Pendekar Pedang Sakti 16
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Bagian 16
pembesar itu, dan diapun sudah ingin melaporkan
kekejadian ini kepada gubernur."
Leng Hong menjadi tergerak hatinya mendengar
perkataan nona ini, semulanya dia ingin membuka mulut
untuk menanyakan lebih lanjut, tapi karena Hwie Cie
kelihatannya sangat girang sekali, maka dia tidak sempat
mengajukan pertanyaannya, lebih-lebih ketika sinona
berbicara terus dan tidak henti-hentinya, menceritakan
tentang kisahnya sendiri.
Ternyata tempat nona Hwie Cie menyenderkan dirinya
pada sahabat ayahnya adalah seorang Tie-hu (bupati) she
Kim, begitu dia lihat nona Souw ini, orang tua ini jadi
sangat girang, dan atas penuturan nona ini, dia merasa
terharu sekali, hingga dengan segala senang hati dia suka
menerima anak dara kawannya untuk tinggal bersama-sama
dengannya. Orang tua itu sudah berumur lima puluh tahun lebih, dan
dia sangat menyayangi sekali terhadapnya, dan dia sering-
sering menghela napas karena dia tidak mempunyai anak
laki-laki maupun anak perempuan, oleh karena itu, dia lalu
angkat orang tua itu sebagai ayah angkatnya, hal mana
telah menyebabkan orang tua itu merasa sangat girang
sekali. Sebenarnya Leng Hong ingin pamitan, tapi melihat
nona itu menceritakan kisahnya dengan gembira, tidak tega
rasanya untuk meninggalkan dia dengan segera.
Hwie Cie setelah berkata-kata demikian, dia lihat
pemuda kita sangat memperhatikan kisahnya, hingga
diapun menjadi sangat girang didalam hatinya.
Sekonyong-konyong dia berkata: "Gouw Siang-kong,
kau lihatlah, karena saking girangnya, sehingga aku berlaku
sangat tolol sekali. Kau yang telah datang dari tempat yang
jauh, tentu sekali sangat lelah, aku malah mengoceh tidak
keruan, baiklah kau mandi dan tukar pakaian dahulu,
kemudian kau boleh beristirahat."
Sesudah itu dia perintah babu untuk menyediakan air
panas, untuk Leng Hong mandi.
Leng Hong setelah mandi dan bertukar pakaian, dia
rasakan badannya amat segar sekali, tapi perasaan itu hanya
hinggap sebentaran saja, sebab pikirannya kemudian
menjadi ruwet demi memikirkan sesuatu yang dialaminya.
Hwie Cie menunggu Leng Hong, setelah pemuda itu
selesai mandi, lalu diantarkan kekamar tidur sambil berkata:
"Kau baiklah beristirahat sebentar, setelah kau bangun, lalu
kita boleh makan malam, baru sesudah itu kita boleh
melanjutkan cerita kita yang belum selesai."
Setelah waktu makan tiba, Leng Hong lalu mengikuti
babu untuk bertandang kekamar siocianya, yang setelah
melewati dua lorong, dihadapannya terlihat sebuah pintu
bundar, dan babu itu lalu berkata: "Inilah tempat tinggal
Sio-cia kita." Leng Hong setelah masuki kamar bundar itu, hidungnya
lantas dapat menangkap hawa yang harum semerbak,
ternyata dalam taman disitu ditanami pohon-pohon bunga
melati, dibelakang gunung-gunungan buatan terdapat air
mancur, yang diwaktu sinar puteri malam jatuh diatas air
terjun itu, tampak memancarkan warna-warni yang gilang-
gemilang, hingga pemandangan itu sungguh luar biasa
sekali indahnya. Leng Hong melihat Hwie Cie sedang menantikannya
dengan duduk dipinggir sebuah meja, diatas mana sudah
diatur hidangan dan sayur-mayur, kemudian dia dipersilahkannya duduk disisinya.
Dengan lemah-lembut ia berkata: "Apakah Kho-nio
sudah lama menantikan aku?"
Dengan tertawa Hwie Cie menjawab: "Gouw Siang-
kong, ternyata kau terlampau sopan-santun. Mari, kita
minum arak dahulu." Waktu dia mengucapkan perkataan
'kita', tidak terasa lagi dia merasa sedikit malu.
Leng Hong tanpa tujuan tertentu lalu mengangkat
cangkir araknya untuk minum isinya, dengan mana Hwie
Cie pun menelad sedikit malu.
Dengan perkataan yang lemah-lembut Hwie Cie coba
menghibur pemuda kita, Leng Hong yang hatinya penuh
diliputi kesedihan, dia berpikir untuk menghilangkan
kesedihannya itu dengan jalan minum arak, begitulah
secangkir demi secangkir dia hirup araknya.
Si nona sendiripun minum secangkir pula, hingga
mukanya menjadi agak merah. Dibawah sorotan sinar
lampu minyak, pipinya yang berwarna putih kini tampak
bersemu dadu, hingga tampaknya begitu indah bagaikan
sekuntum bunga yang baru mekar saja.
Sekonyong-konyong dia berkata: "Hari itu aku berjumpa
dengan tuan Lie .. Lie Siang-kong panggil kau Twako,
bukan" Dia sungguh mengagumimu, aku .. akupun
mengharapkan, bahwa pada suatu hari akupun dapat
memanggilmu dengan sebutan Twako juga, bukankah hal
itu sangat baik sekali?"
Leng Hong sudah agak dipengaruhi oleh susu macan,
melihat sinona sungguh indah dan cantik sekali, diapun
berkata: "Akupun sangat mengharapkan sekali akan
mempunyai seorang moay-moay (adik perempuan) sepertimu." Dengan penuh rasa girang yang memuncak Hwie Cie
berkata: "Twako, benarkah hal itu" Kau tak usah panggil
aku dengan sebutan Souw Kho-nio lagi, ibuku panggil aku
Siauw Hwie, kaupun boleh panggil begitu juga terhadapku." Kemudian diapun melanjutkan: "Twako, sejak kepergianmu, aku sungguh memikirkan dirimu saja, setiap
hari aku menghitung-hitung hari lalu, aku ketahui bahwa
kau pasti akan datang kepadaku. Pagi hari ini aku dengar
burung gereja berkicau didahan pohon, hingga akupun
mengetahui, bahwa kau pasti akan datang."
Leng Hong berkata: "Siauw Hwie Moay-cu, aku .. aku."
Siauw Hwie lalu melanjutkan perkataannya: "Tak usah
kau katakan Twako, akupun mengetahui yang kaupun
senantiasa memikirkan tentang diriku, bukankah begitu?"
"Ayah angkatku yang melihat aku senantiasa tidak
bergembira, mengira bahwa aku jatuh sakit. Twako, hatiku
senantiasa merasa risau sekali. Twako, kau tidak akan
meninggalkan aku lagi ya" Aku tahu bahwa kau tidak suka
tinggal disini, bila kau ingin mengembara dikalangan Kang-
ouw, masakah aku tidak ingin turut bersamamu?"
Leng Hong yang mendengar perkataan si nona yang
penuh rasa kasih sayang, hatinya merasa tergerak dan
terharu sekali. Hwie Cie duduk dekat sekali dengannya,
hingga hawa wangi yang memancar dari tubuhnya dapat
dirasakan oleh Leng Hong.
Dia sendiri memangnya tidak begitu gemar minum arak,
pada saat itu dia bermaksud untuk menghilangkan
kesedihannya dengan jalan menenggak arak, dan kini waktu
dia angkat kepalanya memandang pada nona Souw,
ternyata si nona tengah memandang padanya dengan
perasaan cinta yang mendalam sekali.
Leng Hong rasakan matanya itu begitu lembut dan
mesra, dia kini yang sudah kena dipengaruhi susu macan
darahnya agak naik, setelah memandang pula, diapun tidak
dapat lagi mengendalikan gelora hatinya, maka dengan
serta-merta lalu dia ulurkan tangannya memegang tangan si
nona sambil berkata: "Moay-cu (adik, dinda) kau sungguh
cantik sekali." Hwie Cie yang dicekal tangannya, tidak berusaha untuk
melepaskannya, dia biarkan saja diusap-usap oleh pemuda
kita, dia rasakan tangan Leng Hong yang hangat terus
menjalar keseluruh tubuhnya, hatinya merasa lemas dan
mesra sekali. Dia yang sejak kecil sudah ditinggal mati oleh ibunya,
sekalipun ayahnya sangat mencintainya, tapi selama berapa
tahun berselang, dia yang sudah sebatang kara, bila
dimalam terang bulan hanya duduk sendirian menggadangi
bulan, sungguh hatinya merasa kosong dan kesepian sekali,
tapi kini hatinya sudah terisi, sehingga dunia kini sudah
berubah begitu indah, dengan segala-galanya yang ada
dimuka bumi ini menjadi serba indah pula seluruhnya!
Demikianlah khasiatnya .. cinta!
Leng Hong dengan penuh kemesraan memanggil:
"Moay-cu!" Hwie Cie dengan lembutnya menyahut: "Twako, ada
apa?" Leng Hong dengan terputus-putus berkata: "Aku .. aku ..
ingin sekali mencium matamu .."
Hwie Cie merasa sangat malu sekali, dia yang memang
bertabiat sopan dan lemah-lembut, melihat mata Leng
Hong tengah memandangnya seakan-akan menantikan
jawahannya, diapun tidak tega untuk menolaknya, begitu
juga dalam sanubarinya memang dia tidak ingin
menolaknya. Lalu, dia meramkan matanya begitulah dia menantikan
ciuman pemuda kita, dalam detik-detik itu dia tidak
inginkan segala apapun didunia ini .. semuanya
dirasakannya bagaikan awan putih yang tengah berarak-
arak diatas langit tidak ada gunanya.
Setelah itu, dia merasakan pemuda kita menciumi
matanya berulang-ulang, dalam hati dia berkata: "Dia
sungguh seorang jantan sejati, cuma dia terlampau kuno
sekali dan kering." Waktu kemudian dia meleki matanya kembali, dia lihat
pemuda kita seakan-akan seorang yang sedang mabuk
kepayang, dalam hati dia berpikir: "Twako, dikuatirkan kau
mabuk karena terlampau gembira agaknya, bukankah?"
Sekonyong-konyong, dari luar jendela terdengar suara
helaan napas seseorang yang amat sedihnya.
Leng Hong yang sedang merasakan puncak kenikmatannya dalam lembah asmara, sekalipun dia
mempunyai kepandaian yang sangat tinggi, dia tidak
mendengar suara helaan napas orang diluar jendela,
berhubung pikirannya sedang tenggelam dilautan asmara,
sedangkan Hwie Cie sendiri juga tidak mendengar suara itu
karena diapun sedang merasakan kemesraan bercinta kasih,
pada saat itu harapannya adalah bila mungkin dunia ini
tidak berjalan ataupun berkisar, sedangkan detik-detik tidak
berjalan agar dia dapat menikmati kemesraan cinta itu lebih
lama pula, dari itu, dimanalah dia mendengar suara helaan
napas diluar jendela tersebut"
Kejadian didunia ini memang seperti juga sudah diatur
oleh yang berkuasa, andaikata suara helaan napas itu
terdengar oleh Leng Hong dan dia buru-buru mengejarnya,
maka pasti sekali penghidupannya akan mengalami
perubahan yang besar sekali.
Ternyata dibalik gunung-gunungan palsu, duduk seorang
wanita yang lemah-lembut, dia ini tidak henti-hentinya
menangis, waktu angin malam meniup pipinya, dia
bergemetaran karena dinginnya tapi rasa dingin itu jauh
lebih ringan bila dibandingkan dengan perasaan hatinya
yang merasa putus asa dan pilu sekali.
Setelah dia menangis puas, perasaan marahnya mulai
hilang, dan suatu perasaan yang seumurnya belum pernah
dirasakannya, telah bersarang didalam dadanya.
"Orang lain adalah anaknya orang besar, aku hanya
seorang .. aku hanyalah seorang gadis desa yang buta,
bagaimana dapat dibandingkan dengan orang lain?" Dan
hatinya berpikir lebih jauh: "Twako, akupun tidak
menyalahkanmu, aku sesungguhnya tidak pantas menjadi
pasanganmu! Twako, kau tidak usah memikirkan pula
tentang gadis desa yang bodoh, baiklah kau kawin dengan
nona Souw saja." Dia yang dari kecil sampai besar
dibesarkan dalam lingkungan desa, seumurnya belum
pernah mengalami perbuatan dusta dan palsu, diapun
belum pernah merasakan dirinya tertipu oleh orang lain,
dan sekarang barulah dia rasakan perasaan itu, karena dia
rasakan orang yang seumurnya menjadi idam-idamannya,
dia mengira bahwa pemuda kita adalah seorang laki-laki
yang sempurna, tapi ternyata akhirnya dapat menipunya
juga, dengan jalan memindahkan kasih sayangnya pada lain
gadis, segala impiannya yang muluk dan indah kini sudah
buyar laksana asap tertiup angin, hingga yang ketinggalan
sekarang hanyalah perasaan sedih dan pilu saja, maka
saking pilunya, dia merasa seakan-akan hatinya sedang
dimakan oleh seekor ular yang berbisa.
Cinta akhirnya memenangkan segala-galanya, diapun
tidak merasa dendam kesumat pada kekasihnya karena dia
berpikir: "Aku masih tetap mencintai Twako, aku ingin
Twako senantiasa sehat-sehat saja, asal saja dia selalu segar
bugar, apa lagi yang aku inginkan" Twako dengan nona
Souw adalah pasangan yang setimpal dan cocok sekali, aku
mengapa harus menyelak diantara mereka,
untuk
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyusahkan Twako saja" Pergi! Pergi! Biarlah aku pergi
sejauh-jauhnya untuk membiarkan melaksanakan cinta
kasih mereka!" Lalu dia bangkit dan berjalan perlahan-lahan waktu sinar
puteri malam menyinari tubuhnya, maka terbentuklah
bayangan panjang yang berpeta dibumi.
Sekalipun dia tidak melihat bayangannya sendiri, tapi
dalam hati dia berpikir: "Mulai hari ini, aku adalah seorang
yang sebatang kara, bayangan, oh bayangan, hanya engkau
saja yang senantiasa menemaniku !"
Perlahan-lahan diapun sudah pergi jauh sekali, seorang
yang berbudi luhur mengalami nasib yang demikian
memilukan hati, perlahan-lahan bayangannya ditelan oleh
kegelapan malam yang tidak berbatas ..
Keesokan harinya Leng Hong lalu minta diri dari nona
Souw. Hwie Cie yang mengetahui bahwa pemuda kita ingin
menuntut balas sakit hati orang tuanya, diapun tidak
berusaha untuk menghalang-halanginya, baru saja Leng
Hong ingin berangkat, sekonyong-konyong hatinya tergerak
dan diapun berpikir: "Ayah angkatnya Souw Kho-nio
adalah pejabat Tie-hu dari daerah delapan kewedanaan di
Shoa-tang barat, aku mengapa tidak coba menyelidiki
jejaknya Ah Lan ibu dan anak?"
Dalam pada itu diapun berkata pada Hwie Cie, waktu
Hwie Cie mendengar pemuda kita dalam menyebutkan
nama An Lan, perasaannya begitu penuh kasih dan sayang,
hingga tidak terasa lagi hatinya merasa sedikit tidak enak.
Diapun berdiam diri sebentar, dan satu pikiran melintas
diotaknya, sudah beberapa kali dia berusaha untuk
mengatakannya, tapi perasaannya yang lebih mementingkan diri sendiri melarangnya akan berbuat
demikian. Didunia ini, bagi wanita kebanyakan, perasaan
mementingkan diri sendiri dan cemburu adalah paling
menonjol, maka dengan berperasaan demikian, hal ini
akhirnya dapat membuat seorang wanita yang tadinya
lemah-lembut dan berbudi luhur berubah menjadi seorang
wanita yang kejam dan jahat.
Begitulah perasaan tersebut berperang dalam hatinya
Hwie Cie, dia yang memangnya anak seorang pembesar
pula, sejak kecil sudah dibiasakan dimanja oleh ayahnya,
dia yang memang sangat cerdik, kemarin malam waktu
Leng Hong datang dan bercakap-cakap, dia telah lihat
mukanya sedikit berubah, waktu itu dia kira karena pemuda
kita tengah diganggu oleh banyak pikiran, tapi nyatanya dia
hanya dapat menebak separuh. Pada saat ini setelah dia
mendengar kata-kata pemuda kita, maka seluruhnya telah
menjadi terang benderang. Dia tahu, andaikata dia
menjelaskan hal yang sebenarnya, maka kebahagiaannya
akan lenyap pada saat itu juga, tapi ajaran ayahnya sendiri
yang bengis, seakan-akan masih mengiang-ngiang ditelinganya. Pada saat ini, dia rasakan jika dibandingkan
dengan keadaan sepuluh tahun yang lampau, perasaannya
kini jauh lebih sedih dan goncang.
Akhirnya dia dapat mengambil keputusan yang pasti,
karena satu tindakan yang didorong oleh pertimbangan
yang luhur akhirnya telah memenangi perasaannya yang
bersifat terlampau mementingkan diri sendiri itu. Maka
dengan suara yang agak gemetar dia bertanya: "Nona Ah
Lan yang kau maksudkan itu, apakah bukannya wanita
yang bertubuh kecil langsing?"
Leng Hong yang lama sekali tidak mendengar dia
menjawab, seakan-akan sedang memikirkan satu soal yang
sulit, kini waktu secara sekonyong-konyong dia ditanyakan
olehnya, dia masih mengira bahwa nona itu menanyakan
soal Ah Lan dengan jelas dan bermaksud untuk membantu
untuk mencarinya, maka tidak terasa lagi diapun merasa
sangat berterima kasih sekali dan berkata: "Siauw Hwie
Moay-cu, Ah Lan memang benar seperti apa yang kau
katakan itu, aku harap kau perhatikan sungguh-sungguh,
kedua matanya adalah buta."
Hwie Cie kemudian memanggil pada budaknya sambil
diperintahkan: "Lekas kau panggil Ah Lan Kho-nio datang
untuk menjumpai Gouw Siang-kong!"
Begitu perkataan ini diucapkan, Leng Hong merasa
diluar dugaan sama sekali, dia seakan-akan tidak dapat
mempercayai atas pendengarannya sendiri, buru-buru dia
bertanya: "Moay-cu, kau .. kau mengatakan apa?"
Budaknya itupun tidak mengerti jelas maksud majikannya, maka sambil membelalakan matanya ia
memandang pada nona majikannya sambil berdiri terpekur
disitu. Hwie Cie berkata pula: "Aku menyuruhmu untuk
memanggil nona Ah Lan datang kemari."
Budak itu kini barulah mengerti jelas perintah
majikannya, sambil mengeluarkan suara 'ahhhh' buru-buru
dia berlari-lari melaksanakan tugasnya, Leng Hong yang
tidak dapat mengendalikan lagi perasaannya, buru-buru
berlari juga sambil mengikuti budak itu.
Hwie Cie yang menampak sinar pandangannya pemuda
kita luar biasa girangnya, dan hal itu teranglah
menunjukkan perasaan cinta yang sangat mendalam
terhadap Ah Lan, hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi
hancur dan diapun berputus harapan, dan sambil menutupi
mukanya, buru-buru diapun lari kedalam kamarnya, dari
mana dengan sekonyong-konyong dia mendengar suara
Leng Hong yang bergemetar sedang menanyakan budaknya. "Dia .. bagaimana .. jam berapa .. meninggalkan tempat
ini?" Budak itu menjawah: "Kemarin malam."
Leng Hong lalu bertanya pula: "Dia mengapa secara
sekonyong-konyong ingin meninggalkan rumah ini?"
Kedengaran suara budak itu menyahut: "Aku tidak tahu,
waktu dia ingin meninggalkan tempat ini, dia telah
menitipkan sepucuk surat yang dipesannya untuk disampaikan pada Gouw Siang-kong, kepala rumah tangga
yang mengurus budak-budak karena melihat dia bukanlah
seorang budak biasa, melainkan adalah orang yang telah
ditolong oleh majikan kita, maka waktu dia memaksa
hendak meninggalkan tempat ini, diapun tidak berani
menghalanginya maupun melarangnya."
Dengan perasaan yang gugup Leng Hong berkata:
"Lekas kau berikan suratnya itu kepadaku."
Dia yang mengengtahui bahwa Ah Lan masih hidup
didunia maya ini, hatinya girang tidak kepalang, dia tidak
mengerti mengapa dia ingin meninggalkannya .. dia telah
melupakan perbuatannya semalam akibat terlampau banyak
minum susu macan. Setelah dia sambuti surat itu, dan baru saja bermaksud
untuk membukanya, tiba-tiba dari belakangnya terdengar
suara yang lemah-lembut mengatakan: "Twako, kau
sendiripun harus baik-baik menjaga dirimu sendiri."
Waktu dia menolehkan kepalanya memandang, ternyata
orang itu adalah Hwie Cie yang kini mukanya penuh tanda
bekas-bekas airmata, hingga tidak terasa lagi dia merasa
terharu sekali, tapi dia yang pikirannya sedang kacau
karena ingin sekali segera mengejar pada Ah Lan, saat itu
tidak dapat mencari daya untuk menghiburnya.
Dia hanya dapat berkata: "Moay-cu, kau sungguh
terlampau baik memperlakukanku. Hatiku mengetahui
jelas, setelah aku dapat mengejar Ah Lan, barulah aku
datang kembali untuk menjengukmu."
Hwie Cie hanya dapat menganggukkan kepala saja
dengan perasaan ingat-ingat lupa. Leng Hong lalu
melambaikan tangan kepadanya, kemudian dengan tidak
menolehkan kepalanya lagi dia sudah lari cepat sekali.
"Aku merasa puas sudah, terhadap cium asmaranya ..
sekalipun dihatinya dia mempunyai kekasih lainnya pula,
tapi, aku sudah merasa puas terhadapnya.
"Hari depan masih banyak bagiku, akupun tidak
bersendirian pula, hal itu patut kuingat seumur hidupku!
Aku, aku .. ingin hidup terus dan beginilah perjalanan
hidupku ini!" Dan tanpa terasa pula air matanya mengalir
turun melalui kedua pipinya.
(Oo-dwkz-oO) Ombak yang besar mendampar-dampar .. itulah suasana
dipulau Tay Ciap Too, sinar matahari yang jatuh dilaut
memperlihatkan warnanya yang kemerah-merahan, hingga
menyebabkan ombak itu menjadi beraneka warna dan
berubah-ubah, sebentar biru sebentar merah, hingga tampak
indah sekali dipemandangan mata.
Sebuah perahu kecil perlahan-lahan menyusur pantai,
sekalipun dasar perahu sudah menyentuh pasir, tapi
sesungguhnya terpisah dengan pantai masih kurang lebih
lima tombak lagi. Diatas perahu kecil itu terdapat dua orang
penumpangnya, seorang yang duduk dikepala perahu kecil
itu adalah seorang pendeta tua, sedangkan diburitan perahu
itu duduk seorang pemuda yang berwajah tampan lagi
muda belia .. tidak usah dikatakan lagi, mereka berdua ini
adalah salah seorang pemilik pulau Tay Ciap Too, Peng
Hoan Siangjin, sedangkan pemuda itu tentu saja bukan lain
daripada Lie Siauw Hiong adanya.
Lie Siauw Hiong setelah berhasil menjatuhkan bangsa
asing yang sangat tangguh itu digunung Kwie San, maka
julukannya 'Bwee Hiang Sin Kiam' sudah menjadi terkenal
dan tersiar luas sekali dalam kalangan Kang-ouw, hingga
ditiap tempat selalu ada orang yang memuji tinggi
kepadanya, tapi sebaliknya orangnya sendiri tidak
mengetahuinya sama sekali, karena sejak dia merobohkan
Kinlungo, dia sudah dengan segera dibawa lari oleh Peng
Hoan Siangjin .. sekarang, dia dan orang tua itu sudah tiba
kembali dipulau Tay Ciap Too.
Disepanjang jalan Lie Siauw Hiong sudah menanyakan
berulang-ulang, tapi Peng Hoan Siangjin hanya diam saja
merahasiakan sesuatu padanya dan dia hanya berkata:
"Pokoknya kau turut denganku, pasti kau akan mendapatkan tidak sedikit kefaedahannya."
Atau bila tidak menjawab begitu, dia hanya mengganda
tersenyum saja, tidak menjawab pertanyaannya itu.
Lie Siauw Hiong sekalipun sangat menghormati serta
menjunjung tinggi terhadap orang tua yang mempunyai
kepandaian yang luar biasa serta sudah memberikan
pelajaran yang hebat kepadanya ini, hatinya masih tetap
merasa bimbang karena sesungguhnya dia masih mempunyai banyak urusan yang belum sempat dia
selesaikan, tapi dia tidak enak untuk memberitahukannya,
hanya dengan diam-diam terpaksa mengikuti saja orang tua
itu. Waktu perahu mereka sudah keluar dari laut, dia yang
baru tahu sekalipun hendak berlaku guguppun percuma
saja, terpaksa dengan menekan perasaannya diapun
berusaha tidak mengingat-ingat urusan yang belum sempat
dia kerjakan itu. Peng Hoan Siangjin pun tidak mengajak dia bicara apa-
apa, hanya tersenyum-senyum saja dengan penuh rahasia
dan memandang kepadanya sambil duduk dimuka perahu.
Lie Siauw Hiong yang duduk diburitan perahu, kini dia
tidak mempunyai pekerjaan apa-apa, tapi dengan termangu-
mangu dia duduk disitu, sedangkan hatinya dengan tidak
terasa lagi jadi teringat pula akan jurus demi jurus yang
dialaminya selama bertempur dengan Kinlungo tadi.
Diam-diam dia berpikir sambil berkata pada dirinya
sendiri: "Umurnya Kinlungo itu jika dibandingkan
denganku, tidak terpaut terlampau banyak, paling banyak
dia baru berusia tiga puluh tahun lebih, tapi tenaga-
dalamnya begitu hebat sekali, hingga sejak aku menerima
pelajaran Peng Hoan Siangjin dan setelah mengalami
berapa kali pertempuran hebat, boleh dikatakan tenaga-
dalamku sudah maju pesat sekali. Tapi, berlawanan
dengannya ternyata masih kurang, andaikata Peng Hoan
Siangjin tidak mengajarkan jurusnya yang tunggal itu,
mungkin juga hasilnya akan menjadi lain, karena jurus
tunggal itu adalah yang paling sempurna dan terhehat,
hingga seandainya tenaga-dalam Kinlungo-pun lebih tinggi
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekalipun, sukar juga agaknya untuk menahan jurus tunggal
yang luar biasa itu .. Tatkala berpikir sampai disitu, tidak terasa lagi dia
menjadi sangat girang sekali, maka dengan tidak disadari
lagi dia sudah terlepasan omong sambil berkata: "Sungguh
hebat, sungguh jitu .."
Dengan sekonyong-konyong Peng Hoan Siangjin pun
menyelak sambil herkata: "Tunggulah, sebentar lagi masih
ada yang jauh lebih hebat dan jitu daripada apa yang kau
duga semula." Waktu Lie Siauw Hiong mengangkat kepalanya
memandang pada orang tua itu, ternyata Peng Hoan
Siangjin sedang memandang padanya dengan senyumnya
yang penuh arti, sedangkan mukanya tampak sangat puas
sekali, hingga tidak terasa lagi dia merasa sangat heran
didalam hatinya. Peng Hoan Siangjin sambil tertawa lahu herkata:
"Bocah, kau tentunya pada saat ini sedang memikirkan
tentang pelajaran hebat yang telah kuajarkan, hahahaha,
yang lebih aneh dan lebih hebat masih banyak lagi
dibelakangnya .." Sekonyong-konyong badan perahu mereka tergoncang
dan tidak dapat maju lebih lanjut, ternyata pantat perahu
mereka telah menyentuh pada batu-batu didasar pasir laut
itu. Peng Hoan Siangjin lahu berseru: "Sudah sampai, bocah
lekas naik kedarat."
Sambil berkata begitu, lalu dia enjot badannya dan
bagaikan seekor burung kepinis tubuhnya sudah melompat
maju sejauh lima tombak lebih, sedang apa yang paling
aneh dari gerakan loncatannya itu, adalah tubuh perahu itu
tidak bergoyang akibat loncatannya itu.
Lie Siauw Hiong diam-diam berkata pada dirinya
sendiri: "Sekali melompat dapat mencapai satu jarak sejauh
lima atau enam tombak, itulah sesungguhnya suatu hal
yang tidak mengherankan, tapi akan tidak menyebabkan
perahu itu tergoncang, kepandaian semacam ini adalah
hebat dan sukar dipercaya, jika umpamanya orang tidak
melihatnya dengan mata kepala sendiri .. tapi aku sendiri
belum sanggup menelad jejaknya itu Hanya tampak diapun
menggerakkan kakinya dan diapun sudah melayang pada
jarak sejauh tiga tombak .. tentu saja perahu itupun tidak
tertolak mundur .. kemudian badannya dengan gerak yang
indah melesat maju lurus sekali dan tempat dia jatuhkan
kakinyapun sudah sampai dipasir yang kering.
Kepandaian yang dimilikinya ini sekalipun tidak sehebat
dan sesempurna seperti yang dimiliki oleh Peng Hoan
Siangjin, tapi bagi orang sebaya dan seangkatannya cukup
memuaskan, hingga Peng Hoan Siangjin yang menyaksikannya juga, tertawa terkekeh-kekeh sambil
berkata: "Bocah, kau cukup hebat, marilah turutku, aku
mempunyai kata-kata yang hendak disampaikan kepadamu
.." (Oo-dwkz-oO) Jilid 33 Dengan tercengang Lie Siauw Hiong terpaksa mengikutnya, tapi ketika baru saja menikung dua putaran,
dalam hutan tersebut lantas tampak sebuah rumah yang
terbikin dari kayu. Diluar rumah kayu tersebut, disebelah timurnya terdapat
sebilah papan, sedangkan disebelah baratnya terdapat
sebilah bambu, kelihatannya tidak sedap sekali dipandang
mata. Hal mana terang sekali, bahwa pantekan itu adalah
buatannya Peng Hoan Siangdiin sendiri. Lie Siauw Hiong
lalu mendekati rumah kayu tersebut, dimana Peng Hoan
Siangjin lalu menolak pintu rumah kayu itu.
Rumah itu tampaknya tidak sedap dipandang mata, tapi
keadaan didalamnya cukup memuaskan. Karena selain
sinar matahari cukup menyinari keadaan disebelah dalam
rumah tersebut, diatas lantaipun dipasang sehelai permadani pula, hingga Lie Siawu Hiong yang menampak
hal itu, tidak terasa lagi jadi menghela napas menunjukkan
keheranannya. Peng Hoan Siangjin lalu mengambil sebuah bangku yang
berbentuk aneh, sambil tertawa dia berkata: "Kursi ini juga
adalah buatanku sendiri, bagaimana pendapatmu?"
Lie Siauw Hiong menjawab: "Bagus, bagus, hanya .."
Peng Hoan Siangjin sambil mengerutkan keningnya
berkata: "Hanya bagaimana?"
Lie Siauw Hiong menjawah: "Hanya terlampau kotor."
Mendengar jawaban pemuda kita, Peng Hoan Siangjin
jadi tertawa bergelak-gelak, kemudian ia bantingkan
bangkunya itu dan benar saja abu pada meluruk jatuh,
sedangkan tempat yang bekas dipegangnya terdapat bekas-
bekas jari tangannya. Kemudian Lie Siauw Hiong dengan rupa yang tidak
sabaran lalu bertanya: "Loo-cian-pwee membawa Boan-
pwee kesini, sebenarnya bermaksud apakah?"
Peng Hoan Siangjin lalu memotong perkataan pemuda
kita sambil berkata: "Kau tidak usah tergesa-gesa, baiklah
sebentar lagi aku akan menjelaskannya .. Hm, bocah kau
katakan, didunia ini soal apakah yang paling sukar
dihadapi?" Dengan perasaan tercengang Lie Siauw Hiong balik
bertanya: "Entah dari sudut manakah yang Loo-cian-pwee
maksudkan?" Peng Hoan Siangjin menjawab: "Yang aku tanyakan,
adalah orang macam apakah yang paling sukar dihadapi?"
Lie Siauw Hiong setelah terdiam sebentar, lalu
menggelengkan kepalanya. Dengan muka yang sungguh-sungguh Peng Hoan
Siangjin lalu berkata: "Bocah, aku beritahu kepadamu,
bahwa didunia ini yang paling sukar dihadapi adalah kaum
wanita .." Tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong jadi mengeluarkan
suara "Ihhh", dan hampir saja dia tak tahan lagi untuk tidak
tertawa, maka dengan perasaan tidak sabaran dia bertanya:
"Kenapa?" Tapi siapa tahu Peng Hoan Siangjin tidak mau
menjawab, selain mengganda tertawa saja atas pertanyaan
pemuda kita itu. Lie Siauw Hiong jadi terbengong dan dengan perasaan
tidak mengerti jadi memandang wajah orang tua itu dengan
terheran-heran. Setelah berselang sejurus lamanya, Peng Hoan Siangjin
dengan secara sekonyong-konyong dan sambil tertawa lalu
bertanya: "Hei, bocah, coba kau katakan, kemajuan
pukulanku itu bagaimana?"
Lie Siauw Hiong segera menjawab: "Kepandaian kau
orang tua adalah yang nomor wahid dikolong langit ini .."
Peng Hoan Siangjin lalu berkata sambil tertawa:
"Benarkah" Hm, cobalah kau lihat satu jurusku ini .."
Lie Siauw Hiong hanya mehihat lengan bajunya paderi
tua itu dikebutkan, sepasang tinjunya dibentangkan dengan
berbareng. Diantara pergerakan tinjunya itu terdengar suara
yang mengaung-ngaung, sedang suatu hal yang paling aneh
lagi, adalah Lie Siauw Hiong yang berdiri terpisah hanya
setengah langkah saja dari orang tua itu, sedikitpun tidak
merasakan samberan angin pukulan orang tua itu, karena
kepandaian semacam ini hanya dapat dilakukan oleh
seseorang yang sudah terlatih sehingga mencapai tingkat
yang tertinggi. Lie Siauw Hiong yang melihat diantara tiga pukulan
orang tua itu, ternyata kehebatannya sungguh tidak ada
batas-batasnya, sehingga tanpa terasa pula dia berdiri
disamping sambil berpikir keras. Pada saat ini tenaga-dalam
maupun kepandaiannya sudah mencapai tingkat yang
tertinggi, maka setelah menyaksikan Peng Hoan Siangjin
bersilat sejurus lamanya, iapun sudah mengerti seluruhnya,
hingga tak terasa lagi dia berseru: "Ai, aku mengerti sudah
.." Peng Hoan Siangjin tertawa bergelak-gelak, kemudian
sambil melompat dia berkata: "Bocah, mari aku pelajari kau
tipu-tipu ini!" Lie Siauw Hiong merasa begitu gembira, sehingga tidak
sempat mengucapkan terima kasih pula dan lalu berlompat
menghampiri orang tua itu, yang segera mulai menjelaskan
tipu-tipu silat tadi kepadanya.
Lie Siauw Hiong yang mendengarnya, tidak terasa lagi
hatinya menjadi sangat gembira dan semangat belajarnyapun menjadi terangsang hebat sekali, karena apa
yang diajarkan oleh Peng Hoan Siangjin itu, ia
mendengarnyapun baru pernah kali ini saja. Gerakan-
gerakan pukulan itu sangat luar biasa dan hebat, hingga
dengan mengandalkan kepandaian setinggi yang dimilikinya, pemuda kita ini baru dapat mempelajari
sepuluh jurus saja dari ilmu silat luar biasa itu, setelah dia
berlatih satu hari suntuk. Dan karena asyik dan sungguh-
sungguhnya ia belajar, Lie Siauw Hiong sampai tidak
memikirkan pula tentang pekerjaan-pekerjaannya yang
belum selesai itu. Terus sampai hari kelima, barulah Lie Siauw Hiong
dapat mempelajari ilmu silat yang sangat hebat itu sehingga
enam puluh jurus banyaknya, dan selama itu sekonyong-
konyong dia berpikir: "Peng Hoan Siangjin membawaku
kemari, apakah disebabkan karena dia hanya ingin
menurunkan pelajaran ini saja kepadaku" Sepanjang jalan
dia terus membungkam dan merahasiakan, sebenarnya dia
bermaksud apakah" Oh! Aku masih mempunyai banyak
sekali pekerjaan yang hendak diselesaikan, tapi mengapa
aku menghamburkan waktuku disini saja?"
Dia pikir bahwa Peng Hoan Siangjin sungguh baik sekali
terhadapnya. Dia sendiri tidak mengetahui apa sebabnya.
"Bila aku terangkan soal yang kuhadapi dengan sebenar-
benarnya, pasti sekali dia akan menyuruhku lekas-lekas
kembali ke Tiong-goan untuk menyelesaikan pekerjaanku
yang terbengkalai itu." Tapi sesungguhnya pelajaran-
pelajaran ini sangat hebat dan aneh sekali, maka diam-diam
dia berpikir: "Ilmu ini memang sangat hebat dan aneh,
maka bila aku melepaskan kesempatan baik ini, bukankah
terlampau sayang sekali?"
Pada saat itu, tiba-tiba dari belakangnya terdengar suara
tertawa yang nyaring sekali: "Bocah," kata suara itu,
"apakah barangkali kau menemui kesukaran dalam
pelajaranmu" Hal ini memang sukar disalahkan kepadamu.
Jurus-jurus pelajaran yang kuberikan ini, namanya disebut
'Kong-kong-ciang-hoat' (pukulan ditempat kosong). Pelajaran ini adalah yang baru-baru ini saja aku ciptakan,
sehingga pada saat ini barangkali tidak ada pelajaran dari
partai lainpun yang sanggup melayani aku sampai tujuh
puluh dua jurus lamanya .. Hm, kau lihat, bukankah aku
berlaku bodoh sekali" Dengan kepandaianku yang kumiliki
sekarang ini, tentu saja tidak ada seorangpun yang sanggup
bertahan sampai tujuh puluh dua jurus lamanya, bukan?"
Lie Siauw Hiong dengan tidak sabaran lalu bertanya:
"Bagaimana dengan kepandaian Boan-pwee?"
Peng Hoan Siangjin jadi tertawa besar dan lalu berkata:
"Jika kau berlatih terus, barulah kau akan mengetahui
sendiri hasilnya." Wajah Lie Siauw Hiong tampak menunjukkan kegembiraannya, maka sambil mengeraskan perasaan
hatinya, diam-diam dia berkata: "Perduli apa, bila aku
sudah mewariskan ketujuh puluh dua jurusnya itu barulah
aku akan berlatih pula dengannya."
Peng Hoan Siangjin berkata pula: "Hei, bocah, pelajaran
ini sudah menyebabkan aku siorang tua sibuk sehingga
sebulan penuh lamanya, dengan kurang tidur dan makan,
barulah aku berhasil dapat menciptakannya. Setelah kau
dapat mempelajari jurus-jurus tersebut dengan sempurna,
entah dengan jalan bagaimana kau harus menyatakan
terima kasihmu kepadaku?"
Lie Siauw Hiong yang pada saat itu tengah diliputi
perasaan yang riang gembira, dengan sungguh-sungguh dia
berkata: "Apa yang hendak Siangjin perintahkan kepada
Boan-pwee, pasti sekali akan kulaksanakan dengan taat."
Peng Hoan Siangjin tinggal tetap tertawa dan lalu
menjawab: "Apakah kau dapat meluluskan
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu permintaanku" Aku jelaskan terlebih dahulu kepadamu,
bahwa pekerjaan yang hendak kuminta kau lakukan itu,
adalah suatu hal yang tidak mudah."
Lie Siauw Hiong yang memang gampang dibuat marah
dengan perkataan yang separuh memancing itu, lalu tanpa
berpikir-pikir lagi dan dengan suara lantang dia sudah
menjawab: "Jangankan baru satu, sampaikan sepuluh lagi
masih ada apa sulitnya sih?"
Peng Hoan Siangjin lalu berkata: "Bagus, kau berlatihlah
terus, akan kuberitahukan hal itu belakangan."
Ilmu Kong-kong-ciang-hoat itu sekalipun pada pokoknya
terdiri dari tujuh puluh dua jurus, tapi diantara
perubahannya terdapat sehingga ribuan banyaknya, maka
tidak heranlah bila Peng Hoan Siangjin sebagai seorang
tokoh yang paling hebat dapat menciptakan ilmu luar biasa
itu, sedangkan Lie Siauw Hiong dengan menggunakan
waktu sepuluh hari lamanya, barulah dia dapat mempelajari
ketujuh puluh dua jurus itu dengan sebaik-baiknya, tapi
perubahan-perubahan yang terdapat begitu banyaknya,
belum dapat dia kuasai dengan sesempurna-sempurnanya.
Setelah berlatih lagi lima bari, tanpa terasa lagi Lie Siauw
Hiong sudah berdiam dipulau Tay Ciap Too setengah bulan
lamanya, pada waktu mana kepandaian yang sangat luar
biasa dan hebat milik Peng Hoan Siangjin sudah berhasil
dapat diwariskan olehnya.
Pada hari itu sehabisnya bersantap malam, sekonyong-
konyong Peng Hoan Siangjin berkata kepadanya: "Bocah,
coba kau katakan, didunia ini yang paling sukar dihadapi
adalah orang macam apakah?"
Mendengar pertanyaan orang tua ini, Lie Siauw Hiong
menjadi tercengang, diam-diam dia berkata: "Ehhh,
mengapa pertanyaan ini diulang lagi?"
Tapi waktu dia lirikan matanya memandang pada orang
tua itu, ternyata muka Peng Hoan Siangjin menunjukkan
kesungguhan, hingga dalam pada itu dengan tertawa diapun
berkatalah: "Aku tahu, orang itu adalah kaum wanita."
Peng Hoan Siangjin menepuk pahanya sambil berkata:
"Benar! Wanita adalah orang yang paling sukar diganggu,
bila kita berlawanan dengan wanita, maka kita akan
mengalami kerugian."
Dengan perasaan heran Lie Siauw Hiong diam-diam
berkata: "Apakah barangkali. Peng Hoan Siangjin pernah
terbentur pada diri wanita?"
Kemudian terdengar Peng Hoan Siangjin berkata pula:
"Pendeta wanita dipulau Siauw Ciap Too kaupun sudah
pernah melihatnya, bukan" Pendeta wanita ini lebih-lebih
sukar diganggu orang. Aku orang tua pernah bertaruh
dengannya, dan selama ini aku belum pernah memperoleh
keuntungan daripadanya. Tempo hari dengan barisan
kunonya aku pernah terkurung selama sepuluh tahun
lamanya, untung nasibku masih cukup baik, sehingga
namaku tidak sampai terusak, tapi walau bagaimanapun,
aku sudah menderita kerugian yang besar sekali, maka
mulai hari itu, akupun sudah bersumpah pada diriku
sendiri." Lie Siauw Hiong semakin mendengar semakin merasa
heran didalam hatinya, sehingga kemudian diapun lantas
bertanya: "Sumpah apakah itu?"
Dengan paras bersungguh-sungguh Peng Hoan Siangjin
berkata: "Aku bersumpah bahwa seumur hidupku, aku tidak
lagi mau bertempur dengan kaum wanita lagi."
Hal mana, sudah barang tentu telah membuat Lie Siauw
Hiong tertawa dan berkata: "Hal itu tidak cukup aneh .."
Peng Hoan Siangjin lalu bertanya: "Kenapa?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Andaikata Hui Taysu
itu datang lagi ingin bertaruhan denganmu, bukankah hal
itu berarti bahwa kau akan mengalami kerugian belaka?"
Sambil berteriak Peng Hoan Siangjin berkata pula: "Ha!
Benar juga perkataanmu ini, tempo hari aku pernah
ditantangnya dengan mengirimkan kabar melalui burung
dara, yang mengatakan bahwa dia telah berhasil
menciptakan suatu ilmu yang hebat sekali. Dan bagaimana
luar biasanya, katanya lebih lanjut, dia ingin bertarung
denganku. Aku segera kirim balasan kepadanya, bahwa aku
tidak mau menerima tantangannya itu, hingga akhirnya
pendeta wanita yang jahat itu lalu menyiarkan kabaran
diluaran, bahwa aku takut bertarung dengannya, hingga
semakin dipikir, semakin mendongkol rasa hatiku, oleh
sebab itu, maka akhirnya .. maka aku mencarimu dan
membawamu kesini .."
Dengan heran Lie Siauw Hiong berkata: "Mencariku?"
Peng Hoan Siangjin tertawa dengan perasaan bangga
dan berkata: "Benar, yang tadi aku ingin kau lakukan, ialah
dengan kepandaianku ini kau harus menggantikan aku
untuk melayani bertempur dengan pendeta wanita
bangkotan itu, untuk bertanding dengan kepandaiannya
yang luar biasa itu .."
Dengan gugup Lie Siauw Hiona menjawab: "Hal itu
tidak mungkin .." Peng Hoan Siangjin lalu berkata: "Jangan takut, jangan
kuatir, pelajaran yang aku ciptakan itu khusus untuk
melayani ilmunya itu, kau pasti tidak akan mengalami
kerugian apa-apa." Lie Siauw Hiong segera menjawab: "Bukan disebabkan
oleh ini .." Dengan perasaan tidak senang Peng Hoan Siangjin
berkata: "Habis mau apa?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Hui Taysu itu pernah
mewariskan ilmu 'Kit-mo-sin-pouw' kepadaku, aku mana
enak turun tangan terhadapnya?"
Peng Hoan Siangjin tertawa besar demi mendengar
perkataan pemuda kita ini, lalu dia berkata lebih lanjut:
"Aku kira urusan apa, tidak tahunya hanya urusan begitu
saja. Hal itu tidak menjadi persoalan apa-apa bagimu. Kau
sendiri bukanlah untuk bertarung mati-matian dengannya,
bukan" Lagi pula kau pernah meluluskan padaku tadi,
masakah sekarang kau mau membantahnya?"
Lie Siauw Hiong sekalipun merasa serba salah, diapun
tidak dapat lagi mengemukakan dalil-dalilnya lagi.
Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula: "Besok kita pergi!"
Setelah berkata begitu, diapun tidak bercakap-cakap lagi,
agaknya dia sudah melatih dirinya lebih lanjut.
Diatas pulau Siauw Ciap Too banyak sekali batu-batu
besar yang berdiri dengan megahnya, laksana raksasa-
raksasa yang berdiri tegak menjangkau langit saja layaknya.
Dari atas perahunya dari jarak yang jauh sekali, Lie
Siauw Hiong sudah dapat melihat batu-batu raksasa itu, dan
diwaktu dia berpikir tentang dirinya sendiri yang pernah
mengalami hal-hal yang aneh diatas pulau itu, tidak terasa
lagi perasaannya menjadi terbangun.
Peng Hoan Siangjin dengan perasaan gembira serta
berbesar hati lalu menggerakkan kedua lengan bajunya
menyampok ombak pertama yang besar dan menghalanginya, sehingga perahunya maju dengan pesat
sekali. Setelah perahu mereka sampai dipantai, lalu mereka
dengan cepat mendarat dengan menghempos semangat
masing-masing yang bergolak-golak. Peng Hoan Siangjin
dengan suara yang lantang lalu berseru kearah pulau itu
sambil berkata: "Loo-nie-po, aku mendatangi untuk
menyambut tantanganmu!"
Tidak antara lama dari barisan batu-batu itu sekonyong-
konyong terlihat bayangan tubuh seseorang yang dengan
hanya beberapa kali lompatan saja sudah sampai dihadapan
mereka, dan orang yang berdiri dihadapan mereka ini
bukan lain daripada Hui Taysu adanya.
Lie Siauw Hiong yang melihatnya, buru-buru maju
memberi hormatnya, sedang Hui Taysu sendiri lalu
membalas penghormatan itu sambil mengibaskan lengan
bajunya, darimana suatu tenaga yang keras sekali
menyamber kemuka pemuda kita, Hui Taysu berkata
dengan suara dingin: "Sudahlah."
Lie Siauw Hiong rasakan tenaga itu kuat tapi tidak
ganas. Tenaga luar biasa kerasnya itu seakan-akan hendak
menerbangkannya, maka buru-buru Siauw Hiong memasang bhesi sekuat-kuatnya, sehingga dia masih tetap
berdiri dengan tegaknya. Dengan mengeluarkan suara "Ihhhh" Hui Taysu lalu
berkata: "Hm, tenaga-dalammu ternyata sudah maju pesat
sekali, ya?" Kemudian sambil membalikkan kepalanya pada Peng
Hoan Siangjin dia menegurnya: "Aku siang-siang sudah
mengetahui, bahwa kau ini pendeta busuk tidak mau
menyambut tantanganku, maka tentulah akan meminta
bantuan orang lain. Pada kali ini kau sudah berhasil
menciptakan ilmu yang lihay apakah, untuk melayani
ilmuku yang hebat itu?"
Peng Hoan Siangjin membiarkan pendeta wanita itu
habis berbicara dahulu, barulah dia memberi hormat sambil
berkata: "Loo-nie-po, sekalipun benar kini aku datang untuk
menyambuti tantanganmu, tapi maksudnya adalah sedikit
berlainan .." Hui Taysu hanya tersenyum dingin saja.
Peng Hoan Siangjin lalu melanjutkan perkataannya:
"Aku tidak bisa turun tangan denganmu pribadi, pelajaran
pukulanku itu aku sudah wariskan pada bocah ini, maka
beranikah kau menyambuti pukulannya itu?"
Hui Taysu tidak menjawab barang sepatah katapun,
selain tertawa bergelak-gelak. Tampaknya dia sama sekali
tidak menghiraukan kepada Peng Hoan Siangjin.
Tidak terasa lagi Hweeshio tua itu menjadi marah,
kemudian dia berkata: "Kau tertawakan apa?"
Hui Taysu menjawab: "Kalau kau tidak berani ya sudah,
mengapa kau masih mau menelorkan bermacam-macam
dalih tidak keruan. Sekarang baru terbukalah mataku!"
Mendengar jawaban pendeta wanita itu, sekonyong-
konyong Peng Hoan Siangjin pun jadi menengadahkan
kepalanya sambil tertawa panjang, tapi sudah barang tentu
Hui Taysu tak mau menghiraukannya.
Peng Hoan Siangjin yang melihat dia tidak dihiraukan
orang, terus saja tertawa sambil memusatkan tenaga-
dalanmya dengan sehebat-hebatnya, sehingga suara tertawanya itu menjadi panjang dan nyaring luar biasa,
yang mana telah membuat Hui Taysu akhirnya menjadi
tidak sabaran dan lalu berkata: "Kau tertawakan apa?"
Peng Hoan Siangjin, lalu menghentikan tertawanya dan
berkata: "Kalau kau tidak berani ya sudah, mengapa kau
masih mau menelorkan bermacam-macam dalih tidak
keruan. Sekarang baru terbukalah mataku!"
Perkataan yang diucapkannya itu, sedikitpun tidak
berlainan dengan apa yang telah diucapkan oleh Hui Taysu
tadi, sehingga si Nikouw yang mendengar perkataannya itu
menjadi geram sekali dan segera berkata: "Tidak beranikah
engkau bertempur?" Peng Hoan Siangjin lalu menunjuk pada Lie Siauw
Hiong sambil berkata: "Beranikah kau bertempur dengan
pemuda itu?" Hui Taysu lalu mengeluarkan suara jengekannya sambil
memandang kelangit, seakan-akan tidak memandang
sebelah matapun pada diri pemuda kita.
Dengan demikian berarti, bahwa Peng Hoan Siangjin
tidak sudi bertempur dengan Hui Taysu, sedangkan Hui
Taysu sendiri egah pula melayani Lie Siauw Hiong,
sehingga akhirnya kedua belah pihak tinggal berdiri diam
disitu. Setelah berselang sejurus lamanya, Peng Hoan Siangjin
dengan secara sekonyong-konyong berkata sambil menunjukkan muka yang berseri-seri: "Ada .. ada .."
Sambil melototkan matanya. Hui Taysu bertanya: "Ada
apa?" Peng Hoan Siangjin lalu menjawab: "Aku mempunyai
suatu usul yang mohon pertimbanganmu. Aku sudah
mewariskan kepandaianku kepada si pemuda ini, kaupun
boleh menyebutkan segala kepandaianmu kepadanya.
Biarkanlah dia yang melayaninya pertempuran kita ini,
dengan cara demikian, yaitu mula-mula aku akan
menyebutkan daya seranganku, kemudian kau boleh
memberitahukan kepadanya tangkisan maupun serangan
balasan pada sipemuda, untuk melayani seranganku yang
pertama itu, dan demikianlah seterusnya."
Hui Taysu lalu tertawa dingin dan menjawab: "Caramu
ini memang baik juga, hanya pelajaranku ini adalah hasil
jerih payahku, yang dengan susah-payah baru berhasil
menciptakannya, oleh sebab itu, cara bagaimana dengan
mudah saja dapat diberikan kepada pemuda itu?"
Peng Hoan Siangjin yang menganggap bahwa usulnya
yang baik itu ditolak mentah-mentah oleh Hui Taysu, sudah
barang tentu menjadi amat gusar dan lalu berkata: "Apakah
kau takut bahwa kepandaiannya akan melampauimu" Kau
ini pendeta wanita bangkotan yang mudah sekali
tersinggung! Bila demikian halnya, lebih baik kita jangan
bertempur lagi!" Sehabis berkata begitu, diapun segera membalikkan
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
badannya hendak pergi, sehingga Hui Taysu tidak dapat
mengendalikan lagi dirinya dan lalu berkata: "Kalau mau
bertanding ya boleh bertanding! Bocah, mari sini, aku akan
memberitahukan pelajaranku kepadamu .. tapi pendeta
busuk itu tidak boleh coba mengintip!"
Peng Hoan Siangjin lalu tertawa mengakak sambil
kemudian berkata: "Aku tua bangka pasti sekali tidak
kemaruk terhadap kepandaianmu! Baiklah aku pergi
kesana, agar supaya kau merasa tenteram!"
Hui Taysu lalu mengajak Lie Siauw Hiong kesuatu
tempat disebelah barat, dimana dia lalu mulai memberikan
pelajarannya. Lie Siauw Hiong secara berturut-turut dapat memperoleh
kepandaian kedua orang yang luar biasa ini, boleh
dikatakan peruntungannya terlampau mujur. Dia cukup
maklum, bahwa kedua orang luar biasa ini tidak pernah
menerima murid, hingga kesempatan sebaik ini sukar sekali
dijumpainya, maka dengan seluruh perhatiannya dia
mendengarkan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh
paderi perempuan itu. Kepandaian yang dimiliki oleh Hui Taysu ini sungguh
hebat sekali, sehingga tidak terlampau mengherankan bila
dia sampai mencari Peng Hoan Siangjin untuk ditantangnya, berhubung kepandaiannya yang sesungguhnya amat luar biasa itu. Lie Siauw Hiong dengan
menggunakan tempo lima hari, barulah berhasil mempelajari separuh daripada kepandaian yang diajarkannya itu, maka didalam hatinya diam-diam dia jadi
menghela napas sambil berkata pada dirinya sendiri:
"Ternyata didunia ini ada pukulan yang sedemikian
hebatnya itu. Andaikata pelajaran 'Kong-kong-ciang-hoat'
dari Peng Hoan Siangjin digabungkan dengan gerak 'Kit-
mo-sin-pouw', belum tentu kepandaiannya Peng Hoan
Siangjin dapat memenangkannya. Apalagi jika Tiga Dewa
Diluar Dunia dapat bersatu padu dan menciptakan
kepandaian yang hebat-hebat, sudah pasti akan mampu
menjagoi serta menaklukkan semua pendekar-pendekar
dalam rimba persilatan."
Tengah dia berpikir keras, sekonyong-konyong tampak
melayang turun tubuh seseorang yang cepat bagaikan kilat,
hingga sebentar saja ia sudah sampai dimuka mereka. Dan
tatkala mengenali bahwa orang itu adalah Peng Hoan
Siangjin sendiri, Hui Taysu lalu bertanya: "Pendeta busuk,
kau datang kemari mau apa?"
Dengan gugup Peng Hoan Siangjin berkata: "Lebih baik
kita jangan bertempur lagi. Pulau Tay Ciap Too
kepunyaanku didatangi orang kuat, aku harus memburu
kesana .." Sambil berkata begitu, lalu dia angsurkan tangannya
memperlihatkan sesuatu barang, dan ketika mereka
melihatnya, ternyata barang itu adalah mayatnya seekor
burung elang, yang ternyata ditenggorokkannya tertancap
sebatang anak panah. Lie Siauw Hiong segera mengenali, bahwa burung elang
serupa itu adalah banyak terdapat dipulau Tay Ciap Too,
tapi burung itu telah kedapatan terpanah sehingga binasa.
Dalam pada itu, lalu dia maju dan memperhatikan anak
panah tersebut, yang ternyata bentuknya agak aneh dan
tidak sama seperti yang banyak kedapatan didaerah Tiong-
goan. Oleh sebab itu, teranglah bahwa anak panah itu
bukan orang Han yang melepaskannya. Pada badan anak
panah tersebut terdapat tiga huruf yang kecil sekali.
Dan diwaktu Lie Siauw Hiong memeriksanya dengan
teliti, ia segera mengetahui bahwa anak panah itu telah
dilepaskan oleh 'Kinlungo'!
Lie Siauw Hiong lalu memberitahukan segala sesuatu
yang dialaminya kepada Peng Hoan Siangjin, yang setelah
mendengar penuturan pemuda kita, dengan geram ia lalu
berkata: "Ternyata bahwa inilah perbuatannya bocah asing
sialan itu! Hm, dia berani membunuh burung elangku .."
Kemudian diapun membalikkan badannya dan pergi.
Dengan ini Lie Siauw Hiong berpendapat bahwa
Kinlungo tentunya bermaksud hendak mencarinya, tapi
karena tidak berhasil menjumpainya, barulah dia mencari
orang tua itu. Kemudian diapun lantas berteriak: "Siangjin,
tunggu dulu, Boan-pwee pun ingin turut juga kau pergi .."
Sambil berdehem, Peng Hoan Siangjin lalu dengan sekali
lompat saja sudah berhasil melesat sehingga puluhan
tombak jauhnya. Peng Hoan Siangjin mengajak Lie Siauw Hiong naik
kembali kedalam perahu mereka, yang dengan cepat
ditujukan kepulau Tay Ciap Too. Disana, dari kejauhan
mereka sudah melihat dua buah perahu besar yang sedang
ditambatkan dipantai. Maka Peng Hoan Siangjin yang
menyaksikan hal ini, dengan tergesa-gesa telah mengebutkan sepasang lengan bajunya, hingga dengan ini
ia telah membuat perahu mereka laju sangat pesat sekali,
maka tidak antara lama merekapun sudah tibalah dipantai
pula. Peng Hoan Siangjin dengan cepat lalu berkata: "Bocah,
lekas!" Dengan menarik sebelah tangan Lie Siauw Hiong, orang
tua ini lalu menendangkan kakinya ketanah, hingga badan
mereka lantas melayang dan jatuh tepat diatas sebatang
pohon beringin tua yang terpisah antara enam atau tujuh
tombak jauhnya. Lie Siauw Hiong yang berdiri diatas tempat yang tinggi,
dia segera melihat bahwa didalam hutan itu terdapat
serombongan orang yang sedang bertempur dengan
serunya. Mereka ini ternyata terdiri dari tujuh atau
delapanbelas pendeta yang sedang bertempur dengan empat
orang laki-laki yang dandanannya agak aneh. Diantara
mereka ini, ada tiga orang yang berpakaian secara pendeta
dan seorang yang berpakaian biasa saja. Ketika orang yang
berpakaian secara pendeta itu mengenakan pakaian yang
berwarna merah, sedangkan yang seorang berpakaian
seperti seorang anak sekolah. Mereka berempat dengan
bergiliran telah melakukan serangan dahsyat terhadap
beberapa belas orang pendeta yang menjadi lawan mereka,
sehingga tiada seorangpun antara pendeta-pendeta itu yang
berani datang terlampau dekat.
Waktu pemuda yang berpakaian seperti anak sekolah itu
melancarkan serangannya, barulah Siauw Hiong mengerti
jelas, maka dengan suara yang rendah dia membisiki pada
Peng Hoan Siangjin sambil berkata: "Orang yang
berpakaian seperti anak sekolah itulah yang bernama
Kinlungo." Peng Hoan Siangjin jadi tertawa dingin dan berkata:
"Ketiga pendeta itu memang sangat lihay. Hm! Tidak
mengherankan bila Kinlungo ini berani datang mengacau
ke Tiong-goan, dan makanya dia berani datang kepulau Tay
Ciap Too, adalah karena dia mempunyai senderan yang
kuat ini." Setelah mendengar perkataan orang tua itu, Lie Siauw
Hiong pun lalu memusatkan perhatiannya pada ketiga
pendeta tersehut. Dia lihat salah seorang diantara mereka
sambil berseru segera melancarkan serangan yang hebat
sekali, hingga seorang pendeta setengah tua yang mendiadi
lawannya, buru-buru mengelitkan diri, kemudian terdengar
suara "Bruk!" yang nyaring sekali, karena sebatang pohon
cemara yang sebesar tong dan terdapat dibelakang pendeta
itu, telah kena terpukul musuh sehingga tumbang!
Menyaksikan hal itu, diam-diam Lie Siauw Hiong
menjadi terkejut dan berpikir didalam hatinya: "Pendeta
yang tiga orang dan berpakaian merah itu, ternyata tenaga-
dalamnya hebat sekali. Kepandaian merekapun tidak
berada disebelah bawah dari Tiga Dewa Diluar Dunia, dan
mereka ini pastilah orang-orang dari pihak seatasan
Kinlungo .." Waktu dia menoleh kepada Peng Hoan Siangjin,
ternyata orang tua ini tengah memperhatikan pada
serombongan pendeta-pendeta ini. Wajahnya menunjukkan
perasaan yang aneh sekali, maka tidak terasa lagi Lie Siauw
Hiong pun merasa aneh juga didalam hatinya. Tatkala dia
coba meneliti, ternyata rombongan pendeta-pendeta itu
tepat terdiri dari delapanbelas orang, diantara mereka
terdapat seorang pemuda yang memakai pakaian biasa saja,
yang ketika Siauw Hiong memperhatikannya, ternyata dia
itu bukan lain daripada 'Bu-Iim-cie-siu' Sun Ie Tiong
adanya. Lie Siauw Hiong yang baru memahami persoalan itu
dengan jelas, tanpa berpikir lagi segera berseru: "Ah,
pendeta-pendeta Siauw Lim Sie!"
Dia melihat ketujuhbelas pendeta dan Sun Ie Tiong yang
tengah mengurung tiga pendeta asing berbaju merah serta
Kinlungo, gerakan kaki mereka sangat rapat sekali,
sehingga hatinya tergerak dan diam-diam berkata: "Jadi ini
mungkinkah yang sudah terkenal diseluruh muka bumi dan
biasa disebut barisan 'Loo-han-tin' itu?"
Sekonyong-konyong Peng Hoan Siangjin berkata:
"Celaka! Pendeta asing itu akan menurunkan tangan
jahatnya, sedangkan pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie
itu pasti akan mengalami kekalahan. Ayoh, mari kita lekas
terjang!" Baru saja kata-kata itu selesai diucapkan, Hweeshio tua
itu sudah melesat keudara, hingga Lie Siauw Hiong yang
melihatnya menjadi terkejut bukan kepalang. Buru-buru
diapun mengikuti jejaknya, ditengah-tengah udara Lie
Siauw Hiong sudah mendengar teriakan-teriakan yang
mengejutkan hati, karena ketiga pendeta asing serta
Kinlungo dari menjaga diri sekarang sudah berbalik
menjadi pihak yang menyerang, sehingga pada saat itu
mereka tengah merangsak maju dengan amat dahsyatnya.
Bagaikan seekor burung besar yang menukik turun
kebawah, dengan dua kali mengibaskan lengan bajunya
Peng Hoan Siangjin dengan tepat sekali sudah menangkis
serangannya salah seorang pendeta asing tersebut.
Dengan mengeluarkan suara "Buk" yang nyaring sekali,
ternyata badan pendeta asing itu telah terpental jauh sekali,
sedangkan Peng Hoan Siangjin sendiri agak tergetar
pundaknya. Selanjutnya kedua orang itu lalu mengeluarkan
suara teriakan terkejut yang tertahan.
Pendeta asing itu dengan penuh kemarahan memandang
pada Peng Hoan Siangjin, kemudian mengangkat pula
tangannya hendak dipukulkan kepadanya.
Tapi Peng Hoan Siangjin pun tidak mau menunjukkan
kelemahannya. Mereka tidak mau saling mengalah dan lagi-
lagi terdengar suara "Plok" yang nyaring sekali karena
beradunya kedua pukulan itu, sehingga mereka kedua-
duanya terpukul mundur kebelakang setengah langkah
jauhnya! Peristiwa ini adalah yang selama ratusan tahun belum
pernah kejadian, dengan mengandalkan kepandaian Hui
Taysu dan Bu Heng Seng, mereka berdua tidak berani
melawan keras lawan keras terhadap Peng Hoan Siangjin,
kali ini setelah ada orang yang berani menyambutinya keras
lawan keras, maka bagaimana dia tidak merasa heran"
Sebaliknya pendeta asing itupun merasa sangat terheran-
heran pula, karena dinegerinya kekuatan pukulannya ini
adalah sudah termasuk salah seorang yang paling kuat dan
jempolan sekali, hingga dia tidak habis berpikir, mengapa
ada pula orang yang kuat sehingga dapat memukul mundur
kepadanya. Sementara itu Kinlungo telah menunjuk pada diri Lie
Siauw Hiong sambil berkata: "Suhu, inilah bocahnya!"
Pendeta yang berpakaian merah dan berdiri paling
belakang lalu memperhatikan sebentar pada Lie Siauw
Hiong, kemudian dengan bahasa Han yang masih agak
kaku dia berkata: "Kau apakah muridnya pendeta itu?"
Sambil dia menunjuk kepada Peng Hoan Siangjin.
Lie Siauw Hiong baru saja ingin menjawab perkataan
pendeta asing yang berjubah merah itu, ketika Peng Hoan
Siangjin sudah keburu berteriak kepadanya sambil berkata:
"Bocah, kau tidak usah melayaninya!"
Mendengar perkataan orang itu, pendeta berjubah merah
tersebut lalu melototkan matanya yang sangat tajam kearah
Peng Roau Siangjin, kemudian dengan sekonyong-konyong
dia berkata sambil tertawa: "Tuan ini pastilah orang yang
disebut Peng Hoan Siangjin dan pemimpin dari 'Tiga Dewa
Diluar Dunia', bukan" Aku dan saudara-saudaraku sekalian
yang dapat berjumpa dengan orang yang berkepandaian
setinggi seperti kau ini, sungguh merasa sangat beruntung
sekali." Sambil berkata begitu, dia menunjuk pada pendeta yang
pertama kali mengadu kekuatan dengan Hweeshio tua itu
sambil berkata: "Yang ini adalah kakak seperguruanku
Progota .."
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian menunjuk kepada pendeta lainnya sambil
meneruskan bicaranya: "Yang ini adalah adik seperguruanku Pantenpur, aku sendiri bernama Kinposuf.
Kami bertiga saudara biasa disebut 'Tiga Buddha dari
Sungai Gangga'. Sebenarnya sungai Gangga adalah
sebatang sungai kecil saja, kami tiga saudara berkeinginan
keras untuk dapat mengubah nama tersebut dengan sebutan
'Tiga Buddha dari Sungai Kuning', karena dengan sebutan
itu, barulah bagi kami cukup berarti. Tambahan pula
dengan sebutan tersebut, kami dapat memasuki daerah
Tiong-goan dan bertemu dengan para pendekar Tiongkok
untuk mencukupi kementerengan dan ketenaran nama
kami, dengan demikian, para pendekar di Tiong-goan pun
pasti akan merasa girang dapat berjumpa dengan kami
bertiga .. hanya, muridku ini pernah berbuat sesuatu
sehingga menerbitkan perselisihan dengan para pendekar di
Tiong-goan. Kami sebenarnya tidak ingin turut campur
tangan dalam urusan ini. Tapi setelah kami selidiki dan
ternyata bahwa orang yang pernah mengikat permusuhan
dengan murid kami ini adalah seorang yang mempunyai
senderan Tiga Dewa Diluar Dunia, maka kami menarik
kesimpulan akan tak bisa tidak harus campur tangan juga
.." Pada saat itu, pertempuran kedua belah pihak sudah
terhenti sama sekali. Diantara pendeta-pendeta Siauw Lim
Sie itu ada salah seorang yang paling tua dan dengan
sekonyong-konyong lalu memimpin pendeta-pendeta yang
lainnya maju kehadapan Peng Hoan Siangjin, setelah itu,
mereka sekalian lalu berlutut ditanah, sedangkan pendeta
tua itu lalu berkata: "Tee-cu murid keturunan keempatbelas
Tie Kheng memberi hormat pada Leng Kong Couw-su."
Dengan lantas muka Peng Hoan Siangjin menjadi
berubah, hingga sambil berlompat ia telah menggoyang-
goyangkan sepasang tangannya berkata: "Ternyata kalian
telah keliru mengenali orang, Pin .. Pin-ceng bukannya
Leng Kong, karena Leng Kong siang-siang sudah
meninggal dunia .." Sekalipun Peng Hoan Siangjin adalah seorang pendeta
juga, tapi selama berpuluh-puluh tahun dia tidak pernah
berhubungan lagi dengan pendeta-pendeta yang lainnya,
maka tampaknya ia agak canggung membahasakan diri
sendiri dengan menyebut 'Pin-ceng', Hweeshio yang miskin,
suatu ucapan sebagai ganti kata 'aku' bagi kaum paderi
Buddha. Tingkat-tingkat para pendeta Siauw Lim Sie diurutkan
dengan urutan kata-kata sebagai berikut: "Leng, Tay, Ceng,
Beng, Tie, Cu dan Hong." Pendeta-pendeta yang kini
berlutut dihadapan Peng Hoan Siangjin masuk golongan
buruf 'Tie', dan orang yang mereka tengah hormati itu
bergelar 'Leng', yang berarti tingkatnya lebih tinggi dari
mereka. Ketiga pendeta asing itu ketika menyaksikan para
pendeta itu secara sekonyong-konyong pada berlutut
dihadapan Peng Hoan Siangjin, tidak terasa lagi mereka
jadi merasa sangat heran.
Lie Siauw Hiong tiba-tiba teringat, bahwa dirinya tempo
hari pernah diselidiki oleh Sun Ie Tiong dan pendeta Siauw
Lim Sie itu, serta tanpa sebab hendak mengadu kepandaian.
Kini ada kemunginan mereka tengah menyelidiki jejak
Leng Kong Couw-sunya, karena dia pernah memakai jurus
'Tay-yan-sip-sek' dari Peng Hoan Siangjin. Pendeta-pendeta
ini menyebut Peng Hoan Siangjin dengan sebutan Leng
Kong Couw-su, sedangkan Peng Hoan Siangjin pada waktu
menyebutkan Leng Kong Couw-su empat huruf dengan
secara lancar, teranglah bahwa diapun mengetahui siapa
adanya Leng Kong itu, tapi apakah dia mempunyai
hubungan dengan pendeta-pendeta Siauw Lim Sie itu"
Mungkinkah dia ini. Pada saat itu orang yang menjadi gurunya Kinlungo,
yaitu Kinposuf sudah berkata pula: "Peng Hoan Siangjin,
baiklah kita bicara dengan terus terang, hari ini kami ingin
minta pengajaran dari Tiga Dewa Diluar Dunia .."
Seketika itu juga hatinya Peng Hoan Siangjin jadi agak
bingung, kemudian sambil membalikkan kepalanya dia
berkata pada para pendeta yang berlutut dihadapannya itu:
"Kalian salah paham, aku .. Pin-ceng bukannya Leng Kong
.." Tapi Tie Kheng sambil menganggukkan kepalanya lalu
berkata: "Couw-su, apakah kau hendak membohongi Tee-
cu" Permainan pedang Lie .. Lie Sucouw itu adalah
pelajaran silat pedang Siauw Lim Sie yang sudah
menghilang itu .." Tampaknya karena dia terlebih rendah empat tingkat
dengan orang yang disebut Peng Hoan Siangjin ini, maka
diapun menyebut Lie Siauw Hiong dengan sebutan Lie
Sucouw, karena dia menganggap bahwa pemuda kita ini
adalah murid Leng Kong Couw-su-nya.
Kinposuf dengan perasaan tidak sabar lalu berkata pula:
"Peng Hoan Siangjin, bila kau tidak berani melayani
kamipun tidak mengapa, asal saja kau menyerahkan
sibocah she Lie itu kepada kami sekalian, untuk kami bawa
pergi .." Peng Hoan Siangjin yang perasaannya pada saat itu
sangat kacau, ketika mendengar Tiga Buddha dari Sungai
Gangga hendak membawa pergi pemuda kita, tidak terasa
lagi dia menjadi marah sekali dan lalu membentak:
"Kentut!" Karena sukar mengambil keputusan yang pasti, hatinya
lalu dikeraskan dan diam-diam dia berkata pada dirinya
sendiri: "Aku siorang tua harus membawa pergi pemuda
ini!" Dalam pada ins, sambil mencekal pemuda Lie Siauw
Hiong dan dengan tidak memberi jawaban apa-apa atas
pembicaraan Kinposuf, dengan secara sekonyong-konyong
dia telah membentangkan Keng-sin-kang yang sehehat-
hebatnya, sehingga dalam waktu sekejap mata saja mereka
telah lenyap entah kemana perginya.
Tiga Buddha dari Sungai Gangga tidak pernah menduga,
bahwa Peng Hoan Siangjin akan melarikan diri dengan
begitu saja, maka dalam rasa terkejut mereka jadi berteriak
dan lalu mengejar pada orang tua tersebut, hingga disitu
tinggal para pendeta Siauw Lim yang masih berlutut
ditanah. Peng Hoan Siangjin yang sayang sekali terhadap Lie
Siauw Hiong, dia ketahui bahwa mereka hendak
membunuh si pemuda, sedangkan kedatangan mereka
memang sesungguhnya hendak sengaja mengacau, maka
dengan suara perlahan Hweeshio tua itu berkata pada
sipemuda: "Beberapa orang pendeta asing setan itu hendak
mencabut nyawamu, tapi aku tidak rela menyerahkan kau
dengan begitu saja, tapi tenaga satu orang tidak dapat
melayani mereka, maka aku telah pergunakan siasat ini
untuk melarikan dirimu .."
Lie Siauw Hiong yang otaknya sangat cerdik lalu
berkata. "Kita harus pergi kepulau Siauw Ciap Too!"
Peng Hoan Siangjin pun berkata: "Benar, kita harus pergi
kesana selekas mungkin!"
Lie Siauw Hiong setelah berdiam sejurus lalu berkata
pula: "Hanya, hanya .."
Peng Hoan Siangjin lalu memotong bicara sipemuda
sambil berkata: "Hanya dikuatirkan bahwa Hui Taysu tidak
mau meluluskan permintaan kita."
Pena Hoan Siangjin lalu menjawab: "Jangan kuatir, aku
mempunyai daya untuk menghadapi pendeta wanita
bangkotan itu .. maka sesampainya kau dipulau Siauw Ciap
Too, begitu aku mendarat, kau harus lekas-lekas naik
perahu pergi kepulau Bu Kek Too untuk mencari Bu Heng
Seng, karena aku kuatir dengan ternaga dua orang saja
masih belum sanggup melayani mereka bertiga."
Lie Siauw Hiong setelah mendengar bahwa dia harus
pergi kepulau Bu Kek Too, seketika itu juga hatinya
menjadi terkejut sekali, berbareng dengan mana bayangan
Ceng Jie yang amat cantikpun lantas terbayang didalam
hatinya. Sesampainya dipantai, Peng Hoan Siangjin lantas
melompat dan tubuhnya lantas melayang dan jatuh tepat
diatas perahunya, yang lantas dilayarkan kepulau Siauw
Ciap Too kembali. Dengan Lie Siauw Hiong menggunakan dayung dan
Peng Hoan Siangjin mengebutkan kedua lengan bajunya,
perahu mereka meluncur maju dengan kecepatan yang luar
biasa sekali. Meskipun Lie Siauw Hiong tidak begitu mahir
mengemudikan perahunya, tapi dengan mengandal pada
tenaganya yang sangat kuat, sebentar saja perahu mereka
sudah laju jauh ketengah lautan.
Waktu mereka menolehkan kepala, merekapun menyaksikan pendeta-pendeta asing itu bersama Kinlungo
dengan laku yang tergesa-gesa tengah membongkar sauh
perahu mereka yang besar untuk melakukan pengejaran
terhadap mereka. Perahu mereka yang besar itu dengan menggunakan
pengayuh majunya pesat sekali, tapi jika dibandingkan
dengan perahu orang tua itu yang lebih kecil, ternyata
masih kalah lajunya, oleh karena itu juga, mereka belum
berhasil mengejar perahu Peng Hoan Siangjin itu.
Setelah berselang pula beberapa saat lamanya dan Lie
Siauw Hiong menolehkan kepalanya memandang, dia lihat
tiga pendeta asing itu masing-masing pada mengebutkan
lengan bajunya, sehingga laju perahu merekapun jadi
bertambah pesat saja. Maka dalam waktu sekejap saja
kedua perahu itu sudah semakin dekat saja jaraknya dari
satu dengan yang lainnya.
Peng Hoan Siangjin lalu menolehkan kepalanya
memandang dan memungut sauhnya. Ia menantikan
perahu lawan mereka dating semakin dekat, kemudian
dengan sekonyong-konyong dia melemparkan sauhnya itu
kepada perahu lawannya ..
Peng Hoan Siangjin yang sudah mencapai puncak
tertinggi dalam tenaga-dalam maupun dalam kepandaian
silatnya, waktu sauh itu dilemparkan, segera menerbitkan
suara yang nyaring sekali, dan cepat bagaikan bintang
beralih dan menerbitkan suara "Pletak!" yang sangat
nyaring, ternyata tiga tiang dari perahu lawannya sudah
berhasil dipatahkan oleh lemparan jangkar itu, sehingga
dengan demikian lajunya perahu lawan mereka menjadi
berkurang. Lie Siauw Hiong dengan menggunakan kesempatan ini,
buru-buru menghempos semangatnya untuk membuat
perahunya maju lebih pesat lagi, sehingga bagaikan anak
panah yang baru lepas dari busurnya, perahu mereka
melayang kemuka dengan pesatnya.
Tidak antara lama, dari antara dorongan ombak yang
bergulung-gulung naik turun tidak berketentuan, samar-
samar pulau Siauw Ciap Too sudah berbayang dihadapan
mereka .. Waktu ombak datang mendampar, maka air pada
muncrat kesana-kemari bagaikan kembang api diudara
sekitarnya .. Peng Hoan Siangjin yang berdiri dimuka perahu, pada
saat itu tengah memusatkan perhatiannya. Dengan
sepasang lengan baju yang tiap-tiap saat dikibaskan itu,
ditambah pula dengan dayungnya terus-menerus dari Lie
Siauw Hiong, maka menyebabkan perahu mereka laju
bagaikan ditarik oleh kuda semberani saja cepatnya.
Sekali-kali Lie Siauw Hiong menolehkan kepalanya
memandang, tapi perahu besar lawannya masih tetap
mengejar dari belakang, malahan sekarang kecepatannya
sangat mengejutkan orang, hingga tidak antara lama jarak
perahu merekapun sudah terpisah tidak terlampau jauh
pula. Pulau Siauw Ciap Too sudah terbayang jelas dihadapan
mereka, Peng Hoan Siangjin lalu mengebutkan kembali
lengan bajunya, dan perahu kecil mereka lagi-lagi laju
sejauh sepuluh tombak lebih.
Peng Hoan Siangjin dengan mengikuti arah laju
perahunya itu, lantas tubuhnya dienjot, ditambah dengan
ilmu Keng-sin-kangnya yang hebat, dengan sekali loncat
saja dia sudah berhasil mencapai sepuluh tombak jauhnya
dan tepat sekali dia jatuh dipantai. Sedangkan Lie Siauw
Hiong sendiri dengan tidak banyak cakap lagi, sudah
mengayuh perahunya menuju kepulau Bu Kek Too untuk
mencari Bu Heng Seng. Baru saja Peng Hoan Siangjin mendarat, perahu Heng
Hoo Sam Hut atau Tiga Buddha dari Sungai Gangga itupun
sudah mendekat. Hweeshio tua itu menantikan didarat dan
benar saja tidak lama kemudian mereka sudah sampai dan
beruntun merekapun turun kedarat.
Peng Hoan Siangjin lalu bersiul panjang sambil berkata:
"Aku datang menyambut tantangan kalian .." Sewaktu
tubuh ketiga lawannya sedang melayang diudara, dia sudah
mengarahkan pukulannya kepada mereka.
Pukulannya ini sangat hebat sekali tenaganya, hingga
mengeluarkan angin yang menderu-deru menyerang ketiga
lawannya itu. Ketiga paderi asing itu dengan terkejut dan
buru-buru turun kebawah untuk mengelakkan pukulan
Hweeshio tua itu. Yang memimpin dimuka pendeta ini menjadi geram
sekali, dengan segera dia melancarkan serangan balasan,
tapi Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu hanya
tertawa tergelak-gelak, dan setelah buru-buru dia menarik
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pulang pukulannya, serangan lawannya itu segera dapat
dikelitkan dengan secara tepat sekali.
Disamping itu Peng Hoan Siangjin pun tidak tinggal
diam, dengan lantas dia melancarkan serangan balasannya,
kemudian dengan mengeluarkan suara yang gemuruh,
terpaksa pendeta itu menjatuhkan diri dengan berjungkir
balik dan badannya jatuh kelaut kembali, sedangkan Peng
Hoan Siangjin tetap berdiri dengan gagahnya.
Sekonyong-konyong dari dalam perahu mereka melayang sekerat papan dan jatuh tepat diinjakannya
pendeta yang badannya hendak tercemplung kedalam laut
itu. Maka dengan meminjam tenaga dari papan itu, buru-
buru pendeta itu menotolkan kakinya sambil mengenjotkan
badannya sehingga dia dapat mendarat pula dengan tak
kurang suatu apa, dan berbareng dengan itu, dari dalam
perahu itupun melayang sesosok tubuh manusia, dan orang
yang baru muncul ini adalah Kinlungo.
Peng Hoan Siangjin sekali turun tangan saja sudah
berhasil menjatuhkan pemimpin dari Heng Hoo Sam Hut,
maka dengan tertawa bergelak-gelak ia segera membalikkan
tubuhnya dan terus lari kesebelah dalam dari pulau Siauw
Ciap Too itu. 'Heng Hoo Sam Hut' yang pernah menjumpai pendeta
luar biasa ini dipulau Tay Ciap Too, mereka segera
mengetahui, banwa kalau mereka menempurnya dengan
satu lawan satu, mereka pasti tidak dapat memenangkannya, oleh sebab itu dengan laku yang licik
mereka bertiga bermaksud mengeroyok pendeta itu.
Dengan demikian, mereka yakin bahwa mereka pasti akan
memperoleh kemenangan, maka tanpa ragu-ragu lagi
mereka lalu mengejar pada Hweeshio tua itu.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 34 Peng Hoan Siangjin sekalipun mempunyai kepandaian
yang luar biasa dan mengejutkan orang, tapi menghadapi
tiga lawannya yang tidak dapat dipandang ringan ini,
diapun mengetahui, bahwa tiga lawan satu tidak mungkin
dia dapat memenangkan lawan-lawannya itu. Oleh karena
itu, dia bersiasat untuk bersatu padu dengan Hui Taysu dan
Bu Heng Seng, dalam menghadapi lawan-lawannya itu.
Begitu hatinya tergerak, lalu dia putarkan badannya dan
berlari masuk kedalam pulau itu untuk menyesatkan lawan-
lawannya dibarisan 'Kwie-goan-kouw-tin' (barisan kuno
yang menyesatkan), yang tempo hari dia pernah terkurung
selama sepuluh tahun. Pergerakan kaki 'Heng Hoo Sam Hut' tidak perlahan,
begitu Peng Hoan Siangjin masuk kedalam barisan batu-
batu itu, ketiga orang itupun sudah memburu sampai.
Maksud sebenarnya dari ketiga pendeta asing ini datang ke
Tiong-goan, ialah ingin melihat pemuda kita yang sudah
berhasil menjatuhkan murid kesayangan mereka, siapa tahu
baru saja mereka sampai, mereka sudah berjumpa dengan
lawan yang sangat tangguh, terlebih-lebih Peng Hoan
Siangjin, yang tenaga-dalamnya melebihi dari mereka
semua. Dan karena mereka tidak puas, maka lalu bersatu
padu untuk menghadapi Peng Hoan Siangjin seorang diri.
Pengalaman ketiga pendeta asing itupun cukup luas,
hingga dalam sedetik saja, mereka sudah mengetahui,
bahwa diri mereka sudah terkurung dalam barisan
lawannya. Tapi ketiga orang ini dengan mengandalkan
kepandaian masing-masing yang tinggi, bukan saja mereka
tidak merasa takut, malah terus saja mereka mengejar
lawannya. sehingga Kinlungo sendiri turut juga masuk
kedalam barisan batu-batu itu.
Peng Hoan Ciangjin sendiri pernah terkurung selama
sepuluh tahun dalam barisan ini, tapi untung juga Lie
Siauw Hiong telah dapat membawanya keluar, barulah dia
dapat meninggalkan barisan ini. Oleh karena itu, ia
sekarang sudah agak hafal terhadap barisan ini, kemudian
sambil lari kekiri dan menerobos kekanan, dia bawa lawan-
lawannya semakin dalam memasuki barisan kuno ini,
hingga tidak lama kemudian, dia lihat tiga pendeta asing
bersama-sama Kinlungo sudah terkurung dalam barisan itu,
dimana mereka terus berusaha mencari jalan keluar, tapi
selalu tidak berhasil dan akhirnya hanya bisa berputar-putar
ditempat-tempat itu juga. Sementara Peng Hoan Siangjin
yang menyaksikan hal itu, tidak terasa lagi jadi tertawa
tergelak-gelak. Harus diketahui bahwa Peng Hoan Siangjin yang begitu
lihay pernah terkurung dalam barisan itu selama sepuluh
tahun lamanya. Mereka itu sekalipun mempunyai
kepandaian yang lebih tinggi, tidak mungkin dapat
memecahkan kurungan barisan itu.
Sesudah mengurung keempat orang asing itu, Peng Hoan
Siangjin buru-buru berlari masuk kedalam pulau itu, untuk
mencari Hui Taysu untuk bersamanya dengan bahu-
membahu menghadapi lawan-lawannya yang sangat
tangguh itu. Pulau Siauw Ciap Too ini sekitarnya hanya terdiri dari
daerah seluas sepuluh lie saja, hingga dengan mengandalkan kepandaiannya, Peng Hoan Siangjin dalam
waktu sekejap mata saja sudah sampai ditengah-tengah
pulau itu, kemudian waktu dia memasuki rumah orang,
ternyata didalamnya tidak tampak penghuninya, maka
tidak terasa lagi hatinya menjadi kecewa sekali.
Biasanya dia mengira bahwa kepandaiannya sudah
terlampau tinggi sehingga tidak ada orang lain yang mampu
menandinginya, tapi sekarang dihadapannya telah terdapat
tiga orang asing, yang menurut kenyataan dari kepandaian
mereka, tidak berada disebalah bawahnya. Tapi karena
mereka terlampau temberang dan ingin menjatuhkan para
pendekar dari Tiong-goan maka dia bermaksud akan turun
tangan untuk memberi hajaran kepada mereka.
Oleh karena itu, dengan lantas dia berpikir, bahwa
mereka bertiga sebagai 'Tiga Dewa Diluar Dunia' bila dapat
dipersatukan, bukankah sangat tepat sekali untuk menghadapi ketiga lawannya itu" Dengan kawan-kawannya
ini dia ingin memberi hajaran yang keras kepada mereka,
agar mereka mengetahui bahwa orang-orang di Tionggoan
tidak gampang menerima penghinaan orang.
Dengan mengandung maksud inilah, maka dia datang
kepulau Siauw Ciap Too, tapi kini Hui Taysu tidak terdapat
dipulaunya, maka sudah tentu saja dia tidak sanggup
dengan hanya seorang saja menghadapi tiga orang
lawannya yang sangat tangguh itu. Jika musuh-musuh tidak
dikalahkan, bukankah nama 'Tiga Dewa Diluar Dunia' itu
akan menjadi rusak dan runtuh"
Dia yang telah berhasil mengurung tiga lawannya
didalam barisan kuno itu, dia tidak pernah memikir bahwa
lawan-lawannya itu adalah mahluk-mahluk apa. Maka
ketika baru saja dia membalikkan badannya hendak
berjalan pergi, dengan sekonyong-konyong terdengar satu
suara yang sangat nyaring sekali, seakan-akan bumi hendak
ambruk saja layaknya, sehingga pulau yang begitu kecil
dirasakannya seperti tergoncang. Maka Peng Hoan Siangjin
yang menampak hal itu, keruan saja menjadi terkejut bukan
kepalang, hatinya tergerak, karena dia mengetahui, bahwa
ketiga lawannya yang tak dapat keluar dari barisan kuno
itu, sekarang mereka tengah menghancurkan segala sesuatu
yang menghalangi dihadapan mereka.
Tempo haripun sewaktu dia terkurung dalam barisan
kuno ini, diapun pernah berpikir untuk menghancurkan
batu-batu yang menghalanginya dengan jalan memukul
dengan tenaga-dalamnya yang sangat dahsyat itu, tapi dia
berbuat demikian, maka dia akan mengalami kerugian pada
jasmaninya. Dan sekarang ketiga orang asing itupun pasti
akan berhal seperti dia juga, tapi satu hal yang celaka
adalah lawan-lawannya ini terdiri dari tiga orang, maka
dengan bersatu padu kerugian jasmani mereka agak
berkurang tentunya, bahkan mungkin sekali mereka akan
berhasil meruntuhkan barisan kuno itu.
Diapun mengetahui, bahwa barisan kuno ini telah dibuat
oleh Hui Taysu dengan cucuran darah dan keringat, dia
mengira enak saja mengurung lawan-lawannya disitu, tapi
sekarang kenyataannya berlainan dengan apa yang
dipikirkannya semula. Andaikata lawannya dapat memecahkan kurungan barisan ini bukankah dia merasa
tidak enak terhadap Hui Taysu" Oleh karena itu, buru-buru
dia menghampiri ketiga orang lawannya itu.
Pada saat itu, ketiga pendeta asing itu sudah bersiap-siap
untuk merobohkan batu raksasa yang kedua, hingga Peng
Hoan Siangjin yang menampak hal itu menjadi gugup
sekali, buru-buru dia berseru: "Hei, bila kalian mempunyai
kepandaian yang berarti, silahkan kalian boleh maju saja .."
Diantara ketiga pendeta ini, salah seorang yang
menduduki tingkat kedua, yaitu gurunya Kinlungo yang
bernama Kinposuf lalu tertawa bergelak-gelak sambil
berkata: "Kami kira barisan ini adalah suatu barisan yang
aneh dan hebat, tapi untuk bicara terus terang, barisan
semacam ini kami tidak pandang sebelah matapun .."
Sekalipun dia berbicara dengan bahasa Han, tapi dia
tidak dapat bercakap lancar seperti apa yang dilakukan oleh
muridnya, Kinlungo. Baru saja dia berkata begitu, tiba-tiba dari balik batu-batu
itu terdengar suara dingin yang berkata: "Hm, omong besar
saja kalian! Coba kalian boleh jajal?"
Heng Hoo Sam Hut menjadi terkejut sekali, karena
dengan mengandalkan kepandaian mereka masing-masing,
daun kering yang jatuh ketanah dalam jarak sepuluh
tombak jauhnya, mereka masih dapat mendengarnya
dengan jelas sekali, tapi sekarang ada orang yang datang
kesitu tanpa mereka mengetahuinya, hingga kepandaian
semacam yang dimiliki orang itu, tentu saja sangat luar
biasa pula. Sebaliknya bagi Peng Hoan Siangjin sendiri, kedatangan
orang itu sangat menggembirakan sekali didalam hatinya,
karena dia cukup maklum, bahwa orang itu adalah Hui
Taysu sendiri, hingga dengan suara yang lantang dia
berseru: "Loo-nie-po, lekas kemari, kedatanganmu sungguh
kebetulan sekali .."
Hui Taysu yang berada dibalik batu gunung, hanya
mengeluarkan suara jengekan saja, dan tatkala ketiga
pendeta asing itu merasa pandangan mata mereka menjadi
kabur, tahu-tahu Hui Taysu dari balik batu gunung sudah
berdiri dihadapannya Peng Hoan Siangjin.
Pergerakannya itu bukan main hebatnya, ketiga pendeta
asing itu tidak mengetahui dengan tipu apakah sehingga
pendeta wanita tua ini dapat berada dihadapan mereka,
hingga kepandaiannya yang hebat itu sungguh membuat
mereka terkejut bukan kepalang.
Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan tingkah-laku
mereka, dalam hatinya dia tertawakan mereka sambil
berkata pada dirinya sendiri: "Kepandaiannya Loo-nie-po
ini yang disebut 'Kit-mo-sin-pouw', tidak ada keduanya
didunia, kehebatannya tidak ada bandingannya, jangankan
kalian tiga pendeta asing keparat, sekalipun aku sendiri
harus mengaku kalah terhadapnya!"
Hui Taysu sesampainya dimuka Peng Hoan Siangjin,
dengan suara yang dingin lalu berkata: "Hai, pendeta busuk,
kau lagi-lagi datang kemari, hendak membuat kegaduhan
apa lagi?" Peng Hoan Siangjin cukup paham, bahwa pada saat itu
bukanlah saat yang tepat bagi mereka untuk menarik urat,
maka sambil tertawa besar dan dengan sikap yang
bersungguh-sungguh ia menjawab: "Biasanya kau ini Loo-
nie-po berdiam diri terasing sekali dengan dunia luar,
sehingga peristiwa diluaran sedikit pun kau tidak
mengetahuinya. Sekarang kau tidak bisa tidak harus
menunjukkan kemampuanmu .." Sambil berkata begitu, dia
lantas ceritakan tentang kedatangan dan sepak terjang
ketiga pendeta asing itu kepadanya dengan sejelas-jelasnya.
Hui Taysu yang melihat si Hweeshio tua bercakap-cakap
dengan sikap yang bersungguh-sungguh, diapun merasa
tidak enak untuk mempersulitnya, lebih lanjut seperti
biasanya. Sementara Peng Hoan Siangjin yang melihat wajah si
Nikouw tua seakan-akan merasa ragu-ragu dan tidak
mempercayainya seratus persen, dengan marah dia berkata:
"Aku Peng Hoan Siangjin seumur hidupku belum pernah
memohon bantuan orang lain, tapi kini keadaannya jauh
berlainan, karena hal ini bersangkut-paut dengan nama
seluruh anak cucu kita kelak. Andaikata kau tidak sudi
membantu juga tidak mengapa, masakan aku Peng Hoan
Siangjin ingin menipumu?"
Semakin berpikir dia semakin kheki saja, dan sewaktu
dia melihat lagi bahwa pendeta wanita bangkotan itu belum
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi dapat mengambil keputusan yang tetap, lalu ia
mengeluarkan jengekannya sambil berkata: "Tidak kunyana
bahwa pemilik pulau Siauw Ciap Too ini adalah seorang
pengecut belaka yang takut sekali berurusan dengan lain
orang!" Hui Taysu yang mendengar begitu, dengan geramnya
lalu menyahut: ,Siapa bilang aku takut berurusan dengan
lain orang" Aku melainkan sedang menyelidiki hal
sebenarnya!" Dengan perasaan terharu Peng Hoan Siangjin berkata:
"Orang lain hendak menjatuhkan nama 'Tiga Dewa Diluar
Dunia', apakah kau masih juga tidak berani turun tangan?"
Hui Taysu bukan tidak mengetahui maksudnya kata-kata
si Hweeshio tua yang hendak memanaskan hatinya itu,
maka dengan tertawa dingin dia memotong perkataan
orang. Peng Hoan Siangjin yang melihat rencananya tidak
berjalan beres, malah dirinya sendiri kena disemprot orang,
tidak terasa lagi dari malu dia menjadi gusar, hingga dengan
sama dinginnya dia menyahut: "Apakah kau kira karena
aku tidak dapat melayani orang lain, maka barulah aku
datang kesini meminta bantuanmu si pendeta wanita
bangkotan yang busuk?"
Hui Taysu lalu balik berkata: "Jika kau dapat melayani
sendiri, kenapa kau tidak lawan saja mereka itu?"
Setelah berdiam sejurus Hui Taysu lalu melanjutkan:
"Dengan kepandaian mereka bertiga yang waktu tadi
mereka menjatuhkan batu raksasa itu, apakah kau sanggup
melayani mereka dengan satu lawan tiga?"
Diam-diam Peng Hoan Siangjin berkata pada dirinya
sendiri: "Memang benarlah, aku tidak sanggup melayani
mereka dengan hanya seorang diri saja tanpa bantuanmu."
Tapi mulutnya hanya menjawab: "Jika tidak dapat
melayani mereka bagaimana" Loo-nie-po tidak mau turun
tangan, baiklah aku sendiri akan pergi mencari Bu Heng
Seng saja! Sehabis berkata begitu, dia sudah lalu berpura-
pura membalikkan badannya hendak berjalan pergi.
Tapi sekonyong-konyong Hui Taysu berkata: "Tunggu
dulu .." Setelah Peng Hoan Siangjin membalikkan kembali
tubuhnya, barulah dia berkata dengan lebih lembut:
"Pendeta busuk, kau tempo hari pernah marah terhadapku,
karena kau tidak mau menyambuti tantanganku, maka
mengenai urusan itu, baiklah kita jangan mengingat-
ingatnya lagi untuk selama-lamanya .." Waktu dia
mengucapkan kalimat ini, suaranya sangat perlahan sekali,
sedangkan perkataannyapun terputus-putus.
Peng Hoan Siangjin segera mengatahui, bahwa rekannya
sudah meluluskannya ajakannya untuk menempur ketiga
pendeta asing itu, maka dengan tersenyum riang diapun
berkata: "Loo-ni-po telah mengurung aku selama sepuluh
tahun, maka hutang itupun baik kita lunaskan sampai disini
saja .." Hui Taysu lalu mengulurkan tangannya.
Peng Hoan Siangjin menjadi tercengang sekali, diapun
lalu mengulurkan tangannya dan menepuk tangan rekannya
dengan perlahan sambil tertawa mengakak dan berkata:
"Kun cu it gan .." (artinya: seorang kuncu atau gentleman
akan patuh pada kata-kata yang diucapkannya).
Hui Taysu menjawab: "Koay ma it pian!" Maksudnya
kurang lebih bahwa seorang ksatria yang mengeluarkan
kata-katanya, harus ditepati dengan tak usah ditegur lagi.
Sedangkan ketiga pendeta asing itu yang melihat kedua
orang ini saling bercakap-cakap, seakan-akan mereka tidak
memandang mata sekali terhadap mereka bertiga, tidak
terasa lagi mereka menjadi marah sekali. Tiba-tiba
Kinlungo lalu berseru: "Hei, apakah kalian mengira bahwa
kami tidak dapat meloloskan diri dari dalam kurungan
barisan ini?" Hui Taysu sama sekali tidak menghiraukan perkataannya. Tapi sebaliknya Peng Hoan Siangjin lalu menjawab:
"Bila benar, kalian mau apa?"
Gurunya Kinlungo lalu menyahut: "Kami akan
meruntuhkan seluruh batu-batu ini .."
Dengan tertawa dingin Peng Hoan Siangjin menjawab:
"Boleh kau coba-coba?"
Ketiga pendeta asing itu tanpa seji-seji lagi lalu
menghempos semangat mereka, dengan bersatu padu
mereka merobohkan batu raksasa yang paling depan.
Dikatakan lambat tapi kejadiannya cepat sekali ..
Begitu badannya Peng Hoan Siangjin bergerak, diapun
dengan cepatnya melancarkan serangannya.
Pukulan Peng Hoan Siangjin ini luar biasa hebatnya, dia
memukul bagaikan orang yang bermain-main saja, tapi
tenaga yang dilancarkannya dahsyat bukan buatan.
Ketiga pendeta asing itu segera menarik pukulan mereka
dan kini mereka arahkan pukulan mereka kepada Peng
Hoan Siangjin. Menampak serangan lawan dengan segera
Peng Hoan Siangjin menarik kembali pukulannya, sehingga
angin pukulan itupun lenyaplah seketika itu juga.
Pukulan Peng Hoan Siangjin sekali ini sengaja diarahkan
pada batu yang kosong, maka ketika dia menarik kembali
pukulannya itu, ketiga lawannya tidak keburu menarik
pulang pukulan mereka lagi, sehingga pukulan itu jatuh
ditempat yang kosong. Tenaga ketiga orang itu sungguh luar biasa sekali
hebatnya, karena tanah yang kena terpukul mereka itu tiba-
tiba menjadi sebuah lubang yang besar sekali, sedangkan
tanahnya berhamburan kian kemari. Peng Hoan Siangjin
yang menampak hal itu jadi tertawa bergelak-gelak
ditambah lagi dengan teriakan ketiga pendeta asing itu,
sehingga menyebabkan keadaan disitu menjadi hiruk pikuk
dibuatnya. Hui Taysu sesungguhnya merasa sayang terhadap
barisan yang dibuatnya, maka dengan gerak yang cepat
sekali dia berlompat keatas sebuah puncak batu gunung
sambil berkata: "Kalian naiklah bila berani?"
Ketiga pendeta asing yang tengah memuncak amarahnya
itu, dengan serentak mereka maju dan lompat berbareng
keatas batu gunung itu, hanya ketinggalan Kinlungo sendiri
disebelah bawah. Berbareng dengan itu, Peng Hoan
Siangjin pun berlompat pula naik kesalah satu puncak batu
gunung itu sambil menantangnya: "Kita disini saja
menetapkan siapa yang menang dan siapa pula yang akan
mengalami kekalahan!"
Ketiga pendeta asing itu dengan tidak bercakap-cakap
lagi dan dengan penuh kemarahan segera maju kemuka
untuk menghajar lawan-lawannya itu.
Sekarang kita menilik pada Lie Siauw Hiong, sesudah
meninggalkan pulau Siauw Ciap Too, dengan laju sekali
berlayar kearah pulau Bu Kek Too. Pulau Bu Kek Too ini
terpisah dengan pulau Siauw Ciap Too tidak terlampau
jauh, hingga dalam waktu antara lima atau enam jam saja
dia sudah sampai ditempat yang dituju. Lie Siauw Hiong
yang mengetahui bahwa urusan ini sangat penting sifatnya,
maka diapun tidak berani berlaku ayal-ayalan dan segera
melakukan perintah orang tua itu dengan taatnya.
Pada hari itu cuaca sangat baik, matahari bersinar
dengan cemerlangnya, dan diwaktu sinar matahari jatuh
diatas air laut, membuat air laut itu berkilau-kilauan karena
gerak gelombangnya. Nun jauh disana, antara laut dengan
bumi seakan-akan menjadi satu saja, hingga laut dan langit
bersamaan warna birunya, sungguh memperlihatkan
pemandangan yang indah permai.
Sekali-kali diatas laut terdapat burung laut yang saling
berkejar-kejaran, mereka itu dengan tenangnya melakukan
penerbangan sehingga dilaut itu menunjukkan suasana yang
tenteram dan damai. Perahu pemuda kita yang mendapat hembusan angin
dan ditambah pula dengan dia sendiri yang mendayungnya,
menyebabkan perahu itu laju dengan pesatnya.
Tidak antara beberapa lama pulau Bu Kek Too pun
dengan samar-samar mulai berbayang didepan mata.
Diatas laut yang biasanya disebut tempat tinggalnya Tiga
Dewa Diluar Dunia, adalah terdiri dari tiga pulau. Pulau
Tay Ciap Too menjadi pemimpinnya dan berdiri didepan
sekali, lalu Siauw Ciap Too yang letaknya kedua,
sedangkan pulau Bu Kek Too terletak pada bagian yang
paling belakang dan terakhir. Diantara ketiga pulau ini,
pulau Bu Kek Too-lah yang paling luas dan besar, sedang
letaknyapun paling strategis. Ketiga pulau ini merupakan
satu bentuk segi tiga. Perlahan-lahan letak pulau Bu Kek Top sudah tampak
semakin dekat, sehingga segala sesuatu yang berdekatan
dengan pulau itu sudah dapat dilihat dengan nyata.
Begitupun ombaknya bertambah besar juga, hal mana,
mungkin juga disebabkan bahwa dia sudah dekat dengan
pantai. Dikedua pinggiran diatas pulau itu, tumbuh pohon-
pohonan, pohon-pohon itu tampaknya ditanam oleh
manusia dan teratur baik sekali, sehingga disitu merupakan
satu jalan yang lurus kemuka.
Dipantai banyak sekali terdapat pasir-pasir laut, ombak
tampaknya lebih sering mendampar pantai, sehingga waktu
ombak dan pasir saling mendampar, segera menerbitkan
suara "ser, ser" yang tidak putus-putusnya dan memekakkan telinga. Setelah mendarat, dia lihat dihadapannya terpentang
tanah yang luas, dasar tanah itu dilapisi oleh kerikil-kerikil
halus, hal mana dipergunakan orang untuk mencegah
kebanjiran. Tidak lama antaranya, diapun sudah sampai
pada pohon-pohon yang banyak tumbuh disitu, sesudah itu
diapun tidak berani berlaku gegabah lagi. Diapun tidak
berani membentangkan Keng-sin-kangnya disitu, melainkan
berjalan dengan perlahan-lahan saja.
Setelah sampai diujung jalan yang lurus itu, lalu dia
membelok kekiri. Jalan disitu kini tidak banyak lagi
terdapat pohon-pohonan, tapi diantara pohon dengan
pohon banyak tumbuh pohon-pohon bunga serta rumput-
rumput yang hijau daunnya, dari jauh bila kita memandang,
maka tampaklah disitu setumpuk bunga yang berwarna
merah, sedang disana tampak rumput yang berwarna hijau,
hingga semua itu menunjukkan suatu pemandangan yang
mengasyikan serta menyenangkan sekali.
Lie Siauw Hiong yang tadinya belum pernah
mengunjungi pulau Tay Ciap Too dan Siauw Ciap Too,
tidak mengetahui bahwa kedua pemilik pulau itu adalah
orang-orang yang memiliki kepandaian yang tinggi dan
hebat, tapi segala sesuatu yang diatur diatas pulau Siauw
Ciap Too tampaknya gundul karena disitu tidak terdapat
terlalu banyak pohon-pohonan, sedangkan pulau Tay Ciap
Too lebih kacau balau keadaannya, kedua pulau ini jauh
sekali bedanya dengan pulau Bu Kek Top.
Disebelah depan sejauh mata memandang, tampak
warna hijau dan merah yang menghiasi tanah disekitarnya.
Bila kita memandang dari arah laut, maka tampaklah suatu
pemandangan pancawarna yang sangat indah dan menarik
hati. Pulau Bu Kek Too ini sangat luas sekali. Dari suatu jalan
yang lurus dan panjangnya kurang lebih satu lie, kita bisa
melihat sebuah rumah, yang mungkin juga tempat
tinggalnya pemilik pulau ini.
Lie Siauw Hiong setelah membereskan pakaiannya yang
kusut lalu berteriak: "Boan-pwee kesini disebabkan ada
urusan sangat penting yang hendak memohon bantuan
Cian-pwee disini .."
Keadaan dalam rumah itu sunyi-senyap, dan karena
saking tenangnya, maka keadaan dalam rumah itu tidak
terdengar suara apapun yang menjawab perkataannya.
Lie Siauw Hiong berusaha untuk mendekati rumah itu,
setelah dia lalui segerombolan pohon bunga-bunga dan baru
saja sampai dimuka rumah itu, lantas matanya menjadi
kabur, karena tidak terasa lagi dia mengeluarkan jeritan
tertahan. Ternyata Bu Heng Seng sebagai pemilik pulau ini,
sifatnya sangat gemar sekali dengan pemandangan yang
indah-indah, sekalipun dia tinggal terpencil didalam sebuah
pulau, dengan menghamburkan tenaga yang tidak sedikit
barulah dia berhasil mengatur segala sesuatunya sehingga
sedemikian indahnya, sedangkan bujang-bujang yang
dipakainya adalah orang-orang pilihan. Lie Siauw Hiong
yang pertama kali datang kesitu, pertama dia lihat pohon-
pohon serta bunga-bunga yang berwarna warni, sekarang
setelah dia sampai ditengah-tengah pulau ini, suatu
pemandangan yang berlainan sudah terhampar dihadapannya. Dia hanya melihat satu rumah yang sangat kuno
bentuknya, diempat penjuru tidak ditanami pohon maupun
bunga-bunga apapun jua, melainkan ditanami dengan
rumput-rumputan. Sebuah jalan kecil menghubungi kejalan
besar yang tidak rata dan berkelok-kelok.
Disebelah timurnya terdapat sebuah sungai kecil yang
airnya dialirkan dari laut. Sejauh mata memandang, segala
sesuatunya adalah buatan manusia belaka, lebar sungai itu
kurang lebih hanya dua tombak. Air sungainya mengalir
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan perlahan sekali, sedangkan ditengah-tengahnya
terdapat sebuah jembatan gantung.
Sekalipun rumah itu tampaknya sangat kuno, tapi segala
sesuatu yang terdapat disekitarnya diatur sedemikian
sempurnanya, sehingga tanpa terasa lagi semacam perasaan
senang dan kerasan menghinggapi pada diri pemuda kita
ini. Tempat ini terpisah dengan laut cukup jauh, sehingga
debar dan damparan air laut tidak terdengar sama sekali.
Keadaan disekelilingnya sunyi-senyap, seakan-akan tidak
tampak barang seorang manusiapun.
Perlahan-lahan Lie Siauw Hiong menjadi terbenam
perasaannya. Sejak kecil dia yang sudah mengikuti Bwee
San Bin, maka pada dirinya sudah timbul semacam darah
seni, hingga diwaktu menyaksikan panorama disekelilingnya ini, dia merasa senang sekali didalam
hatinya. Sekonyong-konyong telinganya dapat menangkap suara
orang yang berkata: "Bocah yang baik, ternyata kau berani
juga datang kepulau ini .."
Begitu Lie Siauw Hiong membalikkan tubuhnya, dengan
lantas dia melihat Bu Heng Seng, pemilik pulau itu, telah
berada dihadapannya. Kedatangannya Lie Siauw Hiong sekali ini justeru ingin
memohon bantuannya, maka setelah melihat orangnya
sudah berdiri dihadapannya tidak terasa lagi dia menjadi
girang sekali. Tapi ketika baru saja dia ingin menjawab
pertanyaan orang, Bu Heng Seng sudah mendahului
berkata: "Thio Ceng mana?" Mendengar pertanyaan itu, Lie
Siauw Hiong menjadi sangat tercengang, sehingga diapun
tidak bisa menjawabnya. Dengan suara tajam Bu Heng Seng lalu bertanya pula:
"Kau .. kau .. Hm!"
Tampaknya karena dia sudah terlalu marah, maka
diapun tidak dapat mengeluarkan suara lagi.
Setelah menetapkan semangatnya, Lie Siauw Hiong lalu
berkata: "Thio Ceng" Maksudmu anak daramu itu?"
Muka Bu Heng Seng jadi pucat sekali dan lalu
menganggukkan kepalanya. Lie Siauw Hiong menjadi terkejut dan buru-buru
bertanya: "Dia tidak ada dipulau ini?"
Dengan suara dingin Bu Heng Seng menjawab: "Dia,
pada sepuluh hari yang lampau, telah ribut mulut dan ingin
mencarimu, katanya. Hm, sejak pergi dia belum kembali
lagi .." Lie Siauw Hiong yang mendengar gadis itu pergi
ketempat yang sangat jauh dan ingin mencari dirinya, tidak
terasa lagi jadi merasa terharu tercampur girang, tapi waktu
dia berpikir bahwa gadis itu belum mempunyai pengalaman
dikalangan Kang-ouw, kepergiannya itu entah akan
menerbitkan gelombang apa lagi, hatinya gugup, maka
dengan suara yang keras dia berkata: "Boan-pwee pada
beberapa hari ini mengembara dilautan bebas, dia
sebenarnya ingin mencari Boan-pwee dimana ..?"
Bu Heng Seng menjawab: "Dia mengatakan bahwa dia
hendak pergi ke Tiong-goan. Ai, dia yang masih muda belia
belum mengetahui urusan diluaran."
Dengan cepat Lie Siauw Hiong sudah memotong
perkataan orang: "Hal ini Boan-pwee tidak pernah
memikirkannya, hanya pada saat ini Boan-pwee mempunyai urusan yang sangat penting sekali sifatnya,
setelah urusan disini selesai, dengan lantas Boan-pwee akan
mengembara dan mencari anakmu .."
Bu Heng Seng yang melihat Lie Siauw Hiong seperti
juga tidak gugup, melihat kehilangan anaknya, malahan
ingin menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu, barulah
kemudian pergi mencarinya, dia lihat tampaknya pemuda
ini tidak terlampau memikirkan anaknya, tapi anak daranya
agaknya terlampau cinta terhadap si pemuda ini. Semakin
berpikir, dia semakin marah saja, dengan tidak dapat
mengendalikan diri lagi dia sudah menggerang, dengan
segera dia sudah pukulkan satu kepalannya untuk
membinasakan pemuda kita ini.
Kemudian dengan secara sekonyong-konyong suatu
pikiran melintas dikepalanya, lalu dia berkata pada dirinya
sendiri: "Ceng Jie tampaknya terlampau menyayanginya,
andaikata sekarang aku membunuhnya sehingga binasa,
bukankah seumur hidupnya Ceng Jie akan bermusuhan
denganku" Aiiii, hal ini sesungguhnya tidak boleh
dilaksanakan .." Begitu hatinya tergerak, lalu dengan suara yang tajam dia
membentak: "Bocah yang baik, aku akan mengusir kau
keluar dari pulauku ini, aku beri kau batas waktu tiga
hitungan, untuk kau meninggalkan tempat ini sejauh-
jauhnya, kemudian tidak usah kau kembali lagi kesini untuk
menjumpaiku .." Mendengar perkataan orang itu, Lie Siauw Hiong
menjadi terkejut dan tidak dapat menjawab apa-apa.
Dengan suara dingin Bu Heng Seng lalu mukai
menghitung: "Satu .. dua .."
Karena gugupnya buru-buru Lie Siauw Hiong berteriak:
"Perlahan dahulu! Aku bila tidak mempunyai urusan yang
penting, pasti sekali tidak akan datang mencarimu, untuk
memohon bantuanmu, terlebih-lebih tidak mungkin aku
datang kemari menginjak pulaumu meski hanya tapak kaki
sekalipun. Urusan ini ada begitu pentingnya, karena besar
sekali sangkut-pautnya dengan urusan kalangan persilatan
di Tiong-goan .." Dia mengira begitu dia keluarkan perkataannya ini, Bu
Heng Seng pasti akan menanyakan tentang soal apakah itu
yang tengah disibukkan, tapi siapa tahu Bu Heng Seng yang
sudah menjadi marah, sama sekali tidak mau mendengarkan perkataannya, tapi dengan suara yang
dingin dan getas dia tetap menghitung: "Ti .. ga!"
Setelah berdiam sejurus, barulah dia berkata pula:
"Bocah yang baik, apakah kau tidak memandang sebelah
mata kepadaku" Akan kuperlihatkan bahwa aku Bu Heng
Seng bukanlah seorang yang mudah dihinakan orang, dan
aku akan mengusirmu keluar dari pulauku ini .."
Baru saja perkataannya ini habis diucapkan, sebuah
kepalannya sudah datang menyamber bagaikan kilat
cepatnya. Lie Siauw Hiong tetap berdiri diam, dia tidak berusaha
untuk berkelit maupun menghindarkan dirinya, Bu Heng
Seng yang melihatnya menjadi serba salah dan segera
menahan pukulannya sambil berseru: "Bocah bandel,
kenapa kau tidak turun tangan juga?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Jika membicarakan
kepandaian, Boan-pwee tidak dapat menandingi Cian-pwee
sama sekali, hanya, jika kau terlampau menghina aku,
maka Boan-pwee tidak bisa tidak harus melawanmu juga .."
Harus diketahui, bahwa sifat Lie Siauw Hiong terlampau
angkuh, dia selamanya belum pernah menerima penghinaan orang begitu rupa, hari ini karena dia disuruh
oleh Peng Hoan Siangjin, maka barulah dia secara separuh
pengemis memohon bantuannya Bu Heng Seng.
Tapi siapa tahu Bu Heng Seng yang kehilangan anak
daranya, tentu saja perasaannya menjadi kacau balau, maka
setelah dia mengucapkan perkataan yang tajam ini, diapun
tidak merasa menyesal sama sekali, malahan merasa sangat
puas sekali. Bu Heng Seng tidak pernah menduga bahwa Lie Siauw
Hiong mempunyai nyali sebesar itu, hatinya jadi terkejut
juga, lalu dia berkata: "Hm, bocah, kau sungguh
mempunyai keberanian, kau mau berlawanan denganku Bu
Heng Sang, kau harus berlatih pula selama sepuluh atau
dua puluh tahun lagi .." Sambil berkata begitu, dia lalu
tertawa terbahak-bahak. Lie Siauw Hiong yang mendengar perkataannya itu
seolah-olah tidak memandang mata kepadanya, dia ketahui
tentulah sebab tempo hari dengan mudahnya dia kena
tertawan olehnya, hal ini berarti juga yang dia tidak
memandang mata kepada Bwee Siok-sioknya, maka tidak
terasa lagi diapun menjadi sangat marah, maka dengan
suara yang dingin sekali dia berkata: "Aku mengira tak usah
begitu lama .." Sambil berkata begitu, diapun lalu balas
tertawa pula. Mendengar perkataan pemuda kita, Bu Heng Seng
menjadi semakin marah dan berkata: "Coba kau jajal .."
Baru saja perkataannya itu habis diucapkan, badannya
sudah bergerak, sepasang tangannya dipukulkan kearah
pemuda kita dengan gerak tipu "Thay-san-ap-teng" (gunung
Thay San menindih kepala), gerakannya ini sangat cepat
dan berbahaya. Lie Siauw Hiong yang melihat pukulan Bu Heng Seng
mengandung perubahan2 pula, dia yang sudah mempunyai
pengalaman, tempo hari dia kena diselomoti dengan tipu
tersebut, inilah yang disebut kepandaian istimewanya yang
dinamakan 'Hut Hiat' gang dapat diubah menjadi totokan
istimewa. Lie Siauw Hiong yang pernah mengalami kekalahan
tempo hari, kini kepandaiannya sudah maju dengan luar
biasa pesatnya, apa lagi pelajaran yang diberikan oleh Peng
Hoan Siangjin adalah khusus untuk membebaskan diri dari
tipu-tipu Bu Heng Seng ini. Maka pada waktu menampak
serangan lawannya ini, dengan tenang dia menantikan
datangnya serangan itu. Dia memasang bhesinya dengan
sempurna, dan tatkala serangan Bu Heng Seng terpisah
dengan sasarannya kurang lebih empat dim lagi, barulah dia
putarkan badannya kekiri.
Bu Heng Seng hanya tertawa dingin saja, sepasang
kepalannya dipentang menjadi dua bagian, dengan mana ia
lantas menyerang kembali.
Lie Siauw Hiong pun dengan sama tenangnya lalu
menangkis serangan itu sambil membentangkan sepuluh
jarinya. Mula-mula tangan kirinya menotok lawannya,
sedangkan lengan kanannya menyusul belakangan, gerak
itu justeru merupakan gerak untuk membebaskan serangan
lawannya ini. Bu Hang Seng mengira sekali bergerak dia dapat
menawan lawannya seperti tempo hari, siapa tahu gerakan
Lie Siauw Hiong sekali ini sangat lincah dan gesit, hingga
dengan tepat sekali ia dapat membebaskan serangannya itu,
hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi agak terkejut.
Lie Siauw Hrong dengan menggunakan sepasang
tangannya yang digerakkan berturut-turut, jika tangan
kirinya ditotokkan, maka tangan kanannya diulurkan untuk
menyengkeram serangan lawannya ini. Dengan demikian,
dia telah berhasil dapat membuyarkan serangan Bu Heng
Seng yang datang dari delapan penjuru. Tapi karena dia
mengetahui bahwa Bu Heng Seng tidak mengandung
maksud jahat, maka setelah memunahkan serangannya itu,
buru-buru dia mundur kesebelah belakang.
Pertempuran sekali ini tampaknya hebat juga, karena
masing-masing pukulan menerbitkan angin yang menderu-
deru. Bu Heng Seng yang serangannya jatuh ditempat kosong,
buru-buru dia berlompat mundur untuk menghindarkan
samberan angin dari pukulannya si pemuda, dan setelah
dapat membebaskan dirinya, dia segera berdiri disitu sambil
memandang pada pemuda kita.
Lie Siauw Hiong setelah turun gunung setiap hari
kepandaiannya bertambah maju pesat sekali, apa lagi
beberapa hari menjelang ini, kepandaiannya sudah boleh
dikatakan sudah mentiapai dipuncaknya, hal mana terbukti
dengan dikalahkannya Kouw-loo-it-koa,. tapi dibandingkan
dengan kepandaian Bu Heng Sang, dia memang masih
kalah setingkat. Sementara dia menantikan jawabannya, ternyata Bu
Heng Sang sudah melancarkan serangannya pula.
Bu Heng Seng kini sangat benci sekali terhadap pemuda
kita, pukulannya sekali ini mengandung tenaga tujuh
bagian, hingga saking kerasnya, pukulannya ini sampai
menerbitkan suara bergemuruh.
Tapi Lie Siauw Hiong yang tidak mau keras lawan keras,
buru-buru dia berlompat mundur sehingga puluhan kaki
jauhnya, dan tatkala baru saja dia hendak berkata, matanya
menjadi kabur, karena lagi-lagi Bu Heng Seng sudah maju
dihadapannya dan melancarkan serangannya pula ..
Dengan suara yang nyaring sekali Lie Siauw Hiong lalu
berteriak: "Too-cu, tahan dahulu .."
Pada saat itu tenaga pukulannya Bu Heng Seng sudah
menjurus keluar, Lie Siauw Hiong saking terpaksa
mengeluarkan sepasang pukulannya pula untuk menyambuti pukulan lawannya, tapi Bu Heng Seng masih
sempat menarik kembali pukulannya, sebaliknya bagi Lie
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siauw Hiong yang sudah memukulkan kedua pasang
pukulannya, sudah tidak dapat menahan serangannya lagi.
Bu Heng Seng dengan satu kepalannya membuyarkan
tenaga pukulan pemuda kita, sedangkan dengan tangannya
yang lain dia pukulkan kearah lengan pemuda itu. Waktu
pukulannya hampir menemui sasarannya, buru-buru Bu
Heng Seng menarik tenaganya dua bagian.
Lie Siauw Hiong rasakan tangannya seperti ada tenaga
luar biasa menggencetnya, maka sambil memiringkan
tubuhnya dia membuka kedua tangannya untuk menangkis
serangan lawannya. Dengan gerak naik dia berhasil
menahan serangan menggencet dari Bu Heng Seng,
sedangkan dengan gerak menekan bumi dia berhasil
menyingkir dengan jalan melompat.
Bu Heng Seng yang menampak hal itu, tidak terasa lagi
jadi semakin geram saja, kemudian dengan menggunakan
sepasang tangannya dia menubruk kepada si pemuda
bagaikan seekor burung besar saja gerakannya.
Tenaga-dalam pemuda kita jika dibandingkan dengan Bu
Heng Seng, menang terpaut jauh juga, dan karena
gugupnya berhubung dia belum sempat membentangkan
persoalannya dengan jelas, terpaksa dia hanya melayaninya
dengan berputar-putar saja.
Setelah melampaui tiga jurus, Lie Siauw Hiong
memikirkan keadaan yang berbahaya bagi diri Peng Hoan
Siangjin dipulau Siauw Ciap Too, maka sambil bersiul
panjang, buru-buru dia berlompat mundur.
Pada saat ini Bu Heng Seng tidak segera melancarkan
serangan susulannya, maka dengan gugup Lie Siauw Hiong
berkata: "Silahkan Too-cu menahan amarahmu sebentar,
Boan-pwee menerima perintahnya Peng Hoan Siangjin agar
Too-cu dapat pergi kepulau Siauw Ciap Too untuk
berunding dengannya. Disamping itu, disanapun ada Hui
Taysu yang juga .." Bu Heng Seng dengan suara dingin lalu berteriak: "Apa
katamu" Peng Hoan Siangjin" Hui Taysu" Apakah gelar
'Tiga Dewa Diluar Dunia' kau sembarangan saja menyebut-
nyebutnya?" Lie Siauw Hiong tanpa berasa lagi menjadi tercengang
sekali, dengan cepat dia berpikir: "Dia tentu tidak percaya
terhadapku .." Dengan mengeluarkan suara "sret!" pemuda kita sudah
mencabut pedangnya. Lantas pedang itu diputarkannya,
sehingga ujungnya menerbitkan suara yang nyaring sekali.
Kemudian dia lalu mainkan pedangnya dengan sangat
hebat dan lincahnya, menurut ajaran 'Tay-yan-sip-sek'
sedangkan gerak kakinya menggunakan 'Kit-mo-sin- pouw'
dari Hui Taysu, Mula-mula Bu Heng Seng tidak
memandang mata pada gerak pedang pemuda kita,
belakangan setelah dia mengenali jurus-jurus itu, diapun
segera insyaf, selainnya Lie Siauw Hiong seorang, tiada lain
orangpun yang dapat menggabungkan kedua pelajaran yang
sangat hebat itu. Tempo hari waktu Bu Heng Seng bertempur dengan
Giok Khut Mo, dia pernah melihat pemuda kita
menggunakan gerak kaki dengan ilmu 'Kit-mo-sin-pouw',
hingga pada saat itu dia masih tidak begitu yakin, karena
dia mengetahui bahwa adatnya Hui Taysu sangat aneh
sekali, tapi kini yang diperlihatkan oleh pemuda kita bukan
Kisah Si Naga Langit 2 Pendekar Mabuk 063 Pemburu Darah Satria Kisah Si Naga Langit 7
pembesar itu, dan diapun sudah ingin melaporkan
kekejadian ini kepada gubernur."
Leng Hong menjadi tergerak hatinya mendengar
perkataan nona ini, semulanya dia ingin membuka mulut
untuk menanyakan lebih lanjut, tapi karena Hwie Cie
kelihatannya sangat girang sekali, maka dia tidak sempat
mengajukan pertanyaannya, lebih-lebih ketika sinona
berbicara terus dan tidak henti-hentinya, menceritakan
tentang kisahnya sendiri.
Ternyata tempat nona Hwie Cie menyenderkan dirinya
pada sahabat ayahnya adalah seorang Tie-hu (bupati) she
Kim, begitu dia lihat nona Souw ini, orang tua ini jadi
sangat girang, dan atas penuturan nona ini, dia merasa
terharu sekali, hingga dengan segala senang hati dia suka
menerima anak dara kawannya untuk tinggal bersama-sama
dengannya. Orang tua itu sudah berumur lima puluh tahun lebih, dan
dia sangat menyayangi sekali terhadapnya, dan dia sering-
sering menghela napas karena dia tidak mempunyai anak
laki-laki maupun anak perempuan, oleh karena itu, dia lalu
angkat orang tua itu sebagai ayah angkatnya, hal mana
telah menyebabkan orang tua itu merasa sangat girang
sekali. Sebenarnya Leng Hong ingin pamitan, tapi melihat
nona itu menceritakan kisahnya dengan gembira, tidak tega
rasanya untuk meninggalkan dia dengan segera.
Hwie Cie setelah berkata-kata demikian, dia lihat
pemuda kita sangat memperhatikan kisahnya, hingga
diapun menjadi sangat girang didalam hatinya.
Sekonyong-konyong dia berkata: "Gouw Siang-kong,
kau lihatlah, karena saking girangnya, sehingga aku berlaku
sangat tolol sekali. Kau yang telah datang dari tempat yang
jauh, tentu sekali sangat lelah, aku malah mengoceh tidak
keruan, baiklah kau mandi dan tukar pakaian dahulu,
kemudian kau boleh beristirahat."
Sesudah itu dia perintah babu untuk menyediakan air
panas, untuk Leng Hong mandi.
Leng Hong setelah mandi dan bertukar pakaian, dia
rasakan badannya amat segar sekali, tapi perasaan itu hanya
hinggap sebentaran saja, sebab pikirannya kemudian
menjadi ruwet demi memikirkan sesuatu yang dialaminya.
Hwie Cie menunggu Leng Hong, setelah pemuda itu
selesai mandi, lalu diantarkan kekamar tidur sambil berkata:
"Kau baiklah beristirahat sebentar, setelah kau bangun, lalu
kita boleh makan malam, baru sesudah itu kita boleh
melanjutkan cerita kita yang belum selesai."
Setelah waktu makan tiba, Leng Hong lalu mengikuti
babu untuk bertandang kekamar siocianya, yang setelah
melewati dua lorong, dihadapannya terlihat sebuah pintu
bundar, dan babu itu lalu berkata: "Inilah tempat tinggal
Sio-cia kita." Leng Hong setelah masuki kamar bundar itu, hidungnya
lantas dapat menangkap hawa yang harum semerbak,
ternyata dalam taman disitu ditanami pohon-pohon bunga
melati, dibelakang gunung-gunungan buatan terdapat air
mancur, yang diwaktu sinar puteri malam jatuh diatas air
terjun itu, tampak memancarkan warna-warni yang gilang-
gemilang, hingga pemandangan itu sungguh luar biasa
sekali indahnya. Leng Hong melihat Hwie Cie sedang menantikannya
dengan duduk dipinggir sebuah meja, diatas mana sudah
diatur hidangan dan sayur-mayur, kemudian dia dipersilahkannya duduk disisinya.
Dengan lemah-lembut ia berkata: "Apakah Kho-nio
sudah lama menantikan aku?"
Dengan tertawa Hwie Cie menjawab: "Gouw Siang-
kong, ternyata kau terlampau sopan-santun. Mari, kita
minum arak dahulu." Waktu dia mengucapkan perkataan
'kita', tidak terasa lagi dia merasa sedikit malu.
Leng Hong tanpa tujuan tertentu lalu mengangkat
cangkir araknya untuk minum isinya, dengan mana Hwie
Cie pun menelad sedikit malu.
Dengan perkataan yang lemah-lembut Hwie Cie coba
menghibur pemuda kita, Leng Hong yang hatinya penuh
diliputi kesedihan, dia berpikir untuk menghilangkan
kesedihannya itu dengan jalan minum arak, begitulah
secangkir demi secangkir dia hirup araknya.
Si nona sendiripun minum secangkir pula, hingga
mukanya menjadi agak merah. Dibawah sorotan sinar
lampu minyak, pipinya yang berwarna putih kini tampak
bersemu dadu, hingga tampaknya begitu indah bagaikan
sekuntum bunga yang baru mekar saja.
Sekonyong-konyong dia berkata: "Hari itu aku berjumpa
dengan tuan Lie .. Lie Siang-kong panggil kau Twako,
bukan" Dia sungguh mengagumimu, aku .. akupun
mengharapkan, bahwa pada suatu hari akupun dapat
memanggilmu dengan sebutan Twako juga, bukankah hal
itu sangat baik sekali?"
Leng Hong sudah agak dipengaruhi oleh susu macan,
melihat sinona sungguh indah dan cantik sekali, diapun
berkata: "Akupun sangat mengharapkan sekali akan
mempunyai seorang moay-moay (adik perempuan) sepertimu." Dengan penuh rasa girang yang memuncak Hwie Cie
berkata: "Twako, benarkah hal itu" Kau tak usah panggil
aku dengan sebutan Souw Kho-nio lagi, ibuku panggil aku
Siauw Hwie, kaupun boleh panggil begitu juga terhadapku." Kemudian diapun melanjutkan: "Twako, sejak kepergianmu, aku sungguh memikirkan dirimu saja, setiap
hari aku menghitung-hitung hari lalu, aku ketahui bahwa
kau pasti akan datang kepadaku. Pagi hari ini aku dengar
burung gereja berkicau didahan pohon, hingga akupun
mengetahui, bahwa kau pasti akan datang."
Leng Hong berkata: "Siauw Hwie Moay-cu, aku .. aku."
Siauw Hwie lalu melanjutkan perkataannya: "Tak usah
kau katakan Twako, akupun mengetahui yang kaupun
senantiasa memikirkan tentang diriku, bukankah begitu?"
"Ayah angkatku yang melihat aku senantiasa tidak
bergembira, mengira bahwa aku jatuh sakit. Twako, hatiku
senantiasa merasa risau sekali. Twako, kau tidak akan
meninggalkan aku lagi ya" Aku tahu bahwa kau tidak suka
tinggal disini, bila kau ingin mengembara dikalangan Kang-
ouw, masakah aku tidak ingin turut bersamamu?"
Leng Hong yang mendengar perkataan si nona yang
penuh rasa kasih sayang, hatinya merasa tergerak dan
terharu sekali. Hwie Cie duduk dekat sekali dengannya,
hingga hawa wangi yang memancar dari tubuhnya dapat
dirasakan oleh Leng Hong.
Dia sendiri memangnya tidak begitu gemar minum arak,
pada saat itu dia bermaksud untuk menghilangkan
kesedihannya dengan jalan menenggak arak, dan kini waktu
dia angkat kepalanya memandang pada nona Souw,
ternyata si nona tengah memandang padanya dengan
perasaan cinta yang mendalam sekali.
Leng Hong rasakan matanya itu begitu lembut dan
mesra, dia kini yang sudah kena dipengaruhi susu macan
darahnya agak naik, setelah memandang pula, diapun tidak
dapat lagi mengendalikan gelora hatinya, maka dengan
serta-merta lalu dia ulurkan tangannya memegang tangan si
nona sambil berkata: "Moay-cu (adik, dinda) kau sungguh
cantik sekali." Hwie Cie yang dicekal tangannya, tidak berusaha untuk
melepaskannya, dia biarkan saja diusap-usap oleh pemuda
kita, dia rasakan tangan Leng Hong yang hangat terus
menjalar keseluruh tubuhnya, hatinya merasa lemas dan
mesra sekali. Dia yang sejak kecil sudah ditinggal mati oleh ibunya,
sekalipun ayahnya sangat mencintainya, tapi selama berapa
tahun berselang, dia yang sudah sebatang kara, bila
dimalam terang bulan hanya duduk sendirian menggadangi
bulan, sungguh hatinya merasa kosong dan kesepian sekali,
tapi kini hatinya sudah terisi, sehingga dunia kini sudah
berubah begitu indah, dengan segala-galanya yang ada
dimuka bumi ini menjadi serba indah pula seluruhnya!
Demikianlah khasiatnya .. cinta!
Leng Hong dengan penuh kemesraan memanggil:
"Moay-cu!" Hwie Cie dengan lembutnya menyahut: "Twako, ada
apa?" Leng Hong dengan terputus-putus berkata: "Aku .. aku ..
ingin sekali mencium matamu .."
Hwie Cie merasa sangat malu sekali, dia yang memang
bertabiat sopan dan lemah-lembut, melihat mata Leng
Hong tengah memandangnya seakan-akan menantikan
jawahannya, diapun tidak tega untuk menolaknya, begitu
juga dalam sanubarinya memang dia tidak ingin
menolaknya. Lalu, dia meramkan matanya begitulah dia menantikan
ciuman pemuda kita, dalam detik-detik itu dia tidak
inginkan segala apapun didunia ini .. semuanya
dirasakannya bagaikan awan putih yang tengah berarak-
arak diatas langit tidak ada gunanya.
Setelah itu, dia merasakan pemuda kita menciumi
matanya berulang-ulang, dalam hati dia berkata: "Dia
sungguh seorang jantan sejati, cuma dia terlampau kuno
sekali dan kering." Waktu kemudian dia meleki matanya kembali, dia lihat
pemuda kita seakan-akan seorang yang sedang mabuk
kepayang, dalam hati dia berpikir: "Twako, dikuatirkan kau
mabuk karena terlampau gembira agaknya, bukankah?"
Sekonyong-konyong, dari luar jendela terdengar suara
helaan napas seseorang yang amat sedihnya.
Leng Hong yang sedang merasakan puncak kenikmatannya dalam lembah asmara, sekalipun dia
mempunyai kepandaian yang sangat tinggi, dia tidak
mendengar suara helaan napas orang diluar jendela,
berhubung pikirannya sedang tenggelam dilautan asmara,
sedangkan Hwie Cie sendiri juga tidak mendengar suara itu
karena diapun sedang merasakan kemesraan bercinta kasih,
pada saat itu harapannya adalah bila mungkin dunia ini
tidak berjalan ataupun berkisar, sedangkan detik-detik tidak
berjalan agar dia dapat menikmati kemesraan cinta itu lebih
lama pula, dari itu, dimanalah dia mendengar suara helaan
napas diluar jendela tersebut"
Kejadian didunia ini memang seperti juga sudah diatur
oleh yang berkuasa, andaikata suara helaan napas itu
terdengar oleh Leng Hong dan dia buru-buru mengejarnya,
maka pasti sekali penghidupannya akan mengalami
perubahan yang besar sekali.
Ternyata dibalik gunung-gunungan palsu, duduk seorang
wanita yang lemah-lembut, dia ini tidak henti-hentinya
menangis, waktu angin malam meniup pipinya, dia
bergemetaran karena dinginnya tapi rasa dingin itu jauh
lebih ringan bila dibandingkan dengan perasaan hatinya
yang merasa putus asa dan pilu sekali.
Setelah dia menangis puas, perasaan marahnya mulai
hilang, dan suatu perasaan yang seumurnya belum pernah
dirasakannya, telah bersarang didalam dadanya.
"Orang lain adalah anaknya orang besar, aku hanya
seorang .. aku hanyalah seorang gadis desa yang buta,
bagaimana dapat dibandingkan dengan orang lain?" Dan
hatinya berpikir lebih jauh: "Twako, akupun tidak
menyalahkanmu, aku sesungguhnya tidak pantas menjadi
pasanganmu! Twako, kau tidak usah memikirkan pula
tentang gadis desa yang bodoh, baiklah kau kawin dengan
nona Souw saja." Dia yang dari kecil sampai besar
dibesarkan dalam lingkungan desa, seumurnya belum
pernah mengalami perbuatan dusta dan palsu, diapun
belum pernah merasakan dirinya tertipu oleh orang lain,
dan sekarang barulah dia rasakan perasaan itu, karena dia
rasakan orang yang seumurnya menjadi idam-idamannya,
dia mengira bahwa pemuda kita adalah seorang laki-laki
yang sempurna, tapi ternyata akhirnya dapat menipunya
juga, dengan jalan memindahkan kasih sayangnya pada lain
gadis, segala impiannya yang muluk dan indah kini sudah
buyar laksana asap tertiup angin, hingga yang ketinggalan
sekarang hanyalah perasaan sedih dan pilu saja, maka
saking pilunya, dia merasa seakan-akan hatinya sedang
dimakan oleh seekor ular yang berbisa.
Cinta akhirnya memenangkan segala-galanya, diapun
tidak merasa dendam kesumat pada kekasihnya karena dia
berpikir: "Aku masih tetap mencintai Twako, aku ingin
Twako senantiasa sehat-sehat saja, asal saja dia selalu segar
bugar, apa lagi yang aku inginkan" Twako dengan nona
Souw adalah pasangan yang setimpal dan cocok sekali, aku
mengapa harus menyelak diantara mereka,
untuk
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyusahkan Twako saja" Pergi! Pergi! Biarlah aku pergi
sejauh-jauhnya untuk membiarkan melaksanakan cinta
kasih mereka!" Lalu dia bangkit dan berjalan perlahan-lahan waktu sinar
puteri malam menyinari tubuhnya, maka terbentuklah
bayangan panjang yang berpeta dibumi.
Sekalipun dia tidak melihat bayangannya sendiri, tapi
dalam hati dia berpikir: "Mulai hari ini, aku adalah seorang
yang sebatang kara, bayangan, oh bayangan, hanya engkau
saja yang senantiasa menemaniku !"
Perlahan-lahan diapun sudah pergi jauh sekali, seorang
yang berbudi luhur mengalami nasib yang demikian
memilukan hati, perlahan-lahan bayangannya ditelan oleh
kegelapan malam yang tidak berbatas ..
Keesokan harinya Leng Hong lalu minta diri dari nona
Souw. Hwie Cie yang mengetahui bahwa pemuda kita ingin
menuntut balas sakit hati orang tuanya, diapun tidak
berusaha untuk menghalang-halanginya, baru saja Leng
Hong ingin berangkat, sekonyong-konyong hatinya tergerak
dan diapun berpikir: "Ayah angkatnya Souw Kho-nio
adalah pejabat Tie-hu dari daerah delapan kewedanaan di
Shoa-tang barat, aku mengapa tidak coba menyelidiki
jejaknya Ah Lan ibu dan anak?"
Dalam pada itu diapun berkata pada Hwie Cie, waktu
Hwie Cie mendengar pemuda kita dalam menyebutkan
nama An Lan, perasaannya begitu penuh kasih dan sayang,
hingga tidak terasa lagi hatinya merasa sedikit tidak enak.
Diapun berdiam diri sebentar, dan satu pikiran melintas
diotaknya, sudah beberapa kali dia berusaha untuk
mengatakannya, tapi perasaannya yang lebih mementingkan diri sendiri melarangnya akan berbuat
demikian. Didunia ini, bagi wanita kebanyakan, perasaan
mementingkan diri sendiri dan cemburu adalah paling
menonjol, maka dengan berperasaan demikian, hal ini
akhirnya dapat membuat seorang wanita yang tadinya
lemah-lembut dan berbudi luhur berubah menjadi seorang
wanita yang kejam dan jahat.
Begitulah perasaan tersebut berperang dalam hatinya
Hwie Cie, dia yang memangnya anak seorang pembesar
pula, sejak kecil sudah dibiasakan dimanja oleh ayahnya,
dia yang memang sangat cerdik, kemarin malam waktu
Leng Hong datang dan bercakap-cakap, dia telah lihat
mukanya sedikit berubah, waktu itu dia kira karena pemuda
kita tengah diganggu oleh banyak pikiran, tapi nyatanya dia
hanya dapat menebak separuh. Pada saat ini setelah dia
mendengar kata-kata pemuda kita, maka seluruhnya telah
menjadi terang benderang. Dia tahu, andaikata dia
menjelaskan hal yang sebenarnya, maka kebahagiaannya
akan lenyap pada saat itu juga, tapi ajaran ayahnya sendiri
yang bengis, seakan-akan masih mengiang-ngiang ditelinganya. Pada saat ini, dia rasakan jika dibandingkan
dengan keadaan sepuluh tahun yang lampau, perasaannya
kini jauh lebih sedih dan goncang.
Akhirnya dia dapat mengambil keputusan yang pasti,
karena satu tindakan yang didorong oleh pertimbangan
yang luhur akhirnya telah memenangi perasaannya yang
bersifat terlampau mementingkan diri sendiri itu. Maka
dengan suara yang agak gemetar dia bertanya: "Nona Ah
Lan yang kau maksudkan itu, apakah bukannya wanita
yang bertubuh kecil langsing?"
Leng Hong yang lama sekali tidak mendengar dia
menjawab, seakan-akan sedang memikirkan satu soal yang
sulit, kini waktu secara sekonyong-konyong dia ditanyakan
olehnya, dia masih mengira bahwa nona itu menanyakan
soal Ah Lan dengan jelas dan bermaksud untuk membantu
untuk mencarinya, maka tidak terasa lagi diapun merasa
sangat berterima kasih sekali dan berkata: "Siauw Hwie
Moay-cu, Ah Lan memang benar seperti apa yang kau
katakan itu, aku harap kau perhatikan sungguh-sungguh,
kedua matanya adalah buta."
Hwie Cie kemudian memanggil pada budaknya sambil
diperintahkan: "Lekas kau panggil Ah Lan Kho-nio datang
untuk menjumpai Gouw Siang-kong!"
Begitu perkataan ini diucapkan, Leng Hong merasa
diluar dugaan sama sekali, dia seakan-akan tidak dapat
mempercayai atas pendengarannya sendiri, buru-buru dia
bertanya: "Moay-cu, kau .. kau mengatakan apa?"
Budaknya itupun tidak mengerti jelas maksud majikannya, maka sambil membelalakan matanya ia
memandang pada nona majikannya sambil berdiri terpekur
disitu. Hwie Cie berkata pula: "Aku menyuruhmu untuk
memanggil nona Ah Lan datang kemari."
Budak itu kini barulah mengerti jelas perintah
majikannya, sambil mengeluarkan suara 'ahhhh' buru-buru
dia berlari-lari melaksanakan tugasnya, Leng Hong yang
tidak dapat mengendalikan lagi perasaannya, buru-buru
berlari juga sambil mengikuti budak itu.
Hwie Cie yang menampak sinar pandangannya pemuda
kita luar biasa girangnya, dan hal itu teranglah
menunjukkan perasaan cinta yang sangat mendalam
terhadap Ah Lan, hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi
hancur dan diapun berputus harapan, dan sambil menutupi
mukanya, buru-buru diapun lari kedalam kamarnya, dari
mana dengan sekonyong-konyong dia mendengar suara
Leng Hong yang bergemetar sedang menanyakan budaknya. "Dia .. bagaimana .. jam berapa .. meninggalkan tempat
ini?" Budak itu menjawah: "Kemarin malam."
Leng Hong lalu bertanya pula: "Dia mengapa secara
sekonyong-konyong ingin meninggalkan rumah ini?"
Kedengaran suara budak itu menyahut: "Aku tidak tahu,
waktu dia ingin meninggalkan tempat ini, dia telah
menitipkan sepucuk surat yang dipesannya untuk disampaikan pada Gouw Siang-kong, kepala rumah tangga
yang mengurus budak-budak karena melihat dia bukanlah
seorang budak biasa, melainkan adalah orang yang telah
ditolong oleh majikan kita, maka waktu dia memaksa
hendak meninggalkan tempat ini, diapun tidak berani
menghalanginya maupun melarangnya."
Dengan perasaan yang gugup Leng Hong berkata:
"Lekas kau berikan suratnya itu kepadaku."
Dia yang mengengtahui bahwa Ah Lan masih hidup
didunia maya ini, hatinya girang tidak kepalang, dia tidak
mengerti mengapa dia ingin meninggalkannya .. dia telah
melupakan perbuatannya semalam akibat terlampau banyak
minum susu macan. Setelah dia sambuti surat itu, dan baru saja bermaksud
untuk membukanya, tiba-tiba dari belakangnya terdengar
suara yang lemah-lembut mengatakan: "Twako, kau
sendiripun harus baik-baik menjaga dirimu sendiri."
Waktu dia menolehkan kepalanya memandang, ternyata
orang itu adalah Hwie Cie yang kini mukanya penuh tanda
bekas-bekas airmata, hingga tidak terasa lagi dia merasa
terharu sekali, tapi dia yang pikirannya sedang kacau
karena ingin sekali segera mengejar pada Ah Lan, saat itu
tidak dapat mencari daya untuk menghiburnya.
Dia hanya dapat berkata: "Moay-cu, kau sungguh
terlampau baik memperlakukanku. Hatiku mengetahui
jelas, setelah aku dapat mengejar Ah Lan, barulah aku
datang kembali untuk menjengukmu."
Hwie Cie hanya dapat menganggukkan kepala saja
dengan perasaan ingat-ingat lupa. Leng Hong lalu
melambaikan tangan kepadanya, kemudian dengan tidak
menolehkan kepalanya lagi dia sudah lari cepat sekali.
"Aku merasa puas sudah, terhadap cium asmaranya ..
sekalipun dihatinya dia mempunyai kekasih lainnya pula,
tapi, aku sudah merasa puas terhadapnya.
"Hari depan masih banyak bagiku, akupun tidak
bersendirian pula, hal itu patut kuingat seumur hidupku!
Aku, aku .. ingin hidup terus dan beginilah perjalanan
hidupku ini!" Dan tanpa terasa pula air matanya mengalir
turun melalui kedua pipinya.
(Oo-dwkz-oO) Ombak yang besar mendampar-dampar .. itulah suasana
dipulau Tay Ciap Too, sinar matahari yang jatuh dilaut
memperlihatkan warnanya yang kemerah-merahan, hingga
menyebabkan ombak itu menjadi beraneka warna dan
berubah-ubah, sebentar biru sebentar merah, hingga tampak
indah sekali dipemandangan mata.
Sebuah perahu kecil perlahan-lahan menyusur pantai,
sekalipun dasar perahu sudah menyentuh pasir, tapi
sesungguhnya terpisah dengan pantai masih kurang lebih
lima tombak lagi. Diatas perahu kecil itu terdapat dua orang
penumpangnya, seorang yang duduk dikepala perahu kecil
itu adalah seorang pendeta tua, sedangkan diburitan perahu
itu duduk seorang pemuda yang berwajah tampan lagi
muda belia .. tidak usah dikatakan lagi, mereka berdua ini
adalah salah seorang pemilik pulau Tay Ciap Too, Peng
Hoan Siangjin, sedangkan pemuda itu tentu saja bukan lain
daripada Lie Siauw Hiong adanya.
Lie Siauw Hiong setelah berhasil menjatuhkan bangsa
asing yang sangat tangguh itu digunung Kwie San, maka
julukannya 'Bwee Hiang Sin Kiam' sudah menjadi terkenal
dan tersiar luas sekali dalam kalangan Kang-ouw, hingga
ditiap tempat selalu ada orang yang memuji tinggi
kepadanya, tapi sebaliknya orangnya sendiri tidak
mengetahuinya sama sekali, karena sejak dia merobohkan
Kinlungo, dia sudah dengan segera dibawa lari oleh Peng
Hoan Siangjin .. sekarang, dia dan orang tua itu sudah tiba
kembali dipulau Tay Ciap Too.
Disepanjang jalan Lie Siauw Hiong sudah menanyakan
berulang-ulang, tapi Peng Hoan Siangjin hanya diam saja
merahasiakan sesuatu padanya dan dia hanya berkata:
"Pokoknya kau turut denganku, pasti kau akan mendapatkan tidak sedikit kefaedahannya."
Atau bila tidak menjawab begitu, dia hanya mengganda
tersenyum saja, tidak menjawab pertanyaannya itu.
Lie Siauw Hiong sekalipun sangat menghormati serta
menjunjung tinggi terhadap orang tua yang mempunyai
kepandaian yang luar biasa serta sudah memberikan
pelajaran yang hebat kepadanya ini, hatinya masih tetap
merasa bimbang karena sesungguhnya dia masih mempunyai banyak urusan yang belum sempat dia
selesaikan, tapi dia tidak enak untuk memberitahukannya,
hanya dengan diam-diam terpaksa mengikuti saja orang tua
itu. Waktu perahu mereka sudah keluar dari laut, dia yang
baru tahu sekalipun hendak berlaku guguppun percuma
saja, terpaksa dengan menekan perasaannya diapun
berusaha tidak mengingat-ingat urusan yang belum sempat
dia kerjakan itu. Peng Hoan Siangjin pun tidak mengajak dia bicara apa-
apa, hanya tersenyum-senyum saja dengan penuh rahasia
dan memandang kepadanya sambil duduk dimuka perahu.
Lie Siauw Hiong yang duduk diburitan perahu, kini dia
tidak mempunyai pekerjaan apa-apa, tapi dengan termangu-
mangu dia duduk disitu, sedangkan hatinya dengan tidak
terasa lagi jadi teringat pula akan jurus demi jurus yang
dialaminya selama bertempur dengan Kinlungo tadi.
Diam-diam dia berpikir sambil berkata pada dirinya
sendiri: "Umurnya Kinlungo itu jika dibandingkan
denganku, tidak terpaut terlampau banyak, paling banyak
dia baru berusia tiga puluh tahun lebih, tapi tenaga-
dalamnya begitu hebat sekali, hingga sejak aku menerima
pelajaran Peng Hoan Siangjin dan setelah mengalami
berapa kali pertempuran hebat, boleh dikatakan tenaga-
dalamku sudah maju pesat sekali. Tapi, berlawanan
dengannya ternyata masih kurang, andaikata Peng Hoan
Siangjin tidak mengajarkan jurusnya yang tunggal itu,
mungkin juga hasilnya akan menjadi lain, karena jurus
tunggal itu adalah yang paling sempurna dan terhehat,
hingga seandainya tenaga-dalam Kinlungo-pun lebih tinggi
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekalipun, sukar juga agaknya untuk menahan jurus tunggal
yang luar biasa itu .. Tatkala berpikir sampai disitu, tidak terasa lagi dia
menjadi sangat girang sekali, maka dengan tidak disadari
lagi dia sudah terlepasan omong sambil berkata: "Sungguh
hebat, sungguh jitu .."
Dengan sekonyong-konyong Peng Hoan Siangjin pun
menyelak sambil herkata: "Tunggulah, sebentar lagi masih
ada yang jauh lebih hebat dan jitu daripada apa yang kau
duga semula." Waktu Lie Siauw Hiong mengangkat kepalanya
memandang pada orang tua itu, ternyata Peng Hoan
Siangjin sedang memandang padanya dengan senyumnya
yang penuh arti, sedangkan mukanya tampak sangat puas
sekali, hingga tidak terasa lagi dia merasa sangat heran
didalam hatinya. Peng Hoan Siangjin sambil tertawa lahu herkata:
"Bocah, kau tentunya pada saat ini sedang memikirkan
tentang pelajaran hebat yang telah kuajarkan, hahahaha,
yang lebih aneh dan lebih hebat masih banyak lagi
dibelakangnya .." Sekonyong-konyong badan perahu mereka tergoncang
dan tidak dapat maju lebih lanjut, ternyata pantat perahu
mereka telah menyentuh pada batu-batu didasar pasir laut
itu. Peng Hoan Siangjin lahu berseru: "Sudah sampai, bocah
lekas naik kedarat."
Sambil berkata begitu, lalu dia enjot badannya dan
bagaikan seekor burung kepinis tubuhnya sudah melompat
maju sejauh lima tombak lebih, sedang apa yang paling
aneh dari gerakan loncatannya itu, adalah tubuh perahu itu
tidak bergoyang akibat loncatannya itu.
Lie Siauw Hiong diam-diam berkata pada dirinya
sendiri: "Sekali melompat dapat mencapai satu jarak sejauh
lima atau enam tombak, itulah sesungguhnya suatu hal
yang tidak mengherankan, tapi akan tidak menyebabkan
perahu itu tergoncang, kepandaian semacam ini adalah
hebat dan sukar dipercaya, jika umpamanya orang tidak
melihatnya dengan mata kepala sendiri .. tapi aku sendiri
belum sanggup menelad jejaknya itu Hanya tampak diapun
menggerakkan kakinya dan diapun sudah melayang pada
jarak sejauh tiga tombak .. tentu saja perahu itupun tidak
tertolak mundur .. kemudian badannya dengan gerak yang
indah melesat maju lurus sekali dan tempat dia jatuhkan
kakinyapun sudah sampai dipasir yang kering.
Kepandaian yang dimilikinya ini sekalipun tidak sehebat
dan sesempurna seperti yang dimiliki oleh Peng Hoan
Siangjin, tapi bagi orang sebaya dan seangkatannya cukup
memuaskan, hingga Peng Hoan Siangjin yang menyaksikannya juga, tertawa terkekeh-kekeh sambil
berkata: "Bocah, kau cukup hebat, marilah turutku, aku
mempunyai kata-kata yang hendak disampaikan kepadamu
.." (Oo-dwkz-oO) Jilid 33 Dengan tercengang Lie Siauw Hiong terpaksa mengikutnya, tapi ketika baru saja menikung dua putaran,
dalam hutan tersebut lantas tampak sebuah rumah yang
terbikin dari kayu. Diluar rumah kayu tersebut, disebelah timurnya terdapat
sebilah papan, sedangkan disebelah baratnya terdapat
sebilah bambu, kelihatannya tidak sedap sekali dipandang
mata. Hal mana terang sekali, bahwa pantekan itu adalah
buatannya Peng Hoan Siangdiin sendiri. Lie Siauw Hiong
lalu mendekati rumah kayu tersebut, dimana Peng Hoan
Siangjin lalu menolak pintu rumah kayu itu.
Rumah itu tampaknya tidak sedap dipandang mata, tapi
keadaan didalamnya cukup memuaskan. Karena selain
sinar matahari cukup menyinari keadaan disebelah dalam
rumah tersebut, diatas lantaipun dipasang sehelai permadani pula, hingga Lie Siawu Hiong yang menampak
hal itu, tidak terasa lagi jadi menghela napas menunjukkan
keheranannya. Peng Hoan Siangjin lalu mengambil sebuah bangku yang
berbentuk aneh, sambil tertawa dia berkata: "Kursi ini juga
adalah buatanku sendiri, bagaimana pendapatmu?"
Lie Siauw Hiong menjawab: "Bagus, bagus, hanya .."
Peng Hoan Siangjin sambil mengerutkan keningnya
berkata: "Hanya bagaimana?"
Lie Siauw Hiong menjawah: "Hanya terlampau kotor."
Mendengar jawaban pemuda kita, Peng Hoan Siangjin
jadi tertawa bergelak-gelak, kemudian ia bantingkan
bangkunya itu dan benar saja abu pada meluruk jatuh,
sedangkan tempat yang bekas dipegangnya terdapat bekas-
bekas jari tangannya. Kemudian Lie Siauw Hiong dengan rupa yang tidak
sabaran lalu bertanya: "Loo-cian-pwee membawa Boan-
pwee kesini, sebenarnya bermaksud apakah?"
Peng Hoan Siangjin lalu memotong perkataan pemuda
kita sambil berkata: "Kau tidak usah tergesa-gesa, baiklah
sebentar lagi aku akan menjelaskannya .. Hm, bocah kau
katakan, didunia ini soal apakah yang paling sukar
dihadapi?" Dengan perasaan tercengang Lie Siauw Hiong balik
bertanya: "Entah dari sudut manakah yang Loo-cian-pwee
maksudkan?" Peng Hoan Siangjin menjawab: "Yang aku tanyakan,
adalah orang macam apakah yang paling sukar dihadapi?"
Lie Siauw Hiong setelah terdiam sebentar, lalu
menggelengkan kepalanya. Dengan muka yang sungguh-sungguh Peng Hoan
Siangjin lalu berkata: "Bocah, aku beritahu kepadamu,
bahwa didunia ini yang paling sukar dihadapi adalah kaum
wanita .." Tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong jadi mengeluarkan
suara "Ihhh", dan hampir saja dia tak tahan lagi untuk tidak
tertawa, maka dengan perasaan tidak sabaran dia bertanya:
"Kenapa?" Tapi siapa tahu Peng Hoan Siangjin tidak mau
menjawab, selain mengganda tertawa saja atas pertanyaan
pemuda kita itu. Lie Siauw Hiong jadi terbengong dan dengan perasaan
tidak mengerti jadi memandang wajah orang tua itu dengan
terheran-heran. Setelah berselang sejurus lamanya, Peng Hoan Siangjin
dengan secara sekonyong-konyong dan sambil tertawa lalu
bertanya: "Hei, bocah, coba kau katakan, kemajuan
pukulanku itu bagaimana?"
Lie Siauw Hiong segera menjawab: "Kepandaian kau
orang tua adalah yang nomor wahid dikolong langit ini .."
Peng Hoan Siangjin lalu berkata sambil tertawa:
"Benarkah" Hm, cobalah kau lihat satu jurusku ini .."
Lie Siauw Hiong hanya mehihat lengan bajunya paderi
tua itu dikebutkan, sepasang tinjunya dibentangkan dengan
berbareng. Diantara pergerakan tinjunya itu terdengar suara
yang mengaung-ngaung, sedang suatu hal yang paling aneh
lagi, adalah Lie Siauw Hiong yang berdiri terpisah hanya
setengah langkah saja dari orang tua itu, sedikitpun tidak
merasakan samberan angin pukulan orang tua itu, karena
kepandaian semacam ini hanya dapat dilakukan oleh
seseorang yang sudah terlatih sehingga mencapai tingkat
yang tertinggi. Lie Siauw Hiong yang melihat diantara tiga pukulan
orang tua itu, ternyata kehebatannya sungguh tidak ada
batas-batasnya, sehingga tanpa terasa pula dia berdiri
disamping sambil berpikir keras. Pada saat ini tenaga-dalam
maupun kepandaiannya sudah mencapai tingkat yang
tertinggi, maka setelah menyaksikan Peng Hoan Siangjin
bersilat sejurus lamanya, iapun sudah mengerti seluruhnya,
hingga tak terasa lagi dia berseru: "Ai, aku mengerti sudah
.." Peng Hoan Siangjin tertawa bergelak-gelak, kemudian
sambil melompat dia berkata: "Bocah, mari aku pelajari kau
tipu-tipu ini!" Lie Siauw Hiong merasa begitu gembira, sehingga tidak
sempat mengucapkan terima kasih pula dan lalu berlompat
menghampiri orang tua itu, yang segera mulai menjelaskan
tipu-tipu silat tadi kepadanya.
Lie Siauw Hiong yang mendengarnya, tidak terasa lagi
hatinya menjadi sangat gembira dan semangat belajarnyapun menjadi terangsang hebat sekali, karena apa
yang diajarkan oleh Peng Hoan Siangjin itu, ia
mendengarnyapun baru pernah kali ini saja. Gerakan-
gerakan pukulan itu sangat luar biasa dan hebat, hingga
dengan mengandalkan kepandaian setinggi yang dimilikinya, pemuda kita ini baru dapat mempelajari
sepuluh jurus saja dari ilmu silat luar biasa itu, setelah dia
berlatih satu hari suntuk. Dan karena asyik dan sungguh-
sungguhnya ia belajar, Lie Siauw Hiong sampai tidak
memikirkan pula tentang pekerjaan-pekerjaannya yang
belum selesai itu. Terus sampai hari kelima, barulah Lie Siauw Hiong
dapat mempelajari ilmu silat yang sangat hebat itu sehingga
enam puluh jurus banyaknya, dan selama itu sekonyong-
konyong dia berpikir: "Peng Hoan Siangjin membawaku
kemari, apakah disebabkan karena dia hanya ingin
menurunkan pelajaran ini saja kepadaku" Sepanjang jalan
dia terus membungkam dan merahasiakan, sebenarnya dia
bermaksud apakah" Oh! Aku masih mempunyai banyak
sekali pekerjaan yang hendak diselesaikan, tapi mengapa
aku menghamburkan waktuku disini saja?"
Dia pikir bahwa Peng Hoan Siangjin sungguh baik sekali
terhadapnya. Dia sendiri tidak mengetahui apa sebabnya.
"Bila aku terangkan soal yang kuhadapi dengan sebenar-
benarnya, pasti sekali dia akan menyuruhku lekas-lekas
kembali ke Tiong-goan untuk menyelesaikan pekerjaanku
yang terbengkalai itu." Tapi sesungguhnya pelajaran-
pelajaran ini sangat hebat dan aneh sekali, maka diam-diam
dia berpikir: "Ilmu ini memang sangat hebat dan aneh,
maka bila aku melepaskan kesempatan baik ini, bukankah
terlampau sayang sekali?"
Pada saat itu, tiba-tiba dari belakangnya terdengar suara
tertawa yang nyaring sekali: "Bocah," kata suara itu,
"apakah barangkali kau menemui kesukaran dalam
pelajaranmu" Hal ini memang sukar disalahkan kepadamu.
Jurus-jurus pelajaran yang kuberikan ini, namanya disebut
'Kong-kong-ciang-hoat' (pukulan ditempat kosong). Pelajaran ini adalah yang baru-baru ini saja aku ciptakan,
sehingga pada saat ini barangkali tidak ada pelajaran dari
partai lainpun yang sanggup melayani aku sampai tujuh
puluh dua jurus lamanya .. Hm, kau lihat, bukankah aku
berlaku bodoh sekali" Dengan kepandaianku yang kumiliki
sekarang ini, tentu saja tidak ada seorangpun yang sanggup
bertahan sampai tujuh puluh dua jurus lamanya, bukan?"
Lie Siauw Hiong dengan tidak sabaran lalu bertanya:
"Bagaimana dengan kepandaian Boan-pwee?"
Peng Hoan Siangjin jadi tertawa besar dan lalu berkata:
"Jika kau berlatih terus, barulah kau akan mengetahui
sendiri hasilnya." Wajah Lie Siauw Hiong tampak menunjukkan kegembiraannya, maka sambil mengeraskan perasaan
hatinya, diam-diam dia berkata: "Perduli apa, bila aku
sudah mewariskan ketujuh puluh dua jurusnya itu barulah
aku akan berlatih pula dengannya."
Peng Hoan Siangjin berkata pula: "Hei, bocah, pelajaran
ini sudah menyebabkan aku siorang tua sibuk sehingga
sebulan penuh lamanya, dengan kurang tidur dan makan,
barulah aku berhasil dapat menciptakannya. Setelah kau
dapat mempelajari jurus-jurus tersebut dengan sempurna,
entah dengan jalan bagaimana kau harus menyatakan
terima kasihmu kepadaku?"
Lie Siauw Hiong yang pada saat itu tengah diliputi
perasaan yang riang gembira, dengan sungguh-sungguh dia
berkata: "Apa yang hendak Siangjin perintahkan kepada
Boan-pwee, pasti sekali akan kulaksanakan dengan taat."
Peng Hoan Siangjin tinggal tetap tertawa dan lalu
menjawab: "Apakah kau dapat meluluskan
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
satu permintaanku" Aku jelaskan terlebih dahulu kepadamu,
bahwa pekerjaan yang hendak kuminta kau lakukan itu,
adalah suatu hal yang tidak mudah."
Lie Siauw Hiong yang memang gampang dibuat marah
dengan perkataan yang separuh memancing itu, lalu tanpa
berpikir-pikir lagi dan dengan suara lantang dia sudah
menjawab: "Jangankan baru satu, sampaikan sepuluh lagi
masih ada apa sulitnya sih?"
Peng Hoan Siangjin lalu berkata: "Bagus, kau berlatihlah
terus, akan kuberitahukan hal itu belakangan."
Ilmu Kong-kong-ciang-hoat itu sekalipun pada pokoknya
terdiri dari tujuh puluh dua jurus, tapi diantara
perubahannya terdapat sehingga ribuan banyaknya, maka
tidak heranlah bila Peng Hoan Siangjin sebagai seorang
tokoh yang paling hebat dapat menciptakan ilmu luar biasa
itu, sedangkan Lie Siauw Hiong dengan menggunakan
waktu sepuluh hari lamanya, barulah dia dapat mempelajari
ketujuh puluh dua jurus itu dengan sebaik-baiknya, tapi
perubahan-perubahan yang terdapat begitu banyaknya,
belum dapat dia kuasai dengan sesempurna-sempurnanya.
Setelah berlatih lagi lima bari, tanpa terasa lagi Lie Siauw
Hiong sudah berdiam dipulau Tay Ciap Too setengah bulan
lamanya, pada waktu mana kepandaian yang sangat luar
biasa dan hebat milik Peng Hoan Siangjin sudah berhasil
dapat diwariskan olehnya.
Pada hari itu sehabisnya bersantap malam, sekonyong-
konyong Peng Hoan Siangjin berkata kepadanya: "Bocah,
coba kau katakan, didunia ini yang paling sukar dihadapi
adalah orang macam apakah?"
Mendengar pertanyaan orang tua ini, Lie Siauw Hiong
menjadi tercengang, diam-diam dia berkata: "Ehhh,
mengapa pertanyaan ini diulang lagi?"
Tapi waktu dia lirikan matanya memandang pada orang
tua itu, ternyata muka Peng Hoan Siangjin menunjukkan
kesungguhan, hingga dalam pada itu dengan tertawa diapun
berkatalah: "Aku tahu, orang itu adalah kaum wanita."
Peng Hoan Siangjin menepuk pahanya sambil berkata:
"Benar! Wanita adalah orang yang paling sukar diganggu,
bila kita berlawanan dengan wanita, maka kita akan
mengalami kerugian."
Dengan perasaan heran Lie Siauw Hiong diam-diam
berkata: "Apakah barangkali. Peng Hoan Siangjin pernah
terbentur pada diri wanita?"
Kemudian terdengar Peng Hoan Siangjin berkata pula:
"Pendeta wanita dipulau Siauw Ciap Too kaupun sudah
pernah melihatnya, bukan" Pendeta wanita ini lebih-lebih
sukar diganggu orang. Aku orang tua pernah bertaruh
dengannya, dan selama ini aku belum pernah memperoleh
keuntungan daripadanya. Tempo hari dengan barisan
kunonya aku pernah terkurung selama sepuluh tahun
lamanya, untung nasibku masih cukup baik, sehingga
namaku tidak sampai terusak, tapi walau bagaimanapun,
aku sudah menderita kerugian yang besar sekali, maka
mulai hari itu, akupun sudah bersumpah pada diriku
sendiri." Lie Siauw Hiong semakin mendengar semakin merasa
heran didalam hatinya, sehingga kemudian diapun lantas
bertanya: "Sumpah apakah itu?"
Dengan paras bersungguh-sungguh Peng Hoan Siangjin
berkata: "Aku bersumpah bahwa seumur hidupku, aku tidak
lagi mau bertempur dengan kaum wanita lagi."
Hal mana, sudah barang tentu telah membuat Lie Siauw
Hiong tertawa dan berkata: "Hal itu tidak cukup aneh .."
Peng Hoan Siangjin lalu bertanya: "Kenapa?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Andaikata Hui Taysu
itu datang lagi ingin bertaruhan denganmu, bukankah hal
itu berarti bahwa kau akan mengalami kerugian belaka?"
Sambil berteriak Peng Hoan Siangjin berkata pula: "Ha!
Benar juga perkataanmu ini, tempo hari aku pernah
ditantangnya dengan mengirimkan kabar melalui burung
dara, yang mengatakan bahwa dia telah berhasil
menciptakan suatu ilmu yang hebat sekali. Dan bagaimana
luar biasanya, katanya lebih lanjut, dia ingin bertarung
denganku. Aku segera kirim balasan kepadanya, bahwa aku
tidak mau menerima tantangannya itu, hingga akhirnya
pendeta wanita yang jahat itu lalu menyiarkan kabaran
diluaran, bahwa aku takut bertarung dengannya, hingga
semakin dipikir, semakin mendongkol rasa hatiku, oleh
sebab itu, maka akhirnya .. maka aku mencarimu dan
membawamu kesini .."
Dengan heran Lie Siauw Hiong berkata: "Mencariku?"
Peng Hoan Siangjin tertawa dengan perasaan bangga
dan berkata: "Benar, yang tadi aku ingin kau lakukan, ialah
dengan kepandaianku ini kau harus menggantikan aku
untuk melayani bertempur dengan pendeta wanita
bangkotan itu, untuk bertanding dengan kepandaiannya
yang luar biasa itu .."
Dengan gugup Lie Siauw Hiona menjawab: "Hal itu
tidak mungkin .." Peng Hoan Siangjin lalu berkata: "Jangan takut, jangan
kuatir, pelajaran yang aku ciptakan itu khusus untuk
melayani ilmunya itu, kau pasti tidak akan mengalami
kerugian apa-apa." Lie Siauw Hiong segera menjawab: "Bukan disebabkan
oleh ini .." Dengan perasaan tidak senang Peng Hoan Siangjin
berkata: "Habis mau apa?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Hui Taysu itu pernah
mewariskan ilmu 'Kit-mo-sin-pouw' kepadaku, aku mana
enak turun tangan terhadapnya?"
Peng Hoan Siangjin tertawa besar demi mendengar
perkataan pemuda kita ini, lalu dia berkata lebih lanjut:
"Aku kira urusan apa, tidak tahunya hanya urusan begitu
saja. Hal itu tidak menjadi persoalan apa-apa bagimu. Kau
sendiri bukanlah untuk bertarung mati-matian dengannya,
bukan" Lagi pula kau pernah meluluskan padaku tadi,
masakah sekarang kau mau membantahnya?"
Lie Siauw Hiong sekalipun merasa serba salah, diapun
tidak dapat lagi mengemukakan dalil-dalilnya lagi.
Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula: "Besok kita pergi!"
Setelah berkata begitu, diapun tidak bercakap-cakap lagi,
agaknya dia sudah melatih dirinya lebih lanjut.
Diatas pulau Siauw Ciap Too banyak sekali batu-batu
besar yang berdiri dengan megahnya, laksana raksasa-
raksasa yang berdiri tegak menjangkau langit saja layaknya.
Dari atas perahunya dari jarak yang jauh sekali, Lie
Siauw Hiong sudah dapat melihat batu-batu raksasa itu, dan
diwaktu dia berpikir tentang dirinya sendiri yang pernah
mengalami hal-hal yang aneh diatas pulau itu, tidak terasa
lagi perasaannya menjadi terbangun.
Peng Hoan Siangjin dengan perasaan gembira serta
berbesar hati lalu menggerakkan kedua lengan bajunya
menyampok ombak pertama yang besar dan menghalanginya, sehingga perahunya maju dengan pesat
sekali. Setelah perahu mereka sampai dipantai, lalu mereka
dengan cepat mendarat dengan menghempos semangat
masing-masing yang bergolak-golak. Peng Hoan Siangjin
dengan suara yang lantang lalu berseru kearah pulau itu
sambil berkata: "Loo-nie-po, aku mendatangi untuk
menyambut tantanganmu!"
Tidak antara lama dari barisan batu-batu itu sekonyong-
konyong terlihat bayangan tubuh seseorang yang dengan
hanya beberapa kali lompatan saja sudah sampai dihadapan
mereka, dan orang yang berdiri dihadapan mereka ini
bukan lain daripada Hui Taysu adanya.
Lie Siauw Hiong yang melihatnya, buru-buru maju
memberi hormatnya, sedang Hui Taysu sendiri lalu
membalas penghormatan itu sambil mengibaskan lengan
bajunya, darimana suatu tenaga yang keras sekali
menyamber kemuka pemuda kita, Hui Taysu berkata
dengan suara dingin: "Sudahlah."
Lie Siauw Hiong rasakan tenaga itu kuat tapi tidak
ganas. Tenaga luar biasa kerasnya itu seakan-akan hendak
menerbangkannya, maka buru-buru Siauw Hiong memasang bhesi sekuat-kuatnya, sehingga dia masih tetap
berdiri dengan tegaknya. Dengan mengeluarkan suara "Ihhhh" Hui Taysu lalu
berkata: "Hm, tenaga-dalammu ternyata sudah maju pesat
sekali, ya?" Kemudian sambil membalikkan kepalanya pada Peng
Hoan Siangjin dia menegurnya: "Aku siang-siang sudah
mengetahui, bahwa kau ini pendeta busuk tidak mau
menyambut tantanganku, maka tentulah akan meminta
bantuan orang lain. Pada kali ini kau sudah berhasil
menciptakan ilmu yang lihay apakah, untuk melayani
ilmuku yang hebat itu?"
Peng Hoan Siangjin membiarkan pendeta wanita itu
habis berbicara dahulu, barulah dia memberi hormat sambil
berkata: "Loo-nie-po, sekalipun benar kini aku datang untuk
menyambuti tantanganmu, tapi maksudnya adalah sedikit
berlainan .." Hui Taysu hanya tersenyum dingin saja.
Peng Hoan Siangjin lalu melanjutkan perkataannya:
"Aku tidak bisa turun tangan denganmu pribadi, pelajaran
pukulanku itu aku sudah wariskan pada bocah ini, maka
beranikah kau menyambuti pukulannya itu?"
Hui Taysu tidak menjawab barang sepatah katapun,
selain tertawa bergelak-gelak. Tampaknya dia sama sekali
tidak menghiraukan kepada Peng Hoan Siangjin.
Tidak terasa lagi Hweeshio tua itu menjadi marah,
kemudian dia berkata: "Kau tertawakan apa?"
Hui Taysu menjawab: "Kalau kau tidak berani ya sudah,
mengapa kau masih mau menelorkan bermacam-macam
dalih tidak keruan. Sekarang baru terbukalah mataku!"
Mendengar jawaban pendeta wanita itu, sekonyong-
konyong Peng Hoan Siangjin pun jadi menengadahkan
kepalanya sambil tertawa panjang, tapi sudah barang tentu
Hui Taysu tak mau menghiraukannya.
Peng Hoan Siangjin yang melihat dia tidak dihiraukan
orang, terus saja tertawa sambil memusatkan tenaga-
dalanmya dengan sehebat-hebatnya, sehingga suara tertawanya itu menjadi panjang dan nyaring luar biasa,
yang mana telah membuat Hui Taysu akhirnya menjadi
tidak sabaran dan lalu berkata: "Kau tertawakan apa?"
Peng Hoan Siangjin, lalu menghentikan tertawanya dan
berkata: "Kalau kau tidak berani ya sudah, mengapa kau
masih mau menelorkan bermacam-macam dalih tidak
keruan. Sekarang baru terbukalah mataku!"
Perkataan yang diucapkannya itu, sedikitpun tidak
berlainan dengan apa yang telah diucapkan oleh Hui Taysu
tadi, sehingga si Nikouw yang mendengar perkataannya itu
menjadi geram sekali dan segera berkata: "Tidak beranikah
engkau bertempur?" Peng Hoan Siangjin lalu menunjuk pada Lie Siauw
Hiong sambil berkata: "Beranikah kau bertempur dengan
pemuda itu?" Hui Taysu lalu mengeluarkan suara jengekannya sambil
memandang kelangit, seakan-akan tidak memandang
sebelah matapun pada diri pemuda kita.
Dengan demikian berarti, bahwa Peng Hoan Siangjin
tidak sudi bertempur dengan Hui Taysu, sedangkan Hui
Taysu sendiri egah pula melayani Lie Siauw Hiong,
sehingga akhirnya kedua belah pihak tinggal berdiri diam
disitu. Setelah berselang sejurus lamanya, Peng Hoan Siangjin
dengan secara sekonyong-konyong berkata sambil menunjukkan muka yang berseri-seri: "Ada .. ada .."
Sambil melototkan matanya. Hui Taysu bertanya: "Ada
apa?" Peng Hoan Siangjin lalu menjawab: "Aku mempunyai
suatu usul yang mohon pertimbanganmu. Aku sudah
mewariskan kepandaianku kepada si pemuda ini, kaupun
boleh menyebutkan segala kepandaianmu kepadanya.
Biarkanlah dia yang melayaninya pertempuran kita ini,
dengan cara demikian, yaitu mula-mula aku akan
menyebutkan daya seranganku, kemudian kau boleh
memberitahukan kepadanya tangkisan maupun serangan
balasan pada sipemuda, untuk melayani seranganku yang
pertama itu, dan demikianlah seterusnya."
Hui Taysu lalu tertawa dingin dan menjawab: "Caramu
ini memang baik juga, hanya pelajaranku ini adalah hasil
jerih payahku, yang dengan susah-payah baru berhasil
menciptakannya, oleh sebab itu, cara bagaimana dengan
mudah saja dapat diberikan kepada pemuda itu?"
Peng Hoan Siangjin yang menganggap bahwa usulnya
yang baik itu ditolak mentah-mentah oleh Hui Taysu, sudah
barang tentu menjadi amat gusar dan lalu berkata: "Apakah
kau takut bahwa kepandaiannya akan melampauimu" Kau
ini pendeta wanita bangkotan yang mudah sekali
tersinggung! Bila demikian halnya, lebih baik kita jangan
bertempur lagi!" Sehabis berkata begitu, diapun segera membalikkan
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
badannya hendak pergi, sehingga Hui Taysu tidak dapat
mengendalikan lagi dirinya dan lalu berkata: "Kalau mau
bertanding ya boleh bertanding! Bocah, mari sini, aku akan
memberitahukan pelajaranku kepadamu .. tapi pendeta
busuk itu tidak boleh coba mengintip!"
Peng Hoan Siangjin lalu tertawa mengakak sambil
kemudian berkata: "Aku tua bangka pasti sekali tidak
kemaruk terhadap kepandaianmu! Baiklah aku pergi
kesana, agar supaya kau merasa tenteram!"
Hui Taysu lalu mengajak Lie Siauw Hiong kesuatu
tempat disebelah barat, dimana dia lalu mulai memberikan
pelajarannya. Lie Siauw Hiong secara berturut-turut dapat memperoleh
kepandaian kedua orang yang luar biasa ini, boleh
dikatakan peruntungannya terlampau mujur. Dia cukup
maklum, bahwa kedua orang luar biasa ini tidak pernah
menerima murid, hingga kesempatan sebaik ini sukar sekali
dijumpainya, maka dengan seluruh perhatiannya dia
mendengarkan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh
paderi perempuan itu. Kepandaian yang dimiliki oleh Hui Taysu ini sungguh
hebat sekali, sehingga tidak terlampau mengherankan bila
dia sampai mencari Peng Hoan Siangjin untuk ditantangnya, berhubung kepandaiannya yang sesungguhnya amat luar biasa itu. Lie Siauw Hiong dengan
menggunakan tempo lima hari, barulah berhasil mempelajari separuh daripada kepandaian yang diajarkannya itu, maka didalam hatinya diam-diam dia jadi
menghela napas sambil berkata pada dirinya sendiri:
"Ternyata didunia ini ada pukulan yang sedemikian
hebatnya itu. Andaikata pelajaran 'Kong-kong-ciang-hoat'
dari Peng Hoan Siangjin digabungkan dengan gerak 'Kit-
mo-sin-pouw', belum tentu kepandaiannya Peng Hoan
Siangjin dapat memenangkannya. Apalagi jika Tiga Dewa
Diluar Dunia dapat bersatu padu dan menciptakan
kepandaian yang hebat-hebat, sudah pasti akan mampu
menjagoi serta menaklukkan semua pendekar-pendekar
dalam rimba persilatan."
Tengah dia berpikir keras, sekonyong-konyong tampak
melayang turun tubuh seseorang yang cepat bagaikan kilat,
hingga sebentar saja ia sudah sampai dimuka mereka. Dan
tatkala mengenali bahwa orang itu adalah Peng Hoan
Siangjin sendiri, Hui Taysu lalu bertanya: "Pendeta busuk,
kau datang kemari mau apa?"
Dengan gugup Peng Hoan Siangjin berkata: "Lebih baik
kita jangan bertempur lagi. Pulau Tay Ciap Too
kepunyaanku didatangi orang kuat, aku harus memburu
kesana .." Sambil berkata begitu, lalu dia angsurkan tangannya
memperlihatkan sesuatu barang, dan ketika mereka
melihatnya, ternyata barang itu adalah mayatnya seekor
burung elang, yang ternyata ditenggorokkannya tertancap
sebatang anak panah. Lie Siauw Hiong segera mengenali, bahwa burung elang
serupa itu adalah banyak terdapat dipulau Tay Ciap Too,
tapi burung itu telah kedapatan terpanah sehingga binasa.
Dalam pada itu, lalu dia maju dan memperhatikan anak
panah tersebut, yang ternyata bentuknya agak aneh dan
tidak sama seperti yang banyak kedapatan didaerah Tiong-
goan. Oleh sebab itu, teranglah bahwa anak panah itu
bukan orang Han yang melepaskannya. Pada badan anak
panah tersebut terdapat tiga huruf yang kecil sekali.
Dan diwaktu Lie Siauw Hiong memeriksanya dengan
teliti, ia segera mengetahui bahwa anak panah itu telah
dilepaskan oleh 'Kinlungo'!
Lie Siauw Hiong lalu memberitahukan segala sesuatu
yang dialaminya kepada Peng Hoan Siangjin, yang setelah
mendengar penuturan pemuda kita, dengan geram ia lalu
berkata: "Ternyata bahwa inilah perbuatannya bocah asing
sialan itu! Hm, dia berani membunuh burung elangku .."
Kemudian diapun membalikkan badannya dan pergi.
Dengan ini Lie Siauw Hiong berpendapat bahwa
Kinlungo tentunya bermaksud hendak mencarinya, tapi
karena tidak berhasil menjumpainya, barulah dia mencari
orang tua itu. Kemudian diapun lantas berteriak: "Siangjin,
tunggu dulu, Boan-pwee pun ingin turut juga kau pergi .."
Sambil berdehem, Peng Hoan Siangjin lalu dengan sekali
lompat saja sudah berhasil melesat sehingga puluhan
tombak jauhnya. Peng Hoan Siangjin mengajak Lie Siauw Hiong naik
kembali kedalam perahu mereka, yang dengan cepat
ditujukan kepulau Tay Ciap Too. Disana, dari kejauhan
mereka sudah melihat dua buah perahu besar yang sedang
ditambatkan dipantai. Maka Peng Hoan Siangjin yang
menyaksikan hal ini, dengan tergesa-gesa telah mengebutkan sepasang lengan bajunya, hingga dengan ini
ia telah membuat perahu mereka laju sangat pesat sekali,
maka tidak antara lama merekapun sudah tibalah dipantai
pula. Peng Hoan Siangjin dengan cepat lalu berkata: "Bocah,
lekas!" Dengan menarik sebelah tangan Lie Siauw Hiong, orang
tua ini lalu menendangkan kakinya ketanah, hingga badan
mereka lantas melayang dan jatuh tepat diatas sebatang
pohon beringin tua yang terpisah antara enam atau tujuh
tombak jauhnya. Lie Siauw Hiong yang berdiri diatas tempat yang tinggi,
dia segera melihat bahwa didalam hutan itu terdapat
serombongan orang yang sedang bertempur dengan
serunya. Mereka ini ternyata terdiri dari tujuh atau
delapanbelas pendeta yang sedang bertempur dengan empat
orang laki-laki yang dandanannya agak aneh. Diantara
mereka ini, ada tiga orang yang berpakaian secara pendeta
dan seorang yang berpakaian biasa saja. Ketika orang yang
berpakaian secara pendeta itu mengenakan pakaian yang
berwarna merah, sedangkan yang seorang berpakaian
seperti seorang anak sekolah. Mereka berempat dengan
bergiliran telah melakukan serangan dahsyat terhadap
beberapa belas orang pendeta yang menjadi lawan mereka,
sehingga tiada seorangpun antara pendeta-pendeta itu yang
berani datang terlampau dekat.
Waktu pemuda yang berpakaian seperti anak sekolah itu
melancarkan serangannya, barulah Siauw Hiong mengerti
jelas, maka dengan suara yang rendah dia membisiki pada
Peng Hoan Siangjin sambil berkata: "Orang yang
berpakaian seperti anak sekolah itulah yang bernama
Kinlungo." Peng Hoan Siangjin jadi tertawa dingin dan berkata:
"Ketiga pendeta itu memang sangat lihay. Hm! Tidak
mengherankan bila Kinlungo ini berani datang mengacau
ke Tiong-goan, dan makanya dia berani datang kepulau Tay
Ciap Too, adalah karena dia mempunyai senderan yang
kuat ini." Setelah mendengar perkataan orang tua itu, Lie Siauw
Hiong pun lalu memusatkan perhatiannya pada ketiga
pendeta tersehut. Dia lihat salah seorang diantara mereka
sambil berseru segera melancarkan serangan yang hebat
sekali, hingga seorang pendeta setengah tua yang mendiadi
lawannya, buru-buru mengelitkan diri, kemudian terdengar
suara "Bruk!" yang nyaring sekali, karena sebatang pohon
cemara yang sebesar tong dan terdapat dibelakang pendeta
itu, telah kena terpukul musuh sehingga tumbang!
Menyaksikan hal itu, diam-diam Lie Siauw Hiong
menjadi terkejut dan berpikir didalam hatinya: "Pendeta
yang tiga orang dan berpakaian merah itu, ternyata tenaga-
dalamnya hebat sekali. Kepandaian merekapun tidak
berada disebelah bawah dari Tiga Dewa Diluar Dunia, dan
mereka ini pastilah orang-orang dari pihak seatasan
Kinlungo .." Waktu dia menoleh kepada Peng Hoan Siangjin,
ternyata orang tua ini tengah memperhatikan pada
serombongan pendeta-pendeta ini. Wajahnya menunjukkan
perasaan yang aneh sekali, maka tidak terasa lagi Lie Siauw
Hiong pun merasa aneh juga didalam hatinya. Tatkala dia
coba meneliti, ternyata rombongan pendeta-pendeta itu
tepat terdiri dari delapanbelas orang, diantara mereka
terdapat seorang pemuda yang memakai pakaian biasa saja,
yang ketika Siauw Hiong memperhatikannya, ternyata dia
itu bukan lain daripada 'Bu-Iim-cie-siu' Sun Ie Tiong
adanya. Lie Siauw Hiong yang baru memahami persoalan itu
dengan jelas, tanpa berpikir lagi segera berseru: "Ah,
pendeta-pendeta Siauw Lim Sie!"
Dia melihat ketujuhbelas pendeta dan Sun Ie Tiong yang
tengah mengurung tiga pendeta asing berbaju merah serta
Kinlungo, gerakan kaki mereka sangat rapat sekali,
sehingga hatinya tergerak dan diam-diam berkata: "Jadi ini
mungkinkah yang sudah terkenal diseluruh muka bumi dan
biasa disebut barisan 'Loo-han-tin' itu?"
Sekonyong-konyong Peng Hoan Siangjin berkata:
"Celaka! Pendeta asing itu akan menurunkan tangan
jahatnya, sedangkan pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie
itu pasti akan mengalami kekalahan. Ayoh, mari kita lekas
terjang!" Baru saja kata-kata itu selesai diucapkan, Hweeshio tua
itu sudah melesat keudara, hingga Lie Siauw Hiong yang
melihatnya menjadi terkejut bukan kepalang. Buru-buru
diapun mengikuti jejaknya, ditengah-tengah udara Lie
Siauw Hiong sudah mendengar teriakan-teriakan yang
mengejutkan hati, karena ketiga pendeta asing serta
Kinlungo dari menjaga diri sekarang sudah berbalik
menjadi pihak yang menyerang, sehingga pada saat itu
mereka tengah merangsak maju dengan amat dahsyatnya.
Bagaikan seekor burung besar yang menukik turun
kebawah, dengan dua kali mengibaskan lengan bajunya
Peng Hoan Siangjin dengan tepat sekali sudah menangkis
serangannya salah seorang pendeta asing tersebut.
Dengan mengeluarkan suara "Buk" yang nyaring sekali,
ternyata badan pendeta asing itu telah terpental jauh sekali,
sedangkan Peng Hoan Siangjin sendiri agak tergetar
pundaknya. Selanjutnya kedua orang itu lalu mengeluarkan
suara teriakan terkejut yang tertahan.
Pendeta asing itu dengan penuh kemarahan memandang
pada Peng Hoan Siangjin, kemudian mengangkat pula
tangannya hendak dipukulkan kepadanya.
Tapi Peng Hoan Siangjin pun tidak mau menunjukkan
kelemahannya. Mereka tidak mau saling mengalah dan lagi-
lagi terdengar suara "Plok" yang nyaring sekali karena
beradunya kedua pukulan itu, sehingga mereka kedua-
duanya terpukul mundur kebelakang setengah langkah
jauhnya! Peristiwa ini adalah yang selama ratusan tahun belum
pernah kejadian, dengan mengandalkan kepandaian Hui
Taysu dan Bu Heng Seng, mereka berdua tidak berani
melawan keras lawan keras terhadap Peng Hoan Siangjin,
kali ini setelah ada orang yang berani menyambutinya keras
lawan keras, maka bagaimana dia tidak merasa heran"
Sebaliknya pendeta asing itupun merasa sangat terheran-
heran pula, karena dinegerinya kekuatan pukulannya ini
adalah sudah termasuk salah seorang yang paling kuat dan
jempolan sekali, hingga dia tidak habis berpikir, mengapa
ada pula orang yang kuat sehingga dapat memukul mundur
kepadanya. Sementara itu Kinlungo telah menunjuk pada diri Lie
Siauw Hiong sambil berkata: "Suhu, inilah bocahnya!"
Pendeta yang berpakaian merah dan berdiri paling
belakang lalu memperhatikan sebentar pada Lie Siauw
Hiong, kemudian dengan bahasa Han yang masih agak
kaku dia berkata: "Kau apakah muridnya pendeta itu?"
Sambil dia menunjuk kepada Peng Hoan Siangjin.
Lie Siauw Hiong baru saja ingin menjawab perkataan
pendeta asing yang berjubah merah itu, ketika Peng Hoan
Siangjin sudah keburu berteriak kepadanya sambil berkata:
"Bocah, kau tidak usah melayaninya!"
Mendengar perkataan orang itu, pendeta berjubah merah
tersebut lalu melototkan matanya yang sangat tajam kearah
Peng Roau Siangjin, kemudian dengan sekonyong-konyong
dia berkata sambil tertawa: "Tuan ini pastilah orang yang
disebut Peng Hoan Siangjin dan pemimpin dari 'Tiga Dewa
Diluar Dunia', bukan" Aku dan saudara-saudaraku sekalian
yang dapat berjumpa dengan orang yang berkepandaian
setinggi seperti kau ini, sungguh merasa sangat beruntung
sekali." Sambil berkata begitu, dia menunjuk pada pendeta yang
pertama kali mengadu kekuatan dengan Hweeshio tua itu
sambil berkata: "Yang ini adalah kakak seperguruanku
Progota .."
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian menunjuk kepada pendeta lainnya sambil
meneruskan bicaranya: "Yang ini adalah adik seperguruanku Pantenpur, aku sendiri bernama Kinposuf.
Kami bertiga saudara biasa disebut 'Tiga Buddha dari
Sungai Gangga'. Sebenarnya sungai Gangga adalah
sebatang sungai kecil saja, kami tiga saudara berkeinginan
keras untuk dapat mengubah nama tersebut dengan sebutan
'Tiga Buddha dari Sungai Kuning', karena dengan sebutan
itu, barulah bagi kami cukup berarti. Tambahan pula
dengan sebutan tersebut, kami dapat memasuki daerah
Tiong-goan dan bertemu dengan para pendekar Tiongkok
untuk mencukupi kementerengan dan ketenaran nama
kami, dengan demikian, para pendekar di Tiong-goan pun
pasti akan merasa girang dapat berjumpa dengan kami
bertiga .. hanya, muridku ini pernah berbuat sesuatu
sehingga menerbitkan perselisihan dengan para pendekar di
Tiong-goan. Kami sebenarnya tidak ingin turut campur
tangan dalam urusan ini. Tapi setelah kami selidiki dan
ternyata bahwa orang yang pernah mengikat permusuhan
dengan murid kami ini adalah seorang yang mempunyai
senderan Tiga Dewa Diluar Dunia, maka kami menarik
kesimpulan akan tak bisa tidak harus campur tangan juga
.." Pada saat itu, pertempuran kedua belah pihak sudah
terhenti sama sekali. Diantara pendeta-pendeta Siauw Lim
Sie itu ada salah seorang yang paling tua dan dengan
sekonyong-konyong lalu memimpin pendeta-pendeta yang
lainnya maju kehadapan Peng Hoan Siangjin, setelah itu,
mereka sekalian lalu berlutut ditanah, sedangkan pendeta
tua itu lalu berkata: "Tee-cu murid keturunan keempatbelas
Tie Kheng memberi hormat pada Leng Kong Couw-su."
Dengan lantas muka Peng Hoan Siangjin menjadi
berubah, hingga sambil berlompat ia telah menggoyang-
goyangkan sepasang tangannya berkata: "Ternyata kalian
telah keliru mengenali orang, Pin .. Pin-ceng bukannya
Leng Kong, karena Leng Kong siang-siang sudah
meninggal dunia .." Sekalipun Peng Hoan Siangjin adalah seorang pendeta
juga, tapi selama berpuluh-puluh tahun dia tidak pernah
berhubungan lagi dengan pendeta-pendeta yang lainnya,
maka tampaknya ia agak canggung membahasakan diri
sendiri dengan menyebut 'Pin-ceng', Hweeshio yang miskin,
suatu ucapan sebagai ganti kata 'aku' bagi kaum paderi
Buddha. Tingkat-tingkat para pendeta Siauw Lim Sie diurutkan
dengan urutan kata-kata sebagai berikut: "Leng, Tay, Ceng,
Beng, Tie, Cu dan Hong." Pendeta-pendeta yang kini
berlutut dihadapan Peng Hoan Siangjin masuk golongan
buruf 'Tie', dan orang yang mereka tengah hormati itu
bergelar 'Leng', yang berarti tingkatnya lebih tinggi dari
mereka. Ketiga pendeta asing itu ketika menyaksikan para
pendeta itu secara sekonyong-konyong pada berlutut
dihadapan Peng Hoan Siangjin, tidak terasa lagi mereka
jadi merasa sangat heran.
Lie Siauw Hiong tiba-tiba teringat, bahwa dirinya tempo
hari pernah diselidiki oleh Sun Ie Tiong dan pendeta Siauw
Lim Sie itu, serta tanpa sebab hendak mengadu kepandaian.
Kini ada kemunginan mereka tengah menyelidiki jejak
Leng Kong Couw-sunya, karena dia pernah memakai jurus
'Tay-yan-sip-sek' dari Peng Hoan Siangjin. Pendeta-pendeta
ini menyebut Peng Hoan Siangjin dengan sebutan Leng
Kong Couw-su, sedangkan Peng Hoan Siangjin pada waktu
menyebutkan Leng Kong Couw-su empat huruf dengan
secara lancar, teranglah bahwa diapun mengetahui siapa
adanya Leng Kong itu, tapi apakah dia mempunyai
hubungan dengan pendeta-pendeta Siauw Lim Sie itu"
Mungkinkah dia ini. Pada saat itu orang yang menjadi gurunya Kinlungo,
yaitu Kinposuf sudah berkata pula: "Peng Hoan Siangjin,
baiklah kita bicara dengan terus terang, hari ini kami ingin
minta pengajaran dari Tiga Dewa Diluar Dunia .."
Seketika itu juga hatinya Peng Hoan Siangjin jadi agak
bingung, kemudian sambil membalikkan kepalanya dia
berkata pada para pendeta yang berlutut dihadapannya itu:
"Kalian salah paham, aku .. Pin-ceng bukannya Leng Kong
.." Tapi Tie Kheng sambil menganggukkan kepalanya lalu
berkata: "Couw-su, apakah kau hendak membohongi Tee-
cu" Permainan pedang Lie .. Lie Sucouw itu adalah
pelajaran silat pedang Siauw Lim Sie yang sudah
menghilang itu .." Tampaknya karena dia terlebih rendah empat tingkat
dengan orang yang disebut Peng Hoan Siangjin ini, maka
diapun menyebut Lie Siauw Hiong dengan sebutan Lie
Sucouw, karena dia menganggap bahwa pemuda kita ini
adalah murid Leng Kong Couw-su-nya.
Kinposuf dengan perasaan tidak sabar lalu berkata pula:
"Peng Hoan Siangjin, bila kau tidak berani melayani
kamipun tidak mengapa, asal saja kau menyerahkan
sibocah she Lie itu kepada kami sekalian, untuk kami bawa
pergi .." Peng Hoan Siangjin yang perasaannya pada saat itu
sangat kacau, ketika mendengar Tiga Buddha dari Sungai
Gangga hendak membawa pergi pemuda kita, tidak terasa
lagi dia menjadi marah sekali dan lalu membentak:
"Kentut!" Karena sukar mengambil keputusan yang pasti, hatinya
lalu dikeraskan dan diam-diam dia berkata pada dirinya
sendiri: "Aku siorang tua harus membawa pergi pemuda
ini!" Dalam pada ins, sambil mencekal pemuda Lie Siauw
Hiong dan dengan tidak memberi jawaban apa-apa atas
pembicaraan Kinposuf, dengan secara sekonyong-konyong
dia telah membentangkan Keng-sin-kang yang sehehat-
hebatnya, sehingga dalam waktu sekejap mata saja mereka
telah lenyap entah kemana perginya.
Tiga Buddha dari Sungai Gangga tidak pernah menduga,
bahwa Peng Hoan Siangjin akan melarikan diri dengan
begitu saja, maka dalam rasa terkejut mereka jadi berteriak
dan lalu mengejar pada orang tua tersebut, hingga disitu
tinggal para pendeta Siauw Lim yang masih berlutut
ditanah. Peng Hoan Siangjin yang sayang sekali terhadap Lie
Siauw Hiong, dia ketahui bahwa mereka hendak
membunuh si pemuda, sedangkan kedatangan mereka
memang sesungguhnya hendak sengaja mengacau, maka
dengan suara perlahan Hweeshio tua itu berkata pada
sipemuda: "Beberapa orang pendeta asing setan itu hendak
mencabut nyawamu, tapi aku tidak rela menyerahkan kau
dengan begitu saja, tapi tenaga satu orang tidak dapat
melayani mereka, maka aku telah pergunakan siasat ini
untuk melarikan dirimu .."
Lie Siauw Hiong yang otaknya sangat cerdik lalu
berkata. "Kita harus pergi kepulau Siauw Ciap Too!"
Peng Hoan Siangjin pun berkata: "Benar, kita harus pergi
kesana selekas mungkin!"
Lie Siauw Hiong setelah berdiam sejurus lalu berkata
pula: "Hanya, hanya .."
Peng Hoan Siangjin lalu memotong bicara sipemuda
sambil berkata: "Hanya dikuatirkan bahwa Hui Taysu tidak
mau meluluskan permintaan kita."
Pena Hoan Siangjin lalu menjawab: "Jangan kuatir, aku
mempunyai daya untuk menghadapi pendeta wanita
bangkotan itu .. maka sesampainya kau dipulau Siauw Ciap
Too, begitu aku mendarat, kau harus lekas-lekas naik
perahu pergi kepulau Bu Kek Too untuk mencari Bu Heng
Seng, karena aku kuatir dengan ternaga dua orang saja
masih belum sanggup melayani mereka bertiga."
Lie Siauw Hiong setelah mendengar bahwa dia harus
pergi kepulau Bu Kek Too, seketika itu juga hatinya
menjadi terkejut sekali, berbareng dengan mana bayangan
Ceng Jie yang amat cantikpun lantas terbayang didalam
hatinya. Sesampainya dipantai, Peng Hoan Siangjin lantas
melompat dan tubuhnya lantas melayang dan jatuh tepat
diatas perahunya, yang lantas dilayarkan kepulau Siauw
Ciap Too kembali. Dengan Lie Siauw Hiong menggunakan dayung dan
Peng Hoan Siangjin mengebutkan kedua lengan bajunya,
perahu mereka meluncur maju dengan kecepatan yang luar
biasa sekali. Meskipun Lie Siauw Hiong tidak begitu mahir
mengemudikan perahunya, tapi dengan mengandal pada
tenaganya yang sangat kuat, sebentar saja perahu mereka
sudah laju jauh ketengah lautan.
Waktu mereka menolehkan kepala, merekapun menyaksikan pendeta-pendeta asing itu bersama Kinlungo
dengan laku yang tergesa-gesa tengah membongkar sauh
perahu mereka yang besar untuk melakukan pengejaran
terhadap mereka. Perahu mereka yang besar itu dengan menggunakan
pengayuh majunya pesat sekali, tapi jika dibandingkan
dengan perahu orang tua itu yang lebih kecil, ternyata
masih kalah lajunya, oleh karena itu juga, mereka belum
berhasil mengejar perahu Peng Hoan Siangjin itu.
Setelah berselang pula beberapa saat lamanya dan Lie
Siauw Hiong menolehkan kepalanya memandang, dia lihat
tiga pendeta asing itu masing-masing pada mengebutkan
lengan bajunya, sehingga laju perahu merekapun jadi
bertambah pesat saja. Maka dalam waktu sekejap saja
kedua perahu itu sudah semakin dekat saja jaraknya dari
satu dengan yang lainnya.
Peng Hoan Siangjin lalu menolehkan kepalanya
memandang dan memungut sauhnya. Ia menantikan
perahu lawan mereka dating semakin dekat, kemudian
dengan sekonyong-konyong dia melemparkan sauhnya itu
kepada perahu lawannya ..
Peng Hoan Siangjin yang sudah mencapai puncak
tertinggi dalam tenaga-dalam maupun dalam kepandaian
silatnya, waktu sauh itu dilemparkan, segera menerbitkan
suara yang nyaring sekali, dan cepat bagaikan bintang
beralih dan menerbitkan suara "Pletak!" yang sangat
nyaring, ternyata tiga tiang dari perahu lawannya sudah
berhasil dipatahkan oleh lemparan jangkar itu, sehingga
dengan demikian lajunya perahu lawan mereka menjadi
berkurang. Lie Siauw Hiong dengan menggunakan kesempatan ini,
buru-buru menghempos semangatnya untuk membuat
perahunya maju lebih pesat lagi, sehingga bagaikan anak
panah yang baru lepas dari busurnya, perahu mereka
melayang kemuka dengan pesatnya.
Tidak antara lama, dari antara dorongan ombak yang
bergulung-gulung naik turun tidak berketentuan, samar-
samar pulau Siauw Ciap Too sudah berbayang dihadapan
mereka .. Waktu ombak datang mendampar, maka air pada
muncrat kesana-kemari bagaikan kembang api diudara
sekitarnya .. Peng Hoan Siangjin yang berdiri dimuka perahu, pada
saat itu tengah memusatkan perhatiannya. Dengan
sepasang lengan baju yang tiap-tiap saat dikibaskan itu,
ditambah pula dengan dayungnya terus-menerus dari Lie
Siauw Hiong, maka menyebabkan perahu mereka laju
bagaikan ditarik oleh kuda semberani saja cepatnya.
Sekali-kali Lie Siauw Hiong menolehkan kepalanya
memandang, tapi perahu besar lawannya masih tetap
mengejar dari belakang, malahan sekarang kecepatannya
sangat mengejutkan orang, hingga tidak antara lama jarak
perahu merekapun sudah terpisah tidak terlampau jauh
pula. Pulau Siauw Ciap Too sudah terbayang jelas dihadapan
mereka, Peng Hoan Siangjin lalu mengebutkan kembali
lengan bajunya, dan perahu kecil mereka lagi-lagi laju
sejauh sepuluh tombak lebih.
Peng Hoan Siangjin dengan mengikuti arah laju
perahunya itu, lantas tubuhnya dienjot, ditambah dengan
ilmu Keng-sin-kangnya yang hebat, dengan sekali loncat
saja dia sudah berhasil mencapai sepuluh tombak jauhnya
dan tepat sekali dia jatuh dipantai. Sedangkan Lie Siauw
Hiong sendiri dengan tidak banyak cakap lagi, sudah
mengayuh perahunya menuju kepulau Bu Kek Too untuk
mencari Bu Heng Seng. Baru saja Peng Hoan Siangjin mendarat, perahu Heng
Hoo Sam Hut atau Tiga Buddha dari Sungai Gangga itupun
sudah mendekat. Hweeshio tua itu menantikan didarat dan
benar saja tidak lama kemudian mereka sudah sampai dan
beruntun merekapun turun kedarat.
Peng Hoan Siangjin lalu bersiul panjang sambil berkata:
"Aku datang menyambut tantangan kalian .." Sewaktu
tubuh ketiga lawannya sedang melayang diudara, dia sudah
mengarahkan pukulannya kepada mereka.
Pukulannya ini sangat hebat sekali tenaganya, hingga
mengeluarkan angin yang menderu-deru menyerang ketiga
lawannya itu. Ketiga paderi asing itu dengan terkejut dan
buru-buru turun kebawah untuk mengelakkan pukulan
Hweeshio tua itu. Yang memimpin dimuka pendeta ini menjadi geram
sekali, dengan segera dia melancarkan serangan balasan,
tapi Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu hanya
tertawa tergelak-gelak, dan setelah buru-buru dia menarik
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pulang pukulannya, serangan lawannya itu segera dapat
dikelitkan dengan secara tepat sekali.
Disamping itu Peng Hoan Siangjin pun tidak tinggal
diam, dengan lantas dia melancarkan serangan balasannya,
kemudian dengan mengeluarkan suara yang gemuruh,
terpaksa pendeta itu menjatuhkan diri dengan berjungkir
balik dan badannya jatuh kelaut kembali, sedangkan Peng
Hoan Siangjin tetap berdiri dengan gagahnya.
Sekonyong-konyong dari dalam perahu mereka melayang sekerat papan dan jatuh tepat diinjakannya
pendeta yang badannya hendak tercemplung kedalam laut
itu. Maka dengan meminjam tenaga dari papan itu, buru-
buru pendeta itu menotolkan kakinya sambil mengenjotkan
badannya sehingga dia dapat mendarat pula dengan tak
kurang suatu apa, dan berbareng dengan itu, dari dalam
perahu itupun melayang sesosok tubuh manusia, dan orang
yang baru muncul ini adalah Kinlungo.
Peng Hoan Siangjin sekali turun tangan saja sudah
berhasil menjatuhkan pemimpin dari Heng Hoo Sam Hut,
maka dengan tertawa bergelak-gelak ia segera membalikkan
tubuhnya dan terus lari kesebelah dalam dari pulau Siauw
Ciap Too itu. 'Heng Hoo Sam Hut' yang pernah menjumpai pendeta
luar biasa ini dipulau Tay Ciap Too, mereka segera
mengetahui, banwa kalau mereka menempurnya dengan
satu lawan satu, mereka pasti tidak dapat memenangkannya, oleh sebab itu dengan laku yang licik
mereka bertiga bermaksud mengeroyok pendeta itu.
Dengan demikian, mereka yakin bahwa mereka pasti akan
memperoleh kemenangan, maka tanpa ragu-ragu lagi
mereka lalu mengejar pada Hweeshio tua itu.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 34 Peng Hoan Siangjin sekalipun mempunyai kepandaian
yang luar biasa dan mengejutkan orang, tapi menghadapi
tiga lawannya yang tidak dapat dipandang ringan ini,
diapun mengetahui, bahwa tiga lawan satu tidak mungkin
dia dapat memenangkan lawan-lawannya itu. Oleh karena
itu, dia bersiasat untuk bersatu padu dengan Hui Taysu dan
Bu Heng Seng, dalam menghadapi lawan-lawannya itu.
Begitu hatinya tergerak, lalu dia putarkan badannya dan
berlari masuk kedalam pulau itu untuk menyesatkan lawan-
lawannya dibarisan 'Kwie-goan-kouw-tin' (barisan kuno
yang menyesatkan), yang tempo hari dia pernah terkurung
selama sepuluh tahun. Pergerakan kaki 'Heng Hoo Sam Hut' tidak perlahan,
begitu Peng Hoan Siangjin masuk kedalam barisan batu-
batu itu, ketiga orang itupun sudah memburu sampai.
Maksud sebenarnya dari ketiga pendeta asing ini datang ke
Tiong-goan, ialah ingin melihat pemuda kita yang sudah
berhasil menjatuhkan murid kesayangan mereka, siapa tahu
baru saja mereka sampai, mereka sudah berjumpa dengan
lawan yang sangat tangguh, terlebih-lebih Peng Hoan
Siangjin, yang tenaga-dalamnya melebihi dari mereka
semua. Dan karena mereka tidak puas, maka lalu bersatu
padu untuk menghadapi Peng Hoan Siangjin seorang diri.
Pengalaman ketiga pendeta asing itupun cukup luas,
hingga dalam sedetik saja, mereka sudah mengetahui,
bahwa diri mereka sudah terkurung dalam barisan
lawannya. Tapi ketiga orang ini dengan mengandalkan
kepandaian masing-masing yang tinggi, bukan saja mereka
tidak merasa takut, malah terus saja mereka mengejar
lawannya. sehingga Kinlungo sendiri turut juga masuk
kedalam barisan batu-batu itu.
Peng Hoan Ciangjin sendiri pernah terkurung selama
sepuluh tahun dalam barisan ini, tapi untung juga Lie
Siauw Hiong telah dapat membawanya keluar, barulah dia
dapat meninggalkan barisan ini. Oleh karena itu, ia
sekarang sudah agak hafal terhadap barisan ini, kemudian
sambil lari kekiri dan menerobos kekanan, dia bawa lawan-
lawannya semakin dalam memasuki barisan kuno ini,
hingga tidak lama kemudian, dia lihat tiga pendeta asing
bersama-sama Kinlungo sudah terkurung dalam barisan itu,
dimana mereka terus berusaha mencari jalan keluar, tapi
selalu tidak berhasil dan akhirnya hanya bisa berputar-putar
ditempat-tempat itu juga. Sementara Peng Hoan Siangjin
yang menyaksikan hal itu, tidak terasa lagi jadi tertawa
tergelak-gelak. Harus diketahui bahwa Peng Hoan Siangjin yang begitu
lihay pernah terkurung dalam barisan itu selama sepuluh
tahun lamanya. Mereka itu sekalipun mempunyai
kepandaian yang lebih tinggi, tidak mungkin dapat
memecahkan kurungan barisan itu.
Sesudah mengurung keempat orang asing itu, Peng Hoan
Siangjin buru-buru berlari masuk kedalam pulau itu, untuk
mencari Hui Taysu untuk bersamanya dengan bahu-
membahu menghadapi lawan-lawannya yang sangat
tangguh itu. Pulau Siauw Ciap Too ini sekitarnya hanya terdiri dari
daerah seluas sepuluh lie saja, hingga dengan mengandalkan kepandaiannya, Peng Hoan Siangjin dalam
waktu sekejap mata saja sudah sampai ditengah-tengah
pulau itu, kemudian waktu dia memasuki rumah orang,
ternyata didalamnya tidak tampak penghuninya, maka
tidak terasa lagi hatinya menjadi kecewa sekali.
Biasanya dia mengira bahwa kepandaiannya sudah
terlampau tinggi sehingga tidak ada orang lain yang mampu
menandinginya, tapi sekarang dihadapannya telah terdapat
tiga orang asing, yang menurut kenyataan dari kepandaian
mereka, tidak berada disebalah bawahnya. Tapi karena
mereka terlampau temberang dan ingin menjatuhkan para
pendekar dari Tiong-goan maka dia bermaksud akan turun
tangan untuk memberi hajaran kepada mereka.
Oleh karena itu, dengan lantas dia berpikir, bahwa
mereka bertiga sebagai 'Tiga Dewa Diluar Dunia' bila dapat
dipersatukan, bukankah sangat tepat sekali untuk menghadapi ketiga lawannya itu" Dengan kawan-kawannya
ini dia ingin memberi hajaran yang keras kepada mereka,
agar mereka mengetahui bahwa orang-orang di Tionggoan
tidak gampang menerima penghinaan orang.
Dengan mengandung maksud inilah, maka dia datang
kepulau Siauw Ciap Too, tapi kini Hui Taysu tidak terdapat
dipulaunya, maka sudah tentu saja dia tidak sanggup
dengan hanya seorang saja menghadapi tiga orang
lawannya yang sangat tangguh itu. Jika musuh-musuh tidak
dikalahkan, bukankah nama 'Tiga Dewa Diluar Dunia' itu
akan menjadi rusak dan runtuh"
Dia yang telah berhasil mengurung tiga lawannya
didalam barisan kuno itu, dia tidak pernah memikir bahwa
lawan-lawannya itu adalah mahluk-mahluk apa. Maka
ketika baru saja dia membalikkan badannya hendak
berjalan pergi, dengan sekonyong-konyong terdengar satu
suara yang sangat nyaring sekali, seakan-akan bumi hendak
ambruk saja layaknya, sehingga pulau yang begitu kecil
dirasakannya seperti tergoncang. Maka Peng Hoan Siangjin
yang menampak hal itu, keruan saja menjadi terkejut bukan
kepalang, hatinya tergerak, karena dia mengetahui, bahwa
ketiga lawannya yang tak dapat keluar dari barisan kuno
itu, sekarang mereka tengah menghancurkan segala sesuatu
yang menghalangi dihadapan mereka.
Tempo haripun sewaktu dia terkurung dalam barisan
kuno ini, diapun pernah berpikir untuk menghancurkan
batu-batu yang menghalanginya dengan jalan memukul
dengan tenaga-dalamnya yang sangat dahsyat itu, tapi dia
berbuat demikian, maka dia akan mengalami kerugian pada
jasmaninya. Dan sekarang ketiga orang asing itupun pasti
akan berhal seperti dia juga, tapi satu hal yang celaka
adalah lawan-lawannya ini terdiri dari tiga orang, maka
dengan bersatu padu kerugian jasmani mereka agak
berkurang tentunya, bahkan mungkin sekali mereka akan
berhasil meruntuhkan barisan kuno itu.
Diapun mengetahui, bahwa barisan kuno ini telah dibuat
oleh Hui Taysu dengan cucuran darah dan keringat, dia
mengira enak saja mengurung lawan-lawannya disitu, tapi
sekarang kenyataannya berlainan dengan apa yang
dipikirkannya semula. Andaikata lawannya dapat memecahkan kurungan barisan ini bukankah dia merasa
tidak enak terhadap Hui Taysu" Oleh karena itu, buru-buru
dia menghampiri ketiga orang lawannya itu.
Pada saat itu, ketiga pendeta asing itu sudah bersiap-siap
untuk merobohkan batu raksasa yang kedua, hingga Peng
Hoan Siangjin yang menampak hal itu menjadi gugup
sekali, buru-buru dia berseru: "Hei, bila kalian mempunyai
kepandaian yang berarti, silahkan kalian boleh maju saja .."
Diantara ketiga pendeta ini, salah seorang yang
menduduki tingkat kedua, yaitu gurunya Kinlungo yang
bernama Kinposuf lalu tertawa bergelak-gelak sambil
berkata: "Kami kira barisan ini adalah suatu barisan yang
aneh dan hebat, tapi untuk bicara terus terang, barisan
semacam ini kami tidak pandang sebelah matapun .."
Sekalipun dia berbicara dengan bahasa Han, tapi dia
tidak dapat bercakap lancar seperti apa yang dilakukan oleh
muridnya, Kinlungo. Baru saja dia berkata begitu, tiba-tiba dari balik batu-batu
itu terdengar suara dingin yang berkata: "Hm, omong besar
saja kalian! Coba kalian boleh jajal?"
Heng Hoo Sam Hut menjadi terkejut sekali, karena
dengan mengandalkan kepandaian mereka masing-masing,
daun kering yang jatuh ketanah dalam jarak sepuluh
tombak jauhnya, mereka masih dapat mendengarnya
dengan jelas sekali, tapi sekarang ada orang yang datang
kesitu tanpa mereka mengetahuinya, hingga kepandaian
semacam yang dimiliki orang itu, tentu saja sangat luar
biasa pula. Sebaliknya bagi Peng Hoan Siangjin sendiri, kedatangan
orang itu sangat menggembirakan sekali didalam hatinya,
karena dia cukup maklum, bahwa orang itu adalah Hui
Taysu sendiri, hingga dengan suara yang lantang dia
berseru: "Loo-nie-po, lekas kemari, kedatanganmu sungguh
kebetulan sekali .."
Hui Taysu yang berada dibalik batu gunung, hanya
mengeluarkan suara jengekan saja, dan tatkala ketiga
pendeta asing itu merasa pandangan mata mereka menjadi
kabur, tahu-tahu Hui Taysu dari balik batu gunung sudah
berdiri dihadapannya Peng Hoan Siangjin.
Pergerakannya itu bukan main hebatnya, ketiga pendeta
asing itu tidak mengetahui dengan tipu apakah sehingga
pendeta wanita tua ini dapat berada dihadapan mereka,
hingga kepandaiannya yang hebat itu sungguh membuat
mereka terkejut bukan kepalang.
Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan tingkah-laku
mereka, dalam hatinya dia tertawakan mereka sambil
berkata pada dirinya sendiri: "Kepandaiannya Loo-nie-po
ini yang disebut 'Kit-mo-sin-pouw', tidak ada keduanya
didunia, kehebatannya tidak ada bandingannya, jangankan
kalian tiga pendeta asing keparat, sekalipun aku sendiri
harus mengaku kalah terhadapnya!"
Hui Taysu sesampainya dimuka Peng Hoan Siangjin,
dengan suara yang dingin lalu berkata: "Hai, pendeta busuk,
kau lagi-lagi datang kemari, hendak membuat kegaduhan
apa lagi?" Peng Hoan Siangjin cukup paham, bahwa pada saat itu
bukanlah saat yang tepat bagi mereka untuk menarik urat,
maka sambil tertawa besar dan dengan sikap yang
bersungguh-sungguh ia menjawab: "Biasanya kau ini Loo-
nie-po berdiam diri terasing sekali dengan dunia luar,
sehingga peristiwa diluaran sedikit pun kau tidak
mengetahuinya. Sekarang kau tidak bisa tidak harus
menunjukkan kemampuanmu .." Sambil berkata begitu, dia
lantas ceritakan tentang kedatangan dan sepak terjang
ketiga pendeta asing itu kepadanya dengan sejelas-jelasnya.
Hui Taysu yang melihat si Hweeshio tua bercakap-cakap
dengan sikap yang bersungguh-sungguh, diapun merasa
tidak enak untuk mempersulitnya, lebih lanjut seperti
biasanya. Sementara Peng Hoan Siangjin yang melihat wajah si
Nikouw tua seakan-akan merasa ragu-ragu dan tidak
mempercayainya seratus persen, dengan marah dia berkata:
"Aku Peng Hoan Siangjin seumur hidupku belum pernah
memohon bantuan orang lain, tapi kini keadaannya jauh
berlainan, karena hal ini bersangkut-paut dengan nama
seluruh anak cucu kita kelak. Andaikata kau tidak sudi
membantu juga tidak mengapa, masakan aku Peng Hoan
Siangjin ingin menipumu?"
Semakin berpikir dia semakin kheki saja, dan sewaktu
dia melihat lagi bahwa pendeta wanita bangkotan itu belum
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lagi dapat mengambil keputusan yang tetap, lalu ia
mengeluarkan jengekannya sambil berkata: "Tidak kunyana
bahwa pemilik pulau Siauw Ciap Too ini adalah seorang
pengecut belaka yang takut sekali berurusan dengan lain
orang!" Hui Taysu yang mendengar begitu, dengan geramnya
lalu menyahut: ,Siapa bilang aku takut berurusan dengan
lain orang" Aku melainkan sedang menyelidiki hal
sebenarnya!" Dengan perasaan terharu Peng Hoan Siangjin berkata:
"Orang lain hendak menjatuhkan nama 'Tiga Dewa Diluar
Dunia', apakah kau masih juga tidak berani turun tangan?"
Hui Taysu bukan tidak mengetahui maksudnya kata-kata
si Hweeshio tua yang hendak memanaskan hatinya itu,
maka dengan tertawa dingin dia memotong perkataan
orang. Peng Hoan Siangjin yang melihat rencananya tidak
berjalan beres, malah dirinya sendiri kena disemprot orang,
tidak terasa lagi dari malu dia menjadi gusar, hingga dengan
sama dinginnya dia menyahut: "Apakah kau kira karena
aku tidak dapat melayani orang lain, maka barulah aku
datang kesini meminta bantuanmu si pendeta wanita
bangkotan yang busuk?"
Hui Taysu lalu balik berkata: "Jika kau dapat melayani
sendiri, kenapa kau tidak lawan saja mereka itu?"
Setelah berdiam sejurus Hui Taysu lalu melanjutkan:
"Dengan kepandaian mereka bertiga yang waktu tadi
mereka menjatuhkan batu raksasa itu, apakah kau sanggup
melayani mereka dengan satu lawan tiga?"
Diam-diam Peng Hoan Siangjin berkata pada dirinya
sendiri: "Memang benarlah, aku tidak sanggup melayani
mereka dengan hanya seorang diri saja tanpa bantuanmu."
Tapi mulutnya hanya menjawab: "Jika tidak dapat
melayani mereka bagaimana" Loo-nie-po tidak mau turun
tangan, baiklah aku sendiri akan pergi mencari Bu Heng
Seng saja! Sehabis berkata begitu, dia sudah lalu berpura-
pura membalikkan badannya hendak berjalan pergi.
Tapi sekonyong-konyong Hui Taysu berkata: "Tunggu
dulu .." Setelah Peng Hoan Siangjin membalikkan kembali
tubuhnya, barulah dia berkata dengan lebih lembut:
"Pendeta busuk, kau tempo hari pernah marah terhadapku,
karena kau tidak mau menyambuti tantanganku, maka
mengenai urusan itu, baiklah kita jangan mengingat-
ingatnya lagi untuk selama-lamanya .." Waktu dia
mengucapkan kalimat ini, suaranya sangat perlahan sekali,
sedangkan perkataannyapun terputus-putus.
Peng Hoan Siangjin segera mengatahui, bahwa rekannya
sudah meluluskannya ajakannya untuk menempur ketiga
pendeta asing itu, maka dengan tersenyum riang diapun
berkata: "Loo-ni-po telah mengurung aku selama sepuluh
tahun, maka hutang itupun baik kita lunaskan sampai disini
saja .." Hui Taysu lalu mengulurkan tangannya.
Peng Hoan Siangjin menjadi tercengang sekali, diapun
lalu mengulurkan tangannya dan menepuk tangan rekannya
dengan perlahan sambil tertawa mengakak dan berkata:
"Kun cu it gan .." (artinya: seorang kuncu atau gentleman
akan patuh pada kata-kata yang diucapkannya).
Hui Taysu menjawab: "Koay ma it pian!" Maksudnya
kurang lebih bahwa seorang ksatria yang mengeluarkan
kata-katanya, harus ditepati dengan tak usah ditegur lagi.
Sedangkan ketiga pendeta asing itu yang melihat kedua
orang ini saling bercakap-cakap, seakan-akan mereka tidak
memandang mata sekali terhadap mereka bertiga, tidak
terasa lagi mereka menjadi marah sekali. Tiba-tiba
Kinlungo lalu berseru: "Hei, apakah kalian mengira bahwa
kami tidak dapat meloloskan diri dari dalam kurungan
barisan ini?" Hui Taysu sama sekali tidak menghiraukan perkataannya. Tapi sebaliknya Peng Hoan Siangjin lalu menjawab:
"Bila benar, kalian mau apa?"
Gurunya Kinlungo lalu menyahut: "Kami akan
meruntuhkan seluruh batu-batu ini .."
Dengan tertawa dingin Peng Hoan Siangjin menjawab:
"Boleh kau coba-coba?"
Ketiga pendeta asing itu tanpa seji-seji lagi lalu
menghempos semangat mereka, dengan bersatu padu
mereka merobohkan batu raksasa yang paling depan.
Dikatakan lambat tapi kejadiannya cepat sekali ..
Begitu badannya Peng Hoan Siangjin bergerak, diapun
dengan cepatnya melancarkan serangannya.
Pukulan Peng Hoan Siangjin ini luar biasa hebatnya, dia
memukul bagaikan orang yang bermain-main saja, tapi
tenaga yang dilancarkannya dahsyat bukan buatan.
Ketiga pendeta asing itu segera menarik pukulan mereka
dan kini mereka arahkan pukulan mereka kepada Peng
Hoan Siangjin. Menampak serangan lawan dengan segera
Peng Hoan Siangjin menarik kembali pukulannya, sehingga
angin pukulan itupun lenyaplah seketika itu juga.
Pukulan Peng Hoan Siangjin sekali ini sengaja diarahkan
pada batu yang kosong, maka ketika dia menarik kembali
pukulannya itu, ketiga lawannya tidak keburu menarik
pulang pukulan mereka lagi, sehingga pukulan itu jatuh
ditempat yang kosong. Tenaga ketiga orang itu sungguh luar biasa sekali
hebatnya, karena tanah yang kena terpukul mereka itu tiba-
tiba menjadi sebuah lubang yang besar sekali, sedangkan
tanahnya berhamburan kian kemari. Peng Hoan Siangjin
yang menampak hal itu jadi tertawa bergelak-gelak
ditambah lagi dengan teriakan ketiga pendeta asing itu,
sehingga menyebabkan keadaan disitu menjadi hiruk pikuk
dibuatnya. Hui Taysu sesungguhnya merasa sayang terhadap
barisan yang dibuatnya, maka dengan gerak yang cepat
sekali dia berlompat keatas sebuah puncak batu gunung
sambil berkata: "Kalian naiklah bila berani?"
Ketiga pendeta asing yang tengah memuncak amarahnya
itu, dengan serentak mereka maju dan lompat berbareng
keatas batu gunung itu, hanya ketinggalan Kinlungo sendiri
disebelah bawah. Berbareng dengan itu, Peng Hoan
Siangjin pun berlompat pula naik kesalah satu puncak batu
gunung itu sambil menantangnya: "Kita disini saja
menetapkan siapa yang menang dan siapa pula yang akan
mengalami kekalahan!"
Ketiga pendeta asing itu dengan tidak bercakap-cakap
lagi dan dengan penuh kemarahan segera maju kemuka
untuk menghajar lawan-lawannya itu.
Sekarang kita menilik pada Lie Siauw Hiong, sesudah
meninggalkan pulau Siauw Ciap Too, dengan laju sekali
berlayar kearah pulau Bu Kek Too. Pulau Bu Kek Too ini
terpisah dengan pulau Siauw Ciap Too tidak terlampau
jauh, hingga dalam waktu antara lima atau enam jam saja
dia sudah sampai ditempat yang dituju. Lie Siauw Hiong
yang mengetahui bahwa urusan ini sangat penting sifatnya,
maka diapun tidak berani berlaku ayal-ayalan dan segera
melakukan perintah orang tua itu dengan taatnya.
Pada hari itu cuaca sangat baik, matahari bersinar
dengan cemerlangnya, dan diwaktu sinar matahari jatuh
diatas air laut, membuat air laut itu berkilau-kilauan karena
gerak gelombangnya. Nun jauh disana, antara laut dengan
bumi seakan-akan menjadi satu saja, hingga laut dan langit
bersamaan warna birunya, sungguh memperlihatkan
pemandangan yang indah permai.
Sekali-kali diatas laut terdapat burung laut yang saling
berkejar-kejaran, mereka itu dengan tenangnya melakukan
penerbangan sehingga dilaut itu menunjukkan suasana yang
tenteram dan damai. Perahu pemuda kita yang mendapat hembusan angin
dan ditambah pula dengan dia sendiri yang mendayungnya,
menyebabkan perahu itu laju dengan pesatnya.
Tidak antara beberapa lama pulau Bu Kek Too pun
dengan samar-samar mulai berbayang didepan mata.
Diatas laut yang biasanya disebut tempat tinggalnya Tiga
Dewa Diluar Dunia, adalah terdiri dari tiga pulau. Pulau
Tay Ciap Too menjadi pemimpinnya dan berdiri didepan
sekali, lalu Siauw Ciap Too yang letaknya kedua,
sedangkan pulau Bu Kek Too terletak pada bagian yang
paling belakang dan terakhir. Diantara ketiga pulau ini,
pulau Bu Kek Too-lah yang paling luas dan besar, sedang
letaknyapun paling strategis. Ketiga pulau ini merupakan
satu bentuk segi tiga. Perlahan-lahan letak pulau Bu Kek Top sudah tampak
semakin dekat, sehingga segala sesuatu yang berdekatan
dengan pulau itu sudah dapat dilihat dengan nyata.
Begitupun ombaknya bertambah besar juga, hal mana,
mungkin juga disebabkan bahwa dia sudah dekat dengan
pantai. Dikedua pinggiran diatas pulau itu, tumbuh pohon-
pohonan, pohon-pohon itu tampaknya ditanam oleh
manusia dan teratur baik sekali, sehingga disitu merupakan
satu jalan yang lurus kemuka.
Dipantai banyak sekali terdapat pasir-pasir laut, ombak
tampaknya lebih sering mendampar pantai, sehingga waktu
ombak dan pasir saling mendampar, segera menerbitkan
suara "ser, ser" yang tidak putus-putusnya dan memekakkan telinga. Setelah mendarat, dia lihat dihadapannya terpentang
tanah yang luas, dasar tanah itu dilapisi oleh kerikil-kerikil
halus, hal mana dipergunakan orang untuk mencegah
kebanjiran. Tidak lama antaranya, diapun sudah sampai
pada pohon-pohon yang banyak tumbuh disitu, sesudah itu
diapun tidak berani berlaku gegabah lagi. Diapun tidak
berani membentangkan Keng-sin-kangnya disitu, melainkan
berjalan dengan perlahan-lahan saja.
Setelah sampai diujung jalan yang lurus itu, lalu dia
membelok kekiri. Jalan disitu kini tidak banyak lagi
terdapat pohon-pohonan, tapi diantara pohon dengan
pohon banyak tumbuh pohon-pohon bunga serta rumput-
rumput yang hijau daunnya, dari jauh bila kita memandang,
maka tampaklah disitu setumpuk bunga yang berwarna
merah, sedang disana tampak rumput yang berwarna hijau,
hingga semua itu menunjukkan suatu pemandangan yang
mengasyikan serta menyenangkan sekali.
Lie Siauw Hiong yang tadinya belum pernah
mengunjungi pulau Tay Ciap Too dan Siauw Ciap Too,
tidak mengetahui bahwa kedua pemilik pulau itu adalah
orang-orang yang memiliki kepandaian yang tinggi dan
hebat, tapi segala sesuatu yang diatur diatas pulau Siauw
Ciap Too tampaknya gundul karena disitu tidak terdapat
terlalu banyak pohon-pohonan, sedangkan pulau Tay Ciap
Too lebih kacau balau keadaannya, kedua pulau ini jauh
sekali bedanya dengan pulau Bu Kek Top.
Disebelah depan sejauh mata memandang, tampak
warna hijau dan merah yang menghiasi tanah disekitarnya.
Bila kita memandang dari arah laut, maka tampaklah suatu
pemandangan pancawarna yang sangat indah dan menarik
hati. Pulau Bu Kek Too ini sangat luas sekali. Dari suatu jalan
yang lurus dan panjangnya kurang lebih satu lie, kita bisa
melihat sebuah rumah, yang mungkin juga tempat
tinggalnya pemilik pulau ini.
Lie Siauw Hiong setelah membereskan pakaiannya yang
kusut lalu berteriak: "Boan-pwee kesini disebabkan ada
urusan sangat penting yang hendak memohon bantuan
Cian-pwee disini .."
Keadaan dalam rumah itu sunyi-senyap, dan karena
saking tenangnya, maka keadaan dalam rumah itu tidak
terdengar suara apapun yang menjawab perkataannya.
Lie Siauw Hiong berusaha untuk mendekati rumah itu,
setelah dia lalui segerombolan pohon bunga-bunga dan baru
saja sampai dimuka rumah itu, lantas matanya menjadi
kabur, karena tidak terasa lagi dia mengeluarkan jeritan
tertahan. Ternyata Bu Heng Seng sebagai pemilik pulau ini,
sifatnya sangat gemar sekali dengan pemandangan yang
indah-indah, sekalipun dia tinggal terpencil didalam sebuah
pulau, dengan menghamburkan tenaga yang tidak sedikit
barulah dia berhasil mengatur segala sesuatunya sehingga
sedemikian indahnya, sedangkan bujang-bujang yang
dipakainya adalah orang-orang pilihan. Lie Siauw Hiong
yang pertama kali datang kesitu, pertama dia lihat pohon-
pohon serta bunga-bunga yang berwarna warni, sekarang
setelah dia sampai ditengah-tengah pulau ini, suatu
pemandangan yang berlainan sudah terhampar dihadapannya. Dia hanya melihat satu rumah yang sangat kuno
bentuknya, diempat penjuru tidak ditanami pohon maupun
bunga-bunga apapun jua, melainkan ditanami dengan
rumput-rumputan. Sebuah jalan kecil menghubungi kejalan
besar yang tidak rata dan berkelok-kelok.
Disebelah timurnya terdapat sebuah sungai kecil yang
airnya dialirkan dari laut. Sejauh mata memandang, segala
sesuatunya adalah buatan manusia belaka, lebar sungai itu
kurang lebih hanya dua tombak. Air sungainya mengalir
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan perlahan sekali, sedangkan ditengah-tengahnya
terdapat sebuah jembatan gantung.
Sekalipun rumah itu tampaknya sangat kuno, tapi segala
sesuatu yang terdapat disekitarnya diatur sedemikian
sempurnanya, sehingga tanpa terasa lagi semacam perasaan
senang dan kerasan menghinggapi pada diri pemuda kita
ini. Tempat ini terpisah dengan laut cukup jauh, sehingga
debar dan damparan air laut tidak terdengar sama sekali.
Keadaan disekelilingnya sunyi-senyap, seakan-akan tidak
tampak barang seorang manusiapun.
Perlahan-lahan Lie Siauw Hiong menjadi terbenam
perasaannya. Sejak kecil dia yang sudah mengikuti Bwee
San Bin, maka pada dirinya sudah timbul semacam darah
seni, hingga diwaktu menyaksikan panorama disekelilingnya ini, dia merasa senang sekali didalam
hatinya. Sekonyong-konyong telinganya dapat menangkap suara
orang yang berkata: "Bocah yang baik, ternyata kau berani
juga datang kepulau ini .."
Begitu Lie Siauw Hiong membalikkan tubuhnya, dengan
lantas dia melihat Bu Heng Seng, pemilik pulau itu, telah
berada dihadapannya. Kedatangannya Lie Siauw Hiong sekali ini justeru ingin
memohon bantuannya, maka setelah melihat orangnya
sudah berdiri dihadapannya tidak terasa lagi dia menjadi
girang sekali. Tapi ketika baru saja dia ingin menjawab
pertanyaan orang, Bu Heng Seng sudah mendahului
berkata: "Thio Ceng mana?" Mendengar pertanyaan itu, Lie
Siauw Hiong menjadi sangat tercengang, sehingga diapun
tidak bisa menjawabnya. Dengan suara tajam Bu Heng Seng lalu bertanya pula:
"Kau .. kau .. Hm!"
Tampaknya karena dia sudah terlalu marah, maka
diapun tidak dapat mengeluarkan suara lagi.
Setelah menetapkan semangatnya, Lie Siauw Hiong lalu
berkata: "Thio Ceng" Maksudmu anak daramu itu?"
Muka Bu Heng Seng jadi pucat sekali dan lalu
menganggukkan kepalanya. Lie Siauw Hiong menjadi terkejut dan buru-buru
bertanya: "Dia tidak ada dipulau ini?"
Dengan suara dingin Bu Heng Seng menjawab: "Dia,
pada sepuluh hari yang lampau, telah ribut mulut dan ingin
mencarimu, katanya. Hm, sejak pergi dia belum kembali
lagi .." Lie Siauw Hiong yang mendengar gadis itu pergi
ketempat yang sangat jauh dan ingin mencari dirinya, tidak
terasa lagi jadi merasa terharu tercampur girang, tapi waktu
dia berpikir bahwa gadis itu belum mempunyai pengalaman
dikalangan Kang-ouw, kepergiannya itu entah akan
menerbitkan gelombang apa lagi, hatinya gugup, maka
dengan suara yang keras dia berkata: "Boan-pwee pada
beberapa hari ini mengembara dilautan bebas, dia
sebenarnya ingin mencari Boan-pwee dimana ..?"
Bu Heng Seng menjawab: "Dia mengatakan bahwa dia
hendak pergi ke Tiong-goan. Ai, dia yang masih muda belia
belum mengetahui urusan diluaran."
Dengan cepat Lie Siauw Hiong sudah memotong
perkataan orang: "Hal ini Boan-pwee tidak pernah
memikirkannya, hanya pada saat ini Boan-pwee mempunyai urusan yang sangat penting sekali sifatnya,
setelah urusan disini selesai, dengan lantas Boan-pwee akan
mengembara dan mencari anakmu .."
Bu Heng Seng yang melihat Lie Siauw Hiong seperti
juga tidak gugup, melihat kehilangan anaknya, malahan
ingin menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu, barulah
kemudian pergi mencarinya, dia lihat tampaknya pemuda
ini tidak terlampau memikirkan anaknya, tapi anak daranya
agaknya terlampau cinta terhadap si pemuda ini. Semakin
berpikir, dia semakin marah saja, dengan tidak dapat
mengendalikan diri lagi dia sudah menggerang, dengan
segera dia sudah pukulkan satu kepalannya untuk
membinasakan pemuda kita ini.
Kemudian dengan secara sekonyong-konyong suatu
pikiran melintas dikepalanya, lalu dia berkata pada dirinya
sendiri: "Ceng Jie tampaknya terlampau menyayanginya,
andaikata sekarang aku membunuhnya sehingga binasa,
bukankah seumur hidupnya Ceng Jie akan bermusuhan
denganku" Aiiii, hal ini sesungguhnya tidak boleh
dilaksanakan .." Begitu hatinya tergerak, lalu dengan suara yang tajam dia
membentak: "Bocah yang baik, aku akan mengusir kau
keluar dari pulauku ini, aku beri kau batas waktu tiga
hitungan, untuk kau meninggalkan tempat ini sejauh-
jauhnya, kemudian tidak usah kau kembali lagi kesini untuk
menjumpaiku .." Mendengar perkataan orang itu, Lie Siauw Hiong
menjadi terkejut dan tidak dapat menjawab apa-apa.
Dengan suara dingin Bu Heng Seng lalu mukai
menghitung: "Satu .. dua .."
Karena gugupnya buru-buru Lie Siauw Hiong berteriak:
"Perlahan dahulu! Aku bila tidak mempunyai urusan yang
penting, pasti sekali tidak akan datang mencarimu, untuk
memohon bantuanmu, terlebih-lebih tidak mungkin aku
datang kemari menginjak pulaumu meski hanya tapak kaki
sekalipun. Urusan ini ada begitu pentingnya, karena besar
sekali sangkut-pautnya dengan urusan kalangan persilatan
di Tiong-goan .." Dia mengira begitu dia keluarkan perkataannya ini, Bu
Heng Seng pasti akan menanyakan tentang soal apakah itu
yang tengah disibukkan, tapi siapa tahu Bu Heng Seng yang
sudah menjadi marah, sama sekali tidak mau mendengarkan perkataannya, tapi dengan suara yang
dingin dan getas dia tetap menghitung: "Ti .. ga!"
Setelah berdiam sejurus, barulah dia berkata pula:
"Bocah yang baik, apakah kau tidak memandang sebelah
mata kepadaku" Akan kuperlihatkan bahwa aku Bu Heng
Seng bukanlah seorang yang mudah dihinakan orang, dan
aku akan mengusirmu keluar dari pulauku ini .."
Baru saja perkataannya ini habis diucapkan, sebuah
kepalannya sudah datang menyamber bagaikan kilat
cepatnya. Lie Siauw Hiong tetap berdiri diam, dia tidak berusaha
untuk berkelit maupun menghindarkan dirinya, Bu Heng
Seng yang melihatnya menjadi serba salah dan segera
menahan pukulannya sambil berseru: "Bocah bandel,
kenapa kau tidak turun tangan juga?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Jika membicarakan
kepandaian, Boan-pwee tidak dapat menandingi Cian-pwee
sama sekali, hanya, jika kau terlampau menghina aku,
maka Boan-pwee tidak bisa tidak harus melawanmu juga .."
Harus diketahui, bahwa sifat Lie Siauw Hiong terlampau
angkuh, dia selamanya belum pernah menerima penghinaan orang begitu rupa, hari ini karena dia disuruh
oleh Peng Hoan Siangjin, maka barulah dia secara separuh
pengemis memohon bantuannya Bu Heng Seng.
Tapi siapa tahu Bu Heng Seng yang kehilangan anak
daranya, tentu saja perasaannya menjadi kacau balau, maka
setelah dia mengucapkan perkataan yang tajam ini, diapun
tidak merasa menyesal sama sekali, malahan merasa sangat
puas sekali. Bu Heng Seng tidak pernah menduga bahwa Lie Siauw
Hiong mempunyai nyali sebesar itu, hatinya jadi terkejut
juga, lalu dia berkata: "Hm, bocah, kau sungguh
mempunyai keberanian, kau mau berlawanan denganku Bu
Heng Sang, kau harus berlatih pula selama sepuluh atau
dua puluh tahun lagi .." Sambil berkata begitu, dia lalu
tertawa terbahak-bahak. Lie Siauw Hiong yang mendengar perkataannya itu
seolah-olah tidak memandang mata kepadanya, dia ketahui
tentulah sebab tempo hari dengan mudahnya dia kena
tertawan olehnya, hal ini berarti juga yang dia tidak
memandang mata kepada Bwee Siok-sioknya, maka tidak
terasa lagi diapun menjadi sangat marah, maka dengan
suara yang dingin sekali dia berkata: "Aku mengira tak usah
begitu lama .." Sambil berkata begitu, diapun lalu balas
tertawa pula. Mendengar perkataan pemuda kita, Bu Heng Seng
menjadi semakin marah dan berkata: "Coba kau jajal .."
Baru saja perkataannya itu habis diucapkan, badannya
sudah bergerak, sepasang tangannya dipukulkan kearah
pemuda kita dengan gerak tipu "Thay-san-ap-teng" (gunung
Thay San menindih kepala), gerakannya ini sangat cepat
dan berbahaya. Lie Siauw Hiong yang melihat pukulan Bu Heng Seng
mengandung perubahan2 pula, dia yang sudah mempunyai
pengalaman, tempo hari dia kena diselomoti dengan tipu
tersebut, inilah yang disebut kepandaian istimewanya yang
dinamakan 'Hut Hiat' gang dapat diubah menjadi totokan
istimewa. Lie Siauw Hiong yang pernah mengalami kekalahan
tempo hari, kini kepandaiannya sudah maju dengan luar
biasa pesatnya, apa lagi pelajaran yang diberikan oleh Peng
Hoan Siangjin adalah khusus untuk membebaskan diri dari
tipu-tipu Bu Heng Seng ini. Maka pada waktu menampak
serangan lawannya ini, dengan tenang dia menantikan
datangnya serangan itu. Dia memasang bhesinya dengan
sempurna, dan tatkala serangan Bu Heng Seng terpisah
dengan sasarannya kurang lebih empat dim lagi, barulah dia
putarkan badannya kekiri.
Bu Heng Seng hanya tertawa dingin saja, sepasang
kepalannya dipentang menjadi dua bagian, dengan mana ia
lantas menyerang kembali.
Lie Siauw Hiong pun dengan sama tenangnya lalu
menangkis serangan itu sambil membentangkan sepuluh
jarinya. Mula-mula tangan kirinya menotok lawannya,
sedangkan lengan kanannya menyusul belakangan, gerak
itu justeru merupakan gerak untuk membebaskan serangan
lawannya ini. Bu Hang Seng mengira sekali bergerak dia dapat
menawan lawannya seperti tempo hari, siapa tahu gerakan
Lie Siauw Hiong sekali ini sangat lincah dan gesit, hingga
dengan tepat sekali ia dapat membebaskan serangannya itu,
hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi agak terkejut.
Lie Siauw Hrong dengan menggunakan sepasang
tangannya yang digerakkan berturut-turut, jika tangan
kirinya ditotokkan, maka tangan kanannya diulurkan untuk
menyengkeram serangan lawannya ini. Dengan demikian,
dia telah berhasil dapat membuyarkan serangan Bu Heng
Seng yang datang dari delapan penjuru. Tapi karena dia
mengetahui bahwa Bu Heng Seng tidak mengandung
maksud jahat, maka setelah memunahkan serangannya itu,
buru-buru dia mundur kesebelah belakang.
Pertempuran sekali ini tampaknya hebat juga, karena
masing-masing pukulan menerbitkan angin yang menderu-
deru. Bu Heng Seng yang serangannya jatuh ditempat kosong,
buru-buru dia berlompat mundur untuk menghindarkan
samberan angin dari pukulannya si pemuda, dan setelah
dapat membebaskan dirinya, dia segera berdiri disitu sambil
memandang pada pemuda kita.
Lie Siauw Hiong setelah turun gunung setiap hari
kepandaiannya bertambah maju pesat sekali, apa lagi
beberapa hari menjelang ini, kepandaiannya sudah boleh
dikatakan sudah mentiapai dipuncaknya, hal mana terbukti
dengan dikalahkannya Kouw-loo-it-koa,. tapi dibandingkan
dengan kepandaian Bu Heng Sang, dia memang masih
kalah setingkat. Sementara dia menantikan jawabannya, ternyata Bu
Heng Sang sudah melancarkan serangannya pula.
Bu Heng Seng kini sangat benci sekali terhadap pemuda
kita, pukulannya sekali ini mengandung tenaga tujuh
bagian, hingga saking kerasnya, pukulannya ini sampai
menerbitkan suara bergemuruh.
Tapi Lie Siauw Hiong yang tidak mau keras lawan keras,
buru-buru dia berlompat mundur sehingga puluhan kaki
jauhnya, dan tatkala baru saja dia hendak berkata, matanya
menjadi kabur, karena lagi-lagi Bu Heng Seng sudah maju
dihadapannya dan melancarkan serangannya pula ..
Dengan suara yang nyaring sekali Lie Siauw Hiong lalu
berteriak: "Too-cu, tahan dahulu .."
Pada saat itu tenaga pukulannya Bu Heng Seng sudah
menjurus keluar, Lie Siauw Hiong saking terpaksa
mengeluarkan sepasang pukulannya pula untuk menyambuti pukulan lawannya, tapi Bu Heng Seng masih
sempat menarik kembali pukulannya, sebaliknya bagi Lie
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siauw Hiong yang sudah memukulkan kedua pasang
pukulannya, sudah tidak dapat menahan serangannya lagi.
Bu Heng Seng dengan satu kepalannya membuyarkan
tenaga pukulan pemuda kita, sedangkan dengan tangannya
yang lain dia pukulkan kearah lengan pemuda itu. Waktu
pukulannya hampir menemui sasarannya, buru-buru Bu
Heng Seng menarik tenaganya dua bagian.
Lie Siauw Hiong rasakan tangannya seperti ada tenaga
luar biasa menggencetnya, maka sambil memiringkan
tubuhnya dia membuka kedua tangannya untuk menangkis
serangan lawannya. Dengan gerak naik dia berhasil
menahan serangan menggencet dari Bu Heng Seng,
sedangkan dengan gerak menekan bumi dia berhasil
menyingkir dengan jalan melompat.
Bu Heng Seng yang menampak hal itu, tidak terasa lagi
jadi semakin geram saja, kemudian dengan menggunakan
sepasang tangannya dia menubruk kepada si pemuda
bagaikan seekor burung besar saja gerakannya.
Tenaga-dalam pemuda kita jika dibandingkan dengan Bu
Heng Seng, menang terpaut jauh juga, dan karena
gugupnya berhubung dia belum sempat membentangkan
persoalannya dengan jelas, terpaksa dia hanya melayaninya
dengan berputar-putar saja.
Setelah melampaui tiga jurus, Lie Siauw Hiong
memikirkan keadaan yang berbahaya bagi diri Peng Hoan
Siangjin dipulau Siauw Ciap Too, maka sambil bersiul
panjang, buru-buru dia berlompat mundur.
Pada saat ini Bu Heng Seng tidak segera melancarkan
serangan susulannya, maka dengan gugup Lie Siauw Hiong
berkata: "Silahkan Too-cu menahan amarahmu sebentar,
Boan-pwee menerima perintahnya Peng Hoan Siangjin agar
Too-cu dapat pergi kepulau Siauw Ciap Too untuk
berunding dengannya. Disamping itu, disanapun ada Hui
Taysu yang juga .." Bu Heng Seng dengan suara dingin lalu berteriak: "Apa
katamu" Peng Hoan Siangjin" Hui Taysu" Apakah gelar
'Tiga Dewa Diluar Dunia' kau sembarangan saja menyebut-
nyebutnya?" Lie Siauw Hiong tanpa berasa lagi menjadi tercengang
sekali, dengan cepat dia berpikir: "Dia tentu tidak percaya
terhadapku .." Dengan mengeluarkan suara "sret!" pemuda kita sudah
mencabut pedangnya. Lantas pedang itu diputarkannya,
sehingga ujungnya menerbitkan suara yang nyaring sekali.
Kemudian dia lalu mainkan pedangnya dengan sangat
hebat dan lincahnya, menurut ajaran 'Tay-yan-sip-sek'
sedangkan gerak kakinya menggunakan 'Kit-mo-sin- pouw'
dari Hui Taysu, Mula-mula Bu Heng Seng tidak
memandang mata pada gerak pedang pemuda kita,
belakangan setelah dia mengenali jurus-jurus itu, diapun
segera insyaf, selainnya Lie Siauw Hiong seorang, tiada lain
orangpun yang dapat menggabungkan kedua pelajaran yang
sangat hebat itu. Tempo hari waktu Bu Heng Seng bertempur dengan
Giok Khut Mo, dia pernah melihat pemuda kita
menggunakan gerak kaki dengan ilmu 'Kit-mo-sin-pouw',
hingga pada saat itu dia masih tidak begitu yakin, karena
dia mengetahui bahwa adatnya Hui Taysu sangat aneh
sekali, tapi kini yang diperlihatkan oleh pemuda kita bukan
Kisah Si Naga Langit 2 Pendekar Mabuk 063 Pemburu Darah Satria Kisah Si Naga Langit 7