Pencarian

Bara Maharani 12

Bara Maharani Karya Khu Lung Bagian 12


mengenai siapa yang menang siapa yang bakal
kalah.....?"
Ketika itu malam tak berbintang dan tak berbulan
yang gelap sekali. angin malam berhembus kencang
mengibarkan ujung baju setiap orang, di tengah tanah
liar jauh dari kota hawa membunuh menyelimuti seluruh
angkasa. Semua jago baik dari pihak Thong-thian-kauw maupun
Sin-kie-pang semuanya merupakan jago-jago
pengalaman yang sudah seringkali menghadapi
pertarungan besar, walaupun begitu tak urung mereka
dibikin terkesiap juga menyaksikan sikap Hoa Thian-hong
yang begitu serius, keren dan penuh kewibawaan.
Yan-san It-koay sebagai jago tangguh yang seringkali
memandang rendah umat Bu-lim tak urung sekarang
merasa goncang pula hati kecilnya, tetapi setelah
mendengar perkataan dari Hoa Thian-hong tadi dengan
cepat ia tenangkan pikirannya sambil berpikir sebentar.
kemudian dia menggeleng dan menjawab sambil
tertawa. "Aku belum pernah menyaksikan ilmu silat yang
dimiliki kalian berdua, menurut perkiraan Jin Hian
katanya ilmu silat yang dimiliki Hoa In telah memperoleh
kemajuan pesat dan rupanya sudah menguasai ilmu Sauyang-
ceng-kie kepandaian sakti dari perkumpulan Liok
Soat Sanceng, aku dengar ilmu silat yang kau milikipun
tidak jelek, cuma usianya terlalu muda dan pelajaran
yang berhasil dikuasai belum banyak"
Dia berhenti sebentar dan tertawa terbahak bahak,
lanjutnya, "Haah.... haaah..... haaaah.... aku sih hanya
seorang manusia yang diberkahi usia panjang, aku
bukanlah manusia tanpa tandingan di kolong langit,
banyak pertarungan berdarah yang telah kualami selama
hidup. bagiku sih kalau menang mendesak terus sedang
kalau kalah cepat-cepat kabur, mengenai pertarungan
yang akan berlangsung hari ini ... terus terang saja
kukatakan bahwa aku tidak mempunyai keyakinan untuk
menang" Dengan wajah serius Hoa Thian-hong mengangguk,
"Jadi kalau begitu, kaupun belum bisa dikatakan seorang
jago yang tak terkalahkan di kolong langit"
Yan-san It-koay tidak tahu apa maksud yang
sebenarnya dari pemuda itu mengucapkan kata-kata
semacam itu, sepasang alisnya segera berkerut.
"Kalau berbicara tentang nama besar yang disegani
setiap orang, maka dalam ratusan tahun belakangan ini
hanya bapakmu Hoa Goan-siu seorang yang pantas
untuk menerimanya, sayang sekali dia meninggal dikala
usia muda. Akhir hidupnya tidak tenteram dan bahagia,
siapa pun yang memberi nama besar tersebut kepadaku,
aku segan untuk menerimanya"
"Oooh...! jadi kalau begitu kau adalah seorang
manusia yang sayang akan jiwa dan berusaha hidup
sepanjang masa?"
"Hmmm! Semutpun menginginkan hidup, siapa yang
sudi mengorbankan jiwa sendiri dengan percuma?"
dengus Yan-san It-koay dengan suara dingin.
JILID 20: Mencari Giok Teng Hujien
Hoa Thian-hong tertawa dingin. "Heeeh... heheh,
baiklah, memandang di atas ucapanmu barusan kau
boleh segera melancarkan serangan, bila jiwamu sudah
terancam mara bahaya nanti. aku orang she-Hoa bisa
melaksanakan kebijaksanaan mendiang ayahku untuk
memberi satu jalan kehidupan bagimu."
Yan-san It-koay seketika itu juga naik pitam, satelah
mendengar perkataan itu dia tertawa seram, dia
menerjang maju kemuka, telapaknya diayun mengirim
satu pukulan dahsyat ke depan.
Terdengar Hoa In membentak keras, tubuhnya
bergerak maju ke depan, telapaknya berputar dan
mencegah datangnya ancaman tersebut.
Gerakan tubuh kedua orang itu sama-sama enteng
dan cepat laksana sambaran petir, sebaliknya gerakan
dari Hoa Thian-hong tetap tenang dan mantap, tampak
kaki kirinya melangkah ke samping dan bergeser ke sisi
sebelah kiri manusia aneh dari gunung Yan-san itu,
pedang bajanya membabat datar dan......
Sreeet! dia bacok pinggang tawan.
Terkesiap hati Yan-san It-koay menyaksikan kejadian
itu, dia bukan kaget karena ilmu silat yang dimiliki Hoa
Thian-hong amat lihay, juga bukan karena tenaga
dalamnya yang menggetarkan hati di ujung pedang itu,
melainkan caranya dia membacok yang memakai
gerakan begitu sederhana serta lama sekali terbuka itu.
Haruslah diketahui enam belas jurus ilmu pedang yang
diwariskan kepada si anak muda itu merupakan hasil
ciptaan dari Hoa Goan-siu dengan dasar seluruh
kepandaian silat yang pernah dipelajarinya sepanjang
hidup perubahan yang terselip dibalik gerakan-gerakan
sederhana itu demikian sulit dan kaburnya, Sehingga Hoa
Thian-hong sendiripun tak mampu mengartikannya
keluar. Tetapi berhubung ilmu pedang itu dilatih setiap hari
dan bertahun-tahun lamanya, maka mengikuti
perkembangan tenaga dalam yang berhasil dia yakin, inti
sari dari ilmu pedang itupun terbentuk dengan sendirinya
mengikuti semakin sempurna dia mainkan jurus-jurus
tersebut, sepintas lalu kelihatan jurus serangan itu sama
sekali tak berubah namun perubahan sakti yang
menyertainya ternyata jauh berbeda.
Yan-san It-koay adalah seorang jago kawakan yang
sangat berpengalaman, dari gerakan jurus pedang baja
itu dia sadar bahwa serangan itu sulit dipunahkan
dengan mudah. Sebetulnya dia hendak menggunakan
cara keras lawan keras untuk memaksa Hoa Thian-hong
tarik kembali serangannya guna melindungi keselamatan
sendiri, tetapi Hoa In adalah musuh tangguh yang
membutuhkan delapan bagian tenaga dalamnya untuk
dihadapi, kalau tidak dia akan didahului oleh lawannya
dan terdesak dibawah angin.
Dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dia gunakan
serakan tubuh yang cepat hingga sukar diikuti dengan
pandangan mata untuk bergeser keluar dan gencatan
serangan gabungan kedua orang itu, dalam gugupnya
jari tangan laksana tombak langsung menyodok iga kiri si
anak muda itu. Sejak meninggalkan markas besar perkumpulan Sinkie-
pang, Hoa Thian-hong selalu melayani musuhmusuhnya
dengan serangan tangan kiri, latihannya yang
tekun selama dua tahun membuat jurus 'Kun-siu-ci-tauw'
tersebut berhasil dilatih hingga matang benar-benar,
bukan saja gerakannya semakin leluasa bahkan tekanan
yang dilancarkanpun jauh lebih hebat. Setiap kali ada
musuh menyerang dari sebelah kiri, secara otomatis
telapak kirinya bergerak untuk menyambut datangnya
ancaman itu. Baru saja totokan jari Yan-san It-koay meluncur ke
depan, tiba-tiba Hoa Thian-hong mengayunkan
telapaknya pula untuk membendung datangnya ancaman
itu. Serangan yang dilancarkan pada saat yang bersama
ini nampaknya akan mengakibatkan kedua belah pihak
sama-sama menderita luka parah. pada saat yang kritis
itulah buru-buru manusia aneh dari gunung Yan-san itu
tarik mundur tubuhnya ke belakang sambil menarik dada
kesamping, pikirnya dalam hati, "Keparat cilik! Kau
benar-benar merupakan suatu ancaman yang amat
berbahaya"
Dalam hati berpikir demikian, diluar segera teriaknya,
"Bocah cilik, kau memang cerdik!"
Semua peristiwa itu berlangsung dalam sekejap mata,
baru saja tubuh mereka bertiga mengumpul jadi satu
segera berpisah kembali ke arah belakang, deru angin
pukulan yang santar menderu-deru dan memenuhi
seluruh angkasa.
Pertempuran yang berlangsung saat ini jauh berbeda
dengan pertarungan masalah belum lama berselang
tampak tiga sosok bayangan manusia berkelebat
bagaikan kilat, mereka saling sambar menyambar tiada
hentinya, sebentar berkumpul dan sebentar terpisah
kembali...hawa membunuh tersebar diseluruh angkasa.
siapapun kurang waspada niscaya tubuhnya akan
menggeletak di atas tanah dengan berlumuran darah.
Pada permulaan berlangsungnya pertarungan itu Hoa
In masih menguatirkan keselamatan dari majikan
mudanya. tetapi setelah bertempur beberapa saat
lamanya dan melihat Hoa Thian-hong tetap tenang
bagaikan bergerak laksana gulungan ombak di tengah
samudra, bahkan kegagahan serta keangkerannya jauh
melebihi dirinya, tanpa sadar rasa percayanya pada
kekuatan pemuda itu semakin bertambah tebal, tanpa
dibebani rasa kuatir atau sangsi lagi dia bisa melancarkan
serangan dengan sepenuh tenaga dan bebas leluasa.
Pertarungan ini benar-benar merupakan suatu
pertarungan yang mendebarkan hati, semua penonton
disisi gelanggang tanpa terasa pada menahan napas,
Thian Seng-cu serta Ho Kee-sian sekalian yang
merupakan jago kawakan dengan pengalaman yang luas
setelah menyaksikan beraneka ragamnya ilmu silat yang
dimiliki Yan-san It-koay serta Hoa In dan menjumpai pula
kemantapan serta keampuhan ilmu pedang yang dimiliki
Hoa Thian-hong, diam-diam merasa terkesiap dan
menghela napas tiada hentinya.
Sementara itu ketika Hoa In menyaksikan pertarungan
itu makin lama berlangsung, menang kalah semakin sulit
ditentukan batinya mulai jadi gelisah, ia segera teringat
kembali akan kegagahan majikan tuanya dimasa lampau,
darah panas segera bergolak di dalam dada
menimbulkan rasa sedih, gusar serta kesal yang sudah
berkecamuk sejak tadi. jurus serangan yang dilancarkan
makin lama semakin ganas dan telengas dia mulai
banyak menyerang dari pada melakukan pertahanan.
Yang paling penting dalam ilmu silat tingkat tinggi
adalah ketenangan jiwa yang mantap. setelah pikiran
Hoa In terpengaruh oleh angkara murka walaupun Yansan
It-koay seketika terjerumus dalam posisi yang kritis
dan berbahaya namun dalam hati kecilnya diam-diam ia
malah jadi girang, dia beranggapan justru keadaan inilah
akan memberi peluang yang lebih banyak baginya untuk
merebut kemenangan.
"Hoa In!" tiba-tiba Hoa Thian-hong membentak keras,
"musuh besar kita bukan hanya Yan-san It-koay seorang,
kau ingin beradu jiwa dengan dirinya?""
Teguran itu bagaikan pentungan yang mendarat di
atas kepala segera membuat Hoa In terkesiap hatinya,
segera pikirnya, "Aku betul-betul amat tolol, sejak
kematian majikan tua semua pengharapan keluarga Hoa
telah terjatuh ke atas pundak Siau Koan-jin, aku mana
boleh bertindak secara gegabah dengan meninggalkan
dia seorang di kolong langit...."
Begitu ingatan tersebut berkelebat di dalam benaknya,
dia segera mengekang nafsu angkara murkanya di dalam
hati dan situasi pertempuranpun segera berubah kembali
jadi mantap dan semakin kokoh.
Yan-san It-koay tertawa dingin, serunya, "Hoa Thianhong,
Hoa Goan-siu bisa mempunyai seorang putera
macam dirimu sekalipun mati dia bisa mati dengan mata
meram!" Pemuda itu mendengus dingin, sambil pusatkan
perhatiannya dia layani serangan-serangan musuh
sedang otaknya berputar mencari akal untuk merebut
kemenangan. pikirnya dalam hati, "Ilmu Sau-yang-cengkie
yang diyakini Hoa In sudah mencapai delapan bagian
kesempurnaan, aku harus berusaha untuk menyuruh dia
bermain petak dengan lawan untuk kemudian memaksa
Yan-san It-koay beradu kekerasan dengan dirinya,
menggunakan kesempatan yang sangat baik ini aku bisa
menghadiahkan pula sebuah tusukan dari arah belakang"
Pertarungan antara jago lihay yang terpenting adalah
pusatkan pikirannya menghadapi serangan, setelah
pikiran pemuda itu bercabang dalam waktu singkat
berulang kali dia menghadapi mara bahaya seandainya
Hoa In tidak menolong pada saat yang tepat niscaya dia
sudah terluka di ujung telapak manusia aneh dari gunung
Yan-san. Dalam pada itu semangat Yan-san It-koay segera
berkobar setelah menyaksikan tenaga tekanan dari
pemuda itu kian lama kian merosot dan beberapa kali
memperlihatkan lubang kelemahan. sambil memperketat
serangan telapaknya dia berseru, "Hoa Thian-hong,
benarlah kau hendak beradu tenaga sehingga salah
seorang diantara kita menggeletak mati?""
Hoa Thian-hong mendengus dingin, tiba-tiba
bentaknya keras-keras, "Perketat posisi pertahanan,
bendung empat puluh jurus serangannya!"
Sresst! Sreeet! Ia kirim dua babatan kencang dan tibatiba
loncat keluar dari gelanggang pertarungan Yan-san
It-koay jadi tertegun melihat, perbuatan lawannya itu,
dia tak tahu apa sebabnya pemuda itu secara tiba-tiba
meloncat keluar dari gelanggang dikala pertarungan
masih berlangsung dengan serunya.
Meskipun dalam hati kecilnya timbul kecurigaan
namun gerakan serangannya sama sekali tidak
mengendor, sepasang telapak bagaikan gulungan ombak
di tengah samudra menerjang Hoa In tiada hentinya.
Dengan mundurnya Hoa Thian-hong dari gelanggang,
justru cocok dengan apa yang diharapkan oleh Hoa In,
semangatnya segera berkobar dan bersama Yan-san Itkoay
dia berebut menyerang untuk mencari posisi yang


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih menguntungkan.
00000O00000 KEDUA orang itu sama-sama mempunyai pendapat
yang berbeda yakni menggunakan kesempatan dikala
Hoa Thian-hong tak ada dikalangan secepatnya
membinasakan pihak musuh di ujung telapaknya, dalam
waktu singkat situasi dalam kalangan pertempuran
berubah makin seru dan mendebarkan hati.
Hoa Thian-hong yang menyaksikan Hoa In tak berhasil
menyelami perasaan hatinya dalam, malahan menyerang
dengan gencar dan begitu bernafsunya, dalam hati ia
merasa gelisah sekali.
Sepasang matanya dengan tajam mengikuti terus
perubahan sepasang telapak dari Yan-san It-koay, di
tengah gelagapan tampaklah sepasang matanya
memancarkan cahaya tajam. Dalam waktu singkat empat
puluh jurus telah berlalu, pemuda itu segera berpikir di
dalam hati, "Sulit rasanya untuk mencari lubang
kelemahan diantara jurus serangan yang dipergunakan
Yan-san It-koay jago lihay yang amat tersohor namanya
di kolong langit ini, apalagi pengalaman serta kepandaian
silatku masih jauh ketinggalan juga dibandingkan dengan
dirinya, akupan tidak hapal dengan permainan jurusnya,
untuk memancing dia masuk jebakan rasanya bukan
suatu pekerjaan yang gampang"
Otaknya berputar kencang dan berusaha untuk
mencari akal bagus, apa lacur tiada suatu akal baguspun
berhasil didapatkan. diapun kuatir Hoa In terluka di
ujung telapak musuh, akhirnya dia bernekad untuk
melubangi sampan menenggelamkan perahu sambil
menancapkan pedang bajanya ditanah ia maju
menyerang dengan tangan kosong.
Meskipun ilmu silat yang dimiliki Yan-san It-koay amat
lihay dan jauh melebihi kepandaian silat pemuda itu,
namun menghadapi serangan pedang bajanya yang
begitu ampuh dan luar biasa itu tak urung dirasakan
payah sekali. Kini melihat pemuda itu secara tiba-tiba membuang
senjata pedangnya dan menyerang dengan tangan
kosong, diam-diam dalam hati merasa girang. pikirnya,
"Jurus pemuda itu semuanya mengandalkan tenaga
dalam yang besar, rupanya bocah itu sudah tak mampu
untuk memainkannya"
Sambil berpikir tangan kanannya segera diayun ke
depan menghajar iga Hoa In, sementara kakinya
melancarkan sebuah tendangan kilat menghantam pusar
Hoa Thian-hong.
Hoa In mengetahui dengan jelas akan kesempurnaan
tenaga dalam yang dimiliki majikan mudanya, semakin
bertempur tiga empat ratus jurus lagi dengan pedang
baja itupun dia masih sanggup mempertahankan diri
sekarang melihat dia membuang pedangnya, pelayan tua
ini jadi tak habis mengerti, namun dalam menghadapi
pertarungan sengit diapun merasa tak leluasa untuk buka
mulut, terpaksa kecurigaan tadi hanya ditelan di dalam
hati saja. Sementara itu Hoa Thian-hong sudah mengigos ke
samping setelah menyaksikan datangnya tendangan kilat
dari Yan-san It-koay telapak kirinya segera diputar dan
langsung menghajar telapak kakinya.
Jurus 'Kun-siu-ci-tay' dari tangan kirinya ini sudah
menjadi bahan pembicaraan dalam dunia persilatan,
sejak semula Yan-san It-koay sudah memperhitungkan
datangnya serangan tersebut.
Dengan cepat dia geser pinggangnya ke samping
untuk melepaskan diri dari ancaman Hoa In, tiba" dia
berkelebat ke sisi kanannya dan mengirim satu totokan
kilat ke arah jalan darah Ki bun hiat.
Criiit.......! desiran angin totokan yang tajam meluncur
keluar dan menggetarkan pendengaran setiap orang
yang hadir di tempat itu.
Hoa Thian-hong terkejut, di tengah keadaan yang
kritis pinggangnya ditarik ke belakang sambil melompat
ke depan, dia melayang sejauh delapan depa dari tempat
semula. Hoa In meskipun melihat keadaan tidak beres, namun
tak sempat baginya untuk menyusul kemuka, sambil
membentak keras telapaknya segera didorong ke depan
melancarkan sebuah pukulan.
Yan-san It-koay begitu merasakan totokan jarinya
mengenai sasaran kosong dengan cepat dia merasakan
segulungan hawa tekanan tak berwujud yang sangat
berat bagaikan tindihan bukit menerjang ke sisi
tubuhnya, dalam hati ia merasa terperanjat, pikirnya,
"Budak tua itu rupanya benar-benar telah berhasil
meyakinkan ilmu silatnya....!"
Dengan cepat dia mengigos ke samping dan melayang
lima depa dari sisi kalangan.
Tubuh ketiga orang itu kembali saling berpisah, untuk
kemudian bertempur kembali menjadi satu, saat ini
pertarungan dilangsungkan dengan beradu ilmu telapak,
angin pukulan yang menderu deru tajam berseliweran
silih berganti, pasir dan batu beterbangan desiran angin
tajam memekikkan telinga begitu hebat jalannya
pertarungan saat ini ibaratnya bumi akan kiamat dan
permukaan tanah dilanda gempa dahsyat.
Di tengah berlangsungnya pertarungan itu meskipun
beberapa kali Hoa Thian-hong menghadapi serangan
maut, namun setiap kali ia selalu menggunakan jurus
'Kun-siu-ci-tauw' dari tangan kirinya untuk menolong diri,
sedang tangan kanannya boleh dibilang lumpuh sama
sekali sebab tak sanggup menggunakan sebuah jurus
seranganpun. Setelah bertempur sampai empat jurus lebih, hawa
murni yang terpancar keluar dari telapak Hoa Thian-hong
kian lama kian bertambah lemah, pemuda itu mulai
kelihatan lemah dan kehabisan tenaga sehingga bisa
diduga kalau dia tidak mampu mempertahankan diri lebih
lama lagi, Yan-san It-koay sendiri meskipun licik dan
banyak akal, dalam menghadapi pertarungan yang begitu
seru tak pernah dia sangka kalau Hoa Thian-hong jauh
lebih cerdas darinya dan secara diam-diam telah
menyusun suatu rencana baik.
Begitu menyaksikan tekanan angin pukulannya makin
lama semakin lemah, tanpa terasa dia mulai alihkan
sasarannya ke arah pemuda itu. diam" dia bersiap sedia
untuk melancarkan sebuah serangan bokongan.
Tiba-tiba Hoa In menyusup ke arah sisi tubuhnya,
sang telapak dibabat ke depan dan langsung mengancam
dua buah jalan darah penting di atas dada serta lambung
Yan-san It-koay.
Kebetulan sekali pada waktu itu Hoa Thian-hong
berada di sisi kiri manusia aneh dari gunung Yan-san itu,
melihat keadaan tersebut diam-diam ia merasa bergirang
hati. ia mengetahui bahwa lawannya pasti akan berputar
ke samping kanan tubuhnya maka sambil membentak
keras tubuhnya segera menerjang ke depan.
Ketika Yan-san It-koay menyaksikan Hoa In
melancarkan serangan dengan pukulan langit bumi yang
begitu dahsyat, ia benar-benar menyingkir ke samping
kanan si anak muda itu, tangan kirinya menggetar ke
atas menyerang bawah iga Hoa In sedang tangan
kanannya laksana kilat menghantam tubuh pemuda she
Hoa itu. Hoa Thian-hong sudah menyusun rencana baiknya
sejak semula sedang Yan-san It-koay merasa
kesempatan baik tak boleh dibuang dengan percuma,
kedua belah pihak sama-sama merasa bergirang hati
menjumpai keadaan tersebut.
Dengan kecepatan tubuh yang sukar diikuti dengan
pandangan kedua orang itu bersama-sama menerjang
maju ke depan dan terjadilah suatu bentrokan yang
cakup keras. Dalam dugaan Yan-san It-koay, pemuda lawannya ini
kecuali hanya bisa menyerang dengan sebuah jurus
serangan memakai tangan kirinya belaka sama sekali
tidak mempunyai ilmu silat lain yang mampu melukai
tubuhnya. Dia tunggu sampai serangan lawan telah dilancarkan
keluar, sepasang bahu segera bergerak dan tiba-tiba
menyusup ke samping badan sambil tertawa terbahak
bahak telapak tangannya laksana kilat dilancarkan ke
arah muka. Hoa In yang berada di belakang tubuh Yan-san Itkoay
jadi amat terkesiap menyaksikan peristiwa itu,
keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh
tubuhnya, sambil membentak keras sepasang telapak
bekerja secara berbareng, dengan menggunakan ilmu
Sau-yang-ceng-kie dengan dua belas bagian tenaga
dalam dia kirim satu pukulan maut ke depan.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tiba-tiba pria
kurus kecil menyerupai beruk itu menyusup ke depan,
telapaknya membokong pinggang Yan-san It-koay
sedang mulutnya menyumpah, "Keturunan iblis....!"
Semua kejadian itu berlangsung hampir bersamaan
waktunya, Yan-san It-koay sebagai gembong iblis
kenamaan dalam dunia persilatan sedan permulaan telah
memperhitungkan kesemuanya itu, dia tahu asal Hoa
Thian-hong terjerumus dalam posisi yang sangat
berbahaya niscaya Hoa In akan berusaha menolong
dengan sepenuh tenaga, hanya dia tidak mengira kalau
pria kurus kecil tersebut bisa ikut campur pula dalam
tindakan itu. Meskipun demikian sama sekali tidak jeri sebab
posisinya berada di atas angin, asal dia sanggup
menghajar tubuh Hoa Thian-hong masih cukup banyak
waktu baginya untuk berkelit ke samping dan
menghindarkan diri dari serangan gabungan Hoa In serta
pria kurus kecil itu.
Siapa tahu Hoa Thian-hong sendiripun sudah
mempunyai perhitungan yang masak, ia berani bertindak
demikian karena yakin bahwa rencananya pasti berhasil.
Meskipun mara bahaya telah berada di depan mata.
pemuda itu tetap berdiri tegak bagaikan gunung Tay-san,
wajahnya tidak kaget ataupun menunjukkan sikap yang
gugup. Ketika serangan lawan sudah hampir mengenai
tubuhnya, tiba-tiba dia tekuk pinggangnya ke samping,
sepasang lengan bagaikan kera bekerja cepat, jari
tengah tangan kanannya meluncur ke depan dan
melancarkan sebuah totokan aneh ke arah telapak
tangan manusia aneh dari gunung Yan-san itu.
Totokan ini muncul dengan suatu gerakan yang aneh,
tertegun hati Yan-san It-koay setelah melihat totokan jari
tengah lawannya yang kaku dan berbentuk aneh itu. apa
lagi setelah melihat lengannya ikut bergerak pula dengan
gerakan yang menyerupai jurus 'Tok-liong-jut-tong' atau
naga racun keluar dari gua, bergoyang dan bergeser
tiada hentinya ke kiri ke kanan dengan sasaran yang
tidak menentu hati terasa makin terperanjat.
Jurus serangan ilmu totokan itu bukan lain adalah
jurus pertama dari ilmu 'Ci yu-jit-ciat' atau tujuh kapusan
dari Ci-ya yang disebut menyerang sampai mati bagian
pertama. Ilmu kepandaian ini merupakan ilmu silat aliran hitam
yang sudah ratusan tahun lamanya lenyap dari
peredaran Bu-lim, jarang sekali jago kangouw jaman itu
yang mengenali kembali akan keanehan dari jurus
perubahan tersebut serta sampai dimanakah
kedahsyatan dari totokan tadi.
Bagaimana juga Yan-san It-koay adalah seorang jago
kosen dari dunia persilatan, dalam keadaan terkejut
bercampur curiga gerakannya sama sekali tidak kalut.
Setelah mengetahui bahwa serangan telapaknya bila
tidak ditarik maka ujung jari Hoa Thian-hong pasti akan
bersarang di atas urat nadinya buru-buru ia tarik napas
dan merubah gerakannya dari serangan telapak menjadi
serangan mencengkeram.
Dengan cepat ia cekal pergelangan si anak muda itu
sementara tubuhnya meneruskan terjangannya ke depan
memaksa Hoa Thian-hong untuk memberi jalan lewat
kepadanya. Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini berlangsung
secepat kilat. para jago yang menonton jalannya
pertarungan dari samping kalanganpun hanya Thian
Seng-cu serta tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian
dua orang yang melihat dengan jelas. mereka tahu
bahwa dibalik tangan kanan Hoa Thian-hong tersembunyi
suatu serangan ilmu silat yang maha sakti, hal itu
membuat mereka jadi amat terperanjat.
Sementara itu pria kurus kecil menyerupai beruk
itupun sudah menyadari bahwa pemuda itu telah
mempunyai rencana yang matang setelah melihat Hoa
Thian-hong secara tiba-tiba menggunakan ilmu saktinya.
dengan cepat ia melayang satu lingkaran busur di udara
dan balik kembali ke tempat semula.
Lain halnya dengan Hoa In, walaupun dia tahu bahwa
Hoa Thian-hong memiliki ilmu 'Ci yu-jit ciat' tujuh
kupasan dari Ci-yu tetapi karena pertama kitab catatan
itu tidak lengkap dan kedua masih terlalu sedikit yang
berhasil dikuasai pemuda itu maka ia tak begitu yakin
terhadap kemampuan majikan mudanya itu.
Melibat dia terjerumus dalam posisi yang berbahaya.
sepasang telapaknya dengan cepat melancarkan
serangan dahsyat"
Ilmu Sau-yang-ceng-kie adalah atas gubahan dari ilmu
Tay-ceng-kie kalangan beragama, besar sekali daya
tekanannya dan jauh berbeda dengan kepandaian lain.
Ketika Yan-san It-koay merubah jurus serangannya
sehingga gerakan tubuh terlambat beberapa kosen,


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

angin pukulan Sau-yang-ceng-kie yang dilancarkan Hoa
In bagaikan gulungan ombak samudra telah menerjang
tiba. Yan-san It-koay jadi terkesiap, sepasang kakinya
segera menjejak tanah dan buru-buru mengigos ke
samping. Terdengar Hoa Thian-hong membentak keras
tubuhnya bagaikan bayangan setan mengejar ke depan,
lengan kanannya disodok ke muka, sementara jari
tengahnya tegang bagaikan pit, hawa murni meluncur
keluar dan secara tiba-tiba menotok jalan darah Cianhun-
hiat di tubuh Yan-san It-koay.
Ilmu Silatnya dimiliki Hoa Thian-hong jika
dibandingkan dengan kepandaian dari Yan-san It-koay
boleh dibilang ketinggalan jauh, ketika semua orang
melihat pemuda itu mencari hasil dengan menempuh
bahaya jadi terkesiap, terutama sekali pria kurus kecil
menyerupai beruk itu, rupanya dia menaruh perhatian
yang cukup besar terhadap diri pemuda itu.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun dia menyusup
ke depan dan siap menghadapi segala kemungkinan
yang tidak diijinkan.
Kegelisahan dari Hoa In tak usah dikatakan lagi,
melihat Hoa Thian-hong menempeli terus diri Yan-san Itkoay,
tanpa memperdulikan keselamatan sendiri lagi dia
segera menerjang ke muka.
Yan-san It-koay jadi terkejut bercampur gusar waktu
melihat Hoa Thian-hong menyusul dari belakang dengan
cepat dia ayun telapak tangannya melancarkan sebuah
pukulan yang dahsyat ke atas batok kepala lawannya.
Dalam hati Hoa Thian-hong telah mengambil
keputusan untuk mencari kemenangan dengan
menempuh bahaya, melihat dia lancarkan pukulan
dengan cepat telapak kirinya diayun ke depan,
menggunakan gerakan 'Kun su ci-tau' dia sambut
datangnya ancaman tadi sementara tangan kanannya
dengan gerakan secepat kilat melancarkan sebuah
totokan ke atas jalan darah Kie-hay di tubuh manusia
aneh dari gunung Yan-san.
Tiga jurus permulaan dari tujuh kupasan Ci-yu
merupakan gerakan-gerakan menyerang sampai mati
bagian kesatu, kedua dan ketiga, kehebatannya bisa
dibayangkan dari namanya itu.
Hoa Thian-hong berbakat baik dan bertenaga dalam
sempurna, walaupun kepandaian itu belum lama dilatih
olehnya tetapi sewaktu dilancarkan kehebatannya betulbetul
luar biasa. Plooook....! telapak kanan Yan-san It-koay saling
membentur dengan telapak kiri Hoa Thian-hong, begitu
keras bentrokan tadi membuat si anak muda itu berseru
tertahan dan tubuhnya mencelat ke arah belakang.
Tetapi manusia aneh dari gunung Yan-san pun tak
dapat menghindarkan diri dari totokan musuhnya, ia
merasa dua tiga cun di samping jalan darah Kie-nayhiatnya
tertotok telak, isi perutnya kontan terasa
bergolak dan sakitnya bukan kepalang, buru-buru dia
berjumpalitan dan mengundurkan diri dari gelanggang.
Jeritan kaget berkumandang dari antara para jago di
samping kalangan, semua orang membelalakkan
matanya lebar-lebar dan menyaksikan perubahan
tersebut dengan hati tercekat.
Hoa In dengan cepat meloncat ke muka menyambar
pinggang dari Thian Hong, sedangkan Yan-san It-koay
sendiri setelah melayang ke atas pemukaan bumi segera
berdiri kaku dengan mata terpejam, badannya tak
berkutik bagaikan sebuah arca batu
Untuk beberapa saat lamanya suasana di tengah
kalangan jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun, begitu hening sehingga napas setiap orang
dapat kedengaran dengan nyata.
Terlihatlah pria kurus kecil menyerupai beruk itu
meloncat ke depan dan berdiri kurang lebih enam tujuh
depa dihadapan Yan-san It-koay, sepasang matanya
yang tajam bagaikan pisau belati menatap wajah
manusia aneh itu tanpa berkedip, jelas andai kata Hoa
Thian-hong menemui celaka maka diapun tak akan
melepaskan orang itu.
Chin Pek-cuan dengan wajah berkerudung kain hitam
sebenarnya tidak saling menyapa dengan Hoa Thianhong,
tetapi ketika itu dia berjaga-jaga di samping tubuh
Hoa In, sepasang matanya menatap wajah Hoa Thianhong
yang sedang bersemedi dengan sorot mata penuh
rasa kuatir. Keempat orang itu bukan musuh melainkan sahabat,
hal ini sudah terlihat jelas sekali dari keadaan tersebut
Yan-san It-koay adalah termasuk jago dari Hong-im-hwie
sedang sisanya termasuk jago dari Sin-kie-pang serta
Thong-thian-kauw. Dengan begitu golongan Hoa Thianhong
sekalian segera terkepung oleh musuh-musuh yang
tangguh di empat penjuru.
Thian Seng-cu sendiri segera timbul rasa curiganya
setelah menyaksikan Chin Pek-cuan berdiri di pihak Hoa
Thian-hong berdua, pikirnya di dalam hati, "Biasanya
Cukat racun Yau Sut, bekerja dengan amat cermat dan
teliti sekali, tapi kenapa ia utus manusia yang berpihak
kepada keparat cilik she Hoa untuk melaksanakan tugas
rahasia yang amat besar ini?" jangan-jangan dibalik
kesemuanya ini ada hal-hal yang kurang beres?""
Sedang Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian
berpikir pula di dalam hati, "Hoa Thian-hong mempunyai
hubungan cinta dengan Pek Kun-gie. Kedua orang ini
yang pria tampan, yang perempuan cantik, cepat atau
lambat akhirnya pasti akan bersatu. Andaikata aku
sampai melukai dirinya, dihadapan pangcu tiada kebaikan
yang bakal kuperoleh ditinjau dari keadaan Yan-san Itkoay
rupanya tidak enteng luka dalam yang dia derita,
seandainya hari ini aku sanggup melenyapkan orang ini,
suatu pahala besar tentu akan kuperoleh"
Apa yang dipikirkan kedua orang ini sama-sama jalan
pikiran untuk menyerang orang dikala pihak lain sedang
menderita, sorot mata mereka berputar dan membentuk
satu sama lainnya, terlihatlah jelas bahwa kedua orang
itu sama-sama ada niat untuk turun tangan.
Pada saat itulah tiba-tiba Hoa Thian-hong membuka
mata dan meronta dari cekalan Hoa In, sambil cabut
pedang bajanya dari atas tanah dia menghampiri
manusia aneh dari gunung Yan-san itu.
Hoa In yang menyaksikan kejadian itu buru-buru
meloncat ke depan, serunya dengan nada cemas, "Siau
Koan-jin!"
"Aku tidak apa-apa" jawab Hoa Thian-hong dengan
suara berat, dengan alis berkerut dan nada serius,
lanjutnya, "Yan-san It-koay, dalam pertarungan yang
berlangsung hari ini bagaimana pendapatmu mengenai
siapa yang bakal menang siapa yang bakal kalah?""
Perlahan-lahan Yan-san It-koay membuka matanya
dan menjawab dengan suara dingin, "Bukankah sudah
kukatakan bahwa dalam pertarungan ini aku tidak
mempunyai keyakinan untuk menang!"
Ia berhenti sebentar, kemudian sambil tertawa
lanjutnya, "Nama besar Hoa Goan-siu menggetarkan
seluruh dunia persilatan tetapi aku tidak puas terhadap
dirinya, sedang kau masih muda namun memiliki
kecerdasan yang tinggi serta keberanian yang luar biasa,
tidak malu kau jadi keturunan orang terkemuka, aku
bukan manusia sembarangan, bila kau ada perkataan
ucapkanlah tanpa ragu-ragu"
"Bukankah kau berkata bila menang akan mendesak
terus, bila kalah akan kabur?" Sekarang kau belum juga
meninggalkan tempat ini. Apakah masih ada kepandaian
sakti yang belum sempat kau keluarkan?" rupanya kau
ingin melangsungkan pertarungan kembali!"
Sorot mata Yan-san It-koay berkilat tajam, dia melirik
sekejap ke arah pria kurus kecil menyerupai beruk itu
lalu tertawa dingin.
"Jika kau punya minat untuk menambah
pengetahuanmu, tak ada halangannya bagiku untuk
melayani kembali beberapa jurus serangan dari kamu
berdua!" "Siau Koan-jin, apa gunanya kau ribut-ribut dengan
makhluk tua itu?"" seru Hoa In tiba-tiba, "Dendam sakit
hati atas kematian dari majikan tua harus dibalas, mari
kita langsungkan pertarungan mati-matian melayan
dirinya!" Diam-diam Hoa Thian-hong menghela napas panjang,
pikirnya, "Urusan tak akan berlangsung begitu gampang,
kalau Yan-san It-koay yang mati masih mendingan. jika
aku yang berumur pendek bagaimana dengan ibu...?"
Kalau aku membiarkan kaum iblis dan manusia laknat
tetap berkeliaran di muka Bu-lim tanpa sanggup untuk
menghalanginya, sia-sia belaka hidupku di alam ini.
Hmm... Hmm... kemajuan ilmu silat yang mereka miliki
berkembang lambat sekali asal aku mampu memajukan
kepandaianku maka suatu ketika hutang ini pasti akan
berhasil kutagih"
Berpikir sampai disitu, segera ujarnya kepada Yan-san
It-koay, "Di kolong langit tidak dendam yang tak bisa
diakhiri, memandang di atas wajah mendiang ayahku
yang berjuang demi kebenaran kali ini aku akan memberi
sebuah jalan hidup bagimu"
"Hmm!" Yan-san It-koay mendengus dengan mata
melotot" kau anggap aku adalah manusia apa?" Kenapa
musti menantikan balas kasihan darimu?""
Hoa Thian-hong tertawa hambar. "Meskipun ilmu
silatmu luar biasa namun masih terlalu sulit bagimu
untuk mengalahkan kami berdua, apalagi hari ini kau
berada dalam keadaan sebatang kara jika pertarungan
dilanjutkan, sekalipun kau berhasil menangpun belum
tentu bisa tinggalkan tempat ini dalam keadaan hidup.
Menurut pendapatku lebih baik mengundurkan dirilah
sekarang juga dan sejak kini tak usah mencampuri
urusan dunia persilatan lagi, asal kau suka cuci tangan
serta melanjutkan sisa hidupmu secara bebas maka
keturunan keluarga Hoa kami tak akan mencari dirimu
lagi untuk membuat perhitungan."
Tiba-tiba Thian Seng-cu angkat kepala dan tertawa
terbahak-bahak. "Haaa... haaah... Hoa Thian-hong kau
terlalu congkak dan menyombongkan diri!"
Hoa Thian-hong alihkan sorot matanya dan menjawab
dengan suara berat. "Aku orang she-Hoa belum pernah
bertemu dengan kaucu dari perkumpulan kalian,
andaikata semua tootiang yang tergabung di dalam
perkumpulan Thong-thian-kauw adalah manusia-manusia
bernyali tikus dan berhati cabang seperti dirimu itu, aku
orang she Hoa berani jamin diantara tiga kekuatan besar
dalam dunia persilatan, perkumpulan Thong-thian-kauwlah
yang akan musnah lebih dahulu.
Sambil mengelus jenggotnya Thian Seng-cu segera
tertawa terbahak-bahak, "Haaah... haaah... kehendak
Thian sukar diduga siapa tahu justru kenyataan
merupakan kebalikan dari apa yang kau katakan barusan
perkumpulan Thong-thian-kauw berhasil meluaskan
pengaruhnya diseluruh kolong langit dan turun-temurun
sampai beratus2 tahun, bukankah semua peristiwa masih
diiringi oleh kata mungkin?""
Hoa Thian-hong mendengus dingin, dia malas untuk
banyak bicara dengan toosu tua itu, sorot matanya
segera dialihkan kembali ke arah Yan-san It-koay.
Sejak termakan oleh totokan aneh dari musuhnya,
walaupun tidak sampai terkena jalan darahnya namun
luka yang diderita manusia aneh dari gunung Yan-san
tidak ringan, dia tahu bahwa pertarungan pada malam ini
jika dilanjutkan maka lebih banyak bahayanya daripada
keuntungan hanya saja ia merasa segan untuk mengaku
kalah dengan begitu saja kendati diantara kedua orang
lawannya ilmu silat Hoa In yang lebih hebat sebab
sasaran yang sebenarnya bukan lain justru adalah Hoa
Thian-hong seorang jago angkatan muda, ia merasa jika
berita ini sampai tersiar di dalam dunia persilatan maka
dia pasti akan kehilangan muka dan malu untuk
menancapkan kaki kembali dalam Bu-lim.
Di samping itu semua diapun merasa malu untuk
mengaku kalah dihadapan mata banyak orang karenanya
keadaan diri Yan-san It-koay ketika itu ibaratnya anak
panah di atas gendewa bagaimanapun akhirnya harus
dilepaskan juga.
Demikianlah dia lantas merogoh ke dalam sakunya
untuk ambil keluar sebuah senjata aneh berbentuk
tangan yang berwarna hitam pekat dan memancarkan
cahaya tajam sambil menimang2 senjata itu di tangan
ujarnya sambil tertawa, "Sejak berlangsungnya
pertemuan besar Pek beng hwee, belum pernah aku
pergunakan senjataku lagi"
"Ketika itu kalian andalkan jumlah banyak untuk
mengerubuti satu orang, sedang kini dengan seorang diri
ingin mengalahkan jumlah yang lebih banyak, sekalipun
pergunakan senjata tajam juga masuk diakal dan
merupakan suatu kejadian biasa" tukas Hoa Thian-hong
cepat. Yan-san It-koay tersenyum. "Sudah Tiga puluh tahun
lamanya aku tak pernah menggunakan senjata tajam,
rasanya permainanku jadi kaku dan asing, lebih baik kau
turun tangan lebih dahulu" katanya
Pemuda itu sempat melihat keempat jari tangan
kirinya dikaitkan semua di atas senjata tangan yang
hitam pekat itu, dengan tangan menggenggam serta
melintang di depan dada dia bersiap siaga. sedang
tangan kanannya yang kosong melakukan pula gerakan
yang sama, mungkin dia pergunakan untuk melancarkan
serangan telapak, hal ini membuat pemuda she Hoa itu


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jadi tercengang bercampur keheranan, pikirnya, "Sudah
sering kudengar akan bentuk senjata tajam yang aneh,
tetapi belum pernah kudengar tentang senjata tangan
yang digunakan untuk menghadapi musuh apalagi
seorang jago lihay yang mempergunakannya"
Otaknya segera berputar dan dia ambil keputusan
untuk tetap bersikap tenang walaupun menjumpai hal
yang aneh, setelah memberi tanda kepada Hoa In
mereka berdua segera menerjang ke muka. Dalam
sekejap mata pertarungan sengit kembali berkobar.
Pertarungan kali ini jauh berbeda dari pertempuran
sebelumnya, Hoa Thian Hong tahu bahwa tenaga dalam
yang dimilikinya belum cukup dan ilmu Ci-yu tak mungkin
bisa dipergunakan lagi.
Pemuda itu segera pusatkan seluruh perhatiannya
untuk mainkan ilmu pedang dengan sehebat-hebatnya.
Senjata tangan berwarna hitam milik Yan-san It-koay
benar-benar memiliki kegunaan yang luar biasa, di
tengah ayunan senjata tadi cahaya hitam berkilauan
membentuk selapis daya pertahanan yang kuat, jika
ditinjau dari jurus serangannya mirip dengan gerakan
dari ilmu gelang baja mirip pula dengan jurus gelang
pelindung tangan, ada kalanya kepalan disodok ke depan
seolah-olah ditangannya tiada benda apapun, tetapi
setelah pedang baja Hoa Thian-hong menyerang ke
depan, Yan-san It-koay segera ayun pula kepalannya
untuk menumbuk pedang yang berat dan kasar itu
seakan-akan menyedot udara kosong.
Dalam hati ketiga orang itu mengerti semua bahwa
pertempuran yang berlangsung saat ini kemungkinan
besar sulit untuk diselesaikan secara damai, karena itu
semua pihak mengerahkan segenap kemampuan yang
dimilikinya untuk berusaha mencari kemenangan.
Traaang....! terdengar suara benturan nyaring
berkumandang di angkasa, pedang baja Hoa Thian-hong
saling membentur dengan senjata tangan yang hitam
pekat dari Yan-san It-koay sehingga menimbulkan suara
benturan nyaring yang amat memekikkan telinga.
Tidak sedikit keistimewaan dari senjata aneh itu.
ketika terbentur dengan senjata tajam macam apa pun
senjata lawan pasti akan terpeleset ke arah samping,
kedua belah pihak sama-sama tidak merasakan getaran
apapun kecuali senjata yang sudah terpeleset ke
samping sulit untuk melancarkan jurus serangan kembali.
Biasanya menggunakan kesempatan yang sangat baik
inilah dia segera melancarkan serangan kilat ke arah
musuhnya hingga mengakibatkan pihak lawan sering kali
terluka atau binasa.
Begitu merasa pegangnya tergelincir ke samping Hoa
Thian-hong segera menyadari bahwa keadaan tidak
beres sebelum ingatan kedua berkelebat dalam benaknya
selapis cahaya hitam sudah meluncur ke arah
pangkuannya. Dia tahu senjata aneh lawan terbuat dari bahan emas,
jika membentur telapak tangannya niscaya akan
meninggalkan bekas luka, dalam gugup dan gelisahnya
sepasang kaki segera menjejak tanah dan mengigos ke
arah sisi tubuh Hoa In.
Budak tua itu tak berani gegabah, sejak mendengar
suara benturan nyaring tubuhnya sudah menerjang ke
arah depan, dia paksa Yan-san It-koay harus
membuyarkan ancamannya untuk putar badan
melindungi keselamatan sendiri.
Dalam waktu singkat pertarungan yang berlangsung
diantara ketiga orang itu sudah berlangsung ratusan
jurus banyaknya, setiap setangan kedua belah pihak
sama-sama mengerahkan segenap kekuatannya untuk
mengirim serangan mematikan.
Ketika itu fajar telah menyingsing hembusan angin di
pagi hari menimbulkan hawa dingin bagi beberapa orang
itu. Trang.....! Kembali terjadi benturan nyaring yang
memekikkan telinga, diantara kilatan cahaya hitam
tampaklah percikan bunga api berhamburan di empat
penjuru. Hoa Thian-hong yang menyaksikan keanehan serta
keampuhan jurus serangan senjata lawan membuat dia
tak mampu mempertahankan diri, diam-diam hatinya
terasa jadi amat risau, pikirnya, "Aku dengar pihak
perkumpulan Hong-im-hwie mempunyai tulang punggung
yang sangat kuat sekali yakni Yan-san It-koay, Liong-bun
Siang-sat serta seorang nenek bermata buta kalau Yansan
It-koay seorangpun sudah demikian lihaynya apalagi
kalau keempat orang itu bersatu padu, apa yang bisa
dilakukan lagi oleh umat Bu-lim?""
Kalau dia murung bercampur kesal, sebaliknya Yansan
It-koay diam-diam merasa bergirang hati, telapak
kanan berputar cepat membendung setiap serangan dari
Hoa In sebaliknya telapak kiri menerjang hebat mengirim
pukulan-pukulan yang berat bagaikan bukit mengancam
keselamatan Hoa Thian-hong,
Melihat dirinya terus menerus diteter lama kelamaan
pemuda itu jadi naik pitam pedang bajanya berputar dan
segera menyapu ke depan, secara beruntun dia kirim
beberapa buah babatan mengancam pergelangan tangan
Yan-san It-koay.
Dalam sekejap mata cahaya hitam berkilauan
memenuhi angkasa, angin desiran tajam menderu deru
memekikkan telinga, suasana berubah jadi tegang dan
penuh diliputi hawa membunuh.
Criiing! Untuk ketiga kalinya pedang dan senjata aneh
itu saling membentur satu sama lainnya, pedang baja
yang kasar dan besar itu seketika tergetar kutung jadi
berpuluh puluh buah kutungan kecil dan tersebar di
seluruh permukaan tanah.
Yan-san It-koay bersorak gembira, ia segera
membentak keras dan telapaknya diayun kemuka
menghantam tubuh Hoa Thian-hong.
Pukulan itu datangnya cepat dengan gerakkan yang
aneh, Hoa Thian-hong kehilangan pedang bajanya
seketika merasa hatinya terkesiap, menanti dia
menyadari akan mara bahaya yang mengancam, senjata
aneh Yan-san It-koay tahu-tahu sudah meluncur datang.
Selama ini pria kurus kecil menyerupai beruk itu selalu
berjaga jaga di tepi kalangan, setelah dua kali yang
pertama tidak sempat menolong pemuda itu, kali ini dia
telah bersiap sedia.
Begitu menyaksikan pemuda itu terancam jiwanya, ia
segera meloncat ke sisi tubuh Hoa Thian-hong, jari
tangan kanannya bagaikan golok membacok pergelangan
tangan Yan-san It-koay sementara sikut kirinya disodok
ke belakang mementalkan tubuh Hoa Thian-hong hingga
mundur lima depa dari tempat semula.
Rupanya pria kurus kecil menyerupai beruk itu juga
seorang jago lihay yang sangat kosen, setelah dia turun
tangan tentu saja Yan-san It-koay tak mampu melukai
musuhnya lagi. Hoa In sendiri setelah melihat majikan mudanya
terancam bahaya, hawa amarah seketika berkobar
memenuhi benaknya, serangan yang dilancarkan
seketika meluncur ke muka dengan hebatnya.
Kebetulan sekali waktu itu Yan-san It-koay sudah
terhadang oleh pria kurus kecil itu, dengan datangnya
serangan ini maka berarti pula iblis tua itu sekaligus
harus menghadapi dua serangan dahsyat.
Keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh
tubuh manusia aneh dari gunung Yan-san, melihat
datangnya ancaman itu ia merasa tak ada jalan lagi
baginya untuk mengundurkan diri,
Dalam suasana yang amat kritis itulah tiba-tiba pria
kurus kecil itu enjotkan badannya dan melayang ke
samping dengan gerakan yang sangat enteng
Gerakan tubuh manusia ini cepat bagaikan sukma
gentayangan, maju maupun mundur dilakukan dengan
enteng bagaikan asap yang melayang di angkasa, Yansan
It-koay sangat kegirangan, cepat-cepat dia
menyusup keluar dan loncat sejauh dua tombak dari
tempat semula, di saat yang terakhir dia berhasil
meloloskan diri dari mara bahaya.
Suasana untuk beberapa saat lamanya jadi tenang,
berpuluh puluh buah mata sama-sama dialihkan ke atas
wajah Hoa Thian-hong serta Yan-san It-koay, mereka
ingin tahu bagaimanakah kesudahan dari pertarungan
itu. Terdengar Yan-san It-koay dengan suara dingin
berkata, "Hoa Thian-hong, apa yang hendak kau
lakukan?""
"Kita masing-masing telah menangkan satu jurus, bila
pertarungan dilanjutkan kembali maka menang kalah
sulit untuk ditentukan, aku lihat terpaksa permusuhan
diantara kita harus ditunda untuk sementara waktu"
Mendengar perkataan itu Yan-san It-koay segera
tertawa seram. "Heeh... heeeh... heee, bila aku hendak
mendesak terus mumpung posisi ku berada di atas
angin, apa yang hendak kau lakukan?"
Thian Seng-cu takut pertarungan disudahi sampai
disitu saja, mendengar perkataan itu ia segera
menyambung sambil tertawa, "Bagus sekali! lebih baik
ditetapkan tiga babak lagi untuk menentukan siapa
menang siapa kalah, ini hari aku ingin membuka
sepasang mataku lebar-lebar"
Dengan pandangan dingin Hoa Thian-hong melirik
sekejap ke arahnya. kemudian ulapkan tangannya ke
arah Yan-san It-koay, dia berkata, "Pertarungan yang
berlangsung pada hari ini lebih baik kita sudahi sampai
disini saja, kalau pertarungan ingin dilanjutkan terpaksa
aku orang she Hoa harus minta batuan dari sesama umat
Bu-lim untuk melenyapkan bibit bencana bagi dunia
persilatan"
"Bocah cilik yang tak tahu diri!" maki Yan-san It-koay
penuh kegusaran.
Terdengar pria kurus kecil menyerupa, beruk itu
mendengus dingin, tukasnya, "Makhluk tua, kau betulbetul
tak tahu diri!"
"Hmm! Menyembunyikan kepala memamerkan ekor,
kau termasuk manusia macam apa?"" bentak Yan-san Itkoay
pula dengan nada penuh kemarahan.
"Bila kau mengetahui raut wajahku mungkin selembar
jiwamu tak dapat dipertahankan lagi...."
Sementara itu Hoa Thian-hong lihat Hoa In telah
selesai memunguti kutungan pedangnya dari atas tanah,
dia tahu bertempur lebih jauh di tempat itu sama sekali
tak ada manfaatnya, segera kepada Chin Pek-cuan serta
pria kurus kecil itu dia memberi hormat katanya,
"Locianpwee berdua, fajar telah menyingsing, aku rasa
kita musti berlalu dari tempat ini"
Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil itu saling bertukar
pandangan sekejap. mereka berdua tetap membungkam
dalam seribu bahasa.
Melihat itu pemuda tersebut segera memberi hormat
kepada semua orang yang hadir disisi kalangan
kemudian putar badan dan berlalu.
Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil itupun dengan
mulut membungkam segera ikut berlalu mengikuti di
belakang si anak muda itu.
Menyaksikan kepergian keempat orang itu Yan-san Itkoay
mengetahui bahwa kekuatannya tak mampu
menandingi kepergian beberapa orang itu, diapun tak
jadi bertempur melawan Thian Seng-cu serta Ho Keesian
sekalian, tanpa banyak bicara diapun putar badan
dan berlalu. Thian Seng-cu serta Ho Kee-sian sendiri walaupun
merasa amat kecewa. tetapi merekapun tak berani
unjukkan diri untuk menghadang kepergian beberapa
orang itu maka orang-orang itupun hanya tetap tiaggal
dengan mulut tertutup.
Sepeninggalnya dari tempat kejadian Hoa Thian-hong
segera melakukan perjalanan beberapa waktu lamanya,
suatu ketika pemuda itu berpaling dan ujarnya kepada
Chin Pek-cuan sambil tertawa, "Empek Chin, sebetulnya
permainan apa yang sedang orang tua lakukan, mengapa
kau malah jadi utusan dari si Cukat racun Yau Sut....."
Agak tertegun Chin Pek-cuan mendengar perkataan
itu, segera serunya, "Engkoh cilik, dari mana kau bisa
mengetahui akan persoalan ini?" Siapa yang
memberitahukan hal ini kepadamu?""
Hoa Thian-hong tertawa. "Kemarin malam kami telah
menyusup masuk ke dalam kuil It-goan-koan, sewaktu
Thian Seng-cu serahkan surat tersebut kepada empek.
secara diam-diam keponakan sempat mengetahuinya"
"Aaaai....! engkoh cilik, kau memang betul-betul
hebat" seru Chin Pek-cuan dengan nada kegirangan,
"kalau kau memang keturunan dari Hoa Tayhiap.
sepantasnya kalau hal ini kau jelaskan sejak tahun
berselang aku mengira kau benar-benar bernama Hongpo
Seng, sudah kucari jejakmu di seluruh dunia
persilatan tetapi tak berhasil kutemukan, akhirnya
setelah aku berhasil mengetahui jelas asal usulmu,
kudengar pula kabar berita tentang kematianmu...."
Dari nada suaranya yang gemetar Hoa Thian-hong
tahu bahwa jago tua ini adalah seorang manusia yang
penuh emosi, terharu sekali hatinya setelah mendengar
perkataan itu, buru-buru dia alihkan pembicaraan ke soal
lain katanya, "Enci Wan-hong, saat ini sedang belajar
ilmu di wilayah Biau. Giok Liong toako sebetulnya berada
bersama-sama siautit, tapi sekarang dia mengikuti Ciong
Lian-khek menantikan diriku di dalam kota"
Chin Pek-cuan jadi terkejut bercampur girang.
"Aaah ..." serunya tertahan.
Hoa Thian-hong tersenyum ujarnya kembali, "Tentang


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semua persoalan itu kita bicarakan nanti saja, sekarang
seharusnya sempat perkenalkan dahulu cianpwee ini
kepadaku, apa yang musti kusebut terhadap dia orang
tua?""
"Panggil saja sesuka hatimu" sahut pria kurus kecil tua
dengan cepat, "Baik-baik berbuat dan berjuang,
balaskanlah sakit hati kami sekalian mayat2 hidup yang
bisa berjalan!"
"Cianpwee ini pasti pernah putus asa dan kecewa
hatinya" batin Hoa Thian-hong dalam hati. Setelah
bergaul agak lama dengan Ciong Lian-khek, dia tahu
bagaimanakah tabiat manusia yang putus asa. maka ia
tidak bertanya lebih jauh dan cuma mengangguk tanda
mengerti, kepada Chin Pek-cuan katanya, "Empek,
bagaimana sih kau bisa berhubungan dengan Yau Sut
manusia licik itu?""
Chin Pek-cuan segera tertawa setelah mendengar
perkataan itu, serunya dengan suara lantang, "Aku
adalah manusia macam apa" Mana aku sudi
berhubungan dengan manusia-manusia rendah yang
bejat, tak bermoral serta memalukan itu?" persoalan ini
panjang sekali ceritanya dan tak akan habis dalam
sepatah dua patah kata saja"
Ia berhenti sebentar, sambil melepaskan kain
kerudung hitamnya la melanjutkan sambil tertawa, "Aku
sudah mencari dirimu di empat penjuru dunia,
bagaimana kau bisa bertemu dengan Giok Liong?" dan
dari mana pula bisa tahu kalau Hong-ji sedang belajar
ilmu di wilayah Biau?"
Kedua orang ini yang satu memikirkan keselamatan
putra putrinya sedang yang lain memikirkan masalah
besar dunia persilatan, pertanyaan yang saling
dilontarkan ini membuat kedua orang itu untuk beberapa
saat lamanya tak mampu membicarakan sesuatu.
Tiba-tiba dari balik semak belukar di sisi jalan
berkelebat lewat sesosok bayangan putih, seekor rase
salju yang berbadan putih mulus dengan sepasang mata
memancarkan cahaya merah melompat keluar.
Mencapai rase salju itu Hoa Thian-hong jadi
kegirangan, ia bongkokkan tubuhnya sambil berteriak,
"Soat-jie!"
Rase salju itu menyusup kehadapan Hoa Thian-hong,
mengelilinginya satu lingkaran kemudian secara tiba-tiba
la menuju ke alam terbuka.
Hoa Thian-hong jadi amat gelisah menyaksikan hal itu,
baru saja dia hendak berteriak tiba-tiba rase salju itu
berhenti dan menoleh ke belakang, seolah olah dia
sedang menantikan kedatangan pemuda itu.
"Hiantit!"dengan sepasang alis berkerut Chin Pek-cuan
segera berteriak. "Aku dengan Giok Teng Hujien dari
perkumpulan Thong-thian-kauw memelihara seekor
makhluk aneh, jangan2 makhluk ini adalah binatang
peliharaannya?""
Hoa Thian-hong mengangguk. "Sedikitpun tidak salah,
memang rase salju ini!" dia tertawa dan menambahkan,
"Kedatangan siautit ke kota Leng An maksudnya bukan
lain adalah untuk mengunjungi Giok Teng Hujien,
dimanakah kau orang tua beristirahat?" Siautit sebentar
lagi akan menyusul kesana".
"Giok Teng Hujien adalah seorang perempuan beracun
yang tak boleh diajak bergaul, mau apa kau berkunjung
kesitu?" kembali Chin Pek-cuan menegur dengan alis
berkerut. "Siautit hendak menyelidiki duduknya perkara tentang
kematian Jin Bong, di dalam persoalan ini Hoa In sudah
mengetahui jelas sekali, biarlah dia yang
memberitahukan hal ini kepada kau orang tua"
"Aku akan pergi ikut Siau Koan-jin" tukas Hoa In
dengan cepat, "biarlah persoalan itu kubicarakan kembali
dengan Chin tayhiap sekembalinya nanti"
"Tempat ini merupakan daerah kekuasaan dari
perkumpulan Thong-thian-kauw, memang ada baiknya
kalau Lo-koan-kee menemani disisi hiantit untuk
menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan"
"Setelah siautit menyelesaikan urusanku kemana
harus pergi untuk menjumpai empek?""
Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil menyerupai beruk
itu saling bertukar pandangan sekejap, setelah
termenung beberapa saat kakek she-Chin itu menjawab,
"Sebenarnya kami tiada suatu tempat tertentu yang
digunakan untuk beristirahat, begini saja! disebelah barat
daya situ terdapat sebuah dusun kecil setelah urusanmu
selesai berangkatlah kesitu untuk bertemu dengan kami!"
Hoa Thian-hong mengangguk tiada hentinya, dengan
membawa serta Hoa In mereka segera berangkat
membuntuti di belakang rase salju itu.
Setelah berlarian beberapa saat lamanya dan melihat
rase salju itu masih juga berlarian tiada hentinya entah
menuju kemana buru-buru Hoa Thian-hong menyusul ke
depan sambil berteriak "Soat-jie, dimanakah
majikanmu?"" Hoa In tersenyum. "Masa makhluk itupun
mengerti akan ucapan manusia?"" serunya.
Rase salju itu berpaling memandang sekejap ke arah
Hoa In, setelah berteriak dua kali dia lanjutkan kembali
perjalanannya lari menuju ke arah depan.
Sesudah berlarian beberapa saat lamanya, tiba-tiba
rase salju itu berhenti dibawah sebuah pohon kuai yang
tua, buru-buru Hoa Thian-hong menyusul ke depan,
tegurnya, "Soat-jie, Giok Teng hujien berdiam dimana?""
Dari balik pohon berkumandang datang suara tertawa
cekikikan, mengikuti lengking suara tertawa itu
muncullah seorang dara baju hijau yang memakai gaun
panjang. Begitu berjumpa dengan dara itu, Hoa Thian-hong
segera mengenali sebagai dayang kepercayaan dari Giok
Teng Hujien yang bernama Pui Che-giok, dalam hati ia
merasa kegirangan pikirnya, "Pisau belati yang
dipergunakan untuk membunuh Jin Bong berada di
dalam sakunya benda itu merupakan kunci utama untuk
memecahkan teka teki sekitar peristiwa pembunuhan ini,
baiklah aku pura2 bertanya kepadanya agar dia masuk
jebakan" Sementara itu Pui Che-giok sambil tertawa telah
memberi hormat, ujarnya dengan suara halus, "Hoa
kongcu, kedatanganmu ke kota Leng An kali ini apakah
hendak berjumpa dengan hujien kami?"
00000O00000 SINAR mata Hoa Thian-hong dengan tajam menyapu
sekejap sekeliling tempat itu, ketika dilihatnya sekitar
sana tiada orang lain, air mukanya segera diubah jadi
masam sekali, sabutnya dengan suara ketus, "Hujien mu
akan kutemui, kaupun akan kutemui juga!"
Tertegun hati Pui Che-giok mendengar jawaban
tersebut. menyaksikan air mukanya rada kurang beres
dengan perasaan sangsi kembali dia bertanya, "Ada
urusan apa kongcu-ya hendak mencari diri hamba?""
Hoa Thian-hong tertawa dingin. "Hmmm! Sewaktu
masih berada di kota Cho ciu tempo dulu, kau telah
meracuni arakku dan ingin mencelakai selembar
jiwaku..."
"Bukan.... itu bukan racun!" sahut Pui Che-giok
dengan hati amat gelisah.
"Kalau bukan racun, lalu apa yang telah kau
campurkan ke dalam arakku" Bentak si anak muda itu.
Merah padam selembar wajah dayang she Pui itu
setelah sangsi beberapa saat lamanya dia menjawab,
"Obat... obat itu adalah obat perangsang aku... aku
hanya bermaksud gurau saja"
"Konyol!" hardik Hoa Thian-hong dengan gusarnya,
"ini hari kita bisa saling berjumpa kembali. ayoh!
Serahkan selembar jiwamu" Sebagai penutup kata
telapak tangannya segera diayun ke depan segera
melancarkan satu pukulan gencar.
Pucat pias selembar wajah Pui Che-giok menyaksikan
datangnya ancaman itu, tubuhnya buru-buru bergerak
dan mengigos ke samping teriaknya, "Sau-ya tunggu
sebentar. budak ada perkataan yang hendak
disampaikan terlebih dahulu"
"Apa yang hendak kau katakan lagi?""
Pui Che-giok ketakutan setengah mati, biji matanya
yang jeli berputar dan memandang sekejap ke arah Hoa
In, lalu serunya, "Lo Koan-kee, aku mohon sudilah
kiranya kau memohon ampun bagiku, tolonglah jiwaku".
Hoa In baru untuk pertama kali ini berjumpa dengan
Pui Che-giok, terhadap dirinya boleh dibilang ia sama
sekali tiada pikiran apapun, dan dia sendiripun tak tahu
apa sebabnya Hoa Thian-hong hendak menyusahkan
dirinya., setelah tertegun beberapa saat lamanya dia
berkata. "Urusan dari Siau Koan-jin siapa yang mampu
menghalanginya?" Aku sama sekali tak berdaya untuk
mohonkan ampun bagimu lebih baik carilah jalan lain"
Dalam keadaan apa boleh buat terpaksa Pui Che-giok
berpaling kembali ke arah pemuda she Hoa itu sambil
katanya, "Siau Koan-jin, ini hari bukannya waktunya
bagimu untuk turun tangan, ketika budak menjumpai
kehadiran Siau Koan-jin di sekitar tempat ini, sengaja
kulepaskan Soat-jie untuk memimpin jalan bagi dirimu".
Hoa Thian-hong tidak gubris perkataan orang, telapak
kakinya diangkat dan siap melancarkan sebuah pukulan
lagi, serunya, "Lebih baik kau tak usah banyak bicara,
sebetulnya kau ingin mati atau ingin hidup?"
"Kalau budak ingin hidup?"
"Kalau ingin hidup boleh juga. tetapi setiap pertanyaan
yang kuajukan harus kau jawab dengan sejujurnya!"
Pui Che-giok mengangguk tiada hentinya. "Budak pasti
akan menjawab dengan sejujurnya!" dia menyahut.
Tiba-tiba sambil menutupi mulutnya sendiri dengan
ujung pakaian. dia tertawa cekikikan.
"Apa yang kau tertawakan?"" bentak Hoa Thian-hong
dengan suara gusar.
Buru-buru Pui Che-giok mendekam mulutnya sendiri,
sesaat kemudian dengan suara genit dia menjawab,
"Budak sedari tadi sudah tahu kalau Siau Koan-jin adalah
seorang enghiong yang berbudi luhur dan penuh
kebijaksanaan, tidak mungkin kau benar-benar
mencelakai jiwa budak"
"Tentang soai itu sulit untuk dikatakan" setelah
berhenti sebentar tanyanya lagi, "Nyonya mu sebenarnya
she apa?""
Pui Che-giok tertegun mendapat pertanyaan itu, dia
gelagapan untuk beberapa saat lamanya.
"Budak tidak berani menjawab!" akhirnya dia berseru,
"lebih baik Siau Koan-jin tanyakan sendiri pertanyaan ini
kepada hujien, budak rasa hujien pasti akan
mengatakannya secara terus terang"'
Hoa Thian-hong tertawa dingin. "Heee... heee...
heee... siapa yang mengajari ilmu silat kepadamu" Sudah
berapa lama mengikuti hujienmu itu?""
"Sedari masih kecil budak sudah mengikuti hujien,
seluruh ilmu silat yang kumiliki adalah pelajaran dari
hujien sendiri, sayang sekali bakatku terlalu jelek.
walaupun mendapat didikan dari guru pandai namun
kemajuan ilmu silat yang berhasil kucapai terbatas sekali"
"Senjata tajam apa yang biasa kau pakai?"
Rupanya Pui Che-giok tak pernah menyangka kalau
pemuda itu bakal mengajukan pertanyaan seperti ini,
setelah tertegun beberapa saat ia tertawa genit. "Selama
hidup budak belum pernah menggunakan senjata tajam,
sebab sejak dulu sampai sekarang budak belum pernah
melakukan pertarungan sengit dengan mempertaruhkan
jiwaku!" "Budak ini benar-benar licik sekali" batin Hoa Thianhong
di dalam hati kecilnya, "Rupanya dia sudah
menduga kalau aku tak bakal mencelakai jiwanya kalau
dia tak mau mengaku terus terang, meskipun pisau belati
itu adalah benda yang dipergunakan untuk melakukan
pembunuhan, tanpa bukti yang kuat tak mungkin dia bisa
mengakuinya dengan begitu saja"
Setelah termenung beberapa saat lamanya, pemuda
itu segera merasa bahwa lebih baik untuk sementara
waktu tetap menyabarkan diri daripada memukul rumput
mengejutkan ular.
Dengan wajah serius segera serunya, "Ayo cepat
membawa jalan, aku ada urusan hendak bertemu
dengan hujienmu itu."
Pui Che-giok tertawa. dia lantas berteriak, "Soat-jie,
ayoh cepat lari!"
Sambil berseru diapun ikut putar badan dan berlalu
dari sana. Hoa Thian-hong serta Hoa In segera menyusul dari
belakang. tiga orang manusia seekor binatang dengan
cepatnya bergerak menuju ke arah timur.
Hoa In belum pernah berjumpa dengan Giok Teng
Hujien, ketika itu hatinya terasa bergerak segera bisiknya
dengan suara lirih, "Ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki budak ini telah mencapai kesempurnaan, aku
rasa ilmu silat yang dimiliki tentu tidak jelek juga,
Budaknya saja sudah begini hebat bisa dibayangkan
kepandaian silat yang dimiliki majikannya tentu luar biasa
sekali, Siau Koan-jin adalah tubuh emas yang tak bernilai
harganya, kenapa kau musti masuk ke dalam sarang
harimau" Hoa Thian-hong menghela napas panjang setelah
mendengar perkataan itu sahutnya, "Untuk mendirikan
sebuah gedung besar, tak cukup kalau disanggah dengan
sebatang golok saja, dewasa ini adalah masa yang bagus
bagi manusia-manusia lurus dan budiman untuk
melakukan perjuangan, setiap orang harus berusaha
dengan segala pikiran serta kemampuan yang
dimilikinya, siapapun bukan tubuh emas dan semua


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang berhak untuk mempertaruhkan jiwa raganya demi
tercapainya cita cita yang diharapkan"
"Hati manusia sukar diduga, andaikata Giok Teng
Hujien ada maksud hendak mencelakai Siau Koan-jin,
bukankah kedatangan kita kali ini hanya akan
menghantarkan kematian sendiri dengan sia-sia belaka?"
Kau tidak merasa terlalu penasaran?"
"Giok Teng Hujien tak mungkin bakal mencelakai
jiwaku!" "Kenapa?"" tanya Hoa In dengan pikiran tak habis
mengerti. Tertegun hati si anak muda itu, setelah termenung
beberapa saat lamanya ia menjawab, "Aku sendiripun tak
bisa mengatakan apa sebabnya hanya aku merasa yakin
bahwa Giok Teng Hujien tak mungkin akan mencelakai
jiwaku" Hoa In adalah seorang pelayan tua yang amat setia
terhadap majikannya, dia pandang keselamatan pemuda
itu jauh lebih penting daripada keselamatan diri sendiri,
Sedangkan Giok Teng Hujien adalah seorang perempuan
yang sudah tersohor namanya dalam dunia persilatan dia
merupakan pula seorang perempuan misterius yang tidak
diketahui asal usulnya oleh siapapun, Setelah Hoa Thianhong
tak sanggup menemukan asalnya, tentu saja
pelayan tua itu merasa semakin kuatir.
Tetapi waktu Hoa Thian-hong yang gagah,
bersemangat tidak jeri menghadapi ancaman bahaya
membuat dia tak sanggup untuk memberi nasehat lagi,
terpaksa dengan hati penuh curiga dia tetap
membungkam da1am seribu bahasa.
Kurang lebih setelah melakukan perjalanan satu jam
lamanya, sampailah mereka ditepi samudra bebas.
ombak besar yang menggulung di tengah lautan
memecah ditepian
Hoa Thian-hong alihkan sorot matanya menyapu
sekejap ke sekeliling tempat itu, dia lihat di atas sebuah
bukit kecil berdirilah sebuah gedung megah yang terbuat
dari batu putih. tembok pekarangan terbuat dari batu
putih pula dengan pintu besar berwarna merah, dibalik
tembok taman bunga terbentang luas dengan bunga yang
beraneka ragam membuat pemandangan di sekitar situ
nampak indah dan serasi.
Tiba-tiba Pui Che-giok bersuit nyaring, Soat-jie rase
salju itu segera berteriak kegirangan bagaikan segulung
asap dia melayang ke arah depan dan dalam sekejap
mata lenyap di balik gedung megah tersebut.
"Sungguh cepat larinya makhluk itu!" puji Hoa In
dengan sepasang alis berkerut.
Hoa Thian-hong tertawa, "Kau belum pernah
menjumpai kepandaiannya dalam bertempur melawan
jago lihay asal ilmu silatnya rada cetek niscaya orang
orang itu tak mampu bisa menandingi dirinya"
JILID 21 : Cinta kasih Giok Teng Hujin
AKU dengar makhluk aneh ini berasal dari wilayah See
Ih, entah bagaimana caranya dia menyesuaikan diri
dengan iklim di wilayah Kanglam yang hangat ini?"
"Di wilayah See Ih toh terdapat pula musim semi dan
musim panas, disitu kan bukan sepanjang tahun tertutup
salju melulu...."
Sementara pembicaraan masih berlangsung Pui Chegiok
telah membawa kedua orang itu mendaki ke atas
bukit dan tiba di depan gedung megah terbuat dari batu
putih itu. Tampaklah dua orang dayang kecil membuka pintu
segera muncullah Giok Teng Hujien yang nampak agung
dan cantik di balik dandanannya yang mewah.
Pui Che-giok lari masuk lebih dahulu, serunya dengan
suara riang, "Hujien, Siau-ong-ya telah tiba!"
Giok Teng Hujien berdiri disisi pintu, biji matanya yang
jeli berputar dan menatap wajah Hoa Thian-hong dengan
penuh senyuman.
Hoa Thian-hong segera melangkah masuk ke dalam
ruangan, serunya kembali memberi hormat, "Kedatangan
siaute gegabah dan kasar sekali, bila mengganggu
ketenangan cici harap suka dimaafkan!"
Giok Teng Hujien tertawa, dia pandang sekejap wajah
orang dari atas sampai ke bawah, kemudian tegurnya,
"Kau telah bertempur dengan siapa?"
Sebelum Hoa Thian-hong sempat menjawab, Pui Chegiok
telah berseru lebih dahulu, "Dengan Yan-san It-koay
dari perkumpulan Hong-im-hwie, dia telah bertempur
semalamam suntuk, hampir saja selembar jiwanya ikut
melayang. Giok Teng Hujien tertunduk sedih, bagaikan sedang
menegur pemuda itu dia berkata.
"Apa gunanya sih bertarung melawan orang dengan
taruhan nyawa...."
"Makhluk tua itu adalah pembunuh yang telah
mencabut jiwa ayahku!, aku harus membinasakan dirinya
untuk membalaskan dendam ayahku"
Ia menuding ke arah Hoa In dan memperkenalkan.
"Dia adalah pembantu yang mendampingi mendiang
ayahku, dan bernama Hoa In.
"Oooh...! Kiranya Lo Koan-kee, maaf... maaf..."
sambung Giok Teng Hujien dengan cepat.
Dari sikap mesranya terhadap sang majikan muda,
diam-diam Hoa In menggerutu di dalam hati. Tetapi
menghadapi sapaan yang begitu hangat, dia merasa
tidak sepantasnya kalau dia tunjukan sikap kurang sedap
apalagi dari nada suaranya sama sekali tidak
memandang dirinya sebagai orang bawahan.
Sambil memberi hormat sahutnya, "Tidak berani.....
maaf bila aku telah mengganggu ketenangan Hujien"
Giok Teng Hujien tersenyum, dia gandeng tangan Hoa
Thian-hong dan segera diajak masuk ke dalam, ujarnya,
"Bukankah pasukan besar dari pihak Hong-im-hwie serta
Sin-kie-pang belum tinggalkan kota Ceng kang" Apakah
kau menyusul kemari secara diam-diam.....?" Hoa Thianhong
mengangguk. "Aku sengaja datang kemari untuk menjumpai diri
cici!" sahutnya.
"Apakah ada urusan penting?"
Hoa Thian-hong tidak langsung menjawab, dia merasa
tidak leluasa untuk bicara terus terang karena dalam
ruangan itu di samping terdapat Pui Che-giok serta dua
orang dayang kecil tadi, dari dalam ruangan muncul pula
dua orang gadis muda berusia tujuh enam belas
tahunan. "Tiga kekuatan besar dalam dunia persilatan sedang
terjadi pertikaian dan tanpa sadar siau te ikut terseret di
dalam kancah kekalutan ini," katanya cepat, "karena itu
aku merasa kesal sekali, sengaja aku datang kemari
untuk mengunjungi cici sampai menghilangkan semua
kemurungan yang memenuhi dalam benak "
Giok Teng Hujien tertawa, sinar matanya berkilat dan
mengerling sekejap ke arah pemuda itu dengan
pandangan mesrah.
"Dimanakah Pek Kun-gie" Bagaimana tanggung
jawabmu terhadap Pek Siau-thian?" ia menggoda.
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong.
"Apa yang musti aku pertanggungjawabkan?"
sahutnya sambil tertawa.
"Apa yang menjadi kesulitan siaute rasanya cici tentu
memahami juga bukan?"
"Cisss.......! Kau ini makin berbicara semakin tidak
genah, kenapa ngomongnya tidak karuan?"
Sementara itu semua orang sudah memasuki sebuah
ruangan besar yang sama sekali tertutup, setelah
menghidangkan air teh Giok Teng Hujien segera
memerintahkan dayangnya untuk menyiapkan hidangan.
Beberapa saat kemudian meja perjamuan telah diatur,
Hoa Thian-hong duduk di kursi utama didampingi oleh
Giok Teng Hujien di sisinya, sedang Hoa In duduk di
kursi sebelah bawah.
Sepanjang perjamuan berlangsung, Giok Teng Hujien
turun tangan sendiri melayani kedua orang itu bersantap
dan minum arak, sikap yang begitu hangat membuat
suasana berjalan dengan meriah.
Setelah meneguk secawan arak, Hoa Thian-hong
berkata sambil tertawa, "Gedung ini sungguh megah dan
indah sekali, kecuali cici dan beberapa orang nona,
apakah masih ada orang lainnya lagi?"
"Masih ada beberapa orang nenek tua!" Ia berhenti
sebentar, sambil tertawa tambahnya, "Tua muda yang
tinggal dalam gedung ini semuanya terdiri dari kaum
wanita, tak seorangpun pria yang tinggal disini"
"Tempat ini jauh letaknya dari markas besar, apakah
kau tidak merasa kerepotan kalau musti pergi datang
melakukan perjalanan sejauh ini"....."
Giok Teng Hujien tertawa.
"Meskipun aku tergabung di dalam perkumpulan
Thong-thian-kauw, namun gerak-gerikku sama sekali
tidak terikat oleh siapapun juga, mau dinas atau tidak
siapapun tidak pernah mencampuri urusanku, kecuali
menghadapi urusan yang maha penting aku baru pergi
ke markas besar"
"Apakah kaucu dari perkumpulan Thong-thian-kauw
juga berdiam di dalam kuil It-goan-koan?"
"Apakah kedatanganmu ke selatan kali ini tujuannya
adalah mencari Thong-thian-kauwcu?" tegur Giok Teng
Hujien dengan alis berkerut.
Sambil tertawa Hoa Thian-hong menggeleng.
"Aku sama sekali tidak kenal dengan dirinya, buat apa
musti pergi mencari dirinya?"
Rupanya Giok Teng Hujien tidak ingin menyaksikan
pemuda itu bentrok langsung dengan ketua dari
perkumpulan Thong-thian-kauw itu, mendengar ucapan
tersebut dengan wajahnya serius dia menjawab, "Kalau
memang tujuanmu bukan mencari kaucu dari
perkumpulan Thong-thian-kauw, buat apa kau musti
urusi dimanakah ia berdiam"
Setelah termenung kembali beberapa saat lamanya,
dia berkata lagi, "Nama besar Yan-san It-koay telah
menggetarkan seluruh dunia persilatan, darimana
mungkin kau bisa menandinginya?"
"Kita telah maju bersama!" sahut Hoa Thian-hong
sambil, menuding ke arah Hoa In.
Pui Che-giok yang ketika itu berdiri di samping meja
perjamuan segera menyela pula sambil tertawa,
"Kongcu-ya galak sekali, barusan dia hendak mencabut
selembar jiwaku...."
Giok Teng Hujien tertawa, dan tidak menggubris
ucapan pelayannya itu, sambi1 memenuhi cawan emas
Hoa Thian-hong dengan arak wangi katanya lagi, "Sudah
hampir mendekati tengah hari, minumlah secawan arak
lagi dan segera bersantap.
Selesai bersantap pelayan muncul menghidangkan teh
wangi. Hoa Thian-hong yang melihat di sekitar sana
terdapat banyak orang, mulutnya selalu bungkam
terhadap tujuan yang sebenarnya, sedang Giok Teng
Hujien pun tidak bertanya lagi tentang persoalan itu.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan tengah hari
lewat. "Adik Hong!"
Giok Teng Hujien segera bangkit berdiri sambil
berseru, "Mari kutemani dirimu berlarian sebentar ditepi
pantai, pemandangan disana indah sekali."
Diri sikap perempuan itu, Hoa Thian-hong tahu bahwa
dia tidak ingin Hoa In ikut serta dalam perjalanan itu,
maka kepada pelayan tua itu segera pesannya, "Aku
akan pergi sebentar ditemani oleh Hujien, kau tak usah
menemani aku lagi.....setelah melakukan perjalanan
selama beberapa hari, ini hari kau boleh beristirahat."
Meskipun Hoa In tak mau tapi ia tak berani
membantah perintah majikan mudanya, bibirnya
bergetar seperti mau bicara namun tak sepatah katapun
yang meluncur keluar.
"Che-giok, siapkan tempat tinggal!" perintah Giok
Teng Hujien pula, "baik-baiklah layani pengurus tua,
jangan sampai bertindak ayal hingga kurang pelayanan!
"Budak terima perintah!"
Dengan membawa serta makhluk anehnya Soat-jie,
berangkatlah Giok Teng Hujien serta Hoa Thian-hong
tinggalkan gedung megah itu dan turun dari bukit, sambil
bergandengan tangan mereka lari menuju ke tepi laut.
Beberapa saat kemudian racun teratai yang mengeram
di dalam tubuh Hoa Thian-hong mulai bekerja, semakin
lari semakin kencang, Giok Teng Hujien segera
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk
mengiringi disisinya, sedang Soat-jie sambil menjerit
kegirangan menyusul dari belakang, rupanya dia ikut
bergirang hati atas kesenangan majikannya.
Setelah berlarian beberapa waktu, ditepi pantai laut
muncullah pantai berpasir yang amat luas, dua manusia,
seekor binatang segera berlari kencang di atas pantai
berpasir itu. Ketika Hoa Thian-hong menyaksikan di atas jidat Giok
Teng Hujien telah basah bermandikan keringat, ia jadi
tak tega buru-buru serunya, "Cici, beristirahatlah lebih
dulu, biar siaute berlarian seorang diri!....."
"Aaah! tak apa, merasa senang sekali untuk berlari-lari
disisimu, dengan begini otot-otot tubuhku ikut jadi
lemas" jawab Giok Teng Hujien sambil tertawa keras.
Karena perempuan itu tetap ngotot untuk ikut lari,
terpaksa Hoa Thian-hong membiarkan dia untuk tetap
berlari di sisinya.
Tengah hari di musim panas yang menyengat badan,
benar-benar merupakan penderitaan yang berat untuk
berlari di udara terbuka, Hoa Thian-hong yang bertujuan


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menyebarkan kadar racun di badan dengan
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya.
Belum jauh dia berlari sekujur badannya sudah basah
kuyup oleh keringat. Giok Teng Hujien sendiri sekalipun
telah lari dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh,
namun satu jam kemudian seluruh tubuhnya telah basah
pula oleh air keringat.
Beberapa Waktu kemudian kadar racun di tubuh Hoa
Thian-hong telah tenggelam kembali ke dasar Tam thian
(Pusar), setelah rasa sakit di tubuh berkurang, iapun
menghentikan larinya sembari berkata, "Aaaah.......!
Sekarang sudah baikan, ayoh kita beristirahat!"
Sambil mengerut dada, Giok Teng Hujien
menghembuskan napas panjang, tiba-tiba serunya sambil
tertawa, "Ayoh kita terjun kelaut dan mandi!" Ia tarik
tangan pemuda itu dan lari menuju kelautan.
"Eei.....jangan......" teriak Hoa Thian-hong sambil
menghentikan langkah kakinya.
"Jangan kuatir, toh di sisi ada aku, kau tak bakal mati
tenggelam....... ayolah......"
"Bukan begitu, dalam sakuku terdapat beberapa
lembar kertas yang berisi catatan ilmu silat, kalau kena
air kertas itu bisa hancur"
Giok Teng Hujien tertawa, ia berjongkok melepaskan
sepatu dan kaos kaki pemuda itu kemudian melepaskan
pula ikat pinggang serta jubah luarnya......
Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong, dia
ambil keluar catatan ilmu Ci yu ciat tersebut, ketika
melihat catatan itu tidak rusak, segera dimasukkan
kembali ke dalam sakunya.
"Adik Hong, aku punya kaki yang besar, engkau tak
jemu bukan?" seru Giok Teng Hujien tiba-tiba sambil
tertawa ringan.
Perlu diketahui pada jaman dahulu kala, di daratan
Tionggoan berlaku kebiasaan dimana kaum waniia sejak
kecil kakinya diikat dengan kain sehingga sewaktu
menginjak dewasa, kaki mereka rata-rata kecil dan tidak
normal. Air muka Hoa Thian-hong berubah semakin
merah padam. "Cici, kau pandai sekali bergurau, siaute tidak kuat
menahan diri........." serunya.
Giok Teng Hujien tertawa terbahak-bahak, ia lepaskan
ikat pinggangnya dan mencopot gaun panjang, Hoa
Thian-hong tersipu-sipu, dengan cepat ia loncat kemuka
dan terjun ke dalam air.
"Adik Hong....." tiba-tiba Giok Teng Hujien berseru
dengan suara manja. Hoa Thian-hong segera berpaling,
ia lihat sesosok tubuh yang putih bersih meluncur dari
tengah udara dan menerjang ke arahnya, dalam gugup
dan gelagapannya ia rentangkan tangan dan memeluk
bayangan itu erat-erat.
Terasalah segumpal tubuh yang lunak dan halus
menempel di tubuhnya, ia semakin gugup, buru-buru
tubuh perempuan itu dipeluk dan dilepaskan di dalam air.
Sebagai pemuda yang dibesarkan di atas gunung, ia
tak tahu ilmu dalam air, berada di air yang dangkal si
anak muda itu tak tahu menyembunyikan Giok Teng
Hujien disana. Perempuan itu tertawa cekikikan, sepasang lengannya
yang putih halus dan telanjang memeluk tubuh pemuda
itu erat-erat, sampai matipun tak dilepaskan, memaksa
Hoa Thian-hong terpaksa pejamkan mata dan buru-buru
maju ke depan hingga ke dalam air yang lebih tinggi.
Ketika sampai di dasar laut yang tingginya mencapai
seleher, ia baru berani membuka matanya kembali.
"Ayoh maju lagi ke depan!" seru Giok Teng Hujien
sambil tertawa cekikikan, "terus maju sampai di istana
Liong kiong...."
"Cici, berdirilah yang tegak, hati-hati kalau sampai
digulung ombak dan tenggelam ke dasar laut!"
Giok Teng Hujien tertawa semakin keras, dia gesekkan
pipinya di atas wajah pemuda itu dan serunya, "Biarlah
kita mati bersama agar pada penitisan yang akan datang
dapat hidup sebagai suami istri, bukankah keadaan itu
lebih baik?"
Hoa Thian-hong gelengkan kepalanya berulang kali.
"Banyak urusan yang belum siaute selesaikan, aku tak
ingin putus nyawa diusia muda!"
"Seandainya persoalanmu telah beres semua?" Giok
Teng Hujien balik bertanya sambil menatap wajahnya
tajam-tajam. Hoa Thian-hong menghela napas panjang.
"Cici, engkau pasti tahu bukan penyakit dari
siaute......!" serunya.
Tidak menunggu pemuda itu menyelesaikan katakatanya,
Giok Teng Hujien segera menukas, "Aku tahu
darahmu mengandung racun, selama hidup tak bisa
punya bini...... bukankah begitu?"
Dia menghela napas panjang, setelah berhenti
sebentar terusnya, "Aku tahu tak punya rejeki sebesar itu
untuk menjadi binimu, yang kuharapkan hanya hatimu
bukan badanmu!"
"Hati siaute telah kupersembahkan bagi kesejahteraan
umat Bulim" bisik sang pemuda dengan kepala
tertunduk. "Itu tak jadi soal" desak Giok Teng Hujien lebih jauh,
"hati pendekar sudah sewajarnya dipersembahkan untuk
kesejahteraan umat persilatan, yang kutanya adalah
hatimu dalam soal cinta, hendak kau persembahkan
kepada siapa" Chin Wan-hong" Atau Pek Kun-gie?"
Tertegun hati Hoa Thian-hong mendengar teguran itu,
pikirnya di dalam hati, "Seandainya ditanya cintaku yang
sejati, maka harus kujawab hatiku telah kupersembahkan
untuk enci Wan-hong......"
Sudah tentu perkataan semacam ini tidak sampai ia
utarakan keluar.
Berbicara tentang kecantikan, raut wajah Chin Wanhong
kalah jika dibandingkan dengan Pek Kun-gie apalagi
kalau dibandingkan dengan Giok Teng Hujien, dalam hal
hubungan sehari-hari, daya tarik dan keluwesan, di
dalam hubungan baik Chin Wan-hong mau pun Pek Kungie
kalah kalau dibandingkan dengan Giok Teng Hujien.
Kadangkala soal cinta muda-mudi memang aneh
sekali, seperti Hoa Thian-hong yang dikerumuni gadisgadis
cantik, ternyata ia lebih memandang berat diri Chin
Wan-hong dari pada perempuan yang lain kendati gadis
yang lain jauh lebih cantik dan menarik.
Begitulah, ketika Giok Teng Hujien melihat pemuda itu
termenung dan lama sekali tidak bicara, ia segera
mengguncangkan tubuhnya sambil berseru manja,
"Cepat katakan, hatimu akan kau berikan kepada siapa"
Kenapa sih membungkam" Apa susahnya untuk
menjawab?"
Hoa Thian-hong dibikin apa boleh buat, terpaksa
sambil tertawa jawabnya, "Hatiku tak akan diberikan
kepada siapa pun, biar kutahan untuk diriku sendiri!"
"Ciiss......"
Segulung ombak menggulung datang
menenggelamkan kedua orang itu ke dasar lautan, tubuh
Hoa Thian-hong keterjang hebat sampai terseret mundur
beberapa tombak jauhnya dari tempat semula, buru-buru
ia keluarkan ilmu bobot seribu untuk menahan badannya.
Giok Teng Hujien amat bangga dan senang melihat
pemuda itu gugup dan gelagapan sendiri, teriaknya.
"Ayoh cepatlah mundur kalau tidak kau akan benarbenar
tenggelam di laut dan mati!"
Walaupun Hoa Thian-hong memiliki serangkai ilmu
silat yang mengejutkan, namun saat itu hatinya dibikin
jeri juga oleh air laut yang menggulung hebat, terutama
sekali karena ia tak kenal ilmu berenang dan baru
pertama kali terjun ke laut, tanpa memperdulikan tubuh
telanjang yang berada di dalam pelukannya lagi ia
berseru keras dan buru-buru mengundurkan diri ke atas
daratan. Setelah tiba di pantai berpasir, dengan setengah
merengek Hoa Thian-hong memohon.
"Oooh...! cici yang baik, cepatlah berpakaian, kalau
sampai terlihat orang kita bakal malu"
"Haaah...haaah..." Giok Teng Hujien tertawa cekikikan,
"Soat-jie berjaga-jaga di sekitar tempat ini, siapa yang
mampu menerobos kemari...?"
Sepasang kakinya mengait, bersama tubuh Hoa Thianhong
mereka roboh terjengkang ke atas tanah.
Mereka bertindihan satu sama lainnya dan berbaring di
atas pantai berpasir, ketika Hoa Thian-hong menjumpai
perempuan itu tidak menunjukkan gejala untuk maju
setindak lebih maju, diapun lantas membungkam dan
membiarkan lawannya bertingkah sesuka hatinya.
Giok Teng Hujien memeluk tubuh Hoa Thian-hong
kencang-kencang, tubuhnya yang putih, montok dan
padat berisi menindih di atas tubuhnya, pipi bergeser pipi
dada bergeser dada, kaki bergesek kaki menimbulkan
suatu perasaan yang aneh sekali......
Lama kelamaan Hoa Thian-hong terpengaruh juga
oleh nafsu birahi, jantungnya berdebar keras tapi
kesadaran masih ada, cepat-cepat ia pusatkan pikiran
dan membentak dengan suara lirih, "Cici, apakah kau
sudah bosan hidup" ingat racun dalam tubuhku......"
"Huuh........ siapa yang sungguhan" Aku toh cuma
main-main saja!" seru Giok Teng Hujien sambil
meliukkan pinggangnya makin menjadi.
"Cici......aku tidak tahan........kalau aku sampai berbuat
nekad....kau jangan salahkan aku loo...... apalagi kalau
jiwamu sampai melayang........"
"Mati yaah biar... daripada musti menderita akibat
patah cinta, hidup di kolong langit malah sengsara," bisik
Giok Teng Hujien sambil membenamkan kepalanya
dalam pelukan pemuda itu.
"Bodoh...bila kau mati dalam keadaan seperti itu,
orang pasti akan mentertawakan dirimu"
Setelah berhenti sebentar dia belai rambut Giok Teng
Hujien yang basah kuyup lalu berbisik lagi dengan suara
lirih, "Cici, kau she apa" Bolehkah aku tahu si apakah
namamu?" "Aku she Siang bernama Hoa," jawab perempuan itu
sambil tertawa cekikikan.
"Cici suka amat bergurau, atau engkau memang tak
suka nama aslimu diketahui orang?"
"Kau apa tidak percaya?" seru Giok Teng Hujien sambil
angkat kepala, "itulah nama asliku, Siang Hoa artinya
hatiku tertuju kepadamu (Hoa atau Hoa Thian-hong)....!"
Hoa Thian-hong tahu kalau perempuan itu sengaja
bergurau dan menciptakan nama palsu untuk
membohongi dirinya, melihat ia bersandar di tubuhnya
dengan begitu mesra dan nikmat, ia jadi serba salah.
"Baik.....baiklah....kalau memang bernama Siang Hoa
kuakan sebut dirimu sebagai Siang Hoa, pokoknya
hatimu senang itu sudah cukup!"
"Kalau begitu panggillah aku enci Siang Hoa......" pinta
perempuan itu manja.
Hoa Thian-hong tersenyum.
"Enci Siang Hoa, berapa usiamu tahun ini?" tanyanya.
"Lebih besar satu tahun darimu!"
"Lebih baik kita jangan membicarakan soal tetek
bengek lagi, siaute ada satu urusan penting hendak
dibicarakan dengan cici, apabila cici tahu maukah engkau
memberi tahu dengan jujur?"
Giok Teng Hujien mengangguk.
"Nyawapun aku rela berikan kepadamu, masa
menjawab saja tak mau....... cepat utarakan
pertanyaanmu itu"
Jawaban itu diutarakan dengan bebas dan leluasa,
membuat orang sama sekali tidak curiga.
Dengan terus terang Hoa Thian-hong berkata, "Siaute
ingin mencari tahu duduk perkara yang sebenarnya
tentang latar belakang pembunuh terhadap Jin Bong,
siapakah pembunuhnya" Apa tujuannya" Apakah pedang
emas milik Jin Hian telah hilang dan siapakah otak yang
merencanakan pembunuhan tersebut?"
Sepasang alis Giok Teng Hujien kontan berkerut,
serunya, "Mau apa kau tanyakan masalah tentang
peristiwa itu" Ketahuilah semakin banyak yang kau tahu
semakin bahaya jiwamu!"
"Perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie dan Teng
Thian Kau tak mengijinkan siaute hidup di kolong langit,
siaute sendiripun tak senang mereka tetap berdiri tegak
di dalam Bulim, suatu hari mereka pasti akan bekerja
sama untuk menghadapi sekelompok kekuatan pihak
kami, karena itu siaute ingin menyelidiki latar belakang
dari peristiwa pembunuhan itu, serta berusaha untuk
mencari apakah ada kesempatan baik yang dapat
kupergunakan!...."
Giok Teng Hujien segera gelengkan kepalanya, dengan
suara lembut dia berkata, Lebih baik jangan mencari
kerepotan buat diri sendiri, semua persoalan serahkan
saja pada cici, kau hidup cicipun hidup, kau mati ..."
"Cici tak akan mampu melindungi siaute" tukas Hoa
Thian-hong sambil gelengkan kepalanya.
Giok Teng Hujien tertegun, lama sekali ia baru berkata
dengan suara lirih, "Kejadian itu merupakan peristiwa
yang paling membuat hatiku menyesal, karena persoalan
itu kendati sekarang kucongkel keluar hatiku dan
mempersembahkannya kepadamu, belum tentu engkau
akan mengampuni jiwaku, belum tentu aku bisa
menggembirakan hatimu."
"Cici, apa yang kau bicarakan" Siaute sama sekali
tidak mengerti ..." seru sang pemuda kebingungan.
"Aaaai......aku maksudkan peristiwa yang terjadi
sewaktu di dermaga penyeberangan sungai Huang-ho,
tidak sepantasnya kalau aku berpeluk tangan belaka


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat kau bunuh diri!"
Wajahnya kelihatan berubah jadi amat sedih dan
murung sehingga membikin hati orang yang melihat jadi
iba dan kasihan.
"Aaaai......lain dulu lain sekarang" ujar Hoa Thian-hong
sambil menghela napas, "tempo dulu kita baru bertemu
untuk pertama kalinya, kita berdua belum pernah kenal
dan punya hubungan persahabatan, lagipula disitu hadir
pula Cukat racun Yau Sut serta malaikat berlengan
delapan Cia Kim, sekali pun cici bermaksud menolong
aku, belum tentu situasi mengijinkan engkau berbuat
begitu" Giok Teng Hujien gelengkan kepalanya berulang kali.
"Aaai.......! tidak benar......aku bernama Siang Hoa,
sudah sepantasnya kalau kutolong dirimu kendati harus
korban selembar jiwaku, bukankah aku bernama Siang
Hoa (condong ke Hoa)" Aaai....! waktu itu aku telah salah
berpikir, kini mau menyesalpun sudah terlambat ..."
Perkataannya begitu menarik dan menawan hati
seakan-akan perempuan itu benar-benar menyesal
sekali, membuat Hoa Thian-hong jadi melongo dan
termangu-mangu.
"Kau marah kepadaku?" bisik Giok Teng Hujien lagi.
"Sejak pertama kali sampai sekarang aku tak pernah
marah kepadamu, kenapa aku harus marah?"
Giok Teng Hujien tertegun, kemudian serunya
kembali, "Hmm! Kau tentu marah... kau bilang sejak
pertama kali itu berarti kau pernah marah kepadaku."
"Biar orang menganiaya diriku, aku tak akan
menganiaya orang lain, cici! jangan kau ucapkan katakata
yang tak ada artinya lagi, cepat ceritakan latar
belakang dari peristiwa tersebut, seru Hoa Thian-hong
dengan alis berkerut, "Kau ingin tahu?"
"Tentu saja, sedari dulu aku sudah tahu kau tentu
terlihat dalam peristiwa ini.
Giok Teng Hujien tertawa cekikikan.
"Boleh saja kalau suruh aku bicara, tapi kita musti
bermesraan dulu kalau tidak jangan harap aku mau
bicara" Hoa Thian-hong merasa amat jengah, tapi apa boleh
buat" terpaksa ia peluk tubuh perempuan itu kencangkencang
kemudian mencium dan menggerayangi
tubuhnya, beberapa saat kemudian pemuda baru bicara
sambil tertawa, "Cici, kau terlalu romantis, sekarang tak
boleh bercanda lagi.... cepat ceritakan latar belakang dari
peristiwa berdarah itu"
"Peristiwa berdarah apa sih" Aku sama sekali tidak
mengerti!"
"Sebenarnya kau ingin bicara tidak?"
"Bicara soal apa?" bisik Giok Teng Hujien tertawa
cekikikan, perempuan itu tetap tak bicara.
"Siapakah yang membinasakan Jin Bong tersebut?"
Giok Teng Hujien yang selamanya binal dan tak dapat
disuruh tenang, saat ini berubah jadi jinak dan halus
sekali, sambil bersandar di tubuh Hoa Thian-hong
jawabnya dengan suara lembut, "Pui Che-giok yang
melakukan pembunuhan itu!"
"Pui Che-giok yang mana?"
"Itu tuh..... budak yang ada di rumah!"
"Kau ngaco belo!" teriak Hoa Thian-hong dengan
suara terperanjat.
Hubungan muda-mudi kadang kala memang aneh
sekali, tiba-tiba Hoa Thian-hong bersikap seolah-olah
dialah sang tuan rumah, sedang Giok Teng Hujien lebih
rendah dari seorang dayang, setelah gugup sebentar
ujarnya kembali dengan suara lirih, "Aku bicara
sungguhan kau tidak percaya, siapa sih yang berani
membohongi dirimu?"
"Ketika itu aku hadir pula di tempat tujuan, aku lihat
raut wajah sang pembunuh mirip sekali dengan Pek KunTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
gie kalau dibandingkan dayangmu itu wajahnya jauh
lebih cantik"
"Aku toh bisa merubah-rubah wajahnya menurut
kehendak hatimu, kalau tidak percaya entar malam akan
kusuruh dia merubah wajah!"
Jadi orang yang mengatur semua rencana besar ini
kecuali engkau apakah masih ada orang lain?" tanya
sang pemuda dengan pikiran bingung bercampur ragu.
"Oooh.... kalau soal ini sih rahasia yang amat besar,
tak boleh membiarkan pihak ke tiga ikut mengetahui"
"Oooh...jadi engkau seoranglah yang merencanakan
permainan setan ini" Apa tujuanmu?"
Giok Teng Hujien tertawa bangga, sahutnya,
"Tujuanku tentu saja pedang emas! Jin Hian telah
menyembunyikan pedang emasnya di dalam
perkampungan Liok Soat Sanceng dan menyimpannya di
bawah tempat pembaringan dari putranya, perbuatannya
itu begitu rahasia sekali sehingga Jin Bong si setan yang
sudah modar itupun tak tahu"
Hoa Thian-hong gelengkan kepalanya berulang kali.
"Sebenarnya apa sih kegunaan dari pedang emas itu"
Sampai dimana toh nilainya sehingga perlu engkau susun
rencana besar untuk merampasnya dari tangan orang
lain?" Mendengar pertanyaan tersebut Giok Teng Hujien
segera tersenyum, jawabnya lembut, "Aku sendiripun tak
tahu apa kegunaan dari pedang emas itu, tetapi aku
memang punya kegunaannya yang lain"
"Apakah kegunaan itu?" tanya Hoa Thian-hong purapura
gusar, hatinya agak tercelos.
"Hiiiih.... hiiih... hiiih..." kembali perempuan itu tertawa
cekikikan, "Aaah, sekarang aku tak akan
memberitahukan kepadamu, lain kali saja..... kalau
waktunya sudah tiba baru kuberitahukan kepadamu!"
"Huuu....! cengar-cengir terus... ketahuilah urusan itu
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan situasi
dalam dunia persilatan, ayoh cepat beritahu kepadaku
dengan sejelas jelasnya!"
"Ayo kita bermesraan lagi toh, nanti kuberitahukan
kepadamu!"
"Huuuh....kamu ini... benar-benar masih seperti anak
kecil...."
Karena terpaksa maka pemuda itupun mulai bercanda
dan bergurau kembali dengan perempuan tersebut,
sesaat kemudian Giok Teng Hujien menengadah ke atas
dan berbisik . "Aku memerintahkan Che-giok mencuri pedang emas
tersebut, tujuannya tentu saja untuk meretakkan
hubungan antara perkumpulan Hong-im-hwie dengan
pihak Sin-kie-pang, tetapi kalau berbicara tentang tujuan
ku yang sebenarnya maka tindakanku ini bukanlah demi
kebaikan serta keberuntungan bagi pihak Thong-thiankauw!"
"Lalu demi apa kau berbuat demikian itut" tanya Hoa
Thian-hong dengan alis berkerut.
"Tentu saja demi engkau!"
"Sungguh membingungkan ceritamu itu," omel sang
pemuda sambil tertawa keras, "waktu itu kita toh belum
pernah kenal, darimana kau bisa tahu akan diriku?"
Giok Teng Hujien tertawa cekikikan.
"Siapa yang bohong tentu dibasmi oleh Thian!......"
bisiknya. "Sudahlah, jangan bergurau terus, sekarang
dimanakah pedang emas itu....."
"Di rumah, entar kutunjukkan kepadamu sahut Giok
Teng Hujien serius, setelah tertawa misterius lanjutnya,
"benda itu berada pula di dalam pedang mustika milik
Thong-thian-kauwcu, jika kau dapat menggetar putus
pedang mustika pelindung badan milik Thong-thiankauwcu
dihadapan Jin Hian, maka pedang emas yang
tersembunyi di dalam pedang itu segera akan terjatuh
dan ketahuan rahasianya, waktu itu Jin Hian tentu akan
mata gelap dan menyerang Thian Ik Loo-to dengan
nekad!" Hoa Thian-hong semakin kebingungan dibikinnya,
kembali ia bertanya, "Apa sih artinya" Masa sebilah
pedang emas dapat disimpan di dua tempat yang
berbeda" Kau tentu ngaco belo tak keruan.....cepat
katakan yang sebenarnya atau aku tak akan berlaku
sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu!"
"Hiiih...hiiih...siapa yang suruh kau berlaku sungkansungkan"
Mau pukul mau maki itu hak dari sang suami,
aku sang istri sih tak bisa berbuat apa-apa selain
menerima...."
Ia berhenti sebentar, kemudian dengan suara lembut
katanya, "Pedang emas semuanya terdiri dari dua bilah,
satu pedang jantan dan yang lain pedang betina, pedang
jantan terjatuh ke dalam dunia persilatan dan baru saja
terjatuh kembali ke tanganku, sedang pedang betina di
sembunyikan di dalam pedang mustika pelindung badan
milik Thong-thian-kauwcu, persoalan ini rahasia sekali,
sampai Thian Ik Lo-too sendiripun tak tahu akan rahasia
ini. "Pedang emas toh berada di dalam pedang mustika
milik Thian Ik-cu, masa dia sendiri pun tak tahu?"
0000O0000 29 Giok Teng Hujien tertawa bangga, ujarnya, "Delapan
tahun berselang, ketika secara kebetulan Thian Ik-cu
menemukan sebilah pedang yang bernama Boan liong
Poo kiam, pedang emas yang kecil itu sudah berada di
dalamnya, oleh karena sejak permulaan dia sudah tak
tahu, darimana ia bisa menduga kalau dibalik pedang
terdapat pula pedang lain?"
"Delapan tahun berselang?" tanya Hoa Thian-hong
dengan hati agak bergerak.
"Benar peristiwa ini terjadi pada delapan tahun
berselang" jawab Giok Teng Hujien sambil tertawa
manis. "Aaai . .! Ketika itu aku masih muda sekali, usiaku
waktu itu mungkin sebaya dengan Chin Wan-hong serta
Pek Kun-gie pada saat ini"
"Apakah engkau yang menghadiahkan pedang Boan
liong Poo kiam tersebut kepada Thian Ik-cu?" sela sang
pemuda. Giok Teng Hujien menggelengkan kepalanya berulang
kali. "Siapa yang kesudian untuk menghadiahkan sendiri
benda itu kepadanya, aku sih suruh orang lain
menyampaikannya kepada dia, waktu itu dunia persilatan
masih tenang dan pelbagai partai sering kali mengirim
upeti baginya, maka Thian Ik-cu tak pernah memikirkan
hal-hal yang jelek...."
Hoa Thian-hong putar badannya dan membalik ke
atas, sekarang dia menindih tubuh Giok Teng Hujien
yang putih halus dan telanjang bulat itu di bawah
tubuhnya, dengan suara halus gertaknya.
"Ayo jawab dengan jujur, siapakah engkau" Apa
menyusup ke dalam tubuh partai Thong-thian-kauw?"
"Aku benar-benar bernama Siang Hoa. siapa sih yang
membohongi dirimu?" omel perempuan itu sambil
memeluk leher Hoa Thian-hong kencang-kencang.
"Aku tidak percaya! Siapa orang tuamu" dan siapa
pula suhumu!"
"Kecuali kau memang bersungguh hati kepadaku,
kalau tidak jangan harap bisa kau selidiki asal usulku!"
"Aku memang bersungguh hati kepadamu kalau aku
punya sedikit rasa cinta yang palsu maka aku akan...."
Belum habis ia berkata pemuda itu membungkam dan
tidak meneruskan kata-katanya lagi.
Giok Teng Hujien mengempit sepasang kaki Hoa
Thian-hong erat-erat, serunya manja, "Kau akan kenapa"
Kenapa tidak kau teruskan sumpahmu?"
"Aku bersungguh hati kepadamu, apakah kau tak tahu
apa yang hendak kulakukan jika aku bersungguh hati
kepadamu?"
"Kalau kau bersungguh hati kepadaku, maka selama
hidup kita harus seia sekata, sampai rambut putih tak
akan berpisah lagi.."
Tertegun hati Hoa Thian-hong mendengar perkataan
itu, dengan gelagapan serunya, "Tetapi diriku sudah
bukan menjadi milikku sendiri.....
Tiba-tiba terdengar seseorang mendengus dingin,
disusul suara teriakan gusar dari Soat-jie si rase salju itu
berkumandang di angkasa.
"Giok Teng Hujien berdua amat terperanjat mereka
angkat kepala dan memandang ke arah mana berasalnya
suara dengusan tadi, tampaklah sesosok bayangan tubuh
dengan kecepatan bagaikan kilat meluncur datang dan
segera menyambar pakaian milik Hoa Thian-hong.
Soat-jie si rase Salju dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat menerjang datang, namun tubrukannya
mengenai sasaran kosong.
Hoa Thian-hong jadi gelisah bercampur malu, bukan
saja malu karena perbuatannya yang tak senonoh
ketahuan orang, yang paling menggelisahkan adalah
kitab catatan Ci yu jit kiat tersebut berada di dalam saku
bajunya yang disambar orang.
Dalam gugup dan cemasnya ia membentak keras,
tubuhnya meloncat empat tombak ke depan dan segera
menerjang ke arah bayangan manusia itu.
"Binatang.... sungguh besar nyalimu!" maki seorang
perempuan tua yang serak dengan suara lantang.
Ploook....! Sebuah gaplokan nyaring bersarang telak di
atas pipi Hoa Thian-hong, membuat tubuhnya terlempar
sejauh delapan depa ke belakang dan jatuh berguling di
atas pantai berpasir, pipi kirinya terasa panas gatal dan
sakitnya bukan kepalang.
"Adik Hong....." seru Giok Teng Hujien dengan nada
kuatir.

Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cici, cepat berpakaian!" teriak Hoa Thian-hong,
Ketika ia berpaling lagi, tampaklah bayangan manusia
di depan, Soat-jie di belakang dua sosok bayangan sudah
berlari sejauh puluhan tombak dari tempat semula, di
bawah sorot cahaya sang surya tampaklah dua sosok
bayangan saling berkejaran dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat.
Dalam pada itu Hoa Thian-hong sempat melihat orang
yang memberi pesan sebuah gaplokan kepadanya adalah
seorang nenek tua berbaju abu-abu yang membawa
sebuah tongkat di tangan dan rambutnya telah beruban
semua, tanpa berpikir panjang dia kenakan sepatunya
dan segera mengejar dari belakang.
"Adik Hong, tunggu sebentar!" teriak Giok Teng
Hujien. "Aku hendak menangkap penjahat itu....." jawab Hoa
Thian-hong keras-keras.
Walaupun Giok Teng Hujien tidak ingin nenek tua itu
berhasil meloloskan diri, namun diapun merasa tak
leluasa untuk mengejar musuhnya dalam keadaan
telanjang bulat, setelah pakaian dikenakan bayangan
tubuh dua orang manusia dan seekor binatang itu sudah
berada jauh sekali.
Dengan sekuat tenaga Hoa Thian-hong mengejar dari
belakang, akan tetapi bukan saja ia gagal untuk
menyusul orang itu bahkan jaraknya kian lama kian
tertinggal makin jauh, ia jadi malu bercampur gusar
dengan sekuat tenaga tubuhnya berlari makin kencang.
Pantai di sekitar propinsi Ci-tang lebih banyak pantai
berkarang dari pada pantai berpasir, setelah berlarian
beberapa saat lamanya tiba-tiba mereka berlari menuju
ke balik punggung bukit yang ada di dekat pantai, pada
saat itulah nenek tua itu telah menghentikan larinya dan
sedang melangsungkan pertarungan sengit melawan rase
salju tersebut.
"Aaah... Soat-jie benar-benar luar biasa," pikir Hoa
Thian-hong di dalam hati.
Laksana kilat tubuhnya segera menerjang ke depan,
teriaknya, "Soat-jie, perketat seranganmu!"
"Huuuh....... sana, perketat seranganmu di dalam
laut!" bentak nenek tua itu dengan nyaring.
"Bersamaan dengan selesainya ucapan itu terdengar
Soat-jie menjerit kesakitan, tubuhnya berjumpalitan di
udara dan badannya segera terlempar dari atas tebing
langsung tercebur ke dalam laut.
Saking terperanjat, Hoa Thian-hong sampai menjerit
kaget, dengan cepat dia mengerem tubuhnya dan
menghentikan gerakan badannya.
Dia tahu sampai dimanakah lihainya Soat-jie makhluk
aneh tersebut, kecuali menghadapi ilmu silat seperti yang
dimiliki Yan-san It-koay, terhadap orang-orang yang
punya kepandaian lebih cetek tentu tak akan berhasil
merubuhkan binatang itu dengan gampang.
Sorot matanya segera dialihkan ke arah depan, kurang
lebih dua tombak dihadapannya berdirilah satu orang, dia
bukan lain adalah seorang nenek tua berambut putih dan
memegang tongkat berkepala hong di tangannya.
Sambil mengetuk toyanya ke atas tanah, nenek tua
berbaju abu-abu itu membentak gusar, "Telur busuk cilik,
ayoh cepat menggelinding kemari!"
"Mau apa menggelinding disitu?" Hoa Thian-hong balik
bertanya dengan hati mendongkol.
Sambil menjawab biji matanya berputar terus
memandang sekeliling tempat itu, dia lihat Soat-jie telah
berenang ke pantai dan ketika itu sedang mencari jalan
untuk mendaki tebing tersebut.
Tampaklah sang nenek tua sambil mengibarkan
pakaian dari Hoa Thian-hong berseru kembali, "Kenapa"
Kalau tak bisa kalahkah aku, pakaian ini jangan harap
bisa kau minta kembali!"
Hoa Thian-hong merasa amat jengah sekali, dia sadar
bahwa ilmu silatnya masih bukan tandingan lawan,
pikirnya di dalam hati, "Lebih baik aku mengulur waktui
beberapa saat lagi, asal cici dan Soat-jie sudah tiba
semua disini rasanya waktu itu kekuatan kami cukup
untuk merampas kembali pakaian tersebut, cuma...entah
kitab catatan Ci yu jit ciat masih utuh atau tidak?"
Dalam hati ia berpikir, sedang diluaran pemuda itu
sengaja berjongkok dan pura-pura membetulkan
sepatunya, menggunakan kesempatan itu dia melirik ke
belakang, serunya lantang, "Usiamu sudah amat besar,
aku tak sudi berkelahi dengan dirimu"
Wajah nenek tua berbaju abu-abu itu sudah penuh
berkerut, giginya telah ompong dan usianya sekitar
sembilan puluh tahun lebih, namun semangatnya masih
menyala dan sifat berangasannya masih berkobar.
Ia segera mendengus dingin, sambil mengetuk
toyanya ke atas tanah bentaknya, "Hmm! Kalau begitu,
Nih, ambillah pakaianmu di dalam lautan..." tangannya
diayun dan jubah luar tersebut segera dilempar ke
bawah tebing karang.
Hoa Thian-hong terkejut, dia takut kitab catatan Ci Yu
jiat yang berada di sakunya basah dan hancur, tidak
perduli diri lagi ia ikut meloncat dan berusaha
menghalangi perbuatan nenek tua itu, teriaknya keraskeras,
"Di dalam saku ada..."'
"Heeeh....heeeh...telur busuk ci1ik, aku harus baik-baik
mendidik dirimu!" seru nenek baju abu-abu sambil
tertawa seram. Tanpa kelihatan gerakan apakah yang telah
dipergunakan, sekali sambar ia sudah tangkap pinggang
Hoa Thian-hong Kemudian sambil mengempit di bawah
ketiak ia kabur dari situ.
Hoa Thian-hong yang gagal menyambar pakaiannya
seketika merasakan pinggangnya jadi kaku dan seluruh
tenaganya musnah dan tak mampu dipergunakan lagi,
dari tempat kejauhan ia masih sempat mendengar
teriakan dari Giok Teng Hujien, namun pemandangan di
sekelilingnya sudah tidak nampak jelas lagi sebab
gerakan tubuh nenek itu cepatnya bukan kepalang.
Pemuda itu bermaksud mengerahkan hawa murninya
dan coba membebaskan jalan darah yang tertotok, akan
tetapi setiap saat hawa murninya gagal untuk dihimpun
kembali. Sungguh cepat perakan tubuh nenek tua itu, dia lari
menuju ke arah Barat dengan kecepatan bagaikan kilat,
ada jalan atau tidak, tanah berbukit atau mendatar ia
melakukan perjalanannya tanpa berhenti atau lambat
barang sedikitpun jua.
Kurang lebih dua jam kemudian nenek tua baju abuabu
itu baru menghentikan langkah kakinya, ia lempar
tubuh Hoa Thian-hong ke atas sudut batu besar dan ia
sendiripun duduk disisinya.
Hoa Thian-hong merasakan kepalanya pusing tujuh
keliling, matanya berkunang-kunang dan dadanya sesak
sekali. Setelah beristirahat sebentar ia baru mampu
menenangkan diri.
Ketika tangan dan kakinya digerakkan, ternyata jalan
darah yang tertotok telah bebas dengan cepat pemuda
itu loncat bangun dan memandang keadaan di sekeliling
tempat itu. "Ayoh berlutut!" bentak si nenek tua dengan suara
keras, kau pingin digebuk?"
Hoa Thian-hong gugup sekali, lututnya jadi lemas dan
hampir saja ia jatuhkan diri berlutut, tapi semangat dan
keberaniannya muncul kembali, sambil busungkan dada
ia menjura, katanya sambil tertawa paksa, "Siapakah
nenek" Selamanya aku tak pernah berlutut dihadapan
orang jahat!"
"Setan bangor cilik!" bentak nenek tua itu dengan
mata melotot dan mengetukkan tongkatnya ke atas
tanah, "kau bukan orang baik-baik, kalau kau tak mau
berlutut lagi jangan salahkan kalau akan kuberi persen
sebuah tempelengan lagi!"
"Sekalipun Yan-san It-koay, dia tak akan memukul
diriku dengan begitu saja, sungguh kukoay nenek tua
itu," batin Hoa Thian-hong di dalam hati kecilnya.
Karena keder tanpa terasa pemuda itu jatuhkan diri
berlutut, serunya, "Nenek sudah lanjut usia, asal engkau
bukan orang jahat hamba suka berlutut dihadapanmu!"
"Huuuh.....! bermulut manis dan pandai cari muka.....
kau memang hidung bangor cilik!"
Nenek itu melengos dan segera berpaling ke arah lain.
Ketika menyaksikan nenek tua itu seakan-akan sedang
memikirkan sesuatu, diam-diam Hoa Thian-hong
merangkak bangun, tapi belum sempat pemuda itu
berdiri tegak, nenek tua itu sudah berpaling sambil
membentak gusar, "Hidung bangor, kau benar-benar
ingin digebuk?"
"Heeh....heeeh...heeeh ...orang tua...."
Bayangan manusia berkelebat lewat, nenek tua itu
sudah menyambar datang sambil menghadiahkan pula
sebuah tempelengan.
Buru-buru Hoa Thian-hong tarik pinggang mengegos
ke samping, dengan suatu gerakan yang manis ia
meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Rupanya si nenek tua itu telah memperhitungkan jalan
mundur Hoa Thian-hong, telapak tangannya kembali
bergerak dan tepat persis bersarang di atas pipi kanan si
anak muda itu! Ploook.....! Hoa Thian-hong merasa pandangan
matanya berkunang-kunang, kepalanya pusing tujuh
keliling dan mundur empat langkah ke belakang dengan
sempoyongan. Sungguh cepat gerakan tubuh nenek tua itu, setelah
menggaplok pemuda itu dengan cepatnya pula ia telah
duduk kembali di tempat semula, sambil tertawa dingin
serunya, "Telur busuk cilik, bapakmu pun akan tunduk
kepala seratus persen kalau bertemu dengan aku,
seberapa besar sih usiamu" Berani benar berlagak sok
dihadapanku.... Hmm hayo cepat berlutut, kalau tidak
jangan salahkan kalau kugebuk dirimu sampai modar"
Hoa Thian-hong tertegun, kemudian jatuhkan diri
berlutut ke atas tanah, dengan wajah merengek serunya,
"Sejak tadi aku sudah tahu kalau nenek adalah seorang
angkatan tua yang terhormat kalau tidak jiwamu tentu
sudah melayang sejak tadi!"
Dia meraba pipinya yang kena digaplok, terasa panas
menyengat badan tapi untung tidak sampai
membengkak. Nenek tua baju abu-abu itu mendengus dingin.
"Hmmmmm..! Hidung bangor kecil..." makinya, setelah
berhenti sebentar dengan mata melotot kembali ia
berseru, "ayoh, mengaku sendiri, lain kali berani tidak
main perempuan dan mencari iseng di tempat luaran
lagi....?"
"Aku penasaran.....teriak Hoa Thian-hong dengan
wajah merah padam karena jengah.
"Kurang ajar!" bentak nenek baju abu-abu sambil
mengetukkan toyanya ke tanah, "tanpa angin tak akan
timbul gelombang, kalau engkau bersikap jujur dan
gagah, mana orang lain akan tebalkan muka untuk
menggoda dirimu lebih dulu?"
Mendengar perkataan itu Hoa Thian-hong tertegun,
lalu pikirnya, "Masuk diakal juga perkataan itu, benda
pasti akan membusuk lebih dulu sebelum keluar ulatnya,
jika aku sopan dan pakai aturan maka sekalipun orang
lain ada maksud juga tak akan berani diutarakan
keluar......"
Berpikir demikian ia jadi terkesiap, dengan wajah
serius ujarnya, "Hamba tahu salah, lain kali aku tidak
berani bermain kotor lagi dengan kaum wanita...."
"Tahu salah harus dirubah, dengan begitu kebenaran
baru bisa dicapai, untuk kali ini aku ampuni kesalahanmu
itu!" seru sang nenek dengan air muka yang jauh lebih
lunak. "lain kali kalau kau berani melanggar lagi akan
kusuruh ibumu untuk mendidik sendiri, akan kulihat apa
yang akan dilakukan olehnya terhadap dirimu?"
"Oooooh......! Nenek kenal dengan ibuku" Seru Hoa
Thian-hong dengan mata melotot.
"Hmmm! omong kosong...."
Ketika pertama kali kebentur batunya Hoa Thian-hong
merasa mendongkol dan jengkel seka1i, tetapi sekarang
setelah dia tahu kalau nenek itu adalah sahabat ibunya,
ia langsung tersudut dan tak berani berkutik lagi,
terpaksa dengan wajah cengar-cengir ia maju beberapa
langkah ke depan berkata sambil tertawa, "Orang tua
bagaimanakah sebutanmu" Beberapa waktu mendekati
ini apakah engkau telah berjumpa dengan ibuku?"
Rupanya nenek tua ini lunak tak doyan keraspun tak
suka, mendengar perkataan itu dengan gusar segera
bentaknya, "Kau tak usah banyak cerewet, otakmu
penuh dengan permainan busuk dan pikiran yang
nyeleweng, kapan kau pernah ingat ibumu lagi?"
Dia angkat kepala memandang sang surya yang telah
condong ke barat, tambahnya, "Ayoh cepat mencari
makanan, kalau sampai terlambat hati-hati dengan
Pembalasan Maha Durjana 2 Pendekar Rajawali Sakti 113 Pembalasan Iblis Sesat Perangkap Berdarah 2
^