Pencarian

Bara Maharani 6

Bara Maharani Karya Khu Lung Bagian 6


tersohor namanya di masa lampau, memandang di atas
keluhuran budi serta kegagahan perjuangan ayahnya
ulmarhun sudilah kiranya Sian Nio coba-coba menolong
jiwanya. Andaikata jiwanya benar-benar bisa dihidupkan,
maka dalam Bulim entah ada berapa banyak orang yang
akan berterima kasih kepada Sian Nio!"
Dengan sepasang alis berkerut kencang sekali lagi
Kioe Tok Sian Cie melirik sekejap ke arah Hoa Thianhong
yang menggeletak di atas tanah.
"Hoa Goan Sioe orang ini aku sih tahu," sahutnya.
"Aku dengar dia adalah seorang enghiong yang bijaksana
dan pemberani!"
Gadis yang bernama Lan Hoa itu adalah murid
pertama dari Kioe Sok Sian Cie pada saat itu ikut
menimbrung, katanya, "Suhu, mari kita coba-coba
berusaha untuk menolong dirinya, sekalipun usaha kita
gagal juga bukan merupakan suatu kejadian yang
memalukan!!......."
"Suhu! aku juga merasa tidak puas" seorang gadis
cantik yang lain ikut berseru. "Masa Teratai Racun
Empedu Api adalah benda yang begitu kukoay.........."
Dalam sekejap mata suara-suara timbrungan
bersahut-sahutan memenuhi seluruh ruang gua, bahasa
Han bercampur-baur dengan bahasa Biauw membuat
suasana jadi amat riuh.
Kiranya peraturan perguruan dari Kioe Tok Siin-Cie
tidak terlalu ketat, hubungan di antara guru dan murid
tidak dibatasi oleh pelbagai peraturan yang memusingkan
kepala karena itu dalam pembicaraanpun anak muridnya
sudah terbiasa ikut menimbrung.
Demikianlah di bawah desakan serta seruan anak
muridnya, perempuan muda itu mulai tergerak hatinya,
tanpa sadar semangatnya pun ikut berkobar kembali.
Tiba-tiba terdengar Lan Hoa berseru dengan suara
lantang, "Chin Wan Hong, bagaimana kalau kau angkat
suhu jadi gurumu dan masuk menjadi murid perguruan
kami?" Dalam keadaan seperti ini yang diharap kan oleh Chin
Wan Hong hanyalah berusaha untuk menolong jiwa Hoa
Thian-hong, mengenai persoalan lain ia sama sekali tidak
dipikirkannya di dalam hati.
Mendengar ucapan itu, buru-buru ia jatuhkan diri
berlutut di hadapan Kioe Tok Sian cie dan menyebut
dirinya sebagai Suhu.
Kioe Tok Sian cie tertegun, kemudian serunya, "Cara
ini tak bisa dilaksanakan, aku dengan orang-orang Bulim
di daerah Tionggoan sama sekali tiada hubungan apapun
juga, tiada dendam juga tak pernah menanam budi
menerima seorang murid sih bukan menjadi soal, yang
kutakuti justru terpancingnya banyak kesulitan dan
kerepotan bagi diri kita!"
"Suhu, kau tak usah kuatir," sela Lan-Hoa dengan
cepat. "Ada baiknya kalau kita terima seorang gadis
bangsa Han sebagai murid dengan begitu kamipun ada
teman untuk diajak bermain. Andaikata dikemudian hari
bakal terjadi kerepotan, biarlah aku yang menghadapi
seorang diri."
"Chin Wan Hong!" terdengar seorang gadis yang lain
ikut menimbrung dari samping. "Setelah kau masuk jadi
anggota perguruan kami dan diangkat suhu kami sebagai
gurumu, maka kau harus berganti pakaian dengan
dandanan suku Biauw kami."
Buru-buru Chin Wan Hong anggukkan kepalanya.
"Siauw moay pasti akan berganti pakaian dengan
dandanan suku Biauw, tapi mohonlah suhu serta cici
sekalian suka menyelamatkan selembar jiwa Hoa kongcu
terlebih dulu!"
Menghadapi kejadian seperti ini Kioe Tok Sian Cie
merasa sedih dan serba salah, pikirnya, "Bocah
perempuan ini sangat bagus dan berbakat baik,
menerima dirinya sebagai anak murid memang
merupakan suatu kejadian yang sangat indah, tetapi
Teratai Racun Empedu Api adalah racun keji yang tak
dapat dipunahkan, aku harus menyelamatkan jiwanya
dengan cara apa?"
"Suhu! mari kita gunakan dulu Katak buduk kumala
untuk dicobakan!" teriak Lan Hoa segera tiba-tiba,
sehabis berkata dengan gerakan cepat ia lari masuk ke
dalam gua. Diam-diam Kioe Tok Sian Cie gelengkan kepalanya
berulang kali, ia belum sempat mengambil sesuatu
keputusan mengenai masalah ini, tetapi kepada seorang
anak muridnya yang ada di sana serunya juga, "Lie Hoa,
keluarkan dahulu secawan darah segar dari bocah itu!"
Dara ayu yang bernama Lie Hoa itu tertawa cekikikan,
setelah mengambil sebuah cawan ia mengangkat tangan
Hoa Thian-hong lalu dengan sebatang tusuk konde
diguratnya urat nadi di tangan si anak muda itu,
segumpal darah kental yang berwarna hitam dan amat
beracun segera mengalir ke dalam cawan tersebut.
Menyaksikan darah kental itu Kioe-Tok Sian-Cie
gelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela
napas panjang. "Aaaai....! sungguh keanehan alam yang sukar diduga
dengan akal manusia....aku si ahli dalam hal ilmu
beracun pun rasanya harus mengundurkan diri............."
Lan Hoa yang kebetulan berjalan menghampiri
suhunya sambil membawa sebuah kotak pualampun
segera menjulurkan lidahnya setelah menyaksikan darah
kental berwarna hitam yang mengalir keluar dari tubuh
Hoa Thian-hong itu, ujarnya, "Suhu, racun keji telah
menyebar luas ke seluruh tubuh orang ini, tetapi ia tidak
sampai menemui ajalnya dan tetap hidup di dunia,
sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Aku sendiripun tidak mengerti, aaai! bagaimanapun
juga mulai detik ini nada ucapan kalian harus sedikit
diperkecil dari semula."
Lan Hoa tertawa cekikikan, ia segera membuka kotak
pualam itu dan mengambil keluar sebuah katak buduk
yang terbuat dari batu pualam serta bercahaya terang.
Setelah menerima katak buduk pualam itu Kioe Tok
Sian-Cie mencelupkannya ke dalam cawan dimana
terdapat darah beracun yang mengalir keluar dari tubuh
Hoa Thian-hong kemudian sambil berpaling ke arah Chin
Wan Hong tanyanya, "Kapankah dia menelan Teratai
racun empedu api itu?"
"Empat lima puluh hari berselang, selama ini ia selalu
berada dalam keadaan tidak sadar dan tak pernah pula
makan-makanan apapun juga, entah dia merasa lapar
atau tidak?"
Sementara itu semua orang telah mengerubung di
sekeliling tempat itu, bisikan-bisikan lirih dan seruan
keheranan berkumandang tiada hentinya di sekitar sana,
hal ini membuat Chin Wan Hong serta Tiong-si Sam
Houww merasa hatinya amat tegang dan tidak tenteram.
Lewat beberapa saat kemudian, Kioe-tok Sian-Cie
ambil keluar "Katak buduk pualam" nya dari dalam
cawan. "Suhu, apakah bisa ditolong?" buru-buru Chin Wan
Hong bertanya. Kioe-Tok Sian Cie menggeleng.
"Katak buduk kumala ini adalah suatu benda mustika
yang sangat langka dalam dunia, asal di dalam darah
mengandung racun maka ia dapat menghisapnya keluar,
tetapi setelah berjumpa dengan Teratai Racun Empedu
Api ternyata binatang ini sudah kehilangan daya
kemampuannya yang hebat."
000O000 13 "SUHU! di dalam katak buduk kumala itu terdapat
beberapa buah garis berwarna hitam" mendadak Lie Hoa
berseru. Menurut pandangan tecu, binatang ini masih
ada sedikit kegunaannya!"
Mengikuti pembicaraan tersebut, Chin Wan Hong ikut
mengalihkan sinar matanya ke arah binatang itu.
Tampaklah "Katak buduk pualam" tersebut setelah
direndam beberapa saat di dalam darah bercampur
racun, tubuhnya masih putih bersih dan bercahaya, cuma
di antara tubuhnya bertambah dengan beberapa buah
jalur berwarna hitam, jelas garis itu semula tidak
terdapat disitu."
"Itulah racun keji dari jarum sakti pengunci sukma
yang dilepaskan oleh Pek Siauw-thian," terdengar Kioe-
Tok Sian-Cie menerangkan, setelah merandek sejenak
tambahnya, "Perduli bagaimanapun juga. "Katak bu duk
pualam" ini ada kegunaannya dan tidak mencelakai,
baiklah kita coba lebihlan jut!"
Ia segera memerintahkan anak muridnya untuk
memegangi katak buduk pualam itu dan ditempelkan di
atas mulut luka yang terdapat di urat nadi pergelangan
tangan Hoa Thian-Hong.
Lama sekali perempuan muda suku Biauw itu
termenung, kemudian ujarnya lagi, "Chin Wan Hong,
apakah kau bersungguh hati hendak mengangkat diriku
sebagai gurumu" apakah kau tidak merasa menyesal?"
Chin Wan Hong anggukkan kepalanya.
"Tecu sudah mengangkat suhu sebagai guruku,
sampai matipun tecu tidak akan menyesal."
"Meskipun aku mempunyai sekelompok anak murid"
diam-diam Kioe-Tok Sian-Cie berpikir d idalam hati.
"Tetapi tak seorangpun yang bisa menandingi kebagusan
serta kebolehan dari bocah perempuan ini, menerima
seorang gadis bangsa Han sebagai muridku pun tidak
mengapa, bukan saja menambah jumlah muridku bahkan
kemungkinan besar ia bisa mengangkat nama perguruan
di kemudian hari.... hitung-hitung tindakanku ini berarti
juga sekali tepuk dapat dua lalat."
Rupanya jago lihay dari wilayah Biauw yang pandai
menggunakan racun ini sudah dibuat tertarik oleh bakat
bagus yang dimiliki Chin Wan Hong, di samping itu
diapun mengagumi akan keteguhan hati serta kebulatan
tekad sang dara itu di dalam usahanya untuk mencarikan
keselamatan bagi rekannya, ditambah pula ia merasa
agak kalang kabut menghadapi teratai racun empedu
api, hingga menimbulkan nafsu ingin menangnya.
Karena disadari oleh pelbagai faktor dan alasan itulah,
Kioe-Tok Sian-cie segera mengerahkan segenap
kemampuannya untuk mengusahakan suatu cara
pertolongan yang sebaik mungkin.
Demikianlah, setelah jago lihay dari wilayah Biauw ini
mengambil keputusan untuk menolong jiwa Hoa Thianhong,
maka ia mulai kuatir apabila si anak muda itu
secara tiba-tiba putus nyawa, segera ujarnya, "Cie Wie!
kau segera kumpulkan semua rumput serta bunga obat
yang ada di kebun sebelah selatan, pilihan menurut
jenis-jenisnya dan atur yang rapi di dalam ruang
membuat obatku, setiap jenis yang ada kubutuhkan
semua, jangan sampai ada yang tertinggal barang
satupun." Dara yang bernama Cie Wie itu segera mengiakan,
dengan membawa dua orang rekannya cepat-cepat
mereka berlalu.
Kioe Tok Sian cie pun memerintahkan orang untuk
menyediakan tempat beristirahat bagi Tiong Sie San
Hauw, setelah itu barulah ia berkata kepada Lan Hoa,
"Bukankah kau merasa amat senang dengan Chin Wan
Hong" nah! biarlah dia mengikuti dirimu, Hoa Thian-hong
itupun aku serahkan kepadamu!"
"Suhu, aku bernama Hong jie!" terdengar Chin Wan
Hong berkata. Kioe Tok Sian cie tersenyum, sambil menuding kea rah
Lan Hoa berkata pula, "Dia bernama Lan Lan, dia adalah
toa si-ci mu!"
"Toasuci!" buru-buru Chin Wan Hong memanggil.
Rupanya Lan Lan merasa amat senang, segera
sahutnya, "Siauw sumoay! boponglah Hoa Thian-hong
dan ikutilah diriku!"
Buru-buru Chin Wan Hong membopong tubuh Hoa
Thian-hong kemudian mengikuti di belakang Lan Lan
berlalu dari ruangan gua.
Gadis yang memegangi katak buduk pualam itu tetap
menempelkan lagi binatang tadi di atas mulut luka yang
ada di urat nadi pergelangan Hoa Thian-hong, sambil
berjalan katanya tertawa, "Aku bernama Lan Sien, alias
Sien Kauw aku adalah Chiet suci mu! Chiet suci adalah
kakak seperguruan yang ketujuh."
Chin Wan Hong ada maksud untuk menarik simpati
orang dengan nada yang manis dan merdu ia lantas
memanggil, "Chiet suci!!...." setelah merandek sejenak
tanyanya lebih jauh, "Berapa banyak sih anak murid
suhu" apakah mereka she Lan semua"...."
Lan Shie tertawa.
"Suhu semuanya mempunyai dua belas orang murid
dan sekarang ditambah kau seorang jadi tiga belas.
"Lan" adalah She yang paling besar di dalam suku Biauw
kami Toa suci she Lan. Ngo suci, Lak suci she-Lan, aku
she-Kan, Cap-Jie su moay juga she-Lan, semuanya lima
orang yang memakai she-Lan!"
"Aku bernama Beng Chen Chen!" mendadak terdengar
dara ayu yang ada di sisinya menimbrung. "Aku adalah
suci mu yang ke sembilan!"
"Ooooh..............Kioe suci!" cepat-cepat Chin Wan
Hong memanggil.
"Kau tentu dibikin pusing kepala dan kebingungan
bukan?" ujar Lan Lan Sambil tertawa. "Besok pagi
catatlah dulu nama-nama mereka di atas kertas, lalu
dihapalkan dulu, dengan demikian maka kau akan lebih
gampang untuk mengingatnya."
Sementara pembicaraan masih berlangsung mereka


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah memasuki sebuah ruang batu.
Lan Lan segera tertawa dan berkata, "Hong-jie, kemari
ini khusus untukmu, aku akan berdiam di kamar
sebelahmu!....."
Chin Wan Hong menyapu sekejap ke arah ruangan itu,
ia lihat di dalam kamar terdapat sebuah pembaringan
terbuat batu yang dilapisi kulit binatang, cepat-cepat ia
baringkan tubuh Hoa Thian-hong di situ, kemudian Lan
Lan pun memperkenalkan nama dari beberapa orang
gadis yang lain, ternyata mereka semua adalah kakak
seperguruannya.
Tiba-tiba terdengar Beng Chen Chen berseru, "Hongjie,
apakah kau sudah menikah dengan Hoa Thianhong?"
Merah jengah selembar wajah Chin Wang Hong
mendengar perkataan itu, ia segera gelengkan kepalanya
berulang kali, "Dia adalah tuan penolong dari keluarga
kami!" "Kalau begitu kau tak usah menikah untuk selamanya,
tenaga dalam suhu merupakan suatu aliran yang
tersendiri, asal kau tidak menikah maka wajahmu akan
tetap awet muda, selamanya tidak akan jadi tua dan raut
wajahmu yang sebenarnya akan dipertahankan untuk
selama-lamanya."
Sepasang mata Chin Wan Hong jadi terbelalak ia
awasi wajah beberapa orang sucinya dengan seksama,
terasalah olehnya bahwa usia mereka rata-rata di antara
delapan sembilan belas tahunan, kecantikan mereka
masih nampak segar dan menggiurkan, dalam hati
segera pikirnya, "Asal Hoa Kongcu bisa hidup di kolong ia
langit, meskipun selamanya aku tak boleh menikah juga
tidak mengapa...."
Maka diapun bertanya.
"Toa suci, berapakah usiamu tahun ini?" "Aku berusia
tiga puluh enam tihun...."
Tiba-tiba terlihatlah Lie Hoa dengan tangan kiri
membawa mangkok pualam, tangan kanan membawa
sebuah tongkat pualam sambil tertawa cekikikan lari
masuk ke alam ruangan,serunya seraya mengaduk cairan
obat di dalam mangkok, "Di ladang dewi merasakan
seratus rumput, Hoa Thian-hong mungkin harus
mencicipi beratus-ratus jenis rumput obat!"
Lan Lan segera mengintip sekejap ke dalam mangkok
pualam itu, lalu serunya, "Eeei...! bukankah obat ini
adalah campuran rumput Kiem Seng Cau serta rumput
Pok Liong Cau yang khusus untuk memunahkan racun
kabut" apakah campuran obat ini mampu untuk
memunahkan daya kerja racun Teratai racun empedu
api?" Lie Hoa memperlihatkan muka setan dan tertawa.
"Setiap rumput obat yang bisa digunakan untuk
memunahkan racun rumput, pohon, tumbuhan serta
binatang berbisa, Hoa Thian-hong harus mencicipinya
satu demi satu!"
Lan Sien segera mengambil botol air dan menuangkan
separuh cawan air bersih di dalam mangkok yang berisi
bubuk obat itu, setelah diseduh dan diaduk Lie Hda
segera membuka mulut Hoa Thian Kong dan
menuangkan separuh mangkok obat itu ke dalam
perutnya. Setelah meletakkan mangkok tadi ke atas meja, ia
ambil keluar segenggaman jarum emas dari sakunya dan
dengan Cekatan segera ditancapkan ke atas jalan darah
penting di atas dada Hoa Thian-hong.
Begitu cepat dan hebat gerakan tangannya, dalam
sekejap mata puluhan batang jarum emas itu sudah
tinggal kepalanya saja yang tertinggal di luar,
panjangnya delapan coen dan sangat teratur.
Menyaksikan batang-batang jarum yang tersampul di
luar badan dan berkilauan memancarkan cahaya keemasemasan,
Chin Wan Hong merasa jantungnya berdebar
keras, sambil menghampiri tubuh Lie Hoa bisiknya lirih,
"Suci, jarum-jarum emas itu apa gunanya?"
"Untuk mengetes reaksi yang ditimbulkan oleh daya
kerja obat rumput itu!" sahut sang suci sambil tertawa,
setelah merandek sejenak tambahnya, "Aku bernama Lie
Hoa, merupakan suci mu yang kedua!"
"Jie suci disebut orang Lie Hoa Siancu!" timbrung Beng
Chen Chen dari samping.
"Orang kangouw menyebut Toa suci, Jie suci serta
Sam suci sebagai Biauw-Nia Sam-Sian tiga dewi dari
wilayah Biauw, mereka bertiga pernah berperang
melawan orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang,
tahukah kau akan perkumpulan Sin-kie-pang?"
Chin Wan Hong mengangguk.
"Tahu dan Sam suci" siapakah dia?"
"Sam sucimu sedang pergi memetik daun obat, dia
bernama Cie Wie sianou, aku serta dia tidak mempunyai
she!" Chin Wan Hong anggukkan kepalanya berulang kali.
"Kalau begitu toa suci disebut orang sebagai Lan Hoa
Siancu bukan?" katanya.
"Bukan. Aku dipanggil Lan Hoa si nenek peyot!"
"Aaah. Tidak. Kau tentu bernama Lan Hoa Siancu!"
Mendengar ucapan itu semua orang tertawa tergelak,
Chin Wan Hong yang sebenarnya sedang sedih dan
hatinya terasa hancur karena pemuda idaman hatinya
berada dalam keadaan sekarat, setelah bergaul dengan
kakak-kakak seperguruannya yang lincah dan selalu
beriang gembira, tidak terasa pikirannyapun rada sedikit
terbuka. Lewat beberapa saat kemudian seorang gadis dengan
membawa banyak sekali botol serta guci berjalan masuk
ke dalam diikuti seorang wanita suku Biauw dengan
membawa sekeranjang buah-buahan segarpun ikut ma
uk ke dalam ruangan.
"Coei Kauw, mau apa?" Lan Lan segera menegur.
"Suhu mengutus aku untuk khusus mengurusi
makanan serta minuman dari Siauw-Long!"
"Dia bernama Lan Coei, dan merupakan Suci mu yang
kedua belas!" Lan Lan segera berpaling ke arah Chin
Wan Hong dan memperkenalkan.
Buru-buru gadis dari keluarga Chin ini maju
menyongsong seraya menyapa:
"Suci, apakah dia bisa bersantap", "Suhu bilang........."
Belum habis Lan Coei berkata, Kioe-Tok Sian-Cie telah
berjalan masuk sambil berkata, "Hong-jie, besok pagi aku
akan menyadarkan Hoa Thian-hong dari pingsannya,
tetapi dengan adanya kejadian ini maka seandainya aku
gagal untuk memunahkan racun teratai empedu api itu,
maka ia segera akan menemui ajalnya."
Chin Wan Hong tertegun, lama sekali ia berdiri
termangu-mangu kemudian baru sahutnya dengan nada
gemetar, "Tecu terserah pada kebijaksanaan suhu untuk
menyelamatkan jiwanya, tecu sendiri tidak tahu apa yang
harus aku lakukan."
Kioe-Tok Sian-Cie menghela napas panjang.
"Aai...! aku pasti akan berusaha keras dengan segenap
kemampuan yang kumiliki, pokoknya tidak nanti aku
berbuat sesuatu sehingga membuat hatimu jadi kecewa!"
Diambilnya "Katak buduk pualam" itu untuk diperiksa,
setelah dilihatnya di atas binatang itu secara lapat-lapat
terlintas warna hijau yang tebal, kepada gadis she-Chin
itu ujarnya lagi, "Katak buduk pualam ini merupakan
benda mustika yang sangat langka di kolong langit,
meskipun tidak dapat seratus persen menandingi
kehebatan racun keji Teratai empedu api itu, tapi sedikit
banyak benda ini ada kemampuannya juga untuk
mengurangi sedikit kadar racun tersebut. Demi
kepercayaanmu, serta untuk memperlihatkan
kesungguhan hati suhumu untuk menolong jiwa pemuda
ini, aku akan menggiling Katak buduk Pualam ini hingga
hancur jadi bubuk kemudian dicampurkan ke dalam obat
dan diminumkan kepada Hoa Thian-hong."
"Suhu! aku percaya bahwa suhu bersungguh-sungguh
hati hendak menolong jiwanya dari kematian!" seru Chin
Wan Hong dengan air mata bercucuran.
Terdengar Lan Lan ada di samping ikut menimbrung,
"Usul dari suhu memang bagus dan tepat sekali, kalau
tidak satu hari akupun bisa mencari katak buduk pualam
ini untuk digiling hingga hancur dan dibuang jauh ke
dalam jurang!"
"Kenapa?" tanya Wan Hong kurang paham.
Kioe Tok Sian cie tersenyum.
"Katak buduk pualam ini bisa memunah kan pelbagai
macam racun keji, seandainya benda ini terjatuh ke
tangan kawanan orang Bulim, maka kegunaannya akan
luar biasa dan nilainya tak terhingga tingginya, tetapi
berada di tanganku bukan saja tidak ada manfaatnya
bahkan malah hanya meadatang kan kejelekan saja"
"Kenapa bisa begitu?"
"Nama besarku tersohor di kolong langit karena
kehebatanku di dalam menggunakan racun serta caraku
memunahkan racun, separuh hidupku telah kucurahkan
di bidang penyelidikan soal sifat-sifat racun, sedang
katak buduk pualam ini bisa memunahkan setiap racun,
yang bisa kupunahkan pula dengan kepandaianku,
karena itu benda tersebut bukan saja sama sekali tak
berguna malah sebaliknya dengan adanya benda mustika
ini maka kepandaianku tak bisa dikembangkan dan tak
ada kehebatannya. Andaikata benda ini lenyap bukankah
itu berarti bahwa di kolong langit hanya aku seorang
yang mengerti akan ilmu beracun" pendapat ini kau bisa
mengerti tidak?"
"Jadi keadaan itu bagaikan dua orang jago lihay yang
berdiri dalam posisi saling bermusuhan begitu?" tanya
Chin Wan Hong setengah mengerti setengah tidak.
"Yaah....! boleh dibilang hampir menyerupai begitu,
masih ada satu hal lagi, dengan adanya Katak buduk
pualam ini maka anak muridku jadi kurang bergairah
untuk berlatih kepandaian, mereka tidak lagi terlalu
memandang serius ilmu racun, coba pikirlah suhu
terkenal di dalam jagad karena kelihayan ilmu bisanya,
masa aku rela melihat anak muridku lupa akan asal
usulnya?" Berbicara sampai di sini ia lantas menyerahkan Katak
buduk pualam itu ke tangan murid pertamanya Lan Lan.
"Besok pagi cucilah hingga bersih kemudian giling
sampai hancur, setelah itu serahkan kepadaku untuk
dibuat obat."
Lan Lan menyambuti Katak buduk pualam tadi dan
menyimpannya secara baik-baik, setelah itu katanya,
"Suhu, setelah siauw long terkena racun keji selama
empat lima puluh hari ia tak pernah makan dan minum,
kenapa napasnya tidak putus" apa sebabnya?"
"Teratai racun Empedu api semestinya memiliki dua
belas biji teratai, kalau dibicarakan menurut keadaan
pada umumnya asal seseorang makan separuh dari
jumlah itu saja sudah cukup untuk memecahkan jantung
serta memutuskan usus-ususnya, Hoa Thian-hong bisa
mempertahankan napasnya hingga tidak putus dan isi
perutnya tidak hancur, aku pikir mungkin ia sekalian
menelan pula kulit serta daunnya."
"Benar, benar, perkataan suhu sedikitpun tidak salah,"
Chin Wan Hong segera anggukkan kepalanya
membenarkan. "Ia memang menelan seluruh teratai
tersebut Kedaun dan akarnya."
"Sebenarnya apa yang sudah terjadi"! coba kau
ceritakan kepada suhumu semua peristiwa yang telah
kau alami!"
Chin Wan Hong mengangguk, lalu diapun
menceritakan semua kisah kejadian yang menimpa diri
Hoa Thian-hong sepanjang apa yang diketahui.
Mendengar kisah ini, semua orang jadi ikut merasa
kagum dan tanpa sadar rasa simpatik mereka terhadap
Hoa Thian-hong pun semakin menebal beberapa bagian.
Terdengar Kioe-Tok Sian-Cie berkata, "Setiap benda
yang ada di kolong langit sebagian besar mengandung
daya kekuatan untuk melawan tenaga Im maupun Yang,
daya racun yang terkeji dari Teratai racun empedu api
terletak pada teratainya, termasuk daun dan akar teratai
tadi sebenarnya bukan termasuk bagian yang beracun.
Secara beruntun Hoa Thian-hong telah menghabiskan
dua belas biji teratai tanpa menghembuskan napas yang
terakhir, kejadian ini benar-benar merupakan suatu
peristiwa yang tidak masuk di akal, menurut dugaanku
mungkin daun serta akar teratai itu mempunyai khasiat
untuk melawan daya kerja racun atau kasiat lain yang
luar biasa, yang penting dewasa ini ia belum mati,
sedangkan mengenai bagaimana caranya memunahkan
racun teratai dan bagaimana caranya mengembalikan
sukmanya yang hampir kabur, tunggulah beberapa
waktu aku akan berusaha mencari akal yang baik, sebab
dewasa ini aku sama sekali tidak memiliki keyakinan
apapun." Dengan mata berubah jadi merah dan wajah mewek,
buru-buru Chin Wan Hong merengek, "Oooh suhu! Kau
harus carikan akal yang paling baik, kau pasti bisa
menyelamatkan selembar jiwanya!"
Kioe-Tok Sian-Cie menghela napas panjang, setelah
membelai rambutnya yang hitam halus ia putar badan
dan keluar dari kamar.
Malam itu Lie Hoa siancu mencabut keluar jarum-emas
yang menancap di dada Hoa Thian-hong, kemudian
meloloh pula semangkok cairan obat lain ke dalam
perutnya dan menancapkan jarum emas baru di atas
dadanya. Menanti semua orang sudah berlalu, seorang diri Chin
Wan Hong menjaga di tepi pembaringan Hoa Thianhong,
pikirannya terasa kalut dan semalam suntuk ia tak
dapat memejamkan matanya.


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keesokan harinya ketika fajar baru menyingsing, Lie
Hoa Siancu kembali mencabut keluar jarum emas itu,
lewat satu dua jam kemudian Kioe-Tok Sian-cie muncul
di dalam kamar dan ia turun tangan sendiri melolohkan
obat yang dibuatnya semalam ke mulut Hoa Thian-hong.
Campuran obat itu ternyata mujarab sekali, tidak lama
setelah diminumkan pemuda she Hoa itu mulai mendusin
dan memperdengarkan suara rintihan yang amat lirih
sekali, begitu lirih hingga menyerupai suara dengusan
nyamuk. Semua orang merubung di sekeliling pembaringan dan
menanti dengan mulut membungkam, sementara air
muka Kioe Tok Sian cie berubah jadi tegang dan serius
sekali. Beberapa saat kemudian telah berlalu, tokoh sakti di
dalam hal ilmu berbisa itu dengan cepat menancapkan
pula sebaris jarum emas, setelah melolohkan semangkok
cairan obat ke dalam Perut si anak muda itu dia baru
mengundurkan diri.
Sejak itulah setiap hari Kioe Tok Sian Cie berserta
keempat belas orang anak muridnya jadi sibuknya luar
biasa, sedang Hoa Thian-hong sendiri telah mencicipi
beratus-ratus macam jenis obat yang di taman di dalam
lembah Hoe Hiang Kok itu.
Haruslah diketahui, di antara berjenis-jenis
rerumputan yang sangat beracun dan bisa
membinasakan seseorang manusia biasa bila
diminumnya, tetapi bagi Hoa Thiat Hong yang setiap hari
harus minum pelbagai macam obat yang berbeda, walau
pun racun keji dari Teratai Racun Empedu Api belum
punah, namun sisa napasnya yang terakhirpun tidak
sampai putus. Keadaan itu berlangsung hingga mendekati dua bulan
lamanya, akhirnya suatu ketika Kioe-Tok-Sian Cie
berhasil menemukan sebuah resep obat yang sangat
mujarab. Itu hari ketika obat yang dimaksudkan telah siap dan
diletakkan di tepi pembaringan. Kioe-Tok- Sian-Cie
berkatalah kepada diri Chin WanHong, "Hong-jie, gurumu
telah berusaha dengan kemampuan yang kumiliki untuk
membuat semangkok cairan obat ini. Setelah cairan obat
ini diminumkan rejeki atau bencana yang terjadi pada
saat ini sulit bagi kita untuk menduganya, andaikata tidak
beruntung dan siauw-Loug harus mengorbankan
selembar jiwanya, janganlah kau salahkan kepada
gurumu yang tak mau berusaha untuk menolong!"
Mendengar perkataan itu Chin Wan Hong segera
mengangguk. "Sekalipun selembar jiwanya tak berhasil
diselamatkan, budi kebaikan suhu yang berat laksana
gunung Thay-san pasti akan tocu ingat terus di dalam
hati." Kioe-Tok Sian-Cie tersenyum.
"Kau adalah anak muridku yang paling buncit, tentu
saja aku berharap agar kau bisa gembira dan bersenang
hati selalu, perkataan yang tak berguna lebih baik tak
usah kau ucapkan lagi."
Ia merandek sejenak, kemudian sambungnya, "Nah!
sekarang minumkanlah cairan obat di dalam mangkok itu
kepada Siauw-Long!"
Setelah hidup bersama beberapa waktu, walaupun
secara resmi Chin Wan Hong belum pernah memperoleh
warisan ilmu kepandaian apapun, tetapi hubungan batin
antara guru dan murid itu sudah mendalam sekali,
hingga tanpa sadar baik dalam perkataan maupun di
dalam perbuatan cinta kasih dan perasaan sayang di
antara mereka tercetus ke luar juga.
Selama beberapa bulan ini Chin Wan Hong boleh
dibilang tak pernah meninggalkan sisi pembaringan
barang selangkahpun, ia selalu berada di sisi pemuda
pujaannya untuk menjaga dan menemani dirinya, bila
capai dan mengantuk ia jatuhkan diri berbaring di bawah
kaki Hoa Thian-hong, setiap kali mendengar sedikit
suarapun ia segera tersentak bangun.
Berhubung kekesalan serta kesedihan yang selalu
mencekam hatinya ditambah pula kurang beristirahat
dengan baik, saat itu wajahnya telah berubah jadi kurus
dan pucat pias bagaikan mayat.
Ketika itu dengan tangan gemetar ia mengambil
mangkok berisi cairan obat itu dari atas meja, kemudian
dengan perlahan-lahan melolohkan cairan obat tadi ke
dalam mulut Hoa Thian-hong, tapi ketika teringat
kembali akan perkataan gurunya barusan ia jadi raguragu
dan gelisah, hampir saja cairan obat itu
berhamburan membasahi tangannya.
Setelah minum obat keadaan dari Hoa Thian-hong
masih tetap seperti sedia kala, sedikit tiada perubahan.
Kioe-Tok Sian-Cie sambil mencekal urat nadinya duduk
bersila di sisi pembaringan, sambil pejamkan mata ia
menantikan perubahan selanjutnya.
Siapa tahu cairan obat yang telah masuk ke dalam
perut si anak muda itu hilang bagai kan batu tenggelam
di tengah samudra, sedikitpun tiada reaksi atau pertanda
apapun jua. Kioe-Tok Sian Cie jadi terkejut bercampur sangsi,
tetapi disebabkan obat itu belum menunjukkan reaksi
apapun, diapun tak berani berlalu tinggalkan tempat itu.
Malam yang panjang terasa berlalu dengan amat lambat
bagaikan siput yang merangkak dengan susah payah
akhirnya fajarpun menyingsing dan sang suryapun
memancarkan cahaya keemas-emasannya keempat
penjuru. Ketika sang surya sudah berada di tengah
awang-awang dan tengah haripun tiba, Hoa Thian-hong
Jang telah jatuh tak sadarkan diri selama beberapa bulan
itu mendadak memperdengarkan jeritan ngeri yang
menyayatkan hati, sambil meronta keras badannya
mencelat ke tengah udara.
JILID 10 : Kecintaan Chin Wan Hong
KIOE-TOK SIAN-CIE yang duduk ditepi pembaringan
dengan cepat bertindak dan menekan tubuhnya balik ke
atas pembaring an, tetapi si anak muda itu meronta terus
dengan hebatnya, rintihan kesakitan berkumandang
memecahkan kesunyian, wajahnya nampak begitu
menderita dan tersiksa.
Chin Wan Hong Iah yang paling kuatir diantara
beberapa orang itu, wajahnya berubah jadi pucat pias
bagaikan mayat, giginya saling beradu gemerutukan, air
mata bagai kan layang-layang putus mengucur keluar tak
terbendung. Rupanya Hoa Thian-hong merasa amat tersiksa sekali
pada waktu itu, badannya bergulingan kesana kemari
tiada hentinya. rintihan kesakitan berkumandang tiada
putusnya, andaikata Kioe Tok Sian Cie sekalian tidak
berada disitu untuk menahan tubuhnya, beberapa kali ia
tentu sudah menggelinding jatuh ke atas lantai.
Lama kelamaan Chin Wan Hong jadi tidak tega sendiri,
dengan air mata bercucuran ujarnya, "Suhu, totoklah
jalan darahnya.,..."
"Nah, akupun tidak tahu apa yang harus kulakukan
pada saat ini "sahut Kioe Tok Sian-Cie dengan alis
berkerut dan wajah serius. "Aku rasa lebih baik kita
menanti beberapa saat lagi!"
Hoa Thian-hong merintih terus tiada hentinya. seluruh
pakaian yang dikenakan telah basah kuyup oleh air
keringat, keadaannya mengenaskan sekali hingga
menyerupai keadaannya ketika menelan Teratai Racun
Empedu api. Keadaan seperti itu berlangsung terus hingga
setengah jam lamanya. akhirnya perlahan-lahan
keadaannya telah tenang kembali.
Kioe Tok Sian Cie adalah seorang tokoh sakti dari
suatu aliran perguruan silat walaupun begitu jidatnya
saat itu sudah basah oleh keringat yang mengucur keluar
tiada hentinya, sambil memegang urat nadi Hoa Thianhong
ia melakukan pemeriksaan yang seksama.
Mendadak dirasakannya denyutan jantung pemuda itu
kian lama kian tambah kencang gejala itu mirip sekali
dengan keadaan seseorang yang baru saja sembuh dari
sakit. tanpa terasa ia menghembuskan napas pan-jang
dan ujarnya kepada Lie Hoa Siancu, "Coba kau periksalah
warna darah dari Siauw Long!"
Buru-buru Lie Hoa Siancu mengambil sebatang jarum
emas dan menusuk jari tengah Hoa Thian-hong hingga
berlubang, tampaklah cairan darah yang merah segar
mengalir keluar dari ujung jarinya yang terluka, darah itu
segar dan tidak jauh berbeda dengan darah orang biasa.
Menyaksikan hal itu, dengan hati penuh kegirangan
Lie Hoa segera berteriak keras, "Suhu, usaha kita sukses
besar!" Siapa tahu di atas wajah Kioe Tok Sian Cie sama sekali
tidak nampak tanda-tanda kegirangan, malahan sambil
tertawa getir ujarnya, "Racun teratai yang terkandung di
dalam tubuhnya belum punah sama sekali sebaliknya
telah menggumpal jadi satu dan tenggelam di dasar Tan-
Thian (Pusar), bagaimanakah akibat selanjutnya sulit
bagiku untuk menerangkannya pada saat ini."
"Benarkah ada kejadian semacam itu?" seru Lan Lan
dengan alis berkerut dan nada tercengang.
Cepat-cepat ia memayang bangun tubuh Hoa Thianhong
dan mencekal urat nadinya un-tuk diperiksa dengan
lebih seksama! Kioe Tok Sian cie gelengkan kepalanya dan bangun
berdiri, kepada Lan Coei Siancu pesannya.
"Baik-baik1ah merawat dirinya, bila ada perubahan
cepat memberi laporan kepadaku!"
Selesai berkata ia segera putar badan dan keluar dari
kamar. Semua orang yang telah berjaga2 selama satu malam
suntuk pada saat itupun merasa lelah dan penat, maka
semua orangpun berpamitan untuk pergi beristirahat
kecuali Lan Koei yang membantu Chin Wan Hong
merawat si anak muda itu.
Penyelidikan Kioe Tok Sian Cie di dalam hal obat2an
memang lihay sekali, terutama bermacam ragamnya
bahan obat2an yang di tanam di sekitar tempat itu,
setelah dirawat dengan seksama pada malam itu juga
Hoa Thian-hong telah dapat membuka matanya.
Chin Wan Hong jadi kegirangan setelah mati,
sementara sekelompok kakek seperguruannya yang telah
berjerih payah selama dua bulan lebih, ketika melihat
Hoa Thian-hong ada harapan untuk sembuh, merekapun
ikut merasa berlega hati.
Tiga ekor harimau dari keluarga Tiong yang mendapat
kabar itu buru-buru masuk ke dalam gua untuk
menengok, setelah itu mere ka berlutut dihadapan Kioe
Tok Sian cie untuk menyatakan rasa terima kasihnya
yang tak terhingga.
Siapa tahu tengah hari keesokan harinya, racun yang
mengeram di dalam tubuh Hoa Thian-hong kambuh
kembali, ia merintih dan bergulingan di atas pembaringan
dengan penuh penderitaan.
Kioe-Tok Sian-cie segera putar otak untuk mengurangi
rasa sakit itu, tetapi usahanya selalu menemui jalan
buntu, terpaksa dengan mata terbelalak ia biarkan
pemuda itu mengerang kesakitan.
Sejak hari itulah setiap tengah hari tiba, perduli hari
terang atau hujan racun Teratai empedu api yang
mengeram di dalam tubuh Hoa Thian-hong pasti kambuh
satu kali, setiap kali racun itu kambuh ia pasti mengerang
erang kesakitan, tetapi kurang lebih setengah jam
kemudian terasalah re a k si racun teratai itu berhenti
sendiri bergolak dan tenggelam ke dasar pusar,
sedikitpun tidak menunjukkan gejala lain lagi.
Begitulah setiap pagi Hoa Thian-hong telah bangun
dari tidurnya, ia tentu menjumpai Chin Wan Hong duduk
di tepi pembaringan seorang diri sambil memandang
keluar pintu dengan termangu-mangu, setelah
kesadarannya mulai pulih dari pembicaraan banyak orang
diapun sudah mengetahui apa yang telah terjadi sejak ia
keracunan. Mendengar tentang pengorbanan yang diberikan Chin
Wan Hong kepadanya selama ini, dalam hati kecilnya si
anak muda itu merasa amat berterima kasih sekali.
Suatu hari ketika ia merasa semangatnya telah pulih
dan badannya telah segar kembali, tiba-tiba serunya
dengan suara lirih, "Enci Chin....."
Chin Wan Hong tersentak kaget dan cepat cepat
menoleh, lalu dengan wajah terkejut bercampur girang
tegurnya - "Apakah kau telah sembuh?"
"Terima kasih atas perbatian cici, siauwte telah
sembuh!" Ia merandek sejenak, kemudian sambungnya lagi
dengan suara lirih, "Siauwte bisa hidup hingga kini
kesemuanya ini adalah berkat perhatian serta pemberian
dari cici, Budi kebaikan cici tinggi bukit, siauwte merasa
sulit untuk membalasnya."
"Sudahlah, kau tak usah membicarakan tentang soal
budi lagi," sahut Chin Wan Hong sambil tundukkan
kepalanya rendah2. "Kami orang-orang dari keluarga
Chin sudah terlalu banyak berhutang budi kepadamu,
mau bicarakan-pun tak ada selesainya."
Mendadak Lan Coei berjalan masuk ke dalam kamar,
ketika mendengar si anak muda itu telah berbicara
segera serunya sambil tertawa-
"Siauw Long, kau sudah dapat berbicara?"
Hoa Thian-hong segera alihkan sinar matanya ke
samping. "Siauwte telah dapat berbicara, selama ini banyak
berterima kasih atas perawatan cici dalam hal makanan


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan minuman!"
Lan Coei tertawa."Kami berbuat demikian karena
memandang di atas wajah Hong-ji, kau tak usah
berterima kasih lagi."
Bicara sampai disitu ia ambil keluar dua butir pil dan
dimasukkan ke dalam mulutnya kemudian sambungnya
lebih lanjut, "Menurut suhu, Racun Teratai Empedu api
yang mengeram dalam tubuhmu telah melarut ke dasar
pusar dan selalu terpengaruh oleh sinar matahari, karena
itu setiap kali sang surya berada pada posisi yang sangat
dekat dengan bumi racun dalam tubuhmu akan bekerja
satu kali, waktu itu kau akan merasakan sekujur
tubuhmu panas bagaikan disengat api. Untuk
mengurangi penderitaan dikala kambuh dan dari pada
kau berguling guling di atas tanah kata suhu lebih baik
kau ber-lari2 saja mengelilingi lapangan."
Hoa Thian-hong mengangguk sambil mengucapkan
terima kasih, mendadak ia jumpai Lan Lan Siancu yang
berjalan masuk ke dalam kamar, mengetahui perempuan
ini adalah murid terbesar dari Kioe-Tok- Sian-Cie buruburu
panggilnya, "Toa suci!"
Lan Lan tertawa dan duduk disisi pembaringan,
ujarnya, "Suhu suruh aku memberitahukan kepadamu,
sebelum racun Teratai itu punah sama sekali dari
tubuhmu kau dilarang berhubungan dengan kaum
wanita, kalau tidak maka perempuan itu akan menemui
ajalnya seketika itu juga, kau harus mengingatnya baikbaik."
Mula2 Hoa Thian-hong agak tertegun dan tidak
mengerti apa yang dimaksudkan, tetapi setelah dipikir
sebentar diapun mengerti apa yang sedang diartikan,
tanpa terasa wajahnya berubah jadi merah padam saking
jengahnya.,.. lama sekali ia tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Terdengar Lan Coei berkata pula dari samping, "Hongjie,
kaupun harus ingat baik-baik sebelum racun Teratai
itu hilang dari tubuhnya kau jangan sekali kali kawin
dengan Siauw-Long!"
Chin Wan Hong adalah seorang gadis perawan dari
keluarga bangsa Han, mendengar perkataan itu
wajahnya seketika berubah jadi merah padam, dengan
tersipu sipu ia bangkit berdiri dan siap lari keluar dari
dalam kamar, tetapi tangannya keburu ditarik oleh Hoa
Thian-hong. "Siauw-Long!" terdengar Lan Lan berseru lagi.
"Seringkali kau bergerak kesana kemari, apakah
badanmu terasa kurang enak?"
Di atas punggung Siauwte masih menancap tiga
batang jarum beracun. bagian sekitar situ terasa agak
kaku dan gatal"
"Kalau begitu biarlah kubantu dirimu untuk
mencabutnya keluar!" kepada Lan Coei segera
perintahnya, "Pergilah dan pinjamkan besi Semberani
milik Sam suci!'
Buru-buru Lan Coei berlalu, beberapa saat kemudian
dengan membawa Ci-Wie siancu serta Lan Sien ia
muncul kembali di dalam ruangan.
Cie Wie Siancu segera ambil keluar sebuah besi hitam
dari sakunya, setelah Chin Wan Hong melepaskan
pakaian yang dikenakan Hoan Thian-hong maka Lan Lan
segera dekatkan besi hitam tadi di atas mulut luka di atas
punggung si anak muda itu dan menghisap keluar tiga
batang jarum beracun Soh Hoen Tok-Ciam yang
mengeram di punggungnya.
Sedari permulaan dulu semua orang telah tahu bahwa
warna hitam di atas wajah Hoa Thian-hong bukanlah asli
sejak dilahirkan, tetapi berhubung racun teratai yang
mengeram dalam tubuhnya terlalu berat hingga jiwanya
sukar dipertahankan, siapapun tiada kegembiraan untuk
mengurusi persoalan sepele itu.
Tapi kini setelah sakitnya mulai sembuh dan melihat
pula badannya yang berkulit putih bersih, timbullah sifat
kelakar diantara mereka, pertama2 Ci-Wie Siancu yang
berteriak lebih dulu, "Sien-Kauw, Cepat cari daun obat
dan dirmasak kemudian kita cucikan muka dari Siauw-
Long!" Hoa Thian-hong tidak mengerti apa yang dimaksudkan
Oleh mereka, mendengar perkataan itu buru-buru
sambungnya, "Samsuci, siauwte bisa cuci muka sendiri
Lan Sien tertawa cekikikan, dalam sekejap mata ia
sudah ngeloyor keluar dari dalam kamar.
Di dalam lembah Hoe-Hiang-Kok memang dipelihara
pelbagai macam rumput obat yang aneh2 dari pelbagai
kolong langit, tidak lama Lan Sien berlalu ia sudah
muncul kembali sambil membawa belasau macam daun
obat, dimana daun obat tadi segera diserahkan kepada
pelayan untuk dimasak.
Dalam pada itu Lan Lan yang ada di dalam kamar
telah berhasil menghisap keluar ketiga batang jarum
beracun yang mengeram di dalam punggung Hoa Thianhong,
jarum itu terbuat dari emas dan waktu itu polesan
racun yang ada di ujung jarum telah larut ke dalam
cairan darah si anak muda itu. hingga jarum yang
terhisap keluar nampak kuning dan keemas-emasan.
Lewat beberapa saat kemudian, seorang perempuan
suku Biauw masuk ke dalam kamar sambil membawa
sebaskom air obat.
Lan Sien segera berteriak keras, "Hong-jie, cucikanlah
muka Siauw-Long!"
Dalam hati kecilnya Chin Wan Hong memang ingin
sekali menyaksikan wajah Hoai Thian-hong yang
sebenarnya, tetapi dengan tabiatnya yang ramah dan
halus serta tindak tanduknya yang sangat hati-hati gadis
ini tak berani turun tangan secara gegabah. tanyanya
lebih dulu, "Siauw-Long, bagaimana kalau kucuci
bersihkan warna hitam yang ada di atas wajahmu?"
Karena semua orang memanggil dirinya sebagai Siauw
Long maka Chin Wan, Hong-pun ikut memanggil dengan
sebutan itu. Hoa Thian-hong yang teringat akan budi kebaikan
semua orang dimana dengan susah payah telah
berusaha untuk menyelamatkan selembar jiwanya.
merasa tidak tega untuk inenampik keinginan orang,
apalagi setelah lolos dari kematian dan racun teratai
belum punah sama sekali dari tubuhnya, terhadap orangorang
dari perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie
serta Tong-thian-kauw ia merasa amat muak dan benci.
dalam hatinya telah mengambil keputusan untuk muncul
kembali di dunia persilatan dengan wajah yang
sebenarnya. karena itu mendengar pertanyaan orang
sambil tersenyum ia segera mengangguk.
Melihat si anak muda itu telah setuju, Chin wan Hongpun
segera mengambil sebuah handuk kecil, setelah
direndam dengan air obat wajah Hoa Thian-hong yang
hitam mulai dibersihkan.
Berita ini dengan cepat bersiar luas diseluruh lembah
Hoe Hiang Kok. tidak selang beberapa saat seluruh anak
murid Kioe Tok Sian Cie telah berkumpul semua di dalam
ruangan itu, suara pembicaraan dengan logat yang aneh
menggema memenuhi angkasa," hingga membuat
suasana jadi amat ramai.
Dalam pada itu air obat untuk mencuci muka
sebaskom telah berganti sebanyak delapan sembilan kali,
warna hitam di atas wajah si anak muda she Hoa itu pun
mulai luntur beberapa bagian.
"Ooooh, ia terkena bahan obat Thiat san-Khek!" teriak
Lie Hoa Liancu dengan keras.
Meledaklah teriak teriakan kegirangan dan seruan
memuji berkumandang diseluruh ruangan.
Waktu itu hari sudah mendekati siang, semua orang
pun segera mengundang Hoa Thian-hong untuk
bersantap setelah itu memayang dia keluar dari gua.
Sesuai dengan waktu2 sebelumnya, racun yang
mengeram dalam pusar pemuda itu mulai kambuh. dan
mengikuti petunjuk dari Kioe Tok Sian Cie ia segera
berlari larian jalan kecil dalam lautan bunga itu.
Sungguh aneh sekali, dalam keadaan badan yang
lemah tak bertenaga karena sakit yang dideritanya belum
sembuh setelah racun teratai itu kambuh seketika itu
juga ia rasakan darah panas di dalam rongga dadanya
bergolak keras, tenaga yang bergelora dalam tubuhnya
secara menakjubkan melipat ganda, terutama sekali
setelah berlarian di atas jalan sempit, makin cepat dia
berlari semakin berkurang rasa sakit yang dirasakan di
dalam tubuhnya.
Dalam posisi tidak mempan terhadap segala macam
racun, bau harum beracun yang tersiar dari balik barisan
Hoe-Hiang-Tin bukannya merobohkan malahan sangat
bermanfaat baginya, semakin badannya terasa enak
makin cepat ia berlari.
Beng Chen Chen serta Lan Coei sekalian yang
menyaksikan kejadian itu jadi tertarik, mereka berteriak
keras dan segera mengejar dari belakang tubuhnya.
Bagitulah sesudah berlarian kurang lebih setengah
jam, racun teratai yang bekerja dalam tubuhnya telah
larut kembali ke dasar pusar, sementara Lan Coei
sekalian yang mengikuti di belakangnya telah basah
kuyup oleh keringat, napas mereka tersengal-sengal dan
tidak kuat mempertahankan diri lagi.
Tanpa terasa setengah bulan telah lewat dengan
cepatnya, dari sakitnya Hoa Thian-hong pun berangsur
angsur telah sehat kebali, setiap tengah hari tiba bila
racun dalam tubuhnya mulai bekerja, iapun berlari larian
di jalanan untuk mengurangi penderitaan.
Rupanya daya kerja racun itu makin lama semakin
mendahsyat, terpaksa iapun harus berlari makin lama
semakin cepat, dalam keadaan begitu "Biauw Nia Sam
Sian" tiga dewi dari wilayah Biauw masih sanggup untuk
berlari berendeng dengan dirinya, sedang mereka dari
angkatan yang lebih rendah sudah tak sanggup untuk
menyusul lagi. Ia merasa tenaga dalamnya memperoleh kemajuan
yang amit pesat, kekuatan angin pukulanpun bertambah
ampuh tiga kali lipat, pemuda itu mengerti bahwa itulah
berkat dari Teratai Racun Empedu Api. hanya saja
semakin sempurna tenaga dalamnya, daya kerja racun
teratai itupun semakin dahsyat hingga secara lapat-lapat
ia merasa agak payah.
Lan Sien yang setiap hari mengumpulkan daun obat
memaksa Chin Wan Hong untuk mencucikan muka Hoa
Thian-hong setiap hari, setelah berpuluh-puluh hari
kemudian warna hitam di atas wajah Hoa Thian-hong
telah hilang lenyap sama sekali, sebagai gantinya
muncullah seraut wajah yang tampan dan menarik hati.
Diam-diam Chin Wan Hong marasa kegirangan
setengah mati, para kakak seperguruannyapun ikut
beriang gembira akan hal tersebut.
Setiap hari seluruh lembah Hoe-Hiang-Kok dipenuhi
dengan panggilan "Siauw Long "di dalam negeri kaum
wanita yang cantik dan supel itu Siauw Long pun menjadi
pujaan sana sini.
Suatu tengah hari, Siauw Long kembali berlarian
ditengah jalan raya,. puluhan gadis cantik suku Biauw
dibawah "Biauw-Nia Sam-Sian "termasuk juga Tiong-si
Sam Houw tiga ekor harimau dari keluarga Tiong berdiri
berjajar di tepi jalan raya.
Selesai berlarian, pemuda itu merasa semangat serta
tenaganya masih segar bugar maka iapun diiringi semua
orang berpindah menuju kelapangan untuk berlatih silat*
Pertama2 ia berlatih lebih dahulu jurus serangan yang
ampuh "Koen-Sioe-Ci-Tauw" kemudian Biauw-Nia Samsian
maju mengerubuti dirinya. latihan berlangsung
dengan seru dan riangnya.
Setengah harian kemudian tiba-tiba ia teringat kembali
akan Tiong-si Sam Houw yang jarang ditemui, ia tak tahu
bagaimanakah hasil latihan ilmu pukulan dari ketiga
orang itu, maka dipaksanya ketiga orang itu untuk
berlatih dihadapannya.
Salama ini Tiong-si Sam Houw selalu melayani Hoa
Thian-hong dengan sikap pelayan terhadap majikan,
Walaupun si anak muda itu tak mau tapi lama kelamaan
tanpa terasa hal itu jadi suatu kebiasaan.
Mendengar pemuda itu menyuruh mereka berlatih,
tanpa banyak bicara ketiga orang itu segera mainkan
ilmu telapaknya dengan sungguh2.
Setelah dilihatnya permainan ilmu telapak mereka
sangat hapal dan tenaga dalamnya bisa diandalkan,
girang sekali pemuda kita.
Mendadak terdengar Chin Wan Hong berseru, "Siauw
Long, suhu telah mewariskan serangkaian ilmu barisan
kepada mereka. barisan itu dinamakan Sam Sing Boe
Khek Tin Hoat' Barisan Sam Seng Boe Khek Tin?" ujar Hoa Thianhong
terkejut bercampur girang." Coba mainkanlah agar
aku lihat."
"Ilmu barisan yang diajarkan Sin Nio kepada kami ini
amat kacau dan rumit" kata si harimau pelarian Tiong
Liauw sambil tertawa jengah. "Sedang kami bertiga amat
bodoh, sekalipun dengan paksa bisa hapal tapi kalau di
mainkan kurang lebih sempurna."
Selesai bicara ia segera beri kode dan ketiga orang itu
menyebarkan diri menduduki posisinya masing-masing,
ilmu barisan Sam Seng Boe-Khek-Tin pun dengan cepat
sudah dimainkan.
Dengan penuh seksama Hoa Thian-hong
memperhatikan perubahan-perubahan dari barisan itu,
kemudian pikirnya di dalam hati, "Ooh, rupanya sebuah
barisan yang mengutamakan pertahanan bersama serta
penyerangan serentak, bila mereka bertiga berhasil,
menguasainya memang banyak manfaat yang bakal
didapatkan."


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendadak satu ingatan berkelebat di dalam benaknya,
segera ia berseru, "Enci Hong, ini hari bulan apa tanggal
berapa?" "Udara di dalam lembah Hoe-Hiang-Kok hangat dan
nyaman laksana musim semi, cuaca sama sekali tidak
mengalami perubahan. aku sendiripun sudah melupakan
hari dan tanggal."
Dengan berdandan sebagai gadis suku Biauw, gerakgeriknya
yang halus disertai wajah yang malu
menimbulkan suatu rangsangan yang aneh bagi kaum
pria. Terdengar Lie Hoa Siancu yang berdiri disisi mereka
menyahut sambil tertawa, "lni hari bulan sepuluh tanggal
tujuh belas, kenapa sih kau mendadak menanyakan hari
dan tanggal?"
"Aduh celaka!" teriak Hoa Thian-hong dengan hati
terkejut. "Aku telah melupakan hari dan tanggal. aku
harus segera berangkat untuk pulang ke rumah.....!"
Habis bicara ia putar badan dan lari.
Melihat perbuatan si anak muda itu semua orang
segera mengejar dari belakang, Lan-Lan enjotkan
badannya melayang ke tengah udara dan menyusul
kehadapannya, sambil tertawa ia segera menegur, "Coba
lihat tampangmu yang gugup dan tergopoh-gopoh tidak
macam orang, sekalipun sudah melupakan tanggal,
pulang ke rumah terlambat beberapa haripun rasanya
tidak mengapa kan?"
"Tidak bisa jadi! ibu sedang berharap-harap akan
kedatanganku di atas gunung."
Sementara pembicaraan masih berlangsung tubuhnya
telah menyusup ke dalam gua dan langsung menghadap
Kioe-Tok Sian-Cie, sambil berlutut di atas tanah ujarnya,
"Sian-Nio. aku telah melupakan tanggal dan. hari untuk
pulang ke rumah, sekarang juaku harus mohon diri
kepada Sian-Nio untuk turun gunung!"
Sambil tersenyum Kioe-Tok Sian-Cie membimbingnya
bangun dari atas tanah, lalu berkata, "Anak baik, kau
sudah melupakannya selama berapa hari" kecuali
menyusahkan ibumu yang harus menanggung rindu
apakah kau telah menelantarkan urusan lain?"
"Aku tak boleh menyusahkan ibu hingga beliau harus
menanggung rindu! tecu sekarang juga harus berangkat
untuk pulang ke rumah!"
Kembali Kioe-Tok Sian-Cie tertawa.
"Sekalipun terburu-buru juga tak perlu berangkat
sekarang juga, lebih baik tunggu sampai besok pagi saja,
asal perjalanan dilakukan dengan lebih cepat bukankah
sama saja?"
Ia merandek sejenak lalu melirik sekejap ke arah Chin
Wan Hong yang berada di belakang tubuhnya, lalu
menambahkan, "Hubungan serta cinta kasih para cici
terhadap dirimu tidak jelek, sebelum berangkat berilah
salam perpisahan kepada mereka semua dan tetapkan
juga waktu untuk saling berjumpa dikemudian hari."
Hoa Thian-hong mengiakan tiada hentinya kemudian
mengundurkan diri, semua orangpun segera berkumpul
di dalam kamarnya Chin Wan Hong.
Sore itu dilewatkan dalam suasana murung dan sedih
karena harus berpisah, malamnya semua orang
menyiapkan sebuah perjamuan untuk menghantar
keberangkatan si anak muda itu.
Selesai bersantap Hoa Thian-hong serta Chin Wan
Hong sambil bergandengan tangan mencari angin di
dalam kebun bunga, mereka saling mengutarakan isi hati
dan melewatkan malam yang panjang dengan
kemesraan dan penuh kasih sayang.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Hoa Thian-hong
telah minta diri kepada Kioe-Tok Sian-Cie, dengan diantar
oleh "Biauw-Nia-Sam-Sian" serta Chin Wan Hong sekalian
berangkatlah pemuda itu keluar lembah, perpisahan itu
dirasakan amat berat sekali terutama setelah bergaul
amat lama dan dihati masing-masing telah timbul
perasaan persahabatan yang kental, diantara beberapa
orang Chin Wan Hong yang merasakan paling berat,
sepanjang perjalanan ia berpesan tiada hentinya sambil
mengucurkan air mata, jelas nampak di atas wajahnya
bahwa ia merasa berat hati untuk berpisah dengan
kekasihnya. Hoa Thian-hong sangat merindukan keadaan ibunya,
setelah keluar dari barisan Hoa-Hiang-Tin, iapun
keraskan hati untuk berpisah dengan semua orang dan
melakukan perjalanan dengan cepat.
Keinginannya untuk pulang ke rumah amat besar,
sepanjang perjalanan ia berlarian terus baik siang
maupun malam, terutama sekali setiap tengah hari telah
tiba dan racun teratai dalam tubuhnya mulai kambuh, ia
berlari jauh lebih cepat dari kuda jempolan, kendati
badannya terasa agak tersiksa namun perasaannya jauh
lebih gembira dan lega.
Hoa Thian-hong pada saat ini sudah bukan Hong-po
Seng tempo dulu, sekalipun usianya belum mencapai
delapan belas tahun tetapi perawakan tubuhnya sudah
tinggi kekar, wajahnya tampan dengan alis yang tebal.
terutama sepasang matanya yang menyorotkan cahaya
tajam menandakan bahwa tenaga lweekangnya telah
memperoleh kemajuan yang amat pesat.
Ibunya berdiam jauh di daerah utara, dari arah Baratdaya
menuju ke arah Barat-laut ia harus melakukan
perjalanan ber-puluh2 ribu li jauhnya. tetapi dikarenakan
wajahnya telah berubah dan perjalanan dilakukan sangat
cepat, wilayah kekuasaan perkumpulan Sin-kie-pang
serta Hong-im-hwie berhasil dilalui tanpa menimbulkan
sedikit persoalanpun,
Siapa tahu ketika dengan susah payah ia berhasil tiba
di rumah, yang ditemui hanya sebuah bukit yang kosong,
ibunya entah sudah pargi kemana. di dalam rumah
nampak tertinggal secarik kertas yang berbunyi.
"Surat ini ditujukan kepada Hong-jie, "Sudah lama
kunantikan kepulanganmu ke rumah tapi kau tak kunjung
tiba. maka kuambil keputusan untuk mencari jejakmu di
dalam dunia persilatan, setelah membaca surat ini
berangkatlah ke kota Cho-Chiu untuk berjumpa."
Hoa Thian-hong jadi amat gelisah, dihitung dari
tanggal di atas surat ia mengetahui bahwa ibunya sudah
hampir satu bulan turun gunung, maka tergopoh-gopoh
ia turun gunung dan langsung mengejar ke kota Cho-
Chiu, Sepanjang perjalanan ia berusaha menemukan jejak
ibunya tetapi hingga tiba di kota Cho-Chiu bayangan
tubuh ibunya belum nampak juga.
Diam-diam iapun mengambil kesimpulan, dengan
keadaan ibunya yang lemah dan tenaga dalamnya yang
sudah musnah kecepatan kakinya tak akan lebih cepat
dari orang yang mengerti ilmu silat, ditambah pula
perjalanan. harus dilakukan dengan tersembunyisembunyi,
tentu saja perjalanannya makin lambat lagi.
Ia sadar seandainya bukan saling bertemu muka
secara kebetulan sulit untuk menemukan kabar
beritanyas maka akhirnya dia mengambil keputusan
untuk berdiam di kota Cho-Chiu untuk menantikan
kedatangan ibunya, daripada kedua belah pihak saling
bersisipan dan tak bisa bertemu.
Kota Cho Ciu nampak amat gerah dari ramai sekali!
Kota ini mempunyai tiga kelebihan yakni banyaknya
perusahaan Piauw-Kiok, banyaknya rumah makan dan
warung Serta banyak nya rumah pelacuran dan
panggung opera.
Berhubung kolong langit dibagi jadi tiga kekuasaan
maka para perusahaan Piauw kiok menjadikan kota Cho
Chiu sebagai titik pertemuan, para pedagang dari empat
penjuru kebanyakan membongkar dan membuat barang2
dagangannya di kota ini, karena itu perusahaan ekspedisi
yang bermunculan disitU banyak bagaikan jamur di
musim hujan. dengan sendirinya rumah makan serta
rumah pelacuranpun ikut bermunculan disana sini
dengan ramainya.
Kota Cho Chiu juga merupakan satu2nya kota bebas
dari kekuasaan tiga golongan kekuasaan Bulim, kota itu
tidak termasuk dalam wilayah perkumpulan Sin-kie-pang,
Hong-im-hwie maupun Tong-thian-kauw, tatapi mereka
semua menaikan cabang2 kantornya di tempat itu.
Sebuah bangunan besar di sudut utara kota
merupakan kantor cabang dari perkumpulan Hong-imhwie,
kantor cabang dari perkumpulan Sin-kie-pang
berada di sudut Barat, sedangkan sebuah kuil yang besar
dan megah dikenal dengan nama "It-Goan" di sudut kota
sebelah Tenggara merupakan kantor cabang dari
perkumpulan Tong-thian-kauw. kantor-kantor cabang itu
saling, berhadap hadapan dengan mengambil posisi dari
wilayah kekuasaan mereka masing-masing.
oooOooo- 14 DALAM kota Cho Chiu sering kali memunculkan
manusia-manusia Bulim dengan badan yang kekar, alis
yang tebal dan wajah yang bengis, percekcokan saling
terjadi dan perkelahianpun sudah merupakan suatu
kebiasaan, tetapi di daerah sekitar sana jarang sekali
terjadi pembunuhan, sebab bila ada seseorang terbunuh
maka dari ketiga belas pihak sakti mengirim orang untuk
melakukan penyelidikan, pembunuhnya jarang sekali
dapat meloloskan diri dari pengejaran mereka.
Bila malam telah tiba. kota Cho Chiu bermandikan
cahaya lampu yang terang benderang, rumah makan
penuh sesak dengan manusia, di atas panggung berisik
dengan suara tambur dan gembrengan sedang di rumah
pelacuran penuh lengking seruan lirih dan tertawa
cekikikan, hingga fajar menyingsing suasana ramai itu
baru reda. Oleh sebab itulah setiap tengah hari suasana di kota
itu amat sunyi dan sepi, disamping itu daerah sekitar
sana seringkali bermunculan banyak orang dengan wajah
yang asing, mereka yang bertemu dengan manusiamanusia
tersebut kebanyakan lenyap tak berbekas dan
tiada kabar beritanya lagi.
Tepat dihadapan kantor cabang perkumpulan Hongim-
hwie berdiri sebuah warung teh yang tidak besar pun
tidak kecil, pagi itu dari pintu luar berjalan masuk
seorang pemuda berwajah tampan dan beralis tebal, dia
adalah Hoa Thian-hong.
Saat itu badannya jauh lebih kekar dan sorot matanya
semakin tajam, gerakan tubuhnya enteng dan ringan,
bagi mereka yang ahli sekilas memandang segera akan
mengetahui bahwa ia merupakan seorang ahli silat yang
memiliki tenaga dalam amat sempurna.
Di dalam kenyataan kehadiran Hoa Thian-hong di kota
Cho Chiu telah diketahui oleh semua pihak yang
berkuasa disana, hanya tak seorangpun yang tahu
siapakah gerangan pemuda itu.
Ketika pelayan menyaksikan kemunculan pemuda itu,
buru-buru lari menyambut kedatangannya sambil
menyapa, "Hoa-ya, selamat pagi!"
Hoa Thian-hong mengangguk dan langsung naik
keloteng, di sudut sebuab jendela ia memilih tempat dan
duduk. Setiap pagi ia pasti nomor dua tiba disitu, dalam pada
itu sinar matanya telah berkelebat memandang sekejap
ke arah orang yang datang lebih duluan itu.
Orang tersebut adalah seorang pria bercambang yang
kehilangan sebuah lengan kirinya, di atas jidat orang itu
tertera sebuah codet bekas bacokan golok yang amat
panjang sekali, sekilas memandang tampang orang itu
kelihatan mengerikan sekali.
Codet bekas bacokan golok itu telah menutupi usianya
dan menutupi pula raut wajah yang sebenarnya.
Setiap pagi ia pasti datang lebih duluan dan
selamanya pula duduk menyendiri di sudut tembok,
sambil mencekal teko air teh seringkali ia memandang
keluar jendela dengan pandangan mendelong, badannya
jarang bergerak dan wajahnya selalu murung.
Baru saja Hoa Thian-hong ambil tempat duduk
pelayan telah menghidangkan seteko teh wangi serta
senampan bak-pao yang masih mengepulkan asap. si
anak muda itu memenuhi cawannya dengan air teh lalu
perlahan lahan diteguknya, setelah itu mulai menikmati
sarapan paginya.
Terdengar dari arah tangga loteng berkumandang
suara derap kaki manusia, seorang pria berusia
pertengahan yang memakai ikat kepala warna hijau dan
menggoyang goyangkan kipasnya naik ke atas loteng,
sinar matanya menyapu sekejap sekeliling tempat itu
kemudian sambil tertawa terbahak bahak ia menjura ke
arah si anak muda itu.
"Haaaah.... haaah.... haaaah.... Thian-hong-heng, hari
ini siauwte berhasil menyusu di rimu!"
"Selamat Pagi Ma-heng!" sahut Hoa Thian-hong
Sambil mengangguk. "Siauwte pun baru saja tiba!"
Kiranya orang ini she Ma bernama Ching-san dengan
julukan " Ciauw-Hoen-Si-Ci" atau si utusan pencabut
nyawa, ia bekerja di pihak perkumpulan Tong-thian-kauw
dengan tugas diluar.
Hoa Thian-hong yang telah berdiam selama beberapa
bulan di kota Cho-Chiu, walaupun belum barhasil
menemukan ibunya, tetapi semua kurcaci yang ada di
kota tersebut telah dikenalnya satu per satu.
Sementara itu si Utusan Pencabut nyawa Ma Chingsan
telah duduk disisinya, lalu dengan suara rendah
ujarnya, "Thian-hong heng, mumpung kedua orang si tua
bangka yang tidak modar2 itu belum datang, bagaimana
kalau kita membicarakan sesuatu dengan hati
sejujurnya."


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudahlah. tak usah kau bicarakan lagi," tukas Hoa
Thian-hong Sambil teftawa4 "Siauwte sedang menunggu
orang, tiada waktu bagiku untuk berangkat ke kota Leng-
An" Ia merandek sejenak, kemudian sambil tersenyum
tambahnya, "Siapa yang tidak tahu akan kelihayan dari
Giok-Teng Hujien, usia siauwte masih muda belia, aku
masih tidak pingin mempertaruhkan batok kepalaku
sebagai bahan gurauan...."
Buru-buru si Utusan Pencabut Nyawa Ma Chiang San
goyangkan tangannya berulang kali. "Kau jangan percaya
dengan perkataan kedua orang tua bangka yang ngaco
belo tidak karuan itu. Giok Teng Hujien dari perkumpulan
kami bukanlah manusia sadis seperti apa yang dikatakan
mereka, terus terang saja kukatakan bahwa...!"
Ketika dilihatnya orang itu celingukan kesana kemari
tidak berani bicara secara blak2an, Hoa Thian-hong
segera tertawa nyaring, katanya, "Haaah....haaah....Maheng,
bila kau ada urusan katakanlah terus terang!"
Dengan suara rendah dan setengah berbisik si Utusan
Penyabut Nyawa Ma Ching-san segera berkata, "Hujien
telah meninggalkan markas besar menuju kemari, malam
nanti ia mengajak heng tay untuk berjumpa dikuil It Hoa
Thian-hong segera mengerutkan sepasang alisnya
kemudian tertawa.
"Bila kejadian ini berlangsung pada setengah tahun
berselang, sekalipun telaga naga atau sarang harimau
siauwte berani untuk mengunjunginya....tapi
sekarang,....."
"Thian-hong heng. kau telah Salah menduga!" buruburu
si Utusan Pencabut Nyawa Ma Ching-san goyangkan
tangannya berulang kali."Hujien adalah bermaksud baik
terhadap dirimu dan sedikitpun tidak Untuk mencelakai
diri heng tay, lagipula kuil It Goan Koan yang begitu kecil
masa sanggup Untuk mengurung Heng tay yang begitu
lihay!" Mendadak terdengar gelak tertawa yang amat nyaring
berkumandang datang.
"Haaah.... haaah.... Ma-heng, kenapa kau musti
sungkan2, siapa yang tidak tahu kalau si-Utusan
Pencabut Nyawa dari perkumpulan Tong-thian-kauw
selamanya membunuh orang tanpa menggunakan golok,
tapi cukup menggape tangannya saja!"
Dengan cepat si Utusan Pencabut Nyawa Ma Chingsan
putar kepalanya dan menuding ke arah orang itu
dengan kipasnya sambil memaki, "Soen Loo-ko! kau
sebagai petugas terima tamu dari perkumpulan Hong-imTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
hwie, kenapa bersikap begitu kasar dan tidak bersahabat
terhadap diri siauwte?"
Orang she Soen itu adalah seorang kakek tua yang
berperawakan tinggi dan kurus. Sementara itu sambil
tertawa terbahak bahak menyapa diri Hoa Thian-hong
kemudian duduk dihadapan mukanya.
Hoa Thian-hong tersenyum, tiba-tiba ia menjura ke
arah seorang kakek berwajah merah padam yang tanpa
menimbulkan sedikit surapun menguntil dibelakang
kakek she-Soen tadi serunya, "Tang Loo Hu-hoat,
wajahmu nampak berseri2 dan kegirangan, karena
urusan apa sin"
"Haaah....haaah.......haaah.... "Kakek berwajah merah
she Tang itu tertawa terbahak-bahak, dari sakunya dia
ambil keluar sebuah sampul surat kemudian sambil
diangsurkan ke depan katanya, "Hoa-heng, coba lihat.
dari tempat jauh telah melayang tiba sebuah berita
kegirangan, apakah tidak sepantasnya kalau aku ikut
bergembira bagi diri Hoa-heng?"
Hoa Thian-hong menerima surat tersebut, tiba-tiba si
Utusan pencabut nyawa Ma Cing San yang ada disisinya
menyerobot surat itu dari samping, kemudian sambil
mengeluarkan isi sampul itu dibacanya, "Hari ini aku tiba,
sambutlah kedatanganku di Lan-Hong. tertanda: Pek."
Hoa Thian-hong miringkan kepalanya ikut melihat isi
surat itu, terlihatlah oleh nya dibawah rentetan huruf
yang sangat indah tadi tertera sebuah cap yang
merupakan rangkaian huruf: Kun-gie dua patah kata.
Si-Utusan Pencabut Nyawa Ma Ching-san segera
angsurkan kembali surat itu ke tangan Hoa Thian-hong,
lalu sambil alihkan sinar matanya ke arah kakek berwajah
merah itu tegurnya, "Tang-heng, apakah surat itu benarbenar
ditulis sendiri oleh nona Pek Kun-gie dari
perkumpulanmu?"
"Haah....haah....haah...." sambil mengelus jenggotnya
kakek berwajah merah itu tertawa targelak. "Siapa yang
mempunyai batok kepala cadangan" aku sih tak berani
memalsukan namanya!"
"Tang-heng!" si kakek she-Soen, penerima tamu dari
perkumpulan Hong-im-hwie berseru dengan pura-pura
tertegun. "Bukankah nona Pek mengirim Surat itu kepada
kantor Cabangnya agar semua anak buahnya yang hadir
sama-sama menyambut kedatangannya, mau apa kau
serahkan surat itu kepada diri Hoa-heng"'
Kembali si kakek berwajah merah itu mendongak dan
tertawa terbahak-bahak.
"Nona Pek kami ini adalah seorang perempuan yang
berwatak aneh dan bercita-cita tinggi, semua tindaktanduknya
dilaksanakan dengan andalkan ilmu silat serta
kecerdikannya, belum pernah ia gunakan kedudukannya
sebagai putri kesayangan Pangcu untuk memerintah
kami, apalagi memerintahkan anak buahnya untuk
menyambut kedatangannya, sekalipun dia ada maksud
begitu pun tak nanti akan menulis surat sendiri."
Habis berbicara ia tertawa terbahak-bahak, kemudian
meneguk secawan air teh dan pejamkan matanya tidur
ayam di atas kursi.
Si Utusan Pencabut nyawa Ma Ching-san yang
menyaksikan akan hal itu, sepasang alisnya kontan
berkerut. kepada Hoa Thian-hong serunya dengan suara
aneh, "Hoa-heng, kau sudah dengar belum" tindaktanduk
nona Pek selamanya diandalkan pada kecerdikan
serta kelihayan ilmu silatnya, lebih baik kau cepat-cepat
berangkat dan perjalananmu dilakukan sedikit lebih
cepat, kalau kedatanganmu terlambat bisa jadi batok
kepalamu akan lenyap dan berpisah dari badanmu!"
Hoa Thian-hong tersenyum, ia merobek surat itu
hingga hancur berkeping-keping, kemudian pikirnya di
dalam hati, "Ini hari sudah bulan Lak-Gwee, sekalipun
perjalanan ibu sangat lambat semestinya ia sudah harus
tiba di kota Cho-Chiu, kenapa bayangan tubuhnya masih
belum juga nampak" Aaaai..... Apakah di tengah jalan ia
telah menemui kesulitan" Aaaah. Tidak mungkin,
pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki orang tua
itu sangat luas, lagipula mengetahui segala macam akal
licik yang sering dipakai oleh orang Bulim, kawanan
kurcaci biasa tidak nanti bisa mengapa-apakan beliau....."
Memikirkan tentang keselamatan ibunya, pemuda itu
merasa pikirannya amat kalut dan hatinya risau hingga
tanpa terasa di atas wajahnya nampak murung dan
gelap. Mendadak terdengar si Utusan Pencabut nyawa Ma
Ching-san tertawa terbahak bahak lalu berkata, "Thianhong
Heng, nona Pek suruh kau menyambut
kedatangannya, kejadian ini benar-benar merupakan
suatu kehormatan serta kebanggaan bagimu, bisa
berjumpa dengan kaum enghiong itulah kesenangan bagi
orang kangouw, tapi awas.... kau jangan
berayal terus, malam ini sebelum kentongan ketiga
lebih baik berangkatlah lebih dulu.
Mari.....mari....mari.... mumpung sekarang tak ada
urusan, siauwte ingin menantang dirimu untuk main
catur!" bicara sampai disitu ia segera menoleh dan
berteriak keras, "Pelayan! siapkan papan catur dan biji
catur!" Petugas penerima tamu dari perkumpulan Hong-imhwie
serta Tang Hu-Hoat dan perkumpulan Sin-kie-pang
sama-sama tidak mengerti akan permainan catur,
mendengar mereka mau bermain catur, sepasang mata
kedua orang itu kontan mendelik besar.
Kakek tua berwajah merah she-Tang itu sambil
busungkan dada segera berseru keras, "Ma-heng, nanti
malam Hoa-heng masih harus melakukan perjalanan.
bagaimana kalau kau biarkan dia pergi beristirahat seben
tar?" "Betul!" seru kakek she-Soen pula sambil tertawa.
"Lebih baik kita kongkouw disini saja kan lebih enak
daripada main catur. Ee eeei.... Ma-heng kemarin malam
kau menikmati sorga dunia di rumah pelacur mana"
apakah sudah menemukan barang baru" jangan lupa
bagi bagi kepada rekan rekanmu Iho....."
Sret! Si Utusan pencabut nyawa Ma Ching-san
merentangkan kipasnya dan digoyangkan beberapa kali,
kemudian dengan nada ogah-ogahan menjawab,
"Tentang soal ini, sebetulnya Siauwte tidak ingin banyak
berbicara...." ia merandek sejenak, lalu tambahnya,
"Tetapi kalau memang Soen-heng mengajukan
pertanyaan itu, siauwte merasa tidak enak untuk
merahasiakannya,"
Orang ini sebetulnya tidak banyak bicara tetapi
akhirnya meluncurlah kata-kata yang amat panjang
mengisahkan petualangannya kemarin malam dengan
pelacur. Tang Loo Hu-Hoat dengan penuh kenikmatan
mendengarkan kisah cerita rekannya itu badan tegak
lurus dan matanya melotot besar, sedangkan si kakek
she Soen itu sambil mengedipkan matanya melek merem
mendengarkan pula dengan penuh perhatian: se-akan2
diapun tergiur oleh cerita itu.
Hanya Hoa Thian-hong seorang yang tidak ambil
perhatian, sambil duduk di kursi ia menikmati air tehnya.
Sementara sepasang matanya memperhatikan manusia
yang berlalu lalang di atas jalan raya sambil kadang kala
melirik sekejap ke arah si manusia bercodet di sudut
ruang itu. Mendekati tengah hari, tamu yang berkunjung di hotel
rumah makan itu makin lama semakin banyak. Hoa
Thian-hong-pun segera bangun berdiri, ujarnya sambil
tertawa, "Silahkan kalian bertiga bercerita disini, siauwte
hendak mohon diri terlebih dahulu."
"Hoa heng, apakah kau hendak peng "Bauw Tok"lari
racun?" tanya Tang Loo Hu hoat dari perkumpulan Sinkie-
pang dengan penuh perhatian
Sambil tersenyum Hoa Thian-hong mengangguk ia
segera menjura ke arah tiga orang itu dan meninggalkan
loteng tersebut.
Tiba-tiba si Utusan Pencabut Nyawa Ma Ching-san ikut
bangun berdiri, bisiknya lirih, "Sebelum kentongan nanti,
siauwte akan datang ke rumah penginapan untuk
menjemput dirimu!"
"Ma heng!"terdengar kakek she Soen menyindir
dengan suara keras," Perbuatan seorang pria sejati tidak
takut diketahui orang lain, kenapa sih kau berbisik
macam orang perempuan Saja?"
Hoa Thian-hong malas untuk mendengarkan
pencekcokan diantara ketiga orang itu, baru saja ia
hendak berlalu mendadak dilihatnya jari tangan si-pria
bercodet di sudut ruangan yang sedang memegang poci
teh itu gemetar keras,
Walaupun gerakan itu sangat lirih tetapi kebetulan
Sekali terjatuh ke dalam pindangan Hoa Thian-hong
membuat si anak muda itu segera menyadari akan
sesuatu, dengan cepat dia alihkan sinar matanya keluar
jendela. Tampaklah dari depan pintu kantor Cabang
perkumpulan Hong-im-hwie meluncur masuk tujuh
delapan ekor kuda jempolan, orang pertama yang ada di
paling depan adalah seorang pria berwajah putih yang
memakai pakaian perlente
Ketajaman matanya pada saat ini sudah berbeda jauh
dengan keadaan dahulu. hanya sekilas memandang ia
telah berhasil melihat raut Wajah kedelapan orang yang
berada di atas kuda itu, Satu ingatan kembali berkelebat
di dalam benaknya. Pemuda itu masih teringat bahwa
pria berwajah putih berbaju perlente itu bukan lain
adalah "Pat-Pit-Siuw-loo" atau si Malaikat berlengan
delapan Cia Kim dari perkumpulan Hong-im-hwie.
Agaknya kakek tua she-Soen itupun menemukan
bahwa ada orang tiba di kantor cabangnya, buru-buru ia
tinggalkan meja sambil berseru, "Sam Tang-kee dari
perkumpulan kami telah tiba, maaf. Siauwte terpaksa
harus berangkat lebih duluan!"
Setelah menjura, kepada semua Orang, dia pun
berlalu. Dalam hati kecil Hoa Thian-hong sebetulnya ingin
sekali duduk beberapa saat lagi disitu Sambil mengawasi
gerak-gerik pria bercodet itu, apa daya raCun Teratai
Empedu Api yang bersarang ditubuhnya sudah mulai
kambuh, terpaksa ia tinggalkan Mu dan Tang dua orang
itu dan berlalu lebih dahulu
Setibanya diluar kota, racun teratai telah kambuh, Hoa
Thian-hong pun terpaksa kerahkan tenaga dalamnya
untuk berlarian mengelilingi tembok kota tersebut.
Ia sudah sebulan lamanya berdiam di kota Cho-Chiu,
setiap tengah hari bila racun teratainya kumai ia musti
ber-lari2an mengelilingi tembok kota, orang yang
mengetahui bahwa di dalam tubuhnya mengandung
segera memberikan julukan "Bauw-Tok" atau Lari Racun
kepadanya. Hoa Thian-hong yang ada maksud memancing
perhatian ibunya tidak menyaru dengan nama lain lagi,
asal usulnya juga tidak dirahasiakan, maka semua orang


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di kota itu pada mengetahui bahwa "Hoa Thian-hong Lari
racun mengelilingi kota Cho-Chio
Bukan begitu saja bahkan kabar berita ini tersiar pula
sampai ke dalam telinga Perkumpulan Sin-kie-pang,
Hong-im-hwie serta Tong-thian-kauw, cuma ia sendiri
sama sekali tidak mengetahuinya.
Tenaga dalamnya secara tiba-tiba memperoleh
kemajuan yang amat pesat, daya kerja racun teratai
yang berada di dalam tubuhnya pun kian hari kian
bertambah ganas, setiap kali kambuh sekujur tubuhnya
terasa sakit dan amat menderita sekali.
Dalam keadaan begitu ia berhenti berlatih ilmu
lweekang, tetapi gerakannya berlari-larian kencang tidak
jauh berbeda dengan berlatih tenaga dalam, tenaga
murni yang dimilikinya tetap memperoleh kemajuan yang
pesat, sementara daya kerja racun teratai semakin hari
semakin menggila.
Ketika malam pertama tiba disana, dalam waktu
setengah jam ia hanya bisa mengelilingi tembok kota itu
sebanyak dua kali lingkaran kini gerakan tubuhnya cepat
bagaikan hembusan angin, dalam waktu setengah jam
sudah empatbelas kali dia naengitari tembok kota
tersebut. Oleh sebab itulah wilaupun orang Cho Chiu tak pernah
menyaksikan si anak muda itu turun tangan tapi
siapapun mengetahui bahwa ilmu silat yang dimiliki
olehnya luar biasa sekali, serangannya tentu dahsyat
bagaikan gulungan ombak di samudra.
Selama ini pihak Sin-kie-pang, Hong-im-hwie dan
Tong-thian-kauw mengawasi gerak-geriknya dengan
ketat, hanya saja hingga detik itu belum pernah ada
salah satu pihak yang menggunakan kekerasan
menghadapi dirinya. sebaliknya si anak muda itu sendiri
juga bertindak sangat hati-hati, ia tak berani bertindak
terlalu gegabah.
Setelah berlarian selama setengah jam, daya kerja
racun teratai telah tenggelam kembali ke dasar pusar,
dengan badan basah kuyup oleh keringat ia pulang ke
rumah penginapan untuk mandi dan tukar pakaian.
selesai bersantap siang pemuda itu berpesiar dijalan raya
sambil menantikan kedatangan ibunya.
Sore itu bayangan tubuh si pria codet berkecamuk di
dalam benaknya, setelah pusing. kepala beberapa saat
akhirnya dia ambil keputusan untuk menyingkirkan
dahulu persoalan tentang Pek Kun-gie serta Giok Teng
Hujien, seorang diri berangkatlah dia untuk menyelidik
keadaan si manusia bercodet itu.
Ketika senja meajelang tiba, seorang diri ia berjalan
keluar dari rumah penginapan keluar dari pintu barat
masuk dan pintu timur setelah berputar kayun
menghilangkan jejak, akhirnya pemuda itu
menyembunyikan diri di sekeliling kantor cabang
perkumpulan Hong-im-hwie.
Suasana di dalam gedung kantor cabang perkumpulan
Hong-im-hwie itu nampak terang benderang
bermandikan cahaya, suara gelak tertawa amat berisik
hingga kedengaran dari luar gedung, di pintu depan
manusia berlalu-lalang dengan ramainya menunjukkan
suasana disitu diliputi kesibukan.
Beberapa saat kemudian tandu demi tandu diterangi
lampu lentera masuk ke dalam gedung di belakang tandu
mengiringi sekelompok muda-mudi yang membunyikan
alat bunyi-bunyian.
"Aah, kentongan kedua sudah lewat" pikir Hoa Thianhong
suatu ketika. "Andai kata si pria berlengan buntung
itu ada maksud menyirepi tempat ini, semestinya ia akan
muncul pada waktu-waktu begin..."
Perhatiannya terhadap persoalan kecil membuat
pengalaman si anak muda ini memperoleh kemajuan
yang pesat, karena takut rahasianya ketahuan maka
selama ini dia hanya berani mengintip dari tempat
kegelapan. Waktu sedetik demi sedetik telah berlalu, suara
nyanyian dan musik yang berkumandang dari dalam
gedung makin lirih dan sirap, lewat beberapa saat
kemudian para penyanyi dan penari mohon diri berlalu
dari gedung tersebut.
Mendadak.... terdengar suara derap kaki kuda
berkumandang memecahkan kesunyian, empat ekor
kuda jempolan muncul dari balik pintu dan langsung
menuju ke arah pusat kota.
Dari tempat persembunyiannya Hoa-Thian-hong dapat
melihat jelas raut wajah beberapa orang itu. orang
pertama bukan lain adalah "Pat-Pit Siuwloo" si malaikat
berlengan delapan Cia Kim, orang kedua adalah hweesio
berbadan gemuk, berkepala besar dengan mata bulat
dan berwajah penuh diliputi nafsu membunuh,
dibelakang padri itu mengikuti seorang pemuda
berpakaian ringkas warna hitam dan berusia diantara dua
puluh tahunan. Hoa Thian-hong masih ingat sewaktu berada ditepi
sungai Huang-ho tempo dulu, pemuda ini pernah saling
beradu tenaga dengan Kok See-piauw, alhasil kekuatan
mereka seimbang dan siapapun tidak berhasil merebut
kemenangan. Orang terakhir she-Ciauw bernama Khong, dia adalah
Touwcu atau ketua kantong cabang perkumpulan Hongim-
hwie di kota Cho Chiu.
Dengan cepatnya keempat orang itu berlalu dari situ,
Hoa Thian-hong tak berani gegabah ia awasi dulu
keadaan di empat penjuru sebelum bertindak, baru saja
hatinya merasa sangsi harus membuntuti atau tidak
mendadak dari sudut jalan berkelebat lewat sesosok
bayangan manusia. dengan meminjam kegelapan yang
mencekam di sekitar sana orang itu membuntuti Cia Kim
berempat dari tempat kejauhan.
Begitu melihat tubuh dari bayangan manusia tadi. Hoa
Thian-hong merasa amat terperanjat, pikirnya, "Sungguh
lihay ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu,
walaupun aku harus berlatih lima tahun lagipula belum
tentu bisa menyusul dirinya!,..."
Terlihatlah bayangan manusia tadi berkelebat
mengikuti tepi jalan raya. gerakan tubuhnya tidak terlalu
cepat tetapi se-bentar2 berpindah tempat dari kiri ke
kanan dan dari kanan ke kiri begitu seterusnya, Hoa
Thian-hong walaupun sudah pentang matanya namun
gagal untuk memperhatikan gerakan tubuh orang itu.
Dalam sekejap mata keempat ekor naga tadi sudah
berhenti di depan sebuah gedung tempat berjudi,
bayangan hitam tadipun segera berkelebat ke samping
dan lenyap dari pandangan,
Buru-buru Hoa Thian-hong menyembunyikan diri di
tempat kegelapan, pikirnya, "Cia Kim bukanlah seorang
manusia biasa, orang itu berani mencabut kumis di wajah
harimau rasanya diapun pasti bukan seorang jago biasa.
Kepandaian silat yang kumiliki terlalu cetek, lebih baik
tindakanku lebih berhati-hati sehingga tidak sampai
menggagalkan rencana orang "
Berpikir sampai disitu ia segera menyembunyikan diri
di tempat kegelapan dan menunggu dengan hati sabar,
sedikitpun tidak berani bergerak secara sembarangan.
Sementara itu "Pat-Pit Siuw-loo" si malaikat berlengan
delapan Cia Kim sekalian yang telah masuk ke dalam
gedung perjudian lama sekali belum juga munculkan diri,
sedang bayangan hitam tadipun tidak menampakkan diri,
Dalam keadaan begitu Hoa Thian-hong harus
menggunakan kesabarannya yang paling besar untuk
menanti terus, Beberapa jam kemudian keempat orang itu baru
nampak muncul dari gedung perjudian dan berlalu dari
situ Pintu kota Cho-Chiu tidak pernah ditutup kaum
pelancong dapat berpesiar kemanapun mereka ingin
pergi dengan sebebas2nya, setelah keluar dari gedung
perjudian tadi keempat orang itu berangkat ketepi sungai
di kota sebelah Timur Untuk main pelacur di atas perahu,
kemudian mengunjungi perkampungan Moo-Kee-Cung
Untuk bermain dan bersantap menanti kentongan
keempat telah lewat mereka baru nampak munculkan diri
kembali. Sepanjang perjalanan Hoa Thian-hong menguntil terus
tiada hentinya, pikirnya didalam. hati
"Kedua belah pihak sama merupakan jago Bulim kelas
satu, walau aku harus menguntil selama tiga hari tiga
malampun akan kuintil terus sampai selesai"
Sewaktu hendak keluar kota, agaknya bayangan
manusia itu menyadari bahwa jejaknya tak bisa
disembunyikan lagi karena daerah diluar tembok kota
adalah tanah datar yang luas, badannya segera
merandek sejenak di belakang pintu kota.
Sedetik saja bayangan tubuh orang itu merandek, Hoa
Thian-hong telah berhasil melihat jelas wajahnya.
Ternyata orang itu bukan lain adalah lelaki bercodet yang
dijumpainya setiap hari di sudut loteng rumah makan.
Tanpa sadar semangat Hoa Thian-hong berkobar
kembali, dia ikut keluar dari pintu kota.
Tiba-tiba....pria bercodet yang ada di depan rupanya
merasakan sesuatu, badannya merandek sejenak dan
berpaling ke belakang.
Hoa Thian-hong yang menyaksikan jejaknya sudah
konangan, terpaksa keraskan kepala untuk mengikuti
lebih jauh. Baru saja Pat-Pit Siuw-Loo sekalian berada kurang
lebih setengah li diluar kota, si manusia bercodet yang
menguntil terus selama ini tiba-tiba enjotkan badannya
melayang ke depan, sambil menghadang jalan pergi
beberapa orang itu bentaknya dengan suara berat, "Cia
Kim! coba lihat siapakah aku?"
Mendengar bentakan itu "Pat-Pit Siuw-Loo" Cia Kim
segera meloncat turun dari punggung kudanya.
Pria berlengan buntung itu mendengus dingin, sambil
meloloskan sebilah pedang ia langsung menubruk ke
depan. Cahaya berkilauan memancar keempat penjuru, dalam
waktu singkat kedua orang itu telah saling bergebrak
sebanyak tiga jurus.
Begitu melihat jurus serangan yang dipergunakan
lawannya, si malaikat berlengan delapan Cia Kim segera
berteriak dengan tiada terkejut, "Aah. kau adalah Ciong-
Lian-Khek?"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, bagaikan
sambaran kilat kedua orang itu telah saling bergebrak
sebanyak lima enam jurus.
Hoa Thian-hong yang menyaksikan kelihayan ilmu silat
yang dimiliki si jago bercambang itu jadi melongo dan
kesemsem, ia tak menyangka kalau kepandaian silat
orang itu jauh diluar dugaannya. Darah panas dalam
rongga dadanya segera bergolak, saking tertariknya
sampai ia lupa akan keadaan sendiri, selangkah demi
selangkah tubuhnya mendekati kalangan pertarungan itu.
Tiga orang yang datang bersama malaikat berlengan
delapan Cia Kim waktu itupun sudah turun dari kudanya,
ketika menyaksikan kedatangan Hoa Thian-hong secara
mendadak mereka semua nampak tertegun.
Ciauw Khong yang pernah mengintip si anak muda itu
secara diam-diam waktu ia 'Berlari racun' begitu melihat
munculnya Hoa Thian-hong disana, segera ujarnya
kepada hweesio gemuk yang berada disisi tubuhnya,
"Lapor Ngo-ya, orang ini bukan lain adalah Hoa Thianhong!"
Dalam perkumpulan Hong-im-hwie padri gemuk ini
menduduki kursi nomor lima, orang kangouw hanya tahu
dia bernama Seng Sam Hauw, siapapun tidak tahu apa
gerakan keagamaannya, karena ia suka minum arak,
suka perempuan dan suka membunuh manusia maka
orang-orang memberi julukan "Seng Sam Hauw" atau
she-Seng yang punya tiga kesukaan pada orang ini.
Setelah mendengar laporan dari Ciauw Khong, padri
yang bernama Seng Sam Hauw itu segera goyangkan
bahunya mendekati si anak muda itu, tegurnya dengan
suara ketus, "Apakah kau adalah keturunan dari Hoa
Goan Sioe?"
Orang ini punya perawakan badan yang gemuk dan
besar, sepintas lalu gerak geriknya nampak lamban dan
tidak lincah, tapi dalam kenyataan begitu cepat hingga
sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Mendengar orang itu mengucapkan kata-katanya
dengan nada tidak sopan, Hoa Thian-hong merasa amat
mendongkol, dengan nada yang dingin dan ketus iapun
balik bertanya, "Toa hweesio, kau ada urusan apa?"
Pemuda ini sudah punya pengalaman, ia tahu bercakap2
dengan manusia dari kalangan Perkumpulan Sinkie-
pang, Hong-im-hwie maupun Tong-thian-kauw tak
perlu memakai peraturan. karena itu sambil bercakap2
hawa murninya telah dihimpun di telapak kiri siap
melangsungkan pertarungan sengit.
Seng Sam Hauw menyeringai seram, baru saja ia
hendak mengumbar hawa amarahnya mendadak
terdengar Ciong-Lian-Khek si manusia berlengan kutung
itu membentak keras, "Cia Kim! aku si Ciong-Lian-Khek
tidak akan membalas dendam atas lenganku yang
kutung!" "Kau tidak akan membalas dendam atas kutungnya
lenganmu, lalu apa gunanya beradu jiwa?" pikir Hoa
Thian-hong dengan hati heran dan tidak habis mengerti.
"Kalau kau punya kepandaian keluarkan saja
semuanya "terdengar Si malaikat berlengan delapan Cia
Kim berseru sambil tertawa dingin. "Aku orang she Cia
akan melayani dirimu sampai kemanapun juga!"
"Aku juga tidak membalas atas kekejian hatimu
merebut istriku!" bentak Ciong-Lian Khek kembali.


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudah kau tak usah banyak bacot. aku tahu kau
hendak membalas dendam atas terbunuhnya anakmu!"
"Apa dosanya seorang bocah berusia tiga tahun"
mengapa kau membinasakan dirinya?"
Sambil menggertak gigi si malaikat berlengan delapan
Cia Kim bungkam dalam seribu bahasa, pukulannya yang
dahsyat laksana gulungan ombak ditengah samudra
segulung demi segulung maluncur ke depan menandingi
permainan pedang baja dari Ciong-Lian Khek.
Pertempuran tersebut benar-benar merupakan suatu
pertarungan yang amat sengit, Seng Sam Sauw Hauw
segera tertarik perhariannya untuk menyaksikan jalannya
pertempuran yang maha seru itu hingga lupa untuk
bergebrak melawan Hoa Thian-hong.
Ciong lian Khek yang dibebani oleh dendam sakit hati
sedalam lautan memainkan jurus-jurus pedangnya
dengan hebat dan gencar, ia telah melupakan mati
hidupnya. seluruh pikiran dan kekuatannya dikerahkan
untuk berusaha membinasakan lawannya.
Si malaikat berlengan delapan Cia Kim yang
mengandalkan kedelapan puluh satu jurus "Koei-Goan-
Ciang-Hoat" nya Untuk menandingi lawan, meskipun
sudah keluarkan seluruh kekuatan dan kepandaiannya
namun ia selalu keteter dibawah angin, kendati beberapa
kali ia menempuh bahaya untuk merebut posisi namun
keadaannya masih tetap terdesak hebat,
Melihat keadaan sangat tidak menguntungkan bagi
pihaknya, dalam hati Seng Sam Hauw segera berpikir,
"Dalam sakit hati si bajingan berewok ini terhadap Samko
bertumpuk2 bagaikan bukit, kedua belah pihak samasama
tak sudi hidup bersama membiarkan manusia
semacam ini tetap hidup di kolong langit hanya akan
mendatangkan bencana saja bagi diri Sam-ko, lebih baik
kugunakan saja kesempatan yang sangat baik ini untuk
membasminya dari muka bumi."
Berpikir sampai disitu, niat busuknya segera terlintas
di dalam benak. Sambil menyeringai seram ujarnya,
"Ciong Lian Khek, kau telah merusak kegembiraan diriku
untuk menikmati malam yang begini indah. Hmm! akan
kusuruh kau merasakan kelihayanku....."
Badannya segera bergerak dan menubruk ke arah
tubuh lawan, telapak tangannya yang besar kontan
disodok kemuka-
Menyaksikan kejadian itu Hoa Thian-hong jadi
gusar,segara bentaknya keras2, "Hay. toa-hweesio!
jangan mencari kemenangan dengan jumlah banyak!"
Setelah mendengar bahwa Cia Kim telah
membinasakan seorang bocah berusia tiga tahun, timbul
rasa benci dan muaknya terhadap orang itu. sifat
kependekarannya muncul dan ia merasa harus
menegakkan keadilan bagi umat Bulim, apalagi setelah
menjumpai Seng Sam Hauw hendak mencari
kemenangan dengan andalannya jumlah banyak, ia
segera munculkan diri untuk menghalangi niatnya itu,
"Hmmm..... kau anggap di tempat ini manusia macam
dirimu punya hak untuk berbicara!" terdengar pemuda
berpakaian ringkas itu berseru dengan suara dingin
Sambil berseru ia maju ke depan dan melancarkan
sebuah pukulan dahsyat ke arah si anak muda itu.
Sejak turun gunung berulang kali Hoa Thian-hong
harus menerima penghinaan dan siksaan hidupnya
hampir saja musnah di tangan orang. hal itu lama
kelamaan menimbulkan rasa gusar dan mangkel dalam
hatinya, apalagi setelah setiap hari disiksa oleh racun
teratai membuat tabiatnya sama sekali berubah, hati
serta tindakannya berubah jadi jauh lebih keji.
Terhadap orang-orang dari perkumpulan Sin-kie-pang,
Hong-im-hwie serta Tong-thian-kauw pada dasarnya ia
memang menaruh rasa benci, telapak kirinya segera
dengan menghimpun tenaga dalam sebesar dua belas
bagian bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan.
Laksana kilat pemuda berpakaian ringkas itu meluncur
kemuka, telapak tangannya dengan dahsyat meluncur
datang mengancam tubuhnya.
Menyaksikan hal itu Hoa Thian-hong tertawa dingin,
telapaknya bergerak kemuka dengan jurus "Koen-Sioe Ci-
Tauw" ia papaki datangnya ancaman tersebut.
"Blaaaam...!" terdengar suara ledakan dahsyat
bergeletar memenuhi angkasa, si pemuda berpakaian
ringkas itu menjerit ngeri, badannya secara beruntun
mundur beberapa langkah ke belakang dengan
sempoyongan, dari mulutnya darah segar muntah keluar
sedang di atas tanah tertera nyata telapak kaki sedalam
tiga coen. Sesudah mundur hingga delapan langkah jauhnya,
akhirnya pemuda itu jatuh mendeprok di atas tanah.
Ciauw Khong jadi amat terperanjat, buru-buru ia
mendekati tubuh pemuda berpakaian ringkas itu dan
memeriksa keadaan lukanya.
Tampaklah sepasang matanya terpejam rapat,
wajahnya pucat pias bagaikan mayat sedang dadanya
bergelombang naik turun tiada hentinya, walaupun ia
menggertak gigi kencang kencang namun darah segar
mengucur keluar tiada hentinya dari ujung bibir.
Ditinjau dari keadaannya itu jelas menunjukkan bahwa
isi perutnya telah terpukul luka parah oleh serangan
lawan. Sementara itu setelah serangannya berhasil memukul
mundur pemuda berpakaian ketat itu, Hoa Thian-hong
alihkan sinar matanya ke arah kalangan pertempuran,
dilihatnya Seng Sam Hauw bekerja sama dengan Cia Kim
sedang bertempur mengerubuti Ciong-Lian Khek.
Si pria bercodet itu tidak nampak keteter walaupun ia
harus satu melawan dua musuh tangguh, sekalipun
begitu posisinya sudah tidak menguntungkan seperti tadi
lagi, ia lebih banyak melancarkan serangan dari pada
melakukan pertahanan.
Ketiga orang itu sama-sama merupakan jago silat
kelas satu yang sudah lama tersohor di kolong langit,
masing-masing pihak mempunyai kepandaian andalan
yang berbeda, setelah pertempuran berlangsung, jurusjurus
serangan yang aneh saling bermunculan, ada yang
lihay ada yang keji dan ada pula yang aneh, semua
mempunyai keunggulan dan keistimewaannya sendiri2.
Hoa Thian-hong yang menyaksikan jalannya
pertarungan dari sisi kalangan, setelah lewat beberapa
gebrakan kemudian ia mulai merasa hatinya goyah dan
matanya berkunang-kunang.
Dalam sekejap mata ketiga orang itu sudah saling
bergebrak sebanyak lima enam puluh jurus.
Ciong-Lian-Khek, dengan andalkan sebilah pedangnya
yang berkilauan tajam laksana kilat menyambar ke sana
menusuk kemari, tetapi apa daya kedua orang lawannya
adalah jago-jago Bulim yang lihay dan punya nama.
Setelah bertempur lebih jauh akhirnya dari posisi di atas
angin ia berada dalam keadaan seimbang dan dari posisi
seimbang ia keteter dibawah angin.
Kalau si Ciong-Liau Khek harus bertempur dengan cara
keras lawan keras terus-terusan, akhirnya ia pasti akan
menderita kalah," pikir Hoa Thian-hong dalam hati. "Tapi
kalau dilihat keadaannya yang sudah dipengaruhi emosi,
tak mungkin orang itu suka mengundurkan diri sebelum
maksudnya tercapai....."
JILID 11 : Giok Teng Hujien
BERPIKIR demikian ia lantas berteriak keras, "Eeeei,
hweesio gede, kau jangan membuat malu Sam Tang-kee
...." Telapak tangannya disertai angin pukulan yang maha
hebat segera disodokkan ke arah tubuh Sam Sam Hauw.
Jurus serangan "Koen-Sioe-Ci-Tauw" ini merupakan
ilmu pukulan yang sangat diandalkan oleh si kakek
Telaga dingin Cioe It Bong, ditambah pula hawa panas
yang dihasilkan oleh Teratai racun empedu Api yang
rnengeram di dalam tubuhnya, serangan itu begitu
dilepaskan segera tampaklah desiran angin tajam yang
menderu deru bagaikan ambruknya gunung thay-san
laksana kilat menggulung ke depan.
Seng Sam Hauw terdesak hebat,- dalam posisi yang
kepepet terpaksa ia harus tinggal kan Ciong Lian-Khek
untuk putar badan menyambut datangnya ancaman
tersebut. "Ploook!" kedua belah pihak telah saling beradu
telapak satu kali, ditengah benturan keras badan mereka
berdua sama-sama bergeser miring dari posisi semula,
Diam-diam Seng Sam Hauw merasa terperanjat juga
menyaksikan kehebatan tenaga dalam lawannya, ia
merasa lengannya jadi kaku dan linu sekali segera
pikirnya, "Tenaga pukulan yang dimiliki keparat cilik ini
benar-benar sangat dahsyat, andai kata Coe Siauw Khek
sampai hilang jiwanya termakan oleh serangan bangsat
ini, aku bakal malu menghadapi ayahnya.,..."
Dalam hati ia berpikir demikian Sepasang tangannya
sama sekali tidak berhenti menyerang tangan kirinya
mendadak menyerang kesana mendadak menyapu
kemari semuanya mengenai dan membendung
datangnya serangan musuh, sementara telapak
kanannya dengan menggunakan ilmu '*Tay-Chiu Eng"
sekali demi sekali mengirim pukulan-pukulan berat.
Kiranya si anak muda berbaju ringkas itu bernama Coe
Siauw Khek, dia adalah putra dari Coe Goan Khek
dedengkot di dalam perkumpulan Hong-im-hwie.
Coe Goan Khek sebagai seorang pemimpin yang
menduduki kursi kedua di dalam perkumpulannya
mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, sedikit
dibawah kekuasaan Jien Hian itu ketua dari Hong-imhwie,
Jien Hian telah kehilangan putranya yang mati secara
misterius. sekarang apabila Coe Siauw Khek pun mati di
tangan orang lain, orang-orang dari perkumpulan Hongim-
hwie tentu akan merasa malu dan kehilangan muka.
"Hoa Thian-hong!" tiba-tiba terdengar si Malaikat
berlengan delapan Cia Kim merebentak keras. "Besar
amat nyalimu, berani menangkap ikan di air keruh!"
"Hmm! apanya yang luar biasa?" jengek Hoa Thianhong
dengan suara dingin. "Setelah kubabat mati kau Cia
Kim, aku orang she Hoa bisa menggabungkan diri ke
pihak Tong Thian Kau!"
"Huhl pihak Tong-thian-kauw tidak bakal sudi
menerima manusia macam kau!"
Hoa Thian-hong mendengus dingin.
"Omong kosong! setelah perkumpulan Hong-im-hwie
kehilangan Loo-sam serta Loo-ngo nya....."
"Bajingan cilik! kau lagi bermimpi di siang hari
bolong!" seru Seng Sam Hauw sambil menyeringai
seram. Secara beruntun ia lancarkan beberapa serangan
berantai yang hebat dan gencar, untuk sementara Hoa
Thian-hong keteter hebat dan tak sanggup
mempertahankan diri, dalam keadaan begitu ia tak
sempat untuk buka mulut lagi.
Dengan demikian dalam kalangan itupun terjadi dua
kelompok pertempuran, disatu pihak si malaikat
berlengan delapan Cia Kim bertempur seru melawan
Ciong-Lian-Khek, di pihak lain Hoa Thian-hong bertempur
melawan Seng Sam Hauw.
Ciong-Lian-Khek meskipun hatinya dibakar oleh rasa
dendam yang menumpuk, ingin sekali ia membabat
tubuh Cia Kim hingga hancur lebur untuk melampiaskan
rasa sakit hatinya, apa daya kekuatan ilmu silat yang
dimiliki pihak musuh tidak berada dibawah dirinya, dalam
keadaan seimbang untuk beberapa waktu siapapun sukar
untuk merebut kemenangan.
Dipihak lain Hoa Thian-hong yang bergebrak melawan
Sang Sam Hauw keadaannya berbeda jauh, kalau sihweesio
gede menang dalam pengalaman menghadapi
musuh maka Si anak muda itu telah ampuh di dalam
jurus serangan yang dipergunakan olehnya, tenaga
lwekangnyapun amat sempurna karena itu keadaan
mereka seimbang untuk sementara juga sulit untuk
menentukan siapa menang siapa kalah,
Makin bertempur semakin seru, makin bergebrak
semakin cepat. Tanpa terasa keempat orang itu sudah
bergebrak hampir melebihi ratusan jurus banyaknya.
Dalam pertempuran hari ini- seandainya Coe Siauw
Khek belum terluka dan ia bekerja sama dengan Seng
Sam Hauw: niscaya Hoa Thian-hong dalam waktu singkat
bakal keok setelah si anak muda itu kalah maka
gabungan tenaga kedua orang itu bisa alihkan perhatian
untuk membantu Cia Kim menghadapi Ciong Lian Khek.
Menghadapi kerubutan tiga orarg jago ampuh,
akhirnya si jago berewok inipun bakal menderita
kekalahan bebat.
Sayang seribu kali sayang Coe Siauw Khek terlalu
pandangan enteng tenaga dalam yang dimiliki Hoa
Thian-hong sehingga terluka parah lebih dahulu, dengan
begitu maka posisipun menjadi dua lawan dua alias
seimbang. Pertempuran sengit yang berlangsung pada saat itu
sungguh merupakan suatu pertarungan yang jarang
ditemui pada sepuluh tahun terakhir, kendati Ciauw
Khong menjabat sebagai ketua kantor cabang kota Cho-
Chiu namun ilmu silat yang ia miliki masih belum
sanggup untuk digunakan menghadapi manusia-manusia
kosen semacam ini.
Maka setelah memperhatikan jalannya pertempuran
beberapa saat, ia lantas berpaling ke arah Coe Siauw
Khek dan berbisik: Pertempuran yang sedang
berlangsung ini terlalu sengit dan sulit diduga pihak
mana yang bakal menang, bagaimana kalau cayhe
lepaskan tanda bahaya untuk memanggil bala bantuan?"
Coe Siauw Khek termenung dan berpikir sejenak,


Bara Maharani Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian jawabnya, "Mengundang bala bantuan sih
boleh saja cuma kau harus ingat bahwa keparat cilik she-
Hoa itu dewasa ini sudah menjadi suatu barang
dagangan yang aneh, kalau sampai tanda bahayapun
memancing kehadiran orang-orang dari perkumpulan
Sin-kie-pang serta Tong-thian-kauw, Waaah! kita bisa
berabe menghadapi manusia-manusia itu!
"KaIaa begitu biarlah cayhe pergi sendiri ke kantor
untuk cari bala bantuan!"
Selesai bicara ia putar badan dan berlalu dengan cepat
dari satu. Baru saja Ciauw Khoag berlalu, situasi
dikalangan pertempuran hendak mengalami perubahan
besar. Tampaklah Ciong Liam Khek mainkan lengannya yang
kutung dengan hebat, diikuti pedang panjang berkilauan
mencengkeram cahaya tajam, bayangan pedang
menggunung dan di dalam waktu singkat seluruh tubuh.
Malaikat berlengan delapan Cia Kim sudah terbelenggu di
dalam kepungan musuh.
Terdengar si Malaikat Berlengan delapan Cia Kim
segera membentak dan berteriak berulang kali, angin
pukulan menderu bayangan telapak menyambar silih
berganti, rupanya ia sedang berusaha keras untuk
menerjang keluar dari kepungan musuh.
Dipihak lain Hoa Thian-hong yang menyaksikan Ciong
Lian Khek telah unjukkan keampuhan, tanpa sadar
semangatnya ikut berkobar. Ia segera membentak keras'
satu serangan demi satu serangan dilancarkan semakin
gencar, tiap pukulan disertai deruan angin puyuh yang
cukup merobohkan sebuah bukit, dalam waktu singkat
empat lima belas jurus telah dilewatkan dengan cepat.
Seng Sam Hauw jadi terdesak hebat, ia kelabakan dan
musti silangkan tangannya kesana kemari untuk
berusaha menyelamatkan diri dari ancaman lawan.
Diteter terus menerus semacam ini, akhirnya hawa
gusar yang berkobar dalam dada Seng Sam Hauw
meledak juga, sambit gertak gigi teriaknya, "Manusia
rendah, seandainya Hoed-ya tidak bunuh kau jadi
perkedel, aku bersumpah tak akan jadi manusia!"
Setelah bangkit daya tempurnya, seketika itu juga
sepasang tangannya balas menyerang secepat sambaran
kilat. Tangan kiri melancarkan ilmu Kim-Na-Jiu serta ilmu
totokan sementara tangan kanannya mengeluarkan ilmu
pukulan "Toa-Jiu-Eng" untuk balas menyerang.
Angin pukulan menderu-deru, seluruh kalangan
pertempuran jadi sesak dan penuh dengan bayangan
telapak. Setelah hweesio gede itu mengambil keputusan untuk
merubah dari posisi bertahan jadi posisi menyerang, Hoa
Thian-hong seketika terdesak hebat dan mundur
berulang kali, kini ia yang dibikin kelabakan oleh teteran
musuh. Mendadak Ciong Lian Khek memperdengarkan suitan
rendah yang berat tapi tajam, suatu suitan yang aneh
dan tidak dimengerti apa maksudnya.
Suitan tersebut berkumandang di angkasa bagaikan
jeritan setan dan lolongan srigala. begitu pedih dan
menusuk pendengaran membuat siapapun yang
mendengar merasakan hatinya jadi bergidik dan bulu
roma pada bangun berdiri.
Cia Kim si malaikat berlengan delapan jadi terkejut
dan tercekat hatinya, nyalinya pecah dan tanpa berpikir
panjang lagi ia jejakkan sepasang kakinya ke atas tanah
dan kabur dari situ.
Cahaya tajam berkelebat lewat, ditengah jeritan
kesakitan sebuah lengan kiri Cia Kim si-malaikat
berlengan delapan itu terpapas putus dari tubuhnya,
darah segar segera muncrat keempat penjuru dan
menodai seluruh permukaan bumi.
Cia Kim bergelar malaikat berlengan delapan,
kepandaian silatnya justru terletak pada sepasang
telapaknya itu. Sekarang sesudah lengan kirinya terpapas
kutung maka ilmu silat yang dimilikinya boleh dibilang
sudah hilang keampuhannya. Berada dalam keadaan
begini, tentu saja ia tak berani berdiam terlalu lama lagi
disitu, baru saja kutungan lengannya jatuh ke atas tanah
ia sudah kabur jauh dari kalangan, dalam sekejap mata
tubuhnya sudah berada puluhan tombak jauhnya.
Ciong-Lian-Khek tertawa seram, pundaknya bergerak
seakan-akan hendak melakukan pengejan, tiba-tiba ia
urungkan niatnya tersebut dan putar badan menubruk ke
arah Seng Sam Hauw.
Pecah nyali hweesio yang mempunyai tiga kesukaan
ini, sepasang telapaknya dengan segenap tenaga
didorong ke arah depan, kemudian dengan
menggunakan kesempatan yang sangat baik itu ia loncat
keluar dari kalangan dan mundur ke belakang.
Semua peristiwa itu terjadi dalam waktu yang amat
singkat ketika Coe Siauw Khek menjumpai Cia Kim kabur,
ia jadi gugup dan ketakutan setengah mati, tanpa
berpikir panjang ia ikut loncat naik ke atas kudanya dan
melarikan diri dari situ.
Dalam pada itu sambil memegang pedangnya Ciong
Lian Khek berdiri angker ditengah kalangan kedua
matanya yang memancarkan Cahaya tajam menatap di
atas wajah Seng Sam Hauw tanpa berkedip.
Dia adalah seorang manusia yang mengalami patah
hati, kemurungan dan kekesalan sudah menjadi suatu
kebiasaan baginya, sekarang sambil membungkam dalam
seribu bahasa ia menatap terus wajah Seng Sam Hauw
membuat hweesio itu jadi mengkeret, agaknya sebelum
hweesio dengan tiga kegemaran ini buka suara diapun
tak akan berbicara.
Diam-diam Seng Sam Hauw bergidik, ia takut
pembicaraan yang salah mengakibatkan terjadinya
kembali suatu pertempuran yang tidak menguntungkan'
dalam posisi dua lawan satu ia sadar bahwa
kepandaiannja bukan tandingan lawan maka tanpa
mengucapkan sepatah katapun ia loncat naik ke atas
kudanya dan kabur ke dalam kota.
Lama sekali Ciong Lian khek berdiri termangu-mangu
disitu menanti bayangan punggung musuhnya telah
lenyap tak berbekas dari pandangan, ia baru melirik
sekejap ke arah Hoa Thian-hong kemudian berjalan
masuk menuju ke arah kota.
Terhadap orang ini Hoa Thian-hong mempunyai kesan
yang baik, ditengah perjalanan ia segera menegur,
"Sebutan apa yang harus boanpwee gunakan untuk
memanggil dirimu?"
"Tak usah kau sebut apa apa!" Hoa Thian-hong
tersenyum. "Sayang sekali, hari ini kita tak berhasil
membasmi beberapa orang bajingan itu."
Ciong Lian Khek alihkan sinar matanya memandang
sekejap ke atas wajahnya lalu berkata, "Keadaanku tidak
jauh berbeda antara hidup dan mati, usiamu masih amat
muda, mengikat tali permusuhan dengan mereka hanya.
akan mendatangkan marabahaya bagi dirimu saja, lebih
baik kau tak usah mencampuri persoalan ini ...!"
"Terima kasih atas nasehat yang cianpwee berikan
kepadaku," sahut Hoa Thian-hong sambil tersenyum.
"Maksud boanpwee hanyalah ingin membasmi kawanan
durjana dari muka bumi agar umat Bulim bisa hidup
dengan aman dan tentram "
"Hmmm! apa yang terjadi sekarang adalah Takdir,
dengan mengandalkan kekuatanmu seorang berapa
banyak durjana yang sanggup kau lenyapkan" percuma
.. akan sia sia belaka usahamu itu?"
"Boanpwee akan berusaha dengan segenap
kemampuan yang kumiliki, sampai mati perjuanganku
baru akan berakhir, sukses atau tidak itu bukan jadi
soal." Jawabannya ini tenang dan sederhana tapi penuh
mengandung kepercayaan pada diri sendiri, seakan-akan
apa yang akan dilakukan adalah suatu kewajiban
baginya. Agaknya Ciong Lian Khek ada maksud membantah,
bibirnya bergerak seperti mau bicara tapi akhirnya dia
batalkan maksudnya itu. Setelah merandek beberapa
saat lamanya ia alihkan pokok pembicaraan kesoal lain,
ujarnya, "Apa maksudm berdiam di kota Cho-Chiu dan
setiap hari masuk keluar rumah makan sambil
mempopulerkan "Lari Racun" mu itu" Apakah kau ada
suatu tujuan tertentu?"
"Boanpwee sedang mencari jejak ibuku, maka
kulakukan kesemuanya itu agar bisa menarik perhatian
dari dia orang tua." Air muka Ciong-Lian-Khek rada
tergerak oleh perkataannya itu, ia segera bertanya:
Sekarang ibumu berada dimana?"
Tiba-tiba ia mendongak memandang angkasa dan
menghela napas panjang, sambungnya, "Kekuatan kaum
iblis dan sesat makin berkembang jadi besar, kekuasaan
serta pengaruhnya jauh lebih hebat dari keadaan dulu....
sebaliknya kaum lurus dan kaum pendekar makin hari
makin musnah dari pendengaran, sekalipun ada Hoa
hujien yang turun tangan melakukan pimpinan, belum
tentu masalah besar ini bisa diselesaikan!"
Bibir Hoa Thian-hong bergerak hendak mengatakan
sesuatu. tapi dengan cepat niatnya itu dibatalkan
kembali. Rupanya ia hendak berkata bahwa tenaga lweekang
yang dimiliki ibunya telah musnah dan, luka lama yang
dideritanya hingga kini belum sembuh, tapi secara tibatiba
hatinya tergerak, pikirnya, "Sekarang kaum iblis
makin cemerlang dan berkuasa sementara kaum
pendekar makin terjepit dan putus asa, satu-satunya
harapan mereka masih tertumpuk pada pundak ibuku,
lebih baik untuk sementara waktu kukelabui dahulu
mereka semua daripada hati mereka semakin kecewa
dan putus asa, sekali semangatnya telah punah maka
sepanjang masa sulit untuk membangun kembali."
Karena berpikir demikian, maka ia lantas tertawa
paksa dan menyahut, "Ibu memerintahkan aku agar
menunggu di kota Cho-Chiu, apakah cianpwee kenal
dengan ayah ibuku?"
"Di kolong langit siapa yang tak kenal dengan Hoa
Tayhiap serta Hoa Hujien ..?"
Sembari bercakap-cakap kedua orang itu meneruskan
perjalanannya, beberapa waktu kemudian merela telah
masuk ke dalam kota.
Ciong-Lian Khek menyapu sekejap ke arah sekeliling
tempat itu, lalu dengan nada serius ujarnya, "Setelah
Cia-Kim kehilangan sebuah lengannya, kemungkinan
besar rasa gusar dan dendamnya dilampiaskan ke atas
tubuhmu. apa lagi setelah mereka mengetahui akan' asal
usulmu .keadaan semakin gawat! kau musti tahu
semakin besar sebuah pohon semakin sering dihembus
angin, persoalan ini bukanlah permainan kanak2, aku
harap kau suka berhati-hati dan waspada selalu,
terutama terhadap serangan mereka atas dirimu secara
mendadak."
"Terima kasih atas petunjuk serta nasehat dari
cianpwee, boanpwee selamanya tak berani bertindak
secara gegabah," jawab Hoa-Thian-hong sambil
anggukkan kepalanya.
"Nah, hati-hatilah!" sekali lagi Ciong-Lian-Khek
memesan wanti2, kemudian ia putar badan dan berlalu
dari situ. Memandang bayangan punggungnya yang menjauh,
Hoa Thian-hong merasa hatinya jadi iba dan sedih
terutama setelah mengetahui pengalaman pahit yang
telah dialami orang itu, setelah berdiri tertegun beberapa
saat lamanya, akhirnya iapun berlalu dari situ.
Ketika kembali ke rumah penginapan fajar
menyingsing, teringat akan janjinya yang disampaikan si
utusan pencabut nyawa Ma Ching-san diam-diam ia
merasa geli. Dengan melewati tembok pekarangan ia loncat masuk
ke dalam rumah penginapan, kemudian membuka
jendela dan menerobos ke dalam kamarnya, mendadak
hidungnya mendengus bau harum yang sangat aneh,
hatinya jadi bergerak dan dengan cepat ia urungkan
niatnya untuk masuk.
Tiba-tiba terdengar serentetan suara teguran yang
lembut dan halus berkumandang datang dari arah
pembaringannya, "Siauw-ya, kau tentu merasa sangat
lelah bukan?"
000O000 MENDENGaR teguran itu sepasang alis Hoa Thianhong
segera berkerut tegurnya dengan suara berat:
,Jago lihay dari mana yang berada disitu?"
"Cici yang ada disini" jawab orang itu sambil
perlihatkan separuh tubuhnya dari balik pembaringan.
"Masuklah dengan hati lega, jangan biarkan bajumu
basah oleh embun pagi!"
Hoa Thian-hong dengan sepasang matanya yang jeli
sempat melihat jelas raut wajah orang itu, dia adalah
seorang perempuan cantik bersanggul tinggi berhidung
mancung berbibir kecil dan rasanya pernah dikenal
olehnya, setelah diingat-ingat kembali ia Segera
Perjodohan Busur Kumala 17 Pendekar Gila 20 Tragedi Berdarah Diponorogo Cinta Bernoda Darah 1
^