Bara Maharani 11
Bara Maharani Karya Khu Lung Bagian 11
gagal untuk membangkitkan semangat orang, Hoa Thianhong
segera tertawa lantang dan berkata, "Locianpwee,
meskipun aku tidak becus tetapi aku rela memberikan
sebutir batok kepalaku kepada kawanan manusia laknat
itu bila cianpwee sekalian pada mengundurkan diri dari
dunia persilatan semua hingga aku jadi sebatang kara,
bukankah kawanan durjana itu akan mentertawakan kita
sebagai orang-orang pengecut?""
Tertegun hati Cu In taysu mendengar perkataan ini,
sambil tertawa ia lantas berkata, "Ucapan Hoa Si-heng
sedikitpun tidak salah, bagaimanapun juga aku harus
berbuat sesuatu hingga bisa melegakan hati para jago
yang telah berpulang"
Hoa Thian-hong tersenyum, sambil menuding ke arah
Bong Pay dia memperkenalkan, "Bong toako ini adalah
anak murid dari Pek-lek Sian cianpwee, semoga taysu
serta Cing-lian cianpwee suka menyayangi dirinya dan
sering memberi petunjuk yang berguna."
"Menunggu bimbingan dari cianpwee berdua!" seru
Bong Pay sambil bangkit berdiri.
Cu In taysu menghela napas panjang. "Aaai....!
Sepasang dewa dari dunia persilatan adalah orang-orang
yang penuh emosionil harap hiantit jangan memandang
kami sebagai orang luar"
Ketika itulah Lie Sim muncul kembali di dalam ruangan
sambil membawa sepucuk surat, sambil bongkokkan
badan memberi hormat katanya, "Lapor Hoa kongcu, dari
pihak perkumpulan Sin-kie-pang ada sepucuk surat yang
disampaikan kepadamu!"
"Oooh....perkumpulan Sin-kie-pang pun sudah kirim
orang kesini?"" pikir pemuda itu dengan alis berkerut.
Ketika surat itu dibuka dan dibaca isinya dengan cepat
hatinya terasa tercekat, ternyata isi surat itu amat
singkat sekali, yakni berbunyi demikian,
"Ditujukan kepada Hoa Kongcu pribadi Mengharapkan
kedatangan saudara untuk menghadiri perjamuan kecil,
sangat menantikan kedatangan saudara.
Tertanda, Pek Siau-thian"
Hoa Thian-hong serahkan itu ke tangan Cu In taysu
sekalian, kemudian kepada Lie Sim ujarnya, "Beritahu
kepada pengantar surat itu, aku akan tiba pada saatnya!"
Lie Sim mengiakan dan mengundurkan diri.
"Aaaah, aneh sekali! Kenapa Pek Siau-thian bisa
sampai pula di tempat ini?"" seru Hoa In dengan nada
tercengang. "Perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta
Thong-thian-kauw adalah tiga kekuatan besar yang
menguasai wilayah Tionggoan dewasa ini, bila Hong-imhwie
terbentur sengketa dengan pihak Thong-thiankauw,
tentu saja Pek Siau-thian juga hadir di tempat
kejadian, hanya kedatangannya yang begini pagi
membuat orang lantas bisa menduga bahwa latar
belakangnya tidaklah sederhana"
"Bila Jin Hian tidak bersekongkol dengan Pek Siauthian,
tak mungkin ia berani membawa pasukan
besarnya menyerang ke selatan" terdengar Ciong Liankhek
berseru, "Siapa tahu kalau mereka berdua telah
berkomplot dan sama-sama kirim jago untuk menyapu
pihak Thong-thian-kauw"
"Akupun berpendapat demikian" sambung Cu In taysu.
Hoa Thian-hong segera bangkit berdiri dan memberi
hormat ujarnya, "Cianpwee berdua, engkoh berdua.
harap kalian suka menunggu sebentar disini dan aku
akan pergi sebentar"
"Siau Koan-jin, kau benar-benar akan penuhi janji?""
seru Hoa ln "Aku bahkan ingin bertemu dengan Thian Ik-cu,
sayang Ia tak mungkin akan mengundang diriku"
"Kalau mau pergi marilah kita pergi bersama-sama,
daripada seandainya pembicaraan tidak cocok dan terjadi
pertarungan, kita harus menelan kekalahan yang
mengenaskan"
"Tak usah! Kenyataan telah menunjukkan bahwa pihak
lawan lebih kuat daripada kita, seandainya benar terjadi
pertarungan kita sudah pasti akan menderita kerugian,
bila terlalu banyak orang yang pergi malahan suasana
terasa kikuk"
Cu In taysu serta Ciong Lian-khek cuma bisa saling
berpandangan dengan mulut membungkam, dalam
keadaan begini mereka sendiripun tak tahu apa yang
musti dilakukan.
Tiba-tiba Bong Pay mendeprak meja sambil berseru
dengan nada gegetun, "Aaai! ilmu silat kita tak becus.
keadaan begini jauh lebih enak mati dari pada hidup"
"Aku toh pergi memenuhi janji dan bukan pergi
berkelahi," hibur Hoa Thian-hong dengan suara lembut,
..Bagaimana kalau Bong toako ikut siauwte pergi
menjumpai orang itu?""
"Tidak. aku tak mau pergi. daripada nantinya cuman
bikin malu dirimu saja!"
Diam-diam Hoa Thian-hong menghela napas panjang
setelah berpamitan dengan semua Hoa In ambil pedang
bajanya di dalam kamar lalu mengikuti dari belakang.
Sekeluarnya dari pintu besar, tiba-tiba seseorang
menyongsong ke depan sambil memberi hormat, ketika
Hoa Thian-hong mengenali Orang itu sebagai Oh Sam ia
segera berdiri tertegun, tegurnya, "Apakah nona kalian
juga telah tiba di wilayah Kanglam?""'
Oh Sam mengangguk tidak menjawab Dari pihak
perkumpulan Hong-im-hwie segera muncul orang yang
menyediakan kuda Hoa Thian-hong loncat naik ke atas
punggung kuda dan bersama Oh Sam berlalu disitu.
Tiga ekor kuda dengan cepatnya lari menuju keluar
kota dan tiba ditepi sungai, setelah berlarian beberapa
saat ditepi sungai sampailah mereka di depan
rombongan perahu yang berjajar2 sepanjang pantai
sejauh setengah lie lebih, pada ujung seratus buah
perahu itu berkibar sebuah panji kuning yang
bersulamkan huruf 'Pek' yang amat besar.
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa terperanjat.
pikirnya, "Oooh ... rupanya baik perkumpulan Sin-kiepang
maupun pihak Hong-im-hwie telah mengerahkan
seluruh pasukannya datang kemari, ditinjau dari keadaan
tersebut jelaslah sudah bahwa kedua buah perkumpulan
itu telah bersatu padu untuk bekerja sama membasmi
Thong-thian-kauw, tidak aneh kalau Jin Hian melakukan
perjalanan tanpa menyembunyikan jejaknya, dan diapun
tiada rencana untuk melakukan sergapan..."
Oh Sam membawa kedua orang itu menuju ke pantai
dan naik ke atas sebuah perahu. "Hoa kongcu telah
tiba!" dari ujung geladak seseorang berseru nyaring.
Suara itu dengan cepat disampaikan pula secara
berantai hingga kedatangan Hoa Thian-hong telah
diketahui oleh semua orang dalam waktu yang amat
singkat. "Organisasi perkumpulan Sin-kie-pang paling ketat dan
peraturannya paling sempurna," pikir Hoa Thian-hong
dalam hati. "Kekuatan mereka luar biasa sekali dan tak
boleh dipandang enteng"
Dalam pada itu Oh Sam telah membawa kedua orang
itu melewati beberapa buah perahu perang dan naik ke
atas sebuah perahu besar yang berlabuh di tengah
sungai, ketika pemuda itu baru saja tiba di atas geladak
tampaklah horden pintu perahu itu tersingkap dan
sesosok bayangan manusia langsung menubruk ke arah
Hoa Thian-hong.
Dengan ketajaman matanya pemuda itu dapat
mengenali bayangan tadi sebagai Pek Kun-gie, sebelum
ingatan kedua berkelebat dalam benaknya, tahu-tahu
sepasang telapaknya sudah kena ditangkap oleh gadis
itu. Dengan wajah bersemu merah dan memancarkan
cahaya berseri-seri Pek Kun-gie berseru sambil tertawa,
"Aku melihat dirimu sewaktu kau masuk ke dalam kota,
tapi waktu itu aku tidak memanggil dirimu."
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong, dari
balik tubuh gadis itu ia lihat seorang kakek tua berjubah
ungu sambil bergendong tangan dan wajah dihiasi
senyuman melangkah keluar dari ruangan.
Buru-buru ia tarik kembali tangannya sambil menjura,
katanya, "Loo pengcu, sejak berpisah baik-baikkah kau?"
Aku orang she Hoa menghunjuk hormat bagimu"'
Kakek tua itu bukan lain adalah Pek Siau-thian, ketua
dari perkumpulan Sin-kie-pang yang nama serta
pengaruhnya secara lapat-lapat jauh di atas kehebatan
dari Jin Hian maupun Thian Ik-cu.
Dahulu ia pernah berjumpa dengan si anak muda itu,
sekarang setelah dilihatnya Hoa Thian-hong yang berdiri
di hadapannya jauh berbeda dengan keadaan Hong-po
Seng dahulu, bukan saja orangnya bertambah tinggi
kekar terutama sekali gerak-geriknya yang begitu gagah
dan mencerminkan kewibawaannya yang amat besar
membuat jago tua she-Pek ini diam-diam bergetar hati
kecilnya. Dengan sorot mata yang tajam Pek Siau-thian
mengamati pemuda itu dari ujung kepala hingga ujung
kaki, kemudian sambil tersenyum ujarnya, "Tidak leluasa
bagi kita untuk bercakap-cakap disini. Hati-hati! Silahkan
masuk ke dalam ruangan untuk minum air teh".
Hoa Thian-hong adalah seorang pemuda yang berjiwa
besar, walaupun mereka baru berpisah dua tahun namun
terhadap peristiwa ditancapkannya jarum racun Suo-huntok
ciam, di atas bahunya telah dilupakan sama sekali
olehnya. habis memberi hormat ia segera melangkah
masuk ke dalam ruang perahu.
Pek Kun-gie dengan gerak-gerik yang manja
membuntuti terus di sisi tubuhnya, senyuman menghiasi
wejahnya yang cantik membuat Hoa In diam-diam
menggerutu terus.
Ruang perahu itu amat lebar dan luas, perabot dan
perawatan yang diatur dalam ruangan itu nampak indah
dan megah. sebuah meja perjamuan dengan sepoci arak
dan empat lima macam sayuran telah tersedia disana,
sepintas memandang keadaan mirip sekali dengan
keadaan dalam rumah tangga biasa. sedikitpun tidak.
menunjukkan sikap seorang tamu terhadap sesama
orang kangouw. "Yaya... baik-baikkah kau?" seorang dayang kecil yang
cantik muncul dari balik ruangan dan memberi hormat.
Melihat dayang itu adalah Siauw Leng, Hoa Thianhong
segera ulapkan tangannya sambil tertawa.
"Budak nakal, tak usah banyak adat," Siauw Leng
bangkit dan buru-buru tarikkan kursi bagi tamunya.
Setelah semua orang ambil tempat duduk Pek Kun-gie
baru melirik sekejap ke arah pedang baja yang tersoren
di pinggang Hoa In, dengan mata terbelalak serunya,
"Eeei....... kapan sih secara diam-diam kau telah
menyusup ke markas besar lagi?""
Hoa Thian-hong tersenyum. "Dia bernama Hoa In,"
katanya, dahulu ikut kakekku dan sekarang merupakan
satu-satunya sanak yang sangat menyayangi siaute,
pedang baja itu adalah pemberian darinya"
"Aku ingin lihat" seru Pek Kun-gie manja.
"Siau Koan-jin benar-benar kehangatan," pikir Hoa In
di dalam hati, "katanya ia punya hubungan yang sangat
akrab dengan nona Chin Wan-hong, diapun main kasakkusuk
dengan Giok Teng Hujien, sekarang kenapa diapun
punya hubungan yang begitu akrab dengan puteri Pek
Siau-thian?" Sungguh membingungkan sekali......."
Dalam hati berpikir demikian, tapi diluaran ia cabut
keluar pedang baja itu dan diangsurkan ke depan.
Sebetulnya ia kenal baik dengan Pek Siau-thian yang
hadir disitu lagipula tingkat kedudukan mereka berbeda,
maka sekalipun sudah bertemu mereka sama-sama
berlagak tidak kenal, bahkan melirik sekejappun tidak..
Sementara itu Pek Kun-gie telah menerima pedang
baja tadi, sesudah ditimang2 sebentar ujarnya sambil
tertawa, "Oooh..... kiranya pedang ini cuma enam puluh
dua kati, kalau begitu beratnya lebih ringan enam kati
setengah" "Pedang baja yang kumiliki tempo dulu terbuat dari
besi murni yang tak mempan dibacok golok mustika
maupun pedang mustika," ujar Hoa Thian-hong
menjelaskan, "sedang pedang ini mengandung tiga
bagian besi campuran, tentu saja jauh berbeda satu
sama lainnya"
"Lain hari bila aku telah kembali ke markas besar,
pedang bajamu itu pasti akan kuusahakan untuk
merebutnya kembali"
"Ciu It-bong pikirannya terlalu picik, dia ingin
mencabut jiwamu. maka lebih baik janganlah kau usik
dirinya..."
"Huuuh.... akan kubikin dia mati kelaparan terlebih
dulu!" seru Pek Kun-gie sambil mencibirkan bibirnya,
selesai berkata ia tertawa cekikikan dan tunduk tersipu
sipu. Pek Siau-thian yang selama Ini hanya duduk
membungkam di sisi meja, setelah menyaksikan keadaan
putrinya itu tanpa terasa ia lantas berpikir, "Pedang besi
macam itupun dipermainkan dengan begitu sayang.....
rupanya budak ini sudah terpikat hatinya kepada Hoa
Thian-hong"
Apa yang dipikirkan jago tua ini sedikitpun tidak salah,
memang begitu hubungan cinta antara muda-mudi. Bila
tidak ada rasa cinta maka sekalipun intan permata di
depan mata belum tentu ia sudi memandang sekejappun,
sebaliknya sudah jatuh cinta maka meskipun hanya sebiji
kancing di atas bajupun akan berubah jadi amat
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berharga. Pek Kun-gie adalah seorang gadis yang tinggi hati,
setelah mengalami pelbagai liku liku secara mendadak ia
jatuh cinta terhadap diri Hoa Thian-hong, sebagai gadis
yang belum pengalaman sama sekali dalam hal bercinta
ia tak pernah berpikir lebih jauh lagi tentang kesulitan2
seseorang bercinta, dia anggap Hoa Thian-hong yang
tidak menunjukkan sikap menampik tentulah berarti
bahwa diapun sudah jatuh cinta pula terhadap dirinya
urusan selanjutnya berarti tiada persoalan lagi
Karena pikiran semacam inilah membuat hubungan
mereka berdua kian lama kian bertambah rapat, sikapnya
terhadap Hoa Thian-hong pun semakin bebas dan
terbuka, ia anggap pemuda itu sebagai sahabat
kentalnya yang paling rapat.
Pek Siau-thian adalah seorang lelaki yang pernah
terjungkal di dalam lautan cinta, melihat putrinya
menanam bibit cinta pada pemuda tersebut hatinya jadi
terkesiap, sambil tertawa paksa segera ujarnya, "Anak
Gie, hormatilah secawan arak kepadanya lalu pergilah
mengontrol daerah sekitar tempat ini."
Merah jengah selembar wajah Pek Kun-gie, dia angkat
cawan araknya sambil tersenyum ke arah si anak muda
itu, Hoa Thian-hong buru-buru angkat cawan dan
meneguk habis isinya.
Angin berrbau harum berkelebat lewat bagaikan
burung walet Pek Kun-gie mengundurkan diri dan
ruangan itu. Pek Siau-thian segera ulapkan tangannya ke
arah Siauw Leng. dayang cilik itupun segera undurkan
diri. "Rahasia besar apa sih yang hendak ia bicarakan
dengan diriku?" pikir Hoa Thian-hong di dalam hati
kenapa Pek Kun-gie serta Siauw Leng harus menyingkir
dari sini?"
Melihat Pek Siau-thian tetap membungkam dalam
seribu bahasa, terpaksa kepada Hoa In katanya.
"Pergilah keujuag perahu dan berjaga disitu, sebelum
mendapat ijin dari Pek pangcu siapapun dilarang masuk
ke dalam ruangan".
"Penjagaan yang diatur di tempat ini toh amat ketat,
siapa yang sanggup menerjang masuk kemari?" bantah
Hoa In dengan rasa tidak senang hati.
Hoa Thian-hong jadi serba salah, dalam keadaan apa
boleh buat terpaksa dengan wajah membesi serunya.
"Kenapa sih kau tak mau menuruti perkataanku" Apakah
aku harus mengundang ayah dan kakekku lebih dahulu"
Hoa In tertegun, dengan sorot mata dingin ia menatap
sekejap ke arah Pek Siau-thian kemudian baru selangkah
demi selangkah mengundurkan diri dari ruangan itu.
Sepeninggalnya Hoa In, Pek Siau-thian baru
tersenyum dan berkata, "Menurut apa yang kuketahui,
ayahmu maupun kakekmu belum pernah bersikap
sedemikian kasarnya terhadap pelayan tua itu."
Hoa Thian-hong menghela napas panjang. "Kecuali
ibuku dia adalah satu-satunya orang yang paling erat
hubungannya dengan boanpwee, rasa setianya kepadaku
luar biasa dan memandang diri boanpwee lebih berharga
dari jiwanya sendiri, cuma Sayang ia tak mau
mendengarkan perkataanku membuat boanpwee
terpaksa harus bersikap marah lebih dulu...." Ia tertawa
getir dan geleng kepala.
"Waktu selalu berubah, keadaan sekarang jauh
berbeda dengan keadaan tempo dulu, hal ini membuat
boanpwee merasa bersedih hati"
Pek Siau-thian angkat cawan araknya dan berkata,
"Hiantit adalah seorang pemuda berbakat yang sukar
dibandingkan dengan manusia biasa, persoalan yang
pernah terjadi dimasa yang silam lebih baik tak usah kita
ungkap kembali. Marilah aku hormati secawan arak
untukmu, kemudian aku masih ada satu urusan hendak
dibicarakan dengan dirimu"
"Hoa Thian-hong angkat cawannya dan menghirup
habis isinya, kemudian ia menyahut, "Silahkan pangcu
utarakan persoalanmu itu!"
Pek Siau-thian tarik napas panjang-panjang, dengan
suara dalam ia berkata, "Isteriku adalah seorang
perempuan dari keluarga Thia, baik bakat maupun
budinya sangat mengagumkan. Dua puluh tahun
berselang ia mempunyai nama besar yang sejajar
dengan nama ibumu. orang kangouw sebut mereka
berdua sebagai Bulim Ji-bi atau dua orang cantik dari
dunia persilatan"
"Kalau ibunya tidak cantik dari mana bisa lahir seorang
putri macam Pek Kun-gie yang begitu jelita?"" pikir Hoa
Thian-hong dalam hati, "sekalipun tak usah dikatakan hal
ini sudah bisa diduga"
Pek Siau-thian merandek sebentar. lalu sambungnya,
"Keindahan dari isteriku terletak pada budi pekertinya,
tentang raut wajahnya tak usah dibicarakan lagi"
"Bila ada kesempatan dan ada jodoh, boanpwee pasti
akan menyambangi bibi serta mohon petunjuk darinya,"
kata Hoa Thian-hong dengan sikap yang hormat.
Pek Siau-thian menghela napas panjang. "Kami suami
isteri berdua mempunyai dua orang puteri, yang sulung
bernama Soh-gie dan yang bungsu bernama Kun-gie,
mereka berdua adalah saudara kembar yang mempunyai
wajah bagaikan pinang dibelah dua, satu sama lain
sedikitpun tak ada bedanya"
"Boanpwee pernah mendengar tentang persoalan ini
dari mulut Jin Hian" sela si anak muda itu.
Sepasang mata Pek Siau-thian segera memancarkan
cahaya tajam. "Apakah Jin loo-ji menaruh curiga bahwa
puteranya yang tolol itu mati ditangan puteri sulungku
Soh-gie?" Hoa Thian-hong mengangguk. "la memang mencurigai
puteri sulungmu itu," jawabnya terus terang.
Sepasang gigi Pek Siau-thian seketika bergemerutukan
keras, matanya melotot dan wajahnya berubah jadi
merah padam. Lama sekali rasa gusar itu baru reda
kembali. "Kalau ditinjau dari sikapnya yang begitu gusar,
bukankah urusan ini nampak semakin rumit?"" pikir Hoa
Thian-hong dengan hati terkesiap.
Terdengar Pek Siau-thian dengan suara dingin berkata
kembali, "Hoa hiantit, lima belas tahun berselang istriku
merasa tidak puas dengan perbuatanku, dalam keadaan
sedih bercampur marah dia telah cukur rambut jadi
pendeta, kedua orang putriku pun dibagi jadi dua, putri
sulung, Soh-gie ikut ibunya masuk ke dalam kuil, selama
lima belas tahun terakhir belum pernah ia tinggalkan
pintu rumah barang selangkahpun jua."
"Ooooh... sungguh tak nyana toa siocia begitu berbakti
pada orang tua, sungguh mengagumkan" puji Hoa Thianhong
dengan hati bergetar keras.
"Aaaai.... putriku yang bungsu Kun-gie karena sedari
kecil sudah terbiasa manja, sikapnya memang rada
ugal2an, tapi putri sulungku Soh-gie amat alim dan
soleh, tak mungkin ia bisa melakukan perbuatan tercela
semacam ini"
Dengan dada berombak menahan emosi. air muka Pek
Siau-thian berubah jadi dingin dan menyeramkan,
sepatah demi sepatah serunya, "Hiantit, putri sulungku
telah difitnah Orang secara keji hingga nama baiknya ternoda,
peristiwa ini. merupakan suatu kejadian yang amat
besar, mungkin saja Jin Hian sanggup membunuh diriku,
tetapi akupun percaya masih memiliki kemampuan untuk
membunuh dirinya. namun perduli siapapun yang bakal
hidup, fitnahan ini harus diselesaikan dulu dan noda yang
telah melekat pada nama baik putriku harus dicuci bersih
lebih dahulu! "
Suasana seram dan penuh nafsu membunuh segera
menyelimuti seluruh ruang perahu itu membuat Hoa
Thian-hong merasa bergidik dan bulu romanya pada
bangun berdiri.
"Seandainya nama baik putri bungsuku Kun-gie yang
ternoda, aku tak akan merasa terlalu sedih" ujar Pek
Siau-thian lagi dengan suara seram, "Putri sulungku Sohgie
adalah seorang gadis yang suci dan belum pernah
terjun ke dalam dunia persilatan, karena kesalahanku dia
sudah harus ikut menderita"
Ia tarik napas panjang-panjang lalu melanjutkan,
"Sekalipun aku harus mengikat permusuhan dengan
banyak orang, meskipun aku harus bunuh mati semua
orang yang ada di kolong langit, aku tak rela putri
sulungku itu ternoda oleh sebutir debupun".
Pikir Hoa Thian-hong jadi goyah, pikirnya, "Ia merasa
berdosa terhadap isterinya maka seluruh rasa kasih
sayangnya dicurahkan kepada putri sulungnya yang
mendampingi sang istri selama ini, bila persoalan
tersebut tidak dibikin jelas sehingga duduknya perkara
jadi terang. dalam dunia persilatan entah bakal berubah
jadi bagaimana?"
Berpikir sampai disatu, dengan wajah serius ia lantas
berkata, "Persoalan tentang miripnya raut wajah
pembunuh itu dengan wajah nona Kun-gie adalah
berasal dari mulut boanpwee atas terjadinya persoalan
ini boanpwee merasa amat menyesal".
Pek Siau-thian ulapkan tangannya memotong ucapan
tersebut. katanya. "Kalau kau mengatakan mirip, sudah
pasti wajah pembunuh itu mirip sekali dengan putriku
ucapan yang diutarakan anak keturunan keluarga Hoa
tak mungkin salah, tentang soal itu aku sama sekali tidak
menaruh curiga"
Ia berhenti sejenak, lalu dengan suara yang tenang
sambungnya, "Hiantit, seluruh peristiwa itu sudah pasti
diatur oleh seorang yang sangat cerdik, sekalipun Thian
Ik-cu si toosu tua itupun belum tentu mempunyai
kecerdikan sampai begitu tinggi. apa tujuan orang itu
sukar untuk diketahui oleh siapapun. Selama ini kau toh
hanya menceritakan apa yang telah kau lihat, aku sama
sekali tidak mengalihkan rasa gusarku ke atas tubuhmu"
Hoa Thian-hong merasa Pek Siau-thian yang berada di
hadapannya ini tiba-tiba berubah jadi amat tua, kakek itu
kelihatan amat kesal dan mendongkol tapi semua
perasaan itu tak tersalurkan keluar, membuat ia sedih
dan amat menderita.
Dengan pihak Sin-kie-pang boleh dibilang Hoa Thianhong
mempunyai dendam dan sengketa, hubungannya
dengan Pek Kun-gie pun amat kabur sebentar seperti
kawan sebentar seperti lawan. Sekalipun demikian ia
merasa penasaran bila melihat ada orang dibuat
penasaran tanpa bisa berkutik.
Pikirannya dengan cepat berputar, "ia segera teringat
kembali akan Pui Che-giok dayang kepercayaan dari Giok
Teng Hujien itu, dayang tersebut memiliki sebilah pisau
belati yang persis seperti alat yang digunakan untuk
membunuh Jin Bong, Benarkah dayang itu yang
melakukan pembunuhan?" Kalau bukan lalu siapakah
pembunuhnya?" Kecuali saudara kembar, siapa pula
yang memiliki raut wajah mirip Pek Kun-gie?""
Tiba-tiba terdengar Pek Siau-thian berkata dengan
suara tegas, "Hoa-hiantit, pembunuh itu pastilah berasal
dari kalangan kaum lurus dan jelas bukan hasil
perbuatan dari anak murid perkumpulan Thong-thiankauw!!...."
Mula mula Hoa Thian-hong agak tertegun kemudian
dengan pikiran yang tidak tenang dan perasaan penuh
curiga ia berkata, "Siapakah diantara kalangan lurus yang
dapat menggunakan siasat semacam ini?" Pembunuh itu
pernah mengadakan hubungan kelamin dengan Jin Bong,
itu berarti urusan menyangkut nama baik seorang gadis,
siapa yang kesudian melakukan perbuatan hina semacam
ini?""
000O000 Pek Siau-thian mendengus dingin. "Bagi seseorang
yang punya tujuan membalas dendam, sekalipun harus
korbankan jiwapun rela apalagi hanya melakukan
perbuatan semacam itu?" Aku rasa siapapun dapat
melakukan tindakan seperti ini"
Ia berhenti sebentar, lalu sambil tertawa panjang
lanjutnya, "Dalam dunia persilatan pada dasarnya
memang tiada perbedaan antara yang putih dengan yang
hitam, yang kumaksudkan sebagai orang dari kalangan
lurus adalah orang dibalik layar yang mendalangi
terjadinya peristiwa berdarah ini bukanlah seseorang
yang tergabung dalam tiga besar dunia persilatan"
"Lo-pangcu, atas dasar apa kau bisa mengatakan
bahwa pembunuh itu bukan berasal dari pihak Thongthian-
kauw?"" seru Hoa Thian-hong dengan alis berkerut.
Pek Siau-thian tertawa seram, "Aku telah mengadakan
janji persahabatan dengan Jin Hian, karena persoalan itu
maka perkumpulan Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie
yang keadaannya ibarat api dan air bisa bekerja sama
untuk melenyapkan Thong-thian-kauw lebih dulu,
kemudian baru menentukan nasib sendiri. aku rasa
tentang hal ini Thian Ik-cu pasti memahami sejelas
jelasnya, sekalian dia punya ambisi untuk merajai kolong
langit tapi belum memiliki kekuatan untuk melawan Sinkie-
pang dan Hong Im Hwte. maka dari itu pastilah
sudah dalang di belakang layar dalam peristiwa berdarah
ini bukanlah dirinya!...."
"Oooh....! Kiranya di antara tiga partai besar dalam
dunia persilatan terdapat hubungan yang sensitif, lalu
siapakah pembunuh itu" Kenapa alat untuk melakukan
pembunuhan itu bisa berada di tangan Pui Che-giok itu
mempunyai raut wajah yang mirip sekali dengan dua
bersaudara she-Pek?" Sungguh aneh" pikir Hoa Thianhong
dalam hati. Setelah berpikir pulang pergi ia tetap merasa bahwa
Pui Che-giok dayang kepercayaan dari Giok Teng Hujien
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
adalah satu-satunya yang akan ia selidiki. Maka diapun
alihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya.
"Kedatangan loo-pangcu ke wilayah Kanglam kali ini
apakah sedang bekerja sama dengan Jin Hian untuk
melenyapkan pihak Thong-thian-kauw?""
Pek Siau-thian mengangguk. "Inilah pekerjaan
pertama yang dilakukan kami sejak perkumpulan Sin-kiepang
bekerja sama dengan Hong-im-hwie".
"Tahu diri tahu keadaan musuh, setiap bertempur
pasti menang, aku rasa apa tindakan Thong-thian-kauw
ternyata pangcu sudah mengetahui bukan?"...."
"Andaikata Hiantit adalah Thian Ik toosu tua itu, apa
yang hendak kau lakukan untuk menghadapi situasi
semacam ini?"
Hoa Thian-hong tersenyum. "Siautit tak tahu
bagaimana kekuatan yang sebenarnya dari pihak Thongthian-
kauw, sulit bagiku untuk menjawab pertanyaan ini".
"Kekuatan dari Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta
Thong-thian-kauw adalah seimbang satu sama lain,
sekalipun berbeda juga sedikit sekali".
Hoa Thian-hong termenung sebentar lalu menjawab,
"Kalau Thong-thian-kauw harus satu lawan dua sudah
pasti mereka tak akan tahan, bila siautit yang jadi
mereka maka akan kugunakan siasat menggeser pantai
melompati perahu. sebelum Lo-pangcu serta Jin Hian
sempat mendekati kota Leng An. di tengah jalan akan
kuserang lebih dulu salah satu pihak yang terlemah agar
kalang kabut dan pusing kepala..,"
Sambil tersenyum Pek Siau-thian segera gelengkan
kepalanya. "Persoalan mengenai Tiga besar dunia
persilatan selamanya memang tak bisa diraba oleh orang
luar, tindakan yang dilakukan baik oleh Thian Ik-cu, Jin
Hian maupun diriku sendiri sering kali jauh diluar dugaan
orang lain!..."
"Lo-pangcu, bagaimana kalau kau terangkan cara
kerja kalian hingga membuka pikiran boanpwee yang
bebal" seru Hoa Thian-hong dengan sepasang alis
berkerut. Pek Siau-thian tertawa. "Tiga golongan besar berdiri
saling bermusuhan, siapa yang turun tangan lebih dulu
dialah yang bakal rugi, siapapun tidak ingin
menguntungkan pihak yang lain sebelum tiba pada
waktunya untuk adu senjata siapa yang mencari garagara
lebih dulu dialah yang akan bertindak sebagai
pelopor, keadaan ini selalu tetap dan tak akan berubah
untuk selamanya"
"Bila Thian Ik-cu tidak mencari siasat bagus untuk
menghadapi situasi semacam ini, dan andaikata pasukan
musuh sudah berada di depan mata, bukankah waktu itu
keadaan sudah terlambat?""
"Pertarungan antar perkumpulan jauh berbeda dengan
pertempuran antar dua negara, sekalipun pasukan sudah
berada di depan mata itu bukan berarti pertempuran
segera akan berlangsung, mungkin saja ketika tiba pada
waktunya keadaan sama sekali berubah karena mungkin
aku akan bekerja sama dengan Thian Ik-cu untuk
melenyapkan perkumpulan Hong-im-hwie, mungkin juga
Jin Hian bekerja sama dengan Thian Ik si toosu tua itu
untuk merontokkan perkumpulan Sin-kie-pang"
"Jika demikian keadaannya, bukankah itu berarti
bahwa mereka sudah mempermainkan kesetiaan kawan
serta janji yang telah diucapkan" pikir Hoa Thian-hong
dalam hati. "Rupanya mereka lebih mementingkan
keuntungan pribadi dari pada hubungan persahabatan!"
Terdengar Pek Siau-thian tertawa keras dan berkata
lebih lanjut, "Urusan yang ada di dunia bagaikan orang
bermain catur, perubahan yang kemudian terjadi sukar
diduga sejak semula. mungkin saja setelah pasukan dari
tiga golongan bertemu satu sama lainnya tiba-tiba tujuan
berubah dan ditujukan untuk menghadapi Hiantit, siapa
tahu bukan?""
Hoa Thian-hong merasa terkejut, tapi diluaran sambil
tertawa paksa katanya, "Loo pangcu, kenapa kau musti
menakut-nakuti diri boanpwee dengan ucapan semacam
itu?" Boanpwee toh tidak lebih hanya seorang pemuda
yang baru saja terjun ke dalam dunia persilatan, mana
begitu tinggikah perhatian kalian pada diriku?""
"Pendapat hiantit keliru besar" kata Pek Siau-thian
sambil tertawa ewa, "Ibumu masih hidup di kolong langit
sedang hiantit merupakan mustika dalam kolam. cukup
berbicara dari keadaan sekarang sudah jelas
menunjukkan bahwa pengaruhmu amat besar tiap hari
pengaruhmu itu berkembang semakin luas, bila dibiarkan
berlarut larut maka keadaanmu akan jadi amat
berbahaya"
Peluh membasahi seluruh tubuh Hoa Thian-hong,
selanya, "Ibuku tawar terhadap perebutan nama dan
kedudukan, sedangkan boanpwee masih muda dan tiada
berpengalaman hanya dibantu oleh seorang pelayan tua
masa dikatakan pengaruhnya berkembang, pengaruh apa
yang berkembang?""
Ucapan Pek Siau-thian tiba-tiba berubah jadi amat
santai, ia tertawa dan berkata, "Mega membuntuti naga
angin membuntuti harimau, betulkah hian-tii seorang
diri?""
Dia angkat cawan araknya dan berkata lebih lanjut
sambil tertawa, "Hiantit, bila tiga golongan besar
mengurung kau ditempat ini maka tidak sampai tiga
bulan seluruh jago lihay dari kalangan lurus baik itu kenal
atau tidak mereka akan berduyun-duyun datang kemari.
waktu itu tiga golongan akan bekerja sama dan
membasmi mereka semua dari muka bumi, bukankah hal
ini bagus sekali?""
Makin didengar Hoa Thian-hong merasa hatinya
semakin terkejut, pikirnya di dalam hati, "Ucapannya
memang sangat masuk diakal, Cu Tong locianpwee serta
Ciong Lian-khek beberapa orang jago bukankah
menguatirkan keselamatanku karena mengingat di atas
nama baik ayahku?" Seandainya aku benar-benar
terjatuh ke tangan pihak musuh, Para jago dari kalangan
lurus sudah pasti tak akan berdiam diri belaka, bila
mereka munculkan diri untuk menolong aku niscaya
perbuatan mereka itu sama artinya terjerumus dalam
siasat lawan, bahkan kemungkinan besar jiwa ibukupun
akan terancam."
Ia adalah seorang pemuda yang cerdas, setelah
berpikir sebentar ia segera menyadari akan lihaynya
kejadian itu, iapun tahu Pek Siau-thian sengaja menakutnakuti
dirinya tentulah didasari tujuan tertentu, maka
sambil menenangkan hatinya ia berkata, "Terima kasih
atas petunjuk yang diberikan oleh Lo-pangcu, bila aku
boleh bertanya bagaimanakah pendapatmu mengenai
cara untuk menghindarkan diri dari bencana ini?""
Pek Siau-thian angkat kepala dan tertawa terbahak
bahak. "Haaaah..... haaaaah..... haaaah....... kalau
memang hiantit bertanya secara terus terang, akupun
akan beberkan pendapatku sebagaimana yang
kupikirkan, satu-satunya jalan yang terbaik bagimu
adalah pergi sejauh-jauhnya dari sini dan jangan
mencampuri lagi urusan pertikaian ini"
"Bila perahu berada di tengah sungai, maju atau
mundur adalah sama-sama jauhnya, boanpwee tak
mungkin bisa lolos dari sini lagi"
"Kalau memang demikian adanya maka lebih baik
hiantit secepatnya menyatakan sikap dan secara resmi
mengumumkan bahwa kau telah bergabung dengan
salah satu kelompok diantara tiga golongan besar. Hanya
berbuat demikian saja kau baru dapat menghindari
gencetan dari tiga pihak"
"Kalau didengar dari pembicaraan tersebut, rupanya ia
suruh aku bergabung dengan pihak Sin-kie-pang..." pikir
pemuda itu. Dalam hati berpikir demikian, diluaran ia berkata, "Dari
pihak Thong-thian-kauw aku cuma kenal Giok Teng
Hujien seorang, hanya perkenalan itu mendalam maka
tak mungkin bagiku bergabung dengan dirinya, apa lagi
Ang Yap Toojin punya permusuhan dengan diriku,
bergabung dengan pihak Thong-thian-kauw sudah tak
mungkin lagi bagi diriku"
Pek Siau-thian tertawa, selanya, "Hiantit telah
melakukan perjalanan jauh bersama-sama Jin Hian, aku
Iihat hubungan kalian bagaikan sahabat yang intim"
"Kematian Jin Bong sedikit banyak melibatkan pula diri
boanpwee," kata Hoa Thian-hong sambil tertawa ewa,
"Jin Hian bukanlah seorang manusia yang berjiwa besar,
dendam sakit hatinya itu suatu saat pasti akan dibalas,
sekarang boanpwee sudah sadar. ia menahan diriku
selama ini bukan lain adalah menggunakan aku sebagai
umpan untuk memancing kedatangan para jago dari
kalangan lurus hingga bisa berhubungan dengan dirinya,
dan dapat dipergunakan tenaganya."
Pek Siau-thian mengangguk, ujarnya sambil
tersenyum. "Termasuk aku sendiri, pemimpin dari tiga
golongan besar bukanlah manusia baik-baik...."
Hoa Thian-hong tertegun, pikirnya, "Kau berkata
demikian. bukankah itu berarti bahwa pembicaraan yang
berlangsung selama ini hanya omong kosong belaka....."
Sementara kedua orang itu masih berbincang hal yang
tak berguna, tiba-tiba horden tersingkap dan muncullah
Pek Kun-gie serta Hoa In.
Air muka Pek Siau-thian seketika berubah bebat,
tegurnya, "Gie-ji, kenapa kau tak mau dengarkan
perkataanku?""
Dengan kepala tertunduk dan nada sedih Pek Kun-gie
menjawab, "Ayah, kukatakan secara terus terang
kepadanya, dia bukanlah manusia yang gampang dipaksa
oleh ancaman"
Hoa Thian-hong jadi sangat terkejut setelah
mendengar perkataan itu, secara tiba-tiba ia merasa
bahwa urusan yang dihadapinya saat ini jauh lebih serius
daripada apa yang diduganya semula, rasa curiga segera
muncul membuat hatinya jadi tak tenteram.
Rupanya Pek Siau-thian sedang mengalami kesulitan
besar, air mukanya berubah beberapa kali, sambil
mencekal cawan lama sekali dia membungkam dalam
seribu bahasa. Setelah tertegun sesaat tiba-tiba Pek Kun-gie berjalan
ke depan dan duduk disisi Hoa Thian-hong, tanyanya
dengan suara lirih, "Apakah kau telah mempunyai ikatan
perkawinan dengan Chin Wan-hong?"
Perkataan itu diucapkan amat lirih bagaikan bisikanbisikan
nyamuk dan dengan kepala tertunduk rendah2,
tapi bagi Hoa Thian-hong bagaikan guntur membelah
bumi di siang hari bolong sekujur tubuhnya bergetar
keras. Pada saat itulah Pek Siau-thian berbatuk ringan lalu
berkata, "Hiat-tit, marilah kita buka kartu dan berbicara
sekarang terang-terangan"
"Boanpwee akan turut perintah!"
"Perpisahanku dengan istriku sudah merupakan suatu
kejadian yang tak beruntung bagi keluargaku, putri
sulungku Soh-gie difitnah orang dan sekarang putriku
yang bungsu Kun-gie pun menemui persoalan, aku tidak
ingin terjadi sesuatu lagi atas keluargaku."
"Aku dapat memahami kesulitan yang sedang dialami
oleh lo-pangcu!"
"Tapi sayang putriku Kun-gie tak tahu diri, dan ia ingin
menggunakan kedudukannya, muda dan mudi memang
sukar untuk dihindari hal ini harus disalahkan kepada
kami yang jadi orang tuanya tak bisa mendidik secara
baik-baik dimasa yang lalu hingga sekarang jadi
kelabakan sendiri. Sekarang urusan sudah jadi begini,
aku tak bisa menghalangi pun tak bisa memenuhi
harapannya coba hiantit berpikir bila aku tak bisa
selesaikan persoalan ini bukankah orang kangouw akan
mentertawakan ketidakbecusanku?""
Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat, ia tak tahu
apa yang musti dikatakan pada waktu itu.
Urusan ini menyangkut nama baik Pek Siau-thian.
menyangkut pula nama baik Pek Kun-gie, bila sepatah
kata saja Hoa Thian-hong salah berbicara maka dalam
malunya Pek Siau-thian berdua tentu akan berubah jadi
gusar dan mendendam terhadap dirinya.
Untuk beberapa saat lamanya suasana dalam ruangan
itu jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun,
Hoa Thian-hong jadi serba salah dan tak tahu apa yang
musti dikatakan, sedang Pek Kun-gie dengan sepasang
matanya yang jeli menatap terus wajahnya tanpa
berkedip tubuhnya nampak agak gemetar.
Tiba-tiba terdengar Pek Siau-thian berkata kembali,
"Hiantit, urusan sudah jadi begini, bila kau tidak
menampik tawaranku ini dan tidak kecewa dengan
putriku yang jelek aku ingin menjodohkan dirinya
kepadamu" Agaknya untuk mengucapkan beberapa patah kata itu
dia harus mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya,
habis berkata ia menghembuskan napas panjang dan
menyambung lebih jauh dengan suara lemah, "Semula
akupun seorang manusia yang kasar. atas jerih payahku
yang tak kenal lelah akhirnya aku berhasil juga
membangun suatu usaha yang besar seperti hari ini.
Sekarang aku merasa usiaku telah tua sedang keturunan
belum ada, bila hiantit tidak menampik maka aku akan
gunakan perkumpulan Sin-kie-pang ini sebagai mas
kawin dari putriku. asal putriku telah kawin maka akupun
akan berlega hati. Bukankah dengan demikian Hiantit
pun dapat melanjutkan pula keturunan dari keluarga
Hoa?""
Soal perkawinan ini kecuali didasari oleh kecantikan
wajah Pek Kun-gie yang luar biasa serta rasa sayangnya
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terhadap putri sendiri, di samping itu disertakan pula
suatu gertakan yang amat besar.
Hoa Thian-hong yang berada dalam posisi terjepit.
terutama sekali menghadapi keributan dari kelompok tiga
besar, sepantasnya kalau ia terima tawaran itu dengan
serang hati. Hoa In adalah pelayan tua dari tiga keturunan
keluarga Hoa dia sayang majikan mudanya melebihi
sayang pada jiwanya sendiri, ketika mendengar Pek Siauthian
ajukan pinangan jantungnya segera berdebar
keras. Ia merasa dengan asal usul majikan mudanya yang
cemerlang, tidak pantas kalau ia kawin dengan putri
seorang manusia kasar tapi iapun merasa sulit untuk
menganjurkan majikannya menampik mengingat situasi
yang sedang mereka hadapi berbahaya sekali.
Sebaliknya bila dia anjurkan majikannya untuk
menerima pinangan itu, berarti sebuah perkumpulan
besar ada harapan jatuh ke tangan majikannya, dengan
kemampuan dari majikannya itu ia merasa kemungkinan
besar di kemudian hari seluruh kolong langit akan
menjadi milik keluarga Hoa.
Pikir bolak-balik merasa serba salah, untuk beberapa
saat pelayan tua inipun tak tahu apa yang musti
dilakukan. Tiba-tiba Pek Kun-gie menggenggam tangan Hoa
Thian-hong, dengan suara gemetar tanyanya, "Thian
Hong, apakah kau telah mempunyai janji dengan Chin
Wan-hong untuk sehidup semati?""
"Sama sekali tidak......" ia berhenti sejenak, tiba-tiba
sambil berpaling ke arah Pek Siau-thian lanjutnya lebih
jauh, "Aku merasa amat terharu dan berterima kasih
sekali atas perhatian serta kasih sayang dari lopangcu......"
"Sebagai seorang pria sejati hidup sebagai pendekar
mati sebagai pahlawan tiada persoalan yang perlu
dikuatirkan. Hiantit! Kau sebagai seorang jago yang luar
biasa sepantasnya kalau menjawab secara tegas,
menerima atau menampik harap dikatakan secara terus
terang" "Ketika boanpwee hendak meninggalkan rumah tempo
dulu," ujar Hoa Thian-hong dengan tenang, "ibuku telah
menyampaikan beberapa buah urusan kepadaku,
diantaranya adalah melarang aku kawin lebih dulu"
"Kenapa?" sela Pek Kun-gie sambil membelalakkan
matanya dari pihak keluarga Hoa, toh tinggal kau
seorang...."
Hoa Thian-hong tersenyum. "Ibu takut akan
tenggelam dalam kesenangan keduniawian hingga
membuka masa mudaku dengan begitu saja."
"Aku tak pernah terikat dendam permusuhan dengan
keluarga Hoa kalian," terdengar Pek Siau-thian berkata
pula, "sedang ibumu adalah seorang pendekar wanita
aku percaya ibumu tak akan menampik perkawinanmu
dengan putriku.
Hoa Thian-hong adalah seorang pemuda yang amat
berbakti kepada orang tuanya, kata2 dari ibunya itu
sudah melekat dalam2 di hati sanubarinya, sejak terjun
ke dalam dunia persilatan belum pernah ia pikirkan
masalah perkawinannya. Walaupun begitu diapun takut
ucapannya menyakiti Pek Siau-thian berdua, maka
dengan wajah tenang ia melanjutkan, "Soal perkawinan
adalah urusan yang diatur oleh orang tua, biar ibuku
sudah menyanggupi perkawinan ini, tentu saja boanpwee
tak akan menampik!"
"Jadi kalau begitu, hiantit pribadi telah menyetujui
perkawinan ini?"" sambung Pek Siau-thian dengan cepat.
Melengak Hoa Thian-hong setelah mendengar
perkataan itu, ia segera menggeleng dan menjawab,
"Boanpwee sejak terkena racun keji Teratai empedu api,
selama hidup tak bisa beristri dan beranak lagi, dalam
keadaan begini boanpwee tak pernah memikirkan
tentang soal pernikahan, sebab aku tidak ingin merusak
kehidupan gadis manapun akibat dari keadaanku ini"
Apa yang diucapkan olehnya merupakan kenyataan
sekalipun Pek Siau-thian cerdas dan banyak akal tak
urung dibikin gelagapan juga, ia tak tahu apa yang musti
dikatakan dalam keadaan begini.
Pek Kun-gie yang duduk disisi ayahnya jadi teramat
gelisah menyaksikan hal itu, setelah ditunggunya
sebentar namun tidak kedengaran ayahnya buka suara
untuk menanggapi perkataan tadi, ia semakin cemas lagi
sehingga tanpa sadar ia berseru, "Thian Hong, aku juga
bukan seorang perempuan yang terlalu mementingkan
soal-soal sepele, apalagi kita semua merupakan jagojago
yang pernah belajar silat, asal kau tidak menampik
diriku serta memandang rendah aku orang she-Pek,
sekali pun telah menikah suami istri, tetap masih bisa
hidup rukun dan penuh kedamaian, apa sangkut pautnya
keadaan itu dengan racun teratai empedu api yang
mengeram dalam tubuhmu itu?""
Sebagai gadis muda sama sekali belum punya
pengalaman, terhadap arti perkawinan dan hubungan
kelamin pandangannya sangat jauh dan hambar apalagi
api cinta yang berkobar dalam hatinya terhadap diri Hoa
Thian-hong telah merasuk ke tulang sumsum, ucapan
yang dia utarakan keluar semuanya muncul dari hati
sanubari yang murni dan tiada maksud paksaan.
Hoa Thian-hong sendiri masih kabur pandangannya
terhadap persoalan itu, bagi dirinya perkataan yang
diucapkan gadis itu juga dianggap sebagai sesuatu hal
yang biasa dan sama sekali tidak janggal.
Lain halnya dengan Pek Siau-thian yang sudah banyak
pengalaman serta mengerti mendalam akan arti cinta
yang sebenarnya antara lelaki dari wanita, meskipun
cintanya murni namun hubungan badaniahlah yang
mempererat serta memperdalam cinta itu, tanpa berbuat
demikian lama kelamaan cinta itu bakal luntur dan
akhirnya patah. Tentu saja sebagai orang tua dia merasa
agak canggung untuk menjelaskan soal hubungan pribadi
lelaki dan wanita itu kepada putrinya.
Bagaimanapun juga dia adalah seorang jago kawakan
yang banyak pengalaman, setelah berpikir sebentar dia
lantas berkata, "Hiantit, putri dari Pek Siau-thian
bukanlah gadis yang tidak laku untuk dikawinkan dengan
orang lain, jawablah secara terus terang dan terbuka,
andaikata kadar racun Teratai empedu api yang
mengeram di dalam tubuhmu dapat dipunahkan, apa
yang hendak kau lakukan?"
Ragu ragu hati Hoa Thian-hong mendapat pertanyaan
itu, pikirnya di dalam hati, "Enci Wan-hong pernah
melepaskan budi pertolongan terhadap diriku, walaupun
diantara kami tak pernah terikat oleh suatu hubungan
apapun, namun boleh dibilang hati kami sudah bersatu,
andaikata aku punya kesempatan untuk mencari istri dan
menikah sepantasnya kalau kupilih dirinya sebagai
istriku, tapi bagaimana pula dengan tawaran Pek Siauthian
ini" Apa yang musti kau lakukan?"
"Sebagai pria yang amat kuat rasa
kesetiakawanannya, sulit bagi pemuda ini untuk
melupakan setiap kebaikan yang pernah di berikan Chin
Wan-hong terhadap dirinya, tetapi diapun mengetahui
mara bahaya yang setiap saat mengancam jiwanya pada
saat ini, bila jawabannya tepat maka kemungkinan besar
keluarga Hoa akan mengikat hubungan famili dengan
keluarga Pek, sebaliknya kalau dia salah bertindak maka
pertumpahan darah pasti tak akan terhindar, Pek Siauthian
tentu akan memandang dirinya sebagai musuh
besar yang paling dibenci, sedang kehidupan Pek Kun-gie
pun akan ikut hancur di tangannya,"
Berpikir akan seriusnya masalah ini, ia segera bangkit
dan memberi hormat, ujarnya dengan wajah serius,
"Racun keji Teratai empedu api adalah racun yang tak
mungkin bisa dipunahkan. tiada kemungkinan bagiku
untuk terbebas dari pengaruh racun ini, karenanya
terhadap masalah perkawinan yang merupakan masalah
besar boanpwee harap kita bisa berbicara sesuai dengan
kenyataan, omong kosong hanya akan mencelakai orang
lain serta mencelakai diri sendiri. Aku harap Lo-pangcu
suka mempertimbangkan masak-masak tentang
persoalan ini, janganlah disebabkan salah bertindak
mengakibatkan semua orang ikut menderita."
Pek Siau-thian tidak berputra dan belum pernah
menerima murid, terhadap diri Hoa Thian-hong boleh
dibilang dia memandang tinggi dan serius, apa daya
persoalan ini menyangkut kebahagiaan hidup putrinya
sepanjang masa karena itu dalam keadaan begini
terpaksa ia musti lakukan segala sesuatu apapun dengan
harapan bisa memaksa pemuda itu menuruti
keinginannya. "Ayah!" terdengar Pek Kun-gie berseru, "kau orang tua
jangan terlalu memaksa dirinya, akupun tidak terburu
nafsu untuk menikah. biarlah aku menunggu tiga sampai
lima tahun lagi ...."
"Seandainya ada orang hendak mencelakai jiwanya,
apakah kau dapat berpeluk tangan belaka membiarkan
dia mati terbunuh?"" seru Pek Siau-thian dengan suara
dingin. "Tentang soal itu aku harap Lo-pangcu tak usah
merisaukan diri," tukas Hoa Thian-hong dengan cepat,
"boanpwee telah menyerahkan nasibku atas pengaturan
takdir, aku tidak akan menyusahkan diri kesayanganmu".
"Itu toh menurut jalan pemikiranmu, kalau dia akan
mencampuri urusanmu itu apakah kau mampu untuk
menghalangi atau mencegahnya?""
"Sekalipun putri bakal mati, tak nanti aku
menyusahkan ayah!" ujar Pek Kun-gie.
Pek Siau-thian mendengus dingin.
"Hmm! pendapat seorang bocah cilik seandainya ada
orang hendak membinasakan dirimu, kau anggap aku
bisa berpeluk tangan belaka menyaksikan kau dijagal
orang?" Dalam hati Pek Kun-gie merasa amat sedih, namun
sambil menekan perasaan pedih itu di dalam hati katanya
terhadap diri pemuda itu, "Thian Hong, kau harus ingat
bahwa Jin Hian adalah manusia licik yang sangat
berbahaya, melakukan perjalanan bersama dia cepat
atau lambat pasti akan terbokong olehnya, lebih baik kau
tak usah kembali kesana berdiamlah saja di tempat ini".
"Dlsitu masih ada dua orang cianpwee yang sedang
beristirahat, jika aku tidak kembali, rasanya aku akan
kehilangan rasa hormatku sebagai angkatan yang lebih
muda......"
Habis berkata ia putar badan dan segera mohon diri
kepada diri Pek Siau-thian.
Ketua dan perkumpulan Sin-kie-pang itu sama sekali
tidak menahan dirinya, ia segera mengantar tamunya
keluar dari ruang perahu.
Pek Kun-gie bagaikan burung kecil yang jinak
menempel terus disisi badan Hoa Thian hingga sampai ke
atas daratan mereka hanya saling berpandangan belaka
dengan mulut membungkam, banyak persoalan yang
hendak mereka bicarakan namun siapapun tak tahu musti
berbicara dari mana lebih dahulu
Hoa Thian-hong terburu-buru hendak tinggalkan
tempat itu, setelah termenung sebentar akhirnya ia
berseru, "Nona Pek...."
"Apakah kau musti memanggil diriku dengan sebutan
nona Pek?"" sela Pek Kun-gie dengan nada yang murung
bercampur sedih.
Hoa Thian-hong menghela napas panjang, bisiknya
lirih, "Sejak jaman dahulu orang yang terlalu romantis
akan berakhir dengan rasa kebencian kau adalah
manusia cerdik, janganlah di sebabkan soal sepele
menyebabkan masa mudamu hilang dengan begitu saja,
di kemudian hari kau akan merasa menyesal karena
sikapmu itu"
Pek Kun-gie menggeleng. "Aku telah membuat jaring
untuk membelenggu diriku apa daya?" Aku tidak bisa
berbuat apa-apa lagi"
Dengan murung bercampur sedih Hoa Thian-hong
menghela napas panjang ia termenung beberapa saat
lamanya, akhirnya sambil mengempos semangatnya
berkata, "Dewasa ini banyak masalah dunia persilatan
yang sedang terjadi tiada waktu bagiku untuk mengurusi
soal cinta serta hubungan pribadi antara muda dan mudi,
ambillah keputusan buat dirimu sendiri! andaikata aku
sampai mengecewakan dirimu janganlah salahkan kalau
aku tak kenal budi..."
Bicara sampai disitu ia segera putar badan dan berlalu
dari situ. Rasa cinta yang bersemi dalam tubuh Pek Kun-gie
telah berkembang biak, ia tak mungkin bisa disadarkan
hanya dengan sepatah dua patah kata belaka, dengan
termangu-mangu ia berdiri menjublek di tempat semula,
sorot matanya memancarkan kebingungan serta
kebodohan.........
Oh Sam sejak semula telah menunggu disitu, ia segera
menuntun kuda bagi pemuda itu Hoa Thian-hong berdua
dengan cepat loncat naik ke atas punggung kuda dan
melarikannya menuju ke arah kota.
Ketika hampir tiba di pintu kota, tiba-tiba tampaklah
Ciong Lian-khek sambil membawa Chin Giok-liong serta
Bong Pay menyongsong kedatangannya dari arah depan,
Hoa Thian-hong segera meloncat turun dari kudanya
sambil berkata, "Cianpwee, sungguh kebetulan sekali
kedatanganmu, boanpwee punya rencana untuk
berangkat lebih dahulu ke kota Leng An, aku ingin pulang
ke rumah untuk menyampaikan hal ini kepada cianpwee
sekalian"
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
JILID 19: Perubahan sikap Chin Pek Cuan
"EEI...... situasi pada saat ini sangat tegang dan kritis
sekali, mau apa kau berangkat lebih dahulu ke kota Leng
An?" tegur Ciong Lian-khek dengan nada tercengang.
"Sikap perkumpulan Hong-im-hwie serta Sin-kie-pang
misterius dan tidak terbuka pihak Thong-thian-kauw
tetap tenang dan tidak menggerakkan tentaranya, hal ini
merupakan suatu keadaan yang tidak umum dan luar
biasa sekali, boanpwee punya rencana untuk berangkat
lebih dahulu ke kota Leng An guna melihat keadaan, di
samping berusaha pula untuk menemukan pembunuh
dari Jin Bong, dari pada andaikata terjadi perubahan
yang tak terduga kita semua jadi kelabakan dibuatnya."
"Apa yang kau maksudkan sebagai perubahan yang
tak terduga?" tanya Ciong Lian-khek dengan alis
berkerut, tindakanmu yang lupa akan tugas dan
memikirkan masalah lain yang sama sekali tak ada
gunanya untuk menyelidiki sang pembunuh, apakah
bertujuan untuk mendapatkan pedang mas itu?"
"Dalam pembicaraan yang berlangsung barusan, Pek
Siau-thian telah memberi bisikan kepadaku, katanya
kemungkinan besar perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-imhwie
serta Thong-thian-kauw akan bersatu padu kembali
untuk bersama-sama menghadapi kekuatan kaum
pendekar kalangan lurus yang mulai menghimpun
kembali itu. Jika peristiwa ini sampai terjadi maka kita
semua bakal mati konyol dan bercerai berai, Oleh sebab
itulah boanpwee ingin melakukan penyelidikan lebih
dahulu untuk mengetahui siapakah pembunuh dari Jin
Bong serta membongkar persoalan ini, sekalipun Jin Hiat
punya watak seperti kura2 dalam keadaan begini dia
tentu akan berusaha untuk membalaskan dendam bagi
kematian puteranya, asal kekuatan tiga partai telah
terpecahkan itu berarti pihak kita akan memperoleh jalan
kehidupan!"
Sebenarnya bagaimana hubunganmu dengan pihak
perkumpulan Sin-kie-pang?" tegur Ciong Lian-khek
dengan wajah murung.
Pek Siau-thian mengajukan tawaran kepadaku untuk
menikah dengan putrinya, tetapi telah boanpwee tolak
dengan menemukan kesulitan sesungguhnya yang
sedang kuhadapi.
"Aaai... kalau bukan berbesan tentu bermusuhan
apakah kalian telah bentrok satu sama lainnya?"
Hoa Thian-hong menggeleng.
"Rasa cinta Pek Kun-gie yang berakar sukar
dilenyapkan dalam waktu singkat, Pek Siau-thian sendiri
sebenarnya ingin menarik diriku berpihak kepadanya,
tetapi berhubung dalam tubuh boanpwee masih
mengandung racun jahat ia merasa tidak lega untuk
benar-benar mengawinkan putrinya kepada boanpwee,
karena rumitnya persoalan inilah membuat ia tak
sanggup mengambil keputusan... dan boanpwee pun
segera mohon pamit dalam keadaan begitu.
"Cukat racun Yau Sut adalah manusia yang paling
lihay, apakah bangsat cilik itu ikut berbicara?"
"Sewaktu berada ditepi sungai Hoang-hoo tahun
berselang, ia pernah turun tangan keji terhadap
boanpwee sehingga memaksa aku harus menelan Teratai
Racun Empedu api untuk bunuh diri dalam pertemuan
tadi Pek Siau-thian tidak mempertemukan diriku dengan
manusia she-Yau itu!"
Ciong Lian-khek mengangguk, setelah termenung
beberapa saat lamanya dia berkata kembali. "Kota Leng-
An merupakan basis pertahanan yang paling kuat dari
pihak perkumpulan Thing Thian Kauw, terutama sekali
dalam keadaan begini seluruh jago lihay dari
perkumpulan itu sudah berkumpul disana, andaikata kau
ingin pergi ke situ lebih dahulu aku rasa lebih baik kita
berangkat bersama-sama"
Hoa Thian-hong segera tertawa. "Boanpwee ada
maksud menghubungi Giok Teng Hujien lebih dahulu jika
terlalu bayak yang pergi bukan saja kurang leluasa
bahkan tindakan kita ini mungkin akan mencurigakan hati
Jin Hian" Walaupun pemuda ini hanya seorang angkatan muda
belaka tetapi justru dialah pemimpin dari himpunan
kekuatan diluar tiga kekuatan besar dalam dunia
persilatan kendati Ciong Lian-khek sekalian adalah para
orang gagah yang sudah lanjut usia namun semangat
jantan mereka dimasa lampau telah hilang lenyap sama
sekali, kemunculan mereka pada saat inipun tidak lain
karena merasa tak tega membiarkan pemuda itu
melakukan perjuangan seorang diri.
Karena itulah tanpa sadar Hoa Thian-hong telah
dipandang sebagai otak serta pemimpin mereka, dalam
menghadapi masalah besar ataupun kecil kebanyakan
mereka tidak kukuh dalam pendirian dan lebih banyak
menuruti rencananya,
Terdengar Bong Pay berseru, "Dalam perkumpulan
Thong-thian-kauw tak terdapat seorang manusia
baikpun, tindak tanduk Giok Teng Hujien tidak beres dan
namapun tidak punya, dia merupakan manusia yang
paling berbahaya Hiat-te, yang paling keji di kolong langit
adalah hal perempuan, kau musti selalu waspada untuk
menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan!"
"Terima kasih atas petunjuk dari toako"
"Aku sedang memperingatkan kepadamu siapa. yang
memberi petunjuk?" sela Bong Pay dengan mata melotot
Hoa Thian-hong tersenyum, dia menjura ke arah tiga
orang itu, sambit tinggalkan kudanya dan melanjutkan
perjalanan dengan berjalan kaki pemuda itu lari menuju
ke dalam kota. Hoa In telah berhasil merubah tabiat dari majikan
mudanya ini, dia tahu setelah pemuda itu mengambil
keputusan sulitlah baginya untuk merubah keputusannya
itu, maka diapun tidak banyak bicara dengan cepat
pelayan tua ini menyusul di belakangnya.
Malam itu juga Hoa Thian-hong berdua melanjutkan
perjalanannya menuju ke selatan, tidak sampai satu hari
mereka telah tiba diluar kota Leng An.
Hoa In adalah jago kawakan, dia tahu markas besar
dari perkumpulan Thong-thian-kauw bernama 'It-goankoan'
dan letaknya berada di keresidenan Chee-Thong,
kuil It-goan-koan dalam kota Leng-An tidak lain adalah
markas dari sektor atas.
Maka dia lantas mengajak Hoa Thian-hong masuk ke
dalam kota lebih dahulu untuk mencari penginapan dan
beristirahat. Kuil It-goan-koan markas besar
perkumpulan Thong-thian-kauw terletak di atas sebidang
tanah yang luasnya mencapai ribuan bau, bukan saja
luas sekali bangunan lotengpun bersusun2 dengan
rapatnya, bangunan itu bukan saja kokoh bahkan
nampak begitu megah dan melebihi keraton kaisar di ibu
kota. Kentongan kedua baru saja lewat, dua sosok
bayangan manusia nampak berkelebat ke tempat
kegelapan dibawah tembok pekarangan, kedua orang itu
bukan lain adalah Hoa Thian-hong serta Hoa In.
Hoa In mencabut keluar pedang baja yang terselip di
pinggangnya, lalu berbisik lirih, "Ilmu meringankan tubuh
yang dimiliki Siau Koan-jin belum mencapai taraf
kesempurnaan, andaikata jejakmu ketahuan oleh pihak
lawan berusahalah sedapat mungkin cepat-cepat
mengundurkan diri dari bangunan kuil ini, daripada kita
harus bertempur di dalam kuil dan terjebak dalam
kepungan yang terlalu tangguh"
Hoa Thian-hong mengangguk, setelah menyelipkan
pedang baja itu di pinggangnya ia segera meloncat
masuk kebalik tembok pekarangan.
Hoa In berebut berjalan di depan, ia berkelit ke kiri
mengigos ke kanan, akhirnya sampailah ditengah-tengah
sebuah ruang istana yang besar, ketika memasuki
ratusan tombak jauhnya kemudian dengan cepat mereka
temukan disetiap sudut bangunan itu terpencar
penjagaan yang sangat ketat, toojin bersoren pedang
melakukan perondaan di sekitar sana dan cahaya lampu
menyinari setiap sudut ruangan membuat tempat
menjadi terang benderang.
Walaupun ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Hoa
Thian-hong berdua cukup lumayan,tak urung dibikin
kesulitan juga oleh situasi tersebut, setiap saat
kemungkinan besar jejaknya ketahuan.
Dengan enteng kedua orang itu menyusup ke balik
sebuah hioloo besar yang tingginya melebihi manusia,
dari situ sorot mata mereka dengan tajam mengawasi
keadaan di sekelilingnya untuk menantikan kesempatan
baik guna maju lebih ke depan.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang, lima orang toosu cilik berjubah
merah yang menyoren pedang pendek di punggungnya
dan berusia antara empat lima belas tahun munculkan
diri dari sudut tikungan sebelah kanan.
Dari langkah kaki serta sorot mata yang tajam dari
kelima orang toosu cilik itu bisa ditarik kesimpulan bahwa
ilmu silat mereka lihay sekali sementara Hoa Thian-hong
masih tertegun menyaksikan keadaan tersebut, disisi
telinganya terdengar suara Hoa In yang lembut bagaikan
suara nyamuk berkumandang datang, "Kekuatan yang
dimiliki lima orang bocah cilik itu luar biasa sekali.
mereka mampu menandingi empat orang pengawal
pribadi golok emas dari Jin Hian!"
Kembali terdengar suara langkah manusia yang lirih
berkumandang datang, dari arah lain muncul pula lima
orang toosu cilik dan berbelok ke arah samping kiri.
"Bocah-bocah cilik itu bertugas melakukan patroli di
sekitar ruang kuil ini" bisik Hoa In kembali, "hanya tidak
kuketahui berapa banyak jumlah mereka!"
Tenaga dalam yang dimiliki Hoa Thian-hong belum
berhasil mencapai pada puncak ia tak berani buka suara
dan terpaksa hanya mengangguk belaka, pikirnya, "Giok
Teng Hujien menyebut kedudukannya sebagai
pengontrol pusat dari kesepuluh sektor, kedudukannya
pasti tidak rendah. Entah dia memiliki tempat kediaman
yang pasti atau tidak?"
Tiba-tiba Hoa In ulapkan tangannya sambil enjotkan
badan dan melayang sejauh puluhan tombak dari tempat
semula, Hoa Thian-hong segera mengepos tenaga dan
buru-buru mengejar dari belakang mereka berdua
dengan andalkan nyali yang besar serta kepandaian yang
tinggi kembali menyusup masuk ke dalam ruang tengah
melewati penjagaan yang amat ketat itu.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, kedua orang
itu berhasil melewati ruang tengah dengan penjagaan
yang amat ketat tadi tampak diluar ruangan sunyi senyap
tak nampak sesosok bayangan manusiapun, dengan
perasaan kecewa mereka segera berkelebat menuju ke
belakang kuil disisi halaman.
Suara langkah kaki manusia kembali berkumandang
datang, buru-buru kedua orang itu menyembunyikan diri
ke tempat kegelapan, tampak dua orang toosu cilik
berjalan di depan, di belakangnya mengikuti seorang
kakek berkerudung hitam dengan langkah kaki yang
enteng. Di belakang tubuh kakek berkerudung tadi mengikuti
pula seorang manusia orang itu berperawakan kurus kecil
dan bentuknya mirip beruk, seperti halnya dengan sang
kakek di depan, diapun mengenakan kain kerudung
hitam di atas wajahnya. Biji mata yang nampak dari luar
memancarkan cahaya tajam yang menggidikkan hati.
Keempat orang itu berjalan masuk dari kuil depan,
dengan mengikuti lorong kecil langsung menuju ke arah
kuil belakang. Ketika lewat di depan Hoa Thian-hong
berdua, pemuda itu mengamati beberapa saat tubuh
kakek berkerudung yang ada di paling depan itu, dia
merasa sikapnya yang gagah serta bentuk tubuhnya
yang kekar seolah-olah pernah dikenal olehnya hanya
untuk beberapa saat tak teringat olehnya siapakah orang
itu. Setelah keempat orang itu lewat. Hoa In segera
memberi tanda bersama-sama Hoa Thian-hong mereka
menguntit dari tempat kejauhan, setelah melewati
sebuah ruang besar lagi sampailah mereka dihadapan
sebuah ruang tamu yang lebar cahaya lampu menyinari
seluruh ruang tadi hingga nampak terang benderang,
dibawah pohon diluar ruangan berdiri sejajar sepuluh
orang toojin berusia pertengahan yang menyoren pedang
di punggungnya Di dalam ruang tamu itu pada dinding sebelah
belakang tersedia meja sembahyang. Di atas meja
sembahyangan berdiri sebuah arca berbaju emas yang
tingginya mencapai beberapa tombak, semuanya
merupakan toosu-toosu yang berwajah agung.
Dibawah meja sembahyang terdapat sederetan kasur
untuk semedi, di atas kasur semedi tadi duduklah tiga
orang toosu tua, mereka semua memakai kopiah
kebesaran dengan jubah berlambangkan Pat kwa emas,
jenggot panjang terurai sepanjang dada dengan di
tangannya memegang sebuah senjata kebutan di
belakang mereka masing-masing berdiri seorang toosu
cilik yang memegang sebilah pedang pusaka.
Berhubung jaraknya amat jauh Hoa Thian-hong tidak
sempat menangkap suara pembicaraan di dalam ruang
itu, baru saja ia hendak menyusup maju lebih ke depan
tiba-tiba Hoa In menarik tangannya sambil berbisik,
"Toosu tua yang duduk di tengah ruangan itu bernama
Thian Seng-cu, dia adalah seorang jago lihay yang
berasal satu perguruan dengan Thian Ik-cu ketua
perkumpulan Thong-thian-kauw, lebih baik kita jangan
bergeser terlalu dekat, hati-hati kalau jejak kita sampai
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketahuan" "Apakah kau dapat menangkap suara pembicaraan
mereka?" "Siau Koan-jin tak perlu gelisah, biarlah kuheningkan
cipta dan pusatkan pikiran mungkin saja pembicaraan
mereka bisa kutangkap!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung kakek
berkerudung itu sudah dipersilahkan masuk ke dalam
ruangan, setelah memberi hormat dengan Thian Seng-cu
sekalian dia pun duduk di atas kasur untuk semedi,
sedangkan pria kurus kecil yang mirip beruk tadi hanya
berdiri saja dibelakang kakek itu, rupanya dia adalah
pembantu orang tadi.
Setelah masing-masing pihak saling mengucapkan
beberapa patah kata rendah, mendadak Thian Seng-cu
merogoh ke dalam sakunya dan mengambil keluar
sepucuk surat yang mana segera diterima oleh kakek
berkerudung tadi.
Kakek itu segera menyimpan surat tersebut ke dalam
saku. setelah berbicara beberapa patah kata dengan
Thian Seng-cu tiba-tiba dia angkat kepala dan
melepaskan kain kerudung hitam yang menutupi
wajahnya. Hoa Thian-hong yang dapat melihat pula raut wajah
orang itu segera merasa terkejut, hampir saja ia menjerit
saking kagetnya.
Ternyata kakek berkerudung hitam itu bukan lain
adalah ayah dari Chin Giok-liong serta Chin Wan-hong
Telapak pasir emas Chin Pek-cuan dari kota Kengciu.
Hoa Thian-hong merasa terkejut bercampur curiga,
otaknya berputar keras berusaha untuk memecahkan
kecurigaannya itu, tetapi ia tak berhasil mendapat
jawabannya, ia tak tahu apa sebabnya Chin Pek-cuan
bisa tiba di tempat itu, bahkan wajahnya berkerudung
dan tingkah lakunya misterius sekali, kalau ditinjau
keadaannya jelas ia sedang melakukan suatu tugas yang
dibebankan kepadanya.
0000O0000 Hoa Thian-hong hanya dapat melihat orangnya tak
dapat mendengar suaranya, ia merasa gelisah sekali dan
berulang kali menoleh ke arah Hoa In dengan harapan
pelayan tuanya bisa. memberi keterangan.
Tetapi Ketika itu Hoa In sendiripun picingkan matanya
dengan alis berkerut, kalau ditinjau keadaannya nampak
diapun dibikin bingung oleh keadaan di depan mata.
Lama kelamaan Hoa Thian-hong tak kuat menahan
diri, segera bisiknya dengan suara lirih, "Loo-ting itu
adalah Chin Pek-cuan dari kota Keng-ciu kau kenal tidak
dengan dirinya?"
Hoa In mengangguk tanda kenal."Apa yang mereka
bicarakan?"
"Rupanya Chin Lo-ji telah menggabungkan diri dengan
pihak perkumpulan Sin-kie-pang, dia mendapat tugas
dari Cukat racun Yau Sut datang kemari. Rupanya orang
she-Yau itu telah berkhianat dan mencari persekongkolan
dengan pihak luar, mereka sering kali mengucapkan
kata-kata "menyerang diluar dugaan" hasil dibagi sama
rata, hanya tidak kuketahui dia mengajak pihak Thongthian-
kauw untuk bersama-sama menyerang Hong-imhwie,
ataukah bekerja sama untuk memberontak di
dalam tubuh perkumpulan Sin-kie-pang sendiri...."
"Situasi dalam dunia persilatan dewasa ini benar-benar
luar biasa berbahayanya" pikir Hoa Thian-hong di dalam
hati" Entah apa sebabnya Chin Pek-cuan bisa bergabung
dengan Yau Sut" pihak Hong-im-hwie telah bersepakat
dengan perkumpulan Sin-kie-pang untuk bekerja sama
melenyapkan Thong-thian-kauw, namun secara diamdiam
mereka sendiripun berusaha main setan, keadaan
begini justru malah menguntungkan pihak Thong-thiankauw
yang mengadu domba dari tengah dan menjadi
nelayan beruntung yang menunggu hasil"
Tiba-tiba tampak Chin Pek-cuan mengenakan kembali
kain kerudung hitamnya, setelah mengucapkan beberapa
patah kata dengan Thian Seng-cu ia segera bangkit
berdiri dan mengundurkan diri dari situ.
Pria kurus kecil yang menyerupai beruk itu masih tetap
mengikuti dibelakang tubuhnya, sedang dua orang toosu
cilik berbaju merah tadi berjalan dipaling depan.
Hoa In jago pengalaman yang teliti dalam setiap
gerakan, dia tidak ingin menyaksikan majikan mudanya
menempuh bahaya, maka ditunggunya sampai Chin Pekcuan
sekalian lewat lebih dahulu kemudian baru berbisik,
"Siau Koan-jin, jago lihay di dalam kuil ini banyak tak
terhitung jumlahnya, tujuan dari kedatangan kita kali ini
adalah mencari Giok Teng Hujien, aku rasa lebih baik kita
tak usah berkeliaran secara membabi buta sehingga
kemungkinan besar kita akan menemui bahaya ditangkap
atau terkepung...."
Hoa Thian-hong sendiripun merasa pula tegang serta
seriusnya keadaan ketika itu, dia mengangguk. "Baiklah,
kita selidiki dahulu persoalan dari Chin Pek-cuan. Besok
baru kita selidiki lagi tempat tinggal dari Giok Teng
Hujien" Hoa In jadi amat kegirangan. dengan melalui jalan
semula mereka segera mengundurkan diri keluar dari kuil
tersebut. Mereka berdua ngeloyor keluar lewat sisi ruangan
kemudian lari ke pintu kuil dan dari sana
menyembunyikan diri ke sudut gelap dekat dinding
perkampungan, dari sana mereka lihat Chin Pek-cuan
serta pria kurus kecil seperti beruk itu sudah naik ke atas
kuda dan lari menuju ke arah kota Leng An.
"Bila aku lakukan pengejaran pada saat ini, jejak kami
pasti ketahuan" pikir Hoa Thian-hong dalam hati,
"baiklah biar kutunggu sebentar lagi"
Rupanya Hoa In sendiripun berpendapat demikian
pula, mereka berdua segera berdiam diri beberapa saat
lamanya. Menanti derap kaki kuda sudah menjauh dan kedua
orang toosu cilik berbaju merah itu sudah masuk kembali
ke dalam kuil mereka baru berangkat melakukan
pengejaran. Dengan kecepatan gerak mereka berdua, sekalipun
kuda jempolan dalam waktu singkat berhasil pula disusul
oleh mereka. Setelah mengejar beberapa saat lamanya telinga
mereka dapat menangkap suara derap kuda jauh
disebelah depan sana, Hoa Thian-hong merasa
semangatnya berkobar. Ia segera mengerahkan
tenaganya lebih besar dan mengejar lebih cepat lagi.
"Kita hanya berusaha merampas surat ataukah
menangkap sekalian dengan orangnya?" tiba-tiba Hoa In
bertanya. Hoa Thian-hong termenung sejenak, kemudian
jawabnya, "Biarlah kujajaki dahulu jalan pikiran mereka,
kemudian kita baru bertindak!"
"Bukankah hubungan Siau Koan-jin dengan putrinya
erat sekali?" tanya Hoa In sambil tersenyum.
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong. "Enci
Wan-hong sangat baik terhadap diriku, Chin toako-pun
orang baik. sedang Chin Pek-cuan dahulu merupakan
seorang ksatria yang gagah perkasa, entah apa sebabnya
sekarang malah berkomplot dengan Yau Sut manusia
licik itu?"
"Lain dulu lain sekarang dewasa ini dunia adalah milik
kaum laknat dari golongan hitam, mencari perlindungan
terhadap keselamatan sendiri pada pihak yang kuat
sudah menjadi kebiasaan setiap orang"
"Aaah.. duduk perkara yang sebenarnya toh belum
kita ketahui, janganlah kita menuduh orang secara
sempurna," kata Hoa Thian-hong.
Mendengar perkataan itu Hoa In segera berpikir,
"Pastilah Siau Koan-jin amat mencintai nona itu, maka ia
selalu berusaha untuk melindungi bapaknya"
Berpikir demikian, dengan wajah serius ia lantas
berkata, "Seandainya Chin-lo-ji benar-benar sudah
berubah perangainya, lebih baik Siau Koan-jin jangan
berhubungan dengan putrinya, dan jangan Kau gubris
pula putri dari Pek Siau-thian"
Hoa Thian-hong tersenyum, tiba-tiba ia temukan
bahwa tembok kota sudah berada diambang pintu,
dengan cepat ia hentikan langkah kakinya sambil
berkata, "Tunggu sebentar, coba kita lihat apakah
mereka masuk ke dalam kota atau tidak"',
Terlihatlah Chin Pek-cuan serta pria berbadan kurus
kecil yang menyerupai beruk itu memutar haluan,
mereka melarikan kuda tunggangannya menuju ke arah
utara. Hoa Thian-hong siap melakukan pengejaran, tetapi
sebelum ia sempat bergerak tiba-tiba dari atas tembok
kota melayang turun tiga sosok bayangan manusia. dan
segera mengejar dibelakang orang she Chin itu.
Setelah menanti sejenak kemudian. Hoa Thian-hong
hendak melakukan pengejaran tetapi dari sudut tembok
kota kembali menyusup keluar sesosok bayangan
manusia. bagaikan segulung asap ringan orang itu
segera menyusul dari belakang mereka bertiga.
Hoa Thian-hong gelengkan kepalanya. ia menunggu
sampai orang terakhir itu sudah mencapai kejauhan
ratusan tombak baru mulai mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya dan tanpa mengeluarkan sedikit
suarapun mengejar dari belakang.
"Aaai... jaman sekarang benar-benar sudah mendekati
jaman edan" gumam Hoa In dengan suara lirih, "di
mana-mana yang dijumpai hanya persoalan yang
membingungkan dan tidak diketahui ujung pangkalnya"
"Manusia dari kalangan hitam telah terbagi jadi tiga
kekuatan besar ditambah. pula kita manusia
gentayangan yang tercerai berai membuat suasana
bertambah kacau, banyak orang melakukan tindakan
pagar memakan tanaman tentu saja jamannya semakin
berubah mendekati jaman edan
"Seandainya kita berhasil menemukan rahasia pribadi
dari Yau Sut, perlukah kita bongkar rahasia itu?"
Hoa Thian-hong berpikir sebentar, kemudian jawabnya
sambil tertawa, "Seandainya kita benar-benar berhasil
menangkap basah rahasia pribadinya, maka Yau Sut
tidak akan disebut sebagai Cukat racun lagi"
Dia menghela napas panjang, setelah termenung
sebentar terusnya, "Kau tidak punya kesabaran sedang
pikiranku kurang cermat, semua perbuatan kita dimasa
lampau harus dirubah kalau tidak maka urusan besar tak
mungkin bisa kita selesaikan!"
Tiba-tiba suara derap kaki kuda disebelah depan
kedengaran amat kacau, disusul ringkikan kuda serta
bentakan gusar berkumandang datang.
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa terkejut, ia segera
menatap tajam ke arah depan, tampaklah bayangan
manusia disebelah depan itu laksana kilat berkelebat
beberapa kali ke muka dan seketika itu juga jejaknya
lenyap tak berbekas.
"Kita telah berjumpa dengan jago lihay kelas satu!"
bisik Hoa In dengan wajah agak berubah, "Mari kita
tengok dulu kemudian baru mengambil keputusan!"
Kedua orang itu berputar ke sisi kiri dan diam-diam
menyusup ke depan, setelah bersembunyi dibelakang
sebatang pohon pendek terlihatlah ketika itu Chin Pekcuan
serta pria seperti beruk itu telah loncat turun dari
kudanya, dihadapan mereka berdiri tiga orang kakek baju
hitam, pakaian mereka merupakan pakaian ringkas dan
di pinggang tersoren senjata tajam.
Sinar mata Hoa Thian-hong dengan tajam menyapu
sekejap sekeliling tempat itu, ia berusaha mencari
tempat persembunyian dari orang lihay tadi, namun
walaupun sudah dicari setengah harian belum ditemukan
juga. Terdengarlah Chin Pek-cuan dengan suara gusar
membentak keras, "Apa maksud kalian mengejar diriku"
dalam biji mata yang bersih tak ada pasirnya, kalau ada
urusan katakanlah sejujurnya"
Kakek baju hitam yang berada di tengah mendengus
dingin. "Hmm! Melakukan perjalanan dengan wajah
berkerudung merupakan pantangan terbesar dalam
dunia persilatan, lo-yamu ingin melihat raut wajahmu
yang sebenarnya agar bisa menambah pengetahuan!"
"Haaah....baaah..... haaah..... kau menyebut diri
sebagai Lo-ya, rupanya bajingan-bajingan dari
perkumpulan Sin-kie-pang!"
Kakek baju hitam itu tertawa dingin. "Heeh... heeh...
heeh... heeeh ... tua bangka sialan! rupanya kau seorang
jago kawakan juga. Tidak salah! Kami tiga orang lo-ya
adalah pelindung hukum dari perkumpulan Sin-kie-pang,
kau hendak turun tangan sendiri ataukah lo-ya mu yang
harus mewakili dirimu?"
"Hmmm, sudah banyak tahun aku tak pernah
menjagal anjing" ejek Chin Pek-cuan dengan nada
menghina, "Bila kau merasa usiamu terlalu panjang,
maju sajalah! akan kulayani keinginanmu itu."
Bentakan keras berkumandang memecahkan
kesunyian, kakek baju hitam yang ada disebelah kiri
menerjang maju ke depan, lengannya berkelebat dan
mencakar wajah orang she Chin itu.
Chin Pek-cuan mendengus dingin. kaki kirinya mundur
setengah langkah ke belakang diikuti telapaknya diayun
dan langsung menghantam kemuka.
"Ooooh.... kiranya berlatih ilmu Kim-see-ciang. luar
biasa juga tenaga dalamnya!" seru kakek yang pertama
tadi. Sementara perkataan itu diucapkan, dua orang dalam
gelanggang telah saling bertempur empat jurus lebih,
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
angin pukulan menderu-deru dan pertarungan
berlangsung dengan serunya.
"Chin Pek-cuan melakukan pekerjaan atas dasar
perintah rahasia dari Cukat beracun Yau Sut. tetapi
sekarang ia bergebrak pula dengan para jago dari Sinkie-
pang, itu berarti yang dilakukan olehnya adalah
urusan pribadi Yau Sut sendiri!" pikir Hoa Thian-hong.
Terdengar Hoa In berbisik dengan suara lirih,
"Rupanya ilmu silat yang dimiliki Chin Pek-cuan telah
memperoleh kemajuan yang pesat!"
Hoa Thian-hong tersenyum. "Makin tingkat usianya,
makin cekatan hidup seorang manusia, hal itu sudah
jamak!" Sementara itu Chin Pek-cuan telah menerjang maju ke
depan. secara beruntun dia lancarkan delapan sembilan
jurus serangan, kakek baju hitam tadi terdesak hebat
dan tak mampu mempertahankan diri, membuat dia
harus kirim satu pukulan untuk menyambut serangan
tersebut dengan keras lawan keras
Ploook....pukulan Kim-see-ciang yang dilatih Chin Pekcuan
dengan sempurnanya itu berhasil menghajar telak
tubuh lawan. Dalam keadaan begini tentu saja kakek baju hitam itu
tak mampu pertahankan diri, ia mendengus berat dan
tubuhnya terpental sejauh satu tombak dari tempat
semula persendian tulang kanannya terlepas dan separuh
tubuhnya kontan jadi kaku.
Menyaksikan rekannya terluka kakek baju hitam yang
buka suara tadi jadi amat gusar. ia membentak sambil
ayunkan tangan kirinya ke depan. Sekilas cahaya
keemas-emasan berputar bagaikan roda dan meluncur ke
arah batok kepala Chin Pek-cuan dengan kecepatan
bagaikan kilat.
Chie Pek Cuan adalah jago kawakan yang
berpengalaman luas, mendengar deruan angin tajam
yang meluncur datang ia segera mengetahui bahwa
serangan tak boleh disambut dengan kekerasan, ia
merandek dan menyusup ke arah samping.
Cahaya emas yang menyilaukan mata....memenuhi
seluruh angkasa, dari samping....kiri kanan depan
maupun belakang serentak meluncur datang roda2 emas
yang tajam. Chin Pek-cuan mendengus dingin, sepasang bahunya
bergeser dan menggunakan suatu gerakan yang manis ia
berhasil melepaskan diri dari serangan gabungan
keempat buah roda emas itu, telapaknya diayun dan
secepat kilat ia balas mengirim satu pukulan gencar ke
arah kakek yang menyerang dengan roda emas tadi.
Diam-diam Hoa Thian-hong bersorak memuji. pikirnya,
"Sejak meninggalkan kota Keng-ciu. rupanya ia telah
mendapat pendidikan ilmu dari orang lihay!"
Terdengar Hoa In berbisik lirih, "Chin Pek-cuan
kekurangan serangkaian ilmu pukulan yang dahsyat,
kalau tidak niscaya ia sudah berhasil angkat nama dan
menjadi jago Bu-lim yang disegani orang"
Dalam hati Hoa Thian-hong juga berpendirian
demikian. ia mengangguk tanda membenarkan.
Sementara itu tampak kakek beroda Ngo-heng-lun itu
ayunkan kembali tangan kanannya, mendadak dalam
telapak telah bertambah dengan sebilah pedang emas
yang memancarkan cahaya tajam, dua tangan
menggunakan enam macam senjata tajam, dengan
gencar dan hebatnya ia layani setiap pukulan Kim-seeciang
yang dilancarkan Chin Pek-cuan.
"Kakek tua itu bernama Ciong Tiau-gak, dia
merupakan seorang jago kosen dalam dunia persilatan"
bisik Hoa In, "katanya permainan roda ditangan kirinya
merupakan hasil ciptaan sendiri yang ditekuni serta
dilatih sendiri tanpa bimbingan guru pandai"
Hoa Thian-hong mengerutkan sepasang alisnya,
"Sewaktu ada di kota Cho-ciu, pernah kusaksikan dia
bertempur melawan rase salju milik Giok Teng Hujien,
ilmu silatnya memang luar biasa, tanpa mendapat
bimbingan guru dia berhasil melatih ilmu silatnya
mencapai taraf begitu tinggi. hal ini benar-benar bukan
suatu pekerjaan yang gampang"
"Chin Pek-cuan"
"Ketika berlangsungnya pertemuan Pak Beng Hwee,
dialah orang yang membawa keluar jenazah ayah, dia
adalah tuan penolong dari keluarga Hoa kita, aku
berharap kau jangan bertindak kurang adat terhadap
dirinya......"
Mendengar perkataan itu Hoa In nampak tertegun,
lalu jawabnya, "Aku benci kepadanya karena
perbuatannya yang tidak benar"
"Bagaimana duduk perkara toh belum jelas sepatah
dua patah kata tak bisa menyimpulkan keseluruhan dari
masalah itu, kau jangan menuduh orang dengan hal
yang bukan-bukan"
Tiba terdengar Ciong Tiau-gak membentak keras,
tangan kirinya menyerang secepat kilat, lima buah roda
emas dengan cepat berputar ke depan membokong dari
depan dada belakang punggung lawan, sedangkan
pedang lemas ditangan kanannya mengirim satu tusukan
kilat ke arah lambung kakek she- Chin tersebut.
Lima buah roda emas mengepung secara berbareng,
cahaya tajam ketika menyilaukan mata dan desiran tajam
memekikkan telinga, tusukan pedang lemas yang
dilancarkan belakangan tiba lebih duluan keganasan
serta ketajamannya mengerikan sekali, sekilas
memandang siapapun tahu bahwa serangan itu amat
luas luar biasa.
Menghadapi mara bahaya langkah kaki Chin Pek-cuan
sama sekali tidak kalut, melihat cahaya tajam mengurung
disekeliling tubuhnya, sepasang bahu segera bergerak
dan menyusup keluar dari lingkaran cahaya dalam
repotnya telapak diayun ke depan menghantam
punggung Ciong Tiau-gak.
Hoa Thian-hong yang menyaksikan dua kali kakek
she-Chin itu berhasil lolos dari ancaman dengan
mempergunakan gerakan yang sama, dalam hati segera
mengerti pikirnya
"Tidak aneh kalau ilmu silatnya mendapat kemajuan
yang pesat, rupanya ia sudah memperoleh penemuan
aneh dan mendapat didikan ilmu dari orang pandai."
Berpikir demikian, dia lantas berbisik kepada Hoa In,
"Gerakan tubuhnya sangat aneh dan lihay sekali, tahukah
kau asal usulnya?"
Hoa In menggeleng.
"Diantara gerakan langkah yang tersohor di kolong
langit, belum pernah kujumpai gerakan semacam ini"
Hoa Thian-hong segera alihkan sorot matanya ke arah
pria berbentuk seperti beruk itu, ujarnya kembali,
"Bentuk tubuh manusia berkerudung yang kecil kurus itu
aneh sekali."
Belum habis bicara, tampaklah olehnya kakek baju
hitam lainnya dari perkumpulan Sin-kie-pang telah
merogoh sakunya dan ambil keluar sebatang garpu
pendek yang sangat beracun setelah menyaksikan
rekannya tidak berhasil menangkan pihak lawan, tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia langsung menerjang
ke belakang tubuh Chin Pek-cuan.
Traaang! baru saja kakek baju hitam itu mendekati
belakang punggung kakek she Chin itu, mendadak
tubuhnya terhenti dan garpu pendek beracun yang
dicekalnya itu terjatuh ke atas tanah.
Chin Pek-cuan segera memutar tubuhnya sambil
membentak keras, telapaknya langsung dihantam ke
arah dada musuh.
Semua peristiwa itu berlangsung dalam sekejap mata.
Ciong Tiau-gak tidak sempat berpikir panjang lagi,
tangan kirinya laksana kilat melancarkan serangan, roda
Ngo-heng-kim lun langsung dihantamkan ke tubuh
musuh. Gerakan senjata aneh ini jauh lebih cepat dari pada
desiran senjata rahasia. sebelum pukulan Chin Pek-cuan
bersarang di tubuh lawan, cahaya tajam yang disertai
dengungan nyaring sudah berada di depan mata,
terpaksa ia batalkan pukulannya sambil mengigos
kesamping. Dalam sekejap mata Chin Pek-cuan telah terlibat
kembali dalam pertempuran sengit melawan Ciong Tiaugak,
kakek baju hitam tadipun segera memungut garpu
racunnya yang terjatuh ketanah. sinar matanya dengan
sangsi memandang sekejap ke arah pria seperti beruk
tadi kemudian celingukan kakiri dan kanan.
Hoa Thian-hong serta Hoa In saling bertukar
pandangan sekejap, dengan ketajaman mata mereka
berduapun tak mampu menyaksikan pria itu melakukan
gerakan apapun tetapi empat tombak sekeliling sana tak
ada orang, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa pria
seperti beruk itulah yang telah main gila dengan
menimpuk jatuh senjata tajam milik kakek baju hitam
tadi, hanya saja tidak terlihat gerakan apakah yang dia
pergunakan. Ciong Tiau-gak adalah seorang jago kawakan yang
berpengalaman melihat keadaan tidak beres segera
timbul niat untuk mengundurkan diri, pedang lemasnya
segera diputar melindungi tempat penting di tubuhnya, ia
berkata, "Sahabat karib ini hari aku orang she-Ciong
merasa telah berjumpa dengan musuh tangguh, gunung
nan hijau tidak berubah air yang biru tetap mengalir, lain
kali kita lanjutkan kembali pertarungan ini"
Serangan dari kelima buah roda emasnya segera
diperketat, ia siap mendesak musuhnya untuk mencari
pulang guna mengundurkan diri.
Chin Pek-cuan segera mendongak dan tertawa
terbahak-bahak. "Haaah.... haaah.... haaah.... kawan, bila
berjodoh walaupun berpisah ribuan li akhirnya bertemu
juga, aku harap kau tak usah pergi lagi!"
Sembari berkata gerakan tubuhnya tiba-tiba berubah,
tampak ia melayang dengan kecepatan bagaikan kilat,
tubuhnya menerobos kesana kemari diantara kelima
buah roda emas tersebut, dua buah telapak bajanya
dengan gencar bagaikan hujan badai menyerang
musuhnya habis2an.....
Dalam sekejap mata Ciong Tiau-gak terdesak dibawah
angin, kelima buah roda emasnya tak mampu
dipergunakan lagi, bukan menolong benda itu malahan
menjadi beban baginya. Semua serangan lawan terpaksa
harus ditangkis dan dibendung dengan mempergunakan
pedang lemas di tangan kanannya.
Melihat Ciong Tiau-gak menderita kekalahan, kakek
baju hitam yang lain tidak berpikir panjang lagi, garpu
pendeknya segera diputar dan untuk kedua kalinya
menerjang kembali ke depan.
Kakek yang terluka tadipun segera ayun pula tameng
bajanya dan ikut menerjang ke depan.
Terdengar pria berbadan seperti beruk itu memaki
dengan suara yang tinggi melengking, "Anak iblis yang
tak tahu malu!"
Sambil berseru tubuhnya segera maju dan menerjang
ke depan. Dalam sekejap mata bentakan serta teriakan
berkumandang memecahkan kesunyian, sebuah pukulan
keras yang dilancarkan Chin Pek-cuan bersarang telak di
atas bahu kiri Ciong Tiau-gak, membuat kakek itu
bersama-sama dengan senjatanya terlempar sejauh satu
tombak lebih dari tempat semula.
Ilmu pukulan Kim-see-ciang yang dia yakini sanggup
digunakan untuk menghancurkan batu nisan, Ciong Tiaugak
yang termakan oleh pukulan itu tulang bahunya
seketika hancur berantakan.
Keadaan dari dua orang kakek baju hitam yang lain
jauh lebih aneh lagi, dengan senjata yang masih
terhunus mereka menggeletak ditanah tanpa bisa
berkutik, peluh membasahi tubuhnya dan suara rintihan
bergema memecahkan kesunyian.
Sikap Ciong Tiau-gak jauh lebih gagah, ia bangkit
berdiri dengan susah payah kemudian sambil menahan
sakit disimpannya kembali pedang lemas itu, tanpa
memunguti kembali senjata roda emasnya yang tersebar
ditanah dia berjalan menghampiri dua orang rekannya
yang menggeletak tak bisa bangun itu, setelah
memeriksa sebentar keadaan mereka berdua ia segera
bangkit berdiri.
Terhadap Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil yang
ada disana ia berlagak bodoh dan sama sekali tidak
menengok barang sekejappun.
Chin Pek-cuan mendengus dingin, sinar matanya
berputar memandang sekejap ke arah pria berbadan
seperti beruk itu.
Pria itu membisikkan sesuatu kesisi telinganya, Chin
Pek-cuan segera kelihatan agak tertegun dan putar
badan kemudian teriaknya, "Sahabat-sahabat
darimanakah yang telah datang bila tidak munculkan diri
lagi jangan salahkan kalau aku tak akan menemani lebih
jauh" "Sungguh lihay orang ini" pikir Hoa Thian-hong di
dalam hati" tanpa berpaling dia sudah tahu kalau
dibelakang tubuhnya ada orang yang menguntil.
Tampaklah dari balik sebuah pohon besar kurang lebih
beberapa puluh tombak dihadapannya meloncat keluar
seseorang, setelah berjalan beberapa langkah kemuka
tiba-tiba dia alihkan sorot matanya ke arah tempat
persembunyian dari Hoa Thian-hong berdua,
Melihat hal itu Hoa In segera menyumpah dengan hati
mendongkol, "Nenek anjing sialan rupanya dia lebih
cerdik dari kita berdua!!"
Hoa Thian-hong tersenyum, dia tahu tempat
persembunyiannya sudah ketahuan, maka dia lantas
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bangkit dan berjalan keluar dari balik pohon.
Tiba-tiba Hoa In menyusul maju ke depan, bisiknya
dengan suara lirih, "Siau Koan-jin harap waspada,
bajingan tua itu bernama Yan-san It-koay dia adalah
salah satu tulang punggung dari perkumpulan Hong-imhwie!!"
Hoa Thian-hong mengerutkan sepasang alisnya yang
tebal, ia menoleh dan menatap wajah manusia aneh dari
gunung Yan-san itu, tampaklah sepasang matanya
cekung ke dalam dengan hidungnya menghadap atas,
raut wajah berwarna kuning hangus dan jeleknya luar
biasa. Ketika itu sampai melototkan matanya Yan-san It-koay
pun sedang mengawasi Hoa Thian-hong berdua dengan
pandangan tajam. pada saat yang hampir bersamaan
ketiga orang itu sama-sama muncul di tengah kalangan
Chin Pek-cuan serta pria seperti beruk itu melirik sekejap
ke arah pedang baja yang tersoren di pinggang, wajah
mereka segera menunjukkan suatu sikap yang aneh.
Ciong Tiau-gak sendiripun nampak agak tertegun
ketika menjumpai kemunculan Hoa Thian-hong secara
mendadak disitu, untuk beberapa saat lamanya sorot
mata semua orang sama-sama ditujukan ke arah
pemuda itu. Tiba-tiba terdengar kembali suara ujung baju
tersampok angin secara lapat-lapat berkumandang
datang. semua orang merasa terkejut dan sama-sama
berpaling. Bayangan manusia berkelebat lewat dan sama-sama
munculkan diri di tengah kalangan, orang yang barusan
datang berjumlah dua belas orang, sebagian besar
diantaranya mengembol pedang dipunggung
Orang pertama yang munculkan diri terlebih dahulu
bukan lain Thian Seng-cu dari perkumpulan Thong-thiankauw,
sedang separuh lainnya berdandan seperti
manusia biasa, usianya di atas empat puluh tahunan
Setibanya di tengah kalangan kedua golongan
manusia yang berbeda itu masing memencarkan diri dan
berdiri pada kelompok yang berbeda.
Menyaksikan siapa yang telah datang, Ciong Tiau-gak
seketika merasa semangatnya berkobar, dengan cepat ia
maju menghampiri kakek baju kuning dan memberi
hormat. "Tongcu, kebetulau sekali kedatanganmu itu...!"
serunya. "Aku sudah tahu" jawab kakek baju kuning sambil
ulapkan tangannya.
Dia memberi tanda dan dua orang segera munculkan
diri, kakek baju hitam yang menggeletak di atas tanah
dan tak bisa berkutik itu dengan cepat dibopong keluar
dari gelanggang.
Hoa In yang mengenali siapakah kakek baju kuning
itu, dengan ilmu menyampaikan. suara segera berbisik
kepada Hoa Thian-hong, "Tua bangka itu she-Ho
bernama Kee Sian, orang-orang menyebutnya sebagai
Poan Thian jiu si tangan sakti pembalik langit, dia
merupakan Tongcu ruang Thian Leng Tong dari
perkumpulan Sin-kie-pang, nama besarnya dikenal oleh
setiap orang dan tidak berada dibawah nama besar
Cukat racun Yau Sut...."
Hoa Thian-hong alihkan sorot matanya ke arah orang
itu dia lihat dada tangan sakti pembalik langit Ho Keesian
amat bidang dengan perut buncit, alisnya tebal dan
matanya besar, sinar mata tajam memancar keluar dari
balik kelopak matanya dan kelihatan mengerikan sekali.
Dalam hati segera pikirnya, "Kegagahan orang ini
mengerikan sekali, dia bisa menduduki jabatan sebagai
Tongcu ruang Thian Leng Tong, ilmu silat yang
dimilikinya pasti lihay sekali"
Dalam pada itu si tangan sakti pembalik langit Ho Keesian
telah menyapu sekejap wajah seluruh jago yang
hadir ditempat itu, sambil melangkah maju dua tindak ke
depan tegurnya dengan suara dingin, "Saudara yang
mana telah memberi pelajaran kepada saudara
saudaraku" disini aku orang she Ho mengucapkan
banyak terima kasih lebih dahulu"
Chin Pek-cuan tertawa keras, "Haaaah.... haaaah....
haaaah..... akulah yang telah melukai beberapa orang
loo-ya itu karena pengaruh oleh emosi, harap Ho Tongcu
suka memberi maaf!"
Dengan sorot mata yang dingin tangan sakti pemba1ik
langit Ho Kee-sian mengawasi wajah Chin Pek-cuan dari
atas hingga ke bawah, lalu mendengus dingin. "Hmmm!
Kau mempunyai orang dengan wajah berkerudung, aku
rasa aku orang she Ho tak usah mengajukan pertanyaan
atas namamu lagi."
"Aku cuma seorang prajurit kecil yang tak bernama,
sekalipun kau ingin tahu nama ku juga tak ada gunanya."
"Tua bangka itu pandai mempergunakan ilmu telapak
Kim-see-ciang!" teriak Ciong Tiau-gak dengan gusar,
"rupanya dia adalah manusia she-Chin dari kota Kengciu!"
Ho Kee-sian telapak sakti pembalik langit mengerutkan
sepasang alisnya yang tebal. "Berapa hebatnya sih Chin
Pek-cuan itu" Masa kalian bertiga bukan tandingannya?"
ia berseru. Haruslah diketahui Chin Pek-cuan adalah seorang jago
dari kalangan lurus yang sangat luas pergaulannya, ia
merupakan seorang manusia kenamaan yang diketahui
setiap orang, tetapi ilmu silat yang dimilikinya cuma
biasa2 saja dan orang mengetahui akan hal ini.
Hoa Thian-hong yang mengikuti jalannya peristiwa itu
dari sisi kalangan makin memandang ia semakin
kebingungan. Thian Seng-cu baru saja bertemu muka dengan Chin
Pek-cuan bahkan menyerahkan pula sepucuk surat
kepadanya, tetapi kini ia datang bersama-sama Ho Keesian
sekalian dan sikapnya ternyata pura2 tidak kenal
dengan orang she Chin tersebut.
Sedang Yan-san It-koay adalah seorang jago lihay
kelas satu di dalam dunia persilatan sepantasnya ilmu
silat yang dia miliki jauh di atas Ho Kee-sian maupun
Thian Seng-cu dan semestinya mereka bertiga kenal satu
sama lainnya, tetapi sekarang mereka tidak saling
menyapa sedang Yan-san It-koay pun tiada maksud
mengumbar hawa amarah. kejadian ini benar-benar
merupakan suatu peristiwa yang aneh sekali. Terdengar
Ciong Tiau-gak berkata kembali, "Lapor Tongcu, jago
lihay yang sebenarnya adalah manusia kurus yang
bongkok itu sedang si tua bangka ini cuma bonekanya
belaka" Mendengar perkataan itu tangan sakti pembalik langit
Ho Kee-sian segera berpaling, dengan sorot mata yang
tajam ia menatap pria kurus kecil yang menyerupai beruk
tadi jengeknya sambil tertawa dingin.
"Heeeh.... heeeh... ternyata kau berulah manusia lihay
yang tak mau unjukkan diri tak nyana kalau aku orang
she-Ho sudah salah melihat."
"Hmm! omong kosong" dengan pria kurus kecil seperti
beruk itu dengan nada sinis.
Mendengar ucapan itu tangan sakti pembalik langit Ho
Kee-sian jadi teramat gusar, sambil menerjang ke depan
dia kirim satu pukulan dahsyat, serunya, "Aku orang she-
Ho ingin mencoba dahulu sampai dimanakah kelihayan
yang kau miliki...."
Pria kurus kecil menyerupai beruk itu sama sekali tidak
gentar, dengan langkah yang seenaknya dia maju ke
depan, telapak kanan didorong kemuka dan
menyongsong datangnya serangan tersebut dengan
keras lawan keras.
Blaaam....! di tengah getaran keras tubuh mereka
berdua sama-sama tergetar keras, jubah panjang seolah
olah bergelombang seketika menggelembung besar.
"Ho tua!" Thian Seng-cu yang selama ini selalu
membungkam tiba-tiba buka suara, "ini hari kau telah
bertemu dengan lawan tangguh, ingin kulihat sampai
dimanakah keampuhan dari tangan sakti pembalik
langitmu itu"
Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian tertawa
dingin. "Hmmm! aku si Ho tua bukan seorang anak muda
yang baru muncul dalam dunia persilatan, kau tak usah
pakai akal untuk memanasi hatiku!"
"Haah.... haaah.... haaah sungguh tebal iman kau Ho
tua, harap kesanalah sedikit!"
Tangan sakti pembatik langit Ho Kee-sian mendengus
dingin, kepada pria kurus kecil yang menyerupai beruk
itu serunya dengan nada dingin, "Rupanya kekalahan
saudara-saudaraku bukanlah kekalahan secara
penasaran, hutang ini baiklah kita bereskan nanti saja!"
Dia mundur dua langkah ke belakang, sepasang mata
memandang ke langit dan mulutnya membungkam dalam
seribu bahasa. Tampak Thian Seng-cu putar badan sambil memberi
hormat, katanya, "Lo-sicu, kau bukannya hidup secara
bebas digunung Yan-san, ada urusan apa jauh-jauh
berkunjung kewilayah Kanglam?"
Yan-san It-koay melototkan sepasang matanya bulatbulat
dan menjawab sambil tertawa, "Tua bangka hidung
kerbau, rupanya kau sudah bosan hidup" wilayah
Kanglam toh bukan wilayah pribadi dari perkumpulan
Thong-thian-kauw aku mau datang atau mau pergi apa
urusannya dengan dirimu" Mau apa kau urusi
persoalanku?"'
Thian-Seng-cu tertawa hambar. "Dewasa ini dunia
persilatan sedang dilanda kerusuhan dan banyak
persoalan telah bermunculan, Tiga besar dari dunia
persilatan belum sampai menentukan siapa kawan siapa
lawan, ini hari losicu telah berlagak sok dihadapan kami
dengan ucapan yang sombong, Hmmn.! hati hatilah, bila
sampai salah. berbicara maka..."
"Kau berani berbuat apa terhadap diriku!" tukas Yansan
It-koay dengan mata melotot.
"Haaah....haah....haaaah.... soal itu....bila sampai kau
salah bicara maka aku akan mengajak Lo-hooo untuk
bekerja sama dan menahan lo-sicu di tempat ini. Hmm...,
Hmm.... jika perkumpulan Hong-im-hwie sampai
kekurangan seorang jago macam Lo-sicu, maka urusan
semakin gampang untuk diselesaikan"
Yan-san It-koay angkat kcpala dan tertawa terbahakbahak.
"Haaah..... haaah..... haaah..... hidung kerbau
yang tak tahu diri, aku malas untuk cekcok serta ribut
dengan manusia semacam kau, ayoh cepat enyah
kesamping, aku hendak berbicara dengan puteranya Hoa
Goan-siu!"
Setelah mengetahui bahwa kedatangan gembong iblis
itu adalah untuk menjumpai Hoa Thian-hong, dengan
cepat Thian Seng-cu mundur setengah langkah ke
belakang dan tidak berbicara lagi.
"Licik amat siluman tua ini!" sumpah Hoa Thian-hong
dalam hati, "Rupanya dia takut juga menghadapi
kerubutan orang banyak. Hmm! Sungguh tidak mirip
seorang jago yang berlatih silat"
Haruslah diketahui hubungan diantara perkumpulan
Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw
boleh dibilang kawan boleh dibilang juga lawan
sedikitpun tiada perasaan setia kawan diantara mereka,
asal bisa melenyapkan kekuatan dari golongan lain
dengan cara serta tindakan apapun akan mereka
lakukan, oleh sebab itu tidak sampai keadaan yang
terlalu terdesak siapapun tidak ingin turun tangan lebih
dahulu. Hoa Thian-hong adalah seorang jago muda yang
berjiwa ksatria, tentu saja ia tidak terbiasa melihat
keadaan semacam itu,
"Hoa Thian-hong!" terdengar Yan-san It-koay berseru
dengan suara lantang. "kenal tidak dengan diriku?"
"Aku rasa kau pastilah Yan-san It-koay" jawab
pemuda itu dengan suara hambar. "Bagaimana dengan
cara menyebut dirimu, aku rasa lebih baik kau memberi
petunjuk".
"Haaah.... haaah, sebut saja Yan-san It-koay, aku
tiada sebutan ia bepaling ke samping dan melanjutkan,
"Apakah kau bernama Hoa In?"
"Hmm! tidak nyana kau masih kenal dengan diriku"
sahut Hoa In dengan mata mendelik.
"Tua bangka sialan, besar amat lagakmu" kembali iblis
tua itu berpaling ke arah Hoa Thian-hong, "situasi yang
terbentang di depan mata dewasa ini amat kritis, nafsu
membunuh telah menyelimuti setiap sudut tempat. ketika
Jin Hian melihat kau pergi tanpa pamit ia segera merasa
tidak tenteram, maka aku diutus datang kemari untuk
mengajak kau kembali"
"Terima kasih, setelah menyaksikan keramaian aku
segera berangkat"
Yan-san It-koay tidak menduga jawaban pemuda itu
begitu cepat, ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... haaaah.... haaah..... bocah pintar memang
gampang dididik" ia berpaling dan segera teriaknya,
"Siapa yang merasa gatal tangan silahkan turun ke
gelanggang, selesai menonton keramaian akupun akan
segera berlalu"
Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian menyapu
sekejap wajah semua jago, kemudian sambil menuding
ke depan bentaknya, "Tangkap!"
Bentakan keras bergema di angkasa, desiran angin
tajam menderu-deru, dari belakang tubuh manusia she
Ho itu segera meloncat keluar delapan orang jago lihay
yang bersama-sama menerjang ke arah Chin Pek-cuan
serta pria kurus kecil menyerupai beruk itu.
Dalam waktu singkat. dalam kalangan segera
berkobarlah suatu pertempuran yang amat sengit.
Pertempuran yang berkobar pada saat ini jauh lebih
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seru daripada pertarungan semula delapan orang jago
dari perkumpulan Sin-kie-pang yang turun ke dalam
gelanggang pada saat. ini semuanya merupakan
pelindung hukum dari ruang Thian Kee Tong, ilmu silat
mereka semua jauh di atas kepandaian Ciong Tiau-gak,
meskipun senjata tajam yang dipergunakan berbeda satu
sama lainnya tetapi maju mundur menyerang serta
bertahan diantara mereka dilakukan dengan sangat
teratur sekali yang satu membantu yang lain yang kuat
mengisi yang lemah, sekilas memandang siapapun bisa
melihat bahwa kerja sama dari kedelapan orang itu amat
sempurna dan sudah berpengalaman sekali.
Pria kurus kecil menyerupai beruk itu segera tunjukkan
kelihayannya, sepasang telapak berputar bagaikan titiran
angin puyuh, dengan tangguh dan kosen ia hadapi
semua serangan yang muncul dari empat arah delapan
penjuru. Angin pukulan menderu deru, meskipun berada di
tengah dentingan suara yang beraneka ragam namun
suara deruan angin pukulannya tetap nyaring dan tidak
kacau, sejurus demi sejurus dilancarkan dengan mantap
dan hebat. Semua jago yang menyaksikan jalannya pertarungan
dari sisi kalangan diam-diam merasa kagum juga melihat
keampuhan orang itu, merekapun dapat melihat jelas,
meskipun Chin Pek-cuan ikut terjun ke dalam kalangan
namun hampir boleh dikata tiada kesempatan baginya
untuk ikut melancarkan serangan.
Setelah memandang beberapa saat lamanya, dengan
cepat Hoa Thian-hong telah memahami akan sesuatu,
pikirnya, "Aaah..! rupanya ilmu silat yang dimiliki Chin
Pek-cuan itu adalah hasil pelajaran dari orang ini...."
Situasi dalam kalangan ketika itu benar-benar luar
biasa sekali, para jago dari perkumpulan Sin-kie-pang
turun tangan lebih dahulu. Tangan sakti pembalik langit
Ho Kee-sian mengawasi jalannya pertarungan dari sisi
kalangan sedang Yan-san It-koay serta para toojin dari
Thong-thian-kauw tak bisa ditebak isi hati mereka.
sekalipun pria kurus kecil itu kosen dan punya harapan
untuk melarikan diri, namun pertarungan yang
berlangsung lebih jauh hanya merugikan dirinya belaka,
apalagi masih ada Chin Pek-cuan sebagai beban, bila
pertarungan diteruskan akhirnya dia bakal kehabisan
tenaga dan menunggu saat kematiannya belaka.
Chin Pek-cuan adalah tuan penolong keluarga Hoa dia
merupakan ayah dari Chin Wan-hong pula, meskipun
perbuatannya di kuil It-goan-koan mencurigakan sekali,
namun Hoa Thian-hong tak dapat membiarkan kakek itu
terjerumus dalam posisi yang berbahaya.
Tetapi diapun tahu jika dirinya tak berhasil
mendapatkan kesempatan baik, dan turun tangan secara
gegabah maka tindakan yang sembrono itu justru akan
merupakan ancaman bagi keselamatannya, bahkan
mungkin akan terkepung oleh tiga golongan tersebut.
Berpikir demikian. tiba-tiba ia putar kepala dan
berteriak keras, "Thian Seng Tootiang, seandainya
barang itu sampai terjatuh ke tangan Ho Tongcu maka
semua rencana besarmu akan punah dan lenyap tak
berbekas!"
Tertegun hati Thian Seng-cu mendengar ucapan itu,
tetapi dia tetap membungkam.
Yan-san It-koay yang ikut mendengar pula
pembicaraan tadi. dengan alis berserut segera berseru,
"Hoa Thian-hong, barang apakah itu" Apakah benda itu
mempunyai pengaruh yang besar?"
"Aku tidak berani bicara secara sembarangan" sahut
Hoa Thian-hong berlagak sok rahasia, "Aku takut
ucapanmu yang keliru akan mendatangkan bencana
kematian bagi diriku sendiri, lebih baik tanyakan sendin
kepada Thian Seng Tootiang"
"Hidung kerbau sialan!" Yan-san It. koay segera
berteriak keras, "cepat katakan pusaka apakah itu?"
"Bangsat cilik, pikir Thian Seng-cu dalam hati, masa
dia mengetahui akan rahasia besar ini?"
Berpikir demikian ia lantas tertawa terbahak bahak,
serunya, "Hoa Thian-hong, kau bocah cilik yang belum
hilang bau teteknya, berani benar omong yang tidak
genah dan membuat ombak tanpa angin apa kau anggap
di kolong langit sudah tak ada manusia lagi?"
Hoa Thian-hong tersenyum. "Pihak Thong-thian-kauw
lah yang sudah pada buta semua dan menganggap di
kolong langit sudah tak ada orang lain lagi, kau anggap
Jin Hian serta Pek Siau-thian adalah manusia tolol
semua?" Sepasang mata Yan-san It-koay melotot makin bulat,
teriaknya, "Tua bangka hidung kerbau. tunggu sebentar,
hutang ini akan kubereskan sejenak lagi."
Tubuhnya segera berkelebat ke depan dan menerjang
ke arah tubuh Chin Pek-cuan teriaknya, "Tua bangka,
andaikata benda itu adalah Pedang emas, ayoh, cepat
serahkan kepadaku!"
Sembari berseru, jari tangannya laksana kilat
mencengkeram tubuh kakek tua she-Chin tadi.
Terdengar pria kurus kecil yang menyerupai beruk itu
mendengus dingin, telapak tangannya dengan gencar
melancarkan satu pukulan hebat mengancam bawah iga
Yan-san It koay.
Pukulan ini dilancarkan dengan suatu gerakan yang
aneh dan ampuh, begitu dikirim keluar angin pukulan
yang tajam segera berhembus lewat.
Yan-san It-koay segera miring ke samping dan
meloncat beberapa depa ke sisi kalangan, kelima jari
tangannya bagaikan cakar kuku garuda tiba-tiba
mengancam tubuh Chin Pek-cuan.
Makhluk tua yang banyak berpengalaman ini memang
cerdik sekali, meskipun dia tahu kalau ilmu silat yang
dimiliki pria kurus kecil itu sangat lihay namun ia tetap
bersikeras hendak merampas barang 'pusaka' itu dari
saku Chin Pek-cuan, dalam perkiraannya
cengkeramannya itu pasti akan mengenai sasarannya.
Tiba-tiba terdengar suara desiran tajam yang amat
memekikkan telinga berkumandang datang, segulung
angin pukulan yang maha dahsyat meluncur datang dan
mengancam tubuhnya.
Dari desiran angin pukulan yang menyerupai ilmu
totokan tetapi bukan ilmu totokan. menyerupai ilmu
pukulan tetapi bukan pukulan itu, Yan-san It-koay segera
mengetahui bahwa orang yang melancarkan serangan
bokongan barusan bukan lain adalah Tangan Sakti
pembalik langit Ho Kee-sian.
Dengan cepat ia miringkan tubuhnya ke samping lalu
maju selangkah ke depan, sambit putar badan sebuah
pukulan kilat dilancarkan, Tanpa mengucapkan sepatah
katapun Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian
merubah gerakan dan berganti jurus, dengan gerakan
'Sian-toh-poh Liong' atau tadi dewa pembelenggu naga,
dia menerjang maju kemuka.
Setelah dia lancarkan serangan ke arah Yan-san Itkoay,
para jago perkumpulan Sin-kie-pang yang semula
mengerubuti Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil itu
segera meloncat keluar tiga orang, mereka putar badan
dan berbalik menerjang ke arah manusia aneh dari
gunung Yan-san itu.
Dengan peristiwa ini maka daya tekanan pada pihak
Chin Pek-cuan jadi jauh berkurang, dalam sekejap mata
menyerang serta bertahan bisa dilakukan dengan leluasa,
bagaikan harimau gila yang terlepas dari sangkar Chin
Pek-cuan membentak berulang kali, dengan gencar dia
lancarkan serangan secara bertubi-tubi.
"Pertarungan massal semacam ini sukar diramalkan
bagaimana akhirnya, tetapi seandainya Yan-san It-koay
bisa dilenyapkan lebih dahulu maka pihak kami maju bisa
bertempur, mundur bisa bertahan..." pikir Hoa Thianhong
dalam hati. Berpikir demikian tanpa terasa sorot matanya dialihkan
ke arah Thian Seng-cu, empat mata beradu satu sama
lainnya membuat kedua orang itu tanpa terasa
tersenyum, rupanya ada yang dipikirkan kedua orang itu
tidak jauh berbeda.
Thian Seng-cu lebih berpengalaman dan perkirannya
lebih licik, biji matanya segera berputar, sambil tertawa
katanya, "Hoa Thian-hong, kau benar-benar tidak punya
semangat jantan seorang lelaki. masa berhadapan muka
dengan musuh besar pembunuh ayahmu kau masih tetap
berdiri termenung tak berkutik, bila sukma Hoa Goan-siu
di alam baka mengetahui akan hal itu, dia pasti akan
memaki dirimu sebagai bocah tak berbakti yang lemah
dan pengecut!"
Tergetar hati Hoa Thian-hong setelah mendengar
perkataan itu, meskipun dia tahu perkataan dari Thian
Seng-cu itu bermaksud untuk mengadu domba, tetapi ia
merasa tak bisa membiarkan musuh besar pembunuh
ayahnya berlalu dengan begitu saja.
Ia segera cabut keluar pedang bajanya dan
membentak dengan suara keras, "Yan-san It-koay!
Sudah kau dengar perkataan dari Thian Seng-cu?"
Diam-diam Yan-san It-koay merasa terperanjat,
meskipun dia tidak jeri terhadap Hoa Thian-hong, tetapi
dia sadar bahwa ilmu silat yang dimiliki Hoa In tidak
berada dibawah dirinya, tentu saja ia tak berani mungkir
dihadapan banyak orang, sambil putar otak cari jalan
keluar sepasang telapaknya dilancarkan semakin gencar,
dalam sekejap mata dia sudah mengirim enam buah
pukulan berantai
Gembong iblis ini benar-benar memiliki ilmu silat yang
luar biasa, setelah beberapa buah serangan itu
dilancarkan seketika itu juga Tangan sakti pembalik
langit Ho Kee-sian sekalian tak sanggup
mempertahankan diri, mereka semua tergetar mundur
dan mencelat sejauh satu tombak lebih dari kalangan.
Hoa Thian-hong lintangkan pedang bajanya di depan
dada berdiri dengan sikap angker, ujarnya, "Kau tak usah
gugup atau gelisah, aku berdua tak mampu
membinasakan dirimu pada saat tni, dendam
terbunuhnya ayahku untuk sementara waktu akan
kubiarkan dahulu"
Sementara pembicaraan masih berlangsung,
pertarungan telah terhenti dan Chin Pek-cuan sekalian
telah mengundurkan diri ke belakang, sedang para jago
dari perkumpulan Sin-kie-pang sama-sama mundur ke
belakang Ho Kee-sian, sinar mata mereka semua
dialihkan ke arah Hoa Thian-hong serta Yan-san It-koay.
Terdengar jago aneh dari gunung Yan-san itu tertawa
keras, ujarnya, "Ketika diadakannya pertemuan besar
Pak Beng Hwee, enam jago lihay bersama-sama
mengerubuti Hoa Goan-siu seorang, aku adalah salah
satu diantaranya majulah kalian berdua berbareng!
perbuatanmu itu akan dianggap adil dan siapapun tak
akan mengatakan apa-apa"
"Siau Koan-jin" teriak Hoa Ia dengan suara keras,
"budak akan membunuh dirinya dengan kekuatanku
seorang!" "Tujuan kita adalah membalas dendam bukan adu
kepandaian untuk mencari nama" seru Hoa Thian-hong
dengan wajah serius dan suara dingin, "Aku harap kau
bisa menahan diri dan jangan terbaru nafsu!"
Meskipun usianya masih muda tetapi wibawanya besar
sekali, setelah air mukanya berubah Hoa In tak berani
banyak bicara lagi, dia mengepas napas dan melayang ke
depan, sambil berdiri pada jarak enam tujuh depa dih
adapan Yan-san It-koay hawa murninya disalurkan keluar
siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan. Perlahan2 Hoa Thian-hong maju beberapa langkah ke
depan. tangan kanan memegang gagang pedang tangan
kiri dengan ketiga jarinya menjepit ujung senjata sambil
berdiri kokoh bagaikan batu karang ujarnya dengan
suara tenang, "Yan-san It-koay, di dalam pertarungan
yang akan berlangsung hari ini, bagaimana pendapatmu
Bara Diatas Singgasana 13 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 18
gagal untuk membangkitkan semangat orang, Hoa Thianhong
segera tertawa lantang dan berkata, "Locianpwee,
meskipun aku tidak becus tetapi aku rela memberikan
sebutir batok kepalaku kepada kawanan manusia laknat
itu bila cianpwee sekalian pada mengundurkan diri dari
dunia persilatan semua hingga aku jadi sebatang kara,
bukankah kawanan durjana itu akan mentertawakan kita
sebagai orang-orang pengecut?""
Tertegun hati Cu In taysu mendengar perkataan ini,
sambil tertawa ia lantas berkata, "Ucapan Hoa Si-heng
sedikitpun tidak salah, bagaimanapun juga aku harus
berbuat sesuatu hingga bisa melegakan hati para jago
yang telah berpulang"
Hoa Thian-hong tersenyum, sambil menuding ke arah
Bong Pay dia memperkenalkan, "Bong toako ini adalah
anak murid dari Pek-lek Sian cianpwee, semoga taysu
serta Cing-lian cianpwee suka menyayangi dirinya dan
sering memberi petunjuk yang berguna."
"Menunggu bimbingan dari cianpwee berdua!" seru
Bong Pay sambil bangkit berdiri.
Cu In taysu menghela napas panjang. "Aaai....!
Sepasang dewa dari dunia persilatan adalah orang-orang
yang penuh emosionil harap hiantit jangan memandang
kami sebagai orang luar"
Ketika itulah Lie Sim muncul kembali di dalam ruangan
sambil membawa sepucuk surat, sambil bongkokkan
badan memberi hormat katanya, "Lapor Hoa kongcu, dari
pihak perkumpulan Sin-kie-pang ada sepucuk surat yang
disampaikan kepadamu!"
"Oooh....perkumpulan Sin-kie-pang pun sudah kirim
orang kesini?"" pikir pemuda itu dengan alis berkerut.
Ketika surat itu dibuka dan dibaca isinya dengan cepat
hatinya terasa tercekat, ternyata isi surat itu amat
singkat sekali, yakni berbunyi demikian,
"Ditujukan kepada Hoa Kongcu pribadi Mengharapkan
kedatangan saudara untuk menghadiri perjamuan kecil,
sangat menantikan kedatangan saudara.
Tertanda, Pek Siau-thian"
Hoa Thian-hong serahkan itu ke tangan Cu In taysu
sekalian, kemudian kepada Lie Sim ujarnya, "Beritahu
kepada pengantar surat itu, aku akan tiba pada saatnya!"
Lie Sim mengiakan dan mengundurkan diri.
"Aaaah, aneh sekali! Kenapa Pek Siau-thian bisa
sampai pula di tempat ini?"" seru Hoa In dengan nada
tercengang. "Perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta
Thong-thian-kauw adalah tiga kekuatan besar yang
menguasai wilayah Tionggoan dewasa ini, bila Hong-imhwie
terbentur sengketa dengan pihak Thong-thiankauw,
tentu saja Pek Siau-thian juga hadir di tempat
kejadian, hanya kedatangannya yang begini pagi
membuat orang lantas bisa menduga bahwa latar
belakangnya tidaklah sederhana"
"Bila Jin Hian tidak bersekongkol dengan Pek Siauthian,
tak mungkin ia berani membawa pasukan
besarnya menyerang ke selatan" terdengar Ciong Liankhek
berseru, "Siapa tahu kalau mereka berdua telah
berkomplot dan sama-sama kirim jago untuk menyapu
pihak Thong-thian-kauw"
"Akupun berpendapat demikian" sambung Cu In taysu.
Hoa Thian-hong segera bangkit berdiri dan memberi
hormat ujarnya, "Cianpwee berdua, engkoh berdua.
harap kalian suka menunggu sebentar disini dan aku
akan pergi sebentar"
"Siau Koan-jin, kau benar-benar akan penuhi janji?""
seru Hoa ln "Aku bahkan ingin bertemu dengan Thian Ik-cu,
sayang Ia tak mungkin akan mengundang diriku"
"Kalau mau pergi marilah kita pergi bersama-sama,
daripada seandainya pembicaraan tidak cocok dan terjadi
pertarungan, kita harus menelan kekalahan yang
mengenaskan"
"Tak usah! Kenyataan telah menunjukkan bahwa pihak
lawan lebih kuat daripada kita, seandainya benar terjadi
pertarungan kita sudah pasti akan menderita kerugian,
bila terlalu banyak orang yang pergi malahan suasana
terasa kikuk"
Cu In taysu serta Ciong Lian-khek cuma bisa saling
berpandangan dengan mulut membungkam, dalam
keadaan begini mereka sendiripun tak tahu apa yang
musti dilakukan.
Tiba-tiba Bong Pay mendeprak meja sambil berseru
dengan nada gegetun, "Aaai! ilmu silat kita tak becus.
keadaan begini jauh lebih enak mati dari pada hidup"
"Aku toh pergi memenuhi janji dan bukan pergi
berkelahi," hibur Hoa Thian-hong dengan suara lembut,
..Bagaimana kalau Bong toako ikut siauwte pergi
menjumpai orang itu?""
"Tidak. aku tak mau pergi. daripada nantinya cuman
bikin malu dirimu saja!"
Diam-diam Hoa Thian-hong menghela napas panjang
setelah berpamitan dengan semua Hoa In ambil pedang
bajanya di dalam kamar lalu mengikuti dari belakang.
Sekeluarnya dari pintu besar, tiba-tiba seseorang
menyongsong ke depan sambil memberi hormat, ketika
Hoa Thian-hong mengenali Orang itu sebagai Oh Sam ia
segera berdiri tertegun, tegurnya, "Apakah nona kalian
juga telah tiba di wilayah Kanglam?""'
Oh Sam mengangguk tidak menjawab Dari pihak
perkumpulan Hong-im-hwie segera muncul orang yang
menyediakan kuda Hoa Thian-hong loncat naik ke atas
punggung kuda dan bersama Oh Sam berlalu disitu.
Tiga ekor kuda dengan cepatnya lari menuju keluar
kota dan tiba ditepi sungai, setelah berlarian beberapa
saat ditepi sungai sampailah mereka di depan
rombongan perahu yang berjajar2 sepanjang pantai
sejauh setengah lie lebih, pada ujung seratus buah
perahu itu berkibar sebuah panji kuning yang
bersulamkan huruf 'Pek' yang amat besar.
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa terperanjat.
pikirnya, "Oooh ... rupanya baik perkumpulan Sin-kiepang
maupun pihak Hong-im-hwie telah mengerahkan
seluruh pasukannya datang kemari, ditinjau dari keadaan
tersebut jelaslah sudah bahwa kedua buah perkumpulan
itu telah bersatu padu untuk bekerja sama membasmi
Thong-thian-kauw, tidak aneh kalau Jin Hian melakukan
perjalanan tanpa menyembunyikan jejaknya, dan diapun
tiada rencana untuk melakukan sergapan..."
Oh Sam membawa kedua orang itu menuju ke pantai
dan naik ke atas sebuah perahu. "Hoa kongcu telah
tiba!" dari ujung geladak seseorang berseru nyaring.
Suara itu dengan cepat disampaikan pula secara
berantai hingga kedatangan Hoa Thian-hong telah
diketahui oleh semua orang dalam waktu yang amat
singkat. "Organisasi perkumpulan Sin-kie-pang paling ketat dan
peraturannya paling sempurna," pikir Hoa Thian-hong
dalam hati. "Kekuatan mereka luar biasa sekali dan tak
boleh dipandang enteng"
Dalam pada itu Oh Sam telah membawa kedua orang
itu melewati beberapa buah perahu perang dan naik ke
atas sebuah perahu besar yang berlabuh di tengah
sungai, ketika pemuda itu baru saja tiba di atas geladak
tampaklah horden pintu perahu itu tersingkap dan
sesosok bayangan manusia langsung menubruk ke arah
Hoa Thian-hong.
Dengan ketajaman matanya pemuda itu dapat
mengenali bayangan tadi sebagai Pek Kun-gie, sebelum
ingatan kedua berkelebat dalam benaknya, tahu-tahu
sepasang telapaknya sudah kena ditangkap oleh gadis
itu. Dengan wajah bersemu merah dan memancarkan
cahaya berseri-seri Pek Kun-gie berseru sambil tertawa,
"Aku melihat dirimu sewaktu kau masuk ke dalam kota,
tapi waktu itu aku tidak memanggil dirimu."
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong, dari
balik tubuh gadis itu ia lihat seorang kakek tua berjubah
ungu sambil bergendong tangan dan wajah dihiasi
senyuman melangkah keluar dari ruangan.
Buru-buru ia tarik kembali tangannya sambil menjura,
katanya, "Loo pengcu, sejak berpisah baik-baikkah kau?"
Aku orang she Hoa menghunjuk hormat bagimu"'
Kakek tua itu bukan lain adalah Pek Siau-thian, ketua
dari perkumpulan Sin-kie-pang yang nama serta
pengaruhnya secara lapat-lapat jauh di atas kehebatan
dari Jin Hian maupun Thian Ik-cu.
Dahulu ia pernah berjumpa dengan si anak muda itu,
sekarang setelah dilihatnya Hoa Thian-hong yang berdiri
di hadapannya jauh berbeda dengan keadaan Hong-po
Seng dahulu, bukan saja orangnya bertambah tinggi
kekar terutama sekali gerak-geriknya yang begitu gagah
dan mencerminkan kewibawaannya yang amat besar
membuat jago tua she-Pek ini diam-diam bergetar hati
kecilnya. Dengan sorot mata yang tajam Pek Siau-thian
mengamati pemuda itu dari ujung kepala hingga ujung
kaki, kemudian sambil tersenyum ujarnya, "Tidak leluasa
bagi kita untuk bercakap-cakap disini. Hati-hati! Silahkan
masuk ke dalam ruangan untuk minum air teh".
Hoa Thian-hong adalah seorang pemuda yang berjiwa
besar, walaupun mereka baru berpisah dua tahun namun
terhadap peristiwa ditancapkannya jarum racun Suo-huntok
ciam, di atas bahunya telah dilupakan sama sekali
olehnya. habis memberi hormat ia segera melangkah
masuk ke dalam ruang perahu.
Pek Kun-gie dengan gerak-gerik yang manja
membuntuti terus di sisi tubuhnya, senyuman menghiasi
wejahnya yang cantik membuat Hoa In diam-diam
menggerutu terus.
Ruang perahu itu amat lebar dan luas, perabot dan
perawatan yang diatur dalam ruangan itu nampak indah
dan megah. sebuah meja perjamuan dengan sepoci arak
dan empat lima macam sayuran telah tersedia disana,
sepintas memandang keadaan mirip sekali dengan
keadaan dalam rumah tangga biasa. sedikitpun tidak.
menunjukkan sikap seorang tamu terhadap sesama
orang kangouw. "Yaya... baik-baikkah kau?" seorang dayang kecil yang
cantik muncul dari balik ruangan dan memberi hormat.
Melihat dayang itu adalah Siauw Leng, Hoa Thianhong
segera ulapkan tangannya sambil tertawa.
"Budak nakal, tak usah banyak adat," Siauw Leng
bangkit dan buru-buru tarikkan kursi bagi tamunya.
Setelah semua orang ambil tempat duduk Pek Kun-gie
baru melirik sekejap ke arah pedang baja yang tersoren
di pinggang Hoa In, dengan mata terbelalak serunya,
"Eeei....... kapan sih secara diam-diam kau telah
menyusup ke markas besar lagi?""
Hoa Thian-hong tersenyum. "Dia bernama Hoa In,"
katanya, dahulu ikut kakekku dan sekarang merupakan
satu-satunya sanak yang sangat menyayangi siaute,
pedang baja itu adalah pemberian darinya"
"Aku ingin lihat" seru Pek Kun-gie manja.
"Siau Koan-jin benar-benar kehangatan," pikir Hoa In
di dalam hati, "katanya ia punya hubungan yang sangat
akrab dengan nona Chin Wan-hong, diapun main kasakkusuk
dengan Giok Teng Hujien, sekarang kenapa diapun
punya hubungan yang begitu akrab dengan puteri Pek
Siau-thian?" Sungguh membingungkan sekali......."
Dalam hati berpikir demikian, tapi diluaran ia cabut
keluar pedang baja itu dan diangsurkan ke depan.
Sebetulnya ia kenal baik dengan Pek Siau-thian yang
hadir disitu lagipula tingkat kedudukan mereka berbeda,
maka sekalipun sudah bertemu mereka sama-sama
berlagak tidak kenal, bahkan melirik sekejappun tidak..
Sementara itu Pek Kun-gie telah menerima pedang
baja tadi, sesudah ditimang2 sebentar ujarnya sambil
tertawa, "Oooh..... kiranya pedang ini cuma enam puluh
dua kati, kalau begitu beratnya lebih ringan enam kati
setengah" "Pedang baja yang kumiliki tempo dulu terbuat dari
besi murni yang tak mempan dibacok golok mustika
maupun pedang mustika," ujar Hoa Thian-hong
menjelaskan, "sedang pedang ini mengandung tiga
bagian besi campuran, tentu saja jauh berbeda satu
sama lainnya"
"Lain hari bila aku telah kembali ke markas besar,
pedang bajamu itu pasti akan kuusahakan untuk
merebutnya kembali"
"Ciu It-bong pikirannya terlalu picik, dia ingin
mencabut jiwamu. maka lebih baik janganlah kau usik
dirinya..."
"Huuuh.... akan kubikin dia mati kelaparan terlebih
dulu!" seru Pek Kun-gie sambil mencibirkan bibirnya,
selesai berkata ia tertawa cekikikan dan tunduk tersipu
sipu. Pek Siau-thian yang selama Ini hanya duduk
membungkam di sisi meja, setelah menyaksikan keadaan
putrinya itu tanpa terasa ia lantas berpikir, "Pedang besi
macam itupun dipermainkan dengan begitu sayang.....
rupanya budak ini sudah terpikat hatinya kepada Hoa
Thian-hong"
Apa yang dipikirkan jago tua ini sedikitpun tidak salah,
memang begitu hubungan cinta antara muda-mudi. Bila
tidak ada rasa cinta maka sekalipun intan permata di
depan mata belum tentu ia sudi memandang sekejappun,
sebaliknya sudah jatuh cinta maka meskipun hanya sebiji
kancing di atas bajupun akan berubah jadi amat
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berharga. Pek Kun-gie adalah seorang gadis yang tinggi hati,
setelah mengalami pelbagai liku liku secara mendadak ia
jatuh cinta terhadap diri Hoa Thian-hong, sebagai gadis
yang belum pengalaman sama sekali dalam hal bercinta
ia tak pernah berpikir lebih jauh lagi tentang kesulitan2
seseorang bercinta, dia anggap Hoa Thian-hong yang
tidak menunjukkan sikap menampik tentulah berarti
bahwa diapun sudah jatuh cinta pula terhadap dirinya
urusan selanjutnya berarti tiada persoalan lagi
Karena pikiran semacam inilah membuat hubungan
mereka berdua kian lama kian bertambah rapat, sikapnya
terhadap Hoa Thian-hong pun semakin bebas dan
terbuka, ia anggap pemuda itu sebagai sahabat
kentalnya yang paling rapat.
Pek Siau-thian adalah seorang lelaki yang pernah
terjungkal di dalam lautan cinta, melihat putrinya
menanam bibit cinta pada pemuda tersebut hatinya jadi
terkesiap, sambil tertawa paksa segera ujarnya, "Anak
Gie, hormatilah secawan arak kepadanya lalu pergilah
mengontrol daerah sekitar tempat ini."
Merah jengah selembar wajah Pek Kun-gie, dia angkat
cawan araknya sambil tersenyum ke arah si anak muda
itu, Hoa Thian-hong buru-buru angkat cawan dan
meneguk habis isinya.
Angin berrbau harum berkelebat lewat bagaikan
burung walet Pek Kun-gie mengundurkan diri dan
ruangan itu. Pek Siau-thian segera ulapkan tangannya ke
arah Siauw Leng. dayang cilik itupun segera undurkan
diri. "Rahasia besar apa sih yang hendak ia bicarakan
dengan diriku?" pikir Hoa Thian-hong di dalam hati
kenapa Pek Kun-gie serta Siauw Leng harus menyingkir
dari sini?"
Melihat Pek Siau-thian tetap membungkam dalam
seribu bahasa, terpaksa kepada Hoa In katanya.
"Pergilah keujuag perahu dan berjaga disitu, sebelum
mendapat ijin dari Pek pangcu siapapun dilarang masuk
ke dalam ruangan".
"Penjagaan yang diatur di tempat ini toh amat ketat,
siapa yang sanggup menerjang masuk kemari?" bantah
Hoa In dengan rasa tidak senang hati.
Hoa Thian-hong jadi serba salah, dalam keadaan apa
boleh buat terpaksa dengan wajah membesi serunya.
"Kenapa sih kau tak mau menuruti perkataanku" Apakah
aku harus mengundang ayah dan kakekku lebih dahulu"
Hoa In tertegun, dengan sorot mata dingin ia menatap
sekejap ke arah Pek Siau-thian kemudian baru selangkah
demi selangkah mengundurkan diri dari ruangan itu.
Sepeninggalnya Hoa In, Pek Siau-thian baru
tersenyum dan berkata, "Menurut apa yang kuketahui,
ayahmu maupun kakekmu belum pernah bersikap
sedemikian kasarnya terhadap pelayan tua itu."
Hoa Thian-hong menghela napas panjang. "Kecuali
ibuku dia adalah satu-satunya orang yang paling erat
hubungannya dengan boanpwee, rasa setianya kepadaku
luar biasa dan memandang diri boanpwee lebih berharga
dari jiwanya sendiri, cuma Sayang ia tak mau
mendengarkan perkataanku membuat boanpwee
terpaksa harus bersikap marah lebih dulu...." Ia tertawa
getir dan geleng kepala.
"Waktu selalu berubah, keadaan sekarang jauh
berbeda dengan keadaan tempo dulu, hal ini membuat
boanpwee merasa bersedih hati"
Pek Siau-thian angkat cawan araknya dan berkata,
"Hiantit adalah seorang pemuda berbakat yang sukar
dibandingkan dengan manusia biasa, persoalan yang
pernah terjadi dimasa yang silam lebih baik tak usah kita
ungkap kembali. Marilah aku hormati secawan arak
untukmu, kemudian aku masih ada satu urusan hendak
dibicarakan dengan dirimu"
"Hoa Thian-hong angkat cawannya dan menghirup
habis isinya, kemudian ia menyahut, "Silahkan pangcu
utarakan persoalanmu itu!"
Pek Siau-thian tarik napas panjang-panjang, dengan
suara dalam ia berkata, "Isteriku adalah seorang
perempuan dari keluarga Thia, baik bakat maupun
budinya sangat mengagumkan. Dua puluh tahun
berselang ia mempunyai nama besar yang sejajar
dengan nama ibumu. orang kangouw sebut mereka
berdua sebagai Bulim Ji-bi atau dua orang cantik dari
dunia persilatan"
"Kalau ibunya tidak cantik dari mana bisa lahir seorang
putri macam Pek Kun-gie yang begitu jelita?"" pikir Hoa
Thian-hong dalam hati, "sekalipun tak usah dikatakan hal
ini sudah bisa diduga"
Pek Siau-thian merandek sebentar. lalu sambungnya,
"Keindahan dari isteriku terletak pada budi pekertinya,
tentang raut wajahnya tak usah dibicarakan lagi"
"Bila ada kesempatan dan ada jodoh, boanpwee pasti
akan menyambangi bibi serta mohon petunjuk darinya,"
kata Hoa Thian-hong dengan sikap yang hormat.
Pek Siau-thian menghela napas panjang. "Kami suami
isteri berdua mempunyai dua orang puteri, yang sulung
bernama Soh-gie dan yang bungsu bernama Kun-gie,
mereka berdua adalah saudara kembar yang mempunyai
wajah bagaikan pinang dibelah dua, satu sama lain
sedikitpun tak ada bedanya"
"Boanpwee pernah mendengar tentang persoalan ini
dari mulut Jin Hian" sela si anak muda itu.
Sepasang mata Pek Siau-thian segera memancarkan
cahaya tajam. "Apakah Jin loo-ji menaruh curiga bahwa
puteranya yang tolol itu mati ditangan puteri sulungku
Soh-gie?" Hoa Thian-hong mengangguk. "la memang mencurigai
puteri sulungmu itu," jawabnya terus terang.
Sepasang gigi Pek Siau-thian seketika bergemerutukan
keras, matanya melotot dan wajahnya berubah jadi
merah padam. Lama sekali rasa gusar itu baru reda
kembali. "Kalau ditinjau dari sikapnya yang begitu gusar,
bukankah urusan ini nampak semakin rumit?"" pikir Hoa
Thian-hong dengan hati terkesiap.
Terdengar Pek Siau-thian dengan suara dingin berkata
kembali, "Hoa hiantit, lima belas tahun berselang istriku
merasa tidak puas dengan perbuatanku, dalam keadaan
sedih bercampur marah dia telah cukur rambut jadi
pendeta, kedua orang putriku pun dibagi jadi dua, putri
sulung, Soh-gie ikut ibunya masuk ke dalam kuil, selama
lima belas tahun terakhir belum pernah ia tinggalkan
pintu rumah barang selangkahpun jua."
"Ooooh... sungguh tak nyana toa siocia begitu berbakti
pada orang tua, sungguh mengagumkan" puji Hoa Thianhong
dengan hati bergetar keras.
"Aaaai.... putriku yang bungsu Kun-gie karena sedari
kecil sudah terbiasa manja, sikapnya memang rada
ugal2an, tapi putri sulungku Soh-gie amat alim dan
soleh, tak mungkin ia bisa melakukan perbuatan tercela
semacam ini"
Dengan dada berombak menahan emosi. air muka Pek
Siau-thian berubah jadi dingin dan menyeramkan,
sepatah demi sepatah serunya, "Hiantit, putri sulungku
telah difitnah Orang secara keji hingga nama baiknya ternoda,
peristiwa ini. merupakan suatu kejadian yang amat
besar, mungkin saja Jin Hian sanggup membunuh diriku,
tetapi akupun percaya masih memiliki kemampuan untuk
membunuh dirinya. namun perduli siapapun yang bakal
hidup, fitnahan ini harus diselesaikan dulu dan noda yang
telah melekat pada nama baik putriku harus dicuci bersih
lebih dahulu! "
Suasana seram dan penuh nafsu membunuh segera
menyelimuti seluruh ruang perahu itu membuat Hoa
Thian-hong merasa bergidik dan bulu romanya pada
bangun berdiri.
"Seandainya nama baik putri bungsuku Kun-gie yang
ternoda, aku tak akan merasa terlalu sedih" ujar Pek
Siau-thian lagi dengan suara seram, "Putri sulungku Sohgie
adalah seorang gadis yang suci dan belum pernah
terjun ke dalam dunia persilatan, karena kesalahanku dia
sudah harus ikut menderita"
Ia tarik napas panjang-panjang lalu melanjutkan,
"Sekalipun aku harus mengikat permusuhan dengan
banyak orang, meskipun aku harus bunuh mati semua
orang yang ada di kolong langit, aku tak rela putri
sulungku itu ternoda oleh sebutir debupun".
Pikir Hoa Thian-hong jadi goyah, pikirnya, "Ia merasa
berdosa terhadap isterinya maka seluruh rasa kasih
sayangnya dicurahkan kepada putri sulungnya yang
mendampingi sang istri selama ini, bila persoalan
tersebut tidak dibikin jelas sehingga duduknya perkara
jadi terang. dalam dunia persilatan entah bakal berubah
jadi bagaimana?"
Berpikir sampai disatu, dengan wajah serius ia lantas
berkata, "Persoalan tentang miripnya raut wajah
pembunuh itu dengan wajah nona Kun-gie adalah
berasal dari mulut boanpwee atas terjadinya persoalan
ini boanpwee merasa amat menyesal".
Pek Siau-thian ulapkan tangannya memotong ucapan
tersebut. katanya. "Kalau kau mengatakan mirip, sudah
pasti wajah pembunuh itu mirip sekali dengan putriku
ucapan yang diutarakan anak keturunan keluarga Hoa
tak mungkin salah, tentang soal itu aku sama sekali tidak
menaruh curiga"
Ia berhenti sejenak, lalu dengan suara yang tenang
sambungnya, "Hiantit, seluruh peristiwa itu sudah pasti
diatur oleh seorang yang sangat cerdik, sekalipun Thian
Ik-cu si toosu tua itupun belum tentu mempunyai
kecerdikan sampai begitu tinggi. apa tujuan orang itu
sukar untuk diketahui oleh siapapun. Selama ini kau toh
hanya menceritakan apa yang telah kau lihat, aku sama
sekali tidak mengalihkan rasa gusarku ke atas tubuhmu"
Hoa Thian-hong merasa Pek Siau-thian yang berada di
hadapannya ini tiba-tiba berubah jadi amat tua, kakek itu
kelihatan amat kesal dan mendongkol tapi semua
perasaan itu tak tersalurkan keluar, membuat ia sedih
dan amat menderita.
Dengan pihak Sin-kie-pang boleh dibilang Hoa Thianhong
mempunyai dendam dan sengketa, hubungannya
dengan Pek Kun-gie pun amat kabur sebentar seperti
kawan sebentar seperti lawan. Sekalipun demikian ia
merasa penasaran bila melihat ada orang dibuat
penasaran tanpa bisa berkutik.
Pikirannya dengan cepat berputar, "ia segera teringat
kembali akan Pui Che-giok dayang kepercayaan dari Giok
Teng Hujien itu, dayang tersebut memiliki sebilah pisau
belati yang persis seperti alat yang digunakan untuk
membunuh Jin Bong, Benarkah dayang itu yang
melakukan pembunuhan?" Kalau bukan lalu siapakah
pembunuhnya?" Kecuali saudara kembar, siapa pula
yang memiliki raut wajah mirip Pek Kun-gie?""
Tiba-tiba terdengar Pek Siau-thian berkata dengan
suara tegas, "Hoa-hiantit, pembunuh itu pastilah berasal
dari kalangan kaum lurus dan jelas bukan hasil
perbuatan dari anak murid perkumpulan Thong-thiankauw!!...."
Mula mula Hoa Thian-hong agak tertegun kemudian
dengan pikiran yang tidak tenang dan perasaan penuh
curiga ia berkata, "Siapakah diantara kalangan lurus yang
dapat menggunakan siasat semacam ini?" Pembunuh itu
pernah mengadakan hubungan kelamin dengan Jin Bong,
itu berarti urusan menyangkut nama baik seorang gadis,
siapa yang kesudian melakukan perbuatan hina semacam
ini?""
000O000 Pek Siau-thian mendengus dingin. "Bagi seseorang
yang punya tujuan membalas dendam, sekalipun harus
korbankan jiwapun rela apalagi hanya melakukan
perbuatan semacam itu?" Aku rasa siapapun dapat
melakukan tindakan seperti ini"
Ia berhenti sebentar, lalu sambil tertawa panjang
lanjutnya, "Dalam dunia persilatan pada dasarnya
memang tiada perbedaan antara yang putih dengan yang
hitam, yang kumaksudkan sebagai orang dari kalangan
lurus adalah orang dibalik layar yang mendalangi
terjadinya peristiwa berdarah ini bukanlah seseorang
yang tergabung dalam tiga besar dunia persilatan"
"Lo-pangcu, atas dasar apa kau bisa mengatakan
bahwa pembunuh itu bukan berasal dari pihak Thongthian-
kauw?"" seru Hoa Thian-hong dengan alis berkerut.
Pek Siau-thian tertawa seram, "Aku telah mengadakan
janji persahabatan dengan Jin Hian, karena persoalan itu
maka perkumpulan Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie
yang keadaannya ibarat api dan air bisa bekerja sama
untuk melenyapkan Thong-thian-kauw lebih dulu,
kemudian baru menentukan nasib sendiri. aku rasa
tentang hal ini Thian Ik-cu pasti memahami sejelas
jelasnya, sekalian dia punya ambisi untuk merajai kolong
langit tapi belum memiliki kekuatan untuk melawan Sinkie-
pang dan Hong Im Hwte. maka dari itu pastilah
sudah dalang di belakang layar dalam peristiwa berdarah
ini bukanlah dirinya!...."
"Oooh....! Kiranya di antara tiga partai besar dalam
dunia persilatan terdapat hubungan yang sensitif, lalu
siapakah pembunuh itu" Kenapa alat untuk melakukan
pembunuhan itu bisa berada di tangan Pui Che-giok itu
mempunyai raut wajah yang mirip sekali dengan dua
bersaudara she-Pek?" Sungguh aneh" pikir Hoa Thianhong
dalam hati. Setelah berpikir pulang pergi ia tetap merasa bahwa
Pui Che-giok dayang kepercayaan dari Giok Teng Hujien
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
adalah satu-satunya yang akan ia selidiki. Maka diapun
alihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya.
"Kedatangan loo-pangcu ke wilayah Kanglam kali ini
apakah sedang bekerja sama dengan Jin Hian untuk
melenyapkan pihak Thong-thian-kauw?""
Pek Siau-thian mengangguk. "Inilah pekerjaan
pertama yang dilakukan kami sejak perkumpulan Sin-kiepang
bekerja sama dengan Hong-im-hwie".
"Tahu diri tahu keadaan musuh, setiap bertempur
pasti menang, aku rasa apa tindakan Thong-thian-kauw
ternyata pangcu sudah mengetahui bukan?"...."
"Andaikata Hiantit adalah Thian Ik toosu tua itu, apa
yang hendak kau lakukan untuk menghadapi situasi
semacam ini?"
Hoa Thian-hong tersenyum. "Siautit tak tahu
bagaimana kekuatan yang sebenarnya dari pihak Thongthian-
kauw, sulit bagiku untuk menjawab pertanyaan ini".
"Kekuatan dari Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta
Thong-thian-kauw adalah seimbang satu sama lain,
sekalipun berbeda juga sedikit sekali".
Hoa Thian-hong termenung sebentar lalu menjawab,
"Kalau Thong-thian-kauw harus satu lawan dua sudah
pasti mereka tak akan tahan, bila siautit yang jadi
mereka maka akan kugunakan siasat menggeser pantai
melompati perahu. sebelum Lo-pangcu serta Jin Hian
sempat mendekati kota Leng An. di tengah jalan akan
kuserang lebih dulu salah satu pihak yang terlemah agar
kalang kabut dan pusing kepala..,"
Sambil tersenyum Pek Siau-thian segera gelengkan
kepalanya. "Persoalan mengenai Tiga besar dunia
persilatan selamanya memang tak bisa diraba oleh orang
luar, tindakan yang dilakukan baik oleh Thian Ik-cu, Jin
Hian maupun diriku sendiri sering kali jauh diluar dugaan
orang lain!..."
"Lo-pangcu, bagaimana kalau kau terangkan cara
kerja kalian hingga membuka pikiran boanpwee yang
bebal" seru Hoa Thian-hong dengan sepasang alis
berkerut. Pek Siau-thian tertawa. "Tiga golongan besar berdiri
saling bermusuhan, siapa yang turun tangan lebih dulu
dialah yang bakal rugi, siapapun tidak ingin
menguntungkan pihak yang lain sebelum tiba pada
waktunya untuk adu senjata siapa yang mencari garagara
lebih dulu dialah yang akan bertindak sebagai
pelopor, keadaan ini selalu tetap dan tak akan berubah
untuk selamanya"
"Bila Thian Ik-cu tidak mencari siasat bagus untuk
menghadapi situasi semacam ini, dan andaikata pasukan
musuh sudah berada di depan mata, bukankah waktu itu
keadaan sudah terlambat?""
"Pertarungan antar perkumpulan jauh berbeda dengan
pertempuran antar dua negara, sekalipun pasukan sudah
berada di depan mata itu bukan berarti pertempuran
segera akan berlangsung, mungkin saja ketika tiba pada
waktunya keadaan sama sekali berubah karena mungkin
aku akan bekerja sama dengan Thian Ik-cu untuk
melenyapkan perkumpulan Hong-im-hwie, mungkin juga
Jin Hian bekerja sama dengan Thian Ik si toosu tua itu
untuk merontokkan perkumpulan Sin-kie-pang"
"Jika demikian keadaannya, bukankah itu berarti
bahwa mereka sudah mempermainkan kesetiaan kawan
serta janji yang telah diucapkan" pikir Hoa Thian-hong
dalam hati. "Rupanya mereka lebih mementingkan
keuntungan pribadi dari pada hubungan persahabatan!"
Terdengar Pek Siau-thian tertawa keras dan berkata
lebih lanjut, "Urusan yang ada di dunia bagaikan orang
bermain catur, perubahan yang kemudian terjadi sukar
diduga sejak semula. mungkin saja setelah pasukan dari
tiga golongan bertemu satu sama lainnya tiba-tiba tujuan
berubah dan ditujukan untuk menghadapi Hiantit, siapa
tahu bukan?""
Hoa Thian-hong merasa terkejut, tapi diluaran sambil
tertawa paksa katanya, "Loo pangcu, kenapa kau musti
menakut-nakuti diri boanpwee dengan ucapan semacam
itu?" Boanpwee toh tidak lebih hanya seorang pemuda
yang baru saja terjun ke dalam dunia persilatan, mana
begitu tinggikah perhatian kalian pada diriku?""
"Pendapat hiantit keliru besar" kata Pek Siau-thian
sambil tertawa ewa, "Ibumu masih hidup di kolong langit
sedang hiantit merupakan mustika dalam kolam. cukup
berbicara dari keadaan sekarang sudah jelas
menunjukkan bahwa pengaruhmu amat besar tiap hari
pengaruhmu itu berkembang semakin luas, bila dibiarkan
berlarut larut maka keadaanmu akan jadi amat
berbahaya"
Peluh membasahi seluruh tubuh Hoa Thian-hong,
selanya, "Ibuku tawar terhadap perebutan nama dan
kedudukan, sedangkan boanpwee masih muda dan tiada
berpengalaman hanya dibantu oleh seorang pelayan tua
masa dikatakan pengaruhnya berkembang, pengaruh apa
yang berkembang?""
Ucapan Pek Siau-thian tiba-tiba berubah jadi amat
santai, ia tertawa dan berkata, "Mega membuntuti naga
angin membuntuti harimau, betulkah hian-tii seorang
diri?""
Dia angkat cawan araknya dan berkata lebih lanjut
sambil tertawa, "Hiantit, bila tiga golongan besar
mengurung kau ditempat ini maka tidak sampai tiga
bulan seluruh jago lihay dari kalangan lurus baik itu kenal
atau tidak mereka akan berduyun-duyun datang kemari.
waktu itu tiga golongan akan bekerja sama dan
membasmi mereka semua dari muka bumi, bukankah hal
ini bagus sekali?""
Makin didengar Hoa Thian-hong merasa hatinya
semakin terkejut, pikirnya di dalam hati, "Ucapannya
memang sangat masuk diakal, Cu Tong locianpwee serta
Ciong Lian-khek beberapa orang jago bukankah
menguatirkan keselamatanku karena mengingat di atas
nama baik ayahku?" Seandainya aku benar-benar
terjatuh ke tangan pihak musuh, Para jago dari kalangan
lurus sudah pasti tak akan berdiam diri belaka, bila
mereka munculkan diri untuk menolong aku niscaya
perbuatan mereka itu sama artinya terjerumus dalam
siasat lawan, bahkan kemungkinan besar jiwa ibukupun
akan terancam."
Ia adalah seorang pemuda yang cerdas, setelah
berpikir sebentar ia segera menyadari akan lihaynya
kejadian itu, iapun tahu Pek Siau-thian sengaja menakutnakuti
dirinya tentulah didasari tujuan tertentu, maka
sambil menenangkan hatinya ia berkata, "Terima kasih
atas petunjuk yang diberikan oleh Lo-pangcu, bila aku
boleh bertanya bagaimanakah pendapatmu mengenai
cara untuk menghindarkan diri dari bencana ini?""
Pek Siau-thian angkat kepala dan tertawa terbahak
bahak. "Haaaah..... haaaaah..... haaaah....... kalau
memang hiantit bertanya secara terus terang, akupun
akan beberkan pendapatku sebagaimana yang
kupikirkan, satu-satunya jalan yang terbaik bagimu
adalah pergi sejauh-jauhnya dari sini dan jangan
mencampuri lagi urusan pertikaian ini"
"Bila perahu berada di tengah sungai, maju atau
mundur adalah sama-sama jauhnya, boanpwee tak
mungkin bisa lolos dari sini lagi"
"Kalau memang demikian adanya maka lebih baik
hiantit secepatnya menyatakan sikap dan secara resmi
mengumumkan bahwa kau telah bergabung dengan
salah satu kelompok diantara tiga golongan besar. Hanya
berbuat demikian saja kau baru dapat menghindari
gencetan dari tiga pihak"
"Kalau didengar dari pembicaraan tersebut, rupanya ia
suruh aku bergabung dengan pihak Sin-kie-pang..." pikir
pemuda itu. Dalam hati berpikir demikian, diluaran ia berkata, "Dari
pihak Thong-thian-kauw aku cuma kenal Giok Teng
Hujien seorang, hanya perkenalan itu mendalam maka
tak mungkin bagiku bergabung dengan dirinya, apa lagi
Ang Yap Toojin punya permusuhan dengan diriku,
bergabung dengan pihak Thong-thian-kauw sudah tak
mungkin lagi bagi diriku"
Pek Siau-thian tertawa, selanya, "Hiantit telah
melakukan perjalanan jauh bersama-sama Jin Hian, aku
Iihat hubungan kalian bagaikan sahabat yang intim"
"Kematian Jin Bong sedikit banyak melibatkan pula diri
boanpwee," kata Hoa Thian-hong sambil tertawa ewa,
"Jin Hian bukanlah seorang manusia yang berjiwa besar,
dendam sakit hatinya itu suatu saat pasti akan dibalas,
sekarang boanpwee sudah sadar. ia menahan diriku
selama ini bukan lain adalah menggunakan aku sebagai
umpan untuk memancing kedatangan para jago dari
kalangan lurus hingga bisa berhubungan dengan dirinya,
dan dapat dipergunakan tenaganya."
Pek Siau-thian mengangguk, ujarnya sambil
tersenyum. "Termasuk aku sendiri, pemimpin dari tiga
golongan besar bukanlah manusia baik-baik...."
Hoa Thian-hong tertegun, pikirnya, "Kau berkata
demikian. bukankah itu berarti bahwa pembicaraan yang
berlangsung selama ini hanya omong kosong belaka....."
Sementara kedua orang itu masih berbincang hal yang
tak berguna, tiba-tiba horden tersingkap dan muncullah
Pek Kun-gie serta Hoa In.
Air muka Pek Siau-thian seketika berubah bebat,
tegurnya, "Gie-ji, kenapa kau tak mau dengarkan
perkataanku?""
Dengan kepala tertunduk dan nada sedih Pek Kun-gie
menjawab, "Ayah, kukatakan secara terus terang
kepadanya, dia bukanlah manusia yang gampang dipaksa
oleh ancaman"
Hoa Thian-hong jadi sangat terkejut setelah
mendengar perkataan itu, secara tiba-tiba ia merasa
bahwa urusan yang dihadapinya saat ini jauh lebih serius
daripada apa yang diduganya semula, rasa curiga segera
muncul membuat hatinya jadi tak tenteram.
Rupanya Pek Siau-thian sedang mengalami kesulitan
besar, air mukanya berubah beberapa kali, sambil
mencekal cawan lama sekali dia membungkam dalam
seribu bahasa. Setelah tertegun sesaat tiba-tiba Pek Kun-gie berjalan
ke depan dan duduk disisi Hoa Thian-hong, tanyanya
dengan suara lirih, "Apakah kau telah mempunyai ikatan
perkawinan dengan Chin Wan-hong?"
Perkataan itu diucapkan amat lirih bagaikan bisikanbisikan
nyamuk dan dengan kepala tertunduk rendah2,
tapi bagi Hoa Thian-hong bagaikan guntur membelah
bumi di siang hari bolong sekujur tubuhnya bergetar
keras. Pada saat itulah Pek Siau-thian berbatuk ringan lalu
berkata, "Hiat-tit, marilah kita buka kartu dan berbicara
sekarang terang-terangan"
"Boanpwee akan turut perintah!"
"Perpisahanku dengan istriku sudah merupakan suatu
kejadian yang tak beruntung bagi keluargaku, putri
sulungku Soh-gie difitnah orang dan sekarang putriku
yang bungsu Kun-gie pun menemui persoalan, aku tidak
ingin terjadi sesuatu lagi atas keluargaku."
"Aku dapat memahami kesulitan yang sedang dialami
oleh lo-pangcu!"
"Tapi sayang putriku Kun-gie tak tahu diri, dan ia ingin
menggunakan kedudukannya, muda dan mudi memang
sukar untuk dihindari hal ini harus disalahkan kepada
kami yang jadi orang tuanya tak bisa mendidik secara
baik-baik dimasa yang lalu hingga sekarang jadi
kelabakan sendiri. Sekarang urusan sudah jadi begini,
aku tak bisa menghalangi pun tak bisa memenuhi
harapannya coba hiantit berpikir bila aku tak bisa
selesaikan persoalan ini bukankah orang kangouw akan
mentertawakan ketidakbecusanku?""
Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat, ia tak tahu
apa yang musti dikatakan pada waktu itu.
Urusan ini menyangkut nama baik Pek Siau-thian.
menyangkut pula nama baik Pek Kun-gie, bila sepatah
kata saja Hoa Thian-hong salah berbicara maka dalam
malunya Pek Siau-thian berdua tentu akan berubah jadi
gusar dan mendendam terhadap dirinya.
Untuk beberapa saat lamanya suasana dalam ruangan
itu jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun,
Hoa Thian-hong jadi serba salah dan tak tahu apa yang
musti dikatakan, sedang Pek Kun-gie dengan sepasang
matanya yang jeli menatap terus wajahnya tanpa
berkedip tubuhnya nampak agak gemetar.
Tiba-tiba terdengar Pek Siau-thian berkata kembali,
"Hiantit, urusan sudah jadi begini, bila kau tidak
menampik tawaranku ini dan tidak kecewa dengan
putriku yang jelek aku ingin menjodohkan dirinya
kepadamu" Agaknya untuk mengucapkan beberapa patah kata itu
dia harus mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya,
habis berkata ia menghembuskan napas panjang dan
menyambung lebih jauh dengan suara lemah, "Semula
akupun seorang manusia yang kasar. atas jerih payahku
yang tak kenal lelah akhirnya aku berhasil juga
membangun suatu usaha yang besar seperti hari ini.
Sekarang aku merasa usiaku telah tua sedang keturunan
belum ada, bila hiantit tidak menampik maka aku akan
gunakan perkumpulan Sin-kie-pang ini sebagai mas
kawin dari putriku. asal putriku telah kawin maka akupun
akan berlega hati. Bukankah dengan demikian Hiantit
pun dapat melanjutkan pula keturunan dari keluarga
Hoa?""
Soal perkawinan ini kecuali didasari oleh kecantikan
wajah Pek Kun-gie yang luar biasa serta rasa sayangnya
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terhadap putri sendiri, di samping itu disertakan pula
suatu gertakan yang amat besar.
Hoa Thian-hong yang berada dalam posisi terjepit.
terutama sekali menghadapi keributan dari kelompok tiga
besar, sepantasnya kalau ia terima tawaran itu dengan
serang hati. Hoa In adalah pelayan tua dari tiga keturunan
keluarga Hoa dia sayang majikan mudanya melebihi
sayang pada jiwanya sendiri, ketika mendengar Pek Siauthian
ajukan pinangan jantungnya segera berdebar
keras. Ia merasa dengan asal usul majikan mudanya yang
cemerlang, tidak pantas kalau ia kawin dengan putri
seorang manusia kasar tapi iapun merasa sulit untuk
menganjurkan majikannya menampik mengingat situasi
yang sedang mereka hadapi berbahaya sekali.
Sebaliknya bila dia anjurkan majikannya untuk
menerima pinangan itu, berarti sebuah perkumpulan
besar ada harapan jatuh ke tangan majikannya, dengan
kemampuan dari majikannya itu ia merasa kemungkinan
besar di kemudian hari seluruh kolong langit akan
menjadi milik keluarga Hoa.
Pikir bolak-balik merasa serba salah, untuk beberapa
saat pelayan tua inipun tak tahu apa yang musti
dilakukan. Tiba-tiba Pek Kun-gie menggenggam tangan Hoa
Thian-hong, dengan suara gemetar tanyanya, "Thian
Hong, apakah kau telah mempunyai janji dengan Chin
Wan-hong untuk sehidup semati?""
"Sama sekali tidak......" ia berhenti sejenak, tiba-tiba
sambil berpaling ke arah Pek Siau-thian lanjutnya lebih
jauh, "Aku merasa amat terharu dan berterima kasih
sekali atas perhatian serta kasih sayang dari lopangcu......"
"Sebagai seorang pria sejati hidup sebagai pendekar
mati sebagai pahlawan tiada persoalan yang perlu
dikuatirkan. Hiantit! Kau sebagai seorang jago yang luar
biasa sepantasnya kalau menjawab secara tegas,
menerima atau menampik harap dikatakan secara terus
terang" "Ketika boanpwee hendak meninggalkan rumah tempo
dulu," ujar Hoa Thian-hong dengan tenang, "ibuku telah
menyampaikan beberapa buah urusan kepadaku,
diantaranya adalah melarang aku kawin lebih dulu"
"Kenapa?" sela Pek Kun-gie sambil membelalakkan
matanya dari pihak keluarga Hoa, toh tinggal kau
seorang...."
Hoa Thian-hong tersenyum. "Ibu takut akan
tenggelam dalam kesenangan keduniawian hingga
membuka masa mudaku dengan begitu saja."
"Aku tak pernah terikat dendam permusuhan dengan
keluarga Hoa kalian," terdengar Pek Siau-thian berkata
pula, "sedang ibumu adalah seorang pendekar wanita
aku percaya ibumu tak akan menampik perkawinanmu
dengan putriku.
Hoa Thian-hong adalah seorang pemuda yang amat
berbakti kepada orang tuanya, kata2 dari ibunya itu
sudah melekat dalam2 di hati sanubarinya, sejak terjun
ke dalam dunia persilatan belum pernah ia pikirkan
masalah perkawinannya. Walaupun begitu diapun takut
ucapannya menyakiti Pek Siau-thian berdua, maka
dengan wajah tenang ia melanjutkan, "Soal perkawinan
adalah urusan yang diatur oleh orang tua, biar ibuku
sudah menyanggupi perkawinan ini, tentu saja boanpwee
tak akan menampik!"
"Jadi kalau begitu, hiantit pribadi telah menyetujui
perkawinan ini?"" sambung Pek Siau-thian dengan cepat.
Melengak Hoa Thian-hong setelah mendengar
perkataan itu, ia segera menggeleng dan menjawab,
"Boanpwee sejak terkena racun keji Teratai empedu api,
selama hidup tak bisa beristri dan beranak lagi, dalam
keadaan begini boanpwee tak pernah memikirkan
tentang soal pernikahan, sebab aku tidak ingin merusak
kehidupan gadis manapun akibat dari keadaanku ini"
Apa yang diucapkan olehnya merupakan kenyataan
sekalipun Pek Siau-thian cerdas dan banyak akal tak
urung dibikin gelagapan juga, ia tak tahu apa yang musti
dikatakan dalam keadaan begini.
Pek Kun-gie yang duduk disisi ayahnya jadi teramat
gelisah menyaksikan hal itu, setelah ditunggunya
sebentar namun tidak kedengaran ayahnya buka suara
untuk menanggapi perkataan tadi, ia semakin cemas lagi
sehingga tanpa sadar ia berseru, "Thian Hong, aku juga
bukan seorang perempuan yang terlalu mementingkan
soal-soal sepele, apalagi kita semua merupakan jagojago
yang pernah belajar silat, asal kau tidak menampik
diriku serta memandang rendah aku orang she-Pek,
sekali pun telah menikah suami istri, tetap masih bisa
hidup rukun dan penuh kedamaian, apa sangkut pautnya
keadaan itu dengan racun teratai empedu api yang
mengeram dalam tubuhmu itu?""
Sebagai gadis muda sama sekali belum punya
pengalaman, terhadap arti perkawinan dan hubungan
kelamin pandangannya sangat jauh dan hambar apalagi
api cinta yang berkobar dalam hatinya terhadap diri Hoa
Thian-hong telah merasuk ke tulang sumsum, ucapan
yang dia utarakan keluar semuanya muncul dari hati
sanubari yang murni dan tiada maksud paksaan.
Hoa Thian-hong sendiri masih kabur pandangannya
terhadap persoalan itu, bagi dirinya perkataan yang
diucapkan gadis itu juga dianggap sebagai sesuatu hal
yang biasa dan sama sekali tidak janggal.
Lain halnya dengan Pek Siau-thian yang sudah banyak
pengalaman serta mengerti mendalam akan arti cinta
yang sebenarnya antara lelaki dari wanita, meskipun
cintanya murni namun hubungan badaniahlah yang
mempererat serta memperdalam cinta itu, tanpa berbuat
demikian lama kelamaan cinta itu bakal luntur dan
akhirnya patah. Tentu saja sebagai orang tua dia merasa
agak canggung untuk menjelaskan soal hubungan pribadi
lelaki dan wanita itu kepada putrinya.
Bagaimanapun juga dia adalah seorang jago kawakan
yang banyak pengalaman, setelah berpikir sebentar dia
lantas berkata, "Hiantit, putri dari Pek Siau-thian
bukanlah gadis yang tidak laku untuk dikawinkan dengan
orang lain, jawablah secara terus terang dan terbuka,
andaikata kadar racun Teratai empedu api yang
mengeram di dalam tubuhmu dapat dipunahkan, apa
yang hendak kau lakukan?"
Ragu ragu hati Hoa Thian-hong mendapat pertanyaan
itu, pikirnya di dalam hati, "Enci Wan-hong pernah
melepaskan budi pertolongan terhadap diriku, walaupun
diantara kami tak pernah terikat oleh suatu hubungan
apapun, namun boleh dibilang hati kami sudah bersatu,
andaikata aku punya kesempatan untuk mencari istri dan
menikah sepantasnya kalau kupilih dirinya sebagai
istriku, tapi bagaimana pula dengan tawaran Pek Siauthian
ini" Apa yang musti kau lakukan?"
"Sebagai pria yang amat kuat rasa
kesetiakawanannya, sulit bagi pemuda ini untuk
melupakan setiap kebaikan yang pernah di berikan Chin
Wan-hong terhadap dirinya, tetapi diapun mengetahui
mara bahaya yang setiap saat mengancam jiwanya pada
saat ini, bila jawabannya tepat maka kemungkinan besar
keluarga Hoa akan mengikat hubungan famili dengan
keluarga Pek, sebaliknya kalau dia salah bertindak maka
pertumpahan darah pasti tak akan terhindar, Pek Siauthian
tentu akan memandang dirinya sebagai musuh
besar yang paling dibenci, sedang kehidupan Pek Kun-gie
pun akan ikut hancur di tangannya,"
Berpikir akan seriusnya masalah ini, ia segera bangkit
dan memberi hormat, ujarnya dengan wajah serius,
"Racun keji Teratai empedu api adalah racun yang tak
mungkin bisa dipunahkan. tiada kemungkinan bagiku
untuk terbebas dari pengaruh racun ini, karenanya
terhadap masalah perkawinan yang merupakan masalah
besar boanpwee harap kita bisa berbicara sesuai dengan
kenyataan, omong kosong hanya akan mencelakai orang
lain serta mencelakai diri sendiri. Aku harap Lo-pangcu
suka mempertimbangkan masak-masak tentang
persoalan ini, janganlah disebabkan salah bertindak
mengakibatkan semua orang ikut menderita."
Pek Siau-thian tidak berputra dan belum pernah
menerima murid, terhadap diri Hoa Thian-hong boleh
dibilang dia memandang tinggi dan serius, apa daya
persoalan ini menyangkut kebahagiaan hidup putrinya
sepanjang masa karena itu dalam keadaan begini
terpaksa ia musti lakukan segala sesuatu apapun dengan
harapan bisa memaksa pemuda itu menuruti
keinginannya. "Ayah!" terdengar Pek Kun-gie berseru, "kau orang tua
jangan terlalu memaksa dirinya, akupun tidak terburu
nafsu untuk menikah. biarlah aku menunggu tiga sampai
lima tahun lagi ...."
"Seandainya ada orang hendak mencelakai jiwanya,
apakah kau dapat berpeluk tangan belaka membiarkan
dia mati terbunuh?"" seru Pek Siau-thian dengan suara
dingin. "Tentang soal itu aku harap Lo-pangcu tak usah
merisaukan diri," tukas Hoa Thian-hong dengan cepat,
"boanpwee telah menyerahkan nasibku atas pengaturan
takdir, aku tidak akan menyusahkan diri kesayanganmu".
"Itu toh menurut jalan pemikiranmu, kalau dia akan
mencampuri urusanmu itu apakah kau mampu untuk
menghalangi atau mencegahnya?""
"Sekalipun putri bakal mati, tak nanti aku
menyusahkan ayah!" ujar Pek Kun-gie.
Pek Siau-thian mendengus dingin.
"Hmm! pendapat seorang bocah cilik seandainya ada
orang hendak membinasakan dirimu, kau anggap aku
bisa berpeluk tangan belaka menyaksikan kau dijagal
orang?" Dalam hati Pek Kun-gie merasa amat sedih, namun
sambil menekan perasaan pedih itu di dalam hati katanya
terhadap diri pemuda itu, "Thian Hong, kau harus ingat
bahwa Jin Hian adalah manusia licik yang sangat
berbahaya, melakukan perjalanan bersama dia cepat
atau lambat pasti akan terbokong olehnya, lebih baik kau
tak usah kembali kesana berdiamlah saja di tempat ini".
"Dlsitu masih ada dua orang cianpwee yang sedang
beristirahat, jika aku tidak kembali, rasanya aku akan
kehilangan rasa hormatku sebagai angkatan yang lebih
muda......"
Habis berkata ia putar badan dan segera mohon diri
kepada diri Pek Siau-thian.
Ketua dan perkumpulan Sin-kie-pang itu sama sekali
tidak menahan dirinya, ia segera mengantar tamunya
keluar dari ruang perahu.
Pek Kun-gie bagaikan burung kecil yang jinak
menempel terus disisi badan Hoa Thian hingga sampai ke
atas daratan mereka hanya saling berpandangan belaka
dengan mulut membungkam, banyak persoalan yang
hendak mereka bicarakan namun siapapun tak tahu musti
berbicara dari mana lebih dahulu
Hoa Thian-hong terburu-buru hendak tinggalkan
tempat itu, setelah termenung sebentar akhirnya ia
berseru, "Nona Pek...."
"Apakah kau musti memanggil diriku dengan sebutan
nona Pek?"" sela Pek Kun-gie dengan nada yang murung
bercampur sedih.
Hoa Thian-hong menghela napas panjang, bisiknya
lirih, "Sejak jaman dahulu orang yang terlalu romantis
akan berakhir dengan rasa kebencian kau adalah
manusia cerdik, janganlah di sebabkan soal sepele
menyebabkan masa mudamu hilang dengan begitu saja,
di kemudian hari kau akan merasa menyesal karena
sikapmu itu"
Pek Kun-gie menggeleng. "Aku telah membuat jaring
untuk membelenggu diriku apa daya?" Aku tidak bisa
berbuat apa-apa lagi"
Dengan murung bercampur sedih Hoa Thian-hong
menghela napas panjang ia termenung beberapa saat
lamanya, akhirnya sambil mengempos semangatnya
berkata, "Dewasa ini banyak masalah dunia persilatan
yang sedang terjadi tiada waktu bagiku untuk mengurusi
soal cinta serta hubungan pribadi antara muda dan mudi,
ambillah keputusan buat dirimu sendiri! andaikata aku
sampai mengecewakan dirimu janganlah salahkan kalau
aku tak kenal budi..."
Bicara sampai disitu ia segera putar badan dan berlalu
dari situ. Rasa cinta yang bersemi dalam tubuh Pek Kun-gie
telah berkembang biak, ia tak mungkin bisa disadarkan
hanya dengan sepatah dua patah kata belaka, dengan
termangu-mangu ia berdiri menjublek di tempat semula,
sorot matanya memancarkan kebingungan serta
kebodohan.........
Oh Sam sejak semula telah menunggu disitu, ia segera
menuntun kuda bagi pemuda itu Hoa Thian-hong berdua
dengan cepat loncat naik ke atas punggung kuda dan
melarikannya menuju ke arah kota.
Ketika hampir tiba di pintu kota, tiba-tiba tampaklah
Ciong Lian-khek sambil membawa Chin Giok-liong serta
Bong Pay menyongsong kedatangannya dari arah depan,
Hoa Thian-hong segera meloncat turun dari kudanya
sambil berkata, "Cianpwee, sungguh kebetulan sekali
kedatanganmu, boanpwee punya rencana untuk
berangkat lebih dahulu ke kota Leng An, aku ingin pulang
ke rumah untuk menyampaikan hal ini kepada cianpwee
sekalian"
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
JILID 19: Perubahan sikap Chin Pek Cuan
"EEI...... situasi pada saat ini sangat tegang dan kritis
sekali, mau apa kau berangkat lebih dahulu ke kota Leng
An?" tegur Ciong Lian-khek dengan nada tercengang.
"Sikap perkumpulan Hong-im-hwie serta Sin-kie-pang
misterius dan tidak terbuka pihak Thong-thian-kauw
tetap tenang dan tidak menggerakkan tentaranya, hal ini
merupakan suatu keadaan yang tidak umum dan luar
biasa sekali, boanpwee punya rencana untuk berangkat
lebih dahulu ke kota Leng An guna melihat keadaan, di
samping berusaha pula untuk menemukan pembunuh
dari Jin Bong, dari pada andaikata terjadi perubahan
yang tak terduga kita semua jadi kelabakan dibuatnya."
"Apa yang kau maksudkan sebagai perubahan yang
tak terduga?" tanya Ciong Lian-khek dengan alis
berkerut, tindakanmu yang lupa akan tugas dan
memikirkan masalah lain yang sama sekali tak ada
gunanya untuk menyelidiki sang pembunuh, apakah
bertujuan untuk mendapatkan pedang mas itu?"
"Dalam pembicaraan yang berlangsung barusan, Pek
Siau-thian telah memberi bisikan kepadaku, katanya
kemungkinan besar perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-imhwie
serta Thong-thian-kauw akan bersatu padu kembali
untuk bersama-sama menghadapi kekuatan kaum
pendekar kalangan lurus yang mulai menghimpun
kembali itu. Jika peristiwa ini sampai terjadi maka kita
semua bakal mati konyol dan bercerai berai, Oleh sebab
itulah boanpwee ingin melakukan penyelidikan lebih
dahulu untuk mengetahui siapakah pembunuh dari Jin
Bong serta membongkar persoalan ini, sekalipun Jin Hiat
punya watak seperti kura2 dalam keadaan begini dia
tentu akan berusaha untuk membalaskan dendam bagi
kematian puteranya, asal kekuatan tiga partai telah
terpecahkan itu berarti pihak kita akan memperoleh jalan
kehidupan!"
Sebenarnya bagaimana hubunganmu dengan pihak
perkumpulan Sin-kie-pang?" tegur Ciong Lian-khek
dengan wajah murung.
Pek Siau-thian mengajukan tawaran kepadaku untuk
menikah dengan putrinya, tetapi telah boanpwee tolak
dengan menemukan kesulitan sesungguhnya yang
sedang kuhadapi.
"Aaai... kalau bukan berbesan tentu bermusuhan
apakah kalian telah bentrok satu sama lainnya?"
Hoa Thian-hong menggeleng.
"Rasa cinta Pek Kun-gie yang berakar sukar
dilenyapkan dalam waktu singkat, Pek Siau-thian sendiri
sebenarnya ingin menarik diriku berpihak kepadanya,
tetapi berhubung dalam tubuh boanpwee masih
mengandung racun jahat ia merasa tidak lega untuk
benar-benar mengawinkan putrinya kepada boanpwee,
karena rumitnya persoalan inilah membuat ia tak
sanggup mengambil keputusan... dan boanpwee pun
segera mohon pamit dalam keadaan begitu.
"Cukat racun Yau Sut adalah manusia yang paling
lihay, apakah bangsat cilik itu ikut berbicara?"
"Sewaktu berada ditepi sungai Hoang-hoo tahun
berselang, ia pernah turun tangan keji terhadap
boanpwee sehingga memaksa aku harus menelan Teratai
Racun Empedu api untuk bunuh diri dalam pertemuan
tadi Pek Siau-thian tidak mempertemukan diriku dengan
manusia she-Yau itu!"
Ciong Lian-khek mengangguk, setelah termenung
beberapa saat lamanya dia berkata kembali. "Kota Leng-
An merupakan basis pertahanan yang paling kuat dari
pihak perkumpulan Thing Thian Kauw, terutama sekali
dalam keadaan begini seluruh jago lihay dari
perkumpulan itu sudah berkumpul disana, andaikata kau
ingin pergi ke situ lebih dahulu aku rasa lebih baik kita
berangkat bersama-sama"
Hoa Thian-hong segera tertawa. "Boanpwee ada
maksud menghubungi Giok Teng Hujien lebih dahulu jika
terlalu bayak yang pergi bukan saja kurang leluasa
bahkan tindakan kita ini mungkin akan mencurigakan hati
Jin Hian" Walaupun pemuda ini hanya seorang angkatan muda
belaka tetapi justru dialah pemimpin dari himpunan
kekuatan diluar tiga kekuatan besar dalam dunia
persilatan kendati Ciong Lian-khek sekalian adalah para
orang gagah yang sudah lanjut usia namun semangat
jantan mereka dimasa lampau telah hilang lenyap sama
sekali, kemunculan mereka pada saat inipun tidak lain
karena merasa tak tega membiarkan pemuda itu
melakukan perjuangan seorang diri.
Karena itulah tanpa sadar Hoa Thian-hong telah
dipandang sebagai otak serta pemimpin mereka, dalam
menghadapi masalah besar ataupun kecil kebanyakan
mereka tidak kukuh dalam pendirian dan lebih banyak
menuruti rencananya,
Terdengar Bong Pay berseru, "Dalam perkumpulan
Thong-thian-kauw tak terdapat seorang manusia
baikpun, tindak tanduk Giok Teng Hujien tidak beres dan
namapun tidak punya, dia merupakan manusia yang
paling berbahaya Hiat-te, yang paling keji di kolong langit
adalah hal perempuan, kau musti selalu waspada untuk
menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan!"
"Terima kasih atas petunjuk dari toako"
"Aku sedang memperingatkan kepadamu siapa. yang
memberi petunjuk?" sela Bong Pay dengan mata melotot
Hoa Thian-hong tersenyum, dia menjura ke arah tiga
orang itu, sambit tinggalkan kudanya dan melanjutkan
perjalanan dengan berjalan kaki pemuda itu lari menuju
ke dalam kota. Hoa In telah berhasil merubah tabiat dari majikan
mudanya ini, dia tahu setelah pemuda itu mengambil
keputusan sulitlah baginya untuk merubah keputusannya
itu, maka diapun tidak banyak bicara dengan cepat
pelayan tua ini menyusul di belakangnya.
Malam itu juga Hoa Thian-hong berdua melanjutkan
perjalanannya menuju ke selatan, tidak sampai satu hari
mereka telah tiba diluar kota Leng An.
Hoa In adalah jago kawakan, dia tahu markas besar
dari perkumpulan Thong-thian-kauw bernama 'It-goankoan'
dan letaknya berada di keresidenan Chee-Thong,
kuil It-goan-koan dalam kota Leng-An tidak lain adalah
markas dari sektor atas.
Maka dia lantas mengajak Hoa Thian-hong masuk ke
dalam kota lebih dahulu untuk mencari penginapan dan
beristirahat. Kuil It-goan-koan markas besar
perkumpulan Thong-thian-kauw terletak di atas sebidang
tanah yang luasnya mencapai ribuan bau, bukan saja
luas sekali bangunan lotengpun bersusun2 dengan
rapatnya, bangunan itu bukan saja kokoh bahkan
nampak begitu megah dan melebihi keraton kaisar di ibu
kota. Kentongan kedua baru saja lewat, dua sosok
bayangan manusia nampak berkelebat ke tempat
kegelapan dibawah tembok pekarangan, kedua orang itu
bukan lain adalah Hoa Thian-hong serta Hoa In.
Hoa In mencabut keluar pedang baja yang terselip di
pinggangnya, lalu berbisik lirih, "Ilmu meringankan tubuh
yang dimiliki Siau Koan-jin belum mencapai taraf
kesempurnaan, andaikata jejakmu ketahuan oleh pihak
lawan berusahalah sedapat mungkin cepat-cepat
mengundurkan diri dari bangunan kuil ini, daripada kita
harus bertempur di dalam kuil dan terjebak dalam
kepungan yang terlalu tangguh"
Hoa Thian-hong mengangguk, setelah menyelipkan
pedang baja itu di pinggangnya ia segera meloncat
masuk kebalik tembok pekarangan.
Hoa In berebut berjalan di depan, ia berkelit ke kiri
mengigos ke kanan, akhirnya sampailah ditengah-tengah
sebuah ruang istana yang besar, ketika memasuki
ratusan tombak jauhnya kemudian dengan cepat mereka
temukan disetiap sudut bangunan itu terpencar
penjagaan yang sangat ketat, toojin bersoren pedang
melakukan perondaan di sekitar sana dan cahaya lampu
menyinari setiap sudut ruangan membuat tempat
menjadi terang benderang.
Walaupun ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Hoa
Thian-hong berdua cukup lumayan,tak urung dibikin
kesulitan juga oleh situasi tersebut, setiap saat
kemungkinan besar jejaknya ketahuan.
Dengan enteng kedua orang itu menyusup ke balik
sebuah hioloo besar yang tingginya melebihi manusia,
dari situ sorot mata mereka dengan tajam mengawasi
keadaan di sekelilingnya untuk menantikan kesempatan
baik guna maju lebih ke depan.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang, lima orang toosu cilik berjubah
merah yang menyoren pedang pendek di punggungnya
dan berusia antara empat lima belas tahun munculkan
diri dari sudut tikungan sebelah kanan.
Dari langkah kaki serta sorot mata yang tajam dari
kelima orang toosu cilik itu bisa ditarik kesimpulan bahwa
ilmu silat mereka lihay sekali sementara Hoa Thian-hong
masih tertegun menyaksikan keadaan tersebut, disisi
telinganya terdengar suara Hoa In yang lembut bagaikan
suara nyamuk berkumandang datang, "Kekuatan yang
dimiliki lima orang bocah cilik itu luar biasa sekali.
mereka mampu menandingi empat orang pengawal
pribadi golok emas dari Jin Hian!"
Kembali terdengar suara langkah manusia yang lirih
berkumandang datang, dari arah lain muncul pula lima
orang toosu cilik dan berbelok ke arah samping kiri.
"Bocah-bocah cilik itu bertugas melakukan patroli di
sekitar ruang kuil ini" bisik Hoa In kembali, "hanya tidak
kuketahui berapa banyak jumlah mereka!"
Tenaga dalam yang dimiliki Hoa Thian-hong belum
berhasil mencapai pada puncak ia tak berani buka suara
dan terpaksa hanya mengangguk belaka, pikirnya, "Giok
Teng Hujien menyebut kedudukannya sebagai
pengontrol pusat dari kesepuluh sektor, kedudukannya
pasti tidak rendah. Entah dia memiliki tempat kediaman
yang pasti atau tidak?"
Tiba-tiba Hoa In ulapkan tangannya sambil enjotkan
badan dan melayang sejauh puluhan tombak dari tempat
semula, Hoa Thian-hong segera mengepos tenaga dan
buru-buru mengejar dari belakang mereka berdua
dengan andalkan nyali yang besar serta kepandaian yang
tinggi kembali menyusup masuk ke dalam ruang tengah
melewati penjagaan yang amat ketat itu.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, kedua orang
itu berhasil melewati ruang tengah dengan penjagaan
yang amat ketat tadi tampak diluar ruangan sunyi senyap
tak nampak sesosok bayangan manusiapun, dengan
perasaan kecewa mereka segera berkelebat menuju ke
belakang kuil disisi halaman.
Suara langkah kaki manusia kembali berkumandang
datang, buru-buru kedua orang itu menyembunyikan diri
ke tempat kegelapan, tampak dua orang toosu cilik
berjalan di depan, di belakangnya mengikuti seorang
kakek berkerudung hitam dengan langkah kaki yang
enteng. Di belakang tubuh kakek berkerudung tadi mengikuti
pula seorang manusia orang itu berperawakan kurus kecil
dan bentuknya mirip beruk, seperti halnya dengan sang
kakek di depan, diapun mengenakan kain kerudung
hitam di atas wajahnya. Biji mata yang nampak dari luar
memancarkan cahaya tajam yang menggidikkan hati.
Keempat orang itu berjalan masuk dari kuil depan,
dengan mengikuti lorong kecil langsung menuju ke arah
kuil belakang. Ketika lewat di depan Hoa Thian-hong
berdua, pemuda itu mengamati beberapa saat tubuh
kakek berkerudung yang ada di paling depan itu, dia
merasa sikapnya yang gagah serta bentuk tubuhnya
yang kekar seolah-olah pernah dikenal olehnya hanya
untuk beberapa saat tak teringat olehnya siapakah orang
itu. Setelah keempat orang itu lewat. Hoa In segera
memberi tanda bersama-sama Hoa Thian-hong mereka
menguntit dari tempat kejauhan, setelah melewati
sebuah ruang besar lagi sampailah mereka dihadapan
sebuah ruang tamu yang lebar cahaya lampu menyinari
seluruh ruang tadi hingga nampak terang benderang,
dibawah pohon diluar ruangan berdiri sejajar sepuluh
orang toojin berusia pertengahan yang menyoren pedang
di punggungnya Di dalam ruang tamu itu pada dinding sebelah
belakang tersedia meja sembahyang. Di atas meja
sembahyangan berdiri sebuah arca berbaju emas yang
tingginya mencapai beberapa tombak, semuanya
merupakan toosu-toosu yang berwajah agung.
Dibawah meja sembahyang terdapat sederetan kasur
untuk semedi, di atas kasur semedi tadi duduklah tiga
orang toosu tua, mereka semua memakai kopiah
kebesaran dengan jubah berlambangkan Pat kwa emas,
jenggot panjang terurai sepanjang dada dengan di
tangannya memegang sebuah senjata kebutan di
belakang mereka masing-masing berdiri seorang toosu
cilik yang memegang sebilah pedang pusaka.
Berhubung jaraknya amat jauh Hoa Thian-hong tidak
sempat menangkap suara pembicaraan di dalam ruang
itu, baru saja ia hendak menyusup maju lebih ke depan
tiba-tiba Hoa In menarik tangannya sambil berbisik,
"Toosu tua yang duduk di tengah ruangan itu bernama
Thian Seng-cu, dia adalah seorang jago lihay yang
berasal satu perguruan dengan Thian Ik-cu ketua
perkumpulan Thong-thian-kauw, lebih baik kita jangan
bergeser terlalu dekat, hati-hati kalau jejak kita sampai
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketahuan" "Apakah kau dapat menangkap suara pembicaraan
mereka?" "Siau Koan-jin tak perlu gelisah, biarlah kuheningkan
cipta dan pusatkan pikiran mungkin saja pembicaraan
mereka bisa kutangkap!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung kakek
berkerudung itu sudah dipersilahkan masuk ke dalam
ruangan, setelah memberi hormat dengan Thian Seng-cu
sekalian dia pun duduk di atas kasur untuk semedi,
sedangkan pria kurus kecil yang mirip beruk tadi hanya
berdiri saja dibelakang kakek itu, rupanya dia adalah
pembantu orang tadi.
Setelah masing-masing pihak saling mengucapkan
beberapa patah kata rendah, mendadak Thian Seng-cu
merogoh ke dalam sakunya dan mengambil keluar
sepucuk surat yang mana segera diterima oleh kakek
berkerudung tadi.
Kakek itu segera menyimpan surat tersebut ke dalam
saku. setelah berbicara beberapa patah kata dengan
Thian Seng-cu tiba-tiba dia angkat kepala dan
melepaskan kain kerudung hitam yang menutupi
wajahnya. Hoa Thian-hong yang dapat melihat pula raut wajah
orang itu segera merasa terkejut, hampir saja ia menjerit
saking kagetnya.
Ternyata kakek berkerudung hitam itu bukan lain
adalah ayah dari Chin Giok-liong serta Chin Wan-hong
Telapak pasir emas Chin Pek-cuan dari kota Kengciu.
Hoa Thian-hong merasa terkejut bercampur curiga,
otaknya berputar keras berusaha untuk memecahkan
kecurigaannya itu, tetapi ia tak berhasil mendapat
jawabannya, ia tak tahu apa sebabnya Chin Pek-cuan
bisa tiba di tempat itu, bahkan wajahnya berkerudung
dan tingkah lakunya misterius sekali, kalau ditinjau
keadaannya jelas ia sedang melakukan suatu tugas yang
dibebankan kepadanya.
0000O0000 Hoa Thian-hong hanya dapat melihat orangnya tak
dapat mendengar suaranya, ia merasa gelisah sekali dan
berulang kali menoleh ke arah Hoa In dengan harapan
pelayan tuanya bisa. memberi keterangan.
Tetapi Ketika itu Hoa In sendiripun picingkan matanya
dengan alis berkerut, kalau ditinjau keadaannya nampak
diapun dibikin bingung oleh keadaan di depan mata.
Lama kelamaan Hoa Thian-hong tak kuat menahan
diri, segera bisiknya dengan suara lirih, "Loo-ting itu
adalah Chin Pek-cuan dari kota Keng-ciu kau kenal tidak
dengan dirinya?"
Hoa In mengangguk tanda kenal."Apa yang mereka
bicarakan?"
"Rupanya Chin Lo-ji telah menggabungkan diri dengan
pihak perkumpulan Sin-kie-pang, dia mendapat tugas
dari Cukat racun Yau Sut datang kemari. Rupanya orang
she-Yau itu telah berkhianat dan mencari persekongkolan
dengan pihak luar, mereka sering kali mengucapkan
kata-kata "menyerang diluar dugaan" hasil dibagi sama
rata, hanya tidak kuketahui dia mengajak pihak Thongthian-
kauw untuk bersama-sama menyerang Hong-imhwie,
ataukah bekerja sama untuk memberontak di
dalam tubuh perkumpulan Sin-kie-pang sendiri...."
"Situasi dalam dunia persilatan dewasa ini benar-benar
luar biasa berbahayanya" pikir Hoa Thian-hong di dalam
hati" Entah apa sebabnya Chin Pek-cuan bisa bergabung
dengan Yau Sut" pihak Hong-im-hwie telah bersepakat
dengan perkumpulan Sin-kie-pang untuk bekerja sama
melenyapkan Thong-thian-kauw, namun secara diamdiam
mereka sendiripun berusaha main setan, keadaan
begini justru malah menguntungkan pihak Thong-thiankauw
yang mengadu domba dari tengah dan menjadi
nelayan beruntung yang menunggu hasil"
Tiba-tiba tampak Chin Pek-cuan mengenakan kembali
kain kerudung hitamnya, setelah mengucapkan beberapa
patah kata dengan Thian Seng-cu ia segera bangkit
berdiri dan mengundurkan diri dari situ.
Pria kurus kecil yang menyerupai beruk itu masih tetap
mengikuti dibelakang tubuhnya, sedang dua orang toosu
cilik berbaju merah tadi berjalan dipaling depan.
Hoa In jago pengalaman yang teliti dalam setiap
gerakan, dia tidak ingin menyaksikan majikan mudanya
menempuh bahaya, maka ditunggunya sampai Chin Pekcuan
sekalian lewat lebih dahulu kemudian baru berbisik,
"Siau Koan-jin, jago lihay di dalam kuil ini banyak tak
terhitung jumlahnya, tujuan dari kedatangan kita kali ini
adalah mencari Giok Teng Hujien, aku rasa lebih baik kita
tak usah berkeliaran secara membabi buta sehingga
kemungkinan besar kita akan menemui bahaya ditangkap
atau terkepung...."
Hoa Thian-hong sendiripun merasa pula tegang serta
seriusnya keadaan ketika itu, dia mengangguk. "Baiklah,
kita selidiki dahulu persoalan dari Chin Pek-cuan. Besok
baru kita selidiki lagi tempat tinggal dari Giok Teng
Hujien" Hoa In jadi amat kegirangan. dengan melalui jalan
semula mereka segera mengundurkan diri keluar dari kuil
tersebut. Mereka berdua ngeloyor keluar lewat sisi ruangan
kemudian lari ke pintu kuil dan dari sana
menyembunyikan diri ke sudut gelap dekat dinding
perkampungan, dari sana mereka lihat Chin Pek-cuan
serta pria kurus kecil seperti beruk itu sudah naik ke atas
kuda dan lari menuju ke arah kota Leng An.
"Bila aku lakukan pengejaran pada saat ini, jejak kami
pasti ketahuan" pikir Hoa Thian-hong dalam hati,
"baiklah biar kutunggu sebentar lagi"
Rupanya Hoa In sendiripun berpendapat demikian
pula, mereka berdua segera berdiam diri beberapa saat
lamanya. Menanti derap kaki kuda sudah menjauh dan kedua
orang toosu cilik berbaju merah itu sudah masuk kembali
ke dalam kuil mereka baru berangkat melakukan
pengejaran. Dengan kecepatan gerak mereka berdua, sekalipun
kuda jempolan dalam waktu singkat berhasil pula disusul
oleh mereka. Setelah mengejar beberapa saat lamanya telinga
mereka dapat menangkap suara derap kuda jauh
disebelah depan sana, Hoa Thian-hong merasa
semangatnya berkobar. Ia segera mengerahkan
tenaganya lebih besar dan mengejar lebih cepat lagi.
"Kita hanya berusaha merampas surat ataukah
menangkap sekalian dengan orangnya?" tiba-tiba Hoa In
bertanya. Hoa Thian-hong termenung sejenak, kemudian
jawabnya, "Biarlah kujajaki dahulu jalan pikiran mereka,
kemudian kita baru bertindak!"
"Bukankah hubungan Siau Koan-jin dengan putrinya
erat sekali?" tanya Hoa In sambil tersenyum.
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong. "Enci
Wan-hong sangat baik terhadap diriku, Chin toako-pun
orang baik. sedang Chin Pek-cuan dahulu merupakan
seorang ksatria yang gagah perkasa, entah apa sebabnya
sekarang malah berkomplot dengan Yau Sut manusia
licik itu?"
"Lain dulu lain sekarang dewasa ini dunia adalah milik
kaum laknat dari golongan hitam, mencari perlindungan
terhadap keselamatan sendiri pada pihak yang kuat
sudah menjadi kebiasaan setiap orang"
"Aaah.. duduk perkara yang sebenarnya toh belum
kita ketahui, janganlah kita menuduh orang secara
sempurna," kata Hoa Thian-hong.
Mendengar perkataan itu Hoa In segera berpikir,
"Pastilah Siau Koan-jin amat mencintai nona itu, maka ia
selalu berusaha untuk melindungi bapaknya"
Berpikir demikian, dengan wajah serius ia lantas
berkata, "Seandainya Chin-lo-ji benar-benar sudah
berubah perangainya, lebih baik Siau Koan-jin jangan
berhubungan dengan putrinya, dan jangan Kau gubris
pula putri dari Pek Siau-thian"
Hoa Thian-hong tersenyum, tiba-tiba ia temukan
bahwa tembok kota sudah berada diambang pintu,
dengan cepat ia hentikan langkah kakinya sambil
berkata, "Tunggu sebentar, coba kita lihat apakah
mereka masuk ke dalam kota atau tidak"',
Terlihatlah Chin Pek-cuan serta pria berbadan kurus
kecil yang menyerupai beruk itu memutar haluan,
mereka melarikan kuda tunggangannya menuju ke arah
utara. Hoa Thian-hong siap melakukan pengejaran, tetapi
sebelum ia sempat bergerak tiba-tiba dari atas tembok
kota melayang turun tiga sosok bayangan manusia. dan
segera mengejar dibelakang orang she Chin itu.
Setelah menanti sejenak kemudian. Hoa Thian-hong
hendak melakukan pengejaran tetapi dari sudut tembok
kota kembali menyusup keluar sesosok bayangan
manusia. bagaikan segulung asap ringan orang itu
segera menyusul dari belakang mereka bertiga.
Hoa Thian-hong gelengkan kepalanya. ia menunggu
sampai orang terakhir itu sudah mencapai kejauhan
ratusan tombak baru mulai mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya dan tanpa mengeluarkan sedikit
suarapun mengejar dari belakang.
"Aaai... jaman sekarang benar-benar sudah mendekati
jaman edan" gumam Hoa In dengan suara lirih, "di
mana-mana yang dijumpai hanya persoalan yang
membingungkan dan tidak diketahui ujung pangkalnya"
"Manusia dari kalangan hitam telah terbagi jadi tiga
kekuatan besar ditambah. pula kita manusia
gentayangan yang tercerai berai membuat suasana
bertambah kacau, banyak orang melakukan tindakan
pagar memakan tanaman tentu saja jamannya semakin
berubah mendekati jaman edan
"Seandainya kita berhasil menemukan rahasia pribadi
dari Yau Sut, perlukah kita bongkar rahasia itu?"
Hoa Thian-hong berpikir sebentar, kemudian jawabnya
sambil tertawa, "Seandainya kita benar-benar berhasil
menangkap basah rahasia pribadinya, maka Yau Sut
tidak akan disebut sebagai Cukat racun lagi"
Dia menghela napas panjang, setelah termenung
sebentar terusnya, "Kau tidak punya kesabaran sedang
pikiranku kurang cermat, semua perbuatan kita dimasa
lampau harus dirubah kalau tidak maka urusan besar tak
mungkin bisa kita selesaikan!"
Tiba-tiba suara derap kaki kuda disebelah depan
kedengaran amat kacau, disusul ringkikan kuda serta
bentakan gusar berkumandang datang.
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa terkejut, ia segera
menatap tajam ke arah depan, tampaklah bayangan
manusia disebelah depan itu laksana kilat berkelebat
beberapa kali ke muka dan seketika itu juga jejaknya
lenyap tak berbekas.
"Kita telah berjumpa dengan jago lihay kelas satu!"
bisik Hoa In dengan wajah agak berubah, "Mari kita
tengok dulu kemudian baru mengambil keputusan!"
Kedua orang itu berputar ke sisi kiri dan diam-diam
menyusup ke depan, setelah bersembunyi dibelakang
sebatang pohon pendek terlihatlah ketika itu Chin Pekcuan
serta pria seperti beruk itu telah loncat turun dari
kudanya, dihadapan mereka berdiri tiga orang kakek baju
hitam, pakaian mereka merupakan pakaian ringkas dan
di pinggang tersoren senjata tajam.
Sinar mata Hoa Thian-hong dengan tajam menyapu
sekejap sekeliling tempat itu, ia berusaha mencari
tempat persembunyian dari orang lihay tadi, namun
walaupun sudah dicari setengah harian belum ditemukan
juga. Terdengarlah Chin Pek-cuan dengan suara gusar
membentak keras, "Apa maksud kalian mengejar diriku"
dalam biji mata yang bersih tak ada pasirnya, kalau ada
urusan katakanlah sejujurnya"
Kakek baju hitam yang berada di tengah mendengus
dingin. "Hmm! Melakukan perjalanan dengan wajah
berkerudung merupakan pantangan terbesar dalam
dunia persilatan, lo-yamu ingin melihat raut wajahmu
yang sebenarnya agar bisa menambah pengetahuan!"
"Haaah....baaah..... haaah..... kau menyebut diri
sebagai Lo-ya, rupanya bajingan-bajingan dari
perkumpulan Sin-kie-pang!"
Kakek baju hitam itu tertawa dingin. "Heeh... heeh...
heeh... heeeh ... tua bangka sialan! rupanya kau seorang
jago kawakan juga. Tidak salah! Kami tiga orang lo-ya
adalah pelindung hukum dari perkumpulan Sin-kie-pang,
kau hendak turun tangan sendiri ataukah lo-ya mu yang
harus mewakili dirimu?"
"Hmmm, sudah banyak tahun aku tak pernah
menjagal anjing" ejek Chin Pek-cuan dengan nada
menghina, "Bila kau merasa usiamu terlalu panjang,
maju sajalah! akan kulayani keinginanmu itu."
Bentakan keras berkumandang memecahkan
kesunyian, kakek baju hitam yang ada disebelah kiri
menerjang maju ke depan, lengannya berkelebat dan
mencakar wajah orang she Chin itu.
Chin Pek-cuan mendengus dingin. kaki kirinya mundur
setengah langkah ke belakang diikuti telapaknya diayun
dan langsung menghantam kemuka.
"Ooooh.... kiranya berlatih ilmu Kim-see-ciang. luar
biasa juga tenaga dalamnya!" seru kakek yang pertama
tadi. Sementara perkataan itu diucapkan, dua orang dalam
gelanggang telah saling bertempur empat jurus lebih,
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
angin pukulan menderu-deru dan pertarungan
berlangsung dengan serunya.
"Chin Pek-cuan melakukan pekerjaan atas dasar
perintah rahasia dari Cukat beracun Yau Sut. tetapi
sekarang ia bergebrak pula dengan para jago dari Sinkie-
pang, itu berarti yang dilakukan olehnya adalah
urusan pribadi Yau Sut sendiri!" pikir Hoa Thian-hong.
Terdengar Hoa In berbisik dengan suara lirih,
"Rupanya ilmu silat yang dimiliki Chin Pek-cuan telah
memperoleh kemajuan yang pesat!"
Hoa Thian-hong tersenyum. "Makin tingkat usianya,
makin cekatan hidup seorang manusia, hal itu sudah
jamak!" Sementara itu Chin Pek-cuan telah menerjang maju ke
depan. secara beruntun dia lancarkan delapan sembilan
jurus serangan, kakek baju hitam tadi terdesak hebat
dan tak mampu mempertahankan diri, membuat dia
harus kirim satu pukulan untuk menyambut serangan
tersebut dengan keras lawan keras
Ploook....pukulan Kim-see-ciang yang dilatih Chin Pekcuan
dengan sempurnanya itu berhasil menghajar telak
tubuh lawan. Dalam keadaan begini tentu saja kakek baju hitam itu
tak mampu pertahankan diri, ia mendengus berat dan
tubuhnya terpental sejauh satu tombak dari tempat
semula persendian tulang kanannya terlepas dan separuh
tubuhnya kontan jadi kaku.
Menyaksikan rekannya terluka kakek baju hitam yang
buka suara tadi jadi amat gusar. ia membentak sambil
ayunkan tangan kirinya ke depan. Sekilas cahaya
keemas-emasan berputar bagaikan roda dan meluncur ke
arah batok kepala Chin Pek-cuan dengan kecepatan
bagaikan kilat.
Chie Pek Cuan adalah jago kawakan yang
berpengalaman luas, mendengar deruan angin tajam
yang meluncur datang ia segera mengetahui bahwa
serangan tak boleh disambut dengan kekerasan, ia
merandek dan menyusup ke arah samping.
Cahaya emas yang menyilaukan mata....memenuhi
seluruh angkasa, dari samping....kiri kanan depan
maupun belakang serentak meluncur datang roda2 emas
yang tajam. Chin Pek-cuan mendengus dingin, sepasang bahunya
bergeser dan menggunakan suatu gerakan yang manis ia
berhasil melepaskan diri dari serangan gabungan
keempat buah roda emas itu, telapaknya diayun dan
secepat kilat ia balas mengirim satu pukulan gencar ke
arah kakek yang menyerang dengan roda emas tadi.
Diam-diam Hoa Thian-hong bersorak memuji. pikirnya,
"Sejak meninggalkan kota Keng-ciu. rupanya ia telah
mendapat pendidikan ilmu dari orang lihay!"
Terdengar Hoa In berbisik lirih, "Chin Pek-cuan
kekurangan serangkaian ilmu pukulan yang dahsyat,
kalau tidak niscaya ia sudah berhasil angkat nama dan
menjadi jago Bu-lim yang disegani orang"
Dalam hati Hoa Thian-hong juga berpendirian
demikian. ia mengangguk tanda membenarkan.
Sementara itu tampak kakek beroda Ngo-heng-lun itu
ayunkan kembali tangan kanannya, mendadak dalam
telapak telah bertambah dengan sebilah pedang emas
yang memancarkan cahaya tajam, dua tangan
menggunakan enam macam senjata tajam, dengan
gencar dan hebatnya ia layani setiap pukulan Kim-seeciang
yang dilancarkan Chin Pek-cuan.
"Kakek tua itu bernama Ciong Tiau-gak, dia
merupakan seorang jago kosen dalam dunia persilatan"
bisik Hoa In, "katanya permainan roda ditangan kirinya
merupakan hasil ciptaan sendiri yang ditekuni serta
dilatih sendiri tanpa bimbingan guru pandai"
Hoa Thian-hong mengerutkan sepasang alisnya,
"Sewaktu ada di kota Cho-ciu, pernah kusaksikan dia
bertempur melawan rase salju milik Giok Teng Hujien,
ilmu silatnya memang luar biasa, tanpa mendapat
bimbingan guru dia berhasil melatih ilmu silatnya
mencapai taraf begitu tinggi. hal ini benar-benar bukan
suatu pekerjaan yang gampang"
"Chin Pek-cuan"
"Ketika berlangsungnya pertemuan Pak Beng Hwee,
dialah orang yang membawa keluar jenazah ayah, dia
adalah tuan penolong dari keluarga Hoa kita, aku
berharap kau jangan bertindak kurang adat terhadap
dirinya......"
Mendengar perkataan itu Hoa In nampak tertegun,
lalu jawabnya, "Aku benci kepadanya karena
perbuatannya yang tidak benar"
"Bagaimana duduk perkara toh belum jelas sepatah
dua patah kata tak bisa menyimpulkan keseluruhan dari
masalah itu, kau jangan menuduh orang dengan hal
yang bukan-bukan"
Tiba terdengar Ciong Tiau-gak membentak keras,
tangan kirinya menyerang secepat kilat, lima buah roda
emas dengan cepat berputar ke depan membokong dari
depan dada belakang punggung lawan, sedangkan
pedang lemas ditangan kanannya mengirim satu tusukan
kilat ke arah lambung kakek she- Chin tersebut.
Lima buah roda emas mengepung secara berbareng,
cahaya tajam ketika menyilaukan mata dan desiran tajam
memekikkan telinga, tusukan pedang lemas yang
dilancarkan belakangan tiba lebih duluan keganasan
serta ketajamannya mengerikan sekali, sekilas
memandang siapapun tahu bahwa serangan itu amat
luas luar biasa.
Menghadapi mara bahaya langkah kaki Chin Pek-cuan
sama sekali tidak kalut, melihat cahaya tajam mengurung
disekeliling tubuhnya, sepasang bahu segera bergerak
dan menyusup keluar dari lingkaran cahaya dalam
repotnya telapak diayun ke depan menghantam
punggung Ciong Tiau-gak.
Hoa Thian-hong yang menyaksikan dua kali kakek
she-Chin itu berhasil lolos dari ancaman dengan
mempergunakan gerakan yang sama, dalam hati segera
mengerti pikirnya
"Tidak aneh kalau ilmu silatnya mendapat kemajuan
yang pesat, rupanya ia sudah memperoleh penemuan
aneh dan mendapat didikan ilmu dari orang pandai."
Berpikir demikian, dia lantas berbisik kepada Hoa In,
"Gerakan tubuhnya sangat aneh dan lihay sekali, tahukah
kau asal usulnya?"
Hoa In menggeleng.
"Diantara gerakan langkah yang tersohor di kolong
langit, belum pernah kujumpai gerakan semacam ini"
Hoa Thian-hong segera alihkan sorot matanya ke arah
pria berbentuk seperti beruk itu, ujarnya kembali,
"Bentuk tubuh manusia berkerudung yang kecil kurus itu
aneh sekali."
Belum habis bicara, tampaklah olehnya kakek baju
hitam lainnya dari perkumpulan Sin-kie-pang telah
merogoh sakunya dan ambil keluar sebatang garpu
pendek yang sangat beracun setelah menyaksikan
rekannya tidak berhasil menangkan pihak lawan, tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia langsung menerjang
ke belakang tubuh Chin Pek-cuan.
Traaang! baru saja kakek baju hitam itu mendekati
belakang punggung kakek she Chin itu, mendadak
tubuhnya terhenti dan garpu pendek beracun yang
dicekalnya itu terjatuh ke atas tanah.
Chin Pek-cuan segera memutar tubuhnya sambil
membentak keras, telapaknya langsung dihantam ke
arah dada musuh.
Semua peristiwa itu berlangsung dalam sekejap mata.
Ciong Tiau-gak tidak sempat berpikir panjang lagi,
tangan kirinya laksana kilat melancarkan serangan, roda
Ngo-heng-kim lun langsung dihantamkan ke tubuh
musuh. Gerakan senjata aneh ini jauh lebih cepat dari pada
desiran senjata rahasia. sebelum pukulan Chin Pek-cuan
bersarang di tubuh lawan, cahaya tajam yang disertai
dengungan nyaring sudah berada di depan mata,
terpaksa ia batalkan pukulannya sambil mengigos
kesamping. Dalam sekejap mata Chin Pek-cuan telah terlibat
kembali dalam pertempuran sengit melawan Ciong Tiaugak,
kakek baju hitam tadipun segera memungut garpu
racunnya yang terjatuh ketanah. sinar matanya dengan
sangsi memandang sekejap ke arah pria seperti beruk
tadi kemudian celingukan kakiri dan kanan.
Hoa Thian-hong serta Hoa In saling bertukar
pandangan sekejap, dengan ketajaman mata mereka
berduapun tak mampu menyaksikan pria itu melakukan
gerakan apapun tetapi empat tombak sekeliling sana tak
ada orang, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa pria
seperti beruk itulah yang telah main gila dengan
menimpuk jatuh senjata tajam milik kakek baju hitam
tadi, hanya saja tidak terlihat gerakan apakah yang dia
pergunakan. Ciong Tiau-gak adalah seorang jago kawakan yang
berpengalaman melihat keadaan tidak beres segera
timbul niat untuk mengundurkan diri, pedang lemasnya
segera diputar melindungi tempat penting di tubuhnya, ia
berkata, "Sahabat karib ini hari aku orang she-Ciong
merasa telah berjumpa dengan musuh tangguh, gunung
nan hijau tidak berubah air yang biru tetap mengalir, lain
kali kita lanjutkan kembali pertarungan ini"
Serangan dari kelima buah roda emasnya segera
diperketat, ia siap mendesak musuhnya untuk mencari
pulang guna mengundurkan diri.
Chin Pek-cuan segera mendongak dan tertawa
terbahak-bahak. "Haaah.... haaah.... haaah.... kawan, bila
berjodoh walaupun berpisah ribuan li akhirnya bertemu
juga, aku harap kau tak usah pergi lagi!"
Sembari berkata gerakan tubuhnya tiba-tiba berubah,
tampak ia melayang dengan kecepatan bagaikan kilat,
tubuhnya menerobos kesana kemari diantara kelima
buah roda emas tersebut, dua buah telapak bajanya
dengan gencar bagaikan hujan badai menyerang
musuhnya habis2an.....
Dalam sekejap mata Ciong Tiau-gak terdesak dibawah
angin, kelima buah roda emasnya tak mampu
dipergunakan lagi, bukan menolong benda itu malahan
menjadi beban baginya. Semua serangan lawan terpaksa
harus ditangkis dan dibendung dengan mempergunakan
pedang lemas di tangan kanannya.
Melihat Ciong Tiau-gak menderita kekalahan, kakek
baju hitam yang lain tidak berpikir panjang lagi, garpu
pendeknya segera diputar dan untuk kedua kalinya
menerjang kembali ke depan.
Kakek yang terluka tadipun segera ayun pula tameng
bajanya dan ikut menerjang ke depan.
Terdengar pria berbadan seperti beruk itu memaki
dengan suara yang tinggi melengking, "Anak iblis yang
tak tahu malu!"
Sambil berseru tubuhnya segera maju dan menerjang
ke depan. Dalam sekejap mata bentakan serta teriakan
berkumandang memecahkan kesunyian, sebuah pukulan
keras yang dilancarkan Chin Pek-cuan bersarang telak di
atas bahu kiri Ciong Tiau-gak, membuat kakek itu
bersama-sama dengan senjatanya terlempar sejauh satu
tombak lebih dari tempat semula.
Ilmu pukulan Kim-see-ciang yang dia yakini sanggup
digunakan untuk menghancurkan batu nisan, Ciong Tiaugak
yang termakan oleh pukulan itu tulang bahunya
seketika hancur berantakan.
Keadaan dari dua orang kakek baju hitam yang lain
jauh lebih aneh lagi, dengan senjata yang masih
terhunus mereka menggeletak ditanah tanpa bisa
berkutik, peluh membasahi tubuhnya dan suara rintihan
bergema memecahkan kesunyian.
Sikap Ciong Tiau-gak jauh lebih gagah, ia bangkit
berdiri dengan susah payah kemudian sambil menahan
sakit disimpannya kembali pedang lemas itu, tanpa
memunguti kembali senjata roda emasnya yang tersebar
ditanah dia berjalan menghampiri dua orang rekannya
yang menggeletak tak bisa bangun itu, setelah
memeriksa sebentar keadaan mereka berdua ia segera
bangkit berdiri.
Terhadap Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil yang
ada disana ia berlagak bodoh dan sama sekali tidak
menengok barang sekejappun.
Chin Pek-cuan mendengus dingin, sinar matanya
berputar memandang sekejap ke arah pria berbadan
seperti beruk itu.
Pria itu membisikkan sesuatu kesisi telinganya, Chin
Pek-cuan segera kelihatan agak tertegun dan putar
badan kemudian teriaknya, "Sahabat-sahabat
darimanakah yang telah datang bila tidak munculkan diri
lagi jangan salahkan kalau aku tak akan menemani lebih
jauh" "Sungguh lihay orang ini" pikir Hoa Thian-hong di
dalam hati" tanpa berpaling dia sudah tahu kalau
dibelakang tubuhnya ada orang yang menguntil.
Tampaklah dari balik sebuah pohon besar kurang lebih
beberapa puluh tombak dihadapannya meloncat keluar
seseorang, setelah berjalan beberapa langkah kemuka
tiba-tiba dia alihkan sorot matanya ke arah tempat
persembunyian dari Hoa Thian-hong berdua,
Melihat hal itu Hoa In segera menyumpah dengan hati
mendongkol, "Nenek anjing sialan rupanya dia lebih
cerdik dari kita berdua!!"
Hoa Thian-hong tersenyum, dia tahu tempat
persembunyiannya sudah ketahuan, maka dia lantas
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bangkit dan berjalan keluar dari balik pohon.
Tiba-tiba Hoa In menyusul maju ke depan, bisiknya
dengan suara lirih, "Siau Koan-jin harap waspada,
bajingan tua itu bernama Yan-san It-koay dia adalah
salah satu tulang punggung dari perkumpulan Hong-imhwie!!"
Hoa Thian-hong mengerutkan sepasang alisnya yang
tebal, ia menoleh dan menatap wajah manusia aneh dari
gunung Yan-san itu, tampaklah sepasang matanya
cekung ke dalam dengan hidungnya menghadap atas,
raut wajah berwarna kuning hangus dan jeleknya luar
biasa. Ketika itu sampai melototkan matanya Yan-san It-koay
pun sedang mengawasi Hoa Thian-hong berdua dengan
pandangan tajam. pada saat yang hampir bersamaan
ketiga orang itu sama-sama muncul di tengah kalangan
Chin Pek-cuan serta pria seperti beruk itu melirik sekejap
ke arah pedang baja yang tersoren di pinggang, wajah
mereka segera menunjukkan suatu sikap yang aneh.
Ciong Tiau-gak sendiripun nampak agak tertegun
ketika menjumpai kemunculan Hoa Thian-hong secara
mendadak disitu, untuk beberapa saat lamanya sorot
mata semua orang sama-sama ditujukan ke arah
pemuda itu. Tiba-tiba terdengar kembali suara ujung baju
tersampok angin secara lapat-lapat berkumandang
datang. semua orang merasa terkejut dan sama-sama
berpaling. Bayangan manusia berkelebat lewat dan sama-sama
munculkan diri di tengah kalangan, orang yang barusan
datang berjumlah dua belas orang, sebagian besar
diantaranya mengembol pedang dipunggung
Orang pertama yang munculkan diri terlebih dahulu
bukan lain Thian Seng-cu dari perkumpulan Thong-thiankauw,
sedang separuh lainnya berdandan seperti
manusia biasa, usianya di atas empat puluh tahunan
Setibanya di tengah kalangan kedua golongan
manusia yang berbeda itu masing memencarkan diri dan
berdiri pada kelompok yang berbeda.
Menyaksikan siapa yang telah datang, Ciong Tiau-gak
seketika merasa semangatnya berkobar, dengan cepat ia
maju menghampiri kakek baju kuning dan memberi
hormat. "Tongcu, kebetulau sekali kedatanganmu itu...!"
serunya. "Aku sudah tahu" jawab kakek baju kuning sambil
ulapkan tangannya.
Dia memberi tanda dan dua orang segera munculkan
diri, kakek baju hitam yang menggeletak di atas tanah
dan tak bisa berkutik itu dengan cepat dibopong keluar
dari gelanggang.
Hoa In yang mengenali siapakah kakek baju kuning
itu, dengan ilmu menyampaikan. suara segera berbisik
kepada Hoa Thian-hong, "Tua bangka itu she-Ho
bernama Kee Sian, orang-orang menyebutnya sebagai
Poan Thian jiu si tangan sakti pembalik langit, dia
merupakan Tongcu ruang Thian Leng Tong dari
perkumpulan Sin-kie-pang, nama besarnya dikenal oleh
setiap orang dan tidak berada dibawah nama besar
Cukat racun Yau Sut...."
Hoa Thian-hong alihkan sorot matanya ke arah orang
itu dia lihat dada tangan sakti pembalik langit Ho Keesian
amat bidang dengan perut buncit, alisnya tebal dan
matanya besar, sinar mata tajam memancar keluar dari
balik kelopak matanya dan kelihatan mengerikan sekali.
Dalam hati segera pikirnya, "Kegagahan orang ini
mengerikan sekali, dia bisa menduduki jabatan sebagai
Tongcu ruang Thian Leng Tong, ilmu silat yang
dimilikinya pasti lihay sekali"
Dalam pada itu si tangan sakti pembalik langit Ho Keesian
telah menyapu sekejap wajah seluruh jago yang
hadir ditempat itu, sambil melangkah maju dua tindak ke
depan tegurnya dengan suara dingin, "Saudara yang
mana telah memberi pelajaran kepada saudara
saudaraku" disini aku orang she Ho mengucapkan
banyak terima kasih lebih dahulu"
Chin Pek-cuan tertawa keras, "Haaaah.... haaaah....
haaaah..... akulah yang telah melukai beberapa orang
loo-ya itu karena pengaruh oleh emosi, harap Ho Tongcu
suka memberi maaf!"
Dengan sorot mata yang dingin tangan sakti pemba1ik
langit Ho Kee-sian mengawasi wajah Chin Pek-cuan dari
atas hingga ke bawah, lalu mendengus dingin. "Hmmm!
Kau mempunyai orang dengan wajah berkerudung, aku
rasa aku orang she Ho tak usah mengajukan pertanyaan
atas namamu lagi."
"Aku cuma seorang prajurit kecil yang tak bernama,
sekalipun kau ingin tahu nama ku juga tak ada gunanya."
"Tua bangka itu pandai mempergunakan ilmu telapak
Kim-see-ciang!" teriak Ciong Tiau-gak dengan gusar,
"rupanya dia adalah manusia she-Chin dari kota Kengciu!"
Ho Kee-sian telapak sakti pembalik langit mengerutkan
sepasang alisnya yang tebal. "Berapa hebatnya sih Chin
Pek-cuan itu" Masa kalian bertiga bukan tandingannya?"
ia berseru. Haruslah diketahui Chin Pek-cuan adalah seorang jago
dari kalangan lurus yang sangat luas pergaulannya, ia
merupakan seorang manusia kenamaan yang diketahui
setiap orang, tetapi ilmu silat yang dimilikinya cuma
biasa2 saja dan orang mengetahui akan hal ini.
Hoa Thian-hong yang mengikuti jalannya peristiwa itu
dari sisi kalangan makin memandang ia semakin
kebingungan. Thian Seng-cu baru saja bertemu muka dengan Chin
Pek-cuan bahkan menyerahkan pula sepucuk surat
kepadanya, tetapi kini ia datang bersama-sama Ho Keesian
sekalian dan sikapnya ternyata pura2 tidak kenal
dengan orang she Chin tersebut.
Sedang Yan-san It-koay adalah seorang jago lihay
kelas satu di dalam dunia persilatan sepantasnya ilmu
silat yang dia miliki jauh di atas Ho Kee-sian maupun
Thian Seng-cu dan semestinya mereka bertiga kenal satu
sama lainnya, tetapi sekarang mereka tidak saling
menyapa sedang Yan-san It-koay pun tiada maksud
mengumbar hawa amarah. kejadian ini benar-benar
merupakan suatu peristiwa yang aneh sekali. Terdengar
Ciong Tiau-gak berkata kembali, "Lapor Tongcu, jago
lihay yang sebenarnya adalah manusia kurus yang
bongkok itu sedang si tua bangka ini cuma bonekanya
belaka" Mendengar perkataan itu tangan sakti pembalik langit
Ho Kee-sian segera berpaling, dengan sorot mata yang
tajam ia menatap pria kurus kecil yang menyerupai beruk
tadi jengeknya sambil tertawa dingin.
"Heeeh.... heeeh... ternyata kau berulah manusia lihay
yang tak mau unjukkan diri tak nyana kalau aku orang
she-Ho sudah salah melihat."
"Hmm! omong kosong" dengan pria kurus kecil seperti
beruk itu dengan nada sinis.
Mendengar ucapan itu tangan sakti pembalik langit Ho
Kee-sian jadi teramat gusar, sambil menerjang ke depan
dia kirim satu pukulan dahsyat, serunya, "Aku orang she-
Ho ingin mencoba dahulu sampai dimanakah kelihayan
yang kau miliki...."
Pria kurus kecil menyerupai beruk itu sama sekali tidak
gentar, dengan langkah yang seenaknya dia maju ke
depan, telapak kanan didorong kemuka dan
menyongsong datangnya serangan tersebut dengan
keras lawan keras.
Blaaam....! di tengah getaran keras tubuh mereka
berdua sama-sama tergetar keras, jubah panjang seolah
olah bergelombang seketika menggelembung besar.
"Ho tua!" Thian Seng-cu yang selama ini selalu
membungkam tiba-tiba buka suara, "ini hari kau telah
bertemu dengan lawan tangguh, ingin kulihat sampai
dimanakah keampuhan dari tangan sakti pembalik
langitmu itu"
Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian tertawa
dingin. "Hmmm! aku si Ho tua bukan seorang anak muda
yang baru muncul dalam dunia persilatan, kau tak usah
pakai akal untuk memanasi hatiku!"
"Haah.... haaah.... haaah sungguh tebal iman kau Ho
tua, harap kesanalah sedikit!"
Tangan sakti pembatik langit Ho Kee-sian mendengus
dingin, kepada pria kurus kecil yang menyerupai beruk
itu serunya dengan nada dingin, "Rupanya kekalahan
saudara-saudaraku bukanlah kekalahan secara
penasaran, hutang ini baiklah kita bereskan nanti saja!"
Dia mundur dua langkah ke belakang, sepasang mata
memandang ke langit dan mulutnya membungkam dalam
seribu bahasa. Tampak Thian Seng-cu putar badan sambil memberi
hormat, katanya, "Lo-sicu, kau bukannya hidup secara
bebas digunung Yan-san, ada urusan apa jauh-jauh
berkunjung kewilayah Kanglam?"
Yan-san It-koay melototkan sepasang matanya bulatbulat
dan menjawab sambil tertawa, "Tua bangka hidung
kerbau, rupanya kau sudah bosan hidup" wilayah
Kanglam toh bukan wilayah pribadi dari perkumpulan
Thong-thian-kauw aku mau datang atau mau pergi apa
urusannya dengan dirimu" Mau apa kau urusi
persoalanku?"'
Thian-Seng-cu tertawa hambar. "Dewasa ini dunia
persilatan sedang dilanda kerusuhan dan banyak
persoalan telah bermunculan, Tiga besar dari dunia
persilatan belum sampai menentukan siapa kawan siapa
lawan, ini hari losicu telah berlagak sok dihadapan kami
dengan ucapan yang sombong, Hmmn.! hati hatilah, bila
sampai salah. berbicara maka..."
"Kau berani berbuat apa terhadap diriku!" tukas Yansan
It-koay dengan mata melotot.
"Haaah....haah....haaaah.... soal itu....bila sampai kau
salah bicara maka aku akan mengajak Lo-hooo untuk
bekerja sama dan menahan lo-sicu di tempat ini. Hmm...,
Hmm.... jika perkumpulan Hong-im-hwie sampai
kekurangan seorang jago macam Lo-sicu, maka urusan
semakin gampang untuk diselesaikan"
Yan-san It-koay angkat kcpala dan tertawa terbahakbahak.
"Haaah..... haaah..... haaah..... hidung kerbau
yang tak tahu diri, aku malas untuk cekcok serta ribut
dengan manusia semacam kau, ayoh cepat enyah
kesamping, aku hendak berbicara dengan puteranya Hoa
Goan-siu!"
Setelah mengetahui bahwa kedatangan gembong iblis
itu adalah untuk menjumpai Hoa Thian-hong, dengan
cepat Thian Seng-cu mundur setengah langkah ke
belakang dan tidak berbicara lagi.
"Licik amat siluman tua ini!" sumpah Hoa Thian-hong
dalam hati, "Rupanya dia takut juga menghadapi
kerubutan orang banyak. Hmm! Sungguh tidak mirip
seorang jago yang berlatih silat"
Haruslah diketahui hubungan diantara perkumpulan
Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw
boleh dibilang kawan boleh dibilang juga lawan
sedikitpun tiada perasaan setia kawan diantara mereka,
asal bisa melenyapkan kekuatan dari golongan lain
dengan cara serta tindakan apapun akan mereka
lakukan, oleh sebab itu tidak sampai keadaan yang
terlalu terdesak siapapun tidak ingin turun tangan lebih
dahulu. Hoa Thian-hong adalah seorang jago muda yang
berjiwa ksatria, tentu saja ia tidak terbiasa melihat
keadaan semacam itu,
"Hoa Thian-hong!" terdengar Yan-san It-koay berseru
dengan suara lantang. "kenal tidak dengan diriku?"
"Aku rasa kau pastilah Yan-san It-koay" jawab
pemuda itu dengan suara hambar. "Bagaimana dengan
cara menyebut dirimu, aku rasa lebih baik kau memberi
petunjuk".
"Haaah.... haaah, sebut saja Yan-san It-koay, aku
tiada sebutan ia bepaling ke samping dan melanjutkan,
"Apakah kau bernama Hoa In?"
"Hmm! tidak nyana kau masih kenal dengan diriku"
sahut Hoa In dengan mata mendelik.
"Tua bangka sialan, besar amat lagakmu" kembali iblis
tua itu berpaling ke arah Hoa Thian-hong, "situasi yang
terbentang di depan mata dewasa ini amat kritis, nafsu
membunuh telah menyelimuti setiap sudut tempat. ketika
Jin Hian melihat kau pergi tanpa pamit ia segera merasa
tidak tenteram, maka aku diutus datang kemari untuk
mengajak kau kembali"
"Terima kasih, setelah menyaksikan keramaian aku
segera berangkat"
Yan-san It-koay tidak menduga jawaban pemuda itu
begitu cepat, ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.... haaaah.... haaah..... bocah pintar memang
gampang dididik" ia berpaling dan segera teriaknya,
"Siapa yang merasa gatal tangan silahkan turun ke
gelanggang, selesai menonton keramaian akupun akan
segera berlalu"
Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian menyapu
sekejap wajah semua jago, kemudian sambil menuding
ke depan bentaknya, "Tangkap!"
Bentakan keras bergema di angkasa, desiran angin
tajam menderu-deru, dari belakang tubuh manusia she
Ho itu segera meloncat keluar delapan orang jago lihay
yang bersama-sama menerjang ke arah Chin Pek-cuan
serta pria kurus kecil menyerupai beruk itu.
Dalam waktu singkat. dalam kalangan segera
berkobarlah suatu pertempuran yang amat sengit.
Pertempuran yang berkobar pada saat ini jauh lebih
Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seru daripada pertarungan semula delapan orang jago
dari perkumpulan Sin-kie-pang yang turun ke dalam
gelanggang pada saat. ini semuanya merupakan
pelindung hukum dari ruang Thian Kee Tong, ilmu silat
mereka semua jauh di atas kepandaian Ciong Tiau-gak,
meskipun senjata tajam yang dipergunakan berbeda satu
sama lainnya tetapi maju mundur menyerang serta
bertahan diantara mereka dilakukan dengan sangat
teratur sekali yang satu membantu yang lain yang kuat
mengisi yang lemah, sekilas memandang siapapun bisa
melihat bahwa kerja sama dari kedelapan orang itu amat
sempurna dan sudah berpengalaman sekali.
Pria kurus kecil menyerupai beruk itu segera tunjukkan
kelihayannya, sepasang telapak berputar bagaikan titiran
angin puyuh, dengan tangguh dan kosen ia hadapi
semua serangan yang muncul dari empat arah delapan
penjuru. Angin pukulan menderu deru, meskipun berada di
tengah dentingan suara yang beraneka ragam namun
suara deruan angin pukulannya tetap nyaring dan tidak
kacau, sejurus demi sejurus dilancarkan dengan mantap
dan hebat. Semua jago yang menyaksikan jalannya pertarungan
dari sisi kalangan diam-diam merasa kagum juga melihat
keampuhan orang itu, merekapun dapat melihat jelas,
meskipun Chin Pek-cuan ikut terjun ke dalam kalangan
namun hampir boleh dikata tiada kesempatan baginya
untuk ikut melancarkan serangan.
Setelah memandang beberapa saat lamanya, dengan
cepat Hoa Thian-hong telah memahami akan sesuatu,
pikirnya, "Aaah..! rupanya ilmu silat yang dimiliki Chin
Pek-cuan itu adalah hasil pelajaran dari orang ini...."
Situasi dalam kalangan ketika itu benar-benar luar
biasa sekali, para jago dari perkumpulan Sin-kie-pang
turun tangan lebih dahulu. Tangan sakti pembalik langit
Ho Kee-sian mengawasi jalannya pertarungan dari sisi
kalangan sedang Yan-san It-koay serta para toojin dari
Thong-thian-kauw tak bisa ditebak isi hati mereka.
sekalipun pria kurus kecil itu kosen dan punya harapan
untuk melarikan diri, namun pertarungan yang
berlangsung lebih jauh hanya merugikan dirinya belaka,
apalagi masih ada Chin Pek-cuan sebagai beban, bila
pertarungan diteruskan akhirnya dia bakal kehabisan
tenaga dan menunggu saat kematiannya belaka.
Chin Pek-cuan adalah tuan penolong keluarga Hoa dia
merupakan ayah dari Chin Wan-hong pula, meskipun
perbuatannya di kuil It-goan-koan mencurigakan sekali,
namun Hoa Thian-hong tak dapat membiarkan kakek itu
terjerumus dalam posisi yang berbahaya.
Tetapi diapun tahu jika dirinya tak berhasil
mendapatkan kesempatan baik, dan turun tangan secara
gegabah maka tindakan yang sembrono itu justru akan
merupakan ancaman bagi keselamatannya, bahkan
mungkin akan terkepung oleh tiga golongan tersebut.
Berpikir demikian. tiba-tiba ia putar kepala dan
berteriak keras, "Thian Seng Tootiang, seandainya
barang itu sampai terjatuh ke tangan Ho Tongcu maka
semua rencana besarmu akan punah dan lenyap tak
berbekas!"
Tertegun hati Thian Seng-cu mendengar ucapan itu,
tetapi dia tetap membungkam.
Yan-san It-koay yang ikut mendengar pula
pembicaraan tadi. dengan alis berserut segera berseru,
"Hoa Thian-hong, barang apakah itu" Apakah benda itu
mempunyai pengaruh yang besar?"
"Aku tidak berani bicara secara sembarangan" sahut
Hoa Thian-hong berlagak sok rahasia, "Aku takut
ucapanmu yang keliru akan mendatangkan bencana
kematian bagi diriku sendiri, lebih baik tanyakan sendin
kepada Thian Seng Tootiang"
"Hidung kerbau sialan!" Yan-san It. koay segera
berteriak keras, "cepat katakan pusaka apakah itu?"
"Bangsat cilik, pikir Thian Seng-cu dalam hati, masa
dia mengetahui akan rahasia besar ini?"
Berpikir demikian ia lantas tertawa terbahak bahak,
serunya, "Hoa Thian-hong, kau bocah cilik yang belum
hilang bau teteknya, berani benar omong yang tidak
genah dan membuat ombak tanpa angin apa kau anggap
di kolong langit sudah tak ada manusia lagi?"
Hoa Thian-hong tersenyum. "Pihak Thong-thian-kauw
lah yang sudah pada buta semua dan menganggap di
kolong langit sudah tak ada orang lain lagi, kau anggap
Jin Hian serta Pek Siau-thian adalah manusia tolol
semua?" Sepasang mata Yan-san It-koay melotot makin bulat,
teriaknya, "Tua bangka hidung kerbau. tunggu sebentar,
hutang ini akan kubereskan sejenak lagi."
Tubuhnya segera berkelebat ke depan dan menerjang
ke arah tubuh Chin Pek-cuan teriaknya, "Tua bangka,
andaikata benda itu adalah Pedang emas, ayoh, cepat
serahkan kepadaku!"
Sembari berseru, jari tangannya laksana kilat
mencengkeram tubuh kakek tua she-Chin tadi.
Terdengar pria kurus kecil yang menyerupai beruk itu
mendengus dingin, telapak tangannya dengan gencar
melancarkan satu pukulan hebat mengancam bawah iga
Yan-san It koay.
Pukulan ini dilancarkan dengan suatu gerakan yang
aneh dan ampuh, begitu dikirim keluar angin pukulan
yang tajam segera berhembus lewat.
Yan-san It-koay segera miring ke samping dan
meloncat beberapa depa ke sisi kalangan, kelima jari
tangannya bagaikan cakar kuku garuda tiba-tiba
mengancam tubuh Chin Pek-cuan.
Makhluk tua yang banyak berpengalaman ini memang
cerdik sekali, meskipun dia tahu kalau ilmu silat yang
dimiliki pria kurus kecil itu sangat lihay namun ia tetap
bersikeras hendak merampas barang 'pusaka' itu dari
saku Chin Pek-cuan, dalam perkiraannya
cengkeramannya itu pasti akan mengenai sasarannya.
Tiba-tiba terdengar suara desiran tajam yang amat
memekikkan telinga berkumandang datang, segulung
angin pukulan yang maha dahsyat meluncur datang dan
mengancam tubuhnya.
Dari desiran angin pukulan yang menyerupai ilmu
totokan tetapi bukan ilmu totokan. menyerupai ilmu
pukulan tetapi bukan pukulan itu, Yan-san It-koay segera
mengetahui bahwa orang yang melancarkan serangan
bokongan barusan bukan lain adalah Tangan Sakti
pembalik langit Ho Kee-sian.
Dengan cepat ia miringkan tubuhnya ke samping lalu
maju selangkah ke depan, sambit putar badan sebuah
pukulan kilat dilancarkan, Tanpa mengucapkan sepatah
katapun Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian
merubah gerakan dan berganti jurus, dengan gerakan
'Sian-toh-poh Liong' atau tadi dewa pembelenggu naga,
dia menerjang maju kemuka.
Setelah dia lancarkan serangan ke arah Yan-san Itkoay,
para jago perkumpulan Sin-kie-pang yang semula
mengerubuti Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil itu
segera meloncat keluar tiga orang, mereka putar badan
dan berbalik menerjang ke arah manusia aneh dari
gunung Yan-san itu.
Dengan peristiwa ini maka daya tekanan pada pihak
Chin Pek-cuan jadi jauh berkurang, dalam sekejap mata
menyerang serta bertahan bisa dilakukan dengan leluasa,
bagaikan harimau gila yang terlepas dari sangkar Chin
Pek-cuan membentak berulang kali, dengan gencar dia
lancarkan serangan secara bertubi-tubi.
"Pertarungan massal semacam ini sukar diramalkan
bagaimana akhirnya, tetapi seandainya Yan-san It-koay
bisa dilenyapkan lebih dahulu maka pihak kami maju bisa
bertempur, mundur bisa bertahan..." pikir Hoa Thianhong
dalam hati. Berpikir demikian tanpa terasa sorot matanya dialihkan
ke arah Thian Seng-cu, empat mata beradu satu sama
lainnya membuat kedua orang itu tanpa terasa
tersenyum, rupanya ada yang dipikirkan kedua orang itu
tidak jauh berbeda.
Thian Seng-cu lebih berpengalaman dan perkirannya
lebih licik, biji matanya segera berputar, sambil tertawa
katanya, "Hoa Thian-hong, kau benar-benar tidak punya
semangat jantan seorang lelaki. masa berhadapan muka
dengan musuh besar pembunuh ayahmu kau masih tetap
berdiri termenung tak berkutik, bila sukma Hoa Goan-siu
di alam baka mengetahui akan hal itu, dia pasti akan
memaki dirimu sebagai bocah tak berbakti yang lemah
dan pengecut!"
Tergetar hati Hoa Thian-hong setelah mendengar
perkataan itu, meskipun dia tahu perkataan dari Thian
Seng-cu itu bermaksud untuk mengadu domba, tetapi ia
merasa tak bisa membiarkan musuh besar pembunuh
ayahnya berlalu dengan begitu saja.
Ia segera cabut keluar pedang bajanya dan
membentak dengan suara keras, "Yan-san It-koay!
Sudah kau dengar perkataan dari Thian Seng-cu?"
Diam-diam Yan-san It-koay merasa terperanjat,
meskipun dia tidak jeri terhadap Hoa Thian-hong, tetapi
dia sadar bahwa ilmu silat yang dimiliki Hoa In tidak
berada dibawah dirinya, tentu saja ia tak berani mungkir
dihadapan banyak orang, sambil putar otak cari jalan
keluar sepasang telapaknya dilancarkan semakin gencar,
dalam sekejap mata dia sudah mengirim enam buah
pukulan berantai
Gembong iblis ini benar-benar memiliki ilmu silat yang
luar biasa, setelah beberapa buah serangan itu
dilancarkan seketika itu juga Tangan sakti pembalik
langit Ho Kee-sian sekalian tak sanggup
mempertahankan diri, mereka semua tergetar mundur
dan mencelat sejauh satu tombak lebih dari kalangan.
Hoa Thian-hong lintangkan pedang bajanya di depan
dada berdiri dengan sikap angker, ujarnya, "Kau tak usah
gugup atau gelisah, aku berdua tak mampu
membinasakan dirimu pada saat tni, dendam
terbunuhnya ayahku untuk sementara waktu akan
kubiarkan dahulu"
Sementara pembicaraan masih berlangsung,
pertarungan telah terhenti dan Chin Pek-cuan sekalian
telah mengundurkan diri ke belakang, sedang para jago
dari perkumpulan Sin-kie-pang sama-sama mundur ke
belakang Ho Kee-sian, sinar mata mereka semua
dialihkan ke arah Hoa Thian-hong serta Yan-san It-koay.
Terdengar jago aneh dari gunung Yan-san itu tertawa
keras, ujarnya, "Ketika diadakannya pertemuan besar
Pak Beng Hwee, enam jago lihay bersama-sama
mengerubuti Hoa Goan-siu seorang, aku adalah salah
satu diantaranya majulah kalian berdua berbareng!
perbuatanmu itu akan dianggap adil dan siapapun tak
akan mengatakan apa-apa"
"Siau Koan-jin" teriak Hoa Ia dengan suara keras,
"budak akan membunuh dirinya dengan kekuatanku
seorang!" "Tujuan kita adalah membalas dendam bukan adu
kepandaian untuk mencari nama" seru Hoa Thian-hong
dengan wajah serius dan suara dingin, "Aku harap kau
bisa menahan diri dan jangan terbaru nafsu!"
Meskipun usianya masih muda tetapi wibawanya besar
sekali, setelah air mukanya berubah Hoa In tak berani
banyak bicara lagi, dia mengepas napas dan melayang ke
depan, sambil berdiri pada jarak enam tujuh depa dih
adapan Yan-san It-koay hawa murninya disalurkan keluar
siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan. Perlahan2 Hoa Thian-hong maju beberapa langkah ke
depan. tangan kanan memegang gagang pedang tangan
kiri dengan ketiga jarinya menjepit ujung senjata sambil
berdiri kokoh bagaikan batu karang ujarnya dengan
suara tenang, "Yan-san It-koay, di dalam pertarungan
yang akan berlangsung hari ini, bagaimana pendapatmu
Bara Diatas Singgasana 13 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 18