Pencarian

Api Di Bukit Menoreh 11

11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 11


" berkata Glagah Putih.
" Ki Lurah tidak mau hadir " jawab Agung Sedayu.
" Kenapa" " bertanya Glagah Putih.
" Ki Lurah lebih condong untuk mengamati lingkungan yang
lebih luas. Menurut Ki Lurah tidak sepatutnya
menyelenggarakan pertemuan seperti itu dalam suasana
seperti ini. Justru disaat Mataram harus berprihatin " jawab
Agung Sedayu. " Aku sependapat dengan Ki Lurah " desis Glagah Putih.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya kemudian "
Rencana beberapa orang untuk menyelenggarakan keramaian
besar-besaran di seluruh kotapun nampaknya tidak disetujui
oleh Panembahan Senapati. "
Namun tiba-tiba saja Glagah Putihpun berkata " Apakah
kita dapat berjalan-jalan" "
Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Namun kemudian
iapun mengangguk " Mari. Tetapi kau harus minta ijin dahulu
kepada Ki Gede. Katakan, bahwa kami berdua akan berjalanjalan
sebentar. " Glagah Putihpun kemudian berlari-lari ke ruang dalam
menemui Ki Gede untuk minta diri.
" Aku dan kakang Agung Sedayu akan berjalan-jalan sebentar
Ki Gede. " berkata Glagah Putih.
" Berhati-hatilah " pesan Ki Gede " banyak pasukan yang
masih berada di kota ini. Jangan terjadi sentuhan-sentuhan
yang dapat membuat kesulitan. "
Glagah Putih mengangguk kecil sambil menjawab " Ya Ki
Gede. Kami mengerti. "
Demikianlah, maka sejenak kemudian Agung Sedayu dan
Glagah Putih telah melangkah keluar regol. Kepada para
petugas di regol keduanya mengatakan bahwa mereka tidak
akan terlalu lama. Dalam keremangan sinar lampu minyak di regol-regol
halaman keduanya berjalan perlahan-lahan sambil
menyaksikan kota yang menjadi semakin hening.
" Kakang pernah mengenal jalan-jalan kota ini dengan
baik" " bertanya Glagah Putih.
" Tidak begitu baik. Tetapi aku sering berada di kota ini,
lebih-lebih dahulu. Bukankah kau juga sering berada di kota,
apalagi ketika Raden Rangga masih ada" " sahut Agung
Sedayu. Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun katanya "
Tetapi masih banyak jalan-jalan yang belum pernah aku lalui. "
" Aku juga" desis Agung Sedayu " aku hanya mengenal
jalan-jalan utamanya saja. Aku kira, Raden Rangga lebih
banyak menyusuri sudut-sudut kota ini daripada kota lain. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Sementara itu mereka
masih saja berjalan, semakin lama semakin jauh dari barak
mereka. Ternyata selain Agung Sedayu dan Glagah Putih,
nampaknya banyak juga prajurit dan pengawal yang tidak
tinggal di kota itu, berjalan-jalan pula menyusuri jalan-jalan
kota. Agaknya mereka juga ingin melihat-lihat Mataram
setelah matahari tenggelam.
Memang tidak ada yang berlebihan. Regol-regol halaman
justru banyak yang sudah terkatub meskipun belum diselarak,
atau masih terbuka sedikit. Lampu-lampu di pendapa masih
nampak menyala dengan terangnya. Bahkan masih ada
beberapa orang yang duduk-duduk di sudut-sudut padukuhan
sambil melihat orang-orang yang masih berjalan-jalan.
Selama para pengawal dan prajurit dari berbagai daerah
berada di Mataram, maka kedai-kedai yang biasanya hanya
buka disiang hari, masih juga ada yang membuka kedainya
sampai menjelang sepi uwong.
Agung Sedayu dan Glagah Putih yang berjalan-jalan itu
agaknya kurang memperhatikan jarak dan waktu. Mereka
berjalan saja sampai malam menjadi semakin malam. Mereka
menyusuri jalan-jalan yang belum pernah mereka lewati.
Mereka tertarik ketika mereka mendengar suara gamelan
agak dikejauhan. Karena itu, maka Glagah Putihpun berdesis"
Kita lihat, apakah memang ada keramaian. "
Agung Sedayu tidak menolak. Karena itu, maka keduanyapun
telah mengikuti jalan yang agaknya akan sampai ke
suara gamelan itu. Ketika mereka menjadi semakin dekat, maka mereka
melihat cahaya obor yang lebih terang dari daerah
disekitarnya. Karena itu, maka tanpa kesulitan mereka telah
mendekati tempat keramaian itu.
Ternyata ditempat itulah, pertemuan keluarga yang meriah
diselenggarakan. Keluarga Ki Tumenggung Tambakrana telah
mengundang seluruh keluarganya dan sahabat-sahabatnya
untuk mengunjungi hari yang dianggapnya hari yang sangat
berarti dalam hidupnya. Pada hari itu umur Ki Tumenggung
genap tujuh windu. Karena itu, maka Ki Tumenggung telah
merayakannya dengan sebuah pertemuan keluarga.
Dari seorang yang berdiri di regol, Agung Sedayu
mendapat keterangan bahwa akan diselenggarakan tari tayub
di pendapa rumah Ki Tumenggung.
" Ki Sanak akan menonton" " bertanya Agung Sedayu.
Orang itu termangu-mangu. Katanya " Sebenarnya aku
memang ingin menonton. Tetapi aku ragu-ragu. Rasa-rasanya
aku akan melihat kakakku yang memiliki kemampuan
menari di pendapa jika diselenggarakan tari tayub. "
" Kenapa jika Ki Sanak melihatnya" Dan apakah sekarang
kakak Ki Sanak itu juga hadir" " bertanya Agung Sedayu.
" Jika kakakku masih ada, Ki Tumenggung tentu akan
memanggilnya. Kakakku termasuk orang yang dekat dengan
Ki Tumenggung " jawab orang itu.
" Bagaimana dengan kakakmu sekarang" " desak Agung
Sedayu. "Kakak telah gugur dalam perlawanan ke Timur kemarin. "
jawab orang itu. Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Orang itu
adalah salah seorang dari antara mereka yang kehilangan.
Namun dalam pada itu, Agung Sedayupun telah melangkah
masuk bersama Glagah Putih. Agung Sedayu masih sempat
bertanya " Bagaimana dengan kau" Kami akan masuk ke
halaman. " Orang itu justru bergeser surut sambil berkata"Aku akan
pulang saja. " Sebenarnyalah orang itupun telah meninggalkan tempat
keramaian itu karena bayangan tentang kakaknya yang sering
melakukan tari tayub telah mengganggunya.
Ketika Agung Sedayu dan Glagah Putih berada di halaman,
maka di pendapa, para penari tayub telah mulai menari diiringi
gending-gending yang kocak dan sedikit menggelitik. Suasana
yang sebelumnya terasa bersungguh-sungguh, telah menjadi
hangat. Agung Sedayu dan Glagah Putih yang memang jarang
melihat jenis tari-tarian itupun telah berdiri dibawah sebatang
pohon sawo dibelakang sekelompok anak-anak muda yang
bergerombol. Setiap kali terdengar suara tertawa meledak.
Anak-anak muda itu nampak menjadi gembira melihat para
penari yang naik kependapa. Sekali-kali terdengar seorang
diantara mereka bersuit nyaring.
Ketika suasana menjadi semakin hangat, maka Agung Sedayu
telah menggamit Glagah Putih sambil berdesis "
Sudah malam. Kita sudah terlalu lama berkeliling kota ini.
Apakah sebaiknya kita pulang saja" "
" Sebentar kakang. Sebentar saja lagi " jawab Glagah
Putih. Agung Sedayu memang tidak ingin membuat Glagah Putih
kecewa. Karena itu, maka iapun tidak memaksanya. Namun
Agung Sedayu kemudian berdiri bersandar pohon sawo itu.
Suasana menjadi semakin hangat ketika para penari lakilaki
mulai turun. Mereka adalah para tamu yang paling
terhormat yang mendapat kehormatan pertama mendapat
sampur dari para penari itu.
Anak-anak muda yang berdiri didekat Agung Sedayu dan
Glagah Putih itupun menjadi semakin riuh. Mereka berteriakteriak
semakin keras. Apalagi jika para penari yang ada di
pendapapun menjadi semakin panas karena di kipasi oleh
gending-gending yang hangat.
Ternyata Glagah Putih senang juga melihat pertunjukan itu
sebagaimana anak-anak muda yang berdiri disebelahnya.
Namun Glagah Putih tidak berteriak-teriak. Tidak pula bersuit
dan bahkan memaki. " Aku tidak sabar lagi " berkata seorang diantara anak
muda itu " aku harus mendapat kesempatan menari karena
diantara para penari terdapat Tlenik. "
" Apa hubungannya antara penari dan kesempatan
buatmu" Kau bukan tamu disini. " jawab kawannya.
" Tetapi Tlenik menari disini " jawab anak muda yang
pertama. " Tlenik itu apamu" " jawab kawannya yang lain.
Anak muda itu tidak segera menjawab. Tetapi iapun ke-.
mudian berkata " Jika para tamu yang terhormat telah
mendapat gilirannya, maka yang lain akan mendapat
kesempatan. Nah, akupun akan naik kependapa. "
" Kau akan diusir " jawab kawannya.
" Jadi apa yang akan kita lakukan disini" " bertanya anak
muda yang pertama. Tiba-tiba seorang diantara mereka bergeser maju
selangkah sambil berkata " Kita datang untuk bersenangsenang
disini. Tidak usah menahan hati. "
" Tetapi rumah ini adalah rumah seorang Tumenggung.
Rumah seorang pemimpin yang dijaga oleh sekelompok
prajurit bersenjata- Nah, apa yang kita lakukan dihadapan
para prajurit bersenjata" "
Anak muda yang melangkah maju itu termangu-mangu
sejenak. Lalu katanya " jika demikian, mari kita tinggalkan saja
tempat ini. Aku tidak akan dapat menahan hati melihat Lintang
menari dengan sejumlah laki-laki yang tidak aku kenal. "
"Nanti dulu"cegah seorang diantara mereka"kita akan
melihat sejenak lagi. Aku ingin melihat Pletik menari . "
" Setan kau " geram kawan-kawannya. Sementara anak
muda yang pertama berkata " Aku tidak akan melepaskan
Tlenik malam ini. Aku akan menunggu diluar meskipun harus
sampai pagi. Aku akan mengikutinya dan mengambilnya.
Siapa yang menghadapiku, mereka akan menyesal. "
" Kau akan menculiknya" " bertanya kawannya.
" Ya " jawab anak muda yang pertama.
" Bagus " berkata yang lain " aku juga akan mengambil
Lintang. " " Jika demikian, aku tidak hanya akan sekedar melihat
Pletik menari. Aku juga akan mengambilnya " berkata yang
lain lagi. Tetapi seorang diantara mereka mengingatkan " Jangan
melakukan tindakan bodoh pada saat seperti sekarang. Di
Kota ini tersebar prajurit disetiap sudut. Mereka adalah
prajurit-prajurit yang garang karena mereka baru saja kembali
dari medan perang. "
" Apa peduliku dengan mereka. " sahut anak muda yang
pertama. Kawan-kawannya termangu-mangu sejenak. Namun
seorang diantara anak-anak muda itu berdesis " Kita harus
mempertimbangkannya. Kemarin seorang diantara kawan kita
sudah ditangkap didepan gerbang pasar. Untung kawan kita
yang satu lagi sempat melarikan diri dan menyusup diantara
orang-orang yang berada di pasar. "
Tetapi anak muda yang pertama pada pendiriannya,
katanya" tidak akan ada yang dapat mencegahku. Prajuritprajurit
itu tidak akan sempat melihat apa yang akan aku
lakukan. Jika rencanaku ini diketahui oleh para prajurit, maka
tentu ada diantara kalian yang berkhianat. "
Kawan-kawannya tidak ada yang menjawab. Sementara itu
suara gamelan di pendapa menjadi semakin hangat.
Beberapa orang penari telah menari di pendapa bersamasama
dengan beberapa orang laki-laki.
Glagah Putih ternyata sempat mendengarkan pembicaraan
anak-anak muda itu. Anak-anak muda sebayanya, bahkan ada
satu dua diantara mereka yang sedikit lebih tua dari Glagah
Putih itu. Sejenak kemudian, maka Glagah Putihpun telah beringsut
mendekati Agung Sedayu. Ketika ia mulai berbisik ditelinga
kakak sepupunya itu, maka Agung Sedayupun berdesis pula "
Aku mendengar apa yang mereka bicarakan. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya "
apa kita akan menunggu sampai tayub ini selesai" "
" Untuk apa" " bertanya Agung sedayu.
" Kita harus mencegah penculikan itu " jawab Glagah Putih.
Agung Sedayu mengangguk kecil. Tetapi ia berkata "
Tetapi bukan kita yang harus bertindak langsung. Kita
menghubungi gardu pusat pimpinan para prajurit yang bertugs
malam ini disleluruh kota. Kita melaporkan kemungkinan yang
dapat terjadi esok, di dini hari, jika kita langsung bertindak,
mungkin akan dapat terjadi salah paham dengan para
petugas. " Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya " Jika
demikian, kita masih mempunyai waktu. "
" Maksudmu" " bertanya Agung Sedayu.
" Aku akan melihat sebentar lagi " jawab Glagah Putih.
" Ah, kau " desah Agung Sedayu.
Namun Glagah Putih telah beringsut ketempatnya semula.
Meskipun agak mengangkat wajahnya, namun ia dapat
melihat para penari itu agak jelas.
Ketika tarian itu berhenti, sebelum penari-penari itu tampil
lagi dengan pasangan yang berbeda, maka Agung Sedayu
telah menggamitnya sambil berdesis " marilah. Kita kembali.
Nanti kita terlalu malam. "
Tetapi Glagah Putih menjawab " Satu tarian saja lagi
kakang. " " Ta'rian itu tidak terbatas waktu. Satu tarian dapat panjang
dapat pendek sesuai dengan keinginan para penarinya.
Terutama penari laki-lakinya. Kaupun harus mengingat waktu.
Nanti kita kemalaman. Bukankah kita sudah dipesan agar
tidak pulang terlalu malam. " desis Agung Sedayu.
Glagah Putih sebenarnya masih terlalu malas untuk


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meninggalkan tempat itu. Tetapi nampaknya Agung Sedayu
benar-benar telah mengajaknya pulang.
Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja seorang diantara
anak-anak muda yang berkerumun itu telah berkata "
Pulanglah anak muda. Nanti ibu marah. Hari sudah malam.
Besok saja kita bermain lagi. Bermain loncat-loncatan atau
sembunyi-sembunyian. Kau belum waktunya bermain tayub. "
Glagah Putih mendengar kata-kata itu. Telinganya memang
bagaikan ditusuk duri batang randu alas.
Namun Agung Sedayu yang melihat gelagat itu, telah
menarik lengannya sambil berkata " Marilah. Kita harus
pulang. " Anak-anak muda itu tertawa. Seorang diantaranya sempat
memperolok-olokkan"He, apa ibumu ikut menari di pendapa"
Tetapi Agung sedayu tidak melepaskan lengan Glagah
Putih, meskipun Glagah Putih berkata " Aku harus menyumbat
mulutnya, kakang. " " Kau ingat pesan Ki Gede" " bertanya Agung Sedayu.
" Ki Gede melarang kita berbenturan dengan prajurit dan
pengawai. Mereka bukan prajurit dan bukan pengawal"berkata
Glagah Putih pula. " Sudahlah. Kita harus melaporkannya " desis Agung
Sedayu yang sudah menarik Glagah Putih sampai keregol.
Suara tertawa anak-anak muda itu masih terdengar. Orangorang
yang ada di halaman itu hampir semuanya telah
berpaling kearah sekelompok anak-anak muda yang tertawa
meledak-ledak itu. Namun Agung Sedayu dan Glagah Putih telah berada
diluar regol. Mereka berjalan dengan cepat mnjauhi tempat itu.
" Kita menuju ke pusat pengendalian tugas para prajurit
yang bertugas malam itu"berkata Agung Sedayu. Lalu katanya
" Kita pergi ke regol butulan sisi Barat istana. "
Adalah kebetulan sekali, bahwa seorang perwira yang
bertugas mengendalikan penjagaan diseluruh kota malam itu
telah mengenal Agung Sedayu dengan baik. Karena itu, maka
laporan Agung Sedayupun telah diterima dengan baik.
" Kami akan mengirimkan kesatuan petugas sandi ketempat
itu"berkata perwira itu " mudah-mudahan mereka
mengurungkan niatnya, sehingga para petugas sandi tidak
perlu bertindak. " Demikianlah, maka Agung Sedayu dan Glagah Putihpun
segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke barak. Namun
disepanjang jalan Glagah Putih masih saja menunjukkan
kekesalannya. " Kau jangan bertindak sendiri. Kehadiranmu disini
sekarang adalah karena kau menjadi salah seorang diantara
para pengawal Tanah Perdikan Menoreh. Agak berbeda
dengan kedudukanmu sebagai pribadi. " berkata Agung
Sedayu. Tetapi Glagah Putih berkata didalam hatinya " Dalam
kedudukan apapun kakang Agung Sedayu tentu akan
melarangnya. " Namun Glagah Putih tidak mengucapkannya.
Meskipun demikian Agung Sedayu masih juga sempat
berkata "Sebenarnyalah kita merasa kecewa, bahwa dalam
keadaan seperti ini, dimana Mataram sedang berusaha
meningkatkan keksejahteraan hidup seluruh warganya, masih
ada anak-anak muda yang bersikap seperti itu. Seharusnya
anak-anak muda mampu mendukung kerja besar yang samasama
kita lakukan ini. " Glagah Putih seakan-akan mendapat jalan untuk membuka
perasaannya. Katanya" Kakang benar. Itulah sebabnya,
terhadap anak-anak muda yang tidak mengenal
lingkungannya itu kita harus berbuat sesuatu. "
Agung Sedayu tersenyum. Katanya"Bukankah kita sudah
berbuat sesuatu melalui saluran. Kita sudah memberikan
laporan kepada yang bertugas malam ini tentang tingkah laku
mereka. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Namun ia tidak
berkata sesuatu. Ketika keduanya sampai di barak, maka petugas yang ada
diregol sudah diganti orang. Barak itu telah menjadi sepi.
Bahkan Ki Gedepun telah tertidur pula.
Tetapi Ki Demang Selagilang masih duduk di serambi.
Ketika dilihatnya Agung Sedayu dan Glagah Putih datang, ia
telah menyapanya. Agung Sedayu ternyata telah berhenti pula dan duduk
bersama Ki Demang di serambi itu. Namun Glagah Putih telah
langsung pergi ke biliknya.
Kepada Ki Demang, Agung Sedayu sempat berceritera
tentang anak-anak muda yang ternyata tidak mendukung
suasana, bahkan akan dapat menjadi hambatan.
" Disegala jaman, tentu ada golongan-golongan yang dapat
menjadi hambatan bagi usaha-usaha untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup sesama"berkata Ki Demang Selagilang"
Bagi mereka, dunia ini adalah lingkaran disekitar diri mereka, -
berpusar pada mereka dan menyelimuti mereka. Mereka tidak
mengenal kepentingan orang lain selain diri mereka sendiri. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Karena itu,
maka orang lain perlu mengetuk|pintu hati mereka agar
terbuka. Dengan demikian mereka akan melihat keluar diri
mereka bahwa kehidupan itu saling berkaitan serta dengan
ujud yang beraneka ragam. "
Ki Demang mengangguk-angguk. Namun iapun mulai
mengenangkan kampung halamannya sendiri. Iapun tidak
ingkar, bahwa di lingkungannya yang sempit dan merupakan
bagian dari Mataram yang luas, jenis-jenis orang seperti anakanak
muda yang dikatakan Agung Sedayu itupun ada.
Betapapun diusahakan untuk memberikan keterangan serta
usaha memper kenalkan mereka dengan seluruh warna
kehidupan yang ada disekitarnya, namun mereka masih saja
disleubungi oleh kepen-tingn diri sendiri. Terutama
kesenangan yang langsung dapai dinikmati tanpa
menghiraukan nilai-nilai kehidupan yang lebih baik.
Agung Sedayupun dapat membayangkan, bahwa semakin
malam, anak-anak muda itu tentu akan menjadi semakin kasar
Bahkan mereka agaknya akan terlibat kedalam satu perbuatar
yang tidak terpuji. Orang-orang yang berada di pendapa,
dalarr keramaian dengan acara tayub, biasanya dilengkapi
dengan tuai dan minuman-minuman lain yang memabukkan.
Mereka yang menonton tayub dan berharap untuk mendapat
kesempatan se telah malam larut, juga akan melakukannya.
Minum tuak dar minuman-minuman lain yang memabukkan
seperti air tape ketan ireng dan semacamnya
Ternyata Ki Demang Selagilang dan Agung Sedayu sempat
berbincang-bincang sampai menjelang dini hari. Sambil
mengawasi mereka yang bertugas, keduanya masih saja
berbincang-bincang diserambi.
Menjelang fajar, dua orang petugas sandi telah datang ke
barak itu dan bermaksud bertemu dengan Agung Sedayu.
Kepada petugas di pintu gerbang petugas sandi itu berkata "
Tetapi jika Agung Sedayu sedang tidur, biarlah besok saja aku
kembali menemuinya. "
Ternyata Agung Sedayu yang berada diserambi masih juga
mendengar pembicaraan itu meskipun tidak jelas. Karena itu,
maka bersama Ki Demang Selagilang, ia telah menemui
kedua orang yang mencarinya itu.
Setelah mereka duduk di pendapa, maka salah seorang
dari kedua orang itu memperkenalkan diri mereka sebagai
petugas sandi dari Mataram.
"Kami mendapat perintah untuk memberitahukan, bahwa
laporan yang kau berikan, ternyata tidak terhindarkan. Para
prajurit sandi telah melakukan tindakan yang terpaksa
dilakukan dengan kekerasan, karena anak-anak muda itu
benar-benar ingin menculik beberapa orang penari yang
sedang meninggal-kan rumah Ki Tumenggung. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu
para petugas sandi itupun berceritera bergantian " Lewat
tengah malam kami telah mengirimkan dua orang untuk
melihat keadaan. Namun seorang diantara mereka kembali
kegardu untuk minta bantuan, sehingga kami telah
mengirimkan dua orang lagi. Mereka berempat telah
mengawasi anak-anak muda yang mulai menjadi mabuk
karena tuak itu. Menjelang dini, setelah para tamu puas, maka
para penontonpun mendapat kesempatan untuk menari tayub
dibawah pengawasan beberapa orang petugas agar tidak
terjadi keributan. Namun karena orang-orang itu mulai mabuk,
maka setiap kali keributan itu memang terjadi. Tetapi para
petugas yang sudah disediakan oleh Ki Tumenggung mampu
mengatasinya. Sementara itu, para petugas sandi melihat keadaan yang
nampaknya memburuk, sehingga mereka memberi isyarat
untuk mempersiapkan sekelompok prajurit yang hanya akan
bertindak jika para petugas sandi memintanya.
Ternyata ketika para penari itu pulang diiringi para
penabuh, anak-anak muda yang setengah mabuk itu benarbenar
berusaha untuk menculik beberapa orang penari,
sehingga mereka telah berkelahi dengan para penabuh.
Tetapi anak-anak muda itu jumlahnya terlalu banyak
dibandingkan dengan para penabuh yang pada umumnya
sudah tua, sehingga mereka tidak banyak berdaya. Namun
dengan cepat, para petugas sandi bertindak disusul oleh para prajurit yang
segera mendapat isyarat. Empat orang anak muda dapat ditangkap. Beberapa orang
yang lain dapat melarikan diri. Namun dua lagi diantara
mereka dapat ditangkap pula oleh peronda yang kebetulan
lewat. Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya"Satu
peristiwa yang memprihatinkan. "
"Justru dalam keadaan seperti ini"berkata petugas sandi itu.
Lalu katanya pula " Namun karena itu, maka mungkin Ki
Agung Sedayu akan dapat dipanggil setiap saat untuk menjadi
saksi. " Besok lusa kami telah kembali ke Tanah Perdikan
Menoreh " jawab Agung Sedayu " meskipun demikian jika
diperlukan, kami akan datang. Maksudku aku dan Glagah
Putih yang mendengar langsung pembicaraan anak-anak
muda itu. " Para petugas sandi itu mengangguk-angguk. Katanya " Jika
demikian terserah kepada Ki Lurah. Apakah kehadiran Ki
Agung Sedayu diperlukan sekali atau tidak. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian katanya " Tetapi sebenarnya kesalahan itu tidak
hanya dilakukan oleh anak-anak muda itu. Dalam keadaan
seperti ini, Ki Tumenggung juga bersalah. Jika Ki
Tumenggung sebagai orang tua masih juga
menyelenggarakan tayub hampir semalam suntuk, mabukmabuk
dan membiarkan anak-anak muda yang ada di
halaman rumahnya ikut menari tayub sambil mabuk pula,
maka ia telah memberi kesempatan kenakalan anak-anak
muda itu terjadi. Apalagi dalam saat yang gawat seperti
sekarang ini. Petugas sandi itu mengangguk-angguk. Sementara Agung
Sedayu berkata selanjutnya " Jika hal seperti ini sering
berulang, dimana orang-orang tua tanpa menghiraukan anakanak
muda mencari kesenangan sendiri, maka akibatnya akan
menjadi parah. Sengaja atau tidak sengaja, mereka telah
meracuni jiwa anak-anak muda itu. "
" Ya " desis salah seorang dari petugas sandi itu " Hal
seperti yang Ki Agung Sedayu katakan itu, harus mendapat
perhatian. " " Yang dapat kami lakukan terbatas pagar Tanah Perdikan
Menoreh " berkata Agung Sedayu " tetapi pada satu
kesempatan yang baik, aku akan berbicara dengan para
pemimpin di Mataram. "
Petugas sandi itu mengangguk-angguk pula. Seorang diantaranya
berkata kemudian " Baiklah. Kami minta diri. Maaf,
bahwa kami datang sebelum pagi, karena menurut pendapat
kami semakin cepat Ki Agung Sedayu mendengar hal itu,
tentu akan lebih baik. "
"Terima kasih. Seperti aku katakan, setiap saat aku
diperlukan, maka aku akan segera datang. " jawab Agung
Sedayu. Demikianlah, maka sesaat kemudian para petugas sandi
itupun telah meninggalkan barak, sementara Agung Sedayu
dan Ki Demang Selagilangpun telah kembali ke bilik mereka
masing-masing. " Masih ada waktu sedikit " berkata Ki Demang.
" Besok kita bangun terlambat " sahut Agung Sedayu.
Keduanyaa memang masih mempunyai waktu sedikit.
Tetapi keduanya memang terlambat bangun. Biasanya
mereka bangun sebelum matahari terbit. Namun pagi itu,
mereka terbangun ketika langit telah diterangi oleh cahaya
matahari yang mulai terbit.
Hari itu, para pengawal masih akan berada di kota. Karena
itu, maka mereka masih dapat melihat-lihat. Namun para
pengawal dan prajurit yang dikeesokan harinya akan
meninggalkan kota, pada umumnya telah mulai mengatur diri.
Bersiap-siap dan membenahi peralatan yang akan mereka
bawa. Agung Sedayu dan Glagah Putih pagi itu berniat untuk
mengunjungi Ki Lurah Branjangan.|Ketika|matahari|memanjat
langit, maka keduanya telah minta diri kepada Ki Gede dan Ki
Demang Selagilang untuk mengunjungi Ki Lurah
Branjangan kerumahnya. Ki Gede yang telah mendengar peristiwa yang terjadi
semalam telah berpesan " Hati-hatilah. Jangan mudah terlibat
dalam perkelahian apapun alasannya. Jangan mudah
membiarkan hati menjadi panas. "
Glagah Putih yang merasa mendapat peringatan khusus
menundukkan kepalanya. Namun ia merasa beruntung bahwa
semalam ia telah dicegah oleh kakak sepupunya, sehingga
tidak terjadi benturan kekerasan dengan anak-anak muda itu.
|Debiikianlah,rnakalkeduanyapun(meninggalkanbarakmenuj
uke rumah Ki Lurah Branjangan.
KeUka!merekameasuki!halaman\regol rumah Ki Lurah,
Glagah Putih terkejut ketika ia melihat Wulan ada di serambi.
Bahkan gadis itu telah berlari-lari menyongsongnya sambil


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyapa " pagi-pagi paman Agung Sedayu dan kakang
Glagah Putih telah sampai disini. "
" Hari ini kami mendapat kesempatan sehari penuh untuk
melihat-lihat " berkata Agung Sedayu.
" Marilah. Silahkan duduk " gadis itu mempersilahkan.
Agung Sedayu dan Glagah Putihpun kemudian naik kependapa
dan duduk dalam bentangan sehelai tikar ditemui oleh
Ki Lurah yang telah diberitahu oleh Wulan bahwa ada tamu
dari Tanah Perdikan Menoreh.
" Bukankah semalam ada keramaian dirumah Ki
Tumenggung" " bertanya Agung Sedayu.
"Seperti yang sudah aku katakan"jawab Ki Lurah"aku tidak
datang. " Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun ia bertanya "
Tetapi pagi-pagi begini Rara Wulan telah berada disini" "
" Ya. Pagi-pagi benar ia telah datang kemari. Ia merasa
pening karena kesibukan yang sebenarnya tidak begitu
disetujuinya " berkata Ki Lurah.
" Nampaknya Ki Lurah telah mempengaruhinya " desis
Agung Sedayu. Ki Lurah tersenyum. Katanya " Aku tidak perlu
mempengaruhinya. Penalaran anak itu lebih baik dari
kakaknya. Karena itu pagi-pagi ia telah meninggalkan tempat
keramaian itu dan langsung pergi kemari. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk, sementara Glagah
Putih hanya menundukkan kepalanya* saja.
Sementara itu, Glagah Putih terkejut ketika tiba-tiba saja ia
mendengar Rara Wulan memanggilnya dari sebelah pendapa
itu. Ketika Glagah Putih berpaling, maka Rara Wulanpun
berkata" Kakang Glagah Putih. Antarkan aku pergi ke pasar.
Aku ingin berbelanja dan masak sendiri disini hari ini. "
Glagah Putih menjadi bingung. Ia tidak tahu apa yang
harus dilakukannya. Karena itu, maka dipandanginya wajah
Agung Sedayu dan Ki Lurah Branjangan berganti-ganti.
" Apakah kau berkeberatan" " tiba-tiba saja Ki Lurah
bertanya. Glagah Putih memang agak segan. Tetapi sudah tentu ia
tidak dapat mengatakan bahwa ia berkeberatan.
Sementara itu Agung Sedayupun berkata"Pergilah. Tetapi
berhati-hati. Kau harus selalu mengingat pesan Ki Gede.
Jangan sampai bersinggungan dengan siapapun. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Namun iapun
kemudian minta diri ketika Rara Wulan mendesak " Marilah.
Mumpung masih pagi. "
Sejenak kemudian, maka Glagah f Putihpun telah mengikuti
Rara Wulan yang ingin pergi ke pasar untuk berbelanja. Ia
ingin berbuat sesuatu sebagai seorang gadis.
Namun dalam pada itu, Agung Sedayupun sempat
berpesan " Aku tidak akan terlalu lama berada disini. "
" Aku juga hanya sebentar " sahut Rara Wulan.
Sepeninggal Glagah Putih, Ki Lurah Branjanganpun
berkata kepada Agung Sedayu " Sejak anak itu pergi ke
Tanah Perdikan Menoreh, rasa-rasanya ia menjadi semakin
dewasa. Sikapnya, caranya berpikir dan wawasannya.
Berbeda dengan kakaknya yang sudah terlanjur menjadi
bagian dari satu kehidupan yang terasing dalam sebuah
panggungan yang tinggi. Tetapi Rara Wulan ternyata tidak
seperti itu. " Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Mudahmudahan
Rara Wulan dapat menjadi teladan bagi kakaknya. "
Dalam pada itu Agung Sedayu berbincang dengan Ki Lurah
Branjangan yang kemudian berkisar pada Pasukan Khusus
Tanah Perdikan yang pernah dibentuk oleh Ki Lurah
Branjangan dan yang diserahkan pimpinannya kepada Agung
Sedayu, menjadi berkepanjangan. Nampaknya keduanya
mempunyai banyak persesuaian pendapat tentang masa
depan pasukan itu. Sementara itu, dengan agak segan Glagah Putih berjalan
bersama Rara Wulan menuju ke pasar. Mataharipun
memanjat langit semakin tinggi. Panasnya sudah terasa
menggatalkan kulit. " Kita agak kesiangan sedikit " berkata Rara Wulan " tetapi
pasar itu tentu masih ramai. Bahkan semakin lama menjadi
semakin ramai sampai saatnya pasar itu temawon. "
Glagah Putih mengangguk-angguk kecil. Katanya"Tentu
masih banyak orang yang berjualan. "
" Tetapi lebih pagi, kita akan mendapatkan sayuran yang
lebih segar. " jawab Rara Wulan.
Glagah Putih hanya mengangguk-angguk saja.
Beberapa saat kemudian, keduanya telah tenggelam dalam
kesibukan orang-orang yang berbelanja di pasar. Keduanya
menyusuri lorong-lorong diantara orang-orang yang berjualan.
Namun Glagah Putih menyadari, bahwa mereka berdua
diikuti oleh dua orang anak muda yang belum dikenalnya.
Bukan kakak Rara Wulan dan bukan pula kawannya yang
pernah dijumpainya di pasar itu pula. Sawung Panunggul. Tetapi
kedua orang anak muda itu adalah anak-anak muda yang bagi
Glagah Putih masih asing. Namun sekan-akan Glagah Putih
dapat melihat bahwa kedua orang anak muda itu adalah
jenisnya sebagaimana yang dijumpainya di halaman
keramaian semalam. Ketika Glagah Putih kemudian berdiri dibelakang Rara
Wulan yang sedang memilih ranti yang kemerah-merahan,
maka Glagah Putih sempat mendengar seorang diantara
kedua orang itu berkata " Bukan. Bukan yang menari
semalam. " "Tentu bukan"desis yang lain"pandanganmu memang
kabur. Itu adalah jenis seorang gadis anak seorang piyayi. "
Kawannya tertawa kecil. Katanya " Apa bedanya piyayi dan
bukan piyayi" "
" Tunggu " berkata yang lain " kau jangan menganggap
persoalan yang ringan. Kau tahu, gadis itu adalah Rara
Wulan. " Kenapa dengan Rara Wulan. Kau takut dengan anak
muda yang mengantarkannya itu " geram kawannya yang
seakan-akan dengan sengaja diperdengarkan kepada Glagah
Putih. Yang lain tertawa kecil. Katanya"Anak itu tentu pembantu
dirumah Ki Tumenggung atau pekatiknya atau siapa saja
salah seorang diantara orang-orang yang mengabdi di
Katumenggung-an. " "Jadi bagaimana" " bertanya yang lain.
" Gadis itu terlalu cantik. Tetapi gadis itu tentu berada
dibawah bayangan kelompok anak-anak muda yang terdiri
dari anak-anak para pemimpin di Mataram ini, kelompok
Macan Putih. " berkata kawannya.
" Apakah anak itu juga salah seorang dari kelompok Ma -
canPutih itu" " desis yang lain.
" Tentu bukan. Seperti yang kita sebut tadi. Ia hanya
sekedar seorang pembantu dirumah Ki Tumenggung " jawab
kawannya. Lalu " Nah, Macan Putih dan kelompok Sidat Ma
-can memang sudah terlanjur bermusuhan. "
" Apaboleh buat " berkata yang lain " permusuhan itu
memang tidak akan mungkin di redakan. Karena itu, tidak ada
masalah lagi. Tikus kecil itu akan kita singkirkan jika ia ikutikutan.
" Glagah Putih menjadi berdebar-debar. Namun seorang
diantara mereka dengan sengaja menggamitnya. Ketika
Glagah Putih berpaling, anak muda itu justru tertawa.
Glagah Putih menjadi berdebar-debar. Agaknya anak-anak
itu dengan sengaja ingin membuat persoalan.
Meskipun demikian Glagah Putih masih tetap mengekang
dirinya. Ia tidak berbuat apa-apa meskipun kedua orang anak
muda itu nampaknya dengan sengaja memanaskan hatinya.
Namun kedua orang anak muda itu ternyatamasih ingin
berbicara, justru langsung kepadanya.
" He, anak muda " berkata salah seorang dari mereka " kau
tentu bukan anak orang besar di Mataran menilik pakaian-mu.
Kau tentu pembantu dirumah gadis itu. Karena itu, sebaiknya
kau tidak usah ikut campur. "
Glagah Putih termangu-mangu. Namun ia justru bertanya "
Apa sebenarnya yang telah terjadi" "
" Dengar anak muda " berkata seorang diantara keduanya "
kemarin, ternyata salah seorang adik perempuan dari anakanak
kelompok Sidat Macan hilang. Baru kemudian kami tahu,
bahwa anak gadis itu telah dibawa oleh anak-anak dari
kelompok Macan Putih, yang sebagian terdiri dari anak-anak
orang-orang berpengaruh di Mataram ini. Akhirnya kami ketemukan
adik perempuan kawan kami itu dalam keadaan ping
-san Nah, bukankah wajar jika kami juga melakukannya" "
" Itu tidak mungkin " berkata Glagah Putih " aku tidak tahu
menahu tentang Macan Putih dan tidak tahu menahu pula
tentang Sidat Macan. Tetapi tentu tidak ada yang pernah
terjadi sebagaimana kau katakan. Atau jika kalian ragu,
kenapa kalian tidak melaporkan hal itu kepada para prajurit" "
" Kenapa kami harus melapor jika kami merasa akan dapat
menyelesaikannya sendiri" " desis orang itu.
" Tetapi itu tidak benar. Jika demikian, akan dapat terjadi
keributan antara kelompok-kelompok anak muda tanpa ada
penyelesaian karena masing-masing akan saling membalas
den-dam. " berkata Glagah Putih.
" Itulah yang menarik"jawab anak muda itu. Lalu berkata
pula orang itu " Kau tahu, bahwa diantara anak-anak muda
yang bergabung dalam kelompok Macan Putih terdapat anak
orang-orang berpengaruh. Tetapi di kelompok Sidat
Macanpun terdapat beberapa orang anak dari perguruanperguruan
yang berpengaruh pula di sekitar kota Mataram ini.
Nah, kau tahu, pada saat seperti ini, para pemimpin di
Mataram tidak akan dapat mengabaikan pengaruh para
pemimpin padepokan itu. "
" Jadi atas dasar itukah maka kalian bersikap" Kalian
bertumpu pada kuasa orang tua kalian masing-masing"
bertanya Glagah Putih " bagaimana nasib kalian jika orang tua
kalian justru menghukum kalian jika mereka mengetahui
tindakan kalian" "
Kedua anak muda itu tertawa. Namun sebelum mereka
menjawab, Rara Wulan telah selesai memilih ranti. Ternyata
Rara Wulan adalah seorang yang senang sekali pada ranti
sehingga ketika ia melihat ranti yang kemerah-merahan, maka
ia telah membeli sekeranjang kecil.
" Ranti yang sangat menarik " berkata Rara Wulan. Glagah
Putih mengangguk. Iapun kemudian berkata "
Marilah, aku bantu kau membawa ranti itu. "
Tetapi dalam pada itu, kedua orang anak muda yang telah
berbicara dengan Glagah Putih itu mengangguk hormat.
Seorang diantara mereka telah menyapa " Bukankah kau Rara
Wulan" " " Ya, kenapa" " bertanya Rara Wulan yang sama sekali
tidak menaruh curiga. " Bukankah kau kawan yang paling akrab dari Sawung
Panunggul" " bertanya anak muda itu lagi.
" Ah " Rara Wulan berdesah " aku memang mengenalnya
dengan baik. Tetapi jangan sebut kawan akrab, apalagi paling
akrab. Bagiku Sawung Panunggul tidak lebih dari kawankawanku
yang lain. " Kedua orang anak muda itu mengangguk-angguk. Seorang
diantara kedua anak muda itupun mengangguk hormat sambil
berkata " Terima kasih. Silahkan menyelesaikan tugas Rara.
Kami akan mendahului. "
" Silahkan " jawab Rara Wulan.
Seorang diantara kedua orang itu telah menepuk bahu
Glagah Putih sambil berkata " Lakukan tugasmu dengan baik,
kami akan mendahului. "
Glagah Putih mengangguk kecil. Tetapi ia tidak menjawab.
Demikian kedua orang itu pergi, Rara Wulan bertanya " kau
kenal kedua orang itu" "
"Tidak"jawab Glagah Putih"tetapi mereka bertanya, apakah
aku mengantarmu. " " Apa jawabmu" " bertanya Rara Wulan.
" Ya. Aku menjawab, bahwa aku memang mengantarmu. "
jawab Glagah Putih yang berusaha untuk tidak
menggelisahkan gadis itu.
Rara Wulan memang tidak memperhatikan lagi kehadiran
kedua orang anak muda itu. Namun iapun segera
menyelesaikan niatnya berbelanja karena ia ingin masak
dirumah kakeknya hari itu. Justru karena Ki Lurah Branjangan
tidak dapat ikut menghadiri karamaian semalam.
Glagah Putih yang menjadi gelisah. Meskipun ia berusaha
untuk menyembunyikannya, namun Glagah Putih telah
mendengar bahkan ternyata kedua orang itu dengan sengaja
telah mengatakan kepadanya tentang niat mereka. Namun
Glagah Putihpun berharap bahwa hal itu tidak benar-benar
akan mereka lakukan. Tetapi jalan kembali dari pasar itu menurut pengertian
Glagah Putih adalah jalan yang ramai, yang agaknya tidak
akan dipergunakan oleh anak-anak muda yang mengaku dari
kelompok Sidat Macan itu. Namun demikian Glagah Putih
akan tetap berhati-hati, karena segala sesuatunya akan
mungkin terjadi. Apalagi orang-orang yang mengaku dari
kelompok Sidat Macan itu telah mengatakan kepadanya
bahwa mereka akan berbuat sesuatu sebagai balas dendam
atas perbuatan orang-orang dari kelompok Macan Putih.
Tetapi Glagah Putih tidak tahu gaya tingkah laku mereka.
Apakah yang dikatakan orang-orang itu sekedar satu
tantangan, atau sekedar penghinaan untuk memancing
tindakan kelompok lawannya atau apa. Namun bahwa dalam
keadaan yang gawat karena perang yang nafasnya masih
terasa berhembus ditengkuk para prajurit itu, beberapa
kelompok anak muda di kota Mataram justru tenggelam dalam
kenakalan yang berlebihan.
" Mereka tidak membantu menertibkan suasana"berkata
Glagah Putih didalam hatinya " tetapi mereka justru
mempersulit keadaan."
Rara Wulan yang berjalan bersama Glagah Putih itu tidak
begitu menghiraukan sikap anak muda itu. Bahkan iapun telah
berbicara tentang banyak hal yang kadang-kadang tidak
diketahui oleh Glagah Putih, karena sasaran pembicaraannya


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah kehidupan yang terjadi didalam kota.
Namun Glagah Putih telah berusaha untuk menanggapi
semua pembicaraan itu sejauh pengertiannya.
"Kedai-kedai ini letakniya kurang menguntungkan"ber- kata
Rara Wulan " dengan demikian maka jalan ini terasa sangat
sempit. Pedati-pedati berhenti seenaknya selagi pemiliknya
sedang berada di kedai. Kuda-kuda ditambatkan di
pepohonan yang menebar. Dengan demikian maka
lingkungan ini nampak menjadi kotor dan tidak terawat. "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Dengan rendah ia
berkata " Nampaknya harus disediakan tempat khusus bagi
pemberhentian pedati dan tempat-tempat kuda-kuda itu
ditambatkan, sehingga tempat ini tidak berkesan sempit dan
kotor. " " Nah, bukankah kau sependapat" " bertanya Rara Wulan.
" Ya. Aku sependapat " jawab Glagah Putih.
" He, kau berbicara dengan sadar, atau sekedar bermimpi"
" bertanya Rara Wulan.
" Aku berkata sebenarnya " jawab Glagah Putih agak
gagap. Sebenarnyalah Glagah Putih memang sedang
memperhatikan beberapa orang anak muda yang berdiri
bersandandin-ding halaman disebelah jalan yang akan
mereka lalui. " Apa yang kau lihat" " bertanya Rara Wulan.
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Masih
ada juga anak-anak muda yang sempat bermain-main ada
saat seperti ini" Apakah mereka tidak mempunyai pekerjaan
lain kecuali duduk-duduk atau berdiri berjajar di pinggir jalan"
Rara Wulanpun kemudian memperhatikan sekelompok
anak-anak muda itu. Namun kerut di keningnya menunjukkan
kegelisahan di hatinya. " Mereka adalah anak-anak muda yang malas, yang lebih
senang berkeliaran tanpa arti. " desis Rara Wulan " mereka
adalah kawan-kawan Sawung Panunggul. "
" O " Glagah Putih jadi tidak mengerti " apakah kedua orang
yang kita temui dipasar itu juga kawan Sawung Panunggul" "
" Tentu bukan " jawab Rara Wulan " bukankah mereka
bertanya kepadaku, bahwa aku dianggapnya teman akrab
Sawung Panunggul" "
Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun dalam hati ia
berkata " Jika demikian kelompok ini justru kelompok yang
disebut Macan Putih. "
" Jangan hiraukan mereka " berkata Rara Wulan.
" Tetapi bukankah mereka tidak akan mengganggumu" "
bertanya Glagah Putih. " Seharusnya tidak " jawab Rara Wulan " tetapi semalam
aku berselisih dengan Sawung Panunggul. Sebenarnya bukan
untuk yang pertama kali. Tetapi tadi malam aku sempat
menampar wajahnya ketika ia berusaha memperlakukan aku
dengan kasar meskipun dirumahnya sendiri. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu
mereka melangkah semakin lama semakin dekat dengan
anak-anak muda yang berkumpul di pinggir jalan.
Demikian Rara Wulan dan Glagah Putih melintas, maka
Sawung Panunggul yang memang ada diantara mereka telah
mendekati Rara Wulan sambil bertanya " Darimana kau
Wulan" " " Sebagaimana kau lihat " jawab Rara Wulan.
" Kau masih berbelanja lagi" " Buat apa" - bertanya
Sawung Panunggul kemudian.
" Pertanyaanmu aneh " jawab Wulan sambil melangkah
melanjutkan perjalanan. "Tunggu"berkata Sawung Panunggul"aku akan mengantarkanmu.
Bukankah anak ini yang kita temui di pasar
kemarin lusa" "
" Terima kasih"berkata Rara Wulan"aku akan pulang
bersama Glagah Putih. "
Beberapa orang diantara anak-anak muda itu tertawa.
Namun dengan demikian wajah Sawung Panunggul menjadi
merah. " Kau jangan membuat keributan lagi Wulan " desis
Sawung Panunggul. Rara Wulan memandang Sawung Panunggul dengan
tajam. Dengan lantang pula ia menjawab " Siapa yang telah
membuat keributan" Aku atau kau" " justru Rara Wulan
bertanya. " Tentu kau " jawab Sawung Panunggul " semalam kau i
juga membuat keributan dirumahku. Untunglah tidak ada
orang yang mengetahui. Kau selalu salah paham dan
menganggap orang lain berkelakuan buruk. "
" Aku tidak salah paham " jawab Rara Wulan. Lalu katanya
" Sudahlah. Aku akan pulang " Lalu katanya kepada Glagah
Putih " marilah. Kita pulang. "
Glagah Putih mencoba untuk tidak mencampurinya. Iapun
kemudian telah berjalan dengan tergesa-gesa mengikuti Rara
Wulan. Tetapi Sawung Panunggul itu meloncat ketengah jalan
menghadang langkah Rara Wulan sambil berkata " Kau akan
pulang bersamaku. " Namun ketika tangan Sawung Panunggul menangkap
tangan Rara Wulan, maka dengan cepat Rara Wulanpun
segera menghentakkan tangannya bahkan kemudian
tangannya telah menampar wajah Sawung Panunggul
sebagaimana dilakukan semalam sebelumnya.
Sawung Panunggul terkejut. Dengan wajah yang merah
membara ia memandang Rara Wulan dengan kemarahan
yang membakar ubun-ubun. Apalagi ketika ia mendengar
kawan-kawannya tertawa meledek dipinggir jalan.
" Kau masih akan mengulangi perbuatan kasarmu" "
bertanya Rara Wulan " aku bukan anak jalanan yang tidak
mempunyai ibu bapa. Kau tahu akibatnya jika ayahku
mendengar perbuatanmu. Selama ini ayah kita merupakan
kawan yang akrab. " Sawung Panunggul hampir saja kehilangan penalaran.
Tetapi ketika Rara Wulan menyebut hubungan antara ayahnya
dengan ayah gadis itu, maka anak muda itu berusaha
mengekang dirinya. Ketika Sawung Panunggul kemudian melangkah menepi,
kawan-kawannya bersorak membakar jantungnya. Tetapi Sawung
Panunggul tiba-tiba saja berteriak " Jika saja ayahmu
bukan sahabat baik ayahku. "
Rara Wulan tidak menyahut. Tetapi ia berjalan terus,
sementara Glagah Putih mengikutinya.
Beberapa orang yang berjalan di jalan itu terhenti. Mereka
memang menjadi berdebar-debar melihat anak-anak muda
yang nampaknya akan mengganggu seorang gadis yang
lewat. Tetapi ketika gadis itu kemudian menjauh, maka orangorang
itupun menarik nafas dalam-dalam.
Glagah Putihpun menjadi berdebar-debar. Ketika ia
kemudian berpaling, dilihatnya bahwa anak-anak muda yang
hampir saja mengganggu Rara Wulan itu sudah tidak ada
ditempat-nya lagi. Ternyata Rara Wulanpun telah berpaling pula. Ia tertegun
sejenak dan berdesis " Mereka telah pergi. "
" Kemana" " justru Glagah Putih yang bertanya.
"Mereka tentu memasuki lorong-lorong sempit"berkata Rara
Wulan. " Apakah mereka akan mencegat Rara" " bertanya Glagah
Putih. " Mudah-mudahan tidak " jawab Rara Wulan. Tetapi Mas
Rara itu nampak gelisah pula. Sementara itu
Glagah Putih berjalan disebelahnya.
" Jika ia masih sempat mempergunakan nalarnya, ia tidak
akan berbuat kasar, karena ayahnya dan ayahku berkawan
baik "berkata Rara Wulan yang lebih banyak berusaha untuk
menenangkan hatinya sendiri.
Tetapi jalan kembali ke rumah Ki Lurah Branjangan adalah
jalan yang cukup ramai. Jika terjadi sesuatu, maka tentu akan
segera mengundang banyak orang. Diantara mereka tentu
ada yang melaporkan kepada para prajurit yang bertugas. "
Namun langkah Rara Wulan memang terhentu. Dua orang
anak muda dengan wajah tegang menghentikannya.
" Jangan kau lanjutkan perjalananmu lewat jalan ini "
berkata salah seorang diantara mereka.
"Aku akan pulang ke rumah kakek"jawab Rara Wulan.
" Anak-anak muda dari kelompok Macan Putih itu ternyata
merasa terhina. Mereka mencari tempat yang paling baik
untuk mengambilmu dan membawanya. Agaknya kau terlalu
berani melawan mereka. " berkata anak muda itu.
Rara Wulan termangu-mangu. Ketika ia berpaling kepada
Glagah Putih, maka Glagah Putihpun berkata " Kita berjalan
terus. Aku setuju bahwa mereka tidak akan mengganggu
Rara.. Mereka tahu bahwa Rara adalah seorang yang pantas
mereka hormati karena orang'tua Rara adalah seorang yang
mereka tentu saling mengenal dan bahkan saling berkawan.
Jika mereka kecewa terhadap sikap Rara, maka mereka tentu
akan mengambil tindakan yang lain. Bukan memungut Rara
dari jalan seperti yang sekarang ini. "
Tetapi salah seorang diantara kedua orang itu berkata "
Mereka benar-benar telah kehilangan akal. Mereka telah
menyediakan sebuah pedati. "
" Mereka benar- benar telah menjadi gila. Kita sebaiknya
memang mengambil jalan lain. " desis Rara Wulan.
" Apakah ada jalan lain" " bertanya Glagah Putih.
" Lewat lorong kecil. Mereka tentu tidak memperhitungkan
kemungkinan itu " sahut Rara Wulan.
"Tetapi siapakah kedua orang anak muda ini?"bertanya
Glagah Putih pula. Pertanyaan itu telah mengejutkan Rara Wulan. Seharusnya
ia memang tidak begitu cepat percaya kepada orang yang
belum dikenalnya. Karena itu, maka dengan ragu-ragu Mas
Rara bertanya " Siapakah kalian" "
Seorang dari mereka telah menjawab dengan tegas"Kami
adalah petugas sandi dari Mataram. Jika kami melakukan hal
ini semata-mata karena kami tidak ingin melihat keributan
terjadi. Sedangkan jika para prajurit harus mengambil tindakan,
maka tindakan itu akan mengena anak-anak kawan sendiri,
karena kami tahu, ada diantara anak-anak muda itu adalah
justru anak orang yang berpengaruh. Bahkan seorang
Tumenggung. " Rara Wulan menjadi ragu-ragu. Sementara itu, orang yang
menghentikan mereka itu berkata " Tetapi terserah kepada
kalian. Jika kalian ingin berjalan terus, maka kami akan
mengikuti dan mengawal kalian sampai di rumah Ki Lurah
Branjangan. Baru kemudian setelah kami yakin tidak terjadi
sesuatu, kami akan meninggalkan kalian. "
" Tetapi bagaimana mungkin anak-anak muda itu sempat
menyiapkan pedati. Baru saja mereka berada di pinggir jalan
itu. Apakah mereka dapat bergerak begitu cepatnya" "
bertanya Glagah Putih. " Ya. Kadang-kadang diluar penalaran. " jawab salah
seorang dari mereka. Namun orang itupun segera bertanya "
Siapakah kau" "
Dengan cepat Glagah Putih menjawab"Aku adalah
pembantu dirumah Ki Lurah Branjangan yang harus
mengantar Rara berbelanja. "
" Nah, jika demikian terserah kepada Rara Wulan untuk
mengambil keputusan. Namun jika Rara menghendaki, aku aKang
Zusi - http://kangzusi.com/
kan mengawal Rara lewat jalan yang manapun. Tetapi lewat
jalan sempit, memang kemungkinan terjadi keributan menjadi
kecil. Rara Wulan tidak akan menjadi tontonan orang-orang
yang hilir mudik pergi ke pasar. " berkata orang itu.
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Ia memang
menjadi bingung. Dengan nada datar ia bertanya kepada
Glagah Putih " Bagaimana menurut pertimbanganmu" "
" Kita berjalan terus. Kedua orang petugas sandi itu akan
menemani kita. Aku kira, hal itu akan menjadi pertimbangan
anak-anak muda itu. " jawab Glagah Putih.
" Penalaranmu ternyata terlalu pendek. Nampaknya kau
hanya terbiasa mengurusi kuda Ki Tumenggung atau Ki Lurah
Bran jangan"berkata salah seorang dari anak muda yang
mengaku petugas sandi itu " sebenarnya kami juga tidak
berkeberatan. Tetapi bagi kami, lebih baik tidak terjadi
keributan daripada kita harus menjadi tontonan serta aku
harus menangkap anak-anak muda itu yang tentu akan
berekor panjang. " Rara Wulan menjadi semakin bingung. Namun kemudian
iapun berkata " Kita akan lewat jalan kecil ini saja. "
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Tetapi Rara Wulan
berkata " Mereka lebih mengenal kota ini daripada kau. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya ia
lebih senang berjalan terus. Ia tidak yakin bahwa kedua orang
anak muda itu benar-benar petugas sandi. Di pasar ia telah
berbicara dengan dua orang anak muda. Namun menilik
pakaian dan sikapnya kedua orang anak muda itu memang
lain. Kedua anak muda yang mengaku petugas sandi itu
berpakaian lebih rapi dan sikapnyapun lebih sopan. Menilik
tubuhnya yang kekar maka mereka memang pantas jika
mereka adalah petugas sandi dari Mataram.
"Marilah"salah seorang dari kedua orang itu berdesis"
supaya aku dapat segera melakukan tugas yang lain. "
Rara Wulanpun kemudian mulai melangkah. Tetapi Rara
Wulan sempat berbisik kepada Glagah Putih. " Marilah. Dekat
aku. Bukankah kau mengaku pembantu di rumah kakek" "
Glagah Putih tidak menjawab. Sementara Rara Wulan
berkata " Aku tidak mempunyai pilihan lain. "
Keduanyapun kemudian berjalan dengan cepat. Dua orang
anak muda yang mengaku petugas sandi itupun mengikutinya
pada jarak beberapa langkah.
" Jalan kecil itu memang sedikit jauh. Tetapi selisihnya tidak
seberapa " berkata Rara Wulan yang melangkah dengan
cepat, meskipun langkahnya kecil-kecil.
Beberapa saat kemudian, maka merekapun telah muncul
disebuah bulak kecil. Mereka melintasi lorong ditengah-tengah
padang perdu sebelum memasuki padukuhan di hadapan
mereka. Padang yang terhitung berada didalam kota yang
tidak terlalu luas itu merupakan cadangan tanah untuk


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibangun sebagai lingkungan tempat tinggal yang baru.
Namun yang dicemaskan Glagah Putih telah terjadi. Dipadang
perdu yang tidak terlalu luas itu berdiri beberapa orang
yang nampaknya memang telah menunggu.
Rara Wulan terkejut. Ketika ia berpaling kepada kedua
orang yang mengaku petugas sandi itu menggeretakkan
giginya. Kedua anak muda yang mengaku petugas sandi itu
tertawa dengan nada yang berbeda sekali dengan nada katakatanya
sebelumnya. " Maaf Rara " berkata seorang diantara mereka aku
memang mendapat tugas untuk membawa Rara kemari. "
Sementara itu Glagah Putihpun telah melihat kedua orang
yang ditemuinya dipasar ada pula diantara mereka yang telah
menunggu di padang perdu.
Rara Wulan berjalan semakin dekat dengan Glagah Putih.
Dengan nada rendah ia berkata " Kau ternyata lebih peka dari
aku. Ternyata pilihanmulah yang benar. "
" Kita sudah terlanjur memasuki sarang serigala. Apabo-leh
buat " berkata Glagah Putih.
Namun Glagah Putihpun segera teringat pesan Agung
Sedayu dan Ki Gede Menoreh, agar ia tidak terlibat dalam
perselisihan. Tetapi dalam keadaan yang demikian, Glagah
Putih tidak mempunyai pilihan.
Rara Wulan tiba-tiba saja telah menggamit Glagah Putih
sambil berkata"Kita berhenti disini. Seperti yang kau katakan,
kita sudah berada di sarang serigala. Kita tidak boleh
menyerah. " Rara akan melawan" " bertanya Glagah Putih.
" Kau yang melawan. Bukankah begitu" Tetapi akupun
akan melawan. Selama ini aku telah belajar dari kakek.
Sebelum aku sempat pergi ke Tanah Perdikan Menoreh belajar pada
mbokayu Sekar Mirah. Meskipun aku baru belajar pada tingkat
pertama, tetapi aku tidak mau menyerah begitu saja. "
" Rara akan berkelahi dengan pakaian seperti itu" "
bertanya Glagah Putih. " Apaboleh buat. Segalanya apaboleh buat " jawab Rara
Wulan. Kedua orang yang mengajak mereka memasuki jalan itu
telah mendekati Rara Wulan dan Glagah Putih yang berhenti.
Dengan nada rendah, disela-sela tertawanya salah seorang
diantara kedua orang itu bertanya " Kenapa kalian berhenti" "
Rara Wulan tidak menjawab. Sementara orang itu berkata
selanjutnya " Ternyata kau telah terbuang dari kelompok yang
seharusnya melindungimu, Rara. Kelompok Macan Putih tidak
lagi membantumu jika kau berada dalam kesulitan, karena kau
nampaknya tidak bersikap bersahabat dengan mereka,
terutama dengan Sawung Panunggul. Nah, sekarang kau
berada di tangan kelompok Sidat Macan yang semalam tidak
sempat ikut menikmati keramaian dirumahmu. Kawankawanku
gagal mengambil beberapa orang penari, karena
para prajurit lebih dahulu mencium rencana kami. Tentu
orang-orang Macan Putih telah me-' laporkannya. Nah,
sebagai gantinya, maka kami sekarang akan memungutmu
dari tempat ini. " Yang tidak terduga telah terjadi. Rara Wulan tidak
menjawab sama sekali. Tetapi tiba-tiba satu pukulan yang
keras telah menyambar orang itu. Satu hal yang tidak
disangka sama sekali, sehingga orang itu tidak sempat
mengelak atau menangkis. Bahkan pukulan Rara Wulan itu telah membuat wajah
orang itu berpaling. Tetapi Rara Wulan bukan hanya sekedar memukul
wajahnya, tetapi selagi orang itu masih belum menyadari apa
yang terjadi, meskipun wajahnya terasa salut, Rara Wulan
telah menyerangnya pula. Satu pukulan yang sangat keras
telah mengenai perutnya sehingga orang itu terbungkuk.
Dengan kecepatan yang tinggi Rara Wulan langsung menghantam tengkuknya
dengan sisi telapak tangannya.
Glagah Putihpun tertegun melihat Rara Wulan yang
tangkas itu. Ternyata Ki Lurah Branjangan telah memberikan
latihan-latihan dasar, Namun agaknya Rara Wulan memang
memiliki kemauan yang keras dan dasar yang baik untuk
mewarisi ilmu kanuragan. Orang yang dikenai tengkuknya itu terhuyung. Sedangkan
Rara Wulan memang tidak tanggung-tanggung. Ia benarbenar
ingin melumpuhkan orang yang telah menipunya itu.
Tetapi ia tidak dapat mempergunakan kakinya dengan baik
karena ia mengenakan kain. Karena itu, maka dengan cepat
Rara Wulan menangkap bajunya menariknya dan satu
pukulan lagi mengenai kening.
Yang dilakukan oleh Rara Wulan itu demikian cepatnya,
sehingga orang itu benar-benar tidak sempat berbuat sesuatu.
Baru kemudian, ketika wajahnya terasa pengab dan
tengkuknya bagaikan patah, ia menyadari bahwa ia harus
berbuat sesuatu. Karena itu demikian keningnya dikenai
pukulan Rara Wulan barulah ia berusaha untuk menghindar.
Ketika orang itu kemudian menjatuhkan dirinya dan
berguling, cepat menjauhi Rara Wulan, maka kawannya yang
seorang lagi, yang menyadari apa yang terjadi, telah meloncat
menyerang Rara Wulan untuk memberi kesempatan kepada
kawannya melepaskan diri dari libatan serangan Rara Wulan
yang tiba-tiba itu. Tetapi orang itu benar-benar tidak menyangka, bahwa
Glagah Putih yang dianggapnya sekedar pembantu yang tidak
diperhitungkan telah meloncat pula membentur orang itu. Satu
pukulan yang terayun deras sekali telah menghantam leher
tepat di bawah telinga orang itu.
Glagah Putih yang juga merasa di jebak oleh kedua orang
itupun menjadi sangat marah pula. Karena itu, maka ayunan
tangannyapun tidak tanggung-tanggung pula. Demikian taKang
Zusi - http://kangzusi.com/
ngannya mengenai sasarannya, maka orang itupun telah
terlempar beberapa langkah dan jatuh terbanting di tanah.
Pukulan Glagah Putih yang marah itu ternyata telah membuat
orang yang bertubuh tegar itu pingsan.
Sementara itu, orang yang telah diserang beruntun oleh
Rara Wulan itupun dengan cepat meloncat bangkit. Namun
tanpa diduga pula Glagah Putih telah meloncat dengan cepat.
Demikian orang itu tegak, maka kaki Glagah Putih telah
menghantam dadanya sehingga orang itupun telah terlempar
pula dan jatuh terlentang. Seperti kawannya yangmengaku
petugas sandi itu, maka iapun telah pingsan pula.
Sikap Rara Wulan dan Glagah Putih memang mengejutkan
beberapa orang yang menyebut diri mereka kelompok Sidat
Macan. Karena itu, mereka memang menjadi agak ragu-ragu.
Namun seorang siantara mereka yang bertubuh tinggi
besar telah melangkah mendekati Glagah Putih. Ketika ia
melepas bajunya, maka nampak tubuhnya yang kekar dan
berbulu lebat didadanya. Rara Wulan memang menjadi ngeri melihat orang itu,
sementara Glagah Putih yang masih muda itu, tubuhnya tidak
lebih dari orang kebanyakan.
" Kau anak gila"geram orang yang bertubuh tinggi besar itu.
Sementara kedua orang yang dijumpainya dipasar itupun telah
melangkah mendekati pula.
" Jangan ganggu kami " justru Glagah Putihlah yang
menggeram. " Persetan dengan kau " jawab orang bertubuh tinggi besar
dan berbulu lebat itu sambil melemparkan bajunya begitu saja.
Lalu katanya"Kau mencoba menunjukkan kemampuanmu.
Tetapi cara yang licik itu sama sekali tidak mengejutkan kami.
Setiap orang akan dapat menjatuhkan lawannya dengan tibatiba
tanpa peringatan lebih dahulu. "
Jawab Glagah Putih memang mengejutkan. Agak berbeda
dengan Agung Sedayu, Glagah Putih bersikap tegas " Aku
tantang kau jika kau berani. Bukankah kau juga laki-laki"
Atau barangkali perempuan" "
" Anak iblis. Apa maumu" " bertanya orang itu.
" Jika kau berani melawan aku, mari. Kita bertempur. Tetapi
jika kau ingin mengeroyok aku, akupun tidak takut. Soalnya
adalah terletak pada keberanianmu bertindak sebagai laki-laki.
" berkata Glagah Putih.
Kata-kata itu ternyata telah membakar jantung orang yang
bertubuh tinggi besar dan berbulu lebat itu. Seperti raksasa
yang marah ia menggeram sambil melangkah maju mendekati
Glagah Putih yang kemudian nampak kecil.
Tetapi Glagah Putih sama sekali tidak gentar. Ia bahkan
masih sempat menyingkirkan keranjang kecil ranti yang begitu
saja diletakkan sebelumnya. Namun ia sempat pula berbisik
kepada Rara Wulan " Berhati-hatilah. Orang ini agaknya
menjadi panutan mereka. "
Rara Wulan tidak menjawab. Meskipun ia mengerti bahwa
Glagah Putih memiliki kemampuan yang tinggi, tetapi menilik
ujud lawannya yang bertubuh raksasa itu, iapun menjadi
cemas. Perut lawannya yang sebesar perut kerbau serta
kepalanya yang besar melekat dipundaknya, seakan-akan
tanpa ruas leher sama sekali, membuatnya benar-benar
menjadi raksasa yang mendebarkan.
Meskipun wajahnya tidak ditumbuhi kumis dan janggut,
namun garis-garis wajah itu membuatnya nampak bengis.
Pemimpin kelompok Sidat Macan itu memang menjadi
marah mendengar tantangan Glagah Putih. Karena itu, maka
sambil melangkah mendekat, ia menggeram " Aku ingin
memilin lehermu sehingga patah. Dengan demikian kau tidak
akan dapat menyombongkan diri lagi dihadapanku. Bukan
salahku jika kau akan mati disini. Tidak ada saksi yang dapat
menjerat kami, karena gadis itu akan kami bawa untuk
selama-lamanya. " " Pikiran kotor yang terkutuk " geram Glagah Putih "
memang tidak ada cara yang dapat menghentikan tingkah
lakumu itu selain kematian. Kau akan mati disini. Baru
kemudian kelompokmu akan menjadi tenang. "
"Tutup mulutmu. Aku dapat mengoyak bibirmu"geram orang
itu. " Ancaman-ancaman yang kau ucapkan tidak berarti sama
sekali. Mengoyak bibir, membunuh, memilin leher dan apa
lagi. Kau tidak akan dapat berbuat apa-apa atasku karena kau
akan mati. " ternyata Glagah Putihpun menggeram.
Tiba-tiba saja orang itu berteriak. Satu loncatan panjang
dengan kedua tangan terjulur kedepan. Orang itu ingin
menjangkau leher Glagah Putih.
Tetapi ternyata orang itu sama sekali tidak mengenai
Glagah Putih. Seharusnya dari sikap dan geraknya ketika
Glagah Putih menyerang kedua orang yang mengaku petugas
sandi itu, pemimpin kelompok Sidat Macan yang bertubuh
raksasa itu dapat menilainya.
Namun agaknya ia terlalu percaya kepada diri sendiri,
sehingga ia yakin akan dapat dengan mudah mengalahkan
lawannya yang bertubuh kecil serta masih terlalu muda itu.
Karena itu, maka raksasa itu harus terbangun dari
mimpinya ketika tiba-tiba saja Glagah Putih bagaikan
melenting meloncat kesamping. Satu putaran yang cepat
disertai ayunan kakinya, tiba-tiba saja telah
menghentakkannya. Kaki Glagah Putih yang berputar itu,
tepat menghantam keningnya, sehingga orang bertubuh
raksasa itu terhuyung-huyung. Hampir saja ia terjatuh. Namun
dengan susah payah raksasa itu berhasil mempertahankan
keseimbangannya. Sekali lagi pemimpin kelompok Sidat Macan itu menggeretakkan
giginya sambil berteriak " Anak iblis. Kau memang licik.
" " Kenapa aku licik" " bertanya Glagah Putih.
" Kau menyerang dengan tiba-tiba. " geram orang itu.
" Siapakah yang menyerang lebih dahulu" " bertanya
Glagah Putih. Orang bertubuh raksasa itu melangkah maju mendekati
Glagah Putih. Namun Glagah Putih sudah siap. Dengan cepat
ia meloncat menyerang. Kakinya terjulur menyamping. Orang
bertubuh raksasa itu tidak menghindar. Dengan tangannya ia
telah membentur serangan Glagah Putih. Dengan
mengandalkan kekuatannya ia ingin menggertak anak muda
itu. Sebuah benturan memang terjadi. Glagah Putih terdorong
dua langkah surut. Sementara orang bertubuh raksasa itu
hanya tergetar sedikit. Dengan demikian, maka orang itupun kemudian sambil
tertawa melangkah maju mendekati Glagah Putih.
Glagah Putih menyadari bahwa orang itu memiliki kekuatan
yang sangat besar. Tetapi kekuatan itu adalah kekuatan wantah
kewadagan. Karena itu, Glagah Putih masih merasa
mungkin untuk mengimbanginya, karena ia mampu
mengangkat kekuatan dasar yang merupakan kekuatan
cadangan didalam dirinya.
Dengan demikian, maka Glagah Putih itupun kemudian
telah mengetrapkan ilmunya untuk mengangkat kekuatan
didalam dirinya. Meskipun tubuhnya jauh lebih kecil dari
lawannya, namun kekuatan dasar didalam diri Glagah Putih itu
merupakan kekuatan yang sangat besar. Dengan kekuatan
cadangan itu, ia kemudian siap untuk menghadapi lawannya
yang bertubuh raksasa itu.
Pemimpin kelompok Sidat Macan itu masih tertawa.
Selangkah lagi ia maju sambil berkata"Apaboleh buat. Kau
akan mati disini. Ki Lurah Branjangan akan menemukan
mayatmu. Tetapi ia akan menjadi bingung karena ia juga
kehilangan cucunya. Namun ia tidak akan tahu siapakah yang
harus dicurigai. " Glagah Putih tidak menjawab. Namun ketika orang
bertubuh raksasa itu maju selangkah lagi, maka Glagah Putih
tiba-tiba saja melenting. Seperti seekor bilalang ia meloncat
menyerang. Demikian cepatnya. Kemudian seakan-akan
menggeliat diuda-ra. Tubuhnya kemudian telah mendatar
miring dengan kedua kakinya terjulur lurus.
Satu serangan yang sangat deras mengarah kedada orang
bertubuh raksasa itu. Pemimpin kelompok Sidat Macan itu
melihat serangan Glagah Putih. Namun ia sama sekali tidak
berusaha untuk menghindar. Sekali lagi orang bertubuh
raksasa itu berusaha membentur serangan Glagah Putih


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan menyilangkan tangannya didepan dadanya.
Pemimpin Sidat Macan itu memperhitungkan bahwa
benturan yang pernah terjadi akan terulang kembali. Anak
muda yang menyerangnya semakin keras itu tentu akan
mengalami benturan yang keras pula. Lebih keras dari
sebelumnya. Anak muda yang sombong itu tentu akan
terpental. Bukan saja beberapa langkah, tetapi anak muda itu
akan terlempar jauh dan terbanting jatuh.
Sejenak kemudian memang terjadi benturan yang jauh
lebih keras dari yang pernah terjadi. Tetapi anak muda itu
tidak terlempar dan terbanting jatuh. Benturan itu merupakan
benturan yang sama sekali tidak diduganya.
Glagah Putih memang tergetar selangkah surut. Tetapi
raksasa yang menjadi pemimpin kelompok Sidat Macan itu
ternyata telah terlempar beberapa langkah. Justru pemimpin
kelompok itulah yang kemudian kehilangan keseimbangan
dan terbanting jatuh. Raksasa itu berusaha untuk dengan cepat bangkit. Tetapi
ternyata ia harus menyeringai menahan sakit. Tangannya
yang bersilang didadanya itu justru telah menekan tulangtulang
iganya sehingga rasa-rasanya menjadi retak.
Ia sama sekali tidak menduga bahwa anak muda itu
mampu menekannya dengan kekuatan yang demikian
besarnya sehingga ia harus kehilangan keseimbangan,
kesakitan dan nafasnya menjadi sesak.
Glagah Putih tidak memburu lawannya yang kesakitan.
Bahkan ia sempat berkata " Aku beri kau waktu. Kau harus
mengatur pernafasanmu. Hentakan kekuatan yang mengenai
dadamu telah mengguncang bagian dalam tubuhmu sehingga
memerlukan sedikit pembenahan. Kau dapat mengatasinya lewat
pernafasanmu. Tetapi kau juga dapat melakukannya
dengan mengerahkan daya tahanmu. "
" Persetan " geram raksasa itu " kau masih saja mencuri
kesempatan. Jika aku sempat menangkap bahumu kiri dan ka
-nan, maka aku akan dapat mematahkan dan melepas kedua
lenganmu. " " Cukup " justru Glagah Putih yang membentak " aku muak
mendengar ancamanmu yang tidak berkesudahan. Kena pa
kau tidak mencoba melakukannya daripada sekedar berteriakKang
Zusi - http://kangzusi.com/
teriak seperti itu. Kita akan bertempur. Tidak memaki,
mengancam dan menakut-nakuti. "
Telinga raksasa itu bagaikan tersentuh bara. Meskipun
dadanya masih terasa sesak, tetapi ia sudah bersiap untuk
bertempur. Sejenak kemudian, maka Glagah Putihpun telah bergeser.
Justru tubuhnya yang lebih kecil itu, maka ia memiliki lebih
banyak peluang. Raksasa itu bergerak agak lamban. Namun
kemudian ternyata bahwa ia tidak hanya mengandalkan
kekuatannya saja. Ketika ia menyadari, bahwa anak muda
yang datang bersama Rara Wulan itu memiliki kemampuan
dalam olah kanu-ragan, maka orang itupun telah menyiapkan
diri untuk benar-benar bertempur melawannya.
" Aku terlalu merendahkannya " berkata pemimpin
kelompok Sidat Macan itu didalam hatinya.
Dengan demikian, maka raksasa itupun telah mengerahkan
kemampuannya pula. Ia tidak sekedar mempercayakan
kekuatannya, tetapi juga ilmunya dalam olah kanuragan.
Sejenak kemudian, maka Glagah Putihpun telah
menghadapi seorang raksasa yang mampu menguasai
beberapa unsur gerak dasar ilmu kanuragan. Tetapi Glagah
Putih ternyata telah -jauh meninggalkan tataran itu.
Karena itu, maka sejenak kemudian raksasa itu telah
mengalami kesulitan. Glagah Putih mampu bergerak terlalu
cepat dan tangkas. Bahkan kemudian membingungkannya.
Beberapa kali serangan Glagah Putih telah mengenainya.
Serangan tangan Glagah Putih mampu menggapai
keningnya. Beberapa kali wajahnya harus berpaling karena
pukulan Glagah Putih. Bahkan kemudian wajahnya telah
terangkat ketika tumit Glagah Putih tepat mengenai dagunya.
" Anak iblis " raksasa itu mengumpat.
Tetapi serangan-serangan Glagah Putih justru semakin
cepat. Bukan saja tangannya yang mengenai keningnya,
tetapi kakinya berkali-kali menghantam tubuhnya. Dadanya,
pundaknya dan bahkan dalam ayunan kaki yang berputar
sekali-sekali kaki Glagah Putih singgah diwajah orang itu.
Raksasa itu beberapa kali terhuyung-huyung. Namun
Glagah Putih akhirnya berusaha untuk membuktikan, bahwa
tubuh yang besar dan kekar itu bukan tidak dapat
dikalahkannya dengan cepat.
Ketika serangan Glagah Putih kemudian berhasil
mengguncang keseimbangan raksasa itu, maka dengan
garangnya Glagah Putih meloncat maju. Tangannya terjulur
lurus kearah perut lawannya yang besar itu. Satu pukulan
yang sangat keras membuat raksasa itu terbongkok kesakitan.
Perutnya itu menjadi sangat mual. Namun dalam pada itu,
ketika ia lagi terbongkok-bongkok kesakitan, maka tangan
Glagah Putih terayun dengan deras sekali mengenai
keningnya. Dengan demikian maka wajah raksasa itu telah
terangkat. Kaki Glagah Putih terayun deras sekali kearah
kening. Satu benturan kekuatan yang sangat besar. Raksasa itu
terhuyung-huyung dan jatuh terlentang. Kepalanya menjadi
sangat pening sementara perutnya bagaikan akan tertumpah
semua isinya. Sejenak kemudian dicengkam oleh ketegangan yang diam.
Semua orang memperhatikan raksasa yang terlentang
kesakitan itu. Sambil mengerang orang itu menggeliat.
Kemudian perlahan-lahan berusaha untuk bangkit berdiri.
Dipegangnya perutnya dengan kedua belah tangannya.
Namun matanya tidak dapat terbuka sepenuhnya, karena
keningnya serasa menjadi retak.
" Anak iblis " geram raksasa itu " bunuh anak itu. " Perintah
itu tidak diduga-duga oleh Glagah Putih. In mcng
ira bahwa jika ia sudah dapat mengalahkan pimpinan
kelompok Sidat Macan itu, maka persoalannya sudah selesai.
Tetapi ter nyata pimpinan kelompok yang kesakitan itu telah
memerintahkan orang-orangnya untuk bergerak.
Beberapa orang memang telah bergerak. Dan diantarauya
adalah orang yang dijumpainya dipasar.
Glagah Putih yang marah menjadi semakin marah. Apalagi
ketika salah seorang diantara orang-orang Sidat Macan itu
berkata lantang " Kau akan mati disini. Justru karena tingkah
lakumu, maka Rara Wulan akan mengalami nasib yang sangat
buruk." " Aku akan berbuat apa saja untuk mencegah kelakuan iblis
itu"j awab Glagah Putih dengan suara parau"kalau perlu aku
akan membunuh. Benar-benar membunuh. Aku akan terlepas
dari tanggung jawab paugeran tata pergaulan karena aku
hanya membela diriku dan melindungi seorang gadis yang
akan terancam jiwanya. "
" Persetan " geram orang itu " apapun alasanmu. " Tetapi
orang itu tidak sempat melanjutkan kata-katanya.
Glagah Putih benar-benar tidak dapat menahan diri lagi.
Tanpa Agung Sedayu, Glagah Putih ternyata cukup garang
mengambil tindakan. Apalagi terhadap orang-orang yang gila
seperti orang-orang dari kelompok Sidat Macan itu. ^___ ^
Sebelum mulut orang itu terkatub rapat, maka Glagah Putih
telah meloncat menyerangnya. Satu loncatan panjang, dengan
tangan terjulur mengarah ke dada.
Orang itu mencoba untuk meloncat menghindar, tetapi
Glagah Putih sudah memperhitungkannya. Satu sapuan
rendah menebas kedua kaki orang itu sehingga iapun telah
jatuh terbanting. Pertempuranpun telah meledak lagi. Glagah Putih harus
bertempur tidak saja melawan seorang meskipun bertubuh
rak-sasa. Tetapi ia harus bertempur melawan lima orang dari
kelompok Sidat Macan yang tersisa.
Namun Glagah Putih memang tangkas. Iapun berloncatan
dengan cepatnya. Sekali menghindar, namun kemudian
meloncat menyerang. Berputar, melenting dan menggeliat
cepat sekali. Beberapa kali kakinya menyambar lambung,
dada dan bahkan seorang bibirnya telah koyak karena
sambaran tumit Glagah Putih.
Orang yang bertubuh raksasa yang masih saja kesakitan
itu berteriak marah " Cepat. Bunuh cucurut itu. "
Tetapi tidak mudah membunuh Glagah Putih. Anak muda
itu tidak juga dapat ditundukkan meskipun ia harus bertempur
melawan lima orang. Dalam pada itu, kedua orang yang pingsan itupun
perlahan-lahan mulai sadar kembali. Hampir bersamaan
keduanya berusaha untuk bangkit, setelah mereka menyadari
apa yang baru saja terjadi atas diri mereka.
Ketika angin yang segar berhembus, maka terasa tubuh
merekapun menjadi segar pula. Karena itu, maka perlahanlahan
kekuatan merekapun seakan-akan telah sembuh
kembali. Tertatih-tatih keduanya bangkit berdiri. Tubuh mereka
masih terasa sakit-sakit pada ruas-ruas tulang mereka. Nafas
merekapun masih belum beredar dengan teratur.
Tetapi ketika mereka melihat jelas apa yang terjadi, maka
keduanyapun telah melangkah mendekat.
Rara Wulan melihat keduanya. Karena itu, maka ia menjadi
berdebar-debar. Orang-orang itu tentu mendendam pula
kepadanya. Sebenarnyalah pada saat Glagah Putih mendesak lawanlawannya
kedua orang itu telah sepakat untuk menjadikan
Rara Wulan taruhan. Karena itu, maka keduanya telah
memaksa diri dengan sisa tenaganya melangkah mendekati
gadis yang termangu-mangu itu.
" Jangan mempersulit dirimu sendiri " berkata salah seorang
diantara mereka"sebaiknya kau menyerah saja. Kau
akan menikmati satu kehidupan yang belum pernah kau
rasakan sebelumnya. "
Tetapi kata-katanya terputus ketika Rara Wulan tiba-tiba
saja telah melemparkan buah ranti masak ke wajahnya.
Sebagi an dari bijinya telah masuk kedalam matanya sehingga
terasa matanya menjadi sangat pedih. Secepat kilat, Rara
Wulanpun telah melakukan hal sama atas seorang lagi yang
belum nic nyadari apa yang telah terjadi.
Selagi keduanya sibuk mengusap mata mereka yang pedih,
Rara Wulan tidak memberi kesempatan lagi. Iapun segera
bergerak secepat dapat dilakukan mendekati keduanya.
Pukulan yang keras datang beruntun pada kedua wajah orang
itu. Kemudian perut merekapun menjadi sasaran. Dengan sisi
telapak tangannya Rara Wulan telah menghantam tengkuk
mereka berganti-ganti. Kedua orang yang baru sadar dari pingsannya, sementara
tubuhnya masih lemah dan kesakitan itu tidak mendapat
kesempatan untuk melawan. Apalagi mata mereka tidak
mampu menembus perasaan sakit dan pedih.
Ternyata Rara Wulan yang serba sedikit telah mendapat
tuntunan olah kanuragan dari kakeknya itu, telah membual
kedua orang yang masih terlalu lemah itu benar-benar
kehilangan kesempatan. Rara Wulan yang merasa sulit untuk
mempergunakan kakinya itu dengan sekuat tenaga telah
menyerang dengan kedua belah tangannya berganti-ganti.
Ketika kedua orang itu kehilangan kesempatan lagi, maka
Rara Wulanpun telah menjadi letih. Sebagaimana diajarkan
oleh kakeknya, maka Rara Wulan telah menyerang ditempattempat
yang paling lemah dari kedua orang itu. Ketika ketiga
jari-jari tangannya yang merapat menghentak pangkal leher
seorang diantaranya, maka orang itu telah terjatuh. Bahkan
untuk beberapa saat ia berguling-guling kesakitan. Nafasnya
serasa akan terputus. Rara Wulan justru terkejut melihat akibat serangannya itu.
Namun akhirnya orang itupun menjadi sedikit tenang,
meskipun ia masih mengalami kesulitan untuk bernafas.
Sementara yang seorang lagi, terbaring sambil menggeliat.
Perutnya terasa sangat mual, sedangkan matanya masih saja
terasa pedih. Tetapi Rara Wulanpun sadar, jika mereka menjadi semakin
baik, maka mereka tentu akan membalasnya. Sehingga
karena itu, maka Rara Wulanpun telah bersiap menghadapi
segala kemungkinan. Namun bagaimanapun juga, kakinya
masih saja terkekang oleh pakaiannya yang tidak siap
menghadapi peristiwa seperti ini.
Namun Rara Wulanpun telah menjadi letih. Ia telah
mengerahkan segenap tenaganya untuk menjatuhkan kedua
orang yang masih lemah itu. Meskipun demikian, ia
menyadari, bahwa ia tidak boleh menyerah dalam keadaan
apapun juga. Sementara itu, Glagah Putih bergerak semakin cepat.
Kelima orang lawannya menjadi semakin terdesak. Tidak
seorang-pun diantara mereka yang dapat berhasil mengenai
tubuh Glagah Putih, sementara itu, serangan-serangan
Glagah Putih jarang sekali mengalami kegagalan.
Bahkan Glagah Putih sempat tersenyum melihat Rara
Wulan melumpuhkan kedua orang yang baru sadar dari
pingsannya itu. Ketika ia melihat Rara Wulan melemparkan
ranti masak kewajah orang-orang itu, maka ia sudah
menduga, bahwa kedua orang itu akan dapat dikalahkannya.
Apalagi keadaan tubuh mereka yang masih sangat lemah.
Sementara itu orang yang bertubuh raksasa itupun mulai
membenahi diri. Diangkatnya kedua tangannya dan
digerakkannya perlahan-lahan. Semakin lama semakin cepat.
Dibungkuk-kannya pinggangnya lalu menggeliat. Kemudian,
dengan geramnya orang itu berkata kepada kawan-kawannya
" Kenapa kalian tidak mempergunakan senjata kalian" Sudah
aku katakan, bunuh tikus itu. Jangan banyak membuat
pertimbangan-pertimbangan lagi. "
Sejenak kelima orang yang bertempur melawan Glagah
Putih itu telah berloncatan mengambil jarak. Namun mereka
menjadi ragu-ragu. Selain mereka sejak semula memang tidak
merencanakan untuk membunuh, merekapun merasa harga
diii mereka tersinggung. Mereka berlima ternyata tidak mampu
mengalahkan seorang anak muda. Mereka memang merasa
se-an untuk mempergunakan senjata mereka hanya untuk
melawan seorang yang sama sekali tidak mereka kenal


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

namanya sebelumnya. Orang yang bertubuh raksasa itupun kemudian berteriak "
Lakukan. Orang itu memang harus mati. Ia akan dapat
menjadi sumber bencana jika ia menyebut kelompok kami
yang telah mengambil Rara Wulan. Karena itu, maka bukan
saja karena kesombongannya, tetapi ia harus dilenyapkan
untuk menghilangkan jejak. Kitapun harus melakukannya
dengan cepat sebelum ada orang lain yang melihat kita disini.
" Untuk sesaat orang-orang itu masih ragu-ragu. Tetapi
orang bertubuh raksasa itu telah memasang senjatanya.
Semacam keling yang dipasang diantara jari-jarinya. Seakanakan
lima buah cincin raksasa yang saling berhubungan.
Bahkan pada cincin itu terdapat duri-duri yang runcing.
Dengan sepasang keling raksasa itu ia melangkah
mendekati Glagah Putih. " Kau akan mati. Wajahmu akan hancur terkoyak-koyak.
Tidak seorangpun yang akan dapat mengenalimu lagi " geram
raksasa yang tubuhnya menjadi lebih segar itu.
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Kelima orang yang
lain memang masih nampak ragu-ragu. Tetapi karena raksasa
itu sudah memasang keling dikedua tangannya, maka
merekapun telah mengambil senjata masing-masing.
Seorang diantara mereka telah mengurai seuntai rantai
besi dari bawah bajunya. Seorang lagi menggenggam pisau
belati yang tajamnya berkilat-kilat. Seorang lainnya
memegang sepotong besi dikedua tangannya. Sedangkan
kedua orang lainnya menggenggam keris yang dibawa
dengan sarung yang khusus, sehingga tidak nampak
tersembunyi dibawah baju mereka. Keris yang kehitamhitaman
yang menurut pengamatan Glagah Putih
justru berbahaya, karena keris itu tentu mengandung
warangan. Goresan keris itu akan sama artinya dengan gigitan
seekor ular yang berbisa.
Meskipun demikian kelima orang itu masih nampak raguragu,
sehingga orang bertubuh raksasa itu berteriak " Jangan
takut membunuh keledai dungu itu. Aku akan bertanggung
jawab. Kematiannya akan menghilangkan semua jejak kita jika
kita membawa gadis yang garang itu. Tetapi justru
kegarangannya itulah yang membuatnya semakin menarik. "
Wajah Rara Wulan yang juga mendengar teriakan itu
menjadi marah, la benar-benar menjadi cemas melihat
keenam orang yang siap melawan Glagah Putih itu sudah
bersenjata. Meskipun senjata yang mereka pergunakan
adalah senjata-senjata pendek yang umumnya dapat
disembunyikan dibawah baju, namun senjata-senjata itu tentu
akan sangat berbahaya bagi Glagah Putih. Apalagi senjatasenjata
itu ada ditangan enam orang sekaligus.
Glagah Putih menanggapi sikap keenam orang itu dengan
sungguh-sungguh pula. Sementara itu, kedua orang yang
telah dilumpuhkan oleh Rara Wulan itupun lambat laun akan
terbangun juga. Pedih dimata mereka akan hilang dan Rara
Wulan tentu tidak akan dapat mengulanginya lagi dengan
melemparkan buah ranti yang matang.
Menanggapi keadaan itu Glagah Putih memang menjadi
ragu-ragu. Apakah ia terpaksa membunuh atau berusaha
untuk menghindar. Tetapi Glagah Putih yang harus melindungi Rara Wulan itu
merasa akan mengalami kesulitan untuk menghindar. Padang
perdu yang meskipun tidak sangat luas itu, akan
menyulitkannya. Glagah Putih tidak sempat membuat pertimbanganpertimbangan
lagi. Orang bertubuh raksasa yang sudah
menjadi semakin baik keadaannya itu telah sekali lagi
memerintahkan untuk menyerang. Bahkan langsung
dipimpinnya sendiri. Karena itu, maka Glagah Putihpun telah bersiaga sepenuh
nya. Ketika enam orang itu mulai mengurungnya, Glagah
Putih telah mengurai ikat pinggangnya.
Keenam orang itu memang termangu-mangu melihat ikat
pinggang anak muda itu. Tetapi orang bertubuh raksasa itu
kemudian tertawa. Katanya " jadi kau tidak membawa senjata
sama sekali" Nasibmu memang sangat buruk. Kau akan
dihukum picis disini sampai mati. Jika kau tetap hidup, maka
kau akan melaporkan kepada Ki Lurah Branjangan bahwa
cucunya telah kami bawa. Bahkan Ki Lurah tentu akan
memberitahukannya kepada Ki Tumenggung bahwa anaknya
ada ditangan kelompok Sidat Macan. Sepasukan prajurit akan
segera memburu kami. Meskipun kami mempunyai
kemampuan menghilang dari mata para prajurit, tetapi lebih
baik kami tidak dikejar-kejar disaat kami sedang bertamasya
dengan gadis cantik itu. "
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ikat pinggangnya itu
mulai bergetar ditangannya, meskipun Glagah Putih
menyadari, bahwa senjata itu diberikan kepadanya tidak untuk
berkelahi dengan kelompok-kelompok anak nakal. Tetapi ikat
pinggang itu baginya merupakan bekal dalam pertempuran
yang sungguh-sungguh. Tetapi dalam keadaan seperti itu, Glagah Putih terpaksa
mengurai ikat pinggangnya itu. Iapun menganggap bahwa
yang dilakukannya itu memang bukan sekedar main-main.
Orang-orang itu nampaknya benar-benar akan membunuhnya.
Lebih dari itu ia akan mengambil Rara Wulan dan
membuatnya menderita sepanjang hidupnya.
Meskipun hal itu terjadi karena permusuhan antara
kelompok Sidat Macan dengan kelompok Macan Putih, namun
kedudukan Rara Wulan yang menjadi sulit itu harus mendapat
perlindungan, karena Rara Wulan akan dapat dimusuhi oleh
kedua kelompok itu. Sejenak kemudian, maka keenam orang dari kelompok
Sidat macan itu benar-benar telah mulai menyerangnya.
Orang yang bertubuh raksasa itu melangkah maju. Sementara
seorang yang bersenjata rantai itu telah memutar rantainya
pula disamping tubuhnya. Mendahului kawan-kawannya, maka iapun
telah meloncat mengayunkan rantainya kearah lambung
Glagah Putih. Namun dengan cepat Glagah Putih telah
menghindari serangan itu. Tetapi dengan cepat pula dua
orang yang lain telah menyerang bersama-sama. Seorang
bersenjata keris yang berwarna kehitam-hitaman, sementara
yang lain mempergunakan pisau belati yang tajam berkilatkilat.
Sekali lagi Glagah Putih harus meloncat menghindari.
Namun dengan demikian, Glagah Putih menjadi semakin
dekat dengan orang bertubuh raksasa itu. Karena itu, maka
raksasa itupun telah meloncat sambil mengayunkan
tangannya yang diimbangi oleh keling baja yang bergigi.
Keadaan Glagah Putih memang menjadi sulit. Karena itu, ia
tidak menghindari serangan itu. Tetapi ia telah mengibaskan
ikat pinggangnya membentur serangan raksasa itu.
Pemimpin kelompok Sidat Macan itu terkejut, sehingga
iapun telah meloncat surut beberapa langkah. Menurut
penglihatan matanya, anak muda itu hanya menggenggam
ikat pinggang yang dibuat dari kulit. Tetapi ketika terjadi
benturan dengan keling besinya, maka tangannya terasa
tergetar. Kelingnya seakan-akan telah membentur lempengan
baja yang tebal. " Apa yang sebenarnya terjadi" " bertanya raksasa itu
didalam hatinya. Sementara itu, seorang yang menggenggam sepotong besi
di masing-masing tangannya telah menyerang pula. Dengan
tangkasnya ia telah berusaha memukul kepala Glagah Putih.
Tetapi Glagah Putih sempat mengelak. Bahkan dengan ikat
pinggangnya ia memukul lambung orang itu.
Meskipun ikat pinggang itu masih dipergunakan
sebagaimana keadaannya tanpa dialiri getaran kekuatan
ilmunya sebagaimana saat ikat pinggang itu membentur keling
baja orang bertubuh raksasa itu, namun orang yang
dikenainya itu telah terdorong dan jatuh terguling.
Glagah Putih memang memburu orang itu. Tetapi tidak
untuk menyerangnya lagi. Ia ingin melihat akibat dari serangan
ikat pinggangnya itu. Meskipun hanya dengan tenaga
wajarnya, namun ikat pinggang itu benar-benar telah
menyakiti lawannya. Tetapi serangan-serangan dari lawan-lawannya semakin
lama terasa semakin deras serta mengurungnya dengan ketat.
Ujung pisau, keris, belati dan ayunan rantai yang berdesing
membuat Glagah Putih menjadi semakin kesulitan. Sementara
itu raksasa yang mempergunakan keling di jari-jarinya itupun
telah beberapa kali menyerangnya pula dengan ayunan
tangannya. Bahkan Glagah Putih tidak lagi menyerangnya
tanpa perhitungan yang cermat, karena orang itu telah
berusaha untuk menangkis setiap serangannya dengan
kelingnya yang bergerigi runcing.
Karena itu, maka Glagah Putihpun kembali berniat untuk
melumpuhkan pimpinan kelompok Sidat Macan itu. Apalagi
ketika Glagah Putih melihat kedua orang yang wajahnya
dilempar dengan ranti masak itu mulai berusaha untuk
bangkit. " Tinggalkan tempat ini " teriak Glagah Putih kepada Rara
Wulan. Sebenarnya Rara Wulan masih mempunyai kesempatan. Ia
dapat memukul kedua orang yang berusaha untuk bangkit itu,
kemudian melarikan diri menyeberangi padang perdu masuk
ke lingkungan padukuhan yang berpenghuni dan bahkan
memasuki jalan-jalan kota. ^_
Tetapi Rara Wulan ternyata mecasa berkeberatan untuk
meninggalkan Glagah Putih bertempur sendiri. Sedangkan
persoalan yang sebenarnya adalah persoalannya.
Justru karena Rara Wulan itu ragu-ragu, maka Glagah
Putih benar-benar telah mengambil sikap. Ia tidak lagi sekedar
mempergunakan tenaga wajarnya dan hanya sekali-sekali
saja menangkis serangan lawannya dengan mengalirkan
ilmunya, sehingga ikat pinggangnya menjadi sekeras baja.
Dalam saat yang semakin gawat, maka serangan Glagah
Putih atas lawan-lawannyapun menjadi semakin meningkat.
Tetapi keenam lawannya itu seperti lalat yang selalu terbang
mengitarinya dan sekali-sekali berusaha hinggap di tubuhnya.
Pada saat yang demikian, maka serangan Glagah Putih
lebih banyak telah ditujukan kepada raksasa yang memimpin
kclom pok Sidat Macan yang justru telah mengambil
keputusan untuk membunuhnya.
Ketika serangan dari dua orang lawan Glagah Putih itu
dapat dihindarinya, maka orang bertubuh raksasa itu merasa
mendapat kesempatan. Karena itu, maka iapun telah meloncat
maju. Satu tangannya siap menangkis ikat pinggang anak
muda itu jika anak muda menyerangnya pula, sementara
tangannya yang lain terayun kearah wajah Glagah Putih. Jika
gerigi keling itu menyentuh wajah anak muda itu, maka wajah
itu akan terkoyak mengerikan.
Namun ternyata bahwa Glagah Putihpun telah berniat
mengakhiri pertempuran itu. Apalagi ketika ia melihat kedua
orang yang berusaha menguasai Rara Wulan telah tertatihtatih
bangkit. Meskipun kemudian Rara Wulan dapat mempergunakan
kesempatan sebaik-baiknya untuk menyerang kedua orang
yang berusaha untuk bangkit itu, namun Rara Wulan sendiri
telah menjadi letih. Gadis yang baru mendapatkan dasar dari
ilmu kanuragan itu masih belum mampu mengungkapkan
tenaga cadangan didalam dirinya dengan baik, sehingga ia
masih belum dapat berbuat terlalu banyak.
Dalam pada itu Glagah Putih yang melihat serangan
pemimpin kelompok Sidat Macan itupun telah mempersiapkan
diri sebaik-baiknya. Pada saat yang hampir bersamaan,
seorang diantara kedua orang yang bersenjata keris itu telah
menyerang pula. Ternyata Glagah Putih memiliki kemampuan yang jauh dari
jangkauan kemampuan orang-orang Sidat Macan. Dengan
tangkas Glagah Putih meloncat tinggi-tinggi, menggeliat di
udara, dan dengan cepat kakinya justru telah menyambar
kepala lawannya yang menyerangnya dengan keras itu,
sebelum kakinya yang lain menginjak tanah.
Lawannya yang dikenai serangan kaki dikepalanya itu telah
terdorong beberapa langkah. Bahkan ia telah membentur
kawannya yang bersenjata pisau belati. Sementara itu orang
yang membawa rantai dan siap diayunkan telah kehilangan
sasaran, karena lawannya yang menggenggam sepotong besi
di kedua tangannya itu justru memasuki garis serangannya.
Raksasa yang kehilangan lawan itupun menggeram. Tetapi
ia telah meloncat memburu Glagah Putih yang kemudian
berdiri tegak tidak jauh dari padanya.
Namun ternyata Glagah Putih mampu bergerak jauh lebih
cepat dari orang itu. Ketika raksasa itu meloncat kearahnya,
Glagah Putihpun telah menyongsongnya. Dengan tangkasnya
Glagah Putih merendahkan dirinya ketika tangan raksasa itu
menyapu kearah wajahnya. Sementara itu Glagah Putih telah
menyerang lambung pemimpin kelompok Sidat Macan itu.
Glagah Putih memang tidak membiarkan raksasa itu untuk
bertempur lebih lama lagi. Glagah Putih tidak sekedar
mempergunakan tenaga wadagnya. Namun dengan kekuatan
ilmu didalam dirinya, maka ikat pinggangnya itu seakan-akan
telah berubah menjadi sekeping baja. Karena itu, maka
sentuhan ikat pinggang itu pada lambung pemimpin kelompok
Sidat Macan bukan saja menyengat dan menjadikan lambung
itu panas dan pedih, tetapi ikat pinggang Glagah Putih telah
mengoyak lambungnya sehingga luka telah menganga.
Raksasa itu mengaduh kesakitan. Ia terdorong beberapa
langkah kesamping. Namun kemudian terasa betapa
lambungnya menjadi pedih dan sakit. Ketika tangannya
meraba, maka terasa darah yang hangat membasahi jarijarinya.
Sejenak Raksasa itu termangu-mangu. Namun kemudian
kemarahannya bagaikan membakar kepalanya. Betapa darah
mengalir dan rasa sakit yang menggigit, namun raksasa itu
telah meloncat dengan sisa-sisa tenaganya menerkam Glagah
Putih dengan jari-jarinya yang dibalut dengan keling bergerigi.
Tetapi Glagah Putih dengan cepat mengelak. Sambil
meloncat kesamping Glagah Putih telah mengayunkan ikat
pinggangnya. Ikat pinggang yang terbuat dari kulit, namun
ketika ikat pinggang itu menyambar dada raksasa itu, maka sekali
lagi, sebuah goresan luka telah menyilang.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Raksasa itu tidak sekedar terdorong beberapa langkah. Na
mun iapun kemudian telah terhuyung-huyung dan jatuh terlcn
tang ditanah. Beberapa saat ia mengerang kesakitan, sementara kawankawannya
yang menyaksikannya telah berloncatan surut.
Glagah Putih berdiri tegak disebelah raksasa yang
terbaring itu. Diamatinya kelima orang yang lain seorang demi
seorang, sementara kedua orang yang berusaha untuk
bangkit itupun tertegun pula. Demikian pula Rara Wulan yang
telah bersiap menyerang kedua orang yang baru saja berdiri
dengan sisa-sisa tenaganya itu. Namun sebenarnyalah bahwa
Rara Wulan sendiri sudah hampir tidak bertenaga sama
sekali. Sejenak suasana menjadi tegang. Namun kemudian
Glagah Putihpun berkata " Nah, siapa yang akan menyusul" "
Orang-orang Sidat Macan itu bagaikan membeku ditempatnya.
Raksasa itu adalah lambang kekuatan kelompok Sidat
Ma -can.Namun orang itu telah terbaring dengan luka di
lambung dan didadanya. Tetapi yang mengejutkan telah terjadi. Selagi Glagah Putih
berdiri termangu-mangu memandangi orang-orang yang
bagaikan mematung itu, tiba-tiba pemimpin Sidat Macan itu
telah mengerahkan tenaga yang terakhir. Dengan cepat ia
justru menangkap kaki Glagah Putih dan menghentakkannya.
Glagah Putih benar-benar tidak menyangka. Karena itu,
maka ia tidak dapat mencegah ketika ia terbanting jatuh
ditanah. Bahkan Glagah Putih belum sempat berbuat sesuatu
ketika o-rang bertubuh raksasa itu dengan cepat telah meraih
lehernya. Ternyata tenaga raksasa itu benar-benar sangat kuat. Da-
_ lam keadaan yang gawat dengan luka yang menyilang
didada dan di lambung, orang itu masih mampu menindih
Glagah Putih sambil mencekik lehernya dengan
menghentakkan sisa-sisa kekuatannya yang terakhir.
Glagah Putih merasa lehernya bagaikan tersumbat. Namun
dalam waktu yang singkat, iapun segera menyadari
keadaannya. Apalagi ketika raksasa itu masih juga berteriak "
Bunuh anak ini. " Namun suaranya segera terputus. Glagah Putih yang
terkejut, telah dengan gerakan naluriah menyelamatkan
dirinya sendiri. Ketika lehernya terasa bagaikan terputus,
maka ia telah menekankan ikat pinggangnya yang tidak
terlepas dari tangannya pada leher lawannya pula. Satu
hentakan yang kuat telah menyelesaikan segala-galanya.
Demikian kawan-kawan raksasa itu berloncatan maju,
maka Glagah Putih telah menyingkirkan tubuh raksasa itu dan
dengan cepat bangkit berdiri.
Nafasnya memang masih terasa sesak. Tetapi beberapa
saat kemudian, terasa saluran pernafasannya yang bagaikan
tersumbat itu telah terbuka kembali.
Kelima orang Sidat Macan yang telah terlanjur berloncatan
mendekat itupun selangkah demi selangkah-mundur menjauh.
Namun tiba-tiba saja seorang diantara mereka tidak tahan
lagi. Tiba-tiba saja orang itu telah berloncatan melarikan diri.
Demikian seorang diantara mereka berlari, yang lain-pun
telah melakukannya pula. Mereka berlari-larian kearah yang
berbeda-beda. Dua orang yang masih dalam keadaan lemah, berusaha
untuk melarikan diri pula. Tetapi Glagah Putih mendekati
keduanya sambil berkata " Kalian tidak akan dapat melarikan
diri. " Kedua i orang itu menjadi pucat. Apalagi ketika Glagah
Putih berkata " Kau lihat nasib pemimpinmu itu" "
" Tetapi, tetapi " suaranya menjadi gagap " aku tidak
berbuat apa-apa. Aku hanya sekedar melakukan perintahnya.
Aku mohon ampun. " Glagah Putih menggerakkan ikat pinggangnya perlahanlahan.
Ternyata kedua orang itu telah berjongkok dengan
gemetar. " Kami mohon ampun " berkata keduanya hampir
berbareng. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian katanya " Pemimpinmu itu telah melakukan suatu
tindakan yang sangat bodoh, sehingga telah membunuh
dirinya sendiri. " " Tetapi kami tidak bersalah " seorang diantara kedua orang
itu merengek. Glagah Putih mengangguk-angguk kecil. Kemudian kalanya
kepada Rara Wulan " Marilah. Kita tinggalkan saja mereka.
Biarlah kedua orang itu mengurus kawannya yang diluar
kemauanku telah terbunuh itu. Aku sama sekali tidak
menyangka, bahwa dalam keadaan terakhir ia masih mampu
membantingku jatuh. Bahkan berusaha mencekikku. "
Rara Wulan mengangguk. Tetapi ia masih juga ingat
kepada rantainya. Beberapa saat kemudian, maka kedua orang itu telah
mendekati padukuhan. Karena itu, maka keduanya sempat
membenahi pakaian mereka dan kemudian berjalan seakanakan
tidak terjadi sesuatu. Demikian pula ketika mereka
berada di rumah Ki Lurah Branjangan.
" Begitu lama kau berbelanja" " bertanya Ki Lurah yang
masih saja duduk di pendapa bersama Agung Sedayu.
" Sambil melihat-lihat pasar, ayah. Ramai sekali " jawab
Rara Wulan. Sementara Glagah Putihpun telah naik
kependapa pula. "Dengan demikian, maka kalian tidak akan dapat
meninggalkan rumah ini sampai Wulan selesai masak "
berkata Ki Lurah Branjangan.
" Tetapi Ki Gede akan menjadi gelisah " berkata Agung
Sedayu. Ki Lurah Branjangan tersenyum sambil berkata " Tetapi jika
kalian pergi sebelum masakan Wulan dihidangkan, maka
akibatnya akan parah. Tidak buat kalian, tetapi buat kami yang
kalian tinggalkan. "
Agung Sedayupun tersenyum, sementara Glagah Putih
menundukkan kepalanya tanpa terlalu banyak ikut menyahut
pembicaraan itu. Ia masih saja memikirkan kemungkinan yang
dapat timbul setelah peristiwa kematian orang yang justru
pemimpin dari kelompok Sidat Macan itu.
Tetapi sebenarnyalah mereka harus menunggu Rara
Wulan selesai masak. Dengan demikian, maka Agung
Sedayu, Glagah Putih dan Ki Lurah Branjangan harus mengisi waktu
mereka dengan berbincang-bincang tentang apa saja. Namun
nampaknya Glagah Putih menjadi tidak begitu berminat.
Tetapi kedua orang yang duduk bersamanya ternyata
mempunyai dugaan yang sama dan sama-sama keliru.
Mereka menyangka bahwa ada kesan tersendiri pada hati
Glagah Putih terha-dap gadis yang telah mengajaknya
berbelanja di pasar. Ternyata pembicaraan antara Agung Sedayu dan Ki Lurah
cukup menarik sehingga mereka telah melupakan waktu.
Sementara Glagah Putih juga terpaksa menyahut satu-satu.
Tetapi dalam pada itu, mereka terkejut ketika empat orang
prajurit telah memasuki regol halaman rumah Ki Lurah
Branjangan. Ki Lurah dan Agung Sedayupun kemudian telah
mempersilahkan mereka untuk naik kependapa. Ki Lurah yang
agak berdebar-debar telah mempersilahkan mereka duduk.
Dengan nada ragu Ki Lurah bertanya " Apakah Ki Sanak
prajurit yang sedang dalam tugas" "
" Ya Ki Lurah " jawab yang tertua diantara keempat orang
itu. " Jadi kalian memang bertugas untuk datang keru-mahku" "
bertanya Ki Lurah. " Ya Ki Lurah. Kami ingin memberitahukan, bahwa cucu Ki
Lurah bersama seorang kawannya laki-laki telah membunuh
dalam satu perkelahian. " berkata prajurit itu.
Agung Sedayu terkejut. Demikian pula Ki Lurah. Namun
tersembunyi. Karena itu, maka Ki Lurahpun kemudian telah mencari
Rara Wulan. Dengan nada rendah dan hati-hati Ki Lurah
bertanya " Apakah telah terjadi perkelahian ketika kau pergi ke
pasar" " " Ya kakek. " jawab Rara Wulan.
" Katakan, apa yang terjadi sebenarnya " minta kakeknya.
Rara Wulan telah menceriterakan dengan singkat apa
yang terjadi. Tidak ada yang dikurangi dan tidak ada yang
ditambah. Dengan cermat Rara Wulan menceriterakan apa
yang terjadi. Juga tentang kelompok Macan Putih.
Ki Lurah mengangguk-angguk. Iapun kemudian telah
mengajak Rara Wulan ke pendapa.
" Apakah tidak cukup kakek saja" " Aku sedang masak. "
jawab Rara Wulan. " Sudahlah. Kita harus mempertanggung jawabkan apa
yang telah terjadi. " berkata Ki Lurah.
Rara Wulan tidak dapat ingkar. Iapun kemudian telah
mengikuti Ki Lurah menuju ke pendapa.
Keempat prajurit itu termangu-mangu sejenak melihat Rara
Wulan yang menunduk. Namun seorang diantara merekapun
kemudian berkata " Kami sudah mendapat keterangan tentang
kawan Rara Wulan. Seorang telah melihat Rara Wulan berada
di pasar dengan seorang pengawal dari Tanah Perdikan
Menoreh. Karena itu, maka kami datang untuk mendapat
keterangan tentang peristiwa yang telah terjadi itu. Kenapa
pengawal dari Tanah Perdikan itu sama sekali tidak
melaporkan peristiwa itu. "
*** Koleksi Truno Prenjak Source djvu file from Truno Prenjak Collection.
JILID 260 TETAPI jawaban Agung Sedayu mengejutkan " Anak itu ingin menempuh cara yang terbaik. Ia ingin melaporkannya lebih dahulu kepada pimpinan langsungnya. Tetapi ketika ia baru mulai, kalian telah datang. Sehingga ia belum sempat menceritakan apa yang telah terjadi. Tetapi ia sudah mulai serba sedikit."
" Ki Lurah Branjangan bukan Pimpinan pengawal dariTanah Perdikan Menoreh. Kenapa ia harus lapor lebih dahulu kepada Ki Lurah Branjangan, tidak langsung kepada prajurit yang bertugas atau kepada Ki Gede Menoreh yang juga masih
berada disini " Menurut dugaan kami, anak muda itu adalah anak muda yang ada diantara kita sekarang ini."
" Ya " jawab Glagah Putih. Ia memang sudah menahan hatinya untuk tetap berdiam diri sehingga jantungnya rasarasanya akan meledak.
" Anak ini yang telah melakukannya. Ki Sanak benar. Tetapi ia tidak ingin memberikan laporan kepada Ki Lurah Branjangan. Ia datang ke tempat ini, bukan saja mengantar
Rara Wulan sampai ke tujuan, tetapi ia ingin memberikan laporan kepadaku." jawab Agung Sedayu.
" Kau siapa ?" bertanya prajurit itu.
" Aku adalah pemimpinnya langsung." jawab Agung
Sedayu. " Nama Ki Sanak ?" bertanya prajurit itu.
" Agung Sedayu "
Prajurit itu mengerutkan keningnya. Dengan nada rendah ia
bertanya " Adik Ki Untara yang baru saja diwisuda menjadi
seorang Tumenggung."
" Itu tidak penting " jawab Agung Sedayu " tetapi aku ikut
bertanggung jawab atas peristiwa ini. karena anak muda ini
langsung dibawah pimpinanku. la akan memberikan laporan.
Ia baru saja selesai membenahi dirinya."
Prajurit itu mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah jika
demikian. Tetapi kami tetap menunggu laporan yang
terperinci. Jika benar anak muda itu membunuh, maka ia
harus bertanggung jawab. Kecuali jika ia dalam keadaan
membela diri." " Ia sekedar membela diri " berkata Rara Wulan. " Aku
adalah saksinya." " Tentu akan ada satu kelompok petugas yang akan
mendengarkan keterangan kalian. Kami memang tidak
mempunyai saksi yang lain yang langsung terlibat kecuali
Rara Wulan sendiri." berkata prajurit itu.
" Siapa yang telah memberikan laporan kepada kalian ?"
bertanya Rara Wulan. Para prajurit itu sadar, bahwa ayah Rara Wulanpun
seorang Tumenggung. Karena itu, maka mereka memang
harus berhati-hati bersikap, meskipun para prajurit itu sadar,
mereka sedang dalam tugas.
" Kami mendapat laporan dari orang yang melihat peristiwa
itu meskipun tidak begitu tahu apa yang sebenarnya telah
terjadi." jawab prajurit itu.
" Dua orang ?" bertanya Rara Wulan.
" Ya. Mereka dalam keadaan letih." jawab prajurit itu. Lalu "
Mereka menjadi ketakutan dan berlari sekuat-kuatnya
sehingga beberapa kali mereka terjatuh."
Rara Wulan mendengarkan laporan itu dengan dahi yang
berkerut. Hampir diluar sadarnya ia bertanya " Orang-orang itu
berwajah kotor" "
Prajurit itu mengangguk kecil. Katanya " Ya. Mereka sangat
ketakutan dan terkejut. Mereka terperosok dan jatuh
menelungkup. " " Dimana mereka sekarang" " bertanya Rara Wulan.
" Mereka hanya memberikan laporan " jawab prajurit
itu. " Lalu kalian biarkan pergi" " bertanya Rara Wulan.
" Kenapa " " bertanya prajurit itu.
" Cari mereka sebelum mereka jauh. Mereka adalah orangorang
dari kelompok Sidat Macan yang akan menangkap dan
menculik aku " berkata Rara Wulan " yang terbunuh itu adalah
pemimpinnya. " Keempat prajurit itu termangu-mangu. Namun yang tertua
diantara mereka berkata " Mereka telah tidak mungkin dapat
diketemukan lagi. Mereka tentu sudah pergi jauh dan bahkan
mungkin sudah berada diluar kota ini. "
" Bagaimana mungkin hal seperti itu dapat terjadi.
Seharusnya kalian mencurigainya. Dengan naluri keprajuritan
kalian, kalian harus mencurigainya. " berkata Rara Wulan.
" Tetapi sebelumnya kami tidak mendapat keterangan
apapun yang dapat mengarahkan dugaan kami. Seandainya
kalian berdua melaporkan apa yang terjadi kepada kami
segera, maka kalian mungkin akan dapat bertemu dengan
kedua orang itu. Atau setidak-tidaknya waktunya masih dekat.
" berkata prajurit yang tertua itu.
" Sudah aku katakan " sahut Agung Sedayu " Glagah Putih
ingin memberikan laporan kepada atasannya langsung, baru
kemudian memberikan laporan kepada para petugas. "
" Tetapi akibatnya, kedua orang itu sudah tidak ditang-an
kami. Selebihnya kamipun belum dapat meyakini bahwa
keduanya terlibat langsung dalam persoalan yang menyangkut
kalian berdua. " berkata yang tertua diantara para prajurit itu.
" Aku melempar wajah mereka dengan ranti. Wajah itu
kotor bukan oleh debu atau lumpur atau apapun karena
mereka jatuh menelungkup. " berkata Rara Wulan.


11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Tetapi sudah terlambat " berkata prajurit itu.
" Belum " berkata Agung Sedayu " bagaimanapun juga para
petugas harus berusaha untuk menemukan mereka. Berhasil
atau tidak berhasil. "
Para prajurit itu menarik nafas dalam-dalam. Merekapun
tahu, bahwa Agung Sedayu itu juga seorang prajurit. Disaat
kakaknya, Untara diwisuda menjadi Tumenggung, maka Agung
Sedayu telah diangkat menjadi Senapati pada Pasukan
Khusus di Tanah Perdikan Menoreh. Namun ternyata mereka
baru sempat mengenal langsung secara pribadi saat itu.
Dalam pada itu maka prajurit yang tertua itupun berkata "
Baiklah. Kami akan melakukan apa saja dalam batas
kemampuan kami. Tetapi setiap saat, kalian berdua akan
dapat dipanggil untuk memberikan keterangan. Selebihnya,
selambat-lambatnya besok kalian harus sudah memberikan
laporan secara terperinci. "
" Tetapi kalian harus mengetahui, bahwa kami tidak
membunuh tanpa alasan. Kami membela diri dan kehormatan.
" jawab Rara Wulan. " Hal itu tentu akan kalian sebutkan dalam laporan kalian "
berkata prajurit itu. Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu,
Ki Lurah berkata " Segala persoalan ini akan aku ambil alih.
Besok Pasukan Tanah Perdikan Menoreh akan kembali ke
Tanah Perdikannya. Glagah Putih adalah salah seorang
pemimpin pasukan Tanah Perdikan itu, Karena itu,
sepeninggal Glagah Putih, akulah yang akan
mempertanggung jawab-kannya. Ia akan menyelesaikan
laporannya hari ini. "
Para prajurit itu termangu-mangu. Tetapi yang tertuapun
kemudian berkata " Jika demikian, maka panggilan akan
dikirimkan ke Tanah Perdikan Menoreh jika kami memerlukan
kehadirannya. " Namun tiba-tiba saja Glagah Putih menjawab " Aku tidak
akan meninggalkan kota sebelum persoalannya selesai
sampai tuntas. " Agung Sedayu mengerutkan keningnya. Dengan nada
dalam Agung Sedayu berkata " Kau harus mematuhi perin tah.
Aku belum menjatuhkan perintah apapun kepadamu, apakah
kau harus tinggal atau bersama kami kembali ke Tanah
Perdikan. " Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Kadang-kadang
ia memang tidak telaten dengan sikap kakak sepupunya.
Namun ia sadar, bahwa kakaknya ingin mempersempit
persoalannya. Sementara itu Agung Sedayu berkata kepada prajurit yang
tertua " Aku akan menentukan kemudian. Tanah Perdikan
Menoreh akan menjadi jaminan bahwa anak itu tidak akan
melarikan diri. Bahkan Ki Lurah Branjangan telah bersedia
mengambil alih persoalan. Namun sebaiknya Ki Lurah hanya
sekedar menanggung bahwa Glagah Putih tidak akan lari dan
mengingkari perbuatannya. "
" Semuanya itu diluar kewajibanku untuk mengambil
keputusan. Aku hanya dapat memberikan laporan. Perintah
berikutnya akan datang dari perwira yang bertanggung jawab
atas penjagaan di kota hari ini " jawab prajurit itu.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada
rendah ia berkata " Kalian benar. Tetapi dimana mayat orang
yang mati itu sekarang" "
" Ada di banjar padukuhan terdekat. " jawab prajurit
itu. " Apakah kalian menunggu kehadiran keluarganya" "
bertanya Agung Sedayu kemudian.
" Ya. Kami menunggu keluarga orang yang terbunuh itu.
Jika hari ini tidak ada yang datang mengurusnya, maka besok
kami akan menguburkannya. " jawab prajurit itu.
" Jika ada orang yang mengaku keluarganya maka o-rang
Badik Buntung 17 Topeng Terkutuk Sweet Valley Twins Super Chiller Karya Francine Pascal Jejak Di Balik Kabut 30
^