Mayat Persembahan 1
Wiro Sableng 127 Mayat Persembahan Bagian 1
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
BASTIAN TITO Mempersembahkan :
PENDEKAR KAPAK NAGA GENI 212
Wiro Sableng Episode ke 127 :
Mayat Persembahan
Ebook by : Tiraikasih (Kang Zusi)
Scanning kitab by : Aby Elziefa
mailto:22111122@yahoo.com
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 1
1 Telaga Malakaji diselimuti kesunyian. Riak air telaga yang tertiup angin bahkan
tidak mengeluarkan suara.
Di balik sebatang pohon besar dalam kegelapan, mendekam satu sosok berpakaian
gelap. Sejak tadi sepasang mata orang ini memperhatikan ke arah pondok di tepi
telaga di seberang sana. Dia melihat ada cahaya pelita suram menerangi bagian
dalam pondok berdinding bambu.
Setelah sekian lama berada di balik pohon perlahan-lahan orang tadi bergerak
keluar. Melangkah cepat menyusuri tepian telaga hingga akhirnya sampai di
samping pondok. Dia memeriksa bagian belakang bangunan tempat pembakaran besi.
Tak ada bara menyala di tungku pelebur besi.
"Tak mungkin senjata itu ditinggal di luar sini," orang berpakaian gelap berkata
dalam hati. "Pasti dibawa ke dalam. Menurut Kakek Sarontang senjata itu saat ini
pasti sudah selesai dibuat."
Orang berpakaian geiap melangkah ke pintu pondok. Untuk beberapa lama dia
berdiri di depan pintu itu. Di tanah dekat tangga dilihatnya ada sepotong
belahan bambu. Diambilnya, lalu dimasukkan ke celah pinggiran pintu,
dipergunakan untuk membuka kayu kecil pemalang pintu.
Daun pintu mengeluarkan suara berkereket halus ketika didorong. Sinar terang
nyala lampu minyak menyeruak keluar. Orang itu tak segera masuk, berhenti dulu
di ambang pintu. Sepasang matanya berputar cepat, memandang memperhatikan
keadaan dalam pondok. Cahaya lampu yang menerangi
wajahnya memperlihatkan bahwa dia adalah seorang pemuda.
Lampu minyak itu terletak di atas sebuah meja kayu. Berkelap-kelip pertanda
minyaknya tinggal sedikit. Di sudut kiri ada sebuah lemari kecil yang bagian
atasnya berbentuk rak. Lalu di samping lemari ini, agak terlindung dari cahaya
lampu minyak terdapat sebuah balai-balai kayu. Di atas balai-balai itu terbujur
sosok seorang berjubah merah, menghadap ke dinding. Walau tidak melihat wajah
orang yang tidur tapi pemuda yang barusan masuk sudah tahu siapa adanya orang
itu. BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Untuk beberapa lamanya pemuda itu masih
tegak tak bergerak di ambang pintu. Telinga dipasang seperti berusaha mendengar
baik-baik hembusan nafas orang yang tidur. Sesaat kemudian baru dia langkahkan
kaki. Yang didekatinya pertama kali adalah meja kecil dimana lampu minyak
menyala. Orang ini sudah sering datang ke pondok itu. Dia tahu betul, di sebelah bawah
meja kayu ada sebuah laci. Benda yang dicarinya mungkin disimpan dalam laci itu.
Sesaat dia berpaling memperhatikan sosok yang tidur di atas balai-balai kayu.
Lalu hati-hati ditariknya laci di bawah meja. Ada beberapa benda di dalam laci
meja. Diantaranya dua bilah pisau berkeluk tanpa sarung. Dia memeriksa lagi
sambil membungkuk agar bisa melihat lebih jelas. Benda yang dicarinya tak ada di situ.
Perhatiannya kini tertuju pada lemari di samping balai-balai kayu. Tanpa suara
dia melangkah mendekati lemari itu. Dalam rak di sebelah atas lemari kosong
hanya ada sebuah kendi tua terbuat dari tanah. Dipandanginya pintu penutup
lemari. Dadanya berdebar. Dia tahu, dia pernah beberapa kali melihat lemari itu dibuka.
Setiap dibuka lemari mengeluarkan suara berderik keras. Sesaat hatinya meragu.
Tapi kalau lemari itu tidak diperiksa, kawatir benda itu benar-benar berada di
dalamnya. Apa boleh buat.
Ternyata memang benar. Engsel pintu lemari mengeluarkan suara berderik keras
ketika dibuka. Orang yang membuka menoleh ke arah balai-balai.
Sosok yang tidur tidak bergerak. Dia meneruskan membuka lemari. Gelap. Bagian
dalam lemari gelap, dia tak bisa melihat jelas. Terpaksa orang ini mengambil
lampu minyak di atas meja, membawanya ke bagian depan lemari. Dia menggerutu
dalam hati. Dalam lemari hanya ada beberapa potong pakaian tua. Yang dicari masih belum
ditemukan. "Jangan-jangan orang tua itu menyimpan benda itu dalam saku jubahnya. Atau
mungkin dibawah bantal. Bagaimana aku bisa mengambilnya..."
membatin orang di dalam pondok. Lalu hatinya kembali berucap. "Tapi itu bukan
kebiasaan Daeng Wattansopeng. Dia tak pernah membawa tidur barang bertuah. Juga
tak pernah meletakkan benda-benda seperti itu dibawah bantal. Atau mungkin
sekali ini ada pengecualian?"
Orang itu memandang ke arah rak di atas lemari.
Matanya untuk kesekian kalinya membentur kendi tanah di atas rak. Otaknya
menduga-duga. "Kendi tinggi. Lehernya besar. Cukup besar 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang
Zusi & Aby Elziefa 3
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
untuk menyimpan benda itu..." Lampu minyak diletakkan di atas rak. Lalu
tangannya mengambil kendi tanah. Kendi didekatkan ke telinga kiri.
Diguncang perlahan. Ada suara bergemeletakan.
"Pasti ..." desis orang itu. Mulut kendi dijungkirkan dibawah. Telapak tangan
kiri menampung. Sebuah benda jatuh ke atas telapak tangan.
"Ah..." Si pemuda keluarkan seruan kecewa.
"Bukan!" Yang keluar dari dalam kendi adalah sepotong lempengan besi berwarna
hitam kebiru-biruan. Agak kesal orang itu memasukkan lempengan besi ke dalam
kendi. Kendi kemudian dikembalikan ke tempatnya semula. Belum sempat kendi
diletakkan di atas rak tiba-tiba di sebelah belakang ada suara menegur.
"Bontolebang, apakah benda ini yang kau cari?"
Saking kagetnya kendi yang hendak diletakkan di atas rak jatuh ke bawah, pecah
berkeningan di lantai pondok. Si pemuda cepat membalik. Di depan sana, orang
berjubah merah yang tadi terbujur tidur kini dilihatnya duduk di tepi balai-
balai kayu. Menyeringai sambil memegang sebuah benda panjang satu setengah jengkel,
memancarkan cahaya hitam kebiru-biruan. Itulah benda yang dicarinya. Badik
Sumpah Darah! Bontolebang, pemuda berpakaian biru gelap
yang menyelinap masuk ke dalam pondok hanya bisa tegak tertegun. Mulut terbuka
tapi tak ada suara yang mampu keluar.
Perlahan-lahan orang tua berjanggut putih menjela dada yang duduk di tepi balai-
balai kayu bangkit berdiri. Dia bergerak mendekati Bontolebang dan berhenti
sejarak dua langkah dari hadapan pemuda itu.
"Kau belum menjawab pertanyaanku Bontolebang.
Aku Daeng Wattansopeng bertanya. Apa badik ini yang kau cari?"
Pucatlah wajah si pemuda. Lututnya goyah.
Kalau tidak menguatkan diri saat itu mungkin dia sudah jatuh terduduk. Kepalanya
digeleng ke kiri ke kanan.
"Hemmm... jadi kau bukan mencari senjata bertuah ini. Lalu menyelinap masuk ke
pondokku, membuka laci meja, memeriksa lemari, memeriksa kendi, kau mencari
apa?" "Astaga, jadi semua apa yang kulakukan dia tahu, dia melihat," kata Bontolebang
dalam hati. Kepala si pemuda yang tadi menggeleng kini mengangguk-angguk.
"Saya... saya disuruh Kakek Sarontang..."
Bontolebang berucap terbata-bata.
"Kau disuruh Kakek Sarontang katamu?"
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 4
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Sepasang mata Daeng Wattansopeng menatap tajam ke dalam mata si pemuda, seolah
hendak menembusnya. Dua bola mata Bontolebang berputar-putar. Memandang ke arah lain,
tak berani melihat mata orang tua di hadapannya. Si kakek tersenyum.
"Air mukamu pucat, bicaramu gagap. Lututmu bergetar goyah. Kau berdusta,"
berkata Daeng Wattansopeng. "Katakan hal yang sebenarnya."
"Saya...saya memang mencari badik itu..."
Bontolebang akhirnya mengaku.
"Hemmm ..." gumam serta senyum bermain di bibir Daeng Wattansopeng.
"Saya, saya memang tidak disuruh Kakek Sarontang.
Saya datang atas kemauan sendiri."
"Bagus, kau sudah bicara hal yang sebenarnya. Aku ingin tahu, mengapa kau
menginginkan badik ini?"
"Saya, saya benci pada Kakek Sarontang..."
"Benci?" Daeng Wattansopeng kerenyitkan kening.
Dia sudah sejak lama tahu, selain merupakan cucu, antara pemuda itu dengan sang
kakek ada satu hubungan tidak terpuji. Sarontang memperlakukan Bontolebang
sebagai kekasih. Daeng Wattansopeng yang menganggap Sarontang sebagai saudara
sendiri, sudah berulang kali menegur dan menasihati
Sarontang agar menghentikan perbuatan mesum dan maksiat besar itu. Namun
Sarontang tak pernah mendengar. Bahkan diketahui Sarontang juga punya kekasih-
kekasih lain selain Bontolebang.
"Bontolebang, kenapa kau membenci kakekmu itu?"
Bertanya Daeng Wattansopeng. (Baca Episode
pertama berjudul "Badik Sumpah Darah)"
"Dia ingkar janji." Menjawab si pemuda.
"Janji apa?"
"Dulu dia pernah berkata. Kalau satu ketika Kakek Daeng Wattansopeng membuat
sebilah badik bertuah, maka senjata itu akan dimintakannya dan diberikan pada
saya. Ternyata senjata itu akan diberikannya pada orang yang barusan datang dari
tanah Jawa."
"Oh, jadi orang dari Tanah Jawa itu sudah sampai di Tanah Bugis ini?"
Bontolebang mengangguk.
Daeng Wattansopeng membelai kumis dan janggut putihnya sesaat lalu berkata.
"Aku tidak keberatan memberikan badik bertuah ini padamu, jika memang senjata
sakti ini berjodoh dengan dirimu."
Ada rasa kaget dan heran tapi juga gembira dalam diri Bontolebang. Hal ini
kentara dari air mukanya yang langsung berubah.
"Saya, saya... tidak mengerti maksud Kakek..."
Daeng Wattansopeng ulurkan tangannya yang
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 5
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
memegang badik tak bergagang.
"Ulurkan tanganmu, terima senjata ini."
Bontolebang merasa ragu.
"Mengapa bimbang" Kau inginkan badik ini bukan" Nah, ambillah!"
Dengan tangan kirinya Daeng Wattansopeng menarik tangan kanan Bontolebang.
Telapak tangan dibalikkan ke atas. Lalu badik tak bergagang yang sejak tadi
dipegangnya diletakkan di atas telapak tangan kanan, jari-jari digenggamkan.
Badik tak bergagang tenggelam dalam genggaman si pemuda.
Hanya sesaat badik tergenggam, tiba-tiba
Bontolebang merasakan ada hawa panas luar biasa seolah bara menyala memanggang
tangannya. Asap mengepul. Bontolebang mengeluh keras. Tangannya bergetar hebat.
Jari-jari terpentang membuka.
Bersamaan dengan itu badik tak bergagang yang barusan dipegangnya melayang ke
atas setinggi satu tombak, hampir menyentuh langit-langit pondok. Tiba-tiba
senjata itu melesat, menukik ke bawah, menyambar ke arah dada Bontolebang. Si
pemuda berseru kaget. Cepat menyingkir.
"Breeettt!"
Tak urung dada baju birunya tersambar robek.
Keringat dingin memercik di muka Bontolebang yang berubah pucat pasi. Belum
habis kaget dan ngerinya tiba-tiba badik tak bergagang kembali menderu. Kali ini
melesat mengarah kepalanya.
Bontolebang jatuhkan diri ke lantai pondok.
Terlambat! "Crasss!"
Daun telinga kiri pemuda itu kucurkan darah.
Badik tak bergagang sempat menyambar daun telinganya lalu melesat lagi ke
langit-langit kamar siap untuk kembali menyerang.
Si pemuda cepat jatuhkan diri, berlutut di lantai pondok. Tangan kiri pegangi
daun telinga yang luka, tangan kanan diletakkan di atas dada. Sambil membungkuk
dia berkata. "Kakek Daeng Wattansopeng. Saya mengaku salah. Maafkan saya..."
Kakek berjubah merah tersenyum. Dia angkat
tangan kanannya. Badik tak bergagang melayang turun, segera dijangkau dengan
tangan kanan. "Badik ini tidak berjodoh denganmu Bontolebang."
"Saya tahu, saya mengerti..." jawab Bontolebang begitu mendengar ucapan Daeng
Wattansopeng. "Nasibmu masih untung Bontolebang. Badik ini masih belum diberi tuba. Kalau
sudah bertuba, luka ditelingamu itu bisa membuat umurmu hanya tinggal beberapa
kejapan mata saja..."
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 6
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
"Saya mengaku salah. Maafkan dan ampuni saya,"
kata Bontolebang dengan suara bergetar dan tengkuk dingin.
Daeng Wattansopeng duduk di tepi balai-balai kayu.
"Kau boleh meninggalkan tempat ini. Temui Sarontang. Kaiau orang dari tanah Jawa
itu memang sudah datang, katakan pada Kakekmu itu agar membawanya ke sini pagi
tiga hari dari sekarang.
Sebelum fajar menyingsing. Ingat, tiga hari dari sekarang, pagi hari sebelum
fajar menyingsing."
"Perintah Kakek saya lakukan. Saya mohon diri..."
Bontolebang membungkuk dalam lalu berdiri dan cepat-cepat tinggalkan pondok itu.
Daeng Wattansopeng benar. Kalau saja tubuh badik tak bergagang itu telah diberi
beracun, saat itu dirinya pasti sudah menjadi mayat dengan kulit matang biru.
Selain itu Bontolebang maklum, Daeng Wattansopeng memaafkan dirinya semata-mata
hanya mengingat dia adalah cucu Kakek Sarontang.
Daeng Wattansopeng dalam setiap sikap dan
ucapannya selalu tampak lembut. Tapi pada keadaan tertentu dia bisa bersikap
tegas. Kalau saja dia bukan cucu Sarontang bukan mustahil tangan kanannya telah
ditabas putus oleh Daeng
Wattansopeng dengan badik tak bergagang itu.
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 7
2 anah Jawa. Hampir dua puluh lima tahun sebelum Badik Sumpah Darah diciptakan
oleh Daeng Wattansopeng di Tanah Bugis...
Sejak pagi puncak Gunung Lawu diselimuti awan tebal kelabu. Dimana-mana mendung
menggumpal. Namun kemendungan yang membungkus wajah
orang yang duduk bersila di dalam goa itu lebih tebal dan lebih gelap. Entah
berapa lama Ki Sulung Kertogomo memandangi wajah itu sampai akhirnya dia membuka
mulut berkata. "Dimas Aryo Probo, memang kehidupan dunia menawarkan banyak kenikmatan. Nikmat
harta, nikmat perempuan, nikmat pangkat dan jabatan.
Untuk itu manusia perlu banyak sabar, eling waspada dan lebih mendekatkan diri
pada Sang Pencipta, agar tidak terperangkap masuk ke dalam jurang
kehancuran. Karena sekali seseorang tercebur masuk jurang tersebut, sukar untuk
dapat keluar lagi.
Aku mengerti sulit bagimu untuk melepas begitu saja tahta Keraton Pakubuwon. Kau
merasa berhak untuk menduduki tahta itu. Kau merasa terusik sakit hati. Rasa
sakit hati menimbulkan dendam. Karena kini tahta dikuasai oleh orang lain. Yang
sebenarnya adalah masih keponakanmu sendiri. Kalau saja kau bisa membersihkan
hati dan pikiran, bukankah lebih baik bagimu untuk melupakan tahta dan hidup
sebagai Pangeran biasa. Dimana mungkin jalan hidupmu akan jauh lebih tenteram
Wiro Sableng 127 Mayat Persembahan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan bahagia..."
"Mana aku bisa tenteram bahagia Kangmas Sulung. Tahta itu dirampas dengan cara
membunuh kakakku Raden Pangestu. Lalu aku dihina dengan sebutan Pangeran
Comberan. Kalaupun aku bisa melupakan tahta, tapi tidak mungkin bagiku melupakan
kematian kakakku serta penghinaan atas diriku. Aku sudah bersumpah untuk
menumpas penguasa keji yang bercokol di Keraton Pakubuwon.
Namun diri buruk ini tidak punya kekuasaan, juga tidak punya ilmu kepandaian
apa-apa. Si penguasa dikelilingi oleh belasan tokoh silat berkepandaian tinggi.
Jika aku berlaku nekad, kepalaku mungkin sudah lebih dulu menggelinding sebelum
sempat BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
menginjak tangga Istana. Itu sebabnya aku menemuimu untuk terakhir kali. Karena
kau yang punya petunjuk atas apa yang harus aku lakukan.
Kalau aku memang perlu mengarungi lautan ke tanah seberang, jangankan lautan
air, lautan apipun akan aku sabung. Aku sangat butuh pertolonganmu Kangmas
Sulung." Ki Sulung Kertogomo, orang tua yang duduk di atas tikar kulit harimau terdiam
beberapa lama lalu menghela nafas dalam.
"Dimas Aryo Probo, kalau tekadmu sudah bulat, apa lagi sudah sampai pada
mengangkat sumpah, aku merasa bersalah kalau tidak menolongmu. Tapi petunjuk
yang aku lihat sungguh berat untuk dilaksanakan..."
"Kangmas Sulung, seperti aku katakan tadi, aku sanggup menyabung nyawa," kata
Aryo Probo sang Pangeran. "Katakan saja kemana aku harus pergi, siapa yang harus
kutemui." "Di bekas Kerajaan Blambangan ada beberapa orang sakti. Di tanah Bali ada banyak
tokoh utama berkepandaian tinggi. Di tanah Banten juga bertebaran orang-orang
hebat. Namun petunjuk mengatakan bahwa Dimas tidak mungkin mempergunakan dan
mendapatkan kepandaian dari semua orang-orang itu. Dimas ditentukan untuk harus
berjalan jauh, menyeberangi lautan ke satu tempat di arah timur laut. Petunjuk
menyatakan tanah itu adalah Tanah Bugis, Tanah Mengkasar, hampir dua bulan
perjalanan dari sini, melalui darat dan mengarungi lautan luas."
"Jika petunjuk mengatakan begitu, aku akan melakukan. Tak ada kebimbangan dan
keraguan di hatiku Ki Sulung."
"Yang akan jadi masalah bukan cuma jauhnya tempat tujuan, tetapi juga lamanya
waktu yang harus Dimas nantikan."
"Maksud Kangmas?" tanya Aryo Probo.
"Dimas harus menunggu selama dua ratus delapan puluh delapan purnama atau hampir
dua puluh empat tahun untuk mendapatkan sebilah sakti mandraguna. Hanya dengan
senjata sakti itulah Dimas sanggup merebut dan menguasai tahta Pakubuwon."
Terkejutlah Pangeran Aryo Probo mendengar
ucapan Ki Sulung Kertogomo itu.
"Konon, menurut petunjuk kemunculan senjata itu akan berbarengan dengan
kemunculan seseorang di Tanah Bugis. Dialah kelak yang akan berjodoh mendapatkan
senjata itu. Tapi dia hanya bisa memegang senjata tersebut untuk beberapa lama,
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 9
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
yaitu sampai niat dan tujuannya tercapai. Setelah itu senjata tersebut akan
menjadi milik Dimas, tapi juga hanya untuk waktu tertentu. Setelah itu senjata
harus dikembalikan kepada si pembuat."
Termenung Pangeran Aryo Probo mendengar
keterangan orang tua yang duduk di atas tikar kulit harimau itu.
"Kangmas Sulung, senjata yang ada dalam petunjuk itu, berupa apakah" Sebilah
pedang, keris, golok mungkin?"
"Senjata itu berupa sebilah badik," jawab Ki Sulung Kertogomo.
Kembali Aryo Probo terdiam.
"Dimas Aryo, kalau boleh aku bertanya, berapakah usiamu saat ini?" Ki Sulung
Kertogomo ajukan pertanyaan.
"Empat puluh lima tahun," jawab orang yang ditanya.
"Berarti pada saat Dimas Aryo mendapatkan senjata bertuah pembuka jalan untuk
mendapatkan tahta Kerajaan Pakubuwon, usia Dimas Aryo akan sekitar tujuh puluh
tahun. Di usia setua itu, apakah Dimas masih menginginkan tahta" Lagi pula
selama seperempat abad Dimas harus meninggalkan Tanah Jawa ini, harus berada di Tanah
Bugis." Lama Aryo Probo berdiam diri. Ketika akhirnya dia bicara suaranya agak bergetar.
"Mungkin itu satu-satunya jalan atau takdir yang harus aku terima. Berada di
Tanah Jawa ini seolah menginjak bara panas. Aku tidak akan mundur sekalipun
harus menunggu seperempat abad. Waktu sekian lama bisa aku pergunakan untuk
menimba ilmu kesaktian. Lalu jika kemudian tahta Pakubuwon memang tidak aku
dapatkan, paling tidak kelak ada orang lain yang memang pantas dan berhak untuk
menguasainya."
Ki Sulung Kertogomo menatap wajah Pangeran
Aryo Probo sejenak. Pada wajah dan sepasang mata orang itu dia melihat tekad
membara, gelegak dendam yang tak bisa diluluhkan. Maka orang tua inipun berkata.
"Baiklah Dimas Aryo. Kalau tekadmu sudah bulat, aku tak berani melarang. Besok
pagi-pagi, sebelum fajar menyingsing datanglah
menemuiku. Akan aku katakan padamu Tanah Bugis mana yang harus kau tuju dan
siapa yang harus kau temui."
"Terima kasih Kangmas Sulung. Aku minta diri dulu. Besok sebelum fajar aku akan
datang kembali."
Kata Pangeran Aryo Probo pula sambil bangkit berdiri.
"Ada satu hal lagi perlu kukatakan Dimas Aryo,"
ujar Ki Sulung Kertogomo. "Jika kelak kau sudah menjejakkan kaki di Tanah Bugis,
maka kau harus melenyapkan jati dirimu sebagai orang Jawa. Bahkan 127 MAYAT
PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 10
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
kau harus mengganti nama."
"Mengapa begitu Kangmas Sulung?" tanya Aryo Probo.
Begitulah ketentuan yang kulihat dan harus kau jalani, Dimas."
"Kalau memang demikian, aku akan melakukan."
Ki Sulung Kertogomo anggukkan kepala. Dia
ikuti kepergian Pangeran itu dengan pandangan matanya. Dalam hati orang tua ini
berucap. "Kasihan, aku melihat bukan tahta yang bakal didapatnya tapi satu
kehidupan gelap di tepi jurang neraka. Apa lagi selama ini dia diketahui
menjalani hidup sesat. Usia hampir setengah abad namun tak pernah menikah.
Hidup bergelimang maksiat dengan sesama jenis.
Apakah pantas orang seperti dia menjadi penguasa Kerajaan" Mudah-mudahan Illahi
mau menolong. Membuat dia membatalkan apa yang menjadi niat di hatinya."
Sesuai petunjuk Ki Sulung Kertogomo, Pangeran Aryo Probo seorang diri
meninggalkan Tanah Jawa, berangkat berlayar menuju Tanah Bugis. Perahu
tumpangannya berlabuh di Teluk Bantaeng. Hari telah gelap ketika gerobak sapi
yang disewanya sampai di ujung satu rimba belantara.
"Saya hanya mengantar sampai di sini," kata kusir gerobak seorang pemuda
bertubuh kerempeng
berambut lebat hitam. "Jika Bapak berjalan terus dan lurus, pasti akan sampai di
telaga. Berdiri di tepi telaga Bapak akan melihat sebuah pondok. Itulah tempat
kediaman orang sakti yang Bapak cari."
"Mengapa kau tidak mengantarkan aku sampai ke pondok itu?" tanya Aryo Probo.
Kusir gerobak menggeleng. "Penghuni pondok itu orang tua aneh. Bila dia tidak
suka pada seseorang, enak saja dia membunuh orang itu. Tidak jarang dia
memasukkan manusia hidup-hidup ke dalam tungku pelebur besi. Dijadikan kayu
pembakar!"
"Omong kosong, mana ada manusia sejahat itu."
"Terserah Bapak mau percaya atau tidak. Saya hanya mengantar sampai di sini.
Harap Bapak memberikan bayaran sewa gerobak."
Walau agak kesal Aryo Probo turun dari gerobak sapi. Dari dalam buntalan
dikeluarkannya sekeping perak dan diserahkannya pada kusir gerobak.
Suara derak roda-roda gerobak lenyap dikejauhan.
Sendirian di dalam gelap sambil memanggul buntalan di bahu kiri Aryo Probo
memandang berkeliling. Lelaki ini terkejut dan keluarkan seruan tertahan ketika
tiba-tiba di hadapannya berdiri satu sosok bungkuk sambil mengumbar suara tawa
mengekeh. Orang di hadapan Aryo Probo mengenakan
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 11
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
jubah dalam hitam. Di kepalanya bertengger sebuah topi hitam berbentuk tarbus
dan di bawah topi ini menjulai panjang rambut kelabu awut-awutan.
Wajahnya yang cekung tak berdaging nyaris menyerupai tengkorak, ditumbuhi
janggut dan kumis lebat memutih seperti kapas. Malam begitu gelap namun sepasang
mata orang ini seperti
mengeluarkan cahaya, terlihat jelas, memandang Aryo Probo berputar turun naik
dari atas ke bawah.
Tawa mengekeh terputus. Si jubah hitam luruskan tubuhnya yang bungkuk. Aryo
Probo melengak kaget.
Ternyata dalam keadaan lurus sosok orang itu sangat tinggi. Kepala Aryo Probo
hanya sampai sebatas dadanya.
"Orang dari seberang di tanah asing. Apakah kau manusianya yang bernama Aryo
Probo?" Tentu saja Aryo Probo menjadi kaget mendengar orang tahu dan menyebut namanya.
Dia tidak menjawab, tak berani mengangguk. Hatinya
membatin. "Dia tahu aku orang seberang. Bahkan tahu namaku. Jangan-jangan sudah menguntit
sejak dari teluk. Lalu muncul seperti hantu."
Aryo Probo pegang buntalan yang dibawanya
erat-erat. Di dalam buntalan itu selain membawa beberapa potong pakaian dia juga
membawa kepingan-kepingan perak dan emas sebagai bekal.
Setelah perhatikan orang Aryo Probo bertanya.
"Orang tua berjubah hitam. Kau mengejutkan diriku."
"Begitu" Ha... ha... ha...! Baru melihat manusia kau sudah terkejut. Bagaimana
kalau melihat setan!"
"Siapa kau, orang tua" Ada maksud apa muncul seperti sengaja menghadangku."
Si orang tua mendongak lalu kembali keluarkan tawa mengekeh.
"Namaku Pattirobajo. Tapi sudah lama aku tidak memakai nama itu. Di negeri ini
aku lebih dikenal dengan julukan Iblis Seribu Nyawa."
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 12
3 EUMUR hidup baru kali ini Aryo Probo mendengar julukan seperti itu. Gelar aneh
tak masuk akal tapi menyeramkan.
"Julukan hebat. Apa alasan orang menjuluki kau begitu rupa" Kau pasti cuma punya
satu nyawa, tidak seribu."
Si jubah hitam terkekeh panjang dan manggut-manggut.
"Saat ini usiaku sudah mencapai seratus dua puluh tahun lebih! Puluhan kali maut
menghadang diriku! Puluhan kali musuh berusaha membunuhku.
Dengan menantang terang-terangan. Dengan ilmu hitam. Tapi aku tidak mati-mati!
Aku sudah bosan hidup!"
"Kalau tak ada musuh yang sanggup membunuh. Kalau kau memang sudah bosan hidup,
mengapa tidak bunuh diri saja"!" ujar Pangeran Aryo Probo pula.
Si orang tua terkekeh panjang. Dua tangannya di angkat ke udara. Tahu-tahu entah
dari mana datangnya dalam genggaman dua tangannya telah terhunus dua bilah golok
pendek yang saking tajamnya memancarkan cahaya berkilau walau dalam gelap.
"Ilmu hitam, orang ini punya ilmu hitam. Kalau tidak dari mana dia tahu-tahu
bisa memegang dua bilah golok begitu rupa," kata Arya Probo dalam hati.
"Kau menyuruh aku bunuh diri! Akan aku lakukan ! Lihat!"
Dua tangan yang memegang golok berkelebat.
"Craaaass!"
"Kraaaaaakkk!"
Satu semak belukar rimbun rambas amblas.
Sebatang pohon putus terbabat lalu tumbang. Si jubah hitam ini seolah hendak
membuktikan bahwa dua bilah golok yang dipegangnya bukanlah barang mainan.
Sambil silangkan sepasang senjata itu di depan dada, dia keluarkan tawa panjang.
Lalu dua bilah golok digorokkan ke lehernya kiri kanan.
"Greekk... greeeekkk... greeekkk... greeeekkk."
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dua golok tajam itu laksana menggorok
batangan besi. Aryo Probo membeliak besar menyaksikan
kejadian itu. Si orang tua rubah cara dia memegang gagana golok. Senjata hf>ruiung lancip itu
kemudian ditusukkannya ke perut berulang kali.
"Duukk... duuuukkkk... duuukkk... tiukkk!"
Dua golok seperti menghunjam p?Ha dinding
batu atos! Kembali Aryo Probo terkesiap.
Orang tua beijubah hitam melompat satu
tombak ke udara. Sambil melompat dia bacokkan dua bilah golok ke batok
kepalanya. "Traang... traang... traang... traaaang!"
Golok-golok tajam seolah menghantam bola besi!
Belum puas memperlihatkan bahwa seluruh
tubuhnya kebal tak mempan senjata tajam si orang tua tarik ujung rambutnya
dengan tangan kiri lalu golok di tangan kanan ditabaskan.
"Tringg....!"
Rambut panjang kelabu tidak putus. Mata golok laksana mambabat kawat baja.
"Kau lihat" Kau saksikan sendiri!" Si orang tua berkata setengah berteriak dan
delikkan mata ke arah Aryo Probo. "Dua golok jahanam ini tidak berguna! Tidak
mampu membunuhku!" Lalu orang tua yang mengaku bernama Pattirobajo bergelar
Iblis Seribu Nyawa bantingkan dua golok ke tanah.
"Bless! Bless!"
Dua golok amblas masuk ke dalam tanah.
Lenyap seolah ditelan bumi!
"Orang tua, senjata tajam tidak mempan, kau tidak cidera apa lagi mati. Itu
berarti kau memiliki ilmu kesaktian yang melindungi dirimu hingga tak mempan
senjata tajam. Dibacok, ditusuk sampai sejuta kalipun kau akan tetap hidup. Apa
anehnya"!"
"Anehnya aku ingin mati tapi tak bisa mati!"
"Buang ilmu kesaktianmu, kau pasti bisa mati hanya dengan tusukan sehelai
rumput!" Iblis Seribu Nyawa menyeringai.
"Aryo Probo, dengar baik-baik. Aku sudah sepuluh tahun lebih menyirap kedatangan
dirimu. Sudah sepuluh tahun lebih aku menunggumu! Luar biasanya kau benar-benar muncul
di Tanah Bugis ini! Setelah kau muncul apa aku akan melepaskan dirimu begitu
saja"! Kau wakil malaikat maut yang sanggup mengakhiri hidupku!"
"Aneh, bagaimana bisa kejadian seperti itu. Kau menyirap kabar, kau menungguku.
Menganggapku 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 14
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
wakil malaikat maut!'
"Tak usah mempersoalkan segala macam keanehan. Sarontang, sekarang kau harus
ikut aku ke lereng timur Gunung Lompobatang. Jangan barani menolak!"
"Sarontang" Siapa Sarontang?" tanya Aryo Probo sambil memandang ke samping kiri
kanan lalu menoleh ke belakang karena mengira ada orang lain di sekitar situ.
"Sarontang. Itu nama barumu! Apa kau tidak ingat pesan Ki Sulung Kertogomo"
Bahwa begitu kau menginjakkan kaki di Tanah Bugis kau harus mengganti nama"!"
Kejut heran Aryo Probo bukan kepalang.
"Orang tua, bagaimana kau bisa tahu semua.
Kau kenal dengan Ki Sulung Kertogomo?"
"Orang tua itu telah berpulang sewaktu kau masih mengarungi lautan menuju ke
sini..." "Astaga... Jangan kau berani bergurau. Ki Sulung Kertogomo sudah seperti kakak
kandung bagiku!" bentak Aryo Probo.
"Siapa berani bergurau dengan nyawa dan roh manusia" Orang yang kau anggap
sebagai kakak itu benar-benar telah meninggal sewaktu kau dalam perjalanan ke
sini. Ketika suatu malam aku mencoba masuk ke dalam alam roh gaib, terjadi
sambung rasa antara petunjuk yang pernah aku dapatkan dengan roh kakakmu. Aku
sempat bertemu dan bertutur sapa dengan Ki Sulung..."
Aryo Probo terdiam. Sulit baginya untuk
mempercayai ucapan si orang tua. Dia mengalihkan pembicaraan.
"Urusan apa aku harus ikut bersamamu?"
"Karena hanya engkau satu-satunya manusia yang ditakdirkan bisa membunuh dan
mengakhiri hudupku! Aku tahu apa tujuanmu datang ke Tanah Bugis ini..."
Wiro Sableng 127 Mayat Persembahan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa" Coba sebutkan," ucap Aryo Probo ingin menguji.
"Kau ingin menemui kakek yang tinggal di tepi Telaga Mala kaji. Kau ingin
menemui Daeng Wattansopeng, kakek sakti pembuat senjata bertuah.
Kau ingin mendapatkan sebilah senjata. Sebilah badik. Badik Sumpah Darah!"
Aryo Probo benar-benar heran. Bagaimana
orang ini bisa tahu begitu banyak tentang diri dan perjalanannya"
"Aryo Probo, Pangeran dari Keraton Pakubuwon. Dengar baik-baik. Badik Sumpah
Darah. Itu satu-satunya senjata yang bisa menamatkan riwayatku. Tetapi aku hanya
bisa menemui kematian 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 15
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
kalau kau yang menikamkan badik itu pada diriku..."
Aryo Probo ternganga, geleng-gelengkan kepala, Tak bisa keluarkan suara.
"Aku tak ingin mati di tempat sembarangan.
Aku ingin mati di tempat ibuku melahirkan diriku. Di tebing batu di lereng timur
Gunung Lompobatang.
Aku akan membawamu ke sana agar kau tahu tempatnya. Jika kau sudah mendapatkan
Badik Sumpah Darah maka kau harus mendatangi diriku di lereng gunung tempat
kediamanku. Membunuhku.
Menghabisi diriku!"
"Bagaimana... Bagaimana kalau sesudah mendapatkan badik itu aku tidak datang ke
tempat kediamanmu, tidak membunuhmu?" bertanya Aryo Probo.
Si kakek delikkan mata lalu tertawa mengekeh.
"Itu satu pertanyaan tolol. Lebih tolol jika kau tidak melakukan apa yang aku
katakan! Dengar Pangeran, jika kau tidak membunuhku, kau akan ditimpa kualat
seumur-umur. Dirimu akan termakan sumpah
kutukku. Apa yang menjadi tujuanmu tidak akan kesampaian. Malah kau akan celaka
sengsara seumur-umur..."
Aryo Probo tak ingin mau mempercayai ucapan Pattirobajo alias Iblis Seribu
Nyawa. Tapi tak urung bulu kuduknya berdiri juga.
"Sekarang kau jangan banyak bicara. Aku akan membawa ke Gunung Lompobatang!"
Habis berkata begitu tiba-tiba si orang tua luruskan tubuhnya. Sosok Iblis
Seribu Nyawa berubah jangkung. Tangan kanannya laksana kilat menyambar tengkuk
baju Aryo Probo.
"Lepaskan!" teriak Aryo Probo.
Iblis Seribu Nyawa menjawab dengan sung-
gingan seringai. Aryo Probo hantamkan jotosan keras ke dada si orang tua. Tapi
dia menjerit sendiri kesakitan amat sangat seolah barusan memukul batu keras.
Si orang tua tertawa mengekeh. Dengan dua jari tangan kirinya dia tusuk kening
Aryo Probo. Kejap itu juga Pangeran dari Pakubuwon ini mendadak kaku sekujur tubuhnya.
"Iblis Seribu Nyawa, jika kau berani menyakiti diriku, aku bersumpah akan
membalas seribu kali lebih hebat!" mengancam Aryo Probo.
Pattirobajo tidak perdulikan ancaman orang.
"Aryo Probo. Kau beri kematian padaku. Sebagai balasan aku akan memberikan satu
ilmu kesaktian hebat padamu. Kau cukup membalasnya dengan Mayat Persembahan."
"Mayat persembahan" Apa pula itu" Apa 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi &
Aby Elziefa 16 BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
maksudmu?" tanya Aryo Probo.
"Setiap bulan mati kau berkewajiban menyerahkan seorang pemuda, lajang, belum
kawin padaku. Pemuda itu harus dalam keadaan mati, tak bernyawa. Bila tiba
saatnya kau dapat mewakilkan kewajiban itu pada orang lain. Orang lain itu yang
kelak harus menyerahkan mayat seorang pemuda padamu."
Aryo Probo terdiam. Tengkuknya terasa dingin.
"Gila..." katanya kemudian.
Iblis Seribu Nyawa tertawa bergelak. "Sarontang, dunia ini memang dipenuhi
seribu satu kegilaan.
Kita harus ikut berlaku gila agar dianggap orang sebagai manusia wajar. Ingat
hal itu baik-baik!"
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 17
4 SEJAK sore udara di kawasan Telaga Malakaji dipenuhi oleh kelelawar yang
beterbangan kian kemari.
Sampai matahari terbenam dan malam datang
membawa kegelapan binatang-binatang itu masih berkeliaran. Suara kepak sayap
lebar disertai sesekali suara kuikan keras terdengar tak berkeputusan.
Dini hari menjelang datangnya Subuh, di atas balai-balai tidurnya Daeng
Wattansopeng terbaring pejamkan mata. Orang tua ini tidak sedang tidur karena
getaran bibirnya memberi pertanda bahwa dia tiada henti berzikir menyebut nama
Allah. Di tangan kanannya ada seuntai tasbih berwarna hijau.
Tiba-tiba getaran bibir terdiam. Suara hati terhenti.
Sepasang mata yang sejak tadi terpejam membuka nyalang, menatap tajam ke arah
langit-langit pondok kayu di atasnya.
Barusan telinganya menangkap suara sesuatu berkelebat halus sekali di atas sana.
Daeng Wattangsopeng tahu betul itu bukan suara kepak sayap kelelawar. Orang tua
ini seorang berkepandaian tinggi yang kemampuan pendengarannya luar biasa. Dia
sanggup mendengar suara gesekan daun di jarak belasan tombak. Jika tadi dia
hanya bisa mendengar suara kelebat sangat halus, berarti siapapun adanya mahluk
di atas atap maka dia juga memiliki kepandaian hebat.
Perlahan-lahan Daeng Wattansopeng bangun dari tidurnya. Duduk di pinggiran
balai-balai kayu. Dua matanya masih terus mengawasi langit-langit pondok.
"Ada orang di atas atap." kata Daeng Wattansopeng dalam hati. "Aneh, seumur
hidup baru kali ini aku kedatangan tamu bukan muncul di pintu tapi melayang di
atas atap..."
Orang tua ini ingat janjinya dengan Sarontang yang disampaikan lewat
Bontolebang. Lalu dia menghitung hari.
'Tidak mungkin Sarontang datang menyalahi
janji. Menurut hitunganku hari ini baru hari kedua sebelum fajar menyingsing.
Janjiku, meminta dia datang pada hari ke tiga sebelum fajar. Lagi pula Sarontang
tidak akan datang dengan cara seperti ini. Naik ke atas atap. Dan Sarontang
datang tidak BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
akan sendirian. Karena sudah diketahui dia akan membawa tamu yang datang dari
Tanah Jawa."
Daeng Wattansopeng usap-usap janggut pulih
yang menjulai sampai di dadanya. Dia coba
menduga-duga siapa gerangan orang yang datang, seperti seekor burung hinggap
menjejakkan kaki di atas atap pondok. Berpikir cukup lama, Daeng Wattansopeng
tak bisa menduga siapa adanya orang di atas sana. Dia merasa tidak ada janji
dengan orang lain. Cara datang yang aneh membuat si orang tua merasa risau tapi
tetap berlaku tenang.
Tasbih di tangan kanan yang sejak tadi dipegangnya dimasukkan ke dalam kantung
jubah merah. Dia menatap kembali di atas atap lalu menegur.
Suaranya keras tapi nadanya lembut.
"Tamu di atas atap, silakan turun. Pintu pondok terbuka menerima kedatanganmu."
Setelah ditegur begitu rupa Daeng Wattansopeng mengira orang yang ada di atas
atap akan melayang turun dan menuju pintu pondok. Tapi apa yang kemudian terjadi
membuat orang tua ini terkejut. Atap pondok di atasnya mendadak jebol besar.
Dari jebolan atap melayang turun satu sosok serba putih.
Ketika sosok itu berdiri tegak di lantai pondok, Daeng Wattansopeng dapatkan
dirinya berhadapan dengan seorang yang tak dikenal. Orang ini berusia sekitar
empat puluhan, bermuka putih, mengenakan pakaian panjang sampai ke kaki berwarna
putih. Kepalanya ditutup sehelai kerudung kain putih tebal yang menjulai menutup sampai
ke bagian belakang kepala terus ke punggung. Kerudung putih ini kelihatan agak
aneh karena di bagian belakang kepala ada dua buah lobang kecil. Luar biasanya
setiap orang ini menghembuskan nafas terasa sambaran angin panas.
"Aku berhadapan dengan seseorang berkepandaian tinggi," membatin Daeng
Wattansopeng. "Melihat pada cara masuk dan gerak-geriknya aku kawatir dia tidak berhati baik.
Datang membekal niat buruk."
Setelah pandangi orang di hadapannya sejurus lamanya, Daeng Wattansopeng lalu
menegur. "Kerabat tak dikenal, siapa dirimu adanya.
Mengapa masuk ke pondokku dengan cara
merusak" Menjebol atap padahal ada pintu?"
Orang yang ditegur diam saja, menatap tajam ke arah Daeng Wattansopeng. Ketika
Daeng Wattansopeng balas menatap terkejutlah orang tua ini. Astaga! Dia baru
melihat, baru menyadari!
Manusia tak dikenal di depannya itu memiliki bola mata aneh. Dua bola matanya
bukannya bulat tetapi 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 19
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
berbentuk segit tiga dan berwarna hijau.
"Luar biasa, harimau jejadianpun matanya tidak seperti ini," membatin Daeng
Wattansopeng. Dia mulai berlaku waspada. Agaknya tamu tak dikenal ini benar-
benar datang tidak membawa maksud baik.
Mungkin menginginkan senjata sakti yang baru saja selesai dibuatnya!
"Daeng Wattansopeng," tiba-tiba si jubah putih berkerudung aneh berucap. "Aku
menyirap kabar bahwa dalam beberapa hari ini kau menunggu kedatangan saudaramu
bernama Sarontang yang akan membawa seorang tamu dari Tanah Jawa.
Benar?" Daeng Wattansopeng tidak segera menjawab.
Tamu tak dikenal ternyata tahu bahwa dia tengah menunggu kedatangan orang. Yakni
Sarontang yang akan membawa tamu dari Tanah Jawa.
"Benar," Daeng Wattansopeng akhirnya berikan jawaban.
"Apakah tamu itu seorang pemuda bernama Wiro Sableng, bergelar Pendekar Kapak
Maut Naga Geni 212?"
Kening Daeng Wattansopeng mengerenyit.
Kepalanya digelengkan. "Aku tidak pernah mengenal orang dengan nama dan julukan
yang kau sebutkan itu."
Mata berbentuk segitiga menatap tajam dan pancarkan cahaya angker seolah hendak
menjajagi apakah Daeng Wattansopeng bicara benar atau dusta. Orang lain
dipandang seperti itu mungkin akan tergetar hati dan ciut nyalinya. Tapi Daeng
Wattansopeng tetap tenang. Tiba-tiba orang tua ini merasakan ada getaran aneh di
lantai pondok. Lalu satu hawa panas menyusup masuk ke telapak kakinya.
Dalam kagetnya orang tua ini cepat
kerahkan tenaga dalam. Hawa panas masih terus menjalar naik ke kaki, naik lagi
ke paha. Ketika mencapai perut di mana terletak pusat tenaga dalam yang dimiliki
Daeng Wattansopeng, hawa panas itu tak mampu menembus.
"Desss!"
Satu letupan halus menggema. Asap putih
mengepul-dari balik jubah merah Daeng
Wattansopeng. Orang tua ini perhatikan wajah dan sepasang mata orang di
hadapannya. Dia maklum, jelas barusan tamu tak dikenal itu tengah menguji
kekuatannya dengan cara menghantamkan hawa sakti melalui lantai pondok. Daeng
Wattansopeng tengah berpikir apakah dia perlu membalas kelancangan orang. Tiba-
tiba seperti tadi kembali dia merasa lantai pondok bergetar. Lalu ada hawa 127
MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 20
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
dingin luar biasa merasuk masuk ke telapak kaki kiri. Membuat orang tua ini
bergetar sekujur tubuh dan bergemeratakan rahangnya. Hawa dingin mencoba naik ke
atas, menenbus pusat tenaga dalam dibagian perut. Wattansopeng kencangkan
perutnya, tahan nafas, kerahkan tenaga dalam.
"Desss!"
Seperti tadi terdengar letupan. Dari balik jubah Daeng Wattansopeng mengepul
asap kehitaman. Di depan sana lelaki berkerudung putih kelihatan bergoncang
tubuhnya lalu tersurut dua langkah.
Dari mulutnya keluar suara bergumam. Lalu ada suara lain seperti memaki halus.
"Aneh, aku mendengar ada dua suara," membatin Daeng Wattansopeng. "Siapa
sebenarnya tamu lancang tak diundang ini. Saatnya aku memberi pelajaran."
Kalau orang menjajal dirinya secara diam-diam maka lain halnya dengan Daeng
Wattansopeng. Dia tak mau membokong lawan secara pengecut. Sambil letakkan dua
telapak tangan di depan dada, sambil membungkuk orang tua ahli pembuat senjata
bertuah ini berkata.
"Kerabat tak dikenal, terima kasih kau telah sudi memberi pelajaran padaku. Aku
Daeng Wattansopeng ingin belajar lebih jauh padamu."
Habis berkata begitu Daeng Wattansopeng
mendongak ke arah atap pondok yang jebol. Dari tempatnya berdiri dia dapat
melihat langit gelap kelam di atas sana. Saat itu enam ekor kelelawar besar
tengah berkelebat terbang di atas atap. Daeng Wattansopeng kedipkan dua matanya.
Bersamaan dengan itu tangan kanannya diturunkan ke bawah, telapak disentakkan ke
arah lantai pondok. Enam ekor kelelawar besar yang melewati atap pondok yang
jebol, laksana disedot satu kekuatan dahsyat keluarkan suara menguik keras lalu
melesat ke bawah. Sayap-sayap mereka berubah seperti
tebasan senjata tajam. Kuku-kuku mereka mencakar ganas. Enam binatang ini
menyerang orang berkerudung putih dari enam jurusan. Tiga di bagian kepala, tiga
di arah badan! Orang yang mendapat serangan berseru kaget.
Dua kepala didongakkan, tangan kanan dihantamkan. Dua larik sinar hijau angker
melesat dari sepasang matanya. Tiga ekor kelelawar besar yang menyerang bagian
kepala hancur berantakan. Asap hijau sesaat menutupi pondok.
"Bukk! Bukkk!"
Dua ekor kelelawar yang menyerang bagian badan remuk, terpelanting dan amblas
masuk ke 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 21
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
dalam dinding. Kelelawar ke enam satu-satunya yang lolos, sempat menghunjamkan
cakarnya ke bagian dada orang berjubah putih.
"Breettt!"
Jubah robek besar. Orang yang diserang keluarkan seruan keras. Tangan kirinya
menghantam. Kelelawar menguik dan terkapar di tanah dalam keadaan hancur.
"Terima kasih, kau telah sudi memberi pelajaran padaku," kata Daeng Wattansopeng
lalu membungkuk.
Muka putih orang berjubah kelihatan merah kelam membesi. Mulutnya berkomat-kamit
keluarkan suara menggerutu. Saat itu secara aneh Daeng
Wattansopeng kembali mendengar suara lain. Dia berusaha mencari tahu siapa yang
bicara tapi tak berhasil.
"Daeng Wattansopeng, kau merobek pakaianku...."
"Ah, harap maafkan. Bukan aku yang melakukan tapi kelelawar itu," jawab Daeng
Wattansopeng sambil tersenyum.
"Aku tidak akan melupakan, aku tidak akan memaafkan."
"Kerabat tak dikenal, kalau cuma jubah yang robek aku bisa menggantinya. Apakah
kau bersedia memperbaiki atap pondokku yang telah kau rusak?"
"Aku tak punya waktu untuk memperbaiki atapmu!"
"Hemmm. Kalau begitu harap kau memberi tahu siapa dirimu adanya. Dari logat
bicaramu aku bisa menduga kau bukan orang sini. Juga bukan orang dari Tanah
Jawa." "Aku merasa tidak perlu menjawab pertanyaanmu.
Aku akan pergi. Tapi ingat, aku akan kembali lagi untuk memastikan siapa adanya
tamu yang datang dari Tanah Jawa bersama Sarontang."
"Tadi kau memberi tahu kalau kau mencari seorang pemuda bernama Wiro Sableng,
bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Ketahuilah, tamu yang dibawa
Sarontang bukan orang yang kau cari. Tapi jika kau mau tahu dan ingin melihat
dengan mata kepala sendiri, silahkan datang besok pagi. Hanya kuharap kau datang
membawa bahan untuk memperbaiki
atapku yang kau rusak. Syukur-syukur kau datang membawa seorang tukang
sekalian...." Daeng Wattansopeng berkata sambil sunggingkan senyum mengejek.
Merasa diejek si jubah putih berkata.
"Daeng Wattansopeng. Membuat aku tersurut satu langkah dalam adu kekuatan tadi,
jangan mengira ilmu kepandaianmu ada di atasku. Jangan memandang sebelah mata
padaku. Kalau orang dari Tanah Jawa itu memang Wiro Sableng adanya, kau harus
menyerahkannya padaku. Jika kau berani menolak, 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by
Kang Zusi & Aby Elziefa 22
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
bukan cuma pondokmu yang kuhancurkan, tapi juga tubuhmu!"
"Sungguh tak dinyana. Betapa mudahnya kau mencari lantai terjungkat, membuat
permusuhan tanpa mau menyadari kesalahan sendiri' merusak rumah orang! Kau
bicara hebat bahkan terlalu takabur. Tapi terlalu pengecut untuk memberi tahu
siapa dirimu dan kau datang dari mana!"
"Aku datang dari negeri jauh. Aku jelaskanpun kau tidak bakal mengerti!"
"Kalau begitu katakan saja siapa namamu, juga gelar julukanmu jika kau punya."
"Namaku Lajundai. Aku datang dari Negeri Latanahsilam! Aku berjuluk Hantu Muka
Wiro Sableng 127 Mayat Persembahan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua. Wiro Sableng adalah musuh besarku. Dia menghancurkan Istana miliki. Membuat
aku terpesat ke negeri ini. Di Latanahsilam aku tak berhasil membunuhnya.
Mungkin dia ditakdirkan harus mati di negeri sendiri."
"Kalau pemuda bernama Wiro Sableng itu memang musuh besar yang ingin kau habisi,
mengapa tidak langsung datang mencarinya ke Tanah Jawa?"
"Aku tidak tahu di mana letak Tanah Jawa. Dari Latanahsilam, negeri seribu dua
ratus tahun silam, aku terpesat ke Tanah Bugis ini. Mendengar kabar bahwa ada
seseorang yang akan datang ke sini, bersama seorang pemuda dari Tanah Jawa, apa
salahnya aku menunggu sampai orang itu muncul.
Kalaupun dia bukan Wiro Sableng, masih ada kesempatan untuk bertanya padanya di
mana musuh besarku itu berada."
Habis berkata begitu sosok berjubah putih bergerak berputar lalu melesat ke atas
atap yang berlubang. Di atas atap dia tidak terus berkelebat pergi melainkan
tegak di pinggiran jebolan atap dan berkata.
"Daeng, ingat. Aku akan datang kembali." Saat itu Daeng Wattansopeng ingin
sekali menghantam si jubah putih berkerudung dengan pukulan sakti, namun dia
berusaha mempersabar diri. Hanya memperhatikan sampai orang di atas sana
berkelebat pergi.
"Negeri Latanahsilam..." kata Daeng Wattansopeng perlahan. "Di manakah itu" Tadi
waktu sosoknya berputar aku sempat melihat ada dua buah lobang pada kerudung di
bagian belakang kepalanya.
Sebelumnya aku mendengar seperti ada suara orang lain. Hantu Muka Dua.... Apakah
orang tadi benar-benar memiliki dua buah muka sesuai dengan julukannya?"
(Mengenai Hantu Muka Dua harap baca riwayat petualangan Pendekar 212 Wiro
Sableng di Negeri Latanahsilam mulai dari Episode "Bola-Bola Iblis" s/d Episode
"Istana Kebahagiaan" terdiri dari 18
episode). 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 23
5 SEBELUM sampai pada hari ke tiga, hari perjanjian di mana Sarontang dan Adipati
Jatilegowo akan datang ke tempat kediaman Daeng Wattansopeng di Telaga Malakaji,
kita kembali dulu pada satu peristiwa yang terjadi di tanah Jawa beberapa waktu
lalu. Dalam Episode berjudul "Senandung Kematian"
dituturkan terjadinya satu pertempuran hidup mati antara Pendekar 212 Wiro
Sableng dengan Damar Wulung alias Adisaka yang dibantu Pangeran Matahari musuh
bebuyutan murid Sinto Gendeng.
Wiro akhirnya berhasil merampas kembali keris pusaka Keraton yakni Keris Naga
Kopek yang dicuri Damar Wulung. Senjata mustika sakti itu kemudian diserahkannya
pada Sutri Kaliangan, putri Patih Kerajaan.
Sebenarnya Sutri ingin sekali berada lebih lama bersama Wiro. Bukan saja karena
diam-diam gadis rupawan ini telah terpikat hatinya pada Pendekar 212, tapi dia
juga ingin kepastian bahwa Wiro benar-benar akan mencarikan obat untuk
menyembuhkan sakit berat yang diderita ayahnya. Namun Sutri Kaliangan
menyaksikan, di tempat itu ada tiga orang gadis cantik yang diketahuinya sama-
sama mencintai Wiro. Maka walau dengan berat hati, di samping harus segera
menyerahkan keris pusaka Keraton pada Sri Baginda, Sutri Kaliangan terpaksa
meninggalkan Pendekar 212.
"Gadis itu, seorang diri kau biarkan membawa senjata pusaka Kerajaan, apakah
tidak berbahaya"
Aku kawatir...." Naga Kuning yang tegak di samping Setan Ngompol berkata.
"Seharusnya kau minta aku menemaninya," kata Setan Ngompol. "Aku tak keberatan
duduk menunggang kuda bersamanya. Ha... ha... ha!" Setan Ngompol tertawa
bergelak lalu cepat tekap bagian bawah perutnya yang siap hendak mengucur.
"Kotaraja tak jauh dari sini. Lagi pula keadaan kurasa sudah cukup aman. Dan
Sutri memiliki ilmu pedang yang bisa diandalkan," ujar Wiro pula. Dia memandang
pada bocah jabrik, melirik pada nenek bermuka setan yang dikenal dengan julukan
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Gondorowo Patah Hati.
"Naga Kuning sahabatku, ada beberapa hal penting yang harus aku kerjakan. Tak
mungkin kulakukan seorang diri. Aku minta kau dan Setan Ngompol ikut
membantu...."
"Kalau memberi pekerjaan jangan yang susah-susah. Nantiaku sulit kencing!" kata
Setan Ngompol. Wiro tersenyum.
"Membantumu boleh-boleh saja. Tapi apa kau tega...." Naga Kuning pegang dan
elus-elus tangan Gondorowo Patah Hati hingga si nenek tersipu malu dan cepat
tarik tangannya. Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini jadi sama-sama
tertawa melihat kelakuan si bocah. "Puluhan tahun aku tak pernah bertemu dengan
dia, begitu bertemu kau hendak memisahkan kami dengan memberikan satu
pekerjaan."
"Aku tidak bermaksud memisahkan kalian.
Syukur-syukur Nenek Gondorowo Patah Hati mau membantu."
"Katakan pekerjaan apa yang harus kami lakukan?" bertanya Setan Ngompol.
"Pekerjaan mudah, menyirap kabar di mana beradanya bunga melati hitam...."
"Melati hitam?" Setan Ngompol dan Naga Kuning berucap berbarengan.
"Di mana-mana yang namanya kembang melati itu warnanya putih," kata Naga Kuning.
"Ini bukan pekerjaan mudah!"
"Mungkin ada kembang melati yang gosong"!"
ujar Setan Ngompol lalu tertawa bergelak. "Ada-ada saja!"
"Kalau urusan kembang seharusnya c.urus oleh orang-orang perempuan. Bukan kami
orang laki-laki!" ujar Naga Kuning. Dia melirik pada tiga gadis cantik di
depannya. "Wiro, mengapa tidak mereka saja yang kau tugasi menyirap di mana
beradanya kembang melati gosong itu?"
Wiro terdiam tapi palingkan wajahnya me-
mandang pada Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini yang juga sama
memandang ke arahnya. "Wiro, jika kau memang ingin kami yang mencari bunga melati hitam itu, kami
bersedia saja melakukan...." berkata Ratu Duyung. Anggini mengiyakan sementara
Bidadari Angin Timur diam saja.
Pendekar 212 menggaruk kepalanya.
"Sebenarnya ada hal lain yang jadi tanggung jawabku dan perlu kuselidiki. Tapi
waktuku sempit dan seperti tadi aku katakan, tak mungkin semua 127 MAYAT
PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 25
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
urusan kutangani sendiri. Kalau kalian bertiga sudi menolong...."
"Katakan mengenai apa?" tanya Ratu Duyung.
"Pedang Naga Suci 212. Senjata mustika itu tidak ditemukan pada jenazah Puti
Andini. Seseorang telah mencurinya."
"Pangeran Matahari!" kata tiga gadis serempak.
"Pasti dia yang telah mencuri pedang itu setelah membunuh Puti Andini."
(Mengenai kematian Puti Andini harap baca serial Wiro Sableng Episode berjudul
"Makam Ke Tiga" dan "Senandung Kematian")'
"Ini urusan sangat berbahaya. Setiap hal yang ada sangkut pautnya dengan
pangeran jahanam itu maut tantangannya...."
"Kami bertiga tidak takut. Malah kalau kami bisa membunuh mahluk terkutuk itu
rasanya kami sudah berbuat jasa besar untuk rimba persilatan Tanah Jawa ini,"
kata Anggini murid Dewa Tuak bersemangat.
"Kami bertiga akan menyelidik dan mencari pedang keramat itu," kata Ratu Duyung
ikut bersemangat.
Bidadari Angin Timur anggukkan kepala namun dalam hatinya gadis ini mengeluh.
"Sekian lama terpisah, tercerai berai oleh berbagai kejadian, setelah bertemu
mengapa sampai hati menginginkan perpisahan ini" Aku tahu semua yang kau katakan
adalah urusan penting. Tapi apakah tidak ada sedikit waktu luang bagi kita
berdua untuk bersepi diri, bercakap-cakap membicarakan hal yang selama ini masih
belum sempat saling kita ungkapkan" Lebih dari dua puluh empat purnama kau
pergi, sekarang pada saat perjumpaan apakah tak ada sedikit kesempatan dapat kau
berikan padaku...."
Wiro mengangguk dan mengucapkan terima
kasih berulang kali pada tiga gadis cantik itu tanpa mampu memperhatikan
kelainan sikap Bidadari Angin Timur. Lalu dia berpaling, memandang pada Naga
Kuning, Setan Ngompol dan Gondorowo Patah Hati.
"Wiro," Setan Ngompol berucap. "Aku pernah muda, juga pernah tua. Bercinta di
masa tua jauh nikmatnya dibanding bercinta di masa muda'.
Kuharap kau tidak membebani kakek nenek jelek ini untuk melewati hari-hari
bahagia mereka. Biar aku mewakili keduanya menyirap dan mencari bunga melati
hitam itu."
Dibilang nenek jelek Gondorowo Patah Hati yang aslinya bernama Ning Intan
Lestari pelototkan matanya pada Setan Ngompol hingga kakek satu ini 127 MAYAT
PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 26
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
tersurut dan pancarkan air kencing. Tapi Naga Kuning sendiri kelihatan senyum-
senyum senang. Soporti diketahui bocah ini sebenarnya adalah seorang kakek berusia sekitar
seratus dua puluh tahun dikenal dengan panggilan Kiai Paus Samudera Biru.
Sewaktu muda dia pernah menjalin cinta dengan Ning Intan Lestari namun nasib
memisahkan mereka satu sama lain selama puluhan tahun.
Walau Setan Ngompol berucap begitu namun
Pedang Dan Kitab Suci 21 Pendekar Naga Putih 88 Bayang Bayang Maut Tugas Rahasia 7
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
BASTIAN TITO Mempersembahkan :
PENDEKAR KAPAK NAGA GENI 212
Wiro Sableng Episode ke 127 :
Mayat Persembahan
Ebook by : Tiraikasih (Kang Zusi)
Scanning kitab by : Aby Elziefa
mailto:22111122@yahoo.com
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 1
1 Telaga Malakaji diselimuti kesunyian. Riak air telaga yang tertiup angin bahkan
tidak mengeluarkan suara.
Di balik sebatang pohon besar dalam kegelapan, mendekam satu sosok berpakaian
gelap. Sejak tadi sepasang mata orang ini memperhatikan ke arah pondok di tepi
telaga di seberang sana. Dia melihat ada cahaya pelita suram menerangi bagian
dalam pondok berdinding bambu.
Setelah sekian lama berada di balik pohon perlahan-lahan orang tadi bergerak
keluar. Melangkah cepat menyusuri tepian telaga hingga akhirnya sampai di
samping pondok. Dia memeriksa bagian belakang bangunan tempat pembakaran besi.
Tak ada bara menyala di tungku pelebur besi.
"Tak mungkin senjata itu ditinggal di luar sini," orang berpakaian gelap berkata
dalam hati. "Pasti dibawa ke dalam. Menurut Kakek Sarontang senjata itu saat ini
pasti sudah selesai dibuat."
Orang berpakaian geiap melangkah ke pintu pondok. Untuk beberapa lama dia
berdiri di depan pintu itu. Di tanah dekat tangga dilihatnya ada sepotong
belahan bambu. Diambilnya, lalu dimasukkan ke celah pinggiran pintu,
dipergunakan untuk membuka kayu kecil pemalang pintu.
Daun pintu mengeluarkan suara berkereket halus ketika didorong. Sinar terang
nyala lampu minyak menyeruak keluar. Orang itu tak segera masuk, berhenti dulu
di ambang pintu. Sepasang matanya berputar cepat, memandang memperhatikan
keadaan dalam pondok. Cahaya lampu yang menerangi
wajahnya memperlihatkan bahwa dia adalah seorang pemuda.
Lampu minyak itu terletak di atas sebuah meja kayu. Berkelap-kelip pertanda
minyaknya tinggal sedikit. Di sudut kiri ada sebuah lemari kecil yang bagian
atasnya berbentuk rak. Lalu di samping lemari ini, agak terlindung dari cahaya
lampu minyak terdapat sebuah balai-balai kayu. Di atas balai-balai itu terbujur
sosok seorang berjubah merah, menghadap ke dinding. Walau tidak melihat wajah
orang yang tidur tapi pemuda yang barusan masuk sudah tahu siapa adanya orang
itu. BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Untuk beberapa lamanya pemuda itu masih
tegak tak bergerak di ambang pintu. Telinga dipasang seperti berusaha mendengar
baik-baik hembusan nafas orang yang tidur. Sesaat kemudian baru dia langkahkan
kaki. Yang didekatinya pertama kali adalah meja kecil dimana lampu minyak
menyala. Orang ini sudah sering datang ke pondok itu. Dia tahu betul, di sebelah bawah
meja kayu ada sebuah laci. Benda yang dicarinya mungkin disimpan dalam laci itu.
Sesaat dia berpaling memperhatikan sosok yang tidur di atas balai-balai kayu.
Lalu hati-hati ditariknya laci di bawah meja. Ada beberapa benda di dalam laci
meja. Diantaranya dua bilah pisau berkeluk tanpa sarung. Dia memeriksa lagi
sambil membungkuk agar bisa melihat lebih jelas. Benda yang dicarinya tak ada di situ.
Perhatiannya kini tertuju pada lemari di samping balai-balai kayu. Tanpa suara
dia melangkah mendekati lemari itu. Dalam rak di sebelah atas lemari kosong
hanya ada sebuah kendi tua terbuat dari tanah. Dipandanginya pintu penutup
lemari. Dadanya berdebar. Dia tahu, dia pernah beberapa kali melihat lemari itu dibuka.
Setiap dibuka lemari mengeluarkan suara berderik keras. Sesaat hatinya meragu.
Tapi kalau lemari itu tidak diperiksa, kawatir benda itu benar-benar berada di
dalamnya. Apa boleh buat.
Ternyata memang benar. Engsel pintu lemari mengeluarkan suara berderik keras
ketika dibuka. Orang yang membuka menoleh ke arah balai-balai.
Sosok yang tidur tidak bergerak. Dia meneruskan membuka lemari. Gelap. Bagian
dalam lemari gelap, dia tak bisa melihat jelas. Terpaksa orang ini mengambil
lampu minyak di atas meja, membawanya ke bagian depan lemari. Dia menggerutu
dalam hati. Dalam lemari hanya ada beberapa potong pakaian tua. Yang dicari masih belum
ditemukan. "Jangan-jangan orang tua itu menyimpan benda itu dalam saku jubahnya. Atau
mungkin dibawah bantal. Bagaimana aku bisa mengambilnya..."
membatin orang di dalam pondok. Lalu hatinya kembali berucap. "Tapi itu bukan
kebiasaan Daeng Wattansopeng. Dia tak pernah membawa tidur barang bertuah. Juga
tak pernah meletakkan benda-benda seperti itu dibawah bantal. Atau mungkin
sekali ini ada pengecualian?"
Orang itu memandang ke arah rak di atas lemari.
Matanya untuk kesekian kalinya membentur kendi tanah di atas rak. Otaknya
menduga-duga. "Kendi tinggi. Lehernya besar. Cukup besar 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang
Zusi & Aby Elziefa 3
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
untuk menyimpan benda itu..." Lampu minyak diletakkan di atas rak. Lalu
tangannya mengambil kendi tanah. Kendi didekatkan ke telinga kiri.
Diguncang perlahan. Ada suara bergemeletakan.
"Pasti ..." desis orang itu. Mulut kendi dijungkirkan dibawah. Telapak tangan
kiri menampung. Sebuah benda jatuh ke atas telapak tangan.
"Ah..." Si pemuda keluarkan seruan kecewa.
"Bukan!" Yang keluar dari dalam kendi adalah sepotong lempengan besi berwarna
hitam kebiru-biruan. Agak kesal orang itu memasukkan lempengan besi ke dalam
kendi. Kendi kemudian dikembalikan ke tempatnya semula. Belum sempat kendi
diletakkan di atas rak tiba-tiba di sebelah belakang ada suara menegur.
"Bontolebang, apakah benda ini yang kau cari?"
Saking kagetnya kendi yang hendak diletakkan di atas rak jatuh ke bawah, pecah
berkeningan di lantai pondok. Si pemuda cepat membalik. Di depan sana, orang
berjubah merah yang tadi terbujur tidur kini dilihatnya duduk di tepi balai-
balai kayu. Menyeringai sambil memegang sebuah benda panjang satu setengah jengkel,
memancarkan cahaya hitam kebiru-biruan. Itulah benda yang dicarinya. Badik
Sumpah Darah! Bontolebang, pemuda berpakaian biru gelap
yang menyelinap masuk ke dalam pondok hanya bisa tegak tertegun. Mulut terbuka
tapi tak ada suara yang mampu keluar.
Perlahan-lahan orang tua berjanggut putih menjela dada yang duduk di tepi balai-
balai kayu bangkit berdiri. Dia bergerak mendekati Bontolebang dan berhenti
sejarak dua langkah dari hadapan pemuda itu.
"Kau belum menjawab pertanyaanku Bontolebang.
Aku Daeng Wattansopeng bertanya. Apa badik ini yang kau cari?"
Pucatlah wajah si pemuda. Lututnya goyah.
Kalau tidak menguatkan diri saat itu mungkin dia sudah jatuh terduduk. Kepalanya
digeleng ke kiri ke kanan.
"Hemmm... jadi kau bukan mencari senjata bertuah ini. Lalu menyelinap masuk ke
pondokku, membuka laci meja, memeriksa lemari, memeriksa kendi, kau mencari
apa?" "Astaga, jadi semua apa yang kulakukan dia tahu, dia melihat," kata Bontolebang
dalam hati. Kepala si pemuda yang tadi menggeleng kini mengangguk-angguk.
"Saya... saya disuruh Kakek Sarontang..."
Bontolebang berucap terbata-bata.
"Kau disuruh Kakek Sarontang katamu?"
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 4
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Sepasang mata Daeng Wattansopeng menatap tajam ke dalam mata si pemuda, seolah
hendak menembusnya. Dua bola mata Bontolebang berputar-putar. Memandang ke arah lain,
tak berani melihat mata orang tua di hadapannya. Si kakek tersenyum.
"Air mukamu pucat, bicaramu gagap. Lututmu bergetar goyah. Kau berdusta,"
berkata Daeng Wattansopeng. "Katakan hal yang sebenarnya."
"Saya...saya memang mencari badik itu..."
Bontolebang akhirnya mengaku.
"Hemmm ..." gumam serta senyum bermain di bibir Daeng Wattansopeng.
"Saya, saya memang tidak disuruh Kakek Sarontang.
Saya datang atas kemauan sendiri."
"Bagus, kau sudah bicara hal yang sebenarnya. Aku ingin tahu, mengapa kau
menginginkan badik ini?"
"Saya, saya benci pada Kakek Sarontang..."
"Benci?" Daeng Wattansopeng kerenyitkan kening.
Dia sudah sejak lama tahu, selain merupakan cucu, antara pemuda itu dengan sang
kakek ada satu hubungan tidak terpuji. Sarontang memperlakukan Bontolebang
sebagai kekasih. Daeng Wattansopeng yang menganggap Sarontang sebagai saudara
sendiri, sudah berulang kali menegur dan menasihati
Sarontang agar menghentikan perbuatan mesum dan maksiat besar itu. Namun
Sarontang tak pernah mendengar. Bahkan diketahui Sarontang juga punya kekasih-
kekasih lain selain Bontolebang.
"Bontolebang, kenapa kau membenci kakekmu itu?"
Bertanya Daeng Wattansopeng. (Baca Episode
pertama berjudul "Badik Sumpah Darah)"
"Dia ingkar janji." Menjawab si pemuda.
"Janji apa?"
"Dulu dia pernah berkata. Kalau satu ketika Kakek Daeng Wattansopeng membuat
sebilah badik bertuah, maka senjata itu akan dimintakannya dan diberikan pada
saya. Ternyata senjata itu akan diberikannya pada orang yang barusan datang dari
tanah Jawa."
"Oh, jadi orang dari Tanah Jawa itu sudah sampai di Tanah Bugis ini?"
Bontolebang mengangguk.
Daeng Wattansopeng membelai kumis dan janggut putihnya sesaat lalu berkata.
"Aku tidak keberatan memberikan badik bertuah ini padamu, jika memang senjata
sakti ini berjodoh dengan dirimu."
Ada rasa kaget dan heran tapi juga gembira dalam diri Bontolebang. Hal ini
kentara dari air mukanya yang langsung berubah.
"Saya, saya... tidak mengerti maksud Kakek..."
Daeng Wattansopeng ulurkan tangannya yang
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 5
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
memegang badik tak bergagang.
"Ulurkan tanganmu, terima senjata ini."
Bontolebang merasa ragu.
"Mengapa bimbang" Kau inginkan badik ini bukan" Nah, ambillah!"
Dengan tangan kirinya Daeng Wattansopeng menarik tangan kanan Bontolebang.
Telapak tangan dibalikkan ke atas. Lalu badik tak bergagang yang sejak tadi
dipegangnya diletakkan di atas telapak tangan kanan, jari-jari digenggamkan.
Badik tak bergagang tenggelam dalam genggaman si pemuda.
Hanya sesaat badik tergenggam, tiba-tiba
Bontolebang merasakan ada hawa panas luar biasa seolah bara menyala memanggang
tangannya. Asap mengepul. Bontolebang mengeluh keras. Tangannya bergetar hebat.
Jari-jari terpentang membuka.
Bersamaan dengan itu badik tak bergagang yang barusan dipegangnya melayang ke
atas setinggi satu tombak, hampir menyentuh langit-langit pondok. Tiba-tiba
senjata itu melesat, menukik ke bawah, menyambar ke arah dada Bontolebang. Si
pemuda berseru kaget. Cepat menyingkir.
"Breeettt!"
Tak urung dada baju birunya tersambar robek.
Keringat dingin memercik di muka Bontolebang yang berubah pucat pasi. Belum
habis kaget dan ngerinya tiba-tiba badik tak bergagang kembali menderu. Kali ini
melesat mengarah kepalanya.
Bontolebang jatuhkan diri ke lantai pondok.
Terlambat! "Crasss!"
Daun telinga kiri pemuda itu kucurkan darah.
Badik tak bergagang sempat menyambar daun telinganya lalu melesat lagi ke
langit-langit kamar siap untuk kembali menyerang.
Si pemuda cepat jatuhkan diri, berlutut di lantai pondok. Tangan kiri pegangi
daun telinga yang luka, tangan kanan diletakkan di atas dada. Sambil membungkuk
dia berkata. "Kakek Daeng Wattansopeng. Saya mengaku salah. Maafkan saya..."
Kakek berjubah merah tersenyum. Dia angkat
tangan kanannya. Badik tak bergagang melayang turun, segera dijangkau dengan
tangan kanan. "Badik ini tidak berjodoh denganmu Bontolebang."
"Saya tahu, saya mengerti..." jawab Bontolebang begitu mendengar ucapan Daeng
Wattansopeng. "Nasibmu masih untung Bontolebang. Badik ini masih belum diberi tuba. Kalau
sudah bertuba, luka ditelingamu itu bisa membuat umurmu hanya tinggal beberapa
kejapan mata saja..."
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 6
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
"Saya mengaku salah. Maafkan dan ampuni saya,"
kata Bontolebang dengan suara bergetar dan tengkuk dingin.
Daeng Wattansopeng duduk di tepi balai-balai kayu.
"Kau boleh meninggalkan tempat ini. Temui Sarontang. Kaiau orang dari tanah Jawa
itu memang sudah datang, katakan pada Kakekmu itu agar membawanya ke sini pagi
tiga hari dari sekarang.
Sebelum fajar menyingsing. Ingat, tiga hari dari sekarang, pagi hari sebelum
fajar menyingsing."
"Perintah Kakek saya lakukan. Saya mohon diri..."
Bontolebang membungkuk dalam lalu berdiri dan cepat-cepat tinggalkan pondok itu.
Daeng Wattansopeng benar. Kalau saja tubuh badik tak bergagang itu telah diberi
beracun, saat itu dirinya pasti sudah menjadi mayat dengan kulit matang biru.
Selain itu Bontolebang maklum, Daeng Wattansopeng memaafkan dirinya semata-mata
hanya mengingat dia adalah cucu Kakek Sarontang.
Daeng Wattansopeng dalam setiap sikap dan
ucapannya selalu tampak lembut. Tapi pada keadaan tertentu dia bisa bersikap
tegas. Kalau saja dia bukan cucu Sarontang bukan mustahil tangan kanannya telah
ditabas putus oleh Daeng
Wattansopeng dengan badik tak bergagang itu.
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 7
2 anah Jawa. Hampir dua puluh lima tahun sebelum Badik Sumpah Darah diciptakan
oleh Daeng Wattansopeng di Tanah Bugis...
Sejak pagi puncak Gunung Lawu diselimuti awan tebal kelabu. Dimana-mana mendung
menggumpal. Namun kemendungan yang membungkus wajah
orang yang duduk bersila di dalam goa itu lebih tebal dan lebih gelap. Entah
berapa lama Ki Sulung Kertogomo memandangi wajah itu sampai akhirnya dia membuka
mulut berkata. "Dimas Aryo Probo, memang kehidupan dunia menawarkan banyak kenikmatan. Nikmat
harta, nikmat perempuan, nikmat pangkat dan jabatan.
Untuk itu manusia perlu banyak sabar, eling waspada dan lebih mendekatkan diri
pada Sang Pencipta, agar tidak terperangkap masuk ke dalam jurang
kehancuran. Karena sekali seseorang tercebur masuk jurang tersebut, sukar untuk
dapat keluar lagi.
Aku mengerti sulit bagimu untuk melepas begitu saja tahta Keraton Pakubuwon. Kau
merasa berhak untuk menduduki tahta itu. Kau merasa terusik sakit hati. Rasa
sakit hati menimbulkan dendam. Karena kini tahta dikuasai oleh orang lain. Yang
sebenarnya adalah masih keponakanmu sendiri. Kalau saja kau bisa membersihkan
hati dan pikiran, bukankah lebih baik bagimu untuk melupakan tahta dan hidup
sebagai Pangeran biasa. Dimana mungkin jalan hidupmu akan jauh lebih tenteram
Wiro Sableng 127 Mayat Persembahan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan bahagia..."
"Mana aku bisa tenteram bahagia Kangmas Sulung. Tahta itu dirampas dengan cara
membunuh kakakku Raden Pangestu. Lalu aku dihina dengan sebutan Pangeran
Comberan. Kalaupun aku bisa melupakan tahta, tapi tidak mungkin bagiku melupakan
kematian kakakku serta penghinaan atas diriku. Aku sudah bersumpah untuk
menumpas penguasa keji yang bercokol di Keraton Pakubuwon.
Namun diri buruk ini tidak punya kekuasaan, juga tidak punya ilmu kepandaian
apa-apa. Si penguasa dikelilingi oleh belasan tokoh silat berkepandaian tinggi.
Jika aku berlaku nekad, kepalaku mungkin sudah lebih dulu menggelinding sebelum
sempat BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
menginjak tangga Istana. Itu sebabnya aku menemuimu untuk terakhir kali. Karena
kau yang punya petunjuk atas apa yang harus aku lakukan.
Kalau aku memang perlu mengarungi lautan ke tanah seberang, jangankan lautan
air, lautan apipun akan aku sabung. Aku sangat butuh pertolonganmu Kangmas
Sulung." Ki Sulung Kertogomo, orang tua yang duduk di atas tikar kulit harimau terdiam
beberapa lama lalu menghela nafas dalam.
"Dimas Aryo Probo, kalau tekadmu sudah bulat, apa lagi sudah sampai pada
mengangkat sumpah, aku merasa bersalah kalau tidak menolongmu. Tapi petunjuk
yang aku lihat sungguh berat untuk dilaksanakan..."
"Kangmas Sulung, seperti aku katakan tadi, aku sanggup menyabung nyawa," kata
Aryo Probo sang Pangeran. "Katakan saja kemana aku harus pergi, siapa yang harus
kutemui." "Di bekas Kerajaan Blambangan ada beberapa orang sakti. Di tanah Bali ada banyak
tokoh utama berkepandaian tinggi. Di tanah Banten juga bertebaran orang-orang
hebat. Namun petunjuk mengatakan bahwa Dimas tidak mungkin mempergunakan dan
mendapatkan kepandaian dari semua orang-orang itu. Dimas ditentukan untuk harus
berjalan jauh, menyeberangi lautan ke satu tempat di arah timur laut. Petunjuk
menyatakan tanah itu adalah Tanah Bugis, Tanah Mengkasar, hampir dua bulan
perjalanan dari sini, melalui darat dan mengarungi lautan luas."
"Jika petunjuk mengatakan begitu, aku akan melakukan. Tak ada kebimbangan dan
keraguan di hatiku Ki Sulung."
"Yang akan jadi masalah bukan cuma jauhnya tempat tujuan, tetapi juga lamanya
waktu yang harus Dimas nantikan."
"Maksud Kangmas?" tanya Aryo Probo.
"Dimas harus menunggu selama dua ratus delapan puluh delapan purnama atau hampir
dua puluh empat tahun untuk mendapatkan sebilah sakti mandraguna. Hanya dengan
senjata sakti itulah Dimas sanggup merebut dan menguasai tahta Pakubuwon."
Terkejutlah Pangeran Aryo Probo mendengar
ucapan Ki Sulung Kertogomo itu.
"Konon, menurut petunjuk kemunculan senjata itu akan berbarengan dengan
kemunculan seseorang di Tanah Bugis. Dialah kelak yang akan berjodoh mendapatkan
senjata itu. Tapi dia hanya bisa memegang senjata tersebut untuk beberapa lama,
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 9
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
yaitu sampai niat dan tujuannya tercapai. Setelah itu senjata tersebut akan
menjadi milik Dimas, tapi juga hanya untuk waktu tertentu. Setelah itu senjata
harus dikembalikan kepada si pembuat."
Termenung Pangeran Aryo Probo mendengar
keterangan orang tua yang duduk di atas tikar kulit harimau itu.
"Kangmas Sulung, senjata yang ada dalam petunjuk itu, berupa apakah" Sebilah
pedang, keris, golok mungkin?"
"Senjata itu berupa sebilah badik," jawab Ki Sulung Kertogomo.
Kembali Aryo Probo terdiam.
"Dimas Aryo, kalau boleh aku bertanya, berapakah usiamu saat ini?" Ki Sulung
Kertogomo ajukan pertanyaan.
"Empat puluh lima tahun," jawab orang yang ditanya.
"Berarti pada saat Dimas Aryo mendapatkan senjata bertuah pembuka jalan untuk
mendapatkan tahta Kerajaan Pakubuwon, usia Dimas Aryo akan sekitar tujuh puluh
tahun. Di usia setua itu, apakah Dimas masih menginginkan tahta" Lagi pula
selama seperempat abad Dimas harus meninggalkan Tanah Jawa ini, harus berada di Tanah
Bugis." Lama Aryo Probo berdiam diri. Ketika akhirnya dia bicara suaranya agak bergetar.
"Mungkin itu satu-satunya jalan atau takdir yang harus aku terima. Berada di
Tanah Jawa ini seolah menginjak bara panas. Aku tidak akan mundur sekalipun
harus menunggu seperempat abad. Waktu sekian lama bisa aku pergunakan untuk
menimba ilmu kesaktian. Lalu jika kemudian tahta Pakubuwon memang tidak aku
dapatkan, paling tidak kelak ada orang lain yang memang pantas dan berhak untuk
menguasainya."
Ki Sulung Kertogomo menatap wajah Pangeran
Aryo Probo sejenak. Pada wajah dan sepasang mata orang itu dia melihat tekad
membara, gelegak dendam yang tak bisa diluluhkan. Maka orang tua inipun berkata.
"Baiklah Dimas Aryo. Kalau tekadmu sudah bulat, aku tak berani melarang. Besok
pagi-pagi, sebelum fajar menyingsing datanglah
menemuiku. Akan aku katakan padamu Tanah Bugis mana yang harus kau tuju dan
siapa yang harus kau temui."
"Terima kasih Kangmas Sulung. Aku minta diri dulu. Besok sebelum fajar aku akan
datang kembali."
Kata Pangeran Aryo Probo pula sambil bangkit berdiri.
"Ada satu hal lagi perlu kukatakan Dimas Aryo,"
ujar Ki Sulung Kertogomo. "Jika kelak kau sudah menjejakkan kaki di Tanah Bugis,
maka kau harus melenyapkan jati dirimu sebagai orang Jawa. Bahkan 127 MAYAT
PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 10
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
kau harus mengganti nama."
"Mengapa begitu Kangmas Sulung?" tanya Aryo Probo.
Begitulah ketentuan yang kulihat dan harus kau jalani, Dimas."
"Kalau memang demikian, aku akan melakukan."
Ki Sulung Kertogomo anggukkan kepala. Dia
ikuti kepergian Pangeran itu dengan pandangan matanya. Dalam hati orang tua ini
berucap. "Kasihan, aku melihat bukan tahta yang bakal didapatnya tapi satu
kehidupan gelap di tepi jurang neraka. Apa lagi selama ini dia diketahui
menjalani hidup sesat. Usia hampir setengah abad namun tak pernah menikah.
Hidup bergelimang maksiat dengan sesama jenis.
Apakah pantas orang seperti dia menjadi penguasa Kerajaan" Mudah-mudahan Illahi
mau menolong. Membuat dia membatalkan apa yang menjadi niat di hatinya."
Sesuai petunjuk Ki Sulung Kertogomo, Pangeran Aryo Probo seorang diri
meninggalkan Tanah Jawa, berangkat berlayar menuju Tanah Bugis. Perahu
tumpangannya berlabuh di Teluk Bantaeng. Hari telah gelap ketika gerobak sapi
yang disewanya sampai di ujung satu rimba belantara.
"Saya hanya mengantar sampai di sini," kata kusir gerobak seorang pemuda
bertubuh kerempeng
berambut lebat hitam. "Jika Bapak berjalan terus dan lurus, pasti akan sampai di
telaga. Berdiri di tepi telaga Bapak akan melihat sebuah pondok. Itulah tempat
kediaman orang sakti yang Bapak cari."
"Mengapa kau tidak mengantarkan aku sampai ke pondok itu?" tanya Aryo Probo.
Kusir gerobak menggeleng. "Penghuni pondok itu orang tua aneh. Bila dia tidak
suka pada seseorang, enak saja dia membunuh orang itu. Tidak jarang dia
memasukkan manusia hidup-hidup ke dalam tungku pelebur besi. Dijadikan kayu
pembakar!"
"Omong kosong, mana ada manusia sejahat itu."
"Terserah Bapak mau percaya atau tidak. Saya hanya mengantar sampai di sini.
Harap Bapak memberikan bayaran sewa gerobak."
Walau agak kesal Aryo Probo turun dari gerobak sapi. Dari dalam buntalan
dikeluarkannya sekeping perak dan diserahkannya pada kusir gerobak.
Suara derak roda-roda gerobak lenyap dikejauhan.
Sendirian di dalam gelap sambil memanggul buntalan di bahu kiri Aryo Probo
memandang berkeliling. Lelaki ini terkejut dan keluarkan seruan tertahan ketika
tiba-tiba di hadapannya berdiri satu sosok bungkuk sambil mengumbar suara tawa
mengekeh. Orang di hadapan Aryo Probo mengenakan
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 11
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
jubah dalam hitam. Di kepalanya bertengger sebuah topi hitam berbentuk tarbus
dan di bawah topi ini menjulai panjang rambut kelabu awut-awutan.
Wajahnya yang cekung tak berdaging nyaris menyerupai tengkorak, ditumbuhi
janggut dan kumis lebat memutih seperti kapas. Malam begitu gelap namun sepasang
mata orang ini seperti
mengeluarkan cahaya, terlihat jelas, memandang Aryo Probo berputar turun naik
dari atas ke bawah.
Tawa mengekeh terputus. Si jubah hitam luruskan tubuhnya yang bungkuk. Aryo
Probo melengak kaget.
Ternyata dalam keadaan lurus sosok orang itu sangat tinggi. Kepala Aryo Probo
hanya sampai sebatas dadanya.
"Orang dari seberang di tanah asing. Apakah kau manusianya yang bernama Aryo
Probo?" Tentu saja Aryo Probo menjadi kaget mendengar orang tahu dan menyebut namanya.
Dia tidak menjawab, tak berani mengangguk. Hatinya
membatin. "Dia tahu aku orang seberang. Bahkan tahu namaku. Jangan-jangan sudah menguntit
sejak dari teluk. Lalu muncul seperti hantu."
Aryo Probo pegang buntalan yang dibawanya
erat-erat. Di dalam buntalan itu selain membawa beberapa potong pakaian dia juga
membawa kepingan-kepingan perak dan emas sebagai bekal.
Setelah perhatikan orang Aryo Probo bertanya.
"Orang tua berjubah hitam. Kau mengejutkan diriku."
"Begitu" Ha... ha... ha...! Baru melihat manusia kau sudah terkejut. Bagaimana
kalau melihat setan!"
"Siapa kau, orang tua" Ada maksud apa muncul seperti sengaja menghadangku."
Si orang tua mendongak lalu kembali keluarkan tawa mengekeh.
"Namaku Pattirobajo. Tapi sudah lama aku tidak memakai nama itu. Di negeri ini
aku lebih dikenal dengan julukan Iblis Seribu Nyawa."
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 12
3 EUMUR hidup baru kali ini Aryo Probo mendengar julukan seperti itu. Gelar aneh
tak masuk akal tapi menyeramkan.
"Julukan hebat. Apa alasan orang menjuluki kau begitu rupa" Kau pasti cuma punya
satu nyawa, tidak seribu."
Si jubah hitam terkekeh panjang dan manggut-manggut.
"Saat ini usiaku sudah mencapai seratus dua puluh tahun lebih! Puluhan kali maut
menghadang diriku! Puluhan kali musuh berusaha membunuhku.
Dengan menantang terang-terangan. Dengan ilmu hitam. Tapi aku tidak mati-mati!
Aku sudah bosan hidup!"
"Kalau tak ada musuh yang sanggup membunuh. Kalau kau memang sudah bosan hidup,
mengapa tidak bunuh diri saja"!" ujar Pangeran Aryo Probo pula.
Si orang tua terkekeh panjang. Dua tangannya di angkat ke udara. Tahu-tahu entah
dari mana datangnya dalam genggaman dua tangannya telah terhunus dua bilah golok
pendek yang saking tajamnya memancarkan cahaya berkilau walau dalam gelap.
"Ilmu hitam, orang ini punya ilmu hitam. Kalau tidak dari mana dia tahu-tahu
bisa memegang dua bilah golok begitu rupa," kata Arya Probo dalam hati.
"Kau menyuruh aku bunuh diri! Akan aku lakukan ! Lihat!"
Dua tangan yang memegang golok berkelebat.
"Craaaass!"
"Kraaaaaakkk!"
Satu semak belukar rimbun rambas amblas.
Sebatang pohon putus terbabat lalu tumbang. Si jubah hitam ini seolah hendak
membuktikan bahwa dua bilah golok yang dipegangnya bukanlah barang mainan.
Sambil silangkan sepasang senjata itu di depan dada, dia keluarkan tawa panjang.
Lalu dua bilah golok digorokkan ke lehernya kiri kanan.
"Greekk... greeeekkk... greeekkk... greeeekkk."
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Dua golok tajam itu laksana menggorok
batangan besi. Aryo Probo membeliak besar menyaksikan
kejadian itu. Si orang tua rubah cara dia memegang gagana golok. Senjata hf>ruiung lancip itu
kemudian ditusukkannya ke perut berulang kali.
"Duukk... duuuukkkk... duuukkk... tiukkk!"
Dua golok seperti menghunjam p?Ha dinding
batu atos! Kembali Aryo Probo terkesiap.
Orang tua beijubah hitam melompat satu
tombak ke udara. Sambil melompat dia bacokkan dua bilah golok ke batok
kepalanya. "Traang... traang... traang... traaaang!"
Golok-golok tajam seolah menghantam bola besi!
Belum puas memperlihatkan bahwa seluruh
tubuhnya kebal tak mempan senjata tajam si orang tua tarik ujung rambutnya
dengan tangan kiri lalu golok di tangan kanan ditabaskan.
"Tringg....!"
Rambut panjang kelabu tidak putus. Mata golok laksana mambabat kawat baja.
"Kau lihat" Kau saksikan sendiri!" Si orang tua berkata setengah berteriak dan
delikkan mata ke arah Aryo Probo. "Dua golok jahanam ini tidak berguna! Tidak
mampu membunuhku!" Lalu orang tua yang mengaku bernama Pattirobajo bergelar
Iblis Seribu Nyawa bantingkan dua golok ke tanah.
"Bless! Bless!"
Dua golok amblas masuk ke dalam tanah.
Lenyap seolah ditelan bumi!
"Orang tua, senjata tajam tidak mempan, kau tidak cidera apa lagi mati. Itu
berarti kau memiliki ilmu kesaktian yang melindungi dirimu hingga tak mempan
senjata tajam. Dibacok, ditusuk sampai sejuta kalipun kau akan tetap hidup. Apa
anehnya"!"
"Anehnya aku ingin mati tapi tak bisa mati!"
"Buang ilmu kesaktianmu, kau pasti bisa mati hanya dengan tusukan sehelai
rumput!" Iblis Seribu Nyawa menyeringai.
"Aryo Probo, dengar baik-baik. Aku sudah sepuluh tahun lebih menyirap kedatangan
dirimu. Sudah sepuluh tahun lebih aku menunggumu! Luar biasanya kau benar-benar muncul
di Tanah Bugis ini! Setelah kau muncul apa aku akan melepaskan dirimu begitu
saja"! Kau wakil malaikat maut yang sanggup mengakhiri hidupku!"
"Aneh, bagaimana bisa kejadian seperti itu. Kau menyirap kabar, kau menungguku.
Menganggapku 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 14
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
wakil malaikat maut!'
"Tak usah mempersoalkan segala macam keanehan. Sarontang, sekarang kau harus
ikut aku ke lereng timur Gunung Lompobatang. Jangan barani menolak!"
"Sarontang" Siapa Sarontang?" tanya Aryo Probo sambil memandang ke samping kiri
kanan lalu menoleh ke belakang karena mengira ada orang lain di sekitar situ.
"Sarontang. Itu nama barumu! Apa kau tidak ingat pesan Ki Sulung Kertogomo"
Bahwa begitu kau menginjakkan kaki di Tanah Bugis kau harus mengganti nama"!"
Kejut heran Aryo Probo bukan kepalang.
"Orang tua, bagaimana kau bisa tahu semua.
Kau kenal dengan Ki Sulung Kertogomo?"
"Orang tua itu telah berpulang sewaktu kau masih mengarungi lautan menuju ke
sini..." "Astaga... Jangan kau berani bergurau. Ki Sulung Kertogomo sudah seperti kakak
kandung bagiku!" bentak Aryo Probo.
"Siapa berani bergurau dengan nyawa dan roh manusia" Orang yang kau anggap
sebagai kakak itu benar-benar telah meninggal sewaktu kau dalam perjalanan ke
sini. Ketika suatu malam aku mencoba masuk ke dalam alam roh gaib, terjadi
sambung rasa antara petunjuk yang pernah aku dapatkan dengan roh kakakmu. Aku
sempat bertemu dan bertutur sapa dengan Ki Sulung..."
Aryo Probo terdiam. Sulit baginya untuk
mempercayai ucapan si orang tua. Dia mengalihkan pembicaraan.
"Urusan apa aku harus ikut bersamamu?"
"Karena hanya engkau satu-satunya manusia yang ditakdirkan bisa membunuh dan
mengakhiri hudupku! Aku tahu apa tujuanmu datang ke Tanah Bugis ini..."
Wiro Sableng 127 Mayat Persembahan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa" Coba sebutkan," ucap Aryo Probo ingin menguji.
"Kau ingin menemui kakek yang tinggal di tepi Telaga Mala kaji. Kau ingin
menemui Daeng Wattansopeng, kakek sakti pembuat senjata bertuah.
Kau ingin mendapatkan sebilah senjata. Sebilah badik. Badik Sumpah Darah!"
Aryo Probo benar-benar heran. Bagaimana
orang ini bisa tahu begitu banyak tentang diri dan perjalanannya"
"Aryo Probo, Pangeran dari Keraton Pakubuwon. Dengar baik-baik. Badik Sumpah
Darah. Itu satu-satunya senjata yang bisa menamatkan riwayatku. Tetapi aku hanya
bisa menemui kematian 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 15
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
kalau kau yang menikamkan badik itu pada diriku..."
Aryo Probo ternganga, geleng-gelengkan kepala, Tak bisa keluarkan suara.
"Aku tak ingin mati di tempat sembarangan.
Aku ingin mati di tempat ibuku melahirkan diriku. Di tebing batu di lereng timur
Gunung Lompobatang.
Aku akan membawamu ke sana agar kau tahu tempatnya. Jika kau sudah mendapatkan
Badik Sumpah Darah maka kau harus mendatangi diriku di lereng gunung tempat
kediamanku. Membunuhku.
Menghabisi diriku!"
"Bagaimana... Bagaimana kalau sesudah mendapatkan badik itu aku tidak datang ke
tempat kediamanmu, tidak membunuhmu?" bertanya Aryo Probo.
Si kakek delikkan mata lalu tertawa mengekeh.
"Itu satu pertanyaan tolol. Lebih tolol jika kau tidak melakukan apa yang aku
katakan! Dengar Pangeran, jika kau tidak membunuhku, kau akan ditimpa kualat
seumur-umur. Dirimu akan termakan sumpah
kutukku. Apa yang menjadi tujuanmu tidak akan kesampaian. Malah kau akan celaka
sengsara seumur-umur..."
Aryo Probo tak ingin mau mempercayai ucapan Pattirobajo alias Iblis Seribu
Nyawa. Tapi tak urung bulu kuduknya berdiri juga.
"Sekarang kau jangan banyak bicara. Aku akan membawa ke Gunung Lompobatang!"
Habis berkata begitu tiba-tiba si orang tua luruskan tubuhnya. Sosok Iblis
Seribu Nyawa berubah jangkung. Tangan kanannya laksana kilat menyambar tengkuk
baju Aryo Probo.
"Lepaskan!" teriak Aryo Probo.
Iblis Seribu Nyawa menjawab dengan sung-
gingan seringai. Aryo Probo hantamkan jotosan keras ke dada si orang tua. Tapi
dia menjerit sendiri kesakitan amat sangat seolah barusan memukul batu keras.
Si orang tua tertawa mengekeh. Dengan dua jari tangan kirinya dia tusuk kening
Aryo Probo. Kejap itu juga Pangeran dari Pakubuwon ini mendadak kaku sekujur tubuhnya.
"Iblis Seribu Nyawa, jika kau berani menyakiti diriku, aku bersumpah akan
membalas seribu kali lebih hebat!" mengancam Aryo Probo.
Pattirobajo tidak perdulikan ancaman orang.
"Aryo Probo. Kau beri kematian padaku. Sebagai balasan aku akan memberikan satu
ilmu kesaktian hebat padamu. Kau cukup membalasnya dengan Mayat Persembahan."
"Mayat persembahan" Apa pula itu" Apa 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi &
Aby Elziefa 16 BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
maksudmu?" tanya Aryo Probo.
"Setiap bulan mati kau berkewajiban menyerahkan seorang pemuda, lajang, belum
kawin padaku. Pemuda itu harus dalam keadaan mati, tak bernyawa. Bila tiba
saatnya kau dapat mewakilkan kewajiban itu pada orang lain. Orang lain itu yang
kelak harus menyerahkan mayat seorang pemuda padamu."
Aryo Probo terdiam. Tengkuknya terasa dingin.
"Gila..." katanya kemudian.
Iblis Seribu Nyawa tertawa bergelak. "Sarontang, dunia ini memang dipenuhi
seribu satu kegilaan.
Kita harus ikut berlaku gila agar dianggap orang sebagai manusia wajar. Ingat
hal itu baik-baik!"
127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 17
4 SEJAK sore udara di kawasan Telaga Malakaji dipenuhi oleh kelelawar yang
beterbangan kian kemari.
Sampai matahari terbenam dan malam datang
membawa kegelapan binatang-binatang itu masih berkeliaran. Suara kepak sayap
lebar disertai sesekali suara kuikan keras terdengar tak berkeputusan.
Dini hari menjelang datangnya Subuh, di atas balai-balai tidurnya Daeng
Wattansopeng terbaring pejamkan mata. Orang tua ini tidak sedang tidur karena
getaran bibirnya memberi pertanda bahwa dia tiada henti berzikir menyebut nama
Allah. Di tangan kanannya ada seuntai tasbih berwarna hijau.
Tiba-tiba getaran bibir terdiam. Suara hati terhenti.
Sepasang mata yang sejak tadi terpejam membuka nyalang, menatap tajam ke arah
langit-langit pondok kayu di atasnya.
Barusan telinganya menangkap suara sesuatu berkelebat halus sekali di atas sana.
Daeng Wattangsopeng tahu betul itu bukan suara kepak sayap kelelawar. Orang tua
ini seorang berkepandaian tinggi yang kemampuan pendengarannya luar biasa. Dia
sanggup mendengar suara gesekan daun di jarak belasan tombak. Jika tadi dia
hanya bisa mendengar suara kelebat sangat halus, berarti siapapun adanya mahluk
di atas atap maka dia juga memiliki kepandaian hebat.
Perlahan-lahan Daeng Wattansopeng bangun dari tidurnya. Duduk di pinggiran
balai-balai kayu. Dua matanya masih terus mengawasi langit-langit pondok.
"Ada orang di atas atap." kata Daeng Wattansopeng dalam hati. "Aneh, seumur
hidup baru kali ini aku kedatangan tamu bukan muncul di pintu tapi melayang di
atas atap..."
Orang tua ini ingat janjinya dengan Sarontang yang disampaikan lewat
Bontolebang. Lalu dia menghitung hari.
'Tidak mungkin Sarontang datang menyalahi
janji. Menurut hitunganku hari ini baru hari kedua sebelum fajar menyingsing.
Janjiku, meminta dia datang pada hari ke tiga sebelum fajar. Lagi pula Sarontang
tidak akan datang dengan cara seperti ini. Naik ke atas atap. Dan Sarontang
datang tidak BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
akan sendirian. Karena sudah diketahui dia akan membawa tamu yang datang dari
Tanah Jawa."
Daeng Wattansopeng usap-usap janggut pulih
yang menjulai sampai di dadanya. Dia coba
menduga-duga siapa gerangan orang yang datang, seperti seekor burung hinggap
menjejakkan kaki di atas atap pondok. Berpikir cukup lama, Daeng Wattansopeng
tak bisa menduga siapa adanya orang di atas sana. Dia merasa tidak ada janji
dengan orang lain. Cara datang yang aneh membuat si orang tua merasa risau tapi
tetap berlaku tenang.
Tasbih di tangan kanan yang sejak tadi dipegangnya dimasukkan ke dalam kantung
jubah merah. Dia menatap kembali di atas atap lalu menegur.
Suaranya keras tapi nadanya lembut.
"Tamu di atas atap, silakan turun. Pintu pondok terbuka menerima kedatanganmu."
Setelah ditegur begitu rupa Daeng Wattansopeng mengira orang yang ada di atas
atap akan melayang turun dan menuju pintu pondok. Tapi apa yang kemudian terjadi
membuat orang tua ini terkejut. Atap pondok di atasnya mendadak jebol besar.
Dari jebolan atap melayang turun satu sosok serba putih.
Ketika sosok itu berdiri tegak di lantai pondok, Daeng Wattansopeng dapatkan
dirinya berhadapan dengan seorang yang tak dikenal. Orang ini berusia sekitar
empat puluhan, bermuka putih, mengenakan pakaian panjang sampai ke kaki berwarna
putih. Kepalanya ditutup sehelai kerudung kain putih tebal yang menjulai menutup sampai
ke bagian belakang kepala terus ke punggung. Kerudung putih ini kelihatan agak
aneh karena di bagian belakang kepala ada dua buah lobang kecil. Luar biasanya
setiap orang ini menghembuskan nafas terasa sambaran angin panas.
"Aku berhadapan dengan seseorang berkepandaian tinggi," membatin Daeng
Wattansopeng. "Melihat pada cara masuk dan gerak-geriknya aku kawatir dia tidak berhati baik.
Datang membekal niat buruk."
Setelah pandangi orang di hadapannya sejurus lamanya, Daeng Wattansopeng lalu
menegur. "Kerabat tak dikenal, siapa dirimu adanya.
Mengapa masuk ke pondokku dengan cara
merusak" Menjebol atap padahal ada pintu?"
Orang yang ditegur diam saja, menatap tajam ke arah Daeng Wattansopeng. Ketika
Daeng Wattansopeng balas menatap terkejutlah orang tua ini. Astaga! Dia baru
melihat, baru menyadari!
Manusia tak dikenal di depannya itu memiliki bola mata aneh. Dua bola matanya
bukannya bulat tetapi 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 19
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
berbentuk segit tiga dan berwarna hijau.
"Luar biasa, harimau jejadianpun matanya tidak seperti ini," membatin Daeng
Wattansopeng. Dia mulai berlaku waspada. Agaknya tamu tak dikenal ini benar-
benar datang tidak membawa maksud baik.
Mungkin menginginkan senjata sakti yang baru saja selesai dibuatnya!
"Daeng Wattansopeng," tiba-tiba si jubah putih berkerudung aneh berucap. "Aku
menyirap kabar bahwa dalam beberapa hari ini kau menunggu kedatangan saudaramu
bernama Sarontang yang akan membawa seorang tamu dari Tanah Jawa.
Benar?" Daeng Wattansopeng tidak segera menjawab.
Tamu tak dikenal ternyata tahu bahwa dia tengah menunggu kedatangan orang. Yakni
Sarontang yang akan membawa tamu dari Tanah Jawa.
"Benar," Daeng Wattansopeng akhirnya berikan jawaban.
"Apakah tamu itu seorang pemuda bernama Wiro Sableng, bergelar Pendekar Kapak
Maut Naga Geni 212?"
Kening Daeng Wattansopeng mengerenyit.
Kepalanya digelengkan. "Aku tidak pernah mengenal orang dengan nama dan julukan
yang kau sebutkan itu."
Mata berbentuk segitiga menatap tajam dan pancarkan cahaya angker seolah hendak
menjajagi apakah Daeng Wattansopeng bicara benar atau dusta. Orang lain
dipandang seperti itu mungkin akan tergetar hati dan ciut nyalinya. Tapi Daeng
Wattansopeng tetap tenang. Tiba-tiba orang tua ini merasakan ada getaran aneh di
lantai pondok. Lalu satu hawa panas menyusup masuk ke telapak kakinya.
Dalam kagetnya orang tua ini cepat
kerahkan tenaga dalam. Hawa panas masih terus menjalar naik ke kaki, naik lagi
ke paha. Ketika mencapai perut di mana terletak pusat tenaga dalam yang dimiliki
Daeng Wattansopeng, hawa panas itu tak mampu menembus.
"Desss!"
Satu letupan halus menggema. Asap putih
mengepul-dari balik jubah merah Daeng
Wattansopeng. Orang tua ini perhatikan wajah dan sepasang mata orang di
hadapannya. Dia maklum, jelas barusan tamu tak dikenal itu tengah menguji
kekuatannya dengan cara menghantamkan hawa sakti melalui lantai pondok. Daeng
Wattansopeng tengah berpikir apakah dia perlu membalas kelancangan orang. Tiba-
tiba seperti tadi kembali dia merasa lantai pondok bergetar. Lalu ada hawa 127
MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 20
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
dingin luar biasa merasuk masuk ke telapak kaki kiri. Membuat orang tua ini
bergetar sekujur tubuh dan bergemeratakan rahangnya. Hawa dingin mencoba naik ke
atas, menenbus pusat tenaga dalam dibagian perut. Wattansopeng kencangkan
perutnya, tahan nafas, kerahkan tenaga dalam.
"Desss!"
Seperti tadi terdengar letupan. Dari balik jubah Daeng Wattansopeng mengepul
asap kehitaman. Di depan sana lelaki berkerudung putih kelihatan bergoncang
tubuhnya lalu tersurut dua langkah.
Dari mulutnya keluar suara bergumam. Lalu ada suara lain seperti memaki halus.
"Aneh, aku mendengar ada dua suara," membatin Daeng Wattansopeng. "Siapa
sebenarnya tamu lancang tak diundang ini. Saatnya aku memberi pelajaran."
Kalau orang menjajal dirinya secara diam-diam maka lain halnya dengan Daeng
Wattansopeng. Dia tak mau membokong lawan secara pengecut. Sambil letakkan dua
telapak tangan di depan dada, sambil membungkuk orang tua ahli pembuat senjata
bertuah ini berkata.
"Kerabat tak dikenal, terima kasih kau telah sudi memberi pelajaran padaku. Aku
Daeng Wattansopeng ingin belajar lebih jauh padamu."
Habis berkata begitu Daeng Wattansopeng
mendongak ke arah atap pondok yang jebol. Dari tempatnya berdiri dia dapat
melihat langit gelap kelam di atas sana. Saat itu enam ekor kelelawar besar
tengah berkelebat terbang di atas atap. Daeng Wattansopeng kedipkan dua matanya.
Bersamaan dengan itu tangan kanannya diturunkan ke bawah, telapak disentakkan ke
arah lantai pondok. Enam ekor kelelawar besar yang melewati atap pondok yang
jebol, laksana disedot satu kekuatan dahsyat keluarkan suara menguik keras lalu
melesat ke bawah. Sayap-sayap mereka berubah seperti
tebasan senjata tajam. Kuku-kuku mereka mencakar ganas. Enam binatang ini
menyerang orang berkerudung putih dari enam jurusan. Tiga di bagian kepala, tiga
di arah badan! Orang yang mendapat serangan berseru kaget.
Dua kepala didongakkan, tangan kanan dihantamkan. Dua larik sinar hijau angker
melesat dari sepasang matanya. Tiga ekor kelelawar besar yang menyerang bagian
kepala hancur berantakan. Asap hijau sesaat menutupi pondok.
"Bukk! Bukkk!"
Dua ekor kelelawar yang menyerang bagian badan remuk, terpelanting dan amblas
masuk ke 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 21
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
dalam dinding. Kelelawar ke enam satu-satunya yang lolos, sempat menghunjamkan
cakarnya ke bagian dada orang berjubah putih.
"Breettt!"
Jubah robek besar. Orang yang diserang keluarkan seruan keras. Tangan kirinya
menghantam. Kelelawar menguik dan terkapar di tanah dalam keadaan hancur.
"Terima kasih, kau telah sudi memberi pelajaran padaku," kata Daeng Wattansopeng
lalu membungkuk.
Muka putih orang berjubah kelihatan merah kelam membesi. Mulutnya berkomat-kamit
keluarkan suara menggerutu. Saat itu secara aneh Daeng
Wattansopeng kembali mendengar suara lain. Dia berusaha mencari tahu siapa yang
bicara tapi tak berhasil.
"Daeng Wattansopeng, kau merobek pakaianku...."
"Ah, harap maafkan. Bukan aku yang melakukan tapi kelelawar itu," jawab Daeng
Wattansopeng sambil tersenyum.
"Aku tidak akan melupakan, aku tidak akan memaafkan."
"Kerabat tak dikenal, kalau cuma jubah yang robek aku bisa menggantinya. Apakah
kau bersedia memperbaiki atap pondokku yang telah kau rusak?"
"Aku tak punya waktu untuk memperbaiki atapmu!"
"Hemmm. Kalau begitu harap kau memberi tahu siapa dirimu adanya. Dari logat
bicaramu aku bisa menduga kau bukan orang sini. Juga bukan orang dari Tanah
Jawa." "Aku merasa tidak perlu menjawab pertanyaanmu.
Aku akan pergi. Tapi ingat, aku akan kembali lagi untuk memastikan siapa adanya
tamu yang datang dari Tanah Jawa bersama Sarontang."
"Tadi kau memberi tahu kalau kau mencari seorang pemuda bernama Wiro Sableng,
bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Ketahuilah, tamu yang dibawa
Sarontang bukan orang yang kau cari. Tapi jika kau mau tahu dan ingin melihat
dengan mata kepala sendiri, silahkan datang besok pagi. Hanya kuharap kau datang
membawa bahan untuk memperbaiki
atapku yang kau rusak. Syukur-syukur kau datang membawa seorang tukang
sekalian...." Daeng Wattansopeng berkata sambil sunggingkan senyum mengejek.
Merasa diejek si jubah putih berkata.
"Daeng Wattansopeng. Membuat aku tersurut satu langkah dalam adu kekuatan tadi,
jangan mengira ilmu kepandaianmu ada di atasku. Jangan memandang sebelah mata
padaku. Kalau orang dari Tanah Jawa itu memang Wiro Sableng adanya, kau harus
menyerahkannya padaku. Jika kau berani menolak, 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by
Kang Zusi & Aby Elziefa 22
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
bukan cuma pondokmu yang kuhancurkan, tapi juga tubuhmu!"
"Sungguh tak dinyana. Betapa mudahnya kau mencari lantai terjungkat, membuat
permusuhan tanpa mau menyadari kesalahan sendiri' merusak rumah orang! Kau
bicara hebat bahkan terlalu takabur. Tapi terlalu pengecut untuk memberi tahu
siapa dirimu dan kau datang dari mana!"
"Aku datang dari negeri jauh. Aku jelaskanpun kau tidak bakal mengerti!"
"Kalau begitu katakan saja siapa namamu, juga gelar julukanmu jika kau punya."
"Namaku Lajundai. Aku datang dari Negeri Latanahsilam! Aku berjuluk Hantu Muka
Wiro Sableng 127 Mayat Persembahan di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua. Wiro Sableng adalah musuh besarku. Dia menghancurkan Istana miliki. Membuat
aku terpesat ke negeri ini. Di Latanahsilam aku tak berhasil membunuhnya.
Mungkin dia ditakdirkan harus mati di negeri sendiri."
"Kalau pemuda bernama Wiro Sableng itu memang musuh besar yang ingin kau habisi,
mengapa tidak langsung datang mencarinya ke Tanah Jawa?"
"Aku tidak tahu di mana letak Tanah Jawa. Dari Latanahsilam, negeri seribu dua
ratus tahun silam, aku terpesat ke Tanah Bugis ini. Mendengar kabar bahwa ada
seseorang yang akan datang ke sini, bersama seorang pemuda dari Tanah Jawa, apa
salahnya aku menunggu sampai orang itu muncul.
Kalaupun dia bukan Wiro Sableng, masih ada kesempatan untuk bertanya padanya di
mana musuh besarku itu berada."
Habis berkata begitu sosok berjubah putih bergerak berputar lalu melesat ke atas
atap yang berlubang. Di atas atap dia tidak terus berkelebat pergi melainkan
tegak di pinggiran jebolan atap dan berkata.
"Daeng, ingat. Aku akan datang kembali." Saat itu Daeng Wattansopeng ingin
sekali menghantam si jubah putih berkerudung dengan pukulan sakti, namun dia
berusaha mempersabar diri. Hanya memperhatikan sampai orang di atas sana
berkelebat pergi.
"Negeri Latanahsilam..." kata Daeng Wattansopeng perlahan. "Di manakah itu" Tadi
waktu sosoknya berputar aku sempat melihat ada dua buah lobang pada kerudung di
bagian belakang kepalanya.
Sebelumnya aku mendengar seperti ada suara orang lain. Hantu Muka Dua.... Apakah
orang tadi benar-benar memiliki dua buah muka sesuai dengan julukannya?"
(Mengenai Hantu Muka Dua harap baca riwayat petualangan Pendekar 212 Wiro
Sableng di Negeri Latanahsilam mulai dari Episode "Bola-Bola Iblis" s/d Episode
"Istana Kebahagiaan" terdiri dari 18
episode). 127 MAYAT PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 23
5 SEBELUM sampai pada hari ke tiga, hari perjanjian di mana Sarontang dan Adipati
Jatilegowo akan datang ke tempat kediaman Daeng Wattansopeng di Telaga Malakaji,
kita kembali dulu pada satu peristiwa yang terjadi di tanah Jawa beberapa waktu
lalu. Dalam Episode berjudul "Senandung Kematian"
dituturkan terjadinya satu pertempuran hidup mati antara Pendekar 212 Wiro
Sableng dengan Damar Wulung alias Adisaka yang dibantu Pangeran Matahari musuh
bebuyutan murid Sinto Gendeng.
Wiro akhirnya berhasil merampas kembali keris pusaka Keraton yakni Keris Naga
Kopek yang dicuri Damar Wulung. Senjata mustika sakti itu kemudian diserahkannya
pada Sutri Kaliangan, putri Patih Kerajaan.
Sebenarnya Sutri ingin sekali berada lebih lama bersama Wiro. Bukan saja karena
diam-diam gadis rupawan ini telah terpikat hatinya pada Pendekar 212, tapi dia
juga ingin kepastian bahwa Wiro benar-benar akan mencarikan obat untuk
menyembuhkan sakit berat yang diderita ayahnya. Namun Sutri Kaliangan
menyaksikan, di tempat itu ada tiga orang gadis cantik yang diketahuinya sama-
sama mencintai Wiro. Maka walau dengan berat hati, di samping harus segera
menyerahkan keris pusaka Keraton pada Sri Baginda, Sutri Kaliangan terpaksa
meninggalkan Pendekar 212.
"Gadis itu, seorang diri kau biarkan membawa senjata pusaka Kerajaan, apakah
tidak berbahaya"
Aku kawatir...." Naga Kuning yang tegak di samping Setan Ngompol berkata.
"Seharusnya kau minta aku menemaninya," kata Setan Ngompol. "Aku tak keberatan
duduk menunggang kuda bersamanya. Ha... ha... ha!" Setan Ngompol tertawa
bergelak lalu cepat tekap bagian bawah perutnya yang siap hendak mengucur.
"Kotaraja tak jauh dari sini. Lagi pula keadaan kurasa sudah cukup aman. Dan
Sutri memiliki ilmu pedang yang bisa diandalkan," ujar Wiro pula. Dia memandang
pada bocah jabrik, melirik pada nenek bermuka setan yang dikenal dengan julukan
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Gondorowo Patah Hati.
"Naga Kuning sahabatku, ada beberapa hal penting yang harus aku kerjakan. Tak
mungkin kulakukan seorang diri. Aku minta kau dan Setan Ngompol ikut
membantu...."
"Kalau memberi pekerjaan jangan yang susah-susah. Nantiaku sulit kencing!" kata
Setan Ngompol. Wiro tersenyum.
"Membantumu boleh-boleh saja. Tapi apa kau tega...." Naga Kuning pegang dan
elus-elus tangan Gondorowo Patah Hati hingga si nenek tersipu malu dan cepat
tarik tangannya. Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini jadi sama-sama
tertawa melihat kelakuan si bocah. "Puluhan tahun aku tak pernah bertemu dengan
dia, begitu bertemu kau hendak memisahkan kami dengan memberikan satu
pekerjaan."
"Aku tidak bermaksud memisahkan kalian.
Syukur-syukur Nenek Gondorowo Patah Hati mau membantu."
"Katakan pekerjaan apa yang harus kami lakukan?" bertanya Setan Ngompol.
"Pekerjaan mudah, menyirap kabar di mana beradanya bunga melati hitam...."
"Melati hitam?" Setan Ngompol dan Naga Kuning berucap berbarengan.
"Di mana-mana yang namanya kembang melati itu warnanya putih," kata Naga Kuning.
"Ini bukan pekerjaan mudah!"
"Mungkin ada kembang melati yang gosong"!"
ujar Setan Ngompol lalu tertawa bergelak. "Ada-ada saja!"
"Kalau urusan kembang seharusnya c.urus oleh orang-orang perempuan. Bukan kami
orang laki-laki!" ujar Naga Kuning. Dia melirik pada tiga gadis cantik di
depannya. "Wiro, mengapa tidak mereka saja yang kau tugasi menyirap di mana
beradanya kembang melati gosong itu?"
Wiro terdiam tapi palingkan wajahnya me-
mandang pada Bidadari Angin Timur, Ratu Duyung dan Anggini yang juga sama
memandang ke arahnya. "Wiro, jika kau memang ingin kami yang mencari bunga melati hitam itu, kami
bersedia saja melakukan...." berkata Ratu Duyung. Anggini mengiyakan sementara
Bidadari Angin Timur diam saja.
Pendekar 212 menggaruk kepalanya.
"Sebenarnya ada hal lain yang jadi tanggung jawabku dan perlu kuselidiki. Tapi
waktuku sempit dan seperti tadi aku katakan, tak mungkin semua 127 MAYAT
PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 25
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
urusan kutangani sendiri. Kalau kalian bertiga sudi menolong...."
"Katakan mengenai apa?" tanya Ratu Duyung.
"Pedang Naga Suci 212. Senjata mustika itu tidak ditemukan pada jenazah Puti
Andini. Seseorang telah mencurinya."
"Pangeran Matahari!" kata tiga gadis serempak.
"Pasti dia yang telah mencuri pedang itu setelah membunuh Puti Andini."
(Mengenai kematian Puti Andini harap baca serial Wiro Sableng Episode berjudul
"Makam Ke Tiga" dan "Senandung Kematian")'
"Ini urusan sangat berbahaya. Setiap hal yang ada sangkut pautnya dengan
pangeran jahanam itu maut tantangannya...."
"Kami bertiga tidak takut. Malah kalau kami bisa membunuh mahluk terkutuk itu
rasanya kami sudah berbuat jasa besar untuk rimba persilatan Tanah Jawa ini,"
kata Anggini murid Dewa Tuak bersemangat.
"Kami bertiga akan menyelidik dan mencari pedang keramat itu," kata Ratu Duyung
ikut bersemangat.
Bidadari Angin Timur anggukkan kepala namun dalam hatinya gadis ini mengeluh.
"Sekian lama terpisah, tercerai berai oleh berbagai kejadian, setelah bertemu
mengapa sampai hati menginginkan perpisahan ini" Aku tahu semua yang kau katakan
adalah urusan penting. Tapi apakah tidak ada sedikit waktu luang bagi kita
berdua untuk bersepi diri, bercakap-cakap membicarakan hal yang selama ini masih
belum sempat saling kita ungkapkan" Lebih dari dua puluh empat purnama kau
pergi, sekarang pada saat perjumpaan apakah tak ada sedikit kesempatan dapat kau
berikan padaku...."
Wiro mengangguk dan mengucapkan terima
kasih berulang kali pada tiga gadis cantik itu tanpa mampu memperhatikan
kelainan sikap Bidadari Angin Timur. Lalu dia berpaling, memandang pada Naga
Kuning, Setan Ngompol dan Gondorowo Patah Hati.
"Wiro," Setan Ngompol berucap. "Aku pernah muda, juga pernah tua. Bercinta di
masa tua jauh nikmatnya dibanding bercinta di masa muda'.
Kuharap kau tidak membebani kakek nenek jelek ini untuk melewati hari-hari
bahagia mereka. Biar aku mewakili keduanya menyirap dan mencari bunga melati
hitam itu."
Dibilang nenek jelek Gondorowo Patah Hati yang aslinya bernama Ning Intan
Lestari pelototkan matanya pada Setan Ngompol hingga kakek satu ini 127 MAYAT
PERSEMBAHAN Ebook by Kang Zusi & Aby Elziefa 26
BASTIAN TITO Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
tersurut dan pancarkan air kencing. Tapi Naga Kuning sendiri kelihatan senyum-
senyum senang. Soporti diketahui bocah ini sebenarnya adalah seorang kakek berusia sekitar
seratus dua puluh tahun dikenal dengan panggilan Kiai Paus Samudera Biru.
Sewaktu muda dia pernah menjalin cinta dengan Ning Intan Lestari namun nasib
memisahkan mereka satu sama lain selama puluhan tahun.
Walau Setan Ngompol berucap begitu namun
Pedang Dan Kitab Suci 21 Pendekar Naga Putih 88 Bayang Bayang Maut Tugas Rahasia 7