikkk! "
" Huk... huk... huk...! "
Langit di atas pasar itu seolah runtuh oleh suara tawa puluhan manusia yang
berada di situ ketika mendengar apa yang dikatakan manusia bonsai perempuan.
sementara pemuda gundul tadi wajahnya yang memang dipenuhi jerawat besar tampak
menjadi sangat merah.
Seorang lelaki gendut yang berjualan daging babi di pasar itu sambil usap-usap
perutnya yang melembung berkata, " Manusia cebol perempuan, kalau umurmu memang
delapanbelas berarti kau sebenarnya seorang gadis. Biar aku memanggilmu dengan
sebutan nona cantik. Nah, nona cantik, walau temanku si gundul ini kau bilang
tonggos dan jerawatan, tapi apakah kau mau kalau kulamar jadi istrinya"! "
" Gerrrrr! " Orang banyak semakin riuh. Si gundul sendiri keluarkan makian
panjang pendek kepada si tukang daging. Tapi suaranya tenggelam tak terdengar
oleh riuhnya orang sepasar tertawa.
" Orang di pasar ini rupanya tak ada kerjaan! " kata manusia bonsai lelaki. "
Ayo kita pergi dari sini...! " Dia mengajak temannya pergi.
" Hai, kalian mau ke mana" Kalau mau pergi dekat-dekat saja aku bersedia
menggendong! " si pedagang babi berseru.
" Kami lapar! Mau cari rumah makan! Di mana rumah makan yang enak di pasar ini"!
" ujar manusia bonsai perempuan.
" Ah...! " sigendut usap lagi perutnya. " Kalau mau mencari rumah makan biar aku
tunjukkan. Ikuti aku! Tapi kenalkan dulu diriku. Namaku Kukuno! "
Page 28 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Nama jelek! " cibir manusia bonsai perempuan. " Apa kerjamu"! Jualan apa kau
di pasar ini"
Kulihat kau membawa pisau besar! "
" Aku pedagang babi... " jawab si gendut Kukuno.
" Pantas tampangmu seperti babi! " kata si bonsai perempuan, yang membuat orang
banyak kembali bersorak tawa riuh rendah.
Si gendut Kukuno kelihatan merah mukanya tanda marah. Tapi marahnya ditahan
saja. Dia menggerakkan tangan pada kedua manusia bonsai itu seraya berkata, "
Kalian lapar. Mau makan enak! Ayo ikuti aku! Ada rumah makan bagus di belakang
pasar, harganya murah. "
Begitu sepasang manusia bonsai melangkah mengikuti Kukuno, orang banyak yang ada
di situ serta merta pula bergerak menuruti. Mereka tak ubahnya sebuah rombongan
panjang yang tengah melakukan arak-arakan. Di belakang pasar ada sebuah tanah
lapang kecil. Di ujung lapangan, berdiri sebuah bangunan kayu tak berdinding.
Halamannya berpagar bambu. Bau busuk yang dibawa angin menyambar dari arah
bangunan ini. Kukuno justru menyeberangi lapangan menuju bangunan. Dua manusia
bonsai terus mengikuti. Sebaliknya orang banyak yang sudah tahu bangunan apa itu
adanya bertanya-tanya apa sebenarnya yang hendak dilakukan pedagang daging babi
itu. pemuda gundul jerawatan yang juga ada dalam rombongan tampak tersenyum-
senyum. Diam-diam dia sudah bisa menduga apa yang hendak dibuat Kukuno.
Si gendut Kukuno membuka pintu pagar lalu masuk ke dalam. Bangunan itu ternyata
sebuah kandang babi yang cukup luas. Keadaannya selain sangat kotor juga busuk.
Kotoran babi berhamparan di mana-mana. Bau busuk menyengat hidung merambas
saluran pernafasan. Beberapa ekor babi jantan berlari-lari liar melihat begitu
banyak manusia berada di tempat itu. Beberapa ekor babi betina asyik menyusui
anak-anaknya yang masih merah-merah.
" Nah inilah rumah makan paling sedap di pasar Otsu! " kata Kukuno pada dua
manusia bonsai yang tegak di sampingnya. " Bangunannya besar dan bagus. Di mana-
mana ditaruh wewangian... "
Sampai di situ baru mengerti apa sebenarnya yang diperbuat pedagang babi itu.
Mereka semua riuh tertawa. Sebaliknya, walau sadar kalau diri mereka
dipermainkan, dua manusia bonsai malah ikut-ikutan tertawa.
" Dan itu... " kata si gendut Kukuno melanjutkan permainannya. Dia menunjuk pada
kotoran babi yang memenuhi kandang. " Itu semua makanan paling sedap. Kalian
tinggal memilih. Mau makan
tenpura (udang goreng) atau memilihsashimi (irisan ikan mentah) atau mungkin
lebih suka yakizakana (ikan panggang)! Ha...ha... ! Silakan ambil sendiri. Makan sepuasnya
dan tak usah bayar! "
Orang banyak tertawa tergelak-gelak melihat tingkah Kukuno sewaktu mengucapkan
kata-kata tadi.
Sepasang manusia bonsai senyum-senyum dan saling pandang satu sama lain.
Yang laki-laki kedipkan matanya lalu berpaling pada Kukuno. " Sobatku gendut!
Kau sangat baik hati pada kami. Telah membawa ke rumah makan yang begini besar
dan bagus... Pelayannya cantik-cantik... Makanannya seperti katamu lezat sekali.
Lalu kami boleh makan sepuasnya tanpa bayar, Kami benar-benar beruntung hari
ini! Huk...huk...huk! Meong! "
" Hik...hik...hik! Kau betul, hari ini kita beruntung sekali! " menimpali
manusia bonsai perempuan sambil menutup mulut dan tertawa cekikikan. " Tapi
bagaimana kau bisa tahu kalau makanan di rumah makan ini sedap semua" Apa kau
pernah mencoba"! Hik...hik...hik! Meong! "
Page 29 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Ditanya seperti itu si gendut Kukuno jadi melengak tak bisa menjawab. "
Huk...huk...huk! Ah! Sobat baru kita ini rupanya cuma berdusta! " kata manusia
bonsai lelaki. " Kalau begitu tak ada salahnya kita undang dia makan sama-sama! " ujar manusia
bonsai perempuan. " Hik...hik...hik! Meong! "
Lalu sambil memutar-mutar rantai yang mengikat lengan mereka, kedua manusia
bonsai ini masuk ke dalam kandang. Tanpa rasa jijik sedikit pun mereka
pergunakan tangan kiri untuk meraup kotoran babi yang ada di tanah lalu di
dekatkan ke mulut seperti benar-benar mau melahapnya. Orang banyak jadi tak
bergeming melihat.


Wiro Sableng 080 Sepasang Manusia Bonsai di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Hai! Tunggu dulu! " seru manusia bonsai perempuan. " Kita diundang makan besar
di rumah makan ini. Masak kita begitu tidak tahu diri dan tidak tahu sopan.
Sobat kita yang mau membayar tidak ditawari" Hik...hik...hik! "
" Huk...huk! Kau betul! Kita telah berlaku kurang ajar pada sobat gendut kita.
Ayo kita persilahkan dia makan duluan! " jawab manusia bonsai lelaki. Lalu
sebelum Kukuno sadar apa yang akan terjadi, kedua manusia bonsai itu melompat
kearahnya. Dua tangan berkelebat ke mulut si gendut.
Dua tumpukan kotoran babi masuk ke dalam mulut itu. Saat itu juga Kukuno
berteriak tercekik lalu "
Huekkk...! " Pedagang babi ini terlipat ke depan dan muntah besar!
Orang banyak yang melihat kejadian itu mau tertawa bergelak tapi jadi kecut
ketika dua manusia bonsai dengan cepat meraup lagi masing-masing setumpuk
kotoran babi. " Sobatku gendut" Bagaimana rasanya" Sedap bukan..." " kata
manusia bonsai perempuan.
" Kalau mau tambah silakan makan lagi. Ini...! " manusia bonsai lelaki melangkah
mendekati Kukuno.
Pedagang babi gendut berteriak keras sambil goyang-goyangkan tangan kiri dan
tutup mulutnya dengan tangan kanan. " Ah! Sudah kenyang dia rupanya!
Huk...,huk...! "
" Hik...hik! Kalau begitu harus kita tawarkan pada yang lain. Masakan kita
bersantap enak-enakan sedang di sini banyak para sahabat yang ikut mengantar! "
Orang banyak yang ada di tempat itu sesaat jadi mundur. Mereka tentu saja tidak
takut pada dua manusia cebol itu. Tapi kalau sempat mereka dibuat seperti
Kukuno, atau paling tidak, tubuh dan pakaian mereka belepotan kotoran babi,
siapa mau ambil risiko"
" Huk...huk! "
" Hik...hik! "
Dua manusia bonsai berkelebat kian kemari. Keadaan di tempat itu menjadi ramai
kacau balau. Semua orang berlarian. Namun banyak di antara mereka yang tak
sempat menghindar. Akibatnya, pakaian, bahkan tubuh atau muka mereka habis kena
diselomoti kotoran babi. Pemuda gundul paling banyak dapat bagian. Wajah sampai
kepalanya yang plontos kelihatan tertutup tahi babi.
Beberapa orang yang kebagian kotoran babi tampak marah. Mereka beramai-ramai
menyerbu dua manusia bonsai untuk melayangkan tendangan serta jotosan. Sesaat
kemudian terjadilah hal yang tidak diduga. Dua manusia bonsai berkelebat kian
kemari sambil tertawa hu-hu hi-hi. Siapa saja yang Page 30
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
menyerang mereka pasti mendapat balasan tendangan kaki, pukulan atau hantaman
rantai besi. Beberapa orang tersungkur atau terlentang di atas tanah kandang
yang penuh kotoran.
" Kalian mundur semua! " tiba-tiba sigendut Kukuno berteriak. Golok besar
berbentuk empat persegi yang dipergunakannya untuk memotong daging babi dan
sejak tadi terselip di pinggang kini terhunus di tangannya. Semua orang serentak
mundur. " Cincang keduanya Kukuno! "
" Jagal kepala mereka! " teriak yang lain. Kukuno melompat. "Wuttt!" Golok
penjagal babi di tangannya melesat. Tapi hanya mengenai tempat kosong karena dua
manusia bonsai lebih dulu melompat ke belakang.
Dengan beringas Kukuno lancarkan serangan lagi. Masih gagal. Dia kembali
menyerbu. Goloknya bersuitan di udara tapi tak satu pun serangannya mengena.
Ketika dengan kalap dia babatkan goloknya ke depan, dua manusia bonsai melompat
seolah dengan sengaja menyongsong sambaran golok. Tubuh mereka melesat satu ke
kiri satu ke kanan. Bersamaan dengan itu tangan mereka yang terkait rantai hitam
karatan menggebrak ke atas.
" Trang! " Golok babi di tangan Kukuno mental patah dua. Selagi si gendut
terkesiap kaget. tahu-tahu dua manusia katai sudah hinggap di bahunya kiri
kanan. Rantai besi mereka jeratkan ke leher pedagang daging babi itu hingga
matanya mendelik dan lidahnya terjulur keluar!
" Huk...,huk! Meong! "
" Hik...hik! Meong! "
Dua tangan menepuk bahu manusia bonsai lelaki dan perempuan. Lalu di belakang
mereka ada orang berkata. " Sobatku! Jika kalian terus mencekik lehernya dengan
rantai itu, si gendut ini bakal mati! Kalian bisa susah nantinya! "
Dua manusia bonsai tadinya tidak peduli. Tapi suara orang yang bicara terdengar
aneh dialeknya.
Mereka berpaling. Yang perempuan lantas berkata pada temannya. " Ada orang asing
berambut gondrong! Suara laki-laki tapi berambut panjang seperti perempuan!
Hik... hik... hik! Meong! "
" Mukanya lucu, pakaiannya juga lucu! Huk... huk... huk! Meong! "
Orang yang menegur tertawa lebar. " Lihat! Nafasnya mau keluar dari badan!
Mukanya sudah biru!
Huk... huk...huk! Meong! Hik... hik...hik! Meong! " orang yang barusan menegur
menirukan tawa dan suara meong dua manusia bonsai hingga keduanya jadi tertawa
tergelak-gelak.
Manusia bonsai lelaki kemudian berkata. " Gondrong! Siapa bilang kami mau
membunuh si gendut ini! Kami justru mau bertanya padanya! " Dengan tangan
kirinya manusia bonsai lelaki usap-usap pipi Kukuno yang memang sudah kelihatan
membiru. Jeratan pada lehernya dikendorkan sedikit. Kukuno cepat-cepat menghirup
udara segar. " Gendut. aku perlu keterangan darimu. Di mana aku bisa menemukan
seseorang bernama Gapo" Turut keterangan dia seorang tentara berkedudukan cukup
tinggi... "
Paras Kukuno yang kebiruan tampak berubah. Orang banyak juga terkejut ketika
mendengar si manusia bonsai lelaki ini bertanya begitu. Seolah kini ada sesuatu
yang ditakuti, mereka bersurut mundur. Kukuno sendiri tampaknya tak mau
menjawab. Maka manusia bonsai lelaki kencangkan kembali jeratan lehernya.
Page 31 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Jang... jangan... " ujar Kukuno. Suaranya mendesis. " Apa... apa hubunganmu
dengan orang yang kau tanyakan" "
" Kami membawa pesan untuknya... " yang menjawab manusia bonsai perempuan.
" A... ku tak bisa memberi... tahu... " Jeratan rantai mengencang. Lidah Kukuno
terjulur panjang.
Kedua tangannya digoyang-goyangkan. Nafasnya terengah-engah.
" Sekarang kau mau bicara" " tanya manusia bonsai lelaki. Kukuno mengangguk-
angguk dengan susah payah. " Nah, ayo bicara! " rantai mengendur, malah setengah
dilepas. Kukuno usap-usap lehernya yang kelihatan bertanda merah. Lalu dia mulai
bicara. " Orang yang kalian tanya... Dia salah satu pejabat tinggi di istana Shogun. "
" Kau tahu Shogun banyak istananya. Pejabat bernama Gapo ini berada di istana
yang mana" "
" Nara... " jawab Kukuno meringis. " Lepaskan rantai ini... "
Dua manusia bonsai melompat turun ke tanah. Begitu lepas dari jeratan rantai,
Kukuno serta merta putar tubuh. Orang banyak bergerak bubar. Salah seorang di
antaranya pemuda berkepala gundul tadi. Dia menyelinap di antara orang banyak,
melintasi tanah lapang dan lenyap di keramaian.
Di kandang babi itu kini hanya tinggal dua manusia bonsai dan pemuda berambut
gondrong berpakaian putih.
" Kalian berdua masih lapar... " tiba-tiba si pemuda bertanya.
" Gaijin ini, mengapa kau masih di sini" " tanya manusia bonsai lelaki.
" Aku ingin berteman dengan kalian. Aku barusan tanya apakah kalian masih lapar"
" " Tentu saja kami lapar! " jawab manusia bonsai perempuan. Dia menyentakkan
rantai yang mengikat lengan kirinya. " Ayo kita cari sendiri rumah makan! "
" Tangan dan pakaian kalian kotor begitu! Mana ada rumah makan yang mau
menerima"! "
Mendengar ucapan si pemuda asing, dua manusia bonsai perhatikan tangan dan
pakaian masing-masing.
" Gaijin, kau betul, kami kotor... "
" Dan bau! " sambung si pemuda. Dua manusia bonsai tertawa hu-hu hi-hi.
" Di dekat sini ada sebuah anak sungai. Dangkal dan jernih. Kalian bisa
membersihkan diri di sana... " Habis berkata begitu si pemuda terus saja
ngeloyor. Dua manusia bonsai mengikuti sambil berbisik-bisik. " Gaijin, menurut temanku
ini kau orang baik pertama yang pernah kami temui. Siapa namamu" Dari mana
asalmu" " bertanya manusia bonsai perempuan.
" Namaku Wiro Sableng. Aku datang dari negeri seribu pulau... " menyahuti si
pemuda. Page 32 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Seribu pulau" Wah, banyak amat! memangnya ada orang yang pernah menghitung
segitu banyak"! " ujar manusia bonsai perempuan lalu tertawa cekikikan.
Si pemuda garuk kepalanya lalu bertanya. " Kalian sendiri punya nama" "
" Aneh kau ini Gaijin.... Setiap manusia tentu punya nama, termasuk kami. Walau
cuma punya nama jelek! " jawab manusia bonsai perempuan. " Aku Tsuki dan kawanku
ini Taiyo. "
" Kalau tidak salah, Tsuki artinya bulan, dan Taiyo artinya matahari... "
" Kau pandai Hik... hik! " memuji manusia bonsai perempuan bernama Tsuki. " Tadi
siapa namamu"
Wiro Sa..." "
" Wiro Sableng, " menjelaskan murid Sinto Gendeng.
" Apa ada artinya itu" Wiro apa, Sableng apa" " bertanya lagi Tsuki.
" Wiro kira-kira artinya satria atau perkasa... "
" Wah hebat! Kau seorang perwira perkasa. Tapi berambut panjang seperti
perempuan. Hik...hik! " ujar Tsuki.
" Lalu Sableng itu artinya apa" " tanya manusia bonsai, yang melihat pada
umurnya merupakan seorang gadis remaja.
Mendengar pertanyaan itu, Wiro jadi garuk-garuk kepala. " Aku tidak tahu mengapa
guruku memberi nama begitu. Sableng artinya kichigai... "
" Apa" Kichigai" Sinting alias gila"! " kata Taiyo setengah berseru lalu pemuda
cebol ini tertawa tergelak-gelak.
" Kalau begitu kau sama dengan kami dan sensei kami! " kata Tsuki pula.
" Sama bagaimana" " tanya Wiro.
" Kami punya sensei orangnya sinting. Kami murid-muridnya, dengan sendirinya
jadi ikut-ikutan sinting alias gila alias sableng! Hik..hik..hik! Meong! "
" Meong! " balas Wiro.
Ketiga orang itu sama-sama tertawa riuh.
Wiro sampai di sebuah tempat ketinggian berbatu-batu. Dia menunjuk ke bawah. "
Itu sungainya, "
katanya. Tsuki dan Taiyo memandang ke bawah. Kira-kira dua puluh langkah di bawah sana
kelihatan sebuah sungai kecil berair jernih. " Kita mandi! " seru Taiyo.
Page 33 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Mandi...! Hik, hik... Meong! "
Lalu di luar dugaan Wiro, kedua manusia bonsai itu membuka mantel dan seluruh
pakaian di bawah mantel itu hingga keduanya kini bertelanjang bulat. " Gila!
Bagaimana ada manusia tidak punya malu seperti mereka ini! " ujar Wiro sambil
geleng-geleng kepala. Diperhatikannya bagian bawah perut kedua manusia bonsai
itu. Apa yang dilihatnya membuat Wiro membatin. " Keduanya memang bukan anak-
anak. Mereka sudah punya rumput Jepang! " Wiro jadi tertawa lebar.
" Hai, kau kenapa tidak buka pakaian"! " Taiyo bertanya enak saja.
" Eh, aku... sudah mandi! " jawab Wiro garuk-garuk kepala.
" Kalau begitu, kau terpaksa kami tinggal! " Dua manusia bonsai itu mengambil
pakaian yang barusan mereka buka. Ternyata baik mantel maupun pakaian memiliki
kancing-kancing khusus di salah satu sisinya, hingga walau ada rantai yang
menghalang, mereka bisa menanggalkannya tanpa kesulitan.
Selagi Wiro tercengang-cengang melihat perbuatan kedua orang itu, Tsuki dan
Taiyo keluarkan seruan panjang. Lalu tubuh keduanya melesat ke udara, di lain
saat menukik turun ke bawah sambil melemparkan pakaian-pakaian mereka ke tebing
sungai. " Byuuur!Byuuur! "
Dua tubuh cebol itu mencebur ke dalam sungai. Lalu terdengar suara pekik-pekik
mereka seperti anak-anak penuh gembira bermain di air. " Dua manusia bonsai... "
ujar murid Sinto Gendeng yang memperhatikan dari tempat ketinggian. " Mereka
kelihatan lucu-lucu. Polos. Di balik kelucuan dan kepolosan itu ada sesuatu yang
aneh. Keanehan gila berbahaya! Mereka bisa sangat baik seperti malaikat, tapi
juga bisa ganas seperti iblis! Mereka bukan manusia-manusia biasa! Jelas mereka
memiliki kepandaian tinggi. Paling tidak, mereka barusan telah memperlihatkan
ilmu meringankan tubuh yang luar biasa! Dan rantai besi karatan itu bukan besi
rongsokan. Siapa kedua orang cebol ini sebenarnya..."! Mengapa tangan mereka
diikat satu sama lain" "
Tsuki dan Taiyo ternyata bukan cuma mandi sambil bermain. Keduanya juga sibuk
mencuci mantel dan pakaian lalu menjemurnya di atas batu-batu di pinggir sungai.
Akibatnya, Pendekar 212 terpaksa menunggu lama dan tidak terasa jatuh tertidur.
Wiro tidak tahu berapa lama dia pulas di tempat itu dan tersentak bangun ketika
Taiyo dan Tsuki mengambil rumput dan mengilik telinganya kiri kanan!
" Kalian ini apa-apaan"! Hampir kutinggal pergi. Mandi saja begitu lama! " Wiro
mengumpat. " Kami bukan cuma mandi. Tapi juga mencuci pakaian lalu menjemur! Enak sekali
tidurmu sampai ngorok keras! " kata Tsuki.
Wiro menggeliat lalu berdiri. " Kau bilang barusan mandi, tapi kulihat mukamu
dan muka Taiyo masih celemongan. Cat hitam itu masih ada di sekitar muka.
Mengapa kalian mencat wajah seperti itu" "
Ketiga orang itu melanjutkan perjalanan sambil ngobrol. " Guru kami yang
mengecatnya, kami cuma mengikut. Cat seperti kumis-kumis kucing ini tidak mudah
luntur kalau tidak pakai minyak khusus. Minyak itu cuma guru yang memiliki. "
" Gurumu tentunya seorang aneh tapi punya ilmu tinggi. Siapa dia" Tinggal di
mana" "
" Dia seorang nenek datuk persilatan di Nihon ini. Siapa namanya kami tidak
tahu. Dia dikenal Page 34
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
dengan panggilan Nenek Neko. Artinya nenek kucing. Mukanya putih dan memang
seperti kucing. Dia tinggal di pegunungan Shikoku. Sejak masih orok, kami sudah
diambilnya jadi murid... "
" Sejak orok" Lalu... Apa kalian sudah tahu siapa orang tua kalian" " tanya
Wiro. Dua wajah manusia bonsai kelihatan murung menjadi sedih. Mereka menggeleng
perlahan. " Kalian ini adik kakak, atau kembar, atau bagaimana" "
" Kami tidak tahu, tapi guru menduga kami berdua tidak ada pertalian darah... "
menerangkan Tsuki.
" Sungguh aneh diri kalian ini. Kalian tidak tahu siapa diri kalian
sebenarnya... "
" Sampai saat ini kami memang tidak tahu siapa diri kami sebenarnya. Siapa orang
tua kami. Tapi menurut guru, ada seorang yang mengetahui. Namanya Gapo. "
" Gapo, yang kau tanyakan pada si gendut pedagang babi itu" "
" Betul! " jawab Taiyo. " Menurut guru, dialah yang sekitar tujuhbelas tahun
lalu mengantarkan kami ke tempat guru di pegunungan Shikoku.... Itu sebabnya
kami harus mencari orang bernama Gapo itu. Dulu dia tinggal di Otsu ini. Tapi
menurut si gendut itu, Gapo sudah menjadi pejabat tinggi dan tinggal di Nara.
Kami akan ke sana... "
" Kelihatannya memang dia yang tahu asal usul kalian. Lalu bagaimana sampai
kalian memiliki tubuh katai cebol seperti ini" Apa sejak lahir sudah begini" "
" Menurut guru, waktu Gapo membawa kami ke Shikoku, tubuh kami sudah dibalut
dengan sejenis kulit yang tak mungkin dilepas sebelum sepuluh tahun berlalu.
Kalau dipaksa membukanya, maka daging di tubuh kami akan ikut koyak
terkelupas... "
" Berarti ada seseorang yang sengaja membalut tubuh kalian. Dengan maksud tidak
baik tentunya! " kata Wiro pula.
" Semua rahasia kehidupan kami ada pada pejabat di Nara bernama Gapo itu... "
" Turut apa yang aku dengar, Gapo bukan seorang pejabat baik-baik. Sifatnya
culas dan hatinya jahat. Dia pemeras rakyat, perampas harta orang lain, perampas
anak gadis dan istri orang.
Gundiknya tidak terhitung... Kalian harus berhati-hati. "
" Mengapa harus hati-hati" Kami tidak berniat jahat terhadapnya. Hanya ingin
mencari keterangan. "
" Aku punya dugaan Gapo ikut bertanggung jawab atas keadaan diri kalian... "
" Kalau itu benar, kami akan bunuh dia! " kata Tsuki pula. Wajahnya yang lucu
mendadak berubah menyeramkan. " Tapi kalau Gapo orang jahat, mengapa penguasa
tidak menegur atau menghukumnya" "


Wiro Sableng 080 Sepasang Manusia Bonsai di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wiro tertawa. " Gapo itu kepercayaan dan tangan kanan seorang pejabat tinggi di
Kyoto bernama Yasuaki Kiuchi. Orang ini adalah saudara sepupu shogun yang
berkuasa di negeri ini!
Page 35 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Siapa yang berani menindak Gapo! "
" Yasuaki Kiuchi! Untung kau sebut nama itu! Menurut sensei, orang ini ada
sangkut pautnya dengan apa yang dilakukan Gapo! " kata Tsuki setengah berseru.
" Kami juga akan cari manusia satu itu! Membunuhnya jika dia memang punya andil
penyebab segala derita lahir batin diri kami ini... " berkata Taiyo.
" Guru juga memberi tugas agar kami mencari seorang bernama Kamio Shikero... "
menerangkan Tsuki.
" Siapa orang itu" " tanya Wiro.
" Kekasih guru di masa muda. Sekarang kabarnya dipenjarakan di satu tempat tidak
diketahui. Selama ini dirinya yang menjadi ganjalan hingga guru, walaupun berkepandaian
tinggi tak berbuat banyak. Yasuaki Kiuchi kabarnya mengancam kalau guru berbuat
macam-macam, maka dia tak bakal dapat lagi bertemu dengan Kamio Shikero
kekasihnya itu... "
Apa yang terjadi di kandang babi milik pedagang Kukuno tersiar cepat di seluruh
Otsu, termasuk di rumah makan Puri Rembulan. Karenanya, tidak mengherankan
ketika Tsuki dan Taiyo yang ditemani Wiro datang ke tempat itu, para pelayan
segera menolak. Mereka tidak mau terjadi kekacauan.
" Aneh, ada rumah makan menolak tamu! " ujar pendekar 212 jengkel.
" Ani Wiro..." kata Tsuki. Dia memanggil Wiro dengan sebutan"ani" yang berarti
kakak, karena sudah merasa dekat dengan sang pendekar walau belum lama saling
kenal. " Mereka menolak karena melihat kami berdua cebol jelek begini. Menghina betul!
Tapi tidak apa. Kita berdiri saja di luar sini. Aku bersumpah suatu hari rumah
makan ini tak bakal ada pengunjungnya! "
" Eh,apa yang hendak kamu lakukan Tsuki" " tanya Wiro, sementara Taiyo diam
anteng-anteng saja.
" Aku akan halangi semua tamu yang datang! Gampang saja bukan" Hik...hik! Meong! "
jawab Tsuki lalu tertawa cekikikan. Seorang lelaki separuh baya berpakaian bagus
dan berambut kelabu muncul di pintu rumah makan. Dia adalah Susumu, pemilik
rumah makan. Sesaat dia menatap pada Wiro lalu memperhatikan dua manusia bonsai.
" Kalian berdua telah membuat keonaran di pasar kota . Aku juga tidak mau kalian
berdua macam-macam di tempat ini. Aku harap kalian segera pergi. Bawa serta
teman kalian orang asing berambut gondrong ini!"
Tsuki kedip-kedipkan matanya. " Meong! Hik..hik! Tuan berambut kelabu, siapa kau
ini" " gadis cebol ini bertanya.
" Aku Susumu, pemilik rumah makan! " Mendadak pendekar 212 tertawa mengakak.
Membuat Susumu dan Tsuki serta Taiyo jadi terheran-heran.
" Eh, kenapa kamu tertawa..." " tanya Taiyo.
" Di negeriku, Susumu itu berarti tetek atau payudaramu! Lucu juga nama orang
ini! " Page 36 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Wajah pemilik rumah makan kelihatan merah padam sedang Tesuki dan Taiyo tertawa
gelak-gelak " Kuharap kalian suka pergi. Atau aku akan panggil petugas keamanan untuk
mengusir dengan kekerasan...! "
" Sudahlah kawan-kawan. Kita pergi saja. Buat apa lama-lama di tempat ini. Dia
punya makanan yang belum tentu enak. Kita punya uang! Cari saja rumah makan
lain! " Kata Taiyo. Lalu dari balik mantel bulunya dikeluarkannya dua buah
kantong berisi uang yang diterimanya dari Nenek Neko. Dari dalam dua kantong
kain terdengar suara berdering.
" Aku sumpahi rumah makanmu tidak laku! " teriak Tsuki.
Melihat dua kantong uang di tangan Taiyo, pemilik rumah makan jadi berubah
pikiran. Sepagi itu belum ada tamu pun yang datang. Dua kantong di tangan si
cebol pasti berisi uang banyak sekali. Apa salahnya menerima mereka" " Hai
tunggu dulu! " Susumu berkata cepat ketika ketiga orang itu dilihatnya hendak
melangkah pergi. " Jika kalian berjanji tidak membuat keributan di sini, aku
sudi mempersilakan kalian istirahat di dalam dan bersantap. "
" Siapa yang mau membuat keributan" Kami ke sini mau cari makan dan bayar! "
jawab Taiyo saraya acungkan dua kantong kain di tangannya. Suara dering uang
dalam kantong semakin enak terdengar di telinga Susumu.
" Taiyo, orang ini sudah dengar apa yang terjadi di kandang babi! Itu salah si
gendut Kukuno dan orang banyak! Mereka menganggap kami ini seperti binatang
saja. Masakan kami disuruh makan kotoran babi! " kata Tsuki dengan wajah
dicemberutkan. " Kalian bertiga boleh masuk. Silakan masuk! " kata susumu.
Tsuki, Taiyo dan Wiro saling pandang. Sambil senyum-senyum ke tiganya akhirnya
masuk ke dalam rumah makan. Mereka sengaja memilih tempat di ruangan tengah yang
luas. Semua orang di dalam rumah makan itu jadi sibuk melayani. Tak lama
kemudian minuman dan makanan yang dipesan segera dihidangkan. Tsuki dan Taiyo
menungging-nungging menciumi makanan yang sedap baunya itu.
" Ayo! Tunggu apa lagi! Ini makan besar namanya! " kata Taiyo. Tiga orang itu
segera bersantap sementara Susumu dan beberapa pelayan memperhatikan dari
kejauhan. Mereka senyum-senyum geli melihat cara makan manusia cebol itu. Kalau
Wiro makan wajar-wajar saja, maka Tsuki dan Taiyo membabat semua makan itu
dengan rakus seperti dua orang kelaparan satu minggu bertemu makanan lezat.
Dalam waktu sebentar saja semua makanan dan minuman yang ada di hadapan mereka
habis amblas! " Hai! Siapkan lagi makanan sama minumannya! Yang banyak! Jangan kuatir semua
kami bayar! " kata Taiyo. Walaupun terheran-heran, Susumu segera memerintah pelayan
menyiapkan makanan baru.
Tak lama kemudian hidangan datang. Dua manusia bonsai langsung menghantamnya.
Keduanya seperti balapan.
" Ani Wiro, kau tidak makan..." " tanya Tsuki melihat Wiro hanya menjulurkan kaki.
" Aku sudah kenyang, " jawab Pendekar 212. " Ah, tubuhmu saja yang besar tapi
perut kecil! Lihat kami, tubuh boleh kecil tapi perut musti besar! Hik...hik...hik!
Meong! " Page 37 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
Murid Sinto Gendeng hanya bisa gelengkan kepala. Ketika pesanan kedua itu habis,
dia menyangka dua manusia bonsai akan terduduk kekenyangan. Ternyata tidak.
Taiyo kembali berteriak minta disiapkan lagi hidangan baru, malah lebih banyak!
Pemilik rumah makan dan semua pelayan yang ada di situ, termasuk Wiro sendiri,
tentu saja jadi melengak heran. Dua manusia katai makan sebanyak itu. Masuk ke
mana semua makanan itu" Dua kali pesanan yang mereka santap tadi yang seharusnya
selusin tamu! Wiro sendiri mulai berpikir-pikir jangan-jangan dua manusia bonsai sebangsa
makhluk jejadian atau tuyul!
Selagi Tsuki dan Taiyo asyik menyantap hidangan ketiga, tiba-tiba di
luarsanalimaorang berseragam prajuritkotamuncul. Yang sebelah depan begitu
melihat Tsuki dan Taiyo segera saja membentak. "
Kalian berdua di sini rupanya! Sedang enak-enakan makan! "
Tsuki cuma melirik lalu terus makan tak acuh. Sebaliknya Taiyo teguk minumannya.
Sambil menyeka bibirnya dia bertanya. " Kami memang lagi makan. Memangnya
kenapa" Mau ikutan" Tapi bayar sendiri! Huk... huk... huk! Meong! "
" Manusia cebol kurang ajar! " teriak prajurit di sebelah depan dengan muka
merah padam. Empat kawannya juga tampak marah. " Kami datang untuk menangkap
kalian! Tahu"! "
" Mana kami tahu! " jawab Tsuki konyol lalu tertawa tergelak-gelak.
Wiro menengahi dengan bertanya. " Apa salah dua kawanku ini hingga kalian hendak
menangkap mereka" "
" Hem... jadi kau kawan kedua monyet katai ini! Bagus! Berarti kau juga kami
tangkap! Ikat mereka dan bawa! "
Empat orang prajurit segera maju. Masing-masing membawa segulung tali. Wiro
segera bangkit berdiri dan menghadang. " Tunggu dulu. Kau belum memberitahu apa
salah kami! "
Dengan beringas prajurit yang ditanya menjawab. " Kau membuat keributan di
pasar. Mencederai beberapa orang dan merusak harta orang! "
" Keributan di pasar memang betul. Tapi kami tidak mencederai siapapun. Teman-
temanku ini hanya menyuapkan sedikit makanan dan memupuri orang-orang yang
berlaku kurang ajar mempermainkan mereka. Juga tidak ada harta orang yang kami
rusak! " " Orang asing! Kau duluan yang aku tangkap! "
" Aku akan mencambukmu sampai seratus kali biar tahu diri! " Habis berkata
begitu, prajurit ini ayunkan tangan untuk menggebuk Wiro pada bagian kepalanya.
Murid Sinto Gendeng cepat merunduk lalu mundur. Si prajurit menjadi kalap karena
hantamannya tadi tak menemui sasaran.
Dia kembali memburu dengan pukulan tangan kosong. Lagi-lagi gagal. " Keparat!
Biar kuhabisi saja kau sekarang juga! " teriak prajurit itu marah lalu hunus
samurainya. Kali ini Pendekar 212 tak bisa mengelak terus. Begitu pedang
membabat di atas kepalanya, murid Sinto Gendeng membuat gerakan berputar. Kaki
kirinya mencuat ke atas. " Bukkk! "
Kaki kiri Wiro menghantam rahang kanan prajurit itu dengan telak. Tubuhnya
terlempar empat langkah Page 38
Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
lalu terbanting pingsan ke lantai rumah makan. Mukanya tepat jatuh di atas
sebuah piring besar berisi sisa-sisa bumbu cabe.
" Jangan membuat keributan di sini! Jangan membuat keributan di sini! " Yang
berteriak adalah Susumu si pemilik rumah makan. Tapi agaknya tak ada yang peduli
pada teriakannya. Sementara itu empat prajurit sudah membuka gulungan tali dan
siap mengikat Tsuki dan Taiyo.
" Ani Wiro! " berseru Tsuki. " Kami berdua belum selesai makan. Tak ada waktu
untuk melayani empat cecunguk yang mengganggu ini! Tolong kau layani dulu
mereka! " Empat prajurit cepat bergerak hendak mengikat Tsuki dan Taiyo, namun gerakan
mereka tertahan. Satu bayangan berkelebat dan tahu-tahu empat utas tali itu
telah melingkar mengikat tubuh mereka masing-masing mulai dari tangan sampai ke
kaki! Karena keempatnya meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan dan tak
berhasil, empat prajurit ini akhirnya jatuh bergedebukan di lantai rumah makan.
Tentu saja mereka berteriak marah dan memaki habis-habisan.
" Taiyo, aku tidak suka mendengar suara nyanyian mereka! " berkata Tsuki sambil
melahap sepotong daging.
" Sama! " jawab Taiyo. Lalu tangan kiri Taiyo dan tangan kanan Tsuki bergerak
dua kali. Terdengar suara " Hekkk...! " Empat kali berturut-turut, Teriakan dan
caci maki empat prajurit langsung berhenti. Di dalam mulut mereka menyumpal
potongan daging campur tulang!
" Ah! Aku sudah kenyang! " kata Taiyo sambil meletakkan guci sake di lantai.
" Aku juga! " kata Tsuki. Taiyo berpaling pada Wiro. " Kita pergi sekarang"
" Ada baiknya sebelum muncul lagi urusan baru!" sahut Wiro. Taiyo lalu melangkah
mendekati Susumu.
Pada pemilik rumah makan ini dia menyerahkan uang pembayar semua makanan.
Menurut Wiro, uang yang dibayarkan itu cukup, malah berlebihan karena salah satu
dari mata uang itu terbuat dari emas.
Tapi Susumu tiba-tiba berteriak marah. " Gara-gara kalian rumah makanku jadi
rusak. Lalu enak saja kalian membayar semurah ini! Semua hidangan dan minuman
yang kalian santap mahal harganya! Serahkan dua buah kantong itu padaku baru
lunas! " Wiro melangkah mendekati pemilik rumah makan itu lalu berkata. " Uang dalam dua
kantong itu cukup untuk membeli lima rumah makan seperti milikmu ini! Termasuk
lima manusia penipu seperti kau!
" " Pemuda asing berambut gondrong! Jangan ikut campur urusanku! Bukan kau yang
membayar! " sentak Susumu.
Pendekar 212 tersenyum lebar. " Silakan kau menyelesaikan urusan dengan mereka,
" katanya lalu sambil melangkah ke pintu dia berpaling pada Tsuki dan Taiyo. "
Giliran kalian sekarang! "
" Susumu, uang yang kami berikan sudah lebih dari cukup. Lihat berkeliling. Tak
ada barangmu yang rusak. Jangan menipu. Jangan tamak! " kata Tsuki. Lalu dia
melangkah. Tapi karena Susumu berusaha menghalangi, gadis bonsai itu dorongkan
tangan kanannya ke perut pemilik rumah makan itu.
Terjadi hal yang hampir tak dapat dipercaya. Tangan begitu kecil dengan dahsyat
mampu mendorong tubuh besar Susumu hingga terjajar dan jatuh duduk di atas
sebuah nampan berisi sisa-sisa makanan.
Page 39 Generated by ABC Amber LIT Converter, http://www.processtext.com/abclit.html
" Manusia cebol keparat! Berani kau menjatuhkan tangan kasar kepadaku! " teriak
Susumu marah. Dia bangkit berdiri, menyambar sebilah samurai yang tergantung di dinding lalu
membacokannya ke batok kepala Tsuki.
" Meong! " Tsuki dan Taiyo keluarkan suara kucing mengeong. Bersamaan dengan itu
keduanya jatuhkan diri berguling di lantai. Rantai besi yang mengikat tangan
mereka memukul ke depan, menghantam sepasang kaki Susumu.
Pemilik rumah makan ini berteriak setinggi langit ketika tulang kering kedua
kakinya dihajar besi itu.
Tubuhnya terlipat ke depan lalu jatuh tersungkur babak belur. Tsuki dan Taiyo
Pemburu Mahkota Dara 1 Pendekar Mabuk 078 Dewi Kesepian Makam Bunga Mawar 9
^