Pencarian

Pendekar Pedang Sakti 17

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Bagian 17


saja Kit-mo-sin-pouw disebelah bawah, tapi disebelah atas
diapun dapat pula memainkan jurus-jurus Tay-yan-sip-sek
dari Peng Hoan Siangjin dengan amat baiknya.
Tapi Bu Heng Seng hanya tertawa dingin saja dan lalu
berkata: "Kau bocah ini dengan omongan manis dapat
menipu kedua orang tua itu, tapi kau tidak dapat menipuku
.." Tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong menjadi geram juga,
tapi dengan dia menginsyafi, bahwa tugas yang dibebankannya sangatlah beratnya, oleh karena itu, dengan
menahan sabar dia terpaksa bersiasat untuk melaksanakan
tugas selanjutnya. Dalam hati dia berpikir: "Siasat selanjutnya ialah bahwa
ia harus mengejek dan memanaskan hatinya .." Maka
setelah berpikir sampai disitu, lalu dia menengadahkan
kepalanya sambil tertawa panjang yang telah menggetarkan
batu-batu disitu. Dengan suara dingin Bu Heng Seng berteriak: "Hei,
bocah, kau sedang tertawakan apa?"
Lie Siauw Hiong berpura-pura tidak menghiraukannya
dan hanya berkata pada dirinya sendiri: "Ai, tidak kunyana
bahwa gelar 'Tiga Dewa Diluar Dunia' itu hanya nama
kosong belaka!" Dengan penuh kemarahan Bu Heng Seng segera
bertanya: "Kau bilang apa?"
Lie Siauw Hiong lalu menyahut: "Aku mengatakan
bahwa ada orang yang kepandaiannya jauh lebih lihay dan
menang daripadamu!" Bu Heng Seng tahu bahwa dirinya tengah dipancing oleh
sipemuda, tapi dengan tidak dapat menahan sabar pula, lalu
dia berkata dengan suara yang penuh kemarahan: "Kau
katakan, siapakah dia itu" Dan dimana dia berada?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab: "Aku kasih tahu
padamupun percuma saja, karena kau pasti sekali tidak
berani pergi kesana!"
Perkataan pemuda itu sudah terang hanya hendak
memanaskan hati Bu Heng Seng saja, tapi hal ini tidak
dapat ditelan begitu saja oleh Bu Heng Seng, hingga dengan
kemarahan yang memuncak dia bertariak: "Lekas, lekas kau
katakan! Dia itu berada di mana?"
Lie Siauw Hiong lalu berkata: "Aku berani pastikan
bahwa kau pasti tak mampu akan mengalahkannya, oleh
sebab itu, boleh juga beritahukan kepadamu. Orang itu kini
sedang berada dipulau Siauw Ciap Too .. Aku berani
bertaruh denganmu .."
Dengan marah Bu Heng Seng berkata: "Kalau kau yang
kalah bertaruh, bagaimana?"
Lie Siauw Hiong lalu mengedip-ngedipkan matanya,
kemudian sebuah akal sudah muncul kembali diotaknya.
Lalu dengan sikap bersungguh-sungguh dia menyahut:
"Kalau aku yang kalah bertaruh, maka aku akan mencari
anak daramu Ceng Jie .. aku bersama partai Kay Pang
mempunyai perhubungan yang erat, anggota-anggota partai
tersebut tersebar luas diseluruh dunia, aku pasti dapat
mencarinya." Tapi kenyataannya adalah: "Sekalipun tidak bertaruh,
akupun pasti akan mencarinya juga sampai dapat."
Bu Hang Seng yang mendengar dia sudi mencari anak
daranya Ceng Jie, hatinya jadi tergerak, maka seketika itu
juga diapun berkatalah: "Baik, beginilah kita tetapkan
perjanjian kita, kalau aku yang kalah .."
Lie Siauw Hiong tahu bahwa Bu Heng Seng memang
tidak memandang sebelah mata kepadanya, oleh karena itu,
dengan tertawa dia menyahut: "Kalau Toocu yang kalah,
maka Boan-pwee ingin mendapat petunjuk dari Toocu
mengenai rahasia tiam-hiat yang kau miliki."
Dengan demikian, barulah Bu Heng Seng mempercayainya dalam hati dan berpikir: "Peng Hoan
Siangjin dengan Hui Taysu pasti telah kena diabui oleh
bocah ini, sehingga mereka suka menurunkan kepandaiannya yang hebat itu kepadannya .."
Kemudian dia berseru: "Jadi! Akan kuturut perkataanmu!" Dengan suara yang lantang Lie Siauw Hiong lalu
berkata: "Kun cu it gan .."
Bu Heng Seng lalu melanjutkan: "Koay ma it pian."
Matahari sudah sampai ditengah-tengah udara, sedang
pertempuran dipulau Siauw Ciap Too telah berlangsung
semakin seru dan dahsyat. Tay Ciap Toocu dan Siauw Ciap
Toocu bahu-membahu untuk melawan musuh-musuh
mereka, tapi karena lawan-lawan itu sangat tangguh lagi
pula lebih banyak jumlahnya, maka kedua orang itu belum
dapat berada diatas angin.
Keadaan Siauw Ciap Toocu masih lebih baik, karena
dengan kepandayannya yang tidak ada keduanya didunia,
yaitu gerakan kaki 'Kit-mo-sin-pouw', meski keadaannya
sangat berbahaya, tapi dia masih dapat meloloskan dirinya
dengan cukup lincah dan gesit. Hal mana berlainan dengan
Tay Ciap Toocu yang memang bertabiat sangat berangasan,
hingga dia sudah mengambil keputusan untuk lawan keras
sama keras dengan pemimpin pendeta asing yang bernama
Progota itu. Sebenarnya Tay Ciap Toocu Peng Hoan Siangjin dapat
bekerja sama dengan Siauw Ciap Toocu, tapi karena
lawannya Peng Hoan Siangjinpun adalah seorang yang luar
biasa kuatnya, hingga setelah tiga kali diserang dengan
beruntun masih dapat menyambutinya dengan cukup baik,
sudah barang tentu telah membangkitkan kemarahannya
Peng Han Siangjin. Maka saking marahnya, hweeshio tua itu telah
melancarkan pukulan-pukulan yang mengandung angin
yang menderu-deru kerasnya. Dan setelah bertempur dua
puluh jurus lebih lamanya, Peng Hoan Siangjin yang
tenaga-dalamnya lebih tinggi daripada lawannya, lambat-
laun telah mendesak Progota sehyngga lawan itu tampak
mulai keteter. Dengan bertempur cara demikian ini, ternyata malah
membingungkan bagi Hui Taysu, karena kini dia harus
melawan dua orang dengan sekaligus, maka dengan
menggunakan Keng-sin-kang yang sehebat-hebatnya, barulah dia berhasil dapat mengelitkan diri dari pada
serangan-serangan lawannya, bahkan kadang-kadang juga
Kinposuf bersama Pantenpur masih sempat menyerang
kepada Peng Hoan Siangjin, sehingga jalannya pertempuran tampak agak kacau balau.
Peng Hoan Siangjin adatnya sangat aneh dan keras
kepala, maka Hui Taysupun tidak mau menyuruhnya
mengubah tiara bertempurnya yang keras lawan keras itu,
meski dengan demikian mereka harus mempertahankan diri
dengan susah-payah. Disamping itu, diantara lawan-lawan
itu masih ada seorang yang segar-bugar dan belum turun
tangan, dan kini sedang mengawasi jalannya pertempuran,
yaitu Kinlungo. Peng Hoan Sian gjin semakin bertempur jadi semakin
geram saja, maka sambil bersiul panjang dia lancarkan
serangan yang bertubi-tubi, hingga dalam waktu sekejap
mata saja dia sudah melancarkan serangan sebanyak
sepuluh kali. Dan karena hebatnya pukulan-pukulan itu,
maka Progota hampir saja memuntahkan darah saking
sibuknya menjaga dan menangkis serangan-serangan
lawannya itu. Sedangkan Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu,
meski dilahir ia tersenyum dingin, tapi didalam hatinya
diapun terkejut juga, karena berapa kali serangannya itu
ternyata sangat memakan tenaga sekali.
Kinposuf yang melihat Suhengnya tidak dapat berdiri
dengan tepat, tidak terasa lagi diapun menjadi sangat
terkejut. Lalu dengan cepat dia berlompat maju dan
menotok punggungnya Peng Hoan Siangjin.
Hweeshio tua itu yang merasakan dibelakangnya ada
angin dingin yang menyamber, badannya tidak bergerak,
tapi dengan menggerakkan lengan bajunya dia lalu
menyabetkannya kebelakang, tanpa menolehkan kepalanya
lagi. Jurus itu adalah apa yang dinamakan 'Siang-cong-
ciang' (memukul dengan secara berbareng).
Kinposuf yang menyaksikan lawannya menghadapinya
dengan membelakangi dirinya, dia lihat lawannya berdiri
tetap seperti gunung Thay San, sepasang tangannya yang
digerakkan secepat kilat sudah menjurus kearahnya, sabetan
lawannya yang begitu cepat dan jitu, tidak terasa lagi telah
membuatnya terkejut bukan buatan.
Progota sendiri yang sudah terluka didalam tubuhnya,
dia menjadi geram sekali, kemudian dengan cepat pula dia
lancarkan dua tangannya untuk menyerang kepada
lawannya itu. Peng Hoan Siangjin yang sudah melancarkan serangannya dengan kedua tangannya, kini ketika melihat
lawannya menyerang kembali, dengan cepat dia tarik
tangan kirinya, kemudian dengan menggunakan tangan
kanannya dia berusaha menepuk pukulan lawannya, dari
jurus 'Siang-cong-ciang' dia ubah menjadi 'Pek-touw-twie'.
Begitulah dengan cara ini dia telah melayani lawannya.
Hui Taysu yang menyaksikan pemandangan ini, tidak
terasa lagi dia merasa terkejut sekali, karena dia ketahui,
meski Peng Hoan Siangjin mempunyai kepandaian yang
lebih tinggi sekalipun, dia tidak mungkin dapat melayani
lawannya dengan berbareng, yaitu dengan yang satu
didepan dan yang satunya lagi dibelakangnya.
Karena gugupnya, dia lantas berlompat pergi setelah
berhasil menghindarkan serangannya Pantenpur. Hui Taysu
adalah seorang wanita, dia biasanya jarang sekali
menggunakan kekerasan, kini karena keadaan sangat
memaksa, maka terpaksa dia lakukan juga tindakan
kekerasan itu. Diwaktu terpisah masih sepuluh tombak lagi,
dia sudah melancarkan sepasang serangannya dengan
pukulan yang sehebat-hebatnya.
Oleh karena itu, sekali ini dia telah melancarkan
serangannya sehingga mengeluarakan angin yang keras dan
menderu-deru kearah lawannya.
Serangan ini dilancarkan oleh Hui Taysu untuk
menyerang Kinposuf. Dengan serangan ini berarti bahwa
diri Kinposuf terancam dua bahaya dengan sekaligus,
karena didepan ada serangannya Peng Hoan Siangjin,
sedangkan dibelakangnya dia diancam oleh pukulan Hui
Taysu. Kinposuf berseru keras, badannya dengan dimiringkan ia
menyambut serangan lawannya, sedangkan dengan tangan
kirinya ia menyambuti serangannya Peng Hoan Siangjin,
karena sekalipun pukulan Peng Hoan Siangjin ini hanya
dengan satu tangan saja, tapi kekuatannya adalah ribuan
kati beratnya, sehingga waktu mengenai dirinya, dengan
tidak terasa lagi badannya menjadi agak sempoyongan.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 35 Pukulan 'Pek-pouw-sin-kun' dari Hui Taysu ini, waktu
hampir mengenai punggung lawannya, dia melihat
serangan Kinposuf telah dibatalkan, maka diapun tidak
enak hati untuk meneruskan serangannya. Maka dengan
segera dia miringkan pukulannya pada batu-batu cadas itu,
sehingga batu-batu tersebut yang terkena pukulan Hui
Taysu, seketika itu juga telah jadi hancur dan pecahannya
muncrat kian-kemari. Pukulan yang disebut 'Pek-pouw-sin-kun' dari Hui Taysu
sesungguhnya amat lihay, hal mana terbukti dengan batu
yang menjadi hancur lebur karena terkena pukulannya tadi.
Kinposuf tidak dapat berdiri tetap diatas puncak batu
tersebut, maka dengan sempoyongan dia terjatuh kembali
dalam barisan kuno tersebut.
Sedangkan pukulan Peng Hoan Siangjin yang saling
beradu dengan pukulan Kinposuf, badan mereka masing-
masing jadi merasa tergoncang, sehingga hati mereka
menjadi panas sekali. Pukulan ini ternyata lebih hebat lagi, karena sekalipun
Progota dapat menghindarkan dirinya, tapi tenaga yang
mendorong dari sampingnya ada sedemikian hebatnya,
sehingga badannya menjadi sempoyongan dan hampir saja
dia terjatuh kebawah. Peng Hoan Siangjin yang hatinya panas karena darahnya


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengalir dengan sangat cepatnya, kini buru-buru dia duduk
dibatu untuk mengatur jalan napasnya.
Sekali ini hanya ketinggalan Hui Taysu saja bersama
Pantenpur yang masih bertempur dipuncak batu gunung
tersebut, kemudian tampak melayang dua sosok tubuh
manusia, yang ketika Hui Taysu memandangnya, ternyata
orang itu adalah Kinposuf yang terjatuh bersama Kinlungo.
Hui Taysu mengetahui bahwa jasmaninya Peng Hoan
Siangjin sudah sangat lelah sekali, hingga kini walau
bagaimana cepatnya dia mengatur pernapasannya, sedikitnya masih harus membutuhkan setengah jam
lamanya untuk memulihkannya. Tadi dengan satu lawan
tiga ia masih sanggup bertahan dengan menggunakan ilmu
'Kit-mo-sin-pouw', kemudian waktu dia lirikkan matanya,
dia lihat lengan kiri Kinposuf agak terkulai karena terluka,
maka diam-diam dia berpikir: "Peng Hoan Siangjin sekali
pukul dapat melukakan dua orang lawannya dengan
sekaligus, suatu tanda bahwa kepandaian semacam ini
sungguh luar biasa sekali. Aku Siauw Ciap Toocu masakah
tidak bisa berbuat serupa itu?"
Begitu hatinya tergerak, semangat pahlawannya segera
naik tinggi sekali, hingga dengan suara dingin dia berkata:
"Wei! Tampaknya kau sudah terluka" Aku Siauw Ciap
Toocu hanya bisa menunggumu sampai .."
Baru saja dia berkata begitu, Kinposuf sudah berkata
dengan suara yang dingin: "Hmmmmm .."
Dia yang termasuk seorang yang sangat tangguh
dinegaranya sendiri, hanya mengetahui bahwa di 'Tong
Hay (laut timur) terdapat Tiga Dewa Diluar Dunia, mereka
mengira bahwa kepandaian mereka bertiga yang begitu
tinggi pasti tidak takut akan mereka, tapi siapa tahu setelah
murid mereka Kinlungo terkalahkan, mereka bertiga masuk
ke Tiong-goan, dan mereka tidak sangka yang lawan
mereka begitu tangguhnya dan sukar dikalahkan.
Begitu hatinya tergerak lalu dia berkata, yang maksudnya
untuk menganjurkan, agar supaya Suteenya Pantenpur
bersama Kinlungo terus melawan. pada Hui Taysu,
sedangkan dia sendiri akan pergi melihat luka Suhengnya
Progota. Hui Taysu yang mendengarnya dari samping, dia merasa
sangat aneh sekali, karena dia tidak mengetahui apa kata
lawannya itu. Begitu Kinposuf berkata begitu, lalu dia berlompat
kearah tempat antara Peng Hoan Siangjin dan Progota
mengatur pernapasan mereka. Hui Taysu yang menampak
hal itu menjadi gugup sekali, dia kira bahwa lawan itu ingin
mencelakakan rekannya, maka dengan menggereng keras
dia segera mengejarnya. Kinposuf tidak mengetahui bahwa Hui Taysu salah
tampa terhadapnya. Paderi perempuan itu dengan sepasang
kakinya yang ditotolkan ketanah, badannya segera melesat
maju dengan lincahnya, hingga dengan sekejap saja dia
sudah sampai ditempat Progota mengatur pernapasannya.
Hui Taysu yang mempunyai ilmu meringankan tubuh
yang hebat sekali, ditambah lagi dengan gerakan Kit Mo
Sin Pouw-nya, ternyata sudah terbilang luar biasa sekali,
tapi jika dibandingkan dengan kepandaian Kinposuf,
ternyata dia masih kalah sedikit, hingga ini telah
menyebabkan hatinya menjadi terkediut sekali.
Kinposuf yang melihat lawannya mengejar, lalu dengan
suara dingin dia berkata: "Kau kira aku ini orang macam
apakah" Masakah aku mau mencelakai orang yang sedang
terluka dan tengah mengatur pernapasannya?"
Tapi dalam hatinya diam-diam dia berpikir: "Ilmu Kit
Mo Sin Pouw milikku didunia ini tidak ada keduanya, tapi
jika membicarakan tentang kecepatannya, ternyata aku
masih kalah terhadapnya."
Hui Taysu yang melihat orang asing itu melompat
kearah Suhengnya, diapun mengetahui bahwa dirinya
sudah salah terka. Justeru pada saat itu Peng Hoan Siangjin telah berkata
pada Kinposuf: "Kau jangan keburu bergembira terlampau
pagi! Apakah kau kira kau akan dapat menundukkau
kepandaian orang-orang Tiong-goan" Tunggulah sebentar
lagi .. hm .." Dengan ini, terang sekali bahwa ia belum sembuh seratus
persen, sedangkan napasnya masih belum teratur kembali.
Kinposuf tidak melayaninya, maka Peng Hoan Siangjin
lalu berkata pula: "Pertempuran ini dinamakan pertempuran Hoa Ie (pertempuran antara bangsa Tionghoa
dengan orang asing). Tunggulah sebentar lagi, siapa yang
akan lebih unggul dalam pertempuran ini!" Sehabis berkata
begitu, dia lalu memejamkan kembali matanya untuk
mengatur pernapasannya. Sekarang marilah kita balik menilik pada Lie Siauw
Hiong, yang bersama-sama Bu Heng Seng naik perahu
dengan pesatnya menuju kepulau Siauw Ciap Too.
Pulau Siauw Ciap Too terpisah dengan pulau Bu Kek
Too tidak terlampau jauh. Kedua orang ini dengan
menggunakan tenaga yang hebat, telah membuat perahu
mereka laju dengan pesatnya dan bekas perahu mereka
lewat meninggalkan satu garis yang memanjang.
Oleh karena urusan ini bersangkut-paut erat sekali
dengan bangsa dan seluruh dunia persilatan di Tionggoan,
Bu Heng Seng tidak berani berlaku ayal-ayalan, dengan
menggunakan tenaga-dalam yang hehat sekali, dia telah
membikin perahu mereka laju sedemikian pesatnya,
sehingga tidak lama antaranya pulau Siauw Ciap Too sudah
terbayang dengan samar-samar didepan mata.
Bu Heng Seng bersama-sama Peng Hoan Siangjin dan
Hui Taysu sekalipun diluaran orang menjuluki mereka
sebagai 'Tiga Dewa Dunia', tapi diantara mereka jarang
sekali berhubungan satu sama lain. Apa lagi dengan Hui
Taysu, Bu Heng Seng ini setengah tapakpun belum pernah
dia menginjakkan kakinya dipulau Siauw Ciap Too, maka
pada saat dia melihat pulau itu sudah dekat, tidak terasa
lagi dia lalu menggunakan matanya memandang dengan
lebih cermat. Setelah mereka mendarat, dengan cepat
mereka lalu membentangkan Keng-sin-keng mereka dengan
sehebat-hebatnya. Sekalipun Keng-sin-kang Lie Siauw Hiong termasuk
kelas satu dan hebat sekali, tapi jika dibandingkan dengan
Keng-sin-keng Bu Heng Seng, dia masih kalah beberapa
tingkat, maka Bu Heng Seng karena ingin lekas-lekas
sampai kedalam pulau, maka dengan cepat dia cekal lengan
pemuda kita, begitulah kedua orang ini lalu berlari-lari
masuk kedalam pulau Siauw Ciap Too itu.
Pulau Siauw Ciap Too ini sekelilingnya kurang lebih
hanya sepuluh lie saja. Dengan mengandalkan kepandaian
kedua orang yang dapat berlari pesat ini, tidak antara lama
mereka telah sampailah didepan barisan kuno itu.
Sekonyong-konyong dari celah-celah batu itu terdengar
dua kali siulan panjang, yang agaknya dilepaskan oleh
orang yang sudah mencapai tingkat tenaga-dalam yang
sempurna sekali. Mendengar suara siulan itu, diam-diam Bu Heng Seng
berpikir: "Teranglah suara siulan itu adalah yang dilepaskan
oleh dua orang yang baru sembuh dari pernapasannya yang
menyesak, hingga tentu sekali diantara kedua rekannya ini
ada salah seorang yang telah terluka .."
Sambil berpikir begitu, lalu dia enjot badannya naik
keatas puncak batu tersebut.
Suara itu memang tepat seperti yang diduga oleh Bu
Heng Seng, yaitu masing-masing dilepaskan oleh Peng
Hoan Siangjin dan kepala pendeta asing yang bernama
Progota. Kedua orang ini ternyata mempunyai tenaga dalam yang
hampir bersamaan hebatnya, karena terbukti dengan saling
susul-menyusul mereka sembuh dalam waktu yang hampir
bersamaan pula. Setelah mereka berdiri kembali, lalu
mereka saling memandang pada satu sama lain, seakan-
akan mereka ingin segera menelan lawannya saja.
Disebelah sana terdapat Hui Taysu bersama lawan-
lawannya, yaitu Kinposuf, Kinlungo dan Pantenpur yang
telah mengeroyoknya, tapi Hui Taysu yang menggunakan
gerak kaki Kit Mo Sin Pouw, ternyata masih tetap dapat
mempertahankan dirinya. Setelah kedua lawan keras ini sembuh saling susul,
Kinposuf yang kuatir Suhengnya bukan menjadi lawannya
dari Peng Hoan Siangjin, maka dia telah perintahkan
muridnya Kinlungo untuk membantu Supeknya itu.
Sekonyong-konyong saja dari atas batu itu tampak
melayang sesosok tubuh manusia, hingga Kinlungo yang
menampak hal itu menjadi terkejut sekali, dan diwaktu
mendapatkan ada dua orang yang tengah berlari-lari
mendatangi kesitu, buru-buru dia menyerang keatas.
Andaikata dia ini orang lain, mungkin sekali dia tidak
akan sembarangan menyerang, karena dia terlebih dahulu
harus menyelidiki, apakah orang-orang yang datang itu
kawan atau lawan. Tapi dia kini telah mengetahui, bahwa
dirinya adalah orang asing, maka sudah tentu saja orang
yang datang itu pastilah kawan musuhnya. Oleh karena itu,
begitu dia melihat bayangan orang, dia segera menyerang
dengan tidak banyak bicara lagi.
Bayangan dimuka yang datang memberi pertolongan
pada Peng Hoan Siangjin, bukan lain daripada Bu Kek
Toocu Bu Heng Seng, yang dengan sekali miringkan
tubuhnya saja dia sudah berhasil meloloskan diri dari
penyerangan Kinlungo. Sedangkan orang yang datang belakangan, adalah Lie
Siauw Hiong, yang berbeda daripada Bu Heng Seng yang
hanya mengelitkan serangan orang, melainkan dengan tidak
sungkan-sungkan lagi dia segera balas menyerang lawannya, hingga dengan keras dia telah sambuti serangan
pukulan lawannya. Ketika menerima pukulan itu, Kinlungo jadi terdesak
mundur karena kerasnya pukulan pihak lawannya. Dan
tatkala mengenali bahwa lawannya ini adalah Lie Siauw
Hiong, yang tempo hari telah mengalahkannya diruangan
Bu Wie Thio, hatinya menjadi terkejut, karena, dengan
sesungguhnya, lawannya ini kini sudah bertambah maju
ilmu kepandaiannya. Bu Heng Seng maju terus. Sesampainya didepan
Progota, dia segera berseru: "Sambutlah seranganku!"
Sambil berkata begitu, dia sudah memukulkan kepalannya. Sekalipun Progota tidak mengerti perkataan 'sambutlah
seranganku', tapi ketika mendengar angin kepalan lawannya
itu, dia sudah tahu bahwa lawannya datang untuk
melakukan penyerangan terhadap dirinya. Dia yang
memang sangat angkuh sekali, diam-diam jadi tertawa
dingin dan berbareng menyambuti juga serangannya lawan
itu. Sementara Bu Heng Seng yang mengetahui lawannya
bersikap sombong, dengan tertawa dingin lalu herseru:
"Hmmm, sungguh lihay sekali pukulanmu!"
Sehabis berkata demikian, dia segera melancarkan
serangan susulannya. Progota mimpipun tidak pernah, bahwa dibelakangnya
datang pula seorang lawan yang amat tangguh, sedang
kepandaian maupun tenaga-dalamnya tidak berada disebelah bawahnya. Oleh karena tadi dia menganggap
ringan terhadap lawannya, maka kini dia telah kena
terdesak, kemudian dengan membalikkan badannya dia
berdiri berhadap-hadapan dengan Bu Heng Seng.
Progota yang diluar dugaannya telah menderita
kerugian, tidak terasa lagi dari malu dia berubah menjadi
sangat gusar, hingga sambil menggereng keras dia telah
melancarkan pula serangannya dengan dua pukulan
sekaligus. Waktu kedua pukulan itu saling beradu kembali, Bu
Heng Seng hanya tampak sedikit tergoncang badannya,
sedangkan Progota menjadi sempoyongan dan hampir saja
jatuh terlentang, maka dengan tidak terasa hatinya menjadi
terkejut tidak kepalang dan dengan diam-diam berkata pada
dirinya sendiri: "Sungguh tidak dapat dipikirkan dari
dimuka, bahwa dipulau liar yang terpencil ini terdapat tiga
manusia yang berkepandaian sangat tinggi serta luar biasa
lihaynya! Oleh sebab ini, nama Heng Hoo Sam Hut (Tiga
Budha dari Sungai Gangga) mungkin juga akan tersapu
bersih pada malam ini juga .."
Berpikir sampai disitu, tidak terasa lagi dia merasa sesak
pernapasannya. Disebelah sana Peng Hoan Siangjin terdengar berseru:
"Loo-tee, banyak tahun tidak saling berjumpa. Sungguh kau
pandai sekali memberi pertolongan yang berarti .."
Bu Heng Seng dengan sikap sungguh-sungguh dan
tertawa lalu menjawab: "Siangjin terlampau memuji .."
Memang dia mempunyai hubungan yang cukup baik


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan Peng Hoan Siangjin. Waktu orang tua itu
merayakan ulang tahunnya yang keseratus dua puluh
tahun, dia memberi bingkisan Kim dari besi, dan sekalipun
pada hari-hari hiasa mereka jarang bertemu satu sama lain,
tapi hubungan mereka cukup mesra dan hangat.
Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula: "Hari ini kita tidak
boleh sekali-kali kehilangan nama .."
Sekalipun kata-kata itu diucapkan pada Bu Heng Seng,
tapi maksud sebenarnya adalah ditujukan pada Hui Taysu
untuk membangkitkan semangat bertempurnya.
Kemudian sambil tertawa besar lagi-lagi ia telah
melanjutkan perkataannya: "Loo-tee, kau lebih baik hadapi
orang yang mukanya berkisut-kisut, agar supaya kita bisa
bertempur dengan satu lawan satu .."
Orang yang dimaksudkan dengan muka penuh berkisut-
kisut oleh Peng Hoan Siangjin ialah Pantenpur. Karena
dengan begitu, dia ingin bertempur dengan lawan-lawannya
sambil mengikuti urutan seperti juga dengan saudara-
saudaranya, yaitu dia sebagai kepalanya menghadapi
Progota, Hui Taysu menghadapi pemimpin kedua dari
pendeta asing gurunya Kinlungo, yakni Kinposuf,
sedangkan Bu Heng Seng sebagai saudara yang termuda
harus menghadapi lawannya yang ketiga, yaitu Pantenpur,
hingga dengan demikian, barulah tepat dengan urutannya.
Sambil tertawa tawar Bu Heng Seng lalu berkata: "Ha,
kau sungguh baik hati sekali."
Setelah berkata demikian, dia lalu meninggalkan
lawannya dan menghampiri simuka berkisut Pantenpur.
Peng Hoan Siangjin kini melihat bahwa mereka telah
mendapat lawan-lawan yang tepat, maka sambil menengadahkan kepalanya ia tertawa besar, dan saking
kerasnya suara tertawanya itu, sehingga menyebabkan batu-
batu gunung pada berkeretakan, kemudian dia berteriak:
"Maju!" Dengan kata-kata itu ia telah mendahului menyerbu
Progota. Hui Taysu dan Bu Heng Seng pun sudah lantas
turun tangan juga menghadapi lawannya masing-masing.
Lie Siauw Hiong yang menyaksikan keenam ahli silat
yang beraksi dengan secara hebat ini, dia menjadi berdiri
terpekur dengan mulut ternganga.
Sementara Kinlungo yang sangat geram terhadap
kekalahannya dengan Lie Siauw Hiong tempo hari, dengan
sengitnya lalu menyerang lawannya dengan bertekad bulat
untuk menebus kekalahannya tempo hari. Didalam hati dia
gemas sekali terhadap pemuda kita, maka kalau seumpama
dia mempunyai kemampuan, dia ingin telan saja bulat-bulat
lawannya ini. Lie Siauw Hiong yang dibuat terkejut oleh serangannya
ini, dengan lekas dia tarik kaki kirinya, sedangkan tangan
kanannya menyambuti serangan lawannya, hingga dengan
mengeluarkan suara yang sangat keras atas beradunya
kedua pukulan tersebut, Lie Siauw Hiong terpukul mundur
sehingga setengah langkah jauhnya.
Tapi meski demikian, Kinlungo merasa terkejut tidak
kepalang, karena dia merasa jika dibandingkan dengan satu
bulan yang lalu, tenaga-dalam pemuda kita sudah
bertambah maju tidak sedikit.
Atas beradunya kedua pukulan ini, telah membuat Lie
Siauw Hiong insyaf, bahwa tenaga-dalamnya lebih menang
sedikit jika dibandingkan dengan lawannya. Oleh karena
itu, tanpa sungkan-sungkan lagi dia lalu menyerang tiga kali
dengan berturut-turut. Ketiga pukulan Lie Siauw Hiong ini tampaknya ringan
sekali, tapi sebenarnya mengandung kekuatan yang luar
biasa dahsyatnya, maka Kinlungo yang menampak
serangan lawannya hampir mencapai dadanya, buru-buru
dia ubah kepalannya menjadi lurus sehingga merupakan
cakar, dia menangkap nadi pemuda kita, disamping itu,
setelah melihat lawannya berkelit dari cakarannya ini, dia
teruskan pundak kanannya membentur ubun-ubun lawannya. Lie Siauw Hiong tidak menyangka, bahwa lawannya
dapat mengeluarkan siasat seaneh itu, maka untuk sesaat
dia tidak berdaya untuk memecahkan serangan lawannya
itu, hingga terpaksa dia menggunakan gerak kaki Kit Mo
Sin Pouw dari Hui Taysu untuk membebaskan diri daripada
serangan lawan tersebut. Dengan kedengaran suara "creng" yang nyaring sekali,
pemuda kita sudah mencabut pedangnya.
Kinlungo yang melihat lawannya mencabut pedang,
kemarahannya menjadi memuncak, hingga diapun segera
meloloskan ikat pinggangnya yang panjang itu.
Dengan ganasnya Lie Siauw Hiong lalu menusuk perut
lawannya, tapi karena angkin Kinlungo lebih panjang
bentuknya, maka sekalipun dia diserang lebih dahulu,
senjatanya telah sampai lebih dahulu daripada lawannya,
sehingga angkin itu meluncur lurus dan keras untuk balas
menusuk kening pemuda kita.
Lie Siauw Hiong tidak menjadi gentar atau mundur akan
serangan lawannya ini, hanya ia menundukkan sedikit
kepalanya, kemudian balas menyerang lawannya sebanyak
lima jurus, yang semuanya itu menggunakan ilmu Kiu-cie-
kiam-sek yang lihay sekali.
Permainan angkin Kinlungo tak berbeda dengan naga
yang bermain-main diantara awan, tapi kadang-kadang
diwaktu dia memutarkan angkinnya itu, dia masih sanggup
memunahkan serangan dahsyat dari pemuda itu!
Begitulah empat pasang jagoan tingkat atas ini saling
bertempur diatas pulau Siauw Ciap Too ini dengan secara
mati-matian. Matahari kini sudah mendoyong kebarat,
sehingga bayangan mereka tampak menjadi semakin kecil.
Lie Siauw Hiong yang bertempur dengan Kinlungo,
ternyata sebelum sampai seratus jurus, mereka sudah
menghentikan pertempuran itu, karena mereka tampaknya
sangat tertarik oleh pertempuran dahsyat yang dilakukan
oleh kakek guru mereka. Lie Siauw Hiong sambil menenteng pedangnya, dia
mencurahkan perhatian sepenuhnya atas pertempuran
tersebut. Lebih-lebih karena Peng Hoan Siangjin dan Hui
Taysu pernah menurunkan pelajaran kepadanya, maka
Siauw Hiong yang menyaksikan jurus-jurus hebat dan aneh
yang dilancarkan oleh kedua gurunya ini, semangatnya
untuk belajar lebih jauh jadi semakin terbangun, sehingga ia
memandang pada gurunya dengan memusatkan seluruh
perhatiannya. Tempo hari waktu menyaksikan pertempuran antara
Peng Hoan Siangjin dengan Hui Taysu, Lie Siauw Hiong
telah berhasil memperoleh kemajuan yang tidak sedikit.
Pada saat ini ketika melihat kedua gurunya bertempur
dengan tiga pendeta asing ini, diapun semakin bertambah
maju saja serta luas penglihatannya atas jalannya
pertempuran-pertempuran itu.
Peng Hoan Siangjin kadang-kadang tampak dengan sebat
dan tangkasnya mengubah serangannya dengan secara
lincah dan tepat, yaitu serangan-serangannya itu kadang-
kadang diubah dari telapak tangan menjadi serangan-
serangan dengan jari tangan dan begitu seterusnya, dia telah
menggunakan ilmu 'Tay-yan-sip-sek'nya, sedang paling
akhir diapun telah menggunakan serangannya dengan ilmu
yang baru diciptakannya, yaitu 'Kong-kong-kun-hoat'. Pada
saat ini dia telah berhasil memperoleh kemajuan yang pesat,
berhubung tipu-tipu yang aneh serta tidak dimengerti
olehnya, kini dia menjadi paham dengan melihat
permainan Peng Hoan Siangjin ini.
Kinlungo yang bersamaan juga menyaksikan jalannya
pertempuran, diapun memperoleh kemajuan yang pesat
pula dengan menyangkok pelajaran gurunya.
Sekonyong-konyong Kinlungo yang baru saja mendapat
menyangkok pelajaran baru dari Progota sambil berteriak
dia sudah lantas menggunakannya dengan menyerang
belakang pemuda kita, hingga Lie Siauw Hiong yang pada
saat itu sedang asyik menyaksikan satu jurus yang paling
aneh dari Peng Hoan Siangjin, dengan tiba-tiba saja dia
rasakan punggungnya ada angin keras menyamber
kejurusannya, tapi tanpa membalikkan badannya lagi ia
sudah lantas mengibaskan tangannya kebelakang untuk
menyampok serangan Kinlungo, sehingga lawannya dapat
didesak mundur sampai setengah tombak jauhnya.
Daya tangkisan yang dilakukan oleh Lie Siauw Hiong
ini, justeru adalah tipu yang baru saja dia petik dari Pang
Hoan Siangjin. Kedua orang ini setelah serang-menyerang
sejurus lamanya, mereka lantas berhenti pula. Mereka
masing-masing lalu memperhatikan pula atas jalannya
pertempuran yang amat tegang ini, dengan mana kedua
orang ini tanpa disadari sudah berhasil memetik banyak
sekali jurus-jurus yang aneh serta hebat dari guru mereka
masing-masing. Tapi bagi Lie Siauw Hiong keadaannya jauh lebih
menguntungkan lagi bagi dirinya, karena dia yang baru saja
diwariskan pelajaran silat yang hebat oleh kedua orang
gurunya, tempo hari banyak juga bagian dan jurus-jurus
yang belum dapat dia pahami dengan jelas, tapi sekarang
dia sudah berhasil memahaminya dengan jelas dan tepat,
sehingga baginya sangat menguntungkan sekali.
Begitulah ketiga orang tokoh dalam persilatan didaerah
Tiong-goan itu sudah melakukan pertempuran yang amat
seru sehingga melampaui seribu juru lebih, tapi pemuda kita
seakan-akan tidak mengetahuinya, sedang Kinlungo jadi
bertambah jengkel dan jerih, karena asal saja dia menyerang
diri pemuda kita dengan menggunakan tipu-tipu baru yang
dia petik dari gurunya, bukan saja serangannya itu tidak
berhasil menemui sasarannya, malahan disaban waktu
pemuda kita menangkis, dia rasakan tenaga tangkisan itu
semakin bertambah hebat saja Hal mana, sudah tentu saja
telah membuat dia terkejut dan jerih, hingga sekalipun dia
sendiri merasa bertambah maju, tapi kemajuannya itu tidak
dapat menyusul begitu cepat seperti kemajuan yang
diperoleh pemuda kita itu.
Dalam pada itu Bu Kek Toocu yang bertempur dengan
Pantenpur, sudah berlangsung pula dengan sehebat-
hebatnya. Kedua orang ini masing-masing telah melancarkan
serangan-serangan dengan tipu-tipu yang sangat lihay untuk
menjatuhkan pihak lawannya.
Bu Heng Seng sekalipun umurnya paling muda jika
dibandingkan dengan rekan-rekannya, tapi dia yang pernah
makan buah mustajab, tenaga-dalamnya telah menjadi
semakin hebat, hingga jika dibandingkan dengan tenaga-
dalam Peng Hoan Siangjin, boleh dikatakan tidak terpaut
terlampau banyak, hingga walaupun Pantenpur telah
menyerang dengan jurus-jurusnya yang lihay, sehingga
sebanyak tujuh kali, tapi dia masih tetap tidak dapat berada
diatas angin. Tatkala itu dia hanya mendengar Bu Heng Seng berteriak
sambil memukul padanya dengan satu kepalannya!
Pantenpur yang kini tengah berdiri atas sebelah kakinya
diatas puncak batu gunung tersebut, ketika menampak
lawannya menyerangnya dengan kepalan tunggalnya, buru-
buru dia putarkan badannya, sebelah kakinya terputar
disapukan kearah lawannya. Tapi sebelum tendangannya
menemui sasarannya, anginnya sudah sampai dan
membuat baju Bu Heng Seng berkibar-kibar tertiup oleh
angin tendangan itu. "Seranganmu ini sungguh bagus sekali!" seru Bu Heng
Seng. Buru-buru dia apungkan badannya. Sepasang tangannya
lalu disodokkannya kebawah bagaikan kilat cepatnya.
Ketika lawannya coba menangkis serangannya ini, dengan
menggunakan sebelah tangannya dia menggencet lawannya
dengan tenaga yang sebesar-besarnya.
Pantenpur dengan mengandalkan bhesinya yang kuat,
dia coba menangkis serangan lawannya, hingga Bu Hong
Seng yang menampak hal itu, menjadi terkejut dan dengan
cepat dia ubah serangannya dengan tipu 'Keng-hong-it-piat'
(burung Hong yang terkejut terbang berkelebat) sambil
menyapukan kakinya dengan tendangan berantai kejurusan
lawannya. Ternyata tindakan Bu Heng Seng dengan mengadakan
tendangan berantai ini agaknya merupakan suatu tindakan
yang gegabah, karena Pantenpur yang sudah melatih
dirinya selama delapan puluh tahun, tanpa berpikir lagi dia
sudah ulurkan jarinya dan coba menotok jalan darah 'Kong-
sun-hiat' dikaki lawannya.
Jalan darah 'Kong sun-hiat' ini terletak disambungan
tulang kaki. Jika seseorang terkena totokan pada jalan darah
tersebut, maka kakinya seketika akan menjadi cacat dan
tidak dapat dipergunakan lagi untuk seumur hidupnya. Tapi
Bu Heng Seng yang menampak keadaan yang berbahaya
itu, tampaknya tidak menjadi bingung oleh karenanya. Dia
hanya menekuk kakinya dan menendang lawannya dengan
bagian atas telapak kakinya.
Tendangan ini adalah satu serangan yang aneh dan
berbahaya sekali bagi lawannya. Dengan begitu, Pantenpur
yang menotok tempat kosong, tidak sempat lagi menahan
pukulannya sendiri yang tepat sekali mengenakan pada
sepatu lawannya, sehingga badannya menjadi sempoyongan.

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bu Heng Seng yang telah menggunakan serangan yang
sangat berbahaya ini, benar dia telah berhasil dapat
membebaskan dirinya, tapi dia tidak urung menjadi marah,
maka dengan suara dingin dia berkata pada Pantenpur:
"Bagus .. hmmmm .."
Setelah berkata begitu, sekonyong-konyong saja dia
teringat, bahwa lawannya ini tidak mengerti bahasanya,
maka untuk mendengarnya pun percuma saja, hingga tidak
terasa lagi dia menjadi tersenyum tawar.
Bu Heng Seng tidak tinggal diam dan lantas dia
mengenjot badannya melayang diangkasa, kemudian dari
atas dia menyerang lawannya dengan tipu 'Thay-san-ap-
teng' dengan secara dahsyat sekali.
Pantenpur yang menyaksikan kepandaian lawannya
sudah mencapai pada tingkat yang tertinggi, tiap-tiap
serangannya senantiasa mengandung bahaya maut. Oleh
karena itu, dia tidak berani memandang ringan terhadap
lawannya, maka sambil memusatkan perhatiannya, dia
berusaha untuk menghadapinya dengan tekun dan hati-hati.
Dengan satu pukulan yang dahsyat, ternyata Pantenpur
yang melihatnya hanya tertawa terbahak-bahak dan lalu
dengan gerakan mengacip ia hendak memunahkan
serangan lawannya dengan cara penangkisan yang mirip
dengan cara bersilat orang Tionghoa dalam gerakan yang
dinamakan 'Ciang-thian-pauw', atau petasan yang meledak
meluncur keangkasa, yang kekuatannya cukup hebat dan
dapat mematikan. Bu Heng Seng yang bertempur mati-matian dengan
Pantenpur, kini merasakan ada suatu tenaga luar biasa yang
menolaknya keatas sehingga tenaga pukulannya sendiri
menjadi lenyap, sedangkan dirinya sendiri kena tertolak
oleh pihak lawannya. Tatkala Bu Heng Seng melihat lawannya tergoncang
sedikit, terang dia lebih rugi daripada dirinya sendiri, hingga
tidak terasa lagi semangat bertempurnya menjadi berkobar-
kobar oleh karenanya. Maka sambil tertawa terkekeh-kekeh
dia lalu memusatkan kembali tenaga-dalam yang sehebat-
hebatnya dan lagi-lagi dia menyerang dari atas pada lawan
itu. Sementara Pantenpur yang mengetahui bahwa lawannya
ingin mengadu kekerasan dengannya, jika dia terus
mempertahankan cara bertempurnya seperti ini, maka dia
sendirilah yang akan menderita kerugian yang besar, karena
dirinya seperti juga paku yang terus-menerus dipukul
kepalanya. Setelah berpikir demikian, ia segera putarkan kakinya
dengan bersilat dalam jurus-jurus Pat-kwa. Dan berbareng
dengan itu, bila ada kesempatan, diapun membalas
menyerang kesebelah atas. Oleh karena sambil bertempur
dia selalu mundur dan berputar-putar, maka desakan Bu
Heng Seng dapat dia punahkan dengan cukup lincahnya.
Dengan cara bertempur begini, Bu Heng Seng merasa
senang sekali, maka sambil berteriak dia berkata: "Bagus,
sambut lagi seranganku ini!"
Perhatian yang diucapkan ini bukan dia tujukan pada
lawannya, karena lawannya tidak mengerti bahasanya,
melainkan dia tujukan pada pukulannya, yang kini sudah
diperhebat seakan-akan batupun dapat dia hancur leburkan.
Baru saja dia berkata begitu, Bu Heng Seng sudah
melancarkan sepasang pukulannya yang dipecah kekiri dan
kekanan dengan jurus yang disebut 'Siang-lui-koan-jie', atau
sepasang geledek memekakkan telinga, dengan mana dia
menyerang pelipis lawannya.
Pantenpur buru-buru membentangkan tangannya untuk
menangkis serangan lawannya; yang satu dirapatkan,
sedangkan yang lainnya lagi dipencarkan, dengan begitu,
diapun masih sempat melancarkan serangan dengan
menotok jalan darah dilengan lawannya.
Bu Heng Seng sudah menduga bahwa lawannya akan
berbuat demikian. Dengan cepat dia tarik tangannya;
tangan kirinya dipakai menjaga dadanya, sedangkan tangan
kanannya dengan jari-jari dijulurkan merupakan sebuah
kantung dengan cepatnya dia totok lawannya.
Jurus ini adalah jurus terhebat yang sangat diandalkan
oleh Bu Heng Seng dan disebut 'Pek-lok-koa-thai'
(menjangan putih menggantung kantong), yang kekuatannya tak dapat diduga-duga. Dikatakan lambat tapi
kejadiannya sangat pesat sekali, gerakan tangan kanan Bu
Heng Seng yang cepat bagaikan kilat telah meluncur dan
menotok jalan darah 'Sie-ceng-hiat' didada lawannya.
Dalam sejarah peperangan ada pepatah yang. mengatakan: "Bila kita mengetahui titik kelemahan lawan,
maka seratus kali kita bertempur, hasilnyapun seratus kali
pula kita akan menang."
Bu Heng Seng yang telah mengetahui bahwa lawannya
pasti akan menyerang dengan berbareng terhadap dirinya,
mula-mula dia menyerang dari tengah, lalu dari samping
dia teruskan serangannya.
Pantenpur tidak pernah menduga sampai disitu. Karena
sepasang tangannya sudah dikeluarkan untuk menyerang
lawannya, kini dia sudah tidak keburu lagi untuk menarik
kembali pukulannya; dia hanya dapat menantikan
kematiannya saja, tapi dengan tenaga- dalam sehebat yang
dia miliki ini, dia tidak rela terima menyerah mentah-
mentah. Begitulah sepasang kakinya lantas dipakai
menyapu pada tempat dimana Bu Heng Seng akan
menginjakkan kakinya kebumi.
Pergerakan yang berbareng ini andaikata dilakukan oleh
orang lain, tak mungkin dapat berhasil dengan sama
baiknya, karena Bu Heng Seng bukan saja pada waktu itu
sedang menyerang lawannya dan sebaliknya dia harus pula
menghindarkan serangan balasan pihak lawannya, tapi toh
dia masih dapat mengelitkan sapuan lawannya dan
berbareng masih dapat melancarkan serangannya juga.
Oleh sebab itu, Bu Heng Seng segera dapat melihat,
bahwa serangannya ini sudah pasti akan berhasil, tapi
sebaliknya Siauw Ciap Toocu yang sedang dikerubuti oleh
dua lawannya, tampak sukar sekali memperoleh kemenangan, maka tidak terasa lagi hatinya menjadi gugup
juga. Sekonyong-konyong dia rasakan dadanya menyesak,
hawa aslinya seakan-akan sudah buyar, hingga tidak terasa
lagi dia menjadi terkejut dan diam-diam dia batuk-batuk
kecil, sudah itu buru-buru dia menghempos semangatnya
pula. Bila dia tidak menghempos semangatnya masih tidak
mengapa, tapi setelah dia lakukan usaha tersebut, dia
rasakan dadanya sangat sakit sekali.
Maka dengan mengeluarkan suara gedebuk badannya
lalu jatuh kebumi. Pantenpur sebenarnya sudah tidak dapat menolong
dirinya lagi, tapi dia telah ngotot tidak mau menyerah
mentah-mentah. Sambil mementilkan jerijinya, dia serang
tenggorokkan lawannya. Serangannya ini adalah tipu yang
bagus sekali, karena jika lawannya mau menolong diri, dia
akan mendapat kesempatan untuk meloloskan dirinya
sendiri. Bu Heng Seng yang sudah kehilangan tenaga asalnya,
kini ketika melihat lawannya menyerang tenggorokkannya,
segera semacam tenaga otomatis keluar dengan sendirinya,
dengan mana dia telah geser sedikit badannya sehingga
terlolos dari serangan lawannya itu.
Dengan mengeluarkan suara "sret" serangannya Pantenpur telah jatuh ditempat kosong, sehingga dia hanya
dapat menyentuh baju lawannya saja. Pantenpur tidak
mengetahui, apa sebabnya Bu Heng Seng dengan secara
tiba-tiba saja dapat beraksi demikian. Maka dengan tingkat
dan kedudukan seperti dirinya, dia tidak mau maju
mencelakai lawannya yang sudah tidak berdaya ini, oleh
sebab itu, dia hanya berdiri disamping dengan terbengong.
Kejadian ini, telah berhasil menghentikan masing-masing
pihak yang sedang bertempur, Bu Heng Seng yang terjatuh
ketanah tanpa dia sendiri mengetahui apa sebabnya,
beberapa kali dia telah menghempos semangatnya tapi
senantiasa tidak berhasil, hingga saking gugupnya dahinya
tampak keluar keringat dingin.
Peng Hoan Siangjin yang menghampirinya, lalu meraba-
raba nadinya. tapi dia tak mendapatkan sesuatu yang aneh
dan luar biasa. Keadaannya normal saja, maka tidak terasa
lagi diapun tidak berdaya. Hal mana, telah membuat Hui
Taysu dan Lie Siauw Hiong pun menjadi gugup juga.
Sedangkan pihak lawan mereka, yaitu tiga pendeta asing
yang bernama julukan 'Heng Hoo Sam Hut' bersama
Kinlungo, juga berdiri dengan terlongong-longong, kecuali
Kinposuf yang otaknya dapat berpikir dengan cepat.
Diantara tiga kakak beradik seperguruan ini, hanya
Kinposuf sendiri yang berotak paling cerdik, karena
sekalipun dia adalah Suteenya Progota, tapi dalam
merencanakan sesuatu, semuanya adalah hasil daya
pemikirannya. Maka boleh dikatakan diantara ketiga kakak
beradik ini, dialah yang menjadi otaknya. Dia yang merasa
ragu-ragu dan curiga, tidak dapat mengambil keputusan
yang pasti, hanya dalam hati saja dia tidak habis berpikir:
"Pemuda tampan seperti anak sekolah setengah umur ini,
mengalami kejadian apakah sebenarnya" Melihat caranya
dia jatuh bagaikan seorang yang ayan, maka andaikata
disaat ini kita menyerbu mereka, .. hmmm .."
Satu pikiran datang melintang dikepalanya, sedangkan
dimukanya terbayang satu roman yang sangat licik sekali,
tapi dia tidak teruskan jalan pikirannya, hanya berkata pada
dirinya sendiri: "Hanya, andaikata kita menggunakan
kesempatan ini untuk menyerang mereka, paling banyak
pemuda setengah umur seperti anak sekolah ini saja yang
akan mampus, sedang kedua pendeta wanita dan laki-laki
itu juga pasti tidak mau tinggal diam saja, andaikata kita
memaksa menyerangnya. Hmm, hal ini pasti akan
menghilangkan muka kami saja .."
Karena harus diketahui, sekalipun biasanya orang sukar
sekali berurusan dengan Heng Hoo Sam Hut ini, tapi
biasanya mereka sangat menyayang sekali terhadap
angkatan muda yang penuh bakat dan cerdas dalam
memahami pelajaran bugee. Selanjutnya karena tidak dapat
mengambil keputusan yang pasti, maka Kinposuf tampak
agak ragu yang terbayang jelas pada muka dan matanya.
Diseberang sana Tay Ciap Toocu kelihatan sangat gugup
sekali. Dengan menyalurkan tenaga-dalamnya, dia alirkan
itu pada diri Bu Heng Seng, tapi hasilnya ternyata malah
lebih buruk, karena Bu Heng Seng tampak lebih menderita
pula daripada semulanya. Hal mana sungguh diluar
dugaannya Peng Hoan Siangjin.
Hui Taysu yang berdiri disebelah pinggiran, dia sangat
memperhatikan mukanya Bu Heng Seng yang sekarang
tampak pucat, dan diantara kepucatannya ini, samar-samar
terlihat warna biru. Maka Hui Taysu yang mempunyai
pengalaman sangat luas, didalam hatinya segera menduga
beberapa bagian, bahwa lukanya Bu Heng Seng ini tentulah
disebabkan oleh kambuhnya luka-lukanya yang lama itu.
Tapi satu hal yang dia merasa aneh, ialah mengapa Bu
Heng Seng yang sudah mencapai tingkat tertinggi dalam
kalangan Kang-ouw, sampai tidak mengetahui bahwa
dirinya telah terluka"
Kinposuf setelah berpikir sebentar, lalu dengan suara
yang nyaring dia berkata: "Urusan hari ini, karena diantara
kalian ada seorang yang sudah terluka terlebih dahulu,
maka kami Heng Hoo Sam Hut tidak dapat menunggu
lebih lama pula untuk melangsungkan pertempuran ini, ..
hari ini .." Belum lagi dia selesai mengucapkan perkataannya, Tay
Ciap Toocu yang mengetahui maksudnya, karena diapun
insyaf bahwa lawannya tidak dapat pergi begitu saja tanpa
mendapat perkenan terlebih dahulu daripadanya, maka
tidak terasa lagi dia menjadi tertawa terbahak-bahak.
Kinposuf setelah berdiam sejurus, lalu dia melanjutkan
perkataannya: "Mengenai kejadian hari ini, sampai disini
saja kita akhiri. Kalianpun mempunyai pepatah pula yang
mengatakan: 'Ceng San Put Kay, lok sui tiang liu' (gunung
yang biru tidak berubah, air sungai yang kehijau-hijauan
senantiasa mengalir untuk selama-lamanya, yang maksudnya hari masih banyak, lain waktu mereka ingin
memohon pengajaran pula dari Tiga Dewa Diluar Dunia
ini), oleh karena itu, untuk sementara kami ingin minta diri
saja dari kalian .."
Dia menggunakan bahasa Han dan bahasanya sendiri
untuk menyampaikan kata-katanya ini, bahkan dengan
tersenyum-senyum ia telah melambaikan tangannya dan
mengajak kawan-kawannya meninggalkan pulau itu.
Sambil tertawa dingin Hui Taysu tidak lupa bertanya:
"Apakah kalian bisa keluar sendiri dari pulauku ini?"
Mendengar perkataan lawannya ini, tidak terasa lagi


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kinposuf jadi merasa tercengang sekali. Setelah dia
memandang keempat penjuru, dia dapatkan barisan 'Kwie-
goan-kouw-tin' ini benar-benar sangat luar biasa, hingga
sekalipun mereka berdiri ditempat yang tinggi, mereka
belum lagi dapat menentukan arah mana yang mereka akan
ambil untuk keluar dari pulau itu.
Kemudian dengan tertawa dingin Hui Taysu sudah
mendahului mereka melesat kesebelah depan tanpa berkata-
kata barang sepatahpun. Kinposuf dan kawan-kawan yang mengetahui, bahwa
orang ini tengah memimpin mereka untuk keluar dari
pulaunya ini, merekapun tidak berani omong besar pula,
hanya mengikuti dari sebelah belakang untuk sama-sama
keluar dari barisan kuno yang sangat luar biasa itu.
Tay Ciap Toocu memandang pada bayangan kelima
orang itu, sambil tertawa besar. Setelah bayangan kelima
orang itu sudah berlalu jauh, barulah dia berhenti tertawa
dan lalu bertanya kepada Bu Heng Sang: "Loo-tee,
sebenarnya terjadi apakah atas dirimu?"
Bu Heng Seng dengan keras kepala lalu menjawab: "Hal
ini sesungguhnya terlampau aneh sekali, sampaikan aku
sendiri tidak mengetahuinya, yaitu bahwa didunia ini ada
suatu macam racun yang dapat berdiam lama dalam tubuh
kita, tapi setelah sampai pada saatnya, akan terbit dengan
sendirinya dan dengan secara tiba-tiba. Pernahkah Siangjin
mendengar tentang hal itu?"
Peng Hoan Siangjin lalu mengetuk-ngetuk kepala dengan
jarinya sambil berpikir, kemudian dia berkata: "Jika kau
tanyakan tentang lain hal, mungkin juga aku mengerti
sedikit, tapi mengenai 'racun', aku sama sekali tidak
mengerti .." Tapi sesaat kemudian ia telah berseru dengan sekonyong-
konyong: "Benar, aku pernah mendengar tentang semacam
racun yang dinamakan 'Pek-giok-toan-ciang' = racun
berwarna hijau yang dapat dengan segera memutuskan
usus. Racun ini memang mempunyai sifat keanehan seperti
itu." Bu Heng Seng yang mendengar perkataan rekannya,
diapun mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berkata:
"Racun 'Pek-giok-toan-tiang' itu apakah yang dalam
kalangan Kang-ouw terkenal dengan racun hijau yang tidak
berbau dan tidak berasa?"
Peng Hoan Siangjin berteriak: "Benar, benar, apakah kau
terkena racun tersebut?"
Bu Hung Seng mengangguk-anggukkan kepalanya
sambil berkata: "Apakah Siangjin pernah mendengar
tentang seseorang yang memperoleh nama julukan 'Giok
Khut Mo'?" Peng Hoan Siangjin menjawah: "Oh, aku tahu, dialah si
kepala perompak .." Para pembaca tentunya masih ingat, bahwa tempo hari
Bu Heng Seng pernah berjumpa dengan anak buahnya Giok
Khut Mo yang bernama Sang It Ceng ditengah lautan.
Diwaktu itu tanpa ragu-ragu lagi Bu Heng Seng telah
menenggak arak yang diberikan oleh orang tersebut.
Bu Heng Seng lalu menceritakan segala kejadian ini pada
rekannya, kemudian sambil menarik napas dia berkata:
"Aku pikir bila dugaanku benar, dalam arak yang
disuguhkan padaku itu tentulah ditaruhkan racun .. Hmm,
sungguh keliru sekali aku telah tidak menurunkan tangan
jahat terhadapnya tempo hari, sehingga dia memperoleh
kebebasan dan berlalu dengan secara enak-enakan .."
Peng Hoan Siangjin tidak berdaya dan tak dapat berbuat
lain daripada menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Hari sudah mulai gelap, karena sinar matahari sudah
mendoyong dan akhirnya selam diufuk sebelah Barat. Sisa
sinar matahari yang terakhir tersorot pada laut dimana
ombaknya beriak-riak pergi datang, sehingga tampak warna
kemerah-merahan yang indah luar biasa, sedangkan sinar
matahari yang terpantul pada batu-batu gunung, telah
menyebabkan keadaan disitu separuh berwarna kemerah-
merahan dan separuhnya lagi berwarna kebiru-biruan, yang
mana telah menerbitkan pemandangan sangat indah disaat
itu. Dengan diam-diam Bu Heng Seng telah coba mengatur
pernapasannya, tapi setiap usaha yang dilakukannya itu
senantiasa menemui kegagalan saja, bahkan dia merasakan
bahwa racun yang berada di didalam tububnya itu telah
mulai menunjukkan kelancaran bergeraknya, yang lambat-
lambat menjalar keseluruh tubuhnya.
Peng Hoan Siangjin tanpa berkata-kata barang sepatahpun tinggal tetap memandang kepadanya dari
samping dalam keadaan tidak berdaya.
Sekonyong-konyong saja suatu pikiran melintas dikepalanya Lie Siauw Hiong, hingga dengan muka penuh
kegembiraan dan optimistis ia jadi berteriak tertahan.
Tay Ciap Toocu sekalipun terbilang seorang yang luar
biasa dalam kepandaian bugee, tapi terhadap soal racun dia
sama sekali tidak mengerti. Tapi ketika Bu Heng Seng kena
racun sangat berbisa dan luar biasa sifatnya, tentu saja ia tak
berdaya untuk memecahkannya.
Pada saat itu ketika dia lihat pemuda kita menunjukkan
muka yang berseri-seri, tidak terasa lagi semangatnyapun
terbangkitlah dan lalu dengan penuh semangat dia bertanya:
"Apa" Apakah kau sudah berhasil menemui obat
pemunahnya?" Lie Siauw Hiong lalu menggeleng-gelengkan kepalanya,
tapi dengan nada yang riang dia menjawab: "Barang ini,
aku kira tepat sekali untuk dicobanya."
Sambil berkata begitu, dari dalam dadanya dia menarik
keluar sejilid buku, yang lalu dibeberkannya seraya berkata:
"Dengan adanya buku ini, segala racun yang bagaimana
lihaypun terdapat penjelasannya didalamnya .."
Tampaknya buku itu adalah seJilid buku yang ditulis
sendiri oleh raja racun Kim It Peng dengan susah-payah.
Tempo hari anak daranya Kim It Peng yaitu Kim Bwee
Leng pernah menitipkan buku tersebut pada pemuda kita,
buku itu tidak pernah terpisah dari badannya. Kesatu,
karena dia telah berulang-ulang menjumpai peristiwa yang
aneh, dan keduanya, karena dirinya mempunyai urusan
yang mendesak dan penting, maka dia tidak mempunyai
waktu yang senggang untuk melihatnya, sehingga seakan-
akan buku tersebut terlupakan olehnya.
Pada saat ini sekonyong-konyong saja otaknya teringat
akan buku itu, maka dengan adanya buku racun itu, tidak
disangsikannya lagi bahwa racun yang diderita oleh Bu
Heng Seng itu pasti dapat dipecahkannya.
Tay Ciap Toocu setelah menyambut 'Buku Racun'
tersebut lalu dia lihat kulitnya terlebih dahulu sambil
diejanya: "Tok Keng .. dikarang oleh Kim It Peng, oh, Kim
It Peng?" Lie Siauw Hiong lalu melanjutkan perkataannya: "Kim
Loo-cian-pwee tempo hari di See Liong Peng pernah
dengan racun melawan racun untuk membinasakan Giok
Khut Mo, buku ini adalah hasil jerih-payah orang tua itu
yang telah mengarangnya .."
Dengan tidak terasa lagi, Tay Ciap Toocu mengeluarkan
suara teriakan tertahan. Lie Siauw Hiong lalu berkata pula: "Pengertian Kim Lo-
cian-pwee dalam soal racun, didunia ini tidak ada
tandingannya .." Setelah berkata begitu, lalu dia membalik-balik lembaran
buku racun tersebut untuk mencari penjelasan dari berbagai
racun yang tertulis didalamnya.
Buku racun itu memang ternyata sangat lengkap sekali
isinya, baik yang terdapat di Tiong-goan maupun yang
terdapat dipenbatasan, setiap macam racun tumbuh-
tumbuhan, racun ular, sampaipun racun pada barang-
barang yang lainnya, seluruhnya diberi penjelasan yang
sangat cermat dan jelas, sehingga ini telah membuat hati
pemuda kita jadi terkejut dan mengagumi atas kemampuan
yang sangat luar biasa dari Kim It Peng itu. Karena jika
penjelasan yang tertera disitu dirasa masih kurang terang,
lalu sengaja orang tua pencipta buku tersebut memberi
gambar-gambar tambahan, sehingga Lie Siauw Hiong
semakin melihat, dia merasa semakin tertarik saja oleh isi
buku itu. Harus diketahui, bahwa Lie Siauw Hiong terhadap orang
lain sangat simpatik sekali sikapnya, apa lagi memang sejak
dilahirkan dia mempunyai bakat yang dalam dan semangat
belajar yang tak kunjung padam. Semula dia kurang
menaruh perhatian atas buku itu, meski dia sendiri tidak
menganggap bahwa buku ilmu racun tersebut sebagai ilmu
yang menyesatkan. Tapi sekarang setelah mengetahui
betapa pentingnya buku itu, hatinya menjadi sangat tertarik,
oleh karena itu, dia telah mengambil keputusan untuk
mempelajari isi kitab tersebut dengan sebaik-baiknya.
Begitu pikiran ini melintas dikepalanya dan mengambil
keputusan yang pasti dia periksa isi kitab racun tersebut,
tapi akhirnya tidak didapatkannya penjelasan tentang racun
'Pek-giok-toan-tiang' itu.
Bu Kek Toocu dan Bu Heng Seng yang duduk tenang
disitu, tampaknya dia tengah berusaha untuk mengatur
jalan pernapasannya, mukanya tampak sudah agak wajar,
tapi hal itu malah membikin gugupnya Peng Hoan Siangjin.
Setelah berselang sejurus lamanya, Hui Taysupun sudah
tampak balik kembali, pada saat itu Lie Siauw Hiong sudah
hampir habis membaca buku racun tersebut, tapi dia masih
tetap belum juga berhasil menjumpai nama racun 'Pek-giok-
toan-tiang' tertera disitu.
Dengan tergesa-gesa dia balikkan lagi beberapa lembar,
dan didepan matanya buku racun ini tinggal satu lembar
yang terakhir, sekonyong-konyong semangat Lie Siauw
Hiong terbangkitkan, ternyata pada lembar terakhir itu
tendapat kata-kata: "Penjelasan istimewa".
Lie Siauw Hiong lalu berkata: "Giok Khut Mo jika
meracuni Bu Heng Seng, tentulah racun yang dipergunakannya itu adalah racun yang hebat dan
istimewa, dalam lembaran istimewa ini pasti terdapat
penjelasannya .." Dengan hati-hati dia baca lembaran istimewa ini.
Sekonyong-konyong emapt huruf besar muncul dihadapannya, dan empat huruf besar itu jika bukannya
huruf 'Pek-giok-toan-tiang', masih ada huruf apakah lagi"
(Oo-dwkz-oO) Jilid 36 Lie Siauw Hiong tanpa dapat mengendalikan dirinya lagi
lantas berteriak: "Ada, ada, racun ini ternyata hebat sekali
.." Selanjutnya diapun lantas membacakan lembaran
istimewa itu dihadapan orang banyak: "Pek-giok-toan-tiang
asalnya terbikin dari tumbuh-tumbuhan yang jarang sekali
terdapat didaerah Tiong-goan. Tumbuh-tumbuhan ini
hanya berdaun empat dengan berbunga ditengah- tengahnya, tidak berbuah, sarinya tumbuh-tumbuhan ini
dapat .." Dengan cepat dia membaca lembar istimewa ini, tapi
tampaknya dia malas untuk membaca keterangan yang
bertele-tele dari penjelasan ini, hingga dia merasa lebih
penting untuk mencari cara pengobatannya, maka lalu
dilanjutkannya pembacaannya sebagai berikut: ".. sifat
racun ini sangat kental sekali. Bersama-sama dengan 'Lip-
pouw-toan-tiang' (nama racun yang juga berarti dengan
cepat dapat memutuskan usus) Pek-giok-toan-tiang disebut
'Siang-toan-tiang' (sepasang racun yang sama keras dan
hebatnya untuk memutuskan usus). Racun ini mempunyai
sifat yang lambat sekali dalam menunjukkan keracunannya.
Waktu racun itu sampai didalam tubuh seseorang, tidak
perduli betapa hebatnya orang itu mempunyai tenaga-dalam
dan kemahiran ilmu silat, tidak urung ia tak mampu
menahan racun yang hebat tanpa tandingan didunia ini,
sangat ganas dan berbisa sekali, maka ini terbilang sebagai
racun yang paling ditakuti oleh setiap makhluk yang berjiwa
.." "Cara pengobatannya, yang paling umum hanya ada satu
.." Berkata sampai disitu, tanpa terasa pula suaranyapun
menjadi lemah karena perasaan tegang telah memuncak
pada dirinya dengan suara yang keras dan berkata lebih
lanjut: "Hanya terdapat satu barang yang dapat menyembuhkannya, yaitu 'Ho-giok-peng-sim', barang ini


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya terdapat dan dihasilkan diatas puncak gunung Yan
Jian San ......" Mendengar perkataan itu, muka Peng Roan Siangjin
menjadi berubah dan diam-diam berpikir didalam hatinya:
"Gunung Yan Jian San terpisah dengan pulau ini, jaraknya
adalah ribuan lie, jangankan barang itu dibutuhkan dengan
sangat, sehingga dalam waktu yang pendek tidak mudah
didapatkannya, sekalipun kita dapat sampai kesana secepat
mungkin, itupun belum tentu kita dapat segena menemukan
barang tersebut ....."
Lalu sekonyong-konyong terdengar nada suara kegirangan dari Lie Siauw Hiong yang berkata lebih lanjut:
"Masih ada cara pengobatan yang lainnya lagi .."
Racun Pek-giok-toan-tiang ini adalah baru tahun yang
lampau diketahui oleh Kim It Peng. Pada waktu itu dia
telah mendapatkan kecuali Ho-giok-peng-sim, sesungguhnya dia merasa kekurangan akal untuk mencari
pengobatan cara yang lainnya. Tapi Kim It Peng yang
mengetahui bahwa Ho-giok-peng-sim sukar sekali didapatkan didunia ini, maka ia telah mencari daya
pengobatan yang lainnya. Selama seumur hidupnya, ia selalu bergumul dengan
racun-racun ditambah lagi dengan kecerdikan serta tenaga-
dalam yang hebat sekali, dari itu, akhirnya ia telah
mendapatkan cara pengobatan yang kedua, yaitu apa yang
kini tertulis dalam lembaran istimewa itu.
Lie Siauw Hiong dengan penuh kegirangan lalu
menyebutkan cara tersebut, sehingga dengan tidak terasa
lagi Peng Hoan Siangjin menyebut: "Ah!"
Tampaknya cara pengobatan ini terlampau berbahaya
sekali agaknya. Ternyata waktu racun ini mulai menjalar, sifatnya sangat
cepat sekali. Asalkan racun ini belum menjalar sampai
dipembuluh darah besar, dengan mengandalkan kepandaian
yang sangat tinggi, seseorang akan dapat juga menggunakan
tenaga dalamnya untuk mengeluarkan racun tersebut.
Tapi racun 'Pek-giok-toan-tiang' ini jika sudah masuk
kedalam tubuh seseorang, dia sudah lantas dapat masuk
kedalam jalan darah yang terpenting, yaitu racun tersebut
sudah menjalar dari kepala sampai kejantung.
Jika ingin mengeluarkan racun tersebut, harus dimulai
dari kepala terlebih dahulu.
Peng Hoan Siangjin, Hui Taysu dan Lie Siauw Hiong
yang sudah memiliki kepandaian yang sangat hebat dan
tinggi, jika ingin mengeluarkan racun itu, haruslah dari
kepala, yaitu 'Nie-wan-kiong, yang harus ditepok, halmana
mereka bertiga cukup mengetahuinya.
Jalan darah 'Nie-wan-kiong' adalah tempat berkumpulnya segala kekuatan yang merupakan motor otak
yang bergerak kesegala anggota badan yang lainnya, apabila
bagian itu ditepuk, racun itu akan buyar, tapi berbareng
seluruh tenaga Bu Heng Seng akan hilang seperti orang
biasa saja, hingga kesengsaraannya akan jauh lebih hebat
lagi daripada semulanya. Jadi meski cara ini memang dapat dilakukan, tapi
terlampau berbahaya bagi diri Bu Heng Seng, sehingga
Peng Hoan Siangjin dan Hui Taysu yang mendengar
keterangan begitu, tidak terasa lagi jadi terkejut dan
mengeluarkan teriakan yang tertahan.
Tempo hari waktu Kim It Peng berhasil menemui cara
kedua ini, dia pikir dalam dunia ini sukar sekali ada orang
yang mempunyai tenaga-dalam sehebat demikian, oleh
karena itu, cara ini tidak mungkin dapat dilaksanakan, tapi
dia toh menuliskan juga cara yang sulit ini dalam kitab
racunnya itu, suatu tanda bahwa dia sudah menyelidiki
segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya.
Peng Hoan Siangjin dengan setulusnya hati memuji atas
keluar biasaan Kim It Peng yang pengalamannya sangat
luas dan dalam itu, sampaikan Hui Taysu sendiri juga
merasa tunduk terhadapnya.
Peng Hoan Siangjin dengan tertawa getir lalu berkata:
"Lo-nie-po, hal ini merupakan satu soal yang sangat sulit,
bukankah?" Hui Taysu mengangguk-anggukkan kepalanya sambil
berkata: "Andaikata kita berdua mempersatukan kekuatan
kita untuk melakukan pekerjaan ini, bagaimana?"
Peng Hoan Siangjin menjawab: "Tidak mungkin, hal itu
terlampau berbahaya sekali .."
Hui Taysu mengangguk-anggukkan kepalanya. Lie
Siauw Hiong segera mengetahui, bahwa itulah berarti yang
kedua orang itu ingin turun tangan untuk menolong
rekannya dengan bersama-sama pekerjaan ini, bila
mungkin, lebih baik dilakukan oleh seorang saja, karena
dengan begitu, bahayanya akan lebih kecil. Dia sendiri
karena tenaga-dalamnya masih kalah jauh, maka tidak
berdaya dan tak dapat berbuat lain daripada membungkam
dalam seribu bahasa. Peng Hoan Siangjin sambil tertawa terbahak-bahak lalu
berkata: "Ah, baiklah kita coba saja, Loo-nie-po, kau saja
yang melakukannya." Hui Taysu menggelengkan kepalanya sambil berkata:
"Dalam soal ini, kita tidak boleh berlaku sungkan-sungkan,
lagi pula mengenai tenaga-dalam pin-nie masih kalah
setingkat denganmu."
Peng Hoan Siangjin tidak berkata apa-apa lagi. Sambil
balikkan badannya dia berkata pada Bu Heng Seng: "Loo-
tee, apakah kau rasakan baikan?"
Sambil tertawa Bu Heng Seng lalu memotong perkataan
orang: "Siangjin tidak usah berlaku gugup, aku Bu Heng
Seng sekalipun tidak berguna, tetapi dalam penderitaan ini
aku masih sanggup menahannya."
Omongan itu terang adalah perkataan yang terlampau
dipaksakan, dan pada nada perkataan terakhir sudah
kedengaran bergemetaran. Sedangkan suara tertawanya itu
semakin lama terdengar semakin lemah saja.
Peng Hoan Siangjin yang mengetahui tabiat rekannya
ini, sambil tertawa besar lalu berkata: "Loo-tee, sungguh
kau hebat sekali .."
Baru saja perkataannya ini habis diucapkan, lengan baju
kanannya sudah bergerak dan ternyata dia sudah menepuk
satu kali. Peng Hoan Siangjin dalam menepuk ini, dia sudah
mengira-ngirakan berapa banyak tenaga yang harus
dikeluarkannya, dan justeru perkiraan ini adalah yang
paling sulit, karena jika tenaga itu keliru dipergunakannya
sedikit saja, akan dapat menyebabkan rekannya mati
seketika. Dia mengetahui, dengan kepandaiannya yang dimiliki
oleh rekannya ini, waktu dia menepuk, dengan sendirinya
rekannya pasti akan dapat mengeluarkan tenaga reaksinya,
sekalipun bagaimana kecilnya juga untuk menahan
tepokannya itu. Peng Hoan Siangjin mengetahui berat ringannya dalam
melaksanakan tugas ini, dengan muka yang berseri-seri
setelah tangannya menyentuh jalan darah 'Nie-wan' itu, lalu
gerakan tangannya dilanjutkan dengan mengusap-usap dan
menepuk-nepuk. Dan diwaktu melakukan tindakan terakhir
ini, tenaga-dalamnya disimpan seluruhnya, sehingga waktu
Bu Heng Seng merasakan kepalanya seperti juga tergoncang
kena pukulan yang kemudian disusul dengan lenyapnya
tenaga seluruhnya, maka racun yang bersarang dalam
tubuhnya menjadi turut buyar turun kesebelah bawah
bagian anggota badannya. Peng Hoan Siangjin tidak berani berlaku ayal-ayalan,
sedang tangan kirinyapun tidak tinggal diam saja, kemudian
dengan cepat dia sudah menotok dua jalan darah atas tubuh
rekannya ini. Sekali ini jalan darah yang menjadi sasaran totokan itu
adalah jalan darah 'Cie Kiong' dan 'Ciang Bun'. Maksud
dari totokan ini, adalah untuk menyelidiki tentang
perkembangan racun yang sedang buyar itu.
Jangan dikatakan lagi terhadap pemuda kita Lie Siauw
Hiong, sampaikan orang yang biasanya sangat alim dan
mukanya sangat dingin bagaikan es seperti Hui Taysu,
tanpa terasa lagi dia menunjukkan muka dan perasaan yang
sangat tegang sekali, hingga ia menggigit kencang giginya
dan memegang erat-erat kedua tangannya.
Sedangkan Peng Hoan Siangjin sendiri dengan mata
tidak berkesip memandang pada rekannya Bu Heng Seng,
yang mukanya sekonyong-konyong tampak menunjukkan
perasaan yang sangat menderita.
Peng Hoan Siangjin yang mempunyai tenaga-dalam
yang begitu hebatnya, dia mengetahui bahwa racun 'Pek-
giok-toan-tiang' itu sudah mulai berjalan.
Sekonlong-konyong hweeshio tua itu mengeluarkan
jeritan yang hebat sekali, hingga Bu Heng Seng yang
mendengar jeritan itu, seketika itu juga hatinya menjadi
tergoncang, jalan darah Leng-tainya terbuka, berbareng
dengan mana mukanya menunjukkan perasaan yang
menderita menjadi agak berkurang. Maka Peng Hoan
Siangjin yang menampak hal itu, tanpa ayal lagi segera
menepuknya kembali dengan gerakannya secepat kilat.
Pada saat ini Peng Hoan Siangjin telah menggunakan
tenaga khikang kaum Budha yang murni, yaitu sambil
mengeluarkan gerengan 'Say-cu-houw' (gerengan bagaikan
singa), dalam waktu yang pendek dia telah berhasil
membikin Bu Heng Seng tersadar kecerdasannya. Setelah
dia mendapat pegangan yang kuat dan akan berhasil dalam
usahanya ini, Peng Hoan Siangjin lalu menekannya
kembali dengan telapak tangannya.
Waktu telapak tangannya Peng Hoan Siangjin terpisah
kurang lebih tiga dim lagi dari jalan darah 'Nie-wan' ini,
dengan cepat dia sudah mengangkatnya kembali telapakan
tangannya itu. Sambil menahan napas Lie Siauw Hiong mengetahui,
sekali tepuk ini seluruh kekuatan tenaga-dalam Peng Hoan
Siangjin akan menerobos masuk kedalam tubuh rekannya,
maka berhasil atau gagal, justeru dalam sekali gerak
tangannya inilah yang akan membuktikannya.
Peng Hoan Siangjin lalu dengan perlahan-lahan
mengempos semangatnya. Setelah itu, sambil menekankan
telapak tangannya pada jalan darah 'Nie-wan' pada
rekannya, dia segera menyalurkan tenaga-dalamnya dengan
sehebat-hebatnya kedalam tubuh rekamnya.
Ternyata gerak tangan yang dilaksanakannya oleh Peng
Hoan Siangjin ini sangat tepat dan jitu sekali menemui
sasarannya. Dan setelah rintangan yang amat berat ini
berlalu, maka Hui Taysa dan Lie Siauw Hiong barulah
merasa lega hati. Tapi sebaliknya Peng Hoan Siangjin sendiri yang
mempunyai perhitungan yang matang, dia tahu bahwa
telapak tangannya yang menekan jalan darah rekannya itu
cukup bertenaga, maka sedikitpun dia tidak dapat
memencarkan perhatiannya, sedangkan tenaga- dalamnyapun sudah dipusatkan seluruhnya. Dengan
mengandalkan tenaga-dalam yang sehebat-hebatnya itu, dia
mendesak pada racun itu, tapi dia masih meragukan,
apakah pekerjaannya ini akan berhasil" Tapi walau
bagaimanapun juga dia tidak dapat memecah perhatiannya
pada soal-soal lainnya, maka dengan sekuat tenaga dia
berusaha untuk menyembuhkan rekannya ini.
Begitulah detik demi detik telah berlalu, kepala Peng
Hoan Siangjin terlihat sudah mengebulkan asap putih,
rambutnya seakan tampak berdiri, tergoyang oleh tiupan
angin lalu, sedang mukanya sangat dingin bagaikan es,
hingga tampaknya dia sedang berada dipuncak ketegangan.
Hui Taysu tidak percaya ada pekerjaan yang sedemikian
sulitnya, andaikata dia tidak menyaksikannya dengan mata
kepala sendiri. Tatkala itu diapun merasa luar biasa
gembiranya, waktu melihat pekerjaan yang sedemikian
sulitnya itu telah dapat dikerjakan oleh Peng Hoan Siangjin
dengan berhasil seluruhnya maka hatinya yang turut merasa
tegang, setiap saat dia memusatkan matanya memandang
pada perkembangan-perkembagan atas diri Bu Heng Seng
ini. Dan benar saja, badan Peng Hoan Siangjin sudah tidak
tahan agaknya karena tubuhnya bergoyang-goyang seperti
orang yang mabuk arak. Maka Lie Siauw Hiong yang
menyaksikan peristiwa itu, jadi terkejut bukan kepalang,
hingga badannya sudah melesat kemuka untuk melihatnya
dengan terlebih cermat lagi.
Dia ketahui bahwa tenaga-dalamnya Peng Hoan Siangjin
sudah tidak dapat disalurkan dengan sempurna lagi. Dia
bermaksud untuk memberi pertolongan, tapi ia segera
berbalik pikir, bahwa tenaga dalamnya sendiri jika
dibandingkan dengan orang tua itu, terpaut masih jauh
sekali. Andaikata dia lancang tangan memberi pertolongan,
bukan saja bagi Peng Hoan Siangjin tidak bermanfaat apa-
apa, malahan bagi Bu Heng Sang sendiri mungkin akan
timbul komplikasi yang ruwet, sehingga kesudahannya akan
membahayakan terhadap jiwa Bu Heng Seng. Oleh karena
itu, dengan cepat dia pun tidak berani melaksanakan apa


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang telah dipikirkannya semula.
Pada saat itu satu bayangan manusia telah melampauinya pula. Tanpa banyak berpikir-pikir lagi, Lie Siauw Hiongpun
segera mengetahui, bahwa bayangan tersebut pastilah ada
Siauw Ciap Toocu Hui Taysu.
Pergerakan Hui Taysu ini cepat bukan buatan, karena
dengan sekali berkelebat ia sudah tampak tiba dihadapannya Peng Hoan Siangjin.
Dia yang mengetahui bahwa perkembangan kejadian ini
agak tidak menguntungkan, maka akhirnya dia selalu
waspada dan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi
disekitarnya. Dan diwaktu melihat Peng Hoan Siangjin
agak bergoyang-goyang badannya, diapun sudah maklum
ada sesuatu yang berjalan tidak beres, dan memang
benarlah, bahwa tenaga-dalam Peng Hoan Siangjin pada
saat itu tidak berjalan lancar seperti yang diharapkan, maka
dengan gerakan kaki Kit Mo Sin Pouw dia sudah tiba
dihadapannya. Dengan cepat Hui Taysu menggunakan jari telunjuknya,
yang ditotokkannya dengan tepat sekali pada jalan darah
'Cie-tong-hiat'-nya Peng Hoan Siangjin, untuk menyalurkan
pula tenaga dalamnya dengan melalui hweeshio tua itu.
Dengan mendapat tambahan tenaga-dalam dari rekannya maka semangatnya Peng Hoan Siangjin menjadi
terbangun pula, hingga dengan cepat dia menghempos
semangatnya dan tenaga dalam yang cukup hebat
disalurkan kembali masuk kedalam tubuhnya Bu Heng
Seng. Lie Siauw Hiong pun kini mengetahui, bahwa Peng
Hoan Siangjin sudah terlolos dari bahaya, tapi sebaliknya
andaikata tenaga dalamnya Hui Taysu ini tidak cocok
dengan tenaga dalamnya Peng Hoan Siangjin, bukan saja
jiwanya Bu Heng Sang sulit dilindungi, malahan Peng
Hoan Siangjin dan Hui Taysu sendiripun akan menderita
luka-luka yang parah juga.
Oleh karena itu, perasaan Lie Siauw Hiong pada saat itu
jika dibandingkan dengan saat-saat sebelumnya, dia merasa
lebih tegang dan hatinyapun tidak henti-hentinya berdebar-
debar keras, tapi dia mengetahui bahwa dirinya sendiri
tidak mungkin dapat memberi pertolongan apapun, hingga
dengan tidak berdaya apa-apa, dia hanya dapat menyaksikan saja kesibukannya kedua orang ini dari
samping. Disini, dipulau Siauw Ciap Too yang terletak ditengah-
tengah antara ketiga pulau dilaut Tong Hai, keadaannya
sangat sunyi bagaikan daerah yang mati saja. Pantai
terpisah dengan pulau ini agak jauh, sehingga suara ombak
yang mendampar pantai sama sekali tidak kedengaran
sampai disini. Lie Siauw Hiong yang memandang dengan terlongong-
longong, dia lihat Tay Ciap Toocu dengan tekanan yang
keras sekali menekan jalan darah 'Nie-wan' dikepalanya Bu
Heng Seng, sedangkan jari telanjuknya Hui Taysu melekat
erat sekali pada jalan darah 'Cie-tong-hiat' dituhuh Peng
Hoan Siangjin, dengan Bu Heng Seng sendiri duduk bersila
dan mukanya menunjukkan perasaan yang sangat luar biasa
anehnya. Sejak seratus tahun belakangan ini, perhubungan Tiga
Dewa Diluar Dunai ini yang hidup dipulau Tong Hai,
belum pernah saling mengadakan perhubungan satu sama
lain yang demikian mesranya, tapi tidak disangka, hari ini
disini mereka telah dapat berkumpul bersama-sama,
malahan mereka telah saling menyalurkan tenaga dalam
dalam usaha mereka untuk menyembuhkan rekannya itu.
Dalam pada itu Lie Sianw Hiong dengan diam-diam
memanjatkan doa kehadiran Thian Yang Maha Kuasa, agar
luka-lukanya Bu Hong Seng dapat pulih kembali seperti
sediakala. Dan berbareng dengan itu, diapun dengan teliti
melihat kitab racun ini sekali lagi, yang kini dia
mengetahui, bahwa racun itu sudah mulai buyar dan jalan
kesebelah bawah tubuh Bu Heng Seng, hingga sekarang
tindakan selanjutnya adalah mencari daya untuk mengambil darahnya yang mengandung racun itu.
Dengan perlahan-lahan Lie Siauw Hiong jalan menghampiri. Dia melihat jalan darah 'Nie-wan' Bu Heng
Seng yang ditekan oleh Peng Hoan Siangjin itu sudah
menunjukkan kemajuan yang pesat, karena dia menyaksikan kini mukanya Bu Heng Seng yang berwarna
hitam legam karena keracunan sudah mulai turun dengan
perlahan-lahan kebawah, hingga Lie Siauw Hiong ketahui,
bahwa bantuan tenaga dalam Peng Hoan Siangjin dan Hui
Taysu sudah menunjukkan kemampuannya yang sebesar-
besarnya dan bermanfaat terhadap rekannya yang sedang
mengalami malapetaka itu.
Warna hitam itu lambat-laun sudah turun kesebelah
bawah. Dan diwaktu Lie Siauw Hiong memperhatikan
dengan lebih cermat lagi, hatinya masih tetap tegang dan
berdebar-debar keras sekali. Setelah dia mengalihkan
pandangannya dan melihat Peng Hoan Siangjin dan Hui
Taysu, dia dapatkan kedua orang ini menunjukkan roman
yang sungguh-sungguh, sehingga dia berpikir bahwa mereka
ini tentulah telah menggunakan pelajaran silat dari kaum
Budha untuk menolong rekan mereka itu.
Hawa hitam ini akhirnya telah menurun dan tiba
ditangannya Bu Heng Seng, hingga pada saat itu tangan
kanannya Bu Heng Seng terkulai kebawah, suatu tanda
bahwa hawa hitam dari racun yang sangat hebat itu kini
sudah dikumpulkan dan didesak oleh tenaga dalamnya
Peng Hoan Siangjin kejari telunjuk ditangan kanannya Bu
Hang Sang. Sementara itu, Lie Siauw Hiong lalu mengeluarkan
sebuah peles kecil yang sudah sangat tua sekali macamnya.
Diapun dapat memandang pada jari unjuk Bu Heng Seng
yang sudah berwarna hitam itu, maka ia mengetahui,
bahwa yang bersembunyi dalam tubuhnya Bu Heng Seng
ini adalah racun yang sangat ditakuti dan berbahaya, yaitu
'Pek-giok-toan.-tiang'. Permainan racun ini, didunia tidak ada keduanya. Lie
Siauw Hiong tidak berani menyentuhnya. Jari tangannya
agak jauh digeser, dan dari jarak yang cukup jauhnya, lalu
dia totolkan tangannya pada jari telunjuk tangan kanannya
Bu Heng Seng. Dan tatkala satu siliran angin datang
menyamber dan dengan tepat tiba dijari telunjuk tangan
kanannya Bu Heng Seng itu, maka jari telunjuknya itu lalu
tampak satu lubang yang tidak seberapa dalamnya.
Pergerakannya Lie Siauw Hiong bagaikan angin saja
cepatnya, dan waktu peles kecil itu sudah dekat lengan
mulut luka dijari telunjuk tangan kanannya Bu Heng Seng
itu, dia lihat dari mulut luka itu menetes keluar darah yang
mengandung racun yang hebat sekali, yaitu apa yang
dinamakan 'Pek-giok-toan-tiang'.
Racun Pek-giok-toan-tiang ini berwarna hijau dan
mengandung sinar yang mengkeredep-keredep, hingga
darah yang menetes keluar itu, setetes demi setetes tampak
menarik sekali dalam pandangan mata.
Racun warna hijau itu jatuh menetes kedalam peles kecil
itu dengan mengeluarkan suara nyaring yang seakan-akan
jatuhnya bahan emas murni.
Waktu cairan racun itu masuk kedalam peles itu,
disekitarnya segera tampak uap yang tebal sekali, suatu
tanda bahwa racun itu tengah menunjukkan reaksinya yang
hebat sekali. Lie Siauw Hiong yang kuatir uap itu mengandung racun,
dia lalu menahan napasnya sejenak, setelah itu, lekas-lekas
ia menyumbat mulut peles tersebut.
Tay Ciap Toocu tunggu sampai yang menetes
penghabisan itu sudah keluar, barulah dia tarik tangannya,
dan sambil menarik napas yang sangat dalam, dia berdiri
disuatu pinggiran. Sedang Hui Taysu sendiri dengan diam-
diam lalu menarik pulang juga tangannya yang menempel
pada jalan darah Cie-tong-hiat ditubuh Peng Hoan Siangjin.
Dan bersama-sama Peng Hoan Siangjin, ia lalu duduk
bersemadi untuk mengatur pernapasannya.
Sementara Bu Heng Seng sendiri yang sedang bersila
diatas tanah, lalu membuka sedikit kelopak matanya,
kemudian dengan perlahan-lahan dia menghempos semangatnya yang dipusatkan dan dialirkan keseluruh
badannya, setelah itu, dia bersemadi pula seperti rekan-
rekannya yang lain. Rintangan hebat serta bahaya sekarang telah lewat.
Syukur juga tenaga dalam Bu Heng Seng cukup hebat,
sehingga dia tidak sampai mengakibatkan kerugian apa-apa
bagi tenaga dalam Peng Hoan Siangjin. Sedangkan Lie
Siauw Hiong yang memandang dari samping ketiga orang
yang sedang bersemadi mengatur jalan pernapasan mereka
ini, hatinya masih tetap saja merasa tegang.
Lama-lama barulah ketiga orang itu dapat memulihkan
kembali semangat mereka seperti sediakala lagi, kemudian
Bu Heng Seng sambil berlompat bangun dia menengadahkan kepalanya keatas sambil bersiul panjang.
Siulannya ini sungguh hebat sekali, karena dalam
mengeluarkan suaranya itu, dia sertai juga tenaga dalam
yang sehehat-hebatnya, sehingga suara itu bukan main
keras dan nyaringnya, bagaikan geledek yang memecah
angkasa. Suara itu berkumandang jauh sekali, dari mana
terbit gema yang memekakkan telinga.
Mereka semua adalah ahli-ahli lwee-kee, hingga
mengetahui bahwa tenaga Bu Heng Seng belum pulih
seratus persen. Peng Hoan Siangjin sambil tertawa bergelak-gelak lalu
berkata: "Loo-nie-po, pengorbanan kita ini ternyata tidak
sia-sia adanya." Atas perkataan rekannya ini, Hui Taysu hanya
tersenyum saja, tapi tidak menjawab apa-apa.
Lie Siauw Hiong yang melihat darah yang mengandung
racun itu dalam peles kecil ditangannya, lalu berkata pada
Bu Heng Seng: "Cian-pwee, menurut penjelasan dalam
kitab ini, racun dalam tubuh Cian-pwee sudah lenyap
seluruhnya, tapi Cian-pwee harus beristirahat selama tiga
bulan, apabila kau tidak berbuat demikian, maka terhadap
tenaga dalammu pasti akan timbul gangguan apa-apa yang
tidak diinginkan .."
Mendengar perkataan pemuda itu, Bu Heng Seng hanya
mengeluarkan suara "Hm" saja, tapi dia tidak membenarkan maupun membantah atas perkataan itu. Dia
bukannya tidak tahu berterima kasih akan nasihat berharga
yang diberikan oleh sipemuda itu, hanya dia yang pernah
menyombongkan diri dahulu, bahwa orang-orang atau para
pendekar di Tiong-goan semuanya tidak ada yang lihay-
lihay, kini hanya dalam beberapa bulan saja setelah dia
mengunjungi Tiong-goan, barulah dia berjumpa dengan
ahli-ahli silat yang terkemuka, dimana dia mendapatkan
para pendekar disitu ternyata tidak begitu lemah seperti apa
yang diduganya semula, sampaikan para tokoh dari
pelbagai golongan, semuanya ternyata hebat-hebat sekali
ilmunya, hingga ia sekarang hampir saja mengalami
kebinasaan dengan secara mengenaskan sekali. Syukur juga
jiwanya ketolongan berkat petunjuk dari kitab racun ciptaan
'Raja Racun' dari Tiong-goan. Oleh karena itu, sifat-sifat
sombongnya semula kini sudah banyak dan jauh berkurang,


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan dengan adanya peristiwa ini, diapun tidak berani lagi
memandang ringan terhadap para pendekar didaerah Tiong-
goan. Dan semua itu adalah karena berkat mendengar
perkataan pemuda kita yang berupa nasihat dan dia hanya
dapat mengeluarkan suara "hm" itu saja.
Karena, dengan sesungguhnya, dia merasa berterima
kasih serta terharu sekali atas petunjuk dan kebaikan
pemuda kita ini. Peng Hoan Siangjin tampak bersenyum-senyum menyatakan kegembiraannya.
Kemudian Hui Taysu berkata pada Bu Heng Seng: "Thio
Sicu, sekarang kau coba pukulkan tinjumu kepada hutan
batu itu .." Bu Heng Seng mengetahui, bahwa pendeta wanita ini
berhati welas asih dan segala tindak-tanduknya selalu
sangat teliti dan hati-hati. Tampaknya dia merasa tidak
tenteram sebelum melihat bahwa kesehatannya telah pulih
kembali sebagaimana sediakala.
Dengan tersenyum dan tidak menolehkan pula kepalanya, Bu Kek Toocu lalu membalikkan tangannya
memukul kearah batu-batu yang ditunjuk oleh Hui Taysu
tadi. Pukulan Bu Heng Seng ini yang disertai tenaga-dalam
yang sehebat-hebatnya, meski perlahan tapi ternyata
tenaganya sangat mengejutkan sekali, maka dengan hanya
kedengaran "Dak!" yang nyaring sekali, batu-batu itu telah
bergoyang kekanan dan kekiri. tapi tidak jatuh rubuh atau
menjadi ambruk, hingga ia tampak tersenyum dan
menjawab: "Tenaga dalamku dapat disalurkan dengan
lancar sekali, sedikitpun tidak menjadi halangan apa-apa .."
Hui Taysu lalu mengangguk-anggukkan kepalanya,
sedang Peng Hoan Siangjin tampak tertawa dan berkata:
"Begini saja, asalkan Loo-tee beristirahat lagi selama
sepuluh hari atau sampai sebulan lamanya, pasti sekali
tenagamu akan dapat pulih kembali seperti sediakala."
Bu Heng Seng mengangguk-anggukkan kepalanya.
Dalam hati dia berpikir, bahwa luka-lukanya sudah baik
separuhnya, biasanya dia bersama Peng Hoan Siangjin dan
Hui Taysu tidak mempunyai hubungan yang terlampau
rapat, maka kalau ia berdiam disitu lebih lama lagi, itulah
berarti bahwa dia akan mengganggu mereka saja, lagi pula
baginya sendiri tentu akan merasa kurang leluasa. Oleh
karena itu, dengan suara yang nyaring dan lantang dia
berkata: "Siauw Seng (membahasakan diri sendiri, kurang
lebih sama dengan hamba) yang telah menerima budi
kebaikan besar dari kalian berdua, ijinkanlah akan Siauw
Seng dibelakang hari membalasnya .."
Sambil berkata begitu, lalu dia menjura dan memberi
penghormatan yang terakhir pada Hui Taysu dan Peng
Hoan Siangjin, kemudian sambil memutarkan badannya dia
berlalu. Tiga makhluk yang biasanya disehut sebagai 'Tiga Dewa
Diluar Dunia' ini, biasanya mereka rata-rata mempunyai
pandangan yang tinggi, karena mereka beranggapan bahwa
kepandaian mereka sudah mencapai tingkat yang tertinggi,
sehingga tidak ada lawanpun yang dapat menandingi
mereka. Peng Hoan Siangjin dan Hui Taysu yang sudah
mengeluarkan begitu banyak tenaga dalam, dalam usaha
mereka memberi pertolongan pada Bu Heng Seng yang
menjadi rekan mereka ini. Maka setelah usaha mereka ini
berhasil dengan sangat memuaskan, tidaklah heran kalau
Bu Heng Seng merasa sangat berterima kasih kepada
mereka, tapi tidak pernah dia mengucapkan itu dengan
secara terus terang. Oleh karena itu, setelah memberi
hormatnya yang terakhir, barulah dia mengundurkan
dirinya. Hui Taysu dan Peng Hoan Siangjin tidak menganggap
sikapnya Bu Heng Seng ini terlampau tawar, karena mereka
sama berpendapat demikian juga, oleh karena itu, Peng
Hoan Siangjin dengan tertawa tergelak-gelak lalu berkata:
"Baik, baik. Baiklah aku sipendeta malas ini mencuri satu
langkah untuk tidak mengantarkan kau lebih jauh pula .."
Baru saja perkataan itu habis diucapkan, sekali melayang
saja dia sudah mencapai jarak tiga tombak lebih jauhnya.
Sekonyong-konyong tubuh Lie Siauw Hiong pun tampak
bergerak, dan dengan sekali mengenjotkan badannya saja
dia sudah memburu pada Bu Heng Seng sambil berkata:
"Cian-pwee, tunggu dulu .."
Bu Heng Seng sambil melambatkan langkahnya lalu
menengok kebelakang dan memandang pada sipemuda.
Sementara Lie Siauw Hiong dengan suara gagap dan
tidak lancar lalu berkata: "Pertaruhan Cian-pwee denganku
terhadap pertempuran yang baru berakhir itu, yaitu bahwa
kalau Cian-pwee berhasil mengalahkan Pantenpur, itulah
berarti bahwa aku kalah dan bersedia dengan seluruh tenaga
akan bantu mencari anak daramu .."
Bu Heng Seng berpendapat, bahwa tadi memang
sesungguhnya ia sudah berhasil dapat mengalahkan
Pantenpur yang menjadi lawannya, tapi ketika baru saja dia
ingin membinasakan lawannya, sekonyong-konyong dia
jatuh pingsan, karena racun yang telah lama bersarang
didalam tuhuhnya. Perasaan Bu Heng Seng terhadap pemuda kita, sekarang
sudah banyak lebih baik jika dibandingkan dengan waktu-
waktu yang lampau itu, maka sambil melirikkan matanya
dia bersenyum, kemudian barulah dia putarkan badannya
dan berlalu dari pulau itu dengan tak berkata-kata barang
sepatahpun. Pada detik itu Hui Taysu lalu bangkit berdiri, menoleh
pada Peng Hoan Siangjin, tapi tidak berkata apa-apa,
kemudian dia balik masuk kepedalaman pulaunya ini. Peng
Hoan Siangjin yang sudah dari siang-siang mengetahui jelas
tentang tabiat nikouw tua yang sangat luar biasa ini, diapun
hanya tertawa terbahak-bahak saja menyaksikan tingkah-
laku rekannya itu, dan setelah Hui Taysu sudah
melenyapkan diri ditikungan batu-batu gunung tersebut,
barulah dia berhenti tertawa.
Lie Siauw Hiong setelah mengantarkan kepergian Bu
Heng Seng dengan pandangan mata, barulah dengan
perlahan-lahan dia balik kembali kebarisan batu-batu kuno
itu, pada waktu mana dia nampak muka Peng Hoan
Siangjin yang agak aneh, hingga tidak terasa lagi hatinya
menjadi tercengang juga. Lalu dia jalan menghampirinya
sambil kemudian duduk disampingnya.
Sang hari perlahan-lahan sudah menjadi gelap, karena
sinar matahari sudah silam keufuk sebelah Barat, sedangkan
bayangan malam akan segera menampilkan diri.
Didaerah yang berdekatan dengan pantai laut, angin laut
semakin malam berhembus semakin santar dan besar,
sehingga baju Peng Hoan Siangjin yang berwarna putih itu
berkibar-kibar oleh hembusannya sang angin.
Lie Siauw Hiong lalu memandang pada Peng Hoan
Siangjin yang sedang berdiam diri disitu, hingga diapun
mengetahui, bahwa. orang tua ini pasti mempunyai
perasaan hati yang hendak disampaikannya, tapi dia belum
mau mengatakannya, sedangkan dia sendiri tentu saja tidak
enak untuk menanyakannya.
Pada dua jam yang lalu, ditempat ini telah terjadi
pertempuran mati-hidup yang amat seru serta hehbtnya,
yaitu pertempuran antara orang Tionghoa dengan orang
asing, dan akhirnya kejadian inipun seperti juga awan yang
terhembus angin, dan kini pertempuran hebat itu sudah
selesai dan keadaan serta ketenangan didaerah itu balik
kembali seperti sediakala lagi.
Malahan mungkin sekali keadaan didaerah ini sekarang
sangat sunyi sekali, dan dengan pendengaran amat tajam
yang dimiliki oleh orang yang sudah mencapai tingkat
tertinggi itu, dari arah yang jauh sekail dan terbawa oleh
siliran angin lalu, masih dapat ditangkap hempasan ombak
yang sayup-sayup sampai, hingga Lie Siauw Hiong yang
tadi duduk secara berdiam diri dengan perasaan yang
tegang, kini perasaannyapun perlahan-lahan mulai normal
kembali. Demikian juga pikirannya yang kacau selama ini,
agaknya sudah terlupakan olehnya.
Dilangit bintang-bintang telah mulai menampakkan diri.
Kemudian waktu puteri malam menyusul munculkan diri,
maka keadaan diangkasa yang gelap dan jauh telah menjadi
lebih terang dan permai. Pada saat itu Peng Hoan Siangjin yang sedang duduk
diatas sebuah batu, kepalanya memandang keangkasa,
kedua keningnya tampak pada berdiri, sedangkan mukanya
tampak merah seolah-olah tengah merenungkan sesuatu.
Dengan perasaan tidak mengerti, Lie Siauw Hiong
memandang pada orang tua ini .. mungkin sekali dia sedang
menantikan sesuatu yang hendak disampaikan kepadanya.
Lama sekali barulah Peng Hoan Siangjin membuka
mulut dan berkata: "Bocah, aku .. aku akan menceritakan
sebuah cerita yang menarik untuk kau dengar."
Dengan perasaan heran Lie Siauw Hiong memandang
pada orang tua itu. Pada saat itu Peng Hoan Siangjin masih menatapkan
matanya keangkasa, seakan-akan dari angkasa yang tak
bertepi dan gelap itu dia tengah mencari-cari ataupun
sedang mengingat-ingat peristiwa yang lampau yang kini
akan dia ceritakan pada pemuda kita itu.
Kemudian dengan perlahan-lahan barulah dia berkata:
"Mungkin seratus tahun yang lampau ..pada saat itu, kaum
yang berkuasa pada saat itu didunia Kang-ouw adalah dari
partai Siauw Lim. Partai Siauw Lim ini yang menerima
pimpinan langsung dari kakek gurunya Tat Mo Couwsu,
telah mewariskan pada cucu muridnya berbagai kepandaian
yang sangat hebat dan langka, yang sekalipun benar pada
belakangan ini pelajaran dari partai Siauw Lim itu sudah
ketinggalan jika dibandingkan dengan partai-partai yang
lainnya, tapi dalam kepandaian tenaga dalam yang hebat
dan asli masih banyak orang maupun murid-murid dari
partai lain yang belum lagi dapat menandinginya .."
Berkata sampai disitu, dia berhenti sebentar, kemudian
setelah sunyi sekejap, diapun melanjutkan ceritanya
kembali: "Tapi pada beberapa tahun mendatangi ini, yang
menjadi gembong dan pentolan dalam kalangan Kang-ouw
sudah bukannya murid-murid dari partai Siauw Lim lagi.
Didunia Kang-ouw tidak tampak lagi pendeta-pendeta
Siauw Lim yang menampakkan dirinya, .. malahan ada
kalanya murid-murid dari partai Siauw Lim menerima
penghinaan, sedang atas penghinaan yang dilakukan oleh
anak murid dari partai lain terhadap anak murid Siauw
Lim, tidak ada seorang ketuanya yang mau membela
maupun membalaskan sakit hati yang diderita cucu
muridnya tersebut. Hal mana, telah membuat orang-orang
yang menyaksikannya pada mengatakan, bahwa murid-
murid partai Siauw Lim sangat loyo dan tidak berdaya lagi
terhadap lawan-lawannya, sehingga nama baik partai Siauw
Lim sudah lenyap sama sekali. Tapi orang luar mana
mengetahui, bahwa dalam hal ini ada sesuatu yang
dirahasiakan sehingga mereka tidak mengetahuinya dengan
sejelas-jelasnya." Lie Siauw Hiong waktu mendengar dia menceritakan
tentang partai Siauw Lim Sie, dia menjadi semakin tertarik
untuk mendengarkan dengan lebih cermat lagi.
Kemudian orang tua itu melanjutkan ceritanya: "Pada
saat itu, yang menjadi Ciang-bun-jin dari partai Siauw Lim
adalah Leng Kheng Taysu, sedangkan Suteenya Leng Kong
Taysu adalah orang yang bertanggung jawab dari ruangan
Cong Kheng Khok .." Waktu Lie Siauw Hiong mendengar 'Leng Kong Taysu',
tidak terasa lagi dia rnengeluarkan suara: "Ah".
Atas reaksi pemuda kita ini, Peng Hoan Siangjin hanya
memandangnya saja dengan sebuah lirikan, kemujan dia
melanjutkan: "Leng Kong Taysu setelah menjabat sebagai
Cong Keng Khok (pendeta yang berkuasa mengurus soal-
soal kitab suci kaumnya), tiap hari dia membenamkan
dirinya dalam kamar, terus memikirkan dan memperdalam
kepandaian yang lebih tinggi pula, .. hal yang sebenarnya
ilmu yang dimaksudkannya itu adalah pelajaran yang sudah
amat samar, tapi Leng Kong Taysu sudah mempelajarinya
dengan tekun selama tiga puluh tahun lebih, sehingga ilmu-
ilmu yang hampir hilang itu dapat dipelajarkan kembali dan
dikembangkan dikalangan Kang-ouw .."
Lie Siauw Hiong menampak kedua mata hweeshio tua
itu seakan-akan bersinar-sinar.
Peng Hoan Siangjin sendiri sesudah berhenti sebentar,
lalu melanjutkan perkataannya: "Belakangan, .. oleh karena
suatu peristiwa yang durhaka, dari sebelah dalam partai
Siauw Lim sendiri tampak perpecahan, Ciang-bun-jin Leng
Kheng Taysu dan Leng Kong Taysu pada meninggalkan
Siauw Lim Sie, sedang muridnya Leng Kheng, yaitu Tay
Ceng, yang menjadi ahli waris dari partai Siauw Lim, lalu
melanjutkan usaha gurunya. Maka disebabkan perkara ini,
dibuatlah sebuah peraturan, yaitu tidak perduli para
pendeta Siauw Lim yang manapun, kecuali Ciang-bun-
jinnya sendiri, dilarang meninggalkan kuil Siauw Lim,
sekalipun hanya setengah langkah saja. Disamping itu, ada
peraturan lainnya lagi, yaitu kecuali menghadapi bahaya
maut, barulah diperbolehkan turun tangan terhadap lain
orang .. Oleh karena itu, para pendeta yang mengembara
dikalangan Kang-ouw dari murid-murid partai Siauw Lim,
selamanya coba menghindarkan pertempuran, oleh sebab
itulah maka orang-orang lantas pada mencap, bahwa orang
atau anak-anak murid Siauw Lim pada pengecut dan tak
berguna .." "Leng Kong Taysu dan Leng Kheng Taysu setelah
meninggalkan Siauw Lim Sie, tanpa disangsikan lagi


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka telah membawa para muridnya yang pandai-pandai.
Dengan demikian, angkatan yang belakangan dari mereka
tidak berdaya lagi untuk mempelajari pelajaran silat yang
tinggi pula .." Lie Siauw Hiong yang berotak sangat cerdik, ketika
mendengar sampai disini dan masih banyak hal-hal yang
belum diselaminya selama itu, sekaranga dia sudah
mengerti dengan jelas, bahwa orang yang pada seratus
tahun yang lampau disebut Leng Kong Taysu itu, bukan
lain daripada orang yang tengah berhadap-hadapan
dengannya itu, yakni Peng Hoan Siangjin sendiri.
Kenyataannya, benar saja apa yang telah diduga semula.
Sejak Tay Ceng Taysu menetapkan peraturan tersebut
sampai akhirnya dia meninggal dan kedudukannya sebagai
ahli waris diserahkan pada Tie Keng Taysu, keturunan
kedua sesudah kematiannya Tay Ceng Taysu tadi, dia
berpendapat, bahwa jika murid-murid Siauw Lim ingin
merebut kedudukan yang terhormat pula dikalangan Kang-
ouw, maka murid-murid partai Siauw Lim harus berdaya
untuk mencari dan meminta pengajaran Leng Kong Taysu
yang hebat itu, tapi setelah seratus tahun telah lampau dan
Leng Kong Taysu yang pergi merantau tidak pernah
kembali lagi, orang banyak segera mengira bahwa Leng
Kong Taysu pasti sudah meninggal dunia.
Sekonyong-konyong mereka dapat memikirkan sesuatu,
yaitu sekalipun Leng Kong Taysu sudah meninggal dunia,
tentulah dia telah mewariskan kepandaiannya yang hebat
itu pada murid-muridnya. Hal ini tidak terlampau sulit
untuk diselidikinya, asal saja mereka dapat mendengarnya
dikalangan Kang-ouw, merekapun akan menyelidiki jejak
orang itu dengan secara teliti .. tapi hal ini bagi para murid
partai Siauw Lim merupakan suatu kesulitan, berhubung
mereka tidak boleh sembarangan meninggalkan kuil
mereka. Akhirnya Tie Kheng Taysu mendapat satu akal bagus,
yaitu dia telah berhasil menerima seorang murid yang
berbakat dan tidak digundulkan kepalanya, sehingga dia
bebas pergi keluar dari pintu kuil Siauw Lim Sie, dan
muridnya itu adalah Sun Ie Tiong.
Karena peraturan yang dibuat oleh Tay Ceng Taysu
berbunyi: "Asal dia itu murid-murid dari pendeta Siauw
Lim, maka dia tidak diperkenankan sembarangan meninggalkan kuil ini, tapi Sun Ie Tiong bukanlah pendeta,
karena kepalanya tidak digundulkan!"
Oleh karena itu, Tie Kheng Taysu bersama saudara-
saudara seperguruannya yang memiliki kepandaian yang
tinggi-tinggi, lalu menurunkan kepandaian mereka yang
hebat-hebat pada Sun Ie Tiong, sehingga waktu Sun Ie
Tiong turun gunung, dia sudah lantas menjadi terkenal
sebagai 'Bu Lim Cie Siu', atau Sitampan dari Rimba
Persilatan. Tugas Sun Ie Tiong adalab untuk mencari Leng Kong,
bila mungkin, dan seandainya dia masih hidup, tapi bila dia
sudah mati, sipemuda boleh mencari ahli warisnya.
Begitulah dia segera mempergunakan siasat menantang
pada tiap-tiap orang yang terkemuka dikalangan Kang-ouw
.. dan akhirnya perhatiannya tertuju pada orang yang belum
lama ini telah mengangkat namanya dengan pesat sekali,
yaitu Lie Siauw Hiong, yang telah memperoleh gelaran
'Bwee-hiang-sin-kiam'. Begitulah dia mengikuti terus kepada pemuda kita, yang
tanpa sebab telah ditantangnya berkelahi. Sesudah Lie
Siauw Hiong mengeluarkan tipu dari jurus 'Tay-yan-sip-
sek', dia merasa terkejut dan girang, karena dia dapatkan
tipu yang digunakan oleh Lie Siauw Hiong itu, adalah ilmu
yang sudah lama menghilang dari partai Siauw Lim. Oleh
karena itu, dengan nekad dia telah melayaninya bertempur
terus dengan pemuda kita, kemudian buru-buru dia lari
kembali kekuil Siauw Lim Sie untuk memberitahukan
kepada gurunya. Waktu dia berlari belum sampai setengah lie jauhnya, dia
sudah berjumpa dengan murid kepala keturunan kedua,
yaitu Cu Hoat ini, karena dia berpikir tentulah diatas
gunung dikuil Siauw Lim Sie telah terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan .. Cu Hoat sendiri setelah bertemu dengan Sun Ie Tiong,
lalu menyuruhnya lekas-lekas kembali, dia tidak usah
mengembara lagi dikalangan Kang-ouw pula, karena guru
mereka sudah mendapat jejak bahwa dipulau Tay Ciap Too
dilaut Tong Hay, hidup seorang Hweeshio tua bernama
Peng Hoan Siangjin, yang dianggap mungkin sekali adalah
Leng Kong yang melenyapkan diri tempo hari.
Sun Ie Tiong pun tidak lupa menyampaikan cerita
tentang pertempurannya dengan Lie Siauw Hiong yang
diceritakan sejelas-jelasnya kepada Suhengnya sambil
berkata: "Suhu yang menduga Peng Hoan Siangjin sebagai
Leng Kong yang hilang dahulu, hal itu barulah satu
kemungkinan saja, tapi didepan mata kita terdapat satu
jejak yang mungkin dapat memberi garis yang terang untuk
kita selidiki. Kita harus terlebih dahulu menyelidikinya,
barulah kemudian pulang kekuil. Bukankah itu masih
belum terlambat?" Cu Hoat yang mendengar bahwa penjelasan itu masuk
diakal, maka dia sependapat dengan Suteenya, dan lalu
mereka balik kembali untuk menghadang pada Lie Siauw
Hiong, untuk coba bertanding dengan mempergunakan
pedang, mereka tunggu waktu Lie Siauw Hiong
mengeluarkan tipu 'Tay-yan-sip-sek', dia berusaha untuk
memperhatikannya dengan tekun dan cermatnya. Oleh
karena itu, dia lalu berunding dengan Sun Ie Cong, untuk
menanyakan hal itu, dengan sejelas-jelasnya kepada
pemuda kita. Sun Ie Tiong yang lebih berakal, lalu berkata kepada
Suhengnya: "Kalau sekarang kita menghadangnya kembali,
hal itu dapat menerbitkan salah paham saja terhadapnya.
Baiklah kita terlebih dahulu memutar kesebelah depan dan
mencegatnya dikota Hoa Kee Tin, dimana kita boleh
menanyakan dengan sejelas-jelasnya kepadanya."
Cu Hoat Hweeshio sekalipun berkedudukan sebagai
murid Kepala, tapi dia jadi orang paling penurut sekali, apa
lagi diantara murid-murid keturunan kedua Sun Ie Tiong
adalah salah seorang murid terpandai dan paling dipandang
tinggi, baik oleh guru mereka maupun oleh saudara-saudara
seperguruannya sendiri, dan diwaktu dia mendengar
keterangan-keterangan yang beralasan dari Suteenya ini,
diapun sependapat untuk menghadang Pemuda kita dikota
Hoa Kee Tin saja. Begitulah mereka menunggu dikota Hoa Kee Tin ini
sehingga empat atau lima hari lamanya, tapi mereka masih
saja tidak menjumpai pemuda kita datang kesitu. Pada hal
mereka tidak pernah menyangka, bahwa Lie Siauw Hiong
kena dibokong dan dikeroyok oleh sembilan jago-jago
Kwan Tiong yang ingin sekali mencabut nyawanya.
Terus sampai pertemuan dipuncak gunung Kwie San
dimulai, barulah dia mulai memperoleh jejaknya pemuda
kita ini, maka sambil mengikuti pemuda kita kegunung
Kwie San, tidak lupa dia menyuruh Cu Hoat akan pulang
terlebih dahulu kekuil Siauw Lim Sie, untuk memberi kabar
kepada guru mereka disana.
Peng Hoan Siangjin yang telah muncul diruangan 'Bu
Wie Thia' dan memberi pelajaran yang hebat kepada
sipemuda dihadapan musuh, akhirnya telah membuat Lie
Siauw Hiong dapat mengalahkan orang-orang asing yang
menjadi lawannya, sehingga mereka merasa malu dan
lantas kembali kenegeri mereka. Sementara Sun Ie Tiong
yang menduga keras bahwa Lie Siauw Hiong pastilah
murid yang terpandai dari Leng Kong Taysu, ketika baru
saja hendak menanyakan sangkut-paut antara mereka
dengan pihaknya, tidak disangka Lie Siauw Hiong sudah
dibawa kabur oleh Peng Hoan Siangjin, sehingga
selanjutnya mereka tidak kelihatan bayangan-bayangan
kedua orang itu pula. Oleh karena itu, Sun Ie Tiong terpaksa pulang kembali
kekuil Siauw Lim Sie dengan tangan hampa. Sesampainya
dikuil tersebut, lalu diceritakannya kepada gurunya tentang
pertempuran tadi antara Lie Siauw Hiong dengan
Kinlungo, penantang asing itu, sambil tidak lupa dia
melukiskan roman Lie Siauw Hiong dengan Peng Hoan
Siangjin. Dan setelah Tie Kheng Taysu mendengar
penuturan. muridnya itu, sambil mengeluarkan airmata
sekonyong-konyong ia berkata: "Sang Buddba sesungguhnya tidak buta. Leng Kong Couwsu ternyata
sampai hari ini masih hidup segar-bugar. Tak dapat
disangsikan lagi, orang itu pastilah dia adanya .."
Oleh karena itu, maka para murid-murid yang terpandai
dari partai Siauw Lim pada keluar kuil dan bersama-sama
dengan secara berbondong-bondong pergi menuju kepulau
Tay Ciap Too. Serombongan pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie yang
melakukan perjalanan dengan tergopoh-gopoh, malah telah
menerbitkan perhatian orang lain, tapi mereka sendiri tidak
mengetahuinya. Kinlungo bersama Suhengnya Katar waktu masuk
kedaerah Tiong-goan, guru mereka pernah memesan
dengan memberitahukan sebagai berikut: "Ilmu kepandaian
silat di Tionggoan sangatlah terbatas, hanya ada satu
golongan yang disebut pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie
yang agak lumayan tingkat kepandaiannya. Apabila kalian
ingin mengejutkan dan mengangkat nama kalian, maka
hendaknya kalian terlebih dahulu menjatuhkan mereka ini."
Tentu saja, guru mereka tidak pernah menyangka, bahwa
kedudukan kalangan rimba persilatan didaerah Tiong-goan
sekarang sudah mengalami perubahan yang hebat sekali,
sedangkan nama Siauw Lim kini sudah jarang terdengar
pula. Itulah sebabnya, pada waktu diruangan 'Bu Wie Thia',
Katar menoleh keempat penjuru untuk mencari pendeta-
pendeta Siauw Lim Sie, ahirnya dia hanya menjumpai
Kouw-am saja, yang segera melayaninya, hingga dengan
girang ia telah menyambutnya, karena dia menduga, bahwa
pendeta ini tentulah ada murid-murid dari partai Siauw
Lim. Tapi waktu mendengar penjelasan adik seperguruannya Kinlungo yang paham bahasa Han, ia telah
diberitahukan, bahwa Kouw-am itu bukanlah murid partai
Siauw Lim, melainkan murid dari parai Go Bie hingga
Katar yang mendengar hal itu menjadi putus harapan dan
kecewa didalam hatinya. Tapi ahirnya waktu Kinlungo sendiri telah kena
dikalahkan oleh Lie Siauw Hiong, Heng Hoo Sam Hut
yang mendengar penjelasan muridnya, mereka menduga
bahwa orang yang dimaksudkan oleh murid itu, kini tinggal
berdiam dipulau Tay Ciap Too, oleh karena itu, lalu mereka
bertiga saudara datang kedaerah Tiong-goan pula.
Tengah mereka merasa bingung, berhubung mereka
tidak mengetahui letak pulau Tay Ciap Too tersebut,
kebetulan sekali Kinlungo telah dapat mencuri dengar
omongan para pendeta Siauw Lim Sie yang juga hendak
menuju kepulau Tay Ciap Too juga, maka dengan diam-
diam mereka lalu mengikuti perjalanan rombongan
pendeta-pendeta dari Siauw Lie Sie itu.
Keempat orang ini sangat tinggi ilmu Keng-sin-kang
mereka, sehingga pengintaian mereka tidak diketahui oleh
rombongan pendata-pendeta Siauw Lim tersebut.
Sesampainya dipulau Tay Ciap Too, mereka yang
merupakan dua rombongan yang mempunyai maksud
kedatangan yang berlainan, ternyata kedatangan mereka
sia-sia belaka, karena yang dicari mereka tidak terdapat
dipulaunya itu, karena Peng Hoan Siangjin tengah
mengajak Lie Siauw Hiong kepulau Siauw Ciap Too untuk
melakukan pertempuran pertaruhan dengan Hui Taysu,
dimana akhirnya Heng Hoo Sam Hut telah bertempur
dengan rombongan pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie.
Lie Siauw Hiong sekalipun hanya menduga-duga saja,
ternyata dugaannya ini tidak berbeda jauh dengan
penjelasan-penjelasan dari Pang Hoan Siangjin sendiri.
Diatas langit bintang-bintang tampak berkedip-kedip,
suara debaran ombak terdengar dengan tidak henti-
hentinya. Keadaan disekeliling mereka tampak gelap sekali,
hanya dipantai laut terlihat sebuah garis putih karena riak
ombak yang tidak putus-putusnya, karena tersorot oleh
sinar bulan maupun bintang-bintang.
Peng Hoan Siangjin setelah berhenti bercerita, lalu dia
tengadahkan kepalanya memandang keangkasa. Ramhutnya yang berwarna putih tampak berkibar-kibar
dibawah tiupan angin laut, hingga pada saat itu dia lebih
mirip sebagai patung daripada manusia yang berjiwa.
Dengan suara yang perlahan Lie Siauw Hiong lalu
bertanya: "Dan bagaimana dengan Leng Kheng Taysu?"
Peng Hoan Siangjin dengan lemah lalu menjawab:
"Suheng .. oh, bukan, Leng Kheng Taysu juga masih hidup
didunia ini." Sekalipun dia sudah mengubah sebutannya dengan
cepat, tapi perkataan 'Suheng' yang telah tidak sengaja
disebutkannya tadi, teranglah sudah, bahwa dia sendiri
adalah Leng Kong Taysu.

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diam-diam Lie Siauw Hiong berkata pada dirinya
sendiri: "Leng Kheng Taysu sebagai Suhengnya Leng Kong
Taysu, kini diapun masih hidup didunia ini .. dia ini
tentunya mempunyai kepandaian yang hebat dan lihay juga
.. Oh. Benar, tempo hari ada seorang pendeta yang naik
dipunggung burung bangau dan telah memanggil pada Leng
Kong Taysu, pendeta itu tentulah Leng Kheng sendiri
adanya." Para pembaca tentu masih ingat, tempo hari waktu Lie
Siauw Hiong dapat memecahkan barisan yang disebut
'Kwie-goan-kouw-tin' dipulau Siauw Ciap Too, yaitu
sewaktu Peng Hoan Siangjin sedang bertempur dengan Hui
Taysu, ada seorang pendeta tua yang datang dengan naik
dipunggung seekor burung bangau dan manggil-manggil
kepada Peng Hoan Siangjin. Dan diwaktu mereka hendak
berpisah, ia pernah berkata kepada pemuda kita: "Jika
mereka memang berjodoh, pasti dilain waktu mereka dapat
saling berjumpa pula."
Perkataan tersebut masih diingat oleh Lie Siauw Hiong,
tapi dia tidak tahu apa artinya.
Kemudian dari arah pantai tampak datang dengan
perlahan-lahan menyusur pantai sebuah perahu kecil, yang
ketika sudah mencapai pantai dan para penumpangnya
pada turun kedarat, mereka ini ternyata terdiri dari
delapanbelas orang, yang setelah mereka sudah datang
dekat, barulah mereka dapat mengenali, bahwa kedelapanbelas orang yang baru mendatangi ini adalah para
pendeta dari kuil Siauw Lim Sie.
Sejak rombongan para pendeta dari Siauw Lim ini
melihat Peng Hoan Siangjin mengajak pergi Lie Siauw
Hiong, mereka hanya dapat mengikuti jurusan yang tadi
ditempuh oleh Peng Hoan Siangjin saja, karena mereka
tidak tahu tempat mana yang hendak dituju oleh Hweeshio
tua itu. Tapi karena lautan itu begitu lebar dan tak bertepi,
kemanakah mereka ingin menyusulnya" Demikianlah,
akhirnya setelah mencari ubak-ubakan tidak karuan,
merekapun dapat juga mencari dan mencapai pulau Siauw
Ciap Too ini. Waktu Lie Siauw Hiong melihat rombongan pendeta-
pendeta dari Siauw Lim ini pada mendarat disitu,
Angrek Tengah Malam 2 Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman Si Pengumpul Mayat 1
^