Pencarian

Jurus Tanpa Bentuk 5

Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 5


yang keropaknya mulai usang dimakan waktu. Ada yang
bahkan sudah merupakan hasil salinan semenjak abad-abad
yang telah silam. Betapa manusia mempertahankan
pengetahuan yang sudah didapatnya itu dari zaman ke zaman.
Ketika aku menyalin itu, meskipun bagi orangtuaku tujuannya
adalah latihan menggoreskan pengutik di atas keping-keping
rontal yang telah menjadi lontar, tetapi dengan begitu aku
menjadi pembaca yang mau tidak mau menjadi cermat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Orangtuaku yang tinggi budi juga selalu membicarakan isi
kitab-kitab itu sebatas wawasan pengetahuanku. Namun
meski takpaham dan takmengerti seperti telah kuceritakan
tadi, aku akan tetap selalu mendengar perbincangan mereka
sendiri, yang selalu teringat ibarat tulisan pada keropak yang
setiap saat bisa kubaca kembali. Begitu pula dengan Kitab
Ilmu Pedang Naga Kembar yang sedang kubaca. Aku
membaca kembali sembari mencari kemungkinan, bagaimanakah caranya ilmu pedang berpasangan itu akan bisa
dibawakan oleh satu orang, bahkan hanya dengan satu
pedang. AKU mengingat bagaimana orangtuaku membicarakannya.
"Apakah ilmu pedang ini bisa dimainkan tanpa pasangan?"
"Tentu sulit, karena dalam pengertian pasangan terkandung serangan serentak dengan empat pedang, ini tidak
mungkin dilakukan satu orang. KecualiO"
"Kecuali ia bisa memecah diri jadi dua orang."
"Artinya mempunyai kemampuan bergerak sangat cepat,
sehingga mampu berada di segala tempat dengan seketika."
"Tapi tidak mungkin seseorang mempunyai kemampuan
macam itu kan?" "Mungkin saja."
"Tidak mungkin, karena kecepatan seseorang terbatas dan
tidak juga mungkin menggandakan tubuhnya."
"Bukan tubuhnya yang harus digandakan, tetapi bayangan
tentang dirinya itu yang dapat mengelabui lawan sebagai dua
orang yang menyerang bersamaan dengan empat pedang di
tangan kiri dan kanan masing-masing."
Aku membaca Kitab Ilmu Pedang Naga Kembar sambil
tiduran di bawah pohon yang rindang. Di samping pohon itu
terdapat sungai kecil tempat kerbau berendam. Kudaku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
merumput di dekatku sembari menggerak-gerakkan ekornya.
Aku membaca sambil mengisi perut dengan jambu mete. Di
seberang sungai kecil itu terdapat hamparan sawah
menguning yang mengundang burung-burung pipit. Anak-
anak yang menjaga sawah memainkan orang-orangan dengan
tali untuk menakuti burung-burung pipit itu. Ke manakah
orang-orang dewasanya"
Aku masih asyik membaca ketika kusadari sejumlah orang
mendatangiku dari kejauhan. Orang-orang desa yang berikat
kepala dan bertelanjang dada. Segala macam alat pertanian
mereka bawa, seperti siap menggunakannya sebagai senjata.
Apakah mereka membawa persoalan" Meskipun ilmu
meringankan tubuhku masih berada pada tingkat yang paling
dasar, aku masih bisa menghilang dari hadapan mereka
dengan mudah, tapi bagaimana dengan kuda, kerbau, dan
tumpukan keropak dalam peti kayu di atas gerobak itu" Aku
pergi meninggalkan pondok di Celah Kledung yang telah
kutempati selama limabelas tahun untuk menyelamatkan
kitab-kitab ini dari penjarahan. Aku tidak mungkin
meninggalkannya begitu saja. Namun aku memang belum
tahu apa yang harus kulakukan.
Setidaknya aku bisa melompat berdiri dan menyimpan
kembali Kitab Imu Pedang Naga Kembar di dalam kantung
kulit yang selalu melekat di tubuhku. Orang-orang desa ini
menghentikan langkahnya. Mereka mengitari aku dan kudaku.
Seseorang tampak mendekati peti itu dan seperti berniat
membukanya. "He! Jangan sentuh peti itu!"
Anak muda itu berhenti. Ia hanya beberapa tahun lebih tua
dariku tampaknya. Keadaan menjadi tegang.
"Buka!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seseorang berkumis tebal melintang, tetapi sebagian sudah
beruban, memberi perintah. Ia tampak berwibawa dan
disegani di antara orang-orang ini.
Dengan segera tanganku sudah memegang dan aku
melesat meloncati ubun-ubun mereka untuk mendarat di
depan peti. Ujung pedangku sudah menempel pada dagu
pemuda itu. "Selangkah lagi kalian maju, leher anak ini tembus sampai
ke belakang" Mereka tertegun. "Jaluk!" Seorang yang lebih berumur lagi menyeruak, rambutnya
sudah putih semua, meskipun tubuhnya masih sangat tegap.
Kurasa mereka semua orang baik-baik dan anak muda yang
kujadikan sandera ini adalah anaknya.
"Jangan bergerak!" Aku menggertak dan mendorong
pedang itu sedikit. "Bapak!" Anak muda itu takut sekali rupanya. Tak seorangpun
melakukan sesuatu. Ini saatku bicara.
"Apa yang kalian mau dari aku" Aku tidak mempunyai
kesalahan apapun kepada kalian. Aku hanya seorang
pengembara yang kebetulan lewat dan menumpang berteduh
di bawah pohon ini. Jika itu merupakan kesalahan aku minta
maaf dan meminta izin, juga untuk kudaku yang memakan
rumput di desa ini dan kerbauku yang mandi di sungai kecil
itu. Maafkan aku! Aku akan segera pergi jika dianggap
mengganggu, tapi jangan sentuh peti ini, karena aku akan
membunuh anak muda ini sebelum kalian mengeroyok dan
membunuhku." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Orang-orang desa ini saling berpandangan. Mereka telah
melihat bagaimana aku melayang dengan mudah di atas
ubun-ubun mereka. Artinya aku juga bisa menghabisi nyawa
mereka jika menghendakinya, dan memang hanya itulah yang
bisa kulakukan jika terpaksa bentrok dengan mereka, karena
ilmu s ilatku masih sangat terbatas.
TIDAKLAH terlalu mudah melumpuhkan seseorang tanpa
membunuhnya dalam pertempuran keroyokan, seperti yang
akan mereka berlakukan kepadaku, kecuali memiliki ilmu silat
tingkat tinggi. "Anak! Sabarlah!" Orang tua berambut putih itu
mengangkat kedua tangannya, "Biarkan Bapak bicara, dan
marilah kita bicara baik-baik!"
Aku melihat peluang menghindari bentrokan. Namun aku
juga harus tetap hati-harti.
"Baik jika begitu! Mundurlah tiga langkah dan mari kita
duduk di atas rumput setelah menyarungkan senjata kita
masing-masing." Aku bisa menyarungkan pedangku. Namun alat-alat
pertanian yang dibawa orang-orang desa itu bukanlah senjata,
jadi tidak ada sarungnya, mereka letakkan saja di atas rumput
setelah mendengar kata-kataku. Anak muda yang kusandera
tadi kuminta tetap duduk di dekatku.
"Silakan bicara Bapak, jika sahaya memang belum diizinkan
pergi..." "Anak! Begini ceritanya..."
(Oo-dwkz-oO) SEMALAM di Desa Balinawan, desa yang kulewati ini,
tergeletak sesosok mayat dengan darah berceceran di tegalan
Gurubhakti. Mayat itu tergeletak begitu saja, tak jelas siapa
meletakkannya, bahkan bukan penduduk Balinawan pula.
Barangkali seseorang telah membunuhnya di tempat lain dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meletakkannya di sana, karena penduduk desa saling
mengenal dengan baik dan semua orang jelas berada di balai
desa menonton wayang topeng. Karena tegalan Gurubhakti
termasuk wilayah desa Balinawan, maka penduduk Balinawan
yang akan menanggung denda sesuai peraturan kerajaan saat
itu. Kejadian itu bukanlah yang pertama, bahkan cukup sering,
sehingga dana bersama penduduk akhirnya habis untuk
membayar denda. Mereka menjadi miskin dan menaruh
dendam kepada orang-orang yang tidak mereka ketahui s iapa,
karena meskipun telah didatangkan tiga orang patih dari
istana, tetap saja rah kasawur in dalan dan wipati wankay
kabunan terjadi. Tanah mereka kini sebenarnya telah menjadi sima, bebas
dari denda, tetapi keamanan yang belum terjamin
mengganggu perasaan mereka. Karena mereka hanya
merelakan tanahnya jika bisa hidup tenang dan tenteram.
Semestinyalah sima adalah suatu anugerah, tetapi dalam
kenyataannya penduduk desa bagaikan tidak memiliki tanah
mereka dengan bebas, meski ibarat telah membeli keamanan
dengan tanah itu. Siapakah yang mengacaukannya"
"Anak! Bapak melihat Anak memiliki kelebihan. Mohon
sudilah tinggal sejenak di Balinawan ini untuk membantu
pemulihan keamanan desa kami. Mohon! Sudilah!"
Aku tertegun dan bukan tidak menyadari perilaku orang
desa yang naif itu. Aku percaya ia meminta dengan tulus,
tetapi apakah orang tua itu tidak meminta kepada orang yang
salah" Aku baru berumur 15 tahun! Tidak sepantasnya diberi
tanggung jawab memelihara keamanan desa seperti ini.
Apalagi dari suatu keadaan yang membutuhkan perhatian
seksama dan sangat berbeda dari sekadar masalah kekerasan
dalam dunia persilatan. Adapun dunia persilatan saja belum
kugeluti sepenuhnya. Apalah yang bisa dilakukan seseorang
yang berumur 15 tahun di Yawabumi abad VIII meski bisa
menulis dan membaca" Sampai sekarang pun aku tidak terlalu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yakin para raja dalam sejarah Yawabumi bisa membaca. Para
kawi selalu merendahkan diri mereka dalam manggala karya-
karyanya bahwa seluruh kepandaiannya diabdikan kepada
sang raja yang kedudukannya seperti dewa. Namun kurasa
mereka tahu benar, betapa mereka menggenggam dunia
sebagai pemilik sabda yang telah disucikan oleh segala
mantra. "Bapak! Sahaya hanyalah seorang anak
ingusan, pengembara miskin tanpa kekayaan, yatim piatu yang merana
tanpa bekal kemampuan! Sahaya seorang bodoh tanpa
pengalaman!" "Anak! Mohon bantulah kami Anak! Kepadamulah
kupasrahkan segala nasib desa ini!"
AKU tertegun. Orang tua itu bersujud dan menyembah-
nyembah sampai wajahnya terbenam di tanah. Apakah yang
bisa kulakukan sebenarnya dalam membela sebuah desa dari
tangan-tangan ulah sahasa"
"Bapak! Sahaya hanya seorang bocah ingusan! Ampunilah
sahaya!" "Anak! Nasib kami di tangan Anak! Ampunilah kami!"
Ini pasti karena aku telah melompat jungkir balik dengan
ringan di atas ubun-ubun mereka. Kuduga mereka belum
pernah melihat seorang pendekar yang sebenarnya,
barangkali juga tidak menyadari kalau dunia persilatan itu ada.
Perbendaharaan wacana penduduk desa adalah kisah-kisah
kepahlawanan penuh percintaan yang dibacakan dari keropak.
Dalam kisah-kisah itu para pahlawan memiliki kesaktian
yang ajaib, karena para pahlawan adalah para ksatria
penjelmaan dewa. Apabila kemudian mereka dalam dunia
nyata lantas menyaksikan peristiwa di luar dugaan seperti
yang telah kuperagakan, tidakkah terdapat bahaya betapa
mereka telah menganggapku sebagai penjelmaan dewa"
Alangkah berbahaya! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun aku tidak melihat suatu jalan untuk melepaskan diri
dari keadaan ini. Setidaknya hidupku kini mempunyai suatu
tujuan, meski hanya untuk sementara, yakni mengembalikan
keamanan Desa Balinawan. Dalam usia 15 tahun, gairahku
untuk membasmi kejahatan terasa meluap-luap dan
menggebu sekali. Meski aku tahu untuk itu aku harus mulai
lebih bersungguh-sungguh mempelajari ilmu persilatan.
Aku menoleh ke arah kerbauku yang sedang mandi, dan
kudaku yang makan rumput, lantas kepada peti kayu di atas
pedati. Memikirkan isinya, aku seperti tiba-tiba mendapatkan
cara untuk memanfaatkannya bagi kepentingan banyak orang.
Kini, dalam usia 100 tahun ketika mengingat kembali
pemikiranku waktu itu, aku tersenyum sendiri menyadari
betapa naifnya diriku saat itu.
Episode 25: [Naga Berlari di Atas Langit]
Desa Balinawan terletak jauh dari kadatwan atau pusat
pemerintahan, tempat bermukimnya aji atau sang pemimpin.
Dalam kedudukannya yang jauh dari pusat pemerintahan,
penduduk desa menyelenggarakan tata kemasyarakatan
mereka sendiri, sehingga terdapat kelompok pem impin satuan
pemukiman yang disebut rama. Mereka didampingi oleh para
juru yang bertanggung jawab atas jenis pekerjaan tertentu.
Tatanan seperti ini, meskipun akan selalu berubah mengikuti
pertambahan lapis-lapis jabatan di atasnya sampai pemimpin
tertinggi, tetap akan dimiliki oleh sebuah desa secara mandiri.
Tidak tergantung kepemimpinan pusat pemerintahan.
BAHKAN antara desa satu dengan desa yang lain, yang
letak wilayahnya berdekatan, sangat mungkin membentuk
kesatuan wilayah adat tersendiri, juga dengan semacam ibu


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kota sendiri. Balinawan adalah tempat seperti itu, disebut wisaya, dan
karena itu agak lebih ramai daripada desa-desa di sekitarnya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meski yang disebut ramai untuk sebuah desa tidaklah
sebanding dengan keramaian pusat pemerintahan tempat
seorang raja bermukim. Desa itu memunggungi sebuah tebing dengan dinding batu
yang curam. Di hadapannya tergelar sawah menguning,
sedang di balik tebing itu terdapatlah suatu pertapaan. Di balik
sawah terdapat sungai yang telah dimanfaatkan airnya untuk
mengaliri sawah-sawah tersebut. Pertapaan itu mendapatkan
bahan makanan seperti beras dari penduduk desa, tetapi para
rahib juga memiliki ladang sendiri di dekat pertapaan itu,
tempat mereka dapat menanam ubi jalar dan pohon buah-
buahan seperti jambu durian poh manggis kacapi limo limus
kapundung langseb duwet. Di sekitar pertapaan juga terdapat pohon asana yang
bunganya kuning dan kalau gugur menyerupai hujan emas.
Warnanya yang indah serta harumnya yang semerbak sangat
menarik kawanan lebah, dan karena pohon asana menjulang
di atas pohon-pohon lainnya, pada akhir musim kering bila di
kejauhan guntur telah terdengar, maka pohon ini paling
dahulu menyiapkan bunganya yang sedang mekar untuk
menerima tetes-tetes air hujan yang merintik-rintik. Dan bila
bunganya sudah layu dan gugur dan dihanyutkan oleh sungai,
maka lebah-lebah pun menangisinya seolah-olah seorang
tercinta meninggal. Tentu bukan hanya pohon asana menjadi penguasa
keindahan dengan hujan emasnya, karena juga tersebar, baik
yang liar maupun sengaja ditanam di sekitar pertapaan,
pohon-pohon andul, wungu, asoka, dan campaka. Disebutkan
betapa pohon andul akan mundur dengan penuh rasa malu
ketika melihat gusi seorang perempuan, karena meski bunga
pohon ini berwarna merah, tidaklah semerah gusi perempuan
yang cantik jelita. Pohon wungu yang bunganya berumpun-
rumpun juga merah warnanya, menjulang dan meruncing ke
pucuk, menyerupai sebuah candi atau meru. Bunga asoka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang juga merah tangkainya lemah lembut bagaikan pinggang
seorang perempuan yang langsing.
DUNIA desa adalah juga dunia bambu. Berbagai jenis
bambu seperti pring, petung dan wuluh dipakai dalam
kehidupan sehari-hari. Batangnya dipakai membuat saluran air
yang melintasi jurang-jurang, sedangkan ruas-ruas jenis
bambu yang besar untuk membawa air atau menanak nasi.
Pemandangan desa penuh dengan daun calumpring yang
menutup ruas-ruas bermata ketika pohon bambu masih muda,
yang lepas bertebaran ketika bambu tumbuh dewasa. Bambu
wuluh memperdengarkan suara menciut bila diayun-ayunkan
angin yang mirip rintihan dan keluhan, seperti keluh kesah
perempuan yang kehilangan pakaiannya. Bila angin bertiup
melalui lobang-lobang batang pring bungbang, orkes hutan
bagaikan dilengkapi sejumlah seruling.
Pohon-pohon camara yang terus menerus digoyangkan
bagaikan suara keluh kesah, ratap tangis, yang kadang
berubah jadi sorak sorai. Bambu, cemara, dan macam-macam
pohon kelapa, mulai dari nyu danta atau kelapa gading sampai
lirang dan pucang memang tidak akan memikat warna-
warnanya, tetapi kekurangan ini diimbangi tetumbuhan yang
menjalari batangnya, seperti katirah yang merah dan gadung
atau jangga yang kuning; bunganya bergantungan menghiasi
punjung-punjung tempat dua orang kekasih diam-diam saling
berjumpa, sekaligus menyediakan bunga-bunga yang mereka
pakai untuk saling mempercantik.
Bunga menur lentik mungil seperti juga melati,
membuatnya bagaikan bangau-bangau terbang di awan gelap
bila terletak di sanggul seorang perempuan yang seperti
gulungan tunas-tunas muda pohon pakis. Daun-daun mimba
seperti alis perempuan yang dikerutkan dan bunga pisang
yang jatuh ke tanah sepintas lalu bagaikan pecahan kuku
tangan. Hmm. Tiada kukira betapa di desa yang semerbak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan harum bunga seperti ini aku bertugas melindunginya
dari usaha penumpahan darah.
Semula kurasakan hal itu sebagai tugas yang tidak
semestinya, karena bukanlah tugas seorang anak 15 tahun
untuk melindungi penduduk sebuah desa dari ancaman para
pembunuh yang selalu tersembunyi di balik ma lam. Namun
ketika kucoba mencari alasan kenapa aku harus bersedia
menerimanya, tentu bukanlah lompatan jungkir balik di atas
ubun-ubun itu yang bisa kuandalkan, melainkan teringat kata
orangtuaku, pasangan pendekar itu, sekadar bahwa orang
yang punya kelebihan harus mengabdikan kelebihannya itu
kepada mereka yang membutuhkannya.
"Apalah yang kami harus lakukan, Anak"," ujar orang tua
itu. "Kita akan bergiliran meronda desa ini," kataku, "setiap
malam harus ada setidaknya satu regu peronda."
"Apakah para peronda ini tidak akan dibunuh, Anak?"
AKU menghela napas. Kematian tentu saja adalah sebuah
kemungkinan. Jika desa terancam bahaya, tidakkah setiap
orang mesti rela memberikan dirinya" Namun tentang hal ini,
bukankah aku seharusnya tidak lebih tahu dari mereka" Aku
dibesarkan oleh pasangan pendekar yang menyendiri, jauh
dari kehidupan ramai, tidak pernah mengalami masalah
seperti banyak orang yang hidup bersama-sama seperti di
desa. Aku terbiasa hidup dengan bebas, bahkan agak liar
dalam pemikiran, karena tidak terikat oleh kuasa peradaban
dan adat istiadat yang berlaku pada masa itu.
Memang benar bahwa latihan ilmu silat sangat tertib dan
sangat teratur, sementara perbincangan pasangan pendekar
yang mengasuhku tentang berbagai pemikiran yang
berkembang di dunia ini, hanya bisa kupahami jika aku
menguasai berbagai istilah kunci dari kitab-kitab di dalam peti
kayu. Membaca kitab-kitab dalam peti kayu juga tidak mudah,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
karena pemikiran yang diuraikannya terkadang cukup rumit
bahkan terkadang seperti menolak dimengerti. Belajar
membaca bagiku bukan hanya mengenal huruf dan
bagaimana bunyinya, melainkan melalui istilah-istilah kunci
berusaha membuka jendela dunia dan mendapatkan
pengetahuan. Namun tiada kata-kata akan menjelma pengetahuan tanpa
pendalaman, dan pendalaman adalah usaha keras yang
menuntut ketekunan. Dalam usia 15 tahun, tentu belum
terlalu banyak yang kubaca, tetapi telah tertanam dalam diriku
suatu kebiasaan untuk selalu mendalami segala sesuatu
sampai ke akar-akarnya, dan sebegitu jauh kualami betapa
tuntutan untuk menggauli peradaban hanya akan mengganggu ketekunanku saja. Penolakanku terhadap
peradaban itulah yang berpeluang membuatku liar, bukan
dalam perilaku, melainkan dalam pemikiran. Diriku dibesarkan
dan dibentuk oleh sepasang pendekar yang mengasingkan diri
dari pergaulan masyarakat. Tiada cara hidup lain yang kukenal
sebagai bekal hidupku. Di desa ini, kali ini, aku harus merelakan diriku untuk
menghayati peradaban, jika ingin mendorong mereka untuk
berdaya menghadapi gangguan dari luar. Lagipula aku
membutuhkan mereka agar menyelamatkan segala kitab di
dalam peti. Aku tidak mungkin membawanya ke mana-mana
seumur hidupku. Padahal, diam-diam telah kubulatkan
keputusanku untuk menjadi seorang pengembara. Aku telah
bermukim selama limabelas tahun bersama Naga Kembar dari
Celah Kledung karena kecintaanku terhadap pasangan
pendekar itu. Dengan kepergian mereka untuk selama-
lamanya, tiada lagi yang mengikatku untuk tetap tinggal di
suatu tempat sampai aku mati...
(Oo-dwkz-oO) AKU meronda setiap malam sendirian mengelilingi Desa
Balinawan. Para pemuda desa yang telah kulatih ilmu beladiri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
seadanya, kutempatkan secara berkelompok di berbagai gardu
jaga. Kami juga telah berlatih untuk menghadapi serangan
banyak orang sebagai suatu kelompok. Kusadari tingkat ilmu
silat mereka masing-masing yang tidak seberapa, maka suatu
pertahanan sebagai kelompok akan menutupi kelemahan
mereka masing-masing. Namun berkeliling dari gardu yang satu menuju gardu yang
lain kulakukan sendirian, karena dengan begitu aku bisa
bergerak lebih bebas di balik kelam. Meski begitu, antara
gardu satu dengan gardu yang lain selalu dilakukan saling
tukar penjaga, sehingga tidak sejengkal tanah pun tidak
terawasi sepanjang perbatasan desa itu. Kuperkirakan bahwa
siapapun yang berusaha meletakkan sembarang mayat di desa
itu akan dipergoki oleh para peronda desa ini.
Itulah yang memang kemudian terjadi pada suatu malam
yang gelap sekali. Para peronda memergoki sebuah sosok
sedang berjalan mengendap-endap sambil membawa beban di
antara pepohonan. "He! Berhenti! Siapa kamu"!"
Sosok itu tidak berhenti, bahkan berlari menghilang
sembari membuang bebannya.
"HOOOI! Penyusup! Tangkap! Tangkap!" Kentong titir
segera dibunyikan dan para peronda segera berdatangan
mengepung, sementara penduduk pun semuanya terbangun.
Beban yang dibuangnya ditemukan. Ternyata memang
sesosok mayat. Orangnya menghilang. Akulah yang mengejarnya. Aku berdebar. Bila aku bentrok dengannya, ini akan
menjadi pertarunganku yang pertama. Aku merasa percaya
diri. Meskipun ilmuku belum terlalu tinggi. Aku diasuh
pasangan pendekar. Mereka tak akan meninggalkan aku tanpa
bekal hidup yang memadai dalam ukuran mereka. Bila bekal
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hidup yang dimaksud adalah ilmu silat, maka tentulah ilmu
silat yang lebih dari cukup untuk sekadar membela diri.
Aku melesat ke arah sosok yang berkelebat ke utara. Ia
tampak menguasai ilmu meringankan tubuh. Aku juga
menggunakan ilmu meringankan tubuh. Namun ilmu
meringankan tubuh itu banyak percabangannya, mulai dari
yang hanya untuk meloncat naik ke atap, yang untuk
melompat dari atap ke atap, sampai yang hanya untuk berlari
saja-sedangkan ilmu berlari itu juga banyak jenisnya, mulai
dari Ilmu Berlari di Atas Rumput, Ilmu Berlari di Atas Air,
sampai Ilmu Berlari di Atas Laut. Orang itu berlari seperti
terbang. Tampaknya ia menggunakan Ilmu Berlari di Atas
Awan. Maka aku menggunakan Jurus Naga Berlari di Atas
Langit. Keduanya seimbang dalam kecepatan, tetapi Jurus
Naga Berlari di Atas Langit adalah bagian saja dari Ilmu
Pedang Naga Kembar, dan karena itu kedua tangan tetap
bebas memainkan pedang, bahkan senjata apapun yang
mungkin tercapai tangan. Namun meski hanya menggunakan Ilmu Berlari di Atas
Awan, seseorang bisa saja tetap melatih dirinya untuk berlari
sambil tangannya mempergunakan senjata, yang ternyata
dikuasai oleh orang yang kukejar itu. Ia memang berlari cepat
sekali. Sebetulnya aku pun tidak betul-betul melihatnya dalam
kepekatan malam yang kali ini bagaikan tidak memperlihatkan
sesuatupun dalam kegelapan. Aku hanya mendengar teriakan
para penjaga, lantas mengikuti suara-suara yang berlanjut
setelahnya. Kupisahkan suara bergedebukan orang-orang desa
yang berlari dari suara-suara lebih lembut semak dan ranting
yang terlanggar dalam pelarian sosok hitam itu.
Jelas sosoknya hitam karena memang tidak terlihat sama
sekali, maka lebih baik mengandalkan pendengaran. "Telinga
adalah mata dalam kegelapan," kata ayahku, "bahkan mata
dapat menipu kita dalam cahaya terang, karena cahaya bukan
bagian dari sesuatu yang diteranginya." Maka bagian dari ilmu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
silat yang kupelajari adalah bertarung dalam kegelapan.
"Jangan hanya mengandalkan mata dalam pencerapan,"
katanya pula, "karena terlalu banyak jurus diciptakan untuk
menipu pandangan mata itu." Maka memang kudengar
gesekan bajunya yang mengenai ranting-ranting. Kukejar ke
arah suara-suara itu dan ia pun lari lebih cepat lagi.
Demikianlah kami berkejaran pada tengah ma lam. Kenapa
ia berlari ke arah utara" Tidakkah diketahuinya di sana
terdapat dinding batu curam menjulang yang mungkin saja
menghentikan laju kecepatan pelariannya" Bahkan di sana
terdapat rumah-rumah para penduduk Desa Balinawan juga.
Namun tentu saja ia memiliki ilmu meringankan tubuh dan
akal yang sangat berguna. Bukankah semua orang keluar
karena kentongan dan tentu mengerumuni mayat yang
darahnya tersiram di jalanan itu" Para peronda memburu ke
selatan, karena memang tiada jalan lari lain selain
menyeberang sungai, untuk menyelam muncul di seberangnya. Ia berlari ke utara dan tiada yang mengejarnya selain diriku
seorang. Ia tentu yakin akan mampu mengatasiku dengan
ilmu yang dimilikinya. Aku berlari memburu suara-suara
kakinya yang bergerak bagaikan bayangan dengan Ilmu
Berlari di Atas Awan. Memang seperti terbang bagaikan nyaris
tiada menyentuh tanah, meski tetap saja menyentuh tanah,
tetapi dengan sangat cepatnya, tak akan terlihat mata bahkan
juga takterdengar telinga orang biasa. Telah kukatakan tadi
aku hanya mengandalkan pendengaran atas semak dan
ranting yang tersentuh olehnya. Jika ia mampu melayang ke


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atas dinding dan berlari di atas dataran tinggi itu, aku tidak
akan mempunyai jejak pendengaran yang bisa kuikuti pada
malam yang buta. Kupercepat lariku, bagaikan aku yang diburu oleh sesuatu,
dan kurasa memang makin dekat diriku dengan sosok
kehitaman yang berlari itu. Kudengar makin jelas telapak alas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kakinya yang menyentuh pucuk-pucuk rumput, bahkan dengus
nafasnya yang tampak mulai kelelahan. Lantas kudengar
desingan-desingan senjata rahasia...
SECEPAT kilat kucabut pedang dari sarungnya di
punggungku. Kuputar bagaikan baling-baling di hadapanku
dan terdengarlah suara-suara benturan yang ternyata tiada
habisnya. Berapa banyakkah senjata rahasia yang dibawanya"
Ia melempar terus menerus bagaikan tinggal meraup senjata-
senjata rahasia itu dari udara, sambil terus berlari ke arah
utara. Kuputar terus pedangku tanpa celah sedikit pun
sehingga tiada satu pun dari ratusan jarum beracun yang
meluncur itu mengenaiku. Pasangan pendekar yang mengasuhku telah melatihku
dengan keras untuk menghadapi serangan-serangan tersembunyi, karena serangan semacam inilah yang biasanya
mengakhiri riwayat para pendekar, jika menghadapi lawan-
lawan dari golongan hitam. Bahkan sebenarnya setiap
pendekar golongan putih dan golongan merdeka juga melatih
diri menghadapi serangan gelap yang mana pun, tetapi
mereka yang mempelajari dan mengandalkan cara hidup
dalam dunia persilatan yang semacam ini memang terus
berusaha meningkatkan kemampuannya. Di atas langit ada
langit. Pepatah ini juga berlaku bagi golongan hitam. Setiap
kali suatu racun ditemukan penawarnya, setiap kali ditemukan
juga jenis racun pembunuh yang baru. Tidak seorang pun
akan tahu sekarang apakah setiap racun itu pasti ada obatnya.
Ketika serangan jarum-jarum beracunnya berhenti, kami
telah sampai di padang terbuka yang membatasi tegalan
dengan pemukiman. Kini aku bisa melihatnya. Ia berlari cepat,
begitu cepat bagaikan terbang di atas tanah, sebelum
akhirnya berkelebat ke atas atap, dan melayang dengan indah
dari atap yang satu ke atap yang lainnya, menuju dinding batu
yang menjulang di utara. Aku terus memburunya, karena
setelah pemukiman ini hanya terdapat dinding batu, dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kubayangkan akan bisa memojokkannya di situ. Kami
berloncatan saling berkejaran dari atap ke atap. Ia melenting
dari atap ke atap itu hanya dengan sekali jejak. Ringan seperti
lompatan bangau, berkelebat cepat seperti kelelawar.
Ia melihatku makin dekat dan melemparkan sebuah pisau
terbang. Aku menangkap pisau terbang itu, dan menyelipkannya pada ikat pinggangku. Ia langsung menuju
dinding batu. Apakah yang akan dilakukannya" Ternyata ia
meluncur dari sebuah atap dengan kedua kaki di depan seperti
bermaksud menjejak dinding itu. Begitu kakinya menjejak
dinding dirinya berbalik meluncur dengan cepat sekali menuju
ke arahku! Sembari meluncur dilemparkannya beberapa pisau
terbang ke arah berbagai tempat mematikan pada tubuhku.
Sementara itu aku sedang melesat dengan cepat ke depan
memburunya, bagaikan menyambut pisau-pisau terbang yang
mendesis dan membelah udara dengan kecepatan luar biasa.
Sungguh aku tidak siap menepisnya!
(Oo-dwkz-oO) Episode 26: [Pertarunganku yang Pertama]
ENAM pisau terbang melaju ke enam titik mematikan pada
tubuhku yang sedang begitu cepatnya melesat ke depan.
Enam pisau terbang ini bisa kutangkis atau kutangkap, tetapi
tidak bisa kuhindarkan karena aku tak akan sempat mengubah
arah meluncurnya diriku sendiri. Itu berarti apapun yang
kulakukan maka pukulannya akan tetap mengenaiku, dengan
tenaga hasil jejakan kakinya pada dinding batu menjulang
yang kokoh kuat itu. Maka berlangsunglah kejadian yang sangat cepat dan
begitu cepat sehingga tidak bisa diikuti oleh mata.
Kuusahakan tangkisan yang mengembalikan pisau-pisau itu ke
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
arahnya, tetapi terpaksa kuterima pukulannya pada tubuhku
sampai pedangku terlepas.
"Uuughhh!" Suara ini keluar dari mulut kam i berdua. Kami bertumbukan
di udara. Aku berusaha meminjam tenaga pukulannnya di
dadaku untuk melenting dan berputar tiga kali ke atas, tetapi
karena ilmuku masih berada pada tingkat dasar, pukulannya
membuatku sesak nafas. Sementara itu enam pisau yang
sebisa mungkin kutangkis balik, ternyata hanya satu yang
mengenainya, itu pun bukan di tempat yang mematikan.
Akibat tumbukan itu ia jatuh berguling-guling di tanah
dengan pisau tertancap di bahunya. Ia segera meloncat berdiri
dan menyerangku yang sedang melayang turun. Kami
bertukar pukulan dengan sangat cepat ketika bertemu di
udara. Tiga pukulanku mengenai dadanya dan tiga pukulannya
mengenaiku pula. Namun ketika mendarat di tanah ia jatuh
terguling sekali lagi sementara aku masih tetap berdiri. Ilmu
silat kami rupanya sama-sama masih rendah, karena dalam
pertarungan silat tingkat tinggi, jangankan sebuah pukulan,
bahkan sentuhan jari pun sudah cukup untuk memuntahkan
darah. (Oo-dwkz-oO) IA cepat berdiri. Bahkan mencabut pisau yang tertancap
pada bahunya. Dalam keremangan malam kulihat wajahnya
yang sengaja disamarkan dengan lumpur. Aku tidak dapat
melakukan dugaan apa pun dengan samaran seperti itu,
hanya matanya yang serasa menyelidik dengan tajam.
Mungkin karena tidak menduga ada seseorang di Balinawan
yang dapat mengimbanginya. Diakah yang selama ini menaruh
mayat-mayat bergelimpangan di Balinawan" Napasnya
terengah, begitu pula aku. Kulihat pedangku tergeletak di
tanah. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bocah ingusan...," desisnya. Aku tidak menjawab, karena
memang tidak tahu harus menjawab apa.
Ia mencabut pisau yang menancap di bahunya itu pelan-
pelan sambil menyeringai. Namun tiba-tiba dilemparkannya
padaku. Untunglah aku sudah sangat sering dilatih oleh
pasangan pendekar yang mengasuhku untuk mengatasi
berbagai serangan gelap. "Dunia persilatan adalah dunia para pendekar yang penuh
dengan gagasan tentang keberanian dan kejujuran, tetapi
banyak orang mempelajari ilmu silat hanya untuk mengabdi
kemenangan melalui kelicikan. Itulah yang akan lebih sering
kau hadapi jika dikau hidup dalam dunia persilatan, anakku..,"
ujar ibuku, seperti tahu bahwa dunia persilatan jualah yang
akan menjadi duniaku. Maka menghadapi serangan macam itu aku cukup
memiringkan tubuh dan menjatuhkan diri untuk meraih
pedangku, karena kutahu ia akan melanjutkannya dengan
serangan bertubi-tubi. Meskipun dugaanku ternyata salah
karena ia lantas melesat cepat ke arah dinding batu yang
penuh tetumbuhan rambat yang menjalar ke sana kemari. Ia
telah kembali mengerahkan Ilmu Berlari di Atas Awan yang
membuatnya melesat dengan cepat ke arah dinding batu yang
curam dan penuh tonjolan serta cuatan batang-batang pohon
yang tumbuh di sela-sela batu.
Aku mengejarnya dengan Jurus Naga Berlari di Atas Langit.
Dengan cepat aku telah berada di belakangnya dan hanya
sesak napas karena pukulannya di dadaku tadi yang
menghalangiku berlari lebih cepat lagi. Aku tinggal
mengayunkan pedang dan membelah punggungnya ketika
tiba-tiba ia melenting ke atas, dan mulai meloncat dengan
pijakan seadanya terus menerus semakin ke atas. Aku segera
menyusulnya dengan mencari pijakan lain untuk mencegatnya. Ia mencabut pedangnya dan menyerangku.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bocah ingusan, mengapa dikau sudi diperalat orang-orang
desa bodoh ini" Dikau berilmu tinggi, tetapi dikau telah
diperalat mereka demi kepentingannya. Dikau
telah membuang tenaga sia-sia!"
"Mengapa kamu buang mayat-mayat di Desa Balinawan"
Mengapa tidak kamu buang di desamu sendiri?"
"Dasar bocah ingusan, kamu tidak tahu apa-apa tentang
permainan kekuasaan."
Begitulah kami bertarung seperti dua burung elang yang
saling menyambar di udara. Setiap kali kedua pedang kami
beradu terlihatlah lentik api dan bunyi dentang yang
dipantulkan dinding sampai ke tepi kali. Kami bertarung
sembari me lenting ke sana kemari dengan hanya menjejak
tonjolan batu, cuatan batang pohon, dan bila terjatuh karena
sepak segera berpegangan pada akar-akar pohon merambat
yang ada di mana-mana. Demikianlah kami bertarung dengan
mengandalkan tenaga dalam demi keringanan tubuh, tetapi
masih bercampur tenaga kasar ketika saling mengayunkan
pedang, yang membuat kami segera bermandi keringat di
udara pagi yang dingin. Kami bertarung sambar menyambar makin lama makin ke
atas. Kulihat di bawah orang-orang desa membawa obor
mencoba melihat kami, tetapi tentunya hanya suara pedang
berdentang-dentang yang terdengar beradu dan mengeluarkan lentik api, yang makin lama makin tinggi.
Di ufuk timur warna langit mulai berubah.
"Mereka mendekati pertapaan!" ujar mereka, dan mulai
mencari jalan ke atas dengan panik.
Jika mayat sembarang orang yang tergeletak begitu saja di
desa mereka telah membuat mereka didenda, maka apalah
lagi yang akan menimpa mereka jika terjadi sesuatu dengan
para pertapa itu, yang keselamatannya akan dianggap
merupakan tanggungjawab Desa Balinawan" Namun mendaki
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jalan terjal dan memutar seperti itu, kapan pula mereka akan
sampai kemari" Adapun aku sembari bertarung dalam
ketinggian ini saja bisa menyaksikan laut di balik bukit nun di
kejauhan sana. MATAHARI memang sudah muncul. Dataran di atas tebing
sudah terlihat tepiannya. Para biarawan, para pertapa itu,
tentu sudah bangun dan menjalankan upacara keagamaan
mereka. Kami masih bertarung, melenting dari dahan ke
dahan dan saling menyerang bagai tanpa kesudahan.
Sepintas lalu kuperhatikan, ilmu pedangnya kukira adalah
Ilmu Pedang Naga Hitam yang termasyhur, tetapi dalam
tingkat yang masih awal sekali, dan tidak didukung oleh
tenaga dalam yang memadai, sehingga menjadi tidak terlalu
berbahaya bagi mereka yang tingkat ilmu silatnya masih
sederhana seperti aku. "Menyerahlah," kataku, "nyawamu akan selamat jika dikau
menyerah!" Ia tertawa mendengar usahaku menggertak.
"Aku tidak begitu bodoh untuk menyerah, diadili, dan
menerima hukuman mati," katanya, "sebaiknya kita berdamai
dan kau lepaskan aku."
"Kenapa aku harus melepaskan kamu, jika jelas dikau
meninggalkan mayat orang-orang yang dikau bunuh entah di
mana di desa kami?" "Eh, bocah ingusan! Tidak tahukah kamu bahwa mayat-
mayat itu adalah mayat para penjahat yang selalu membegal
di jalan keluar dari Desa Balinawan ini" Aku sebenarnya telah
membantu keamanan desa ini!"
"Bagaimana itu kamu sebut membantu, jika karena mayat-
mayat itu maka tanah desa ini justru menjadi s ima, dan secara
halus menjadi milik negara, yang hanya berarti milik raja?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kami nyaris mencapai dataran di atas tebing, ketika para
penghuni pertapaan bermunculan dan menengok ke bawah
karena mendengar dentang pedang kami yang beradu.
Mereka tentu juga telah mendengar percakapan kami.
"Dengar bocah ingusan! Begal-begal itu adalah begundal
para raja kecil yang ditundukkan Rakai Panamkaran! Mereka
dibiarkan mengganggu desa ini supaya orang-orang desa
tetap tergantung kepada perlindungan istana!"
"Tapi setelah tanah mereka dijadikan sima, kenapa
keamanan tidak kunjung tiba?"
"Karena begal-begal itu rupanya kuat juga! Aku
diperintahkan raja untuk membasminya!"
"Kalau begitu, kenapa mayat-mayat harus dibuang begitu
rupa?" "Dasar ingusan! Tentu supaya orang desa tergantung
kepada perlindungan istana selama-lamanya!"
"Aku tidak percaya! Kukira dikau ada di pihak begal, karena
yang mati selalu penduduk desa tetangga, sampai kedua desa
nyaris tawuran karenanya. Lain kali dikau akan membunuh
penduduk desa ini dan meletakkannya di desa tetangga, dikau
seorang pengadu domba. Lebih buruk dari begal, meski dirimu
bukan begal. Siapa dikau" Katakan sebelum kubuka
kedokmu!" "Hahahahahaha!"


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat itu ia sudah berada di atas dan dalam waktu yang
bersamaan aku juga sudah berada di hadapannya. Aku segera
menggulungnya dengan Ilmu Pedang Naga Kembar yang telah
kukuasai dengan seadanya. Bertarung di tanah datar jauh
lebih memungkinkan bagiku yang ilmu silatnya belum terlalu
tinggi untuk mengembangkan kemampuan, selain aku lebih
percaya diri mengingat ilmu silat lawanku yang juga belum
terlalu tinggi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ia tidak tinggal diam dan mengeluarkan Ilmu Pedang Naga
Hitam. Demikianlah kami terus bertarung ketika matahari
merambat naik dan para biarawan dengan jubah mereka yang
serba kuning mengelilingi dan menonton kami. Karena ilmu
silat kami belum terlalu tinggi, mata mereka masih mampu
mengikuti setiap gerakan kami, dan tampaknya menjadi
selingan yang mengasyikkan dalam kehidupan mereka yang
sunyi. Ilmu Pedang Naga Hitam diciptakan oleh Pendekar Naga
Hitam, seorang penguasa wilayah persilatan Kubu Utara yang
sangat dihormati, tetapi yang kemudian diketahui melakukan
persekutuan dengan berbagai kelompok yang berkepentingan
dengan kekuasaan. Ayahku pernah bercerita tentang Pendekar
Naga Hitam, yang semula merupakan seorang pendekar
golongan merdeka, yang memang menjadi termasyhur oleh
penemuan Ilmu Pedang Naga Hitam. Dengan ilmu pedang
itulah lambat laun ia menguasai Kubu Utara. Menurut ayahku,
dunia persilatan Yawabumi masa itu terbagi dalam lima
wilayah kekuasaan. (Oo-dwkz-oO) JIKA Naga Hitam menguasai Kubu Utara, maka Naga
Kuning menguasai Kubu Barat, Naga Putih menguasai Kubu
Timur, Naga Merah menguasai Kubu Selatan, dan Kubu
Tengah menjadi arena perebutan segala macam pendekar
yang akan mendapat julukan, atau menamakan diri mereka
sendiri, dengan sebutan naga atas berbagai macam warna.1)
Naga adalah lambang kemegahan dan kekuasaan, tetapi
lebih dari itu naga adalah lambang kewibawaan. Maka gelar
dengan nama naga biasanya diberikan oleh kalangan
persilatan sebagai pengakuan dan pengukuhan atas wibawa
yang didapat oleh keunggulan ilmu silatnya; atau jika
seseorang menamakan dirinya sendiri dengan naga maka ia
harus merebut dan meminta pengakuan sampai dunia
persilatan mengakuinya. Dengan cara itulah Naga Hitam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendapatkan gelarnya, pertanda ia bukanlah seorang
pendekar yang rendah hati, meski tetap diakui tidak
terkalahkan di wilayah Kubu Utara. Perimbangan kekuasaan
yang tidak resmi ini akan diperhatikan oleh para penguasa
yang resmi, yang akan memanfaatkan perimbangan tersebut
demi kepentingan mereka sendiri. Naga Hitam adalah pihak
yang tergoda dan terbujuk untuk berpihak kepada mereka
yang ingin menggulingkan kekuasaan, dan masih selalu
mempertahankan cita-citanya meski penguasa yang semula
dimusuhinya telah berganti. Dulu ia memusuhi Sanjaya, dan
rupanya masih menyimpan impiannya setelah Rakai
Panamkaran berkuasa. Sementara itu, perimbangan kekuasaan dalam perebutan
gelar naga di dunia persilatan juga berkembang, karena
muncul pula empat naga baru di wilayah baru pula yang
merebut wibawa wilayah-wilayah lama. Mereka adalah Naga
Hijau yang menyatakan diri menguasai Kubu Barat Laut, Naga
Biru sebagai penguasa yang mendapat pengakuan di Kubu
Timur Laut, Naga Jingga yang dalam kenyataannya dipuja-
puja Kubu Barat Daya, dan Naga Dadu, lelaki pendekar yang
sangat termasyhur kecantikannya, diakui dunia persilatan
Kubu T enggara. Waktu aku mendengar semua cerita ini tentu
aku tidak mengira suatu ketika akan bentrok dengan
seseorang yang memainkan Ilmu Pedang Naga Hitam.
Tentu saja ilmu pedang itu sangat hebat, tetapi Ilmu
Pedang Naga Kembar diciptakan untuk menghadapi ilmu
pedang semua kubu, yang telah dilatihkan kepadaku agar bisa
memainkannya seperti terdapatnya dua pendekar berpasangan, dengan jumlah keseluruhan sebagai permainan
empat pedang. Dalam usia 15 tahun, kuakui ilmu silatku masih
sangat dangkal, tetapi ternyata dengan baru mengenal saja,
dan belum menguasai sepenuhnya Ilmu Pedang Naga Kembar,
aku mampu menahan kedahsyatan Ilmu Pedang Naga Hitam.
Bahkan sedikit demi sedikit aku mulai menekan dan
mendesaknya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ciri Ilmu Pedang Naga Hitam adalah gerak tipunya yang
menyesatkan. Ibarat kita merasa terancam oleh mulut naga
yang menganga dan memusatkan perhatian kepada kepala
naga itu, ternyata adalah ekornya yang menggasak dan
melumpuhkan kita dari arah yang tidak terduga. Namun
berhadapan dengan Ilmu Pedang Naga Kembar yang
diciptakan untuk menghadapi ilmu pedang para naga maka
Ilmu Pedang Naga Hitam itu hanya bisa bertahan. Ibarat
menghadapi empat pedang, hanya mampu mampu menahan
serangan satu pedang, tetapi takkuasa menangkis serbuan
angin putting beliung tiga pedang yang lain. Aku mendesaknya
terus sampai ia terguling-guling.
"Cepat katakan siapa yang menyuruhmu! Katakan!
Katakan! Katakan!" "Diam kau bocah ingusan! Diam ka.... Agh!"
Telah kulumpuhkan dia sebelum usai kata-katanya. Seluruh
tubuhnya tersayat luka goresan. Ia terbanting karena
pukulanku pada tengkuknya. Kini terkapar kuinjak dadanya.
Kuangkat pedangku. "Katakan sekarang atau kubunuh dikau sekarang!"
Ia memandangku dengan bergeming. Tersenyum di antara
nafasnya yang memburu. Pukulanku terlalu keras. Itulah
akibat ilmuku yang belum terlalu tinggi. Tengkuknya patah.
Luar biasa bahwa ia belum binasa.
"Guruku akan mencarimu"
"Gurumu" Naga Hitam?"
Ia hanya tersenyum sebelum nyawanya pergi. Kuangkat
kakiku yang menginjak dadanya. Kupandang pedangku yang
bersimbah darah. Ia memang mati bukan karena pedangku,
melainkan karena pukulan tanganku. Sama saja.
IKA tak karena pukulan tangan itu, berapa lama lagi ia
masih bisa hidup dengan segala luka itu. Aku menghela napas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Inilah pertarunganku yang pertama dan untuk yang pertama
ini telah kulenyapkan sebuah nyawa.
Benarkah jiwa manusia tiada artinya dibandingkan
kematian" Para pendekar dalam dunia persilatan selalu
merasa lebih terhormat mati dalam pertarungan daripada
hidup menanggung malu karena pernah dikalahkan.
Kekalahan harus selalu berarti kematian dan itulah kematian
yang penuh dengan kehormatan.
Benarkah demikian" Benarkah begitu tiada artinya
kehidupan dibandingkan kehormatan dalam kematian" Aku
memandang pedangku, mengusapkan darahnya ke kain baju
orang yang terbunuh itu. Ia seorang yang menjalankan tugas. Jadi aku berhadapan
dengan suatu tatanan yang menjadikan pembunuhan sebagai
bagian dari tujuannya. Aku mencoba berkepala dingin
menyadari keterlibatanku dalam suatu persoalan besar.
Aku menoleh ke sekelilingku. Cahaya matahari menyemarakkan tanaman bunga. Para pertapa menggumamkan puja sambil menangkupkan tangannya.
Mereka memandangiku dengan pandangan mata yang sangat
amat berduka. (Oo-dwkz-oO) Episode 27: [Mata Angin, Kama Sutra, dan Telur
Tadah-Asih] SETELAH kejadian itu, tiada lagi peristiwa yang terlalu
berarti di Desa Balinawan. Dari sebuah kitab ilmu silat tingkat
dasar yang juga terdapat dalam peti kayu, kulatih para
pemuda desa, termasuk gadis-gadisnya, terutama mereka
yang berbakat menjadi guru silat. Selain itu dari sebuah kitab
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lain, kami pelajari bersama-sama tata cara terbaik pertahanan
sebuah desa. Dengan umurku yang masih 15 tahun, aku tidak
membayangkan diriku dapat mengajari mereka. Namun dalam
kenyataannya tidak terlalu banyak orang yang lancar
membaca, apalagi menulis pula. Hanya terdapat seorang tua
yang menguasai baca tulis dengan, dan anaknya, seorang
gadis yang jelita, mungkin sekitar 20 tahun umurnya.
Cantik jelita artinya ia bermata cemerlang, tinggi tegap
tetapi langsing tubuhnya, setiap hari mengenakan kain batik
yang menutup dada, bahu dan punggungnya selalu terbuka.
Pada suatu hari kudengar ia mengeja bacaannya:
Pohon wudi besar di timur itu, merpati burungnya;
di bawah airnya jernih, telaga namanya;
ditanami teratai putih, dikelilingi perak.
Air jernih mengalir. Di sanalah orang terlepas dari...
Ia berhenti. Melihatku mendekat.
''Jangan berhenti...'' ''Daku tidak berhenti, guratan hurufnya tak jelas,
keropaknya sudah terlalu tua, daku memang mau
menyalinnya.'' ''Selanjutnya masih dibaca bukan"''
la tersenyum manis sekali dan meneruskan bacaannya.
Suaranya merdu. Hanya dengan adanya Harini, nama
perempuan itu, hari bagi siapa pun yang menemuinya telah
menjadi suatu keberuntungan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di sanalah orang terlepas dari...
Para kakek dan nenek supaya mandi di s itu.
Pohon randu besar di selatan itu, rajawali burungnya.
Di bawah aimya jernih, telaga namanya;
ditanami teratai merah, dikelilingi tembaga merah.
Airnya jernih mengalir Di sanalah orang terlepas dari sepuluh noda.
Para ayah dan ibu supaya mandi di situ.
Pohon angsana besar di barat itu, kepodang burungnya;
di bawah airnya jernih, telaga namanya;
ditanami teratai kuning, dikelilingi emas;
airnya mengalir jernih. Di sanalah orang terlepas dari penyakit dan cacat.
Para anak dan istri supaya mandi di s itu.
Pohon iren di utara itu, gagak burungnya;
di bawah, airnya jernih, telaga namanya;
ditanami teratai biro, dikelilingi besi.
Air mengalir jernih. Di sanalah orang terlepas dari kata-kata buruk.
Para cucu dan cicit supaya mandi di s itu.
Pohon nagasari di tengah itu, tiung burungnya;
di bawah airnya jernih, telaga namanya;
ditanami aneka bunga, dikelilingi beragam warna.
Airnya jernih mengalir karena suci tiada noda.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di sanalah aka, Ra Nini, supaya mandi.
"Indah sekah," kataku.
"Apa yang menurut dikau indah, wahai Lelaki Tidak
Bernama." "Kata-kata yang dikau baca, susunannya, betapa
para kawi dapat menyusunnya seperti itu."
"Ini bukan sekadar susunan kata-kata yang bagi dikau
mungkin indah. Perhatikan..."
Sambil membaca, ia menggoreskan pengutik pada lempir
lontar yang kosong. Matanya sebentar-sebentar melirik
bacaannya. Mata Angin Lor Kulon Madya Wetan Kidul Teratai Biru Kuning Amancawarna Putih Dadu Warna Biru Kuning Anekawarna Putih Merah "DIKAU lihatkah arti kitab ini padaku?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Harini, perempuan yang merangkaikan bunga tanjung kecil-
kecil dan memakainya di belakang telinga itu, lebih dari
seorang pembaca yang begitu langka, melainkan seorang
terpelajar yang menyusun kembali pengetahuan dari berbagai
pengetahuan. "Apa artinya?" "Bahwa warna-warna melambangkan mata angin rupanya,"
ujarnya. Dengan cepat aku teringat sesuatu.
"Namun warna para naga tidak sesuai dengan kubu yang
mereka kuasai." Harini tersenyum memandangku. Ada perasaan kecewa
padaku karena barangkali ia menganggapku sebagai remaja
berusia 15 tahun sahaja. "Oh, itu karena kitab yang dijadikan rujukan berbeda. Para
naga ingin mandiri dalam penegakan wibawa, jadi mereka


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggunakan naskah bukan-Buddha yang dilahirkan di
Yawabumi. Mereka juga tidak merujuk satu naskah saja. Jika
empat mata angin dan yang berada di antaranya diambil dari
suatu naskah, maka mata angin kelima sampai kedelapan
sangat mungkin diambil dari yang lain. Dalam hal para naga,
jelas naskah Yawabumi dilengkapi naskah Sanskerta untuk
empat mata angin tambahannya."
Sementara Harini bicara kutatap matanya yang cemerlang
dengan penuh kekaguman. Sudah lama kuperhatikan dia,
rambut panjangnya yang selalu berhias bunga dan berganti
setiap hari. Mulai dari bunga tanjung sebagai hiasan dalam
sanggul, bunga asoka yang merah, bunga asana dan bunga
campaka yang putih atau kuning muda, yang memang cocok
dengan kulitnya, maupun bunga-bunga menur. Harus
kukatakan betapa aku takut untuk jatuh cinta padanya.
Teringat ucapan ibuku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Seorang pendekar sebaiknya tidak mengikatkan diri
kepada apa pun yang menghalangi kebebasannya," ujar ibuku
suatu ketika, "seperti ikatan perkawinan, kecuali jika dikau
juga menikahi seorang pendekar, anakku, karena hanya
pendekar yang memahami jalan kehidupan seorang pendekar
dalam dunia persilatan, jalan menuju kematian dalam
pertarungan." Aku tentu harus mereka-reka sendiri, tetapi rekaan yang
tidak akan terlalu keliru, bahwa ketika pasangan pendekar itu
bertemu, saling jatuh cinta, dan memutuskan untuk hidup
bersama, suatu kesepakatan untuk menghindari ikatan telah
dijalankan, yakni dengan tidak mempunyai anak. Namun
mereka tidak menolak kehadiranku dengan peristiwa semacam
itu, karena kejadiannya memang menuntut tanggung jawab
seorang pendekar, bahwa mereka harus merawat aku, dan
memberikan kepadaku kemampuan seorang pendekar.
"Janganlah semua ini menjadi beban, anakku," kata
ayahku, "dikau bisa meninggalkan dunia persilatan ini kapan
saja selama dikau menghendakinya, karena hidup menjadi
seorang pendekar hanya bisa membahagiakan jika menjadi
pilihan." Aku merasa belum memutuskan untuk menjalani kehidupan
di sungai telaga dunia persilatan, tetapi aku sudah sangat
peka terhadap setiap kemungkinan yang sekiranya akan
mengikat diriku. Maka aku pun merasa takut untuk jatuh cinta,
meski aku tidak bisa melepaskan diri dari keterpesonaan diriku
kepada Harini. "Apa yang dikau pikirkan, wahai lelaki tanpa nama?"
Aku memang tidak mempunyai nama bukan" Setidaknya
tidak ada yang tahu namaku, dan pasangan pendekar itu pun
tidak merasa terlalu berhak atau terlalu perlu memberi nama
kepadaku. Aku sendiri tidak merasa kurang suatu apa meski
tidak pernah dipanggil dan disebut dengan sebuah nama.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Anakku," kata orangtuaku selalu dan itu sudah lebih dari
cukup bagiku. "DAKU sedang berpikir untuk mencari Naga Hitam itu lebih
dulu daripada ia datang kemari dan mencelakakan kita
semua." "Akan ke mana dikau mencarinya, lelaki tanpa nama?"
"Naga Hitam adalah penguasa dunia persilatan Kubu Utara,
tidak ada seorang pun dari kita akan bisa melawannya jika ia
berminat membasmi kita."
Mata yang cemerlang itu mendadak jadi redup dan
meneteskan air mata. "Dikau ke sana menghantarkan nyawa, dan dikau
meninggalkan Harini sendiri di s ini tanpa sahabat yang mampu
membaca!" Harini menyebut diriku sahabatnya. Aku tidak tahu apakah
harus menyesal atau bersyukur mendengar dia mengatakannya, karena jika Harini menghendaki diriku lebih
dari apa yang diucapkannya, belum tentu aku berdaya
menolaknya. Kami memang sering membaca berdua, jika
segala tugasku di desa ini telah kuselesaikan siang harinya.
Kami membaca sampai jauh malam, memecahkan berbagai
masalah dalam pembacaan berdua, kadang-kadang dengan
bimbingan ayahnya yang cendekia.
Namun bila ayahnya itu berangkat tidur, dan segera
terdengar dengkurnya, Harini akan memegang tanganku, dan
perbuatannya itu sungguh menggetarkan diriku, meski yang
kami berdua lakukan seterusnya memang hanya membaca.
Entahlah apa yang diketahui Harini tentang diriku, jika kami
tiba kepada naskah-naskah tentang perilaku asmara, karena
aku telah terpaksa membacanya tanpa mengerti harus
bersikap bagaimana, seperti ketika membaca Kama Sutra
karya Vatsyayana. Kata-kata tentang berbagai cara hubungan
asmara antara seorang lelaki dan perempuan dalam kitab
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang ditulis empat abad sebelum masaku itu begitu terus
terang dan begitu jelas, sehingga aku merasa sangat malu
dan tidak berani memandang Harini meski ia terus
mengejanya. Menurut ukuran alat kelaminnya, seorang lelaki disebut
shasa (kelinci), vrisha (banteng), atau ashya (kuda jantan).
Perempuan, menurut jenisnya, disebut mrigi (kijang
betina), vadava (kuda betina), atau hastini (sapi-gajah).
Mereka yang setara akan membentuk tiga pasangan
seimbang. Sedangkan hubungan tak setara akan berjumlah enam.
Hubungan setara adalah mungkin antara yang alat
kelam innya besar dengan yang kecil.
Terdapat sembilan jenis hubungan sanggama menurut
ukuran kelaminnya. "Apakah kita tidak bisa membaca yang lain saja?" kataku.
Harini, aku tak berani menatapnya, dalam keremangan
lampu malam hari, kulitnya yang kuning bagaikan tetap
bercahaya menembus kelam. Ia sungguh halus, tetapi
sungguh berani menatap dengan mata yang bagaikan siap
melayani setiap tantangan asmara. Inilah yang akan membuat
dadaku berdebar. Lebih mendebarkan daripada keadaan
menghadapi pertarungan. Ia tertawa kecil. "Kenapa, wahai lelaki tanpa nama, kenapa" Apa yang dikau
takutkan dengan Kama Sutra"
"Ayahmu sudah tidur, nanti kita membangunkannya..."
Tanganku yang telah dipegangnya ia tarik dengan keras
sampai aku nyaris terjerembab. Namun Harini menahan kedua
bahuku, menatapku seperti menatap bola mainan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Janganlah takut kepada Harini, wahai lelaki tanpa nama,
kita hanya memeriksa dan menguji segala petunjuk Kama
Sutra..." Lantas Harini melekatkan bibirnya erat-erat pada bibirku.
(Oo-dwkz-oO) AKU menyukai lingkungan hidup di sekitar Desa Balinawan.
Di luar desa, selain sungai, sawah, dan pertapaan di atas
tebing, terdapat juga hutan yang rimbun.
ADA wilayah dangkal di sungai yang menjadi pemandian
warak, sementara hutan itu kadang menjadi daerah perburuan
harimau. Di dalam hutan itu suara kera-kera berkerisik di
tengah-tengah semak belukar, seolah-olah mencari kayu
bakar, sedangkan suara seolah-olah ada seseorang menebang
kayu sesungguhnya datang dari bunyi burung pelatuk.
12) Kijang dan kancil, bila mendekati pertapaan jeritnya
memperingatkan para penghuni bahwa ada seorang tamu
yang datang; penuh nafsu ingin tahu ia mengintai dari balik
sebatang pohon dengan matanya yang manis kekanak-
kanakan. Hutan tentu saja juga merupakan surga bagi
burung-burung. Kalau kuingat tulisan para kawi, tiada habisnya mereka
menggali kata-kata dan tiruan bunyi guna menerjemahkan
kicauan burung-burung ke dalam percakapan dan perselisihan
rumah tangga yang tidak selalu mudah dimengerti, apalagi
menceritakannya kembali. Suara burung cataka dan cucur
yang sedih dijadikan bahan perumpamaan:
Burung cataka menghentikan tangisnya karena hujan
lembut yang membasahi daun pohon wungu. Burung cataka
yang hidup dari tetes-tetes hujan, pernah dilambangkan
sebagai seseorang yang terpanah asmara, yang begitu
merana karena ingin berjumpa kekasihnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Begitulah, memasuki hutan bagiku seperti kembali ke dunia
bacaan bersama Harini. Burung kalangkyang dan hujan adalah
lambang pertemuan dua kekasih. Tinggi di langit burung
helang berputar-putar, menangis -ia menderita karena hawa
panas dan mendambakan turunnya hujan lebat. Para kawi
telah mengamati, setiap kali burung helang atau kalangkyang
turun ke sungai untuk minum, dia selalu diserang dan diusir
oleh burung-burung kecil, sehingga mereka berputar-putar di
langit dan dengan jeritannya memanggil-manggil hujan, satu-
satunya minuman yang masih tersedia bagi mereka. Burung
cucur digambarkan begitu mencintai rembulan, sehingga ia
merana bila bulan mengecil, bahkan hampir mati pada saat
tilem, ketika bulan sama sekali tidak kelihatan.20) Suara
burung-burung sangat mengharukan di ujung malam, seperti
cucur dan tadah-asih yang menangisi susutnya rembulan. 21)
Namun mengingat burung tadah-asih ternyata sangat
menyedihkan aku, karena dalam sebuah bacaan disebutkan:
Anakku, kau ibarat telur tadah-asih,
yang diasuh dan dirawat orang lain.
BURUNG tadah-asih memang tidak mengerami telurnya
sendiri. Siapakah ibu kandungku" Siapakah ibu kandungku"
Siapakah ibu kandungku" Siapakah sebenarnya diriku"
"Lelaki tanpa nama! Jangan melamun kalau berjalan
bersama Harini, nanti dia terbuang dan merana!"
Kami bergandengan tangan di dalam hutan. Harini
mengutip sebuah perumpamaan, "Aku bagaikan burung walik
pada saat tilem, merana karena ingin berjumpa dengan dikau,
hai rembulan." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku tidak tahu bagaimana harus menanggapi meski senang
mendengarnya. Burung merak bertengger pada cabang
sebatang pohon di hutan, sambil memamerkan ekornya yang
berwarna-warni"sungguh pemandangan yang menawan hati.
Namun yang mengherankan bagiku, kenapa suaranya yang
parau disebut para kawi sebagai indah" 24) Bila burung ini
mendengar deru guruh di kejauhan yang meramalkan hujan
yang akan datang serta mekarnya bunga-bunga, maka ia
mulai menari dan berteriak-teriak kegirangan. 25) Hutan
merupakan perpaduan berbagai-bagai suara. Burung paksi
gending bunyinya mirip gong kecil, 26) suara eping tangisnya
melengking 27) meski terkadang juga bermain seruling. 28)
Ketika malam tiba, ketika suara burung menghilang
terdengarlah terus menerus dengungan aneka macam
serangga, jengkerik, belalang, cunggeret dan walang krik
melengking, sementara sundari mendengung-dengung antara
menjerit dan menangis. Bukan hanya telinga dimanjakan oleh berbagai suara, juga
mata akan mengerjap bahagia menyaksikan dadali atau
burung sriti yang bersarang dalam sela-sela batu karang di
tepi sungai. Gerak-geriknya tangkas dan cepat, dapat ganti
arah dengan mendadak bila menyambar di permukaan air,
siluet sayapnya melengkung tajam, sering dipakai untuk
melukiskan alis perempuan. 30) Dari tepi hutan, sawah-sawah
kelihatan dan di sanalah burung-burung kuntul terlihat di
antara gelagah-gelagah di sepanjang tepian sungai. 31) Jika
burung ini terbang tinggi, putih bagaikan serangkaian bunga
melati, atau lenyap dalam segumpal kabut kemudian muncul
kembali... Harini tidak pernah menyatakan cinta, aku bahkan tidak
menyadari apakah cinta harus dinyatakan secara pasti, tetapi
kami saling mengutip kitab agar dapat menyatakan perasaan
itu sendiri. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Lihatlah kumbang itu," katanya, "terbang dari bunga yang
satu ke bunga yang lain, mengisap madu dan tak pernah
kenyang." "Ia menangisi bunga-bunga yang layu dan jatuh dari
pohon," kataku, "atau dari sanggul perempuan dan hanyut di
sungai bagaikan mayat-mayat. Namun segera berseri melihat
pipi seorang perempuan cantik, yang dikiranya sekuntum
bunga padma, atau hinggap di betisnya yang dikira sekuntum
pudak." "Dalam kelahiran kembali nanti," sahut Harini lagi, "bila kau
menjelma menjadi seekor kumbang, aku akan menjadi bunga
asana yang kau cium di taman."
Lantas Harini akan menyeretku ke balik pohon besar yang
sangat rindang, sembari tangannya menarik-narik kain
busanaku agar terlepas. Bibirnya begitu merah dan merekah,
lidahnya keluar membasahi bibirnya, dan matanya jelas
mengundang diriku untuk menciumnya. Kainku terlepas
sudah. Kulepaskan pula kainnya. Kami segera saling memagut
dengan ganas dan saling membelit seperti sepasang naga
yang saling berlilitan. Semalam hujan, dedaunan di bawah
pohon basah dan dingin, sehingga kami tidak bisa
merebahkan diri. Dia terus membelitku dan aku balas
membelitnya, dalam iringan suara ayam alas atawa cigeger.
(Oo-dwkz-oO) Episode 28: [Jurus Penjerat Naga]
MURID Naga Hitam yang tewas ditanganku ternyata adalah
Si Nalu, artinya seorang pendekar yang belum punya gelar.
Telah kukatakan bahwa gelar didapatkan seorang pendekar
dari dunia persilatan berdasarkan pesona yang diberikannya
dalam berbagai pertarungan; atau menamakan dirinya sendiri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan suatu gelar dan menuntut pengakuan melalui
pertarungan demi pertarungan. Melalui yang terakhir inilah


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kudengar Naga Hitam mendapatkan gelarnya.
"Aku ingin menguasai dunia persilatan Kubu Utara dan
karena itu kunamakan diriku Naga Hitam. Jika kalian tidak
sependapat tempurlah aku dan jika kalian sependapat
bunuhlah diri kalian, karena hidup dengan kekalahan dalam
dunia persilatan adalah kenistaan yang tidak perlu
ditanggungkan." Dengan cara seperti ini ia membantai begitu banyak
pendekar dari golongan putih, golongan merdeka, maupun
orang-orang golongan hitam. Sebaiknya pendekar manapun
tidak usah terjebak dengan kata-kata seperti itu, tetapi tidak
semua orang yang mengarungi sungai telaga dunia persilatan
menyadari terdapat unsur jebakan di dalamnya. Mendengar
kata-kata seperti itu, meski ilmu silat mereka belum cukup,
mereka layani juga pancingan Naga Hitam dan hanya
kematian yang kemudian mereka temukan.
Telah kuhadapi murid Naga Hitam yang bernama Si Nalu
itu, yang rupanya belum mendapat izin gurunya untuk turun
gunung dan mengembara, tetapi tetap nekat karena ingin
segera mendapat nama. Sejauh yang kuketahui, tingkat
kepandaian seorang guru bisa sepuluh kali lipat kepandaian
muridnya. Jika muridnya banyak, mungkin muridnya yang
tertua hanyalah satu atau dua tingkat di bawahnya, tetapi
mengingat Si Nalu tergolong murid yang belum mendapat izin,
yang tentunya karena ilmu s ilatnya dianggap belum memadai,
mungkin saja kepandaiannya belum sepersepuluh kepandaian
gurunya. Karena itu aku lebih suka memperkirakan tingkat
ilmu silat Naga Hitam adalah dua puluh kali lipat dari ilmu
muridnya yang pernah kuhadapi itu.
Adapun menghadapi Si Nalu saja aku sempat terjengkang
sesak napas seperti itu, sudah barang tentu Naga Hitam akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membunuhku dengan mudah jika sekarang tiba-tiba ia berada
di hadapanku. Aku dibesarkan oleh pasangan pendekar dan
karena itu menjadi tidak terlalu takut mati, tetapi aku tidak
mau mati terlalu cepat sebelum menjelajahi seluruh negeri,
karena meskipun aku tidak mempunyai cita-cita menjadi
seorang pendekar ternama aku tetap sangat berminat untuk
mengembara. Namun meningkatkan tingkat ilmu silat sampai
duapuluh kali lipat dengan cepat adalah mustahil, apalagi
untuk seseorang berumur 15 tahun yang harus melakukannya
tanpa bimbingan seorang guru. Aku harus mencari akal.
AKU dilepaskan untuk mandiri oleh pasangan pendekar itu
tentu bukan tanpa alasan sama sekali.
"Dikau mempunyai tubuh, bakat, dan otak yang cukup
untuk mengembangkan dirimu dalam ilmu persilatan, anakku,"
kata ibuku, "dikau hanya tinggal melatih diri dengan
keteraturan tertentu agar mampu menjadikannya ilmu di
dalam dirimu. Segala kitab dalam peti kayu itu kami
kumpulkan dalam waktu yang panjang, tidak semuanya
sempat kami pelajari dan kembangkan, tentu kami punya
harapan suatu kali dikau akan memanfaatkannya, setidaknya
membaca dan membuatnya berguna untuk orang banyak."
"Segala kitab dalam peti kayu itu, Anakku," kata ayahku,
"mampu memecahkan setiap persoalan dalam ilmu s ilat, tetapi
hanya jika dikau mampu membongkar penanda-penanda dan
mampu menemukan makna di baliknya, berdasarkan
pembermaknaanmu terhadap bacaan itu."
Maka pada suatu malam, pada sebuah pondok yang
disediakan untukku, kubongkar peti kayu itu dan kucari-cari
sesuatu yang barangkali saja dapat mengatasi masalahku. Aku
menganggap setidaknya terdapat tiga masalah yang harus
kuatasi, pertama, tenaga dalam yang masih rendah
tingkatannya; kedua, kepandaian ilmu silat yang masih berada
di bawah Naga Hitam; ketiga, bahwa aku harus melakukan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
peningkatan atas keduanya dalam waktu yang singkat.
Adakah jalan pintas yang dapat mengatasinya" Karena dalam
ilmu silat, istilah jalan pintas tidak dikenal. Ilmu hanya dapat
menjadi milik kita jika kita menjalankan ilmu itu,
melakukannya, menghayatinya, menjadikannya bagian dari
diri kita, dan itulah yang membuat ilmu berbeda dengan
pengetahuan. Ilmu baru menjadi ilmu jika menjadi bagian diri
kita, sedangkan pengetahuan ibarat kekayaan yang dapat
hilang, dan karena itu ilmu harus mampu menjadikan
pengetahuan sebagai ilmu pengetahuan yang mampu diserap
melalui pembelajaran. Naga Hitam sangat dikenal melalui Ilmu Pedang Naga
Hitam yang telah kukenal ketika menghadapi Si Nalu. Cirinya
penuh gerak tipu yang menyesatkan, tetapi Ilmu Pedang Naga
Kembar sengaja digubah untuk mengatasinya, dan aku telah
membuktikannya. Masalahnya, Ilmu Pedang Naga Hitam ini
tidak akan mampu kuimbangi kecepatannya jika dimainkan
dengan tenaga dalam yang duapuluh tingkat di atasku. Selain
itu sebetulnya Ilmu Pedang Naga Kembar kukuasai dengan
seadanya saja, karena memang tidak pernah berminat
menjadi pendekar dalam arti sesungguhnya. Mungkinkah ada
jurus yang memungkinkan seseorang dengan tenaga dalam
seadanya mengalahkan seseorang dengan tenaga dalam yang
lebih unggul, sampai duapuluh tingkat di atasnya"
Ayahku pernah bercerita bahwa lebih dari segalanya, akal
sangat penting dalam mencapai kemenangan dalam
pertarungan. "Tenaga dalam dan kecepatan memang menentukan, tetapi
bagaimana menggunakannya secara tepat sangat tergantung
kepada siasat dalam persiapan kita menghadapi lawan,"
katanya. Bahwa tenaga dalam Naga Hitam sudah sangat tinggi dan
kecepatan geraknya tidak terukur memang tidak usah
diragukan. Betapapun ia telah diakui sebagai bergelar Naga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Hitam seperti yang diinginkannya, dan pengakuan itu
didapatkan hanya setelah mengalahkan setiap pendekar yang
menolak kehendaknya untuk menguasai dunia persilatan Kubu
Utara. Berpuluh-puluh pendekar terkenal maupun tidak
terkenal telah ditundukkannya, bahkan katanya ia telah
membantai sebuah perguruan sampai habis tanpa sisa. Naga
Hitam semula merupakan pendekar golongan merdeka, tetapi
cita-cita keduniawiannya untuk berkuasa membuatnya lebih
mirip dengan orang-orang golongan hitam.
Para pendekar golongan merdeka terbebaskan dari segala
ikatan, baik itu ikatan masyarakat maupun agama, karena
perhatian mereka selalu hanyalah kepada kesempurnaan ilmu
silatnya sendiri sahaja. Namun Naga Hitam telah bersekutu
dengan orang-orang mursal yang menyimpan cita-cita
merebut kekuasaan, yang sementara ini hanya mampu
memberi gangguan atas ketenteraman. Rakyat tidak berdosa,
yang hidup sehari-harinya jauh dari persengkataan di dalam
istana, dan tidak selalu menyadari terdapatnya perseteruan
antara para penguasa, menjadi sangat menderita.
Bukan sekadar rombongan pedagang dirampok, bendungan
dijebol, jembatan diruntuhkan, tetapi perkampungan mereka
juga kadang-kadang dibakar. Ini terutama sering terjadi di
daerah pinggiran yang jauh dari pusat kekuasaan, karena para
pengacau berharap rakyat yang ketakutan akan melepaskan
ikatan dengan penguasa dan berpihak kepada mereka demi
keamanan. Namun bila hal itu dilakukan, pasukan kerajaan
akan segera tiba untuk me lakukan hal yang sama, yakni
pembakaran, bahkan pembunuhan serta pemerkosaan.
Mengingat itu semua aku menjadi lebih bersemangat
menghadapi Naga Hitam, tetapi bagaimana caranya memenangkan pertarungan" Meski I lmu Pedang Naga Kembar
telah terbukti keampuhannya, yakni membuat pedang lawan
bagaikan menghadapi empat pedang, dalam hal menghadapi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Naga Hitam maka pedang lawan yang satu itu dapat
berkelebat takterlihat dan tiba-tiba menyambar leher.
Namun aku teringat kata ibuku, "Tidak ada ilmu silat yang
tidak dapat dikalahkan, karena ilmu silat diberlangsungkan
manusia yang penuh dengan kelemahan. Sebaliknya, tidak
ada ilmu silat yang rendah tingkatnya, meski hanya memiliki
satu atau dua jurus saja, karena tinggi rendahnya ilmu silat
ter"gantung kepada manusia yang mewujudkannya dalam
pertarungan nyata." Malam sudah larut dan sunyi sepi ketika kusisihkan dua
gulungan keropak yang judulnya menarik, Jurus Penjerat Naga
clan Riwayat Pendekar Satu Jurus. Mengingat waktuku yang
singkat, sebelum Naga Hitam muncul setiap saat, aku
langsung membacanya. Ternyata Jurus Penjerat Naga ditulis oleh Pendekar Satu
Jurus yang sudah meninggal, dan riwayat hidupnya ditulis
orang lain dengan judul Riwayat Pendekar Satu Jurus. Aku
membaca Jurus Penjerat Naga dengan persiapa"akan
membaca sesuatu yang berat, apalagi gambar jurus-jurus
dalam keropak itu bagiku tampak aneh dan penuh dengan
kelemahan. Dalam pembukaannya tertulis:
kelemahan mengundang serangan
serangan mengundang kelemahan
jangan menyerang kekuatan
biarkan kekuatan menyerang
agar terbuka kelemahan demi serangan mematikan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Naskah itu tidak panjang, aku bisa membacanya berkah-
kali dalam semaL tetapi barn menjelang fajar setelah ayam
alas berkaok-kaok di kejauhan memahami maknanya. Pantas
penulisnya mendapat gelar Pendekar Satu Jurus karena
segenap gambar manusia dalam Jurus Penjerat Naga memang
tidak seperti jurus ilmu silat, melainkan bukan-jurus yang
diperlakukan sebagai jurus dengan begitu rupa meyakinkannya sebagai bukan-jurus, sehingga lawan akan
mengira pelakunya tidak akan mungkin mempertahankan diri.
Namun seluruh gambar-gambar yang tampaknya seperti
bukan-jurus itu sebetulnya merupakan jurus ketika dibaca
sebagai suatu rangkaian. Adapun rangkaian itu tertata begitu
rupa sehingga akan terus memancing serangan lawan,
karenanya keberadaan kitab ini sebenarnyalah sangat
dirahasiakan. Karena sekali lawan mengetahui ciri-ciri jurus ini,
yang memang tersusun dalam rangkaian tertentu, maka tentu
akan memilih untuk tidak menyerang sama sekali.
Tidak jelas bagiku bagaimana pasangan pendekar itu bisa
memilikinya. Pendekar Satu Jurus sendiri juga tidak mereka
kenal dan hanya mereka dengar dari mulut ke mulut, yang
belum tentu juga bisa dipercaya. Tentang Pendekar Satu Jurus
sendiri disebutkan betapa ia selalu menundukkan lawannya
hanya dengan satu jurus saja, karena memang hanya satu
jurus itu yang dikuasainya. Membaca Jurus Penjerat Naga
sekarang aku mengerti bahwa satu jurus yang dimaksud itu
adalah jurus mematikan dalam serangan balik ketika
kelemahan lawan terbuka. Jadi bukan satu jurus seperti satu
gerakan, melainkan satu gerakan sebagai bagian dari
rangkaian bukan-jurus yang muncul paling akhir, sebagai
serangan balik mematikan dan merupakan satu-satunya jurus
serangan yang harus dengan pasti melumpuhkan lawan.
Kitab Riwayat Pendekar Satu Jurus tidak kubaca dengan
cermat, karena sepintas lalu tidak menyatakan dengan cermat
segala sesuatu yang berhubungan dengan Jurus Penjerat
Naga. Setelah kubaca sekali lagi kitab Jurus Penjerat Naga aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tahu apa yang harus kulakukan dalam persiapanku
menghadapi Naga Hitam. Aku hanya berharap mempunyai
cukup waktu untuk melatih diriku sebelum bentrok
dengannya, karena jika ia muncul sekarang atau besok, tentu
aku belum menguasai Jurus Penjerat Naga ini. Artinya aku
harus melatih diriku dengan keras dan segera, dan untuk
sementara mesti melupakan Harini.
Sepanjang pagi, siang, dan malam aku mengunci diriku
dalam sebuah bangsal wihara. Aku tidak ingin seorang pun
melihat diriku melatih Jurus Penjerat Naga ini, karena siapa
pun yang paham apa maksudnya tidak bisa kujamin tak akan
menjual rahasia ini kepada Naga Hitam. Bahwa Pendekar Satu
Jurus kukira hanya mempunyai satu jurus saja, kukira karena
siapa pun tidak pernah menyangka betapa rangkaian bukan-
jurus yang terlihat sebelum serangan mematikan itu adalah
juga suatu jurus. Aku berlatih dengan lawan yang hanya bisa kubayangkan.
Pokoknya aku harus berusaha menghindari serangan apa pun,
dengan kesan yang harus ditangkap sebagai kebetulan. Inilah
yang akan melengahkan, membuatnya menyerang dan
menyerang, dan aku harus memutuskan dengan tepat, kapan
aku menyerang balik dengan hanya satu jurus yang langsung
mematikan. Dengan menguasai Jurus Penjerat Naga, tidak berarti aku
pasti bisa menga lahkan Naga Hitam jika ilmu silatnya masih
tetap duapuluh tingkat di atasku, yang berarti tenaga
dalamnya jelas lebih tinggi dan kecepatannya berkelebat
melebihi aku. Ini sangat berbahaya dan aku harus mengejar
ketinggalanku. Begitulah dari hari ke hari aku me latih juga
olah pernapasanku, yang mampu mengubah udara yang
kuhirup menjadi tenaga geledek dalam tanganku. Jurus
Penjerat Naga memang diandaikan bagi mereka yang
menggunakan tangan kosong, sehingga aku harus TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memperbaiki tenaga dalamku, meski aku telah mengolahnya
agar dapat digabungkan dengan Ilmu Pedang Naga Kembar.
Semangatku yang tinggi sangat membantu, terutama
karena aku tidak ingin mati di tangan Naga Hitam. Aku
memang tidak ingin jadi pendekar, tetapi aku tidak keberatan
mengikuti aliran hidupku: Karena menjaga kitab-kitab dalam


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

peti kayu di dalam gerobak, aku harus melompat jungkir batik
melewati ubun-ubun penduduk desa; karena lompatan itu,
mereka mengira aku Sakti mandraguna, sehingga diminta
dengan sangat untuk melindungi desa mereka dari ajang
mayat-mayat yang kejatuhan embun; karena melindungi desa,
maka aku terpaksa menewaskan Si Nalu dalam pertarunganku
yang pertama; karena guru Si Nalu yang bernama Naga Hitam
mungkin akan mencariku, maka aku harus meningkatkan ilmu
silatku untuk menghadapinya, jika tidak ingin mati konyol dan
basal mengembara ke mana-mana. Begitulah aku berlatih
kerns setiap hari dari pagi sampai pagi lagi.
Para penghuni wihara tetap melakukan kegiatan sehari-hari
mereka. Selama berada di sang sempat kuperhatikan mereka
dengan agak lebih teliti. Kulihat mereka memang hidup
sederhana, seperti tertulis dalam Bodhicaryavatara:
Seorang bhiksu perlu berpakaian
untuk menjaga kesopanan dan juga untuk melindungi badannya
dayi gigitan nyamuk dan serangga lainnya
tapi tidak boleh memiliki lebih dari tiga
Jika seseorang minta daripadanya
mangkuk atau sepotong pakaiannya
dan apabila ia tidak mempunyai jubah lain
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia tidak boleh memberikannya
karena jubah dan mangkuk itu perlu baginya
untuk orang yang menganut hidup
sebagai seorang brahmacarin
Setiap hari kulihat jubah warna kuning tersiram cahaya
matahari apabila mereka melakukan pradaksina mengitari kuil
sembari mulut mereka komat"kamit menggumamkan doa.
Dengan sendirinya kubandingkan hidupku sendiri dengan
hidup mereka. Aku mencintai kebebasan dan berusaha
memberi makna kebebasan itu dengan pengembaraan, tetapi
yang ibarat kata baru pergi selangkah telah terikat oleh suatu
kewajiban; para bhiksu ini mengikatkan diri dengan sadar ke
dalam segala macam peraturan hidup yang sangat ketat,
termasuk para bhiksuni yang menggunduli kepala mereka,
juga demi suatu bentuk pembebasan, yang selalu mereka
sebut Kelepasan. Kuperhatikan mereka. Betapa besar usaha mereka
melepaskan diri dari -Ala sesuatu yang bersifat duniawi.
Sebuah pertanyaan mengiang di dalam ~-alaku yang barn
berusia 15 tahun, benarkah begitu salahnya kehidupan
duniawi" Saat itu aku tidak tahu bagaimana menjawabnya, karena
kedudukan seorang bhiksu selalu dianggap lebih benar, lebih
mulia, dan karena itu lebih dari dari kedudukan orang-orang
biasa. "Semua orang menjalankan tugas, sesuai dengan panggilan
hidupnya, Anakku." TERSENTAK aku melihat seorang pendeta di belakangku.
Benarkah ia seorang pendeta" Jika aku tidak mendengar
langkah maupun nafasnya, itu berarti ia mempunyai langkah
ringan dan begitu ringannya seperti para pendekar ternama.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Padahal yang dikerjakannya dari hari ke hari seperti hanya
berdoa dan berpuasa. Kelak aku akan tahu bahwa pemikiranku ini sangat bodoh.
"Ilmu silat bisa dipelajari semua orang Anakku, seperti
dikau mempelajarinya meski tidak ingin menjadi pendekar
yang mencari nama." Siapakah pendeta tua ini" Ia bahkan bisa membaca pikiran
di dalam kepala! Melihat busnanya, ia memang bukan sembarang pendeta.
Dalam sebuah kitab keagamaan pernah kubaca:
Apabila Anda memilih kedudukan seorang resi Agama Buddha,
berpakaianlah busana yang terbuat dari kulit kayu selengkapnya
mengunyah kayu cendana memegang tasbih dan perlengkapan lainnya yang sesuai
Jadi ia seorang resi. Betapa alimnya! Namun segera
terbukti kesanku tidak tepat sepenuhnya.
Aku sedang berada di tepi tebing saat itu. Sejenak
menikmati pemandangan senja seusai melatih diri, dan berarti
membelakanginya ketika terpaksa menoleh kepadanya. Saat
itulah ia mengajukan tangan ke depan seperti gerakan mereka
jika berdoa, tetapi kurasakan sebuah tenaga raksasa
mendesak dan mendorong sehingga aku kehilangan
keseimbangan. Aku melayang jatuh dari atas tebing tanpa bisa
berbuat apa-apa! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
(Oo-dwkz-oO) Episode 29: [Tanpa Mata Ketiga]
KURASAKAN angin yang berdesau kencang begitu aku jatuh
meluncur ke bawah. Aku memang telah menguasai ilmu
meringankan tubuh, tetapi hanya dalam hubungannya dengan
kebutuhan untuk berlari secepat angin, bahkan bila perlu lebih
cepat dari angin itu sendiri. Selain berlari, aku juga telah
sangat terlatih memanfaatkannya untuk melompat ke atas,
ibarat melawan daya tarik bumi yang berputar karena tarikan
matahari. Tentu bersama dengan itu aku harus menguasai
pula ilmu melompat turun dengan ringan seperti kapas.
Apalah artinya melompat dari genting ke genting tanpa suara
tetapi mendarat di tanah dengan suara bergedebuk"
Namun setinggi-tinggi lompatan dengan ilmu meringankan
tubuh, tidaklah akan setinggi tebing ini. Dalam pertarungan
melawan murid Naga Hitam yang bernama Si Nalu, kami juga
melompat dari batu ke batu dan dari dahan ke dahan sebelum
kami berdua mencapai dataran di atas tebing ini, tempat
sebuah pertapaan telah dibangun untuk memencilkan diri. Ini
berarti aku juga tidak akan mampu meringankan tubuhku
ketika melompat ke bawah, jika jaraknya melebihi jarak yang
mampu dicapai oleh lompatanku ke atas. Sedangkan jarak
antara dataran di atas tebing itu dengan tanah di bawahnya
ratusan kali lipat jarak antara tanah dan puncak pohon kelapa,
kemampuanku melompat ke atas saat itu. Ini berarti tubuhku
akan hancur ketika jatuh terbanting. Meluncur dan meluncur
ke bawah seperti batu tanpa mampu meringankan tubuh sama
sekali. Apakah riwayatku akan tamat sampai di s ini"
Kenapa aku bisa begitu lengah" Namun siapa akan
menduga betapa seorang pendeta yang tampak begitu alim
dan cendekia akan mendorong dengan tenaga dalam luar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
biasa" Betapa tiada akan luar biasa pula jika bahkan hanya
anginnya saja, dan bukan sentuhan tangannya yang
mendorong ke depan, telah membuatku terpelanting melewati
tepi tebing dan kini me luncur ke bawah seperti batu dengan
cepat sekali" Meski meluncur dengan sangat cepat aku masih bisa
berpikir, dan itulah sebabnya aku bisa mengambil kesimpulan
betapa aku tidak akan tertolong lagi. Bagaimanakah caranya
seseorang atau sesuatu bisa menolongku dalam keadaan
seperti ini" Tak ada ranting yang dapat sekadar kuraih dan
tiada pula sesuatu di bawah sana akan dapat menampung
kejatuhan diriku tanpa luka yang berarti
KUBUKA mataku dalam kejatuhanku dan tiba-tiba
muncullah sosok berbusana kulit kayu yang meluncur cepat
sekali dari atas, dengan kepala di bawah dan kedua tangan
lurus merapat ke samping tubuh seperti berusaha menembus
udara, tetapi yang mendadak lambat ketika sete lah
menyalipku kakinya maju ke depan dan tangannya meraih
tubuhku untuk dibopongnya. Begitulah ia mendarat dengan
ilmu meringankan tubuh yang sempurna sambil membopongku, meski kemudian aku dilemparnya begitu saja
ke atas tanah, karena memang dengan hanya berguling sekali
aku lantas melompat berdiri.
Aku langsung menjura kepada sang pendeta yang telah
menjatuhkan, tetapi juga sekaligus menyusul dan menangkap
tubuhku itu, untuk menyatakan terima kasihku kepadanya.
Namun apa yang terjadi" Ternyata ia mendorongkan lagi
tangannya ke depan, dan sekali lagi tubuhku terlontar ke
udara begitu rupa, Di udara aku berjungkir balik untuk
memunahkan pengaruh dorongan angin pukulannya yang
sangat bertenaga itu. Belum lagi mendarat sosok berbusana
kulit kayu itu sudah berada di depanku untuk sekadar
menyentuh dadaku dengan ujung jari-jarinya, tetapi akibatnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuat aku terpelanting menggelosor di tanah meninggalkan jejak seretan tubuh yang panjang di tanah.
Aku segera melenting berdiri dan pasang kuda-kuda.
Namun ke manakah sosok berbusana kulit kayu itu" Tiba-tiba
saja aku terjatih dengan wajah terjerembab ke tanah, karena
sebuah dorongan ringan dari belakang pada punggungku. Aku
segera melompat jungkir balik ke belakang, tetapi rupa-
rupanya aku memang sedang diperma inkan oleh seseorang
yang tingkat kepandaian ilmu silatnya bagaikan seratus kali di
atasku. Jangankan untuk membalas, bahkan untuk menghindari serangan tanpa membalas pun tidaklah
dimungkinkan. Ia selalu mendorong dan menyentuh tanpa
melukaiku, yang tidak kurasakan sebagai keberuntungan,
melainkan penghinaan, karena dengan begitu aku akan
mengalami kekalahan tanpa kematian. Suatu tabu dalam
dunia persilatan. Aku sudah membuka mulut untuk meminta penjelasan,
tetapi pikiranku terbaca dengan cepat.
"Jangan bicara," katanya dengan suaranya yang lemah,
"awas kepala!" Aku menyerang ke arah suara itu, tetapi hanya menyapu
angin. Di sekelilingku berkelebat terus menerus bayangan
kuning tanpa bisa kulihat sosoknya dengan jelas. Ilmu silat
pendeta yang kurus kering ini tentu tinggi sekali. Seberapa
cepat pun aku bergerak dan seberapa banyak tenaga dalam
telah kukerahkan, bahkan untuk melihatnya secara tegas pun
aku tidak mampu. Ia akan tampak hanya jika ia ingin aku
melihatnya. "Aku di sini," katanya selalu. Namun ketika aku menoleh
dan menyerangnya setelah terlihat ia berada di mana, segera
ia akan menghilang kembali.
Apa maksudnya ia mempermainkan aku seperti itu" Suatu
ketika ia menyerang dari arah tertentu, dan seperti memberi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kesempatan aku menangkisnya, tetapi ia mengulang jurus
yang sama dari arah yang sama secara terus menerus, yang
tidak memberi peluang kepadaku untuk menangkis secara
lain. Pengulangan itu dilakukannya setiap kali dengan
kecepatan yang bertambah tinggi dan tenaga yang makin
berisi. Tidak hanya dalam bentuk pukulan satu jurus, tetapi
jurus-jurus dalam suatu rangkaian, yang karena begitu
seringnya diulang-ulang tanpa memberiku kesempatan
menangkis secara lain, tanpa kukehandaki lantas aku
menguasai rangkaian jurus-jurus tertentu.
Apakah yang sedang dilakukannya dengan terus menyerang tanpa membunuhku seperti itu" Aku telah
mengerahkan seluruh kemampuanku, tetapi ia bergerak
sangat cepat tanpa bisa kulihat. Seharusnya dari tadi ia
membunuhku. Ia selalu mampu menembus pertahananku
dengan sentuhan-sentuhan ringan, Aku merasa sangat tidak
enak, seperti diperma inkan, tetapi tidak mendapat peluang
apapun kecuali untuk menangkis, menangkis, dan menangkis,
dan ia tidak akan berhenti menyerang demi jurus tangkisan
tertentu sebelum aku berhasil menangkisnya. Namun begitu
aku berhasil menangkis dengan segera ia menyerang dengan
jurus lain yang menghendaki tangkisan lain, yang tentu saja
mula-mula selalu menembus pertahananku.
Kami bertarung sampai jauh malam, sampai akhirnya ia
berkelebat menghilang di balik kelam.
Aku terengah-engah sendirian dalam kegelapan. Siapakah
pendeta ini" Benarkah ia salah satu dari pendeta yang selalu
bertapa, berdoa mengelilingi pertapaan sambil memegang
tasbih, dan hanya makan dari hasil bercocok tanam"
Jika ia memang selama ini berada di sana dan mengetahui
keberadaanku, bukankah selama ini berarti ia mengawasi aku"
Menilik busananya yang berbeda, mengapa aku sampai
tidak mengetahuinya" Mungkinkah sebenarnya ia tidak
termasuk di antara penghuni wihara yang berada di sana"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Betapa cerobohnya aku yang tak dapat melindungi bahkan
keselamatanku sendiri. Bagaimana mungkin berharap akan
menyelamatkan seluruh desa dari pembantaian Naga Hitam"
Aku telah mendengar tindak angkara murka Naga Hitam
terhadap siapa pun yang berani melawannya, apalagi
membunuh salah seorang muridnya. Namun belum lagi
bertemu dengan Naga Hitam, seorang lawan tangguh yang
begitu tangguhnya sehingga begitu mampu mempermain-
mainkan diriku telah muncul, dan tentunya kalau mau sangat
mampu membunuhku. Dalam kegelapan malam aku berpikir, masih perlukah aku
naik lagi ke vihara di atas tebing itu" Peristiwa itu membuat


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku merasa dipermalukan, karena merasa telah ditunjukkan
betapa aku telah memandang para bhiksu dengan sebelah
mata, bahwa aku tidak pernah memandang mereka itu
mungkin saja memiliki ilmu silat, apalagi ilmu silat dengan
tingkat yang sangat tinggi!.
Bhiksu itu jelas ingin menunjukkan betapa ilmu silatku
masih rendah. Itu menjadi semacam peringatan agar aku tidak
terlalu percaya diri untuk mampu menghadapi Naga Hitam.
Namun berapa lama lagikah aku bisa melatih diri agar siap
mengimbangi ilmu silat Naga Hitam, jika sewaktu-waktu
penguasa wilayah persilatan Kubu Utara itu datang
menerjang" Betapapun telah kupelajari Jurus Penjerat Naga dengan
cepat, tetapi kusadari apalah artinya kecepatan dan tenaga
dalam seorang remaja 15 tahun bagi tokoh besar seperti Naga
Hitam" Aku perlu waktu bertahun-tahun untuk melatih ilmu
silatku dan juga akan lebih terbantu jika mendapat lawan
latih-tanding yang akan mampu mengasah jurus-jurus yang
kupelajari itu. Jika hanya berlatih sendiri seperti selama ini,
aku tidak akan mengetahui kesalahan kesalahanku.
Aku teringat betapa lebih mudahnya ilmu silat merasuk,
ketika selalu berlatih-tanding dengan pasangan pendekar yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengasuhku. Betapa segenap serangan mereka telah
memancing keluar dan mengasah seluruh kemampuanku.
Namun menghadapi lawan yang berat seperti sekarang ini,
tiada lagi kedua orangtuaku itu. Mendadak saja kurasakan
betapa mendalam aku telah menjadi bagian dari kehidupan
mereka, sehingga ketiadaan mereka sekarang sungguh terasa
sebagai kekosongan. Dalam kelam kurasakan kesenyapan
yang kering, kesenyapan yang menggelisahkan clan memberi
perasaan tidak enak. Aku -kenang kepada pasangan pendekar
yang telah berlaku sebagai orangtuaku dalam keadaanku
sekarang yang penuh dengan tekanan.
Aku masih 15 tahun. Benarkah aku siap untuk hidup
mandiri" Betapapun misalnya aku tidak akan menangis
maupun kelaparan, mesti kuakui terdapatnya kerinduan
teramat sangat yang menyayat perasaan. Aku ingin sekali
mereka berada di sini sekarang ini. Aku ingin mereka ada di
sisiku sekarang ini! Aku melangkah dalam kekelaman menuju ke kampung
dengan perasaan sendu. Dalam perjalanan kujumpai sejumlah
orang yang sedang membawa benda benda upacara menuju
ke sebuah patung Durga. Kuketahui juga keberadaan patung
itu yang berada di luar desa. Dewi Durga dalam kitab-kitab
Purana dan Tantra adalah pembinasa asura, penguasa tanam-
tanaman dan kesuburan selain juga menguasai berbagai
penyakit menular. Namun di Yavabhumi hanya dikenal sebagai pembinasa dan
penguasa penyakit; sedangkan kedudukannya sebagai
penguasa tanaman dan kesuburan digantikan oleh Sri Laksmi
yang lambat laun hanya disebut sebagai Dewi Sri.
Di sini, Durga dipuja dalam upacara-upacara Tantra
Vamacara yang dilakukan oleh aliran Siva yang disebut aliran
Bhairava atau Bhairavapaksa. Ibuku bercerita bahwa di
Jambhudvipa aliran ini disebut Kapalika dan kebengisannya
tampak dalam cara menghukum manusia yang melanggar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tabu di tempat tinggal Durga, yang tentu maksudnya adalah
tempat patung itu berada. '
Kulihat mereka membawa benda benda upacara. Sebegitu
jauh tidak terlihat korban manusia. Namun aku tahu bahwa di
kaki patung yang digambarkan terdiri dari sejumlah tengkorak
manusia, terdapat juga tengkorak-tengkorak manusia yang
sebenarnya. Aku bergidik, teringat berbagai bentuk pemujaan
seperti yang tertulis dalam kitab-kitab. Dalam Pattupadu
terdapat uraian tentang Korravai, tiada lebih dan tiada kurang
nama lain bagi Durga dalam bentuknya yang mengerikan:
dengan menggerakkan bahunya
yang sangat bidang is menarl-nari menarikan tari kemenangan
di depan anaknya, Murugan
dengan rambutnya yang kusut
dan giginya yang besar-besar dan tidak rata
menghiasi mulutnya yang lebar
mata berputar-putar karena marah
wujudnya sangat menakutkan
dengan telinga dihiasi anting-anting
berupa ular dan burung hantu
perut buncit gerak-gerik menakutkan mencongkeli mata sebuah kepala berwarna hitam
kemudian dimakannya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sehingga mulut berlumuran darah
Juga dalam kitab Sillapadikaram cerita tentangnya tidak
kalah mengerikan: rambut lengket diikat di atas kepala
kulit mengkilat bagaikan kulit ular kobra
cula babi hutan menghiasi rambutnya
bagaikan sebuah bulan sabit
mata ketiga di dahinya leher benwarna hitam karena minum racun kalungnya untaian gigi harimau
kulit binatang melilit pinggang
baju terbuat dari kulit gajah
busur siap pakai di tangan
naik seekor kijang tanduk bercabang
genderang berbunyi terompet melengking-lengking
suku Maravar membunuh kerbau di depan patungnya
sebagai persembahan seperti juga biji-bijian yang dimasak, wwang-wwangan,
burung merak, dan unggas lainnya
Wwang-wwangan itulah yang antara lain kulihat dibawa
oleh orang-orang yang berangkat untuk memuja Durga tadi.
Lebih baik wwang-wwangan daripada manusia, pikirku, juga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lebih baik daripada kerbau atau ayam yang tiada berdosa.
Namun mereka sungguh hidup di dalam kepercayaannya dan
aku sungguh tidak merasa berhak mempersalahkan apa pun
dari segala sesuatu yang mereka percaya.
Namun di hadapanku lantas muncul sosok hitam dari balik
kelam. Penduduk yang berpapasan denganku sudah tidak
terlihat lagi, jadi ia bukan salah satu dari mereka. Namun
betapa mirip ia dengan Durga. Rambutnya yang lengket diikat
di atas kepala. Kulitnya berkilat seperti kulit ular kobra dan
cula babi hutan menghiasi rambutnya seperti bulan sabit
layaknya. Apakah ia sengaja meniru penampilan Bhatari
Durga" Tentu ia tidak memiliki mata ketiga, tetapi memang
kulit binatang melilit pinggangnya, perutnya buncit, tetapi ia
bukan seorang wanita. Di balik rompi kulit gajahnya yang
terbuka hanya terdapat dada berbulu saja. Ia menyandang
busur yang menyilang badannva, sedang tangan kanannya
memegang sebuah anak panah. Ketika tertawa, cahaya
rembulan memperlihatkan giginya yang besar-besar. Ia berdiri
tegak di sana, menjulang seperti raksasa.
"Hahahahahaha" Jadi dikaulah anak kecil yang membunuh
Si Nalu" Hahaha- -haha! Aku tidak mengerti kenapa aku harus
juga membunuh dirimu,tetapi setidaknya kepalamu bisa
kupersembahkan kepada Durga!.
"Huahahahahahal" Aku terkesiap. Mulutku mengucap.
"Naga Hitam..."
Orang itu mendadak terdiam.
"Tak perlu tangan guruku untuk membunuhmu..."
Ia berkelebat cepat dalam gelap dan segera mengurungku
bagaikan angin putting beliung dengan panahnya yang
dima inkan seperti pedang. AKu tidak membawa senjata.
Pedangku masih berada di atas, di wihara.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ketika bhiksu yang Sakti itu mendorongku dengan angin
pukulannya sampai aku jatuh, aku sedang beristirahat dari
latihan dan menikmati senja. Kini aku mengerti pesan
orangtuaku, bahwa seorang pendekar harus selalu siap
menghadapi bahaya setiap saat, seperti memang akan ada
seseorang yang selalu siap membunuhnya.
Tubuh lelaki berambut lengket dengan baju rompi kulit
gajah seperti asur, pembinasa ini, meskipun tinggi besar
seperti raksasa, ternyata sangat lincah dan ringan sehingga
kecepatannya sangat luar biasa. Aku melenting-lenting
berusaha menghindari kepungannya, tetapi ia terus-menerus
selalu berhasil mengejarku. Ujung anak panahnya hampir
selalu mengarah ke leherku. Setiap kali berhasil menghindar
tercium olehku bau am is dari racun jahat pada mata anak
panah itu. Kulihat leher raksasa itu yang sudah menghitam,
seolah-olah ia pernah menguji segenap keampuhan racun
dengan menelannya sendiri! Ia pasti seorang ahli racun, dan
benar juga mulutnya mulai meludah-ludah sembari menyerangku. Aku mengerahkan kecepatanku, tetapi suatu ketika
ludahnya mengenai mataku. Meski hanya mata sebelah kiri
yang terkena, pengaruhnya besar sekali, karena tangan
kananku langsung lumpuh. Semua ini berlangsung cepat
sekali. Kini kutangkis segenap serangannya dengan tangan
kiri. Ini tentu tidak cukup untuk menghadapi lawan dengan
ilmu silat setinggi itu. Sebuah pukulan telapak tangan
mengenai dadaku. Aku terguling-guling sambil memuntahkan
darah segar. Aku terkapar tanpa bisa bangkit kembali. Mataku yang
sebelah kiri tidak bisa dibuka. Kudengar suara langkah
mendekat. Sekali lagi terlihat cula babi hutan itu bagaikan
bulan sabit yang menghiasi rambutnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Siapa namamu, Nak?" katanya sembari mengangkat anak
panah itu. Membunuhku kali ini semudah membalik telapak
tangan. Dengan sebelah mataku kutatap matanya. Aku menggeleng
lemah. "Tanpa nama ......"
Ia menghentikan gerak anak panah yang dipegangnya,
menirukan aku dengan sangat pelahan.
"Tanpa nama...?"
Namun ia lantas tertawa terbahak-bahak.
"Tanpa Nama! Huahahahahaha! Pendekar Tanpa Nama!
Huahahaha"haha!"
Lantas ia melemparkan anak panahnya ke arah jantungku.
(Oo-dwkz-oO) Episode 30: [Perbincangan Nagasena]
Tangannya bergerak melemparkan anak panah ke
jantungku, tetapi tangan kiriku sama sekali belum lumpuh.
Dalam rasa kepuasannya, raksasa yang perkasa ini telah
menjadi lengah. "Dalam pertarungan tingkat tinggi, kelengahan sekejap
mata berarti maut," ujar pasangan pendekar yang telah
mengasuhku Peringatan itu terbukti, untunglah bukan kepada diriku,
melainkan lawanku. Tangan kiriku telah menyentuh sebutir
kerikil, kulempar kearah mata kanannya dengan tenaga dalam
terakhir yang bisa kukerahkan. Ia menjerit keras karena kerikil
itu masuk dan merasuk untuk menghancurkan matanya.
Kesempatan kugunakan untuk melompat dan merebut anak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
panahnya dengan tangan kiri, lantas gilirankulah kini
menancapkan anak panah itu pada jantungnya.
Jawara yang bertubuh tinggi besar itu ambruk tanpa
menjerit lagi. Ia mati selagi masih berdiri dan ketika tubuhnya
ambruk tengkurap, anak panah itu menancap makin dalam
sampai tembus di punggungnya.
Namun pandanganku pun gelap saat itu, dan dadaku
serasa begitu sesak tanpa bisa bernapas. Tak kurasakan
tubuhku pun menimpa muntahan darah dari mulutku sendiri.
Hari hari selanjutnya hanya kuketahui dari cerita orang-
orang Desa Balingawan yang menemukan aku di tengah jalan
setelah kembali dari pemujaan di depan patung Durga.
Seusai upacara puja lewT tengah malam, rombongan yang
berpapasan denganku menemukan aku tergeletak di samping
tubuh tinggi besar yang sudah menjadi mayat. Mereka yang
mengenaliku segera membalikkan tubuhku. Kata mereka,
waktu itu wajahku penuh dengan darah hitam, sebab aku
telah memuntahkannya karena luka dalam.
"Lihat, ini Lelaki T anpa Nama yang tinggal di desa kita.
"Ya, dia yang me latih para pemuda, dan memperkenalkan
cara penjagaan keamanan kepada mereka."
"Dia masih hidup..."
Kata mereka napasku sangat lemah dan hanya satu demi
satu, seperti sudah akan berakhir. Semula mereka mengaku
bingung, tapi kemudian mereka segera membuat tandu untuk
membawaku ke desa. Satu orang dikirim lebih dahulu untuk
memberitahu orang-orang dan menyiapkan tempat, dan dua
orang dikirim ke wihara untuk meminta pertolongan seorang
bhiksu yang mengenal ilmu pengobatan, yang selama ini
memang berlaku sebagai rogasantaka bagi penduduk Desa
Balingawan. Padahal tidaklah mudah mendaki ke wihara
dengan memutari tebing pada malam hari seperti itu. Namun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
darah hitam yang kumuntahkan dan menggenang begitu telah
membuat mereka berpikir, bahwa pertolongan untukku
haruslah segera. Tindakan mereka memang tepat. Jika tidak, aku sudah
tidak bisa lagi hidup untuk menceritakan pengalamanku ini.
Sementara aku dibawa ke pondok yang selama ini telah
disediakan untukku, kedua utusan ke wihara merayap melalt
jalan setapak yang mendaki, untuk tiba di sana setelah bunga-
bunga merekah dalam cahaya matahari.
Sesampainya di sana mereka menemui bhiksu yang


Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menguasai ilmu pengobatan itu yang temyata dengan tenang
menyuruh mereka pulang. Maka mereka pun segera turun
kembali dengan setengah memaki, tetapi hanya untuk menjadi
terkejut sekali, karena sesampainya di bawah mereka jumpai
rogasantaka atau tabib itu sudah sibuk mengobati.
Kata mereka aku tidak sadarkan diri selama tiga hari, dan
selama itu aku ditangisi oleh Harini yang telah membereskan
pondokku. Rogasantaka atau juga rogantaka itu menempelkan
kedua telapak tangannya di dadaku, tempat aku rupanya telah
menerima pukulan Telapak Darah. Terlihat bekas telapak
tangan di situ, berwarna merah darah dan mulai membiru,
pertanda racun Telapak Darah telah bekerja. Rogasantaka itu
menyalurkan tenaga dalam ke seluruh tubuhku, yang
menghangatkan aliran darah sepanjang tubuh, melawan daya-
daya jahat dari pukulan Telapak Darah itu. Darah hitam
mengalir keluar dari mulut, hidung, dan telingaku. Inilah suatu
cara penyembuhan untuk mengusir segenap unsur yang
berdaya jahat yang meracuni tubuh.
Pada hari ketiga rogasantaka atau rogajna itu pergi, tetapi
meninggalkan catatan ramuan obat kepada Harini.
"Dia akan terbangun nanti, minumkan Baja ramuan obat
ini," katanya. Waktu aku tak sadar, pikiranku terbawa kepada
kisah-kisah ayahku tentang Nagasena.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di bumi Yunani yang bernama Baktria, terdapatlah kota
bernama Sagala, sebuah pusat perdagangan. Kota itu sangat
indah, semakin indah karena sungai sungai dan perbukitan di
sekitarnya. Pemandangan mengesankan di luar kota,
sementara di dalam kota, taman, tanah lapang, hutan kecil,
danau, dan kolam teratai membuat Sagala sangat istimewa. Di
sanalah bermukim rajanya,
Milinda, seorang raja yang berpengetahuan, terpelajar,
berpengalaman, cerdas, cakap, dan mampu, yang suka
berdebat dengan kaum Brahmana.
Suatu ketika, mereka yang disebut para arahat, mengirim
utusan kepada Yang Mulia Nagasena, yang bermukim di
Taman Asoka di Kota Patna. Dikisahkan betapa Nagasena
secara ajaib langsung menghilang dan tiba di tempat para liat
bermukim. Para arahat berkata.
"Raja Milinda itu, wahai Nagasena, terus-menerus
melecehkan tatatertib bhiksu dengan pertanyaan-pertanyaan
dan pertanyaan-atas-pertanyaan, dengan kilah dan dalih
maupun kilah-atas-kilah dan dalih-atas-dalih. Pergilah ke sana
Nagasena, tundukkan dial"
Nagasena menjawab. Tak masalah dengan hanya satu Raja Milinda! Jika pun
seluruh raja Jambhudvipa datang kepadaku
dengan pertanyaan pertanyaan mereka, daku juga akan mematahkannya dan mereka akan terdiam selamanya! Kalian
dapat berangkat ke Sagala tanpa khawatir sesuatu apa."
Maka para tetua itu berangkat ke Sagala, mencerahkan
kota dengan jubah kuning cemerlang mereka yang bercahaya,
dan menghirup udara segar pegunungan suci. Yang Mulia
Nagasena bermukim di Wihara Sankheyya bersama 80.000
bhiksu. Raja Milinda diiringi rombongan 500 cerdik pandai,
naik ke sana dan memberi salam persahabatan serta duduk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
disamping Nagasena, yang telah membalas salam, dan basa-
basinya telah menyenangkan hati raja.
Raja Milinda pun berkata.
'Dengarkanlah wahai 500 orang Y unani dan 80.000 bhiksu,
Nagasena ini telah berkata, beliau bukan pribadi yang nyata
ada! Bagaimanakah daku mesti bersetuju dengan itu"!"
Maka Raja Milinda bertanya kepadanya.
"Bagaimanakah nama penghormatan Anda disebutkan dan
siapakah nama Anda, wahai Tuan?"
"Daku dikenal sebagai Nagasena, wahai Raja Besar, dan
sebagai Nagasena jua rekan-rekan agamawan biasa
menyebutku. Namun seandainya orangtuaku memberi nama
seperti Nagasena, atau Surasena, atau Virasena, tau Sihasena,
betapapun, kata Nagasena ini hanyalah suatu satuan,
penandaan, tilah bagi suatu pengertian, sebutan untuk
sekarang, hanya sebuah nama. Tiada pribadi yang nyata di
sini bisa terlihat."
Raja Milinda pun berkata.
"Dengarkanlah wahai 500 orang Yunani dan 80.000
pendeta, Nagasena ini telah berkata, beliau bukan pribadi
yang nyata ada! Bagaimanakah daku mesti bersetuju dengan
itu!" Kepada Nagasena, ia pun berkata.
"Apabila, wahai Yang Termulia Nagasena, tiada pribadi bisa
tampak dalam kenyataan, maka siapakah, daku tanyakan kepada
Tuan, yang telah memberikan kepada Tuan sesuatu yang
membuat Tuan seperti adanya Tuan sekarang melalui jubah,
makanan, penginapan, dan obat-obatan" Siapakah dia yang
menjaga akhlak dan budi pekerti, laku samadhi, dan
menyadari Empat Jalan dan Cabang-cabangnya, dan setelah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu Nirwana" Siapakah yang telah membunuh makhluk hidup,
mengambil yang tidak diberikan, melakukan penyimpangan
syahwat, menceritakan kebohongan, dan meminum racun"
Siapakah yang melakukan Lima Karma Takberampun" )2 Jika
di sana tiada pribadi, tiada akan ada guna dan nirguna;
kegunaan dan ketiadagunaan, dan tiada penghubung di antara
mereka; tiada hasil perbuatan baik atau buruk, dan tiada
penghargaan maupun hukuman bagi mereka. Jika seseorang
harus membunuhmu, wahai Yang Mulia Nagasena, tidaklah
akan berupa guru, penyuluh, atau pendeta yang telah
ditahbiskan! Dikau baru saja mengatakan kepadaku betapa
rekan sejawat agamawan biasa menyebutmu 'Nagasena'.
Maka, apakah 'Nagasena' ini" Mungkinkah hanya rambut dari
kepala 'Nagasena' ?"
"Bukan, wahai Raja Besar!"
"Ataukah mungkin kuku, gigi, kulit, otot, urat, tulang,
sungsum, ginjal, hati, selaput gendang, limpa, paru-paru, usus
besar, usus kecil, perut, kotoran badan, empedu, tenggorokan, nanah, darah, lemak, airmata, keringat, ludah,
ingus, lendir, kencing, atau otak dalam kepala, apakah mereka
ini 'Nagasena'?" "Bukan, wahai Raja Besar!"
"Atau apakah 'Nagasena' suatu bentuk, atau rasa, atau
pandangan, atau kehendak taksadar, ataukah kesadaran?"
"Bukan, wahai Raja Besar!"
"Lantas apakah merupakan perpaduan bentuk, rasa,
Trisula Mata Empat 3 Manusia Harimau Merantau Lagi Karya S B. Chandra Kasih Diantara Remaja 9
^