Pencarian

Tabir Delapan Mayat 1

Wiro Sableng 178 Tabir Delapan Mayat Bagian 1


1 DENGAN bunga matahari yang telah diberi
mantera sakti oleh Nyi Roro Jonggrang, Ratu Randang
berhasil melenyapkan tanda Pukulan Delapan Sukma
Merah yang ada di kening dan dada Pendekar 212
Wiro Sableng. Sebagai ucapan terima kasih, Wiro
mencium si nenek sampai empat puluh kali. Biasanya
Ratu Randang yang selalu duluan mencium sang
pendekar. Gembira tak terhingga mendapat ciuman
begitu banyak, walau bibirnya jadi jontor, si nenek
cantik segera hendak menolong Dewi Ular. Saat itu
Dewi Ular memang dalam keadaan cidera akibat
ntrokan kekuatan tenaga dalam dan kekuatan gaib
dengan Pangeran Matahari dan Sinuhun Muda yang
dibantu Sinuhun Merah serta bocah Ksatria Junjungan Dirga Purana. Walau keadaannya seperti
itu, namun Dewi Ular dengan polos minta agar si
nenek lebih dulu menolong Raja Mataram yang saat
itu tergeletak ditemani Jaka Pesolek, si gadis cantik
berkumis halus Ratu Randang tidak ingin meninggalkan Dewi
Ular begitu saja. Maka dia tetap saja lebih dulu
menolong gadis alam roh itu dengan mengusapkan
bunga sakti ke bagian depan dan belakang Dewi Ular.
Namun setelah si gadis sembuh, entah mengapa si
nenek berlaku iseng. Pakaian Dewi Ular di sebelah
bawah disingkap lalu bunga matahari diusapkan ke
bagian terlarang di bawah perut Dewi Ular.
"Hai Nek! Kau ini gila apa"!" Teriak Dewi Ular.
"Kau bilang aku gila! Nanti lihat saja! Pasti
banyak lelaki yang tergila-gila padamu! Hik... hik...
hik!" Ratu Randang tertawa panjang.
"Nek, bagaimana kalau nanti karena kualat
bunga itu hilang kesaktiannya. Padahal kau belum
menolong raja!" Teriak Dewi Ular pula.
Teriakan Dewi Ular membuat Ratu Randang
diam-diam merasa khawatir juga. Si nenek segera
mendatangi Raja Mataram yang saat itu ditemani oleh
Jaka Pesolek si gadis cantik berkumis halus yang
punya ilmu kepandaian menangkap petir. Terpengaruh oleh teriakan Dewi Ular, selintas pikiran
muncul di benak si nenek. Dia berusaha mencari
penangkal agar benar-benar tidak ditimpa kualat.
Maka bunga matahari diusapkannya ke dada Raja
Mataram Rakai Kayuwangi Lokapala.
Walau cidera di tubuh Raja lenyap setelah diusap
bunga, namun saat itu pula muncul gejala aneh. Sang
Raja melompat bangkit sambil mengusap dada yang
bergerak turun naik. Kepala mendongak, mata
menatap kosong ke arah langit lalu berkedap-kedip.
Dari mulut terdengar suara mendesah tiada henti.
Melihat keadaan Raja yang seperti tengah
membayangkan dan merasakan sesuatu yang menyenangkan, timbul hasrat Jaka Pesolek ingin
melihat dan memegang bunga matahari. Ketika si
nenek menampik, maka gadis ini langsung merampas
bunga. Bunga matahari kemudian diusap dan
ditekan-tekan berulang kali ke aurat di bawah perut.
Tak selang berapa lama Jaka Pesolek keluarkan
jeritan keras lalu jatuh tertelentang. Mata membeliak,
dua bola mata berputar-putar. Mulut tersenyum-
senyum dan keluarkan suara mendesah-desah.
Si nenek tertegun. Memandang ke arah Raja lalu
kembali pada Jaka Pesolek. Tiba-tiba si nenek
membungkuk mengambil bunga matahari yang
tercampak di tanah. Seperti yang dilakukan Jaka
Pesolek, bunga sakti itu lalu ditekapkan ke bagian
bawah perutnya.
Tidak menunggu lama, "Oala... Oala! Ini rupanya!" Ratu Randang berteriak berulang kali.
Lutut goyah, tubuh limbung lalu jatuh tertelentang di
atas sebuah batu. Pinggang dan pinggul menggeliat-
geliat. Mata yang juling mendelik memancarkan
cahaya berseri mulut menganga dan lidah terjulur
basah. Di lereng bukit sebelah atas Sakunta adewi alias
Dewi Kaki Tunggal membantu Wiro bangkit berdiri
"Wiro, aku mendengarsuara orang berteriak-
teriak dan tertawa cekik kan di bawah sana. Aneh
rasanya dalam keadaan seperti ini ada orang mas h
bisa tertawa.."
"Aku juga mendengar. Itu suara teriakan Raja
Mataram Yang tertawa cekikikan sepertinya Ratu
Randang dan gadis
aneh bernama Jaka Pesolek. Sebelumnya aku
seperti mendengar suara teriakan Dewi Ular Kita
harus segera menyelidik apa yang terjadi."
" " "
SEWAKTU sampai di lereng bukit sebelah bawah
Wiro dan Sakuntaladewi terheran-heran menyaksikan
keadaan Raja Mataram. Ratu Randang dan Jaka
Pesolek. Di tanah, di samping sosok Jaka Pesolek
tertampak Bunga Matahari sakti. Dengan cepat
Sakuntaladewi mengambil bunga itu.
"Apa yang terjadi. Mereka kelihatan seperti orang
mabok Bica a seperti orang mengigau." Kata
Sakuntaladewi sambil memperhatikan tiga orang itu
satu persatu. Wiro menggaruk kepala lalu berkata. "Tidak ada
minuman keras di bukit ini. Mereka tidak mengigau.
Jangan-jangan mereka kemasukan roh halus penghuni bukit"
"Aku tahu puluhan bahkan mungkin ratusan roh
berkeliaran di bukit ini. Tapi bisa juga ini pekerjaan
jahat Sinuhun Merah Penghisap Arwah." kata
Sakuntaladewi pula. Sekali lompat dia sudah berada
di hadapan Raja Mataram
Begitu melihat ada perempuan di depannya
sepasang mata Raja Mataram membesar. Bibir
bergerak-gerak. Raja berusaha bangkit tapi hanya
mampu duduk di tanah. Tangan kanan diulur, tangan
kiri mengusap dada lalu mulut keluarkan ucapan.
"Ah... Aku sungguh bahagia Aku senang melihatmu. Dara cantik, apakah kau datang hendak menolongku"
Mengapa kau tampak bersedih" Bergembiralah di hadapan Rajamu!"
Wajah Sakunta adewi alias Dewi Kaki Tunggal
saat itu memang sedih dan cemas melihat keadaan
Raja Mataram Raka Kayuwangi. Sementara itu banyak
orang telah berada di situ termasuk dua istri dan
beberapa putera puteri Raja tidak berani mendekat
Mereka malah bersurat mundur. Takut kalau tiba-tiba
Raja diluar sadar menjatuhkan tangan kasar.
Sakuntaladewi gelengkan kepala. "Tidak mungkin
Raja Mataram berperi laku seperti ini. Aku mau lihat
Mahlu k halus atau jin atau roh jahat apa yang telah
menguasai Rajai" Sakuntaladewi lalu pentang lima jari
tangan kanan hingga memancarkan cahaya biru.
Kelima jari itu kemudian ditusukkan ke batok kepala
Raja sambil berucap "Yang Mulia, maafkan saya!"
Desss!" Lima cahaya biru yang semula memancar hendak
memasuki batok kepala Raja Mataram tiba-tiba
mencuat berbalik kembali, masuk ke dalam tangan
Sakuntaladewi disertai dorongan dahsyat hingga gadis
berkaki satu ini terpekik dan terpental sampai tiga
langkah "Bukan mahluk halus bukan roh jahat! Lalu apa
ini"!" Sakuntaladewi berucap dalam hati tereran-
heran sambil usap tangan kanan dengan tangan kiri
yang terasa kesemutan
Tanganku tidak cidera. Tapi ada hawa aneh
membuat habku seperti berbunga-bunga. Hyang Jagat
Bathara. Saya mohon perlindungan untuk Raja
Mataram dan kami semual"
DI tempat lain Jaka Pesolek yang saat itu
tergeletak di atas tubuh Ratu Randang sambil
melejang-Jejangkan kaki perlahan-lahan bergerak
berdiri. Tubuh terhuyung-huyung, mata m eram
melek, lidah dljulur-julurmembasahi bibir. Sambil
lambaikan tangan kanan ke arah Pendekar 212
sementara tangan kiri menekap bagian bawah perut
dia mengulum senyum dan berkata.
"Pemuda gagah idamanku kekasihku. Pendekar
yang mampu mengeluarkan petir dari tangan kanan.
Mengapa kita bdak bermain petir-petiran" Ohh "
Kening Pendekar 212 mengerenyiL Kepala digaruk, i "Sobatku cantik, aku suka-suka saja bermain
petir-petiran denganmu. Tapi saat ini aku rasa kau
telah kesambat setan kesasaratau kemasukan jin
Bukit Batu Hangus..."
" hh B caramu membuat aku merinding.
Kemarikan tanganmu. Aku suka tangan besar dan
kuat Ayo..."
"Eh kau mi gila benaran rupanya!" Kata VHro
sambil melangkah mundur kebka Jaka Pesolek
hendakmenarik tangan kanannya.
Tiba-tiba di atas batu, sosok Ratu Randang
menggeliat Didahului suara tawa ekikjkan nenek ini
bangkit dan duduk d atas batu. rambut serta pakaian
awut-awutan tak kaiuan.
"Anak muda yang aku kenal dengan nama Wiro
Sab eng berjuluk Kesatna Panggilan. Mengapa mau
memperbodoh diri bicara dengan lelaki yang berpakaian dan berdandan seperti perempuan" Apa
enaknya"! hik hik Aku perempuan asli tempat dan
aku suka bersenang-senang dari siang sampai malam,
sampai pagi. H kkk hikk Si nenek tertawa cekikikan
sambil busung-busungkan dada.
Murid Sinto Gendeng jadi terkesiap, memandang
mendelik tak berkesip
"Nek. kau...kau juga ikutan gila.."! Celaka! Apa
ini yang sebenarnya terjadi?"
Ratu Randang menjawab dengan mencibirkan
bibirnya yang jontor. Mata juling d kedap kedip,
tangan dilambaikan memberi isyarat agar Wiro datang
mendekat "Ada yang aneh Aku melihat mereka bertiga
selalu memegangi bagian tubuh tertentu. Mengapa"
Ada yang salah urat atau ada yang mau copot"!"
Baru saja Wiro berucap seperti itu tiba-tiba
didahului tenakan keras dan unjukkan wajah gemas
Ratu Randang dan Jaka Pesolek bers rebut cepat
melompat hendak merangkul sang pendekar1
2 WIRO melompat mundur. Dia berhasil mengelakkan sambaran Ratu Randang. Tapi tidak
mampu menghindar dari Jaka Pesolekyang memiliki


Wiro Sableng 178 Tabir Delapan Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerakan secepat kilat menyambar. Kamp i saja
pinggangnya akan kena dipeluk oleh si gadis berkumis
halus dan wajahnya hendak dicium tiba-tiba satu
bayangan hijau berkelebat Gerakan yang sebat
membuat Jaka r Pesolek terjajar ke belakang
"Oala! Peiempuan mana yang cemburu buta. Jika
memang suka mengapa tidak melakukan bersama-
sama! Hik hik..hik! Jaka Pesolekhenbkan tawa,matadikedap-kedip ketika melihat siapa yang
ada di hadapannya Ah gadis cantik berjuluk Dewi Ular
rupanya!" Ucap Jaka Pesolek. "Aku kira siapa! Aku
tahu kau sudah mengenal Kesatria Panggilan jauh
lebih dulu dariku. Kalau kau memang mau duluan
pula bercinta dengannya aku mengalah. Atau kau
mau berbaik hab ingin bersenang-senang deng"n
dinku saja Bukankah aku sudah bilang kalau aku ini
bisa jantan bisa betina" Hik...hik...hik..."
-Plaaakk!"
Satu tamparan keras membuat aka Pesolek
terpekik Tubuhnya jatuh terduduk di tanah tapi dengan
cepat berdiri kembali sambil tidak lupa tangan kiri
tetap masih memegang bagian bawah perut Walau
diperlakukan seperti itu sampai sudut bibirnya
berdarah tapi Jaka Pesolek tampaknya bdak marah
Malah dia kembali tertawa cekikikan dan berkata.
"Hik..hik! Keras juga tamparanmu. Pipiku tidak
sakit, tapi hariku kau buat bergetar Kau benar-benar
gadis penuh kehangatan Apakah kau mau "
"Diami" Bentak orang yang barusan menampar
Jaka Pesolek yang ternyata Dewi Ular adanya. Gadis
cantik alam roh yang mengenakan pakaian sutera
hijau tipis ini berdiri sambil tangan kiri memegang
bawah perut, satu hal yang sejak tadi menjadi
perhatian Wiro dan juga Sakuntaladewi
"Kita semua sudah kena kualat Tahu"!" Teriak
Dewi Ular "Kalau kualatnya enak siapa takut"!" Tukas Jaka
Pesolek sambil usap-usap pipi dan kedipkan mata
pada Dewi Ular. membuat gadis dari alam gaib ini jadi
tambah jengkel. Kalau saja tidak sudah menganggap
Jaka Pesolek sebagai teman, pasb saat itu juga
diterjangnya. Dari balik pakaian Jaka Pesolekmengetuarkan
cermin, memperhatikan wajari. Lalu cepatdiamengeluarkan bedak dan memuputi seluruh
wajah, terutama bagian pipi yang tadi kena ditampar.
"Dasar banci kesasar Maki Dewi Ular. Jaka
Pesolek yang dimaki cuma tersenyum lalu runcingkan
bibir "Kunu Ambm apa sebenarnya yang telah terjadi?"
Bertanya Pendekar 212.
"Sahabat kualat apa maksudmu?" Sakuntaladewi
ikut bertanya. "Nenek gatal ini yang jadi gara-gara!" Kembali
Dewi Ular berteriak dan kali ini sambil menuding
tepat-tepat ke arah Ratu Randang. Yang dituding
tampak berkerut keningnya, menghela nafas panjang
dan goleng-golcng kepala. Nenek bertubuh tnggi ini
setengah berbisik bertanya. "KunbAmbiri. aku mau
jawabanmu sejujurnya. Waktu bunga itu aku usapkan
ke anumu apa..apa kau pakai celana atau tidak?"
Wiro dan Sakuntaladewi yang sempat mendengar
ucapan si nenek jadi saling pandang terheran-heran.
Sepasang mata Dewi Ularmendelik besar.
"Nenek bermulut comberan! Segala yang bukan-
bukan kau tanyakan Bentak Dewi Ular. "Kalau aku
memang tidak pakai celana kau mau apa"l
Ratu Randang terperangah. Wajah berubah.
Mulut yang ternganga kemudian berkata.
"Oalal Disitu kualatnya. Jadi bukan aku yang
salah!" Dewi Ular tidak dapat lagi menahan marahnya.
Dia melompat hendak menyambar rambut awut-
awutan si nenek. Tapi Wiro cepat mencegah.
Nek, lekas katakan apa yang terjadi." Kata Wiro
pula. "Aku...aku tidak sengaja. Hanya mau iseng..."
"Tidak sengaja apa! Kau sengaja menyingkap
pakaianku. Iseng membawa celaka!"
"Sahabat lekas katakan apa yang terjadi. Kenapa
semua kalian di sini pada memegangi bagian bawah
perutdan bersikap aneh seperti orang kesurupan..."
Sakuntaladewi kini yang bertanya.
"Kau mau tahu apa yang terjadi" Dewi Kaki
Tunggal, mari, ikuti aku! Kau lihat sendiri apa yang
terjadi dengan auratku!" Jawab Dewi Ular. Lalu dia
menarik tangan kiri Sakuntaladewi dan membawanya
ke balik satu pohon besar Ketika Wiro hendak
mengikuti dia segera membentak. Tetap di tempatmu!
Jangan mau tahu urusan perempuan!"
Di balik pohon besar Dewi Ular menarik ke atas
tinggi-tinggi pakaian hijaunya. "Kau lihat sendiri!
Katanya pada gadis kaki tunggal.
Dari balik pohon Wiro mendengar suara Sakuntaladewi terpekik lalu tampak gadis berkaki
satu ini buru-buru melompat keluar dengan wajah
kelam merah. Wiro cepat mendatangi lalu bertanya.
"Ada apa" Apa yang diperlihatkan gadis itu
padamu?" Tenggorokan Sakuntaladewi bergerak turun
naik. Kepala digelengkan.
Kalau kau tidak mau memberi tahu ya sudah.
Kita harus melakukan sesuatu untuk menolong
orang-orang lainnya."
Wiro memutar tubuh tapi lengannya cepat
dipegang oleh Sakuntaladewi. Gadis ini kemudian
berkata gagap dan setengah berbisik.
"Aku aku tidak tahu apakah Dewi Ular itu
seorang lelaki atau perempuan..."
"Maksudmu?" Tanya Wiro.
3 KETIKA Sakuntaladewi tidak menjawab Wiro
berkata "Aku bisa menduga apa yang diperlihatkannya padamu. Apa dia memiliki dua jenis
anu...Maksudku apa anunya bertambah lengan anu
laki-laki?"
Sakuntaladewi menggeleng. "Dia tidak punya apa-
apa...-" "Tidak punya apa-apa bagaimana"!" Tanya Wiro
pula. "Anunya...semuanya kulihat licin belaka." Hati"
Wiro terbelalak, menggaruk kepala. Hendak tertawa
bergelak tapi cepat menutup mulutnya.
Dewi Ular memberi tahu kalau nenek bernama
Ratu Randang itu mengusapkan Bunga Matahari sakti
ke bagian bawah perutnya..."
"Nenek sinting! Bunga sakti dijadikan mainan!
Tapi mengapa sekarang mereka jadi tidak karuan
begini rupa"!
"Kurasa mereka semua telah kejatuhan kualat.
Itu yang dikatakan Dewi Ular. Wiro, aku bingungi Aku
juga tidak mengertil Sebaiknya cepat kau tanyakan
langsung pada nenek itu apa yang telah dilakukannya!"
Tidak tunggu lebih lama Wiro segera mendatangi
Ratu Randang. Belum sempat Wiro bertanya si nenek
sudah bicara duluan.
"Aku akan ceritakan. Aku akan katakan! Setelah
mengobati dirimu, aku menemui Dewi Ular Gadis itu
minta agar aku menolong Raja lebih dulu. Aku tidak
pergi begitu saja. Aku menyapukan Bunga Matahari
ke beberapa bagian tubuh Dewi Ular yang cidera. Lalu
aku cuma iseng. Bunga Matahari aku susupkan ke
balik pakaiannya dan kuusapkan ke bagian bawah
perutnya. Aku...aku tidak tahu apa saat itu dia pakai
celana dalam atau tidak. Dewi Ular kudengar
berteriak khawatir kalau aku akan kena kuaiatdan
Bunga Matahari akan hilang kesaktiannya. Ketika aku
menolong Raja, karena takut benar-benar kualat aku
punya pikiran sebaiknya Bunga Matahari itu aku
sapukan pula ke bagian bawah perut Raja..."
"Gilai" Teriak Wiro.
Cerita si nenek terhenti sebentar lalu dia
melanjutkan. "Ketika hal itu kulakukan Raja Mataram memang
sembuh tapi ternyata satu malapetaka telah menimpa
dirinya. Raja tampak seperti orang yang menggelora
hasratnya. Hal yang sama juga terjadi dengan Jaka
Pesolek. Gadis itu meramp m bunga dari tanganku
lalu mengusapkan ke bawah perutnya Lalu.. lalu aku
ikutan melakukan hal itu. Oh enaknya. Tiba-tiba saja
aku merasakan satu hal yang luar biasa nikmat.
Aku...aku...kau lihat sendiri. Oh aku ingin sekali
bercinta dengan dirimu.."
"Nenek siali Biar aku hajar dulu mulut cabulmu.
Ku pecah kan kepalamu yang berotak mesum
Yang membentak adalah Dewi Ular yang saat itu
sudah keluar dari balik pohon besar. Gadis alam roh
delapan ratus tahun mendatang ini langsung menyerang dengan satu jotosan tangan kanan ke
kepala Ratu Randang.
Wiro cepatmemeluk Dewi Ular dan berbisik.
"Jangan ikuti amarahmu. Kita harus mencari jalan
agar bisa keluar dari kejadian aneh ini..."
Dewi Ular tersenyum. Mata berbinar bercahaya.
Tiba-tiba dia balas memeluk kencang sekali, kemudian mencium Wiro. Setengah keiagapan Wiro
berkata. "Kunti, lepaskanl Aku tahu kau diluar alam
sadar. Tapi jangan beginil"
Bukannya melepaskan rangkulan tapi sambil
tertawa bergairah Dewi Ular malah memctuksang
pendekar tambah kuat
"Kunti. maafkan aku. Aku terpaksa menotokmul"
Dengan satu gerakan cepat Wiro menotok urat
besar di punggung Dewi Ular. Yang ditotok menggeliat,
sepasang mata berbinar-binar. Lalu tubuhnya diam
tak bergerak. "Wiro, kau tega aku bercinta seperti orang
lumpuh tiada gairah...?"
Wiro gerakkan tangannya sekail lagi. Kali ini
menotok urat besar di pangkal leher Dewi Ular. Saat
itu juga si gadis tidak bisa lagi mengeluarkan suara.
Wiro berpaling pada
Sakuntaladewi. "Dewi, aku akan menolong Raja. Kau lekas
menolong Ratu Randang dan Jaka Pesolek..." Lalu
dengan cepat Wiro melompat ke tempat Raja duduk
tersandar di batu besar.
Ketika Sakuntaladewi mendatangi Ratu Randang
hendak menolaknya, si nenek menyambut dengan
senyum mesra dan dua tangan dikembang
"Kau hendak menotokku" Aku sudah siap.
Carilah bagian tubuhku yang kencang. Hik...hik..
hik!" Lalu breetti Ratu Randang robek dada pakaian
yang memang sudah tidak karuan hingga auratnya
sebelah atas tersembul putih dan masih kencangi
Wiro terkesiap. Sakuntaladewi cepatmembuang muka.
Di saat itulah tiba-tiba satu bayangan merah
berkelebat. "Ratu Randang,

Wiro Sableng 178 Tabir Delapan Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang-orang ini hanya menggerocoki kita. Mari kita mencari tempat yang
tenang dan indahi Hlk...hik.iilkJ"
Lalu wuutttj Tubuh si nenek lenyap dari tempat
itu. "Jaka Pesolek! Kau mau bawa kamana nenek Hu!
Kembari ke sini!" Wiro berteriak sambil menatap jauh
ke udara di atas bukit dimana Jaka Pesolek tampak
seperti terbang, memanggul Ratu Randang di bahu
kiri. "Aku akan mengejar!" Kata Sakuntaladewi pula
"Percumal Gadis itu punya kecepatan seperti kilat
Kita tidak mungkin mengejar. Lebih baik cepat
menolong Raja..."
"Dewa Agung! Hyang Jagat Bathara!" Mendadak
Sakuntaladewi berteriak.
"Ada apa Dewi"!" Tanya Wiro.
"Bunga Matahari yang tadi aku pegang tak ada
lagi!" Jawab gadis berkaki satu dengan wajah tampak
pucat "Pasti gadis berkumis itu yang mengambil. Hanya
dia yang mampu melakukan
karena memiliki
kecepatan gerak seperti kilati Jika bertamu aku akan
memberi pelajaran padanya!"
"Aku kawabr Kalau bunga itu disalah gunakan,
keadaan bisa semakin tidak karuan *
Sakuntaladewi kemudian terdiam. Ingatannya
masih ke bunga yang hilang namun tiba tiba saja dia
menyadari satu hal.
Wiro.Aku mendadak ingat seseorang." berkata
Sakuntaladewi sambil layangkan pandangan berkeliling. "Apa" Siapa Dewi?"
"Anak perempuan itu. Ni Gatril Sejak tadi aku
tjdak melihat dirinya..."
"Astaga! Aku sampai lupa anak itu!" Wiro
tersentak kaget, baru sadar. Memandang berkeliling
dia berteriak memanggil Ni Gatri Orang-orang yang
ada di bukit Ikut membantu berteriakdan mencari.
Namun anakperempuan empat belas tahun itu tidak
berhasil ditemui. Orang-orang di Bukit Batu Hangus
menjadi gempar.
"Wiro, kau ingat ketika sinar kuning kemerahan
turun dari langit?" Kata Sakuntaladewi pula. "itu adalah
cahaya kesaktian Dirga Purana, Kesatria Junjungan
yang membantu Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah."
"Aku khawatir seseorang telah menculik anak itu.
Mungkin sekali bocah keparat yang kau sebutkan
namanya barusan! Gilai Urusan yang ada belum
selesai) Datang lagi satu masalahl" Wiromerutuk
habis-habisan. Kepala digaruk berulang kali
"Dewi. bantu aku mencari anak itu di seluruh
bukit Aku harus menolong Rajai" Kata Wiro lalu
melompat mendatangi Raja Mataram yang dudukdi
tanah tersandar ke sebuah batu. Tangan kiri masih
terus menekap bagian bawah perut sementara mata
berkedap kedip meram melek dan mulut senyum-
senyum. Wiro tarik tangan kiri Raja Mataram.
Rakai Kayuwangi angkat kepala, menatap tajam
tapi tersenyum pada Wiro.
"Kesatria Panggilan, jangan berani mengganggu
kesenanganku. Jka kau Ingin..."
Ucapan Raja hanya sampai di situ karena dengan
dua jari tangan kirinya Pendekar 212 menotok urat
besar di dada kiri, membuat Rakai Kayuwangi lumpuh
dan sekaligus tak bisa bicara.
Di tempatnya tegak tertegun, Dewi Uiar kerahkan
hawa sakti yang adadi perutnya. Sepasang mata
memancarkan cahaya hitam. Dari ubun-ubun membersit samar kepulan asap kuning
kemerahan. Ini pertanda bahwa gadis alam roh
ini walau sedikit namun telah memiliki sebagian ilmu
kesaktian Sinuhun Merah Penghisap Arwah.
"Desss...desss!"
Dengan kesaktiannya Dewi Ular mampu memusnahkan totokan yang membuat tubuhnya kaku
dan tak bisa bicara. Gadis ini melompat ke hadapan
Wiro dan Sakuntaladewi. Tangan kiri dibawah perut,
hembusan nafas terasa keras dan panas. Sepasang
mata berpijar aneh. Lidah teijulurmerah dan I asah.
"Sahabat berdua. Aku tak sanggup berada lebih
lama di sini. Aku.aku tubuhku semakin panas. Aku
mulai merasa gatal tak karuan! Dewi Kaki Tunggal,
kau mana mungkin mau m enolongku. Kita
bersamaan jenis. Dan kau Wiro, saat ini hanya kau
yang mampu menolong dan itu memang sangat aku
harapkan. Tapi apakah kau bersedia" Aku akan
mengejar kedua orang itu." Setelah diam sejenak Dewi
Ular lanjutkan ucapan sambil menatap ke arah
Sakuntaladewir? "Aku sempat melihat ij adis aneh itu
mengambil Bunga Matahari dari tanganmu. Bunga itu
yang menjadi pangkal celaka. Haya bunga itu pula
yang b s a menyembuhkan!"
Dewi Ular goyangkan dua bahunya.
"Wuss!"
Saat itu juga wajah dan sekujur tubuhnya yang
molek berubah menjadi sosok seekor ular hitam besar
berkepala putih.
"Aku pergi sekarangl"
"Kunti Ambiri! Tunggul" Teriak Wiro.
Tapi ular hitam besar telah melesat ke udara, ke
arah lenyapnya Jaka Pesolek dan Ratu Randang.
"Kunti Ambiri! Jangan pergi! Kami butuh
bantuanmu di sini! Kembali Wiro berteriak lagi.
DI udara siang yang mulai terik terdengar
jawaban Dewi Uar. "Kalian berdua tidak usah memikirkan diriku.
Harap kalian mau menolong dan membawa Raja
bersama para pengikutnya ke Kotara/a.
Dari atas sini aku hhat genangan air merah
sudah surut Keadaan cukup aman. Namun tetap
berlaku waspada Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah
pasti akan muncul lagi secara bdak terdugal Wiro,
Jika aku bisa selamat dari malapetaka gila ini. aku
tunggu kau di Candi Kalasanl Uuuhhhh P
"Candi Kalasan...?" Ujar Sakuntaladewi pula. Dia
coba mengingat-ingat tapi karena jalan pikiran sedang
kacau gadis kaki satu ini bdak mampu melakukan.
Akhirnya dia berkata pada Wiro.
"Wiro, aku harus mendapatkan bunga sakti
pemberian Nyi Roro Jonggrang itu kembali. Aku harus
bertanggung jawab kalau sampai terjadi apa-apa.
Dewa Agung, jangan sampai Nyi Roro Jonggrang
marah besar padaku! Aku akan mengeja/ Jaka
Pesolek. Ratu Randang dan Dewi Ular."
"Tapi Dewi. masih banyak yang harus kita
lakukan di tempat ini. Menolong Raja. mencari Ni
Gatri. Tunda dulu kepergianmu..."
Tiba-tiba dari arah lereng bukit sebelah selatan
melayang benda hitam berbentuk peb hitam besar
yang bukan lain adalah sebuah peti mati Penutup peti
mati dalam keadaan terbuka. Di dalam peti berdiri
empat mahluk aneh yang tentu saja adalah Empat
Mayat Aneh atau Empat Mayat Bersaudara! Keempat
mahluk ini melambai-lambaikan tangan ke arah
Sakuntaladewi sementara peti mati dengan cepat
melayang turun ke bawah.
4 SEBE LUM peti mati menjejak bagian tanah rata
di Bukit Batu Hangus, Empat Mayat Aneh sudah
berlompatan keluar. Selain tubuh memancarkan
cahaya kecoklatan empatmah ukaneh ini sebagaimana biasa unjukkan sikap dan sifat masing-
masing. Mayat Aneh Kesatu berdiri sambil menutup
mata dengan kedua tangan. Mayat Aneh Kedua
menutup mulut juga dengan dua tangan, sedang
Mayat Aneh Ketiga tekapkan dua tangan ke telinga
kiri kanan. Mayat Aneh Keempat sambil cengengesan
berdiri dengan dua tangan menekap kemaluan!
Lalu satu persatu Empat Mayat Aneh menyerukan ujar-ujar.
Pel hara mata hanya melihat kebaikan."
"Pelihara mulut hanya bicara kebaikan."
"Pelihara telinga hanya mendengar kebaikan."
"Pelihara kemaluan hanya untuk kebaikan."
"Empat Mayat Aneh..." Ucap Wiro perlahan
sambit menggaruk kepala. "Mudah-mudahan mereka
muncul dengan niat baik membantu. Bukannya
malah menambah kaluturusanl"
Empat Mayat Aneh melangkah mendekati Sakuntaladewi. Dua tangan serentak diturunkan ke
samping lalu keempatnya membungkuk memberi penghormatan. Mereka juga memberikan penghormatan pada Pendekar 212 dengan cara yang
sama. "Sahabatberdua, kami gembira bisamenemui
kalian di sini." Berkata Mayat Aneh Pertama atau
Mayat Aneh Kesatu.
"Dewi Kaki Tunggal, kami datang meneruskan
rencana yang tertunda," menyambung Mayat Aneh
Kedua. "Rencana yang tertunda" Rencana apa?" tanya
Sakuntaladewi. "Ingat beberapa waktu lalu kami ingin membawamu..."
"Membawa atau menculik?"
Sakuntaladewi memotong ucapan Mayat Aneh Kedua
Yang menjawab Mayat Aneh Keempat. "Kami
tidak bermaksud jahat. Kami waktu itu siap
membawamu ke Candi Kalasan..."
"Candi Kalasanl" Kata Sakuntaladewi yang kini
jadi ingat "Empat Mayat Aneh mengapa kalian hendakmembawa sahabatku ini ke Candi Kalasan?"
Wiro yang sejak tadi diam saja ajukan pertanyaan. Dia
tiba-tiba saja ingat pulapada ucapan Dewi Ular
sebelum melesat lenyap di udara bahwa gadis alam
roh itu akan menunggu dirinya di Candi Kalasan.
"Ada apa di Candi Kalasan?" Pikir Pendekar 212.
Mayat Aneh Keempat saling pandang dengan tiga
saudaranya. Mayat Aneh Kedua berkata. "Kesatria
Panggilan, kau Kesatria yang d hormat di negeri ini. Namun
kami tidak bisa mengatakan. Yang pasti kami tidak
bermaksud jahat terhadap gadis yang akan menjadi
calon istrimu ini..."
Wiro jadi terkesiap mendengar kata-kata Mayat
Aneh Keempat itu. Kaulan Sakuntaladewi alias Dewi
Kaki Tunggal rupanya sudah diketahui banyak orang
di Bhuml Mataram.


Wiro Sableng 178 Tabir Delapan Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kesatria Panggilan, jika kau ingin tahu kami
sangat mengharapkan sllahkan ikut bersama kami."
Berkata Mayat Aneh Keempat
"Aku tidak akan meninggalkan bukit ini. Raja
harus ditolong. Juga keluarganya. Banyakorang tua
dan anak-anak yang terlantar di sini. Kehadiranku di
Bhumi Mataram justru atas keinginan Raja. Dalam
keadaan seperti ini masakan aku akan meninggalkan
beliau?" Wiro lalu melangkah ke tempat Raja Mataram
yang saat itu telah terbujur di tanah, dikelilingi para
Istri dan putera putennya. Nenek bermuka bulat
tanpa alis dan berdandan medok Rauh Kalidathi
berjalan mengikuti Wiro.
"Kesatria Panggilan, kita harus segera membawa
Raja ke Istana di Kotaraja. Turuti apa yang dikatakan
Dewi Ular tadi genangan air merah sudah surut dan
keadaan sudah cukup aman."
Wiro menggeleng. "Raja memang perlu diselamatkan dengan segera. Tapi jangan dibawa ke
Kotaraja. Raja Mataram dan keluarga serta para
pengikutnya sebaiknya lebih dulu dibawa ke satu
tempat aman, rahasia tersembunyi. Raja dan
para pembantu kepercayaannya perlu menyusun
rencana. Bila keadaan benar-benar aman baru nanti
berangkat ke Kotaraja."
Tapi bagaimana kalau orang-orang Sinuhun
Keparat itu menduduki Keraton?" Tanya Rauh
Kalidhati. "Aku tidak menduga mereka akan melakukan hal
itu. Jika memang benar mengapa sampai saat ini
mereka tidak berkeliaran di Kotaraja" Keraton hancur
lebur bisa dibangun lagi. Tapi kalau nyawa manusia
sekali amblas apa ada cadangan engganb Padahal
sangat jelas tujuan utama Sinuhun nyawa kembar itu
adalah menghabisi Raja Ulu membunuh kita-kita ini
termasuk aku dan kau..."
"Sinuhun keparat! Rauh Kalidathi menyumpah.
Nek, apakah kau tahu satu tempat rahasia untuk
menyembunyikan Raja...?"
Si nenek berjubah biru berpikir sambil terus
melangkah Dua langkah di depan nenek ini berhenti
dan berkata. "Di Bhumi Mataram saat ini boleh dibilang
hampir tidak ada lagi tempat yang aman. Sinuhun
Merah Penghisap Arwah boleh dikatakan mengetahui
seluk beluk negeri ini seperti dia bisa melihat jelas
telapak tangannya." Si nenek kembali berpikir-pikir.
Sebelum keduanya sampai di hadapan Raja. Rauh
Kalidathi berkata agak berbisik. "Aku ingat satu
tempat rahasia. Mungkin hanya ini satu-satunya
tempat yang aman."
"Dimana?" tanya Wiro.
"Satu tempat angker yang disebut Sumur Api.
Terletak di sebuah rimba belantara antara kawasan
Prambanan dan Kali Dengkeng."
"Aku pernah diceritakan riwayat sumur itu.
Munculnya tiga tahun silam menjelang terjadi
pemberontakan besar Nek, apa kau mau menceburkan Raja ke dalam sumur sempit itu
bersama anak istri dan puluhan
pengikutnya termasuk dirimu sendiri?"
"Hussl Jangan bicara begitu." Jawab si nenek.
Hik hik Aku tidak tolol. Aku tahu jalan belakang
untuk mencapai bagian bawah sumur yang aman.
Konon tempat itu masih selalu menjadi perhatian
Satria Lonceng Dewa Mimba Purina karena di sanalah
Ibundanya pernah tinggal dan di sana pula dia
dilahirkan. Serahkan semua padaku. Kau tak usai
khawatir. Yang harus kau kawabrkan adalah anak
perempuan bernama Ni Gatri. Aku bdak bisa
membayangkan kalau anak itu tarrpai jatuh ke
tangan Sinuhun Muda. apa lagi Sinuhun Merah. Kau
juga harus mencari gurumu gadis molek berdandan
mertor. Jika kau harus pergi, kau juga harus
mendapatkan kembali Bunga Matahari yang dibawa
kabur gadis berkumis haMs bernama Jaka Pesolek
itu. Kau dengar sendiri ucapan Devi Ular. Bunga itu
yang membuat celaka, bunga itu pula yarg akan
menjadi penyembuh. Lalu kau juga harus menolong
Rau Randang, nenek juling montok dan genit yang
aku duga su"Bagaimana dengan gadis berkaki satu itu Nek"
Empat Mayat Aneh berusaha membawanya ke Candi
Kalasan. Tadi aku melihatdiamulai bimbang..."
"Aku tidak yakin dia akan meninggalkan kita
begitu saja. Apa lagi bukankah kau sudah dikaulkan
menjadi calon suaminya" Empatmahluk aneh itu saja
tahu. Seorang istri harus ikut apa kata suami.
Dimana suami berada disitu sang istri juga harus
berada. Kemana suami pergi kesitu pula istri
mengikuti Tapi..."
Tapi apa Nok" Aku belum menjadi suaminya!"
"Hik...hik!" Rauh Kalidathi tertawa. "Kalaupun dia
pergi mengikuti Empat Mayat Aneh. maka aku rasa
pasti ada satu urusan sangat besar yang akan
ditanganinya. Yang tentunya menyangkut keselamatan Raja dan Kerajaan. Walau empat
mahlukitu ujud mereka salah kaprah, setahuku
mereka berpihak pada Kerajaan dan pernah menolong
Raja Mataram."
Wiro garuk-garuk kepala. "Lalu kemana aku
harus mencari orang-orang itu Nek. Tentang Bunga
Matahari itu seharusnya gadis berkaki satu itu yang
lebih tepat mencarinya Kalau aku tidak salah Dewi
Kaki Tunggal mendapatkan bunga sakti itu dari Nyi
Roro Jonggrang. Nek, aku pernah bertemu dengan Nyi
Roro Jonggrang. Kami bicara..."
"Jangan ngacokl Patung mana bisa bkaral" Tukas
Rauh Kalidathi.
Wiro terdiam lalu garuk-garuk kepala. Tidak
berusaha menjelaskan.
Sementara itu Empat Mayat Aneh terus membujuk Sakuntaladewi agar ikut bersamamereka
hingga gadis berkaki satu ini menjadi bingung.
Mayat Aneh Ketiga berkala "Dewi. dulu pertama
kali kau ka.nl ajak melayang di dalam peti mab. kau
mengeluh mengatakan di dalam peb sangat gelap dan
pengap. Tidak bisa melihat pemandangan di luar. Kau
saksikan sendiri. Kami sudah membuatkan dua
jendela di samping kiri dan dua jendela di samping
kanan peti mati. Jika sekarang sekati lagi kau terbang
di udara, kau bdak akan pengap dan kegelapan lagi,
nanb kau akan melihat pemandangan yang indah-
indah seperti yang kau inginkan."
Sakuntaladewi tatap empat wajah pucat Empat
Mayat Aneh. "Mereka membujukku terus. Memaksa
secara halus.Aku Jadi curiga. Apakah mahluk-mahluk
ini dapat dipercaya?"
5 SAKUNTALADEWI lalu melirik ke arah peti mati
hitam besar. Memang saat itu dia melihat ada dua
lubang besar berbentuk segi empat menyerupai
jendela di kedua sisi peti. Si gadis berpaling pula ke
arah lain yaitu ke tempat dimana Wiro dan Rauh
Kalidathi berada bersama Raja.
"Sahabat berempat, rasanya aku tidak mungkin
ikut kalian. Bukan saatnya untuk terbang bersenang-
senang melihat pemandangan indah. Sementara
banyak masalah di sini. Bukan cuma menyembuhkan
dan menyelamatkan Raja serta keluarga dan para
pengikutnya, tapi juga bagaimana menemukan anak
perempuan yang pernah ikut masuk bersamaku ke
dalam peti mati. Dia lenyap, sudah dicari tidak
ditemukan..."
"Dewi, maksudmu anak perampuan ayu berbadan sintal bernama Ni Gatrl itu?" Tanya Mayat
Aneh Keempat sambil menekap bagian bawah perut
dengan kedua tangan.
Sakuntaladewi mengangguk,
Empat Mayat Aneh saling pandang. Lalu dongakkan kepala ke langit dan menghirup udara
dalam-dalam. Lalu mewakili saudara-saudaranya
Mayat Aneh Kesatu berkata.
"Kuharap kami tidak salah menghirup bau udara
alam gaib. Kam i menduga anak perempuan itu
berada di satu tempat di kaki selatan Gunung Merapi.
Ada delapan kekuatan aneh yang mengeluarkan
cahaya kuning kemerahan di sekitar dinnya hingga
anak itu tidak bisa pergi kemana-mana. Kasihan.
Kami ingin menolong tapi ada urusan besar yang lebih
dulu harus kami lakukan. Yaitu membawamu ke
Candi Kaiasan."
"Jika kalian punya ilmu kesaktian menjajaki
keberadaan seseorang coba kalian selidiki dknana
beradanya seorang gadis berdandan menor bertubuh
sintal yang datang dari alam delapan ratus tahun
mendatang. Kalau tidak salah namanya Slnto
Gendeng. Dia guru Kesatria Panggilan."
Sakuntaladewi mengalihkan pembicaraan sekaligus
Ingin menjajal sampai dknana kehebatan Empat
Mayat Aneh. "Jika itu pintamu, kami akan lakukan. Tapi
setelah itu kau harus ikut kami." Kata Mayat Aneh
Kedua. Tanpa menunggu jawaban si gadis Empat Mayat
Aneh kembali dongakkan kepala ke langit Mata d
pejam hidung menghirup udara dalam-dalam sampai
hidung mereka kelihatan melesak. Tiba-tiba ke
empatnya sama-sama keluarkan jeritan keras, terjajar
ke belakang nyaris jatuh duduk.
"Ada apa" " Tanya Sakuntaladewi terkejut
Dilihatnya tampang Empat Mayat Aneh bertambah
pucat Mayat Aneh Ketiga menjawab "Ada satu kekuatan
hebat dan aneh melindungi gadis itu. Kekuatan aneh
ini menebar bau
busuk bangkai..."
"Yang bisa aku! ihat secara samar, kekuatan
dahsyat itu berujud delapan benda setinggi manusia
membentuk tabir berwarna hitam..." Berkata Mayat
Aneh Kesatu. Lalu Mayat Aneh Kedua setelah mengusap mata
menyambung. "Kami mohon maaf. Kami empat
bersaudara mohon maaf karena tidak dapat mengetahui jelas dimana keberadaan guru Kesatria
Panggilan itu."
Sakuntaladewi berpikir cepat lalu berkata. "Sahabat berempat, jika kalian sudah tahu dimana
beradanya Nl Gatri lebih baik kalian tolong menyelamatkan gadis itu. Sementara aku sendiri
menyelamatkan Raja dan orang-orang yang ada di
bukitini. Bukankah itu lebih baik dari pada aku


Wiro Sableng 178 Tabir Delapan Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ikutdenganmu yang urusannya tidak ketahuan apa
untrungannya Mendengar ucapan Sakuntaladewi, Mayat Aneh
Kesatu berkata. "Dewi, menyelamatkan Kerajaan
bukan berarti hanya menolong Raja. Raja memang
sangatpenbng. Dan banyak cara serta hal lain yang
bisa dilakukan untuk menyelamatkan Raja. Seperti
yang kami katakan, kami membawa dirimu kesatu
tempat untukmempertamukanmu dengan seseorang.
Semua ini adalah juga salah satu bagian dari usaha
menyelamatan Kerajaan dan Raja Mataram..."
"Sahabat berempat dengar..." Kata Sakuntaladewi
setelah berdiam diri sejurus. "Kau memang memberi
tahu mau membawa diriku kemana. Candi Kalasan.
Tapi selama kau tidak
mau mengatakan aku ini akan dipertemukan
dengan siapi dan untuk kepaduan apa, maka jangan
marah kalau aku tidak mau lkutdengan kalian..."
"Dewi. waktu kita sangatterbatas Kita harus
melakukan sesuatu sebelum orang-orang penimbul
malapetaka Malam Jahanam itu bergerak lebih dulu."
"Sahabat berempat, aku..."
"Jika kau bersikukuh baiklah, aku terpaksa
memberi tahu walau ini sebenarnya menyalahi pesan
amanat Untuk itu kami berempat mohon ampun pada
Para Dewa karena terpaksa berbuat kelirul Kata
Mayat Aneh Ketiga.
Belum sempat Mayat Aneh Ketiga menyambung
ucapan memberi tahu siapa adanya orang yang akan
ditemui Sakuntaladewi bba-tiba dari langit sebelah
utara menyambar cahaya kuning kemerahan disertai
melesatnya beberapa sosok anehi
"Dewi! Awasi Ada orang mengirim cahaya jahat
dan mahluk-mahluk aneh pembunuh untuk menghabisi Kita!" Berteriak Mayat Aneh Kesatu.
"Celaka! Ini mungkin tulah kutuk kemarahan
Para Dewa karena kita mau memberi tahu orang yang
hendak ditemui di Candi Kerasan. Baru mau memberi
tahu saja sudah celaka, apa lagi tempat menyebut
namai" Teriak Mayat Aneh Keempat sambil menekap
bagian bawah perutnya kuat-kuat
"Dewi lekas masuk ke dalam peti!" Teriak Mayat
Aneh Ketiga begitu di langit dilihatnya ada pula cahaya
lain menyambar yakni cahaya merah laksana lidah api
raksasa hendak membelah bumi
Tidak, aku tetap akan menolong Rajai" Jawab
Sakuntaladewi. Lahi dengan cepat gadis berkaki satu
ini melesat ke atas. Tubuhnya membal ke udara
namun setengah jalan, sebelum melayang turun ke
tempat Raja terbaring tiba-tiba Empat Mayat Aneh
gerakkan tangan kanan masing-masing Krumu
Secara aneh gulungan kain putih yang membungkus tangan mereka melesat panjang ke
udara, melibat dua tangan, pinggang serta kaki kiri
Sakuntaladewi. Sekali disentakkan tubuh gadis itu
melayang turun ke bawah dan masuk ke dalam peti
mati besar. "Retttt!"
Empat gulungan kain kembali melibat di tangan
Empat Mayat aneh.
"Dewi Kaki Tunggal, harap kami dimaafkan!"
Berkala Mayat Aneh
Kesatu. "Keadaan sangat berbahaya Kami terpaksa memperlakukanmu seperti ini!"
"Kalian...!"
Sakuntaladewi hendak berteriak marah namun suaranya terputus Karena begitu tubuhnya tertelentang di lantai peti mati, Sakuntaladewi melihat Empat Mayat Aneh mengusap
mulut dan bahu masing-masing. Saat itu juga
Sakuntaladewi bdak mampu lagi bersuara dan
menggerakkan anggota tubuhnya
Penutup peb diturunkan. Empat Mayat Aneh
melompat ke atas peti. Dari bagian bawah peti
mengepul asap coklat. Di lain kejap peti besar h tam
itu telah melesat ke udara.
Hanya sesaatsetelah peti mati membumbung ke
udara. "Wuusssr "Wuuutttr Blaaarrri Blaaarrri
Cahaya kuning kemerahan dan cahaya merah
angker berkiblat sama-sama menghantam kelereng
bukit sebelah barat Yang dituju adalah peti mati yang
di dalamnya ada Sakuntaladewi serta Empat Mayat
Aneh. Namun saat itu peti mati sudah melesat jauh ke
udara dan lenyap dari pemandangan. Wiro terkejut
melihat apa yang terjadi. Dalam kedaaan seperti itu
yang bisa dilakukannya bersama Rauh Kahdath
adalah melindungi Raja Mataram dan keluarganya.
Hantaman cahaya merah dan cahaya kuning kemerahan membuat bebatuan di lereng bukit sebelah
barat terbongkar dan longsor hingga keadaannya
semakin porak poranda. Untungnya dua cahaya ganas
itu menghantam cukup jauh dari tempat dimana Raja
Mataram dan keluarga serta para pengikutnya berada
dikelilingi para pengawal. Debu, tanah dan kepingan
balu bertebaran di udara, membuat keadaan menjadi
gelap untuk beberapa lama.
"Kesatria Panggilan, kurasa kau benar," kata
Rauh Kalidathi begitu udara mulai terang Keadaan
maaih belum aman. Buktinya barusan Kesatria Roh
Jemputan dan Sinuhun Muda mengirimkan serangan
jarak jauh. Aneh, bagaimana mereka bisa melakukan
hal itu. Pasti ada yang memberikan ilmu baru pada
mereka. Siapa lagi kalau bukan Sinuhun Merah
Penghisap Arwah! Aku akan segera memimpin
rombongan untuk menyelamatkan Raja ke Sumur Api.
Aku akan menyuruh beberapa Perwira Muda dan
belasan pengawal turun lebih dulu untuk mencari
gerobak, kereta atau kuda atau apa saja yang bisa
dipergunakan untuk angkutan. Kuharap kau mau
mengantar kami sampai ke Kali Dengkeng
Wiro menggaruk kepala. Lalu dia melangkah
kehadapan Raja yang masih dalam keadaan kaku dan
tak bisa bicara.
"Nek, biaraku membawa Raja lebih dulu. Aku
tunggu kau di Sumur Api." Lalu dengan cepat Wiro
memanggul sosok Raja Mataram yang tinggi besar itu
seolah memanggul sepotong bambu ringan. Namun
belum sempat Pendekar 212 tinggalkan tempat itu
bba-bba byaarr!
Dua buah batu besar di lereng barat bukit
terpental hancur.Tanah berhamburan dandebu beterbangan. Lalu dari dalam tanah bukit mencuat
satu tangan luar biasa besar penuh ditumbuhi bulu
lebat Lima kuku jari menyerupai kepala manusia
angker berkepala botak yang ada tanduk kecil
berwarna merah, memiliki kumis dan janggut hitam
menju a Lima jari bergerak menyatu membentuk bnju
Saat itu juga lima kepala botak
bergabung menjadi satu kepala luar biasa besar.
Di lain kejap begitu kepala melesat ke udara disusul
menyeruaknya tubuh raksasa dari dalam tanah maka
di lereng bukit berd n tegak satu sosokmahluk luar
biasa dahsyat mengerikan. Sepasang mata besar
menjorok keluar lebih banyak berwarna pulihnya Bola
mata yang hanya merupakan titik kedi berputar liar.
Mulut keluarkan suari mengorok panjang, hembusan
nafas memerihkan mata Semua orang yang ada di
tempat hu jadi tercekat bahkan ada yang berteriak
ketakutan. Para pengawal Raja cepat berjaga-jaga.
Yang masih memiliki senjata segera menghunus sen
ata masing-masing namun rasa takut membuat
mereka sengaja menjaga jarak.
Hebatnya lagi begitu mahluk raksasa ini tegak
berdiri di atas tanah bukit di udara berkelebat dua
sosok aneh. DI lain kejap keduanya tahu-tahu telah
berdiri di atas bahu kiri kanan mahluk raksasa.
Keduanya mengenakan pakaian hitam, bertampang
angker. Rambut awut-awutan. Di atas kepala masing-
masing terletak sebuah pendupaan terbuat dari
tembaga merah menyala, masing-masing mengepulkan asap merah dan kuning. Sosok di bahu
kiri memiliki rambutdan mata berwarna merah. Asap
yang mengepul keluar dari dalam pendupaan di atas
kepalanya juga berwarna merah. Mahluk di bahu
kanan bermata kuning, rambut kuning dan asap yang
keluar dari dalam pendupaan berwarna kuning pula.
Inilah ma luk-mah uk jahat dan ganas anak buah
Sinuhun Merah Penghisap Arwah. (Seperti diceritakan dalam
episode "Dewi Kaki Tunggal" sebenarnya mereka
berjumlah tiga orang dan disebut dengan julukan Tiga
Iblis Menunjung Dupa Kematian". Salah seorang dari
mereka yaitu Iblis Kedua yang memiliki rambut dan
mata biru menemui ajal di tangan Kumara Gandamayana. Kakek sakti ini dengan disaksikan
oleh Ratu Randang, dipendam amblas ke dalam tanah
oleh Sinuhun Muda hama Karadipa dan Dua Iblis
yang masih hidup)
Rauh Kalidathi delikkan mataJNulutnya bergetar
berucap. "Aku tidak percaya. Anyari Ketua\ Penguasa
Candi Miringi Bagaimana mungkin dia muncol
Aersama kaki tangan Sinuhun Merah Penghisap
Arwah. Apakah mahluk yang selama ini jadi
kepercayaan Raja Raja Mataram dan menjaga Bhumi
Mataram telah berserikat dengan mahkjk-mahluk
bejat penimbul Malapetaka Malam Jahanam?"
"Nek, apa kau mengenal siapa adanya mahluk
raksasa ini?" Wiro bertanya sambil kepala menyondak
menatap ke atas.
"Dia dikenal dengan nama Arwah Ketua Mahluk
gaib yang selama ini menjadi kerabat Kerajaan dan
penjaga Bhumi Mataram. Jangan-jangan dia sudah
menjadi kaki tangan Sinuhun Merah Penghisap
Arwah. Celaka besar kita semua. Tapi ada satu
keanehan. Sosok Arwah Ketua tidak berbau. Mengapa
mahluk ini menebar hawa bau amis..."
Baru saja Rauh Kalidathi selesai berucap tiba-
tiba Dua blis Menjunjung Dupa berambut merah dan
kuning berteriak
keras.Laluwuuttt Keduanya melesatlwajehWiro
Sementara mahluk raksasa tegak menyeringai bersidekap dada dan dari tenggorokan keluar suara
mengorok keras, hembusan nafas memerihkan mata!
6 MELIHAT gelagat dua mahluk menjunjung dupa
hendak menyerang dirinya, Pendekar 212 Wiro
Sableng cepatmendekab Rauh

Wiro Sableng 178 Tabir Delapan Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kalidathi seraya berkata. "Nek. aku serahkan Raja Mataram padamu Lekas
tinggalkan tempat ini Nanti aku menyusul ke tempat
rahasia yang kau sebutkan '
"Kau mau melakukan apa?"Tanya Rauh Kalidathi
Menumpas mahluk-mahluk jahat itu!" jawab Wiro lalu
letakkan tubuh Raja yang masih kaku dan tak bisa
bicara itu di atas bahu kanan si nenek
"Oala! Bagaimana mungkin aku sanggup memanggul tubuh besar seberat ini"!" Si nenek
bermuka bulat tak beralis Rauh Kalidathi mengeluh
"Kau pasb sanggup Nek Kau orang sakti!" Jawab
Wiro Lalu dia tepuk bahu kiri si nenek sambil diim-
diam mengerahkan tenaga dalam dan hawa sakti.
Saat itu juga Rauh Kalidathi merasa tubuh berat Raja
Mataram yang dipanggulnya jadi ringan seolah
sepotong ranting kayu!
"Kesatria Panggilan Apa yang telah kau lakukan
pada diriku hingga aku..." Rauh Kalidathi merasa
heran dan bertanya
"Sudah Nek. Lekas pergi," jawab Wiro.
Tapi bagaimana dengan Raja. Kau telah menotoknya hingga tak bisa bergerak tak mampu
bicara." "Tak usah ka watir Nek. Pada saat sang surya
tenggelam Raja akan pulih kembali." menjelaskan
Wiro. "Nah kau tunggu apalagi! Cepat pergi!"
Rauh Kalidathi mengangguk "Hati-hati. jangan
sampai tiga mahluk jahat itu mencelakai dirimu," kata
si nenek.Sebeium berkelebat pergi nenek ini keluarkan sebuah benda kecil bulat sebesar ujung ibu
jari bewama biru. Begitu dilempar ke udara benda ini
meledak, mengeluarkan asap biru. Dengan cepat asap
ini menebar di Seantero bukit hingga baik si nenek
maupun rombongan puluhan pengawal yang melindungi para istri, putera puteri Raja dan orang-
orang Mataram yang selama ini ikut menyelamatkan
diri keBukitBatu Hangus tertutup lenyap dari
pandangan mata.
Mahluk raksasa menggembor marah.
"Asap Biru Empat Mata Angin!" ucapnya dengan
geram Perempuan setan Rauh Kalidathi! Apa kau bisa
menipu diriku dengan ilmu tololmu itu"! " Mahluk
tinggi besar membentak lalu meniup. Angin laksana
badai menggebubu. Namun asap biru tidak buyar apa
lagi sima. Semua orang yang meninggalkan bukittetap
tidak terlihat! Mahluk raksasa kembali menggembor
karena tidak mampu melihat si nenek dan rombongan
yang menyusul pergi kemudian "Rauh Kalidathi,
kau mau kabur kemanal Aku akan menghadangmu di kaki Bukit batu Hangus 1" Mahluk
raksasa kemudian alihkan perhatian pada Pendekar
212 Wiro Sableng. Didahului suara menggembor
mahluk ini menunjuk ke arah Wiro dan berteriak.
"Pateni (Pateni? bunuh)
Ketika di belakangnya Wiro mendengar suara
menggembor keras lalu menyusul sambaran angin
dengan cepat murid Sinto Gendang membalikkan
tubuh dalam gerak jurus Di Balik Gunung Memukul
Halilintar sambiI melepas dua pukulan Tangan Dewa
Menghantam Matahari.
"BlaarlBIaarl"
Dua letusan dahsyat menggelegar di lereng bukit
disertai raungan menggidikkan. Yang menjerit adalah
Dua Iblis Menjunjung Dupa Kematian yang saat itu
siap menyerang Wiro dengan asap mau t yang
menyembur dari dalam pendupaan di kepala masing-
masing. Tubuh mereka tercabik-cabik ketika dihajar
dua pukulan sakti yang dilepas Pendekar 212 Wiro
Sableng lalu berubah jadi asap merah kuning yang
kemudian pupus dari pemandangan.
GroooWtkkkk...! Wusssl"
Suara mengorok dahsyat menggelegar di lereng
bukit disusui semburan nafas aneh. Sepasang kaki
Wiro bergoyang keras, tubuh bergetar dan mata terasa
perih. Dalam keadaan seperti itu di hadapannya sosok
raksasa menebar bau amis yang oleh Rauh Kalidathi
diberi tahu adalah Arwah Ketua
bergerak mendekati. Satu langkah saja dia sudah
sampai di hadapan Wiro. Tangan kanan bergerak
tidak terduga dan tahu-tahu Wiro merasa lehernya
sudah dicengkeram jari-jari raksasa
Sebelum lidah terjulur, leher hancur dan nyawa
putus Wiro segera meniup telapak tangan kanan.
Begitu di telapak muncul gambar kepala harimau
putih bermata hijau Wiro langsung menghantamkan
jotosan ke dada mahluk raksasa yang mencengkeram
lehernya. Pukulan sakti yang dilancarkan Wiro bukan
lain adalah Pukulan Harimau Dewa pemberian Datuk
Rao Basaluang Amen, kakek sakti di pulau Andalas.
Jangankan tubuh manusia, tembok besi atau
gundukan batu sebesar rumahpun bisa hancur
berkeping-keping!
"BukkW"
Pukulan Harimau Dewa menghantam pertengahan dada mahluk raksasa dengan tetak. Sang
mahluk hanya terjajar satu langkah. Dadanya tidak
hancur atau jebol, bahkan cidera sedikttpun tidak.
Sang mahluk yang dipukul malah menyeringai. Selagi
Wiro terkesiap kaget tidak percaya melihat apa yang
terjadi didahului suara mengorok keras mahluk ini
angkat tinggi-tinggi tubuh sang pendekar lalu
dibanting ke tanah bUKit "Braakkr
Tubuh Pendekar 212 amblas ke dalam tanah
sampai sebahu. Wiro merasa dirinya seolah remuk
mulai dari kaki sampai ke dada, kepala seperti mau
mau meledak. Dia coba mengeluarkan diri dari dalam
tanah tapi sampai mata mendelik,
kuping berdenging muka berkeringatan dan
geraham bergemeletakan dia tidak berhasil. Mahluk
raksasa mendongak laku tertawa bergolak
"Anak manusia yang dipanggil dengan sebutan
Kesatria Panggilan! Sekali seseorang sudah aku buat
amblas dengan ilmu Arwah Memantek Roh jangan
harap bisa keluar dan dalam tanah!"
"Mahluk keparat] Siapa kau") Kau pasti salah
seorang kacungnya Sinuhun Merah Penghisap Arwah!" Dimaki sebagai kacung mahluk raksasa delikkan
mata. Kumis berjingkrak dan tanduk di kepala
memancarkan cahaya merah benderang.
"Di jagat Mataram tdak ada orang berani memaki
kurang ajar diriku yang dipanggil dengan sebutan
Arwah Ketuai Baunks? penguasa tanah dan udara
Bhumi Mataram!"
Wiro pencongkan mulut "Kau Arwah Ketua palsui
Arwah Ketua asli tidak bau amis seperti dirimu!"
Teriak Wiro yang mendapat tahu kead&au mahluk
besar ini dari Rauh Kalidathi.
Tampang mahluk raksasa tampak melengak
seperti kaget Sepasang mata besar yang menjorok dan
putih berputar iar.
"Grookkkk!" Mahluk raksasa keluarkan suara
mengorok. 'Di negerimu kau boleh menjadi orang
paling hebat Tapi di hadapanku kau tidak lebih dari
seekor kacoak busuki Jadi
jangan bicara sombong dan kurang ajar! Aku
sudah menyaksikan sendiri! Ternyata kau tidak punya
kesaktian apa-apa. Di Bhumi Mataram kau hanya
menimbulkan keonaran! Aku akan kembalikan bangkai kacoakmu ke negeri delapan ratus tahun
mendatang dari mana kau berasal
Mahluk raksasa membungkuk. Dua tangan
dipantang kedepan. Secepat kilat membuat gerakan
mengeprukl 7 HANYA seke apan lagi akan menemui ajal dengan
kepala hancur d kepruk Arwah Ketua tiba-tiba Wiro
ingat pada ilmu kesaktian bernama Belut Menyusup
Tanah yang dimilikinya. Secepat dia mengeluarkan
ilmu itu maka sekujur tubuhnya menjadi licin dan
mencelat ke udara. Namun setengah jalan salah satu
tangan Arwah Ketua masih sempat menggebuk bahu
Ionnya Walau karena licinnya tubuh dan pakaian
sang pendekar pukulan tersebut mendarat tidak
begitu telak, namun tetap saja membuat Wiro
terpental, jatuh bergedebukdi tanah, lalu terguling ke
balik sebuah batu besar.
Arwah Ketua menggembor keras, melompat ke
atas batu. Kaki kanan dihunjamkan hingga batu
besar hancur berkeping-keping.
"Grookkkl Kacoak busuk! Kau mau lari kemana"!"
Wiro yang terkapar di tanah cepat gulingkan diri
menjauhi kaki Arwah Ketua yang hendak menginjak
lumat tubuhnya.
"Braaakk!"
Satu batu besar hancur, satu lobang besar dan
dalam menganga di tanah akibat injakan kaki.
Sebelum tubuhnya
jatuh masuk ke dalam lobang Wiro berguling
menjauhi lobang lalu cepat berdiri. Jaraknya dengan
mahluk raksasa hanya terpaut delapan langkah.
Bahunya yang tadi kena dipukul mendenyut sakit
membuat d a bdak bisa berdiri lurus. Mahluk raksasa
menyeringai lalu kembali keluarkan suara mengorok
keras pertanda akan meyerang lagi.
Wiro gerak-gerakkan lima jari tangan ke arah
lengan. Sengaja menantang agar si mahluk raksasa
mendatanginya. Wiro tengah membuat perhitungan.
Jika mahluk raksasa itu tadi bdak mempan Pukulan
Harimau Dewa, apakah dia sanggup bertahan kalau
dihantam dengan Pukulan Sinar Matahari" Sewaktu/nahluk raksasa telah bergerak tiga langkah
ke arahnya, tiba-tiba selintas pikiran muncul dalam
benak murid Sinto Gendeng.
"Arwah harus dilawan dengan arwah! Membatin
murid Sinto Gendeng. Di depan matanya muncul
bayangan sosok Luh Rembulan alias Hantu Santet
Laknat, mahluk alam gaib Latanahsilam seribu dua
ratus tahun silami (Baca serial Wiro Sableng di
Latanahsilam) Wiro angsurkan kaki kanan ke depan.
Deretan lima jari dimiringkan. Kaki yang kini
bertumpuk pada Jari kelingking itu siap menggurat
tanah bukit Ilmu Membelah Bumi Menyedot Arwah!
Melihat gerakan kaki yang dibuat Pendekar 212,
mahluk raksasa tampak berubah wajahnya Sepasang
telinga mencuat
ke atas. Dua mata berwarna putih berkedut-
kedut k Suara seperti tercekik keluar dari tenggorokan
mahluk raksasa.
"Mahluk dajall Kau kelihatan takuti Berarti kau
bisa kubunuhl Wiro berucap dalam hatj.
Tlba-tjba di kaki bukitsebelah selatan terdengar
suara orang meniup seruling dan memukul tambur.
Wiro terkesiap. Mahluk raksasa sendiri tampak
hentikan langkah.
"Si Tambur Bopeng dan Si Suling Burik!" kata
Wiro dalam hati. "Kalau dua orang aneh itu muncul
biasanya muncul pula sepasang kakek nenek alam


Wiro Sableng 178 Tabir Delapan Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gaib Sepasang Arwah Bisu."
Wiro mendongak ke langit Benar saja saat itu di
atas sana kelihatan sosok sepasang kakek nenek
mengenakan pakaian selempang kain putih, mengambang di udara. Si kakek menatap ke arah
Wiro sambil tangan kanan digoyang-goyang. Lalu dia
membuat gerakan tangan bahasa orang bisu. Wiro
yang sudah mendapat ilmu membaca dan membuat
bahasa gerakan tangan orang bisu dari patung Nyi
Loro Jonggrang di Candi Prambanan segera mengerti
epa yang di katakan si kakek.
"Jangan jangan ja an
Wiro garuk kepala laki membalas dengan
menggerakkan dua tangan, bertanya. "Apa yang
jangan 7" Si kakek menjawab dengan gerakan tangan yang
berupa kata-kata. "Jangan guratkan kaki kananmu!
Jangan keluarkan
Ilmu kesaktian yang bisa membelah tanah Ku!
Wiro Jadi melengak "Walau dia tidak menyebut
nama ilmu itu, tapi bagaimana kakek itu tahu kalau
aku memiliki ilmu yang bisa membelah tanah. Lalu
mengapa dia melarangku mengeluarkan ilmu itu 7
Apa dia bermaksud menolong mahluk raksasa Jahat
ini 7 Apa berarti sepasang kakek nenek itu kini telah
menjadi kaki tangan Sinuhun Merah Penghisap Arwah
pula" Kalau benar kasihan sang cucu Sakuntaladewi
alias Dewi Kaki Tunggal."
Suara tiupan suling dan tabuhan tambur
mendadak sirna. Wiro kembali menatap ke langit
Bayangan sepasang kakek nenek Arwah Bisu
memudar lalu lenyap. Di saat bersamaan mahluk
raksasa telah berada dua langkah dari hadapan Wiro.
"Kakek Arwah Bisu memberi tahu. Pasti ada apa-
apanya. Jika aku tidak menuruti nasihatnya mungkin
saja akan terjadi sesuatu." Wiro membatin bimbang.
Ketika Arwah Ketua semakin mendekat Wiro yang
terpengaruh oleh apa yang dikatakan Sepasang Arwah
bisu kini memutuskan untuk menghantam lawan
dengan Pukulan Sinar Matahari. Namun baru saja
tangan kanannya berubah warna seperti perak putih
berkilau mendadak seett seetttl
Dua tangan kiar biasa besar melesat mencuat
dari dalam tanah. Sepuluh jari berwarna merah
laksana bara menyala
menebar hawa sangat panas langsung mencengkeram pergelangan kaki Wiro kiri kanan.
Selagi terkesiap karena ternyata sepuluh jari panas
menyala itu tidak melumat leleh malah dua kakinya
terasa sejuk Wiro berteriak kaget ketika tiba-tiba dua
kakinya ditarik ke bawah dan cepat sekali tubuhnya
amblas lenyap ke dalam tanah
WIRO merasa pengap luar bisa Nafasnya sesak
sementara kemanapun dia memandang yang tampak
hanya kegelapan menghitam.
"Celaka, mahluk apa tadi yang menarik kedua
kakiku 7 Jangan-jangan kaki tangan Sinuhun keparat
itu! Tapi jika ada yang berniat jahatmengapa sepuluh
jari panas merah membara tidak menciderai dua
kakiku sedikitpun?"
KawarJr akan terjadi sesuatu mencelakai dirinya
Wiro siapkan Pukulan Sinar Matahari di tangan kanan
untuk menghadapi bahaya dari arah depan dan
samping kiri kanan Lalu tangan kiri menyiapkan
Pukulan Tangan Dewa Menghantam Rembulan untuk
menghadang bahaya yang datang dari belakang.
Walau dua pukulan sakb itu sudah siap untuk
dipergunakan namun murid Sinto Gendeng tersentak
kaget kebka menyadari kalau dia bdak mampu
menggerakkan dua tangan dan juga dua kakinya!
"Aku ditarik kebawah. Apa saat ini aku benar-
benar berada di dalam tanah. Celaka, dadaku tambah
sesak, nafasku menyengal. Tubuhku lemas sekali.
Rasanya seperti mau mati...
Mendadak ada seberkas cahaya kelabu di
bawahnya dan Wiro merasa tubuhnya seperti ditarik,
bergerak dengan cepat ke arah depan. Sementara saat
demi saat cahaya kelabu berubah menjadi putih dan
keadaan di sekitarnya kini berubah terang.
Megap-megap Wiro memandang berkeliling sambil
berusaha menghirup udaradalam-dalam. Tubuhnya
yang lemas seperti mengambang dalam satu ruangan
tidak bertepi tidak berdinding. Wiro merasa ada
seseorang di dekatnya. Ini membuat dia jadi
merinding. "Jangan-jangan penguasa alam akhirat
yang hendak mencabut nyawakul pikir Wiro dengan
dada berdebar dan tengkuk dingin mengkiriki
8 BARU saja Wiromembabn sekonyong-konyong
dari sebelah bawah ada kepulan asap kelabu. Lalu
muncul satu kepala, bergerakmelayang ke atas hingga
berhadap-hadapan sejajar dengan wajah Pendekar
212. "Gia IJtn tanah atau setan atau dedemit! Atau
malaikat maut" Mengapa cuma kepala yang muncul
gentayangan?" Wiro menatap tak berkesip.
Kepala di hadapannya memiliki rambut putih
awut-awutan. Walau kemunculannya terasa mengerikan namun kepala itu berupa orang tua
berwajah jernih.
Mahluk yang hanya berupa kepala, siapa kau"
Wiro bertanya. Kepala yang ditanya b'dakmenjawab. Mata tak
berkesip dan mu ut terkancing Sesaat kemudian
terjadi satu keanehan lagi. Di bawah kepala yang
melayang muncul leher, lalu menyeruak sosok tubuh
mengenakan jubah kelabu. Di ujung sosok kelihatan
sepasang kaki berkasut pubh
Wiro terus memperhatikan. Kalau tadi dia tidak
mengenali wajah si orang tua, kini melihat jubah
kelabu dan kasut pubh selintas ingatan muncul di
benak Wiro. "Orang tua, kau...Apakah aku mengenalmu?"
Untuk pertama kali mulut yang terkancing
membuka. "Mata telah melihat, otak telah berpikir.
Kita pernah bertemu beberapa kali. Apa kau lupa"
Namaku KumaraGandamayana."
"Astaga 1 Aku pangling. Selama ini kau selalu
mengenakan sorban kelabu, sekarang tidak. Bukankah kau kakek sakti yang pernah datang ke
negeri asalku delapan ratus tahun mendatang dan
berulang kali masuk ke dalam tubuh anak perempuan
bernama Ni Gatri."
Si orang tua tersenyum. Lalu mengangguk.
"BenarsekaliAku... "
"Tunggu Keki Aku mau tahu dulu. Aku ini berada
dimana?" Wiro potong ucapan orang.
"Kita berdua ada di dalam tanah. Tak jauh dari
kaki Bukit Batu Hangus..."
Wiro melongo tercengang.
"tak, aku sulit bernafas. Dadaku sakit sekali..."
"Berada di dalam tanah memang tidak semua
orang berilmu tinggi bisa melakukan. Aku akan
memberikan satu kekuatan padamu. Tenang saja.
Nanti kau akan bisa bernafas seperb keadaan kau
berada di alam terbuka. Mudah-mudahan para Dewa
berkenan menolong."
"Keki Beritahu Dewa tangan dan kakiku tidak
bisa bergerak]"
Kumara Gandamayana kembali tersenyum
"Sesungguhnya Yang Maha Kuasa tahu dan
melihat segala-galanya. Kau tidak usah kawat r Tutup
matamu, bernafas seperti biasa dan kosongkan
pikiran." "Kosongkan
pikiran" Aku rasanya sudah maumatil Kau malah menyuruh mengosongkan
pikiran!" Kumara Gandamayana, orang sakti kepercayaan
utama Raja Mataram tersenyum. Dia kembangkan
telapak tangan kanan lalu ditempelkan ke dada Wiro.
Orang tua ini kemudian kembangkan pula telapak
tangan kiri, di angkat begitu rupa dan diusapkan di
depan wajah sang pendekar. Saat itu juga diluar sadar
sepasang mata Wiro perlahan-lahan terpejam. Telapak
tangan kanan yang tadi menempel di dada kini di
tekapkan ke mulut dan hidung Wiro. Setelah itu
periahan-lahan Kumara Gandamayana meniup wajah
sang pendekar. Lalu terdengar suaranya berkata.
"Sesungguhnya insan berasal dari tanah. Maka
sesungguhnya pula dia berhak untuk bisa hidup dan
bernafas di dalam tanah. Wahai Yang Maha Kuasa di
Swarga Loka. perkenankan permintaan saya agar
pemuda ini diberi berkah kemampuan dan kekuatan "
Kumara Gandamayana meniup wajah Wiro sekali
lagi Saat itu juga satu sinar putih benderang untuk
beberapa lam a berpijar menerangi kepala dan dada
Pendekar 212. Si orang
tua menarik nafas lega. Lalu dengan tangan
tonnya dia menepuk bahu Wiro. Begitu Wiro
membuka mata Kumara Gandamayana bertanya.
"Kesatria Panggilan, apakah dadamu masih sakit"
Apakah nafasmu masih sesak" Apakah kau masih
merasa seperti mau mati?"
Wiro tatap wajah orang tua di hadapannya lalu
gelengkan kepala. Setelah menarik nafas dalam-dalam
dan memandang berkeliling dia bertanya.
Ke k, apa yang telah kau lakukan padaku?"
"Pertanyaan itu tidak penting. Yang jelas saat ini
kau telah memiliki satu ilmu dan kekuatan serta
kemampuan baru hingga bisa bernafas seperti biasa
walaupun berada di dalam tanah. Dengan kata lain
jika kau mau kau kini mampu mengamblaskan diri
masuk ke dalam tanah kapan saja kau menghendaki.
Namun ingat Karena Ilmu kepandaian itu datangnya
dari Yang Maha Kuasa maka harus dipergunakan
untuk kebaikan dan kebajikan."
Wiro terkejut, tidak menyangka tidak percaya.
Terlebih ketika dia menyadari saat itu dia telah
mampu menggerakkan tangan dan kakinya kembali.
Buru-buru Wiro merunduk sambil berkata. Kek, aku
sangat berterima kasih padamu." Tangan kanan si
kakek dicium berulang kali.
"Jangan berterima kasih padaku, tapi berterima
kasih pada Yang Maha Kuasa." Jawab Kumara
Gandamayana. Wiro manggut-manggut
dan dalam hati mengucapkan rasa syukur beru ang kail pada Gusti
Allah. Lalu Wiro berkata 'Orang tua, aku tidak
bermaksud lancang. Sebenarnya aku ingin menanyakan bagaimana kau bisa berada di dalam
tanah Lalu bukankah kau yang menarik dua kakiku
hingga masuk ke sini?" Wiro memperhatikan tangan
kiri kanan si orang tua. Dua tangan itu tampak biasa-
biasa saja, tidak beda dengan tangan manusia.
Padahal sebelumnya jelas-jelas dia melihatdua tangan
itu selain besar luar biasa juga berbentuk bara
menyala. "Aku memang yang menarikmu ke dalam tanah
sini dengan ilmu Menembus Tanah Menarik Petaka.
Dalam ujudnya yang seperti bara panas menyala, dua
tanganku bisa membuat lumat dan leleh siapa saja
mahluk yang berhati jahat Sebaliknya orang-orang
berhati baik dia akan merasakan kesejukan begitu
bagian tubuhnya kusentuh..."
Wiro mesem-mesem sambil garuk kepala. "Kek,
terus terang, aku belum termasuk orang berhati baik
seperti yang kau katakan itu. Mungkin hanya nasib
dan rejeki saja yang baik. Aku memang merasakan
kesejukan waktu dua tanganmu mencekal

Wiro Sableng 178 Tabir Delapan Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pergelangan dua kakiku..."
Kumara Gandamayana tertawa mendengar ucapan Wiro. "Anak muda dari negeri jauh, apakah dengan
kehendak Yang Maha Kuasa kau jugamengingmkan
aku memberikan ilmu yang membuat dua tanganmu
bisa jadi besar dan berbentuk
bara panas menyala?"
Tidak Kek." jawab Wiro sambil mundur satu
langkah dan geleng-geleng kepala "Mana aku berani
menerima. Ilmu bisa masuk dan bernafas di dalam
tanah saja sudah sangat luar biasa bagiku. Aku tidak
tahu bagaimana dan kapan bisa membalas budi
besarmul" Kumara Gandamayana tertawa lalu berkata.
"Sesungguhnya manusia itu hidup dalam lingkaran
budi. Hanya sayang, tidak semua menyadari hal itu."
"Orang tua, kau belum menjelaskan mengapa kau
berada dalam tanah. Apakah sengaja menungguku.
Bukankah kehadiranmu di luar sana sangat diperlukan oleh Raja dan rakyat Mataram T
Atas pertanyaan Wiro itu Kumara Gandamayana
menceritakan pertarungannya dengan Sinuhun Muda
sewaktu membantu Ratu Randang dan menyelamatkan Ni Gatri beberapa waktu lalu.
"Sinuhun Muda mengandalkan tiga mahluk jahat
bernama Tiga Iblis Menjunjung Dupa. Dari dalam
pendupaan di atas kepala tiga iblis itu keluar tiga
mahluk yang disebut Tiga Jerangkong Penebar Arwah.
Ratu Randang berhasil menghabisi tiga jerangkong
dengan ilmu Tombak Dewa Memancung Berhala. Aku
sendiri dapat membunuh Iblis Menjunjung Dupa
Kedua dengan cara menarik sosoknya amblas ke
dalam tanah Namun nasibku buruk. Selagi aku berada di
dalam tanah Sinuhun Muda dibantu Dua Iblis
Menjunjung Dupa yang masih hidup menutup dan
mengunci diriku. Seharusnya saat itu aku sudah
menemui ajal, leleh lumat jadi satu dengan lapisan
tanah. Namun Yang Maha Kuasa masih menolong
diriku melalui tangan sakti seorang anak keramat
bernama Mimba Purana Hanya nasibku tetap saja
buruk. Walau di dalam tanah aku bisa pergi kemana
saja namun seumur-umur aku bdak akan bisa keluar
dari dalam tanah. Kecuali Para Dewa memberi
pertolongan."
(Mengenai pertarungan Kumara Gandamayana dengan Sinuhun Muda dan Tiga Iblis
Menjunjung Dupa dapat dibaca dalam episode
berjudul "Dewi Kaki Tunggal")
Kejut Pendekar 212 bukan alang kepalang ketika
mendengar ucapan si orang tua bahwa seumur-umur
dia tidak akan btsa keluar dari dalam tanah.
"Kek, kalau kau seumur-umur bdak bisa keluar
dari sini. apa berarti seumur-umur aku juga akan
terpendam di dalam tanah ini?"
Kumara Gandamayana menggeleng lalu menjawab. "Kau bdak perlu kawabr. Ilmu jahat Sinuhun
Muda hanya ditujukan pada diriku. Tidak ada
pengaruh atas dirimu. Sebap saat kau bisa meninggalkan tempat ini."
Wiro terdiam. Kepala digaruk.
"Kakek Kumara, aku tahu kau telah menolong
dinku sewaktu kau sengaja menarik diriku ke dalam
tanah. Lalu kau masih menanam budi besar lag
dengan memberikan ilmu masuk dan bernafas di
dalam tanah. Apapun yang terjadi aku tidak akan
meninggalkanmu."
"Semua yang aku lakukan tidak mengharapkan
balas budi dan pamrih. Kau pergilah. Raja dan rakyat
Mataram masih memerlukan pertolonganmu."
"Kau benar Kek sahut Wiro. "Selain itu aku masih
harus mencari guruku Eyang Sinto dan anak
perempuan bernama Ni Gatri. Anak itu lenyap begitu
saja dari Bukit Batu Hangus ketika terjadi pertarungan ilmu kesaktian hebat "
"Gurumu, bukankah dia gadis cantik yang
memakai empat tusuk konde d kepalanya?"
"Sebenarnya ada lima, tapi yang satu musnah
sewaktu menolong seseorang bernama Swara Pancala..."
"Orang yang ditolong gurumu itu adalah sahabatku seperjuangan. Oia menemui ajal di tangan
Sinuhun Muda. Sebelumnya dia telah menceritakan
bagaimana gurumu menolongnya dari satu serangan
gelap dengan mempergunakan tusuk konde perak.
Aku berjanji akan mengganti tusuk konde itu..."
"KurasaEyang Sinto tidak minta penggantian
segala." Kata Wiro pula
"Aku mengerti," ucap Kumara Gandamayana
Kakek in lalu menghela nafas dalam, wajahnya sedikit
suram. "Ada satu hal perlu aku beritahukan mengenai
gurumu. Sewaktu dirimu dicelakai oleh gurumu dan
orang-orang Mataram berusaha menolongmu, seorang
anak lelaki keramat bernama Mimba Pu rana Satria
Lonceng Dewa secara samar d alam bentuk cahaya
muncul menyelamatkan lalu memasukkannya ke
dalam satu goa. Gurumu telah dicuci otaknya oleh
Sinuhun Merah Penghisap Arwah dengan Ilmu
Delapan Jalur Arwah Pencuci Otok sehingga dia telah
menjadi kaki tangan mahluk-mahluk jahat penimbul
bala Malam Jahanam itu. Oi dalam goa gurumu
berada dalam keadaan tidak berdaya karena kekuatan
luar dan kesaktiannya terpaksa dilumpuhkan sementara iimu jahat yang menguasai otaknya
berusaha dilenyapkan. Namun sebelum gurumu dapat
disembuhkan, orang-orang Sinuhun Merah Penghisap
Arwah berhasil menemukan goa tempat gurumu di
sembunyikan. Gurumu diculik. Disekap di saru
tempat Kurasa saat ini dia dijaga ketat oleh delapan
mahluk hitam. Mahluk-mahluk itu dikenal dengan
julukan Tabir Delapan Mayat. Tidak ada yang bisa
menerobos tabir mayat apa lagi menumpasnya.
Kecuali kekuatan Yang Maha Kuasa. Aku punya
dugaan sesuai rencana Sinuhun Merah Penghisap
Arwah akan melepas gurumu dalam waktu dekat Jika
itu terjadi maka bencana besar akan menimpa semua
orang yang menjadi musuh Sinuhun Merah Penghisap
Arwah. Kau harus berhati-hati karena aku yakin
gurumu tidak mengenali dirimu lagi."
"Jika guruku sampai celaka, aku bersumpah
tidak akan kembali ke negeri asalku sebelum
menumpas Sinuhun keparat dan kaki tangannya f"
Kata Wiro pula penuh geram. Lalu dia bertanya.'
'Kakek Kumara. apa kau tahu dimana tempat guruku
disekap?" Si kakek gelengkan kepala. "Mudah-mudahan
aku atau siapa saja akan segera mendapat petunjuk."
"Dalam usianya yang sudah sangat lanjut Eyang
Sinto masih bersemangat untukmenumpassegaiamacam kejahatan. Kek. kau
tahu mengapa guruku sampai terpesat ke Bhumi
Mataram ini?"
Kumara Gandamayana tidak menjawab. Diamenatap ke lapisan tanah di atasnya.
"Maafkan aku Kek kalau bicara terus terang.
Setahuku riwayat mengapa sampai guruku Eyang
Sinto terpesat sampai ke negeri ini karena dia tertarik
dan suka padamu."
Wajah jernih Kumara Gandamayana tampak
bersemu merah. Wiro lantas cepat-cepatmerubah
pembicaraan. "Kek! Kau berada di dalam tanah. Tapi tahu
semua apa yang terjadi di luar sana"
"Jika kau keluar dari smi, hati-hatilah. Kurasa
mahluk raksasa Arwah Ketuamasih berada di atas
sana, menunggumu."
"Jadi kau juga tahu apa yang barusan terjadi di
atas diriku Kek 7"
SI orang tua mengangguk. "Bukankah kau telah
membunuh Dua Iblis Menjunjung Dupa?"
Wiro tercengang tak habis heran.
"Kalau begitu aku mau bertanya." kata Wiro pula.
"Menurut nenek bernama Rauh Kalidathi. mahluk
raksasa yang hendak membunuhku itu bernama
Arwah Ketua. Merupakan mahluk alam gaib kerabat
dekat Raja dan Kerajaan Mataram. Tapi mengapa dia
kini menjadi kaki tangan Sinuhun Merah Penghisap
Arwah" Lalu di atas sana. ketika aku hendak
mengeluarkan satu ilmu untuk menghadapi Arwah
Ketua, sepasang kakek nenek bisu yang dikenal
dengan nama Sepasang Arwah Bisu mendadak
muncul di langit Si kakek memberi tahu lewat
gerakan tangan agar aku tidak mengeluarkan Ilmu
kesaktian itu. Aku heran Kek. Mengapa aku tidak
boleh membunuh mahluk jahat itu yang jelas-jelas
kaki tangan Sinuhun Merah Penghisap Arwah
dedengkot penimbul malapetaka di Bhumi Mataram."
Tidak ada hai yang mengherankan. Aku tahu
cerita kejadbnnya," jawab Kumara Gandamayana lalu
rambutnya yang panjang awut-awutan digulung dan
dikonde di atas kepala.
"Kalau kau mau menceritakan, aku sangat ingin
tahu Kek," kata Wiro. Lalu dia duduk bersila di tanah.
"Mengapa kau duduk, mengapa tidak segera
pergi?" Tanya si orang tua berjubah kelabu berkasut
putih. "Aku mau dengar ceritamu dulu," jawab Wiro
enteng. Si orang tua menghela nafas dalam. Sepasang
mata memperhatikan wajah Pendekar 212 lalu
pandangannya turun ke bagian tubuh Wiro. Mata
berkedip, hati tersentak, jantung berdebar. Pandangan menembus raga. Diam-diam si orang tua
membatin. "Kapak sakti yang aku lihat dalam mimpi dua
puluh satu hari lalu. Berada di dalam tubuh pemuda
ini. Hyang Jagat Bathara! Kalau Keris Kanjeng Sepuh
Pelangi tidak mampu merubah keadaan maka
agaknya hanya kapak bermata dua itulah satu-
satunya senjata yang diharapkan bisa jadi andalan...
9 KUMARA GANDAMAYANA ikutan duduk di tanah,


Wiro Sableng 178 Tabir Delapan Mayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersila di hadapan Wiro. Sebelum bercerita orang tua
ini lebih dulu bertanya.
"Ketika kau berhadapan dengan mahir; raksasa
bernama Arwah Ketua itu, apakah kau mencium
kalau sosoknya menebar bau busuk amis?"
'Benar sekafi Kek. Tubuhnya memang bau amis.
Menurut si nenek Rauh Kalidathi sosok asli Arwah
Ketua tidak amis seperti itu."
"Kejadiannya berlangsung beberapa waktu lalu.
Sinuhun Merah Penghisap Arwah berhasil menguasai
Arwah Ketua. Untuk mengendalikan Arwah Ketua
Sinuhun Merah kemudian menyusupkan arwah gaib
Ketua Jin Seratus Perut Bumi ke dalam tubuh Arwah
Ketua. Itu sebabnya kakek bisu b'dakmau kau
menyerang Arwah Ketua dengan ilmu kesaktian yang
bisa membunuhnya. Karena Arwah Ketuaberbuat
segala apa secara tidak sadar..."
"Aku mengerti sekarang." kata Wiro sambil
menggaruk kepala. "Aku melihat sendiri Ketua Jin
Seratus Perut Bumi melarikan diri masuk ke dalam
tanah setelah kaki kirinya putus
terkena pecahan sinar merah senjata Lentera Iblis
Pangeran Matahari alias Kesatria Roh Jemputan "
N ih kalau kau sudah mengerti dan karena
ceritaku sudah selesai, kau sekarang boleh pergi."
Wiro menatap wajah jernih orang tua di
hadapannya, "Kek, tadi aku sudah bilang, aku tidak akan
meninggalkanmu di tempat ini."
"Ingat, orang-orang di luar sana sangat membutuhkan pertolonganmu"
Wiro beringsut mendekati Kumara Gandamayana.
Dengan gerakan cepat dia menggelung pinggang orang
tua itu. dipanggul di bahu kiri lalu bangkit melompat
Ketika Wiro melesat ke atas untuk bisa keluar dari
dalam tanah tiba-tiba dukkl Kepalanya membentur
dinding keras yang tidak kelihatan.
Wiro cepat melayang turun menatap ke atas
sambil menahan sakit
"Kek, aku bdak melihat atap atau dinding di atas
sapa Tadi kepalaku membentur apa...?" Wiro usap-
usap kening. Kumara Gandamayana tidak menjawab.
Penasaran Wiromelesat lurus ke depan "J"t':
"Dukkkl^MAw
Kali ini dua kaki si kakek yang membentur benda
kans "Kesatria Pangglan semua usahamu untukmembawaku iUjinis^TtM itn iwefvf H?ii"i."u"b M susun nr>
w'nara nt keluar dari dalam tanah ini akan sia-sia belaka
Jika kau tak percaya, turunkan diriku. Lalu kau coba
melesat ke atas Dalam sekejapan kau akan keluar
dari tempat ini."
"Aku tak percayai" Kata Wiro pula tapi tubuh si
kakek diturunkannya dari panggulan.
"Lakukanlah" berkata Kumara Gandamayana.
"Kek, kau tetap di situ. Jangan pergi kemana-
mana " Si orang tua hanya tersenyum sambil lambaikan
tangan. Wiro menatap ke atas. Dia tidak melihat apapun
yang menjadi penghalang. Dua kaki dijajakkan ke
tanah. Wuuuttti Sosok Wiro meiesat tembus dan
dilain kejap dia telah berada di satu tempat di selatan
kaki Bukit Batu Hangus.
"Gila! Bagaimana bisa begini"!" Wiro tercengang-
cengang, memandang berkeliling. Mendadak di kejauhan dia mendengar suara menggembor.
Dia cepat berpaling. Dari balik pucuk pepohonan
dia melihat menyembul satu kepala botak bertanduk.
"Jahanam Arwah Ketuai" maki Wiro. Dia menatap
ke tanah. Ragu-ragu sesaat Lalu melompat ke udara
setinggi setengah tombak. Ketika dua kakinya
menyentuh tanah, sosoknya langsung amblas. Di lain
kejap dia sudah berada di bawah tanah dan di
depannya telah berdiri Kumara Gandamayana!
"Kesatria Panggilan, mengapa kau kembali"
Utusan Siluman Tujuh Nyawa 1 Jaka Sembung 1 Bajing Ireng Maling Budiman Mustika Lidah Naga 3 1
^