Pencarian

Antara Budi Dan Cinta 2

Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 2


kemudian membalikkan tangan lalu memukul
punggungnya. Si bopeng langsung berteriak.
Bersamaan dengan teriakan si bopeng terdengar suara
tulang patah. Begitu dia roboh tubuhnya sudah lemas
seperti lumpuh.
Sun Jian merasa dirinya terlalu banyak mengeluarkan
tenaga. Dia tidak ingin terlalu banyak berurusan dengan
orang ini. Anak buah yang tadi bersama-sama dengan si bopeng
segera mengurung Sun Jian tapi tidak ada yang berani
menyerangnya. Tugasnya memang penting tapi bila harus
menyerahkan nyawa begitu saja mereka pun akan berpikir
beberapa kali. Sun Jian pun tidak ingin berurusan dengan mereka. Dia
terus memelototi Mao Wei dan bertanya, "Pertanyaanku
tadi apakah kau sudah dengar?"
Wajah Mao Wei sudah merah dan nadi di leher sudah
menonjol. Kemudian dia bertanya, "Hal itu apa hubungannya
denganmu?"
Tangan Sun Jian diayun lagi dan mengenai tulang rusuk
Mao Wei. Jurus ini bukan jurus yang istimewa tapi karena terlalu
cepat dan tepat mengenai sasaran, tidak memberi
kesempatan Mao Wei mengelak.
Teriakan Mao Wei lebih histeris dari si bopeng.
Sudah puluhan tahun dia tidak terkena pukulan orang.
"Kali aku tidak memukul wajahmu agar kau dapat
melihat orang. Lain kali aku tidak akan sungkan lagi," kata
Sun Jian. Dia melihat Mao Wei sedang memeluk dirinya sambil
berguling-guling di lantai.
Dalam keadaan masih seperti itu Sun Jian menarik baju
Mao Wei kemudian bertanya, "Sekarang aku bertanya
kepadamu dan harus kau jawab dengan jujur, mengerti?"
Wajah Mao Wei sudah berubah bentuk karena kesakitan
dan keringat dingin terus mengalir tapi dia masih bisa
mengangguk. Sun Jian dengan masih marah bertanya, "Betulkah kau
menggoda istri Fang Yao-ping?"
Mao Wei mengangguk lagi.
"Apakah kau masih tetap ingin selingkuh dengannya?"
Mao Wei menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tiba-tiba dari tenggorokannya keluar suara yang rendah
dan setengah berteriak, "Perempuan itu adalah anjing
betina dan seorang pelacur!" Sun Jian melihat Mao Wei
yang begitu marah. Sudah tahu kelak dia tidak akan
berselingkuh lagi dengan perempuan itu karena siksaan
yang dia terima asalnya berasal dari perempuan itu.
Di dunia kebanyakan orang yang bersalah, saat
mendapat hukuman selalu mengalihkan tanggung jawabnya
kepada orang lain, dia pun tidak mau disalahkan.
Sun Jian merasa sangat puas dan berkata, "Baiklah bila
kau tidak berselingkuh lagi dengan perempuan itu, umurmu
akan lebih panjang."
Mao Wei menarik nafas, dia mengira masalah ini sudah
selesai. Tidak tahunya Sun Jian berkata lagi, "Tapi kelak
bila dia berselingkuh dengan orang lain, aku tetap akan
mencarimu."
Mao Wei terkejut dia dengan nada protes berkata,
"Perempuan itu memang ditakdirkan menjadi pelacur,
mana bisa aku terus mengawasi dia!"
Sun Jian memelototi dia kemudian berkata, "Kupikir kau
pasti mempunyai cara yang baik."
Mao Wei berpikir sejenak kemudian dia tersenyum dan
berkata, "Aku sudah mengerti."
Pertama kali dia melihat senyum di wajah Sun Jian
kemudian berkata, "Betul. Perempuan itu memang
ditakdirkan menjadi pelacur dan kapan pun dia bisa
berselingkuh. Kau sudah mempunyai cara, bila dijalankan
lebih cepat itu lebih baik lagi."
"Aku sudah tahu!" Tanggap Mao Wei.
Tiba-tiba kepalan tangan Sun Jian memukul lagi Mao
Wei dan dia memukul tepat di ulu hatinya.
Karena kesakitan Mao Wei sampai terbungkuk-bungkuk.
Sayur dan arak yang tadi dimakannya semua dimuntahkan.
Wajah Sun Jian tetap tersenyum dan berkata, "Ini bukan
untuk memberi pelajaran, ini hanya kenang-kenangan
dariku." Bila dia memukul orang maka orang itu dalam waktu
setengah bulan tidak akan bisa bangun, malah dia bisa
berkata bahwa itu bukan pukulan sesungguhnya, dia
menjadikan orang tidak bisa tertawa maupun menangis.
Tapi setiap kata-katanya harus didengar oleh orang lain.
Sun Jian mendekati meja dan menghabiskan arak yang
masih tersisa kemudian dia mengerutkan dahinya dan
berkata, "Dasar orang yang mendadak kaya, tidak dapat
membedakan arak bagus dan arak jelek. Mana bisa
membedakan perempuan yang baik atau tidak."
Wajah Mao Wei tampak ada senyum dan berkata,
"Walau perempuan itu adalah pelacur namun dia adalah
perempuan yang sangat menarik."
"Bagaimana dengan istri-istrimu?" tanya Sun Jian.
Wajah Mao Wei berubah dan berkata, "Mereka tidak
dapat menandinginya."
Sun Jian memelototi Mao Wei kemudian dia
menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa dia
berkata, "Aku tidak mempercayai kata-katamu. Arak saja
kau tidak dapat membedakannya, bagaimana bisa
membedakan perempuan?"
Belum habis perkataannya, Sun Jian sudah masuk
kebagian dalam rumah. Karena Sun Jian sudah melihat di
balik tirai banyak perempuan yang sedang mendengar
percakapan mereka, begitu masuk ke dalam Sun Jian
langsung memilih di antara mereka yang paling cantik dan
memanggulnya. Perempuan itu terlihat sangat terkejut, tapi dia tidak
berani bergerak.
"Kau.... kau akan melakukan apa?" tanya Mao Wei
Terkejut. "Tidak melakukan apa-apa, hanya melakukan
yang biasa kau lakukan."
Dia menarik tangan Mao Wei dan membentaknya, "Ayo
antar aku keluar!"
Dia tidak ingin di tengah jalan dicegat oleh pengawal
Mao Wei, karena itu dia menarik Mao Wei untuk dijadikan
sandera. Dia bukan takut hanya tidak mau banyak
kerepotan saja.
Terpaksa Mao Wei mengantar dia keluar, air matanya
hampir keluar dan berkata, "Asal kau mau melepaskan
Feng-jian, aku akan memberimu 1.000 tail emas."
Sun Jian mengedip-ngedipkan mata dan bertanya,
"Apakah harga Feng-jian begitu mahal?"
Mao Wei tidak menjawab.
"Apakah kau menyukainya?"
Mao Wei tetap tidak menjawab.
Sun Jian tertawa dan berkata, "Baiklah! Lain kali bila
kau ingin berselingkuh dengan istri orang, kau harus
memikirkan dulu istrimu."
Di luar pintu ada seekor kuda yang tinggi dan besar,
kuda ini adalah kuda yang bagus.
Begitu Sun Jian keluar dari pintu, dia langsung meloncat
ke atas kuda tidak memberi kesempatan kepada Mao Wei
untuk bertindak.
Itu adalah pelajaran yang dia dapat dari seseorang.
Jadi orang tidak begitu banyak bicara, tapi setiap kalimat
yang keluar dari mulutnya harus sulit untuk dilupakan.
Kuda sudah menempuh jarak puluhan li, perempuan
yang berada di pundak Sun Jian tiba-tiba tertawa.
"Ternyata kau tidak pingsan," kata Sun Jian.
Feng-jian tertawa dan berkata, "Aku.... tidak, sebenarnya
sejak tadi aku sudah ingin mengikutimu pergi."
"Mengapa?"
"Karena kau adalah laki-laki yang jantan, maka aku
merasa sangat tertarik kepadamu."
"Apakah perlakuan Mao Wei kepadamu sangat baik?"
Feng-jian tertawa, "Dia memiliki uang yang banyak tapi
sangat pelit kalau dia tidak memperlakukan aku dengan
baik, mana mau dia mengeluarkan 1.000 tail emas?"
Sun Jian mengangguk, dia tidak bicara lagi. Feng-jian
berkata lagi, "Aku berada di punggungmu sungguh tidak
enak, lebih baik turunkan aku. Aku ingin duduk di
pangkuanmu."
Sun Jian menggeleng-gelengkan kepala.
Feng-jian menghela nafas dan berkata, "Kau benar-benar
orang aneh."
Sun Jian memecut kuda lebih kencang lagi.
Di depan adalah hutan yang luas dan tidak ada orang.
Feng-jian sudah mulai merasa ketakutan dan dia
bertanya, "Kemana kau akan membawaku?"
"Ke suatu tempat yang tidak terpikir olehmu," jawab
Sun Jian. Feng-jian tertawa dengan genit dan berkata, "Aku tahu
kau tertarik padaku, sebenarnya di mana pun sama saja."
Tiba-tiba Feng-jian berkata lagi, "Aku mengenal seorang
perempuan yang bernama Zhu Qing."
"Oh...."
Feng-jian berkata lagi, "Perempuan itu memang
ditakdirkan sebagai pelacur, tiap hari keinginannya hanya
naik ke tempat tidur bersama laki-laki. Bila menyuruh dia
tidak berselingkuh, seperti berharap matahari terbit dari
barat. Aku tidak mengerti Mao Wei akan memakai cara apa
untuk menghukumnya."
Sun Jian berkata, "Pelacur yang mati tidak akan pernah
bisa berselingkuh lagi."
Tangan yang tadinya menggendong Feng-jian dilepaskan
oleh Sun Jian. Feng-jian jatuh dari pundaknya seperti
sekarung terigu yang terjatuh.
"Ada apa denganmu"!" Teriak Feng-jian.
Kuda Sun Jian sudah berlari beberapa meter dan kembali
lagi. Dari atas kuda Sun Jian melihat Feng-jian dengan
dingin. Feng-jian mengulurkan tangan dan berkata, "Cepat
tariklah aku ke atas kuda!"
Sun Jian menanggapi, "Bila aku menarikmu naik, aku
tadi tidak akan membiarkanmu jatuh."
Tadinya Feng-jian masih berniat bersikap genit kepada
Sun Jian tapi sekarang wajahnya kaku karena ketakutan,
dengan berteriak dia berkata, "Kau menculikku, apakah kau
hanya membawaku ke tempat ini kemudian
melemparkanku begitu saja?"
"Sedikit pun tidak salah."
"Apa maksudmu"!" Teriak Feng-jian.
Sun Jian tertawa dan dia mennyuruh kuda berlari
meninggalkan tempat itu tanpa menjawab pertanyaan Fengjian.
Dia tidak perlu menjelaskan perbuatannya kepada
orang lain. Lebih-lebih bila harus menjelaskannya kepada
perempuan. Feng-jian marah-marah, semua kata-kata kotor
dikeluarkan dari mulutnya. Kemudian dia menangis
tersedu-sedu. Dia menangis bukan karena tulang-tulangnya sakit
hingga terasa mau copot juga bukan karena dia harus
pulang sambil berjalan kaki.
Dia menangis karena dia tahu Mao Wei tidak akan
mempercayai kata-katanya lagi dan juga tidak percaya
bahwa Sun Jian tidak melakukan apa apa kepadanya.
Bila Sun Jian benar-benar melakukannya Feng-jian
malah merasa tidak sakit hati.
Di dunia ada semacam perempuan yang tidak mengerti
apa yang dimaksud penghinaan dan apa yang dimaksud
dengan malu. Feng-jian adalah perempuan semacam itu. Jika orang
lain menghina dia, dia malah sangat senang, kalau tidak
menghina dia malah merasa sangat malu.
Feng-jian selamanya tidak bisa mengerti apa maksud Sun
Jian. Sun Jian melakukan itu hanya ingin Mao Wei tahu
bahwa bila istri sendiri diculik orang seperti apa rasanya.
Hutang darah harus dibayar dengan darah. Lao-bo
memakai cara ini untuk menghukum orang jahat, dia tidak
mempunyai cara yang lebih baik lagi.
Jarang ada orang yang mempunyai cara lebih baik.
Memikirkan cara-cara yang lucu ini, Sun Jian yang
berada di atas kuda merasa senang dan tertawa sendiri.
Lao-bo tidak pernah memberi petunjuk kepada Sun Jian
bagaimana cara membereskan hal ini. Sun Jian percaya
kalau Lao-bo sendiri yang melakukan tugas ini cara-caranya
belum tentu lebih baik dari dirinya.
Dalam beberapa tahun ini Sun Jian sedikit demi sedikit
sudah bisa meniru cara-cara dan teknik Lao-bo
memecahkan masalah. Sun Jian merasa sangat puas.
Hari sudah senja, tapi Lao-bo masih berada di taman
bunga Chrysan. Dia sedang membuang ulat yang berada di
bunga Chrysan dan menggunting daun-daun yang layu.
Lao-bo senang melakukan pekerjaan itu sendiri. Dia
menganggap ini sebagai hiburan dan hobinya, dan bukan
pekerjaan yang melelahkan.
Melihat Wen Hu dan Wen Bao bersaudara masuk, Laobo
meletakkan gunting yang sedang dipegangnya.
Menemui anak buah adalah tugasnya. Pada waktu
bekerja dia melakukan dengan sepenuh hati begitu pula saat
dia melakukan hobi atau kesenangan. Lao-bo tidak
mencampur adukkan kedua tugas ini.
Wen Hu dan Wen Bao adalah pemuda yang sangat
pemberani, karena mereka sering melakukan tugas-tugas
yang berat. Wajah mereka sudah mulai ada. keriput.
Kelihatannya lebih tua dari umur sesungguhnya.
Wajah mereka terlihat sangat lelah karena dua hari ini


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka sudah bekerja keras. Hanya dengan melihat senyum
Lao-bo yang memuji, kelelahan ini segera Miang begitu
saja. Lao-bo dengan tersenyum bertanya, "Apakah tugas
kalian sudah selesai?"
Wen Hu dengan hormat menjawab, "Ya!"
Lao-bo dengan gembira berkata, "Ceritakanlah
semuanya kepadaku."
"Kami sudah menyelidiki bahwa Xu Qing-song
mempunyai seorang putri dan kami sudah menculiknya,"
jawab Wen Hu. "Berapa umur putri Xu Qing-song" Apakah dia sudah
menikah?" "Putri Xu Qing-song berumur 21 tahun dan belum
menikah. Dia sangat jelek sifatnya pun sama jeleknya.
Katanya putri Xu Qing-song pernah bertunangan tapi dia
mengusir calon mertuanya."
Lao-bo mengangguk dan berkata, "Teruskan bicaramu!"
"Kami berkenalan dulu dengari Kang bersaudara,
mencekoknya dengan arak sampai mabuk lalu
membawanya ke hadapan nona Xu."
Wen Bao menyambung perkataannya, "Kang bersaudara
selagi mabuk melihat perempuan seperti seekor lalat
melihat darah, tidak peduli siapa pun perempuan itu. Begitu
bertemu nona Xu mereka segera melakukan perbuatan bejat
itu." "Begitu selesai melakukan hal itu, kami baru memberi
mereka pelajaran," kata Wen Hu.
Kata Wen Bao, "Kami menghajar mereka dengan hatihati,
selalu menghindari kepala dan otak belakang mereka.
Tapi dalam 2-3 bulan mereka tidak akan bisa bangun dari
tempat tidur," kata Wen Bao.
Wen Hu dan Wen Bao mempunyai jurus yang lihai,
yang satu bernama jurus memukul harimau, yang satu lagi
adalah Tiat-sah-ciang. Kepandaian mereka juga seperti
kepandaian anak buah Lao-bo yang lain. Tidak ada gerakan
yang aneh tapi kecepatannya sangat dahsyat.
Lao-bo selalu berkata kepandaian bukan untuk
dipamerkan kepada orang lain jadi tidak perlu jurus-jurus
yang aneh. Kalau Kang bersaudara tidak mabuk, kemungkinan
masih bisa menahan serangan mereka. Tapi karena mereka
sudah mabuk hanya terdengar suara jeritan kesakitan.
Mereka sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi.
"Kemudian kami menyewa sebuah tandu mengantar
mereka bertiga kepada Xu Qing-song," kata Wen Hu.
"Sayang kami tidak sempat melihat ekspresi Xu Qingsong
waktu itu," kata Wen Bao.
Penjelasan Bun bersaudara sangat singkat, begitu habis
ceritanya mereka langsung berhenti.
Mereka tahu Lao-bo tidak senang cerita yang bertele-tele.
Wajah Lao-bo sama sekali tidak ada ekspresi, senyum pun
sudah hilang dari wajahnya.
Wen Hu dan Wen Bao merasa hatinya mulai tenggelam.
Mereka tahu bahwa mereka sudah melakukan sebuah
kesalahan. Siapa pun melakukan kesalahan harus dihukum tanpa
terkecuali. Setelah lama Lao-bo mengeluarkan suara yang
sangat marah dan berkata, "Apakah kalian sudah tahu
kalian melakukan kesalahan apa?"
Wen Hu dan Wen Bao menundukkan kepalanya.
"Kang bersaudara tidak bisa bangun selama 3 bulan dari
tempat tidur itu tidak jadi masalah. Xu Qing-song
membereskan masalah tidak adil juga pantas diberi
pelajaran kalian melalaikannya dengan baik."
Tiba-tiba suara Lao-bo menjadi sangat tegas dan berkata,
"Sebenarnya putri Xu Qing-song melakukan kesalahan apa
sehingga kalian memperlakukan dia seperti itu?"
Kepala Wen Hu dan Wen Bao sudah meneteskan
keringat dingin, kepala mereka terus menunduk.
Bila Lao-bo sedang marah, tidak ada seorang pun yang
berani memandangnya.
Setelah lama kemarahan Lao-bo baru mereda dan dia
bertanya, "Ini ide siapa?"
Wen Hu dan Wen Bao bersamaan menjawab, "Aku!"
Lao-bo melihat dua bersaudara ini. Kemarahannya
makin berkurang dengan pelan Lao-bo berkata, "Wen Hu
orangnya lebih jujur, pasti bukan idenya."
Kepala Wen Bao lebih menunduk lagi dan berkata,
"Dari permulaan kakak sudah tidak setuju dengan rencana
ini." Lao-bo tiba-tiba berhenti di depan Wen Bao dan berkata,
"Apakah dia sudah menikah?"
"Belum," jawab Wen Bao.
"Segera ambil undanganku. Kita ke rumah Xu Qing-song
melamar nona Xu," kata Lao-bo.
Kaki Wen Bao seperti digigit oleh seekor binatang,
wajahnya menjadi, pucat dan berkata, "Tapi.... tapi...."
Lao-bo dengan marah berkata, "Tidak ada tapi tapian
segera lamar nona Xu. Kau sudah mencelakai orang lain,
kau harus bertanggung jawab. Biarpun sifat nona Xu tidak
begitu baik tapi kau tetap harus mengalah."
Siapa pun melakukan kesalahan harus dihukum.
Sepertinya hanya Lao-bo yang bisa memikirkan cara ini
untuk menghukum Wen Bao.
Wen Bao berkata, "Bila Tuan Xu tidak mengijinkannya
bagaimana?"
"Tuan Xu pasti mengijinkannya, apalagi sekarang."
Xu Qing-song pasti setuju, dia takut putrinya tidak bisa
menikah lagi, apalagi Wen Bao adalah pemuda yang baik.
Wen Bao tidak berani menjawab, dia hanya menunduk
dan keluar dari taman.
Begitu keluar dari taman bunga, Wen Hu baru berani
menepuk pundak adiknya dan berkata, "Tidak perlu merasa
sedih sebenarnya kau juga sudah harus menikah. Sesudah
menikah lambat laun kau akan merasa bahwa mempunyai
istri bukan hal yang buruk melainkan bisa membawa,
banyak keuntungan."
"Kebaikan" Siapa bilang ada kebaikan?" kata Wen Bao
marah. "Orang sering berkata mempunyai, uang atau tidak
paling sedikit bila malam musim dingin telah tiba, waktu
kau pulang dari udara luar yang sangat dingin kau. bisa
segera naik ke tempat tidur dan istri yang hangat selalu
menunggumu. Dia tidak akan mengusirmu dari tempat
tidur itu."
Wen Bao dengan dingin berkata, "Sekarang pun banyak
selimut hangat yang menungguku dan tiap malam aku bisa
berganti-ganti."
Wen Hu berkata, "Tapi selimut-selimut yang hangat itu
sudah ada yang punya, kau hanya bisa melihat. Tapi
seorang istri tidak sama, dia akan selalu menyediakan
selimut hangat menunggumu pulang."
"Aku juga ingat satu kalimat, apakah kau sudah pernah
mendengarnya?" kata Wen Bao.
"Kalimat apa?"
"Bila tiap hari kau ingin makan telur ayam, kau tidak
perlu memelihara seekor ayan betina di rumah untuk
bertelur."
Wen Hu tertawa dan berkata, "Sebenarnya mempunyai
istri seperti makan nasi bungkus."
"Apa artinya makan nasi bungkus?"
"Kapan pun bisa makan di rumah asal kau mau tapi
kalau sudah bosan kita masih bisa berganti-ganti selera."
Wen Bao tertawa, hanya tertawa sebentar dahinya sudah
berkerut lagi, dia menarik nafas dan berkata, "Sebenarnya
aku pun ingin menikah tapi bila istrinya seperti seekor
macan betina bagaimana" Siapa bisa terima ini?"
Wen Hu berkata, "Aku pernah ingat satu kalimat,
kalimat ini berbunyi: 'perempuan seperti seekor kuda, laki-laki
adalah penunggang kuda. Asal laki-laki mempunyai teknik
menunggang kuda yang benar, biarpun kuda itu sangat liar
akhirnya kuda itu akan menjadi sangat jinak dan penurut. Kau
suruh dia ke barat, kuda itu tidak akan berlari ke timur'."
Wen Hu tertawa lagi dan terus berkata, "Sifat kakak
iparmu juga sangat jelek tapi sekarang...."
"Apakah sifat kakak ipar sudah berubah menjadi baik?"
Wen Hu mengangkat kepalanya dan berkata, "Sedikit
demi sedikit, kakak iparmu sudah mengerti siapa yang
menjadi kepala keluarga."
Setelah habis kata-katanya, ada seorang perempuan yang
tinggi dan besar keluar dari semak-semak.
Sepasang mata yang besar memelototi Wen Hu dan
berkata, "Bicara sekali lagi, siapa yang menjadi kepala
rumah tangga?"
Wen Hu segera berubah menjadi seperti seekor ayam
jantan yang kalah bertarung, dengan tertawa dia berkata,
"Ya, pasti kau yang menjadi kepala keluarga."
Lao-bo menggunting daun-daun yang berlebihan. Lao-bo
tidak senang bunganya terlalu banyak daun karena akan
merusak pemandangan.
Lao-bo juga tidak senang hal yang rumit seperti melihat
orang yang terlalu berlebihan.
Anak buah Lao-bo yang benar-benar bisa bertanggung
jawab tidak begitu banyak tapi tiap anak buahnya
mempunyai kemampuan yang tinggi dan sangat setia
kepadanya. Lao-bo selalu merasa puas kepada anak buahnya.
Lao-bo tahu anak buahnya selalu melaksanakan tugas
dengan baik karena itu dia sudah lama tidak turun tangan.
Lao-bo yakin dia masih mempunyai tenaga yang cukup
untuk mengalahkan lawan-lawannya.
Sewaktu pedang Yi Shi menyerangnya, Lao-bo sudah
mengetahui kekurangan ilmu pedang Yi Shi. Biarpun tidak
dilindungi oleh anak buahnya, Lao-bo tetap akan bisa
mengalahkan musuh.
Lao-bo selalu menunggu kesempatan terakhir untuk
mengalahkan lawannya karena waktu itu lawannya sudah
dalam keadaan lelah dan tenaga belum pulih seluruhnya.
Lawannya selalu mengira serangan terakhirnya pasti akan
berhasil. Pada saat menentukan itulah yang selalu
digunakan oleh Lao-bo untuk membuat serangan balik dan
serangan Lao-bo ini sering kali mematikan lawannya.
Hanya saja menunggu saat yang terakhir ini tidak begitu
mudah karena harus mempunyai keberanian, ketenangan,
dan mempunyai pengalaman yang luas.
Lao-bo tahu Lu Xiang-chuan bukan anak kandungnya
tapi kesetiaannya lebih dari pada Sun Jian anak
kandungnya sendiri. Lao-bo sangat percaya dan suka
kepada Lu Xiang-chuan. Dia membagi separuh harta dan
usahanya kepada Lu Xiang-chuan.
Karena sifat Lu Xiang-chuan sangat tenang dan lincah,
sifat ini berlawanan dengan sifat Sun Jian yang ceroboh dan
cepat marah. Usaha Lao-bo sangat besar, dia harus
mempunyai anak buah semacam Liu untuk menjaga dan
meneruskannya. Awal-awal mendirikan usaha tidaklah mudah karena
harus membutuhkan orang yang sangat pemberani.
Tiba-tiba Lao-bo mengingat orang yang memakai baju
abu. Dia tidak tahu siapa orang ini.
Lao-bo tidak pernah membicarakan orang ini, tapi
sepertinya orang ini pernah muncul dalam kehidupannya.
Demi Lao-bo orang ini selalu melakukan hal yang orang
lain belum pernah lakukan. Jika membiarkan orang ini
hidup terus akan menambah kesulitan untuk Lao-bo karena
dalam semua hal orang ini memakai kekerasan untuk
mengatasinya. Tapi Lao-bo memiliki banyak cara yang jitu
dari pada harus membunuh orang. Sekarang Lao-bo bukan
ingin menghilangkan nyawa orang melainkan ingin
mendapatkan kesetiaan orang dan penghormatan orang
lain. Sebab Lao-bo mengetahui bahwa membunuh orang tidak
ada gunanya sama sekali. Tapi mendapat penghormatan
dan kesetiaan dari orang akan lebih berguna untuk
selamanya. Alasan dan kemauan Lao-bo selamanya tidak akan
dimengertikan oleh si baju abu ini.
Lao-bo menarik nafas, dia tidak suka cara-cara yang
dipakai oleh si baju abu. Orang-orang mendirikan
perusahaan pasti ada rahasia. Orang ini terlalu banyak
mengetahui rahasia Lao-bo.
Kalau bukan Lao-bo kemungkinan dari dulu dia sudah
dilenyapkan nyawanya oleh orang lain.
Lao-bo tidak melakukan hal itu. Itulah perbedaan antara
Lao-bo dengan orang lain. Kadang-kadang Lao-bo juga
memakai segala cara demi mendapatkan keberhasilan, tapi
dia adalah orang yang sangat menghargai jasa orang dan
dia adalah seorang yang lapang dada sekali.
Hal ini tidak ada yang bisa membantah.
Ada berapakah usaha Lao-bo" Dan bidang apa saja
usaha-usahanya"
Ini adalah rahasia yang terselubung kecuali dirinya
sendiri tidak ada lagi yang tahu.
Begitu banyak usaha yang tentunya harus dikerjakan
oleh banyak orang. Maka itu Lao-bo terus menerus
menerima tenaga-tenaga yang masih muda.
Lao-bo ingin mengikat pemuda yang sangat berbakat dan
sederhana supaya bisa bekerja untuknya. Nama pemuda itu
adalah Chen Zhi-ming.
Lao-bo sangat menyukai pemuda yang bernama Chen
Zhi-ming. Dia merasa asal di arahkan dan dilatih sebentar
pemuda ini akan menjadi pembantu yang sangat berguna.
Tapi sayangnya semenjak liari itu pemuda itu tidak pernah
muncul lagi. "Kemungkinan aku sudah semakin tua, banyak hal tidak
dapat dijalankan dengan sempurna, sampai lupa meminta
alamat rumahnya."
Lao-bo menarik nafas dan menepuk-nepuk pinggangnya
sendiri. Dia memandang matahari yang terbenam, Lao-bo
merasa dia seperti matahari yang terbenam itu.


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Apalagi Lu Xiang-chuan.
Tiap kali Lu Xiang-chuan sedang melakukan tugasnya
Lao-bo tidak pernah khawatir dia akan gagal.
Tapi kali ini lain, kali ini Lao-bo tidak setenang biasanya
karena Lao-bo tahu kekuatan Wan Peng-wang dan juga
sangat tahu cara apa yang akan dipakai oleh Wan Pengwang.
Terlalu mengkhawatirkan dia menjalankan tugasnya ini
adalah perasaan orang tua. Lao-bo terus menerus menarik
nafas. Di bawah sinar matahari senja dia berjalan menuju
rumahnya. Sekarang terpikir oleh Lao-bo sekarang adalah
waktu yang paling tepat untuk melepaskan segala kegiatan.
Tapi itu adalah pemikiran yang sekejap saja begitu matahari
terbit pada pagi hari Lao-bo akan mengubah pemikirannya
lagi. Di dunia ada semacam orang tidak bisa dikalahkan oleh
apa pun termasuk 'tua' dan 'kematian'.
Orang semacam itu tidak banyak, Lao-bo termasuk salah
satunya. Sewaktu Lu Xiang-chuan berada di dalam kereta
yang dipikirkan olehnya bukan bagaimana cara.
memperlakukan Wan Peng-wang, yang dia pikirkan adalah
si pembunuh berbaju abu yang membunuh orang seperti
memotong rumput.
Sewaktu si baju abu membunuh 3 orang Huang-shansan-
you, Lu Xiang-chuan tidak sempat melihat wajahnya.
Tapi dia sudah bisa menebak siapakah orang ini" Namun
Lu Xiang-chuan tidak berani bertanya kepada Lao-bo.
Hal yang Lao-bo tidak mau bicarakan tidak ada orang
yang bisa memaksanya. Jika Lao-bo tidak mau
membicarakannya bertanya kepadanya itu akan sia-sia.
Perasaan Lu Xiang-chuan mengatakan bahwa si baju abu
ini adalah Han Tang.
Cara orang ini membunuh orang sangat kejam dan cepat.
Lu Xiang-chuan belum pernah melihatnya.
Pekerjaan Hari Tang tidak pernah dilakukan oleh orang
lain, nanti pun tidak ada orang yang bisa menggantikannya.
Kedudukan Lu Xiang-chuan semakin tahun semakin
tinggi. Kekuasaannya pun semakin hari semakin besar. Dia
sudah memimpin banyak orang biarpun dia memakai
semua cara untuk mencari tahu tentang seorang Han Tang
tapi semua percuma saja.
Tidak ada orang yang tahu siapakah dia" Sekarang apa
yang dilakukannya" Dan kepandaiannya belajar dari mana"
Semua orang pasti mempunyai masa lalu, tapi orang ini
tidak ada masa lalu.
Di dunia sepertinya tidak ada seorang pun yang
mengetahuinya. Kereta kuda yang dinaiki oleh Lu Xiang-chuan sangat
indah. Kereta ini seperti sebuah tempat tidur yang nyaman.
Tempat tidurnya empuk, getaran kereta pun sangat kecil.
Tidur di kereta seperti tidur di tempat tidur di rumah
sendiri terasa begitu nyaman.
Bila Lu Xiang-chuan menjalankan tugas, dia akan
melakukan dengan sepenuh hati. Hal-hal yang lain tidak
terlintas di otaknya.
Dia tahu tugas kali ini sangat sulit.
Laki-laki harus seperti seorang laki-laki. Kata-katanya
harus seperti laki-laki dan kerjanya pun harus seperti
seorang laki-laki.
Kalimat ini sering diucapkan oleh Lao-bo. Orang lain
akan merasa aneh. Karena hal yang kecil Lao-bo sampai
bermusuhan dengan Wan Peng-wang. Hanya Lu Xiangchuan
saja yang mengerti maksud Lao-bo.
Wan Peng-wang sebenarnya adalah sasaran dari misi
Lao-bo. Jika kali ini Wan Peng-wang membiarkan gadis itu
pergi artinya dia sudah tunduk kepada Lao-bo dan dia akan
berteman dengan Lao-bo.
Bila tidak dia akan menjadi musuh Lao-bo.
"Aku tidak begitu mengerti orang, di dunia hanya ada 2
jenis manusia. Satu, dia adalah lawan dan yang lain adalah
kawan. Apakah ingin jadi lawan atau kawan, tergantung
sendiri. Tidak ada yang bisa memilih lagi."
Ini adalah salah satu perkataan Lao-bo.
Sebenarnya Lao-bo tidak memberi kesempatan kepada
orang lain untuk memilih karena siapa pun yang memilih
jadi musuh dia akan mati.
Masalahnya sekarang adalah. Wan Peng-wang bukan
seorang penakut. Pilihan yang dia ambil kemungkinan tidak
sama seperti orang lain. Kalau dia memilih menjadi musuh,
banjir darah akan terjadi. Biarpun itu terjadi, Lao-bo tetap
masih bisa menang meski resikonya pun pasti sangat tinggi.
Lu Xiang-chuan sangat teliti, sebelum menjalankan tugas
dia sudah menyelidiki Wan Peng-wang dengan sedetil
mungkin. Wan Peng-wang, dia bukan she Wan juga bukan she
Wang. Katanya dia adalah anak hasil hubungan gelap tapi
tidak ada orang yang bisa membuktikannya.
Sebelum berumur 17 tahun tidak ada yang tahu dari
mana asalnya, sesudah berumur 17 tahun dia sudah bekerja
di sebuah perusahaan. Setengah tahun kemudian dia sudah
naik jabatan. Pada umur 19 tahun dia membunuh bos
perusahaannya kemudian dia menjadi bos perusahaan itu.
Tapi setahun kemudian dia menjual perusahaan dan
menjadi seorang polisi di tempat itu. Dalam 3 tahun dia
sudah menangkap 29 orang penjahat, membunuh 8 orang
dan sisanya dilepaskan.
Sejak itu dia mempunyai 21 orang pembantu yang sangat
setia kepadanya. Waktu berumur 24 tahun dia keluar dari
kepolisian dan mendirikan perkumpulan Da-peng. Mulamula
hanya memimpin kurang lebih 100 orang tapi
sekarang anak buahnya sudah mencapai puluhan ribu orang
dan kekayaannya sudah tidak terhitung lagi.
Dulu kata-katanya tidak ada yang peduli, sekarang katakatanya
adalah perintah.
Semua datangnya bukan tiba-tiba melainkan dengan
pertarungan hidup mati.
Apalagi beberapa tahun ini terdengar kabar bahwa Giam
telah mendapatkan sebuah rahasia ilmu silat yang aneh. Dia
memberi nama 'Hui-hong-su-cap-kau-su ilmu telapak
tangan ini sangat dasyat. Jarang ada yang bisa
menandinginya. Lu Xiang-chuan merasa tugasnya sangat berat.
Pertarungan, antara Lao-bo dan Wan Peng-wang takan bisa
dihindari" Bagaimana akhirnya, Lu Xiang-chuan belum
bisa memastikannya.
Bila bukan terpaksa Lu Xiang-chuan tidak mau melihat
pertentangan ini terjadi.
Lu Xiang-chuan khawatir Wan Peng-wang tidak sudi
bertemu dengannya. Sengaja dia mengajak Nan Gong Yuan
menemaninya. Nan Gong Yuan adalah turunan keluarga Lamkiong
yang terakhir. Dia adalah seorang terpelajar juga pesilat dan
juga seorang play boy yang terkenal. Orang seperti dia
sangat senang menghambur-hamburkan uang, kekayaan
keluarganya semakin lama semakin menipis dan dia selalu
meminjam uang kepada Lao-bo.
Lu Xiang-chuan percaya bahwa Nan Gong Yuan tidak
akan. mau kehilangan teman seperti Lao-bo.
Kebetulan Nan Gong Yuan juga teman Wan Peng-wang.
Wan Peng-wang seorang laki-laki berduit. Selama 40 tahun
kesenangannya kepada perempuan, kedudukan makin
tinggi, hobinya juga semakin banyak.
Kecuali perempuan dia juga senang berjudi dan berkuda
juga senang belajar etika.
Kebetulan kesenangannya itu seperti Nan Gong Yuan
dan Nan Gong Yuan adalah ahli di bidang itu. Karena itu
Wan. Peng-wang bisa berteman dengan orang seperti Nan
Gong Yuan. Kereta kuda berhenti di luar hutan.
Ada seseorang sedang berdiri di tepi hutan itu. Tubuhnya
tinggi dan gagah, memakai baju putih seperti salju.
Di bawah pohon ada meja dan kursi juga ada guci arak,
kecapi dan seekor kuda yang sangat tinggi dan bagus.
Dari jauh dia terlihat seperti masih sangat muda tapi
sudut matanya sudah mulai berkeriput. Dia begitu dewasa
dan luwes, tidak bisa dibandingkan oleh siapa pun.
Lu Xiang-chuan turun dari kereta dan mendekati Nan
Gong Yuan, dia melihat wajah Nan Gong Yuan yang
sedang kesal segera dia menghentikan langkahnya.
Nan Gong Yuan mendekatinya.
"Apa dia tidak mau bertemu denganku?" tanya Lu
Xiang-chuan. Nan Gong Yuan menarik nafas dan berkata, "Dia
menolak bertemu denganmu."
"Kau tidak menceritakan maksud Lao-bo?"
"Dia tidak pernah berhubungan dengan Lao-bo, kelak
juga tidak akan ada hubungan apa-apa," jawab Nan Gong
Yuan. "Bisakah dia mengubah pikirannya?"
"Tidak ada yang bisa mengubah pikirannya," kata Nan
Gong Yuan. Lu Xiang-chuan tidak bertanya lagi, dia sudah tahu jika
teras menerus bertanya pun akan sia-sia saja.
Wajah Lu Xiang-chuan tidak ada ekspresi, tapi hatinya
mulai terasa kusut. Lu Xiang-chuan tidak ada cara lagi
untuk membereskan benang kusut dalam pikirannya. Dia
hanya tahu hal ini harus berhasil, tidak boleh gagal. Jika
gagal akan berakibat fatal.
Tiba-tiba Nan Gong Yuan berkata, "Tiap bulan tanggal
satu adalah hari Wan Peng-wang membeli barang-barang
antik dan kuno."
Lu Xiang-chuan dengan gembira berkata, "Besok adalah
tanggal satu."
Nan Gong Yuan mengangguk sambil menarik nafas
yang panjang dengan suara pelan berkata, "Waktu berlalu
sangat cepat hari berganti bulan, dulu masih muda sekarang
rambut sudah memutih. Kehidupan orang seperti mimpi,
tiap hari menghabiskan waktu entah untuk apa?"
Lu Xiang-chuan tertawa kecil dia mengeluarkan sebuah
amplop dan berkata, "Kemungkinan demi ini."
"Barang apa ini?" tanya Nan Gong Yuan.
"Cek 5.000 tail emas ini adalah penghonnatf.n dari Laobo."
Nan Gong Yuan memandang amplop besar itu dan
tertawa. Dengan nada sinis dia berkata, "Orang seperti
diriku tidak pantas diberi penghormatan."
Tiba-tiba Nan Gong Yuan membalikkan tubuhnya
berjalan menuju meja dan dia mulai memainkan kecapi.
Nan Gong Yuan sedang bernyanyi, "Hidup orang seperti
mimpi bila sadar dari mimpi kita akan menghadapi
kenyataan."
Tiap hari sibuk apa sebabnya"
Lagu yang sedih denting kecapi pun terdengar sungguh
memilukan, matahari senja menyinari hutan. Bumi dan
langit tiba-tiba terasa hening.
Lu Xiang-chuan dengan diam terus berdiri. Kedudukan
dan keberhasilannya lebih tinggi dari Nan Gong Yuan
namun, di depan Nan Gong Yuan dia merasa ada yang
kurang. Kekurangannya adalah 'masa lalu'.
Lu Xiang-chuan hanya memiliki 'masa sekarang' dan
'masa depan' namun Nan Gong Yuan memiliki 'masa lalu'.
Hanya masa lalu yang tidak dapat dibeli oleh orang.
Walau dibayar dengan harga berapa pun tetap tidak akan
terbeli. Lu Xiang-chuan memikirkan masa lalunya yang sulit,
dalam hatinya timbul kemarahan.
Dia meletakkan amplop itu dan melihat Nan Gong
Yuan, sepatah demi sepatah kata dia berbicara, "Mimpiku
selamanya tidak akan bisa terbangun karena aku belum
pernah bermimpi."
Nan Gong Yuan tidak mengangkat kepalanya hanya
menjawab, "Sebenarnya kau tahu kadang-kadang orang
harus bermimpi, bagaimana menurutmu?"
Lu Xiang-chuan tahu itu.
Penyakitnya adalah tidak bisa bermimpi karena itu dia
merasa tegang. Ketegangan membuatnya sangat lelah.
Namun itu menjadi pilihannya. Setiap orang mempunyai
kehidupannya sendiri, yang dipilihnya adalah kehidupan
yang rumit. Denting kecapi sudah berhenti. Dia melangkah berjalan
ke arah kereta kuda, mengeluarkan perintah singkat.
"Gu-hua-Xian."
Tanggal satu semua pedagang barang antik sudah tiba di
kaki gunung. Bahkan ada yang datang dari tempat yang
sangat jauh. Karena hari ini adalah hari di mana Wan Peng-wang
memilih barang-barang antik. Karena Wan Peng-wang
adalah seorang pembeli dan kolektor yang baik.
Di antara para pedagang antik mereka sudah saling
mengenal. Di antara mereka ada seorang pemuda yang
terlihat sangat tenang dan dia belum dikenal oleh orangorang
itu. Menurut cerita mereka dia adalah perwakilan
dari Ku-hoa-cian.
Terlihat awan sedang bergerak. Rumah Wan Peng-wang
seperti ada di atas awan, sangat tinggi dan tidak bisa
dijangkau. Terdengar suara lonceng seperti keluar dari
awan. Semua orang berjalan menuju rumah Wan Pengwang.
Saat Lu Xiang-chuan melihat Wan Peng-wang, dia
sangat terkejut. Dia belum pernah melihat orang seperti
Wan Peng-wang. Wan Peng-wang seperti seorang raksasa yang berada di
dalam dongeng dewa dewi. Pada saat dia duduk tingginya
hampir sama dengan orang normal yang sedang berdiri.
"Bila orang tubuhnya tinggi besar, otaknya pasti lebih
sederhana."
Tapi Wan Peng-wang merupakan pengecualian.
Pandangannya sangat dingin, tajam, dan kuat. Arti dari.
pandangan itu adalah memancarkan kecerdasan dan
keteguhannya. Dia juga penuh dengan rasa percaya diri,
membuat orang tidak berani berkata macam-macam
tentangnya.

Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Telapak tangannya lebar, besar, dan tebal. Setiap saat dia
selalu mengepalkan tangannya dengan erat sepertinya
kapanpun siap memukul orang yang akan menyerangnya.
Di depannya orang-orang selalu bicara dengan hati-hati
namun mendengarkannya dia merasa enggan.
Hingga Lu Xiang-chuan mendekatinya, matanya tibatiba
menyorotkan sinar seperti pisau. Dan pisau itu seakanakan
mendekati Lu Xiang-chuan. Setelah lama pelan-pelan
dia bertanya, "Apakah kau berasal dari Gu-hua-Xian?"
"Bukan," jawab Lu Xiang-chuan.
Lu Xiang-chuan mengerti orang macam Wan Pengwang.
Di depan orang seperti dia lebih baik jangan
berbohong. Karena kata-kata bohong itu sangat sulit untuk menipu
orang semacam Wan Peng-wang. Tiba-tiba Wan Pengwang
tertawa dan berkata, "Baiklah! Kau orang yang
pintar, bosmu pasti orang yang lebih pintar lagi."
Ooo)dw(ooO Tawa Wan Peng-wang tiba-tiba berhenti, kemudian dia
memelototi Lu Xiang-chuan dan bertanya, "Apakah bosmu
Sun Yu-bo?"
Dalam hati Lu Xiang-chuan sebenarnya dia
menghormati orang ini. Dia membawa piring dan
mendekati Wan Peng-wang.
"Piring ini terbuat dari giok dari Dinasti Han. Dan di
atasnya adalah sebuah guci yang dibuat pada jaman dinasti
Qing." Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Benda ini adalah
pemberian Lao-bo untuk ketua Bang sebagai rasa hormat.
Harap ketua bisa menerimanya."
Setiap kali bila Lao-bo meminta bentuan kepada orang
lain selalu mengantarkan hadiah yang mewah. Artinya
dalam menjalin persahabatan, dia selalu memberikan
hadiah bila hadiah itu ditolak artinya dia menentang.
Namun kali ini bukan maksud Lao-bo mengantarkan
hadiah. Ini semua adalah ide Lu Xiang-chuan. Lu Xiangchuan
berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan
damai. Walau mata Wan Peng-wang menatap terus piring itu
namun sebenarnya dia sedang berpikir.
Setelah lama Wan Peng-wang baru membuka mulut,
"Katanya Wu Lao-dao adalah perantau dari Jiang-bei. 30
tahun yang lalu dia menetap di Jiang-nan."
Wan Peng-wang mengangkat kepalanya kemudian dia
memelototi Lu Xiang-chuan dan berkata lagi, "Sun Yu-bo
pun demikian, apakah benar?"
"Lao-bo dan Wu Lao-dao berasal dari desa yang sama,
sama-sama menetap di Jiang-nan," kata Lu Xiang-chuan.
Dia sudah tahu bahwa Wan Peng-wang sudah dapat
menebak maksud kedatangannya dan dia tidak perlu
menutup-nutupinya lagi.
Lu Xiang-chuan sedikit demi sedikit merasa Wan Pengwang
lebih menakutkan dari pada yang dibayangkannya.
"Lao-bo menyuruhmu datang ke sini, apakah untuk
kepentingan anak laki-laki Wu Lao-dao?" kata Wan Pengwang
marah. "Lao-bo mengetahui masalah hubungan antara
perempuan dan laki-laki, Ketua pasti bisa mengijinkan
mereka bersama. Apalagi gadis itu hanyalah seorang
pelayan yang dibeli oleh Ketua."
Kata-kata Lu Xiang-chuan sangat sopan dan tidak
langsung pada sasaran. Namun dia memberikan penjelasan
mengenai keuntungan dan kerugian mengenai masalah ini.
Demi seorang pelayan kemudian bermusuhan dengan Laobo
sungguh tidak pantas.
Tapi Wan Peng-wang dengan marah menjawab, "Ini
bukan masalah antara perempuan dan laki-laki, namun ini
adalah aturan perkumpulan di sini. Tidak diijinkan siapa
pun boleh melanggar peraturan ini."
Hati Lu Xiang-chuan serasa tenggelam, dia dapat
melihat harapannya semakin menipis. Tapi belum sampai
pada putusnya sebuah harapan dia tidak akan
melepaskannya begitu saja.
Lu Xiang-chuan ingin menjelaskan lebih rinci lagi
masalah ini, kemudian dengan coba-coba dia berkata lagi,
"Lao-bo senang berteman, bila Ketua bisa berteman
dengannya, semua orang akan menyambutnya."
Wan Peng-wang tidak menjawab, tiba-tiba dia berdiri
dan berkata, "Ikut aku!"
Lu Xiang-chuan tidak dapat menduga maksud Wan
Peng-wang, dia akan membawanya kemana dan akan
melakukan apa. Walaupun dia mencoba untuk menebak,
sekarang dia merasa ada sedikit rasa takut. Bila Wan Pengwang
ingin membunuhnya, mungkin sekarang dia sudah
mati. Begitu keluar dari ruangan tadi, Lu Xiang-chuan baru
bisa melihat rumah itu begitu megah dan mewah. Warna
rumah itu karena bangunannya sudah lama. sudah berubah
warna menjadi abu kehijauan membuat rumah terlihat lebih
megah dan kuno.
Di sekelilingnya tidak ada penjaga. Sepinya membuat
orang merasa tempat ini membuat orang lemah. Tapi Lu
Xiang-chuan tidak memiliki perasaan salah dan lengah.
Lu Xiang-chuan tidak ada perasaan seperti itu. Dia
mengerti bila di rumah itu banyak penjaga dia akan melihat
sosok Wan Peng-wang yang sebenarnya.
Orang seperti Wan Peng-wang tidak mudah
mengeluarkan kekuatan yang sebenarnya.
Begitu juga dengan Lao-bo. Lebih baik musuh tidak
pernah tahu kekuatan yang sebenarnya. Bila tidak lebih baik
jangan mempunyai musuh.
Hanya orang desa yang baru kaya memakai semua
kekayaan di tubuhnya.
Di beranda tampak gelap dan sunyi.
Di ujung beranda ada sebuah pintu dan pintunya tidak
dikunci, terlihat ruangan itu sepertinya kosong. Bila pintu
dibuka kau akan menyadari bahwa tebakanmu salah besar.
Ruangan itu penuh dengan barang-barang kuno dan
antik. Di istana pun belum tentu ada barang-barang antik
sebanyak itu. Orang seperti Lu Xiang-chuan pun merasa entah harus
melihat yang mana dulu.
Wan Peng-wang membawanya berkeliling kemudian dia
berkata, "Kau boleh pilih 2 macam barang, anggap saja
untuk membalas pemberian Lao-bo."
Lu Xiang-chuan tidak menolak, kadang-kadang
omongan orang ditolak pun tidak ada gunanya, malah
merasa heran. Dia benar-benar memilih 2 macam barang. Yang dipilih
adalah lempengan giok dan sebuah pisau dari Persia.
Harga kedua macam barang ini hampir sama dengan
hadiah yang diberikan Lu Xiang-chuan kepada Wan Pengwang.
Ini artinya Lu Xiang-chuan segera mengetahui
barang bagus dan juga memberitahu Wan Peng-wang
bahwa seorang Lu Xiang-chuan tidak ingin mengambil
keuntungan dari orang lain.
Benar saja mata Wan Peng-wang menyorot ekspresi
memuji, "Kapan pun bila kau sudah tidak bekerja lagi
dengan Sun Yu-bo atau bertengkar dengannya, datanglah
kemari aku tidak akan menolakmu."
"Terima kasih" jawab Lu Xiang-chuan.
Diperhatikan oleh orang semacam Wan Peng-wang, Lu
Xiang-chuan merasa sedikit bangga. Namun hatinya
kembali menjadi dingin. Karena dia tahu artinya bahwa
sekarang sudah tidak ada jalan keluar lagi. Wan Peng-wang
tidak akan memberi kesempatan lagi.
Mereka kembali melewati jalan yang lain. Begitu keluar
dari pekarangan, terdengar ringkikan kuda.
Wan Peng-wang menghentikan langkahnya kemudian
bertanya, "Apakah kau mau melihat kuda-kudaku?"
Pertama kati Lu Xiang-chuan melihat Wan Peng-wang
terlihat senang. Dia merasa undangan ini tidak ada maksud
lain. Seperti seorang tuan rumah memanggil anaknya untuk
menemui tamunya, dengan maksud agar tamunya memuji
anaknya. Memuji orang adalah keahlian dari Lu Xiangchuan.
Karena memuji orang bisa membuat orang lain
merasa senang dan dirinya pun mendapat keuntungan.
Hanya orang bodoh saja yang menolak. Saat ini dia belum
tahu di mana keuntungannya.
Kandang kuda bentuknya panjang dan terlihat bersih.
Hampir semua kuda adalah kuda pilihan yang terbaik. Ada
seekor kuda menggunakan sebuah kandang yang besar.
Bulunya mengkilat dan tampak licin. Walaupun dia adalah
seekor kuda namun pembawaannya sangat anggun dan
sombong, seperti tidak ingin berteman dengan manusia.
Semua kuda yang dilihat sebelumnya bila di jumlahkan
harganya tidak bisa menyaingi harga kuda ini.
Lu Xiang-chuan langsung memuji, "Kuda ini sangat
istimewa, apakah turunan dari Han-xue?"
"Kau sangat mengetahui barang bagus." Giam Peng-ong
tertawa. Tawa Wan Peng-wang terlihat senang dan bangga. Hal
ini pertama kali dia melihat Wan Peng-wang seperti itu.
Walaupun Wan Peng-wang berdiri di tengah rumah yang
penuh dengan kekayaannya, dia tidak pernah berekspresi
seperti itu. Tiba-tiba melintas di hati Lu Xiang Chuan sebuah
harapan. Terpikir olehnya sebuah cara yang mungkin bisa
membuat Wan Peng Wang tunduk.
Ia tidak tahu seberapa efektifkah caranya itu.
Tapi, jika tidak dicoba, bagaimana ia bisa tahu"
Karena itu, tidak ada salahnya jika mencoba.
Ooo)dw(ooO BAB 3 Hari sudah malam, jalan itu sebenarnya jalan yang
paling ramai di kota. Sekarang toko-toko sudah tutup. Di
jalan tidak terlihat sedikit pun cahaya dan tidak terdengar
suara apa pun. Wu Lao-dao mengikuti Lu Xiang-chuan berjalan ke arah
sana. Namun Wu Lao-dao tidak tahu ke mana tujuan
sebenarnya, dia tidak berani bertanya.
Lu Xiang-chuan walaupun masih muda tapi dia sangat
sopan. Wu Lao-dao adalah sesepuh dunia persilatan. Sejak
awal dia sudah melihat bahwa anak muda ini berbeda
dengan orang lain. Dia tidak seperti Lao-bo selagi muda
dulu, begitu bercahaya. Namun Lu Xiang-chuan lebih sulit
ditebak hati dan kemauannya. Masa depannya pasti tidak
akan jauh berbeda dengan Lao-bo.
Wu Lao-dao sangat ingin berteman dengan anak muda
ini karena itu dia sangat menghormati. Lu Xiang-chuan.
Rumah makan yang terbesar di jalan itu bernama Baxian-
lou (Rumah makan 8 dewa). Sekarang tiap jendela di
rumah makan itu terlihat gelap dan semua pelayanpelayannya
sudah tidur. Namun Lu Xiang-chuan langsung
mendorong pintu, pintu itu sama sekali tidak dikunci. Di
atas loteng lampu masih menyala dengan terang benderang,
hanya saja tiap jendela, dipasang gorden yang tebal dan
hitam karena itu dari luar tidak terlihat ada cahaya lampu.
Banyak orang sedang menunggu di sana. Dilihat dari
cara berpakaian mereka, mereka datang dari berbagai,
macam lapis masyarakat. Tapi mereka memiliki satu
persamaan yaitu mereka sangat tenang dan memiliki
sepasang tangan yang tampak kasar dan bertenaga.
Kelihatannya, mereka tidak saling kenal, tapi begitu mereka
melihat Lu Xiang-chuan mereka membungkukkan badan
memberi hormat.
Waktu itu Wu Lao-dao baru mengetahui bahwa
kekuasaan Lao-bo lebih menakutkan dari yang selama ini
dia bayangkan. Dia belum pernah melihat Lu Xiang-chuan
mengumpulkan begitu banyak orang, sekarang mereka
semua sudah datang. Dia tinggal di kota ini sudah 20 tahun
lebih dan dia tidak mengenali orang-orang itu.
Yang lucunya adalah bos rumah makan itu termasuk
satu di antara mereka. Dan yang pertama menyambut Lu
Xiang-chuan adalah dia sendiri.
Wu Lao-dao sudah berteman dengan bos rumah makan
ini selama 20 tahun tapi tidak tahu bahwa dia memiliki
hubungan dengan Lao-bo dan kelihatannya dia juga adalah
anak buah Lao-bo.
Lu Xiang-chuan sangat menghormati dan bersikap
ramah kepada bos rumah makan ini. Seperti seorang raja
yang pintar menghadapi perdana menterinya yang
berprestasi. Bos rumah makan itu bernama Yu Ba-le, dia
membungkukkan tubuhnya dan berkata, "Kecuali beberapa
orang yang berada di luar kota, semua sudah tiba, silahkan
memberi perintah."
Lu Xiang-chuan tersenyum dan mengangguk. Kemudian
berkata, "Saudara-saudara silahkan duduk! Lao-bo
mengirim salam untuk saudara-saudara."
Semua orang membungkukkan badan dan berkata,
"Hamba pun selalu mendoakan dan mengingat Lao-bo,
apakah Lao-bo sehat-sehat saja?"
Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Yang mulia
seperti sebuah benda yang terbuat dari besi, kalian teman
lama beliau pasti lebih tahu dari diriku, dewa penyakit pun
bertemu dengannya pasti akan lari ketakutan."
Semua orang tertawa. Tadinya semua orang terlihat
tegang dan sekarang sudah hilang.
Lu Xiang-chuan berkata, "Hari ini aku pertama kali
bertemu dengan kalian, seharusnya kita minum-minum.
Tapi aku takut bos Yu akan sakit hati karena kita akan
menghabiskan araknya."
Semua orang kembali tertawa.
Setelah tawa mereka reda, sikap Lu Xiang-chuan
berubah menjadi serius dan berkata, "Kali ini aku datang ke
tempat ini karena beban dan tugasku sangat berat. Bila
masalah ini tidak dapat dibereskan aku malu bertemu
kembali dengan Lao-bo. Sekarang mana bisa ada minat


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk minum arak."
Tiba-tiba ada yang bertanya, "Tuan Lu mempunyai
kesulitan apa" Kekurangan uang atau kekurangan orang,
silahkan utarakan."
"Terima kasih," jawab Lu Xiang-chuan.
Dia menunggu perhatian orang-orang terfokus padanya
kemudian dia melanjutkan lagi, "Yang aku inginkan
sekarang ini hanya satu hal yaitu kuda milik Wan Pengwang."
Hari semakin malam, Wu Lao-dao dan Lu Xiang-chuan
sedang menuju perjalanan pulang.
Sekarang Wu Lao-dao lebih hormat lagi kepada pemuda
ini. Teknik bicaranya lebih bagus dari tetua persilatan mana
pun dan memiliki daya tarik yang khusus membuat orang
pada saat pertama berjumpa dengannya ingin mendekati dia
tapi tidak menurunkan wibawanya.
Dari pengalamannya selama berpuluh-puluh tahun, Wu
Lao-dao tahu bahwa seseorang bila ingin dihormati oleh
orang-orang itu sangat sulit.
Yang membuat Wu Lao-dao terharu adalah walaupun
kedudukan dan nama Lu Xiang-chuan sudah tinggi namun
dia tidak lupa bahwa Lao-bo adalah atasannya.
Tiba-tiba Lu Xiang-chuan bertanya kepadanya, "Apakah
ada yang ingin kau tanyakan?"
Wu Lao-dao terlihat ragu, di depan pemuda ini dia
bicara tampak lebih hati-hati lagi.
Akhirnya Wu Lao-dao bertanya, "Apakah kau benarbenar
menginginkan kuda itu?"
Kata Lu Xiang-chuan, "Seumur hidup Lao-bo belum
pernah berbohong, aku sangat setia kepada Lao-bo. Hal lain
aku tidak dapat menandinginya. Tapi hal seperti ini paling
sedikit aku bisa melakukannya."
Wu Lao-dao dalam kegelapan mengacungkan jempolnya
setelah lama dia coba-coba bertanya lagi, "Penjagaan
rumah Wan Peng-wang sangat ketat harus mencuri seekor
kuda yang bisa berteriak dan bisa lari sepertinya bukan hal
yang mudah. Walaupun penjaga kuda itu adalah teman
Lao-bo, itu juga bukan hal yang mudah."
"Memang tidak mudah, dan boleh dikatakan tidak
mungkin dilakukan," kata Lu Xiang-chuan.... Tiba-tiba dia
tertawa dan berkata, "Tapi aku tidak mengatakan akan
membawa keluar kuda itu hidup-hidup."
Wu Lao-dao terpaku dan wajahnya berubah kemudian
dia berkata, "Maksudmu"! Asal bisa mengeluarkan kuda itu
baik dalam keadaan hidup atau mati?"
"Benar, aku memang bermaksud seperti itu."
Wu Lao-dao bertanya lagi, "Kuda itu dianggap oleh
Wan Peng-wang lebih penting dari semua kekayaannya.
Bila kita membunuh kuda itu akibatnya sungguh fatal."
Lu Xiang-chuan berkata, "Bila tidak dibunuh akibatnya
pun akan fatal."
"Mengapa?"
"Kau tahu bahwa Lao-bo tidak senang dibantah oleh
orang lain, kali ini Lao-bo sengaja memberitahuku asal
Wan Peng-wang mau melepaskan kekasih anakmu tidak
perlu memikirkan hal lain lagi."
Dia menepuk-nepuk pundak Wu Lao-dao dan berkata,
"Teman lama Lao-bo sangat banyak namun teman Lao-bo
dari kecil dapat dihitung dengan jari. Dia bersedia
mengorbankan segalanya hanya karena tidak ingin
membuat kau kecewa dan sedih."
Wu Lao-dao merasa dadanya panas, tenggorokan pun
seperti tersekat. Kemudian dengan perlahan dia berkata,
"Apakah demi diriku Lao-bo akan beimusuhan dengan
Wan Peng-wang?"
"Kami sudah mempersiapkan semuanya," jawab Lu
Xiang-chuan. Kata-kata Lu Xiang-chuan walaupun sangat ringan tapi
Wu Lao-dao mengetahui bahwa kekuatan Wan Peng-wang
dan juga pengorbanan Lao-bo.
Wu Lao-dao terlihat ragu, di depan pemuda ini dia
bicara tampak lebih hati-hati lagi.
Akhirnya Wu Lao-dao bertanya, "Apakah kau benarbenar
menginginkan kuda itu?"
Kata Lu Xiang-chuan, "Seumur hidup Lao-bo belum
pernah berbohong, aku sangat setia kepada Lao-bo. Hal lain
aku tidak dapat menandinginya. Tapi hal seperti ini paling
sedikit aku bisa melakukannya."
Wu Lao-dao dalam kegelapan mengacungkan,
jempolnya setelah lama dia coba-coba bertanya lagi,
"Penjagaan rumah Wan Peng-wang sangat ketat harus
mencuri seekor kuda yang bisa berteriak dan bisa lari
sepertinya bukan hal yang mudah. Walaupun penjaga kuda
itu adalah teman Lao-bo, itu juga bukan hal yang mudah."
"Memang tidak mudah dan boleh dikatakan tidak
mungkin dilakukan," kata Lu Xiang-chuan.... tiba-tiba dia
tertawa dan berkata, "Tapi aku tidak mengatakan akan
membawa keluar kuda itu hidup-hidup."
Wu Lao-dao terpaku dan wajahnya berubah kemudian
dia berkata, "Maksudmu"! Asal bisa mengeluarkan kuda itu
baik dalam keadaan hidup atau mati?"
"Benar, aku memang bermaksud seperti itu."
Wu Lao-dao bertanya lagi, "Kuda itu dianggap oleh
Wan Peng-wang lebih penting dari semua kekayaannya.
Bila kita membunuh kuda itu akibatnya sungguh fatal."
Lu Xiang-chuan berkata, "Bila tidak dibunuh akibatnya
pun akan fatal."
"Mengapa?"
"Kau tahu bahwa Lao-bo tidak senang dibantah oleh
orang lain, kali ini Lao-bo sengaja memberitahuku asal
Wan Peng-wang mau melepaskan kekasih anakmu tidak
perlu memikirkan hal lain lagi."
Dia menepuk-nepuk pundak Wu Lao-dao dan berkata,
"Teman lama Lao-bo sangat banyak namun teman Lao-bo
dari kecil dapat dihitung dengan jari. Dia bersedia
mengorbankan segalanya hanya karena tidak ingin
membuat kau kecewa dan sedih."
Wu Lao-dao merasa dadanya panas, tenggorokan pun
seperti tersekat.
Kemudian dengan perlahan dia berkata, "Apakah demi
diriku Lao-bo akan bermusuhan dengan Wan Peng-wang?"
"Kami sudah mempersiapkan semuanya," jawab Lu
Xiang-chuan. Kata-kata Lu Xiang-chuan walaupun sangat ringan tapi
Wu Lao-dao mengetahui bahwa kekuatan Wan Peng-wang
dan juga pengorbanan Lao-bo.
Seorang sahabat mengorbankan dirinya untuk seorang
Wu Lao-dao, air matanya pun mengalir.
Lu Xiang-chuan berkata, "Aku juga tidak berharap akan
terjadi pertarungan karena itu aku nekat melakukan hal
ini." Wu Lao-dao menghapus air matanya, dia ingin bicara
tapi kata-katanya tidak bisa keluar.
"Aku hanya berharap tindakan ini akan mengejutkan
Wan Peng-wang dan dia akan melepaskan gadis itu," kata
Lu Xiang-chuan.
Wu Lao-dao mengangguk dan dalam hatinya penuh
dengan rasa terima kasih.
Kata Lu Xiang-chuan, "Aku memilih kuda itu bila kita
belum terpaksa bertindak, jangan sampai melukai orang,
apalagi aku tahu bahwa seseorang bila sudah tahu bahwa
barang kesayangannya rusak kecuali rasa marah dam sedih
dia juga akan merasa ketakutan."
Wu Lao-dao dengan nada kecil menjawab, "Namun
Wan Peng-wang bukan orang yang mudah ditakuti."
Lu Xiang-chuan tertawa dengan ringan, "Tadi aku sudah
bicarakan semua akibat yang akan timbul dan kita sudah
siap menghadapi."
Wu Lao-dao menunduk, hatinya terasa berat, membuat
kepalanya tidak dapat diangkat. Dia menyesal
menceritakan masalah ini kepada Lao-bo. Tapi dia tidak
tahu walaupun dia tidak mengatakan hal itu, lambat laun
pertarungan ini akan terjadi juga.
Setiap pagi saat Wan Peng-wang bangun kebiasaannya
adalah marah-marah. Semua gadis yang tidur dengannya
pasti akan mencuri kesempatan untuk kabur.
Sesudah dia menghabiskan sarapan, bara kemarahannya
sudah reda. Makanan Wan Peng-wang berbeda dengan orang lain,
sarapannya adalah sepanci kuali dimasak dengan ayam
betina yang tua dan jamur. Kemudian dicampur dengan
daging ham. Masih harus ditambah 10 butir telur, 20 buah
bakpau. Bila orang lain melihat sarapannya yang begitu
banyak pasti akan merasa terkejut.
Namun hari ini sarapannya tidak sama, begitu Wan
Peng-wang membuka tutup panci, wajahnya berubah
menjadi hijau. Di dalam panci tidak ada jamur, daging ham, juga tidak
ada ayam. Di dalam panci hanya ada kepala kuda yang masih
mengeluarkan darah.
Wan Peng-wang mengenali kepala kuda ini, lambungnya
menjadi keram dan menciut seperti sudah dipukul oleh
orang lain. Kemudian timbul kemarahan yang membara. Sepertinya
dia ingin loncat dari tempat tidur dan keluar untuk
mencekik mati orang yang pertama dia temui. Kemudian
mencekik mati semua orang yang mengurus kudanya, dan
mencekik mati 10 kali orang yang mengantar panci ini.
Tapi yang membuat heran adalah Wan Peng-wang
ternyata bisa menahan kemarahannya biasanya karena hal
yang sepele dia bisa marah seperti guntur malah mungkin
bisa membunuh orang.
Namun begitu dia bertemu dengan masalah yang besar
dia malah tampak tenang dan dingin.
Dia tahu bila dia marah malah menghancurkan dirinya
sendiri. Dia juga tahu siapa yang melalaikan semua ini.
Lao-bo pasti melakukan gebrakan awal dan sudah
diperhitungkan. Namun dia tidak menyangka Lao-bo akan
melakukan secepat ini.
Wan Peng-wang tidak menyangka bahwa Lu Xiangchuan
berani melakukannya.
"Bila kau ingin menyerang satu orang harus
menggunakan kesempatan pertama, bila tidak kau harus
menunggu kesempatan akhir yaitu pada saat musuh sedang
lengah. Menunggu begitu lama tentu tidak akan dapat
bersabar."
Ini adalah kata-kata Lao-bo. Lu Xiang-chuan tidak
pernah melupakan kata-kata Lao-bo dan dia menggunakan
kesempatan pertama karena dia mengetahui bahwa
lawannya belum siap.
Bila Wan Peng-wang sedang sarapan tidak ada yang
berani dekat-dekat dengannya.
Wan Peng-wang tidak menyukai orang melihat dia pada
waktu sedang makan dengan lahap.
Untung di ruangan itu tidak ada orang karena itu dia
dapat berpikir dengan tenang. Lao-bo adalah benar-benar
lawan yang sangat menakutkan 10 kali lipat dari apa yang
dia bayangkan selama ini. Anak buah Lao-bo selain Lu
Xiang-chuan, apakah masih ada yang lain"
Wan Peng-wang menutupi panci itu dengan sikap gusar.
Begitu dia keluar ruangan, wajahnya tidak ada ekspresi, dia
hanya berpesan satu kalimat, "Segera antarkan Dai-dai ke
rumah Wu Lao-dao."
Meng Xing-hun berbaring di tempat tidur di sebuah
penginapan, dia sudah berbaring kurang lebih selama 7-8
jam. Dia tidak makan, tidak bergerak, juga tidak tidur.
Sekarang batas waktu yang diberikan Gao Lao-da tinggal
90 hari lagi. Namun dia mengetahui keadaan Lao-bo masih
sama seperti 29 hari yang lalu.Dia mengetahui bahwa Laobo
adalah orang yang istimewa tapi hal yang lainnya dia
tidak tahu. Ilmu silat nya berasal dari aliran mana" Apakah dia lihai
atau tidak" Meng Xing-hun sama sekali tidak tahu.
Hari itu jari-jari Lao-bo tidak bergerak.
Ketenangan Lao-bo membuat Meng Xing-hun merasa
ketakutan. Sebenarnya anak buah Lao-bo ada beberapa
orang diantaranya adalah pesilat tangguh" Tapi siapakah
mereka" Meng Xing-hun tidak mengetahuinya sama sekali. Hari
itu yang dilihatnya hanya seorang pemuda yang kelihatan
terpelajar dan di balik bajunya banyak tersimpan senjata
rahasia sedangkan untuk Sun Jian, dia memiliki sifat seperti
api membara. Meng Xing-hun mengetahui bahwa kedua orang itu
sudah meninggalkan kota. Apakah di sisi Lao-bo masih ada
anak buah yang tangguh seperti kedua orang itu"
Si baju abu, berada di mana dia sekarang" Meng Xinghun
adalah seorang pembunuh yang cukup ahli namun dia
juga merasa bahwa orang itu begitu kejam dan dingin.
Tepat dan cepat langsung mengarah sasaran saat
membunuh orang. Meng Xing-hun melihat cara membunuh
seperti itu terasa timbul rasa takutnya.
Meng Xing-hun pernah mencari tahu mengenai orang
itu. Namun Lu Xiang-chuan saja tidak tahu apalagi dia.
Kebiasaan dan kehidupan sehari-hari Lao-bo seperti apa"
Dan biasa dia sering ke mana" Meng Xing-hun tidak tahu.
Dia juga tidak tahu di mana tempat tinggal Lao-bo
karena taman bunga Chrysan itu sangat besar dan di dalam
taman itu ada 17 ruangan. Sebenarnya di ruangan mana
Lao-bo tinggal" Apalagi taman bunga Lao-bo bukan hanya
ada satu bagian, di sisi taman Chrysan masih ada taman
bunga mei, mawar, Mu-dan, dan masih ada kebun bambu.
Semua taman-taman saling berhubungan, tidak ada yang
tahu berapa luas taman itu sebenarnya. Hanya dia
mengetahui bila seseorang yang berjalan dengan cepat
mengelilingi taman itu, dalam satu hari pun belum tentu
bisa mengelilingi seluruhnya.
Yang membuat Meng Xing-hun pusing adalah semenjak


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hari itu dia tidak pernah melihat Lao-bo lagi.
Orang ini seperti raja di jaman kuno, selamanya tidak
akan menginjakkan kaki di luar wilayah kekuasaannya.
Di dalam taman bunga itu apakah ada penjaga, berapa
orangkah yang menjaga" Meng Xing-hun tidak tahu.
Dia pun tidak berani masuk ke wilayah Lao-bo. Dia
tidak mau bertindak gegabah.
Hari sudah malam, Meng Xing-hun baru bangun.
Makanannya sangat sederhana saja karena dia menganggap
makan terlalu banyak pikirannya lama-lama akan menjadi
lamban. Dia merasa badannya seperti mirip beberapa jenis
binatang, seperti kelelawar pada pagi hari tidur, malam hari
keluar. Seperti anjing pemburu yang suka mengejar
mangsanya. Seperti elang yang cakarnya sangat tepat
mencengkram mangsanya. Seperti kelinci yang berlari
sangat cepat. Seperti kura-kura bisa menahan penghinaan
dan memikul beban yang berat.
Meng Xing-hun makan hanya satu kali, dia bisa bertalian
selama berhari-hari setelah itu baru makan lagi.
Dia memilih rumah makan yang tidak begitu besar, juga
tidak begitu kecil. Tidak begitu sepi juga tidak begitu ramai.
Meng Xing-hun selalu memilih tempat yang tidak
menyolok sebab dia tidak mau memancing perhatian orang
lain. Rumah makan tempat dia makan tampak terang
benderang. Ada beberapa orang keluar dari rumah makan itu
diantaranya ada laki-laki dan perempuan. Mereka masih
muda dan dari penampilan mereka dapat diketahui mereka
adalah orang kaya. Meng Xing-hun berharap dia bisa
seperti mereka.
Dia tidak seperti Lu Xiang-chuan. Biarpun berharap
seperti orang lain tapi dia tidak iri. Masa lalu yang pahit
tidak membuat dia merasa sedih dan marah.
Terdengar suara tawa sangat besar, cara bicaranya pun
besar, "Hari ini siapa yang minum arak paling banyak"
Yang minum paling banyak adalah Xiao Tie."
Gadis yang memakai baju merah itu adalah Xiao Tie.
Tiba-tiba ada seorang pemuda masuk ke rumah makan itu
dan membawa satu guci arak. Dia mengantarkan arak itu ke
hadapan Xiao Tie.
Xiao Tie tidak bicara juga tidak menolak, dia hanya
tersenyum. Kemudian menghabiskan arak yang berada di
dalam guci itu.
Gadis yang jago minum tidak banyak, karena Meng
Xing-hun juga jago minum maka dia terus memperhatikan
gadis itu. Dia merasa gadis itu sangat istimewa. Gadis ini sangat
cantik, biasanya gadis cantik tahu bahwa dirinya menarik
dan selalu mengingatkan hal itu kepada orang lain. Tetapi
gadis ini tidak seperti gadis lain, sepertinya gadis ini tidak
peduli dia cantik atau tidak. Diantara begitu banyak orang,
dia juga tertawa tapi tawanya tidak sama seperti gadis lain.
Walaupun di sisinya banyak orang tapi dia sepertinya
sedang seorang diri. Biarpun berkumpul dengan banyak
orang dia tetap seperti berdiri sendiri di tengah-tengah
lapangan yang dingin dan sepi.
Kuda dan kereta kuda datang silih berganti. Orang-orang
lain sudah mengikuti temannya pergi, hanya tinggal Xiao
Tie dan seorang pemuda yang memakai baju hitam.
Pemuda ini sangat tampan, tubuhnya pun tinggi, sarung
pedangnya pun sangat berkilauan. Pemuda ini sangat
pantas menjadi pelindung gadis seperti Xiao Tie.
Masih ada satu kereta kuda yang berhenti di pinggir
jalan. "Mari kita naik ke atas kereta," kata pemuda baju hitam.
Xiao Tie menggelengkan kepala.
"Apakah kau masih ingin minum?" tanya pemuda itu.
Xiao Tie tetap menggelengkan kepalanya.
"Apakah kau mau berdiri di sini semalaman?"
Xiao Tie tetap menggelengkan kepala dengan ringan dia
berkata, "Aku ingin jalan-jalan."
"Baiklah! Aku akan menemanimu," kata pemuda itu.
Mereka terlihat sangat dekat. Pemuda itu masih muda,
dia tidak takut orang melihat dia, juga tidak peduli dengan
pandangan orang. Karena itu dia memegang tangan gadis
itu. Xiao Tie tidak melepaskan pegangan pemuda itu.
Dia tetap dengan ringan berkata, "Aku ingin jalan-jalan
sendirian, apakah boleh?"
Pemuda itu terpaku, akhirnya melepaskan tangan yang
dipegangnya. Dia bertanya kepada. Xiao Tie, "Apakah
besok aku boleh mencarimu lagi?"
"Kalau kita masing-masing punya waktu, mengapa
tidak?" "Tunggulah aku besok pagi," kata pemuda itu tertawa.
Xiao Tie tidak bicara lagi dan terus berjalan. Biarpun
jalannya sangat lamban tapi akhirnya hilang dalam
kegelapan. Biasanya anak gadis takut pada kegelapan tapi Xiao Tie
tidak. Meng Xing-hun tidak mengenal Xiao Tie, apalagi
pemuda yang memakai baju hitam itu. Meng Xing-hun dan
mereka tidak saling mengenal tapi dia tetap merasa mereka
sangat serasi. Begitu mendengar Xiao Tie pergi seorang diri dan
meninggalkan, pemuda itu di pinggir jalan, hati Meng Xinghun
malah merasa senang.
Pemuda itu terus memandang bayangan Xiao Tie sampai
hilang di kegelapan.
Setelah lama dia berbalik lagi ke rumah makan dan dia
berkata kepada bos rumah makan itu, "Aku minta seguci
arak, gucinya harus yang besar."
Meng Xing-hun juga sering minum arak untuk
menghilangkan kekesalannya, tapi melihat cara yang
dipakai oleh pemuda itu dia merasa pemuda itu sangat
bodoh dan lucu.
Dengan cepat arak sudah tinggal setengah lagi. Pemuda
ini melambaikan tangan kepada Meng dan berkata,
"Sendirian minum arak sangat membosankan, marilah
temani, aku minum, bagaimana" Aku yang akan
mentraktirmu."
"Aku tidak minum arak," kata Meng Xing-hun.
"Apakah kau tidak pernah minum?"
Meng Xing-hun tidak menjawab sebab dia tidak mau
membohongi nya juga tidak mau mengatakan yang
sebenarnya. Pemuda itu menarik nafas dan berkata, "Kalau kau
bertemu dengan gadis seperti dia, kau juga akan minum
sampai mabuk."
"Oh...."
"Gadis yang aku maksud, adalah gadis yang memakai
baju merah Apakah kau pernah melihatnya?"
"Gadis-gadis seperti itu sangat banyak," kata Meng
Xing-hun. "Tapi dia tidak sama dengan gadis lain, kadang-kadang
dia sangat sensual, kadang-kadang dingin seperti es."
Tiba-tiba pemuda itu menggebrak meja dan berteriak,
"Bertemu dengan perempuan seperti dia, aku tidak tahu
harus berbuat bagaimana?"
"Banyak cara untuk mengatasinya, diantaranya adalah
mencari perempuan lain saja," kata Meng Xing-hun.
Meng Xing-hun tidak mau teras berbicara, dengan,
pemuda itu karena tidak akan ada gunanya.
Dia lalu pergi meninggalkan pemuda itu. Sampai keluar
dari pintu dia masih mendengar pemuda itu berkata, "Xiao
Tie, Xiao Tie apakah kau cinta kepadaku" Mengapa kau
selalu membuatku penasaran?"
Di depan adalah kegelapan. Jalan ini adalah jalan yang
tadi dilewati oleh Xiao Tie. Tanpa sengaja Meng Xing-hun
juga berjalan ke arah yang sama.
Biarpun Meng Xing-hun tidak mengakui tapi di lubuk
hatinya yang paling dalam dia juga berharap bisa bertemu
dengan gadis itu lagi.
Meng Xing-hun tidak melihat gadis itu.
Gadis itu seperti setan gentayangan, hilang di kegelapan
malam. Meng Xing-hun pulang ke penginapan tempat dia
menginap. Hari sudah larut, di pekarangan sudah sepi dan
sunyi. Kamar yang dia sewa pasti juga tidak ada cahaya lampu.
Dia tidak pernah menyalakan lampu karena dalam
kegelapan Meng Xing-hun merasa lebih aman. Waktu dia
pergi pintu dan jendela sudah ditutup, tapi sekarang
sebelum dia masuk langkahnya langsung terhenti. Meng
Xing-hun seperti seekor anjing pemburu yang sudah terlatih
tiba-tiba mencium adanya mangsa.
Tubuh Meng Xing-hun meloncat sangat tinggi dan
berhenti di pekarangan belakang.
Jendela belakang masih tertutup, dia mengetuk-ngetuk
jendela dan tiba-tiba meloncat lagi ke depan. Gerakannya
ringan dan cepat seperti seekor burung elang dan kelelewar.
Saat itu terlihat ada bayangan orang keluar dari jendela
depan. Gerakan bayangan orang ini sangat cepat. Begitu
tubuhnya turun dia merasa ada orang yang menguntit dan
dia langsung meloncat ke atas tapi dia juga merasa tetap
ada yang mengikutinya.
Tiba-tiba terdengar suara yang berkata, "Untung kau
Xiao He, kalau tidak sudah kubunuh."
Bayangan ini menarik nafas, dia sudah tahu yang
menguntit dia adalah Meng Xing-hun. Bayangan ini
terdiam dan dia mendorong pintu kamarnya. Meng masuk
ke dalam kamar.
Meng Xing-hun berdiri di luar pintu, wajahnya tidak
menampakkan ekspresi apa pun. Hingga lampu kamarnya
dinyalakan barulah dia masuk dan duduk.
Dia duduk di depan Xiao He. Dia menatap Xiao He tapi
Xiao He tidak mau memandangnya.
Dia mengenal Xiao He sudah 20 tahun namun dia tidak
pernah mengerti orang ini. Perasaan mereka seharusnya
seperti adik kakak namun mereka tidak terlihat seperti itu,
mereka seperti tidak kenal.
Meng Xing-hun, Shi Qun, Ye Xiang, dan Xiao He,
semua adalah anal yatim piatu. Mereka bisa bertalian hidup
karena bergantung kepada Gao Lao-da.
Di antara mereka berempat umur Xiao He paling kecil
dan dia yang pertama kali bertemu dengan Gao Lao-da.
Dia selalu menganggap Gao Lao-da sebagai kakaknya
sendiri. Waktu Gao Lao-da mengangkat 3 anak yang lain sebagai
anaknya, dia menjadi iri dan marah. Dia sering mengadu
domba mereka. Dia menganggap mereka bertiga merebut makanan dari
Gao Lao-da juga. merebut kasih sayang Gao Lao-da
darinya. Bila tidak ada mereka bertiga dia akan makan lebih
kenyang dan hidup lebih nyaman. Dari awal dia sudah
menggunakan segala cara menyuruh Gao Lao-da mengusir
mereka bertiga.
Saat itu usianya baru 6 tahun.
Umur 6 tahun Xiao He sudah bisa berbuat licik. Jalan
pikirannya pun sudah jahat. Ada suatu kali Gao Lao-da
menyuruh dia memberi tahu mereka bertiga untuk
berkumpul di sebelah barat kota, namun Xiao He malah
memberi tahu mereka bahwa tempat berkumpul adalah
disebelah timur kota.
Mereka menunggu di sebelah timur kota selama 2 hari
dan mereka hampir mati kelaparan bila bukan Gao Lao-da
yang tidak terus menerus mencari mereka kemungkinan
saat itu mereka sudah mati.
Masih ada lagi, suatu kali Xiao He memberitahu polisi
yang sedang berpatroli bahwa mereka bertiga adalah para
pencuri dan sengaja meletakkan barang yang dia curi ke
dalam pakaian mereka.
Saat itu kecuali orang yang mendapatkan hukuman mati,
semua penghuni yang berada di dalam penjara akan
dilepaskan kembali karena di dalam penjara tidak cukup
makanan untuk semua terhukum.
Saat mereka bertiga hampir dihukum mati. Bila bukan
Gao Lao-da yang menyogok polisi patroli, mereka bertiga
hampir dilempar ke dalam sungai dan menjadi setan air.
Saat itu cara polisi menghukum pencuri bukan dimasukkan
ke dalam penjara melainkan dilempar ke sungai.
Hal-hal semacam itu masih banyak lagi. Walaupun Gao
Lao-da memarahi Xiao He tapi tidak sampai mengusirnya
karena Gao Lao-da merasa umur Xiao He masih kecil
melakukan kesalahan seperti itu adalah wajar dan harus
dimaafkan. Gao Lao-da melakukan sesuatu hanya menurut kata
hatinya, yang mana salah yang mana benar, tidak jelas
batasnya karena tidak ada seorang pun yang
memberitahunya.
Karena itu Gao Lao-da selalu menganggap asalkan bisa
bertahan hidup melakukan tindakan apa pun boleh
dianggap benar.
Sudah 20 tahun berlalu, Xiao He terus menerus
melakukan hal yang merugikan teman dan cara-caranya
pun semakin lihai dan semakin tidak meninggalkan jejak.
Apalagi perlakuannya terhadap Meng Xing-hun, dia
sangat iri kepadanya karena saat mereka berlatih
kepandaian secara bersama-sama kepandaian. Meng Xinghun
lebih unggul dari dia.
Dan posisi Meng Xing-hun di hati Gao Lao-da semakin
hari semakin penting. Ini membuat Xiao He semakin
membencinya. Meng Xing-hun memandang wajah Xiao He yang cantik.
Dia cantiknya hampir tidak seperti laki-laki.
Gao Lao-da selalu berkata, bila Xiao He mengenakan
pakaian perempuan dan rambutnya diturunkan, banyak
laki-laki akan tergoda melihatnya. Apalagi kulit Xiao He


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih putih dan lebih lembut dari pada wanita. Banyak
orang tidak mengerti orang seperti Xiao He yang tumbuh di
bawah terik matahari dan angin, mengapa bisa mempunyai
kulit yang begitu putih"
Namun saat ini dia sedang marah wajahnya menjadi
hijau, sepasang tangan yang lembut dan kecil tampak
gemetaran sepatinya dia sedang menekan kemarahan.
Hati Meng Xing-hun tiba-tiba merasa tidak enak. Walau
bagaimanapun Xiao He adalah teman dari kecil dan
umurnya lebih kecil 2 tahun darinya.
Sebenarnya dia menganggap Xiao He sebagai adiknya
sendiri. Meng Xing-hun tertawa dengan terpaksa kemudian
berkata, "Tidak kusangka kau yang datang, seharusnya kau
memberitahu aku terlebih dahulu."
Tiba-tiba Xiao He tertawa, "Kau tadi menganggap siapa
yang berada di kamar ini?"
"Orang apa pun mungkin saja karena orang seperti kita
melakukan hal apa pun harus hati-hati."
Xiao He tampak cemberut dan berkata, "Apakah semua
orang mungkin akan datang ke tempat ini" Apakah kecuali
Gao Lao-da masih ada yang tahu kau ada di sini?"
Tawa Meng Xing-hun tiba-tiba hilang dan bertanya,
"Apakah Gao Lao-da yang menyuruhmu ke sini?"
Xiao He terdiam. Diam berarti dia sudah mengaku.
Wajah Meng Xing-hun pun tidak ada ekspresi namun
dari matanya terlihat ada bayangan gelap.
Biasanya pada saat dia keluar untuk melaksanakan tugas,
Gao Lao-da belum pernah mengikuti gerakannya hingga
bertanya pun belum pernah.
Gao Lao-da sangat mempercayainya namun saat ini
sepertinya lain sama sekali.
Meng Xing-hun teringat suatu saat Gao Lao-da pernah
menyuruh dia menguntit Ye Xiang, karena menganggap Ye
Xiang tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik.
Xiao He diam-diam melihat Meng Xing-hun, di dalam
matanya tiba-tiba menyorotkan sinar. Sepertinya dia sudah
bisa menebak apa yang sedang dipikirkan Meng Xing-hun.
Sengaja dia tertawa dan berkata, "Bukan Gao Lao-da sudah
tidak mempercayaimu lagi, dia hanya menyuruhku
memberimu beberapa pesan."
Tawa Xiao He terlihat sangat rahasia dan juga sangat
menyebalkan. Semua orang pun tahu bahwa tawanya
mengandung niat yang jahat. Dia sengaja membuat Meng
Xing-hun merasa seperti itu.
Meng Xing-hun terdiam lama baru dia bertanya, "Gao
Lao-da berpesan apa kepadaku?"
Xiao He dengan suara kecil menjawab, "Dua anak buah
Sun Yu-bo yang paling lihai saat ini sedang melakukan
tugas dari Lao-bo, apakah kau tahu mengenai ini?"
"Apakah mereka adalah Sun Jian dan Lu Xiang-chuan?"
Xiao He mengangguk kemudian dengan tertawa dia
berkata, "Ternyata kau sudah tahu, tapi Gao Lao-da takut
kau belum tahu."
'Takut kau tidak tahu' artinya adalah Gao Lao-da sudah
tidak mempercayai Meng Xing-hun.
Meng Xing-hun sudah mengerti arti dari kata-kata ini.
Xiao He pun tahu bahwa Meng Xing-hun sudah mengerti
kemudian Xiao He berkata, "Begitu kedua anak buah Laobo
pergi, Sun Yu-bo seperti kehilangan kedua tangannya,
bila seseorang sudah kehilangan tangan kiri dan kanan tidak
akan menakutkan lagi."
Xiao He berkata lagi, "Sekarang adalah waktumu untuk
beraksi. Mengapa kau yang sudah tahu bahwa sekarang
adalah waktu yang tepat kau belum beraksi?"
Meng Xing-hun menatap Xiao He, tiba-tiba
kemarahannya timbul dan berkata, "Tugas ini aku yang
melakukannya atau kau!"
"Tentu saja kau."
"Bila aku yang melakukannya tentu saja aku yang
memilih caraku sendiri."
"Tentu saja kau yang menentukan aku hanya bertanya
saja tidak mempunyai maksud apa pun."
Tiba-tiba Xiao He tertawa lagi dan berkata, "Gao Lao-da
selalu berkata bahwa kau mempunyai kepala yang paling
dingin, tidak kusangka kau ternyata cepat marah."
Meng Xing-hun merasa seperti dipecut, sebenarnya dia
tidak boleh marah. Marah bagi orang seperti Meng Xinghun
lebih menakutkan dari pada racun.
Dia merasa ujung jari-jarinya semakin dingin.
Xiao He menatapnya dan dahinya berkerut kemudian
berkata, "Mengapa dengan dirimu" Apakah kau sedang
tidak enak badan?"
Meng Xing-hun terdiam lama kemudian berkata, "Aku
lelah." Setelah mendengar perkataan ini, Xiao He malah terlihat
senang dan bertanya, "Aku ingin bertanya sesuatu
kepadamu, apakah boleh?"
"Apa itu?"
Kelihatannya Xiao He sangat senang tapi tiba-tiba dia
menggeleng gelengkan kepala dan berkata, "Lebih baik aku
tidak jadi saja."
"Bicaralah?"
Xiao He menghela nafas dan dia berkata, "Dua tahun
yang sangat melelahkan, sudah seharusnya kau beristirahat
sebentar. Bila kau tidak mau melakukan tugas ini biar aku
menggantikanmu."
Meng berdiri dengan pelan dan dia bertanya, "Apakah
kau tahu Sun Yu-bo orang macam apa?"
Xiao He tidak menjawab malah balik bertanya, "Kau
kira aku tidak bisa membunuhnya?"
"Kemungkinan aku juga tidak bisa membunuhnya."
Xiao He dengan dingin berkata, "Kalau kau tidak bisa
membunuhnya, apa lagi aku, pasti juga sama?"
Wajah Xiao He karena marah menjadi hijau dan dia
berkata lagi, "Kepandaianmu lebih tinggi dariku, tapi
membunuh tidak hanya mengandalkan kepandaian saja,
selain itu, apakah kau merasa tega membunuhnya. Dalam
ilmu silat, Ye Xiang juga tidak kalah denganmu."
Meng Xing-hun diam dengan lama baru berkata, "Kalau
kau mau menggantikanku, pergilah!"
Meng Xing-hun. merasa sudah lelah, lelah membuat dia
malas berbicara. Lelah juga membuat dia malas melakukan
semua hal. Tapi masih ada satu kalimat yang harus dia
ucapkan. "Sebelum menjalankan tugas kau harus tahu tugas ini
sangat berbahaya," kata Meng Xing-hun.
Xiao He langsung menjawab, "Aku tidak takut karena
aku sudah memperhitungkannya."
Bahaya tidak membuat Xiao He mundur karena
kesempatan ini sudah lama ditunggu-tunggu olehnya.
Asal dia bisa melakukan tugas ini dengan baik, dia akan
menggantikan posisi Meng Xing-hun.
Meng Xing-hun sama sekali tidak peduli. Biarpun dia
sudah mengetahui keinginan Xiao He. Dia hanya mau
istirahat dan tidur, yang lain dia tidak peduli. Tapi sampai
dini hari pun dia belum bisa memejamkan mata.
Pagi sudah tiba, dia berdiri dan keluar dari kamar. Kabut
pagi tebalnya seperti asap rokok yang dikeluarkan dari pipa
rokok. Dia berjalan keluar dari kota itu, kabut pagi masih belum
hilang. "Entah berjalan ke arah mana. Dan jalannya sampai
kapan baru bisa berhenti."
Dia tidak tahu dan sama sekali tidak memikirkan karena
sedang banyak pikiran otaknya pun jadi kosong. Angin pagi
berhembus, suara air mengalir, dia menghampirinya dan
duduk di pinggir sungai itu.
Dia suka mendengar suara air mengalir. Air yang
mengalir kadang-kadang bisa mengering tapi air tidak akan
berhenti mengalir. Sepertinya air tidak bisa lelah, begitu
bersemangat tidak pernah berubah.
Mungkin di dunia hanya orang yang dapat merasakan
bosan dan lelah. Meng Xing-hun. menghela nafas, dalam
pikirannya terbayang apakah bila nyawanya dipadukan
dengan air sungai akan lebih baik nasibnya"
Saat itu. dia melihat ada seseorang dalam kabut yang
sudah mulai menipis, dia merasa ada seseorang tidak jauh
dari dia. Dari tadi dia tidak merasa ada orang karena orang
ini seperti batu yang berada di pinggir sungai diam duduk di
sana. Orang itu berjalan mendekatinya, ternyata seorang gadis.
Gadis ini memakai baju merah tapi wajahnya sangat pucat.
Matanya terlihat sangat terang biarpun ada kabut tipis
yang menghalanginya.
Dia menghampiri Meng Xing-hun dan memandangnya.
Warna bajunya merah cerah, seperti air sedang mengalir.
Rambut hitam dihembus angin seperti sedang menari-nari.
Dari mata yang terang memancarkan perasaan kasihan dan
simpati. Dia kasihan kepada kebodohan orang di dunia, juga
simpati kepada orang di dunia yang tidak tahu mengenai
arti hidup karena dia bukan orang melainkan dewa.
Dia cantik seperti dewi yang keluar dari sungai.
Tenggorokan Meng Xing-hun tercekat begitu melihat gadis
itu. Dia merasa ada darah segar muncul dari dadanya dan
terus naik ke tenggorokannya.
Dia mengenali gadis itu dan mengetahui bahwa dia
bukan seorang dewi, kemungkinan dia lebih cantik dari
dewi, lebih misterius dari pada dewi, meski dia hanya
manusia biasa. Gadis itu adalah Xiao Tie. Xiao Tie masih terus
memandang dia dan tiba-tiba bertanya, "Apakah kau mau
bunuh diri?"
Pertama kali ini Meng Xing-hun mendengar dia
berbicara. Suaranya lebih merdu dari pada air mengalir di
musim semi. Meng Xing-hun ingin bicara tapi dia merasa
gugup. "Kalau kau ingin mati, aku tidak akan melarangnya
tapi aku hanya ingin bertanya satu kalimat saja."
Meng Xing-hun mengangguk.
Tiba-tiba pandangan Xiao Tie beralih ke tempat yang
sangat jauh. Tempat yang jauh itu tertutup oleh kabut dan
menghalangi pandangannya.
"Apakah kau pernah menjalani kehidupan?"
Meng Xing-hun tidak menjawab karena dia tidak
sanggup untuk menjawabnya.
"Apakah aku pernah menjalani kehidupan" Apakah
kehidupannya termasuk dalam kehidupan yang normal?"
Dia membalikkan tubuh, dia takut air matanya akan
menetes. Suara Xiao Tie sepertinya semakin jauh dan dia berkata,
"Seseorang bila belum mempunyai kehidupan tapi sudah
memikirkan kematian, bukankah orang ini sangat bodoh?"
Meng Xing-hun ingin memukul gadis itu.
"Apakah kau juga pernah punya kehidupan?"
Dia tidak bertanya juga tidak perlu bertanya karena gadis
ini masih begitu belia, begitu cantik pasti dia pernah
mempunyai kehidupan.
Mengapa dia memilih tempat yang sunyi ini, apakah dia
ke sini sendiri untuk menikmati kesepian"
Kesepian juga kadang-kadang bisa dinikmati. Setelah
lama Meng Xing-hun baru membalikkan badannya tapi
gadis itu sudah tidak ada. Datang seperti kabut dan hilang
pun seperti angin. Pertemuan mereka begitu singkat.
Tapi entah mengapa di dalam lubuk hati Meng dia
merasa sudah lama mengenal gadis ini. Sepertinya sebelum
dia dilahirkan sudah mengenalnya dan gadis itu pun juga
sudah lama menunggunya.
Kehidupan Meng Xing-hun sepertinya hanya untuknya.
"Apakah ini adalah pertemuan yang terakhir?"
Meng Xing-hun pun tidak tahuTidak ada yang tahu dia
datang dari mana" Dan juga tidak ada orang yang tahu dia
akan pergi kemana"
Dia tidak bisa ditunggu juga tidak bisa ditebak. Meng
Xing-hun memandang ke tempat yang jauh. Tiba-tiba dia
merasa sedih. Ooo)dw(ooO Kabut di kejauhan sudah mulai menipis.
Beberapa hari sudah berlalu, tetapi tidak ada kabar berita
dari Xiao He.... Orang ini sepertinya hilang ditelan bumi.
Meng Xing-hun tidak mempunyai kegiatan apa pun. Dia
berusaha melupakan Xiao Tie yang pernah hidup di dunia
ini. Dia mengambil keputusan pulang dulu ke Kwie-ho-goan.
Orang-orang di dalam Kwie-ho-goan selalu berwajah
gembira. Gao Lao-da selalu tersenyum dengan manis dan
saat melihat Meng Xing-hun pulang, tawanya pun lebih
manis lagi. Gao Lao-da belum benar-benar memandang Meng Xinghun,
begitu juga dengan Meng Xing-hun.
Semenjak terjadi peristiwa di rumah kayu itu, Gao Laoda
selalu ingin melupakannya tapi dia tidak sanggup.
Meng Xing-hun menundukkan kepalanya.
"Kau sudah pulang?"
Meng Xing-hun pasti sudah pulang, tapi dia menggelenggelengkan
kepalanya. Dia tahu yang ditanya Gao Lao-da bukan dia sudah
pulang melainkan bertanya apakah tugasnya sudah selesai,
karena jika dia pulang pasti tugasnya sudah rampung.
Gao Lao-da mengerutkan dahi dan bertanya, "Mengapa
tugasmu belum selesai?"
Meng Xing-hun terdiam lama, tiba-tiba dia bertanya,
"Dimana Xiao He?"
"Xiao He" Dia tidak punya tugas jadi sekarang aku tidak
tahu dia berada di mana?"
Gao Lao-da tertawa dan terus berkata, "Kita semua
sama, kalau tidak ada tugas orangnya pun entah berada di
mana?" Hati Meng Xing-hun serasa tenggelam.... lama dia
baruberkata, "Aku pernah bertemu dengannya."
"Di mana kau pernah bertemu dengannya?"


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia datang mencariku."
Gao Lao-da dengan marah bertanya, "Mengapa dia
mencarimu?"
Meng Xing-hun tidak menjawab. Gao Lao-da bertanya
lagi, "Apakah kau tahu sekarang dia berada di mana?"
Meng Xing-hun tidak bisa menjawab.
Wajah Gao Lao-da langsung berubah sangat marah. Gao
Lao-da sangat mengetahui sifat Xiao He, juga tahu dia
selalu menyombongkan diri.
Meng Xing-hun membalikkan kepalanya, ingin keluar.
Dia tidak perlu tanya lagi. Xiao He secara tidak sengaja
mengetahui ke mana dia pergi dan sengaja mencarinya,
maksudnya adalah ingin menjatuhkan kepercayaan dirinya
supaya dapat menggantikan posisinya.
Hal serupa ini sering dilakukan Xiao He tapi kali ini
Xiao He salah dan kesalahannya sangat fatal dan begitu
menakutkan. Xiao He tidak tahu Lao-bo adalah orang yang sangat
berbahaya. Gao Lao-da tiba-tiba berkata, "Jangan pergi!
Aku ingin bertanya apakah Xiao He menggantikan
posisimu mencari Lao-bo?"
Akhirnya Meng Xing-hun menganggukkan kepalanya.
"Apakah kau membiarkan dia pergi begitu saja?"
"Dia sudah pergi."
"Kau sudah tahu seorang Sun. Yu-bo adalah orang yang
bagaimana. Kau sendiri paling-paling hanya 70% bisa
berhasil. Kalau Xiao He yang pergi berarti dia mengantar
kematiannya. Mengapa kau tidak melarangnya?"
Meng Xing-hun membalikkan tubuh, dengan nada
marah berkata, "Kenapa dia bisa tahu aku berada di sana?"
Mulut Gao Lao-da seperti disumpal.
Tugas yang dilakukan oleh Meng Xing-hun selalu tugas
yang paling berat dan rahasia. Kecuali Gao Lao-da tidak
ada orang lain yang tahu.
Tapi mengapa Xiao He bisa tahu"
Setelah lama Gao Lao-da baru menghela nafas dan
berkata, "Aku tidak menyalahkanmu, hanya
mengkhawatirkan Xiao He. Siapapun dia aku tetap akan
mengkhawatirkannya."
Meng Xing-hun menundukkan kepalanya.
Di depan orang lain, kepala Meng Xing-hun belum
pernah menunduk tapi di depan Gao Lao-da keadaannya
tidak sama. Meng Xing-hun tidak akan bisa melupakan budi Gao
Lao-da. "Kau akan ke mana?" tanya Gao Lao-da.
"Ke tempat sana aku akan pergi."
Gao Lao-da menggeleng-gelengkan kepalanya dan
berkata, "Kau sudah tidak bisa ke sana lagi."
"Mengapa tidak bisa?"
"Bila Xiao He benar sudah ke tempat Sun Yu-bo biarpun
Xiao He sudah mati atau tidak Sun Yu-bo akan lebih
waspada. Kalau kau pergi lagi akan berbahaya bagi
jiwamu," kata Gao Lao-da.
"Tiap kali menjalankan tugas selalu mendapat tugas
yang berbahaya." Meng Xing-hun tertawa.
"Tapi kali ini tidak sama," kata Gao Lao-da.
"Sama saja, aku sudah menjalankan tugas dengan baik."
Asal sudah ada titik terang tidak akan dilepaskan begitu
saja di tengah jalan.
"Bila kau memaksa, harus menunggu situasi yang agak
tenang dulu," kata Gao Lao-da dengan berat.
"Bila menunggu situasi agak tenang tubuh Xiao He pun
sudah dingin," jawab Meng Xing-hun.
"Sekarang tubuhnya mungkin sudah dingin."
"Paling sedikit aku harus melihat-lihat," kata Meng
Xing-hun. "Tidak bisa. Aku tidak mengijinkan kau pergi demi siapa
pun." Mata Meng Xing-hun berekspresi aneh, "Apakah demi
Xiao He pun hal ini tidak bisa?"
Gao Lao-da bersikap sangat keras, "Demi dia juga tidak
bisa. Aku tidak bisa demi seseorang yang sudah meninggal
mengorbankan orang yang masih hidup."
"Tapi dia adalah saudara kita," kata Meng Xing-hun.
"Saudara dan tugas tidak bisa dicampur adukkan, kalau
kita tidak bisa membedakan tugas dan saudara, hari-hari
yang akan akan datang yang mati mungkin kita."
Mata Gao Lao-da yang sudah menjadi sangat berat
dengan perlahan dia berkata, "Bila kita semua meninggal
tidak ada orang yang akan menguburkan mayat kita."
Meng Xing-hun merasa Gao Lao-da terus berubah. Dia
berubah menjadi sangat dingin dan kejam dan berubah
menjadi orang yang tidak mempunyai perasaan.
Semenjak Ye Xiang gagal melaksanakan tugas, Meng
Xing-hun sudah merasakannya.
Tapi mengapa dia tidak takut Xiao He membocorkan
rahasia" Terdengar ada yang mengetuk pintu. Pintu itu adalah
pintu rahasia Gao Lao-da. Bila bukan hal yang sangat
penting tidak ada yang berani mengetuknya.
Gao Lao-da membuka jendela kecil di pintu itu dan
bertanya, "Ada apa?"
"Tuan Tu mengajak Nona minum arak."
"Apakah dia yang bernama Tu Cheng?"
"Betul," jawab yang di luar.
"Baiklah aku segera datang."
Gao Lao-da memandang Meng Xing-hun dan berkata,
"Tu Cheng adalah seorang pedagang besar tapi dia juga
anak buahnya Wan Peng-wang dan sebagai tangan
kanannya juga."
"Apakah namanya Tu Da-peng?" tanya Meng Xing-hun.
"Betul."
"Apakah kau tahu Sun Yu-bo pernah menyuruh Lu
Xiang-chuan pergi tapi tidak tahu apa yang dilakukannya,
siapapun juga tidak bisa bertanya," tanya Meng Xing-him.
Hal yang tidak ada hubungan dengan tugasnya dia tidak
pernah bertanya.
Gao Lao-da berkata, "Lu Xiang-chuan adalah orang
penting Lao-bo. Kalau bukan hal yang sangat penting Laobo
tidak akan mengijinkan Lu Xiang-chuan pergi."
Meng Xing-hun mengangguk. Dia juga merasa Lu
Xiang-chuan tidak bisa dipandang sebelah mata.
"Kalau Sun Yu-bo berbeda pendapat dengan Wan Pengwang
akan lebih menguntungkan untuk kita. Tu Cheng kali
ini meninggalkan tempatnya pasti berkaitan dengan Sun
Yu-bo," kata Gao Lao-da.
Gao Lao-da langsung membuka pintu dan berjalan
keluar, tidak lupa berpesan kepada Meng Xing-hun, "Lebih
baik kau tunggu di sini, biar kita mencari berita dulu."
Berita yang diterima Gao Lao-da selalu paling cepat
karena cara kerjanya sangat tepat.
Meng Xing-hun tidak mau terus menunggu di sini karena
dia juga ingin mencari tahu.
Ooo)dw(ooO BAB 4 Ye Xiang berbaring di bawah pohon rindang di padang
rumput yang luas.
Rumput-rumput tampak berwarna kuning karena
kekeringan. Dia melemaskan tangan dan kakinya,
sebelumnya dia tidak pernah melakukan hal itu karena
tidak ada waktu tapi sekarang keadaannya sudah tidak
sama. Sekarang tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.
Ternyata kegagalan pun ada nikmatnya dan orang yang
sukses belum tentu dapat menikmati hal ini.
Ye Xiang tertawa kecut, tiba-tiba terdengar langkah
orang yang berjalan di atas rumput. Suaranya terdengar
sangat ringan seperti seekor kucing yang berjalan.
Ye Xiang tidak segera bangkit walaupun tidak melihat
dia sudah tahu siapa yang datang itu.
Kecuali Meng Xing-hun tidak ada orang yang dapat
berjalan begitu ringan.
Setelah Meng Xing-hun mendekati Ye Xiang, dia baru
bertanya, "Kapan kau pulang?"
"Baru saja," jawab Meng Xing-hun.
Ye Xiang tertawa kemudian berkata, "Kau baru pulang
tapi bisa ke tempat ini untuk mencariku, benar-benar
sahabat yang baik."
Dalam hati, Meng Xing-hun sebenarnya malu disebut
seperti itu. Selama 2 tahun ini orang-orang sudah menjauhi
Ye Xiang sebenarnya Meng Xing-hun pun seperti itu.
Ye Xiang menepuk-nepuk tanah di sampingnya dan
berkata, "Duduklah! Minumlah arak ini setelah itu. baru
kau katakan maksudmu mencariku."
Meng Xing-hun menerima arak dari tangan Ye Xiang
dalam hati dia berjanji bila dia selesai menjalankan
tugasnya dan kembali dalam keadaan selamat, dia akan
minum sepuasnya dengan Ye Xiang.
Hari demi hari dia menjauhi Ye Xiang karena dia adalah
orang yang sombong, juga bukan karena Meng Xmg-hun
tidak mau menerimanya, karena dia merasa takut bila dia
melihat Ye Xiang dia merasa seperti melihat dirinya sendiri.
Kemudian Ye Xiang berkata, "Baiklah, ayo katakan
sebenarnya apa yang membawamu kesini?"
Meng Xing-hun menjawab dengan perlahan, "Kau selalu
berkata di dunia ada 2 macam orang, pertama adalah orang
yang membunuh, kedua adalah orang yang dibunuh."
Ye Xiang tertawa mendengar perkataan Meng Xing-hun.
"Tidak ada seorang pun yang bisa membagi jenis orang
dengan sama, mungkin caraku membagi jenis orang juga
salah." Meng Xing-hun menanggapi, "Kau bisa membagi jenis
orang seperti itu karena kau bukan tipe orang yang suka
membunuh."
Ye Xiang tertawa dengan kecut kemudian berkata,
"Kebanyakan pembunuh berakhir hidupnya dengan
dibunuh juga."
Meng Xing-hun bertanya lagi, "Apakah tidak ada
pengecualian?" Ye Xiang menanggapi pertanyaan Meng
Xiang Hun, "Maksudmu adalah apakah ada orang yang
selalu membunuh tapi akhirnya dia tidak terbunuh?"
"Benar!"
Ye Xiang menjawab, "Orang seperti itu sangat jarang,
kemungkinan malah tidak ada."
"Kau tahu ada berapa orang seperti itu?" tanya Meng
Xing-hun. "Aku adalah salah satunya, sudah tidak ada orang yang
berniat membunuhku," kata Ye Xiang sambil tertawa kecut.
Meng Xing-hun dengan perlahan mengangguk.
Tiba-tiba Ye Xiang terduduk kemudian dia memandang
Meng Xiang Hun dan bertanya, "Dia orang macam apa?"
Meng Xing-hun berpikir sejenak kemudian menjawab,
"Orangnya sangat biasa, tidak tinggi juga tidak pendek,
tidak gemuk juga tidak kurus."
"Apakah kau pernah melihat wajahnya?" tanya Ye
Xiang lagi. "Tidak pernah."
"Apakah bila dia membunuh orang selalu mengenakan
baju abu?"
Meng Xing-hun malah balik bertanya, "Apakah kau
mengenalnya?"
Ye Xiang tidak menjawab dia malah terus bertanya,
"Setelah dia membunuh orang apakah dia mengoleskan
darah korban ke wajahnya?"
"Benar, dia orangnya!"
Wajah Ye Xiang berubah menjadi kaku kemudian
dengan pertalian dia berkata, "Tidak ada yang tahu
mengenai dia, hanya.... bila lain kali kau bertemu
dengannya, larilah sejauh mungkin, semakin jauh semakin
baik." Meng Xing-hun merasa aneh kemudian bertanya,
"Mengapa?"
"Pembunuh bayaran seperti kita bukan hanya kita
berdua saja tapi masih banyak," jawab Ye Xiang.
"Oh!"
"Pembunuh adalah suatu pekerjaan yang sangat aneh."
Meng Xing-hun mengangguk dan berkata, "Kau pernah
berkata, menjadi seorang pembunuh jangan memiliki nama,
bila kau mempunyai nama artinya kau bukan pembunuh
profesional."
"Karena kita adalah pembunuh kita harus berkorban
seperti itu. Nama baik, keluarga, kedudukan, anak, teman,
semua tidak dapat kita miliki."
Dia menghela nafas dan dengan kecut berkata lagi,
"Karena itu tidak ada seorang pun yang mau menjadi
pembunuh kecuali bila dia sudah gila."
Meng Xing-hun setuju dengan pendapat Ye Xiang.
"Walau sekarang dia tidak gila, lambat laun dia akan jadi
gila." Ye Xiang berkata lagi, "Tapi ada juga orang yang
memang ditakdirkan menjadi pembunuh, orang seperti itu
yang dinamakan sebagai pembunuh profesional karena
pada waktu mereka membunuh mereka tidak menggunakan
perasaan. Selamanya mereka tidak akan merasa lelah,
tangan pun tidak dapat berhenti untuk membunuh."
Ye Xiang terus memandang gelas arak kemudian dengan
pelan dia berkata, "Orang yang tadi kau ceritakan adalah
salah satu pembunuh yang paling gila."
Meng Xing-hun bertanya lagi, "Apakah dia adalah
seorang pembunuh terbaik?"
"Benar, di dunia tidak ada yang paling hebat kecuali
dia." Ye Xia.ng terus menatap Meng Xing-hun kemudian
berkata, "Kau tidak dapat menandinginya.... memang kau
lebih tenang dan dingin, lebih pintar dari dia, gerakanmu
pun lebih cepat dari dia. Tapi kau tidak dapat menjadi
seorang pembunuh yang terbaik karena kau bukan orang
gila." Setelah lama Meng Xing-hun baru bertanya kepada Ye


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Xiang, "Apakah kau pernah melihat dia membunuh
orang?" Ye Xiang mengangguk, "Kecuali melihat dengan mata
kepala sendiri, tidak ada orang yang dapat menggambarkan
caranya membunuh. Pada waktu membunuh dia tidak
menganggap lawannya adalah manusia."
Meng Xing-hun berkata, "Mungkin waktu itu dia pun
tidak menganggap bila dia sendiri adalah manusia."
"Ada yang berkata bahwa dia sudah pensiun, di mana
kau bertemu dengannya?"
"Di taman bunga Sun Yu-bo."
"Siapa yang dibunuh olehnya?" tanya Ye Xiang.
"Huang-shan-san-you."
"Mengapa bisa terjadi hal seperti itu?"
"Karena mereka bertiga sudah menyinggung perasaan
Sun Yu-bo."
"Aku sudah menduga bahwa dia mempunyai pelindung
yang kuat tidak kusangka pelindungnya adalah Sun Yu-bo."
Tiba-tiba dia memegang tangan Meng Xing-hun dan
berkata, "Lupakanlah rencana membunuh Sun Yu-bo."
Kata Meng Xing-hun, "Tapi aku tidak dapat
melupakannya."
Ye Xiang terus berkata, "Berusahalah untuk
melupakannya bila tidak kau akan mati dalam waktu dekat,
walaupun kau dapat membunuh Sun Yu-bo namun orang
ini akan terus mengejarmu kemudian membunuhmu
kemana pun kau pergi."
Ye Xiang menyambung kembali, "Siapapun tidak tahu
siapa yang ingin membunuh Sun Yu-bo sehingga susah
melacaknya, tapi orang ini akan mampu untuk
melacaknya."
Meng Xing-hun memandang Ye Xiang cukup lama
kemudian bertanya, "Apakah orang itu juga mengenalmu?"
Ye Xiang mengangguk dengan sedih, "Dia mengenalku,
begitu dia melihatku dia sudah tahu apa pekerjaanku."
Kemungkinan orang lain tidak mengerti perkataan Ye
Xiang namun Meng Xing-hun sangat mengerti.
Mereka adalah manusia biasa tidak lebih istimewa
daripada orang lain dan mereka sedapat mungkin tidak
memancing perkelahian dengan orang lain.
Penampilan mereka tidak sama dengan orang lilin,
mungkin orang biasa tidak akan merasa demikian namun
bagi mereka yang berasal dari lingkungan pembunuh begitu
kau melihat, kau sudah dapat membedakannya.
Ye Xiang bertanya lagi, "Bila dia dapat menyelidikimu,
pasti dia pun dapat menyelidikiku juga."
"Dia tidak sempat melihatku tapi.... ," kata Meng Xinghun.
"Tapi apa?"
"Dia sudah mengenalmu, bila Sun Yu-bo mati dia pasti
akan datang kemari mencarimu."
Ye Xiang hanya berkata, "Aku tidak bisa
melupakannya."
Sudah dua kali dia mengucapkan kalimat itu, dia pun
dua kali mengucapkannya dengan tegas.
Kata Ye Xiang lagi, "Walaupun dia tidak
membunuhmu, bila kau sudah dicurigai orang ini, dia akan
selalu menguntitmu, menunggumu, apakah kau masih bisa
hidup?" Meng Xing-hun terdiam lama kemudian berkata,
"Karena itu aku harus lebih dulu membunuhnya."
Ye Xiang sangat terkejut kemudian berkata, "Apa" Kau
mau membunuhnya" Apakah orang itu juga akan
membunuhmu?"
"Sebenarnya diapun seorang manusia," kata Meng Xinghun.
"Dia orang macam apa, kau sendiri pun tidak tahu
bagaimana kau bisa membunuhnya?"
Meng Xing-hun terus menatapnya, "Memang aku tidak
mengenalnya tapi kau kan mengenalnya." Wajah Ye Xiang
menjadi sedih, dia berbaring kembali di hamparan rumput
kemudian berkata, "Aku tidak tahu."
Meng Xing-hun melirik Ye Xiang kemudian dia berdiri
bersiap meninggalkan tempat itu. Dia sudah tahu bahwa Ye
Xiang dan orang itu memiliki hubungan yang misterius.
Namun Meng Xing-hun tidak memaksa Ye Xiang untuk
mengatakannya. Meng Xing-hun tidak pernah memaksa
orang. Dia tahu bahwa memaksa orang untuk mengatakan
sesuatu baginya adalah suatu hal yang tidak pantas.
Tiba-tiba Ye Xiang berseru, "Tunggu sebentar!"
Meng Xing-hun menghentikan langkahnya. Setelah lama
Ye Xiang baru berkata, "Dia membunuh karena dia tidak
menyukai manusia, namun dia menyukai darah."
Meng Xing-hun dengan terkejut dan bertanya, "Apa"
Darah?" "Dia tidak suka makan ikan, tapi dia suka memelihara
ikan. Orang yang senang memelihara ikan tidak banyak."
Meng Xing-hun masih ingin bertanya tapi Ye Xiang
sudah menutup mulutnya dengan botol arak.
Matahari senja menyinari pepohonan dan muka Ye
Xiang. Roman Ye Xiang sudah berubah.
Meng Xing-hun memandang Ye Xiang dengan sorot
mata penuh rasa terima kasih.
Meng Xing-hun mengetahui tidak ada seorang pun yang
dapat memaksa Ye Xiang untuk mengatakan hal yang tidak
ingin dia katakan. Hanya Meng Xing-hun yang dapat
melakukannya. Meng Xing~hun adalah teman Ye Xiang juga
saudaranya. Rasa persaudaraan lebih kental dan tidak dapat
diganti oleh apa pun.
Sewaktu Meng Xing-hun kembali ke rumahnya, ternyata
Gao Lao-da sudah menunggunya.
Kelihatannya Gao Lao-da sangat gembira, begitu melihat
kedatangan Meng Xing-hun dia malah berubah menjadi
marah dan berkata, "Mengapa kau tidak menungguku?"
"Aku tidak ke mana-mana," jawab Meng Xing-hun.
"Sepertinya antara kau dan Ye Xiang masih banyak yang
ingin diceritakan," kata Gao Lao-da.
Setelah terdiam lama Gao Lao-da baru berkata dengan
wajah berseri-seri, "Aku sudah mengetahui mengapa Sun
Yu-bo memerintahkan Lu Xiang-chuan untuk menemui
Wan Peng-wang."
"Oh iya?" Tanggap Meng Xing-hun.
Kata Gao Lao-da lagi, "Teman lama Sun Yu-bo
bernama Wu Lao-dao. Dan anak laki-laki Wu Lao-dao
mencintai pelayan Wan Peng-wang namun Wan Pengwang
tidak merestui hubungan mereka. Oleh sebab itu Sun
Yu-bo memerintahkan Lu Xiang-chuan pergi ke tempat
Wan Peng-wang untuk meminta restunya."
Walaupun Gao Lao-da adalah seorang perempuan dia
mampu menjelaskan semuanya dengan singkat dan
sesederhana mungkin.
Meng Xing-hun bertanya, "Bagaimana kemudian?"
"Akhirnya Wan Peng-wang merestui mereka dan dia
pun menyediakan semua tetek bengek untuk pernikahan
gadis itu."
Meng Xing-hun bertanya lagi, "Apakah dengan begitu
masalahnya sudah selesai?"
"Belum selesai, malah baru dimulai," jawab Gao Lao-da.
Dengan wajah tertawa Gao Lao-da berkata lagi, "Orang
semacam Wan Peng-wang tidak akan menyerah begitu
saja." Meng Xing-hun tidak berkata lagi karena dia sendiri
tidak mengenal Wan Peng-wang, hal yang tidak diketahui
dengan pasti tidak pernah dia utarakan.
Gao Lao-da berkata lagi, "Menurut perkiraanku cara
Wan Peng-wang seperti itu adalah untuk membuat Sun Yubo
lemah dan saat itulah dia akan menyerang Sun Yu-bo."
"Bila Wan Peng-wang mulai menyerang, pasti akan
sangat hebat."
Meng Xing-hun berkata, "Oleh karena itu Wan Pengwang
memerintahkan agar Tu Da-peng kembali ke sisinya."
"Kecuai Tu Da-peng dan Jin-peng, Nu-peng pun sedang
dalam perjalanan ke tempat Wan Peng-wang."
"Apakah mereka akan menyerang Sun Yu-bo?" tanya
Meng Xing-hun. "Benar, pada saat mereka menyerang saat itulah
kesempatan emas bagimu," kata Gao Lao-da.
"Kalau begitu aku harus menguntit Tu Da-peng?" Gao
Lao-da mengangguk.
"Benar, kau harus mengetahui gerak-gerik mereka dan
menunggu kesempatan yang baik, namun kau tidak boleh
membiarkan orang lain mengambil kesempatan emas ini,
kau harus membunuh Sun Yu-bo dengan tanganmu
sendiri." "Aku mengerti."
Meng Xing-hun memang sudah mengerti, hanya dia
yang dapat membunuh Sun Yu-bo. Honor baru dapat
diterima oleh Gao Lao-da bila dia berhasil membunuh Sun
Yu-bo. Dia pun harus menjaga nama baik Gao Lao-da
sebagai seorang pembunuh bayaran.
"Berapa banyak orang yang datang dengan Tu Cheng?"
"Mereka hanya bertiga, dari sini sudah terbukti bahwa
gerak gerik mereka saat ini sangat dirahasiakan."
"Siapa kedua orang lainnya?" tanya Meng Xing-hun.
"Yang satu adalah tangan kanan Tu Cheng yang
bernama Wang Er-tai tapi dia bukan orang bodoh (tay=
bodoh). Dia sangat lihai, memang dia terlihat bodoh hal itu
hanya untuk mengelabui orang-orang."
Meng Xing-hun mengangguk dia tahu bahwa Gao Laoda
tidak pernah salah menilai orang.
"Yang satu lagi bernama Ye-mao-zi (kucing malam), dia
adalah seorang pencuri. Disamping kepandaiannya tinggi
dia juga sangat mahir memakai racun bius. Kali ini Tu
Cheng membawanya kemari, pasti dia diberi tugas yang
penting." Meng Xing-hun bertanya, "Kapan mereka akan
berangkat?"
"Walaupun rencana Tu Cheng terkesan sangat tergesagesa
namun dia tidak segera berangkat karena Jin-er saat ini
sedang menemaninya, namun Jin-er hanya bisa merayunya
supaya tinggal sehari lagi."
Meng Xing-hun tampak sedang berpikir. "Apa yang
sedang kau pikirkan?" tanya Gao Lao-da. Meng Xing-hun
dengan enteng menjawab, "Orang yang bisa dirayu untuk
tinggal sehari lagi dia tidak akan pernah bisa menjadi anak
buah Wan Peng-wang yang utama."
"Rasanya semakin hari kau semakin pintar," Gao Laoda
tertawa. "Sebab aku harus belajar menjadi pintar."
Ooo)dw(ooO Wu Lao-dao sudah mulai mabuk namun dia merasa
berterima kasih kepada Lao-bo.
Hari ini adalah hari pernikahan anak laki-lakinya. Dia
berharap Lao-bo dapat menghadiri pesta ini namun dia pun
tahu bahwa Lao-bo tidak mungkin datang.
Walaupun Wu Lao-dao merasa kecewa dia tidak merasa
sedih karena Lu Xiang-chuan sudah hadir di pesta itu.
Setelah pesta usai dia baru pergi.
Tamu-tamu sudah pulang, para pelayan sedang minumminum
di. dapur. Putra Wu Lao-dao dan menantunya
sudah lama masuk kamar.
Di ruang tamu hanya tinggal Wu Lao-dao sendiri.
Melihat lilin yang hampir terbakar habis, pikirannya merasa
senang sekaligus sedih.
Wu Lao-dao merasa dirinya sudah tua.
"Anak laki-lakiku sudah menikah dan aku merasa
semakin tua."
Setelah melewati tahun ini dia akan mencari suatu
tempat yang sepi dan tenang untuk menghabiskan masa
tuanya. Saat itu dia mendengar suara langkah kaki yang
mendekatinya. Orang ini sepertinya sedang mabuk. Dia berjalan dari
halaman menuju ruang tamu.
Orang ini terlihat sudah mabuk dan dia terlihat seperti
orang bodoh. Penampilannya sangat lugu, di antara temanteman
Wu Lao-dao tidak pernah ada orang yang terlihat
begitu bodoh dan lugu.
Wu Lao-dao tidak mengenalnya namun orang itu
sepertinya mengenal Wu Lao-dao, dia menghampirinya.
"Orang ini tampaknya lebih mabuk dari diriku sendiri."
Wu Lao-dao mengerutkan dahinya tapi tidak
menyalahkannya.
Tanya Wu Lao-dao, "Apakah kau mencari Lo Sung"
Mereka sedang minum-minum di dapur."
Lo Sung adalah tukang masak Wu Lao-dao, dia
menyangka orang ini adalah teman Lo Sung.
Orang itu menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian
dengan suara mabuk dia berkata, "Yang aku cari adalah
kau!" Wu Lao-dao merasa aneh, "Kau mencariku" Ada urusan
apa?" Sebelum sempat mengatakan apa pun orang ini sudah
ambruk. Walaupun orang ini sudah ambruk dia masih
sempat melambaikan tangannya.
"Apakah kau ingin bicara denganku?" tanya Wu Laodao
Orang ini terus mengangguk.
Terpaksa Wu Lao-dao menghampiri orang itu dan
membungkukkan badannya.
"Bicaralah!"
Orang ini dengan terengah-engah berkata, "Aku mau...."
Suaranya serak dan mabuk, Wu Lao-dao tidak dapat
mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan orang itu.
Terpaksa dia lebih mendekati orang itu lagi.
"Apa yang ingin kau katakan?"
Nafas orang ini lebih berat kemudian berkata, "Aku
ingin.... membunuhmu!"
Setelah mendengar kata-kata ini Wu Lao-dao merasa
tertegun karena pada saat orang itu membuka mulutnya
untuk bicara tidak tercium bau arak, hanya sedetik namun
semua sudah terlambat. Orang itu sudah memegang seutas
tali saat dia mengucapkan kata 'bunuh', tali itu sudah


Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berada di leher Wu Lao-dao, begitu, tali ditarik berbareng
sebuah pisau yang tajam telah menggorok lehernya.
Nafas Wu Lao-dao serasa tersentak, dia seperti seekor
ikan yang meloncat dari permukaan air kemudian terjatuh
ke darat, mengelepar-gelepar kemudian diam untuk selamalamanya.
Orang ini masih berdiri beberapa saat melihat mayat Wu
Lao-dao dengan tertawa dungu dia berkata, "Sudah
kukatakan aku akan membunuhmu dan aku tidak pernah
berbohong."
Xiao Wu dan Dai-dai sedang berpelukan. Pelukan
mereka begitu erat serasa pelukan pertama untuk mereka.
Mereka memang merasa memiliki perasaan seperti itu,
begitu bergembira dan bergairah.
Mereka tidak langsung menikmati kebahagiaan ini.
Kehidupan mereka masih panjang, dengan lembut Xiao
Wu berkata, "Selamanya kau. adalah milikku"
Suara Dai-dai terdengar lebih lembut lagi, "Seumur
hidupku aku adalah milikmu."
Xiao Wu memejamkan mata bersiap-siap untuk
menikmati kebahagiaan ini.
Nafas Dai-dai begitu harum.
Semakin harum dan membuat orang menjadi
mengantuk. Sekejap Xiao Wu merasa ada yang tidak beres,
dia ingin bangun namun kaki dan tangannya terasa lemas,
tenaga serta pikirannya pun serasa kosong melongpong.
Xiao Wu berusaha membuka matanya, dia tidak dapat
melihat dengan jelas. Antara sadar dan tidak sadar Xiao
Wu seperti melihat wajah seseorang. Wajah itu seperti setan
dan tawanya pun seperti iblis dia berkata, "Pengantin
perempuanmu sekarang adalah milikku." Xiao Wu hanya
bisa bengong saat melihat Dai-dai, ingin marah pun tidak
bisa. Setelah itu semua seperti hilang ditelan kegelapan.
Ooo)dw(ooO Meng Xing-hun sedang berada di atap rumah di seberang
rumah Wu Lao-dao.
Dia melihat Wang Er-tai masuk ke rumah Wu Lao-dao
seperti seorang idiot.
Tidak lama setelah itu dia melihat Ye-mao-zi meloncat
dari tembok dan masuk ke rumah Wu Lao-dao. Mereka
tidak masuk secara bersamaan tapi mereka keluar secara
bersamaan. Begitu keluar dari rumah Wu Lao-dao, Wang Er-tai
masih terlihat seperti seorang idiot. Tapi di pundaknya dia
memanggul seseorang yang sudah meninggal.
Ye-mao-zi sedang menggendong bungkusan besar,
karena begitu besar dia seperti kelelahan.
Pada saat itu ada sebuah kereta yang berhenti di depan
mereka. Pintu kereta terbuka, Wang Er-tai dan Ye-mao-zi
segera melempar benda yang mereka panggul dan mereka
pun naik kereta itu.
Kereta itu entah akan membawa mereka kemana.
Semua terjadi dalam waktu yang singkat. Di dalam
rumah Wu Lao-dao sama sekali tidak ada keributan dan
seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Tapi Meng Xing-hun
mengetahui bahwa mereka sudah mengajar Sun Yu-bo
dengan telak. Meng Xing-hun tahu, Sun Yu-bo tidak akan diam begitu
saja dan dia akan membalas Wan Peng-wang lebih kejam
lagi. Setelah mendengar penjelasan Lu Xiang-chuan, wajah
Lao-bo berubah menjadi sangat serius. Lu Xiang-chuan
tidak mengerti mengapa Lao-bo seperti itu, tugas yang dia
Pedang Naga Kemala 8 Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Utusan Dari Akhirat 2
^