Pencarian

Pendekar Pedang Sakti 15

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Bagian 15


Swat San (gunung Es) khasiatnya adalah bila kulit sudah
melodoh, bisa dihidupkan kembali. Dalam peles ini hanya
ketinggalan sepuluh tetes saja, maka kau boleh simpan dan
pakai seperlunya saja."
Leng Hong lalu menyambuti obat tersebut sambil
menghaturkan terima kasihnya, dan setelah meminta diri
sekali lagi, barulah dia bentangkan kepandaian Keng-sin-
kangnya, dan dengan tidak menolehkan kepalanya lagi lalu
dia berlari keluar dari lembah gunung tersebut.
Setelah berlari sepesat demikian, tidak lama kemudian
didalam hatinya dia telah memperhitungkan sesuatu sambil
berkata : "Aku dengan Ah Lan sudah saling berjanji setelah
berselang satu tahun akan saling berjumpa satu sama lain
pula, sekarang masih tinggal setengah tahun lagi, mengapa
tidak pergi ke Kong Tong saja, untuk mencari bangsat tua
Li Gok, sekalian untuk menjajal kepandaian silat yang
sangat tinggi yang baru saja diajarkan oleh In Yaya ?"
Setelah mengambil ketetapan yang pasti, barulah dia
masuk kedalam sebuah kota besar, dimana dia menanyakan
jalan yang menuju ke Kong Tong San.
Pada hari itu ketika melewat dipropinsi Siamsay utara,
haripun sudah gelap, dia melihat perjalanan dimuka
semakin lama semakin berbelit-belit dan tidak tampak
rumah penduduk, hingga selagi hatinya merasa bingung,
sekonyong-konyong tampak seekor burung dara yang
terbang melintas diatas kepalanya. Melihat burung dara
yang berwarna putih dan sangat indah itu, sifat kekanak-
kanakannyapun lalu timbullah, hingga buru-buru dia
mengejarnya sambil memukulkan telapak tangannya kearah
burung tersebut, sehingga burung dara yang lagi terbang itu,
ketika menerima pukulannya si pemuda, sudah tentu saja
lantas jatuh kebumi. Dan tatkala Leng Hong memeriksanya, ternyata pada kaki burung itu diikatkan
benang merah dan terdapat sepucuk surat, hingga diam-
diam ia merasa sangat heran dan lalu membukanya
bungkusan surat tersebut, yang setelah dibaca tulisannya,
wajah Leng Hong segera berubah seketika.
Didalam hatinya dia menggerutu : "Hmmm, lagi-lagi dua
manusia yang harus mampus ! Entah bangsat-bangsat ini
hendak berbuat kejahatan apa lagi " Aku Gouw Leng Hong
setelah memergokinya, maka akupun harus turun tangan
untuk mengurusnya !"
Ternyata dalam surat tersebut terlukis dua buah gambar
tengkorak, dan itulah tanda dari Hay-thian-siang-sat
adanya. Dalam hati Leng Hong berkata : "Kepandaian Hay-
thian-siang-sat ini sebenarnya tidak lemah, tapi entahlah
mereka telah bentrok dengan siapa, sehingga mereka
mengirimkan surat undangan guna memanggil kawan-
kawan mereka untuk menghadapi lawan itu".
Sekonyong-konyong dia berpikir : "Hay-thian-siang-sat
adalah musuh turunan dari Lie Siauw Hiong, apakah
barangkali mereka telah menetapkan untuk saling
bertempur dengan saudaraku ini ?" Dia pikir kepandaian
Lie Siauw Hiong memang tinggi sekali, dan dia merasa hal
ini memang masuk diakal, dan diapun berpendapat pula,
bahwa pemuda itu pasti akan berhasil menghadapi lawan-
lawannya dengan cukup tabah, oleh karena itu, diapun
tidak terasa begitu kuatir lagi.
Tapi pikirannya itu terus saja berkelana : "Sekalipun
kepandaian Hiong Tee cukup tinggi, tapi bila dia seorang
diri saja menghadapi kurungan sembilan jago-jago dari
Kwan Tiong ini, keadaannya sangatlah berbahaya sekali,
aku harus segera memberi bantuanku secepat mungkin,
untuk membunuh para penjahat tersebut. Barusan burung
dara itu terbang dari jurusan selatan, mungkin sekali
mereka sedang bertempur digunung selatan".
Segera juga dia bentangkan tipu 'Pat-pouw-kan-ciam'
(dengan delapan tindak mengejar katak puru) menuju
kegunung selatan. Pada saat itu hari sudah gelap sekali,
dimuka perjalanannya terdapat rumpun duri-duri yang
menghalanginya dan tak ada jalan lain untuk dilaluinya.
Leng Hong yang membentangkan ilmu Keng-sin-kang-nya
dengan sehebat-hebatnya, dengan beberapa kali lompatan
saja, dia sudah sampai dikaki gunung selatan. Dan
bersamaan dengan itu, kupingnya yang tajam segera
mendengar suara senjata tajam yang saling beradu, hingga
dalam kegugupannya dia tidak menghiraukan lagi jurusan
yang diambilnya, hanya lekas-lekas dia naik keatas gunung
untuk menyaksikan siapa yang sedang bertempur disana.
Waktu Leng Hong sampai ditengah-tengah gunung, dia
mendengar suara beradunya senjata-senjata tajam itu
perlahan-lahan jadi semakin tidak jelas kedengarannya,
sehingga akhirnya berhenti sama sekali. Oleh karena itu,
maka hati si pemuda menjadi gugup sekali, karena dia
cukup maklum, bahwa pertempuran tersebut sudah sampai
pada babak yang menentukan, siapa yang lebih unggul dan
siapa yang lebih asor, dan karena dilihatnya ada beberapa
bayangan orang yang berkelebat-kelebat dari lamping
gunung, maka langkahnyapun lalu dipercepat untuk sampai
dipuncak gunung selekas mungkin.
Setibanya dipuncak gunung, ternyata keadaan disitu
sangat kacau balau, karena ditanah menggeletak tiga mayat
manusia, sedangkan salah seorang matinya secara aneh
sekali, yaitu tenggorokannya terpancang pedang panjang
yang menembusi lehernya. Pada waktu Leng Hong
memandang lebih cermat, segeralah dikenalinya, bahwa si
mati itu adalah salah seorang dari sembilan jago-jago Kwan
Tiong yang bernama Sin-kiam-kim-twie Lim Siauw Coan,
sedangkan dua orang yang lainnya, diapun mengenalinya
juga, yakni Cian-siu-kiam-khek Liok Hong dan Tek-seng-siu
Su Kong Cong. Malam. Sunyi, sunyi sekali. Burung-burung gagak yang
bertengger dicabang pohon tidak lagi mengeluarkan
suaranya, barangkali mereka sudah bermimpi dalam
pangkuan sang malam ! Leng Hong lalu jatuhkan dirinya untuk duduk dibawah
salah sebatang pohon. Sambil berpikir, diapun dapat
membayangkan tentang kejadian barusan, ketika dengan
sekonyong-konyong sebuah pikiran melintas dikepalanya,
lalu dia berpikir : "Seorang yang dapat membunuh ketiga
orang ini, dikalangan Kang-ouw tiada banyak yang dapat
melakukannya, kecuali jika perbuatan ini pastilah dilakukan
oleh Lie Siauw Hiong. Tapi begitu pedangnya terlepas dari
orangnya, itulah berarti bahwa orang yang memiliki pedang
itu sudah bersedia mati bersama-sama dalam pertempuran
sengit tersebut, dan jangan-jangan Hiong Tee ..... ah,
sungguh tak berani aku melanjutkan pemikiranku ini .....
pikiran yang belum lagi ada kepastiannya tentang
kebenarannya". Semakin berpikir, dia merasa semakin tidak enak
didalam hatinya. Buru-buru dia berlompat bangun dan lari
menuruni gunung itu kembali. Setibanya dikaki gunung,
lalu dia memeriksa keadaan disekelilingnya dengan penuh
perhatian. Pada saat itu haripun sudah jauh malam,
keadaan disekitarnya sangatlah gelapnya, sinar bulan
bersembunyi dibalik awan yang tebal, dan dengan
menyusuri kaki gunung tersebut dia mendapatkan banyak
sekali pohon-pohon berduri. Leng Hong yang mondar
mandir disitu, tidak berhasil menemui sesuatu yang agak
mencurigai. Lama-lama diantara pohon berduri terdapat
satu bagian yang kacau balau, seakan-akan kena ditindih
oleh barang berat, hingga seketika itu juga hatinya jadi
tergerak : "Aku cukup mengetahui sifat Hiong Tee yang
keras kepala, asal saja dia masih mempunyai napas, dia
pasti tidak sudi terjatuh kedalam tangan musuh.
Tampaknya karena jumlah lawannya terlampau banyak,
maka dia telah dilukakan oleh musuhnya dan jatuh
kebawah gunung ini, sedang bayangan manusia yang
berkelebat-kelebat dan kulihat tadi, pastilah lawan-
lawannya yang mengejarnya, tapi pada sebelum mereka
berhasil menemukannya, aku sudah keburu datang,
sehingga mereka meninggalkan mangsanya begitu saja".
Oleh sebab itu ia menarik kesimpulan demikian, maka
dia berani pastikan, bahwa pada saat itu Lie Siauw Hiong
tentu berada ditempat yang berdekatan dengan kaki gunung
ini. Begitulah ia segera melanjutkan penyelidikannya
dengan cara yang lebih cermat.
Dari situ Leng Hong terus maju dengan mengikuti
pohon-pohon berduri yang sudah tertindih dan doyong
kebawah, dan tatkala berjalan sebentar, dia dapatkan
dimuka perjalanannya gerombolan pohon-pohon berduri
yang lebat sekali, hingga bagaimanapun dia tidak berhasil
menemukan tapak-tapak jejak manusia disitu. Dalam
keadaan yang membingungkan itu, sekonyong-konyong dia
mendengar suara rintihan yang perlahan sekali dari jurusan
kanan dimukanya. Leng Hong tidak ragu-ragu lagi dan lalu menerobos
gerombolan pohon-pohon berduri tersebut, untuk mencari
dari mana datangnya suara rintihan itu. Tidak berapa jauh
dimuka perjalanannya, terdapat sebatang sungai kecil
airnya mengalir bersuara gemercik. Dengan menggunakan
pedangnya yang panjaang, dia membabat pohon-pohon
berduri yang menghalangi dihadapannya, dan diantara
rumput-rumput yang bertumbuh begitu suburnya, ternyata
benar berbaring sesosok tubuh manusia.
Leng Hong buru-buru maju kemuka untuk melihat
dengan jelas, kemudian baru ternyata, bahwa itulah
memang saudaranya sendiri Lie Siauw Hiong, yang pada
saat itu semangatnya tampak jelas sudah tidak sempurna
lagi, sekujur badannya terdapat bekas luka-luka, hingga
buru-buru dia jatuhkan dirinya untuk memeriksa keadaan
luka saudaranya itu, tapi dia mendapat kenyataan bahwa
napasnya masih tetap berhembus seperti biasa.
Leng Hong yang menyasikan keadaan luka-luka
saudaranya ini, tidak terasa lagi hatinya merasa sangat pilu
bagaikan disayat-sayat oleh pisau yang sangat tajam, karena
keadaannya Siauw Hiong lebih banyak merupakn sudah
mati daripada masih hidup. Setelah dia memusatkan
perhatiannya, sekonyong-konyong saja dia teringat akan
obat tetes yang diberikan oleh In Yayanya dalam peles kecil
itu. Buru-buru dia menarik keluar peles itu dari dadanya,
sedang dalam hati dia berpikir : "Sekalipun seluruh badan
Hiong Tee terluka, tapi keadaannya tidak terlampau
berbahaya dan hanya napasnya saja yang agak lemah.
Mungkin sekali dia terluka didalam tubuhnya, berhubung
terlampau banyak darah yang keluar dari luka-lukanya".
Tanpa banyak berpikir-pikir lagi, lalu dia buka sumbat
pelesnya, membuka dengan paksa mulutnya Lie Siauw
Hiong yang terkancing dengan rapatnya itu, kemudian dia
teteskan tiga tetes obatnya ini.
Setelah mengobati Siauw Hiong, Leng Hong lalu
membalut luka-luka saudaranya itu, pada sebelum si
pemuda itu siuman, agar supaya dia jangan terlampau
menderita nantinya. Sinar rembulan yang menerobos dari antara awan-awan
yang gelap, justeru terjatuh dimukanya Lie Siauw Hiong
yang begitu pucat kebiru-biruan, sehingga tampak
menakutkan sekali, berhubung romannya lebih mirip
dengan mayat daripada manusia yang masih bernapas.
Waktu Leng Hong mengenangkan wajah Lie Siauw Hiong
tempo hari yang begitu tampan dan gagah, adalah kini jauh
sekali bedanya, hal mana telah membuat hati Leng Hong
sangat pilu, sedang didalam hati dia berpikir : "Aku
bersama Hiong Tee berpisah tidak sampai dua bulan, tapi
perubahannya ternyata begitu cepat sekali. Apakah nasibku
sendiri kecuali mati, tidak ada jalan lainnya lagi untuk
terlolos dari kedukaan besar ini ?"
Sang waktu lewat dengan pesatnya, hingga tanpa terasa
hari sudah menjelang pagi, Leng Hong yang tidak tidur
semalaman, lalu mengucak-ngucak matanya. Dalam satu
malam ini entah sudah berapa kali dia memeriksa
pernapasan saudaranya ini, tapi Lie Siauw Hiong sendiri
masih tetap tidak menyadarkan diri. Dia sebenarnya tidak
mau mempercayai pancaindranya sendiri, tetapi berada
dalam semak-semak belukar yang demikian sepi dan
lengangnya ini, dihadapannya terbaring seorang yang lebih
mirip sebagai satu mayat saja daripada orang yang hidup,
sekonyong-konyong dengan tidak mempercayai pada
kekuatannya sendiri Leng Hong lalu berdoa sambil berkata :
"Oh, Tuhan, kembalikanlah seluruh kegagahan serta
ketampanan dari saudaraku ini".
Kemudian dengan secara tiba-tiba saja tampak Lie Siauw
Hiong mengeluarkan suara, sedangkan badannyapun mulai
tampak bergerak-gerak dua kali.
Leng Hong jadi sangat girang dan lalu membungkukkan
badannya sambil berkata : "Hiong Tee, apakah kau merasa
baikan ?" Mulut Lie Siauw Hiong seakan-akan hendak berbicara,
karena tampak bergerak-gerak, tapi tidak jadi dia berkata-
kata. Dengan suara yang lemah lembut Leng Hong berkata
pula : "Hiong Tee, kau baik-baik beristirahat, lukamu ini
pasti akan sembuh kembali".
Lie Siauw Hiong manggutkan kepalanya, tapi tidak lama
dia jatuh pingsan pula. Begitulah selama Lie Siauw Hiong sadar kemudian jatuh
pingsan pula, Leng Hong menjaga disampingnya tanpa
berani meninggalkanya jauh-jauh.
Waktu hari mulai malam lagi, secara sekonyong-
konyong badannya Lie Siauw Hiong menjadi panas sekali,
ingatannya kabur dan mulutnya nyapnyap tidak keruan,
dan Leng Hong yang melihat napasnya sudah mulai


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertenaga lagi, hatinyapun menjadi lega, hingga dalam
hatinya dia berkata : "In Yaya mengatakan bahwa obat ini
adalah obat dewa yang manjur sekali, aku yang telah
memakaikan obat ini pada lukanya Hiong Tee, pasti sekali
akan memperoleh hasilnya dengan sempurna".
Kemudian dia mengambil air dari sungai kecil itu dengan
menggunakan cangkir yang selalu dibawa dibadannya.
Kedalam cangkir itu dia lalu meneteskan dua tetes obat
dewa tersebut, setelah itu dia mengobati dan membalut
kembali luka-luka ditubuh saudaranya itu.
Dalam keadaan begitu, Lie Siauw Hiong hanya dapat
merasakan badanya menjadi nyaman sekali, hingga buru-
buru dia membuka matanya memandang dengan lurus pada
Gouw Leng Hong. Si pemuda she Gouw yang melihat Siauw Hiong sudah
membuka matanya, hatinya menjadi girang sekali, tapi
waktu dia melihat Lie Siauw Hiong memandangnya dengan
rupa kesima dan seolah-olah tidak mengenali lagi dirinya,
buru-buru dia berkata : "Hiong Tee, aku ini adalah
Twakomu. Kau jangan banyak berpikir yang tidak-tidak,
silahkan kau beristirahat dengan baik-baik, ya !"
Mulutnya Lie Siauw Hiong tampak berkomat-kamit, tapi
entahlah apa yang dikatakannya. Leng Hong yang menduga
bahwa saudaranya ada sesuatu yang hendak dikatakanya,
buru-buru dia pusatkan perhatiannya untuk mendengarkan
kata-kata saudaranya yang hampir-hampir tak terdengar itu
saking perlahannya. "Bwee ..... Leng ..... Hauw Due Siok ..... Phui Siauw
Khun, ..... telah mati ..... mati".
Dengan terkejut sekali Leng Hong lalu bertanya : "Siapa
yang mati ?" "Laut ..... laut ..... begitulah matinya dengan jalan
menerjunkan diri !" sahut Siauw Hiong bagaikan orang
yang mengigau. Leng Hong lalu menghiburnya : "Hiong Tee, janganlah
kau memikirkan sesuatu yang bukan-bukan".
"Begitulah ..... begitulah mereka telah menerjunkan diri,
aku ..... aku dengan mata kepala sendiri ..... melihat
mereka ditelan oleh ombak dan mati tenggelam ....."
Leng Hong dengan tidak sabaran sekali lalu bertanya :
"Siapakah yang telah menerjunkan diri kelaut !"
"Phui ..... Phui Siauw Khun ..... aku ..... aku sebenarnya
sangat suka kepadannya, suka sekali !"
Leng Hong yang melihat muka saudaranya yang begitu
menyedihkan, didalam hatinya sudah lantas mengetahui
sebagian besar. Lalu dia melanjutkan perkataannya : "Phui
Siauw Khun adalah seorang nona. Apakah dia telah
membunuh diri dengan jalan menerjunkan dirinya kedalam
laut ?" Lie Siauw Hiong setelah berpikir setengah harian,
barulah dia manggutkan kepalanya.
Kemudian dengan suara yang lemah lembut Leng Hong
lalu menghiburinya : "Nona Phui itu tentu sekali sudah
kena ditolong orang".
Tapi Lie Siauw Hiong buru-buru menggelengkan
kepalanya, sedangkan air matanya jatuh berderai-derai
melalui pipinya. Dalam hati Leng Hong berpikir : "Aku yang melihat
penghidupan Hiong Tee sehari-harinya adalah riang
gembira, belum pernah aku menyaksikan dia bermuram
durja. Tidak disangka hanya disebabkan oleh 'cinta', ia telah
menyebabkan banyak menderita. Ai, kejadian dalam dunia
ini ternyata lebih banyak kesengsaraannya daripada
kesenangannya !" Waktu dia lihat Lie Siauw Hiong kembali tidur dengan
sangat nyenyaknya, hatinya menjadi gembira sekali, terus
dia melanjutkan penukaran kain-kain pembalut lukanya,
yang sesudah dibersihkan lukanya, lalu dibalut pula dengan
kain yang bersih. Obat yang diberikan oleh Leng Hong ini
maksudnya untuk menyembuhkan luka-lukanya selekas
mungkin, tidak disangka hanya dengan berapa tetes saja,
dia telah berhasil menyembuhkan saudaranya yang tadinya
sudah mirip dengan mayat saja. Hal mana, terbukti karena
sangat mujarabnya obat itu, yang mampu membuat daging
yang sudah busuk sekalipun dapat segera disegarkan
kembali. Keesokan harinya Lie Siauw Hiong telah siuman dan
panasnyapun sudah hilang sama sekali, pada saat itu
makanan kering yang dibawa Leng Hong sudah habis
dimakan, dan diwaktu dia melihat keadaan lukanya Lie
Siauw Hiong tidak mungkin mengalami perubahan lagi,
lalu dia memondong pemuda kita untuk pergi kekota
didekat situ. Gouw Leng Hong setelah mencari rumah penginapan,
lalu dia menjaga diri si pemuda denan sebaik-baiknyga.
Pada saat itu karena berapa malam beruntun dia kurang
tidur, maka sekarang mereka dapat tidur dengan sangat
lelapnya. Entah sudah lewat berapa lama antaranya, Gouw Leng
Hong sekonyong-konyong mendusin dengan terkejut,
karena dia rasakan kupingnya masuk hawa panas, dan
waktu dia lompat bangun, dia lihat Lie Siauw Hiong tengah
meniupkan hawa dari mulutnya kedalam telinganya, maka
tidak terasa lagi dia menjadi sangat girang dan berkata :
"Hiong Tee, apakah kau sekarang sudah baik " Hiong Tee,
kau ini sunguh nakal sekali. Baru saja baikan, kau sudah
membuat aku kelabakan. Hari masih pagi, pergi tidur lagi
dah !" Sambil tertawa berseri-seri Lie Siauw Hiong lalu berkata
: "Masih pagi " Coba kau lihat sendiri ....."
Leng Hong segera melongok melalui jendela, ternyata
hari sudah siang, maka tidak terasa lagi dia jadi memaki
dirinya sendiri, yang sudah tidur begitu nyenyak bagaikan
bangkai saja. Lie Siauw Hiong mengetahui, bahwa jiwanya telah
ditolong oleh Gouw Twakonya, dan diapun mengetahui
apa sebabnya saudaranya ini tidur begitu lelap, karena dia
sudah menjaga dirinya selama beberapa malam tanpa tidur
cukup. Leng Hong yang melihat pandangan matanya Lie Siauw
Hiong sudah wajar kembali, dan semangatnyapun sudah
pulih kembali sebagaimana sediakala, kecuali mukanya
yang masih agak pucat disebabkan dia sudah kehilangan
banyak darah, ternyata dia sudah sembuh seluruhnya,
hingga hatinya menjadi girang sekali dan lalu berkata :
"Hiong Tee, kau ....."
Disaat itu dia melihat Lie Siauw Hiong sedang
menundukkan kepalanya, seakan-akan sedang memikirkan
sesuatu, hingga tidak terasa lagi dia menjadi heran dan lalu
bertanya : "Kau tengah memikirkan sesuatu bukan ?"
Lie Siauw Hiong lalu mengangkat mukanya yang pucat,
kemudian dengan suara yang rendah dia berkata : "Twako,
kau ..... kau memperlakukanku sungguh baik sekali, aku
Lie Siauw Hiong tengah memikirkan nasibku yang sangat
aneh, yaitu ada orang yang memperlakukan aku dengan
baik luar biasa sekali, tapi sebaliknya ada juga orang yang
memperlakukan diriku dengan kejam sekali. Oh ..... kau
lihatlah, bukankah aku ini sudah menjadi bodoh " Hari itu
sewaktu kau bersama-sama manusia yang harus mampus si
Kim Ie itu jatuh kedalam jurang, aku kira kau sudah habis,
aku sungguh sangat memikirkan kau ....."
Sebenarnya dia hendak mengatakan : "Aku sungguh
menangisi kau setengah harian", tapi buru-buru dia tahan
perkataan yang hendak dikeluarkannya itu.
Leng Hong tidak pernah menaruh perhatian sampai
disitu, maka diapun segera menuturkan kejadian aneh yang
pernah dijumpainya, dan tatkala bercerita sampai dibagian
yang aneh, saking girangnya, Siauw Hiong pun tak terasa
lagi jadi tertawa mengakak.
Setelah Leng Hong selesai bercerita, Lie Siauw Hiong
lalu tertawa sambil berkata : "Tentunya parasnya In Yaya
yang kau ceritakan itu sangat welas asih, bukan "
Dibelakang hari akupun pasti akan menjumpainya".
Leng Hongpun segera menyelak sambil berkata :
"Kaupun boleh segera menuturkan mengapa sampai kejalan
kau bertempur dengan sembilan jago dari Kwan Tiong itu.
Andaikata kau tidak memperoleh obatnya In Yaya, saat ini
dikuatirkan ....." Sambil tertawa dingin Lie Siauw Hiong lalu berkata :
"Sembilan jago dari Kwan Tiong itu yang memperoleh
julukan tersebut, sesungguhnya tidak memalukan, karena
mereka beraninya hanya bertempur dengan mengandalkan
jumlah yang banyak saja. Lain waktu bila aku menjumpai
mereka kembali, hmm ....."
Kemudian diapun menceritakan halnya dia bertempur
dengan Kouw-loo-it-koay, sehingga ia telah kehilangan
pedang Bwee-hiang-kiamnya dan bertemu dengan sembilan
jago dari Kwan Tiong, yang satu persatu lalu dituturkannya
dengan secara jelas sekali.
Sambil tertawa Leng Hong berkata : "Hiong Tee, aku
mengucapkan selamat kepadamu, karena kau sudah
memperoleh julukan 'Bwee-hiang-sin-kiam' yang tampaknya begitu mentereng sekali !"
Sambil menghela napas Lie Siauw Hiong lalu berkata :
"Tapi sayang sekali pedang Bwee-hiang-kiam telah dicuri
orang, tunggulah setelah kesehatanku pulih kembali, aku
akan segera merebut digunung Kong Tong, Twako, kaupun
boleh ikut sekalian, untuk menebus hutang lamamu".
Pada keesokan harinya, kesehatannya Lie Siauw Hiong
telah sembuh seluruhnya, dia tengah bersemedi diatas
ranjangnya, tatkala Leng Hong menolak daun pintu dan
berjalan masuk. Leng Hong melihat mukanya Lie Siauw Hiong sudah
sehat dan berwarna merah pula, suatu tanda bahwa
darahnya sudah kembali lagi, maka dengan perasaan heran
serta terkejut diapun berkata : "Obatnya In Yaya itu
sungguh luar biasa sekali mustajabnya. Hiong Tee yang
menderita luka demikian parahnya, lagi pula telah
kehilangan banyak sekali darah, hanya dalam waktu dua
hari saja, seluruh kesehatanmu sudah pulih kembali seperti
sediakala, maka aku sekarang nasihatkan kau untuk
beristirahat satu hari lagi saja supaya tidak terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan kelak".
Begitulah mereka berdiam selama lima hari dalam kota
kecil tersebut, kemudian karena Lie Siauw Hiong memaksa
untuk pergi saja, maka apa boleh buat Leng Hongpun
mengiringi juga permintaannya.
Tapi sekonyong-konyong Lie Siauw Hiong berkata :
"Twako, sementara ini janganlah kita pergi dahulu ke Kong
Tong ....." Dengan perasaan heran Leng Hong bertanya : "Kenapa
?" Lie Siauw Hiong menyahut : "Bukankah kita pernah
berjanji untuk menemui nona she Souw itu sekali lagi " Aku
pikir bangsat she Li itu sudah terang adalah orang partai
Kong Tong, maka sembarang waktu jika kita ingin
mencarinya, masakah kita takuti dia, dan sebaliknya diapun
masakah tidak berani menonjolkan kepalanya untuk
menyambut kedatangan kita " Oleh karena itu, bukankah
lebih baik bila kita terlebih dahulu bertandang ke Shoa Tang
untuk menjumpai nona Sauw disana ?"
Leng Hong yang begitu mendengar nama nona Souw
disebut Siauw Hiong, dengan segera otaknya terputar dan
dihadapannya seakan-akan lantas muncul wajah yang
cantik dari seorang dara, dan nona she Souw itu seolah-olah
tengah menatapkan matanya. Nona Sauw mirip seperti
matanya Ah Lan saja, tapi Ah Lan sudah kehilangan
pandangannya ..... aku pernah melihat dengan mata
kepalaku sendiri lirikan yang dilancarkan tempo hari oleh
nona Souw terhadapku, hal mana, teranglah sudah, bahwa
dia menunjukkan perasaan cintanya terhadapku, maka
selama beberapa hari belakangan ini, terlebih-lebih dalam
saat-saat menghadapi maut, aku lebih banyak terkenang
pada Ah Lan saja, sedangkan lain hal seakan-akan sudah
aku kesampingkan sama sekali. Apakah barangkali ..... aku
tidak menyukai nona Souw itu " Ah, matanya yang begitu
indah dan sayu waktu memandangku, sunguh membuat
aku tidak mudah melupakannya ..... Ah Leng Hong, kau
sekali-kali tidak mempermainkan orang ....."
Tapi diapun berpikir : "Dan sekarang, apakah aku harus
menemuinya atau tidak " Bila aku bertandang untuk
menjumpainya, apakah hal itu baik atau buruk " Hanya,
aku pernah menjanjikan kepadanya, bahwa aku akan
menjumpainya satu kali lagi. Sesungguhnya, aku tidak
boleh salah janji terhadap orang, terlebih-lebih terhadap
seorang dara seperti nona Souw itu". Oleh karena itu,
merekapun segera berangkatlah menuju ke Shoa Tang.
Para pedagang banyak sekali terdapat dalam kota kuno
itu, sedangkan took-toko terdapat berederet-deret disana-
sini. Pada pagi hari itu, ketika matahari menyinari jalanan
tersebut, terutama waktu sinar itu terjatuh diatas merek
took-toko tersebut, menambah semaraknya suasana disana.
Sayang sekali jalanan disitu kurang baik, dan karena
dasarnya terdiri dari tanah merah, maka pada waktu musim
kering itu bila ada kereta yang melalui jalan tersebut, lantas
saja menerbitkan abu yang bergulung-gulung dan lama
sekali baru buyar. Gouw Leng Hong dan Lie Siauw Hiong dengan tergesa-
gesa mengejar perjalanan mereka untuk masuk kedalam
kota, karena bila mereka berjalan ayal-ayalan, pasti mereka
akan setengah pingsan karena menyedot terlampau banyak
abu, maka begitu sampai didalam kota, lalu mereka
mencari rumah makan, setelah masuk kerumah makan
tersebut, barulah mereka membersihkan debu pada baju
mereka, kemudian mereka duduk dan lalu memesan
makanan untuk sarapan pagi.
Setelah pelayan membawa sayur dan nasi, dia lalu


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandang pada kedua orang tamunya ini, dan tatkala
melihat Lie Siauw Hiong melototkan padanya, dia jadi
terkejut dan buru-buru pura-pura tenang sambil tertawa
dengan terpaksa dan berkata : "Apakah kalian berdua
datang kesini untuk memenuhi undangannya pemimpin Bu
Tong, Cek Yang Tojin ?"
Lie dan Gouw jadi tercengang sekali, hingga Lie Siauw
Hiong segera bertanya : "Kau bagaimana dapat berkenalan
dengan Cek Yang Tojin " Dan dia mengundang orang
untuk apakah ?" Pelayan tersebut lalu menjawab : "Ternyata kalian
berdua masih belum mengetahui, urusan ini sangatlah
menggemparkan sekali ......"
Lie Siauw Hiong dengan tidak dapat menahan sabarnya
lagi lalu bertanya : "Urusan apakah yang menggemparkan
itu ?" Pelayan tersebut lalu menjawab : "Pada beberapa hari
ini, beribu-ribu pendekar pada memburu datang kesini, saya
dapat mengetahuinya oleh karena orang banyak pada
mempercakapkannya disini, bahwa Cek Yang Tojin
menyebar surat selebaran untuk mengundang orang-orang
gagah dan pendekar-pendekar datang kegunung Kwie San,
katanya ingin menyambut kedatangan dua orang asing.
Aku jadi heran dan bertanya dalam hati, masakah hanya
kedatangan dua orang asing saja mereka telah menggerakkan begitu banyak orang ?"
Pelayan tersebut sebenarnya sedang membanggakan
dirinya sendiri yang dapat bercerita pada para tamunya,
pada hal apa yang sesungguhnya diketahuinya adalah tidak
benar seluruhnya. Pada saat itu ketika dia ditanyakan oleh
Lie Siauw Hiong, buru-buru dia garuk-garuk kepalanya
yang tidak gatal, dia tidak dapat menjawab akan pertanyaan
yang diajukan tamunya ini. Bersamaan dengan itu,
sekonyong-konyong dari sebelah luar tampak berjalan
masuk seorang pendekar, buru-buru dia berteriak : "Aku
mendengar kabar tersebut dari orang itu, bila kalian ingin
mengetahui duduk perkara yang sejelas-jelasnya, silahkan
tanyakan saja orang itu". Sedangkan dia sendiri dengan
cepat lalu berjalan pergi.
Dan orang itu ketika mendengar perkataan si pelayan,
diapun menjadi tercengang sekali, dan tatkala melihat
kedua pemuda kita bersemangat gagah sekali, maka buru-
buru dia rangkapkan tangannya sambil berkata : "Tuan-tuan
mempunyai urusan apakah yang hendak ditanyakan
kepadaku ?" Gouw Leng Hong pun buru-buru bangun berdiri, dan
dengan setiara menyimpang dia menyahut : "Kami tengah
memperbincangkan tentang kedua orang asing yang tidak
tahu diri itu ....."
Sementara orang itu yang menyangka bahwa kedua
pemuda ini tentunya mendapat juga undangan Cek Yang
Tojin, maka diapun berkata : "Benar, kali ini bila kita jatuh
ditangan mereka, maka pendekar-pendekar yang berada di
Tiong Goan jangan harap dapat mengangkat namanya lagi
kelak ....." Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong pura-pura sudah
mengetahuinya, sehingga mereka tidak menunjukkan
perasaan herannya, dan orang itu lalu melanjutkan
perkataannya : "Coba kau pikir, mereka menantang orang-
orang gagah diseluruh Tiong Goan yang dikepalai oleh
pemimpin persekutuan orang-orang gagah 'Kim-pek-sin-
hud', berikut Kim-pek-sin-hud sekali, selain dari itu,
merekapun sesumbar ingin menempur kelimabelas orang
yang paling terkemuka dalam kalangan persilatan di Tong
Goan. Dengan begitu, dimanalah kita sekalian dapat
menahan sabar lebih lama pula " Tapi karena melihat Cek
Yang Tojin berlaku begitu tergesa-gesa serta tegang sekali
tampaknya, maka teranglah sudah, bahwa lawan yang akan
dihadapi itu pasti mempunyai kepandaian yang luar biasa
sekali". Dalam hati Lie Siauw Hiong merasa sangat geram sekali,
tapi mulutnya hanya menjawab : "Kedua orang asing ini
pastilah dilahirkan ditempat yang liar, sehingga setelah
dewasa lalu menghina orang secara keterlaluan sekali !"
Kedua orang ini yang memangnya sangat cerdik, mereka
berlaku seperti juga orang yang menerima undangannya
Cek Yang Tojin, sehingga orang itu benar saja lalu berkata :
"Benar, kedua orang asing ini datang dari Thian Tiok
(India). Merekapun pernah mengatakan : "Mereka katanya
mendengar kabar, bahwa sepuluh tahun yang lampau di
Hoo Lok terdapat Gouw Ciauw In, dan yang satunya lagi
adalah Chit-biauw-sin-kun Bwee San Bin, hanya disayangkan kedua orang ini kini sudah pada meninggal
dunia, bila tidak, merekapun pasti dapat merasakan betapa
enaknya makan kepalan mereka !"
Kedua orang yang mendengar keterangan begitu, dalam
hati mereka sangat marah sekali, maka setelah berkata-kata
tidak lama antaranya, merekapun meninggalkan rumah
makan tersebut setelah terlebih dahulu membereskan
rekening mereka. Setibanya dijalanan Lie Siauw Hiong lalu berkata :
"Kedua orang asing ini sungguh temberang dan kurang ajar
sekali, marilah kita pergi kegunung Kwie San untuk
menyuruh mereka merasakan pedangnya Hoo-lok-it-kiam
dan Chit-biauw-sin-kun !"
Gouw Leng Hongpun menyahut : "Kita yang selama
beberapa hari ini selalu berjalan dijalan kecil dan sepi,
sampaikan kabar yang demikian pentingnya kita tidak
pernah mendengarnya". Begitulah mereka mengambil jalan
kejurusan gunung Kwie San.
Diatas gunung Kwie San berdiri sebuah kuil yang besar
dan megah sekali, itulah kuilnya partai Bu Tong Pay, pada
ruangan tengah kuil tersebut terdapat kurang lebih beberapa
ratus orang yang tengah ribut memperbincangkan tentang
kedua orang asing yang menantang pemimpin mereka
tersebut, diantara orang-orang yang diundang itu ada juga
yang mengambil jalan darat, dan begitulah kedua pemuda
kita lalu mencampurkan diri diantara orang banyak untuk
sama-sama naik keatas gunung.
Tapi kenyataannya adalah kedua orang asing itu tidak
pernah mengatakan bahwa mereka menantang kelimabelas
orang yang terpandai di Tiong Goan untuk menempur
mereka, hanya mereka benar telah menantang pada lima
ahli waris yang terkemuka itu, tapi Cek Yang Tojin dengan
cerdiknya lalu menarik sembilan jago dari Kwan Tiong
kedalam kelompoknya untuk bahu-membahu melawan
kedua orang asing tersebut.
Karena Cek Yang Tojin mengetahui juga bahwa jago
diperbatasan Hong Pek Yang telah membentuk golongan
tersendiri, dan andaikata diundangpun belum pasti dia akan
datang, oleh karena itu, menurut jalan pikirannya,
andaikata dia dapat menarik kesembilan jago dari Kwan
Tiong, kekuatannyapun sudah bertambah lebih kokoh. Tapi
dimanalah dia pernah menyangka, bahwa kesembilan jago
Kwan Tiong ini sudah dihajar kucar-kacir oleh Lie Siauw
Hiong. Kesembilan jago Kwan Tiong itu kini tinggal enam
orang saja, maka julukan sembilan jago dari Kwan Tiong
itupun sudah tidak tepat lagi, hingga baru tepat bila
dipanggil enam jago dari Kwan Tiong !
Kedatangannya Lie Siauw Hiong bersama saudaranya
keatas gunung tersebut, bukanlah bermaksud untuk
memberi bantuan pada kelima ahliwaris partai-partai
terkemuka itu, tapi karena mendongkol bahwa dua orang
asing itu sudah melakukan penghinaan kepada para
pendekar pada umumnya, dan pada ahli-ahli silat Tiong
Goan pada khususnya, maka itulah mereka berdua telah
datang juga, supaya bila ada kesempatan baik, diapun
hendak menyelesaikan hutang lamanya.
Tidak lama antaranya, merekapun telah sampai
diruangan Bu-wie-thia, dimana Lie Siauw Hiong yang
bermata awas, sudah lantas melihat pada Cek Yang Tojin,
Kouw Am Siang Jin dan Cia Tiang Kheng, tapi dia belum
menampak Li Gok yang telah mencuri pedang Bwee-hiang-
kiamnya. Gouw dan Lie kedua pemuda kita yang bercampuran
diantara pendekar-pendekar, mereka menampak orang
banyak tengah sibuk mengurus kepentingan sendiri-sendiri,
sehingga tidak ada orang yang memperhatikan mereka,
kemudian barulah Lie Siauw Hiong berkata : "Twako,
barusan diwaktu kita naik keatas gunung, apakah tidak
melihat bayangan sesosok tubuh manusia yang dengan
pesatnya melesat naik keatas gunung ?"
Leng Hong menjawab : "Benar, aku yang melihat orang
itu, akupun mengetahui, bahwa orang tersebut mempunyai
ilmu Keng-sin-keng yang cukup tinggi maka barusan karena
tidak leluasa bercakap-cakap, aku belum sempat mengutarakan penglihatanku kepadamu".
Lie Siauw Hiong dengan suara yang perlahan berkata :
"Aku lihat orang tersebut adalah 'Bu-lim-cie-siu' .."
Leng Hong yang mendengar perkataan kawannya ini,
diapun segera mengingat ceritanya, ketika dia diserang oleh
mereka, yaitu orang yang sedang dipercakapkan sekarang
bersama sipendeta yang menyerang secara sekonyong-
konyong dan aneh, hingga dalam hati dia berkata : "Tidak
heran bila orang itu dapat bertanding dengan serunya
dengan Hiong Tee, karena kelihatan jelas diapun
mempunyai kepandaian yang berarti juga, dan mungkinkah
orang ini pun adalah orang undangannya Cek Yag Tojin
juga ?" Dia yang sesudah makan buah yang mujijat itu, ilmu
Keng-sin-kangnya maju sangat pesat sekali, ditengah jalan
dia telah mengadu lari dengan Lie Siauw Hiong, Lie Siauw
Hiong yang menggunakan 'Am-eng-pu-hiangnya, ternyata
tidak jauh terpautnya. Sekonyong-konyong satu pendeta muda agaknya murid
partai Bu Tong lalu menghampiri Cek Yang sambil berkata-
kata, tidak lama antaranya muka Cek Yang Tojin tampak
berubah, kemudian berdiri dan dengan suaranya yang
nyaring dia berseru : "Para hadirin diminta supaya tenang
.." Tenaga dalamnya sungguh hebat sekali, karena suara
yang dikeluarkannya itu bukan main nyaring dan dapat
menindih suara orang banyak, yang dengan segera berhenti
bercakap-cakap sehingga suasana menjadi hening sekali.
Setelah itu, diapun melanjutkan perkataannya : "Kedua
orang asing ini akan segera sampai .."
Keadaan diruangan Bu-wie-thia segera hening, Cek Yang
Tojin segera mengulapkan tanganya dan pinta besar itu
segera dipentangkan oleh dua murid pendeta dari partai Bu
Tong, kemudian berjalan masuk kedua orang asing tersebut,
yang berjalan dimuka kurang lebih tingginya mencapai satu
tombak, sedangkan yang berjalan dibelakangnya adalah
pemuda tampan, lebih muda dan mukanya putih sekali
karena tidak bermisai. Orang yang berjalan masuk duluan ini memakai pakaian
yang sembarangan saja, kepalanya gundul lenang, begitu
dia masuk, lantas orang-orang yang berada dalam ruangan
tersebut pada memasang matanya menatap kepadanya,
begitupun dia sendiri masuk kesitu dengan matanya tampak
jelalatan, seakan-akan ada barang yang hendak dicarinya,
tapi setelah dia melihat keempat penjuru, sekonyong-
konyong mukanya mengunjukkan perasaan kecewa, lantas
dia balikkan kepalanya memandang pada kawannya yang
berjalan dibelakangnya, yang berdandan sebagai anak
sekolahan sambil berkata-kata yang tidak dimengerti oleh
orang banyak. Suaranya seperti gembreng pecah dan sangat memekakkan kuping orang banyak, hingga mereka hanya
merasakan kuping mereka pedih karena suara itu
mengaung-aung tidak henti-hentinya, setelah lama barulah
suara itu lenyap. Pemuda yang berdandan sebagai anak sekolahan itu lalu
menunjuk kemuka, yang maksudnya mungkin menyuruh
kawannya untuk mencari dahulu dengan lebih teliti. Setelah
itu, benar saja ia lalu menerobos diantara orang banyak.
Dia menubruk ketimur dan melanggar kebarat, sehingga
orang yang kena diseruduknya bila tidak jatuh celentang,
kebanyakan pada berteriak-teriak karena kesakitan. Si
pemuda itu seperti juga tidak menganggap perbuatannya itu
disengajanya, maka dia terus berusaha mencari lawan yang
hendak ditantangnya. Setelah ia berjalan didekatnya Gouw Leng Hon, diam-
diam Leng Hong mengeluarkan suara jengekannya,
kemudian dengan kuat dia memasang besinya, maka waktu
orang asing itu berjalan menghampiri dan menubruknya,
dia rasakan badannya seperi juga beradu dengan kapas saja,
hingga diam-diam dia merasa tercengang sekali. Tapi ketika
baru saja dia ingin menarik tenaga tubrukannya, tiba-tiba
dia rasakan ada tenaga yang tidak kelihatan menolak


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirinya, dan dengan mengeluarkan teriakan aneh dan suara
yang memecah anak telinga, buru-buru dia bentangkan
sepasang tinjunya utuk memecahkan tenaga yang tidak
kelihatan itu, kemudian barulah dia dapat berdiri dengan
tegak lurus. Tapi matanya membelalak memandang kearah
Gouw Leng Hong. (Oo-dwkz-oO) Jilid 31 Lie Siauw Hiong yang menyaksikan dari samping,
diapun mengetahui bahwa Twakonya telah mengunakan
jurus dari partai Thay Khek, yaitu dengan kelembekan
melawan kekerasan, dalam hatinya dia tengah bergirang
untuk saudaranya, sehingga tanpa terasa lagi dia lalu
berteriak memuji saudaranya.
Leng Hong lalu menolehkan kepalanya memandang
pada Lie Siauw Hiong sambil tersenyum, yang juga segera
dibalas oleh senyuman sipemuda she Lie.
Orang asing yang berpakaian sebagai anak sekolahan
tadi sambil tertawa lalu berkata : "Tak disangka bahwa
didaerah Tiong Goan terdapat seorang seperti kau". Dan
bahasa Han yang diucapkannya itu sungguh sangat lancar
sekali. Pada waktu pandangan matanya itu terjatuh pada
mukanya Gouw Leng Hong, tidak terasa lagi dia merasa
sangat tercengang, hingga diam-diam dia berkata pada
dirinya sendiri : "Tidak disangka di Tiong Goan terdapat
seorang pemuda yang demikian tampannya". Karena
sesungguhnya juga didaerahnya sendiri tidak ada orang
yang setampan pemuda kita itu.
Kemudian ia menggapaikan tangannya pada kawannya
yang agak kasar itu sambil berkata dengan suara yang keras
: "Kami dua sudara sangat mengagumi kepandaian orang-
orang didaerah Tiong Goan, hari ini kalian para pendekar
sudah pada berkumpul disini, sungguh merupakan
kesempatan yang sangat baik untuk kami membuka mata
kami lebar-lebar, berbareng dengan itu kami menginginkan
dua kali pertempuran, asalkan saja kami mengalami
kekalahan satu kali saja, kamipun akan segera kembali
kenegeriku sendiri, tapi jika misalnya kami memenangkan
kedua-dua pertandingan tersebut, hahaha, omongan yang
akan kami maksudkan itu sudah kami jelaskan pada Cek
Yang Tojin .." Para pendekar yang mendengar perkataan kedua orang
asing itu tak ada seorangpun yang tidak merasa geram,
hanya disayangkan bahwa kedua orang asing ini
sesungguhnya memiliki kepandaian yang tinggi sekali, bila
tidak, mana berani mereka membuka mulut besar.
Lalu Cek Yang Tojin menoleh pada rekannya Kouw Am
Siangjin yang duduk disampingnya bersama Cia Tiang
Kheng sambil berkata : "Hari ini adalah kita lima ahliwaris
sedang mempertaruhkan nama baik kita sekalian, bila kita
kalah, .. ai, tak usah dikatakan lagi sudah !"
Cek Yang Tojin memikirkan perjalanan hidupnya yang
tak terlampau gemilang, karena dia pernah membuat
sesuatu yang tidak diperkenankan oleh peraturan kalangan
Kang-ouw, dan diapun berpikir dengan. sangsi, apakah
nama baiknya partai Bu Tong akan terputus sampai hari ini
saja " Kouw Am dengan suara perlahan lalu menyebutkan
perkataan mengenai kaum Budhis, lalu diapun berkata :
"Mungkin sekali hari ini kita harus mengorbankan tulang-
tulang kita yang sudah tua ini untuk melangsungkan
pertempuran yang menentukan, .."
Sedangkan ahliwaris partai Tiam Cong, yaitu Liok-eng-
kiam Cia Tiang Kheng tampak bersungguh-sungguh,
seakan-akan ada sesuatu yang sedang dipikirkannya,
sehingga dia tidak turut campur mulut.
Cek Yang Tojin lalu berkata pula : "Li Heng mengapa
belum datang juga " Bila tidak, pasti sekali dengan
pedangnya itu kita akan dapat menundukkan kedua orang
bangsa asing ini". Lalu pemuda yang berpakaian sebagai anak sekolahan
itu berteriak dengan suara yang keras sekali : "Pertempuran
pertama adalah suhengku Katar yang akan maju. Pendekar
Tiong Goan manakah yang akan melayaninya ?"
Dia yang memang mempunyai tenaga-dalam yang hebat
sekali, setiap kali mengucapkan kata-kata, genteng-genteng
diatas kepala mereka sekalian dirasakan bergetar, hingga
para pendekar yang menyaksikan demikian, dalam hati
mereka sependapat, bahwa suteenya orang kasar ini jauh
lebih tinggi kepandaiannya.
Cek Yang Tootiang yang akhirnya mendapatkan bahwa
Li Giok benar saja tidak muncul, hatinya menjadi sangat
gugup sekali, hingga diapun tidak enak untuk menyuruh
Kouw Am keluar melayani lawanya, maka dalam
kegugupannya diapun sudah hendak bersiap-siap untuk
keluar sendiri saja .. Tapi Kouw Am yang melihatnya, buru-buru menarik
pakaiannya, dengan suara yang perlahan dia berkata :
"Biarlah Loo-lap saja yang menempurnya, kau bersama Cia
Hian-tit boleh mengatur barisan dengan sempurna .."
Dia yang pernah bersama-sama ayahnya mendapat
nama, maka dia bahasakan Cia Tiang Kheng dengan
sebutan Cia Hiantit saja.
Cek Yang Tootiang lalu memesannya pula : "Pertempuran ini bukanlah kecil akibatnya, Siangjin tidak
boleh menaruh belas kasihan terhadapnya".
Kouw Am tidak menjawab perkataan rekanya, hanya
dengan tindakan yang tenang sekali dia lalu berjalan masuk
kerunangan tengah itu sambil berkata : "Pinceng Kouw Am
Siangjin ingin meminta pengajaran darimu".
Sekalipun suaranya sangat perlahan tapi nyaring sekali
kedengarannya, dan hal itu terang menunjukkan tenaga-
dalamnya yang cukup sempurna.
Orang tinggi besar itu ketika melihat Kouw Am Siangjin
maju menantangnya, buru-buru dia balikkan badannya
bertanya pada suteenya dalam bahasa yang hanya
dimengerti oleh mereka berdua.
Adik seperguruannya itupun lalu memandang pada
Kouw Am sebentaran sambil goyangkan kepalanya dan
menjawabnya dengan kata-kata yang sukar dimengerti oleh
orang banyak. Orang asing itu menunjukkan perasaan kecewanya.
Orang banyak hanya dapat mengerti dua perkataan saja,
yaitu 'Go-bie', maka orang hanya dapat mengira, bahwa
orang kasar ini tentunya menanyakan pada adik
seperguruannya, bagaimana baiknya akan ia meladeni
paderi tua itu. Para hadirin menginsyafi bahwa pertempuran sekali ini
erat sekali sangkut pautnya dengan masa depan perkembangan rimba persilatan, oleh karena itu, mereka
semuanya memasang mata dengan tajam sekali, dan setiap
hadirin mendoakan agar pertempuran ini dapat dimenangkan oleh Kouw Am, sekalipun benar diantara
mereka ada yang pernah bentrok dengan salah satu
ahliwaris tersebut, tapi kini dalam saat-saat menghadapi
musuh dari luar, mereka dapat menyampingkan pertentangan lama untuk menggalang persatuan yang
kokoh dan kuat diantara bangsa mereka sendiri. Oleh
karena itu, mereka mengharapkan dengan sangat agar
Kouw Amlah yang dapat memenangkan pertempuran ini
dengan segera. Setelah Kouw Am berdiri dihadapan lawanya, lalu dia
memberi hormat dengan merangkapkan kedua tangannya,
kemudian sepasang matanya ditujukan pada lawannya
untuk memperhatikan pergerakan selanjutnya dari sang
lawan ini. Katar tanpa banyak cingcong lagi lalu memukul pada
Kouw Am Siangjin, hingga angin kepalannya sudah
mendahului sampai sebelum kepalannya itu mampir pada
tubuhnya Kouw Am. Kouw Am sekali lihat diapun mengetahui, bahwa
lawannya in adalah ahli gwakee (ahli luar), tapi tenaga yang
sebesar ini jarang sekali dapat dijumpainya dalam kalangan
Kang-ouw. Diantara kelima ahliwaris itu, Kouw Am adalah yang
paling sempurna ilmu tenaga-dalamnya, maka dalam
perjalanan hidupnya ini, entah sudah berapa ratus kali dia
pernah melangsungkan pertempuran besar dan kecil, tapi
tenaga besar seperti yang dimiliki oleh Katar ini barulah
untuk pertama kalinya dia menjumpainya, tapi meski
demikian, badannya tidak bergerak untuk mengelakkan
pukulan itu, selain tangannya saja diulurkan untuk menotok
sambungan tangan dari lawanya, dimana letaknya jalan
darah 'Kim-tay-hiat'. Sekalipun tampaknya Katar sangat kasar, tapi pergerakkannya adalah gesit sekali, dengan cepat dia
menangkis serangannya Kouw Am. Dan sambil menggereng keras, ia menangkis dan Kouw Am rasakan
sepasang lenganya tergetar, buru-buru dia mundur setengah
langkah, untuk mengurangi daya serangan lawanya ini,
sedang didalam hatinya, dia merasa terkejut sekali.
Jangankan Kouw Am, sampaikan Lie Siauw Hiong dan
Gouw Leng Hong yang menyaksikan dari samping, turut
juga merasa terkejut, hingga diam-diam Lie Siauw Hiong
berkata : "Orang barbar ini teranglah adalah ahli luar, tapi
mengapakah dalam kehebatan serangannya ini, mengandung juga tipu yang aneh sekali " Begitu dia dapat
menyatukan serangannya itu, tenaganya pasti akan menjadi
sangat luar biasa sekali, maka tidaklah mengherankan bila
ada orang yang mengatakan, bahwa orang asingpun
mempunyai kepandaian yang berbeda jauh sekali dengan
orang-orang didaerah Tiong Goan, dan hal ini ternyata ada
juga kebenarannya". Gouw Leng Hong dengan suara yang perlahan lalu
berkata pada Lie Siauw Hiong : "Kepandaian orang asing
ini sungguh aneh sekali, aku kuatirkan bahwa Kouw Am
tidak akan dapat melayaninya sampai seratus jurus".
Sedangkan diseberang sana, yaitu sipemuda kasar itu,
tidak henti-hentinya melancarkan seranganya yang sangat
hehat disertai angin yang menderu-deru, setiap kali dia
melancarkan serangannya, selalu dia berteriak dengan
suaranya yang keras dan menulikan anak telinga orang
banyak. Sedangkan Kouw Am sendiri dalam hatinya berpikir :
"Untuk melayani orang ini, aku harus mengandalkan
tenaga-dalamku saja, karena dengan tenaga-dalamku ini
aku dapat mengambil inisiatip terlebih dahulu". Begitulah
setelah mengambil ketetapan yang pasti, diapun lalu
berteriak panjang, kemudian sepasang tangannya lalu
dibentangkan dalam jurus 'Ceng-song-kun-hoat' untuk
menyerang lawannya. Dia yang memang menang pengalaman, setelah
menukar cara bersilatnya ini, kemudian kedua orang ini
dapat bertempur dengan berimbang dan sulit diterka siapa
yang akan menang dan siapa pula yang akan kalah.
Dalam pada itu diam-diam Lie Siauw Hiong berkata
didalam hatinya : "Hanya pengalaman ini serta pandangan
yang tajam untuk mengubah cara-cara bersilat yang sukar
dipetik, bila kita belum sampai ketaraf seperti yang
dimilikinya". Sebaliknya Katar tidak pernah menyangka, bahwa di
Tiong Goan terdapat orang-orang kuat juga, semakin
bertempur dia merasa semakin senang saja, dan hal itu
terlihat pada senyuman dimukanya. Disamping itu,
serangan-serangna yang dilancarkannyapun menjadi semakin hebat juga, sedangkan teriakan-teriakannya
semakin gencar. Sedangkan Kouw Am sendiri tetap dengan tenangnya
melayani lawannya, dan dengan pengalamannya yang
bertahun-tahun itu dia berusaha untuk lebih mengungguli
lawannya, tapi sampai saat itu dia belum juga menunjukkan
tanda-tanda akan memperoleh kemenangan yang pasti, oleh
karena itu, hatinyapun menjadi agak gugup juga.


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara Cek Yang Tojin dilain pihak berkata didalam
hatinya dengan perasaan heran : "Bangsa barbar ini hebat
sekali permainan pukulan, untung sekali aku belum turun
kegelanggang tadi, jika tidak .. sungguh sukar diduga,
karena diantara kita berlima, hanya Kouw Am sendiri yang
masih ada kemungkinan dapat bertahan, .." Tampaknya
memang Cek Yang Tojin bersama Li Gok lebih unggul
dalam permainan pedangnya, jika dibandingkan dengan
bertempur dengan hanya menggunakan tangan kosong.
Sedangkan pemuda yang berdandan sebagai anak
sekolahan itu, dengan matanya yang tajam, terus dia
mengincar pada pendekar-pendekar disekelilingnya, tapi
terhadap pertempuran itu sendiri dia tidak hiraukan sama
sekali, karena mungkin siang-siang dia sudah yakin yang
kemenangan pasti akan jatuh dipihaknya.
Dan ketika pertempuran itu tepat sampai dijurus
keseratus. Katar berseru keras dengan teriakannya yang
aneh, yang mungkin juga dalam bahasa Han sama artinya
dengan kata-kata 'Kena' ..
Karena sesunguhnyalah pukulannya sekali ini agak
diluar dugaan orang, dan didepan pandangan orang
banyak, benar saja Kouw Am tidak dapat lagi menguasai
keadaan .. Tapi dengan pengalamannya yang berpuluh-puluh tahun
lamanya itu dan dengan menggunakan tipu 'Sin-heng-cong-
pouw', suatu gerakan kaki yang sebat dari jurus partai Go
Bie, akhirnya diapun masih dapat menghindarkan dirinya
dari serangan lawannya itu.
Katar berhenti sebentar, kemudian sambil mengeluarkan
suara 'ihhh' lalu diapun melancarkan serangannya lagi.
Kouw Am berulang-ualng mundur, karena siasat itu
dapat dipergunakan untuk menghindarkan dirinya dari
serangan aneh lawannya. Kemudian lagi-lagi Katar
mengeluarkan suara 'ihhh' dan dengan cepat diapun
melancarkan serangan-serangannya kembali ..
Dengan berturut-turut tiga kali dia melancarkan
serangannya, seakan-akan Kouw Am mengetahui bahwa
dirinya pasti akan mengalami kekalahan yang memalukan
ditangannya bangsa asing ini, maka tidak terasa lagi dalam
gugupnya dia menjadi marah, tapi sesungguhnya serangannya Katar keliwat aneh, jangankan untuk
menyerang lawannya, sampaikan untuk membela diri saja
sudah merupakan suatu soal yang sulit sekali.
Kira-kira pada jurus keseratus sepuluh, lagi-lagi Katar
mengeluarkan suara 'ihhh' lagi. Sambil melancarkan
pukulannya, kini kakinyapun tidak tinggal diam, hanya
dengan lekas disapukan pada lawannya dengan tiga kali
tendangan berantai, hingga Kouw Am dengan mati-matian
membela dirinya. Sekalipun dia masih dapat mengelitkan
dirinya, tapi tidak urung bajunya sobek sebagian besar kena
pukulan lawannya itu. Para pendekar berseru dengan kaget, tapi segera
kesunyian kembali menguasai keadaan, seluruh hati para
hadirin merasa berat sekali menyaksikan pertempuran itu.
Kouw Am tampak mukanya menjadi biru dan dengan
suara putus asa dia berkata : "Dalam pertempuran sekali ini,
rupanya aku harus mengakui kalah .."
Katar tidak paham bahasa Han, tapi waktu mendengar
para hadirin pada berteriak, dia mengira bahwa Kouw Am
merasa tidak puas, maka saking marahnya dia berteriak-
teriak, sambil mengumpulkan seluruh kekuatannya pada
tanganya dan sudah bersiap-siap untuk memukul kembali
pada hweeshio tua itu. Dalam suasana kekalahan yang pahit sekali dirasakan
bagi Kouw Am ini, semangatnya belum lagi terpusatkan,
tapi setelah dia merasa lawannya menyerang kembali,
diapun sudah tidak dapat berkelit lagi, didepan pandangan
orang banyak dengan jurus yang hebat dilancarkan oleh
Katar ini sudah hampir sampai pada tubuhnya Kouw Am
...... Para hadirin merasa geram sekali, entah mereka memaki
atau mengucapkan perkataan apa ..
Justru dalam keadaan yang sangat genting ini,
sekonyong-konyong terdengar suara "Dak !" yang sangat
nyaring sekali, dan ternyata pintu ruangan tengah kena
ditendang orang, dari mana tampak melayang tubuh
seseorang yang lantas menyerang pada Katar.
Dengan satu kali beradunya pukulan kedua orang ini,
ternyata Katar kena dibikin mundur sejauh dua langkah,
sedangkan orang itu dengan menggunakan tenaga
beradunya kedua kepalan itu, lalu melompat sejauh
beberapa puluh tombak dan berdiri didekat tembok.
Waktu orang banyak memandang padanya, ternyata
orang itu adalah seorang pemuda, yang diantara para
hadirin masih banyak yang asing terhadapnya, tapi
diantaranya ada juga orang-orang yang mengenalinya dan
lalu mereka pada berteriak : "Bu-lim-cie-siu !"
Orang yang mendatangi ini benarlah seorang yang baru
saja tenar namanya dikalangan Kang-ouw, yaitu Bu-lim-cie-
siu Sun Ie Tiong ! Orang banyak lalu pada berteriak kegirangan, sekalipun
pertempuran pertama kekalahan ada dipihak mereka, tapi
sekarang dibawah pembelaan Sun Ie Tiong, mereka merasa
yakin bahwa kekalahan itu pasti akan tertebus.
Sedangkan orang-orang yang tidak kenal pada Sun Ie
Tiong lalu pada berbisik-bisik mempercakapkan pemuda
itu, karena merekapun agaknya merasa diluar dugaan
mereka bahwa pemuda itu mempunyai tenaga yang begitu
kuat sekali, dan ternyata pemuda yang masih sangat muda
belia ini sudah berhasil memiliki kepandaian setinggi itu,
tapi umurnya masih sangat muda sekali.
Gouw Leng Hong belum pernah berjumpa dengan Sun
Ie Tiong, maka dengan perlahan dia berbisik pada Lie
Siauw Hiong : "Bu-lim-cie-siu ini ternyata mempunyai
tenaga yang luar biasa sekali !"
Sehabis berkata begitu, entah dengan menggunakan tipu
apa, tahu-tahu badannya sudah melayang sejauh tujuh
tombak lebih dan tepat berada ditengah-tengah ruangan itu,
waktu kakinya menginjak lantai ternyata tidak menerbitkan
suara apa-apa, sehingga tampaknya seperti jatuhnya daun
kering saja, tapi setelah dia mengangkat kakinya satu
langkah, lantai yang diinjaknya tadi meninggalkan bekas
tapak kaki sedalam dua setengah dim!
Orang banyak yang menyaksikannya, tidak terasa lagi
jadi pada mengeluarkan teriakan terkejut, hingga tidak ada
seorangpun yang berani maju untuk melawannya. Cek
Yang Totiang dan Cia Tiang Kheng yang melihatnya,
merekapun jadi menggeleng-gelengkan kepala saja.
Jangankan mereka, sampaikan Lie Siauw Hiong
sendiripun belum pasti dapat melakukannya. Umurnya
Kinlungo ini kurang lebih baru tiga puluh tahun, entah dari
mana dia memiliki tenaga dalam sehebat demikian" Maka
sekarang tidak heranlah, bila dia berlaku begitu congkak.
Kinlungo dengan berturut-turut berteriak tiga kali, tapi
pendekar-pendekar Tiong Goan belum lagi ada yang
menampilkan diri untuk bertempur dengannya, maka tidak
terasa lagi dia telah menjadi semakin congkak saja, seakan-
akan tidak ada orang lagi yang akan dapat menundukkannya. Lie Siauw Hiong yang melihatnya, semakin lama
semakin tidak puas, baru saja dia ingin maju kemuka,
ternyata sudah ada orang yang mendahuluinya sambil
berteriak: "Aku Sun Ie Tiong mohon pengajaran darimu!"
Sun Ie Tiong tadi setelah berhasil membikin mundur
pada Katar, kini dia sudah maju, tapi siapa sangka
Kinlungo dengan tertawa dingin lalu berkata: "Kau
bukanlah tandinganku yang setimpal !"
Lalu dilanjutkannya: "Kau bersama Katar barulah
merupakan lawan yang setimpal!"
Sun Ie Tiong sendiri merasa heran dan geram, diapun
mengetahui, bahwa dirinya bukanlah lawannya yang
setimpal, sekarang tanggung jawabnya berat sekali, maka
setelah berpikir sampai disitu, tiba-tiba dia merasa ragu-
ragu. Darah Lie Siauw Hiong menjadi berdidih, baru saja dia
hendak lompat kegelanggang pertempuran, sekonyong-
konyong terdengarlah satu suara yang lemah-lembut
berkata: "Bagus, bocah, akhirnya aku berhasil menjumpaimu, lekas turut aku pergi .."
Sekalipun suara itu sangat perlahan diucapkannya, tapi
tiap-tiap kata yang diucapkannya sangat jelas sekali
terdengarnya, karena suaranya itu sudah berhasil menindih
suara orang banyak, maka saking herannya, orang banyak
lalu menolehkan kepalanya memandang pada orang itu,
yang ternyata ada seorang tua yang rambutnya sudah putih
berdiri dibelakangnya Lie Siauw Hiong.
Muka orang tua ini tampak sangat merah, suatu tanda
bahwa kesehatannya sangat baik, mukanya menunjukkan
senyuman yang manis, orang banyak merasa asing sekali
terhadap orang tua ini, yang ternyata baru datang diruangan
itu tanpa diketahui oleh orang banyak.
Adalah sebaliknya bagi Lie Siauw Hiong, yang sudah
merasa sangat kegirangan, karena orang tua itu bukan lain
daripada pemimpin dari 'Tiga Dewa Diluar Dunia', yaitu
Peng Hoan Siang-jin adanya.
Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula dengan separuh
memaksa: "Bocah, lekas turut aku pergi!"
Lie Siauw Hiong merasa aneh sekali, hingga dalam
hatinya dia berkata: "Kau mau menyuruh aku pergi
kemana?" Peng Hoan Siangjin yang melihat wajahnya Lie Siauw
Hiong, sekonyong-konyong berkata: "Jurus Tay-yan-sip-sek-
ku itu baru-baru ini aku sudah berhasil menciptakan satu
jurus yang baru lagi, kehebatannya luar biasa sekali, lekas
kau ikut aku untuk mempelajarinya."
Lie Siauw Hiong yang gemar sekali belajar, setelah
bertempur dengan sembilan jago dari Kwan Tiong, banyak
sekali tipu-tipu aneh dia sudah berhasil memainkannya
dengan sempurna. Maka setelah mendengar perkataan
orang tua itu, didalam hatinya menjadi gembira sekali.
Orang lain yang mendengarnyapun merasa aneh sekali,
karena mereka melihat mulutnya orang tua itu bergerak-
gerak tanpa mengeluarkan suara apa-apa. Karena dengan
ini ternyata, bahwa Peng Hoan Siangjin telah menggunakan
ilmu yang paling hebat untuk mengeluarkan suara dengan
kepandaian ilmu dalamnya, yaitu setiap kata-kata orang
banyak yang berkumpul disitu tidak mengetahuinya.
Tapi Lie Siauw Hiong dengan lantas memikirkan tentang
pertempuran ini yang belum lagi selesai, hingga diapun
segera berkata pada Peng Hoan Siangjin: "Boan-pwee mau
menunggu sampai pertempuran disini selesai dahulu, baru
.." Dengan gugup Peng Hoan Siangjin lantas berkata:
"Urusan disini ada apakah perlunya" Kau harus segera
mengikuti aku, bila tidak, maka aku situa bangka pasti akan
kalah dengan Hui Tay Su .."
Agaknya dia menginsyafi, bahwa dia ketelepasan
omong, maka buru-buru dia hentikan percakapannya, tapi
Lie Siauw Hiong merasa sangat tercengang memandang
wajah orang tua itu. Orang banyak melihat mulutnya Peng Hoan Siangjin
bergerak-gerak, tapi tidak mengeluarkan suara, hingga tidak
terasa lagi mereka menjadi sangat heran dan tidak mengerti.
Peng Hoan Siangjin tampak sangat gugup sekali, hingga
diapun lupa untuk menggunakan ilmu 'mengirim suara
dengan tenaga dalamnya' pula dan dengan suara keras dia
berteriak: "Urusan disini ada apa sih perlunya?"
Sekarang barulah orang banyak mengerti apa yang
diperkatakan orang tua itu, tapi Kinlungo yang merasa
tidak sabaran terhadap pengacauan yang dilancarkan oleh
Peng Hoan Siangjin, buru-buru ia berkata dengan
dinginnya: "Tua bangka yang tidak tahu diri, mengapa kau
lancang mulut mengatakan yang tidak-tidak?"
Peng Hoan Siangjin entah sudah berapa tahun tidak ada
orang yang berani berkata begitu terhadapnya, maka tidak
terasa lagi saking herannya dia segera berkata: "Coba kau
katakan sekali lagi."
Orang banyak yang melihat muka si Hweeshio yang lucu
itu, tidak terasa lagi jadi pada tertawa bergelak-gelak,
hingga Kinlungo dengan marah lalu berkata: "Aku
mengatakan kau situa bangka tidak perlu mengucapkan
yang tidak-tidak dan kau lekas enyah dari hadapanku!"
Peng Hoan Siangjin lalu menyahut: "Aku situa bangka
seolah-olah melihat kau seperti juga mempunyai urusan
penting sesuatu agaknya. Cobalah kau terangkan kepadaku!" Pada saat itu juga ada orang yang berteriak dengan
perasaan heran: "Kalian lihat, kalian tengok!"


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Para hadirin lalu melihat, dan mereka serentak berteriak,
ternyata bekas telapak kaki Kinlungo diatas jubin sudah
tidak tampak lagi bekas-bekasnya!
Peng Hoan Siangjin tersenyum saja, sedangkan satu
patah katapun dia tidak ucapkan.
Orang banyak sekalipun tidak mengetahui kepandaian
apakah itu, tapi mereka tahu, jika dibandingkan dengan
ilmunya Kinlungo tadi, entah lebih sukar berapa kali lipat.
Kinlungo merasa terkejut sekali didalam hatinya,
sehingga dia berpikir: "Sekali ini habis dah, tidak disangka
didaerah Tiong Goan terdapat seorang yang tinggi sekali
ilmu kepandaiannya, karena dengan ini, teranglah sudah,
bahwa dia mencapai tingkat yang tertinggi sekali!"
Tapi dia adalah orang yang sangat licik sekali, begitu
hatinya tergerak, diam-diam dia berkata: "Melihat
umurnya, teranglah sudah lanjut sekali, baiklah aku coba
memujinya." Dalam pada itu segera dia ubah perkataannya: "Tadi aku
telah mengucapkan perkataan yang kasar sekali, mobon
Cian-pwee sudi memaafkan hendaknya, aku bersama
Suhengku datang kesini adalah menerima tugas Suhu yang
sangat mengagumi kepandaiannya orang-orang di Tiong
Goan, Suhengku dengan pendekar-pendekar disini telah
menetapkan janji, yaitu .."
Orang banyak yang mendengar omongan itu merasa
tercengang sekali, hingga dalam hati mereka berpikir:
"Kedua orang asing ini sudah sukar diganggu, ternyata
mereka masih mempunyai guru juga!"
Peng Hoan Siangjin dengan tetap tertawa lalu menjawab:
"Ternyata kalian sedang bertempur, hal itu baik sekali,
lekaslah kau lakukan untuk aku menyaksikannya!"
Kinlungo girang tidak kepalang dan lalu berkata: "Bila
demikian silahkan Loo-cian-pwee memberi petunjuk-
petunjuknya .." Tapi dalam hati dia berkata: "Dengan
begitu situa bangka terang tidak enak hati untuk turut
campur tangan, asalkan saja aku menangkan pertempuran
sekali ini, maka urusankupun sudah bereslah."
Dalam pada itu, lalu dia menantang kembali pada orang
banyak, tapi sampaikan Cek Yang Totiang sendiri tidak
berani menyambuti tantangannya.
Sedangkan Bu-lim-cie-siu kelihatan menundukkan kepalanya, tampaknya dia tengah tenggelam dalam
pikirannya sendiri. Lie Siauw Hiong merasa berat untuk meninggalkan
tempat itu, tapi ketika baru saja dia hendak berangkat,
Gouw Leng Hong sudah bertanya dengan suara yang
perlahan: "Hiong Tee, apakah kau ingin bertempur
dengannya?" Lie Siauw Hiong dengan pasti lalu menganggukkan
kepalanya, dengan suara yang perlahan Gouw Leng Hong
berkata pula: "Hiong Tee, biarlah aku saja yang mencoba-
coba .." Peng Hoan Siangjin lalu menggunakan 'mengirim suara
dengan tenaga-dalam' dan berkata pada Lie Siauw Hiong:
"Bocah, yakinkah kau akan memenangkan pertandingan
ini" Kepandaian bocah asing itu tinggi sekali!"
Dengan suara perlahan Lie Siauw Hiong berkata: "Boan-
pwee mengakui tidak menjadi lawannya yang setimpal .."
Dengan marah Peng Hoan Siangjin berkata: "Coba kau
katakan sekali lagi!"
Lie Siauw Hiong menjawab: "Boan-pwee merasa
mungkin sekali bukan lawannya yang setimpal."
Peng Hoan Siangjin lalu bertanya: "Aku situa bangka
bukankah pernah mengajarkan kau ilmu silat?"
Lie Siauw Hiong menjawab: "Boan-pwee sungguh
merasa berhutang budi sekali dan seumurku Boan-pwee
tidak dapat melupakannya."
Peng Hoan Siangjin berkata pula: "Hal ini memang
benar, kau terhitung sebagai setengah murid daripadaku,
coba kau pikirkan, masakah muridnya Peng Hoan Siangjin
tidak dapat melawan musuhnya?"
Lie Siauw Hiong tidak dapat menjawab pertanyaan
orang tua tersebut. Peng Hoan Siangjin sekonyong-konyong terpikir akan
maksud sebenarnya tentang kedatangannya itu, maka
dengau tertawa dia lalu berkata lagi: "Bocah, aku lihat
semangatmu tambah bergolak-golak saja, tenaga- dalammupun jika dibandingkan dengan dipulau Siauw Ciap
Too sudah mengalami banyak kemajuannya. Coba kau
pukul aku dengan seluruh kekuatanmu, aku ingin
mengetahui kekuatanmu itu ada berapa ribu kati. Ingat, kau
harus menggunakan seluruh kekuatanmu!"
Lie Siauw Hiong tidak mengetahui apa maksudnya, tapi
satu hal dia rasa pasti sekali percobaan orang tua ini erat
hubungannya dengan Kinlungo, maka disaat itu juga dia
salurkan seluruh kekuatannya pada kedua tangannya, yang
kemudian lalu dipukulkan kepada orang tua itu.
Dengan mengeluarkan suara "Dak!" yang amat keras
sekali, ternyata pundaknya Peng Hoan Siangjin tergoyang,
hingga hampir saja dia tidak berhasil mempertahankan
dirinya, maka tidak terasa lagi dia lalu berteriak dengan
penuh kegirangan: "Bocah, boleh!"
Lie Siauw Hiong mengira yang dirinya dapat bertanding
dengan Kinlungo dengan sama kuatnya, maka tidak terasa
lagi dia merasa sangat aneh.
Tapi yang paling merasa heran adalah para hadirin,
mereka tidak dapat mendengar perkataan-perkataan yang
diucapkan oleh Peng Hoan Siangjin, mereka hanya melihat
wajah Lie Siauw Hiong yang merasa tercengang agaknya,
dan waktu mereka lihat kedua orang ini melancarkan
percobaan tadi, mereka lebih-lebih tidak mengerti.
Siberangasan Katar tampak tidak sabaran sekali dan lalu
bertanya dalam bahasanya sendiri, yang maksudnya:
"Sutee, setan tua bangka ini sedang berbuat apakah?"
Peng Hoan Siangjin yang mengerti perkataan orang ini,
sudah tentu menjadi marah sekali dan lalu berkata dalam
bahasa Katar yang maksudnya: "Kau berani memaki aku si
orang tua, aku akan hajar padamu!"
Kinlungo buru-buru berkata dalam bahasa Han: "Loo-
cian-pwee, jangan marah, guruku pernah memesan
kepadanya, agar supaya jangan membuat kesalahan
terhadap para Loo-cian-pwee dari daerah Tiong Goan. Dia
adalah orang yang kurang pendidikan, Cian-pwee jangan
menghiraukannya." Perkataan itu mengandung arti, bahwa Peng Hoan
Siangjin sebagai orang yang lebih tua, tidak boleh
menggencet terhadap yang lebih muda.
Peng Hoan Siangjin lalu menjawab: "Dia menghina aku
sebagai orang dari Tiong Goan dan tidak mengerti
bahasanya, maksudmu adalah aku sebagai orang tua
hendak menghina orang yang lebih muda, baik, baik,
bukankah tadi kau mengadakan tantangan" Aku segera
akan memanggil muridku untuk melayanimu!"
Kemudian diapun menggapaikan tangannya pada Lie
Siauw Hiong sambil berkata: "Bocah, mari, aku akan
memberi petunjuk kepadamu."
Lie Siauw Hiong tidak terasa lagi menjadi sangat girang
sekali, dia pun lalu menghampirinya. Peng Hoan Siangjin
lalu menggunakan ilmu 'mengirim suara dengan tenaga
dalamnya' memberitahukan kepada pemuda kita tentang
pelajaran baru yang dikatakannya tadi.
Lie Siauw Hiong yang mendengarnya, hatinya menjadi
berdebar-debar, karena sesungguhnyalah, bahwa pelajaran
yang diberikan sekali ini adalah pelajaran baru yang sangat
hebat sekali, malahan jika dibandingkan dengan sepuluh
jurus yang dulu itu, kekuatannya jauh melebihi beberapa
kali lipat. Siapa tahu baru saja dia pelajari setengahnya,
sekonyong-konyong Peng Hoan Siangjin berkata: "Ada
orang yang mencuri dengar pelajaran kita ini. Aku orang
tua memberitahukan kepadanya, aku ingin lihat apakah dia
mempunyai kesabaran sepertimu!"
Benar saja mukanya Kinlungo menjadi merah, karena
sesungguhnyalah dia telah menggunakan tenaga-dalamnya
yang paling tinggi untuk melenyapkan suara disekelilingnya
dan dapat mendengar pelajaran yang diberikan orang tua
itu pada Lie Siauw Hiong, tapi siapa tahu, dengan satu kali
tunjuk saja rahasianya sudah dipecahkan oleh Peng Hoan
Siangjin. Kemudian Peng Hoan Siangjin dengan secara terang-
terangan memberikan pelajaran yang separuhnya lagi pada
Lie Siauw Hiong, sekalipun tiap-tiap orang dapat
mendengarnya dengan terang, tapi mereka tidak mengerti
apa faedahnya, hingga Lie Siauw Hiong yang mendengarnya menjadi girang sekali, maka dengan sangat
hati-hati dia ingat seluruh pelajaran yang baru diperolehnya
itu. Setelah pelajaran itu selesai diberikan, Peng Hoan
Siangjin lalu berkata: "Bocah, baik-baiklah kau bertempur,
ya." Sekalipun Kinlungo mengetahui ilmu Peng Hoan
Siangjin sangat tinggi sekali, tapi dia tidak percaya bila dia
tidak berhasil mengalahkan Lie Siauw Hiong, oleh karena
itu, dengan tandas dia berkata: "Kita bertempur dengan
menggunakan senjata tajam atau dengan tinju saja?"
Lie Siauw Hiong yang bertabiat sangat sabar itu, tatkala
melihat tingkah laku Kinlungo yang temberang itu, dia
tidak melayaninya, kemudian dia cabut pedangnya,
kemudian dengan mengeluarkan suara yang nyaring sekali,
dia lalu menusuk lawannya.
Kinlungo tidak pernah mendengar bahwa orang didaerah
Tiong Goan ada yang tidak tahu aturan sama sekali, tidak
terasa lagi dia menjadi marah sekali, maka dengan cepat
diapun menarik keluar juan-so (tali lemas).
Orang banyak yang melihat Lie Siauw Hiong keluar
melayani lawannya, mereka lalu pada memperbincangkan
soal itu, entah dari mana merekapun segera mengetahui,
bahwa pemuda kita ini adalah orang yang belum lama
pernah mengalahkan Kouw-loo-it-koay, yaitu 'Bwee-hiang-
sin-kiam' Lie Siauw Hiong adanya, hingga mereka lalu
menyambut dengan tampik sorak yang riuh rendah.
Mula-mula Cek Yang Tojin dan kawan-kawan belum
melihat pada Lie Siauw Hiong, kini waktu mereka melihat
tegas siapa adanya pemuda kita, muka mereka segera
berubah, mereka kuatir kalau Lie Siauw Hiong dikalahkan
oleh lawannya, hingga dalam hati mereka bantu
mendoakan, agar supaya pemuda kita dapat memenangkan
pertempuran ini .. merekapun mengetahui, bahwa pemuda
kita adalah orang yang telah menyamar menjadi Chit-
biauw-sin-kun. Tali Kinlungo yang panjang itu entah terbikin dari bahan
apa, karena tali itu dapat berubah lemas dan keras, sehingga
lihaynya bukan buatan. Begitu bergebrak Lie Siauw Hiong sudah menggunakan
jurus pelajaran Tay-yan-sip-sek, yaitu jurus Hian-in-tam-eng
(awan muncul dengan membuat bayangan), tampak sinar
pedangnya mengelilingi seluruh jalan darah berbahaya
ditubuh lawannya. Kinlungo dengan segera menggunakan tali lemasnya
sebagai pentungan panjang, dengan gerak miring dia
menghajar tiga jalan darah dilengan Lie Siauw Hiong,
karena dia sudah memiliki tenaga-dalam yang sempurna
sekali, maka waktu tali itu digunakan, segera menerbitkan
suara yang nyaring sekali.
Lie Siauw Hiong merasa terkejut juga, hingga dalam hati
dia berkata: "Aku sejak menjumpai peristiwa yang aneh
dipulau Siauw Ciap Too, tenaga-dalamku sudah bertambah
maju dengan pesatnya, ujung pedangku sudah dapat
menerbitkan setiap suara yang kuhendaki, tapi untuk dapat
berbuat seperti lawanku ini, sungguh tidak mudah!"
Karena hatinya agak jerih, maka buru-buru dia tahan
serangannya, Kinlungo yang begitu licik dan luas
pengalamannya, lalu talinya dibikin sebagai satu gulungan
dan lantas dipakai menyerang lawannya.
Bila diantara dua cabang atas berkelahi, maka selisih
sedikit saja sudah dapat dirasakan, begitupun keadaan Lie
Siauw Hiong segera berada dalam serangan lawannya.
Keanehan serangannya Kinlungo ini didunia tidak ada
keduanya, karena talinya itu setiap saat dapat berubah-ubah
menjadi pecut, sebentar kemudian beralih sebagai
pentungan, kemudian pada jurus berikutnya berubah lagi
fungsinya sebagai tombak, dia dapat mainkan talinya itu
keras maupun lembek menurut sesuka hatinya, hingga
kepandaian semacam itu baru dapat dimainkan oleh
seorang yang mempunyai tenaga dalam yang mencapai
dipuncaknya. Gouw Leng Hong yang melihat saudaranya berada
dalam kurungan lawannya, dia sudah bersiap-siap dengan
kepalanya, sedangkan tanpa terasa lagi keringat dingin telah
mengucur keluar dari tubuhnya. Seluruh para hadirin
menyaksikan pertempuran itu dengan perasaan yang sangat
tegang sekali, karena mereka maklum, bahwa pertempuran
sekali ini erat hubungannya dengan masa depan atau jatuh
bangunnya ilmu persilatan di Tiong Goan.
Kinlungo mengeluarkan ratusan jurus yang aneh-aneh
disertai tenaganya yang sangat kuat sekali, hingga jika Lie
Siauw Hiong bukannya pada beberapa bulan ini
kepandaiannya mengalami kemajuan yang pesat, siang-


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siang dia sudah kalah agaknya.
Dalam keadaan dibawah angin bagi pemuda kita, pada
saat itu Siauw Hiong telah menyambut dengan tepat jurus
kelimabelas dari lawannya, dan ketika baru saja jurus itu
lampau, sekonyong-konyong Peng Hoan Siangjin berteriak:
"Ai, sibarbar ini sungguh bodoh sekali, tadi bila dia ubah
serangannya, siang-siang dia sudah menang!"
Orang banyak yang mendengarnya merasa terkejut
sekali, karena mereka tidak sangka mengapa orang tua itu
balik membantu pada orang asing"
Ada antara para hadirin yang sok pintar lalu berkata:
"Tadi Lie Tay-hiap telah memukul pada Hweeshio itu,
sekarang situa bantu si orang asing, agar orang asing itu
mendapat kemenangan."
Hanya Lie Siauw Hiong seorang yang mendengarnya,
barulah dia insyaf didalam hati dan berkata: "Peng Hoan
Siangjin seperti juga memberi petunjuk untuk si orang
asing, tapi sebenarnya itu ditujukan kepadaku, yaitu aku
tidak boleh terus-terusan menjaga diri saja, tetapi aku harus
segera mengubah daya seranganku. Ai, benar, aku sekarang
baru tahu apa yang dimaksudkannya itu!" Begitu
pikirannya itu melintas dikepalanya, diapun segera
mengubah serangannya, tampak pedangnya dari kiri beralih
kekanan, ujung pedangnya bergetar, dengan cepat
mengeluarkan angin yang tidak putus-putusnya, dia sudah
menggunakan jurus pelajaran Tay-yan-sip-sek yang disebut
jurus 'Gwat-ek-seng-ge' (sinar bulan dan bintang memancar
bersama), baru saja serangannya ini sampai ditengah jalan,
mendadak sudah diubahnya lagi menjadi 'Ca-keng-bwee-
bian' (pohon Bwee yang terkejut menusuk muka).
Jurus ini adalah yang tempo hari diinsyafkan oleh Bwee
San Bin, yang setelah diolah lagi oleh pemuda kita, barulah
dia ciptakan serangannya dengan jurus ini maka tidak
heran, begitu serangan itu dilancarkan, tenaganya
bertambah berapa kali lipat lebih kuat, hingga Kinlungo
dengan mengeluarkan suara "Ihhh" saking herannya, buru-
buru dia mundur dua langkah berturut-turut, dan dengan
menggunakan tiga kali tangkisan barulah dia berhasil
memunahkan serangan pemuda kita itu.
Dengan berhasilnya serangannya sekali ini, Lie Siauw
Hiongpun sudah berhasil menguasai keadaannya lagi, lalu
diapun mundur satu langkah untuk memusatkan seluruh
kekuatannya yang baru. Kinlungo lalu menyabetkan talinya pada muka pemuda
kita, tapi Lie Siauw Hiong segera mengelitkan badan bagian
atasnya kekiri dan badannya bagian bawah kemudian
dikelitkan kekanan, hingga dengan menerbitkan suara "bet"
yang nyaring sekali dia sudah berhasil mengelitkan
serangan lawannya ini, sehingga serangan tersebut jatuh
ditempat yang kosong. Seluruh hadirin pada berteriak memberi pujian pada
pemuda kita, karena sesungguhnya daya kelitan pemuda
kita itu terlalu hebat, karena jurus itupun adalah dari bagian
'Am-hiang-pu-eng'. Kemudian Kinlungo sendiri setelah melihat serangannya
jatuh ditempat kosong, segera dia majukan badannya
kemuka, dengan menggentak talinya itu menjadi tegak dan
lurus, lagi-lagi dia menyerang tenggorokkan pemuda kita
dengan menotok pada jalan darah yang berbahaya.
Jurusnya ini sungguh aneh sekali. Sedangkan dia merasa
kesenangan, diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri:
"Sekalipun tadi dia berhasil mengelitkan seranganku itu,
tapi sekali ini tidak dapat lagi dia meloloskan dirinya pula."
Sekarang dia tidak berani lagi memandang ringan pada
pemuda kita. Tali itu menerbitkan suara yang aneh, dengan pesatnya
menjurus ketenggorokannya Lie Siauw Hiong, siapa tahu
akhirnya dengan mengeluarkan suara "sret" yang nyaring
sekali, lagi-lagi serangan itu jatuh ditempat yang kosong.
Seluruh para hadirin tidak mengetahui dengan jalan
bagaimana Lie Siauw Hiong telah mengelitkan dirinya,
karena mereka tampak sangat kabur mata mereka, sedang
Lie Siauw Hiong dengan cepat sudah beralih tempatnya,
sampaikan Peng Hoan Siangjin sendiri tidak terasa lagi
mengeluarkan suara "ihhhh" saking herannya, karena yang
dipakai mengelitkan tadi adalah pelajaran Kit Mo Sin Pouw
dari Hui Tay Su. Hweeshio tua itu tidak mengetahui,
bahwa Lie Siauw Hiong telah mewariskan jurus yang luar
biasa itu! Lie Siauw Hiong dengan mmeperoleh kesempatan yang
sangat baik ini, buru-buru dia menambah kekuatannya pada
tangannya, kemudian lantas menyabetkan pedangnya pada
tali lemas lawannya dengan jurus 'leng-bwee-hut-bian'
(bunga bwee menyapu muka).
Pada umumnya bila diantara dua jago yang paling tinggi
kepandaiannya saling bertempur, jarang sekali mereka mau
menyerang lawannya dengan seluruh kemampuan terakhirnya, karena bila mereka sampai berbuat demikian
dan lawannya dapat memecahkan serangannya itu, maka
dirinya sendiri bila tidak kejadian kalah pasti akan
menderita luka-luka. Begitupun kepandaian yang dikeluarkan masing-masing hanya kira-kira enam bagian
saja, sedangkan empat bagian lagi mereka simpan sampai
saat-saat terakhir saja, bila lawannya sudah tidak berdaya
lagi. Tapi Kinlungo karena terlampau percaya pada dirinya
sendiri, maka dia telah lancarkan serangan-serangannya
yang sehebat-hebatnya. Kemudian ia berusaha sedapatnya
untuk menahan tubuhnya yang sudah terlampau maju itu,
karena pedangnya Lie Siauw Hiong dengan cepat sekali
telah menjurus kearahnya, maka tidak terasa lagi dia
merasa terkejut sekali, buru-buru dia gentak tali lemasnya
menjadi keras seperti besi, untuk menotok pergelangan
tangan lawannya, dengan demikian, dari menyerang dia
berbalik jadi menjaga diri.
Lie Siauw Hiong mana mau sia-siakan kesempatan
sebaik ini, begitu pergelangan tangannya diputarkan, dia
sudah berhasil membebaskan totokan lawannya, dan
berbareng dengan itu, pedangnya lalu sedikit dibengkokkan
yang langsung menotok jalan darah 'Ciang-bun-hiat' pada
badan lawannya. Hal ini sungguh hebat sekali, karena
sampaikan Lie Siauw Hiong sendiri hampir tak menyangka,
bahwa pergerakannya itu begitu hebat dan jitu, hingga
hatinya menjadi giraug sekali, karena mengetahui bahwa
tenaga-dalamnya sudah maju sedemikian pesatnya, sehingga kepercayaan terhadap dirinya telah pulih kembali.
Kinlungo yang melihat serangan pemuda kita ini, dia
tidak menghiraukan terhadap ancaman pedang lawannya,
hanya buru-buru dia gentak tali lemasnya untuk melilit
pergelangan tangannya pemuda kita.
Lie Siauw Hiong bermimpi pun tidak bakal diserang
dengan cara demikian, maka dengan terpaksa lagi-lagi dia
gunakan pergerakan kaki Kit Mo Sin Pouw yang sempurna
itu. Badannya dengan pesat mundur dua langkah. Dengan
mengeluarkan suara "pak" yang cukup nyaring, tali itu
sudah tiba untuk menggulung lengannya. Syukur juga Lie
Siauw Hiong berlaku cukup gesit, sehingga dia tidak sampai
kena serangan lawannya, tapi tidak urung lengan bajunya
tersobek sebagian besar karena tergulung oleh tali lemas
lawannya itu. Kinlungo dengan menggereng tanda gusar, segera
mengubah pula serangannya, yang kali ini jauh lebih aneh
daripada serangan-serangan sebelumnya, karena tali
lemasnya sudah mengandung sifat-sifat pembunuhan.
Begitupun Lie Siauw Hiong sendiri kini tidak merasa
jerih lagi. Kemudian dia menggunakan jurus-jurus dari
'Tay-yan-sip-sek' dicampur dengan 'Kiu-cie-kiam-sek', sedangkan pergerakan kakinya memakai jurus-jurus Kit Mo
Sin Pouw yang sangat lihay, hingga dengan digabungkannya ketiga ilmu yang langka dan hebat ini,
telah membuat Kinlungo yang sudah memiliki ilmu tenaga-
dalam sangat hebat tidak berdaya untuk dapat berada diatas
angin. Pada lima puluh jurus pertama Lie Siauw Hiong masih
merasa tidak begitu leluasa, tapi setelah melampaui lima
puluh jurus pertama tadi, serangan maupun penjagaan
dirinya semakin lancar dan hebat serta jitu dilaksanakannya, cepatnyapun bukan buatan, setiap
serangan pedangnya disertai tenaga-dalam yang hebat
sekali, sehingga angin menderu-deru keluar dari pedangnya,
sedangkan pergerakan badannyapun luar biasa lincahnya.
Tapi Kinlungo semakin bertempur merasa semakin
terperanjat, maka sambil menggigit giginya dia sudah
bersedia untuk melancarkan serangan sepenuh tenaga untuk
memperoleh kemenangan terakhir.
Para hadirin didalam ruangan itu tidak mengetahui
bahwa Lie Siauw Hiong sudah mencapai puncak
kehebatannya, dan mereka hanya merasakan teriakan-
teriakan Kinlungo semakin kerap dan nyaring, hingga diam-
diam mereka turut kuatir atas keselamatannya diri Lie
Siauw Hiong. Cek Yang Totiang bersama Kouw Am Taysu jadi saling
berpandangan saking herannya, mereka tidak sangka bahwa
sejak berpisahan beberapa bulan saja lamanya, tenaga-
dalam pemuda kita sudah maju sedemikian pesat dan
hebatnya, hingga mereka berbalik mengharapkan agar dia
memperoleh kemenangan, tapi mereka sama kuatirnya
terhadap buntut dari kemenangannya itu maka diam-diam
hati mereka dirasakan berkebat-kebit.
Dengan cepatnya ratusan jurus sudah berlalu, dalam
mana permainan pedangnya Lie Siauw Hiong sudah dapat
mengendalikan tali lemas Kinlungo. Untuk memperoleh
kemenangan dengan cepat memang tidak mudah, tapi ia
yakin bahwa akhirnya toh kemenangan pasti diperoleh
olehnya, hingga diam-diam dia berpikir dengan penuh
kegembiraan dan berkata pada dirinya sendiri: "Bila
bukannya pertempuran yang dahsyat ini, mana dapat aku
menciptakan dan menggabungkan tiga ilmu itu secara
berhasil dengan gemilang?"
Tidak perduli sudah ratusan tipu-tipu yang aneh yang
dilancarkan oleh Kinlungo, tapi tetap saja pemuda kita
tidak menjadi jatuh dibawah angin, hal mana barulah
diinsyafi oleh para hadirin disitu bahwa kepandaian Lie
Siauw Hiong sesungguhnya sangat lihay sekali. Perlahan-
lahan bersamaan dengan lewatnya waktu pertempuran
dahsyat itu, Lie Siauw Hiong pun dapat memecahkan
rahasia kelemahan lawannya, karena dia melihat bahwa
serangan-serangan yang dilancarkan oleh lawannya itu
kebanyakan melalui tubuh bagian atasnya saja, sedangkan
bagian bawahnya jarang digunakan, hingga hatinya
tergerak dan lalu berpikir: "Benar, seluruh kepandaian yang
dimiliki oleh Kinlungo ini, kelemahannya terletak dibagian
sebelah bawahnya, sedangkan pergerakan Kit Mo Sin
Pouw-ku sudah terhebat dan sempurna, hingga ini tepat
sekali untuk melayani dan memecahkan kelemahannya
ini." Pada saat itu dia menyerang dengan jurus 'Hong-seng-
put-sip' (gerak tidak putus-putusnya), jurus mana adalah
jurus terhebat dari pelajaran 'Tay-yan-sip-sek', tapi
disamping itu, Lie Siauw Hiong lalu menekuk kakinya, dan
dengan badanan separuh dibungkukkan, dia menyerang
bagian bawah Kinlungo, dan dengan serangan yang diubah
ini, tenaganya telah bertambah hebat, sehingga ia dapat
memaksa Kinlungo mundur sampai tiga langkah jauhnya.
Lie Siauw Hiong baru saja ingin mengubah serangannya
yang berjurus 'Hong-seng-put-sip' ini, ketika dengan
sekonyong-konyong dia teringat akan pelajaran yang baru
saja dia pelajari tadi dari Peng Hoan Siangjin, hingga
hatinya menjadi sangat gembira sekali, dan diam-diam dia
berkata: "Sungguh jitu dan hebat sekali, karena dengan
lantas Peng Hoan Siangjin sudah dapat memecahkan
kelemahannya Kinlungo ini, dan berbareng dengan itu,
barulah dia ajarkan ilmunya itu kepadaku, maka
seranganku sekali ini pasti ia sukar sekali untuk dapat
menghindarkannyal" Begitulah dengan hati gembira Siauw Hiong tiba-tiba
memperlambat serangannya, sehingga memberi kesempatan
untuk Kinlungo menyerang dengan ganasnya, dengan mana
lagi-lagi dia berhasil menggulung sebagian besar bajunya
Lie Siauw Hiong, tapi pemuda kita buru-buru bentangkan
Kit Mo Sin Pouw untuk mengelitkan serangan lawannya.
Para hadirin yang melihat Lie Siauw Hiong menderita
kerugian ini, muka mereka menunjukkan perasaan takut
dan cemas atas diri pemuda kita, tapi mereka tidak habis
berpikir, mengapa orang tua itu malahan tinggal tersenyum-


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senyum saja dengan tenangnya sambil menggendong kedua
tangannya, padahal mereka tidak mengetahui, bahwa Peng
Hoan Siangjin diam-diam dia memuji pada muridnya yang
sudah berhasil menerima pelajarannya dengan sempurna.
Dengan tangan kiri Lie Siauw Hiong lalu melancarkan
serangannya, sedang tusukan pedangnya sekali ini
mengancam jalan darah 'Kie-bun-hiat' atas diri lawannya.
Beruang-ulang sehingga tiga kali, Lie Siauw Hiong
menggunakan seluruh kepandaian yang beraneka macam
dan sangat hebat itu, sehingga lawannya tidak terasa lagi
menjadi terkejut bukan buatan.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 32 Lie Siauw Hiong dengan beruntun sebanyak sepuluh kali
telah melancarkan serangannya dengan menggunakan
jurus-jurus 'Tay-yan-sip-sek'nya, yang telah berhasil diciptakannya serta diperluas setelah dia mengalami
pertempuran hebat dengan sembilan jago dari Kwan Tiong,
dan sekarang dia pakai menyerang Kinlungo, dengan
tenaga yang ternyata telah bertambah hebat dan kuat,
sehingga saking gugupnya Kinlungo buru-buru berkata
didalam hatinya: "Tipu permainan pedangnya ini cukup
hebat, sebenarnya aku bisa bertahan, tapi mengapa dalam
waktu yang pendek dia dapat mengeluarkan banyak sekali
tipu-tipu aneh lainnya serta perubahan-perubahan yang
tidak habis-habisnya?"
Beruntun tiga kali dengan memperdengarkan suara sret
sret sret dari sabetan pedangnya, Lie Siauw Hiong
menyerang bagian bawah tubuh Kinkungo, maka dalam
keadaan yang semakin gugup dia mengekuh pada dirinya
sendiri: "Habislah! Ternyata dia telah dapat memecahkan
kekemahanku .." Sambil berpikir begitu, buru-buru dia
melompat mundur sejauh dua langkah.
Dengan pedangnya Lie Siauw Hioug lalu menyerang
secara menyamping kearah tubuh bagian bawah lawannya,
sedang jurus yang dipakainya ini adalah yang tadi dia
terima dari Peng Hoan Siangjin! Kinlungo buru-buru
menyabetkan tali lemasnya kebawah dengan sepenuh
tenaganya, kemudian dengan sekonyong-konyong saja
terdengar suara bentakannya Lie Siauw Hiong: "Kena!"
Baru saja pedang Lie Siauw Hiong ditarik, Kinkungo
merasakan pundaknya sudah tertusuk oleh pedang
lawannya, sedangkan orang banyak hanya melihat sinar
pedang berkelebat, badan kedua orang itu berpencaran
dengan cepatnya, kemudian disusul pula dengan seruan
pemuda kita: "Kena!" Setelah itu, lagi-lagi mereka saling
berpencaran, kesudahannya pemuda kita lalu melintangkan
pedangnya didadanya, memandang pada Kinkungo yang
baju dipundaknya sudah tersobek dan darah tampak
mengucur dengan derasnya dari lukanya itu.
Setelah berselang sejurus kemudian, diruangan itu lalu
terbit suara yang amat bergemuruh dari teriakan-teriakan
para hadirin untuk menyambut kemenangan yang diperoleh
oleh jago muda kita ini. Kinlungo sendiri dengan muka biru
buru-buru mencekal tangannya Katar, mereka dengan tidak
menolehkan kepalanya lagi lalu keluar dari ruangan Bu-wie-
thia itu dibawah tampik sorak orang banyak yang mengejek
mereka. Lie Siauw Hiong setelah mengalahkan Kinlungo, dia
masih berdiri disitu sambil melihat pada wajah orang
banyak yang bergembira atas kemenangannya ..
Peng Hoan Siangjin sambil tertawa berseri-seri laku
berkata: "Bocah, sekali ini benar-benar kau sudah berhasil
dapat membikin namamu harum dalam rimba persilatan!
Ah, hampir-hampir aku melupakan urusan yang penting,
mari, lekas jalan .."
Dengan tidak menunggu persetujuannya Lie Siauw
Hiong lagi, dia sudah menarik lengannya si pemuda, dan
seperti juga seekor burung elang yang menyamber anak
ayam, seketika itu juga tampak bayangan kedua orang ini
melampaui kepala orang banyak melayang keluar dari
ruangan besar itu, hingga dengan tergesa-gesa Gouw Leng
Hong berseru: "Hiong Tee .. Loo-cian-pwee, tunggu
sebentar!" Buru-buru dia keluar dari pintu itu, dan pada saat berada
diluar, dia lihat bayangannya Peng Hoan Siangjin dengan
Lie Siauw Hiong sudah tampak kecil bagaikan semut
karena amat jauhnya. Gouw Leng Hong sangat mencintai pemuda kita
bagaikan adik kandungnya sendiri, dan sekalipun dia dapat
menerka bahwa orang tua itu mungkin sekaki Peng Hoan
Siangjin yang Lie Siauw Hiong sering sebut-sebut namanya,
maka dalam hatinya tidak pernah merasa khawatir apa-apa.
Maka tanpa berpikir panjang lagi dia kalu bentangkan
Keng-sin-kangnya untuk coba menyusul kedua orang itu.
Dia tidak pernah berpikir, bahwa Keng-sin-kangnya
sendiri mana mungkin dapat menandingi Keng-sin-kangnya
Peng Hoan Siangjin, sehingga diapun sudah melupakan
orang yang berada dalam ruangan itu dan merupakan
pembunuh ayahnya sendiri, ialah Kouw Am dan Cek Yang.
Pada saat itu hatinya hanya bertekad bulat atas suatu tujuan
saja, yaitu mengejar pada adiknya, tapi andaikata dia sudah
berhasil dapat mengejarnya, diapun tak tahu untuk maksud
apa dia melakukan pengejaran itu.
Leng Hong lihat orang tua yang mencekal lengannya Lie
Siauw Hiong hanya dengan berapa kali lompatan saja
sudah mencapai jarak puluhan tombak jauhnya, hingga
dengan sekeras-keras kemampuannya dia berusaha untuk
mengejarnya, dan diwaktu mengetahui bahwa dirinya tidak
mungkin dapat menyandaknya lagi, sekonyong-konyong
dari belakangnya meniup angin yang agak keras, dan
bersamaan dengan itu, sesosok bayangan dari belakangnya
mekesat melewati tubuhnya, hingga kecepatannya bagaikan
bintang beralih saja. Orang ini justeru adakah pemuda yang
bertempur tadi dengan Katar, yaitu Bu-lim-cie-siu, maka
dalam hatinya diam-diam dia berkata: "Aku yang telah
makan buah mujijat, tenaga-dalam maupun Keng-sin-
kangku sudah maju pesat sekali, aku kira kecuali Hiong
Tee, jarang sekali ada orang yang dapat menandingiku, tapi
tidak disangka pemuda ini, yang usianya juga tidak
melebihi berapa tahun daripadaku, bukan saja tenaga-
dakamnya, tapi Keng-sin-kang-nya pun hampir bersamaan
denganku." Dalam hati dia merasa sangat tidak puas, maka sambil
menghempos semangatnya iapun telah melesat untku
mengejarnya, tapi Bu-kim-cie-siu yang tadi lari melewatinya, sebentar kemudian tampak sudah balik
kembali. Pemuda itu ketika melihat bahwa Leng Hongpun
mengejarnya, juga tidak berhasil mengejar oraug tua itu,
maka hatinya yang sedang merasa tidak puas, sambil
menekuk mukanya dia berkata pada Leng Hong: "Kau
mengejarku mau apa?"
Leng Hong melihat wajah orang itu masih muda sekali,
tapi disitu menunjukkan bahwa dia itu bertabiat sangat licik
sekali. Pada saat itu sekalipun dia sedang mengumbar
amarahnya, sedikitpun dia tidak menunjukkan keangkarannya, hingga tidak terasa lagi diapun berkesan
baik juga terhadapnya. Maka walaupun dia bertabiat panas
dan mendongkol, tapi dengan berbaik dan tidak ingin
menunjukkan kelemahannya diapun lantas berkata: "Aku
kira bahwa kau sudah berhasil dapat mengejar Loo-ho-siang
dan Hiong Teeku." Si pemuda itu yang merasa dirinya disindir, dengan
marah lalu berkata: "Bagaimana, kau mau apa sekarang?"
Leng Hong yang mendengar omongan pemuda itu tidak
beraturan, diapun dengan berpura-pura marah lalu berkata:
"Kaupun mau apa?"
Dengan marah pemuda itu berkata: "Bocah liar, aku
sedang menantikan pengajaranmu!"
Leng Hong lalu tertawa dan berkata: "Pengajaran?"
Pemuda itu lalu mengepalkan kedua tinjunya, yang
kemudian dipukulkan kearah Leng Hong hingga si pemuda
she Gouw yang segera kenali bahwa dia itu seorang murid
dari partai Siauw Lim, dengan tidak berayal lagi segera
membentangkan jurus Liok-teng-kay-san, atau Malaikat
Liok Teng membuka gunung, untuk balas menyerang
kepadanya. Kedua orang ini memang tidak bermaksud
untuk mencelakai lawannya masing-masing, tapi dengan
beradunya kedua kepalan ini, mereka masing-masing jadi
terdesak raundur hingga sejauh dua langkah.
Dengan memuji Leng Hong berkata: "Sungguh suatu
kepandaian yang bagus sekali!"
Pemuda itupun memuji atas kekuatan Leng Hong, maka
setelah mendengar Leng Hong memuji, rasa permusuhannyapun jadi banyak berkurang, hingga dalam
pada itu diapun lalu berkata: "Kali ini aku mempunyai
urusan yang penting, maka tidak bisa tinggal lama-lama
disini. Jika dibelakang hari memang kita berjodoh satu
sama lain, akan kuminta pengajaran pula darimu!"
Sehabis berkata begitu, dengan tidak menunggu jawaban
Leng Hong lagi, dia sudah meninggalkannya pergi bagaikan
angin cepatnya. Leng Hong yang memang tidak bermaksud jahat
kepadanya, sudah tentu saja diapun tidak menghalanginya,
tapi sekonyong-konyong dia teringat pada orang yang
merupakan musuh yang membunuh ayahnya, maka buru-
buru dia balik keruangan Bu-wie-thia tadi.
Waktu dia masuk kedalam ruangan itu, dia lihat ruangan
itu sudah sepi hingga yang ketinggalan disitu hanya berapa
orang yang tidak ternama sama sekali. Ternyata bahwa
kepergiannya tadi, telah menyebabkan banyak sekali
pendekar-pendekar ternama di Tiong-goan sudah pada
meninggalkan tempat itu menuju kedaerah masing-masing,
dan diwaktu dia sapukan matanya pada sekeliling tempat
itu, dia tidak melihat lagi musuhnya itu, maka dalam hati
dia berpikir: "Musuhku adalah orang-orang yang sudah
ternama, jika aku menantangnya, merekapun tidak
mungkin dapat menyembunyikan diri begitu saja, maka
apakah pula yang perlu kutakuti?" Tapi satu pikiran lalu
melintas dikepalanya: "Tadi orang tua itu mempunyai
Keng-sin-kang yang sukar diduga betapa tingginya, dia
kenal baik kepada Hiong Tee. Maka dengan menilik pada
kecintaannya terhadap saudaraku itu, rasanya sudah
pastilah bahwa dia itu pemimpin dari 'Tiga Dewa Diluar
Dunia', yaitu Peng Hoan Siangjin, belum tahu orang tua itu
hendak mewariskan pelajaran hebat apa lagi kepada Hiong
Tee! Aku pernah menyanggupinya untuk menjenguk Souw
Kho-nio, oleh sebab itu, akupun tidak boleh menghilangkan
kepercayaannya. Setelah mengambil keputusan yang pasti
diapun pergilah untuk menepati janjinya.
Waktu dia berangkat kearah perbatasan propinsi Shoa
Tang, dia lihat disepanjang jalan banyak sekali orang tua
maupun muda yang menggendong barang-barang yang
berat diatas bebokong mereka, tampaknya mereka sangat
lelah karena tengah melarikan diri dari kejaran serdadu-
serdadu, hingga dalam hati dia merasa heran sekali.
Waktu orang tua itu ditanyakan dan mengetahui, bahwa
Leng Hongpun mempunyai dialek bahasa yang sama
sepertinya, diapun mengetahui, bahwa Leng Hong adalah
penduduk sekampung halaman yang baru pulang dari
perantauannya, maka sambil menghela napas dia berkata:
"Sebulan yang lampau pernah turun hujan lebat beberapa
kali, air sungai Hong Hoo pada meluap membobolkan
tanggu-ltanggulnya sehingga seluruh kampung mengalami
kebanjiran hebat sekali, kampungku terpisah dengan
kampung Phui-kee-cun hanya seratus lie lebih, maka masih
keburu menyingkir bersama keluargaku .."
Leng Hong dengan tidak menunggu sampai orang tua itu
selesai berbicara, ia sudah memotong sambil bertanya:
"Loo-pek, kampung Lim-cun bagaimana?"
Orang tua itu menjawab: "Apakah yang dimaksudkan
olehmu bukan Lim-cun sebelah barat yang terpisah lima
puluh lie dari Kho-kee-cun" Disanapun dikuatirkan sudah
menjadi lautan besar pula!"
Setelah mengucapkan terima kasihnya, diapun berpamitanlah dari orang tua itu.
Waktu dia memikirkan Toa Nio bersama anak daranya
yang cantik tertimpah bencana alam yang kejam ini, dia
pikir bagi mereka lebih banyak celakanya daripada selamat,
hingga hatinya gugup cemas bukan buatan. Mula-mula dia
berniat hendak membentangkan Keng-sin-kangnya untuk
pergi melihat kedaerah itu, tapi, karena kuatir terlampau
menarik perhatian orang, terpaksa ia urungkan niatannya
itu. Begitulah sejak pagi dia berjalan sampai senja, tanpa
makan tengah hari. Disepanjang jalan benar saja terlihat
banyak sekali penduduk yang mengalami bencana alam ini


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melarikan diri dengan berbondong-bondong, hingga hatinya
merasa tertusuk sekali menyaksikan kesengsaraan penduduk itu. Dan setelah terpisah dengan kampung Lim-
cun kurang lebih seratus lie lagi, dia tanyakan pada salah
seorang penduduk tentang keadaan dalam kampung itu,
dari siapa ia diberitahukan bahwa kampung yang
dimaksudkan itu dan sekitarnya sejauh sepuluh lie, baru
kemarin malam saja digenangi air.
Mendengar keterangan begitu, Leng Hong jadi terkejut
seperti orang disamber geledek saja, hingga untuk sesaat dia
berdiri terpaku, merasa pilu sekali berpikir, cara bagaimana
dia harus menolongi Ah Lan ibu dan anak"
"Rumah gubuknya itu dibangun menyender dengan
gunung," pikirnya, "daerah disekelilingnya memang juga
cukup tinggi, bila mereka naik diatas puncak gentingnya,
untuk setengah hari mungkin air belum dapat melandanya.
Sekarang kampung Lim-cun sudah habis digenangi air,
perjalanan sukar dijalani, lebih baik aku pergi kesana
dengan menyewa perahu saja."
Dengan mengeluarkan ongkos yang cukup besar, lalu dia
menyewa sebuah perahu, dan dengan berlawanan dengan
arah banjir, mereka menuju ketempat yang dimaksudnya
itu. Pada saat itu air yang mengalir sangat deras sekali,
tukang perahu itu dengan mengeluarkan seluruh kekuatannya mendayung perahunya, tapi lajunya perahu itu
tetap perlahan sekali, hingga hati Leng Hong bertambah
gugup saja. Lalu dia minta satu pengayuh lagi, dan sambil
mengeluarkan tenaga-dalamnya, diapun bantu mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mendayung
perahu itu, hingga dengan mendayung berduaan dapat juga
mereka membuat lajunya perahu itu menjadi pesat juga.
Setelah berlayar tiga jam lamanya, pada saat itu sudah
tengah hari, tukang perahu sudah kehabisan tenaga, maka
diapun tidak dapat melanjutkan mendayung lagi, dia sudah
hendak mengasoh untuk memelihara semangatnya, tapi
Leng Hong tidak menghiraukannya dan dengan seorang
diri saja kini dia mendayung pearhu tersebut.
Sebentar kemudian banjir itu semakin bertambah tinggi
dan hebat, sedangkan jalanan tidak dapat dikenali lagi, dan
sejauh mata memandang, yang tampak hanyalah air belaka,
hingga dalam hati Leng Hong mengetahui, bahwa daerah
ini terpisah dengan Lim-cun sudah tidak berapa jauh lagi,
maka sambil menghempos semangatnya dia mendayung
terlebih giat lagi. Dia lihat disepanjang jalan yang dilewatinya, seluruh
rumah sudah digenangi air bah, hingga banyak penduduk
yang naik diatas pohon atau atap rumah yang tinggi,
dengan ditangan mereka memegang obor yang menyala.
Orang banyak ketika melihat Leng Hong mendatangi
kearah mereka, obor mereka lalu dibolang-balingkan sambil
berteriak-teriak minta pertolongan.
Leng Hong yang memikirkan keselamatannya Ah Lan
ibu dan anak, dia berpura-pura tidak mendengar teriakan-
teriakan orang banyak, hanya berlayar terus saja dengan
hati yang penuh kekuatiran.
Kini terpisah dengan kampung Lim-cun sudah semakin
mendekat, hingga hatinyapun bertambah tegang, tangannya
sudah berkeringat, sedangkan didalam hati dia berpikiri:
"Asalkan .. asalkan mereka naik diatas genting saja, maka
mereka masih mungkin dapat ditolong."
Perahu kecil itu lalu masuk kedalam kampung Lim-cun.
Pada saat itu dengan hati berdebar-debar Leng Hong
memandang keempat penjuru, dia hanya melihat air
melulu, seluruh bangunan dikampung itu sudah digenangi
air bah, hingga hanya ada berapa batang pohon Gouw
Tong saja yang masih terlihat cabangnya diatas permukaan
air banjir itu. Hatinya menjadi tawar sekali, dia yang sudah
mendayung sehari semalam, seluruh tenaganya sudah
habis, kini melihat pengharapan satu-satunya hilang pula,
maka seluruh badannya dirasakan lemas sekali, maka
dengan tidak disadarinya lagi dayungnya jatuh kegeladak
perahu, sedangkan orangnyapun turut jatuh semaput.
Leng Hong yang sejak kecil sudah ditinggal oleh kedua
orang tuanya, dia terus dipelihara dengan kasih sayang oleh
Toa Nio. Terhadap Ah Lan dia paling baik sekali, karena
sekalipun mereka tidak terang-terangan menyatakan
kesayangan mereka masing-masing, tapi dengan tindak-
tanduknya terang sekali lebih menang daripada perkataan
yang diucapkan itu. Dia hanya berharap dapat membalaskan sakit hati kedua orang tuanya, sebelum itu
dia ingin mencari buah Hiat-ko untuk menyembuhkan
pandangan Ah Lan, kemudian .. membawa Ah Lan serta
ibunya kesatu tempat yang indah seperti dalam lukisan ..
tapi, sekarang" Mimpi indah yang dibayangkannya itu kini
telah buyar seluruhnya ..
Leng Hong rasakan dadanya panas, kemudian dingin,
seakan-akan dia dapat mendengar darah yang mengalir
ditubuhnya, darah yang mengalir dijantungnya, jantung itu
seakan-akan pecah dan hatinyapun turut pecah pula ..
Kemudian dia menarik napas, sambil membantah:
"Dunia ini ternyata tidak kekal, hingga apa saja selalu
berubah-ubah, sehingga hanya barang logam seperti
tembaga saja yang tak mudah berubah."
Benar, penghidupan didunia ini memang penuh dengan
kesengsaraan: berpisah hidup, berpisah mati, putus
harapan, kepedihan, dan masih ada apa lagi yang perlu
diharapkan" Dalam saat itu juga, dia rasakan antara dunia dengannya
seolah-olah tidak ada hubungannya lagi, sedangkan
pikirannya seakan-akan sedang memasuki satu dunia yang
lainnya pula .. Leng Hong lalu berkata pada dirinya sendiri: "Ah Lan,
Ah Lan, kau jangan menangis. Twako akan datang
menemanimu!" Tengah dia mabuk kepayang ini, sekonyong-konyong
belakangnya didorong orang, hingga dengan terkejut dia
bangun berdiri, dan waktu dia balikkan kepalanya
memandang, dia lihat orang itu adakah si tukang perahu.
Ternyata waktu dia jatuh semaput tadi, tukang perahu
sudah siuman dari tidurnya, dan setelah dia nyalakan api,
dia lihat Leng Hong dengan muka pucat terbaring digeladak
perahunya, mukanya tidak tampak warna darah. Dan
tatkala melihat muka pemuda kita yang sedang terlongong-
longong dan seakan-akan sedang memikirkan sesuatu,
sekonyong-konyong dia lihat pemuda kita tertawa dan lalu
berkata pada dirinya sendiri, hingga dengan tidak sabaran
lagi dia telah mendorong tubuh pemuda kita.
Sesudah terbangun dari melamunnya dan menyadari apa
yang telah terjadi atas dirinya, hatinya merasa pilu dan
cemas, sehingga diapun tidak berani memikirkan masa
depannya. Pada saat itu haripun sudah pagi lagi, lalu dia
perintahkan tukang perahu berlayar balik. Mengikuti aliran
air laju perahu sangat pesat sekali, hingga tidak sampai dua
jam lamanya merekapun sudah sampailah dipantai pula.
Leng Hong setelah turun dari perahu dan mencampurkan diri diantara korban bencana banjir itu, dia
perhatikan satu-persatu orang yang mengalami bencana itu,
tapi diantara mereka dia tidak menemui orang yang
dicarinya. Maka dengan putus harapan diapun tidak mau
lagi bercampuran dengan penduduk yang mengalami
bencana itu, sedangkan pikirannya hanya ditujukan pada
satu jurusan saja, yaitu pulang.
Jalan yang diambilnya kini tidak lagi jalan besar,
melainkan jalan kampung yang kecil dan memotong jalan,
agar supaya lebih cepat sampainya, dari situ dia mengambil
jalan gunung yang sepi dan lengang. Kalau lapar dia makan
buah-buahan yang terdapat dijalanan, sedangkan minumnya dia minum air sungai yang jernih. Jalan gunung
itu yang tidak putus-putusnya, seakan-akan tidak ada
ujungnya, maka dalam hati Leng Hong berpikir: "Biarlah
bila ujung jalan ini dijumpai, itulah berarti bahwa
nyawakupun sudah sampai."
Begitulah dia berjalan tanpa tujuan, dan tatkala berjalan
sudah berapa hari lamanya, kini dia melihat disebelah
depan terdapat satu jalan yang menuju ke Cee Leng, hingga
hatinya terkejut dan berkata: "Souw Kho-nio tinggal di Cee
Leng, baiklah aku menjenguknya sekali saja, setelah itu,
aku akan mencari pembunuh orang tuaku, kemudian .."
Diapun tidak mengetahui lagi apa
yang hendak dikerjakannya selanjutnya.
Leng Hong setelah masuk kedalam kota, otaknya terasa
kosong melompong, tujuannya hanya satu, yaitu berjalan
terus .. Setelah dia lewati lagi gang, kemudian didepannya dia
melihat pintu besar berwarna hitam dan diatas pintu itu
tergantung besi pengetuk pintu yang tampak kuning seperti
mas, didepan pintu itu terdapat dua orang serdadu penjaga,
hingga diapun segera mengetahui, bahwa itulah tempat
tinggal Tie-hu (kurang lebih sama dengan bupati). Lalu dia
jalan menghampiri sambil bertanya: "Saudara, apakah
rumah ini rumah Kong Koan dari Tie-hu" Aku Gouw Leng
Hong ingin mencari dan bertemu dengan nona Souw Hui
Cie." Penjaga pintu tersebut ketika melihat wajah pemuda kita
yang kini berpakaian sangat kotor dan tidak keruan, tapi
wajahnya tampak tampan sekali, lagi pula waktu
mendengar bahwa dia menanyakan anak angkat Tie-hu itu,
diapun segera mengetahui, bahwa pemuda kita tentulah
orang yang mempunyai asal-usul yang terang, oleh karena
itu, tanpa berani berlaku ayal-ayalan lagi dia lalu masuk
kedalam untuk melaporkannya.
Berselang sejurus antaranya, lalu keluar seorang yang
tampaknya seperti orang pesuruh dari orang berpangkat itu,
yang dengan laku sangat hormat sekali lalu berkata: "Gouw
Kong-cu silahkan masuk, Sio-cia sedang menantikan
diruangan tamu." Baru saja dia jalan setengahnya, Souw Hui Cie sudah
datang menyambutnya, Leng Hong melihat dia tersenyum
manis sekali bagaikan bunga yang sedang mekar, wajahnya
tampak sangat gembira. Selama beberapa bulan tidak
berjumpa ia tampak agak lebih kurus, tapi mukanya tampak
bertambah cantik. Leng Hong sambil memberi hormat lalu berkata: "Souw
Khonio, apakah kau baik-baik saja selama ini" Aku bersama
Hiong Tee sebenarnya ingin datang bersama-sama, tapi
ditengah jalan dia dipanggil pergi oleh seorang Loo-cian-
pwee, maka untuk itu dia mengirim salam kepadamu dan
menanyakan tentang kesehatanmu."
Souw Hui Cie dengan segera menjawab dengan lemah-
lembut: "Gouw Kong-cu silahkan masuk kedalam, tempo
hari begitu kita saling berpisah, hatiku sangat memikirkan
tentang kau saja, setiap hari aku senantiasa menantikan
kedatanganmu untuk menjenguk .." Waktu dia berkata
sampai disitu, seakan-akan dia dapatkan yang perkataannya
itu agak tidak sesuai, hingga dengan muka merah dia lalu
berhenti berkata-kata. Leng Hong yang melihat sepasang matanya yang indah,
tidak terasa lagi dia terpikir akan diri Ah Lan, sedangkan
didalam hatinya dia berkata: "Ai, sungguh banyak
miripnya! Hanya yang satu begitu beruntung sekali,
sedangkan yang lainnya mengalami bencana yang sangat
menyedihkan. Oh, Tuhan, mengapakah kau tidak adil
sekali?" Hwie Cie yang melihat pemuda dihadapannya tiba-tiba
tinggal terpekur saja, hatinya jadi merasa heran, dan
bersamaan dengan itu, tidak terasa lagi perasaan sayang dan
kasihannya semakin jadi mendalam.
Dengan suara yang lemah-lembut dia berkata: "Gouw
Kong-cu, apakah kau datang dari daerah kebanjiran?"
Leng Hong menganggukkan kepalanya, kemudian Hwie
Cie melanjutkan perkataannya: "Sungai Hong Hoo (sungai
kuning) setiap tahun selalu menimbulkan bahaya banjir,
para pembesar yang diharuskan bertugas membetulkan
tanggul-tanggul sungai itu, biasanya hanya pandai memeras
rakyat saja dengan jalan memungut pajak dari rakyat jelata
yang katanya untuk dipakai membetulkan tanggul-tanggul
itu, tapi kenyataannya uang yang didapatkan itu masuk


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kantongnya sendiri, sehingga waktu bahaya banjir datang,
siang-siang mereka sudah melarikan diri meninggalkan
rakyat yang pernah diperasnya, hingga ayah angkatkupun
sangat geram menyaksikan tingkah laku pembesar-
Misteri Bayangan Setan 12 Pendekar Mabuk 040 Asmara Berdarah Biru Sumpah Palapa 14
^