Pencarian

Jurus Tanpa Bentuk 1

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 1


TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Karya Seno Gumira Naga Bumi I Text edit : Dewi KZ, Arief K, Niken L
Ebook pdf oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita-silat.co.cc/
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebuah karya besar Seno Gumira Ajidarma.
Pertama kali di sajikan dalam bentuk Cerita Bersambung di
Harian Umum Suara Merdeka, Semarang [7 Januari 2007 - 11
Maret 2008]. Diterbitkan dalam bentuk buku [edisi Lux dan Hard Cover]
oleh Gramedia Pustaka Utama [Nopember 2009].
Sinopsis Pulau Jawa tahun 871. Pendekar tanpa nama yang telah
mengundurkan diri dari dunia persilatan sudah 100 tahun
umurnya. Pendekar tua itu sudah lupa, siapa saja lawan yang
pernah terbunuh olehnya, dan barangkali kini murid atau
kerabat lawan-lawannya datang menuntut pembalasan
dendam. Bahkan negara menawarkan hadiah besar untuk
kematiannya. Pendekar tua itu tahu ajalnya sudah dekat, tetapi ia tidak
ingin mati sebelum menuliskan riwayat hidupnya, sebagai cara
membongkar rahasia sejarah.
Nagabumi, sebuah cerita tempat orang-orang awam
menghayati dunia persilatan sebagai dunia dongeng, tentang
para pendekar yang telah menjadi terasing dari kehidupan
sehari-hari, karena tujuan hidupnya untuk menggapai wibawa
naga. Nagabumi adalah drama di antara pendekar-pendekar,
pertarungan jurus-jurus maut, yang diwarnai intrik politik
kekuasaan, maupun pergulatan pikiran-pikiran besar, dari
Nagasena sampai Nagarjuna, dengan selingan kisah asmara
mendebarkan, dalam latar kebudayaan dunia abad VIII-IX.
RESENSI: Aris Kurniawan, sastrawan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sumber: Lampung Post, Minggu, 21 Maret 2010
AKU sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan-tapi
mereka terus memburuku bahkan sampai ke dalam mimpi.
Apakah yang belum kulakukan untuk menghukum diriku
sendiri, atas nama masa laluku yang jumawa, dan penuh
semangat penaklukan, setelah mengasingkan diri begitu lama,
dan memang begitu lama sehingga semestinyalah kini tiada
seorang manusia pun mengenal diriku lagi"
Demikian Seno Gumira Ajidarma membuka novel silat
Nagabumi- Buku Kesatu Jurus Tanpa Bentuk. Sebuah
pembuka dengan kalimat khas Seno yang segera membetot
pembaca untuk terus mengikuti kisah sampai tuntas. Kalimat-
kalimat panjang tapi sama sekali tidak bertele-tele sehingga
amat efektif untuk sebuah novel silat berketebalan lebih dari
800 halaman yang sebelumnya dimuat secara bersambung di
sebuah harian lokal Semarang.
Jurus pembuka yang tidak hanya indah secara gaya
bahasa, tapi juga langsung menghidupkan imajinasi kita
tentang dunia persilatan yang tak pernah kita lihat dalam
dunia keseharian tapi entah bagaimana caranya terasa begitu
nyata seolah kita pernah mengalaminya langsung.
Meski tidak pernah mengalami dunia persilatan, bagi kita
yang pernah hidup di era populernya sandiwara radio Saur
Sepuh, Tutur Tinurlar, Babad Tanah Leluhur, dan sejenisnya
tentulah "akrab" dengan dunia persilatan. Sandiwara radio
dengan latar cerita masa kebangkitan dan keruntuhan
kerajaan-kerajaan di Nusantara, tak syak lagi telah
menghidupkan imajinasi kita tentang kehidupan di dunia rimba
persilatan. Apalagi bagi yang gemar dengan bacaan cerita silat yang
juga populer kala itu, macam karya Asmaran S. Kho Ping Ho,
Wiro Sableng, Panji Wungu, dan lain-lain. Adegan pertarungan
seru, kejar-kejaran dengan ilmu meringkan tubuh, melenting
dari bubungan rumah ke ranting pohon. Sabetan dan benturan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pedang, luncuran anak panah, ledakan api dari benturan
tenaga dalam, serta rangkaian ketegangan lainnya, bagai
tertanam abadi dalam imajinasi kita.
Kisah-kisah persilatan tidak melulu mengetengahkan
pertarungan-pertarungan seru, tapi juga intrik politik, bahkan
ungkapan-ungkapan filsafat tak sedikit berhamburan di sana
secara bersahaja. Maka, manakala membaca novel ini, kita
seperti kembali pada masa-masa itu. Imajinasi kita tentang
dunia persilatan mekar lagi dengan riang gembira. Kita seperti
menemukan dunia yang sempat hilang itu. Dan kini ia hadir
makin mengasyikkan, bukan saja lantaran logika ceritanya
yang terjalin baik dengan kompleksitas yang meyakinkan, tapi
juga ditulis dengan sentuhan bahasa sastra yang menghanyutkan. Kisahnya berpusat dari Pendekar Tanpa Nama yang
terpaksa harus turun gunung dari pertapaanya lantaran
sepasukan rajya-pariraksa atau pengawal kotaraja memburu
dan hendak membunuhnya di dalam gua pertapaan. Bahkan
pendekar-pendekar top dari sungai telaga dunia persilatan
turut mengejarnya dengan maksud sama. Rajya-Pariraksa
dengan mudah dilumpuhkannya cuma dengan ludahnya yang
semprotkan ke mata mereka.
Dalam buku pertama ini belum terungkap apa sebenarnya
yang melatarbelakangi para pendekar dan pasukan khusus
istana memburunya. Bahkan asal usul Pendekar Tanpa Nama
pun masih gelap. Selain bahwa ia diselamatkan oleh pasangan
pendekar bernama Sepasang Naga dari Celah Kledung dalam
gendongan perempuan yang diduga bukan orang tuanya yang
dirampok di tengah perjalanan menggunakan pedati.
Melalui perjalanan menyusuri ingatan di masa muda sang
Pendekar Tanpa Nama itu pula kita mengetahui karut marut
perpolitikan masa itu yang penuh intrik, perebutan pengaruh
dan kekuasaan yang mengatasnamakan agama. Kedatangan
kepercayaan baru yang menyisihkan kepercayaan lama.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Novel ini terdiri dari 100 bab. Setiap bab rata-rata terdiri
dari 6 sampai 8 halaman. Strategi pembagian bab ini kiranya
sangat efektif sebagai jeda untuk memberi napas pada
pembaca. Halaman akhir setiap bab nyaris selalu menyisakan
adegan pertarungan atau kelebat bayangan yang sungguh-
sungguh seru, menegangkan dan bikin penasaran. Sampai
tanpa terasa sampai di halaman terakhir. Dan mendapati diri
kita tak tahan menunggu buku kedua.
BIOGRAFI Seno Gumira Ajidarma dilahirkan di Boston pada tanggal 19
Juni 1958 dan dibesarkan di Yogyakarta. Pada usia 17 ia
bergabung dengan Teater Alam pimpinan Azwar A.N. Sejak
itu, ia terus terlibat dalam dunia kesenian. Seno memulai
kegiatan sastranya dengan menulis puisi, cerita pendek, baru
kemudian menulis esa i. Puisinya yang pertama dimuat dalam
rubrik "Puisi Lugu" majalah Aktuil asuhan Remy Silado,
cerpennya yang pertama dimuat di surat kabar Berita
Nasional, dan esainya yang pertama, tentang teater, dimuat di
surat kabar Kedaulatan Rakyat. Seno kemudian mendirikan
"pabrik tulisan" yang menerbitkan buku-buku puisi dan
menjadi penyelenggara acara-acara kebudayaan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pada tahun 1977 Seno pindah ke Jakarta dan kuliah di
Departemen Sinematografi Lembaga Kesenian Jakarta (kini
IKJ, Insitut Kesenian Jakarta). Pada tahun yang sama Seno
mulai bekerja sebagai wartawan lepas pada surat kabar
Merdeka. Tidak lama kemudian, ia menerbitkan majalah
kampus yang bernama Cikini dan majalah film yang bernama
Sinema Indonesia. Setelah itu, ia juga menerbitkan mingguan
Zaman, dan terakhir ikut menerbitkan (kembali) majalah berita
Jakarta-Jakarta pada tahun 1985. Pekerjaan sebagai wartawan
dijalani Seno sambil tetap menulis cerpen dan esai.
Pada awal tahun 1992 Seno dibebastugaskan dari jabatan
redaktur pelaksana Jakarta-Jakarta berkaitan dengan pemberitaan tentang insiden Dili pada tahun 1991. Selama
menganggur, Seno kembali ke kampus, yang ketika itu telah
menjadi Fakultas Televisi dan Film, Institut Kesenian Jakarta.
Ia menamatkan studinya dua tahun kemudian. Setelah sempat
diperbantukan di tabloid Citra, pada akhir tahun 1993 Seno
kembali diminta memimpin majalah Jakarta-Jakarta, yang
telah berubah menjadi majalah hiburan.
Hingga kini Seno telah menerbitkan belasan buku yang
terdiri kumpulan sajak, kumpulan cerpen, kumpulan esai,
novel, dan karya nonfiksi. Buku-bukunya, antara lain, adalah
sebagai berikut. Mati Mati Mati (sajak, 1975), Bayi Mati (sajak, 1978),
Catatan-Catatan Mira Sato (sajak, 1978); Manusia Kamar
(cerpen, 1988), Penembak Misterius (cerpen, 1993), Saksi
Mata (cerpen, 1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi
(cerpen, 1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (cerpen,
1996), Negeri Kabut (cerpen, 1996), Insiden (novel, 1966);
Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara (esai,
1997); dan Cara Bertutur dalam Film Indonesia: Menengok 20
Skenario Pemenang Citra FFI 1973--1992 (skripsi, IKJ, 1997).
Atas prestasinya di bidang penulisan cerita pendek, Seno
Gumira Ajidarma mendapat penghargaan dari Radio Arif
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Rahman Hakim (ARH) untuk cerpennya Kejadian (1977), dari
majalah Zaman untuk cerpennya Dunia Gorda (1980) dan
Cermin (1980, dari harian Kompas untuk cerpennya Midnight
Express (1990) dan Pelajaran Mengarang (1993), dan dari
harian Sinar Harapan untuk cerpennya Segitiga Emas (1991).
Selain itu, Seno juga memperoleh Penghargaan Penulisan
Karya Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa untuk kumpulan cerpen Saksi Mata (1995) dan
Penghargaan South East Asia (S.E.A.) Write Award untuk
kumpulan cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1997).
Naga Bumi I Terdiri 5 [lima] Kitab:
Kitab 1: Jurus Tanpa Bentuk
Kitab 2: Catatan Seorang Pendekar
Kitab 3: Kesempurnaan dan Kematian
Kitab 4: Dua Pedang Menulis Kematian
Kitab 5: Pendekar Tujuh Lautan
Keseluruhannya terdiri dari 100 [seratus] Episode.
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Naga Bumi I KITAB 1: JURUS TANPA BENTUK
(Oo-dwkz-oO) Episode 1: [Aku Sudah Mengundurkan Diri dari
Dunia Persilatan] AKU sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan -tapi
mereka masih terus memburuku bahkan sampai ke dalam
mimpi. Apakah yang belum kulakukan untuk menghukum
diriku sendiri, atas nama masa laluku yang jumawa, dan
penuh semangat penaklukan, setelah mengasingkan diri
begitu lama, dan memang begitu lama sehingga sepantasnyalah kini tiada seorang manusia pun mengenal
diriku lagi" Aku menghilang dari rimba hijau dan sungai telaga dunia
persilatan pada puncak masa kejayaanku, setelah kukalahkan
seratus pendekar yang sengaja kutantang untuk mengadu
ilmu di atas bukit karang yang terjal dan berbatu tajam, pada
suatu malam bulan purnama yang bergelimang dengan darah.
Seratus pendekar dari golongan hitam, golongan putih,
maupun golongan merdeka yang tidak pernah berpihak,
kulumpuhkan satu persatu seperti elang perkasa memangsa
tikus. Nyaris secara harfiah dalam cahaya bulan aku melayang
dari batu ke batu dan setiap kali me layang turun, bahkan
ketika kakiku belum menapak bumi nyawa setiap pendekar itu
melayang. Kepada pendekar golongan putih kuberikan
kematian tanpa penderitaan, kepada pendekar golongan hitam
kuberikan kesakitan setimpal dengan kejahatan yang mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lakukan, dan kepada pendekar golongan merdeka kubiarkan
ilmu mereka menangkal ilmuku semampu dayanya.
Sebagai pendekar, kuberikan mereka kematian yang
terhormat, yakni kematian dalam pertarungan. Pengeroyokan
memang bukan sikap yang terpuji, tetapi akulah yang telah
mengundang mereka datang, sekaligus dan semuanya, di luar
itu tiada lagi pendekar kelas atas di dunia persilatan -yang
tersisa hanyalah centeng-centeng pasar, tukang kepruk, dan
penjahat kampung takberharga. Kutantang mereka semua
karena aku sudah bosan melayani tantangan bertarung satu
persatu. Mereka sungguh-sungguh sudah mengganggu
tidurku! Pendidikan yang salah telah membuat setiap pendekar
belum merasa menjadi pendekar jika belum mengalahkan
pendekar takterkalahkan seperti aku. Di atas langit ada langit -
tetapi falsafah dunia persilatan ini rupanya tidak pernah
mereka hayati sepenuhnya. Seratus pendekar ternama dunia
persilatan, mulai dari yang tua sampai yang muda, termasuk
para mahaguru yang sebelumnya kukira mulia, tanpa tahu
malu datang untuk menghabisi aku. Mereka semua ingin
menjadi langit di atasku dengan cara menamatkan riwayatku.
Jika kukatakan telah kuberikan kepada mereka kematian
yang terhormat, maka itu bukan berarti hanya dengan


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberikan kepada mereka kematian dalam pertarungan,
tetapi bahwa meskipun aku mengundang mereka semua
sekaligus, pada dasarnya seratus pendekar itu kukalahkan
satu persatu. Dengan demikian tidak kuberikan kesempatan
kepada diriku sendiri untuk bersombong telah mengalahkan
seratus orang sekaligus. Mereka semua belum sempat
mengeroyokku, jarak antara mereka satu sama lain di bukit
karang itu tidaklah begitu dekat, sehingga tidaklah bisa
dikatakan aku mengalahkan seratus pendekar sendirian saja.
Memang aku telah mengalahkan seratus pendekar pada
malam bulan purnama di bukit karang yang terjal di tepi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
samudera yang gelombangnya begitu dahsyat menghantam
dinding karang, tetapi aku sungguh mengalahkannya satu
persatu. Tidakkah aku telah melakukan sesuatu yang baik,
demi kehormatan mereka maupun kerendahan hatiku sendiri"
Hehehehehe... Kini aku tahu betapa pembenaranku saat itu hanyalah
suatu cara lain untuk jumawa dan kini aku menerima
akibatnya. Peristiwa yang berlangsung 50 tahun lalu itu
disebut sebagai peristiwa Pembantaian Seratus Pendekar.
Tidak ada seorang pun menyaksikan peristiwa itu, seratus
pendekar yang datang semuanya tewas, dan hanya para
pencari sarang burung yang menemukan seratus mayat di
bukit karang. Bersama para nelayan, dengan susah payah,
mereka menggunakan tali-tali kerekan untuk menurunkan
seratus jenazah tersebut. Berita segera tersebar dengan
bumbu cerita yang tidak bisa kubayangkan lagi di dunia
awam. Tentu sebagian besar dari mereka tidaklah dikenal.
Para pendekar adalah orang-orang yang terasing dan sengaja
mengasingkan diri dari kehidupan sehari-hari dalam pencarian
ilmu untuk mencapai pengetahuan sempurna. Siapa pun dia
yang telah memilih dunia persilatan sebagai jalan hidupnya,
tidak keberatan atas kematian dalam pertarungan yang akan
dialam inya. Ternyata masih terdapat dendam membara. Bara yang
panasnya masih harus kualami dalam usiaku yang uzur ini.
Peristiwa yang disebut Pembantaian Seratus Pendekar itu
berlangsung ketika usiaku 50 tahun -terlalu tua memang
untuk masih mempunyai sikap jumawa seperti remaja; kini
usiaku 100 tahun, jauh lebih tua, dan rasanya terlalu tua
untuk tetap mengalam i kehidupan. Namun, dengan segala
hormat, aku menolak untuk terbunuh tanpa perlawanan.
(Oo-dwkz-oO) KINI dalam perburuan oleh lawan-lawan yang tidak
kelihatan, melalui sisa-sisa ingatan kadang terbayang kembali
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pembantaian Seratus Pendekar yang telah menentukan
nasibku sendiri. Keberhasilanku memenangkan pertarungan
itu sebenarnya tidaklah mutlak karena ilmu silatku, melainkan
karena aku telah pula menggunakan akalku. Medan
pertarungan yang berupa bukit karang berbatu-batu tajam
yang serba terjal itu telah menjadi sangat menyulitkan bagi
siapapun untuk mengembangkan ilmunya. Setiap pendekar
memang bisa merayapi dinding curam di tepi pantai dengan
ilmu cicak, atau berlari miring dan melompat dari batu ke batu
dengan ilmu meringankan tubuh yang jamak dimiliki para
pendekar kelas atas, tetapi semua itu bukanlah kegiatan yang
tidak menguras tenaga. Adapun aku sudah mempersiapkan diri sejak berminggu-
minggu sebelumnya di puncak bukit karang itu, antara lain
dengan melayang dari batu ke batu dengan mata tertutup.
Dalam kegelapan, aku bisa menentukan letak batu dengan
tepat berdasarkan suara angin yang terbelah ketika
menerpanya, bahkan terus terang aku telah menundukkan
seratus pendekar itu dengan mata yang juga tertutup. Dari
kitab-kitab yang mengajarkan ilmu para pendekar buta,
kuketahui bahwa pemandangan yang tertatap oleh mata bisa
sangat mengecoh pemikiran dalam kepala: bahwa kita merasa
menatap sesuatu yang benar, padahal kebenaran itu terbatas
kepada sudut pandang dan kemampuan mata kita sendiri.
Menutup mata dan menajamkan telinga, memberikan
pengetahuan atas dunia yang sangat berbeda-dan karena aku
sebenarnya tidak buta, maka gabungan pemanfaatan kedua
indera itu menjadi daya ampuh tak terkira.
Dalam cahaya bulan purnama yang menyapu batu-batu
tajam menjadi penuh pesona, para pendekar itu setidaknya
akan kehilangan seperseribu detik dari kewaspadaannya.
Melompat dari batu karang tajam ke batu karang tajam lain,
meski bisa dilakukan dengan ilmu meringankan tubuh yang
sempurna, masih menuntut kewaspadaan tambahan bagi yang
belum terbiasa, sementara itu perjalanan mendaki bukit
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebenarnyalah telah membuat tenaga mereka tinggal sisa.
Orang-orang awam suka melebih-lebihkan kesaktian para
pendekar, kini kusampaikan kenyataannya. Satu lagi
kecerobohan para pendekar itu, ialah memaksakan diri
membawa bermacam"macam senjata. Senjata mereka yang
terkadang asal aneh telah menyulitkan diri mereka sendiri,
belum lagi yang terkadang begitu berat bobotnya sehingga
untuk membawanya saja sudah lebih dari cukup untuk
menguras tenaga. Dengan keadaan semacam itu aku yang sudah melatih
diriku bergerak dengan mata terpejam berminggu-minggu
sangatlah mungkin menembus pertahanan mereka. Tidaklah
kuingkari bahwa di antara para pendekar ini ada juga yang
cukup licik dan jika tidak mengirim mata-mata, maka mereka
datang sendiri jauh hari sebelumnya untuk memeriksa
keadaan. Tentu saja itu semua tidak lepas dari pengamatanku,
dan tentunya juga tidak terlalu mengherankan betapa siapa
pun yang menginjak bukit batu karang berbatu tajam ini
sebelum bulan purnama tiba kukirim kembali ke perguruannya
sebagai mayat bergulung tikar dalam gerobak.
Ilmuku disebut Jurus Tanpa Bentuk, kuciptakan sendiri
setelah mempelajari segala macam bentuk ilmu persilatan dari
para mahaguru utama. Intinya jurus -jurus itu melepaskan
dan menjauhkan diri dari seluruh bangunan ilmu persilatan
yang telah terbentuk dalam sejarah. Jurus -jurus itu tak
berbentuk, tak dikenal, dan sulit ditanggapi dengan jurus -
jurus ilmu persilatan yang telah dikenal. Kadang seperti
menari, kadang seperti mematung, tetapi lebih sering tidak
kelihatan, karena yang dikacaunya adalah pemikiran. Jurus
seperti ini memang harus diciptakan sendiri, karena jika
diterima dari seorang guru atau diturunkan kepada seorang
murid, akan menjadikannya sebuah bentuk. Jurus Tanpa
Bentuk juga sebetulnya bukanlah nama pemberianku, karena
dari sifatnya yang tanpa bentuk seharusnya tidak bisa diberi
nama, tetapi nama itu datang begitu saja entah dari mana di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sungai telaga dunia persilatan. Mungkin berdasarkan cerita
para pendekar yang telah kukalahkan dan cukup beruntung
masih menggenggam nyawanya di dalam badan.
Demikianlah dalam deru angin kencang dan debur ombak
mengempas dinding tebing karang kuhabisi lawanku satu
persatu. Aku menyatukan diriku dengan angin, menyembunyikan diri dalam bayang-bayang, dan berkelebat
cepat tiada terlihat untuk menotok jalan darah mereka di
tempat yang mematikan. Namun ini hanya kulakukan kepada
para pendekar golongan putih. Orang"orang golongan hitam -
kukira istilah pendekar tidak layak bagi mereka- kuselesaikan
riwayatnya dengan senjata mereka sendiri, karena kutahu
dengan senjata itulah mereka telah membawa penderitaan
dalam kehidupan. Biarlah mereka rasakan bagaimana senjata-
senjata itu menyakiti tubuh manusia dan itu berarti aku harus
memberi mereka kesempatan untuk mengeluarkan dan
menggunakan senjatanya. Mereka akan segera menyerangku begitu aku menampakkan diri, dan dengan mata terpejam aku cukup
menggeser tubuh, melambaikan tangan, atau mengibaskan
rambut panjangku untuk mengembalikan senjata-senjata itu
ke tubuh pemiliknya. Maka Bumerang Sakti pun tewas oleh
senjatanya sendiri setelah siulanku menambah kecepatan
putar balik senjata yang tidak bisa ditangkapnya lagi; Naga
Sembilan mati tersedak oleh semburan uap beracunnya sendiri
setelah angin yang kudorong membuat uap itu tidak keluar
bahkan terhisap ke dalam paru-parunya; Golok Kembar
kepalanya terpenggal oleh sepasang pedang yang berputar
kembali ke lehernya setelah aku berkelebat ke balik
punggungnya dan menotok urat saraf tertentu dari belakang;
dan kedua lengan Si Tangan Besi kupatahkan tanpa
membunuhnya untuk memberi hukuman atas kekejamannya
selama ini - tetapi ia ternyata justru menjadi tewas karena
daya hidupnya memang berada di lengannya itu. Aku telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mematungkan diri agar dipukul dengan jurus andalannya yang
mematikan. Dengan totokan di berbagai urat tertentu pula kebanyakan
dari mereka kubiarkan menjadi pekak telinganya oleh suara
angin dan ombak, yang dalam telinga mereka menjadi sejuta
kali lebih keras sehingga merusak saraf dalam otaknya. Diriku
terkadang tampak begitu lemah dan begitu mudah diserang,
tetapi yang dengan begitu telah mengurangi kewaspadaan
sehingga aku bahkan bisa membunuhnya hanya dengan cara
meludah ke tanah. Hampir semua hal bisa menjadi senjataku,
kerikil, daun, angin, suara-suara sekitar, bahkan juga
makhluk-makhluk di sekitarku. Pernah kumanfaatkan laron-
laron yang beterbangan untuk membingungkan lawanku,
sehingga aku bisa menyelesaikan pertarungan cukup dengan
meniup titik-titik gerimis. Sudah kukatakan tadi Jurus Tanpa
Bentuk menyerang pemikiran dan bukan badan, dan
kehancuran pikiran membuat badan sangat mudah dilumpuhkan. Kusadari aku telah berlaku sebagai Tuhan yang
menghakimi dengan kekuasaan tak terlawan, suatu kegiatan
yang sungguh mati tidak menjadi tujuanku. Namun orang-
orang golongan hitam yang sakti ini tidak mungkin diserahkan
begitu saja kepada pengadilan negara, karena dalam
kenyataannya mereka terlalu mudah meloloskan diri. Apalah
artinya borgol dan terali besi bagi mereka yang menguasai
tenaga dalam bukan" Mereka sangat sulit tertangkap dan jika
pun karena kelengahannya sendiri akhirnya tertangkap, sangat
mudah meloloskan dari dengan segala cara. Jika mereka
berhasil menjebol langit-langit, naik ke atas genting,
melompat ringan dan melayang dari atap ke atap, siapakah
kiranya orang awam yang bisa mengejarnya" Bahkan para
pendekar golongan putih pun terlalu sering bisa diunggulinya.
Namun dalam Pembantaian Seratus Pendekar, bukan hanya
orang-orang golongan hitam, juga para pendekar golongan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
putih dan golongan merdeka, yang sebetulnya sangat
dibutuhkan untuk membasmi kejahatan, tewas sebagai korban
kejumawaanku seorang. Keangkuhanku telah mengganggu
keseimbangan peradaban. Aku merasa bersalah. Aku
mengundurkan diri dari dunia persilatan, tetapi para pembalas
dendam memburuku sampai ke dalam mimpi.
(Oo-dwkz-oO) DALAM usia 100 tahun, aku bukanlah pendekar yang dulu
lagi. Aku sudah menjadi uzur dan pelupa, bahkan aku ragu
apakah semua yang kuceritakan tadi memang sesuai dengan
kenyataannya. Lima puluh tahun sudah aku menghilang dari
dunia persilatan. Mula-mula aku melenyapkan diri dalam
kehidupan sehari-hari dengan menjalani berbagai macam
pekerjaan awam, tetapi bahkan sebagai pengemis hina kelana
keberadaanku ternyata tidak mudah disembunyikan. Aku telah
menjadi tukang roti, pembuat tahu, pemancing ikan,
pendorong gerobak, tukang kayu, pengamen, guru sekolah
dasar, tabib, kuli pelabuhan, pedagang kelontong, tukang
rakit, penyalin kitab, pemilik kedai, penari topeng, petugas
perpustakaan, juru cerita, jagal, petani, penjual bunga, sipir
penjara, dalang teater boneka, dan segala macam bentuk
pekerjaan yang membuatku mengira akan bisa melenyapkan
diri dari dunia persilatan. Namun selalu ada saja yang
mengenali siapakah diriku itu, berusaha membunuhku
sehingga aku terpaksa membunuhnya.
Maka aku pun menghilang dari kehidupan ramai,
menjauhkan diri dari masyarakat banyak, menghindari
pertemuan dengan manusia. Dua puluh lima tahun sudah aku
bagaikan hanya hidup dengan diriku sendiri di sebuah lorong
gua yang gelap dalam rimba raya pekat yang belum pernah
dirambah. Namun dalam samadiku yang telah berlangsung
empat puluh hari empat puluh malam kudengar dengan jelas
langkah-langkah halus yang mengendap-endap mendekatiku.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kuhitung jumlah mereka, lebih dari dua puluh orang. Luar
biasa. Setelah dua puluh lima tahun, bagaimana caranya siapa
pun dia menemukan diriku" Namun, meski sudah berusia 100
tahun, uzur, dan lemah tanpa daya, aku tidak akan pernah
membiarkan siapa pun dia membunuhku dengan mudah.
Hmm. Kukira ini memang regu pembunuh yang luar biasa.
Mereka melangkah bukan hanya di atas bumi. Sebagian
melangkah miring di dinding, dan sebagian lagi bahkan
melangkah terbalik dengan kaki menapak langit-langit gua.
Aku melakukan samadi di bagian gua yang terluas tetapi
juga yang paling gelap dan paling lembab, tempat ribuan
kelelawar bergantung di atasnya dan membuat ruang berbau
pesing luar biasa. Meskipun memejamkan mata, aku tahu


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka menggunakan penutup wajah yang juga menutup
hidungnya berdasarkan napas mereka yang tertahan. Aku pikir
mereka dikirimkan dengan penuh perhitungan. Siapa pun yang
mengirim mereka tentunya sudah mempertimbangkan
kemampuanku, mencari kelemahanku, dan memperhitungkan
segalanya agar bisa melumpuhkan aku. Hmm...
Betapapun aku sudah uzur dan tua, aku tetap saja manusia
yang dibesarkan dalam dunia persilatan, semenjak kusaksikan
ayah dan ibuku pergi meninggalkan rumah dengan menyoren
pedang di punggungnya untuk memenuhi sebuah tantangan,
dan tidak pernah kembali.
Kudengar suara pedang tercabut dari sarungnya.
(Oo-dwkz-oO) Episode 2: [Maut Berkelebat di Balik Kelam]
PEDANG itu belum tercabut dari sarungnya ketika terdengar
jeritan memecah kesunyian. Sesosok bayangan terdengar
jatuh terbanting dan menjerit berguling-guling di dasar gua.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aaaaaahhh! Mataku! Mataku!"
Sekejap kemudian terdengar kepak sayap ribuan kelelawar
dengan cericitnya yang sangat dikenal. Mataku masih
terpejam dalam sikap bersamadi, tetapi samadiku sebenarnya
sudah selesai. Aku tetap mematung dalam sikap dhyana-
mudra ketika tanpa suara aku meludah ke mata penyerbu
yang sedang menarik pedangnya di atasku. Ludah itu
mengandung rasa buah yang tajam dan bagi kelelawar rasa
semacam itu tak boleh mereka lewatkan. Mereka mencaplok
mata yang mereka kira semacam buah yang kini berdarah.
Jeritan itu belum selesa i ketika hampir semua mata di balik
kerudung hitam itu telah kuludahi dengan cepat sekali. Regu
pembunuh ini memang menyamarkan tubuhnya begitu rupa
sehingga hanya matanya yang sekilas memantulkan cahaya
terlemah dan tetap saja bernama cahaya. Segenap rasa buah
kuciptakan dalam ludahku. Rasa mangga, rasa manggis, rasa
papaya, rasa durian, dan rasa kesemek. Cericit kelelawar kini
diseling dengan jeritan manusia yang semuanya berguling"guling sambil memegangi matanya.
"Tolong! Mataku! Mataku! Tolong!"
Pertolongan apa yang diharapkan oleh mereka yang datang
dengan niat membunuh" Kepak ribuan kelelawar yang terus
menerus mencericit berselang-seling dengan suara jeritan
putus asa. Mereka semua akan binasa di dalam gua ini, tetapi
aku tidak perlu menyaksikannya karena telah melesat keluar
memburu pemimpinnya yang pasti berada di luar gua. Umurku
memang sudah 100 tahun, mengapa mereka begitu tak sabar
menanti kematianku yang pasti tak akan terlalu lama lagi"
Meskipun sudah uzur dan kenyang bersamadi, darahku
tetaplah naik ke kepala -di luar gua aku segera disambut
ribuan anak panah yang seharusnyalah mencabik tubuhku,
tinggal menyisakan gumpalan daging berdarah di setiap mata
anak panah itu. Panah-panah yang dilepaskan dari balik setiap
batang pohon di dalam hutan itu menembus tubuhku tetapi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak membawa sepotong daging pun, karena aku telah
menggunakan Jurus Tanpa Bentuk yang telah mempermainkan pikiran mereka.
Para pembokong itu bersembunyi di balik batang"batang
pohon. Satu pasukan tentara agaknya telah dikerahkan untuk
menangkapku. Siapa gerangan yang telah memerintahkan dan
apakah kiranya yang telah terjadi di dunia" Sudah 50 tahun
aku menghilang dari dunia persilatan dan 25 tahun terakhir
aku tak berjumpa manusia, apakah yang masih mungkin
menjadi urusanku dengan para pengepung yang usia
tertingginya hanyalah 25"
Aku berkelebat seperti bayangan sepanjang hutan.
Mencabuti nyawa mereka seperti malaikat maut menjalankan
pekerjaan. Kesalahan terbesar siapa pun yang berusaha
mengatasi Jurus Tanpa Bentuk adalah menghadapinya tetap
sebagai bentuk. Siapa pun mereka berusaha mengingat,
mencatat, dan membahas segala gerakanku, segalanya
sebagai suatu bentuk dan berdasarkan bentuk itu mencari
kelemahan ilmuku. Mereka membahas bentuk dan mempertimbangkan urutan gerakannya, agar dengan begitu
dapat menciptakan ilmu silat yang baru hanya untuk
menghadapiku. Tentu saja pendekatan semacam itu hanya
akan menjadi sia-sia, karena Jurus Tanpa Bentuk akan selalu
menyesuaikan dirinya dengan jurus -jurus yang dihadapinya.
Jurus Tanpa Bentuk adalah jurus yang tidak terdapat dalam
dirinya sendiri, melainkan selalu sudah ada dalam jurus -jurus
yang dihadapinya. Ibarat kata jurus ilmu s ilat adalah suatu isi,
maka Jurus Tanpa Bentuk akan menjadi kekosongan -ini
membuat setiap serangan maut bagaikan membuka
kelemahan dirinya sendiri.
Aku tampak berkelebat cepat seperti bayangan, tetapi aku
merasa diriku melayang ringan selambat cabikan kapas
diterbangkan angin. Dalam waktu singkat seratus pemanah di
balik pohon itu kutancapkan ke batang pohon dengan anak-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
anak panah mereka sendiri. Ada yang tertancap memeluk
pohon, ada yang tertancap menghadapi kekelaman rimba.
Mereka tidak akan langsung mati. Mereka merintih-rintih.
Tiada seorang pun mempunyai cukup tenaga untuk mencabut
panah itu lagi. Tubuh mereka tertancap begitu tinggi. Jika
panah itu berhasil mereka cabut, tetap saja tubuh para
serdadu yang barangkali tidak seorang pun mengenalku itu
akan melayang jatuh dan tetap saja mati.
Kulihat lima pemimpin mereka berada di luar gua dan dari
caranya berbusana aku tahu mereka menyandang jabatan
militer dari suatu negara. Hmm. Kerajaan manakah kiranya di
Yawabumi ini yang telah mengerahkan pasukannya untuk
membunuh atau menangkapku. Aku hidup di dunia persilatan,
tidak berurusan dengan kehidupan sehari-hari. Dunia
persilatan memang hidup di bumi yang sama dengan dunia
awam para pencari keselamatan diri, tetapi dunia persilatan
memiliki kehidupannya sendiri yang tidak akan pernah
diterima sebagai sesuatu yang nyata oleh masyarakat awam -
karena bagi orang awam, dunia persilatan hanyalah suatu
dongeng, suatu sastra. Baiklah, itu berarti aku hidup di dalam sastra, atau tepatnya
di dalam bahasa. Apakah yang telah menjadi begitu keliru dan
begitu salah sehingga suatu negara di dunia nyata ingin
membunuh seorang pelaku dari sebuah dongeng" Bagaimanakah dongeng bisa menjadi sangat berbahaya"
Hmmm. Kelima pemimpin pasukan itu mengeluarkan senjata
mereka masing-masing. Aneh, bukannya takut, perasaanku
malah menjadi riang. Sudah begitu lama aku tenggelam dalam
samadi karena memang tidak ada yang bisa kulakukan lagi.
Aku begitu siap untuk mati. Namun kini aku seperti dilahirkan
kembali. Mereka bergerak mengepung tanpa kata-kata dan
aku membiarkan diriku diserang begitu rupa seolah-olah akan
begitu mudah mereka bisa membunuhku. Dalam gebrakan
pertama saja kedua orang dari mereka sudah saling menikam
dengan kelewang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tinggal tiga orang sekarang. Mestinya aku bisa mengatasi
mereka dengan mudah, tetapi bukankah aku membutuhkan
penjelasan" Mereka menyerangku dengan kecepatan tinggi.
Seorang di antaranya bersenjata cambuk yang meledak-ledak
memekakkan telinga. Ini mungkin penemuan terbaru
kelompok-kelompok yang bermaksud memecahkan rahasia
Jurus Tanpa Bentuk. Mungkin mereka mencatat bahwa aku
sering bertarung dengan mata terpejam dan itu berarti aku
mengandalkan indera pendengaran. Mungkin mereka berpikir
karena itu aku harus dilawan dengan mencari kelemahan atas
pengandalan indera pendengaran itu. Maka meledak"ledaklah
cambuk itu sampai burung-burung hutan beterbangan ke
udara dan monyet-monyet melayang dari ranting ke ranting
sambil menjerit -jerit menambah gaduh suasana. Begitu
gaduh rupanya sehingga ledakan cambuk itu hanya menjadi
salah satu di antaranya. Ia melenting dari batang pohon satu
ke batang pohon lain dengan ilmu meringankan tubuh yang
nyaris sempurna, tampaknya berupaya membingungkan aku
dengan suara ledakan cambuknya, tetapi aku segera
mengikuti seluruh gerakannya dengan kecepatan yang lebih
tinggi. Aku selalu mendahuluinya, sehingga terlalu mudah
bagiku, bahkan tanpa harus menggunakan Jurus Tanpa
Bentuk untuk menepuk kepalanya sehingga kesadarannya
hilang dan tidak akan pernah kembali lagi.
Kini tinggal dua orang berdiri menghadapi dengan napas
tersengal. Ilmu mereka tampaknya berada di bawah orang
yang memegang cambuk tadi, dan pangkat mereka pun
barangkali lebih rendah. Keduanya melepaskan senjatanya ke
tanah tanda menyerah. Sebuah pedang besar bergerigi dan
sebuah kapak dua sisi. Wajah mereka pucat pasi.
"Katakan siapa nama kalian, dari mana kalian berasal, dan
mengapa kalian memburuku jauh -jauh ke dalam rimba raya
ini untuk membunuhku."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka tidak menjawab. Mereka saling berpandangan.
Lantas tangan mereka bergerak cepat memasukkan sesuatu
ke dalam mulut mereka. Sejenak kemudian mereka menggelepar dengan mulut
berbusa. (Oo-dwkz-oO) JIKA mereka hanya berniat menangkapku, aku akan
membiarkan diriku tertangkap agar bisa membongkar misteri
ini. Namun mereka berniat membunuhku-dan meskipun bagi
orang berumur 100 tahun jarak dengan kematian hanyalah
selangkah ke kuburan, aku bukanlah pendeta yang akan
membiarkan diriku terbunuh tanpa bayaran.
Aku melayang ke atas pohon, meloncat ke dinding tebing di
atas gua, dan melenting dari ujung batu yang satu ke ujung
batu yang lain untuk mencapai puncaknya. Di atas sana
terdapat suatu dataran luas tempat aku bisa memandang ke
mana-mana. Sudah 25 tahun aku bersembunyi di tempat ini
dan aku tahu betapa tidak akan ada tempat yang lebih baik
lagi untuk menghindari dunia ramai selain di sini. Di dinding
karang, kadang terdapat sarang burung elang. Hanya anak-
anaknya yang baru menetas tinggal di sana sementara
induknya melayang terbang mencari mangsa di atas bumi.
Sering kulihat mereka datang mencengkeram tupai atau ikan
untuk memberi makan anak-anaknya itu. Betapa kelanjutan
hidup makhluk yang satu harus dibayar dengan kematian
makhluk yang lain! Aku masih terus melayang dengan ringan melalui jejakan di
ujung batu yang bertonjolan di sana-sini. Angin bertiup
kencang dalam cahaya sore.
Menjelang puncak, terdapatlah suatu gua yang dulu juga
pernah kumasuki. Letaknya cukup dekat puncak yang berupa
dataran itu, sehingga siapa pun dapat merayapi dinding dan
menyusuri dinding untuk mencapainya -dan itu pula sebabnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aku tidak memilih untuk tetap tinggal di sana. Memang terlihat
bekas-bekas kehidupan di sana. Tengkorak manusia, kapak
batu, dan batu pipih yang digunakan manusia purba tampak
bergeletakan. Apakah mereka bersilat"
Pernah kutemukan sejumlah gambar manusia bergerak di
dinding gua. Namun kukira itu hanya gambaran orang"orang
menari. Batu-batu pun tersusun begitu rupa menunjukkan
sentuhan tangan manusia. Gua itu tersembunyi dan barangkali
saja mereka menghindari sesuatu, sama saja seperti aku.
Pemikiran itulah dulu yang membuat aku enggan menempatinya dan mencari tempat yang jauh lebih curam di
bawah sana. Siapa nyana dua puluh lima tahun kemudian
tempat persembunyianku ditemukan juga, justru dari bawah
oleh pasukan pembunuh yang berani menyabung nyawa
merambah hutan" Tidak kumasuki lagi gua itu dan aku terus melayang ke
atas. Udara sangat dingin di atas ini dan aku harus melenting-
lenting menembus kabut. Angin bertiup menggigilkan,
suaranya terdengar seperti siulan maut. Begitulah, meskipun
aku sendirian saja, sebenarnyalah aku tidak pernah kesepian,
karena segala sesuatunya dalam pandanganku bisa hadir
sebagai suatu makna. Bahkan aku bisa belajar banyak dari
dedaunan yang tampak basah, untuk ilmu silat maupun demi
suatu filsafat pemahaman tentang dunia, karena bagiku hanya
mereka yang mampu memberi makna keberadaan dunia akan
mampu selamat dari keterserapan hidup yang semu.
Bukankah sehari dan semalam hanyalah perputaran bola
bumi" Namun terlalu sering kita lupa untuk menyadarinya,
bersama kehidupan semu yang menyeret kita untuk betul-
betul menjadi tua. Dalam kehidupanku sebagai pengembara di
dunia ramai, aku menyadari bagaimana manusia telah ditelan
oleh kehidupannya sehari-hari demi kebutuhan perutnya yang


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak pernah berhenti meminta diisi. Hidup tanpa kesadaran,
bagaimanakah caranya kita masih tetap jadi manusia"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Demikianlah aku si tua ini berkelebat di antara kabut
mencari jalan ke atas sana, hanya untuk mendapat sambutan
jarum -jarum beracun. Kudengar desingannya yang tajam
menembus kabut, memaksaku bersalto tiga kali ke udara,
karena serangan jarum -jarum beracun itu tidak kunjung
berhenti jua. Waktu mendarat kembali ke bumi aku masih tersekap
kabut. Kaki bisa merasakan batu cadas yang datar di puncak
itu, tetapi aku tidak bisa melihat apa pun, sekelilingku
hanyalah kabut yang berjalan dalam embusan angin kencang
dari seberang benua. Kudengar suara tawa terkekeh-kekeh.
"Heheheheheheh! Sudah menjadi tua bangka dikau
rupanya! Kenapa kamu tidak mati-mati juga?"
Kabut tiada juga tersibak, tetapi dari baliknya tiba-tiba
terjulur sebatang pedang pipih dengan ketajaman pada dua
sisi yang tampak ringan dan jelas sangat tajam langsung
terarah ke leherku! Aku berkelebat dan sesosok bayangan
juga berkelebat. Telapak tanganku bergerak cepat menampar-
nampar sisi pedang untuk membelokkan arahnya. Namun
gerakan pedang itu memang luar biasa cepat. Aku bergerak
lebih cepat agar mendahului gerakannya, tetapi tanggapan itu
agaknya sudah diduga. Hmm. Lawanku kali ini berilmu tinggi.
Kami bergerak sangat cepat di tengah kabut yang ternyata
semakin lama semakin pekat. Aku hanya melihat sosok itu
berbusana serbaputih. Bergerak cepat sekali menjadi hanya
kelebat bayangan serbamemutih. Suara pedangnya bersiut-
siut menjanjikan datangnya maut. Aku tidak menggunakan
Jurus Tanpa Bentuk karena ingin melemaskan otot-ototku.
"Tua bangka! Engkau masih cepat juga!"
Siapakah dia" Kalimatnya menunjukkan betapa ia
mengenalku. Kalaupun tidak berhadapan sebagai lawan
bertarung, setidaknya ia pernah menyaksikan aku menghadapi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lawan-lawanku. Pada masa mudaku aku adalah seorang
petarung yang selalu mencari lawan, termasuk dengan
menantangnya di tempat terbuka, karena kepongahan masa
mudaku selalu membuat aku ingin ditonton saat menundukkan
siapa pun yang menjadi lawanku.
Aku melakukan beberapa gebrakan untuk melumpuhkannya. Terasa tanganku menghajar dadanya. Ah!
Seorang perempuan! Kenapa aku tidak bisa mengenali dari
suaranya ketika ia berbicara" Aku melompat mundur dan
berusaha menjauh. Sekarang aku mengerti kenapa aku selalu
merasa berada di tengah keharuman. Ia seorang perempuan
pendekar yang selalu berparfum! Samar-samar kuingat dari
kenanganku, nama seorang perempuan pendekar yang
terkenal karena wewangiannya itu, Pendekar Me lati. Dulu dia
cantik sekali. Apakah kini dia sama berkeriputnya seperti aku"
Kudengar suara. Tentu saja ia muntah darah. Ia telah
terkena pukulan Telapak Darah -jika ia masih bertahan hidup
berarti tenaga dalamnya tergolong tinggi. Selama ini belum
pernah ada lawanku yang bisa melanjutkan hidupnya lebih
dari 24 jam, bahkan meski hanya terkena anginnya saja dari
pukulan Telapak Darah tersebut.
Kabut belum juga berpendar. Ia pergi meninggalkan aroma
melati. Aku bahkan tidak pernah me lihat dengan tegas sosok dan
wajahnya. Apa yang membuat perempuan pendekar yang ternama itu
juga berniat membunuhku"
Ia termasuk pendekar golongan merdeka. Tidak akan
memburu seseorang jika tidak dianggapnya mempunyai
kesalahan yang berat. Berbeda dengan golongan putih yang akan menumpas
orang-orang golongan hitam tanpa pandang bulu, para
pendekar golongan merdeka tidak terlalu peduli dengan baik
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan buruk, benar dan salah, atau apakah seseorang itu
termasuk golongan hitam atau putih.
Mereka hidup lebih untuk diri mereka sendiri, mengabdikan
hidupnya untuk mencari dan meningkatkan ilmu, serta
membela keadilan hanya jika para pendekar golongan putih
sudah tidak bisa mengatasinya -itu pun lebih sering dengan
cara tidak memperlihatkan diri.
Di tengah kabut yang dingin, aku terpaku merenungkan
perkembangan yang mendadak dan berlangsung cepat sekali.
Setelah dua puluh lima tahun hidup di dalam gua, aku harus
memutuskan, apakah akan tetap meninggalkan dunia ramai
dan diam-diam mati di suatu tempat; ataukah kembali
memasukinya untuk mencari jawab: Mengapa begitu banyak
orang mengejar dan memburu diriku"
Ketika kabut pergi, malam telah tiba. Tidak ada yang bisa
kulakukan lagi selain memasuki gua para manusia purba di
bawah tadi untuk mencari sekadar kehangatan. Aku ini sudah
uzur dan tua, meskipun aku seorang pendekar, musim
kemarau yang dingin selalu membuat aku sangat tersiksa.
(Oo-dwkz-oO) Episode 3: [Rumah Ketiadaan]
DI DALAM gua, aku mengambil tempat dan mengolah
pernapasan, mengikuti Yogacara aliran Dignaga, yang
mengatakan bahwa pengetahuan hakiki hanya dimungkinkan
melalui yoga. Kuingat sebuah pelajaran dari K itab Sang Hyang
Kamahayanikan. Jika dikau berada di gunung,
di gua, di tepi samudera, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di dalam rumah atau wihara,
pertapaan, bahkan kuburan, hutan dan semacamnya dirikanlah rumah sunya rumah ketiadaan ... Lantas kujelajahi duniaku, ruang dan waktuku, semampu
daya usia uzurku. Apakah aku akan bisa mendapat jawaban
dari masa lalu" Bagaikan masih tersisa aroma yang ditinggalkan Pendekar
Melati, membuat aku sulit memusatkan pikiran dan mencapai
anatman-keadaan tanpa diri dan tanpa jiwa, maupun sabhava
-keadaan yang hakiki; tetapi masih bisa kugapai bhavana-
meditasi yang mengembangkan pikiran.
Apakah mereka yang masih mencariku setelah 50 tahun
berlalu datang karena peristiwa Pembantaian Seratus
Pendekar" Semula aku mengira mereka yang datang adalah
keluarga, keturunan, ataupun murid-murid mereka yang
terbunuh. Dalam dunia persilatan, kisah dendam membara
bukanlah perkara yang aneh.
Namun dalam Pembantaian Seratus Pendekar setiap orang
datang tanpa paksaan dan pertarungan berlangsung dengan
adil. Meski terkalahkan, setiap orang pralaya dengan
terhormat sebagai pendekar. Bahkan orang-orang golongan
hitam, yang tidak pernah dihormati meskipun ditakuti, seperti
disucikan kembali jiwanya karena tewas dalam pertarungan
tanpa kelicikan seperti yang selalu mereka lakukan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku baru sadar. Peristiwa yang kualami sekarang ini
barangkali tidak ada hubungannya sama sekali dengan
Pembantaian Seratus Pendekar. Namun juga sangat mungkin
bahwa peristiwa itu dimanfaatkan demi suatu kepentingan.
Aku sudah terlalu lama meninggalkan dunia ramai, tidak tahu
menahu keadaan apakah kiranya yang paling mungkin
berhubungan dengan perburuan diriku. Lagi pula dunia ramai
orang-orang awam tidaklah pernah menjadi kepentinganku.
Masalahnya, orang-orang yang mengepung dan menghujaniku dengan anak panah berseragam tentara, orang-
orang militer; dan meskipun regu pembunuh yang memasuki
gua hanya berseragam hitam tanpa penanda kesatuan
tertentu, aku tahu mereka adalah pasukan khusus yang dilatih
untuk melaksanakan tugas-tugas menentukan.
Kelima pemimpinnya pun jelas para perwira yang
membawa pasukan tersebut. Apakah mereka masih berasal
dari sebuah kerajaan yang dipimpin Dinasti Syailendra"
Ketika aku meninggalkan dunia persilatan dan meleburkan
diri dalam dunia ramai selama 25 tahun, sedang berlangsung
pergolakan di Yawabumi, yang membuat saudara muda raja
Samarattungga, Balaputradewa, menyingkir ke Suwarnadwipa
dan akhirnya menjadi salah satu raja di kerajaan Sriwijaya.
Sampai aku meninggalkan dunia ramai dan menghilang ke
dalam hutan, Yawabumi sebelah timur dikuasai oleh
Jatiningrat, menantu Samarattungga yang kemudian akan
disebut Rakai Pikatan. Aku tidak terlalu yakin apa yang sebenarnya telah terjadi,
apakah mereka bersengketa karena masalah perkawinan,
bahwa Jatiningrat yang memeluk Siwa menikahi putri
Samarattunga yang beragama Buddha, dan apakah perbedaan
agama itu menjadi perkara sengketa.
Aku menganggap perbedaan agama antara Balaputradewa
yang memeluk Buddha Mahayana dan Jatiningrat sebagai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pemeluk Siwa seharusnya tidak menjadi masalah, karena bagi
rakyat jelata kedua agama itu tidak lebih sebagai kepercayaan
asing yang datang bersama orang-orang asing. Jika kemudian
raja-raja mereka memeluk agama asing, dan mewajibkan
rakyatnya melakukan upacara-upacara keagamaan seperti
agama"agama asing itu, rakyat jelata yang cinta damai
tidaklah berkeberatan melakukannya demi keselamatan dan
ketenangan. Dalam kehidupan sehari-hari rakyat jelata,
perbedaan agama bukanlah suatu masalah -tetapi bagi para
pemimpin dunia a wam, agama dimanfaatkan sebagai penanda
untuk membedakan golongannya sendiri dengan golongan
lainnya. Bagiku, sengketa di antara para pemimpin hanyalah
sengketa masalah kekuasaan. Agama hanyalah alasan untuk
mendapatkan pengikut sebanyak"banyaknya. Hal semacam itu
bagiku adalah kelicikan yang memuakkan.
Aku menghilang tahun 846. Saat itu Balaputradewa telah
pergi, tetapi agama Buddha tetap bertahan, bahkan
berkembang, karena rakyat jelata memang tidak menolaknya.
Bukankah Pramodawardhani, putri Samarattungga yang
Buddha, permaisuri Jatiningrat yang Siwa, tahun 824 telah
meresmikan candi jinalaya Kamulan Bhumisambhara yang
mempunyai makna sepuluh tahap menuju Buddha" Itulah
sebabnya aku juga selalu berpendapat, para pimpinan negara
pun lebih sering menjadi korban perma inan perebutan
kekuasaan para pelaku di balik layar, yang saling bertarung
dan beradu pengaruh atas nama agama. Ketika menyamar
sebagai tukang batu, aku pernah bekerja untuk membangun
candi Siwa maupun candi Buddha Mahayana, dan meskipun
letaknya berdekatan, tiada pertentangan di antara para
jemaatnya. Bahkan aku sering terperangah dengan pengarahan para acarya yang mampu memadukan citra
keindahan Siwa maupun Buddha dalam pembentukan candi.
Saat aku menghilang, candi jinalaya Kamulan Bhumisambhara telah berdiri, candi raksasa bertingkat sepuluh
itu dipenuhi dengan patung dan ukiran kisah"kisah ajaran
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Buddha. Ketika baru mulai dibangun, sekitar tahun 820 aku
mengajukan diri sebagai salah satu dari beratus-ratus
pengrajin yang bertugas menatah dinding dengan kisah-kisah
tersebut dan dengan begitu aku menghayatinya kembali
secara lebih mendalam, yang tidak kusangka ternyata
berhubungan dengan ilmu s ilatku. Dari bawah sampai ke atas,
Candi Kamulan Bhumisambhara menerjemahkan pencarian
manusia atas hakikat kehidupan-betapa pergulatan nafsu
dalam ketubuhan mesti di atasi dalam kesadaran untuk
mencapai pencerahan, dan bahwa dalam pencerahan tiada
lagi bentuk, tiada lagi diri, hanyalah alam awang-uwung yang
tiada terterjemahkan dalam kebahasaan.
Tiadalah mengherankan jika Jurus Tanpa Bentuk dianggap
sebagai pencapaian yang paripurna dalam dunia persilatan.
Segalanya terukir indah di Kamulan Bhumisambhara, dari
segala macam bentuk kehidupan duniawi di tingkat terbawah
sebagai pemenuhan indera, sampai kepada bentuk-bentuk
penuh perlambangan atas peningkatan hidup dari tingkat demi
tingkat di atasnya, menuju kepada stupa yang lurus menunjuk
ke langit kosong tak bertepi. Jurus Tanpa Bentuk bagaikan
langit bagi segala bentuk dalam semesta dunia persilatan -
hanya mereka yang mampu melepaskan segala bentuk akan
menguasai Jurus T anpa Bentuk.
Aku membuka mata. Belum kutemukan titik terang. Namun
kini aku merasa tenang. Setidaknya telah kutemukan
tempatku kembali di tengah alam setelah menutup diri 25
tahun di dalam gua. Jika perhitunganku tepat, aku sekarang
berada di Yawabumi tahun 871. Aku menarik napas dalam-
dalam, dan mengembuskannya
kembali dengan sangat amat perlahan. Mestikah aku
kembali memasuki dunia persilatan" Terlalu banyak hal masih
menjadi teka-teki yang menuntut penuntasan.


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
BEBERAPA lama aku tenggelam dalam meditasi tidaklah
kuketahui. Samadi melepaskan kita dari ruang dan waktu
manusia-tetapi jelas tubuhku masih di dalam gua yang pernah
dihuni manusia purba. Gua yang masih begitu bersih, seolah-
olah baru kemarin mereka meninggalkannya. Kulihat gambar-
gambar orang bergerak di dinding gua itu. Aku sudah sangat
berpengalaman membaca berbagai gambar dalam kitab-kitab
ilmu persilatan dan dengan mudah gerakan-gerakan itu segera
bisa kubayangkan seutuhnya. Aku tidak akan mengatakannya
sebagai gerakan tanpa bentuk, tetapi itulah gerakan-gerakan
yang belum terbentuk. Apakah gerakan itu untuk menari" Aku
taktahu pasti. Namun gerakan-gerakan itu dilahirkan oleh
naluri terdalam, yang mewakili gerakan sukma sebelum
manusia berbahasa. Aku memperhatikan lagi gambar-gambar dalam gua
temaram itu. Kuangkat obor yang menyala pada ranting
kering karena batu api untuk meneranginya, dan goyangan api
membuat gambar-gambar itu bergerak. Hmm. Para manusia
purba yang dahulu kala menghuni gua ini sebenarnya telah
memahami dasar gerak dengan sempurna. Dengan dasar
gerak itu seseorang bisa menari, bisa melakukan bela diri,
bahkan juga bersamadi, hanya dengan memahami gerakan
inti. Apakah gerakan inti itu" Tiada lain kediaman dalam gerak
dan gerak dalam kediaman. Seperti Jurus Tanpa Bentuk,
masalahnya berada dalam pemikiran. Dengan cepat kusapu
seluruh gerakan yang tergambar pada dinding gua itu dan
segera menguasainya. Lantas aku keluar dengan cepat, melompat dan melesat ke
udara terbuka. Ternyata aku tidak langsung meluncur ke
bawah, karena aku menjadi sangat ringan, jauh lebih ringan
dibanding jika aku menggunakan ilmu meringankan tubuh.
Tanganku terulur lurus ke kiri dan ke kanan dengan jari -jari
yang kurapatkan, kedua kakiku rapat dan tegak lurus -aku
bagaikan sebuah patung dengan tangan terbentang, tetapi
aku tidak meluncur ke bawah dengan cepat, bahkan serasa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aku berada di luar hukum alam di bumi. Aku me luncur ke
bawah dengan sangat pelan dan dengan perlahan aku
berputar, berputar, dan berputar. Seperti berada di luar bumi,
tetapi menjadi bagian pergerakan semesta.
Aku mendengar gumam nyanyian puja para pendeta di
telingaku, seperti irama yang menentukan kecepatan
meluncurku. Seperti bergerak, tetapi diam; seperti diam,
tetapi bergerak juga-karena memang bukan keduanya.
Memang, aku menjelajah dalam Rumah Ketiadaan, sembari
mengingat Samvarodaya-tantra.
dalam rumahnya sendiri di tempat yang tersembunyi nyaman di pegunungan, gua,
hutan, pantai lautan atau kuburan
di candi Devi Ibu tempat dua sungai bertemu
hasil tertinggi menjadi pencapaian mandala dalam
perputaran Begitulah aku bagaikan mandala yang berputar karena
pertemuan dua sungai dalam semesta batinku. Perputaran
yang memberikan kepadaku kediaman gerak abadi. Sepanjang
malam aku berputar tanpa merasa berputar dan meluncur ke
bawah dengan ringan sampai mendarat kembali di atas bumi
tepat pada saat fajar menyingsing.
Langit di ufuk timur masih ungu ketika aku sudah
melenting kembali dari batu ke batu kembali menuju dataran
cadas di atas sana. Kabut berpendar dalam cahaya pagi dan
seluruh dinding batu yang curam itu lambat laun bagaikan
disepuh cahaya keemasan. Kutinggalkan kicau burung-burung
hutan dan dari atas kusaksikan kerimbunan rimba raya yang
telah menyembunyikan diriku selama 25 tahun. Rimba raya
yang kutinggalkan untuk menghirup kembali rimba hijau dunia
persilatan. Sebelum mencapai puncak, aku berbelok dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berlari miring sepanjang dinding untuk kembali menuju
peradaban. Sungai telaga persilatan berada di ruang dan
waktu yang sama dengan dunia orang awam meskipun
dunianya begitu berbeda, sehingga dunia persilatan hanya
tampak kepada orang awam sebagai suatu dongeng.
Aku berlari cepat sekali, berkelebat tak terlihat seperti
bayangan, yang membuat orang-orang awam hanya akan
mampu merasa sesuatu berkelebat melaluinya tetapi tidak
pernah berhasil menegaskannya. Begitulah aku mulai bertemu
dengan para pencari kayu, pemetik buah, penjerat binatang,
dan para pemburu, tetapi aku me lewatinya saja, agar
kehidupan mereka tidak terganggu. Dunia persilatan, meski
menyenangkan didengar sebagai cerita pengisi waktu luang,
nyaris selalu membawa persoalan sebagai kenyataan. Aku
tidak ingin melibatkan orang-orang awam dalam persoalanku
yang bahkan bagiku masih penuh dengan pertanyaan. Setelah
melesat dan berkelebat dalam lindungan bayang-bayang yang
serbamemanjang tibalah aku di sebuah jalan di pegunungan.
Ini sebuah jalan raya antarkota, kukira inilah pintu masukku
kembali ke dunia. Aku harus mendengar suatu percakapan
agar mengenali kembali dunia yang telah kutinggalkan 25
tahun lamanya. Di tepi jalan itulah aku duduk bersila bagaikan seorang
pengemis tua, sambil membawa tongkat dan kulit buah waluh
yang keras sebagai mangkok, siap menerima apapun yang
diberikan sebagai sedekah dan memakannya. Memang para
pendeta Buddha juga melakukannya sebagai ketentuan yang
telah mereka terima, seperti pernah kubaca dalam
Siksassamuccaya, catatan yang ditulis Santideva saat aku
dilahirkan seratus tahun lalu.
pakailah sarung dan perangkat Buddha yang hidup dari
derma bawalah waluh dan tongkat peminta-minta
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepala gundul, pakaian berwarna dan mangkok peminta-
minta untuk menghilangkan keangkuhan agar bebas dari
keangkuhan seseorang harus menjadi candala orang hina
yang meminta-minta menerima apa saja yang dibuang
menghormati gurunya berlaku baik agar pendeta lain suka.
Aku bukanlah pendeta Buddha dan kepalaku tidaklah
gundul, sebaliknya bahkan awut-awutan seperti gelandangan
yang menjijikkan dan aku tidak mengenakan sarung
melainkan sekadar kancut seperti orang sadhu, itu pun
warnanya tidak jelas bisa disebutkan seperti apa. Aku hanya
menjalankan peran seorang pengemis, seperti pernah
kulakukan ketika meleburkan diri dalam kehidupan sehari-hari,
dan itulah saat kuhayati kehidupan seorang candala yang hina
dina. Orang-orang menghindar untuk memandangiku, setiap
kali memandang kubaca tatapan penghinaan, anak-anak
meludahiku, dan ibu-ibu tua bersikap mulia tidak lebih karena
rasa kasihan. Ketiadaan penghargaan adalah makna hidup dalam
kehinaan-dan bagi seorang pendeta yang mengolah akal
kebijaksanaan, segera terbentang kelemahan perilaku manusia
yang tidak perlu mereka ulang.
Dari balik kelokan muncul seekor kuda yang dipacu laju.
Kuda yang tegap dan perkasa itu berwarna hitam, tetapi
penunggangnya mengenakan busana serba kuning, ikat
rambut pita kuning, bahkan sarung pedang di punggungnya
pun berwarna kuning keemasan.
Meski kudanya dipacu laju, dari jauh aku tahu ia waspada
atas kehadiranku. Kepalaku tunduk ke bawah seperti siap
menerima nasib apa saja, tetapi aku sungguh"sungguh siaga.
Sudah jelas penunggang kuda ini berasal dari sungai telaga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dunia persilatan, dan sesama orang"orang persilatan sudah
jamak bila akan saling mengenal dalam sekali pandang.
Aku memang sudah menghilang dua puluh lima tahun,
tetapi di dunia persilatan kisah-kisah menggemparkan seperti
Pembantaian Seratus Pendekar terkadang memberikan rincian
yang cermat tentang para tokohnya, sehingga ciri-ciri mereka
menjadi sangat terkenal. Pengalamanku menyamar dan melebur dalam kehidupan
awam menunjukkan betapa tidak begitu saja seseorang yang
telah menapakkan jejak dan mendapat nama di rimba hijau
bisa dengan mudah menghilang.
Ketika menjadi pengemis aku mengira tiada seorang jua
akan sudi memperhatikan aku. Hidup menggelandang dan
tidur di sembarang tempat kukira merupakan cara yang
terbaik untuk memghindari pandangan. Namun sebaliknya
justru di sinilah keberadaanku di mana pun selalu dipergoki
orang-orang Partai Pengem is.
Kuda yang melaju itu semakin dekat. Aku segera menandai
bahwa penunggangnya bukan penduduk Y awabumi, dan tidak
juga Suwarnadwipa, karena ia mengenakan pembungkus kaki
yang oleh orang-orang asing disebut sebagai sepatu. Dari
sarung pedangnya yang keemasan itu pun aku tahu
pemiliknya bukan sembarang pendekar. Sarung pedang itu
berukiran gambar naga-dan aku tahu akan begitu juga sisi-sisi
pipih pedangnya. Hmm. Penunggang kuda itu tentunya
seorang pendekar yang mewarisi Pedang Naga Emas!
(Oo-dwkz-oO) Episode 4: [Naga Emas] KUDA itu me laju meninggalkan debu melewatiku.
Kuperhatikan sekali lagi sarung pedangnya yang berlapis
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
emas, masih jelas bagiku ukiran gambar naga yang sangat
kukenal. Pegangan pedangnya terbuat dari gading yang juga
terukir dengan indah. Bila pedang itu dicabut akan terlihat ukiran tipis naga
keemasan. Pedang itu sangat tipis, digerakkan sedikit saja
langsung bergoyang, menandakan pedang itu akan selalu
dipegang seorang pendekar bertenaga dalam-karena jika tidak
begitu, pedang ini hanya akan menjadi hiasan dinding.
Dengan saluran tenaga dalam, bahkan pedang yang berasal
dari batu meteor pun akan dengan mudah ditebasnya seperti
pohon pisang. Aku sangat mengenal pedang itu, karena pernah
berhadapan dengan pemiliknya, yakni Naga Emas dari Negeri
Tiongkok. Mengingat ketajaman luar biasa pedang itu, aku
mempersenjatai diriku dengan sarung pedang tersebut yang
kusambar dari punggungnya sembari bersalto di atas
kepalanya. Kami bertarung jurus demi jurus sepanjang malam dan
selama itu aku menggunakan ilmu pedang Cahaya Naga untuk
menghadapinya. Memang, tidak setiap saat aku memanfaatkan Jurus Tanpa Bentuk, karena jurus ini selalu
membuat aku menang terlalu cepat dan itu berarti aku tidak
bisa mempelajari ilmu silat lawan-lawanku. Kegagalan
mempelajari ilmu lawan bagiku adalah suatu kekalahan.
Salah satu jurus dalam ilmu silat yang gunanya menyerap
ilmu s ilat lawan disebut Jurus Bayangan Cermin. Dengan jurus
ini, selama bertarung lawan tidak akan sadar bahwa setiap kali
suatu jurus dikeluarkan, saat itu pula lawan akan menguasai
jurus tersebut, dan kemungkinan besar akan berbalik
menyerang dirinya sendiri-tetapi tidak selalu dalam bentuk
yang dikenalnya. Dalam keadaan seperti ini kedudukan seseorang yang
terserap ilmu silatnya menjadi sangat berat, sebagian besar
lantas bisa dikalahkan dengan jurus -jurus andalannya sendiri,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang sudah tidak dikenalnya sama sekali. Dengan cara itu pula
aku bukan hanya dapat mengimbangi Naga Emas, tetapi juga
menyerap ilmu silatnya, yakni ilmu pedang Aliran Naga yang
luar biasa indah, cepat, dan sangat mematikan.
Dalam sekilas, terlintas kembali pertarunganku melawan
Naga Emas yang juga selalu mengenakan busana kuning
keemasan seperti penunggang kuda itu. Ilmu pedang Aliran
Naga yang diperagakan Naga Emas itu memang gerakan-
gerakannya indah seperti tarian burung elang, yang mengepak
dan meluncur dengan segenap pesona, hanya untuk menukik
dan membuat lawannya binasa.
Busana sutra kuning keemasan dan pedangnya yang
keemas-emasan itu pun menjadi bagian dari jurus"jurusnya
yang seperti memanfaatkan berbagai macam pantulan cahaya
berkilauan. Ilmu pedang Aliran Naga sungguh mewakili kewibawaan
naga emas yang anggun dan keindahan geraknya yang sangat
mengecoh itu sungguh bagaikan keindahan maut yang tiada
mengenal ampun. Begitulah dengan ilmu pedang Cahaya Naga aku
mengimbangi kecepatannya yang tidak bisa diikuti mata,
dengan Jurus Bayangan Cermin kuserap ilmu pedang Aliran
Naga yang telah dikerahkan Naga Emas. Sepanjang siang aku
bertahan dalam gempuran cahaya berkilatan, tetapi memasuki
malam segenap jurus ilmu pedang Aliran Naga telah bisa
kumainkan dengan penafsiran baru yang membingungkan
Naga Emas sendiri. Putaran pedang yang telah menjadi baling-baling cahaya
keemasan dan memburu bagian-bagian tubuh mematikan,
selalu tertahan oleh sarung pedang yang juga keemasan dan
bergerak sama cepatnya dengan pedangnya.
Pedang Naga Emas, sudah berumur ratusan tahun
semenjak dihadiahkan kaisar Negeri Atap Langit kepada Naga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Emas sebagai kepala pengawal rombongan rohaniwan I-t'sing,
yang menjelajahi negeri-negeri di seberang lautan, untuk
mempelajari agama Buddha di Suwarnadwipa maupun
Nalanda di India. Rohaniwan I-t'sing tiba di kerajaan Sriwijaya pada tahun
671 dan mempelajari Sabdavidya, yakni tata bahasa
Sansekerta, selama enam bulan, sebelum berangkat ke


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nalanda untuk mempelajari kitab-kitab Buddha yang
semuanya tertulis dalam bahasa tersebut.
Ketika I-t'sing berangkat ke Nalanda, ditinggalkannya
kepala pengawal yang bergelar Naga Emas itu di
Suwarnadwipa, untuk menjaga kelompok kecil masyarakat
asal Tiongkok yang bermaksud menetap untuk selama"lamanya. Suatu tugas yang akan diemban Naga Emas
dan keturunannya selama 200 tahun lebih, karena memang
akan selalu ada Pendekar Naga Emas yang bersenjatakan
Pedang Naga Emas dan berilmu pedang Aliran Naga yang
bertugas menjaga keselamatan masyarakat pendatang dari
Negeri Atap Langit. Keturunan Naga Emas bisa berarti anak cucunya, bisa pula
berarti murid yang mewarisi ilmu pedang Aliran Naga lengkap
bersama Pedang Naga Emas, yang tentu saja akan berasal
dari masyarakat yang sama, mengingat tujuan ditinggalkannya
Naga Emas di Suwarnadwipa dahulu kala memang untuk
melindungi mereka. Orang-orang yang datang mencari kehidupan baru dari
Tiongkok, datang sedikit demi sedikit menempuh jalur
perjalanan I-t'sing, maupun para rohaniwan lain seperti Hui-
ning dan Yun-k'I yang menyeberang ke Yawabumi untuk
mempelajari dan menerjemahkan naskah-naskah Sansekerta,
bersama rohaniwan setempat yang terkenal sebagai
Jnanabhadra. Dalam catatan I-t'sing yang pernah kubaca,
Nan-hai-chi-kuei-nai -fap-ch'uan (Catatan tentang Agama
Buddha seperti yang Dijalankan di India dan Kepulauan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Melayu), masih ada Fa-lang, Hoai-ye, dan dua rohaniwan lagi
yang tidak disebut namanya dalam catatan tersebut.
Para rohaniwan yang berangkat atas restu penguasa tidak
akan begitu saja berangkat sendiri ke negeri as ing di seberang
lautan. Mereka seperti rombongan kecil yang terdiri dari para
rohaniwan yang merangkap sebagai ilmuwan berbagai bidang,
mata-mata militer, termasuk juga di dalamnya para pengawal
yang berilmu silat tinggi. Mereka menempuh jalur para
pendahulu, seperti rohaniwan Fa-chien yang pertama kali
berziarah ke India, tanah asal Buddha, selama 15 tahun dari
tahun 399 sampai 414... Namun selain me lacak jejak, mereka memperluas wilayah
pengembaraannya, antara lain karena Suwarnadwipa dan
Yawabumi sebagai bagian dari kerajaan Sriwijaya sejak 200
tahun lalu itu juga merupakan pusat ilmu pengetahuan
tentang agama Buddha yang penting"terutama ajaran Buddha
murni upadesa tentang bodhicitta...)
(Oo-dwkz-oO) PERTARUNGANKU dengan Naga Emas berhenti menjelang
fajar menyingsing. Aku tidak bisa memastikan Naga Emas
yang kuhadapi adalah cucu-murid dari Naga Emas pertama
yang keberapa, tetapi harus kuakui jika aku tidak
memanfaatkan Jurus Bayangan Cermin, maka ilmu pedang
Cahaya Naga hanya akan bisa mengimbangi ilmu pedang
Aliran Naga dan pertarungan tidak akan pernah ada habisnya.
Kami berada di sebuah padang rumput yang basah karena
embun. Aku masih memegang sarung pedangnya. Hanya
sarung pedangnya itulah yang bisa menangkis ketajaman
pedang Naga Emas. "Dengan ilmu silat seperti yang Anda miliki, siapakah yang
bisa mengalahkan Anda selain waktu?"
Aku mengangguk penuh hormat dan bersoja sesuai adat
mereka. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ilmu pedang Aliran Naga terbukti sebagai ilmu pedang
yang indah, penuh pesona, anggun tetapi sangat mematikan,
saya berterimakasih atas pelajaran yang saya dapatkan dari
pendekar Naga Emas yang ternama."
Naga Emas membalas bersoja.
"Sayalah yang telah mendapat pelajaran berharga, ilmu
pedang Aliran Naga tiada artinya di depan Jurus Bayangan
Cermin." Hmm. Ia tidak menyebutkan Ilmu pedang Cahaya Naga,
tanda ia masih merasa Aliran Naga adalah ilmu pedang
terunggul. Namun ini sudah bukan masanya ilmu silat
mempertahankan kemurnian ajaran, dalam pertarungan
sesungguhnya yang menjadi pertaruhan adalah kemenangan,
bukan kemurnian atau keindahan, karena dalam dunia
persilatan tidak ada pendekar yang terkalahkan-yang ada
hanyalah pendekar yang menang dan yang mati.
Kuanggap diriku tidak bertarung me lawan Naga Emas, kami
hanya saling menguji kepandaian. Kulemparkan sarung
pedangnya karena ia akan terlalu tinggi hati untuk meminta-
dan akan sulit menyimpan pedang berkilauan tanpa sarung
pedang yang sengaja dibuat bersamaan itu.
Ia mengulurkan pedangnya dan sarung pedang itu
menancap dengan tepat, untuk segera disandangkan kembali
ke punggungnya. Sarung pedang lain akan pecah atau hancur
bersentuhan dengan Pedang Naga Emas.
"Hari ini Naga Emas telah mendapatkan pelajaran berharga,
meski yang dibayangkannya adalah pelajaran yang lain dari
penemu Jurus Tanpa Bentuk. Selamat berpisah-semoga tidak
pernah akan terjadi anak-cucu"murid saya bentrok dengan
pendekar yang hanya bisa dikalahkan oleh waktu, karena saat
itu akan berarti kekalahan bagi ilmu pedang Aliran Naga."
Ia bersoja kembali, lantas menghilang sebelum cahaya
pertama melesat dari balik bukit. Peristiwa itu terjadi sebelum
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pembantaian Seratus Pendekar dan aku masih sangat
bernafsu menguasai segenap ilmu silat yang ada di dunia ini.
Keingintahuanku yang besar kuolah dalam perenungan dan
pemikiran yang sangat keras, sampai aku menemukan Jurus
Bayangan Cermin yang membuat aku bisa mempelajari suatu
ilmu silat tanpa harus berguru bertahun-tahun lamanya.
Sebaliknya, aku cukup menempur siapa pun yang kupikir layak
kupelajari ilmu silatnya. Semakin tinggi ilmu silatnya, setinggi
itu pula ilmu silat yang kudapat, bahkan setelah kuolah
kembali tidak pernah mampu diatasi oleh pemiliknya semula.
Menguasai Jurus Bayangan Cermin, yang mampu menyerap
dan mengolah ilmu silat dari aliran mana pun di rimba hijau,
adalah langkah pertama ke arah penguasaan Jurus Tanpa
Bentuk. Sudah kukatakan, aku tidak pernah mempelajari jurus"jurus sebagai gerakan dengan bentuk yang baku; yang
kupelajari adalah pemikiran yang menyebabkan jurus"jurus
tersebut berbentuk seperti itu -yang tentu saja harus melalui
penguasaan atas jurus -jurusnya juga, dari langkah ke
langkah, dari gerak tipu ke gerak tipu, dari seni gerak satu ke
seni gerak yang lain. Hanya kali ini dengan seketika saat
pertarungan berlangsung, meski tetap untuk menguasai
pemikiran di baliknya. Lantas aku akan membalik-balik
pemikiran untuk mengubah jurus -jurus yang kuserap menjadi
berbentuk baru. Penguasaan ini membuat aku bisa membuat
lawan terperangah oleh jurus yang sangat mereka kenal
karena mereka kuasai, tetapi yang ternyata tidak bisa mereka
atasi dengan jurus -jurus yang mereka kuasai tersebut, karena
telah kukuasa i dan kuolah kembali ke tingkat yang lebih tinggi.
Hanya dengan penguasaan atas Jurus Bayangan Cermin,
aku mampu melangkah ke penemuan Jurus Tanpa Bentuk,
karena keberadaan Jurus Tanpa Bentuk sangat tergantung
kepada keberadaan bentuk-bentuk itu sendiri --sedangkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jurus Bayangan Cermin memberi aku peluang menyerap
segala bentuk ilmu persilatan tanpa kecuali.
(Oo-dwkz-oO) JADI siapakah penunggang kuda hitam berbaju kuning
keemasan yang melaju meninggalkan kepulan debu" Dia
membawa pedang Naga Emas. Kemungkinan besar dia
pewaris terakhir ilmu pedang Aliran Naga. Namun kenapa ia
mesti tergopoh-gopoh menunggang kuda" Naga Emas yang
bertarung denganku memiliki ilmu meringankan tubuh
sempurna. Kami bertarung seperti dua bayangan yang saling
berkelebat tak bisa dilihat mata biasa. Hanya desir angin
gerakan kami dan kilau pedang yang sesekali me lentikkan
bunga api setiap kali sarung pedang yang kupegang
berpapasan dengan pedang Naga Emas itu. Maksudku,
seorang pendekar kelas atas tidak membutuhkan kuda untuk
berkendara. Ia bergerak secepat angin, meluncur secepat
cahaya, dan melesat lebih cepat dari pikiran.
Maka aku bertanya-tanya apakah yang telah terjadi di
sungai telaga dunia persilatan setelah kutinggalkan selama 25
tahun" Apakah yang telah terjadi semenjak kutinggalkan dunia
ramai maupun dunia persilatan yang suny i tapi penuh dengan
percikan darah selama kukubur diriku dalam meditasi tanpa
ujung selama 25 tahun" Aku masih terbungkuk-bungkuk
sambil bersila dalam penyamaranku sebagai pengemis,
mengacung-acungkan mangkok waluh dengan penuh hiba
seperti aku ini memang begitu hina dan amat sangat terlalu
dina. Kuda hitam itu menghilang, tetapi dari getaran tanah
tempat aku bersila kuhitung sekitar duapuluh penunggang
akan muncul dari balik kelokan mengejar Naga Emas, yang
entah kenapa tidak menghabisi saja orang-orang berkuda itu.
Dengan cepat aku memikirkan sesuatu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Begitu rombongan itu muncul, aku sudah tengkurap di
tengah jalan, mencoba menghalangi pengejaran mereka.
Namun pimpinan mereka berteriak.
"Jangan berhenti!"
Kuda-kuda itu dipacu melewati diriku. Hampir semuanya
melindas tubuhku -meski bagiku tiada artinya sama sekali.
Dalam sekejap semuanya lenyap meninggalkan kepulan
debu yang jauh lebih banyak lagi. Aku bangkit dan
membersihkan tubuhku. Orang-orang ini tidak mempunyai
perikemanusiaan sama sekali. Apa yang terjadi jika aku
memang seorang pengemis tua yang sedang sekarat di
tengah jalan" Aku pasti sudah mati dilindas kaki-kaki kuda
yang menggebu seperti roda-roda maut itu.
Aku melesat dengan cepat ke arah hilangnya rombongan
berkuda itu. Jika mereka berhasil mengejar Naga Emas yang
masih membutuhkan seekor kuda untuk menghindarkan diri
dari pengejaran musuh-musuhnya, kukira ia juga tidak akan
mampu melawannya. Suatu hal yang tidak bisa kubayangkan
dari seorang pewaris Pedang Naga Emas!
Namun apa yang kutemukan di luar dugaanku sama sekali.
Bukan saja aku merasa telah melesat cepat dan berkelebat
seperti bayangan, tetapi juga bahwa dalam waktu singkat
keadaannya sudah berubah sama sekali.
Di ujung jalan kedua puluh penunggang kuda itu sudah
terkapar sebagai mayat. Salah seorang bahkan masih
mengerang oleh senjata rahasia yang bidikannya tidak terlalu
tepat sehingga tidak langsung mematikan. Aku mendekatinya.
Ia tampak terkejut melihat diriku. Tangannya terulur
menunjuk wajahku. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu,
tetapi keburu tewas karena jarum"jarum beracun telah
membekukan aliran darahnya.
Aku melihat sekeliling, dan terkesiap melihat lelaki berbaju
serbakuning itu juga telah tewas oleh jarum -jarum beracun.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Melihatnya selintas, aku sudah tahu, Pedang Naga Emas
sudah lenyap! Aku mencoba menyusun kembali urutan kejadiannya.
Pendekar Naga Emas tewas oleh serangan gelap. Orang"orang
yang menyusulnya berhenti karena melihat Naga Emas sudah
tewas, dan juga mereka semua tewas oleh penyerang gelap
yang sama. Aku memeriksa tanah dan jejak -jejak kaki kuda.
Kuperkirakan Naga Emas kehilangan kewaspadaannya ketika
kaki-kaki kudanya tersandung tali yang tiba-tiba terpentang
setinggi lutut kaki kuda itu, sehingga terpelanting dan
barangkali bahkan jatuh menindih tubuhnya. Orang-orang
yang menyusulnya berhenti dan tanpa kewaspadaan segera
mengerumuni jenazah Naga Emas. Sangat mudah bagi para
penyerang gelap dengan senjata-senjata rahasia untuk
menghukum kelengahan seperti itu.
Aku menghela napas. Di sungai telaga dunia persilatan,
ternyata kita tidak bisa mengharap semua orang jadi
pendekar. (Oo-dwkz-oO) Episode 5: [Para Pendekar Merdeka dan Pertarungan Melawan Suara Seruling]
DALAM dunia persilatan terdapat berbacai macam falsafah
dan cara berpikir, yang kemudian dilaksanakan sebagai suatu
sikap dalam percaturan politik dan perwujudan berbagai jurus
ilmu persilatan. Orang-orang awam yang belum pernah
melihat atau menyadari kehadiran seorang pendekar pun
dalam hidupnya, misalnya, setidaknya pernah mendengar
terdapatnya dua golongan besar, yakni golongan hitam dan
golongan putih. Keduanya memang selalu berhadapan, karena
masing-masing saling menganggap musuh satu sama lain,
tanpa harus ada masalah yang menjadi sebab pertentangan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Golongan hitam memang menempuh jalan kehidupan yang
kelam. Bagi mereka, mencuri, merampok, membunuh, dan
memperkosa sama sekali bukanlah suatu kesalahan. Penipuan,
kecurangan, dan kelicikan adalah jalan yang dianggap sahih
untuk mencapai kemenangan. Bagi mereka, apa yang
dipercaya sebagai salah dan benar nyaris menjadi kebalikan


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari kepercayaan golongan putih. Ini bisa dilacak dari ilmu
silat maupun bentuk persenjataan golongan hitam yang
seperti diciptakan hanya untuk menyiksa dan menyakiti.
Begitu pula dengan jurus"jurus ilmu s ilatnya yang licik, kejam,
langsung, dan mematikan, seperti tidak mengenal seni gerak
sama sekali. Dalam persenjataannya pun mereka tidak
sungkan untuk menggunakan senjata-senjata rahasia yang
licik seperti uap dan bubuk beracun, maupun berbagai jebakan
maut yang tidak bisa diduga.
Tentu ini sangat berbeda dengan sikap golongan putih,
yang menjunjung tinggi segala sesuatu yang mereka anggap
luhur dan agung, tetapi yang terhadap golongan hitam suatu
pertimbangan kembali tidak pernah dimungkinkan. Bagi
golongan putih, dengan atau tanpa masalah, golongan hitam
harus dibasmi sampai ke akar"akarnya. Persenjataan dan ilmu
silat golongan putih selalu lugas. Senjata mereka adalah
senjata yang juga dikenal dalam kehidupan sehari-hari seperti
pedang, dan kebanyakan memang pedang, tombak, atau yang
agak berbeda sedikit adalah trisula. Sangat berbeda dari
golongan hitam yang berbagai bentuk senjatanya seperti
karya seni, tetapi mewakili pemikiran untuk membunuh
dengan kejam-senjata dan segala jurus ilmu silat golongan
putih dikembangkan untuk melumpuhkan, dan hanya jika
terpaksa mereka terpaksa menewaskan. Namun perkembangan zaman memperlihatkan bahwa para pendekar
golongan putih ini lebih sering membinasakan lawan mereka,
daripada melumpuhkannya dan menyerahkan kaum penjahat
kepada pengadilan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Telah kusebutkan betapa orang-orang golongan hitam tidak
begitu saja bisa dilumpuhkan, apalagi jika mereka kemudian
diserahkan kepada orang-orang awam yang ilmu silatnya tidak
mengenal tenaga dalam. Munculnya para pendekar di sungai
telaga dunia persilatan justru karena ketinggian ilmu silat
orang-orang golongan hitam yang semakin sulit diatasi.
Demikianlah para pendekar golongan putih mengabdikan
dirinya kepada kemanusiaan, membela orang-orang awam
yang lemah dan tertindas oleh kezaliman golongan hitam.
Namun ternyata dunia persilatan tidaklah begitu hitam dan
putih saja adanya, yang ditandai oleh kehadiran para
pendekar yang disebut sebagai golongan merdeka. Sebetulnya
para pendekar ini tidak akan pernah bisa digolongkan oleh
suatu persamaan, karena masing-masing mempunyai sikap
yang bebas dan merdeka, sehingga masing-masingnya
menjadi begitu berbeda, tidak terikat kepada suatu kebijakan
dan kebajikan yang dianut banyak orang. Misalnya saja
mereka tidak berasal maupun bergabung dalam suatu
perguruan tertentu. Jika sebuah perguruan silat bisa
mempunyai murid mulai dari seratus sampai lima ratus orang,
maka guru-guru para pendekar merdeka ini lebih sering hanya
menerima murid antara satu sampai dua orang-bisa juga
sampai tiga orang, tetapi tidak akan lebih dari itu.
Kemudian jika murid-muridnya ini kelak mengangkat murid,
juga sangat jarang yang akan mengembangkannya menjadi
sebuah perguruan silat. Mereka juga hanya akan menerima
satu atau dua orang murid, atau kadang-kadang mereka pilih
sendiri-tak jarang melalui suatu pengajaran rahasia. Sehingga
sangat mungkin bahwa di antara para pendekar golongan
merdeka, banyak yang belum pernah bertemu muka dengan
gurunya sama sekali-entah karena sang guru memang
menghindar untuk bertemu langsung, atau memang sudah
mati dan hanya meninggalkan kitab atau gambar-gambar
orang bersilat di dinding batu, yang bisa ditemukan dan
dipelajari siapa saja yang berminat dan mampu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seperti yang sering terdengar kisahnya di dunia awam,
para pendekar memang sangat mungkin menemukan kitab-
kitab ilmu silat yang sengaja tidak diwariskan kepada murid
tertentu, karena para pendekar ini memang mengerahkan
segenap daya hidup untuk mencarinya. Seorang pendekar
berkelana, mengembara dari gunung ke gunung, naik turun
bukit, lembah, dan jurang untuk mencari ilmu-terutama demi
peningkatan ilmu silatnya itu sendiri. Ini membedakan falsafah
para pendekar merdeka dari falsafah golongan putih, yang
sudah menjadikan pembasmian golongan hitam sebagai
pengabdian hidupnya. Aku adalah salah seorang dari mereka
yang dahulu mencari ilmu seperti itu, dan karena itu aku tahu
betapa sebagian besar dari para pendekar yang disebut
merdeka tersebut adalah orang-orang yang sangat mementingkan dirinya sendiri. Merdeka berarti bebas dari
segala kewajiban, termasuk kewajiban membasmi kejahatan.
Memang ada kalanya mereka menggasak habis orang"orang golongan hitam yang sedang melakukan
kejahatan, tetapi berbeda dari para pendekar golongan putih,
mereka lebih suka menjauh dari keramaian, mengembara
menuruti langkah kaki dan kata hatinya, tidak ingin
mencampuri urusan banyak orang. Sebagian besar dari
mereka hanya peduli kepada diri mereka sendiri, dan pada
umumnya mereka berpendapat semakin tinggi ilmu silat yang
mereka miliki, semakin tinggi pula pencapaian mereka akan
kesempurnaan dalam hidup. Begitulah, ilmu silat dianggap
sebagai ilmu kesempurnaan hidup.
Di samping, ketiga golongan yang telah kuceritakan, masih
ada satu golongan lagi yang harus kuceritakan, yakni
golongan para pendekar bayaran. Namun ini akan
kusampaikan nanti, karena aku baru menyadari keberadaanku
di tengah mayat-mayat bergelimpangan.
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Siapa yang telah mencuri Pedang Naga Emas" Aku masih
tertegun. Menjauhkan diri dari peradaban selama 25 tahun
membuat aku kehilangan pedoman untuk menimbang.
Siapakah kini para pemeran utama dunia persilatan" Mengapa
orang-orang militer terlibat dalam perburuan diriku sampai ke
dalam gua" Bagaimana caranya mereka menemukan aku"
Siapakah yang kini berkuasa di Yawabumi" Masih adakah
kerajaan Sriwijaya yang ketika kutinggalkan telah menampung
dan merajakan Balaputradewa di Suwarnadwipa" Bagaimanakah saling berebut pengaruh antara para pendeta
Siwa dan Buddha telah mempengaruhi kehidupan awam
maupun dunia persilatan" Waktu 25 tahun seperti telah
membuat aku kehilangan kekinianku. Aku seperti manusia
salah tempat. Bahkan Pendekar Melati yang selalu membuatku
terpesona berniat membunuhku.
Di antara mayat-mayat bergelimpangan aku menggeleng-
gelengkan kepalaku. Adakah pengaruh umurku yang 100
tahun kepada kerja kepalaku" Aku sangat takut diriku telah
menjadi pikun dan kehilangan hubungan dengan dunia nyata
sama sekali. Lantas terdengar suara seruling.
Hmm. Aku merasa bagaikan ikan yang masuk ke dalam air
kembali. Bahaya telah membuat aku berumah, seperti yang
semestinya kuhayati di rimba hijau dunia persilatan yang telah
lama kutinggalkan. Aku melesat ke atas pohon dan segera terlibat suatu
pertarungan dalam pikiran. Ada jurus yang menyerang tubuh,
ada jurus yang mempermainkan pikiran, dan ada pula jurus
yang mengguncangkan jiwa. Seruling itu mencoba menyerap
pikiranku, membuat aku tenggelam dalam nada-nadanya yang
penuh kesenduan. Aku pernah mendengar tentang ilmu ini,
suatu kemampuan untuk membuat suara bernada untuk
menggoncangkan jiwa, dan pada gilirannya mampu membuat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
nada-nada bagaikan zat padat yang menggasak jasmani
manusia-sehingga lawan akan rebah berbuncah darah bagai
terpapas senjata tajam ketika lagu seruling itu merambati
udara. Ini berarti aku harus bergerak lebih cepat dari suara,
masalahnya suara itu sendiri sangat memengaruhi jiwa. Aku
harus bergerak lebih cepat menuju ke asal suara, tetapi siapa
sudi dikejar untuk dilumpuhkan pula" Ia melesat berkelebat
dari pohon ke pohon sembari meniup serulingnya. Seperti
menghindar, tetapi suara seruling itu selama masih terdengar
adalah serangan melumpuhkan. Aku melesat dan melompat-
lompat seperti menghindari empasan ombak di pantai setiap
kali gelombang suara itu mengepungku. Meminjam udara
sebagai penyampai suara, membuat aku harus menandai
bagian mana yang tersibak oleh suara seruling itu-suara yang
mempunyai ketajaman sebuah pedang mustika.
"Huaaahhhh!" Aku berteriak dengan tenaga dalam untuk memukul
kembali suara seruling itu. Peniup seruling itu berhasil
menghindar, tetapi sebagian pohon-pohon tumbang dan
membuat burung-burung beterbangan. Suatu bayangan
berkelebat mendekat. Astaga, kini ia langsung menyerangku!
Aku bersalto ke atas tiga kali untuk membuat jarak, tetapi
ia menjejak pohon dan mengejarku. Aku menggerakkan
tangan ke depan, mengeluarkan Jurus Mendorong Angin yang
jarang sekali kugunakan. Ia terlontar kembali ke bawah,
kulihat sebatang seruling bambu melayang pelan di udara.
Aku menarik nafas, tubuhku menjadi sangat ringan dan tidak
segera kembali turun ke bumi, sehingga bisa kuraih seruling
itu dan meniupnya sembari turun perlahan-lahan.
Kutiupkan lagu sendu yang sama dan peniup seruling yang
terkapar itu kini berurai airmata. Senjata makan tuan! Dengan
Jurus Bayangan Cermin aku akan selalu membuat setiap ilmu
yang digunakan untuk menyerangku berbalik ke arah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pemiliknya sendiri. Aku turun seperti dewa dari langit yang
meniup seruling. Airmatanya berderai dan mulutnya
bersimbah darah. Aku telah mengenainya dengan telak. Ia
akan menambah jumlah mayat yang bergelimpangan. Masih
kupegang serulingnya ketika aku mendekatinya.
"Engkau akan segera mati," kataku, "katakanlah sesuatu
untuk mengurangi dosa-dosamu."
Napasnya tinggal satu-satu. Ia menggeleng dengan lemah.
Apakah maksudnya dia tidak beragama" Atau agamanya tiada
mengenal pengertian dosa" Di Y awabumi pada masaku, terlalu
banyak orang menerima ajaran Siwa maupun Buddha
Mahayana secara bersama. Jika dilepaskannya Siwa dan
diterimanya Buddha belum tentu ia meninggalkan Siwa sama
sekali. Apalagi jika terlanjur diterimanya pemahaman tentang
kekuasaan Siwa yang matanya seluas
langit yang membungkus dunia. Di Y awabumi, agama-agama yang datang
diterima sebagai tamu yang dihormati. Diterima dengan
penghargaan, tetapi dimanfaatkan hanya sejauh iman mereka
semula memberikan tempatnya. Sehingga tidak pernah bisa
dikatakan, orang-orang Yawabumi sebetulnya beragama apa.
"Katakanlah sesuatu yang menjelaskan kenapa aku
"Katakanlah sesuatu yang menjelaskan kenapa aku diburu!"
Umurku memang 100 tahun, tetapi aku bukan seorang
pendeta yang bijak dan sabar, lagipula meski berumur 100
tahun, semangat perlawananku akan tersulut dalam
penindasan. Matanya menatapku dengan kosong. Ia sudah tidak
bernyawa lagi. Kuperhatikan dandanannya yang mewah. Ia
tampak kaya dan hidup berkecukupan. Busana memang
busana persilatan yang disiapkan untuk bertarung, tetapi
bahan kain dan tenunannya yang halus menyatakan cita rasa
tinggi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia mengenakan gelang manik-manik, kalung perak, cincin
emas, dan di balik bajunya terdapat kantong berisi banyak
uang logam. Rambutnya yang panjang terikat dengan ikat-
rambut yang disulam dengan indah.
Perutnya kulihat penuh lemak, tanda makanan yang
memasukinya selalu mewah dan banyak. Bahkan kantong
serulingnya dari kulit ular yang disamak dengan mutu tinggi.
Mengapa seseorang yang berharta menempuh bahaya untuk
memburuku" Aku tidak punya uang sepeser pun, jadi kuambil kantong
uangnya. Dia bermaksud membunuhku bukan"
Aku memerlukan uang itu jika aku memasuki peradabankarena roda peradaban, termasuk diriku di
dalamnya, tidak pernah akan bisa berjalan tanpa kehadiram
uang. Waktu aku mengambil pundi-pundi kulit itu, sebuah
lembaran daun tal ikut tertarik keluar. Mungkinkah bisa
kuketahui sesuatu dari daun tal yang disebut kara s setelah
siap menjadi bahan untuk ditulisi ini"
Aku terperanjat ketika menengoknya. Terdapat gambar
diriku di situ. Lengkap dari kepala sampai ujung kaki. Aku
tampak seperti orang sadhu, hanya berkancut dan berambut
gimbal.

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gambar itu sangat kasar dalam goresan pengutik yang
disebut tanah, tetapi sangat mirip. Di bawahnya terdapat
tulisan dengan huruf dan bahasa Kawi.
Pendekar Tanpa Nama Pengkhianat Negara 10.000 keping emas Jika berhasil membunuhnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dadaku bergetar karena menahan amarah, tetapi kepalaku
berdenyut karena pusing dengan ketidak jelasan yang
mengharubiru. Jadi yang tewas ditanganku ini adalah seorang
tikshna, seorang pembunuh bayaran-yang kali ini memburu
hadiah besar. Dengan 1.000 keping emas saja dengan ukuran
Yawabumi yang sederhana, seseorang bisa hidup mewah
semewah-mewahnya selama satu tahun, apalagi dengan
10.000 keping emas. Siapa kiranya yang tidak akan tertarik
mendapatkannya" Kuingat serangan Pendekar Me lati. Apakah ia juga
memburuku karena uang" Di antara para pendekar merdeka,
Pendekar Melati sangat akrab dan dihormati golongan putih,
artinya pemikiran perempuan pendekar itu akan sama: tidak
akan menggunakan ilmu silatnya demi uang. Lebih tepat jika
ia memburuku karena percaya aku memang seorang
pengkhianat negara. Semua peristiwa ini berhubungan dengan apa" Adakah
hubungannya dengan hilangnya Pedang Naga Emas"
Secara keseluruhan aku menghilang dari dunia persilatan
selama 50 tahun. Pada 25 tahun pertama aku menghilang
dengan cara melebur dalam kehidupan sehari"hari, dan itu
berarti aku berada dalam sebuah wilayah bernama negara.
Aku tidak bisa mengingat sesuatu pun dari masa itu yang
bersangkut paut dengan negara, juga tidak dari masa
sebelumnya, ketika aku masih malang melintang di dunia
persilatan. Ataukah hubungannya terletak pada 25 tahun yang
kedua, ketika aku mengundurkan diri sama sekali dari
peradaban, dan tidak mengetahui perkembangan apa pun
tentang negara" Dua puluh lima tahun bukanlah masa yang singkat. Umurku
sudah 100 tahun tetapi pengetahuanku tentang negara pada
masa 25 tahun terakhir seperti bayi yang baru lahir. Aku
memulainya dari kekosongan. Mengisinya dengan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pengetahuan. Tidak akan mudah bagiku dengan daya tangkap
usia 100 tahun. Kuambil pundi-pundi kulit dan gambarku itu. Namun lantas
kebingungan untuk menyimpannya, karena bukankah aku
hanya mengenakan kancut"
Aku melihat ke sekeliling. Mayat-mayat bergelimpangan.
Kuda-kuda juga bergelimpangan sebagian dan sebagian lagi
mencari rumput. Mereka tidak memerlukan pakaian lagi. Jika
gambarku sebagai orang sadhu sudah beredar ke mana-mana,
aku harus mengubah penampilanku. Aku harus menyamar.
Maka aku pun mengambil berbagai potong pakaian itu dari
sana-sini di antara mayat-mayat bergelimpangan itu dan
memilih seekor kuda. Betapapun aku harus menghindar untuk
dikenali sebagai diriku maupun sebagai orang lain. Aku pernah
gagal dalam penyamaran dalam 25 tahun pertama
pengunduran diriku. Kini hal itu tidak boleh terjadi lagi.
(Oo-dwkz-oO) Episode 6: [Menggugat Pembebasan Tanah; Menguping Perbincangan; dan Membuntuti Pelempar
Pisau Terbang] AKU belum memutuskan akan menyamar sebagai apa,
tetapi penampilanku sudah berubah ketika berada dalam
sebuah kedai di jalan raya yang menuju ke kotaraja. Orang
tidak akan me lihat aku sebagai orang sadhu yang hanya
berkancut dan berambut gimbal. Rambutku yang sudah
memutih kucuci bersih dengan perasan daun lidah buaya di
bawah sebuah air terjun, lantas setelah kusemir menjadi hitam
mengkilat berkat ramuan berbagai tumbuhan tertentu,
kemudian kugelung dengan sangat rapi. Aku akan tampak
sama dan tersamar, karena tidak akan pernah terlihat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mencolok-aku tampak sama saja seperti semua orang lain.
Memang aku sudah berumur 100 tahun dan hidup dalam gua
selama 25 tahun terakhir, tetapi itu tidak berarti aku terlihat
begitu kurus kering dan tanpa daya. Tentu saja aku tetap
tampak seperti orang tua, tetapi tidaklah terlalu tua dan renta
sehingga akan menjadi aneh jika terlihat menunggang kuda.
Kedai itu menjadi tempat persinggahan orang-orang yang
melakukan perjalanan ke luar maupun menuju ke dalam kota.
Aku datang seolah-olah akan menuju kota dan singgah untuk
makan dan minum. Di luar banyak kuda, berarti banyak pula
yang sudah ada di dalam. Kedai itu berada di dekat sebuah
pemukiman yang hanya terdiri dari beberapa gubuk. Aku tahu
itulah gubuk tempat berjudi maupun pelacuran.
Tidak seorang pun memperhatikan aku masuk, karena
perhatian mereka tertuju kepada seseorang yang sedang
berbicara dalam kerumunan.
"Berpihak kepada siapakah Rakai Kayuwangi sekarang"
Samarattungga telah membangun candi Mahayana termegah
di seantero jagad, Kamulan Bhumisambhara, yang berdiri di
atas pembebasan tanah nenek moyang kami di desa Tepusan,
Mantyasih, dan Pamandayan. Bukan hanya tiga desa yang
dibebaskan, melainkan 24 desa, lengkap dengan sawahnya,
demi pemenuhan lingkungan berkiblat delapan. ''Tapi
bagaimana nasib mereka kemudian" Semenjak Jatiningrat
menikmati kekayaan Pramodawardhani, bukan hanya kaum
Brahmana menguasai jaringan istana kembali, tetapi juga
fitnah dilancarkan kepada segenap ajaran Tantrayana, yang
dituduh sebagai aliran sesat! Bukankah Rakai Kayuwangi itu
Dyah Lokapala yang beribu Pramodawardhani dan berkakek
Samarattungga yang telah menirwanakan bumi bagi para
pendeta Buddha" Mengapa dia biarkan kami semua tertindas
oleh para penjahat Siwa?"
Terdengar gumam panjang. Kemudian seseorang berkata.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hati-hati bicara, yang menganut Siwa tiada kurang yang
berbudaya." "Apakah kamu sendiri memeluk Siwa?"
"Bukan, aku pengikut Wisnu, tetapi keluargaku dahulu
semuanya memeluk Siwa, dan telah merelakan tanahnya demi
candi Buddha bertingkat sepuluh itu."
"Dan bukankah tanahmu tidak diganti?"
"Memang tidak, tetapi kami semua tercatat sebagai saksi
dalam prasasti, dan penghargaan semacam itu lebih dari
cukup bagi kami." "Lantas kalian semua tinggal di mana?"
"Keluarga kami boleh membuka hutan di mana saja yang
berada di bawah kekuasaan wangsa Syailendra, tetapi orang
tuaku mengikuti Ba laputradewa ke Suwarnadwipa."
"Itu berarti kalian menjadi orang-orang terusir! Mengapa
kalian terima saja Brahmana Jatiningrat itu menginjak kepala
kalian?" "Jangan berkata seperti itu, Jatiningrat telah membela
kepentingan Pramodawardhani dari nafsu berkuasa
Balaputradewa. Putri raja lebih berhak atas singgasana
daripada saudara muda raja bukan?"
"Ya, tetapi siapa kemudian yang bercokol di istana?" "Itu
sudah lama berlalu. K ini Lokapala yang Buddha berkuasa, apa
salahnya?" "Ia masih penguasa wilayah yang sama. T anah kami harus
diganti!" "Tidakkah rakyat itu bahkan nyawanya milik raja?"
"Kalau cara berpikir kamu seperti itu, jangan pernah
mengaku Buddha, bahkan jangan mengaku beragama!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Perdebatan masih berlangsung, tetapi orang-orang mulai
bosan, atau kelaparan, dan kembali ke mejanya masing-
masing untuk memesan makanan. Arak mulai diedarkan.
Perjudian masih berlangsung seru. Rombongan penari topeng
yang baru tiba di luar kedai menandak"nandak. Seorang
perempuan pelayan yang kukira merangkap pelacur datang ke
mejaku dengan secawan arak. Ia tersenyum menggoda, tetapi
kepalaku masih memikirkan perdebatan tadi.
Aku juga pernah membaca prasasti Sri Kahulunan yang
merupakan gelar permaisuri, dan diresmikan tahun 842
tersebut. Dalam prasasti itu tertulis persumpahan perihal
pembebasan tanah. Malah aku masih ingat terletak di baris
26-33. seperti halnya dengan telur,
jika telah dirusak tidak lagi dapat menetas,
demikian pula siapa merusak batu ini.
ia akan musnah. jika masuk hutan, semoga ditelan harimau
jika berjalan di ladang, semoga digigit ular
jika ke sungai, semoga dimakan buaya
demikianlah, semoga musnah barang siapa yang berani merusak
tanah Sri Kahuluna Setiap kiblat dari kiblat delapan itu terdiri dari tiga desa,
maka jumlah seluruh desa yang dibebaskan memang jadi 24,
yang terbagi menjadi tiga lapis. Di pusat lapisan itulah
terdapat desa Mantyasih. Berdasarkan lapisan ini bisa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diurutkan ke arah selatan terdapatnya desa Pamandayan,
Tepusan, yang berakhir di Teru. Semuanya di daerah Kedu.
Dengan persumpahan ini, semuanya menjadi tanah perdikan
Sri Kahulunan yang disebut Kamulan. Tepatnya menjadi sima
atau tanah perdikan candi, karena memang untuk mendirikan
candi jinalaya, candi untuk memuliakan nenek moyang-dalam
hal ini menuju kebuddhaan.
Melihat kepentingannya, yakni demi keluarga raja,
sebenarnya adalah rakyat yang dianggap memberikan hadiah
tanah kepada raja. Atas pemahaman ini, sesusai dengan
tatatertib, rakyat yang tanahnya terbebaskan itu akan hadir
sebagai saksi peresmian prasasti.
Ada kalanya bahkan nama-nama mereka disebutkan dalam
prasasti tersebut. Dalam prasasti Sri Kahulunan juga banyak
nama rakyat, di antaranya pembesar desa, Mudra, dan istrinya
yang bernama Widya. Namun pembebasan tanah juga
bukanlah sekadar pemberian hadiah dari rakyat, melainkan
juga pengorbanan, karena tanah ini sangat mungkin sudah
menjadi sawah kanayakan, sawah wikenas atau sawah para
petugas, maupun ladang para kawula. Disebutkan bahwa
mereka menerima hadiah yang berbeda-beda. Artinya bisa
juga ada yang mendapatkan ganti tanah dan ada yang tidak.
Sehingga masih menimbulkan masalah puluhan tahun
kemudian, seperti yang baru saja kudengar di kedai ini.
Benarkah karena perbedaan agama" Aku selalu berpendapat perbedaan agama bukan alasan timbulnya
perpecahan. Adalah persaingan kekuasaan, yang memanfaatkan segala perbedaan, termasuk agama, yang
justru menghendaki perpecahan tersebut. Dengan terdapatnya
perpecahan, suatu bangsa menjadi rapuh, dan mereka yang
berkepentingan dengan keadaan ini akan mudah merebut
kekuasaan. Aku menengok sekeliling. Mereka yang singgah untuk
minum tampak seperti rombongan pedagang. Di luar memang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tampak sejumlah gerobak sapi yang berisi barang"barang
dagangan yang diturunkan kapal-kapal dari pantai utara
Yawabumi. Selain pedagang, tampak pula para pengawal
bersenjata yang memang selalu mengiringi konvoi gerobak
pengangkut barang. Di berbagai sudut, duduk sendirian,
tampak seperti pengantar surat, peziarah, atau juga yang
tidak jelas pekerjaannya seperti aku. Kusapu mereka sekilas
dengan pertanyaan dalam kepala: Seberapa jauh mereka
semua berpikir tentang agama"
Bahkan sebelum aku menghilang dari dunia ramai, agama
Siwa dan Buddha hidup berdampingan. Meskipun agama
Buddha terlahirkan dalam ketidak puasan Siddharta Gotama
terhadap agama Hindu di India, kesepakatan Sang Buddha
terhadap Hindu itu sendiri jauh lebih banyak daripada ketidak
sepakatannya. Di Yawabumi pada zamanku, pedanda Siwa
maupun pedanda Buddha bahkan bisa menghadiri upacara
yang sama, karena keduanya mendapat tempat dalam
pengaturan kepangkatan istana di berbagai kerajaan.
Maka mengatasnamakan agama sebagai pembenaran atas
perpecahan membuat darahku naik karena mencium
kejahatan yang dilahirkan oleh kebodohan.
Dengan ketajaman pendengaran, kuikuti percakapan
serombongan orang di seberang mejaku yang sejak tadi
kucurigai karena selalu berbisik-bisik.
"Sulit sekali me lacak jejak Pendekar Tanpa Nama itu
sekarang! Itulah akibatnya kalau tidak langsung bisa
membunuhnya! Semua orang tidak percaya kalau dia begitu
sakti! 'Orang berumur seratus tahun mana bisa bertarung',
kata mereka. Sekarang mereka rasakan akibatnya..."
Aku terkesiap mendengar diriku disebut-sebut.
"Aku tidak mengerti, kenapa penguasaan Jurus Tanpa
Bentuk itu yang harus membuat Pendekar Tanpa Nama itu


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dicurigai..." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kutajamkan pendengaranku. Dicurigai"
"Dicurigai" Sudah pasti dia yang menyebarkan ajaran
rahasia itu!" Ajaran rahasia" "Gambarnya sudah disebarkan di antara para pembunuh
bayaran, setelah pasukan pengawal istana gagal membunuhnya. Pendekar Melati bahkan terbujuk untuk
mencarinya setelah mendengar berita bahwa Pendekar Tanpa
Nama membunuh putrinya. Padahal Pendekar Tanpa Nama itu
sudah menghilang selama 25 tahun, sebetulnya bahkan sudah
50 tahun ia mengundurkan dari dunia persilatan."
"Menghilang" Itu bisa berarti dia selalu bergerak secara
tersembunyi!" "Hmm. Itu memang bukan tidak mungkin. T api... Aaaakkh!"
Sebilah pisau terbang telah menembus tengkuknya. Ia
ambruk ke depan dan wajahnya masuk ke mangkok bubur
sumsum yang sedang disantapnya. Bubur sumsum yang putih
itu langsung berubah merah karena darah.
Aku sebetulnya melihat pisau itu me luncur, tetapi aku
merasa sebaiknya tidak melibatkan diri jika ingin melihat peta
masalahnya terangkat ke permukaan. Tentu aku juga
seharusnya memaksa salah seorang dari antara yang berbisik-
bisik itu untuk bicara-tetapi aku khawatir apa yang
dikatakannya justru akan menyesatkan, karena rupa"rupanya
semua orang tidak tahu semua hal.
Orang-orang di meja seberang itu segera melejit ke atas,
tetapi pelempar pisau terbang itu menyambutnya dengan
selusin lagi pisau terbang yang melesat sangat cepat. Mereka
semua tiba kembali di bumi sebagai mayat, masing-masing
dengan dua pisau di tubuhnya.
Kejadian itu berlangsung sangat cepat. Bagi orang-orang
yang berada di kedai bahkan tidak bisa diikuti oleh mata.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hanya angin berkesiur dan kelebat bayangan yang mereka
rasakan. Hanya bubur sumsum yang telah menjadi merah, dan
mayat bergelimpangan. Para perempuan pelayan yang sudah
jelas merangkap pelacur menjerit -jerit.
Aku merasa tidak ada gunanya berlama-lama di tempat itu.
(Oo-dwkz-oO) Kubuntuti pelempar pisau terbang yang sejak aku masuk
kedai sudah kuketahui menempel di langit-langit dengan ilmu
cicak. Berbeda dengan ilmu cicak yang sudah kukenal, yang
menempel kali ini adalah punggungnya, sehingga ia bebas
melempar pisau terbang yang memenuhi pinggangnya. Ketika
melayang turun ia mengulang lagi pelemparan pisaunya. Jadi
setiap orang mendapatkan dua pisau berlambang bunga
keemasan pada gagangnya. Ia sangat lincah. Kudanya berderap melaju di antara
pohon-pohon dalam hutan menuju ke arah Mantyasih. Aku
mengikutinya sembari melompat dari pohon ke pohon.
Beberapa kali ia berbalik menoleh ke arahku, tetapi ia hanya
akan merasa seperti melihat sesuatu. Hanya seperti.
Sementara bagiku membunuhnya pun seperti membalik
telapak tangan. Sembari membuntutinya aku berpikir tentang
diriku yang hampir terus menerus jadi sasaran pembunuhan.
Apa hubungan Jurus T anpa Bentuk dengan semua ini" Apa
hubungannya dengan ajaran rahasia" T eringat sebuah kutipan
dari Sang Hyang Kamahayanan Mantranaya.
janganlah mengajarkan Sang Hyang Vajra,
Gantra, dan Mudra ini kepada
mereka yang belum melihat mandala
kepada mereka yang belum mengalami pembayatan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ajaran ini harus dirahasiakan
Inilah kesulitannya dengan Buddha, yang ajarannya semula
penuh dengan kesederhanaan, karena setelah Buddha
meninggal ternyata mengalami perumitan kembali. Tantrayana, misalnya, segenap ajarannya tergantung dari
keberadaan seorang guru. Jika tidak, ayat apa pun akan
menjadi membingungkan, dan mudah ditafsirkan dengan
sangat keliru. Aku pernah mendengar, sebelum meninggal, di
ranjangnya Buddha bersabda, "Sama sekali tidak ada yang
kurahasiakan." Kini Buddha tersebar dengan begitu banyak aliran, tetapi
adalah ke Yawabumi para rohaniwan dari Tiongkok
mempelajari Buddha yang disebut murni kepada Jnanabhadra.
Itu terjadi pada tahun 665. Hmm. Apakah yang masih bisa
murni di dunia ini sebenarnya"
Aku melesat di balik dedaunan membuntutinya. Ketika ia
keluar dari hutan dan melaju di jalan masuk ke kota, aku
berlindung sebagai bayangan di balik bayangan kudanya, yang
memanjang dalam sorotan cahaya matahari dari s isi barat.
Siapakah pelempar pisau terbang ini" Sudah jelas ia
berkepentingan agar perbincangan orang-orang yang dibunuhnya berhenti. Perbincangan itu harus berhenti karena
di dalamnya mungkin terdapat penjelasan yang terlarang
untuk dibicarakan bersama maupun diketahui orang lain.
Masalahnya, apakah penjelasan itu sudah terkatakan atau
masih akan dikatakannya sehingga sebilah pisau terbang
harus membungkamnya"
Dalam hubungannya dengan diriku, Jurus Tanpa Bentuk
dihubungkan dengan suatu ajaran rahasia. Mungkin ini
disebabkan karena tiada seorang pun di dunia ini bisa
mempelajarinya melalui cara-cara yang biasa. Apakah itu
sebuah kitab, maupun seorang guru. Aku pun mendapatkannya melalui olah pemikiran, seperti tidak ada
Banjir Darah Bojong Gading 2 Dewa Arak 32 Algojo-algojo Bukit Larangan Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 2
^