Pencarian

Cheng Hoa Kiam 7

Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 7


"'Malam - malam gelap begini ji-wi hendak menyeberang " Mengapa begitu tergesa-gesa" Lebih baik besok pagi saja." kata orang itu sambil keluar dari perahunya.
"Kami perlu menyeberang sekarang," kata Siok Lan ketus. "Apakah kau melihat tiga orang kakek, seorang nyonya dan seorang nona menyeberang sungai ini siang tadi" "
Tanpa dilihat orang itu, Wi Liong menowel lengan Siok Lan, akan tetapi terlambat, gadis itu sudah mengajukan pertanyaan ini. Orang itu menggerakkan obornya sehingga mukanya bersembunyi di dalam gelap, hanya terdengar suaranya. "Tiga orang kakek aneh dan dua orang wanita cantik " Ada ......ada ....... malah aku sendiri yang menyeberangkan mereka sore tadi !" kata tukang perahu itu, suaranya gembira sekali. Kembali obornya bergoyang - goyang, akan tetapi hanya Wi Liong yang dapat melihat ini tanpa mengetahui artinya. Siok Lan sama sekali tidak memperhatikannya, malah dengan girang gadis ini berkata.
"Lekas seberangkan kami dan turunkan kami di tempat mereka tadi mendarat di seberang sana. Jangan khawatir, aku mau membayar sepuluh kali lipat dari pada biaya yang biasa. "
Kembali orang itu tertawa aneh. mengangguk-angguk dan mundur ke dalam perahunya. "Silahkan masuk, silahkan masuk ......... ! " katanya.
Wi Liong hendak menolak, akan tetapi Siok Lan sudah mendahuluinya melompat ke dalam perahu, terpaksa diapun melangkah ke dalam perahu itu. "Tentu akan terjadi sesuatu", pikirnya. "Tukang perahu ini mencurigakan sekali. Hendak kulihat dia akan berbuat apa".
Tukang perahu itu menancapkan obornya di kepala perahu, lalu mengambil dayung, melepaskan tambang dari batang pohon, lalu mulai menggerakkan perahunya ke tengah sungai yang lebar itu.
Siok Lan berdiri memandang ke seberang. Hatinya girang akan tetapi tidak sabar lagi, hendak cepat-cepat menyeberang dan mengejar rombongannya, terutama ingin sekali lagi bertemu dengan ibunya ! Setelah bertemu dengan Wi Liong dan mendengar buah pikiran Wi Liong tentang perhubungan ayah bundanya, Siok Lan diam-diam mengambil keputusan untuk membujuk atau memaksa ibunya kembali kepada ayahnya !
Wi Liong juga diam saja, duduk di belakang perahu sambil diam-diam memperhatikan tukang perahu yang mendayung perahunya perlahan - lahan, nampaknya sama sekali tidak tergesa - gesa. Akan tetapi orang itu mempergunakan tenaganya karena ia mendayung perahunya mudik, melawan arus sungai.
"Sahabat tukang perahu, mengapa kau dayung perahu mudik ?" tanya Wi Liong sambil lalu agar tidak kentara bahwa dia menaruh hati curiga.
Tukang perahu itu tertawa. "Orang muda. agaknya kau tak pernah naik perahu menyeberang sungai. Untuk menyeberang sungai, perahu harus didayung mudik lebih dulu agar ketika menyeberang terbawa arus sungai ke hilir, dapat tepat mendarat di seberang. Pula, bukankah nona ini minta supaya aku mendaratkan di tempat rombongan kakek - kakek aneh tadi" Nah. inilah jurusannya."
Merah muka Wi Liong. Memang benar ucapan nelayan ini, ia sampai lupa untuk memperhatikan hal itu. Akan tetapi tetap saja ia menaruh hati curiga, apa lagi ketika dari seberang kelihatan bayangan empat buah perahu yang bentuknya sama benar dengan perahu ini, menuju ke tengah sungai seakan - akan hendak menjemput mereka ! Akan tetapi ia diam saja dan makin memperhatikan tukang perahu itu yang kini menayung perahunya cepat - cepat.
"Dukk !" Perahu itu tiba - tiba menempel pada perahu-perahu yang telah mengurung di depan dan kanan kiri.
"Eh-eh, apa artinya ini ?" Siok Lan berseru kaget dan mencabut pedangnya.
Tukang perahu tertawa. "Kawan - kawan, dua ekor domba ini adalah teman - teman yang tadi !"
"Bangsat, jangan kau main-main ! Apa artinya ini ?" Siok Lan mengancam tukang perahu dengan pedangnya. Akan tetapi tukang perahu itu tiba - tiba sudah memegang sebatang golok yang dipergunakannya untuk menangkis pedang itu. "Jangan kalian bergerak !" bentaknya dengan suara mengancam. "Percuma saja melawan. Satu kali kugulingkan perahu, kalian akan menjadi makanan ikan ! Lebih baik menurut dan menyerah saja !"
"Jahanam, kau yang mampus lebih dulu !" bentak Siok Lan sambil menyerang dengan pedangnya. Akan tetapi ia berteriak kaget dan terhuyung, terpaksa membatalkan niatnya menyerang ketika tiba - tiba perahu menjadi miring dan hampir saja ia terjungkal. Tukang perahu itu ternyata telah memegangi pinggiran perahu dan mengguncang-guncangnya ! Kalau ia menjungkalkan perahu, celakalah Wi Liong dan Siok Lan yang tidak bisa berenang, sebaliknya tukang perahu itu tentu saja amat pandai.
"Ha-ha-ha-ha ........ auppp !" Tiba - tiba tukang perahu yang tadinya tertawa-tawa itu berhenti dan ia terduduk di kepala perahu, diam seperti patung batu! Sehelai tambang yang tadi dipakai mengikat perahunya, telah meluncur seperti ular dan tahu - tahu ujungnya menotok jalan darahnya, seketika membuat ia kaku. Tentu saja perbuatan lihai ini dilakukan oleh Wi Liong.
"Bu Beng Siocia (Nona Tiada Nama), kau pegang dayung dan jaga perahu supaya tidak hanyut. Biar aku bereskan mereka !" kata Wi Liong yang tidak mengenal nama nona itu sambil berkelakar.
Siok Lan maklum bahwa saat genting itu amat berbahaya. Ia melompat dan mengambil dayung dari tangan tukang perahu yang sudah kaku. Ketika ia merampas dayung, tukang perahu itu roboh terguling ke dalam perahu, rebah miring tak bergerak seperti balok. Biarpun bukan ahli, kalau hanya menggerakkan dayung supaya perahu tidak berputar-putar saja Siok Lan sudah pandai.
Sementara itu, melihat bahwa di tiap perahu terdapat dua orang yang berpakaian seperti serdadu Mongol, tahulah Wi Liong bahwa tukang perahu itu memang seorang mata - mata Mongol. Ia cepat melompat, bagaikan seekor burung hantu yang sukar diikuti mata gerak - geriknya. ia berloncatan dari perahu ke perahu. Terdengar seruan - seruan kesakitan dan orang-orang di dalam perahu itu sudah dapat dibikin tak berdaya dalam waktu singkat. Perahu-perahu mereka yang empat buah jumlahnya itu mulai hanyut berputaran dibawa arus sungai.
"Jangan bunuh dia !" teriak Wi Liong yang tahu-tahu telah melompat kembali ke dalam perahu dan mencegah Siok Lan yang hendak menusuk tukang perahu itu.
"Lagi - lagi kau menghalang - halangiku," kata Siok Lan tak puas, akan tetapi tidak marah lagi. Ia kini makin kagum melihat sepak-terjang Wi Liong yang betul - betul memiliki kelihaian yang luar biasa sekali itu.
"Apa kau lupa bahwa susiokmu dan yang lain - lain tadi juga menumpang perahunya " Kita bisa memaksa dia mengaku apa yang telah terjadi dengan mereka. "
Ingin Siok Lan menampar kepalanya sendiri. Mengapa ia begitu bodoh " Di samping ini, timbul rasa gelisahnya. Jangan-jangan susiok dan ibunya telah terpedaya oleh tukang perahu ini dan telah mengalami kecelakaan !
"Lekas katakan, apa yang telah terjadi dengan rombongan itu !" bentak Siok Lan, mengancam tukang perahu itu dengan ujung pedang, siap ditusukkan ke lehernya.
Melihat betapa pemuda itu dengan mudahnya merobohkan semua kawannya, tukang perahu atau mata - mata Mongol itu menjadi pucat, tubuhnya gemetar dan ia berlutut di atas perahunya dengan kedua kaki lemas.
"Ampun, aku ......... aku hanya tukang perahu biasa ....... aku tidak ikut- ikut ....... !"
"Bohong !" Siok Lan membentak marah. "Tak usah pura-pura, hayo lekas ceritakan apa yang terjadi dengan mereka."
"Rombongan itu, tiga orang kakek dan dua orang wanita ......... mereka menumpang perahuku, lalu datang pasukan kerajaan ......... mereka menggulingkan perahu ......... mereka menawan dua orang yang wanita. Tiga orang kakek berhasil melarikan diri ........."
Siok Lan menjadi pucat. Celaka, ibunya tertawan, bersama Pui Eng Lan.
"Yang tertawan itu dibawa ke mana " " kini Wi Liong yang bicara.
"Mana aku tahu" Tentu ke kota raja ........ ke mana lagi ......... ?"
"Pergilah !" Siok Lan tak dapat menahan kemarahan hatinya lagi. Sekali tendang tukang perahu itu terlempar ke dalam air dan tidak timbul lagi.
"Kita harus menolong mereka" kata Wi Liong sambil mengambil dayung, "lebih dekat kita mengambil jalan melalui sungai itu, lebih cepat dan aman. Tentu di belakang penangkapan ini berdiri Kun Hong jahanam busuk itu"
Siok Lan memandang dengan terima kasih. Tanpa pemuda ini. agaknya ia tidak mempunyai harapan untuk dapat menolong ibunya. Dengan pemuda ini di sampingnya, ia merasa kuat, aman dan sanggup melakukan pekerjaan yang betapapun beratnya. Ia hanya mengangguk dan mukanya tidak cemberut lagi.
Pada keesokan harinya pagi - pagi sekali perahu mereka telah tiba di sebelah selatan kota raja. Siok Lan bangun dari tidurnya. Saking lelahnya, ketika ia duduk di dalam perahu, ia tertidur sambil menyandarkan tubuhnya pada papan perahu. Wi Liong mengemudi perahu hanyut oleh arus sungai, tidak berani mengeluarkan suara berisik agar dara itu tidak terganggu tidurnya. Makin dipandang makin meresap, makin lama makin mendalam perasaan kasih sayangnya kepada dara yang pemarah ini. Di balik sifat marah ini Wi Liong mendapatkan sesuatu yang menarik hatinya, mendapatkan watak yang mulia dan kedukaan yang menimbulkan kasihan di hatinya terhadap gadis ini.
"Selamat pagi. Bu Beng Siocia." kelakar Wi Liong menyambut gadis yang baru bangun itu.
Siok Lan menggosok kedua matanya. Masih mengantuk rasanya. Lelah dan kurang tidur, lapar pula, membuat tubuhnya lesu.
"Aku sampai tertidur tanpa kurasa." katanya perlahan sambil mencuci muka dengan air sungai yang mudah saja dicapai tangan di pinggir perahu. "Apa kau tidak tidur ?" tanyanya, mengangkat mukanya yang menjadi segar kemerahan setelah digosok - gosoknya dengan air.
Wi Liong tersenyum, menggeleng kepala.
"Kau tidak mengantuk ?"
"Rasa kantuk sih ada, akan tetapi dapat kutahan. Melihat kau dapat tidur enak saja sudah puas hatiku."
Wajah Siok Lan makin memerah. Tiba-tiba ia mengangkat mukanya lagi, memandang tajam sambil bertanya,
"Mengapa kau begini baik terhadap aku ?" Ketika mengajukan pertanyaan ini matanya bersinar dan bibirnya yang merah agak tersenyum, bukan main manisnya dalam pandangan Wi Liong.
"Aku baik terhadapmu ?" Wi Liong berkata sambil mengangkat alis dan menggerakkan bahunya. "Entahlah, ada sesuatu yang memaksa aku harus bersikap baik kepadamu, lebih kepada semua orang di dunia ini."
"Apa maksudmu ! Apa yang kau harapkan dari sikap baikmu ini " Tentu agar akupun bersikap baik dan suka kepadamu, bukan ?"
Wi Liong berdebar hatinya. Gadis ini luar biasa sekali. Sinar matanya menunjukkan bahwa di balik sinar mata itu terdapat kecerdikan yang tinggi, yang sekaligus sudah dapat menebak isi hatinya.
"Tak perlu aku bicara panjang lebar dan berputar - putar, nona. Sungguhpun baru satu kali aku bertemu denganmu, bahkan namamupun aku belum tahu, akan tetapi ada sesuatu di dalam dadaku yang membuat aku amat suka kepadamu, membuat aku ingin selalu berada di sampingmu, membuat aku ingin selama hidupku menjadi pelindungmu. Memang ada pula perasaan yang menginginkan supaya kaupun suka kepadaku, akan tetapi, melihat kau selamat dan bebas dari pada bahaya dan kedukaan saja rasanya aku sudah puas !"
Siok Lan adalah seorang gadis yang cerdik bukan main. Semenjak pemuda itu menolongnya untuk pertama kali, bahkan semenjak pemuda itu memandang kepadanya di Kelenteng Siauw-lim-si, ia dapat menduga bahwa pemuda ini jatuh cinta kepadanya. Pemuda ini, tunangannya, calon suaminya yang sah, jatuh cinta kepadanya dan pada saat itu juga, di depan orang lain menyangkal atau menolak ikatan pertunangannya dengan dia pula. Alangkah lucu dan anehnya! Dapat dibayangkan betapa hatinya menjadi bahagia, kecewa, marah dan banyak macam lagi teraduk menjadi satu. Ia merasa bahagia oleh karena melihat bahwa tunangannya ternyata seorang pemuda yang menarik hatinya. Tak dapat disangkal pula bahwa diapun suka dan bangga mempunyai tunangan seperti Thio Wi Liong ini. Akan tetapi ia marah dan kecewa karena pemuda ini tidak setia terhadap ikatan jodoh yang sudah dilakukan oleh paman pemuda itu dan ayahnya, sehingga di luaran berani menyatakan tidak cocok dengan pertunangan itu. Malah ia marah sekali karena pemuda ini di depannya berani mencela ayah bundanya !
Melihat pemuda itu berdiri sambil memegang dayung tersenyum ganteng sekali kepadanya, Siok Lan makin berdebar hatinya. Kemudian ia membuang muka dan memandang ke darat.
"Kurasa ........."
"Ya ......... ?" Wi Liong mendesak melihat gadis itu ragu - ragu.
"Kau ini.........seorang pemuda yang terlalu baik hati akan tetapi ........"
"Akan tetapi apa ......... " Teruskan......"
"Akan tetapi ......... bodoh, sombong dan tidak setia !"
Wi Liong melengak, kemudian mukanya menjadi merah sekali. Ia mendongkol juga. Ingin ia memaksa gadis itu menengok memandangnya, akan tetapi gadis itu tetap menghadapi daratan dan sedikitpun tidak mengerling kepadanya.
"Hemm, begitukah ........ " Kau maksudkan aku tidak setia terhadap pertunanganku dengan gadis bernama Kwa Siok Lan yang selama hidupku belum pernah kulihat itu" Bu Beng Siocia (Nona Tiada Nama), kau tidak adil ! Andaikata kau yang menjadi nona yang ditunangkan dengan seorang pemuda yang selama hidupmu belum pernah kaulihat, apakkah kau juga akan suka hati " Aku tidak melanggar kesetiaan, karena di dalam hati aku merasa belum ada ikatan sesuatu dengan gadis yang dipaksa menjadi tunanganku itu. Akan tetapi terhadap kau ....... aku ......."
"Sttt. diam ! Kulihat susiok di sana !" kata gadis itu sambil melambai ke darat. Wi Liong menengok dan betul saja, ia melihat kakek muka merah itu sudah berada di darat seorang diri. "Kita berpisah di sini ......" bisik Siok Lan.
"Akan tetapi ......... ke mana aku harus mencarimu kelak ......... ?"
"Kau masih bertunangan, untuk apa mencariku" Kalau kau sanggup memutuskan tali perjodohanmu dengan gadis she Kwa itu. kelak pasti kita saling bertemu ......" Ia berbisik lalu disambungnya keras-keras, "Hayo dayung ke pinggir!''
Berseri wajah Wi Liong. "Betulkah?" bisiknya. "Baik, aku akan memutuskan pertunangan itu, kemudian akan kucari kau !" Ia lalu mendayung perahunya ke pinggir. Sebelum perahu menempel daratan, Siok Lan berbisik pula.
"Aku mendarat dan sini jangan kau ke pinggir, tak usah kau menemui susiok!" Dalam kata-kata ini terkandung permintaan yang amat sangat sehingga Wi Liong berdiri mematung, tidak mendayung perahunya lagi. Adapun Siok Lan dengan gerakan lincah ringan, melompat seperti seekor burung melayang ke darat di mana susioknya, See-thian Hoat-ong. kakek gagah perkasa yang berpakaian baju perang itu, telah menanti dengan muka girang.
"Syukur kau telah dapat terlepas dari cengkeraman musuh !" kata kakek itu menyambut kedatangan Siok Lan. "Mengapa dia tidak ikut ke sini " Apakah dia yang telah menolongmu" Pemuda itu sungguh lihai !"
Karena gadis itu meminta dengan suara mengandung penuh permohonan, Wi Liong merasa tidak enak untuk menolak, maka iapun cepat-cepat mendayung perahunya ke tengah lagi dan
sebentar saja perahunya menghilang di sebuah tikungan. Gadis aneh, benar-benar aneh sekali, akan tetapi menarik ! Anehnya itukah yang menjadi daya paling menarik" Kemudian ia teringat akan gadis yang seorang lagi, yang agak hitam manis, gadis yang oleh gurunya, Pak-thian Koai-jin. hendak dijodohkan dengan dia ! Gadis itu kini tertawan musuh, juga wanita gagah Tung-hai Sian-li. Mereka ini, dua orang wanita dan tiga orang kakek aneh, seperti juga gadis langsing yang aneh itu, adalah orang-orang kang-ouw yang mengagumkan. Orang - orang gagah yang tidak mau diam membiarkan, para penghianat bangsa mempergunakan kedudukan untuk memeras rakyat. Mereka ini memang patut disebut pendekar - pendekar perkasa, karena bukankah gurunya juga memberi petunjuk bahwa kalau dia hendak memilih jalan benar, harus ia bersatu dan membela rakyat jelata"
"Aku harus menolong mereka," pikirnya. "Dia bersama susioknya si muka merah itu tentu kembali ke kota raja juga. Di sana berbahaya, ada Kun Hong yang lihai sekali. Aku harus membantunya menolong kawan-kawannya yang tertawan." Dengan pikiran ini. Wi Liong lalu mendayung perahunya cepat - cepat ke depan, kemudian iapun mendarat dan menuju ke kota raja yang temboknya sudah kelihatan dari tempat itu.
Adapun Siok Lan begitu bertemu dengan See-thian Hoat-ong, segera bertanya apa yang telah terjadi semenjak mereka berpisah.
"Berbahaya sekali ........." kata See-thian Hoat-ong sambil menggeleng kepalanya. Kemudian ia menceritakan pengalamannya. Seperti telah dituturkan di bagian depan. See-thian Hoat-ong, Pak-thian Koai-jin Lam-san Sian-ong. Tung-hai Sian-li. dan Pui Eng Lan, terpaksa melarikan diri karena pasukan Mongol menyerang mereka dengan hujan anak panah. Mereka lari turun gunung dan terus ke selatan. Mereka bermaksud untuk memasuki kota raja melalui sungai dan mencoba menyelamatkan Siok Lan yang tertawan. Tukang perahu yang ternyata mata - mata Mongol itu menyeberangkan mereka, akan tetapi setelah tiba di tengah sungai, tukang perahu itu melompat ke dalam air dan menyelam. Rupa-rupanya memang sudah diatur lebih dulu karena begitu tukang perahu melompat ke air. dari kedua seberang sungai datang banyak perahu yang ditumpangi oleh pasukan Mongol. Belasan orang serdadu Mongol ahli renang melompat ke dalam air menyelam dan menyerang perahu itu dari bawah. Perahu itu mereka balikkan dan lima orang gagah itu tidak berdaya sama sekali. Mau melompat, melompat ke mana " Daratan masih terlampau jauh. Terpaksa mereka melompat ke air dan segera dikeroyok oleh banyak orang serdadu yang pandai bermain di air.
Celakalah Pui Eng Lan dan Tung-hai Sian-li. Mereka lihai sekali kalau di darat, akan tetapi di air. mereka tak berdaya dan sebentar saja mereka telah dapat ditawan dalam keadaan setengah pingsan. Sungguh menyedihkan. Apa lagi bagi Tung-hai Sian-li seorang tokoh besar di dunia kang-ouw begitu mudah tertawan oleh serdadu-serdadu Mongol yang kalau di darat, biar ada limapuluh orang sekalipun tak mungkin akan dapat menawannya !
Tiga orang kakek itu biarpun tak boleh dibilang ahli. namun masih dapat berenang, maka serdadu - serdadu itu mana dapat menangkap mereka " Beberapa orang serdadu yang berani mendekat, tewas oleh pukulan - pukulan mereka dan sambil mengikuti arus air, tiga orang kakek ini akhirnya berhasil mendarat. Akan tetapi mereka tidak berdaya sama sekali untuk menolong Tung-hai Sian-li dan Pui Eng Lan yang sudah dibelenggu dan dibawa pergi dengan perahu oleh para serdadu.
Demikianlah pengalaman yang dituturkan oleh See-thian Hoat-ong. "Pak-thian Koai-jin tidak sabar lagi, langsung mengejar ke kota raja untuk menolong muridnya." berkata kakek muka merah itu. "Lam-san Sian-ong mengawaninya. Aku menanti di sini kalau-kalau Tung-hai Sian-li atau nona Pui itu muncul, karena ketika kami bertiga mati - matian berusaha mendarat, mereka yang tertawan sudah tidak ada lagi. Aku sudah mencari-cari di sekitar sini. khawatir kalau- kalau kawan-kawan yang tertawan tidak dibawa ke kota raja. Akan tetapi menurut beberapa orang nelayan yang melihatnya, memang Tung-hai Sian-li dan nona Pui dibawa ke kota raja."
"Susiok kita harus menolong dia ............" kata Siok Lan.
"Ibumu......... " "
Siok Lan mengangguk, lalu berkata pasti, "Kita harus menolong dia dan membawanya ke Poan-kun !"
See-thian Hoat-ong memandang tajam, lalu menarik napas panjang dan berkata. "Alangkah baiknya kalau usahamu berhasil. Akan tetapi aku amat menyangsikannya. Ibumu itu terkenal berwatak keras seperti baja, kemauannya tak dapat dirobah lagi ........."
Mereka lalu melakukan perjalanan cepat, kembali ke kota raja untuk berusaha menolong Tung-hai Sian-li dan Pui Eng Lan yang tertawan.
Semenjak dunia berkembang, cinta memang merupakan sesuatu yang amat berpengaruh. Cinta memegang peran penting sekali dalam kehidupan manusia, menguasai hati manusia sepenuhnya, baik ia seorang bodoh atau pintar, jahat atau baik. Demikian besar pengaruh cinta kasih terhadap manusia sehingga ia kadang- kadang bahkan mengalahkan watak. Orang bodoh sewaktu-waktu bisa menjadi cerdik orang pintar bisa menjadi tolol, orang jahat bisa berbuat kebaikan sebaliknya orang baik bisa melakukan perbuatan jahat, ini semua gara-gara cinta !
Kam Kun Hong adalah seorang pemuda yang biasanya memandang rendah kaum wanita. Melihat wanita baginya sama dengan melihat boneka-boneka cantik yang adanya hanya untuk ditimang-timang kemudian dibuang setelah bosan. Atau seperti kembang-kembang segar yang adanya hanya untuk dipetik kemudian dibuang setelah layu. Wataknya yang tidak baik ini terutama sekali adalah pengaruh dari watak dua orang gurunya yang mendidiknya sejak ia kecil, yaitu Tok-sim Sian-li wanita cabul itu dan Bu-ceng Tok-ong tokoh yang terkenal paling mbocengli (tidak tahu aturan) ! Kemudian gurunya yang terakhir, Thai Khek Sian yang juga seorang manusia iblis berwatak rendah dan cabul. Ini semua masih ditambah lagi oleh lingkungan atau perhubungannya dengan orang-orang yang memang tidak bersih pikirannya.
Sudah banyak wanita yang dikenal Kun Hong, yang dipermainkannya seperti orang mempermainkan boneka atau kembang. Dia pemuda pembosan. Akan tetapi aneh bin ajaib, begitu bertemu dengan Pui Eng Lan, tak sedetikpun ia dapat melupakan wajah yang manis itu, tak dapat ia mengusir bayangan senyum gadis itu, kerlingnya yang tajam, lesung pipit di ujung bibirnya.
"Aku harus mendapatkan dia !" Berkali-kali pemuda ini mengambil keputusan. "Aku bisa mati karena rindu kalau tidak bisa mendapatkan dia !"
Oleh karena itu, dapat dibayangkan betapa gembira hatinya ketika ia mendengar bahwa gadis pujaan hatinya itu telah tertawan, bersama Tung-hai Sian-li ! Cepat ia mendatangi tempat tahanan mereka dan melarang semua orang mengganggu dua orang tawanan itu, terutama sekali si gadis. Biarpun baru sebentar di kota raja, namun Kam Kun Hong sudah mempunyai pengaruh dan kekuasaan besar sekali. Ini bukan hanya karena dia datang sebagai wakil Thai Khek Sian, akan tetapi terutama sekali karena semua orang sudah menyaksikan sendiri betapa lihatnya pemuda ini. Apa lagi melihat betapa Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong, tokoh - tokoh yang amat terkenal di antara pasukan - pasukan penjaga Mongol, bersikap demikian takut - takut terhadap Kun Hong.
Kekuasaan pemuda, ini menguntungkan Tung-hai Sian-li dan Pui Eng Lan. Oleh larangan Kun Hong ini, tak seorangpun berani mengganggu mereka, bahkan Bu-ceng Tok-ong sendiripun tidak berani !
Pada hari ke dua, selagi Pui Eng Lan merenung menantikan nasibnya di dalam kamar tahanan, pintu kamar itu terbuka dari luar. Nona ini mendapat perlakuan baik. Biarpun masih diborgol kaki tangannya, akan tetapi ia berada di dalam sebuah kamar yang bersih, duduk di atas kursi dan di atas meja tersedia makanan dan minuman. Borgol kaki tangannya berantai panjang, tidak menghalangi apa bila ia hendak makan atau minum.. Akan tetapi mana bisa gadis ini mengisi perutnya" Ia hanya menanti datangnya musuh yang hendak membunuhnya sambil mengharapkan munculnya suhu dan kawan - kawannya untuk menolong dia dari kamar tahanan ini. Ia menyesal sekali karena dipisahkan dari Tung-hai Sian-li yang tiada hentinya memaki - maki menantang orang-orang Mongol mengadakan pertandingan secara jujur.
Eng Lan kaget sekali ketika mendengar pintu tahanannya terbuka dari luar. Tak salah lagi. pasti musuh yang datang. Kalau suhunya atau kawan - kawannya yang hendak menolong, tentu datang pada malam hari tidak pada pagi hari seperti itu. Akan tetapi ia tidak takut. Pui Eng Lan tidak mengenal takut. Rasa takut akan bahaya sudah habis dideritanya ketika ia masih berusia enam tahun dahulu, ketika bala tentara Mongol menyerbu ke Tiongkok desanya dihancurkan, orang tuanya binasa dalam rumahnya yang dibakar. Dia lari, lari terus menjauhkan diri dari segala kengerian itu sampai akhirnya dipungut oleh Pak-thian Koai-jin dan menjadi muridnya. Kalau di waktu masih kecil sudah mengalami kengerian seperti itu apa lagi yang dapat mendatangkan rasa takut dalam hatinya " Tidak, Pui Eng Lan tidak kenal lagi terutama sekali tidak takut akan bahaya yang dapat membawa maut.
Mukanya yang agak pucat menjadi merah secara tiba - tiba dan matanya yang indah jeli berapi-api, bibirnya yang manis bentuknya itu merengut.
"Kau ?" Mau apa kau datang ke sini " Penghianat, pengecut ! Tak usah membuka mulut, kalau mau bunuh lekas bunuh, aku Pui Eng Lan tidak takut !" katanya, menyambut masuknya pemuda tampan itu dengan makian pedas.
Kun Hong tersenyum, senyum mengejek yang sudah menjadi kebiasaannya dan sepasang matanya berseri - seri. penuh godaan dan penuh kegembiraan.
"Kalah madu olehmu......" katanya dan pandangannya penuh gairah.
"Kalah apa " Madu bagaimana " Jangan ngaco-belo !"' Eng Lan memang tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh pemuda ini.
"Kalah manis !"
"Setan jahanam, siapa sudi mendengar pujianmu " Jangan coba bermain gila di sini !"
"Main gila apa " Memang aku sudah tergila-gila kepadamu. Nona Pui Eng Lan, tahukah kau bahwa selama hidupku baru kali ini aku bertemu dengan seorang gadis yang gagah perkasa, cantik jelita, manis denok, tiada cacad seujung rambut-pun ! Adikku yang baik, aku tidak main - main kali ini, aku betul - betul cinta kepadamu. Katakan saja kau suka, aku akan meminangmu untuk menjadi isteriku!"
"Keparat busuk, siapa sudi mendengarkan omonganmu " Kau penghianat dan pengecut, kau menyuruh anjing - anjing Mongol itu menawan aku dan Tunghai Sian-li secara curang, dan sekarang kau masih ada muka untuk pura - pura bersikap manis " Hemm. kaukira aku orang macam apa mudah kautipu dan bujuk " "
"Kau galak, akan tetapi aku lebih suka gadis bersemangat. Kau menuduh orang sembarangan saja. Yang menawanmu memang pasukan kerajaan, akan tetapi apa kau tidak ingat akan perbuatanmu yang amat ceroboh dan menggegerkan kota raja " Kau telah membunuh seorang hartawan she Liu yang mempunyai pengaruh besar. Masih herankah kau kalau kau ditawan" Memang mudah menyalahkan orang, alangkah sukarnya meneliti kesalahan diri sendiri." Sambil berkata demikian, Kun Hong menggerakkan kedua tangannya, terdengar suara pletak- pletok dan belenggu yang mengikat kaki tangan gadis itu putus semua ! Bukan main kagumnya hati Eng Lan. Ia sejak malam tadi sudah mengerahkan seluruh lweekangnya untuk mencoba mematahkan belenggu, akan tetapi tambang itu terbuat dari pada kulit binatang yang amat kuat, ulet dan mulur. Sekarang dengan gerakan demikian ringan dan cepat, pemuda ini sudah berhasil memutuskan semua ikatannya. Benar-benar hebat pemuda ini.
Eng Lan mengangkat dadanya. "Memang aku yang membunuh hartawan okpa (jahat) itu. Kau hanya menegur karena aku membunuh, tidak bertanya mengapa aku membunuhnya. Bandot tua she Liu itu karena ingin memaksa enciku menjadi selirnya, telah membunuh enciku dan suaminya berikut seorang anaknya setelah enciku menolak. Coba kau pikir, apa bandot macam itu tidak patut dibunuh" "
"Sudah sepatutnya ! Dia harus seribu kali dibunuh !" Kun Hong mengangguk - angguk dengan muka sungguh - sungguh. "Akan tetapi dengar. Aku dan pasukan itu adalah petugas - petugas, penjaga keamanan kota Peking dan sekitarnya. Kau sudah datang bersama kawan - kawanmu dan melakukan pembunuhan atas diri seorang bangsawan kaya, sudah tentu kami menangkapmu."
Eng Lan mengedikkan kepalanya. "Aku yang membunuh anjing tua itu ! Kau boleh tangkap aku, boleh bunuh aku. Akan tetapi jangan mengganggu yang lain. Tung-hai Sian-li tidak berdosa, mengapa ikut-ikut ditangkap " Akulah pembunuhnya dan aku siap menerima hukumannya, jangan bawa - bawa orang lain. Lepaskan dia ! "
Kun Hong mengangguk - angguk. "Kau betul juga. Biar sekarang aku menyuruh orang membebaskan Tung-hai Sian-li. Dan kau juga ! Akan tetapi berjanjilah bahwa kau takkan menikah dengan orang lain dan menanti pinanganku!"
Eng Lan kurang memperhatikan kalimat terakhir ini. Dia terlampau heran mendengar ucapan pemuda ini yang hendak membebaskannya, juga Tung-hai Sian-li.
"Membebaskan ...... aku ...... ?" tanyanya, matanya terbelalak lebar memandang pemuda itu, tidak percaya.
Kun Hong mengangguk, tersenyum. "Eng Lan. aku cinta padamu. Lebih baik aku menggantung leherku sendiri dari pada melihat dan membiarkan kau dihukum gantung ! Aku cinta padamu, masih herankah kau ?" Sambil berkata demikian, dengan mata bersinar - sinar dan bibir tersenyum pemuda ini melangkah maju.
Eng Lan melangkah mundur, takut dan ngeri akan apa yang diperbuat oleh pemuda ini kcpadanya, Tiba - tiba, melihat bahwa ia tidak akan dapat melarikan diri lagi, nona ini menjadi nekat. Sambil berseru keras ia menerjang maju, memukul dada pemuda itu sekuatnya. Eng Lan adalah murid terkasih dari Pak-thian Koai-jin, biarpun dia seorang ahli ilmu pedang, namun pukulan tangannya juga lihai dan berbahaya.
Kun Hong mengeluarkan suara ketawa menyeramkan dan sekali ia menggerakkan tangan, ia telah berhasil menangkap pergelangan tangan gadis itu yang lalu dipeluknya. Eng Lan mencoba untuk meronta, namun tak berdaya lagi. Dalam pegangan Kun Hong ia sama sekali tidak kuasa memberontak. Ia menjadi gelisah dan ......... menangis !
Aneh sekali. Kun Hong yang biasanya berhati keras dan tidak mengenal kasihan, mendengar tangis Eng Lan tiba - tiba seperti lemas seluruh tubuhnya. Cekalannya mengendur, hatinya penuh rasa kasihan. Tidak tega ia menggoda gadis yang dicintanya ini, tidak ingin ia menyusahkan hati Eng Lan. Ia melepaskan pelukannya dan ....... berlutut !
"Eng Lan, maafkan aku .......... jangan khawatir, aku takkan mengganggumu ......... maafkan aku, aku cinta padamu ........."
Eng Lan menjatuhkan diri di atas kursi, menutupi mukanya dengan kedua tangan dan menangis tersedu - sedu. "Pergi kau! Pergilah .......! Pergiii !!"
Kun Hong berdiri, memandang beberapa lama, menarik napas panjang, lalu berkata.
"Malam ini aku akan membebaskan kau dan Tung-hai Sian-li. Aku tidak mungkin dapat menyusahkan hatimu. Eng Lan. Sementara menanti datangnya malam, kau makan dan minumlah, jangan sampai terkena angin dan jatuh sakit."
Makin keras tangis Eng Lan mendengar ucapan yang halus dan penuh perhatian ini. Ia menangis sampai lama sesudah pintu kamar itu ditutup dan dikunci lagi dari luar. Hatinya tidak karuan rasanya. Ia kagum kepada Kun Hong. pemuda yang amat lihai ilmu silatnya, yang amat pemberani itu. Ia kagum, ia benci setengah mati, akan tetapi ia juga kasihan kepadanya ! Pemuda lihai, kurang ajar. jahat, namun ......... Eng Lan mulai makan hidangan di depannya !
Malamnya, menjelang tengah malam, pintu kamar tahanannya terbuka dari luar dan masuklah ......... Tung-hai Sian-li. Pendekar wanita ini menaruh jari telunjuk di bibir, lalu menghampiri sambil berbisik. "Kita pergi dari sini ......."
Eng Lan makin terharu, maklum bahwa pemuda yang jahat itu ternyata memegang janji. Tung-hai Sian-li lalu mendahuluinya, keluar dari pintu. Tidak kelihatan ada penjaga di luar pintu. Eng Lan mengikutinya. Kemudian, setelah melihat suasana sunyi saja. Tung-hai Sian-li dan Eng Lan melompat ke atas genteng rumah gedung yang menjadi tempat tahanan itu, lalu mulai melompat-lompat pergi dari situ.
"Kuntianak dari timur, jangan lari !" Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan muncullah Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong di depan Tung-hai Sian-li dan Pui Eng Lan. Tentu saja dua orang wanita ini kaget sekali, maklum bahwa mereka telah dihadang oleh dua orang musuh yang amat tangguh.
"Siluman beracun, kalau tidak kau, tentu aku yang menggeletak tak bernyawa !" bentak Tung-hai Sian-li dengan kemarahan meluap-luap melihat musuh besarnya kembali telah mencoba menghalangi larinya. Cepat ia mencabut pedang dan menyerang. Tok-sim Sian-li yang memang lebih lihai, tertawa mengejek sambil melompat ke samping.
Akari tetapi tiba - tiba Tok-sim Sian-li terhuyung mundur dan Bu-ceng Tok-ong yang hendak maju juga tersentak kaget dan melompat ke belakang.
"Jangan halangi mereka, biarkan mereka bebas !" kata Kun Hong yang muncul secara tiba-tiba dan tadi mendorong Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong.
"Kun Hong ! Kau membiarkan mereka lolos?" terdengar Tok-sim Sian-li berseru kaget sekali, juga terheran-heran. Bu-ceng Tok-ong juga heran dan mengomel.
Sementara itu. melihat munculnya pemuda yang menolong mereka, Tung-hai Sian-li dan Pui Eng Lan tidak membuang waktu lagi, terus melompat pergi dan berlari-lari menghilang di dalam gelap malam. Mereka mempergunakan kesempatan ini untuk lari saja oleh karena maklum bahwa apa bila terjadi pertempuran, tanpa dibantu kawan-kawan lain, mereka pasti akan kalah.
Biarpun merasa penasaran, Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong tidak berani mengejar.
"Kun Hong., melepaskan mereka berarti melanggar tugas kita yang sudah berjanji hendak membantu pemerintah menghalau para pengacau. Bagaimana kita harus mempertanggung-jawabkan terhadap Hek-mo Sai-ong yang tentu akan melaporkan hal ini ke kota raja ! " kata pula Tok-sim Sian-li penuh penyesalan.
"Kita bungkam mulut Hek-mo Sai-ong untuk selamanya kalau dia melapor." kata Kun Hong tidak perdulian.
"Biarpun Hek-mo Sai-ong dapat dibungkam, semua pasukan akan tahu belaka bahwa kau sengaja melepaskan tawanan. Apa kaukira mereka begitu bodoh " " Tok-sim mendesak lagi.
"Hayaaa. mengapa ribut - ribut " Kita tinggal pergi, habis perkara," kata Bu-ceng Tok-ong sambil tersenyum masam.
"Tok-ong, kita sudah menerima banyak hadiah dan kesenangan dari orang- orang Mongol, masa belum memperlihatkan jasa lalu ditinggal pergi ?" tegur Tok-sim.
"Perduli apa " Mereka boleh mampus !" jawab Bu-ceng Tok-ong.
Tahu akan watak Bu-ceng Tok-ong yang memang paling mbocengli (tidak tahu aturan) dan susah diajak urusan. Tok-sim Sian-li yang hendak mengingatkan Kun Hong berkata lagi kepada pemuda itu. "Kun Hong, anak baik. Boleh jadi kita tidak usah terlalu pusingkan pemerintah Mongol akan tetapi kita harus ingat akan perintah Thai Khek Siansu. Thai Khek Siansu bilang, selama murid keturunan Thian Te Cu dan Gan Yan Ki memusuhi orang-orang Mongol, kita harus membantu orang - orang Mongol dan menghadapi anak murid dua orang musuh lama itu."
"Siapa melanggar perintah suhu " Tung-hai Sian-li dan nona Pui Eng Lan bukan murid dua orang itu." bantah Kun Hong.
"Akan tetapi mereka bersekongkol dengan murid Thian Te Cu. Memang keturunan Gan Yan Ki sekarang menyembunyikan diri dan tidak membantu siapa- siapa, kita boleh tidak usah memusingkan dia, akan tetapi harus diingat bahwa murid Thian Te Cu, pemuda she Thio itu telah membantu rombongan yang mengacau di sini. membantu pembunuh - pembunuh kakek Liu. Pembunuhnya sudah tertawan, akan tetapi kau membebaskannya ........."
"Cukup ! Aku sengaja membebaskannya, siapa melarang !" Kun Hong membentak marah dan bekas guru - gurunya tidak ada yang berani berkelisik. "Aku ......... aku cinta kepada gadis itu. Aku akan mencari ayah untuk ......... untuk mengatur perjodohanku dengan dia ........."
Merah muka Tok-sim Sian-li, dan terdengar Bu-ceng Tok-ong tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha cinta bisa membikin dunia jungkir-balik ! Aku mencinta Tok-sim., Tok-sim mencinta Kun Hong, Kun Hong mencinta nona Pui dan nona Pui mencinta siapa " "
"Dia tentu mencintaiku !" potong Kun Hong, matanya bersinar, siap untuk marah kalau ada yang berani menyangkal.
"Tidak bagus kalau begitu. Urusan akan berhenti di sini saja, tidak ramai lagi, tidak menggembirakan. Selama ada keruwetan dan keributan, baru ada kegembiraan. Kalau Kun Hong sudah jatuh cinta dan terbalas, untuk apa aku lama-lama di sini bengong melihati orang asyik mesra" Aku mau pergi saja !" Setelah berkata demikian, kakek yang wataknya aneh ini lalu melompat pergi, didiamkan saja oleh dua orang kawannya.
"Akupun malam ini juga hendak mencari ayah di Kun-lun-san." kata Kun Hong sambil berkelebat pergi pula.
Tok-sim Sian-li berdiri bengong. Tak terasa lagi dua butir air mata mengalir turun di atas pipinya. Hatinya perih, penuh sesal, penuh iri. penuh cemburu. Kebenciannya terhadap Tung-hai Sian-li meluap - luap.
"Siluman betina dari timur !" bisiknya sambil menggigit gigi saking gemas dan sakit hati. "Dahulu kau datang merampas Kwa Cun Ek dari tanganku, merobek luka hatiku. Sekarang kau datang lagi bersama Pui Eng Lan yang mencuri hati Kun Hong kekasihku kau menghancur-leburkan hatiku. Kalau aku tidak dapat membelek dadamu dan mencabut jantungmu, sampai matipun aku akan menjadi setan penasaran !" Setelah menyumpah - nyumpah dan memaki-maki, Tok-sim Sian-li juga pergi dari situ. Untuk apa lebih lama berada di kota raja membantu Kaisar Mongol kalau di situ tidak ada Kun Hong di sampingnya" Ia hendak kembali ke Pulau Pek-go-to, hendak minta keadilan kepada Thai Khek Sian. hendak membujuk Thai Khek Sian mempergunakan pengaruhnya yang masih kuat atas diri pentolan Mo-kauw itu, agar supaya Thai Khek Sian melarang Kun Hong berjodoh dengan Pui Eng Lan !
Pegunungan Kun-lun adalah daerah yang amat luas. Panjangnya meliputi daerah Propinsi Cinghai memanjang ke barat sampai ke Tibet. Jarang ada orang kelihatan di daerah liar ini, kecuali para pertapa yang memang selalu mencari tempat-tempat sunyi seperti itu. Bahkan di sebuah di antara puncak-puncak Pegunungan Kun-lun-san, terdapat kelenteng besar yang merupakan kompleks perumahan para tosu dari Kun-lun-pai, partai persilatan yang sudah terkenal di dunia kang-ouw.
Kam Kun Hong berlari - lari di lereng Pegunungan Kun-lun-pai dengan wajah gembira sekali. Wajahnya yang tampan berseri - seri. rambutnya yang hitam tebal itu digelung ke atas. diikat saputangan putih, membuat mukanya nampak bundar putih tampan sekali, matanya bersinar-sinar. Hatinya gembira melihat pegunungan yang sudah amat dikenalnya ini. Ia pernah dahulu tinggal di puncak Kun-lun-san, di dalam kelompok perumahan Kun-lun-pai bersama ayahnya. Seng-goat-pian Kam Ceng Swi. Belasan tahun ia meninggalkan tempat ini, semenjak ia diculik oleh Tok-sim dan Tok-ong. Tigabelas tahun ia tidak bertemu dengan ayahnya. Kadang-kadang ia merasa rindu juga, akan tetapi kadang-kadang ia tidak ingin bertemu dengan ayahnya. Entah mengapa. Akan tetapi kali ini dengan penuh harapan ia mendaki Bukit Kun-lun untuk dapat bertemu dengan ayahnya. Tidak hanya karena rindu, terutama sekali untuk mengajukan sebuah permintaan, yaitu meminang Pui Eng Lan murid dari Pak-thian Koai-jin. Dia sendiri tidak tahu di mana tempat tinggal nona itu atau gurunya, akan tetapi ia percaya bahwa ayahnya tentu akan mengetahuinya. Ayahnya amat luas pengalaman dan pergaulannya, mustahil tidak tahu di mana tinggalnya Pak-thian Koai-jin, kakek kang-ouw berpakaian pengemis, bertubuh kecil pendek, matanya besar, nakal dan senjatanya juga aneh, mangkok butut dan tongkat bambu itu.
Ketika tiba di lereng di mana dahulu Tok-sim Sian-li dan Bu-ceng Tok-ong menculik dia dan Wi Liong, hari telah menjelang senja. Kun Hong berhenti dan merenung. Seakan - akan baru kemarin saja terjadinya hal itu. Masih terbayang di depan matanya ketika ia berkelahi dengan Wi Liong. Masih teringat ia ketika Pak-thian Koai-jin mempermain-mainkannya dan mau mengambil murid padanya.
"Orang muda dari mana dan siapa nama yang datang ke tempat sunyi ini ?" tiba - tiba terdengar orang menegur sampai Kun Hong menjadi kaget. Dari cara orang ini datang begitu tiba - tiba tanpa ia melihatnya, sudah dapat diduga oleh Kun Hong bahwa orang ini tentu memiliki kepandaian tinggi. Dia seorang kakek kurus bermata sipit, jenggotnya sedikit, tak terpelihara, rambutnya digelung ke atas. Dia tidak membawa apa-apa, hanya di punggungnya tergantung sebuah tempat arak terbuat dari kulit buah waluh yang dikeringkan.
Karena berada di tempat perguruan ayahnya. Kun Hong tidak berani berlaku lancang dan kurang hormat. Ia segera menjura dan menjawab.
'Siauwte adalah Kam Kun Hong. datang sengaja hendak menghadap ayahku. Kam Ceng Swi. Entah siapakah lo-enghiong ini. apakah seorang anak murid Kun-lun-pai " "
Orang itu melengak, memandang tajam lalu tertawa bergelak. "Kau putera Seng-gwat-pian " Ha-ha-ha, tidak nyana Kam-twako mempunyai seorang putera begini ganteng dan gagah! Eh Kam Kun Hong, ketahuilah, aku Cin Cin Cu sahabat baik ayahmu, seperti adik sendiri. Ha-ha, alangkah senangnya mempunyai seorang keponakan begini ganteng. Pertemuan ini harus dirayakan dengan minum arak wangi." Sambil berkata demikian, orang yang bernama Cin Cin Cu itu menurunkan ciu-ouw (tempat arak) dari punggungnya dan membuka sumbatnya. Betul saja tercium bau arak yang amat harum oleh Kun Hong.
"Maaf, siok - siok (paman). Bukan kurang menghormat, akan tetapi aku ingin sekali cepat bertemu dengan ayah. Nanti setelah bertemu dengan ayah, tentu dengan senang hati aku akan melayanimu minum arak," kata Kun Hong sambil tersenyum.
"'Tidak bisa. tidak bisa. Ayahmu kebetulan tidak berada di sini," kata Cin Cin Cu.
"Tidak berada di sini ?" Kun Hong bertanya dengan suara kecewa sekali. "Ke manakah perginya ayah ?"
"Kau ikutlah ke sini. minum arak. Tidak ada yang lebih nikmat dari pada minum arak sambil memandang bulan purnama dari tempat sunyi." Kakek itu lalu melompat dan tahu - tahu ia telah duduk di atas sebuah cabang pohon yang menjulang ke atas sebuah jurang yang curam. Cabang itu bergoyang - goyang naik turun dan hanya orang yang berkepandaian tinggi saja berani duduk di tempat seperti itu, dengan melompat dari bawah pula. Sekali cabang itu patah, orangnya tentu akan terjerumus ke dalam jurang yang amat dalam ! "Anak muda. kau ke sinilah temani aku minum arak mengagumi bulan sambil mengobrol seenaknya."
Kun Hong merasa ditantang. Ajakan kakek itu hampir sama dengan mencoba kepandaiannya. Di samping ini, juga ia ingin sekali mendengar di mana adanya ayahnya agar ia dapat menyusulnya Pemuda ini mengenjotkan kedua kakinya, mengerahkan ginkangnya dan melayang ke atas cabang itu, duduk di sebelah kanan kakek tadi. Diam-diam Cin Cin Cu kaget dan kagum bukan main karena cabang itu sedikitpun tidak bergoyang ! Padahal tadi ketika ia melompat ke situ, cabang itu bergoyang - goyang. Terang bahwa dalam ilmu ginkang, ia malah kalah oleh pemuda ini! Padahal ia adalah seorang ahli ginkang yang sudah mendapat julukan Bu-beng-kwi (Setan Tanpa Bayangan) !
"Bagus, kau pemuda gagah pantas menjadi keponakanku, pantas kuberi hadiah secawan arak harum !" katanya sambil mengeluarkan sebuah cawan arak yang amat kecil dan menuangkan arak dari tempat arak itu ke dalam cawan sampai penuh. Kun Hong menerima cawan penuh arak itu dan tersenyum. Alangkah kikirnya kakek ini. cawan araknya saja demikian kecil, seperempat cawan arak biasa ! Akan tetapi karena gembira juga melihat bahwa dari tempat itu ternyata mereka dapat melihat bulan purnama yang baru timbul dari timur, Kun Hong menyatakan terima kasih dan mengirup araknya sekaligus. Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika ia merasa betapa arak itu menyengat lidah dan mulutnya. Arak yang demikian keras, demikian harum dan demikian enak belum pernah ia minum selama hidupnya. Hampir ia tersedak.
Cin Cin Cu tertawa ketika menerima cawan yang sudah kosong. "Ha-ha. kaukira arak ini sama dengan arak yang boleh kaubeli dari segala warung " Ha-ha-ha, arak ini telah menyimpan sari cahaya bulan bertahun - tahun lamanya, namanya juga arak sinar bulan ! Kau dapat menenggak habis sekaligus tanpa tersedak, itu menandakan bahwa lweekangmu sudah amat tinggi. Kau seorang muda begini lihai, patut minum cawan ke dua !" Kembali ia menuangkan arak ke dalam cawan sampai penuh memberikannya kepada Kun Hong.
Kini tahulah Kun Hong bahwa kakek ini tidak pelit, melainkan araknya yang istimewa dan tidak bisa disamakan dengan arak lain yang boleh ditenggak sampai berpuluh cawan besar. Timbul kegembiraannya, ia menerima cawan itu sambil mengucapkan terima kasih.
"Lo-enghiong patut menjadi pamanku, patut menjadi saudara ayah ......."
"Ha-ha-ha. tentu saja. Aku Cin Cin Cu memang dengan Kam Ceng Swi seperti adik dan kakak. Kau selanjutnya boleh menyebutku paman Cin !"
Kun Hong juga tertawa. "Paman Cin benar-benar baik sekali. Tidak tahu apakah kau juga mengerti mengapa ayah turun gunung dan sekarang berada di mana " "
"Ayahmu turun gunung menuju ke Peking untuk membantu perjuangan ornag - orang gagah sedunia yang berusaha membendung pengaruh Mongol yang makin meracuni semangat orang-orang kang-ouw. Kabarnya orang - orang Mo-kauw juga sudah terang-terangan membantu para penghianat dan pembesar Mongol. Oleh karena itu ayahmu tidak dapat menahan hatinya dan sudah mendahului kami turun gunung. Apa lagi ketika ia mendengar bahwa manusia-manusia busuk macam Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-U juga ikut - ikut menjadi anjing penjilat Bangsa Mongol, malah kabarnya si gembong Mo-kauw Thai Khek Sian juga turut - turut !" Sambil berkata demikian, tiba - tiba Cin Cin Cu menghentikan sikapnya yang tertawa - tawa, sebaliknya kini menatap wajah Kun Hong dengan tajam penuh selidik !
Ucapan itu memang benar merupakan serangan mendadak yang menikam isi dada Kun Hong, akan tetapi pemuda ini dapat mengendalikan diri dan untuk menutupi mukanya yang menjadi merah, ia meneguk arak di dalam cawannya sekaligus ke dalam mulut. Kali ini ia tidak akan tersedak lagi karena ia sudah bersiap menghadapi arak keras itu.
Cin Cin Cu kembali tertawa bergelak. "Ayahmu memang bersemangat sekali, seorang gagah perkasa yang mulutnya saja sering kali bilang tidak perduli urusan dunia., akan tetapi di dalam hatinya selalu membela rakyat kecil yang terus- menerus menjadi korban kekuasaan ganas. Kaupun gagah, mari minum cawan ke tiga. Kau .tahu hanya tokoh-tokoh nomor satu dari Go-bi-pai yang sanggup menghabiskan tiga cawan arak sinar bulan ini sekaligus !'
Kembali cawan diisi penuh dan mendengar ucapan terakhir ini. darah muda dalam tubuh Kun Hong membuat ia pantang mundur. Kalau tokoh-tokoh nomor satu dari Go-bi-pai sanggup, masa ia tidak sanggup " Padahal pandang matanya sudah mulai berkunang dan kepalanya mulai berdenyut - denyut. Dari tempat tinggi itu ia melihat jurang di bawah ternganga seperti mulut hitam yang besar mengerikan. Bulan yang tadinya bundar terang, sekarang masih terang malah lebih terang, hanya bundarnya sudah pletat - pletot dan kadang - kadang kelihatan seperti ada dua atau tiga bertumpuk - tumpuk. Akan tetapi sebagai seorang muda yang tidak mau kalah, Kun Hong malu kalau menolak. Ia menerima cawan itu dan minum habis sekali tenggak, la mengambil keputusan untuk segera melompat turun setelah menenggak cawan ke tiga dan bercakap - cakap di atas tanah. Akan tetapi, begitu isi cawan ke tiga memasuki perutnya, matanya menjadi gelap, denyut di kepalanya makin hebat dan tiba - tiba Cin Cin Cu bergerak melompat dari tempat itu, dari alas cabang pohon.
Kun Hong maklum bahwa kalau dia tidak lekas - lekas turun, ia bisa jatuh terguling. Cepat ia melompat, akan tetapi oleh karena pandang matanya sudah kabur, lompatannya tidak tepat dan tubuhnya melayang ke pinggir jurang !
"Bagus. Cin Cin Cu sicu. terima kasih atas pertolonganmu !'" terdengar suara halus dan sehelai tambang meluncur bagaikan ular panjang, melibat tubuh Kun Hong yang. masih melayang lalu menariknya dengan sentakan kuat sekali ke atas tanah. Tambang ini yang dipegang oleh seorang tosu tua telah menolong Kun Hong dari bahaya terjerumus ke dalam jurang. Kun Hong bergulingan di atas tanah dalam keadaan setengah pingsan. Tosu tua itu lalu terus mengikat kaki tangannya dengan tambang tadi. biarpun ia sudah amat tua namun gerakannya cekatan dan segera muncul lima enam orang tosu yang membantunya. Sebentar saja Kun Hong sudah menjadi orang tawanan yang dibelenggu, tak berdaya sama sekali
Tosu tua tinggi kurus berambut putih ini bukan lain adalah Pek Mau Sianjin atau juga terkenal disebut Kun-lun Lojin, couwsu atau guru besar dari Kun-lun-pai! Beberapa orang tosu lain adalah anak - anak muridnya atau tokoh - tokoh utama dari partai Kun-lun.
Cin Cin Cu menjura dan menarik napas panjang. "Thian memang tidak menghendaki kejahatan merajalela di dunia. Kebetulan sekali selagi aku turun gunung hendak pulang, muncul pemuda ini yang memang kita cari - cari. Kalau ia tidak lekas - lekas mengaku putera Seng-gwat-pian, mana aku bisa mengenal murid Thai Khek Stan ?" Ia menggeleng-geleng kepala dan berkata lagi. "Sungguh berbahaya ! Dari lompatannya ke atas cabang saja sudah membuktikan bahwa dia benar-benar lihai sekali."
"Syukur dia datang sendiri, tak usah kita susah - susah mencarinya," kata Pek Mau Sianjin, kemudian ia menyuruh murid - muridnya menggusur pemuda itu dan membawanya ke kelenteng dan menjaganya keras - keras.
Siapakah Cin Cin Cu dan mengapa dia dan tokoh-tokoh Kun-lun-pai menawan Kun Hong mempergunakan arak keras yang agaknya dicampuri obat memabokkan "
Cin Cin Cu adalah seorang tokoh Go-bi-pai. partai persilatan yang tidak kalah ternama oleh Kun-lun-pai. Dia ini adalah sute (adik seperguruan) dari Pak-thian Koai-jin dan Hulek Siansu yang menjadi ketua Go-bi-pai. Seperti juga Pak-thian Koai-jin, Cin Cin Cu ini paling gemar merantau, tidak suka berdiam di gunung seperti Hu Lek Siansu dan saudara - saudara yang lain. Cin Cin Cu hidup seperti burung, terbang ke sana ke mari tidak ada yang melarang, hidup sebatangkara bersama guci araknya. Dia seorang yang amat doyan minum arak, maka julukannya Bu-eng-kwi (Setan Tanpa Bayangan) kadang - kadang ditambah dengan ciu-kwi (Setan Arak) ! Seperti halnya Pak-thian Koai-jin. Cin Cin Cu juga seorang yang berjiwa patriotik, tidak rela ia melihat tanah airnya dijajah oleh orang-orang Mongol. Akan tetapi menghadapi kekuatan yang maha besar dari bala tentara Mongol, ia bisa apakah " Paling - paling hanya mengganggu dan mengacau saja seperti yang dilakukan oleh pendekar - pendekar lainnya.
Dalam hal ilmu silat, biarpun tidak sepandai Pak-thian Koai-jin, kiranya tidak kalah jauh oleh suhengnya. Hu Lek Siansu, hwesio yang menjadi ketua Go-bi-pai. Ada kelebihannya dari kedua orang suhengnya itu, ialah bahwa Cin Cin Cu mahir ilmu pengobatan.
Ketika melakukan perjalanan ke Peking, Cin Cin Cu mendengar tentang keadaan di sana, mendengar bahwa Thai Khek Sian, gembong pertama dari Mo-kauw telah mengutus seorang muridnya yang pandai bernama Kam Kun Hong, dikawani oleh Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-li, untuk memperkuat kedudukan kaki tangan Mongol. Ketika mendengar bahwa murid Thai Khek Sian itu adalah putera Kam Ceng Swi yang dulu diculik oleh Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-li yang kini menjadi murid Thai Khek Sian. Cin Cin Cu cepat - cepat menuju ke Kun-lun-pai. Kam Ceng Swi adalah murid Kun-lun-pai, kalau puteranya sekarang menjadi jago Mongol. bukankah hal itu dapat mencemarkan nama baik partai Kun-lun-pai yang menjadi partai sahabat perkumpulannya "
Cin Cin Cu lebih tahu dari pada Kun Hong mana jalan terdekat menuju ke: Kun-lun, maka dia datang lebih dulu dari Kun Hong, biarpun selisihnya hanya dua hari. Diceritakannya kepada Pek Mau Sianjin tentang pemuda putera Kam Ceng Swi itu. Semua tokoh Kun-lun-pai masih teringat akan Kun Hong yang memang pernah tinggal di situ, maka kagetlah mereka. Terutama sekali Pek Mau Sianjin.
"Kita harus tangkap dia dan beri hukuman. Sayang Kam Ceng Swi sedang turun gunung, kalau .tidak tentu hal ini bisa kita rundingkan dengan dia sebagai ayahnya."
Dua hari Cin Cin Cu melepaskan lelah di puncak Kun-lun-san yang permai. Pada hari ke tiga, ia turun gunung pada waktu senja. Seperti sudah diceritakan, secara kebetulan sekali ia bertemu dengan Kun Hong. Ia belum pernah melihat pemuda ini, akan tetapi begitu mendengar pengakuan Kun Hong, ia cepat mengatur siasat untuk menangkapnya. Tentu saja Cin Cin Cu takkan menggunakan bantuan arak obatnya sekiranya ia tidak lebih dulu mengetahui sampai di mana kelihaian pemuda ini. Itulah sebabnya ia sengaja menguji kepandaian Kun Hong di atas cabang.
Arak yang diminum Kun Hong sebanyak tiga cawan itu bukan arak sembarangan. melainkan arak pilihan yang amat keras dan kuat. Dua cawan pertama tidak dicampuri apa - apa. akan tetapi melihat Kun Hong sudah agak pusing, cawan ke tiga dicampuri obat mabok oleh Cin Cin Cu di luar tahu Kun Hong. Biarpun Kun Hong memiliki kepandaian tinggi, lebih tinggi dari pada kepandaian jago tua Go-bi-pai ini, namun Kun Hong tetap seorang pemuda yang masih hijau. Ia terlalu percaya kepada Cin Cin Cu dan tidak merasa bahwa ia sedang di "loloh" sampai mabok. Kini ia dilempar ke dalam kamar tahanan dalam keadaan terbelenggu dan mabok setengah pingsan. Sampai sehari semalam ia tidak sadar, seperti orang tidur.
Dapat dibayangkan betapa kaget hatinya ketika ia bangun kembali, ia mendapatkan dirinya terbaring di atas pembaringan bambu dalam keadaan terbelenggu. Ia berusaha mengerahkan tenaga melepaskan ikatannya, namun sia - sia belaka. Tambang itu adalah tambang terbuat dari pada benang perak yang amat kuat. Kulit dagingnya akan lebih dulu rusak sebelum ia dapat memutuskan tambang itu. Ia maklum bahwa ia telah tertawan oleh orang pandai. Ia mengingat- ingat.
"Cin Cin Cu manusia curang !" tiba - tiba ia memaki keras setelah ia teringat akan pengalamannya sebelum ia pingsan. "Lepaskan aku dan mari kita bertanding secara jantan kalau kau memang laki - laki !" Biarpun ia terikat kaki tangannya, sekali menggerakkan tubuh. Kun Hong sudah melompat ke arah pintu dan begitu saja ia menumbukkan tubuhnya kepada daun pintu.
"Braakkk !' Pecahlah daun pintu itu dihantam pundaknya. Ia jatuh bergulingan keluar dan ketika ia mengangkat muka memandang, ia melihat banyak tosu tua dengan pedang di tangan sudah mengurungnya, dipimpin oleh tosu rambut putih yang masih ia kenal, karena tosu ini bukan lain adalah Pek Mau Sianjin, sucouw-nya atau guru dari ayahnya.
"Sucouw !" teriaknya girang. "Tolong lepaskan ikatan kaki tangan teecu. Teecu ditipu dan ditawan oleh seorang penjahat bernama Cin Cin Cu yang malam tadi berkeliaran di sini ......... !"
"Cin Cin Cu adalah sahabat pinto (aku) dan yang membelenggumu bukan dia, melainkan pinto sendiri ! " jawab Pek Mau Siannjin dengan suaranya yang halus dan sikapnya yang lemah-lembut, namun sungguh-sungguh dan keren sekali. Di samping kemarahannya, juga kakek tua ini amat kagum menyaksikan pemuda putera Kam Ceng Swi yang dulu merupakan seorang bocah nakal sekarang telah memiliki kepandaian hebat. Bahkan dibelenggu kaki tangannya masih dapat menghancurkan pintu kamar tahanan !
Adapun Kun Hong ketika mendengar kata-kata ini. seketika melompat bangun saking herannya lupa bahwa kaki tangannya masih dibelenggu sehingga biarpun ia dapat melompat berdiri, namun ia terhuyung - huyung dan melompat- lompat seperti seekor monyet untuk menjaga keseimbangan tubuhnya jangan jatuh terguling. Setelah dapat berdiri tegak, ia melihat tosu-tosu tua itu sudah menodongkan ujung pedang kepadanya. Pedangnya sendiri. Cheng-hoa-kiam. ternyata telah dirampas.
"Apa ....... apa artinya ini " Mana ayah,mengapa Kun-lun-pai memusuhiku?"
"Kam Kun Hong. tak perlu menyeret nama baik ayahmu. Jawablah, apakah kau benar menjadi murid Thai Khek Sian " " tanya Pek Mau Sianjin.
"Kalau betul mengapa " Berdosakah menjadi muridnya ! " Kun Hong mulai penasaran dan suaranya tidak menghormat lagi. Ia mulai memandang rendah kepada sucouwnya yang telah menangkap dia secara curang.
Kun-lun Lojin atau Pek Mau Sianjin. ketua Kun-lun-pai itu menarik napas panjang. "Jadi kau betul murid Thai Khek Sian " Dan kau menjadi wakil gurumu itu untuk membantu para penghianat bangsa dan para bangsawan penjajah Bangsa Mongol " "
"Memang aku mewakili suhu untuk membantu penjagaan keamanan kota raja dari para pengacau. Apa salahnya pula ?" jawab Kun Hong berani.
"Memang tidak salah, kalau saja kau bukan anak Kam Ceng Swi." kata ketua Kun-lun-pai itu. "Akan tetapi sebagai keturunan seorang tokoh Kun-lun-pai. perbuatanmu itu tidak saja berarti merusak nama baik ayahmu, malah kau telah merusak nama baik Kun-lun-pai di dunia kang-ouw. Oleh karena kau putera Kam Ceng Swi. kau terhitung cucu murid pinto dan karenanya kau juga seorang anak murid Kun-lun-pai. Oleh karena inilah maka pinto harus menangkapmu dan menghabiskan riwayat sepak-terjangmu yang benar-benar memalukan itu."
"Susiok, dia telah bercampur gaul dengan orang-orang Mo-kauw. dengan perempuan - perempuan cabul seperti Tok-sim Sian-li, itu saja sudah cukup untuk menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Apa lagi ditambah dengan peristiwa-peristiwa yang timbul akibat sepak - terjangnya yang sudah seperti iblis Mo-kauw, suka mengganggu wanita dan sebagainya......... !" kata seorang tosu yang sudah gatal - gatal tangannya untuk segera menjatuhkan hukuman itu.
Ketua Kun-lun-pai itu menarik napas panjang. "Sungguh pinto menyesal sekali. Kau seorang berbakat baik sekarang telah memiliki kepandaian tinggi sekali. Akan tetapi ilmu sesat yang kaumiliki hanya akan menjerumuskan kau ke dalam lembah kehinaan, menyeret nama baik orang tua dan partai. Karena itu. dengan hati berat terpaksa pinto menjatuhkan hukuman mati kepadamu. Kam Kun Hong !"
"Nanti dulu !" teriak Kun Hong marah sekali.
"Hemm, apa kau takut mampus !" bentak tosu keponakan Pek Mau Sianjin yang tadi memperingatkan susioknya tentang keburukan watak Kun Hong.
"Kalian yang takut mampus, masih tanya lagi kepadaku" Kalau kalian gagah dan tidak takut mampus hayo lepaskan aku dan boleh kalian keroyok. Hendak kulihat sampai di mana sih kehebatan Kun-lun-pai. Masa nama besar Kun-lun-pai ternyata sekarang hanya terbukti dengan menawan seorang, pemuda secara curang kemudian membunuhnya seperti orang membunuh ayam" Cih. tidak malukah kalian " "
"Bocah ingusan besar mulut ! Berani kau menghina Kun-lun-pai ?" teriak tosu tadi yang bernama Ban Heng Tosu. murid keponakan Pek Mau Sianjin. Guru dari Ban. Heng Tosu ini adalah seorang suheng dari ketua Kun-lun-pai itu. atau kakak seperguruannya, yang suka merantau.
Akhirnya suheng ini meninggal di perantauan, meninggalkan surat untuk Pek Mau Sianjin agar suka memelihara muridnya yaitu Ban Heng Tosu yang membawa surat peninggalannya. Tosu ini terkenal keras wataknya la membentak Kun Hong berbareng menusuk dada pemuda itu dengan pedangnya. Gerakannya cepat bukan main sampai - sampai Pek Mau Sianjin tidak sempat mencegahnya Akan tetapi secepat-cepatnya gerakan Ban Heng Tosu. Kun Hong lebih cepat lagi. Biarpun kedua tangan dan kakinya dibelenggu, ia berhasil miringkan tubuh
"Breettt !" Baju Kun Hong robek di bagian dada.
"Ban Heng. jangan menjatuhkan hukuman sendiri !" bentak Pek Mau Sianjin melihat Ban Heng Tosu yang penasaran melihat tusukannya dapat dielakkan oleh orang muda yang sudah dibelenggu kaki tangannya ini masih melanjutkan serangannya.
"Bleekkk........ aauuukkkhh !" Cepat sekali terjadinya hal yang aneh dan membuat semua orang tertegun ini. Ketika pedang di tangan Ban Heng Tosu sudah menyerang lagi, tiba - tiba tubuh Kun Hong melayang dan pemuda ini telah mengirim tendangan yang dilakukan dengan dua kaki, tepat mengenai dada tosu sombong itu. Ban Heng Tosu terlempar ke belakang dan menggeletak tak bergerak lagi, dari mulutnya keluar darah. Sedangkan Kun Hong yang melakukan tendangan dalam posisi seperti itu juga tertolak ke belakang dan jatuh seperti balok pohon dilempar.
Pek Mau Sianjin cepat menghampiri Ban Heng Tosu dan memeriksa keadaan murid keponakan ini, Cepat ia mengeluarkan obat bubuk. dicekokkan ke dalam mulut tosu yang sudah mau mati itu, lalu mengurut - urut dadanya beberapa lama.
"Ia terluka hebat, sukur tidak akan tewas," kata ketua Kun-lun-pai akhirnya sambil bangkit berdiri memandang Kun Hong yang kini masih rebah di atas lantai dengan ujung banyak pedang ditodongkan ke tubuhnya. Sedikit saja ia bergerak tentu tubuhnya akan menjadi bulan - bulan banyak pedang para tosu itu.
"Kau terlalu berbahaya .........." kata Pek Mau Sianjin. akan tetapi dalam suaranya terkandung rasa kagum. "Kau terlalu lihai dan terlalu jahat, karena itu terpaksa pinto tidak segan menangkapmu mengandalkan arak Cin Cin Cu. Kam Kun Hong, orang seperti engkau ini kalau dibiarkan hidup, selain akan mencemarkan nama baik orang tua dan partai, juga akan mendatangkan banyak kesengsaraan bagi rakyat." Ketua Kun-lun-pai ini menoleh kepada murid- muridnya. "Ikat dia di Kim - kio (jembatan emas) !"
Kun Hong lalu diseret dan dibawa ke jembatan emas yang dimaksudkan ketua partai itu. Jembatan emas ini adalah sebuah jembatan terbuat dari pada kayu kuning yang melintang di atas jurang yang amat dalam sampai tidak kelihatan dasarnya. Di tengah jembatan ini terdapat tiangnya dan inilah tempat latihan ginkang juga tempat menghukum murid - murid murtad. Di samping partai Siauw - lim - si yang amat keras terhadap murid-murid yang menyeleweng, Kun-lun-pai merupakan partai ke dua yang amat berdisiplin dan tak kenal ampun. Pengurus- pengurus Kun-lun-pai selain dipilih seorang yang berdisiplin dan menjunjung tinggi panji kepartaian. Nama baik partai adalah nomor satu, lebih berharga dari pada nyawa sendiri, apa lagi nyawa murid menyeleweng yang akan mencemarkan nama partai. Biasanya, kalau ada murid yang menyeleweng dan sudah dijatuhi hukuman mati, ketuanya sendiri yang melakukan hukuman itu, yakni dengan cara membunuh si murid penyeleweng di atas jembatan emas (kiru-kio) itu. Akan tetapi oleh karena ketua Kun-lun-pai adalah seorang pendeta To yang mencucikan diri, cara membunuhnya juga tidak menusuk dengan begitu saja, melainkan dengan cara menyambitkan pedang pusaka dari jarak jauh ke arah dada yang terhukum !
Untuk menghukum Kun Hong, Pek Mau Sianjin sudah memegang pedang pusaka Kun-lun-pai. berdiri dalam jarak seratus langkah dari tempat di mana Kun Hong sudah diikat erat - erat pada tiang jembatan.
Sebelum melempar pedang Pek Mau Sianjin mengeluarkan suara keren sebagai keputusan hukuman. "Kam Kun Hong. kau sebagai putera Kam Ceng Swi berarti anak murid Kun-lun-pai, akan tetapi kau telah mencemarkan nama baik Kun-lun-pai dengan menjadi rnurid orang - orang Mo-kauw dan terutama sekali oleh perbuatanmu membantu penjajah asing Bangsa Mongol. Oleh karena itu demi nama baik Kun-lun-pai yang kami junjung tinggi melebihi segala apa. kami mengambil keputusan untuk menghukum mati kepadamu agar bahaya kecemaran nama partai lebih lanjut dapat dilenyapkan. Kam Kun Hong pinto (aku) atas nama Kun-lun-pai hendak melakukan hukuman atas dirimu, bersiaplah !"
Pek Mau Sianjin sudah mengangkat tangan yang memegang pedang Kun Hong yang sejak tadi mencoba untuk mengerahkan tenaga dan melepaskan diri dari ikatan ternyata sia - sia belaka karena ikatan itu kuat sekali, kini sudah tidak melihat jalan keluar. Ia tenang - tenang saja memandang ketua Kun-lun-pai dengan tajam, sama sekali tidak gentar menghadapi maut yang bersembunyi di balik ujung pedang pusaka yang setiap saat akan menembusi jantungnya ! Para tosu Kun-lun-pai diam - diam memuji. Jarang sekali ada anak murid Kun-lun-pai dihukum mati. karena belum tentu tiga tahun sekali terjadi penyelewengan - penyelewengan, akan tetapi anak murid lain yang menghadapi maut tentu akan menjadi pucat atau setidaknya meramkan mata. Pemuda ini sama sekali tidak demikian! Dia menghadapi kematian dengan mata mendelik dan bibir tersenyum mengejek !
"Murid iblis tentu saja sudah bukan manusia lagi........." kata seorang tosu.
"Dia hebat betul, sayang menyeleweng ...." kata seorang tosu tua sambil menarik napas panjang.
"Kasihan sekali Seng-gwat-pian Kam Ceng Swi ......." kata lagi tosu ke tiga.
Ketika Pek Mau Sianjin melangkah mundur tiga tindak, semua tosu berdiam dan semua mata ditujukan ke arah Kun Hong. Semua orang tahu bahwa kakek ketua Kun-lun-pai itu hendak melakukan gerakan Sin-liong-hian-bwe (Naga Sakti Mengulur Ekornya), yaitu ilmu pedang yang dilakukan dengan jalan menimpukkan pedang sambil memutar tubuh. Gerakan ini hanya dapat dilakukan oleh jago - jago kelas utama dari Kun-lun-pai karena pedang jauh sekali bedanya dengan senjata timpuk semacam piauw dan lain - lain. Dengan penggunaan ilmu lweekang tinggi serta latihan yang bertahun - tahun, pedang yang ditimpukkan ini akan meluncur seperti anak panah dan akan mengenai sasarannya dengan ketepatan seratus kali timpuk seratus kali kena!
Akan tetapi pada saat itu, terdengar bunyi keras" tar ! tar ! tar !" diikuti seruan. "Suhu. tunggu dulu. Jangan bunuh dia......... !"
Bayangan orang berkelebat dan Seng-goat-pian Kam Ceng Swi sudah berlutut di depan Pek Mau Sianjin ! Semua tosu kaget dan khawatir sekali melihat sikap Kam Ceng Swi ini. Sikap iai dapat diartikan merintangi ketua yang hendak menjalankan tugas menghukum, dan ini boleh dianggap membela yang menyeleweng dan ikut berdosa pula ! Kam Ceng Swi adalah tokoh Kun-lun-pai yang amat disegani dan disayang oleh para tosu karena dia adalah bekas seorang pembesar Cin yang setia dan berbudi. Di samping ini, sepak-terjang Kam Ceng Swi sebagai seorang pendekar besar telah banyak mendatangkan pujian bagi Kun-lun-pai. Maka semua tosu amat khawatir melihat sikapnya takut kalau - kalau pendekar ini akan mendapat kesalahan dari ketua.
Pek Mau Sianjin mengeratkan keningnya. Kam Ceng Swi merupakan murid tersayang baginya, murid yang kepandaiannya hampir mengimbangi kepandaiannya sendiri oleh karena Kam Ceng Swi berkenan menggerakkan hati Liong Tosu, susioknya yang mengasingkan diri di balik gunung. Kalau bukan Kam Ceng Swi yang merintangi pelaksanaan hukuman ini tentu ia sudah menjadi marah sekali. Namun betapapun besar rasa sayangyna kepada Kam Ceng Swi, rintangan ini benar-benar membuat hatinya tersinggung.
"Kam Ceng Swi kau mau apa menghalangi pinto menurunkan hukuman kepada orang berdosa ?" tegurnya.
"Suhu, harap ampunkan teecu. Apakah dosa Kun Hong maka hendak dijatuhi hukuman mati " Kiranya teecu sebagai ayahnya berhak mengetahui sebab - sebabnya."
"'Hemmm kau memang tidak tahu ataukah pura - pura tidak tahu " Dia telah menjadi murid orang - orang Mo-kauw, telah membantu Bangsa Mongol dan kau masih bertanya lagi tentang dosa - dosanya ?"
"Maaf. suhu. Dia tidak seharusnya dihukum secara anak murid Kun-lun-pai. karena ia bukan murid Kun-lun-pai !" bantah Kam Ceng Swi. "Belum pernah dia diambil sumpahnya sebagai anak murid Kun-lun-pai, bagaimana dia sekarang bisa dikenakan hukuman secara murid Kun-lun-pai ?"
Pek Mau Sianjin melengak. Betul juga ucapan ini !
"Akan tetapi. Ceng Swi. kau harus ingat, dia itu puteramu. Kalau dia mencemarkan namamu berarti mencemarkan nama Kun-lun-pai juga !"
"Tidak bisa, suhu. karena ....... karena dia itu ....... bukan anak teecu !"
Kagetlah semua orang, termasuk Kam Kun Hong sendiri.
"Ayah, jangan kau menyangkal aku sebagai anakmu hanya untuk menolongku !" teriak pemuda ini, penuh keharuan dan kemenyesalan. Ia tidak rela melihat ayahnya membohong merendah, dan bahkan menyangkalnya sebagai anak, hanya untuk menyelamatkannya dari maut.
"Siapa bilang kau anakku ?" Kam Ceng Swi berkata ketus. Untung bagiku kau bukan anakku sehingga aku tidak begitu malu mempunyai anak yang menjadi penghianat bangsa !"
"Ceng Swi, dahulu kau tidak bercerita apa-apa dan kami semua menganggap dia betul-betul puteramu yang ibunya sudah meninggal. Coba kauterangkan yang jelas. Kalau dia bukan anakmu. anak siapakah ?"
"Teecu juga tidak tahu." kata Kam Ceng Swi dengan keras - keras, sengaja supaya Kun Hong mendengarnya. "Dia masih kecil sekali ketika teecu mendapatkan dia menggeletak dan menangis di samping seorang wanita muda yang sudah tewas dalam sebuah hutan. Wanita muda itu tewas oleh cengkeraman seperti Tiat-jiauw-kang (Ilmu Cengkeraman Besi) di dadanya dan di situ tidak ada tanda - tanda siapa adanya nyonya muda itu. Satu - satunya tanda hanyalah gelang emas dengan ukiran huruf KUN HONG pada lengan kiri anak itu yang teecu bawa setelah teecu mengubur jenazah itu. Sampai sekarang teecu tidak tahu siapakah ayah anak itu dan siapa pula nyonya muda yang agaknya ibunya itu."
Terdengar isak tangis. Semua orang melihat Kun Hong yang menangis terisak - isak. Air matanya membanjir keluar dari sepasang matanya, mengalir turun di atas pipinya tanpa ia dapat menghapus karena kedua tangannya diikat ke belakang. Baru sekarang Kun Hong menangis, betul - betul menangis karena hatinya terasa perih, terharu dan nelangsa. Sampai ayah bundanya saja tidak ada orang yang mengenal ! Jadi dia bukan putera Kam Ceng Swi !
"Namaku terukir di gelang, akan tetapi siapa she-ku ?" tanyanya dengan suara terputus - putus dan serak. Berkali - kali ia menelan ludah dan menggerak- gerakkan kepala untuk mengusir air mata yang membanjir turun itu dari mukanya.
"Aku tidak tahu siapa she mu. Akan tetapi biarpun kau anak orang lain, semenjak kecil aku memeliharamu, mendidikmu sampai kau diculik orang jahat. Tidak nyana sama sekali bahwa hari ini aku bertemu lagi dengan kau sebagai seorang penghianat yang jahat sekali. Kun Hong, kalau aku tahu akan begini jadinya, lebih baik dulu kau kubiarkan mati di samping ibumu !" kata Kam Ceng Swi yang tak dapat menahan air matanya saking menyesal dan kecewa.
Untuk beberapa lama tidak ada yang membuka mulut. Kemudian Pek Mau Sianjin berkata,
"Ceng Swi, setelah ternyata bahwa orang itu bukan anakmu, memang dia tidak boleh dianggap sebagai murid Kun-lun-pai. Akan tetapi dia murid Thai Khek Sian, dia seorang penghianat yang berbahaya. Setelah terjatuh ke dalam tangan kita, masa kita harus melepaskannya begitu saja " Bukankah itu sangat berbahaya?"
"Suhu, biarpun dia hanya anak pungut, akan tetapi teecu merasa akan kelemahan hati sendiri, teecu sudah menganggap dia anak sendiri dan terlalu tebal kasih sayang di dalam hati teecu. Karena inilah teecu harus berdaya sekuat tenaga untuk menyelamatkannya, lahir batin. Kalau suhu sudi mengampuni nyawanya, itu berarti teecu sudah berhasil menyelamatkan dia dari kematian. Akan tetapi tentu saja teecu takkan membiarkan dia terlepas begitu saja, membahayakan keselamatan rakyat. Melihat penjahat tanpa turun tangan berusaha membasminya, sama dengan bersekutu dengan penjahat itu."
"Lalu, bagaimana kehendakmu sekarang " Karena bukan murid Kun-lun-pai, juga bukan anakmu, pinto tidak kuasa lagi mengambil keputusan atas dirinya setelah kau berada di sini. Kau yang lebih berhak" kata ketua Kun-lun-pai dengan suara halus, hatinya merasa kasihan kepada muridnya ini yang bernasib demikian buruk sehingga mempunyai dan menyayang seorang anak pungut yang demikian jahat.
"Perkenankan teecu bicara dengan dia." kata Kam Ceng Swi. Setelah ketua itu mengangguk memberi ijin, ia lalu melangkah maju mendekati jembatan. Hatinya hancur menyaksikan betapa puteranya itu telah menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah sekali, tepat seperti yang sering kali ia bayangkan di kala ia merindukan anak pungutnya ini. Dia begini gagah, begini tampan, mengapa tersesat " Semua gara-gara Bu-ceng Tok-ong yang telah menculiknya, pikir pendekar ini dengan hati geram. Bocahnya ini tidak bersalah. Tentu saja karena mendapat didikan dari orang - orang Mo-kauw, ia menjadi tersesat. Bukan salah anak itu karena terjatuh ke dalam tangan orang-orang Mo-kauw bukanlah kehendaknya. Malah Kun-lun-pai yang bersalah dalam hal ini, karena Kun-lun-pai tidak mampu merampas kembali anak ini dari tangan orang jahat.
"Kun Hong, kau bersumpahlah demi arwah ibumu bahwa sudah bertobat tidak akan melakukan kejahatan seperti yang biasa dilakukan oleh orang - orang Mo-kauw, tidak akan menjadi kaki tangan pemerintah penjajah dan akan membantu perjuangan orang - orang gagah membela rakyat. Bersumpahlah dan aku yang akan menanggung supaya kau diampuni oleh Kun-lun-pai."
Kalau tadinya Kun Hong nampak terharu dan menangis karena mendengar bahwa dia bukan putera Kam Ceng Swi. akan tetapi anak yang ditemukan di tengah jalan di samping mayat ibunya, tidak diketahui pula siapa ayahnya sekarang mendengar ucapan Kam Ceng Swi yang dikeluarkan dengan suara mengandung penuh harapan, pemuda ini tiba - tiba tertawa bergelak. Kelakuannya ini demikian aneh sampai semua tosu memandangnya, juga Seng-goat-pian Kam Ceng Swi melengak.
"Ayah. kau tadi bilang bahwa kau bukan ayahku, bahwa aku anak yatim piatu yang tidak diketahui siapa ibu bapaknya. Akan tetapi kenapa kau bersusah- payah hendak menolongku" Orang - orang Kun-lun-pai berlaku pengecut, menangkap aku secara menggelap dan memalukan. Mau bunuh boleh bunuh, siapa sih takut mati " Orang - orang hanya bisa menumpahkan kesalahan kepadaku. Aku dibawa ke Kun-lun-pai bukan kehendakku, kemudian diculik Bu-ceng Tok-ong dan menjadi murid Thai Khek Sian, masa itu salahku " Suruh aku bersumpah " Ha-ha-ha. lucu sekali, aku boleh melakukan apa saja sesuka hatiku, kenapa harus diikat dengan sumpah segala ?"
Seorang tosu Kun-lun-pai marah sekali mendengar ini.
"Suheng. untuk apa mintakan ampun bagi manusia macam begitu " Kita basmi saja iblis ini berarti kita menolong banyak orang."
"Nanti dulu ! Ucapannya itu. bagaimana jahat terdengarnya, memang ada betulnya. Dia sampai menjadi dewasa, salahku karena aku dahulu yang menolongnya. Dia sampai menjadi murid Mo-kauw, salah Kun-lun-pai karena dulu bocah ini berada di sini dan Kun-lun-pai tidak berdaya merampasnya kembali ketika ia diculik oleh Bu-ceng Tok-ong. Akan tetapi bagaimanapun juga kalau dia tidak mau berjanji, memang berbahaya melepaskan dia......" Seng-goat-pian Kam Ceng Swi kelihatan bingung dan sedih sekali. Melihat keadaan Kun Hong. memang seharusnya demi keamanan pemuda ini dihukum dan ditewaskan. Akan tetapi bagaimana seorang ayah dapat melihat puteranya dibunuh" Di dalam hatinya, ia menganggap Kun Hong seperti anak sendiri.
Pek Mau Sianjin yang berpemandangan awas tahu akan hal ini. Kakek ini berkata lembut. "Muridku, ada jalan pemecahannya, melenyapkan kepandaiannya tanpa melenyapkan nyawanya. Kalau kau setuju pinto akan mematikan hawa thai-yang dalam tubuhnya."
Wajah Kam Ceng Swi berseri. Inilah jalan satu - satunya menyelamatkan anak pungutnya itu, menyelamatkannya lahir batin. Pemuda itu tidak saja takkan terbunuh mati. juga kalau kepandaiannya lenyap, ia akan dapat melakukan kejahatan apakah "
"Suhu bersedia melakukan hal ini, sungguh menjadi bukti lagi akan kemuliaan hati suhu. Teecu menghaturkan banyak terima kasih dan tentu saja teecu menyetujuinya, kalau saja hal ini tidak akan mengganggu kesehatan suhu sendiri." Ilmu untuk mematikan hawa thai-yang adalah ilmu warisan Kun-lun-pai yang amat dirahasiakan dan biasanya hanya boleh diwarisi oleh ketua - ketua Kun-lun-pai atau tokoh - tokoh yang mempunyai kedudukan paling tinggi. Murid - murid biasa, biarpun tokoh seperti Kam Ceng Swi sekalipun, tidak diperbolehkan mempelajarinya. Sebetulnya ilmu ini adalah semacam ilmu pengobatan untuk mengusir hawa di dalam tubuh yang menimbulkan pelbagai penyakit, juga menimbulkan daya kekuatan, adapun cara untuk melakukannya amat sukar, lagi melelahkan dan menghabiskan tenaga lwee-kang. Oleh karena itu, biarpun ia sendiri tidak bisa, akan tetapi Kam Ceng Swi yang sudah pernah melihat guru besarnya dahulu melakukan ilmu ini, menyatakan kekhawatirannya kalau-kalau ketua Kun-lun-pai itu akan menjadi sakit jika menjalankan ilmu ini.
"Bawa dia ke lian-bu-thia (ruang belajar silat)," kata kakek itu perlahan kepada Kam Ceng Swi, lalu mendahuluinya pergi ke arah kelenteng besar yang berada di puncak bukit itu diikuti oleh para tosu lainnya.
Kam Ceng Swi menghampiri Kun Hong berdiri memandang pemuda itu dengan kening berkerut dan mata penuh keharuan, kemudian ia memeluk pemuda itu sambil berkata. "Kun Hong. kau tahu betapa besar kasih sayangku kepadamu. Aku melakukan hal ini demi keselamatanmu."
Melihat Kam Ceng Swi. orang yang selama ini ia anggap ayahnya dan yang kadang - kadang ia kenang penuh kerinduan tiba - tiba Kun Hong teringat akan maksudnya mencari ayahnya dan terbayanglah Pui Eng Lan yang manis. Begitu teringat kepada gadis ini, otomatis semua kekhawatiran lenyap, semua urusan terlupa, dan serta-merta ia berkata
"Ayah. apa benar kau sayang kepadaku ?"
"Masih perlukah kau bertanya lagi " Aku sayang kepadamu seperti seorang ayah kepada anaknya sendiri."
"Kalau begitu, harap ayah mencari Pak-thian Koai-jin dan melamarkan murid perempuannya yang bernama Pui Eng Lan untuk aku!"
Kam Ceng Swi melengak dan bengong memandang putera angkatnya. Bocah ini menghadapi urusan besar, sebentar lagi akan kehilangan semua kepandaiannya, akan tetapi yang dipikirkan adalah soal perjodohan! Di samping keheranannya, ia juga merasa terharu sekali.
"Baiklah. Kun Hong. Aku akan melamar dia untukmu. Sekarang kau harus ikut ke lian-bu-thia dan merelakan kepandaianmu yang didapat dari orang - orang jahat. Lebih baik tak berkepandaian namun bersih dari pada berkepandaian akan tetapi kotor. Kepandaian yang dipergunakan untuk kebenaran adalah suatu berkah dan nikmat, akan tetapi kepandaian yang dipergunakan untuk kejahatan adalah suatu kutuk dan awal kesengsaraan." Setelah berkata demikian, Kam Ceng Swi memondong tubuh anak pungutnya yang masih terikat itu dibawanya lari menuju ke lian-bu-thia di mana Pek Mau Sianjin dan tosu - tosu Kun-lun-pai sudah menanti kedatangannya.
Ketika Kam Ceng Swi merebahkan tubuh Kun Hong di tengah lian-bu-thia itu, dengan gerakan tubuhnya Kun Hong berhasil bangkit dan duduk dengan lutut ditekuk ke belakang. Pemuda ini tersenyum memandang ke arah Pek Mau Sianjin. lalu berkata mengejek.
"Tosu tua bangka bau! Alangkah lucunya kalau para tokoh kang-ouw melihat kau menghadapi seorang pemuda yang sudah diikat erat-erat. Ha-ha. biarpun sudah diikat, agaknya aku masih mampu membuat kau tak berdaya. Haa. kau kelihatan takut ! Wajahmu yang kurus kering menjadi pucat. Ha-ha-ha ! Sungguh tidak patut kau menjadi ketua Kun-lun-pai !"
"Kun Hong, jangan kurang ajar !" bentak Ceng Swi, gelisah melihat sikap putera angkatnya ini.
"Suhu, lebih baik basmi saja manusia iblis ini," bentak lain orang tosu yang menjadi panas perutnya mendengar ejekan Kun Hong. Pemuda itu menoleh dan melihat tosu yang mengusulkan supaya ia dibunuh ini adalah seorang tosu yang mukanya bopeng bekas dimakan penyakit cacar, ia berkata.
"Eh. tosu bopeng, kau berani bilang begitu apakah juga berani melawanku" Coba kaulepaskan ikatan ini, tanggung dalam sepuluh jurus aku sudah dapat membuat kau lebih bopeng lagi !"


Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kun Hong. apa kau berani melawan aku ?" bentak Kam Ceng Swi sambil melompat maju mendekati pemuda itu. Kun Hong menjadi serba susah. Ia menundukkan mukanya dan berkata perlahan.
"Kau bukan ayahku, akan tetapi kau telah berlaku sebagai ayahku sendiri, kau baik dan sayang kepadaku. Bagaimana aku berani melawanmu " "
"Kalau begitu kaupun harus taat kepadaku. Kun-lun-pai mengampuni kau akan tetapi kau harus rela membuang kepandaianmu yang sesat. Kau tahu, untuk mematikan hawa thai-yang di tubuhmu, suhu mengorbankan tenaga beliau yang sudah tua. Kau seharusnya berterima kasih atas maksud baik suhu bukan bersikap kurang ajar seperti itu. Atau kau lebih suka mati " " Kam Ceng Swi marah karena ia sudah bersusah payah untuk menolong nyawa anak angkatnya, tidak tahunya yang ditolong malah bersikap demikian kurang ajar. Ia khawatir kalau-kalau ketua Kun-lun-pai akan berubah pikiran dan melanjutkan niatnya semula, membunuh pemuda ini.
Kun Hong menarik napas panjang, akan tetapi ia tersenyum. "Ayah, manusia sudah berani hidup mengapa takut mati " Di dunia ini tidak ada orang baik setiap perbuatan baik setiap pertolongan, merupakan kedok untuk menutupi pamrih yang buruk. Kun-lun-pai hendak menolongku " Mengapa aku ditangkap dengan curang" Pek Mau Sianjin hendak menolongku" Tentu di belakang maksud ini ada niat lebih buruk dan jahat. Akan tetapi kau sudah kuanggap ayahku sendiri aku belum pernah membalas budi biarlah kali ini aku menyenangkan hatimu. Pek Mau tosu tua bangka, kau akan berbuat apa saja atas diriku, silahkan !"
Setelah berkata demikian. Kun Hong meramkan matanya. Kedua kakinya masih ditekuk berlutut karena ia tidak dapat bersila, sedangkan kedua tangannya masih diikat di belakang tubuhnya. Sikapnya ini seperti seorang hukuman yang hendak menjalani hukum potong leher !
Pek Mau Sianjin sudah bersiap-siap. ia mengerahkan seluruh tenaga sinkang di tubuhnya sambil meramkan kedua matanya. Uap putih perlahan mengebul dari kepalanya yang agak botak, tanda bahwa hawa Yang di tubuhnya bekerja sekuatnya, kemudian perlahan-lahan uap itu menghilang dan semua tosu yang berada di situ, yang tadinya merasakan hawa panas keluar dari tubuh ketua Kun-lun-pai ini, kini merasa betapa hawa panas itu berubah menjadi dingin sekali. Inilah hawa sakti Im yang keluar dari tubuh kakek itu. Pek Mau Sianjin sedang mematangkan perubahan-perubahan hawa di tubuhnya agar siap melakukan mematikan hawa thai-yang dari Kun Hong. Perubahan makin cepat, sebentar panas sebentar dingin dan tiba-tiba kakek itu mengeluarkan seruan keras tangan kanannya bergerak maju dan dua jari tangan ini. telunjuk dan tengah menotok ke arah punggung Kun Hong.
"Plak !!" Dua jari tangan itu menempel di punggung Kun Hong dan seketika pemuda itu menjadi merah sekali mukanya, cepat sekali peluhnya keluar semua dan dari kepalanya mengepul uap putih. Inilah tanda bahwa hawa Yang di tubuhnya sudah dibangkitkan oleh totokan itu. bagaikan api menjadi berkobar-kobar di tubuhnya, panasnya tak tertahankan lagi.
"Uaakkhh !" Kun Hong muntahkan segumpal darah dari mulutnya, kemudian ia mengeluarkan seruan dan............ "krekk !" sebagian tambang yang mengikat kedua kakinya putus !
Pek Mau Sianjin mengeluarkan seruan kaget sekali. Cepat tangan kirinya bergerak dan dua jari tangannya menggantikan tangan kanan, kini menotok ke arah lambung dekat pusar. Kembali dua jari tangannya menempel di situ dan tenaga Im yang hebat menyerang Kun Hong. Memang inilah kehebatan ilmu pukulan mematikan hawa thai-yang. Mula-mula hawa Yang di dalam tubuh lawan dibangkitkan sampai sehebatnya, kemudian dengan tiba - tiba menyerang dengan hawa Im yang akan meresap ke dalam tulang sumsum dan perubahan yang mendadak ini akan memusnahkan hawa Thai-yang sehingga orang itu akan kehilangan semua lweekamg di tubuhnya dan menjadi seorang yang biasa saja tidak akan mungkin dapat mempergunakan kepandaian silatnya lagi.
Tadi Pek Mau Sianjin kaget menyaksikan hawa Yang di tubuh Kun Hong yang ternyata demikian hebatnya sehingga hawa ini mendatangkan kekuatan luar biasa, dan membuat pemuda itu tanpa disengaja dapat memutuskan sebagian dari tambang yang membelenggu kakinya. Ia tidak tahu bahwa pemuda itu telah mewarisi ilmu yang hebat dari Thai Khek Sian, sehingga tenaga Yang dari Pek Mau Sianjin yang dikeluarkan untuk memancing; atau membangkitkan tenaganya, dapat ia sedot dan bahkan menambah kekuatan hawa Yang di tubuhnya!
Tiba - tiba Kun Hong merasakan pukulan atau totokan pada lambungnya yang mendatangkan hawa dingin melebihi dinginnya salju. Meresap di seluruh tubuhnya membuat ia menggigil. Tubuhnya yang tadinya disaluri hawa panas luar biasa karena hawa Yang di tubuhnya dibangkitkan, sekarang mengalami serangan hawa dingin yang hebatnya bukan kepalang. Ia maklum bahwa hawa ini akan merusak sinkang di tubuhnya, maka cepat - cepat ia mengerahkan tenaganya untuk merobah hawa Yang menjadi hawa Im. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia mendapatkan kenyataan bahwa ia tidak dapat melakukan perobahan itu, karena tenaga Im yang disalurkan dari totokan Pek Mau Sianjin sudah mendahuluinya dan kini sudah terlampau kuat sehingga ia tidak keburu lagi merobah hawa di tubuhnya. Kun Hong berlaku nekat. Biarpun ia maklum bahwa pertarungan antara kedua hawa yang bertentangan di dalam tubuhnya membuat jiwanya terancam, namun tidak ada lain jalan lagi baginya.
Begitu hawa Im dari tangan Pek Mau Sianjin sudah makin menguat, Kun Hong lalu menyedot hawa ini sekuatnya ke dalam tubuhnya. Ia seperti orang kemasukan arus listrik, bulu - bulu dan rambut di tubuhnya sampai berdiri semua dan tiba-tiba dengan teriakan dahsyat semua belenggu di tubuhnya putus dan Pek Mau Sianjin sendiri memekik kesakitan lalu melompat mundur. Melihat ini. Kam Ceng Swi yang khawatir kalau-kalau pemuda itu memberontak dan menyerang Pek Mau Sianjin cepat maju dan memukul anak angkatnya. Akan tetapi ia terkejut sekali. Ketika tangannya mengenai tubuh Kun Hong di bagian dada Seng-goat-pian Kam Ceng Swi merasa tangannya seperti digigit ular berbisa sehingga ia menariknya dan melompat ke belakang dengan muka meringis kesakitan.
"Siancai ...... siancai ....... baru kali ini pinto bertemu dengan pemuda begini lihai ........ " kata Pek Mau Sianjin yang cepat menjatuhkan diri bersila sambil mengatur napasnya. Wajahnya pucat sekali dan napasnya empas - empis. tanda bahwa kakek tua ini hampir kehabisan tenaga dan napas.
Sementara itu, Kun Hong berkelojotan di atas tanah sebentar, lalu diam dan rebah dengan muka pucat sekali. Ceng Swi memandang dengan muka pucat pula, lalu dihampirinya pemuda itu. Hatinya lega karena pemuda itu ternyata masih bernapas, biarpun amat lemah. Ia lalu berdiri dan pergi hendak mengambil air untuk diminumkan kepada anak angkatnya.
Akan tetapi begitu ia pergi, Kun Hong siuman dari pingsannya. Ia bangun duduk, nampaknya lemas. Seorang tosu. yaitu yang bopeng tadi melihat pemuda ini sudah berhasil melepaskan ikatan dan kini bangun duduk sedangkan Pek Mau Sianjin masih duduk bersila mengatur pernapasan, menjadi khawatir sekali. Cepat ia melompat maju dan menggerakkan pedangnya membabat ke arah leher Kun Hong !
"Plak......... traaanggg !" Pedang itu mencelat, si tosu bopeng melompat ke belakang sambil memegangi tangan kanannya yang sakit sekali. Ternyata tadi Kun Hong telah menggerakkan tangan kiri menyampok, sekali sampok saja ia berhasil membuat pedang itu terlepas. Akan tetapi gerakan ini yang hanya menggunakan sedikit tenaga lweekang, sudah mendatangkan rasa sakit di dadanya sampai- sampai ia menggigit bibir dan menahan keluhannya.
Melihat ini, Ceng Swi sudah berlari cepat datang ke tempat itu. Ia menegur sutenya yang lancang hendak menyerang Kun Hong, akan tetapi diam - diam iapun khawatir karena dari tangkisan tadi masih terbukti bahwa kepandaian anak muda ini tidak lenyap, tenaga lwekangnya masih hebat.
"Jangan ganggu dia, dia sudah terluka hebat ......" tiba-rtiba terdengar suara Pek Mau Sianjin yang masih lemah. "Salahnya sendiri. Kalau dia tidak menyedot hawa pukulanku yang ke dua, totokan itu akan membuyarkan thai-yang di tubuhnya dan ia hanya akan kehilangan tenaga di dalam tubuhnya tanpa terluka. Sekarang, tenaganya tidak lenyap bahkan ditambah oleh sebagian dari tenaga hawa pukulan pinto tadi, tenaganya makin hebat. Akan tetapi dia telah menderita luka hebat di jantung dan paru-paru karena bentrokan dua macam tenaga yang berlawanan. Luka ini akan menghalangi dia mengerahkan tenaga lweekangnya. Setiap kali dia mengerahkan tenaga, dia akan terpukul sendiri dan lukanya di dalam dada akan menghebat. Thian Maha Adil, anak itu telah membuat sendiri pencegahnya sehingga dia takkan dapat berbuat jahat tanpa terancam nyawanya oleh luka itu."
Kun Hong menderita kesakitan hebat, namun ia mendengar jelas semua kata-kata ini. Ia mendongkol sekali, akan tetapi juga cemas karena baru saja ia telah mengalami bukti bahwa kata - kata kakek itu benar adanya. Ia meraba-raba dadanya dan diam-diam memaki ketua Kun-lun-pai.
"Kun Hong, kau sudah mendengar sendiri ucapan suhu. Kuharap saja mulai sekarang kau takkan melanjutkan kesesatanmu. Lebih baik menjadi rakyat biasa dari pada menjadi seorang pandai tapi menghianati bangsa sendiri."
Kun Hong tersenyum pahit, lalu berdiri perlahan dan menjura kepada ayah angkatnya. "Ayah, hanya ada dua permintaan dariku, harap ayah penuhi."
"Apa itu " Katakan," jawab Ceng Swi, terharu juga melihat keadaan pemuda yang seperti putus asa ini.
"Pertama, harap kau jangan lanjutkan pelamaranmu kepada nona Pui Eng Lan."
Ceng Swi adalah seorang yang cerdik dan luas pandangannya. Mendengar omongan ini, ia merasa hatinya tertusuk. Ia tahu akan isi hati anak angkatnya. Tentu saja pemuda ini tidak berani lagi mengharapkan perjodohannya dengan murid Pak-thian Koai-jin yang tentu memiliki kepandaian tinggi, sedangkan pemuda itu sendiri sekarang boleh dibilang telah menjadi seorang pemuda yang lemah dan selalu berada di tepi jurang maut. Maka ia mengangguk tanpa kuasa mengeluarkan kata-kata jawabannya.
"Ke dua, harap suka beri tahu, di mana dahulu kau telah mengubur jenazah ibu."
Mendengar ini Ceng Swi menjadi makin terharu. Ia melompat dekat dan memeluk leher pemuda itu. "Kau anak tak bahagia ......." bisiknya.
"Sebetulnya ada rencanaku membawamu ke sana, marilah kita bersama mengunjungi makam itu ...... "
"Tak usah. ayah. Biar aku sendiri yang mengunjungi makam ibuku ........."
"Kalau begitu, pergilah ke sebuah hutan tak jauh di sebelah selatan kota raja, hutan yang banyak terdapat batu karang berbentuk menara. Makam itu kutandai dengan batu karang menara yang tinggi di mana terdapat tanda senjataku. Carilah."
Kun Hong melepaskan diri dari pelukan ayahnya, memandang kepada Pek Mau Sianjin yang masih duduk bersila, lalu berkata,
"Kau tosu tua tentu sudah puas dapat melukaiku, akan tetapi apakah kau juga masih begitu tamak untuk mengangkangi pedangku ?"
Pek Mau Sianjin memberi isyarat kepada muridnya yang membawa Cheng-hoa-kiam, mengembalikan pedang itu kepada Kun Hong sambil berkata. "Pokiam yang baik, berguna sekali bagi seorang penegak keadilan, berbahaya bagi seorang penjahat. Semoga berguna bagimu, orang muda."
Kun Hong menerima pedang itu menyembunyikannya di bawah baju luarnya sehingga tidak kelihatan dari luar. Setelah sekarang ia tidak dapat lagi menggunakan kepandaiannya, untuk apa pedang itu" Lebih baik disembunyikan agar jangan sampai dirampas orang, apa lagi jika bertemu dengan Thio Wi Liong !
"Aku pergi," katanya singkat kepada ayahnya. lalu berjalan perlahan meninggalkan puncak itu. Ia tidak berani lagi menggunakan ilmu lari cepatnya, karena sedikit saja mengerahkan lwee-kang di dalam tubuh, berarti memperhebat luka di dadanya! Kam Ceng Swi memandang putera angkatnya sampai jauh. Setelah Kun Hong menghilang di sebuah tikungan. Seng-goat-pian Kam Ceng Swi menghantam - hantamkan senjatanya itu di udara sehingga berbunyi "tar ! tar ! tar !" lalu disusul oleh nyanyian - nyanyiannya yang terkenal !
Pek Mau Sianjin menghela napas, maklum betapa hebat kesedihan hati dan kekecewaan muridnya itu. Nasib buruk .......... siapa dapat mengubahnya " Hanya hati yang kuat menerima, hati yang maklum bahwa hidup ini memang merupakan ujian lahir batin, siapa kuat dia menang. Dan baiknya Kam Ceng Swi termasuk orang yang kuat batinnya, maka dihadapinya kesedihan dan kekecewaan itu dengan nyanyian. Pek Mau Sianjin diikuti oleh murid - muridnya memasuki ruangan dalam untuk beristirahat. Sedikitnya membutuhkan waktu satu bulan bagi kakek ini untuk memulihkan tenaganya setelah melakukan totokan - totokan hebat tadi.
Dengan langkah perlahan dan hati - hati Kun Hong keluar dari ruangan belajar silat di Kelenteng Kun-lun-pai. lalu menuruni puncak. Ia harus berlaku hati-hati, karena jalan di situ amat sukar dan berbahaya. Kalau di waktu datangnya, ia dapat berlari - lari dengan mudah. Akan tetapi sekarang, sekali terpelesat ia harus menggunakar ginkangnya dan ini berarti ia akan memperhebat luka di dadanya. Ia benar-benar tersiksa, memiliki kepandaian tinggi tanpa berani mempergunakannya.
"Keparat si tua bangka Pek Mau Sianjin." hatinya memaki. "Kalau aku mendapat kesempatan, akan kucabuti semua tulang-tulang tuamu dari tubuhmu. Awas kau siluman Go-bi Cin Cin Cu ! Kelak kuminumi arak sampai pecah perutmu. Awas kau Seng-goat-pian Kam Ceng Swi ....... ".
Baru sampai di sini jalan pikirannya, ia mendengar tindakan kaki orang. Pendengarannya amat tajam dan Kun Hong segera memutar tubuhnya. Ia melihat orang yang baru saja menjadi buah pikirannya, Kam Ceng Swi, berlari-lari menyusulnya.
"Kun Hong, kau hendak ke mana ?" tanya ayah angkat ini. "Kau terluka hebat, mari kuantar."
"Aku hendak ke mana, apa sangkut-pautnya dengan kau" Aku tidak membutuhkan pengantar?" jawab Kun Hong yang masih panas kepalanya karena mendongkol.
Kam Ceng Swi menundukkan kepalanya. "Aku tahu kau amat marah, akan tetapi semua itu kubiarkan demi kebaikanmu sendiri."
"Hemm, kau angkat aku dari tepi jurang kematian, dulu di waktu kecil dan sekarang pula, hanya untuk melihat aku hidup menderita" Bagus, kelak akan kubalas budimu ini !"
"Kun Hong, kau terlalu ! Tak dapatkah kau melihat kenyataan " Aku tak menghendaki balasan, aku tidak perlu menonjolkan jasa, akan tetapi kalau memang hatimu belum rusak betul oleh pendidikan orang - orang Mo-kauw, kelak kau akan insyaf bahwa aku Kam Ceng Swi sesungguhnya sayang kepadamu. Kau lihat ini, selama kau tidak ada, gelangmu ini menjadi kawan yang tak pernah meninggalkan saku bajuku. Sekarang, kau sudah kembali dan pandanganmu terhadap aku sudah tidak selayaknya. Nah, kau ambil kembali gelang ini.'' Kam Ceng Swi melemparkan sebuah gelang emas kecil ke arah Kun Hong yang segera menyambarnya. Pemuda itu memandang gelang yang berada di tangannya, tidak memperdulikan lagi kepada Kam Ceng Swi yang sudah pergi dengan muka muram dan hati penuh kedukaan. Tak lama kemudian terdengar lagi suara senjata cambuknya menjeletar - jeletar dan suara nyanyiannya dari jauh.
Akan tetapi Kun Hong tidak mendengarkannya lagi. Pemuda ini memandang kepada gelang emas kecil yang dipegangnya. Di situ terdapat ukiran dua buah huruf yang diukir amat indah dan halusnya, dua buah huruf yang berbunyi KUN HONG. Hanya benda dan huruf inilah yang menjadi pengenal dirinya, yang membuat ia disebut Kun Hong, tanpa nama keturunan!
Kun Hong mencium gelang yang lengkat pada lengannya ketika ia masih bayi dan ditemukan oleh Kam Ceng Swi. Ia menciuminya dengan air mata berlinang, kemudian ia berkata seperti orang gila. "Kaulah ibu bapaku ! Kaulah orang tuaku dan kau yang menciptakan Kun Hong di dunia ini. Ha-ha-ha !"
Sikap ini timbul dari keperihan hatinya. Biarpun Kun Hong semenjak berusia tujuh tahun sudah terjatuh ke dalam tangan Bu-ceng Tok-ong dan Tok-sim Sian-li. kemudian semenjak itu hidup di lingkungan orang-orang yang terkenal sebagai golongan yang tidak mengenal prikebajikan sehingga bocah ini dewasa dalam keadaan kurang bersih batinnya, namun sebagai seorang manusia ia mempunyai perasaan cinta kasih yang dalam terhadap ayah bundanya. Sekarang, mendengar bahwa ayah bundanya tidak ada yang kenal, dan bahwa yang menjadi kawan hidupnya senenjak ia ditemukan hanyalah sebuah gelang itu tentu saja ia amat menyayang benda itu dan menganggapnya sebagai pengganti ayah bundanya.
Selagi ia tertawa sambil berjalan perlahan tanpa memperhatikan ke mana sepasang kakinya menuju, tiba-tiba ia melihat seekor kera melompat dari atas cabang pohon dan berdiri di atas batu. Binatang kera bukan merupakan binatang aneh dan melihat seekor kera melompat turun dan pohon juga bukan merupakan penglihatan yang aneh. Akan tetapi melihat seekor kera yang membawa sehelai kertas bertulisan huruf-huruf "ORANG MUDA, KAU KE SINILAH" benar - benar merupakan pemandangan yang jarang terdapat !
Kun Hong berdiri bengong. Apakah hal ini hanya kebetulan saja" Apakah binatang itu menemukan kertas yang dibawanya ke mana-mana dan kertas itu kebetulan sekali ada tulisannya seperti itu " Akan tetapi, tiba - tiba kera itu berjalan dan kadang-kadang menengok kepadanya, meringis seperti gadis cantik tersenyum dan menggerak - gerakkan tangan kirinya seperti melambai kepadanya ! Kun Hong sampai menjadi bengong. Apakah kera ini dapat menulis " Aah, belum pernah ia mendengar akan hal ini. Biarpun di antara orang-orang Mo-kauw banyak yang memiliki kepandaian aneh. akan tetapi belum pernah ia melihat atau mendengar akan adanya seekor binatang kera yang pandai menulis.
Ia masih sangsi. Tak mungkin kera itu melambai - lambai kepadanya. Ia diam saja, akan tetapi kera itu memutar tubuhnya, mengeluarkan bunyi bercuitan. lalu kembali melambai - lambaikan kertas itu kepadanya, lalu berjalan lagi ke depan sambil menengok beberapa kali seperti orang yang mengajak Kun Hong supaya mengikutinya.
Kun Hong menjadi tertarik dan mulai berjalan mengikuti monyet itu. Akan tetapi monyet itu amat gesit, melompat dari batu ke batu. membuat Kun Hong payah sekali. Kalau ia tidak terluka jangankan hanya mengikuti monyet itu. biar di suruh menangkap sekalipun dapat dilakukannya dengan mudah. Sekarang, takut akan menghebatnya luka di dadanya, pemuda ini terpaksa bersusah payah, berjalan perlahan, bahkan setengah merangkak apa bila melalui batu - batu karang yang sukar. Anehnya, kera itu seperti mengerti akan keadaannya dan beberapa kali binatang itu berhenti dan menengok seperti sengaja menantinya.
Kera itu membawanya mengitari puncak. Kun Hong terkejut karena tahu - tahu setelah mengikuti kera itu sampai setengah hari lamanya, ia tiba di daerah terlarang yang dianggap suci oleh Kun-lun-pai, yaitu tanah kuburan para guru besar Kun-lun-pai yang dimakamkan di situ ! Tempat ini merupakan sebidang tanah yang penuh dengan makam, keadaannya selain sunyi juga menyeramkan, ditumbuhi pohon - pohon yang berbunga putih. Kera itu terus memasuki tanah kuburan sambil menengok - nengok. Dengan tindakan kaki perlahan dan hati seram Kun Hong memasuki tempat terlarang itu. Akan tetapi ia tidak takut dan terus mengikuti kera itu-
Tiba - tiba kera itu melompat ke atas sebuah batu karang, melompat - lompat sambil mengeluarkan suara kemudian sekali meloncat ia telah berada di atas cabang pohon berkembang, melepaskan kertas yang tadi dipegangnya. Mulutnya dimonyongkan dan terus bercuitan.
Kun Hong melangkah terus ke depan dan hampir ia berteriak saking kagetnya ketika ia tiba di bawah pohon itu. Kalau ia tidak berlaku hati-hati mungkin ia kena injak kepala orang yang menonjol keluar dari tanah seperti sepotong batu ! Kepala ini botak kelimis. mengkilap dan hitam seperti batu hitam digosok, mukanya penuh rambat putih, alisnya gompyok akan tetapi sudah putih semua saking tuanya, matanya meram-melek. Untungnya waktu itu siang hari, kalau melihat pemandangan seperti ini pada malam hari. benar - benar mengerikan sekali. Orang itu ternyata bersila ke dalam sebuah lubang di tanah sehingga hanya kepalanya saja yang kelihatan. Ketika Kun Hong menjenguk, ternyata tubuh orang laki - laki tua renta ini sama sekali tidak berpakaian, telanjang bulat seperti tengkorak hidup karena tubuhnya kurus kering tinggal tulang dibungkus kulit.
"Bagus sekali kau mau datang, orang muda !"
Ucapan ini terdengar nyaring dan jelas sampai Kun Hong melompait perlahan. Ia lupa akan pantangannya dan terasa dadanya sakit sekali ketika ia melompat kaget dan heran tadi. la meringis, akan tetapi tanpa memperdulikan rasa sakit, ia menoleh ke sana ke mari untuk mencari siapa orangnya yang bicara tadi. Kakek telanjang ini tentu bukan orangnya yang bicara, karena semenjak tiba di situ pandang matanya tak pernah terlepas dari wajah orang dan ia tidak melihat orang itu bicara, hanya matanya meram-melek seperti boneka mainan kanak-kanak. Karena tidak melihat ada orang di sekelilingnya, Kun Hong menoleh kepada kera yang masih ayun - ayunan di atas cabang pohon di atasnya. Ah. aku sudah menjadi gila. pikirnya dengan muka merah. Monyet menulis saja sudah tak mungkin, mana ada monyet bicara " Aku terlalu terpengaruh oleh tulisan di atas kertas itu sehingga telingaku mendengar yang bukan - bukan pikirnya.
Perhatiannya segera tertuju kepada kakek itu lagi. Apa sih yang dilakukan oleh kakek ini" Melihat keadaan wajah dan kepalanya kakek ini tentu sudah sangat tua, mungkin seratus tahun lebih usianya. Seluruh tubuhnya nampak seperti sudah mati, kulit yang berkeriput dan kering itu, bibir yang pecah-pecah, rambut yang putih layu. Hanya sepasang matanya saja yang membuktikan bahwa mahluk ini masih hidup. Sudah seperti bukan manusia lagi.
"Kau terluka oleh totokan Im-yang lian-hoan ! Sudah kuduga, karenanya kau kupanggil ke sini !" kembali suara yang tadi, suara serak dan pelo terdengar.
Sekali lagi Kun Hong gedandapan (terkejut dan bingung), celingukan ke sana ke mari. Sukar sekali menentukan dari mana suara tadi arah datangnya, bisa dibilang dari depan, dari kakek yang diam tak bergerak kecuali matanya itu, mungkin juga dari belakang, kanan kiri, atau dari atas ! Ketika ia memandang ke atas, monyet itu mengeluarkan suara cecowetan seperti orang bergembira dan, tertawa - tawa !
"Pek-wan (lutung putih), kau senang mendengar pinto bicara dengan seorang manusia, ya " Bagus kau ambil hidangan untuk tamu kita." suara itu terdengar lagi. Kera atau lutung putih itu melompat pergi sambil cecowetan. memasuki hutan sebelah kanan. Sedangkan Kun Hong celingukan lagi, akan tetapi kini kecurigaannya timbul kepada kakek itu. Kalau di situ ada manusia, manusianya hanya kakek itu sendiri dan dia tentu. Siapa lagi kalau bukan kakek ini yang bicara" Ia tentu saja pernah mempelajari Ilmu Coan-im-kang (Ilmu Mengirim Suara) dari jauh sehingga suaranya dapat ia tujukan untuk orang - orang tertentu tanpa orang lain dapat mendengarnya. Akan tetapi, setidaknya bibir orang yang melakukan ilmu ini akan bergerak sedikit. Sedangkan kakek ini sama sekali tidak menggerakkan bibirnya yang seakan-akan sudah mati !
"Lapisan luar paru-parumu hampir terbakar oleh hawa thai-yang, sedangkan jantungnya hampir beku oleh pukulan Im-kang. Tanpa diobati mana kau bisa hidup leluasa ! "
Pendekar Guntur 15 Fear Street - Sahabat Karib The Best Friend Pendekar Muka Buruk 19
^