Pencarian

Roh Dalam Keraton 3

Wiro Sableng 122 Roh Dalam Keraton Bagian 3


Lalu Wiro berkata.
"Kau tidak bersalah, semua terjadi bukan maumu. Kulihat kau dalam keadaan bebas.
Mengapa kau tidak berusaha kabur melarikan diri?"
"Apanya yang bebas! Dari tempatmu terbujur kau mungkin sulit melihat. Tapi coba
kau angkat kepalamu sedikit, lihat kemari! Kau tahu mengapa aku tidak bisa
kabur! Gila betul!"
Pendekar 212 dengan susah payah berhasil mengangkat kepalanya sedikit. Ketika
melihat sosok Setan Ngompol terkejutlah pendekar ini. Tangan dan dua kaki si
kakek memang bebas.
Tapi di bagian bawah perutnya, dari balik celana bututnya yang basah kuyup oleh
air kencing kelihatan menggelantung sebuah rantai besi. Bagian lain dari ujung
rantai dilibatkan ke jalur besi di dinding kiri sementara ujungnya tenggelam
masuk ke lantai batu.
"Anggota rahasiaku dipatok jepian besi yang ada gandulan rantai. Aduh mak,
sakitnya tidak seberapa. Tapi gatalnya, sulit aku menggaruk! Masih untung
japitannya tidak terlalu kuat.
Jadi aku masih bisa ngompol. Kalau sampai kencingku mandek mungkin aku sudah
mampus tiga hari yang lalu! Kau saksikan dua tangan dan kakiku memang bebas. Aku
bisa saja membobol jalur besi atau menghancurkan dinding batu. Tapi kalau aku
kabur berarti putus anuku ini! Sial dangkalan!" SI kakek memberi keterangan lalu
memaki panjang penden. "Wiro, sekarang giliranmu. Ceritakan apa yang terjadi.
Mengapa kau berada dalam keadaan lumpuh begitu rupa.
Kesalahan apa yang telah kau lakukan hingga disekap di tempat ini"!"
"Aku dituduh membunuh juru ukir Keraton dan berbuat mesum dengan istrinya..."
Wiro menjawab lalu secara singkat menceritakan apa yang terjadi.
Setan Ngompol tertawa cekikikan.
"Kakek geblek, kenapa kau tertawa"!"
Setan Ngompol duduk menjelepok di lantai kerangkeng. Sambil pegangi perutnya dia
bertanya. "Istri juru ukir itu, apakah dia masih muda dan cantik jelita?"
"Eh, mengapa kau bertanya begitu" Memang dia masih muda, parasnya cantik ayu..."
Setan Ngompol menyeringai. Setelah batuk-batuk beberapa kali dia lantas berkata.
"Soal tuduhan kau membunuh juru ukir itu aku memang tidak percaya. Tapi soal kau
beranu-anu dengan istrinya yang masih muda dan cantik, bisa saja memang kau
lakukan..." Setan Ngompol lalu tertawa gelak-gelak.
"Tua bangka setan! Mulutmu tidak karuan..."
"Walah, mumpung masih bisa bicara dan bergurau mengapa tidak dilakukan" Besok
kalau sudah mati, setanpun tidak mau kita ajak bicara apalagi bercanda!" jawab
Setan Ngompol. "Kau tahu, hukuman apa yang hendak dijatuhkan atas diriku?"
"Katamu ini sekapan tempat menunggu hukuman mati!"
"Mereka hendak melakukan sesuatu yang lebih buruk dari kematian!" jawab Setan
Ngompol pula. "Mereka hendak mengebiri barang antikku!" Lalu serr, si kakek
terkencing. Wiro terkejut lalu ingat akan ucapan Tunggul Gono. "Nasibku tidak lebih bagus.
Anuku akan diantuk dengan puluhan kelabang beracun!"
Kembali Setan Nghompol pancarkan air kencing. "Nasib... nasib. Aku mengira bisa
kembali ke Tanah Jawa bakal mendapat kesenangan. Yang dapat malah malapetaka
begini rupa. Mendingan aku tetap saja berada di Negeri Latanahsilam!"
"Kapan mereka mau menggorok burungmu Kek?" tanya Wiro.
"Besok pagi!" jawab Setan Ngompol. "Kau sendiri kapan mau dikawini dengan
kelabang beracun?" bertanya si kakek.
"Enak saja kau mengatakan aku mau dikawini!" Wiro mendumal. Tapi dia menjawab
juga. "Rencananya nanti malam. Yang punya niat tadinya adalah seorang kakek
keparat berjuluk Hantu Muka Licin Bukit Tidar. Tapi yang melakukan Momok Dempet
Tunggul Gono..."
"Agaknya kita hanya menunggu nasib. Kecuali jika ada yang menolong..."
"Harapan kita tipis Kek..." kata Pendekar 212 pula. Dia pejamkan mata, berusaha
menenangkan pikiran sambil mencari kala bagaimana bisa meloloskan diri. "Aku
memiliki ilmu Sepasang Pedang Dewa yang kudapat dari Datuk Rao Basaluang Ameh," membatin
Pendekar BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
212. "Tapi percuma saja. Sekalipun aku bisa menjebol dinding, atau memutus
jalur-jalur besi kerangkeng, aku tetap saja tak bisa melarikan diri. Pertama
sekali aku harus bisa membebaskan diri dari kelumpuhan ini. Bagaimana aku bisa
mencabuti dua puluh satu jarum celaka yang menancap di sekujur badanku ini"
Siapa yang bakal menolong. Tuhan, apa Kau masih menaruh kasih menolong diriku"
Hanya Engkau satu-satunya tempat aku minta tolong. Di tempat ini memang ada
Malaikat. Tapi dia bukan MalaikatMu. Dia Malaikat Alis Biru, tokoh silat Istana
yang salah kaprah!"
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
BAB 8 Dua mata Si Setan Ngompol dan Pendekar 212 Wiro Sableng yang sejak tadi berada
dalam keadaan terpejam tiba-tiba dibuka nyalang. Di ujung lorong terdengar
langkah-langkah kaki mendatangi.
"Jahanam orang-orang Istana!" kata Setan Ngompol dalam hati. "Mereka pasti
hendak mengerjai Wiro. Aku harus melakukan sesuatu." Kakek ini menunggu sampai
akhirnya dia melihat tiga orang muncul dan berhenti di depan kerangkeng besi
tempat murid Sinto Gendeng disekap.
Yang tegak paling depan adalah seorang kakek berpakaian serba hitam, memiliki
sepasang alis berwarna biru. "Hemmm... ini pasti begundal berjuluk Malaikat Alis
Biru yang diceritakan Wiro," membatin Setan Ngompol. Diam-diam kakek ini
kerahkan tenaga dalamnya ke tangan kanan, menyiapkan pukulan
Setan Ngompol Mengencingi Pusara. Begitu Wiro hendak dicelakai dia akan
hantamkan pukulan sakti itu ke arah Malaikat Alis Biru.
Malaikat Alis Biru memberi isyarat pada dua orang perajurit berbadan tegap yang
ikut bersamanya. Salah seorang dari mereka mengambil sebuah kunci yang
tergantung di tembok di depan kerangkeng, lalu membuka dua gembok besar pengunci
pintu kerangkeng.
"Pendekar 212! Aku datang untuk membebaskanmu!"
Murid Sinto Gendeng tersentak kaget mendengar ucapan Malaikat Alis Biru. Dia
sama sekali tidak mengira. Setan Ngompol tak kalah kejutnya. Kakek ini buru-buru
menekap bagian bawah perutnya agar tidak kucurkan air kencing. Dua matanya tetap
mengawasi karena dia merasa ragu. Apa benar Malaikat Alis Biru hendak
membebaskan Wiro. Mungkin hanya satu jebakan saja.
Pintu besi dibuka. Malaikat Alis Biru masuk ke dalam. Dua perajurit mengikuti.
"Kau hendak berbuat apa"!" Wiro bertanya.
"Seperti aku katakan tadi, aku datang untuk membebaskanmu. Patih dan Sri Baginda
menganggap kau bukan pembunuh juru ukir Keraton bernama Sura Kalimarta. Karena
itu kau dibebaskan. Aku menjamin kebebasanmu. Karena itu jika kelak terbukti
memang kau yang membunuh sang juru ukir, kau harus menyerahkan diri untuk
diadili!" "Ini buka jebakan atau tipuan?" tanya Pendekar 212.
"Tak ada yang menjebak. Tak ada yang menipu!"
Di dalam kerangkengnya Setan Ngompol merasa lega. Tenaga dalam di tangan
kanannya perlahan-lahan dikendurkan.
"Aku berterima kasih padamu, Patih Kerajaan dan Raja. Tetapi kurasa tidak ada
gunanya aku mendapat kebebasan. Aku tidak bisa berjalan meninggalkan tempat ini.
Tangan dan kakiku lumpuh akibat tusukan dua puluh satu jarum Hantu Muka Licin
Bukit Tidar!"
"Soal kelumpuhanmu aku tidak bisa menolong. Aku tidak bisa mencabut jarum-jarum
itu tanpa mencelakai. Aku tahu betul, kalau jarum kucabut tanpa mengerti
bagaimana caranya, keadaanmu bukannya tertolong, malah selain lumpuh kulit dan
dagingmu bisa membusuk!"
"Jarum jahanam!" rutuk Pendekar 212.
"Aku akan menyuruh dua perajurit ini membawamu keluar. Kau boleh minta diantar
kemana saja. Hanya itu yang bisa aku lakukan!" kata Malaikat Alis Biru pula.
Wiro diam sejenak. Lalu dia ingat Setan Ngompol. "Aku tidak sudi meningggalkan
tempat celaka ini. Kecuali jika temanku kakek bernama Setan Ngompol di
kerangkeng sana juga ikut dibebaskan!"
"Ah... jadi kakek jereng kuping terbalik bau pesing itu adalah kawanmu! Sayang
aku tidak diberi wewenang untuk melepaskannya. Apa yang telah dilakukannya bukan
kesalahan kecil. Dia mengencingi sumur sumber air mandi Sri Baginda."
"Dia melakukan itu tidak sengaja. Karena kecebur! Dengar, aku tidak akan
meninggalkan tempat ini kalau dia tidak ikut serta!"
"Anak muda, mengapa berlaku tolol" Jika kau sudah bebas di luaran kau bisa
mencari jalan menolong kawanmu itu..."
"Benar Wiro!" Berseru Si Setan Ngompol dari dalam kerangkengnya. "Jangan
pikirkan aku. Selamatkan dirimu. Minta dua perajurit itu mengantarkanmu ke
Imoyudan. Cari seorang bernama Mangiri. Dia tahu seorang pandai yang bisa
mencabut dua puluh satu jarum di tubuhmu!"
"Anak muda, kau dengar ucapan sahabatmu itu. Tunggu apa lagi" Dua perajurit itu
akan membawamu ke Imoyudan. Saat ini malam hari. Tak ada yang akan mengganggu
perjalananmu sampai ke Imoyudan. Aku menjamin..."
"Tapi aku mendengar besok pagi anggota rahasianya akan dikebiri. Dalam waktu
singkat begitu bagaimana mungkin aku menolongnya?"
"Berarti kau berpacu dengan waktu, anak muda. Jadi jangan membuang waktu
percuma..." kata Malaikat Alis Biru pula.
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
Wiro terdiam dan berpikir sambil memperhatikan Setan Ngompol.
"Kalau tak ada cara lain untuk membebaskan kawanku itu, aku terpaksa mengikut
saja..." kata Pendekar 212 dengan suara perlahan. Dia merasa sedih meninggalkan Si Setan
Ngompol. Dua perajurit segera menggotong sosok Wiro Sableng. Tapi baru saja mereka dua
langkah meninggalkan kerangkeng, tidak terduga dari ujung lorong muncul tiga
orang mendatangi.
Di depan sekali melangkah Momok Dempet Tunggul Gono. Tangan kirinya yang buntung
tampak disambung dengan sebuah selongsong besi yang ujungnya berkait seperti
ganco. Di kiri kanan, agak ke belakang menngikuti dua orang. Satu berpakaian
merah gelap, masih muda dan bertubuh hitam gelap. Satunya lagi seorang kakek
berpakaian biru muda, memakai blangkon yang pada bagian depannya tersemat sebuah
batu permata berwarna hitam.
Malaikat Alis Biru merasa kaget melihat kemunculan orang-orang itu. Dia bisa
tidak perduli dengan Tunggul Gono dan lelaki muda yang membawa bumbung bambu.
Tapi kakek berbelangkon dan berpakaian biru muda membuat hatinya tiba-tiba
menjadi kawatir. Kakek ini di kalangan Keraton dikenal dengan julukan Iblis Batu
Hitam. Ilmu silatnya tidak seberapa tinggi.
Tapi batu hitam yang menempel di belangkonnya luar biasa berbahaya. Dengan benda
yang dianggap keramat itu dia mampu menghadapi lawan bagaimanapun hebatnya. Itu
sebabnya di kalangan Keraton dia dianggap sebagai pimpinan tertinggi dari para
tokoh silat Istana. Dia jarang muncul. Tapi sekali muncul pasti menjatuhkan
malapetaka! "Ada yang tidak beres. Agaknya Tunggul Gono sudah tahu Wiro hendak dibebaskan.
Dia datang sambil membawa kakek ini." Membatin Malaikat Alis Biru.
Sesaat kemudian Momok Dempet Tunggul Gono, kakek berbelangkon dan lelaki membawa
bumbung bambu sampai di depan kerangkeng.
"Sungguh satu pertemuan tidak terduga!" Tunggul Gono angkat bicara. Matanya
memandang tak berkesip pada Malaikat Alis biru, lalu memperhatikan dua perajurit
yang menggotong Wiro, kembali memperhatikan Malaikat Alis Biru. "Sobatku
Malaikat Alis Biru, kau hendak bawa kemana tawanan ini?"
"Sesuai persetujuan Patih Kerajaan dan Sri Baginda, aku diberi wewenang
membebaskan tawanan..." jawab Malaikat Alis Biru.
"Apa"! Kau diberi wewenang membebaskan tawanan bernama Wiro Sableng ini" Jangan
bergurau sobatku Alis Biru!"
"Siapa bergurau!" bentak Malaikat Alis Biru.
"Hemm... Apakah kau membawa wewenang tertulis dari Patih atau Raja?"
"Wewenang itu diberikan secara lisan."
Tunggul Gono menyeringai. "Kalau begitu harus aku suruh dulu orang memeriksa.
Sementara itu masukkan kembali tawanan ke dalam kerangkeng!"
"Kau berani melawan kehendak Raja dan Patih Kerajaan"!" kembali Malaikat Alis
Biru membentak.
"Aku berani melawan kehendak siapa saja selama urusannya belum jelas!" Lalu
karena melihat dua perajurit tidak mau menurunkan tubuh Pendekar 212 yang
digotong, Tunggul Gono tendangkan kaki kudanya sebelah kanan.
"Bukkk!"
Wiro mengeluh tinggi. Tubuhnya terlempar menyerempet pintu lalu masuk ke dalam
kerangkeng, jatuh bergedebukan di lantai.
"Jahanam berkaki kuda! Kau berani mencelakai sahabataku yang tidak berdaya!
Makan pukulanku!"
Satu suara membentak di sebelah belakang. Lalu terdengar suara angin menderu
disertai bau pesing mencucuk hidung.
Tunggul Gono, kakek berbelangkon dan lelaki yang memegang bumbung bambu berseru
keras lalu sama-sama berkelebat selamatkan diri. Selarik sinar hitam lewat di
depan mereka. Menghantam jalur-jalur besi kerangkeng hingga bengkok melengkung lalu
meruntuhkan dinding batu di sebelah sana.
"Tua bangka jahanam! Kau minta mati berani menyerang kami!" teriak lelaki
berpakaian merah yang memegang bumbung. Dia melompat ke hadapan kerangkeng
dimana Setan Ngompol disekap. "Mana kunci kerangkeng! Biar kubunuh makhluk busuk
tak berguna ini sekarang juga!"
"Ini urusan kecil. Serahkan kakek bau pesnig itu padaku!" Yang bicara adalah
kakek berbelangkon berjuluk Iblis Batu Hitam. Dia melangkah ke depan kerangkeng
Setan Ngompol. Matanya tiba-tiba dibelalakkan. Kepalanya digoyangkan ke depan. Saat itu juga
dari batu hitam yang tersemat di bagian depan belangkon menyembur cahaya hitam,
membungkus sekujur tubuh Setan Ngompol. Kakek ini menjerit keras lalu terkapar
roboh di lantai. Mukanya tampak kaku.
Matanya mendelik dan dari mulutnya mengucur darah.
Wiro berteriak marah! Dia mengira Setan Ngompol tewas. Padahal cuma pingsan saja
walau sebenarnya membunuh kakek itu mudah saja bagi Iblis Batu Hitam.
"Jahanam keparat! Kau berani membunuh sahabatku! Kalau aku bebas kucari kau!
Akan kupatahkan lehermu!"
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
Iblis Batu Hitam cuma ganda menyeringai mendengar ucapan Wiro itu sedang Tunggul
Gono tertawa mengekeh.
"Anak muda, turut hatiku aku ingin membunuhmu saat ini juga!" berucap Iblis Batu
Hitam. "Apalagi mengingat gurumu Si Sinto Gendeng beberapa waktu lalu telah
mencelakai diriku! Lihat!"
Iblis Batu Hitam singkapkan tangan kirinya yang terlindung lengan dalam jubah
hitam. Tangan itu masih utuh, tapi menciut kecil dan kehitam-hitaman. Pada bagian atas
telapak melekat sebuah benda yang ketika diperhatikan ternyata adalah sebuah
tusuk konde terbuat dari perak.
Wiro segera mengenali. Tusuk konde itu adalah tusuk konde yang biasa menancap di
batok kepala gurunya.
"Gurumu membuat aku cacat begini rupa. Aku bersumpah tidak akan mencabut tusuk
konde ini sebelum aku mencabut nyawa nenek keparat itu!"
Wiro mendengus. "Kalau kau punya otak jernih kejadian itu seharusnya merupakan
satu pelajaran bagimu! Ternyata otakmu tidak jernih! Tapi penuh air comberan!"
"Jahanam, berani kau menghina ketua kami!" teriak Tunggul Gono marah. Dia segera
memberi isyarat pada lelaki berpakaian merah yang membawa bumbung bambu. Sambil
melompat masuk ke dalam kerangkeng orang ini buka penutup bumbung bambu. Lalu
dia membungkuk di hadapan Wiro. Dengan tangan kirinya dia tarik celana sang
pendekar hingga melorot jauh ke bawah. Bersamaan dengan itu tangannya yang kanan
bergerak menuangkan isi bumbung bambu. Di dalam bumbung ini terdapat tiga puluh
ekor kelabang merah ganas yang sengatannya bisa membuat laki-laki menjadi
kehilangan kejantanannya seumur hidup!
"Lodan!" teriak Malaikat Alis Biru menyebut nama lelaki muda hitam seraya
melompat masuk ke dalam kerangkeng. "Tahan! Jangan lakukan itu!"
Tapi gerakan Malaikat Alis Biru tertahan karena pakaiannya tiba-tiba dicekal
oleh Tunggul Gono.
"Aku susah payah menangkap bangsat itu! Aku harus membayar mahal dengan
kehilangan tangan kiri. Bahkan nyawa saudaraku! Kini kau hendak membelanya. Aku


Wiro Sableng 122 Roh Dalam Keraton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak perduli Raja dan Patih Kerajaan berada di pihakmu! Kau pantas kubunuh
lebih dulu!"
Habis berkata begitu Tunggul Gono hantamkan selongsong besi yang ujungnya
berbentuk gaetan. Bagi orang berkepandaian tinggi seperti dia, gaetan besi itu
bisa berubah menjadi senjata yang lebih mengerikan dari pedang atau golok!
Apalagi dia memilki gerakan cepat. Gaetan besi tahu-tahu sudah berkelebat
tinggal dua jengkal dari leher Malaikat Alis Biru.
Satu cahaya biru tiba-tiba berdesing membelah udara.
"Trangg!"
Tunggul Gono keluarkan jeritan kesakitan. Darah mengucur dari goresan luka di
lehernya akibat sambaran benda tajam.
Gaetan besi tangan kiri Tunggul Gono terpental. Kakek ini tersurut dua langkah.
Wajahnya pucat. Di depannya Malaikat Alis Biru tegak tergontai memegang sebilah
pedang berwarna biru. Mukanya tak kalah pucat.
"Sahabatku Tunggul Gono, kau bantu Lodan. Urusan ini harus cepat diselesaikan.
Aku tak banyak waktu berada di Kotaraja ini!"
Yang hicara adalah Iblis Batu Hiam. Dia melangkah ke hadapan Malaikat Alis Biru
dan berucap "Pedangmu cukup sakti. Aku Iblis Batu Hitam ingin melihat sampai
dimana kehebatannya!"
Habis berkata begitu kakek berjuluk Iblis Batu Hiam delikkan matanya dan
goyangkan kepala. Saat itu juga serangkum sinar hitam menderu keluar dari batu
hitam yang tersemat di bagian depan belangkonnya.
Malaikat Alis Biru membentak keras. Tangan kanan yang memegang pedang dibabatkan
ke depan. Bersamaan dengan itu dia lepaskan satu pukulan sakti dengan tangan
kiri. Selarik sinar biru berkiblat. Namun betapapun hebatnya pedang di tangan si
kakek serta saktinya pukulan yang dilepaskan, sinar hitam yang keluar dari batu
di belangkon telah lebih dulu menghantam.
Malaikat Alis Biru keluarkan jeritan setinggi langit. Sosoknya yang dibungkus
sinar hitam lawan langsung kelojotan lalu roboh ke lantai. Tidak seperti Setan
Ngompol, kakek malang ini benar-benar menemui ajal alias dibikin mati oleh
serangan Iblis Batu Hitam. Habis membunuh manusia satu ini rangkapkan tangan di
depan dada, memandang menyeringai pada Momok Dempet Tunggul Gono. Namun seringai
masnuia satu ini mendadak sontak lenyap seperti direnggut setan. Di dalam
kerangkeng tiba-tiba ada dua cahaya hijau berkiblat disertai jeritan mengidikkan
keluar dari mulut Lodan. Lalu sunyi dan kengerian luar biasa melanda tempat itu.
Sosok Lodan yang tadi hendak mengguyurkan tiga puluh kelabang ke bagian bawah
perut Pendekar 212 berkaparan di lantai dalam bentuk tiga kutungan besar dan
berwarna hijau mengepul. Apa yang terjadi"
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
BAB 9 Pada saat tiga puluh kelabang beracun di dalam bumbung bambu hampir meluncur
jatuh ke bagian bawah perut Pendekar 212 Wiro Sableng yang terkapar, murid Sinto
Gendeng tidak melihat cara lain untuk selamatkan diri. Dari mulutnya keluar
seruan keras menyebut ilmu kesaktian yang diberikan Datuk Rao Basaluang Ameh.
(Baca serial Wiro Sableng mulai dari
"Wasiat Iblis" sampai "Kiamat Di Pangandaran" terdiri dari 8 Episode).
"Sepasang Pedang Dewa!"
Saat itu juga dari dua mata Wiro melesat keluar dua larik sinar hijau bersilang
berbentuk sepasang pedang luar biasa tajam dan cepat tabasannya. Lodan, pemuda
hitam berpakaian merah tidak tahu apa yang terjadi.
"Crassss!"
"Crasss!"
Tubuh Lodan terbelah tiga mengerikan. Berkaparan di lantai kerangkeng. Puluhan
kelabang merah mati berkaparan di atas genangan darah yang mengucur keluar dari
potongan tubuh Lodan. Empat besi kerangkeng sebesar-besar betis putus!
"Jahanam keparat! Kau bisa selamat dari kelabang beracun itu! Tapi jangan harap
bisa lolos dari tanganku!"
Iblis Batu Hitam melompat ke depan pintu kerangkeng. Matanya dibeliakkan ke arah
Wiro yang terbaring di atas genangan darah. Kepalanya yang memakai belangkon
digoyangkan ke depan. Serangkum sinar hitam maut menderu ke arah Pendekar 212.
Sebelumnya Setan Ngompol dan Malaikat Alis Biru tidak sempat meloloskan diri
dari serangan mengerikan ini. Agaknya hal itu juga akan terjadi dengan murid
Sinto Gendeng. Hanya sesaat lagi sinar hitam akan melabrak membungkus tubuhnya
tiba-tiba ada cahaya putih menyambar. Bersamaan dengan itu bau harum aneh
menggidikkan merebak di seantero tempat!
"Bau bunga kenanga!" Wiro berkata dalam hati, tercekat!
Sesaat lagi sinar hitam akan menggulung Pendekar 212 tiba-tiba cahaya putih
menebar, mendahului membungkus tubuh sang pendekar. Ketika kemudian sinar hitam
dan cahaya putih saling bergesekan meledaklah letusan-letusan yang menggetarkan
seluruh dinding dan lantai bangunan di bawah tanah itu. Bahkan di atas sana
bangunan Keraton terasa bergetar seperti dilanda gempa! Di depan kerangkeng
Tunggul Gono jatuh terhenyak. Mukanya pucat, masih belum tahu jelas apa yang
telah terjadi. Iblis Batu Hitam berteriak kaget ketika merasakan tubuhnya seperti dilabrak
topan, terpental membentur besi-besi kerangkeng. Kepalanya serasa tanggal.
Pamandangannya sesaat gelap dan keningnya terasa panas sekali. Tulang-tulang di
sekujur tubuhnya seolah bertanggalan.
Di hadapannya muncul satu sosok aneh menyerupai asap. Lalu berubah menjadi
bayang-bayang. Kemudian antara kentara dan tidak dia melihat satu sosok gadis berpakaian putih,
berwajah cantik tapi pucat pasi denan sepasang mata menyorot dingin laksana
sambaran angin salju!
"Bunga...!" Pendekar 212 menyebut nama itu dengan lidah setengah kelu, mata
mendelik. Iblis Batu Hitam tanggalkan belangkonnya. Matanya terbelalak ketika melihat batu
hitam sakti yang jadi andalan ilmu kesaktiannya tak ada lagi di belangkon itu.
"Manusia iblis, kau mencari benda ini?" Satu suara tiba-tiba menegur. Yang
bicara adalah sosok gadis berbentuk bayang-bayang itu. "Kau mencari benda ini"!"
Si gadis mengulang.
Iblis Batu Hitam dan juga Momok Dempet Tunggul Gono tersentak kaget. Memandang
ke depan mereka melihat batu hitam yang tadinya menempel di belangkon kini
berada dalam genggaman jari-jari gadis muka pucat.
"Hantu keparat! Kembalikan batu itu padaku!" teriak Iblis Batu Hitam.
"Hantu keparat... Kau memanggil aku Hantu Keparat1 Sungguh lucu! Hik... hik...
hik!" Gadis muka pucat yang merupakan penjelmaan roh gadis bernama Suci alias Bunga
alias Dewi Bunga Mayat tertawa panjang. "Kau inginkan benda ini silahkan
mengambil!"
Suci gerakkan jari-jari tangannya.
"Traaakkk!"
Batu hitam berderak hancur menjadi bubuk halus.
Iblis Batu Hitam berteriak marah, berusaha mengejar tapi percuma. Terlambat.
Dalam remasan Suci batu telah berubah menjadi bubuk. Ketika gadis ini meniup,
debu batu itu menyembur ke arah Iblis Batu Hitam. Dan ini bukan sambaran debu
biasa. Kalau Iblis Batu Hitam tidak cepat menyingkir matanya bisa buta ditembus
debu hancuran batu hitam miliknya sendiri.
Lelehlah nyali Iblis Batu Hitam. Bukan saja melihat apa yang terjadi tapi juga
karena dia tidak memiliki ilmu lain selain mengandalkan batu hitam tiu. Tunggul
Gono sendiri sejak tadi sudah putus keberaniannya. Begitu melihat Iblis Batu
Hitam memberi isyarat dan begerak kabur, Tunggul Gono segera pula melompat
menghambur. BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
"Kalian terlalu terburu-buru. Mau pergi kemana?" satu suara menegur.
"Ih!"
Iblis Batu Hitam dan Tunggul Gono menjerit berbarengan karena entah kapan
bergeraknya tahu-tahu sosok gadis berwajah pucat itu sudah berada lima langkah
di hadapan mereka, bertolak pinggang dan tertawa panjang.
"Aku tidak menghalangi. Kalian mau kabur silahkan! Tapi terima dulu hadiah
kenang-kenangan dariku. Satu orang dapat satu!"
Tangan kiri kanan Suci bergerak. Dua buah benda berwarna kuning seperti
berpijar, melesat di udara. Bau wangi menggidikkan kembali menebar. Iblis Batu
Hitam dan Tunggul Gono menjerit setinggi langit. Tunggul Gono pegangi kupingnya
sebelah kanan. Di liang kupingnya menancap sebuah benda yang ternyata adalah
sekuntum bunga kenanga kuncup.
Darah mengucur dari liang telinga yang hancur sampai ke gendang-gendangnya. Di
sebelah Tunggul Gono. Iblis Batu Hitam meraung sambil pegangi mata kirinya.
Darah mengalir di sela-sela jarinya. Kalau Tunggul Gono kuping kanannya yang
dapat "hadiah" maka Iblis Batu Hitam mata kirinya yang dihantam bunga kenanga
kuncup! Sambil menjeri-jerit ke dua orang itu lari tunggang langgang sepanjang
lorong. Naik ke tingkat atas dan membuat gempar seisi Keraton.
"Setan! Hantu!" teriak Tunggul Gono sambil menunjuk-nunjuk ke bawah.
"Ada roh jahat gentayangan!" ikut berteriak Iblis Batu Hitam.
Pasukan pengawal Keraton menjadi sibuk. Beberapa tokoh silat Istana juga segera
berdatangan, mencari tahu apa yang terjadi. Tapi seperti orang gila dan
menunjuk-nunjuk kian kemari sambil berteriak-teriak Tunggul Gono dan Iblis Batu
Hitam tidak bisa ditanyai. Akhirnya karena terlalu banyak darah yang keluar dua
tokoh silat ini roboh pingsan.
*** "Bunga..." ucap Wiro ketika sosok bayangan putih mendatangi. Dia berusaha
bangkit tapi lupa kalau sekujur tubuhnya berada dalam keadaan lumpuh. "Ah...!
Aku gembira bisa bertemu denganmu lagi, Bunga..."
"Diam saja di tempatmu Wiro. Aku akan berusaha mencabut semua jarum yang
menancap di tubuhmu. Untung tidak ada jarum yan menancap di titik darah
mematikan. Mudah-mudahan aku bisa memusnahkan kelumpuhanmu!"
Cepat Suci berjongkok di samping Pendekar 212. Telapka tangan kanannya
dikembangkan. Matanya dipejamkan. Bersamaan dengan dibukanya matanya kembali,
tangan kanannya diusapkan sejengkal di atas permukaan tubuh Wiro. Terjadilah
satu keanehan. Dari telapak tangan Suci keluar satu hawa dingin menyedot disertai kepulan asap
tipis putih. Sebaliknya dari sosok Pendekar 212 merambas keluar hawa panas
disertai asap kehitaman.
Tiba-tiba! Sett... sett... sett!
Dua puluh satu jarum yang menancap di tubuh Wiro melesat ke atas dan menancap di
telapak tangan Suci. Tangan itu kucurkan darah tapi cuma sebentar. Ketika Suci
mengibaskan tangannya semua jarum jatuh luruh ke tanah. Walau keadaannya saat
itu masih lemah namun Wiro sudah mampu menggerakkan tangan dan kakinya lalu
duduk di lantai.
"Bunga, terima kasih. Kau muncul di saat aku membutuhkan pertolongan..." Wiro
ulurkan tangan hendak memeluk tubuh Suci. Namun sadar pakaiannya basah kotor
oleh darah dia tarik ke dua tangannya kembali. Bunga tersenyum lalu pegang ke
dua tangan Wiro. Walau sosoknya berupa bayang-bayang namun Wiro merasakan
pegangan gadis itu seperti pegangan manusia biasa adanya.
"Dua tahun aku kehilangamu. Aku mencari dan mencari. Tapi kau lenyap tak tahu
rimbanya...." bisik Suci. Kata-kata itu diucapkanya sambil sepasang matanya
berkaca-kaca. Kemudian dia ingat. "Ini bukan saatnya untk berbincang-bincang. Kita harus
segera meninggalkan tempat ini. Di atas sana aku mendengar suara ramai. Sebentar
lagi orang-orang Keraton akan menyerbu ke sini..."
Wiro masih pegangi dua tangan si gadis dan memandangi wajahnya tak berkedip.
Perlahan-lahan dia coba bangkit berdiri. Tapi tubuhnya masih lemah. Dia tak
mamapu bangun. Menyadari hal ini Suci cepat membantu. Ketika dipapah keluar dari dalam
kerangkeng, Wiro ingat pada Setan Ngompol.
"Sahabatku, kakek bau pesing itu. Kita harus menolongnya. Mudah-mudahan masih
hidup." Wiro menunjuk pada sosok Setan Ngompol yang masih terhenyak di lantai
kerangkeng setengah pingsan setengah sadar.
Suci sandarkan Wiro ke dinding. Lalu sosok gadis ini seperti asap berhembus
melayang masuk ke dalam kerangkeng lewat celah-celah besi. Dai memeriksa keadaan
Setan Ngompol sebentar, memberi tanda pada Wiro kalau si kakek masih hidup.
Sesaat Suci bingung bagaimana
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
harus membuka rantai besi yang tergantung di bawah perut Setan Ngompol. Di atas
suara-suara kaki terdengar berlarian mendatangi bagian bawah di ujung lorong.
"Aku perlu kapak saktimu!" kata Suci. Gadis ini melayang keluar dari dalam
kerangkeng, meminta Kapak Naga Geni 212 lalu kembali masuk ke dalam kerangkeng.
Sekali tabas saja, rantai besi yang mengikat Setan Ngompol putus pada
kepanjangan tiga jengkal dari bawah perutnya.
Suara keras dentrangan mata kapak memutus rantai besi menyadarkan Setan Ngompol.
Kakek ini mula-mula mencium bau kembang kenanga. Ketika matanya dibuka
pandangannya membentur sosok aneh, seperti asap, berwujud gadis cantik pucat
berkebaya putih panjang.
"Si... siapa kau...?" Dalam kejutnya dan takut si kakek kucurkan air kencing.
Dia terheran-heran melihat Kapak Naga Geni 212 ada di tangan si gadis lalu
rantai besi yang selama ini mengikat dirinya tergelatak putus di lantai.
"Kakek bau pesing. Tidak ada waktu untuk bertanya jawab. Kita harus tinggalkan
tempat ini. Wiro sudah menunggu!"
"Wiro...?"
Tak sabaran Suci bembeng tengkuk pakaian si kakek lalu seperti tadi dia masuk
begitu pula dia bertindak keluar dari dalam kerangkeng besi. Tapi dia lupa sosok
Setan Ngompol tidak sama keadaannya dengan dirinya. Ketika sosoknya sudah di
luar, tubuh Setan Ngompol tertahan menabrak jalur-jalur besi kerangkeng. Kakek
ini melolong kesakitan. Keningnya jontor dan tulang kering kakinya seperti mau
remuk membentur jeruji besi! Kencingnya awur-awuran.
Dalam hati Suci menggerutu. "Kalau kakek bau pesing ini bukan sahabat Wiro,
rasanya lebih baik aku tinggalkan saja di dalam kerangkeng ini!"
Suci pergunakan kapak sakti untuk menjebol dua jeruji besi hingga Setan Ngompol
bisa keluar dari dalam kerangkeng. Kapak dikembalikannya pada Wiro. Untuk
mempercepat Suci bembeng leher pakaian kedua orang itu, lalu dibawa melayang di
udara sepanjang lorong.
"Tewas aku!" teriak Setan Ngompol.
"Ada apa Kek"!" tanya Wiro.
"Copot barang antikku!" jawab Setan Ngompol. Kakek ini buru-buru pegangi ujung
rantai yang menggelantung di bawah perutnya. Wiro tertawa lebar sedang Suci jadi
senyum-senyum. Ketika mereka sampai di tingkat atas yang menuju bangunan Keraton, semua orang
yang ada di tempat itu mejadi gempar.
"Ada dua tubuh melayang di udara!" Seseorang berteriak.
"Setan perempuan menggondol dua tawanan!" teriak yang lain.
"Roh halus masuk Keraton!"
Pasukan pengawal Keraton segera mengurung, namun mereka tidak tahu mau berbuat
apa karena masing-masing telah dilanda ngeri melihat sosok perempuan aneh yang
membembeng Wiro dan Setan Ngompol.
"Semua menyingkir! Apa yang terjadi di tempat ini!" satu suara membahana. Yang
muncul adalah Patih Selo Kaliangan. Di belakangnya mengikuti Sri Baginda. Semua
orang segera menyingkir. Anggota pasukan cepat melakukan pengawalan agar tidak
terjadi hal yang tidak diinginkan atas diri Sri Baginda.
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
BAB 10 Mula-mula Patih dan Raja melihat sosok Tunggul Gono dan Iblis Batu Hitam
tergeletak di lantai, tak berapa jauh dari tangga yang menuju ke lorong bawah
bangunan. Lalu! Ini yang membuat mereka melengak kaget. Dua sosok tampak seperti
melayang di udara. Satu pemuda gondrong yang pakaiannya penuh berselemotan
darah. Satunya lagi kakek bau pesing berkuping lebar. Dua tangannya memegangi
gulungan rantai besi sepanjang tiga jengkal. Di antara dua sosok yang seperti
melayang itu kelihatan sosok ke tiga, antara kelihatan dan tidak berujud gadis
cantik berkebaya panjang.
Baik sang Paih maupun Sri Baginda segera maklum kalau mereka tengah berhadapan
dengan makhluk setengah gaib setengah nyata. Dengan nada hati-hati Patih Selo
Kaliangan menegur.
"Roh gadis berkebaya putih. Apakah kau telah tersesat masuk Keraton...?"
Sosok Suci gelengkan kepala.
"Bisakah kau membuat sosokmu lebih jelas agar kami dapat melihat wajahmu?"
"Jika itu maumu tak ada salahnya..." jawab Suci. Saat itu juga wajah dan
tubuhnya membayang lebih jelas, hampir menyerupai sosok manusia biasa. "Namaku
Suci, aku tidak tersesat datang ke tempat ini..."
Sri Baginda terangguk-angguk, walau ada rasa ngeri dan juga heran.


Wiro Sableng 122 Roh Dalam Keraton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau kau tidak tersesat berarti memang sengaja datang kemari. Lalu mengapa
hendak melarikan dua tawanan itu?" Patih Kerajaan kembali bicara.
"Aku tidak melarikan mereka. Aku menolong meneyelamatkan keduanya. Mereka
dipenjarakan tanpa kesalahan."
"Mana mungkin kami bertindak seperti itu..."
"Patih, aku tidak ingin berdebat denganmu. Tapi kau dan juga Sri Baginda harap
sudi mendengar ucapanku ini. Jika Keraton masih memelihara manusia-manusia busuk
seperti Tunggul Gono, Iblis Batu Hiam, Hantu Muka Licin Bukit Tidar dan yang
lain-lainnya, jangan harap berkah Gusti Allah akan menjadi bagian Keraton dan
semua isinya...!"
Habis berkata begitu, selagi Patih dan Raja terkesiap Suci putar tubuhnya,
membumbung ke atas, membawa serta Wiro dan Setan Ngompol. Justru saat itu tiba-
tiba mengumandang satu bentakan aneh, seolah datang dari dalam sumur atau jurang
sangat dalam. "Semua tetap di tempat! Aku ingin tahu siapa yang mencelakai saudaraku Tunggul
Gono!" Sosok Suci yang tengah melayang naik ke udara seperti diterpa angin. Kalau tidak
lekas dia menghindar Wiro dan Setan Ngompol bisa celaka. Dengan cepat Suci
bergerak turun ke lantai ruangan. Wiro dan Setan Ngompol dibisikinya agar segera
berlindung di balik sebuah tiang besar.
Di lain saat dari atas langit-langit ruangan besar melayang turun satu sosok
berujud bayang-bayang, menampilkan seorang kakek berpakaian hitam, rambut awut-
awutan, memiliki sepasang mata besar. Bahu kanan buntung, lukanya masih tampak
basah berdarah! Kaki kiri putus sebatas lutut sedang kaki kanan berbentuk kaki
kuda, sama seperti yang dimiliki Tunggul Gono.
Seisi Keraton menjadi gempar. Sosok yang muncul ini bukan lain adalah rohnya
Tunggul Gini, saudara kembar Tunggul Gono yang tewas akibat racun tanah yang
menjepit putus kakinya!
Sosok Tunggul Gini berdiri di atas satu kaki, memandang mencorong pada Suci.
"Kita sama-sama makhluk dari alam roh!" Tunggul Gini berucap. "Kuharap kau mau
berbaik hati menyerahkan pemuda berambut gondrong bernama Wiro Sableng itu!"
"Kenapa kau menginginkan dirinya"!" tanya Suci.
"Kakiku buntung karena perbuatannya. Aku tewas dibunuh saudara sendiri juga
akibat perbuatannya. Di sebelah sana saudaraku menggeletak setengah mati
setengah hidup pasti juga karena ulah perbuatannya!"
"Saudaramu aku yang menghajar! Sekedar untuk memberi pelajaran agar dia bisa
bertobat!" kata Suci pula.
Sosok gaib Tunggul Gini keluarkan suara tertawa panjang. "Kau roh jujur.
Mengakui perbuatan. Aku bersedia mengampuni dosamu asal segera menyerahkan
pemuda yang kuminta!"
"Aku tidak bakal menyerahkan pemuda itu. Bukankah lebih baik kau menyelamatkan
saudaramu sendiri"!"
"Kau tak perlu memberi nasihat! Kau mau menyerahkan pemuda gondrong iu atau
tidak"!"
"Kalau kau merasa mampu silahkan mengambil sendiri!"
"Makhluk roh muka pucat! Kau memaksaku menurunkan tangan jahat! Lihat jari!"
Tunggul Gini tusukkan jari telunjuk tangan kirinya ke arah Suci. Serta merta
selarik sinar hitam menderu deras ke arah kening gadis ini. Sebenarnya serangan
yang dikeluarkan Tunggul Gini adalah jurus pukulan bernama Ladam Setan. Tapi
kini dia melancarkan serangan dengan cara
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
menusukkan satu jari saja. Pertanda di alamnya yang baru makhluk roh ini
memiliki kehebatan berlipat ganda!
Pada saat sinar hitam tusukan tangannya berkiblat, sosok Tunggul Gini melayang
ke balik tiang besar tempat Wiro dan Setan Ngompol sembunyi. Dengan tangan
kirinya mahkluk roh ini berusaha menyambar rambut gondrong Pendekar 212.
Di sebelah sana sinar hitam serangan Tunggul Gini lewat dua jengkal di atas
kepala Suci yang cepat menunduk. Sinar ini melabrak dinding Keraton hingga
menimbulkan gelegar keras.
Dinding tebal itu kelihatan berlubang besar kehitaman!
Ketika Tunggul Gini melancarkan serangan dan berusaha menjambak rambutnya,
untungnya Wiro sudah berlaku waspada sejak tadi. Tangan kanannya bergerak.
Selarik sinar putih menerangi seluruh tempat disertai menebarnya hawa panas dan
suara bergaung seperti ribuan tawon mengamuk.
Tunggul Gini berteriak, memaki keras. Walau tangannya yang menjambak mungkin
tidak mempan ditabas kapak sakti itu, tetapi dia tidak berani berlaku ayal.
Dengan cepat dia tarik pulang tangannya. Bersamaan dengan itu kaki kudanya
sebelah kanan menendang ke arah batok kepala Wiro dalam jurus Ladam Kematian!
Tidak menyangka mendapat serangan susulan begitu rupa Pendekar 212 kembali
babatkan kapak saktinya. Tapi tangkisannya kali ini melesat jauh. Kaki kuda
Tunggul Gini menyusup di balik sambaran Kapak Naga Geni 212.
"Celaka!" Setan Ngompol keluarkan seruan tertahan. Dia berusaha hendak menolong,
tapi dua tangannya tak mungkin dilepas karena harus terus menerus memegangi
rantai besi berat yang mengganduli barang antiknya!
Hampir kaki kuda Tunggul Gini menghancurkan kepala Wiro tiba-tiba dari samping
Suci lancarkan dua pukulan tangan kosong sekaligus. Sosok Tunggul Gini
terhuyung-huyung. Dia berteriak marah, membalik dengan cepat seraya jentikkan
lima jari. "Gadis jahanam! Biar kau kubikin mampus untuk kedua kalinya!"
Suci tersentak kaget ketika melihat bagaimana dari tangan lawan berkelebat lima
sinar hitam luar biasa cepat dan ganasnya. Semua orang yang ada di tempat itu
berserabutan menyingkir. Tapi Suci sendiri tetap tidak bergerak di tempatnya.
Dia seperti sengaja menunggu.
Sesaat kemudian tiba-tiba gadis dari alam roh ini hentakkan kaki kanannya ke
lantai. Dari lantai memancar sinar merah, menjalar ke atas memasuki tubuhnya
terus ke kepala. Di lain kejap dua larik sinar merah menyembur dari sepasang
mata gadis ini. Inilah ilmu yanfg disebut Roh
Mendera Bumi. Tunggul Gini berseru tegang menyaksikan bagaimana dua larik sinar merah yang
keluar dari sepasang mata lawan menggulung lima sinar hitamnya lalu menghantam
ke arah dirinya sendiri!
Sosok Tunggul Gini buyar tercabik-cabik, berubah menjadi asap hitam merah. Suara
raungannya menggelegar dahsyat. Sebelum sosoknya lenyap terdengar dia berteriak.
"Makhluk roh muka pucat! Aku belum kalah! Di lain saat aku akan muncul mencarimu
untuk membuat perhitungan!"
Selagi semua orang di tempat itu terhenyak dalam kegemparan luar biasa Suci
cepat membembeng Wiro dan Setan Ngompol lalu membawanya melayang ke udara
meninggalkan Keraton.
Sri Baginda mengusap wajahnya yang pucat keringatan berulang kali. Diiringi
Patih Kerajaan dia melangkah meninggalkan tempat itu dengan kaki terasa
bergetar. Satu saat dia berhenti, menunggu Patih Selo Kaliangan berada di
dekatnya lalu berkata. "Peringatan roh gadis bermuka pucat itu agaknya perlu
kita perhatikan. Tokoh silat yang hanya mencari keuntungan, bertindak mengatas
namakan Keraton atau Istana padahal melakukan perbuatan keji seharusnya kita
pangkas dari jajaran Istana. Temui aku besok pagi di serambi timur Keraton."
"Akan saya lakukan Sri Baginda," jawab Patih Kerajaan seraya membungkuk.
*** Setan Ngompol duduk julurkan dua kakinya di tanah. Setiap dia memandang ke bawah
perutnya dia merasa marah, kesal dan jengkel. Hatinya selalu mendumal. "Japitan
jahanam! Rantai celaka! Bagaimana aku bisa melepaskan diri dari benda keparat ini" Siapa
yang bisa menolong Wiro sudah mencoba dengan kapak. Rantai bisa dibabat pendek
sampai tinggal satu jengkal. Tapi sisanya termasuk japian besi tidak bisa
ditanggalkan, tidak mungkin dibuang..."
Memandang ke tepi telaga kecil Setan Ngompol memperhatikan Wiro dan Suci duduk
berdua-dua. Di sebelah timur matahari baru saja naik. Udara masih terasa sejuk.
Setan Ngompol melihat dua orang di tepi telaga itu bangkit berdiri lalu
melangkah ke arahnya.
"Bagaimana keadaanmu pagi ini kek?" menyapa Suci.
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
"Aku baik-baik saja," jawab Setan Ngompol. "Sebaliknya aku merasa kehadiranku di
tengah kalian hanya merupakan beban..."
"Beban, beban apa" Memangnya kami menggendongmu kemana-mana?" ujar Wiro Sableng
pula. "Maksudku jika hanya kalian berdua saja, tentu lebih merasa bebas. Kalian sudah
sangat lama tidak bertemu. Pasti banyak yang akan kalian bicarakan. Aku dulu
juga pernah muda..."
"Sekarangpun kau masih muda Kek!" kata Suci menggoda.
Setan Ngompol cibirkan mulutnya. "Terus terang banyak cerita lama yang mau
kubicarakan denganmu Wiro. Tapi kukira lain kesempatan masih ada. Aku ingin
memisahkan diri. Cuma, japitan besi dan sisa rantai yang masih sejengkal ini,
bagaimana menghilangkannya..."
"Aku sudah bilang, kita kembali saja ke Keraton, minta kunci japitan itu. Kalau
kunci sudah ada pasti bisa dibuka." Kata Wiro pula.
"Kunci, kunci apa" Coba kau lihat sendiri!" Setan Ngompol lupa kalau di situ ada
Suci. Dia buru-buru hendak merorotkan celana butut basahnya ke bawah. Tapi begitu
sadar sambil tersipu-sipu si kakek tarik kembali celananya ke atas. "Japitan ini
tidak ada kuncinya. Waktu orang-orang celaka itu menjapit, mereka mempergunakan
martil besar untuk mematikan japitan.
Untung barangku tidak dijapit medel!"
Wiro pandangi si kakek sambil garuk-garuk kepala.
"Aku ingin menjajal memutus dengan Kapak Naga Geni 212. Tapi aku kawatir kalau
anggota rahasiamu ikut putus bersama besi japitan! Salah-salah kau bisa berubah
lelaki buka, perempuan juga bukan!" kata Wiro lalu tutup mulutnya menahan tawa
sementara Suci pura-pura memandang ke jurusan lain.
"Heran, mengapa orang-orang Istana memelihara tukang siksa begini kejam..... Aku
masih ingat tampang bangsat yang memasang japitan pada barang antikku ini," kata
Setan Ngompol. Waktu menyebut "barang antik" dia sengaja berucap perlahan agar
jangan sampai terdengar oleh Suci. "Aku bersumpah mencari kesempatan untuk
membalas! Awas kau bangsat!"
Setelah merenung sejenak Setan Ngompol kembali berkata. "Sudahlah, kalian berdua
pergi saja. Tinggalkan aku di sini. Bagaimana nasibku nanti biar aku yang
menanggung sendiri."
"Kami tidak akan meninggalkamu Kek." Kata Suci. "Itu janji kami berdua sahabat-
sahabatmu ini."
Wiro garuk-garuk kepalanya. Setan Ngompol ikut-ikuan menggaruk. Tiba-tiba kakek
ini bangkit melompat. Dua tangan memegangi bagian bawah perut.
"Ada apa Kek?" tanya Pendekar 212.
"Aku ingat sesuatu..." jawab Setan Ngompol.
"Apa yang kau ingat" Nenek genit Luhlampiri di Negeri Latanahsilam itu?"
Si kakak gelengkan kepala. "Aku justru ingat kau!" katanya sesaat kemudian
sambil menudingkan telunjuk tangan kiri tepat-tepat ke arah Wiro.
"Ingat aku" Aku ada di depanmu. Masakan diingat-ingat" Aneh kau ini. Aku kawatir
karena selalu memikirkan anumu yang kejepit itu lama-lama otakmu berubah
miring...."
"Wiro... Dengar. Aku ingat! Bukankah kau memiliki ilmu aneh yang disebut Menahan
Darah Memindah Jasad..." (Baca rangkaian episode petualangan Wiro di Negeri
Latanahsilam mulai dari Episode pertama berjudul "Bola-Bola Iblis" sampai
Episode terakhir berjudul "Istana Kebahagiaan").
"Kau betul. Hantu Selaksa Angin, nenek tukang kentut di Negeri Latanahsilam itu
yang memberikannya padaku. Lalu apa maksudmu?" Wiro bertanya . Lalu dia
tersentak sendiri.
"Astaga! Aku mengerti Kek! Biar kucoba! Tapi...."
"Tapi apa?"
"Setahuku ilmu itu hanya untuk memindahkan bagian tubuh atau aurat manusia saja.
Sedang besi yang menjapit anumu serta rantai yang sedang bergelantungan di anumu
itu bukan bagian dari aurat tubuhmu...'
Diam-dam dari tempatnya berdiri Suci mendengarkan percakapan kedua orang itu.
"Aku minta kau mencobanya Wiro. Kalau memang sudah dicoba dan tidak berhasil,
nasibku yang sial. Tapi kalau berhasil aku punya kaul mencukur semua rambut yang
ada di tubuhku! Mulai dari rambut sampai ke kaki!"
"Kaulmu saja sudah tidak karuan! Berkaul itu sesuatu yang bersifat baik."
"Aku bingung. Mungkin kau benar. Karena keliwat memikir barangku ini otakku jadi
tidak karuan. Aku salah berucap. Tapi apa boleh buat. Rupanya memang begitu
bunyi kaulku! Ayo sobatku muda. Lekas kau coba ilmu kesaktianmu itu!"
Wiro garuk-garuk kepala. Dia pandangi si kakek dengan hati iba. "Baik, akan
kucoba." Wiro lalu jongkok di hadapan Setan Ngompol yang duduk di tanah, Ke dua kaki si
kakek dikembangkannya. Setan Ngompol hendak menurunkan celana bututnya tapi tak
jadi. Dia menggoyangkan kepala ke arah Suci lalu mendehem beberapa kali. Suci
yang mengerti maksud deheman itu sambil senyum-senyum melangkah dan berlindung
ke balik sebatang pohon.
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
"Dia sudah sembunyi. Turunkan celanamu Kek..." kata Wiro Sableng.
Tanpa ragu-ragu Setan Ngompol tuunkan celananya sampai ke lutut.
Wiro memandang ke bawah.
"Buset...!"
"Buset" Apa yang buset"!" tanya Setan Ngompol.
"Jelek amat Kek!"
"Apa yang jelek amat"!"
"Anumu!"
"Setan kau! Nanti kalau kau sudah tua barangmu lebih jelek dari punyaku, tahu"!"
Wiro tertawa cekikikan. Perlahan-lahan dia turunkan tangannya ke bawah perut si
kakek. Setan Ngompol pegang lengan sang pendekar.
"Kenapa?" Wiro bertanya.
"Awas kau kalau berani mengacak ke tempat yang bukan-bukan!"
Di balik pohon Suci menutup mulutnya berusaha menahan tawa mendengar ucapan-
ucapan ke dua orang itu.
"Tenang kek, aku berusaha. Mohon kepada Tuhan agar kau bisa tertolong..."
"Lakukan cepat, aku sudah berdoa!" kata Setan Ngompol sembari matanya meram
melek dan mulutnya komat kamit.
"Eh, belum kuraba kau sudah seperti orang keenakan Kek!" ujar Wiro melihat mimik
si kakek. "Setan! Jangan bergurau terus!" bentak si kakek.
Wiro kembali ulurkan tangan kanannya ke bawah. Jari-jarinya menyentuh jepitan
besi di bawah perut si kakek. Dia lalu merapal bacaan yang diajarkan Hantu
Selaksa Angin alias Luhkentut. Hening... sunyi. Lalu kreek!
Dua mata Setan Ngompol mendelik. Dua mata Wiro melotot. Kedua orang ini saling
berpandangan sesaat. Perlahan-lahan Wiro tarik tangan kanannya dari bawah perut
si kakek. Dia dan juga Setan Ngompol tak berani memandang ke bawah. Sama-sama
takut kalau-kalau...
"Kek...?" Wiro bersuara setengah berbisik.
"Bagaimana...?" Suara si kakek bergetar.
"Aku memgang sesuatu. Keras. Aku tak berani melihat...."
"Uhh... Aku juga!" jawab si kakek. Mukanya keringatan.
Tiba-tiba Wiro melompat. Di tangannya ada sesuatu. Benda ini kemudian
ditempelkannya ke batang pohon di belakang mana Suci berada.
"Kek!" seru Wiro girang. Di batang pohon itu kini menempel japitan besi dan
ujung rantai yang selama ini menyantel di bawah perut Setan Ngompol.
Setan Ngompol takut-takut memandang ke bawah. Dia melihat. Masih tak percaya.
Dirabanya. Mula-mula satu tangan. Lalu memaki dua tangan.
"Masih utuh... Masih utuh! Lengkap semua...!" Satu teriakan gembira menggelegar
dari mulut Setan Ngompol. Lalu kakek ini jatuhkan keningnya ke tanah, bersujud
menyatakan syukur.
Dia lupa kalau saat itu celananya berada di ujung kaki.
"Kek, untung tidak ada babi hutan di sini! Kalau ada bokongmu pasti sudah
dilalapnya!"
kata Wiro sambil tertawa gelak-gelak.
"Terima kasih Tuhan! Terima kasih Wiro!" Masih dalam keadaan tidak perduli akan
celananya yang merosot di bawah lutut kakek ini lari menuju telaga. "Aku harus
mandi! Mandi syukur sambil membersihkan diri! Mungkin selama ini aku terlalu
banyak dosa!"
"Byurr!"
Setan Ngompol ceburkan tubuhnya ke dalam telaga kecl.


Wiro Sableng 122 Roh Dalam Keraton di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suci keluar dari balik pohon. Bersama Wiro dia melangkah ke tepi telaga. Si
kakek berkecimpung ria sambil tiada hentinya berteriak-teriak gembira.
"Kek, aku kawatir tubuh, pakaian dan air kencingmu akan mencemari air telaga.
Membuat ikan di dalamnya mati semua!" Berseru Wiro.
Setan Ngompol tidak acuhkan senda gurau itu. Dia berkecimpung terus dalam air,
sesekali menyelam sambil menggosok-gosok auratnya.
"Wiro, kita tidak menunggu lama. Lihat!" Suci tiba-tiba menunjuk ke tangah
telaga. Wiro memperhatikan. Di situ dilihatnya beberapa ekor ikan timbul
mengapung. Makin lama makin banyak.
"Kek! Apa kataku! Lihat! Ikan pada mati mencium bau tubuh, pakaian dan air
kencingmu!"
"Jangan bergurau terus anak setan!" teriak Setan Ngompol.
"Buka matamu! Lihat sendiri!" teriak Wiro.
Setan Ngompol usap mukanya yang basah. Dia memandang seputar telaga. "Celaka!
Kau benar! Tapi apa benar karena bau tubuh, pakaian dan air kencingku..."
"Ditambah dosamu Kek!" sambung Wiro. "Lekas naik ke darat! Nanti semakin banyak
ikan yang mati di telaga ini!"
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
Tidak sadar kalau saat itu di sebelah bawah dia tidak mengenakan apa-apa lagi,
si kakek berenang ke tepi lalu naik ke darat. Suci terpekik dan cepat balikkan
badan sambil menarik tangan Wiro. Keduanya lari menjauhi telaga. Di satu tempat
Wiro berhenti dan berteriak.
"Kakek Setan Ngompol! Kami pergi! Jangan lupa kaulmu! Mencukur semua rambut
mulai dari kepala sampai ke kaki!"
"Aku tidak akan melupakan! Aku tidak akan melupakan!" terdengar si kakek
menjawab disusul suara tawanya terkekeh-kekeh.
"Serrrrr!" Air kencing muncrat dari bawah perutnya.
TAMAT Episode Berikutnya :
GONDORUWO PATAH HATI
- E-Book ini diketik ulang oleh : ACISX (ACHMAD FACHRIS)
- Hak karya cipta cerita ini adalah milik Bastian Tito (Alm.)
- Jika ada kesalahan dalam penulisan harap dimaafkan.
Saran dan kritik kirim fachris@sctvnews.com
BASTIAN TITO ROH DALAM KERATON
Patung Emas Kaki Tunggal 1 Bara Diatas Singgasana Pelangi Di Singosari Karya S H Mintardja Suling Emas Dan Naga Siluman 27
^