Pencarian

Budha Pedang Penyamun Terbang 5

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira Bagian 5


TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Untuk kali pertama banyak sekali orang-orang Negeri Atap
Langit di sini. Jalan mereka cepat sekali dan mata mereka
begitu sipitnya, sehingga seolah-olah tampak sebagai suatu
garis sahaja. Jika tanpa sengaja bertemu pandang denganku,
mereka segera memalingkan muka entah kenapa. Aku tidak
melihatnya sebagai tindakan sombong atau mungkin jijik
melihat caraku berpakaian yang seperti gelandangan,
melainkan lebih seperti malu. Mengapa harus seperti malu"
Dalam dadaku bertiup kembali gairah menyerap segala
sesuatu dalam pengembaraan. Kubayangkan seandainya diriku
tidak memilih jalan di rimba hijau dan sungai telaga dunia
persilatan, aku bisa lebih tenang berjalan-jalan tanpa
diganggu oleh pertarungan. Itulah soalnya, bahkan dalam
keadaan sama-sama menyamar sebagai orang awam,
pendekar yang satu akan mengetahui keberadaan pendekar
yang lain... Maka kini kutahu kenapa aku tertegun di depan kedai.
Tatapan mata para pengemis itu bukanlah tatapan sembarang
pengemis! (Oo-dwkz-oO) Episode 122: [Pertunjukan Naga Kecil]
DALAM sekali pandang kusapu deretan pengemis bercaping
yang berjongkok di depan kedai itu. Setidaknya dua belas
pengemis kudisan, lelaki maupun perempuan, orang tua
maupun kanak-kanak bergeletakan seperti biasanya kaum
pengemis yang menadahkan tangan, menjulurkan batok, atau
berwajah pasrah meminta sedekah kepada sesama warga
miskin yang tidak bisa dibedakan dengan para pengungsi
banjir yang belum pulang kembali ke desa mereka.
Sebelum musim dingin rupanya berlangsung banjir besar
sepanjang Sungai Merah yang akibatnya belum pulih sampai
sekarang. Gejala yang sama juga berlangsung di Negeri Atap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Langit, tepatnya di Sungai Kuning, sehingga dikenal orang-
orang yang bergerombol ke sana kemari, mengungsi sampai
jauh di luar wilayahnya, dan memang harus begitu jauh,
karena banjir yang melebar dari tepi-tepi sungai itu bisa
menelan berpuluh-puluh ribu kampung dengan sawah dan
ladangnya, menggenangi wilayah yang luas sekali.
DENGAN bisa dipastikannya kedatangan banjir itu setiap
tahun, maka peristiwa alam itu pun membentuk kehidupan
yang tersesuaikan dengan banjir, yakni bahwa pada musim
banjir akan bertebaran para pengungsi ke segala penjuru,
terutama ke kota-kota besar yang jauh, tetapi yang sungainya
tidak banjir. Tentu saja sungai tidak pandang bulu, bukan
hanya desa, melainkan kota besar pun dapat dibanjirinya.
Pengungsi dari Sungai Kuning sebagian kecil sampai pula
ke pemukiman di sepanjang tepi Sungai Merah, karena
setidaknya mereka perlu waktu enam bulan sebelum bisa
pulang ke tempat asal mereka kembali, jadi bagi yang suka
bepergian akan menggunakan waktunya untuk merantau.
Apabila kemudian Sungai Merah itu sendiri meluap, maka
meleburlah pengungsi Sungai Kuning dan pengungsi Sungai
Merah, bertebaran sebagai rombongan demi rombongan, yang
memenuhi kota-kota dengan segala busana mereka yang
dekil. Namun para pengemis itu bukan pengungsi yang hanya
sementara saja tak punya tempat tinggal tetap, mereka
selamanya bergelandangan dan seperti tidak pernah berminat
memiliki rumahnya sendiri. Mereka bersikap bahwa rumah
mereka adalah dunia ini. Jadi sikap dan pandangan mereka
pun berbeda dari para pengungsi. Meskipun busana pengemis
dan pengungsi sama-sama dekil, busana pengemis kedekilannya luar biasa sehingga tiada dapat dibersihkan
kembali. Busana para pengungsi yang dekil hanya karena
tidak sempat mengganti baju, karena kehidupan dalam
pengembaraan, jika dicuci akan segera bersih kembali seperti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
semula. Sedangkan busana para pengemis, yang entah
merupakan busana atau kain lusuh bertambal-tambal yang
dilibat-libatkan, jika dicuci bersih pun pengaruhnya tidak akan
terlalu besar, karena kotoran dan daki yang lengket hasil
tumpukan bertahun-tahun yang bagai tak terlepaskan lagi.
Lantas apa bedanya tatapan para pengemis di muka kedai
itu" Bagiku tidak asing lagi sebenarnya, bahwa tatapan itu
adalah tatapan seorang petarung di rimba hijau! Tak lain tak
bukan dua belas pengemis itu berasa l dari dunia persilatan!
Aku bersikap tidak tahu menahu kenyataan itu. Seperti biasa
kuletakkan tongkat dengan kain buntalan pada bahu kananku
dan kulangkahkan kakiku menuju ke kota. Bersama itu
kuketahui pula bahwa duabelas pengemis tersebut telah
menghilang tanpa suara, meski kutahu mereka pasti mengikuti
diriku. Jarak dari pelabuhan ke kota dekat sekali, karena selepas
dari gerbang sebetulnya sudah masuk ke tengah kota, artinya
pelabuhan itu memang menjadi bagian, jika tidak merupakan
bagian terbesar dari kota. Ini memang sebuah kota pelabuhan
di muara sungai saja, tetapi karena merupakan penghubung
langsung ke Hoa-lu dan Thang-long, atau sebaliknya
merupakan pelabuhan sungai terakhir jika ingin menuju
Campa, maka pelabuhan ini menjadi ramai oleh manusia
segala bangsa. Banyak orang lalu lalang di jalan dengan
pikulan, gerobak, maupun barang-barang di punggungnya.
Karena belum kupahami bahasa orang-orang Viet, segala
percakapan mereka terdengar sebagai bahasa burung. Bila
kemudian juga kudengar percakapan orang-orang Negeri Atap
Langit, meskipun tidak tahu di sebelah mana bedanya, aku
merasa itu bagaikan percakapan burung-burung yang banyak
sekali. Untungnya, sejauh orang Viet mengenal bahasa Cam, maka
tidak sulit bagi mereka memahami bahasa Malayu, atau
bahkan bahasa Sansekerta. Namun tidak semua orang Viet
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengenal bahasa Cam, dan bahasa mereka sendiri seperti
mendekati bahasa orang-orang Negeri Atap Langit itu. Tentu
saja ini pikiran orang yang tidak mengerti bahasa keduanya,
jadi tidak dapat dipertanggungjawabkan. Aku hanya tahu,
semakin aku menuju ke hulu Sungai Merah, akan semakin sulit
menjumpai orang yang mengerti bahasa Malayu, selain orang-
orang Cam. Musim dingin semacam ini adalah yang pertama bagiku.
Meskipun aku pernah mengalam i suhu yang begitu dingin di
Puncak Tiga Rembulan, mengalaminya sebagai bagian dari
musim dingin dalam kehidupan sehari-hari tidaklah sama.
Semua orang berbaju tebal dan semua orang mengenakan
apa yang disebut sebagai sepatu. Aku pun menggulung
tubuhku dengan kain dan membungkus pula kakiku dengan
kulit terikat dan membuatnya seperti sepatu. Dengan begitu
suasana menjadi serba kelabu, bukan hanya karena langit
selalu mendung, tetapi karena semua orang seperti
mengenakan busana yang sama tebal dan sama kumalnya di
mana-mana, yang karena warnanya serba kusam maka dalam
langit mendung segalanya jadi seperti serba kelabu.
Tidak berarti tak kulihat para pengemis itu berkelebat dan
berpencar mengikuti langkahku dari berbagai sudut. Mereka
setidaknya berada di delapan penjuru dan mengawasi arah
langkah-langkahku yang sama sekali belum terarah. Namun
kuikuti terdapatnya suatu keramaian, dari suara riuh
rendahnya tempat hiburan di lapangan. Kulihat banyak orang,
seperti ada perayaan, dengan seisi rumah berbondong-
bondong ke lapangan itu. Terdengar gong kecil ditabuh
bertalu-talu ditingkah suara terompet yang berloncatan seperti
mengiringi orang menari. Kupercepat langkahku tanpa peduli
kepada duabelas orang yang menyamar sebagai keluarga
pengemis, karena aku dapat membaca bahwa mereka tidak
dapat mengukur kemampuanku.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
DI lapangan itu, yang ternyata sebuah alun-alun kecil,
terdapat banyak tontonan terbuka. Di antara yang segera
tampak adalah keterampilan sejumlah anak yang saling
menaiki punggung sampai tinggi sekali, dan ketika sudah
tinggi ternyata rubuh karena agaknya memang terlalu tinggi.
Penonton tertawa terbahak-bahak dan melempar uang.
Sayang tak bisa kuikuti penjelasan penabuh gong itu, tetapi
kulihat sejumlah orang menunjuk-nunjuk ke suatu tempat,
bahkan anak-anak kecil berkepala gundul menarik-narik baju
orang tuanya sambil menunjuk ke tempat yang sama. Aku pun
membawa langkahku ke sana.
Kulihat orang banyak berkerumun, begitu banyaknya
sehingga yang ditonton sudah tidak kelihatan lagi. Kulihat
yang paling belakang susah payah berjinjit, bahkan meloncat-
loncat agar dapat melihat yang berada di tengah gelanggang.
Anak-anak kecil yang baru saja datang harus diangkat para
orang ke atas bahu mereka. Lelaki maupun perempuan, tua
maupun muda sama saja, semuanya saling menyeruak untuk
melihat. Bahkan kemudian kulihat pohon-pohon di sekitar
lapangan penuh manusia yang memanjat agar dapat melihat.
Anak kecil yang cerdas, menyelip lincah di antara kaki-kaki
orang dewasa agar dapat menyaksikan dengan jelas.
Angin berembus begitu dingin, tetapi orang-orang ini
seperti lupa betapa udara membekukan tulang. Mereka
berdesak-desak menyodok ke depan. Terdengar berkali-kali
desah menahan nafas tanda kekaguman. Aku menjadi
semakin penasaran dan menyodok ke depan. Di negeri asing,
sungguh suara percakapan seperti kicau burung yang riuh
rendah. Namun mendadak suara-suara itu senyap. Semua
orang menahan napas. Keheningan menyapu lapangan. Ingin
rasanya melesat ke atas pohon agar segera dapat
menyaksikan apa yang terjadi, tetapi sebisa mungkin aku
menahan diri, dan berusaha terus maju ke depan sambil
mendongak-dongakkan kepala.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apa yang kulihat ternyata memang sangat mengejutkan,
tentu terutama bagiku sendiri, karena yang tampak berada di
lapangan itu adalah Naga Kecil!
''Pergilah ke Sungai Merah...,'' kata orang bersenjatakan
cambuk dan kupaksa bicara itu.
Ketika kusaksikan sendiri betapa besarnya Sungai Merah
ini, dengan segala keterbatasan bahasaku tentu aku tak tahu
pasti kemana Naga Kecil bisa kucari.
Keadaan Naga Kecil tidak mengherankan jika membuat
orang banyak terbelalak. Kuperhatikan dengan lebih baik
sekarang bahwa memang tubuhnya bersisik, tetapi yang
membuat aku lebih terheran-heran lagi adalah betapa dari
balik sisik menyala pijar cahaya kebiru-biruan, bertambah jelas
karena cuaca mendung dengan langit gelap menghitam,
membentuk garis cahaya biru indah pada tepi sisik-sisiknya
itu. Aku teringat pertemuanku yang pertama kali dengan Naga
Kecil, kenapa cahaya pada tepi sisik-sisik itu tidak menyala
saat ia menyekap dan melibatku dari belakang, sementara
sepasang taringnya menancap di tengkukku" Mungkinkah
cahaya biru di balik sisik yang semestinya menyala di
kedalaman gua bawah danau itu sengaja dan memang dapat
untuk tidak , agar aku bertambah panik menerima serangan
dalam kegelapan" Namun bagi banyak orang di lapangan itu, agaknya
bukanlah terutama sisik itu yang membuat mereka menahan
napas, melainkan apa yang dilakukannya. Kulihat di hadapan
Naga Kecil seorang anak kecil sekitar tiga tahun, yang
tertawa-tawa dalam keadaan mengambang seperti terbang!
Anak kecil itu memang seperti bermain terbang, mengepak-
epakkan kedua tangannya seolah sayap burung, dan dengan
kekuatan batinnya Naga Kecil membuat anak kecil itu terbang
berkeliling-keliling. Sekali lagi terdengar suara nafas tertahan
serempak, ketika di sekitar Naga Kecil muncul sejumlah orang
yang melempari anak kecil itu dengan pisau terbang! Namun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Naga Kecil membuat anak itu dapat menghindar sambil tetap
mengambang di udara sambil tertawa terkekeh-kekeh. Seperti
geli melihat pisau-pisau terbang yang berkelebatan menyambarnya itu tidak bisa mengenai dirinya.
Aku teringat cerita Amrita tentang kemampuan Naga Kecil
mengendalikan makhluk-makhluk di dalam danau. Jika seekor
ikan saja mampu dikendalikannya agar memancingku
memasuki lorong ke arah gua yang gelap, mengapa tidak pula
anak kecil yang sedang terbang mengambang berayun-ayun
ke sana dan kemari sambil tertawa terkekeh-kekeh ini"
Teringat pula tentang kemampuannya untuk mengetahui apa
pun yang dilakukan Amrita di tempat yang jauh, sehingga
diketahuinya belaka apa yang terjadi antara diriku dan Amrita
yang merupakan saudara seperguruannya itu.
Kemudian anak kecil itu seperti terangkat tinggi sekali,
untuk turun menukik dan menghunjam ke tanah seperti nanti
dirinya akan hancur terbanting. Nyaris secara bersamaan
semua orang menjerit. Anak yang membentangkan tangan
dan meluncur turun dengan kepala di bawah itu kasihan sekali
kalau nanti mati dengan wajah remuk!
NAMUN, hanya sedepa sebelum ubun-ubunnya membentur
batu, Naga Kecil mengajukan kedua tangannya, dan anak itu
berhenti me luncur. Masih mengambang dan masih tertawa
terkekeh-kekeh. Lantas Naga Kecil menggerakkan tangannya
lagi, seolah-olah ada benang takterlihat yang menghubungkannya dengan anak kecil itu. Kemudian anak


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecil itu berada dalam kedudukan berdiri, dan dengan masih
mengambang di udara kini menari-nari, sementara tetabuhan
terdengar berbunyi lagi ditingkah suara terompet yang lain
lagi. Kesenyapan pecah oleh percakapan kicau burung yang
penuh desah kekaguman. Kuperhatikan wajah-wajah lugu
dengan mata yang seperti sulit dibuka dan mulut ternganga,
menyaksikan Naga Kecil sendiri menari dengan gerakan
seperti yang kuperkirakan dari gambar pahatan pada dinding-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dinding candi. Demikianlah Naga Kecil dan anak kecil itu
menari berpasangan dengan kaki tidak menyentuh tanah.
Aku terus menyeruak agar sampai di baris terdepan, meski
dengan terhempit dan terjepit di sana-sini, dan akhirnya bisa
menyaksikan dengan lebih jelas sosok Naga Kecil yang
sepasang taringnya sempat menancap di tengkukku itu. Ia
bergerak lambat, memang gerakannya sama dengan gerak
anak kecil itu, yakni gerak seperti gambar pahatan di candi,
tetapi kecepatan gerak keduanya sangat berbeda. Anehnya,
meski sangat berbeda kecepatannya, selalu bisa berakhir
dengan gerak yang rampak bersama. Tarian tanpa menginjak
tanah, artinya memang tarian dengan gerak kaki yang tidak
memperhitungkan adanya bumi tempat kaki berpijak,
sehingga tarian keduanya seperti baru pertama kali kulihat.
Aku menjadi sadar betapa tarian yang kulihat pada gambar
pahatan sepanjang perjalanan dimaksudkan sebagai tarian
para dewa, dan dewa-dewa kakinya tidak menyentuh tanah...
Betapapun aku juga terpesona oleh pertunjukan pada hari
mendung ketika awan setiap saat seperti siap berubah
menjadi hujan, kuperingatkan diriku sendiri bahwa Naga Kecil
yang dibebaskan dari perut seekor ular sanca itu mampu
membaca dan mengendalikan pikiran sampai jauh keluar
wilayahnya, dan karena itu bukan tak mungkin tak hanya telah
diketahuinya keberadaanku di sini, melainkan juga sebetulnya
telah digiringnya diriku sampai ke tempat ini tanpa kusadari.
Mungkinkah itu terjadi" Menurut Amrita kekuatan batin Naga
Kecil yang lidahnya bercabang seperti ular sehingga
membuatnya tidak bisa berbicara seperti manusia memang
sangat berdaya. Suatu kemampuan yang diasah dan
diturunkan oleh Naga Bawah Tanah, guru mereka yang tidak
pernah menampakkan diri. Dengan daya yang dimilikinya
itulah Naga Kecil dapat mewakili kepentingan Naga Bawah
Tanah di dunia persilatan, bahkan kemudian mendapatkan
namanya karena memang juga tak terkalahkan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sambil memperhatikan berbagai gerak, yang jika kususun
kembali dalam kepalaku, mengingatkan aku kepada jurus-
jurus persilatan itu, kusadari bahwa Naga Kecil pun sebetulnya
juga berada dalam penyamaran. Dunia persilatan mengenal
siapa itu Naga Kecil, tetapi kini di dunia awam ia
menampakkan diri sebagai makhluk aneh yang layak
dipertontonkan. Apakah yang berada dalam pikirannya dan
apakah yang terjadi dengan Amrita"
Aku hanya mempertimbangkan, bahwa dengan memperlihatkan diri di muka umum seperti itu, Naga Kecil
mempunyai suatu kepercayaan diri berkat perhitungan
matang. Perhitungan seperti apakah kiranya, dan kepada
siapa" Latar belakang pertarungan kekuasaan di seluruh
wilayah telah kupelajari, dan tetap belum dapat kuperkirakan
hubungannya dengan penculikan Amrita oleh Naga Kecil yang
merupakan saudara seperguruannya sendiri.
Segenap dugaanku akan gugur jika ini merupakan masalah perguruan,
tetapi itu pun tidak terlalu menjadi masalah bagiku karena aku
hanya berkepentingan dengan keselamatan Amrita.
Kuperhatikan lagi Naga Kecil. Tubuhnya seperti berubah-
ubah sesuai tempat seperti bunglon, tetapi jika bunglon
menyesuaikan warna tubuhnya demi keselamatan diri, maka
tampaknya Naga Kecil mampu menyesuaikan tubuh demi
keselamatan maupun keindahan. Kali ini tubuhnya tidak
menjadi kelabu karena suasana mendung, sebaliknya
bercahaya kebiru-biruan, membuat mata bagai tiada mampu
melepaskan diri dari tubuhnya itu. Kini aku lebih memahami
apa artinya tidak bisa menyampaikan sesuatu dengan kata-
kata, yakni bahwa itu tidak berarti memang tak ada sesuatu
pun yang ingin disampaikannya kepada dunia.
Seluruh tubuh Naga Kecil memang bersisik, bahkan sampai
kepada wajahnya, yang apabila kuperhatikan tidaklah buruk.
Bagaimana caranya ia bisa masuk ke dalam perut ular sanca,
dan jika ia memang hanyalah bayi manusia biasa yang ditelan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seekor ular sanca sebelum dibebaskan Naga Bawah Tanah,
mengapa pula lantas tubuhnya harus menjadi bersisik dan
lidahnya bercabang seperti ular"
PENGETAHUAN yang diberikan Amrita tentang Naga Kecil
belum terlalu banyak sehingga bagiku pun pertanyaan-
pertanyaan semacam ini bagai tiada akan pernah terjawab.
Tubuhnya yang bersisik itu hanya berkancut, seperti udara
musim dingin tidak memberi pengaruh apa pun kepadanya. Ia
juga mengenakan gelang pada kedua lengannya, seperti
gelang batu giok, tetapi warnanya biru. Konon gelang itu
sudah ada bersamanya semenjak dibebaskan dari perut ular
sebagai gelang yang juga kecil sahaja, tetapi yang lantas ikut
tumbuh bersama perkembangan tubuhnya.
Riwayat Naga Kecil yang belum pernah diketahui siapa
orangtuanya sebelum ditelan ular sanca itu mengingatkan
diriku kepada riwayatku sendiri. Siapakah kiranya diriku
sebelum akhirnya diselamatkan Sepasang Naga dari Celah
Kledung dari dalam gerobak yang kemudian jatuh ke jurang"
Memang banyak bayang-bayang baur dari masa kecilku ketika
aku belum mampu mengingatnya sebagai suatu gambaran
yang utuh. Bayang-bayang baur, yang ada kalanya muncul
kembali, meski aku tidak pernah ingin mempertahankannya di
dalam kepala. Sebetulnyalah saat itu aku belum terlalu
menyadari, betapa masa lalu bisa menjadi sangat penting dan
berpengaruh kepada penghayatan hidup seseorang. Betapapun, bukankah masa laluku yang tidak jelas itulah yang
membuat aku disebut sebagai Pendekar Tanpa Nama" Aku
tidak pernah menyebut diriku dengan suatu gelar sebetulnya,
hanya saja memang harus kukatakan betapa aku tidak
memiliki nama. Terdengar gumam bagai suara lebah mendengung. Naga
Kecil mengakhiri pertunjukan dengan mengirimkan anak kecil
itu terbang mengambang sembari membentangkan tangan ke
arah ibunya. Lantas apa yang membuat orang banyak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bergumam" Ternyata dengan gerak kedua tangannya Naga
Kecil juga te lah membuat ibu anak kecil itu pun mengambang
dan melayang maju ketika menyambut anaknya. Aku merasa
sedih tidak dapat mengerti pernyataan orang-orang banyak di
sekitarku, dalam percakapan riuh rendah dengan mata
berbinar-binar yang terdengar sebagai bahasa burung.
Aku sangat cepat belajar ilmu s ilat, juga masih cukup cepat
untuk menerjemahkan pernyataan-pernyataan filsafat menjadi
jurus-jurus silat. Namun aku merasa diriku cukup lambat
dalam pembelajaran bahasa, yang di wilayah ini bagaikan
setiap kali pindah tempat sudah berubah. Bahasa Khmer
belum kukuasai, sudah memasuki wilayah bahasa Cam, yang
meski seperti sekeluarga dengan bahasa Malayu, tidaklah
berarti aku lantas langsung bisa bertukar pikiran. Memang
untung bahasa Malayu merupakan bahasa penghubung
antarbangsa di sepanjang wilayah ini, dan bahwa bahasa
Sansekerta dipahami orang-orang terpelajar, tetapi di Daerah
Perlindungan An Nam ini orang-orang Viet menggunakan
bahasanya sendiri. Semakin ke utara, yang berarti semakin
mendekati Negeri Atap Langit, semakin sulit kujumpai orang
berbahasa Malayu, meski bukan berarti tidak ada sama sekali.
Serangan-serangan yang telah berlangsung dengan kapal-
kapal Sriv ijaya di sepanjang pantai dari Phan Rang ke
Tongking tidaklah berlangsung tanpa jejak. Ketika kapal-
kapalnya disebutkan terusir kembali, sebetulnya masih
tertinggal orang-orang Mataram dari Jawadwipa maupun
orang-orang Sriv ijaya dari Samudradvipa. Jaringan mata-mata
jelas telah bekerja sebelum serangan dilakukan, dan setelah
pertempuran usai tidak berarti tiada lagi yang tertinggal di
sini. Aku melihat ke sekeliling, rasanya ingin sekali bercakap-
cakap dengan seseorang, setidaknya mendengar satu dari
beberapa bahasa yang sedikit kumengerti, apakah itu bahasa
Cam atau bahasa Khmer, tentu baik juga jika terdapat yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mampu berbahasa Sansekerta atau Malayu, apalagi kalau bisa
berbahasa Jawa. Orang-orang berteriak kagum.
Aku menengok ke tengah lapangan lagi. Naga Kecil mengeluarkan
api dari mulutnya. Apa yang harus dikagumi" Ternyata api itu
tidak berasal dari sebuah obor yang dimasukkan ke dalam
mulut, untuk kemudian disemburkan, seperti biasanya
pertunjukan semacam itu kulihat di pasar-pasar, melainkan
langsung keluar begitu saja dari mulutnya, dan berkobar terus
menerus setinggi pohon kelapa.
Semua orang ternganga. Api itu bukan api yang merah,
melainkan biru warnanya. Api itu kemudian dibuatnya menari-
nari, yang tentu saja menambah kekaguman kiranya, juga
kekagumanku, karena tubuh bersisik yang bercahaya kebiru-
biruan yang dari mulutnya tersemprot api biru ke atas setinggi
pohon kelapa tentulah menjadi pemandangan menawan.
Sampai kewaspadaanku sendiri hilang, karena entah dari
mana asalnya sebilah badik yang sangat tajam telah
menempel di leherku. (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
KITAB 7: DARAH TUMPAH di SUNGAI MERAH (Oo-dwkz-oO) Episode 123: [Duabelas Pengemis]
Hmm. Pisau belati di leher. Apa yang bisa dilakukan
seorang pendekar" Banyak. Pisau belati di leher menjadi
bahaya besar hanya jika dipegang oleh seorang pendekar lain
yang seimbang kemampuan ilmu silatnya. Jika jauh lebih
rendah, apalagi dipegang seorang awam yang tidak mengenal
ilmu meringankan tubuh maupun tenaga dalam, maka
ancaman seperti itu tidak ada artinya sama sekali. Tentang
pisau belati di leherku ini, dari getaran tangan maupun
hembusan nafas pemegangnya, tanpa menoleh pun aku tahu
betapa mudahnya berkelebat lebih cepat dari kilat, dan
menghilang, ataupun melumpuhkan pemegang pisau belati
itu, apakah itu sekadar merebut kembali pisau belati, menotok
jalan darah, ataukah mencabut nyawanya.
Mengikuti hati nurani, aku ingin bergerak secepat kilat,
tetapi mengikuti kerja otak, kuingatkan diriku sendiri betapa
aku sedang menyamar. Jika aku menanggapi todongan pisau
ini sebagaimana layaknya orang persilatan, tindakan itu akan
segera mengundang orang-orang persilatan yang lain, dan
seperti terbukti ketika aku bersama Amrita lari dengan ilmu
meringankan tubuh saja, telah mengundang tantangan
Pendekar Cahaya Senja. Setelah beberapa kali merasa
penyamaran gagal karena takbisa tetap tinggal sebagai awam,
sudah saatnya aku menguji diriku sendiri sampai seberapa
jauh bisa bertahan. Kejadian itu berlangsung sangat cepat. Semua orang
perhatiannya tersita oleh pertunjukan Naga Kecil. Tidak
seorang pun mengetahui bagaimana pisau belati itu, setelah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengancam leherku, segera pindah menusuk pinggang, bagai
memberi tahu betapa bisa dilakukannya apapun kepadaku
dengan pisau itu. Sebuah suara berbisik dengan nada keras
penuh ancaman di telingaku. Aku taktahu bahasanya, apakah
itu bahasa orang-orang Viet ataukah bahasa Negeri Atap
Langit yang konon bermacam-macam pula bahasanya itu.
Namun bahasa ujung pisau belati yang menusuk pinggangku
itu tentulah dimengerti semua orang: bahwa aku harus
menuruti perintahnya. Namun apakah perintahnya itu" Kumaki
diriku sendiri karena berbakat sangat buruk dalam perkara
bahasa. Setidaknya aku tidak melawan ketika terasa dorongan
sebuah tangan di punggungku. Kuturuti saja ke mana
pemegang pisau ini akan membawaku. Untunglah api biru dari
mulut Naga Kecil itu masih juga menyembur-nyembur ke atas
setinggi pohon kelapa, dan mata setiap orang masih terarah
ke sana tanpa terlalu peduli keadaan sekelilingnya, karena
betapapun aku berjalan ke arah berlawanan dengan banyak
orang yang masih saja datang ingin menyaksikan pertunjukan
itu. Kukatakan untung, karena aku merasa dengan diculik
seperti ini aku akan langsung mendapat keterangan yang lebih
jelas, daripada menduga-duga tanpa kepastian dari kedai ke
kedai dalam perjalanan dengan kemiskinan bahasaku saat ini.
Setidaknya terdapat sesuatu yang berurusan langsung
denganku, karena mengembara sendirian di tanah asing
dalam kesendirian bukanlah kehidupan yang terlalu mudah.
Aku terus didorong sampai tiba di baris terbelakang,
kemudian dikeluarkan dari kerumunan. Suasana perayaan
masih sangat ramai, tetapi turun hujan rintik-rintik dan angin
berhembus kencang. Suasana yang sungguh membuat diriku
terlalu mudah untuk melepaskan diri. Namun kuturuti saja
mereka, dan dengan cepat di antara banyak orang yang lalu
lalang, segera kuketahui kembali titik-titik tempat para
pengemis itu mengikutiku. Terdapat sebelas titik yang
mengikuti dari jauh di segala penjuru. Berarti yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membawaku sekarang ini adalah pengemis yang keduabelas.
Kuingat anak-anak kecil tadi, jelas tidak mungkin diandalkan
dalam dunia persilatan yang penuh pertumpahan darah. Maka


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siapakah mereka" Hujan rintik-rintik yang disapu angin mengempas ke
wajahku. Orang-orang di jalan bergegas, jika tidak menuju
lapangan yang semakin ramai, tentu mencari kehangatan di
dalam rumah-rumah berdinding bata. Nanti akan kuketahui,
bahwa hari ini bukanlah hari pertama pertunjukan Naga Kecil.
Setelah beberapa hari menyaksikan keajaiban, banyak orang
kembali kepada kenyataan hidup sehari-hari. Hanya mereka
yang baru tiba dari kapal, dari hutan, dari luar kota, merasa
perlu menyaksikan pertunjukan manusia bersisik dengan lidah
bercabang yang kemampuannya bermacam-macam itu.
Aku masih membawa tongkat berisi buntalan kain itu.
Sosokku sungguh tidak menonjol. Sebagai apakah mereka
mengenal diriku sehingga sejak keluar dari kedai itu aku
diawasi, yang berarti telah mengikuti aku sebelumnya, dan
lantas membuntutiku terus menerus sampai ke lapangan dan
menahanku sekarang ini" Begitu burukkah penyamaranku dan
begitu teledorkah diriku, sehingga terlalu mudah bahkan bagi
orang-orang yang tidak mengenalku itu menemukan suatu
alasan untuk berurusan denganku" Maka kubiarkan diriku
seolah-olah menyerah sebagai tangkapan mereka, berharap
mendapatkan suatu kejelasan di antara hari-hariku yang
penuh keterasingan dalam pengembaraan ini.
TERINGAT Naga Kecil yang kuburu dan harus kutinggalkan
lagi. Benarkah dengan apa yang disebut sebagai kekuatan
batinnya ia tidak mengetahui sesuatu pun dari peristiwa ini,
dan sama sekali tidak terlibat dengan segala sesuatu yang
telah menimpa diriku" Aku tak pernah tahu bahwa jawaban
untuk itu tidak bisa kudapatkan dengan segera. Kuperhatikan
bahwa sebelas pengemis itu masih mengikutiku, tetapi tidak
akan bisa bersembunyi lagi karena semakin menjauhi pusat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
keramaian, rumah-rumah pun semakin jarang. Kemudian
bahkan di sebuah persimpangan mereka semua dengan gesit
telah berada di belakangku. Aku memutuskan untuk terus
berpura-pura menyerah karena menjadi penasaran, ke
manakah kiranya semua ini akan berakhir"
Kudengar bahasa burung sejenak, kemudian kuketahui
sesuatu bergerak memukul kepalaku. Sungguh aku bisa
bergerak menghindar dan langsung membalas, bahkan
dengan cepat melumpuhkan mereka berdua belas, tetapi
justru kubiarkan benda yang ternyata tongkat pengemis itu
menimpa kepalaku. Tentu setelah kulapisi batok kepalaku
dengan tenaga dalam yang berlaku sebagai perisai, sehingga
pukulan tongkat pengemis itu tidak berpengaruh sama sekali.
Aku berpura-pura pingsan. Mereka memang bekerja cepat
sekali, karena sebelum aku jatuh mereka telah menangkap
dan dengan sigap telah membungkusku dengan tikar. Mereka
angkat gulungan tikar berisi diriku. Kurasakan diriku dibawa
berlari masuk kembali menuju pusat keramaian. Dua belas
pengemis itu terus bercericit seperti burung. Tampaknya
mereka saling memberi perintah. Rasanya aku diangkat di atas
bahu-bahu mereka yang sudah dewasa, sementara yang
masih kecil berlari memimpin di depan. Menyeruak di antara
orang-orang yang tampaknya makin banyak saja hilir mudik,
berpapasan maupun melewati pengemis-pengemis ini, yang
berani kupastikan bukanlah pengemis paria dalam pengertian
yang biasa diberikan kepadanya.
Di manakah aku" Dari percakapan burung yang semenjak
tadi kudengar, tertangkap oleh telingaku berbagai bunyi yang
lain, bahkan ada kalanya kukenal, seperti Khmer dan Cam lagi,
atau juga Sansekerta. Aku merasa rombongan dua belas
pengemis ini berjalan berkelak-kelok. Namun kemudian
kudengar suara kaki-kaki menginjak papan yang biasa
dipasang di tanah becek, agar dapat dilalui para petinggi
tanpa kakinya harus menjadi kotor. Kemudian kudengar pula
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
suara air berkecipak dan dinding-dinding perahu beradu.
Kukira aku berada di tepi sungai di dekat pelabuhan, dan
mengingat suara-suara di sekelilingku, setidaknya aku berada
di sebuah pemukiman di sekitar pelabuhan, mungkin pula
kampung nelayan, meski mengingat terdengarnya berbagai
bahasa, aku cenderung menduganya sebagai pemukiman
orang-orang asing. Dari langkah kaki, kecepatan berjalan, maupun kemiringan
tubuhku yang mereka gulung dengan tikar pandan sahaja ini,
kurasakan aku diangkat menaiki tangga pada sebuah rumah
panggung. Percakapan burung merendah, seperti menghindar
untuk didengar orang lain. Aku mendengar orang-orang
bercakap di rumah lain, di jalanan, bahkan suara-suara seperti
teriakan para penjaja pun lalu lalang di sana. Tentu saja
kurangnya pengetahuanku atas
bahasa setempat ini membuatku mati kutu. Dulu karena selalu berada di dekat
Amrita, dengan cepat aku dapat berbicara bahasa Khmer,
tetapi tanpa Amrita, meski m inat belajarku besar, kemajuanku
dalam penguasaan bahasa sangatlah lamban.
Kudengar suara pintu kayu dibuka.
LANTAS aku digotong masuk ruangan. Di dalam ruangan
kurasakan udara lembab karena penuh dengan manusia.
Untunglah udara musim dingin menembus kayu, bahkan hujan
rintik-rintik tadi berubah menjadi hujan. Pikiranku terpaku ke
lapangan. Bubarkah pertunjukan Naga Kecil dengan api biru
setinggi pohon kelapa dari mulutnya itu" Atau tidakkah Naga
Kecil itu sendiri yang mendatangkan hujan agar dirinya bisa
menghilang" Terbenturnya diriku kepada masalah bahasa
membuatku bagaikan hidup di lorong yang sempit. Kusadari
kini betapa dunia persilatan bukanlah segalanya untuk
menunjukkan diri kita sebagai manusia sempurna. Dunia
orang awam penuh dengan pengetahuan yang seperti silat
juga tersusun menjadi ilmu yang menyempurnakan kemanusiaan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di dalam gulungan tikar itu terlintas pada pikiranku tentang
jalan kesempurnaan. Mungkinkah kesempurnaan itu dicapai
manusia dan apakah kiranya yang menjadi ukuran"
Mungkinkah bisa didapatkan suatu ukuran untuk segala
sesuatu sehingga tidak ada sesuatu pun yang tidak dapat
diukur dan kiranya seperti apakah ukuran itu"
Lahir tanpa kukehendaki, apakah ada sesuatu yang
memang harus kulakukan dalam hidup ini" Apa yang harus
kulakukan dalam hidup ini" Kuingat sepotong ajaran dari kitab
Siksamuccaya karya Santideva:
ia mempunyai tugas dan kewajiban
terhadap banyak makhluk hidup
karena itu seyogyanya tidak mengorbankan diri
dengan sia-sia untuk yang tiada perlu ia harus mampu memadukan kebijaksanaan dengan belas kasihan Dalam dunia persilatan, puncak kesempurnaan dicapai
justru ketika mengalami kematian dalam kekalahan.
Bagaimanakah hal ini bisa dijelaskan" Aku teringat riwayat
hidup Naropa yang pernah diceritakan seorang guru aliran
Tantra: Setelah Naropa memukul kemaluannya dengan batu,
Tilopa menanyakan kepadanya tentang apa yang dirasakannya
sekarang. Naropa menjawab bahwa ia merasa sangat
kesakitan. Maka Tilopa mengingatkan, Naropa harus menyakiti
dirinya sendiri untuk mencapai keyakinan betapa pada
hakikatnya kesengsaraan dan kenikmatan itu terlihat sama di
dalam cermin batinnya, karena sesungguhnya hati merupakan
tempat persemayaman nilai dari Dakini. Setelah mengungkapkan rahasia ini, Tilopa menyembuhkan Naropa
sekadar agar ia dapat kencing. Ah! Mungkinkah jalan yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ditempuh seorang pendekar lebih berat dari seorang pendeta,
karena setelah ditewaskan dalam pertarungan tentu takdapat
dihidupkan kembali" Namun telah lama kurenungkan ujaran
Santideva itu: Seyogyanya tidak mengorbankan diri dengan
sia-sia! Saat itu gulungan tikar yang berisi tubuhku diletakkan
di lantai kayu. Dari apa yang kurasakan, tampaknya aku
diletakkan di pojok seperti barang. Bahkan kemudian diduduki!
Kurasa dua belas pengemis itu semuanya masuk ke dalam
rumahpanggung yang luas tersebut, dan setidaknya yang
masih kecil menduduki aku. Di dalam rumah yang terasa
lembab itu kudengar suara-suara orang berteriak. Kemudian
kudengar juga barang-barang diletakkan. Kupejamkan mataku
dan kusisir ruangan itu dengan ilmu Mendengar Semut
Berbisik di Dalam Lubang. Kudengar gesekan tikar lain pada
lantai dan kudengar hembusan napas dalam tikar-tikar itu!
Aku berusaha menduga sesuatu dan tahu betapa
penyamaranku sungguh sedang diuji. Aku merasa bodoh
sekali karena Naga Kecil semula sudah begitu dekat, sehingga
keberadaan Amrita dapat segera diketahui kejelasannya.
Apakah aku sebaiknya melepaskan diri sebagaimana layaknya
seorang pendekar" Namun aku tidak sedang berperan sebagai
pendekar sekarang ini, me lainkan menyamar sebagai
pengembara asing, yang dengan segala kekumalan dan
kedekilanku mungkin memenuhi syarat sebagai paria tanpa
kasta, seorang astacandala yang tidak menjadi bagian dari
masyarakatnya. Apakah sebaiknya merelakan diri terseret arus
seperti ini, ataukah menguak takdir dan menentukan nasib
sendiri" Masalahnya, jika pun aku telah me lihat Naga Kecil
tadi, sebetulnya aku masih belum mengerti cara untuk
mengetahui keberadaan Amrita. Jika tidak bertanya langsung
kepadanya, dan itu tidaklah mungkin jika mengingat lidahnya
yang bercabang dua, maka aku dapat dari jauh mengikuti
segenap gerak-geriknya. Namun jelas para pengemis ini telah mengalihkan
perhatianku. Sedikit demi sedikit kedudukanku bergeser
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diseret para pengemis tersebut. Semakin lama kudengar suara
teriakan itu semakin keras, serba singkat, seperti suatu
kegiatan sedang berlangsung. Aku seperti mengenal sesuatu,
memang tidak mengenali bahasanya, tetapi tergambar
suasana sejenis, yakni kuketahui dari pasar ikan.
TIDAK jauh dari pasar ikan itu akan terdapat tempat
pelelangan ikan. Para nelayan dari laut akan memasuki muara dan
menyusuri sungai ke pasar ikan terdekat. Di sanalah ikan-ikan
tangkapan mereka akan dilelang dan cara melelangnya mirip
dengan nada-nada yang kudengar sekarang. Angka bersahut
angka sampai berhenti pada angka tertinggi.
Namun apakah yang sedang dilelang sekarang" Hatiku
berdebar, antara khawatir, marah, tetapi juga merasa geli
dengan arus kehidupan yang menghanyutkan aku. Benarkah
aku berada di pasar budak" Kuingat peraturan tentang
perbudakan dalam Arthasastra:
bukan pelanggaran bagi mleccha
untuk menjual keturunan atau memelihara sebagai janji
Apakah yang telah terjadi padaku" Belum selesai berpikir,
tikar yang membungkus diriku telah diseret ke dekat tempat
terdengarnya teriakan-teriakan itu. Kemudian aku terguling
ketika tikar itu dibuka dan ditarik, yang membuat aku
terguling dan terputar-putar.
Seketika aku bagaikan baru saja lahir kembali ke dunia,
tetapi ke sebuah dunia yang sama sekali tidak menyenangkan.
Dalam keadaan terkapar, sepasang lengan perkasa memegang
bahu dan mengangkat tubuhku bagai mengangkat selembar
kain sahaja. Aku diangkat dan diletakkan seperti barang di
atas semacam panggung kecil. Orang-orang tinggi besar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terlihat di sekelilingku, menyoren pedang, membawa tombak,
dan juga memegang cambuk.
Tampaknya mereka punggawa Daerah Perlindungan An
Nam ini. Seseorang yang kukira juru taksir, mendekati aku,
memegang-megang lengan, bahu, memukul pantat dan
menusuk-nusuk perut serta pinggangku dengan kayu. Lantas
sambil menutup hidung dengan tangan kiri, tangan kanannnya
membuka mulutku, mengintip mulutku sambil membungkuk,
lantas menyingsingkan bibirku dengan jari untuk memeriksa
gigi. Seusai itu ia menggosokkan jari-jari tangan kanan ke
bajunya yang tebal dan meludah ke lantai. Ludahnya merah
karena mengunyah pinang. Meski tidak mengerti bahasanya, kutahu ia menyebut
angka, juga jari-jarinya menunjuk suatu angka. Dadaku
berdesir, sedemikiankah beratnya sebuah penyamaran untuk
mendapatkan keterangan, sehingga harga diriku pun, meski
dalam peran penyamaran, harus kuturunkan begitu rupa" Jika
aku tidak mampu menertawakan diri sendiri maka
penyamaranku akan gagal. Maka kutarik nafas panjang-
panjang dan kulihat sekeliling dengan tenang, tetapi jangan
terlalu tenang, karena seperti yang telah kukatakan, selain
menyamar dari pandangan awam, seperti diriku adalah bagian
dari mereka, aku harus juga menyamar dari pandangan orang-
orang rimba hijau dan sungai telaga dunia persilatan, karena
sekali terlihat aku adalah bagian dari dunia mereka, sebuah
tantangan yang takbisa dihindari akan segera berdatangan.
Sedangkan melayani tantangan bertarung, betapapun adalah
terbukanya penyamaranku. Jadi harus kuanggap penyamaranku berhasil. Duabelas
pengemis itu rupa-rupanya menatap tajam bukan karena
mengetahui betapa diriku datang dari dunia persilatan,
melainkan karena dengan suatu cara menduga aku adalah
orang asing, dan karena aku rupa-rupanya memang tampak
sebagai paria tanpa kasta, maka terpikir untuk menangkap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan menjualku sebagai budak demi penghasilan mereka!
Kalau aku bukanlah keluarga mereka, kesamaan rendahnya


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

derajatku membuat mereka berhak menjual diriku sebagai
budak dalam pelelangan. Kenyataan bahwa aku orang asing
telah membuatku berada di luar kasta, yang boleh ditafsirkan
siapapun sebagai tanpa kasta, dan karena itu bisa dijual
sebagai budak lata. Sementara aku sedang ditawarkan, kucermati ruangan
yang rupanya hanya menjadi tempat berlangsungnya jual beli.
Di luar masih banyak lagi yang akan masuk membawa hasil
tangkapan untuk dijual. Setelah terbeli lewat pelelangan, maka budak itu segera
diturunkan melalui pintu lain, dan dibawa pembelinya. Jika
pembelinya berbelanja lebih dari satu budak, mereka
dikumpulkan di bawah dengan dijaga pengawal bersenjata.
Rupa-rupanya ini hari pasar dan jumlah budak yang dijual
cukup banyak, sehingga ruangan dalam pun penuh. Di luar
masih banyak yang menunggu giliran masuk. Termasuk
mereka yang menjual dirinya sendiri.
Harapan akan mendapat makan setiap hari agaknya
menjadikan penjualan diri sebagai budak menjadi pencarian
nafkah yang sahih. Aku telah selesai dijual. Pembeliku yang tampak makmur
membayarkan sejumlah uang kepada para pengemis itu, yang
sepintas lalu kulihat berebutan. Kulihat pembeliku itu juga
membayar sejumlah ongkos kepada seorang punggawa.
Mungkin atas jasa pelelangan itu. Lantas aku didorong turun
dari panggung sampai hampir jatuh. Seseorang tiba-tiba
menyabetkan cambuk kulit ular, yang dengan segera melibat
leherku dengan ketat. Aku diam saja ketika diseret seperti
ternak menuruni tangga rumah panggung.
Di luar, hujan sudah menderas. Aku digabungkan dengan
budak-budak lain yang dibeli oleh orang yang sama. Kami
tetap dibiarkan di sana ketika hujan semakin deras dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuat kami semua basah kuyup. Tidak seorang pun
berusaha melarikan diri. HUJAN turun membentuk tirai yang membuatku tidak bisa
melihat apa pun kecuali kekelabuan yang rata, begitu rata,
dan amat sangat rata, meski masih dapat kulihat samar-samar
para budak yang baru saja dibeli itu menghayati nasibnya.
Mereka tidak diikat kaki dan tangannya, tetapi mereka tidak
bergerak dalam hujan deras pada musim dingin ini. Kepala
mereka tertunduk, tubuh mereka menggigil, tetapi nasib
seorang budak dalam hal ia berhasil menjual dirinya sendiri
dianggap lebih daripada paria tanpa kasta, dari tingkatan
terendah pula, yang bisa mati kelaparan hanya karena tidak
mendapat makanan. Sebagai budak yang dibeli, bukan
tawanan perang atau semacam itu, majikannya akan merasa
perlu merawatnya dengan baik, jika ingin budaknya berguna.
Diberi makan, minum, bahkan istirahat yang cukup, sudahlah
pasti, karena hanya budak yang sehat dan bertenaga besar
akan sangat berguna. Tanpa daya tenaga, seorang budak
hanyalah beban yang bisa dibuang. Apabila ia sakit, apalagi
menular, kadang-kadang bahkan dibunuh, karena majikannya
itulah yang bertanggung jawab jika penyakit menular
menyebar dan menjadi wabah mematikan.
Demikianlah budak-budak para majikan kaya mendapatkan
segalanya, kecuali kemerdekaan. Namun kemerdekaan
bukanlah gagasan yang menarik dalam dunia yang dipenuhi
oleh kodrat, atau nasib yang ditentukan dewa-dewa di langit.
Kemerdekaan tidak dianggap mungkin didapatkan di dunia,
kecuali manusia berjuang untuk mencapai pencerahan, seperti
yang telah dicapai Siddharttha ketika meraih bodhi. Ia sering
merumuskan dirinya sebagai tathagata, orang yang
menemukan dan menyebarkan jalan menuju nibbana atau
nirvana. Sejauh kudengar dari berbagai perguruan filsafat
yang kulewati sepanjang pengembaraanku, berlangsung
perdebatan tentang kerincian pencerahan tersebut. Salah satu
alasan yang membuat perdebatan terjadi, karena ujaran Sang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Buddha bukanlah sekadar ajaran, melainkan jalan, dan muncul
banyak pendapat tentang apa yang dimaksud jalan dan akan
menuju ke mana. Apa pun isi perdebatan itu, kurasa mereka
yang tubuh dan jiwanya diperbudak tidak akan mencapai apa
yang disebut pencerahan tersebut, karena menurut diriku
pencerahan tidak mungkin tercapai tanpa kemerdekaan, dan
budak-budak di bawah pohon yang terguyur hujan ini tidak
memililki kemerdekaan. Kupandang budak-budak lelaki maupun perempuan yang
kepalanya tertunduk. Di balik tirai hujan sosok-sosok mereka
bagaikan patung. Kudengar budak-budak bertenaga besar
memang sedang banyak dicari, terutama untuk mengangkut
barang-barang dagangan ke tempat tujuan yang jauh. Jalur
perdagangan laut dari Negeri Atap Langit ke Jambhudvipa dan
sebaliknya yang dikuasai Sriv ijaya, membuat para pedagang
terpaksa menempuh jalan darat yang sulit dan berbahaya jika
tidak ingin diperas di tengah lautan. Sikap bermusuhan
Wangsa Syailendra dengan serangan-serangannya ke sepanjang pantai dari Panduranga, Kautara, Indrapura,
sampai ke Tongking mendorong para pedagang yang tabah
dan bernyali memilih untuk menyeberangi gunung terjal dan
jurang yang curam dalam lebatnya rimba belantara. Meskipun
jalur laut masih merupakan jalan termurah dan tercepat, dan
karena itu menguntungkan, masih ada saja yang berusaha
mencari jalan baru. Pada tempat-tempat tertentu, sulitnya jalan membuat
gerobak pengangkut barang tidak mungkin melaluinya,
sehingga hanya para pengawal berkuda dan budak-budak
pembawa barang yang dapat terus berjalan. Maka dengan
demikian budak-budak pengangkut barang semakin dibutuhkan. Apakah aku juga akan dibawa menempuh jalur
itu, dan artinya meninggalkan Amrita yang masih diculik Naga
Kecil" Aku menggigil. Dingin udara terasa luar biasa bagiku
karena Jawadwipa hanya memiliki dua musim, penghujan dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kemarau, sementara di Sungai Merah ini terdapat pula musim
dingin, yang membuat semuanya menjadi tiga musim.
Dari dalam rumah panggung masih terus bermunculan
budak-budak yang lehernya dilibas dan diseret cambuk. Ada
yang dibeli oleh pembeli yang sama dengan orang yang
membeliku, ada yang dibeli orang lain. Ada yang membeli
begitu banyak budak dan menggiringnya dalam hujan bagai
kumpulan ternak, ada yang membeli satu saja, yang
membuntutinya berhujan-hujan hanya berpayung daun
pisang. Mereka yang dibeli oleh majikan yang sama denganku,
semakin banyak memenuhi tempatku, dan semuanya adalah
lelaki. Orang-orang yang lalu lalang semuanya berpayung
daun pisang, membentuk bayang-bayang hijau yang
menembus kekelabuan dalam pekatnya hujan.
Apakah yang harus kulakukan" Jika kuserahkan nasibku
kepada cabang jalan cerita ini, bagaimanakah aku bisa
menemukan Amrita" (Oo-dwkz-oO) Episode 124: [Mayat Mengambang di Sungai Merah]
Aku masih berada di persimpangan pikiran ketika kakiku
terasa basah. Permukaan air sungai rupanya naik dengan
cepat. Baru sekarang aku mengerti apa maksudnya dengan
perahu-perahu sampan yang terikat di kaki rumah-rumah
panggung itu. Perahu sampan itu segera mengambang,
mereka bergoyang-goyang di tempat karena ditahan tali,
tetapi benda-benda lain yang mengambang segera beredar.
Batang pohon, ranting, ular, serta biawak terlihat berenang-
renang. Air segera mencapai lutut. Di jalanan orang-orang tidak
kulihat menjadi panik. Para budak beringsut menaiki akar
pohon, tetapi tidak banyak gunanya karena air tetap
menyergap mereka di bawahnya. Kulihat anjing berenang-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
renang juga, hanya tampak kepalanya yang muncul di
permukaan. Sebentar kemudian sebagian orang terlihat sudah
menaiki perahu-perahu sampan. Mendayung dari rumah ke
rumah dengan caping lebar sekali di atas kepalanya, yang
tidak mendayung dan tidak bercaping memegangi daun
pisang, sekadar mengurangi air hujan yang menimpa tubuh
dan menimbulkan kedinginan yang amat sangat.
Hujan memang lebat sekali, seperti tidak pernah akan
berhenti. Tirai kelabu semakin tebal sehingga setiap orang
yang bergerak hanya tampak bagaikan sosok-sosok tersamar.
Kapan pembelanjaan budak-budak di dalam itu selesa i" Jika
hujan terus menerus tercurah seperti ini, apakah jaminannya
air tidak bertambah tinggi dan naik sampai ke leher dan
menelan kami. Kusaksikan langit mendung terbentang sampai
ke gunung. Bukanlah hujan ini benar yang kukhawatirkan,
melainkan air sungai melimpah yang datangnya dari gunung-
gemunung itu, yang masih akan mengalir bahkan setelah
hujan selesai, karena ketika hujan berakhir di hilir, mega-
mega yang tertahan dinding pegunungan terus berdatangan
dibawa angin dan berubah menjadi hujan yang membentuk
anak-anak sungai di hulu.
Namun bahkan di sini, di hilir Sungai Merah tempat aliran
segala anak sungai menuju, hujan belum juga berhenti.
Segala sesuatu yang mengambang dan beredar masih terus
menerus berlangsung. Batang pohon, pohon tumbang,
gerumbul semak, rerantingan, terkadang juga sampan kosong
yang ikatannya lepas dari tiang. Air sungai yang naik dan
meluas ke mana-mana menghilangkan tepian sungai sampai
seluruh bumi rasanya diselimuti air mengalir. Waktu
kupandang rumah panggung itu, rasanya seperti sudah
melihat kapal besar yang melaju. Kusadari air bertambah
tinggi dan bertambah cepat. Perahu seperti tidak bisa
didayung lagi dan terseret arus yang kuat berputar. Di dalam
rumah masih terdengar teriakan pelelangan, seperti tidak
menyadari di luar berlangsung banjir yang tidak seperti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
biasanya, yang hanya setinggi lutut, dan permukaan sungai
tidak naik terus mengancam leher, sebagai banjir bandang
seperti sekarang. Perahu-perahu sudah terseret dan berputar-putar seperti
tidak bisa dikendalikan, dayung sia-sia mengatur arah dan
penumpangnya hanya bisa berpegangan pada dinding perahu
dengan pasrah, meski mulut mereka terus menceracau seperti
burung. Kadang-kadang perahu itu bertabrakan, salah satu
atau dua-duanya terbalik, tetapi para penumpangnya tampak
bisa berenang, meski arus yang deras ini tampak telah sangat
menakutkan bagi mereka. Ketika ada batang pohon nyaris
menghantam wajahku, dan tiba-tiba saja aku sudah berada di
atasnya, baru kusadari budak-budak itu sudah lenyap semua.
Sebagian mungkin bisa berenang, sebagian lagi mungkin tidak
dan sebagian mungkin selamat, sebagian lagi mungkin tidak
selamat. Di atas batang kayu yang meluncur itu kemudian kulihat
rumah panggung tempat pelelangan ambruk, lantas hancur
terseret. Arus yang tanpa terasa telah menjadi sangat deras
itu juga menyeret dan menghancurkan rumah-rumah
panggung lain. Meski kuketahui bahwa Sungai Merah sering
membanjiri tepiannya, banjir dengan arus sederas ini bukanlah
sesuatu yang biasa. Banjir bandang ini telah mengarah pada
bencana. SAAT itulah terdengar teriakan menceracau dari kejauhan,
dan ketika aku menoleh terlihat tangan melambai ke arahku
dalam keadaan terseret arus dan timbul tenggelam. Kulihat
seorang perempuan muda dengan bayi pada gendongannya,
justru pada saat gendongan yang terbuat dari papan itu kain
bebatannya yang memang sudah terurai menjadi lepas sama
sekali. Ibu dan anak itu dengan segera terpisah. Di atas
batang pohon aku tertegun. Siapakah yang harus lebih dulu
kutolong" Bahkan aku tidak mungkin menolong keduanya, aku
harus memilih salah satu!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sepintas lalu bayi itu akan aman, karena gendongan seperti
itu seharusnya mengambang, tetapi dalam waktu sangat amat
rawan itu terbetik dalam kepalaku bahwa meski gendongannya akan mengambang, bayinya akan segera
tenggelam. Perempuan muda itu jelas tidak bisa berenang,
karena sejak tadi timbul tenggelam. Keduanya akan mati
tenggelam jika tidak tertolong, sementara di atas perahu
sampannya yang berputar-putar tidak terkendali semua orang
yang juga menceracau itu bahkan masih harus menjaga agar
perahunya tidak terbalik dan akhirnya juga tenggelam. Aku
menoleh ke arah perempuan yang kini hanya terlihat
tangannya itu, dia akan tenggelam, tetapi begitu pula bayinya.
Siapa yang harus kutolong" Meskipun aku bisa melesat lebih
cepat dari kilat, jika yang satu hanya tinggal terlihat
tangannya dan yang lain kakinya, dengan jarak yang semakin
berjauhan di bawa arus, tetaplah harus dimulai dengan salah
satu lebih dulu. Aku berkelebat tanpa membiarkan diriku berpikir panjang
lagi, karena bukan saja jarak keduanya semakin berjauhan
jaraknya, yang akan menyulitkanku menolong keduanya,
tetapi juga jarakku sendiri dengan kedua-duanya telah
semakin jauh karena perpusaran arus yang makin me luas.
Tanpa kusadari dengan sendirinya aku terbang menggunakan
Naga Berlari di Atas Langit yang hanya sedikit sentuhan
telapak kaki pada permukaan air. Seperti yang sempat
kupikirkan, gendongan bay i dengan hiasan tenunan bermanik-
manik itu memang masih mengambang, tetapi bayinya
terjungkir ke depan tanpa penahan dan langsung tenggelam.


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat kutiba masih terlihat telapak kakinya yang halus dan
mungil, yang langsung kusambar. Dengan cepat bayi itu telah
kubopong dengan tangan kiri sementara aku terbang ke
tempat ibunya, tetapi hanya air sahaja yang ada di sana.
Permukaan air kecoklatan yang menelan segalanya...
Aku mencari-cari sementara berdiri di atas perahu yang
terbalik. Namun permukaan air kecokelatan dengan titik-titik
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hujan yang rata di mana-mana tidak memberi jawaban atas
apa yang kucari. Ranting, dedaunan, dan batang-batang
pohon masih mengapung dalam kederasan arus. Kemudian
serpihan papan-papan rumah yang hancur. Namun masih
banyak juga rumah yang bertahan. Tampak seperti perahu-
perahu di tengah lautan yang luas. Cepat sekali air pasang ini
menjadi banjir bandang yang memakan wilayah nan amat
luas, dan begitu luasnya sehingga seolah-olah seisi lautan
telah dipindahkan kemari.
Bayi itu masih berada dalam bopongan tangan kiriku.
Mendadak ia menangis keras-keras dan kakinya menyentak-
nyentak, sembari tangannya menunjuk-nunjuk. Kuikuti arah
telunjuknya itu, ternyata perempuan muda yang kucari-cari itu
telah muncul dari dalam air, terlentang di permukaan sungai
sebagai mayat. Apa yang harus kulakukan" Hujan masih deras dan
mendung gelap di langit. Bayi itu belum genap setahun
umurnya. Apakah ia ternyata mengenali ibunya" Telunjuknya
masih menunjuk-nunjuk sambil menangis keras sekali. Jika
kuambil mayat itu, apa yang bisa kulakukan dengan mayat itu
di muka bumi yang seolah-olah hanya terdiri dari air ini"
Namun ketika aku membungkuk dan tanganku berusaha
meraih tangannya, mendadak muncul dari dalam air yang
deras mengalir itu sebuah tangan bersisik yang menarikku ke
bawah dengan sangat cepatnya.
Bisakah dibayangkan jika hal ini dilakukan ketika di tangan
kiriku terdapat bayi yang belum lagi setahun" Memang itu
tangan Naga Kecil, yang menyeretku di tengah banjir, yang
bagi siapapun jika ia bukan makhluk air tentulah akan
membuatnya sangat kebingungan, jika bukan mengalami
kepanikan. Aku juga panik, tetapi tidak untuk diriku sendiri,
melainkan untuk bayi belum setahun di tangan kiriku yang
pasti akan mati jika aku tidak muncul ke atas sekarang juga!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Padahal tarikan tangan Naga Kecil ke dalam air itu adalah
tarikan pembunuhan! SUASANA di dalam air yang sedang membanjir seperti ini
tidaklah sama dengan suasana dalam air di sebuah danau
berlantai batu. Air banjir ini sangat kotor dan penuh lumpur
sehingga sangat amat menyulitkan diriku untuk bertarung
dengan perhitungan jernih. Apalagi dengan bayi yang segera
akan mati jika aku tidak melepaskan diri! Naga Kecil mencekal
tangan kananku dengan kuncian seekor ular melibat lawan.
Tangannya bagai tak bertulang melibatku, tidak akan mungkin
melepaskan diri dari libatan ular seperti ini dengan cara
persilatan yang biasa. Bahkan untuk memperhatikan
kedudukannya pun belum bisa kulakukan, karena Naga Kecil
menyeretku di dalam air sungguh dengan kecepatan yang
sangat tinggi! Dalam pertarungan silat tingkat tinggi, segalanya memang
berlangsung amat sangat cepat, setidaknya tentu lebih cepat
dari kata-kata yang menceritakannya. Begitulah aku bersama
bayi di tangan kiriku itu diseret jauh keluar dari wilayah
daratan yang seluas mata memandang digenangi air, masuk
dalam ke kedalaman Sungai Merah yang dalam keadaan
pasang seperti ini lumpurnya bergumpal sulit ditembus. Aku
tidak bisa menunggu lebih lama lagi, karena bayi yang
kuselamatkan ini pasti paru-parunya akan segera terisi air!
Maka kurapal salah satu mantra Raja Pembantai dari Selatan
yang terbaca olehku, yang rupa-rupanya masih sebuah
kutipan dari Nagarjuna: Utpadotpada utpado mulotpadasya kevalam
Utpadotpadam utpado maulo janayate panah
Tanganku langsung bercahaya terang dan meskipun berada
di dalam air bagaikan kudengar jeritan Naga Kecil yang
karenanya jadi tersedak. Tangannya yang melibat seperti ular
terlepas masih dalam keadaan melingkar-lingkar. Tangan
bersisik yang semula bagaikan telah menjadi ular itu sendiri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meski berada di dalam air tetap menyala karena terbakar.
Begitu pula air sungai di sekitarnya menyala merah api dan
kuduga sebagian permukaan sungai di atas kami pun
berselaput api yang menyala berkobar-kobar. Pemandangan
seperti inilah yang kelak akan menjelma dongeng, tetapi
sekarang tentu aku tidak sempat memikirkannya. Naga Kecil
terpental entah ke mana, aku melesat bersama bayi itu ke
atas menembus permukaan sungai berarus deras yang
menyala-nyala. Aku bersama bayi itu menembus permukaan sungai dan
melesat ke angkasa. Hujan deras belum berhenti dan dari
balik tirai hujan kekelabuan kulihat api di atas sungai yang
menyala terseret arus begitu rupa sehingga membakar pula
pohon-pohon dan rumah-rumah yang masih setengah
terendam. Dari atas kutahan sejenak laju turun tubuhku untuk
melihat keadaan dan mencari tempat terbaik untuk mendarat.
Namun ke manakah bisa mendarat pada permukaan bumi
yang diselaputi air mengalir deras seperti ini, yang
sebagiannya telah menyala karena mantra Nagarjuna pula" Di
bawah itu yang mengapung dan mengalir di atas permukaan
adalah perahu-perahu berisi pengungsi, atap-atap rumah yang
masih berdiri dan penuh manusia, batang-batang pohon
mengapung yang selalu saja ada seseorang yang sedang
memeluknya sembari telungkup, dan tidak jarang mayat
manusia, telungkup atau telentang, yang sungguh bernasib
malang tiada bisa menyelamatkan diri.
Memang benar wilayah sepanjang tepian Sungai Merah
sudah biasa digenangi air ketika permukaan sungai naik dan
meluap karena hujan deras yang tiada kunjung berhenti di
pegunungan, tetapi jika rumah-rumah panggung pun ambruk
dan terseret, sementara perahu-perahu yang dinaiki penduduk
untuk mengungsi pun terbalik, kucurigai betapa peristiwa alam
ini telah ditunggangi jika tidak didorong oleh suatu daya luar
biasa dari suatu kehendak yang menuntut bencana. Tidaklah
kutuduh Naga Kecil telah me lakukannya, tetapi manusia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
manakah kiranya betapapun saktinya memiliki daya dan
alasan kuat untuk melakukannya selain Naga Kecil murid Naga
Bawah Tanah yang sakti mandraguna"
Aku turun lebih lambat dari titik-titik air hujan. Bayi yang
kubekap dengan kaki tergantung di tangan kiriku itu menangis
keras sekali, yang membuatku lega karena itu berarti ia masih
hidup. Namun kini nyawanya mungkin terancam kembali
karena dari balik titik-titik hujan itulah meluncur sejumlah
besar senjata rahasia yang belum kukenal. Aku tidak mau
menerima akibat dari sesuatu yang belum kukenal, jadi
kusapukan titik-titik hujan yang setiap titiknya mengeras dan
langsung meluncur menyambut setiap dari senjata rahasia
yang meluncur itu. DALAM sekejap di antara deru hujan terdengar suara-suara
tumbukan beruntun antara titik-titik hujan yang mengeras
dengan senjata-senjata rahasia, yang suara tumbukannya
seperti desis, yang memang mengeluarkan asap beracun,
berasal dari sisik-sisik yang dikebaskan Naga Kecil dari
tangannya. Kuketahui betapa sisik-sisik itu berasal dari tangan Naga
Kecil yang dikebaskan, ketika semakin ke bawah tubuhku
meluncur jatuh ke sungai semakin terkuak pula tirai hujan
yang menyamarkan segala sesuatu, saat kulihat memang
sekali lagi Naga Kecil mengibaskan tangan untuk meluncurkan
sisik-sisik dari tangannya itu. Sisik-sisik di tubuh Naga Kecil
meluncur dan setiap kali sekeping sisik lepas dan meluncur
segera tergantikan oleh sisik baru. Sisik-sisik di tubuh Naga
Kecil menyala, tidak lagi menyala biru seperti tubuh ikan di
kedalaman danau, tetapi kali ini merah, merah menyala-nyala
dan berpijar bagai menunjukkan perasaannya yang meradang.
Kusapukan lagi titik-titik hujan menyambut sisik-sisik itu,
tetapi Naga Kecil sendiri telah meluncur di belakang serbuan
sisik-sisik beracun yang jika ditangkis me letupkan uap beracun
itu. Siasat semacam ini sering kuhadapi jika bertarung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melawan mereka yang mengandalkan pisau terbang. Dalam
siasat ini, ketika perhatian kita terpusatkan untuk menangkis
pisau-pisau meluncur yang banyak itu, pelempar tersebut
telah menancapkan pisaunya yang lain ke bagian tubuh mana
pun yang disukainya, apakah itu jantung ataupun leher kita.
Menghadapi mereka, berdasarkan kecepatannya aku tinggal
mengibaskan kembali pisau-pisau terbang itu kembali ke arah
mereka. Jika mereka lebih cepat, bisa kuhindari saja pisau-
pisau terbang itu dan menghadapi serangannya dan saat
itulah kuselesa ikan riwayat hidupnya.
Namun sekarang ini siasat tersebut tidak dijalankan oleh
sembarang penyoren pedang dari dunia persilatan, melainkan
Naga Kecil perkasa yang mampu bergerak lebih cepat
daripada kilat! Siapa pun ia yang mendapatkan gelar naga
atas kemampuannya, bukanlah lawan yang dapat dipandang
sebelah mata, karena tentulah ia setidaknya takpernah
terkalahkan, bahkan oleh para pendekar yang paling ternama
dan paling tinggi ilmu silatnya. Diriku dengan bayi yang harus
selalu kujaga keselamatannya di tangan kiriku ini, tentulah
berada dalam kesulitan yang luar biasa.
Dari bawah, dari balik tirai hujan dan cadar hamburan
ribuan senjata rahasia beracun, Naga Kecil me lesat dengan
cakar terkembang mengancam jantungku! Menyambut
serangan seperti ini, dengan bayi menangis menjerit-jerit yang
sejak tadi kujepit dengan tangan kiri, dan tak tahu tempat
berpijak lain di atas dunia yang seolah terdiri dari air, niscaya
diriku yang masih berada di udara ini sungguh berada dalam
bahaya! Menghadapi serangan cakarnya berarti bayi ini akan
mati terajam sisik-sisik ikan beracun, sedangkan melindungi
bayi ini dari senjata-senjata rahasia yang melesat itu sama
dengan membiarkan cakar Naga Kecil menjebol dada dan
merenggut jantungku tanpa sisa! Sungguh keadaan yang luar
biasa sulitnya! (Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Episode 125: [Bayi] DALAM keadaan tak teratasi itu muncul seberkas cahaya
putih yang langsung me libas Naga Kecil, sehingga aku pun
terlepas dari pilihan sulit itu, dan dengan sekali kibas segenap
titik air hujan meluncur ke arah sisik-sisik beracun dalam
keadaan lebih keras dari batu. Segera terdengar letupan-
letupan dari sisik yang terpecah meruapkan uap saat
kutinggalkan segalanya ke bawah. Kulihat gulungan cahaya
putih menggulung cahaya merah. Kuketahui bahwa cahaya
merah itu tentu Naga Kecil, tetapi tak dapat sekadar kutebak
gulungan cahaya putih itu, yang tentulah ilmunya tinggi sekali
sehingga bahkan diriku tidak dapat melihat apa pun selain
cahaya dan bukan pergerakan yang telah mengakibatkan
adanya cahaya itu. Aku hinggap di atas sebuah perahu sampan yang penuh
dengan air karena hujan deras yang masih belum berhenti.
Dengan papan yang terapung di dekatnya kusibakkan air di
dalamnya sampai kosong. Ketika melewati gerumbul pohon
pisang yang hanya terlihat pucuk-pucuknya, kupangkas
beberapa dengan golok yang kebetulan tergeletak telanjang
tanpa sarung pada sampan itu. Sebagian kujadikan alas bagi
si bayi dan sebagian lagi untuk menutupinya dari air hujan
yang menggila, sementara pertarungan di angkasa itu
menyusup ke dalam air dan membentuk pergolakan luar biasa
seolah terdapat dua naga raksasa bertarung di dalamnya.
AIR membuncah-buncah bagaikan terdapat kawah gunung
yang siap meletus di dalamnya. Cahaya berkilatan dari
dalamnya sebagai akibat pertarungan itu, yang meskipun
berlangsung di dalam air tetapi cahayanya berkeredap dan
berkilat-kilat ke angkasa. Padahal angkasa yang berlangit
mendung masih penuh dengan kilat yang bersabung-
sabungan diiringi guntur yang meledak-ledak bersambungan
di sepanjang langit yang serba kelabu seperti itu. Permukaan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
air yang membuncah kadang membentuk garis buncahan
yang panjang diikuti garis buncahan panjang lain saling kejar-
mengejar di permukaan sungai, yang masih saja mengalir
deras dan menyeret segalanya tanpa pandang bulu. Bersama
dengan buncahan itu kilat berkeredap ke atas mencapai langit
yang kadang melewati permukaan di bawah perahu-perahu
penuh pengungsi, yang tentu saja membuat perahu-perahu itu
terbalik dan menimbulkan bencana baru.
Suatu ketika garis membuncah-buncah tanda terdapatnya
gulungan pertarungan di bawahnya itu seperti akan menabrak
perahuku, kusambar bayi yang terbungkus daun pisang itu
dan siap melejit, tetapi ketika mendekati perahu garis
buncahan itu terpisah menjadi dua, masing-masing berlalu di
kanan dan kiri perahu dan menyatu lagi setelahnya,
menghasilkan suara-suara benturan dan tumbukan yang
dahsyat dengan kilat berkeredapan merah dan putih, diiringi
suara-suara raungan dan desis naga yang beracun membunuh
ikan-ikan. Ketika mereka agak menjauh, kuambil kesempatan
menatap wajah bayi yang kugendong itu. Ternyata ia juga
sedang memandangku. Ia tidak lagi menangis tetapi tampak
masih ketakutan dan dalam waktu sesingkat itu telah
membuatku merasa bahwa baginya mungkin aku orang yang
paling dikenalnya sekarang ini. Suatu perasaan yang jarang
kualami merayap ke dadaku. Apakah yang disadari bay i belum
berusia setahun ini" Sadarkah ia betapa ibunya sudah pergi
dan tahukah ia mengenai segala sesuatu yang terjadi" Hidup
manusia saling bersilang mempertemukan nasib. Mengingat
nasib bayi itu aku teringat nasibku sendiri. Air mataku titik
menatap wajahnya yang tiba-tiba tersenyum. Jika aku telah
mendapatkan kasih sayang berlimpah dari pasangan pendekar
yang mengasuhku, apakah jaminannya bayi yang tidak
mungkin kucari asal-usulnya ini juga akan mendapatkan kasih


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sayang seperti yang telah kudapatkan selama ini"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kulihat sekeliling, para pengungsi di atas perahu dan rakit
melewati. Mereka semua masih harus berjuang agar tidak
terbalik dalam arus deras ganas yang berusaha menyeret
segalanya ini. Suara sungai yang mengalir deras mendesau
bagaikan janji ancaman yang memang telah dinyatakannya.
Nun di kejauhan terlihat cahaya merah telah semakin
melemah digulung cahaya putih. Langit yang menggelap
membuat cahaya-cahaya berkeredap itu berkilat makin terang.
Perahuku terseret arus makin jauh dari tempat pertarungan
keduanya. Siapakah sosok di balik cahaya putih yang telah
menyelamatkan jiwaku itu" Aku teringat betapa di Jawadwipa
dahulu aku pun masih berutang budi dan berutang ilmu,
kepada seorang pendeta tua yang telah membukakan kunci-
kunci ilmu silatku, sehingga bisa kulakukan penalaran demi
pengembangan ilmu silat itu, yang tidak lagi sekadar menjadi
olah gerakan, melainkan juga olah pemikiran mendalam.
Lamunanku yang singkat terbuyarkan oleh gelegak
permukaan sungai yang dahsyat di kejauhan. Terdengar
raungan serak kesakitan luar biasa yang seolah keluar dari
mulut makhluk raksasa. Namun hanya terlihat cahaya merah
yang membentuk naga berpijar sejenak, sebelum meredup,
memudar, dan luruh, tidak pernah kelihatan lagi. Setelah itu
seluruh permukaan sungai, tanpa kecuali, bagaikan dilapisi
cahaya putih mengilap sejenak, sebelum meresap ke balik
permukaan sungai itu. ''Naga Bawah Tanah...,'' desisku.
Naga Bawah Tanah yang mahasakti, yang tidak pernah
memperlihatkan diri, yang sebetulnya sangat menyayangi
Naga Kecil muridnya sendiri, telah menamatkan riwayat
manusia bersisik dan lidahnya bercabang itu karena
menolongku, ataukah karena kehadiran bayi itu. Sekarang aku
mengerti, betapa kenyataan bahwa Naga Bawah Tanah
menyelamatkan bayi dari perut ular, telah menentukan batas
kehidupan bayi yang kelak bergelar Naga Kecil tersebut:
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ajalnya akan tiba saat ia berusaha membunuh bayi lainnya.
Barangkali Naga Kecil memang tidak berusaha membunuh
bayi itu, melainkan sekadar usaha mengalihkan perhatian agar
jantungku bisa ditariknya keluar tanpa sisa, tetapi agaknya
bagi Naga Bawah Tanah itulah pertanda akhir kehidupan Naga
Kecil sudah harus dipastikannya.
(Oo-dwkz-oO) Angin berhembus pelan. Benarkah seluruh petaka ini terjadi
karena kegalauan hati Naga Kecil"
AKU tidak ingin mempercayai kemustahilan seperti itu,
tetapi entah kenapa gagasan semacam itu merasuki kepalaku.
Betapapun hujan memang kemudian berubah menjadi gerimis
sebelum akhirnya berhenti. Mega-mega yang bergumpal hitam
dan bergulung-gulung mengerikan menyisih disapu angin.
Langit menjadi bersih bagaikan terang cuaca sehabis hujan,
tetapi sore memang telah berlalu dan hari menjelang malam.
Sejauh-jauh dan seluas-luasnya banjir, ada juga tempat
surutnya. Ke sanalah agaknya perahuku menuju. Sejauh mata
memandang memang air masih menutupi permukaan bumi,
tetapi permukaan air ini sudah tidak tinggi lagi. Kulihat air kini
hanya setinggi betis para pengungsi dan semakin lama
semakin rendah dan semakin rendah lagi.
Perahuku terseret arus keluar jauh dari tepi sungai.
Sebentar kemudian dasar perahu sampan itu sudah
menyentuh tanah. Aku melompat turun dengan bayi dalam
gendonganku. Sepanjang jalan tanah becek dan berlumpur, hanya di
ketinggian orang-orang membuat gubuk-gubuk darurat dari
bambu dan atap rumbia seadanya. Aku pun berjalan menuju
ke sana meski belum tahu pasti apa yang akan kulakukan.
Gelap semakin membenam. Mayat tidak terurus masih
tergeletak, terdampar, dan terlantar di sana-sini. Aku
melangkah di antara batang pohon, ranting, dan segala
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
macam benda yang terlihat sepintas kilas dalam keremangan.
Guci, kundika, piring, dan gerabah segala macam peralatan
rumahtangga, yang masih utuh maupun sudah pecah tersebar
dalam keadaan terselimuti lumpur. Para pembawa keranjang
di punggung, kutahu berusaha mengais-ngais keberuntungan
dalam bencana seperti ini.
Benarkah begitu terbiasanya penduduk di sekitar Sungai
Merah ini mengalami banjir" Meski banjir bandang kali ini
tentunya dianggap luar biasa, karena rumah-rumah panggung
yang dibuat dengan kesiapan menghadapi banjir pun terseret
hanyut dalam keadaan hancur, tak kudengar ratap tangis dan
raung kesedihan karena petaka. Kemudian, bayi yang kubawa
menangis dan aku kebingungan. Aku berada di tengah-tengah
para pengungsi yang berbahasa burung dan tidak sepatah
kata pun kumengerti. Tangis bayi ini luar biasa, lebih keras
dari suara tangis bayi yang lain.
Aku sungguh kebingungan. Ia tentu lapar. Apa yang harus
kulakukan" Di antara para pengungsi, bagaikan tiba-tiba saja
muncul seorang perempuan paro baya di hadapanku. Ia
menceracau dengan bahasa burung sambil menggamit
lenganku. Kuturuti saja ke mana langkahnya menuju.
Betapapun aku merasa ia bermaksud baik, karena semenjak
tadi ditunjuknya bayi itu, sembari memasukkan ibu jarinya ke
dalam mulut. Kukira ia menawarkan kepadaku agar bayi itu
diberi minum. Langkahnya berhenti di sebuah gubuk. Banyak lelaki
membawa bayi di situ. Apa yang terjadi" Perempuan itu
mendorong punggungku agar bergabung dengan sebuah
kerumunan. Aku menyeruak, yang rupanya menimbulkan
kemarahan orang-orang. Bahasa burung dan wajah amarah
bertubi-tubi tertuju kepadaku, tetapi aku tetap menyeruak
juga dan -- ah! Aku sangat terkejut. Kulihat lima perempuan
muda berdada subur sedang berjajar menyusui bayi-bayi,
setiap perempuan membawa satu orang bayi, dan setelah bayi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang disusuinya lelap tertidur segera digantikan bayi yang lain.
Untuk itulah para lelaki yang membawa bayi datang ke sana.
Mengantrekan bayinya agar disusui.
Aku tertegun, bayi di tanganku menangis keras sekali. Aku
baru sadar betapa sangat tidak berpengalaman dengan urusan
bayi seperti ini. Bahasa burung di sekitarku bersabung dengan
tangis bayi, bukan hanya bayi di tanganku, tetapi juga hampir
semua bayi di tempat itu. Aku merasa kecut, kecil hati, dan
rendah diri dengan ketidak mampuanku menghadapi masalah
ini, tetapi ingatan atas ibunya yang tidak berhasil kutolong itu
membuatku tetap bertahan di sana. Aku menjadi bagian dari
para suami yang kehilangan istrinya dalam banjir bandang ini,
tetapi berhasil menyelamatkan anak bayinya, yang hanya bisa
bertahan hidup jika tetap disusui, dan hanyalah perempuan
yang kehilangan bayinya pula yang tiada bisa lebih tepat lagi
untuk menolongnya. Betapapun, perempuan yang kehilangan bayinya ternyata
lebih sedikit daripada bayi-bay i yang kehilangan ibunya. Itulah
yang membuat kami semua, para lelaki yang membawa bayi
kini berdiri berdesak-desak, yang semestinya tentu antri tetapi
tangis bayi itu masing-masing bagai mendesak penggendong
yang satu mendesak-desak penggendong lainnya. Sementara
kelima perempuan itu menyusui bayi-bayinya dengan wajah
penuh kasih dan sayang di tengah kericuhan luar biasa dalam
kegelapan sehabis bencana yang sungguh menimbulkan
petaka tersebut. APAKAH harus mengerahkan tenaga dalam untuk
membuyarkan para lelaki penggendong bayi yang menyesaki
gubuk darurat ini" Aku merasa malu pikiran seperti ini muncul
dalam kepalaku. Pemecahan persoalan dunia awam ternyata
jauh lebih pelik daripada seperti yang selalu dilakukan dalam
dunia persilatan. Bayi yang kugendong makin keras tangisnya, bagaikan
bahasa perintah yang menuntutku berbuat sesuatu dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
segera. Aku semakin panik ketika dari kedua lubang
hidungnya ternyata mengalir darah!
Aku melesat keluar, tidak bisa berpura-pura lagi menjadi
orang awam. Kulihat sekeliling dan kulihat ke langit. Rumah-
rumah darurat pengungsian ini terletak di sebuah ketinggian
yang landai, sementara langit gelap gulita. Rupanya meski
dengan kematian Naga Kecil cuaca menjadi cerah, setelah
malam tiba langit mendung kembali, seperti tak juga cukup
memberi penderitaan kepada para korban bencana yang
masih selamat dan belum mati. Ini berarti aku tidak dapat
melakukan penyembuhan dengan tenaga prana rembulan
maupun prana pohon. Kulihat hutan yang gelap di kejauhan,
apakah aku akan ke sana, ataukah melakukan penyembuhan
dengan prana udara" Darah dari hidung bayi itu mengalir. Kutahan kepanikanku,
karena penyembuhan dengan tenaga prana memerlukan
ketenangan dalam pemusatan perhatian. Di tengah perkampungan pengungsi yang riuh dengan cericit bahasa
burung, ketenangan yang kubutuhkan tidak akan kudapatkan.
Maka dengan pengerahan Naga Berlari di Atas Langit sekuat
tenaga aku pun me lesat ke hutan yang gelap di perbukitan
sambil membawa bayi itu. Saat melesat itulah sepintas lalu
kulihat bayangan-bayangan berkelebat. Namun karena tidak
tampak mengancamku, kubiarkan saja berlalu. Perhatianku
tersita sepenuhnya kepada si bayi.
Tiba di hutan kudekati sebuah pohon besar. Dalam hatiku
kuucapkan permintaan izin kepada pohon tersebut untuk
menarik kelebihan prana darinya, melalui chakra tangan.
Sementara tangan kiriku membopong bayi yang tidak lagi
menangis tetapi kini lemas itu, telapak tanganku kuletakkan
pada batang pohon tersebut. Kupusatkan perhatian kepada
pusat telapak tanganku dan secara bersamaan kulakukan
pernafasan prana. Kulakukan sampai sepuluh putaran dan
kuucapkan terimakasih dalam hati kepada pohon itu karena
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
telah menerima pemberian prana. Kurasakan getaran di
seluruh tubuh, dan kualirkan dahulu seluruh tenaga prana ini
ke seluruh tubuh sebelum mengalirkan ke tubuh si bayi
melalui tangan kiriku. Aliran hangat merasuk melalui
punggungnya. Demikianlah kulakukan beberapa kali, sampai
darah dari hidungnya berhenti mengalir, dan dia mulai
menangis. Lebih baik menangis pikirku, seperti menemukan
makna baru dari tangis bayi, daripada lemas tanpa suara
seperti tadi. Hatiku lega. Bayi itu menangis keras dengan penuh daya.
Tentu ia lapar dan ini berarti ia masih sehat sekali. Tampaknya
kini aku harus kembali ke tempat pengungsian untuk mencari
ibu susu bagi bayi yang belum berusia setahun ini. Namun
alangkah terkejutnya aku, ketika aku menoleh ke arah tempat
pengungsian itu, kulihat gubuk-gubuk darurat itu sedang
terbakar. Terdengar jerit tangis dan ceracau burung dari
kejauhan. Kulihat obor-obor masih dilemparkan untuk
menghabiskan sama sekali gubuk-gubuk itu. Aku teringat
sejumlah bayangan yang berkelebat tadi. Kuketahui bahwa
sepanjang tepi Sungai Merah di daerah hilir te lah berkembang
menjadi pusat-pusat pemberontakan setiap kali kekuasaan
Wangsa Tang di Negeri Atap Langit melemah.
An Nam berarti daerah selatan yang didamaikan, tetapi
didamaikan di sini tiada lebih dan tiada kurang adalah dijajah,
meski dalam keterjajahannya tiada lebih dan tiada kurang
orang-orang Viet mempelajari segala sesuatunya tentang
peradaban dari Negeri Atap Langit, dengan hasil yang
memang menjelaskan segalanya tentang hal itu. Bahasa
burung mereka bagiku misalnya mirip benar bunyinya dengan
bahasa burung Negeri Atap Langit, meski aku yakin keduanya
tentulah merupakan bahasa yang berbeda. Betapapun sejarah
hubungan mereka adalah sejarah pertentangan, pemberontakan, dan perang. Setiap kali An Nam memang
berhasil ditaklukkan, tetapi setiap kali pula muncul
pemberontakan baru, kadang besar, kadang kecil, tetapi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuat Daerah Perlindungan An Nam belum dapat
membangun wilayah dalam pengertian sesungguhnya. Orang-
orang Viet selalu merasa, ketika mereka berontak sebetulnya
mereka melanjutkan semangat Trung Bersaudara, dua
perempuan pemimpin yang mengangkat senjata terhadap
kekuasaan Wangsa Han dari Negeri Atap Langit jauh hari di
tahun 43. Saat itu wilayah ini masih diberi nama Giao-chi oleh
Negeri Atap Langit. Sebelum wilayah ini ditaklukkan, peradaban mereka sudah
tinggi, bahkan di wilayah Suvarnadvipa sejak ratusan tahun
silam telah dikenal hasil-hasil peradaban Dong-son seperti
genderang besar dari perunggu. Kuingat ayahku bercerita
bahwa genderang semacam itu berasal dari kerajaan Au Lac di
wilayah ini sekitar 800 tahun lalu. Sudah jelas betapa saat itu
leluhur orang-orang Viet tersebut merupakan bangsa yang
berbudaya. Tidak seperti sekarang, yang dianggap sebagai
bangsa yang suka berperang. Ternyata sejarah mereka sendiri
memang memberikan alasan yang masuk akal. Namun apakah
yang membakar gubuk-gubuk itu memang pemberontak,
ataukah justru utusan dari utara yang ditugaskan
memadamkan pemberontakan itu" Tidak selalu pasukan besar
yang dikirimkan dari Negeri Atap Langit, melainkan orang-
orang pilihan dengan tugas istimewa untuk membunuh para
pemimpin pemberontak. Dari cara berkelebatnya bayangan yang kusaksikan tadi,
tidak dapat kuketahui mereka berasal dari mana, tetapi jelas
betapa ilmu silat mereka sangat tinggi.
Mereka bersembunyi di balik bayang-bayang malam,
berkelebat dan berkelebat mendahului angin dan gerimis yang


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih sedang mendatang dari pegunungan, bahkan sekarang
pun belum tiba di sana, belum melampaui tempatku sekarang
berdiri, meski dapat kudengar suara gerimis bagaikan naga
mendesis di balik pegunungan, tentunya bagaikan tirai kelabu
dalam kekelaman yang menyapu ke arahku.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jadi tentu saja ilmu silat mereka sangat tinggi. Untuk
apakah mereka yang berilmu sangat tinggi membakar gubuk-
gubuk darurat orang-orang kecil yang miskin, lemah, dan tak
berdaya" Tiadakah mereka dapat memperkirakan betapa akan
semakin berat penderitaan orang-orang tersebut dalam
kemalangan begitu rupa" Orang-orang kecil, hanya menjadi
korban pertikaian orang-orang yang merasa dirinya besar.
Tidakkah seorang raja boleh kita anggap merasa dirinya besar,
jika mengambil keputusan untuk mengirimkan balatentara dan
menjajah suatu negeri yang bukan bangsanya, dan tidakkah
juga kita boleh menganggap seseorang merasa dirinya cukup
penting untuk memimpin pemberontakan, melawan suatu
kekuatan tempur luar biasa yang lebih besar kemungkinannya
tak bisa dikalahkan dan hanya memberikan kematian besar-
besaran selain harga diri dalam ketertumpasan yang
mengenaskan" Namun kusadari pula bahwa Negeri Atap Langit harus
mempertahankan jalur perdagangan hasil bumi maupun
barang-barang mereka ke selatan, yang menghubungkan
mereka dengan berbagai kota pelabuhan di Teluk Tongking.
Dari sini, dengan perantaraan kapal-kapal Sriv ijaya, mereka
masih bisa melakukan hubungan dagang dengan kota-kota
pelabuhan di Jambhudvipa. Maka setelah menyerang,
menundukkan, dan diberontak berkali-kali semenjak setidaknya seribu tahun lalu, Negeri Atap Langit takbisa
berbuat lain selain menjadikan wilayah orang-orang Viet ini
sebagai bagian dari wilayah mereka, seolah-olah menjadi
bagian dari bangsa mereka, apapun wangsanya, dan sungguh
mereka berhasil dalam ratusan tahun membuat orang-orang
Viet menjadikan kebudayaan Negeri Atap Langit sebagai
kebudayaannya sendiri, tentu dengan cara-caranya sendiri.
Dalam pengertian cara-cara sendiri inilah sebetulnya Daerah
Perlindungan An Nam takpernah bisa ditundukkan sepenuhnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Api berkobar menerangi langit, dan jerit tangis masih
membubung ke angkasa dari arah gubuk-gubuk darurat itu.
Kupandang sejenak bayi di tangan kiriku. Mungkinkah aku
bertarung menghadapi para pembakar gubuk yang tidak
mengenal belas kasihan tanpa membahayakan bayi ini"
Kudengar pekik kematian orang-orang yang dibantai. Aku
melesat secepat kilat tanpa berpikir lagi.
(Oo-dwkz-oO) Episode 126: [Para Pemberontak]
Api masih berkobar. Wajah orang-orang yang kalang kabut
dan tercerai berai itu merah menyala karena api. Bukan hanya
gubuk-gubuk dibakar tetapi orang-orang yang sudah tidak
berdaya juga dianiaya sebelum akhirnya dibinasakan pula.
Ratusan korban banjir bandang yang kemungkinan belum
makan setelah membangun gubuk-gubuk takberdaya menghadapi para penyoren pedang berilmu tinggi. Mayat-
mayat bergelimpangan dan masih terlempar dari dalam gubuk
di sana-sini dalam keadaan mengenaskan. Darahku mendidih.
Apakah kesalahan para pengungsi yang malang ini"
NAMUN rupanya aku tidak usah mencari mereka karena
pada saat kedatanganku aku sudah langsung diserang.
Demikianlah aku langsung terlibat pertarungan di antara
gubuk-gubuk darurat yang hampir semuanya kini sudah
terbakar dan menyala. Lima bayangan berkelebat dari lima
arah dengan jurus-jurus mematikan, aku berkelebat menghindar ke balik api, dan menyerang balik dengan Ilmu
Pedang Tangan Sebelah setelah menyambar golok pembelah
kayu yang tergeletak di dekatku. Dengan Ilmu Pedang Tangan
Sebelah keamanan bayi di tangan kiriku yang masih juga
menangis itu lebih terjamin, karena memang diciptakan
seorang pendekar di Jawadwipa pada masa lalu yang hanya
memiliki tangan kanan, untuk menutupi segenap kelemahan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang ditimbulkan karena tidak bertangan kiri. Maka, meskipun
jurus-jurus mereka sungguh mematikan, kini kelima orang itu
yang kebingungan karena jurus-jurus Ilmu Pedang Tangan
Sebelah yang tidak mereka kenal.
Aku telah melenting ke atas atap untuk menjauhkan
mereka dari orang-orang yang berlarian kian kemari
menambah kekacauan, selain untuk menghadapinya tanpa
terlalu banyak kerumitan. Bertarung di antara api yang
berkobar, meski dengan bayi di tangan kiri, jauh lebih bisa
kuterima daripada di tengah orang banyak, karena pusaran
pertarungan tingkat tinggi bagaikan pusaran maut yang selalu
siap merenggut nyawa siapa pun yang tersesat ke dalamnya.
Apalagi Ilmu Pedang Tangan Sebelah menuntut kecepatan
dua kali daripada ilmu pedang mana pun yang dihadapinya,
sehingga suatu kekeliruan arah pedang tidaklah mudah ditarik
kembali. Begitulah aku memanfaatkan kobaran dan panasnya api,
muncul dari balik api dan menghilang kembali, dan setiap kali
menghilang tentu terdengar jeritan karena sabetan golokku.
Kekurangan karena hanya sebelah tangan yang bergerak
diganti kecepatan pergerakan luar biasa dari tangan yang
memegang golok, dan kekurangan tangan kiri -yang dalam hal
diriku adalah menggendong bayi-sungguh mengecoh karena
setiap orang selalu mengiranya sebagai titik lemah
pertahanan. Demikianlah setiap orang mengincar bayi itu
untuk memecahkan perhatianku, dan mereka tetap meneruskan gerakannya meski aku tampak tak peduli. Pada
saat ujung pedang mereka yang pipih panjang dan berkilat itu
nyaris menusuknya, golokku telah menebas leher mereka.
Satu orang kutendang ke bawah dan bergulingan di tanah
becek tanpa kepala, yang lain terdorong oleh tenaganya
sendiri saat mau membantai bayi dan masuk ke dalam api,
satu lagi tiada menyadari betapa tangan kanannya yang
memegang pedang telah terbabat putus ketika bermaksud
menusuk bayi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ilmu Pedang Tangan Sebelah membuatku tampak seolah
selalu berputar, tetapi tidak berputar seperti gasing melainkan
dalam segala kemungkinan dari gerak dan kecepatan dalam
perputaran. Adapun perputaran ini memang bisa sangat
mengecoh, karena bukan dari kanan ke kiri seperti yang
seharusnya jika bermaksud melindungi bayi, melainkan dari
kiri ke kanan sehingga seolah-olah bayi itu begitu mudah
dibacok. Namun dengan Ilmu Pedang Tangan Sebelah setiap
ancaman mempercepat pergerakan berputar dua kali lipat,
yang menjamin setiap penusuk akan terbacok dari belakang
ketika mengira tusukan pedangnya itu mengenai sasarannya.
Dengan cara yang sama kedua penyerang yang tersisa tewas
oleh golok pembelah kayu yang kupegang dan sekarang
bersimbah darah ini. Pertarungan berlangsung lebih cepat dari kata-kata. Belum
lagi dua orang yang tewas menggelinding dalam kobaran api
itu sampai ke tanah, sepuluh orang melesat secepat kilat ke
atas atap gubuk darurat yang ternyata sedang rubuh. Tanpa
menunggu gubuk sampai ke tanah aku berkelebat di antara
nyala api yang segera berubah menjadi semburan bara. Lentik
bara api bercampur dengan lentik api benturan pedang dan
golok berkeradapan mengiringi suara benturan yang benturan
yang berdentang-dentang tanpa pergerakannya kelihatan.
Masih dengan Ilmu Pedang Tangan Sebelah yang bergerak
dua kali lebih cepat dari setiap penyerangnya, kutamatkan
riwayat mereka satu persatu tanpa harus membuat orang
mengerang karena lukanya, karena kutebas mereka di tempat
yang paling mematikan agar mereka menerima kematian
bagaikan suatu mimpi tanpa akhir.
Sebetulnya aku memikirkan suatu akhir kehidupan
menyakitkan seperti yang layak diterima para pembunuh
terkejam yang menganiaya para korban sebelum kematian,
yang sedikit banyak telah kulakukan kepada lima pengepung
pertama itu, yang entah kenapa jerit kematiannya membuatku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tersadar bahwa pembalasan dendam tiada pernah terizinkan
menjadi tujuan. "Seorang pendekar tidak membunuh karena dendam," kata
ibuku, "karena dendam akan membuatnya melakukan
pembunuhan dan bukannya melaksanakan kewajiban. Seorang pendekar melaksanakan kewajiban berdasarkan
keyakinan atas segala sesuatu yang dianggapnya tidak bisa
lebih tepat lagi, seperti keyakinannya bahwa kejahatan harus
dilenyapkan dari muka bumi, meski terjamin akan selalu
muncul kembali. Dendam hanya melahirkan penyiksaan dan
dendam baru, jauhilah itu selalu, anakku..."
PADA saat bara api lenyap dan api padam, pada saat
kegelapan kembali menerkam, barulah gerimis dari balik
pegunungan yang kudengar tadi tiba dan telah berubah
menjadi hujan yang lebat. Saat itulah sesosok bayangan
berkelebat menyerangku dengan dua pedang dan gerakannya
begitu asing sehingga untuk sementara aku hanya bisa
menghindar, menghindar, dan menghindar. Tanganku mulai
pegal menggendong bayi ini di tangan kiri, jadi kupindahkan
ke tangan kanan dan golok pun berpindah ke tangan kiri.
Sembari menghindar dan menangkis dengan golok di tangan
kiri, kuterapkan Jurus Bayangan Cermin yang dalam setiap
kesempatan kususun kembali sebagai Ilmu Bayangan Cermin
yang mandiri, sampai seluruh jurusnya terserap dan
kukembalikan kepadanya dalam bentuk terbalik, masih
kuselipkan di dalamnya Ilmu Pedang Tangan Sebelah yang
telah terbalik pula karena golok kini kupegang di tangan kiri.
Dalam kebingungan yang amat sangat ia melenting ke atas
agar dapat lepas dari kerumitan ini, dan dari atas itulah
berkelebat pisau-pisau terbangnya secepat kilat. Setidaknya
lima pisau terbang meluncur ke arah empat titik mematikan di
tubuhku, sedangkan yang satu menuju ke arah bayi itu. Maka
kuteruskan gerakanku dengan Ilmu Pedang Tangan Sebelah,
tetapi yang kali ini tidak sekedar dua kali lebih cepat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pergerakannya dari pisau-pisau terbang itu, tetapi empat kali
lebih cepat, yang membuat pisau-pisau terbang itu tampak
sangat amat lambat, dan begitu lambat sehingga aku dapat
menangkis sembari mengubah arahnya. Pisau yang bermaksud membunuh si bayu kuarahkan kembali ke jantung
pelemparnya yang masih berada di udara, sementara empat
pisau terbang yang mengarah ke empat titik mematikan di
tubuhku, kubelokkan arahnya dalam sekali sapu, melesat
dengan sangat cepat dan tak terduga ke arah empat
kawannya yang tersisa, yang semenjak tadi mengepungku.
Lima pisau terbang me lesat ke arah sasaranku lebih cepat
dari semula. Pembunuh kejam yang masih berada di udara tak
berdaya menangkis pisau terbangnya sendiri yang sudah dua
kali lebih cepat dari semula itu. Ia tewas terjerembab di tanah
becek sehingga pisau terbang yang menancap dijantungnya
itu tertanam lebih dalam dan tembus sampai ke punggung.
Empat kawannya yang mengepung bahkan masih tetap berdiri
setelah pisau-pisau terbang itu menancap di dahi mereka, dan
hanya jatuh satu persatu tanpa nyawa karena tersenggol para
pengungsi yang tampak semakin panik, ketika sesuatu yang
menakutkan muncul dari balik kegelapan malam.
(Oo-dwkz-oO) AKU berdiri di antara mayat-mayat para pembantai yang
telah membakar gubuk-gubuk darurat para pengungsi sampai
habis tanpa sisa. Mereka tewas di antara mayat para korban
yang sempat mereka aniaya. Dua puluh penyoren pedang
berilmu tinggi sungguh terlalu mudah menghabisi para
pengungsi yang lemah dan tanpa daya. Apakah maksudnya"
Api telah padam bersama segenap gubuk darurat yang telah
berubah menjadi abu. Sisa bara yang merah segera lenyap
dalam genangan yang tercipta karena hujan. Untung caping
yang tergantung di leherku cukup lebar, dan meski masih
basah kukenakan juga agar baju tebalku tidak menjadi basah
kembali setelah dikeringkan api.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bayi di tanganku masih menangis. Kubuang golokku.
Kubopong dan kuayun-ayun dengan dua tangan seolah-olah
percaya betapa bayi itu akan tertidur karenanya. Namun bayi
itu tidak tertidur, bahkan makin keras menangis. Aku teringat
betapa semenjak kutarik kakinya di sungai itu belum ada
sesuatu pun yang telah memasuki mulut bayi itu.
Kuangkat kepalaku untuk mencari ibu susu yang semoga
saja belum dibunuh. Kusaksikan para pengungsi itu semuanya
sedang menatap ke suatu arah sambil berkali-kali menatapku.
Hujan masih turun dengan deras, membuatku khawatir akan


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terjadi banjir bandang lagi, bahkan mungkin lebih besar
sampai naik ke tempat ini. Namun agaknya bukan banjir yang
kini menjadi perhatian para pengungsi itu, melainkan sesuatu
yang rupanya sejak tadi tampak setiap kali halilintar berkilat,
yang tak sempat kuperhatikan karena tangis bayi yang tiada
henti-hentinya ini. Sesuatu yang sangat besar, dari segala
penjuru, bergerak perlahan mengepung kami.
Aku menghela napas panjang. Tidaklah terlalu kupedulikan
betapa hiruk-pikuk peristiwa yang berturut-turut kualami
dalam waktu singkat, semenjak dua belas pengemis itu
meringkusku dalam tikar pandan dan menjual diriku sebagai
budak, belum memberiku kesempatan untuk sekadar menelan
sesuatu. Melainkan kupedulikan bayi ini, entah anak siapa
yang sejak kusambar kakinya tanpa hentinya terancam bahaya
kematian yang takjuga mengenainya, tetapi sungguh-sungguh
akan bisa mati jika tiada satu perempuan pun yang masih
hidup dan mampu menyusui.
SEMENTARA itu yang sedang bergerak mendekat perlahan-
lahan menampakkan diri dengan makin nyata. Aku terkesiap.
Betapa lengah aku menyadari keberadaan mereka karena
tangis bayi yang kini telah kupindahkan kembali ke tangan
kiriku. Namun dengan alasan apa pun aku memang tidak
dapat melepaskan bayi ini sejak dari sungai tadi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apalagi sekarang ketika sesuatu yang belum jelas
peranannya makin lama kian dekat. Halilintar berkeredap dan
suara guntur dipantulkan dinding-dinding pegunungan berkali-
kali. Saat cahaya kilat menerangi bumi terlihat oleh ratusan
penunggang kuda maju perlahan-lahan mengepung tempat
ini. Kupungut kembali golok yang kubuang. Meski senjata
sudah tiada artinya lagi bagiku semenjak kupelajari secara
mendalam sebuah jurus yang bukan sihir tetapi menyerang
pikiran, tetap saja kuayun-ayun golok itu seolah-olah siap
kulempar dan jika kulakukan pasti mengenai satu atau
beberapa dari orang-orang berkuda yang sedang mendatang
itu. Barisan kuda mereka memberi kesan keteraturan yang
kuat, tetapi melihat bermacam-macam busana dan hiasan
tubuh mereka, kukira ini bukanlah pasukan yang mewakili
suatu kekuasaan resmi tertentu.
Mereka berhenti dalam suatu jarak. Hujan masih saja
menderas sehingga tidak ada sesuatu yang sebetulnya bisa
dipandang dengan jelas. Suara dengus kuda yang banyak
terdengar dari balik tiraihujan. Tanpa diperintah, para
pengungsi berlindung dengan ketakutan di belakangku.
Jumlah mereka telah banyak berkurang karena pembantaian
dua puluh orang bersepatu dan berpedang pipih dengan dua
sisi tajam itu. Mayat yang bergelimpangan mulai digenangi air,
bukan dari sungai, me lainkan air hujan dari langit yang telah
membuat segalanya sama sekali tiada tampak.
Aku menunggu dan mereka juga menunggu. Mereka semua
berada di atas kuda dan tak seorang pun yang tidak
menyandang senjata. Pedang, kelewang, tombak, cambuk, rantai, bandul besi,
kapak, toya, ruyung, panah, pisau panjang, dan pisau-pisau
terbang selingkar pinggang terlintas di mataku dalam terang
petir sekejap yang segera disusul guntur. Cukup bagiku untuk
melihat mereka semua berbaju tebal, meski baju itu mungkin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
saja bertambal-tambal. Sebagian mengenakan caping,
sebagian mengikatkan lembaran kulit untuk melindungi kepala
dari hujan, sebagian lagi mengenakan anyaman daun pada
kepala atau seluruh badan sebagai samaran. Sepintas lalu,
menilik busananya, mereka bagaikan campuran segala macam
suku bangsa di sekitar Teluk Siam sampai Teluk Tongking,
bahkan sepintas lalu kulihat suatu regu yang seluruhnya terdiri
atas orang-orang Pagan. Namun dari cara bersikap tertib di
dalam barisan, kutahu ratusan penunggang kuda ini sudah
terlatih dalam pertempuran bersama sebagai pasukan
berkuda. Gerombolan perampok tidak memiliki ketertiban
seperti itu. Jadi aku yakin mereka bukan gerombolan liar,
meski tetap saja aku harus hati-hati.
Aku bersikap waspada. Dengan tangan kiri kuusahakan
agar bayi itu diam. Separo tenaga dalamku telah terkumpul di
tangan kananku. Jika dua puluh pembunuh berilmu tinggi
yang kini bergelimpangan ternyata bagian dari mereka dan
maksud pengepungan ini untuk menangkapku, dengan Jurus
Naga Mengibas Ekor setidaknya seluruh lapisan terdepan
barisan itu akan jatuh bergelimpangan, cukup untuk sejenak
mengejutkan mereka, sementara diriku berkelebat menghilang. Di belakangku kudengar kaki-kaki kuda bergeser, barisan
terkuak, dan seorang penunggang kuda mendekati diriku
perlahan-lahan. Membunuh ular lebih baik memukul kepalanya
lebih dahulu pikirku. Namun selain belum kuketahui apakah penunggang kuda
ini pemimpinnya, bukankah belum bisa dipastikan pula apakah
pasukan berkuda ini memusuhi atau tidak memusuhiku"
Kudengar penunggang kuda itu me lompat turun. Ilmu
silatnya pasti sangat tinggi. Aku berbalik untuk menghadapi
setiap kemungkinan, dan...
Ah! Seseorang berambut panjang berlari dengan tangan
terbentang siap memelukku! Seluruh tubuhnya tertutup baju
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tebal, sehingga memang tidak segera kukenali dengan
seketika. Amrita! Di tengah hujan dan angin ia memeluk diriku
dengan bersimbah air mata.
"Pendekar Tanpa Nama! Pendekar Tanpa Nama! Kutahu
dikau akan menyusulku! Daku tahu! Meski berbulan-bulan
hatiku selalu bimbang dan ragu! Tinggallah bersama Amrita
selamanya, wahai pendekar! Janganlah pergi!"
Bayi itu semakin keras menangis, yang menyadarkan
Amrita akan keberadaannya. Ia melonggarkan pelukan dan
pandangan matanya menjadi tajam, antara bertanya dan
menuduh jadi satu. Kujawab segera sebelum ia bertanya.
"Bayi ini membutuhkan susu, aku menyelamatkannya dari
banjir, ibunya hilang tenggelam."
Amrita segera mengerti. Tadi ia berbicara kepadaku dalam
bahasa Khmer, sekarang ia berteriak dalam bahasa burung.
Direnggutnya bayi itu dari gendonganku. Maka terkuaklah dari
balik pasukan berkuda itu dua perempuan berkuda. Mereka
bersenjata pelontar batu yang tergantung di pinggangnya.
"Ia baru saja melahirkan, tetapi bayinya meninggal karena
kesulitan hidup dalam perburuan bala tentara Negeri Atap
Langit. Tentu ia bisa menyusui bayi ini," katanya.
Kemudian ia berteriak lagi dengan bahasa burung itu, dan
terkuak lagi dari kerumunan pengungsi, para lelaki yang
membawa bayi. Jumlah mereka tidak sebanyak yang kulihat
sebelumnya. Agaknya banyak di antara mereka tewas dibantai dan
perempuan-perempuan yang menyumbangkan air susunya
bahkan habis terbunuh maupun terbakar sehingga jika tidak
teratasi tentu bayi-bayi itu pun akan menyusul mati.
Hujan membuat musim dingin seperti mampu membekukan
darah, tetapi darahku mendidih karena rancangan kekejaman
yang terbaca sebagai pemusnahan suatu bangsa. Kelak akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kuketahui terdapatnya suatu kelompok di Negeri Atap Langit
yang menolak usaha penguasaan An Nam melalui
kebudayaan, karena kebudayaan hanya akan memperkaya
makna kehidupan. Kepada musuh hanya layak diberikan kekerasan, dan jika
mereka tiada tunduk, tentu saja harus dimusnahkan. Mereka
menyebut dirinya sebagai Golongan Murni yang berkeyakinan
bahwa hanyalah Negeri Atap Langit yang layak menguasai
dunia di atas segala bangsa.
Bayi yang kubawa segera dibawa ibu susu yang
menunggang kuda itu, tetapi di antara para lelaki yang
mengajukan bayi, hanya dua yang bisa diterima ibu susu
lainnya. Amrita berteriak dengan bahasa burung lagi, dan
segera muncul dari dalam barisan itu sejumlah lelaki dan
perempuan yang kemudian menjemput bayi-bayi tersebut.
Namun Amrita masih terus menerus berteriak, dan sebentar
kemudian seorang penunggang kuda datang pula membawa
seekor kuda hitam yang tegap.
"Naiklah ke atas kuda itu pendekar, kita sedang dikejar
Pasukan Daerah Perlindungan An Nam, dan kita bermaksud
memancing mereka masuk ke dalam hutan."u
Sebetulnya banyak sekali yang ingin kutanyakan kepada
Amrita, terutama apa saja yang terjadi semenjak ia diculik
Naga Kecil. Namun tampaknya untuk sementara aku memang
harus menunda pertanyaan-pertanyaanku, meski aku memang
penasaran melihat kenyataan bahwa ia jelas memimpin
sebuah pasukan pemberontak. Apakah yang telah terjadi"
Apakah yang sedang dilakukannya"
"Bagaimana dengan para pengungsi ini?" T anyaku. "Mereka
tetap tinggal di sini," kata Amrita, "Pasukan pemerintah tidak
akan mengusik para pengungsi, tidak sepertipara pembunuh
dari Golongan Murni."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pasukan bergerak menuju ke hutan tempat aku telah
menyalurkan prana pohon ke dalam tubuh bayi itu untuk
menghentikan pendarahan dari hidungnya. Sejumlah orang
ditinggal untuk membangun kembali gubuk secepatnya,
sembari menanti selesa inya penyusuan bayi-bayi.
Nanti jika pasukan pemerintah datang, akan semakin
banyak perbekalan mereka dapatkan, tetapi pada saat itu para
anggota pasukan pemberontak sudah harus pergi, jika tidak
ingin tertangkap dan dihukum mati!
(Oo-dwkz-oO) Episode 127: [Di Hutan Larangan]
Dengan bahasa Sansekerta yang tidak terlalu banyak
dikuasai di wilayah yang dikuasai Negeri Atap Langit ini,
sembari berkuda di sebelahku Amrita menceritakan secara
singkat apa yang penting kuketahui sebelum dan sesudah
penculikan dirinya oleh Naga Kecil.
Pertama, saat menengahi pertarunganku dengan Naga
Kecil di lorong gua di dalam danau, ia memang tidak
membunuh Naga Kecil. Hubungan cinta keduanya di masa
lalu, dan bahwa keduanya merupakan saudara seperguruan,
sungguh tidak memungkinkan keduanya saling membunuh.
Mereka memang bertarung dengan keras saat kutinggalkan
mengambil napas di permukaan air yang berada di ujung
lorong itu, tetapi adalah Naga Kecil yang berkelebat
menghilang, karena kesungguhan Amrita melindungi diriku
telah sangat melukai hatinya.
"Meskipun ia tidak berbicara seperti kita, tetapi kuketahui
segala sesuatu yang dipikirkannya, bahkan bisa berbicara
kepadanya melalui pikiranku sendiri tanpa harus mengucapkannya. Begitu terluka hatinya sehingga ia tiada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berdaya melakukan sesuatu apa. Perasaannya menghancurkan
tubuhnya, sehingga tubuhnya itu melebur dengan air,
menguap bersama udara, dan hanya membentuk tubuh Naga
Kecil kembali ketika perasaannya itu sudah pergi. Perasaannya
pergi, tetapi lukanya membekas selama-lamanya."
Amrita terus bercerita di tengah derai hujan. Ia tidak lagi
menampakkan diri sebagai putri istana yang harus dituruti
segala kehendaknya, yang bila marah bisa membunuh ribuan
manusia. Tentu ia tetap cantik dan tetap jelita, tetapi ia kini
jauh lebih sederhana, dan tampak lebih sebagai pemimpin
daripada kehendak ingin dilayani. Baju tebal musim dingin
yang dikenakannya memang lusuh, tetapi justru memberinya
wibawa kepemimpinan yang dibutuhkan di tengah perasaan
tertekan sebagai pihak yang diburu untuk dimusnahkan.
Bagaimana caranya Amrita bisa menjadi pemimpin pasukan
pemberontak di Daerah Perlindungan An Nam ini, sementara
ia masih diburu para pemburu hadiah yang disediakan
ayahnya sendiri dalam usaha bersikap ksatria dalam
penyatuan kerajaan Angkor "
"Dari luka hatinya itu keluarlah lendir yang membunuh
ikan-ikan dan segenap kehidupan di dalam air. Maka Naga
Bawah Tanah menganjurkannya pergi, karena jika tidak air di
dalam danau itu seluruhnya akan jadi beracun. Begitulah Naga
Bawah Tanah menganjurkan Naga Kecil pergi sebetulnya
hanya untuk sementara, karena meskipun lukanya akan tetap
membekas, lendir beracun akan bisa berhenti, yakni ketika
kesakitannya tiada terasa lagi. Namun dalam keadaan seperti
itu, Naga Kecil menerima anjuran Naga Bawah Tanah sebagai
pengusiran. Hatinya dua kali terluka dan penyebaran lendir
menjadi-jadi, sehingga tiada jalan bagi Naga Kecil selain pergi.
"Di dunia a wam, Naga Kecil yang tubuhnya bersisik menjadi
tontonan, dan memang hanya sebagai tontonan itulah Naga
Kecil mendapatkan uang yang dapat ditukarkannya dengan
sekadar makanan. Selama luka hatinya masih mengeluarkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lendir, ia tidak diperkenankan masuk air oleh Naga Bawah
Tanah, dan karena hidup di dunia ramai di atas daratan yang
hanya menjadikannya tontonan. Namun orang-orang dari
dunia persilatan tentu saja mengerti siapa Naga Kecil, dan
orang-orang persilatan yang telah menjual jiwanya kepada
kekuasaan segera menemukan cara untuk memanfaatkan
kesaktian Naga Kecil yang sedang tenggelam dalam
kegalauan. "Di wilayah Khmer ayahku Jayavarman II berusaha
membangun dan menyatukan Kerajaan Angkor dengan
menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, termasuk kerajaan
orang-orang Campa; sementara di wilayah An Nam,
berlangsung tekanan Negeri Atap Langit yang menjadikan


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi 2 Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wilayah ini penuh dengan pemberontak yang terdesak ke
selatan. Maka, demikianlah, di pegunungan para pemberontak
di utara bersaling-silang dengan para pemberontak di selatan
yang terdesak ke utara. Dalam keadaan seperti itu, mereka
membutuhkan orang-orang yang tangguh untuk mengatasi
tekanan. Agaknya mereka mengetahui bagaimana kita telah diburu
ke segala penjuru, bagaikan tiada tempat lagi di kerajaan
ayahku, yang mengerahkan para pembunuh bayaran dan
pemburu hadiah ke titik mana pun yang bisa dituju. Mereka
mau membantuku dengan pasukan besar, asal daku
membantu mereka menjatuhkan kekuasaan Negeri Atap
Langit. Masalahnya, bagaimana cara menemui dan membujukku" Maka kemunculan Naga Kecil yang jadi
tontonan telah membuat orang-orang dunia persilatan
mendapat gagasan: bahwa dengan daya batinnya Naga Kecil
akan mampu menemukan diriku, dan memang hanya Naga
Kecil yang akan mampu menculikku dari dirimu, yang mereka
ketahui tidak terkalahkan selama berada di tanah ini."
Aku mengerti sekarang, bagaimana dunia persilatan yang
hanya terdengar seperti dongeng kini menjadi bagian dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pertarungan kekuasaan duniawi di atas bumi. Naga Kecil yang
dongeng percintaannya dengan Amrita telah banyak diketahui
orang, dianggap akan mudah dipengaruhi oleh apapun yang
terhubungkan dengan Amrita. Segala sesuatu yang dianggapnya baik bagi Amrita, pasti akan dilakukannya,
apapun syarat dan pengorbanan yang dibutuhkan untuk itu.
Jadi, dalam segala sesuatu yang tidak kuketahui, jika
kenyataan baru pertama adalah Naga Kecil tak pernah
terbunuh oleh Amrita; yang kedua adalah kenyataan bahwa
Kemelut Kerajaan Mancu 1 Pendekar Naga Putih 83 Perempuan Berbisa Setan Sableng 2
^